Jurnal EduBio Tropika, Volume 2, Nomor 2, Oktober 2014, hlm. 187-250
Sonja V. T. Lumowa Dosen Prodi Biologi, FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur
Ima Nurani Dosen Prodi Biologi, FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur Korespondensi:
[email protected]
PENGARUH PERENDAMAN BIJI KEDELAI (Glycine max, L. Merr) DALAM MEDIA PERASAN KULIT NANAS (Ananas comosus (Linn.) Merrill) TERHADAP KADAR PROTEIN PADA PEMBUATAN TEMPE ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman biji kedelai (Glycine max, L. Merr) dalam media perasan kulit nanas (Ananas comosus (Linn.) Merrill) terhadap kadar protein pada pembuatan tempe. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan di Laboratorium Tanah, Pusat Studi Reboisasi Hutan Tropika Humida (PUSREHUT) Universitas Mulawarman Samarinda dengan menggunakan Metode Kjehldahl untuk menentukan kadar protein.Teknik Analisis penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan (termasuk kontrol) yang diulang sebanyak 6 kali. Masing-masing perlakuan yaitu Perendaman biji kedelai dalam air perasan kulit nanas selama 6 jam (kontrol), 6,5 jam, 7 jam dan 7,5 jam. Hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis varian satu arah (annava) dan dilanjutkan dengan uji BNT 5 % dan 1 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein tempe untuk masing-masing perlakuan berturut-turut adalah 22,73 % untuk perendaman 6 jam, 18,93 % untuk perendaman 6,5 jam, 17,61 % untuk perendaman 7 jam, dan 15,91 % untuk perendaman 7,5 jam. Dari analisis data memberikan hasil F hitung (9,34) > F tabel taraf signifikan 1% (4,94) > F tabel taraf signifikan 5 % (3,10) yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga perendaman biji kedelai dalam media perasan kulit nanas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar protein pada pembuatan tempe. Dari hasil uji lanjut BNT 5 % maupun BNT 1 % diperoleh hasil Perendaman 6 jam merupakan perlakuan terbaik pada penelitian ini. Kata Kunci: Kulit Nanas, Kadar Protein, dan Tempe.
EFFECT OF SOYBEAN (Glycine max L. Merr) SUBMERSION IN PINEAPPLE (Ananas comosus (Linn.) Merrill) EPYCARP JUICE TO PROTEIN LEVELS OF TEMPE MAKING ABSTRACT: This study aimed to determine the effect of soybean submersion in pineapple epycarp juice to protein levels of tempe making. This study was conducted for 4 months in Soil Laboratory, The Center Of Reforestation Studies in Tropical Rain Forest (PUSREHUT) Mulaw arman University with kjehldahl method to determine the protein levels.The research used Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatments (including control) were repeated 6 times. Each treatments are soybean submersion in pineapple epycarp juice for 6 hours (control), 6,5 hours, 7 hours and 7,5 hours. The result were analized using one way varians analysis (ANOVA) and continued with BNT test 5 % and 1%. The result showed that the average of protein levels of tempe for each treatments are 22,73% for 6 hours submersion, 18,93% for 6,5 hours submersion, 17,61% for 7 hours submersions, and 15,91% for 7,5 hours submersion. From the data analyzing gave f value (9,34) > f table with significant level 1% (4,94) > f table with significant level 5% (3,10), it means H0 is refused and Ha is accepted. So, Submersion of soybean pineapple epycarp juice gave the real effect to protein levels of tempe making. From the result of BNT test 5% or BNT 1%, the writer got the result that submersion for 6 hours is the best treatment for this research. Keywords: Pineapple Epycarp, Protein Levels, and Tempe.
PENDAHULUAN Wilayah Kalimantan yang sebagian besar tanahnya merupakan tanah gambut berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah agribisnis holtikultura. Salah satunya adalah budidaya nanas. Nanas adalah buah tropis dengan daging buah ber-
warna kuning memiliki kandungan air 90% dan kaya akan Kalium, Kalsium, Iodium, Sulfur, dan Khlor. Selain itu nanas juga kaya akan Asam, Biotin, Vitamin B12, Vitamin E serta Enzim Bromelin (Warintek, 2005).
