1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dengan segala tuntutan belajarnya dewasa ini semakin rendah kesadaran akan bergerak dan berolahraga. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organitation/WHO) menyebutkan sekitar dua juta orang di seluruh dunia meninggal akibat gaya hidup malas dan kurang berolahraga. Selain itu, stress yang dialami pekerja atau mahasiswa juga mengeraskan pembuluh darah yang akibatnya menyebabkan serangan jantung. Sebenarnya kunci untuk mencegah hal ini adalah kebugaran, daya tahan serta kekebalan tubuh, yakni membiasakan diri untuk mencintai olahraga dan sering bergerak sejak dini. Menurut data Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2013, saat ini 42,0 persen masyarakat berusia lebih dari 10 tahun kekurangan aktivitas fisik. Berdasarkan kelompok umur terdapat kecenderungan semakin bertambah umur semakin menurun aktivitas fisik dan pada usia ≥50 tahun mulai terjadi penurunan yang nyata. Faktor waktu dan padatnya kesibukan menjadi alasan utama mahasiswa tidak dapat melakukan aktivitas fisik. Banyak mahasiswa yang memandang sebelah mata terhadap olahraga, padahal hal tersebut adalah cara disiplin untuk menjaga pola hidup sehat. Olahraga membuat otot dan rangka tubuh bergerak, denyut jantung meningkat sehingga darah beserta oksigen dan nutrisi bisa disalurkan dengan baik ke seluruh tubuh. Justru apabila kita jarang berolahraga, hal ini membuat distribusi oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu. Dampaknya, kekurangan oksigen membuat kerja otak tidak maksimal sehingga mudah pusing dan susah konsentrasi, otot tubuh juga akan kekurangan oksigen sehingga membuat badan terasa pegal-gegal dan kaku. Untuk melakukan aktivitas fisik dalam kegiatan sehari-hari, banyak dilakukan dengan membiasakan berjalan kaki ke tempat yang tidak terlalu jauh, menaiki anak-anak tangga apabila hendak mencapai lantai dua sebagai ganti
2
lift. Ketika mahasiswa yang jarang beraktifitas, sering mengeluh nyeri, keterbatasan gerak dan yang mengalami gangguan postur dalam waktu yang lama akan mengakibatkan tightness atau pemendekan otot. Menurut Lubis (2011), Tightness adalah suatu keadaan dimana terjadinya tumpang tindih antara filamen aktin dengan miosin dan tidak dapat kembali ke posisi normal. Istilah ini disebut sebagai guarding spasm. Tightness pada otot dapat membatasi gerak normal. Bila tidak di lakukan penguluran pada otot yang tightness, maka kondisi tightness fisiologis ini akan berubah menjadi kontraktur yang lebih kompleks. Hal ini berimbas pula pada terjadinya pemendekan pada fascia otot. Masalah tightness pada otot sering ditemui pada otot tipe I (tonik) yang bersifat stabilisator, otot tipe ini banyak mengandung hemoglobin dan mitokondria (tahan lama terhadap tahanan). Otot tipe I pada umumnya adalah otot-otot postural seperti m. quadratus lumborum, group ekstensor trunk diantaranya adalah otot erector spine, multifidus, kelompok otot fleksor panggul yang meliputi : otot Illopsoas, tensor fascia latae, rektus femoris, kelompok otot eksorotasi panggul yang meliputi piriformis, adduktur panggul, dan kelompok otot hamstring. Masalah kasus tightness pada grup hamstring dapat menyebabkan cedera dan bagi penderita kasus ini bisa membuat frustasi karena level sakit yang tinggi, penyembuhan yang lambat, dan kejadian reinjuri yang tinggi. Kondisi tightness atau pemendekan pada otot hamstring ini kadang tidak dirasakan sebagai suatu masalah yang serius oleh mahasiswa. Sebagai contoh, diwaktu masa kanak-kanak, mereka tidak mengalami kesukaran untuk mencium lutut, dalam posisi duduk dengan kaki lurus, tetapi menjelang dewasa sudah mulai ada keterbatasan karena otot hamstring telah mengalami pemendekan dimana perubahan pemendekan otot tersebut
terjadi tanpa disadari oleh individu,
sehingga mereka sudah tidak bisa mencium lutut lagi seperti dimasa kanakkanak dulu (Wismanto, 2011).
