Franciscan Sisters Congregational JPIC Newsletter Vol. 1, No. 1 July 2016 Prancis: Usaha mencegah Nuklir Yang Mengkontaminasi Bumi Oleh S Francoise Weber Para suster kita di Prancis tetap ikut terlibat dalam upaya KPKC untuk merawat Bumi, rumah kita bersama. Pada tanggal 12 Maret, S Francoise ikut berpartisipasi dalam suatu demonstrasi untuk memperingati bencana nuklir 5 tahun yang lalu di Fukushima dan tahun 1986 di Chernobyl. S Francoise tetap terlibat dalam komitmen yang sudah lama beliau pertahankan, sebagai anggota gerakan anti nuklir di Prancis dan sebagai anggota “SDNM”, “ Exit the Nuclear Moselle”. Stasiun tenaga nuklir Cattemon adalah produsen nuklir ketiga terbesar di Perancis. Terletak di Lorraine di Cattemon Commune Prancis Nuclear Power Station Cattenom dekat sungai Moselle. Telah dilaporhan bahwa telah terjadi 88 kecelakaan antara Maret 2000 ke Maret 2013, termasuk kebakaran pada tanggal 7 Juni 2013 dan 11 Juni 2013. Twitter Petisi memprotes pemeliharaan pembangkit listrik di Prancis . Nampak sangat tua dan berkarat. Pembangkit listrik yang ada di Cental Cattemon ini telah berusia 25 tahun. . Dibangun antara 1979 dan 1991. Para suster juga menentang rencana pemerintah Prancis untuk membangun fasilitas limbah nuklir di pedesaan sekitarnya yang berbiaya 35 miliar franc, sungguh meningkatkan kekhawatiran yang serius. Perdamaian tidak pernah akan dibangun oleh senjata perang. Senjata nuklir mengancam kita semua, dan hanya menciptakan perang dan merusak lingkungan. Dialog, hormat dan cinta adalah jalan yang benar dan efektif dalam membangun damai di dunia ini. Suster- suster di Prancis terinspirasi oleh Paus Fransiskus” esiklik Laudato Si”. S Francoise mengumpulkan slideshow tentang ensiklik dan diperlihatkan kepada para suster kemudian mendiskusikannya. Sekarang, setiap hari Selasa dalam akhir bulan , S Francoise mempersiapkan doa kebaktian khusus berdasarkan tema Laudato Si. Dia juga menggunakan peoster-poster untuk mengundang orang lain bergabung dengan mereka dalam doa- doa untuk keselamatan bumi rumah kita bersama.
Jerman : Menyambut Pengungsi Dengan Damai dan Cinta Oleh S Stefanie Müllenborn S Stefanie Müllenborn telah lama mendedikasikan dirinya dalam pelayanan ini dengan membantu menyediakan akomodasi yang layak bagi orang-orang miskin di Jerman, terutama bagi para pengungsi sekarang ini yang jumlahnya sangat besar dalam satu tahun terakhir. Dia didukung oleh Assosiasi Caritas dan Dewan Pengurus para pengungsi di Herten. Dia sangat menyadari dan mempelajari bagaimana para pengungsi mengalami trauma. Sutuasi ini memberi inspirasi kepadanya: “ Menari dengan para wanita seluruh dunia”. 50 perempuan/wanita menyambut hangat undangan pertama ini dan
menari bersama. Tarian yang kaya dan berbeda mengukuhkan kebersamaan yang semakin erat di antara mereka. Dalam suasana ini mereka memproses trauma mereka akan keadaan keluarga, kerinduan untuk berkumpul dengan anak-anak mereka dan negaranya, akan suami yang masih di penjara. Dalam Festival budaya rakyat pada tanggal 1 Mei 2015, acara pembukaan Festival Ruhr di Recklinghausen, Koor pertama “ Hak Asasi Manusia “( MenschenREchtechor) pun diluncurkan. Ini adalah proyek bersama dari Lagu Hak Asasi Manusia dan Festival Ruhl. Lebih dari 100 penyanyi menyanyikan lagu tentang hak Asasi Manusia, bersama dengan Sr. Stefanie dan beberapa pengungsi di Harten. Paduan suara yang lain” “Venu Kanti” yang diciptakan pada musim gugur bekerjasama dengan artis Charles maulton, penyanyi dan aktor. Maulton mengatur artistik dari koor. Sungguh suatu