4. 4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Ekosistem di Sekitar Intake dan IPA Kondisi ekosistem meliputi gambaran bio-fisik dan aktifitas manusia
disekitar dan di dalam lokasi pengambilan air baku oleh PDAM TP. Intake atau sumber air PDAM TP berada di Ciherang Pondok, yang berada di 06o 40’ 50,9” LS dan 106o 49’ 08,8” BT. Secara umum ekosistem di sekitar intake PDAM TP Kota Bogor terdapat pemukiman penduduk, pertanian, dan perkebunan (Gambar 4). Vegetasi yang umumnya dijumpai di sekitar sempadan sungai (riparian vegetation) didominasi oleh pohon bambu, sedangkan di tengah-tengah badan sungai dijumpai banyak batuan besar. Kegiatan manusia disekitar intake antara lain adalah pertanian, perkebunan, pemukiman, dan aktifitas manusia lainnya seperti memancing, mandi, dan mencuci. IPA PDAM TP terletak di 06o 38’ 39,0” LS dan 106o 49’ 06,6” BT. Kondisi umum sekitar IPA PDAM TP dipadati dengan pemukiman, dan lahan kosong. Letak IPA-nya sendiri berada jauh dari pintu masuk, dan sekarang sudah dipagari dan tertutup untuk menghindari benda asing masuk dalam IPA.
Pemukiman
Pertanian
Perkebunan
Ekosistem Pohon Bambu
Gambar 4. Kondisi ekosistem sekitar intake PDAM Tirta Pakuan 27
4.2.
Sistem Produksi dan Pengolahan Air PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor di IPA Dekeng Produksi merupakan suatu kegiatan mengubah suatu bahan atau barang jasa
yang dapat menghasilkan nilai tambah baik secara manfaat atau ekonomi. Prinsip pengolahan air oleh PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor di Dekeng adalah menurunkan kekeruhan dan mengurangi jumlah bakteri dengan melalui proses koagulasi, sedimentasi, aerasi, filtrasi dan desinfeksi. Sumber air Cisadane adalah sumber air baku PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor yang harus diolah melalui proses penjernihan air. Diawali dengan penyaringan dan prasedimentasi air sungai pada Water Intake Station,
selanjutnya air dialirkan
menuju bak penambahan koagulan dan diaduk cepat oleh turbulensi air itu sendiri secara gravitasi. Koagulan yang digunakan adalah Poly Alumunium Chlorida (PAC), dalam bentuk larutan pekat yang diencerkan menjadi 5% sebelum dilakukan pendosisan. Air dari pengadukan cepat kemudian diteruskan ke bak pengadukan lambat (Flokulator) agar terbentuk gumpalan (flok) yang lebih besar (dengan bantuan plat yang dipasang dengan posisi miring) agar mudah dipisahkan dari air di dalam bak pengendapan. Pada saat air keluar dari bak sedimentasi, air diterjunkan sehingga terjadi proses aerasi untuk menurunkan CO2 yang dapat menyebabkan korosi pada pipa, kemudian dilanjutkan pada bak filtrasi dengan bantuan kerikil dan pasir sebagai penyaring. Air yang telah jernih (clear well) kemudian didesinfeksi dengan gas chlor. Setelah air didesinfeksi, air dialirkan ke reservoir lalu didistribusikan ke konsumen. Urutan proses pengolahan air yang dilakukan di IPA Tirta Pakuan di Dekeng adalah sebagai berikut (Lampiran 1 dan 2): 1.
Intake (Pengambilan Air Baku) Proses pengambilan air baku yang berasal dari Sungai Cisadane dilakukan di
Water Intake Station (WIS) yang terletak di sekitar Sungai Cisadane. Bangunan intake untuk unit instalasi pengolahan Dekeng terletak di daerah Ciherang Pondok dengan menggunakan sistem pompa karena berada di dataran tinggi. Ketinggian awal air untuk intake adalah 0,5 m, lalu PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor membuatnya menjadi 2 m agar air dapat masuk ke intake. Pendistribusian air baku dari Ciherang Pondok menuju Dekeng melalui pipa sepanjang 5160 m 28
menggunakan sistem gravitasi. Intake dilengkapi dengan screen bar yang berfungsi untuk menyaring sampah. 2.
Prasedimentasi Bangunan prasedimentasi adalah bangunan pengendapan pertama, yang
ditunjukkan untuk mengendapkan partikel-pertikel yang berukuran relatif besar dan berat, seperti sampah berat, lumpur, dan pasir secara gravitasi agar kekeruhan air berkurang dan pengolahan air menjadi lebih mudah. Pada proses ini pengendapan dilakukan dengan cara mendiamkan masa air selama beberapa jam tanpa penambahan zat kimia. Lumpur hasil pengendapan dibuang secara periodik. Lumpur hasil pengendapan pada proses prasedimentasi dibuang ke Sungai Cisadane (dekat PDAM TP di bagian hulu, lihat Gambar 5) 3.
Penyaringan Air baku yang telah dialirkan dari WIS ke IPA kembali mengalami proses
penyaringan. Tujuan dari penyaringan adalah untuk menyaring benda-benda kasar, pengurangan kotoran, pengurangan kadar kandungan lumpur serta pasir yang ikut terbawa pada saat pengaliran air dari bangunan intake. Saringan yang digunakan adalah saringan halus berdiameter 1 cm. penyaringan bertujuan untuk menghindari penyumbatan pada pipa-pipa dan kerusakan pada pompa. 4.
Koagulasi Koagulasi adalah proses penambahan senyawa koagulan diikuti dengan
pengadukan cepat untuk menggabungkan partikel-partikel kecil melayang terutama koloid yang tidak dapat diendapkan dengan cara pengendapan biasa. Biasanya air permukaan mengandung tanah liat dan pertikel-pertikel lain dalam bentuk suspended yang stabil (seperti koloid) dan dapat tahan berbulan-bulan. Dengan adanya senyawa koagulan, maka kestabilan bahan tersuspensi dapat terganggu dan membentuk gumpalan-gumpalan (flok) yang lebih besar serta dapat mengendap. Senyawa koagulan yang digunakan adalah Polyalumunium Chloride (PAC) dengan rumus Aln(OH)mCl3n-m. PAC ini lebih baik dalam penjernihan dibandingkan dengan tawas, keunggulan PAC di dalam proses pengolahan air adalah efektif dalam skala besar, tidak memerlukan bahan pembantu, dan dapat pembentukan flok besar. Banyak sedikitnya PAC yang dibutuhkan tergantung 29
pada kekeruhan dan debit air baku, yang ditentukan dengan Jartest. Dosis yang dibubuhkan haruslah dosis optimum, karena jika dosis yang digunakan kurang maka pembentukan tidak maksimal dan tingkat kejernihannyapun masih kurang baik. Jika dosis terlalu berlebih, maka akan menghabiskan persediaan bahan koagulan dengan cepat atau pemborosan dan akhirnya meningkatkan biaya produksi air bersih. Pada keadaan normal, biasanya dosis diberikan sekitar 15 mg/l. Dosis ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yang berkisar sekitar 12 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi air baku sudah memburuk. Pengadukan cepat bertujuan untuk mencampurkan bahan koagulan PAC dengan air baku secara merata, cepat, dan sempurna. Pengadukan cepat ini dapat dilakukan
dengan
sistem
terjunan,
golakan,
dan
pengadukan
dengan
menggunakan baling-baling. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Dekeng menggunakan sistem terjunan (gravitasi) untuk proses ini. 5.
