FAKTOR PENYEBAB TRADISI BULLYING DI SMA AL AZHAR 2 PEJATEN JAKARTA SELATAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh : ANNISA ELFA ARIANTY NIM : 1112054100016
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M
FAKTOR PENYEBAB TRADISI BULLYING DI SMA AL AZHAR 2 PEJATEN JAKARTA SELATAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh : ANNISA ELFA ARIANTY NIM : 1112054100016
Dibawah Bimbingan
Ahmad Zaky, M.Si. NIP. 19771127 200710 100 1
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2016
Annisa Elfa Arianty NIM : 1112054100016
ABSTRAK Annisa Elfa Arianty Faktor Penyebab Tradisi Bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan Perilaku bullying yang terjadi di lingkungan sekolah sudah bukan hal yang biasa. Data menunjukan bahwa terjadi peningkatan kasus bullying, tindakan kekerasan tersebut dianggap sebagai hal yang wajar terjadi sehingga permasalahan bullying terjadi terus menerus bahkan menjadi sebuah tradisi disekolah. Perilaku tradisi bullying juga dirasakan di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan dimana kegiatan penindasan yang dilakukan oleh para murid terjadi begitu saja Penelitian ini penting dilakukan karena masih banyak sekolah-sekolah yang tidak mengetahui ciri-ciri orang menjadi pelaku bullying khusus nya di SMA Al Azhar dan bagaimana dampak yang dirasakan oleh korban, selain itu untuk memberi solusi bagi sekolah yang belum memiliki program penanganan dan pencegahan bullying dengan baik agar kasus bullying di sekolah bisa dihindari sedini mungkin. Penelitian ini merumuskan beberapa masalah yaitu Bagaimana penyebab terjadinya bullying di SMA Al Azhar 2? Dan bagaimana peran sekolah dalam menangani dan mencegah perilaku bullying di sekolah. Pada Penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (Descriptive Research). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan serangkaian observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan dapat diketahui bahwa setiap jenjang kelas terdapat peluang terjadinya kasus bullying, namun presentase terbesar terjadinya bullying terdapat pada kelas XII kepada kelas X. Selain itu data yang didapatkan dari guru bimbingan konseling dan perwakilan dari bidang ketahanan sekolah mengatakan penyebab pelaku melakukan tindakan bullying adalah adanya permasalahan pola asuh dari keluarga, kurangnya perhatian dari keluarga menjadi faktor penyebab anak berperilaku bullying. Tidak hanya itu penyebab perilaku bullying dikarenakan masalah senioritas serta rasa dendam yang dialami oleh korban sehingga menjadi pelaku saat menjadi senior. Korban tindakan bullying adalah anak yang terlihat mencolok di angkatannya ataupun anak yang terlihat pendiam dan pemalu, kelompok minoritas dikelas, dan korban yang memiliki ciri atau etnis yang berbeda dengan mayoritas anak dikelasnya. Tindakan bullying berdampak pada penurunan prestasi akademik korban di sekolah, pola belajar korban, interaksi sosial korban dengan orang-orang disekitarnya bahkan perilaku korban sehari-hari yang bisa menjadikan penyimpangan perilaku, sehingga saat mereka menjadi senior akan melakukan hal yang sama pada juniornya.
Key words: bullying, tradisi, remaja
i
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Faktor Penyebab Tradisi Bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, Sang Teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menghaturkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusun skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada: 1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Suparto, M. Ed, Ph. D selaku wakil Dekan bidang akademik. Dr. Roudhonah, MA selaku wakil Dekan bidang Administrasi Umum. Dr. Suhaimi, MSi selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
ii
2. Lisma Dyawati Fuaida,MSi selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial, Hj. Nunung Khairiyah,MA selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial. Terimakasih atas nasihat dan bimbingannya. 3. Bapak Ahmad Zaky, MSi selaku dosen pembimbing yang luar biasa sabar dalam membantu mengarahkan, membina, dan selalu bersedia meluangkan waktunya sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis. 5. Kepada informan yaitu Bapak Abdullah, MSi selaku Kepala Sekolah SMA Islam Al Azhar 2 Pejaten dan Bu Nurniati, S.Pd selaku guru bimbingan dan konseling (BK), serta kepada seluruh informan peneliti yang telah bersedia memberikan informasi dan waktunya sehingga penelitian ini dapat selesai tepat waktu dan terimakasih juga untuk pengalaman serta cerita kalian yang membuat peneliti paham secara mendalam mengenai penelitian ini. 6. Terimakasih yang tidak terhingga untuk mama ku tersayang yang sudah selalu mendukung, selalu mendoakan, dan selalu memberikan perhatian penuh selama mengerjakan tugas akhir ini. Terimakasih untuk Papa tercinta yang tiada henti memberikan motivasi terbesar sejak mulai kuliah hingga Papa dipanggil Allah yang Maha Kuasa. Kalian penyemangat terbesar sehingga tugas akhir ini berjalan dengan lancar.
iii
7. Untuk kakak ku, Novita Elfasari serta adik-adik ku Dimas adjie Fachrian dan Aisyah Elfa Naila terimakasih sudah menjadi penyemangat tugas akhir skripsi ini. 8. Terimakasih untuk Hendry Boy Syamshier selaku teman terdekat yang selalu ada dan selalu memberikan support terbaik baik materiil maupun moril. Ich Liebe Dich, Bang! 9. Untuk Aisyah Rahma Utami, S.Sos yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan dorongan, serta selalu memberikan bantuan berupa tenaga, pikirannya dan terus menyemangati untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi. 10. Untuk Sarah Meutia, terimakasih selalu menghibur dan memberikan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Serta untuk teman-teman Happy Family yang selalu memberi semangat dan menghibur. 11. Teman-teman di kampus Eka Puji, Dyah Ayu, Nurmila, Tria Anjarwati, Ira Rahmawati, Saila Arimy, Khusnul Fadilah, kessos 2012. Serta teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namun selalu memberikan support yang tiada hentinya, tanpa kalian mungkin skripsi ini terasa sangat berat. Terimakasih semua atas dukungan kalian. Jakarta, September 2016
Annisa Elfa Arianty
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK ....................................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 A. Latar belakang ....................................................................................................... 1 B. Pembatasan dan perumusan penelitian................................................................. 9 C. Tujuan dan manfaat penelitian ........................................................................... 10 D. Metodologi penelitian ........................................................................................ 11 BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................................. 23 A. Bullying .............................................................................................................. 23 1. Definisi bullying ............................................................................................ 23 2. Faktor penyebab perilaku bullying ............................................................... 27 3. Bentuk-bentuk bullying ................................................................................ 29 4. Ciri-ciri bullying ........................................................................................... 30 5. Karakteristik bullying .................................................................................... 31 B. Remaja................................................................................................................ 33 1. Definisi Remaja ............................................................................................ 33 2. Tahap Perkembangan Remaja ...................................................................... 35 3. Pertumbuhan dan Perkembangan pada Remaja ........................................... 36 4. Kenakalan Remaja ........................................................................................ 41 BAB III .......................................................................................................................... 43 A. Profil SMA Al Azhar 2 ...................................................................................... 43 1. Sejarah SMA Al Azhar 2 ............................................................................. 43
v
2. Latar Belakang Berdirinya SMA Al Azhar 2 ............................................... 45 3. Visi dan Misi SMA Al Azhar 2 ................................................................... 46 4. Struktur Organisasi SMA Al Azhar 2 .......................................................... 48 B. Prosedur Kerja Bimbingan dan Konseling......................................................... 49 1. Perencanaan program bimbingan murid ...................................................... 49 2. Pengidentifikasian keadaan dan masalah murid .......................................... 50 3. Pelaksanaaan layanan bimbingan dan konseling ......................................... 50 4. Evaluasi ........................................................................................................ 52 5. Pelaporan ...................................................................................................... 52 C. Mekanisme Penanganan Murid Bermasalah ...................................................... 52 BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS ............................................................ 54 A. Penyebab Terjadinya Bullying ........................................................................... 54 1. Hubungan Keluarga ..................................................................................... 55 2. Senioritas ...................................................................................................... 62 3. Rasa Dendam ............................................................................................... 65 B. Bentuk-bentuk Bullying ...................................................................................... 69 C. Dampak Bullying bagi Korban ........................................................................... 77 D. Peran Sekolah Dalam Menangani dan Mencegah Bullying ............................... 81 BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 90 A. Kesimpulan ........................................................................................................ 90 B. Saran ................................................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 94 LAMPIRAN
vi
1
BAB I A. Latar Belakang Masalah Berita tentang kasus tindak kekerasan yang terjadi di sekolah sering kita baca atau dengar di media massa. Tindak kekerasan yang diberitakan berbagai macam antara lain yang dilakukan oleh oknum guru terhadap muridnya, kakak kelas terhadap adik kelasnya maupun antar teman sebaya. Tindak kekerasan ini diyakini sudah lama terjadi namun kurang mendapat perhatian, oleh karenanya tidak diekspos oleh media massa. Oleh beberapa orang, tindak kekerasan tersebut dianggap sebagai hal yang wajar terjadi hingga suatu situasi dimana korban mengalami luka parah ataupun sampai meninggal baru diberitakan sebagai berita yang menggemparkan, bahkan terkadang masih banyak kasus kekerasan pada anak seperti ini yang tidak sampai terekspos oleh media. Banyak pihak seperti orang tua, sekolah, masyarakat belum familiar dengan istilah bullying, sehingga orang tua serta pihak sekolah sering kali mengabaikan, membiarkan dan menganggap sepele masalah bullying. Istilah bullying pertama kali muncul di Swedia sekitar akhir tahun 1960 – awal tahun 1970. 1 Perilaku bullying memiliki dampak negatif bagi siswa baik sebagai korban maupun pelaku bullying. Dampak bullying terhadap korban, yaitu hilangnya rasa percaya diri, merasa cemas ketika berinteraksi dengan orang lain, merasa tidak berharga, depresi, sulit berkonsentrasi di sekolah, merasakan fisiknya sakit, sulit
1
Olweus, D, Bullying at School : Understanding children‟s worlds, (USA: Blackwell Publishing, 1993)
2
tidur, dan yang paling parah adalah bunuh diri. 2 Sedangkan dampak bagi pelaku bullying yaitu akan lebih mudah untuk melakukan kekerasan, mengalami gangguan perilaku, dan secara keseluruhan akan berdampak pada rendahnya fungsi sosial, misalnya bermasalah dalam berinteraksi dengan orang lain atau pasangan.3 Telah hilangnya rasa kasih sayang dan sifat kelembutan dalam diri seseorang menyebabkan lahirnya tindakan kekerasan dan penganiayaan, melakukan perbuatanperbuatan yang merusak, serta menimbulkan kerugian dan penderitaan kepada orang lain, padahal Islam telah mensyari‟atkan perlunya manusia itu bersifat lemah lembut kepada sesama dan saling berkasih sayang. Dalam Islam sendiri sangat melarang keras dan sangat tidak menganjurkan perilaku merendahkan orang lain atau berperilaku bullying terhadap sesama. Hal ini sebagai mana penjelasan pada sebuah firman Allah swt dalam surat Al-Hujurat ayat 11:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburukburuk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat,maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”(Q.S. Al-Hujurat: 11)
2
Sharps, S, & Smith, P.K, School Bullying : Insight and Perspective, (New York: Routledge, 2003) Brank, E.M, Hoetger, Lori.A& Hazen, K.P, Bullying, Annual Review of Law Social Sciences, (2012)
3
3
Dari ayat tersebut sudah sangat jelas, bahwa sudah sepatutnya setiap muslim harus berusaha untuk saling menjaga satu sama lain baik dari kejahatan lisan (mengolok-olok, memanggil bukan dengan namanya (meledek), mengungkitngungkit masalahnya, membongkar rahasianya, membongkar aibnya, dll) dan tangannya (dari kesemana-menaan, mencuri, merampok, ataupun tindak seksual).
Perilaku bullying terhadap anak di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, menurut Komisi Perlindungan Anak, Total dari 2011 sampai Agustus 2014 mencapai 12.790 aduan. Korban kasus kekerasan meningkat cukup signifikan di tahun 2014. Akan tetapi, data KPAI menunjukkan adanya penurunan jumlah kasus kekerasan di sekolah pada tahun 2015. 4 Dari laporan yang diterima Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mencatat bahwa di kawasan Jabodetabek pada 2010 mencapai 2.046 kasus. Laporan kekerasan pada anak tahun 2011 naik menjadi 2.462 kasus. Pada 2012 naik lagi menjadi 2.626 kasus dan pada 2013 melonjak menjadi 3.339 kasus. Di tahun 2014 di bulan Januari hingga April, KPAI menerima 622 laporan kekerasan pada anak. Namun, terjadi penurunan kasus anak dari 2014, 5.666 kasus menjadi 3820 di tahun 2015.
Kasus bullying di Indonesia sering kali terjadi di intitusi pendidikan. Fenomena bullying di lingkungan sekolah di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Pada tahun 2014 seorang pelajar bernama Arfiand Caesary Alirhami meninggal dunia 4
http://www.kompasiana.com/taurahida/hampir-seluruh-siswa-di-indonesia-pernah-
dibully_562c8f3f527a614808ffd5fe. (2016, februari 15)
4
dengan bekas sejumlah 37 luka pada tubuhnya. Luka-luka tersebut menguatkan dugaan
terjadi
penganiayaan
terhadap
Arfiand
saat
mengikuti
kegiatan
ekstrakulikuler (ekskul) pecinta alam SMU Negeri 3 Setiabudi Jakarta. Kegiatan tersebut dilakukan di kawasan wisata Tangkuban Perahu Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Arfiand Caesary Alirhami meninggal dunia pada tanggal 20 Juni 2014, tiga belas hari kemudian Padian Prawirodirya menyusul temannya yang lebih dahulu meninggal dunia.5 Kasus yang hampir serupa juga sempat terjadi di tahun 2005 lalu, Vivi Kusriani nekat mengakhiri hidup dengan menggantung diri memakai seutas tali di kamar mandi rumah nya. Jasadnya ditemukan sekarat oleh ibunya. Mereka mencoba menolong siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Bantar Gebang itu, tapi gagal. Menurut Joko Kirsang, ayah Vivi, putrinya sempat mengeluh sering diejek teman sekolahnya sebagai anak tukang bubur. Apalagi menjelang tahun ajaran baru ini Vivi belum punya seragam sekolah. Kasus yang terjadi pada Vivi bukan merupakan kekerasan fisik melainkan mental, Vivi merasa tertekan karena julukan nya sebagai anak tukang bubur, ia juga sempat menyatakan kesedihan kepada ayah nya karena ayahnya harus bersusah-payah menjual bubur untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Selain kasus yang dialami Vivi, masih banyak kasus bullying pada pelajar yang sampai melakukan percobaan bunuh diri karena tertekan namun jarang terekspos media. Maraknya kasus-kasus kekerasan seperti di atas merupakan bagian dari kasus bullying di sekolah. Kasus bullying merupakan permasalahan yang sudah mendunia, 5
http://www.sudahdong.com/bullying-siapa-yang-dirugikan/ (2016 Februari 15)
5
tidak hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja, tetapi juga di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Perilaku bullying dari waktu ke waktu terus menghantui anak-anak Indonesia. Kasus bullying yang sering di jumpai adalah kasus senioritas atau adanya intimidasi siswa yang lebih senior terhadap adik kelasnya baik fisik maupun secara non-fisik. Di Indonesia, perilaku bullying yang terjadi dalam lingkungan sekolah belum mendapat perhatian yang serius. Padahal dibeberapa Negara lain perilaku bullying ini telah mendapat perhatian yang serius karena telah terlihat dampak negatif dari perilaku bullying ini baik bagi korban maupun pelaku. Perilaku bullying memiliki dampak negatif di segala aspek kehidupan (fisik, psikologis maupun sosial) individu, khususnya remaja. Sehingga hal tersebut akan terus mempengaruhi perkembangan mereka selanjutnya. Oleh karena itu, sebagai pekerja sosial professional perlu memberikan pengetahuan bagi remaja terkait pencegahan perilaku bullying dan cara penanggulangannya yang difokuskan pada preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif yaitu memberikan pendidikan untuk pengenalan dan pencegahan atau pengendalian masalah bullying di sekolah. Faktor yang mempengaruhi perilaku bullying adalah faktor personal meliputi harga diri, tempramen, dan keluarga yang memberikan kecenderungan individu untuk menampilkan perilaku agresi. Keluarga yang menggunakan bullying sebagai cara untuk proses belajar anak akan membuat anak beranggapan bahwa bullying adalah perilaku yang wajar dan bisa diterima dalam berinteraksi dengan orang lain dan
6
dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan. 6 Keluarga merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan keterlibatan seseorang pada perilaku bullying. Keluarga merupakan tempat sosialisasi utama bagi anak dan berperan penting dalam pembentukan perilaku anak. Ejekan, cemoohan dan olok-olok mungkin terkesan sepele dan tidak signifikan. Kenyataannya hal ini bisa menjadi senjata tidak kenal ampun yang secara perlahan tetapi pasti menghancurkan seorang anak. Lebih banyak lagi anak-anak dan remaja korban bullying yang terus hidup dan tidak cenderung mengakhiri hidupnya namun tumbuh dewasa menjadi orang-orang yang berkepribadian rapuh, mudah sedih, pemarah dan tidak percaya diri. Orang-orang seperti ini sulit sekali meraih sukses dan hidup tidak bahagia.7 Korban bullying bukanlah sekedar pelaku pasif dari situasi bullying. Ia turut berperan serta memelihara dan melestarikan situasi bullying dengan bersikap diam. Rata-rata korban bullying tidak pernah melaporkan kepada orang tua dan guru bahwa mereka telah dianiaya atau ditindas anak lain di sekolahnya. Melihat banyaknya dampak buruk yang diakibatkan oleh adanya perilaku bullying, maka diperlukan usaha-usaha kerjasama yang melibatkan peran orang tua maupun guru agar perilaku ini dapat dicegah atau dibatasi sedini mungkin. SMA Al Azhar 2 Pejaten, terletak di Jalan Siaga Raya, Pejaten Barat, Jakarta Selatan. Sekolah yang berorientasi Islam ini masih sering terjadi kasus bullying yang 6
O‟Connell, J, Bullying at School (CaliforniaL Department of Education, 2003) Sejiwa.Bullying: Panduan Bagi Orang Tua dan Guru.Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan. (Jakarta: Grasindo, 2007)
7
7
sampai menimbulkan korban. Contohnya, pada tahun 2011 kasus bullying atau penindasan yang dilakukan antara senior terhadap junior ini seperti sudah menjadi tradisi dan turun temurun. Beberapa murid laki-laki kelas XII memeras atau memalak adik kelas X untuk memberikan sejumlah uang kepada senior nya setiap hari. bila para adik kelas menolak, mereka harus menerima pukulan-pukulan dari senior. Bahkan ketika akan ditindak lanjuti oleh pihak sekolah, seluruh siswa dari ketiga angkatan menolak hukuman tersebut untuk si pelaku karena mereka merasa bahwa penindasan seperti ini wajar terjadi setiap tahunnya. Berdasarkan data grafik presentase tingkat bullying yang dibuat oleh Bimbingan Konseling, didapati bahwa tingkat bullying menurun dari tahun 2014 hingga 2016. Berikut tabel grafik presentasenya:
GRAFIK PRESENTASE TINGKAT BULLYING DI SMA ISLAM AL AZHAR 2 TAHUN AJARAN 2014, 2015, 2016 GRAFIK PRESENTASE BULLYING SMA ISLAM AL AZHAR 2 TAHUN 2014, 2015, 2016 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2013-2014
2014-2015
2015-2016
8
Menurut data dari Bimbingan Konseling SMA Al Azhar 2, kasus bullying masih sering terjadi, terlihat dari data yang tercatat di Buku kasus bimbingan konseling. Kasus penindasan oleh senior terhadap junior masih terjadi sampai tahun 2016 ini, hanya saja kasus bullying yang terjadi sekarang kebanyakan dilakukan oleh siswa perempuan. Seperti memalak meminta dibelikan barang, makanan atau sekedar accessories yang dibutuhkan para pelaku. Dari hasil observasi sementara peneliti kepada guru bimbingan konseling di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan ini, ternyata kasus bullying yang terjadi masih melibatkan alumni disela-sela siswa. Campur tangan alumni yang meminta sejumlah uang untuk kegiatan rutin yang diadakan sebuah organisasi atau “genk” turun-temurun di sekolah, juga pemungutan uang untuk pembuatan almamater bertuliskan nama “genk” tersebut dengan ancaman agar semua adik kelas menuruti permintaan alumni dan beberapa kakak kelas yang diperintahkan untuk mengkoordinasi kegiatan tersebut. Peneliti tertarik untuk meneliti penyebab terjadinya tradisi perilaku bullying terhadap junior karena beberapa perilaku bullying yang mencuat ke permukaan di Indonesia kebanyakan dilakukan oleh senior terhadap juniornya, selain itu masih banyak yang beranggapan bahwa pelaku bullying adalah orang yang salah 100% padahal kita tidak tahu sebenarnya apa yang melatar belakangi seseorang berperilaku bullying tersebut. Penelitian juga akan dilakukan pada mantan pelaku bullying (alumni SMA) untuk mendapatkan pandangan dari orang yang pernah melakukan namun sudah tidak pernah melakukan perilaku bullying kembali. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat meminimalisasi kemungkinan didapatkannya jawaban-jawaban yang bersifat defensif dari informan ketika wawancara, mengingat
9
topik penelitian yang cukup sensitif. Pada penelitian ini juga dipaparkan bagaimana peranan sekolah dan kebijakannya dalam menangani dan mencegah perilaku bullying agar tidak timbul kembali. Penelitian ini akan dilakukan di SMA Al Azhar 2 Pejaten karena „keunikan‟ perilaku bullying yang umumnya terjadi pada sekolah tersebut. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka peneliti terdorong untuk mengambil judul “FAKTOR PENYEBAB TRADISI BULLYING DI SMA AL AZHAR 2 PEJATEN JAKARTA SELATAN”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Karena permasalahan bullying sangat kompleks maka peneliti membatasi fokus permasalahan yang akan dijadikan bahan penelitian. Yaitu yang akan menjadi pembatas masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya tradisi bullying yang terjadi di lingkungan SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan serta bagaimana peran sekolah dalam menangani dan mencegah perilaku bullying agar tidak terulang kembali. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan penelitian diatas, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah "Faktor Penyebab Tradisi Bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan". Dari permasalahan utama ini, peneliti selanjutnya merumuskan beberapa sub permasalahan, yaitu:
10
a) Bagaimana penyebab terjadinya tradisi bullying di lingkungan SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan? b) Bagaimana peran sekolah dalam menangani dan mencegah perilaku bullying?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian tersebut, maka yang menjadi tujuan peneliti adalah: a) Untuk mengetahui apa saja penyebab terjadinya tradisi bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan. b) Untuk mengetahui bagaimanakah upaya sekolah dalam menangani dan mencegah perilaku bullying. 2. Manfaat Penelitian a) Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa khususnya jurusan Kesejahteraan Sosial yang nantinya akan berhadapan dengan kasus Bullying, agar dapat mengetahui bagaimana bullying bisa terjadi. Sebab Bullying sampai sekarang masih terjadi berulang kali setiap tahunnya dan sulit menemui titik terang. b) Manfaat Praktis Untuk
menambah
wawasan
kepada
peneliti
agar
dapat
mampu
menyelesaikan permasalahan bullying yang ada di lingkungan sekitar.
