FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA DI WILAYAH KECAMATAN PAMULANG KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
SKRIPSI
Oleh Bayu Pradana Herlambang 108101000009
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA DI WILAYAH KECAMATAN PAMULANG KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh Bayu Pradana Herlambang 108101000009
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Bayu Pradana Herlambang
TTL
: Jakarta, 19 Agustus 1991
Alamat
: Jl.Pinus 14 Blok Ai.3 No.4 Reni Jaya Pamulang, Tangerang Selatan.
Agama Gol.Darah No.Telp
: Islam :O : 085697501299 / 081298226448
Email
:
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN Tahun 1996-1998
TK Cahaya Agung, Pamulang – Tangerang Selatan
1998-2003
SDI AL-AZHAR 15 Pamulang – Tangerang Selatan
2003-2006
SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan (Ex. SMP Negeri 1 Pamulang)
2006-2008
SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan (Ex. SMA Negeri 1 Pamulang)
2008-2013
S1 – Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI 2008-2009
Ketua Komunitas Kelas Akselerasi SMAN 1 Pamulang, Kota Tangerang Selatan
2009-2010
Staf Departemen Informasi dan Komunikasi BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010-2011
Staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia & Organisasi (PSDMO) Pengurus Nasional Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI)
2010-2011
Wakil Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2011-2012
Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013
Dewan Syuro Forum Studi Kesehatan & Keselamatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Juli 2013
Bayu Pradana Herlambang, NIM. 108101000009 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 xxii + 160 halaman, 45 tabel, 3 gambar, 3 lampiran ABSTRAK
Peningkatan jumlah wanita yang bekerja di Tangerang Selatan dari tahun 2010 hingga 2011 adalah sebanyak 23,84%. Kecamatan Pamulang adalahKecamatan Terbesar kedua di Kota Tangerang Selatan. Dalam melaksanakan pekerjaannya wanita bekerja perlu mendapatkan perlindungan, karena dalam bekerja mereka dihadapkan pada berbagai risiko yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Salah satu gangguan kesehatan yang kurang mendapat perhatian dari perusahaan adalah stres kerja. Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja wanita di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan tahun 2013. Di dalamnya akan dibahas mengenai faktor organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan kerja, serta stres kerja (variabel dependen). Penelitian ini merupakan penilitian kuantitatif. Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh wanita bekerja yang bertempat tinggal di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan, sedangkan yang menjadi sampel ialah wanita bekerja di wilayah Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan yang dipilih secara random, dengan menggunakan metode cluster random sampling sejumlah 248 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami stres kerja lebih banyak daripada responden yang tidak mengalami stres kerja yaitu sebesar 53,2% (132 Orang). Dan berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa beban kerja (Pv=0,000), perkembangan teknologi (Pv=0,031), bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji (Pv=0,007), ketidakpastian ekonomi (Pv=0,003), penghargaan kerja (Pv=0,003), kejenuhan kerja (Pv=0,000), dan pelecehan seksual (Pv=0,022) memiliki hubungan bermakna dengan stres kerja. Untuk meminimalisir terjadinya stres kerja wanita bekerja yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja, disarankan untuk dapat melakukan beberapa cara seperti mengembangkan keterampilan, memperbanyak jaringan dukungan sosial, menambah wawasan teknologi, maupun berusaha menghargai hasil kerja diri sendiri.
iii
JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH Skripsi, July 2013
Bayu Pradana Herlambang, NIM. 108101000009 Factors Related with Job Stress on Women Workers in South Tangerang City, District Pamulang Year 20 13 xxii + 160 pages, 45 tables, 3 images, 3 attachments
ABSTRACT An increasing number of women workers in South Tangerang from 2010 to 2011 was as much as 23.84%. Pamulang district is the second largest district in South Tangerang City. In carrying out for doing women worker’s job need to be protected, because the work they are exposed to various risks that may interfere with the safety and occupational health. One of the health problems receive less attention from the company is job stress. Therefore, the need to do research on the factors associated with job stress. This study aims to determine the factors associated with work stress on women workers in District Pamulang, South Tangerang City year 2013. It’ll be discussed on organizational factors, individual factors, and factors of the work environment, and job stress is the dependent variable. This research is quantitative research. The population in this study were all working women who reside in District Pamulang South Tangerang City, while the sample was female workers in South Tangerang City District Pamulang were selected at random, using a random sampling method that some 248 people. The research method used was a cross-sectional approach. Data obtained and performed statistical tests with chi square formula. The results showed that workers who have job stress is more than those who did not experience job stress is equal to 53.2% (132 people). And based on the results of the bivariate analysis, it is known that the work load (Pv=0.000), technological development (Pv=0.031), increased responsibility without increased salary (Pv=0.007), economic uncertainty (Pv=0.003), the award of work (Pv=0.003 ), job burnout (Pv=0.000), and sexual harrasment (Pv=0.022) had a significant relationship with job stress. To minimize the job stress on working women caused by factors related to job stress, it is advisable to be able to perform a number of ways such as developing skills, expand social support networks, increase knowledge of technology, and try to appreciate your work.
iv
v
vi
KATA PENGANTAR ا لسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat, kesempatan dan segala kemudahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan Tahun 2013”. Penulisan skripsi ini disusun dan disajikan sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan saran, bimbingan serta bantuan baik langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak yang sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Keluarga tercinta, Ayahanda dan Ibunda di Pamulang yang selalu mendo’akan secara tulus, memberikan semangat, kasih sayang dan dukungannya baik moril maupun materil, serta saudara-saudaraku terima kasih untuk semuanya. 2. Bapak Prof. Dr. dr. MK. Tadjudin Sp And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Febrianti, SP, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat. 4. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM, dan Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, M.MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang senantiasa memberikan bimbingannya kepada penulis. 5. Ibu Iting Shofwati, ST. MKKK, selaku penguji skripsi, dosen pembimbing akademik dan dosen koordinator K3 yang selalu gigih berjuang dari tiada menjadi ada.
vii
6. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, dan bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK selaku penguji skripsi yang telah memberikan banyak saran serta pendidikan kepada penulis. 7. Dosen-dosen tenaga pengajar program studi kesehatan masyarakat serta dosen tamu yang telah memberikan ilmu yang begitu banyak pada penulis. 8. Bapak Kepala Kecamatan dan kepala Kelurahan se-Pamulang yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian ini. 9. Seluruh wanita bekerja yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk penelitian ini. 10. Sahabat-sahabat K3 2008 yang selalu memberikan semangat. Sukses hari ini cerminan sukses esok hari. Serta semua pihak yang telah berperan aktif membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), kalangan akademisi serta pihak-pihak terkait yang membutuhkan informasi khususnya mengenai stres kerja pada wanita bekerja. و ا لسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته
Jakarta, Juli 2013
Penulis
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PENELITIAN ....................................................................... i DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... ii ABSTRAK ......................................................................................................... iii ABSTRACT ....................................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. v LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. vi KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii DAFTAR ISI...................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xxii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxii BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 7 C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 8 D. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9 1. Tujuan Umum ............................................................................ 9 2. Tujuan Khusus ........................................................................... 9 E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10 1. Bagi Penulis ............................................................................... 10
ix
2. Bagi Wanita Bekerja .................................................................. 10 F. Ruang Lingkup ............................................................................... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11 A. Definisi Dan Permasalahan Wanita Bekerja ................................... 11 1. Definisi Wanita Bekerja ............................................................. 11 2. Permasalahan Wanita Bekerja ................................................... 12 B. Definisi Stres ................................................................................... 13 C. Definisi Stres Kerja ......................................................................... 14 D. Faktor Penyebab .............................................................................. 15 1. Penyebab Stres Menurut National Safety Council ..................... 15 a. Faktor Organisasional ............................................................ 16 1) Kurangnya Otonomi Kerja ............................................... 16 2) Beban Kerja ...................................................................... 16 3) Relokasi (Mutasi) Pekerjaan ............................................. 18 4) Pelatihan ........................................................................... 20 5) Karir .................................................................................. 22 6) Hubungan dengan Atasan/Majikan................................... 24 7) Perkembangan Teknologi ................................................. 26 8) Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji ................................................................................... 27 9) Pekerja Dikorbankan (Akibat Penurunan Laba yang Didapat) ............................................................................ 28 b. Faktor Individual ................................................................... 29 x
1) Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab Keluarga ........................................................................... 29 2) Ketidakpastian Ekonomi................................................... 30 3) Penghargaan Kerja ............................................................ 32 4) Kejenuhan Kerja ............................................................... 33 5) Perawatan Anak ................................................................ 35 6) Hubungan dengan Rekan Kerja ........................................ 36 c. Faktor Lingkungan................................................................. 37 1) Kondisi Lingkungan Kerja (Kebisingan, Ventilasi, Suhu, dll) .......................................................................... 37 2) Diskriminasi Ras............................................................... 39 3) Pelecehan Seksual ............................................................. 39 4) Kekerasan di Tempat Kerja .............................................. 41 5) Kemacetan ........................................................................ 43 2. Penyebab Stres Menurut Hurrel ................................................ 44 a. Faktor-Faktor Intrisik Dalam Pekerjaan ................................ 44 1) Tuntutan Fisik ................................................................... 44 2) Tuntutan Tugas ................................................................. 45 a) Kerja Shift .................................................................... 45 b) Beban Kerja .................................................................. 45 c) Paparan dari Risiko dan Bahaya ................................... 45 b. Peran individu dalam organisasi ............................................ 46 1) Konflik Peran .................................................................... 46 xi
