FLOKULASI
10
Program Studi
Teknik Lingkungan
Nama Mata Kuliah
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum
Jumlah SKS
3
Pengajar
1. Prof. Dr. Ir. Mary Selintung, MSc. 2. Dr. Eng. Ir. Hj. Rita Tahir Lopa, MT 3. Ir. Achmad Zubair, MSc. 4. Dr. Eng. Bambang Bakri, ST., MT. 5. Roslinda Ibrahim, SP., MT
Sasaran Belajar
Setelah lulus mata kuliah ini mahasiswa mampu membuat perencanaan dan perancangan bangunan pengolahan air minum
Mata Kuliah Prasyarat
Penyediaan Air Minum
Deskripsi Mata Kuliah
Mata Kuliah bangunan pengolahan air Minum merupakan mata kuliah yang diwajibkan bagi mahasiswa semester VI yang telah mengikuti materi perkuliahan penyediaan air minum. Materi perkuliahan mencakup pembahasan mengenai pengertian dan metode perencanaan bangunan pengolahan air minum; penentuan kebutuhan air dan debit air baku, analisis kualitas air baku, perencanaan bangunan unit pengolahan: intake, prasedimentasi, koagulasi dan flokulasi, sedimentasi, filtrasi, disinfeksi, pengolahan lumpur, reservoir dan pengolahan lumpur.
I PENDAHULUAN
1.1 CAKUPAN ATAU RUANG LINGKUP MATERI PEMBELAJARAN Materi pembahasan pada pertemuan ke-10 (sepuluh) ini meliputi: Tinjauan umum Teori GCT Pengadukan Lambat Contoh Perhitungan Waktu Retensi Modifikasi Rancangan Flokulator Mikro Flokulasi Kriteria desain 1.2 SASARAN PEMBELAJARAN, Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme flokulasi, pengadukan lambat, rancangan flokulator dan kriteria desain bangunan/bak flokulasi. 1.3 PRILAKU AWAL MAHASISWA Sebaiknya mahasiswa telah mengetahui dan memahami materi pembahasan pada perkuliahan sebelumnya, agar dapat mengikuti pembahasan materi pada pertemuan ini dengan baik. 1.4 MANFAAT Manfaat yang didapatkan setelah mengikuti pertemuan ini adalah meningkatkan pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai hal-hal yang terkait dengan flokulasi termasuk didalamnya mengenai mekanisme flokulasi, pengadukan lambat, rancangan flokulator dan kriteria desain bangunan. 1.5 URUTAN PEMBAHASAN Materi pembahasan dimulai dengan tinjauan umum dan teori GCT. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan materi mengenai Pengadukan lambat, contoh perhitungan waktu retensi dan modifikasi rancangan flokulator. Terakhir pembahasan mengenai mikro Flokulasi dan kriteria desain. 1.6 PETUNJUK BELAJAR Mahasiswa diharapkan membaca isu terkait pada media massa yang menambah wawasan secara umum. Membaca bahan yang akan dikuliahkan pada minggu berikut agar dapat lebih siap dan dapat didiskusikan pada pertemuan berikut.
II PENYAJIAN
2.1 UMUM Flokulasi adalah proses pembentukan flok melalui pengadukan lambat. Bangunan flokulasi ditempatkan setelah bangunan koagulasi. Flokulasi berfungsi mempercepat tumbukan antara partikel koloid yang sudah terdestabilisasi supaya bergabung membentuk mikroflok ataupun makroflok yang secara teknis dapat diendapkan. Berbeda dengan proses koagulasi dimana faktor kecepatan menjadi kendala, pada proses flokulasi terdapat batas maksimum kecepatan untuk mencegah pecahnya flok akibat tekanan yang berlebihan. 2.2 TEORI GCT
Teori GCT diintroduksi untuk mengatur flokulasi. GCT adalah rumus untuk menghitung kondisi optimum. G×C×T = konstan dimana, G: intensitas pencampuran, C: konsentrasi pada turbiditas tertentu, T: waktu Nilai G x T untuk jar test tidak sama dengan nilai G x T untuk fasilitas sedangkan C bisa saja sama. Oleh karena itu, jar test bukanlah suatu simulasi yang akurat tetapi suatu metode untuk mencari laju injeksi koagulan terbaik pada kondisi air baku yang diuji. Kadang, air dari fasilitas flokulasi tidak menunjukkan hasil sebaik hasil jar test walaupun kondisi dosis yang digunakan sama. Salah satu alasan yang bisa diadopsi adalah perbedaan nilai G x T. 2.3 PENGADUKAN LAMBAT Tujuan pengadukan lambat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan gerakan air secara perlahan sehingga terjadi kontak antar partikel untuk membentuk gabungan partikel hingga berukuran besar.
