perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UNSUR-UNSUR DRAMATIK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM FILM DENIAS: SENANDUNG DI ATAS AWAN SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI SMP
SKRIPSI Oleh : SANTI HARNANI K1208043
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UNSUR-UNSUR DRAMATIK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM FILM DENIAS: SENANDUNG DI ATAS AWAN SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI SMP
Oleh : SANTI HARNANI K1208043
Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Santi Harnani. UNSUR-UNSUR DRAMATIK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM FILM DENIAS: SENANDUNG DI ATAS AWAN SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI SMP. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juni 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) unsur-unsur dramatik yang membangun film Denias: Senandung di Atas Awan; (2) nilai pendidikan yang terkandung dalam film Denias: Senandung di Atas Awan; dan (3) relevansi film Denias: Senandung di Atas Awan sebagai media pembelajaran sastra Indonesia di SMP. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data adalah Video Compact Disk (VCD) yang berisi rekaman adegan-adegan dalam film Denias: Senandung di Atas Awan (2006) karya sutradara John De Rantau dan informan. Film tersebut diluncurkan oleh Alenia Pictures dan EC Entertainment pada tanggal 19 Oktober 2006 dengan panjang durasi film 110 menit dan informan yang terdiri dari dua ahli bidang perfilman, tiga guru SMP, dan tiga siswa SMP. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak catat dan wawancara. Validitas yang digunakan adalah triangulasi sumber dan teori. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif yang meliputi empat komponen, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu penentuan masalah, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) film Denias: Senandung di Atas Awan memiliki ide cerita yang bagus, menggunakan judul yang bersifat striking statement, memiliki tema sebuah kerja keras dan perjuangan seseorang untuk mendapatkan pendidikan, dibangun di atas alur yang menarik, tokoh-tokohnya digambarkan dengan beberapa cara dan mengambil setting hanya di satu tempat yaitu di Papua; (2) nilai pendidikan dalam film Denias: Senandung di Atas Awan, meliputi: (a) nilai religius yang mengajarkan berserah diri kepada Tuhan, sabar dalam menghadapi cobaan, dan senantiasa mengingat Tuhan; (b) nilai moral yang mengajarkan semangat dalam mencapai cita-cita, tidak mudah menyerah, berbakti kepada orang tua dan berbudi baik; (c) nilai sosial mengajarkan pentingnya kehidupan berkelompok dalam masyarakat; (d) nilai budaya yang mengajarkan sifat berbudaya seperti menjunjung budaya baik yang berlaku; dan (e) nilai estetis yang mengajarkan untuk menghargai keindahan dari sisi yang berbeda dari Papua; (3) film Denias: Senandung di Atas Awan merupakan film yang menarik untuk dijadikan media pembelajaran karena memiliki bentuk visual dan verbal yang mudah dipahami. Selain itu, film tersebut berbobot dan bernilai mendidik. Setelah dilakukan analisis teori dan sintesis sumber data dengan informan, dapat disimpulkan bahwa film Denias: Senandung di Atas Awan karya John De Rantau dapat digunakan sebagai media pembelajaran sastra di SMP karena sesuai dengan kriteria media pembelajaran yang baik dan bernilai pendidikan. commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Kepuasan terletak pada usaha bukan pada hasil, berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki (Mahatma Gandhi)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk: 1. Nenek (Almarhum), Bapak dan Ibuku, serta keluarga besarku yang telah memberikan kasih sayang, kesabaran, dukungan, dan doanya; 2. Kakakku tersayang yang selalu memberi dukungan dalam langkah hidupku; 3. Sahabat-sahabatku tercinta Yuniah, Linda, Wulan, Sugeng, Okta, dan Rizki yang selalu menjadi semangatku; 4. Seluruh penghuni kos Wisma Almamater terceria (Widya, Dian, Sri, Ratna, Mimi, Nana, Yuli, Riski, Putri, Mbak Nani, Mbak Lia, dan Mbak Tira) atas nasihat, bantuan, dan doanya; dan 5. Segenap keluarga besar Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2008 atas kebersamaan, ilmu, wawasan, dukungan, dan doanya selama ini. commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi limpahan nikmat, rahmat, dan hidayah. Atas kehendak-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “UNSUR-UNSUR DRAMATIK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM FILM DENIAS: SENANDUNG DI ATAS AWAN SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI SMP”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan ucapkan terima kasih kepada: 1. Prof.Dr.H.M.Furqon Hidayatullah,M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini. 2. Dr.Muhammad Rohmadi,M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini. 3. Dr.Kundharu Saddhono,S.S.,M.Hum., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini. 4. Drs.Edy Suryanto,M.Pd. dan Dra.Raheni Suhita,M.Hum., selaku pembimbing skripsi I dan II yang sabar memberikan bimbingan dan tambahan pengetahuan yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. 5. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. 6. Para informan yang telah bersedia untuk diwawancarai dan turut berpartisipasi dalam penelitian ini. commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam bidang bahasa dan sastra Indonesia.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman JUDUL .............................................................................................................
i
PERNYATAAN ..............................................................................................
ii
PENGAJUAN .................................................................................................
iii
PERSETUJUAN .............................................................................................
iv
PENGESAHAN ..............................................................................................
v
ABSTRAK ......................................................................................................
vi
MOTTO ...........................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii KATA PENGANTAR .....................................................................................
ix
DAFTAR ISI .................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xv
TABEL ............................................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ...............................................................................
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..........................................................................
7
A. Kajian Teori .........................................................................................
7
1. Hakikat Film ..................................................................................
7
a. Pengertian Film ........................................................................
7
b. Jenis-jenis Film ........................................................................
9
2. Hakikat Unsur-unsur Dramatik ......................................................
12
a. Pengertian Unsur-unsur Dramatik ...........................................
12
b. Unsur-unsur Dramatik Film .....................................................
13
3. Hakikat Nilai Pendidikan ...............................................................
21
a. Pengertian Nilai Pendidikan commit to..................................................... user
21
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Jenis Nilai Pendidikan ..............................................................
24
4. Hakikat Media Pembelajaran .........................................................
28
a. Pengertian Media Pembelajaran ...............................................
28
b. Jenis-jenis Media Pembelajaran ...............................................
30
c. Pertimbangan dalam Memilih Pembelajaran ...........................
33
5. Pembelajaran Sastra .......................................................................
35
6. Hasil Penelitian yang Relevan .......................................................
36
B. Kerangka Berpikir ................................................................................
38
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................
40
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................
40
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ..........................................................
40
C. Sumber Data ........................................................................................
41
D. Teknik Pengambilan Sampel................................................................
42
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................
42
F. Uji Validitas Data .................................................................................
43
G. Teknik Analisis data .............................................................................
45
H. Prosedur Penelitian...............................................................................
47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................
48
A. Deskripsi Data ......................................................................................
48
1. Sosok John De Rantau dalam Sinematografi Indonesia ................
48
2. Karya-karya John De Rantau .........................................................
50
B. Hasil Penelitian ....................................................................................
51
1. Unsur-unsur Dramatik film Denias: Senandung di Atas Awan .....
51
2. Nilai Pendidikan film Denias: Senandung di Atas Awan ..............
75
3. Relevansi film Denias: Senandung di Atas Awan sebagai Media Pembelajaran Sastra Indonesia di SMP .................
89
C. Pembahasan ..........................................................................................
97
1. Unsur-unsur Dramatik film Denias: Senandung di Atas Awan .....
97
2. Nilai Pendidikan film Denias: Senandung di Atas Awan ..............
99
3. Relevansi film Denias: Senandung di Atas Awan commitSastra to user sebagai Media Pembelajaran Indonesia di SMP ................. 101
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ....................................... 104 A. Simpulan ............................................................................................. 103 B. Implikasi .............................................................................................. 106 C. Saran .................................................................................................... 108 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 110 LAMPIRAN .................................................................................................... 114
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Kerangka Berpikir Penelitian ....................................................................
39
2. Model Analisis Interaktif ...........................................................................
46
3. Prosedur Penelitian.....................................................................................
47
4. Judul film Denias: Senandung di Atas Awan ............................................
55
5. Denias Berlari Menuju Sekolah (Adegan 7) ..............................................
58
6. Albert Fakdawer sebagai Denias (Adegan 23)...........................................
58
7. Audrey Papilaja sebagai Mama Denias (Adegan 11) ................................
59
8. Michael Mohede sebagai Bapa Denias (Adegan 16) ................................
60
9. Mathias Muchus sebagai Bapa Guru (Adegan 8) ......................................
62
10. Ari Sihasale sebagai Maleo (Adegan 22) ...................................................
62
11. Marcella Zalianty sebagai Ibu Gembala (Adegan 29) ...............................
64
12. Ryan Manobi sebagai Noel (Adegan 21) ...................................................
65
13. Minus Karoba sebagai Enos (Adegan 37) ..................................................
66
14. Pevita Pearce sebagai Angel (Adegan 33) .................................................
67
15. Adegan Pengenalan Tokoh Denias (Adegan 1, 3, dan 7) ..........................
68
16. Mama Denias Meninggal dalam Kebakaran (Adegan 14) .........................
69
17. Bapa Guru Denias Hendak Pulang ke Jawa (Adegan 19) ..........................
69
18. Denias Ujian Masuk Sekolah (Adegan 33) ................................................
70
19. Noel mengajak Denias berkelahi (Adegan 34) ..........................................
71
20. Denias Kabur dan Dicari Ibu Gembala (Adegan 34) .................................
71
21. Denias Berpamitan kepada Ibu Gembala (Adegan 36) ..............................
72
22. Film Denias: Senandung di Atas Awan Berdasar dari Kisah Nyata ..........
73
23. Tampilan Promosi Film Denias: Senandung di Atas Awan Based On A True Story (Berdasar Kisah Nyata) ........................................
73
24. Honai, Rumah Adat Papua ........................................................................
74
25. Upacara Pemasangan Koteka, Upacara Adat Papua ..................................
74
26. Pegunungan Jaya Wijaya Papua................................................................. commit user 27. Ibu Gembala dan Denias (Adegan 31)to .......................................................
74
xiv
76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28. Ibu Gembala Memeluk Denias (Adegan 36) .............................................
77
29. Denias Berdiri Memandang Langit (Adegan 38) .......................................
78
30. Denias Berdialog dengan Ibu dan Saudaranya...........................................
79
31. Denias Minta Izin Bermain (Adegan 2) .....................................................
80
32. Bapa Guru Menasihati Denias (Adegan 8) ................................................
81
33. Denias Bertemu Angel (Adegan 26) ..........................................................
83
34. Rapat Anggota Dewan Sekolah (Adegan 29) ............................................
84
35. Upacara Pemasangan Koteka di Desa Denias ............................................
86
36. Denias Berburu Kuskus..............................................................................
86
37. Honai Rumah Adat Papua ..........................................................................
86
38. Denias Memakan Ubi Kuning Makanan Sehari-hari Papua ......................
86
39. Upacara Pemotongan Jari ..........................................................................
87
40. Upacara Mandi Lumpur .............................................................................
87
41. Gunung Jaya Wijaya Papua .......................................................................
88
42. Keindahan Pelangi dari Bukit ....................................................................
88
43. Keindahan Budaya Masyarakat Papua .......................................................
89
44. Wawancara dengan Drs. Tri Giovanni ....................................................... 163 45. Wawancara dengan Arief Iman Santoso,S.Sn............................................ 163 46. Wawancara dengan Rini Dwi Hastuti,S.Pd................................................ 163 47. Wawancara dengan Drs. Widada ............................................................... 163 48. Wawancara dengan Drs. Sumari Praptiningsih .......................................... 164 49. Wawancara dengan Satria Pambudi Utomo............................................... 164 50. Nur Ayu Ainunnisa .................................................................................... 164 51. Wawancara dengan Cindy Kumala Sari .................................................... 164
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TABEL
Tabel Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian .......................................
commit to user
xvi
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Transkrip Naskah Film Denias: Senandung di Atas Awan ........................ 114 2. Sinopsis film Denias: Senandung di Atas Awan........................................ 134 3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (1) .................................................... 137 4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (2) .................................................... 140 5. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (3) .................................................... 145 6. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (4) .................................................... 148 7. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (5) .................................................... 152 8. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (6) .................................................... 154 9. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (7) .................................................... 156 10. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (8) .................................................... 158 11. Daftar Pertanyaan Wawancara untuk Informan Ahli di Bidang Perfilman 160 12. Daftar Pertanyaan Wawancara untuk Guru SMP....................................... 161 13. Daftar Pertanyaan Wawancara untuk Siswa SMP ..................................... 162 14. Dokumentasi .............................................................................................. 163
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada era serba modern, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu seiring dengan perkembangan aspek kehidupan masyarakat kini. Secara langsung seluruh aspek harus menyesuaikan lingkungan, salah satu aspeknya adalah pendidikan. Sejak dulu pendidikan tidak akan luput dari sorotan utama masyarakat. Pendidikan sudah menjadi suatu kebutuhan yang melingkupi kehidupan mereka. Banyak gagasan cemerlang para ahli yang disalurkan dalam pendidikan untuk mengimbangi kebutuhan tersebut. Dari perkembangan era yang demikian adanya, memunculkan keinginan untuk menyampaikan sebuah gagasan yang sesuai dengan masanya. Jika masa dahulu penyampaian pesan pendidikan hanya berupa media lisan, dan berlanjut pada tulisan, maka pada era serba canggih dan modern ini, media yang digunakan semakin bervariasi. Penyampaian pesan pendidikan oleh beberapa pihak telah memanfaatkan keberagaman media yang diciptakan. Brown (dalam Sudrajat, 2008) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat berpengaruh terhadap efektivitas pembelajaran. Tidak hanya lisan yang berperan, tapi juga memanfaatkan media seperti media audio, media visual, maupun media audio visual. Pendidik tidak dapat mengingkari begitu kuat perkembangan pengaruh media komunikasi terhadap anak didik. Dalam pembelajaran sastra misalnya, para pendidik saat ini telah banyak memilih media-media tertentu untuk menumbuhkan motivasi belajar sastra peserta didik. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Peragaan yang umum dalam karya sastra sekarang bisa dinikmati melalui beragam media, bisa melalui media audio, visual, maupun audio visual tergantung tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Warsono (2009) berpendapat bahwa dari sekian banyak hal ikhwal commit to user kerancuan dan pergolakan dalam dunia sastra, media pembelajaran sastra
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
merupakan sesuatu yang perlu dikaji dan ditilik keberadaannya. Karena bukan tidak mungkin dari permasalahan ini akan berimplikasi kepada hasil karya lainnya. Terkadang bila sudah umum dan sering dipakai mungkin akan cenderung menimbulkan kebosanan. Peserta didik termasuk yang lebih cepat bosan terhadap satu hal yang sama. Dalam pembelajaran dibutuhkan adanya variasi untuk memungkinkan tumbuhnya motivasi belajar. Beragam potensi masih bisa dimanfaatkan secara maksimal. Mulyasa (dalam Caray, 2008) mengemukakan bahwa pembaruan pembelajaran tidak harus disertai dengan pemakaian perlengkapan yang serba hebat. Dalam rangka pembangunan pendidikan guru dan pengembangan karier pendidikan perlu ditekankan pentingnya pengembangan cara-cara baru yang efektif dan sesuai dengan kemampuan masing-masing peserta didik. Hal ini selain menarik perhatian siswa juga dapat membuat keteranganketerangan menjadi lebih memudahkan pemahaman siswa. Terdapat banyak ragam kegiatan belajar sastra, namun sedikit model yang dapat memacu kreativitas dan membangkitkan minat siswa untuk berkarya. Hal ini tentu saja harus dibarengi dengan keinginan dan kemauan guru dalam mendesain pembelajaran. Guru hendaknya tidak mudah puas dengan metode pembelajaran yang masih terkesan monoton. Dapat dilihat bahwa dalam pembelajaran sastra memang hasilnya lebih optimal jika memanfaatkan media. Dewasa ini, penggunaan media di tingkat sekolah, umumnya sudah lebih inovatif dan kreatif. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan guru-guru Bahasa Indonesia di SMP Surakarta, siswa akan lebih tertarik
memperhatikan
penjelasan
ketika
guru
menggunakan
media.
Pembelajaran dirasakan mereka tidak lagi monoton mengingat jam pelajaran yang dialokasikan untuk pembelajaran sastra cukup banyak. Jadi, tidak salah jika pembelajaran harus dirancang lebih variatif agar kejenuhan pada siswa tidak menghalangi penyerapan materi pelajaran. Dengan
adanya
permasalahan
tentang
pemanfaatan
media
dalam
pembelajaran sastra, maka masih perlu pengkajian dan pengembangan commit user kegunaannya, agar mencapai tujuan yang to dirumuskan. Apalagi media untuk siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
yang sudah berada di jenjang menengah yang cara pandang dan pikirnya sudah lebih meningkat. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengkaji dari media komunikasi yang dinilai efektif dan kondusif serta dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat luas, yaitu film. Selama ini, karya sastra di tingkat sekolah dikenal melalui bentuk tertulis seperti puisi, cerpen, dan novel. Nilai sastra juga bisa terdapat dalam film. Menurut Rahmanto (1988:9) sastra, merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Sastra dapat disajikan dalam berbagai cara: langsung diucapkan, lewat radio, majalah, buku, dan sebagainya. Dengan demikian, karya sastra tidak hanya bisa dinikmati melalui bentuk tertulis namun bisa juga dengan beragam bentuk lisan seperti film. Seperti layaknya karya sastra lain, film juga memiliki sifat-sifat dasar dari sebuah karya sastra. Seperti novel, film memiliki kesanggupan untuk memainkan ruang dan waktu. Seperti seni drama, film melakukan komunikasi visual melalui laku dramatik, gerak, ekspresi dan komunikasi verbal melalui dialog. Sebuah film ternyata memiliki hampir semua aspek dari seni yang lain. Seiring dengan mulai meningkatnya kualitas pendidikan nasional, ikut memengaruhi kesadaran masyarakat tentang muatan atau isi pesan dari sebuah film. Film menjadi salah satu media yang bisa juga dipandang sebagai alat komunikasi yang sangat membantu proses pembelajaran efektif. Karena sesuatu yang terlihat oleh mata dan terdengar oleh telinga, lebih mudah ditangkap dan diingat daripada sesuatu yang hanya bisa dibaca oleh mata atau hanya didengar telinga saja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyerapan sebuah pengetahuan akan semakin mudah bila proses transfer pengetahuan melibatkan aspek penglihatan dan pendengaran, bahkan dalam hal ini (audio visual) mampu membawa aspek emosi (perasaan). Diharapkan dengan mengoptimalkan ketiga aspek tersebut, maka penghayatan terhadap sebuah pengetahuan dalam film akan lebih dalam dan maksimal serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu sangat berpengaruh terhadap siapa pun yang menontonnya, commit to user sehingga cukup mudah untuk ditiru.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Perkembangan film di Indonesia tergolong pesat dalam beberapa tahun. Menurut masyarakat, kondisi perfilman Indonesia mulai menggeliat. Hal tersebut tentu tidak hanya karena keterbukaan dan kebebasan yang ada, namun juga kemampuan teknis yang semakin meningkat dalam menuangkan pesan melalui seni gambar dan fotografis. Keberanian film dalam mengangkat pesan-pesan realitas dalam masyarakat patut diberi penghargaan terbaik. Film-film tersebut digemari oleh berbagai kalangan karena selain mempunyai fungsi hiburan, film juga mempunyai fungsi sebagai sarana budaya, pendidikan, informasi, dan pendorong kreativitas. Hal ini menguntungkan bagi dunia pendidikan, karena salah satu fungsi film adalah sebagai media pendidikan Film yang pantas untuk diproduksi maupun dikonsumsi menurut khalayak, yaitu film yang berusaha menumbuhkan nilai-nilai, materi, dan metode pendidikan. Sebut saja film yang muncul sekitar tahun 90-an, Petualangan Sherina. Film yang disutradarai oleh Riri Riza tersebut menyodorkan nilai pendidikan yang bersifat sederhana, mudah dicerna, dan mengena pada seluruh kalangan. Di samping itu, ada pula film yang menekankan perjuangan anak untuk menempuh pendidikan yang penuh dengan rintangan dan tantangan seperti Laskar Pelangi yang diadaptasi dari novel karya Andrea Hirata yang kemudian dijadikan film oleh Riri Riza. Dari berbagai macam film yang ada, terdapat sebuah drama film, yaitu Denias: Senandung di Atas Awan (2006) karya sutradara De Rantau yang tidak hanya mencukupkan isi dan kandungannya berupa metode dan materi pendidikan. Namun lebih dari itu, sutradara film tersebut sangat memperhatikan nilai estetika film itu sendiri. Selain itu, film tersebut banyak menekankan arti sebuah kehidupan beserta sebuah proses dalam membentuk pola pikir manusia. Film Denias: Senandung di Atas Awan mampu menarik perhatian penonton, seperti penyampaian pesan moral yang berkenaan dengan pendidikan bangsa. Film ini bercerita tentang perjuangan seorang anak suku pedalaman Papua bernama Denias untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Sebuah film yang harus ditonton oleh mereka yang mengaku peduli dengan dunia pendidikan di commitpandangan to user tentang nilai-nilai pendidikan Indonesia. Film yang dapat membuka
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
yang belum tereksplorasi. Nilai yang secara praktis merupakan sesuatu yang dianggap bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bidang pendidikan, nilai memiliki arti membentuk, yaitu nilai usaha pendidik yang dapat meningkatkan prestasi dan pembentukan watak (character building) peserta didik. Goldenberg, Lee, dan O‟Bannon (2010) menyatakan bahwa dengan memahami nilai yang berpotensi dalam film, pendidik dapat menggunakan alat pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami apa saja yang berhubungan dengan konsep. Dari beberapa pemaparan tersebut, maka penulis tertarik untuk mengeksplorasi lebih jauh film Denias: Senandung di Atas Awan yang disutradarai John De Rantau dan diproduseri oleh Ari Sihasale dengan judul “Unsur-unsur Dramatik dan Nilai Pendidikan dalam Film Denias: Senandung di Atas Awan serta Relevansinya sebagai Media Pembelajaran Sastra di SMP”, yang diharapkan dapat memberikan khasanah keilmuan dalam konteks masa sekarang.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah unsur-unsur dramatik yang membangun film Denias: Senandung di Atas Awan? 2. Nilai pendidikan apa sajakah yang terkandung dalam film Denias: Senandung di Atas Awan? 3. Mengapa film Denias: Senandung di Atas Awan relevan sebagai media pembelajaran sastra Indonesia di SMP?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Unsur-unsur dramatik yang membangun film Denias: Senandung di Atas Awan; 2. Nilai pendidikan yang terkandung dalam film Denias: Senandung di Atas Awan; dan 3. Relevansi film Denias: Senandung di Atas Awan sebagai media pembelajaran commit to user sastra Indonesia di SMP.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
D. Manfaat Penelitian Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam pembelajaran bidang Bahasa dan Sastra Indonesia jenjang SMP, khususnya pembelajaran apresiasi sastra serta nilai pendidikan dalam karya sastra. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru SMP, penelitian ini mampu digunakan oleh pengajar dan pendidik, khususnya guru Bahasa dan Sastra Indonesia di berbagai sekolah sebagai wawasan mengenai unsur-unsur dramatik dan nilai pendidikan film. Selain itu dapat digunakan pula dalam pemilihan media ajar, yaitu media pembelajaran sastra. b. Bagi siswa SMP, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dalam mengapreasiasi film khususnya memahami dan mengamalkan nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. c. Bagi pembaca dan penikmat sastra, penelitian film Denias: Senandung di Atas Awan ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan penelitian-penelitian lain yang telah ada sebelumnya, khususnya dalam menganalisis nilai pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Hakikat Film a. Pengertian Film Ada beberapa pengertian mengenai film. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:392), film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop). Film juga diartikan oleh Susanto (1982:58) sebagai gambar yang bergerak. Dalam bahasa Indonesia, dahulu dikenal istilah ‟gambar hidup‟. Dari definisi yang pertama, kita dapat membayangkan film merupakan sebuah benda yang sangat rapuh, ringkih, hanya berupa kepingan compact disc (CD). Tapi di sisi lain, pengertian kedua memberi gambaran yang lebih kompleks, yaitu sebagai perekam sejarah yang baik. Pengertian lebih lengkap dan mendalam tercantum jelas dalam pasal 1 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1992 (dalam Effendy, 2008:62) tentang perfilman yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronika, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem mekanik, elektronik, dan/atau lainnya. Film yang dimaksud dalam hal ini adalah film yang secara keseluruhan diproduksi oleh lembaga pemerintah atau swasta atau pengusaha film di Indonesia, atau yang merupakan hasil kerja sama dengan pengusaha film asing. Satoto (2000:226) berpendapat bahwa film pada dasarnya adalah deretan gambar-gambar commit frame dari pemain dan segala sesuatu yang to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
bersangkut paut di dalam cerita itu, yang terwujud dalam gambar bergerak atau gambar hidup. Lanjut lagi Rosari (dalam Pramadhana, 2011) berpendapat bahwa, film merupakan media komunikasi sosial yang terbentuk dari penggabungan dua indra, penglihatan dan pendengaran, yang memiliki inti atau tema sebuah cerita yang banyak mengungkapkan realita sosial yang terjadi di sekitar lingkungan tempat di mana film itu sendiri tumbuh. Film berbeda dengan cerita buku atau cerita sinetron. Film bukan sekadar usaha untuk menampilkan ‟citra gerak‟ (moving imager), namun telah diikuti oleh muatan kepentingan tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi manusia, atau gaya hidup. Film mewakili realitas kelompok masyarakat pendukungnya baik realitas dalam bentuk imajinasi ataupun realitas dalam bentuk sebenarnya. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa film merupakan sebuah media seni yang dibuat berdasarkan asas sinematografi untuk menggambarkan proses sejarah atau realita sosial yang terjadi di sekitar lingkungan suatu masyarakat yang disajikan dalam bentuk gambar hidup atau gambar bergerak. Deretan gambar bergerak tersebut dapat mewakili realitas kelompok masyarakat pendukungnya baik realitas dalam bentuk imajinasi ataupun realitas dalam bentuk sebenarnya. Hamalik (1989:85) menambahkan dengan pendapatnya bahwa nilai gambar hidup bagi pendidikan lazimnya sebagai berikut: (1) Gambar hidup adalah media yang baik guna melengkapi pengalaman-pengalaman dasar bagi murid di kelas untuk membaca, diskusi, konstruksi, dan kegiatan belajar lainnya; (2) Gambar hidup memberikan penyajian yang lebih baik tak terikat ada abilitet intelektual; (3) Mengandung banyak keuntungan ditinjau dari segi pendidikan, antara lain mengikat perhatian anak-anak, dan terjadi berbagai asosiasi dalam jiwanya; (4) Mengatasi pembatasanpembatasan dalam jarak dan waktu; dan (5) Film mempertunjukkan suatu subjek dengan perbuatan. Dari fungsi dan nilai film yang telah disebutkan, telah cukup jelas bahwa film dianggap tidak hanya sebagai alat menghibur belaka, tetapi alat yang fundamental, alatcommit yang dapat dipelajari secara ilmiah dan dinilai to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
secara kritis. Oleh sebab itu, film telah banyak dimanfaatkan sebagai media dalam kelas. Dengan demikian, film juga dapat dikatakan sebagai karya cipta manusia yang multifungsi, film tidak saja memberi penonton hiburan melainkan juga memberi informasi sekaligus mendidik secara persuasif. Seperti halnya karya sastra, tanpa memaksa tahu sebaliknya memanjakan, film mengajak para penonton memeroleh pendidikan kultural tanpa harus menggurui. Film memiliki persamaan dengan cipta sastra lainnya yakni memiliki unsur-unsur intrinsik. Hal ini seperti yang diungkapkan Satoto (2000:226) bahwa semua cipta sastra termasuk drama film ada ceritanya, ada temanya, dan ada pula amanatnya (message) yang berbeda hanya bentuk penyajiannya. Film juga sering diidentikkan sebagai hasil karya seni kolektif yang melibatkan sejumlah orang, modal, dan manajemen. Dalam proses pembuatannya, pada dasarnya film yang baik dan berkulitas memerlukan tenaga-tenaga ahli. Sebagai sebuah proses, banyak aspek yang tercakup dalam sebuah film. Hamalik (1989:91) mengungkapkan bahwa sebuah film yang baik memenuhi delapan ciri khas berikut: (1) film itu menarik minat, (2) benar dan autentik, (3) up to date dalam setting, pakaian, dan lingkungan, (4) sesuai dengan tingkat kematangan, (5) perbendaharaan bahasanya yang benar, (6) merupakan kesatuan atau sekuennya teratur, (7) mendorong aktivitas, dan (8) memenuhi dan memuaskan dari segi teknis. b. Jenis-jenis Film Dari berbagai macam film yang ada, dapat dikatakan mempunyai satu sasaran yaitu menarik perhatian orang terhadap muatan masalah yang dikandung dan melayani kepentingan publik. Sejalan dengan hal tersebut, muncul beragam jenis film yang berkembang di masyarakat. Keragaman jenis film mencerminkan keragaman isi dan jalan cerita yang ingin disampaikan oleh sutradara. Sumarno (dalam Vaynatic, 2009) berpendapat bahwa pada dasarnya film dapat dikelompokkan ke dalam dua pembagian commit user noncerita. Pendapat sama juga besar yaitu kategori film ceritato dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
diungkapkan oleh Ahira (2011) yang menyebutkan bahwa film kalau dilihat dari isi dan jalan ceritanya, terbagi menjadi dua aliran besar yaitu fiksi dan nonfiksi. Dalam hal ini Sumarno (dalam Vaynatic, 2009) menjelaskan jenis-jenis film secara lebih rinci. 1) Film Cerita Sumarno (dalam Vaynatic, 2009) menyatakan bahwa film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Semua unsur yang membangun dalam film hanyalah karangan penulis skenario saja.
