ANALISIS PENYEBAB PERILAKU AMAN BEKERJA PADA PERAWAT DI RS ISLAM ASSHOBIRIN TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Mayarakat (SKM)
Oleh : DENISA LISTY KIAY DEMAK (NIM : 109101000007)
PEMINATAN KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,
Desember 2013
Denisa Listy Kiay Demak
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2013 Denisa Listy Kiay Demak. NIM: 109101000007 Analisis Penyebab Perilaku Aman Bekerja Pada Perawat Di RS Islam Asshobirin Tangerang Selatan Tahun 2013 xv + 139 halaman, 10 tabel, 4 bagan, 3 gambar, 5 lampiran
ABSTRAK Latar Belakang: Perilaku manusia merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam mengakibatkan suatu kecelakaan, sehingga cara yang efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya perilaku tidak aman. Dari hasil studi pendahuluan di RS Islam Asshobirin 7 dari 10 perawat yang diamati berperilaku aman dengan memakai APD saat bekerja sedangkan sisanya tidak berperilaku aman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggali secara mendalam bagaimana perilaku aman dan faktor penyebab perbedaan perilaku pada perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit dalam mencegah terjadinya kecelakaan. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kualitatif. Pengambilan dan penggalian informasi diperoleh melalui observasi,wawancara mendalam dan telaah dokumen. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa bentuk perilaku aman bekerja pada perawat yaitu menggunakan APD, mengikuti SOP, mengambil posisi kerja yang aman dan hati-hati saat bekerja. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh perawat sudah cukup baik, mereka mendapatkan pengetahuan tersebut dari ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, membaca, serta sosialisasi oleh kepala ruangan untuk bertindak aman ketika bekerja. Dan adanya motivasi yang tinggi untuk selamat dari bahaya. Selain itu didukung juga dengan sikap positif perawat terhadap ketersediaan APD dengan selalu menggunakan APD saat bekerja. Serta adanya pengawasan oleh tim supervisi sehingga perawat berperilaku aman saat bekerja. Sedangkan perilaku tidak aman pada perawat yaitu selain tidak menggunakan sarung tangan saat menyuntik dan memasang infus juga tidak memakai sepatu saat bekerja. Hal ini disebabkan karena sikap perawat yang tidak disiplin dalam memakai APD dan SOP yang berlaku di RS Islam Asshobirin belum sesuai dengan standar Depkes RI. Saran: RS Islam Asshobirin diharapkan dapat menerapkan K3RS sesuai dengan KEPMENKES RI, memperbaiki SOP seperti prosedur menyuntik agar sesuai dengan DepKes RI dan mengadakan pelatihan K3. Kata Kunci : perilaku aman, perawat, kualitatif Daftar Bacaan : 55 (1970 – 2012)
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY DEPARTEMENT OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduate Thesis , December 2013 Denisa Listy Kiay Demak. NIM: 109101000007 CAUSE ANALYSIS OF SAFETY WORK BEHAVIOR OF NURSES AT RS ISLAM ASSHOBIRIN TANGERANG SELATAN IN 2013 xv + 139 pages, 10 tables, 4 charts, 3 images, 5 attachments ABSTRACT Background: Human behavior is an element that holds an important role in the result of an accident. Therefore, an effective way to prevent the workplace accidents is by avoids the occurrence of unsafe behavior. The results of preliminary studies in Islamic Hospital Asshobirin, 7 of 10 nurses were observe behave safely by wearing PPE while working and the rest do not behave safely. This study aims to identify and explore in details that how safety behavior and the factors causing differences in the behavior of the nurse as a health worker in hospital to prevent the occurrence of accidents. Methods: This study used a qualitative research approach. The information taking and exploration are done through the observation, in-depth interviews and documents review. Results: This research found that the safe working behavior on the nurses is by using PPE, following the SOP , taking a safe position and being careful in the work. Moreover, it also caused by several things that are: the knowledge possessed by the nurse is good enough, they get the knowledge of the lectured knowledge, reading and socialization by the Head of to act safely when working, also by the high motivation to avoids the dangers. In addtional also supported by the positive attitude of the nurse to the availability of PPE, by always use PPE when working. As well as the supervision by the Supervision Team so that the nurse behaves safely while working. And unsafe behavior on nurse is in addition to not use gloves when injecting an IV drip and also do not wear shoes at work. This is because the attitude of nurses who are not disciplined in the use of PPE and SOP are applicable in the RS Islam Asshobirin not in accordance with DEPKES RI standards. Suggestion: RS Islam Asshobirin expected to apply K3RS in accordance with KEPMENKES, repair procedures such as repair the SOPs such as the injection procedure to match the Ministry of Health (DepKes RI) and conduct the K3 training. Keywords : safety behavior, nursing , qualitative Reading List : 55 (1970 – 2012)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
ANALISIS PENYEBAB PERILAKU AMAN BEKERJA PADA PERAWAT DI RS ISLAM ASSHOBIRIN TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : Denisa Listy Kiay Demak NIM : 109101000007
Jakarta,
2 Januari 2014
Mengetahui,
Pembimbing I
Minsarnawati, SKM, M.Kes
Pembimbing II
Riastuti Kusuma Wardani, MKM
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi dengan judul ANALISIS PENYEBAB PERILAKU AMAN PADA PERAWAT DI RS ISLAM ASSHOBIRIN TAHUN 2013 telah diujikan dalam sidang ujian skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 16 Desember 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat. Jakarta,
27 Desember 2013
Sidang Ujian Skripsi
Ketua,
Fajar Ariyanti, Ph.D
Anggota,
Karyadi, Ph.D
Fase Badriah, Ph.D
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Denisa Listy Kiay Demak
Tempat/tanggal lahir
: Jakarta, 22 Agustus 1991
Alamat
: Perumahan Catalina Blok AA 4 No.31 RT.01 RW.01 Telaga Gading Serpong – Tangerang
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Kebangsaan
: Indonesia
Status Materital
: Belum Menikah
Golongan Darah
: O
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan Formal 1997 – 2003
: SD Negeri Sukatani IV Depok
2003 – 2006
: SMP Negeri 11 Depok
2006 – 2009
: SMA Negeri 7 Tangerang Selatan
2009 – 2013
: S-1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil‟alamin, segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan berkah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul „‟Analisis Penyebab Perilaku Aman Bekerja Pada Perawat di RS Islam Asshobirin Tahun 2013‟‟. Penyelesaian pembuatan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, nasehat, motivasi, dan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tiada ungkapan yang lebih pantas diucapkan kecuali puji syukur dan rasa terimakasih yang tak terhingga dengan ketulusan dan kerendahan hati yang dihaturkan kepada : 1. ALLAH SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. My Beloved Parents, dan seluruh anggota keluarga yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan program studi ini. 3.
Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes. selaku pembimbing akademik I, terima kasih atas kesabarannya membimbing dan memberi masukan-masukan yang sangat bermanfaat kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
4. Ibu Riastuti KW, MKM. selaku pembimbing akademik II, terima kasih atas bimbingannya dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyusun skripsi ini. 5. RS Islam Asshobirin yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan dan mengambil data penelitian. 6. Ibu Tati, selaku Kepala Perawat RS Islam Asshobirin yang selalu bersedia membantu penulis dalam mengambil data di Rumah Sakit. 7. Zhamis Adham atas dukungan yang sudah diberikan.
8. Heni Sholatya yang sudah membantu memberi masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Vzeh teman seperjuanganku yang selama ini setia menemani sampai akhirnya kita bisa selesai sama-sama, thx nduut cantik. 10. Nia, Ana, Mupil, Ubay yang selalu memberi semangat dan menghibur penulis selama menyusun skripsi ini. 11. Alfa Gratia sahabat paling setia dari jaman dahulu, makasi atas bawelannya selama ini sampe akhirnya bisa selesai juga skripsi ini. 12. Angkatan K3 dan Kesmas 2009 yang selalu memberi motivasi dan semangat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Semua pihak terkait yang tidak tersebut yang telah membantu dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga bimbingan, bantuan dan dorongan semangat serta amal kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari ALLAH SWT. Dengan segala rasa kerendahan hati, penulis menyadari bahwa kesempurnaan tidak akan mutlak di didapat pada setiap hal apapun di dunia ini. Demikian juga dengan skripsi ini yang masih jauh dari sempurna. Untuk itu, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun dalam penyampaian. TERIMA KASIH
Jakarta,
Desember 2013
Denisa Listy Kiay Demak
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................. i ABSTRAK ........................................................................................................................ ii ABSTRACT ...................................................................................................................... iii LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................ iv PENGESAHAN PANITIA SIDANG ............................................................................. v DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vi LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii KATA PENGANTAR. ..................................................................................................... viii DAFTAR ISI. .................................................................................................................... x DAFTAR TABEL. ........................................................................................................... xii DAFTAR BAGAN ............................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR. ....................................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN. ................................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. ............................................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 6 1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................................... 6 1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 6 1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 7 1.6 Ruang Lingkup ............................................................................................................. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku ........................................................................................................................ 9 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman .................................................... 19
2.3 Profesi Perawat............................................................................................................. 40 2.4 Kerangka Teori............................................................................................................. 47 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Berpikir ........................................................................................................ 49 3.2 Definisi Istilah .............................................................................................................. 53 BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian .......................................................................................................... 56 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 56 4.3 Informan Penelitian ...................................................................................................... 56 4.4 Kriteria Informan Utama .............................................................................................. 57 4.5 Instrumen Penelitian..................................................................................................... 58 4.6 Sumber dan Pengumpulan Data ................................................................................... 59 4.7 Keabsahan Data ............................................................................................................ 59 4.8 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................................... 61 4.9 Penyajian Data ............................................................................................................. 61 BAB V HASIL 5.1 Karakteristik Informan ................................................................................................. 62 5.2 Hasil Penelitian ............................................................................................................ 67 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................................ 107 6.2 Perilaku Aman Perawat ................................................................................................ 107 6.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Bekerja................................................... 112 6.4 Analisis Penyebab Perilaku Aman ............................................................................... 134 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ...................................................................................................................... 137
7.2 Saran ............................................................................................................................. 138 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Program K3RS ................................................................................................... 33 Tabel 2.2 Bahaya-bahaya Potensial di Rumah Sakit ......................................................... 47 Tabel 3.1 Definisi Istilah .................................................................................................... 53 Tabel 4.1 Kriteria Informan Utama .................................................................................... 58 Tabel 4.2 Validitas Data ..................................................................................................... 60 Tabel 5.1 Informan Utama yang Berperilaku Aman .......................................................... 63 Tabel 5.2 Informan utama yang berperilaku tidak aman ................................................... 65 Tabel 5.3 informan kunci ................................................................................................... 66 Tabel 5.4 informan pendukung .......................................................................................... 67 Tabel 5.6 SOP Penggunaan APD ....................................................................................... 69
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ................................................................................................. 48 Bagan 3.1 Kerangka Berpikir............................................................................................. 52 Bagan 6.1 Alur Terjadinya Perilaku Aman Pada Perawat RS Islam Asshobirin ............... 135 Bagan 6.2 Alur Terjadinya Perilaku Tidak Aman Pada Perawat RS Islam Asshobirin .... 136
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 The Safety Triad ............................................................................................. 16 Gambar 2.2 Aspek Internal Dan Eksternal Yang Dapat Menentukan Keberhasilan Proses Keselamatan ............................................................................................................ 17 Gambar 2.3 Piramida Keselamatan .................................................................................... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Ijin Penelitian di RS Islam Asshobirin Lampiran 2 Matriks Wawancara Lampiran 3 Transkip Wawancara Lampiran 4 Hasil Dokumentasi Lampiran 5 Pedoman Wawancara Mendalam dan Observasi.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kecelakaan kerja 88% disebabkan akibat perilaku kerja yang tidak aman (Unsafe Act), seperti tidak memakai APD, tidak mengikuti prosedur kerja, tidak mengikuti peraturan keselamatan kerja dan bekerja tidak hati-hati (Heinrich, 1980). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perilaku manusia merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam mengakibatkan suatu kecelakaan, sehingga cara yang efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya perilaku tidak aman (Biro Pelatihan Tenaga Kerja dalam Budiono, 2003). Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1998 menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang
sering
terjadi
adalah
tertusuk
jarum,
terkilir,
sakit
pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain (KEPMENKES RI Nomor. 432/MENKES/SK/IV/2007). Di Indonesia, penelitian dari Joseph tahun 2005-2007 mencatat bahwa angka kecelakaan Needle Stick Injury atau tertusuk jarum mencapai 38-73% dari total petugas kesehatan, dan salah satu
penyebabnya ditemukan bahwa pada saat bekerja mereka tidak memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan (Idayanti, 2008). Selain itu juga didapatkan dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain dan di AS, insiden cedera muskuloskeletal 4.62/100 perawat per tahun (KEPMENKES
RI
Nomor.
432/MENKES/SK/IV/2007).
Gangguan
musculoskeletal pada perawat ini berhubungan dengan cara atau posisi kerja yang tidak aman saat menangani pasien contohnya seperti cara mengangkat yang salah (Carayon, 2008). Geller (2001) dalam Halimah (2010) menggambarkan pentingnya pendekatan perilaku yang didasari keselamatan (behavior based safety) dalam upaya meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif. Dalam perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku yang berisiko atau tidak aman (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat diartikan bahwa upaya reaktif menunggu terjadinya tidak aman dulu. Sedangkan dalam perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku aman (safe behavior) yang menghasilkan suatu kesuksesan pencegahan kecelakaan kerja.
Geller (2001) juga menyebutkan agar pencapaian behavior based safety berhasil adalah lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang berupaya mendorong terjadinya peningkatan perilaku aman. Upaya ini berujung pada usaha pencegahan terjadinya kecelakaan di tempat kerja atau hal ini dapat dikatakan juga berupa pendekatan yang bersifat proaktif dalam manajemen keselamatan (Halimah, 2010). Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat faktorfaktor yang berpengaruh, diantaranya faktor dari dalam (Internal) seperti susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari luar (eksternal) seperti lingkungan fisik/non fisik, iklim, manusia sosial, dan ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2003). Beberapa penelitian menyebutkan beberapa faktor terkait dengan K3 (perilaku aman), diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Hasriani pada tahun 2009 yang dilakukan pada perawat Rumah Sakit Paru di Salatiga menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku K3. Selanjutnya hasil penelitian Imania (2012) menunjukkan bahwa perilaku K3 pada perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Haji Surabaya yang tergolong kategori baik sebanyak 13 orang (56,5%) dan kategori cukup sebanyak 10 orang (43,5%), dan hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan pelatihan penanganan pasien gawat darurat
dengan perilaku K3, namun ada hubungan antara masa kerja
dengan perilaku K3.
Selain itu juga ada penelitian yang berhubungan dengan perilaku aman, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Sialagan (2008) pada pekerja PT EGS Indonesia, diperoleh 94% responden termasuk dalam kategori baik berperilaku aman. Selain itu, didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor pengetahuan, motivasi, persepsi, peran rekan kerja, dan penyelia terhadap perilaku aman. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Karyani (2005) menyebutkan bahwa dari 113 pekerja di Schlumberger Indonesia diperoleh bahwa supervisor (pengawas) merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku aman, dan faktor lainnya yang berhubungan dengan perilaku tidak aman yaitu peran rekan kerja yang rendah (40,71%), persepsi yang rendah (36,63%), dan motivasi yang rendah (40,71%). Dari beberapa komponen pelayanan kesehatan di rumah sakit, perawat adalah salah satu tenaga pelayanan kesehatan yang berinteraksi dengan pasien yang intensitasnya paling tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya. Perawat sebagai anggota inti tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit (sebesar 40 – 60%) dan dimana pelayanan keperawatan yang diberikan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan memiliki peran kunci dalam mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit (Depkes, 2003). Setiap hari perawat tidak pernah jauh dan selalu berinteraksi dengan pasien. Hal tersebut yang membuat perawat selalu berhadapan langsung dengan bahaya dan dapat mengancam kesehatan dan keselamatan kerja perawat itu sendiri maupun orang-orang yang berada disekitarnya. Karena keberadaan dan
kepentingan perawat yang tidak hanya berada di rumah sakit tetapi juga terhadap lingkungan diluar rumah sakit, maka dikhawatirkan jika seorang perawat secara tidak langsung dapat menjadi penyebab sumber penyakit maupun sumber dari efek negatif dari resiko profesi mereka menjadi perawat (Fatmawati, 2010). Di Rumah Sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahayabahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gasgas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomic. Termasuk juga di RS Islam Asshobirin, yang merupakan rumah sakit tipe C dan belum terdapat SMK3RS (Sistem Manajemen K3 di Rumah Sakit) sehingga diperlukan masukan untuk meningkatkan kinerjanya. Dari hasil observasi selama studi pendahuluan di RS Islam Asshobirin 7 dari 10 perawat yang diamati saat bekerja menggunakan APD berupa sarung tangan dan masker. Namun masih terdapat 3 perawat yang tidak menggunakan APD saat tindakan tertentu. Peneliti ingin mengetahui bagaimana perilaku aman secara lebih mendalam serta penyebabnya pada perawat dalam mencegah terjadinya kecelakaan dan kesakitan (PAK). Minimnya akan pengetahuan dan kesadaran perawat tentang K3 merupakan dampak terbesar akan terjadinya kecelakaan kerja, disamping itu juga kurangnya pemahaman tentang K3 (perilaku aman) dapat mempengaruhi perilaku pekerja di tempat kerja.
1.2 Rumusan Masalah Dari hasil observasi selama studi pendahuluan di RS Islam Asshobirin 7 dari 10 perawat yang diamati saat bekerja menggunakan APD berupa sarung tangan dan masker. Namun masih terdapat 3 perawat yang tidak menggunakan APD saat tindakan tertentu. Dari hasil tersebut terdapat perbedaan perilaku pada perawat sebagian besar dapat dikatakan sudah berperilaku aman dan sebagian kecilnya masih ada yang berperilaku tidak aman padahal perawat tersebut ada didalam satu institusi yang sama yaitu di RS Islam Asshobirin, sehingga perlu diketahui penyebab perawat berperilaku aman saat bekerja.
1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah perilaku aman dalam bekerja dan faktor penyebabnya pada perawat di RS Islam Asshobirin tahun 2013.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum Diketahuinya gambaran mengenai perilaku aman bekerja dan faktor penyebab perbedaan perilaku pada perawat, guna mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) di RS Islam Asshobirin tahun 2013.
1.4.2
Tujuan Khusus a) Diketahuinya gambaran mengenai faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, motivasi, usia, dan masa kerja) yang berkaitan dengan perilaku aman bekerja. b) Diketahuinya gambaran mengenai faktor pemungkin (ketersedian APD dan Program K3RS) yang berkaitan dengan perilaku aman bekerja. c) Diketahuinya gambaran mengenai faktor penguat (SOP, dan pengawasan) yang berkaitan dengan perilaku aman bekerja.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Bagi Rumah Sakit a) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah sakit
mengenai prilaku aman bekerja terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) pada perawat di RS Islam Asshobirin guna mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK). b) Sebagai masukan pada Rumah Sakit untuk dapat meningkatkan performa dan produktivitas kerja perawat melalui K3RS. 1.5.2
Bagi Perawat Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta pemahaman terhadap K3, sehingga pekerja dapat mencegah terjadinya kecelakaan dan PAK agar produktivitas para perawat tidak menurun.
1.5.3
Bagi Peneliti a) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai perilaku aman pada pekerja khususnya perawat di RS Islam Asshobirin. b) Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku aman dan faktor yamg mempengaruhinya pada perawat di RS Islam Asshobirin. Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Agustus 2013. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Informan utama penelitian ini adalah perawat di RS Islam Asshobirin. Data penelitian ini diperoleh dengan cara pengambilan data primer yang dilakukan dengan metode wawancara, observasi dan telaah dokumen kepada informan penelitian. Dan pengambilan data sekunder yang dilakukan dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dan gambaran umum RS Islam Asshobirin.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku 2.1.1
Pengertian Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuhtumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Menurut Geller (2001) dalam Halimah (2010), perilaku sebagai tingkah atau tindakan yang dapat di observasi oleh orang lain. Tetapi apa yang dilakukan atau dikatakan seseorang tidaklah selalu sama dengan apa
yang individu tersebut pikir, rasakan, dan yakini. Dan Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku ini disebut teori “S – O – R” atau “ Stimulus – Organisme – Respon” dikarenakan terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme tersebut merespon. 2.1.2
Bentuk Perilaku Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus yang dikemukakan oleh Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003), maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk terselubung atau tertutup. Repon dan reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesdaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati dengan jelas oleh orang lain. b. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior) Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dapat mudah diamati dan dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3
Perilaku Aman Perilaku aman menurut Heinrich (1980) dalam Budiono (2003) adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang karyawan yang
memperkecil
kemungkinan
terjadinya
kecelakaan
terhadap
karyawan. Sedangkan menurut Bird dan Germain (1990) perilaku aman adalah perilaku yang tidak dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden. Adapun landasan perilaku aman yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada Undang-Undang No.1 Tahun 1970 pasal 12 mengenai kewajiban dan hak tenaga kerja. Dimana pada butir b disebutkan bahwa adanya penggunaan alat-alat pelindung diri yang diwajibkan dan pada butir c diebutkan agar memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.. Dibawah ini adalah jenis-jenis perilaku aman, yaitu : 1. Menurut Frank E Bird dan Germain (1990) dalam teori Loss Causation Model menyatakan bahwa jenis-jenis perilaku aman, meliputi : a. Melakukan pekerjaan sesuai wewenang yang diberikan. b. Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya. c. Berhasil mengamankan area kerja dan orang-orang disekitarnya. d. Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan. e. Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi. f. Tidak menghilangkan alat pengaman keselamatan.
g. Menggunakan peralatan yang seharusnya. h. Menggunakan peralatan yang sesuai. i. Menggunakan APD dengan benar. j. Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang berlaku. k. Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan tempatnya dan cara mengangkat yang benar. l. Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah dimatikan. m. Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja. 2. Menurut Heinrich (1980), perilaku aman terdiri dari : a. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang sesuai b.
Mengoperasikan peralatan yang memang haknya
c. Menggunakan peralatan yang sesuai. d. Menggunakan peralatan yang benar. e. Menjaga peralatan keselamatan tetap berfungsi. f. Berhasil memperingatkan karyawan lain yang bekerja tidak aman. g. Menggunakan PPE dengan benar. h. Mengangkat
dengan
beban
yang
seharusnya
menempatakannya di tempat yang seharusnya. i. Mengambil benda dengan posisi yang benar. j. Cara mengangkat material atau alat dengan benar. k. Disiplin dalam pekerjaan. l. Memperbaiki perlatan dalam keadaan mati.
dan
Konsep dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yaitu dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yang terdiri dari perilaku yang tidak aman dan kondisi lingkungan yang tidak aman. Berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut : a) sembrono dan tidak hati-hati b) tidak mematuhi peraturan c) tidak mengikuti standar prosedur kerja d) tidak memakai alat pelindung diri e) kondisi badan yang lemah Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas (Budiono, 2003). 2.1.4
Budaya Keselamatan Budaya keselamatan (safety culture) yang dipaparkan oleh Hale (2002) dalam Neal dan Griffin (2002) adalah sesuatu yang berkenaan dengan sikap, keyakinan, dan persepsi yang didapat dari kelompoknya
sebagai penentu norma atau nilai yang menentukan bagaimana mereka bereaksi sehubungan dengan risiko dan system control risiko. Geller (2001) dalam Halimah (2010) memaparkan sebuah misi dalam mengembangkan total budaya keselamatan (Total Safety Culture) yang berperan sebagai suatu petunjuk atau standar yang diperkenalkan dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Safety Hanbook. Pernyataan misi budaya keselamatan ini mencakup : a. Mempromosikan suatu lingkungan pekerjaan yang didasarkan pada keterlibatan karyawan, kepemilikan, kerjasama kelompok, pendidikan, pelatihan, dan kepemimpinan. b. Membangun
penghargaan
pada
diri
sendiri,
empowerment,
kebanggaan, gairah, optimis, dan dorongan inovasi. c. Penguatan kebutuhan akan karyawan yang secara aktif memperhatikan teman sekerja mereka. d. Mempromosikan filosofi keselamatan yang merupakan bukanlah suatu prioritas yang dapat disampaikan lagi, tetapi suatu nilai yang dihubungkan dengan setiap prioritas. e. Mengenali kelompok dan prestasi individu. Geller (2001) mengungkapkan “misi total budaya keselamatan ini lebih mudah dikatakan daripada prakteknya, tetapi terjangkau melalui suatu sumber variasi proses keselamatan yang diawali dari disiplin psikologi dan engineering”. Pada umumnya, suatu total budaya
keselamatan memerlukan perhatian yang berkesinambungan pada ketiga faktor, yaitu : 1. Faktor lingkungan (termasuk peralatan, equipment, layout fisik, standar, prosedur, dan temperatur). 2. Faktor orang (pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, inteligensi, motif, termasuk sikap masyarakat, kepercayaan, dan kepribadian). 3. Faktor perilaku (Persetujuan, Pelatihan, Pengenalan, Komunikasi, Pertunjukan, “kepedulian yang aktif” termasuk praktek kerja aman dan beresiko (tidak aman), seperti halnya melampaui panggilan tugas untuk campur tangan atas keselamatan orang lain). Ketiga
faktor
tersebut
biasanya
dinamakan
"tiga
serangkai
keselamatan (The Safety Triad)". Menurut Geller (2001), ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dalam proses pencapaian keselamatan di perusahaan dan jika terjadi perubahan pada salah satu faktor tersebut maka kedua faktor lainnya pun ikut berubah. Geller (2001) juga menyebutkan bahwa faktor perilaku dan faktor orang merupakan aspek manusia dan biasanya kedua faktor tersebut lebih sedikit diperhatikan dari pada faktor lingkungan yang digambarkan pada gambar di bawah ini (Halimah,2010) :
Gambar 2.1 The Safety Triad ENVIRONMEN T
PERSON
Equipment, Tools, Physical Layout, Procedures, Standards, and Temperature
Knowledge, Skill, Abilities, Intelligence, Motives and Personality
SAFETY CULTURE BEHAVIO R Complying, Coaching, Recognizing, Demonstrating „‟Actively Caring‟‟
Sumber : Geller (2001)
Kemudian Geller (2001) mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut dan berdasarkan hasil integrasi diperoleh dua faktor internal dan eksternal. Geller (2001) memaparkan bahwa keberhasilan proses keselamatan kerja terdiri dari dua faktor internal (meliputi sikap, kepercayaan, perasaan, pemikiran, kepribadian, persepsi, dan nilai-nilai, tujuan) dan eksternal (meliputi pelatihan, pengenalan, persetujuan, komunikasi, dan menunjukan kepedulian secara aktif) (Halimah, 2010). Hal tersebut digambarkan sebagai berikut ini :
Gambar 2.2 Aspek Internal Dan Eksternal Yang Dapat Menentukan Keberhasilan Proses Keselamatan
Manusia
Internal Status ciri –ciri : Sikap, kepercayaan, perasaan, pemikiran, kepribadian, persepsi, dan nilai
Eksternal Perilaku : Pelatihan, Pengenalan, Persetujuan,Komunikas i, dan menunjukan kepedulian secara aktif.