3
Pengadukan lambat adalah pengadukan yang dilakukan dengan gradien kecepatan kecil (20 sampai 100 detik-1) selama 10 hingga 60 menit atau nilai GTd (bilangan Champ) berkisar 48000 hingga 210000. Untuk menghasilkan flok yang baik, gradien kecepatan diturunkan secara bertahap agar flok yang telah terbentuk tidak pecah lagi dan berkesempatan bergabung dengan yang lain membentuk gumpalan yang lebih besar. Secara spesifik, nilai G dan waktu detensi untuk proses flokulasi adalah sebagai berikut, 1. Untuk air sungai: Waktu detensi = minimum 20 menit G = 10 - 50 detik -1 2. Untuk air waduk: Waktu = 30 menit G = 10 - 75 detik -1 3. Untuk air keruh: Waktu dan G lebih rendah 4. Bila menggunakan garam besi sebagai koagulan: G tidak lebih dari 50 detik -1 5. Untuk flokulator 3 kompartemen: G kompartemen 1 : nilai terbesar G kompartemen 2 : 40 % dari G kompartemen 1 G kompartemen 3 : nilai terkecil 6. Untuk penurunan kesadahan (pelarutan kapur/soda): Waktu detensi = minimum 30 menit G = 10 – 50 detik -1 7. Untuk presipitasi kimia (penurunan fosfat, logam berat, dan lain-lain) Waktu detensi = 15 - 30 menit G = 20 - 75 detik -1 GTd = 10.000 - 100.000
4
Pengadukan lambat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: a. Pengadukan mekanis Pengadukan
lambat
secara
mekanis umumnya memerlukan tiga
kompartemen
dengan
ketentuan G di kompartemen I lebih
besar
daripada
G
di
Gambar 10.1 Pengadukan lambat dengan alat pengaduk
kompartemen II dan G di kompartemen III adalah yang paling kecil. b. Pengadukan hidrolis Beberapa contoh pengadukan lambat hidrolis adalah gravel bed floculator, baffle channel floculator dan hidraulic jet floculator.
Gravel Bed Flokulator (GBF) GBF adalah Flokulator yang menggunakan kerikil untuk sistem pengadukannya. o GBF ini dapat digunakan sebagai: Pretreatment kemampuan
pada untuk
direct
filtration
mengendapkan
karena
flok
pada
mempunyai permukaan
mediannya Efluen GBF langsung dialirkan ke filter tanpa melalui Unit Sedimentasi II o Kelemahan GBF : Flok dapat menutupi pori pada bed flokulator Bakteri dapat tumbuh dalam bed flokulator Perlu pembersihan bed secara periodik o Kriteria desain: Waktu detensi (td) : 3 – 5 menit Kedalaman bak 1,5 – 3 m Q = 270 m3/detik G pada inlet = 1230/detik dan G pada outlet = 35/detik
5
Gambar 10.2 Gravel Bed flokulator
Baffle Channel Flokulator Flokulasi dalam flokulator plat (baffled flocculator) dilakukan dengan mengalirkan air melalui plat (baffles). Baik dalam bentuk vertikal atau horizontal, jarak antara ujung tiap plat dan dinding sebaiknya dibuat sama atau 1-1.5 kali jarak antar plat (baffles).