Flokulasi Flokulasi merupakan lanjutan dari proses koagulasi, dimana terjadi
pembentukan dan penggabungan flok-flok dari proses koagulasi sehingga ukuran flok menjadi lebih besar dan mudah mengendap.
Selama proses flokulasi,
pengadukan berlangsung dengan kecepatan yang relatif lambat agar flok-flok baru yang terbentuk dengan ukuran lebih besar tidak pecah atau tetap utuh. 6.
Sedimentasi Proses pengendapan pada unit sedimentasi, adalah merupakan lanjutan dari
proses flokulasi. Tujuan dari pengendapan adalah membuat partikel flok yang ada di air dapat mengendap secara gravitasi.
Endapan (berupa lumpur) yang
dihasilkan oleh bak pengendap kemudian dipisahkan untuk selanjutnya dibuang kembali ke Sungai Cisadane dekat hilir PDAM TP (lihat Gambar 2). Proses pemisahan ini sangat tergantung dari jenis partikel dalam air yang akan dipisahkan sehingga diperoleh air olahan yang jernih. Berikut ini adalah jenis-jenis partikel dan sifatnya untuk mengendap: a.
Partikel diskrit adalah partikel yang dapat mengendap secara alami tanpa merubah ciri atau sifatnya dan tanpa mengalami perubahan ukuran, misalnya adalah pasir.
30
b.
Partikel flokulen adalah partikel yang dapat mengendap bila sifat, ciri, dan ukurannya berubah menjadi lebih besar pada kedalaman air yang bertambah dalam sehingga dapat mengendap. Partikel diskrit bila bertubrukan dengan partikel diskrit yang lainnya tidak
akan merubah ukurannya. Sedangkan partikel-partikel flokulen yang bertubrukan dapat bergabung dan membesar dan akhirnya dapat mengendap. Sifat partikel flokulen yang dapat berubah sifatnya ini terjadi karena ada pengaruh dari penambahan bahan kimia atau koagulan. Zat-zat yang terlarut dalam cairan dapat pula dipisahkan melalui sedimentasi apabila ke dalam cairan tersebut ditambahkan bahan kimia (koagulan) sehingga terjadi presipitasi (pengendapan).
Gambar 5. Lokasi pembuangan lumpur hasil prasedimentasi dan sedimentasi 7.
Aerasi Aerasi merupakan proses pengontakan air dengan udara bebas yang
bertujuan untuk mengurangi kandungan CO2 (merupakan asam lemah) dalam air. Pengurangan CO2 dimaksudkan untuk menaikkan pH air agar menjadi netral sehingga dapat mengurangi sifat korosif dari air. Proses aerasi juga bertujuan untuk mengurangi rasa dan bau yang disebabkan oleh zat organik yang terdekomposisi. Selain itu berfungsi untuk mengendapkan ion-ion logam seperti mangan dan besi (Winarno, 1986 in Lestari, 2008). 31
8.
Filtrasi Filtrasi merupakan proses penyaringan dengan menggunakan suatu media
saringan cepat, yang bertujuan memisahkan antara padatan dengan cairan setelah diberikan koagulan (Kusnaedi, 2005). Ada dua jenis saringan pasir yang biasa digunakan, yaitu saringan pasir lambat yang menggunakan media pasir kasar. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor menggunakan saringan pasir cepat untuk proses filtrasinya. Air yang akan disaring, dialirkan ke bawah melalui pasir kerikil dan dikumpulkan ke dalam bak penampungan yang dihubungkan dengan bak penyimpanan air bersih atau bak sedimentasi. Di dalam alat saring, bahan padatan akan tertahan oleh media filter yang terdiri dari tiga lapisan yaitu pasir silica, kerikil, dan antrasit dengan ketebalan masing-masingnya adalah 30 cm, 25, dan 50 cm. Di dalam bak filtrasi, media filter disusun mulai dari media filter yang mempunyai diameter terkecil hingga makin ke bawah diameter media filter makin besar. Hal ini dimaksudkan agar partikel paling halus yang berada pada lapisan atas berguna untuk mencegah hasil saringan turun ke bawah, sedangkan pada lapisan paling bawah, media berdiameter besar akan menjaga agar tidak terekspansi pada saat backwash. Selama proses filtrasi akan terjadi penyisihan koloid dan sebagian materi yang tersuspensi, pengurangan jumlah bakteri dan organisme lainnya. Proses filtrasi juga dapat menghilangkan atau menurunkan warna, rasa, dan bau pada air. 9.
Desinfeksi Tahap akhir dari proses pengolahan air baku menjadi air minum adalah
desinfeksi. Desinfeksi adalah suatu proses pemusnahan mikroorganisme pathogen yang
membahayakan
kesehatan.
Proses
desinfeksi
dilakukan
dengan
menambahkan zat kimia yang disebut desinfektan yang digunakan oleh PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, sehingga proses ini disebut klorinasi yang pendosisannya berdasarkan BPC (Break Point Chlorination). Sifat BPC adalah untuk menghasilkan chloramin menjadi HOCl- atau OCl-. Gas khlor memiliki daya desinfeksi beberapa jam setelah pembubuhannya, selain itu gas khlor juga dapat mengoksidasi logamlogam berbahaya yang terdapat di dalam air. Dosis yang dibubuhkan pada proses desinfeksi sebesar 0,9 mg/l dan kadar khlor yang terkandung pada air olahan yang siap dikonsumsi masyarakat sebesar 0,3 mg/l. 32
Air bersih hasil pengolahan ditampung di reservoir untuk siap didistribusikan ke konsumen. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor memiliki tiga reservoir yang terletak di Cipaku dengan kapasitas 9000 m3, di Rancamaya dengan kapasitas 3000 m3, dan di Pajajaran dengan kapasitas 12000 m3. Reservoir sendiri memiliki fungsi sebagai penampung sementara, dimana jika air dipakai secara berlebih oleh konsumen maka air di reservoir tersebut akan memenuhinya secara terus menerus. 10. Sistem distribusi Akhir dari semua proses pengolahan akan langsung dialirkan menuju reservoir Pajajaran, Rancamaya dan reservoir Cipaku melalui pipa distribusi. Selain air hasil pengolahan, air yang berasal dari sumber mata air Tangkil juga dialirkan menuju reservoir. Air yang berasal dari sumber mata air Tangkil dialirkan bersamaan dengan air hasil pengolahan IPA Dekeng melalui pipa penyaluran yang sama menuju reservoir Cipaku dan reservoir Pajajaran dengan debit distribusi sekitar 620-649 l/s. Air Tangkil berasal dari mata air sehingga proses pengolahan air dari mata air Tangkil hanya dilakukan dengan penambahan soda (abu) ash dan klorinasi. Air
yang
dialirkan
menuju
reservoir
Pajajaran
selanjutnya
akan
didistribusikan kepada pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor yang berada di zona distribusi 4. Air bersih hasil pengolahan di IPA PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sebenarnya sudah dapat langsung dikonsumsi, tetapi dikarenakan kondisi pipa-pipa distribusi sudah sangat tua sehingga terdapat banyak kebocoran dan mengakibatkan lumpur serta bahan-bahan asing dari luar masuk ke dalam aliran distribusi. Keadaan seperti ini menyebabkan kualitas air minum hasil pengolahan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor mengalami sedikit gangguan saat sampai kepada pihak konsumen. Distribusi air oleh PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dilakukan dengan dua cara. Cara pertama yang paling dominan langsung dialirkan dengan gaya gravitasi, karena sebagian besar daerah distribusi terletak di dataran yang lebih rendah dari faslitas produksi. Cara kedua dengan bantuan booster pump untuk daerah yang lebih tinggi, dengan demikian PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dapat mendistribusikan air minum secara merata sesuai dengan kebutuhan konsumen.