230
Pengaruh Perendaman Biji Kedelai (Glycine max, L. Merr)
Menurut Raina (2011), buah nanas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap, seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Menurut Rulianah dalam Affhandy (2011) Satu buah nanas hanya 53% bagian saja yang dapat dikonsumsi, sedangkan sisanya dibuang sebagai limbah, sehingga limbah kulit nanas makin lama makin menumpuk dan umumnya hanya dibuang sebagai sampah . Kulit nanas yang selama ini dibuang dan tidak dimanfaatkan, diduga mengandung asam asetat yang cukup tinggi. Dalam pembuatan tempe sering kali para pengrajin tempe memanfaatkan asam asetat sintetik seperti cuka untuk membantu menurunkan pH (derajat keasaman), agar proses fermentasi berlangsung dengan baik. Dikutip dari Wikipedia (2013), Asam asetat encer, seperti pada cuka, tidak berbahaya. Namun konsumsi asam asetat yang lebih pekat berbahaya bagi manusia maupun hewan. Hal itu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah. Tempe adalah makanan yang terbuat dari biji-bijian, bungkil dan ampas-ampas tertentu yang diolah dengan cara fermentasi dengan menggunakan ragi tempe sehingga tumbuh jamur kapang yang akhirnya membentuk tempe. Pada umumnya pembuatan tempe paling banyak terbuat dari biji kedelai. Selain tempe kedelai ada jenis tempe yang lain, yakni tempe leguminosa non kedelai dan tempe non leguminosa. Tempe leguminosa non kedelai diantaranya adalah tempe koro, tempe kecipir, tempe kedelai hitam, tempe lamtoro, tempe kacang hijau, tempe kacang merah, dan lain-lain. Sedangkan jenis tempe non leguminosa diantaranya tempe gandum, tempe sorghum, tempe campuran beras dan kedelai, tempe ampas tahu, tempe bongkrek, tempe ampas kacang, dan tempe tela (Hidayat, dkk., 2006). Saat ini tempe menjadi lauk pauk yang populer, murah dan gurih serta kaya gizi sehingga banyak disukai. Gizi pada tempe terutama protein, yakni sumber pembangun tubuh yang berfungsi antara lain sebagai sumber energi, pembentuk enzim dan hormon, antibodi dan komponen struktural tubuh. (Cahyadi, 2007). Proses pembuatan tempe dapat terbilang membutuhkan waktu yang cukup lama. Hingga diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24 jam dan maksimal 72 jam. Lamanya proses pembuatan tempe karena proses fermentasi. Fermentasi akan berlangsung baik dan cepat bila dibantu dengan kondisi suhu yang optimal, jumlah ragi yang tepat dan pH yang asam
231
(±4-5) (Widayati, 2002). Derajat keasaman (pH) akan memudahkan jamur tempe (ragi) untuk melakukan metabolisme, antara lain mengeluarkan enzim, pembentukan spora hingga terbentuknya miselium sebagai perekat butiran-butiran kedelai menjadi tempe. Namun selama ini penurunan pH pada saat perendaman biji kedelai hanya menggunakan air biasa sehingga pH asam yang diperoleh tidak optimal yaitu hanya berkisar 6,5 sampai dengan 5. Penambahan asam asetat sintetik tidak membuat penurunan pH berlangsung optimal. Lamanya perendaman biji kedelai untuk menurunkan pH dan berlangsungnya fermentasi yang lama akan menghambat produktivitas tempe. Secara ekonomis, lambannya produktivitas ini tentu akan mengurangi penghasilan para pengrajin tempe. Pada tahun 2011 Affandhy, dkk telah melakukan penelitian untuk memanfaatkan kulit nanas yang mengandung asam asetat cukup tinggi sebagai media perendaman biji kedelai. Hasil penelitian menunjukkan asam asetat dari kulit nanas membantu mempercepat penurunan pH sehingga proses fermentasi dalam pembuatan tempe berjalan lebih cepat. Namun, pada dasarnya belum ada penelitian lebih lanjut apakah pembuatan tempe dengan pemanfaatan kulit nanas sebagai media perendaman biji kedelai mempengaruhi kadar protein pada tempe biji