ANALISIS BIAYA PERSEDIAAN PADA UKM RAJEG, TANGERANG SELATAN
NUR HIDAYAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis biaya persediaan pada UKM Rajeg, Tangerang Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2015
Nur Hidayah H24110026
ABSTRAK NUR HIDAYAH. Analisis Biaya Persediaan pada UKM Rajeg, Tangerang Selatan. Dibimbing oleh FARIDA RATNA DEWI. Penggunaan limbah sebagai bahan baku utama di UKM Rajeg menyebabkan ketersediaan bahan baku tidak tetap atau tidak stabil. Hal itu yang menyebabkan UKM Rajeg kesulitan untuk menghitung harga pokok produksi. Pengendalian persediaan sangat perlu dilakukan agar memastikan bahan baku yang diterima dalam jumlah dan waktu yang tepat sehingga harga pokok produksi dapat dihitung secara tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Mengidentifikasi pengendalian persediaan bahan baku yang selama ini dilakukan UKM Rajeg (2) Mengidentifikasi tingkat pemesanan optimal UKM Rajeg (3) Mengidentifikasi perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan UKM Rajeg (4) Menganalisis perhitungan harga pokok produksi UKM Rajeg dengan menggunakan metode variable costing dan absorption costing (5) Membandingkan kedua metode dan mengetahui efek terhadap penentuan laba atau rugi UKM Rajeg. Pada penelitian ini metode kuantitatif dianalisis dengan metode EOQ (Economic Order Quantity), variable costing dan absorption costing. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa harga pokok produksi berdasarkan kedua metode tersebut menunjukan hasil yang berbeda namun memberikan keuntungan yang sama. Kata kunci : absorption costing, biaya persediaan, EOQ, UKM Rajeg, variable costing ABSTRACT NUR HIDAYAH. An Analysis of Inventory Cost in the UKM Rajeg, South Tangerang. Supervised by FARIDA RATNA DEWI. The use of waste as the main raw material in UKM Rajeg led to the availability of raw materials is not fixed or unstable. It causes difficulties for UKM Rajeg calculate the cost of production. Inventory control is necessary in order to ensure the raw material and the amount received in a timely manner so that the cost of production can be calculated precisely. The purpose of this research is as follows: (1) Identify the raw material inventory control has been done UKM Rajeg (2) Identifying the optimal order levels UKM Rajeg (3) Identify the calculation of the cost of production has been done UKM Rajeg (4) Analyze calculation the cost of production of UKM Rajeg using variable costing and absorption costing (5) Comparing two methods and determine effect on the determination of the profit or loss UKM Rajeg. In this research, quantitative methods were analyzed by the method of EOQ (Economic Order Quantity), variable costing and absorption costing. These results indicate that the cost of production by both methods showed different results but profit the same advantages. Keyword : absorption costing, EOQ, inventory cost, UKM Rajeg, variable costing
i
ANALISIS BIAYA PERSEDIAAN PADA UKM RAJEG, TANGERANG SELATAN
NUR HIDAYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
iii
iv
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Analisis Biaya Persediaan pada UKM Rajeg, Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada : 1. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu, bimbingan, dan masukannya dalam penyusunan karya ilmiah ini. 2. Bapak Ir. Muhammad Syamsun, MSc, P.hD selaku dosen pembimbing akademik atas waktu, bimbingan, dan masukannya 3. Orang tua penulis yaitu Bapak Tajudin dan Almarhuma Ibu Fauziyah tercinta serta keluarga yang telah memberikan doa, dukungan, dan nasihat. 4. Bapak Nur Mamak (Pak Ama) selaku pemilik UKM Rajeg yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini. 5. Sahabat Manajemen angkatan 2011 (MAN 48) atas bantuan, dukungan, kritik, dan saran dalam penyusunan penelitian ini.
Bogor, Mei 2015
Nur Hidayah
v
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Definisi Persediaan
4
Economic Order Quantity (EOQ)
4
Meminimalkan Biaya
4
Definisi Biaya
5
Biaya Persediaan
5
Biaya Produksi
6
Klasifikasi Biaya Produksi
6
Harga Pokok Produksi
7
Pengumpulan Harga Pokok Produksi
7
Penelitian Terdahulu
7
METODE Kerangka Pemikiran
9 9
Lokasi dan Waktu Penelitian
11
Jenis dan Sumber Data
11
Pengumpulan Data
11
Pengolahan dan Analisis Data
12
Penentuan Laba Rugi
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum
14 14
vi
Pengendalian persediaan bahan baku UKM Rajeg
18
Tingkat Pemesanan Optimal
18
Penentuan Biaya Persediaan
19
Pemesanan Optimal Bahan Baku
21
Perhitungan harga pokok produksi menurut UKM Rajeg
22
Perhitungan harga pokok produksi dengan metode variable costing dan absorption costing
23
Harga pokok produksi dengan metode variable costing
24
Harga pokok produksi dengan metode absorption costing
25
Perbandingan kedua metode dan efek terhadap laba/rugi UKM Rajeg
27
Laba rugi berdasarkan metode variable costing
27
Laba rugi berdasarkan metode absorption costing
27
Implikasi Manajerial SIMPULAN DAN SARAN
29 30
Simpulan
30
Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
33
RIWAYAT HIDUP
38
vii
DAFTAR TABEL 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang Biaya persediaan per unit yang diproduksi untuk metode absorpsi dan variabel Jenis, harga dan kebutuhan bahan baku dalam sebulan Kebutuhan bahan baku bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Gaji karyawan UKM Rajeg bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Biaya penyusutan peralatan per bulan Biaya overhead tetap dan variabel bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Beban-beban produksi per bulan Komponen biaya pemesanan bahan baku bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Komponen biaya penyimpanan bahan baku bulan Desember 2014 Komponen biaya penyimpanan bahan baku bulan Januari 2015 Tabel total biaya persediaan bahan baku bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Tingkat Pemesanan optimal bulan Desember 2014 dan Januari 2015 dengan metode EOQ
1
12 16 16 17 17 17 18 19 19 20 20 22
DAFTAR GAMBAR 1 2
3
Tingkat pengangguran terbuka menurut provinsi, 2006-2013 Biaya total sebagai fungsi dan kuantitas pesanan Kerangka pemikiran analisis biaya persediaan pada UKM Rajeg, Tangerang Selatan
1 5 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Daftar pertanyaan wawancara Perhitungan persediaan rata-rata Biaya persediaan, pembelian dan kebutuhan bahan baku
35 36 36
viii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perilaku konsumtif merupakan suatu fenonema yang banyak melanda kehidupan masyarakat saat ini. Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Banten tahun 2013 menyatakan bahwa persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang tahun 2010-2013 selalu berfluktuatif. Tabel 1 menunjukan kelompok barang dibagi menjadi dua jenis yaitu kelompok makanan dan bukan makanan. Berdasarkan data tersebut, sebagian besar pengeluaran berasal dari kelompok barang „bukan makanan‟ yang mana jika dilihat secara detail, kelompok barang “bukan makanan” yang terus mengalami kenaikan adalah produk pakaian dan alas kaki. Tabel 1 Persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang 2010 (%)
2011 (%)
2012 (%)
2013 (%)
Makanan
46.1
47.4
49.6
50.0
Padi-padian
13.5
11.8
14.2
12.5
Makanan dan minuman jadi
32.7
34.8
31.6
34.1
Tembakau dan sirih
10.7
11.5
13.4
14.2
Lain-lain
43.2
41.8
40.8
39.2
Bukan Makanan
53.9
52.6
50.4
50.0
Perumahan dan fasilitas perumahan
36.7
38.1
41.6
41.4
Aneka barang dan jasa
36.3
35.0
40.2
39.7
Pakaian dan alas kaki
2.8
5.5
5.7
6.1
Lain-lain
24.2
21.5
12.5
12.7
Kelompok Barang
Sumber : Diolah dari data pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang (2010-2013) Perilaku konsumtif yang tinggi memperlihatkan daya beli masyarakat akan suatu produk juga tinggi. Namun, tingginya daya beli masyarakat Banten tidak membuat jumlah pengangguran di provinsi ini menurun. Padahal, jika daya beli masyarakat tinggi dapat dikatakan masyarakatnya banyak yang memiliki pekerjaan sehingga memperoleh pendapatan. Berdasarkan data BPS pada bulan Agustus 2013, provinsi Banten menjadi salah satu dari kelima provinsi yang menyumbang angka pengangguran tertinggi di Indonesia. Banten berpartisipasi menyumbangkan jumlah pengangguran sebesar 9.9%. Tingginya jumlah pengangguran di Banten berasal dari kabupaten Tangerang Selatan. Untuk itu, provinsi Banten perlu mendapat perhatian khusus dalam upaya mengatasi masalah tersebut.
20.00 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
Aceh DKI Jakarta Jawa Barat
2006
2007
2008
2009 2010 Tahun
2011
2012
Feb.
Agust.
Agust.
Feb.
Feb.
Agust.
Agust.
Feb.
Feb.
Agust.
Agust.
Feb.
Agust.
Feb.
Agust.
Banten Feb.
