TINJAUAN YURIDIS PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN DIATAS TANAH WAKAF (Tinjauan Terhadap Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf) Ferdi Hendrawan
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Jl.Sambaliung Kampus Gunung Kelua Samarinda Kalimantan Timur email :
[email protected] ABSTRAKSI Dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun pembangunan rumah susun juga dapat di lakukan diatas barang milik negara atau daerah dan pendayagunaan tanah wakaf yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf dan apabila tidak sesuai dengan ikrar wakaf dapat dilakukan perubahan peruntukkan. Pendayagunaan tanah wakaf dibidang perumahan yakni rumah susun baru pertama kali diatur didalam Undang-undang rumah susun. Penelitian ini mengkaji tentang pembangunan rumah susun diatas tanah wakaf dalam hal kewajiban nazhir sebagai pengelola harta benda wakaf dan perubahan peruntukkan harta benda wakaf ditinjau dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Kata Kunci : Pembangunan Rumah Susun, tanah wakaf, Nazhir. ABSTRACT
In article no.18 Law Number 20 year 2011 about Condominium, the construction of condominium also could built on the top of state ground or region and the use of wakaf ground which has purpose to fill people needs about place to live who in fact has lower income. The construction of condominium were constructed by rent or cooperation based on the pledge and if the pledge were broken, they could made a change. the use of wakaf ground in housing sector in this case condominium were first time arranged in condominium act. This research were studied about the construction of condominium on the top of wakaf ground in this case nazhir duty as the organizer of wakaf property and perubahan peruntukkan of wakaf property were observed from Law Number 20 year 2011 and Law Number 41 year 2004 about wakaf. Key words : The construction of condominium, wakaf ground, nazhir
PENDAHULUAN Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa Indonesia bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undangundang Dasar 1945. Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan pemukiman dan perumahan.1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat yang merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau. Didalam Pasal 20 Undangundang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang dimaksud dengan pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf. Apabila pendayagunaan tanah wakaf tidak sesuai dengan ikrar, dapat dilakukan pengubahan peruntukan setelah 1
Adrian Sutedi, 2010, Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta, Halaman 157.
memperoleh persetujuan dan/atau izin tertulis Badan Wakaf Indonesia (BWI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengubahan peruntukan tanah wakaf hanya dapat dilakukan untuk pembangunan rumah susun umum. Pelaksanaan sewa kerjasama pemanfaatan dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagai tanda bukti kepemilikan atas satuan rumah susun diatas barang milik negara atau daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa, diterbitkan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) satuan rumah susun. Selain itu, kendala terbesar dalam pembangunan rumah susun adalah harga tanah, infrastruktur, dan perizinan. Infrastruktur yang perlu disiapkan oleh pemerintah diantaranya sarana jalan, listrik, air, dan sanitasi. Diperlukan dukungan regulasi dan keterlibatan semua pemangku kepentingan untuk kemudahan penyediaan rumah susun sebagai pemenuhan hak masyarakat miskin atas rumah. Dalam hal ini maka pemerintah kita mengembangkan konsep tentang rumah susun dalam bentuk perundang-undangan, yaitu Undangundang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108). Selanjutnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yang telah memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan pembangunan rumah susun di Indonesia. Diharapkan dengan adanya aturan yang jelas dapat merangsang pembangunan rumah susun dengan cepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan masya-
rakat akan hunian khususnya di perkotaan. Dalam Pasal 18 Undangundang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun selain di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara, dan hak guna bangunan atau hak pakai diatas hak pengelolaan pembangunan rumah susun juga dapat di lakukan diatas barang milik negara atau daerah dan pendayagunaan tanah wakaf. Pemerintah melakukan terobosan baru dengan memuat mengenai Pemanfaatan barang milik negara atau daerah berupa tanah dan pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus. Menurut Rakhmat Hidayat, dari perspektif ekonomi, pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rusun banyak memberikan keuntungan, antara lain, para investor tidak perlu berinvestasi besar untuk tanah. Anggaran untuk investasi dapat dialihkan untuk pembangunan rusun sehingga harga atau sewa rusun menjadi lebih murah dan lebih terjangkau. Dari perspektif agama, pendayagunaan tanah wakaf untuk rusun diharapkan dapat membantu tercapainya niat baik wakif untuk beramal jariah. Dengan demikian, dapat bermanfaat dalam membantu memperbaiki kesejahteraan masyarakat.2 Menurut Sutami, pemberdayaan tanah wakaf dapat digunakan untuk pengembangan rumah susun selama dijalankan berdasarkan
2
Media Online, Gagasan Hukum, http://gagasanhukum.wordpress.com/tag/tan ah-wakaf-untuk-rusun/, diakses tanggal 26 Mei 2012 pukul 09.10 Wita.