33
Daerah yang belum terjangkau jaringan PDAM dibangun Terminal Hidran Umum (TAHU). Daerah distribusi air minum PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor meliputi, antara lain: Zona Distribusi I berasal dari mata air Tangkil sebanyak 53 %. Wilayahnya meliputi kelurahan Katulampa, Tajur dan sekitarnya. Zona Distribusi II berasal dari mata air Bantar Kambing sebanyak 14 %. Wilayahnya antara lain Perumda Cipaku. Zona Distribusi III berasal dari mata air Bantar Kambing sebanyak 86 % dan IPA Cipaku. Wilayahnya meliputi kelurahan Empang, Batu Tulis, dan sekitarnya. Zona Distribusi IV berasal dari mata air Tangkil sebanyak 47 % dan IPA Dekeng. Wilayahnya meliputi kelurahan Babakan, Sempur, dan sekitarnya. Zona Distribusi VI berasal dari mata air Kota Batu yang meliputi kelurahn Loji, Gunung Batu, dan sekitarnya. 4.3.
Kualitas Air Baku dan Air Hasil Olahan (parameter kunci) PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor PDAM TP selalu mengukur kualitas air baku dan air hasil olahan sebagai
bahan evaluasi tiap harinya. Parameter yang diukur berupa parameter-parameter fisika, kimia, dan biologi (Tabel 6). Dari total 14 parameter fisika – kimia – biologi yang diukur pada air baku, terlihat bahwa terdapat 9 parameter (yaitu Kekeruhan, TSS, besi, mangan, nitrit, BOD, COD, total coliform, E. coli)
yang melebihi nilai-nilai baku mutu yang
ditetapkan Pemerintah (PP RI No. 82/2001 dan Permenkes No. 907/2002) sebagai air minum. Namun demikian, setelah air baku tersebut diolah oleh PDAM TP Bogor,
secara umum telah terjadi perbaikan mutu air sehingga layak untuk
dijadikan air minum. Menurut PP RI No. 82/2001 seluruh parameter air hasil olahan telah memenuhi baku mutu air minum, namun menurut Permenkes No. 907/2002 air olahan tersebut belum sepenuhnya memenuhi Baku Mutu air minum karena masih dijumpai adanya total coliform dan E. Coli. Meskipun menurut PP RI No. 82/2001, nilai kekeruhan tidak dibakukan, namun ia merupakan parameter kunci pada pengolahan air baku untuk dijadikan air minum. Berfluktuasinya nilai kekeruhan 34
pada air baku menyebabkan pihak PDAM TP mesti melakukan uji Jar test secara rutin. Uji ini dimaksud agar diperoleh nilai dosis koagulan yang optimal (dalam hal ini PDAM TP, menggunakan Poly Aluminium Chlorida, PAC) yang akan digunakan dalam rangka menjernihnkan air baku ketingkat yang layak bagi air minum. Tabel 6. Kisaran Kualitas air baku dan air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan selama tahun 2008 Air hasil olahan Parameter kualitas air
Satuan
Air baku
Baku mutu menurut PP No. 82/2001
Baku mutu menurut Permenkes No. 907/2002
Normal ± 3
Normal ± 3
-
5
1000
1000
Fisika Suhu
oC
Kekeruhan
NTU
TDS
mg/l
TSS
mg/l
pH
-
Besi
mg/l
Mangan
mg/l
Nitrit
mg/l
Sulfat
mg/l
DO
mg/l
BOD
mg/l
COD
mg/l
23,9 - 25,5 (25,5 - 28,6) 29,8 - 61,4 (61,4) 58,2 - 64,2 (100,82 nihil (186,6)
24,4 - 25,3 (25,4 - 26,1) 0,42 - 0,55 (0,34) 61,8 -73,9 (74,8) Nihil (10,67)
7,35 - 7,62 (7,29) 0,02 - 0,32 (0,93) 0,02 - 0,07 (1,47) 0,03 - 0,12 (0,04) 2,33 - 5,60 (5,52) 7,05 - 7,30 (7,04) 1,05 - 2,28 (2,31) 2,55 - 13,70 (10,25)
7,18 - 7,35 (7,05) (0) (0) (0) 1,47 - 5, 86 (0,88) (7,42) (0) (0)
50
Kimia 6,5 - 8,5
6,5 - 8,5
0,3
0,3
0,1
0,1
0,06
3
400
250
6
-
2
-
10
-
1000
0
100
0
Biologi Total coliform ( 36oC ) E. Coli ( 44oC )
/ 100 ml / 100 ml
50 – 59
10000 - 12000 4000 - 6000
25 – 29
Catatan : Nilai yang dalam kurung adalah nilai yang diukur oleh peneliti, sedangkan nilai lainnya (tanpa kurung) adalah hasil pengukuran oleh PDAM TP Bogor selama tahun 2008 Nilai nihil pada TSS hasil pengukuran oleh PDAM TP karena kesalahan dalam menggunakan ukuran kertas saring, yaitu bukan menggunakan millipore dengan ukuran 0,45 µm, tapi whatman paper dengan pori yang lebih besar. 35
Nilai kekeruhan dan TSS di air secara tidak langsung dipengaruhi oleh curah hujan, makin tinggi nilai curah hujan maka makin tinggi pula nilai kekeruhan dan TSS.