2) Ketaksaan (Ambiguitas) Peran ......................................... 47 c. Pengembangan Karir ............................................................. 47 1) Ketidakpastian Pekerjaan (Job Insecurity) ....................... 47 2) Promosi Berlebih dan kurang ........................................... 48 d. Hubungan Dalam Pekerjaan .................................................. 48 e. Struktur Dan Iklim Organisasi ............................................... 48 f. Tuntutan Dari Luar Organisasi atau Perusahaan .................... 49 g. Karakteristik Individu ............................................................ 49 3. Penyebab Stres Menurut Cooper dan Davidson ....................... 49 4. Penyebab Stres Menurut Greenberg (2002) ............................... 51 a. Faktor Stres Kerja yang Bersumber Pada Pekerjaan ............. 51 1) Sumber Intrinsik pada Pekerjaan ...................................... 51 2) Peran di Dalam Organisasi ............................................... 51 3) Perkembangan Karir ......................................................... 51 4) Hubungan Relasi di Tempat Kerja ................................... 51 5) Struktur Organisasi dan Iklim Kerja ................................. 51 b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber Pada Karakteristik Individu ................................................................................. 52 c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Luar Organisasi ..... 52 5. Penyebab Stres Menurut Robbins .............................................. 52 a. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Lingkungan ........... 52 b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Organisasi ............. 52 c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Individu ................. 53 xii
E. Gejala-Gejala Stres Kerja............................................................... 53 F. Pengukuran Stres ............................................................................ 55 G. Dampak Stres Kerja ....................................................................... 57 H. Manajemen Stres ........................................................................... 58 I. Kerangka Teori............................................................................... 65 BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ...................................................................................... 67 A. Kerangka Konsep .......................................................................... 67 B. Definisi Operasional ...................................................................... 69 C. Hipotesis ........................................................................................ 74 BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 76 A. Desain Penelitian ........................................................................... 76 B. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 76 C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 76 D. Instrumen Penelitian ...................................................................... 80 E. Jenis Data ....................................................................................... 84 F. Pengolahan Data ............................................................................. 85 G. Analisa Data .................................................................................. 85 BAB V
HASIL ................................................................................................ 87 A. Gambaran Kecamatan Pamulang................................................... 87 B. Gambaran Stres Kerja .................................................................... 89 C. Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan FaktorFaktor Penyebab Stres Kerja .......................................................... 89 xiii
1. Faktor Organisasional ................................................................ 89 a. Beban Kerja ........................................................................... 89 b. Relokasi (Mutasi) Pekerjaan.................................................. 90 c. Pelatihan Kerja....................................................................... 91 d. Karir ....................................................................................... 92 e. Hubungan dengan Atasan/Majikan....................................... 93 f. Perkembangan Teknologi....................................................... 94 g. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji ....................................................................................... 94 2. Faktor Individual ........................................................................ 95 a. Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab Keluarga ................................................................................ 95 b. Ketidakpastian Ekonomi ....................................................... 95 c. Penghargaan Kerja ................................................................. 96 d. Kejenuhan Kerja .................................................................... 97 e. Perawatan Anak ..................................................................... 97 f. Hubungan dengan Rekan Kerja ............................................. 98 3. Faktor Lingkungan ..................................................................... 99 a. Kondisi Lingkungan Kerja .................................................... 99 b. Pelecehan Seksual ................................................................ 100 c. Kekerasan di Tempat Kerja .................................................. 100 d. Kemacetan ............................................................................ 100 D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja ................. 101 xiv
1. Beban Kerja dengan Stres Kerja ............................................... 101 2. Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja .................................... 102 3. Pelatihan dengan Stres Kerja .................................................... 102 4. Karir dengan Stres Kerja ........................................................... 103 5. Hubungan dengan Atasan/Majikan dengan Stres Kerja ........... 104 6. Perkembangan Teknologi dengan Stres Kerja .......................... 104 7. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan dengan Stres Kerja ........................................ 105 8. Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga dengan Stres Kerja .................................................................... 106 9.Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja............................. 106 10. Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja ................................... 107 11. Kejenuhan Kerja dengan Stres Kerja ...................................... 108 12. Perawatan Anak dengan Stres Kerja ....................................... 108 13. Hubungan Rekan Kerja dengan Stres Kerja ........................... 109 14. Kondisi Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja ...................... 110 15. Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja ................................... 110 16. Kekerasan di Tempat Kerja dengan Stres Kerja ..................... 111 17. Kemacetan dengan Stres Kerja ............................................... 112 BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................... 113 A. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 113 B. Stres Kerja Pada Pekerja Waita di Kecamatan Pamulang ............ 114 C. Beban Kerja .................................................................................. 118 xv
D. Relokasi (Mutasi) Pekerjaan ......................................................... 120 E. Pelatihan ........................................................................................ 122 F. Karir .............................................................................................. 124 G. Hubungan dengan Atasan/Majikan .............................................. 126 H. Perkembangan Teknologi ............................................................. 127 I. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji ......... 129 J. Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab Keluarga .... 130 K. Ketidakpastian Ekonomi............................................................... 132 L. Penghargaan Kerja ........................................................................ 133 M. Kejenuhan Kerja .......................................................................... 136 N. Perawatan Anak ............................................................................ 137 O. Hubungan Rekan Kerja ................................................................ 138 P. Kondisi Lingkungan Kerja ........................................................... 139 Q. Pelecehan Seksual......................................................................... 140 R. Kekerasan di Tempat Kerja .......................................................... 143 S. Kemacetan ..................................................................................... 144 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 146 A. Simpulan ....................................................................................... 146 B. Saran ............................................................................................. 147 1. Bagi Wanita Bekerja ................................................................. 147 2. Bagi Penelitian Selanjutnya ...................................................... 148 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 149 LAMPIRAN ...................................................................................................... 160 xvi
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Gejala Stres Menurut John B.Arden ............................................... 55
Tabel
3.1 Faktor Dependen ............................................................................. 69
Tabel
3.2 Faktor Independen .......................................................................... 69
Tabel
4.1 Populasi Sampel Penelitian Terdahulu ........................................... 78
Tabel
5.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kecamatan Pamulang berdasarkan Jenis Kelamin dan Tahun .............................................................. 87
Tabel
5.2 Jumlah Penduduk Perempuan di Wilayah Kecamatan Pamulang menurut Umu Angkatan Kerja dan Tahun ..................................... 88
Tabel
5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .............................. 89
Tabel
5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .............................. 89
Tabel
5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Relokasi Pekerjaan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 90
Tabel
5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Relokasi Pekerjaan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 91
Tabel
5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................. 91
xvii
Tabel
5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenjang Karir Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .............................. 92
Tabel
5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Karir Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................. 92
Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Atasan/Majikan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 93 Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Atasan /Majikan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................................................................... 93 Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 94 Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 94 Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................. 95 Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Ketidakpastian Ekonomi Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 95 Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Penghargaan Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 96 Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kejenuhan Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 97
xviii
Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Anak Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 97 Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Perawatan Anak Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 98 Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Rekan Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013................................................................................................ 98 Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Lingkungan Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 99 Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Pelecehan Seksual Terhadap Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 99 Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Kekerasan di Tempat Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 100 Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Kemacetan yang Dialami Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 100 Tabel 5.25 Distribusi Responden Menurut Beban Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 101 Tabel 5.26 Distribusi Responden Menurut Relokasi Pekerjaan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013................................................................................................ 102 Tabel 5.27 Distribusi Responden Menurut Pelatihan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 102
