ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT (Studi Kasus : Batas Maritim Indonesia dengan Negara Tetangga) Oleh : Ratih Destarina
I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan yang berbatasan dengan sepuluh Negara tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste.
Gambar 1. Indonesia dan Negara Tetangga Menurut Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982, Indonesia berhak untuk menetapkan batas-batas terluar beberapa zona maritim seperti Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Ekslusif, dan Landas kontinen. Pada setiap zona terdapat hak berdaulat yang penting bagi Indonesia. Oleh sebab itu penetapan zona maritim dan penyelesaian batas maritim dengan Negara tetangga mendesak untuk dilakukan. Indonesia sudah menetapkan batas maritim dengan beberapa negara tetangga sejak tahun 1969. Meski demikian, masih ada beberapa batas maritim dengan Negara tetangga yang belum diselesaikan, misalnya batas maritim dengan Filipina, Palau dan Timor Leste. II. BATAS WILAYAH LAUT II.1 Dasar Hukum Pembatasan Wilayah Laut
Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004] 1
Dalam menentukan batas maritimnya, Indonesia mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB ( UNCLOS) 1982. Indonesia mempunyai hak untuk menetapkan batas-batas empat zona maritim, yaitu: Laut Teritorial (Territorial Sea), Zona tambahan (Contiguous Zone), Zone Eksklusif Ekonomi (ZEE) dan Landas Kontinen (Continental Shelf) [ IHO, 1993]. II.2 Penentuan Batas Wilayah Laut Batas maritim antara Indonesia dengan negara tetangga pada umumnya diwakili dengan garis yang menghubungkan beberapa titik-titik batas yang mana koordinatnya disebutkan dalam perjanjian (bilateral maupun trilateral). Penempatan titik-titik batas dan konfigurasi garis batas pada umumnya ditunjukkan dalam peta laut, yang dilampirkan pada dokumen perjanjian. III. ASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DI INDONESIA Penentuan batas daerah di darat maupun laut akan melibatkan aspek-aspek teknis dan nonteknis. Penentuan batas pada prinsipnya adalah suatu aplikasi dari penentuan posisi. Penentuan batas ini akan melibatkan aspek-aspek teknis dan non-teknis. Disamping itu implikasinya juga bersifat multi-dimensi, tidak hanya administratif tapi juga ekonomis, yuridis, social budaya, serta pertahanan dan keamanan. Secara teknis, penentuan batas suatu wilayah pada prinsipnya terdiri atas dua kegiatan utama yaitu pendefinisian batas dan perekonstruksiannya di lapangan. Perlu dicatat di sini bahwa karena kurangnya obyek-obyek alam yang dapat dijadikan sebagai acuan dan penampakan bentang alam yang relatif serupa, penentuan batas wilayah di laut akan relatif lebih sulit dibandingkan dengan penetapan batas di darat.[Hadwi Soendjojo dalam Danar Guruh Pratomo, 2004] III.1 Peta dan Koordinat Titik-titik Batas Maritim Jenis peta yang digunakan dalam penentuan batas maritim Indonesia dengan negara tetangga yang berbatasan pada umumnya tidak dicantumkan pada perjanjian. Hanya perjanjian batas maritim antara Indonesia dengan Thailand yang mencantumkan secara eksplisit jenis peta laut yang digunakan yaitu BAC (British Admiralty Chart) No.793 dan 830.
Gambar 3. Contoh peta yang dilampirkan pada perjanjian laut teritorial antara Indonesia-Singapura 2
Dalam perjanjian batas maritim antara Indonesia dan negara tetangga, koordinat geografis (lintang, bujur) dari titik-titik batas pada umumnya telah ditetapkan, dan lokasinya ditunjukkan pada peta yang dilampirkan pada dokumen perjanjian. Tabel 1. Contoh bagian perjanjian batas laut territorial antara Indonesia dengan Singapura pada 25 Mei 1973 (The Geographer, 1974).
