Fikri Aulia
[email protected]
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Dengan proses mendunianya berbagai aspek kehidupan manusia (ekonomi, politik, sosial budaya) melahirkan global culture, global economy dan global lifestyle. Seiring dengan penggunaan bahasa di Indonesia, bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ada bahasa resmi yang dinyatakan sebagai bahasa asing pertama yang harus dipelajari siswa di sekolah. Sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia menunjukkan, bahwa pemerintah dalam hal ini diknas telah membuat banyak usaha untuk memajukan proses belajar mengajar, diantaranya dengan mengubah kurikulum, memberi penataran bagi guru dan juga memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar lebih nyaman dengan disediakannya berbagai fasilitas, dari yang sangat sederhana sampai teknologi canggih. Namun apabila kita cermati, semua usaha dalam satu lingkaran proses belajar mengajar konvensional, dimana guru berperan sebagai satu-satunya narasumber, kemudian diikuti oleh siswa yang mau tidak mau, secara monoton mengikuti perintah guru, namun agak faktor yang agak variatif, yaitu pemberian fasilitas yang sama dari pemerintah, namun dengan adanya komite sekolah mereka biasanya bisa memberi nilai lebih dalam dal penyediaan sarana dan prasarana bagi para siswanya. Bagaimana dengan metode atau teknik pembelajaran? Dalam berbagai penataran guru, sudah banyak diberikan cara meningkatkan aktifitas siswa dalam mengikuti PBM. Makalah ini membahas tentang metode yang memberdayakan peranan siswa dalam PBM yang dalam sistem pembelajaran konvensional nampaknya agak terabaikan. Bisakah guru yang biasa mengajar dengan sistem konvensional merelakan waktunya untuk kegiatan semacam ini, atau bisakah ia berlaku tidak otoriter dalam PBM yang menggunakan metode interactive ini.
1
Fikri Aulia
[email protected]
BAB II Teori dan Konsep
Interactive Learning
Interaktif Learning Interactive learning pada dasarnya merupakan salah satu penerapan konsep Teknologi Pendidikan, maka berlaku pula prinsip Teknologi Pendidikan sebagai berikut: (1) memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi, manajemen, rekayasa, dan lain-lain; (2) memecahkan masalah secara menyeluruh dan bersistem. Menyeluruh tidak berarti bersifat tambal sulam dan memerhatikan semua aspek. Bersistem berarti dilakukannya prosedur yang teratur dan berurutan, dengan senantiasa melakukan perbaikan; (3) mengkaji semua kondisi dan saling kaitannya di antaranya, menggunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk memecahkan masalah; dan (4) mengusahakan adanya efek sinergi, dimana penggabungan unsur-unsur mempunyai dari sekedar penjumlahan.
Interactive learning didasarkan pada sejumlah teori dan konsepsi, salah satu bentuk teori yang perlu dijadikan landasan Interactive learning adalah teori instruksional yang bersifat perspektif, artinya teori yang memberikan solusi untuk mengatasi masalah. Kerangka teori ini mengandung tiga variabel, yaitu kondisi, perlakuan dan hasil dan dapat digambarkan sebagai berikut
Kondisi Instruksional Perlakuan Instruksional
Hasil Instruksional
Kondisi Pelajaran Tujuan
Hambatan
Pengorganisasian bahan pelajaran
Strategi Penyampaian
Karakter siswa
Pengelolaan Kegiatan
Efektivitas, efisiensi, dan daya tarik instruksional
Kerangka Teori Instruksional
2
Fikri Aulia
[email protected]
Gambar itu dapat dijelaskan sebagai berikut: karakteristik siswa meliputi pola kehidupan sehari-hari, keadaan sosial ekonomi, kemampuan membaca dan sebagainya. Karakteristik pelajaran meliputi tujuan apa yang ingin dicapai dalam pejaran tersbut, dan apa hambatan untuk pencapaian itu. Pengorganisasian bahan pelajaran, meliputi antara lain bagaimana merancang bahan untuk keperluan belajar interaktif. Strategi penyampaian meliputi pertimbangan penggunaan media apa untuk menyajikan apa, bagaimana cara menyajikannya, siapa atau apa yang akan menyajikannya dan sebagainya. Sedang pengelolaan kegiatan meliputi keputusan untuk mengembangkan dan mengelola serta kapan dan bagaimana digunakannya dan strategi penyajiannya. Model Instruksional yang dapat dijadikan landasan Interaktif learning, misalnya adalah model J. B. carroll (Wager,1977) mengenai faktor waktu dalam keberhasilan belajar, yang diadaptasi sebagai berikut: Keberhasilan belajar =
Waktu yang diperlukan Waktu yang digunakan
Variabel waktu yang digunakan dapat dirinci lebih lanjut menjadi waktu yang diberikan dan kegigihan. Sedangkan variabel waktu yang digunakan terdiri atas kemampuan, kualitas instruksional dan kemauan. Keberhasilan belajar =
waktu yang diberikan dan kegigihan Kemampuan, kualitas instruksional, kemauan
Model tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: meningkatnya nilai pembilang (waktu yang diberikan dan kegigihan) akan meningkatkan waktu yang diperlukan, dan mengakibatkan meningkatnya keberhasilan belajar. Sedangkan meningkatnya nilai pada sebutan (kemampuan, kualitas instruksional, dan kemauan) akan menurunkan waktu yang digunakan, dan karena itu akan meningkatkan keberhasilan belajar. Dalam upaya terobosan bagaimana membuat siswa aktif bicara, muncul gagasan baru dengan mengoptimalkan faktor siswa, yakni hubungan antar siswa, yang diharapkan mendorong suasana belajar, yang akhirnya bermuara pada kemampuan berbicara siswa.