Tingginya nilai TSS dan Kekeruhan pada saat musim hujan terutama
disebabkan oleh adanya erosi pada lahan yang membawa banyak partikel lumpur dan akhirnya diangkut oleh masa air sungai. Tabel di bawah ini memperlihatkan bahwa pada musim kemarau, yaitu sekitar bulan Juni sampai dengan Agustus, nilai kekeruhan dan TSS air sungai Cisadane yang digunakan sebagai air baku oleh PDAM TP Bogor adalah lebih rendah jika dibanding pada musim hujan (yaitu sekitar September sampai dengan Mei). Curah hujan tergantung pada letak daerah, sehingga pembagian musim pada tiap daerah berbeda. Semakin tinggi tingkat kekeruhan air baku, tentunya akan berpengaruh terhadap dosis penggunaan bahan koagulan, dan pada akhinya mempengaruhi biaya pengolahan. Tabel 7. Data curah hujan (mm) tahun 2008 Jan 276
Feb 239
Mar 494
Apr 378
Mei 102
Jun 77
Jul 49
Ags 47
Sep 220
Sumber : BMG
Okt 205
Nov 352
Des 305
Lokasi pos : Cijeruk
Tabel 8. Data kekeruhan (NTU) pada air baku PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor tahun 2008 Jan 50,8
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
47
58,2
61,4
33,3
47,9
42,5
32,8
29,8
31,5
Nov 39
Des 34,8
Tabel 9. Data dosis PAC (mg/l) pada air baku PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor tahun 2008 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
21,04
23,71
24,73
23,03
24,82
23,19
15,92
22,02
Sep 23
Okt
Nov
Des
19,75
24,36
22,52
Selanjutnya, total coliform dan E. coli yang dijumpai dalam air baku jumlahnya melebihi baku mutu. Kondisi demikian dikarenakan kondisi sekitar air baku PDAM TP terdapat pemukiman, perkebunan, dan pertanian, sehingga dua parameter biologi tersebut tinggi. Untuk menghilangkan bakteri ini maka oleh PDAM TP Bogor pada akhir proses IPA diberi chlorine sebagai desinfektan. Hasil pemberian chlorine ternyata telah mampu menurunkan jumlah total coliform dan E. Coli hingga 0. Pengukuran dua bekteri ini setelah pemberian chlorine dilakukan pada keran pelanggan secara random tiap harinya (lihat Tabel 6 dan 8). 36
Tabel 10. Nilai total coliform dan E. Coli pada air baku sebelum dan setelah diolah PDAM Tirta Pakuan dan pada keran pelanggan Parameter Total coliform E. coli
Lokasi pengambilan contoh Air Efisiensi Keran bersih (%) ab-cw pelanggan
Satuan
Air baku
/100 ml
10687,50
54,37
99,49
/100 ml
5045,83
26,63
99,47
Baku mutu*
Baku mutu**
0
1000
0
0
100
0
Catatan : * Baku mutu menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 ** Baku mutu menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 907 tahun 2002 PDAM TP Bogor melakukan pengukuran total coliform dan E. coli pada keran air para pelanggan yang contoh airnya diambil secara acak/ random. Keberadaan total coliform digunakan sebagai petunjuk akan adanya bakteri yang bersifat coli, sedangkan keberadaan E. coli dapat dijadikan indikator akan ada tidaknya bakteri lainnya 4.4.
Kualitas Air Pada Masing-Masing Unit Pengolahan Air PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor
4.4.1. Parameter fisika Parameter fisika adalah parameter fisik yang terlihat oleh mata kita, tanpa penambahan lain dalam pegukurannya. Parameter fisika yang diukur oleh peneliti antara lain kekeruhan, TDS, dan suhu. 1. Kekeruhan Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama lima hari, nilai rata-rata kekeruhan di air baku adalah 61,4 NTU dengan kisaran 20 – 91 NTU, setelah proses koagulasi/flokulasi adalah 28,28 NTU dengan kisaran 4,4 – 62 NTU, setelah proses sedimentasi sebesar 1,84 NTU dengan kisaran 1,5 – 2,3 NTU, dan pada air bersih adalah 0,34 NTU dengan kisaran 0,31 – 0,39 NTU. Hasil olahan air baku PDAM TP setelah mengalami proses sedimentasi sudah memenuhi baku mutu air minum. PDAM TP menghasilkan air hasil olahan yang baik karena melakukan sistem jartes apabila terjadi kekeruhan yang tinggi, sehingga dapat mengefisienkan pemakaian PAC. Nilai kekeruhan pada air baku mencapai 91 NTU yang diakibatkan oleh tingginya curah hujan, sehingga terjadi pengadukan partikel yang tersuspensi maupun yang terlarut dan mengakibatkan penampakan air menjadi kotor.
37
Baku mutu Permenkes RI No. 907 Tahun 2002 Gambar 6.
Perubahan nilai kekeruhan air pada tiap unit pengolahan air
Tabel 11. Nilai kekeruhan air (NTU) pada tiap unit pengolahan air Unit pengolahan air
Maksimum Minimum Rata-rata
Satuan
Air baku
NTU NTU NTU
91 20 61,40
Setelah koagulasi /flokulasi 62 4,40 28,28
Setelah sedimentasi 2,30 1,50 1,84
Setelah filtrasi (air bersih) 0,39 0,31 0,34
Nilai kekeruhan setelah proses koagulasi/flokulasi turun mencapai 50 % dari air baku, hal ini dikarenakan pengambilan sampel air di outlet lumpur, sehingga sampel air tersebut sudah mengalami pengendapan. 2. TDS Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama lima hari, nilai rata-rata TDS di air baku adalah 100,82 mg/l dengan kisaran 72,6 – 142 mg/l, setelah proses koagulasi/flokulasi adalah 77,4 mg/l dengan kisaran 73,3 – 81,3 mg/l, setelah proses sedimentasi sebesar 74,94 mg/l dengan kisaran 69,1 – 79,4 mg/l, dan pada air bersih adalah 74,8 mg/l dengan kisaran 66,8 – 86,6 mg/l.
38
Baku mutu Permenkes RI No. 907 tahun 2002 Gambar 7. Perubahan nilai TDS pada tiap unit pengolahan air Tabel 12. Nilai TDS (mg/l) pada tiap unit pengolahan air Unit pengolahan air
Maksimum Minimum Rata-rata
Satuan
Air baku
mg/l mg/l mg/l
142 72,60 100,82
Setelah koagulasi /flokulasi 81,30 73,30 77,40
Setelah sedimentasi 79,40 69,10 74.94
Setelah filtrasi (air bersih) 86,60 66,80 74,80
Nilai TDS pada air baku tinggi karena kondisi di sumber air PDAM TP terdapat banyak lumpur, dimana nilai TDS dipengaruhui salah satunya oleh limpasan tanah (Effendi 2003). Nilai TDS turun dari air baku hingga air bersih hasil olahan karena garam garam yang terlarut dalam air berikatan dengan PAC dan membentuk flok pada proses koagulasi/flokulasi sehingga flok yang tebentuk akan mengendap dan terbuang pada lumpur. Nilai TDS sudah memenuhi standar baku mutu air minum menurut Permenkes No. 907 tahun 2002 yaitu 1000 mg/l dari air baku hingga air bersih. 3. Suhu Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama lima hari, nilai rata-rata suhu di air baku adalah 26,4
o
C dengan kisaran 25,5 – 28,6
C, setelah proses
o
koagulasi/flokulasi adalah 25,72 oC dengan kisaran 25,2 – 26,9 oC, setelah proses sedimentasi sebesar 25,94 oC dengan kisaran 25,3 – 27,2 oC, dan pada air bersih adalah 25,62 oC dengan kisaran 25,4 – 26,1 oC. 39
Selang baku mutu Permenkes RI No. 907 Tahun 2002 Gambar 8. Perubahan nilai suhu air pada tiap unit pengolahan air Tabel 13. Nilai suhu (oC) air pada tiap unit pengolahan air Unit pengolahan air
Maksimum Minimum Rata-rata
Satuan
Air baku
C C o C
28,60 25,50 26,40
o o
Setelah koagulasi/f lokulasi 26,90 25,20 25,72
Setelah sedimentasi 27,20 25,30 25.94
Setelah filtrasi (air bersih) 26,10 25,40 25.62
PDAM TP membuat suhu tetap stabil dari air baku hingga air bersih agar proses pengolahan air untuk menghilangkan logam berat dan senyawa-senyawa yang berbahaya dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan Permenkes No. 907 tahun 2002 tentang dengan standar baku mutu air minum, suhu yang diperbolehkan untuk air minum ± 3 oC dari suhu udara normal. Suhu udara normal pada saat kondisi tersebut berkisar antara 27 oC. Maka suhu dari air baku hingga air bersih pada pengolahan air PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor memenuhi baku mutu air minum. 4.4.2. Parameter kimia 1.