kedelai. Mengingat kondisi asam yang diciptakan pada saat perendaman dapat mempengaruhi molekul protein yang mudah mengalami denaturasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Murray (2003) Protein dapat mempertahankan kesesuaian bentuknya asalkan lingkungan fisik dan kimianya dipertahankan. Jika lingkungan berubah maka, protein dapat terurai atau mengalami perubahan sifat (denaturasi). Kesesuaian bentuk protein bergantung pada ikatan hidrogen, yang lemah dan sangat sensitif terhadap perubahan pH dan suhu. Paparan singkat pada suhu yang tinggi (diatas 60oC) atau paparan pada asam atau basa kuat dalam periode waktu yang lama akan menyebabkan denaturasi karena ikatan hidrogen ruptur (Murray, 2003). Wirahadikusumah, (2006) juga menyatakan struktur ion protein tergantung pada pH lingkungannya. Struktur protein terdiri dari beberapa asam amino, dimana asam amino ini dapat bertindak sebagai ion positif, ion negatif atau berdwikutub (zwitter ion). Bentuk ion dwikutub merupakan bentuk tak berdisosiasi. Disamping itu, pH yang rendah dan tinggi dapat menyebabkan terjadinya denaturasi dan merubah struktur dari protein.
232 Lumowa, dkk. METODE Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan di Laboratorium Tanah, Pusat Studi Reboisasi Hutan Tropika Humida (PUSREHUT) Universitas Mulawarman. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen Rancangan penelitian ini adalah penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL), dimana menggunakan 4 perlakuan dan 6 kali pengulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah lama perendaman pada proses pembuatan biji kedelai dengan media perasan kulit nanas yakni 6 jam sebagai kontrol, 6,5 jam, 7 jam dan 7,5 jam. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Parameter yang diteliti dalam penelitian ini adalah kadar protein tempe biji kedelai. Penentuan kadar protein diujikan kepada sampel tempe dengan berat sampel sebanyak 0,50 gram. Pada penelitian ini terdapat 4 perlakuan dan 6 kali pengulangan sehingga diperoleh 24 sampel. Dari 24 sampel tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Kjehldahl untuk menentukan kadar proteinnya. Setelah didapatkan hasil kadar protein, data yang diperoleh dari penelitian dan perhitungan kemudian dimasukkan ke dalam tabel perlakuan dan ulangan dan dianalisis secara statistik berdasarkan analisis varian (ANAVA), kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf signifikan 5% maupun 1%. Alat dan bahan yang digunakan untuk proses pembuatan tempe antara lain blender, kompor, pisau, saringan, wadah, panci, tampah, kantong plastik ukuran ½ Kg, pH meter, timbangan gelas ukur, 1 kg biji kedelai, 350 gr kulit nanas, 700 ml air bersih dan ragi tempe. Sedangkan untuk analisis kadar protein digunakan alat-alat laboratorium dan bahan-bahan seperti; Batang pengaduk, labu ukur, pipet ukur, pipet tetes, buret, erlenmeyer, neraca analitik digital, labu kjehldahl, tabung reaksi, lemari asam, neraca, statif, klem, spatula, Sampel tempe, aquades, asam borat, asam sulfat (H2SO4), metil merah, selenium, natrium hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), asam borat (H3BO3) dan indicator conway. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap, diantaranya pembuatan perasan kulit nanas, pembuatan tempe kedelai dan penentuan kadar protein dengan menggunakan metode kjehldahl. Dari sebanyak 350 gram kulit nanas dan penambahan air sebanyak 700 ml didapatkan air perasan kulit nanas sebanyak 600 ml. Dari 600 ml air perasan kulit nanas ini dibagi menjadi 4 sehingga diberikan 150 ml untuk perlakuan 6 jam (kontrol), 6,5 jam, 7 jam dan 7,5 jam . Acuan penelitian ini didasarkan pada penelitian Affandhy (2011) yang