11
Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat luas khususnya orang tua untuk mencegah anak nya melakukan atau menjadi korban bullying disekolah dan untuk mencegah berkembangnya perilaku bullying setiap tahun nya di sekolah. Selain itu, untuk meningkatkan kesadaran orangtua dalam mendidik seorang anak agar tidak tumbuh dengan sikap temperamental. Serta mampu mengetahui hal apa yang harus dilakukan apa bila sudah terlihat ciri-ciri perilaku bullying baik untuk pelaku maupun korban.
D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berupaya menghimpun data, mengolah dan menganalisa data secara kualitatif dan menafsirkannya secara kualitatif. Hal ini dimaksudkan bahwa penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung dan wawancara mendalam dengan informan yang sangat memahami permasalahan yang diteliti Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak8 2. Jenis Penelitian. Jenis penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah menggunakan penelitian 8
deskriptif
(Descriptive
Research),
yaitu
penelitian
Sugiono, Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D, h.3.
yang
12
menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu berdasarkan data yang diperoleh dilapangan secara terperinci sesuai dengan focus penelitian yang telah ditetapkan.
9
Tipe penelitian ini didasarkan pada pertanyaan dasar yaitu
bagaimana. 10 Kita tidak puas bila hanya mengetahui apa masalah nya secara eksploratif, tetapi ingin mengetahui juga bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa katakata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara secara langsung, catatan lapangan atau memo dan dokumentasi lainnya.11 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di sekitar wilayah Jakarta sesuai dengan lokasi informan yang akan diteliti. Dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan maret 2016 sampai dengan bulan September 2016 4. Teknik Pemilihan Informan Dalam penelitian ini pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling bertujuan dimana informan dipilih
9
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.131
10
W. Gulo, Metodelogi Kualitatif (Jakarta : Grafindo, 2000), h. 19. Burhan Bugin, Analisis Data dan Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-2 11
13
berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat untuk memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.12 Konsep sampel dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan bagaimana memilih informan misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan mempermudah peneliti menjelajahi objek/ situasi sosial yang diteliti. Yang terpenting disini bukan jumlah informannya, melainkan potensi dari setiap kasus untuk dapat memberikan secara teoritis mengenai aspek yang dipelajari.13 Dalam penelitian ini, jumlah informan penelitian berjumlah 5 (lima) orang yaitu 2 orang pelaku bullying masing-masing dari perempuan dan lakilaki dan korban bullying yang sudah menjadi alumni SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan dengan latar belakang kasus bullying yang berbeda-beda, selain itu peneliti memilih guru bimbingan konseling dan bidang ketahan sekolah untuk menjadi informan dalam melengkapi penelitian ini. Dua informan yaitu pelaku bullying yang peneliti pilih yaitu “AM” dan “NE” adalah seorang karyawan swasta. Peneliti memilih kedua nya sebagai informan dikarenakan mereka sudah menjadi alumni dan pernah melakukan perilaku bullying dengan cara yang berbeda dari pihak siswa laki-laki dan siswa perempuan. selain itu, sudah banyak pihak yang mengetahui permasalahan perilaku bullying yang
12
Soeharto Irawan, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h.63 13 Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2009), Cet ke5, h. 54
14
mereka lakukan. Informan selanjutnya sebagai korban yaitu “ATC”, ia adalah alumni SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan yang kerap kali menjadi korban bullying saat masih sekolah, kini ia adalah seorang mahasiswi di satu kampus di Jakarta. Peneliti memilih informan “ATC” karena pengalaman nya menjadi korban bullying dan karena perubahan perilaku yang ia alami. Yang terakhir adalah guru bimbingan konseling dan bidang ketahanan sekolah, peneliti memilih guru BK dan perwakilan dari TanSek karena dapat memberikan informasi bagaimana kebijakan sekolah dalam penanganan dan pencegahan perilaku bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan. 5. Sumber Data Sumber data yang diambil peneliti ini terdapat dua data, yaitu data primer (pokok) dan data sekunder (pendukung). a) Data primer adalah data yang belum tersedia sehingga untuk menjawab masalah penelitian, data harus diperoleh dari sumber aslinya. Pada penelitian ini data akan diperoleh dari pelaku bullying (perempuan dan laki-laki) dan korban bullying yang sudah menjadi alumni di SMA Al Azhar 2 Pejaten, data dari kepala sekolah, guru bimbingan konseling serta bidang ketahanan sekolah (TanSek). b) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan surat kabar atau media kabar, dokumen yang berkaitan dengan penelitia14 seperti isu-isu yang terjadi di Indonesia melalui pemberitaan online, surat kabar atau Koran
14
Jaenal Arifin, Theknik Penarikan Sample Dan Pengumpulan Data, (Jakarta, 2005) h.17.
15
yang membahas mengenai permasalahan, dan dari data-data yang diberikan oleh SMA Al Azhar 2 Pejaten. 6. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini ada beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu sebagai berikut : a. Observasi Observasi, yaitu mengadakan pengamatan terhadap obyek penelitian untuk mengetahui gejala-gejala yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang diteliti dengan harapan akan memperoleh suatu kelengkapan data. Observasi atau pengamatan pada informan yang berperan serta menceritakan kepada peneliti apa yang dilakukan oleh orang-orang dalam situasi peneliti memperoleh kesempatan mengadakan pengamatan atau observasi. Observasi atau pengamatan berperan serta sebagai peneliti yang mencirikan interaksi secara sosial memakan waktu cukup lama antara peneliti dan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.15 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi partisipatif, yaitu sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari seseorang yang diteliti untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada.16
15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 194. M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 166. 16
16
b. Wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan informan. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan tatap muka. Dengan wawancara, proses wawancara data yang diperoleh dapat langsung diketahui objektivitasnya karena dilaksanakan secara tatap muka. 17 Wawancara ini dilakukan karena peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti. Dalam hal ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang pertanyaannya akan diajukan telah ditetapkan oleh peneliti sendiri secara jelas dalam suatu bentuk catatan. Selain dengan wawancara mendalam peneliti juga menggunakan jenis wawancara pembicaraan informal, dalam jenis ini pertanyaan yang diajukan sangat tergantung pada pewawancara, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara.Hubungan pewawancara dengan terwawancara adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraanbiasa dalam kehidupan sehari-hari saja. Sewaktu pembicaraan berjalan, terwawancara malah barangkali tidak mengetahui atau tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai18.
17
W. Gulo, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 119. Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) Cetakan Ke-26 edisi revisi, h. 187. 18
17
c. Dokumentasi Dokumen adalah setiap bahan yang tertulis atau foto sehingga dengan adanya bantuan dokumen peneliti terbantu mendapatkan data yang sesuai dengan masalah penelitian. Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film, lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyelidik atau peneliti. Dokumentasi sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumentasi sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan19. E. Teknik Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif, data yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian. Menurut Bogdam, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahanbahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.20 Pada saat menganalisis data hasil wawancara, peneliti mengamatinya secara detail dan dilakukan berulang ulang dari awal sampai akhir, kemudian menyimpulkannya. Setelah itu menganalisa katagori katagori yang terlihat pada data data tersebut. Analisa data melibatkan upaya mengidentifikasi suatu objek dan peristiwa. Katagori dari analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang terlihat
19
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 216.
20
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2009) Cet. 8. h. 244
18
pada tempat penelitian tersebut. Setelah data dianalisa kemudian disajikan dalam tulisan tulisan.
F. Teknik Keabsahan Data Untuk memeriksa keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data pengecekan atau perbandingan terhadap dua data tersebut. Teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber lainnya.21
G. Tinjauan Pustaka NAMA
JUDUL
ISI SKRIPSI
Ari Nur Husaini
Hubungan Antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orangtua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh demokratis memiliki resiko perilaku bullying rendah, serta adanya hubungan yang signifikan antara persepsi jenis pola asuh orangtua terhadap resiko perilaku bullying siswa. Dalam penelitian ini diharapkan sekolah bersama orangtua siswa diharapkan dapat lebih memperhatikan bullying, dan tidak menganggap bullying sebagai hal yang biasa terjadi di sekolah, dan dapat bekerjasama dengan bidang keperawatan untuk pencegahan dampai penanggulangan bullying, penyuluhan tentang problem solving, manajemen marah, atau penyuluhan bullying beserta dampak
21
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) Cetakan Ke-18 edisi revisi, h. 330
19
Farisa Handini
Hubungan Konsep Diri Dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying Siswa SMAN 70 Jakarta
Wuriyanti Handayani
Hubungan Antara Faktor-faktor Munculnya Konformitas Kelompok Sebaya dengan Perilaku Bullying pada Remaja
cara menanganinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta. Dengan hasil penelitiannya yaitu adanya hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying SISWA SMAN 70 Jakarta yang hasilnya adalah semakin tinggi konsep diri siswa, maka semakin rendah kecenderungan berperilaku bullyingnya, begitupula sebaliknya, semakin rendah konsep diri siswa maka semakin tinggi kecenderungan berperilaku bullyingnya. Konsep diri terbagi menjadi konsep diri positif dan negatif. karena siswa yang memiliki konsep diri positif tidak mengarah pada perilaku bullying, sedangkan siswa berkonsep diri negatif memiliki kecenderungan berperilaku bullying. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktorfaktor munculnya konformitas kelompok sebaya dengan perilaku bullying pada remaja. Pada masa remaja perkembangan sosial yang dialami beirkaitan dengan perluasan pergaulan pada remaja yang menuntut remaja untuk melakukan banyak penyesuaian terhadap kelompok sosialnya yang sebaya. Tekanan kelompok dalam konformitas pada remaja bisa berpengaruh positif dan negatif. Salah satu pengaruh negatif dari konformitas adalah munculnya perilaku agresif seperti perilaku bullying yaitu penggunaan kekerasan
20
Siti Nurbaiti
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Perilaku Bullying Siswa SMA Al Izhar Pondok Labu
Annisa
Hubungan Antara Pola Asuh Ibu dengan Perilaku Bullying Remaja
Dairisena Arsela
Gambaran Sikap Remaja Terhadap Perilaku Bullying saat SMA di Kota Maju
dengan tujuan untuk menyakiti korban. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran bimbingan dan konseling dalam menangani perilaku bullying karena seperti yang sudah kita ketahui perilaku bullying adalah merupakan masalah yang serius yang harus segera di atasi karena bullying membawa banyak dampak yang negatif terhadap siswa dan lingkungannya. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, di setiap sekolah harus sudah memiliki lembaga atau unit yang menangani setiap permasalahan siswa seperti bimbingan dan konseling. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengindikasi apakah ada hubungan antara pola asuh ibu dengan perilaku bullying pada remaja. Peliknya masalah bullying pada remaja harus ditangani karena dampak besar yang diakibatkan oleh perilaku bullying. Karena keluarga adalah salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mem-bully orang lainnya. Sebagai bagian dari orangtua, seorang ibu sangat berperan penting dalam mendidik seorang anak. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberi pengetahuan bagi orangtua khususnya ibu dalam mendidik seorang anak agar anak dapat menangani kemarahannya dan dapat meminimalisasi perilaku bullying. Sikap pemuda yang setuju terhadap perilaku bullying menjadi salah satu prediktor perilaku bullying, karena sikap dipengaruhi oleh lingkungan
21
dimana seseorang tinggal. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap remaja apakah mereka menyetujui perilaku bullying yang terjadi di sekolah.
H. Teknik Penelitian Adapun dalam penelitian skripsi ini, peneliti berpedoman pada buku “Pedoman Penelitian Karya Ilmiah”, (skripsi, tesis, dan disertasi).Diterbitkan
oleh CeQDA
(Center For Quality Development amd Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Press tahun 2007.22 I.
Sistematikan Penelitian Secara garis besar skripsi ini akan dibagi dalam lima (5) bab dan setiap bab dibagi atas beberapa sub bab dengan kebutuhan pembahasan dan uraiannya, yaitu: BAB I
: Bab ini berisi tentang latar belakang masalah tentang
bullying, berbagai macam kasus bullying secara global ataupun universal, faktafakta serta faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi pelaku ataupun korban bullying. Selanjutnya pada bab ini peneliti menuliskan apa yang menjadi tujuan dan manfaat penelitian dalam menuliskan hasil temuan dalam melaksanakan penelitian ini dan metodologi penelitian, tinjauan pustaka serta sistematika penelitian.
22
Pedoman Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN (Jakarta, UIN Jakarta Press: 2007)
22
BAB II
: Bab ini akan membahas mengenai landasan teori saat
melaksanakan penelitian. Seperti mengetahui apa pengertian bullying, berbagai ciri, bentuk, dampak-dampak yang didapatkan pelaku maupun korban bullying, serta pemahaman bagaimana penyebab terjadinya bullying tersebut. BAB III
: Pada bab ini berisi tentang profil lembaga yaitu SMA Al
Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan. BAB IV
: Analisis Temuan Lapangan. Pada bab ini peneliti mencoba
memberikan temuan dan analisis terhadap apa yang menyebabkan bullying bisa terjadi di SMA Al Azhar 2 Pejaten serta bagaimana peran sekolah dalam menangani dan mencegah terjadinya perilaku bullying. BAB V
: Penutup pada bab ini berisi tentang kesimpulan berdasarkan
hasil dari pelaksanaan penelitian dan saran-saran yang menjadi penutup dari pembahasan skripsi ini.