pH Nilai rata-rata pH selama lima hari tiap unit pengolahan air untuk air baku
adalah 7,29 dengan kisaran 7,1 – 7,5; setelah koagulasi/flokulasi sebesar 6,98 dengan kisaran 6,93 – 7,02; setelah sedimentasi adalah 7,08 dengan kisaran 6,8–7,4; dan pada air bersih adalah 7,05 dengan kisaran 6,8 – 7,2. 40
Selang baku mutu Permenkes RI No. 907 Tahun 2002 Gambar 9. Perubahan nilai pH air pada tiap unit pengolahan air Tabel 14. Nilai pH air pada tiap unit pengolahan air Unit pengolahan air
Maksimum Minimum Rata-rata
Satuan
Air baku
Unit Unit Unit
7,50 7,10 7,29
Setelah koagulasi /flokulasi 7,02 6,93 6,98
Setelah sedimentasi 7,40 6,80 7,08
Setelah filtrasi (air bersih) 7,20 6,80 7,05
Berdasarkan hasil yang didapat rata-rata pH baik air baku hingga air bersih PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor berada dalam selang baku mutu air minum, sehingga air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor memenuhi nilai pH untuk air minum. 2.
Mangan Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama lima hari, nilai rata-rata
mangan di air baku adalah 1,47 mg/l dengan kisaran 0,4 – 2,04 mg/l, setelah proses koagulasi/flokulasi adalah 1,12 mg/l dengan kisaran 0,08 – 1,78 mg/l, setelah proses sedimentasi dan air bersih adalah 0 mg/l. Kandungan mangan pada air baku > 1 mg/l, berarti air baku tersebut tidak baik digunakan untuk mencuci pakaian karena akan meninggalkan noda, tetapi dalam kenyataannya disekitar air baku aktifitas masyarakat sangat banyak terutama mencuci pakaian.
41
Baku mutu Permenkes RI No. 907 tahun 2002 Gambar 10. Perubahan nilai mangan di dalam air pada tiap unit pengolahan air Tabel 15. Nilai kandungan mangan (mg/l) pada tiap unit pengolahan air Unit pengolahan air
Maksimum Minimum Rata-rata
Satuan
Air baku
mg/l mg/l mg/l
2,04 0,40 1,12
Setelah koagulasi /flokulasi 1,78 0,08 1,12
Setelah sedimentasi 0 0 0
Setelah filtrasi (air bersih) 0 0 0
Nilai mangan yang tinggi pada air baku diakibatkan oleh respirasi mikroorganisme sehingga CO2 menjadi tinggi. Mangan terlarut terurai di perairan, sehingga pada proses koagulasi/flokulasi PAC mengikat ion mangan dan membentuk flok. Flok yang terbentuk akan mengendap pada proses sedimentasi dan terbuang bersamaan dengan lumpur. Pada proses koagulasi/flokulasi telah menurunkan nilai mangan sebesar 5 kali dari air baku. Hal ini dikarenakan pengambilan sampel dilakukan di outlet pembuangan lumpur, sehingga sudah terjadi pengendapan. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor memenuhi standar baku mutu air minum 0,1 mg/l pada saat setelah sedimentasi hingga air bersih. 3.
Besi Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama lima hari, nilai rata-rata besi di
air baku adalah 10,93 mg/l dengan kisaran 0,14 – 1,79 mg/l, setelah proses koagulasi/flokulasi adalah 0,35 mg/l dengan kisaran 0,11 – 0,83 mg/l, setelah
42
proses sedimentasi sebesar 0,01 mg/l dengan kisaran 0 – 0,03 mg/l dan air bersih adalah 0 mg/l.
Baku mutu Permenkes RI No. 907 tahun 2002 Gambar 11. Perubahan nilai besi di dalam air pada tiap unit pengolahan air Tabel 16. Nilai kandungan besi pada tiap unit pengolahan air Unit pengolahan air
Maksimum Minimum Rata-rata
Satuan
Air baku
mg/l mg/l mg/l
1,79 0,14 0,93
Setelah koagulasi/f lokulasi 0,83 0,11 0,35
Setelah sedimentasi 0 0,03 0,01
Setelah filtrasi (air bersih) 0 0 0
Besi yang terdapat pada air baku adalah bentuk ferrous, yaitu besi yang terlarut. Pada pengolahan air terdapat aerasi yang bisa mengubah ferrous berubah menjadi ferric sehingga dapat disaring secara mekanis dan dapat dikeluarkan dari air. Hasil yang didapat sesuai denga literature, bahwa nilai besi mendekati 0 pada setelah sedimentasi (pengambilan sampel setelah aerasi), dan 0 mg/l pada setelah filtrasi (adanya air terjun sebelum masuk bak air bersih). Berdasarkan grafik dan tabel di atas nilai besi setelah proses filtrasi adalah 0 mg/l. Menurut Permenkes RI No. 907 tahun 2002, baku mutu nilai besi untuk air minum adalah 0,3 mg/l. Nilai besi pada air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor memenuhi baku mutu untuk air minum.
43
4.
Nitrit Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama lima hari, nilai rata-rata nitrit
di air baku adalah 0,04 mg/l dengan kisaran 0,01 – 0,07 mg/l, setelah proses koagulasi/flokulasi adalah 0,03 mg/l dengan kisaran 0,01 – 0,07 mg/l, setelah proses sedimentasi sebesar 0,01 mg/l dengan kisaran 0,01 – 0,02 mg/l dan air bersih adalah 0 mg/l.
Baku mutu Permenkes RI No. 907 tahun 2002 Gambar 12.