terbukti berhasil memanfaatkan perasan kulit nanas untuk digunakan pada proses perendaman pada pembuatan tempe. Perbandingan kulit nanas dan air sebesar 1 : 2 dan perlakuan terbaik pada perendaman 6 jam. Proses pembuatan tempe meliputi tahaptahap seperti tahapan proses pembuatan tempe pada umumnya yaitu meliputi proses penyortiran, pencucian, perendaman, perebusan, pengupasan kulit biji, pencucian, pengukusan, penirisan, pemberian ragi dan pembungkusan. Yang membedakan adalah pada tahap perendamannya yang menggunakan air perasan kulit nanas yang direndam dengan waktu yang berbeda-beda dan lebih singkat jika dibanding dengan tempe yang direndam dengan air biasa yang membutuhkan waktu sekitar 1224 jam dan memakan waktu relatif lebih lama. Setelah difermentasikan selama 32 jam tempe siap dianalisis. Penentuan kadar protein dengan metode kjehldahl meliputi tiga tahap yaitu tahap destruksi, destilasi dan titrasi. Pada metode kjehldahl pada dasarnya adalah untuk mencari kadar nitrogen pada sampel terlebih dahulu (N total). N total yang diperoleh dari volume titrat yang tersisa pada tahapan terakhir yaitu titrasi dicatat dan dihitung dengan rumus: %N =
ml. NaOH × N NaOH × 14,007 × 100% B sampel (g) × 1000
Keterangan: - %N adalah total nitrogen yang kemudian dikalikan dengan faktor konversi. - Kadar protein = %N x 6,25 - Faktor konversi untuk tempe kedelai adalah sebesar 6,25. HASIL DAN PEMBAHASAN Perlakuan waktu perendaman yang berbedabeda untuk menghasilkan tingkat derajat keasaman (pH) yang berbeda-beda pada objek penelitian. Sebelum dilakukan perendaman diperoleh derajat keasaman (pH) sebesar 5 pada perasan kulit nanas. Setelah dilakukan perendaman terdapat perbedaan tingkat derajat keasaman (pH) yang cenderung mengalami penurunan berbanding lurus dengan pertambahan waktu. Pada perendaman 6 jam didapatkan pH sebesar 4,64, perendaman 6,5 jam sebesar 4,48, perendaman 7 jam sebesar 4,27 dan pada perendaman 7,5 jam sebesar 4,12. Perbedaan pH ini memberikan hasil rata-rata kadar protein yang berbeda-beda. Hasil penelitian rata-rata kadar protein tempe biji kedelai dengan perendaman perasan kulit nanas dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengaruh Perendaman Biji Kedelai (Glycine max, L. Merr)
233
Tabel 1. Hasil Penelitian Kadar Protein (%) Per 0,50 gram Tempe Biji Kedelai dengan Perendaman Perasan Kulit Nanas Perlakuan 6 jam 6,5 jam 7 jam
1 26,78 18,04 18,04
2 22,23 17,40 16,71
7,5 jam 13,14 16,63 Total Kelompok 76,00 72,97 Sumber : Hasil Penelitian (2014)
Pengulangan 3 4 21,53 16,89 19,46 20,65 16,00 18,99
5 22,93 18,74 19,08
13,30 70,29
19,13 79,88
18,01 74,54
Berdasarkan data pada Tabel 1. diperoleh hasil perendaman selama 6 jam memberikan ratarata kadar protein sebesar 22,73 %, perendaman selama 6,5 jam sebesar 18,93 %, perendaman selama 7 jam sebesar 17,61 % dan perendaman selama 7,5 jam sebesar 15,91 %. Perbedaan hasil pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan data pada Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin lama perendaman biji kedelai dalam pera-san kulit nanas, maka kadar protein pada tempe yang dihasilkan semakin berkurang. Kadar protein tempe semakin menurun berbanding terbalik dengan bertambahnya waktu perendaman. Kadar prote-in tertinggi ditunjukkan oleh hasil perendaman selama 6 jam yaitu sebesar 22,73%. Sedangkan kadar protein paling rendah ditunjukkan oleh hasil perendaman selama 7,5 jam yaitu sebesar 15,91%. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis varian satu arah (ANAVA) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Berikut data yang diperoleh dari hasil analisis varian satu arah dapat dilihat pada Tabel 2.