III.2 Datum Geodetik Batas Maritim Indonesia Datum geodetik dapat diartikan sebagai seperangkat parameter yang mendeskripsikan hubungan antara Bumi nyata dan Bumi “matematis”, yang biasanya diwakili dengan suatu ellipsoid referensi. Parameter datum tersebut mencakup ukuran dan bentuk ellipsoid referensi yang digunakan beserta orientasinya terhadap Bumi. Koordinat geodetik sebuah titik tergantung pada datum geodetiknya. Koordinat geodetik yang sama tetapi berbeda datum geodetik akan menunjuk lokasi yang berbeda pada permukaan bumi. Ketidakpastian datum geodetik dalam batas maritim menyebabkan ketidakpastian posisi sebenarnya titik tersebut di lautan. Datum geodetik tidak dinyatakan secara eksplisit dalam sebagian besar perjanjian. Dari semua perjanjian batas maritim yang ditandatangani Indonesia dengan Negara tetangga, hanya perjanjian ZEE antara Indonesia-Australia 1973 yang secara eksplisit menyebutkan datum geodetik yang digunakan. Karena datum pada umumnya tidak dinyatakan secara eksplisit, maka berdasarkan tanggal penandatanganan perjanjian, area liputan dan datum yang telah digunakan pada area tersebut [DMA, 1991; Smith, 1997; Dana, 2004], kemungkinan datum yang digunakan dapat diperkirakan.
3
Tabel 2. Datum geodetik yang mungkin digunakan dalam batas maritime Indonesia
Saat ini WGS 84 merupakan datum yang secara luas digunakan di seluruh dunia [DMA, 1991]. Maka datum geodetik diatas perlu ditransformasikan dalam datum WGS 84 menggunakan parameter sebagai berikut : Tabel 3. Parameter Transformasi dari Datum Lokal ke WGS 84 [DMA,1991]
III.3 Skala Peta Yang Digunakan Peta dasar yang digunakan adalah peta Rupabumi Dasar Laut (Bakosurtanal) atau peta bathymetri, berskala baku dengan kisaran : 1. skala kecil (1 500.000 s/d 1 : 1.000.000) 2. skala medium (1 : 25.000 s/d 1 : 250.00) 3. skala besar (1 : 1.000 s/d 1 : 10.000) 4
Untuk peta batas di wilayah laut tersedia misalnya Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) 1:500.000 yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) 1:50.000 yang baru sebagian kecil wilayah pesisir, dan peta navigasi 1:200.000 IV. PERMASALAHAN DALAM PEMBATASAN WILAYAH LAUT IV.1 Masalah Datum Seperti telah dibahas sebelumnya, datum geodetik yang digunakan dalam perjanjian batas wilayah laut antara Indonesia dengan Negara tetangga tidak pasti. Ketidakpastian datum geodetik titik-titik batas tersebut menimbulkan kesulitan dan masalah dalam manajemen batas maritim Indonesia. Implikasi yang disebabkan oleh ketidakpastian datum geodetik antara lain : 1. Pergeseran Garis Batas Ketidakpastian datum geodetik dapat menggeser garis batas dari lokasi sebenarnya yang diasumsikan. Pergeseran garis batas tersebut dari WGS 84 berkisar beberapa ratus meter (antara 200 sampai 400 meter), tergantung dari datum geodetik awal yang ditetapkan dalam perjanjian. Pergeseran garis batas ini dapat menguntungkan Indonesia secara spasial, namun di lain pihak dapat tidak menguntungkan. Tabel 4. Pergeseran batas maritim Indonesia
5
2. Mempengaruhi garis-garis batas yang lain Ketidakpastian datum suatu garis batas tertentu, juga mempengaruhi garis batas lain yang berhubungan dengan garis tersebut. Jika ada 2 buah datum lokal untuk 2 garis batas yang berhubungan, setelah salah satu garis batas tersebut ditransformasikan dalam WGS 84, maka kedua garis tersebut tidak akan terhubung lagi karena koordinat titik hubung antara keduanya berubah dan tidak berimpit lagi. Agar tetap terhubung, datum untuk garis batas yang kedua juga harus diubah dalam WGS 84 menjadi satu sistem. 