prinsip-prinsip syariah.3 Prinsip syariah yang perlu diperhatikan oleh Nazhir adalah Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan dapat bekerja sama dengan pihak lain sesuai prinsip syariah.4 Berdasarkan uraian singkat diatas, maka pembahasan utama dalam tulisan ini adalah “Apakah pembangunan rumah susun di atas tanah wakaf sesuai ketentuan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf?” Dan “apakah perubahan peruntukkan tanah wakaf untuk Pembangunan Rumah Susun sesuai dengan ketentuan Undangundang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf?” Status Tanah Yang Dapat Diwakafkan Tanah Wakaf adalah hak atas tanah yang diwakafkan oleh wakif untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut 5 syariah. Menurut Pasal 49 ayat (3) UUPA status tanah yang bisa diwakafkan hanyalah hak milik atas tanah karena di UUPA hanya hak milik yang mempunyai sifat yang penuh dan bulat, sedangkan hak-hak atas 3
Direktur Jenderal Bina Mayarakat Islam Kementerian Agama Islam, Tanah wakaf Untuk pembangunan Rumah Susun, http://bimasislam.kemenag.go.id/informasi/b erita/403-tanah-wakaf-untuk-pembangunanrumah-susun.html, diakses tanggal 27 Mei 2012 Pukul 10.39 Wita.
4
Ibid.
5
Surat Edaran Nomor SE-10/KN/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Inventarisasi Dan Penilaian Tanah Wakaf
tanah lainnya seperti hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai hanyalah mempunyai jangka waktu yang terbatas, sehingga oleh karena itu pemegang hak-hak tersebut tidak mempunyai hak dan kewenangan seperti halnya pemegang hak milik. Berhubung dengan masalah perwakafan tersebut bersifat untuk selama-lamanya (abadi), maka hak atas tanah yang jangka waktunya terbatas tidak dapat diwakafkan. Sejalan dengan hal tersebut maka pemerintah mengeluarkan Peraturan pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik. Dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang wakaf harta benda wakaf yang bisa diwakafkan adalah hak atas tanah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak atas tanah yang bisa diwakafkan menurut Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang wakaf belum diatur secara spesifik. Kemudian diatur spesifik pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf didalam Pasal 17 ayat (1), dikatakan bahwa Hak atas tanah yang dapat diwakafkan adalah hak milik, hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun, hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada di atas tanah Negara, hak guna bangunan atau hak pakai yang berada diatas tanah hak pengelolaan atau hak milik pribadi. Hak atas tanah yang dapat diwakafkan menurut Pasal 17 PP 42/ 2006 haruslah hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar, Hak milik atas satuan rumah susun yang dapat diwakafkan adalah satuan rumah susun yang
berdiri diatas tanah bersama yang berstatus hak milik hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada di atas tanah Negara, hak guna bangunan atau hak pakai yang berada diatas tanah hak pengelolaan atau hak milik pribadi yang harus mendapat izin tertulis dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik. Apabila wakaf dengan status tanah hak guna bangunan atau hak pakai yang berada diatas tanah hak pengelolaan atau hak milik pribadi dimaksudkan sebagai wakaf untuk selamanya, maka diperlukan pelepasan hak pengelolaan atau hak milik oleh pemegang haknya. Hak atas tanah yang diwakafkan wajib dimiliki atau dikuasai oleh Wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, perkara,sengketa, dan tidak dijaminkan. Pada penjelasan diatas maka hak atas tanah yang dapat diwakafkan menurut Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf tidak hanya hak milik saja melainkan hak atas tanah lain pun bisa untuk diwakafkan karena sifatnya bukan hanya untuk selama-lamanya atau abadi tapi juga untuk jangka waktu tertentu. Selanjutnya dilaksanakannya Ikrar wakaf oleh wakif dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) baik secara lisan ataupun tertulis mengenai harta benda tidak bergerak berupa tanah yang akan diwakafkan kemudian dituangkan dalam akta ikrar wakaf (AIW) atau akta pengganti akta ikrar wakaf (APAIW). Peruntukkan mengenai pendayagunaan tanah wakaf harus sudah dimuat didalam akta ikrar wakaf. Suatu ikrar wakaf yang
dicantumkan dalam akta ikrar wakaf, tidak dapat dibatalkan maupun diubah peruntukannya secara semaunya oleh nazhir. Tanah Wakaf Untuk Rumah Susun Sesuai dengan fungsi wakaf untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk memajukan kesejahteraan umum maka pemerintah memuatnya kedalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2011 Tentang Rumah Susun mengenai pendayagunaan tanah wakaf untuk rumah susun. Keberadaan Rumah susun di Indonesia diatur dengan Undangundang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun). Selanjutnya untuk Pembangunan rumah susun pemerintah melakukan penyediaan tanah dengan mendayagunakan tanah wakaf dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan. Pendayagunaan tanah wakaf, yang ditujukan untuk pembangunan rumah susun umum dan pembangunan rumah susun khusus, merupakan salah satu terobosan penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah di kawasan pemukiman yang kepadatan penduduknya tinggi, namun mempunyai keterbatasan lahan. Mengenai pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun diatur didalam Pasal 18, Pasal 20, dan Pasal 21 Undangundang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Berdasarkan Pasal 18 UU Rusun, selain dibangun diatas tanah Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB) atau hak pakai (HP) di atas tanah Negara dan HGB atau HP di atas tanah hak pengelolaan (HPL) rumah susun umum dan rumah