Gambar 10.3 Baffel channel Flokulator
6
Gambar 10.4
Baffel channel Flokulator dengan desain normal (aliran horizontal)
o Kriteria desain: Jarak antar sekat harus > 45 cm Kedalaman air 2 – 3 kali 45 cm Jarak ujung bawah sekat dengan dasar bak (ruang antara ujung sekat bagian atas dengan muka air) = 1,5 x jarak antar sekat. Bahan sekat sebaiknya dari kayu, jangan menggunakan sekat dari bahan semen – asbeskarena larut pada pH rendah. Pada bagian bawah diberi lubang untuk pengurasan Hidraulic Jet Flokulator
Hidraulic jet flokulator merupakan jenis flokulator hidrolis sederhana dalam konstruksi, operasi dan pemeliharaannya. HJF dapat dioperasikan sebagai unit pengaduk cepat yang diletakkan sebelum unit pengaduk lambat.
Dioperasikan dengan gradien kecepatan menurun sehingga proses flokulasi berjalan sempurna. Aliran masuk dapat dilakukan secara horizontal ataupun vertikal (upflow atau downflow) untuk menjadi proses pengadukan menjadi kompak.
7
o Kriteria desain: Kecepatan aliran inlet tipikal : - 0,5 – 0,7 m/detik untuk kompartemen I - 0,1 – 0,2 m/detik untuk kompartemen II Nilai gradien kecepatan (G) pada masing – masing kompartemen : - Kompartemen I
: 75/detik
- Kompartemen II
: 50/detik
- Kompartemen III : 25/detik Waktu detensi 5 – 10 menit G = 500/detik dan td 1 menit , digunakan sebagai rancangan satu kesatuan unit pengaduk cepat dan lambat.
Gambar 10.5 Hidraulic jet flokulator
C. Pengadukan Pneumatis
Gambar 10.6 Flokulator Pneumatis
8
2.4 CONTOH PERHITUNGAN WAKTU RETENSI
Volume unit kolam flokulasi 120 x 120 x 240 = 3,456,000 (cm3) = 3,456 (L) Laju alir = 18.5 (L/s) Waktu retensi per unit = 3456 / 18.5 = 186.8 (s) => ~ 3 (min) Waktu retensi antara tempat sampling pertama dan terakhir 3 x 4 = 12 (min)
Sampling
Sampling
3min
3min
3min
3min
Sedimentasi Intake
Flokulasi
Contoh praktis Item IPA
Turbiditas (NTU) Air baku
F1
*)
F5-6
**)
Jar test
1
106
51.9
62.1
9.1
2
20.4
19.0
8.9
2.3
3
20.4
10.1
8.6
2.9
4
10.9
8.3
6.7
4.3
***)
Grafik
*) Kolam flokulasi pertama, **) Kolam flokulasi terakhir (5 atau 6), ***) 40rpm x waktu retensi hitung
9
Gambar 10.7 Penampakan tipikal (dari kiri) kolam flokulasi 1, kolam flokulasi 6 dan hasil eksperimen
Berdasarkan hasil eksperimen tersebut, banyak sistem flokulasi yang harus dimodifikasi. Penyebab yang mungkin diasumsikan berasal dari hal-hal berikut (lihat gambar dan skema).
Gambar 10.8 Jalan air yang terlalu kecil (kiri) dan bendung segitiga yang salah tempat (kanan)
Pengolahan kurang baik (1)
Flok akan pecah jika laju alir menjadi lebih cepat.
Flok akan lebih besar dengan kondisi optimum.
Pengolahan kurang baik (2) Flok akan pecah jika waktu tibanya tidak bersamaan.
Flok akan lebih besar pada bagian ini.