Pendidikan Person Based Teori Kognitif Survey Persepsi
Pelatihan Behavior Based Ilmu Perilaku Audit Perilaku
Sumber : Geller (2001)
Selain itu, Geller (2001) menggambarkan pentingnya pendekatan keselamatan yang didasari perilaku (behavior based safety) dalam upaya meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif. Dalam perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku yang berisiko atau tidak aman (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat diartikan upaya reaktif menunggu terjadi tidak aman dulu. Sedangkan dalam perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri
dari
perilaku
yang
menghasilkan
suatu
keberhasilan
pencegahan kecelakaan kerja. Sedangkan, pencapaian keselamatan kerja melalui perspektif reaktif sulit dicapai hasil maksimal karena sifatnya yang berusaha mencari kesalahan atau kegagalan yang dilakukan. Adanya ketakutan dan citra yang jelek untuk diketahuinya oleh pihak lain membuat cara ini sulit untuk mendapatkan gambaran mendalam atas suatu kecelakaan (Halimah, 2010). Selanjutnya Waters & Duncan (2001) mengemukakan bahwa pendekatan keselamatan berbasis perilaku dapat meningkatkan perilaku aman dalam bekerja dan mengurangi insiden kecelakaan kerja. Peningkatan keselamatan di tempat kerja dalam pendekatan keselamatan berbasis perilaku dirancang dengan berkonsentrasi pada bagian perilaku dari piramida keselamatan (Ratnaningsih, 2010). Pada piramida keselamatan Earnest, dapat dilihat bahwasanya perilaku merupakan penyebab dari kejadian kecelakaan kerja. Konsekuensi yang terjadi akibat perilaku yang tidak aman meliputi hampir celaka, kerusakan alat, luka-luka yang tercatat, luka-luka yang menyebabkan hilangnya hari kerja, hingga yang terparah adalah fatal.
Praktek
implementasi pendekatan keselamatan berbasis perilaku dapat digunakan pada berbagai karakteristik pekerjaan. Beberapa bidang tersebut di antaranya konstruksi pertambangan, petrokimia, transportasi (Ratnaningsih, 2010).
rumah sakit dan
Berikut ini gambar piramida keselamatan Earnest : Gambar 2.3 Piramida Keselamatan
Sumber : (Earnest dalam Agraz-Boeneker, Groves, & Haight, 2007)
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Menurut teori Lawrence Green dan kawan – kawan (1980) dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu : a. Faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor predisposisi, menurut Green (1980) adalah faktor-faktor yang mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran atau motivasi yang
terdiri dari pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi, nilai, keyakinan dan variabel demografi (usia, pendidikan, masa kerja). 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2003). Menurut Purwanto (1990) dalam Millah (2008), pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan individu berbuat atau bertindak. Dengan demikian perbuatan atau tingkah laku seseorang dapat terjadi menurut apa yang diketahui dan diyakini sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Setiap orang memiliki pengetahuan yang berbeda, pengatahuan yang dimiliki seseorang merupakan peranan penting dalam pekerjaannya. Hal ini berarti pengetahuan akan melahirkan sikap yang akan mengarahkan seseorang untuk berbuat sesuatu. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langsung dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebaiknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung (Green, 1980). Hasil penelitian Angkat (2008) menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan Keselamatan kerja dengan pelaksanaan pencegahan
kecelakaan kerja diperoleh, diperoleh P sebesar 0,001. Tampak bahwa nilai p= 0,001< 0,05 sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan keselamatan kerja dengan pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja pada karyawan. Kemudian Sialagan (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3 dengan nilai 13%. Artinya ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan seseorang dengan perilaku K3 yang dilakukannya. Dan Saputra (1997) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3 dengan p value 4%. Artinya ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan seseorang dengan perilaku K3 yang dilakukannya (Bachri, 2010). 2. Sikap Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2003) : a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b. Merespon (responding) Memberikan
jawaban
apabila
ditanya,
mengerjakan,
dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Sikap positif belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : a) Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. b) Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain.
c) Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. e. Nilai (value) Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan untuk terjadinya suatu tindakan, misalnya adanya fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor pendukung dari pihak lain untuk terjadinya tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sialagan (2008) terdapat hubungan yang bermakna antara sikap karyawan dengan perilaku aman. Lain halnya dengan penelitian. Helliyanti (2009) dan Karyani (2005) dan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku tidak aman pekerja. 3. Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu dalam mempelajari motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Di dalam konsep motivasi kita juga akan mempelajari sifat, kekuatan dan ketetapan dari tingkah laku manusia (Quinn, 1995 dalam Bachri, 2010).
Menurut Etkiston motivasi merupakan suatu disposisi laten yang berusaha kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebelum disposisi tersebut belum terpenuhi, maka motivasi selalu muncul ke permukaan (Saleh dan Nisa, 2006). Sedangkan untuk memotivasi pekerja untuk berperilaku aman dalam bekerja ada 6 prinsip dasar menurut Frank E. Bird, 1996 yaitu : 1. Prinsip penetapan tujuan dan sasaran 2. Prinsip keterlibatan pekerja yang bersangkutan 3. Prinsip mutual interest dari pekerja 4. Prinsip psychological Appeal dari pekerja 5. Prinsip pemberian informasi kepada pekerja 6. Prinsip penguatan perilaku. Dengan 6 prinsip dasar yang ada dapat dilakukan untuk memotivasi pekerja untuk dapat dan harus berperilaku aman dalam bekerja dilingkungan kerja. Sehingga dapat mengurangi frekuensi tingkat kecelakaan yang mungkin terjadi (Bachri, 2010). Berdasarakan penelitian Sialagan (2008) pada pekerja PT EGS Indonesia didapatkan hubungan yang bermakna antara motivasi terhadap perilaku K3. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Karyani (2005) juga didapatkan hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku K3 dalam bekerja. Dimana, motivasi pekerja yang tinggi
mempunyai peluang 3 kali untuk berperilaku aman pekerja dibanding pekerja yang mempunyai motivasi yang rendah. 4. Persepsi Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah bagaimana seseorang memandang atau
mengartikan
sesuatu
(Gibson,
1996).
Persepsi
merupakan proses yang menyatu dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Menurut Notoadmodjo (2003) persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang menyeluruh dalam diri individu. Oleh karena itu dalam penginderaan orang akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan dengan obyek. Persepsi pada individu akan menyadari tentang keadaan sekitarnya dan juga keadaan dirinya. Orang yang mempunyai persepsi yang baik tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang dimilikinya. Krech (1962) dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan persepsi dipengaruhi oleh : a) Frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki dan diperoleh dari pendidikan, bacaan, penelitian, atau cara lain.
b) Field of expreance yaitu pengalaman yang telah dialami sendiri dan tidak terlepas dari keadaan lingkungan. Dari beberapa uraian diatas persepsi merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri manusia dimana rangsangan yang diterima oleh indera melalui
proses
belajar
atau
pengalaman
diorganisasikan
dan
diinterpretasikan lebih dahulu sebelum stimulus tersebut dapat dimengerti dan direspon. Dengan kata lain persepsi adalah pendapat, penilaian, dan keyakinan yang timbul dalam diri seseorang mengenai objek tertentu. Berdasarkan penelitian Karyani (2005) dan Sialagan (2008), terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku tidak aman pekerja. Hal ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Karyani (2005) bahwa responden yang memiliki persepsi kurang baik mempunyai peluang 4.656 kali berperilaku tidak aman dibanding responden yang persepsinya baik. 5. Nilai – Nilai Green (1980) berpendapat bahwa nilai-nilai atau norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang. Kemudian Notoatmodjo (2003) menambahkan bahwa didalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat.
6. Keyakinan Menurut Notoatmodjo (2003) keyakinan atau kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan. Seseorang yang mempunyai atau meyakini suatu kepercayaan tertentu akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya (Green 1980 dalam Notoatmodjo 2003). 7. Usia Siagian (1995) mengatakan bahwa jika seseorang makin bertambah usianya, maka cenderung cepat puas karena tingkat kedewasaan teknis maupun kedewasaan psikologis. Artinya semakin bertambah usianya maka semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa yaitu semakin bijaksana,
semakin
mampu
berfikir
rasional,
semakin
mampu
mengendalikan emosi, semakin toleran terhadap pandangan dan perilaku yang berbeda dari dirinya sendiri, dan sifat-sifat lain yang menunjukkan kematangan intelektual dan psikologis (Millah, 2008). Menurut Hurlock (1994) dalam Helliyanti (2009), semakin tua usia seseorang akan mengalami penurunan fungsi fisiologis, fungsi batin, dan fisik sehingga kemampuan untuk menyerap ilmu juga menurun jika dibandingkan golongan usia muda. Hal ini agak berbeda dengan
Simanjutak (1985), umur secara alamiah mempunyai pengaruh terhadap kondisi fisik seseorang, ada saat usia tertentu dimana seseorang dapat berprestasi secara maksimal tetapi ada saat dimana terjadinya penurunan prestasi. Tingkat prestasi kerja mulai meningkat bersamaan dengan meningkatnya umur, untuk kemudian menurun menjelang usia tua (Halimah, 2010). 8. Pendidikan MU Lawrevelt dalam Notoatmodjo (1993) berpendapat
bahwa
pendidikan adalah setiap usaha, pengarah, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak didik yang tertuju pada kedewasaan. Dari pernyataan
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
pendidikan
dapat
mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan (Millah,2008). 9. Masa Kerja Masa kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat mempengaruhi kecelakaan kerja. Terutama pengalaman dalam hal menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman (Dirgagunarsa, 1992). Berdasarkan hasil studi ILO (1989) di Amerika menunjukan bahwa kecelakaan kerja terjadi selain karena faktor mannusia, disebabkan juga karena masih baru dan kurang pengalaman. Sedangkan menurut Cooper (2001) orang sering berperilaku tidak aman karena orang tersebut belum
pernah cedera saat melaksanakan pekerjaanya dengan tidak aman. Tetapi jika kita melihat Heinrich‟s Triangle, sebenarnya orang tidaklah jauh dari potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller (2001) meyebutkan faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan sudah dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan terus berlaku karena menyenangkan, nyaman dan menghemat waktu dan perilaku ini cenderung berulang (Dirgagunarsa, 1992). Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah baik sesuai usia, masa kerja diperusahaan dan lamanya bekerja ditempat kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu, mereka sering mementingkan dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu yang diberikan kepada mereka, sehingga keselamatan tidak cukup mendapat perhatian. Oleh karena itu, masalah keselamatan harus dijelaskan kepada mereka sebelum melakukan pekerjaan dan bimbingan pada hari-hari permulaan bekerja adalah sangat penting. Dimana, dalam suatu perusahaan pekerja-pekerja baru yang kurang berpengalaman sering mendapatkan
kecelakaan
sehingga
diperlukan
perhatian
khusus
(Suma‟mur, 1996). Berdasarkan pendapat Suma‟mur (1996) diatas dapat disimpulkan bahwa pengalaman dapat mempengaruhi perilaku bekerja dalam melakukan pekerjaannya dan pengalaman dapat mengurangi resiko
terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini, pekerja yang berpengalaman dapat lebih
menekankan
keselamatan
dalam
melakukan
pekerjaannya
dikarenakan ia telah mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Sedangkan pekerja yang belum berpenglaman atau masih baru belum mengenali seluk beluk pekerjaan dan keselamatan.
b. Faktor Pemungkin (enabling factors) Faktor pemungkin, menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin. Faktor pemungkin diantaranya ketersedian APD dan Program K3RS. 1) Ketersediaan APD Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor, salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, Kesesuaian/ Kenyamanan. Ketersediaan APD dalam hal ini merupakan salah satu bentuk dari faktor pemungkin perilaku, dimana suatu perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu tindakan jika terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya perilaku tersebut.
Sahab (1997) mengatakan ketersediaan APD dapat mencegah perilaku tidak aman dalam bekerja. Sistem yang didalamnya terdapat manusia (sumber daya manusia), fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja. Penggunaan APD merupakan alternatif yang paling terakhir dalam Hierarki pengendalian bahaya. Lebih baik mendahulukan tempat kerja yang aman, daripada pekerjaan yang safety karena tempat kerja yang memenuhi standar keselamatan lebih menjamin terselenggaranya perlindungan bagi tenaga kerja. Perawat bertanggung jawab menjaga keselamatan diri sendiri dan klien di rumah sakit melalui pencegahan kecelakaan, cidera, trauma, dan melalui
penyebaran
infeksi.
Berbagai
cara
dalam
mengurangi
kemungkinan kecelakaan kerja salah satunya pemakaian alat pelindung diri yang sangat berpengaruh pada tingkat keselamatan kerja. APD perawat ketika praktik terdiri dari sarung tangan, alat pelindung wajah, penutup kepala, gaun pelindung atau apron, dan alas kaki atau sepatu. (Depkes RI, 2003). Salah satu Alat Pelindung Diri (APD) yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara perawat dengan pasien selain masker adalah sarung tangan. Pengunaan APD seperti sarung tangan sangatlah mutlak dilakukan, di samping pengunaan alat – alat medis yang steril dalam pengunaan alat – alat medis yang steril dalam setiap pemberian tindakan perawatan.
Meskipun terkesan sebagai alat yang sederhana, namun sarung tangan harus di pakai dalam setiap tindakan medis invasif. Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret dan selaput lendir. Tahun 1889 sarung tangan di perkenalkan pertama kalinya sebagai salah satu prosedur perlindungan dalam melakukan tindakan medis. Selain melindungi petugas kesehatan, sarung tangan juga mengurangi penyebaran infeksi pada pasien (DepKes, 2003). 2) Program K3RS Program K3RS merupakan salah satu bentuk
fasilitas pendukung
yang dapat membentuk perilaku aman dalam bekerja. Untuk menguatkan perilaku keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan upaya K3RS guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK) sehingga produktifitas optimal (Chiou ST, dkk, 2013). K3RS merupakan upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah Sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit. Program K3 di rumah sakit bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien, pengunjung, dan masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit.
Kinerja setiap petugas petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Program K3RS yang harus ditetapkan adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Program K3RS 1
2
3
4
Pengembangan kebijakan K3RS a. Pembentukan atau revitalisasi organisasi K3RS b. Merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan. (setiap 3 tahun dapat direvisi kembali, sesuai dengan kebutuhan Pembudayaan perilaku K3RS a. Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran rumah sakit baik bagi SDM rumah sakit, pasien, pengantar pasien/pengunjung rumah sakit. b. Penyebaran media komunikasi dan informasi baik melalui film, leaflet, poster, pamflet dll. c. Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja di setiap unit RS dan pada para pasien serta para pengantar pasien/pengunjung rumah sakit Pengembangan SDM K3RS a. Pelatihan umum K3RS b. Pelatihan intern rumah sakit, khususnya SDM per unit rumah sakit c. Pengiriman SDM rumah sakit untuk pendidikan formal, pelatihan lanjutan, seminar dan workshop yang berkaitan dengan K3. Pengembangan Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standard Operational Procedure (SOP) K3RS a. Penyusunan pedoman praktis ergonomi di Rumah Sakit; b. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja; c. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan keselamatan kerja ; d. Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap darurat di RS; e. Penyusunan pedoman pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan kebakaran; f. Penyusunan pedoman pengelolaan penyehatan lingkungan Rumah Sakit; g. Penyusunan pedoman pengelolaan faktor risiko dan pengelolaan limbah Rumah Sakit;
5
6
7
8
9
h. Penyusunan petunjuk teknis pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana; i. Penyusunan kontrol terhadap penyakit infeksi; j. Penyusunan SOP angkat angkut pasien di Rumah Sakit; k. Penyusunan SOP terhadap Bahan Beracun dan Berbahaya (B3); l. Penyusunan SOP kerja dan peralatan di masing-masing unit kerja Rumah Sakit. Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja a. Mapping lingkungan tempat kerja (area atau tempat kerja yang dianggap berisiko dan berbahaya, area/tempat kerja yang belum melaksanakan program K3RS, area/tempat kerja yang sudah melaksanakan program K3RS, area/tempat kerja yang sudah melaksanakan dan mendokumentasikan pelaksanaan program K3RS); b. Evaluasi lingkungan tempat kerja (walk through dan observasi, wawancara SDM Rumah Sakit, survei dan kuesioner, checklist dan evaluasi lingkungan tempat kerja secara rinci Pelayanan kesehatan kerja a. Melakukan pemeriksaan kesehatann sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan khusus bagi SDM Rumah Sakit; b. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah Sakit yang menderita sakit c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik SDM Rumah Sakit; d. Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi pada SDM Rumah Sakit yang bekerja pada area/tempat kerja yang berisiko dan berbahaya; Pelayanan Keselamatan kerja a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana ,prasarana dan peralatan kesehatan di Rumah Sakit; b. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja c. Pengelolaan, pemeliharaan dan sertifikasi sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit; d. Pengadaan peralatan K3RS. Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair dan gas a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah padat, cair dan gas; b. Pengelolaan limbah medis dan nonmedis. Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
10
11
12
a. Inventarisasi jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya (Permenkes No.472 tahun 1996); b. Membuat kebijakan dan prosedur pengadaan, penyimpanan dan penanggulangan bila terjadi kontaminasi dengan acuan Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS-Material Safety Data Sheet) atau Lembar Data Pengaman (LDP); lembar informasi dari pabrik tentang sifat khusus (fisik/kimia) dari bahan, cara penyimpanan, risiko Pengembangan manajemen tanggap darurat a. Menyusun rencana tanggap darurat(survey bahaya, membentuk tim tanggap darurat, menetapkan prosedur pengendalian, pelatihan dll); b. Pembentukan organisasi/tim kewaspadaan bencana; c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap darurat d. Inventarisasi tempat-tempat yang berisiko dan berbahaya serta membuat denahnya (laboratorium, rontgen, farmasi, CSSD, kamar operasi, genset, kamar isolasi penyakit menular dll); e. Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat/bencana; f. Membuat kebijakan dan prosedur kewaspadaan, upaya pencegahan dan pengendalian bencana pada tempat-tempat yang berisiko tersebut; g. Membuat rambu-rambu/tanda khusus jalan keluar untuk evakuasi apabila terjadi bencana; h. Memberikan Alat Pelindung Diri (APD) pada petugas di tempat-tempat yang berisiko (masker, apron, kaca mata, sarung tangan dll); i. Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh SDM Rumah Sakit; j. Pembentukan sistem komunikasi internal dan eksternal tanggap darurat Rumah Sakit; k. Evaluasi sistem tanggap darurat. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3 a. Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta penanggulangan kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan bencana (termasuk format pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan kebutuhan); b. Pembuatan sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka serta SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka c. Pendokumentasian data Review program tahunan a. Melakukan internal audit K3 dengan menggunakan instrumen self assessment akreditasi Rumah Sakit;
b. Umpan balik SDM Rumah Sakit melalui wawancara langsung, observasi singkat, survey tertulis dan kuesioner, dan evaluasi ulang; c. Analisis biaya terhadap SDM Rumah Sakit atas kejadian penyakit dan kecelakaan akibat kerja; d. Mengikuti akreditasi Rumah Sakit. Sumber : KEPMENKES RI Nomor: 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan keselamatan kerja Di rumah sakit
c. Faktor Penguat (reinforcing factors) Reinforcing factors atau faktor penguat, adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan mendapatkan dukungan atau tidak dengan memberikan reward, insentif, dan punishment seperti undang-undang, kebijakan, SOP dan Pengawasan (Notoatmodjo,2003). 1) Standar Operasional Prosedur (SOP) Menurut Lina (2004) dalam Desi (2013) SOP merupakan serangkaian prosedur kerja yang ada di perusahaan yang digunakan untuk mengendalikan jenis pekerjaan yang berpotensi terjadinya kecelakaan. Dalam suatu perusahaan, peraturan kerja biasanya diawali dari bentuk pedoman atau petunjuk kerja. Prosedur kerja ini berisi tentang keselamatan yang berkaitan dengan pengolahan material, proses menjalankan mesin atau pekerjaan lainnya. Prosedur kerja ini tidak dapat menggantikan alat-alat perlindungan, tetapi berguna sebagai penunjang penggunaan alat-alat pengaman. Sedangkan menurut Depkes RI (2004), Standar Operasional Prosedur adalah suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang
dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien. Merupakan tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Pedoman atau prosedur kerja ini tidak ada manfaatnya jika tidak diamati, apabila setiap prosedur kerja telah dapat dijalani dengan baik maka prosedur kerja tersebut dapat ditetapkan menjadi suatu ketentuan atau peraturan dengan disertai pengadaan sesuatu yang perlu. 2) Pengawasan Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Agar pengawasan berhasil maka manajer harus melakukan kegiatan-kegiatan pemeriksaan, pengecekan, pengcocokan, inspeksi, pengendalian dan berbagai tindakan yang sejenis dengan itu, bahkan bilamana perlu mengatur dan mencegah sebelumnya terhadap kemungkinan kemungkinan adanya yang mungkin terjadi (Sarwono, 1991). Syarat-syarat pengawasan agar pengawasan dapat berjalan efisien perlu adanya sistem yang baik daripada pengawasan tersebut. Sistem yang baik ini menurut William H. Newman seperti yang dikutip dari buku Sarwono (1991), memerlukan beberapa syarat sebagai berikut:
a) Harus memperhatikan atau disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi b) Harus mampu menjamin adanya tindakan perbaikan (checking, reporting, corrective action). c) Harus luwes. d) Harus memperhatikan faktor-faktor dan tata organisasi di dalam mana pengawasan akan dilaksanakan. e) Harus ekonomis dalam hubungan dengan biaya. f) Harus memperhatikan pula prasyarat sebelum pengawasan itu dimulai yaitu: 1) Harus ada rencana yang jelas 2) Pola/tata organisasi
yang jelas (jelas tugas-tugas dan
kewenangan-kewenangan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan). Di samping syarat-syarat di atas dapat pula dikemukakan hal-hal sebagai ciri (sifat) pengawasan yang baik: 1) Pengawasan harus bersifat “fact finding”, artinya pengawas harus menemukan fakta-fakta tentang bagaimana tugas-tugas dijalankan dalam organisasi.
2) Pengawasan harus bersifat preventif, artinya harus dapat mencegah timbuknya
penyimpangan-penyimpangan
dan
penyelewengan-
penyelewengan dari rencana semula. 3) Pengawasan diarahkan kepada masa sekarang. 4) Pengawasan hanya sekedar alat untuk meningkatkan efisiensi dan tidak boleh dipandang sebagai tujuan 5) Karena pengawasan hanya sekedar alat administrasi, pelaksanaan pengawasan harus mempermudah tercapainya tujuan. 6) Pengawasan tidak dimaksudkan untuk terutama menemukan siapa yang salah jika ada ketidakberesan, akan tetapi untuk menemukan apa yang tidak betul. 7) Pengawasan bersifat harus membimbing agar supaya para pelaksana meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan tugas yang telah ditentukan baginya. Teknik pengawasan dapat dilakukan dengan mempergunakan cara-cara sebagai berikut : 1) Pengawasan langsung Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan oleh manajer pada waktu kegiatan-kegiatan sedang berjalan. Pengawasan ini dapat berbentuk inspeksi langsung, observasi di tempat (on the spot observation) dan laporan di tempat (on the spot report) yang berarti
juga penyampaian keputusan di tempat bila diperlukan, karena makin kompleksnya tugas seorang manajer, pengawasan langsung tidak selalu dapat dijalankan dan sebagai gantinya sering dilakukan dengan pengawasan tidak langsung. 2) Pengawasan tidak langsung Pengawasan tidak langsung adalah pengawasan dari jarak jauh melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan ini dapat berbentuk laporan tertulis dan lisan. Kelemahan pengawasan bentuk ini adalah bahwa dalam laporan-laporan tersebut tidak jarang hanya dibuat
laporan-laporan
yang
baik
saja
yang
diduga
akan
menyenangkan atasan. Manajer yang baik akan meminta laporan tentang hal-hal yang baik maupun yang tidak baik. Sebab kalau laporan tersebut berlainan dengan kenyataan selain akan menyebabkan kesan yang berlainan juga pengambilan keputusan yang salah.
2.3 Profesi Perawat 2.3.1
Pengertian Perawat Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992, menyebutkan bahwa perawat adalah orang yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
2.3.2 Peran, Fungsi dan Tugas Perawat Peran utama perawat professional adalah memberikan asuhan keperawatan kepada manusia (sebagai objek utama kajian filsafat ilmu keperawatan: ontologism) yang meliputi (Nursalam, 2007) : a) Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan dan kebutuhan klien b) Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan, mulai dari pemeriksaan fisik, psikis dan spiritual c) Memberikan asuhan keperawatan kepada klien (klien, keluarga, dan masyarakat) mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Selain itu menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Nursalam (2007) juga diesebutkan bahwa perawat mempunyai peran penting terhadap klien, berikut beberapa peran perawat yaitu : 1) Sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks. 2) Sebagai advokat klien. Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien & keluarga dalam menginterpretasikan
berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam mempertahankan & melindungi hak-hak pasien meliputi : a) Hak atas pelayanan sebaik-baiknya b) Hak atas informasi tentang penyakitnya c) Hak atas privasi d) Hak untuk menentukan nasibnya sendiri e) Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian 3) Sebagai educator. Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. 4) Sebagai
coordinator.
Peran
ini
dilaksanakan
dengan
mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien. 5) Sebagai kolaborator. Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dll dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan.
6) Sebagai konsultan. Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. 7) Sebagai
pembaharu.
