EKSISTENSI SENI KALIGRAFI ISLAM DALAM DAKWAH: Tantangan, Peluang dan Harapan
MAKMUR HAJI HARUN
Fakulti Bahasa dan Komunikasi UNIVERSITI PENDIDIKAN SULTAN IDRIS (UPSI) 35900, TANJONG MALIM, PERAK DARUL RIDZUAN
2015 0
EKSISTENSI SENI KALIGRAFI ISLAM DALAM DAKWAH: Tantangan, Peluang dan Harapan Makmur Haji Harun Dosen Senior Jurusan Bahasa dan Kesusasteraan Bahasa Melayu, Fakulti Bahasa dan Komunikasi, Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI), 35900 Tanjong Malim, Perak, Darul Ridzuan, Malaysia. Email :
[email protected] Telepon : +6016 3656350.
Abstrak Dakwah merupakan kegiatan atau usaha memanggil orang Islam atau non Islam dengan cara hikmah dan bijaksana, penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai dunia dan akhirat. Sementara seni kaligrafi Islam diimplementasikan dalam bentuk tulisan yang sarat dengan makna, falsafah dan simbol tertentu. Eksistensi seni ini menyumbang kepelbagaian bentuk saluran kehendak dan tujuan dakwah. Seni ini juga terus berkembang dan bahkan senantiasa diperhalusi kaidahnya sebagai pelengkap karya dan hiasan. Metodologi kajian ini menggunakan penyelidikan lapangan melalui praktek seni dan dakwah. Objektif kajian ini ingin mengangkat tulisan kaligrafi sebagai salah satu wasilah berdakwah. Dapatan kajian diharapkan berdampak kepada wacana ilmu untuk mengungkap khazanah warisan seni budaya Islam di tempat kajian dijalankan. Oleh sebab itu, melalui tulisan ini juga ingin mengangkat seni kaligrafi sebagai simbol estetik yang berwibawa dan berkualitas tinggi dalam menghadapi tantangan, memanfaatkan peluang dan menerapkan harapan terhadap dunia dakwah. Kata kunci: Seni kaligrafi Islam, dakwah, tantangan, peluang dan harapan. Abstract for dakwa is a business activity or summon Muslims or non-Muslims with wisdom and prudent, delivery of the teachings of Islam to be practiced in real life in order to live a peaceful world and the hereafter. While the art of Islamic calligraphy is implemented in the form of writing that is laden with meaning, philosophy and certain symbols. The existence of this art form channels will contribute diversity and dakwa. This art also continue to grow and even constantly refined the rule as a complement to the work and decoration. Methodology of this study uses a field investigation into the practice of art and dakwa. Income of this study is expected to have an impact assessment to the discourse of science to uncover the treasures of the cultural heritage of Islamic art in the where the study is being. Therefore, through this paper also wants to elevate this art as an aesthetic symbol authoritative and high quality in the face of challenges, exploit opportunities and implement. Keywords: Art and Islamic calligraphy, dakwa, challenges, opportunities and expectations .
Pendahuluan Seni kaligrafi Islam1 merupakan komponen yang dapat melengkapi keindahan tulisan Al-Qur’an dengan memiliki etika dan estetika (Abdullah Yusof, 2004: 7). Selain itu, ia boleh 1
Perkataan seni kaligrafi Islam dalam huraian berikutnya akan selalu disingkat menjadi SKI agar lebih singkat dan memudahkan perbincangan selanjutnya .
1
ditonjolkan sebagai salah satu jenis khat (tulisan) yang boleh menjadi simbol keunggulan kesenian dalam kebudayaan Islam.2 Wasilah inilah yang mendorong penulis-penulis kaligrafi untuk mengembangkan secara luas jenis seni ini dari waktu ke waktu. Di balik eksistensi seni kaligrafi tersebut dapat menjadi salah satu tulisan penting yang digunakan dalam menyampaikan dakwah sebagai pentarbiyahan rohani bagi kaum Muslimin di muka bumi ini. Rupa SKI yang cantik dan menarik, memiliki hiasan corak dan hiasan motif serta iluminasi beragam sangat membantu ketertarikan yang didakwahi untuk membaca bahan dakwah yang sedang diajarkan. Penggunaan SKI dalam dakwah bukan sahaja dijadikan hanya sebagai tulisan semata-mata sebagai bahannya, akan tetapi juga digunakan menjadi tulisan penyampaian dakwah melalui kitab, manuskrip, mushaf, logam, matawang, artifak dan benda kuno lainnya di Nusantara khususnya dan Dunia Islam umumnya selain menjadi khazanah Islam yang perlu terus dikembangkan oleh umat manusia. Perkembangan SKI ini ke seluruh pelosok dunia selalu berkembang dengan tidak sekadar berfungsi sebagai media pelajaran dalam pendidikan, atau tidak hanya sebagai panduan para seniman ataupun khattāt semata-mata, tetapi juga menjadi tulisan penting dalam kitab suci Al-Qur’an, bahkan ianya boleh menjadi rujukan utama bagi para da’i, muballigh, ilmuwan, sasterawan, budayawan, pengacara, arsitek dan lain sebagainya. Ia juga menjadi pengungkap bidang seni dan hiasan lainnya baik menerusi tulisan, tanda baca, motif, corak, jenis, hiasan luaran, mahupun hiasan dalaman. Tetapi pelaksanaan kesemua hal tersebut perlu pendekatan dakwah yang menyangkut imaniyah, ruhiyah, akhlakiyah dan jasadiyah, maka diupayakan agar dakwah perlu dijalankan baik melalui fardiah, ammah, bil haal, bi tadwin dan bil hikmah yang tidak terlepas dari adanya tantangan, peluang dan harapan yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu perbincangan mengenai eksistensi SKI ini mengandungi beberapa ciri untuk dibicarakan sebagai pelengkap kesempurnaan dunia dakwah Islam, terutama dakwah melalui pengajaran menulis ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Ḥadis dan subjek lainnya. Kewujudan SKI ini dapat merancakkan lagi peranan dakwah Islam itu sendiri dalam masyarakat sehingga diharapkan dapat menempatkan seni ini semakin kuat eksistensinya untuk menarik lebih banyak lagi penulis dan peminat kaligrafi. Melalui hobi ini, sekaligus dapat menyiarkan syariat Islam melalui dakwah bil al-kitabah baik di negara Islam khususnya maupun di negara bukan Islam umumnya.
