.QhttnbE.$nb@WB
ffiffi
ffiffiffi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN RAPAT TAHUNAN BIDANG ILMU-ILMU PERTANIAN BKS - PTN WILAYAH BARAT TAHUN 2012 Volume 3 Tema: "PENINGKATAN PRESISI MENUIU PERTANIAN BERKELANJUTAN" Sub Tema: "PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI NASIONAL MELALUI PERAN IPTEK DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM"
Medan,3-5APRIL2012 Editor: Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, MSi Dr. Ir. Ristika Handarini, MP Siti Latifah, S.Hut, MSi, PhD Dr, Ir. Ma'ruf Tafsin, MSi Ir. Razali, MP Ir. T. Sabrina, M,Agr.Sc. PhD Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi tr. Ionatan Cinting, MS Ir. T. Irmansyah, MP lr. Fauzi, MP Penyelenggara:
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SUPPORTED BY
i93 itt "lAMSOSIEK
:
l:.\lP:K
PF.MBERIAN KOMPOS ECENG CONDOK
(Lt.rr.,,ra ./drr,p€r) DAN
KTAMBANC
.j ;:,ia rdrrrs) TERIIADAp TANAH DAN TANAMAN PADI KETAN PADA STSTIM RAKIT BAMtsll
75
::
\ l as.eah
B
enras, Yanua. CtaDdra. and DN i probowati Sulistiyan i
....... ..................._._...........................
.
.....2a2
.-.T]SIS
t84
VAN SOEST LIMBAH SINGKONG DENC4N IIENAMB4H\N \SAM CUK/\, ASAM i].]PIONAT DAN NII{'\ SELAMA PENYIMPANAN .:
= 5and i-..............................-... . l:Sllrv DAN KINERJA MESTN -:.ljiTOR
RODA EMPAT
r . ...........
...__..................289
KFpRAS T{JNGGI JI. TEBU DENGAN SUMBER TENAGA PTO
l9i :.\ILISIS NII-A] TAMAAH FINANS]AL DAN IiANTAI \TF\S8 IRASI DI KOTA P \\ AKI \4BI-H
PASOK USAHA KAMBING PERAH
201
207
::\{1r\FAATAN TF.PL'}.lc BIJI NANGKA(,4rr..drpur }eleraphy rs) Dl\L TEPUNG BIJI DURTAN :rzio zibethirtB M\t\ SEBAGAI STABILIZER DALAM PEMBUATAN ES KRIM Sj-ifah Rohay4 R)€n Moiilana, Nida E! Husn4 Srj Wah}!ni...._....._..................._.'._.-.:.-----,._ ...' ............108
j,\.{LtsIS
KoRELAST FAKToR-FAKToR YANG BERpENcARtiH
bALAur rNersr.asl currrao,
?RODUKS] DAN EFISIENSI USAIIATANI PADI SAWAH PADAMUSIM IruJAN
2t2
:.
\.'.-CARI
H \I NSlIIUSI qLISI RIDI I AI
-RHADAP MUTU 1
ES
KRIM
rtiMeldasari Lubis, Satiana, Ahmad
232
i"" hJ\) DAN IfNIs
LAI,fA
!\ \LIsl\ Kl\j-RlA
l6
PENYIMPANAN TERHADAP TERHADAP
LjDAR ASAM LEMAI( BEBAS LEMAK KAKAO (neobtuna \ uliani Aisyah, Hetu Prono Widayat dan SiliUIfa._._._.
]
BAHAN DTNSIABIL
Ckrahar t,iya. oemar........_....._.._ ...._..........................._.._.__. .-._......_............1
IE\C.ARUH JEIi]S KAKAO, WADAII, DAN 226
\GIi
Ar Al PD\jCFL\C I NA\C ( 4,;,.J. usnanizar, Hend.i Syah, Ruslan Agussini ..............
c@aa
L)
AC.EH
ar..r, L.r llpt
._._.................jt7
RAK .. ....._._._............