% TPT
2
Maluku
2013
Gambar 1 Tingkat pengangguran terbuka menurut provinsi (2006-2013) Jumlah pengangguran dan perilaku konsumtif yang tinggi di Banten mengharuskan pemerintah daerah maupun masyarakat untuk turut andil dalam mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan data BPS tahun 2012, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Tangerang Selatan sebagian besar disumbang oleh industri pengolahan yaitu sebesar 59%. Upaya alternatif yang perlu dilakukan adalah membangun Usaha Kecil Menengah (UKM). UKM sangat berpengaruh dalam mengatasi masalah pengangguran dan perilaku konsumtif. Hal itu karena UKM tidak mengharuskan adanya tenaga kerja yang memiliki kompetensi tinggi. Selain itu, UKM memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi perekonomian yang buruk. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: UKM mampu berkembang dengan memanfaatkan dana sendiri sehingga ketika terjadi krisis moneter, kondisi keuangan tidak terganggu. Sebagian besar UKM mengembangkan produk dengan sumber daya lokal sehingga tidak tergantung pada produk impor. Salah satu UKM di provinsi Banten atau tepatnya di kabupaten Tangerang Selatan adalah UKM Rajeg. Dengan memanfaatkan limbah industri sebagai bahan baku utama, UKM ini memproduksi produk pakaian dalam khusus wanita. Permintaan produk yang meningkat, menuntut UKM untuk terus berproduksi demi tercapainya tujuan utama yaitu memaksimalkan profit dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun, semakin berkembangnya suatu UKM, maka akan semakin kompleks aktivitas yang dijalankan sehingga menuntut adanya pelaksanaan aktivitas yang efektif dan efisien karena para manajer tidak dapat lagi memonitor secara langsung aktivitas yang dikerjakan oleh para bawahannya. Kesulitan yang dihadapi UKM Rajeg adalah penentuan harga pokok produksi yang tepat. Perhitungan harga pokok produksi yang tepat akan berpengaruh besar pada keuntungan yang didapat UKM Rajeg. Penggunaan limbah sebagai bahan baku utama menyebabkan ketersediaan bahan baku tidak tetap atau tidak stabil. Pengendalian persediaan sangat perlu dilakukan karena memastikan barang yang diterima dalam jumlah dan waktu yang tepat. Apabila persediaan yang disimpan terlampau banyak akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan UKM. Sedangkan bila persediaan yang disimpan terlalu sedikit akan
3 beresiko terjadinya kekurangan persediaan dan kebutuhan konsumen tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu diperlukan metode yang tepat agar persediaan bahan baku dapat dipesan secara optimal sesuai dengan jumlah dan waktu yang tepat. Dengan begitu, biaya dalam pengadaan bahan baku dapat diminimalisir sehingga dapat memperkecil biaya produksi dan diharapkan meningkatkan laba UKM Rajeg. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengendalian persediaan bahan baku yang selama ini dilakukan UKM Rajeg? 2. Berapa tingkat pemesanan optimal UKM Rajeg? 3. Bagaimana penentuan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan UKM Rajeg ? 4. Bagaimana penentuan harga pokok produksi UKM Rajeg yang tepat menggunakan metode variable costing dan absorption costing ? 5. Bagaimana perbandingan kedua metode dan efek terhadap laba/rugi UKM Rajeg?
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi pengendalian persediaan bahan baku yang selama ini dilakukan UKM Rajeg. 2. Mengidentifikasi tingkat pemesanan optimal UKM Rajeg. 3. Mengidentifikasi penentuan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan UKM Rajeg. 4. Menganalisis penentuan harga pokok produksi UKM Rajeg yang tepat menggunakan metode variable costing dan absorption costing. 5. Membandingkan kedua metode dan mengetahui efek terhadap penentuan laba atau rugi UKM Rajeg.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya difokuskan pada analisis pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dengan metode EOQ dan perhitungan harga pokok produksi dengan metode absorption costing dan variable costing di UKM Rajeg dengan pengamatan data bulan Desember 2014 sampai Januari 2015 karena merupakan data yang relatif stabil. Teknik pengambilan data menggunakan probability sampling dengan teknik wawancara. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada UKM Rajeg mengenai perhitungan harga pokok produksi yang tepat.
4
Informasi-informasi tersebut diharapkan dapat dijadikan pertimbangan untuk menyusun kembali perencanaan dan strategi perusahaan.
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Persediaan Ma‟arif dan Tanjung (2003), menyatakan bahwa persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau barang-barang yang masih dalam proses produksi atau persediaan bahan baku yang masih menunggu untuk digunakan dalam suatu proses produksi. Ada 3 jenis persediaan yang umum di perusahaan yaitu: a. Persediaan bahan mentah b. Persediaan dalam proses c. Persediaan bahan jadi Persediaan dibagi menjadi 2 jenis yaitu a. Persediaan terikat (dependent demand) Adalah persediaan yang terikat dengan jadwal induk yang sudah dibuat. Persediaan jenis ini sering disebut MRP (Material Requirement Planning) b. Persediaan bebas (independent demand) Adalah persediaan yang bebas yang berhubungan langsung oleh pasar. Jumlah persediaannya ditentukan oleh permintaan konsumen.persediaan jenis ini disebut EOQ (Economic Order Quantity).
Economic Order Quantity (EOQ) Heizer dan Render (2010) menyatakan bahwa EOQ adalah salah satu teknik kontrol persediaan yang tertua dan paling dikenal. Teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi berdasarkan pada beberapa asumsi sebagai berikut yaitu : Jumlah permintaan diketahui, konstan, dan independent. Waktu tunggu yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan diketahui dan konstan. Penerimaan persediaan besifat instan dan selesai seluruhnya. Dengan kata lain, persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada suatu waktu. Tidak tersedia diskon kuantitas. Biaya variabel hanya biaya untuk menyiapkan atau malakukan pemesanan dan biaya menyimpan persediaan dalam waktu tertentu (biaya penyimpanan atau membawa). Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat.
5 Meminimalkan Biaya Model persediaan umumnya bertujuan meminimalkan biaya total. Biaya paling signifikan adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Berikut adalah gambar biaya total sebagai fungsi dan kuantitas pesanan.
Gambar 2 Biaya total sebagai fungsi dan kuantitas pesanan
Definisi Biaya Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga. Tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian. Sebaliknya, apabila tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya operasi, maupun biaya non operasi, akan menghasilkan keuntungan (Swastha dan Ibnu Sukotjo dalam Rahany, 2003). Menurut Hansen et al. (1999), biaya merupakan uang atau nilai setara uang yang dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan akan memberikan keuntungan sekarang atau yang akan datang bagi perusahaan. Menurut Mulyadi (1999), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Macam - macam biaya menurut Horngren et al. (2006) a. Biaya variabel Adalah biaya yang secara total berubah seiiring dengan perubahan tingkat aktivitas atau volume yang terkait. b. Biaya tetap Adalah biaya yang tidak akan berubah secara total selama periode waktu tertentu, sekalipun terjadi perubahan yang besar atas tingkat aktivitas atau volume terkait.
6
Biaya Persediaan Menurut Horngren et al. (2006), biaya persediaan adalah semua biaya produk yang dianggap sebagai aktiva ketika biaya itu terjadi dan dibebankan sebagai harga pokok penjualan ketika produk dijual. Ada 3 jenis kalkulasi biaya persediaan yaitu a. Kalkulasi biaya absorpsi Metode kalkulasi biaya persediaan dimana semua biaya manufaktur tetap dan semua biaya manufaktur variabel dimasukkan sebagai biaya persediaan. b. Kalkulasi biaya variabel Metode kalkulasi biaya persediaan dimana semua biaya manufaktur variabel dimasukan sebagai biaya persediaan. Semua biaya manufaktur tetap dikeluarkan dari biaya persediaan dan diperlakukan sebagai biaya periode pada saat biaya itu terjadi. c. Through –put costing Fokus pada maksimalisasi kapasitas (orang atau produksi). Asumsi ada masalah operasional yang menghambat kecepatan penyelesaian barang.
Biaya Produksi Menurut Mulyadi (1999), biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Secara garis besar, biaya produksi ini di bagi menjadi :biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (factory overhead cost). Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut biaya utama, sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya overhead sering disebut dengan istilah biaya konversi yang merupakan biaya untuk mengkonversi (mengubah) bahan baku menjadi produk jadi.
Klasifikasi Biaya Produksi Klasifikasi biaya manufaktur yang umum digunakan menurut Horngren et al. (2006) adalah sebagai berikut: Biaya bahan langsung Adalah biaya perolehan semua bahan yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari objek biaya (barang dalam proses dan kemudian baang jadi) dan yang dapat ditelusuri ke objek biaya dengan cara yang ekonomis. Biaya tenaga kerja manufaktur langsung Meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja manufaktur yang dapat ditelusuri ke objek biaya (barang dalam proses dan kemudian barang jadi) dengan cara yang ekonomis. Biaya manufaktur tidak langsung Adalah seluruh biaya manufaktur yang terkait dengan objek biaya (barang dalam proses dan kemudian barang jadi) namun tidak dapat ditelusuri ke objek biaya dengan cara yang ekonomis.
7 Harga Pokok Produksi Horngren et al. (2006) menyatakan bahwa harga pokok produksi adalah biaya barang yang dibeli untuk diproses sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode akutansi berjalan. Manullang (1995), menyatakan bahwa harga pokok produksi adalah jumlah biaya seharusnya untuk memproduksikan suatu barang ditambah biaya seharusnya lainnya hingga barang itu berada di pasar. Menurut Mulyadi (1999), harga pokok produksi merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk mengubah aktiva (berupa persediaan bahan baku) menjadi aktiva lain (berupa persediaan produk jadi). Lebih lanjut Mulyadi (1999) menyatakan bahwa ada tiga tujuan utama dari perhitungan harga pokok produksi, yaitu: 1. sebagai dasar untuk menetapkan harga di pasar penjualan produk. 2. untuk menetapkan besar laba yang akan didapat dalam pertukaran, dan 3. sebagai alat untuk menilai efisiensi dari suatu proses produksi.
Pengumpulan Harga Pokok Produksi Menurut Mulyadi (1999), dalam pembuatan produk terdapat dua kelompok biaya yaitu: Biaya produksi Biaya produksi ini membentuk harga pokok produksi yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi dan harga pokok produk yang pada akhir periode masih dalam proses. Biaya non produksi Biaya non produksi ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok produk. Pengumpulan harga pokok produksi sangat ditentukan oleh cara produksi.