susun khusus dapat dibangun dengan pemanfaatan barang milik Negara atau daerah berupa tanah atau pendayagunaan tanah wakaf. Didalam UUPA, UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan PP No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan UU 41/2004 tentang wakaf mengenai tanah wakaf untuk rumah susun diatur didalamnya namun tidak diatur secara khusus tanah wakaf dapat digunakan untuk rumah susun dimana harta benda wakaf berupa tanah dilakukan untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis dari tanah wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi Syariah dalam hal ini tanah wakaf didayagunakan untuk pembangunan rumah susun. Dengan dasar itulah pendayagunaan tanah wakaf dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan sesuai dengan akta ikrar wakaf masuk dalam penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun sesuai dengan tujuan dan fungsi dari wakaf itu sendiri, mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf yaitu tanah untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan dijalankan dengan prinsip syariah. Hal ini juga dilakukan untuk menekan biaya yang dibutuhkan bagi
pembangunan kedua jenis rumah susun umum dan khusus, utamanya bagi MBR. Jenis Rumah Susun Yang Bisa Dibangun diatas Tanah Wakaf Berdasarkan Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, selain dibangun diatas tanah Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB) atau hak pakai (HP) di atas tanah Negara dan HGB atau HP di atas tanah hak pengelolaan (HPL), rumah susun umum dan rumah susun khusus dapat dibangun dengan pemanfaatan barang milik Negara atau daerah berupa tanah atau pendayagunaan tanah wakaf. Untuk memenuhi kebutuhankebutuhan masyarakat maka pemerintah membagi rumah susun menjadi 4 jenis yaitu : 1) Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. (Pasal 1 ayat (7) Undangundang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun) 2) Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus. (Pasal 1 ayat (8) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun). Yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat 8 mengenai rumah susun khusus yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan khusus tidak dijelaskan secara detail di dalam UU No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. 3) Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta
penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. (Pasal 1 ayat (9) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun) 4) Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. (Pasal 1 ayat (10) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun) Menurut Pasal 15 Undangundang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun , Pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah melakukan terobosan baru dengan mendayagunakan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus. Selanjutnya Pembangunan rumah susun umum dapat dilaksanakan oleh setiap orang mendapatkan kemudahan dan bantuan pemerintah. Kemudian pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus dapat dilaksanakan oleh lembaga nirlaba dan badan usaha. Berdasarkan Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, selain dibangun diatas tanah Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB) atau hak pakai (HP) di atas tanah Negara dan HGB atau HP di atas tanah hak pengelolaan (HPL), rumah susun umum dan rumah susun khusus dapat dibangun dengan pemanfaatan barang milik Negara atau daerah berupa tanah atau pendayagunaan tanah wakaf. Menurut Pasal 20 UU No.20 Tahun 2011 Tentang Rusun, Pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun
dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf. Apabila pendayagunaan tanah wakaf untuk rumah susun tidak sesuai dengan ikrar wakaf, dapat dilakukan pengubahan peruntukan setelah memperoleh persetujuan dan/atau izin tertulis Badan Wakaf Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengubahan peruntukan hanya dapat dilakukan untuk pembangunan rumah susun umum. Pelaksanaan sewa atau kerja sama pemanfaatan dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundangundangan. Pengaturan Satuan Rumah Susun diatas Tanah Wakaf Pada Pasal 21 UU Rusun, pendayagunaan tanah untuk pembangunan rumah susun harus dilakukan dengan perjanjian tertulis di hadapan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perjanjian tertulis sekurangkurangnya memuat hak dan kewajiban penyewa dan pemilik tanah, jangka waktu sewa atas tanah, kepastian pemilik tanah untuk mendapatkan pengembalian tanah pada akhir masa perjanjian sewa dan jaminan penyewa terhadap tanah yang dikembalikan tidak terdapat permasalahan fisik, administrasi, dan hukum. Jangka waktu sewa atas tanah diberikan selama 60 (enam puluh) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian tertulis kemudian dicatatkan di kantor pertanahan. Penetapan tarif sewa atas tanah dilakukan oleh Pemerintah untuk menjamin keterjangkauan harga jual sarusun umum bagi MBR.