Rata-rata
6 25,99 19,29 16,84
Total Perlakuan 136,35 113,58 105,66
15,24 77,36
95,45 451,04
15,91
Berdasarkan data pada Tabel 2 diperoleh bahwa F hitung 9,34 lebih besar dari F tabel taraf signifikan 1 % yaitu 4,94 dan taraf signifikan 5 % yaitu 3,10 dengan demikian dapat diketahui bahwa ada pengaruh perendaman biji kedelai dalam media perasan kulit nanas terhadap kadar protein pada pembuatan tempe. Selanjutnya dilakukan uji BNT untuk mengetahui tingkat perbedaan yang nyata dari masing-masing perlakuan dan hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil Uji BNT pada taraf signifikansi 5 % maupun 1 % menunjukkan bahwa perlakuan 6 jam berbeda sangat nyata terhadap perlakuan 6,5 jam, 7 jam maupun 7,5 jam. Perlakuan 6,5 jam juga menunjukkan perbedaan nyata terhadap perlakuan 7,5 jam. Berdasarkan hasil perhitungan data terdapat perbedaan dan penurunan kadar protein dari keempat perlakuan perendaman dalam perasan kulit nanas dengan waktu perendaman yang berbeda. Untuk perendaman selama 6 jam atau kontrol, rata-rata kadar proteinnya adalah 22,73 %, perendaman selama 6,5 jam sebesar 18,93 %, perenda-
Nilai Rata-rata Kadar Protein
Hasil Nilai Rata-rata Kadar Protein 25
22.73 18.93
20
17.61 15.91
15
10
5
0 6 jam
6,5 jam
22,73 18,93 17,61
7 jam
7,5 jam
Waktu Perendaman
Gambar 1. Grafik Pengaruh Perendaman Biji Kedelai dalam Media Perasan Kulit Nanas terhadap Kadar Protein Tempe
234 Lumowa, dkk. Tabel 2. Analisis Sidik Ragam untuk Pengaruh Perendaman Perasan Kulit Nanas terhadap Kadar Protein Tempe Sumber Variasi Perlakuan
Derajat Bebas 3
Jumlah Kuadrat 151,20
Kuadrat Tengah 50,40
Galat/sisa
20
107,88
5,39
Total
23
259,08
Fhitung 9,34
**
5% 3,10
Ftabel 1% 4,94
Keterangan: * : berpengaruh nyata ( Ft 1% > F hitung > Ft 5% ) ** : berpengaruh sangat nyata ( F hitung > Ft 1% > Ft 5% ) ns : tidak berpengaruh nyata (F hitung < Ft 1% < Ft 5%)
Tabel 3. Uji Lanjut BNT Kadar Protein Tempe Kedelai dengan Perendaman dalam Perasan Kulit Nanas Perlakuan
Rerata
Berbeda Dengan 6,5 jam 7 jam 18,93 17,61 ** 3,8 5,12**
7,5 jam 15,91 6,82**
6 jam
22,73
6 jam 22,73 0ns
6,5 jam
18,93
-3,8ns
0ns
1,32ns
3,02*
7 jam
17,61
-5,12ns
-1,32ns
0ns
1,7ns
7,5 jam
15,91
-6,82ns
-3,02ns
-1,7ns
0ns
5%
BNT 1%
2,31
3,38
Keterangan: * : berpengaruh nyata ( Ft 1% > F hitung > Ft 5% ) ** : berpengaruh sangat nyata ( F hitung > Ft 1% > Ft 5% ) ns : tidak berpengaruh nyata (F hitung < Ft 1% < Ft 5%)
man selama 7 jam sebesar 17,61 % dan perendaman selama 7,5 jam sebesar 15,91 %. Kadar protein menunjukkan adanya penurunan sejalan dengan pertambahan waktu pada perendaman. Bila diperhatikan dari hasil perhitungan kadar protein yang dihasilkan dengan perbedaan waktu perendaman sangat berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar protein tempe. Dari hasil tersebut dapat terlihat tempe dengan perendaman selama 6 jam dalam air perasan kulit nanas atau kontrol memiliki kadar protein yang paling tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perbedaan kadar protein ini disebabkan karena pada saat perendaman terjadi pertumbuhan bakteri asam laktat yang dapat menurunkan tingkat derajat keasaman (pH) sehingga bersifat menjadi lebih asam. Jadi semakin lama waktu perendaman, tingkat keasaman semakin tinggi dan kadar protein tempe semakin menurun. Menurunnya kadar protein pada tempe ini disebut dengan denaturasi protein. Menurut Andarwulan (2011), faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein yaitu suhu tinggi, perubahan pH yang ekstrim, pelarut organik, zat kimia tertentu atau pengaruh mekanin (gunca-