3
Fikri Aulia
[email protected]
Dalam interactive learning, disebutkan bahwa untuk membuat siswa bisa berbicara diperlukan dua kondisi. 1. Kondisi yang pertama ialah dengan memasukkan siswa ke dalam suasana berbahasa (immersion) Inggris. Dalam kondisi semacam ini, diharapkan, siswa bisa mendengar (menyimak), meniru, tatabahasa dan kosakata dalam menggunakan bahasa Inggris secara terus menerus, dan akhirnya, mereka akan mempunyai kompetensi berbahasa sebagaimana diharapkan dalam kurikulum, yang bisa digunakan untuk merespons ujaran dalam bahasa Inggris yang mereka dengar dari sekitar. 2. Kondisi kedua ialah memberi contoh atau model berbahasa yang baik, yang dapat didengar dan ditiru ujarannya, baik dalam hal pronounciation atau lafal, intonation atau lagu dan stress atau tekanan dalam membunyikan ujaran-ujaran dalam bahasa Inggris.
BEING IMMERSED LANGUAGE USE HAVING ACCESS TO GOOD MODEL
Konsep Dasar Interactive Learning dalam Bahasa Inggris
Di samping dua kondisi tersebut, ada dua faktor yang mendukung kegiatan berbahasa bisa membuat para siswa menjadi pengguna bahasa yang kompeten (competent users) dalam bahasa tersbut, yakni faktor idea dan faktor kemampuan berbahasa (language form). Faktor idea merupakan gagasan atau pendapat/pikiran yang akan disampaiakan oleh siswa kepada temannya, dan faktor kemampuan berbahasa atau language form adalah alat yang dipakai. Bagaimana siswa dapat 4
Fikri Aulia
[email protected]
mempunyai kecakapan berbahasa, yakni dengan jalan berlatih, baik dipandu oleh guru maupun berlatih sendiri dengan teman. Dalam latihan ini akan didapat suatu pengalaman yang sangat mahal. Pengalaman, baik menyenangkan atau tidak menyenangkan, keduanya akan membantu terciptanya kompetensi berbahasa siswa. Tidak
semua
kegiatan
berkomunikasi
berjalan
dengan
lancar
dan
menyenangkan, ada kalanya seseorang harus marah, mengelak, menegaskan atau cukup diam. Itu semua yang terjadi dalam proses komunikasi, tidak hanya tanya jawab yang lancar dan monoton. Sebenarnya pengalaman berbahasa inilah yang dicari dalam kurikulum sekarang ini. Lifeskill yang sangat mahal dan butuh banyak perjuangan untuk mendapatkannya.
Language form
Idea
Competent user
How to talk
experience
Konsep Penerapan Interactive Learning Bahasa Inggris
5
Fikri Aulia
[email protected]
BAB III Analisis POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controling) pada Interactive Learning A. Perencanaan Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin. Di dalam perencanaan Interactive Learning telah ditentukan tujuannya, antara lain pengalaman berbahasa Inggris yang baik dan meningkatkan proses komunikasi antar siswa. Di dalam perencanaan terdapat metode-metode yang harus dilakukan oleh penyelenggara interactive learning. Antara lain:
Analisis Kebutuhan Kebutuhan:
Berdasarkan landasan falsafah dan teori, maka yang perlu diberi perhatian utama adalah siswa yang mengikuti interactive learning.