Perawat
mengadakan
perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Dalam Nursalam (2007) juga dijelaskan bahwa menurut Kozier (1991) terdapat tiga fungsi perawat dalam melaksanakan perannya, yaitu: a. Fungsi Independen. Merupakan fungsi mandiri & tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi KDM. b. Fungsi Dependen. Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana. c. Fungsi Interdependen. Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan yang
lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemebrian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya. Berikut ini adalah merupakan uraian tugas perawat secara umum, yaitu : 1. Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standard 2. Mengadakan serah terima (operan) dinas dengan tim/grup lain (grup petugas pengganti) shift selanjtnya mengenai : a) Kondisi pasien b) Logistik keperawatan c) Administrasi rumah sakit d) Pelayanan penunjang e) Kolaborasi program pengobatan. 3. Membaca buku laporan shift sebelumnya 4. Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh shift sebelumnya 5. Merundingkan pembagian tugas dengan anggota grupnya 6. Menyiapkan perlengkapan untuk pelayanan dan visit dokter 7. Mendampingi dokter visit, mencatat dan melaksanakan program pengobatan dokter
8. Memberikan terapi baik oral maupun injeksi kepada pasein. 9. Membantu melaksanakan rujukan seperti mengantar pasien untuk kegiatan pemeriksaan rontgen/ lab. 10. Mempersiapkan ruangan operasi 11. Memandikan pasien atau mengganti balutan 12. Memberikan makanan pada pasien 13. Melaksanakan orientasi terhadap pasien/keluarga baru, mengenai : a) Tata tertib ruangan b) Perawat yang bertugas 14. Menyiapkan pasien pulang dan memberi penyuluhan kesehatan 15. Memelihara kebersihan ruang rawat dengan : a) Mengatur tugas cleaning service b) Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua petugas, peserta didik dan pengunjung ruangan 16. Membantu kepala ruangan membimbing peserta didik keperawatan 17. Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan keperawatan serta tenaga keperawatan
18. Menulis laporan tim mengenai kondisi pasien dan lingkungan 19. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/keluarga 20. Menjelaskan tata tertib rumah sakit, hak dan kewajiban pasien. 2.3.3
Potensi Bahaya dan Resiko pada Perawat di Rumah Sakit Perawat berisiko terhadap bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit yang disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri,jamur,parasit); faktor kimia (antiseptik, reagent, gas anestesi); faktor ergonomi (lingkungan kerja,cara kerja, dan posisi kerja yang salah); faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi) dan faktor psikososial (kerja bergilir, beban kerja, hubungan sesama pekerja/atasan, stress kerja) yang dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. PAK di Rumah Sakit, umumnya berkaitan dengan faktor biologi (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil yang terus menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestesi pada hati); faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik (panas pada kulit, tegangan tinggi pada sistem reproduksi, radiasi pada sistem produksi sel darah); faktor psikologis (ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien gawat darurat, bangsal penyakit jiwa, dan lain-lain).
Tabel 2.2 Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit Diantaranya : radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu panas, suhu dingin, bising, getaran, pencahayaan Diantaranya Ethylene Oxide, Formaldehyde, Glutaraldehyde, Ether, Halothane, Etrane,Mercury, Chlorine Diantaranya Virus (misal : Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza, HIV), Bakteri (misal : S. Saphrophyticus, Bacillus sp., Porionibacterium sp., H.Influenzae, S.Pneumoniae, N.Meningitidis, B.Streptococcus, Pseudomonas) Jamur (misal : Candida) dan Parasit (misal : S. Scabiei) Cara kerja yang salah, diantaranya posisi kerja (membungkuk, Bahaya Ergonomi mengangkat,dll) Diantaranya kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post Bahaya Psikososial traumatic Diantaranya terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat, tertusuk Bahaya benda tajam Mekanik Diantaranya sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran, petir, Bahaya listrik statis Listrik Kecelakaan Diantaranya kecelakaan benda tajam Limbah RS Diantaranya limbah medis (jarum suntik,vial obat, nanah, darah) limbah non medis, limbah cairan tubuh manusia (misal : droplet, liur, sputum). Bahaya Fisik Bahaya Kimia Bahaya Biologi
Sumber : KEPMENKES RI Nomor : 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan keselamatan kerja Di rumah sakit
2.4 Kerangka Teori Dalam penelitian ini, teori yang digunakan mengacu pada teori Green (1980), dimana dalam teori tersebut terdapat 3 faktor yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Menurut Green faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi, nilai-nilai, keyakinan dan variabel demografi (usia, pendidikan, masa kerja). Sedangkan faktor pemungkin yang mencakup tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja,
misalnya ketersedian APD (alat pelindung diri) dan adanya Program K3RS. Dan faktor penguat yang meliputi undang-undang, peraturan-peraturan, pengawasan, SOP (standar operasional prosedur) dan sebagainya.Hal tersebut digambarkan sebagai berikut :
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Faktor Pemungkin Faktor Predisposisi Pengetahuan Sikap
Ketersediaan sumbersumber/fasilitas, Kesesuaian/ Kenyamanan Faktor Penguat
Persepsi Motivasi
Undang-Undang Peraturan
Nilai-nilai
SOP
Keyakinan
Pengawasan
Usia Pendidikan Masa kerja
PERILAKU
Sumber : Green (1980)
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku aman pada perawat di Rumah Sakit Islam Asshobirin. Dalam penelitian ini yang diamati perilaku aman yang dipengaruhi oleh faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap, motivasi, dan masa kerja,
lalu faktor pemungkin yang terdiri dari
ketersedian alat pelindung diri (APD) dan program K3RS. Serta faktor penguat yaitu standar operasional prosedur (SOP) dan pengawasan. Menurut Notoatmodjo (2003) faktor yang menentukan perilaku terdiri dari : 1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi, nilai-nilai, keyakinan dan variabel demografi (usia, pendidikan, masa kerja). Pengetahuan dapat mempengaruhi seseorang berperilaku hal ini terjadi karena perbuatan atau tingkah laku seseorang dapat terjadi menurut apa yang diketahui dan diyakini sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Setiap orang memiliki pengetahuan yang berbeda, pengatahuan yang dimiliki seseorang merupakan peranan penting dalam berperilaku aman dalam bekerja.
Motivasi dapat mepengaruhi perilaku K3,
secara umum motivasi
mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakan sesorang untuk berperilaku tertentu. Dengan adanya suatu dorongan dapat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku aman. Dan masa kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat mempengaruhi kecelakaan kerja. Terutama pengalaman dalam hal menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman. Adapun persepsi, nilai-nilai, keyakinan, usia dan pendidikan tidak dilakukan penelitian dengan alasan persepsi seseorang terbentuk dari pengetahuan dan pengalaman seseorang (Krech, 1962) yang dapat terlihat dalam variabel pengetahuan dan masa kerja, Sedangkan nilai-nilai dan keyakinan perawat di Rumah Sakit Islam Asshobirin menurut peneliti homogen karena mayoritas beragama islam. Untuk usia bersifat homogen karena rata-rata merupakan usia produktif kerja dan pendidikan perawat bersifat homogen juga dikarenakan rata-rata lulusan pendidikan keperawatan. 2. Faktor Pemungkin Faktor pemungkin
yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja, misalnya ketersedianya alat pelindung diri (APD) dan program K3RS. Ketersediaan APD dapat mencegah perilaku tidak aman dalam bekerja.
Sistem yang didalamnya terdapat manusia (sumber dan manusia) dan fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja. Dan program K3RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM Rumah Sakit, pasien, serta pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat, aman dan nyaman termasuk pemukiman masyarakat sekitarnya, dengan diterapkannya K3RS dapat memperkuat perilaku aman pada perawat untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja. 3. Faktor penguat Faktor
penguat
meliputi
undang-undang,
peraturan-peraturan,
pengawasan, standar operasional prosedur dan sebagainya. Pada penelitian ini alasan standar operasional prosedur (SOP) dan pengawasan saja yang diambil dikarenakan standar operasional prosedur telah mencakup terhadap peraturan. Sedangkan pengawasan menurut Sarwono (1991) merupakan kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Azwar (1998) dalam Annishia (2010) menyatakan bahwa dengan adanya pengawasan dan peraturan yang mengikutinya merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi perilaku seseorang.
Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagan 3.1 Kerangka Berpikir Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Motivasi 4. Masa Kerja
Faktor Pemungkin
1. Ketersediaan APD APD 2. Program K3RS
Faktor Penguat 1. SOP 2. Pengawasan
Perilaku Aman Bekerja
3.2 Definisi Istilah Tabel 3.1 Definisi Istilah No
Istilah
1
Perilaku aman bekerja
2
Pengetahuan
3
Sikap
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Sumber Informasi
Tindakan atau perbuatan dari perawat yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan saat bekerja, seperti menggunakan APD, sesuai SOP,dll. (Heinrich, 1980). Segala informasi yang telah diketahui dan dipahami oleh perawat tentang perilaku aman dalam bekerja (Annishia, 2011).
Indepth interview dan observasi
Pedoman Indepth interview Dan lembar observasi
Informasi mengenai wujud perilaku aman dalam bekerja.
Perawat, Kepala Ruangan dan Kepala Perawat
Indepth interview
Pedoman Indepth interview
Informasi mengenai pengetahuan perawat mengenai perilaku aman.
Perawat, Kepala Ruangan dan Kepala Perawat
Kecenderungan untuk berespons positif atau negatif terhadap perilaku aman (Annishia, 2011).
Indepth interview dan observasi
Pedoman Indepth interview dan lembar obsevasi
Gambaran positif atau negatif mengenai: Penilaian dalam menghadapi bahaya yang ada di RS, penilaian terhadap penyediaan APD, penilaian terhadap adanya peraturan atau SOP.
Perawat, Kepala Ruangan dan Kepala Perawat
4
Motivasi
Dorongan yang Indepth membuat perawat interview untuk berperilaku aman (Annishia, 2011).
Pedoman Indepth interview
Informasi mengenai motivasi apa yang membuat perawat berperilaku aman
5
Masa Kerja
Waktu yang telah dijalani perawat dalam menjalankan kerja.(Dirgagunarsa, 1992)
Indepth interview dan telaah dokumen
Pedoman Indepth interview dan lembar telaah dokumen
Informasi Perawat mengenai masa kerja yang sudah dijalani perawat selama ini
6
Ketersedian APD
Ketersedian alat pelindung diri di rumah sakit dalam melakukan asuhan keperawatan seperti sarung tangan dan masker serta peraturan yang ada di rumah sakit (Depkes, 2003)
Indepth interview dan observasi
Pedoman Indepth interview dan lembar observasi
Informasi mengenai ketersedian APD untuk perawat dan peraturan di RS.
Perawat, Kepala Ruangan, Kepala Perawat, Kabid Pelayanan Medis dan Keperawatan
7
Program K3RS
Upaya terpadu dari Indepth seluruh SDM RS, interview pasien, serta pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat, aman dan nyaman termasuk pemukiman masyarakat sekitarnya (KEPMENKES RI, 2010).
Pedoman Indepth interview
Informasi mengenai program apa saja yang telah ada di Rumah Sakit terkait K3RS.
Perawat, Kepala Ruangan, Kepala Perawat, Kabid Pelayanan Medis dan Keperawatan
8
SOP
Suatu perangkat instruksi atau langkahlangkah kegiatan untuk bekerja secara aman yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu
Pedoman Indepth interview dan lembar telaah dokumen
Informasi mengenai ada atau tidak adanya SOP terkait peerilaku aman saat bekerja
Perawat, Kepala Ruangan, Kepala Perawat, Kabid Pelayanan
Indepth interview dan telaah dokumen
Perawat, Kepala Ruangan dan Kepala Perawat
klien (Depkes, 2004). 9
Pengawasan
Kegiatan manajer atau supervisi yang mengusahakan agar pekerjaan sesuai dengan ketetapan (Sarwono, 1991).
Medis dan Keperawatan Indepth Pedoman Informasi Perawat, intervie , Indepth mengenai Kepala observasi interview , dilakukan Ruangan dan dan lembar pengawasan Kepala telaah observasi atau tidak Perawat. dokumen dan terkait perilaku lembar aman bekerja telaah terhadap dokumen perawat di rumah sakit.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai penyebab perilaku aman bekerja pada perawat. Metode ini menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan orang yang akan memberikan informasi, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan hal-hal yang tersirat (insight) mengenai perilaku aman bekerja pada perawat.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2013 di Rumah Sakit Islam Asshobirin yang berlokasi di Jalan Raya Serpong KM.11, Pondok Jagung – Tangerang Selatan.
4.3 Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling. Pemilihan informan dilakukan secara langsung melalui pertimbangan pertimbangan yang ditentukan peneliti sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian (Bungin, 2010). Selain itu untuk menentukan jumlah informan
dilakukan dengan teknik sequential yaitu jumlah informan yang dipilih tidak ditentukan batasannya sampai peneliti menilai data yang dikumpulkan dari sejumlah informan tersebut telah mencapai titik jenuh atau tidak ada hal baru lagi yang dapat dikembangkan (Neuman, 2003). Mengacu pada prinsip tersebut, maka informan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Informan utama yaitu perawat yang mencerminkan perilaku aman dalam bekerja dan yang berperilaku tidak aman. 2. Informan kunci yaitu Kepala Ruangan yang bertanggung jawab di ruangan perawat bekerja yang mengetahui mengenai perilaku informan utama dan Kepala Perawat. 3. Informan pendukung yaitu Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan.
4.4 Kriteria Informan Utama Untuk menetapkan informan utama, peneliti melakukan observasi terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara mendalam. Observasi dilakukan kepada perawat dengan mengamati secara langsung perilakunya saat bekerja tanpa diketahui oleh perawat dengan menggunakan lembar observasi. Pengamatan dilakukan selama sebulan yang tidak menentu waktunya tergantung dengan shift perawat. Dalam melakukan observasi terhadap informan peneliti menggunakan kriteria atau indikator sebagai berikut :
Tabel 4.1 Kriteria Informan Utama No Indikator Perilaku Aman Bekerja 1 Bekerja menggunakan APD berupa : 1) Masker untuk setiap tindakan. 2) Sarung tangan untuk tindakan tertentu seperti menyuntik, memasang infus, mengganti balutan luka, memandikan pasien, dsb. 2 3 4 5
Bekerja sesuai peraturan dan SOP di rumah sakit. Mengambil posisi kerja yang aman seperti cara mengangkat yang benar, tidak membungkuk saat bekerja, dsb. Bekerja dengan kecepatan yang sesuai (tidak terburu-buru dan sembrono). Disiplin dan hati-hati dalam bekerja. (Sumber : Heinrich, 1980)
4.5 Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama, namun untuk memperoleh data yang dibutuhkan dibantu dengan instrumen lain berupa pedoman wawancara mendalam mengenai prilaku aman dan faktor yang mempengaruhinya. Adapun jenis wawancara yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini dengan cara mewawancarai responden secara perorangan. Hal ini menurut peneliti sangat efektif untuk mendapatkan data yang lebih valid dan akurat. Disamping itu untuk mendapatkan kejelasan dan kekuatan digunakan instrument pendukung berupa lembar observasi, alat pencatat, kamera, dan perekam suara.
4.6 Sumber dan Pengumpulan Data Sumber data dari penelitian ini, yaitu : 1.
Data primer Data yang langsung dikumpulkan oleh peniliti dari informan. Data primer yang dibutuhkan adalah mengenai perilaku aman
dan faktor yang
mempengaruhinya melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara
dan observasi dengan
menggunakan lembar observasi kepada seluruh informan penelitian. 2.
Data sekunder Data sekunder dalam penelitian ini yaitu profil rumah sakit, data kenegakerjaan dll. Selain itu data juga diperoleh dari studi literature.
4.7 Keabsahan Data Untuk mendapatkan data yang benar-benar valid dan memiliki akurasi data yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka pengecekan keabsahan data yang nanti diperoleh adalah salah satu tahapan yang peneliti lakukan. Pengecekan tersebut dilakukan dengan cara triangulasi, yaitu (Sugiono, 2009) : 1) Triangulasi Sumber, yaitu melakukan wawancara mendalam dengam informan yang berbeda yaitu perawat, kepala ruangan, kepala perawat dan Kabid Pelayanan Medis dan Keperawatan RS Islam Asshobirin.
2) Triangulasi Metode, yaitu melakukan dengan beberapa metode antara lain wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen untuk mempertajam analisis dan memvalidasi data hasil wawancara. Tabel 4.2 Validitas Data Informasi
Triangulasi Metode
Triangulasi Sumber
Wawancara mendalam
Observasi
Telaah Dokumen
Perawat
Kepala ruangan
Kepala perawat
Perilaku Aman Pengetahuan
√
√
-
√
√
√
Kabid Pelayanan Medis dan Keperawatan -
√
-
-
√
√
√
-
Sikap
√
-
-
√
√
√
-
Motivasi
√
-
-
√
√
√
-
Masa kerja
√
-
√
√
√
√
-
Tersedianya APD Program K3RS SOP
√
√
-
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Pengawasan
√
√
√
√
√
√
-
4.8 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1) Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari seluruh informan melalui wawancara mendalam dan observasi 2) Hasil wawancara mendalam dicatat kembali, berdasarkan rekaman yang diperoleh pada saat wawancara mendalam ke dalam bentuk tulisan (transkrip). 3) Data yang telah disusun dalam bentuk transkrip data selanjutnya dikategorisasi dalam bentuk matriks. 4) Selanjutnya dilakukan analisis data dan interpretasi data secara kualitatif dan membandingkannya dengan teori yang ada.
4.9 Penyajian Data Setelah dianalisis dan ditarik kesimpulan kemudian data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi kutipan hasil wawancara yang kemudian dibandingkan dengan teori. Dan juga disajikan dalam bentuk matriks berdasarkan unsur-unsur yang diteliti.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Informan Informan yang terdapat pada penelitian ini terdiri dari tiga informan, yaitu informan
utama,
informan kunci dan
informan pendukung. Masing-
masing jenis informan memiliki beberapa kriteria seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Karakteristik informan yang diperoleh dalam penelitian ini antara lain : nama, usia, pendidikan, lama bekerja dan tugas perawat. Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan semua informan, observasi dan
telaah dokumen. Berikut adalah
gambaran dari masing-masing informan : A. Informan Utama Informan utama dalam penelitian ini ditentukan dengan cara observasi terhadap perawat selama sebulan di RS Islam Asshobirin. Kemudian memilih 3 orang masing-masing untuk informan utama yang berperilaku aman dan yang berperilaku tidak aman. Pengumpulan data yang diperoleh dari informan utama dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam mengenai perilaku aman dalam bekerja.
Informan utama dari kelompok perawat yang berperilaku aman terdiri dari tiga informan. Ketiga informan tersebut merupakan perawat yang memenuhi kriteria indikator perilaku aman saat bekerja selama sebulan pengamatan yang dilakukan peneliti. Indikator perilaku aman diantaranya bekerja menggunakan APD secara lengkap (handscoon/sarung tangan dan masker), mengambil posisi kerja yang aman, bekerja secara hati-hati atau tidak terburu-buru, dan memenuhi peraturan (SOP) yang berlaku. Untuk informan utama dari kelompok pekerja yang berperilaku tidak aman juga terdiri dari tiga informan. Penentuan informan utama yang berperilaku tidak aman dilakukan dengan cara mengamati beberapa perawat yang memenuhi salah satu kriteria/indikator perilaku tidak aman selama masa penelitian seperti tidak disiplin menggunakan APD dan mengambil posisi kerja yang tidak aman. 1) Informan Utama Yang Berperilaku Aman Karakteristik informan utama yang berperilaku aman, disajikan dalam Tabel 5.1 berikut ini : Tabel 5.1 Informan Utama Yang Berperilaku Aman Informan IU1 IU2 IU3
Umur Pendidikan Lama (tahun) terakhir Kerja 34 D3 10 tahun Keperawatan 24 S1 Keperawatan 9 bulan 26 S1 Keperawatan 1,5 tahun
Sumber : Data Primer
Spesifikasi Ruangan tugas Pelaksana Muzdalifah Pelaksana Pelaksana
Namirah ICU
Tugas perawat pelaksana yaitu melakukan tindakan
asuhan
keperawatan antara lain TTV (periksa tanda-tanda vital seperti tekanan darah, suhu, pernafasan, nadi, dll), kemudian NGT (pemasangan selang yang langsung ke lambung), pasang infus, pasang cateter, injeksi, ganti balutan, visit dokter atau konsultasi, dan lain-lain. Berdasarkan tabel 5.1 di atas, diketahui bahwa Informan IU1 berumur 34 tahun dengan pendidikan terakhir D3 Keperawatan dan masa kerjanya sudah 10 tahun, tugas utamanya yaitu sebagai pelaksana di ruangan Muzdalifah. Sedangkan untuk Informan IU2 berumur 24 tahun dengan pendidikan terakhir S1 Keperawatan dan baru 9 bulan masa kerjanya, tugas utamanya sebagai pelaksana di ruangan Namirah. Dan terakhir informan IU3 berumur 26 tahun dengan pendidikan terakhir S1 Keperawatan sudah bekerja selama kurang lebih 1,5 tahun, tugas utamanya sebagai pelaksana di ruangan ICU. Perilaku aman bekerja yang dilakukan
oleh
ketiga
informan
tersebut
yaitu
disiplin
dalam
menggunakan APD secara lengkap (handscoon/sarung tangan dan masker), mengambil posisi kerja yang aman, bekerja secara hati-hati (tidak terburu-buru) dan mematuhi peraturan atau sesuai SOP. 2) Informan Utama Yang Berperilaku Tidak Aman Karakteristik pekerja yang berperilaku tidak aman dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2 Informan Utama Yang Berperilaku Tidak Aman Informan IU4 IU5 IU6
Umur Pendidikan (tahun) terakhir 39 D3 Keperawatan 23 S1 Keperawatan 28 D3 Keperawatan
Lama Kerja 15 tahun
Spesifikasi tugas Pelaksana
Ruangan Mina
7 bulan
Pelaksana
Namirah
4 tahun
Pelaksana
ICU
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, diketahui bahwa Informan IU4 berumur 39 tahun dengan pendidikan terakhir D3 Keperawatan sudah bekerja selama kurang lebih 15 tahun. Tugas utamanya yaitu sebagai pelaksana di ruangan Mina. Sedangkan untuk Informan IU5 berumur 23 tahun dengan pendidikan terakhir S1 Keperawatan dan masa kerja baru 7 bulan, tugas utamanya sebagai pelaksana di ruangan Namirah. Dan informan IU6 berumur 28 dengan pendidikan terakhir D3 Keperawatan sudah bekerja selama 4 tahun, tugas utamanya sebagai pelaksana di ruangan ICU. Perilaku tidak aman bekerja yang dilakukan oleh ketiga informan tersebut yaitu tidak menggunakan APD secara lengkap (sarung tangan dan masker), tidak memakai alas kaki yang sesuai. B. Informan Kunci Informan kunci dalam penelitian ini yaitu pihak-pihak yang terkait langsung dengan informan utama di RS Islam Asshobirin yaitu kepala
ruangan dan kepala perawat. Pengambilan informan kunci bertujuan untuk melakukan cross check informasi yang didapat dari informan utama. Kemudian dilakukan wawancara mendalam terhadap informan kunci tersebut tentang perilaku aman pada perawat. Kepala ruangan merupakan orang yang mengetahui dengan baik perilaku informan utama karena tugas utamanya yaitu mengawasi dan mengendalikan kegiatan pelayanan Keperawatan di ruang rawat yang berada di wilayah tanggung jawabnya. Sedangkan Kepala perawat merupakan orang yang mengetahui semua hal terkait keperawatan di RS Islam Asshobirin karena tugasnya mengawasi dan mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan pada semua ruang rawat di RS Islam Asshobirin. Karakteristik Informan Kunci, disajikan dalam tabel dibawah ini : Tabel 5.3 Informan Kunci Informan IK1 IK2
Pendidikan Terakhir D3 Keperawatan D3 Keperawatan
Jabatan Kepala Ruangan Namirah Kepala Perawat RS Asshobirin
Islam
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa Informan kunci sebanyak dua orang. Informan kunci pertama yaitu IK1 yang ditunjuk sebagai Kepala ruangan Namirah dengan pendidikan terakhir D3 Keperawatan. Dan IK2 yang ditunjuk sebagai kepala perawat dengan pendidikan terakhir D3 Keperawatan.
C. Informan Pendukung Informan pendukung merupakan orang yang mengetahui terkait Program K3RS di RS Islam Asshobirin yaitu Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan.
Informan pendukung sebanyak satu orang yaitu IP1
seorang dokter yang ditunjuk sebagai Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi (S1). Karakteristik informan pendukung dapat dilihat dalam tabel 5.4 sebagai berikut : Tabel 5.4 Informan Pendukung Informan IP1
Pendidikan Terakhir S1 Kedokteran
Jabatan Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan
Sumber : Data Primer
5.2 Hasil Penelitian Hasil penelitian ini merupakan analisis faktor penyebab perilaku aman bekerja pada perawat di RS Islam Asshobirin meliputi gambaran faktor predisposisi, faktor pemungkin
dan
faktor
penguat.
Dari hasil penelitian
perilaku aman, informasi ini diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan utama. Sedangkan untuk memvalidasi data maka dilakukan cross check sumber dengan cara melakukan wawancara mendalam terhadap informan kunci yaitu Kepala Ruangan dan Kepala Perawat serta informan pendukung yaitu
Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan di RS Islam Asshobirin. Dan cross chek metode dengan melakukan observasi dan telaah dokumen. 5.2.1
Perilaku Aman Bekerja pada Perawat Perilaku aman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan yang dilakukan perawat sehubungan dengan perilaku aman di rumah sakit selama penelitian berlangsung. Berdasarkan hasil observasi selama sebulan terhadap perawat di RS Islam Asshobirin, diperoleh gambaran perilaku aman yaitu hampir semua perawat menggunakan APD berupa masker saat bekerja. Serta menggunakan handscoon (sarung tangan) dalam melakukan tindakan-tindakan yang berisiko. Peneliti memfokuskan untuk memilih 3 orang informan utama yang berperilaku aman untuk di teliti. Berdasarkan hasil observasi, ketiga informan tersebut menggunakan APD seperti masker dan sarung tangan saat melakukan tindakan keperawatan sesuai SOP di RS Islam Asshobirin, bekerja secara hati-hati, tidak terburu-buru dan mengambil posisi kerja yang aman. Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa SOP terkait penggunaan APD yang ada di RS Islam Asshobirin terdiri dari SOP penggunaan masker dan sarung tangan diposible. Berikut ini kutipan isi kebijakan dari SOP mengenai penggunaan APD :
Tabel 5.5 SOP Penggunaan APD No 1
2
Dokumen Isi Kebijakan SOP Penggunaan Setiap perawat yang melakukan tindakan Masker yang berisiko terhadap kontaminan penularan penyakit melalui udara harus menggunakan masker. SOP Penggunaan Setiap perawat yang melakukan tindakan Sarung Tangan yang berisiko kontaminan melalui kontak Disposible kulit wajib memakai sarung tangan disposible
Sumber : SOP RS Islam Asshobirin
Melalui wawancara mendalam dengan informan utama yang berperilaku aman , diperoleh informasi mengenai perilaku aman dalam bekerja sebgai berikut : “Pakai APD dan kerja secara hati- hati aja, karena penting untuk berperilaku aman bagi diri sendiri. Pakai APD nya tergantung penyakit pasien juga kalo kadang gak pake handscoon pas ganti infusan misalnya pasiennya sakit demam berdarah gak pake kecuali penyakit infeksi baru pake. Kan klo demam berdarah kan gak terlalu begitu parah ya tapi kalo nyuntik selalu pake handscoon, kalo misalnya penyakit paru lebih pernapasan ya lebih menular jadi kalo masker selalu pake ke setiap pasien kecuali kalo mendadak karena buru-buru jadi gak pake”(Informan IU1). “Pake APD untuk semua tindakan yang berisiko, ya untuk keamanan diri sendiri sebagai pencegahan. kalo disini sih tindakan yang gak pake sarung tangan misalnya kalo mau kasih obat, terus ttv kecuali kalo misalnya ada aids atau resiko penyakit menular baru pake apd lengkap, terus misalnya ada pasien ISPA ya otomatis kita harus pake masker” (Informan IU2). “Yang sesuai SOP seperti pakai APD, ya supaya tidak menularkan sesuatu pada pasien dan sebaliknya, jadi kita harus memilah milah
pasien mana yang perlu pake APD lengkap mana yang gak perlu supaya gak menyinggung pasien juga kan misalnya pasiennya batukbatuk ya kita harus pake masker takutnya kan TBC ya. Di SOP juga sudah ada kriterianya yang harus pake APD gimana” (informan IU3). Selain itu, peneliti melakukan triagulasi sumber dengan informan kunci, yaitu kepala ruangan diketahui bahwa bentuk perilaku aman perawat dalam bekerja sehari-hari yaitu menggunakan APD dan sesuai SOP. Berikut kutipannya : “selama ini sih sesuai aja ya, jarang melakukan kesalahan tapi kadang-kadang ya mungkin kalo dia lagi lupa apa gimana kadang gak pake masker, tapi emang kalo untuk akhir-akhir ini penggunaan APDnya sudah bagus mereka” (Informan IK1). Dan melalui wawancara dengan kepala perawat juga didapatkan informasi yang sesuai dengan informan utama bahwa setiap perawat dalam berperilaku aman dalam bekerja selalu memakai APD. Berikut kutipannya : “perilaku aman yang dilakukan perawat disini yang pasti menggunakan APD, karena dalam prosedur juga kan sudah ada ya dan setiap perawat mengetahuinya” (Informan IK2).
