Gandeng Pelajar SMA, Erasmus University dan FK UNAIR Kenalkan Bahaya Virus UNAIR NEWS – Sebuah ungkapan mengatakan, lebih baik mencegah dari pada mengobati. Selama ini, upaya preventif dinilai lebih efektif dalam menekan laju berkembangnya sebuah wabah penyakit. Tidak sampai menunggu status Kejadian Luar Biasa (KLB), baru bertindak. Upaya preventif ini justru bergerak mengedukasi melalui kegiatan yang sederhana namun terprogram dan berkelanjutan. Upaya tersebut seperti yang sudah konsisten dilakukan oleh Erasmus Medical Center, Totterdam University, Belanda, bersama Divisi Ilmu Penyakit Tropik dan Infeksi RSUD Dr. Soetomo – Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, keduanya konsisten mengedukasi puluhan pelajar SMAN 16 Surabaya melalui program bernama Virus Kenner. Tahun ini, tim Virus Kenner dari Erasmus Medical Center bersama koordinator Virus Kenner FK UNAIR kembali bertandang ke SMAN 16 Surabaya, Rabu (8/2). Koordinator proyek Virus Kenner Wesley de Jong, dr mengungkapkan, Virus Kenner merupakan program penyuluhan yang diinisiasi oleh kelompok Viroscience Laboratory, Erasmus MC, Rotterdam, Belanda. Tujuannya, untuk menguatkan esensi pentingnya gerakan prevensi dalam melawan berbagai jenis penyakit akibat virus. Program penyuluhan ini melibatkan peran para pelajar SMA. Dengan harapan, semakin dini mereka mengenal pengetahuan seputar penyakit virus, semakin cepat mereka waspada. Di Belanda, program Virus Kenner sudah berjalan selama lima tahun. Program Virus Kenner di sebarkan di tiga negara, yaitu Suriname, Indonesia, dan Somalia. Di Indonesia, program itu
sudah berlangsung selama tiga tahun. Tim Virus Kenner berkolaborasi dengan sejumlah pakar Divisi Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo – FK UNAIR. Dalam agenda rutin tahunan itu, mereka secara kontinyu menggelar kegiatan penyuluhan ke SMAN 16 Surabaya. Puluhan pelajar kelas X ini diperkenalkan dengan ilmu dasar virologi. Acara penyuluhan dikemas secara sederhana. Para pelajar SMA diperkenalkan tentang jenis dan dampak penyakit akibat virus. Dalam sesi acara lainnya, tim Virus Kenner membagikan kuesioner berisi pertanyaan umum untuk mengasah ulang seberapa dalam pemahaman dan pengetahun peserta. Selanjutnya, para siswa dikelompokkan menjadi beberapa tim kecil. Setiap tim akan ditugaskan untuk mempelajari satu jenis virus, bisa itu Influenza, Hanta virus, Leptosirosis, HIV Aids, Hepatitis, dsb. Masing-masing tim kemudian ditugaskan untuk mengaplikasikan pemahaman mereka ke dalam bentuk video maupun poster. Dalam waktu tiga bulan ke depan, siswa diminta mempresentasikan pengetahuanya tentang satu jenis virus secara mendalam. Diharapkan, ke depan mereka akan menjadi agen informasi bagi masyarakat di sekitarnya. Karya para pelajar SMA ini nantinya akan dikompetisikan dan dipresentasikan ketika kunjungan kedua Tim Viruskenner pada bulan Juni 2017 mendatang. Selama ini SMAN 16 menjadi pilot project untuk kegiatan pengenalan virus oleh Erasmus Medical Center dan FK UNAIR. Tak heran jika kemudian sekolah ini menjadi satu-satunya tempat berlangsungnya proyek tersebut. Wesley berharap, SMAN 16 dapat menjadi sekolah yang menginspirasi program ini. “Sementara ini kami belum menargetkan apa-apa. Kami ingin memperkuat sistem Virus Kenner di sekolah ini terlebih dulu.