xix
Tabel 5.28 Distribusi Responden Menurut Karir dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 103 Tabel 5.29 Distribusi Responden Menurut Hubungan dengan Atasan/Majikan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................................................ 104 Tabel 5.30 Distribusi Responden Menurut Perkembangan Teknologi dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................................................................... 104 Tabel 5.31 Distribusi Responden Menurut Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 105 Tabel 5.32 Distribusi Responden Menurut Pertentangan antara Pekerjaan dengan Tanggung Jawab Keluarga dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 106 Tabel 5.33 Distribusi Responden Menurut Ketidakpastian Ekonomi dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................................................................... 106 Tabel 5.34 Distribusi Responden Menurut Penghargaan Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013................................................................................................ 107 Tabel 5.35 Distribusi Responden Menurut Kejenuhan Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 108
xx
Tabel 5.36 Distribusi Responden Menurut Perawatan Anak dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 108 Tabel 5.37 Distribusi Responden Menurut Hubungan Rekan Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................................................................... 110 Tabel 5.38 Distribusi Responden Menurut Kondisi Lingkungan Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................................................................... 110 Tabel 5.39 Distribusi Responden Menurut Pelecehan Seksual dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013................................................................................................ 110 Tabel 5.40 Distribusi Responden Menurut Kekerasan di Tempat Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................................................................... 111 Tabel 5.41 Distribusi Responden Menurut Kemacetan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 112
xxi
DAFTAR BAGAN
Bagan
2.1 Model Stres Kerja menurut Cooper dan Davidson (1987) ............ 50
Bagan
2.2 Kerangka Teori Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja.................... 66
Bagan
3.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja ................................................................................... 68
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ..................................................................... 161 2. Kuesioner Penelitian .................................................................... 163 3. Output SPSS Univariat ................................................................ 175 4. Output SPSS Bivariat ................................................................... 181
xxii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara anggota deklarasi milenium Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) tahun 2000 bersama 189 negara lainnya. Dalam konferensi tersebut, Indonesia sepakat untuk mengadopsi tujuan pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) karena Indonesia meyakini bahwa MDGs memang sejalan dengan tujuan pembangunan Indonesia (United Nations Development Group, 2003). Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) terdiri dari delapan tujuan. Masing-masing tujuan memiliki satu atau lebih target beserta masing-masing indikatornya. Tujuan ke tiga dalam MDGs adalah mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Targetnya adalah menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada 2005 serta semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015. Salah satu indikator pencapaiannya adalah kontribusi wanita dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian (United Nations Development Group, 2003). Pencapaian tujuan ketiga dalam MDGs memberikan kesempatan kepada wanita untuk dapat berperan aktif di dalam dunia kerja. Selain itu, tuntutan beban hidup di zaman sekarang juga memungkinan banyaknya wanita yang masuk ke dalam dunia kerja. Keadaan ekonomi keluarga yang kurang, mempengaruhi kecenderungan wanita untuk berpartisipasi kerja di luar rumah, agar dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga (Wolfman, 1994 dalam Yuda, 2010). 1
2
Menurut hasil Survey Angakatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah wanita yang bekerja sebesar 34,94% dan pria yang bekerja sebesar 57,75% dari jumlah angkatan kerja umur produktif (15-64 tahun). Sedangkan pada hasil SAKERNAS 2011, wanita yang bekerja adalah sebesar 35,83% dan pria bekerja sebesar 58,35% dari jumlah angkatan kerja umur produktif (15-64 tahun) (pusdatinaker-KEMENAKERTRANS, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa wanita bekerja di indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Pekerja wanita sering mendapatkan perlakuan yang berbeda dibanding pekrja laki-laki. Tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan yang diberikan antara pegawai wanita dan laki-laki berbeda. Kebanyakan pekerja wanita juga masih memperoleh gaji yang lebih kecil dibandingkan laki-laki, sehingga wanita mendominasi jenis-jenis pekerjaan dengan gaji rendah dan kurang terlindungi serta menjadi mayoritas pekerja di sektor pekerjaan informal yang bersifat tidak tetap dan tanpa gaji. Dalam perkembangan karir, pada pekerjaan yang formal wanita sering menghadapi kendala untuk mendapatkan kenaikan pangkat, posisi, maupun jabatan, karena masih adanya ideologi patriarkis yang dominan (Deka, 2009). Permasalahan lainnya yaitu adanya peran ganda yang dimiliki wanita bekerja. Peran ganda seorang wanita, selain mempunyai tangggung jawab di rumah sebagai istri maupun seorang ibu, di luar rumah banyak wanita berperan sebagai pencari nafkah. Jika kedua peran tersebut tidak dapat berjalan dengan seimbang, dapat menimbulkan konflik peran ganda yang berdampak terhadap kesehatan dan keseimbangan hidupnya.
3
Diharapkan dalam melaksanakan pekerjaannya tenaga kerja wanita bisa mendapatkan perlindungan, karena dalam bekerja mereka dihadapkan pada berbagai risiko yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. sehinggadapat terhindar dari segala resiko akibat kerja, kecelakaan, atau penyakit akibat kerja. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang tenaga kerja wanita yang memuat waktu kerja, waktu melahirkan, perlindungan dari jenis pekerjaan terburuk, dan sebagainya. Disamping itu, tenaga kerja wanita juga berhak mendapatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. Untuk itu, tempat dan lingkungan kerja harus mendukung terciptanya keselamatan dan kesehatan para pekerja. Salah satu gangguan kesehatan yang kurang mendapat perhatian dari perusahaan adalah stres, karena bersifat abstrak (Williams, 1997 dalam Vierdelina, 2008). Stres dapat didefinisikan sebagai respon dari tubuh yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban yang dimilikinya (Selye,1950 ; Hawari,2001). Sedangkan stres yang berhubungan dengan kerja adalah respon seseorang yang mungkin timbul saat tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan pengetahuan dan kemampuan serta tantangan bagi mereka untuk mampu menanggulanginya (WHO, 2003). Penyebab terjadinya stres bermacam-macam faktornya. National Safety Council (2004) menyebutkan bahwa penyebab dari stres kerja terdiri dari faktor organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional diantaranya yaitu kurangnya otonomi, kuota yang tidak logis, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, karir yang melelahkan, hubungan dengan penyelia yang buruk, selalu mengikuti perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa
4
bertambahnya gaji ,serta pekerja dikorbankan atas penurunan laba yang diperoleh. Faktor individual diantaranya yaitu pertentangan antara karir dan tanggung jawab keluarga (double burden), ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan dan pengakuan kerja, kejenuhan dan ketidakpuasan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, serta konflik dengan rekan kerja. Sedangkan faktor lingkungan diantaranya yaitu buruknya kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras, pelecehan seksual, kemacetan saat berangkat dan pulang kerja. Dampak yang ditimbulkan akibat stres kerja dapat berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan maupun individu itu sendiri. Dampak stres terhadap organisasi diantaranya yaitu terjadinya hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja, kenormalan aktivitas kerja terganggu, menurunnya tingkat produktivitas kerja, menurunnya pemasukan dan keuntungan perusahaan, terjadinya kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya serta banyaknya karyawan yang mangkir kerja, ataupun pekerjaan tidak selesai tepat waktu baik karena kelambanan maupun karena banyaknya kesalahan yang berulang. Sedangkan dampak stres terhadap individu diantaranya adalah timbulnya berbagai permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis, dan interaksi sosial (Rini, 2002). Dampak-dampak tersebut diperkuat oleh penelitian Randall Schuller (1980) yang dikutip oleh Jacinta F. Rini (2002) didapatkan bahwa stres pada pekerja berbanding lurus dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, dan tendensi terjadinya kecelakaan kerja, serta penelitian yang dilakukan oleh
5
Retnaningtyas (2005) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja dengan produktivitas pekerja wanita di bagian linting rokok PT Gentong Gotri Semarang. Menurut Peni Tunjungsari (2011) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung. Pada hasil penelitian Suroso dan Siahaan (2006) diketahui bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerja, artinya semakin tinggi tingkat stres yang dimiliki pekerja maka semakin rendah kinerja yang dihasilkan. Kota Tangerang Selatan adalah kota yang resmi memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang tanggal 28 Oktober 2008 merupakan salah satu kota termuda yang strategis karena dikelilingi oleh daerah-daerah yang memiliki aktifitas perdagangan yang ramai dan banyaknya peluang pekerjaan yang ada. Dalam statistik daerah Kota Tangerang Selatan 2011, pada tahun 2010 jumlah wanita yang bekerja sebanyak 34,96% wanita usia kerja sedangkan priayang bekerja sebanyak 74,32% pria usia kerja. Sedangkan pada tahun 2011 jumlah wanita yang bekerja sebanyak 45,29% wanita usia kerja sedangkan pria yang bekerja sebanyak 77,07% laki-laki usia kerja (BPS Kota Tangerang Selatan, 2011). Peningkatan jumlah wanita yang bekerja dari tahun 2010 sampai tahun 2011 adalah sebanyak 23,84%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah wanita di Tangerang Selatan yang bekerja cukup tinggi untuk kota yang terbilang muda. Kecamatan Pamulang adalalah salah satu dari 7 kecamatan di Tangerang selatan. Kecamatan Pamulang merupakan kecamatan yang memiliki penduduk terpadat kedua di Tangerang Selatan. Kecamatan Pamulang berada pada lokasi geografis
6
yang strategis, karena sebelah timur berbatasan dengan kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta serta sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Bogor dan kota Depok provinsi Jawa Barat yang memiliki aktifitas perdagangan yang ramai dan banyaknya peluang pekerjaan yang ada. Dari hasil studi pendahuluan stress kerja pada pekerja wanita yang dilakukan kepada 15 responden di kecamatan pamulang, peneliti mendapatkan responden yang mengalami stres sebesar 53,3%. Dan faktor independent penyebab stres yang dirasakan responden diantaranya yaitu kuota yang tidak logis 13,3%, relokasi pekerjaan 40% tidak nyaman, kurangnya pelatihan 26,7%, karir melelahkan 53,3%, hubungan yang buruk dengan majikan 13,3%, perkembangan teknologi 13,3%, pertambahan tanggung jawab tanpa pertambahan gaji 53,3%, pertentangan karirkeluarga 26,7%, ketidakpastian ekonomi 13,3%, kurangnya penghargaan 66,7%, kejenuhan kerja 66,7%, perawatan anak 46,7%, hubungan yang buruk dengan rekan kerja 26,7%, kondisi lingkungan kerja buruk 6,7%, pelecehan seksual 46,7%, kekerasan di tempat kerja 53,3%, kemacetan 60%. Berdasarkan data yang telah disebutkan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja di wilayah Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini belum pernah diadakan di Kecamatan Pamulang, sehingga relevan untuk diangkat sebagai permasalahan dalam penelitian ini yang berjudul “faktor-faktor yang berhubungan dengan stress kerja pada wanita bekerja di wilayah Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan.”
