G
U
I
D
E
L
I
N
E
S
1. SUBSTANSI BIENNALE JATENG #1 Perkembangan
seni
rupa
di
Jawa
Tengah
dalam
satu
dasawarsa
terakhir
ini
memperlihatkan
grafik
yang
meningkat,
baik
secara
kuantitas
dan
kualitas.
Gejala
ini
setidaknya
dapat
diamati
melalui;
(a)
Frekuensi
pameran
yang
semakin
meningkat
tajam
(terutama
di
Semarang,
Solo,
dan
Magelang),
(b)
Aktivitas
pameran
seni
rupa
menyebar
di
sejumlah
kota;
Semarang,
Magelang,
Pati,
Rembang,
Batang,
Pekalongan,
Kudus,
Tegal,
Solo,
dsb.,
(c)
Munculnya
sejumlah
perupa
generasi
baru
yang
getol
berekplorasi
dengan
media
baru,
(d)
Munculnya
sejumlah
galeri
swasta
di
Semarang
dan
Magelang,
(e)
Semakin
meluasnya
jaringan
pasar
(baik
yang
menguasai
jaringan
lokal,
hingga
internasional).
Namun,
gejala
di
atas
tidak
dibarengi
dengan;
(a)
dinamika
internal
perupa
dalam
membangun
jaringan
lebih
luas,
(b)
penulisan
kritik
seni
yang
dibutuhkan,
(c)
penerbitan
buku
atau
majalah
seni
rupa
yang
representatif,
(d)
pertumbuhan
minat
pada
dunia
kurasi,
kritik,
manajemen
seni,
atau
penelitian
seni,
(e)
munculnya
institusi
pendidikan
seni
yang
berwibawa,
(f)
munculnya
pertistiwa
(event)
yang
didesain
untuk
menumbuhkan
kesadaran
kompetitif
di
antara
perupa
dan
elemen
infrastruktur
lainnya.
Dengan
latar
belakang
seperti
itulah
Pemerintah
Daerah
Provinsi
Jawa
Tengah
melihat
pentingnya
peristiwa
‘biennale’
digelar
di
Jawa
Tengah
secara
ajeg.
Penyelenggaraan
biennale
secara
ideal
ingin
memperlihatkan
‘potret’
(wacana,
capaian
estetik,
konteks)
perkembangan
seni
rupa
modern/
kontemporer
di
Jawa
Tengah
dalam
kurun
dua
tahun
sekali.
Biennale
telah
menjadi
bagian
dari
sejarah
seni
rupa.
Pameran
seni
rupa
dua
tahunan
ini,
telah
menjadi
semacam
tradisi
untuk
membaca
apa
yang
sedang
terjadi
dalam
dunia
seni
rupa
sekarang.
Kata
‘sekarang’
menunjuk
pada
kekinian,
yaitu
berkaitan
dengan
capaian
terkini
dalam
dunia
seni
rupa,
baik
itu
wacana
diskursif
(teks)
dan
wacana
imajerial
(estetik).
Akan
tetapi,
apa
yang
dicapai
sekarang
bukan
sesuatu
yang
steril
dengan
masa‐masa
sebelumnya.
Sesuatu
itu
selalu
memperlihatkan
jejak‐jejak
sesuatu
yang
telah
ada
sebelumnya,
juga
memperlihatkan
perspektif
kemudiannya.
Pendek
kata,
karya
seni
yang
lahir
kini,
pada
dasarnya
membawa
spirit
masa
kini,
masa
lalu
dan
masa
depan—eklektik
masa,
terutama
dalam
kasus
seni
rupa
di
Indonesia
(pada
umumnya
di
luar
Barat,
yang
model
sejarahnya
non‐linier).
Biennale
pada
dasarnya
hendak
merepresentasikan
‘eklektik
masa’
itu.
Tetapi,
biennale
di
sisi
lain
juga
menelaah
kanon‐kanon
baru
dalam
seni
rupa.