3. Kebutuhan akan Navigasi Teliti Pada era dimana navigasi teliti (level akurasi di bawah satuan meter) mungkin dicapai menggunakan ECDIS dan sistem penentuan posisi DGPS [Forbes, 2004], kebutuhan akan datum geodetik titik batas maritim yang baku makin meningkat. 4. Eksplorasi Sumberdaya Alam di Area Perbatasan Sepanjang batas maritim Indonesia terdapat beberapa area yang kaya sumberdaya alam potensial seperti gas dan minyak bumi. Dalam mengeksplorasi sumberdaya alam tersebut, kepastian lokasi garis batas sangat diperlukan karena hal ini sangat berpengaruh pada aspek finansial. IV.2 Masalah Ketelitian dan Kesalahan (Errors) 1. Kesalahan konsep (Conceptual Errors) - Pengertian sistem koordinat. - Salah penafsiran mengenai pengertian “garis lurus” yang menghubungkan dua titik batas yang bersebelahan. - Arah batas atau heading. 2. Kesalahan transformasi (Transformation Errors) - Pengetahuan tentang beberapa parameter transformasi. 3. Kesalahan posisi (Positional Errors). - Perkiraan koordinat-koordinat yang optimal secara statistik. - Confidence region dan error ellipse. V. BATAS MARITIM INDONESIA Dari sepuluh negara tetangga, Indonesia sudah berhasil membuat kesepakatan dengan 7 negara, sedangkan 3 negara lainnya masih belum disepakati sama sekali. V.1. Batas Maritim yang Sudah Disepakati 1. Indonesia-India Kesepakatan ini ditandatangani di New Delhi pada tanggal 14 Januari 1977, dan disahkan di Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1978. Batas maritim yang telah disepakati adalah perpanjangan garis batas landas kontinen antara Laut Andaman dan Samudra Hindia, yang ditarik dari titik pertemuan 3 negara (Indonesia, India dan Thailand, 07º47’00” LU 95º 31’48” BT) ke arah barat daya, dan mempunyai koordinat 07º46’06” LU ; 96º31’12” BT). 2. Indonesia-Thailand 6
Kesepakatan ini ditandatangani di New Delhi pada tanggal 26 Juni 1978. Garis batas dasar laut yang telah disepakati adalah garis lurus di sekitar Laut Andaman, yang ditarik dari titik pertemuan 3 negara ke arah Tenggara sampai ketitik yang mempunyai koordinat 07º48’00” LU ; 95º32’48” BT. 3. Indonesia-Singapura Penegasan batas negara mulai diadakan sejak awal 1970an, setelah dilakukan perundingan, akhirnya kedua negara menyepakati 6 titik koordinat sebagai batas laut. Kesepakatan ini berlaku mulai tanggal 8 Desember 1973. Namun setelah itu masih terdapat beberapa perundingan, yang terakhir berlangsung pada 29 Maret 2007. 4. Indonesia-Vietnam Rangkaian perundingan landas kontinen bergulir sejak tahun 1972. Kata sepakat dicapai pada tanggal 23 Juni 2003, dengan prinsip main land to main land (landas kontinen ditarik dari pulau besar ke pulau besar), dan disahkan 4 tahun kemudian pada tanggal 13 februari 2007. 5. Indonesia-Papua Nugini Berdasarkan perundingan yang berlangsung dari tahun 1971 – 1980, diperoleh titik-titik batas daerah dasar laut, yaitu garis lateral yang menghubungkan 6 buah titik batas di depan pantai selatan Irian, dan 2 titik batas di depan pantai utara Irian. Kesepakatan ini di tandatangani pada tanggal 13 November 1980, dan disahkan pada tahun 1982 oleh pemerintah Indonesia. 6. Indonesia-Australia Sampai saat ini Indonesia telah menyepakati 6 perjanjian batas maritim, atas nama Australia dan Papua Nugini. Kesepakatan yang ada mulai tentang batas landas kontinen di Laut Arafuru dan Laut Timor, batas maritim di sebelah selatan Pulau Tanimbar, Pulau Rote dan Pulau Timor, batas maritim di Samudra Pasifik sampai yang terakhir pada tanggal 14 Maret 1997 untuk tubuh air, ZEE, dan dasar laut. 7. Indonesia-Malaysia Hal yang disepakati adalah garis batas antar kedua negara yang teletak di Selat Malaka yang sempit , yaitu di selat yang lebar antara