Film cerita hanya
memaparkan kisah kehidupan yang bersifat rekaan atau fiktif. Pada umumnya, film cerita bersifat komersial, artinya dipertunjukkan di bioskop dengan harga karcis tertentu ataupun diputar di TV dengan dukungan sponsor iklan tertentu. Hal ini dapat terjadi karena proses pembuatan film cerita menggunakan modal yang relatif besar. Kebanyakan produser tentu tidak ingin modal besar untuk proses produksi film tersebut sia-sia. Film cerita yang pertama kali diproduksi di Indonesia, menurut catatan Sinematek Indonesia (dalam Vaynatic, 2009) adalah film berjudul Loetoeng Kasaroeng yang dibuat pada tahun 1926. Film cerita pertama tersebut dibuat oleh G. Kruger, seorang Indo-Jerman di Bandung. Dua nama besar dalam dunia perfilman nasional yang juga disebut sebagai perintis industri film nasional di tahun 1950-an yang telah menghasilkan sejumlah film cerita terkemuka adalah Usmar Ismail dan Djamaludin Malik. Setiap pembuat film, hidup dalam masyarakat atau dalam lingkungan budaya tertentu, sehingga proses kreatif yang terjadi merupakan pergulatan antara dorongan subyektif dan nilai-nilai yang mengendap di dalam diri. Hasil pergulatan ini akan muncul sebagai karya film. Sumarno (dalam Vaynatic, 2009) menyebutkan bahwa film cerita memiliki berbagai jenis atau genre, antara lain: (a) film drama, (b) film to sejarah, user horor, (c) film perang,commit (d) film (e) film fiksi-ilmiah, (f) film
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
komedi, (g) film laga (action), (h) film musikal, dan (i) film koboi (cowboy). Cerita merupakan kemasan yang memungkinkan pembuat film melahirkan realitas rekaan yang merupakan suatu alternatif dari realitas nyata bagi penikmatnya. Dari segi komunikasi, ide atau pesan yang dibungkus oleh cerita itu merupakan pendekatan yang bersifat membujuk (persuasif). Dalam pembuatan film cerita, Sumarno (dalam Vaynatic, 2009) menekankan pentingnya proses pemikiran dan proses teknis. Proses pemikiran berupa pencarian ide, gagasan, atau cerita yang akan digarap. Sedangkan teknis berupa keterampilan artistik untuk mewujudkan segala ide, gagasan atau cerita menjadi film yang siap ditonton. Karenanya, film cerita dapat dipandang sebagai wahana penyebaran nilai-nilai. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa film cerita adalah film yang bercerita tentang hal yang bersifat rekaan. Cerita yang dibuat-buat berdasarkan imajinasi pengarang. Film jenis ini juga masih dibagi menjadi beberapa genre. 2) Film Noncerita Film noncerita merupakan kategori film yang mengambil kenyataan sebagai subjeknya (Sumarno dalam Vaynatic, 2009). Jadi film noncerita ini, merekam kenyataan daripada fiksi tentang kenyataan. Seperti halnya film cerita, film noncerita juga terdiri atas beberapa jenis. Ada dua tipe film noncerita, yaitu yang termasuk film dokumenter dan film faktual. Film faktual umumnya hanya menampilkan fakta dalam bentuk film berita (news reel) dan film dokumentasi. Film berita menitikberatkan pada segi pemberitaan suatu kejadian aktual. Film dokumentasi hanya merekam kejadian tanpa diolah lagi, misalnya dokumentasi peristiwa perang dan dokumentasi upacara kenegaraan. Film dokumentasi, selain mengandung fakta juga mengandung subjektivitas pembuatnya. Subjektivitas diartikan sebagai commit to userMenurut rumusan Peransi (2005), sikap atau opini terhadap peristiwa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
pemikir dan pembuat film dokumenter sebuah film dokumenter yang baik adalah yang mencerdaskan penontonnya. Dengan kata lain, film dokumenter bukanlah merupakan suatu cerminan pasif dari kenyataan, melainkan adanya proses penafsiran terhadap kenyataan itu sendiri. Selain jenis faktual dan film dokumenter, di dalam „keluarga besar‟ film noncerita masih terdapat jenis-jenis lain, seperti film pariwisata, film iklan, film pendidikan, dan lain-lain. Dengan demikian, film Denias: Senandung di Atas Awan termasuk dalam film cerita. Dapat dikatakan demikian karena film tersebut film yang diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Film yang bercerita mengenai perjuangan Denias meraih mimpi yang kaya akan nilai pendidikan. 2. Hakikat Unsur-unsur Dramatik a. Pengertian Unsur-unsur Dramatik Dramatik menurut Sudjiman (1990:23) adalah kata sifat yang menyatakan (1) yang berkaitan dengan drama, (2) secara dalam drama, dan (3) yang bersifat drama. Sebagai cerita, drama merupakan hasil karya bersama atau hasil kerja kolektif. Dengan kata lain, proses pembuatan drama pasti melibatkan kerja sejumlah unsur atau profesi. Dalam hal ini unsur-unsur yang dimaksud adalah unsur-unsur fungsional
yang
membangun totalitas karya dari gagasan pengarang. Jadi dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dramatik
merupakan unsur-unsur
pembangun yang bersifat drama (karya sastra yang menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan emosi melalui lakuan dan dialog). Unsur-unsur tersebut saling berkaitan membentuk satu kesatuan yang membangun cerita. Hampir seperti dengan drama, film menyajikan komunikasi visual melalui laku dramatik, gerak dan ekspresi dan komunikasi verbal melalui dialog. Seperti seni tari, gambar bergerak pada film memiliki sifat-sifat ritmis tertentu. Seperti novel, film diperkaya dengan kemampuan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
memainkan ruang dan waktu. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Asrul Sani (dalam Thinktep, 2010) bahwa seperti layaknya karya seni lainnya, film juga memiliki sifat-sifat dasar dari sebuah karya seni. Film yang dilihat sampai sekarang ini merupakan kombinasi antara usaha penyampaian pesan melalui gambar yang bergerak, pemanfaatan teknologi kamera, warna, dan suara. Susanto (1982:60) menambahkan bahwa unsur-unsur tersebut dilatarbelakangi oleh suatu cerita yang mengandung suatu pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara kepada khalayak ramai. Mengingat bahwa film sebagai media bercerita, film tentu memiliki unsur-unsur pembangun cerita seperti pada karya sastra umumnya. b. Unsur-unsur Dramatik Film Film memiliki persamaan dengan cipta sastra lainnya, yakni memiliki unsur-unsur pembangun cerita atau yang sering disebut unsur dramatik. Jika benar-benar ingin memahami film, maka kita harus mengetahui aspek-aspek pembangun dari sebuah film. Tarigan (1993) pernah berpendapat bahwa agar kita dapat mengevaluasi sesuatu lakon, maka terlebih dahulu kita harus mengenal unsur-unsurnya dengan baik. Unsur-unsur itu adalah alur, penokohan, dialog, dan aneka kesastraan dan kedramaan. Dalam Waluyo (2006:8) dijelaskan struktur drama yang terdiri atas beberapa unsur, antara lain: (1) plot atau kerangka cerita, (2) penokohan dan perwatakan, (3) dialog, (4) setting, (5) tema/nada dasar cerita, dan (6) amanat. Unsur-unsur tersebut saling terkait membentuk kesatuan dan saling terikat. Sementara itu, Susanto (1982) berpendapat bahwa sebagai suatu seni, film mengikuti juga hukum ‟dramaturgi‟ (ilmu tentang hakikat dan hukum pementasan), yaitu: (1) eksposisi atau cara penyajian secara langsung, tidak langsung, dengan pengantar dan seterusnya, (2) peningkatan ketegangan, (3) klimaks atau titik puncak kejadian, (4) penurunan klimaks, dan (5) penutup yang merupakan bagian terakhir yang commit to user membulatkan ceritera yang disajikan. Lebih rinci, Sani (dalam Thinktep,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
2010) menyebutkan unsur-unsur dramatik dalam film adalah ide cerita, judul, tema, maksud, karakterisasi, konflik, alur/plot, dan setting. 1) Ide Cerita Cerita merupakan bagian terpenting dari sebuah karya. Menurut Nurgiyantoro (2005:90) cerita memiliki peranan sentral. Dari awal hingga akhir karya itu yang ditemui adalah cerita. Forster (dalam Nurgiyantoro, 2005:91) mengartikan cerita sebagai sebuah narasi berbagai kejadian yang sengaja disusun berdasarkan urutan waktu. Cerita dengan demikian berkaitan erat dengan berbagai unsur pembangun sebuah film. Begitu banyak penulis cerita yang kesulitan mendapatkan ide cerita yang menarik. Bangunan cerita film dari waktu ke waktu sebetulnya hanya sederhana. Cerita akan dimulai dari pemaparan, konflik, klimaks, dan endingnya adalah penyimpulan atau peleraian. Lebih lanjut Sani (dalam Thinktep, 2010) menyatakan bahwa setidaknya cerita yang bagus memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut. a) Dipersatukan dalam plot dan alur cerita Sebuah plot atau alur cerita yang disatukan dengan suatu urutan peristiwa dan kejadian yang berkesinambungan, antara peristiwa satu dengan peristiwa lain terjadi secara wajar dan logis. Biasanya antara peristiwa-peristiwa tersebut merupakan suatu hubungan suatu sebab akibat yang kuat. b) Masuk akal Seorang pembuat film dapat menciptakan sebuah cerita yang masuk akal dengan memperhatikan kebenaran yang dapat dilihat secara lahiriah, kebenaran batiniah dari sifat manusia, dan kemiripan artistik dari kebenaran. Cerita yang menjadikan sesuatu yang tidak masuk akal menjadi sesuatu yang dapat dipercayai. c) Menarik Film dikatakan menarik jika ada sesuatu yang ditonjolkan to userbisa dilihat dari cerita yang baru, dalam cerita. Segi commit kemenarikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
pengemasan yang menarik, maupun unsur dramatik yang khas. Cerita film juga dapat dikatakan menarik jika mampu mengikat perhatian penonton. d) Ketegangan atau suspense Untuk mengikat dan mempertahankan perhatian biasanya dengan memunculkan rasa ingin tahu penonton. Rasa ingin tahu tersebut dapat menimbulkan ketegangan sehingga timbul dorongan yang membuat penonton mengituti arus jalan cerita secara terusmenerus. e) Aksi atau gerak Aksi tidak terbatas pada gerak fisik saja seperti perkelahian, pertempuran, pengejaran, dan lain-lain. Tetapi juga dapat berupa aksi batiniah atau emosional, yaitu aksi berlangsung dalam pikiran. f) Sederhana sekaligus kompleks Teknik yang digunakan oleh pembuat film yang merupakan perpaduan antara kesederhanaan dan kompleksitas. Mereka mengomunikasikan cerita dengan cara sederhana, jelas dan langsung tetapi juga merangsang pikiran penonton. g) Mampu menahan diri dalam mengolah materi emosional Kemampuan untuk menahan diri dalam mengolah emosi cerita serta tidak melebih-lebihkan diperlukan sehingga penonton tidak merasa termanipulasi. Bahan emosional yang berlebihan justru malah akan membuat reaksi penonton tidak sesuai dengan harapan pembuat cerita. Tetapi juga tidak boleh terlalu rendah (understatement), karena penonton akan merasa direndahkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ide cerita merupakan unsur utama pembangun film yang di dalamnya tersusun urutan peristiwa-peristiwa yang dibangun secara sederhana sesuai urutan waktu. Dalam pengisahan peristiwa-peristiwa tersebut terdapat hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap unsur pembangun film yang commit to user lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
2) Judul Judul memiliki arti penting bagi penonton sebelum menonton film. Penonton dapat mengenal film dari mengetahui judul film terlebih dulu. Judul inilah yang mengantarkan penonton untuk menyukai atau tidak menyukai sebuah film. Namun setelah film ditonton maka makna dari judul biasanya berbeda, akan lebih kaya dan mendalam. Memberi judul pada sebuah film tidak boleh asal. Judul ibaratnya adalah sebuah pintu gerbang. Tertarik atau tidaknya penonton pada sebuah film bisa jadi dari judul film. Ada dua macam sifat dan model sebuah judul. Pertama adalah striking statement, judul yang mengejutkan, bombastis, dan sensasional yang biasanya menggunakan nama tokoh utama. Judul model ini sangat efektif untuk menarik perhatian penonton namun sudah dapat ditebak. Kedua adalah ironi, yaitu mengutarakan ide yang merupakan kebalikan dari arti yang hendak disampaikan. Judul yang seperti ini mengarahkan perhatian penonton pada sebuah adegan kunci. 3) Tema Tema berfungsi sebagai faktor dasar pemersatu film. Menurut Hartoko dan Rahmanto (1986:142), tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaanpersamaan atau perbedaan-perbedaan. Biasanya setelah melihat keseluruhan film kita akan mengetahui tema dari film tersebut. Penggunaan kata tema pada film, sama seperti penggunaan pada novel, drama, atau puisi. Tema dapat berarti ide pokok, persoalan, pesan, atau suatu pernyataan yang mewakili keseluruhan. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2005:70) mengartikan tema sebagai „makna‟ sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema menurutnya, tidak berbeda dengan ide utama dan tujuan utama. Dalam film, Sani (dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Thinktep, 2010) menyatakan bahwa persoalan pokok atau fokus dapat dikategorikan sebagai berikut. (1) Plot sebagai tema. Film yang dibangun dengan plot sebagai tema memberikan penekanan kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi; (2) Efek emosional/suasana sebagai tema. Pada film ini menggunakan efek emosional/suasana yang sangat khusus sebagai fokus atau landasan struktural. Biasanya tidak terlalu sulit untuk mengenali suasana atau emosi utama yang menguasai seluruh film; (3) Tokoh sebagai tema. Film dengan penggambaran suatu tokoh tunggal yang unik melalui akting dan dialog. Tema film-film seperti ini dapat dikemukakan dalam pemaparan singkat dari tokoh utama, dengan memberikan tekanan pada aspek-aspek luar biasa dari kepribadian tokoh tersebut; dan (4) Ide sebagai tema. Film yang mengangkat berbagai aspek kehidupan dan pengalaman atau keadaan manusia menjadi sebuah tema film. Dari kategori tersebut maka dapat terlihat bahwa tema pada hakikatnya masih merupakan bagian dari sejumlah unsur pembangun cerita. Bahkan adanya tema itu sendiri sangat bergantung dari unsurunsur yang lain. Kehadiran sebuah tema baru akan tersampaikan jika ada keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita yang lain. Dengan demikian, setiap cerita yang baik tidak hanya berisi urutan suatu peristiwa, tetapi juga menyiratkan pokok pikiran yang akan dikemukakan sutradara dan kepada penonton. Itulah yang menjadi dasar, gagasan utama, atau tema cerita. Cerita yang tidak mempunyai tema tentu tidak ada manfaatnya bagi khalayak. 4) Karakterisasi Karakterisasi, atau dalam bahasa Inggris characterization, berarti pemeranan, pelukisan watak. Metode karakterisasi dalam telaah karya sastra adalah metode melukiskan watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi (Minderop, 2005:2). Karakter tokoh yang kuat dan jelas akan membantu pencapaian kesan dari tema yang disajikan. Asrul Sani (dalam Thinktep, 2010) menegaskan bahwa apapun bentuk dan wujud tokoh itu, apakah dia seorang manusia, binatang, benda commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
mati seperti kayu atau batu, wayang, kartun, semua harus dapat diterima dan logis. Dalam menyajikan dan menentukan karakter (watak) para tokoh, pada umumnya pengarang menggunakan dua cara atau metode dalam karyanya. Pertama metode langsung (telling) dan kedua, metode tidak langsung (showing). Metode telling mengandalkan pemaparan watak tokoh pada eksposisi dan komentar langsung dari pengarang (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2005:6). Banyak cara untuk menggambarkan tokoh agar sesuai dengan tema yang dikemukakan. Pertama, dapat secara langsung diceritakan. Cara ini yang paling mudah namun memerlukan kejelian dalam mencari titik fokus penggambaran dan mencari kata-kata yang tepat untuk melukiskannya. Cara kedua, adalah dengan dialog tokoh dengan lawan
mainnya.
