ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BULLYING DI KALANGAN PESERTA DIDIK (STUDI KASUS PADA SISWA SMPN 2 KOTA TANGERANG SELATAN) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh WINDY SARTIKA LESTARI NIM 1112015000077
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016
ABSTRAK Windy Sartika Lestari, 1112015000077, “Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik (Studi Kasus di SMPN 2 Kota Tangerang Selatan)”, Skripsi, Konsentrasi Sosiologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini meneliti tentang faktor keluarga, faktor teman sebaya, dan faktor media massa sebagai penyebab bullying di kalangan peserta didik SMPN 2 Kota Tangerang Selatan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana faktor keluarga, faktor teman sebaya, dan faktor media massa sehingga menyebabkan timbulnya perilaku bullying di kalangan peserta didik. Manfaat penelitian ini membantu sekolah dalam menanggulangi kasus bullying yang terjadi di kalangan peserta didik ditinjau dari faktor penyebabnya. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Peneliti mengambil data dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Informannya adalah peserta didik yang pernah menjadi pelaku dan korban bullying, Kepala Sekolah, guru Bimbingan Konseling, dan Wali Kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) faktor keluarga menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying di kalangan peserta didik, karena keluarga yang kurang harmonis, tidak utuh (orang tua meninggal atau bercerai), proses sosialisasi yang tidak sempurna dari keluarganya, komunikasi yang tidak lancar antara orang tua dan anak, serta pola asuh yang tidak adil. (2) faktor teman sebaya menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying di kalangan peserta didik, karena tingginya intensitas komunikasi antar teman sebaya yang memungkinkan peserta didik ini terhasut oleh teman-temannya yang berorientasi negatif, adanya faktor ingin diakui oleh anggota kelompok teman sebayanya, menjaga eksistensi kelompoknya di mata peserta didik lain. (3) faktor media massa menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying di kalangan peserta didik, karena adanya penyalahgunaan media sosial sebagai media untuk melakukan bully dalam bentuk non-verbal (teks). Kata kunci
: Analisis faktor-faktor, Bullying, Peserta didik
i
ABSTRACT Windy Sartika Lestari, 1112015000077, The Analysis of Bullying Causative Factors among Students (Case Study in SMPN 2 South Tangerang City) Thesis, Concentration of Educational Sociology Department of Social Studies, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. This study examines the family factors, peers factors, and the mass media factor as a cause of bullying among students of SMPN 2 South Tangerang City. The goal is to determine the extent of family factors, peers factors, and the mass media factors that cause bullying among students. The benefits of this research help in tackling school bullying cases that occur among students in terms of causes. The research method using qualitative methods, and the type of research is a case study. Researchers took the data by interviewing, observation and documentation. Informant is the students who had been a perpetrator and a victim of bullying, school principals, teachers Guidance Counseling, and the Guardian Class. The results showed that: (1) family factors underlying causes of bullying among students, because less harmonious family, is not intact (parent dies or divorces), the socialization process is not perfect from family, communication is not smooth between people parents and children, and parenting is not fair. (2) factors peer into the causes of bullying among students, because of the high intensity of communication between peers that enable learners are incited by his friends orientated negative, the factors to be recognized by members of the group peers, maintaining the existence of the group in the eyes of other learners. (3) the mass media factor is causing the bullying behavior among learners, for their abuse of social media as a medium to carry out the bully in the form of non-verbal (text). Key Words
: Analysis factors, Bullying, Students
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, aamiin. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul yang penulis ajukan adalah “Analisis Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Bullying di Kalangan Siswa (Studi Kasus pada SMPN 2 Kota Tangerang Selatan)” Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.
2.
Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd.
3.
Dosen pembimbing akademik, Ibu Dr. Ulfah Fajarini, M.Si atas bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan.
4.
Dosen pembimbing skripsi I, Bapak Dr. Muhammad Arif, M. Pd yang sudah luar biasa sabar dalam memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berguna dalam menyelesaikan penelitian ini.
5.
Dosen pembimbing skripsi II, Ibu Tri Harjawati, M.Si yang sangat sabar dalam memberikan dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
iii
6.
Seluruh dosen dan staf FITK yang sangat luar biasa, semoga ilmu-ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat bagi penulis.
7.
Kepala SMPN 2 Kota Tangerang Selatan, Bapak H. Maryono, S.E., M.Pd., yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
8.
Pembina OSIS SMPN 2 Kota Tangerang Selatan, Bapak Suwarno, S.Pd yang telah bersedia untuk menjadi informan wawancara
9.
Guru BK SMPN 2 Kota Tangerang Selatan, Bapak Rasyid Ridha, S.Psi, dan Ibu Dra. Tuti Sutiarsih yang telah berkenan menjadi informan dalam penelitian ini
10. Adik-adik SMPN 2 Kota Tangerang Selatan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 11. Orang tua penulis, Bapak Asmawih dan Ibu Sarkiyah atas jasa-jasanya, kesabaran, serta do’a yang tidak pernah lelah mendidik dan memberi cinta yang tulus dan ikhlas kepada penulis semenjak kecil hingga saat ini. 12. Nando Alfian, Irma Damayanti, dan Muhammad Ridho Alkhafi yang selalu mewarnai hari-hari penulis di rumah dengan keceriaan dan kebahagiaan. 13. Keluarga Mercon: Dekcut Hafidhah Nurkarimah, Anna Nuryuliani, Nur Aini, Nurlela, Via Oktaviani, Lusy Alfiah, Inayati Ma’rifah, dan Rahmawati Wulandari yang selalu mewarnai hari-hari penulis selama di kampus dengan kebahagiaan yang tiada terkira. 14. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan IPS angkatan 2012 dan khusunya teman-teman SOSIOLOGI - ANTROPOLOGI 2012. 15. Kawan-kawan dan adik-adik di HMJ Pendidikan IPS yang telah membekali penulis tentang bagaimana berorganisasi yang baik. 16. Kakak-kakak, adik-adik, dan kawan-kawan POSTAR. Terimakasih atas segala bekal yang pernah diberikan kepada penulis. 17. Teman-teman PPKT: Dede Tiara Rachmawaty, S.Pd, Annisa Muthmainah, Ilena Amalia Luthfi, Anggit Permatasari, Chitra Nur Imaniar, Mei Lannihari iv
yang sama-sama berproses menjadi guru yang baik dalam nanungan SMPN 2 Kota Tangerang Selatan 18. Kiki Wulandari dan Eka Fitri yang senantiasa dengan setia selalu mendengar keluh kesah penulis dari tujuh tahun lalu hingga kini dan selamanya. 19. Risna Wati, Ade Ramona, dan Tria Noviani yang selalu memberi semangat kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini. 20. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya, mudah-mudahan dapat bermanfaat khusunya bagi penulis umumnya bagi kita semua. Jakarta, 21 November 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ABSTRAK ............................................................................................................. i ABSTRACT .......................................................................................................... ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM ............................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................... 5 C. Batasan Masalah......................................................................... 5 D. Rumusan Masalah ...................................................................... 6 E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6 F. Manfaat Penelitian ..................................................................... 6
BAB II
KAJIAN TEORI................................................................................ 8 A. Hakikat Bullying ........................................................................ 8 1.
Pengertian Bullying............................................................. 8
2.
Bentuk-bentuk Bullying ..................................................... 10
3.
Ciri-ciri Perilaku Bullying ................................................. 12
4.
Faktor-faktor Bullying ....................................................... 14
B. Hakikat Peserta Didik ............................................................... 17 1.
Pengertian Peserta Didik .................................................... 17
vi
2.
Karakteristik Peserta Didik ................................................ 21
3.
Fenomena Bullying di Kalangan Peserta Didik ................. 23
C. Penelitian Relevan ..................................................................... 25 D. Kerangka Berpikir ..................................................................... 34 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 37 A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 37 B. Latar Penelitian ......................................................................... 38 C. Metode Penelitian...................................................................... 38 D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .......................... 39 1.
Data dan Sumber Data ....................................................... 39
2.
Teknik dan Instrumen Penelitian ....................................... 41 a.
Observasi..................................................................... 41
b.
Wawancara .................................................................. 42
c.
Studi Dokumentasi ...................................................... 45
E. Pemeriksaan Keabsahan Data ................................................... 46 F. Analisis Data ............................................................................. 49 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 53 A. Gambaran Umum SMPN 2 Kota Tangerang Selatan ............... 53 B. Hasil Penelitian ......................................................................... 59 1.
Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying ..................... 61
2.
Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying ............ 64
3.
Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying .............. 68
C. Pembahasan ............................................................................... 72 1.
Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying ..................... 72
2.
Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying ............ 76
3.
Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying .............. 79
D. Keterbatasan Penelitian ............................................................. 83
vii
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 84 B. Implikasi .................................................................................... 85 C. Saran .......................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xii
LAMPIRAN-LAMPIRAN BIODATA PENULIS
viii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Penelitian Relevan .............................................................................. 30 Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan .................................................................. 32 Tabel 3.1 Alokasi Waktu Penelitian ................................................................... 36 Tabel 3.2 Data dan Sumber Data........................................................................ 39 Tabel 3.3 Daftar Kegiatan Observasi ................................................................. 40 Tabel 3.4 Instrumen Wawancara ........................................................................ 42 Tabel 3.5 Studi Dokumen................................................................................... 45 Tabel 4.1 Guru dan Tenaga Kependidikan SMPN 2 Kota Tangerang Selatan .............................................................................. 54 Tabel 4.2 Data Siswa SMPN 2 Kota Tangerang Selatan ................................... 54 Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana SMPN 2 Kota Tangerang Selatan ................... 55 Tabel 4.4 Kegiatan Ekstrakulikuler SMPN 2 Kota Tangerang Selatan ............. 55 Tabel 4.5 Poin Pelanggaran Tata Tertib Peserta Didik SMPN 2 Kota Tangerang Selatan ..................................................................... 56 Tabel 4.6 Hasil Kegiatan Observasi ................................................................... 59
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1
Kerangka Berpikir ......................................................................... 35
Gambar 3.1
Analisis Data Model Interaktif Miles dan Huberman ................... 51
x
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 2
Surat Izin Penelitian
Lampiran 3
Surat Keterangan Telah melakukan Penelitian
Lampiran 4
Lembar Observasi
Lampiran 5
Surat Pernyataan Kesediaan menjadi Informan
Lampiran 6
Transkip Wawancara Guru
Lampiran 7
Transkip Wawancara Peserta Didik sebagai Pelaku atau Korban
Lampiran 8
Laporan Kasus Individu Peserta Didik
Lampiran 9
Buku Panduan Peserta Didik
Lampiran 10
Foto-foto Dokumentasi
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan merupakan suatu hal yang paling banyak ditakuti oleh manusia. Baik kekerasan langsung maupun tidak langsung, baik kekerasan verbal maupun non verbal. Kekerasan bisa terjadi dimana saja. Di rumah, di lingkungan kerja, bahkan di sekolah sekalipun. Menurut Bourdieu, kekerasan berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut berarti kekerasan merupakan pangkal atau hasil sebuah praktik kekuasaan.1 Bentuk kekerasan yang paling sering terjadi di sekolah adalah bullying. Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti “penggencetan”, “pemalakan”, “pengucilan”, “intimidasi”, dan lain-lain.2 Menurut penelitian yang dilakukan untuk pemerintah pada 2009, hampir separuh anak-anak di Inggris (46 persen) berkata mereka pernah di-bully.3 Bullying tidak memilih umur atau jenis kelamin korban. Biasanya yang menjadi korban pada umumnya adalah anak yang lemah, pemalu, pendiam, dan special (cacat, tertutup, pandai, cantik, atau punya ciri tubuh tertentu), yang dapat menjadi bahan ejekan.4 Di Indonesia sendiri, kasus bullying di sekolah sudah merajalela. Baik di tingkat sekolah dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Menurut KPAI, saat ini kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari 2011 hingga Agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut. 1
Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah; Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h.39 2 Dina Amalia, “Hubungan Persepsi tentang Bullying dengan Intensi Melakukan Bullying Siswa SMAN 82 Jakarta”, Skripsi pada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010, h. 1, tidak dipublikasikan. 3 Nicola Morgan, Panduan Mengatasi Stres bagi Remaja, Terj. dari The Teenage Guide of STRESS oleh Dewi Wulansari, (Jakarta: Penerbit Gemilang, 2014) Cet. I, h.137 4 Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak (Jakarta: UI Press, 2008) h. 1
1
2
Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar.5 Sekolah merupakan salah satu institusi pendidikan formal yang seharusnya mampu memberikan tempat yang aman untuk anak-anak belajar seperti yang tercantum dalam pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak bahwa: “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau temantemannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.”6 Namun, beberapa tahun belakangan ini semakin banyak bullying yang dilakukan di sekolah. Hal ini dapat dilakukan oleh siapa saja, misalnya teman sekelas atau kakak kelas kepada adik kelas. Sebuah riset yang dilakukan oleh LSM Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW) yang dirilis awal bulan Maret 2015 lalu menunjukkan terdapat 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi dari tren di kawasan Asia yakni 70%.7 Data lain lagi menyebutkan bahwa jumlah anak sebagai pelaku bullying di sekolah mengalami kenaikan dari 67 kasus pada 2014 menjadi 79 kasus di 2015.8 Indonesia adalah negara dengan tingkat bullying terbesar kedua setelah Jepang. Sementara negara Amerika Serikat berada diurutan ketiga. Seorang psikolog dari komunitas Putik Psychology Centre, Iban
5
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (2014), KPAI : Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter, diakses pada tanggal 23 Juni 2016 dari http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter/ 6 Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 7 Edupost (2015) Riset ICRW: 84 persen Anak Indonesia Alami Kekerasan di Sekolah, diakses pada tanggal 07 September 2015 dari http: edupost.id/berita-pendidikan/riset-icrw-84-persen-anakindonesia-alami-kekerasan-di-sekolah 8 Qommarria Rostanti (2015), KPAI: Kasus Bullying di Sekolah Meningkat Selama 2015, diakses pada tanggal 23 Juni 2016 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/12/30/o067zt280kpai-kasus-bullying-di-sekolah-meningkat-selama-2015
3
Salda Safwan, mengatakan bahwa dari data survey itu diketahui bahwa ada 3,5 juta siswa di Indonesia menjadi korban bullying setiap tahunnya.9 Tindakan kekerasan sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari dalam ruang lingkup masyarakat, keluarga, maupun sekolah. Sekolah sebagai persemaian perilaku berbudi telah dinodai oleh berbagai perilaku kekerasan hingga menimbulkan korban jiwa. Belum lama ini terjadi sebuah aksi bullying yang terjadi di SMAN 3 Jakarta. Aksi ini menimpa seorang siswi kelas X berinisial A (15 tahun) yang mendapatkan perlakuan bullying dari empat seniornya kelas XII. Kejadiannya bermula saat korban pergi ke sebuah acara ulang tahun temannya di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan. Namun, pada saat itulah korban sedang diantar oleh orang tuanya. Peristiwa ini dilihat oleh para senior mereka yang ikut diundang dalam acara ulang tahun tersebut. Kejadian ini berlanjut pada hari Kamis, 28 April 2016 sore seusai pulang sekolah, korban mendapatkan aksi bullying dari empat seniornya. Korban dibawa ke luar sekolah dan mendapatkan berbagai intimidasi seperti dimarahi, dimaki-maki, sampai disiram dengan air the dalam botol.10 Menurut Kepala SMAN 3 Jakarta, Ratna Budiarti, bullying atau perundungan yang dilakukan sejumlah siswi kelas XII terhadap siswi kelas X karena para pelaku ingin memberikan teguran kepada para junior mereka yang dipergoki pergi ke sebuah kafe pada Sabtu (23/4/2016) malam. Pelaku menilai korban belum pantas pergi ke kafe yang ber-DJ.11 Ini hanya segelintir kasus bullying antar siswa di sekolah. Dalam menyelesaikan suatu konflik atau permasalahan selalu disertai dengan tindak kekerasan. Intimidasi, penganiayaan 9
Zul Indra (2015), Indonesia Ranking Kedua Bullying Sedunia, diakses pada tanggal 23 Juni 2016 dari http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/04/28/indonesia-ranking-kedua-bullying-sedunia 10 Bayu Septianto (2016), Aksi Bullying Terjadi di SMAN 3 Jakarta, diakses pada tanggal 19 Juli 2016 dari https://news.okezone.com/read/2016/05/03/338/1378936/aksi-bullying-terjadi-di-sman-3jakarta 11 Nursita Sari (2016), Pergi ke Kafe, Alasan Siswi Lakukan Bullying di SMAN 3, diakses pada tanggal 19 Juli 2016 dari https://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/03/14464891/Pergi.ke.Kafe.Alasan.Siswi.Lakukan.Bull ying.di.SMAN.3
4
dan kekerasan lainnya adalah tindakan agresi. Bullying adalah bagian dari tindakan agresi yang dilakukan berulangkali oleh seseorang yang lebih kuat terhadap orang yang lebih lemah baik secara fisik maupun psikis. Bullying tersebut sama sekali tidak dibenarkan meskipun terdapat beberapa alasan tertentu yang melatarbelakanginya. Perilaku kekerasan siswa sebagai bentuk khas perilaku agresi menjadi isu yang serius, seperti tawuran siswa, perselisihan antar pribadi, pelecehan terhadap guru maupun orang tua siswa.12 Perilaku kekerasan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mencakup kekerasan verbal, psikologis, dan simbolis atau kombinasi dari semua aspek tersebut.13 Bullying antar siswa yang semakin marak terjadi di sekolah telah menunjukkan tingkat yang memprihatinkan. Tingkat emosional siswa yang masih labil, memungkinkan perilaku bullying ini sering terjadi di kalangan para siswa. Salah satu bentuk emosi yang diidentifikasikan oleh Daniel Goleman (1995) adalah amarah. Amarah di dalamnya meliputi brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis. 14 Bullying juga terjadi karena adanya kesenjangan kelas yang sangat kentara. Menurut Bourdieu, bahwa selera gaya hidup serta konsepsi yang dimiliki setiap kelas mengenai dirinya, terutama dalam masalah peran sosial yang dimainkannya.15 Perbedaan kelas ini yang bisa memicu terjadinya bullying antar siswa, karena adanya perbedaan kepentingan serta gaya hidup yang berbeda pula. Demi mendapatkan informasi yang lebih pasti, peneliti melakukan wawancara studi pendahuluan di SMPN 2 Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil wawancara studi pendahuluan tersebut, diketahui bahwa di sekolah tersebut 12
Syamsul Bachri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. (Jakarta: Kencana, 2010), h.191 13 Ibid, h.191 14 Mohammad Ali, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), h.63 15 Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah. (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h.34
5
pernah terjadi bullying antar siswa. Bentuk bullying yang terjadi adalah pemalakan yang dilakukan oleh junior kelas VII kepada kelas VIII atas suruhan kelas IX dan alumni.16 Akan tetapi, belum diketahui secara pasti apa yang menjadi faktor penyebab sehingga terjadinya bullying tersebut dan hal ini diperkuat pula dengan belum adanya penelitian yang secara khusus meneliti tentang analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta didik. Untuk mengetahui lebih lanjut apa yang menjadi latar belakang terjadinya bullying di sekolah, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul tentang “Analisis Faktor-Faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik (Studi Kasus Pada SMPN 2 Kota Tangerang Selatan)” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1.
Bullying menjadi peringkat teratas pengaduan masyarakat.
2.
Angka kasus bullying semakin meningkat dari tahun ke tahun.
3.
Kasus bullying banyak dilakukan oleh para siswa. Biasanya terjadi dari senior ke juniornya.
4.
Belum maksimalnya peran sekolah dalam menanggulangi masalah bullying.
5.
Belum diketahui secara pasti penelitian yang fokus pada analisis faktorfaktor penyebab bullying di sekolah.
C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, untuk memperoleh fokus penelitian ini maka akan dibatasi pada masalah: belum banyaknya penelitian yang fokus pada analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan siswa.
16
Hasil wawancara dengan Wakasek Bid. Humas SMPN 2 Kota Tangerang Selatan, Bapak A, pada tanggal 26 Juli 2016
6
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta didik? Untuk memperoleh data yang rinci dan lengkap guna menjawab pertanyaan diatas, pada kesempatan ini dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah faktor keluarga dapat menyebabkan timbulnya perilaku bullying pada peserta didik?
2.
Bagaimanakah faktor teman sebaya dapat menyebabkan timbulnya perilaku bullying pada peserta didik?
3.
Bagaimanakah faktor media massa dapat menyebabkan timbulnya perilaku bullying pada peserta didik?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan siswa. Sedangkan, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Untuk menganalisis faktor keluarga sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying yang terjadi pada peserta didik.
2.
Untuk menganalisis faktor teman sebaya sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying yang terjadi pada peserta didik.
3.
Untuk menganalisis faktor media massa sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying yang terjadi pada peserta didik.
F. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan atau panduan dalam penelitian selanjutnya khususnya terkait analisis faktor-
7
faktor penyebab bullying di kalangan siswa di sekolah, baik sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi. 2.
Manfaat Praktis a.
Bagi Sekolah Untuk dijadikan pedoman dalam menanggulangi masalah bullying yang dilakukan antar siswa yang terjadi di sekolah.
b.
Bagi Masyarakat Agar dapat membantu masyarakat dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya bullying yang dilakukan antara siswa.
c.
Bagi Orangtua Sebagai acuan bagi orangtua bagaimana cara menghindari anaknya agar tidak mengalami atau melakukan bullying
d.
Bagi Siswa Sebagai pengetahuan agar siswa tidak melakukan atau mengalami bullying yang dilakukan di sekolah
BAB II KAJIAN TEORI
A. Hakikat Bullying 1.
Pengertian Bullying Bullying berasal dari kata Bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya “ancaman” yang dilakukan seseorang terhadap orang lain yang menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya berupa stress yang muncul dalam bentuk gangguan fisik atau psikis, atau keduanya. Bullying dapat didefinisikan sebagai perilaku verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk mengganggu seseorang yang lebih lemah.1 Menurut Ken Rigby, bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti orang lain. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan senang.2 Definisi bullying sendiri, menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak adalah kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang
yang tidak mampu
mempertahankan diri.3 Dapat dikatakan pula bullying adalah tindakan yang dilakukan seseorang secara sengaja membuat orang lain takut atau terancam sehingga menyebabkan korban merasa takut, terancam, atau setidak-tidaknya tidak bahagia.4
1
John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Penerbit Erlangga: 2007), Ed. 7, h.213 Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak (Jakarta: UI Press, 2008) h. 3 3 Fitria Chakrawati, Bullying, Siapa Takut?, (Solo: Tiga Ananda, 2015) Cet. 1, h.11 4 Fitrian Saifullah, Hubungan Antara Konsep Diri dengan Bullying pada Siwa-siswi SMP (SMP Negeri 16 Samarinda), eJournal Psikologi, 2016, h. 204 2
8
9
Bullying termasuk dalam perilaku menyimpang. Menurut James W. Van Der Zanden perilaku menyimpang pada masyarakat dapat disebabkan beberapa faktor. Pertama, kelonggaran aturan dan norma yang berlaku di wilayah tersebut. Kedua, sosialisasi yang kurang sempurna sehingga sosialisasi
yang
terjadi
cenderung
kepada
subkebudayaan
yang
menyimpang.5 Bullying termasuk ke dalam kekerasan yang bersifat psikologis, karena secara tidak langsung bullying mempengaruhi mental orang yang di bully. Bullying merupakan aktivitas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan terror yang didasari oleh ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencenderai, ancaman agresi lebih lanjut, teror, yang dapat terjadi jika penindasan meningkat tanpa henti.6 Bullying dikategorikan sebagai perilaku antisosial atau misconduct behavior dengan menyalahgunakan kekuatannya kepada korban yang lemah, secara individu ataupun kelompok, dan biasanya terjadi berulang kali. Bullying dikatakan sebagai salah satu bentuk delinkuensi (kenalakan anak), karena perilaku tersebut melanggar norma masyarakat, dan dapat dikenai hukuman oleh lembaga hukum.7 Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bullying adalah perilaku menyimpang yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang lebih kuat terhadap orang yang lemah dengan tujuan untuk mengancam, menakuti, atau membuat korbannya tidak bahagia.
5
Jokie MS. Siahaan, Sosiologi Perilaku Menyimpang, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010) Cet. 1; Ed.2, h. 6.3 6 Nissa Adila, Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Krimonologi Vol.5 no.1, 2009, h. 58 7 Ibid, h.57
10
2.
Bentuk-bentuk Bullying Bullying merupakan perilaku yang disengaja untuk menyakiti atau melukai korbannya baik secara jasmani dan rohani. Menurut Sullivan (2000), menggolongkan dua bentuk bullying sebagai berikut: a.
Fisik. Contohnya adalah menggigit, menarik rambut, memukul, menendang, dan mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengitari, memelintir, menonjok, mendorong, mencakar, meludahi, dan merusak kepemilikan korban, penggunaan senjata tajam dan perbuatan kriminal.
b.
Non-Fisik. Dalam non-fisik terbagi lagi menjadi verbal dan nonverbal 1) Verbal. Contohnya adalah panggilan telepon yang meledek, pemalakan, pemerasan, mengancam, menghasut, berkata jorok, berkata menekan, dan menyebarluaskan kejelekan korban 2) Non-verbal, terbagi lagi menjadi langsung dan tidak langsung a) Tidak
langsung,
contohnya
manipulasi
pertemanan,
mengasingkan, tidak mengikutsertakan, mengirim pesan menghasut, dan curang b) Langsung, contohnya melalui gerakan tangan, kaki, atau anggota badan lainnya dengan cara kasar, menatap dengan tajam, menggeram, hentakan mengancam, atau menakuti.8 Menurut Yayasan Sejiwa (seperti dikutip dari Muhammad), bentukbentuk bullying dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: a.
Bullying fisik, meliputi tindakan: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, serta menghukum dengan berlari keliling lapangan atau push up.
8
Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak (Jakarta: UI Press, 2008) h. 22
11
b.
Bullying
verbal,
terdeteksi
karena
tertangkap
oleh
indera
pendengaran, seperti memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, memalukan di depan umum, menuduh, menyebar gossip dan menyebar fitnah. c.
Bullying mental atau psikologis, merupakan jenis bullying paling berbahaya karena bullying bentuk ini langsung menyerang mental atau psikologis korban, tidak tertangkap mata atau pendengaran, seperti memandang sinis, meneror lewat pesan atau sms, mempermalukan, dan mencibir.9
Sementara itu, menurut Bauman (seperti dikutip dari Fitrian Saifullah), tipe-tipe bullying adalah sebagai berikut: a.
Overt Bullying atau intimidasi terbuka yang meliputi bullying secara fisik dan secara verbal, misalnya dengan mendorong sampai jatuh, mendorong dengan kasar, mengancam dan mengejek dengan tujuan untuk menyakiti.
b.
Indirect Bullying atau intimidasi tidak langsung yang meliputi agresi relasional, dimana pelaku bermaksud untuk menghancurkan hubungan yang dimiliki oleh korban dengan orang lain, termasuk upaya pengucilan, menyebarkan gossip dan meminta pujian atas perbuatan tertentu dalam kompetensi persahabatan
c.
Cyberbullying
atau
intimidasi
dunia
maya.
Cyberbullying
melibatkan penggunaan e-mail, telepon atau peger, sms, website pribadi,
atau
media
sosial
untuk
menghancurkan
reputasi
seseorang.10
9
Muhammad, Aspek Perlindungan Anak dalam Tindak Kekerasan (Bullying) terhadap Korban Kekerasan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Kabupaten Banyumas, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3, 2009, h.232 10 Fitrian Saifullah, Hubungan Antara Konsep Diri dengan Bullying pada Siwa-siswi SMP (SMP Negeri 16 Samarinda), eJournal Psikologi, 2016, h.205
12
Sementara itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hertinjung tahun 2009, mengemukakan bahwa bentuk-bentuk bullying dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang pelaku dan sudut pandang korban. a.
Bentuk bullying dari sudut pandang pelaku, yang paling sering dilakukan adalah bullying verbal, sebesar 43%. Bentuk berikutnya adalah bullying relasional sebesar 30% dan bullying fisik 27%
b.
Bentuk bullying dari sudut pandang korban diketahui bahwa bentuk-bentuk bullying yang biasa dialami oleh korban adalah verbal 43%, fisik 34%, dan selanjutnya bullying relasional 23%. Dalam bentuk bullying relasional paling sering berupa pengucilan atau fitnah11
3.