7
B. Rumusan Masalah Seorang wanita yang memiliki kondisi ekonomi lemah maupun karena kebutuhan ekonomi yang dirasa kurang olehnya membuat dirinya ingin berperan aktif di dunia kerja. Kecamatan Pamulang sebagai kecamatan dengan penduduk terpadat kedua di Kota Tangerang Selatan dan berdekatan dengan daerah-daerah perdagangan yang ramai, memungkinkan wanita yang masuk ke dunia kerja meningkat. Wanita yang bekerja memiliki risiko yang dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatannya, baik dari lingkungan kerjanya maupun dari luar lingkungan kerja. Selain mempunyai tanggung jawab sebagai wanita yang bekerja, wanita bekerja yang berstatus menikah juga mempunyai tanggung jawab di rumahnya baik sebagai istri ataupun seorang ibu. Disamping itu, pekerja wanita sering mendapatkan perlakuan yang berbeda dibanding laki-laki yang bekerja. Tunjangan yang lebih sedikit, gaji yang lebih kecil, sulitnya mengembangkan karir di pekerjaan formal, dan kebanyakan wanita bekerja di sektor informal dengan penghasilan rendah dan tidak tetap. Sehingga pekerja wanita lebih rentan terhadap stres kerja. Akan tetapi karena stres merupakan gangguan kesehatan yang sifatnya abstrak, banyak perusahan kurang memberi perhatian terhadap stres pada pekerjanya. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 15 responden pekerja wanita, didapatkan bahwa 53,3% responden di kecamatan Pamulang mengalami stres. Stres akibat kerja dapat berdampak terhadap kesehatan pekerja yang mempengaruhi kinerja dan produktifitas kerjanya. Selain itu, stres kerja juga berdampak pada organisasi atau perusahaan, karena stres kerja dapat mengganggu
8
kenormalan aktivitas kerja, meningkatnya ketidak hadiran pekerja dan menimbulkan kerugian finansial perusahaan akibat tidak imbangnya antara produktifitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya kepada pekerja. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stress kerja pada wanita bekerja di wilayah Kecamatan Pamulang kota Tangerang Selatan tahun 2013. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013? 2. Bagaimana gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013? 3. Bagaimana gambaran faktor individual pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013? 4. Bagaimana gambaran faktor lingkungan pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013? 5. Apakah ada hubungan faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013? 6. Apakah ada hubungan faktor individual dengan stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013? 7. Apakah ada hubungan faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
9
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013. b. Diketahuinya gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013. c. Diketahuinya gambaran faktor individual pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013. d. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013. e. Diketahuinya hubungan faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013. f. Diketahuinya hubungan faktor individual dengan stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013. g. Diketahuinya hubungan faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
10
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan akan memperluas wawasan dan menambah pengetahuan dalam bidang sumber daya manusia khususnya tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja. 2. Bagi Wanita Bekerja Mendapatkan pengetahuan terkait cara mencegah stres kerja yang ditimbulkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Sehingga stres pada wanita bekerja dapat mengalami penurunan. F. Ruang Lingkup Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja yang bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Pamulang ,Kota Tangerang Selatan, dengan menggunakan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 – Mei 2013. Penelitian ini perlu dilakukan karena berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 15 responden wanita bekerja, didapatkan bahwa 53,3% responden di kecamatan Pamulang mengalami stres kerja dan banyaknya risiko wanita bekerja yang dapat menimbulkan stres kerja.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Permasalahan Wanita Bekerja 1. Definisi Wanita Bekerja Wanita bekerja adalah wanita yang bekerja dan mendapatkan upah (Hoffman dan Nye, 1984). Menurut Kardamo (1988) wanita bekerja adalah wanita yang bekerja mengandalkan kemampuan dan keahlian untuk menghasilkan uang agar dapat memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan wanita bekerja menurut Suranto dan Subandi (1998) yaitu seorang wanita yang melakukan aktifitas formal atau nonformal di tempat kerja yang dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Chusniah (2010) memaparkan bahwa wanita bekerja merupakan seorang wanita yang memiliki aktifitas di luar rumah (misalnya guru, pedagang, buruh pabrik dan lainnya) serta melakukan sebuah kegiatan yang menguras tenaga dan kemampuannya dalam melakukan suatu hal untuk mencapai tujuan yang ingin diraihnya. Semua wanita yang bekerja harus mempersiapkan diri menghadapi konflik, karena dimana pun mereka melakukan pekerjaannya, memungkinkan munculnya suatu konflik. Konflik berpotensi terjadi di dalam organisasi, dapat bersifat organisasional maupun individual.
11
12
2. Permasalahan Wanita Bekerja Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pekerja wanita antara lain seperti upah (gaji) yang tidak sebanding dengan gaji laki-laki. Walaupun besarnya upah pokok pegawai laki-laki dan wanita sama, akan tetapi tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan diberikan antara pegawai wanita dan laki-laki berbeda. Seorang pegawai wanita yang memiliki status menikah ataupun lajang, tetap dianggap berstatus lajang. Sehingga seorang pegawai wanita yang telah menikah, hanya mendapat tunjangan untuk dirinya sendiri tanpa mendapatkan tambahan tunjangan untuk suami atau anaknya (Deka, 2009). Deka (2009) menambahkan bahwa wanita yang bekerja masih memperoleh upah yang lebih kecil dibandingkan laki-laki, sehingga wanita mendominasi jenis pekerjaan dengan upah rendah dan kurang terlindungi serta menjadi mayoritas pekerja di sektor pekerjaan informal yang bersifat tidak tetap dan tanpa upah. Permasalahan selanjutnya adalah perkembangan karier wanita dibandingkan dengan laki-laki pada sektor publik menghadapi kendala lebih besar untuk melakukan mobilitas vertikal (kenaikan pangkat, posisi, jabatan) karena melekatnya ideologi patriarkis yang dominan (Deka, 2009). Selain itu peran ganda seorang wanita masa sekarang, selain mempunyai tangggung jawab di rumah sebagai istri maupun seorang ibu, juga di luar rumah sebagai wanita karir. Jika kedua peran tersebut tidak dapat berjalan dengan seimbang, maka dapat memungkinkan terciptanya kehidupan yang tidak harmonis. Pencapaian peran yang tidak seimbang dapat menimbulkan konflik peran ganda, yang pada
13
akhirnya dapat menjadi pemicu stres kerja pada wanita yang bekerja (Rini, 2002).
B. Definisi Stres Stres dapat didefinisikan sebagai respon dari tubuh yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban yang dimilikinya (Selye,1950 dalam Hawari,2001). Menurut National Safety Council (2004), stres adalah ketidakmampuan mental, fisik, emosional, dan spiritual seseorang dalam mengatasi ancaman yang pada suatu waktu dapat mempengaruhi kesehatan orang tersebut. Richard Lazarus (1983) dalam Seaward (1994) mendefinisikan stress sebagai keadaan kecemasan yang timbul ketika peristiwa dan tanggung jawab melebihi kemampuan seseorang dalam mengatasinya. Menurut Schuler (1980) dalam Robbins (1998) stres merupakan sebuah kondisi yang dinamis dalam diri seseorang dihadapi dengan suatu kesempatan, paksaan, ataupun tuntutan terhadap apa yang seseorang tersebut inginkan serta untuk suatu hasil yang dirasa tidak menentu dan penting. Dalam hal ini, stres merupakan kondisi dalam diri seseorang yang tidak menentu terhadap suatu hal yang dihadapai dengan hasil yang tidak menentu pula. Stres terdiri dari 3 macam, diantaranya yaitu eustress, neustress, dan distress. Eustress merupakan stres yang baik, biasanya ada pada individu yang sedang mencari motivasi atau inspirasi. Situasi yang biasanya menimbulkan eustress adalah situasi yang menyenangkan dan tidak dianggap sebagai ancaman tetapi bisa menambah motivasinya. Neustress menggambarkan rangsangan sensorik yang tidak
14
memiliki efek begitu penting, hal ini dianggap kurang baik. Sedangkan distress dianggap buruk dan sering hanya disebut sebagai stres (Seaward,1994). Dalam pandangan saat ini istilah "stres" memiliki sinonim dengan stres negatif dan istilah "tekanan" sering digunakan untuk menggambarkan stres positif (Deakin University, 2013). Dari beberapa definisi mengenai stres tersebut dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang terjadi dimana tuntutan yang didapatkan seseorang dirasakan lebih besar dibandingkan dengan kemampuan seseorang untuk mengatasi tuntutan tersebut yang pada suatu waktu dapat menimbulkan gangguan kesehatan maupun dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang tersebut.
C. Definisi Stres Kerja Stres
kerja
adalah
keadaan
psikis
yang
terjadi
sebagai
wujud
ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara persepsi seseorang terhadap tuntutan yang dimilikinya (yang berhubungan dengan pekerjaan) dan kemampuan mereka dalam mengatasi tuntutan tersebut (Cox,1981; Miller 2000). Hal ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa stres kerja merupakan suatu yang bersifat mendasar pada individu, mempengaruhi muatan pengalaman yang berhubungan secara subjektif dalam mempersepsikan stressor (Handy, 1988; Miller,2000). Greenberg (2002) mendefinisikan stress kerja sebagai kombinasi antara sumber-sumber stress yang berhubungan dalam pekerjaan, karakteristik individu, dan stressor di luar organisasi. World Health Organization (2003) menjelaskan bahwa yang dimaksud stres yang berhubungan dengan kerja adalah respon seseorang
15
yang mungkin timbul saat tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan pengetahuan dan kemampuan serta tantangan bagi mereka untuk mampu menanggulanginya. Dari beberapa definisi mengenai stress kerja tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa stress kerja merupakan stres yang diakibatkan oleh tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuannya dalam menaggulangi tuntutan tersebut.