23
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab dua ini akan diuraikan mengenai konsep dan pengertian yang berkaitan dengan topik penelitian yaitu bullying dan remaja. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing konsep dan pengertiannya. A. Bullying 1. Pengertian Bullying Berbagai definisi serta konsep mengenai bullying telah banyak diberikan oleh para ahli, peneliti dan pengarang mengenai bullying. Terlebih pada beberapa tahun belakangan ini, banyak dari mereka para ahli, peneliti, ataupun pengarang yang tertarik pada permasalahan mengenai bullying, terutama bullying yang terjadi di sekolah-sekolah. Dalam Kamus Bahasa Indonesia bullying diartikan sebagai perilaku „menggertak‟ atau „menggencet‟ namun padanan kata tersebut dirasa belum tepat untuk merepresentasikan kata bullying itu sendiri sehingga untuk pembahasan selanjutnya, kata bullying akan tetap dipakai. Sejarah bullying dimulai bahkan sejak ratus ribu tahun yang lalu saat manusia Neanderthal digantikan oleh Homo Sapiens yang lebih kuat dan lebih berkembang. Tema utama yang terekam dari sejarah-sejarah mengenai perilaku bullying adalah eksploitasi yang lemah oleh yang kuat, bukan secara tidak sengaja namun secara purposif atau bertujuan.
24
Sekalipun bullying telah menjadi sebuah masalah selama berabad-abad, bullying tidak menerima perhatian penelitian signifikan sampai tahun 1970-an (Olweus, 1978). Profesor Dan Olweus adalah ilmuwan pertama yang memfokuskan diri pada topik tersebut dan mengkontribusikan data ilmiahnya pada literatur bullying. Banyak penelitian Olweus menjelaskan mengapa beberapa anak melakukan bullying dan mengapa beberapa lainnya menjadi korban bullying. Bukan itu saja, Olweus juga menunjukkan bahwa bullying di sekolah dapat direduksi secara signifikan. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat penting. Menurut Sullivan, dalam bukunya “The Anti-Bullying Handbook Tahun 2000”, mendefinisikan bullying adalah tindakan menyerang yang dilakukan secara sadar dan sengaja dan atau di manipulasi oleh satu atau lebih banyak orang terhadap orang lain atau orang banyak. Bullying dapat bertahan untuk waktu yang singkat atau bahkan selama bertahun-tahun, dan ini adalah sebuah penyalahgunaan kekuasaan oleh mereka yang melakukannyanya. Kadang-kadang direncanakan, dan kadang-kadang dilakukan dengan oportunis, kadang-kadang dilakukan terutama terhadap satu korban, dan kadang-kadang terjadi berturutan dan acak.23 Sedangkan menurut Olweus (1993) menyatakan bahwa bullying ialah:“I define bullying or victimization in the following general way: A student is being bullied or victimized when he or she is exposed, repeatedly and over time, to negative actions on the part of one or more other students.” Olweus mendefinisikan bahwa bullying atau penganiayaan sebagai berikut: Seorang siswa sedang ditindas atau menjadi korban ketika ia dipermalukan secara
23
Sullivan, K, The Anti Bullying Handbook, (Oxford University Press, 2000)
25
berulang-ulang dan dari waktu ke waktu, untuk sebuah tindakan negatif dari satu atau lebih siswa lain.24 Menurut Ken Rigby Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.25 Bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan dengan tenang/tanpa beban, disengaja dan berulang untuk menyerang target atau korban, yang secara khusus adalah seseorang yang lemah, mudah diejek dan tidak bisa membela diri. Sedangkan bila kita mengkhususkan bullying yang terjadi di lingkungan sekolah (school bullying) maka dapat diambil sebuah pengertian school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Menurut Bourdieu, kekerasan berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut berarti kekerasan merupakan pangkal atau hasil sebuah praktik kekuasaan. Ketika sebuah kelas mendominasi kelas yang lain, maka didalam proses dominasi tersebut akan menghasilkan sebuah kekerasan. Kekerasan muncul sebagai upaya kelas dominan untuk melanggengkan dominasi atau kekuasaannya dalam strukur sosial.
24
Olweus, D, Bullying at School, What We Know and What We Can Do (Oxford: Blackwell,
1993) 25
Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak, (Jakarta: Grasindo, 2008)
26
Jadi, kekerasan dan kekuasaan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan.26 Bullying adalah perilaku menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik dalam bentuk kekerasan fisik, verbal, ataupun psikologis. Tindakan ini bisa dengan mudah dikenali, di antaranya adalah pelecehan, diskriminasi, intimidasi, pengucilan, ejekan, dan kekerasan nonfisik lainnya. Dampaknya bukan hanya pada fisik tetapi aspek psikologis, apalagi bagi anak-anak usia sekolah yang sangat rentan menciptakan awal yang buruk bagi masa depannya.27 Dampak paling fatal yang sangat ditakutkan adalah bagi perkembangan psikologi anak itu sendiri. Karena konsekuensi logisnya bisa menjadi efek negatif yang permanen dan merusak masa depan anak yang khususnya ada dalam kondisi yang transisional. Anak yang menjadi korban bullying umumnya akan terlihat enggan pergi ke sekolah, roman wajah muram, dan prestasi akademik menurun. Olweus (1993) pun mengatakan: “Bullying involves a desire to hurt, hurtfill action, a power imabalance (an imbalance is obvious enough when a bully towers over a cowering victim or group of bullies abuse a solitary Individual), (typically) repetition, an unjust use of power, avidental enjoyment by aggressor and a sense of being oppressed on the part of the victim”. Berdasarkan pernyataan Olweus di atas, maka di dapat pengertian bahwa bullying dapat terjadi karena adanya hasrat untuk menyakiti atau perilaku merugikan, adanya kekuatan atau power yang tidak seimbang (ketidakseimbangan tersebut cukup jelas terlihat, ketika pelaku bullying atau yang biasa disebut bully menyebabkan ketakutan yang berlebih pada korban atau melakukan macam26
Nanang, M, Kekerasan Simbolik di Sekolah (Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu), PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 2012), h. 39 27 Olweus, D, Bullying at School, What We Know and What We Can Do (Oxford: Blackwell, 1993)
27
macam dari perilaku bullying itu terhadap individu yang dikucilkan). Terdapat adanya pengulangan dalam melakukan bullying, adanya penyalahgunaan kekuatan (kekuasaan), merasakan adanya kenikmatan dengan melakukan tindakan agresif dan penindasan terhadap korbannya.28 Tanpa sadar siswa kelas bawah dijadikan korban dominasi, korban penindasan kelas atas secara simbolis. Sering kali mereka (siswa kelas bawah) tidak sadar ketika mereka sebenarnya hanya menjadi objek, menjadi bahan tontonan dan hiburan, menjadi bahan olokan atau ejekan, dan menjadi objek bels kasihan kelas dominan.29
2. Faktor-faktor penyebab Bullying Tindakan bullying mencerminkan bahwa bullying adalah masalah penting yang dapat terjadi di setiap sekolah jika tidak terjadi hubungan sosial yang akrab oleh sekolah terhadap komunitasnya, yakni murid, staf, masyarakat sekitar, dan orang tua murid. Faktor-faktor bullying antara lain disebabkan sebagai berikut:30 a. Perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, jender, etnisitas/rasisme. b. Senioritas, sebagai salah satu perilaku bullying, seringkali pula justru diperluas oleh siswa sendiri sebagai kejadian yang bersifat laten. Keinginan mereka untuk melanjutkan masalah senioritas adalah untuk hiburan,
28
Olweus, D, Bullying at School, What We Know and What We Can Do (Oxford: Blackwell,
1993)
29
Nanang, M, Kekerasan Simbolik di Sekolah (Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu), PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 2012), h.102 30 Sullivan, dkk, Bullying in Secondary Schools: What is Looks Like and How to Manage it (Corwin Press, 2004)
28
penyaluran dendam, iri hati, atau mencari popularitas, melanjutkan tradisi atau untuk menunjukkan kekuasaan. c. Keluarga yang tidak rukun. d. Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif. e. Karakter individu/ kelompok, seperti: 1.
Dendam atau iri hati
2.
Adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuatan fisik dan daya tarik seksual; dan
3.
Untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman sepermainan (peer group)-nya.
4.
Pemahaman nilai yang salah atas perilaku korban.
3. Bentuk-bentuk Bullying Perilaku bullying yang merupakan bentuk dari tindakan agresivitas yang membuat korban merasa tidak nyaman dan terluka, baik secara fisik maupun psikologis, seperti telah dikatakan oleh para ahli di atas, maka terdapat jenis-jenis dari perilaku bullying tersebut diantaranya, bullying dibagi dalam 2 bentuk:31 a. Fisik Contohnya adalah menggigit, menarik rambut, memukul, menendang, mengunci, dan mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengitari, memelintir, menonjok, mendorong, mencakar, meludahi, mengancam, dan 31
Sullivan, dkk, Bullying in Secondary Schools: What is Looks Like and How to Manage it (Corwin Press, 2004)
29
merusak kepemilikan (property) korban, penggunaan senjata dan perbuatan kriminal. b. Non - Fisik: Terbagi dalam bentuk verbal dan non-verbal Verbal: Contohnya, panggilan telepon yang meledek, pemalakan, pemerasan, mengancam, atau intimidasi, menghasut, berkata jorok pada korban, berkata menekan, menyebarluaskan kejelekan korban. Non-Verbal: terbagi menjadi langsung dan tidak langsung: 1. Tidak Langsung: Diantaranya adalah manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak mengikutsertakan, mengirim pesan menghasut, curang, dan sembunyisembunyi. 2. Langsung: Contohnya gerakan (tangan, kaki, atau anggota badan lain) kasar atau mengancam, menatap, muka mengancam, menggeram, hentakan, mengancam, atau menakuti. Berdasarkan penjelasan di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk bullying terbagi manjadi dua, yaitu fisik dan non fisik. Fisik seperti memukul dan menendang, sedangkan non-fisik terbagi menjadi dua, yaitu verbal seperti mengancam atau mengintimidasi, dan non-verbal seperti menghasut dan menakuti.
30
4. Ciri perilaku Bullying Pelaku bullying mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:32 1. Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah; 2. Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah/di sekitarnya; 3. Merupakan tokoh popular di sekolah; 4. Gerak-geriknya seringkali dapat ditandai: sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, menyepelekan/melecehkan. Sedangkan, ciri-ciri korban yang mengalami bullying antara lain: 1. Pemalu/ pendiam/ penyendiri; 2. Bodoh/ Dungu; 3. Mendadak menjadi penyendiri/pendiam; 4. Sering tidak masuk sekolah dengan alasan tak jelas; 5. Berperilaku aneh atau tidak biasa (takut/ marah tanpa sebab, mencoretcoret, dsb). Berdasarkan pemaparan di atas, dijelaskan ciri-ciri pelaku bullying dan korban bullying. Ciri pelaku bullying diantaranya ialah hidup berkelompok, berkuasa, tokoh popular di sekolah, sedangkan cirri-ciri korban bullying ialah pemalu, pendiam, bodoh, sering tidak masuk sekolah karena alasan yang tidak jelas dan berperilaku yang aneh (tidak biasa).
32
Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak, (Jakarta: Grasindo, 2008)
31
5. Karakterisitik Bullying Berdasarkan hasil penelitian para ahli, antara lain oleh Rigby, bullying yang banyak dilakukan di sekolah umumnya mempunyai tiga karakteristik yang terintegrasi sebagai berikut:33 1. Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korbannya. 2. Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan perasaan tertekan korban. 3. Perilaku itu dilakukan secara berulang atau terus-menerus. Beberapa sumber psikologis yang mendasari munculnya perilaku bullying. Sumber-sumber psikologis tersebut adalah:34 a. Para pelaku bullying mempunyai keinginan yang kuat untuk kekuasaan dan dominasi. Mereka terlihat sangat menikmati dalam mengontrol orang lain dan adanya keinginan untuk memiliki orang lain dalam maksud yang tidak baik. b. Bagaimana para pelaku bullying ini dibesarkan di lingkungan keluarganya. Pelaku bullying dibesarkan di dalam keluarga yang authoritarian dengan tingkat kepaduan yang rendah dan menunjukkan sikap bermusuhan. Orangtua menganggap bahwa pendapat orangtua lah yang benar dan tidak menghargai pendapat anak. Hukuman fisik pun 33
Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak, (Jakarta: Grasindo, 2008) 34 Olweus, D, Bullying at School, What We Know and What We Can Do (Oxford: Blackwell, 1993)
32
sering dilakukan untuk menghukum anak mereka. Dengan demikian, adalah hal yang wajar untuk berasumsi bahwa para pelaku bullying tersebut telah mengembangkan sikap bermusuhan terhadap lingkungan mereka sendiri, seperti perasaan yang dapat membuat mereka merasa senang atau puas ketika telah membuat seseorang terluka dan menderita. c. Adanya komponen keuntungan atas perilaku mereka. Para pelaku bullying terkadang suka memanfaatkan korban bullying untuk memberikan mereka rokok, uang, bir, atau sesuatu yang berharga atau ada harganya untuk para pelaku bullying. Dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan perilaku yang mengandung komponen anti sosial dan perilaku yang suka melanggar aturan. Hal itu dapat menyebabkan remaja yang berperilaku agresif dan suka melakukan bullying terhadap orang lain mempunyai kesempatan menjadi seseorang yang selalu dipenuhi dengan masalah-masalah seperti kriminalitas dan alkoholik (pecandu minuman keras). Dari berbagai teori yang dipaparkan oleh para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa bullying adalah suatu tindakan agresi yang dapat terjadi karena adanya hasrat untuk menyakiti atau perilaku merugikan, selain itu adanya kekuatan atau power yang tidak seimbang serta adanya pengulangan dalam melakukan bullying hingga perilaku seperti ini terus terjadi karena adanya kenikmatan yang didapatkan oleh pelaku bullying dengan melakukan tindakan agresif dan penindasan terhadap korbannya. Selain itu, dalam segi faktor penyebab perilaku bullying di lingkungan
33
SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan di antaranya adalah lingkungan keluarga yang tidak rukun, senioritas serta rasa dendam yang di alami oleh korban bullying. Sikap perilaku bullying bergantung dengan bagaimana mereka dibesarkan di lingkungan keluarganya. Seseorang yang dibesarkan didalam lingkungan keluarga yang menerapkan sistem hukuman akan membuat seseorang terbiasa dengan perasaan yang membuat mereka merasa senang atau puas ketika telah membuat seseorang terluka dan menderita, sehingga membuat seseorang menyalahgunakan kekuasaan saat ia berada dalam kelas yang dominan.
B. Remaja 1. Pengertian Remaja Masa remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia, kata remaja (adolescence) berasal dari bahasa latin yaitu “adolescare” yang artinya tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang dimulai dengan adanya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun atau menjelang dewasa muda. 35 Remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-20 tahun.36 Berikut beberapa definisi remaja, yaitu: a. Menurut UU No. 1 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.
35 36
Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, (Jakarta: Sagung Seto, 2004) Wong, dkk,.Buku Ajar Keperawatan Pediatri Wong. Edisi 6, Volume 1,. (Jakarta: EGC, 2002)
34
b. Menurut UU perburuhan tahun 1997, anak dianggap remaja apabila mencapai usia 15-18 tahun. c. Menurut UU perkawinan No. 1 tahun 1979, seorang anak dianggap remaja apabila sudah cukup matang, usia 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. Jadi dari beberapa pengertian remaja di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia, berupa masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa dimulai pada usia 10-22 tahun dan belum menikah. Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan anak terdapat pada UU No. 35 tahun 2014 yang berisi bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, dengan hukuman bagi yang melanggar akan di pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda paling banyak Rp. 72.000.000 Selain itu, undang-undang tentang perilaku bullying jika terjadi di lingkungan pendidikan terdapat pada UU No. 35 Tahun 2014 pada pasal 54 yang isinya adalah “anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan
fisik, psikis, kejahatan
seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik ataupun pihak lain.