Ciri-ciri Perilaku Bullying Menurut Parillo (2008) pelaku bullying memiliki ciri-ciri
“the
psychological profile of bullies a suggest that they suffer from low selfesteem and a poor self-image”. Pelaku bullying memiliki harga diri yang rendah serta citra diri yang buruk. Selanjutnya Parillo juga mengatakan bahwa “… in comparison to their peers, bullies posses a value system that supports the use of aggression to resolve problems and achieve goals.”
12
pelaku bullying telah memiliki peran dan pengaruh penting di kalangan teman-temannya di sekolah. Biasanya ia telah mempunyai sistem sendiri untuk menyelesaikan masalahnya di sekolah. Dapat dikatakan juga bahwa secara fisik para pelaku bullying tidak hanya didominasi oleh anak yang berbadan besar dan kuat, anak bertubuh kecil maupun sedang yang memiliki dominasi yang besar secara psikologis di kalangan teman-temannya juga dapat menjadi pelaku bullying. Alasan utama mengapa seseorang menjadi 11
Wisnu Sri Hertinjung, Bentuk-bentuk Perilaku Bullying di Sekolah Dasar, Prosiding Seminar Nasional Parenting, 2013, h. 453-454 12 Vincent N. Parillo, Encyclopedia of Social Problems, (New York: Sage Publication, Inc., 2008) h. 98
13
pelaku bullying adalah karena para pelaku bullying merasakan kepuasan tersendiri apabila ia “berkuasa” di kalangan teman sebayanya.13 Parillo (2008) juga menyebutkan ciri-ciri korban bullying seperti “victims are typically shy, socially awkward, low in self-esteem, and lacking in selfconfidence. Furthermore, these characteristic reduse the victims’ social resources and limit the number of friends they have.”
korban bullying
biasanya pemalu, canggung, rendah harga diri, dan kurang percaya diri. Akibatnya, mereka sulit bersosialisasi dan tidak mempunyai banyak teman. Selanjutnya Parillo juga menyebutkan “…they are also less likely to report the behavior to an authority figure.”14 Kemungkinan para korban juga tidak berani untuk melapor atas kejadian yang mereka alami. Rigby (sepeti dikutip dari Andi Halimah, dkk) mengemukakan bahwa anak yang menjadi korban bullying akan merasa terganggung secara psikologis dan sering mengeluh sakit di bagian tertentu seperti kepala, lutut, kaki, atau bahu.15 Ciri pelaku bullying antara lain: a. Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah b. Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah dan sekitarnya c. Seorang yang populer di sekolah d. Gerak-geriknya seringkali dapat ditandai: sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, menyepelekan atau melecehkan Ciri korban bullying antara lain: a. Pemalu, pendiam, penyendiri b. Bodoh atau dungu c. Mendadak menjadi penyendiri atau pendiam d. Sering tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak jelas 13
Andi Halimah, dkk., Persepsi pada Bystander terhadap Intensitas Bullying pada Siswa SMP, Jurnal Psikologi Vol.42 No.2, 2015, h.131 14 Op.cit, Vincent N. Parillo, h. 99 15 Andi Halimah, Persepsi pada Bystander terhadap Intensitas Bullying pada Siswa SMP, h. 131
14
e. Berperilaku aneh atau tidak biasa (marah tanpa sebab, mencoret-coret, dan lain-lain)16 4.
Faktor-faktor Bullying Menurut Andrew Mellor, Ratna Djuwita, dan Komarudin Hidayat dalam seminar “Bullying: Masalah Tersembunyi dalam Dunia Pendidikan di Indonesia” di Jakarta tahun 2009, mengatakan bullying terjadi akibat faktor lingkungan keluarga, sekolah, media massa, budaya dan peer group. Bullying juga muncul oleh adanya pengaruh situasi politik dan ekonomi yang koruptif.17 a. Keluarga Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap orang tua yang terlalu berlebihan dalam melindungi anaknya, membuat mereka rentan terkena bullying.18 Pola hidup orang tua yang berantakan, terjadinya perceraian orang tua, orang tua yang tidak stabil perasaan dan pikirannya, orang tua yang saling mencaci maki, menghina, bertengkar dihadapan anak-anaknya, bermusuhan dan tidak pernah akur, memicu terjadinya depresi dan stress bagi anak. Seorang remaja yang tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pola komunikasi negatif seperti sarcasm (sindirian tajam) akan cenderung meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya.19 Bentuk komunikasi negatif seperti ini terbawa dalam pergaulannya sehari-hari, akibatnya remaja akan dengan mudahnya bekata sindiran yang tajam disertai dengan kata-kata kotor dan kasar. Hal ini yang dapat memicu anak
16
Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak, h. 55 Ibid, h. 50 18 Masdin, Fenomena Bullying dalam Pendidikan, Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2, 2013, h. 79 19 Irvan Usman, Kepribadian, Komunikasi, Kelompok Teman Sebaya, Iklim Sekolah dan Perilaku Bullying, Humanitas Vol. X No. 1, 2013, h. 51 17
15
menjadi pribadi yang terbelah dan berperilaku bully, sebab anak dan remaja tersebut terbiasa berada di lingkungan keluarga yang kasar. b. Sekolah Pada dasarnya sekolah menjadi tempat untuk menumbuhkan akhlak terpuji dan berbudi pekerti yang baik. Namun, sekolah bisa menjadi tempat yang berbahaya pula karena sekolah tempat berkumpulnya para peserta didik dari berbagai macam karakter. Seperti yang kita ketahui bersama, biasanya bullying antar peserta didik terjadi di sekolah, baik itu di dalam maupun di luar sekolah. Hal ini dapat terjadi secara turun menurun karena beberapa alasan. Menurut Setiawati (seperti dikutip dari Usman), kecenderungan pihak sekolah yang sering mengabaikan keberadaan bullying menjadikan siswa yang menjadi pelaku bullying semakin mendapatkan penguatan terhadap perilaku tersebut.20 Selain itu, bullying dapat terjadi di sekolah jika pengawasan dan bimbingan etika dari para guru rendah, sekolah dengan kedisiplinan yang sangat kaku, bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.21 Dalam penelitian oleh Adair, 79% kasus bullying di sekolah tidak dilaporkan ke guru atau orang tua.22 Siswa cenderung untuk menutup-nutupi hal ini dan menyelesaikannya dengan teman sepermainannya di sekolah untuk mencerminkan kemandirian. c. Media Massa Saripah mengutip sebuah survey yang dilakukan Kompas (seperti yang dikutip dari Masdin) yang memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya, umunya mereka
20
Ibid, h.52 Levianti, Konformitas dan Bullying pada Siswa, Jurnal Psikologi Vol. 6 No. 1, 2008, h. 6 22 Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak, h. 8 21
16
meniru gerakannya (64%) dan kata-katanya (43%).23 Di Indonesia sendiri pernah terjadi kasus bullying yang disebabkan oleh tayangan sinetron televisi yang mengangkat kisah tentang kebrutalan, kekerasan dan perkelahian yang secara tidak langsung memberikan dampak buruk bagi masyarakat terutama remaja dan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah.24 Hal ini dapat menciptakan perilaku anak yang keras dan kasar yang selanjutnya memicu terjadi bullying yang dilakukan oleh anak-anak terhadap teman-temannya di sekolah. d. Budaya Budaya dan lingkungan sosial dapat menyebabkan timbulnya perilaku bullying. Faktor kriminal budaya menjadi salah satu penyebab munculnya perilaku bullying.25 Suasana politik yang kacau, perekonomian yang tidak menentu, prasangka dan diskriminasi, konflik dalam masyarakat, dan ethnosentrime26, hal ini dapat mendorong anak-anak dan remaja menjadi seorang yang depresi, stress, arogan dan kasar. e. Peer group atau teman sebaya Menurut Benites dan Justicia tahun 2006 (seperti dikutip dari Usman), kelompok teman sebaya (genk) yang memiliki masalah di sekolah akan memberikan dampak yang buruk bagi teman-teman lainnya seperti berperilaku dan berkata kasar terhadap guru atau sesama teman dan membolos.27 Kemudian, menurut penelitian Dara, dkk., berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, ditemukan fakta bahwa kelompok teman sebaya menjadi salah satu 23
Masdin, Fenomena Bullying dalam Pendidikan, h.80 Levianti, Konformitas dan Bullying pada Siswa, h. 6 25 Masdin, Fenomena Bullying dalam Pendidikan, h. 80 26 Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) Cet. 5, h.270 27 Irvan Usman, Kepribadian, Komunikasi, Kelompok Teman Sebaya, Iklim Sekolah dan Perilaku Bullying, h. 51 24
17
faktor penyebab terjadinya perilaku bullying.28 Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah, kadang kala terdorong utnuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying hanya untuk membuktikan kepada teman sebayanya agar diterima dalam kelompok tersebut, walaupun sebenarnya mereka tidak nyaman melakukan hal tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Simbolon, faktor penyebab bullying yang terjadi pada mahasiswa berasrama karena perbedaan etnis, resistensi terhadap tekanan kelompok, perbedaan keadaan fisik, masuk di sekolah yang baru, orientasi seksual serta latar belakang sosial ekonomi.29 Ada anggapan pula, bullying atau kekerasan di sekolah banyak disebabkan oleh: a.
Lingkungan sekolah yang kurang baik
b.
Senioritas tidak pernah diselesaikan
c.
Guru memberikan contoh yang kurang baik pada siswa
d.
Karakter anak.30
B. Hakikat Peserta Didik 1.
Pengertian Peserta Didik Dalam pandangan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar
yang masih perlu
dikembangkan. Dapat dikatakan juga peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan orang lain (pendidik) untuk membantu
28
Dara Agnis Septiyuni, Dasim Budimansyah, dan Wilodati, Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Perilaku Bullying Siswa di Sekolah, Jurnal Sosietas Vol. 5 No. 1, 2014, h. 3 29 Mangadar Simbolon, Perilaku Bullying pada Mahasiswa Berasrama, Jurnal Psikologi Vol. 49 No. 2, 2012, h. 237 30 Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak, h.51
18
mengarahkannya
mengembangkan
membimbingnya menuju kedewasaan.
potensi
yang
dimilikinya,
serta
31
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.”32 Menurut Abudin Nata, peserta didik dalam pendidikan islam adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religiusnya dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat.33 Dalam pendidikan umum, peserta didik sebagai raw input (masukan mentah) atau raw material (bahan mentah) dalam proses transformasi yang disebut pendidikan atau dapat dijelaskan lebih jauh, bahwa peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikologis, untuk mencapai tujuan pendidikan melalui lembaga pendidikan.34 Menurut Lengeveld, anak didik adalah anak atau orang yang belum dewasa atau belum memperoleh kedewasaan atau seseorang yang masih menjadi tanggung jawab seorang pendidik tertentu dan dapat dikatakan pula anak didik tersebut memiliki sifat ketergantungan akan pendidikannya demi melanjutkan hidupnya baik secara rohaniah atau jasmaniah.35 Pengertian lain menyebutkan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat laki-laki dan perempuan yang berusaha mengembangkan potensi 31
Dr. H. Samsul Nizar, M.A, Filsafat Pendidikan Islam: Pendidikan Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002) Cet. 1, h. 47 32 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) h. 39 33 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.1, h.173 34 Prof. Dr. H. Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002) Cet. 2, h. 140 35 H. M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005) h. 15
19
diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik menurut sifatnya dapat didik, karena mereka mempunyai bakat dan disposisi-disposisi yang memungkinkan untuk diberi pendidikan.36 Menurut KH. M. Hasyim Asy‟ari, siswa (peserta didik) harus patuh dan tunduk pada anjuran dan perintah pendidik37. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa peserta didik harus mampu mengembangkan daya intelektualnya guna menemukan kebenaran-kebenaran yang ada dalam kajian apapun, termasuk keimanan ataupun ibadah.38 Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. Di sini peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum mencapai taraf kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun psikologisnya.39 Peserta didik merupakan alat pendidikan, sebab peserta didik sebagai sasaran pendidikan yang menjadi objek para pendidik, sekaligus pendidikan itu sendiri.40 Samsul Nizar dalam Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat peserta didik sebagai berikut: a.
Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, melainkan ia memiliki dunianya sendiri
b.
Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhannya.
36
Abdul Kadir, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) h.
75 37
Suwendi, Konsep Pendidikan KH. M. Hasyim Asy’ari, (Ciputat: LekDis, 2005), h. 79 Ibid, h. 81 39 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 119 40 Drs. Tatang S., M.Si, Ilmu Pendidikan. Cet. I, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 96 38
20
c.
Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani
d.
Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual,
baik
yang
disebabkan
faktor
bawaan
maupun
lingkungan. e.
Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama; jasmaniah dan ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dimiliki, sementara unsur ruhaniah berkaitan dengan daya akal dan daya rasa
f. Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang perlu dikembangkan secara terpadu.41 Peserta didik sebagai subjek pendidikan dalam Islam, sebagaimana diungkapkan Asma Hasan Fahmi, sekurang-kurangnya harus memerhatikan empat hal sebagai berikut: a.
Seorang peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum melakukan proses belajar.
b.
Peserta didik harus menanamkan dalam dirinya bahwa tujuan menuntut ilmu itu adalah untuk meraih keutamaan akhlak, mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk bermegah-megahan atau bahkan untuk mencari kedudukan
c.
Seorang peserta didik harus memiliki ketabahan dan kesabaran dalam mencari ilmu.
d.
Seorang peserta didik wajib menghormati gurunya, dan berusaha semaksimal mungkin meraih kerelaannya dengan berbagai macam cara yang terpuji.42
41 42
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, h. 120-121 Ibid, h. 123-124
21
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi dan bakat namun belum dapat dikatakan dewasa baik secara fisik maupun psikologis, yang memiliki sifat ketergantungan terhadap pendidikan dan membutuhkan pendidikan tersebut untuk menata kehidupannya di masa depan melalui pembelajaran dalam pendidikan formal maupun non formal. 2.
Karakteristik Peserta Didik Karakteristik peserta didik dapat dibedakan berdasarkan tingkat usia, kecerdasan, bakat, hobi dan minat, tempat tinggal dan budaya, dan lain sebagainya.43 a.
Karakteristik Peserta Didik berdasarkan Tingkat Usia Dilihat dari segi usia, peserta didik dapat dibagai menjadi lima tahapan, yaitu: 1) Tahap asuhan (usia 0 – 2 tahun). Pada tahap ini, individu belum memiliki kesadaran dan daya intelektual 2) Tahap jasmani (usia 2 – 12 tahun). Pada tahap ini, anak mulai memiliki potensi biologis, pedagogis, dan psikologis. 3) Tahap psikologis (usia 12 – 20 tahun). Pada fase ini anak sudah dapat dibina, dibimbing, dan dididik untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut komitmen dan tanggung jawab 4) Tahap dewasa (usia 20 – 30 tahun). Pada fase ini, seseorang sudah memiliki kematangan dalam bertindak dan mengambil keputusan sendiri 5) Tahap bijaksana (usia 30 sampai akhir hayat). Pada fase ini, manusia telah menemukan jati dirinya yang hakiki.44
43 44
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.1, h.175 Ibid, h. 175-176
22
b.
Karakteristik Peserta Didik berdasarkan Tingkat Kecerdasan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Binet Simon terhadap Intelligence Quotient (IQ) manusia, menunjukkan bahwa IQ yang dimiliki setiap manusia itu berbeda-beda. Ada yang ber-IQ tinggi biasa disebut manusia jenius. Ada yang ber-IQ rendah atau biasa disebut idiot, debil, dan embisil. Ada yang ber-IQ sedang seperti manusia pada umumnya.
45
Dengan mengetahui karakteristik
peserta didik berdasarkan tingkat kecerdasannya, diharapkan para guru atau pendidik mampu menyiapkan metode belajar dan pendekatan pembelajaran yang tepat. c.
Karakteristik Peserta Didik berdasarkan Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Dalam kaitannya dengan latar belakang ekonomi keluarga, dapat diketahui adanya peserta didik yang keluarganya ekonomi ke atas, menengah ke atas, menengah, menengah ke bawah, atau fakir miskin. Dalam kaitannya dengan latar belakang status sosial dapat diketahui peserta didik terlahir dari keluarga pejabat, PNS, guru honorer, atau pengemis.46 Dengan mengetahui latar belakang tersebut, diharapkan seorang guru dapat menciptakan sebuah keadaan atau sebuah kegiatan pembelajaran yang memungkinkan setiap anak yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi dan budaya yang berbeda-beda tersebut dapat berinteraksi secara harmonis.
Selanjutnya, Barnadib (1986), Suwarno (1985), dan Meichati (1976) mengidentifikasikan peserta didik memiliki karakteristik sebagai berikut:
45 46
Ibid, h. 179 Ibid, h.180
23
a.
Belum berkepribadian dewasa secara susial sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik
b.
Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya
c.
Sebagai manusia yang memiliki sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan secara terpadu, seperti kebutuhan biologis-rohanisosial, intelegensi, emosi, kemampuan berbicara, anggota tubuh yang bekerja (kaki, tangan, jari), latar belakang sosial, latar belakang biologis (warna kulit, bentuk tubuh, dan lainnya), dan perbedaan individual.47
Dalam pembicaraan mengenai karakteristik individu peserta didik, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a.
Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan awal atau prerequisite skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berpikir dan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotorik
b.
Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosio-kultural
c.
Karakteristik
yang
berkenaan
dengan
perbedaan-perbedaan
kepribadian, seperti sikap, minat, bakat, perasaan, dan lain-lain48 3.
Fenomena Bullying di Kalangan Peserta Didik Perilaku bullying merupakan satu dari banyak masalah tingkah laku dan disiplin di kalangan murid sekolah dewasa ini. Perilaku bullying secara langsung atau tidak langsung merupakan sebagian dari tingkah laku agresi.49 Di zaman modern seperti saat ini, bullying menjadi hal yang biasa terjadi di kalangan peserta didik. Seperti yang kita ketahui, bullying datang dengan
47
Wens Tanlain, dkk., Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992) Cet. 2, h.34 48 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, h. 57 49 Husmiati Yusuf dan Adi Fahrudi, Perilaku Bullying: Asesmen Multidimensi dan Intervensi Sosial, Jurnal Psikologi Undip Vol.11 No.2, 2012, h.8
24
berbagai bentuk, salah satunya senioritas. Senioritas tidak hanya terjadi di sekolah selama siswa baru mengikuti pelajaran. Senioritas bahkan terjadi di luar sekolah, bahkan di mal.50 Seniortitas menjadi sangat populer di sekolahsekolah maupun perguruan tinggi. Bukan tidak mungkin di sekolah negeri dan swasta, PTN dan PTS kerap terjadi senioritas dengan alasan untuk „menggembleng‟ junior agar tahan mental dan fisik selama berada di sekolah atau perguruan tinggi tersebut. Fenomena bullying telah lama menjadi bagian dari dinamika sekolah. Umumnya
orang
penggencetan,
lebih
pemalakan,
mengenalnya pengucilan,
dengan
istilah-istilah
intimidasi,
dan
seperti
lain-lain.51
Diperkirakan bullying menjadi semakin marak terjadi di sekolah karena orang tua atau orang dewasa lain tidak menganggap serius atau bergeming atas terjadinya bullying.52 Anak yang pernah menjadi korban atau menyaksikan bullying (bystander) cenderung akan menjadi pelaku bullying atau menganggap bullying sebagai hal yang wajar terjadi.53 Berdasarkan penelitian Halimah, dkk., terdapat pemgaruh positif persepsi pelaku bullying pada bystander terhadap intensitas bullying di SMP. Semakin tinggi persepsi pada bystander, maka semakin intens siswa melakukan bullying di sekolah.54 Hal ini menunjukkan bahwa bystander secara tidak langsung bisa menjadi pelaku atau menjadi korban bullying. Maraknya
fenomena
bullying
di
sekolah-sekolah
menimbulkan
keinginan para siswa untuk melakukan tindakan bullying. Keinginan mereka
50
Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak, h. 6 Robiah Flora, Mengurangi Perilaku Bullying Kelas X-4 Melalui Pemberian Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Role Playing di SMA Negeri 12 Medan Tahun Ajaran 2012/2013, Jurnal Saintech Vol. 06 No. 02, 2014, h. 40 52 Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak, h.9 53 Levianti, Konformitas dan Bullying pada Siswa, Jurnal Psikologi Vol.6 No.1, 2008, h.9 54 Andi Halimah, Persepsi pada Bystander terhadap Intensitas Bullying pada Siswa SMP, h.137 51
25
dikarenakan adanya tindakan bullying tersebut terjadi di lingkungan terdekat mereka, yakni sekolah, teman pergaulan, dan keluarga. C. Penelitian Relevan Hasil penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian analisis faktorfaktor penyebab bullying di kalangan peserta didik adalah sebagai berikut. 1.
Pertama, Sebuah penelitian dilakukan oleh Farisa Handini, mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidyataullah Jakarta pada tahun 2010 dengan judul “Hubungan Konsep Diri dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying Siswa SMAN 70 Jakarta”.55 Tujuan penelitiannya ini
adalah
untuk
mengetahui
hubungan
konsep
diri
dengan
kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta. Jumlah responden sebanyak 40 siswa yang diambil secara acak dari kelas XI IPA 1. Dalam penelitian ini, Farisa menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional dan teknik statistik yang digunakan adalah Pearson Product Momen dalam SPSS 16 for Windows. Dalam hasil uji korelasi didapatkan nilai r hitung -0,058 yang signifikan pada level 0,05 dimana r tabel 0,312 maka diperoleh kesimpulan ada hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta yang mengarah pada korelasi negative. Artinya semakin tinggi (positif) konsep diri siswa, maka semakin rendah kecenderungan berperilaku bullyingnya. Begitupun sebaliknya, semakin rendah (negative) konsep diri siswa, maka semakin tinggi kecenderungan berperilaku bullyingnya. Persamaan antara skripsi ini dengan skripsi penulis terletak pada pembahasan yang sama mengenai perilaku bullying di kalangan peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat dan
55
Farisa Handini, “Hubungan Konsep Diri dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying Siswa SMAN 70 Jakarta”, Skripsi pada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010, tidak dipublikasikan.
26
menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini. Sedangkan, perbedaannya terletak pada adanya variable konsep diri, lokasi penelitian, dan metode penelitian yang digunakan. 2. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Dina Amalia, mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010 yang berjudul “Hubungan Persepsi Tentang Bullying dengan Intensi Melakukan Bullying Siswa SMA Negeri 82 Jakarta”.56 Jenis penelitiannya adalah korelasional. Sedangkan populasinya adalah siswa kelas XI dan XII SMAN 82 Jakarta Selatan yang diambil dengan teknik stratified random sampling. Sample pada penelitian ini adalah 50 siswa. Instrument pengumpulannya menggunakan skala likert untuk persepsi dan intensi bullying. Analisis data penelitiannya menggunakan metode korelasi (spearman correlation) pada taraf signifikan 0,05 pada two tailed test. Hasil penelitian menyatakan nilai koefisien korelasi (r hitung) antara persepsi bullying dengan intensi melakukan bullying adalah (0,286) > r tabel ((Sig. 5% ; N 50 = 0,279), maka hipotesis alternative (Ha) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sginifikan antara persepsi bullying dengan intensi melakukan bullying diterima. Arah hubungan yang didapat juga menunjukkan postif, yang bermakna bahwa semakin positif persepsi tentang bullying maka akan semakin tinggi intensi mereka melakukan bullying. Persamaan antara skripsi ini dengan skripsi penulis terletak pada pembahasan yang sama mengenai perilaku bullying di kalangan peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas 56
Dina Amalia, “Hubungan Persepsi tentang Bullying dengan Intensi Melakukan Bullying Siswa SMAN 82 Jakarta”, Skripsi pada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010, tidak dipublikasikan.
27
permasalahan bullying ini. Sedangkan, perbedaannya terletak pada adanya variable persepsi, lokasi penelitian, dan metode penelitian yang digunakan. 3. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Annisa, mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia pada tahun 2012 yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Perilaku Bullying Remaja”.57 Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelatif dan teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling, seluruh responden sebanyak 91 orang adalah siswa-siswi SMK kelas XI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisis terhadap data yang didapatkan, diketahui bahwa mayoritas responden berada pada rentang 16-17 tahun, didominasi oleh responden yang berjenis kelamin laki-laki, mayoritas responden memiliki ibu dengan tingkat pendidikan SMA, didominasi oleh responden dengan ibu tidak bekerja, dan mayoritas responden diasuh secara otoriter serta memiliki keterlibatan dalam perilaku bullying. Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan chi-square didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu dengan perilaku bullying remaja (p: 0,001). Artinya, perilaku bullying remaja dipengaruhi pola asuh ibunya. Persamaan antara skripsi ini dengan skripsi penulis terletak pada pembahasan yang sama mengenai perilaku bullying di kalangan peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini. Sedangkan, perbedaannya terletak pada adanya variable pola asuh ibu, lokasi penelitian, dan metode penelitian yang digunakan.
57
Annisa, “Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Perilaku Bullying Remaja”, Skripsi pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok, 2012, tidak dipublikasikan
28
4. Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Rina Mulyani, mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2013 yang berjudul “Pendekatan Konseling Spiritual untuk Mengatasi Bullying (Kekerasan) Siswa di SMA Negeri 1 Depok Sleman Yogyakarta”.58
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subjek dalam penelitian ini yaitu Kepala Sekolah, Guru BK, dan 6 siswa yang terlibat kasus kekerasan di SMA Negeri 1 Depok. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data Miles dan Huberman yaitu model interaktif sehingga diperoleh hasil bahwa tipologi bullying di SMA Negeri 1 Depok terbagi dalam dua jenis yaitu bullying fisik dan bullying psikis. Sedangkan untuk jenis pendekatan konseling spiritual, konselor SMA Negeri 1 Depok menggunakan intervensi keagamaan, intervensi di dalam dan di luar pertemuan konseling, intervensi dengan merujuk kepada kitab suci, dan intervensi dengan menggunakan komunitas beragama, sedangkan untuk peran konselor lebih banyak mengadopsi sikap ekumenik yaitu pemberian layanan yang tidak bersifat doktrin dan tidak terikat dengan teologis atau praktik-praktik keagamaan yang dianut klien, tetapi bersifat general atau universal. Persamaan antara skripsi ini dengan skripsi penulis terletak pada pembahasan yang sama mengenai perilaku bullying di kalangan peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat, menggunakan metode penelitian yang sama, dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini. Sedangkan, perbedaannya terletak pada adanya variable
58
Rina Mulyani, “Pendekatan Konseling Spiritual untuk Mengatasi Bullying (Kekerasan) Siswa di SMA Negeri 1 Depok Sleman Yogyakarta”, Skripsi pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta, 2013, tidak dipublikasikan.
29
pendekatan konseling spiritual (keagamaan), lokasi penelitian, dan metode penelitian yang digunakan. 5. Kelima, penelitian individu yang dilakukan oleh Asep Ediana Latip, M.Pd dari Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Syarif Hidyataullah Jakarta pada tahun 2013 yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying pada Peserta Didik Anak Usia MI/SD”.59 Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bullying di MI/SD. Dengan hipotesis penelitian terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi prilaku bullying pada peserta didik anak usia MI/SD kelas VI. Untuk menguji hipotesis ini dilakukan identifikasi secara teoritik faktor-faktor yang mempengaruhi bullying dan perilaku bullying di MI/SD terkait dengan faktor temperamen, faktor pola asuh orang tua, faktor konformitas teman sebaya, faktor media, dan faktor iklim sekolah. Kuesioner tersebut diberikan kepada subjek penelitian yang terdiri dari 100 orang peserta didik anak usia MI/SD kelas VI lakilaki dan perempuan dengan distribusi responden dari Madrasah Ibtidaiyah 50 orang dan 50 orang dari Sekolah Dasar. Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat pengaruh faktor bullying di Madarasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar dengan signifikansi pengaruh yang ditimbulkannya adalah temperamen 0.000, pola asuh orang tua 0.461, konformitas 0.926, media 0.006 dan iklim sekolah 0.787. Hasil tersebut apabila dibandingkan dengan standar batas pengaruh signifikansinya dari faktor-faktor tersebut maka lebih kecil dari 0.050. Namun faktorfaktor yang paling besar pengaruh signifikansinya terhadap terjadinya bullying di MI/SD adalah faktor temperamen dan faktor media. Dilihat 59
Asep Ediana Latip, “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying pada Peserta Didik Anak Usia MI/SD”, Penelitian Individu Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Syarif Hidyataullah Jakarta, Jakarta, 2013.