Kanon
bisa
jadi
representasi
dari
‘eklektik
masa’
itu.
Kanon
adalah
sebentuk
tonggak
yang
menandai
hadirnya
‘sesuatu’
dalam
bingkai
paradigma
seni.
Dan
‘sesuatu’
itu
dapat
dibaca
sebagai
identitas,
kecenderungan,
gaya,
ideologi,
mazhab,
unikum,
atau
yang
lain.
‘Sesuatu’
itu
memperlihatkan
‘aura
masa’,
‘aura
pemikiran’,
‘aura
estetik’,
dan
‘aura
sejarah’.
Biennale
dalam
konteks
seni
rupa
Indonesia,
memang
dapat
dibaca
dalam
bingkai
apapun.
Melalui
peristiwa
biennale
paling
tidak
kita
akan
mendapatkan
persepsi,
pemahaman
baru,
atau
bahkan
titik
tolak
baru
dalam
memahami
‘eklektik
masa’.
Karya
yang
hadir
di
tengah
‘biennale’,
mungkin
akan
memberi
kesadaran
baru,
kejutan,
daya
kritis,
atau
mungkin
sinisme.
Apapun
yang
terjadi
di
dalam
biennale,
ia
sebentuk
‘potret’
apa
yang
dapat
‘dihadirkan’
sekarang,
berdasarkan
suatu
model
pembacaan
tertentu.
Peristiwa
Biennale
seharusnya
tidak
cukup
hanya
dipahami
dalam
lingkup
seni
rupa
saja,
tetapi
lebih
luas
dari
itu,
yaitu
lingkup
kebudayaan.
Tidak
sekadar
pameran,
tetapi
menjadi
ruang
negosiasi
dan
transaksi
kebudayaan.
Bukan
hanya
transaksi
nilai,
gagasan,
medium
atau
ekspresi
(hal‐hal
terkait
dengan
urusan
estetika
dan
pemaknaan),
tetapi
lebih
jauh
dari
itu,
juga
ekonomi
dan
implikasi
sosial
lainnya.
Biennale
ini
konsep
pelaksanaannya
didesain
dikaitkan
dengan
masalah‐masalah
di
luar
seni,
sehingga
memiliki
dampak
sosial,
ekonomi,
politik,
pariwisata,
maupun
budayanya.
Penamaan
Biennale
Jawa
Tengah
(selanjutnya
disebut
Biennale
Jateng
#1)
didasarkan
atas
fakta
bahwa
Provinsi
Jawa
Tengah
membutuhkan
kegiatan
bertaraf
nasional
dengan
kemasan
standart
internasional.
Semarang
dan
Provinsi
Jawa
Tengah
pada
umumnya
dalam
peta
seni
rupa
Indonesia
dikenal
sebagai
sebagai
salah
satu
pusat
sumber
daya
seni
rupa
yang
potensial.
Para
perupa
ternama
Indonesia
banyak
yang
berasal
dari
daerah‐daerah
Provinsi
Jawa
Tengah:
Nasirun,
Entang
Wiharso,
Nindityo,
Edhi
Hara,
Pramuhendra,
Krisna
Murti,
Deddy
PAW,
Dadang
Christanto,
Samuel
Indratma,
Sapto
Sugiyo
Utomo,
Budi
Kustarto,
Bunga
Jeruk,
dsb.
Semarang
(sebagai
tempat
diselenggarakannya
acara
inti
Biennale)
memiliki
infrastruktur
seni
rupa
lengkap:
Galeri
seni
rupa,
penulis
seni,
media,
lembaga
pendidikan
seni,
pendidik
seni,
perupa,
kolektor,
art
dealer,
komunitas
seni.
Infrastruktur
pendukung
biennale
tersedia
lengkap
di
Semarang:
Gedung
pameran
(Lawang
Sewu
dan
sekitarnya),
Bandara
Ahmad
Yani,
Stasiun
Kereta
Api,
Pelabuhan
Tanjung
Emas,
Terminal
Bus
antar
kota
dan
antar
provinsi.