D. Faktor Penyebab Setiap aspek di dalam pekerjaan berpotensi menjadi pembangkit stres. Sumber stres yang dapat menyebabkan seseorang tidak optimal dalam menjalankan fungsinya atau yang dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak hanya dari satu macam pembangkit stres saja tetapi dapat disebabkan dari beberapa pembangkit stres, sebagian besar diantaranya adalah dari jumlah waktu bekerja individu tersebut. Tiap tenaga kerja dapat menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi menjadi situasi stres atau tidak. Tenaga kerja dalam interaksinya di dalam pekerjaan juga dipengaruhi oleh hasil interaksi di tempat lain seperti di rumah, di sekolah, di tempat perkumpulan, dan sebagainya (Munandar, 2006). 1. Penyebab Stres Menurut National Safety Council Dalam National Safety Council (2004), penyebab stres kerja dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: faktor organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan.
16
a. Faktor Organisasional 1) Kurangnya Otonomi Kerja Tuntutan tugas merupakan faktor yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang. Mereka meliputi desain pekerjaan individu (otonomi, berbagai tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik. Lebih banyak ketergantungan antara tugas-tugas seseorang dan tugas lainnya, lebih berpotensi terhadap adanya stres. Di sisi lain, otonomi cenderung dapat mengurangi stres (Robbins, 1998). Seseorang yang diberikan otonomi dalam pekerjaannya dapat memungkinkan berkurangnya stres dalam dirinya, hal ini didukung oleh penelitian Harlen Saragih (2008) diketahui bahwa pekerja yang bekerja secara mandiri ada 78,4% yang tidak mengalami stres sedangkan yang tidak bekerja secara mandiri ada 54,5% yang mengalami stres, dan dalam penelitian tersebut diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara otonomi kerja dengan stres kerja.
2) Beban Kerja Tugas-tugas yang diberikan kepada pekerja terlalu banyak atau terlalu sedikit untuk diselesaikan dalam waktu tertentu akan menimbulkan beban kerja berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif. Beban kerja berlebih atau terlalu sedikit kualitatif adalah apabila pekerja merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, ataupun suatu tugas yang tidak disertai keterampilan dan/atau potensi dari pekerja tersebut (Munandar, 2006).
17
Tugas yang banyak tidak selalu menjadi penyebab stres, akan cenderung menjadi sumber stres apabila tugas yang banyak tersebut melebihi kemampuan fisik maupun keahlian dan waktu yang diberikan kepada
pekerja
tersebut
untuk
menyelesaikannya
(Davis
dan
Newstrom,1989 dalam Margiati,1999). Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitaif maupun beban berlebih kualitatis adalah desakan waktu. Pada saat-saat tertentu dan dalam hal tertentu, waktu akhir (deadline) dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Dan pada pekerjaan yang menitikberatkan pada pekerjaan otak membuat pekerjaan menjadi semakin majemuk, semakin tinggi kemajemukan pekerjaan menimbulkan bertambah tingginya tingkat stres yang dialami (Munandar, 2006). Sedangkan jika beban kerja dirasa terlalu sedikit yang disebabkan kurangnya rangsangan akan menimbulkan semangat dan motivasi yang rendah untuk bekerja. Pekerja akan merasa dirinya tidak berkembang dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya (Sutherland dan Cooper, 1998 dalam Munandar, 2006). Dalam hal ini, penelitian Airmayanti (2010) dan bida (1995) mendapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja yang dialami oleh responden dalam penelitiannya masing-masing. Untuk beban kerja kuantitatif, Salafi Nugrahani (2008) menerangkan bahwa terdapat hubungan antara beban kerja kuantitatif dengan tingkat stres kerja, yaitu semakin tinggi beban kerja kuantitatif
18
yang dirasakan pekerja, maka tingkat stres yang dialami akan semakin berat dan sebaliknya. Untuk mencegah timbulnya dampak buruk bagi pekerja yang disebabkan oleh beban kerja adalah dengan menambah gaji yang diterima pekerja maupun dengan memberikan motivasi yang membuat pekerja tidak merasa beban kerjanya terlalu berat. Karena menurut Sedamayanti (2009) yang dikutip dalam Airmayanti (2010) kesediaan pegawai untuk menyesuaikan beban kecepatan kerjanya selama jam kerja adalah dengan menambah gaji/pendapatan yang diterima pekerja maupun motivasi lainnya.
3) Relokasi (Mutasi) Pekerjaan Menurut kamus besar bahasa indonesia, mutasi (relokasi kerja) adalah pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain. Relokasi (mutasi) kerja merupakan pemindahan suatu pekerjaan dari tempat kerja lama menuju tempat kerja baru
dengan tanggung jawab sama atau
berubah (Ghufroni, 2010). Menurut Alex S. Nitisemito (1982) yang dikutip oleh Zaini (2012) pengertian mutasi adalah kegiatan yang dilakukan atas persetujuan pimpinan perusahaan untuk memindahkan karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat atau sejajar. Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2002) dalam Zaini (2012) mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan
19
tenaga kerja ke situasi tertentu diharapkan agar tenaga kerja tersebut mendapatkan kepuasan kerja dan dapat memberikan prestasi kerja yang maksimal kepada perusahaan. H. Malayu S.P. Hasibuan (2008) dalam Zaini (2012) menyatakan bahwa pada dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi pengembangan karyawan, karena bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja perusahaan (institusi) tersebut. Tujuan diadakannya relokasi (mutasi) kerja yang dinyatakan Hasibuan SP (2003) dalam Saragih (2008) adalah diharapkan dapat memberikan uraian pekerjaan, lingkungan kerja dan alat kerja yang sesuai untuk orang yang bersangkutan sehingga dapat bekerja dengan efisien dan efektif. Akan tetapi relokasi (mutasi) kerja yang tidak sesuai dapat menimbulkan tekanan kejiwaan maupun perasaan yang bersumber dari unit kerja baru ataupun jabatan baru, apabila pada tingkat toleransi tertentu tidak dapat ditoleransi oleh orang yang mengalami relokasi (mutasi) kerja akan berpotensi menimbulkan stres (Saragih, 2008). Dalam hasil penelitian Harlen Saragih (2008) diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara mutasi kerja dengan stres kerja pada perawat di ruang rawat inap RSUD Porsea. Sehingga seseorang yang pekerjaannya direlokasi/mutasi, memungkinkan dirinya akan mengalami stres
karena
pekerjaannya
yang
berbeda
dari
sebelum
dia
direlokasikan/dimutasi. Lain lagi dengan hasil penelitian yang didapat Bida (1995), pada pekerja yang merasakan keterpencilan tempat kerjanya cenderung mendapatkan stres kerja tiga kali lebih besar daripada yang
20
tidak. Ketidaksesuaian relokasi (mutasi) dengan keahlian maupun kesesuaian jenjang karirnya menimbulkan terjadinya perubahan tipe kerja yang dapat menimbulkan stres Davis dan Newstrom (1989) dalam Margiati (1999).
4) Pelatihan Pelatihan mengacu pada upaya yang direncanakan oleh perusahaan untuk memfasilitasi pembelajaran karyawan terkait kompetensi kerja mencakup pengetahuan, keterampilan, atau perilaku yang penting untuk kinerja yang sukses (Noe, 2000). Pelatihan atau training adalah salah satu bentuk pendidikan dengan melalui training sasaran belajar atau sasaran pendidikan akan memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang
akhirnya
akan
menimbulkan
perubahan
perilaku
mereka
(Notoadmodjo, 1989). Menurut Andrew E. Sikula (dalam Notoadmodjo, 1989) training adalah proses pendidikan jangka pendek menggunakan prosedur sistemik dan terorganisir dimana non-manajerial personil mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Pada bukunya “Manajemen Personalia” yang dikutip dalam Soekidjo Notoadmojo (1989), Alex S. Nitisemito menyatakan bahwa pelatihan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan atau organisasi yang bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawan atau anggotanya sesuai dengan keinginan dari perusahaan atau organisasi tersebut. Strauss
21
dan Sayles (dalam Notoadmodjo, 1989) mendefinisikan pelatihan sebagai kegiatan merubah perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya menimbulkan perubahan perilakunya. Menurut lembaga administrasi Negara (dalam Atmodiwirio, 2002), pelatihan adalah pembelajaran yang dipersiapkan
agar
pelaksanaan
pekerjaan
sekarang
meningkat
(kinerjanya). Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan (UU ketenagakerjaan no.13 tahun2003). Menurut Soekidjo Notoadmodjo (1989) tujuan pokok dari setiap training (pelatihan) adalah untuk merubah kemampuan seseorang yang ditunjukkan
di
dalam
melaksanakan
pekerjaannya.