Penelitian Terdahulu Kusumawardani (2013) dalam skripsinya yang berjudul Perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode job order costing. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui perhitungan harga pokok produksi CV. TRISTAR, khususnya produk alumunium standar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan perhitungan harga pokok produksi berdasarkan pesanan tapi terdapat kesalahan pada penentuan biaya bahan baku dan tarif tenaga kerja langsung serta pembebanan biaya overhead. Selanjutnya dilakukan perhitungan harga pokok produksi metode Job Order Costing dengan menggunakan rata-rata harga bahan baku, rata-rata tarif tenaga kerja langsung dan pembebanan biaya overhead aktual menggunakan cost driver volume produksi. Hasil perhitungan menunjukkan perbedaaan yang signifikan dimana harga pokok produksi yang dihitung oleh perusahaan lebih rendah dari harga pokok produksi menggunakan metode Job Order Costing. Perbedaaan harga pokok produksi tentunya mempengaruhi harga jual dan laba rugi perusahaan dimana harga jual yang ditentukan dan laba yang diperoleh perusahaan terlalu rendah. Safitri (2013) dalam skripsinya yang berjudul Perhitungan harga pokok produksi full costing method (studi kasus pabrik tahu “murah sari 57”. Hasil
8
perhitungan harga pokok produksi dengan perhitungan metode full costing lebih besar dari perhitungan metode harga pokok produksi perusahaan sebesar Rp 51 500 per tong. Perbedaan tersebut terjadi disebabkan karena pembebanan biaya overhead pabrik yang dihitung menggunakan metode full costing lebih teliti dan terperinci. Basri (2001) dalam tesisnya yang berjudul penentuan harga pokok produksi air PDAM kota Semarang dengan metode Activity Based Costing sebagai alternatif. Hasil perhitungan harga pokok produksi air yang diterapkan oleh PDAM sebesar Rp 583 per m3. Berdasarkan metode tradisional, biaya yang dialokasikan PDAM sebesar Rp 7 316 402 537 namun berdasarkan metode activity based costing sebesar Rp 6 788 738 878 sehingga terjadi pembebanan yang terlalu tinggi (over costed) ebesar 14.41 %. Wulansari (2007) dalam skripsinya yang berjudul Analisis biaya persediaan bahan baku ayam di restoran Hartz Chicken Buffet (HCB) Bogor menyimpulkan bahwa dengan menggunakan metode EOQ, Perusahaan dapat melakukan penghematan biaya persediaan sebesar Rp 1 531 946.8 dan biaya untuk persediaan pengaman yang dapat dihemat oleh HCB adalah sebesar Rp 243 823.32. Betts (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Minimizing inventory costs for capacity-constrained production using a hybrid simulation model menyatakan bahwa model simulasi hybrid dikembangkan untuk menghitung tingkat target persediaan sehingga meminimalkan biaya produksi pada saat kekurangan persediaan. Pengoptimalan persediaan dilakukan secara efisien dengan menggunakan pemrograman integer non-linear. Pendekatan hybrid ini memiliki keunggulan dibandingkan metode yang lain karena tidak adanya estimasi permintaan terlebih dahulu sehingga memudahkan para peneliti untuk dapat melakukan analisis tanpa harus memiliki ketrampilan khusus. Selain itu pendekatan hybrid ini juga tetap akurat meskipun variabilitas permintaan tinggi. Oleh karena itu mudah digunakan oleh para manajer dalam praktek atau diimplementasikan sebagai perangkat lunak mandiri. Kulkarni dan Rajhan (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Determination of optimum inventory model for minimizing total inventory cost menyatakan bahwa Dalam sebagian besar industri skala menengah, permintaan tidak pasti dan sulit diramalkan. Oleh karena itu memesan dalam jumlah yang tepat pada waktu yang tepat merupakan isu penting. Dalam tulisan ini, ada beberapa model atau metode yang digunakan untuk menentukan kebijakan pemesanan yang dapat meminimalkan total biaya persediaan antara lain Lot for Lot (LTL), Economic Order Quantity (EOQ), Period Order Quantity (POQ), Least Unit Cost (LUC), Least Total Cost (LTC), Least Period Cost (LPC), dan Wagner-Whitin Algoritma. Hasil yang diperoleh dengan menerapkan masing-masing model untuk item yang berbeda menunjukkan bahwa Wagner- Whitin Algoritma memberikan biaya yang optimal dalam setiap kasus.
9 METODE
Kerangka Pemikiran Tujuan dari setiap bisnis termasuk Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah untuk mendapatkan keuntungan guna menjaga kelangsungan hidupnya. UKM perlu mempertimbangkan faktor internal maupun eksternal perusahaan untuk mencapainya, karena perencanaan keuntungan bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Kesulitan yang dihadapi UKM Rajeg adalah penentuan harga pokok produksi yang tepat. Hal itu karena ketersediaan bahan baku yang tidak tetap. Penggunaan limbah sebagai bahan baku utama produk “pakaian dalam” berpotensi besar menimbulkan ketidakstabilan persediaan bahan baku. UKM Rajeg masih menggunakan metode yang sederhana dan tidak mengikuti sistem akuntansi biaya dalam pengendalian persediaan, harga pokok produksi dan laba/ruginya. Oleh karena diperlukan pengendalian persediaan yang tepat dalam mengelola bahan baku. Metode yang tepat untuk mengendalikan persediaan adalah metode EOQ. Metode ini digunakan untuk memperoleh tingkat pemesanan bahan baku yang optimal sesuai dengan waktu yang tepat. Komponen biaya yang diperlukan dalam menghitung EOQ meliputi biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Dengan mengetahui tingkat pemesanan optimal bahan baku, maka UKM Rajeg dapat mengetahui jumlah dan waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan sehingga dapat mengurangi biaya overhead (biaya pemesanan dan biaya penyimpanan) karena nantinya kedua biaya tersebut akan berpengaruh ke harga pokok produksi sebagai biaya overhead tetap maupun biaya overhead variabel. Sedangkan, untuk menghitung harga pokok produksi menggunakan metode variable costing dan absorption costing. Perbedaan dari kedua metode tersebut hanya terletak pada biaya apa saja yang dimasukan ke dalam biaya persediaan tiap unit produk. Pada metode variable costing, hanya biaya variabel saja yang dimasukan ke dalam perhitungan, sedangkan pada metode absorption costing, semua biaya baik biaya tetap dan biaya variabel dimasukan ke dalam perhitungan. Hasil perhitungan akhir dari kedua metode tersebut dibandingkan guna mengetahui metode mana yang cocok dan menguntungkan untuk UKM Rajeg. Secara garis besar, kerangka pemikiran penelitian ini seperti yang terlihat pada gambar 3 di bawah ini.
10
UKM Rajeg Pengendalian persediaan yang tidak stabil
Biaya Pemesanan
Biaya Produksi
Biaya Overhead
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Bahan Baku
Biaya Penyimpanan
Biaya Persediaan Bahan baku
Metode EOQ Harga Pokok Produksi Jumlah Pemesanan Optimal
Penentuan Harga Pokok Produksi
Rekomendasi Biaya Tetap
Metode UKM
Biaya Variabel
Metode Absorption Costing
Metode Variable Costing
Harga Pokok Penjualan
Penjualan
Laba/Rugi
Perbandingan antara metode absorption dan variable
Rekomendasi
Gambar 3 Kerangka pemikiran analisis biaya persediaan pada UKM Rajeg, Tangerang Selatan
11 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di UKM Rajeg yang memproduksi pakaian dalam yang beralamat di Perum Rajeg Mas Pratama Rt 06/ Rw 06 Rajeg, Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang bersifat kuantitatif. Data primer didapat melalui wawancara secara langsung pada pemilik UKM Rajeg, sedangkan data sekunder didapat melalui dokumentasi keuangan perusahaan dan studi pustaka dari berbagai sumber yang relevan dengan penelitian ini.
1. 2. a. b. c. d. e. f. g. 3. a. b.
Jenis data Data primer Struktur Organisasi Kegiatan produksi Volume produksi (kain, busa, dan lain-lain) Kapasitas produksi Jam tenaga kerja langsung Biaya bahan baku Biaya pemeliharaan mesin Biaya penyusutan mesin Aktivitas produksi Personalia Jumlah tenaga kerja Gaji tenaga kerja
Data sekunder 1. Data laporan produksi 2. Profil perusahaan 3. Berbagai literature dan karya ilmiah yang dianggap relevan dengan penelitian a. a. Hasil penelitian terdahulu mengenai penetapan harga pokok produksi b. b. Buku teks mengenai metode penetapan harga c. pokok produksi yang datanya masih relevan digunakan
Sumber data
Usaha Menengah
Kecil
Usaha Kecil Menengah Usaha Kecil Menengah Hasil penelitian peneliti sebelumnya
oleh
Buku teks yang relevan dengan penelitian
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa cara atau metode. Adapun metode yang digunakan untuk memperoleh data dari UKM yang bersangkutan adalah sebagai berikut:
12
1. Wawancara mendalam (indepth interview) yang dilakukan terhadap pihak perusahaan dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang terkait dengan tujuan penelitian. Pemilihan tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan faktor pemahaman mengenai aktivitas produksi dan perhitungan harga pokok produksi. 2. Pengamatan (observasi) terhadap aktivitas produksi yang dilakukan para pekerja dalam menghasilkan produk. 3. Studi literatur dengan memanfaatkan berbagai laporan dan buku-buku penunjang yang relevan.