5.2.2
Faktor Predisposisi Perilaku Aman Bekerja pada Perawat Faktor predisposisi dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, sikap, motivasi dan masa kerja :
1. Pengetahuan Gambaran pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini, meliputi pengetahuan informan utama dalam menjelaskan atau memaparkan definisi tentang bahaya yang ada di Rumah Sakit, perilaku aman dalam bekerja, manfaat dari berperilaku aman dan dampak dari berperilaku tidak aman dalam bekerja. a) Bahaya di Rumah Sakit Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama, baik yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman, diperoleh hasil bahwa informan utama yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman semuanya mengetahui bahaya yang ada di rumah sakit.. Informan utama yang berperilaku aman bisa menyebutkan paling banyak empat bahaya, sedangkan yang berperilaku tidak aman hanya bisa menyebutkan satu bahaya. Yang paling diketahui informan utama yaitu bahaya tertular penyakit infeksi, padahal di rumah sakit potensi bahayanya cukup banyak terkait keselamatan. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang mereka dapatkan hanya berdasarkan pengalaman saja dan belum di sosialisasikan oleh pihak rumah sakit. Berikut kutipan informan utama yang berperilaku aman :
“Ya penyakit infeksi menular mba, terus hmm apa lagi ya tertusuk jarum juga bisa, teruslimbah medis berbahaya, Ya apalagi kalo kondisi kita lagi lemah pasti mudah tertular penyakit apalagi kalo di ruangan isolasi kan banyak penyakit yang lebih menular ya, takutnya kalo kondisi kita lemah daya tahan tubuh kita turun pasti mudah terkena penyakit” (Informan IU1). “Tertular infeksi, hepatitis bisa, paru-paru bisa, HIV juga dan kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum, stress juga bisa kalo ngadepin keluarga pasien kan kadang suka ada yang repot‟‟ (Informan IU2). “Nosokomial, terus K3 ya itu apa sih namanya kecelakaan kerja, itu apa sih namanya kena jarum suntik, terus apa ya ngangkat pasien tertiban‟‟ (Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan informan utama yang berperilaku tidak aman, pengetahuan mereka tentang bahaya di R umah Sakit yaitu tertular penyakit infeksi : “Tertular infeksi nosokomial sih setau saya” (Informan IU4) “Paling Infeksi nosokomial ya yang bahaya” (Informan IU5) “Ya Infeksi penyakit menular, HIV, hhmmm…” (Informan IU6)
paru-paru terus
b) Perilaku aman dalam bekerja Pengetahuan mengenai perilaku aman dalam bekerja, semua informan utama, baik yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman, mengetahui tentang perilaku aman dalam
bekerja. Namun, mereka tidak secara lengkap menyebutkan definisi perilaku aman itu sendiri, mereka hanya memberikan contoh-contoh perilaku aman seperti menggunakan APD, bekerja sesuai SOP, dan laim-lain. Berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku aman mengenai pengetahuannya tentang perilaku aman dalam bekerja : “Pakai APD, hhmm intinya sih pake apd setiap tindakan yang berisiko, ketelitian, kerapihan dalam bekerja” (Informan IU1.) “Ya sesuai SOP, pakai APD juga harus untuk melindungi kita dan selalu jaga kebersihan dengan cuci tangan” (Informan IU2). “Ya sesuai dengan prosedur terus sama APDnya juga harus lengkap dan lebih hati-hati dalam bertindak” (Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku tidak aman, mengenai pengetahuannya tentang perilaku aman dalam bekerja : “Ya pakai APD saat bekerja, memperhatikan kesterilan alatalat dan tindakan sesuai SOP aja sih” (Informan IU4). “Ya sesuai standar operasional aja dari APDnya juga” (Informan IU5). “Proteksi diri aja seperti pakai APD dan sesuai SOP” (Informan IU6).
c) Manfaat perilaku aman bekerja Hasil wawancara mendalam mengenai pengetahuan perawat tentang manfaat dari berperilaku aman saat bekerja, diperoleh hasil bahwa semua informan mengetahui tentang manfaat perilaku aman dalam bekerja. Jawaban dari semua informan utama, baik yang berperilaku aman maupun informan utama yang berperilaku tidak aman, bisa disimpulkan bahwa, manfaat perilaku aman saat bekerja adalah untuk mencegah terjadinya tertular penyakit, hanya satu informan yang menjawab untuk mencegah kecelakaan kerja. Berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku aman mengenai pengetahuannya tentang manfaat berperilaku aman dalam bekerja: “Ya terhindar dari penyakit infeksi, penyakit menular mengamankan diri sendiri agar tidak celaka atau sakit“ (Informan IU1). “Manfaatnya baik bagi keamanan pasien dan terhindar dari bahaya-bahaya bagi perawat” (Informan IU2). “Supaya kita selamat, hhmm sebagai pasien dan perawat” (Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku tidak aman mengenai pengetahuannya tentang manfaat berperilaku aman dalam bekerja :
“Hhhmm…terhindar dari kecelakaan kerja dan infeksi nosocomial” (Informan IU4). “Ya sebaliknya dari dampak mba supaya gak tertular penyakit tadi” (Informan IU5). “Apa ya hhmm….mengurangi tertularnya penyakit” (Informan IU6).
d) Dampak perilaku tidak aman Pengetahuan pekerja mengenai dampak jika berperilaku tidak aman, diperoleh hasil bahwa semua informan utama mengetahui tentang kerugian perilaku tidak aman dalam bekerja. Jawaban dari semua informan utama dapat disimpulkan bahwa, dampak jika berperilaku tidak aman adalah berisiko tertular, penyakit infeksi dan kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum, yang bisa merugikan diri sendiri. Berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku aman mengenai pengetahuannya mengenai dampak berperilaku tidak aman dalam bekerja: “Bisa terjadi kesalahan pada pasien dan terinfeksi bagi perawat serta kecelakaan juga” (Informan IU1). “Terkena infeksi, kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum” (Informan IU2). “itu tadi infeksi nosokomial, kalo untuk aku tertular penyakit bisa jadi kecelakaan juga, ya merugikan diri sendiri lah” (Informan IU3).
Dan informan utama yang berperilaku tidak aman pun dapat menjawab mengenai pengetahuannya tentang dampak berperilaku tidak aman dalam bekerja. Berikut kutipannya: “hhmmm dampaknya ya itu tertular penyakit” (Informan IU4). “Ya tertular penyakit tadi mba” (Informan IU5). “Ya itu mba bisa berisiko terhadap kita” (Informan IU6). Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan utama baik yang berperilaku aman diketahui bahwa pengetahuan tentang perilaku aman yang mereka miliki selain dari ilmu yang diperoleh saat perkuliahan, juga didapatkan dari membaca buku dan informasi dari kepala ruangan terkait perilaku aman dalam bekerja, juga dari hasil seminar atau pelatihan yang pernah diikuti semasa kuliah. Berikut kutipan informan utama yang berperilaku aman : “Dari ilmu yang pernah saya pelajari, kan emang teorinya udah ada ya dari dulu yang jelas dari teori terus ditambahkan sekarang ada prosedurnya SOP dan berdasarkan pengalaman aja sih terus juga pernah ikut seminar” (Informan IU1). „‟Tau nya itu kan dari perkuliahan terlebih dahulu kan awalnya sebelum masuk kerja, baru disini dikasih tau lagi sama kepala ruangan atau senior pasien-pasien apa aja yang apdnya harus lengkap terus pasien apa aja yang gak perlu lengkap apdnya, misalnya kalo pasien ISPA kan harus menggunakan masker, kalo misalnya pasien yang aids atau resiko tertular harus sarung tangan apdnya, itu aja sih. Kalo
ISPA kan batuk bisa ada reaknya juga kan,kalo misalnya itu apdnya dua-duanya pake masker dan sarung tangan, selain itu juga dari buku-buku pas kuliah dulu sama suka ikut seminar atau pelatihan di kampus‟‟ (Informan IU2). “Selain tau dari SOP ya sebelum kerja juga sudah tau ya kan dulu waktu kuliah juga ada pelatihan-pelatihan, terus juga dapat dari hasil seminar, misalnya si A seminar di siloam nanti di seminarkan lagi disini dipersentasikan, kan ada fotocopyannya juga jadi ya saya baca-baca, ” (Informan IU3).
Sedangkan informan utama yang berperilaku tidak aman diketahui bahwa pengetahuan yang dimiliki mengenai perilaku aman bekerja didapatkan dari ilmu yang diperoleh saat perkuliahan serta pengalaman dan SOP. Berikut kutipan informan utama yang berperilaku tidak aman : “sudah tau dari sekolah dulu terus paling sama dari kepala ruangan atau kepala perawat aja mengenai SOPnya” (Informan IU4). “Taunya dari itu aja sih dikasih tau sama kepala ruangan pas baru masuk kerja, SOP gimana, dan lain-lain..” (IU5). “ya berdasarkan pengalaman aja, kan udah tau harus gimana kalo kerja yang aman” (IU6). Selain itu, peneliti juga melakukan triagulasi sumber kepada informan kunci yaitu kepala ruangan dan kepala perawat mengenai pengetahuan informan utama tentang perilaku aman dalam bekerja. Berikut kutipannya:
“Ya mereka sudah tau, dan juga sudah saya sosialisasikan dan kalo misalnya ada yang gak tau ya mereka nanya dan kalo ada info-info baru pasti dikasih tau” (Informan IK1). “Untuk pengetahuan mereka kita juga melakukan sosialisasi, jadi kita memang punya tahapannya kalau perawat baru itu satu tentang peraturan dan tata tertib di rumah sakit kemudian tentang SOP perawat” (Informan IK2).
2. Sikap Sikap perawat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambaran positif atau negatif mengenai respon dalam menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit, respon terhadap adanya peraturan atau SOP dan respon terhadap penyediaan APD. a) Sikap Perawat dalam Menghadapi Bahaya di Rumah Sakit Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama, baik dari informan utama yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman, diperoleh semua informan utama memiliki sikap yang positif dalam menghadapi bahaya di rumah sakit yaitu dengan menggunakan APD, lebih hati-hati dalam bekerja dan mencuci tangan. Berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku aman mengenai sikap dalam menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit :
“Ya menghindari dengan cara APDnya” (Informan IU1). “Satu APD tadi sama cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan” (Informan IU2) “Memakai APD setiap tindakan, memakai masker, handscoon terus sepatu, terutama cuci tangan” (Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku tidak aman mengenai sikap dalam menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit : “Harus peduli lah, perlu diperhatikan efeknya baik dan buruknya” (Informan IU4). “Ya hati-hati aja paling mba” (Informan IU5). “Harus lebih teliti dan pakai APD” (Informan IU6).
b) Sikap terhadap peraturan dan SOP Sikap informan utama terhadap adanya peraturan dan SOP di rumah sakit, didapatkan hasil bahwa hampir semua informan
utama
mengikuti
peraturan
yang
ada
serta
menjalankannya. Berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku aman mengenai sikap terhadap adanya peraturan dan SOP di rumah sakit :
“Ya mengikuti peraturan yang ada, misalnya bekerja sesuai SOP” (Informan IU1). “Menerima dan melaksanakan peraturan yang ada” (Informan IU2). “ Harus mengikuti lah, kan demi kebaikan kita juga” (Informan IU3). Dan berikut ini kutipan dari informan yang berperilaku tidak aman mengenai gambaran sikap terhadap adanya peraturan dan SOP di rumah sakit : “Sebagian besar dijalani, sebagiannya lagi tidak misalnya tidak pakai scoot (jas pelindung) karena memang gak ada” (Informan IU4). “insyaAllah sih mengikuti“ (Informan IU5). “Mengikuti SOP” (Informan IU6).
c) Sikap terhadap penyediaan APD Hasil penelitian mengenai sikap pekerja terhadap penyediaan APD di rumah sakit, diperoleh hasil bahwa informan utama memiliki sikap yang positif. Semua informan utama menyatakan bahwa mereka menggunakan APD yang sudah tersedia dan mengajukannya jika tidak tersedia. Namun dari hasil observasi masih di temukan informan yang tidak memakai APD.
Berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku aman mengenai sikap informan terhadap penyediaan APD di rumah sakit : “APDnya menurut saya sih cukup, ya saya menggunakannya mba seperti masker itu selalu digunakan setiap tindakan” (Informan IU1). “Menggunakannya untuk keselamatan diri sendiri” (Informan IU2). “Sebagian disediakan sebagian tidak, jadi saya mengajukan supaya untuk disediakan, kalo sudah disediakan tentunya harus dipakai” (Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan dari informan yang berperilaku tidak aman mengenai gambaran sikap informan terhadap penyediaan APD di rumah sakit : “Ya tentunya harus dipakai, tapi kan gak setiap saat kita pakai tertentu aja mba” (Informan IU4). “hhmm gimana ya, udah lengkap sih sesuai standar lah” (Informan IU5). “Dipakai APD nya” (Informan IU6).
Kemudian peneliti melakukan triagulasi sumber kepada informan kunci (kepala ruangan) terkait sikap perawat. Dari hasil wawancara mendalam informan kunci juga membenarkan bahwa
perawat bersikap positif saat bekerja seperti yang telah di bahas diatas. Berikut kutipannya : “Kalau sekarang sih sudah lumayan ya sikapnya, sudah bagus untuk APDnya sendiri, untuk tindakannya juga udah sesuai SOP, ya pokoknya sesuai lah cukup baik, meskipun terkadang masih ada yang gak pake apd” (Informan IK1). Dan juga didukung dari hasil wawancara dengan informan kunci yaitu kepala perawat diperoleh hasil sebagai berikut : “Sebagai seorang perawat harus memiliki sikap yang baik seperti mengikuti SOP dan harus peduli terhadap bahaya yang ada dirumah sakit, karena perawat tidak hanya bertanggung jawab terhadap keselamatannya sendiri tetapi yang terutama itu harus memperhatikan keselamatan pasien juga karena jika mereka bersikap yang buruk hal ini menyangkut mutu pelayanan rumah sakit juga, ya tapi kalo masih ada perawat yang sikapnya gak sesuai itu kan tergantung masing-masing orang juga ya ada yang peduli ada juga yang cuek, kembali lagi ke diri masing-masing, masih ada juga perawat yang gak pakai sarung tangan saat menyuntik ya mungkin karena sensitifitas supaya lebih gampang” (Informan IK2).
Selain itu berdasarkan hasil observasi perilaku aman dalam bekerja atas sikap informan utama, didapatkan bahwa : 1) Informan utama IU1 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian
terhadap
SOP
menggunakan
dan APD
ketersediaan dan
bekerja
APD
yaitu
sesuai
SOP,
dengan dalam
kesehariannya ia memang benar menggunakan APD seperti masker setiap tindakan dan sarung tangan untuk tindakan seperti menyuntik, mengganti cateter, membersihkan pasien dan mengangkat linen kotor serta sesuai dengan SOP. 2) Informan utama IU2 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian terhadap
SOP
dan
ketersediaan
APD
yaitu
dengan
menggunakan APD dan mencuci tangan serta menerima dan melaksanakan peraturan yang ada, dalam kesehariannya ia memang benar mengikuti peraturan yang ada seperti selalu menggunakan APD berupa masker dan mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. 3)
Informan utama IU3 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian terhadap
SOP
dan
ketersediaan
APD
yaitu
dengan
menggunakan APD setiap tindakan, seperti masker, sarung tangan, sepatu dan mencuci tangan serta mengikuti SOP yang ada.
Peneliti
menemukan
bahwa
ia
memang
benar
menggunakan APD lengkap (masker dan sarung tangan) saat tindakan memasang infus dan memasang NGT, dan selalu
menggunakan masker untuk setiap tindakan serta mencuci tangan. 4)
Informan utama IU4 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian terhadap
SOP
dan
ketersediaan
APD
yaitu
dengan
menggunakan APD lengkap saat tindakan tertentu yang berisiko dan hati-hati dalam bekerja kemudian sebagian besar SOP nya dijalani dan sebagiannya lagi tidak seperti tidak memakai scoot, dalam kesehariannya sesuai dengan yang dikatakan tersebut ia jarang memakai APD dan saat melakukan tindakan menyuntik peneliti menemukan perawat tersebut tidak memakai sarung tangan dan juga tidak memakai alas kaki yang sesuai. 5)
Informan utama IU5 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian terhadap SOP dan ketersediaan APD yaitu dengan hati-hati dalam bekerja dan menerima serta melaksanakan peraturan yang ada. Dalam kesehariannya peneliti menemukan bahwa ia jarang menggunakan APD berupa masker dan tidak menggunakan sarung tangan saat memasang infus. Hal tersebut tidak mencerminkan perilaku aman dalam bekerja.
6)
Informan utama IU6 yang menyatakan bahwa sikapnya dalam menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit kemudian terhadap SOP dan ketersediaan APD yaitu harus lebih teliti, serta memakai APD sesuai SOP. Peneliti menemukan dalam kesehariannya ia terkadang menggunakan APD (masker) dan kadang tidak menggunakannya, dan ia selalu menggunakan alas kaki yang tidak sesuai saat bekerja.
3. Motivasi Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu gambaran mengenai alasan atau dorongan yang membuat perawat berperilaku aman saat bekerja. Yang dimaksud perilaku aman dalam hal ini seperti bekerja secara hati-hati, menggunakan APD, mengikuti aturan atau SOP dan tidak bercanda serta bermalas-malasan saat bekerja. Dari hasil wawancara mendalam dengan informan utama baik yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman didapatkan hasil bahwa mereka berperilaku aman saat bekerja dengan alasan untuk keselamatan dan supaya aman dari bahaya-bahaya dan terhindar dari kecelakaan dan resiko tertular penyakit. Berikut ini kutipan informan utama yang berperilaku aman : “Ya untuk keselamatan diri sendiri, untuk mengurangi resiko bahaya-bahaya tadi “(Informan IU1).
“Supaya aman, supaya tidak terjadi kecelakaan kerja, supaya tidak terjadi penularan antara pasien dan saya” (Informan IU2). “Agar tidak terjadi kecelakaan, tidak tertular penyakit., terus untuk memberikan pelayanan dan menjaga kepercayaan pasien” (Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan dari informan yang berperilaku tidak aman : “Supaya mencegah tertular infeksi nosokomial, kecelakaan kerja dan agar tidak terjadi kesalahan saat tindakan, ya supaya professional” (Informan IU4). “Ya itu untuk mengindari resiko tertular penyakit” (Informan IU5). “Ya begitulah” (Informan IU6).
Kemudian, peneliti melakukan triagulasi sumber kepada informan kunci mengenai motivasi informan utama. berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci diperoleh hasil bahwa motivasi informan utama untuk berperilaku aman bekerja yaitu untuk keselamatan perawat sendiri dengan menggunakan APD. Berikut kutipannya : “Motivasinya ya untuk diri sendiri ya untuk keselamatan biar aman aja, kan kalo menurut saya APD itu penting banget karena untuk mencegah paparan langsung dengan bahaya ya jadi perawat harus pake APD” (Informan IK1).
“Tentu saja alasan berperilaku aman itu menghindari bahaya dan supaya aman saat bekerja bagi perawat serta pasien” (Informan IK2).
4. Masa Kerja Masa kerja yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu waktu yang telah dijalani perawat dalam menjalankan kerja sabagai perawat. Dari hasil wawancara dengan informan utama yang berperilaku aman didapatkan informasi yaitu informan 1U1 sudah bekerja selama empat tahun, informan IU2 baru bekerja selama sembilan bulan, dan informan IU3 sudah bekerja selama satu setengah tahun. Sedangkan untuk informan yang berperilaku tidak aman yaitu informan IU4 sudah bekerja selama lima belas tahun, informan IU5 baru bekerja tujuh bulan dan informan IU6 sudah sebelas tahun bekerja. Berikut kutipannya : “kurang lebih 10 tahun ya” (Informan IU1). “baru 9 bulan, awal masuknya akhir tahun 2012” (Informan IU2). “satu setengah tahun lah kurang lebih, dari tahun 2012 (Informan IU3). “udah lama banget saya mah udah lebih dari sepuluh tahun, 15 tahun mah ada dari tahun 99‟‟ (Informan IU4). “masih 7 bulan, dari awal tahun 2013” (Informan IU5).
“kurang lebih 4 tahun ya, udah dari tahun 2010 mba” (Informan IU6).
Melalui hasil telaah dokumen oleh peneliti, masa kerja perawat dapat dilihat juga pada dukumen jadwal dinas di setiap ruangan. Dari dokumen tersebut selain masa kerja dapat diketahui juga pendidikan terakhir perawat. Kolom dalam dokumen tersebut terdiri dari nama perawat, pendidikan, tahun mulai bekerja, dan jadwal dinas.
5.2.3
Gambaran Faktor Pemungkin Perilaku Aman Bekerja pada Perawat Faktor pemungkin perilaku aman pada perawat yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu terkait dengan fasilitas tempat informan utama bekerja, yaitu ketersediaan APD dan program K3RS. 1. Ketersediaan APD Ketersediaan APD yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambaran mengenai ada atau tidaknya APD yang disediakan rumah sakit serta peraturannya. Dari hasil wawancara mendalam dengan informan utama baik yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman, didapatkan seluruh informan menggambarkan bahwa APD sudah disediakan oleh rumah sakit dan peraturan terkait penggunaan APD terdapat pada SOP.
Para informan utama menggambarkan APD yang sudah tersedia di ruangan masing-masing sesuai dengan kebutuhan seperti tersedia sarung tangan (handscoon) dan masker tetapi untuk APD yang lain seperti scoot belum disediakan. APD tersebut dapat diambil di apotek atau bagian farmasi jika diruangan sudah habis. Berikut ini kutipan dari informan utama yang berperilaku aman : “Biasanya disetiap ruangan itu disediain APD kaya masker, ,sarung tangan, nah kalo habis kita ngamprah ke farrmasi, sebenernya kalo sesuai prosedur kesehatan ya gak cukuplah, tapi kan setiap rumah sakit beda, harusnya kan kaya sepatu, dan topi disediain juga kalo nyuntik kan takutnya jatuh, kan kita pake sepatunya biasa bukan yang khusus perawat gitu” (Informan IU1). ”ada seperti masker dan handscoon, ngambilnya amprahan atau ngorder dari ruangan ke farmasi, kalau peraturan gak ada sanksi mau pakai atau tidak pakai APD, Kalo menurut saya APD nya sih mungkin kuranglah, kalo misalnya kaya scoot penting sih disinikan ada pasien bayi, kalo misalnya ada ruang bayi kan nanti berisiko ke bayinya kalo baju kita misalnya terkontaminasi dari luar, makanya harus lengkap scootnya, masker, sarung tangan, gitu lah kalo misalnya disini kurang sih” (Informan IU2). “Sudah disediakan, biasanya ngamprah atau diambil di apotik sesuai kebutuhan di ruangan ini seperti handscoon, dan masker, kalo scoot gak ada. Kalo peraturan tentang APD itu biasanya udah ada dalam SOP, tapi gak ada sanksi kalo misalnya ada yang gak pake APD” (Informan IU3). Dan berikut kutipan informan utama yang berperilaku tidak aman tentang ketersediaan APD di rumah sakit :
“Ada, seperti masker, handscoon, ngambilnya di apotik atau bagian farmasi” (Informan IU4). “Amprahan dari ruangan ke apotik (farmasi), APD nya masker, handscoon udah itu aja”(Informan IU5). “Disediakan APD, ada masker dan hanscoon di ruangan” (Informan IU6). Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara mendalam kepada informan utama terkait tidak disediakannya APD berupa scoot, topi, dan sepatu. Dari hasil wawancara diketahui bahwa untuk ruang rawat inap tidak disediakan scoot, topi dan sepatu, tetapi hanya di sediakan di ruang UGD dan ruang operasi. Berikut kutipannya: “Kalo scoot itu emang khusus ruangan bedah aja mba, kalo topi khusus buat perawat laki-laki kalo untuk wanita kan kita semua pake kerudung, jadi engga perlu topi buat kita mba, kalo sepatu saya juga kurang tahu mba, padahal menurut saya penting” (Informan IU1). “saya juga kurang tau mba alasan kenapa gak disedian, saya mah pake apd yang ada aja disini” (Informan IU2). “Katanya sih mba scoot itu kalo disini cuma ada diruang UGD dan OK aja, ruangan buat operasi bedah gitu mba” (Informan IU3). “mungkin terkait anggaran biaya juga kali ya mba, makanya gak disedian di setiap ruangan” (Informan IU4). “Mungkin karena disini ruang rawat aja mba, bukan ruang bedah, jadi mungkin tidak perlu mba, makanya tidak disediakan dari atasannya” (Informan IU5).
“Yah kebijakan dari sananya udah begitu, ya mau gimana kita??” (Informan IU6).
Selain itu peneliti juga menanyakan kepada informan utama mengenai pentingnya menggunakan APD seperti scoot, topi, dan sepatu dalam bekerja. Berikut kutipannya: “Menurut saya sih scoot pentinglah mba, buat melindungi perawat dari kontaminasi kontaminasi penyakit tertular mba, tapi kalo topi engga perlu mba, kan cewenya berjilbab semua disini, kalo sepatu baru penting mba supaya kitanya terhindar dari benda tajam yang jatuh mba” (Informan IU1). “Kalo scoot menurut saya penting mba, ini kan ada ruangan bayi jadi harus bener-bener steril yang kita pakai ini, kasian bayi nya kalo tertular dari pakaian kita, trus kalo topi mungkin engga perlu yah mba, soalnya disini semua berjilbab mba, kalo sepatu juga penting mba menurut saya biar ngelindungi perawat dari jarum suntik kalo jatoh ke lantai gt mba” (Informan IU2). “Menurut saya pentinglah mba, ini kan diruang ICU, seharusnya di ruang ICU ada scoot bukan hanya di UGD dan OK untuk menjaga steril mba, kalo topi gak terlalu penting karena wanitanya berjilbab semua mba, kalo sepatu harusnya sih penting agar melindungi perawat dari alat-alat yang jatoh pas lagi kita gunakan” (Informan IU3). “Menurut saya sih penting mba, disini kan ruangan ICU , jadi perlu lah scoot itu untuk melindungi kita juga” (Informan IU4). “menurut saya sih yang paling penting itu ada masker dan sarung tangan udah cukup lah” (InformanIU5). „‟penting sih mba, tapi ya gitu deh………” (Informan IU6).