Pengertian Seni Kaligrafi Islam dan Dakwah Pengertian SKI dapat dilihat melalui dua pengertian, yaitu pengertian secara etimologis3 dan terminologis. 4 Pengertian etimologis, kata khat lebih popular dan dikenal dengan seni kaligrafi Islam yang merupakan penyederhanaan dari kata calligraphy, berasal dari dua suku kata bahasa Yunani yaitu Kallos: beauty (indah) dan Graphein to write (menulis) (D.A. Girling (ed.), 1978: 629), yang berarti “seni menulis dengan indah, tulisan tangan yang menghasilkan huruf atau tulisan indah sebagai suatu seni; khat.” 5
2
www.google.com. Kesenian Islam dalam negara. Tanggal, 9 Januari 2009. Etimologi adalah cabang ilmu bahasa mengenai asal usul perkataan. Kamus Dewan edisi baru. 1989. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, hlm. 319. 4 Terminologi iaitu mengenai (kata-kata) istilah. Ibid, hlm. 1672. 5 Kamus Dewan edisi baru. 1989. Ibid, hlm. 522. 3
2
Sedangkan makna seni khat adalah “seni (kemahiran) menulis tulisan Arab atau tulisan Jawi dengan gaya khas atau unik sehingga menghasilkan tulisan indah” (E. Van Donzel, et.al. 1978: 1113). Pengertian lain seni ini ialah “seni menulis indah dengan pena.” 6 Ia juga disebut Fann al-khat dalam artian seni memperhalus tulisan atau memperbaiki coretan (Ilham Khoiri, 1999: 50). Pengertian tersebut, dapat difahami bahwa seni kaligrafi merupakan tulisan yang ditulis indah dengan menggunakan huruf-huruf Arab sebagai tulisan asas, selain diikuti dengan corak hiasan dan motif-motif yang menarik sehingga memunculkan seni tulisan cantik dan indah agar dapat dinikmati bersama sebagai karya seni. Menurut pengertian terminologis pula, seni ialah segala yang halus dan indah lagi menyenangkan hati serta perasaan manusia, apakah ia merupakan hasil ciptaan Allah SWT ataupun yang dihasilkan oleh fikiran, kemahiran, imaginasi dan perbuatan seorang manusia (Abdul Ghani Samsudin, 2001: 3). Secara harfiyah seni kaligrafi ditakrifkan oleh Ibnu Khaldun7 dalam bukunya al-Muqaddimah “Kaligrafi adalah lukisan dan bentuk harfiyah yang menunjukkan kepada kalimat didengar yang mengisyaratkan apa yang ada di dalam jiwa.” Adapun pengertian istilah al-khat ( )الخطada beberapa pengertian agak berbeza antara para pakar kaligrafi, hal ini tergantung kepada sudut pandangan masing-masing. Menurut Ibrahīm ibn Muhammad al-Shaybāni,8 mengatakan bahwa:
الخط لسان اليد وبهجة الضمير وسفير العقول ووصي الفكر وسالحه وأنس االخوان عند .الفرقة ومحادثتهم على بعد المسافة و مستودع الشر وديوان األمور Maksudnya: Khat adalah merupakan lidahnya tangan, kecantikan rasa, penggerak akal, penasehat fikiran, senjata pengetahuan, perekat persaudaraan ketika bertikai dan pembicara ketika berjauhan, pencegah segala keburukan dan khazanah berbagai masalah kehidupan . Sedangkan maksud dakwah (Arab: دعوة, da‘wah; "ajakan") adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata "Ilmu" dan kata "Islam", sehingga menjadi "Ilmu dakwah" dan Ilmu Islam" atau ad-dakwah al-Islamiyah.9 Sementara istilah ilmu dakwah adalah suatu bidang yang berisi cara-cara dan tuntunan untuk menarik perhatian orang lain supaya menganut, mengikuti, menyetujui atau melaksanakan suatu ideologi, agama, pendapat atau pekerjaan tertentu. Orang yang menyampaikan dakwah disebut "da'i" juga sering diistilahkan “muballigh” sedangkan yang menjadi obyek dakwah disebut "mad'u". Adapun setiap Muslim yang menjalankan fungsi dakwah Islam tersebut selalu disebut sebagai "da'i". Kata memanggil pun dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai beberapa makna yang didefinisikan menurut Al-Qur'an yaitu mengajak, meminta, menyeru, mengundang, menyebut dan memakan. Maka apabila disimpulkan, istilah dakwah bermaksud memanggil. 10 6
Kamus besar bahasa Indonesia. 1988. Jakarta: Departemen P & K Republik Indonesia, hlm. 380. Ibnu Khaldun. T.th. al-Muqaddimah. T.tp, hlm. 173. 8 Aiman Abdul Salām. 2002, hlm. 9. 9 https://id.wikipedia.org/wiki/Dakwah. 10 Kamus besar bahasa Indonesia. 1988. ibid, hlm. 314. 7
3
Untuk pengertian dakwah secara etimologis kata dakwah adalah berasal dari kata bahasa Arab ''Da'wah'' yang berarti memanggil, mengundang dan mengajak. Di dalam Al-Qur’an kata dakwah ditemukan kurang lebih sekitar 198 kali dengan makna yang berbeda-beda, yaitu mengajak adalah memanggil seseorang untuk mengikuti kita. Pertama, berdoa yaitu memohon kepada Tuhan agar mendengarkan dan mengabulkan keinginan kita. Kedua, mendakwa bermaksud memanggil orang dengan anggapan tidak baik. Ketiga, mengadu adalah memanggil untuk menyampaikan keluh kesah. Keempat, meminta memiliki makna yang hampir sama dengan berdoa, hanya saja lebih umum. Kelima, mengundang berarti memanggil seseorang untuk mengahadiri acara. Keenam, Malaikat Israfil merupakan malaikat yang mengundang manusia untuk berkumpul di padang mahsyar pada hari kiamat. Ketujuh, gelar merupakan panggilan atau sebutan bagi seseorang. Dan kedelapan, juga dikatakan sebagai anak angkat adalah orang yang dipanggil sebagai anak kita walaupun bukan anak kita.11 Sedangkan definisi dakwah secara terminologis tergambar dalam berbagai literatur yang ditulis oleh pakar-pakar dakwah, di antarnya bahwa dakwah adalah:
11 12
Perintah mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah SWT yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik. Kemudian beliau menyatakan lagi bahwa dakwah adalah seruan kepada seluruh umat manusia untuk kembali pada ajaran hidup sepanjang ajarannya adalah yang benar (Aboebakar Atjeh). Menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk, serta menyuruh kepada kebaikan dan melarang pada kemungkaran agar mendapat kebahagian dunia dan akhirat. Dengan kata lain bahwa dakwah adalah upaya untuk memotivasi orang lain agar berbuat baik dan mengikuti jalan petunjuk (agama) dan melakukan amal ma’ruf nahi mungkar dengan tujuan mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat (Syekh Muhammad al-Khadir Husaini). Dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh umat manusia dan mempraktekkannya dalam kehidupan nyata (M. Abdul Fath al-Bayanuni). Dan dakwah adalah suatu aktivitas yang mendorong manusia agar memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan di dunia dan di akhirat (A. Masykur Amin).12 Program pelengkap yang meliputi semua ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusi untuk memperjelas tujuan hidup serta menyingkap rambu-rambu kehidupan agar menjadi orang yang mengetahui mana yang boleh dijalankan dan mana yang tidak boleh dijalankan (Syeikh Muhammad al-Ghazali). Mengalihkan perhatian dan fikiran manusia kepada akidah yang bermanfa’at dan hal yang bermanfa’at (Syeikh Adam Abdullah). Setiap usaha aktifitas dengan tulisan maupun lisan yang bersifat menyeru, mengajak, mengundang dan memanggil manusia lain untuk beriman dan menta’ati Allah SWT sesuai dengan garis-garis akidah, syariah dan akhlak Islamiah (HSM. Nasarudin Latif). Mengajak dan mengajarkan manusia agar ta’at kepada Allah (Islam) dan mengerjakan amal ma’ruf nahi mungkar untuk bisa memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat (Masdar Helmy). Mengajak manusia ke jalan yang benar dengan bijak ke jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat (Toha Yahya Oemai). https://id.wikipedia.org/wiki/dakwah. Ibid.
4
Menyampaikan kepada manusia tentang ajaran Islam tanpa paksaan tetapi dari suatu kesadaran (M. Tata Taufik). Seruan untuk meyelamatkan manusia yang hampir celaka karma maksiat (Muhammad Khair Rahman).13 Sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah sesuatu yang tidak baik kepada sesuatu yang lebih baik terhadap peribadi maupun masyarakat (M. Quraish Shihab).14
Dari definisi para ahli tersebut bisa disimpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang Islam maupun non Islam dengan cara yang bijaksana, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Oleh sebab itu, setelah mengetahui makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka akan didapatkan semua makna dakwah tersebut dengan membawa misi persuasif yang bukan lagi represif karena sifatnya hanyalah panggilan dan seruan yang bukan disebabkan paksaan. Hal ini bersesuaian dengan firman Allah SWT La ikraha fii al-din yakni tidak ada paksaan dalam beragama.
Pandangan Tokoh Terhadap Seni Kaligrafi Islam dalam Dakwah Sebagai ‘hasil seni’ mulai lahir ketika permulaan Allah SWT mengajarkan Nabi Adam AS tentang nama-nama benda yang wujud di alam ini. Hal ini dikaitkan juga dengan kisah Nabi Daud AS dengan memiliki suara sangat merdu dan perkembangan seni ini berlangsung terus menerus sehingga ke zaman Nabi Muhammad SAW. Selain itu Allah SWT juga memberikan isyarat-isyarat tertentu dalam Firman-Nya, yang bermaksud“Seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” 15 Isyarat ini dapat di jadikan sebagai manifestasi untuk memperkaya keindahan seni dalam Islam yang telah dipelbagaikan baik para khattat, penulis Arab Melayu, tulisan Jawi, pengajar atau guru khat, mahupun seniman yang selalu mempertingkatkannya dari waktu ke waktu. Selain itu seni ini juga telah menjadi aktivitas pendukung dakwah Islamiyah melalui proses pengajaran dan pembelajaran agama Islam sehingga memperluaskan lagi pengaruhnya dalam mencerdaskan anak-anak bangsa. Oleh sebab itu, untuk memantapkan lagi pemahan mengenai SKI dan pengaruhnya terhadap dakwah dapat diselami melalui pandangan para tokoh dan ahlinya. Hal ini menjadi tolak ukur kehebatan bidang seni dan dakwah itu sendiri. Berikut pandangan para tokoh tersebut yaitu Ismail Hamid (1985: 98) yang berpendapat bahwa: “Seni dalam Islam menanamkan rasa khusyu’ kepada Allah di samping memberi ketenangan dalam jiwa manusia sebagai makhluk Allah yang diciptakan dengan fitrah yang gemar kepada kesenian, oleh karena itu seni dalam Islam tidak berprinsip seni untuk seni, tetapi juga sebagai seni karena Allah untuk manusia.” 13
Muh. Ali Aziz. 2004. Ilmu dakwah. Jakarta: Prenada Media Group, hlm. 11-12. Lihat juga https://dessycemil. blogspot.com/.../islam-terapan-tentang-dakwah. 14 M. Quraish Shihab. 1996. Wawasan al-Quran. Bandung: Mizan, hlm. 35. 15 Q.S. Luqman (31), ayat: 27.