projek yang indah yang dapat mempersatukan para pengungsi dan budayanya. Salah satu dari begitu banyak pesan Paus Fransiskus adalah: “Kristen membutuhkan budaya pertemuan ”dengan tujuan untuk membantu mereka. Dalam rangka memperingati 30 tahun Doa untuk Perdamain di Assisi dan dalam rangka memperingati peristiwa kekerasan di seluruh dunia, ibadat khusus akan diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 2016: Prayer of Religion, di Biara Karmel di Cologne dengan dihadiri oleh Grup INFAG ( Inter Franciscan Network Assisiation)
Rumania: TK St. Ursula di Caransebes Dalam Memulai Liburan Oleh S Lydia Fecheta Dalam Bab 49 dari Laudato Si, Paus fransiskus menulis:”.. kita harus menyadari bahwa pendekatan ekologi sejati selalu menjadi pendekatan sosial; suatu pernyataan yang mengintegrasikan persoalan keadilan di lingkungan, mendengar jeritan lingkungan/bumi dan mendengar jeritan orang miskin. Di Rumania, TK St. Ursula Caransebes mempunyai 30 murid dari keluarga miskin. Para Sponsor, donatur, dan para suster mendukung anak-anak dengan dengan perlengkapan yang mereka butuhkan sebagai murid TK, juga sepatu dan pakaian olahraga untuk awal tahun ajaran baru. Juni 23, 2016 adalah saat yang menyenangkan bagi anak-anak. Mereka merayakan akhir tahun ajaran 2015-2016 dan akan kembali nanti pada bulan September. Selama liburan musim panas pada umumnya mereka akan pergi ke luar kota. 7 dari anak didik ini akan masuk SD nanti di bulan September dan yang lain akan meneruskan pendidikan di TK. Walau mereka masih kecil, mereka tetap diajari bagaimana menunjukkan rasa hormat terhadap teman, terhadap lingkungan sebagai rumah kita bersama.
Children treasure their school supplies at the beginning of the school year
Timor Leste: Membimbing Anak Remaja ke Arah Kedewasaan Oleh S Marie Yose Pinto Gonzaga Sr. Marie Yose bekerja di Timor Leste, mengajar Pendidikan Agama dan Bimbingan Konseling khusus untuk anak remaja atau anak-anak muda di tingkat SMA. Pelajaran ini sangat penting berhadapan dengan situasi saat ini di Timor Leste, dimana sebagian besar orang muda di tempat ini tidak memiliki pendidikan yang memadai tentang pertumbuhan anak remaja, termasuk pendidikan seks karena masih dianggap tabu. Oleh karena itu, hal ini menciptakan berbagai kasus seperti pernikahan dini, hamil luar nikah, perselingkuhan, dan perceraian. Hubungan pertemanan yang mereka bangun antara lakilaki dan perempuan sifatnya sama sekali kurang membangun rasa hormat dan cinta sejati, tetapi menyalahgunakannya dan bersifat kasar. Walaupun secara fisik mereka dewasa, tetapi sikap mereka satu sama lain kurang menunjukkan kedewasaan. Oleh karena itu pendidikan ini sangatlah penting, mempromosikan sikap beriman yang mempunyai rasa hormat dan cinta, dan menjadi manusia yang bertanggung jawab di masa depan. Dalam Laudato Si paragraf 162, Paus Fransiskus mengingatkan kita bahwa merawat bumi erat hubungannya dengan bagaimana kita memperlakukan sesama. Pria dan wanita dari dunia postmodern menciptakan resiko individualisme yang merajalela, banyak masalah di masyarakat terhubung dengan budaya egois dan kepuasan instan. Kita menyaksikan ini dalam krisis keluarga dan ikatan sosial dan kesulitan mengenal satu sama lain. Dengan mengajar orang-orang muda akan nilai dan martabat manusia, mereka juga belajar menghargai martabat orang lain. Di Timor Leste, usaha para suster dengan mengajar anak-anak bagaimana membangun hubungan sehat satu sama lain akan membawa mereka kepada pengetahuan bagaimana menciptakan hubungan yang baik dengan semua ciptaan.