Sedangkan
kebijaksanaan umum suatu pelatihan adalah agar pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan efektif, serta menyiapkan mereka untuk dapat mengembangkan selanjutnya. Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan kerja nasional yang merupakan acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua bidang dan/atau sector yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.31 tahun 2006 mengenai sistem pelatihan kerja nasional. Karena menurut Denny (2011), seseorang yang di tempatkan dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan kualifikasi kerjanya dan orang tersebut sulit dalam
22
mengatasi sesuatu akan menurunkan kepercayaan dirinya dapat menyebabkan stres, karena ketidakmampuan dirinya memenuhi tuntutan kerja dan tidak adanya pelatihan untuk menyelesaikan pekerjannya tersebut.
5) Karir Wanita yang bekerja, pada umumnya masih mendominasi pekerjaan skala bawah. Wanita yang bekerja di sektor pertanian pedesaan, mayoritas berada di tingkat buruh tani. Wanita yang bekerja di sektor industri perkotaan lebih banyak terlibat sebagai buruh di industri tekstil, garmen, sepatu dan elektronik. Di sektor perdagangan, pada umumnya wanita yang bekerja terlibat dalam perdagangan usaha kecil seperti berdagang sayur mayur di pasar tradisional, usaha warung, yang merupakan jenis-jenis pekerjaan yang lazim ditekuni wanita (Deka, 2009). Kecenderungan perempuan terpinggirkan pada pekerjaan marginal tersebut tidak semata-mata disebabkan faktor pendidikan. Akan tetapi dari kalangan pengusaha, lebih cenderung mempekerjakan perempuan pada sektor tertentu dan jenis pekerjaan tertentu karena upah perempuan lebih rendah daripada laki-laki (Deka, 2009). Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit maupun implisit, seringkali
memanipulasi
ideologi
gender
sebagai
pembenaran.
Banyaknya persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa wanita yang
23
bekerja pada dasarnya hanya untuk membantu ekonomi keluarga validitasnya belum terbukti, karena untuk wanita dengan ekonomi menengah kebawah pada kondisi krisis banyak wanita yang menjadi pencari nafkah utama keluarga (Deka, 2009). Kecilnya peluang untuk promosi, baik disebabkan oleh keadaan tidak mengizinkan maupun karena mungkin dilupakan, dapat menjadi pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya mendapat promosi. Begitu pula untuk promosi berlebih, dimana tenaga kerja merasa terlalu dini untuk dipromosikan sedangkan dirinya belum siap untuk berpengetahuan dan berketrampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya, hal tersebut juga dapat memicu stres kerja (Munandar, 2008). Kecilnya peluang untuk promosi bagi wanita merupakan fenomena gless ceiling. Fenomena gless ceiling merupakan persepsi yang ada dalam masyarakat bahwa wanita dapat diterima sebagai karyawan perusahaan, tetapi sulit untuk dipromosikan (Stoner et. al., 1996 dalam Wijayanti, 2009).
Airmayanti (2010) dalam hasil penelitian mendapatkan bahwa pengembangan karir tidak memiliki hubungan dan tidak berpengaruh terhadap stres kerja. Berbeda dengan Airmayanti (2010), Pandyi Soegiono (2008) dalam jurnal aplikasi manajemen memaparkan hasil penelitiannya yaitu pengaruh faktor tersendatnya karir bersifat positif akan tetapi tidak signifikan terhadap stress kerja. Hal tersebut sesuai dengan pendapat ALLEN, et Al (1998) yang dikutip Koesmono (2007)
24
dalam Soegiono (2008) yang menyatakan bahwa job content plateu menjadi hal yang biasa di dalam organisasi dan memiliki pengaruh terhadap stres kerja seseorang baik negatif (distress) maupun positif (eustress), sehingga orang tersebut lebih mengutamakan tugas dan imbalan (upah/gaji) yang diperoleh ketika bekerja. Menurut Davis dan Newstrom (1989) yang dikutip Koesmono (2007) dalam Soegiono (2008) menyatakan bahwa meningkatnya stress, diiringi dengan prestasi kerja yang cenderung naik karena stres yang dimiliki membantu pekerja untuk mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi standar kerjanya. 6) Hubungan Dengan Atasan/Majikan Menurut hasil penelitian Buck (1972) dikutip oleh Novendra (1994), bahwa kurangnya perilaku perhatian / pertimbangan dari seorang atasan akan dapat mendorong kepada perasaan tekanan pekerjaan. Menurut Munandar (2006) kelekatan kelompok, kepercayaan antar pribadi dan rasa senang dengan atasan berhubungan dengan penurunan stres pekerjaan dan menjadikan kesehatan lebih baik. Perilaku yang kurang menenggang rasa dari atasan akan menimbulkan rasa ketegangangan dari pekerjaan yang dapat dirasakan sebagai penuh stres. Salah satu faktor utama yang berpengaruh dari seorang manajer yang dikutip oleh Novendra (1994) adalah pengawasannya terhadap pekerjaan orang lain. Ketidakmampuan untuk mendelegasi dapat menjadi suatu masalah, tetapi sekarang strain baru adalah mempunyai keterampilan
25
interpersonal dari seorang manajer, manajer harus mempelajari bekerja secara partisipatif. Menurut Gowler dan Legge (1956) dalam Novendra (1994) diketahui bahwa faktor yang dapat digunakan pada partisipasi suatu sebab dari keberhasilan, ketidakpastian dan stres para mananjer, diantaranya adalah ketidaksesuaian dari kekuasaan formal dan kekuasaan yang sebenarnya, manajer bisa mengalami pengikisan dari kekuasaan dan peraturan formalnya serta kehilangan dalam memberi penghargaan, manajer dapat menjadi subyek penekanan yang tidak dapat menjadi satu antara berpartisipasi dan dalam hal meningkatkan jumlah produksi yang tinggi
serta
bawahannya
yang mungkin
dapat
menolak
untuk
berpartisipasi. Menurut Munandar (2006) menyatakan bahwa hubungan yang buruk dengan atasan, rekan kerja dan bawahan dalam bekerja dapat memicu timbulnya stres dan absenteisme dalam bekerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Britton (1989) yang dikutip oleh putri (2011) memaparkan bahwa dukungan sosial dari para atasan berpengaruh positif terhadap kesehatan fisik dan kesehatan mental para pekerja. Hal tersebut sejalan dengan yang didapatkan Nugrahani (2008) dalam penelitiannya bahwa ada hubungan antara hubungan dengan supervisor terhadap stres. Selain itu juga menurut Parasuraman,dkk (1992) yang dikutip oleh putri (2011), dukungan sosial yang diterima seseorang dari atasannya, teman sekerja, dan keluarga mempunyai pengaruh yang besar untuk
26
meringankan beban seseorang yang mengalami kelelahan fisik, emosional maupun mental. Untuk membangun hubungan atasan-bawahan yang baik, dapat dengan melakukan langkah dasar (Loh, 2013) seperti: mengerjakan pekerjaan dengan baik dan patuhi peraturan yang ada d perusahaan, berusaha memahami cara kerja atasan anda, bekerjalah sebagai bagian dari perusahaan, apabila ada ketidaksepahaman dengan atasan segera diselesaikan dengan baik, bersikap yang tidak menimbulkan kesan "mengancam" posisi atasan anda, serta bersikaplah jujur dan tidak berjanji secara berlebihan dapat memenuhi deadline tertentu.
7) Perkembangan Teknologi Ketidakpastian
teknologi
ditandai
dengan
perubahan
inovasi
teknologi yang sangat pesat. Pesatnya inovasi teknologi membuat pekerja dituntut untuk dapat menguasainya dalam waktu singkat serta minimnya pengalaman yang dimiliki merupakan faktor pembangkit stres kerja bagi pekerja (Robbins, 1998). Hal ini juga diperkuat oleh Rina Fiati dan Nafi Inayati Zahro dalam Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan (Semantik) tahun 2012 yang menyatakan bahwa hubungan antara teknologi informasi dan tingkat stress pada wanita yang bekerja adalah positif. Dan menurut hasil penelitian Kagawa (2013) dalam dalam Syarifuddin (2013), bahwa sebanyak 93% responden
27
Indonesia mengatakan bahwa mereka membawa perangkat pribadinya untuk bekerja dan menggunakannya untuk melakukan pekerjaan mereka.
8) Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji Menurut Greenberg (2002) faktor-faktor yang secara khusus dianggap berhubungan dengan ketidakpuasan terhadap pekerjaan salah satunya adalah gaji. Pernyataan yang sama juga dipaparkan oleh Cooper dan Davidson (1987) dalam Miller (2000) yaitu kepuasan terhadap pembayaran (dalam dunia usaha dapat diartikan sebagai gaji) merupakan faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Sejalan dengan Bida (1995) yang pada penelitiannya mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara gaji dan stres kerja. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Salafi Nugrahani (2008) yang memaparkan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan terhadap gaji dengan tingkat stres yang dialami pekerja, yaitu semakin rendah kepuasan pekerja terhadap gajinya, maka tingkat stres yang dialami akan semakin berat dan begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, berbeda dengan penelitian Airmayanti (2010) yang memaparkan bahwa pengembangan karier berupa pemberian gaji bukan termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja. Menurut
Hezberg
dalam
Munandar
(2006)
jika
seseorang
menganggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas, dan sebaliknya apabila seseorang menganggap gajinya cukup, pekerja akan
28
merasa puas. Semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin rendah stres kerja, karena kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi negatif signifikan terhadap stres kerja (Kosnin dan Lee, 2008). Menurut Miller (2000) salah satu cara untuk mengurangi potensi stres kerja pada pekerja yaitu dengan mempertimbangkan kepuasan kerja pekerja itu sendiri.