3
Kondisi otot hamstring yang mengalami pemendekan mempengaruhi keseimbangan kerja otot yang berdampak terhadap munculnya gangguangangguan lainnya dalan aktivitas individu. Menurut Irfan (2008), jika otot tidak dapat berkontraksi dan relaksasi secara efisien, akan mengakibatkan menurunnya performa dan kurangnya kontrol gerakan pada otot. Pemendekan serta otot yang tight juga akan mengakibatkan hilangnya kekuatan dan tenaga saat melakukan aktivitas fisik seperti berjalan. Penelitian Bing et-Al (2008) menunjukkan bahwa kecepatan pemanjangan otot hamstring secara signifikan lebih tinggi selama fase menapak dibandingkan fase mengayun. Untuk dapat melakukan aktivitas berjalan dengan efisien dengan resiko cedera kecil membutuhkan fleksibilitas otot hamstring yang adekuat. Menurut penelitian Odunaiya, Hamzat, Ajayi (2005), mengatakan bahwa pemendekan
otot
hamstring
patelofemoral sindrome.
mengakibatkan
meningkatnya
tekanan
Menurut Christine (1987), mengatakan bahwa
hamstring yang memendek menyebabkan terjadinya posterior pelvic tilting, yang mengakibatkan menurunnya kurva lordosis lumbal dan meningkatkan nyeri pada kasus low back pain. Menurut Johns and Wrigth (1962) dalam de Aquino (2006) mengatakan bahwa kontraktur jaringan otot mempengaruhi kekakuan sendi sebanyak 41% dan berkontribusi pada gangguan kapsul 47% serta pada tendon 10%. Menurut Wismanto (2011), dapat disimpulkan bahwa setiap kejadian baik sendi, kapsul maupun tendon selalu melibatkan kontribusi terhadap kontraktur otot. Tightness hamstring dapat diatasi atau diminimalisasi dengan berbagai bentuk latihan fungsional yang dapat dilakukan oleh fisioterapis, latihan dapat berupa peregangan atau stretching (Folpp et al, 2006), corrective exercise (Cook 2010), strengthening exercise (Fonseca 2009), myofacial release (Ivanic 2007). Hal ini telah tercantum dalam Permenkes 80 tahun 2013 bahwa Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan
4
penanganan secara manual, peningkatan gerak, pelatihan fungsi dan komunikaasi. Tujuan yang ingin dicapai oleh fisioterapi adalah peningkatan gerak fungsional agar masyarakat dapat menjalankan aktifitasnya secara optimal. Oleh karena itu, fisioterapi sebagai tenaga kesehatan harus mempunyai kemampuan dan ketrampilan guna memaksimalkan potensi gerak yang ada. Menurut Irfan (2008), untuk memaksimalkan potensi gerak dibutuhkan mobilitas dari sendi dan fleksibilitas yang baik pada jaringan lunak (otot, jaringan pengikat, dan kulit). Mobilitas yang dimaksud adalah kemampuan dari sendi untuk melakukan mobilisasi atau gerakan tanpa adanya hambatan gerak dan bebas dari rasa nyeri yang merespon terjadinya pemendekan dari otot-otot yang berfungsi untuk menggerakan tubuh mengakibatkan menurunnya fleksibilitas otot. Fleksibilitas merupakan faktor penting untuk melakukan suatu gerakan baik dalam berolahraga ataupun aktivitas fisik lainnya. Fleksibilitas adalah kemampuan suatu jaringan atau otot untuk mengulur dan kembali ke bentuk semula. Mengulurnya otot tanpa rasa nyeri atau terbatas di tandai dengan ekstensibilitas otot yang bagus. Fleksibilitas sangat di pengaruhi oleh ekstensibilitasnya, ketika mahasiswa tidak melakukan gerakan atau melakukan pola gerakan tertentu dan terus menerus, terbiasa dalam postur tertentu dan kerja berat yang terus menerus pada range of motion (RoM) tertentu mengakibatkan terjadinya pemendekan akibat adaptasi yang berimbas terhadap menurunnya ekstensibilitas otot. Ekstensibilitas otot adalah kemampuan otot untuk memperpanjang ke titik akhir yang telah ditentukan (Weppler et al, 2010). Ekstensibilitas otot yang terbatas menjadi masalah umum yang mempengaruhi berbagai populasi pasien maupun individu bertubuh sehat. Jika parah, keterbatasan ekstensibilitas otot ini dapat mengakibatkan kontraktur pada otot. hal Ini sangat umum pada pasien dengan gangguan neurologis, seperti cedera kepala dan cedera tulang belakang. Penurunan ekstensibilitas ini dapat memberikan implikasi yang
5