Pada Pasal 48 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Sebagai tanda bukti kepemilikan atas Rumah Susun di atas barang milik negara atau daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa, diterbitkan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) Satuan Rumah Susun. Satuan rumah susun yang selanjutnya disebut sarusun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Satuan rumah susun bisa dikuasai, dimiliki dan dimaanfaatkan. Nazhir Dalam Kewajiban Pembangunan Rumah Susun Diatas Tanah Wakaf Didalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 ditetapkan bahwa pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya dinamakan dengan Nazhir atau nadzir, yang merupakan salah satu unsur atau rukun wakaf, disamping wakif, harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukan harta benda wakaf, dan jangka waktu wakaf. Tugas dan kewajiban pokok Nazhir tersebut adalah mengelola dan mengembangkan wakaf secara produktif sesuai dengan prinsip syariah. Jadi Nazhir adalah pengelola harta benda wakaf yang tugasnya mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukkannya. Menurut ketentuan dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, bahwa Nazhir bisa perseorangan, organisasi, atau badan hukum. Apabila Nazhir perseorangan
harus memenuhi persyaratan warga negara Indonesia, beragama islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani dan rohani, dan tidak terhalang melakukan perbuatan hukum serta bertempat tinggal dikecamatan tempat benda wakaf berada. Nazhir perseorangan ini harus merupakan suatu kelompok yang terdiri atas paling sedikit 3 (tiga) orang dan salah seorang diangkat menjadi ketua. Kemudian bila Nazhirnya berupa organisasi, maka organisasi yang bersangkutan hanya dapat menjadi Nazhir harus memenuhi persyaratan bahwa pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan dan organisasi tersebut bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan islam serta pengurus organisasi harus berdomisili dikabupaten/kota letak benda wakaf berada. Selanjutnya bila Nazhir berbentuk badan hukum, maka harus memenuhi persyaratan bahwa pengurus badan hukum yang ber-sangkutan memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan, badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, dan badan hukum yang bersangkutan bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/ atau keagamaan islam serta pengurus badan hukum yang bersangkutan harus berdomisili di kabupaten/ kota benda wakaf berada. Berdasarkan Pasal 3 PP Nomor 42 Tahun 2006 harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama Nazhir untuk kepentingan pihak yang dimaksud dalam akta ikrar wakaf sesuai dengan peruntukannya. Dengan terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir tidak membuktikan kepemilikan Nazhir atas
harta benda wakaf, hanya dimaksudkan sebagai bukti bahwa Nazhir hanyalah pihak yang mengadministrasikan, mengelola, mengembangkan, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf. Penggantian Nazhir tidak mengakibatkan peralihan harta benda wakaf yang bersangkutan. Karena tugas dan tanggung jawab seorang Nazhir cukup berat dan jabatan itu sangat menentukan berhasil tidaknya wakaf dikembangkan, rekrutmen Nazhir perlu dilaksanakan dengan cara selektif. Supaya Nazhir mudah untuk dibina, perlu diambil dari lulusan pendidikan formal, misalnya jurusan pertanian yang diharapkan dapat mengelola tanah-tanah wakaf berupa persawahan, perkebunan, ladang-ladang pembibitan, dan sebagainya atau jurusan teknik seperti teknik industry, arsitektur, dan pemasaran industry yang kelak dapat mengelola berbagai potensi benda wakaf secara produktif dan sebagainya. Setelah itu, perlu diadakan pendidikan tambahan berupa kursus-kursus atau pelatihanpelatihan sumber daya manusia keNazhir-an baik yang berhubungan dengan manejerial organisasi maupun yang berhubungan dengan profesi seperti administrasi, teknik, kepengelolaan kepariwisataan, perdagangan, pemasaran, dan sebagainya tentu saja pendidikan dan latihan ini dilaksanakan dengan bekerjasama dengan berbagai pihak terutama Kementerian Agama dan lembagalembaga islam lainnya.6 Didalam UU No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, kewajiban nazhir sebagai pengelola harta benda wakaf dalam hal pendayagunaan 6
Rachmadi Usman,2009, Hukum Perwakafan Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Halaman 137