:1:13
iUAI-]]'AS PRODIjK PERTANIAN ORGANIK 2i8
7!tl
.251
.256
261
..272
_.2.17
.
rnrtah Ginri|9.....
......._.___...................-... 140
DESAIN DAN KINERJA MESIN KEPRAS TUNGGUL TEBU DENGAN SUMBER TENAGA PTO TRAKTOR RODA EMPAT Syafriandi (Fakultas Pertanian Unsyiah) Wawan Hermawan (Fakultas Teknologi Pertanian IPB) Radite P.A. Setiawan (Fakultas Teknologi Pertanian IPB) Email :
[email protected] ABSTRAK Pengeprasan merupakan salah satu kegiatan penting dalam budidaya tanaman tebu ratoon. Alat kepras atau stubble shaver yang digunakan beberapa pabrik gula di Indonesia memiliki beberapa kelemahan antara lain membutuhkan daya yang besar, desain mata pisau yang kurang tepat dan hasil potongan tunggul banyak yang pecah sehingga produktivitasnya menjadi rendah. Tujuan penelitian ini adalah 1) mendesain mesin kepras tunggul tebu dengan sumber tenaga PTO traktor roda empat, 2) menganalisa pengaruh dari jenis pisau, kecepatan maju traktor, kecepatan putaran pisau dan sudut pemotongan. Prototipe mesin kepras tunggul tebu terdiri dari 8 mata pisau yang diputar PTO traktor roda empat. Pengujian prototipe mesin kepras dilakukan dengan beberapa peubah antara lain 2 tipe/jenis mata pisau, kecepatan maju (0.3 dan 0.5 m s-1), kecepatan putar pisau (500 dan 850 rpm) dan sudut kemiringan pemotongan (45o dan 60o). Hasil pengujian menunjukkan penggunaan pisau dengan penambahan feed pada bagian belakang lebih baik dari pisau dengan jari-jari yang sama. Torsi terendah pada perlakuan kecepatan 0.5 m s-1, kecepatan putaran pisau 850 rpm dan sudut pemotongan 60o dengan rata-rata 22.46 Nm. Perlakuan kecepatan 0.3 m s-1, kecepatan putaran pisau 850 rpm dan sudut pemotongan 45o menghasilkan kualitas pemotongan yang paling baik. Kata kunci : mesin kepras, tebu ratoon, traktor, torsi, kualitas pemotongan PENDAHULUAN Tebu merupakan salah satu komoditas penting dalam agribisnis pertanian di mana lebih dari setengah produksi gula dunia berasal dari tebu. Kebutuhan gula nasional baik untuk konsumsi langsung rumah tangga maupun industri akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2014 kebutuhan gula nasioanal diperkirakan mencapai 5.7 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan gula tersebut diupayakan program swasembada gula nasional. Sasaran tersebut diusahakan secara bertahap dalam kurun waktu 2010 hingga 2014, dengan langkah intensifikasi peningkatan produktivitas tebu diatas 87 ton/ha dan peningkatan mutu rendemen 8.5%, yang dilaksanakan melalui rehabilitasi tanaman tebu ratoon. Selain itu diusahakan dengan langkah-langkah ekstensifikasi dengan perluasan areal atau mempertahankan luasan yang ada dan pembangunan PG baru (Dirjenbun 2011). Meningkatnya kebutuhan gula nasional ini harus diimbangi dengan peningkatan produksi gula dengan peningkatan produktivitas tebu sebagai bahan baku gula. Kebutuhan gula yang tidak tercukupi dikarenakan adanya beberapa permasalahan dalam kegiatan budidaya tebu yang berdampak pada berkurangnya produktivitas tebu, diantaranya adalah
masalah penyiapan lahan, kwalitas bibit, pemupukan, irigasi, pemeliharaan dan pengendalian hama serta pemanenan. Usaha untuk mencukupi kebutuhan gula nasional dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas tebu keprasan, mengingat sekitar 81% areal tanam tebu di Indonesia merupakan tanaman keprasan (Anonim 1978). Pengeprasan tebu merupakan pemotongan sisa-sisa tunggul tebu setelah penebangan yang dilakukan pada posisi tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan (Koswara 1989). Terdapat beberapa keuntungan dalam budidaya tebu keprasan, di samping kekurangannya tersebut. Widodo (1991) menyatakan bahwa, dengan keprasan pemakaian bibit tebu semakin hemat, tebu yang tumbuh sudah beradaptasi dengan lingkungan, dan kelestarian tanah dapat terjaga. Salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas tebu khususnya pada budidaya tebu ratoon adalah memperbaiki mutu keprasan agar tunas yang dihasilkan baik dengan cara mendesain suatu mesin kepras tebu yang dapat memberikan hasil keprasan yang baik dan efisien. Sutardjo (1996) mengatakan pengeprasan tebu bertujuan agar tunas tanaman tebu yang tumbuh tidak mengambang di atas tanah dan tidak roboh apabila sudah tumbuh besar. Ada dua bentuk pengeprasan (Gambar 1) yaitu keprasan bentuk U atau V yang dilakukan pada tanah yang mengandung pasir dan bentuk W yang dilakukan pada tanah-tanah berat yang mudah pecah pada musim kemarau.