35
2. Tahap Perkembangan Remaja Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja, yatu:37 a. Remaja awal (early adolescence) Remaja awal ini masih terheran-heran akan perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Dan pada saat ini mereka mulai menyukai lawan jenis dan menjadi lebih mudah terangsang.Mereka memiliki kepekaan yang berlebihan terhadap lawan jenis. b. Remaja madya (middle adolescence) Remaja pada tahapan ini membutuhkan banyak teman-teman sehingga mereka akan merasa senang apabila punya banyak teman dan diterima oleh teman-temannya, selain itu remaja ini mempunyai kecenderungan narsistik, yaitu menyukai diri sendiri dan orang-orang yang sama dengan dirinya. Pada masa ini terjadi kebingungan seperti memilih mana yang peka atau tidak peduli, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria juga sudah harus membebaskan dari oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri seperti pada masa anak-anak) dengan cara mempererat hubungan dengan teman-temannya. c. Remaja akhir (late adolescence) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa yaitu ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu: 37
Sarwono, S.W, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)
36
1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. 2) Egonya untuk mencari kesempatan bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. 3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. 4) Egosentrisme (memusatkan perhatian pada diri sendiri) menjadi keseimbangan antara kepentingan sendiri dengan orang lain. 5) Tumbuhnya “dinding” yang menjadi pemisah diri pribadinya dan masyarakat umum. 3. Pertumbuhan dan Perkembangan pada Remaja Masa remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, pertumbuhan dan perkembangan itu adalah biologis, kognitif, dan sosioemosional.38 a. Pertumbuhan Biologis Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan fisiologis yang bersifat prgresif dan kontinu dan berlangsung dalam periode tertentu. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif dan berkisar hanya pada aspek fisik individu (Ali, 2010).Perubahan yang pesat di masa remaja juga biasa disebut dengan masa puberitas.Puberitas adalah sebuah periode dimana kematangan fisik begitu pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung di masa remaja awal.Hormon adalah zat kimia yang
38
Santrock, John W. Life-Span Development, (New York: McGraw-Hill, 2002)
37
kuat yang diciptakan oleh kelenjar edokrin dan dibawa keseluruh tubuh melalui aliran darah.39 Pesatnya perubahan akan menyebabkan kejutan pada remaja, sebagai contoh pakaian yang dimiliki oleh remaja sering kali tidak dapat digunakan lagi, dan harus membeli lagi baju baru. Pada remaja putri ada perasaan seolah-olah belum dapat menerima kenyataan bahwa tanpa dibayangkan sebelumnya payudaranya membesar.Oleh sebab itu sering kali gerak-gerik remaja menjadi canggung dan tidak bebas, gangguan yang terjadi karena pesatnya pertumbuhan fisik seperti ini biasa disebut dengan gangguan regulasi.40 Pertumbuhan fisik meliputi dua hal, yakni internal dan eksternal. Perubahan internal contohnya perubahan pada pencernaan makanan, bertambah besarnya berat dan ukuran jantung dan paru-paru, dan bertambah sempurnanya kelenjar endokrin atau kelamin dan seluruh bagian tubuh.Sedangkan perubahan eksternal contohnya bertambahnya tinggi badan, bertambah lingkar tubuh, ukuran dan panjang lingkar tubuh, ukuran seks, munculnya tanda-tanda kelamin sekunder.41 Selain itu ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik: a. Faktor Internal Faktor Internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, yaitu: 39
Santrock, John W. Remaja jilid 2 ed.11 (Jakarta: Erlangga, 2007) Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010) 41 Ibid, 40
38
1) Sifat jasmaniah yang diwariskan oleh orangtua nya Anak yang orangtua nya bertubuh tinggi cenderung lebih lekas menjadi tinggi daripada anak dengan orang tuanya yang bertubuh pendek, dalam hal ini dapat dikatakan juga faktor genetik. 2) Kematangan Faktor kematangan mempengaruhi pertumbuhan fisik, sebagai contoh anak yang berumur tiga bulan walaupun diberikan makanan bergizi supaya menunjang otot kakinya agar dapat berjalan, tidak mungkin berhasil jika usianya sebelum lebih dari sepuluh bulan. b. Faktor Eksternal 1) Kesehatan Anak yang sering sakit-sakitan pertumbuhan fisiknya akan terhambat. 2) Makanan Makanan yang bergizi akan membuat anak tumbuh dengan pesat dibandingkan anak yang tidak mendapatkan makanan bergizi. 3) Stimulasi Lingkungan Individu yang tubuhnya sering dilatih oleh lingkungannya untuk meningkatkan percepatan pertumbuhannya, akan berbeda dengan yang tidak mendapatkan latihan.42 Oleh karena adanya faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan individu,
42
Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010)
39
maka akan menyebabkan pertumbuhan fisik bervariasi setiap orangnya. b. Perubahan Kognitif Kemampuan pemikiran remaja yang sedang berkembang, membuat cakrawala kognitif yang baru.Pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan idealis dan lebih cenderung memantau dunia sosial. Remaja termotivasi untuk memahami dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis. Remaja secara aktif mengkonstruksi dunia kognitifnya sendiri, mereka juga melibatkan gagasan-gagasan baru karena informasi ini dapat meningkatkan pemahaman mereka.43 Tahap
perkembangan
kognitif
dibagi
menjadi
empat
yaitu
sensorimotor, pra-operasional motor, operasi konkret, dan operasi formal. Setiap tahap yang tergantung pada usia ini memiliki cara berfikir yang berbeda, sedangkan remaja sendiri termasuk kedalam tahap operasional formal, yaitu remaja bernalar secara lebih abstrak, idealis, dan logis. c. Perubahan Emosional Definisi emosional menurut Chaplin adalah suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang sifatnya mendalam dari perubahan perilaku. Sedangkan perubahan sosio-emosional adalah perubahan relasi individu dengan orang lain, emosi, kepribadian dan konteks sosial.44
43
Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010) Ibid,
44
40
Dalam hal ini emosi memiliki peranan penting dalam tingkah laku individu termasuk dalam masalah sosial ini saling berkaitan.Daniel Goleman mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi memainkan peranan penting dalam pola pikir maupun tingkah laku individu.Adapun ciri utama pikiran emosional tersebut adalah respon yang cepat tetapi ceroboh, mendahulukan perasaan kemudian pemikiran, memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik, masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang, realitas yang ditentukan oleh keadaan.45 Remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar sedangkan pengendalian diri belum sempurna.Selain itu perkembangan emosi remaja juga dipengaruhi bebrapa faktor, yaitu perubahan jasmani, perubahan pola interaksi dengan orang tua, perubahan interaksi dengan teman sebaya, perubahan pandangan luar, perubahan interaksi dengan sekolah. Dengan perbedaan faktor-faktor tersebut perkembangan emosi remaja sangat dimungkinkan berbeda satu sama lain. d. Perubahan Sosial Perkembangan sosial terjadi karena adanya hubungan sosial yang berubah karena adanya dorongan rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya. Hubungan sosial ini berawal dari rumah yang kemudian dilanjutkan di sekolah dan dilanjutkan lagi ketempat yang lebih luas yaitu pergaulan teman sebaya. Pergaulan adalah juga sesuatu untuk memperkembangkan aspek sosial anak. Seorang anak membutuhkan anak 45
Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010)
41
lain atau kelompok yang kira-kira sebaya. Melalui hubungan dengan lingkungan sosialnya, anak sengaja atau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung terpengaruh kepribadiannya.46 Ada karakteristik yang unik dari perkembangan sosial remaja, yaitu berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan untuk bergaul, adanya upaya untuk memilih nilai-nilai sosial, meningkatnya kesadaran akan lawan jenis, dan mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karier tertentu. Akan tetapi perkembangan sosial setiap remaja tentu saja tidak akan sama karena dipengaruhi oleh keluarga, sekolah dan masyarakat.47 4. Kenakalan Remaja a. Pengertian kenakalan Remaja: Kenakalan remaja atau dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah Juvenile delinquency, merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial yang berakibat mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. 48 Menurut Santrock, kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal. 49 Sedangkan menurut Sudarsono, kenakalan remaja adalah perbuatan/
46
Gunarsa, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004) Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010) 48 Kartono, Kartini, Patologi Sosial, (Jakarta: CV, Rajawali, 1997) 49 Santrock, John W. Remaja jilid 2 ed.11 (Jakarta: Erlangga, 2007) 47
42
kejahatan/ pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.50 Jadi, kenakalan remaja adalah segala sesuatu perilaku remaja yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang sampai pada tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja. Adapun kenakalan remaja yang sering terjadi di sekolah dalah perilaku bullying.
b. Jenis-jenis kenakalan remaja Kenakalan remaja terbagi menjadi 4 jenis, yaitu: a) Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain. Seperti: perkelahian, pembunuhan, perampokan, dan lain-lain. b) Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pemerasan, dan lain-lain. c) Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain. Seperti: pelacuran, penyalahgunaan obat, dan lain-lain. d) Kenakalan yang melawan status, seperti: mengingkari status sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah, dan lain-lain.51
50
Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012) Sarwono, S.W, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)
51
43
BAB III PROFIL LEMBAGA A. Profil SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan 1. Sejarah SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan Perjalanan panjang yang telah dilalui bagi Yayasan Pesantren Islam AlAzhar atau biasa juga disebut YPI, merupakan perjuangan yang sangat berarti.Apalagi kehadirannya telah banyak memberi manfaat yang dapat dirasakan oleh Ummat dan Bangsa.Masyarakat Indonesia telah mengenal AlAzhar, melalui Masjidnya yang Agung, Sekolahnya yang prestisius, dan kitab Tafsir Al-Azhar yang telah berulang kali dicetak di dalam maupun di luar negeri.Namun masih sedikit yang mengetahui sosok Al-Azhar di usianya yang mencapai setengah abad lebih sejak berdirinya tanggal 7 April 1952 secara utuh.Mulai dari usaha untuk mendapatkan tanah yang strategis di daerah strategis, hingga berbagai upaya untuk memakmurkannya. YPI Al-Azhar, semula merupakan suatu yayasan yang dibentuk dalam rangka menerima dana sosial dari pemerintah untuk pembangunan tempat ibadah bagi ummat Islam. Hal ini mendapat respon positif dan dibicarakan oleh kurang lebih 14 tokoh Muslim dari berbagai kalangan, di kantor Masyumi, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Dalam Pertemuan itu disepakati untuk membentuk Yayasan yang diberi nama Yayasan Pesantren Islam. Hasil kesepakatan itu, pada hari Senin, tepatnya 7 April 1952, oleh Soedirdjo, Tan In Hok dan Ghozali Sjahlan dibawa ke notaris Raden Kediman, serta dicatat
44
dalam akte notaris nomor 25 yang kemudian atas bantuan Walikota Jakarta Raya, Sjamsuridjal di temukanlah tempat ideal berlokasi di kota Satelit Kebayoran. Setelah 6 tahun kegiatan Yayasan terfokus pada pembangunan fisik Masjid, maka sejak tahun 1958 Prof. Dr. Buya Hamka sebagai imam memulai kegiatan Pembinaan ummat melalui peribadatan dan dakwah. Pada Februari 1961, Syaikh Al-Azhar Dr. Mahmud Syalthouth memberi nama "Al-Azhar" kepada Masjid Agung Kebayoran yang kemudian dikenal dengan Masjid Agung Al-Azhar. SMA Islam Al-Azhar 2 berdiri sejak tanggal 16 Juli 1990 menempati lokasi di Jalan Siaga Raya Pejaten Barat, Pasar Minggu - Jakarta Selatan dan berada di bawah naungan YPI Al-Azhar. Dengan lokasi yang strategis, tenang dan nyaman, SMA Islam Al-Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan memungkinkan murid untuk belajar dengan landasan perpaduan antara IPTEK dan IMTAQ. Dengan tenaga pengajar yang handal dan berdedikasi tinggi, SMA Islam Al-Azhar 2 siap menjawab tantangan globalisasi, siap melangkah ke masa depan.
2. Latar Belakang Berdirinya SMA AL AZHAR 2 PEJATEN Jakarta Selatan SMA Islam Al Azhar
atau lebih dikenal dengan sebutan ALPEN,
akronim dari kata Al Azhar Pejaten, adalah sala satu sekolah yang secara langsung dibawah naungan YPI Al Azhar setelah kampus utamanya di Jalan
45
Sisingamangraja Kebayoran Baru. Sebagai lembga pendidikan tingkat atas, SMA Islam Al Azhar bertekad memenuhi harapan umat menjadi sekolah yang berkualitas, bik di bidang IPTEK maupun IMTAK. Karena besarnya animo masyarakat terhadap pendidikan yang bermisi keislaman dan sesuai dengan program Yayasan Pesantren Islam Al Azhar serta tuntutan umat agama agar Al Azhar segera membuka sekolah baru setingkat SMA, maka didirikanlah SMA Islam Al Azhar 2 Pejaten Jakarta pada tanggal 01 Juli 1990 dengan izin operasional Depdikbud N0. 705p/101 A1/I/91. Tujuan SMA Islam Al Azhar adalah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan di Yayasan Pesantren Islam Al Azhar. Dan secara khusus berusaha memiliki keunggulan dalam hal: a. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. b. Nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. c. Wawasan IPTAK dan Imtak yang mendalam dan luas. d. Motivasi dan komitmen yang tinggi untuk mencapai prestasi. e. Kepekaan sosial, budaya dan kepemimpinan. f. Disiplin dan tanggung jawab yang tinggi. Latar belakang pertimbangan atau alasan pendirian SMA Islam Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan diantaranya adalah: 1. Dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan program belajar untuk mencerdaskan bangsa.
46
2. Dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), keimanan dan taqwa (imtaq) serta berakhlakul karimah. 3. Untuk memberikan pendidikan yang berkesinambungan di Yayasan Pesantren Islam Al Azhar dari jenjang Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi. 4. Mewujudkan Visi dan Misi Yayasan Pesantren Islam Al Azhar. 5. Adanya warga yang memberikan wakaf tanah.
3. VISI dan MISI SMA Al Azhar 2 Pejaten 1. VISI “Cerdas, Berprestasi, dan Berakhlak Mulia” 2. MISI a. Membentuk prbadi muslim yang berakhlak mulia. b. Mewujudkan proses kegiatan belajar mengajar yang interaktif, inisiatif dan inovatif. c. Menumbuh kembangkan kreatifitas murid sesuai dengan talenta, minat dan bakat yang dimiliki peserta didik. d. Menumbuh kembangkan jiwa kepemimpinan yang berkarakter. e. Mewujudkan profesionalisme dan manajemen sekolah yang berbasis pada teknologi informasi.
47
Rincian Program Pembinaan Murid a. Bidang Agama Jumlah jam mata pelajaran agama secara keseluruhan berjumlah 7 jam, penyisipan jiwa agama pada setiap mata pelajaran dengan mengintegrasi bidang Imtaq dan Iptek, Pesantren Alam (SALAM) Al Azhar di Diklat Cigombong. Ikrar, do‟a dan tadarus Al Qur‟an, hapalan Al Qur‟an, Sholat dzuhur dan sholat jum‟at berjama‟ah. b. Bidang Ketertiban Sekolah 1. Memasyarakatkan tata tertib 2. Menegakan disiplin sekolah 3. Operasi wijaya kusuma 4. Penyuluhan bahaya narkoba dan sex education 5. Penyuluhan sebab dan akibat bullying at school 6. Pemeriksaan tes kesehatan dan narkoba 7. Patroli sekitar lingkungan sekolah c. Bidang Bimbingan Konseling Bimbingan pribadi, Bimbingan social, Bimbingan belajar, Bimbingan karier, Layanan orientasi, Layanan informasi, Layanan penempatan dan penyaluran, Layanan pembelajaran, Layanan konseling perorangan dan kelompok, Layanan bimbingan kelompok, Informasi PT dan SNMPTN, diadakan penyuluhan bahaya narkoba, bullying dan sex education, Psikotes kelas X dan XII, Tour D‟Campus.
48
4.
Struktur Organisasi SMA Islam Al Azhar 2
KEPALA SEKOLAH Abdullah, M. Si
WAKIL KEPALA SEKOLAH Drs. Bukhori Muslim
JAM‟IYYAH
TATA USAHA/ BENDAHARA
Iin Yuniarti
Windu Restina
KORBID AGAMA
KORBID KURIKULUM
KORBID KEMURIDAN
Abdul Hafiz, M. Pdi
Abu Hurairah, S. Ag
Hanan Munthaha, S. Ag
KORBID TANSEK Drs. Ismanto
KORBID TU & SARPAS
KORBID KESRA
Abdul Haris
Drs. Marjuned Harun
WALI KELAS
DEWAN GURU
BK
MURID
Sumber: Guru Bimbingan dan Konseling SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan.
49
B. Prosedur Kerja Bimbingan Konseling 1. Perencanaan Program Bimbingan Murid a. Setiap awal tahun ajaran baru, koordinator BK (Bimbingan dan Konseling) membuat
rencana
selanjutnya
program
diajukan
kepada
Bimbingan kepala
Konseling
sekolah
Tahunan
untuk
yang
mendapatkan
persetujuan. b. Program layanan bimbingan dan konseling yang telah disetujui dan di sahkan kepala sekolah akan menjadi program kerja tahunan Bimbingan dan Konseling. c. Berdasarkan program kerja tahunan, koordinator BK membuat jadwal kegiatan layanan bimbingan dan konseling per-semester. Serta membuat silabus pelayanan bimbingan dan konseling. d. Bimbingan yang disediakan terhadap murid adalah sebagai berikut: -
Bimbingan Pribadi
-
Bimbingan Sosial
-
Bimbingan Karier
-
Bimbingan Belajar
e. Berdasarkan layanan bimbingan yang tersedia, Koordinator BK menyusun personel BK yang terdiri dari guru Pembimbing serta pembagian tugas (sesuia SK Kepala Sekolah) yang dituangkan dalam: -
Jadwal tatap muka dengan murid (sesuai dengan jadwal BK yang diberikan
-
Jadwal Piket Konsultasi BK
50
-
Daftar Layanan Binaan BK
2. Pengidentifiksian Keadaan dan Masalah Murid a. Dalam mengidentifikasi permasalahan dikalangan murid, guru BK melakukan
kegiatan
layanan
bimbingan
dan
konseling
dengan
menggunakan “Buku Catatan Pribadi Murid”. b. Untuk melengkapi data keperluan konseling, guru BK berkoordinasi dengan wali kelas, bagian kemuridan, ketahanan sekolah (TanSe), Security, kurikulum dan Kepala Tata Usaha, (TU) untuk memperoleh data sebagai berikut: -
Data kejadian pelanggaran tata tertib murid.
-
Data nilai harian dan semester
-
Data informasi murid secara menyeluruh.
Data tersebut akan disimpan kedalam buku Catatan Pribadi Murid. 3. Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling a. Berdasarkan data hasil identifikasi keadaan dan atau masalah murid, guru BK memanggil murid yang mendapat prioritas untuk dikonseling dan mencatat hasilnya di buku catatan pribadi murid. b. Semua data yang diperoleh dari wali kelas, bidang kemuridan, bidang tanse, laporan guru akan dicatat dalam buku catatan pribadi murid dan akan menjadi bahan konseling jika diperlukan. c. Layanan bimbingan juga bersifat insidentil atas kemauan murid yang bermasalah, baik masalah pribadi, belajar, sosial, karier, keluarga, ekonomi, kesehatan dan masalah lainnya.
51
d. Untuk bimbingan karir, guru bimbingan dan konseling (BK) memberikan informasi tentang dunia karir sesuai dengan spesifikasi mata pelajaran. e. Jika hasil konseling membutuhkan keterlibatan orangtua, maka guru BK mengajukan undangan untuk orangtua dengan berkoordinasi dengan wali kelas, dan undangan ditandatangani oleh pimpinan sekolah. f. Setiap murid ataupun orang tua yang hadir dan melakukan konseling atau bimbingan di ruang BK (Bimbingan dan Konseling) atau di sekolah, wajib menandatangani form kehadiran konsultasi yang disediakan guru BK. g. Jika orangtua berhalangan untuk hadir dan atau guru BK membutuhkan data tambahan, atau atas rekomendasi wali kelas untuk melakukan kunjungan rumah (home visit) maka guru BK bersama wali kelas melakukan kunjungan rumah dengan membawa buku catatan pribadi murid dan membawa surat dari sekolah yang ditandangani oleh pimpinan sekolah dan pihak yang dikunjungi. h. Untuk murid-murid yang membutuhkan penanganan khusu di bidang peningkatan akademik, akan dipantau melalui layanan khusus dengan menggunakan form evaluasi dan rencana belajar. i. Untuk penyelesaian masalah yang terkait dengan Bidang Ketahanan Sekolah (TanSe) dan membutuhkan pendapat atau perhatian guru dan pihak lain yang terkait, maka diadakan konferensi kasus yang laporannya tertuang dalam form dan melampirkan data kehadiran peserta konferensi kasus. j. Sekiranya masalah murid memerlukan penanganan khusus seperti dari dokter, psikolog, psikiater, dan atau kepolisian maka murid dialihtangankan
52
(referal) kepada yang berwenang di antara tersebut diatas dengan persetujuan murid yang bersangkutan, orang tua, dan pimpinan sekolah (form terlampir di buku catatan pribadi murid). 4. Evaluasi a. Layanan bimbingan dan konseling perlu di nilai untuk mengetahui efektifitas layanan dan dampak positif yang diperoleh murid. b. Fokus penilaian hasil layanan adalah diperolehnya pemahaman baru, berkembangnya perasaan positif dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan paska layanan demi terentasnya masalah. c. Jika dalam evaluasi ini ditemukan hal-hal yang tidak sejalan dan belum berhasil, maka dilakukan tindak lanjut dengan alternatif treatmen yang lain. 5. Pelaporan Sebagai bukti fisik kegiatan pelaksaan layanan bimbingan dan konseling, guru BK menuangkan laporannya kepada wali kelas dan pimpinan sekolah dalam bentuk: a. Agenda harian kegiatan yang dilaporkan setiap awal bulan. b. Laporan layanan konseling individu yang dilaporkan setiap awal bulan. c. Laporan layanan konseling kelompok yang dilaporkan setiap awal bulan.