tanah wakaf adalah mengembangkan harta benda wakaf dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf dan dengan prinsip syariah untuk pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus. Selain itu kewajiban pokok nazhir berdasarkan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang wakaf adalah melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia, Nazhir yang mengenai jumlah diperbolehkan Menurut Sutami, pemberdayaan tanah wakaf dapat digunakan untuk pengembangan rumah susun selama dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah.7 Prinsip syariah yang perlu diperhatikan oleh Nazhir adalah Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan dapat bekerja sama dengan pihak lain sesuai prinsip syariah.8 Perubahan Peruntukkan Tanah Wakaf Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Untuk Pembangunan Rumah Susun. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian 7
8
Direktur Jenderal Bina Mayarakat Islam Kementerian Agama Islam, Tanah wakaf Untuk pembangunan Rumah Susun, http://bimasislam.kemenag.go.id/informasi/b erita/403-tanah-wakaf-untuk-pembangunanrumah-susun.html, diakses tanggal 27 Mei 2012 Pukul 10.39 Wita.
Ibid.
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya. Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Didalam Pasal 20 Undangundang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah susun, Pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf. Perubahan peruntukkan pendayagunaan tanah wakaf dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan untuk pembanguna rumah susun dapat dilakukan Karena tidak sesuai dengan ikrar wakaf setelah memperoleh persetujuan dan/atau izin tertulis Badan Wakaf Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan tidak sesuai dengan ikrar wakaf ialah tidak dimasukannya pendayagunaan tanah wakaf dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan untuk pembangunan rumah susun kedalam akta ikrar wakaf maka dapat dilakukan perubahan peruntukkan harta benda wakaf. Pengubahan peruntukan hanya dapat dilakukan untuk pembangunan rumah susun umum. Perubahan peruntukan harta benda wakaf hanya dapat dilakukan oleh nazhir melalui mekanisme yang diatur dalam pasal 44 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, yaitu harus mendapat izin tertulis dari
Badan Wakaf Indonesia. BWI pun hanya mengizinkan perubahan peruntukan harta benda wakaf jika harta benda wakaf ternyata tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam akta ikrar wakaf yaitu Perubahan harta benda wakaf berupa tanah untuk rumah susun tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundangan dan tidak bertentangan dengan prinsip Syariah. Didalam perubahan peruntukkan harta benda wakaf mengenai pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun masih mengikuti aturan yang ada yakni Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf karena peraturan pelaksana pendayagunaan tanah wakaf untuk rumah susun dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun belum dibuat. Pada dasarnya harta benda wakaf tidak dapat diubah atau dialihkan. Dalam Pasal 225 Kompilasi Hukum Islam ditentukan, bahwa benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain daripada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Penyimpangan dari ketentuan dimaksud hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari mejelis ulama kecamatan dan camat setempat dengan alasan : a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif b. Karena kepentingan umum
Beberapa pandangan atau pendapat para ulama mengenai perubahan peruntukkan tanah wakaf sebagai berikut : Sayyid Sabiq menyatakan, bahwa apabila wakaf telah terjadi, maka tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diperlakukan dengan sesuatu yang menghilangkan kewakafannya. Bila orang yang berwakaf mati, maka wakaf tidak diwariskan sebab yang demikian inilah yang dikehendaki oleh wakaf dan karena ucapan Rasulullah saw., seperti yang disebut dalam hadis ibnu ‘umar, bahwa”tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak 9 diwariskan”. Menurut Ibnu taimiyah berkata bahwa sesungguhnya yang menjadi pokok disini guna menjaga kemaslahatan. Allah menyuruh kita menjalankan kemaslahatan dan menjauhkan kerusakan. Allah telah mengutus pesuruh-Nya guna menyempurnakan kemaslahatan dan melenyapkan segala kerusakan. Demikian juga pendapat Ibnu Qudamah salah seorang mazhab Hanbali, bahwa apabila harta benda wakaf mengalami rusak hingga tidak dapat membawakan manfaat sesuai dengan tujuannya, hendaklah dijual saja, kemudian harga penjualannya dibelikan barang lain yang akan mendatangkan kemanfaatan sesuai dengan tujuan wakaf, dan barang yang dibeli itu berkedudukan sebagai harta wakaf seperti semula.10 Menurut Rachmadi Usman, harta wakaf yang tidak dapat dimanfaatkan lagi dibenarkan untuk diasingkan atau dijual guna mendapatkan manfaatnya. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar yang terdapat didalam hukum islam, bahwa 9