Perubahan nilai nitrit di dalam air pada tiap unit pengolahan air
Tabel 17. Nilai kandungan nitrit (mg/l) pada tiap unit pengolahan air Unit pengolahan air
Maksimum Minimum Rata-rata
Satuan
Air baku
mg/l mg/l mg/l
0,07 0,01 0,04
Setelah koagulasi /flokulasi 0,07 0,01 0,03
Setelah sedimentasi 0,02 0,01 0,01
Setelah filtrasi (air bersih) 0 0 0
Nilai nitrit yang didapat dimulai dari air baku hingga air bersih memenuhi baku mutu untuk air minum yaiu sebesar 3 mg/l. Nilai nitrit yang rendah dalam air baku menjadikannya aman dikonsumsi untuk ternak. 5.
Sulfat Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama lima hari, nilai rata-rata sulfat
di air baku adalah 5,52 mg/l dengan kisaran 3,13 – 9,56 mg/l, setelah proses koagulasi/flokulasi adalah 2,82 mg/l dengan kisaran 2,02 – 4,18 mg/l, setelah
44
proses sedimentasi sebesar 0,91 mg/l dengan kisaran 0,69 – 1,41 mg/l dan air bersih adalah 0,88 mg/l dengan kisaran 0,53 – 1,34 mg/l.
Baku mutu Permenkes RI No. 907 tahun 2002 Gambar 13. Perubahan nilai sulfat di dalam air pada tiap unit pengolahan air Tabel 18. Nilai kandungan sulfat pada tip unit pengolahan air Unit pengolahan air
Maksimum Minimum Rata-rata
Satuan
Air baku
mg/l mg/l mg/l
9,56 3,13 5,52
Setelah koagulasi/ flokulasi 4,18 2,02 2,82
Setelah sedimentasi 1,90 0,38 0,91
Setelah filtrasi (air bersih) 1,34 0,53 0,88
Berdasarkan Gambar 11 dan Tabel 16, nilai sulfat tinggi pada air baku dikarenakan sifat sulfat yang sangat larut dalam air terutama pada air hujan. Limpasan air hujan yang turun ke sungai akan membawa sulfat, dan terlarut dalam air sungai. Nilai sulfat pada air baku hingga air bersih tidak melebihi baku mutu air minum sebesar 250 mg/l, sehingga mengkonsumsi air baku atau air bersih PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor tidak akan mengalami gangguan pada sistem pencernaan. 6.
DO Nilai rata-rata DO yang di dapat dari tiap unit pengolahan air adalah 7.04
mg/l untuk air baku dengan kisaran 6,91 – 7,11 mg/l, setelah sedimentasi adalah 7,28 mg/l dengan kisaran 7,11 – 7,62 mg/l, dan pada air bersih sebesar 7,42 mg/l dengan kisaran 7,32 – 7,62 mg/l.
45
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama lima hari, nilai rata-rata DO di air baku adalah 7,04 mg/l dengan kisaran 6,91 – 7,11 mg/l, setelah proses sedimentasi sebesar 7,28 mg/l dengan kisaran 7,11 – 7,62 mg/l dan air bersih adalah 7,42 mg/l dengan kisaran 7,32 – 7,62 mg/l.
Selang baku mutu Permenkes RI No. 907 tahun 2002 Gambar 14.
Perubahan nilai oksigen terlarut (DO) di dalam air pada tiap unit pengolahan air
Tabel 19. Nilai kandungan oksigen terlarut /DO (mg/l) pada tiap unit pengolahan air Unit pengolahan air Setelah koagulasi/flok ulasi
Setelah sedimentasi
Setelah filtrasi (air bersih)
Satuan
Air baku
Maksimum
mg/l
7,11
Tidak diukur
7,62
7,62
Minimum Rata-rata
mg/l mg/l
6,91 7,04
Tidak diukur Tidak diukur
7,11 7,28
7,32 7,42
Nilai rata-rata DO yang didapat dari air baku hingga air bersih di atas 6 mg/l. Semakin tinggi nilai DO berarti kandungan oksigen di dalam air tersebut semakin tinggi. Nilai DO dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan tekanan gas itu sendiri. Berdasarkan grafik dan tabel di atas, nilai DO pada setelah sedimentasi dan air bersih lebih tinggi dari yang lainnya, hal ini dikarenakan kondisi pada setelah sedimentasi terdapat aerasi berupa terjunan aiir, sehingga menyebabkan nilai DO tinggi, begitu juga pada air bersih, air hasil olahan filtrasi bergabung dan terjun ke dalam bak air bersih. Hal ini yang mengakibatkan DO pada air bersih juga tinggi. Nilai DO pada air baku hingga air bersih hasil olahan telah memenuhi baku mutu. 46
7.
BOD Berdasarkan hasil pengamatan peneliti nilai BOD adalah 2,31 mg/l pada air
baku, dan 0 mg/l pada setelah sedimentasi dan filtrasi (air bersih).
Gambar 15. Perubahan nilai Biochemocal Oxygen Demand (BOD) pada tiap unit pengolahan air Tabel 20. Nilai BOD (mg/l) pada tiap unit pengolahan air Unit tahap pengolahan air Air Baku Sedimentasi Filtrasi
BOD 2,31 0 0
Nilai BOD yang didapat adalah gambaran dari adanya mikroorganisme yang mendekomposisi bahan organik secara anaerob.. Nilai BOD pada setelah sedimentasi dan setelah filtrasi (air bersih) adalah 0 mg/l artinya bahwa bahan organik pada unit pengolahan tersebut tidak ada aau sangat kecil, sehingga air hasil olahan PDAM TP terbebas dari bahan organik. Nilai ini belum dapat dikatakan benar karena nilai BOD tidak terukurnya nilai zat organik (ZO). 8.
COD Berdasarkan hasil pengamatan peneliti nilai COD adalah 10,25 mg/l pada air
baku, dan 0 mg/l pada setelah sedimentasi dan filtrasi (air bersih).
47
Gambar 16. Perubahan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) pada tiap unit pengolahan air Tabel 21. Nilai COD (mg/l) pada tiap unit pengolahan air Unit tahap pengolahan air Air Baku Sedimentasi Filtrasi
COD 10,25 0 0
COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam mengoksidasi bahan organik secara kimiawi. Nilai COD akan selalu lebih besar dari nilai BOD, sehingga nilai COD pada air baku PDAM TP lebih besar dari nilai BOD, yaitu sebesar 10,25 mg/l. Sama halnya dengan BOD, nilai COD pada setelah proses sedimentasi dan setelah filtrasi (air bersih) adalah 0 mg/l. Terlihat pada nilai setelah sedimentasi dan pada air bersih, menunjukkan bahwa tidak adanya bahan organik yang terdapat pada unit pengolahan air tesebut. Berdasarkan gambar 15, nilai COD yang didapat tidak adanya pengulangan, sahingga nilai COD yang ditunjukkan tidak sepenuhnya benar. Hal ini diperkuat dengan hasil pengukuran zat organik (ZO) oleh PDAM TP dimana hasil ZO yang masih tersisa (lampiran 13). 4.5.
Beban Lumpur (Suspended Solid Load) Nilai TSS yang didapat dari lumpur, selanjutnya digunakan untuk
mendapatkan nilai kontribusi beban TSS dan koloid yang terikat oleh PAC yang nantinya akan dibuang ke Sungai Cisadane.