Dari
dialog
dapat
diketahui
apakah
tokoh
temperamental, penyabar, pendendam, dan lain-lain. Cara ketiga, dapat dengan cara menggambarkan tingkah laku tokoh. Ketika dia bereaksi terhadap suatu stimultan, gerak-geriknya ketika melakukan sesuatu, tergambarkan dengan jelas.dan masih banyak cara lainnya. 5) Konflik Jika dalam suatu film tidak ada konflik maka tidak akan ada ceritanya. Konflik adalah sumber utama sebuah cerita. Unsur inilah yang mengikat perhatian kita saat menonton suatu film. Nurgiyantoro (2005:122) berpendapat bahwa konflik merupakan unsur yang esensial dalam pengembangan plot. Pada konflik, tokoh-tokoh pemeran cerita mulai terlibat dalam suatu permasalahan pokok. Pada saat konflik inilah terjadi hal-hal yang bersifat tidak menyenangkan. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2005:124) membedakan konflik menjadi dua kategori. Ada dua kategori konflik, yaitu eksternal dan internal. Eksternal jika konflik tersebut melibatkan unsur lain dalam film dan internal jika terjadi hanya dalam diri tokoh. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan pertentanganpertentangan yang terjadi, yang ditampilkan oleh para tokoh cerita. Konflik merupakan salah satu bagian dari alur. Konflik sangat berpengaruh terhadap dinamika cerita. Bila konflik tidak dimunculkan, sebuah cerita tentunya akan terasa datar dan membosankan 6) Alur Alur cerita atau yang sering kita sebut plot adalah bangunan sebuah cerita. Semi mengungkapkan (1993:181) bahwa alur dalam sebuah pertunjukkan, sama saja dengan alur novel atau cerita pendek, yaitu rentetan peristiwa yang terjadi dari awal sampai akhir. Menurut Waluyo (2006:28), plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Berbagai cara dapat dilakukan untuk membangun sebuah cerita, yakni dengan (1) sirkuler, sebuah plot cerita yang dimulai dari A dan kembali lagi ke A; (2) linear, sebuah plot cerita yang dimulai dari titik awal dan maju terus hingga titik akhir cerita; (3) foreshadowing, plot yang bercerita tentang kejadian yang akan terjadi di masa datang, loncat pada kejadian lain dan pada penutup bercerita kembali tentang kejadian yang sudah diceritakan di depan; dan (4) flashback, menceritakan kejadian di masa lampau. Freytag (dalam Waluyo, 2006) memberikan unsur-unsur plot yang meliputi eksposisi (memberikan gambaran selintas mengenai cerita yang akan terjadi, tokoh yang memerankan, dan lain-lain), konflik (saat tokoh mulai terlibat dalam suatu permasalahan), klimaks (puncak
dari
pokok
permasalahan),
resolusi
(pemecahan
permasalahan), dan catastrophe atau denoument atau keputusan. Tidak jauh berbeda dengan Freytag, Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 1995:149-150) membedakan tahapan plot menjadi lima bagian yaitu tahap penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian. Kelima bagian tersebut adalah sebagai berikut.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
a) Tahap penyituasian (situasion) Tahap penyituasian adalah tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan latar dan tokoh cerita. Tahap penyituasian adalah tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal dan lain-lain. b) Tahap pemunculan konflik (generating circumstances) Tahap pemunculan konflik, yaitu suatu tahap di mana masalah-masalah dan peristiwa yang menyangkut terjadinya konflik itu akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. c) Tahap peningkatan konflik (rising action) Tahap peningkatan konflik adalah tahap konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita makin mencekam dan menegangkan. Konflik terjadi secara internal, eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antara kepentingan masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari. d) Tahap klimaks (climax) Tahap klimaks, yaitu suatu tahap konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dijalankan dan atau ditampilkan para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita menjadi konflik utama. e) Tahap penyelesaian (denouement) Tahap penyelesaian, yaitu tahap konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Koflikkonflik lain, subkonflik, atau konflik-konflik tambahan jika ada, commit to user juga diberi jalan keluar, cerita pun diakhiri.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
7) Setting Setting adalah waktu dan tempat cerita sebuah film berlangsung. Menurut Hartoko dan Rahmanto (1986:136) setting merupakan penempatan dalam ruang dan waktu seperti terjadi dengan karya naratif atau dramatis. Setting berupa tempat dapat dikaitkan dengan tempat yang luas seperti dalam rumah, luar rumah, jalan, desa, kota, propinsi, dan sebagainya. Jika setting dikaitkan dengan waktu, maka dapat dirinci dari tahun, bulan, hari, siang atau malam, dan sebagainya. Setting pada umumnya merupakan unsur yang paling berpengaruh pada unsur lain seperti tema, visual efek, kostum, dan lain-lain. Empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan setting antara lain: (a) faktor temporal (waktu), (b) faktor geografik (tempat), (c) faktor ekonomi, dan (d) faktor budaya. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa unsurunsur drama yang membangun sebuah film yaitu ide cerita, judul, tema, maksud, karakterisasi, konflik, alur/plot, dan setting. Unsur-unsur tersebut merupakan unsur-unsur fungsional pembangun totalitas karya dari gagasan pengarang yang saling berkaitan dan berkesinambungan membentuk kesatuan yang utuh menjadi sebuah film. 3. Hakikat Nilai Pendidikan a. Pengertian Nilai Pendidikan Nilai dalam bahasa Inggris value, bahasa Latin valere (berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, kuat). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:963) kata nilai mempunyai arti harga, banyak sedikitnya isi, kadar, mutu, sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Menurut Lasyo (dalam Setiadi, 2006:117) menyatakan, nilai manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu (a) nilai logika adalah nilai benar salah, (b) nilai estetika adalah nilai indah tidak indah, dan (c) nilai etika/moral commit to user adalah nilai baik buruk.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai merupakan sesuatu yang dihargai, selalu dijunjung tinggi, serta dikejar manusia dalam memeroleh kebahagiaan hidup. Manusia dapat merasakan kepuasan dengan nilai. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak tetapi secara fungsional mempunyai ciri membedakan satu dengan yang lainnya. Suatu nilai jika dihayati akan berpengaruh terhadap cara berpikir, cara bersikap, maupun cara bertindak seseorang dalam mencapai tujuan hidupnya. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia (Fauzi, 2009). Sifat-sifat nilai menurut Daroeso (dalam Fauzi, 2009) adalah sebagai berikut. (a) Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia; (b) Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal; dan (c) Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan suatu hal yang positif berguna bagi kehidupan manusia. Dapat dipahami bahwa nilai tersebut adalah sesuatu yang abstrak, berharga, ideal, dan menyangkut persoalan keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran, perasaan, dan perilaku. Karakter diri dilandasi nilai-nilai tersebut dan terwujud di dalam perilaku keseharian. Secara etimologis, kata ‟pendidikan‟ berasal dari bahasa Yunani Paedogogike, yang terdiri atas kata Pais, yang berarti Anak dan kata Ago yang berarti ‟Aku membimbing‟ (Hadi, 2005:17). Jadi, pendidikan adalah pengaruh, bantuan/tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik. Menurut Zuriah (2007), pendidikan pada umumnya dan pendidikan budi pekerti pada khususnya merupakan sarana untuk mengadakan perubahan secara mendasar, karena membawa perubahan individu sampai ke akar-akarnya. Pendidikan kembali akan merobohkan
tumpukan
kebodohan,
commit to user
membersihkan,
kemudian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
menggantikannya dengan bangunan nilai-nilai baru yang lebih baik, kokoh, dan bertanggung jawab. Sementara itu, Raharjo (2011) berpendapat bahwa pendidikan pada dasarnya adalah upaya meningkatkan kemampuan sumber daya manusia supaya dapat menjadi manusia yang mandiri serta dapat menjadi manusia yang mandiri serta dapat berkontribusi terhadap masyarakat dan bangsanya. Dengan demikian pendidikan bisa dikatakan sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan manusia dalam upaya mengembangkan potensi-potensi dalam diri seseorang untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan berupaya memfasilitasi mereka agar terbuka wawasan dan perasaannya menuju ke arah kedewasaan sehingga dapat berinteraksi sebagai individu, anggota masyarakat, dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ratna (2005:452-453) menyatakan bahwa relevansi pendidikan terhadap sastra adalah terselenggaranya keseluruhan dimensi aktivitas kreatif di sekolah sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Pada gilirannya masyarakat memperoleh banyak manfaat, seperti aspek etis, estetis, dan berbagai pesan yang terkandung di dalamnya. Pendidikan meningkatkan kualitas sumber daya, baik terhadap seniman sebagai pencipta maupun pembaca sebagai penikmat. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa nilai pendidikan merupakan segala sesuatu yang berharga, baik maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata laku, pengembangan potensi dan pendewasaan diri manusia melalui upaya pengajaran. Nilai-nilai hidup dalam masyarakat sangat banyak jumlahnya sehingga pendidikan berusaha membantu untuk mengenali nilai-nilai tertentu sehingga dapat digunakan sebagai landasan pengambil keputusan untuk berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
b. Jenis Nilai Pendidikan Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya. Dalam sebuah artikel, Waldopo (2011) menyebutkan bahwa nilai pendidikan diantaranya adalah nilai pendidikan religius, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, dan nilai pendidikan budaya. Nilai-nilai pendidikan dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal diantaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Sastra adalah produk dan fenomena sosial budaya yang bermediumkan bahasa. Sastra merupakan hal yang sangat berperan penting sebagai media dalam pentransferan sebuah nilai termasuk halnya nilai pendidikan. Melalui karyanya, pencipta karya sastra berusaha untuk memengaruhi pola pikir pembaca dan ikut mengkaji tentang baik dan buruk, benar mengambil pelajaran, teladan yang patut ditiru sebaliknya, untuk dicela bagi yang tidak baik. Nilai tersebut dikemas dalam wujud struktur karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur, latar, tokoh, tema, dan amanat atau dalam larik, kuplet, rima, dan irama. Nilai pendidikan dalam karya sastra itu, antara lain: 1) Nilai Religius Istilah ‟religius‟ menurut Nurgiyantoro (2005:326), membawa konotasi
pada
makna
agama.
Agama
dalam
pengertian
ini
menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. Setiap agama memiliki karakter tersendiri dalam bersikap melalui beribadah, berdoa, dan mengarah kepada kebaikan. Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan kepada Tuhan. Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilainilai agama. Semi (1993:21) menyatakan, agama merupakan kunci sejarah, kita batu memahami jiwa suatu masyarakat bila kita memahami agamanya. Semi (1993:22) juga menambahkan, kita tidak mengerti hasil-hasil kebudayaannya, kecuali bila kita paham akan kepercayaan atau agama yang mengilhaminya. Nilai ini bersumber dari masingmasing ajaran agama yang menjelaskan sikap, perilaku, perbuatan, perintah, dan larangan bagi umat manusia. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai religius merupakan nilai kerohanian mutlak dan bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia. Nilai agama yang terkandung dalam karya seni bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan sesuai dengan ajaran agama dalam kitab yang dianut atau diyakini. 2) Nilai Moral Kata „moral‟ berasal dari bahasa latin mos yang juga mengandung arti adat kebiasaan. Hasbullah (2005:194) menyatakan bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang
baik
dan
yang
buruk.
Nilai
moral
berusaha
untuk
mengembangkan pola perilaku seseorang sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Lebih lanjut, dikemukakan oleh Halim (dalam Raharjo, 2001) yang mengutip para pakar ilmu-ilmu sosial mendefinisikan akhlak atau moral mempunyai empat makna, yaitu: (1) moral adalah sekumpulan kaidah bagi perilaku yang diterima dalam satu zaman atau sekelompok orang; (2) moral adalah sekumpulan kaidah perilaku yang dianggap baik berdasarkan kelayakan bukan berdasarkan syarat; (3) moral adalah teori akal tentang kebaikan dan keburukan, menurut filsafat; dan (4) tujuan-tujuan kehidupan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
mempunyai warna humanisme yang kental yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Raharjo (2011) mengemukakan bahwa pendidikan moral tersebut lebih menitikberatkan dimensi etis dari individu dan masyarakat serta memeriksa bagaimana standar kesalahan dikembangkan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku. 3) Nilai Sosial Kata „sosial‟ berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum. Aspek sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Manusia sebagai makhluk sosial tidaklah hidup sendiri. Manusia membutuhkan sesama untuk bertahan hidup di masyarakat. Nilai sosial merupakan penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang baik, penting, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan dan kebaikan hidup bersama. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antarindividu. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan masyarakat. Lebih lanjut dikemukakan bahwa karakter masyarakat Indonesia yang dimiliki adalah karakter santun dalam berperilaku, musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, toleransi, dan gotong royong. Sejalan dengan hal tersebut, nilai sosial dapat diartikan sebagai landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku. 4) Nilai Budaya Nilai-nilai budaya menurut Rosyadi (dalam Wardani, 2011) merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat. Sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan, sebagai intinya ia akan memengaruhi dan menata elemen-elemen yang berada pada struktur permukaan dari kehidupan manusia yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala dan benda-benda sebagai kesatuan material. Tarigan (1993:195) menjelaskan bahwa bila suatu karya mengandung
suatu
hubungan
yang
mendalam
dengan
suatu
masyarakat atau suatu peradaban kebudayaan maka dikatakan bahwa karya tersebut mengandung nilai kultural atau nilai kebudayaan. Dapat disimpulkan bahwa sistem nilai budaya menempatkan pada posisi sentral dan penting dalam kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya abstrak dan hanya dapat diungkapkan atau dinyatakan melalui pengamatan pada gejala-gejala yang lebih nyata seperti tingkah laku dan benda-benda material sebagai hasil dari penuangan konsep-konsep nilai melalui tindakan berpola. 5) Nilai Estetis Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion) manusia. Nilai keindahan yang bersumber pada unsur rasa manusia (perasaan, estetis). Dalam rangka teori umum commit user Purnama, 2011) menjelaskan tentang nilai The Liang Gieto(dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
bahwa pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomik, nilai pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik. Mengacu dari pendapat tersebut dapat disimpulkan nilai keindahan merupakan unsur rasa yang dimiliki seseorang yang timbul saat menghayati suatu karya. Nilai ini lebih bersifat relatif, tergantung perasaan yang dimiliki tiap individu. Nilai-nilai tersebut mengungkapkan perbuatan yang dipuji atau dicela, pandangan hidup mana yang dianut atau dijauhi, dan hal-hal apa yang dijunjung tinggi yang berkaitan dengan moral, sosial, religi, dan budaya dalam kehidupan manusia. Jadi, dari klasifikasi nilai-nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam karya seperti film dapat berupa nilai religius, nilai moral, sosial, budaya, dan estetis. 4. Hakikat Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Kata „media‟ berasal dari bahasa Latin medius, yang secara harfiah berarti „tengah‟, „perantara‟, atau „pengantar‟. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Cukup banyak batasan yang dibuat oleh para ahli. Asosiasi Teknologi Pendidikan misalnya mengatakan bahwa media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyampaikan pesan atau informasi (dalam Arsyad, 2005:3). Kemudian Briggs (dalam Sudrajat, 2008) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku, film, video, dan sebagainya. Gagne (dalam Widodo, 2009) mengartikan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara Sadiman, dkk. (2007:7) mengartikan media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan commit to user untuk menyalurkan pesan dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
pengirim pesan kepada penerima pesan, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa, sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan efektif dan efesien sesuai dengan yang diharapkan. Lebih lanjut Hamalik (1989:36) berpendapat bahwa secara menyeluruh pola media pendidikan terdiri atas (1) bahan-bahan cetakan atau bacaan; (2) alat-alat audio visual; (3) sumber-sumber masyarakat; (4) kumpulan benda-benda; dan (5) contohcontoh kelakuan yang dicontohkan oleh guru. Dari batasan-batasan tersebut, dapat kita rumuskan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Keberhasilan
pembelajaran
tersebut
tentunya
didukung
oleh
beberapa komponen yang saling terkait dan mendukung dalam proses pembelajaran. Pada saat ini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Hal tersebut disebabkan oleh proses yang terdapat dalam pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan beberapa komponen yang saling mendukung, yakni guru, materi, metode, media, dan evaluasi. Koesnandar (2003) berpendapat bahwa banyak contoh, di mana siswa dapat lebih dahulu mengakses informasi dari media massa seperti surat kabar, televisi bahkan internet. Hal demikian dapat terjadi akibat perkembangan media informasi yang tiada henti. Dalam hal ini, media pembelajaran
dapat
dipandang
sebagai
pilihan
dalam
strategi
pembelajaran. Fungsi-fungsi media pembelajaran tersebut menurut Prawiradilaga dan Siregar (2007:8) antara lain: (1) memberikan pengetahuan tentang tujuan belajar, (2) memotivasi siswa, (3) merangsang diskusi, (4) mengarahkan kegiatan siswa, (5) melaksanakan latihan dan ulangan, (6) menguatkan belajar, dan (7) memberikan pengalaman simulasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
b. Jenis-jenis Media Pembelajaran Ada banyak media pembelajaran, mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks dan rumit, mulai dari yang hanya menggunakan indera mata hingga perpaduan lebih dari satu indera. Dari yang murah dan tidak memerlukan listrik hingga yang mahal dan sangat tergantung pada perangkat keras. Banyak ahli membedakan jenis-jenis media pembelajaran berdasarkan beberapa kategori. Dalam
perkembangannya,
media
mengikuti
perkembangan
teknologi. Menurut Arsyad (2005:29) teknologi yang paling tua yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah percetakan yang bekerja atas dasar prinsip mekanis kemudian lahir teknologi audio-visual yang menggabungkan penemuan mekanis dan elektronis untuk tujuan pembelajaran. Teknologi
yang muncul terakhir adalah teknologi
mikroprosesor yang melahirkan pemakaian komputer dan kegiatan interaktif. Gagne (dalam Sadiman dkk, 2007:23) membuat 7 macam pengelompokan media, yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin belajar. Berdasarkan perkembangan teknologi, media pembelajaran dapat dikelompokkan dalam empat jenis, yaitu (1) media hasil teknologi cetak, (2) media hasil teknologi audio-visual, (3) media hasil teknologi berbasis komputer, dan (4) media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer. 1) Media Hasil Teknologi Cetak Menurut Arsyad (2005:30) teknologi ini menghasilkan materi dalam bentuk salinan tercetak yang komponen pokoknya adalah materi teks verbal dan materi visual. Materi cetak dan visual merupakan dasar pengembangan dan penggunaan kebanyakan materi pembelajaran lainnya. Kelompok media hasil teknologi cetak meliputi teks, grafik, foto atau representasi fotografik, dan reproduksi. Selain sederhana dan mudah pembuatannya, media ini termasuk media yang relatif murah commit to user ditinjau dari segi biayanya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
2) Media Hasil Teknologi Audio-Visual Arsyad (2005:30) menjelaskan bahwa teknologi audio-visual merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pengajaran melalui audio-visual memiliki ciri pemanfaatan perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film, tape recorder, dan proyektor visual yang lebar. Jadi,
pengajaran melalui media audio-visual merupakan
produksi dan pemanfaatan materi yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol. Di bawah ini diuraikan sebab-sebab diharuskan menggunakan alat-alat audio-visual. a) Alat-alat audio visual mempermudah orang menyampaikan dan menerima pelajaran atau informasi serta dapat menghindarkan salah pengertian. Alat-alat audio-visual dapat menyampaikan pengertian atau informasi dengan cara yang lebih konkret atau lebih nyata daripada yang dapat disampaikan oleh kata-kata yang diucapkan, dicetak, atau ditulis. Oleh karena itu, alat-alat audiovisual membuat suatu pengertian atau informasi menjadi lebih berarti. b) Alat-alat audio-visual mendorong keinginan untuk mengetahui lebih banyak. Dorongan adalah dasar bagi pemindahan suatu ide dari pikiran seseorang kepada orang lain. Alat-alat audio-visual memberi
dorongan
dan
memotivasi
serta
membangkitkan
keinginan untuk mengetahui dan menyelidiki, yang akhirnya menjurus kepada pengertian yang lebih baik. c) Alat-alat audio-visual mengekalkan pengertian yang didapat. Salah satu sifat manusia adalah pelupa. Alat-alat audio-visual tidak saja menghasilkan cara belajar yang efektif dalam waktu yang lebih commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
singkat tetapi apa yang diterima melalui alat-alat audio-visual lebih lama dan lebih baik tinggal dalam ingatan. d) Sekarang orang gandrung menggunakan alat-alat audio-visual. Hidup kita tiap hari dikelilingi dan dipengaruhi oleh berbagai alat audio-visual. Situasi keseluruhan di dunia sekarang ini sudah sedemikian rupa, sehingga siapa yang ingin mencapai orang bayak dengan pesannya harus menggunakan alat-alat audio-visual. Sekalipun memiliki banyak kelebihan, media audio-visual yang berupa film dan video juga memiliki keterbatasan atau kelemahan. Menurut Huczynski dan Buchanan (2006), meskipun memiliki banyak kekuatan positif, media film atau video juga memiliki beberapa masalah. (1) Soal: gaya belajar yang disukai, Giola and Brass (1985) berpendapat bahwa televisi dan film telah mendorong siswa untuk mendukung ‟belajar observasional‟, yang bertentangan dengan pengalaman kelas konvensional. Siswa sekarang terbiasa dengan citra visual untuk membantu interpretasi dan pemahaman; (2) Defisit perhatian, Smith (1991) mengamati bahwa ‟faktor kelelahan‟ muncul saat gambar di layar tetap konstan selama sekitar sepuluh detik. Perusahaan produksi video profesional menyarankan rentang perhatian dari 15 menit, dan 10 menit adalah waktu melihat terpanjang, tanpa mengganggu aktivitas; (3) Fokus, biasanya kita secara pasif melihat film, dengan fokus aksi menghibur dan dialog. Untuk tujuan pendidikan, kita perlu kritis untuk mencari contoh teori, konsep dan aplikasi, dalam citra visual, dan juga melalui dialog dan soundtrack; (4) Defisit pendengaran, citra visual yang lebih diutamakan, menyebabkan kurangnya potensi fokus pada dialog. Mendengarkan secara aktif melibatkan seleksi, integrasi, evaluasi dan interpretasi; (5) Emosional berlebihan, seperti disebutkan sebelumnya, instruktur menggunakan film karena dapat memengaruhi penonton secara emosional. Ini dapat menghasilkan keterlibatan tinggi, dan memiliki dampak abadi; dan (6) Mencatat, membuat catatan saat menonton film bukan kebiasaan yang ‟alami‟, dan sebagian besar siswa akan memiliki pengalaman ini. Film di bioskop-bioskop yang dilihat dalam gelap. Di dalam kelas, dampak dari film dapat ditingkatkan dengan pemadaman total atau parsial, meskipun ini mungkin tidak secara teknis diperlukan. Dalam mode menonton commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
di rumah, lebih mungkin untuk membuat catatan, berhenti, mundur dan review. Jadi dapat dikatakan bahwa media audio-visual berupa film atau video selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan, antara lain harga/biaya produksi relatif mahal, pengadaan media memerlukan waktu cukup banyak, tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang tersaji, dan presentasinya memerlukan ruangan khusus. 3) Media Hasil Teknologi Berbasis Komputer Teknologi berbasis komputer menggunakan layar kaca untuk menyajikan informasi kepada siswa. Ciri media yang dihasilkan tekonologi berbasis komputer ini adalah mereka dapat digunakan secara acak, dapat digunakan berdasarkan keinginan siswa, biasanya gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol, dan grafik. 4) Media Hasil Gabungan Teknologi Cetak dan Komputer Teknologi gabungan merupakan cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer. Dengan media ini bahan-bahan pelajaran dapat memadukan kata dan visual dari berbagai sumber. c. Pertimbangan dalam Memilih Media Pembelajaran Dari setiap media tersebut sudah pasti memiliki kelebihan dan keterbatasan dalam penggunaannya. Seorang guru seharusnya dapat mengkaji kelebihan dan keterbatasan itu, kemudian menjadikan kajiannya itu sebagai bahan pertimbangan dalam memilih dan menggunakan media dalam proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Ada sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang tepat. Menurut Koesnandar (2003:80) pertimbangan tersebut dapat dirumuskan dalam satu kata ACTION, yaitu akronim dari acces (akses), cost (biaya), technology (teknologi),
interaktivity (interaktivitas), commit to user organisasi), dan novelty (kebaruan)
organization
(dukungan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Anak-anak tumbuh dalam budaya yang sebagian besar informasi dan hiburan datang melalui media massa, dan guru dapat mendorong perkembangan kritis kemampuan berpikir dengan menggunakan bahan televisi dan video sebagai teks untuk diinterogasi dan dianalisis (Buckingham dalam Hobbs, 2006). Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran
mampu
memberikan
manfaat
yang
besar
dalam
memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran harus mempertimbangkan berbagai hal. Olivera (2001:15) berpendapat bahwa kelompok ’group media’ perlu memerhatikan beberapa hal, supaya jangan membuang waktu dan supaya setiap peserta dapat memeroleh hasil yang memuaskan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya, (1) kelompok orang; (2) tempat yang cocok; (3) dokumen yang menarik; (4) perlengkapan yang tepat; dan (5) seorang pengarah (moderator). Jadi dengan mengamati masing-masing faktor tersebut, pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif. Ely (dalam Sadiman, dkk., 2007:84) juga mengatakan bahwa: Pemilihan media seyogyanya tidak terlepas dari konteksnya bahwa media merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Karena itu, meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, faktor-faktor lain seperti karakteristik siswa, strategi belajarmengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu, dan sumber, serta prosedur penilaiannya juga perlu dipertimbangkan. Sebagai pendekatan praktis, disarankan untuk mempertimbangkan media apa saja yang ada, berapa harganya, berapa lama diperlukan untuk mendapatkannya, dan format apa yang memenuhi selera pemakai (misalnya siswa dan guru). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang tepat. Hal-hal yang dipertimbangkan di antaranya, tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa keadaan latar atau lingkungan, dan luasnya jangkauan yang ingin dilayani. Selain itu media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan commit to user
belajar siswa. Media
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
pembelajaran yang tepat tentunya akan memudahkan guru dalam menyampaikan materi kepada peserta didik. 5. Pembelajaran Sastra Hardiningtyas (2008:108) menyatakan bahwa pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Dalam hal ini kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, dan kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan demikian sudah jelas bahwa arah pembelajaran sastra di sekolah saat ini adalah apresiasi. Pembelajaran apresiasi sastra adalah pembelajaran untuk memahami nilai kemanusiaan di dalam karya yang dapat dikaitkan dengan nilai kemanusiaan di dalam dunia nyata (Harri, 2011). Hal ini diperkuat oleh Hardiningtyas (2008) bahwa pembelajaran sastra, secara umum akan menjadi sarana pendidikan moral. Ada beberapa prinsip dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut. (a) Pembelajaran sastra berfungsi untuk meningkatkan kepekaan rasa pada budaya bangsa; (b) Pembelajaran sastra memberikan kepuasan batin dan pengayaan daya estetis melalui bahasa; dan (c) Pembelajaran apresiasi sastra bukan pelajaran sejarah, aliran, dan teori sastra. Di dalam KTSP diungkapkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah agar peserta didik secara kreatif menggunakan bahasa untuk mengekspresikan diri. Dalam hal ini, peserta didik bersinggungan dengan sastra. Tujuan untuk memeroleh pengalaman bersastra dimaksudkan agar peserta didik memeroleh pengalaman berapresiasi dan berekspresi sastra. Pengalaman tersebut dilakukan siswa dengan membaca hasil karya sastra, mendengarkan pembacaan karya sastra, dan menonton pementasan sastra. Jadi, dalam hal ini siswa mampu berekspresi sastra melalui pengekspresian karya sastra. Kegiatan pengekspresian tersebut dapat dilakukan dengan cara: menulis (puisi, cerpen, dialog), berdeklamasi, mementaskan drama, dan lainnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Mengacu beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sastra diarahkan pada pembelajaran apresiasi karya sastra. Dalam pembelajaran apresiasi sastra ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu strategi dan metode yang digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru memiliki peranan penting dalam kegiatan apresiasi sastra. Kemampuan guru dalam mengombinasikan strategi pengajaran sastra nantinya juga akan berpengaruh pada penciptaan suasana kelas yang hidup. 6. Hasil Penelitian yang Relevan Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam melakukan penelitian. Oleh sebab itu, tinjauan terhadap penelitian terdahulu sangat penting untuk mengetahui relevansinya. Hasil penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan acuan serta masukan pada penelitian ini adalah penelitian Manaaan (2007) yang berjudul Wacana Pendidikan dalam Film (Analisis Wacana terhadap Konstruksi Realitas Pendidikan di Indonesia dalam Film Denias: Senandung di Atas Awan). Dalam kesimpulannya dinyatakan bahwa melalui strategi wacana yang dilakukan, komunikator film ini berhasil menciptakan keterkaitan antara suatu wacana dengan wacana yang lain, sehingga wacana yang tetap menonjol dalam khalayak merupakan wacana pendidikan semata. Komunikator berhasil mengkonstruksi keterkaitan antara wacana pendidikan dan peran militer dalam film ini, serta wacana disparitas gender sebagai fenomena yang masih banyak menyertai keprihatinan pendidikan di Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil seperti di pedalaman Papua. Penelitian mengenai unsur-unsur film pernah dilakukan Haryanto (2008) dengan judul Kajian Intertekstualitas Novel dan Film Badai Pasti Berlalu untuk Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas mengungkapkan, berdasarkan analisis intertekstualitas terhadap novel dan film Badai Pasti Berlalu, diketahui bahwa tidak ada perbedaan secara konseptual antara novel dan film Badai Pasti Berlalu. commit Film to usertersebut memenuhi unsur-unsur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
pembangun novel. Baik novel maupun film Badai Pasti Berlalu dapat dimanfaatkan sebagai materi pembelajaran sastra, namun pada kenyataannya siswa lebih tertarik pada film. Film Badai Pasti Berlalu relevan untuk semua kelas dan program di SMA. Meskipun demikian, film tersebut paling relevan bila dimanfaatkan sebagai materi di kelas XI. Film tersebut relevan untuk materi keterampilan mendengarkan dengan standar kompetensi memahami pementasan drama. Persamaan penelitian Joko Haryanto dengan penelitian ini adalah pemanfaatan film dalam pembelajaran sastra di sekolah. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah terletak pada objek yang dikaji dan kerelevansian sebagai media dalam pembelajaran sastra. Penelitian mengenai nilai-nilai pendidikan juga pernah dilakukan Suryani (2010) dengan judul Pemanfaatan Gaya Bahasa dan Nilai-nilai Pendidikan pada Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu karya Tere Liye. Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel adalah nilai religius, nilai moral, dan nilai sosial. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah pengkajian nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Adapun perbedaannya adalah peneliti akan mengungkap nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam film Denias: Senandung di Atas Awan karya John De Rantau. Selanjutnya, penelitian mengenai implementasi pengajaran sastra Indonesia pernah dilaksanakan oleh Hardiningtyas (2008) yang berjudul Implementasi Pengajaran Sastra Indonesia di Sekolah: Upaya Pemahaman Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Pendekatan Kontekstual. Penelitian tersebut mengulas beberapa hal yang berkaitan dengan realitas sastra Indonesia saat ini, dampaknya terhadap pengajaran, serta implementasinya pada kurikulum. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah pengkajian upaya peningkatan pembelajaran sastra Indonesia di sekolah. Adapun perbedaannya adalah peneliti sebelumnya mengkaji pembelajaran sastra dengan kurikulum, sedangkan penelitian ini mengkaji pembelajaran sastra dengan media pembelajaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Selain itu, penelitian mengenai
relevansi
film
sebagai
media
pembelajaran pernah dilakukan oleh Goldenberg, Lee, dan O‟Bannon (2010) dengan judul Enhancing Recreation, Parks and Tourism Courses: Using Movies as Teaching
Tools. Penelitian tersebut menemukan bahwa
menggunakan film, baik secara keseluruhan atau melalui adegan yang dipilih, dapat meningkatkan efektivitas mengajar dengan memfasilitasi belajar siswa dan retensi pengetahuan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah pengkajian pemanfaatan film sebagai media pembelajaran. Adapun perbedaannya adalah peneliti sebelumnya mengkaji film untuk media pembelajaran wisata dan rekreasi, sedangkan penelitian ini mengkaji film untuk media pembelajaran sastra. B. Kerangka Berpikir Sebagai karya cipta manusia yang multifungsi, film tidak saja memberi penonton hiburan melainkan juga memberi informasi sekaligus mendidik secara persuasif.