garis dasar kurang dari 24 mil. Dilakukan dengan metode garis tengah, yaitu garis yang menghubungkan titik-titik yang sama jaraknya . Kesepakatan ini berlangsung di Kuala Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971 dan disahkan pada tanggal 11 Maret 1972. V.2. Batas Maritim yang Belum Disepakati 1. Indonesia-Filipina Terdapat 2 masalah pokok yang menyebabkan Filipina dan Indonesia belum menemukan kata sepakat : 1) masih diberlakukannya Traktat Paris 1989 dan Traktat 1930, yang mengakibatkan wilayah maritim Filipina berbentuk kotak. Di lain pihak Indonesia cenderung mengacu pada UNCLOS. 2) sengketa kepemilikan ganda Pulau Miangas. 7
Perkembangan selanjutnya menunjukkan kedua negara bersepakat untuk mengacu kepada UNCLOS dan menetapkan Miangas sepenuhnya milik Indonesia. Meski demikian, perundingan antara kedua negara belum mencapai kata sepakat. 2. Indonesia-Palau Alasan paling mendasar adalah belum terjadinya hubungan diplomatik antar kedua negara. Sejauh ini palau belum menerima usulan penyelesaian batas Maritim yang diajukan Indonesia. Meski demikian, penjajagan untuk membuka hubungan diplomatik sudah dilakukan sehingga harapannya penyelesaian batas segera bisa dirundingkan. 3. Indonesia-Timor Leste Timor Leste melepaskan diri dari bagian NKRI dan memplokamirkan kemerdekaanya pada tanggal 20 Mei 2002. Seiring pemisahan diri itu maka batas wilayah maritim harus diselesaikan. Terdapat 3 daerah potensi lokasi batas maritime Indonesia-Timor Leste. Penanganan batas maritim belum bisa dilaksanakan dikarenakan harus menunggu penyelesaian batas darat terlebih dahulu (batas darat sekitar + 97 % yang terselesaikan). Tabel 5. Status Persetujuan Batas Maritim Indonesia dengan Negara Tetangga [The Geographer, 1990; Forbes, 1995].
8
VI. KASUS-KASUS BATAS MARITIM DI INDONESIA Adanya kesepakatan mengenai batas maritim Indonesia dengan negara tetangga, bukan berarti tidak terjadi sengketa di dalamnya. Berikut adalah beberapa kasus yang terjadi mengenai batas maritim Indonesia dengan Negara tetangga. III.1. Kasus Ambalat (Indonesia – Malaysia) Blok Ambalat terletak di Laut Sulawesi, sebelah timur Pulau Borneo. Kasus ini terkait dengan hak berdaulat (sovereign rights) bukan kedaulatan (sovereignty) karena terjadi di kawasan landas kontinen, bukan di laut teritorial. Awal mula terjadinya konflik adalah ketika tanggal 16 Februari 2005 perusahaan minyak Malaysia (Petronas) memberikan konsensi untuk esksplorasi minyak kepada perusahaan Shell asal Inggris. Sementara Ambalat yang oleh Indonesia disebut dengan blok Ambalat dan blok East Ambalat itu sendiri adalah wilayah yang padanya Indonesia telah melakukan eksplorasi/eksploitasi. Indonesia sudah memberikan konsensi eksplorasi kepada perusahaan Italia (ENI) pada tahun 1999. Sedangkan untuk blok East Ambalat diberikan kepada perusahaan Amerika Serikat (UNOCAL) pada tahun 2004. Terjadinya sengketa ini terkait erat dengan belum terselesaikannya batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia di Laut Sulawesi. Diberikannya kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia tahun 2002 oleh Mahkamah Internasional, dalam beberapa hal juga berpengaruh atas sengketa ini. III.2. Kasus Reklamasi Pantai (Indonesia – Singapura) Setelah kesepakatan antara Indonesia – Singapura diratifikasi, sebenarnya tidak ada sengketa yang timbul diantara kedua belah pihak pada tahun 1974. Namun barubaru ini isu batas maritim kembali merebak, hal ini dikarenakan Singapura melakukan reklamasi pantai. Reklamasi ini merupakan kegiatan memperluas daerah daratan Singapura dengan penimbunan dan membentuk area baru. Dengan demikian