Pengolahan dan Analisis Data Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok produksi adalah metode absorption costing dan variable costing. Penggunaan kedua metode ini bertujuan untuk membandingkan hasil perhitungan mana yang akan memberikan keuntungan optimal bagi UKM Rajeg. Langkah pertama yang dilakukan untuk menentukan harga pokok produksi adalah penentuan tingkat persediaan yang optimal dengan metode EOQ kemudian menghitung biaya persediaan per unit. Berikut adalah rumus untuk menentukan tingkat persediaan barang per unit.
Keterangan: Q : Jumlah unit per pesanan (Kg) Q* : Jumlah optimum unit per pesanan (Kg) D : Permintaan bulanan dalam unit untuk barang persediaan (Kg) S : Biaya pemesanan untuk setiap pesanan (Rp) H : Biaya penyimpanan per unit per bulan (Rp) Sedangkan perhitungan biaya persediaan dengan metode absorption costing dan variable costing ditunjukan dengan tabel berikut ini : Tabel 2 Biaya persediaan per unit yang diproduksi untuk metode absorpsi dan variabel Kalkulasi biaya variable Biaya manufaktur variabel per unit yang diproduksi Bahan langsung Tenaga kerja manufaktur langsung Overhead manufaktur Biaya manufaktur tetap per unit yang diproduksi Total biaya persediaan per unit yang diproduksi
XXX XXX XXX
XXX XXX
Kalkulasi biaya absorpsi XXX XXX XXX
XXX XXX XXX
13 Perhitungan harga pokok produksi untuk kedua metode hampir sama, perbedaannya hanya pada penentuan biaya persediaan awal dan akhir saja. Dibawah ini adalah akun perhitungan harga pokok produksi. Bahan baku langsung: Persediaan awal Pembelian Bahan baku yang tersedia Persediaan akhir Bahan baku langsung yang terpakai Tenaga kerja langsung Overhead manufaktur: Bahan baku tidak langsung Tenaga kerja tidak langsung Depresiasi Sewa Listrik, air, dll Total Overhead manufaktur Harga Pokok Produksi Total
xxx xxx+ xxx xxxxxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx+ xxx+ xxx
Harga Pokok Produksi Per Unit = Harga Pokok Produksi Total Jumlah Unit yang diproduksi
Penentuan Laba Rugi Dalam menentukan laba rugi UKM, ada dua metode yang digunakan yaitu variable costing dan absorption costing. Perhitungan di kedua metode tersebut juga berbeda. 1. Metode variable costing Kalkulasi biaya variabel adalah metode kalkulasi biaya persediaan dimana semua biaya manufaktur variabel dimasukan sebagai biaya persediaan. Semua biaya manufaktur tetap dikeluarkan dari biaya persediaan dan diperlakukan sebagai biaya periode pada saat biaya itu terjadi. Perhitungan harga pokok penjualan Harga pokok penjualan variabel Persediaan awal Biaya manufaktur Perhitungan laba rugivariabel Harga pokok barang tersedia untuk dijual Persedian akhir Harga pokok penjualan variabel
xxx xxx+ xxx xxxxxx
14
Pendapatan Harga Pokok Penjualan variabel Biaya pemasaran variabel Margin kontribusi Beban-beban Biaya manufaktur tetap Biaya pemasaran tetap Laba Operasi
xxx xxx xxx+
xxx xxx+
xxxxxx
xxxxxx
2. Metode absorption costing Kalkulasi biaya absorpsi adalah metode kalkulasi biaya persediaan dimana semua biaya manufaktur tetap dan semua biaya manufaktur variabel dimasukkan sebagai biaya persediaan. Perhitungan harga pokok penjualan Harga pokok penjualan variabel Persediaan awal Biaya manufaktur variabel Biaya manufaktur tetap yang dialokasikan Harga pokok barang tersedia untuk dijual Persedian akhir Harga pokok penjualan
xxx xxx xxx+ xxx xxxxxx
Perhitungan laba rugi Pendapatan Harga Pokok Penjualan Margin kontribusi Beban-beban Biaya pemasaran variabel Biaya manufaktur tetap Biaya pemasaran tetap Laba Operasi
xxx xxx
xxxxxx
xxx xxx xxx+
xxxxxx
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum UKM Rajeg berdiri pada bulan November 2011 oleh Bapak Nur Mamak yang berlokasi di Perum Rajeg Mas Pratama Rt 06 Rw 06 Rajeg, Tangerang Selatan. UKM ini didirikan dengan alasan kepedulian pemilik UKM terhadap tingkat pengangguran yang tinggi di sekitar rumahnya. Salah satu upaya mengurangi pengangguran adalah dengan menciptakan lapangan pekerjaan bagi
15 warga sekitar. UKM Rajeg bergerak di bidang konveksi yaitu memproduksi produk khusus pakaian dalam wanita. Modal awal dari usaha ini sebesar Rp 24 000 000. Tenaga kerja yang pada awalnya berjumlah 2 orang yakni istri dan kakak perempuan beliau namun saat ini, tenaga kerja UKM Rajeg berjumlah 11 orang yang terdiri dari 9 orang penjahit dan 2 orang tukang potong. Produk ini telah dipasarkan ke JABODETABEK dengan omset per tahunnya sekitar 1 Milyar.
Proses Produksi Proses produksi pada UKM Rajeg terdiri dari empat tahap yaitu 1. Tahap pemotongan Dalam tahap ini, UKM Rajeg mempekerjakan 2 orang karyawan yaitu 1 orang di bagian potong kain dan seorang lainnya di bagian potong tali. Gaji yang diterima pekerja di tahap ini telah ditentukan terlebih dahulu oleh pemilik. Meskipun sistem kerja di UKM Rajeg ini menggunakan sistem kerja borongan namun, gaji yang diterima pekerja jumlahnya tetap sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dengan pemilik sebelumnya. 2. Tahap penempelan Dalam tahap ini, renda ditempelkan ke busa menggunakan mesin jahit. 3. Tahap penyambungan Busa yang telah dijahit dengan renda kemudian disambung dengan busa yang lain yang nantinya akan masuk ke tahap berikutnya. 4. Tahap akhir Dalam tahap ini, semua proses akhir produksi diselesaikan seperti penambahan tali, karet maupun kancing.
Biaya Produksi Biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead. Bahan Baku Ada 7 jenis bahan baku yang digunakan UKM Rajeg dalam proses produksinya. Dari ketujuh bahan baku tersebut, yang termasuk ke dalam bahan baku langsung adalah kain. Bahan baku selain itu seperti busa, renda, tali, kancing, karet dan benang merupakan bahan baku tidak langsung atau pelengkap. Semua bahan baku tersebut berasal dari limbah pabrik sehingga harganya terjangkau dan kualitasnya pun tetap terjamin. Tabel 3 menunjukkan jenis bahan baku yang digunakan dalam sebulan beserta harga per Kg.
16
Tabel 3 Jenis, harga dan kebutuhan bahan baku dalam sebulan Bahan Harga Kebutuhan Produksi Waktu Baku (Rp/Kg) Bahan per hari kerja (hari) Baku (Kg) (lusin) Kain 30 000 904.5 30 27 Busa 11 000 900 28 27 Renda 110 000 135 28 27 Tali 25 000 500 45 27 Karet 25 000 250 40 27 Kancing 25 000 108 45 27 Benang 7 500 72 35 27 Sumber : Laporan keuangan UKM Rajeg, 2014
Produksi per bulan (lusin) 810 756 756 1215 1080 1215 945
Tabel 3 diatas menunjukan bahwa masing-masing bahan baku menghasilkan jumlah produksi yang tidak sama setiap bulannya. Dengan membandingkan data kebutuhan bahan baku dan jumlah produksi per bulan dengan jumlah produksi bulan Desember 2014 dan Januari 2015 dapat diperoleh data mengenai kebutuhan bahan baku di bulan Desember 2014 dan Januari 2015 seperti Tabel 4 di bawah ini: Tabel 4 Kebutuhan bahan baku bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Kebutuhan Bahan Baku (Kg) Bahan Baku Desember Januari 1067 lusin 1023 lusin Kain 1191 1142 Busa 1270 1218 Renda 191 183 Tali 439 421 Karet 247 237 Kancing 95 91 Benang 81 78 Sumber : Diolah dari data primer UKM Rajeg bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Tenaga Kerja Langsung Saat ini, UKM Rajeg mempekerjakan 11 orang karyawan yang terdiri dari 2 orang di tahap pemotongan dan masing-masing 3 orang di tiga tahap lainnya dengan sistem kerja borongan. Hari kerja sudah ditentukan oleh UKM Rajeg yaitu dari hari senin sampai sabtu, namun mereka sendiri yang menentukan jam kerjanya. Gaji karyawan pada divisi pemotongan sudah ditentukan terlebih dahalu oleh pemilik UKM yaitu sebesar Rp 300 000 per minggu untuk bagian tali dan Rp 600 000 per minggu untuk bagian kain. Sedangkan untuk karyawan pada ketiga divisi lainnya, gaji yang diperoleh dihitung berdasarkan jumlah produk yang dihasilkan yaitu Rp 7 000 per lusin pada bulan Desember 2014 dan Rp 8 000 per lusin pada bulan Januari 2015. Tabel 5 menunjukan rincian gaji tenaga kerja UKM Rajeg pada bulan Desember 2014 dan Januari 2015.