Selain
itu,
film
juga
merupakan
media
komunikasi
untuk
menyampaikan pesan dari pengarang kepada pemirsanya. Dari sebuah film, pengarang dapat memunculkan nilai-nilai pendidikan yang dapat dipetik sehingga sangat berguna sebagai sarana untuk menyebarkan dan menumbuhkan kesadaran sosial. Salah satu film yang cukup dikenal dari besutan sutradara John De Rantau berjudul Denias: Senandung di Atas Awan diharapkan mampu menjadi film yang tepat untuk ditonton dan diteladani nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Film Denias: Senandung di Atas Awan, mampu menarik perhatian penonton, antara lain di film tersebut mengandung pesan moral yang berkenaan dengan pendidikan bangsa. Sebuah film yang dapat membuka pandangan tentang nilainilai pendidikan yang belum tereksplorasi. Nilai yang secara praktis merupakan sesuatu yang dianggap bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu diperlukan suatu pemahaman yang menyeluruh terhadap film tersebut agar terungkap manfaat-manfaatnya Jika benar-benar ingin memahami film maka perlu diketahui aspek-aspek pembangun dari sebuah film. Pemahaman melalui unsur-unsur dramatik yang commit tofilm user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
membangun dalam film Denias: Senandung di Atas Awan akan menghasilkan beberapa nilai pendidikan yang terdapat di dalam film tersebut. Adapun nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam film Denias: Senandung di Atas Awan meliputi lima macam nilai pendidikan, yaitu: nilai pendidikan religius, moral, sosial, budaya, dan estetis. Dari gambaran komprehensif isi film tersebut diharapkan terungkap nilai filosofis yang dapat bersanding dengan media-media yang digunakan dalam pembelajaran sastra Indonesia di SMP. Supaya lebih jelas kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Film Denias: Senandung di Atas Awan
Unsur-unsur Dramatik
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nilai Pendidikan
Ide cerita Judul Tema Karakterisasi Konflik Alur Setting
1. 2. 3. 4. 5.
Media Pembelajaran Sastra Indonesia SMP
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian
commit to user
Religius Moral Sosial Budaya Estetis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada analisis dalam film Denias: Senandung di Atas Awan karya sutradara John De Rantau. Oleh karena itu lokasinya tidak terikat dengan tempat tertentu. Sementara itu, penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan antara bulan Februari 2012 sampai Juni 2012. Secara lengkap, rincian waktu dan jenis kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian No
Waktu
Februari
1.
Jenis Kegiatan Pembuatan
Maret
April
Mei
Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Proposal dan Perizinan 2.
Pengumpulan data
3.
Analisis data
4.
Verifikasi data
5.
Penyusunan laporan B. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Pengkajian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat suatu hal, fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data, melainkan meliputi analisis dan interpretasi (Sutopo, 2002:810). Analisis deskriptif kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk commit to user memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moeleong, 2005:6). Dengan demikian, penelitian ini akan menuturkan, menganalisis, dan mengklasifikasikan unsur-unsur dramatik dan nilai pendidikan dalam film Denias: Senandung di Atas Awan. Selain hal tersebut, pada penelitian ini juga dideskripsikan kerelevansian film Denias: Senandung di Atas Awan sebagai media pembelajaran sastra Indonesia di jenjang SMP. C. Sumber Data Sumber data dalam penelitian kualitatif ada empat, yaitu narasumber atau informan, peristiwa atau aktiviti, tempat atau lokasi, dan dokumen atau arsip (Sutopo, 2002:50-54). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen dan informan. 1. Dokumen Sumber data utama berupa dokumen berbentuk Video Compact Disk (VCD) yang berisi rekaman adegan-adegan dalam film Denias: Senandung di Atas Awan (2006) karya sutradara John De Rantau. Film tersebut diluncurkan oleh Alenia Pictures & EC Entertainment pada tanggal 19 Oktober 2006 dengan panjang durasi film 110 menit. 2. Informan Agar analisis terhadap film tersebut akurat, maka dibutuhkan sumber data lain yakni informan. Informan sebagai narasumber dalam penelitian ini adalah: a. Ahli bidang perfilman, yaitu Drs.Tri Giovanni selaku dosen D3 Komunikasi FISIP UNS dan Arief Iman Santoso,S.Sn. selaku dosen D3 Desain Komunikasi Visual FSSR UNS. Dua ahli tersebut nantinya dapat mendukung data dalam pendekatan isi yaitu unsur-unsur film dan kesesuaian film sebagai media pembelajaran. b. Guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMP, antara lain Drs.Widada selaku guru Bahasa danuser Sastra Indonesia kelas IX di SMP commit to
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Negeri 10 Surakarta, Rini Dwi Hastuti,S.Pd. selaku guru Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VIII dan IX di SMP Negeri 4 Surakarta, dan Dra.Sumari Praptiningsih selaku guru Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VIII di SMP Negeri 26 Surakarta. c. Siswa SMP, antara lain Cindy Kumala Sari selaku siswa kelas IX SMP Negeri 10 Surakarta, Nur Ayu Ainunnisa selaku siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Surakarta, dan Satria Pambudi Utomo selaku siswa kelas VIII SMP Negeri 26 Surakarta. D. Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling, yakni sumber data yang digunakan di sini tidak sebagai yang mewakili populasinya, tetapi cenderung mewakili informasinya (Sutopo, 2002:56). Purposive
sampling
dilakukan
untuk
memfokuskan
penelitian.
Peneliti
mengambil cuplikan adegan-adegan dalam cerita film Denias: Senandung di Atas Awan yang mewakili informasi penting yang mengandung unsur-unsur dramatik dan nilai-nilai pendidikan. Selain itu, dengan purposive sampling, peneliti juga mengambil beberapa cuplikan data dari hasil wawancara mendalam dengan informan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan permasalahan penelitian. E. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Teknik Simak-Catat Teknik simak dilakukan dengan cara menyimak disertai memberikan apresiasi, dalam hal ini adalah menyimak film Denias: Senandung di Atas Awan. Teknik simak dan catat pada penelitian itu sebagai instrumen kunci dalam melakukan penyimakan secara cermat dan terarah terhadap sumber data primer, yakni sasaran penelitian yang berupa rekaman film Denias: Senandung di Atas Awan dalam rangka memperoleh data yang diinginkan. Hasil penyimakan terhadap sumber data primer tersebut, kemudian ditampung dan dicatat untuk dimanfaatkan dalam penyusunan penelitian sesuai dengan maksud dan tujuan yang ingincommit dicapai.to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
2. Wawancara Wawancara mendalam digunakan untuk mendapatkan informasi lebih dari orang lain seputar masalah penelitian dengan objek penelitian, yaitu film Denias: Senandung di Atas Awan. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan antara lain. a. Ahli Bidang Perfilman Informan dari dua ahli bidang perfilman, yaitu Drs.Tri Giovanni dan Arief Iman Santoso,S.Sn.. Drs. Tri Giovanni disebut sebagai ahli karena selain menjadi pengajar yang berhubungan dengan sinematografi di D3 Komunikasi FISIP UNS, beliau juga aktif di salah satu pusat media kepenyiaran di Yogyakarta. Selanjutnya, Arief Iman Santoso,S.Sn. disebut sebagai ahli karena beliau telah berpengalaman banyak di bidangnya dan telah menjadi salah satu pengajar mata kuliah audio visual di D3 Desain Komunikasi Visual FSSR UNS. Hasil wawancara dengan ahli tersebut nantinya dapat mendukung data mengenai unsur-unsur film dan kriteria kesesuaian film sebagai media pembelajaran. b. Guru dan Siswa Informan lain, yaitu tiga guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia jenjang SMP, di antaranya Drs.Widada selaku guru Bahasa dan Sastra Indonesia kelas IX di SMP Negeri 10 Surakarta, Rini Dwi Hastuti,S.Pd. selaku guru Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VIII dan IX di SMP Negeri 4 Surakarta, dan Dra.Sumari Praptiningsih selaku guru Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VIII di SMP Negeri 26 Surakarta, dan beberapa siswa SMP, antara lain Cindy Kumala Sari selaku siswa kelas IX SMP Negeri 10 Surakarta, Nur Ayu Ainunnisa selaku siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Surakarta, dan Satria Pambudi Utomo selaku siswa kelas VIII SMP Negeri 26 Surakarta. Data dari hasil wawancara tersebut nantinya akan digunakan untuk mengetahui nilai pendidikan dalam film Denias: Senandung di Atas Awan sebagai media pembelajaran sastra SMP. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
F. Uji Validitas Data Validitas data penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif, Patton (dalam Sutopo, 2002:78) menyatakan bahwa ada empat macam teknik triangulasi, yaitu (1) triangulasi data (data triangulation), (2) triangulasi peneliti (investigator triangulation), (3) triangulasi metodologis (methodological
triangulation),
dan
(4)
triangulasi
teoretis
(theoretical
triangulation). Dalam penelitian ini teknik pengkajian validitas data yang digunakan adalah teknik triangulasi teori dan triangulasi sumber. Triangulasi teori dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif dari satu teori dalam membahas permasalahan-permasalahan yang dikaji. Dari beberapa perspektif teori tersebut akan diperoleh pandangan yang lebih lengkap, tidak hanya sepihak, sehingga dapat dianalisis dan ditarik kesimpulan yang lebih utuh dan menyeluruh. Adapun sumber yang digunakan dalam teori unsur-unsur dramatik adalah teori unsurunsur dramatik oleh Asrul Sani, Burhan Nurgiyantoro, dan Herman J. Waluyo, sedangkan teori nilai pendidikan oleh Nyoman Kutha Ratna, Anggi Purnama, dan Sabar Budi Raharjo. Selain itu, teori tentang media pembelajaran yang digunakan adalah teori media pembelajaran oleh Arif S. Sadiman dan Oemar Hamalik. Triangulasi sumber merujuk pada informasi yang diperoleh dari hasil catat simak dan review informan. Data diperoleh dari informan yang berbeda posisinya dengan teknik wawancara yang mendalam sehingga informasi dari informan yang satu bisa dibandingkan dengan informan lainnya. Teknik ini digunakan untuk memvalidasi nilai pendidikan dan relevansi film sebagai media pembelajaran. Validitas data melalui triangulasi sumber dilakukan dengan menggunakan beberapa informan. 1. Dua ahli di bidang perfilman, yaitu Drs.Tri Giovanni selaku dosen D3 Komunikasi FISIP UNS dan Arief Iman Santoso,S.Sn. selaku dosen D3 Desain Komunikasi Visual FSSR UNS. 2. Tiga guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia jenjang SMP, di to userdan Sastra Indonesia kelas IX di antaranya Drs.Widada selakucommit guru Bahasa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
SMP Negeri 10 Surakarta, Rini Dwi Hastuti,S.Pd. selaku guru Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VIII dan IX di SMP Negeri 4 Surakarta, dan Dra.Sumari Praptiningsih selaku guru Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VIII di SMP Negeri 26 Surakarta. 3. Tiga siswa SMP, antara lain Cindy Kumala Sari selaku siswa kelas IX SMP Negeri 10 Surakarta, Nur Ayu Ainunnisa selaku siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Surakarta, dan Satria Pambudi Utomo selaku siswa kelas VIII SMP Negeri 26 Surakarta. G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data dengan model analisis interaktif. Adapun bagi penelitian kualitatif, ada tiga hal yang perlu diketahui dalam proses analisis data, menurut Sangidu (2004:73) ketiga hal tersebut adalah reduksi data, sajian data, dan verifikasi serta simpulan. Proses analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen dan hasil wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan menganalisis semua unsur pembangun film Denias: Senandung di Atas Awan yang mengandung unsurunsur dramatik dan nilai pendidikan. Di samping hal tersebut, dilakukan juga wawancara dengan narasumber yang diperlukan dalam penelitian ini. Data berupa hasil wawancara diperoleh dari dua ahli di bidang perfilman, tiga guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMP, dan tiga siswa SMP 2. Reduksi Data Reduksi data dilakukan setelah data yang terkumpul tersebut kemudian dipilih data yang sesuai dengan kepentingan penelitian. Sedangkan data yang dinilai kurang berpotensi akan dibuang. Proses ini berlangsung terus selama pelaksanaan. 3. Penyajian Data Penyajian data mengacu pada rumusan masalah yang telah ditentukan sebagai pertanyaan penelitiancommit sehingga yang disajikan merupakan deskripsi to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
mengenai kondisi yang rinci untuk menceritakan dan menjawab permasalahan yang ada. Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian dianalisis sehingga diperoleh deskripsi tentang unsur-unsur dramatik yang membangun dan nilai pendidikan dalam film Denias: Senandung di Atas Awan. 4. Verifikasi dan Simpulan Setelah tahap-tahap sebelumnya dilalui, kemudian ditarik kesimpulan dari data-data yang diperoleh. Untuk memperoleh jawaban dari pertanyaanpertanyaan penelitian, kesimpulan yang diperoleh masih diverifikasi selama penelitian berlangsung. Keempat komponen tersebut saling berkaitan dan dilakukan mulai dari awal, saat penelitian berlangsung, sampai akhir laporan. Adapun model analisis interaktif dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pengumpulan data
Sajian data
Reduksi data
Penarikan simpulan/ verifikasi Gambar 2. Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2002:96)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
H. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian merupakan suatu proses yang menggambarkan tentang kegiatan dari awal persiapan sampai pada penyusunan laporan penelitian. Adapun prosedur penelitian yang dilakukan meliputi tahap-tahap sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan a. Menentukan masalah dan mengajukan judul; b. Melakukan prapenelitian untuk mendapatkan gambaran tentang objek penelitian; c. Membuat proposal penelitian; d. Mengurus perizinan; dan e. Mempersiapkan segala sesuatu untuk perlengkapan penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan a. Memahami situasi lapangan secara mendalam; b. Mengumpulkan data; c. Mengklasifikasikan data; dan d. Menganalisis data untuk membuat interpretasi. 3. Tahap Akhir a. Membuat kesimpulan; dan b. Menyusun laporan penelitian. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar prosedur penelitian berikut.
Persiapan (1)
Pelaksanaan (2)
Penyusunan laporan (3)
Gambar 3. Prosedur Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data 1. Sosok John De Rantau dalam Sinematografi Indonesia Denias: Senandung di Atas Awan adalah film yang disutradari oleh John De Rantau dan diproduksi pada tahun 2006. Koesnadi (2007) menyebutkan bahwa dari tangan dingin John De Rantau, film yang dibintangi Albert Fakdawer, Ari Sihasale, Nia Zulkarnaen, dan Marcella Zalianty tersebut berhasil menjadi film terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia 2006. Di beberapa ajang lain, film tersebut juga diberi apresiasi dengan penghargaanpenghargaan sebagai Best Movie Jiffest 2006 dan sebagai Film Etnik Terpuji FBB 2007. Film Denias: Senandung di Atas Awan juga berhasil masuk panitia seleksi Piala Oscar tahun 2008. Selain itu, film Denias: Senandung di Atas Awan turut mengantarkan Albert Fakdawer sebagai aktor pendatang baru terbaik pada ajang Indonesia Movie Awards 2007. John De Rantau menurut Koesnadi (2007) adalah salah seorang sutradara kelahiran Padang, Sumatera Barat, 2 Januari 1970. Ia menyelesaikan studi perfilmannya di Institut Kesenian Jakarta (1998). Denias: Senandung di Atas Awan adalah judul film layar lebar John De Rantau yang kedua. Awal keterlibatan John dalam penggarapan film tersebut sudah dimulai sejak tahun 2003. Ari Sihasale menghubunginya karena dia ingin menggarap film layar lebar tentang adik dari salah satu temannya yang berada di Australia. Melalui sebuah artikel, Koesnadi (2007) menambahkan bahwa ada 3 hal yang kemudian menjadi alasan John mau menggarap film Denias: Senandung di Atas Awan. Pertama, karena formatnya 35 mm. Kedua, karena dirinya cinta Papua, dan yang terakhir karena cerita dan spiritnya bagus. Publik ternyata memberi apresiasi yang baik pada film tersebut. John bahkan yakin bahwa filmnya akan mendapat banyak penghargaan di berbagai kategori. Terbukti film tersebut terpilih sebagai film feature anak terbaik Festival Film Asia commit userOscar. Pasifik 2007 dan masuk panitia seleksitoPiala
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Film layar lebar hasil kerja sama antara Alenia Pictures dan EC Entertainment tersebut, dibuat berdasarkan obsesi dan prinsip untuk membuat film dengan tema dan setting cerita yang berbeda. Ari Sihasale selaku produser film, memiliki obsesi untuk mengangkat kisah Janias dan Pak Sam, tokoh asli dalam kehidupan nyata yang berjuang untuk mendapatkan beasiswa sekolah ke luar negeri bagi Janias, ke layar lebar. Pramono (2007) dalam sebuah artikel menyatakan bahwa film Denias: Senandung di Atas Awan dikemas sederhana, dengan bahasa sederhana, bercerita tentang kisah nyata seorang anak yang sangat ingin bersekolah. Denias kehilangan ibunya yang meninggal akibat kebakaran yang menimpa di rumahnya. Pada malam sebelum kematian, sang ibu sempat berpesan kepada Denias, “Kalau kau belajar yang rajin, pintar sekolah, gunung di sana takut sama kau.” Ini adalah kutipan bermakna dari film tersebut, kata-kata yang sederhana namun berbobot dan filosofis. Di panggung layar lebar, John telah sukses menyutradarai film Denias: Senandung di Atas Awan. Sutradara muda ini telah menyutradarai film-film sinetron maupun layar lebar. Film dan nama John De Rantau bahkan banyak dijagokan sebagai sinematografer dan film terbaik FFI 2007. Film karyanya lebih banyak bicara tentang Indonesia, tentang problematik yang dekat dengan masyarakat seperti pendidikan, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Lebih spesifik lagi, dua film layar lebar yang pernah dibuat John berbicara tentang harapan segenap bangsa Indonesia. John sebagai sutradara, lihai dalam memaparkan kondisi lingkungan daerah-daerah tempat ia mengambil gambar film. Kondisi sekolah, padang rumput, bukit, hutan, dan penduduk asli ia tampilkan dengan gayanya yang khas. John De Rantau menggambarkan sesuatu yang jarang dibuat oleh sutradara lain mengingat isi cerita film yang sarat nilai pendidikan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan negara. Jika dibandingkan dengan gaya perfilman Indonesia yang cenderung mementingkan hiburan dan kurang mendidik, maka film Denias tersebut dapat menjadi inspirasi dan panutan bagi commit to user semua kalangan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
2. Karya-karya John De Rantau Film layar lebar pertama John adalah Mencari Madonna yang skenarionya ditulis bersama Garin Nugroho, bercerita tentang HIV/AIDS di Papua. Film yang diproduksi tahun 2003 ini, memang tidak terlalu dikenal oleh masyarakat, lantaran baru diputar di San Francisco Film Festival, April 2006. Film kedua adalah Denias: Senandung di Atas Awan yang mengangkat isu tentang pendidikan dengan latar budaya Papua. Sukses menggarap film Denias: Senandung di Atas Awan, John merilis film fenomenal selanjutnya. Film tersebut adalah film Obama Anak Menteng. Film produksi Multivision Plus Pictures tersebut diangkat dari kisah hidup Presiden Amerika Serikat, Barack Obama yang pernah menghabiskan sebagian masa kecilnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. John De Rantau menggarap film yang berjudul Obama Anak Menteng tersebut berdasarkan novel karya Damien Dematra. Cerita novel tersebut dikembangkan oleh John dengan mengobservasi kawan-kawan lama Obama sewaktu berada di Indonesia dan lingkungan tempat dulu Obama tinggal. Karya John De Rantau berikutnya adalah film Semesta Mendukung yang diperankan oleh beberapa artis seperti Revalina S. Temat, Lukman Sardi, Ferry Salim, Feby Febiola, Indro Warkop, dan Sujiwo Tejo. Film tersebut bercerita tentang Arief, seorang anak Madura, dari keluarga sederhana yang sangat menggemari fisika. Sayangnya, kepintaran tidak membuat Arief bahagia, apalagi melihat ayahnya yang bekerja serabutan sedangkan ibunya yang pergi bekerja ke Singapura, sudah bertahun-tahun tidak memberi kabar. Walau begitu Arief tidak patah semangat, dia mengumpulkan lembar demi lembar uang dari bekerja di bengkel untuk bertemu ibunya. Mimpi Arief untuk bertemu dengan ibunya pun sepertinya bakal terkabul lebih cepat karena bakatnya dalam bidang fisika dilirik oleh gurunya di sekolah. Ibu Tari Hayat mengabari temannya Pak Tio Yohanes untuk mengajak Arief masuk dalam tim olimpiade fisika. Tentu saja Arief senang, apalagi tim yang nantinya terpilih akan diberangkatkan ke Singapura, Arief bisa sekaligus mencari to user film tersebut menyuguhkan ibunya. Selain kisah yang commit menginspirasi,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
pemandangan eksotis Pulau Madura, lengkap dengan karapan sapi yang meriah, serta kemegahan Jembatan Suramadu. Pengambilan gambar dilakukan di Sumenep dan Pamekasan, Bogor, Jakarta, dan Singapura. Sementara itu, karya-karya John De Rantau tidak hanya terbatas di panggung layar lebar. Selain menyutradari film, ia juga menyutradari beberapa judul sinetron. Karya terkenalnya antara lain sinetron Ali Topan Anak Jalanan dan Dara Manisku. Koesnadi (2007) menjelaskan bahwa berbekal ilmu lapangan dari Garin Nugroho, John bergabung dengan production house yang memproduksi sinetron. Namanya mencuat setelah sinetron Cemplon dan Donna Sang Penyamar menduduki rating tertinggi di TV nasional. Di sinetron ini pula John mengenal Leo Sutanto. Bersama Leo Sutanto, John menggarap hingga 16 film lepas TV (FTV). B. Hasil Penelitian Film yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan film yang berjudul Denias: Senandung di Atas Awan karya sutradara John De Rantau. Film produksi Alenia Pictures dan EC Entertainment tersebut mengungkapkan hal yang berbeda dibanding film Indonesia pada umumnya. Penelitian ini akan membahas unsurunsur dramatik dan nilai pendidikan yang ada di dalam film tersebut serta relevansinya sebagai media pembelajaran sastra Indonesia. Analisis data selengkapnya dapat dilihat dari uraian berikut ini. 1. Unsur-unsur Dramatik Film Denias: Senandung di Atas Awan Jika benar-benar ingin memahami film maka harus mengetahui aspekaspek pembangun dari film tersebut. Demikian pula untuk memahami lebih dalam film Denias: Senandung di Atas Awan diperlukan pengetahuan mengenai unsur-unsur yang membangun film tersebut, baru kemudian dapat memahami maksud yang ingin disampaikan oleh sutradara. Di awal sudah dijelaskan bahwa unsur-unsur pembangun sebuah film salah satunya adalah unsur dramatik film yang terdiri atas ide cerita, judul, tema, karakterisasi, konflik, alur, dan setting. Tidak berbeda dengan film-film yang lain, sudah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
tentu unsur-unsur tersebut juga ada dalam film Denias: Senandung di Atas Awan. a. Ide Cerita Bangunan ide cerita film dari zaman ke zaman sebetulnya sederhana. Cerita akan dimulai dari pemaparan, konflik, klimaks, dan endingnya adalah penyimpulan atau peleraian. Namun ternyata tidak hanya itu, penulis cerita harus mampu membuat ide cerita semenarik mungkin. Setidaknya cerita yang bagus memiliki beberapa kriteria sebagai berikut. 1) Dipersatukan dalam plot dan alur cerita Sebuah plot atau alur cerita yang disatukan dengan suatu urutan peristiwa dan kejadian yang berkesinambungan, antara peristiwa satu dengan peristiwa lain terjadi secara wajar dan logis. Film Denias: Senandung di Atas Awan memiliki alur maju, semua kejadian diceritakan secara runtut dari awal hingga akhir tanpa pengulangan ke suatu cerita lain. 2) Masuk akal Seorang pembuat film dapat menciptakan sebuah cerita yang masuk akal dengan memperhatikan kebenaran yang dapat dilihat secara lahiriah, kebenaran batiniah dari sifat manusia, dan kemiripan artistik dari kebenaran. Dalam cerita Denias: Senandung di Atas Awan tersebut, pembuat film berusaha menyajikan cerita yang riil. Film yang mengisahkan seorang anak (Denias) dari keluarga miskin yang berjuang untuk bisa mendapatkan pendidikan yang layak walaupun dia bukan anak seorang kepala suku. Oleh sebab itu, dalam film tersebut banyak diperlihatkan adegan Denias belajar dan berusaha dengan keras untuk bisa menggapai cita-cita dan impiannya. 3) Menarik Film dikatakan menarik jika ada sesuatu yang ditonjolkan dalam cerita. Segi kemenarikan bisa dilihat dari cerita yang baru, pengemasan yang menarik, maupun unsur dramatik yang khas. Cerita film juga commit user mengikat perhatian penonton. dapat dikatakan menarik jikatomampu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Cerita film Denias: Senandung di Atas Awan sebenarnya hampir sama dengan cerita-cerita lain yang memiliki tema atau maksud yang serupa. Namun, hal menarik dari film tersebut adalah sutradara berusaha untuk memadukan antara belajar dan emosional pemain. Adegan yang terlihat adalah ketika Denias harus belajar dalam kondisi apapun dan bersosialisasi dengan teman sebayanya. 4) Ketegangan atau suspense Untuk mengikat dan mempertahankan perhatian, biasanya film memunculkan rasa ingin tahu penonton dengan adegan menegangkan. Dalam film Denias: Senandung di Atas Awan terdapat beberapa adegan yang menegangkan, yakni: a) Saat diadakan upacara pemotongan jari Bapa Denias sebagai tanda berkabung. b) Ketika Denias bertemu lagi dengan Noel dan ia dianiaya habishabisan di asrama, tempat ia menunggu keputusan dari sekolah apakah bisa diterima atau tidak. c) Pada waktu Denias sedang menempuh ujian di ruang kelas untuk bisa masuk di sekolah. d) Ketika tangan Noel patah setelah menyerang Denias di ruang makan asrama. 5) Aksi atau gerak Aksi tidak terbatas pada gerak fisik saja seperti perkelahian, pertempuran, pengejaran, dan lain-lain, namun juga dapat berupa aksi batiniah atau emosional, yaitu aksi berlangsung dalam pikiran. Film Denias: Senandung di Atas Awan dari awal hingga akhir cerita lebih dominan menampilkan gerak fisik yang dilakukan oleh Denias seperti Denias berburu kuskus di hutan hingga mereka bertemu dengan Suwanggi, Denias sering berkelahi dengan Noel, dan Denias rela berjalan kaki seorang diri melewati gunung, ngarai, hutan, dan sungai. Aktivitas batiniah yang muncul di film tersebut seperti: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
a) Pada saat Bapa Guru mengajak Denias duduk di gubuk sekolah membicarakan perkelahian yang telah dilakukan oleh Denias dan Noel. b) Pada saat Denias duduk termangu seorang diri meratapi kematian ibunya. c) Pada saat Denias berusaha untuk tidak melawan perlakuan Noel terhadapnya. 6) Sederhana sekaligus kompleks Teknik yang digunakan oleh pembuat film yang merupakan perpaduan
antara
kesederhanaan
dan
kompleksitas.