bisa dikatakan ini akan menyebabkan perubahan garis pantai. Dalam kondisi tertentu, hal ini bisa mengakibatkan perubahan garis pangkal Singapura. Perlu untuk diantisipasi bilamana Singapura mengklaim garis pangkal baru untuk kepentingan delimitasi batas antara Indonesia dengan Singapura di segmen yang hingga kini belum terselesaikan. III.3. Kasus Penangkapan Nelayan Sering terjadi penangkapan kapal-kapal nelayan tradisional Indonesia oleh pemerintah Australia di daerah perbatasan Indonesia-Australia. Kasus ini terkait dengan batas maritim. Dalam hal ini bukan karena tidak ada garis batas tetapi lebih karena kurangnya pemahaman akan garis batas terutama oleh nelayan. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh tidak dihormatinya (oleh Australia) kesepakatan yang ada seperti Memorandum of Understanding 1974 tentang hak penangkapan ikan di sekitar Pulau Pasir oleh nelayan Indonesia meskipun secara hukum Pulau Pasir adalah milik Australia. Yang tidak diizinkan ialah penangkapan kura-kura (turtles). Contoh lain, penangkapan nelayan di Selat Malaka juga terjadi. Perlu diingat bahwa pada kawasan Selat Malaka bagian utara, indonesia dan Malaysia belum menegaskan batas maritim ZEE sehingga secara hukum tubuh air belum terdelimitasi. 9
Konsekuensinya, belum bisa dikatakan adanya pelanggaran batas oleh nelayan. Sayangnya Malaysia bersikukuh menganggap bahwa batas landas kontinen adalah sekaligus batas ZEE. Persoalan ini belum terselesaikan.
VII. PENUTUP VII.1 Kesimpulan 1. Masalah batas maritim dengan negara yang berbatasan mendesak untuk diselesaikan karena menyangkut hak berdaulat dan kedaulatan negara tersebut. 2. Datum yang digunakan dalam perjanjian penetapan batas maritim Indonesia dengan negara tetangga berbeda-beda, sehingga menimbulkan berbagai masalah dan kesulitan dalam manajemen batas maritim Indonesia. 3. Dari sepuluh negara tetangga, Indonesia sudah berhasil membuat kesepakatan dengan 7 negara, sedangkan 3 negara lainnya masih belum disepakati. 4. Walaupun sudah ada kesepakatan mengenai batas maritim Indonesia dengan negara tetangga, tetap saja terdapat masalah antara lain kasus Ambalat (Indonesia – Malaysia), reklamasi pantai (Indonesia – Singapura) dan penangkapan nelayan (Indonesia – Australia). VII.2 Saran 1. Perlu dilakukan unifikasi datum (misalnya transformasi datum-datum lokal ke datum global WGS ‘84) dalam pemetaan batas maritim Indonesia dengan negara tetangga. 2. Segera menyelesaikan atau merundingkan masalah batas maritim dengan negara lain yang belum terselesaikan. 3. Sebaiknya antar negara mematuhi dan menghormati kesepakatan batas maritim yang telah dibuat agar hubungan kedua negara tidak terganggu.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Hasanuddin Z, et. al. 2005. Geodetic Datum of Indonesian Maritime Boundaries : Status and Problems. Cairo, Egypt : From Pharaohs to Geoinformatics FIG Working Week 2005 and GSDI-8. Amhar, Fahmi, dkk. 2001. Aspek-aspek Pemetaan Batas Wilayah Sebuah Tinjauan Komprehensif. GEO-INFORMATIKA Vol. 8 No. 1, Agustus 2001. Arsana, I.M.A. 2008. Aplikasi Google Maps API untuk Pembuatan Sistem Informasi Geografis Batas Maritim Indonesia Berbasis Internet. Jogjakarta : Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Universitas Gajahmada. Pratomo, Danar Guruh. 2004. Aspek Teknis Pembatasan Wilayah Laut Dalam Undang Undang No.22 Tahun 1999. Surabaya : Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi – ITS. Vanicek, Petr. 1997. On The Errors In The Delimitation Of Maritime Space. Canada : Department of Geodesy and Geomatics Engineering, University of New Brunswick Fredericton.
10