17 Tabel 5 Gaji karyawan UKM Rajeg bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Divisi Nama Desember (Rp) Januari (Rp) Uden 1 950 000 2 700 000 Potong Kain & Tali Sugeng 920 000 1 230 000 Esi 1 512 000 1 688 000 Pasang Busa dan Ida 1 872 000 3 290 000 Renda Oleh 2 044 000 2 528 000 Yadi 1 631 000 2 752 000 Sambung Elang 1 211 000 1 576 000 Busa Ajo 1 043 000 1 240 000 Cawang 2 331 000 2 696 000 Akhir Jalal 2 793 000 2 898 000 Salim 2 519 000 2 600 000 TOTAL 19 826 000 25 198 000 Sumber: Laporan keuangan UKM Rajeg bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Overhead Pabrik Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya overhead pabrik adalah biaya penyusutan peralatan, sewa pabrik, perawatan peralatan dan biaya listrik. Rincian dari biaya-biaya tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7 dibawah ini Tabel 6 Biaya penyusutan peralatan per bulan Keterangan Harga Per Jumlah Total (Rp) satuan (Rp) (Unit) Mesin Jahit 2 500 000 8 20 000 000 Mesin 500 000 1 500 000 Potong Mesin Zig 5 000 000 4 20 000 000 Zag Sumber: Diolah dari data primer UKM Rajeg
Daya Tahan (Tahun) 15 1
Penyusutan per bulan
15
111 111
111 111 41 667
Tabel 7 Biaya overhead tetap dan variabel bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Keterangan Desember 2014 (Rp) Januari 2015 (Rp) Perawatan Mesin 150 000 150 000 Perawatan Gudang 400 000 400 000 Sewa Gudang 291 667 291 667 Sewa Pabrik 291 667 291 667 Gunting 60 000 60 000 Telepon 200 000 200 000 Transport Pembelian 1 683 333 1 683 333 Listrik 332 896 348 778 Sumber: Laporan keuangan UKM Rajeg bulan Desember 2014 dan Januari 2015
18
Tabel 8 Beban-beban produksi per bulan Keterangan
Desember 2014
Jumlah Biaya Makan 3 000 000 Biaya Kebersihan 100 000 Biaya Keamanan 20 000 Total 3 120 000 Sumber: Laporan keuangan UKM Rajeg
Januari 2015 Jumlah 3 000 000 100 000 20 000 3 120 000
Pengendalian persediaan bahan baku UKM Rajeg Pengendalian persediaan bahan baku yang selama ini dilakukan UKM Rajeg masih didasarkan pada perkiraan pemilik UKM saja. Pemesanan ulang bahan baku biasanya dilakukan seminggu sebelum persediaan habis dengan sisa persediaan sekitar 30 % dari jumlah bahan baku yang ada. Hal itu dilakukan untuk menghindari adanya kekurangan persediaan. Kelebihan persediaan tidak menjadi masalah yang berarti bagi pemilik UKM karena gudang yang digunakan untuk tempat penyimpanan cukup luas. Oleh karena itu, apabila bahan baku yang tersedia di pemasok (supplier) melebihi jumlah yang dibutuhkan, UKM tetap membeli semua bahan baku tersebut dan tidak ada penambahan gudang. Meskipun kelebihan persediaan bahan baku menimbulkan biaya penyimpanan yang besar untuk masing-masing bahan baku namun kerugian yang didapat ketika kekurangan persediaan dirasa lebih besar karena proses produksi dapat terhenti kapan saja. Upaya alternatif yang dilakukan UKM Rajeg ketika kekurangan persediaan adalah membeli bahan baku non limbah dari supplier lain. Pembelian tersebut dilakukan dalam jumlah yang relatif sedikit dengan frekuensi pembelian yang tidak menentu dan biasanya dilakukan untuk menutupi proses produksi 3 sampai 4 hari ke depan. Hal itu karena harga bahan baku non limbah yang ditawarkan lebih mahal yaitu sebesar Rp 31 000 per Kg dibandingkan dengan bahan baku limbah sebesar Rp 30 000 per Kg. Tingkat Pemesanan Optimal Optimalisasi persediaan semua jenis bahan baku berdasarkan metode EOQ adalah meminimalkan biaya total untuk penyimpanan dan pemesanan, karena antara biaya penyimpanan dan biaya pemesanan terdapat trade off. Biaya penyimpanan akan besar bila frekuensi pemesanan rendah atau kecil. Sebaliknya bila frekuensi pemesanan tinggi atau sering, maka biaya pemesanan menjadi besar sehingga biaya penyimpanan menjadi kecil. Pengendalian persediaan bahan baku dengan metode EOQ memudahkan UKM mengetahui tingkat pemesanan yang optimal sehingga dapat melakukan pemesanan ulang dengan tepat waktu.
19 Penentuan Biaya Persediaan Secara umum, total biaya persediaan pada UKM Rajeg terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan bahan baku. Komponen dari biaya ini adalah biaya pemesanan semua jenis bahan baku yang terdiri dari biaya telepon dan biaya angkut. Setiap kali melakukan pemesanan semua jenis bahan baku, UKM Rajeg membutuhkan biaya telepon sebesar Rp 200 000 per bulan. Biaya telepon dan biaya angkut untuk masing-masing bahan baku berbeda karena disesuaikan dengan frekuensi pemesanan dan biaya angkut yang berbeda pula untuk masingmasing bahan baku. Komponen biaya pemesanan semua jenis bahan baku pada UKM Rajeg dalam setiap bulan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Komponen biaya pemesanan bahan baku bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Bahan Biaya Frekuensi Biaya Biaya Total Baku Angkut pesan per Angkut Telepon Biaya sekali bulan per (Rp) Pemesanan pesan bulan (Rp) (Rp) (Rp) Kain 400 000 1/3 133 333 11 429 144 762 Busa 600 000 1 600 000 34 286 634 286 Renda 300 000 1 300 000 34 286 334 286 Tali 350 000 1/2 175 000 17 143 192 143 Karet 350 000 1/2 175 000 17 143 192 143 Kancing 400 000 1/2 200 000 17 143 217 143 Benang 50 000 2 100 000 68 571 168 571 Sumber : Diolah dari data primer UKM Rajeg bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Total biaya penyimpanan terdiri dari biaya perawatan gudang sebesar Rp 400 000 per bulan, biaya sewa gudang sebesar Rp 291 667 per bulan dan biaya listrik sebesar Rp 111 129 untuk bulan Desember 2014 serta Rp 133 563 untuk bulan Januari 2015 dengan jumlah persediaan rata-rata bahan baku yang berbeda pula tiap bulannya. Tabel 10 dan tabel 11 menunjukkan komponen biaya penyimpanan semua jenis bahan baku pada UKM Rajeg selama bulan Desember 2014 dan bulan Januari 2015. Tabel 10 Komponen biaya penyimpanan bahan baku bulan Desember 2014 Bahan Baku
Persediaan rata-rata (Kg)
Kain Busa Renda Tali Karet Kancing Benang
918 346 10 937 158 168 141
Biaya Sewa Gudang (Rp) 100 011 37 727 1 087 102 036 17 185 18 271 15 350
Biaya Perawatan Gudang (Rp) 137 158 51 740 1 491 139 935 23 568 25 058 21 051
Biaya Listrik (Rp)
Total Biaya Penyimpanan (Rp)
38 105 14 374 414 38 877 6 548 6 962 5 849
275 274 103 841 2 992 280 847 47 301 50 291 42 250
Sumber : Diolah dari data primer UKM Rajeg bulan Desember 2014
20
Tabel 11 Komponen biaya penyimpanan bahan baku bulan Januari 2015 Bahan Baku
Kain Busa Renda Tali Karet Kancing Benang
Persediaan rata-rata (Kg)
812 159 15 773 168 181 215
Biaya Sewa Gudang (Rp) 101 988 19 916 1 937 97 088 21 080 22 685 26 972
Biaya Perawatan Gudang (Rp)
Biaya Listrik (Rp)
Total Biaya Penyimpanan (Rp)
139 870 27 314 2 656 133 149 28 910 31 111 36 990
46 704 9 120 887 44 460 9 653 10 388 12 351
288 561 56 350 5 479 274 697 59 644 64 185 76 313
Sumber : Diolah dari data primer UKM Rajeg bulan Januari 2015 Berdasarkan data persediaan awal, pembelian dan kebutuhan bahan baku pada lampiran 2 akan diperoleh nilai persediaan akhir. Nilai dari persediaan awal dan akhir ini akan digunakan untuk menentukan nilai persediaan rata-rata di gudang. Banyaknya frekuensi pemesanan dan persediaan rata-rata akan mempengaruhi besarnya biaya persediaan yang harus dikeluarkan oleh UKM Rajeg. Total biaya persediaan adalah penjumlahan total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan selama satu bulan. Biaya pemesanan diperoleh dari perkalian frekuensi pemesanan dengan biaya pemesanan per pesanan tiap bahan baku, sedangkan biaya penyimpanan per bulan diperoleh dari perkalian biaya penyimpanan per kg dengan rata-rata persediaan. Tabel 12 Tabel total biaya persediaan bahan baku bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Bulan
Desember
Januari
Bahan Baku Kain Busa Renda Tali Karet Kancing Benang Kain Busa Renda Tali Karet Kancing Benang
Total Biaya Pemesa nan (Rp) 144 762 634 286 334 286 192 143 192 143 217 143 168 571 144 762 634 286 334 286 192 143 192 143 217 143 168 571
Total Biaya Penyim panan (Rp) 275 274 103 841 2 992 280 847 47 301 50 291 42 250 288 561 56 350 5 479 274 697 59 644 64 185 76 313
Total Biaya Persedia an (Rp)
Biaya Pesan (%)
Biaya Simpan (%)
420 036 738 127 337 278 472 990 239 444 267 433 210 812 433 323 690 636 339 765 466 840 251 787 281 327 244 885
34.5 85.9 99.1 40.6 80.2 81.2 80.0 33.4 91.8 98.4 41.2 76.3 77.2 68.8
65.5 14.1 0.9 59.4 19.8 18.8 20.0 66.6 8.2 1.6 68.8 23.7 22.8 31.2
Sumber : Diolah dari data primer UKM Rajeg bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Tabel 12 menunjukkan dari ketujuh jenis bahan baku, total biaya persediaan tertinggi selama bulan Desember 2014 dan Januari 2015 yang harus
21 dikeluarkan UKM Rajeg adalah untuk bahan baku busa sebesar Rp 738 127 dan Rp 690 636, sedangkan total biaya persediaan yang terendah adalah benang sebesar Rp 210 812 pada bulan Desember 2014 dan Rp 244 885 pada bulan Januari 2015. Tingginya biaya persediaan pada busa disebabkan karena tingginya biaya pemesanan. Jauhnya supplier busa membuat biaya pemesanan yang harus dikeluarkan UKM Rajeg juga tinggi yaitu sebesar Rp 600 000 dalam setiap kali pesan. Hal itu ditambah pula dengan frekuensi pembelian busa yang sering yaitu sebulan sekali. Komponen biaya persediaan terbesar untuk semua bahan baku sebagian besar berasal dari biaya pemesanan. Total biaya pemesanan pada bulan Desember 2014 untuk busa, renda, karet, kancing dan benang adalah sebesar 85.9, 99.1, 80.2, 81.2, 80.0 persen dari biaya persediaan. Sedangkan pada bulan Januari 2015 presentase untuk renda, karet, kancing dan benang adalah sebesar 91.8, 98.4, 76.3, 77.2, 68.8 persen dari biaya persediaan. Hal ini menunjukkan UKM Rajeg melakukan pemesanan dengan frekuensi sering tanpa memperhatikan persediaan rata-rata yang ada di gudang sehingga menyebabkan menumpuknya persediaan bahan baku yang ada di gudang. Namun UKM Rajeg masih beranggapan jumlah tersebut masih belum melampaui kapasitas gudang sehingga tidak menjadi masalah yang berarti bagi UKM Rajeg.