Mereka
mengomunikasikan cerita dengan cara sederhana, jelas, dan langsung tetapi juga merangsang pikiran penonton. Film Denias, Senandung di Atas Awan tersebut merupakan film yang sebenarnya memiliki alur sederhana dan mudah dipahami. Namun, si pembuat film banyak menambahkan beberapa adegan lain untuk menambah kompleksitas cerita yang disajikan. Cerita yang sebetulnya menggambarkan usaha seorang anak mendapatkan pendidikan layak, banyak disisipi adeganadegan lain untuk merangsang emosi penonton. Adegan yang dimaksud adalah adegan perkelahian antara Noel dan Denias, perburuan kuskus, upacara adat, dan jalinan pertemanan antartokoh. 7) Mampu menahan diri dalam mengolah materi emosional Kemampuan untuk menahan diri dan tidak melebih-lebihkan dalam mengolah emosi cerita, diperlukan dalam sebuah film agar penonton tidak merasa termanipulasi. Bahan emosional yang berlebihan justru akan membuat reaksi penonton tidak sesuai dengan harapan pembuat cerita, tapi juga tidak boleh terlalu rendah (understatement), karena penonton akan merasa direndahkan. Materi emosional dalam film Denias: Senandung di Atas Awan ini dirasa cukup dan tidak berlebihan. Ada emosi dalam konflik antartokoh, dalam kesedihan, dalam pertemanan, dan dalam perjuangan. Namun di commit anak to user masyarakat, budaya seorang untuk bertarung dan berlaku kasar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
itu sebenarnya kurang cocok, sehingga anak-anak yang menyaksikan film tersebut harus didampingi dan diarahkan agar pesan moral saja yang sampai dan dipahami. b. Judul Judul memiliki arti penting bagi penonton sebelum menonton film. Setelah film ditonton, makna dari judul biasanya akan lebih kaya dan mendalam. Ada dua macam sifat dan model sebuah judul. Pertama adalah striking statement, judul yang mengejutkan, bombastis, dan sensasional, yang biasanya menggunakan nama tokoh utama. Kedua adalah ironi, yaitu mengutarakan ide yang merupakan kebalikan dari arti yang hendak disampaikan. Film Denias: Senandung di Atas Awan menggunakan judul yang memiliki sifat striking statement. Judul film menggunakan nama tokoh utama dan ditambah beberapa kata yang mewakili keseluruhan cerita. Lebih jelasnya deskripsi judul film tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Judul Film Denias: Senandung di Atas Awan c. Tema Penggunaan kata tema pada film, sama seperti penggunaan pada novel, drama, atau puisi. Tema dapat berarti ide pokok, persoalan, pesan, atau suatu pernyataan yang mewakili keseluruhan. Film Denias: Senandung di Atas Awan memiliki tema film yang diambil dari suasana atau emosional dalam film, yakni sebuah kerja keras dan perjuangan seseorang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Seorang anak yang menginginkan dirinya untuk menjadi lebih kuat dan mendapatkan pendidikan yang layak. commit Film to iniuser juga memiliki cerita yang kuat.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Perjuangan Denias untuk bisa mendapatkan pendidikan bukanlah perjuangan yang mudah. Perjuangan tersebut harus melewati hambatanhambatan yang belum tentu dapat dilewati oleh anak sebayanya. Ditambah peristiwa kebakaran yang menewaskan ibunya, membuat Denias semakin mantap akan mewujudkan keinginan kuat tersebut. d. Karakterisasi Banyak cara untuk menggambarkan tokoh agar sesuai dengan tema yang dikemukakan. Pertama, dapat secara langsung diceritakan. Cara ini yang paling mudah namun memerlukan kejelian dalam mencari titik fokus penggambaran dan mencari kata-kata yang tepat untuk melukiskannya. Cara kedua, adalah dengan dialog tokoh dengan lawan mainnya. Dari dialog dapat diketahui sifat tokoh yang temperamental, penyabar, pendendam, dan lain-lain. Cara ketiga dapat dengan cara menggambarkan tingkah laku tokoh. Ketika dia bereaksi terhadap suatu stimultan, gerakgeriknya ketika melakukan sesuatu, tergambarkan dengan jelas dan masih banyak cara lainnya. Tokoh-tokoh dalam film Denias: Senandung di Atas Awan digambarkan dengan beberapa cara tersebut. Berikut ini adalah tokohtokoh dalam cerita Denias. 1) Denias: Albert Fakdawer Denias sebagai sebagai protagonis adalah seorang anak Papua baik-baik yang ingin sekolah dengan baik. Diceritakan bahwa Denias adalah anak lelaki seusia anak SD. Denias mempunyai kulit berwarna hitam dan rambut kribo. Dia selalu menggunakan gaya pakaian yang sama dalam kesehariannya, yaitu menggunakan kaos oblong dan celana pendek Denias digambarkan sebagai seorang anak yang pandai, cekatan, berbakti kepada orang tua, dan berobsesi tinggi. Adegan yang mendukung adalah ketika Denias berusaha memenuhi keinginan ibunya untuk bersekolah. Berikut ini adalah beberapa dialog yang commit to userDenias. mengungkapkan karakter dari tokoh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Bapa Guru : Denias kamu satu-satunya anak yang paling cepat bisa membaca di sini. Tulisan kamu bagus, hitunghitungan kamu juga lancar. Bapa yakin suatu saat nanti, kamu akan menjadi ahli matematika. Bapa yakin sekali itu. Denias : Tapi Noel nakal, Bapa! Dia selalu ajak saya berkelahi terus. Dia bilang kita ini anak laki-laki. Bapa Guru : Noel memang nakal. Tapi kamu lebih kuat! Kamu bisa saja mengalahkannya. Tapi Bapa tidak mengajarkan itu. (sambil menghela nafas) Bapa pernah cerita satu dongeng padamu (Adegan 8).
Bapa
Denias
Denias Mama
: Denias, kau berkelahi dengan siapa? Di sekolah kau pu guru ajar kau berkelahi kah? Kalau di sekolah hanya diajar berkelahi lebih baik tidak usah sekolah saja. : Ah, jangan Bapa! Saya mau sekolah (Adegan 9).
: Itu sudah, Ma. Denias mau Maleo. : Iyo, Denias. Mama sudah tau itu. Kau memang anak yang baik dan pintar, Denias (terbatuk-batuk). Denias, bangun dulu Denias...cepat kau bangun dulu! Baju kau basah dengan keringat ini, Denias. Ganti baju dulu, nanti kau bisa sakit lagi (terbatukbatuk lagi) (Adegan 11).
Berdasarkan pujian yang diucapkan oleh Bapa Guru untuk Denias pada dialog pertama, terungkap jelas bahwa Denias merupakan anak yang pandai. Denias termasuk satu-satunya anak yang paling cepat bisa bisa membaca, tulisannya bagus, dan hitung-hitungannya lancar di sekolah. Sang Mama juga terlihat memuji kepintaran Denias pada dialog ketiga di atas. Dari dialog yang dilakukan Denias dan Mama tersebut, terungkap bahwa Denias merupakan anak yang penurut dan berbakti kepada orang tua. Ia tidak membantah kata-kata dan perintah Mamanya. Karakter Denias yang lain juga tampak dari dialognya bersama sang ayah. Denias tetap pada pendiriannya untuk bisa bersekolah meski sang ayah menyuruhnya berhenti. Ini menunjukkan bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Denias merupakan anak yang berpendirian kuat dan tidak mudah menyerah. Karakter tidak mudah menyerah untuk berjuang sekolah tampak pula dalam tingkah lakunya. Setiap hari Denias pergi ke sekolah dengan berjalan kaki dan melewati jalan yang panjang. Kegigihan yang dimiliki Denias dapat disimak jelas pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Denias Berlari Menuju Sekolah (Adegan 7) Denias selalu mendapat perlindungan gurunya karena ia pintar dan tidak liar. Albert Fakdawer berakting dengan baik dalam memerankan tokoh Denias. Ia sangat menjiwai karakter Denias yang memiliki semangat menggapai cita-cita yang tinggi. Albert Fakdawer bermain natural sebagai seorang anak pedalaman yang ingin sekolah. Secara fisik sosok tokoh Denias dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.
Gambar 6. Albert Fakdawer sebagai Denias (Adegan 23)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
2) Mama Denias: Audrey Papilaja Mama Denias ini merupakan sosok yang keibuan. Dalam film ini sang Mama digambarkan sebagai seorang yang sayang terhadap anaknya. Mama Deniaslah yang selama ini menjadi salah satu penyemangat hidupnya. Ia turut memotivasi Denias untuk terus bersekolah. Dialog di bawah ini menunjukkan perhatian dan semangat sang Mama terhadap Denias. Denias berkumpul bersama keluarga di sekitar honai mereka. Ia lalu melempar pandangannya ke arah gunung besar yang diselimuti oleh hamparan awan putih. Mama : Denias, kau sudah besar! Jangan nakal ya! Kalau kau nakal, gunung di sana bisa makan kau! Betul itu, iyo, itu sudah! Tapi kalau kau belajar yang rajin, pintar sekolah, gunung di sana takut sama kau (Adegan 1).
Mama Denias Mama Denias Mama
: (sambil terbatuk-batuk) Denias, Denias. : (masih sambil tertidur) Iya Ma. : Jangan lupa sekolah ya. : Iya Ma. : Kalau kau sekolah, belajar yang rajin, kau bisa bikin sembuh Mama, Denias! (Adegan 11).
Dalam film, sosok Mama Denias ditampilkan seperti wanita Papua pada umumnya. Memiliki perawakan tidak terlalu tinggi, berkulit hitam, dan berambut gimbal. Pada Gambar 7 di bawah ini dapat dilihat sosok Mama Denias sebelum meninggal.
Gambar 7. Audrey Papilaja sebagai Mama Denias (Adegan 11) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
3) Bapa Denias: Michael Mohede Bapa Denias adalah figur yang keras, mudah terpancing emosi, namun komikal dan perhatian terhadap anaknya. Karakter tersebut tampak pada dialog-dialog yang dilakukan olehnya dengan Denias dalam beberapa adegan. Salah satunya adalah pada dialog di bawah ini. Bapa
Denias Bapa
: Kau tidak dengar kah? (sambil memegang kepala Denias) Ayo jawab dengan siapa kau berkelahi?! Kalau perlu kita harus selesaikan malam ini! : Noel, Bapa. : Kau macam-macam saja, Denias! Anak kepala suku besar kau lawan? Pilih-pilih kalau mau berkelahi! Satu kampung kita bisa dapat kutuk nanti! (lalu melangkah pergi keluar dari rumah dengan wajah kesal) (Adegan 9).
Selain tampak pada dialog, figur ayah Denias dalam film tersebut dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini.
Gambar 8. Michael Mohede sebagai Bapa Denias (Adegan 16) 4) Bapa Guru: Mathias Muchus Guru Denias yang ini memiliki perawakan yang agak berbeda dengan warga Papua umumnya. Bapa Guru berkulit putih dan tidak gelap seperti warga Papua umumnya. Hal ini mungkin dikarenakan Bapa Guru memang bukan asli orang Papua. Menurut cerita dalam film, Bapa Guru tersebut merupakan orang Jawa yang ternyata ditugaskan ke Papua untuk mengajar anak-anak Papua membaca, menulis,
dan
berhitung. Berikut commit to user
ini
adalah
dialog
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
mengungkapkan sosok Bapa Guru. Saat sore hari, Denias berbincang bersama Maleo di tepi danau. Denias : Belajar juga keperluan Maleo. Kalau begitu Bapa Guru curang. Maleo : Keperluan Bapa Guru juga penting. Heh, dia punya istri sakit parah di Jawa. Denias, belajar itu bisa di mana saja (Adegan 20). Sebagai seorang guru, tokoh ini digambarkan sebagai sosok yang bijaksana dan berwawasan luas. Dialog yang menggambarkan karakter tokoh Bapa Guru tersebut adalah: Denias : Jack dan kacang polong, Bapa? Bapa Guru : Jack dan kacang polong...kamu ingat? Ketika Jack menanam benih kacang polong itu, keesokan harinya benih itu tumbuh, tumbuh menjadi pohon, menjadi besar, dan besar, tinggi...dan tinggi, terus tinggi, dan tinggi lagi sampai meyentuh awan. Dan Jack mulai naik pohon tersebut, dan naik dengan bersusah payah, dia naik dengan semangat yang penuh, dia terus naik, semakin tinggi dan semakin tinggi, dan akhirnya Jack berada di atas awan. Dan Jack bisa melihat dunia. (Denias mendengarkan Pak Guru dengan saksama) Semangat itu ada di dalam dirimu, Denias. Sesuatu yang tersembunyi dalam dirimu yang dihembuskan angin lewat nyanyianmu yang indah, nyanyian yang berasal dari balik awan (Denias lalu memandangi gunung yang diselimuti awan di depannya) Jangan kamu rusak itu Denias. Jangan kamu berkelahi lagi. Jadikan semangat itu semangat hidupmu! (sambil menunjuk dada Denias) (Adegan 8) Ia sangat menyayangi Denias karena menurutnya Denias adalah murid yang berbeda dibanding murid-murid yang lain. Bapa Guru dapat melihat kemampuan dan kegigihan yang dimiliki oleh Denias. Adegan yang memperlihatkan karakter tokoh Bapa Guru ada pada Gambar 9 berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Gambar 9. Mathias Muchus sebagai Bapa Guru (Adegan 8) 5) Maleo: Ari Sihasale Digambarkan dalam film ini, Maleo adalah seorang militer yang baik dan mendidik. Kebaikannya tampak pada saat guru sekolah Denias pulang ke Jawa, ia berinisiatif menggantikannya. Dia tentara, tapi dia tidak kasar, namun jika sekali marah, sikap tentaranya keluar (saat mengajar anak-anak dan Denias dibawa ayahnya pulang). Dialog yang menunjukkan siapa tokoh Maleo adalah berikut ini. Tentara Denias Tentara Denias
: Iya, kau mo ketemu siapa? Ada banyak Maleo. : Maleo itu guru saya Bapa, tapi dia tentara seperti Bapa juga. : Namanya siapa? : Maleo Bapa (Adegan 27).
Sebagai tentara ia berperawakan gagah, tinggi, dan terlihat tegas. Hampir sama seperti Bapa Guru, Maleo ditampilkan tidak seperti warga Papua umumnya, Maleo tidak berkulit gelap. Ia sepertinya juga bukan asli orang Papua. Lebih jelas tokoh Maleo dalam film dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini.
Gambar 10. Ari Sihasale sebagai Maleo (Adegan 22) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
6) Ibu Gembala: Marcella Zalianty Ibu Gembala adalah guru sekolah yang masih muda dan idealis. Ia peduli terhadap ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi di sekitarnya. Ibu inilah yang turut membantu Denias untuk dapat bersekolah di tempat ia mengajar. Dengan karakter yang dimilikinya ia berusaha untuk mampu meyakinkan orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut tampak pada dialog-dialognya berikut. Kep. Sek
: Yah kalau begitu, kita akan mengajak mereka duduk bersama. Toh anak yang dibawa Bu Sam bukan anak siapa-siapa, hanya gelandangan yang mungkin secara tidak sengaja ditemukan! Ibu Gembala : Bapak Kepala Sekolah, dan staf pengajar yang saya hormati. Kaum gelandangan bukan tak sengaja ditemukan tapi sengaja dibuat. Selama ada individu yang mau membantu, mengajar, dan memberi, saya rasa nggak akan pernah ada istilah gelandangan. Sayangnya, saya tidak melihat satu pun individu seperti itu ada di sini (Adegan 29).
Ketua Adat : Sekolah yang berada di sini adalah untuk anakanak dari suku-suku yang berada di sekitar sini saja. Kep. Sek : Ehm, bagaimana Bu Sam? Ibu Gembala : Pertama kali saya injakkan kaki di pulau ini, banyak keluh kesah yang saya dengar tentang ketidakadilan yang diterima oleh warga di sini. Tadinya saya berpikir, ketidakadilan itu hanya dilakukan oleh orang-orang dari luar pulau ini saja. Tapi ternyata waga di sini sendiri pun bisa berlaku tidak adil terhadap sesamanya! Gimana Bapakbapak? Ibu? Mudah-mudahan saya salah dalam menilai hal ini (Adegan 30). Dari kedua dialog tersebut, tampak sekali bahwa Ibu Gembala memiliki karakter idealis dan peduli terhadap orang lain. Dengan kebijaksanaan yang dimiliki, ia meyakinkan orang-orang di sekitarnya untuk bersimpati dan sependapat dengan apa yang ia perjuangkan. Dari raut wajah dan penampilan pada Gambar 11 berikut ini terlihat sekali karakter yang dari Ibu Gembala tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Gambar 11. Marcella Zalianty sebagai Ibu Gembala (Adegan 29) 7) Noel: Ryan Manobi Di sekolah dan di lingkungan bermain, Denias memiliki seorang teman yang selalu mencuranginya dan berbuat tidak baik kepadanya. Ia adalah Noel. Noel adalah anak lelaki seusia Denias. Noel terlihat seperti anak kecil pada umumnya. Noel keturunan Papua asli, hal ini ditampakkan dari kulitnya yang hitam sama seperti Denias dan warga Papua asli. Dalam film, Noel adalah anak seorang kepala suku yang bermartabat tinggi dan diyakini memiliki kekuatan supranatural di kampungnya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada dialog berikut ini. Denias Bapa
: Noel, Bapa. : Kau macam-macam saja, Denias! Anak kepala suku besar kau lawan? Pilih-pilih kalau mau berkelahi! Satu kampung kita bisa dapat kutuk nanti! (lalu melangkah pergi keluar dari rumah dengan wajah kesal) (Adegan 9)
Dari dialog antara Denias dan Bapanya tersebut terungkap bahwa Noel adalah anak kepala suku besar. Bapa Denias dan para warga suku meyakini kepala suku besar memiliki kekuatan supranatural di kampungnya. Jadi sebagai orang biasa mereka tidak boleh melawan orang yang berkuasa dalam sukunya tersebut. Takut bila melawan akan mendapat kutuk. Sebagai anak kepala suku yang ditakuti tentu saja hal tersebut turut pula membentuk karakter Noel. Noel digambarkan sebagai anak to user dan tidak pintar di sekolah. yang suka berkuasa, commit suka berkelahi,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Karakter Noel terlihat jelas pada setiap dialog-dialog dan sikapnya. Berikut adalah salah satu dialog yang menunjukkan sifat Noel. Noel Denias Noel
: Kalau kau mau seragam, kau sekolah di kota! Nanti saya akan sekolah di sana. : Saya juga bisa! Memangnya kau saja yang bisa?! : Bodo kau Denias! Hanya yang punya uang banyak bisa sekolah di sana! Memangnya kau siapa?! (Adegan 21)
Berdasarkan dialog di atas, cara bicara Noel terhadap Denias dan teman-temannya menunjukkan bahwa ia adalah anak yang sombong dan berkuasa. Kesombongan sebagai anak kepala suku besar yang ditakuti, membuatnya sering bersikap tidak sopan dan tidak ramah terhadap guru maupun teman-temannya. Gayanya selalu mengajak berkelahi dan ribut. Inilah yang membuat Denias sering geram dan tidak mampu menahan emosi berkelahi. Gambar 12 berikut ini adalah gambar yang menunjukkan perawakan dan karakter tokoh Noel.
Gambar 12. Ryan Manobi sebagai Noel (Adegan 21) 8) Enos: Minus Karoba Dalam film Denias: Senandung di Atas Awan, Enos diperankan oleh Minus Karoba. Enos adalah anak lelaki yang tidak sengaja ditemui Denias ketika Denias pertama kali ke kota. Enos diceritakan sebagai anak yang tidak bersekolah dan memilih duduk-duduk serta mencuri
makanan
dari
pengunjung
supermarket.
Ia
seorang
gelandangan. Dalam beberapa waktu, Denias tinggal bersama Enos di commit user dialog yang memperlihatkan pinggiran jalan. Berikut initoadalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
karakter Enos. Di suatu tempat yang berumput hijau, Denias dan Enos duduk di dekat sebuah terowongan kecil. Enos tampak membuka tas plastik hasil curiannya. Denias Enos Denias
: Kau kenapa mencuri? : Saya pernah minta, tapi tidak dikasih! (sambil memakan rotinya) : Saya pu guru bilang kalau mencuri itu dosa. Dia paling tidak suka melihat orang mencuri. Nanti bisa dia hukum (Adegan 25).