Selanjutnya, peneliti melakukan triagulasi sumber kepada informan kunci yaitu kepala ruangan (IK1) dan kepala perawat (IK2) terkait ketersediaan APD terhadap perawat yang ada di Rumah Sakit Assobirin. Berikut kutipannya: “kalo untuk disini ya kan ya standar rumah sakit kelas tiga terus menengah kebawah, kalo itu sih cukup untuk APDnya kaya masker dan sarung tangan saja” (Informan IK1). “APD nya kalo diruangan sih condongnya cuma masker sama sarung tangan saja mba” (Informan IK2).
Selanjutnya, peneliti menanyakan juga apakah APD yang disediakan oleh Rumah Sakit Assobirin sudah cukup sebagai alat pelindung diri perawat dalam bekerja. Berikut kutipannya: “Menurut saya sih sudah cukup mba, karena ini rumah sakit tipe C dan masih menegah ke bawah jadi untuk rumah sakit sekelas ini sudah cukup lah APD nya seperti itu” (Informan IK1). “Kalo untuk standar APD dasar kita sudah cukuplah mba” (Informan IK2). Selain itu, peneliti menanyakan tentang ketersediaannya APD seperti scoot, sepatu, dan topi kepada informan kunci (kepala perawat). Berikut kutipannya: “kalo scoot dan sepatu boots ya di rumah sakit ini hanya untuk di ruangan UGD dan OK saja ada” (Informan IK2).
Selanjutnya, peneliti menanyakan mengapa ketersediaan APD seperti scoot, sepatu, dan topi hanya untuk diruangan UGD dan OK kepada Informan Kunci (Kepala perawat). Berikut kutipannya: “karena sudah standarnya seperti itu mba, yang perlu scoot, sepatu itu yah pas saat operasi, persalinan saja mba, trus kalo topi yah karena diruang UGD dan OK ada perawat laki-laki nya, jadi harus memakai topi sedangkan untuk ruang rawat itu perawat perempuan dan mereka semua berjilbab jadi gak pake topi” (Informan IK2). Dan melalui wawancara dengan informan pendukung yaitu IP1 selaku Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan, diperoleh informasi bahwa ketersedian APD di RS Islam Asshobirin antara lain masker, sarung tangan, scoot dan topi. Untuk ruang rawat biasanya APD yang digunakan hanya masker dan sarung tangan, sedangkan penggunaan topi dan scoot harus dipakai di ruangan operasi dan bedah seperti ruangan OK (Operasi). Berikut kutipannya : “kalo di OK itu harus pake topi operasi sama scoot juga, karena selama ini disini standarnya adalah masker dan sarung tangan untuk ruang rawat, yang dasar kan baru itu aja ya, kalo disini kan gak ada ruangan yang khusus seperti misalnya ruang kemoterapi kanker, flue burung disni juga belum ada, disini kan ada tingkatannya dan yang ada di SOP ini untuk sementara saya liat cukup simple kok” (Informan IP1).
2. Program K3RS Program K3RS yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu gambaran mengenai ada atau tidak adanya program terkait K3 yang bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta meningkatkan produktifitas SDM Rumah Sakit, melindungi pasien, pengunjung/pengantar pasien dan masyarakat serta lingkungan sekitar rumah sakit. Dari hasil wawancara mendalam dengan informan utama baik yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman didapatkan seluruh informan menggambarkan bahwa program terkait K3 di Rumah Sakit Islam Asshobirin belum ada Berikut ini kutipannya: “Kalo untuk K3 sih kayaknya belum ada” (Informan IU1). “Belum ada mba kayaknya, kan saya baru 9 bulan disini jadi kayaknya sampe saat ini engga ada deh” (Informan IU2). “Belum ada mba setau saya sampai saat ini” (Informan IU3). “Belum ada mba selama disini” (Informan IU4). “belum tau mba” (Informan IU5) “gak ada tuh” (Informan IU6).
Selanjutnya, peneliti menanyakan kembali kepada informan utama terkait program apa saja yang pernah ada untuk perawat.
Seluruh informan utama baik yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman mengatakan bahwa program yang sering diadakan yaitu dalam bentuk seminar dan pelatihan. Berikut kutipannya : “Untuk pelatihan sih ada tapi yang ngadain bukan rumah sakit kita, itu pelatihannya dari luar, biasanya kita hanya diutus untuk perwakilan aja. Kalo seminar untuk perawat di rumah sakit ini ada kok mba” (Informan IU1). “Kayaknya cuma seminar aja deh kalo untuk kita” (Informan IU2). “pernah ada seminar mba untuk perawat” (Informan IU3). “Ya paling seminar sama pelatihan aja sih mba” (Informan IU4). “ kurang tau deh mba..” (Informan IU5). “seminar-seminar ada kok kadang diadain” (Informan IU6).
Selanjutnya, peneliti juga menanyakan seminar atau pelatihan yang seperti apa yang pernah ada untuk perawat. Informan utama menyebutkan seminar untuk karyawan seperti tentang APD, Infeksi Nosokomial, Pendokumentasian dan lainya. Berikut kutipannya: “ehmmm, ada tentang APD, infeksi nosokomial, seiinget saya itu” (Informan IU1). “Ehhmm, kurang tahu mba, saya kan baru 9 bulan disini” (Informan IU2).
“Pernah ada mba, seperti pendokumentasian dan tentang APD gitu mba” (Informan IU3). “Ehmm.. seminar APD, Infeksi nosokomial mba, trus pendokumentasian kalo yang terakhir sih itu yang saya tahu mba” (Informan IU4). Selanjutnya, peneliti menanyakan kepada informan utama apakah pernah mengikuti seminar tersebut. Dua dari informan utama yang berperilaku aman, belum pernah mendapat giliran untuk mengikuti pelatihan maupun seminar di RS Islam Asshobirin. Hal ini terkait jadwal dinas informan dan kebijakan yang dibuat oleh kepala ruangan. Berikut kutipan informan utama yang berperilaku aman : “Ya kalo ada saya ikut tapi kalo saya engga banyak ikutnya. Kalo disini mah biasanya ditunjuk, seringnya kepala ruangan, kalo perawat-perawatnya jarang, tapi kadang sapa yang mau ikut bisa asal tidak menganggu jam dinas”(Informan IU1). “Kalo saya disini belum pernah ikut seminar yang ada dirumah sakit dan belum pernah jadi perwakilan juga buat ikut seminar atau pelatihan, paling cuma pas kuliah dulu aja suka ikut seminar-seminar” (Informan IU2). “Kalo saya belum pernah disuruh tuh buat pelatihan diluar sama kepala ruangan, kalo seminar juga belum paling dapat materinya aja dari yang ikut mba yang sering ikut seminar dan pelatihan mah paling kepala ruangannya mba”(Informan IU3).
Sedangkan informan utama yang berperilaku tidak aman, juga diperoleh bahwa dari tiga informan hanya satu orang yang pernah
mengikuti seminar maupun pelatihan di RS Islam Asshobirin, berikut kutipannya: “pernah ikut, terakhir seminar tentang pendokumentasian” (Informan IU4). “saya belum pernah ikut sama sekali” (Informan IU5). “Pelatihan ada tapi paling senior-senior doang yang ikut kayak kepala perawat gitu, kalo saya belum pernah ikut. Karena kan biasanya perwakilan, jadi paling senior-senior aja yang diutus,nah kalo seminar biasanya kita cuma dikasih tau hasil seminarnya itu apa” (Informan IU6). Selanjutnya, peneliti melakukan triagulasi sumber mengenai program terkait K3 untuk perawat kepada informan kunci. Informasi yang didapatkan dari informan utama sesuai dengan yang dikatakan oleh informan kunci yaitu belum adanya program K3 di Rumah Sakit Assobirin dan tiga dari empat informan utama memang benar belum pernah mengikuti seminar atau pelatihan. Berikut kutipannya: „‟Kalo program K3 gak ada,tapi kalo seminar atau pelatihan disini ada tapi jarang, paling kalo untuk pelatihan biasanya ke rumah sakit lain, Cuma kalo ke rumah sakit lain juga memang yang didahulukan yang senior yang sudah lama, seperti kepala ruangan terus nanti ada wakilnya, terus dibawahnya lagi, kita bertahap ya sampai nanti kebawah, jadi emang mereka ada yang belum kebagian karena belum sampai ke bawah. Kalo misalnya ada seminar paling ada fotocopyan ya saya suruh baca, terus kalo ada info-info baru ya dikasih tau.” (Informan IK1).
„‟seminar ada, tapi yang ikut gantian, sesuai jam dinas juga, juga ada seminar di rumah sakit lain nanti kita utus berapa orang, dalam satu ruangan bergantian asal gak mengganggu jam dinas bisa ikut, setiap ruangan ada perwakilannya. Misalnya kaya kemaren ada pelatihan di Anyer, hasilnya dipersentasikan kembali di aula dan dihadiri perwakilan dari setiap ruangan, kepala ruangan yang menentukan. Juga dilihat pelatihannya tentang apa misalnya imunisasi kan condongnya perawat ruangan anak, kebidanan, bayi, perawat yang diutus sesuai dengan perawatnya, misalnya sifat pelatihannya umum maka semua perawat bisa ikut.” (Informan IK2).
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci yaitu IK2 selaku kepala perawat didapatkan juga informasi bahwa selain ada seminar di rumah sakit Islam Asshobirin juga memiliki tim KPRS (Keselamatan Pasien di Rumah Sakit) yang berfungsi sebagai tim penyelidik jika terjadi kecelakaan terhadap pasien. Berikut kutipannya: “Disini adanya KPRS (Keselamatan Pasien di rumah sakit) jadi masih fokus untuk pasiennya untuk perawatnya belum ada secara khusus. Jadi misalnya ada kejadian terhadap pasien nanti kepala ruangan lapor ke tim kprs kronologisnya seperti apa, kemudian nati dilihat masalahnya dimana apakah SDM nya atau alatnya dan sebagainya, mislanya masalahnya SDM nya maka nanti akan disosialisasikan kembali tentnag penggunaaan alat itu atau tentunya salah satunya SOPnya juga.” (Informan IK2).
Berdasarkan
wawancara
mendalam
dengan
informan
pendukung yaitu IP1 selaku Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan juga diperoleh informasi sebagai berikut : “kalau untuk K3RS belum karena terkait biaya jadi kita secara bertahap dulu. Lagi pula untuk tenaga ahli K3 nya disini belum ada, baru ada bagian Kesling, tetapi terkait K3 di rumah sakit secara umum sebenernya sudah di monitor secara umum sama bagian kesling tersebut misalnya pengolahan limbahnya, sumber airnya phnya berapa, kebisingan diruangan datanya kita juga punya, kita lulus karena dibawah NAB nya itu tapi saya lupa berapa, itu juga sebenernya kan untuk keselamatan pekerjanya juga Cuma itu lebih secara umum bukan untuk keperawatan aja tapi cleaning service juga APDnya dan lain-lain. Kemudian kalo untuk KPRS itu lebih mendalam lagi ke kasus pasien karena nanti terkait dengan teknik medis operasi, macam-macam deh” (Informan IP1).
5.2.4
Gambaran Faktor Penguat Perilaku Aman Bekerja pada Perawat Faktor penguat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor lain selain dari diri pekerja itu sendiri yang menguatkan pekerja untuk berperilaku aman dalam bekerja. Faktor penguat tersebut dalam hal ini adalah SOP(Standard Operating Procedure) dan pengawasan. 1. SOP (Standard Operating Procedure) SOP yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu adanya prosedur atau petunjuk kerja yang ada di rumah sakit terkait perilaku aman dalam bekerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama
yang berperilaku aman maupun yang berperilaku tidak aman menggambarkan bahwa prosedur kerja sudah ada di rumah sakit yaitu dalam bentuk SOP tindakan keperawatan, misalnya SOP tentang memasang infus, memasang cateter, memakai APD, dan lainnya. Namun pengenalan SOP ini hanya dilakukan saat awal masuk bekerja oleh kepala ruangan secara lisan. Berikut ini kutipan informan utama yang berperilaku aman : “Sudah ada prosedur, ya kan udah dihapalin juga dari kuliah juga udah tau, setiap ruangan punya SOPnya kan ada, misalnya ya SOP nyuntik, pertama harus cuci tangan dulu sebelum tindakan, pake alcohol, siapin obatnya, cek dulu bener gak itu obatnya, dan seterusnya deh kya gitu”(Informan IU1). “Ada SOP, kan awalnya dikasih tau dulu sama kepala ruangannya tindakan apa aja yang harus dilakuin terus apa namanya kalo pasien baru ngapain aja, pasien pulang ngapain aja, terus terapi obat apa aja yang diberikan, waktu terapi kapan aja dilaksanakannya, kalo sakit ini begini caranya ya gitu-gitu deh, buat saya sih sesuai SOPnya seperti yang dipelajari dari kampus juga.”(Informan IU2). “Ada, seperti contohnya SOP suntikan, persiapannya pertama lihat nama obatnya dulu, dosis obatnya, waktu dan jamnya harus sesuai pemberiannya, lihat obat apa yang sebelumnya diminum ya gitu deh kalo udah siap semuanya baru disuntik”(Informan IU3).
Dan berikut ini kutipan informan utama yang beperilaku tidak aman: “Sudah ada, tapi belum disosialisasikan lagi sekarang, kan yang lama udah ditarik diperbaharui lagi” (Informan IU4). “Ada SOP tapi belum pernah liat langsung cuma dikasih tau sama kepala ruangan aja, sebenarnya perlu sih SOP itu supaya kita sesuai dengan yang ditetapkan” (Informan IU5). “Paling SOP tindakan ya, misalnya kalo mau ambil darah pasiennya dengan HIV, kan kalo HIV itu kan bisa menular lewat suntikan jadi harus pake sarung tangan, terus kalo misalnya kita mau berhadapan dengan pasien TBC, kalo misalnya batuk kan bisa menular jadi harus pake masker gtuh. Saya tau dari waktu perkuliahan kan udah ada ya, terus diperkenalkan sih SOP disini juga ada pas awal masuk kerja” (Informan IU6). Selain itu berdasarkan hasil triagulasi sumber dilakukan dengan informan kunci yaitu IK1 selaku kepala ruangan dan IK2 selaku kepala perawat didapatkan informasi yang sama dengan jawaban informan utama, berikut kutipannya : “SOP ada ya, setiap perawat sudah tau kan saya juga sosialisasikan diawal masuk kerja, kalo misalnya ada yang gak tau ya pasti nanya. Tapi kalo untuk briefing tentang SOP disini jarang ya, paling ngobrol-ngobrol biasa aja, misalnya ada keluhan masalah mereka pasti cerita, paling kalo ada rapatrapat ruangan jarang paling 3 bulan sampai 6 bulan sekali.” (Informan IK1). “SOP sudah ada, disebarkan ke setiap ruangan disosialisasikan ke setiap kepala ruangan tetapi yang lama sudah ditarik semuanya karena ada pembaharuan dan setelah diperbaharui lagi belum diperbanyak kembali terkait
belum ada biaya jadi sekarang masih di ada di saya SOPnya tapi kalo ada ruangan yang perlu mau pinjam ya bisa diambil. SOP tindakan keperawatan seperti menggunakan handsoon dan lain-lain” (Informan IK2).
Selain itu, peneliti juga melakukan triagulasi sumber dengan informan pendukung yaitu IP1 selaku Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan, informan pendukung membenarkan bahwa SOP sudah ada di rumah sakit Islam Asshobirin dan sudah berlaku sejak lama dan tentunya sudah disosialisasikan. Berikut kutipannya : “SOP itu ada, setidaknya kalo sudah ada SOP itu kan berarti sudah disosialisasikan, nah sosialisasinya itu yang saya gak tau kapan waktunya. Tapi SOP itu sebenernya kan sudah berlaku lama dan itu biasanya arsip data sudah masuk ke kaperawatan” (Informan IP1).
Berdasarkan hasil telaah dokumen yang dilakukan peneliti mengenai SOP yang terdapat di ruangan kepala perawat dan belum di sebarluaskan kembali ke setiap ruangan. Dokumen SOP tersebut dijilid menjadi 2, dokumen SOP yang pertama tentang SOP Keperawatan (Anak) dan yang kedua yaitu SOP Keperawatan (Bedah). Namun isi kedua dokumen tersebut hampir sama. Dalam dokumen tersebut diantaranya terdapat SOP mengenai mencuci tangan, SOP penggunaan tutup kepala, SOP penggunaan masker, SOP
penggunaan sarung tangan disposable, SOP mengukur tekanan darah, SOP penjadwalan pasien operasi, SOP memberikan obat dan lain-lain. Dalam setiap dokumen SOP tersebut terdiri dari beberapa kolom yang berisi mengenai nama SOP nya, pengertian, tujuan, kebijakan dan prosedur penggunaan. Namun dalam setiap SOP tindakan tersebut misalnya seperti tindakan menyuntik, tidak terdapat mengenai penggunaan APD yang harus digunakan.
2. Pengawasan Pengawasan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pengawasan yang dilakukan pihak rumah sakit terkait tugas perawat. Dari hasil wawancara dengan informan utama yang berperilaku aman maupun yang tidak berperilaku aman diperoleh hasil bahwa di RS Islam Asshobirin, ada pengawasan dalam bentuk obeservasi
yang
dilakukan setiap hari disetiap ruangan dengan melihat kondisi pasien dan kesesuaian perawat dalam melakukan tindakan terhadap pasien. Berikut kutipannya: “Pengawasan ada mba timnya sendiri, biasanya sih kalo pagi itu kepala perawatnya langsung” (Informan IU1). “Pengawasan ada kok, supervisi yang mengawasi tiap hari mba,yang dilihat paling kondisi ruangan seperti apa, lihat jumlah pasiennya, jumlah perawatnya, trus dilihat pekerjaan
perawatnya, trus tentang perawatan apa yang diberikan ke pasien mba” (Informan IU2). “ Ada, kepala perawat dan supervise setiap hari ngeliat ke kita, ke pasien, dan jumlah pasiennya, kondisi pasien, cairan infusnya, trus dilihat juga kita sesuai atau engga kerjanya, misalnya kan dia liat pasang infus engga bener tuh, nanti kita dipanggil tuh, ketat deh pokoknya” (Informan IU3). “Pengawasan pasti ada mba setiap harinya , biasanya dilakuin oleh kepala perawat dan tim supervise mba. Biasa nya yang mereka awasi itu kayak lihat absen perawat mba, trus liat kondisi pasien, pokoknya ngeliat tugas-tugas kita deh mba” (Informan IU4). “Setiap dinas atau per shift biasanya yang ngawas perawat senior atau supervisi, menurut saya perlu diawasi agar tidak ada kesalahan apalagi perawat yang baru seperti saya ini” (Informan IU5). “Ada pengawasan. Supervisi yang melakukan pengawasan biasanya pagi dan sore. Sangat diperlukan pengawasan agar perawat tetap disiplin dalam bekerja” (Informan IU6).
Selanjutnya, peneliti menanyakan kepada informan utama apakah ada sanksi yang diberikan kepada perawat jika ditemukan ketidaksesuaian dalam bekerja. Seluruh informan utama mengatakan tidak ada sanksi yang diberikan jika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh perawat tetapi ada teguran ringan yang diberikan oleh kepala perawat dan supervisi yaitu berupa peringatan.
Selain itu, peneliti juga melakukan triagulasi sumber kepada informan kunci (kepala ruangan dan kepala perawat). Informasi yang didapatkan sesuai dengan yang dikatakan oleh informan utama yaitu pengawasan dilakukan setiap hari oleh kepala perawat dan supervisi, pengawasa yang dilakukan berupa melihat jumlah perawat di dalam ruangan, jumlah pasien, kondisi pasien, kondisi
ruangan, dan
kesesuaian kerja perawat. Berikut kutipannya: “Setiap hari ada kok pengawasan, kalo pagi biasanya kepala perawatnya yang keliling setiap ruangan, yang dilihat ya jumlah pasiennya, jumlah perawatnya, kondisi diruangan bagaimana, trus sama kerjanya perawat, sedangkan kalo supervisi yang bertanggung jawab biasanya ngawasnya sore dan malam, sama kalo kerjanya mah” (Informan IK1). “Saya melakukan pemantauan ke setiap ruangan setiap harinya, trus kalo sore sama sama malam yang ngawasin itu supervisi , kerjanya yah, lihat kondisi ruangan dan lihat kerjanya perawat, yah pokoknya semuanya saya lihatlah” (Informan IK2).
Berdasarkan penjabaran dan hasil observasi atas pengawasan, disimpulkan bahwa kepala perawat melakukan pengawasan setiap hari ke setiap ruangan pada pagi hari. Dan saat shift siang dan malam yang melakukan pengawasan yaitu supervisi yang bertanggung jawab. Dan hasil telaah dokumen, peneliti menemukan sebuah dokumen terkait pengawasan yang dilakukan oleh tim supervisi dalam bentuk buku yang berisi mengenai hasil pengawasan pada setiap ruangan yang
dilakukan setiap hari. Isi buku laporan tersebut terdapat beberapa kolom yang terdiri dari nama ruangan, nama pengawas, jumlah perawat yang bertugas, jumlah pasien, sarana , prasarana, keterangan dan tanda tangan pengawas yang bertugas.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan,antara lain : 1. Subjektivitas yang ada pada peneliti, karena penelitian sangat tergantung dari kemampuan peneliti dalam menentukan tingkat kepadatan isi jawaban, mengandalkan informan sehingga sumber informasi yang diberikan agar relevan dan jelas, serta menggali dan mengarahkan informan tetap pada tujuan wawancara. Untuk itu juga diperlukan validitas data yaitu melalui triangulasi sumber dan data agar subjektivitas dapat dikendalikan. 2. Kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat wawancara dilakukan. 3. Jumlah informan yang sedikit, dikarenakan keterbatasan peneliti dalam melakukan observasi.
6.2 Perilaku Aman Perawat Perilaku aman adalah semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap dirinya maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya (Heinrich, 1980). Dalam penelitian ini
yang dimaksud dengan perilaku aman bekerja adalah tindakan atau perbuatan dari perawat yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan saat bekerja seperti bekerja secara hati-hati, menggunakan APD, dan sesuai SOP. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perawat berperilaku aman dalam bekerja, hal itu menandakan bahwa perilaku aman dalam bekerja pada perawat sudah cukup baik. Perilaku aman dalam bekerja yang dilakukan oleh perawat di RS Islam Assobirin yaitu menggunakan APD berupa masker saat bekerja dan memakai sarung tangan untuk tindakan-tindakan tertentu. Kemudian bekerja secara hatihati (tidak terburu-buru), mengambil posisi kerja yang aman (tidak membungkuk) dan mematuhi peraturan (SOP) yang berlaku di RS Islam Asshobirin. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Bird dan Germain (1990) yang mengemukakan bahwa perilaku aman adalah perilaku yang tidak dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden. Jenis-jenis perilaku aman diantaranya seperti melakukan pekerjaan sesuai wewenang, menggunakan APD, tidak bercanda ketika bekerja dan lain-lain. Selain itu Heinrich (1980) juga menyebutkan bahwa jenis perilaku aman salah satunya yaitu menggunakan APD yang benar dan disiplin dalam bekerja. Dan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1970 pasal 12 mengenai kewajiban dan hak tenaga kerja. Dimana pada butir b disebutkan bahwa adanya penggunaan alat-alat pelindung diri yang diwajibkan dan pada butir c disebutkan
agar memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Dalam hal ini perawat di RS Islam Asshobirin sudah berperilaku aman sesuai dengan undang-undang. Namun berdasarkan hasil observasi meskipun perawat sudah berperilaku aman, didapatkan masih ada juga perawat yang berperilaku tidak aman yaitu tidak menggunakan APD berupa sarung tangan saat melakukan tindakan menyuntik dan memasang infus. Menurut Supartono (1996) memang pada kenyatannya masih banyak petugas kesehatan seperti dokter dan perawat tidak menggunakan sarung tangan pada saat melakukan tindakan keperawatan seperti tindakan menyuntik dengan alasan karena mereka khawatir akan kehilangan kepekaan dan selain itu juga karena merasa tidak nyaman (Idayanti, 2008). Hal ini tidak sesuai dengan Depkes RI (2006) yang mengemukakan bahwa petugas kesehatan wajib menggunakan sarung tangan karena memakai sarung tangan merupakan bagian dari pada prosedur menyuntik yang berguna untuk melindungi tangan petugas kesehatan. Menurut para informan utama penggunaan sarung tangan saat menyuntik tergantung dari jenis penyakit pasien, jika pasien tersebut memiliki penyakit
yang
berisiko
menularkannya,
maka
perawat
tersebut
akan
menggunakan APD. Hal ini sangat bertentangan karena sebenarnya petugas kesehatan harus memberlakukan semua pasien sama tanpa memandang penyakit atau diagnosanya dengan asumsi bahwa semua penyakit pasien berisiko atau
infeksi berbahaya sehingga mereka harus menggunakan APD seperti misalnya sarung tangan (DepKes RI, 2003). Pengunaan APD seperti sarung tangan sebenarnya sangatlah mutlak untuk dilakukan, di samping pengunaan alat–alat medis yang steril dalam setiap pemberian tindakan perawatan. Meskipun terkesan sebagai alat yang sederhana, namun sarung tangan harus di pakai dalam setiap tindakan medis invasive, karena
pemakaian sarung tangan bagi petugas kesehatan bertujuan untuk
melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret dan selaput lendir. Tahun 1889 sarung tangan di perkenalkan pertama kalinya sebagai salah satu prosedur perlindungan dalam melakukan tindakan medis. Selain melindungi petugas kesehatan, sarung tangan juga dapat mengurangi penyebaran infeksi pada pasien (DepKes, 2003). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman dalam bekerja yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang dapat memberikan dorongan pada perawat untuk berperilaku
aman dalam bekerja, faktor pendorong ini terdiri dari
pengetahuan, sikap, motivasi dan masa kerja perawat. Faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan perawat
untuk berperilaku aman dalam
bekerja, ketersediaan APD dan program K3RS merupakan faktor pemungkin. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor penguat adalah faktor-faktor yang
memberikan dukungan terhadap pekerja untuk berperilaku aman dalam bekerja, yang termasuk faktor penguat adalah SOP dan pengawasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman dalam bekerja pada perawat tersebut, sama dengan teori Green (1980) yang menganalisis bahwa faktor perilaku itu sendiri ditentukan dari 3 faktor yaitu : a. Predisposing factors (faktor-faktor pendorong) adalah faktor-faktor yang mempermudah atau mendahului terjadinya perilaku seseorang antara lain: pengetahuan, persepsi, sikap, motivasi nilai, keyakinan, dan sebagainya. b. Enabling
factors
(faktor
pemungkin)
adalah
faktor-faktor
yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku aman, seperti penyediaan APD dan program K3RS. c. Reinforcing factors (faktor penguat) adalah faktor-faktor yang mendukung atau memperkuat terjadinya perilaku, yang terwujud dalam SOP dan pengawasan. Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Handayani (2009) tentang Analisis Perilaku K3 pada Perawat Rumah Sakit di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit X Semarang, yang mengemukakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor pemudah (umur, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (pendidikan dan pelatihan K3, komitmen manajemen dan ketersediaan sarana dan prasana) dan faktor
pengungat (supervisi dan rekan kerja), dimana ketiga faktor berperan dalam tindakan seseorang.