(a) Bentuk U/ V
(b) Bentuk W
Gambar 1 Bentuk profil pengeprasan (dimodifikasi dari Sutardjo 1996). Sekarang ini di luar negeri telah tersedia mesin kepras yang dikenal stubble shaver yang umumnya tipe rotary-slasher. Radite et al (2007) juga mengembangkan alat kepras tebu piringan bercoak dengan diameter 28 inchi dan dapat melakukan pemotongan tunggul dengan baik pada lebar sekitar 25 cm pada kedalaman yang diinginkan yaitu 5-10 cm. Namun demikian prototipe ini masih mempunyai kelemahan yaitu pada lebar kerja yang terbatas (hanya satu alur) dan kesulitan kontruksi sistem transmisinya, jika lebar kerja ingin ditingkatkan menggunakan dua piringan secara tandem. Oleh karena itu, alat kepras tebu memiliki prospek yang baik untuk terus dikembangkan di Indonesia, mengingat alat ini secara tidak langsung dapat meningkatkan produksi gula terutama pada tebu ratoon. Penelitian ini bertujuan :
1. Mendesain suatu prototipe mesin kepras tunggul tebu tipe rotari yang ditarik traktor roda 4 dengan tenaga putar poros PTO. 2. Menganalisis pengaruh desain ujung pisau, kecepatan maju mesin, kecepatan putaran pisau, dan sudut kemiringan mata pisau terhadap kualitas hasil pemotongan dan tenaga putarnya. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 – September 2011. Perancangan mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem (TMB) Fateta IPB. Pembuatan prototipe dilakukkan di Bengkel Departemen TMB, dan pengujiannya dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen TMB. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan kontruksi prototipe alat kepras tebu adalah : besi UNP 100 mm x 50 mm tebal 5 mm, besi plat tebal 8 mm, besi as diameter 40 mm, universal joint, mur dan baut, flens bearing, plat baja. Untuk pembuatannya digunakan peralatan perbengkelan. Instrumen untuk mengukur tenaga pemotongan adalah: tachometer digital ((Shimpo DT205B), starin gauge (Kyowa,KFG-3-20-D16-11), handy Strain meter (Kyowa, UCAM1A), kamera digital. Peralatan untuk mengukur kecepatan maju pengeprasan adalah: stop watch, meteran dan patok-patok kayu. Untuk pengujian di lapangan, prototipe mesin pengepras digandengkan dengan traktor 4 roda yang memiliki poros PTO yang sesuai. Analisis Rancangan Untuk memenuhi fungsinya maka mesin pengepras dirancang untuk dapat memotong tunggul tebu dan digandengkan ke tiga titik gandeng traktor serta diputar oleh tenaga putar poros PTO. Selain mengepras, mesin ini juga harus dapat memotong perakaran tunggul tebu di kiri-kanan barisan tanaman tebu menggunakan piringan bercoak (coulter). Pemotongan tunggul dirancang menggunakan pisau pemotong tipe rotari terdiri dari 8 buah mata pisau yang memotong bagian tunggul tebu pada kedalaman 5-10 cm di bawah permukaan tanah. Desain mata pisau ditentukan berdasarkan analisis pergerakan ujung mata pisau dimana feed yang dihasilkan dari ujung depan dan belakang satu mata pisau sebesar 0.0019 m dan feed yang dihasilkan untuk dua mata pisau yang bersebelahan sebesar 0.0075 m. Dari simulasi ini
ditentukan 2 buah bentuk mata pisau (Gambar 2) agar dihasilkan pemotongan pada batang tebu yang efektif dan daya yang dihasilkan kecil. Bagian mata pisau yang berfungsi memotong diperkeras dengan tujuan tahan terhadap penggerusan oleh tanah saat operasi.