C. MEKANISME PENANGANAN MURID BERMASALAH a. Murid bermasalah di bidang akademik, ditangani oleh guru yang bersangkutan, wali kelas dan bimbingan konseling. Jika masalah sangat berat atau parah maka di referal ke tenaga ahli.
53
b. Murid bermasalah di bidang sikap atau perilaku: Ringan -
Ditangani oleh guru yang bersangkutan.
-
Jika berulang sampai 3 kali, dilaporkan ke wali kelas.
-
Berulang sampai 5 kali, ditangani wali kelas dan BK.
-
Berulang sampai lebih dari 7 kali, ditangani wali kelas, BK, dan Tansek.
-
Berulang sampai lebih dari 10 kali, di referal ke tenaga ahli.
Sedang -
Ditangani oleh guru yang bersangkutan dan kerjasama dengan wali kelas
-
Jika berulang, ditangani oleh guru, wali kelas, Tanse, dan BK.
-
Jika berulang sampai 4 kali, dilakukan konferensi kasus.
-
Referal ke tenaga ahli.
Berat Ditangani oleh guru yang yang bersangkutan, wali kelas, BK dan Tansek jika diperlukan ditangani melalui konferensi kasus.
54
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS Berdasarkan hasil temuan yang peneliti peroleh mengenai gambaran penyebab tradisi bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan. Peneliti akan menjelaskan pada bab ini melalui teori bullying dari beberapa ahli. Adapun sub bab yang akan dibahas diantaranya adalah penyebab terjadinya bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan, dampak bullying bagi korban, serta peran sekolah dalam menangani bullying. A. PENYEBAB TERJADINYA BULLYING Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, sehingga menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang. 52 Perilaku bullying merupakan bentuk dari tindakan agresivitas yang membuat korban merasa tidak nyaman dan terluka, baik secara fisik maupun psikologis. Tindakan bullying mencerminkan bahwa bullying adalah masalah penting yang dapat terjadi di setiap sekolah jika tidak terjadi hubungan sosial yang akrab oleh sekolah terhadap komunitasnya, yakni murid, staf, masyarakat sekitar, dan orang tua
52
Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak, (Jakarta: Grasindo, 2008)
55
murid. 53 Beberapa penyebab terjadinya bullying di SMA Al Azhar 2 yang pernah menjadi pengalaman bullying dari informan “NE” dan “AM” sebagai berikut: 1. Hubungan Keluarga Latar belakang seseorang memiliki perilaku bullying salah satunya adalah peranan kelurga. Keluarga sangat mempengaruhi perilaku bullying pada individu. Banyak orangtua yang menghukum anaknya dengan kekerasan meskipun si anak hanya melakukan kesalahan yang kecil. Sebenarnya ada berbagai tujuan kenapa orangtua melakukan kekerasan yakni ingin anaknya disiplin, supaya menuruti kata orangtua, supaya anaknya jera, paling parah lagi karena prestasi.54 Ada beberapa alasan mengapa keluarga sangat berpengaruh terhadap pola asuh seorang anak untuk menjadi pelaku bullying, yang tampak bahwa hukuman dengan kekerasan akan membuat anak menjadi disiplin serta anak juga dapat belajar dari kesalahan. Tapi disisi lain, anak yang diperlakukan dengan kekerasan rentan menghadapi trauma, dendam, bahkan ketika dewasa ia cenderung suka melakukan kekerasan untuk menyelesaikan persoalan. 55 beberapa diantaranya terjadi pada informan “NE” dan “AM”. Menurut informan “AM”, sejak kecil orangtua “AM” mendidiknya dengan pola asuh yang sedikit otoriter, bila “AM” dan kedua kakak nya membuat kesalahan terkadang orang tua nya menggunakan hukuman sebagai bentuk disiplin.
53
Sullivan, dkk, Bullying in Secondary Schools: What is Looks Like and How to Manage it (Corwin Press, 2004) 54 Beranda Agency, mengasuh dan mendidik buah hati tanpa kekerasan, (PT. Gramedia, Jakarta, 2015), h.2 55 Ibid, h.5
56
“hahahah gue udah agak kebal sih kalau mereka ngomel (marah), gue dari kecil sering dihukum. Bokap nyokap gue itu pake cara kalau bikin salah dihukum gitu, kalau bikin sesuatu yang baik ya dapet reward”56 Menurut pengakuan “AM”, tindakan kasar sebagai hukuman dari orangtua nya sudah biasa ia rasakan, sebelumnya hukuman yang ia dapatkan tidak sampai terlalu parah, tetapi semakin lama semakin ayahnya geram “AM” sampai harus merasakan diusir dari rumah. Namun ibu nya selalu membela dirinya. “kalau gamparan (tamparan) dari bokap mah gue udah biasa sih.. sempet juga gue di usir dari rumah heheheh tapi nyokap belain waktu itu”57 Informan “AM” menerima bahwa semua hukuman yang ia dapatkan memang setimpal dengan kenakalan yang sudah ia lakukan, namun pola asuh seperti ini membuat seorang anak tumbuh dengan sikap yang keras dan tidak merasa takut terhadap apapun diluar rumah. “ya gitu deh gue jadi berani sama orang lain..”58 Menurut pengakuan “AM” hukuman dirumah tidak hanya ia dapatkan dari orangtuanya, tetapi tindak kekerasan seperti itu tetap ia dapatkan dari kakak nya setelah ayah “AM” meninggal dunia. Namun, karena “AM” menganggap yang menghukum hanya seorang kakak, ia berpikir masih bisa melawan dan tetap mencoba bersikap santai. “gue kayak agak bebas gitu bokap ngga ada, ngga ada yang gue takutin lagi, tapi ternyata gue malah digamparin kakak gue hahahah sama aja kena juga, tapi yaudah gue sih santai aja, makin gede gue makin bisa ngelawan.”59
56
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 58 Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 57
59
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016)
57
Terlihat raut wajah “AM” yang tiba-tiba berubah menjadi sedikit muram saat dirinya bercerita mengenai hal ini, 60 ia merasa menyesal karena selalu membuat ayahnya geram dan belum sempat menjadi anak yang baik selama semasa hidup ayahnya. “gue kayak nyesel kenapa gue ngga jadi anak baik dari dulu biar bokap ngga perlu maki-maki gue sampe darahnya harus tinggi dan sakit. Gue kadang suka nyesel dan mikir bokap ngga ada itu karena ulah gue”61 Latar belakang pola asuh orangtua sebagai penyebab seseorang menjadi pelaku bullying bukan hanya dikarenakan cara didik yang otoriter, tetapi cara mendidik yang permissive terkadang dengan pola asuh yang serba membolehkan namun terkadang terlalu membatasi anak untuk berperilaku juga dapat menjadikan anak tumbuh dengan sikap yang menyimpang. Seorang anak akan meluapkan emosinya diluar rumah dengan orang yang tidak bersalah. Berbeda dengan informan “AM” yang di didik dengan hukuman oleh orangtuanya, informan “NE” justru lebih dibatasi untuk berperilaku. “NE” mengaku dirinya menjadi anak yang pendiam dirumah, namun bila sedang diluar rumah ia merasa bebas melakukan segala hal. Orangtua “NE” termasuk orangtua yang sangat memperhatikan perilaku anaknya, hanya saja karena selalu membatasi anak-anaknya berperilaku, membuat “NE” mencari kebebasan diluar rumah. “Dari kecil bokap selalu batasin apa-apa yang harus dan ngga harus dilakuin,”62
60
Hasil Observasi Langsung dengan Informan “AM”, (Jakarta, 11 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 62 Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”,(Jakarta, 8 Agustus 2016) 61
58
Kesibukan “NE” diluar rumah membuat dirinya merasa bebas karena tidak ada yang membatasi apapun yang ingin ia lakukan, walaupun orangtua “NE” selalu memantau dirinya lewat telepon. “NE” mengaku jauhnya jarak rumah dan sekolah menjadi alasan ia lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah. “gue jarang dirumah, gue lebih banyak abisin waktu setiap hari itu disekolah, sampe rumah ya kira-kira jam tujuh malem karena lumayan jauh juga sekolah gue. Nah gue mulai deh nge-eksplor diri gue…”63 Menurut pengakuan “NE”, karena dirinya lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, membuat dirinya menjadi anak yang membangkang, ia berani melawan orangtua walaupun masih dalam batas yang wajar. Saat SMA ia tidak mau disekolahkan di SMA Al Azhar 2 karena ingin bersekolah di sekolah negeri pilihannya seperti teman-temannya. Orangtua “NE” tetap menyekolahkan “NE” di SMA Al Azhar dengan keyakinan bahwa “NE” dapat di didik menjadi pribadi yang lebih baik dengan nilai-nilai keagamaan yang diberikan sekolah kepada murid. saat awal masuk sekolah, “NE” sering memberontak dan selalu melawan orangtuanya, ia ingin diberi kebebasan karena ia merasa sejak kecil selalu dibatasi keinginannya. “NE” mengaku kerap kali ia membohongi orangtuanya karena ia sering „cabut‟ sekolah entah kemana perginya asal tidak ke sekolah. “NE” menjadi anak yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru karena sejak kecil yang ia tahu lingkungan nya selalu dibatasi oleh orangtuanya. “Gue itu susah beradaptasi orangnya, gue susah nerima keberadaan orang baru dilingkungan gue, mungkin karena gue dari kecil lingkungan nya itu-itu aja kali ya..”64
63 64
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”
59
“…Gue susah nerima orang baru juga mungkin karena dari kecil apa-apa gue dibatasin sama orangtua gue, jadi kalau ada temen gue punya temen baru gue ngga suka yaudah gue musuhin…”65 Penyebab seseorang anak menjadi pelaku bullying tidak terlepas dari pola asuh orangtua yang sangat berperan penting dalam mendidik tumbuh kembang anak. Penolakan, pelecehan (abusive), kesalahan mendidik (mistreatment), serta sikap keras orangtua terhadap anak cenderung menyebabkan anak bertindak agresif termasuk bullying.66 ECOMAP INFORMAN Informan “AM” (Pelaku laki-laki) Ibu “YS” Ayah “PB” Informan
Kakak Perempuan
“AM”
Kakak Laki-laki “TF”
65
“NL”
Teman-teman
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE” Astuti, R.P. Meredam Bullying (3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak), 2008, Jakarta: PT. Grasindo
66
60
Dari Ecomap informan “AM” dapat diketahui bahwa hubungan “AM” dengan keluarga tidak begitu baik. Sejak kecil “AM” dididik dengan cara keras oleh ayahnya, sehingga saat “AM” besar ia tumbuh menjadi anak yang keras dan sering melawan orangtua nya sebagai bentuk pemberontakan. Begitu pula hubungan “AM” dengan kedua kakaknya, setelah ayah nya meninggal “AM” lebih sering mendapat tindak kekerasan dari kakak laki-lakinya bila ia melakukan kesalahan baik itu dirumah maupun di sekolah seperti pukulan dan hukuman-hukuman secara fisik lainnya, hal ini membuat “AM” tumbuh menjadi anak yang pendendam.
Informan “NE” (Pelaku Perempuan) Ibu “ET”
Adik perempuan “AS”
Ayah “AF”
Informa n “NE” Adik Lakilaki “JF”
Temanteman “NE”
Dari hasil Ecomap pada informan “NE” dapat diketahui bahwa ayahnya perduli dengan “NE”, hanya saja “NE” menganggap sikap perduli ayahnya hanya sebagai
61
tekanan, begitupula hubungan “NE” dengan adik laki-lakinya, karena “NE” jarang di rumah membuat ia tidak begitu dekat dengan adiknya, namun dengan adik perempuan nya “NE” masih sering bercerita karena ia masih tidur satu kamar. “NE” merasa lebih dekat dengan teman-temannya karena ia lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-teman.
Informan “ATC” (Korban bullying) Ayah “ATC” Ibu “ATC”
Temanteman “ATC”
Informa n “ATC
Kakak laki-laki “GD”
Penjelasan dari ecomap informan “ATC” sebagai korban bullying bahwa hubungan antara dirinya dengan ayah kandungnya kurang baik, karena ayahnya tidak tinggal satu rumah dengan “ATC” saat ini, hal itu karena ayah dan ibu “ATC” yang sudah berpisah. Hubungan informan dengan kakak laki-laki juga kurang begitu baik karena keduanya jarang bertemu. “ATC” lebih banyak berinteraksi dengan Ibu dan temanteman sekolahnya.
62
2.
Senioritas Bullying di lembaga pendidikan dapat terjadi karena adanya superioritas dalam
diri siswa, bullying adalah arogansi yang terwujud dalam tindakan. Remaja yang melakukan bullying memiliki hawa superioritas yang sering dijadikan topeng untuk menutupi ketidakmampuan dirinya. Pelaku bullying berdalih bahwa superioritas dianggap memperbolehkan remaja melukai seseorang yang mereka anggap lebih lemah padahal semuanya adalah dalih untuk merendahkan seseorang sehingga mereka merasa lebih unggul.67 Adanya perbedaan kelas yang biasa disebut dengan senior dan junior secara tidak langsung memunculkan anggapan bahwa senior lebih berkuasa daripada juniornya. Senior yang menyalahartikan tingkatannya dalam kelompok, dapat memanfaatkannya untuk mem-bully junior. Hal tersebut dibenarkan oleh informan “AM” yang mengaku bahwa tingkat kuasa antar kelas memang benar adanya. Senior kelas tiga akan merasa menjadi yang paling berkuasa diantara kedua tingkat dibawahnya. “disekolah itu ada strata nya, kelas 1 itu budak, kelas 2 rakyat, kelas 3 raja. Jadi yang boleh makan di meja kantin itu cuma anak kelas 3 dan kelas 2 juga masih dikit yang makan di kantin.”68 “senioritas buat gue sih wajar aja ya.. biar ade kelas tuh ngga belagu, jadi ada yang ditakutin gitu…”69
67
Coloroso, Barbara. Stop Bullying (Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah Hingga SMU), Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi, 2007 68 69
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”
63
Bentuk-bentuk senioritas yang sering terjadi di sekolah tidak selalu mengarah pada kekerasan, tetapi lebih pada agar junior menghormati seniornya, bersikap sopan santun serta tidak terkesan menantang. “biar mereka tau caranya ngehormatin orang yang lebih tua.. biasanya sih kayak harus nunduk kalau ketemu kakak kelas, harus nyapa kalau tau nama, kalau diem aja apalagi nyolot (menantang) ya pasti kena batunya.”70 Menurut pengakuan “AM”, senioritas lebih difokuskan pada murid kelas satu yang baru masuk sekolah, dengan tujuan agar junior lebih menghormati senior yang lebih tua. “Tapi biasanya itu sih antar anak kelas satu sama kelas tiga, kelas dua mah kayak dilemma gitu ya, gabisa apa-apa, gaboleh nindas dan ga ditindas juga sih kebanyakan..”71 Berbeda dengan informan “NE” sebagai murid perempuan, “NE” mengaku bahwa senioritas antar siswa perempuan sudah didapatkan sejak kelas satu. Bukan hanya harus menghormati senior, tetapi juga harus memperhatikan penampilan. Menurut “NE”, murid kelas satu tidak diperbolehkan berpenampilan mencolok, tidak diperkenankan mengenakan seragam yang ketat dan pendek, serta tidak boleh membawa barang-barang yang menurut senior tidak pantas dibawa. “senioritas tuh lebih ke kayak ngajarin apa-apa aja yang harus dilakuin dan ngga dilakuin adek kelas…”72 Menurut pengakuan “NE”, setiap tahunnya bentuk senioritas yang terjadi di sekolah sudah diawali pada masa awal tahun ajaran baru. Kelas tiga akan
70
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 72 Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) 71
64
mengumpulkan adik-adik kelas satu untuk diperiksa apakah sudah ada yang melanggar aturan atau apakah ada junior yang berpenampilan tidak pantas. “ada waktu di mana kelas satu dikumpulin di satu kelas, itu cewek-cewek doang.. disitu kita periksain anak-anak kelas satu yang gaya nya udah ngocol (tidak mematuhi aturan), udah dipotong pendek seragam nya, trus rok udah sepan ngatung, baju seragam ketat ada kupnat-an..”73 Setelah diketahui beberapa junior berpenampilan yang tidak seharusnya, senior akan memerintahkan mereka beridiri di hadapan teman-teman kelas satu untuk dijadikan contoh bahwa mereka tidak pantas untuk ditiru. Senior akan dengan senang hati memaki-maki junior yang dipilih berdiri di depan kelas untuk diberitahu agar tidak mengulangi kesalahan yang sama serta untuk mempermalukan mereka di hadapan teman-temannya. “Kalau ada kelas satu yang udah gaya-gayaan (menentang) kayak gitu kita suruh diri didepan kelas depan temen-temennya, kita malu-maluin, kita contohin seragam yang ngga boleh dipake tuh ya kayak gitu..”74 “Disitu kita kasih tau buat ngga boleh dipake lagi, kalau besok-besok nya kita liat masih make ya terpaksa kita harus turun tangan lagi lah, malah seru ada mainan.”75 Senioritas yang salah diartikan dan dijadikan kesempatan atau alasan untuk mem-bully junior terkadang tidak berhenti dalam satu periode saja. Hal seperti ini tidak jarang menjadi peraturan yang tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun kepada tingkatan berikutnya. Karakter individu atau kelompok juga sangat berpengaruh pada tindakan senioritas yang sering terjadi di sekolah-sekolah.