Oleh karena itu, dalam
mengidentifikasi kebutuhan adalah kebutuhan belajar bagi siswa. Kebutuhan ini dapat diketahui dengan mengadakan pengkajian lapangan dilakukan dengan berbagai cara seperti kuesioner, observasi dan lain-lain, kemudian pengkajian konseptual dilakukan dengan melakukan studi perbandingan atau pembahasan oleh para ahli. Strategi: Ada 2 macam teknik, yang pertama disebut conveying messages atau menyampaikan pesan dan yang kedua adalah group discussion. B. Pengorganisasian Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil,
membebankan
tugas-tugas
itu
kepada
orang
yang
sesuai
dengan
kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini adalah adanya kerjasama kepalas sekolah dan guru bahasa Inggris. Tugas guru 6
Fikri Aulia
[email protected]
disini adalah sebagai fasilitator dan korektor terakhir, yakni manakala siswa harus melaporkan hasil diskusi atau kerjasamanya di depan kelas. Selain pembagian kerja, pengorganisasian membahas tentang sarana prasarana yang dibutuhkan. Antara lain pembuatan paket bahan pelajaran sendiri, berdasarkan naskah yang telah dirancang sesuai dengan kriteria program dan tentunya kelas yang kondusif. C. Pelaksanaan Di dalam Interactive learning disebutkan ada 2 metode yang dapat dilaksanakan. Antara lain:
1. Conveying Messages Dalam kegiatan Interactive learning yang memakan waktu 40 menit atau kelipatannya, kegiatan akan dibagi menjadi dua sesi. Pertama sesi penyampaian [esan dari guru kepada sepertiga bagian siswa, sedangkan pada sesi kedua inilah yang sebenarnya disebut interactive learning, dimana siswa yang sudah memperoleh pesan, mencoba menyampaikan pesan tersebut kepada dua orang temannya. Untuk mewujudkan kegiatan ini, berikut langkah-langkah yang harus dipersiapkan oleh guru: 1. Materi pelajaran diberikan kepada seluruh siswa, merujuk pada salah satu topik dalam buku pegangan. 2. Kelas dibagi menjadi tiga bagian secara random, berdasarkan daftar nama di kelas 3. Sepertiga siswa disuruh tinggal di dalam kelas dan duapertiga disuruh keluar kelas dengan membawa materi yang sudah diberikan untuk belajar sendiri 4. Pada sesi pertama, guru menyampaikan pesan kepada sepertiga siswa yang tinggal di kelas, bagaimana melafalkan materi, melakukan dialog atau diskusi dengan guru, menerangkan grammar yang belum dipahami, dan mengartikan kosakata yang baru, kegiatan ini memakan waktu 1/3 dari kegiatan seluruhnya. 5. Pada sesi kedua, 2/3 siswa yang berada diluar disuruh masuk dan 1/3 jumlah siswa tadi, akan berhadapan dengan 2/3 jumlah siswa yang berada diluar kelas. Satu orang siswa akan berhadapan dengan dua 7
Fikri Aulia
[email protected]
orang siswa. Kegiatan ini juga memakan waktu 1/3 dari waktu seluruhnya. 6. Pada 1/3 waktu terakhir, guru akan mengecek secara random, pemahaman para siswa yang baru saja mendapat pesan dari temannya tadi, dengan memberikan koreksi seperlunya. Pada saat siswa menyampaikan pesan yang tadi sudah mereka dapatkan dari guru, kita bisa melihat bagaimana siswa yang sudah mendapatkan informasi tadi mencoba menyampaikan hal yang sama kepada kedua orang temannya. Sepintas, suasana kelas seolah-olah gaduh, tapi kalau kita perhatikan, kegaduhan itu adalah kegaduhan yang kreatif. Di satu pihak, siswa yang mempunyai peran menyampaikan pesan akan berusaha keras, bagaimana pesan itu sampai kepada kedua orang temannya tersebut, sedangkan di lain pihak, dua orang temannya yang berperan sebgai penerima pesan, mencoba meyakinkan isi atau maksud dari pesan-pesan tersebut. Kegiatan ini harus dipantau oleh guru untuk mengetahui sejauh mana siswa yang sudah mendapatkan penjelasan dari guru tadi menyampaikan pesan kepada temannya. Kesalahan-kesalahan kecil hendaknya dimaafkan dan ia seharusnya tidak menuntut terlalu tinggi akan hasil yang dicapai oleh siswa yang diberi pesan, mengingat keberhasilan itu juga termasuk keberhasilan dalam proses pemberian pesan. Guru tidak boleh campur tangan terlalu jauh. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa guru hanya sebagai fasilitator pada kegiatan ini. Kegiatan menyampaikan pesan seharusnya berlangsung tiga putaran dengan topik yang berbeda, dengan harapan tiap siswa akan merasakan peran sebagai penyampai pesan. Setelah tiga putaran juga, semua siswa sudah harus berhadapan dengan guru, sedah merasakan betapa besarnya tanggung jawab mereka untuk menyampaikan pesan tadi, apakah usaha-usaha yang aharus mereka lakukan, sejauh mana mereka harus menyiapkan diri untuk bertindak sebagai penyampai pesan. Disinilah kelebihan dari teknik conveying messages. Ternyata siswa belajar dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan penjelasan sebanyakbanyaknya dari guru.