a.Pisau dengan jari-jari yang sama
b. Pisau dengan penambahan feed
Gambar 2 Bentuk- bentuk mata pisau Tenaga putar pisau diperoleh dari poros PTO traktor dan direncanakan putaran pisau sesuai dengan kecepatan putar poros PTO maka tidak diperlukan roda gigi reduksi. Karena arah poros PTO tidak segaris dengan poros pemutar piringan pisau maka digunakan transmisi daya berupa universal joint. Universal joint akan berfungsi sebagai penyaluran tenaga dari PTO ke unit pisau untuk menggerakkan mata pisau yang dapat diatur sudut kemiringannya. Hasil analisis rancangan mesin pengepras pada Gambar 3. Untuk rangka dibuat dari besi UNP ukuran 10 x 5 cm tebal 5 mm. Coulter terbuat dari besi plat 8 mm dengan diameter 50 cm dan bagian kelilingnya bergerigi atau bercoak agar dapat melakukan pembelahan tanah dengan baik antara 30-40 cm pada kedalaman 20-30 cm. Unit pisau terdiri dari 8 buah mata pisau yang terbuat dari baja dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 6 cm, dan tebal 6 mm yang dipasangkan dengan pengikat baut pada piringan pisau yang memiliki diameter 40 cm. Universal joint yang digunakan untuk menghubungkan unit pisau ke poros PTO merupakan standart pabrik. Penutup unit pisau Rangka utama
Sambungan ke PTO
Universal joint
coulter
Unit pisau
Gambar 3 Alat kepras tebu yang dirancang Metode Pengujian Uji kinerja mesin kepras tebu dilakukan di lahan Percobaan Teknik Mesin Budidaya Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fateta IPB. Lahan yang diuji adalah lahan yang ditanami 48 rumpun tebu yang memiliki tinggi guludan antara 15-25 cm. Pada saat uji kinerja beberapa peubah yang divariasikan dalam pelaksanan pengujian adalah:
1. Desain mata pisau (jenis pisau 1 yang jari-jari sama dan jenis pisau 2 dengan penambahan feed pada sisi belakang) (Gambar 2) 2. Kecepatan maju pengeprasan (V1= 0.3 m s-1 dan V2= 0.5 m s-1) 3. Kecepatan putar pisau (n1= 500 dan n2= 850 rpm) 4. Sudut kemiringan piringan pisau (S= 45o dan 60o) Setiap kombinasi perlakuan dilakukan dalam tiga ulangan pengujian. Pengukuran torsi pengeprasan dilakukan dengan menggunakan sebuah torque-meter yang dipasang antara poros PTO dan poros pemutar pisau (Gambar 4). Untuk mengukur regangan yang terjadi pada torque-meter, digunakan sebuah handy strain meter. Selanjutnya nilai torsi dihitung dengan menggunakan persamaan hasil kalibrasi hubungan torsi-strain. T = a + bX di mana : T : torsi (Nm), a dan b : konstanta hasil kalibrasi torsi-strain X : nilai yang terbaca pada handy strain meter (με).