Ibid., Halaman 64 Ibid., Halaman 65
10
kemaslahatan yang lebih diutamakan dalam menentukan suatu hukum.11 Selanjutnya menurut Pasal 40 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang: a. dijadikan jaminan; b. disita; c. dihibahkan; d. dijual; e. diwariskan; f. ditukar; atau g.dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Dilihat dari Pasal 40 pengubahan peruntukkan harta benda wakaf sebenarnya tidak dibolehkan didalam UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Selanjutnya pada Pasal 41 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf menyebutkan pengubahan peruntukkan dikecualikan pengubahan peruntukkannya dalam bentuk penukaran harta benda wakaf dan harus mendapat izin persetujuan dari menteri agama atas pertimbangan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Selanjutnya perubahan peruntukkan harta benda wakaf diatur lebih lanjut dalam PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf pada Pasal 49 Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI. Izin tertulis dari Menteri dengan pertimbangan bahwa perubahan harta benda wakaf berupa tanah untuk rumah susun tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan 11
Ibid., Halaman 65
peraturan perundangan dan tidak bertentangan dengan prinsip Syariah. Berdasarkan Pasal 50 PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Nilai tukar terhadap harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) dihitung sebagai berikut: a. harta benda pengganti memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) lebih tinggi, atau sekurangkurangnya sama dengan NJOP harta benda wakaf; dan b. harta benda pengganti berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk dikembangkan. Mengingat pendayagunaan tanah wakaf, yang ditujukan untuk pembangunan rumah susun umum, merupakan salah satu terobosan penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah di kawasan pemukiman yang kepadatan penduduknya tinggi, namun mempunyai keterbatasan lahan. Menurut Pasal PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Proses perubahan peruntukkan harta benda wakaf dilakukan sebagai berikut: a. Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan alasan perubahan status/tukar menukar tersebut; b. Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada Kantor Departemen Agama kabupaten/kota; c. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya setelah menerima permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam Pasal 49 ayat (3), dan selanjutnya
Bupati/Walikota setempat membuat Surat Keputusan; d. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota meneruskan permohonan tersebut dengan dilampiri hasil penilaian dari tim kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri; dan e. Setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri, maka tukar ganti dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor pertanahan dan/atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih lanjut. Peruntukkan mengenai pendayagunaan tanah wakaf harus sudah dimuat didalam akta ikrar wakaf. Suatu ikrar wakaf yang dicantumkan dalam akta ikrar wakaf, tidak dapat dibatalkan maupun diubah peruntukannya secara semaunya oleh nazhir. Nazhir yang bertugas mengadministrasikan, mengelola, mengembangkan, melindungi, mengawasi harta benda wakaf yang telah diamanahkan oleh wakif, dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf.12 Jika perubahan peruntukan tersebut tetap dilakukan nazhir secara sengaja dan melawan hukum yaitu tanpa adanya izin tertulis yang dikeluarkan BWI, maka berlakulah Pasal 67 ayat (2) UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dalam pasal tersebut, pelanggaran atas Pasal 44 UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf akan dijerat sanksi pidana penjara dan pidana denda. 12