2. Group Discussions
8
Fikri Aulia
[email protected]
Seperti yang dilakukan dalam kerja
kelompok dalam pelajaran lain, group
discussions dalam pelajaran bahasa Inggris juga dilakukan dengan teknik yang tidak jauh berbeda. Jumlah anggota dalam kelompok disarankan tidak terlalu besar, antara tiga atau empat, dimana kelompok itu dipilih seorang pembicara (presenter), dan seorang sekretaris yang menulis segala gagasan atau ide dari kelompok tersebut. Presenter sebaiknya siswa yang mempunyai kemampuan berbahasa lebih lancar dibanding teman yang lain dalam kelompoknya, karena ia bertanggung jawab melaporkan kepada kelas gagasan atau idenya dari kelompoknya. Adapun langkahlangkah yang ditempuh dalam group discussion sebagai berikut: 1. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok terdiri dari 3 atau 4 orang 2. Guru memberi tugas berupa topik-topik untuk diskusi dalam group, diikuti diskusi kelompok 3. Presenter melaporkan hasil diskusi dari masing-masing kelompok 4. Guru bersama siswa mengambil simpulan dari hasil diskusi 5. Siswa mencatat hasil diskusi yang disepakati oleh kelas. D. Pengawasan Syarat dasar setiap sistem pengawasan adalah feedback. Proses Pengawasan disebut pula evaluasi. Proses evaluasi pada learning interactive adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan pada saat program berjalan yang berguna untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang baru diajarkan. Di dalam learning interactive, evaluasi formatif dilakukan pada saat materi diselesaikan oleh siswa, sebagai contoh pada metode convenying messages, pada pertemuan keempat diadakan evaluasi. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan pada saat seluruh materi pelajaran telah dilaksanakan. Berguna untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam mengikuti pelajaran. Evaluasi ini juga berguna bagi guru untuk menyempurnakan program yang dilaksanakan.
9
Fikri Aulia
[email protected]
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari Pemaparan tentang Interactive Learning, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Interactive learning pada dasarnya merupakan salah satu penerapan konsep Teknologi Pendidikan 2. Dalam interactive learning, disebutkan bahwa untuk membuat siswa bisa berbicara diperlukan dua kondisi. Kondisi yang pertama ialah dengan memasukkan siswa ke dalam suasana berbahasa (immersion) Inggris. Dalam kondisi semacam ini, diharapkan, siswa bisa mendengar (menyimak), meniru, tatabahasa dan kosakata dalam menggunakan bahasa Inggris secara terus menerus, dan akhirnya, mereka akan mempunyai kompetensi berbahasa sebagaimana diharapkan dalam kurikulum, yang bisa digunakan untuk merespons ujaran dalam bahasa Inggris yang mereka dengar dari sekitar. Kondisi kedua ialah memberi contoh atau model berbahasa yang baik, yang dapat didengar dan ditiru ujarannya, baik dalam hal pronounciation atau lafal, intonation atau lagu dan stress atau tekanan dalam menyembunyikan ajaran-ajaran dalam bahasa inggris. B. Saran Dalam memperbaiki program Interactive Learning maka penulis mengajukan beberapa saran:
Untuk pihak yang menggunakan program Interactive Learning Interactive
Learning
dikembangkan
untuk
merupakan mengatasi
salah
satu
alternatif
masalah-masalah
yang
layak
pembelajaran.
Kesanggupan guru untuk mengelola kelas sangat penting bagi berjalannya program ini.
Untuk Mahasiswa Teknologi Pendidikan sebagai perancang Program Pembelajaran
10
Fikri Aulia
[email protected]
Dari makalah ini, hendaknya sebagai bahan rujukan untuk menemukan program pembelajaran yang baru, yang lebih inovatif.
Sumber Rujukan: Faridi, Abdurracman. 2004. Interactive Learning. Seminar Nasional Teknologi Pendidikan. Fattah, Nanang. 1999. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Harmin,
Mary.
1994.
Inspiring
Active
Learning
[on
line].
URL
http://www.ascd.org. Miarso, Yusufhadi. 2005. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
11