Ketika sudah dievaluasi dan hasilnya bagus, barulah kami berencana akan menyosialisasikan Virus Kenner ke sekolah lainnya,” jelasnya. Investasi Masa Depan PIC Viruskenner Indonesia dr. Musofa Rusli Sp.PD mengungkapkan, sebenarnya konsep kegiatan penyuluhan itu dikemas cukup sederhana. Namun karena tim Erasmus begitu fokus dan serius menjalankan program tersebut, maka perlahan namun pasti program ini tetap berlanjut hingga saat ini. Dengan memperkenalkan secara dini kepada remaja mengenai bahaya virus, maka langkah ini dinilai efekti dalam menumbuhkan kewaspadaan sejak dini. “Dampaknya memang tidak bisa cepat. Kalau anak remaja kita paham, minimal paham bahaya penyakitnya, maka harapannya mereka akan menyebarkan pemahaman itu dilingkungan mereka. Karena bagi tim Viruskenner sendiri, program ini merupakan bentuk investasi jangka panjang,” jelasnya. Kasus penyakit akibat virus sebenarnya masih banyak di temui di Indonesia. Salah satunya, kasus penyakit Leptospirosis yang pernah terjadi di Sampang, Madura dan menelan korban. Di Belanda, angka kejadian Leptospirosis sangat minim, dan jarang ditemui penderita yang sampai dilarikan kerumah sakit dan meninggal karena terlambat tertangani. “Karena di sana (di Belanda, -red) sistemnya berjalan, dimana masyarakat lebih mementingkan upaya prevensi. Sayangnya di Indonesia, perhatian belum tertuju ke sana. Kita baru ribut menangani kalau sudah terjadi breakout dan menelan korban,” ungkapnya. Musofa yang juga alumnus S-2 Erasmus University ini menjelaskan, di Belanda, sistem manajemennya berjalan dengan baik. Sehingga dalam aplikasi pembiayaan rumah sakit tidak sampai mengeluarkan biaya tinggi. Di negara kincir angin ini,
segala bentuk program yang bersifat awereness mendapat prioritas. Oleh sebab itu, bagi masyarakat di sana, menanamkan kewaspadaan kepada anak-anak sedini mungkin adalah upaya penting melakukan pencegahan. (*) Penulis : Sefya Hayu Editor : Binti Q. Masruroh
Selamat Datang, Peraih Nobel! UNAIR NEWS – Universitas Airlangga akan memberikan gelar doktor kehormatan kepada penerima nobel ekonomi tahun 2003 Profesor Robert Fry Engle III. Calon doktor kehormatan UNAIR itu dijadwalkan akan memberikan kuliah tamu berjudul “The Prospects for Global Financial Stability” di hadapan 2.000 peserta, Senin depan (20/2), di Airlangga Convention Center (ACC) Kampus C UNAIR. Siapakah Robert Engle? Selain menjadi sosok penerima nobel ekonomi pada tahun 2003, Engle merupakan pengajar dan peneliti di Stern School of Business, Universitas New York (NYU). Ia juga anggota National Academy of Science dan Dewan Penasihat International Peace Foundation. Saat ini, Robert Engle menjabat sebagai Direktur Institut Volatilitas Stern, NYU. Dia juga salah satu pendiri dan presiden dari The Society for Financial Econometrics (SoFiE), sebuah organisasi non-profit di NYU berskala global. Namun, siapa sangka, penerima nobel ekonomi ini justru memiliki latar keilmuan sebagai sarjana Fisika. Robert Engle berhasil menamatkan pendidikan sarjana dari Williams College pada tahun 1964. Ia lantas melanjutkan pendidikan masternya di bidang Fisika di Universitas Cornell pada tahun 1966. Kiprah pendidikan formalnya di bidang Ilmu Ekonomi dimulai saat ia