The clock is ticking, hukum perwakafan, http://liapadma.wordpress.com/category/ hukum/ , diakses tanggal 16 oktober 2012 pukul 07.04 Wita
PENUTUP Dari uraian pembahasan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam UUPA status tanah yang bisa diwakafkan hanyalah hak milik. Selanjutnya hak atas tanah yang dapat diwakafkan menurut PP Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf didalam Pasal 17 ayat (1) Hak atas tanah yang dapat diwakafkan adalah hak milik, hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun, hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada di atas tanah Negara, hak guna bangunan atau hak pakai yang berada diatas tanah hak pengelolaan atau hak milik pribadi. Jadi hak atas tanah yang dapat diwakafkan tidak hanya hak milik saja melainkan hak atas tanah lain pun bisa untuk diwakafkan karena sifatnya bukan hanya untuk selama-lamanya atau abadi tapi juga untuk jangka waktu tertentu. Pembangunan rumah susun dengan mendayagunakan tanah wakaf dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan untuk rumah susun umum harus dapat memberikan kemudahan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam pembangunannya. Pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rusun banyak memberikan keuntungan, antara lain, para investor, tidak perlu berinvestasi besar untuk tanah. Anggaran untuk investasi dapat dialihkan untuk pembangunan rusun sehingga harga atau sewa rusun menjadi
lebih murah dan lebih terjangkau. dari perspektif agama, pendayagunaan tanah wakaf untuk rusun diharapkan dapat membantu tercapainya niat baik wakif untuk beramal jariah. Dengan demikian, dapat bermanfaat dalam membantu memperbaiki kesejahteraan masyarakat. 2. Sesuai dengan fungsi wakaf untuk mewujudkan potensi dan maanfaat ekonomis harta benda wakaf untuk memajukan kesejahteraan umum maka pemerintah memuatnya kedalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf. Apabila pendayagunaan tanah wakaf dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan tidak sesuai dengan ikrar wakaf, dapat dilakukan pengubahan peruntukan setelah memperoleh persetujuan dan/atau izin tertulis Badan Wakaf Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengubahan peruntukan hanya dapat dilakukan untuk pembangunan rumah susun umum. Menurut beberapa pendapat para ulama pengubahan peruntukkan harta wakaf dibenarkan dilakukan guna mendapatkan manfaat dalam hal harta wakaf tidak dapat dimanfaatkan lagi. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar yang terdapat didalam hukum islam, bahwa kemaslahatan yang lebih diutamakan dalam menentukan suatu hukum. Selanjutnya dalam
UU No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pengubahan peruntukkan harta benda wakaf sebenarnya tidak dibolehkan akan tetapi dikecualikan pengubahan peruntukkannya dalam bentuk penukaran harta benda wakaf dan harus mendapat izin persetujuan dari menteri agama atas pertimbangan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Perubahan peruntukan harta benda wakaf hanya dapat dilakukan oleh nazhir melalui mekanisme yang diatur dalam pasal 44 UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, yaitu harus mendapat izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia. BWI pun hanya mengizinkan perubahan peruntukan harta benda wakaf jika harta benda wakaf ternyata tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam akta ikrar wakaf. Himbauan konstruktif yang ditawarkan peneliti untuk menindaklanjuti kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemerintah Indonesia sebaiknya segera mengeluarkan peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Peraturan pelaksana tersebut antara lain harus memuat panduan tentang prosedur-prosedur pelaksana serta tindak lanjut dari pembangunan yang terjadi harus terorganisir secara baik. Peraturan pelaksana tersebut antara lain mencakup tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah susun di daerah-daerah yang dapat diberikan kekuasaan kepada