30
dari jenis kelamin yang terkena pengaruh faktor-faktor tersebut, terbukti perilaku bullying banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Adapun apabila dilihat dari sisi kelembagaan, madrasah ibtidaiyah memiliki rata-rata pengaruh yang lebih rendah daripada sekolah dasar terhadap terjadinya bullying pada anak usia kelas VI. Persamaan antara skripsi ini dengan skripsi penulis terletak pada pembahasan yang sama mengenai perilaku bullying di kalangan peserta didik dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini. Sedangkan, perbedaannya terletak pada objek penelitian, lokasi penelitian, dan metode penelitian yang digunakan. Berikut ini adalah tabel hasil penelitian yang relevan dengan perilaku bullying di kalangan peserta didik: Tabel 2.1 Penelitian Relevan No. Nama, Judul, Instansi 1. Farisa Handini (2010), Hubungan Konsep Diri dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying Siswa SMAN 70 Jakarta, Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Dina Amalia (2010), Hubungan Persepsi Tentang Bullying dengan Intensi Melakukan Bullying
Metode Penelitian Jenis: kuantitatif Sumber: primer dan sekunder Lokasi: SMAN 70 Jakarta
Hasil Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa ada hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta yang mengarah pada korelasi negatif
Jenis: korelasional Sumber: primer dan sekunder Lokasi: SMAN 82 Jakarta
Dari hasil penelitian ini hipotesis alternative (Ha) yang menyatakan bahwa terdapat arah hubungan yang didapat menunjukkan positif, yang
31
No. Nama, Judul, Instansi Siswa SMA Negeri 82 Jakarta, Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Annisa (2012), Hubungan Antara Pola Asuh Ibu dengan Perilaku Bullying Remaja, Skripsi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
4.
Rina Mulyani (2013), Pendekatan Konseling Spiritual untuk Mengatasi Bullying (Kekerasan) Siswa di SMA Negeri 1 Depok Sleman Yogyakarta Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Metode Penelitian
Hasil bermakna bahwa semakin positif persepsi tentang bullying maka akan semakin tinggi intensi mereka melakukan bullying
Jenis: kuantitatif Sumber: primer dan sekunder Lokasi: SMK Cikini Jakarta
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan analisis terhadap data yang didapatkan, diketahui bahwa mayoritas responden pada rentang 16-17 tahun, didominasi oleh responden yang berjenis kelamin laki-laki, mayoritas responden memiliki ibu dengan tingkat pendidikan SMA, didominasi oleh responden dengan ibu tidak bekerja, dan mayoritas responden diasuh secara otoriter serta memiliki keterlibatan dalam perilaku bullying. Dapat diperoleh hasil penelitian ini bahwa tipologi bullying di SMA Negeri 1 Depok terbagi dalam dua jenis yaitu bullying fisik dan bullying psikis. Sedangkan untuk jenis pendekatan konseling spiritual, konselor SMA Negeri 1 Depok menggunakan intervensi keagamaan, intervensi di dalam dan di luar pertemuan konseling, intervensi dengan merujuk kepada kitab suci, dan intervensi dengan menggunakan komunitas
Jenis: kualitatif Sumber: primer dan sekunder Lokasi: SMAN 1 Depok, Sleman, Yogyakarta
32
No. Nama, Judul, Instansi 5.
Asep Ediana Latip, M.Pd (2013), Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying pada Peserta Didik Anak Usia MI/SD, penelitian individu dari Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Metode Penelitian Jenis: kuantitatif Sumber: primer dan sekunder
Hasil beragama. Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat pengaruh factor bullying di Madarasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar dengan signifikansi pengaruh yang ditimbulkannya adalah temperamen 0.000, pola asuh orang tua 0.461, konformitas 0.926, media 0.006 dan iklim sekolah 0.787.
Hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan Penelitian No.
Persamaan
1.
Sama-sama menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini.
2.
Sama-sama menggunakan jenis
Perbedaan Pada penelitian ini yang diteliti adalah hubungan konsep diri terhadap perilaku bullying, objek penelitian yang berbeda (pada penelitian ini peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat), lokasi penelitian di tempat yang berbeda dan metode penelitian yang dipakai yaitu kuantitatif Pada penelitian ini yang diteliti
33
Penelitian No.
Persamaan sumber data yang sama yaitu data primer dan sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini.
3.
Sama-sama menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini.
4.
Sama-sama menggunakan metode penelitian yang sama yaitu metode kualitatif, dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini.
5.
Sama-sama membahas tentang perilaku bullying di kalangan peserta didik dan menggunakan jenis sumber data yang sama yaitu data primer dan data sekunder untuk menemukan jawaban atas permasalahan bullying ini.
Perbedaan adalah hubungan persepsi atau anggapan tentang bullying terhadap intensitas melakukannya, objek penelitian yang berbeda (pada penelitian ini peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat), lokasi penelitian yang berbeda dan metode penelitian yang digunakan yaitu korelasional. Pada penelitian ini yang diteliti adalah hubungan pola asuh ibu dalam keluarga terhadap perilaku bullying, objek penelitian yang berbeda (pada penelitian ini peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat), lokasi penelitian yang berbeda dan metode penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif Pada penelitian ini yang diteliti adalah pendekatan konseling spiritual (keagamaan) untuk mengatasi perilaku bullying, objek penelitian yang berbeda (pada penelitian ini peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat), lokasi penelitian yang berbeda. Pada penelitian ini yang diteliti adalah peserta didik tingkat MI/SD, lokasi penelitian, dan metode penelitian yang digunakan
34
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas diketahui bahwa sudah banyak penelitian yang menjadikan bullying di kalangan peserta didik di sekolah sebagai pokok masalah penelitian, akan tetapi belum ada penelitian yang secara khusus menganalisis bagaimana faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta didik tingkat SMA/SMK/Sederajat itu bisa terjadi. D. Kerangka Berpikir Dalam arti umum peserta didik adalah seorang seorang anak yang sedang bertumbuh baik dari segi fisik maupun psikologis menuju kedewasaan melalui sebuah lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang dimaksud adalah sekolah. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat persemaian budi pekerti mulai tercemar dengan maraknya kasus bullying. Bentuk bullying dapat dibedakan menjadi dua yaitu bullying fisik dan bullying non-fisik. Pada bullying fisik biasanya yang dilakukan pem-bully adalah menendang, menonjok, mencubit, menjambak, dan bentuk fisik lainnya. Pada bullying non-fisik biasanya pem-bully melakukan pemalakan, pemerasan, menghasut, sampai menyebarluaskan kejelekan korban atau melakukan gerakangerakan kasar dan mengancam. Sebenarnya ada banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku bullying di kalangan peserta didik, namun yang paling umum faktor penyebabnya yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, faktor teman sebaya atau peer group, faktor media massa, dan faktor budaya. Namun dalam penelitian ini membatasi hanya ada tiga faktor yang akan di analisis yaitu fakor keluarga, faktor teman sebaya, dan faktor media massa. Faktor keluarga sebagai penyebab bullying disini berasal dari keluarga yang berantakan, orang tua yang bercerai, dan pola asuh yang lemah atau terlalu ketat. Faktor teman sebaya bisa memicu bullying dikalangan peserta didik, karena adanya pengaruh teman yang berperilaku negatif dan timbulnya keinginan untuk
35
diakui di dalam kelompoknya. Faktor media massa secara tidak langsung memberikan dampak yang negative karena banyak tontonan yang menampilkan adegan kekerasan dan adanya kecenderungan anak-anak meniru adegan-adegan kekerasan tersebut. Faktor-faktor di atas adalah faktor bullying yang terjadi di banyak sekolah. Begitupun di sekolah tempat penelitian kali ini. Namun bagaimana faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya bullying di sekolah tersebut, karena itu peneliti memfokuskan untuk menganalisis faktorfaktor penyebab bullying di lihat dari aspek keluarga, teman sebaya, dan media media massa.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1.
Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan, Jalan Cireundeu Raya No. 2 Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, 15419
2.
Waktu Penelitian Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan selama enam bulan yaitu mulai bulan Juni sampai bulan Desember 2016. Adapun rincian kegiatannya sebagai berikut: Tabel 3.1 Alokasi Waktu Penelitian
No.
Waktu
Kegiatan
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
1
Penyusunan rencana penelitian
2
Penyusunan instrumen penelitian
3
Pengumpulan data penelitian
4
Analisis dan pembahasan data
5
Penyusunan laporan
6
Sidang Munaqosah
7
Revisi Skripsi
36
37
B. Latar Penelitian (Setting) Telah dipaparkan sebelumnya tempat penelitian ini adalah SMPN 2 Kota Tangerang Selatan. Alasan memilih sekolah ini sebagai studi kasus dalam penelitian karena sekolah ini pernah terjadi suatu tindakan bullying yang dilakukan oleh peserta didik. Hal ini memang tidak sampai memakan korban jiwa, namun cukup membuat para peserta didik yang lain merasa ketakutan. Aksi senioritas dan bullying telah menjadi sebuah tradisi yang sulit untuk dihilangkan dari sekolah ini sehingga penting untuk diteliti bagaimana hal ini bisa terjadi dan apa faktor penyebab dari hal tersebut. C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang atau jasa.1 Pengertian lain menyebutkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang mencoba memahami fenomena dalam seting dan konteks naturalnya (bukan di dalam laboratorium) di mana peneliti tidak perlu berusaha untuk memanipulasi fenomena yang diamati.2 Metode-metode penelitian dalam pendekatan kualitatif sering digunakan untuk melihat lebih dalam suatu fenomena sosial termasuk di dalamnya kajian terhadap ilmu pendidikan, manajemen dan administrasi bisnis, kebijakan publik, pembangunan atau ilmu hukum.3 Sementara itu, untuk model penelitiannya penulis menggunakan model studi kasus. Studi kasus adalah sebuah model penelitian kualitatif yang menakankan pada eksplorasi dari suatu “sistem yang terbatas” (bounded system) pada satu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data 1
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. 5, h. 22 2 Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif; Dasar-dasar, (Jakarta: PT. Indeks, 2012), h.7 3 Rully Indrawan, Metodologi Penelitian; Kuantitatif, Kualitatif, dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan, dan Pendidikan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2014), h.67
38
secara mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks.4 Bogdan (1990) mendefinisikan studi kasus sebagai kajian yang rinci atas suatu latar atau peristiwa tertentu.5 D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1.
Data dan Sumber Data Data adalah segala keterangan (informasi) mengenai semua hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Dengan demikian, tidak semua informasi atau keterangan merupakan data penelitian. Data hanyalah sebagian saja dari informasi, yakni hanya hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.6 Dalam penelitian ini data yang akan di cari adalah faktor keluarga sebagai penyebab perilaku bullying, faktor teman sebaya sebagai penyebab perilaku bullying, dan faktor media massa sebagai penyebab perilaku bullying. Adapun sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. 1. Data primer, yaitu data dari penelitian yang langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer didapat melalui metode wawancara dan pengamatan langsung (observasi). Data primer penelitian ini diperoleh dari peserta didik sebagai pelaku bullying, peserta didik sebagai korban bullying, Kepala Sekolah, Wakasek bidang kesiswaan, guru BK, Wali Kelas, dan orang tua atau wali murid. 2. Data sekunder, merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung, tapi melalui perantara pihak lain. Data sekunder penelitian ini adalah data yang diperoleh dari buku tata tertib pegangan siswa, aturan sekolah, catatan pelanggaran, dan catatan wali kelas.
4
Haris Herdiyansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012) h. 76 5 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial; Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.57 6 Ibid, h.61
39
Berikut ini rincian data dan sumber data penelitian yang akan diperoleh di lapangan. Tabel 3.2 Data dan Sumber Data No.
Data
Sumber Data - Peserta didik sebagai pelaku bullying
Menganalisis faktor keluarga 1
sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying
- Peserta didik sebagai korban bullying - Kepala Sekolah - Wakil Kepala Sekolah - Guru BK - Wali Kelas - Peserta didik sebagai pelaku bullying
Menganalisis faktor teman 2
sebaya sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying
- Peserta didik sebagai korban bullying - Kepala Sekolah - Wakil Kepala Sekolah - Guru BK - Wali Kelas - Peserta didik sebagai pelaku bullying
Menganalisis faktor media 3
massa sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying
- Peserta didik sebagai korban bullying - Kepala Sekolah - Wakil Kepala Sekolah - Guru BK - Wali Kelas
40
2.
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data a. Observasi Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan dan mengikuti7. Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian.8 Dalam hal ini jenis observasi yang dilakukan adalah jenis pengamat penuh atau the complete observer, peneliti dengan bebas mengamati secara jelas subyeknya dari belakang kaca, sedang subyeknya sama sekali tidak mengetahui apakah mereka sedang diamati atau tidak.9 Penulis melakukan observasi dengan mengenal lingkungan SMPN 2 Kota Tangerang Selatan, mengamati perilaku siswa-siswi SMPN 2 Kota Tangerang Selatan, dan mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Tabel 3.3 Daftar Kegiatan Observasi
No. 1
Kegiatan
Keterangan
Mengenal lingkungan SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
2
Mengamati perilaku siswa-siswi SMPN 2 Kota Tangerang Selatan baik saat jam belajar maupun di luar jam belajar
3
Mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, terutama untuk mengamati perilaku peserta didik yang terindikasi bullying 7
Ibid, h.131 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 105 9 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. 1, h.146 8
41
b. Wawancara Menurut Moloeng (2005), wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu.
pewawancara
Percakapan
(interviewer)
dilakukan yang
oleh
mengajukan
dua
pihak,
yaitu
pertanyaan
dan
terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.10 Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan informal. Wawancara penelitian lebih dari sekedar percakapan dan berkisar dari informal ke formal.11 Dengan kata lain, wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka antara pewawancara dan yang diwawancarai tentang masalah yang diteliti, dimana pewawancara bermaksud
memperoleh
persepsi,
sikap
dan
pola
piker
yang
12
diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti.
Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi baik tentang dirinya ataupun orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal kepada peneliti atau pewawancara secara mendalam. Ada dua kategori informan yaitu informan pengamat dan informan pelaku. Informan pangamat adalah informan yang memberikan informasi tentang orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal kepada peneliti, sedangkan informan
pelaku adalah informan
yang memberikan
keterangan tentang dirinya, perbuatannya, pikirannya, interpretasinya, atau pengetahuannya.13
10
Haris Herdiyansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, h. 118 Ibid, h. 160. 12 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik , h.162 13 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), Cet. 2, h. 139 11
42
Wawancara akan dilakukan dengan peserta didik yang pernah melakukan dan mengalami bullying, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, guru Bimbingan Konseling (BK), dan wali kelas. Untuk wawancara sumber dan data yang dikumpulkan dapat dijabarkan melalui tabel berikut. Tabel 3.4 Instrumen Wawancara No.
1
Indikator
Menganalisis faktor keluarga sebagai penyebab perilaku bullying
Sumber Data
Pelaku dan Korban Bullying
- Kepala Sekolah - Wakil Kepala Sekolah
Pertanyaan 1. Bisakah Anda menceritakan tentang keluarga Anda? 2. Bagaimana hubungan Anda dengan orang tua Anda dirumah? 3. Apakah Anda selalu menjaga komunikasi dengan orang tua? 4. Apakah orang tua sering memberi nasihat tentang pentingnya menjaga persahabatan? 5. Bagaimanakah sikap orang tua Anda terhadap perkembangan pribadi dan sekolah Anda? 6. Bagaimana perlakuan orangtua Anda terhadap Anda di rumah? 7. Apakah orang tua Anda memiliki cukup waktu untuk keluarga? 1. Bagaimana keadaan keluarga pelaku dan korban bullying?
43
No.
Indikator
Sumber Data - Guru BK - Wali Kelas
2
Pelaku dan Korban Bullying Menganalisis faktor teman sebaya sebagai penyebab perilaku bullying
- Kepala Sekolah - Wakil Kepala Sekolah - Guru BK - Wali Kelas 3
Menganalisis faktor media massa sebagai penyebab
Pelaku dan Korban Bullying
Pertanyaan 2. Apa pekerjaan orangtua mereka? 3. Bagaimana komunikasi antara sekolah dan orang tua menyangkut pendidikan anaknya? 1. Tolong ceritakan mengenai hobi Anda! 2. Apakah Anda memiliki teman yang se-hobi dengan Anda? 3. Berapa banyak teman Anda? 4. Di mana biasanya Anda dan teman-teman Anda berkumpul? 5. Apa yang biasanya dibicarakan dan atau dilakukan? 6. Bagaimana cara Anda menghabiskan waktu dengan teman-teman Anda? 1. Bagaimana pelaku atau korban bergaul? 2. Apakah Anda mengetahui siapa saja teman-teman pelaku atau korban? 3. Catatan-catatan apa yang Anda peroleh dari kalangan peserta didik? 1. Seberapa sering Anda menonton televisi? 2. Acara apa yang Anda
44
No.
Indikator
Sumber Data
Pertanyaan
perilaku bullying 3. 4. 5.
6. - Kepala Sekolah - Wakil Kepala Sekolah - Guru BK - Wali Kelas
1.
2.
3.
tonton? Mengapa Anda menyukai tontonan tersebut? Seberapa sering Anda mengakses internet? Bagaimana cara Anda mengakses internet tersebut? Informasi apa yang Anda cari dari internet tersebut? Apakah sekolah melarang siswa untuk menggunakan smartphone? Apakah pernah sekolah melakukan razia untuk memeriksa isi smartphone siswa? Berapa kali dalam 1 tahun sekolah melaksanakan razia tersebut?
c. Studi Dokumentasi Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara.14 Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan
dokumen dan
data-data
yang diperlukan dalam
permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.15 Gottschalk menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi) dalam pengertiannya yang lebih luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis
14 15
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h.176 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.149
45
sumber apapun, baik itu yang bersifat tulisan, lisan, gambaran, atau arkeologis.16 Berkenaan
dengan
studi
dokumen
ini
Bogdan
(1982)
mengklasifikasikannya diringkas berikut ini.17 1) Dokumen pribadi dan buku harian 2) Surat pribadi 3) Autobiografi 4) Dokumen resmi 5) Fotografi 6) Data statistik dan dana kuantitatif lainnya. Dalam penelitian ini dokumen-dokumen yang diperlukan adalah aturan sekolah, catatan pelanggaran dari guru BK, dan catatan wali kelas. Berikut ini adalah tabel studi dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini. Tabel 3.5 Studi Dokumen No.
Dokumen yang diperlukan
Sumber
1
Catatan pelanggaran
Guru BK
2
Buku Tata Tertib Siswa
Guru BK
Ket.
E. Pemeriksaan Keabsahan Data Penelitian kualitatif dinyatkan absah apabila memiliki empat hal ini, derajat keterpercayaan
(credibility),
keteralihan
(transferability),
(dependability), dan kepastian (confirmability)18
16
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h. 175. Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 153 18 Ibid, h. 164 17
kebergantungan
46
1.
Keterpercayaan Penelitian (Credibility atau Validitas Internal) Kredibilitas adalah ukuran kebenaran data yang dikumpulkan, yang menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan hasil penelitian.19 Kriteria derajat kepercayaan (credibility) pada dasarnya menggantikan konsep validitas dari kuantitatif.20 Kriteria ini melibatkan penetapan hasil penelitian kualitatif adalah kredibel atau dapat dipercaya dari perpektif
partisipan
dalam
penelitian
tersebut.
Strategi
untuk
meningkatkan kredibilitas data meliputi perpanjangan pengamatan, ketekunan penelitian, triangulasi, diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif, dan memberchecking.21 2.
Keteralihan (Transferability atau Validitas Eksternal) Dari sebuah perspektif kualitatif, transferabilitas adalah tanggung jawab seseorang dalam melakukan generalisasi. Peneliti kualitatif dapat meningkatkan transferabilitas dengan melakukan suatu pekerjaan mendeskripsikan konteks penelitian dan asumsi-asumsi yang menjadi sentral pada penelitian tersebut.22 Nasution (1988) mengatakan bahwa bagi penelitian kualitatif, transferabilitas tergantung pada si pemakai yakni, sampai manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam konteks dalam situasi tertentu. Karena itu transferabilitas hasil penelitian ini diserahkan kepada pemakainya.23
3.
Kebergantungan (Dependability atau Reliabilitas) Kebergantungan disebut juga audit kebergantungan menunjukkan bahwa penelitian memiliki sifat ketaatan dengan menunjukkan konsistensi dan stabilitas data atau temua yang dapat direflikasi.24 Pada
19
Ibid, h.165 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h. 217 21 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 80 22 Ibid, h.80 23 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.165 24 Ibid, h. 166 20
47
penelitian kualitatif bila diadakan dua atau beberapa kali pengulangan dalam kondisi yang sama dan hasilnya secara esensial sama, maka dikatakan realibilitasnya tercapai.25 Secara esensial itu berhubungan dengan apakah kita akan memperoleh hasil yang sama jika kita melakukan pengamatan yang sama untuk kedua kalinya.26 4.
Kepastian (Confirmability atau Objectivitas) Kepastian atau audit kepastian yaitu bahwa data diperoleh dapat dilacak kebenarannya dan sumber informannya jelas. Konfirmabilitas berhubungan dengan objektivitas hasil penelitian. Penelitian dapat dikatakan objektiv apabila keberadaan data dapat ditelusuri secara pasti dan telah disepakati banyak orang.27 Terdapat sejumlah strategi untuk meningkatkan konfirmabilitas. Peneliti dapat mendokumentasikan prosedur untuk mengecek dan mengecek kembali seluruh data penelitian.28
Selain keempat hal diatas, diketahui pula istilah triangulasi dalam teknik pemeriksaan keabsahan data. Triangulasi merupakan istilah yang dikenalkan oleh Denzin (1978) diambil dari peristilahan dunia navigasi dan militer.29 Triangulasi data digunakan sebagai proses memantapkan derajat kepercayaan (kredibilitas atau validitas) dan konsistensi (realibilitas) data, serta bermanfaat juga sebagai alat bantu analisis data lapangan.30 Ada tiga macam triangulasi yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik atau metode, dan triangulasi waktu.
25
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h. 217 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, h. 80 27 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 167 28 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, h. 81 29 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h.217 30 Ibid, h.218 26
48
1.
Triangulasi Sumber Cara meningkatkan kepercayaan penelitian adalah dengan mencari data sumber yang beragam yang masih terkait satu sama lain.31 Triangulasi sumber adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai sumber memperoleh data.32
2.
Triangulasi Teknik atau Metode Triangulasi metode adalah usaha mengecek keabsahan data atau mengecek keabsahan temuan penelitian.33 Untuk menguji kredibilitas data dengan triangulasi teknik yaitu mengecek data kepada sumber data yang sama dengan teknik yang berbeda.34
3.
Triangulasi Waktu Peneliti dapat mengecek konsistensi, kedalaman dan ketepatan atau kebenaran suatu data dengan melakukan triangulasi waktu. Menguji kredibilitas data dengan triangulasi waktu dilakukan dengan cara mengumpulkan data pada waktu yang berbeda.35
F. Analisis Data Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai materi-materi tersebut dan untuk memungkinkan menyajikan apa yang sudah ditemukan kepada orang lain.36
31
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif , h.170 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h.219 33 Ibid, h.219 34 Djam’an dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 171 35 Ibid, h.171 36 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, h.85 32
49
Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah aktivitas yang dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung, dilakukan mulai dari pengumpulan data sampai pada tahap penulisan laporan.37 Analisis data mencakup kegiatan dengan data, mengorganisasikannya, memilih, dan mengaturnya ke dalam unit-unit, mengsintesisikannya, mencari pola-pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang akan dipaparkan kepada orang lain.38 Teknik analisis data model interaktif menurut Miles dan Huberman terdiri atas empat tahapan yang harus dilakukan. Tahap pertama adalah tahap pengumpulan data, tahap kedua adalah tahap reduksi data, tahap ketiga adalah tahap display data, dan tahap keempat adalah tahap verifikasi.39 1.
Pengumpulan Data Pada penelitian kualitatif, proses pengumpulan data dilakukan sebelum penelitia, pada saat penelitian, dan bahkan di akhir penelitian. Bahkan Creswell (2008) menyarankan bahwa peneliti kualitatif sebaiknya sudah berpikir dan melakukan analisis ketika penelitian kualitatif baru dimulai.40 Dalam penelitian ini, penulis mulai melakukan pengumpulan data dengan studi pendahuluan ke sekolah dengan mewawancarai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan.
2.
Reduksi data Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan, penyerdehanaan, abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis.41 Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran lebih jelas dan memudahkan
37
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu, h. 176 38 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h.210 39 Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, h. 164 40 Ibid, h. 164 41 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data , h. 129
50
untuk melakukan pengumpulan data.42 Selanjutnya, diakui bila proses reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan, serta kedalaman wawasan yang tinggi.43 3.
Penyajian Data (Data Display) Tahap penyajian data adalah sebuah tahap lanjutan analisis di mana peneliti
menyajikan
temuan
penelitian
berupa
kategori
atau
pengelompokkan.44 Teknik penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti tabel, grafik, dan sejenisnya. Lebih dari itu, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.45 4.
Penarikan Kesimpulan Tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah suatu tahap lanjutan di mana pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan dari temuan data.46 Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.47 Penarikan simpulan merupakan hasil penelitian yang menjawab focus penelitian berdasarkan hasil analisis data. Simpulan disajikan dalam bentuk deskriptif objek penelitian dengan berpedoman pada kajian penelitian.48
42
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h. 211 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 219 44 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu, h. 179 45 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 219 46 46 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu, h. 180 47 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 220 48 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h. 212 43
51
Gambar 3.1 Analisis Data Model Interaktif Miles dan Huberman
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMPN 2 Kota Tangerang Selatan Dari hasil analisis dokumen yang peneliti kumpulkan, dapat diungkap mengenai data atau informasi SMPN 2 Kota Tangerang Selatan tentang sejarah singkat sekolah, visi dan misi, guru dan tenaga kependidikan, data siswa, sarana dan prasarana, serta kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler di sekolah tersebut. 1.
Sejarah Singkat SMPN 2 Kota Tangerang Selatan SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan mulai berdiri sejak tanggal 2 Januari 1974 sebagai sekolah filial dari SMP Negeri 48 Jakarta dengan nama SMP Persiapan. Seiring dengan terjadinya pengembangan wilayah dan peralihan pemerintahan, SMP Perisiapan kemudian berubah nama menjadi SMP Negeri Cireundeu (1979) dan SMP Negeri 1 Ciputat (1999) Pada tahun 2004 berdasarkan Keputusan Direktur PLP Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 1147A/C3/SK/2004 tanggal 5 Juli 2004, SMP Negeri 1 Ciputat mendapat predikat sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN). Predikat SSN sangat memacu semangat warga sekolah untuk mewujudkan sekolah sebagai pusat pengembangan logika, etika dan estetika melalui berbagai kegiatan sesuai Standar Nasional Pendidikan. Guru bersama orang tua dan komite sekolah saling bahu membahu dalam pengelolaan sekolah untuk peningkatan mutu pendidikan khususnya mutu lulusan, sehingga pada tahun 2009 SMP Negeri 1 Ciputat berhasil meraih sertifikat ISO 9001-2000. Berdasarkan Keputusan Wali Kota Tangerang Selatan Nomor 10 Tahun 2009, SMP Negeri 1 Ciputat berubah nama menjadi SMP Negeri
52
53
2 Kota Tangerang Selatan dan atas prestasi kerja sekolah pada tahun 2010 SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan meraih ISO 9001:2008. Mulai tahun pelajaran 2009/2010 SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan
telah
mencanangkan
program Sekolah
Berwawasan
Lingkungan Hidup. Untuk mewujudkan program tersebut sekolah telah menerapkan 5 (lima) rencana aksi, yaitu: a.
Optimalisasi pelaksanaan tata tertib sekolah tentang pola hidup bersih dan sehat;
b.
Pengadaan, perbaikan dan perawatan saran prasaran pendidikan secara bertahap dan proporsional;
c.
Penyediaan peralatan dan sarana kebersihan yang memadai;
d.
Pemanfaatan setiap lahan kosong untuk penghijauan dan taman;
e.
Menggalang kerjasama dengan orang tua, masyarakat, instansi pemerintah dan swasta dalam pengadaan perlatan kebersihan dan pengelolaan lingkungan.
2.
Visi Dan Misi a.
Visi Visi SMPN 2 Tangsel yaitu Cerdas, Inovatif, Nalar, Taqwa, Aktif dan dapat disingkat dengan CINTA (Cerdas, Inovatif, Nalar, Taqwa, Aktif).
b.
Misi 1) Membantu peserta didik yang cerdas, kreatif dan mandiri. 2) Mengembangkan daya nalar peserta didik dan mandiri. 3) Membentuk peserta didik yang beriman dan berbudi pekerti. 4) Membina minat dan bakat peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah.