5
Kemudian M. Abd. Razaq Muhili memberi nasihat kepada muridnya, Didin Sirojuddin A.R (1995: 49) yang menyatakan bahwa: “Khusus bagi para pelukis yang kurang mengenal tulisan Arab dihimbau agar hendaknya meneliti lebih cermat khususnya ayat-ayat Al-Qur’an, juga teks-teks Arab lainnya sebelum digalakan dengan lukisan mereka. Dengan demikian, tidak akan terjadi salah tulis atau kekeliruan imla’.” Sedangkan pandangan seorang ulama dan mufassir tersohor Indonesia yaitu Muhammad Quraish Shihab (1996: 385) melihat mengenai seni ini lebih mendalam dengan menyatakan bahwa: “Seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecendrungan seniman kepada yang indah, apa pun jenis keindahan yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya.” Ketiga pandangan di atas dapat dinyatakan bahwa betapa ‘seni’ terutama seni yang berunsurkan Islam, menjadi satu ekspresi ruh dan budaya yang dapat memberikan ketenangan dalam jiwa manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Hal ini juga menjadi tujuan akhir dari apa yang diharapkan oleh para da’i atau muballigh ketika menjalankan aktivitas dakwah mereka tersebut kepada umat manusia di muka bumi ini demi mencapai ridha Allah SWT sebagai manifestasi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Gambaran Berbagai Jenis Seni Kaligrafi Islam Tulisan Arab terus berkembang dan menyebar ke daerah-daerah semakin luas yang mengakibatkan bermunculan berbagai gaya dan jenis baru yang beragam. Muhammad Syukri al-Jabiri meyakini bahwa seni kaligari dalam Islam pernah mencapai lebih dari 300 gaya yang dibentuk pada masa-masa kebesaran kerajaan Islam. Bahkan Didin Sirojuddin A.R, meyakini bahwa akar-akar seni kaligrafi telah terpecah menjadi lebih dari 400 aliran (Didin Sirojuddin AR, 1995: 54). Ibnu al-Nadīm menyatakan pula bahwa, ada terdapat 12 (dua belas) corak tulisan utama dalam seni kaligrafi, akan tetapi sangat sukar menemukan bukti tipologinya.16 Proses perkembangan ini selanjutnya digerakkan oleh tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh mengangkat seni ini di antaranya ialah al-Wazīr Abu Ali al-Sadr Muhammad ibnu al-Hasān ibnu Abdullah ibnu Muqlah atau lebih dikenal dengan Ibnu Muqlah 17 kemudian diperindah oleh Ibnu al-Bawwāb, dan menjadi ide penting yang dikembangkan oleh Yāqut al-Musta’shimi sehingga berbentuk tulisan mengkagumkan sehingga sekarang. Kesemua jenis tulisan khat di atas ada banyak bukti-bukti ditemui memperlihatkan, baik berupa mushaf-mushaf al-Quran, apakah ianya tertulis di atas papirus, kulit-kulit binatang, kertas, 16
Kajian tentang tipa (model, jenis, golongan dan lain sebagainya) atau tentang pertalian antara tipa serta sifat atau perwatakan yang terdapat (pada setiap satu tipa)‚ Kamus Dewan. 1989. op.cit., hlm. 1373. Ibnu al-Nadīm dan Bayard Dodge (T.th), The fihrist of al-Nadīm, New York: Columbia University, hlm. 172. 17 Ibnu Muqlah juga dikenali sebagai Imām Khattātīn (Bapak kaligrafi), telah memperkenalkan metode penulisan seni kaligrafi yang agung yaitu al-Khat al-Mansūb kemudian diaplikasikan dalam enam jenis tulisan khat utama yang dikenali sebagai al-Aklām al-Sittah atau enam pena. Lihat Al-bertino Gaur. 1994. A History of calligraphy, London: The British Library, hlm. 90-93. Lihat juga Manja Mohd. Ludin, et.al. 1995, Aspek-aspek kesenian Islam, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, hlm. 5-6. Dan lihat juga Ibnu Muqlah yang dipetik dari Welch. 1979. Arabic calligraphy (Early calligraphy development) yang didapati melalui internet di alamat http://islamicart.com/main/calligraphy/early.htm.
6
naskah, inskripsi, buku, surat, mahupun manuskrip dan lain sebagainya (Yasin Hamid Safadi, 1978: 19). Sedangkan perincian jenis-jenis seni khat tersebut adalah Khat Kūfī, yaitu jenis khat yang dianggap paling tua. Seni tulisan ini banyak memiliki sudut dan siku-siku serta bersegi, mengandungi garis-garis vertikal pendek dan garis mendatar yang memanjang (Syahruddin, 2004: 29). Khat kūfī sering disebut juga istilah Jazm, jenis khat ini sudah banyak menghiasi bangunan-bangunan utama di Nusantara karena susah untuk dilakarkan, agak susah dibaca oleh umat Islam walaupun banyak juga peminatnya sebab ia kelihatan sangat artistik ketika digunakan dalam bangunan dan arsitektur. Khat Nasakh, yaitu jenis tulisan tangan berbentuk cursif, jenis tulisan ini bergerak berputar (rounded) dan sifatnya mudah serta jelas untuk ditulis atau dibaca (C. Israr, 1985: 83). Menurut Didin Sirojuddin A.R. (1997: 103), “Kata Nasakh tersebut diambil dari akar kata Nuskhah atau Naskhah.” Jenis ini sangat mendominasi penggunaan tulisan kaligrafi yang ada di Nusantara karena banyak digunakan dalam tulisan mushaf Al-Qur’an dan bahkan digunakan juga untuk penulisan pelbagai buku teks pelajaran umum, agama Islam, dan lain sebagainya. Khat Thulus, yaitu tulisan yang banyak digunakan untuk hiasan di berbagai buku dan manuskrip, khususnya dalam tajuk-tajuk buku, sub-sub bab, nama-nama kitab. Jenis ini juga digunakan sebagai hiasan dinding-dinding bangunan dan hiasan dalaman. Selain itu, jenis khat ini sangat populer dalam kalangan masyarakat Islam di Nusantara karena selalu dijadikan sebagai hiasan tulisan bangunan utama seperti masjid, pondok pesantren, istana, kantor, sekolah, madrasah dan lain sebagainya. Khat Fārisī, yaitu jenis khat Ta`liq atau Fārisī yang banyak berkembang di negara Parsi (Iran), Pakistan, India dan Turki. Perkembangan khat ini bermula dari Parsi pada masa pemerintahan Dinasti Safavi (1500-1800 M). Menurut sejarahnya bahwa khat Ta`liq berasal dari tulisan kūfī yang dibawa oleh penguasa-penguasa Arab pada masa penaklukan Parsi. Jenis khat ini tidak terlalu banyak digunakan di Nusantara kecuali untuk tulisan-tulisan tertentu sebagai tajuk-tajuk buku atau hiasan arsitektur dan lain-lain. Khat Riq`ah, yaitu yang disebut juga khat Riq`ie atau Riqa`. Khat ini merupakan jenis tulisan cepat yang hampir sama dengan cara penulisan stenografi (ilmu trengkas). 18 Penggunaan jenis tulisan khat ini di Nusantara tidak terlalu meluas dalam masyarakat umum kecuali di kalangan mahasiswa dan pelajar pondok-pondok pesantren yang menggunakannya sebagai catatan penting nota kuliah ataupun pelajaran mereka. Khat Dīwānī, yaitu khat berbentuk melingkar-lingkar, condong bersusun-susun, hurufnya tumpang tindih, lentur dan bebas. Khat Dīwānī merupakan suatu corak tulisan Usmani yang sejajar perkembangannya dengan tulisan Syikasteh Farisi. Jenis khat ini masih banyak ditemui di kawasan Nusantara sebagai hiasan-hiasan tambahan, tetapi tidak sebanyak penggunaan jenis khat Nasakh ataupun Thulus. Kesemua jenis khat di atas, para pakar kaligrafi berpendapat bahwa “induk” dari seni khat tersebut adalah khat Thulus dan Nasakh. Sementara orang-orang Parsi terutama kalangan seniman, mengembangkan sebuah corak lain yang disebut Ta’līq (menggantung) yang 18
Kamus Dewan edisi keempat. 1989, hlm. 1226.