Handy strain meter
Bride box
Torque-meter
Gambar 4 Skema pengukuran torsi Pengukuran persentase tunggul yang pecah hasil potongan dilakukan secara manual dan kamera. Pengamatan pertumbuhan dengan menghitung jumlah tunas yang tumbuh, diamati 2 minggu dan 3 minggu setelah pengeprasan. HASIL DAN PEMBAHASAN
Torsi Pengeprasan (Nm)
Torsi Pengeprasan Rumpun Tunggul Tebu b
60
c
a
40 20 0 1
2
3
4
5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Waktu (detik)
Gambar 5 Pola torsi pemotongan 3 rumpun tebu perlakuan jenis pisau 1, V= 0.3 m s-1, n=500 rpm dan S = 45o
Gambar 5 menunjukkan pada saat antara waktu dari 1 sampai 3 detik (a) traktor mulai berjalan dan pisau berputar tanpa beban pemotongan, torsi menunjukkan nilai sekitar 10 Nm. Pada saat selang 3 sampai 4 detik (b) pisau mulai memotong tunggul tebu pada rumpun pertama dan torsi menunjukkan nilai 50.82 Nm. Selanjutnya nilai torsi menurun karena pisau berputar tanpa beban pemotongan sampai menuju rumpun kedua (c) dan akan meningkat lagi nilai torsinya pada saat memotong tunggul tebu berikutnya. Dari hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa setiap rumpun tebu memiliki satu nilai puncak torsi yang selanjutnya disebut torsi maksimum. Percobaan kombinasi jenis pisau 1 yang memiliki jari-jari sama, kecepatan 0.3 m s-1. putaran pisau 500 rpm dan sudut pemotongan 45o diperoleh nilai torsi maksimum pada rumpun pertama sebesar 50.82 Nm, rumpun kedua sebesar 56.41 Nm dan rumpun ketiga sebesar 38.46 Nm. Rataan dari sejumlah torsi maksimum dari percobaan tersebut kemudian digunakan sebagai data torsi pengeprasan rumpun tunggul tebu. Efek Jenis Mata Pisau terhadap Torsi Pengeprasan Pengeprasan rumpun tunggul tebu menggunakan jenis pisau 1 (pisau dengan jari-jari sama) menghasilkan torsi yang umumnya lebih besar dibandingkan dengan menggunakan jenis pisau 2 (pisau dengan penambahan feed pada sisi belakang mata pisau) kecuali pada perlakuan kecepatan maju 0.3 m s-1, putaran pisau 500 rpm dan sudut pemotongan 45o
Torsi Pengeprasan (Nm)
dimana torsi pemotongan jenis pisau 1 lebih kecil dibanding jenis pisau 2 (Gambar 6). 80 60 40 20 0
pisau 1 pisau 2
Gambar 6 Grafik nilai torsi yang dihasilkan dari jenis pisau 1 dan pisau 2 dengan masing-masing perlakuan Rendahnya torsi pengeprasan yang dihasilkan pisau 2 disebabkan proses pemotongan tunggul tebu secara bertahap. Pola pemotongan dengan pisau 2 memiliki pola pemotongan seperti mengiris sehingga dapat meminimalisir pemotongan secara ditebas pada batang tebu tersebut. Ini disebabkan oleh bentuk mata pisau yang secara bertahap memanjang jari-jarinya, sehingga pemotongan yang terjadi adalah memotong secara mengiris dan pisau selanjutnya akan masuk ke bagian dalam tebu yang kemudian akan memotong secara mengiris juga.