54
3.
Guru dan Tenaga Kependidikan 1) Kepala sekolah a) Nama
: H. Maryono, S.E., M.Pd
b) Jabatan
: Kepala Sekolah
2) Dewan guru, staff tata usaha, dan caraka beserta security. Tabel 4.1 Guru dan Tenaga Kependidikan SMPN 2 Kota Tangerang Selatan No. 1 2 3
4.
Guru dan Tenaga Kependidikan Guru Staff Tata Usaha Caraka Jumlah
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
18 3 8 29
35 2 1 38
53 5 9 67
Data Siswa Tabel 4.2 Data Siswa SMPN 2 Kota Tangerang Selatan Kelas VII VIII IX Jumlah
5.
Jumlah Siswa 398 418 423 1239
Sarana dan Prasarana SMPN 2 Kota Tangerang Selatan memiliki tanah seluas 4.850 m2 yang merupakan milik pemerintah desa Cireundeu dengan luas bangunan 3250 m2, luas lapangan 1.200 m2, dan ruang terbukan hijau 400 m2. Sebagian besar bangunan dalam kondisi baik dan beberapa masih dalam perbaikan dan renovasi. Berikut ini adalah rincian sarana dan prasarana yang dimiliki SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
55
Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana SMPN 2 Kota Tangerang Selatan Luas tanah Status Luas lapangan OR/Upacara Ruang terbuka hijau Jenis Bangunan Ruang Kelas Belajar Ruang Lab. IPA Ruang Lab. Komputer Ruang Lab. Bahasa Ruang Multimedia Ruang Ibadah/Masjid Toilet siswa Ruang Kepala Sekolah Ruang Wakasek Ruang Guru Ruang Tata Usaha Ruang UKS + BK Ruang OSIS
6.
TANAH 4.850 m2 Milik pemerintah desa Cireundeu 1.200 m2 400 m2 BANGUNAN Jumlah Keterangan Kondisi baik 28 Kondisi baik 1 Kondisi baik 2 Akan direnovasi ex R. Kelas u/ R. Lab. 1 Bahasa 1 Kondisi baik Kondisi baik 1 1 lokal perlu renovasi 8 Kondisi baik 1 1 Kondisi baik Kondisi baik 1 Kondisi baik 1 Akan direnovasi ex R. Kelas u/ R. UKS + BK Akan direnovasi R. Perpustakaan u/ R. OSIS
Kegiatan Ekstrakulikuler SMPN 2 Kota Tangerang Selatan mempunyai delapan ekstrakurikuler yang diikuti oleh para peserta didik. Beberapa ekskul melakukan kegiatannya di sekolah, namun ada juga yang melakukannya di luar sekolah seperti ekskul badminton yang membutuhkan hall. Berikut ini adalah rincian ekskul yang dimiliki SMPN 2 Kota Tangerang Selatan.
56
Tabel 4.4 Kegiatan Ekstrakulikuler SMPN 2 Kota Tangerang Selatan Kegiatan Ekstrakulikuler Pramuka Palang Merah Remaja Futsal Basket
No. 1 2 3 4
7.
Ket.
No.
5 6 7 8
Kegiatan Ekstrakulikuler Badminton Tari Saman Paduan Suara Seni Bela Diri
Ket.
Panduan Tata Tertib Peserta Didik Untuk menjaga keamanan dan ketertiban para peserta didik selama di sekolah, SMPN 2 Kota Tangerang Selatan membuat sebuah panduan tata tertib peserta didik yang isinya berupa pasal-pasal beserta poin-poin pelanggaran. Berikut ini adalah rincian dari poin-poin pelanggaran yang dimuat di buku panduan tata tertib peserta didik SMPN 2 Kota Tangerang Selatan. Tabel 4.5 Poin-poin Pelanggaran Tata Tertib Peserta Didik SMPN 2 Kota Tangerang Selatan I 1 2
4
KEHADIRAN DAN KETERLAMBATAN Peserta Didik terlambat masuk sekolah Peserta Didik tidak masuk tanpa izin Peserta Didik yang tidak tertib dalam melaksanakan saat upacara bendera Peserta Didik yang terlambat lebih dari 10 menit saat upacara bendera
5
Peserta Didik tidak mengikuti upacara bendera tanpa keterangan
5
6
Peserta Didik tidak masuk dengan keterangan palsu
10
3
POIN 3 5 3 3
57
7 II 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 III 23 24
Peserta Didik yang meninggalkan kelas/sekolah tanpa seizing guru bidang studi, piket, dan keamanan sekolah pada saat jam pelajaran berlangsung PAKAIAN SERAGAM DAN KEPRIBADIAN Peserta Didik tidak memakai seragam lengkap sesuai dengan ketentuan Peserta Didik memakai seragam tidak rapi (baju dikeluarkan, celana di robek/ketat) Peserta Didik tidak memakai kaos dalam (singlet) berwarna putih Peserta Didik tidak memakai ikat pinggang berwarna hitam Peserta Didik putri tidak memakai jilbab berwarna putih Peserta Didik putri mengenakan jilbab tapi memakai baju lengan pendek & ketat Peserta Didik putra memakai perhiasan/assesoris (anting, gelang, kalung, dan sebagainya) Peserta Didik memakai jaket/sweater di kelas (lingkungan sekolah) kecuali sakit Peserta Didik tidak mengenakan kaos kaki berwarna putih Peserta Didik tidak memakai sepatu berwarna hitam Peserta Didik memakai seragam sekolah lain Peserta Didik putra memelihara rambut panjang, kumis, jambang, dan jenggot Peserta Didik yang mengecat dan mewarnai rambutnya Peserta Didik mencoret-coret pakaian seragamnya Peserta Didik mencemarkan nama baik sekolah, keluarga, teman, dan diri sendiri di media apapun KETERTIBAN DAN ETIKA Peserta Didik yang mengganggu ketenangan belajar pada jam pelajaran berlangsung Peserta Didik yang jajan di kantin pada saat jam
5 POIN 2 5 2 2
5 5 5 2 5 5 5 15 15 50 POIN 10 10
58
25 26 27 28 29 30
31
pelajaran berlangsung Peserta Didik yang mengaktifkan handphone pada saat pelajaran berlangsung Peserta Didik mengaktifkan media elektronik (MP3, MP4, Radio, dsb) yang tidak berhubungan dengan pelajaran di kelas Peserta Didik yang berkata kotor/jorok (tidak terpuji) di lingkungan sekolah Peserta Didik yang mencoret-coret dan merusak sarana dan prasarana sekolah Peserta Didik yang melompat pagar sekolah Peserta Didik yang berpacaran di lingkungan sekolah atau pada saat acara yang diselenggarakan sekolah Peserta Didik yang melakukan intimidasi dan perploncoan dengan sesama Peserta Didik
15 15 20 50 50 50
50
B. Hasil Penelitian Bullying merupakan perilaku menyimpang yang banyak terjadi di kalangan peserta didik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pengertian bullying adalah segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh suatu pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah, baik dalam bentuk fisik maupun verbal yang didasarkan pada suatu alasan tertentu, seperti ketidaksukaan pelaku terhadap tingkah laku korban atau karena dasar pertemanan. Dari hasil observasi lapangan dapat dijelaskan seperti berikut: Tabel 4.6 Hasil Oberservasi Hari Penelitian ke1 (Senin/10
Kegiatan
Keterangan
Mengenal lingkungan SMPN Saat ini sekolah sedang 2 Kota Tangerang Selatan direnovasi. Karena itulah siswa
59
Oktober 2016)
2 (Selasa/11 Oktober 2016)
Mengamati perilaku siswasiswi SMPN 2 Kota Tangerang Selatan baik saat jam belajar maupun di luar jam belajar Mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, terutama untuk mengamati perilaku peserta didik yang terindikasi bullying Mengenal lingkungan SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Mengamati perilaku siswasiswi SMPN 2 Kota Tangerang Selatan baik saat jam belajar maupun di luar jam belajar Mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, terutama untuk mengamati perilaku peserta didik yang terindikasi bullying 3 (Kamis/13 Oktober 2016
kelas VII dipindah menjadi masuk siang agar ruang kelasnya cukup Perilaku siswa-siswi semua sopan dan santun. Tidak ada yang berperilaku kasar dan pakaiannya pun rapi-rapi. Pelaku atau korban berperilaku wajar selama berada di kelas. Mereka tetap berkomunikasi dan bercengkerama dengan temantemannya Beberapa siswa terlihat sedang berolahraga di lapangan. Sebagian besar siswa sedang belajar di dalam kelas. Perilaku siswa-siswinya semua sopan dan santun, baik di dalam maupun di luar kelas. Semua siswa rapi-rapi dan bersih Siswa yang menjadi adalah siswa yang berprestasi dalam akademik dan seni
korban cukup bidang
Mengenal lingkungan SMPN Renovasi sekolah hampir 2 Kota Tangerang Selatan rampung, namun siswa kelas VII masih masuk siang. Mengamati perilaku siswa- Siswa-siswi di sekolah ini tidak siswi SMPN 2 Kota ada yang bertingkah laku konyol. Tangerang Selatan baik saat Mereka bertingkah sewajarnya jam belajar maupun di luar seperti siswa/siswi SMP pada jam belajar umumnya Mengikuti kegiatan belajar Pelaku mempunyai teman di luar mengajar di kelas, terutama kelas asalnya. Karena itu, saat jam
60
untuk mengamati perilaku istirahat pelaku lebih sering main peserta didik yang terindikasi ke kelas lain. bullying
1.
Faktor Keluarga sebagai Penyebab Perilaku Bullying Berikut ini akan dipaparkan secara jelas hasil analisis trakskrip wawancara dan observasi peneliti terhadap tujuh informan pelaku: AT (14 tahun), BB (13 tahun), SM (14 tahun), IN (14 tahun), PE (12 tahun), dan F (13 tahun). Peneliti juga menyertakan paparan hasil analisis transkrip wawancara dengan informan pengamat yang terdiri dari: (1) H. Maryono, S.E., M.Pd selaku kepala SMPN 2 Kota Tangerang Selatan, (2) Rasyid Ridha, S.Psi selaku guru BK dan Wali Kelas, (3) Dra. Tuti Sutiarsih selaku guru BK, dan (4) Suwarno, S.Pd selaku Pembina OSIS, mengenai faktor keluarga sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying. Dalam kaitannya dengan faktor keluarga, bapak Maryono, S.E., M.Pd selaku Kepala SMPN 2 Kota Tangerang Selatan yang baru, mengatakan seperti berikut ini: “Kan orang-orangnya sudah di tanya, bapak kan ngga bisa lihat berasal dari kelompok mana, bapak kan ngga bisa lihat. Jadi kalo jawaban ya sesuai dengan yang ada disitu, nanti apakah mereka yang kelompoknya tadi kan kelompok sosial ekonomi, kelompok strata sosial, kelompok pendidikan nanti kan gitu jawabannya.” 1 Peneliti mewawancarai bapak Suwarno, S.Pd selaku Pembina OSIS di SMPN 2 Kota Tangerang Selatan. Beliau sering menangani kasus-kasus bullying seperti ini. Dalam kaitannya dengan faktor keluarga, beliau mengatakan seperti berikut ini: “Rata-rata kalau yang pelaku bullying itu dari kalangan keluarga menengah ke bawah. Kalau saya perhatikan yang teridentifikasi bullying. Mungkin karena latar belakang pendidikan keluarganya, atau
1
Wawancara dengan Bapak Maryono, S.E., M.Pd Selasa, 18 Oktober 2016, “Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik”
61
mungkin pergaulan di lingkungan sekitarnya, itu bisa menjadi salah satu penyebab mereka jadi seperti itu. Yang jelas sih pergaulan lingkungan sama mungkin orang tuanya kurang open, istilahnya dengan anak kurang perhatian.”2 Selanjutnya, Bapak Rasyid Ridha, S.Psi selaku guru BK dan Wali Kelas VIII menambahkan bahwa biasanya mereka yang menjadi pelaku atau korban bullying berasal dari keluarga yang tidak lengkap: “Keluarga mereka kebanyakan memang broken. Broken disini maksudnya tidak lengkap. Tidak lengkap secara kandung gitu. Ada yang bercerai, ada yang ditinggal tidak jelas kemana, tapi ada juga yang memang sudah ada pengganti (orang tua tiri).”3 Sementara itu, Ibu Dra. Tuti Sutiarsih memaparkan beberapa hal terkait dengan faktor keluarga sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying seperti berikut ini: “Yang kena bullying itu biasanya keadaan orang tuanya susah, kemudian latar belakang ekonomi yang kurang. Kemudian juga mungkin pisah atai meninggal. Jadi dia kurang perhatian dari orang tuanya”4 Dalam kaitannya faktor keluarga sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying, BB (pelaku, 13 tahun), mengemukakan hal mengenai keluarganya sebagai berikut: “Keluarga saya cenderung kurang harmonis. Kadang timbul perselisihan di dalam keluarga. Adanya kerenggangan antara saya dan orang tua saya. Ketika sedang menasihati saya, mama suka marah-marah. Walaupun sebenarnya mama menasihati saya itu karena sayang, tapi menurut saya cara mama itu salah. Mama selalu membandingbandingkan saya dengan kakak-kakak saya. Saya merasa tidak senang akan hal itu. Terasa seperti pilih kasih. Komunikasi antara saya dan orang tua tetap berjalan. Orang tua saya jarang ada waktu hanya untuk
2
Wawancara dengan Bapak Suwarno, S.Pd. Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 3 Wawancara dengan Bapak Rasyid Ridha, S.PSi. Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 4 Wawancara dengan Ibu Dra. Tuti Sutiarsih. Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik”
62
sekedar jalan-jalan menghabiskan waktu bersama, bahkan di akhir pekan. Cuma ngasih uang aja.”5 Selain BB, ada juga SM (pelaku, 14 tahun) yang bercerita tentang keluarganya yang kurang lengkap sebagai berikut: “Ayah kandung saya meninggal karena musibah tsunami Aceh tahun 2004. Setelah kejadian itu, saya dan ibu saya hijrah ke Jakarta. Pada saat itu usia saya masih 2 tahun. Saat ini saya tinggal bersama ibu dan ayah tiri saya. Perlakuan ibu kepada saya terkadang tidak mengenakan. Saya sering dilarang bermain keluar bersama teman-teman saya dengan alasan takut lupa waktu. Komunikasi saya dengan ibu tetap _ancer, kalau sampai larut malam saya belum pulang ibu suka nelfonin saya”6 Ada pula AT (pelaku, 14 tahun) yang menceritakan tentang keluarganya yang cukup harmonis dan bahagia seperti berikut ini: “Mama saya ibu rumah tangga, papa saya kerja kantoran yang datang Cuma tanda tangan dan bisa pulang semaunya dia. Komunikasi saya dengan orang tua _ancer, apalagi sama mama. Kalau papa jarang ngobrol karena papa selalu pulang malam. Saya jarang menghabiskan waktu bersama-sama dengan keluarga karena papa saya suka pergi ke Bandung untuk event dari kantornya”7 Sementara itu F (korban, 13 tahun), menceritakan keluarganya yang belum bisa dikatakan keluarga utuh seperti berikut ini: “Ayah saya ustad, mama saya kerja di PT. Lestari. Mama dan ayah sudah pisah, terus sebulan yang lalu ayah tiri saya meninggal. Sekarang tinggalnya sama mama dan nenek. Mama jarang ngajak saya jalan-jalan, tapi mama punya cukup waktu buat menemani saya ketika belajar.”8 Lain lagi dengan IN (korban, 14 tahun) yang menceritakan tentang orang tuanya yang cukup tegas dalam mendidiknya seperti berikut ini: “Kalau mama sih baik, kalau ayah tegas gitu kalau lagi ngomelin. Tapi kayak misalnya kamu kalo misalnya jangan kayak gini dong. Saya lebih 5
Wawancara dengan Pelaku Bullying, BB (13 tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 6 Wawancara dengan Pelaku Bullying, SM (14 tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 7 Wawancara dengan Pelaku Bullying, AT (14 tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 8 Wawancara dengan Korban Bullying, F (13 tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik”
63
seringnya ngobrolnya sama mama. Kalau ayah pulangnya suka malam. Pernah suatu hari di nasihatin mama soal pentingnya menjaga persahabatan. Waktu itu pengkinya itu dipatahin ama RI nah trus RI-nya itu kayak ngga mau bersalah gitu, nah bilangnya suruh aku yang gantiin, yaudah. Dua hari keesokannya aku gantiin kan, aku kan ngumpulin uang dulu. Eh trus tapi temen-temennya pada marah gitu, yaudah trus ama mama dinasehatin”9 Kemudian, PE (korban, 12 tahun) yang memaparkan tentang keluarganya seperti berikut ini: “Ayah saya kerja di toko bangunan. Ibu saya kerja membantu-bantu memasak. Adik saya di kampung, sekolah sudah kelas 2. Komunikasi antara saya dan orang tua baik-baik saja. Kadang ayah suka ngajak saya jalan-jalan ke taman atau Ancol. Saya pernah diomelin ayah saya karena saya merebut mainan adik saya.”10 Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta didik yang teridentifikasi bullying berasal dari keluarga yang tidak utuh bahkan cenderung tidak harmonis, serta pola asuh yang tidak adil. 2.
Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying Dalam kaitannya dengan teman sebaya, Bapak Maryono, S.E., M.Pd, memaparkan tentang catatan-catatan yang diperoleh dari kalangan peserta didik seperti berikut ini: “Kalo penyimpangan-penyimpangan pasti ada. Tapi masih relative penyimpangan-penyimpangan itu masih batas wajar. Tapi kalo kenakalan-kenakalan layaknya remaja apa bedanya sih anak mahasiswa dengan anak SMP, ya kan sama aja. Tapi tidak menjurus ke hal yang arahnya kriminal. Kemudian pemalakan-pemalakan yang jumlahnya besar, terorganisir, massif, berarti kan kriminal juga. Karena kan harus kita bedakan antara kriminal dengan kenakalan anak-anak. Contohnya gini, kalo remaja di kampung itu ada ayam dipotong malem-malem dimaling, pisang diambil. Kan itu sekedar memang dia lapar, jadi nakal. Tapi kalo tiap hari dia ngambilin ayamnya orang, tiap hari dia ngambilin pisang dan misalnya mangganya orang, berarti itu kriminal ngga nakal
9
Wawancara dengan Korban Bullying, IN (14 tahun). Kamis, 13 Oktober 2016, “Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 10 Wawancara dengan Korban Bullying, PE (14 tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik”
64
lagi, karena untuk komersil. Ya anak juga begitu, jadi saya tidak melihatnya sebagai kegiatan mengarah ke kriminalitas yaitu kenakalan anak remaja. Ya walaupun memang tidak dibenarkan juga. Memang ada, tapi persentasenya sangat kecil.”11 Sementara itu, Bapak Suwarno, S.Pd memaparkan hal berikut terkait dengan faktor teman sebaya sebagai penyebab bullying melalui catatancatatannya pada peserta didik selama ini: “Rata-rata mereka tuh, sebenernya bully-nya gini karena satu, karena emang dari dirinya sendiri dia melakukan bully itu karena ingin menunjukkan jati dirinya lah, ini gue gitu kan. Kemudian yang kedua, karena juga ada faktor lain misalnya dia disuruh senior atau alumni, disuruh malakin lah, disuruh apa lah, pokoknya mereka sepertinya kayak alumni itu bikin regenerasi gitu. Loe harus jadi penguasa di sini jangan sampe ngga ada, nah entar mereka tanggung jawabnya ke seniorsenior alumni. Sebenernya, kalo mau ditindak alumni-alumni lebih berperannya lebih banyak dalam mempengaruhi anak-anak yang masih aktif di sekolah.”12 Selanjutnya, Bapak Rasyid Ridha, S.Psi selaku guru BK dan Wali Kelas VIII menambahkan bahwa pergaulan para peserta didik yang terindikasi bullying ini agak sedikiti bebas karena kurangnya kontrol dari orang tua: “Cenderung agak sedikit bebas mungkin. Dalam artian mungkin karena kurang kontrol dari orang tua yang kurang lengkap, ya. Jadi mereka itu cenderung nyari mungkin perhatian ya, perhatian di luar gitu, di luar keluarga, menurut saya. Jadi agak-agak… bukan menyimpang sih. Artinya ngga normal lah, ngga standar normal gitu. Jadi, agak-agak kalo dibilang bandel ya bandel. Cuman terlalu ekstrim kali dibilang bandel. Kurang baik lah, kurang baik. Hanya ngga terlalu parah, ngga terlalu menyimpangnya. Kalaupun dibahasakan menyimpang, menyimpangnya tuh ngga terlalu jauh.”13 Ibu Dra. Tuti Sutiarsih ikut memaparkan tentang catatan-catatan yang diperolehnya dari kalangan peserta didik seperti berikut ini: 11
Wawancara dengan Bapak Maryono, S.E., M.Pd Selasa, 18 Oktober 2016, “Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 12 Wawancara dengan Bapak Suwarno, S.Pd. Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 13 Wawancara dengan Bapak Rasyid Ridha, S.PSi. Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik”
65
“Teman sebaya kadang-kadang ini dia cenderung bisa dibohongin, dikerjain, ya kan? Kemudian dia bisa diperlakukan seenaknya dengan teman. Ya karena itu, karena dia merasa tidak lengkap di dalam dirinya. Temen-temennya biasanya banyak ya. Diantaranya PE, ya, dia dengan teman-teman sekelasnya. Dia merasa sering dibohongin, dikerjain, bahkan disuruh-suruh sehingga dia meninggalkan pelajaran, berbohong dengan orang tua, untuk memenuhi kebutuhan permintaan temannya”14 Kemudian BB (pelaku, 13 tahun) menceritakan tentang teman-teman sepermainannya seperti berikut ini: “hobi saya berenang. Jarang sih temen-temen saya yang suka berenang juga. Beberapa temen deket saya paling AJ dan AM. Kalo ngumpul paling di depan kelas, bercanda-canda atau curhat-curhatan. Saya jarang sih kalo untuk jalan-jalan ke mall gitu sama AJ atau AM. Paling main aja gitu ke rumahnya AJ. Itupun cuman hari Sabtu aja. Selain hari itu saya ngga boleh kemana-mana.”15 Sementara itu, SM (pelaku, 14 tahun) memaparkan tentang hobinya bersama teman-temannya yang senang main bola dan naik motor. Berikut ini penuturannya: “saya hobi main bola. Dari hobi saya itu, saya jadi punya banyak teman. Biasanya sih saya sama temen-temen saya ngumpulnya di rumah temen sambil acara bakar-bakar. Selain itu saya juga sering diajak sparing futsal atau kalo ngga ada kegiatan lain, biasanya saya dan temen-temen saya naik motor sambil keliling-keliling ngga jelas. Kadang saya juga suka pulang larut malam. Makanya itu mama saya suka ngelarang saya main”16 Lain lagi dengan AT (pelaku, 14 tahun) yang memiliki banyak teman dekat dan suka pergi ke tempat-tempat terkenal hanya untuk sekedar makanmakan dan foto-foto, seperti yang diceritakannya berikut ini: “saya ngga terlalu punya hobi yang sering banget dilakukan, ya. Paling sih suka baca novel. Temen deket ada delapan orang, itu yang paling sering ngumpul atau main-main gitu. Seringan sih kalo ngumpul di 14
Wawancara dengan Ibu Drs. Tuti Sutiarsih. Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 15 Wawancara dengan Pelaku Bullying, BB (13 tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 16 Wawancara dengan Pelaku Bullying, SM (14 tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik”
66
rumah NI atau di rumah SA. Biasanya kalo lagi main ya ngobrolin orang yang sama-sama kita ngga suka, selebihnya paling curhat-curhatan soal cowok. Selain ngumpul di rumah NI, saya dan temen-temen saya sering banget ke mall atau ke tempat-tempat makan yang lagi “hits”, tementemen aku yang lain juga sering ngajakin gitu. Ada tempat makan baru trus ngajakin makan disitu. Lumayan sering deh.”17 Kemudian F (korban, 13 tahun) menceritakan hobinya dan teman-teman sepermainannya. Berikut penuturannya: “hobi saya basket sama renang. Kadang suka berenang bareng sama BB. Temen-temen aku lumayan banyak sih. Kalo ngumpul paling di rumah temen, kadang-kadang di sekolah juga. Ya paling bercanda-bercanda, ngobrol-ngobrol gitu deh. Kalo main cuman sabtu-minggu aja. Ngga pernah sih yang main-main ke mall gitu, ngga pernah” 18 Selain itu, IN (korban, 14 tahun) bercerita tentang hobinya yang suka menggambar kartun dan teman-temannya yang sering mengajaknya jalanjalan, berikut penuturannya: “saya hobi menggambar atau mewarnai, suka berimajinasi gitu. Ada AN dan FA yang satu hobi dengan saya. Kalo ngumpul sering sih di dalem kelas, ngga suka di kantin soalnya banyak kakak kelas, agak males gitu. Kalo ngobrol seringan curhat-curhatan gitu soal cowok, kalo aku tahu ya aku ikut gabung. Beberapa kali temen saya ngajakin ke mall buat beli jaket, atau cuman sekedar jalan-jalan aja, ya saya ikut.”19 Lain lagi dengan PE (korban, 12 tahun) yang satu hobi dengan SM, tetapi mereka tidak pernah bermain bersama karena beda kelas dan beda teman bergaul. Berikut ini pemaparannya: “hobi saya main bola. Punya temen banyak, ya sepuluh kayaknya. Temen deket saya ada AR, KE, AI. Kalo ngumpul seringan di teras kelas, ngobrolin bola karena hobi kita sama. Kadang-kadang juga kita
17
Wawancara dengan Pelaku Bullying, AT (14 tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 18 Wawancara dengan Korban Bullying, F (13 tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 19 Wawancara dengan Korban Bullying, IN (14 tahun). Kamis, 13 Oktober 2016, “Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik”
67
main bola atau nonton bola. Selain di sekolah, saya juga sering main ke rumah temen buat main PS.”20 Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyimpangan bullying terjadi karena banyak faktor salah satunya karena pergaulan peserta didik yang cenderung sedikit bebas atau bisa karena faktor temannya yang iseng dan sering mengerjainya. Bisa juga karena faktor alumni yang meminta peserta didik ini untuk memalak (meminta uang secara paksa) temannya sendiri. Hobi dari peserta didik itu bermacam-macam, dari hobi tersebut dapat kita lihat seberapa banyak teman yang ia punya. 3.
Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying Membahas tentang faktor media massa, Bapak H. Maryono, S.E., M.Pd memaparkan bahwa sekolah melarang peserta didik membawa smartphone ke sekolah: “Kita secara resmi mengundang orang tua bahwa sekolah melarang membawa alat komunikasi. Saya bolehkan tapi alat komunikasi yang tidak ada fitur-fitur canggihnya itu kayak smartphone tadi. Tapi kalo handphone hanya sekedar menerima saya perkenankan. Karena itu kan hanya sekedar komunikasi, bentuknya kalo ngga sms ya telefon. Tidak ada fitur lain, ya paling foto ada lah, tapi mengirimkannya kan agak susah harus pake bluetooth. Jadi kita batasi dan itupun kalo yang membawa harus melapor kepada piket, wali kelas, atau security untuk dititipkan. Artinya ya sama saja dilarang juga.”21 Sementara itu, Bapak Suwarno, S.Pd Ibu Dra. Tuti Sutiarsih selaku Pembina OSIS dan guru BK memberikan penjelasan yang sama tentang peraturan peserta didik dilarang membawa smartphone ke sekolah: “sekolah memang melarang siswa untuk membawa hp ke sekolah. Karena yaitu untuk menghindari siswa yang tidak mampu untuk ingin memiliki hp dan juga bisa memancing temannya untuk melakukan hal-
20
Wawancara dengan Korban Bullying, PE (13 tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 21 Wawancara dengan Bapak Maryono, S.E., M.Pd. Selasa, 18 Oktober 2016, “Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik”
68
hal yang negatif, seperti mengambil. Ya jelas. Larangannya sudah jelas dan setiap sebulan sekali atau dua minggu sekali kita lakukan razia”22 Bapak Rasyid Ridha, S.Psi menambahkan mengenai pelaksanaan razia smartphone yang sering dilakukan untuk menghindari peserta didik menyimpan konten-konten yang tidak sesuai dengan usia mereka: “beberapa waktu yang lalu, tahun ajaran kemarin iya, isinya. Karena gara-gara awalnya ngga sengaja itu juga, gara-gara lagi ulangan diperiksa ama pengawas bawa handphone, pengawasanya iseng buka-buka ternyata ada konten yang ngga pas untuk anak-anak. Akhirnya dibikin razia besarbesaran, yang bawa handphone dikumpulin, ternyata banyak konten yang ngga layak buat mereka”23 Lain lagi dengan para peserta didik yang teridentifikasi bullying. Terkait dengan faktor media massa sebagai penyebab bullying, ada BB (pelaku, 13 tahun) yang berbicara tentang acara tv yang disukai dan kegemarannya mengakses internet melalui smartphone yang ia punya: “saya suka nonton kartun yang di MNC TV, Global TV, atau RCTI. Ya seneng aja mengingat masa kecil. Saya juga punya smartphone. Saya sering mengakses instagram atau sosial media melalui smartphone saya. Hanya untuk meng-stalk orang.” 24 Kemudian AT (pelaku, 14 tahun) lebih senang acara music-musik DJ yang ditayangkan di televisi dan mengaku sangat addict dengan smartphonenya: “saya suka nonton tv kalo pas baru pulang sekolah atau malam setelah jam belajar. Biasanya acara music-musik DJ gitu kayak The Remix di Net TV. Saya punya smartphone. Sering banget mengakses internet sampe-sampe ke kamar mandi aja smartphone-nya saya bawa. Saya seneng ngepoin orang lewat instagram, path, atau media sosial lainnya.”25 22
Wawancara dengan Bapak Suwarno, S.Pd dan Ibu Dra. Tuti Sutiarsih. Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 23 Wawancara dengan Bapak Rasyid Ridha, S.Psi. Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 24 Wawancara dengan Pelaku Bullying, BB (13 Tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 25 Wawancara dengan Pelaku Bullying, AT (14 Tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik”
69
Lain halnya dengan SM (pelaku, 14 tahun) yang mengaku jarang menonton tv dan memainkan smartphone-nya karena waktunya lebih banyak dihabiskan bermain di luar bersama teman-temannya: “saya jarang nonton tv, bu. Soalnya saya lebih suka jalan-jalan naik motor sama temen-temen saya. Smartphone saya punya, bu. Saya jarang mengakses internet lewat smartphone, paling buat buka facebook aja.”26 Selain itu F (korban, 13 tahun) juga senang menonton film kartun di tv karena lucu dan menggemaskan dan mengaku bahwa orang tuanya membatasi penggunaan smartphone: “saya senang menonton tv kalau pulang sekolah. Biasanya saya suka nonton doraemon atau upin-ipin karena lucu aja sih, daripada berita. Saya punya smartphone. Saya jarang mengakses internet karena dibatasin sama mama. Media sosial yang saya punya itu line, bbm, intagram, facebook. Biasanya saya pake itu kalo buat nanyain PR atau acara-acara angkatan gitu.”27 Kemudian IN (korban, 14 tahun) yang senang menonton film kartun karena sesuai dengan hobinya yang menggambar karakter kartun, terutama kartun Jepang atau biasa disebut anime. Ia juga mengaku bahwa orang tuanya membatasi penggunaan smartphone saat hari sekolah (senin-jumat): “ya paling acara kartun gitu soalnya suka buat kayak buat nyambungin ke hobi aja. Karena kan hobi saya kayak menggambar orang-orang anime gitu kan, nah trus saya suka kayak nonton film kartun biar lebih bisa gambarnya lagi. Saya punya smartphone. Jarang dipake sih. Kalo hari-hari biasa kan kadang-kadang suka ganggu, trus kalo udah megang hp lupa waktu tuh ama mama, yaudah trus dibilangnya hari minggu aja. Paling informasi kayak tentang pelajaran trus kalo ngga rumus-rumus MTK gitu yang aku ngga tau trus ngga ada di buku”28 Lain halnya dengan PE (korban, 12 tahun), ia suka menonton acara kartun dan/atau bola karena hobinya yang bermain bola. Sementara itu, ia 26
Wawancara dengan Pelaku Bullying, SM (14 Tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 27 Wawancara dengan Korban Bullying, F (13 Tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik” 28 Wawancara dengan Korban Bullying, IN (14 Tahun). Kamis, 13 Oktober 2016, “Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik”
70
sering mengakses internet melalui smartphone-nya, namun smartphone yang ia punya tidak sepenuhnya milik pribadi melainkan milik berdua dengan kakaknya: “saya suka acara kartun upin-ipin dan bola. Kadang saya suka nonton Boy (sinetron Anak Jalanan). Saya punya smartphone, berdua sama kakak. Sering mengakses internet buat nonton video, anak AJ, atau nonton bola.”29 Berdasarkan kesimpulan hasil wawancara di atas bahwa sekolah dengan tegas melarang siswanya membawa smartphone ke sekolah dengan alasan keamanan dan ketertiban saat KBM. Para peserta didik yang teridentifikasi bullying ini banyak yang menyukai film kartun karena usia mereka terhitung masih masa remaja awal. Kemudian, beberapa dari mereka lebih suka mengakses internet lewat smartphone karena kegemarannya berselancar di media sosial seperti instagram dan path. Selain itu, terdapat kasus bullying yang dilakukan oleh seorang pelaku dengan mengintimidasi melalui media sosial BBM.
C. Pembahasan 1.
Faktor Keluarga sebagai Penyebab Bullying Secara umum semua anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dimana orangtua dan lingkungan menjadi faktor utama dalam pembentukan kepribadian dan pemahaman moral anak. Sebab keluarga merupakan agen sosialisasi primer bagi seorang anak. Dalam proses sosialisasi di dalam lingkungan keluarga tertuju keinginan orang tua untuk memotivasi kepada anak agar mempelajari pola perilaku yang diajarkan
29
Wawancara dengan Korban Bullying, PE (13 Tahun). Senin, 10 Oktober 2016, “Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik”
71
keluarganya.30 Dalam proses sosialisasi, Durkheim melihat keluarga memiliki peran penting dalam membentuk kondisi sosial, psikologis, moral, dan emosi seorang anak.31 Orang tua hendaknya memberi teladan yang terbaik bagi anak-ananya tentang banyak hal dalam konteks proses sosialisasi.32 Akan tetapi tidak semua orang tua mampu menjalankan perannya sebagai pembentuk sikap bagi anak-anaknya sendiri. Hal ini yang kemudian menyebabkan sosialisasi tidak sempurna pada anak. Anak yang mengalami sosialisasi tidak sempurna ini berkemungkinan memiliki perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang adalah semua perilaku manusia yang dilakukan secara individu maupun kelompok yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.33 Anak yang tumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang kurang harmonis, orang tua yang terlalu emosional, dan kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya dapat menyebabkan timbulnya perilaku menyimpang, salah satunya bullying. Anak bisa menjadi pelaku bullying diantaranya karena: kemampuan adaptasi yang buruk, pemenuhan eksistensi diri yang kurang (biasanya pelaku bullying nilainya kurang baik), harga diri yang rendah, adanya pemenuhan kebutuhan yang tidak terpuaskan di aspek lain dalam kehidupannya, hubungan keluarga yang kurang harmonis, bahkan bisa jadi si pelaku ini juga merupakan korban bullying sebelumnya atau di tempat lain. Bullying sering dialami oleh siswa-siswa sekolah menengah di seluruh Indonesia. Karena salah paham, tindakan semacam ini dianggap sesuatu yang wajar, tanpa ada yang menyadari dampak jangka panjang yang ditimbulkan
baik
pada
korban
juga
pelaku bullying.
Akibatnya,
tindakan bullying terus terjadi sampai sekarang. Terkadang menimbulkan 30
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011), h. 177 31 Rakhmat Hidayat, Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 94 32 Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.105 33 Elly, Pengantar Sosiologi, h.188
72
korban jiwa dan trauma berkepanjangan yang tentunya menghambat proses belajar dan proses perkembangan jiwa seorang anak. Berdasarkan temuan di lapangan, peneliti mendapatkan informasi bahwa keluarga yang tidak harmonis, orang tua tidak utuh (meninggal dunia atau bercerai), peraturan di rumah yang terlalu ketat dapat menyebabkan siswa berperilaku bullying. Mereka yang menjadi pelaku bullying di sekolah berasal dari keluarga yang tidak utuh, bukan keluarga yang harmonis, dan termasuk anak yang kurang perhatian orang tua. Sementara mereka yang menjadi korban bullying termasuk anak yang sangat mendapatkan perhatian dari orang tuanya, banyak menghabiskan waktu bersama keluarga, dan tetap menjaga komunikasi antara orang tua dan anak. Dua dari tiga pelaku yang diwawancara, mengaku jarang berkomunikasi dengan orang tuanya. Hal ini disebabkan karena orang tua mereka jarang memberi waktu untuk sekedar berkomunikasi. Komunikasi dan interaksi adalah dua hal penting dalam proses sosialisasi. Sebab peran orang tua di rumah seharusnya mampu menciptakan komunikasi yang baik dengan anakanak dan membekali anak dengan pemahaman agama yang cukup dan menanamkan ahlakul karimah yang selalu dilaksanakan di lingkungan rumah, karena anak akan selalu meniru perilaku orangtua serta pemberian teladan kepada anak akan lebih baik dari memberi nasihat. Jika orang tuanya saja acuh dan tidak peduli dengan diri dan kepribadiannya, bagaimana anak itu tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkepribadian baik. Dasar anak tumbuh dan berkembang adalah keluarga. Ayah dan Ibu yang baik akan menciptakan anak yang baik pula, namun sebaliknya jika Ayah dan Ibunya bersikap tidak baik bahkan cenderung kasar, maka anak itu akan menjadi anak yang kasar pula. Hal ini sejalan dengan teori faktor keluarga penyebab bullying yang dipaparkan pada bab II, bahwa pola hidup orang tua yang berantakan, terjadinya perceraian orang tua, orang tua yang tidak stabil perasaan dan
73
pikirannya, orang tua yang saling mencaci maki, menghina, bertengkar dihadapan anak-anaknya, bermusuhan dan tidak pernah akur, memicu terjadinya depresi dan stress bagi anak. Kemudian, seorang remaja yang tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pola komunikasi negatif seperti sarcasm (sindirian tajam) akan cenderung meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya.34 Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Annisa dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang menyatakan bahwa pola asuh ibu mempengaruhi perilaku bullying pada remaja. Dibuktikan dengan hasil yang signifikan (p: 0,001). Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis juga menunjukkan terdapat pola asuh orang tua yang tidak adil yang akhirnya menyebabkan timbulnya perilaku bullying pada peserta didik tingkat SMP. Sementara itu dua dari tiga korban bullying yang berhasil diwawancarai menceritakan keluarganya yang utuh. Ayah dan Ibu mereka menyempatkan diri untuk berdiskusi dan mengobrol di waktu senggang. Tidak jarang orang tuanya mengajak mereka jalan-jalan pada waktu hari libur atau akhir pekan. Salah satu korban mengaku bahwa orang tua kandungnya sudah lama bercerai, kemudian Ibunya menikah lagi. Namun belum lama ini Ayah tirinya meninggal dunia. Kini ia tinggal bersama Ibu dan Neneknya. Diselasela waktu bekerjanya, Ibunya menyempatkan diri untuk menemaninya belajar pada malam hari. Ini membuktikan bahwa korban bullying mempunyai orang tua yang perhatian terhadap perkembangan anaknya, baik perkembangan kepribadian maupun sekolahnya. Orang tuanya tetap menjaga komunikasi yang baik terhadap anak-anaknya.
34
Irvan Usman, Kepribadian, Komunikasi, Kelompok Teman Sebaya, Iklim Sekolah dan Perilaku Bullying, Humanitas Vol. X No. 1, 2013, h. 51
74
Sejalan dengan hal itu, teori yang berkaitan dengan permasalahan di atas adalah teori belajar atau teori sosialisasi atau oleh Edwin H. Sutherland dinamakan teori asosiasi diferensial. Dalam teori ini dikatakan bahwa penyimpangan adalah konsekuensi dari kemahiran dan penguasaan atas sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma menyimpang, terutama dari subkultural atau diantara temanteman sebaya yang menyimpang.35 Teori asosiasi diferensial berpandangan bahwa setiap manusia yang berperilaku menyimpang itu bukan hasil keturunan atau tingkat kecerdasan yang renda, melainkan karena cara belajar dengan lingkungannya yang tidak benar. Dari sembilan proposisi teori asosiasi diferensial ini, salah satunya menyebutkan bahwa perilaku menyimpang dipelajari oleh seseorang dalam interaksinya dengan orang lain dan melibatkan proses komunikasi yang intens36 Dari teori ini bisa kita tarik kesimpulan bahwa seseorang yang berperilaku menyimpang merupakan hasil dari proses belajar atau yang dipelajari, bukan karena keturunan atau intelegensi yang rendah ditambah perilaku menyimpang yang dipelajari melalui interkasi dan komunikasi yang intens dengan orang lain. Proses belajar yang tidak sempurna ini menyebabkan para pelaku melakukan bullying kepada teman-temannya. Pelaku bullying rata-rata berasal dari keluarga yang kurang harmonis, tidak utuh, dan kurang kasih sayang serta perhatian. Hal ini yang kemudian membuat para pelaku mempelajari hal-hal baru yang dilihatnya dari orang lain, seperti mem-bully. Mereka membuat persepsi sendiri atas perilaku bullying tersebut ditambah
35 36
Elly, Pengantar Sosiologi, h. 237-238 Ibid, h.238
75
kurang pedulinya orang tua mereka terhadap apa yang telah mereka pelajari. Makin menjadi perilaku bullying pelaku ini. Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor penyebab bullying dengan teori asosiasi diferensial, dapat disimpulkan bahwa pelaku bullying awalnya mengalami proses belajar (sosialisasi) tidak sempurna dari keluarganya yang berimbas pada pelaku mempelajari hal-hal lain di luar keluarganya yang sebenarnya bukan hal baik. 2.
Faktor Teman Sebaya sebagai Penyebab Bullying Pada usia remaja, anak lebih banyak menghabiskan waktunya diluar rumah. Pada masanya, remaja memiliki keinginan untuk tidak lagi terlalu bergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya. Menurut Santrock sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama.37 Jika dilihat dari segi usia peserta didik SMP ini termasuk dalam remaja awal yang usianya 12 – 15 tahun. Pengaruh teman sebaya ini cukup dominan karena rata-rata dari para remaja ini lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah bersama teman-temannya. Hal ini yang kemudian menimbulkan kelompok-kelompok (genk) teman sebaya. Oleh karena itu salah satu faktor yang sangat besar dari perilaku bullying pada remaja disebabkan oleh teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif dengan cara memberikan ide baik secara aktif maupun pasif bahwa bullying tidak akan berdampak apa-apa dan merupakan suatu hal yang wajar dilakukan. Pencarian identitas diri remaja dapat melalui penggabungan diri dalam kelompok teman sebaya atau kelompok yang diidolakannya. Bagi remaja, penerimaan kelompok penting karena mereka bisa berbagi rasa dan pengalaman dengan teman sebaya dan kelompoknya. Untuk dapat diterima
37
John W. Santrock, Perkembangan Anak, jilid 2, Terj. dari Child Development, eleventh edition oleh Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 205.
76
dan merasa aman sepanjang saat-saat menjelang remaja dan sepanjang masa remaja mereka, anak- anak tidak hanya bergabung dengan kelompokkelompok, mereka juga membentuk kelompok yang disebut klik. Klik memiliki kesamaan minat, nilai, kecakapan, dan selera. Hal ini memang baik namun ada pengecualian budaya sekolah yang menyuburkan dan menaikan sejumlah kelompok diatas kelompok lainnya, hal itu menyuburkan diskriminasi dan penindasan atau perilaku bullying. Dalam rangka mencari identitas dan ingin eksis, biasanya remaja membentuk sebuah genk. Genk remaja ini sebenarnya sangat normal terjadi dan bisa berdampak positif, namun jika orientasi genk kemudian „menyimpnag‟ hal ini kemudian menimbulkan banyak masalah. Dari relasi teman sebaya juga ditemukan bahwa beberapa remaja menjadi pelaku bullying karena balas dendam atau perlakuan penolakan dan kekerasan yang pernah dialami sebelumnya Kelompok teman sebaya yang memiliki masalah di sekolah akan memberikan dampak yang negatif bagi sekolah seperti kekerasan, perilaku membolos, rendahnya sikap menghormati kepada sesama teman dan guru. Teman di lingkungan sekolah idealnya berperan sebagai “partner” siswa dalam proses pencapaian program-program pendidikan. Berdasarkan temuan di lapangan, teman sebaya para peserta didik ini ada yang berteman secara positif dan ada juga yang berteman secara negatif. Dalam hal ini, teman sebaya yang berteman secara positif lebih ke teman sebaya para korbannya, sedangkan teman sebaya yang ke arah negatif lebih banyak teman sebaya para pelaku. Diketahui dua dari tiga pelaku yang diwawancarai memiliki teman sebaya yang cenderung ke arah negatif. Mereka senang menggerombol dan hura-hura kemana saja yang mereka mau. Menggerombol disini mereka cenderung tidak menerima kehadiran orang lain di dalam genk mereka. Mereka senang naik motor sambil berkonvoi ria dan berkeliling tidak jelas.
77
Salah satu pelaku yang berinisial AT memiliki kelompok (genk) yang diberi nama DELAPAN ini termasuk dalam deretan anak populer di sekolah, sebab mereka berasal dari keluarga yang status sosialnya tinggi. Selain itu, mereka cenderung tidak menerima kehadiran orang lain di dalam genk mereka. Obrolan mereka lebih banyak membicarakan orang lain yang mereka tidak sukai. Hal ini yang kemudian menimbulkan keinginan untuk menindas orang yang mereka tidak sukai tersebut. Atas pengaruh teman sebaya dan keinginan untuk menindas inilah yang kemudian menimbulkan perilaku bullying. Anak agresif yang berasal dari status sosial tinggi dapat saja menjadi pelaku bullying demi mendapatkan penghargaan dari kawan-kawan sepergaulannya. Dengan alasan inilah mereka dengan senang hati melakukan bullying agar mendapat perhatian dan ditakuti oleh para juniornya. Hal ini juga sejalan dengan teori faktor teman sebaya sebagai penyebab bullying yang dipaparkan dalam bab II, menurut Benites dan Justicia tahun 2006 (seperti dikutip dari Usman), kelompok teman sebaya (genk) yang memiliki masalah di sekolah akan memberikan dampak yang buruk bagi teman-teman lainnya seperti berperilaku dan berkata kasar terhadap guru atau sesama teman dan membolos.38 Terkadang, beberapa anak melakukan bullying hanya untuk membuktikan kepada teman sebayanya agar diterima dalam kelompok tersebut, walaupun sebenarnya mereka tidak nyaman melakukan hal tersebut. Sementara itu, bentuk-bentuk bullying yang paling sering dilakukan oleh para pelaku adalah bullying verbal atau lisan dan non-verbal (melalui media sosial seperti bbm, line, atau whatsapp). Biasanya korban diintimdasi dengan ucapan atau kata-kata kotor dan kasar yang menyebabkan korban sakit hati bahkan cenderung takut.
38
Irvan Usman, Kepribadian, Komunikasi, Kelompok Teman Sebaya, Iklim Sekolah dan Perilaku Bullying, h. 51
78
Sedangkan, untuk para korban sendiri cenderung memiliki sedikit teman, tidak agresif, dan termasuk peserta didik yang tidak populer. Mereka kurang senang bergerombol dalam satu kelompok saja, obrolan mereka lebih ke arah hobi atau kegiatan yang disenangi, dan bukan berasal dari keluarga yang status sosialnya tinggi. Sementara itu, salah satu korban yang diwawancarai termasuk anak yang pemalu dan pemurung. Biarpun begitu ia memiliki teman yang dekat dengannya walaupun hanya empat orang saja. Selain dari hasil proses mempelajari perilaku menyimpang yang tidak ditanggapi dengan serius oleh keluarganya, para pelaku mempelajari hal tersebut dari para teman sebayanya. Intensitas komunikasi antara pelaku dan teman sebayanya lebih besar daripada orang tuanya. Karena orientasi teman sebayanya yang menyimpang, akhirnya pelaku ikut terbawa arus dengan perilaku teman-temannya yang menyimpang tersebut. 3.
Faktor Media Massa sebagai Penyebab Bullying Remaja adalah kelompok atau golongan yang mudah dipengaruhi, karena remaja sedang mencari identitas diri sehingga mereka dengan mudah untuk meniru atau mencontoh apa yang dia lihat, seperti pada film atau sinetron yang berisi adegan kekerasan, dan sebagainya. Program televisi yang tidak mendidik akan meninggalkan jejak pada benak pemirsanya. Akan lebih berbahaya lagi jika tayangan yang mengandung unsur kekerasan yang kemudian ditonton anak-anak sekolah yang dilakukan oleh para pemeran yang rata-rata berusia remaja akhir menuju dewasa. Media massa yang sangat akrab dengan masyarakat adalah televisi, karena melalui televisi semua informasi dapat diterima secara audio dan visual secara bersamaan. Acara-acara televisi saat ini lebih banyak mempertontonkan sesuatu hal yang mengandung unsur kekerasan, misalnya sinetron yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta yang mempertontonkan perkelahian diantara dua geng motor yang saling
79
bermusuhan dan itu terjadi terus menerus tanpa ada kata damai. Sinetron macam inilah yang akhirnya menimbulkan persepsi sendiri di benak anakanak sekolah bahwa bermusuhan itu adalah sesuatu yang keren dan menjadi sebuah ajang untuk mendapat perhatian dari banyak itu. Terlepas dari tayang di televisi tadi, ketiga pelaku yang berhasil diwawancarai menyebut bahwa mereka lebih senang menonton kartun daripada berita atau sinetron. Mereka menyukai kartun karena karakterkarakter yang lucu dan menggemaskan. Senada dengan para pelaku, ketiga korban yang diwawancarai juga mengaku lebih senang menonton kartun daripada yang lain. Mereka juga menyukai kartun karena lucu dan menggemaskan. Selain itu pula, karena memang hobinya yang suka menggambar karakter-karakter dalam film kartun (anime). Media massa lain yang saat ini sedang banyak digandrungi oleh remaja adalah internet dan media sosial. Media sosial menghapus batasan-batasan dalam bersosialisasi. Dalam media sosial tidak ada batasan ruang dan waktu, mereka dapat berkomunikasi kapanpun dan dimanapun mereka berada. Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan seseorang. Seseorang yang asalnya kecil bisa menjadi besar dengan media sosial, begitu pula sebaliknya. Peserta didik yang terindikasi bullying ini senang bermain media sosial, beberapa diantaranya adalah facebook, instagram, path, YouTube, LINE, dan Blackberry Messenger (BBM). Hal ini sejalan dengan sebuah riset yang dilakukan oleh Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN) Indonesia bersama Yahoo, ternyata kalangan remaja usia antara 15 sampai 19 tahun mendominasi pengguna internet di Idonesia sebanyak 64%. Sedangkan
80
pengguna layanan online pada E-mail (59%), instant messaging (59%) dan social networking (58%).39 Indonesia adalah "raksasa teknologi digital Asia yang sedang tertidur". Pengguna smartphone Indonesia bertumbuh dengan pesat. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.40 Dari hasil wawancara dengan para pelaku dan korban bullying, mereka semua mempunyai alat komunikasi canggih seperti handphone, dan yang lebih canggih mereka mempunyai smartphone. Dari smartphone tersebut mereka dengan leluasa berselancar di dunia maya dan berinteraksi dengan keluarga, saudara, dan teman dengan mudahnya tanpa ada batasan waktu. Namun tidak semua dari pelaku dan korban bullying tersebut diberi kebebasan dalam menggunakan smartphone. Para korban bullying dibatasi oleh orang tua mereka dalam menggunakan smartphone. Dua dari tiga korban dibatasi penggunaannya hanya pada waktu malam atau ketika hari libur (sabtu-minggu). Sedangkan satu korban lainnya mengaku jika smartphone yang digunakan adalah milik berdua dengan kakaknya. Dari sisi positif, mereka senang berinteraksi melalui media sosial karena mereka bisa berhubungan dengan orang banyak dalam satu waktu dan satu media. Misalnya, mereka biasa menanyakan ada atau tidaknya PR melalui grup yang dibuat dalam LINE, kemudian teman-teman yang lain menanggapi hal tersebut. Selain itu mereka biasa membuat janji atau acara melalui grup tersebut. 39
Ahmad Ali (2012), Pengguna Internet di Indonesia Didominasi Kalangan Remaja, diakses pada tanggal 02 November 2016 dari http://www.lensaindonesia.com/2012/09/26/pengguna-internet-diindonesia-didominasi-kalangan-remaja.html 40 Kominfo (2015), Indonesia Raksasa Teknologi Digital Asia, diakses pada tanggal 02 November 2016 dari https://kominfo.go.id/content/detail/6095/indonesia-raksasa-teknologi-digitalasia/0/sorotan_media
81
Dari sisi negatifnya mereka akan menjadi orang yang indivualistis, anti sosial, dan egois. Terlebih lagi penyalahgunaan media sosial yang dilakukan oleh mereka. Salah satu pelaku bullying (BB) menggunakan BBM untuk mengintimidasi korbannya (IN). Dalam BBM tersebut, BB tidak segansegan menyebutkan kata-kata kotor dan kasar kepada korban. Inilah suatu bentuk penyalahgunaan media sosial di kalangan peserta didik. Sekolah sudah membuat peraturan bahwa setiap peserta didik dilarang untuk membawa handphone atau smartphone ke sekolah. Alasannya untuk menghindari penyalahgunaan smartphone di kalangan peserta didik. Usia peserta didik yang rata-rata berusia 12 – 15 tahun ini adalah masa-masa dimana keingintahuannya tinggi. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, pihak sekolah secara tegas melarang peserta didik untuk membawa alat komunikasi dalam bentuk apapun ke dalam lingkungan sekolah. Sekolah sendiri sudah menyediakan handphone bagi para peserta didik untuk berkomunikasi dengan orang tua mereka di rumah jika ada hal yang sangat penting. Berdasarkan teori faktor media massa sebagai penyebab bullying yang mengatakan timbulnya perilaku bullying disebabkan oleh tayangan sinetron televisi yang mengangkat kisah tentang kebrutalan, kekerasan dan perkelahian yang secara tidak langsung memberikan dampak buruk bagi masyarakat terutama remaja dan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah41, tidak berlaku dalam kaitannya dengan permasalahan ini. Pelaku dan korban tidak menyukai tontonan yang berbau kekerasan. Mereka lebih suka menonton acara kartun. Penelitian yang dilakukan oleh Asep Ediana Latip, M.Pd dari Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Syarif Hidyataullah Jakarta menyatakan bahwa faktor 41
Levianti, Konformitas dan Bullying pada Siswa, Jurnal Psikologi Vol. 6 No. 1, 2008, h. 6
82
media massa lebih besar mempengaruhi perilaku bullying di kalangan peserta didik tingkat MI/SD. Media massa yang dimaksud adalah media massa televisi. Hal ini mungkin terjadi mengingat usia peserta didik MI/SD yang bekisar antara 6 – 12 tahun, yang masih suka mencontoh perilakuperilaku yang ditampilkan di layar televisi. Namun hal ini tidak berlaku pada penelitian yang telah penulis lakukan yang menyatakan bahwa faktor media massa televisi tidak menyebabkan perilaku bullying pada peserta didik tingkat SMP. Karena hasilnya, mereka lebih menyukai acara kartun yang kemungkinan untuk menyaksikan adegan-adegan berbahaya itu cukup kecil. D. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut: a.
Sulitnya mendapatkan data para pelaku dan korban bullying karena tidak semua kasus bullying ditulis dalam buku kasus oleh guru BK.
b.
Sulitnya mendapatkan informan yang bersedia diwawancarai.
c.