7
sebenarnya merupakan perkembangan lanjut dari corak Riq’ah dan Tawqī’ setelah diubahsuai lalu dibuat secara teliti dan sungguh-sungguh. Induk tulisan ini berkembang menjadi berbagai macam jenis aliran dan corak. Tetapi hanya ada delapan corak aliran seni khat yang lazim digunakan secara umum sehingga kini. Masing-masing jenis ini, walaupun memiliki perbedaan dan teknik penulisan berbeda-beda, tetapi masih ada hubungkait antara satu dengan lainnya. Dalam hal ini, contoh khat kūfī banyak berpengaruh kepada jenis-jenis khat lainnya seperti Riq’ah dan Dīwānī yang menjadi penyempurna corak ini (Hasan Muarif Ambary, 1998: 172). Adapun contoh lengkap jenis-jenis tulisan tersebut, adalah seperti berikut: 1 2 3 4 . 5 .6 . .7 .
. .
..8. Contoh delapan jenis .seni khat yang berkembang yang sangat populer di Negara.. negara Islam, karya khattāt Fuad Astafān. Bersusun rapi dari atas ke bawah yaitu Khat: 1. Thulus, 2. Nasakh, 3. Fārisī, 4. Rayhāni, 5. Riq‘ah, 6. Dīwānī, 7. Dīwāni Jalī dan 8. Kūfī (Kāmil Baba, 1983: 287).
.. Ibnu al-Nadīm menghuraikan lagi bahwa corak lain dari khat Kūfī dan Nasakh terdapat lagi bentuk lain berupa tulisan “setengah” (nisf), disebut juga corak Thulusain (dua-pertiga) atau “sepertiga” (Thulus). Selain itu, semenjak Ibnu Muqlah mengklasifikasi enam jenis seni khat yang berkembang dalam Islam selanjutnya diperkenalkan al-Aqlām al-Sittah ( األقالم الستةenam skrip yang asal) yang berevolusi menjadi Thulus ()خط الثلث, Nasakh ()خط النسخ, Dīwāni ( خط )الديواني, Kūfī ()خط الكوفي, Fārisī ( )خط الفارسيdan Riq‘ah (( )خط الرقعةBayard Dodge, (ed. dan terj.), 1970: 11). Seterusnya dikembangkan hampir ke seluruh Nusantara, melalui dari usaha gigih inilah sehingga ia dikenal di seluruh pelosok negeri. Demikianlah sekilas beberapa gambaran jenis seni khat yang dikenal umum penggunaannya di Nusantara, walaupun masih banyak lagi jenis-jenis seni khat ini yang lainnya pernah dipakai dan turut digunakan juga di Indonesia dan Malaysia, akan tetapi jenis-jenis khat inilah yang banyak mendominasi kelengkapan seni tulisan tersebut di bumi Asia Tenggara.
Peranan Dakwah dalam Masyarakat Islam Wujudnya peranan dakwah dalam masyarakat Islam tidak terlapas dari tujuan utama dakwah itu sendiri untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dunia dan akhirat yang diridhai oleh Allah SWT. Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan dakwah kepada 8
umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. Hal ini, Baginda telah memulai dari istrinya, keluarganya dan sahabat-sahabat karibnya hingga raja-raja berkuasa pada masa itu. Di antara raja-raja yang mendapat sentuhan dakwah Nabi melalui surat atau risalah Nabi adalah kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran) dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).19 Selain itu, keberadaan fiqhud dakwah yang merupakan ilmu yang memahami aspek hukum dan tatacara yang berkaitan dengan dakwah, sehingga para muballigh bukan saja faham tentang kebenaran Islam akan tetapi mereka juga didukung oleh kemampuan yang baik dalam menyampaikan Risalah al-Islamiyah sebagai bentuk cara berdakwah lebih baik dan sempurna sehingga dapat diterima dengan baik oleh masyarkatnya secara kaffah. Kemudian setelah itu, dakwah perlu disampaikan dengan bijak dan berkesan, karena hal tersebut merupakan pendekatan tersendiri yang dapat diterima dengan baik yang perlu melalui dakwah fardiah, cara ini merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan matang dan tersusun secara tertib. Dakwah seperti ini termasuk kategori cara menasihati teman sekerja, teguran, anjuran dan memberi contoh. Dalam hal ini, termasuk cara mengajak pada saat mengunjungi orang sakit, pada waktu ada acara tahniah (ucapan selamat) dan pada waktu upacara kelahiran (tasmiyah) dan lain sebagainya.20 Sementara dakwah ammah, merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang muballigh atau da’i dengan perantara lisan yang ditujukan kepada orang banyak bermaksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khutbah (pidato). Dakwah Ammah ini kalau ditinjau dari sasaran, ada yang dilakukan oleh perorangan dan ada juga dilakukan oleh organisasi tertentu untuk berkecimpung dalam soal-soal dakwah. Selanjutnya dakwah bil-haal, dakwah seperti ini adalah cara yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-mad'u lah) mengikuti jejak hal ikhwal si da'i (juru dakwah). Dakwah jenis ini selalunya mempunyai pengaruh besar pada diri penerima dakwah itu sendiri. Pada saat pertama kali Rasulullah SAW sampai di kota Madinah, Baginda mencontohkan dakwah bil-haal ini dengan mendirikan Masjid Quba, dan yang tidak kalah pentingnya adalah peranan dakwah Rasulullah mempersatukan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar dalam ikatan ukhuwah Islamiyah. Sedangkan dakwah bi at-tadwin, hal ini sesuai dengan era sekarang yang memasuki zaman global seperti saat ini, pola dakwah bit at-tadwin (dakwah melalui tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, majalah, internet, koran dan tulisan-tulisan lainnya yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan lebih efektif. Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang da’i atau penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bi attadwin ini Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa "Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada." Adapun dakwah bi al-hikmah, merupakan dakwah yang menyampaikan seruan dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek
19 20
https://id.wikipedia.org/wiki/Dakwah. Ibid.
9
dakwah mampu melaksanakan dakwah tersebut atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun membantah. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang lebih efektif sebab dilakukan atas dasar persuasif. Demikianlah beberapa gambaran lengkap proses penyampaian dakwah yang baik dan berkesan dalam kehidupan masyarakat. Kesimpulan tersebut diringkaskan oleh Said bin Ali bin Wahif al-Qathani 21 mengenai pengertian dakwah bil hikmah, menurut bahasa antara lain bermakna: Pertama, adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur’an dan Injil. Kedua, memperbaiki (membuat/menjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan. Ketiga, ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu. Keempat, obyek kebenaran (al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal. Kelima, pengetahuan atau ma'rifat. Kemudian menurut istilah syar'i yakni valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam dinuLlah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan tegas dan tepat.