Sedangkan pada pisau jenis 1, pemotongan terjadi dengan penebasan setebal feed pemotongan secara langsung (impact). Efek Kecepatan Maju Pemotongan terhadap Torsi Pengeprasan Hasil pengujian yang dilakukan, menunjukkan sebagian besar nilai torsi pengeprasan dengan kecepatan maju pemotongan 0.3 m s-1 menghasilkan torsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan maju 0.5 m s-1 (Gambar 7). Hal ini berbanding terbalik dengan analisa bahwa kecepatan maju yang lebih tinggi akan menghasilkan feed pemotongan
Torsi Pengeprasan (Nm)
yang lebih besar sehingga daya dan torsi yang diperlukan untuk pengeprasan juga meningkat. 80 60 40 20 0
V1 = 0.3 m/det V2 = 0.5 m/det
Gambar 7 Grafik nilai torsi yang dihasilkan dari kecepatan maju 0.3 m s-1 dan 0.5 m s-1dengan masing-masing perlakuan Hasil penelitian Lisyanto (2007) dengan menggunakan mata piring bentuk rata juga menunjukan hasil yang sama dimana sebagian besar kecepatan maju yang rendah juga menghasilkan torsi yang tinggi. Pemotongan dengan kecepatan maju 0.5 m s-1 menghasilkan torsi yang kecil, diduga saat pemotongan batang tebu mengalami pecah oleh mata pisau sebelumnya karena feed pemotongan yang besar. Sehingga proses feed pemotongan selanjutnya tidak terjadi, selain itu posisi tunggul tebu yang tidak rapat dan rendahnya kedalaman kepras juga dapat menyebabkan torsi menjadi kecil. Efek Kecepatan Putaran Pisau terhadap Torsi Pengeprasan Hasil pengujian dengan kecepatan putaran pisau 500 rpm dan 850 rpm ditunjukkan pada Gambar 8. Pada kecepatan putaran pisau 850 rpm menunjukkan nilai torsi pengeprasan yang lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan putaran pisau 500 rpm. Sesuai dengan analisa bahwa kecepatan putaran pisau yang lebih tinggi akan menghasilkan feed pemotongan yang lebih kecil, sehingga beban pemotongannya kecil dan torsi pemotongannya lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan putaran pisau yang lebih rendah. Perlakuan dengan kecepatan maju yang sama, feed pemotongan kecepatan putar 500 rpm sekitar 1.7 kali lebih besar dari kecepatan putar 850 rpm.
Torsi Pengeprasan (Nm)
80 60 40 20 0
n1 = 500 rpm n2 = 850 rpm
Gambar 8 Grafik nilai torsi yang dihasilkan dari kecepatan putaran pisau 500 rpm dan 850 rpm dengan masing-masing perlakuan Efek Sudut Pemotongan terhadap Torsi Pengeprasan Gambar 9 menunjukkan bahwa pada sudut pemotongan 60o, sebagian besar menghasilkan torsi pemotongan yang lebih kecil dibanding dengan sudut pemotongan 45 o. Hal ini disebabkan gaya saat proses pemotongan tunggul yang relatif tegak lurus terhadap tunggul batang tebu lebih besar dari pada gaya yang dibutuhkan pada pemotongan yang relatif sejajar. Persson (1987), menjelaskan untuk menurunkan gaya pemotongan spesifik maksimum adalah dengan memperbesar sudut kemiringan pisau. Hasil pengujian ini rataan torsi pengeprasan yang menunjukkan nilai yang berbanding terbalik adalah perlakuan jenis pisau 1, kecepatan maju 0.3 m s-1 dan putaran pisau 500 rpm dengan sudut 45o sebesar 48.56 Nm dan sudut 60o sebesar 50.92 Nm. Demikian juga pada perlakuan jenis pisau 2, kecepatan maju 0.3 m s-1 dan putaran pisau 850 rpm dengan sudut
Torsi Pengeprasan (Nm)
45o sebesar 29.24 Nm dan sudut 60o sebesar 39.83 Nm. 80 60 40 20 0
sudut 45 sudut 60
Gambar 9 Grafik nilai torsi yang dihasilkan dari sudut pemotongan 45 o dan 60o rpm dengan masing-masing kombinasi perlakuan Persentase Tunggul yang Pecah Secara umum pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa posisi sudut pemotongan 45o menghasilkan potongan tunggul yang pecah relatif rendah dibandingkan sudut pemotongan 60o. Pada posisi sudut pemotongan 45o, memotong relatif tegak lurus dengan arah serat tebu dibandingkan sudut 60o yang mendekati sejajar dengan arah serat tebu, yang dapat berakibat tidak memotong tapi membelah tunggul tebu. Saat pisau maju ke depan dapat mengakibatkan