lulus dari Cornell tiga tahun kemudian, yakni tahun 1969. Setelah menamatkan pendidikan doktornya, Robert Engle dipromosikan sebagai profesor madya Ilmu Ekonomi di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Ia kemudian menjadi pengajar di Universitas California, San Diego (UCSD) pada tahun 1975. Dua tahun kemudian, ia didapuk menjadi profesor di UCSD pada tahun 1977. Sampai sekarang, selain ia menjadi pengajar di NYU, Robert Engle juga menjadi profesor emeritus dan masih aktif meneliti di UCSD. Profesor berusia 75 tahun itu bahkan masih aktif melakukan review terhadap jurnal-jurnal ilmiah di bidang ekonomi. Salah satu jurnal tentang ekonomi yang ia gawangi saat ini sebagai asisten editor adalah “Journal of Applied Econometrics”. Menerima nobel Pertemuannya dengan Profesor Clive W.J. Granger dari UCSD mengawali karirnya sebagai pengajar ekonomi perkotaan di UCSD. Seperti dilansir dalam laman resmi Nobel Prize, Robert Engle bahkan menyebut permulaan karirnya sebagai pengajar di UCSD adalah masa keemasan untuk mengembangkan ekonometrika rangkaian waktu. Tahun 2003, Robert Engle bersama dengan Profesor Clive W.J. Granger dari UCSD menerima nobel ekonomi. Keduanya mengembangkan metode analisis rangkaian waktu ekonomi dengan volatilitas yang bervariasi dengan waktu. Ia mengerjakan sebagian besar karya terbaiknya di era 70-an dan 80-an, ketika ia tengah mengembangkan teknik matematis yang lebih baik untuk mengevaluasi dan memprediksi risiko secara lebih akurat. “Penghargaan Nobel Ekonomi adalah bentuk pengakuan yang luar biasa atas kinerja yang telah saya lakukan selama sekian tahun bersama mahasiswa dan kolega peneliti. Kami telah bekerja keras sekaligus merasa beruntung karena apa yang kami kembangkan begitu penting untuk diterapkan dalam bidang keuangan. Saya masih begitu heran bagaimana ide yang sederhana
bisa berkembang sedemikian rupa,” tutur Robert Engle. “Menengok perjalanan karir saya sebelumnya, (menerima) penghargaan Nobel adalah titik puncak bagi karir saya. Saya merasakan adanya kasih sayang yang lebih, ya, walaupun kurang dramatis sih. Ini adalah masa-masa di mana saya menemukan wawasan. Masa-masa di mana saya menemukan topik penelitian baru, atau harus diakui bahwa ada masa-masa yang terlihat tidak berhubungan, tapi nyatanya ada hubungannya,” imbuh Robert Engle. Teknik yang ia kembangkan dapat memudahkan para peneliti untuk menguji, apakah volatilitas sebuah masa berhubungan dengan volatilitas di masa yang lain. Penelitian ini relevan dengan analisis pasar uang, di mana nilai investasi pengembalian aset dianalisis berdasarkan risikonya dan menentukan harga saham yang akan menunjukkan volatilitas yang ekstrem. Masa turbulensi ekonomi yang kuat dapat mengakibatkan fluktuasi harga yang besar dalam pasar saham. Sering kali, hal ini diikuti dengan fluktuasi yang kecil dan relatif tenang. Sejalan dengan model pendekatan ARCH (Autoregressive Conditional Heteroskedasticity) milik Robert Engle, volatilitas yang banyak terjadi adalah kekeliruan acak, yang bergantung pada kekeliruan sebelumnya, sebab kekeliruan yang masif akan diikuti kekeliruan yang masif, dan kekeliruan kecil akan diikuti oleh kekeliruan kecil pula. Hal ini berlawanan dengan model sebelumnya di mana kesalahan acak diasumsikan konstan dari waktu ke waktu. Metode dan model ARCH milik Robert Engle menyebabkan bertambah dan berkembangnya alat untuk menganalisis saham serta memudahkan para ekonom untuk membuat prediksi yang lebih akurat. Robert Engle mengembangkan model statistik volatilitas baru yang bisa menangkap kecenderungan harga saham dan variabel keuangan lainnya untuk bergerak di antara periode volatilitas yang tinggi dan volatilitas yang rendah.