Amerika: Meningkatkan Kesadaran tentang Laudato Si Oleh S Beatrice Hernandez Dengan Publikasi Paus fransiskus` ensiklik Laudato Si pada bulan Juni dan tujuan yang ditetapkan oleh COP21 dalam pertemuan tentang perubahan iklim di Paris September 2015 lalu, adalah merupakan waktu yang sangat tepat untuk meningkatkan kesadaran akan perawatan bumi, rumah kita bersama. Badan KPKC, dalam hubungannya dengan pelayanan spiritualitas Propinsi USA yang dikenal dengan Tau Center, menawarkan studi untuk satu bulan tentang Laudato Si. Untuk 2 jam setiap minggu pembawa acara akan membagi kunci penting dari ensiklik. Mereka yang sebelumnya telah membaca dan memahami isi ensiklik ini diberi juga kesempatan mensharingkannya dalam grup kecil atau besar. Sesi ini sungguh menginspirasi setiap peserta untuk semakin mampu melihat dan menemukan jalan mengatasi persoalan krisis perubahan iklim yang sudah mengglobal ini. Hari Bumi 2016 adalah hari yang bersejarah untuk Wheaton Franciscans dan untuk dunia. April, tanggal 22 tepat pada hari pertemuan Kapitel Propinsi Wheaton Franciscans, kami menunjukkan keikutsertaan dalam menghormati hari peringatan ini, bersama dengan komunitas seluruh dunia dengan tema” Pohon untuk Dunia” dengan menanam pohon Hackberry. Pohon ini kami pilih bukan hanya karena kecantikannya, tetapi karena itu adalah pohon asli daerah kami, daerah Amerika Serikat. Selain itu pohon ini mengundang datangnya kupu-kupu monarki dan burung- burung. Padang rumput asli Illinois yang kami tanam di lapangan ini juga merupakan tanaman gulma yang mengundang kupu-kupu monarki,
spesies yang terancam punah, yang dulunya berlimpah sekarang jarang terlihat. Sebanyak 49 suster, anggota Covenant, karyawan, bergabung dalam memberi berkat dan menanam pohon Hackberry.
Dengan cara ini kami ikut berpartisipasi dalam mewujudkan tujuan UN yaitu menanam 7.8 miliar pohon untuk merayakan Hari Bumi
Sisters, Covenant Companions and friends gather on Earth Day 2016.
S Marie Diebold assists with tree planting.
Malawi: Mendidik Anak-Anak Memperhatikan Orang Miskin dan Cinta Akan Alam Oleh S Raynelda Saragih Para suster kita yang ada di Malawi bekerja dan melayani di beberapa pos yang ada di sekitar wilayah Paroki seperti di gereja, sekolah dan asrama. Mereka sungguh menanggapi jeritan orang miskin dan jeritan Ibu Pertiwi dalam berbagai cara. Banyak orang miskin yang sungguh membutuhkan pertolongan di sana, entah itu makanan, selimut, ataupun kebutuhan lain. Para suster berusaha membantu dengan penuh kasih sejauh mereka mampu. Menolong mereka yang sakit dan yang menderita HIV/AIDS tetap menjadi perhatian utama para suster. Di sekolah anak-anak diajarkan bagaimana bersikap terhadap mereka yang miskin, dan juga terhadap lingkungan. Setiap tahun kelas 8 menerima Sister Raynelda Saragih is principal of a school of 1035 berkat khusus dari Imam sebelum memulai ujian akhir students in Malawi tiba, berharap mereka dapat melakukan yang terbaik demi kesuksesan dalam ujian. Bulan Desember, sebelum liburan sekolah, anak-anak menanam pohonpohonan di sekitar lingkungan sekolah dan asrama sehingga menambah keasrian dan tempat berlindung. Beberapa pohon mangga juga ditanam yang sebentar lagi akan berbuah. Pada hari peringatan Hari Bumi, pertemuan khusus diadakan bersama para murid, guru, suster, dan pegawai, berefleksi bersama akan pentingnya memelihara lingkungan dan bumi, rumah kita bersama. Pertemuan pada hari yang khusus ini sungguh membantu meningkatkan kesadaran akan perubahan iklim yang menglobal ini termasuk di Malawi dan di seluruh dunia
Belanda: Para Suster di Belanda Merangkul Pesan Laudato si Para suster di Belanda dengan sepenuh hati menerima pesan dari Laudato Si dan berjuang bagaimana menerapkan dalam hidup konkrit setiap hari. Di komunitas Alverna, para suster dan pegawai mengevaluasi ke 7 “V” demi mengurangi jejak karbon.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Verwarming (pemanas) Vervoer per auto (transport dengan mobil) Vlees- en zuivelproducten (daging- dan produk susu) Vliegen (penerbangan) Verlichting (penerangan) Verschillende apparatuur (peralatan) Veel papier (kranten, tijdschriften) (kertas)
Para suster dan pegawai juga memulai inisiatif “Green Top” yang akan diadakan Oktober 25, 2016. Beberapa kali pertemuan telah dirancang. Para suster, karyawan, relawan, dan yang melayani di komunitas susteran akan diundang untuk hadir. Dalam pertemuan ini akan dibahas unsur-unsur yang diperlukan dalam hidup seperti air, api, udara, dan bumi. Pada pertemuan pertama akan diadakan tanggal 23 Juni, peserta akan mendiskusikan air. Pertemuan berikut akan diadakan tanggal 28 Juli, 1 September, dan 29 September. Baru-baru ini, para suster di Belanda menandatangani surat dukungan terhadap Laudato Si. Juga yang bisa menandatangani lewat online, sementara yang lain menandatangani di atas kertas. Pernyataan itu menyatakan bahwa mereka setuju dan mendukung sepenuhnya pesan Bapak Paus Fransiskus dan panggilannya memelihara bumi dan orang miskin.