Realisasi Seni Kaligrafi Islam dalam Dakwah Islam merupakan agama yang merangkumi segala aspek kehidupan manusia termasuk bidang seni dan dakwah. Hal tersebut dikarenakan jiwa manusia yang diciptakan oleh Allah SWT bukanlah hanya untuk beribadat semata-mata, bahkan juga menyentuh perkara-perkara lain supaya membolehkan mereka meringankan beban dan pikirannya. Seperti seni dan dakwah merupakan aspek yang diperlukan dalam kehidupan selagi ianya tidak berlebih-lebihan atau melanggar batas-batas syariat yang telah ditentukan oleh ajaran Islam sesuai perintah Allah SWT dan mengikut Sunnah Rasulullah SAW. Berikut kisi-kisi penting realisasi tersebut:
Dakwah Imaniyah
Apa yang perlu diberi perhatian dalam dakwah imaniyah ialah ‘hasil seni’ dimana ia disusun melalui kata-katanya indah berupa ayat-ayat suci Al-Qur’an yang diwahyukan melalui ketinggian sasteranya sehingga dapat mempengaruhi cara berdakwah melalui ‘sajak’, ‘pantun’ dan ‘puisi.’ Selain itu, melalui Al-Qur’an dan As-Sunah pula menjadi sumber berbagai ilmu pengetahuan dari para ilmuwan dan ulama sehingga kini. Demikian pula perkembangan
seterusnya, kedua sumber ini berpegaruh kepada umat Islam melalui tulisannya yang khas dikenali dengan seni khat telah pun ditulis dan direalisasikan oleh para penulisnya melalui beragam bahan, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kesenian dan kebudayaan masyarakat setempat. Kewujudan kebudayaan Islam tersebut terus meluas sehingga mempengaruhi juga masyarakat dalam menerima dakwah Islam sebagai saluran seni dan kebudayaan sekaligus dapat menjadi bahan penyampai penting dakwah dalam struktur sosial kehidupam masyarakat di berbagai negara. Selain penerimaan SKI sebagai tulisan yang digunakan menjadi perantara dakwah yang mudah diterima dan sangat efektif dalam kalangan masyarakat. Di samping penyampaian dakwah melalui ayat-ayat Al-Qur’an, sabda-sabda Nabi SAW, kata-kata hikmah yang berulang-ulang disampaikan oleh para da’i menjadikan penguat iman dan ketakwaan kepada Allah SWT.
21
Said bin Ali bin Wahif al-Qathani. T.th. al-Hikmah fi ad-dakwah ila Allah Ta'ala. T.tp, hlm. 18.
10
Hal lain yang barangkali juga menjadi penyokong kuat kewujudan pengembangan dakwah dalam kehidupan umat Islam di Nusantara ialah adanya kecendrungan menghiasi bangunan-bangunan mereka seperti istana, masjid, sekolah, rumah, mimbar, mihrab, kantor, kuburan, hiasan dalaman rumah dengan menggunakan seni kaligrafi ini sehingga menuntut mereka untuk lebih mengetahui cara terbaik penulisannya. Selain itu banyak juga dijadikan sebagai bahan-bahan penyampai dakwah dalam masyarakat baik melalui madrasah, sekolah, pondok pesantren, masjid, institusi, universitas dan lain sebagainya. Ditambah lagi adanya dukungan para tokoh, guru, kyai yang juga merupakan pembayang kuat bagi berkembangnya seni kaligrafi ini melalui dakwah. Oleh sebab itu, berkembangnya seni ini dalam dakwah juga tidak terlepas adanya banyak dukungan sehingga ia masih bisa kekal sehingga kini.
Dakwah Ruhiyah
Falsafah seni kaligrafi dapat diterjemahkan menjadi suatu ekspresi akan kecintaan dan keindahan. Keindahan pula lahir dari kejujuran seni, sedangkan sesuatu yang berseni itu hanya dapat dilahirkan melalui kesabaran dan ketekunan di samping ketelitian. Seterusnya tumbuhnya rasa ingin mengagungkan pencipta, karena melalui seni dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan tidak memandang apakah seni tersebut berbentuk visual mahupun audio. Kemudian akan melahirkan hubungan baik antara manusia dengan Tuhannya yang dapat menjalinkan keakraban antara sesama manusia sehingga terungkap muamala ma’aAllah wa muamalah ma’anas keadaan ini berpengaruh kepada ruhiyah yang tercermin melalui penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an di zaman ‘Usman bin ‘Affān R.A dan bahwasanya Zaid bin Tsabit beserta ketiga orang sahabat Baginda dari suku Quraish telah menempuh metode khusus yang telah disetujui oleh ‘Usman bin ‘Affān R.A dalam penulisan mushaf tersebut. Kemudian mereka lalu menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Mu’awiyah R.A salah seorang penulis wahyu: “Tuangkan tinta, goreskan pena, tegakkan huruf Ya’, bedakan huruf Syin, jangan miringkan huruf Miim, perbagus lafadz Allah, panjangkan lafadz al-Rahman, dan perindah al-Rahim, dan letakkan penamu di telinga kirimu karena hal itu lebih mengingatkanmu.” Sementara Imam Ahmad R.A berkata:“Haram menyelishi rasm mushaf ‘Usman dalam penulisan huruf Wawu, atau Ya’ atau Alif, atau yang selainnya” (Imam al-Suyuti dan al-Zarkasyi, 1986: 25). Dari kenyataan di atas dapat digambarkan bahwa dalam etika penulisan Al-Qur’an para sahabat sangat menjaga ruhiyah mereka dalam menulis, bahkan ada sebagian penulis senantiasa menjaga kesuciannya ketika menulis ayat-ayat Alla SWT. Demikian pula prinsip kebudayaan Islam sangat menitik beratkan hubungan baik antara manusia dengan pencipta-Nya selain menjaga hubungan antara sesama manusia atau dengan alam persekitarannya. Selain itu dapat mewujudkan jalinan akidah, ibadat dan akhlak secara bersamaan. Maka cara ini merupakan proses penyampaian dakwah yang harus dialami untuk menghidupkan budaya akidah yakni dengan menanamkan dalam hati sanubarinya tentang kepercayaan kepada Allah SWT dengan baik agar mudah menjalankan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Manakala ibadat juga merupakan proses dakwah ruhiyah dalam diri umat Islam agar tetap tunduk dan ta’at serta patuh kepada perintah dan kasih sayang yang penuh keikhlasan.
Dakwah Akhlakiyah
Salah satu bidang kesenian yang sungguh menakjubkan pernah dihasilkan oleh umat Islam yaitu seni kaligrafi ini. Seni tulisan ini berkembang dari masa ke masa sehingga ia menjadi begitu 11
terkenal dan sangat diminati oleh para penggiat seni tulisan dalam masyarakat Islam sehingga Nusantara yang dapat mewarnai sistem penyampaian dakwah Islam. Seni ini terfokus kepada hasil tulisan yang menggunakan pelbagai gaya dengan menggoreskan rangkaian huruf, kalimat dan ayat yang ditulis secara sistematik, indah, lagi sempurna dalam menyampaikan dakwah. Hal tersebut juga membolehkan kita melihat betapa kesenian Islam memberi jalan kepada umat Islam melalui dakwah agar tetap berakhlak ketika menghasilkan seni dan jangan menyalahi syariat. Satu contoh unik dari perselisihan pendapat para ulama tentang penyiapan naskah resmi Al-Qur’an. Hal ini adalah usaha untuk mengumpulkan penulis yang sebahagian lagi berpendapat mesti diimlakkan dan sebahagian lagi mesti ditulis. Point yang lebih menarik di sini, bahwa inisiatif dan kecerdikan individu yang akan menulis mushaf Al-Qur’an diiringi dengan keperibadian baik, dihiasi akhlak mulia tidak mengikuti kehendak hawa nafsunya. Sejarah telah membuktikan selepas Khalifah ‘Usman bin Affān membuat segala persiapan untuk mengumpulkan dan membukukan mushaf Al-Qur’an, kemudian beliau memberikan beberapa saran penting yang harus dijaga agar semua kaum Muslimin agar tetap dapat mengikuti anjuran tersebut supaya masih bisa menjaga akhlaknya, yakni ketika Khalifah ‘Usman memerintahkan agar semua mushaf milik pribadi yang berbeda dengan mushaf miliknya harus dibakar, jika gagal dalam menghapuskan mushaf-mushaf ini maka akan dapat memicu munculnya perselisihan kembali. Anas bin Malik melaporkan, bahwa“Mengirimkan setiap pasukan tentara Muslim dengan satu mushaf, lalu ‘Uthman menginstruksikan mereka agar membakar semua naskah Mushaf yang berbeda dengan Mushafnya (Usmani).” Beginilah seruan akhlakiyah yang menggema dari seorang khalifah agar lebih mengutamakan perintah imam dari keinginan individu melalui tulisan dan penulisan mushaf, demi kepentingan bersama.