Metode dan model ARCH telah menjadi alat yang sangat diperlukan, bukan hanya untuk peneliti, tetapi juga analis pasar keuangan yang menggunakannya untuk menentukan harga aset dan mengevaluasi risiko portofolio. Sebagian besar dari metode ini ditampilkan di laman inovasi publik V-LAB di mana perkiraan volatilitas harian dan korelasi dari lebih seribu aset dapat ditemukan. Di tengah rutinitasnya dalam meneliti di bidang ekonometrika keuangan yang meliputi ekuitas, suku bunga, nilai tukar dan opsi harga, ia kini tengah mengembangkan metode untuk menganalisis sistem aset yang lebih besar, volatilitas waktu nyata, pasar mikro, dan pergerakan pasar yang ekstrem, dan keinginannya untuk melanjutkan analisis tentang pasar keuangan. Profesor kelahiran Syracuse, New York, Amerika Serikat ini juga telah menerbitkan lebih dari seratus artikel ilmiah dan menulis empat buku. Penelitiannya juga telah menghasilkan model statistik yang inovatif seperti ko-integrasi, fitur umum, autoregressive conditional duration (ACD), model CAViaR dan korelasi prasyarat yang dinamis (DCC/dynamic conditional correlation). Dilansir dari laman International Peace Foundation dan Nobel Prize Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan
Prodi Ekonomi Pembangunan Jawab Kebutuhan Zaman UNAIR NEWS – Apakah kamu pernah membayangkan ketika kuliah di ilmu sosial lantas begitu saja melepaskan hitung-hitungan matematis? Atau kamu menyukai hitung-hitungan matematis dengan diimbuhi paparan-paparan teori? Atau bisa jadi, kamu ingin mendalami pengetahuan tentang perekonomian negara bahkan internasional? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi akan terjawab apabila kamu memilih melanjutkan studi strata satu di Ekonomi Pembangunan. Begitulah yang dikatakan oleh kepala departemen yang sekaligus merangkap pelaksana tugas koordinator prodi S-1 Ekonomi Pembangunan Dr. Muryani, S.E., M.Si., MEMD. Muryani mengungkapkan, rumpun Ilmu Ekonomi adalah ilmu yang unik karena berada di antara kelompok Ilmu Sosial dan Ilmu Alam. “Dibilang eksakta karena di situ ada matematika dan statistik. Dibilang murni sosial juga tidak bisa karena eksaktanya juga banyak,” tutur Muryani ketika ditemui di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga. Di prodi S-1 Ekonomi Pembangunan, mahasiswa dibebaskan untuk memilih lima peminatan yang masing-masing memiliki konsentrasi materi pembelajarannya masing-masing. Yakni, ekonomi moneter, ekonomi perencanaan, ekonomi internasional, ekonomi lingkungan, dan ekonomi publik. Sejauh ini, peminatan ekonomi moneter menjadi pilihan favorit mahasiswa. Muryani mengungkapkan, lapangan kerja yang relatif bergengsi menjadi salah satu penarik minat. Sejumlah lulusan S-1 Ekonomi Pembangunan meraih posisi strategis di instansi perbankan maupun pemerintahan. Di rumpun ekonomi moneter, mahasiswa bisa belajar banyak tentang regulasi perbankan, kebijakan moneter pemerintah, Bank
Indonesia, maupun inflasi ekonomi. Selain ekonomi moneter, mahasiswa bisa memilih ekonomi perencanaan. “Ekonomi perencanaan adalah ilmu yang memberikan kontribusi perencanaan kepada pemerintah daerah maupun pusat untuk pemerataan pembangunan,” terang Muryani. Bila mahasiswa cenderung tertarik dengan perdagangan lintas negara, mahasiswa bisa memilih peminatan ekonomi internasional. Dalam ekonomi internasional, mahasiswa bisa belajar banyak tentang keuangan internasional, hingga kebijakan perdagangan internasional. Persoalan di bidang energi juga turut dipelajari oleh mahasiswa yang memilih minat ekonomi lingkungan. “Menurut saya, ini adalah ilmu yang menjadi tren di masa depan karena persoalan lingkungan dihadapi oleh seluruh dunia. Jadi, akan selalu in,” tutur Muryani yang juga penulis artikel “The Negative Impact of Avian Flu on Economy” dalam Asian Social Economic Journal tahun 2014. Di rumpun peminatan ekonomi publik, mahasiswa belajar banyak tentang persoalan yang menyangkut keuangan negara, seperti ekonomi kelembagaan. Mengikuti perkembangan zaman Agar selalu responsif dengan perkembangan zaman, para pengajar di Departemen Ilmu Ekonomi juga melakukan redesain kurikulum. Mulai tahun ajaran baru 2017, mahasiswa bisa memilih dan mengikuti empat mata kuliah baru. Keempatnya adalah ekonomi kemaritiman, ekonomi kesehatan, ekonomi politik, dan ekonomi strategi. “Kami ini mengikuti perkembangan jaman. Selalu memperhatikan permasalahan-permasalahan di masyarakat yang relevan. Relevan itu maksudnya yang muncul dan menjadi tren,” tutur Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB UNAIR.