mendalam bagi orang yang sehat maupun yang mengalami gangguan. Kehilangan sedikit ekstensibilitas pada otot hamstring pada kondisi quadriplegia bisa mengakibatkan duduk dengan lutut ekstensi, merupakan posisi yang tidak nyaman untuk berpakaian secara mandiri. Kehilangan sedikit ekstensibilitas dapat membatasi olahraga dan prestasi atletik individu yang berbadan sehat. Kehilangan ekstensibilitas hamstring dapat memiliki implikasi penting untuk atlit lompat tinggi, penari dan pesenam. Untuk alasan ini, program peregangan telah menjadi bagian integral program olahraga dan rehabilitasi bagi banyak populasi pasien dan berbadan sehat (Folpp et al,2006). Penurunan ekstensibilitas otot hamstring pada umumnya dapat diketahui melalui kondisi ketidak mampuan seseorang dalam melakukan gerakan rukuk pada saat sholat terbatas, untuk memastikan kondisi tightness ini perlu di lakukan pengukuran yang spesifik untuk menilai ekstensibilitas otot hamstring. Pengukuran pada kasus tightness hamstring dapat di lakukan dengan cara aktif unilateral Straight Leg Raise test, pasif unilateral Straight Leg Raise test, Sit and Reach test, dan Active Knee Extention test. Sit and Reach Test (SRT) merupakan alat ukur untuk mengukur ekstensibilitas dari otot hamstring (Wismanto 2011). Menurut Quinn (2014) Sit and Reach Test merupakan metode pengukuran untuk mengukur fleksibilitas dari otot hamstring dan punggung belakang yang meggunakan media berupa boks terbuat dari papan atau metal yang tingginya 30 cm, lalu diatas boks tersebut diletakan penggaris ukur yang panjangnya 26 cm keluar dari boks dan -26 cm sampai ke ujung dari boks tersebut. Mengatasi tightness hamstring adalah salah satu cara yang paling penting untuk mencegah cedera. Dengan menjaga ekstensibilitas atau panjang otot hamstring yang optimal dapat meningkatkan kinematika optimal, menghasilkan gerakan yang efesien, dapat meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan tekanan yang diberikan, dan berpotensi mengurangi resiko injuri (Creaty, 2005).
6
Salah satu latihan fungsional yang dapat meningkatkan ekstensibilitas pada kasus tightness hamstring adalah latihan yang bersifat mengulur otot atau stretching (Folpp et al, 2006) yaitu dengan Nordic Hamstring Exercise dan Prone hang exercise. Nordic Hamstring exercise adalah salah satu jenis latihan yang bersifat eksentrik yaitu kontraksi dimana ketika panjang otot bertambah, ketegangan otot naik. khususnya otot hamstring dengan mengkontraksikan otot antagonis secara eksentrik. Latihan ini juga bersifat mengulur otot (stretching) dan juga penguatan (strengthening). Menurut Lorenz (2011), tegangan pada serabut otot saat otot memanjang atau eksentrik sangat kuat di bandingkan saat otot memendek atau konsentrik. Konsumsi oksigen pada gerakan eksentrik sangat sedikit karna kontraksi yang di keluarkan menghasilkan perlambatan terhadap otot, namun gaya yang di hasilkan oleh gerakan eksentrik besar karna adanya gerakan melawan gravitasi sehingga terjadi penurunan tegangan otot pada akhir gerakan, yang mengakibatkan otot akan memanjang serta ruang gerak sendi bertambah. Menurut Waseem et al (2009), latihan ini bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas atau panjang otot hamtring. Selain untuk menambah panjang otot, latihan ini juga dapat meningkatkan kekuatan otot serta mencegah terjadinya cidera. Prone hang exercise lebih sering di gunakan untuk pemulihan pada Rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament pada fase 2 dengan tujuan utama untuk meningkatkan ruang gerak sendi pada sendi lutut. Selain untuk menambah ruang gerak sendi untuk ektensi lutut, latihan ini juga memfasilitasi terjadinya static stretching, dimana posisi pasien dalam keadaan supinasi atau tengkurap, kaki di letakan menggantung seperti teruntai ke bawah hingga adanya gerakan non weight bearing sehingga kaki menjadi lebih berat karna melawan gravitasi, letakan handuk di bawah lutut untuk menambah regangan dan menghindari adanya kompresi lutut terhadap alas, ketika terjadi peregangan pada posterior capsul, maka handuk yang di letakkan pada lutut akan melentur karna bertambahnya beban dari kaki dan panjang otot akan bertambah. Filippakopoulos (2010).
7
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji efektifitas antara Nordic Hamstring Exercise dan Prone hang exercise untuk meningkatkan Ekstensibilitas pada kasus Tightness Hamstring.