Pemesanan Optimal Bahan Baku . Hasil perhitungan dengan metode EOQ pada Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah pemesanan optimal bahan baku tertinggi pada bulan Desember 2014 adalah renda sebesar 206 Kg dengan frekuensi pemesanan sekali setiap bulan. Sedangkan bahan baku yang terendah adalah tali dan benang sebesar 25 Kg. Pada bulan Januari 2015, jumlah pemesanan optimal bahan baku tertinggi adalah busa sebesar 166 Kg dan yang terendah adalah benang sebesar 19 Kg. Rendahnya jumlah pemesanan pada tali karena bahan baku tersebut dipesan hanya dua bulan sekali. Sedangkan pada benang, meskipun dalam sebulan frekuensi pemesanannya dua kali per bulan namun jumlah benang yang dibutuhkan relatif kecil untuk produksi tiap bulannya. Berbedanya nilai EOQ untuk bahan baku yang sama disebabkan karena adanya perbedaan jumlah kebutuhan bahan baku setiap bulannya.
22
Tabel 13 Tingkat Pemesanan optimal bulan Desember 2014 dan Januari 2015 dengan metode EOQ Bulan
Desember
Januari
Bahan Baku Kain Busa Renda Tali Karet Kancing Benang Kain Busa Renda Tali Karet Kancing Benang
Frekuensi pemesanan per bulan 1/3 1 1 1/2 1/2 1/2 2 1/3 1 1 1/2 1/2 1/2 2
Kebutuhan (Kg) 1191 1270 191 439 247 95 81 1142 1218 183 421 237 91 78
Total Biaya Pemesanan (Rp) 144 762 634 286 334 286 192 143 192 143 217 143 168 571 144 762 634 286 334 286 192 143 192 143 217 143 168 571
Total Biaya Penyimpanan (Rp) 275 274 103 841 2 992 280 847 47 301 50 291 42 250 288 561 56 350 5 479 274 697 59 644 64 185 76 313
EOQ 35 125 206 25 45 29 25 34 166 149 24 39 25 19
Sumber : Diolah dari data primer UKM Rajeg bulan Desember 2014 dan Januari 2015 Penentuan harga pokok produksi menurut UKM Rajeg Biaya produksi yang dimasukan dalam perhitungan harga pokok produksi masih belum merinci semua biaya terutama biaya penyusutan dan biaya perawatan peralatan. Produk yang dihasilkan UKM Rajeg pada bulan Desember dan Januari adalah 1067 lusin dan 1023 lusin. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan UKM Rajeg, harga pokok produksi yang diperoleh sebesar Rp 8 712 pada bulan Desember 2014 dan Rp 9 221 pada bulan Januari 2015. Berdasarkan jumlah produk yang diproduksi, seharusnya terjadi penurunan harga pokok produksi dari bulan Desember ke bulan Januari. Namun pada kenyataannya terjadi kenaikan harga pokok produksi sebesar 5.84% atau Rp 509. Selain itu, laba yang diperoleh UKM Rajeg pada bulan Januari 2015 juga mengalami penurunan yang drastis hingga 59%. Hal itu disebabkan karena adanya kenaikan gaji karyawan sebesar 10% di bulan Januari 2015. Harga Pokok Produksi bulan Desember 2014 (Rp) Bahan Baku Kain (33 500 x 1 067) Busa (13 095 x 1 067) Renda (19 643 x 1 067) Tali (10 288 x 1 067 ) Karet (5 787 x 1 067 ) Kancing (2 222 x 1 067) Benang (571 x 1 067) Tenaga Kerja Overhead Pabrik Sewa Pabrik Sewa Gudang Listrik
35 744 500 13 972 619 20 958 929 10 977 366 6 174 769 2 371 111 609 714 +
291 667 291 667 332 896 +
90 809 008 19 826 000
916 229 +
23 Harga Pokok produksi Total Harga Pokok produksi 1 Lusin Harga Pokok produksi 1 Pcs
111 551 237 104 547 8 712
Harga Pokok Produksi bulan Januari 2015 (Rp) Bahan Baku Kain (33 500 x 1 023) Busa (13 095 x 1 023) Renda (19 643 x 1 023) Tali (10 288 x 1 023) Karet (5 787 x 1 023) Kancing (2 222 x 1023) Benang (571 x 1023) Tenaga Kerja Overhead Pabrik Sewa Pabrik Sewa Gudang Listrik Harga Pokok Produksi Total Harga Pokok Produksi 1 Lusin Harga Pokok Produksi 1 Pcs
35 270 500 13 396 429 20 094 643 10 524 691 5 920 139 2 273 333 584 571 +
291 667 291 667 348 778 +
87 064 306 25 198 000
932 111 + 113 194 418 110 649 9 221
Laba UKM Rajeg bulan Desember 2014 (Rp) Pendapatan (120 000 x 1 067 lusin) Harga pokok produksi Biaya transport Biaya makan Biaya kebersihan Biaya keamanan Laba operasi
128 040 000 111 551 237 1 683 333 3 000 000 100 000 20 000+
116 354 570 11 685 430
Laba UKM Rajeg bulan Januari 2015 (Rp) Pendapatan (120 000 x 1 023 lusin) Harga pokok produksi Biaya transport Biaya makan Biaya kebersihan Biaya keamanan Laba operasi
122 760 000 113 194 418 1 683 333 3 000 000 100 000 20 000 +
117 997 751 4 762 249
24
Penentuan harga pokok produksi dengan metode variable costing dan absorption costing Perbedaan antara perhitungan biaya variabel dan absorpsi tergantung pada perlakuan terhadap satu biaya tertentu yaitu biaya overhead tetap. Perhitungan biaya variabel hanya membebankan biaya manufaktur variabel ke produk yang meliputi biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead variabel. Overhead tetap diperlakukan sebagai beban periode dan tidak disertakan dalam penentuan biaya produk. Menurut perhitungan biaya variabel, overhead tetap dari suatu periode dipandang habis pada akhir periode itu dan dibebankan secara total terhadap pendapatan periode tersebut. Sedangkan menurut perhitungan biaya absorpsi, overhead tetap dipandang sebagai biaya produk bukan biaya periode. Selain itu, overhead tetap dibebankan ke produk melalui penggunaan tarif overhead tetap yang ditetapkan terlebih dahulu dan tidak dibebankan sampai produk terjual. Oleh karena itu, biaya produk menurut perhitungan variable costing akan lebih rendah dari perhitungan menurut absorption costing. Berdasarkan perhitungan di bawah ini diperoleh biaya produk pada bulan Desember 2014 sebesar Rp 8 667 dengan metode variable costing dan Rp 8 927 dengan metode absorption costing. Sedangkan di bulan Januari 2015, biaya produk yang diperoleh adalah sebesar Rp 9 173 dengan metode variable costing dan Rp 9 445 dengan metode absorption costing. Harga pokok produksi dengan metode variable costing Dengan metode variable costing, harga pokok produksi yang diperoleh di bulan Desember 2014 mengalami keaikan sebesar 5.83% dari Rp 8 667 menjadi Rp 9 173 pada bulan Januari 2015. Harga Pokok Produksi bulan Desember 2014 (Rp) Bahan Baku Langsung (33 500 x 1 067) Persediaan Awal Pembelian Bahan Baku yang tersedia Persediaan Akhir Bahan Baku langsung yang terpakai Tenaga Kerja Langsung Overhead Manufaktur Overhead Variabel Bahan Baku tidak Langsung Busa (Rp 13.095 x 1067 lusin) Renda (Rp 19.643 x 1067 lusin) Tali (Rp 10.288 x 1067 lusin) Karet (Rp 5.787 x 1067 lusin) Kancing (Rp 2.222 x 1067 lusin) Benang (Rp 571 x 1067 lusin)
13 596 000 63 654 000+ 77 250 000 41 505 50035 744 500
13 972 619 20 958 929 10 977 366 6 174 769 2 371 111 609 714
35 744 500 19 826 000
25 Biaya Listrik Harga Pokok Produksi Total Harga Pokok Produksi 1 lusin Harga Pokok Produksi 1 Pcs
332 896 +
55 397 404 + 110 967 904 104 000 8 667
Harga Pokok Produksi bulan Januari 2015 (Rp) Bahan Baku Langsung (33 500 x 1 023) Persediaan Awal Pembelian Bahan Baku yang tersedia Persediaan Akhir Bahan Baku langsung yang terpakai Tenaga Kerja Langsung Overhead Manufaktur Overhead Variabel Bahan Baku tidak Langsung Busa (13 095 x 1023) Renda (19 643 x 1023) Tali (10 288 x 1023) Karet (Rp 5 787 x 1 023) Kancing (2 222 x 1 023) Benang (571 x 1 023 lusin) Biaya Listrik Harga Pokok Produksi Total Harga Pokok Produksi 1 lusin Harga Pokok Produksi 1 Pcs
41 505 500 0 + 41 505 500 7 235 000 34 270 500
13 396 429 20 094 643 10 524 691 5 920 139 2 273 333 584 571 348 778 +
34 270 500 25 198 000
53 142 584+ 112 611 084 110 079 9 173