“Mata kuliah Ekonomi Kemaritiman itu akan mensinkronkan dengan program negara. Kita (Indonesia) akan mengacu pada poros maritim. Kedua, Ekonomi Kesehatan. Ke depan, diprediksi masyarakat akan tambah makmur tetapi penyakit yang kaitannya dengan perekonomian itu erat. Mungkin orang itu semakin makmur tetapi muncul obesitas,” imbuh Muryani. “Ketiga, Ekonomi Politik. Mengingat keputusan-keputusan politik berdampak pada kondisi perekonomian. Mahasiswa maupun masyarakat dapat wawasan tentang ilmu Ekonomi Politik. Keempat, adalah Ekonomi Strategi. Ekonomi Strategi berkaitan dengan bisnis. Walaupun Ilmu Ekonomi, orang harus memiliki wawasan bisnis yang di mana itu jadi core manajemen. Siapa tahu nanti dia kalau lulus tidak harus apply ke pemerintahan tetapi bisa berwirausaha,” pungkasnya. Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan
Bersiap Menuju Denali, Para Atlet Seret Ban Truk di Cangar UNAIR NEWS – Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga (WANALA) yang tergabung dalam tim Airlangga Indonesia Denali Exepedition (AIDEX) kembali menempa fisik. Kali ini, calon atlet AIDEX berlatih melakukan teknik sledding (menyeret ban truk) dan menggendong beban di jalanan menanjak penuh tikungan di Cangar, Pacet, Mojokerto. Pelatihan
yang
dilakukan,
Sabtu
(11/2),
ini
merupakan
aktivitas pengganti trail running yang biasanya dilaksanakan dua minggu sekali di kawasan Gunung Arjuno. Kegiatan sledd ini diikuti oleh 4 orang calon atlet, yaitu Septian Rio, Muhammad Faishal Tamimi, Yasak, Moch Roby Yahya. Selain tim atlet ada pula tim pendukung dari anggota WANALA yaitu Ignatius Cristian Wicaksono (Fakultas Ekonomi dan Bisnis), Novi Dwanty (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), Panji Layang (Fakultas Ilmu Budaya), Nahdiyatul Ifa (Fakultas Vokasi), serta Revin Gilang (FIB). Para calon atlet mulai mendaki pada ketinggian 678 meter di atas permukaan laut (mdpl), sedangkan titik akhir berada di ketinggian 1.610 mdpl. Para atlet harus menempuh jarak sejauh 19,6 kilometer dari bumi perkemahan Obech ke Pemandian Air Panas Cangar. “Sledd ini dimulai dari Basecamp obech camping ground Pacet menuju pemandian air panas Cangar dan kembali lagi ke titik start,” terang Faishal. Menurut Faishal, tim operasional ini bertugas untuk menyertai para calon atlet karena kondisi wilayah Cangar yang cukup ramai. Selain itu, tim operasional juga berperan sebagai tim medis, dokumentasi kegiatan, dan konsumsi. “Pada pukul 07.00 tim melakukan sarapan pagi, kemudian pukul 07.45 tim melakukan pemanasan dilanjutkan dengan doa dan mulai start kegiatan mountaineering ini pada jam 7.56 pagi dengan cuaca mendung mesra dengan kondisi berkabut. Namun, pada jam 10 pagi, cuaca sangat tidak mendukung dengan adanya hujan angin yang cukup deras. Tetapi hal itu tidak menyurutkan semangat juang para tim ekspedisi,” terang Faishal. “Tim sampai di pemandian air panas cangar pada pukul 14.04 kemudian tim melakukan makan siang dan istirahat hingga pukul 15.30 dan dilanjutkan perjalanan kembali ke basecamp hingga pukul 18.10,” imbuhnya.