pemerintah ataupun pihak terkait di daerah dalam melaksanakan pengawasan peraturan tersebut, peraturan pelaksana ini juga dimaksudkan sebagai panduan prosedur-prosedur pelaksana yang harus dilakukan dalam menjalankan peraturan tersebut. Dan diharapkan juga dapat meningkatkan kerja sama dan sinergisitas antarpemangku kepentingan, terutama Kemenpera, Kemenag, BWI, Pemda, pengembang, dan Organisasi Sosial Keagamaan untuk dapat mengakselerasi pembangunan rusun dan perwakafan di Indonesia. 2. Sebaiknya nazhir sebagai pengelola harta benda wakaf dapat mengawasi pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rusun dengan cara sewa dan kerjasama pemanfaatan yang banyak memberikan keuntungan, antara lain, para investor tidak perlu berinvestasi besar untuk tanah. Anggaran untuk investasi dapat dialihkan untuk pembangunan rusun sehingga harga atau sewa rusun menjadi lebih murah dan lebih terjangkau. Sesuai dengan fungsi wakaf untuk mewujudkan potensi dan maanfaat ekonomis harta benda wakaf untuk memajukan kesejahteraan umum. Kiranya Lembaga wakaf yakni Badan Wakaf Indonesia (BWI) juga berperan mengawasi dalam melakukan perubahan peruntukkan dengan mengeluarkan izin tertulis karena pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun ini baru-baru saja diatur didalam undang-undang perumahan yakni
rumah susun dan belum adanya peraturan pelaksananya. DAFTAR PUSTAKA Buku Budihardjo, Eko, 1991, Arsitektur dan Kota di Indonesia, Alumni, Bandung. Hatta, Mohammad, 2005, Hukum Tanah Nasional, Media Abadi, Yogyakarta. Hutagalung, Arie S., 2002,
Condominium permasalahannya,
dan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok. Ismail, Taufiq, 2003, Perwakafan
Tanah dalam Politik Hukum Agraria Nasional, PT.Tatanusa, Jakarta. Kuswahyono, Imam, 2004, Hukum
Rumah Susun Suatu Bekal Pengantar Pemahaman, Bayumedia, Malang. Mahmud, Marzuki, Peter, 2006, Penelitian Hukum, kencana, Jakarta. Muhammad, AbdulKadir , 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Qahaf, Mundzir, 2005, Manajemen Khalifa, Wakaf Produktif, Jakarta. Santoso, Urip, 2007, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Soekanto, dan Mamudji, Sri, 2006, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sutedi, Adrian, 2010, Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta. Usman, Rachmadi, 2009, Hukum Perwakafan Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Peraturan pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun Anggaran 2012 Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 5/PERMEN/M/2007 Keputusan Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan Badan Pertanahan Nasional 422 Tah 422 Tahun 2004
Nomor Tentang Wakaf
3/SKB/BPN/2004
Sertipikasi
Artikel Internet Badan Wakaf
Tanah
Indonesia,
Pengertian Wakaf, http://www .bwi.or.id/index.php?option=c
om_content&view=article&id= 58&Itemid=54&lang=in, diakses tanggal 24 Mei 2012 pukul 01.08 Wita Direktur Jenderal Bina Mayarakat Islam Kementerian Agama Islam, Tanah wakaf Untuk
pembangunan Susun,http://bimas-
Rumah
islam.kemenag.go.id /informasi/berita/403-tanahwakaf-untukpembangunanrumahsusun. html,diakses tanggal 27 Mei 2012 Pukul 10.39 Wita. ILearn Universitas Andalas, Pembangunan,http://ilearn.un and.ac.id/pluginfile.php/1/blog /attachment/83/PEMBANGUNA N.doc, diakses pada tanggal 16 juni 2012 pukul 08.49 Wita Law community, Hukum Agraria, http://wonkdermayu.wordpres s.com/ kuliah-hukum/hukumagraria-suatu-pengantar/, diakses pada tanggal 7 juni 2012 pukul 02.45 Wita. Mathedu Unila, Kumpulan artikel
pendidikan, artikel kesehatan dan lain-lain, http://matheduunila.blogspot. com/2011/12/pengertianpembangunan. html, diakses tanggal 21 Mei 2012 pukul 12.13 Wita. Media Online Gagasan Hukum,
Tanah wakaf untuk Rusun,http://gagasanhukum. wordpress.com/tag/tanahwakaf-untuk-rusun/, diakses tanggal 26 Mei 2012 pukul 09.10 Wita. Perencanaan Kota Indonesia,
Memahami (Beberapa
pembangunan definisi
pembangunan),http://perenca naankota.blogspot.com/2012/ 01/memahami-pembangunanbeberapa-devinisi.html, diakses pada tanggal 16 Juni 2012 Pukul 08.45 Wita. Properti, Kompas.com, http://pro perti.kompas.com/read/2011/ 10/26/ 11482821/ Apartemen .dan.Kondominium.Apa.Sih.Be danya., diakses pada tanggal 22 Mei 2012 Pukul 23.37 Wita. Reza Muzay Blogspot, Pengertian Rumah Susun, http://rezamuzay. blogspot. com/2011/02/pengertianrumah-rusun.html, diakses pada tanggal 15 Juni 2012 Pukul 06.45 Wita. The Clock Is Ticking, Hukum Perwakafan, http://liapadma.wordpress.co m /category/ hukum/ , diakses pada tanggal 16 oktober 2012 pukul 07.04 Wita Lain-lain Surat Edaran Nomor SE-10/KN/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Inventarisasi Dan Penilaian Tanah Wakaf