Data sekunder yang kurang lengkap, karena guru BK setiap tahunnya digilir secara bergantian dan data yang disimpan pun dirasa belum mewakili apa yang diinginkan penulis
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil paparan data dan pembahasan sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, hasil penelitian ini adalah faktor keluarga memiliki andil yang besar sebagai penyebab timbulnya perilaku bullying di kalangan peserta didik dalam kasus ini, sebab keluarga (khususnya keluarga para pelaku) tidak memberikan kasih sayang dan perhatian yang penuh kepada anakanaknya, padahal seharusnya anak-anak di usia remaja seperti para pelaku dan korban bullying di atas diberikan perhatian yang ekstra karena di usia inilah para remaja rentan terhadap hal-hal yang berbau negatif. Selain itu, keluarga yang tidak harmonis juga menciptakan iklim rumah yang negatif. Pola asuh yang selalu membeda-bedakan anak di dalam keluarga juga memicu timbulnya perasaan iri yang berakibat pada pelampiasan kekesalannya kepada temantemannya di sekolah. Kemudian, faktor teman sebaya sebagai penyebab bullying juga memiliki andil yang cukup besar dalam kasus ini, karena sebagian besar waktu yang dimiliki remaja ini adalah untuk berinteraksi dengan teman sebayanya, baik di sekolah maupun di lingkungan rumah. Intensitas komunikasi antar teman sebaya yang berlebih inilah yang memungkinkan munculnya hasrat ingin menindas atau melakukan bullying atas hasutan teman-temannya. Selain itu juga, timbul keinginan untuk diakui oleh anggota kelompok teman sebayanya yang lain agar dianggap sebagai pemegang kekuasaan penuh atas kelompoknya dan supaya kelompoknya (genk) ditakuti oleh kelompok lain. Hal ini didasarkan pada pentingnya meningkatkan eksistensi kelompok teman sebaya di dalam sekolah terutama di kalangan peserta didik yang lain.
83
84
Terakhir, faktor media massa (televisi, radio, dan surat kabar) sebagai penyebab bullying dalam kasus ini tidak terlalu memiliki andil yang besar karena tontonan atau acara televisi yang paling sering ditonton oleh para pelaku atau korban bullying tidak mengandung unsur kekerasan. Mereka cenderung menyukai film-film kartun dan acara musik. Dalam media massa lainnya, seperti internet dan media sosial memiliki andil yang cukup besar. Sebagian besar peserta didik tingkat SMP yang kisaran berusia 12 – 15 tahun sudah memiliki alat komunikasi canggih, seperti smartphone. Mereka terbiasa bermain media sosial di smartphone mereka. Salah satu kasus yang pernah terjadi di sekolah ini adalah dimulai dengan adanya intimidasi yang dilakukan pelaku kepada korbannya melalui sosial media BBM yang belanjut pada intimidasi secara langsung di sekolah. B. Implikasi Pada umumnya, hasil sebuah penelitian atau karya ilmiah mempunyai implikasi atau akibat yang ditimbulkan dari adanya penelitian tersebut. Implikasi dari adanya penelitian ini adalah membantu sekolah menemukan pelaku dan korban yang selama ini masih bersembunyi dan diam-diam mengenai perilaku bullying ini, sekolah lebih meningkatkan pengawasan terhadap peserta didik, khususnya pada tingkat pergaulan dengan teman sebaya di lingkungan sekolah, dan sekolah juga meningkatkan pengawasan penggunaan smartphone di sekolah dengan lebih sering melakukan razia di kalangan peserta didik. C. Saran Dari kesimpulan hasil penelitian di atas, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: a.
Bagi sekolah, hendaknya lebih menambah pengawasan dari berbagai lapisan, mulai dari security dan caraka sampai kepala sekolah mengawasi tindak tanduk perilaku bullying tersebut.
85
b.
Bagi guru, hendaknya tanggap terhadap perilaku bullying dalam bentuk yang kecil ataupun besar agar tidak sampai menimbulkan korban.
c.
Bagi guru BK, hendaknya mencatat setiap kasus-kasus bullying yang terjadi di sekolah sebagai catatan untuk merefleksi tindakan yang tepat untuk menangani kasus-kasus tersebut.
d.
Bagi orang tua siswa, hendaknya memberikan kasih sayang dan perhatian yang besar kepada anak-anaknya supaya hal-hal yang sudah terjadi tidak terjadi lagi untuk kedua kalinya. Diharapkan pula pengawasan ekstra namun tidak ketat terhadap anak-anaknya agar terhindar dari hal-hal negatif lainnya yang mungkin saja terjadi.
e.
Bagi peneliti lain, perlu adanya penelitian lebih lanjut dan secara mendalam berkaitan dengan penelitian ini, terutama mengenai cara mengatasi bullying ditinjau dari faktor-faktornya agar penyelesaian masalah bullying di sekolah dapat maksimal sehingga tidak ada lagi kasus-kasus bullying di kalangan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA BUKU Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu, Jakarta: Rajawali Pers, Cet. 2, 2015 Ahmadi, Abu, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Rineka Cipta, 2009 Ali, Mohammad, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011 Astuti, Ponny Retno, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak Jakarta: UI Press, 2008 Chakrawati, Fitria, Bullying, Siapa Takut?, Solo: Tiga Ananda, 2015 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Jakarta: Rajawali Pers, 2010 Gunawan, Imam, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 1, 2013 Herdiansyah, Haris, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: Salemba Humanika, 2012 Hidayat, Rakhmat, Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim, Jakarta: Rajawali Press, 2014 Idi, Abdullah, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2011 Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu Sosial; Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Jakarta: Erlangga, 2009 Indrawan, Rully, Metodologi Penelitian; Kuantitatif, Kualitatif, dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan, dan Pendidikan, Bandung: PT Refika Aditama, 2014 Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. 2, 2002 Kadir, Abdul, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012 Martono, Nanang, Kekerasan Simbolik di Sekolah; Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012 Morgan, Nicola, Panduan Mengatasi Stres bagi Remaja, Terj. dari The Teenage Guide of STRESS oleh Dewi Wulansari, Jakarta: Penerbit Gemilang, 2014 Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010 xii
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam: Pendidikan Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, Cet. 1, 2002 Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Sabri, Alisuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 Santrock, John W., Perkembangan Anak, Jakarta: Penerbit Erlangga, Ed. 7, 2007 Santrock, John W., Perkembangan Anak, jilid 2, Terj. dari Child Development, eleventh edition oleh Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti, Jakarta: Erlangga, 2007 Sarosa, Samiaji, Penelitian Kualitatif; Dasar-dasar, Jakarta: PT. Indeks, 2012 Satori, Djam’an dan Komariah Aan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, Cet. 5, 2013 Setiadi, Elly M., dan Kolip, Usman, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011 Siahaan, Jokie MS., Sosiologi Perilaku Menyimpang, Jakarta: Universitas Terbuka, 2010 Simbolon, Mangadar, Perilaku Bullying pada Mahasiswa Berasrama, Jurnal Psikologi Vol. 49 No. 2, 2012 Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011 Suwendi, Konsep Pendidikan KH. M. Hasyim Asy’ari, Ciputat: LekDis, 2005 Tanlain, Wens, dkk., Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Cet. 2, 1992 Tatang, Ilmu Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, Cet. 1, 2012 Thalib, Syamsul Bachri, Prof., Dr., M.Si, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Jakarta: Kencana, 2010 JURNAL Adila, Nissa, Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Krimonologi Vol.5 no.1, 2009 Flora, Robiah, Mengurangi Perilaku Bullying Kelas X-4 Melalui Pemberian Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Role Playing di SMA Negeri 12 Medan Tahun Ajaran 2012/2013, Jurnal Saintech Vol. 06 No. 02, 2014 Halimah, Andi, dkk., Persepsi pada Bystander terhadap Intensitas Bullying pada Siswa SMP, Jurnal Psikologi Vol.42 No.2, 2015
xiii
Hertinjung, Wisnu Sri, Bentuk-bentuk Perilaku Bullying di Sekolah Dasar, Prosiding Seminar Nasional Parenting, 2013 Levianti, Konformitas dan Bullying pada Siswa, Jurnal Psikologi Vol. 6 No. 1, 2008 Masdin, Fenomena Bullying dalam Pendidikan, Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2, 2013 Muhammad, Aspek Perlindungan Anak dalam Tindak Kekerasan (Bullying) terhadap Korban Kekerasan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Kabupaten Banyumas, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3, 2009 Parillo, Vincent N., Encyclopedia of Social Problems, New York: Sage Publication, Inc., 2008 Saifullah, Fitrian, Hubungan Antara Konsep Diri dengan Bullying Pada Siswa-Siswi SMP, eJorunal Psikologi, 2016 Septiyuni, Dara Agnis, dkk., Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Perilaku Bullying Siswa di Sekolah, Jurnal Sosietas Vol. 5 No. 1, 2014 Usman, Irvan, Kepribadian, Komunikasi, Kelompok Teman Sebaya, Iklim Sekolah dan Perilaku Bullying, Humanitas Vol. X No. 1, 2013 Yusuf, Husmiati dan Fahrudi, Adi, Perilaku Bullying: Asesmen Multidimensi dan Intervensi Sosial, Jurnal Psikologi Undip Vol.11 No.2, 2012 SKRIPSI Amalia, Dina, “Hubungan Persepsi tentang Bullying dengan Intensi Melakukan Bullying Siswa SMAN 82 Jakarta”, Skripsi pada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010, tidak dipublikasikan. Annisa, “Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Perilaku Bullying Remaja”, Skripsi pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok, 2012, tidak dipublikasikan Handini, Farisa, “Hubungan Konsep Diri dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying Siswa SMAN 70 Jakarta”, Skripsi pada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010, tidak dipublikasikan. Latip, Asep Ediana, “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying pada Peserta Didik Anak Usia MI/SD”, Penelitian Individu Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Syarif Hidyataullah Jakarta, Jakarta, 2013. Mulyani, Rina, “Pendekatan Konseling Spiritual untuk Mengatasi Bullying (Kekerasan) Siswa di SMA Negeri 1 Depok Sleman Yogyakarta”, Skripsi pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta, 2013, tidak dipublikasikan.
xiv
WEBSITE Ali, Ahmad, Pengguna Internet di Indonesia Didominasi Kalangan Remaja, 2012, http://www.lensaindonesia.com/2012/09/26/pengguna-internet-di-indonesiadidominasi-kalangan-remaja.html Edupost, Riset ICRW: 84 persen Anak Indonesia Alami Kekerasan di Sekolah, 2015, http: edupost.id/berita-pendidikan/riset-icrw-84-persen-anak-indonesia-alamikekerasan-di-sekolah Indra, Zul, Indonesia Ranking Kedua Bullying Sedunia, 2015 http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/04/28/indonesia-ranking-kedua-bullyingsedunia Kominfo, Indonesia Raksasa Teknologi Digital Asia, 2015, https://kominfo.go.id/content/detail/6095/indonesia-raksasa-teknologi-digitalasia/0/sorotan_media Komisi Perlindungan Anak Indonesia, KPAI : Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter, 2014 http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter/ Rostanti, Qommarria, KPAI: Kasus Bullying di Sekolah Meningkat Selama 2015, 2015 http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/12/30/o067zt280kpai-kasus-bullying-di-sekolah-meningkat-selama-2015 Sari, Nursita, Pergi ke Kafe, Alasan Siswi Lakukan Bullying di SMAN 3, 2016 https://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/03/14464891/Pergi.ke.Kafe.Alasa n.Siswi.Lakukan.Bullying.di.SMAN.3 Septianto, Bayu, Aksi Bullying Terjadi di SMAN 3 Jakarta, 2016, https://news.okezone.com/read/2016/05/03/338/1378936/aksi-bullying-terjadi-disman-3-jakarta
xv
Lembar Observasi Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik Hari penelitian ke
:1
Tanggal
: Senin, 10 Oktober 2016
Tempat
: SMPN 2 Kota Tangsel
Waktu
: 08.00 – 13.00
No.
1
Kegiatan
Mengenal lingkungan SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Keterangan
Saat ini sekolah sedang direnovasi. Itulah sebabnya siswa kelas VIII masuk siang. Agar ruang kelasnya cukup.
Mengamati perilaku siswasiswi SMPN 2 Kota 2
Tangerang Selatan baik saat jam belajar maupun di luar
Perilaku siswa semua sopan dan santun. Tidak ada yang berperilaku kasar. Pakaiannya juga rapi-rapi.
jam belajar Mengikuti kegiatan belajar
3
mengajar di kelas, terutama
Pelaku dan korban berperilaku wajar selama di
untuk mengamati perilaku
kelas. Mereka tetap berkomunikasi dan
peserta didik yang terindikasi
bercengkrama dengan teman-temannya.
bullying
Lembar Observasi Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik Hari penelitian ke
:2
Tanggal
: selasa, 11 Oktober 2016
Tempat
: SMPN 2 Kota Tangsel
Waktu
: 08.00 – 10.00
No.
1
Kegiatan
Mengenal lingkungan SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Keterangan
Beberapa siswa terlihat sedang berolahraga di lapangan. Sebagian besar siswa sedang belajar di dalam kelas
Mengamati perilaku siswa-
2
siswi SMPN 2 Kota
Perilaku siswa-siswanya semua sopan dan santun,
Tangerang Selatan baik saat
baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Semua
jam belajar maupun di luar
siswa rapi-rapi dan bersih
jam belajar Mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, terutama 3
untuk mengamati perilaku peserta didik yang terindikasi bullying
Siswa yang menjadi korban adalah siswa yang cukup berprestasi dalam bidang akademik dan seni
Lembar Observasi Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik Hari penelitian ke
:3
Tanggal
: Kamis, 13 Oktober 2016
Tempat
: SMPN 2 Kota Tangsel
Waktu
: 08.00 – 11.00
No.
1
Kegiatan
Mengenal lingkungan SMPN
Renovasi sekolah hampir rampung. Namun siswa
2 Kota Tangerang Selatan
kelas VII masih masuk siang.
Mengamati perilaku siswasiswi SMPN 2 Kota 2
Keterangan
Tangerang Selatan baik saat jam belajar maupun di luar jam belajar
Siswa-siswi di sekolah ini tidak ada yang bertingkah laku konyol. Mereka bertingkah laku sewajarnya seperti siswa-siswi SMP pada umumnya.
Mengikuti kegiatan belajar
3
mengajar di kelas, terutama
Pelaku mempunyai teman di luar kelas asalnya.
untuk mengamati perilaku
Karena itu, saat jam istirahat pelaku lebih sering
peserta didik yang terindikasi
main ke kelas lain.
bullying
Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik A. Pelaksanaan Wawancara Hari/Tanggal
: Selasa, 18 Oktober 2016
Jam
: 08.42
Tempat
: Ruang Kepala Sekolah
Informan
: Kepala Sekolah / Wakasek / Guru BK / Wali Kelas
Usia dan Jenis Kelamin : 55 tahun / Laki-laki B. Pertanyaan Penelitian Faktor Keluarga 1.
Bagaimana keadaan keluarga pelaku dan korban bullying?
2.
Apa pekerjaan orangtua mereka?
3.
Bagaimana komunikasi antara sekolah dan orang tua menyangkut pendidikan anaknya?
Faktor Teman Sebaya 1.
Bagaimana pelaku atau korban bergaul?
2.
Apakah Anda mengetahui siapa saja teman-teman pelaku atau korban?
3.
Catatan-catatan apa yang Anda peroleh dari kalangan peserta didik?
Faktor Media Massa 1.
Apakah sekolah melarang siswa untuk menggunakan smartphone?
2.
Apakah pernah sekolah melakukan razia untuk memeriksa isi smartphone siswa?
3.
Berapa kali dalam 1 tahun sekolah melaksanakan razia tersebut?
Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik A. Pelaksanaan Wawancara Hari/Tanggal
: Senin, 10 Oktober 2016
Jam
: 10.14 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangsel
Informan
: Kepala Sekolah / Wakasek / Guru BK / Wali Kelas
Usia dan Jenis Kelamin : 35 tahun / Laki-laki B. Pertanyaan Penelitian Faktor Keluarga 1.
Bagaimana keadaan keluarga pelaku dan korban bullying?
2.
Apa pekerjaan orangtua mereka?
3.
Bagaimana komunikasi antara sekolah dan orang tua menyangkut pendidikan anaknya?
Faktor Teman Sebaya 1.
Bagaimana pelaku atau korban bergaul?
2.
Apakah Anda mengetahui siapa saja teman-teman pelaku atau korban?
3.
Catatan-catatan apa yang Anda peroleh dari kalangan peserta didik?
Faktor Media Massa 1.
Apakah sekolah melarang siswa untuk menggunakan smartphone?
2.
Apakah pernah sekolah melakukan razia untuk memeriksa isi smartphone siswa?
3.
Berapa kali dalam 1 tahun sekolah melaksanakan razia tersebut?
Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik A. Pelaksanaan Wawancara Hari/Tanggal
: Senin, 10 Oktober 2016
Jam
: 11.00 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangsel
Informan
: Kepala Sekolah / Wakasek / Guru BK / Wali Kelas
Usia dan Jenis Kelamin : 48 tahun / Perempuan B. Pertanyaan Penelitian Faktor Keluarga 1.
Bagaimana keadaan keluarga pelaku dan korban bullying?
2.
Apa pekerjaan orangtua mereka?
3.
Bagaimana komunikasi antara sekolah dan orang tua menyangkut pendidikan anaknya?
Faktor Teman Sebaya 1.
Bagaimana pelaku atau korban bergaul?
2.
Apakah Anda mengetahui siapa saja teman-teman pelaku atau korban?
3.
Catatan-catatan apa yang Anda peroleh dari kalangan peserta didik?
Faktor Media Massa 1.
Apakah sekolah melarang siswa untuk menggunakan smartphone?
2.
Apakah pernah sekolah melakukan razia untuk memeriksa isi smartphone siswa?
3.
Berapa kali dalam 1 tahun sekolah melaksanakan razia tersebut?
Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik A. Pelaksanaan Wawancara Hari/Tanggal
: Senin, 10 Oktober 2016
Jam
: 10.09 WIB
Tempat
: Ruang Guru SMPN 2 Kota Tangsel
Informan
: Kepala Sekolah / Wakasek / Guru BK / Wali Kelas
Usia dan Jenis Kelamin : 32 tahun / Laki-laki B. Pertanyaan Penelitian Faktor Keluarga 1.
Bagaimana keadaan keluarga pelaku dan korban bullying?
2.
Apa pekerjaan orangtua mereka?
3.
Bagaimana komunikasi antara sekolah dan orang tua menyangkut pendidikan anaknya?
Faktor Teman Sebaya 1.
Bagaimana pelaku atau korban bergaul?
2.
Apakah Anda mengetahui siapa saja teman-teman pelaku atau korban?
3.
Catatan-catatan apa yang Anda peroleh dari kalangan peserta didik?
Faktor Media Massa 1.
Apakah sekolah melarang siswa untuk menggunakan smartphone?
2.
Apakah pernah sekolah melakukan razia untuk memeriksa isi smartphone siswa?
3.
Berapa kali dalam 1 tahun sekolah melaksanakan razia tersebut?
Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik A. Pelaksanaan Wawancara Hari/Tanggal
: Senin / 10 Oktober 2016
Jam
: 09.26 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangsel
Informan
: Pelaku / Korban Bullying ( 1 / 2 / 3 )
Usia dan Jenis Kelamin : 14 tahun / Perempuan B. Pertanyaan Penelitian Faktor Keluarga 1.
Bisakah Anda menceritakan tentang keluarga Anda?
2.
Bagaimana hubungan Anda dengan orang tua Anda dirumah?
3.
Apakah Anda selalu menjaga komunikasi dengan orang tua?
4.
Apakah orang tua sering memberi nasihat tentang pentingnya menjaga persahabatan?
5.
Bagaimanakah sikap orang tua Anda terhadap perkembangan pribadi dan sekolah Anda?
6.
Bagaimana perlakuan orangtua Anda terhadap Anda di rumah?
7.
Apakah orang tua Anda memiliki cukup waktu untuk keluarga?
Faktor Teman Sebaya 1.
Tolong ceritakan mengenai hobi Anda!
2.
Apakah Anda memiliki teman yang se-hobi dengan Anda?
3.
Berapa banyak teman Anda?
4.
Di mana biasanya Anda dan teman-teman Anda berkumpul?
5.
Apa yang biasanya dibicarakan dan atau dilakukan?
6.
Bagaimana cara Anda menghabiskan waktu dengan teman-teman Anda?
Faktor Media Massa 1.
Seberapa sering Anda menonton televisi?
2.
Acara apa yang Anda tonton?
3.
Mengapa Anda menyukai tontonan tersebut?
4.
Seberapa sering Anda mengakses internet?
5.
Bagaimana cara Anda mengakses internet tersebut?
6.
Informasi apa yang Anda cari dari internet tersebut?
Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik A. Pelaksanaan Wawancara Hari/Tanggal
: Senin / 10 Oktober 2016
Jam
: 09.00 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tagsel
Informan
: Pelaku / Korban Bullying ( 1 / 2 / 3 )
Usia dan Jenis Kelamin : 14 tahun / Laki-laki B. Pertanyaan Penelitian Faktor Keluarga 1.
Bisakah Anda menceritakan tentang keluarga Anda?
2.
Bagaimana hubungan Anda dengan orang tua Anda dirumah?
3.
Apakah Anda selalu menjaga komunikasi dengan orang tua?
4.
Apakah orang tua sering memberi nasihat tentang pentingnya menjaga persahabatan?
5.
Bagaimanakah sikap orang tua Anda terhadap perkembangan pribadi dan sekolah Anda?
6.
Bagaimana perlakuan orangtua Anda terhadap Anda di rumah?
7.
Apakah orang tua Anda memiliki cukup waktu untuk keluarga?
Faktor Teman Sebaya 1.
Tolong ceritakan mengenai hobi Anda!
2.
Apakah Anda memiliki teman yang se-hobi dengan Anda?
3.
Berapa banyak teman Anda?
4.
Di mana biasanya Anda dan teman-teman Anda berkumpul?
5.
Apa yang biasanya dibicarakan dan atau dilakukan?
6.
Bagaimana cara Anda menghabiskan waktu dengan teman-teman Anda?
Faktor Media Massa 1.
Seberapa sering Anda menonton televisi?
2.
Acara apa yang Anda tonton?
3.
Mengapa Anda menyukai tontonan tersebut?
4.
Seberapa sering Anda mengakses internet?
5.
Bagaimana cara Anda mengakses internet tersebut?
6.
Informasi apa yang Anda cari dari internet tersebut?
Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik A. Pelaksanaan Wawancara Hari/Tanggal
: Senin / 10 Oktober 2016
Jam
: 08.35 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangsel
Informan
: Pelaku / Korban Bullying ( 1 / 2 / 3 )
Usia dan Jenis Kelamin : 13 tahun / Perempuan B. Pertanyaan Penelitian Faktor Keluarga 1.
Bisakah Anda menceritakan tentang keluarga Anda?
2.
Bagaimana hubungan Anda dengan orang tua Anda dirumah?
3.
Apakah Anda selalu menjaga komunikasi dengan orang tua?
4.
Apakah orang tua sering memberi nasihat tentang pentingnya menjaga persahabatan?
5.
Bagaimanakah sikap orang tua Anda terhadap perkembangan pribadi dan sekolah Anda?
6.
Bagaimana perlakuan orangtua Anda terhadap Anda di rumah?
7.
Apakah orang tua Anda memiliki cukup waktu untuk keluarga?
Faktor Teman Sebaya 1.
Tolong ceritakan mengenai hobi Anda!
2.
Apakah Anda memiliki teman yang se-hobi dengan Anda?
3.
Berapa banyak teman Anda?
4.
Di mana biasanya Anda dan teman-teman Anda berkumpul?
5.
Apa yang biasanya dibicarakan dan atau dilakukan?
6.
Bagaimana cara Anda menghabiskan waktu dengan teman-teman Anda?
Faktor Media Massa 1.
Seberapa sering Anda menonton televisi?
2.
Acara apa yang Anda tonton?
3.
Mengapa Anda menyukai tontonan tersebut?
4.
Seberapa sering Anda mengakses internet?
5.
Bagaimana cara Anda mengakses internet tersebut?
6.
Informasi apa yang Anda cari dari internet tersebut?
Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik A. Pelaksanaan Wawancara Hari/Tanggal
: Senin / 10 Oktober 2016
Jam
: 08.50 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangsel
Informan
: Pelaku / Korban Bullying ( 1 / 2 / 3 )
Usia dan Jenis Kelamin : 13 tahun / Perempuan B. Pertanyaan Penelitian Faktor Keluarga 1.
Bisakah Anda menceritakan tentang keluarga Anda?
2.
Bagaimana hubungan Anda dengan orang tua Anda dirumah?
3.
Apakah Anda selalu menjaga komunikasi dengan orang tua?
4.
Apakah orang tua sering memberi nasihat tentang pentingnya menjaga persahabatan?
5.
Bagaimanakah sikap orang tua Anda terhadap perkembangan pribadi dan sekolah Anda?
6.
Bagaimana perlakuan orangtua Anda terhadap Anda di rumah?
7.
Apakah orang tua Anda memiliki cukup waktu untuk keluarga?
Faktor Teman Sebaya 1.
Tolong ceritakan mengenai hobi Anda!
2.
Apakah Anda memiliki teman yang se-hobi dengan Anda?
3.
Berapa banyak teman Anda?
4.
Di mana biasanya Anda dan teman-teman Anda berkumpul?
5.
Apa yang biasanya dibicarakan dan atau dilakukan?
6.
Bagaimana cara Anda menghabiskan waktu dengan teman-teman Anda?
Faktor Media Massa 1.
Seberapa sering Anda menonton televisi?
2.
Acara apa yang Anda tonton?
3.
Mengapa Anda menyukai tontonan tersebut?
4.
Seberapa sering Anda mengakses internet?
5.
Bagaimana cara Anda mengakses internet tersebut?
6.
Informasi apa yang Anda cari dari internet tersebut?
Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik A. Pelaksanaan Wawancara Hari/Tanggal
: Senin / 10 Oktober 2016
Jam
: 13.07 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangsel
Informan
: Pelaku / Korban Bullying ( 1 / 2 / 3 )
Usia dan Jenis Kelamin : 12 tahun / Laki-laki B. Pertanyaan Penelitian Faktor Keluarga 1.
Bisakah Anda menceritakan tentang keluarga Anda?
2.
Bagaimana hubungan Anda dengan orang tua Anda dirumah?
3.
Apakah Anda selalu menjaga komunikasi dengan orang tua?
4.
Apakah orang tua sering memberi nasihat tentang pentingnya menjaga persahabatan?
5.
Bagaimanakah sikap orang tua Anda terhadap perkembangan pribadi dan sekolah Anda?
6.
Bagaimana perlakuan orangtua Anda terhadap Anda di rumah?
7.
Apakah orang tua Anda memiliki cukup waktu untuk keluarga?
Faktor Teman Sebaya 1.
Tolong ceritakan mengenai hobi Anda!
2.
Apakah Anda memiliki teman yang se-hobi dengan Anda?
3.
Berapa banyak teman Anda?
4.
Di mana biasanya Anda dan teman-teman Anda berkumpul?
5.
Apa yang biasanya dibicarakan dan atau dilakukan?
6.
Bagaimana cara Anda menghabiskan waktu dengan teman-teman Anda?
Faktor Media Massa 1.
Seberapa sering Anda menonton televisi?
2.
Acara apa yang Anda tonton?
3.
Mengapa Anda menyukai tontonan tersebut?
4.
Seberapa sering Anda mengakses internet?
5.
Bagaimana cara Anda mengakses internet tersebut?
6.
Informasi apa yang Anda cari dari internet tersebut?
Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik A. Pelaksanaan Wawancara Hari/Tanggal
: Kamis / 13 Oktober 2016
Jam
: 08.00 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangsel.
Informan
: Pelaku / Korban Bullying ( 1 / 2 / 3 )
Usia dan Jenis Kelamin : 14 tahun / Perempuan B. Pertanyaan Penelitian Faktor Keluarga 1.
Bisakah Anda menceritakan tentang keluarga Anda?
2.
Bagaimana hubungan Anda dengan orang tua Anda dirumah?
3.
Apakah Anda selalu menjaga komunikasi dengan orang tua?
4.
Apakah orang tua sering memberi nasihat tentang pentingnya menjaga persahabatan?
5.
Bagaimanakah sikap orang tua Anda terhadap perkembangan pribadi dan sekolah Anda?
6.
Bagaimana perlakuan orangtua Anda terhadap Anda di rumah?
7.
Apakah orang tua Anda memiliki cukup waktu untuk keluarga?
Faktor Teman Sebaya 1.
Tolong ceritakan mengenai hobi Anda!
2.
Apakah Anda memiliki teman yang se-hobi dengan Anda?
3.
Berapa banyak teman Anda?
4.
Di mana biasanya Anda dan teman-teman Anda berkumpul?
5.
Apa yang biasanya dibicarakan dan atau dilakukan?
6.
Bagaimana cara Anda menghabiskan waktu dengan teman-teman Anda?
Faktor Media Massa 1.
Seberapa sering Anda menonton televisi?
2.
Acara apa yang Anda tonton?
3.
Mengapa Anda menyukai tontonan tersebut?
4.
Seberapa sering Anda mengakses internet?
5.
Bagaimana cara Anda mengakses internet tersebut?
6.
Informasi apa yang Anda cari dari internet tersebut?