Juli 2016 Artikel Menarik KPKC Kongregasi Brasil: Suster Yang Merawat Rumah Kita Bersama (Ditulis oleh S Beatrice Hernandez wawancara dengan Sr. Martha Friedman dan Raimunda Barbosa ketika berkunjung ke Brasil pada April 2016)
S Raimunda Barbosa (blue shirt, center) and some of her students planting a tree on Earth Day, 2016
S Raimunda adalah anggota KPKC Kongregasi, tinggal di Brasil . Tugas utamanya adalah mengajar anakanak muda di sebuah sekolah di Santarem Brasil, di wilayah Para. Dia menyelenggarakan Program untuk 14-16 tahun pelajar untuk mempromosikan Laudato Si: Earth As Our Common Home. Program ini melibatkan para pelajar, grup pastoral Paroki dan yang lainnya. Menanggapi studi ini, mereka menanam pohon di lingkungan sekolah dengan mendatangkan spesialis dibidang pertanian. Selain di sekolah juga di taman kota di tempat dimana api melalap pohon-pohonan baru-baru ini. Pohon buah juga ditanam di lapangan terbuka yang buahnya nanti dapat dinikmati oleh siapa saja.
S Martha tending her “tree nursery”
One of S Martha’s papaya trees bearing fruit
Selama bertahun-tahun, para suster di Brasil selalu mengatur keindahan taman Rumah Induk dengan tanaman yang indah, pohon-pohon tumbuh dengan baik dengan cuaca tropis daerah Amazon. Selama 6 bulan ini, Sr. Martha telah mentransplantasikan 25 pohon dari “ pembibitan pohon” yang dirawatnya ke halaman dekat Rumah Induk dan di Novisiat. Mereka juga menyediakan pohon buah, termasuk mangga, papaya, kelapa, alpukat, lemon, limau, dan pisang. Santarem, Para terletak di persimpangan sungai Tapajos dan sungai Amazon. Daerah bagian Brasil ini saat ini mengalami banyak tantangan. Pemerintah telah merencanakan pembangunan tujuh bendungan hidroelektrik di sepanjang sungai Tapajos, anak sungai utama Amazon, ini sangat berbahaya terhadap hutan besar Amazon serta penduduk pribumi yang tinggal di sepanjang sungai. Adapun fungsi utama sungai selama ini bukan hanya untuk transportasi, tetapi juga sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat. Jika proyek pembangunan ini benar-benar terlaksana artinya banyak masyakata akan berpindah tempat barangkali ke kota terdekat. Namun pemerintah belum mengalokasikan dana apapun untuk mereka ini. Walaupun pemerintah sibuk mengiklankan akan adanya lapangan kerja, tetapi akan
tetap banyak yang akan menganggur. Hal ini akan meningkatkan kemiskinan, pelacuran, dan kekerasan di kota ini. Para uskup dari Prelacies dan keuskupan bagian barat Para baru-baru ini berpartisipasi dalam sebuah seminar dalam menanggapi usul pembangunan bendungan hidroelektrik di sekitar sungai Tapajos. Seminar ini telah berlangsung di Itaituba Mei 23-24, 2016 yang lalu dimotori oleh Departemen Umum Negara wilayah Para. Rencana pembangunan proyek ini sama sekali tidak dikonsultasikan dengan pejabat setempat maupun ketua adat masyarakat yang ada. Setelah selesai rapat, uskup Ituituba, Uskup Dom Wilmar Santin membacakan pernyataan hasil rapat dan ditandatangani oleh semua uskup, demi membela masyarakat di sepanjang tepi sungai dan tradisi masyarakat Amazon. Dalam pernyataan tersebut, mereka menyatakan keprihatinan terhadap ekosistim Amazon, dan dampaknya terhadap iklim global dan masyarakat sekitar. Merawat rumah kita bersama setiap hari adalah sangat ril bagi para suster kita dan semua orang di area Amazon. Bumi memiliki banyak hal yang akan dibagikan dan mengajar kita tentang banyak hal. Dalam Paragraf 207 Laudato Si kita membaca: Piagam Bumi meminta kita untuk meninggalkan masa penghancuran dan memulai sesuatu yang baru, namun kita belum memulai apa-apa. Di sini, saya mau mengumandangkan tantangan itu: sebagaimana bahwa belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah,bahwa mencari sesuatu yang baru perlu keseragaman dalam mencapai tujuan bersama. Mari kita menjadi momen yang mampu membangunkan cara hidup baru, tegas mengambil keputusan, cepat bertindak untuk keadilan dan perdamaian, dan merayakan hidup dengan sukacita.`( Piagam Bumi-Juni 2000)