73
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “NE” 75 Wawancara Pribadi dengan Informan “NE” 74
65
Menurut Bourdieu, kekerasan berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut berarti kekerasan merupakan pangkal atau hasil sebuah praktik kekuasaan. Ketika sebuah kelas mendominasi kelas yang lain, maka didalam proses dominasi tersebut akan menghasilkan sebuah kekerasan. Kekerasan muncul sebagai upaya kelas dominan untuk melanggengkan dominasi atau kekuasaannya dalam strukur sosial. Jadi, kekerasan dan kekuasaan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan.76
3. Rasa Dendam Pelaku bullying umumnya bersifat temperamental. Mereka melakukan bullying terhadap orang lain sebagai pelampiasan kekesalan dan kekecewaannya. Ada kalanya karena mereka merasa tidak punya teman, sehingga ia menciptakan situasi bullying supaya memiliki „pengikut‟ dan kelompok sendiri. Bisa jadi mereka takut kembali menjadi korban bullying, sehingga lebih dulu mengambil inisiatif sebagai pelaku bullying untuk keamanan dirinya sendiri. Rasa dendam ingin membalas atas perlakuan kekerasan yang dialami biasanya muncul pada diri seseorang. Anak akan memiliki dorongan balas dendam pada anakanak yang pemberani, bila ia memiliki kesempatan untuk membalas maka iapun langsung melampiaskan pada orang tuanya. Tetapi efeknya adalah anak juga akan melampiaskan kekerasan pada orang lain ketika orang tersebut berupaya menentangnya.77
76
Nanang, M, Kekerasan Simbolik di Sekolah (Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu), PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 2012), h. 39 77 Beranda Agency, mengasuh dan mendidik buah hati tanpa kekerasan, (PT. Gramedia, Jakarta, 2015), h.8
66
Pelaku bullying kemungkinan besar juga sekedar mengulangi apa yang pernah ia lihat dan alami sendiri. Ia menganiaya anak lain karena mungkin ia sendiri dianiaya orangtuanya dirumah, atau pernah ditindas dan dianiaya anak lain yang lebih kuat darinya di masa lalu. Hal ini serupa dengan apa yang informan “AM” sampaikan, bahwa ia membully junior karena ia pernah di bully oleh senior sebelumnya. Ia menganggap bahwa tindakan bullying senior kepada junior memang wajar terjadi. “kenapa gitu, soalnya dulu gue juga pernah ngalamin hal yang sama. Gue juga waktu kelas 1 makan di kantin trus gue disiram juga dikepala gue, gue juga disuruh makan yang di lantai. Ya gue mau ngga mau gue makan lah.. nah terus deh ke bawah berlanjut tradisi kayak gitu, ngga tau deh kalau sekarang. Pokoknya gue cuma nerusin apa yang udah gue rasain waktu gue masih jadi junior.”78 Menurut “AM” tindakan bullying yang turun menurun memang biasa terjadi, rasa dendam yang di rasakan korban-korban bullying lah yang memunculkan sikap menindas selanjutnya. Penyebab terjadinya bullying tidak jarang dikaitkan dengan adanya tindak kekerasan yang dialami oleh pelaku dimasa sebelumnya. “Gue ditindas harus diem, gue lawan gue makin abis (tertekan), ya pas gue jadi senior gue juga mau ngerjain junior gitu biar mereka juga ngerasain hal yang sama kaya yang gue rasain.”79 Aksi bullying yang paling sering terlihat dan dianggap sebagai suatu tradisi yang wajar adalah ketika Masa Orientasi Siswa (MOS). Ketika MOS, umumnya kakak-kakak kelas selalu memberi pembenaran bagi sikap-sikapnya yang sudah masuk kategori sebagai pelaku bullying untuk menindas adik kelasnya yang lebih
78 79
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”
67
muda atau lebih lemah. 80 “AM” mengaku sebelumnya ia sering menjadi korban bullying oleh seniornya karena ia termasuk anak yang melawan. Pengalaman menjadi korban bullying di SMP membuat dirinya melampiaskan kekecewaan dan kekesalannya terhadap orang lain. Saat SMA “AM” mengambil inisiatif untuk menjadi pelaku bullying sebagai bentuk pertahanan dirinya agar pengalaman pahit menjadi korban bullying tidak terulang kembali. Hal tersebut diakui oleh informan “AM” bahwa pelaku bullying biasanya adalah korban sebelumnya. “kalau nge-bully gini sih bukan turunan ya, tapi pasti yang pernah dibully bakalan nge-bully lagi selanjutnya.”81 “Ya dengan nge-bully gue jadi semakin ditakutin dan dipandang orang, gue jadi dapetin kekuatan gitu buat standing di lingkungan.”82 Bentuk pertahanan diri yang informan “AM” lakukan sebagai pelaku bullying tidak dilakukan semata-mata hanya untuk mencari nama agar dihormati, namun ia melakukan tindakan bullying seperti ini lebih cenderung karena alasan dirinya menyimpan dendam setelah sebelumnya ia pernah menjadi korban bullying saat masih SMP. “AM” mengaku akibat menjadi korban bullying, membuat dirinya terbentuk menjadi seorang anak yang bersikap keras atau temperamental. “Dan sejak saat itu juga gue nyimpen dendam, gue bertekad gue ngga mau diinjek-injek orang lagi, jadilah terbentuk gue anak yang keras..”83 Para pelaku bullying umumnya memiliki sifat berani, tidak mudah takut dan punya motif dasar tertentu seperti agresifitas, rasa rendah diri dan kecemasan. Dengan menjadi pelaku bullying, dapat digunakan menjadi pertahanan diri dan untuk 80
SEJIWA, Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 15 Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 82 Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”, (Jakarta, 11 Agustus 2016)) 81
83
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”
68
menutupi rasa rendah dirinya tersebut. Sama halnya dengan informan “AM” yang melakukan perilaku bullying karena alasan dendam bahwa dirinya pernah menjadi korban bullying, informan “NE”-pun mengaku bahwa tindakan bullying memang wajar terjadi setiap tahunnya. Menurutnya, perilaku senioritas dapat membantu membentuk mental junior agar lebih kuat serta dapat menghormati orang yang lebih tua. “Buat gue juga wajar aja ada kayak begini, biar mereka kuat lah mental nya, ngga cengeng, yang cengeng ya paling „mental‟ (tersingkirkan)”84 Rasa dendam sebagai junior pasti sering dirasakan oleh korban-korban bullying, terkadang ada yang menerima perlakuan seperti ini namun lebih banyak korban yang akhirnya membalaskan dendam nya kepada orang lain. Sikap melawan yang informan “NE” miliki terkadang menjadi perhatian seniornya, kerap kali “NE” menjadi korban bullying karena dirinya melawan senior. “gue juga kan pernah jadi kelas satu, gue juga pernah ngalamin kayak gitu.. kadang kalau lagi iseng gue suka ngelawan, bikin mereka makin kesel, pura-pura nurut ntar gue lawan lagi, gitu aja”85 Korban bullying umumnya bukanlah pemberani, memiliki rasa cemas dan rendah diri, yang menjadikan mereka sebagai korban bullying. Akibat mendapatkan perlakuan ini, tidak jarang korban pun memiliki rasa dendam, untuk suatu ketika akan membalaskan dendamnya terhadap orang lain. Sehingga bukan tidak mungkin korban bullying akan menjadi pelaku bullying pada anak lain yang ia pandang sesuai dengan tujuannya, yaitu agar mendapatkan kepuasan dengan cara membalas dendam.
84 85
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”,(Jakarta, 8 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”,(Jakarta, 8 Agustus 2016
69
B. BENTUK-BENTUK BULLYING Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Bullying adalah suatu perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/ sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.86 1. Bullying Secara Fisik Salah satu bentuk bullying adalah bullying fisik secara langsung, yang dimaksud bullying fisik secara langsung adalah kontak fisik yang terjadi antara pelaku dengan korban bullying. Bentuk bullying seperti ini merupakan jenis bullying yang paling tampak, siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya.87 Bullying dengan tipe ini memang mudah untuk diidentifikasi. Namun, bullying secara fisik merupakan bullying yang paling jarang dilakukan. Kasus bullying secara fisik yang dilakukan murid sekolah biasanya terjadi terutama pada murid laki-laki. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh informan “AM” yang melakukan perilaku bullying secara fisik pada murid kelas satu saat merasa dirinya dilawan. Berikut penuturannya: “Gue ngga suka sama anak yang belagu, yang nyolot, sengak atau kayak sok mau ngelawan gue gitu..… kalau gue rasa dia sengak dan ngelawan gue, pasti gue abisin…. ya gue ngga segan-segan buat mukulin itu orang”88
86
Tim Musyawarah Guru BK, Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan Menengah, (Jakarta, PT. Grasindo), h.88 87 SEJIWA, Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak, (PT. Grasindo Jakarta, 2008) h. 2 88 Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016)
70
Selain melakukan bullying fisik secara langsung, “AM” juga kerap kali memerintahkan junior kelas satu untuk berkumpul di basement sepulang sekolah atau menyuruh mereka Push up bahkan sampai memukul juniornya apabila mereka tidak mau memberikan uang setoran yang diminta “AM” dan teman-temannya. “kalau ngga ngasih kita kumpulin pulang sekolah di basement atau di depan sekolah yang tempat parkir, kita maki-maki semua, suruh push up, trus kalau ada yang ngelawan ya kena tabok”89 Sama dengan pernyataan informan diatas bahwa “NE” juga pernah melakukan bullying secara fisik. Namun, menurutnya yang ia lakukan tidak terlalu berat, seperti yang ia sampaikan pada wawancara dengan peneliti. “gue pernah minta beliin barang di mall, sebelumnya gue tanya dulu dia besok nya ke mall atau ngga, mau ngga mau dia bilang iya dong karena tau kalau gue mau nitip, trus gue bilang aja gue nitip kertas file lah, ntar gue minta beliin jepitan rambut atau cuma sekedar makanan cemilan gitu.. dia harus beliin lah.. kalau ngga dibawain, besok nya ya paling gue injek gitu kakinya…”90 Saat informan “NE” menceritakan hal tersebut ia terdengar seperti tidak canggung dan terlihat puas pernah melakukan tindakan seperti ini. 91 Namun, bullying secara fisik merupakan bullying yang paling jarang ia lakukan. Perilaku bullying secara fisik yang pernah ia lakukan diantaranya seperti merusak barang dan menyenggol dengan bahu. “pas SMA juga gue sempet ngga suka sama ade kelas gue tuh kelas satu, gue suruh dia beliin jajanan di kantin, dia banyak alesan pas beli salah gue kesel banget, pas gue ketemu lagi gue tabrak aja badan nya, trus gue sempet
89
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”,(Jakarta, 8 Agustus 2016) 91 Hasil observasi langsung dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) 90
71
umpetin sepatu nya waktu sholat dzuhur di masjid, ngga jauh sih tapi gue pengin ngerjain aja...”92 Saat wawancara, informan “NE” terlihat tidak malu-malu menceritakan tentang pengalaman perilaku bullying yang dilakukannya saat SMA. Informan “NE” terlihat begitu terbuka saat menceritakan bagaimana ia menindas juniornya. Terlihat “NE” memperagakan bagaimana ia menabrakan bahu kepada juniornya saat permintaan nya tidak dapat dipenuhi.93 2. Bullying Non-Fisik Selain bullying fisik secara langsung, bentuk bully non-fisik juga pernah dilakukan oleh informan, tipe bullying non fisik terbagi menjadi verbal dan nonverbal, tidakan bullying secara verbal bertujuan untuk merendahkan harga diri korbannya, misalnya dengan mengatakan dia jelek, atau atribut fisik lainnya yang mungkin saja dimiliki oleh korban tersebut dan membuat dia menjadi “aneh” di lingkungannya. Ini jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa tertangkap indra pendengaran kita.94 Bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih lanjut.
92
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) Hasil observasi langsung dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) 94 SEJIWA, Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak, (PT. Grasindo Jakarta, 2008) h.3 93
72
Sikap menindas secara verbal seperti ini juga pernah dilakukan oleh informan “NE”, khususnya dengan cara mengejek atau memberi julukan seseorang dengan sebutan yang tidak pantas. Seperti yang dituturkan oleh informan “NE”. “yang paling gue inget itu ada anak yang muka nya aneh gitu kalau di liat.. hahaha bukan gitu, aduh gimana ya.. muka nya mirip kartun menurut gue, gue jadi pengin ngejek kalau liat mukanya”95 Perlakuan “NE” seperti itu ternyata sampai berdampak buruk bagi juniornya tersebut, hingga membuat ia pindah sekolah karena tidak kuat menahan ejekan dari “NE” dan teman-teman setiap kali “NE” bertemu dengan juniornya tersebut. “Pas gue ketemu lagi di depan ruang guru dia lagi sama orangtua nya, gue pikir dia mau ngaduin gue gitu, ngga taunya dia mau pindah sekolah. Pas gue cari tau ternyata dia pindah sekolah gara-gara gue…”96 Berbeda dengan informan “NE”, Sikap bullying non-fisik yang “AM” lakukan biasanya seperti memeras atau memalak, ia mengaku pernah memeras junior kelas satu baik saat sendiri maupun bersama teman-teman. Pemerasan dalam hal ini, “AM” mengajak junior yang ia pikir pantas untuk dikerjai ke suatu tempat makan dan meminta dibayarkan semua makanannya. Tidak hanya memalak, “AM” bersama teman-teman juga mengancam junior tersebut agar tidak mengadu kepada siapapun termasuk orang tua dan pihak sekolah. “kalau gue bilang bayarin, ya harus bayarin. Itupun juga diancem lah ngga boleh ngadu ke siapapun. Kita ngasih tau dia kalau dia nurut aja kita pasti temenin, tapi ngga gitu kenyataan nya, pasti berapa kali kita kerjain gitu…”97
95
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “NE” 97 Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) 96
73
Pemalakan atau pemerasan yang dilakukan “AM” bersama teman-temannya bukan hanya membelikan suatu barang tapi juga diminta untuk mengumpulkan uang sebagai tambahan „jajan‟ untuk senior. Seperti yang informan “AM” sampaikan: “di angkatan itu ada setoran yang di maintain senior gitu buat tambahan jajan atau buat beli apalah yang ngga penting yang penting ngumpulin uang aja..”98 Menurut pengakuan “AM”, ia juga kerap kali menyembunyikan barang-barang milik junior yang ia tidak sukai. Bukan hanya itu, “AM” juga sering menghina atau mengejek junior bila ia merasa junior tersebut bertingkah menyebalkan sedangkan tidak ada yang menonjol dari diri junior tersebut. “ngehina… pernah sih, kalo ada yang keliatan nya nyolot, ngelawan tapi kemampuan nya sebenernya ngga ada nih waahhh enak banget itu buat dikerjain. Tapi paling gue sih gue ledek-ledek gitu, kayak nyindir gitu loh.. hahahah gue tau gue cowo sih tapi gue kesel aja bawaan nya sama yang kaya begitu orang nya.”99 Selain bullying secara verbal, adapula tindakan bullying secara non-verbal yang terbagi menjadi dua, secara langsung dan tidak langsung, pada kasus bullying nonverbal secara langsung biasanya dilakukan informan “AM” saat ia merasa ada junior yang terlihat „sengak‟ ia akan mencoba menghasut teman-teman junior tersebut agar tidak diajak bermain. “Kalau sengak, gue bisa aja bikin dia jadi ngga di temenin sama tementemen nya, temen-temen nya mau ngga mau harus nurutin gue lah daripada mereka juga jadi inceran gue kan”100 Informan “AM” menceritakan pengalaman nya secara terbuka tanpa terlihat malu. “AM” tidak banyak menceritakan teman-teman nya, ia hanya menceritakan 98
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 100 Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) 99
74
pengalaman pribadi nya saat ia melakukan bullying. Sesekali senyum tipis terlihat saat ia bercerita101 Dalam kasus bullying biasanya “AM” hanya menindas siswa yang mayoritas laki-laki, ia tidak terlalu mengurusi junior yang perempuan karena bagi “AM” perempuan terlalu peka dan terlalu lemah untuk dikerjai. “kalau cewe itu urusan anak-anak yang cewe aja, soalnya ribet berurusan sama mereka tuh cengeng banget. Gampang banget nangis nya.”102 Menurut pengakuan “AM” ia juga sempat di minta oleh teman perempuan nya untuk mengerjai junior perempuan yang terlibat masalah dengan senior, namun “AM” merasa bahwa mem-bully junior perempuan bukan menjadi urusannya selama junior tersebut tidak mencari masalah dengan dirinya. “Pernah sih gue disuruh sama temen gue yang cewe buat ngerjain ade kelas inceran dia, disuruh deketin gitu.. Cuma gue jadi ngga tega hahahah mending ngga dari pada gimana-gimana kan.. gue urusin yang cowo-cowo ajalah selama yang cewe ngga ada yang berurusan sama gue.”103 Menurut “AM” ia lebih senang mengerjai junior yang laki-laki seperti melihat dengan sinis atau memelototi junior saat ia sedang „iseng‟. “Paling kalau lagi iseng ya gue nyari-nyari kesalahan ade kelas aja, kayak melototin atau ngeliat sinis gitu ke mereka, ngga salah juga ngga apa-apa pokoknya mau gue isengin aja..”104 Tindakan mem-bully non-verbal secara tidak langsung seperti ini tidak hanya dilakukan oleh “AM” sebagai siswa laki-laki, mem-bully dengan cara mengasingkan junior juga pernah dilakukan oleh “NE” sebagai siswa perempuan. “NE” mengaku