TRANSKRIP WAWANCARA Hari/Tanggal : Selasa/18 Oktober 2016 Waktu
: 08.42 WIB
Tempat
: Ruang Kepala SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Informan
: H. Maryono, S.E., M.Pd
P
= Pewawancara
M
= Informan
P
: Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi, pak. Mohon maaf mengganggu waktunya.
M
: Waalaikum salam Wr. Wb. Pagi, nak. Iya ngga apa-apa.
P
: saya disini ingin mewawancarai Bapak mengenai skripsi saya tentang analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta didik. Kemarin saya sudah mewawancarai tujuh orang anak yang sebagai pelaku dan sebagai korban, dan beberapa guru yang memang di bidangnya yang menangani kasus-kasus seperti ini. Jadi hari ini saya Alhamdulillah-nya berkesempatan mewawancarai Bapak. Saya langsung ke pertanyaannya aja, pertama, bagaimana keadaan keluarga pelaku dan korban bullying ini? Secara umum anak-anak di sini orang tuanya itu dalam keadaan di atas, atau menengah, atau ke bawah, gitu pak.
M
: jadi pengertian bullying ini, kan… hm… apa ya… ada kategori ya. Sesuai dengan sensitivitas anak, gitu kan. Ada juga misalnya siswa yang hanya dengan kata-kata atau dengan gerak tubuh atau mungkin juga dengan fisik, gitu kan. Tapi karena mungkin sensitivitasnya tinggi sebenarnya untuk ukuran orang lain juga belum tentu itu bullying, gitu loh. Ada juga memang orangnya dableg, gitu kan, dengan porsi atau menu seperti itu pun orang belum merasa di bully. Atau mungkin orang yang sudah kondisi keluarganya seperti itu, atau kondisi lingkungannya seperti itu, dengan tingkat tinggi pun juga dia belum merasa di bullying. Nah saya mau nanya lagi, di sini memang sudah dapat data siswa yang di bully ini apa, gitu kan.
P
: kemarin sih saya udah nanya ke Pak Ridho, belum lama ini menangani kasus siswa yang diintimidasi oleh temannya sendiri. Jadi dia katanya, hm… pokoknya melalui gerakan, melalui bbm, gitu. Jadi di kata-katain kotor lah istilahnya gitu, kata-kata yang tidak sepantasnya, gitu, oleh temannya sendiri.
M
: iya jadi kalo menurut saya harus dibatasi dulu karena kalo intimidasi apakah sudah masuk kategori bullying, gitu kan. Dan yang jelas sih, kalo pemahaman kita, kita harus satu persepsi dulu pemahaman bullying itu kan sudah langsung mengena kepada korban kalo dianggap korban yang dilakukan oleh pelaku. Ya sekarang yang jadi pertanyaannya, sudah belum dikelompokkan bahwa yang tadi testimoni anak-anak tadi menurut definisi bullying, apakah itu sudah masuk bullying apa belum. Biar persepsi yang kita bangun jadi sama dulu. Ya kan kalo hanya sms, hanya ini dan ini udah nanti setelah di konfirmasi antara anggap itu korban dan anggap ada pelakunya menurut kelompok tadi ya kita petakan dulu kan ya. Nah setelah itu saya baru bisa jawab dari kelompok manakah, pelaku kan ya, pelaku bullying ini dari kelompok manakah, gitu kan. Kalo kategorinya mungkin sosial ekonomi, ya kan, mungkin kategorinya adalah strata sosial masyarakatnya, gitu kan. Jadi dia mungkin anak orang kaya tapi strata sosial dan pendidikannya mungkin rendah, kan bisa juga. Atau strata sosialnya tinggi, tetapi secara ekonomi mungkin tidak tinggi, kan bisa juga. Nah yang mau saya garis bawahi, nak windy ini kategori yang mana, nah itu sudah belum kategori bullying, gitu loh, dengan meng-sms, dengan ini. Baru setelah itu nanti bapak bisa jawab.
P
: jadi kemarin sih saya udah wawancara pelaku itu ada…
M
: karena kalo itu ya saya malu kalo ada bullying-nya, pelakuan bully. Karena usaha-usaha antisipasi sudah dilakukan. Atau nanti kita lanjutkan lagi diskusinya nanti kamu kasihan kelamaan. Kan nanti kan mau mengelompokkan strata pelaku dan strata korban, kan ya. Termasuk kelompok masyarakat apa maksud windy gitu tadi kan ya.
P
: iya dari golongan mana…
M
: nah itu kan bisa dikaji lagi dari sisi pendidikannya atau strata sosialnya atau strata ekonominya, kan gitu kan? Kan nanti kan kita ngga jelas yang windy ini mau kelompoknya kelompok apa, sosialnya... kalo sosialnya mungkin dia anak pejabat atau anak RT atau anak RW, gitu kan. Kalo ekonomi berarti anak orang kaya atau anak orang miskin. Kalo strata dari kelompok pendidikannya,
mungkin dia anaknya S3, S2, S1 atau SMA atau tidak berpendidikan sama sekali. Nah itu yang dimaksudkan windy yang mana. P
: jadi dari saya sih, saya kan ingin menganalisis faktor-faktor apa yang sudah ada, dari faktor keluarganya itu pertanyaannya itu bagaimana keadaan keluarga pelaku dan keluarga korban trus apa pekerjaan orang tua mereka, dan bagaimana komunikasi antara sekolah dan orang tua menyangkut pendidikan anaknya. Jadi saya menyusup lebih dalam faktor-faktor itu. Jadi ada tiga faktor yang akan saya analisis, jadi ada faktor keluarga, faktor teman sebaya, dan faktor media massa. Jadi saya lebih menggali kepada keluarga si pelaku dan keluarga korban dari sisi keluarganya ya itu keluarganya harmonis atau tidak harmonis, utuh atau tidak utuh, yang broken atau yang tidak. Trus apa keluarganya yang militeris, maksudnya yang keras jadi anaknya mengekang. Trus tentang pekerjaan orang tua mereka apakah mereka orang tuanya ini yang TNI yang harus hitam-hitam, putih-putih, gitu. Ataukah keluarganya cuma jadi tukang ojek tapi anaknya malah belagu malah gini. Malah bertingkah aneh-aneh, gitu trus komunikasi antara sekolah dan orang tua, kalo misalnya orang tuanya dipanggil apakah dia bodo amat ataukah peduli datang ke sekolah, gitu. Seperti itu pak.
M
: Jadi gini, persepsinya dibangun dulu biar sama yang menyangkut itu tadi memang yang tadi diceritain itu nemu kasusnya, itu yang ngasih siapa?
P
: Pak Ridho
M
: oh…itu sudah dalam kategori bullying?
P
: iya…
M
: unsur-unsur yang terpenuhinya apa itu?
P
: dari teori-teori yang sudah saya baca, itu tuh ciri-ciri pelaku bullying itu masuk dari yang kasus intimidasi itu. Menurut penuturan Pak Ridho, si anak yang di intimidasi itu, sebenernya baik. Tujuannya melaporkan kalo ada kegiatan, eh maksudnya perilaku menyimpang dari teman-temannya. Kan kasusnya ada anak yang ketahuan ngerokok trus dilaporin sama si korban itu trus ternyata temannya yang ketahuan merokok ini ngga senang kalo temantemannya itu diaduin gitu. Trus jadi, jadi si pelaku bullying yang mengintimidasi korban ini mengintimidasinya ini bukan hanya lewat bbm atau sms, tapi secara langsung pun iya. Secara verbalnya iya langsung.
M
: yaudah kalo itu memang secara teori masuk dalam kelompok bully ya sebetulnya di manapun bumi berpijak, tidak ada yang lepas dari bully. Termasuk di masjid, di pesantren pun. Dan termasuk kehidupan rumah tangga pun juga ada bully ya karena merasa tertekan, sekalipun itu orang tuanya, sekalipun itu kakaknya kandung, gitu ya. Karena itu tidak bisa dihindarkan karena itu adalah resiko dari sebuah relasi, relationship antara manusia dengan manusia ya pasti ada konfliknya gitu. Nah kalo menurut itu sih, saya cenderung tidak bisa melihat data. Itu yang punya data ya nanti tanya Pak Ridho aja. Kan orang-orangnya sudah di tanya, bapak kan ngga bisa lihat berasal dari kelompok mana, bapak kan ngga bisa lihat. Jadi kalo jawaban ya sesuai dengan yang ada disitu, nanti apakah mereka yang kelompoknya tadi kan kelompok sosial ekonomi, kelompok strata sosial, kelompok pendidikan nanti kan gitu jawabannya. Nanti tanya ke Pak Ridho, orang-orang itu tadi ngga saya liat datanya. Kan bapak ngga bisa liat datanya, kan nanti kan liat pasti ada biodatanya yang isian waktu anak baru masuk pasti diisi anaknya siapa, tinggal dimana, penghasilannya juga berapa itu ada semua. Ya itu dari sisi… bisa saja semua itu terpenuhi. Ada mungkin secara ekonomi dia mampu tapi pendidikannya diabaikan karena sibuk ngurus ekonomi jadi anak ngga keurus. Ada juga memang secara pendidikan kurang tinggi juga sama, jadi apakah ada jaminan bahwa pendidikan tinggi itu anak ini juga saya ngga tahu karena saya tidak melihat datanya. Ini kan kalo bapak asal jawab bisa aja menyenangkan windy, kan. Tapi kan itu tidak faktual, hanya sekedar selera saya menjawab, iya kan karena bapak tidak tahu bahwa yang pelaku bullying itu siapa-siapa saja, pendidikannya apa. Trus yang kedua dia anak siapa secara sosial, strata sosialnya apakah dia anak RT, RW atau orang biasa. Kemudian yang ketiga pendidikannya juga dia ngga tahu. Ya nanti kalau mau data itu dicari minta pak Ridho berasal dari kalangan apa, termasuk yang di-bully juga, kecuali kalo kemarin misalnya jauh-jauh hari ya saya siapkan, tolong cari data dari anak-anak ini. Gitu ya, windy ya. Trus mana apalagi…?
P
: kalo teman sebaya bapak ini mungkin lebih ke catatan-catatan peserta didik ya, misalnya mungkin bapak tahu catatan-catatan apa yang pernah diperoleh dari sekolah gitu. Tentang peserta didiknya. Misalnya apakah anaknya terlibat selain bully, misalnya iya bully, trus tawuran, apakah pelecehan, apakah narkoba gitu sampe gitu.
M
: kalo penyimpangan-penyimpangan pasti ada. Tapi masih relative penyimpangan-penyimpangan itu masih batas wajar, kecuali kalo narkoba gitu
kan, apalagi amoral itu tidak ada. Tapi kalo kenakalan-kenakalan layaknya remaja apa bedanya sih anak mahasiswa dengan anak SMP, ya kan sama aja, tetep ada. Tapi tidak menjurus ke hal yang arahnya kriminal. Kan kalo yang model narkoba itu kan kriminal. Kemudian pemalakan-pemalakan yang jumlahnya besar, terorganisir, massif, berarti kan kriminal juga. Karena kan harus kita bedakan antara kriminal dengan kenakalan anak-anak. Contohnya gini, kalo remaja di kampung itu ada ayam dipotong malem-malem dimaling, pisang diambil. Kan itu sekedar memang dia lapar, jadi nakal. Tapi kalo tiap hari dia ngambilin ayamnya orang, tiap hari dia ngambilin pisang dan misalnya mangganya orang, berarti itu kriminal ngga nakal lagi, karena untuk komersil. Ya anak juga begitu, jadi saya tidak melihatnya sebagai kegiatan mengarah ke kriminalitas yaitu kenakalan anak remaja. Ya walaupun memang tidak dibenarkan juga, tetapi pasti ada karena itu tuh adanya baikburuk, hitam-putih, beriman-tidak beriman, naka-tidak nakal, kan begitu. Ada, tapi persentasenya sangat kecil. Ada lagi win? P
: kemudian apakah sekolah melarang siswa untuk menggunakan smartphone?
M
: oh iya. Kita malah resmi mengundang orang tua bahwa sekolah dilarang membawa alat komunikasi. Saya bolehkan tapi alat komunikasi yang tidak ada fitur-fitur canggihnya itu kayak smartphone tadi. Tapi kalo handphone hanya sekedar nerima yang lama-lama itu saya perkenankan. Karena itu kan hanya sekedar komunikasi, bentuknya kalo ngga sms ya telefon. Tidak ada fitur lain, ya paling foto ada lah, tapi kan mengirimkannya kan agak susah harus pake bluetooth misalnya. Jadi kita batasi dan itupun kalo yang membawa harus melapor kepada piket, wali kelas, security untuk dititipkan. Artinya ya sama saja dilarang juga.
P
: trus apakah pernah sekolah melakukan razia untuk memeriksa isinya dari smartphone itu?
M
: ya ya ya sering sih ya, dikatakan razia rutin. Tapi ya emang udah dilarang, apa yang mau dirazia apalagi?
P
: kira-kira berapa kali dalam satu tahun sekolah melaksanakan razia?
M
: paling ngga satu bulan sekali. Kan nanti kan kalo udah dirazia, wah aman. Tapi anak juga tetep kalo bawa handphone kalo mau… tapi itu kan bukan konteks kita ya., kayak kita melarang bawa motor ke sekolah ya dia bawa aja motor dititipkan ke mall kan sama aja, tapi kan ke sekolahnya tidak. Berarti
urusan saya bener. Orang yang bawa handphone mungkin ngga sampe ke sekolah, bisa saja dititipkan ke kantin yang di luar. Tapi prinsipnya sekolah melarang. P
: ya pak, kayaknya udah semua nih pertanyaannya. Makasih ya, Pak. Atas informasi yang udah bapak berikan.
M
: iya sama-sama. Semoga bermanfaat, ya.
TRANSKRIP WAWANCARA Hari/Tanggal : Senin/10 Oktober 2016 Waktu
: 10.09 WIB
Tempat
: Ruang Guru SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Informan
: Pak Warno (Pembina OSIS/Pembantu Wakasek Bid. Kesiswaan)
P
= Pewawancara
W
= Informan
P
: Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi, Pak. Mohon maaf mengganggu waktunya.
W
: Waalaikum salam Wr. Wb. Iya, bu. Ngga apa-apa
P
: Saya langsung aja ya, Pak. Tadi saya udah wawancara beberapa anak yang teridentifikasi pernah menjadi korban dan pernah menjadi pelaku bullying, trus ada enam anak yang teridentifikasi, ada empat orang dari kelas VIII, satu orang dari kelas IX, dan satu orang lagi dari kelas VII. Hm… saya mau nanya, mungkin bapak tahu gimana keadaan keluarga pelaku atau korban?
W
: Rata-rata kalo yang pelaku bullying itu dari kalangan justru dari kalangan keluarga menengah ke bawah, ya. Rata-rata malahan. Itu…kalo saya perhatikan yang teridentifikasi bullying, kenakalan anak-anak tuh rata-rata dari kalangan menengah ke bawah justru kebanyakan. Ngga tahu kenapa, karena mungkin latar belakang pendidikan keluarganya, atau mungkin pergaulan di lingkungan sekitarnya, ya itu menjadi salah satu penyebab mereka jadi seperti itu. Yang jelas sih pergaulan lingkungan sama mungkin orang tuanya kurang open, istilahnya kalo orang jawa bilang kurang open, ama anak kurang perhatian.
P
: Bapak tahu ngga sih pekerjaan orang tua mereka?
W
: Rata-rata ini sih, rata-rata pegawai, tuh rata-rata pegawai. Ada juga yang ini, yang kaya tukang ojek, rata-rata banyakan malah yang bandel-bandel tuh yang anak-anak yang itu tadi, yang misalnya bapaknya cuma supir atau pegawai biasa kayak gitu.
P
: Trus gimana komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua murid, Pak?
W
: Biasanya kalo ada masalah dari anaknya, kita dari pihak sekolah melakukan pemanggilan. Pemanggilan orang tua yaitu kita identifikasi masalahnya apa, ya kan. Kemudian anaknya disini perilakunya bagaimana, kita komunikasikan. Ya ada juga orang tua yang bilang di rumahnya baik-baik aja, ternyata di sekolah bermasalah. Itu juga banyak juga yang kaya gitu. Nah nanti setelah tahu permasalahannya apa, orang tua baru menyadari, oh ternyata anak saya beda jauh ketika dia di rumah kayak gitu. Ada juga yang memang orang tuanya emang udah tahu anaknya bandel, makanya dia kadang-kadang masrahin juga, udah pak terserah pak anak saya mau diapain lah saya udah capek sama dia, kadang-kadang seperti itu juga.
P
: bagaimana korban atau pelaku itu bergaul dalam kesehariannya yang bapak tahu?
W
: biasanya ya itu tadi, kalo pulang sekolah nih, dia ngga langsung pulang, kadang nongkrong dulu atau di mana, kemudian pulang tuh ngga sesuai dengan seharusnya. Kita bubar jam 1, mereka kadang-kadang jam 5 baru nyampe rumah kata orang tuanya, bahkan kadang-kadang ampe abis maghrib segala itu. Nah jadi, kayaknya sih mereka kayak gitu bisa jadi karena itu tadi, pergaulan yang tidak sesuai dengan jalannya, ya gitu istilahnya lah. Dan orang tua juga ngga mantau, harusnya ketika anaknya belum pulang jam sekian, harusnya di pantau, atau pas ketika pulang harusnya ditegor, kenapa baru pulang jam segini, kemana aja gitu kan. Ini ya rata-rata itu, ke… mana…. Ke warnet lah segala macem.
P
: Catatan apa yang biasanya bapak peroleh dari kalangan siswa? Catatancatatan bully atau catatan yang lain?
W
: Rata-rata mereka tuh, sebenernya bully-nya gini karena satu, karena emang dari dirinya sendiri dia melakukan bully itu karena pengen menunjukkan jati dirinya lah, ini gue gitu kan. Kemudian yang kedua, karena juga ada faktor lain misalnya dia disuruh senior atau alumni kayak gitu kan, disuruh malakin lah, disuruh apa lah, pokoknya mereka sepertinya kayak alumni itu bikin regenerasi gitu. Saya kata, lo harus jadi penguasa di sini jangan sampe ngga ada, nah entar mereka tanggung jawabnya ke senior-senior alumni. Sebenernya, kalo misalnya mau ditindak alumni-alumni tuh lebih berperannya lebih banyak loh. Mempengaruhi anak-anak yang masih aktif di sekolah.
P
: Oh… udah gitu juniornya takut ya.
W
: Nah, itu dia. Karena mereka takut… cenderung itu, mereka takut sama senior atau alumni dibanding takut sama orang tua atau guru. Itu yang bikin ini…
sebenernya sumber masalahnya ya emang dari lingkungan yaitu alumni itu sendiri sama dari anaknya kok mau aja. Sedangkan alumni tuh ngga punya manfaat apa-apa buat mereka, yang ngasih jajan tiap hari orang tuanya malah ngga ditakuti, yang ngasih ilmu tiap hari gurunya ngga ditakuti, lah mereka yang malah dapet tekanan kemudian sering di mintain duit ama alumni kok mereka malah mereka lebih patuhnya ke mereka, ke alumni. P
: Kemudian apakah sekolah melarang siswa untuk menggunakan smartphone?
W
: ya jelas. Larangannya sudah jelas dan setiap sebulan sekali atau dua minggu sekali kita lakukan razia.
P
: Oh. Jadi setahun tuh bisa berapa kali ngadain razia? Bisa berkali-kali?
W
: Bisa berkali-kali, tidak ditentukan. Misalnya ada berita, ada kabar ya setiap guru langsung bisa diambil, disita. Melakukan penyitaan dan itu biasanya diambil pada saat semesteran, ketika orang tua ngambil rapot semesetran.
P
: Oh jadi orang tua yang ngambil ya, Pak
W
: Harus orangtuanya yang ngambil, ngga boleh siswanya.
P
: Oke deh, Pak. Terimakasih udah mau diwawancarai. Terimakasih atas informasi yang sudah Bapak berikan.
W
: Iya, bu. Sama-sama.
TRANSKRIP WAWANCARA Hari/Tanggal : Senin/10 Oktober 2016 Waktu
: 10.59 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Informan
: Dra. Tuti Sutiarsih (Guru BK)
P
= Pewawancara
T
= Informan
T
: yang kena bullying itu biasanya keadaan orang tuanya susah, karena kemudian latar belakang ekonomi yang kurang, ya kan? Kemudian juga mungkin hm… pisah, meninggal, itu kan jadi dia kurang perhatian dari orang tuanya : kemudian di sini banyak pekerjaan orang tua, di sini serabutan, bahkan ada yang ngga mengetahui pekerjaan orang tuanya sebagai apa. : komunikasi sekolah dengan orang tua menyangkut anak ini hm… rata-rata baik. Karena dia… anak itu… melakukan hal tersebut karena perhatiannya kurang. Mungkin karena pendidikannya juga, udah gitu orang tua harus mencari nafkah : ini tentang teman sebaya… teman sebaya kadang-kadang ini dia cenderung bisa dibohongin, dikerjain, ya kan? Kemudian dia bisa diperlakukan seenaknya dengan teman. Ya karena itu, karena dia merasa tidak lengkap di dalam dirinya. : kemudian, temennya siapa aja… temen-temennya itu mereka… tementemennya biasanya banyak ya. Diantaranya PE, ya, dia dengan teman-teman sekelasnya. Dia merasa sering dibohongin, dikerjain, bahkan disuruh-suruh sehingga dia meninggalkan pelajaran, berbohong dengan orang tua… untuk memenuhi kebutuhan permintaan temennya, gitu. : kemudian, sekolah memang melarang siswa untuk membawa hp ke sekolah. Karena yaitu untuk menghindari siswa yang tidak mampu untuk ingin memiliki hp dan juga bisa memancing temannya untuk melakukan hal-hal yang negative, seperti mengambil, tuh kan, gitu. : sekolah sering melakukan razia, yang isinya itu kadang-kadang anak usia sekolah itu ingin rasa tahu, adanya ditemukan tentang seks bebas, ada yang ditemukan tentang macem-macem lah, karena rasa ingin tahunya siswa apalagi dengan adanya anak yang kurang perhatian dari orang tua itu rasa ingin tahunya besar
T T
T
T
T
T
T
P
: kemudian, razia dalam satu tahun itu biasanya kita merazia itu biasanya 3 – 4 kali razia. Kayanya sering anak yang membawa hp. Ternyata sekarang mulai ditangani sekolah sudah menyediakan hp untuk kepentingan anaknya berkomunikasi dengan orang tua. : ya, sip. Terimakasih, bu.
TRANSKRIP WAWANCARA Hari/Tanggal : Senin/10 Oktober 2016 Waktu
: 10.14 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Informan
: Pak Ridho (Guru BK/Wali Kelas)
P
= Pewawancara
R
= Informan
P
: Assalamualaikum Wr. Wb. Maaf ya, Pak, ganggu waktunya.
R
: Waalaikum salam Wr. Wb. Iya, ngga apa-apa.
P
: Mengenai yang tadi, yang anak-anak keluar masuk ruangan ini. Tadi saya udah wawancara sedikit ama mereka tentang keluarga mereka, teman-teman mereka, dan tentang apa yang mereka lakukan di media sosial. Pertama, saya mau nanya Bapak mungkin sedikit tahu tentang keluarga anak-anak yang tadi yang apa… pelaku atau korban?
R
: Hm… ya… saya tahu… sedikit, tapi ngga terlalu banyak. Tapi, rata-rata sih tahu, gitu. Rata-rata tahu, tapi ngga terlalu tahu banyak.
P
: Yang sepengetahuan bapak, keluarga mereka rata-rata gimana?
R
: keluarga mereka… ada… kebanyakan emang broken, ya. Broken itu artinya ada yang… broken disini maksudnya tidak lengkap. Tidak lengkap secara kandung gitu. Ada yang bercerai, ada yang ditinggal ngga jelas kemana, tapi ada juga yang emang… apa namanya… udah ada pengganti gitu.
P
: Hm… bapak tahu pekerjaan orang tua mereka?
R
: Sebagian besarnya ngga, cuman tadi ada yang… apa sih namanya… pengusaha gitu, ada yang mampu ada yang ngga lah secara ekonominya gitu.
P
: Trus komunikasi antara sekolah dan orang tua gimana menyangkut sekolah anak-anak yang tadi?
R
: Cukup bagus ya, cukup bagus. Karena beberapapun tadi orang-orang lingkungan sekitar sini juga. Bahkan tadi saya lihat ada yang justru tokoh gitu orang tuanya tokoh masyarakat di sini.
P
: Gimana anak-anak yang tadi, hm… gimana mereka bergaul?
R
: Ya… cenderung… apa ya… agak sedikit bebas mungkin, ya. Dalam artian mungkin karena kurang kontrol dari orang tua yang kurang lengkap, ya. Jadi mereka itu cenderung nyari… mungkin perhatian ya, perhatian di luar gitu, di luar keluarga, menurut saya. Jadi agak-agak… bukan menyimpang sih. Artinya ngga normal lah, ngga standar normal gitu, jadi… agak-agak kalo dibilang bandel ya bandel. Cuman terlalu ekstrim kali dibilang bandel. Ngga… ya kurang baik lah, kurang baik. Cuman… ngga terlalu parah, ngga terlalu menyimpangnya. Kalaupun dibahasakan menyimpang, menyimpangnya tuh ngga terlalu jauh.
P
: Trus, catatan-catatan apa yang pernah diperoleh dari para siswa?
R
: Terakhir, kemaren BB ya, tadi ada BB kan? Dia kasusnya kemaren intimidasi temen. Jadi dia… jadi ada kasus disini anak laki-laki beberapa anak kelas VIII ketahuan ngerokok. Ketahuan ngerokok di kelas, lalu dipanggil. Bahkan sempet ada wacana dikeluarin anaknya, akhirnya ngga jadi… nah BB ini ngebela, ngebela yang ngerokok tadi. Katanya ada temennya seangkatan dia ngelaporin ke OSIS, nah kemudian BB tahu dan anak itu diancem, diintimidasi. Bahkan dikata-katain kasar di bbm ataupun langsung ke anaknya tersebut sampe orang tuanya tahu si anak yang di ancem ini orang tuanya dateng ke sini, minta klarifikasi kenapa harus terjadi hal seperti ini. Bbmnya dikasih tahu ke saya, seperti ini bahasanya Pak, kayanya ngga pantes anakanak sekolah seperti itu. Akhirnya saya panggil BB nya ke sini, di konfrontasi dengan orang tua si anak tersebut. Ya intinya nyesel lah, nyesel karena dia itu niatnya awalnya solider dengan temen, tapi saya bilang itu caranya ngga bener. Seperti itu. Ya paling kasusnya terjadi di anak-anak yang seperti itu tadi.
P
: Trus, apakah sekolah melarang siswa menggunakan smartphone?
R
: Di lingkungan sekolah, iya. Mutlak.
P
: Trus pernah melakukan razia untuk memeriksa isi dari smartphone itu?
R
: Kalo untuk deket-deket ini ngga. Tapi beberapa waktu yang lalu, tahun ajaran kemarin iya, isinya. Karena gara-gara awalnya ngga sengaja itu juga, gara-gara lagi ulangan diperiksa ama pengawas bawa handphone, pengawasanya iseng buka-buka ternyata ada konten yang ngga pas untuk anak-anak. Akhirnya dibikin razia besar-besaran, yang bawa handphone dikumpulin, ternyata banyak konten yang ngga layak lah buat mereka.
P
: Berapa kali kira-kira dalam satu tahun ini melakukan razia?
R
: Kalo untuk tahun ajaran ini belum, tahun ajaran kemaren itu sampe dua kali. Dalam satu tahun ajaran. Ya itupun kondisional itu, karena apa ya, kalo saya disini BK ngga… bukan wewenang kita sebenernya. Wewenangnya itu di kesiswaan dan OSIS dan itupun ngga bisa terjadwal gitu, kalo terjadwal kan mungkin. Ya berkala aja, ketika ada kasus gitu. Cuman sekolah melarang bawa handphone. Bisa jadi guru lagi ngajar di kelas, ada anak ngga sengaja ngeluarin handphone itu di ambil, kalo untuk besar-besaran paling banyaknya setahun dua kali.
P
: Oke deh, Pak. Kayanya udah semua pertanyaannya. Terimakasih banyak ya, Pak, atas waktunya.
R
: Oh, iya, sama-sama.
TRANSKRIP WAWANCARA Hari/Tanggal : Senin/10 Oktober 2016 Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Informan
: AT (Pelaku Bullying)
P
= Pewawancara
AT
= Informan
P
: Assalamualaikum Wr. Wb.
AT
: Waalaikumsalam Wr. Wb.