48
Tabel 22. Nilai beban TSS pada air baku, air bersih, dan lumpur Lokasi Air Baku Air Bersih Lumpur
C (mg/l) 186,6 16 65.613,33
Q (l/det) 20.993 19.585 120
TSS L(kg/hari) 324.331,10 27.074,30 680.279,04
L(ton/hari) 324 27 680
Nilai beban lumpur dipengaruhi oleh debit pembuangan lumpur. Debit pembuangan lumpur adalah 120 l/det. Nilai TSS lumpur PDAM TP adalah 65,613 mg/l, sehingga beban lumpur yang dibuang PDAM TP 680 ton/hari. Lumpur PDAM TP terdiri dari partikel dan koloid yang berasal dari air baku dan bahan kimia, yaitu PAC. Beban TSS yang didapat pada air baku adalah 324 ton/hari, sehingga dapat dihitung beban koloid yang terikat oleh PAC pada lumpur PDAM TP sebesar 356 ton/hari. Tabel 23. Beban kontribusi koloid yang terikat oleh PAC pada lumpur hasil sampingan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Lokasi Q1C1 (a) Q3C3 (b) Q2C2 (c) = (b) - (a)
TSS (ton/hari) 324 680 356
Catatan : (a) = beban TSS pada air baku PDAM TP (b) = beban TSS lumpur hasil sampingan PDAM TP (c) = beban koloid yang sudah terikat oleh PAC Beban TSS pada lumpur lebih tinggi dari beban TSS pada air baku karena pada lumpur tersebut terdapat beban TSS air baku dan beban koloid yang terikat oleh PAC. Besarnya TSS pada lumpur disebabkan oleh PAC yang mengikat koloid sehingga yang awalnya melayang di air, setelah diikat oleh PAC koloid tersebut membentuk flok, dan mengendap pada proses sedimentasi, lalu dibuang bersamaan dengan lumpur. Lumpur hasil dari pengolahan PDAM mengandung PAC, lumpur ini dibuang sekali dalam sehari. Pembuangan lumpur ini ke Sungai Cisadane bagian hilir dari pengolahan air PDAM Tirta Pakuan (Gambar 5). Lumpur hasil samping pengolahan air PDAM TP adalah 5 % dari 800 l/det air baku. Debit Sungai Cisadane adalah 7000 l/det, sehingga jumlah lumpur yang dibuang untuk saat ini sangat sedikit pegaruhnya pada pendangkalan Sungai Cisadane bagian hilir. Lumpur yang dihasilkan juga bisa berpotensi menghasilkan kekeruhan dan
49
pendangkalan pada Sungai Cisadane bagian hilir. Adapun penambahan lumpur dari PDAM Tirta Pakuan adalah hasil backwash pada proses filtrasi, hanya saja pada proses backwash tidak ditambahkan bahan kimia, hanya menggunakan air yang tertampung (bak filtrasi yang penuh akibat debit yang besar) sehingga buangan air hasil backwash tidak berbahaya. Berdasarkan Tabel 20, diinformasikan bahwa air bersih hasil olahan PDAM TP masih mengandung TSS walaupun jumlah yang dihasilkan sedikit. 4.6.
Efisiensi Sistem Pengolahan Air Unit IPA yang paling efisien dalam menurunkan nilai kekeruhan adalah pada
bak koagulasi/flokulasi. Larutan PAC yang diberikan oleh PDAM dapat menurunkan nilai kekeruhan hingga 92 % - 98 %. Pada nilai TDS efisiensi dalam menurunkan nilai TDS paling tinggi adalah bak koagulasi/flokulasi, keefisienan menurunkan nilai TDS hingga 47 %. Tabel 24. Nilai efisiensi pada tiap unit pengolahan air Efisiensi (%) Parameter
air baku-setelah koagulasi
setelah koagulasisetelah sedimentasi
Kekeruhan TDS Besi Mangan Nitrit Sulfat
53,94 23,23 45,65 26,70 29,96 48,91
93,49 5,31 90,31 100 52,41 67,72
setelah sedimentasiair bersih 81,41 0,19 99,41 100 98,02 3,49
air baku-air bersih 99,44 25,81 99,98 100 98,87 84,08
Pada parameter kimia, bak koagulasi/flokulasi juga memegang peranan yang sangat penting dalam menurunkan nilai-nilai seperti, besi, nitrit, mangan, dan sulfat. Efisien dalam pengolahan air di bak koagulasi/flokulasi akibat larutan PAC yang membuat koloid dan partikel anion menggumpal, dan tenggelam, sehingga dalam bak sedimentasi flok-flok yang terbentuk akibat pengadukan lambat mengendap, dan hanya air bersih yang disalurkan ke tahap berikutnya. Pada akhirnya yang memegang peranan penting dalam efisiensi pengolahan air di PDAM TP adalah PAC. Pemberian PAC yang efisien memberi dampak yang sangat positif bagi air hasil olahan PDAM TP. Pemberian PAC dilakukan setelah percobaan jar test guna mendapatkan dosis PAC yang optimum.
50
4.7.
STORET Metode STORET merupakan salah satu metode untuk menentukan status
mutu air yang umum digunakan. Dengan Metode STORET ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampui baku mutu air. Tabel 25.
Hasil indeks STORET dari tiap unit pengolahan air berdasarkan tiga peraturan yang berbeda Indeks STORET
Unit pengolahan air
air baku setelah koagulasi/flokulasi setelah sedimentasi setelah filtrasi (air bersih)
Air Minum Permenkes No. 907/Menkes/SK/V II/2002
Batas syarat air bersih Permenkes No.416/Menkes/Per/IX /1990
Air Baku Kelas 1 PP RI No. 82 tahun 2001
-23 (tercemar sedang) -20 (tercemar sedang) 0 (tidak tercemar) 0 (tidak tercemar)
-14 (tercemar ringan) -11 (tercemar ringan) 0 (tidak tercemar) 0 (tidak tercemar)
-14 (tercemar ringan) -14 (tercemar ringan) 0 (tidak tercemar) 0 (tidak tercemar)
Berdasarkan Tabel 23, mutu air baku bila dilihat dari Permenkes No. 907 tahun 2002 adalah tercemar sedang, bila berdasarkan Permenkes No. 416 tahun 1990 adalah tercemar ringan, dan bila dilihat berdasarkan PP RI No. 82 tahun 2001 adalah tercemar ringan. Mutu air setelah koagulasi/flokulasi bila dilihat berdasarkan Permenkes No. 907 tahun 2002 adalah tercemar sedang, bila berdasarkan Permenkes No. 416 tahun 1990 adalah tercemar ringan, dan bila dilihat berdasarkan PP RI No. 82 tahun 2001 adalah tercemar sedang. Mutu air setelah sedimentasi, dan setelah filtrasi (air bersih) berdasarkan Permenkes No. 907 tahun 2002, Permenkes No. 416 tahun 1990, dan PP RI No. 82 tahun 2001 adalah bermutu baik, karena nilai indeks STORET-nya adalah 0 berarti memenuhi baku mutu atau tidak tercemar. Berdasarkan metode STORET air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor memenuhi baku mutu (Lampiran 3 – Lampiran 6).