Dakwah Jasadiyah
Penggunaan SKI yang berpengaruh terhadap dakwah jasadiyah dalam kehidupan masyarakatnya yakni terbukti melalui penggunaan tulisan tersebut sebagai tulisan asas dalam pendidikan dan dakwah Islam, seperti tulisan Jawi, J-Qaf, Al-Qur’an, Fiqih dan lain sebagainya. Seni kaligrafi ini menjadi salah satu bentuk tulisan yang penting karena ia menjadi bentuk yang dipilih sebagai bahan penulisan subjek-subjek dakwah dan pendidikan Islam. Seni ini diajarkan dengan menggunakan kaedah-kaedah tertentu agar pencapaian dan kemahiran pelajar terpenuhi dengan baik ketika digunakan sebagai bahan dakwah Islamiyah. Gambaran ini juga sudah lama diwariskan oleh Rasulullah SAW sehingga al-Khulafa al-Rāshidīn kepada umat Islam terdahulu sehingga sekarang. Oleh sebab itu ada sebab kenapa seni kaligrafi menjadi tulisan yang mendominasi bentuk konsep kesenian dalam Islam yang dijadikan sebagai bahan dakwah Islam, karena hasil karya dan kreativitas tersebut telah mencorakkan warna-warni kesenian Islam umumnya dan seni kaligrafi khususnya. Untuk melihat gambaran seni kaligrafi yang dapat berdampak kepada penyampaian dakwah jasadiyah dapat dilihat melalui pandangan Abdul Halim Nasir (1987: 34) yang menyatakan bahwa kesan dari agama Islam ini juga telah mengubah bentuk dan konsep hasil keterampilan di Nusantara. Secara konseptual, nilai ke-Islaman diterapkan dalam hasil keterampilan. Motif fauna digantikan dengan motif tumbuh-tumbuhan atau stilisasi serta ukiran kaligrafi. Adapun pendekatan dalam penerapan yang digunakan untuk mengangkat seni rupa kaligrafi tersebut, seperti pernyataan yang menyatakan bahwa sungguh penulisan SKI menjadi 12
tonggak utama dalam memperkukuh penyampaian dakwah Islam, karena ia merupakan tulisan utama yang harus dikuasai oleh seorang muballigh dalam menyampaikan dakwah. Imam al-Baihaqi R.A, berkata dalam Syu’abul Iman,22 yaitu: “Barang siapa yang menulis mushaf, maka hendaknya memperhatikan huruf Hijaiyah yang digunakan oleh mereka (para Sahabat) untuk menulis mushaf, dan janganlah menyelisihi mereka, janganlah mengubah apapun yang mereka tulis, karena sesungguhnya mereka lebih banyak ilmunya, lebih jujur lisan dan hatinya dan lebih amanah dibandingkan kita. Maka tidak sepantasnya kita menyangka diri kita lebih tahu dari mereka.” Demikianlah beberapa paparan mengenai realisasi SKI dalam penyampaian dakwah. Seni ini disalurkan melalui pelbagai cara sehingga kenyataan tersebut dapat menjadi pendukung nyata dalam penyaluran dakwah Islamiyah di berbagai tempat. Kewujudan seni kaligrafi ini dapat memantapkan lagi visi dan misi dakwah baik untuk disampaikan melalui sentuhan imaniyah, ruhiyah, akhlakiyah mahupun jasadiyah.
Realitas Tantangan, Peluang dan Harapan Seni Kaligrafi Islam dalam Dakwah Untuk melihat realitas tantangan, peluang dan harapan yang dapat mewujudkan eksistensi SKI dalam dakwah sangat banyak, namun harus dicarikan solusi terbaik yang akan diperaktikkan dalam kehidupan umatnya agar tetap dirasai kenyamanan tersendiri di bawah naungan dakwah. Tidakkah kita saksikan selama pemerintahan `Usman bin Affan, yang dipilih oleh masyarakat melalui bai'ah sebagai khalifah ketiga, umat Islam sibuk melibatkan diri di medan jihad yang membawa Islam ke utara sampai ke Azerbaijan dan Armenia. Berangkat dari suku kabilah dan provinsi yang beragam, sejak awal para pasukan tempur walaupun memiliki logat bahasa berlainan dari yang biasanya bersama Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, tetapi mereka telah dipersatukan melalui bacaan dan tulisan Al-Qur’an dengan logat mereka masing-masing melalui tulisan seni kaligrafi sehingga masih tetap sama dalam bentuk ucapan, qiraat, bacaan dan tulisan. Hal ini boleh dianggap sebagai tantangan yang perlu dihadapi, selain perlu mencipta peluang agar lahir satu harapan yang berguna sebagai umat Islam. Untuk mengeluarkaan kesamaan visi dan misi melalui seni kaligrafi ini agar bisa dijadikan sebagai pemersatu masyarakat Islam melalui kepentingan tulisannya, sehingga menjadi lambang tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang tiada tandingannya; Selain tulisan dijadikan sebagai medium komunikasi terpenting dalam menyampaikan mesej diplomatik antara umat Islam lainnya; Kemudian berusaha terus menerus menghidupkan saranan Nabi Muhammad SAW untuk menuntut ilmu bermula dari buaian sehingga ke liang lahat. Untuk membicarakan secara terperinci realitas SKI dalam dakwah adalah seperti berikut:
Tantangan Seni Kaligrafi Islam dalam Dakwah
Ketika SKI telah terealisir dalam kehidupan masyarakat Islam, tidak dapat dinafikan bahwa selalu ada tantangan yang perlu dihadapi ketika bidang seni ini dikemukakan sebagai pendukung dakwah dalam meningkatkan kemampuan masyarakatnya dalam menjalani agama dan kehidupannya. Mereka perlu mencari solusi dan jalan keluar agar para seniman dan
22
Syeikh Manna al-Qattān. 2006. مباحث في علوم القرآنRiyad: Maktabah Ma'arif, hlm. 14.
13
muballigh dapat mengatasi segala tantangan tersebut dengan baik secara bersama-sama sehingga dirasai kepentingannya oleh orang banyak, maka setiap tantangan harus dilihat dari sisi positifnya dan perlu selalu dihindari sisi negatifnya. Tantangan SKI dalam dakwah ini biasanya terjadi ketika:
Melalui kemahiran seni ini dapat dikemukakan bahwa banyak pemuda dan generasi sekarang sudah tidak lagi meminati seni kaligrafi, sehingga menyukarkan kaum Muslimin untuk meningkatkan pengaruh dakwahnya melalui seni tersebut. Penggunaan seni kaligrafi dalam bahan dakwah sudah berkurangan jika dibandingkan dengan tulisan latin di negara-negara lainnya terutama di negara Barat termasuk di Asia Tenggara. Penerapan tulisan seni kaligrafi dalam buku-buku sudah berkurangan, bahkan seni ini semakin jarang dijumpai di tempat-tempat umum. Penulisan kaedah-kaedah SKI beragam sehingga menyukarkan penguasaannya bagi yang ingin memperdalam tulisan tersebut. Bahkan hal ini menjadi tantangan berat bagi sesiapa yang malas untuk mencoba kaedah-kaedahnya. Perlu bantuan keuangan yang lebih apabila hendak menjadikan seni kaligrafi ini sebagai bahan berdakwah, seperti biaya untuk pameran sangat mahal. Sering terjadi kurangnya kerjasama dari semua pihak yang berminat untuk menjadikan SKI ini sebagai bahan aktivitas dan program terutama berdakwah. Kurangnya persatuan atau organisasi untuk membina penguasaan seni kaligrafi ini seperti di sekolah, madrasah, pondok pesantren, kantor, universitas dan lain sebagaimana yang telah dirintis oleh ahli dan pakar seni kaligrafi terdahulu.
Peluang Seni Kaligrafi Islam dalam Dakwah
Perbincangan berikut mengenai peluang yang perlu dikemukakan sebagai pemacu meningkatkan kemahiran dan kemampuan penguasaan seni kaligrafi untuk dijadikan sebagai saluran pemartabat dan perealisasi terwujudnya seni Islam yang dalam berdakwah di semua peringkat dan level sehingga dapat dirasai oleh semua kaum Muslimin di seluruh Nusantara. Seperti peluang berikut:
Melalui pemaparan ini, dapat dinyatakan bahwa hampir semua provinsi di Indonesia bahkan di negara Asia Tenggara ada mengajarkan seni kaligrafi ini, terutama madrasah atau pondok-pondok pesantren agar dapat dijadikan sebagai penggagas penting melahirkan generasi penerus khazanah seni ini dalam masyarakatnya. Pengajaran seni kaligrafi di beberapa tempat dan provinsi di Indonesia masih ada yang murah yang biayanya masih terjangkau sehingga masih membuka peluang seluas-luasnya kepada peminat seni tersebut dari waktu ke waktu. Penemuan berbagai tulisan kaligrafi dalam manuskrip, batu nisan, uang, artifak, ukiran dan lain-lain menjadikan warisan ini semakin berharga dari para ilmuan dan cendekiawan terdahulu, bahkan bahan-bahan tersebut sudah banyak dijadikan sebagai barang berharga yang bernilai tinggi. Peluang juga terbuka kepada penubuhan organisasi, sanggar seni, persatuan atau pecinta seni kaligrafi ini, agar dapat menyebarkan penulis-penulis berbakat yang betul-betul mampu menjadi pewaris kehebatan tulisan tersebut di masa akan datang. Melalui Departemen Agama Islam yang bergerak dalam bidang agama, perlu senantiasa memerlukan tulisan-tulisan seni kaligrafi yang bisa menjadi peluang besar pengembangan tulisan tersebut untuk dijadikan sebagai tulisan utama dalam khutbah, ceramah, kuliah dan lain sebagainya. Peluang lain juga terbuka apabila hampir semua wilayah selalui mengadakan Musabaqah Khattil Quran (MKQ) di semua peringkat sehingga mampu melahirkan lebih banyak lagi penulis-penulis kaligrafi yang berkaliber sampai kapanpun. 14
Peluang lain dapat diwujudkan melalui lingkaran pecinta dan peminat SKI untuk lebih meningkatkan lagi keterampilan menulis mereka melalui lembaga pendidikan, baik dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Pondok-pondok Pesantren dan Perguruan Tinggi. Wujudnya organisasi-organisasi, persatuan-persatuan atau kelab-kelab yang dapat memperbagaikan lagi programnya sehingga menjadi pendukung utama dalam kemajuan seni kaligrafi ini di Nusantara.