Harga pokok produksi dengan metode Absorption costing Dengan metode absorption costing, harga pokok produksi yang diperoleh di bulan Desember 2014 mengalami kenaikan pula sebesar 5.8% dari Rp 8 927 menjadi Rp 9 445 pada bulan Januari 2015. Harga Pokok Produksi bulan Desember 2014 (Rp) Bahan Baku Langsung (33 500 x 1 067) Persediaan Awal Pembelian Bahan Baku yang tersedia Persediaan Akhir Bahan Baku langsung yang terpakai Tenaga Kerja Langsung Overhead Manufaktur Overhead variabel Bahan Baku tidak Langsung
13 596 000 63.654 000+ 77 250 000 41 505 50035 744 500
35 744 500 19 826 000
26
Busa (13 095 x 1 067) Renda (19 643 x 1 067) Tali (10 288 x 1 067) Karet (5 787 x 1 067) Kancing (2 222 x 1 067) Benang (571 x 1 067) Biaya Listrik Overhead tetap Penyusutan Mesin Jahit Penyusutan Mesin Potong Penyusutan Mesin Zig Zag Gunting Perawatan Mesin Perawatan Gudang Sewa Pabrik Sewa Gudang Telepon Transport Pembelian Harga Pokok Produksi Total Harga Pokok Produksi 1 lusin Harga Pokok Produksi 1 Pcs
13 972 619 20 958 929 10 977 366 6 174 769 2 371 111 609 714 332 896+ 111 111 41 667 111 111 60 000 150 000 400 000 291 667 291 667 200 000 1 683 333+
55 397 404
3 340 555 + 114 308 459 107 131 8 927
Harga Pokok Produksi bulan Januari 2015 (Rp) Bahan Baku Langsung (33 500 x 1 023) Persediaan Awal Pembelian Bahan Baku yang tersedia Persediaan Akhir Bahan Baku langsung yang terpakai Tenaga Kerja Langsung Overhead Manufaktur Overhead variabel Bahan Baku tidak Langsung Busa (13 095 x 1 023) Renda (19 643 x 1 023) Tali (10 288 x 1 023) Karet (5 787 x 1 023) Kancing (2 222 x 1 023) Benang (571 x 1 023) Biaya Listrik Overhead Tetap Penyusutan Mesin Jahit Penyusutan Mesin Potong Penyusutan Mesin Zig Zag Gunting Perawatan Mesin Perawatan Gudang
41 505 500 0 + 41 505 500 7 235 000 34 270 500
13 396 429 20 094 643 10 524 691 5 920 139 2 273 333 584 571 348 778 + 111 111 41 667 111 111 60 000 150 000 400 000
34 270 500 25 198 000
53 142 584
27 Sewa Pabrik Sewa Gudang Telepon Transport Pembelian Harga Pokok Produksi Total Harga Pokok Produksi 1 lusin Harga Pokok Produksi 1 Pcs
291 667 291 667 200 000 1 683 333+
3 340 555+ 115 951 639 113 345 9 445
Perbandingan kedua metode dan efek terhadap laba/rugi UKM Rajeg
Laba rugi berdasarkan metode variable costing Laba rugi bulan Desember 2014 (Rp) 128 040 000
Pendapatan (120 000 x 1 067) Harga pokok penjualan variabel Persediaan awal barang jadi Biaya overhead variabel Harga pokok barang tersedia untuk dijual Persediaan akhir barang jadi Harga pokok penjualan variabel Margin kontribusi Beban-beban Biaya overhead tetap Biaya makan Biaya k ebersihan Biaya keamanan Laba Operasi
0 110 967 904+ 110 967 904 0 110 967 904
3 340 555 3 000 000 100 000 20 000+
110 967 904 17 072 096
6 460 555 + 10 611 541
Laba rugi bulan Januari 2015 (Rp) 122 760 000
Pendapatan (120 000 x 1 023) Harga pokok penjualan variabel Persediaan awal barang jadi Biaya overhead variabel Harga pokok barang tersedia untuk dijual Persediaan akhir barang jadi Harga pokok penjualan variabel Margin kontribusi Beban-beban Biaya overhead tetap Biaya makan Biaya kebersihan Biaya keamanan Laba Operasi
0 112 611 084 + 112 611 084 0 112 611 084
3 340 555 3 000 000 100 000 20 000 +
112 611 084 10 148 916
6 460 555 3 688 361
28
Laba rugi berdasarkan metode absorption costing Laba rugi bulan Desember 2014 (Rp) 128 040 000
Pendapatan (120 000 x 1 067) Harga pokok penjualan variabel Persediaan awal barang jadi Biaya overhead variabel Biaya overhead tetap Harga pokok barang tersedia untuk dijual Persediaan akhir barang jadi Harga pokok penjualan variabel Margin kontribusi Beban-beban Biaya makan Biaya kebersihan Biaya keamanan Laba Operasi
0 110 967 904 3 340 555 + 114 308 459 0 114 308 459
3 000 000 100 000 20 000 +
114 308 45913 731 541
3 120 000 10 611 541
Laba rugi bulan Januari 2015 (Rp) Pendapatan (120 000 x 1 023) Harga pokok penjualan variabel Persediaan awal barang jadi Biaya overhead variabel Biaya overhead tetap Harga pokok barang tersedia untuk dijual Persediaan akhir barang jadi Harga pokok penjualan variabel Margin kontribusi Beban-beban Biaya makan Biaya kebersihan Biaya keamanan Laba Operasi
122 760 000 0 112.611 084 3 340 555 + 115 951 640 0 115 951 639
3 000 000 100 000 20 000 +
115 951 639 6 808 361
3 120 000 3 688 361
Hansen dan Mowen (2005) menyatakan bahwa hubungan antara laba menurut perhitungan biaya variabel dan biaya absorpsi berubah ketika hubungan antara produksi dan penjualan berubah. Apabila barang yang terjual lebih besar dari yang diproduksi, maka laba menurut perhitungan biaya variabel akan lebih tinggi dari laba menurut perhitungan biaya absorpsi karena saat itu persediaan barang jadi digunakan. Sebaliknya, ketika barang yang terjual lebih kecil dari barang yang diproduksi maka laba menurut perhitungan biaya variabel akan lebih rendah dari perhitungan biaya absorpsi. Pada perhitungan biaya absorpsi, unit produk yang keluar dari persediaan mengandung overhead tetap dari periode sebelumnya. Selain itu, unit produk yang
29 diproduksi dan dijual telah mengandung seluruh overhead tetap periode berjalan. Oleh karena itu, jumlah beban overhead tetap menurut perhitungan biaya absorpsi lebih besar dari overhead tetap periode berjalan sejumlah overhead tetap yang keluar dari persediaan. Berikut adalah tabel yang menunjukan hubungan antara produksi, penjualan dan laba.
Jika Penjualan > Produksi Penjualan < Produksi Penjualan = Produksi
Maka Laba Bersih Variabel > Laba Bersih Absorpsi Laba Bersih Variabel < Laba Bersih Absorpsi Laba Bersih Variabel = Laba Bersih Absorpsi
Berdasarkan perhitungan laba menurut biaya variabel dan biaya absorpsi, laba yang diperoleh dari kedua metode menunjukan jumlah yang sama yaitu sebesar Rp 10 611 541 pada bulan Desember 2014 dan Rp 3 688 361 pada bulan Januari 2015. Hal itu disebabkan karena jumlah barang yang diproduksi sama dengan jumlah barang yang terjual sehingga tidak ada persediaan awal dan akhir barang jadi untuk periode selanjutnya.
Implikasi Manajerial Penetapan tingkat pemesanan bahan baku yang optimal dengan metode EOQ dapat menjadi alternatif dalam melakukan pemesanan secara tepat waktu agar terhindar dari terjadinya kekurangan maupun kelebihan persediaan bahan baku di gudang. Pengendalian persediaan bahan baku yang tidak sesuai dengan kebutuhan produksi mengakibatkan meningkatnya biaya pemesanan maupun biaya penyimpanan sehingga UKM harus mengeluarkan biaya yang besar. UKM Rajeg sebaiknya melakukan peninjauan ulang terhadap perhitungan yang selama ini diterapkan dalam menetapkan harga pokok produksi. Biaya overhead pabrik terutama biaya penyusutan dan biaya perawatan sebaiknya dicatat dengan rinci sehingga dapat dialokasikan secara akurat ke produk. Dalam menentukan harga pokok produksi, sebaiknya UKM Rajeg menggunakan metode aborption costing karena semua unsur biaya yang meliputi biaya tetap dan variabel dimasukan ke perhitungan sehingga hasil yang diperoleh lebih tepat. Hal tersebut dapat dilakukan ketika jumlah barang yang diproduksi tidak sama dengan jumlah barang yang terjual. Namun, apabila jumlah barang yang diproduksi sama dengan jumlah barang yang terjual, UKM Rajeg bebas memilih metode mana yang akan digunakan untuk menghitung harga pokok produksi karena kedua metode tersebut memberikan keuntungan yang sama. Oleh karena UKM Rajeg sebaiknya memiliki catatan khusus mengenai seluruh biaya yang dikeluarkan sehingga mempermudah dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi dan keuntungan yang akan diperoleh oleh UKM Rajeg.