9) Pekerja Dikorbankan (Akibat Penurunan Laba yang Didapat) Perampingan organisasi merupakan serangkaian kegiatan, yang dilakukan pada bagian dari manajemen organisasi dan dirancang untuk meningkatkan efisiensi organisasi, produktivitas, dan /atau daya saing. Kegiatan tersebut merupakan strategi yang diterapkan oleh manajer yang berdampak pada jumlah tenaga kerja perusahaan, biaya, dan proses kerja (Cameron, 1994). Cameron (1994) mendefinisikan perampingan dalam 4 kriteria. Yang pertama, perampingan merupakan serangkaian kegiatan yang sengaja dilakukan oleh anggota organisasi. Kedua, perampingan biasanya melibatkan pengurangan personel, meskipun tidak terbatas hanya pada pengurangan personil. Berbagai strategi pengurangan personel yang berhubungan dengan perampingan seperti pengalihan, memberikan mutasi, insentif pensiun, paket pembelian, PHK, putus sekolah, dan sebagainya.Yang ketiga, perampingan yang difokuskan pada peningkatan efisiensi organisasi. Perampingan terjadi baik secara proaktif atau reaktif dalam rangka
untuk
mengendalikan biaya
untuk
meningkatkan
29
pendapatan, atau untuk meningkatkan daya saing. Artinya, perampingan dapat diimplementasikan sebagai reaksi defensif penurunan atau sebagai strategi proaktif untuk meningkatkan kinerja organisasi. Dan terakhir, Perampingan mempengaruhi proses kerja secara sadar ataupun tidak. Misalnya pada kontrak tenaga kerja, apabila karyawan yang tersisa lebih sedikit untuk melakukan jumlah beban kerja yang sama, hal ini berdampak pada pekerjaan apa yang akan dilakukan dan bagaimana hal itu akan dilakukan.
b. Faktor Individual 1) Pertentangan Antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga Menurut Beutell dan Greenhauss (1985) dalam Almasitoh (2011) bahwa seseorang dikatakan mengalami konflik peran ganda apabila merasakan suatu ketegangan dalam menjalani peran pekerjaan dan keluarga. Dalam jurnal Lulus Margiati (1999) menunjukkan bahwa banyak kasus, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperi orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Hal ini disebabkan, ketiadaan dukungan sosial tersebut menyebabkan perasaan yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya. Hasil serupa juga didapatkan Almasitoh (2011), bahwa perawat yang memiliki konflik peran ganda yang rendah dan dukungan sosial yang tinggi, maka tingkat stres kerja yang dialami rendah.
30
Yang, Chen, Choi, & Zou, (2000) dalam wirkaristama (2011) mengidentifikasikan tiga jenis work-family conflict, yaitu: 1. Time-Based Conflict. Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga
atau
pekerjaan)
dapat
mengurangi
waktu
untuk
menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga). 2. Strain-Based Conflict. Terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lainnya. 3. Behavior-Based Conflict. Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga). Menurt hasil penelitian Mayasari (2011), konflik pekerjaan
keluarga berpengaruh terhadap stress kerja perawat wanita rumah sakit balimed Denpasar. Selain itu juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bida (1995) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi rumah tangga dengan stres kerja. 2) Ketidakpastian Ekonomi Saat keadaan ekonomi berubah tak menentu, kekhawatiran orang mengenai keamanan dalam memenuhi kebutuhannya akan meningkat (Robbins, 1998). Pada umumnya motivasi kerja kebanyakan tenaga kerja wanita adalah membantu menghidupi keluarga, akan tetapi mereka juga
31
mempunyai makna khusus karena memungkinkannya memiliki otonomi keuangan, agar tidak selalu tergantung pada pendapatan suami. Kondisi tersebut merupakan dorongan penyadaran peran wanita untuk berkiprah di sektor publik. Pembagian kerja dan perencanaan di dalam keluarga telah menyebabkan tidak saja beban berlebihan dan jam kerja panjang bagi perempuan, tapi juga ketergantungan perempuan secara ekonomi. Oleh karenanya perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif di sektor publik sekaligus tetap harus menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu (Nursyabani, 1999 dalam Fiati dan Zahro 2011). Menurut Hermann, et al (1990) dalam Kendall, et al (2000) bahwa ketegangan terhadap keuangan adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan tekanan emosional bahkan ketika efek dari sumber daya pribadi yang tetap konstan. penyesuaian psikologis secara signifikan berhubungan dengan kemandirian ekonomi yang dirasakan (Melamed, Grosswasser, dan Stern 1992 yang dikutip oleh Kendall, et al 2000). Menurut hasil penelitian Fiati dan Zahro (2011), motivasi ekonomi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat stres pada wanita karir. Naiknya harga barang-barang kebutuhan, serta buruknya kondisi ekonomi dapat menjadi faktor yang berpotensi menyebabkan stres pada seseorang (Lianasari, 2009). Selanjutnya, ketidakpastian ekonomi dapat menimbulkan kemiskinan, sehingga kemiskinan dalam hal ekonomi keuangan dianggap dapat membangkitkan stres bagi keluarga khususnya individu itu sendiri (Belton dan Santos, 2011).
32
3) Penghargaan Kerja Dalam interaksinya dengan orang lain maupun pihak lain, setiap orang pasti memiliki keinginan untuk dihargai atas sesuatu yang dilakukannya terhadap pihak yang berkepentingan menghargai suatu usaha atau pekerjaan seseorang yang bukan untuk kepentingan orang tersebut adalah suatu keharusan dari segi kemanusiaan. Di sisi lain, orang yang telah memberikan suatu hasil untuk orang lain atau untuk suatu kelompok maupun suatu organisasi akan menginginkan hasilnya tersebut dapat diterima dan dihargai oleh pihak yang berkepentingan. Pada lingkungan kerja, pegawai memiliki keinginan untuk dihargai oleh atasannya terhadap hasil kerjanya yang telah dicapai dengan sepenuh hati dan kemampuannya Moenir (1983). Penghargaan sering disamakan penyebutannya dengan insentif karena keduanya memiliki persamaan sifat dan maknanya, tetapi jika dikaji lebih dalam akan berbeda. Penghargaan diberikan kepada seseorang untuk menghargai jasa atau prestasi seseorang. Sedangkan insentif diberikan kepada seseorang agar orang yang bersangkutan dapat berprestasi ataupun berjasa lebih baik lagi dari sebelumnya (Moenir, 1983). Menurut moenir (1983), wujud penghargaan dalam lingkungan kerja adalah penghargaan fisik dan penghargaan non fisik. Penghargaan fisik adalah penghargaan dalam bentuk benda, dapat berupa uang atau barang.
33
Barang-barang yang bersifat konsumtif (sandang, pangan, dan kebutuhan pokok lainnya) dan yang bersifat modal (rumah, kendaraan, maupun alat kerja yang lain sesuai dengan profesi seseorang) termasuk dalam penghargaan benda berupa barang. Sedangkan penghargaan non fisik adalah penghargaan yang berhubugan dengan kepuasan rohani seseorang dari sisi kemanusiaan. Memberikan ucapan terimakasih kepada seorang bawahan atas hasil kerjanya merupakan wujud penghargaan yang mendasar namun sederhana. Dalam penelitian Pratiwi dan Laksmiwati (2012) didapatkan bahwa dukungan penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres dengan arah hubungan negatif. Hal ini didukung oleh Hezberg dalam Munandar (2006) yang menyatakan bahwa apabila pekerja menganggap gajinya terlalu rendah, pekerja tersebut akan merasa tidak puas, dan sebaliknya apabila seseorang menganggap gajinya cukup, tenaga kerja akan merasa puas dalam bekerja. Dengan mempertimbangkan kepuasan kerja, pada pekerja dapat mengurangi potensi stres kerja pada pekerja tersebut (Miller, 2000).
4) Kejenuhan Kerja Gejala khusus dari kejenuhan kerja dapat berupa kebosanan, depresi, rasa pesimis, kurang konsentrasi, kualitas kerja buruk, ketidakpuasan, tidak masuk kerja, dan kesakitan atau sakit. Kejenuhan kerja memiliki potensi untuk menimbulkan keletihan kerja sehingga pekerja merasa
34
bahwa dirinya hanya memiliki sedikit pengendalian terhadap faktorfaktor di tempat kerja atau bahkan tidak memiliki pengendalian sama sekali. Berdasarkan gambaran gambaran tersebut, kejenuhan kerja dapat menjadi faktor pencetus stres kerja (National Safety Council, 2004). Rahmawati (2007) dalam penelitiannya memaparkan bahwa pola sikap yang mencirikan kebosanan kerja diantaranya adalah sering tidak masuk bekerja tanpa alasan yang jelas, keterlambatan, perubahan kerja yang banyak, perdebatan dan bahkan kekerasan fisik. Kebosanan dalam bekerja merupakan manifestasi dari stres kerja yang mengakibatkan produktivitas kerja menurun, adanya ketidakpuasan kerja, kurang motivasi, hilangnya gairah kerja (burnout), angka absen yang meningkat (Prihantini, 2000 dalam Rahmawati, 2007). Selanjutnya Saragih (2008) dalam penelitiannya mengenai kejenuhan kerja terhadap stres kerja pada perawat, menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejenuhan dalam bekerja dengan kejadian stres kerja pada responden penelitiannya. Hal ini diperkuat oleh munandar (2006) yang menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan berulang atau monoton (majemuk) dapat menimbulkan rasa bosan maupun jenuh, dan kemajemukan kerja yang semakin tinggi dapat menimbulkan peningkatan stres pada pekerja. Menurut penelitian yang dilakukan Cooper & Kelly (1984) yang dikutip oleh munandar (2006) bahwa kebosanan didapatkan sebagai sumber stres yang nyata pada operator kran.