B. Identifikasi Masalah Dalam melakukan pekerjaan apapun profesi nya manusia juga harus bergerak seperti berjalan, berlari, makan dan sebagainya. Apabila kebutuhan gerak tidak tercukupi maka seseorang akan terganggu aktifitasnya. Begitu pentingnya bergerak bagi manusia sehingga manusia akan selalu berusaha untuk mencegah supaya tidak cidera/sakit yang menyebabkan pembatasan diri dalam bergerak. Otot hamstring termasuk grup otot yang berperan sangat penting untuk bergerak khususnya gerakan ekstremitas bawah seperti berjalan, melompat, berlari, dan menaiki tangga, otot hamstring juga berfungsi seperti rem pada mobil untuk memperlambat kecepatan ketika gerakan mengayunkan kaki ke depan seperti menendang atau berlari (Bailey, 2015). Maka ketika tightness pada otot hamstring tidak di pulihkan dengan segera maka akan mengakibatkan penurunan gerak dan fungsi. Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan yang berkompeten di bidangnya juga mempunyai peran yang sangat besar dalam menangani tightness hamstring khususnya pada peningkatan gerak dan fungsi seseorang. Untuk meningkatkan ekstensibilitas kasus tightness hamstring, dapat di berikan dengan latihanlatihan seperti : Nordic Hamstring Exercise dan Prone hang exercise. Nordic Hamstring exercise adalah salah satu jenis latihan yang bersifat eksentrik yaitu kontraksi dimana ketika panjang otot bertambah, ketegangan otot naik. khususnya otot hamstring dengan mengkontraksikan otot antagonis secara eksentrik. Latihan ini juga bersifat mengulur otot (stretching) dan juga penguatan (strengthening). Menurut Lorenz (2011), tegangan pada serabut otot saat otot memanjang atau eksentrik sangat kuat di bandingkan saat otot memendek atau konsentrik. Konsumsi oksigen pada gerakan eksentrik sangat
8
sedikit karna kontraksi yang di keluarkan menghasilkan perlambatan terhadap otot, namun gaya yang di hasilkan oleh gerakan eksentrik besar karna adanya gerakan melawan gravitasi sehingga terjadi penurunan tegangan otot pada akhir gerakan, yang mengakibatkan otot akan memanjang serta ruang gerak sendi bertambah. Menurut Waseem et al (2009), latihan ini bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas atau panjang otot hamtring. Selain untuk menambah panjang otot, latihan ini juga dapat meningkatkan kekuatan otot serta mencegah terjadinya cidera. Latihan Prone hang exercise lebih sering di gunakan untuk pemulihan pada Rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament pada fase I dengan tujuan utama untuk meningkatkan ruang gerak sendi pada sendi lutut. Selain untuk menambah ruang gerak sendi untuk ektensi lutut, latihan ini juga memfasilitasi terjadinya pasif stretching pada otot hamstring dan adanya kontraksi dari otot quadricep, dimana posisi pasien dalam keadaan supinasi atau tengkurap, kaki di letakan menggantung seperti teruntai ke bawah hingga adanya gerakan non weight bearing sehingga kaki menjadi lebih berat karna melawan gravitasi, letakan handuk di bawah lutut untuk menambah regangan dan menghindari adanya kompresi lutut terhadap alas, ketika terjadi peregangan pada posterior capsul, maka handuk yang di letakkan pada lutut akan melentur karna bertambahnya
beban
dari
kaki
dan
panjang
otot
akan
bertambah
(Filippakopoulos, 2010). Melihat betapa pentingnya peran otot hamstring bagi kehidupan manusia maka penulis ingin mengetahui apakah Nordic Hamstring Exercise dan Prone hang exercise dapat meningkatkan ekstensibilitas pada kasus tightness hamstring, dan latihan manakah yang paling efesien bagi kasus tightness hamstring.
9
C. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Nordic Hamstring Exercise efektif dalam meningkatkan ekstensibilitas tightness hamstring? 2. Apakah Prone hang exercise efektif dalam meningkatkan ekstensibilitas tightness hamstring? 3. Adakah perbedaan efektivitas antara Nordic Hamstring Exercise dengan Prone hang exercise terhadap ekstensibilitas tightness hamstring?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk
mengetahui
hamstring
exercise
perbedaan
dengan
efektifitas
Prone
hang
antara
Nordic
exercise
dalam
meningkatkan ekstensibilitas pada kasus tightness hamstring. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui efektivitas Nordic Hamstring Exercise dalam meningkatkan ekstensibilitas pada kasus tightness hamstring. b. Untuk mengetahui efektivitas Prones Hang Exercise dalam meningkatkan ekstensibilitas pada kasus tightness hamstring.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai sumbangan terhadap pengembangan ilmu fisioterapi untuk dapat diberikan kepada masyarakat. b. Untuk informasi penelitian lebih lanjut kepada mahasiswa/i yang akan mengembangkan penelitian tentang peningkatan ekstensibilitas pada kasus tightness hamstring.
10
2. Manfaat Praktis a. Agar fisioterapi dapat mengembangkan ilmu yang dimiliki khususnya fisioterapis yang bergerak di bidang pelayanan untuk memberikan latihan dalam upaya peningkatan ekstensibilitas pada kasus tightness hamstring. b. Dapat menangani kasus tightness hamstring di fasilitas pelayanan kesehatan.