101
Hasil Observasi Langsung dengan Informan “AM”, (Jakarta, 11 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 103 Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) 104 Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 102
75
pernah mengasingkan salah satu junior nya pada saat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, menurut “NE” junior yang terlihat lugu memang perlu dikerjai. “.. gue malah lebih ngga suka sama yang keliatan nya culun (lugu).. kenapa gitu harus culun? Nge-bully nya ya paling kayak gue asingkan gitu pas lagi ekskul, kalau harus ngumpul atau apa ya dia gue diemin sih..”105 Menurut informan “NE”, tindakan mem-bully junior seperti itu hanya ingin memberikan pelajaran untuk junior yang terlihat lugu agar bisa lebih percaya diri dan memiliki mental yang kuat, “NE” berperilaku seperti itu tanpa memikirkan dampak yang didapatkan oleh juniornya tersebut. “…biar jadi pelajaran aja buat dia, harus bisa interaksi lah sama lingkungan, jangan sok menyendiri gitu, kasian sih tapi tetep aja kesel…”106
3. Bullying Psikis Bentuk bullying selanjutnya yang pernah dilakukan informan adalah bullying secara psikis, tindakan bullying secara psikis merupakan bullying yang paling berbahaya karena tidak terungkap oleh mata atau telinga jika kita tidak awas dalam mendeteksinya. Praktik bullying psikis ini biasanya terjadi diam-diam dan diluar radar pemantauan kita.107 Selain bentuk-bentuk bullying seperti fisik, verbal dan non verbal yang dapat terdeteksi bentuknya, bullying psikis juga salah satu bentuk penindasan yang pernah dilakukan oleh informan “AM”. Bullying psikis dapat berupa pelecehan seksual, memfitnah, menyingkirkan, mengucilkan, mendiamkan, mencibir, penghinaan,
105
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”,(Jakarta, 8 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “NE” 107 SEJIWA, Handout Workshop Nasional Anti Bullying ke-3 (Jakarta, 2008), h. 2-5 106
76
ataupun menyebarkan gossip. Dalam kasus seperti ini, “AM” tidak melakukan tindakan bullying yang begitu serius seperti pelecehan seksual, dalam pengakuan “AM” ia pernah melakukan penghinaan dan merendahkan junior nya yang terkesan melawan senior. “…kalo ada yang keliatan nya nyolot, ngelawan…. Tapi paling gue sih gue ledek-ledek gitu, kayak nyindir gitu loh..”108 Informan “AM” menyadari bahwa perilaku seperti itu biasanya dilakukan oleh perempuan, namun “AM” tetap melakukannya hanya karena dirinya merasa tidak senang dengan perilaku junior nya tersebut. “gue tau gue cowo sih tapi gue kesel aja bawaan nya sama yang kaya begitu orang nya.”109 Tidak jauh berbeda dengan informan “AM”, perilaku bullying secara psikis juga pernah dilakukan oleh informan “NE”. dalam kasus yang dilakukan “NE”, biasanya ia senang mengerjai juniornya karena terkesan seperti anak yang lugu dan tidak dapat melawan. Menurut pengakuannya, ia pernah melakukan bullying psikis dengan cara membuat gossip tentang junior nya tersebut. “ya gue bully lah kalau ada anak cupu.. gue itu punya temen ya sebut aja namanya Bunga, dia tuh cupu banget, pake kacamata, gendut, sendirian mulu. Pas banget gue lagi suka sama kakak kelas gue, namain aja dia Lebah. Karena gue ngga suka sama si Bunga, gue tulis disetiap tembok di sekolah BUNGA LOVE LEBAH”110 Saat bercerita tentang hal ini, informan “NE” terlihat tertawa lepas tanpa beban,111 menurut pengakuan “NE” setelah ia mengerjai junior nya, ia melihat junior
108
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 110 Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) 111 Hasil observasi langsung dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) 109
77
tersebut dipanggil oleh BK dan terlihat menangis setelah keluar dari ruangan. Ia tidak terlalu memperdulikan apakah ada yang mengetahui perilaku nya seperti itu atau tidak, yang informan “NE” tahu hanyalah ia merasa dirinya puas setelah melakukan itu. “…keluar ruang BK dia nangis-nangis hahahahah sampe sekarang kayak nya ngga ada yang tau gue yang buat itu deh. Bodo amat juga sih gue hahahaha yang penting gue seneng…”112
C. DAMPAK BULLYING BAGI KORBAN Bullying memiliki berbagai dampak negatif yang dapat dirasakan oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya, baik pelaku, korban, ataupun orang-orang yang menyaksikan tindakan bullying. Dalam jangka pendek, bullying dapat menimbulkan perasaan tidak aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, hingga perasaan depresi atau stress yang dapat berakhir bunuh diri. Sedangkan dalam jangka panjang, korban bullying dapat menderita masalah emosional dan perilaku. Hal tersebut serupa dengan pengakuan “ATC” selaku alumni SMA Al Azhar 2 yang pernah menjadi korban bullying saat menjadi murid SMA Al Azhar. Ia mengaku pernah merasakan tekanan yang luar biasa saat dirinya menjadi junior kelas satu, ia merasa sekolah bukanlah tempat yang aman dan nyaman. “awalnya takut, sedih, panik, campur aduk lah rasanya…. rasanya ngga enak. Orang mau nyaman disekolah eh malah di bully…”113
112 113
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE” Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC”,(Jakarta, 26 Agustus 2016)
78
Rasa tertekan yang informan “ATC” rasakan begitu mendalam dan berlangsung sampai ia kelas dua, ia selalu menjadi incaran kakak kelas. Menurutnya segala gerakgerik dirinya selalu di awasi oleh senior. “kayaknya gerak-gerik di perhatiin banget, salah mulu.. ngga enak lah punya perasaan takut setiap hari..”114 Dampak jangka pendek yang “ATC” rasakan bukan hanya tidak mau pergi ke sekolah, tapi juga sampai kesulitan tidur saat malam karena mengingat esok harinya akan ada kejadian apa lagi yang ia dapatkan dari senior, “ATC” mengaku dirinya kerap kali mencari alasan agar tidak masuk sekolah, berbagai alasan ia agar ia tidak datang ke sekolah. “Gue ngga mau ke sekolah, gue takut setiap dateng ke sekolah. gue sering pura-pura sakit biar gue ngga ke sekolah.. jadi panik pas malem pengin tidur inget besok nya sekolah, gue bakal diapain lagi ya.. gitu hhh takut aja bawaannya.”115 Saat informan “ATC” bercerita terlihat raut wajah yang menunjukkan perasaan yang ia rasakan saat menjadi korban bullying, sesekali ia menyeruput minuman yang ia pesan, dan kembali bercerita.116 Efek jangka panjang bullying bisa jadi tidak disadari baik oleh pelaku, korban, maupun guru dan orangtua. Dalam jangka panjang, korban bullying dapat menderita masalah emosional dan perilaku. Karena dampaknya lebih bersifat psikis dan emosi
114
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC” Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC” 116 Hasil observasi langsung dengan Informan “ATC”, (Jakarta, 26 Agustus 2016) 115
79
yang tidak terlihat dan prosesnya sangat perlahan, berlangsung lama dan tidak langsung muncul saat itu juga. Hal ini serupa dengan pengakuan “ATC” yang tidak menyadari perubahan perilakunya, awalnya ia merasa tidak ada pengaruh, setiap hari ia hanya merasakan takut untuk pergi ke sekolah. Namun, hari demi hari ia merasa ada yang berbeda, ia mulai berani melawan rasa takutnya. “perubahan jelas banyak.. dulu gue iya iya aja di bully, lama-lama gue jadi banyak ngelawan,”117
Bullying bukanlah aktivitas normal pada anak-anak yang akan berlalu dengan sendirinya seiring mereka dewasa. Perilaku bullying yang tidak ditangani dengan baik pada masa anak-anak sampai remaja justru dapat menyebabkan gangguan perilaku yang lebih serius. Namun, tidak sedikit korban bullying yang menerima perlakuan senior atau teman sebaya untuk selalu di bully, banyak korban bullying yang akhirnya menganggap bahwa perilaku mem-bully seperti ini memang wajar terjadi dan berpikir bahwa sekolah tidak perlu tahu tentang kegiatan bullying yang terjadi disekolah. Padahal, bila korban menceritakan kejadian sebenarnya kepada pihak sekolah, akan sangat membantu pihak sekolah dalam menangani kasus bullying yang terjadi di sekolah. Hanya saja, banyak korban bullying yang beranggapan bahwa bullying wajar terjadi hingga menjadikan dampak bullying yang tadinya hanya untuk diri korban menjadi berimbas pada orang lain yang tidak bersalah. Hal ini serupa dengan pengakuan informan “ATC” yang akhirnya mengubah rasa takut menjadi melawan 117
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC”, (26 Agustus 2016)
80
sebagai bentuk pertahan dirinya. Ia beranggapan sekolah tidak perlu mengetahui apa yang terjadi seperti tindakan bullying yang menimpa dirinya. Menurutnya, bullying wajar terjadi di sekolah sebagai pembentukkan mental yang kuat. “Buat gue ya bully wajar aja terjadi asal ngga sampe ngelukain fisik, kalau sekedar ngasih tau dengan tujuan baik ya masih ngga apa-apa..”118 “Buat gue ya senioritas pasti ada, bisa bikin kita jadi lebih kuat mental juga kan.. belajar buat bertahan, bikin ketahanan diri biar ngga di bully, ya dapet didikan juga selain belajar dikelas”119 “sekolah ngga tau, gue ngga mau malah nambah masalah gue. Ntar gue makin di bully, gue cuma mikir kalau gue tahan nantinya gue pasti lamalama kebal. Ya ternyata bener, gue kebal aja kalau gue di bully selanjutnya.”120 Selain dampak negatifnya, bullying juga dapat mendorong munculnya beerbagai perkembangan positif bagi anak-anak yang menjadi korban bullying. Anakanak korban bullying cenderung akan lebih kuat dan tegar dalam menghadapi suatu masalah, termotivasi untuk menunjukkan potensi mereka agar tidak lagi direndahkan, serta terdorong untuk berinterospeksi diri. “ya gue ambil positif nya aja ternyata gue jadi lebih berani buat berekspresi di masyarakat atau lingkungan sekitar gue..”121 Hal ini serupa dengan apa yang informan “ATC” katakan, ia merasa menjadi lebih kuat mental, selalu berusaha untuk membentuk ketahanan diri agar tidak lagi menjadi korban bullying dan lebih sering berinterospeksi diri. “ini semua bentuk pembelajaran diri gue, gue pernah ngerasain takut yang luar biasa sampe ngerasain gue juga dijadiin posisi yang ditakutin..”122 118
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC”,(Jakarta, 26 Agustus 2016) Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC”, (Jakarta, 26 Agustus 2016) 120 Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC” 121 Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC” 122 Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC” 119
81
“gue nyoba buat tenang sih, kadang interospeksi diri aja kalau gue emang salah.” Namun, walaupun ada beberapa dampak positif yang didapatkan dari perilaku bullying, tetap saja perilaku seperti itu tidak dibenarkan karena tidak sepantasnya seseorang merasa tertekan dalam hidupnya. Berbagai dampak negatif yang dirasakan informan “ATC” dan korban-korban bullying lainnya hanya membuat tradisi bullying yang selanjutnya akan terus terjadi disetiap generasi.
D. PERAN
SEKOLAH
DALAM
MENANGANI
DAN
MENCEGAH
TERJADINYA BULLYING Bullying telah menjadi masalah besar yang berimbas pada banyak sekolah di seluruh dunia. Tantangan terberat dalam hal ini adalah bagaimana cara pencegahan dan penanganan bullying yang masih tetap ada di lingkungan sekolah. Perkembangan di bidang teknologi secara umum dan media sosial internet membuat bullying menjadi lebih bervariatif lagi. Masalah baru ini tentunya harus diatasi dengan solusi yang juga modern. Bullying bukanlah aktivitas normal pada anak-anak yang akan berlalu dengan sendirinya seiring mereka dewasa. Perilaku bullying yang tidak ditangani dengan baik pada masa anak-anak justru dapat menyebabkan gangguan perilaku yang lebih serius. Penanganan dan pencegahan adalah dua tindakan yang berbeda dalam mengatasi kasus bullying yang terjadi di sekolah. Di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan sendiri, ada berbagai cara dalam menangani kasus bullying yang biasa terjadi
82
di sekolah. Seperti yang sudah disampaikan oleh Bu Nia, selaku guru Bimbingan dan Konseling di SMA Al Azhar serta pihak Ketahanan Sekolah yang menjelaskan tentang pelayanan konseling yang diberikan untuk murid-murid SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan. Program anti-bullying di sekolah dilakukan antara lain dengan cara menggiatkan pengawasan dan pemberian sanksi secara tepat kepada pelaku, atau melakukan kampanye melalui berbagai cara. Memasukkan materi bullying ke dalam pembelajaran akan berdampak positif bagi pengembangan pribadi para murid. Hal tersebut sesuai dengan penuturan Bu Nia selaku guru Bimbingan dan Konseling “salah satu nya layanan konseling. Layanan konseling itu ada empat, ada layanan bimbingan karir, bimbingan belajar, bimbingan pribadi dan bimbingan sosial dimana dari keempat bimbingan itu pasti ada penempatan nya…”123 “…bimbingan sosial, biasanya anak-anak yang kita berikan bimbingan sosial adalah anak-anak yang memang mengalami kesulitan atau kendala terhadap hubungan sosial dengan teman sebayanya, dimana kita dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan dirinya, memotivasi, dengan kelebihan yang anak itu bisa miliki sehingga tidak minder lagi. Bisa bergaul dengan teman sebayanya.”124 Bukan hanya upaya pencegahan yang dilakukan oleh pihak sekolah, tetapi juga penanganan atau tindakan untuk kasus bullying yang terjadi agar pelaku merasa jera melakukan tindakan bullying seperti ini dan untuk adik-adik kelas agar berpikir dua kali bila ingin mengikuti perilaku tidak baik seperti pelaku bullying sebelumnya. Bentuk penanganan paling ideal adalah apabila ada kebijakan dan tindakan terintegrasi yang melibatkan seluruh komponen mulai dari guru, murid, kepala 123 124
Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016) Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016)
83
sekolah, sampai orangtua, yang bertujuan untuk menghentikan perilaku bullying dan menjamin rasa aman bagi korban. Menurut Bu Nia, segala bentuk penanganan sudah dilakukan pihak sekolah, seperti membentuk tim dalam upaya mengatasi kasus bullying yang sedang terjadi. “ya ini biasanya beberapa guru membentuk tim, ada tansek, BK dan wali kelas. Dimana ketika kita sudah tahu kasus bullying ini, kita akan membagi tugas untuk menginterogasi anak-anak yang memang dikategorikan sebagai pelaku dan korban dalam kasus bullying ini, gitu.. jadi kita mencari data sebanyak-banyaknya, selanjutnya kita akan bawa ke rapat dewan guru. “125 Ada berbagai kebijakan yang sekolah tetapkan sesuai dengan sanksi yang tertulis dalam buku tata tertib sekolah, dari sanksi yang ringan sampai berat. Dalam hal ini, guru BK tidak berwenang menentukan sanksi dan poin untuk berbagai macam pelanggaran, tetapi yang berwenang dalam hal ini adalah bidang ketahanan sekolah. Hal tersebut serupa dengan penuturan dari bidang TanSek. “kalau untuk bagian pengurusan sanksi dan poin sudah menjadi tanggung jawab tim bidang ketahanan sekolah, setiap tahunnya kami akan mengadakan rapat untuk perubahan poin atau sanksi untuk tata tertib yang akan berlaku di sekolah.”126 Penuturan tentang hal ini bukan hanya dijelaskan oleh bidang TanSek, diperjelas oleh Bu Nia selaku guru BK bahwa, guru BK lebih kepada membantu bila sedang ada kasus pelanggaran tata tertib yang terjadi. Disamping itu, BK akan berusaha untuk memberikan rasa nyaman bagi para murid yang tersandung kasus pelanggaran tata tertib agar dapat lebih percaya untuk bercerita tentan segala permasalahan.