Dari dialog tersebut terungkap bahwa Enos suka mencuri. Ia mencuri karena keadaan yang mendesak. Namun, di balik sifat buruk tersebut, ia adalah anak yang baik. Ia mau berbagi dan menemani Denias selama di kota. Dalam film, Enos terkadang juga merupakan anak yang lugu dan kocak. Di beberapa adegan dan dialog, ia sering berkelakar dan bertingkah konyol. Sosok tokoh Enos dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini.
Gambar 13. Minus Karoba sebagai Enos (Adegan 37) 9) Angel: Pevita Pearce Angel adalah seorang anak yang kalem dan baik hati. Angel berperan sesuai namanya, bidadari penyelamat kecil. Hal tersebut terlihat ketika Angel hendak menolong Denias yang dipukuli oleh Noel dan teman-temannya. Angel juga tidak pernah membeda-bedakan teman, ia mau mengajak berkenalan dan bermain dengan Denias. Dialog berikut ini menunjukkan sifat Angel. Angel : Saya, Angel... kamu mau? (menawarkan permen-permennya commit to pada user Denias) semuanya untuk kamu, saya punya banyak di rumah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Denias : (memandang Angel dengan heran) Kamu baik sekali, terima kasih Angel (sambil tersenyum) (Adegan 26). Dialog tersebut berlangsung saat Denias masuk ke dalam area atau lingkungan sekolah. Tanpa sengaja, ia menabrak seorang anak perempuan hingga permen anak itu berjatuhan. Denias lalu menolong memunguti permen-permen yang jatuh tersebut. Melihat Denias, Angel langsung mengajak berkenalan. Dengan karakter baik hati yang dimilikinya, Angel mau berbagi permen dengan Denias. Denias yang menerima pemberian Angel, langsung melontarkan pujian kepada Angel. Lebih lanjut keramahan dan kebaikan tokoh Angel dapat dilihat pada Gambar 14 berikut.
Gambar 14. Pevita Pearce sebagai Angel (Adegan 33) e. Alur Film Denias: Senandung di Atas Awan dibangun di atas alur yang menarik. Keterkaitan struktur cerita yang disajikan dibentuk oleh peristiwa-peristiwa yang tersusun secara berurutan menjadi karakter alur film. Alur cerita atau yang digunakan dalam film Denias: Senandung di Atas Awan tersebut merupakan jenis alur linear. Sebuah alur cerita yang dimulai dari titik awal dan maju terus hingga titik akhir cerita. Analisis unsur alur dalam film tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut. 1) Eksposisi Cerita ini berawal dari pengenalan tokoh Denias yang diceritakan to user seorang anak laki-lakicommit usia SD dan berasal suku pedalaman yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
tinggal di daerah pegunungan Jayawijaya, Papua. Dunia Denias sendiri pada awalnya digambarkan tak beda jauh dengan anak-anak desa seumurnya, dunia Denias hanya bermain, bersekolah, dan membantu ayah di ladang. Semua sama, hanya kepekaan dan kekuatan hati yang membuat Denias berbeda. Denias tak bisa melupakan pembicaraan dan nasihat orang tua seputar betapa pentingnya sekolah dan betapa luas dunia yang bisa dimasukinya dengan bersekolah
yang bisa
membuatnya menjadi pintar. Demi bisa mengenyam pendidikan, Denias rela berjalan kaki seorang diri selama sepuluh hari melewati gunung, ngarai, hutan, dan sungai. Tahap eksposisi tersebut tampak lebih jelas pada Gambar 15 di bawah ini.
Gambar 15. Adegan Pengenalan Tokoh Denias (Adegan 1, 3, dan 7) 2) Konflik Hidup Denias seakan berhenti saat rentetan peristiwa duka menerpanya. Mama Denias yang selama ini menjadi salah satu penyemangat hidupnya telah tiada ditelan tragedi kebakaran yang menghanguskan honai keluarga mereka. Kepergian Mama Denias disusul dengan pulangnya Bapa Guru ke tanah Jawa karena istrinya yang sakit keras. Padahal Bapa Gurulah yang selama ini selalu menyediakan kesempatan untuk belajar sekaligus selalu menantang Denias untuk mengerjakan soal yang lebih sulit. Lebih jelasnya tahap awal konflik dalam film dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17 berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Gambar 16. Mama Denias Meninggal dalam Kebakaran (Adegan 14)
Gambar 17. Bapa Guru Denias Hendak Pulang ke Jawa (Adegan 19) Denias berjuang untuk bisa mendapatkan pendidikan yang layak walaupun dia bukan anak seorang kepala suku. Dia semakin terpacu untuk bisa mendapatkan pendidikan karena teringat pesan Mamanya yang menyuruh Denias untuk rajin sekolah dan belajar (Mamanya meninggal karena peristiwa kebakaran) serta Maleo, seorang anggota tentara yang bertugas di daerah Denias tinggal. Perjuangan Denias untuk bisa mendapatkan pendidikan yang layak tidaklah mudah. Dia harus berjalan kaki melewati pegunungan untuk bisa tiba di kota. Di kota pun, dia tidak bisa langsung bersekolah karena harus terlebih dahulu melewati prosedur dan masa percobaan yang dipersulit oleh Noel, saingannya yang merupakan anak kepala suku. Dia harus hidup di jalan bersama Enos, teman barunya, juga anak jalanan yang suka mencuri. Salah satu perjuangan Denias untuk commit to user dapat masuk sekolah layak tampak pada Gambar 18 di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Gambar 18. Denias Ujian Masuk Sekolah (Adegan 33) 3) Klimaks Untunglah ada Ibu Gembala, seorang guru yang bersedia memperjuangkan hak Denias untuk belajar. Namun, prosedur yang berlika-liku ditambah Noel yang selalu membuat gara-gara membuat Denias kesulitan untuk mendapatkan pendidikan di sekolah tersebut. Denias mendapat syarat dari Ibu Gembala, bahwa jika ia ingin diterima bersekolah di tempat itu, ia tidak boleh nakal dan membuat ulah. Meski ia mendapat perlakuan kurang baik dari teman-temannya, ia harus dapat menahan emosinya. Denias harus mengalah jika ingin diterima. Berikut ini adalah dialog antara Ibu Gembala dan Denias. Ibu Gembala : Iya...tapi bukan itu maksud Ibu. Sekarang semua guru di sini sedang berusaha supaya kau bisa diterima di sekolah ini. Denias : Terima kasih Ibu. Kapan saya bisa sekolah? Ibu Gembala : Ya, kita berdoa saja. Denias : Setiap hari saya sudah berdoa Ibu. Ibu Gembala : Bagus. Tapi ingat, kau tidak boleh nakal, apalagi berkelahi! Dan jangan sampai terpengaruh dengan anak-anak yang tidak baik. Ya? Oya, siapa nama teman kau satu itu? (Adegan 31) Suatu ketika, saat jam istirahat dan makan, Denias mengantarkan hidangan kepada siswa-siswa tersebut. Denias dalam menjalankan tugasnya kembali mendapat perlakuan yang kurang baik dari Noel. Denias dijatuhkan oleh Noel, Denias tidak menghiraukannya, tapi Noel malah mengajaknya berkelahi. Tiba-tiba Denias akan dipukul oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Noel, tapi kali ini ia sedikit membela diri. Piring yang masih ada di genggaman tangannya, ia jadikan alat untuk menangkis pukulan Noel. Tangan Noel pun patah dan berdarah sebab menghantam piring. Noel
: Ayo lawan saya! (sambil menarik kerah baju Denias) Anak lain pun lalu ramai memberikan semangat pada Denias untuk melawan. Tapi Denias diam saja. Noel lalu hendak memukul Denias dan secara refleks Denias menangkis menggunakan piring yang masih ada di tangannya. Tangan Noel pun mengenai piring Denias hingga pecah. Noel : Aduh saya pu tangan darah. Denias : Noel...Noel maaf Noel! Noel maaf Noel! Noel : Aduh saya pu tangan patah! Aduh saya pu tangan patah! Denias lalu dikeroyok oleh teman-teman Noel. Tapi anak-anak yang lain pun membela Denias dan melindunginya. Kemudian datanglah Ibu Gembala ke ruang makan. Ia membawa amplop berisi hasil ujian Denias. Namun, karena Denias takut dimarahi, Denias segera berlari keluar. Ibu Gembala: Denias! Denias! Denias tunggu! (Adegan 34) Dari dialog tersebut, Denias merasa bersalah. Dalam hatinya, terbersit rasa salah yang begitu besar. Ia beranggapan bahwa ia telah melanggar nasihat Ibu Gembala dan ia pasti tidak akan diterima bersekolah di tempat itu. Denias kemudian berlari kencang keluar entah kemana ia pergi. Pemunculan tahap klimaks dalam film dapat dilihat jelas pada Gambar 19 dan 20 berikut ini.
Gambar 19. Noel mengajak Denias berkelahi (Adegan 34) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Gambar 20. Denias Kabur dan Dicari Ibu Gembala (Adegan 34) 4) Resolusi Denias adalah anak yang berbudi baik. Ia tidak lupa dengan orang yang menolongnya. Dalam kepedihan hati dan keputusasaannya, ia masih menyempatkan diri berpamitan kepada Ibu Gembala. Ia berpamit untuk pulang ke kampung halamannya. Saat itulah, Denias mendapat kabar gembira dari Ibu Gembala, bahwa ia diterima untuk bersekolah di tempat itu. Hati Denias berbunga-bunga karena impian dan cita-citanya telah tercapai. Ia pun mengurungkan niatnya untuk pulang ke kampung halaman. Ia bersekolah dan mulai mengukir masa depan. Lebih jelasnya deskripsi tahap resolusi dapat dilihat pada Gambar 21 berikut ini.
Gambar 21. Denias Berpamitan kepada Ibu Gembala (Adegan 36) f. Setting Tiga hal setting yang ada pada film Denias: Senandung di Atas Awan antara lain: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
1) Faktor Temporal (Waktu) Film Denias: Senandung di Atas Awan menggambarkan setting waktu dulu. Saat Janias Miagoni, tokoh nyata yang kisah hidupnya diangkat dalam film tersebut masih anak-anak. Pada awal pengenalan cerita ditampakkan adegan yang menunjukkan bahwa film tersebut diangkat dari kisah nyata. Kisah seorang anak asli Papua yang berjuang memeroleh pendidikan yang lebih layak. Di akhir cerita juga ditunjukkan kisah hidup tokoh Janias setelah berhasil masuk sekolah. Pembuktian bahwa film tersebut diangkat dari kisah nyata dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23 berikut.
Gambar 22. Film Denias: Senandung di Atas Awan Berdasar dari Kisah Nyata
Gambar 23. Tampilan Promosi Film Denias: Senandung di Atas Awan Based On A True Story (Berdasar Kisah Nyata) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
2) Faktor Geografik (Tempat) Film tersebut mengambil setting hanya di satu tempat yaitu di Papua. Ari Sihasale (produser) sebagai putra Papua, menyajikan keindahan panorama Papua serta singgungan budayanya bagi semua orang Indonesia yang kurang tahu apa yang terjadi di dalam satu bagian daerah Indonesia ini. Gambar yang mendukung lokasi pembuatan di Papua ada pada Gambar 24-26 di bawah ini.
Gambar 24. Honai, Rumah Adat Papua
Gambar 25. Upacara Pemasangan Koteka, Upacara Adat Papua
Gambar 26.commit Pegunungan to userJaya Wijaya Papua
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
3) Faktor Adat dan Budaya yang Berlaku Adat dan budaya yang terlihat pada film Denias: Senandung di Atas Awan adalah di Papua identik dengan penduduknya yang masih menerapkan ritual-ritual tradisional. Sejak awal, sinematografi berperan menggambarkan keindahan dan ‟keaslian‟ orang-orang Papua maupun pemandangannya. Sejak awal film, adegan-adegan yang dipakai adalah adegan yang banyak muncul dalam benak orang Indonesia tentang Papua, yaitu gambaran orang Papua berkulit hitam dengan ritual-ritualnya yang primitif dan aneh. Film ini dibuka dengan adegan pemasangan koteka oleh suku Moni. Dalam adegan tersebut, tubuh-tubuh orang Papua yang hitam dihiasi dengan bulu-bulu dan perangkat adat lainnya menjadi gambaran dominan di layar. Film besutan sutradara John De Rantau tersebut juga menampilkan beragam sisi budaya perjalanan hidup seorang manusia Papua, mulai dari upacara memakai koteka, upacara duka mandi lumpur, dan potong jari. 2. Nilai Pendidikan dalam Film Denias: Senandung di Atas Awan Film merupakan media yang menggabungkan dua indra, penglihatan dan pendengaran, yang memiliki inti atau tema sebuah cerita yang banyak mengungkapkan realita sosial yang terjadi di sekitar lingkungan tempat di mana film itu sendiri tumbuh. Bisa dikatakan pula film termasuk refleksi kehidupan yang didapatkan melalui perenungan pengimajinasian dan kreativitas sutradara sehingga menghasilkan karya yang indah dan dapat dinikmati oleh penonton atau penikmat film. Dengan demikian, film sebagai gambaran kehidupan tentunya sarat dengan nilai-nilai dan norma yang ada dalam masyarakat yang bersifat mendidik. Jadi, sebuah karya khususnya film memiliki bobot apabila di dalamnya mengandung bermacam-macam nilai edukatif tentang kehidupan yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai-nilai itu mengungkapkan perbuatan yang dipuji atau dicela, pandangan hidup yang dianut atau dihindari, dan hal-hal yang dijunjung tinggi yang berkaitan dengan moral, sosial, religi, dan budaya dalam kehidupan manusia. Adapun nilai-nilai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
pendidikan dalam film Denias: Senandung di Atas Awan adalah sebagai berikut. a. Nilai Religius Kepercayaan manusia kepada pencipta-Nya itu dikenal dengan aspek religius. Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal. Nilai religius dalam film Denias: Senandung di Atas Awan digambarkan dengan jelas saat beberapa tokoh berdialog dalam adegan tertentu. Pada Gambar 27 berikut ini adalah kutipan adegan yang menunjukkan adanya nilai religius.
Gambar 27. Ibu Gembala dan Denias (Adegan 31) Gambar tersebut merupakan adegan saat Denias dan Ibu Gembala mengobrol di lobi sekolah. Ibu Gembala meminta Denias untuk lebih bersabar dan tidak menyerah. Ibu Gembala meyakinkan Denias bahwa ia akan terus berusaha agar Denias bisa masuk sekolah. Selain itu, Denias juga diminta untuk berdoa dan tidak nakal. Berikut ini adalah dialognya. Denias
: Terima kasih Ibu. Kapan saya bisa sekolah? Ibu Gembala : Ya, kita berdoa saja. Denias : Setiap hari saya sudah berdoa ibu. Ibu Gembala : Bagus. ingat, kau tidak boleh commitTapi to user nakal, apalagi berkelahi! Dan jangan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
sampai terpengaruh anak-anak yang tidak baik. Ya? (Adegan 31) Dari kutipan tersebut, Ibu Gembala meminta Denias untuk berdoa. Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan berdoa merupakan kegiatan yang umum dilakukan oleh masyarakat jika menginginkan sesuatu. Istilah berdoa berarti memiliki maksud memohon sesuatu kepada Tuhan bukan kepada manusia. Jika meminta kepada manusia maka yang dilakukan bukan berdoa. Berdoa identik dengan kegiatan yang berhubungan dengan kepercayaan kepada kekuasaan Tuhan. Dalam tuntunan semua agama selalu ada ajaran yang menyangkut kegiatan berdoa tersebut. Dan merupakan sebuah kewajiban bagi umat. Oleh sebab itu, dapat dikatakan kutipan tersebut mengandung nilai religius karena mengajarkan sesuatu yang selalu menjadi tuntunan agama. Dalam adegan tersebut Ibu Gembala mengajarkan tuntunan agama juga mengajarkan kepada Denias untuk berserah diri kepada Tuhan dengan cara berdoa agar keinginan bisa terkabul. Gambar 28 berikut ini turut mendukung adegan yang menggambarkan nilai religius.
Gambar 28. Ibu Gembala Memeluk Denias (Adegan 36) Gambar tersebut diambil dari adegan akhir yang menentukan akhir cerita. Ketika hari sudah malam dan Ibu Gembala sampai di rumahnya, tiba-tiba Denias memasuki pintu pagar halaman rumah Ibu Gembala. Ibu Gembala yang terkejut dan sedikit tidak percaya, lalu membalikkan badannya ke arah Denias. Di bawah ini adalah dialog yang mendukung commit to user adegan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Ibu Gembala Denias Ibu Gembala Denias
: Denias! Kau diterima. : (berbalik terkejut) Benarkah?! : Sembah puji Tuhan. : Terima kasih Bu. (menangis sambil memeluk Ibu Gembala) (Adegan 36).
Di akhir film, tampak Denias setelah pulang sekolah barunya langsung mengejar sebuah helikopter yang sedang melintas di atasnya. Masih berseragam lengkap, Denias berlari menuruni bukit dan berhenti kemudian mengucapkan monolog di bawah ini. Denias : Selamat bertugas Maleo! Suatu saat kita pasti bertemu lagi, seperti surat yang kau tulis! Mama... Denias su sekolah. Denias senang sekali! Terima kasih Tuhan, itu sudah. Amin (Adegan 38). Lebih jelasnya adegan yang mendukung kutipan tersebut dapat dilihat pada Gambar 29 di bawah ini.
Gambar 29. Denias Berdiri Memandang Langit (Adegan 38) Pada kutipan adegan-adegan tersebut, terlihat bahwa Ibu Gembala mengucapkan pujian kepada Tuhan saat menerima kabar baik. Demikian pula pada monolog Denias di atas, tampak bahwa Denias mengucapkan syukurnya dengan berterima kasih kepada Tuhan. Jika disimak dengan baik, kedua kutipan tersebut mengajarkan kepada penonton untuk tidak melupakan Tuhan bagaimanapun keadaan yang dialami. Agama menuntun untuk senantiasa mengingat Tuhan, sesuatu tidak akan berjalan baik tanpa commit user film tersebut, Denias dan Ibu peranan Tuhan. Demikian pula topada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Gembala tidak begitu saja lupa dengan Tuhannya ketika mendapatkan berkah. b. Nilai Moral Film yang disutradarai oleh John De Rantau ini memang sarat dengan nilai-nilai. Tidak hanya menyajikan hiburan semata, sutradara juga menyajikan tontonan yang penuh ajaran hidup. Terdapat banyak sekali hal-hal penting yang dapat dipetik oleh semua kalangan. Salah satu hal penting adalah mengenai kebaikan dan keburukan. Dalam hal ini sering dapat dihubungkan dengan moral. Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan kepada penonton, merupakan makna yang disaratkan lewat cerita. Nilai moral yang terkandung, biasa bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat disimak bahwa film Denias: Senandung di Atas Awan memunculkan banyak nilai moral. Itu tercermin dalam banyak adegan yang dilakukan oleh para pemeran tokoh film. Hal tersebut bisa mengajarkan anak untuk semangat dalam mencapai cita-citanya, selalu berbakti kepada orang tua, dan berbudi baik. Gambar 30 berikut adalah beberapa cuplikan yang dapat diambil nilai moralnya.
Gambar 30. Denias Berdialog dengan Ibu dan Saudaranya Denias berkumpul bersama keluarga di sekitar honai mereka. Ia lalu melempar pandangannya ke arah gunung besar yang diselimuti oleh commit to user hamparan awan putih.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Mama : Denias, kau sudah besar! Jangan nakal ya! Kalau kau nakal, gunung di sana bisa makan kau! Betul itu, iyo, itu sudah! Tapi kalau kau belajar yang rajin, pintar sekolah, gunung di sana takut sama kau (Adegan 2).
Gambar 31 Denias Minta Izin Bermain (Adegan 2) Kemudian datanglah dua orang teman Denias (Markus dan Felix) sambil bersiul sebagai tanda ajakan bermain. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 31. Denias : Mama, Denias boleh main kah? (dengan wajah memohon) Mama : (Sesudah meminta pertimbangan saudaranya) Ya sudah pergi sana. (Adegan 2) Dari beberapa cuplikan gambar di atas, nampak bahwa Ibu Denias sedang berbicara dengan Denias, dari kata-katanya terdapat nasihat yang ditujukan kepada Denias. Nasihat yang sering diberikan oleh seorang ibu kepada anak tercintanya agar rajin belajar dan selalu bersikap baik. Gambaran inilah yang jelas dapat ditangkap oleh setiap orang. Gambaran yang dapat memberi contoh untuk berbuat baik. Sama halnya dengan adegan yang terjadi selanjutnya yang masih dalam rentetan adegan. Pada adegan tersebut, Denias meminta izin kepada ibunya untuk bermain bersama teman-teman yang menunggu. Sikap Denias meminta izin ini dapat dipetik sebagai nilai moral yang mengajarkan bersikap sopan kepada orang tua. Menghargai ibu sebagai orang tua tidak langsung pergi, ketika orang tua sedang berbicara. Hal tersebut bisa mengajarkan anak untuk berbudi baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Demikianlah satu adegan dalam film yang memberikan beberapa ajaran moral kepada penonton. Di bawah ini akan ditunjukkan satu lagi adegan dari banyak adegan yang sarat dengan nilai moral. Adegan tersebut tampak pada gambar 32 berikut.
Gambar 32. Bapa Guru Menasihati Denias (Adegan 8) Setelah menghukum Noel, Bapa Guru lantas mengajak Denias duduk di belakang gubuk sekolah. Keduanya berbincang sambil menatap birunya hamparan langit. Di bawah ini adalah isi pembicaraan gambar adegan tersebut. Denias : Jack dan kacang polong Bapa? Bapa Guru : Jack dan kacang polong.... kamu ingat? Ketika Jack menanam benih kacang polong itu, keesokan harinya benih itu tumbuh, tumbuh menjadi pohon menjadi besar, dan besar, tinggi...dan tinggi, terus tinggi, dan tinggi lagi sampai menyentuh awan. Dan Jack mulai naik pohon tersebut, dan naik dengan bersusah payah, dia naik dengan semangat yang penuh, dia terus naik, semakin tinggi dan semakin tinggi, dan akhirnya Jack berada di atas awan dan Jack bisa melihat dunia. (Denias mendengarkan Bapa Guru dengan saksama). commit to user Semangat itu ada di dalam dirimu, Denias. Sesuatu
perpustakaan.uns.ac.id
Denias
digilib.uns.ac.id 82
yang tersembunyi dalam dirimu, yang dihembuskan angin lewat nyanyianmu yang indah, nyanyian yang berasal dari balik awan (Denias lalu memandangi gunung yang diselimuti awan di depannya). Jangan kamu rusak itu Denias, jangan kamu berkelahi lagi. Jadikan semangat itu semangat hidupmu! (sambil menunjuk dada Denias) : Maafkan saya, Bapa! (lalu memeluk Bapa Guru) (Adegan 8).
Dari cuplikan dialog di atas, menunjukkan nasihat seorang guru terhadap murid kebanggaannya. Bapa Guru tidak lantas memarahi Denias saat Denias selesai berkelahi dengan Noel. Bapa Guru mendekati Denias dan berbicara dengan pelan-pelan. Kata-kata Bapa Guru penuh dengan ajaran yang memotivasi Denias untuk memaksimalkan kemampuan Denias dengan meraih mimpi tidak dengan berkelahi. Kata-kata nasihat tersebut tentunya tidak hanya berguna untuk Denias, tapi juga dapat diambil ajaran baiknya oleh penonton. Dalam kehidupan manusia perlu memiliki mimpi, semangat untuk terus berjuang, dan tidak boleh pantang menyerah untuk mengejar mimpi tersebut. Jika sudah memiliki semangat meraih mimpi, maka setelah itu tidak boleh merusaknya dengan perbuatan buruk. Selain itu, dari dialog tersebut dapat diambil pelajaran untuk mengakui kesalahan kalau sudah jelas melakukan kesalahan dan tidak boleh segan-segan meminta maaf jika perbuatan yang dilakukan mengecewakan orang lain. Berdasarkan dialog dan adegan-adegan yang terekam dalam film Denias: Senandung di Atas Awan, terdapat banyak pelajaran dari tokoh Denias yang dapat diambil manfaatnya. Denias memang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Hal tersebut dilakukannya setiap hari. Suatu ketika Mama Denias terjatuh sebab kondisi kesehatan yang kurang baik. Denias yang melihat kondisi Mamanya, langsung sigap menghampiri dan menolongnya. Kebaktian Denias terlihat sangat jelas saat ia berkenan merawat ibunya dengan tulus dan ikhlas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
c. Nilai Sosial Selain menampilkan nilai religius dan nilai moral, film Denias: Senandung di Atas Awan juga menunjukkan nilai sosial. Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar pada pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan dan masyarakat antara satu individu dengan individu lainnya. Aspek sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Nilai sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Lebih jelas deskripsi nilai sosial dapat dilihat pada Gambar 33 berikut ini.