6.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Aman Bekerja 6.3.1
Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Sikap, Motivasi, dan Masa Kerja) Dalam
penelitian
ini,
yang
dimaksud
dengan
faktor
predisposisi yaitu hal-hal yang dapat memberikan dorongan kepada pekerja dalam berperilaku aman saat bekerja. Faktor pendorong yang diteliti dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, sikap, motivasi, dan masa kerja perawat. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa semua informan utama memiliki pengetahuan mengenai perilaku aman dalam bekerja. Untuk sikap yang dimiliki informan utama dalam berperilaku aman bekerja sebagian informan bersikap positif. Sedangkan motivasi informan utama dalam berperilaku aman bekerja semuanya memiliki motivasi yang baik. 1. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah orang melakukan proses pengindraan terhadap objek yang diamatinya. Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi, definisi perilaku aman, manfaat berperilaku
aman dan dampak dari berperilaku tidak aman serta bahaya yang ada di rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya pengetahuan yang dimiliki perawat terkait perilaku aman dalam bekerja tergolong baik. Pengetahuan tersebut diperoleh dari ilmu saat perkuliahan dan pengarahan mengenai SOP saat awal masuk bekerja oleh kepala ruangan. Namun, pada pengetahuan yang dimiliki perawat tentang bahaya yang ada dirumah sakit masih kurang. Hal ini, dikarenakan kurangnya informasi yang didapat perawat dari kepala ruangan mengenai potensi bahaya yang ada dirumah sakit dan juga jarang dilakukan briefing sebelum bekerja. Namun meskipun pengetahuan mereka masih ada yang kurang tetapi secara umum perawat sudah berperilaku aman saat bekerja. Hasil penelitian tersebut, sejalan dengan penelitian Hasriani (2009) yang menyatakan ada hubungan antara penegetahuan dengan perilaku K3 pada perawat RS Paru di Salatiga. Selain itu juga sama dengan hasil penelitian Sialagan (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3. Hal ini dikarenakan perilaku akan nampak jika didasari oleh pengetahuan dan kesadaran. Orang akan mencerminkan perilakunya dari pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini sama dengan penelitian Rogers (1997) dalam Pratiwi (2009) yang menyatakan bahwa
perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Jika orang tidak mengetahui dengan baik konsekuensi atau manfaaat dari suatu perilaku, maka orang tersebut tidak akan melakukannya. Hal ini juga dikuatkan dengan dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Bloom dalam Pratiwi (2009), yakni untuk melakukan perilaku kerja aman, tidak cukup bila hanya mengetahui prosedur kerja maupun bahaya yang mereka hadapi. Perilaku kerja aman akan muncul pada saat pekerja sudah sampai pada tahap memahami
manfaat
dari
berperilaku
kerja
aman
kemudian
menerapkannya dalam pola kerja sehari-hari. Geller (2001) mengungkapkan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Sebelum seorang pekerja mengadopsi perilaku baru, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat dari perilaku tersebut bagi dirinya. Sehingga seorang pekerja akan menerapkan perilaku aman apabila mereka sudah mengetahui tujuan dan manfaatnya bagi keamanan diri mereka sendiri serta apa bahaya yang akan terjadi jika mereka tidak menerapkannya (Annishia, 2011). Berdasarkan
hasil
penelitian
peneliti
mengelompokan
pengetahuan perawat menjadi 4 bagian sebagai berikut :
a) Pengetahuan tentang perilaku aman dalam bekerja Berdasarkan
hasil
penelitian,
perawat
sudah
mengetahui mengenai perilaku aman dalam bekerja meskipun mereka tidak menyebutkan definisi secara lengkap, tetapi dengan memberikan contoh bentuk perilaku aman dalam bekerja seperti menggunakan APD, bekerja sesuai SOP, ketelitian, kerapihan, dan kebersihan atau keseterilan. Dengan pengetahuan mereka seperti itu, bahwa sudah cukup benar yang mereka sebutkan itu adalah perilaku aman dalam bekerja, seperti meggunakan APD dan ketelitian dalam bekerja merupakan perilaku yang dapat mencegah terjadinya kecelakaan atau kesalahan terhadap pekerjaannya. Hal ini sudah sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Heinrich (1980), perilaku aman adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang karyawan yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap karyawan. Pengetahuan perawat yang baik mengenai perilaku aman saat bekerja disebabkan karena diberikan informasi oleh kepala ruangan serta kepala perawat saat baru mulai masuk bekerja mengenai instruksi atau SOP bekerja yang aman selain itu juga tentunya didapatkan dari ilmu yang diperoleh dari perkuliahan.
b) Pengetahuan tentang manfaat perilaku aman Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa perawat memiliki pengetahuan yang cukup tentang manfaat perilaku aman dalam bekerja sehingga hal ini juga mendorong perawat untuk berperilaku aman. Mereka menyatakan bahwa manfaat perilaku aman saat bekerja adalah untuk mencegah terjadinya tertular penyakit dan mengamankan diri sendiri serta pasien. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bloom dalam Pratiwi (2009), yakni perilaku kerja aman akan muncul pada saat pekerja ini sudah sampai pada tahap memahami manfaat dari berperilaku kerja aman. Perawat sudah mengetahui manfaat dari berperilaku aman seperti mencegah tertularnya penyakit, sehingga membuat mereka selalu berperilaku aman saat bekerja. c) Pengetahuan tentang dampak perilaku tidak aman Berdasarkan
hasil
penelitian,
Perawat
memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai dampak dari berperilaku tidak aman dalam bekerja. Mereka menyatakan bahwa kerugian yang dialami jika berperilaku tidak aman adalah selain bisa terjadi kecelakaan kerja juga berisiko tertular penyakit infeksi yang dapat merugikan diri sendiri. Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan Heinrich (1980) dalam Teori Domino, Heinrich yang menyatakan bahwa
perilaku tidak aman menyumbang 88% penyebab kecelakaan kerja. Sahab (1997) juga menyatakan bahwa penyebab kecelakaan kerja didasari oleh dua faktor utama, yaitu kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman (Annishia, 2011). d) Pengetahuan tentang bahaya yang ada di rumah sakit Berdasarkan
hasil
penelitian,
diperoleh
bahwa
pengetahuan perawat mengenai bahaya yang ada di rumah sakit masih kurang, karena mereka menyatakan bahwa bahaya yang ada di rumah sakit itu
seperti tertular penyakit infeksi,
nosokomial dan tertusuk jarum. Pengertian bahaya menurut Budiono (2003) yaitu merupakan segala sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian dalam kesehatan dan keselamatan baik pada harta benda, lingkungan, maupun manusia. KEPMENKES RI tahun 2010 menyebutkan bahwa yang termasuk bahaya-bahaya potensial di rumah sakit adalah bahaya fisik (radiasi pengion dan non-pengion, suhu panas,bising, getaran,
pencahayaan),
bahaya
kimia
(Ethylene
Oxide,
Formaldehyde, ether,dll), dan bahaya biologi (Virus: Hepatitis, Influenza,HIV,dll),(Bakteri:S.Saphrophyticus, S.Pheumoniae,dll), (Jamur: Candida). Kemudian ada bahaya ergonomic (membungkuk, mengangkat), bahaya psikososial (shift kerja, stress kerja), bahaya
mekanik (terjepit, tertusuk jarum, tersayat, dll), bahaya listrik (kesetrum, kebakaran), limbah RS (jarum suntik,obat,darah, droplet,sputum,dll) dan kecelakaan. Kurangnya pengetahuan perawat mengenai bahaya yang ada di rumah sakit, mungkin disebabkan oleh kurangnya informasi yang diberikan oleh kepala ruangan mengenai bahayabahaya tersebut. Namun meskipun pengetahuan mengenai bahaya masih kurang, mereka tetap berperilaku aman. Hal ini tentunya disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhi mereka untuk berperilaku aman. Namun demikian meskipun mereka sudah berperilaku aman, pemberian informasi mengenai bahaya yang ada di rumah sakit tetap harus dilakukan guna memperkuat perawat dalam berperilaku aman dalam bekerja. Pemberian informasi mengenai bahaya bisa diberikan melalui promosi K3 kemudian saat pengawas sedang melakukan pengawasan dengan memberikan peringatan terhadap perawat dan melakukan briefing secara rutin terhadap bahaya. 2. Sikap Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu gambaran positif atau negatif mengenai respon dalam menghadapi bahaya yang ada di rumah sakit, respon terhadap adanya peraturan atau SOP dan respon terhadap penyediaan APD. Berdasarkan
hasil
penelitian
diperoleh
bahwa
perawat
memiliki sikap yang positif dalam berperilaku aman. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi dan peryataan mereka yaitu menghindari bahaya dengan menggunakan APD dan mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. Kemudian mengikuti peraturan dan SOP yang ada serta memakai APD yang telah disediakan oleh rumah sakit saat bekerja. Pernyataan tersebut mencerminkan sikap positif mereka dalam berperilaku saat bekerja, sehingga dapat memunculkan perilaku aman dalam bekerja. Hal ini sama dengan penelitian Nofriandita (2012) yang menyatakan ada hubungan antara sikap dengan perilaku aman. Selain itu juga sama dengan penelitian Sialagan (2008) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap karyawan dengan perilaku aman. Hasil penelitian ini juga berkaitan dengan teori Krech dan Ballacy, Morgan ing, dan Howard, yang menunjukan bahwa terdapat konsistensi antara sikap dengan perilaku aman pekerja dan terdapat
hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut. Sikap individu sangat erat kaitannya dengan perilaku mereka (Nofriandita, 2012). Jika faktor sikap telah mempengaruhi ataupun menumbuhkan perilaku seseorang, maka antara sikap dan perilaku adalah konsisten, artinya jika sikapnya positif maka perilakunya juga pasti akan baik atau sesuai. Namun demikian, masih terdapat perawat yang bersikap negative yaitu tidak disiplin atau acuh tak acuh terhadap penggunaan APD. Hal ini bisa disebabkan karena belum adanya standar atau peraturan yang sesuai yang dapat menguatkan perawat untuk bersikap positif. Notoadmodjo (2003) mengemukakan suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan terbuka (overt behavior), untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Sehingga diperlukan adanya peraturan seperti SOP yang benar atau pemberian sanksi untuk mendukung agar perawat mau bersikap displin atau positif. 3. Motivasi Motivasi secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakan kita untuk berperilaku tertentu. Menurut Munandar (2001), motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-
kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah kepada tercapainya tujuan tertentu. Menurut Astuti (2001), salah satu hal yang terpenting yang perlu dipertimbangkan pada diri individu untuk berperilaku adalah motivasi. Motivasi yang ada pada diri seseorang akan mempengaruhi apakah dia akan mengerjakan setiap tugasnya dengan baik atau sebaliknya,
apakah
dia
akan
berperilaku
aman
atau
tidak
(Halimah,2010). Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu gambaran mengenai alasan atau dorongan yang membuat perawat berperilaku aman saat bekerja. Yang dimaksud perilaku aman dalam hal ini seperti bekerja secara hati-hati, menggunakan APD, mengikuti aturan atau SOP dan tidak bercanda serta bermalas-malasan saat bekerja. Berdasarkan
hasil
penelitian
diperoleh
bahwa
perawat
memiliki motivasi yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari pernyataan mereka mengenai alasan berperilaku aman dalam bekerja yaitu untuk keselamatan diri sendiri, menghindari kecelakaan kerja dan menghindari resiko tertular penyakit infeksi. Dari pernyataan tersebut memungkinkan perawat untuk berperilaku aman dalam bekerja. Hal ini sama dengan penelitian Sialagan (2008) didapatkan hubungan yang bermakna antara motivasi terhadap perilaku K3.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Karyani (2005) juga didapatkan hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku K3 dalam bekerja. Dimana, motivasi pekerja yang tinggi mempunyai peluang 3 kali untuk berperilaku aman pekerja dibanding pekerja yang mempunyai motivasi yang rendah. Umar (2000) memaparkan bahwa motivasi kerja yang dimiliki oleh setiap individu juga sangat mempengaruhi kualitas kerja. Walaupun fasilitas memadai, organisasi, dan manajemen baik, prosedur kerja baik, tanpa motivasi kerja yang tinggi maka sulit memberikan hasil pekerjaan yang baik. Motivasi untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur diperlukan agar sesuai dengan tujuan perusahaan dan dapat menjamin keselamatan bagi pekerja itu sendiri (Heliyanti, 2009). Jadi jika seorang perawat memiliki motivasi yang baik untuk keselamatannya maka sudah pasti ia akan selalu berperilaku aman dan kualitas kerjanya juga akan baik, hal ini tentu akan meningkatkan produktifitas kerjanya terhadap rumah sakit. Namun untuk memperkuat motivasi tersebut diperlukan suatu dorongan seperti diberikan reward sebagai bentuk penghargaan dan pengembalian positif dari perilaku aman yang telah mereka terapkan dan sebagai bentuk dukungan dari perusahaan. Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Geller (2001), Penghargaan merupakan konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok
dengan tujuan untuk mengembangkan, mendukung, dan memelihara perilaku yang diharapkan. Jika digunakan sebagai mestinya, penghargaan dapat memberikan yang terbaik kepada setiap orang karena penghargaan membentuk perasaan percaya diri, pengendalian diri, optimisme, dan rasa memiliki (Halimah, 2010). Selain itu juga, menurut Mangkunegara (2005), imbalan yang diberikan kepada pekerja sangat berpengaruh terhadap motivasi. Oleh karena itu pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian imbalan dalam bentuk uang yang memadai agar pekerja terpacu motivasinya dan melakukan tindakan aman (Halimah, 2010). Dalam hal ini, jika pemberian imbalan dikaitkan dengan perilaku perawat untuk melakukan tindakan aman maka akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan motivasi perawat dalam berperilaku aman. 4. Masa kerja Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan masa kerja yaitu waktu yang telah dijalani perawat dalam menjalankan kerja sebagai perawat. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa informan yang telah bekerja lama dan baru hampir merata. Perawat yang bekerja lama maupun baru memungkinkan untuk berperilaku aman. Dalam hal ini perawat yang sudah lama bekerja sudah mengetahui seluk beluk pekerjaannya sehingga mereka berperilaku aman sedangkan perawat yang baru karena belum berpengalaman
dengan pekerjaannya lebih berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Keduanya tidak ada perbedaaan sama-sama berperilaku aman, sehingga masa kerja perawat yang sudah lama dan masih baru, tidak ada hubungannya dengan perilaku mereka. Hal ini sama dengan hasil penelitian Halimah (2010) yang didapatkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan perilaku aman. Hal ini diperkuat oleh Geller (2001) yang menyebutkan faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan sudah dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan terus berlaku karena menyenangkan, nyaman, dan menghemat waktu dan perilaku ini cenderung berulang. Pernyataan diatas juga diperkuat ILO (1998) yang menyatakan bahwa pekerja lama dan berpengalaman bukan merupakan jaminan bahwa mereka tidak akan melakukan tindakan tidak aman sehingga terhindar dari kecelakaan. Pekerja lama atau berpengalaman tidak merasa asing dengan lingkungannya, sangat kenalnya mereka menjadi kurang berhati-hati, apalagi bila dalam jangka waktu yang lama
tidak
terjadi
kecelakaan
sehingga
mereka
cenderung
mengganggap bahaya tidak separah dengan apa yang didengar dan dikatakan oleh pimpinannya (Halimah, 2010).
6.3.2
Faktor Pemungkin Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan gambaran faktor pemungkin yaitu hal-hal yang dapat memungkinkan pekerja untuk berperilaku aman saat bekerja. Faktor pemungkin yang diteliti dalam penelitian ini yaitu dilihat dari aspek ketersediaan APD dan program K3RS. Berdasarkan hasil penelitian, ketersediaan APD sudah ada, sedangkan untuk program K3RS belum ada di Rumah Sakit Islam Asshobirin. Fasilitas yang mendukung pekerja untuk berperilaku aman sangat dibutuhkan. Karena meskipun pekerja telah memiliki kemauan tinggi untuk berperilaku aman saat bekerja tetapi tidak dibarengi dengan ketersediaan fasilitas yang menunjang, maka tidak akan tercapai pula perilaku aman yang diharapkan. 1. Ketersediaan APD Ketersedian APD yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu ketersediaan alat pelindung diri di rumah sakit guna mendukung perawat berperilaku aman dalam melakukan tindakan keperawatan seperti masker dan sarung tangan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa APD yang disediakan rumah sakit sudah cukup lengkap seperti masker dan sarung tangan. APD tersebut tersedia di setiap ruangan sesuai kebutuhan dan peraturan mengenai penggunaan APD sudah terdapat dalam SOP. APD tersebut dapat diperoleh di
apotik atau bagian farmasi jika diruangan sudah habis. Hal ini sangat memungkinkan perawat dalam berperilaku aman. Hal
ini
sama
dengan
pendapat
Sahab
(1997)
yang
mengemukakan bahwa sistem yang didalamnya terdapat manusia (sumber daya manusia), fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja. Sehingga dengan ketersediaan fasilitas berupa APD dapat mencegah perilaku tidak aman dalam bekerja. Dalam menerapkan perilaku aman saat bekerja, dibutuhkan suatu peraturan yang bersifat mengikat untuk untuk mewujudkannya. Karena meskipun pekerja tersebut mau untuk berperilaku aman saat bekerja. Disini lah pentingnya ketersediaan APD yang memadai daan pentingnnya ditegakkan suatu peraturan yang sifatnya mengikatnya serta harus (Annishia, 2011). Jadi untuk mendorong perawat agar berperilaku aman, sangat diperlukan fasilitas yang mendukung dengan membuat peraturan yang mewajibkan dan menyediakan APD yang sesuai dan lengkap untuk pekerjaan mereka. Hal ini didukung oleh teori Geller (2001) dalam Halimah (2010) yang menyatakan bahwa penerapan perilaku aman dalam bekerja pada umumnya menyebabkan pekerja merasa kurang nyaman. untuk itu perlu sesuatu yang harus ada untuk membuat pekerja tersebut tetap menerapkan perilaku aman saat bekerja dan
harus
disiapkan
sebuah
konsekuensi
jika
pekerja
tidak
menerapkannya. Konsekuensi yang diberikan bisa dalam bentuk peraturan yang ada didalamnnya mengatur tentang hukuman serta penghargaan. Lebih lanjut Geller menyatakan bahwa hasil atau keefektifan dari konsekuensi peraturan tersebut sangat dipengaruhi oleh bentuk peraturan yang ada (Halimah, 2010). 2. Program K3RS Program K3RS merupakan salah satu bentuk
fasilitas
pendukung yang dapat membentuk perilaku aman dalam bekerja. Untuk menguatkan perilaku keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan upaya K3RS guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK) sehingga produktifitas optimal. Contoh program K3RS seperti pelatihan karyawan, promosi K3, tanggap darurat, laporan kecelakaan, dll. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa program K3RS terkait perilaku aman bekerja belum ada di rumah sakit Islam Asshobirin. Meskipun program K3RS belum ada tetapi tetap memungkinkan perawat untuk berperilaku aman, hal ini bisa disebabkan karena ada faktor lain yang mempengaruhinya seperti adanya ketersedian APD dan SOP serta pengawasan yang dilakukan setiap hari oleh tim supervisi.
Hal ini tidak sama dengan yang dikemukakan oleh Suma‟mur (1989) bahwa keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan mesin, pesawat, alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga terjamin. Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan didukung oleh sarana dan prasarana yang terjamin keselamatannya maka produktivitas kerja akan dapat ditingkatkan. Selain itu menurut Budiono (2003), keselamatan dan kesehatan kerja yang merupakan salah satu bagian dari perlindungan tenaga kerja perlu dikembangkan dan ditingkatkan, mengingat keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan agar : a. Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja mendapat perlindungan atas keselamatannya. b. Setiap sumber produksi dapat dipakai, dipergunakan secara aman dan efisien. c. Proses produksi berjalan lancar. Menurut ILO (1989), pelatihan merupakan salah satu komponen utama dari beberapa program keselamatan dan kesehatan
kerja. Dengan pendidikan dan pelatihan, pekerja mengetahui faktorfaktor bahaya di tempat kerja, risiko bahaya, kerugian akibat kecelakaan yang ditimbulkan, bagaimana cara kerja yang baik, serta mengetahui tanggung jawab dan tugas dari manajemen dalam meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap bahaya potensial. Oleh karena itu, untuk mendukung perawat di RS Islam Asshobirin berperilaku aman maka sebaiknya didukung dengan adanya program K3RS serta diadakan pelatihan terkait perilaku aman bekerja
bagi
seluruh
perawat
sehingga
dapat
menigkatkan
produktifitas perawat dan kinerja rumah sakit.
6.3.3
Faktor Penguat Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan gambaran faktor penguat yaitu hal-hal yang dapat memberikan dukungan kepada pekerja untuk berperilaku aman saat bekerja. Faktor penguat yang diteliti dalam penelitian ini yaitu SOP dan pengawasan. SOP di rumah sakit ini sudah ada. SOP terkait perilaku aman saat bekerja sudah terdapat dalam buku Standar Prosedur Operasional Keperawatan Dasar. Namun
pada
kenyataannya
SOP
tersebut
belum
di
seberluaskan kembali setelah di perbaharui ke setiap ruangan dikarenakan minimnya biaya dan juga SOP tersebut belum dilengkapi dengan prosedur penggunaan APD pada setiap tindakan. Sedangkan
untuk
pengawasan
di
rumah
sakit
Islam
Asshobirin,
perawat
mendapatkan pengawasan dari tim supervisi yaitu kepala perawat dan supervisi yang bertugas setiap hari. 1. SOP Standar Operasional Prosedur adalah suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien. Merupakan tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes RI, 2004). Dalam penelitian ini SOP yang dimaksud adalah suatu standar/petunjuk tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan perawat untuk bekerja secara aman. Hasil penelitian diperoleh bahwa sudah ada SOP di rumah sakit Islam Asshobirin, sehingga memperkuat perawat untuk bekerja secara aman meskipun dalam SOP tersebut masih ada yang kurang. Hal ini sama dengan penelitian Novriandita (2012) yang menyatakan ada hubungan antara ketersediaan SOP dengan perilaku aman. Hal ini juga sama dengan pendapat Geller (2001) dalam Karyani (2005) yang mengungkapkan perubahan perilaku tingkat
kepatuhan yang baik adalah internalisasi, dimana individu melakukan sesuatu karena memahami makna, mengetahui pentingnya tindakan dan keadaan ini. Hal ini cendrung akan berlangsung lama dan menetap dalam diri individu. Jadi para perawat yang mematuhi SOP karena mereka menyadari dan mengerti akan pentingnya menjaga keselamatan maka perilaku tersebut cendrung akan berlangsung lama. Selanjutnya Neal dan Griffin (2002) membedakan kinerja keselamatan menjadi dua tipe yaitu safety compliance dan safety participation. Safety compliance digambarkan sebagai aktivitasaktivitas inti yang perlu dilaksanakan oleh individu-individu untuk memelihara keselamatan di tempat kerja, seperti mengikuti SOP dan menggunakan APD dengan baik (Novriandita, 2012). Penelitian ini sesuai dengan teori Neal dan Griffin yang mempunyai pandangan tentang SOP merupakan kinerja keselamatan kerja, sehingga mempunyai pengaruh terhadap perilaku aman dalam bekerja. Namun meskipun sudah terdapat SOP di RS Islam Asshobirin, masih ada kekurangan dalam SOP tersebut yaitu tidak terdapat prosedur penggunaan APD untuk setiap tindakan contohnya seperti tindakan injeksi (menyuntik), memasang infus, mengganti balutan luka, dan lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan Depkes RI (2006) yang menyebutkan bahwa tindakan mencuci tangan dan memakai sarung tangan merupakan bagian dari prosedur menyuntik. Sehingga
diwajibkan memakai sarung tangan saat tindakan menyuntik guna melindungi tangan perawat dan mencegah terjadinya penyebaran infeksi. Selain itu juga dalam buku Keterampilam Keperawatan Dasar (Paket 1) disebutkan dalam prosedur memasang cairan infus, mengganti balutan luka, oksigenasi dan memandikan pasien di tempat tidur terdapat prosedur untuk mengenakan sarung tangan untuk tindakan tersebut maupun tindakan lainnya. Prosedur
tindakan
keperawatan
yang
masih
terdapat
kekurangan di RS Islam Asshobirin memungkinkan masih adanya perawat yang berperilaku tidak aman. Sehingga perlu dilakukan perbaikan SOP sesuai dengan standar dan ketentuan semestinya agar mengurangi resiko perilaku tidak aman pada perawat dan perlu disosialisasikan kembali mengenai SOP yang benar. 2. Pengawasan Menurut Sarwono (1991) pengawasan merupakan kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Pengawasan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kegiatan manajer atau supervisi yang mengusahakan agar pekerjaan sesuai dengan ketetapan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ada pengawasan yang dilakukan oleh kepala perawat dan supervisi terhadap perawat dalam bekerja. Hal ini menguatkan perawat untuk berperilaku aman. Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Azwar (1998) dalam Annishia (2010) yang menyatakan bahwa dengan adanya pengawasan dan peraturan yang mengikutinya merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut Sarwono (1991), dengan pengawasan yang dilakukan secara berkala dan intens, kondisi yang berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dengan segera dan dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya. Jadi dengan adanya pengawasan yang dilakukan setiap hari oleh supervisor dapat membentuk perilaku perawat agar disiplin untuk berperilaku aman dalam bekerja, dan dengan pengawasan ini juga memungkinkan untuk mengurangi resiko yang ada misalnya kesalahan perawat dalam menangani pasien. Kondisi yang tidak aman seperti ini dapat segera diketahui dan diperbaiki secepatnya. Hal ini juga dikuatkan dengan pendapat Geller (2001) yang menyebutkan adanya peran manager dalam perilaku kerja, keduanya berhubungan
langsung
degan
target
individu
yang
sedang
berlangsung. Menurut Bird dan Germain (1990), supervisor (pengawas) memiliki posisi kunci dalam mempengaruhi pengetahuan,
sikap keterampilan, dan kebiasaan akan keselamatan setiap karyawan dalam suatu area tanggung jawabnya. Para pengawas mengetahui lebih baik daripada pihak lain mengenai diperhatikannya individu-individu, catatan cuti, kebiasaan bekerja, perbuatan, keterampilan dalam bekerja. Para pengawas juga memonitor kinerja pekerja, dimana hal ini merupakan sesuatu yang penting untuk kesusksesan program (Salawati,2009).