P
: Pagi, dek. Maaf ya ganggu. Langsung aja nih. Bisa ngga kamu ceritain tentang keluarga kamu? Ya, keseharian kamu. Kaya ayah, ibu, adik, gitu. Pokoknya keseharian kamu di rumah. Ayah kerja apa, ibu gimana.
AT
: Ibu saya ibu rumah tangga, papa kerjanya cuma… saya ngga ngerti pokoknya ke kantor nerima… pokoknya dia cuma tanda tangan, udah di kantor ngga ngapa-ngapain, kalo mau pulang ya semau mood-nya dia aja. Saya punya kakak, kuliah baru semester 2.
P
: Adik? Ngga punya adik?
AT
: Ngga.
P
: Tapi ayah sama ibu satu rumah ya?
AT
: Iya.
P
: Pokoknya kamu masih keluarga yang utuh ya?
AT
: Iya
P
: Trus gimana hubungan kamu dengan orang tua di rumah? Baik atau ada konflik?
AT
: Baik sih, deket sama kedua-duanya. Sama mama apalagi.
P
: Karena sering ngobrol gitu kali, ya.
AT
: Iya.
P
: Trus selalu jaga komunikasi, ya. Sama papa juga?
AT
: Iya
P
: Trus, orang tua sering kasih nasihat tentang pentingnya menjaga persahabatan?
AT
: Iya, soalnya mama juga deket sama temen-temen saya
P
: Karena sering main kali, ya.
AT
: Iya, sering nginep juga.
P
: Bagaimana sikap orang tua kamu terhadap perkembangan kepribadian kamu? Entah nanya-nanya soal pacar gitu, kamu di sekolah ngapain aja hari ini, ada masalah apa ngga…
AT
: Sering sih nanya soal sekolah, kalo pas pulang sekolah gitu. Kalo masalah pribadi…. ngga terlalu sih. Ya, paling ngeledek-ngeledek doang.
P
: Trus, gimana perlakuan orang tua kamu kalau di rumah?
AT
: Namanya juga ibu-ibu ya kak, kalo akunya lagi males, kadang galak. Ngga galak sih, cuma ngomel-ngomel gitu deh. Kalo papa jarang ngomong, soalnya jarang ketemu juga kan.
P
: Apakah orang tua kamu punya cukup waktu untuk keluarga? Weekend suka jalan-jalan?
AT
: Iya, sering kalo sabtu-minggu. Kalo papa lagi ngga ada event di Bandung.
P
: Hobi kamu apa?
AT
: Ngga punya hobi sih, apa ya hobinya, ya? Hm, ya paling suka baca ini sih, baca novel.
P
: Apakah kamu punya teman yang satu hobi dengan kamu?
AT
: Si SA temen deket aku, dia juga suka baca novel.
P
: Berapa banyak temen kamu? Yang temen deket.
AT
: Delapan. Ya sebenernya banyak juga sih, tapi yang paling deket, sering main, sering kumpul, ya delapan orang itu.
P
: Di mana biasanya kamu dan temen-temen kamu berkumpul?
AT
: Di rumah NI, atau kadang di rumah SA juga sering sih.
P
: Apa yang biasanya kamu lakuin atau kamu omongin bareng temen-temen kamu?
AT
: Ngomongin orang yang sama-sama kita ngga sukain. Tentang cowo… kadang-kadang sih.
P
: Gimana cara kamu menghabiskan waktu dengan teman-teman kamu selain kumpul-kumpul tadi? Jalan, hang out, ke mall, atau ke mana gitu?
AT
: Paling ke mall sih, trus suka makan. Itu makan sering banget. Kalo nemu tempat baru, ngajakin makan yuk, gitu.
P
: Trus, suka nonton tv? Sering? Setiap pulang sekolah?
AT
: Suka. Sering, sering. Iya, tiap pulang sekolah sama malem selesai belajar.
P
: Acara apa yang biasanya di tonton?
AT
: Acara-acara musik gitu, kaya the remix.
P
: Kenapa kamu suka acara-acara itu?
AT
: Suka aja. Kaya musik DJ-DJ gitu aku suka.
P
: Punya smartphone? Seberapa sering kamu menggunakan smartphone itu?
AT
: Punya. Sering banget sampe ngga dilepas-lepas. Kadang ke kamar mandi aja aku bawa HP-nya
P
: Gimana kamu mengakses internet itu? Dengan Wi-Fi atau paket data, gitu?
AT
: Aku pake dua-duanya
P
: Informasi apa yang biasanya kamu cari dari internet itu?
AT
: Informasi apa aja. Ya aku suka ngepoin orang gitu dari instagram, path, gitugitu..
P
: Selain itu? Apa kamu suka buka youtube?
AT
: Iya, aku suka buka vlog, trus cari tempat-tempat makan gitu di google.
P
: Iya, Alhamdulillah, dek, sudah semua pertanyaannya kamu jawab dengan baik. Terimakasih banyak ya atas waktunya.
AT
: Iya, kak. Sama-sama.
TRANSKRIP WAWANCARA Hari/Tanggal : Senin/10 Oktober 2016 Waktu
: 08.35 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Informan
: BB (Pelaku Bullying)
P
= Pewawancara
BB
= Informan
P
: Assalamualaikum Wr. Wb.
BB
: Waalaikum salam.
P
: Langsung aja nih ya. Bisa ngga kamu ceritain tentang keluarga kamu di rumah?
BB
: Baik.
P
: Harmonis ya?
BB
: Ya…. Hm… Ya…. Gitu deh
P
: Bener ya? Jujur aja, ga apa-apa.
BB
: Ya kadang ada masalah sedikit sih.
P
: Trus orang tua kamu di rumah gimana? Ya, antara kamu dan orang tua kamu hubungannya baik-baik aja atau ada kerenggangan gitu?
BB
: Ada.
P
: Oh, ada. Antara ibu, bapak, atau keduanya?
BB
: Keduanya.
P
: Oh, keduanya. Orang tuanya kerjanya apa?
BB
: Papa wiraswasta, mama rumah tangga.
P
: Kalo soal komunikasi, masih tetep berjalan kan?
BB
: Tetep berjalan, sih.
P
: Antara papa, mama, dan kamu…
BB
: Iya.
P
: Suka kasih nasihat tentang pentingnya menjaga persahabatan? Atau nasihat apapun deh…
BB
: Ya suka nasihatin cuma kadang suka marah-marah.
P
: Sikap orang tua terhadap kepribadian kamu atau sekolah kamu, masih suka nanya ya? Masih care gitu sama kamu…
BB
: Iya, masih.
P
: Perlakuan orang tua gimana di rumah?
BB
: Ya baik tapi kadang juga, nasihatinnya juga, terlalu berlebihan dan ampe kayak gitu. Gimana ya? Marah-marah. Ya aku tahu sih marah-marah juga karena sayang kan. Tapi kan, kalo dibanding-bandingin ama kakak kan juga ngga enak. Kayak pilih kasih gitu.
P
: Kamu punya kakak? Berapa?
BB
: Punya. Ada tiga.
P
: Tapi orang tua punya cukup waktu luang kan untuk keluarga?
BB
: cukup.
P
: Suka jalan-jalan kalo weekend gitu?
BB
: Jarang. Paling kalo sama papa. Sama mama juga jarang.
P
: Seringan sama papa?
BB
: Paling sering cuma kasih uang, udah. Jarang ada waktu.
P
: Hobinya apa, dek?
BB
: Berenang.
P
: Punya teman yang satu hobi ngga sama kamu?
BB
: Pada takut berenang…
P
: Banyak temannya? Teman dekat gitu?
BB
: Ada. AJ ama AM.
P
: Biasanya di mana kamu kumpulnya?
BB
: Biasanya sih di depan kelas.
P
: Biasanya apa yang dibicarakan atau di lakukan kalo lagi sama teman-teman kamu?
BB
: Ya paling bercanda-canda, curhat-curhatan.
P
: Trus selain nongkrong-nongkrong di depan kelas, biasanya menghabiskan waktu ke mana? Jalan, atau ke mall?
BB
: Kan kalo hari sekolah kan ngga boleh main, paling hari libur doang, main ke rumah temen ngumpul gitu di rumahnya AJ.
P
: Ga pernah nongkrong-nongkrong di mall gitu?
BB
: Jarang.
P
: Suka nonton tv?
BB
: Suka.
P
: Acara apa yang biasanya di tonton?
BB
: Ya paling film-film kartun gitu, di MNC TV, Global, atau ngga RCTI
P
: Kenapa kamu suka nonton kartun?
BB
: Ya mengingat masa kecil, hehehe…
P
: Trus, punya smartphone?
BB
: Punya.
P
: Seberapa sering kamu ngakses internet lewat smartphone kamu?
BB
: Ya paling kayak buka instagram, buka media sosial gitu deh.
P
: Gimana caranya ngakses itu? Pake Wi-Fi atau paket data sendiri gitu?
BB
: Kadang pake Wi-Fi, kadang pake paket data.
P
: Biasanya informasi apa yang kamu cari dari internet itu?
BB
: Ya paling kayak nge-stalk instagram orang gitu.
P
: Ya, adek. Makasih ya atas waktunya. Terimakasih banyak udah mau jawab pertanyaan-pertanyaannya dengan baik.
BB
: Iya…
TRANSKRIP WAWANCARA Hari/Tanggal : Senin/10 Oktober 2016 Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Informan
: SM (Pelaku Bullying)
P
= Pewawancara
SM
= Informan
P
: Assalamualaikum.
SM
: Waalaikum salam.
P
: Langsung aja ya, bisa ngga kamu ceritain tentang keluarga kamu? Gimana keluarga kamu di rumah?
SM
: Biasa-biasa aja, bu.
P
: Biasa-biasa aja gimana maksudnya? Ceritain aja.
SM
: Ya gitu, bu.
P
: Ya gitu gimana? Harmonis kah atau utuh, ada ayah ada ibu ada adik, gitu… ceritain aja.
SM
: Dulu mah tinggalnya ama mama, tapi… itu kan abis ada tsunami di Aceh, trus pindah ke Jakarta, trus papa udah ngga ada.
P
: Oh jadi sekarang tinggalnya sama mama aja? Ngga tinggal sama nenek kakek gitu?
SM
: Ngga.
P
: Jadi pindah hijrah ke Jakarta pas tsunami Aceh? Pas usia kamu…?
SM
: Masih 2 tahun.
P
: Oh iya, 2 tahun ya. Jadi sekarang tinggalnya sama mama aja. Tapi sekarang udah punya papa tiri?
SM
: Udah.
P
: Trus, gimana hubungan kamu dengan orang tua kamu di rumah?
SM
: Ya biasa aja, bu. Ya baik-baik aja.
P
: Mama kamu gimana?
SM
: Kadang ada enaknya, ada ngganya.
P
: Gimana tuh ngga enaknya?
SM
: Ngga enaknya kalo lagi pengen keluar main, dilarang.
P
: Alasannya…?
SM
: Alasannya biar saya ngga lupa waktu gitu, bu.
P
: Trus tapi tetep jaga komuniksi ya dengan orang tua kamu di rumah?
SM
: Iya…
P
: Kalo kamu pulang udah kemaleman sering di telfon?
SM
: Iya bu, sering.
P
: Trus orang tua suka ngasih nasihat?
SM
: Sering, bu.
P
: Gimana? Tentang pentingnya menjaga pertemanan gitu, kayak jangan suka berantem sama temen.
SM
: Iya bu sering dinasehatin kalo nyari temen yang bener. Kalo ada temen yang ngerokok jangan ngikutin. Ambil yang baik-baik aja.
P
: Gimana sikap orang tua kamu terhadap perkembangan kepribadian kamu, secara pribadi kamu, atau sekolah kamu? Kan kamu pernah punya pacar tuh, mama suka nanya-nanya ngga?
SM
: Ngga bu. Ya paling nanya di sekolahan ngapain aja gitu, punya masalah ngga.
P
: Berarti kamu sering ngobrol-ngobrol sama mama tentang masalah kamu?
SM
: Ya ngga juga sih, kadang-kadang.
P
: Kadang-kadang gimana maksudnya?
SM
: Cerita tentang di sekolahan gimana gitu, bu.
P
: Orang tua punya cukup waktu, ya? Mama kerja?
SM
: Iya. Ngga. Mama rumah tangga.
P
: Hobi kamu apa?
SM
: Main bola.
P
: Banyak ngga punya temen yang satu hobi sama kamu?
SM
: Banyak, lumayan.
P
: Di mana biasanya kamu dan teman-teman kamu ngumpul?
SM
: Di rumah temen.
P
: Atau punya basecamp nya?
SM
: Ngga ada.
P
: Biasanya ngomongin apa atau ngelakuin apa?
SM
: Ya paling… buat… bakar-bakar gitu, bu.
P
: Trus gimana cara kamu menghabiskan waktu dengan teman-teman kamu selain ngumpul-ngumpul itu?
SM
: Kalo misalnya ada yang ngajakin, ya sparing maen futsal.
P
: Selain itu?
SM
: Jalan-jalan ngga jelas.
P
: Naik motor? Keliling-keliling?
SM
: Iya. Gabut.
P
: Suka nonton tv?
SM
: Jarang, bu.
P
: Kenapa tuh? Jarang ada waktu? Kebanyakan jalan-jalannya ya?
SM
: Iya.
P
: Jarang ada di rumah dong berarti?
SM
: Iya
P
: Punya smartphone?
SM
: Punya.
P
: Seberapa sering ngakses internet lewat smartphone kamu?
SM
: Ngga sering.
P
: Gimana cara kamu ngakses internet itu? Kamu pake Wi-Fi kah, atau paket data kah?
SM
: Paket data, bu.
P
: Informasi apa yang biasanya kamu cari dari internet itu?
SM
: Ngga ada, bu.
P
: Bener? Jujur aja.
SM
: Cari informasi.
P
: Ya informasi apa? Biasanya kamu kalo buka internet ngapain?
SM
: Buka facebook.
P
: Hanya buka facebook aja ya?
SM
: Ada instagram juga, bu.
P
: Oh, kamu punya instagram juga. Oke deh, sepertinya sudah selesai pertanyaannya. Terimakasih ya, dek, udah mau aku wawancarain.
SM
: Iya, bu. Sama-sama.
TRANSKRIP WAWANCARA Hari/Tanggal : Senin/10 Oktober 2016 Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Informan
: F (Korban Bullying)
P
= Pewawancara
F
= Informan
P
: Assalamualaikum…
F
: Waalaikum salam.
P
: Maaf ya, dek, aku ganggu waktunya sebentar.
F
: Iya kak ngga apa-apa.
P
: Langsung ya, bisa ngga kamu ceritain keluarga kamu? Keluarga kamu di rumah. Ayah kamu kerja apa, ibu kamu gimana.
F
: Ustad. Ayah ustad. Ibu kerja di PT. Lestari.
P
: Hubungan dengan orang tua di rumah baik-baik aja ya?
F
: Iya.
P
: Trus sering komunikasi juga sama ayah sama ibu?
F
: Iya.
P
: Tinggal sama ayah dan ibu?
F
: Ngga. Mama sama ayah pisah, trus sebulan yang lalu ayah tiri meninggal.
P
: Trus sekarang tinggal sama ibu aja?
F
: Sama nenek juga.
P
: Trus ibu sering ngasih nasihat kalo di rumah? Nasihat apa biasanya?
F
: Jangan main mulu.
P
: Trus gimana sikap orang tua kamu terhadap perkembangan kepribadian kamu dan sekolah kamu?
F
: Ya suka nanyain. Sekolahnya gimana, trus temennya siapa aja.
P
: Kalo masalah pribadi pernah nanya? Masalah cowok gitu…
F
: Ngga… paling nanya udah punya cowok, belom… ya aku jawab belom.
P
: Orang tua kamu punya cukup waktu kan untuk keluarga?
F
: Cukup.
P
: Sering jalan-jalan gitu kalo weekend?
F
: Ngga sih paling ngobrol-ngobrol aja. Ya paling kalo belajar di temenin sama mama.
P
: Trus hobi kamu apa?
F
: Basket sama renang.
P
: Satu hobi dong, sama BB tadi?
F
: Iya…
P
: Banyak ngga temennya?
F
: Banyak
P
: Berapa temennya?
F
: Banyak deh pokoknya.
P
: Biasanya di mana kamu kumpul sama temen-temen kamu?
F
: Di rumah temen, di sekolah juga kadang-kadang kumpul.
P
: Apa yang biasanya di omongin atau di lakuin?
F
: Apa ya… ngobrol aja gitu, bercanda-canda, kayak main-main gitu.
P
: Trus selain ngobrol-ngobrol di sekolah, gimana cara menghabiskan waktu dengan teman-teman kamu? Apakah ke Ragunan, lari pagi, atau ke mall gitu? F : Paling main aja di sekolah atau di rumah temen, udah. Ngumpulngumpul
P
: Biasanya kapan tuh waktunya?
F
: Kalo libur. Sabtu-minggu.
P
: Suka nonton tv?
F
: Suka.
P
: Sering?
F
: Ngga. Kalo ada kartun aja.
P
: Acara itu yang kamu tonton?
F
: Iya. Dari pada berita.
P
: Kenapa suka kartun?
F
: Lucu aja, sih.
P
: Biasanya kartun apa?
F
: Doraemon atau upin ipin, hehehe…
P
: Seberapa sering kamu ngakses internet? Punya smartphone kan?
F
: Iya punya. Ngga sering banget sih, kan di batesin juga.
P
: Gimana cara kamu mengakses internet itu? Pake Wifi kah atau paket data kah?
F
: Paket data.
P
: Kamu ada bbm, line, atau whastapp?
F
: Whatsapp ngga ada. Cuma bbm dan line aja. Trus instagram, facebook.
P
: Informasi apa yang biasanya kamu cari dari internet itu?
F
: Informasi kelas, kayak minta PR. Sama angkatan-angkatan gitu paling.
P
: Udah selesai nih.
F
: Udah?
P
: Udah lah, Ngga terasa kan? Hahaha… Makasih ya atas waktunya.
TRANSKRIP WAWANCARA Hari/Tanggal : Kamis/13 Oktober 2016 Waktu
: 08.03 WIB
Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Informan
: IN (Korban Bullying)
P
= Pewawancara
IN
= Informan
P
: Assalamualaikum, Wr.Wb. Maaf ya dek, ganggu waktu belajarnya.
IN
: Waalaikum salam Wr. Wrb. Iya kak ngga apa-apa.
P
: Kita langsung aja nih ya pertanyaannya, bisa ngga kamu ceritain tentang keluarga kamu?
IN
: Ya kalo mama sih baik, kalo ayah tegas gitu kalo ngomelin. Tapi kayak misalnya kamu kalo misalnya jangan kayak gini dong, kamu harus arahin dulu gitu jangan maen panggil-panggil aja, gitu.
P
: maksudnya?
IN
: iya jadi kan kayak kemaren masalah aku sama BB itu trus jadi kayak aku tuh ngadu langsung ngadu ke mama gitu. Kan kalo misalnya langsung ngadu ke mama kan otomatis mama langsung ke sekolah, gitu. Kalo ngobrol ama ayah kan bisa langsung dibawa ke Pak Andos, kan ayah deket sama Pak Andos jadi bisa ngobrol aja sama Pak Andos, bisa diselesain pribadi gitu.
P
: trus ayah kerja apa?
IN
: Jadi montir
P
: mama?
IN
: ibu rumah tangga
P
: punya adik-kakak?
IN
: punya
P
: berapa?
IN
: kakak satu, adik satu.
P
: trus gimana hubungan kamu dengan orang tua di rumah?
IN
: baik-baik aja
P
: ngga ada masalah ya?
IN
: ngga.
P
: apakah kamu selalu menjaga komunikasi dengan orang tua kamu? Suka ngobrol?
IN
: iya. Tapi seringnya ngobrolnya sama mama. Kalo ayah pulangnya suka malem.
P
: apakah orang tua sering memberi nasihat tentang pentingnya menjaga persahabatan?
IN
: iya sering soalnya waktu itu kelas VII juga pernah kayak gini gara-gara apa gitu, tapi aku yang dituduh.
P
: kayak gimana tuh ceritanya?
IN
: iya kayak padahal kan pengki, pengkinya itu dipatahin ama RI nah trus RInya itu kayak ngga mau bersalah gitu, nah bilangnya suruh aku yang gantiin, yaudah. Dua hari keesokannya aku gantiin kan, aku kan ngumpulin uang dulu. Eh trus tapi temen-temennya pada marah gitu, yaudah trus ama mama dinasehatin.
P
: bagaimana perlakuan orang tua kamu di rumah? Kasar atau baik, gitu?
IN
: ngga sih, paling seringnya sih di nasehatin aja.
P
: apakah orang tua kamu memiliki waktu yang cukup untuk keluarga?
IN
: Iya.
P
: sering jalan-jalan?
IN
: iya tapi cuma sabtu-minggu aja.
P
: kemana biasanya?
IN
: ya kalo ngga jogging, makan-makan.
P
: Hobi kamu apa?
IN
: biasanya sih kalo ngga menggambar kayak mewarnai gitu deh, kayak suka berimajinasi gitu
P
: punya temen yang satu hobi sama kamu ngga?
IN
: ada. AN sama FA
P
: seberapa banyak temen kamu?
IN
: banyak sih ngga kehitung soalnya kalo main ya main aja ngga ngitungin temen
P
: dimana biasanya tempat kamu dan teman-teman kamu berkumpul?
IN
: di dalam kelas
P
: kalo di kantin ngga ya?
IN
: ngga. Ngga suka aku kalo di kantin kan banyak kakak kelas gitu mendingan di kelas.
P
: biasanya ngomongin apa atau ngelakuin apa?
IN
: paling kayak curhat gitu. Misalnya temen curhat gitu tentang cowok, yaudah aku dengerin aja, gitu.
P
: trus kamu suka nimbrung?
IN
: ya kalo saya tahu, saya ikutan.
P
: gimana biasanya kamu menghabiskan waktu dengan teman-teman kamu selain di kelas? Apakah ke mall atau jalan-jalan ke mana gitu?
IN
: kadang-kadang sih temen kayak ngajakin beli jaket atau liat-liat apa gitu yaudah aku ikut.
P
: suka nonton tv? Acara apa yang biasanya di tonton?
IN
: suka. ya paling kalo ngga acara kartun gitu soalnya suka buat kayak buat nyambungin ke hobi aja. Jadi kayak buat hobi gitu. Karena kan hobi aku kayak menggambar orang-orang anime gitu kan, nah trus aku suka kayak nonton film kartun biar lebih bisa gambarnya lagi
P
: punya handphone? Seberapa sering kamu mengakses internet lewat handphone kamu?
IN
: punya. Ngga sih, kalo dikasih hp sama mama cuma hari minggu
P
: selain itu?
IN
: ngga, kalo hari-hari biasa kan kadang-kadang suka ganggu, trus kalo udah megang hp lupa waktu tuh ama mama, yaudah trus dibilangnya hari minggu aja.
P
: gimana cara kamu mengakses internet itu? Lewat Wi-Fi ada di rumah atau pake paket data gitu
IN
: pake paket data
P
: itu punya pribadi kamu atau gabung sama kakak?
IN
: pribadi. Justru malah kakak minta wi-fi ke aku
P
: informasi apa biasanya yang kamu cari dari internet?
IN
: paling kayak tentang pelajaran trus kalo ngga rumus-rumus MTK gitu yang aku ngga tau trus ngga ada di buku.
P
: oke deh, dek, kayaknya udah semua nih pertanyaannya. Terimakasih ya atas semua informasinya
IN
: iya sama-sama.
TRANSKRIP WAWANCARA Hari/Tanggal : Senin/10 Oktober 2016 Tempat
: Ruang BK SMPN 2 Kota Tangerang Selatan
Informan
: PE (Korban Bullying)
P
= Pewawancara
PE
= Informan
P
: Assalamualaikum Wr. Wb.
PE
: Waalaikum salam.
P
: Dek, aku mau nanya sedikit. Ngga apa-apa ya…? Bisa ngga kamu ceritain tentang keluarga kamu? Papa, mama, adik gitu…
PE
: Adik saya di kampung, tapi sekolah, udah kelas dua.
P
: Trus ayah kerja…?
PE
: Di toko bangunan
P
: Ibu…?
PE
: Masak. Bantu.
P
: Oh, bantu memasak. Gimana hubungan kamu dengan keluarga kamu?
PE
: Baik.
P
: Baik ya. Komunikasi tetep ya, terus ya, tetap dijaga ya…
PE
: Iya, bu.
P
: Trus kamu suka dikasih nasihat gitu ngga sih, suka dikasih nasihat sama orang tua kamu tentang pentingnya menjaga persahabatan atau pertemanan gitu?
PE
: Pernah.
P
: Nasihat apa aja tuh contohnya?
PE
: Jangan main terus, belajar yang rajin, biar cepet naik kelas lagi.
P
: Trus orang tua kamu pernah kasar ngga sama kamu?
PE
: Pernah. Ayahnya.
P
: Ayah kamu pernah kasar? Dalam hal apa?
PE
: Dulu adik saya minta mainan tapi direbut sama saya, trus akhirnya dimarahin sama ayah.
P
: Trus perlakuan Ibu gimana? Baik?
PE
: Baik.
P
: Apa ayah dan ibu punya cukup waktu buat kamu di rumah?
PE
: Cukup.
P
: Suka liburan bareng sama ibu ayah?
PE
: Pernah.
P
: Kemana aja?
PE
: Ke taman, Ancol.
P
: Kamu hobinya apa?
PE
: Main bola
P
: Punya temen-temen yang satu hobi sama kamu?
PE
: Punya.
P
: Berapa banyak?
PE
: Berapa ya… sepuluh orang kayanya.
P
: Temen-temen deketnya berapa orang?
PE
: Banyak… empat.
P
: Kalo di kelas gimana kamu? Punya temen di kelas?
PE
: Punya. AR, KE, AJ.
P
: Di mana biasanya kamu dan temen-temen kamu kalo ngumpul?
PE
: Di teras kelas.
P
: Biasanya ngomongin apa?
PE
: Ngomongin bola sama main.
P
: Biasanya ngelakuin apa?
PE
: Main, main bola, nonton bola.
P
: Selain di sekolah, ngumpulnya ke mana aja? Cara kamu ngabisin waktu dengan teman-teman kamu gimana? Apa main bola, atau ke mall jajan-jajan gitu?
PE
: Main bola, ke mall, trus apa lagi ya… ke taman, ke rumah temen, main PS.
P
: Kamu suka nonton tv? Sering?
PE
: Suka. Iya sering.
P
: Apa acaranya yang biasa kamu tonton?
PE
: Upin ipin, trus… Boy, bola.
P
: Kenapa kamu suka nonton itu?
PE
: Soalnya kalo udah gede pengen jadi pemain bola.
P
: Kamu punya handphone?
PE
: Punya.
P
: Seberapa sering kamu ngakses internet lewat smartphone kamu?
PE
: Sering. Hampir setiap hari, sama kakak.
P
: Gimana cara kamu mengakses internet itu? Lewat Wi-Fi, atau paket data, atau gimana gitu?
PE
: Paket…data.
P
: Informasi apa yang biasanya kamu cari tahu lewat internet itu?
PE
: Nonton video, trus anak AJ, trus pemain bola.
P
: Oke sudah semua pertanyaannya. Terimakasih ya, dek.
PE
: Iya…
Lampiran Foto
BIODATA PENULIS Penulis yang bernama lengkap Windy Sartika Lestari ini lahir di Tangerang pada hari Senin, 11 Juli 1994 dari pasangan Bapak Asmawih Nimin dan Ibu Sarkiah. Perempuan berdarah Betawi asli ini telah menempuh pendidikan di TK Dahlia Cireundeu (1999 – 2000), SDN Cireundeu II (2000 – 2006), SMPN 2 Kota Tangerang Selatan (2006 – 2009), dan SMAN 1 Kota Tangerang Selatan (2009 – 2012). Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial konsentrasi Sosiologi. Selama kuliah, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan IPS sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi (periode 2013 – 2014) dan Sekretaris Menteri Divisi Seni dan Olahraga (periode 2015), serta menjadi anggota Tari Tradisional di Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR) Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Penyebab Bullying di Kalangan Peserta Didik (Studi Kasus pada Siswa SMPN 2 Kota Tangerang Selatan)” ini di bawah bimbingan Bapak Dr. Muhammad Arif, M.Pd dan Ibu Tri Hajarwati, M.Si. Diharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua masyarakat, khususnya para guru dan dosen yang berkecimpung di dunia pendidikan Ingin info lebih lanjut? E-mail
:
[email protected]
Instagram
: windysart