125 126
Wawancara Pribadi dengan Guru BK Wawancara Pribadi dengan Bidang Ketahanan Sekolah, (Jakarta, 5 september 2016)
84
“biasanya kalau di SMA Islam Al Azhar 2 sendiri ada bidang yang namanya TanSek atau bidang Ketahanan Sekolah, jadi dimana tidak dari BK sendiri yang menentukan pelanggaran dan poin, tapi dari ketahanan sekolah sendiri yang menentukannya karena kalau untuk guru BK diseluruh Al Azhar memang tidak diperkenankan untuk menjadi polisi sekolah gitu.. agar anak-anak tidak merasa takut untuk datang ke guru BK, jadi sehingga dibuatlah bidang ketahanan sekolah tersebut. Tapi untuk peranan BK disitu adalah untuk membantu menyelesaikan kasus tersebut, membantu juga mencari data.”127 Dalam menangani berbagai kasus yang ada di sekolah, semua sudah tersusun dalam buku tata tertib dan dengan aturan yang sudah dibuat. Selain itu, upaya penanganan dilakukan dengan hukuman yang tidak semata-mata diberikan langsung pada saat terjadi kasus bullying, tetapi sesuai SOP (standart operational procedure) atau prosedur mekanisme dalam menangani kasus yang terjadi di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan. “Kalau untuk SOP nya, dimana ketika anak itu mengalami kasus ada tiga kategori pelanggaran ringan, pelanggaran sedang dan berat. Dimana kalau pelanggaran ringan kalau memang saat itu anak itu ditemukan melakukan pelanggaran, yang bertindak adalah guru yang bersangkutan yang menemukan pelanggaran tersebut, jadi langsung diselesaikan oleh guru tersebut. Kalau pelanggaran sedang biasanya ketika guru tersebut menemukan pelanggaran pada seorang anak langsung disampaikan kepada wali kelas, nah wali kelas bisa bekerjasama dengan BK. Kalau pelanggaran berat biasanya kita sampai mengadakan rapat kasus, dimana seluruh guru akan ikut berpartisipasi dan terlibat dalam kasus tersebut. Dari pimpinan, guru-guru semuanya ikut, jadi semua stake-holder disekolah akan terlibat untuk menangani kasus tersebut.”128 Berbagai macam bentuk pelanggaran tata tertib sudah ditetapkan sanksi dan poin yang akan diberikan kepada murid, begitu pula dengan sanksi, penanganan serta pencegahan bagi kasus bullying yang setiap tahunnya terjadi di SMA Al Azhar 2 ini. Segala bentuk upaya sekolah sudah dilaksanakan hingga sedikit demi sedikit kasus 127 128
Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016) Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016)
85
bullying yang diketahui di sekolah semakin berkurang. Hal tersebut serupa dengan pengakuan Bu Nia, beliau menuturkan bahwa perilaku bullying masih terjadi hingga saat ini, hanya saja kasus bullying beberapa tahun terakhir ini tidak sampai ke arah yang fatal, hingga dapat diidentifikasi dan dilakukan penanganan lebih cepat. “saat ini masih ada beberapa kasus bullying tapi bullyingnya Alhamdulillah sampai tahun ini mulai berkurang persentasenya. Kalau untuk bullying secara fisik itu Alhamdulillah sudah tidak ada lagi, tapi sekarang bullying nya itu lebih berupa bullying senioritas, dari kakak kelas terhadap adik kelas. Jadi biasanya sih bullying nya berbentuk pemalakan. Dimana kelas dua belas lebih berperan penting terhadap kelas sepuluh biasanya. Kalau kelas sebelas tidak berani dipegang-pegang. Jadi hanya antara kelas dua belas dan kelas sepuluh, tapi nanti saat kelas sebelas sudah naik kelas dua belas akan seperti itu lagi. Tapi memang Alhamdulillah kalau bullying bentuk fisik sudah tidak ada lagi, terakhir bullying bentuk fisik terjadi pada tahun 2011, semakin kesini paling hanya bullying senioritas seperti pemalakan seperti itu tetapi Alhamdulillah sekolah cepat tahu jadi penanganan nya lebih cepat, dan saat kami konsultasikan pada orangtua, para orang tua juga menyetujui dan mendukung dalam penanganan kasus seperti ini, jadi anak-anakpun lebih terbuka dan lebih tidak takut menceritakan apa yang terjadi pada diri mereka. Jadi lebih terbuka baik ke guru BK maupun ke wali kelas sehingga kasus bullying ini tidak terlalu sampai rumit gitu.. Alhamdulillah bisa langsung cepat teratasi.”129 Berbagai upaya penanganan kasus bullying terus diperbaiki dan telah dilaksanakan dengan baik oleh pihak sekolah. Seperti memberikan sanksi dari yang ringan sampai berat hingga perjanjian murid dikembalikan kepada orangtua bila murid melakukan tindakan bullying yang terus berulang dan termasuk kategori bullying dengan tingkat yang berat. Serupa dengan penuturan Bu Nia, menurut pengakuan beliau, pihak sekolah akan melakukan berbagai macam cara untuk penanganan kasus bullying yang terjadi. Namun, perilaku bullying yang sampai harus dikembalikan kepada orangtua belum pernah terjadi sampai saat ini. Karena sekolah 129
Wawancara Pribadi dengan Guru BK
86
akan mempertimbangkan kembali apakah sanksi yang diberikan akan mempengaruhi ujian akhir sekolah dan ujian nasional. Menurut penuturan Bu Nia, pelaku bullying biasanya dilakukan oleh senior kelas tiga yang akan mengikuti ujian-ujian untuk kelulusan. Menurut Bu Nia, berbagai macam cara untuk pencegahan kasus bullying di sekolah sudah dilaksanakan, seperti bimbingan atau layanan konseling yang diadakan di kelas sampai penyuluhan tentang bullying dan kekerasan disetiap tahunnya. Tidak hanya bentuk-bentuk penanganan bullying yang diberikan oleh sekolah, tetapi sekolah juga terus berupaya untuk mencegah perilaku bullying muncul setiap tahunnya dengan memberikan pembinaan, layanan bimbingan konseling, hingga pencegahan dalam bentuk edukasi atau penyuluhan tentang bullying dan kekerasan yang di adakan rutin setiap tahunnya. Hal tersebut serupa dengan penuturan Bu Nia. “upaya sekolah dalam menangani kasus bullying itu beragam misalnya upaya sekolah adalah setiap tahun pastinya kita tidak hanya dikelas sepuluh saja tetapi seluruh angkatan, seluruh murid kita berikan penyuluhan tentang bullying dan anti kekerasan. Kita akan mendatangkan orang-orang yang memang mumpuni dalam bidangnya, seperti kepolisian, dari psikolog, dimana kita tidak hanya menjelaskan dampak yang didapatkan korban bullying, tetapi pelaku nya pun akan mendapatkan sanksi yang berat dan juga mendapatkan dampak negatif. Serta korban pun akan mendapatkan trauma yang sulit dihilangkan. Kalau untuk upaya yang dilakukan sekolah biasanya kita seperti tadi, nyambung dengan kebijakan, jadi sekolah akan memberikan sanksi yang seberat-beratnya, gitu. Sampai anak itu malu melakukan bullying kembali. Contohnya, waktu itu ada beberapa anak yang melakukan bullying, senioritas dan ketahuan, sudah membuat surat perjanjian lalu anak itu akan disuruh minta maaf didepan seluruh masyarakat sekolah, guru-guru, kepala sekolah, serta di depan seluruh murid dari ketiga angkatan. Jadi disitu adik-adik kelas akan melihat bahwa bila melakukan bullying adalah suatu yang sangat memalukan juga karena harus meminta maaf didepan seluruh masyarakat
87
sekolah dan itu menjadi pukulan yang berat dan mudah-mudahan adikadiknya tidak mengikuti jejak yang sama.”130 Dengan begitu jelas Bu Nia menjelaskan tentang cara penanganan kasus sesuai dengan SOP yang telah ditentukan sekolah. Terlihat wajah cerah Bu Nia yang menunjukkan keramahan saat peneliti datang untuk mewawancarai beliau. Sikap terbuka yang Beliau berikan membuat sesi wawancara berjalan dengan lancar. 131 Beliau menjelaskan sanksi-sanksi apa yang diberikan bagi para pelaku bullying di sekolah, dari sanksi untuk kategori bullying yang ringan hingga pada kategori yang berat. “sanksi akan diberikan tergantung pada kategori pelanggaran yang dibuat. Bahkan ada pelaku bullying yang sampai dengan kategori yang poin nya 151, jadi langsung dikeluarkan atau langsung dirapatkan jadi tidak pakai surat perjanjian lagi. Tapi tergantung forum dari guru-guru juga jadi ada masukan-masukan dari guru demi kebaikan bersama jadi tidak gegabah untuk mengambil tindakan untuk memberikan sanksi bagi pelaku bullying tersebut.”132 “selama ini sih kalau untuk dikeluarkan kita belum ada ya jujur, karena memang biasanya anak–anak pelaku bullying adalah anak-anak yang dikelas dua belas, sehingga ketika kita keluarkan itu menjadi beban tersendiri atau dilemma juga buat sekolah karena sekolah sudah mendaftarkan anak-anak ini untuk mengikuti Ujian Nasional, gitu jadi sehingga kita mencari solusi yang tepat dan membuat anak ini supaya jera bagaimana, ketika terjun ke masyarakat tidak berbuat seperti itu lagi dan biasanya kita berikan sanksi berupa anak ini tidak boleh mengikuti KBM, try out dan tidak boleh mengikuti UTS dan UAS. Jadi anak ini hanya boleh mengikuti ujian sekolah saja, ujian-ujian yang memang sudah ditentukan oleh sekolah, Ujian Sekolah dan Ujian Nasional, gitu..”133 Perubahan perilaku dari dampak negatif yang korban bullying rasakan seperti rasa dendam yang terpendam juga di akui Bu Nia sebagai penyebab seseorang 130
Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016) Hasil observasi langsung dengan Guru BK, (Jakarta, 5 September 2016) 132 Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016) 133 Wawancara Pribadi dengan Guru BK 131
88
menjadi pelaku bullying. Pengalaman menjadi korban bullying akan membuat seorang anak membentuk ketahanan diri agar tidak kembali mengulang pengalaman pahit menjadi korban bullying. Menurut Bu Nia, banyak pelaku bullying di SMA Al Azhar 2 yang sebelumnya menjadi korban bullying dan ingin membalaskan dendam kepada adik-adik kelas selanjutnya. “ya itu.. biasanya, pelaku-pelaku bullying adalah mereka yang pernah menjadi korban, biasanya seperti itu. Sampai ada yang cerita ke Ibu bilang, „Bu saya kan juga dulu jadi korban kayak begini saya dulu begini ngga di tindak, ngga di bantu sama sekolah..‟ ya kita bilang salah sendiri kamu ngga laporin, kamu ngga cerita. Salah nya ya itu, kenapa si korban tidak jujur kepada sekolah sehingga kita bisa membantu menyelesaikan kasus tersebut, tenyata kan si korban jadi punya dendam, sebenarnya kita fleksibel ketika anak itu bercerita kita akan cepat menindak perilaku bullying seperti itu. Kita pihak sekolah tidak akan tahu bila kita tidak mendapatkan informasi dari wali kelas ataupun dari korban sendiri, atau dari orangtua, gitu.. jadi seluruh peran orangtua itu sangat penting, karena sekarang kan bullying itu sudah banyak yang tahu jadi kita tidak perlu takut untuk bercerita tentang hal-hal yang memang kita harus luruskan sehingga sekolah ini bisa bersih dari bullying atau setidaknya semakin kesini ya harus semakin berkurang”134 Sayangnya, masih banyak yang menganggap bahwa bullying adalah bagian dari perkembangan anak dan nantinya akan berhenti sendiri seiring waktu. Namun, nyatanya bullying dapat menyebabkan luka mental yang dalam pada korbannya seperti depresi dan kecanggungan sosial yang akan menghambat perkembangan mentalnya. Masalah bullying ini tidak hanya berpengaruh buruk pada korbannya saja, pem-bully juga beresiko terkena depresi mental serta menyebabkan ketidak mampuan mengikuti kegiatan sekolah dengan baik.
134
Wawancara Pribadi dengan Guru BK
89
MEKANISME PENANGANAN MURID BERMASALAH 1. Murid
bermasalah
di
bidang
akademik,
ditangani
oleh
guru
yang
bersangkutann, wali kelas (walas) dan bimbingan konseling. Jika masalah sangat berat/parah maka di referal ke tenaga ahli. 2. Murid bermasalah di bidang sikap/ perilaku: Bila berulang sampai 3x
RINGAN
Dilaporkan ke walas Berulang sampai 5x Ditangani walas dan BK Berulang >10x
Berulang sampai 7x
Di reveral ke tenaga ahli
Ditangani walas, BK, dan Tansek
Ditangani oleh guru yang bersangkutan dan kerjasama dgn walas
SEDANG
Jika berulang, ditangani oleh guru, walas, Tansek, dan BK
Jika berulang sampai 4x, dilakukan konferensi kasus Reveral ke tenaga ahli
BERAT
Ditangani oleh guru yang bersangkutan, wali kelas, BK dan Tansek jika diperlukan ditangani melalui konferensi kasus
90
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Gambaran Penyebab Tradisi Bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan dengan rumusan masalah yaitu penyebab terjadinya bullying di SMA Al Azhar dan peran sekolah dalam menangani kasus bullying. Dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk bullying dikategorikan menjadi bullying fisik, lisan dan psikologis. Bullying dapat berdampak negatif bagi korban, pelaku, pihak yang menyaksikan bullying, serta orangtua. Pelaku bullying merupakan siswa yang memiliki kekuatan baik fisik ataupun sosial yang lebih dibanding teman yang lain, memiliki tempramen tinggi dan rasa empati yang rendah. Karakteristik perilaku bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan sebagian besar hanya perilaku mengintimidasi seseorang yang berada dibawahnya, seperti perbedaan kelas, senioritas, status sosial, baik dalam bentuk cibiran, ejekan, tatapan intimidasi, dan jarang terjadi bullying yang sifatnya bully fisik. Pelaku bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten merupakan siswa yang merasa dirinya lebih dari orang lain, baik dari penampilan maupun lebih tinggi kelasnya, pelaku bullying merupakan mereka yang haus akan pengakuan dari lingkungannya, selain itu pelaku bullying biasanya adalah mereka yang pernah menjadi korban bullying dan ketika mereka menjadi senior, mereka akan melakukan hal yang sama pada juniornya.
91
Beberapa korban bullying sempat melakukan perlawanan terhadap pelaku, seperti menolak permintaan dan perintah senior, tidak mau memberikan uang saat diminta, ataupun mencoba melawan dengan cara memberontak. Namun hasilnya para korban semakin ditindas oleh para pelaku. Oleh karena itu, kebanyakan dari mereka tunduk kepada perintah pelaku dan tidak berani melapor pada guru. Sedangkan, siswa ataupun siswi yang menjadi korban merupakan mereka yang terlihat mencolok disekolah ataupun yang memiliki keterbatasan baik dari segi ekonomi maupun sosial yang cenderung pendiam di sekolahnya. Perilaku bullying berdampak buruk bagi korban pada aspek akademis dimana mereka menjadi enggan untuk datang ke sekolah dan kurang fokus di sekolah dalam mengikuti pelajaran. Pada aspek sosial dimana korban bully menjadi pribadi yang menyendiri. Untuk segi psikologis korban bullying menjadi pribadi yang mudah tersinggung, mudah marah, dan menyimpan rasa dendam sehingga terkadang korban memiliki hasrat untuk membalaskan dendam pada saat mereka menjadi senior. Selain itu penyebab perilaku bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan dapat disebabkan oleh keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter (keras) dan permisif, adanya permodelan yang negatif dari orangtua atau lingkungan rumah. Selain itu, lingkungan pergaulan pelaku bullying memiliki tingkat agresifitas tinggi serta konformitas dengan kelompok bermain yang berperilaku negatif. Tindakan yang dilakukan SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan untuk menangani dan mencegah perilaku bullying di lingkungan siswanya sudah cukup terprogram dengan baik. Seperti melakukan penyuluhan mengenai bahaya bullying dan kekerasan disekolah. Sekolah telah membentuk kerjasama antara guru bimbingan
92
dan konseling (BK), bidang ketahanan sekolah (TanSek), maupun dengan guru-guru dan staf sekolah untuk mencegah perilaku bullying sejak dini.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab terjadinya bullying dapat dilihat dari bebrbagai hal. Untuk itu, peneliti memberikan saran dengan harapan mampu memberikan informasi bagi seluruh Remaja, pihak sekolah maupun orangtua agar permasalahan bullying pada murid sekolah tidak terjadi lagi. Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Bagi para guru agar lebih meningkatkan pengelolaan kelas dan melakukan pendekatan secara individual terhadap siswa, sehingga dapat mendeteksi adanya kemungkinan-kemungkinan tindakan bullying dan membuat laporan untuk ditindaklanjuti. Selain itu para guru untuk bertindak lebih responsif ketika ada siswa yang di-bully serta memberikan bimbingan dan pengarahan kepada pelaku, korban, dan pihak yang terlibat. 2. Bagi guru bimbingan dan konseling (BK) dapat membuat laporan secara berkala tentang keadaan di sekolah serta memastikan tidak terdapat tindakan bullying. Jika terdapat perilaku bullying agar senantiasa sigap menindaklanjuti. 3. Bagi orangtua siswa agar lebih aktif mengikuti perkembangan perilaku anaknya di lingkungan sekolah, di lingkungan rumah maupun di lingkungan teman sebaya. Sebagai orangtua harus dapat memberikan perhatian lebih agar anak tidak merasa sendiri dan dengan menerapkan pola asuh demokratis yaitu mau mendengarkan suara anak dengan menerapkan aturan dalam keluarga yang
93
melibatkan anak dalam pembuatan aturan tersebut. Oleh karena itu, dengan terus adanya komunikasi yang baik dan menerapkan pola asuh demokratis dapat mendidik anak untuk berkembang menjadi anak yang disiplin dan mentaati aturan. 4. Sekolah membuat kebijakan untuk menyadarkan seluruh komponen sekolah bahwa bullying akan sangat mengganggu proses belajar mengajar. Oleh karena itu, pihak sekolah diharapkan sadar untuk membuat program secara berkala dalam mengurangi perilaku bullying dilingkungan sekolah. 5. Karena keterbatasan waktu yang peneliti miliki sehingga kurangnya hasil dari penelitian, maka peneliti berharap selanjutnya diadakan penelitian lanjut mengenai permasalahan bullying di sekolah dan mampu mengekpolorasi permasalahan-permasalahan yang di alami pelaku dan korban bullying serta penanganan dan peran pekerja sosial yang tepat dalam permasalahan bullying ini.
94
DAFTAR PUSTAKA BUKU Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010) Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak, (Jakarta: Grasindo, 2008) Beranda Agency, mengasuh dan mendidik buah hati tanpa kekerasan, (PT. Gramedia, Jakarta, 2015), h.2-5 Brank, E.M, Hoetger, Lori.A& Hazen, K.P, Bullying, Annual Review of Law Social Sciences, (2012) Burhan Bugin, Analisis Data dan Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-2 Gunarsa, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004) Jaenal Arifin, Theknik Penarikan Sample Dan Pengumpulan Data, (Jakarta, 2005) h.17 Kartono, Kartini, Patologi Sosial, (Jakarta: CV, Rajawali, 1997) Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) Cetakan Ke-18 edisi revisi, h. 330 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.131 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 194. M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 166. Nanang, M, Kekerasan Simbolik di Sekolah (Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu), PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 2012), h. 39 O‟Connell, J, Bullying at School (CaliforniaL Department of Education, 2003) Olweus, D, Bullying at School : Understanding children‟s worlds, (USA: Blackwell Publishing, 1993) Olweus, D, Bullying at School, What We Know and What We Can Do (Oxford: Blackwell, 1993) Pedoman Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN (Jakarta, UIN Jakarta Press: 2007)
95
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2009), Cet ke-5, h. 54 Santrock, John W. Life-Span Development, (New York: McGraw-Hill, 2002) Santrock, John W. Remaja jilid 2 ed.11 (Jakarta: Erlangga, 2007) Sarwono, S.W, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012) SEJIWA, Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak, (PT. Grasindo Jakarta, 2008) h. 2 Sejiwa.Bullying: Panduan Bagi Orang Tua dan Guru.Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan. (Jakarta: Grasindo, 2007) Sharps, S, & Smith, P.K, School Bullying : Insight and Perspective, (New York: Routledge, 2003) Soeharto Irawan, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h.63 Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, (Jakarta: Sagung Seto, 2004) Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012) Sugiono, Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D, h.3. Sullivan, dkk, Bullying in Secondary Schools: What is Looks Like and How to Manage it (Corwin Press, 2004) Sullivan, K, The Anti Bullying Handbook, (Oxford University Press, 2000) Tim Musyawarah Guru BK, Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan Menengah, (Jakarta, PT. Grasindo), h.88 W. Gulo, Metodelogi Kualitatif (Jakarta : Grafindo, 2000), h. 19. Wong, dkk,.Buku Ajar Keperawatan Pediatri Wong. Edisi 6, Volume 1,. (Jakarta: EGC, 2002)
MEDIA ONLINE http://www.kompasiana.com/taurahida/hampir-seluruh-siswa-di-indonesia-pernahdibully_562c8f3f527a614808ffd5fe. (2016, februari 15) http://www.sudahdong.com/bullying-siapa-yang-dirugikan/ (2016 Februari 15)