Berdasarkan pengukuran termometer, suhu terpanas pada waktu itu mencapai 28,9C, sedangkan suhu terdingin ketika hujan angin yaitu 19,8C. Menurut Yasak, kondisi di Cangar memang jauh berbeda dengan Denali. Namun, dengan kondisi tempat latihan yang cukup menanjak, bisa dijadikan sebagai sarana bagi para atlet berlatih. “Kondisi ini belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan di Alaska, bisa saja blizzard (angin keras dan dingin disertai salju, red) terjadi secara tiba-tiba, dengan cuaca ekstrem yang seperti ini mampu menambah semangat para atlet untuk tabah sampai akhir,” tutur Yasak.
Penulis: Wahyu Nur Wahid (tim AIDEX) Editor: Defrina Sukma S
Prof Sukardiman Kecintaannya Farmakognosi
dan pada
UNAIR NEWS – Ada dua unsur dalam pembuatan obat-obatan, yaitu sintesis dan bahan alami. Untuk ilmu yang mempelajarai obatobatan yang berasal dari alam, biasa disebut dengan ilmu Farmakognosi. Prof. Dr. Sukardiman, Apt., MS, merupakan Guru Besar Fakultas Farmasi UNAIR di bidang Farmakognosi tersebut. Dari tiga bahan alam yang dipelajari dibidang ilmu Farmakognosi (Tumbuhan, Hewan, dan Mineral), Sukardiman fokus pada bidang kajian obat yang berasal dari tumbuhan. Sebagai peneliti, Ketua Lembaga Pengembangan Produk Akademik
dan Hak Kekayaan Intelektual (LPPA-HKI) UNAIR tersebut telah menghasilkan beberapa produk riset. Diantaranya yaitu, “Komposisi Ekstrak Samiloto dengan Kunyit” yang sudah diuji aktifitas sebagai suplemen untuk kanker payudara pada pasien, dan “Pengembangan Obat Herbal Fraksi Kencur” yang digunakan untuk kanker lambung ataupun usus besar. Beberapa jurnalnya yang telah di-publish nasional maupun internasional, diantaranya yaitu “Immunohistochemical Study of Curcuma xanthorrhiza Roxband Morindacitrifolia L Ethanolic Extract Granules Combination in High fat Diet Induced Hyperlipidemic Rats” pada tahun 2014, dan “The Role of Ethyl Acetate Fraction of Andrographis paniculata and Doxorubicine Combination To Ward The Increase Apotosis and Decrease of VEGF Protein Expression of Mice Fibrosarcoma Cells” pada tahun 2015. Selain karya ilmiah, Sukardiman juga mengikuti berbagai konferensi internasional, diantaranya yakni, “The International Seminar on Chemopreventive for Health Promotion and Beauty” di Denpasar pada tahun 2010, dan “Seminar international Conference and Exbition on Pharmaceutical Nutraceutical and Cosmetical technology : Formulation and Applications” di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2010. Sukardiman
juga
mendapatkan
beragam
penghargaan
atas
pengabdiannya dibidang penelitian. Diantaranya, Sukardiman diberikan penghargaan “Young Investigator Award” oleh Perhimpunan Dokter Ahli Mikrosirkulasi Asia pada tahun 1999. Selain itu, ia juga ditetapkan sebagai Penyaji Terbaik Hasil Penelitian Ilmu Penelitian Dasar (IPD) oleh DIKTI pada tahun 2004. Selain berprofesi sebagai Ketua LPPA-HKI UNAIR dan dosen, Guru Besar Termuda Farmasi pada tahun 2008 tersebut juga menjadi anggota reviewer penelitian DIKTI sejak 2010 dan Penelitian Binfarkes Kemenkes RI sejak 2013. Selain itu, ia juga menjadi Anggota Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) sejak tahun 2010 dan