2. TUJUAN BIENNALE JATENG #1
a. Menciptakan
Jawa
Tengah
sebagai
salah
satu
basis
seni
rupa
dan
industri
kreatif
di
Indonesia;
b. Mebranding Biennale
Jateng
#1
menjadi
biennal
yang
penting
di
Indonesia;
c. Mengidentifikasi,
mendokumentasi,
mempresentasikan,
dan
mendiseminasikan
kesenirupaan
Jawa
Tengah;
d. Meningkatkan
daya
cipta
dan
daya
saing
karya
seniman
Jawa
Tengah
di
tingkat
regional;
e. Menggerakkan
peran
serta
masyarakat
dalam
satu
praktik
kultural
yang
berdampak
sosial,
ekonomi;
f. Menjadikan
biennale
sebagai
sebuah
paket
wisata
budaya
yang
memiliki
prospektus
tinggi;
g. Memperluas
jaringan
kebudayaan
di
tingkat
ASEAN;
3. TEMA BIENNALE JAWA TENGAH : KRONOTOPOS
Biennale
Jateng
#1
mengambil
tema
kuratorial
“KRONOTOPOS” (CHRONOTOPOS).
Tema
ini
dilatarbelakangi
oleh
warisan
budaya
(cultural heritage)
yang
tersebar
di
kota
Semarang
dan
kota‐ kota
lain
di
Provinsi
Jawa
Tengah.
Warisan
budaya
itu
berupa
bangunan,
monumen,
atau
tempat‐ tempat
yang
memiliki
makna
historis,
menjadi
ingatan
kolektif,
dan
menjadi
identitas
suatu
tempat/kota.
Kronotopos
adalah
suatu
tanda
hadirnya
ikon
budaya
yang
dikenal
luas
oleh
masyarakat
sebagai
semacam
landmark
di
mana
mereka
tinggal.
Bangunan‐bangunan
semacam
Lawang
Sewu,
Tugu
Muda,
Stasiun
Tawang,
Gereja
Blenduk,
Kantor
Pos
Besar,
Pasar
Johar,
Kota
Lama
Semarang,
dan
sebagainya
pastilah
akan
sangat
menarik
jika
dihadirkan
ulang
dalam
tafsir
visual
yang
kreatif
dan
inovatif.
Penafsiran
itu
bukan
hanya
berhenti
pada
upaya
presentasi
sosoknya
semata,
akan
tetapi
juga
ditekankan
pengungkapan
nilai‐nilai
di
balik
bangunan‐ bangunan
atau
monumen‐monumen
dengan
dengan
pendekatan
kritis
dan
representasional.
Dengan
ini
diharapkan
yang
akan
terjadi
sesungguhnya
dalam
Biennale
Jateng
#1
ini
adalah
“reinterpretasi
tentang
imaji
historis
dan
imaji
geografis”
sekaligus
dalam
relasinya
dengan
artefak
sejarah
dalam
lokus
tertentu.
Seniman
melalui
tema
kronotopos
diharapkan
dapat
mengeksplorasinya
melalui
bahasa
ungkapan
yang
mengunggulkan
kecermatan
pemilihan
media,
teknik,
format,
metafor,
kekhasan
bahasa
ungkap,
hingga
kedalaman
subject‐matternya.
Istilah
kronotopos
merupakan
serapan
dari
bahasa
Yunani
yaitu
Chronos
yang
berarti
waktu
dan
Topos
yang
berarti
tempat.
Sebagai
contoh
konkretnya,
dapat
dilihat
pada
bangunan
Tugu
Muda
Semarang.
Pembangunan
Tugu
Muda
Semarang
merupakan
ide
Bung
Karno
yang
dikerjakan
oleh
sejumlah
seniman
Indonesia
dibawah
pimpinan
maestro
seni
rupa
Indonesia
Hendra
Gunawan.