51
4.8.
Kelayakan kuantitas dan kualitas air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor bagi masyarakat/konsumen
4.8.1. Kelayakan kuantitas air Hasil utama dari IPA PDAM TP adalah air bersih. PDAM TP harus terus berproduksi agar kuantitas air yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan warga Bogor. Tabel 26. Jumlah pelanggan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor berdasarkan zona distribusi pada periode Oktober 2009 Zona Distribusi *
Jumlah
Zona Distribusi I Zona Distribusi II Zona Distribusi III Zona Distribusi IV Zona Distribusi VI Total Jumlah Pelanggan per Oktober 2009
5.818 2.990 19.196 49.853 6.855 84.712
*) lihat uraian sebelumnya pada Sistem Produksi dan Pengolahan Air PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor di IPA Dekeng Tabel 27. Jumlah pemakaian air PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor oleh pelanggan berdasarkan zona distribusi pada periode Oktober 2009 Zona Distribusi *
Jumlah
Zona Distribusi I Zona Distribusi II Zona Distribusi III Zona Distribusi IV Zona Distribusi VI Jumlah Kubikasi Pemakaian Air Pelanggan
146.468 63.611 624.722 1.273.760 103.229 2.211.790
*) Informasi tentang Zone Distribusi dapat dilihat pada uraian sebelumnya pada Sistem Produksi dan Pengolahan Air PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor di IPA Dekeng Berdasarkan Tabel 24 dan 25 jumlah pelanggan PDAM TP hingga Oktober 2009 mencapai 84.712 pelanggan dan jumlah kubikasi pemakaian air adalah 2.211.790 m3/bulan Oktober. Jika jumlah kubikasi pemakaian air dikonversi menjadi liter/hari maka hasilnya adalah 71.348.000 l/hari, maka akan didapat jumlah air yang dipakai tiap orang adalah sebesar 168 liter/hari jika diasumsikan dalam 1 kepala keluarga terdapat 5 orang anggota. Umumnya di Asia rata-rata pemakaian air tiap orang adalah sebesar 50-100 liter/hari. Nilai 168 liter/hari
52
merupakan angka potensi penggunaan air per KK, bila lebih kecil dari jumlah pelanggan maka terjadi kebocoran pada pipa distribusi. Usaha PDAM TP terus ditingkatkan untuk mengajak masyarakat Kota Bogor memasang sambungan air PDAM TP. Usaha PDAM TP antara lain open table di lokasi pemasangan jaringan baru. Berdasarkan jumlah pelanggan yang banyak, kubikasi yang tinggi, dan kualitas air hasil olahan PDAM TP yang baik, hal ini menunjukkan bahwa air hasil olahan PDAM TP diterima oleh masyarakat Kota Bogor. 4.8.2. Kelayakan kualitas air PDAM TP selalu mengukur tiap harinya kualitas air yang bersumber dari keran para pelanggan secara acak di tiap zona. Nilia total coliform dan E. coli menjadi 0 karena proses desinfeksi, yaitu proses dimana air hasil olahan diberi chlorine guna membunuh bakeri-bakteri tersebut, sehingga air yang keluar dari keran pelanggan PDAM TP dapat langsung diminum. 4.9.
Manajemen Lingkungan Sungai di Sekitar PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Pada dasarnya manajemen sumberdaya perairan adalah bagaimana seorang
dapat mengelola suatu perairan baik tawar, payau, maupun laut. Pada penelitian ini, peneliti mencoba membuat suatu perencanaan pengelolaan perairan bagaimana menyeimbangkan ekologi sungai bagian hulu dimana sungai tersebut dipakai PDAM TP sebagai air baku dengan sungai bagian hilir. Menurut LIPI (1990) penyediaan air bersih bertujuan untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, di samping peningkatan derajat kesehatan serta kualitas hidup masyarakat. Dengan dipenuhi kebutuhan dasar ini akan didapat manfaat dari dua sektor utama, yaitu sektor sosial dan kesehatan. Dalam sektor sosial meliputi meningkatnya hidup bersih di kalangan masyarakat, serta akan mendukungnya pembangunan ekonomi. Di sektor kesehatan akan memberikan manfaat antara lain menurunnya angka kematian dan penularan penyakit. Sehingga dalam pemanfaatan air baku untuk air minum Sungai Cisadane oleh PDAM TP perlu dilakukan beberapa pendekatan seperti pendekatan pada pemerintah pusat, dan masyarakat sekitar.
53
Air adalah sumberdaya terbatas dan membatasi, maka dari itu peran serta pemerintah sangatlah dibutuhkan agar perairan umum di Indonesia dapat terjaga kualitas airnya. Adanya sosialisasi dari pihak PDAM TP dengan berbagai sektor pemerintah agar dapat menggalakkan hidup sehat pada masyarakat tentang akan pentingnya air bersih untuk kesehatan, dan sebagai pendukung pembangunan ekonomi negara, serta tentang penghijauan sekitar sungai (aliran air) karena masalah krisis air yang terus berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya. Sektorsektor pemerintah yang menunjang dalam masalah ini antara lain sektor kesehatan, pertanian, perikanan, dan kehutanan. Air sungai yang keruh pada bagian hulu (sumber air baku PDAM TP) tidak hanya akibat dari ulah manusia yang mengotori lingkungan, tetapi juga akibat erosi (alam) yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya relief, sehingga pentingnya pengukuran kualitas air pada air baku PDAM TP untuk melihat tingkat pencemaran yang terdapat pada air baku PDAM TP (Sungai Cisadane bagian hulu). Sedimen yang terbentuk pada sungai adalah hasil pengendapan tanah yang terkena erosi yang dibawa oleh aliran air hujan, selain pada sungai tanah yang terkena erosi juga akan mengendap di waduk pembangkit listrik, oleh karena itu pihak PDAM TP juga sebaiknya menjaga air di sungai agar tetap ada dan tidak menambah sedimen pada Sungai Cisadane bagian hilir (adanya pembuangan lumpur) agar pergerakan waduk pembangkit listrik tida terganggu. Cara pengelolaannya adalah antara lain dengan membuat sebuah penampungan lumpur sebelum dibuang ke Sungai Cisadane bagian hilir yang lumpur tersebut digunakan untuk kebutuhan lain seperti pembuatan batako, atau semen, sehingga hasil samping dari PDAM TP tersebut tidak membuat Sungai Cisadane bagian hilir menjadi semakin dangkal dan keruh, karena Sungai Cisadane bagian hilir masih dimanfaatkan oleh masyarakat bagian hilir dan hewan ternak. Dengan adanya kolaborasi yang harmonis antara pemerintah, masyarakat, dan PDAM TP, maka ekologi Sungai Cisadane dari bagian hulu sampai hilir akan tetap terjaga, dan generasi bangsa selanjutnya tidak akan merasakan susahnya air.
54