6.4 Analisis Penyebab Perilaku Aman Berdasarkan hasil penelitian terhadap perawat di RS Islam Asshobirin, didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan perawat berperilaku aman dalam bekerja. Pada bagan 6.1 dapat dijelaskan bahwa perilaku aman bekerja pada perawat di RS Islam Asshobirin yaitu menggunakan APD, mengikuti SOP, mengambil posisi kerja yang aman dan bekerja secara hati-hati. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh perawat sudah cukup baik karena mereka mendapatkan pengetahuan tersebut dari ilmu yang diperoleh saat perkuliahan, membaca, serta sosilisasi oleh kepala ruangan untuk bertindak aman ketika bekerja. Dan adanya motivasi tinggi yang dimiliki perawat untuk selamat saat bekerja dan terhindar dari bahaya yang ada di rumah sakit membuat perawat untuk berperilaku aman. Selain itu didukung juga dengan sikap perawat yang
positif terhadap ketersediaan APD dengan selalu menggunakan APD saat bekerja. Serta adanya pengawasan oleh tim supervisi sehingga perawat berperilaku aman saat bekerja. Bagan 6.1 Alur terjadinya Perilaku Aman bekerja pada perawat di RS Islam Asshobirin
Pengetahuan yang baik dari ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, membaca serta sosialisasi oleh kepala ruangan. Adanya motivasi untuk selamat dari bahaya. Sikap yang postif (disiplin) untuk menghindari bahaya.
Menggunakan APD, mengikuti SOP, mengambil posisi kerja yang aman dan bekerja secara hati-hati.
Perilaku Aman Bekerja
Ketersedian APD berupa masker dan sarung tangan.
Adanya pengawan oleh tim supervisi setiap hari.
Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan penyebab perilaku tidak aman pada perawat di RS Islam Asshobirin. Bentuk perilaku tidak aman
pada perawat di RS Islam Asshobirin yaitu tidak menggunakan APD saat menyuntik dan memasang infus serta tidak memakai sepatu yang sesuai. Hal ini disebabkan karena sikap yang negative (tidak disiplin) dalam menggunakan APD saat bekerja dan SOP yang berlaku di RS Islam Asshobirin masih kurang lengkap, sehingga memungkinkan perawat untuk tidak menggunakan APD saat bekerja. Bagan 6.2 Alur terjadinya perilaku tidak aman pada perawat di RS Islam Asshobirin
Sikap negative (tidak disiplin) menggunaka n APD. SOP masih kurang lengkap.
Tidak menggunakan sarung tangan saat menyuntik dan memasang infus serta tidak memakai sepatu yang sesuai.
Perilaku Tidak Aman
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan di dalam penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut : a. Bentuk perilaku aman pada perawat dalam bekerja di RS Islam Asshobirin yaitu : 1. Menggunakan APD (masker dan sarung tangan) 2. Mengikuti peraturan dan SOP yang berlaku di RS Islam Asshobirin 3. Bekerja secara hati-hati dan mengambil posisi kerja yang aman. b. Bentuk perilaku tidak aman pada perawat yaitu : 1.
Tidak memakai sarung tangan ketika tindakan menyuntik dan memasang infus
2. Tidak menggunakan sepatu yang sesuai. c. Faktor predisposisi yang menyebabkan perawat berperilaku aman dalam bekerja yaitu : 1. Pengetahuan yang cukup baik mengenai perilaku aman dalam bekerja yang didapatkan dari ilmu yang diperoleh saat perkuliahan, membaca dan informasi yang diberikan oleh kepala ruangan.
2. Sikap positif dalam menghadapi bahaya dengan selalu menggunakan APD yang disediakan serta mengikuti SOP yang berlaku di RS Islam Asshobirin. 3. Adanya motivasi yang tinggi untuk keselamatan diri sendiri serta pasien. d. Faktor pemungkin yang menyebabkan perawat berperilaku aman dalam bekerja yaitu adanya ketersediaan APD berupa masker dan sarung tangan yang digunakan perawat dalam bekerja. e. Faktor penguat yang menyebabkan perawat berperilaku aman dalam bekerja yaitu adanya pengawasan terhadap perawat oleh tim supervisi yang dilakukan setiap hari. f. Faktor yang menyebabkan perawat berperilaku tidak aman yaitu : 1. Sikap negative perawat yang tidak disiplin dalam menggunakan APD. 2. SOP yang berlaku di RS
Islam Asshobirin belum sesuai dengan
standar DepKes RI (2006) terkait penggunaan APD pada prosedur menyuntik.
7.2 Saran a. Untuk RS Islam Asshobirin : 1) Menerapkan K3RS atau SMK3RS secara komprehensif sesuai dengan KEPMENKES RI Nomor: 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar K3RS. Hal ini dikarenakan sudah ada beberapa substansi yang
di laksanakan RS Islam Asshobirin seperti menyediakan APD untuk pekerja, dan melakukan pemantauan mengenai pengolahan limbah RS, PH sumber air yang digunakan, kebisingan di rumah sakit, dan lainnya serta sudah ada KPRS (Keselamatan Pasien di Rumah Sakit). Dengan adanya program K3RS dapat mendukung terciptanya lingkungan kerja yang aman dan meningkatkan perilaku aman bekerja pada perawat. 2) Revitalisasi (memperbaiki) SOP yang sudah ada, seperti prosedur menyuntik agar sesuai dengan standar DepKes RI. 3) Memberikan reward atau punishment bagi perawat yang tidak disiplin menggunakan APD dengan benar. 4) Mengadakan pelatihan mengenai K3 terkait perilaku aman untuk perawat guna meningkatkan kinerja perawat.
b. Untuk Perawat 1) Sebaiknya perawat lebih meningkatkan perilaku aman dalam bekerja selain menggunakan masker dan sarung tangan juga harus memakai sepatu bukan sandal. Dan sebaiknya penggunaan APD tersebut harus lengkap digunakan setiap tindakan seperti tindakan menyuntik. 2) Sebaiknya perawat mengikuti pelatihan terkait K3 guna menambah keterampilan untuk perilaku aman.
DAFTAR PUSTAKA
A Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Kerja. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003 Alimul, Aziz. 2002. Pengantar Pendidikan Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto Anik, Maryunani. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Jakarta: TIM. 2013 Annishia, Fristi Bellia. 2010. Analisis Perilaku Tidak Aman Pekerja Konstruksi PT. PP (persero) di Proyek Pembangunan Tiffany Apartemen Jakarta Selatan tahun 2011. Skripsi FKIK UIN Azmi, Rahimah. 2008. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Oleh P2K3 Untuk Meminimalkan Kecelakaan Kerja Di PT Wijaya Karya Beton Medan Tahun 2008. Skripsi S1 Universitas Sumatra Utara Bachri, Syaiful. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Keselamatan dan kesehatan kerja (k3) pada Karyawan di area produksi bagian weaving Pt.Unitex tbk Tahun 2010. Skripsi Program Kesmas UIN Syahid Jakarta Bird, E. Frank, Germain, L. George. 1990. Practical Loss Control Leadership. Institute Publishing: Georgia Budiono, Sugeng. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kecelakaan Kerja. Semarang : Universitas Diponegoro Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif. Cetakan keempat. Jakarta: Kencana Cahyani, Dewi. 2004. faktor-faktor yang berhubungan dengan perilku tidak aman pada pekerja pabrik billet baja PT Karakatau Steel, Cilegon, Jawa Barat Tahun 2004.. Skripsi. Depok : FKM UI Carayon, P., Alvarado, JC. 2008. Patient Safety and Quality: An Evidance-Based Handbook for Nurses. Chapter 39. Personal Safety for Nurses. Rockville (MD): Agency for Healthcare Research Quality (US) Chandra Pratiwo, Feny Rahayu, Kartika Arumsari Kartika. 2011. Proteksi dari Resiko Infeksi Nosokomial. Jurnal keperawatan Politeknik Kesehatan Malang. Chiou ST, Chiang JH, Huang N, Wu CH, Chien LY. 2013. Health issues among nurses in Taiwanese hospitals: National survey. International Journal of Nursing Studies.
Dahlawy, Dharief. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku K3 di Area Pengolahan PT. Antam tbk, Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor Tahun 2008. Jakarta : FKIK UIN DEPKES RI. 2003. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Depkes RI. ___________. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. DepKes, Jakarta. ___________. 2006. Peningkatan Menejemen Kinerja Klinik (PMKK ) Perawat dan Bidan, Pusdiklat SDM Kesehatan bekerjasama dengan Direktorat Bina pelayanan Keperawatan, Jakarta Digagurnasa, Srigali. 1992. Pengantar Psikologi. Jakarta : Mutiara Fatmasari, Agarika. 2010. Penentuan Faktor-Faktor Bahaya yang Dihadapi Perawat di RSUD Kabupaten Karanganyar dan Usulan Pencegahannya Menggunakan Metode AHP. Skripsi UNS-F.Teknik Jur. Teknik Industri Geller, E Scoot. 2001. The Pshychology Of Safety Handbook. USA : Lewis Publisher Green, Lawrence W. 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach. California : Mayfield Publishing Company Halimah, Siti. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Aman Karyawan Di PT. SIM PLANT TAMBUN II Tahun 2010. Skripsi Program Kesmas UIN Syahid Jakarta Hasriani , Resti Dwi. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Perawat Rumah Sakit Paru Di Salatiga. Undergraduate thesis, Diponegoro Helliyanti, Putri. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak Aman di Dept. Utility and Operation PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari Flour Mills tahun 2009. Skripsi. Depok : FKM UI Hendrabuwana, La Ode. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bekerja Selamat Bagi Pekerja Di Depatemen Cor PT Pindad Persero Bandung Tahun 2007. Skripsi. Depok : FKM UI Idayanti. 2008. Hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan standard operational procedure (SOP) teknik menyuntik dalam upaya pencegahan infeksi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Tesis USU Medan Imania,, Lutvi. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Perilaku K3 pada Perawat Instalasi Gawat Darurat RSU. Haji Surabaya. Skripsi FKM UNAIR Karyani. 2005. Faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku aman (safe behavior) di Schlumberger Indonesia tahun 2005. Tesis. FKM UI Depok
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Bina Kesehatan Kerja Tahun 2010 Lexy J Moleong. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Maanaiya, Imam. 2005. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan tidak aman (Unsafe act/substandard practice) pekerja di bagian Press PT YIMM Tahun 2005. Tesis. Depok : FKM UI Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : Penerbit PT Refika Aditama Millah, Izzatu. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku menggunakan sabuk keselamatan pada Pengemudi angkutan umum di terminal bus Pulo gadung tahun 2008. Skripsi Program Kesmas UIN Syahid Jakarta Moh. Nazir. Ph. D. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia Neuman, W Lawrence. 2003. Basics of Social research, qualitative and quantitative approaches. Boston: Allyn & Bacon Nofriandita, Yukitri. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Bekerja Yang Aman Pada Pekerja Bengkel Servis Mobil Di Depok Tahun 2012. Skripsi FKM UI Depok Notoadmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Pratiwi, Shinta Dwi. 2009. Tinjauan Faktor Perilaku Kerja Tidak Aman pada Pekerja Konstruksi Bagian Finishing PT. Waskita Karya Proyek Pembangunan Fasilitas dan Sarana Gelanggang Olahraga (GOR) Boker, Ciracas, Jakarta Timur 2009. Skripsi. Depok: FKMUI. Ratnaningsih, Ika Zenita. 2010. Manajemen Diri Untuk Menurunkan Perilaku Tidak Aman Dalam Bekerja Pada Pengemudi Bus Trans Jogja. Tesis Fakultas Psikologi UGM Jogjakarta Robin, S., P. (2003). Perilaku organisasi. (Pujaatmaka, H & Molan, B, Penerjemah). Ed. Ke9. Jakarta: Gramedia. Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Bina Sumber Daya Manusia. Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Bina Sumber Daya Manusia.
Salawati, Liza. 2009. Hubungan perilaku, manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium patologi klinik rumah sakit umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2009. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan Sarwono, Sarlito Wirawan. 1991. Teori-Teori Psikologi Sosial. CV. Rajawali: Jakarta Sialagan. Togar Robin. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Pada Perilaku Aman di PT EGS Indonesia Tahun 2008. Tesis. Depok : FKM UI Sugiono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif . Bandung : Alfabeta. Hlm: 127-128 Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Ilmiah Suatu Pendekatan Praktek,. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm:129 Suma‟mur, P.K. 1989. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. PT. Toko Gunung Agung: Jakarta _____________. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta : Gunung Agung Susiati, Maria. 2008. Keterampilan Keperawatan Dasar Paket 1. Jakarta : Erlangga Syartini, Titi. 2010. Penerapan SMK3 Dalam Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Divisi Noodle Cabang Semarang. Laporan Khusus Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Undang-undang No.01 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Wijaya, dkk. 2006. Hubungan Antara Shift Kerja Dengan Gangguan Tidur dan Kelelahan Kerja Perawat Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit DR. Sadjito Yogyakarta. Sekolah Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Pedoman Wawancara Mendalam pada Perawat Gambaran Perilaku Aman pada Perawat di RS Islam Asshobirin Tahun 2013
I.
Informan Utama Tanggal : Nama pewawancara : Karakteristik informan 1. Nama : 2. Jenis kelamin : 3. Usia : 4. Status perkawinan : 5. Alamat : 6. Telepon : 7. Bagian/ruangan : 8. Masa kerja : 9. Spesifikasi Tugas : Perilaku Aman 10. Pada saat bekerja, apa saja yang anda lakukan untuk menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja? Pengetahuan 11. Apa yang Anda ketahui tentang bahaya yang ada di rumah sakit? 12. Apa yang Anda ketahui tentang perilaku aman dalam bekerja? 13. Apa saja manfaat dari berperilaku aman dalam bekerja? 14. Apa saja dampak yang dialami jika berperilaku tidak aman dalam bekerja? Sikap 15. Bagaimana sikap Anda menghadapi bahaya yang ada di tempat bekerja saat ini? Apa alasannya? 16. Bagaimana sikap Anda terhadap peraturan dan SOP yang berlaku di tempat bekerja saat ini? Jelaskan mengapa demikian? 17. Bagaimana sikap Anda terhadap penyediaan APD di tempat bekerja saat ini? Jelaskan mengapa demikian?
Motivasi 18. Apa alasan anda berperilaku aman (bekerja secara hati-hati, menggunakan APD, mengikuti Standar Prosedur Kerja dan tidak bercanda serta tidak bermalasan pada saat bekerja)? Tersedianya APD 19. Bagaimana ketersediaan APD serta peraturan yang ada di rumah sakit? (Probing: jenis APD) Program K3RS 20. Adakah program terkait keselamatan dan kesehatan kerja yang pernah di laksanakan rumah sakit ini? (Probing: apa saja, bagaimana pelaksanaannya) SOP 21. Lalu bagaimana dengan prosedur, adakah prosedur kerja terkait perilaku aman bekerja? (Probing: jenis prosedur, perlu kah adanya prosedur) Pengawasan 22. Menurut anda, adakah pengawasan yang dilakukan pihak RS terkait perilaku aman bekerja? (Probing: siapa pengawasnya, perlu kah adanya pengawasan)
II.
Informan Kunci Tanggal : Nama pewawancara : Karakteristik informan 1. Nama : 2. Jenis kelamin : 3. Usia : 4. Status perkawinan : 5. Alamat : 6. Telepon : 7. Jabatan : 8. Masa kerja :
Perilaku Aman 9. Pada saat bekerja, apa saja yang perawat lakukan untuk menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja? Pengetahuan 10. Apakah perawat mengetahui tentang bahaya yang ada di rumah sakit dan bagaimana berperilaku aman bekerja? Sikap 11. Bagaimana sikap perawat dalam berperilaku aman bekerja? Motivasi 12. Apa alasan perawat berperilaku aman (bekerja secara hati-hati, menggunakan APD, mengikuti Standar Prosedur Kerja dan tidak bercanda serta tidak bermalasan pada saat bekerja)? Tersedianya APD 13. Bagaimana ketersediaan APD serta peraturan yang ada di rumah sakit? (Probing: jenis APD) Program K3RS 14. Adakah program terkait keselamatan dan kesehatan kerja yang pernah di laksanakan rumah sakit ini? (Probing: apa saja, bagaimana pelaksanaannya) SOP 15. Lalu bagaimana dengan prosedur, adakah prosedur kerja terkait perilaku aman bekerja? (Probing: jenis prosedur, perlu kah adanya prosedur) Pengawasan 16. Menurut anda, adakah pengawasan yang dilakukan pihak RS terkait perilaku aman bekerja? (Probing: siapa pengawasnya, perlu kah adanya pengawasan)
III.
Informan Pendukung Tanggal : Nama pewawancara :
Karakteristik informan 1. Nama : 2. Jenis kelamin : 3. Usia : 4. Status perkawinan : 5. Alamat : 6. Telepon : 7. Jabatan : 8. Masa kerja : Tersedianya APD 9. Bagaimana ketersediaan APD serta peraturan yang ada di rumah sakit? (Probing: jenis APD) Program K3RS 10. Adakah program terkait keselamatan dan kesehatan kerja yang pernah di laksanakan rumah sakit ini? (Probing: apa saja, bagaimana pelaksanaannya) SOP 11. Lalu bagaimana dengan prosedur, adakah prosedur kerja terkait perilaku aman bekerja? (Probing: jenis prosedur, perlu kah adanya prosedur)
LEMBAR OBSERVASI
1.
2.
3.
4.
5.
Indikator Perilaku Aman Bekerja menggunakan APD (sarung tangan dan masker) Bekerja dengan kecepatan yang sesuai (tidak terburuburu,hati-hati,tidak sembrono) Menggunakan peralatan yang sesuai dan benar Mengambil posisi kerja yang aman dan sesuai (tidak membungkuk) Memenuhi peraturan yang ada
Nama Perawat
Informasi
Pengamatan
Usia
Cek KTP
Tersedianya APD
Cek Stok APD
SOP
Cek Dokumen
Pengawasan
Observasi
1
2
Pengamatan 3
Hasil Observasi
4
5
MATRIKS WAWANCARA Variabel
Perilaku Aman Bentuk perilaku pekerja
Informan utama
Informan Kunci
IU1
IU2
IU3
IU4
IU5
IU6
- Bekerja menggunakan APD lengkap (masker dan sarung tangan)
- Bekerja meng-gunakan APD (memakai masker setiap melakukan tindakan)
- bekerja menggunakan APD lengkap (masker dan sarung tangan)
- Bekerja tidak menggunakan APD lengkap
- Bekerja tidakmenggunakan APD lengkap.
- Bekerja tidak menggunakan APD lengkap
- Pakai APD
- Pakai APD
- Infeksi nosokomial
- Infeksi penyakit menulaR
- perawat mengetahui
- perawat mengetahui
- Mengambil posisi kerja yang aman - mematuhi peraturan yang berlaku
- bekerja secara hatihati (tidak terburu-buru) - mematuhi peraturan yang berlaku
- bekerja secara hatihati (tidak terburu-buru)
IK1
IK2
- Mengambil posisi kerja yang tidak aman (membungkuk)
- mematuhi peraturan yang berlaku
Predisposing Factors (Pengetahuan Perawat) Pengahuan mengenai bahaya di RS
- penyakit infeksi menular
- Tertular infeksi
- nosokomial, - kecelakaan kerja
- Tertular infeksi nosokomial
- hepatitis - tertusuk
- kena jarum - paru-paru
- HIV
Informan Pendukung IP1
jarum
Pengetahuan mengenai perilaku aman bekerja
- HIV
suntik
- ke-celakaan kerja seperti tertusuk jarum.
- ngangkat pasien tertiban
- Pakai apd,
-sesuai SOP
- sesuai prosedur
- ketelitian, kerapihan dalam bekerja
- pakai APD - pakai APD - kebersihan
- paru-paru
- pakai APD - mem perhatikan kesterilan alatalat
- sesuai standar operasional
- Pakai apd, - ketelitian
- APDnya juga - kerapihan dalam bekerja
- tindakan sesuai SOP Pengetahuan mengenai dampak dari perilaku tidak aman bekerja
berisiko terhadap kita
tertular penyakit
- infeksi nosokomial, tertular penyakit - merugikan diri sendiri
Pengetahuan mengenai manfaat perilaku aman bekerja
- terhindar dari penyakit infeksi dan penyakit menular mengamankan diri sendiri
Predisposing Factors (Sikap
- untuk keamanan pasien - terhindar dari bahaya-bahaya bagi perawat
Supaya selamat pasien dan perawat
- Terkena infeksi
tertular penyakit
- kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum
- terhindar dari kecelakaan kerja - infeksi nosocomial
- terjadi kesalahan pada pasien - terinfeksi bagi perawat
Tidak tertular penyakit
mengurangi tertularnya penyakit
Perawat) Sikap dalam menghadapi bahaya di RS
menghindari dengan APD
- APD - cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
- memakai APD setiap tindakan, - memakai masker, handscoon, sepatu,
- peduli
hati-hati
- perlu diperhatikan efeknya baik dan buruknya
- lebih teliti - pakai APD.
- Mau meng gunakan APD
- Meng ikuti SOP
- Tindakan nya sesuai SOP
- cuci tangan. Sikap terhadap peraturan dan SOP yang berlaku di RS
mengikuti peraturan yang ada
Menerima dan melaksanakan peraturan yang ada
mengikuti
Sebagian besar dijalani, sebagiannya lagi tidak
insyaAllah mengikuti
Mengikuti SOP
Sikap terhadap penyediaan APD
Menggunakannya
Menggunakannya untuk keselamatan diri sendiri
mengajukan supaya untuk disediakan
harus dipakai, tapi tertentu
sesuai standar
Dipakai APD nya
- untuk keselamatan diri sendiri
- supaya aman
- Agar tidak kecelakaan
- mencegah tertular infeksi nosokomial dan kecelakaan kerja
mengindari resiko tertular penyakit
Ya begitulah
Predisposing Factors (Motivasi Perawat) Alasan bekerja secara hati-hati , menggunakan APD dan mengikuti SOP serta
- mengurangi resiko bahay-
- tidak terjadi kecelakaan kerja - tidak terjadi
- tidak tertular penyakit
- tidak terjadi
- Untuk keselamatan diri sendiri
- Untuk aman dan menghindari bahaya
tidak bercanda saat bekerja
bahaya
penularan antara pasien dan saya
- untuk memberikan pelayanan dan menjaga kepercayaan pasien.
kesalahan saat tindakan - supaya profesional.
Predisposing Factors (Masa Kerja) Masa kerja perawat
10 tahun
9 bulan
1,5 tahun
15 tahun
7 bulan
4 tahun
disediakan APD berupa masker dan sarung tangan,
masker dan handscoon,
Ada handscdaoon dan masker,
Ada masker, handscoon, scoot.
masker dan handscoon
ada masker dan hanscoon di ruangan.
Enabling Factors (Tersedianya APD) Ketersedian APD serta peraturannya di RS
- APD yang ada masker dan sarung tangan
- sudah disediakan di setiap ruangan sarung tangan dan masker - ada scoot tapi untuk ruang operasi dan bedah saja
- di ruang OK (Operasi) harus pakai topi operasi dan scoot - untuk ruang rawat masker dan sarung tangan standarnya
Enabling Factors (Program K3RS) Program terkait K3 yang ada di RS
Belum ada program K3
Belum ada program K3
Belum ada K3
Belum ada
K3 tidak ada
Belum tau
- K3 belum ada
- K3RS belum ada tetapi ada tim KPRS
- K3RS belum ada
Ada SOP
Ada SOP
Ada SOP
Ada SOP
Ada SOP
Ada SOP
-ada SOP
-ada SOP
-ada SOP
Kepala perawat mengawas dan timnya
Tim supervise yang mengawasi
Kepala perawat dan supervise mengawas setiap hari
Ada pengawasan
Perawat senior atau supervise yang mengawas
Ada pengawasan oleh tim supervisi
-kepala perawat mengawasi setiap pagi dan supervise yang bertanggung jawab mengawas setiap sore dan malam
- kepala perawat dan tim supervise memantau setiap hari
Reinforcing Factors (SOP) Prosedur (SOP) terkait perilaku aman bekerja Reinforcing Factors (Pengawasan) Pengawasan
Transkip Wawancara Informan Utama Pertanyaan Perilaku Aman Bekerja Pada saat bekerja, apa saja yang anda lakukan untuk menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja?
Predisposing Factors
Informan Utama IU1 Pakai APD dan kerja secara hatihati aja, karena penting untuk berperilaku aman bagi diri sendiri. Pakai APD nya tergantung penyakit pasien juga kalo kadang gak pake handscoon pas ganti infusan misalnya pasiennya sakit demam berdarah gak pake kecuali penyakit infeksi baru pake. Kan klo demam berdarah kan gak terlalu begitu parah ya tapi kalo nyuntik selalu pake handscoon, kalo misalnya penyakit paru lebih pernapasan ya lebih menular jadi kalo masker selalu pake ke setiap pasien kecuali kalo mendadak karena buru-buru jadi gak pake
Brperilaku Aman IU2 Pake APD untuk semua tindakan yang berisiko, ya untuk keamanan diri sendiri sebagai pencegahan. kalo disini sih tindakan yang gak pake sarung tangan misalnya kalo mau kasih obat, terus ttv kecuali kalo misalnya ada aids atau resiko penyakit menular baru pake apd lengkap, terus misalnya ada pasien ISPA ya otomatis kita harus pake masker
Berperilaku Tidak Aman IU5
IU3
IU4
Yang sesuai SOP seperti pakai APD, ya supaya tidak menularkan sesuatu pada pasien dan sebaliknya, jadi kita harus memilah milah pasien mana yang perlu pake APD lengkap mana yang gak perlu supaya gak menyinggung pasien juga kan misalnya pasiennya batuk-batuk ya kita harus pake masker takutnya kan TBC ya. Di SOP juga sudah ada kriterianya yang harus pake APD gimana
Ya pakai APD saat bekerja, memperhatikan kesterilan alat-alat dan tindakan sesuai SOP aja sih, kadang kalo gak pake APD karena sudah terbiasa dan gak semua tindakan perlu pakai APD hanya tertentu saja.
Ya sesuai standar operasional aja dari APDnya juga, tindakan tertentu aja baru pakai APD lengkapnya biasanya mah yang standar dipake itu masker aja , kadang suka lupa atau misalnya pas keadaan darurat atau buru-buru.
1U6 Proteksi diri aja seperti pakai APD dan sesuai SOP, kan sudah tau mana penyakit yang parah dan yang gak parah jadi udah biasa mba.