Tugu
Muda
Semarang
adalah
salah
satu
kronotopos
(bangunan
bernilai
historis
dan
sangat
dikenal
publik)
kota
Semarang.
Hal
ini
dapat
menjadi
sebuah
“pembicaraan
visual”
yang
menarik
dan
aplikatif,
mengingat
setiap
daerah
di
Jawa
Tengah
memiliki
hubungan
yang
kuat
dengan
substansi
Kronotopos.
Tema
ini
juga
berhasrat
untuk
menggali
keragaman
pertumbuhan
dan
dinamika
seni
rupa
yang
ada
di
Jawa
Tengah.
Dengan
demikian,
dalam
Biennale
Jateng
diharapkan
akan
bertebaran
karya‐karya
yang
relatif
baru
dan
terkini
dari
para
perupa,
baik
dari
sisi
substansi
dan
pengucapan
visualnya.
Harapan
ini
penting
untuk
mengukur
seberapa
jauh
perkembangan
dan
dinamika
kreatif
para
perupa
Jawa
Tengah
saat
ini.
4. TARGET KELAYAKAN BIENNALE JAWA TENGAH • Venue. Kondisi
lingkungan,
keadaan
gedung
akan
didesain
secara
menarik,
harus
mampu
memberikan
nuansa
dan
kesan
yang
berbeda
dari
kondisi
biasanya.
Gedung
tempat
pameran
akan
ditutup
penuh
dengan
panel,
dan
diberikan
gimmick
desain
yang
unik
sehingga
nampak
berbeda
tampilannya
dan
memberikan
kesan
unik,
serta
juga
fungsional.
• Seniman dan karya. Seniman
yang
diundang
tidak
hanya
seniman
senior,
namun
juga
seniman
muda
potensial.
Sangat
dimungkinkan
mengundang
seniman
yang
bereputasi
Internasional.
Kualitas
dan
jenis
karya
tidak
hanya
karya
konvensional
(lukisan
dan
patung)
saja,
namun
juga
karya‐karya
yang
menampakkan
eksperimentasi
dan
spririt
masa
kini
serta
praktik
kesenian
yang
interdisipliner.
Karya
ditangani
dengan
penuh
kehati‐hatian,
packing
dan
pengembalian
rapi,
dijamin
kondisinya,
dan
panitia
bertanggung
jawab
jika
terjadi
kerusakan.
• Program. Acara
Biennale
tidak
hanya
memajang/memamerkan
karya
seni,
namun
akan
mencapai
kategori
suatu
“praktik
kultural”.
Program
yang
akan
diselenggarakan
meliputi
seminar
dengan
pembicara
level
Nasional
dan
Internasional,
workshop,
artist
talk,
curator
tour
guide,
art
market,
kids/school
program.
Berbagai
program
tersebut
akan
menggaet
kelompok‐kelompok
kreatif,
institusi
pendidikan
dan
juga
ruang‐ruang
alternatif.
Selain
itu
ada
sebagai
parallel event,
akan
dibuka
open call proposal,
memberi
kesempatan
kepada
para
komunitas
kreatif
untuk
membuat
dan
mengeksekusi
suatu
program.
• Display. Teknik
penyajian
karya
akan
dibuat
sesuai
standar
kelayakan
pameran
Internasional,
tampilan
bersih
dan
rapi.
Membuat
suatu
instalasi
white
space,
panel
board
dengan
tinggi
3
m,
dan
lighting
LED
dengan
tinggi
ridging
4.5
m.
Pemasangan
karya
tidak
boleh
menggunakan
senar
atau
tali,
namun
harus
terintegrasi
pada
panel.
Penataan
atau
zoning
akan
dibuat
oleh
ahli/desainer
environmental
&
exhibition
design.
Pelabelan
pameran
akan
menggunakan
material
berkualitas
cetak
yang
tinggi.