tunggul tebu menjadi pecah. Dari hasil pengujian pengeprasan tunggul tebu diperoleh persentase tunggul pecah yang terendah adalah sebesar 8.33%, dengan perlakuan jenis pisau 1, kecepatan maju 0.3 m s-1, putaran pisau 850 rpm dan sudut pemotongan 45o. 60 50 40 (%) 30 20 10 0
Gambar 10 Persentase tunggul tebu yang pecah dari masing-masing perlakuan Persentase Pertunasan Gambar 11 menunjukkan pertunasan 2 dan 3 minggu setelah kepras (msk). Dari hasil pengamatan pertumbuhan tunas, pada minggu kedua setelah pengeprasan persentase pertunasan tertinggi pada perlakuan jenis pisau 1, kecepatan maju 0.5 m s-1, putaran pisau 850 rpm dan sudut pemotongan 45o yaitu sebesar 100% dan kemudian meningkat menjadi 120% pada minggu ketiga. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak terjadinya atau terhambatnya pertunasan diantaranya tunggul tebu yang pecah, mata tunas yang terpotong dan faktor lingkungan yang tidak mendukung seperti kurang air. 150 (%)
100 50
2 msk
0
3 msk
Gambar 11 Persentase Pertunasan setelah pengeprasan dari masing-masing perlakuan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Mesin kepras tipe rotari menggunakan jenis pisau 2 dengan penambahan feed pada bagian belakang mata pisau menghasilkan torsi yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis pisau 1 yang memiliki jari-jari sama.
2. Rataan torsi yang terendah pada perlakuan jenis pisau 2, kecepatan maju 0.5 m s-1, putaran pisau 850 rpm dan sudut pemotongan 60o sebesar 22.46 Nm dimana dengan perlakuan tersebut dihasilkan feed pemotongan yang kecil. 3. Pengeprasan dengan sudut pemotongan 45o menghasilkan kualitas pemotongan yang lebih baik dibandingkan sudut pemotongan 60o. 4. Persentase tunggul yang pecah terendah pada perlakuan jenis pisau 1, kecepatan maju 0.3 m s-1, putaran pisau 850 rpm dan sudut pemotongan 45o yaitu 8.33%. Saran Pengoperasian mesin kepras ini sebaiknya menggunakan jenis pisau 2, dengan kecepatan maju yang rendah (0.3 m s-1), dan kecepatan putaran pisau yang tinggi (850 rpm) agar dihasilkan torsi pemotongan yang rendah. Untuk kwalitas hasil pemotongan sebaiknya digunakan sudut 45o. DAFTAR PUSTAKA [DIRJENBUN] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Kebutuhan Gula Nasional Mencapai 5.7 juta ton tahun 2014. http:www. dirjenbun.deptan.go.id/sekretariat/index.php. [12 April 2011]. Anonim. 1978. Pengembangan Proyek Gula Jatitujuh. Jatibarang. Cirebon. Koswara, E. 1989. Pengaruh kedalaman kepras terhadap pertunasan tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan, 23-25 November 1989. P3GI. hlm 332344. Lisyanto, 2007. Evaluasi Parameter Desain Bajak Piring yang Diputar Untuk Pengeprasan Tebu Lahan Kering [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Persson, S. 1987. Mechanics of Cutting Plant Material. Michigan: American Society of Agricultural Engineers. Radite, P. A. S., I. N. Suastawa, M. F. Syuaib, dan H. K. Sulistiadji. 2007. Pengembangan Mesin Pengepras Tebu Tipe Powered Disc. Laporan Hasil Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Sutardjo, E. 1996. Budidaya Tanaman Tebu, Bumi Aksara,Jakarta. Widodo, 1991. Pengusahaan TRI di Wilayah Kerja PG Tasik Madu PTP XV-XVI,Surakarta, Jawa Tengah. Laporan Ketrampilan Profesi Jurusan Budidaya Pertanian IPB. Bogor.