Anggota Bidang Obat Bahan Alam dari Koligeum Ilmu Farmasi Indonesia (KIFI) pada tahun 2016. Disela kesibukannya tersebut, ia juga sempat menghasilkan sebuah karya buku di bidang keilmuannya yang berjudul “Farmakognosi Jilid I” pada tahun 2014. “Obat itu bagaikan racun dan madu. Kalau terlalu banyak dosisnya, maka obatnya jadi racun. Tentunya, ilmu farmasi yang mampu mengelolanya dari berbagai macam aspek. Termasuk, melakukan pengembangan keilmuan untuk bisa menyiapkan bahanbahan obat paling mutakhir,” kata dia. Sementara itu, bidang kajian farmasi bukan hanya obat-obatan itu sendiri, makanan dan minuman pun juga bisa menjadi fokusnya. Tanggung jawab farmasi sangat besar. Karena, kaitannya dengan nyawa orang. (*) Penulis: Dilan Salsabila Editor: Rio F. Rachman
Sekelumit Kiprah Prof. Eddy Bagus di Bidang Mikrobiologi UNAIR NEWS – Salah satu pakar UNAIR di bidang mikrobiologi adalah Prof. Dr. H. Eddy Bagus Wasito, dr., MS., Sp.MK. Selama ini, selain mengajar dan menjadi Ketua Prodi Mikrobiologi Klinik FK, peserta Exchange Scientist Program : Enteropathogenic Bacteria : Its Pathogenic Mechanism(S) Okinawa, 1991 ini berkhidmat di RSUD dr Soetomo. Pengabdiannya di bidang mikrobiologi sudah tidak perlu disanksikan lagi. Terdapat banyak publikasi ilmiah maupun makalah seminar yang telah dihasilkannya dan menjadi referensi ranah mikrobiologi tanah air.
Eddy Bagus menyatakan, prospek bidang Mikrobiologi di Indonesia begitu luas. Modal yang dimiliki negeri ini sudah melimpah. Khususnya, khazanah sumber daya alam yang sangat beragam. Semua itu bisa dimaksimalkan dengan pengelolaan yang baik. “Ilmuwan atau klinisi mikrobiologi tidak hanya dibebani tanggungjawab untuk mendeskripsikan suatu penyakit yang berasal dari mikroba. Lebih dari itu, harus pula sanggup mencari cara pencegahan dan pengobatannya,” Dijelaskan penulis delapan buku ini, peminat bidang ini menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. Tak heran, sebab persoalan di bidang mikrobiologi, terutama penyakit yang muncul dari situ, makin beraneka rupa. Jenis penyakit yang bersumber dari virus, jamur, dan bakteri, terus tumbuh macam dan modelnya. Bahkan, cenderung lebih sulit ditangani. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi para ilmuwan mikrobiologi. Di sisi lain, fenomena tersebut menjadikan orang-orang tertarik untuk mengkaji bidang ini. Menurut penulis 15 publikasi internasional dalam rentang 1993-2016 ini, terdapat sejumlah aspek yang menjadi penunjang pengembangan Mikrobiologi. Antara lain, Sumber Daya Manusia (brainware), fasilitas (hardware), metode, dan budget. Keempat elemen itu mesti dipenuhi dengan proporsional untuk bisa melakukan optimalisasi rencana besar tersebut. Sinergitas setiap pemangku kebijakan/kepentingan menjadi sangat sentral perannya. Tak dapat dimungkiri, pemikiran reviewer proposal penelitian program doktor Unair 2009 dan proposal penelitian strategis nasional 2010 ini tergolong brilian. Aksinya di dunia pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakatpun kongkret dan aplikatif. Pantaslah, bila ayah satu anak ini kerap diganjar penghargaan. Antara lain, dosen teladan III tingkat Bagian Mikrobiologi dan Parasitologi FK UNAIR 1982, dosen teladan III FK UNAIR 1990, Satya Lencana Karya Satya XX
Presiden RI 1998, dan Penghargaan Sudjono Djuned Pusponegoro sebagai Penulis Ilmiah Bidang Kedokteran 2002. Guru Besar ini juga aktif memberikan bimbingan untuk para mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir. Baik di level S1, S2, maupun S3. Di rentang 2006 hingga sekarang, ada 21 orang mahasiswa S1 yang dibimbingnya. Sedangkan sejak 1994 hingga saat ini, tercatat 79 orang yang diarahkannya mengerjakan tugas akhir pada jenjang S2/Spesialis. Sementara di jenjang doktoral, sejak 1998 hingga 2016, ada 20 orang yang dibimbing Eddy Bagus untuk menyelesaikan desertasi. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor: Defrina Sukma Satiti