10
2.5 MODIFIKASI RANCANGAN FLOKULATOR
Pelaksanaan modifikasi disarankan untuk rancangan flokulator yang kurang baik. Jika jalan air terlalu sempit, lakukan pelebaran sehingga aliran air berada pada jalan yang benar. Jika ada sesuatu yang mengalihkan flok atau mencegah flokulasi, lakukan modifikasi sehingga aliran air menjadi lambat atau mengubah titik injeksi setelah gangguan tersebut. 2.6 MIKRO FLOKULASI Dari teori GCT, jika C tinggi, T bisa diturunkan sedangkan G constant. Dengan kata lain jika kekeruhan tinggi (C), dibutuhkan sedikit waktu (T). Itulah sebabnya mengapa flokulasi gampang terjadi pada air baku dengan kekeruhan tinggi. Sebaliknya, jika kekeruhan air baku kecil, dibutuhkan T (waktu) lama. Biasanya, tidak mungkin memperpanjang waktu flokulasi dengan memperlambat kecepatan pengolahan. Dalam hal ini, flok kecil harus diangkut ke kolam sedimentasi sebelum menjadi cukup besar. Mikro flok
Gambar 10.9 Mikro flok
Fl ok
Jika waktu cukup lama…
Flok dengan ukuran yang tidak terlalu besar ini disebut mikro flok. Flok demikian bisa terkoalugasi
tetapi
tidak
membentuk
jembatan supaya mengendap. Mikro flok tidak bisa dihilangkan pada sedimentasi dan akan melayang ke filter. Dalam hal ini, Gambar 10.10 Mikro flok melayang
filtrasi mikro flok harus dilakukan.
Flok kecil yang berlebih tidak bisa dihilangkan dalam rentang waktu retensi terbatas pada kolam sedimentasi desain normal. Flok demikan akan dibawa ke filter.
11
2.6 CONTOH DESAIN FLOKULASI
Q satu bak = 28,375 m3/hari=0.328 m3/detik Detention time total = td total = 30 menit Volume bak = Q x td = 0.328 x 30 x 60 =590m 3 Dibuat 3 tahap/kompartemen Volume setiap kompartemen/tahap =590/3=197m3 Asumsikan lebar bak sedimentasi 18.4 m Maka
V setiap kompartemen
adalah V = 18.4 x D x D 197
= 18.4 D2 -------D =3.27 m
Pengadukan mekanis G = 60 – 30 - 15/det P1 =G2Vμ =1.518 x10-3 N-s/m2 pada 50C = 1.10 kW ----P2, P3 dst
12
III PENUTUP
3.1 RANGKUMAN Flokulasi berfungsi mempercepat tumbukan antara partikel koloid yang sudah terdestabilisasi supaya bergabung membentuk mikroflok ataupun makroflok yang secara teknis dapat diendapkan. Pengadukan lambat dapat dilakukan dengan cara mekanis, hidrolis (gravel bed floculator, baffle channel floculator dan hidraulic jet floculator) dan Pengadukan
Pneumatis. 3.2 SOAL TES FORMATIF Untuk mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang diperoleh mahasiswa, fasilitator
maka
dosen
memberikan
tes
sebagai formatif
berupa pertanyaan sebagai berikut: 1. Jelaskan fungsi bak flokulasi ! 2. Jelaskan
secara
singkat
gambar
disamping ! 3.3 UMPAN BALIK Diskusi dan memberikan pertanyaan untuk memonitor penerimaan mahasiswa akan bahan kuliah yang disajikan. 3.4 DAFTAR PUSTAKA Hamer, Mark J. 1975, Water and Waste Water Technology, John Wiley & sons, Inc. Qasim, Syed R, Edward M. Motley, dan Guang Zhu, Water Works Engineering: Planning, Design dan Operation, Prentice Hall PTR, Upper Saddle River, NJ 07458, 2000. Reynolds, Tom D. dan Richards, Paul A., Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, 2nd edition, PWS Publishing Company, Boston, 1996. Standar Nasional Indonesia (SNI) 6774: 2008 tentang Tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air, Badan Standarisasi Nasional
13