30
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Sistem pengendalian persediaan semua jenis bahan baku yang diterapkan oleh UKM Rajeg belum menerapkan metode pengendalian persediaan bahan baku yang baik. Penggunaan semua jenis bahan baku pada UKM ini tidak didasarkan rencana kebutuhan bahan, sehingga pemesanan jenis bahan baku seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan. 2. Berdasarkan metode EOQ diperoleh tingkat pemesanan optimal bahan baku UKM Rajeg dengan nilai pemesanan tertinggi dan terendah pada bulan Desember 2014 sebesar 206 Kg pada renda dan 25 Kg pada tali dan benang. Sedangkan nilai pemesanan tertinggi dan terendah pada bulan Januari 2015 adalah sebesar 166 Kg pada busa dan 19 Kg pada benang. 3. UKM Rajeg tidak memasukan semua unsur biaya produksi ke dalam perhitungan harga pokok produksi sehingga hasil yang diperoleh kurang akurat. 4. Harga pokok produksi yang diperoleh berdasarkan metode variable costing lebih kecil dari harga pokok produksi menurut perhitungan UKM Rajeg. Sedangkan menurut metode absorption costing, harga pokok produksi yang diperoleh lebih besar dari harga pokok produksi menurut perhitungan UKM Rajeg. 5. Laba yang diperoleh UKM Rajeg menurut variable costing dan absorption costing menghasilkan laba yang sama karena jumlah barang yang diproduksi sama dengan barang yang terjual.
Saran 1. UKM Rajeg sebaiknya membuat rencana produksi dan kebutuhan bahan baku secara periodik sehingga dapat melakukan pemesanan secara tepat waktu sesuai dengan jumlah pemesanan optimal sehingga tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan persediaan. 2. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan metode lain seperti POQ (Production Order Quantity) atau QDM (Quantity Discount Model) dalam mengatasi persediaan.
DAFTAR PUSTAKA Basri H. 2001. Penentuan harga pokok produksi air PDAM kota Semarang dengan metode activity based costing sebagai alternatif. Program Studi Magister Manajemen [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
31 Betts JM. 2014. Minimizing inventory cost for capacity-constrained production using a hybrid simulation model. Elsevier. 29(1):759-768.doi: 10.1016/j.procs.2014.05.068. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. PDRB atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha. Tangerang (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut provinsi. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Persentase Pengeluaran Rata-rata per kapita sebulan menurut Kelompok Barang. Banten (ID): BPS. Hansen DR, Mowen MM. 1999. Akuntansi Manajemen. Ed ke-4. Jakarta (ID): Erlangga. Hansen DR, Mowen MM. 2005. Akuntansi Manajemen Jilid 2. Ed ke-7. Jakarta (ID): Salemba Empat. Heizer J, Render B. 2010. Manajemen Operasi Jilid 2. Ed ke-9. Jakarta (ID): Salemba Empat. Horngren, Datar, Foster. 2006. Akuntansi Biaya Jilid 1. Jakarta (ID): Indeks. [Kemenkop UKM] Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. 2007. Data Statistik dan Perkembangan UKM di Indonesia [Internet]. [diunduh 2015 Jan 10]. Tersedia pada: www.depkop.go.id. Kulkarni SM, Rajhans NR. 2013. Determination of optimum inventory model for minimizing total inventory cost. Elsevier. 51(1):803-809.doi: 10.1016/j.proeng.2013.01.115. Kusumawardani R. 2013. Perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode job order costing. Fakultas Ekonomi dan bisnis [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Ma‟arif MS, Tanjung H. 2003. Manajemen Operasi. Jakarta (ID): PT Gamedia Widiasarana Indonesia. Manullang M. 1995. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Yogyakarta (ID): Liberty. Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Ed ke-5. Yogyakarta (ID): Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi YKPN. Rahany LA. 2003. Penetapan harga pokok produksi kecap dengan metode activity based costing di PT Surabraja Food Industry Cirebon, Jawa Barat [skripsi]. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Safitri HN. 2013. Perhitungan harga pokok produksi full costing method. Fakultas Ekonomi dan bisnis [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Sari MW. 2007. Analisis biaya persediaan bahan baku ayam di restoran harts chicken buffet [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
32
33
LAMPIRAN
34
35 Lampiran 1 Daftar pertanyaan wawancara Konsep Internal UKM Rajeg 1. Bagaimana sejarah berdirinya UKM Rajeg? 2. Apa alasan UKM Rajeg membuka usahanya? 3. Apa saja kendala yang dihadapi UKM Rajeg dalam mengembangkan usahanya? 4. Dimana saja produk UKM Rajeg dipasarkan? Komponen Biaya Persediaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Berapa jenis produk yang diproduksi oleh UKM Rajeg? Apa saja bahan baku yang digunakan untuk memproduksi pakaian dalam? Berapa harga masing-masing bahan baku? Berapa kebutuhan masing-masing bahan baku setiap bulan? Berapa biaya pemesanan untuk masing-masing bahan baku? Berapa biaya penyimpanan untuk masing-masing baha baku? Bagaimana cara UKM Rajeg mengendalikan persediaan bahan baku? Komponen Harga Pokok Produksi
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Berapa lusin pakaian dalam yang diproduksi oleh UKM Rajeg? Berapa jumlah tenaga kerja yang bekerja di UKM Rajeg? Berapa gaji setiap pekerja di UKM Rajeg? Apa saja peralatan yang digunakan oleh UKM Rajeg? Berapa harga masing-masing peralatan yang digunakan oleh UKM Rajeg? Berapa dan apa saja biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan UKM Rajeg? 7. Apa saja beban produksi yang ada di UKM Rajeg? 8. Bagaimana cara perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan oleh UKM Rajeg? 9. Komponen biaya apa saja yang diperhitungkan oleh UKM Rajeg dalam menetapkan harga pokok produksi? 10. Berapa harga jual pakaian dalam setiap lusinnya?
36
Lampiran 2 Perhitungan persediaan rata-rata
Bahan Baku Kain Busa Renda Tali Karet Kancing Benang
Bahan Baku Kain Busa Renda Tali Karet Kancing Benang
Persediaan Awal 453.2 425.3 17.1 890.1 29.3 109.4 106.6
Bulan Desember 2014 (Kg) Persediaan Pembelian Kebutuhan Akhir 2121.8 1191 1384 1112.5 1270 268 176.3 191 3 532.8 439 984 504 247 286 211.6 95 226 150 81 175
Bulan Januari 2015 (Kg) Persediaan Persediaan Pembelian Kebutuhan Awal Akhir 1384 0 1142 241.2 268 1000 1218 49.7 3 207.8 183 28.0 984 0 421 562.8 286 0 237 49.5 226 0 91 135.2 175 157 78 254.4
Pesediaan Rata-rata 918.4 346.4 10.0 937.0 157.8 167.8 141.0
Persediaan Rata-rata 812.3 158.6 15.4 773.3 167.9 180.7 214.8
Lampiran 3. Biaya persediaan, pembelian dan kebutuhan bahan baku Bahan Baku
Harga Per Kg (Rp)
30 000 Kain 11 000 Busa 110 000 Renda 25 000 Tali 25 000 Karet Kancing 25 000 7 500 Benang Total
Persediaan Awal (Rp) 13 596 000 4 678 300 1 881 000 22 252 500 732 500 2 735 000 799 500 46 674 800
Bulan Desember 2014 (Kg) Pembelian Kebutuhan (Rp) (Rp) 63 654 000 35 744 500 12 237 500 13 972 619 19 393 000 20 958 929 13 320 000 10 977 366 12 600 000 6 174 769 5 290 000 2 371 111 1 125 000 609 714 127 619 500 90 809 008
Persediaan Akhir (Rp) 41 505 500 2 943 181 315 071 24 595 134 7 157 731 5 653 889 1 314 786 83 485 292
37 Lanjutan lampiran 3 Harga Per Kg (Rp) 30 000 Kain 11 000 Busa 110 000 Renda 25 000 Tali 25 000 Karet 25 000 Kancing 7 500 Benang Total Bahan Baku
Persediaan Awal (Rp) 41 505 500 2 943 181 315 071 24 595 134 7 157 731 5 653 889 1 314 786 83 485 292
Bulan Januari 2015 (Kg) Pembelian Kebutuhan (Rp) (Rp) 0 34 270 500 11 000 000 13 396 429 22 858 000 20 094 643 0 10 524 691 0 5 920 139 0 2 273 333 1 177 500 584 571 35 035 500 87 064 306
Persediaan Akhir (Rp) 7 235 000 546 752 3 078 429 14 070 442 1 237 593 3 380 556 1 907 714 31 456 486
38
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pemalang pada tanggal 6 Juli 1993 sebagai anak bungsu dari 6 bersaudara dari pasangan Bapak Tajudin dan Ibu Fauziyah. Penulis pernah mengeyam pendidikan di TK Aisyiyah Bustanul Alfa (1998-1999), SD Muhammadiyah 05 Comal (1999-2005), SMP N 1 Comal (2005-2008) dan SMA N 1 Comal (2008-2011). Kemudian penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa Bidik Misi selama 4 tahun melalui jalur SNMPTN Undangan Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selain kegiatan akademik, penulis juga aktif pada beberapa kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus, diantaranya menjadi sekretaris Komisi 1 Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (DPM FEM) serta kepenatiaan lainnya.