(Pengetahuan Perawat) Apa yang Anda ketahui tentang perilaku aman dalam bekerja?
Menurut anda apa saja manfaat dari berperilaku aman dalam bekerja?
Menurut anda apa saja dampak yang dialami jika berperilaku tidak aman dalam bekerja? Apa yang Anda ketahui tentang bahaya yang ada di rumah sakit?
Pakai APD, hhmm intinya sih pake apd, ketelitian, kerapihan dalam bekerja
Ya terhindar dari penyakit infeksi, penyakit menular ya intinya mengamankan diri sendiri agar tidak celaka atau sakit Bisa terjadi kesalahan pada pasien dan terinfeksi bagi perawat serta kecelakaan juga Ya penyakit infeksi menular mba, terus hmm apa lagi ya tertusuk jarum juga bisa. Ya apalagi kalo kondisi kita lagi lemah pasti mudah tertular penyakit apalagi kalo di ruangan penyakit dalam ya banyak penyakit yang lebih menular. Kan kalo diruangan ini ada dua bagian ya ruangan isolasi dan ruangan biasa/perawatan,
Ya sesuai SOP, pakai APD juga harus untuk melindungi kita dan selalu jaga kebersihan dengan cuci tangan Manfaatnya baik bagi keamanan pasien dan terhindar dari bahaya-bahaya bagi perawat
Ya sesuai dengan prosedur terus sama APDnya juga harus lengkap dan lebih hati-hati dalam bertindak
Ya pakai APD saat bekerja, memperhatikan kesterilan alat-alat dan tindakan sesuai SOP aja sih
Ya sesuai standar operasional aja dari APDnya juga
Proteksi diri aja seperti pakai APD dan sesuai SOP
Supaya kita selamat, hhmm sebagai pasien dan perawat
Hhhmm…terhindar dari kecelakaan kerja dan infeksi nosocomial
Ya sebaliknya dari dampak mba supaya gak tertular penyakit tadi
Apa ya hhmm….menguran gi tertularnya penyakit
Terkena infeksi, kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum
itu tadi infeksi nosokomial, kalo untuk aku tertular penyakit bisa ya merugikan diri sendiri lah Nosokomial, terus K3 ya itu apa sih namanya kecelakaan kerja, itu apa sih namanya kena jarum suntik, terus apa ya ngangkat pasien tertiban
hhmmm dampaknya ya itu tertular penyakit
Ya tertular penyakit tadi mba
Ya itu mba bisa berisiko terhadap kita
Tertular infeksi nosokomial sih setau saya
Paling Infeksi nosokomial ya yang bahaya
Ya Infeksi penyakit menular, HIV, paru-paru terus hhmmm…
Tertular infeksi, hepatitis bisa, paruparu bisa, HIV juga dan kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum, stress juga bisa kalo ngadepin keluarga pasien kan kadang suka ada yang repot
Bagaimana anda memperoleh pengetahuan tersebut?
takutnya kalo kita di isolasi kondisi kita lemah daya tahan tubuh kita turun pasti mudah terkena penyakit Dari ilmu yang pernah saya pelajari, kan emang teorinya udah ada ya dari dulu yang jelas dari teori terus ditambahkan sekarang ada prosedurnya SOP dan berdasarkan pengalaman aja sih terus juga pernah ikut seminar
Tau nya itu kan dari perkuliahan terlebih dahulu kan awalnya sebelum masuk kerja, baru disini dikasih tau lagi sama kepala ruangan atau senior pasien-pasien apa aja yang apdnya harus lengkap terus pasien apa aja yang gak perlu lengkap apdnya, misalnya kalo pasien ISPA kan harus menggunakan masker, kalo misalnya pasien yang aids atau resiko tertular harus sarung tangan apdnya, itu aja sih. Kalo ISPA kan batuk bisa ada reaknya juga kan,kalo misalnya itu apdnya duaduanya pake masker dan sarung tangan, selain itu juga dari buku-buku pas kuliah dulu sama suka ikut seminar
Selain tau dari SOP ya sebelum kerja juga sudah tau ya kan dulu waktu kuliah juga ada pelatihan-pelatihan, terus juga dapat dari hasil seminar, misalnya si A seminar di siloam nanti di seminarkan lagi disini dipersentasikan, kan ada fotocopyannya juga jadi ya saya baca-baca
sudah tau dari sekolah dulu terus paling sama dari kepala ruangan atau kepala perawat aja mengenai SOPnya
Taunya dari itu aja sih dikasih tau sama kepala ruangan pas baru masuk kerja, SOP gimana, dan lain-lain
ya berdasarkan pengalaman aja, kan udah tau harus gimana kalo kerja yang aman
atau pelatihan di kampus Predisposing Factors (Sikap Perawat) Bagaimana sikap Anda menghadapi bahaya yang ada di tempat bekerja saat ini? Apa alasannya? Bagaimana sikap Anda terhadap peraturan dan SOP yang berlaku di tempat bekerja saat ini? Jelaskan mengapa demikian? Bagaimana sikap Anda terhadap penyediaan APD di tempat bekerja saat ini? Jelaskan mengapa demikian? Predisposing Factors (Motivasi Perawat) Apa alasan anda bekerja secara hatihati , menggunakan APD dan mengikuti SOP serta tidak bercanda saat bekerja Predisposing
Ya menghindari dengan cara APDnya
Satu APD tadi sama cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
Memakai APD setiap tindakan, memakai masker, handscoon terus sepatu, terutama cuci tangan
Harus peduli lah, perlu diperhatikan efeknya baik dan buruknya
Ya hati-hati aja paling mba
Harus lebih teliti dan pakai APD
Ya mengikuti peraturan yang ada, misalnya bekerja sesuai SOP
Menerima dan melaksanakan peraturan yang ada
Harus mengikuti lah, kan demi kebaikan kita juga
Sebagian besar dijalani, sebagiannya lagi tidak misalnya tidak pakai scoot (jas pelindung) karena memang gak ada
insyaAllah sih mengikuti
Mengikuti SOP
APDnya menurut saya sih cukup, ya saya menggunakannya mba seperti masker itu selalu digunakan setiap tindakan
Menggunakannya untuk keselamatan diri sendiri
Sebagian disediakan sebagian tidak, jadi saya mengajukan supaya untuk disediakan, kalo sudah disediakan tentunya harus dipaka
Ya tentunya harus dipakai, tapi kan gak setiap saat kita pakai tertentu aja mba
hhmm gimana ya, udah lengkap sih sesuai standar lah
Dipakai APD nya
Ya untuk keselamatan diri sendiri, untuk mengurangi resiko bahaya-bahaya tadi
Supaya aman, supaya tidak terjadi kecelakaan kerja, supaya tidak terjadi penularan antara pasien dan saya
Agar tidak terjadi kecelakaan, tidak tertular penyakit., terus untuk memberikan pelayanan dan menjaga kepercayaan pasien
Supaya mencegah tertular infeksi nosokomial, kecelakaan kerja dan agar tidak terjadi kesalahan saat tindakan, ya supaya professional
Ya itu untuk mengindari resiko tertular penyakit
Ya begitulah
Factors (Masa Kerja Perawat) Sudah berapa lama anda bekerja sebagai perawat? Sejak kapan? Enabling Factors (Tersedianya APD) Bagaimana ketersedian APD serta peraturannya di RS
Mengapa APD
kurang lebih 10 tahun ya
baru 9 bulan, awal masuknya akhir tahun 2012
satu setengah tahun lah kurang lebih, dari tahun 2012
udah lama banget say amah udah lebih dari sepuluh tahun, 15 tahun mah ada dari tahun 99‟‟
masih 7 bulan, dari awal tahun 2013
kurang lebih 4 tahun ya, udah dari tahun 2010 mba
Biasanya disetiap ruangan itu disediain APD kaya masker, ,sarung tangan, nah kalo habis kita ngamprah ke farrmasi, sebenernya kalo sesuai prosedur kesehatan ya gak cukuplah, tapi kan setiap rumah sakit beda, harusnya kan kaya sepatu, dan topi disediain juga kalo nyuntik kan takutnya jatuh, kan kita pake sepatunya biasa bukan yang khusus perawat gitu
ada seperti masker dan handscoon, ngambilnya amprahan atau ngorder dari ruangan ke farmasi, kalau peraturan gak ada sanksi mau pakai atau tidak pakai APD, Kalo menurut saya APD nya sih mungkin kuranglah, kalo misalnya kaya scoot penting sih disinikan ada pasien bayi, kalo misalnya ada ruang bayi kan nanti berisiko ke bayinya kalo baju kita misalnya terkontaminasi dari luar, makanya harus lengkap scootnya, masker, sarung tangan, gitu lah kalo misalnya disini kurang sih saya juga kurang
Sudah disediakan, biasanya ngamprah atau diambil di apotik sesuai kebutuhan di ruangan ini seperti handscoon, dan masker, kalo scoot gak ada. Kalo peraturan tentang APD itu biasanya udah ada dalam SOP, tapi gak ada sanksi kalo misalnya ada yang gak pake APD
Ada, seperti masker, handscoon, ngambilnya di apotik atau bagian farmasi
Amprahan dari ruangan ke apotik (farmasi), APD nya masker, handscoon udah itu aja
Disediakan APD, ada masker dan hanscoon di ruangan
Katanya sih mba
mungkin terkait
Mungkin karena
Yah kebijakan dari
Kalo scoot itu
berupa Scoot, topi dan sepatu tidak disediakan disini?
Menurut anda pentingkah atau perlukan disediakan ADP seperti scoot, topi dan sepatu dalam bekerja?
Enabling Factors (Program K3RS) Apa saja Program terkait K3 yang ada di RS (Probing: apa saja, bagaimana
emang khusus ruangan bedah aja mba, kalo topi khusus buat perawat laki-laki kalo untuk wanita kan kita semua pake kerudung, jadi engga perlu topi buat kita mba, kalo sepatu saya juga kurang tahu mba, padahal menurut saya penting Menurut saya sih scoot pentinglah mba, buat melindungi perawat dari kontaminasi kontaminasi penyakit tertular mba, tapi kalo topi engga perlu mba, kan cewenya berjilbab semua disini, kalo sepatu baru penting mba supaya kitanya terhindar dari benda tajam yang jatuh mba
tau mba alasan kenapa gak disedian, saya mah pake apd yang ada aja disini
scoot itu kalo disini cuma ada diruang UGD dan OK aja, ruangan buat operasi bedah gitu mba
anggaran biaya juga kali ya mba, makanya gak disedian di setiap ruangan
disini ruang rawat aja mba, bukan ruang bedah, jadi mungkin tidak perlu mba, makanya tidak disediakan dari atasannya
sananya udah begitu, ya mau gimana kita??
Kalo scoot menurut saya penting mba, ini kan ada ruangan bayi jadi harus bener-bener steril yang kita pakai ini, kasian bayi nya kalo tertular dari pakaian kita, trus kalo topi mungkin engga perlu yah mba, soalnya disini semua berjilbab mba, kalo sepatu juga penting mba menurut saya biar ngelindungi perawat dari jarum suntik kalo jatoh ke lantai gt mba
Menurut saya pentinglah mba, ini kan diruang ICU, seharusnya di ruang ICU ada scoot bukan hanya di UGD dan OK untuk menjaga steril mba, kalo topi gak terlalu penting karena wanitanya berjilbab semua mba, kalo sepatu harusnya sih penting agar melindungi perawat dari alatalat yang jatoh pas lagi kita gunakan
Menurut saya sih penting mba, disini kan ruangan ICU , jadi perlu lah scoot itu untuk melindungi kita juga
menurut saya sih yang paling penting itu ada masker dan sarung tangan udah cukup lah
‟penting sih mba, tapi ya gitu deh………
Kalo untuk K3 sih kayaknya belum ada. Untuk pelatihan sih ada tapi yang
Belum ada mba kayaknya, kan saya baru 9 bulan disini jadi kayaknya
Belum ada mba setau saya sampai saat ini. Paling seminar mba untuk
Belum ada mba selama disini. Ya paling seminar sama pelatihan aja sih
belum tau mba, kurang tau deh mba , saya belum pernah ikut sama sekali
gak ada tuh, seminar-seminar ada kok kadang diadain, Pelatihan
pelaksanaannya, pernahkah mengikutinya)
Reinforcing Factors (SOP) Adakah prosedur(SOP) K3RS terkait perilaku aman bekerja (Probing: sebutkan)
ngadain bukan rumah sakit kita, itu pelatihannya dari luar, biasanya kita hanya diutus untuk perwakilan aja. Kalo seminar untuk perawat di rumah sakit ini ada kok mba , ehmmm, ada tentang APD, infeksi nosokomial, seiinget saya itu. Ya kalo ada saya ikut tapi kalo saya engga banyak ikutnya. Kalo disini mah biasanya ditunjuk, seringnya kepala ruangan, kalo perawatperawatnya jarang, tapi kadang sapa yang mau ikut bisa asal tidak menganggu jam dinas
sampe saat ini engga ada deh. Kayaknya cuma seminar aja deh kalo untuk kita. Ehhmm, kurang tahu mba, saya kan baru 9 bulan disini belum tau seminarnya apa. Kalo saya disini belum pernah ikut seminar yang ada dirumah sakit dan belum pernah jadi perwakilan juga buat ikut seminar atau pelatihan, paling cuma pas kuliah dulu aja suka ikut seminarseminar
perawat mah. Pernah ada mba, seperti pendokumentasian dan APD gitu mba. Kalo saya belum pernah disuruh tuh buat pelatihan diluar sama kepala ruangan, kalo seminar juga belum paling dapat materinya aja dari yang ikut mba yang sering ikut seminar dan pelatihan mah paling kepala ruangannya mba
mba. Ehmm.. seminar APD, Infeksi nosokomial mba, trus pendokumentasian kalo yang terakhir sih itu yang saya tahu mba. pernah ikut, terakhir seminar tentang pendokumentasian
Sudah ada prosedur, ya kan udah dihapalin juga dari kuliah juga udah tau, setiap ruangan punya SOPnya kan ada, misalnya ya SOP nyuntik, pertama harus cuci tangan dulu sebelum tindakan, pake
Ada SOP, kan awalnya dikasih tau dulu sama kepala ruangannya tindakan apa aja yang harus dilakuin terus apa namanya kalo pasien baru ngapain aja, pasien pulang ngapain aja, terus terapi obat
Ada, seperti contohnya SOP suntikan, persiapannya pertama lihat nama obatnya dulu, dosis obatnya, waktu dan jamnya harus sesuai pemberiannya, lihat obat apa yang sebelumnya diminum
Sudah ada, tapi belum disosialisasikan lagi sekarang, kan yang lama udah ditarik diperbaharui lagi
ada tapi paling senior-senior doang yang ikut kayak kepala perawat gitu, kalo saya belum pernah ikut. Karena kan biasanya perwakilan, jadi paling seniorsenior aja yang diutus,nah kalo seminar biasanya kita cuma dikasih tau hasil seminarnya itu apa
Ada SOP tapi belum pernah liat langsung cuma dikasih tau sama kepala ruangan aja, sebenarnya perlu sih SOP itu supaya kita sesuai dengan yang ditetapkan
Paling SOP tindakan ya, misalnya kalo mau ambil darah pasiennya dengan HIV, kan kalo HIV itu kan bisa menular lewat suntikan jadi harus pake sarung tangan, terus kalo
Reinforcing Factors (Pengawasan) Adakah pengawasan yang dilakukan pihak RS terkait perilaku aman bekerja? (Probing: siapa pengawasnya, perlu kah adanya pengawasan)
alcohol, siapin obatnya, cek dulu bener gak itu obatnya, dan seterusnya deh kya gitu
apa aja yang diberikan, waktu terapi kapan aja dilaksanakannya, kalo sakit ini begini caranya ya gitu-gitu deh, buat saya sih sesuai SOPnya seperti yang dipelajari dari kampus juga.
ya gitu deh kalo udah siap semuanya baru disuntik
Pengawasan ada mba timnya sendiri, biasanya sih kalo pagi itu kepala perawatnya langsung
Pengawasan ada kok, supervise yang mengawasi tiap hari mba,yang dilihat paling kondisi ruangan seperti apa, lihat jumlah pasiennya, jumlah perawatnya, trus dilihat pekerjaan perawatnya, trus tentang perawatan apa yang diberikan ke pasien mba
Ada, kepala perawat dan supervise setiap hari ngeliat ke kita, ke pasien, dan jumlah pasiennya, kondisi pasien, cairan infusnya, trus dilihat juga kita sesuai atau engga kerjanya, misalnya kan dia liat pasang infus engga bener tuh, nanti kita dipanggil tuh, ketat deh pokoknya
misalnya kita mau berhadapan dengan pasien TBC, kalo misalnya batuk kan bisa menular jadi harus pake masker gtuh. Saya tau dari waktu perkuliahan kan udah ada ya, terus diperkenalkan sih SOP disini juga ada pas awal masuk kerja
Pengawasan pasti ada mba setiap harinya , biasanya dilakuin oleh kepala perawat dan tim supervise mba. Biasa nya yang mereka awasi itu kayak lihat absen perawat mba, trus liat kondisi pasien, pokoknya ngeliat tugas-tugas kita deh mba
Setiap dinas atau per shift biasanya yang ngawas perawat senior atau supervisi, menurut saya perlu diawasi agar tidak ada kesalahan apalagi perawat yang baru seperti saya ini
Ada pengawasan. Supervisi yang melakukan pengawasan biasanya pagi dan sore. Sangat diperlukan pengawasan agar perawat tetap disiplin dalam bekerja
Transkip Wawancara Informan Kunci Pertanyaan Perilaku Aman Bekerja Pada saat bekerja, apa saja yang perawat lakukan untuk menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja?
Predisposing Factors (Pengetahuan Perawat) Apakah perawat mengetahui mengenai perilaku aman dan bahaya yang ada di rumah sakit? (Probing : bagaimana mereka mengetahuinya?) Predisposing Factors (Sikap Perawat) Bagaimana sikap perawat dalam berperilaku aman bekerja?
Predisposing Factors (Motivasi Perawat) Menurut anda, apa alasan perawat bekerja secara hati-hati , menggunakan APD dan mengikuti SOP serta tidak bercanda saat bekerja? Enabling Factors (Tersedianya APD)
Informan Kunci IK1 IK2 selama ini sih sesuai aja ya, jarang melakukan perilaku aman yang dilakukan perawat disini yang kesalahan tapi kadang-kadang ya mungkin kalo dia lagi pasti menggunakan APD, karena dalam prosedur lupa apa gimana kadang gak pake masker, tapi emang juga kan sudah ada ya dan setiap perawat kalo untuk akhir-akhir ini penggunaan APDnya sudah mengetahuinya bagus mereka
Ya mereka sudah tau, dan juga sudah saya sosialisasikan dan kalo misalnya ada yang gak tau ya mereka nanya dan kalo ada info-info baru pasti dikasih tau
Untuk pengetahuan mereka kita juga melakukan sosialisasi, jadi kita memang punya tahapannya kalau perawat baru itu satu tentang peraturan dan tata tertib di rumah sakit kemudian tentang SOP perawat
Kalau sekarang sih sudah lumayan ya sikapnya, sudah bagus untuk APDnya sendiri, untuk tindakannya juga udah sesuai SOP, ya pokoknya sesuai lah cukup baik
Sebagai seorang perawat harus memiliki sikap yang baik seperti mengikuti SOP dan harus peduli terhadap bahaya yang ada dirumah sakit, karena perawat tidak hanya bertanggung jawab terhadap keselamatannya sendiri tetapi yang terutama itu harus memperhatikan keselamatan pasien juga karena jika mereka bersikap yang buruk hal ini menyangkut mutu pelayanan rumah sakit juga, ya tapi kalo masih ada perawat yang sikapnya gak sesuai itu kan tergantung masing-masing orang juga ya ada yang peduli ada juga yang cuek, kembali lagi ke diri masing-masing
Motivasinya ya untuk diri sendiri ya untuk keselamatan biar aman aja, kan kalo menurut saya APD itu penting banget karena untuk mencegah paparan langsung dengan bahaya ya jadi perawat harus pake APD
Tentu saja alasan berperilaku aman itu menghindari bahaya dan supaya aman saat bekerja bagi perawat serta pasien
Bagaimana ketersedian APD serta peraturannya di RS?
Enabling Factors (Program K3RS) Apa saja Program terkait K3 yang ada di RS (Probing: apa saja, bagaimana pelaksanaannya)
Reinforcing Factors (SOP) Adakah prosedur(SOP) K3RS terkait
kalo untuk disini ya kan ya standar rumah sakit kelas tiga terus menengah kebawah, kalo itu sih cukup untuk APDnya kaya masker dan sarung tangan saja. Menurut saya sih sudah cukup mba, karena ini rumah sakit tipe C dan masih menegah ke bawah jadi untuk rumah sakit sekelas ini sudah cukup lah APD nya seperti itu
APD nya kalo diruangan sih condongnya cuma masker sama sarung tangan saja mba, Kalo untuk standar APD dasar kita sudah cukuplah mba. kalo scoot dan sepatu boots ya di rumah sakit ini hanya untuk di ruangan UGD dan OK saja ada. karena sudah standarnya seperti itu mba, yang perlu scoot, sepatu itu yah pas saat operasi, persalinan saja mba, trus kalo topi yah karena diruang UGD dan OK ada perawat laki-laki nya, jadi harus memakai topi sedangkan untuk ruang rawat itu perawat perempuan dan mereka semua berjilbab jadi gak pake topi
Kalo program K3 gak ada,tapi kalo seminar atau pelatihan disini ada tapi jarang, paling kalo untuk pelatihan biasanya ke rumah sakit lain, Cuma kalo ke rumah sakit lain juga memang yang didahulukan yang senior yang sudah lama, seperti kepala ruangan terus nanti ada wakilnya, terus dibawahnya lagi, kita bertahap ya sampai nanti kebawah, jadi emang mereka ada yang belum kebagian karena belum sampai ke bawah. Kalo misalnya ada seminar paling ada fotocopyan ya saya suruh baca, terus kalo ada info-info baru ya dikasih tau.
seminar ada, tapi yang ikut gantian, sesuai jam dinas juga, juga ada seminar di rumah sakit lain nanti kita utus berapa orang, dalam satu ruangan bergantian asal gak mengganggu jam dinas bisa ikut, setiap ruangan ada perwakilannya. Misalnya kaya kemaren ada pelatihan di Anyer, hasilnya dipersentasikan kembali di aula dan dihadiri perwakilan dari setiap ruangan, kepala ruangan yang menentukan. Juga dilihat pelatihannya tentang apa misalnya imunisasi kan condongnya perawat ruangan anak, kebidanan, bayi, perawat yang diutus sesuai dengan perawatnya, misalnya sifat pelatihannya umum maka semua perawat bisa ikut. Disini adanya KPRS (Keselamatan Pasien di rumah sakit) jadi masih fokus untuk pasiennya untuk perawatnya belum ada secara khusus. Jadi misalnya ada kejadian terhadap pasien nanti kepala ruangan lapor ke tim kprs kronologisnya seperti apa, kemudian nati dilihat masalahnya dimana apakah SDM nya atau alatnya dan sebagainya, mislanya masalahnya SDM nya maka nanti akan disosialisasikan kembali tentnag penggunaaan alat itu atau tentunya salah satunya SOPnya juga.
SOP ada ya, setiap perawat sudah tau kan saya juga
SOP sudah ada, disebarkan ke setiap
perilaku aman bekerja
Reinforcing Factors (Pengawasan) Adakah pengawasan yang dilakukan pihak RS terkait perilaku aman bekerja? (Probing: siapa pengawasnya, perlu kah adanya pengawasan)
sosialisasikan diawal masuk kerja, kalo misalnya ada yang gak tau ya pasti nanya. Tapi kalo untuk briefing tentang SOP disini jarang ya, paling ngobrol-ngobrol biasa aja, misalnya ada keluhan masalah mereka pasti cerita, paling kalo ada rapat-rapat ruangan jarang paling 3 bulan sampai 6 bulan sekali.
ruangan disosialisasikan ke setiap kepala ruangan tetapi yang lama sudah ditarik semuanya karena ada pembaharuan dan setelah diperbaharui lagi belum diperbanyak kembali terkait belum ada biaya jadi sekarang masih di ada di saya SOPnya tapi kalo ada ruangan yang perlu mau pinjam ya bisa diambil. SOP tindakan keperawatan seperti menggunakan handsoon dan lain-lain
Setiap hari ada kok pengawasan, kalo pagi biasanya kepala perawatnya yang keliling setiap ruangan, yang dilihat ya jumlah pasiennya, jumlah perawatnya, kondisi diruangan bagaimana, trus sama kerjanya perawat, sedangkan kalo supervisi yang bertanggung jawab biasanya ngawanya sore dan malam, sama kalo kerjanya mah
Saya melakukan pemantauan ke setiap ruangan setiap harinya, trus kalo sore sama sama malam yang ngawasin itu supervisi , kerjanya yah, lihat kondisi ruangan dan lihat kerjanya perawat, yah pokoknya semuanya saya lihatlah
Transkip Wawancara Informan Pendukung Pertanyaan Enabling Factors (Tersedianya APD) Bagaimana ketersedian APD serta peraturannya di RS?
Enabling Factors (Program K3RS) Apa saja Program terkait K3 yang ada di RS (Probing: apa saja, bagaimana pelaksanaannya)
Reinforcing Factors (SOP) Adakah prosedur(SOP) K3RS terkait perilaku aman bekerja?
Informan Pendukung (IP1) kalo di OK itu harus pake topi operasi sama scoot juga, karena selama ini disini standarnya adalah masker dan sarung tangan untuk ruang rawat, yang dasar kan baru itu aja ya, kalo disini kan gak ada ruangan yang khusus seperti misanya ruang kemoterapi kanker, flue burung disni juga belum ada, disini kan ada tingkatannya dan yang ada di SOP ini untuk sementara saya liat cukup simple ko kalau untuk K3RS belum karena terkait biaya jadi kita secara bertahap dulu. Lagi pula untuk tenaga ahli K3 nya disini belum ada, baru ada bagian Kesling, tetapi terkait K3 di rumah sakit secara umum sebenernya sudah di monitor secara umum sama bagian kesling tersebut misalnya pengolahan limbahnya, sumber airnya phnya berapa, kebisingan diruangan datanya kita juga punya, kita lulus karena dibawah NAB nya itu tapi saya lupa berapa, itu juga sebenernya kan untuk keselamatan pekerjanya juga Cuma itu lebih secara umum bukan untuk keperawatan aja tapi cleaning service juga APDnya dan lain-lain. Kemudian kalo untuk KPRS itu lebih mendalam lagi ke kasus pasien karena nanti terkait dengan teknik medis operasi, macam-macam deh SOP itu ada, setidaknya kalo sudah ada SOP itu kan berarti sudah disosialisasikan, nah sosialisasinya itu yang saya gak tau kapan waktunya. Tapi SOP itu sebenernya kan sudah berlaku lama dan itu biasanya arsip data sudah masuk ke kaperawatan