Harapan Seni Kaligrafi Islam dalam Dakwah
Adapun huraian beberapa harapan yang perlu dikemukakan sebagai pendukung penting dalam meningkatkan penguasaan tulisan seni kaligrafi ini agar bisa dijadikan sebagai alat perealisasi cita-cita para ulama terdahulu yang telah berjuang memartabatkan tulisan tersebut melalui pendidikan berbentuk madrasah, sekolah atau pondok-pondok pesantren sehingga dapat dirasai oleh seluruh masyarakat Islam di Nusantara, maka harapan tersebut agar:
Melalui pembasan ini, perlu dinyatakan bahwa hampir semua provinsi memiliki potensi masing-masing, maka tidak mustahil akan dapat melahirkan generasi penerus khazanah seni kaligrafi ini bagi masyarakat selama pengajaran dan pembelajaran tetap dijalankan secara berterusan. Pengajaran seni kaligrafi baik melalui sanggar seni atau institusi maupun pondok pesantren diharapkan dapat diikuti oleh provinsi-provinsi lainnya di Nusantara dan Asia Tenggara. Penerapan seni kaligrafi dalam berbagai cetakan buku dapat menjadi sumbangan abadi yang cukup bermakna sebagai bahan dakwah, selain dapat dijadikan sebagai tulisan berharga dan bernilai penuh berkah dan berfaedah. Melalu Departemen Agama Islam di setiap provinsi diharapkan dapat membantu pengembangan seni kaligrafi ini supaya tulisan tersebut dibuat sesuai dengan kaedah yang betul dan menarik sehingga mampu menarik minat pencintanya. Selain itu, harus dielakkan tulisannya terkesan ‘asal buat’ atau ‘asal jadi’. Wujudnya organisasi, persatuan atau kelab yang dapat memperbagaikan lagi programnya. Sekiranya menggunaan seni kaligrafi digunakan perlu dipastikan betul, khususnya menyangkut nama, ejaan, tata bahasa, uslub dan lain sebagainya. Untuk ini juga, diharapkan kepada Departemen Agama Islam di setiap provinsi agar dapat menubuhkan persatuan atau kelab pencinta seni kaligrafi yang berwibawa seperti LEMKA dan Pondok Kaligrafi LEMKA, agar dapat melahirkan penulis-penulis hebat di masa akan datang. Meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, untuk membuat silabus pengajaran kemahiran seni kaligrafi di Sekolah Dasar, Sekolah Pertama, Menengah dan Atas. Meminta kepada para pencinta dan peminat seni kaligrafi untuk lebih meningkatkan lagi keterampilan menulis seni ini, bermula dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama dan Atas (SMP dan SMA). Melalui Departemen Agama Islam di setiap provinsi, diharapkan dapat membantu pengembangan pengajaran dan pembelajaran seni kaligrafi ini, supaya tulisan tersebut mampu terus berkembang sehingga dapat memberikan kesan luaran dan dalaman bagi masyarakat Islam di Nusantara. Aktiviti penulisan seni kaligrafi perlu terus dilestarikan sebagaimana yang telah di contohkan para ahli terdahulu, sekiranya terdapat juga tulisan abstrak, berseni campuran, atau berbahasa Indonesia dan bahasa lainnya, hendaklah senantiasa dipantau supaya ia gramatis dan menarik selain menghindarkan dari segala kesalahan ejaan dan tulisannya. 15
Untuk masa jangka panjang, semua institusi sentiasa berusaha memberikan kursus-kursus penting yang dapat melahirkan penulis-penulis kaligrafi yang berbakat. Wajar sekali selalu diadakan pertandingan seni kaligrafi atau membaca dan menulis Arab atau Arab Melayu di semua peringkat, atau perlu selalu diadakan seminar dan simposium untuk mencapai tujuan tersebut. Melalui hal tersebut, maka dalam kontek seni kaligrafi ini, agar ada kerja sama dari semua pihak untuk membuat aktivitas dan program, jika bersepakat tentu dapat membuat pelbagai kegiatan sehingga dapat memantapkan pengenalan dan penguasaan seni ini di sekolah, pondok pesantren, madrasah, universitas dan lain sebagainya.
Demikianlah sembahasan panjang realitas SKI terhadap dakwah yang tetap harus terus diupayakan mengangkat martabat tulisan tersebut sebagai lambang keagungan Allah SWT dengan mengakui ke-Esaan Allah SWT dan memuliakan kebesaran-Nya; Terus gigih memperkuat tauhid di kalangan ummah; Selalu berusaha mengangkatnya sebagai tulisan buku dan hiasan di masjid-masjid atau tempat lainnya agar kekal abadi sehingga akhir zaman; Berupaya menjadikan tulisan ini sebagai lambang seni di mana Allah SWT sukakan keindahan dan Islam tidak melarang penganutnya untuk terus berkarya dan berseni.