Menggunakan
cutting sticker
sebagai
wall text, signage,
dan
gimmick.
• Katalog. Diproduksi
sebanyak
1000
eksemplar,
ketebalan
sekitar
350
halaman,
dengan
ukuran
B5.
Katalog
harus
mencerdaskan
dan
mengedukasi,
memuat
foto
dan
ulasan
karya
beserta
senimannya,
esai
kuratorial,
esai
konseptual,
esai
kontekstual.
Dicetak
dengan
material
kertas
import
dan
kualitas
cetak
tinggi,
sparasi
warna
CTP,
special
color,
mesin
cetak
4
warna
high
pression
(Heidelberg),
finishing
dan
quality
control
maksimal.
Desain
katalog
harus
memenuhi
kriteria
dan
standard
book
design
yang
baik
serta
akan
dikerjakan
oleh
desainer/biro
desain.
• Komunikasi publik. Strategi
komunikasi
publik
tersusun
secara
maksimal
dan
memenuhi
kaidah
komunikasi
publik.
Menyangkut
komunikasi
verbal,
literal
dan
juga
visual.
Melibatkan
ahli
komunikasi
dan
media
untuk
menangani
aspek
public
relation,
sponsorship
&
partner,
social
media.
• Desain. Meliputi
graphic
design,
collateral
design,
book
design,
web
design,
environmental
design.
Lingkup
pekerjaan
ini
harus
dikerjakan
oleh
ahliatau
biro
desain
yang
berpengalaman.
Desain
harus
memberikan
visual
yang
baik,
sesuai
kaidah
desain,
eye
catching,
strategis,
dan
menarik.
• Web, Social Media & Mobile Apps. Sebagai
media
komunikasi
dan
juga
arsip.
Web
harus
progresive
view
dan
memiliki
hosting
minimanl
1
GB
dan
mengunci
semua
ekstensi
domain
(.com;
.org;
.net;
.co.id)
serta
memiliki
firewall
yang
kuat.
User
interface
design
dan
web
engine
harus
dikerjakan
oleh
web
developer
dan
memuat
konten
yang
sifatnya
informasi,
dan
dokumentasi.
Web
content
harus
selalu
update
menampilkan
semua
perkembangan
biennale.
Mobile
apps
akan
dibuat
berbasis
android
dan
IOS.
Social
Media
terintegrasi
dan
sistematis,
dikontrol
oleh
admin
khusus.
• Pembukaan. Dibuka
oleh
Gubernur
Jateng.
Menampilkan
pertunjukan
kolaboratif
yang
baik,
rsifat
eksperimentasi
visual,
sound,
dan
gerak.
Selain
itu
juga
menampilkan
kelompok
musik
atau
komposer
musik
yang
bereputasi
baik.
Sound
system
built
up,
projector
15.000
lumens,
motion
lighting,
tata
panggung
artistik.
Tata
suara
dan
lighting
ditangani
oleh
vendor
dengan
kualitas
premium.
• Pengunjung. Target
pengunjung
mencapai
angka
10.000
orang,
mencakup
berbagai
kalangan
dan
dari
berbagai
wilayah.
• Jejaring. Pola
kerja
jaringan,
menjalin
relasi
dan
kerjasama
dengan
pihakpihak
penting.
Meliputi
kelompok‐kelompok
seni,
media,
vendor
produksi,
biro
profesional,
lembaga
pemerintah,
dsb.
Selain
itu
Biennale
kali
ini
harus
mampu
membuka
peluang
jejaring
regional
maupun
internasional.
• Liputan media. banyak
diliput
oleh
media
massa
baik
elektronik,
cetak,
maupun
online.
Harus
mampu
menggaet
media
berskala
nasional
sebagai
official
media
partner,
mulai
pra
hingga
post
event.
• Dokumentasi. Berbasis
rekaman
audio
visual
(videografi),
foto,
rekaman
suara,
catatan.