Gambar 33. Denias Bertemu Angel (Adegan 26) Dialog tersebut berlangsung saat Denias masuk ke dalam area atau lingkungan sekolah. Tanpa sengaja, ia menabrak seorang anak perempuan hingga permen anak itu berjatuhan. Denias lalu menolong memunguti permen-permen yang jatuh tersebut. Melihat Denias, Angel langsung mengajak berkenalan. Angel : Saya, Angel... kamu mau? (menawarkan permen-permennya pada Denias) semuanya untuk kamu, saya punya banyak di rumah. Denias : (memandang Angel dengan heran) Kamu baik sekali, terima kasih Angel (sambil tersenyum) (Adegan 26). Adegan tersebut memperlihatkan keramahan seorang Angel kepada Denias. Anak perempuan tersebut tidak marah ketika Denias tanpa sengaja commit to user menabrak dan menjatuhkan permen di tangannya. Hal ini mengajarkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
kepada kita untuk berbuat baik kepada sesama, tidak boleh membedakan antara yang satu dengan yang lain. Kemudian tidak hanya itu, dialog yang terjadi pada Gambar 34 yang memperlihatkan adegan rapat dewan sekolah berikut ini, dapat diambil pula ajarannya.
Gambar 34. Rapat Anggota Dewan Sekolah (Adegan 29) Berikut adalah dialog yang terjadi pada adegan tersebut. Di sekolah, Ibu Gembala mengikuti rapat anggota dewan sekolah yang dihadiri kepala sekolah dan guru-guru. Kep. Sek
: Yah kalau begitu, kita akan mengajak mereka duduk bersama. Toh anak yang dibawa Bu Sam bukan anak siapa-siapa, hanya gelandangan yang mungkin secara tidak sengaja ditemukan. Ibu Gembala : Bapak Kepala Sekolah, dan staf pengajar yang saya hormati. Kaum gelandangan bukan tak sengaja ditemukan tapi sengaja dibuat. Selama ada individu yang mau membantu, mengajar, dan memberi, saya rasa nggak akan pernah ada istilah gelandangan. Sayangnya, saya tidak melihat satu pun individu seperti itu ada di sini (Adegan 29).
Kata-kata Ibu Gembala yang ditujukan untuk kepala sekolah dan guru-guru tersebut mununjukkan kepedulian Ibu Gembala kepada kaum gelandangan. Kutipan tersebut merupakan nilai sosial berkenaan dengan kemanusiaan dan kepedulian terhadap kondisi lingkungan. Nilai sosial berupa kepedulian terhadap lingkungan sekitar seperti perhatian maupun kritik. Kritik tersebut disebabkan aksi protes terhadap ketidakadilan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
dilihat, didengar, maupun yang dialaminya, seperti yang juga tampak pada kutipan berikut. Ketua Adat
: Sekolah yang berada di sini adalah untuk anak-anak dari suku-suku yang berada di sekitar sini saja. Kep. Sek : Ehm… Bagaimana Bu Sam? Ibu Gembala : Pertama kali saya injakkan kaki di pulau ini, banyak keluh kesah yang saya dengar tentang ketidakadilan yang diterima oleh warga di sini. Tadinya saya berpikir, ketidakadilan itu hanya dilakukan oleh orang-orang dari luar pulau ini saja. Tapi ternyata waga di sini sendiri pun bisa berlaku tidak adil terhadap sesamanya! Gimana BapakBapak? Ibu? Mudah-mudahan saya salah dalam menilai hal ini (Adegan 30). Berdasarkan aturan sekolah yang ada, Denias tidak dapat masuk di sekolah tersebut. Hal itu disebabkan Denias tidak punya cukup uang untuk biaya sekolah. Lebih dari itu, Denias tidak memiliki buku raport. Ibu Gembala yang melihat keinginan kuat dari Denias berusaha keras untuk bisa memasukkan Denias ke sekolah tersebut. Ia mensosialisasikannya kepada semua guru dan pengurus sekolah. Ibu Gembala berjanji kepada Denias bahwa ia akan dapat masuk di sekolah itu. Sikap-sikap dari Ibu Gembala tersebut mencerminkan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar. Dari kutipan-kutipan dialog yang dilakukan oleh Ibu Gembala cukup menyadarkan penonton untuk lebih menanamkan jiwa sosial dalam diri masing-masing. Hidup harus saling tolong menolong ketika ada yang membutuhkan bantuan. d. Nilai Budaya Sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan, sebagai intinya ia akan memengaruhi dan menata elemen-elemen yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala dan benda-benda sebagai kesatuan material. Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, commit to user mengenai hal-hal yang harus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem nilai budaya sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Papua. Selain mengangkat sebuah kisah hidup, film tersebut juga seolah dibuat untuk memperkenalkan aktivitas budaya orang Papua. Pada gambar 35-38 berikut ini dapat dilihat dengan jelas budaya-budaya yang dianut oleh masyarakat yang tinggal di desa Denias.
Gambar 35. Upacara Pemasangan Koteka di Desa Denias
Gambar 36. Denias Berburu Kuskus
Gambar 37. Honai Rumah Adat Papua
Gambar 38. Denias Memakan Ubi Kuning Makanan Sehari-hari Orang Papua
Gambar-gambar di atas merupakan potret kehidupan yang ada di daerah pengambilan adegan film. Dapat disaksikan masyarakat Papua hidup dengan menjunjung tinggi adat yang sudah turun temurun berlaku di tempat tinggalnya. Tokoh Denias dalam film tersebut diceritakan sebagai salah seorang anak yang berasal dari suku pedalaman Papua. Di kehidupan sehari-harinya tentu ia commit harus menganut sistem budaya yang telah to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
ditetapkan. Pada awal cerita, Denias ditampilkan sedang mengikuti upacara pemasangan koteka. Kemudian budaya-budaya lain seperti Denias berburu kuskus, Denias tinggal di honai, dan Denias makan ubi kuning makanan khas Papua juga ditampilkan. Film besutan sutradara John De Rantau tersebut menampilkan beragam sisi budaya perjalanan hidup manusia Papua, mulai dari upacara memakai koteka, upacara duka mandi lumpur, dan potong jari. Adegan upacara ini akan disusul dengan adegan-adegan lain yang berhubungan dengan ritual tradisional suku Moni. Selain pemunculan Suwanggi pada adegan perburuan kuskus, ritual dan kepercayaan pada kekuatan alam dan roh akan muncul kembali dalam adegan ketika Mama Denias meninggal. Saat Mama Denias meninggal, keluarga Denias mengadakan upacara berkabung dengan memotong jari dan mandi lumpur. Adegan upacara berkabung ini memakan waktu yang cukup lama yang cukup membuatnya tampak mengerikan. Adegan pemotongan jari ini seperti menampakkan sifat primitif yang dianut suku Moni. Lebih jelasnya deskripsi budaya berkabung di Papua dapat dilihat pada Gambar 39 dan 40 di bawah ini.
Gambar 39. Upacara Pemotongan Jari Gambar 40. Upacara Mandi Lumpur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Film ini memang seolah dibuat untuk memperkenalkan Papua. Oleh karena itu, sejak awal film, adegan-adegan yang dipakai adalah adegan yang banyak muncul dalam benak orang Indonesia tentang Papua, yakni gambaran orang Papua berkulit hitam dengan ritual-ritualnya. Di balik kehidupan alam dan kekayaan sumber daya alam serta keunikan kehidupan suku-suku asli, tanah Papua ternyata menyimpan satu kisah yang menceritakan keteguhan hati seorang anak manusia untuk berjuang dan berpetulang menghadapi setiap tantangan dan kesempatan menuju hidup yang baru. e. Nilai Estetika Denias: Senandung di Atas Awan mampu memberikan warna lain dalam khasanah perfilman tanah air. Film tersebut ringan, mudah dicerna, dan bisa ditonton semua usia. Denias: Senandung di Atas Awan juga memberikan sebuah kekuatan, kekayaan, dan keindahan alam Papua yang terlihat sengaja diberdayakan oleh Alenia Pictures. Hal ini sekaligus menyiratkan adanya nilai estetika yang ingin ditampilkan sutradara kepada masyarakat. Pada Gambar 41 dan 42 berikut dapat dilihat sedikit dari keindahan alam Papua.
Gambar 41. Gunung Jaya Wijaya Papua
commit to user
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Gambar 42. Keindahan Pelangi dari Bukit Film tersebut tidak saja mendramatisasi perjuangan seorang anak untuk memeroleh pendidikan, tetapi juga potensi alam Papua. Hutan yang masih perawan, pegunungan yang diselimuti salju, hewan langka serta adat primitif. Semua ini dicapai dengan menggunakan banyak gambar yang menonjolkan keindahan alam budaya Papua. Selain tampak pada kekayaan alam Papua, keindahan film juga tampak pada pengambilan adegan upacara dan kebiasaan adat yang dianut. Sisi lain keindahan Papua tersebut tampak pada Gambar 43 berikut.
Gambar 43. Keindahan Budaya Masyarakat Papua Sejak awal, sinematografi berperan menggambarkan keindahan dan keaslian orang-orang Papua beserta pemandangannya. Sinematografi film tersebut mengambil cara-cara etnografi dalam menggambarkan suku-suku terasing, lengkap dengan baju-bajunya yang khas, upacara adatnya yang asli, dan orang-orangnya yang eksotis. Papua digambarkan sebagai orangorang yang hidup di luar peradaban commit to modern user dengan cara hidup berburu, di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
antara hutan-hutan dan padang belantara yang menampakkan keaslian panorama yang indah. Di sini, manusia-manusia Papua digambarkan menjadi bagian dan sama dengan pemandangan alamnya, yaitu eksotis, perawan, terisolasi, dan belum teradabkan. 3. Relevansi Film Denias: Senandung di Atas Awan sebagai Media Pembelajaran Sastra di SMP Media selalu diperlukan agar pembelajaran lebih efektif dan efisien. Terdapat sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang tepat. Hal-hal yang dipertimbangkan di antaranya, tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa keadaan latar atau lingkungan, dan luasnya jangkauan yang ingin dilayani. Selain itu media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa. Media pembelajaran yang tepat tentunya akan memudahkan guru dalam menyampaikan materi kepada peserta didik. Menurut pendapat Hamalik (1989:36) secara menyeluruh pola media pendidikan terdiri atas (a) bahan-bahan cetakan atau bacaan; (b) alat-alat audio visual; (c) sumber-sumber masyarakat; (d) kumpulan benda-benda; dan (e) contoh-contoh kelakuan yang dicontohkan oleh guru. Film merupakan salah satu alat yang tergolong kategori alat-alat audio visual. Dengan demikian, film dapat dikategorikan sebagai media pembelajaran. Berkaitan dengan film yang bisa dijadikan sebagai media pembelajaran, Hamalik (1989:91) menambahkan bahwa sebuah film yang baik memenuhi delapan ciri khas. Ciri khas tersebut antara lain: (a) film itu menarik minat; (b) benar dan autentik; (c) up to date dalam setting, pakaian, dan lingkungan; (d) sesuai dengan tingkat kematangan; (e) perbendaharaan bahasanya yang benar; (f) merupakan kesatuan yang teratur; (g) mendorong aktivitas; dan (h) memenuhi dan memuaskan dari segi teknis. Dilihat dari fungsi dan nilai film, cukup jelas bahwa film dianggap tidak hanya sebagai alat menghibur belaka, tetapi alat yang dapat dipelajari secara ilmiah. Film telah banyak dimanfaatkan sebagai media dalam kelas. Dengan to user demikian, film juga dapat commit dikatakan sebagai karya cipta manusia yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
multifungsi, film tidak saja memberi penonton hiburan melainkan juga memberi informasi sekaligus mendidik secara persuasif. Arief Iman Santoso menambahkan bahwa, Media film, audio visual, media gambar dan media suara itu menjadi alternatif untuk memberikan cara baru atau referensi baru untuk memperdalami topik (2.II.01). Pada umumnya sekarang ini, pembelajaran sastra juga menjadi sarana pendidikan karakter. Melalui apresiasi karya sastra yang termasuk dalam pembelajaran, pembaca dapat belajar dari pengalaman orang lain dalam menghadapi masalah di kehidupan. Kesadaran tersebut dapat dikembangkan dengan memanfaatkan berbagai sumber. Selain menikmati bentuk-bentuk karya tertulis, menikmati sumber lain yang berupa lisan juga dapat menjadi bahan pemikiran dan perenungan tentang moral. Dengan demikian, jika film dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan khususnya pendidikan karakter, tentu akan memberikan hasil yang lebih efektif. Sebagai salah satu media massa, film memiliki potensi dalam memengaruhi tingkah laku penonton. Kelayakan film Denias: Senandung di Atas Awan sebagai media pembelajaran sastra Indonesia diperkuat dengan melakukan wawancara dengan siswa sebagai subjek pembelajaran, guru sebagai fasilitator, dan para ahli di bidang perfilman yang telah menonton adegan dalam film secara keseluruhan. Selain untuk memperkuat pernyataan kelayakan film sebagai media
pembelajaran,
wawancara
juga
dilakukan
untuk
memperkuat
pernyataan bahwa film Denias: Senandung di Atas Awan bisa bersanding dengan media pembelajaran lain. Film Denias: Senandung di Atas Awan tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai hiburan seperti sifat film pada umumnya, tapi juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan minat siswa dalam memahami dan mengapresiasi karya sastra berbentuk drama film karena film tersebut merupakan film yang mencerminkan kehidupan sehari-hari. Film user Denias: Senandung di Atascommit Awanto memiliki kelayakan sebagai media
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
pembelajaran mengingat banyak informasi, kritik, dan nilai pendidikan di dalamnya. Film ini juga mudah ditangkap dan dipahami oleh semua umur karena alurnya yang ringan. Seperti yang diungkapkan oleh Widada, Alurnya sederhana begitu tidak rumit anak gampang paham kemudian ceritanya riil sekali cerita yang dialami oleh anak-anak (3.III.01). Film Denias: Senandung di Atas Awan memiliki banyak kelebihan baik dari segi isi maupun tampilannya. Sutradara menampilkan film Denias dengan sangat natural, setiap peristiwa dalam film sangat jelas, seolah penonton ikut terlibat suasana di dalamnya. Alur yang sederhana membuat penonton mudah untuk mengikuti setiap detil peristiwa yang disuguhkan sehingga film tersebut dapat dinikmati oleh semua umur. Setting tempat yang dirancang sedemikian rupa, membuat film tersebut terasa berbeda dengan film Indonesia umumnya. Sebuah film layak menjadi media pembelajaran dilihat dari beberapa segi, di antaranya dilihat dari segi kesesuaian film dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai dan karakteristik siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Arief Iman Santoso, Ada hal-hal yang perlu dibatasi, yang pertama harus sesuai dengan topik, kemudian yang relevan dengan usia mereka (2.II.02).
Film Denias: Senandung di Atas Awan merupakan salah satu jenis film yang mungkin saat ini mulai jarang ditemukan di industri perfilman Indonesia. Film tersebut memiliki tema pendidikan yang menampilkan sebuah kerja keras dan perjuangan seseorang untuk mendapatkan pendidikan layak. Pada umumnya film banyak yang mementingkan unsur komersial dan hiburan saja tanpa memerhatikan unsur lain seperti pedagogik. Dalam dunia pendidikan penting sekali menyajikan materi yang tujuannya mendidik. Dengan tema yang diusung oleh film Denias inilah sudah jelas bahwa film tersebut juga memiliki tujuan yang mendidik untuk penontonnya. Tidak hanya bertujuan mendidik, dengan tema pendidikan yang dimilikinya, film Denias dikemas sedemikian commit user rupa oleh sutradara agar pesan yangtomendidik tersebut dapat tersampaikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
dengan lancar. Film Denias dikemas sederhana, dengan bahasa sederhana, dan bercerita tentang kisah nyata seorang anak yang sangat ingin bersekolah. Jadi tak heran jika film tersebut dapat dinikmati oleh semua usia. Hal senada diungkapkan oleh Rini Dwi Hastuti mengenai karakter siswa yang harus diperhatikan bahwa, Jelas sekali film yang membuat keingintahuan siswa, tertarik kemudian ingin tahu (3.III.01). Film yang bagus untuk siswa tentu saja tidak hanya harus disesuaikan dengan karakter penonton, film yang bagus juga harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar. Cindy Kumala Sari, sebagai salah satu siswa SMP mengatakan, Film Denias itu patut untuk disebarluaskan karena filmnya itu mengandung unsur yang sangat baik, kalau dipahami dan dihayati dengan benar akan ada unsur yang sangat menarik dan di situ banyak sikap-sikap yang perlu dicontoh seperti ‟gimana‟ anak itu berjuang untuk sekolah (6.VI.01). Kunggulan lain dari film Denias terletak pada cara penyajian oleh sutradara. Pembuatan sebuah film melibatkan banyak sekali unsur tidak hanya sutradara dan jalan cerita, film juga melibatkan proses pengambilan gambar, pembingkaian
sebuah
adegan,
pengucapan
dialog,
musik
yang
melatarbelakangi sebuah cerita, dan lain-lain. Unsur-unsur tersebut juga turut memperkaya film Denias. Musiknya memperkaya sajian gambar dan kisahnya, karena musik latarnya ini cukup memberikan dorongan emosi, kejenakaan anak-anak juga semangat seorang anak akan menggapai citacitanya. Sutradara menyajikan keindahan alam Papua beserta kekayaan budayanya untuk semua orang Indonesia yang kurang tahu apa yang terjadi di dalam satu bagian daerah Indonesia ini. Pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih film sebagai media pembelajaran dipertegas dengan pendapat Tri Giovanni bahwa, commit to user Sebetulnya untuk pendidikan paling bagus film yang memang diarahkan untuk pendidikan kalau film-film lain ya agak sulit (1.I.01).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Pada saat ini guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Tidak dapat dipungkiri perkembangan media informasi di sekeliling peserta didik maju dengan pesat. Guru harus bisa menyikapinya dengan menyesuaikan diri. Guru harus selektif dalam memilih media pembelajaran. Dalam pemilihan media pembelajaran, guru harus meninjau manfaat media tersebut. Begitu pula ketika memilih film, guru haruslah memilih film yang bermanfaat. Film yang diarahkan untuk mendidik siswa. Jika dalam pembelajaran sastra, film yang dipilih juga tidak boleh luput dari tujuan pembelajaran sastra yang berusaha mendidik siswa untuk dapat mengapresiasi karya sastra sehingga terbentuklah sikap menikmati, memahami, menerapkan, dan membuat karya sastra. Pendapat yang senada juga dinyatakan oleh Widada bahwa, Film yang saya ambil selalu film yang ada unsur pedagogik jadi anak termotivasi dengan film itu jadi motivasi dalam hal karakter. Di samping bisa menangkap unsur intrinsik dari sebuah tayangan, anak juga dapat pesan. Pesan yang cenderung pada karakter. Maka sekali lagi film yang kami ambil film yang harus ada unsur motivasi jadi nilai hiburannya kecil (6.VI.02). Film yang dapat dipilih sebagai media pembelajaran sastra adalah film yang memuat banyak nilai pendidikan. Film yang berunsur pendidikan adalah film yang mampu membangkitkan motivasi kepada penontonnya. Penonton dalam hal ini adalah siswa, mampu menangkap dan memahami nilai-nilai yang positif yang disajikan. Jadi, tidak hanya menonjolkan nilai hiburan kepada siswa, tapi juga memberikan motivasi dalam hal pembangunan karakter. Film Denias: Senandung di Atas Awan sarat dengan nilai pendidikan sehingga akan sangat bermanfaat untuk siswa. Seperti yang dinyatakan oleh Nur Ayu Ainunnisa siswa SMP, Film tersebut kan mengandung unsur pendidikan jadi dalam pembelajaran itu dapat mendidik siswa (7.VII.01). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Pendapat yang tidak berbeda juga diungkapkan salah satu siswa SMP 26. Siswa bernama Satria Pambudi Utomo ini sebelumnya juga telah menyaksikan film Denias secara utuh. Ia mengatakan bahwa, Film tersebut bisa menjadi contoh bagi anak-anak di sekolah ini karena anak-anak harus sadar akan pentingnya pendidikan (8.VIII.01). Muatan nilai-nilai positif dalam film Denias: Senandung di Atas Awan sangatlah besar sehingga ada kemungkinan dapat dimanfaatkan oleh guru untuk media pembelajaran. Rini Dwi Hastuti berpendapat bahwa, Film tersebut ada unsur pendidikan ada unsur moralnya kemudian amanatnya juga bagus untuk memotivasi siswa dalam belajar (3.III.02).
Film Denias: Senandung di Atas Awan, sesuai jika digunakan sebagai media pembelajaran karena nilai-nilai pendidikan yang ada di dalamnya dapat berpengaruh terhadap siswa. Nilai-nilai pendidikan seperti nilai sosial, moral, agama, budaya, dan estetis dalam film dapat dipetik positifnya oleh siswa sehingga siswa memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan gambar warna yang bergerak dan audio yang rapi, membuat nilai-nilai pendidikan film Denias: Senandung di Atas Awan tersebut bisa tersampaikan maksimal karena telah menarik minat siswa lebih dulu. Seperti yang diungkapkan oleh Sumari Praptiningsih selaku guru SMP 26 Surakarta berikut. Saya pikir cocok sekali filmnya mbak. Minat belajar anak sini itu kurang jadi kebetulan kalau filmnya seperti itu. Film Denias bagus untuk anak-anak di sini (5.V.01). Kelebihan film yang dapat diambil manfaatnya oleh guru memang bisa dikatakan cukup banyak. Film tidak hanya bisa menghibur tapi juga mendidik. Meskipun demikian, penting untuk mengetahui batasan-batasan yang harus diperhatikan ketika guru menggunakan film sebagai media pembelajaran. Hal commit to user yang menyatakan bahwa, tersebut sesuai dengan pendapat Tri Giovanni
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
Karena film itu kan media pandang dengar maka fasilitasnya itu sebaiknya dipenuhi (1.I.02). Alat-alat yang dapat menghasilkan suara dan gambar dalam satu unit baru digolongkan sebagai alat audio visual yang sebenarnya. Salah satu alat yang termasuk golongan tersebut adalah film. Film mengombinasikan fungsi suara gerakan, kata-kata, musik, warna, dan gambar dalam satu unit. Oleh sebab itu, penting untuk diketahui jika film dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, film harus disajikan lengkap beserta fasilitas yang menyertainya. Mengajar dengan media tentu perlu persiapan. Penyajian sebuah film perlu beberapa peralatan-peralatan
tambahan
untuk
pengoperasiannya
dan
untuk
penyampaiannya. Pengadaan media memerlukan waktu cukup banyak dan presentasinya memerlukan ruangan khusus. Peralatan-peralatan yang harus dipersiapkan inilah yang mungkin akan cukup menghambat guru dalam menggunakan media film. Ketidaktersediaan media di sekolah, mungkin dapat dijadikan alasan yang cukup masuk akal. Namun, sebagai fasilitator, guru harus penuh inisiatif untuk menyiasati keterbatasan tersebut agar pembelajaran dapat berjalan maksimal. Seperti yang diungkapkan oleh Sumari Praptiningsih bahwa, Kalau media terus terang mbak di sini terbatas, belum seperti sekolahsekolah yang lainnya. Kalau di kelas itu memang belum tersedia, jadi saya bawa ke tempat yang sudah tersedia (5.V.02). Keterbatasan fasilitas tidak hanya berhubungan dengan guru saja, sekolah juga turut berkaitan dengan hal tersebut. Sekarang ini perkembangan sastra sendiri juga mengikuti perkembangan teknologi. Media-media siar di Indonesia tidak selalu sama, selalu berkembang dan meningkat kualitasnya. Jadi, dapat diharapkan perkembangan tersebut berpengaruh pada pembelajaran sastra dan berpengaruh pada penyediaan media-media yang mampu memudahkan guru mencapai tujuan pembelajaran sastra. Selain
memperhatikan pemenuhan fasilitas, film juga harus commit userdengan usia siswa. Dalam hal ini mempertimbangkan kesesuaian sajiantofilm
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
pengguna film atau guru harus benar-benar selektif. Guru harus teliti memilih visual yang sesuai dengan usia anak didiknya. Pendapat tersebut dipertegas dengan pendapat Rini Dwi Hastuti bahwa, Yang cocok jelas sekali yang mempunyai nilai moral, maksudnya bukan sembarang film kan mbak karena anak-anak SMP saja itu kan kalau kita asal-asalan memilih ditakutkan nanti justru imbasnya negatif (3.III.03). Siswa di jenjang SMP merupakan siswa yang rata-rata masih berada di jenjang usia di bawah 17 tahun. Hal tersebut sangat perlu untuk dipertimbangkan mengingat di jenjang usia muda, siswa masih butuh pengawasan ekstra dari pembimbing agar terhindar dari tindakan negatif. Sehubungan dengan usia siswa, Arief Iman Santoso menambahkan, Anak-anak SMP mungkin yang usia di bawah 17 belas ya mungkin ada aspek-aspek pornografi, aspek-aspek yang mengganggu secara visual dalam tata krama timur perlu menjadi perhatian, jadi nanti kalau menyediakan gambar yang terlalu vulgar, meskipun itu dalam sisi keilmuan itu mungkin sah ya.......tapi kalau dalam pembelajaran SMP perlu dipilih materi visual yang sesuai dengan yang usianya, demikian jika melihat secara visual kalau melihat secara verbal, film itu tentunya yang mudah dikomunikasikan (2.II.03). Dengan demikian cukup jelas bahwa segala sesuatu yang berkaitan dalam pembelajaran, haruslah memperhatikan batasan-batasan tertentu. Guru tidak boleh asal-asalan memilih karena akan sangat berpengaruh terhadap peserta didik terutama dalam pembangunan sikap. Siswa seperti di usia jenjang SMP masih tergolong memiliki daya tangkap pemahaman yang jauh berbeda dengan jenjang yang ada di atasnya sehingga penting untuk menggunakan bahasa
yang
mudah
diterima
oleh
siswa.