Kesimpulan Sebagai kesimpulan, dapatlah direnungkan bahwa seni kaligrafi adalah salah satu jenis seni tulisan yang telah mewarnai berbagai bahan pendidikan dan penyemarak dakwah Islam yang menjadikan insan mulia dan agung di hadapan penciptanya. Seni ini juga masih tetap berpandukan ketentuan-ketentuan Islam yang masih menggalakkan umatnya untuk terus menerus berkarya dan berdakwah sehingga peringkat tertinggi. Berdakwah melalui seni kaligrafi ini sangat menantang karena ia bukanlah sesuatu hal yang bisa diterima oleh semua pihak melaikan dapat diterima hanya orang-orang tertentu. Selain itu, penulisan kaligrafi juga harus tetap menjaga ketentuan-ketentuan tertentu yang sudah digariskan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadis mengikut kehendak bidang ilmu dan teknologi sekarang. Sampai hari ini terdapat banyak teks, buku, manuskrip bertulisan kaligrafi dan Arab Melayu sesuai zamannya bermula dari abad pertama Hijrah, sehingga pada masa kini. Keadaan tersebut menjadikan seni ini menjadi penting untuk menjadi wasilah penyampai dakwah masa lalu ke masa sekarang. Ketika ini seni kaligrai menjadi satu bentuk yang perlu terus dikembangkan tanpa mengenal lelah. Di samping itu, perlu adanya usaha mempertingkatkan kemahiran dalam mempercantik dan memperindahnya berdasarkan kreativitas dan inovasi umatnya sebagai titik tolak kemajuan dakwah berdasarkan pengaruh imaniyah, ruhiyah, akhlakiyah dan jasadiyah. Perkembangan seni ini sangat diharapkan untuk diperkenalkan lebih luas lagi jenis-jenis kaligrafi sebagai tulisan penting sebagai penyampai dakwah, walaupun perlu melalui berbagai tantangan, masih terselip peluang di dalamnya, dan bahkan masih tersimpan harapan di dalamnya sebagai satu manifestasi seni yang menjadi khazanah kebudayaan Islam di Nusantara. Selain itu, ia perlu terus dipelihara dan dikembangkan peranannya agar dapat dikekalkan sebagai syariat dan dakwah Islam yang bermanfaat dalam kehidupan masyarakatnya. Selanjutnya, melalui tulisan ini diharap dapat menterjemahkan sebahagian intisari falsafah seni Islam, selain dapat direalisasikan melalui dakwah Islam dalam mencari ridha Allah SWT karena Allah itu indah dan mencintai keindahan. 16
Daftar Pustaka Al-Qur’an dan terjemahannya. 1986. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia. Abdullah Yusof. 2004. Seni Islam. Siri Pengajian Ushuluddin Universiti Malaya. Kuala Lumpur: Terbitan UMCCed. Abdul Gani Samsudin, et.al. 2001. Seni dalam Islam. Petaling Jaya: Intel Multimedia and Publication. Abdul Kabir al-Khatibi dan Mohammed Sijelmassi. 1976. The splendour of Islamic calligraphy. London: Thames and Hudson Limited. Abdul Karim Husein. 1971. Khat seni kaligrafi: Tuntunan menulis halus huruf Arab. Semarang: Menara Kudus. Aboebakar Atjeh. 1971. Beberapa tjatatan mengenai dakwah Islam untuk perguruan tinggi Islam. Jakarta: Ramadhani (Asal: Michigan: The University of Michigan). Abu Amru Usman ibn Sa’id ad-Dani. 2010. al-Muqni’ fi ma’arif marsun mashahif ahl amshar. Dar at-Tadmuriyyah. Abu 'Ubaid. 1991. Fadha'il. Beirut: Dar al-Kurub al-Ilmiyyah. Aiman Abdul Salām. 2002. Mausu‘at al-khat al-‘Arabi. Oman: Dār al-Amah. Albertino Gaur. 1994. A History of calligraphy. London: The British Library. Ali Akbar. 1995. Kaedah menulis kaligrafer dan karya-karya master. Cet. III. Jakarta: Pustaka Firdaus. Bayard Dodge, (ed. dan terj.). 1970. The fihrist of al-Nadīm: A Tenth century survey of Muslim culture. London: Columbia University Press. C. Israr. 1985. Dari teks klasik sampai ke kaligrafi Arab. Jakarta: Yayasan Masagung. Didin Sirajuddin, A.R. 1985. Seni kaligrafi Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas. Didin Sirojuddin, A.R. 1991. Catatan Selintas Seni Kaligrafi Islam. Katalog Pameran Seni rupa moden. Bandung: Badan Pelaksana Festival Istiqlal. Didin Sirajuddin, A.R. 1995. Sekeliling kaligrafi. Seni Kaligrafi al-Quran dan Usaha Pengembangan di Indonesia. Jakarta: LEMKA UIN Syarif Hidayatullah. Didin Sirojuddin, A.R. 1995. al-Quran dan reformasi kaligrafi Arab. Jakarta: LEMKA. Didin Sirojuddin, A.R. 2007. Koleksi karya master kaligrafi Islam. Jakarta: Darul Ulum Press. Fauzi Salim Afifi. 2002. Cara mengajar kaligrafi, pedoman guru. Jakarta: Darul Ulum Press. Ghazali Darussalam. 2001. Sumbangan sarjana dalam tamadun Islam. Kuala Lumpur: Utusan Publication and Distributors. Girling, D.A., (ed.). 1978. Eryman’s encyclopedia. London: JM. Dent & Sons Ltd. Hasan Muarif Ambary. 1998. Menemukan peradaban jejak arkeologis dan historis Islam Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Hashim Muhammad al-Baghdadi. 1381 H/1961. Qawa`id al-khat al-Arabi. Baghdad: Wizarat al-Ma`arif al-Iraqiyyah. HSM. Nasarudin Latif, dalam Muh. Ali Aziz. 2004. Ilmu dakwah. Jakarta: Prenada Media Group. Ibnu al-Nadīm dan Bayard Dodge. (t.th), The fihrist of al-Nadīm. New York: Columbia University. Ibnu Khaldun. 1980. al-Muqaddimah. Michigan: The University of Michigan. Ibn Abi Dawud. T.th. al-Masahif. Beirut: Dar Ma’arif. Ibn Hajar al-Asqalani. T.th. Fathul bari li sharhi shahih al-Bukhari. Beirut: Al-Mattba’ah Salafiah. Imam al-Suyuti dan al-Zarkasyi. 1990. al-Burhan fi ulumil quran. Beirut: Darul Ma’arif. Ilham Khoiri. 1999. al-Quran dan kaligrafi Arab. Jakarta: Logos. Isma`il Raji al-Farūqi dan Lois Lamya` al-Farūqi. 1986. The cultural atlas of Islam. New York: Macmillan Publishing Company. Ismail Hamid. 1985. Peradaban Melayu dan Islam. Kuala Lumpur: Fajar Bakti. Kāmil Baba. 1983. Rūh al-khat al-’arabi, Beirut: Dār al-’Ilm wa al-Malāyin. Kāmil Baba. 1992. Terj. D. Sirojuddin. Dinamika kaligrafi Islam. Jakarta: Darul Ulum Press. 17
Kamus besar bahasa Indonesia. 1988. Jakarta: Departemen P dan K Republik Indonesia. Kamus Dewan (edisi baru). 1989. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Lois al-Ma`luf. T.th. al-Munjid fī al-lughat wa al-`alam. Beirut: Dār al Mashāriq. Masdar Helmy, dalam Muh. Ali Aziz. 2004. Ilmu dakwah. Jakarta: Prenada Media Group. Manja Mohd. Ludin dan A. Suhaimi Hj. Mohd. Nor. 1995. Aspek-aspek kesenian Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Muhammad Khair Rahman. Ad-dakwah Islamiah dalam Muh. Ali Aziz. 2004. Ilmu dakwah. Jakarta: Prenada Media Group. Muhammad Uthman El-Muhammady. 1977. Peranan Islam dalam Pembentukan Kebudayaan Melayu Islam dan kebudayaan Melayu. Kuala Lumpur: KKBS. Mustafa Haji Daud. 1997. Al-Quran sumber tamadun Islam. Kuala Lumpur: JAKIM. M. Abdul Fath al-Bayanuni. 1996. Mu’awiqat tatbiq al-syari’ah al-Islamiyyah. Kuwait. M. Quraish Shihab. 1996. Wawasan al-Quran. Bandung: Mizan. Mohd Taib Osman et.al. (ed). 1988. Tamadun Islam di Malaysia. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Nik Hassan Suhaimi. 2000. Kesenian Melayu: Roh Islam dalam penciptaan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Sayyed Hussein Nasr. 1987. Spiritualitas dan seni Islam. Bandung: Mizan. Seni rupa Islam Malaysia tradisional dan sezaman. 1991. Kuala Lumpur: Depkes. Sidi Ghazalba. 1977. Pandangan Islam tentang kesenian. Kuala Lumpur: Pustaka Antara. Syahruddin. 2004. Kaligrafi al-Quran dan metodologi pengajarannya. Jakarta: Darul Ulum Press. Syeikh Manna al-Qaththān. 2006. مباحث في علوم القرآنRiyad: Maktabah Ma'arif. Syeikh Muhammad al-Ghazali. Ma’Allah, dalam Muh. Ali Aziz. 2004. Ilmu dakwah. Jakarta: Prenada Media Group. Syeh Adam Abdullah. Tarikh ad-dakwah baina al-amsi wa al-yaum, dalam Muh. Ali Aziz. 2004. Ilmu dakwah. Jakarta: Prenada Media Group. Syeikh Muhammad al-Khadir Husaini. T.th. al-Hidayat al-Islamiyyah. T.tp. Toha Yahya Oemai, dalam Muh. Ali Aziz. 2004. Ilmu dakwah. Jakarta: Prenada Media Group. Van Donzel, E., et.al 1978. The encyclopedia of Islam. Leiden: E.J. Brill. Yasin Hamid Safādi. 1978. Islamic calligraphy. London: Thames. Zainul Muttaqin, et.al. 1992. Seni kaligrafi kontemporer. Gontor: Darussalam Press.
https://dessycemil.blogspot.com/.../islam-terapan-tentang-dakwah. https://id.wikipedia.org/wiki/dakwah. Muzium Kesenian Islam Malaysia. Jalan Lembah Perdana. Kuala Lumpur, Malaysia. M. Tata Taufik. Jurnal mengenai dakwah. Said bin Ali bin Wahif al-Qathani. T.th. al-Hikmah fi ad-dakwah ila Allah Ta'ala. (blog dakwah Islamiyah). www.google.com Kesenian Islam dalam Negara. Tanggal, 9 Januari 2009. Welch. 1979. Arabic galligraphy (Early calligraphy development), http://islamicart.com/ main/calligraphy/early.htm.
18