Dokumentasi
diunggah
secara
online
dan
terpublikasi
sebagai
wujud
pertanggung
jawaban
dan
komunikasi
publik.
Dokumentasi
mulai
pra
event
hingga
post
event.
Ditangani
oleh
ahli
video
dan
fotografi.
Arsip. Semua
dokumen
kegiatan
tertata
dan
terarsipkan
dengan
baik.
Dikerjakan
oleh
arsiparis
khusus
mulai
dari
pra
hingga
post
events.
5. KETENTUAN KEIKUTSERTAAN
a. Konsep
berkarya
setiap
perupa
cukup
longgar,
tapi
target
kekaryaan
yang
dipilih
adalah
karya
yang
mempunyai
ide,
konsep/deskripsi
yang
relevan
dengan
tema
kuratorial,
produksi
karya
yang
baik
dan
berkaitan
sangat
kuat
antara
konsep
dan
hasil
akhir
kekaryaannya.
b. Tidak
ada
batasan
media.
c. Setiap
seniman
atau
kelompok
diizinkan
mengirimkan
paling
banyak
satu
karya.
d. Karya
seni
yang
dikirimkan
dinilai
oleh
sang
seniman
atau
kelompok
seni
peserta
dan
kurator
sebagai
karya‐karya
seni
terbaik
yang
dibuat
dalam
tahun
terakhir.
e. Perupa
harus
mengirimkan
foto
karya
dengan
resolusi
tinggi,
bersama
dengan
profil
singkat
dan
portofolio
(CV)
terbaru
seniman
dan
gambaran
singkat
dari
karya
seni
tersebut
yang
ditulis
oleh
seniman
sendiri.
Paling lambat tanggal 20 Agustus 2016.
f. Format
penulisan
data
karya:
Nama
seniman
–
Judul
karya
–
Tahun
pembuatan
–
media
–
ukuran
(tinggi
x
lebar).
g. Ketentuan
karya
yang
dikutsertakan:
• Karya
dua
dimensional
maksimal
sisi
horizontal
berukuran
500
cm,
dan
sisi
vertikal
berukuran
300
cm.
• Karya
tiga
dimensional
dan
instalasi
yang
akan
ditempatkan
di
dalam
ruangan
(indoor)
maksimal
berukuran
400
cm
x
500
cm
x
350
cm.
• Karya
tiga
dimensional
dan
instalasi
yang
akan
ditempatkan
di
luar
ruangan
(outdoor)
maksimal
berukuran
400
cm
x
500
cm
x
500
cm.
• Karya
dengan
medium
video
berdurasi
tidak
lebih
dari
25
menit.
• Karya
yang
memanfaatkan
teknologi
media
(media art) harus
dikoordinasikan
dengan
Kurator.
• Karya
dalam
bentuk
performance
berdurasi
tidak
lebih
dari
25
menit
dan
sudah
dilaksanakan.
Data
yang
dikirimkan
berupa
dokumentasi
foto
(jumlah
tidak
dibatasi)
dan
video.
• Pengiriman
karya
seni
ditanggung
oleh
peserta.
• Pengembalian
karya
seni
ditanggung
oleh
panitia.
• Packing
karya
dalam
kondisi
safety,
agar
menjamin
karya
seni
selama
dalam
proses
pengiriman.
• Apabila
karya
yang
akan
diikutsertakan,
spesifikasinya
melebihi/tidak
ada
dari
ketentuan
yang
disebut
di
atas,
Perupa
harus
mengkomunikasikan
dan
mendiskusikannya
terlebih
dahulu
dengan
Tim
Kurator.
h. Data
karya
dan
surat‐menyurat
bisa
dikirimkan
langsung
melalui
email:
info@biennale jateng.org
i. Kontak
Tim
Kurator:
Djuli Djatiprambudi:
081333185564
|
M Rahman Athian : 0815712624247