Bahasa
yang
mudah
dikomunikasikan akan turut mempermudah pemahaman jalan cerita dan penerimaan nilai-nilai positif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
C. Pembahasan 1. Unsur-unsur Dramatik Film Denias: Senandung di Atas Awan Film Denias: Senandung di Atas Awan merupakan film hasil kerja sama antara Alenia Pictures dan EC Entertainment yang dibuat berdasarkan sebuah kisah nyata. Kisah yang menceritakan perjalanan hidup salah seorang anak asli putra Papua bernama Janias Miagoni, memperjuangkan keinginannya. Tidak hanya memberikan hiburan kepada penonton, film besutan sutradara John De Rantau tersebut juga menyajikan pesan-pesan mendidik yang kini jarang ditonjolkan dalam film-film Indonesia. Film Denias: Senandung di Atas Awan dapat dikatakan termasuk dalam film nasional yang berbobot dan edukatif melihat dari segi visual dan segi isi yang berbeda dari film lain. Film yang juga memenangkan beberapa kategori dalam berbagai ajang festival film tersebut, bercerita seputar perjuangan seorang anak pedalaman Papua bernama Denias yang tak kenal kata menyerah untuk bisa mengenyam pendidikan layak di bangku sekolah. Denias adalah anak dari suku Moni yang tinggal di salah satu desa di Papua. Hampir sama dengan bocah seumurannya, Denias suka bermain dan belajar. Seperti biasa ia menjalani hidup bersama keluarga dan teman-temannya sampai suatu ketika ia menghadapi peristiwa demi peristiwa yang merubah nasibnya. Denias harus menghadapi kenyataan kehilangan ibunya yang meninggal disebabkan musibah kebakaran. Beruntung Denias memiliki dua orang penyemangat yaitu bapa gurunya di sekolah darurat dan seorang tentara yang dipanggil Maleo yang memotivasinya untuk terus bersekolah seperti yang diinginkan Mama Denias. Dengan semangat tersebut, ia berjuang keras menggapai keinginan kuatnya yaitu masuk ke sekolah yang lebih bagus dan layak. Kemudian pada intinya muncul berbagai peristiwa silih berganti yang menyertai perjuangan Denias yang turut pula mewarnai alur cerita film. Dengan demikian tidak salah jika film Denias: Senandung di Atas Awan dikatakan sebagai film yang bagus jika dilihat dari paparan cerita di atas. Cerita yang bagus setidaknya memiliki kriteria-kriteria tertentu. Menurut commit to cerita user yang bagus dipersatukan dalam pendapat Sani (dalam Thinktep, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
alur cerita, masuk akal, menarik, menimbulkan ketegangan, memuculkan aksi, sederhana, dan mampu menahan diri dalam mengolah materi emosional. Film hasil karya John De Rantau tersebut mengusung tema pendidikan. Sebuah tema cukup berbeda di tengah maraknya film bertema horor dan percintaan. Keberanian film dalam mengangkat realitas pendidikan dalam masyarakat patut diancungi jempol. Dengan tema tersebut, cerita film Denias: Senandung di Atas Awan sebenarnya hampir sama dengan cerita-cerita lain yang memiliki tema serupa, yang menarik dari film tersebut adalah sutradara berusaha untuk memadukan antara belajar dan emosional pemain. Hal tersebut mampu membuat penonton terhanyut perasaan yang coba dibawakan oleh para tokoh dalam film. Tokoh-tokoh dalam film Denias memegang peranan penting dalam membawakan cerita. Artis-artis seperti Albert Fakdawer, Mathias Muchus, Ari Sihasale, Nia Zulkarnain, Minus Karoba, Marcella Zalianty, dan lainnya memerankan karakter tokoh dengan sangat apik sehingga yang menonton dapat dengan mudah menangkap sikap para tokoh. Alur yang sederhana dan setting yang didesain sedemikian rupa juga turut menambah jumlah kelebihan-kelebihan lain dalam film tersebut. Seluruh unsur film dikemas John De Rantau dengan rapi membentuk kesatuan yang utuh sehingga termasuk kategori film yang bagus. 2. Nilai Pendidikan dalam Film Denias: Senandung di Atas Awan Dari adegan-adegan yang ditampilkan dalam film, terlihat bahwa Denias adalah anak yang biasa saja. Seorang anak yang terlahir dari orang tua yang bersuku biasa-biasa saja dan tidak memiliki tingkat sosial tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua Denias tidak mempunyai jabatan apapun di desa sukunya dan hanya bekerja seperti masyarakat umumnya. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat belajar Denias yang tinggi. Setiap hari ia menempuh jarak yang sangat jauh untuk menuju honai sekolahnya. Ia tetap semangat naik dan turun gunung dengan berjalan kaki untuk dapat belajar. Sikap-sikap tersebut memang perlu dihayati oleh anak generasi sekarang. Dengan makin berkembangnya fasilitas sekolah dan makin mudahnya akses commit to user meniru sikap Denias. untuk belajar, anak-anak sekarang seharusnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Sikap Denias yang memang ditonjolkan oleh sutradara dalam film, selain memberi contoh yang baik, juga memberikan kandungan nilai pendidikan yang beragam. Terdapat nilai pendidikan religius, moral, sosial, budaya, dan estetis yang dapat ditangkap dengan mudah oleh penontonnya. Kelebihan film salah satunya adalah memiliki gambar dan audio. Hal tersebut mampu menarik minat semua kalangan karena sangat membantu dalam memberikan gambaran yang jelas mengenai suatu cerita. Sebuah film baru bisa benar-benar dipahami bila aspek-aspek pembangun dari film tersebut diketahui. Jika jalan cerita mudah untuk dipahami maka nilai-nilai yang terkandung dalam film akan mudah juga dihayati dan dicontoh. Film Denias: Senandung di Atas Awan juga dapat dipandang sebagai wahana penyebaran nilai-nilai. Film tersebut mampu memberikan contohcontoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya berdoa, kegiatan berdoa merupakan kegiatan yang umum dilakukan oleh masyarakat ketika menginginkan sesuatu. Istilah berdoa berarti memiliki maksud memohon sesuatu kepada Tuhan bukan kepada manusia. Berdoa identik dengan kegiatan yang berhubungan dengan kepercayaan kepada kekuasaan Tuhan. Menurut Waldopo (2011:26) dalam tuntunan semua agama selalu ada ajaran yang menyangkut kegiatan berdoa tersebut. Kesadaran sebagai makhluk sekaligus hamba Allah, Tuhan Yang Maha Esa akan menumbuhkan nilai transendensi dan nilai keagamaan yang kuat. Nilai keagamaan mendidik pemirsa film untuk percaya pada kekuasaan Tuhan dengan selalu berdoa dan mensyukuri segala sesuatu yang dianugerahkan. Apabila nilai keagamaan tersebut mampu dihayati, maka tentu akan berpengaruh pula pada tingkah lakunya. Dalam hal ini sering dapat dihubungkan dengan moral. Nilai moral yang terkandung biasa bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan. Melalui karakter tokoh dalam cerita film Denias, nilai moral tersebut secara tersurat disampaikan sutradara ke penonton. Nilai moral yang dimaksud adalah tingkah laku tokoh commitmenghormati, to user yang mencerminkan sikap saling memaafkan, memotivasi,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
sikap berbakti, berjuang keras, dan pantang menyerah. Sikap-sikap positif tersebut bisa diaplikasikan dalam keseharian individu sehingga secara langsung tentunya akan berpengaruh pada pembentukan karakter pribadi. Nilai lain yang juga sangat penting untuk pembentukan karakter diri adalah nilai sosial. Nilai sosial tersebut berkaitan dengan sifat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat bertahan hidup sendiri. Dalam film, sifat-sifat seperti peduli terhadap lingkungan sekitar, saling tolong menolong, dan saling menyayangi dapat ditanamkan pada diri peserta didik. Nilai sosial mampu mengajarkan mereka untuk menghadapi kehidupan di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketika sudah berada di masyarakat, seorang peserta didik tentunya akan bersinggungan dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam masyarakat. Di kehidupan sehari-hari, ia harus menganut sistem budaya yang telah ditentukan. Tokoh Denias dalam film tersebut diceritakan sebagai salah seorang anak yang berasal dari suku pedalaman Papua. Masyarakat daerah tersebut dikenal hidup dengan menjunjung tinggi adat yang sudah turun temurun berlaku di tempat tinggalnya. Terdapat beragam upacara yang dapat disaksikan dalam film tersebut seperti upacara pemasangan koteka, upacara pemotongan jari, upacara mandi lumpur, dan lain-lain. Sebagai salah satu penduduk suku asli, Denias tentunya harus turut mematuhi adat. Dari penjunjungan tinggi suatu adat tersebutlah nilai budaya ada. Menurut Tarigan, (1993:195) bila suatu karya mengandung suatu hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat atau suatu peradaban, kebudayaan maka dikatakan bahwa karya tersebut mengandung nilai kultural atau nilai kebudayaan. Suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Dalam masalah inilah peran guru juga dibutuhkan, guru harus mampu mengarahkan siswanya meneladani budaya yang dapat diterapkan pada kehidupan. Selain dikenal memiliki penduduk yang sangat menaati adat-istiadat, Papua juga dikenal memiliki keindahan alam yang lain dari pada yang lain. Papua memiliki gunung Jaya Wijaya yang terkenal di Indonesia. Film Denias: commit to user Senandung di Atas Awan tidak saja mendramatisasi perjuangan seorang anak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
untuk memeroleh pendidikan layak, tetapi juga potensi alam Papua yang terdiri atas hutan yang masih hijau, pegunungan yang diselimuti salju, hewan langka, serta adat yang primitif. Hal ini sekaligus menyiratkan adanya nilai estetika yang ingin ditampilkan sutradara kepada masyarakat. 3. Relevansi Film Denias: Senandung di Atas Awan sebagai Media Pembelajaran Sastra di SMP Oleh sebab itu, tak heran sebuah film seperti film Denias: Senandung di Atas Awan juga bisa dijadikan sebagi alternatif baru dalam pembelajaran mengingat dari isi ceritanya yang berbeda. Film Denias: Senandung di Atas Awan tidak hanya menampilkan sesuatu yang menarik dan menghibur, tetapi juga menampilkan pesan-pesan bermanfaat yang mungkin jarang ditemukan dalam film kebanyakan yang cenderung hiburan saja. Widada menekankan bahwa film yang diambil adalah film yang harus ada unsur pedagogik jadi nilai hiburannya kecil. Dengan demikian film Denias: Senandung di Atas Awan memang layak jika disebut sebagai salah satu media pembelajaran yang cocok untuk diterapkan di sekolah. Tidak hanya melihat pendapat tersebut, kelayakan film sebagai media pembelajaran juga dapat melihat pendapat Hamalik (1989:91) yang menyatakan bahwa sebuah film yang baik memenuhi delapan ciri khas. Ciri khas tersebut antara lain: (a) film itu menarik minat; (b) benar dan autentik; (c) up to date dalam setting, pakaian, dan lingkungan; (d) sesuai dengan tingkat kematangan; (e) perbendaharaan bahasanya yang benar; (f) merupakan kesatuan yang teratur; (g) mendorong aktivitas; dan (h) memenuhi dan memuaskan dari segi teknis. Jika dilihat dengan jeli, kedelapan ciri khas termuat dalam film Denias: Senandung di Atas Awan. Film tersebut diangkat dari sebuah kisah nyata yang terjadi di Papua. Setting, pakaian, dan lingkungan dalam film, diatur sesuai dengan kebiasaan orang Papua yang masih ada hingga saat ini. Kemudian alur film Denias: Senandung di Atas Awan dibuat sederhana dan tidak rumit sehingga penonton mudah memahami. Dari segi teknisnya sendiri, dapat dirasakan bahwa sutradara mengemas film commit toSutradara user tersebut dengan sangat memuaskan. menyajikan kualitas gambar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
yang bagus, tatanan musik yang juga bagus. Musiknya memperkaya sajian gambar dan kisahnya yang menonjolkan semangat seorang anak akan menggapai cita-cita. Di film ini juga kita bisa menikmati keindahan alam dan budaya Papua. Kelebihan tersebutlah yang membuat film Denias: Senandung di Atas Awan menarik minat dan memang layak dimanfaatkan dengan baik. Dari sanalah yang membuat film Denias: Senandung di Atas Awan dapat dikatakan berbeda. Semua aspek yang terlibat dikemas dengan sangat baik oleh sang sutradara. Unsur-unsur dramatiknya lengkap membangun keutuhan isi cerita. Diangkat dari kisah nyata dan dibangun di atas alur yang sederhana, menjadikan cerita film terasa riil dan sangat menarik. Nilai-nilai pendidikan yang memang sangat dominan dalam film, juga dapat tersampaikan dengan pembawaan cerita yang demikian. Perpaduan antara jalan cerita film dan nilai pendidikan tersebut, tentunya sangat bermanfaat bagi siswa. Apalagi jika dikomunikasikan dengan visual dan verbal yang mudah dipahami, di samping bisa menangkap unsur intrinsik dari sebuah tayangan, anak juga bisa dengan mudah mendapat amanat utuh. Kelebihan tersebut tentunya akan sangat bermanfaat dalam pembelajaran sastra di sekolah karena menurut Wirajaya (2009:58), dalam komunikasi sastra, sifat sastra yang penting adalah mampu menyampaikan informasi yang bermacam-macam kepada pembaca yang beragam pula. Film Denias: Senandung di Atas Awan mengandung banyak sekali informasi positif yang dapat dimanfaatkan berbagai kalangan. Cerita yang bisa memberikan wawasan kepada siswa mengenai beragam corak kehidupan anak Indonesia. Film Denias: Senandung di Atas Awan dapat dikatakan sebagai film yang berkualitas juga. Dari melihat perkembangan teknologi dan sastra sendiri pada zaman sekarang ini, film tersebut dapat dijadikan media pembelajaran mengingat salah satu ciri media yang baik adalah media yang berkualitas. Jika dipadukan dengan materi pembelajaran sastra yang sesuai, film akan menjadi alat yang sangat berguna untuk menunjang pelaksanaan pembelajaran yang lebih maksimal. Siswa akan semakin mudah memperdalami topik sehingga commit user luas. terbuka cakrawala tentang dunia sastratosecara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa film Denias: Senandung di Atas Awan merupakan film yang menarik dan bagus untuk disimak karena memiliki bentuk visual dan verbal yang mudah dipahami. Film tersebut berbobot dan bernilai mendidik. Film yang cocok sebagai referensi para pelajar sebagai sarana memperluas ilmu dan wawasan serta sebagai alternatif dari banyaknya film Indonesia yang hanya berorientasi pada hiburan dan keuntungan. Selain itu, didukung dengan kelengkapan hasil tekonologi saat ini, menjadi alasan tepat untuk menawarkan alternatif cara pembelajaran yang baru. Dengan demikian, film Denias: Senandung di Atas Awan dapat digunakan sebagai media pembelajaran sastra siswa SMP.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan pada bab IV tentang unsur dramatik dan nilai pendidikan dalam film Denias: Senandung di Atas Awan serta relevansinya sebagai media pembelajaran sastra siswa SMP dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Unsur-unsur Dramatik film Denias: Senandung di Atas Awan a. Ide Cerita Film Denias: Senandung di Atas Awan memiliki ide cerita yang memenuhi kriteria sebuah film bagus. Film tersebut dipersatukan dalam alur cerita sederhana, diselingi ketegangan-ketegangan, menyajikan cerita yang riil, menarik, masuk akal, dan tidak berlebihan. b. Judul Film Denias: Senandung di Atas Awan menggunakan judul yang memiliki sifat striking statement. Judul film menggunakan nama tokoh utama dan ditambah beberapa kata yang mewakili keseluruhan cerita. c. Tema Film Denias: Senandung di Atas Awan tersebut memiliki tema film yang diambil dari suasana atau emosional dalam film, yakni sebuah kerja keras dan perjuangan seseorang untuk mendapatkan pendidikan. d. Karakterisasi Tokoh-tokoh dalam film Denias: Senandung di Atas Awan digambarkan dengan beberapa cara. Ada yang secara langsung diceritakan, ada dialog tokoh dengan lawan mainnya, dan dengan cara menggambarkan tingkah laku tokoh. e. Alur Film Denias: Senandung di Atas Awan dibangun di atas alur yang menarik. Alur cerita yang digunakan dalam film Denias: Senandung di commit to user
105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
Atas Awan tersebut merupakan jenis alur linear. Sebuah alur cerita yang dimulai dari titik awal dan maju terus hingga titik akhir cerita. f. Setting Film tersebut mengambil setting hanya di satu tempat yaitu di Papua. Adat dan budaya yang terlihat pada film Denias: Senandung di Atas Awan adalah adat Papua yang identik dengan penduduk yang masih menerapkan ritual-ritual tradisional. Sejak awal mula, sinematografi berperan menggambarkan keindahan dan ‟keaslian‟ orang-orang Papua maupun lanskapnya. 2. Nilai Pendidikan film Denias: Senandung di Atas Awan a. Nilai Religius Nilai religius yang disampaikan sutradara pada umumnya mengajarkan berserah diri kepada Tuhan dengan cara berdoa agar keinginan bisa terkabul, sabar dalam menghadapi cobaan, dan senantiasa mengingat Tuhan dengan bersyukur. b. Nilai Moral Nilai moral yang disampaikan sutradara pada umumnya mengajarkan tentang sifat baik dan buruk yang diperankan tokoh seperti mengajarkan untuk semangat dalam mencapai cita-citanya, tidak mudah menyerah, selalu berbakti kepada orang tua dan berbudi baik. c. Nilai Sosial Nilai sosial yang disampaikan sutradara pada umumnya mengajarkan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan dan masyarakat, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, penghargaan, dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. d. Nilai Budaya Nilai budaya yang disampaikan sutradara pada umumnya mengajarkan tentang sifat yang berbudaya seperti menjunjung budaya baik yang berlaku dan berusaha untuk melakukan perbuatan yang tidak melanggar adat istiadat yang dianut oleh masyarakat tempat tinggal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
e. Nilai Estetis Nilai estetis yang disampaikan sutradara pada umumnya mengajarkan tentang menghargai keindahan yang dapat dipandang dari beragam sisi seperti melihat sisi yang berbeda dari Papua yaitu keindahan dan keaslian orang-orang Papua maupun pemandangannya. 3. Relevansi film Denias: Senandung di Atas Awan sebagai Media Pembelajaran Sastra Indonesia di SMP Berdasarkan data dari hasil analisis teori dan wawancara dari informan mengenai media pembelajaran sastra maka dapat disimpulkan bahwa film Denias: Senandung di Atas Awan karya sutradara John De Rantau dapat digunakan sebagai media pembelajaran sastra di jenjang SMP. Dilihat dari fungsinya, cukup jelas bahwa film dianggap tidak hanya sebagai alat menghibur belaka, tetapi alat yang dapat dipelajari secara ilmiah. Film Denias: Senandung di Atas Awan memiliki kelayakan sebagai media pembelajaran mengingat banyak informasi, kritik, dan nilai pendidikan di dalamnya. Film tersebut memiliki banyak kelebihan baik dari segi isi maupun tampilannya. Sutradara menampilkan film Denias dengan sangat natural, setiap peristiwa dalam film sangat jelas, seolah penonton ikut terlibat suasana di dalamnya. Film Denias: Senandung di Atas Awan juga sesuai jika digunakan sebagai media pembelajaran karena nilai-nilai pendidikan yang ada di dalamnya dapat berpengaruh terhadap siswa. Nilai-nilai pendidikan seperti nilai sosial, moral, agama, budaya, dan estetis dalam film dapat dipetik positifnya
oleh
siswa
sehingga
siswa
memiliki
kemampuan
untuk
membedakan antara hal yang baik dan buruk untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. B. Implikasi Penelitian ini mengkaji unsur-unsur dramatik dan nilai pendidikan film Denias: Senandung di Atas Awan karya John De Rantau. Hasil penelitian dapat digunakan guru maupun siswa sebagai gambaran dan referensi baru untuk memanfaatkan media pembelajaran sastra, media pembelajaran sastra commit to khususnya user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
di tingkat SMP. Selain memberikan hiburan ternyata film juga mampu memberikan manfaat lain baik bagi guru dan siswa. Dalam film terdapat unsurunsur menarik yang umumnya terdapat dalam karya sastra. Unsur-unsur tersebut adalah unsur-unsur pembangun yang membentuk satu kesatuan cerita yang memudahkan dalam memahami karya sastra. Pemahaman yang diajarkan disesuaikan dengan materi pembelajaran yang sedang dibahas sehingga siswa dapat menangkap pesan film dan menerapkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Film Denias: Senandung di Atas Awan memiliki tema dan nilai yang positif dengan dibarengi bahasa sekaligus alur yang mudah ditangkap siswa SMP. Film seperti film Denias: Senandung di Atas Awan tersebut, merupakan film yang dapat menarik perhatian dan menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dalam belajar sastra. Kemampuan guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan sumber belajar yang tepat juga akan berdampak pada proses pembelajaran yang baik. Oleh sebab itu, penelitian ini memiliki implikasi dalam dunia pendidikan. Unsur-unsur dramatik film Denias: Senandung di Atas Awan memudahkan siswa untuk memahami suatu jalan cerita yang ingin disampaikan pengarang. Tema, alur, penokohan, dan setting yang biasanya abstrak dapat menjadi konkret dan terlihat jelas gambarannya. Hal tersebut melatih guru dan siswa untuk dapat memahami karya sastra dalam bentuk yang berbeda seperti drama, novel, dan puisi mengingat dalam pembelajaran sastra di SMP, siswa dituntut untuk mampu mengapresiasi beragam bentuk karya sastra. Selanjutnya, unsur-unsur pembangun film yang sudah dipahami akan memudahkan audiens dalam memberikan pemahaman mengenai pesan atau nilainilai yang ingin dipetik. Nilai tersebut di antaranya adalah nilai pendidikan religius tentang ajaran untuk berdoa, bersyukur, dan mengingat Tuhan. Nilai religius yang ternyata dapat ditemukan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian ada nilai pendidikan moral seperti ajaran tidak mudah menyerah, bersemangat, berperilaku sopan, dan berbakti kepada orang tua yang bermanfaat bagi penonton untuk dapat membedakan perilaku baik dan buruk. commit to useruntuk mampu dengan lingkungan Terdapat pula nilai sosial yang mengajarkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
masyarakat. Selain itu, ada nilai budaya dan nilai estetis yang mengenalkan sisi indah keanekaragaman
Indonesia sehingga penonton dapat memperluas
cakrawalanya. Nilai-nilai tersebut dapat dikaitkan dengan dampak positif dalam pendidikan mengingat pendidikan di Indonesia yang cenderung mengajarkan siswa bermoral dan berbudi pekerti baik dalam masyarakat tempat tinggalnya. Tentu saja peranan guru masih tetap sangat berpengaruh meskipun film memiliki kelebihan tersebut. Guru perlu menyesuaikan media pembelajaran yang akan dipakai dengan usia siswa dan materi pembelajaran sehingga nantinya pembelajaran akan sangat menarik dan memudahkan untuk memberi pemahaman mengenai sastra pada siswa. Di sisi lain, guru juga perlu memperhatikan alokasi waktu pembelajaran saat pemutaran film Denias: Senandung di Atas Awan. Durasi film yang cukup panjang akan menjadikan guru lebih kreatif untuk memanfaatkan media pembelajaran sehingga kompetensi yang ditentukan dapat tercapai. C. Saran Berdasarkan hasil analisis dan simpulan dalam penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut: 1. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Menengah Pertama (SMP) a. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai contoh untuk mengkaji unsurunsur dramatik dan nilai pendidikan dalam film. b. Film Denias: Senandung di Atas Awan karya John De Rantau dapat dimanfaatkan sebagai alternatif media pembelajaran sastra Indonesia. c. Guru sebaiknya lebih kreatif memanfaatkan adegan-adegan film Denias: Senandung di Atas Awan dalam pembelajaran, mengingat durasi film yang melebihi alokasi waktu pembelajaran. 2. Bagi Siswa SMP a. Film Denias: Senandung di Atas Awan karya John De Rantau sangat bagus ditonton oleh siswa SMP karena bersifat menghibur dan kaya akan nilai pendidikan yang dapat dipelajari. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
b. Nilai-nilai positif yang terkandung dalam film Denias: Senandung di Atas Awan karya John De Rantau dapat menjadi panutan bagi siswa untuk bersikap positif dalam kehidupan sekolah maupun sehari-hari. c. Film Denias: Senandung di Atas Awan karya John De Rantau dapat menjadi pengetahuan siswa dalam mengenal dan menghargai keragaman alam dan budaya yang sangat kaya di Indonesia. 3. Bagi Pembaca a. Lebih banyak mengkaji film agar dapat memahami dan mengapresiasi unsur-unsur dan nilai-nilai dengan maksimal karena film dapat dikaji dengan berbagai pendekatan. b. Memperluas wawasan dengan menambah referensi mengenai karya-karya sastra yang tidak terbatas. c. Film Denias: Senandung di Atas Awan karya John De Rantau adalah film yang berkualitas sehingga seluruh lapisan masyarakat disarankan untuk menonton dan menghayati pesan dalam film.
commit to user