ngan). Pendapat ini juga dikemukakan oleh Winarno (2004), menurutnya denaturasi dapat diartikan sebagai satu perubahan atau modifikasi terhadap struktur molekul protein. Perubahan struktur protein biasanya menyebabkan perubahan sifat fisika-kimia protein. Menurut Sudarmadji (2000) penurunan kadar protein pada bahan makanan akan meningkat jika diberi perlakuan asam yang berlebihan termasuk pada kadar protein tempe ini. Hal ini disebabkan karena ion positif asam yang semula bermuatan netral atau nol menjadi bermuatan positif sehingga menyebabkan penurunannya bertambah. Semakin jauh derajat keasaman larutan protein dari titik isoelektriknya, maka penurunannya akan semakin bertambah. Untuk mempermudah penelitian, dilakukan uji pendahuluan untuk menghitung kadar protein pada tempe biji kedelai yang direndam dengan menggunakan air biasa selama 12 jam dengan berat sampel 0,50 gram. Dari penelitian awal ini didapatkan kadar protein sampel sebesar 14,17 %. Pada saat perendaman selain terjadinya penurunan pH juga terjadi peningkatan kadar air pada biji kedelai. Menurut Anglemier dan Mont-
Pengaruh Perendaman Biji Kedelai (Glycine max, L. Merr)
gomery (1976), semakin menurunnya kadar protein dengan semakin lamanya perendaman disebabkan lepasnya ikatan struktur protein sehingga komponen protein terlarut dalam air. Perendaman yang semakin lama juga mengakibatkan lunaknya struktur biji kedelai sehingga air lebih mudah masuk kedalam struktur selnya sehingga kadar air biji kedelai semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji pendahuluan pada tempe yang direndam dalam air biasa selama 12 jam yang memberikan rata-rata kadar protein sebesar 14,17 % yang apa bila dibandingkan dengan tempe yang diberi perlakuan perendaman dalam perasan kulit nanas selama 6 jam hingga 7,5 jam yakni berkisar dari 22,73 % hingga 15,91 % relatif memiliki nilai kadar protein yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena penurunan pH selama perendaman semakin bertambah seiring pertambahan waktu. Proses perendaman memberikan kesempatan pertumbuhan bakteri asam laktat, sehingga proses pengasaman berlangsung sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat tersebut. Semakin lama waktu perendaman, maka semakin tinggi nilai keasaman atau penurunan pH sehingga terjadi penurunan kadar protein tempe. Apabila dibandingkan secara visual tempe kedelai dari semua perlakuan tidak terdapat adanya perbedaan. Mengingat selisih lamanya waktu perendaman atau penambahan waktu setiap perlakuan hanya sebesar 0,5 jam atau 30 menit. Tekstur tempe yang dihasilkan lembut dan padat selain itu aroma nanas yang khas menambah cita rasa tempe kedelai yang dihasilkan sehingga rasanya lebih enak dibandingkan dengan tempe kedelai yang direndam dengan air biasa selama 12 jam pada uji pendahuluan. Berdasarkan analisis sidik ragam kadar protein tempe kedelai memberikan hasil F hitung (9,34) lebih besar nilainya dari F tabel baik pada DAFTAR RUJUKAN Affandhy, Lutfi R, dkk. 2011. Pemanfaatan Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) Sebagai Media Perendaman Biji Kedelai (Glycine max, (Linn) Merril) Untuk Mempercepat Proses Pembuatan Tempe. (online) http:// sman2mojokerto.com/userfiles/file/limbah% 20nanas_lutvi%20dkk.pdf Diakses 28 Oktober 2013. Andarwulan, N., dkk. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat. Anglemier, A.E. dan M. W. Montgomery. 1976. Amino Acids Peptides and Protein. New York: Mercil Decker Inc.
235
taraf signifikan 5% (3,10) pada taraf signifikan 1% (4,94) sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada pengaruh perendaman biji kedelai dalam media perasan kulit nanas terhadap kadar protein pada pembuatan tempe. Berdasarkan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk setiap perlakuan, memberikan hasil perlakuan 6 jam memberikan perb edaan sangat nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 6,5 jam, 7 jam dan 7,5 jam. Walaupun perlakuan 6,5 jam juga memberikan perbedaan nyata terhadap perlakuan 7,5 jam, Tapi perlakuan 6 jam lebih memberikan hasil yang lebih signifikan karena hasil selisih lebih besar dari nilai BNT baik pada taraf signifikan 5 % maupun 1%. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan terbaik adalah perendaman biji kedelai dalam media perasan kulit nanas selama 6 jam. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data serta pembahasan yang telah penulis lakukan pada penelitian pengaruh perendaman biji kedelai (Glycine max L. Merr) dalam media perasan kulit nanas (Ananas comosus (Linn.) Merrill) terhadap kadar protein pada pembuatan tempe, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) Ada pengaruh perendaman biji kedelai dalam media perasan kulit nanas terhadap kadar protein pada pembuatan tempe. Semakin lama waktu perendaman biji kedelai maka semakin rendah kadar protein tempe atau terjadi penurunan kadar protein tempe; dan (2) Waktu perendaman biji kedelai dalam media perasan kulit nanas terbaik terhadap kadar protein tempe adalah 6 jam dengan nilai rata-rata kadar protein tertinggi, yakni 22,73 %.
Cahyadi, Wisnu. 2007. Teknologi dan Khasiat Kedelai. Jakarta: Bumi Aksara. Hidayat, N., dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi. Murray, Robert K. dkk. 2003. Biokimia Harper Edisi 27. Terjemahan oleh Andry Hartono. 2003. Jakarta: Penerbit Buku Kedokeran (EGC). Raina, M. H. 2011. Ensiklopedia Tanaman Obat Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Absolut. Sudarmadji, S. dkk. 2000. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yokyakarta: Liberty.
236 Lumowa, dkk. Warintek. 2005. Teknologi Tepat Guna Budidaya Wikipedia. 2013. Asam Asetat http://id.wikipedia. Pertanian Nanas (Ananas comosus). http:// org/wiki/Asam_asetat 2013 diakses 08 Dewww.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg sember 2013. =2&doc=2a17 Diakses 20 November 2013. Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. JaWidayati. 2002. Fermentasi Tempe. Jakarta: Bumi karta: PT Gramedia Pustaka Utama. Aksara. Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia (Protein, Enzim, Asam Nukleat). Bandung: ITB.