35
Seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih rendah rasa kejenuhannya dibandingkan dengan orang lain yang bermotivasi rendah (Anoraga, 1998 dalam Airmayanti, 2008). Dan rendahnya tingkat kejenuhan kerja (burnout) dapat meningkatkan kepuasan kerja (Mizmir, 2011). Tingginya kepuasan kerja dapat menurunkan tingkat stres kerja yang dialami pekerja, karena kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi negatif signifikan dengan stres kerja (Kosnin dan Lee, 2008). Hal ini juga diperkuat oleh Miller (2000) yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk
mengurangi
potensi
stres
kerja
karyawan
yaitu
dengan
mempertimbangkan kepuasan kerja karyawan.
5) Perawatan Anak Menurut Wulanyani dan Sudiajeng (2006) dalam hasil penelitiannya didapatkan bahwa urutan kedua tertinggi penyebab stres pada wanita bekerja adalah masalah pengasuhan anak. masalah pengasuhan anak yang menyebabkan pekerja wanita menjadi stres dialami oleh pekerja wanita yang memiliki anak kecil. Apabila usia anak semakin kecil, maka semakin besar tingkat stres yang dirasakan. Perasaan bersalah yang dimiliki pekerja wanita yang juga berperan sebagai ibu akibat meninggalkan anaknya untuk bekerja merupakan persoalan yang sering dipendam, apalagi tidak ada lagi orang yang dapat diandalkan untuk mengasuh anaknya tersebut.
36
Menurut Freudiger (1983) dalam Wulanyani dan Sudiajeng (2006) perasaan bersalah tersebut menimbulkan rasa ketidaknyamanan ibu dalam menjalankan perannya di dunia kerja. Hal ini diperkuat oleh Ihromi (1990) dalam Rahmah (2011), bahwa rasa cemas akibat dari efek negatif terhadap keluarga seperti berkurangnya kesempatan atau kemampuan dalam membina perkembangan anak dapat menimbulkan stres. 6) Hubungan Dengan Rekan Kerja Menurut Selye (1956) yang dikutip oleh Munandar (2006) bahwa hidup dengan orang lain merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang penuh stres. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Dalam penelitian yang dilakukan Salafi Nugrahani (2008) didapatkan adanya hubungan yang bersifat searah antara hubungan dengan rekan kerja terhadap stres kerja yang dialami pekerja. Artinya semakin kurang rasa kepuasan hubungan/dukungan sosial yang didapatkan dari rekan kerjanya, maka tingkat stress yang dialami akan semakin berat dan sebaliknya. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bida (1995) bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara hubungan sesama rekan kerja dengan stres yang dialami pekerja. Menurutnya hal tersebut disebabkan karena pada satu tingakatan karir yang sama membuat pekerja tersebut tidak perlu mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada
37
teman sekerja dan juga dimungkinkan karena budaya gotong royong yang tercipta di lingkungan kerjanya. c.
Faktor Lingkungan 1) Kondisi Lingkungan Kerja (Kebisingan, Ventilasi, Kebersihan, dll) Kondisi lingkungan fisik dapat berupa suhu yang telalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, lingkungan kerja kotor atau kebersihannya kurang, dan lain sebagainya. Ruangan yang terlalu panas (sirkulasi tidak baik) menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Selain itu, adanya kebisingan juga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap munculnya stres kerja karena beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky dalam Irawan, 2010). Hal ini didukung oleh Nugrahani (2008) yang mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara buruknya lingkungan kerja yang meliputi adanya hubungan temperatur (tempat kerja terlalu panas) dan kebisingan dengan tingkat stres kerja yang dialami para pekerja. Dalam penelitian Airmayanti (2010) didapatkan bahwa kebisingan berpengaruh terhadap stres kerja. Menurut Airmayanti (2010) keadaan bising dapat mengganggu pendengaran, terjadinya kecelakaan kerja, menimbulkan terjadinya gangguan atau pengaruh psikologis dari pekerja dalam bentuk gangguan emosi, temperamen dan lain-lain.
38
Selain kebisingan, temperatur juga dapat menimbulkan stres. Menurut Nugrahani (2008), temperatur memiliki hubungan dengan tingkat stres pekerja. Dalam kondisi terpajan panas (heat stress), tubuh mengabsorbsi lebih banyak panas dibandingkan dengan yang mampu dikeluarkannya, hal tersebut dapat menimbulkan peningkatan temperatur tubuh yang pada akhirnya dapat mengakibatkan gangguan mental, sakit atau kematian (Sulsky&Smith, 2005 dalam Nugrahani, 2008). Menurut hasil penelitian Susilo (2007), lingkungan kerja fisik secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap stress kerja pada karyawan, artinya semakin baik lingkungan fisik maka stress kerja akan menurun. Hal ini didukung oleh penelitian Arisona (2008) yang mendapatkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kondisi lingkungan kerja dengan tingkat stres kerja pada karyawan bagian tebang angkut. Dalam penelitiannya, Harrianto (2007)
memaparkan bahwa kondisi fisik lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya stres kerja diantaranya yaitu tempat kerja yang sunyi atau terpencil dimana pekerja tidak memiliki kesempatan berkomunikasi dengan orang lain saat menjalani tugasnya, tempat kerja yang jauh atau sulit dijangkau, dan adanya paparan fisik maupun zat kimiawi. Agar stres kerja yang dialami responden tidak semakin tinggi dapat dilakukan
dengan
menerapkan
teknik
kerekayasaan
organisasi.
Kerekayasaan organisasi merupakan usaha untuk mengubah lingkungan
39
kerja menjadi lingkungan kerja yang tidak penuh stres dengan menganalisa kondisi lingkungan kerja terlebih dahulu (Munandar, 2006).
2) Diskriminasi Ras Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.40 tahun 2008, yang dimaksud dengan tindakan diskriminasi ras dan etnis adalah perbuatan yang berkaitan dengan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan,
atau
pemilihan
berdasarkan
ras
dan
etnis,
yang
mengakibatkan pencabutan atau mengurangi pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
3) Pelecehan Seksual Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran hingga menimbulkan reaksi negatif: rasa malu, marah, tersinggung dan sebagainya pada diri orang yang menjadi korban pelecehan. Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban. Kekuasaan dapat berupa posisi pekerjaan yang lebih tinggi, kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis kelamin yang satu terhadap jenis kelamin yang lain, jumlah personal yang lebih banyak, dsb. Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, meliputi: main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi seks, humor porno,
40
cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan rayuan atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual sampai perkosaan. Pelecehan juga dapat berupa komentar/perlakuan negatif yang berdasar pada gender, sebab pada dasarnya pelecehan seksual merupakan pelecehan gender (Annisa, 2012). Dalam Seventh International Conference on Work, Stress, and Health, yang dikutip dari Noorika (2012), Hershcovis menjelaskan bahwa pekerja yang mengalami pelecehan seksual, hasil kerjanya jauh lebih buruk dibandingkan pekerja yang mengalami tindakan kekerasan, karena pelecehan seksual membuat moral pekerja merasa begitu direndahkan. Menurt Margiati (1999) bahwa pelecehan seksual merupakan salah satu peyebab timbulnya stres kerja. Selain itu, menurut womens health (2013) yang memaparkan bahwa wanita yang mengalami pelecehan seksual mungkin akan beresiko menderita masalah emosional, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma (Post Trauma Stress Dissorder /PTSD). Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah gangguan kecemasan yang dapat terjadi mengikuti pengalaman atau menyaksikan peristiwa traumatis. Sebuah peristiwa traumatis adalah peristiwa yang mengancam jiwa seperti pertempuran militer, bencana alam, insiden teroris, kecelakaan yang serius, atau penyerangan fisik atau seksual pada orang dewasa atau anak-anak (Mental Health America, 2013). Tingkatan
41
gangguan stres pasca trauma berbeda-beda tergantung seberapa parah kejadian tersebut mempengaruhi kondisi psikologis dari korban (Wardhani &Lestari, 2007). Selama ini, faktor rasa takut, rasa malu, tidak tahu harus kemana mengadu, dan lain-lain mempengaruhi tidak adanya catatan khusus mengenai pelecehan seksual di tempat kerja (KEMENAKERTRANS, 2011).
Dari
banyaknya
kasus
pelecehan
seksual,
yang
sering
menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena memiliki jenis kelamin wanita. Stres akibat pelecehan seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran masyarakatnya (khususnya wanita) terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang melindunginya (Baron and Greenberg dalam Irawan, 2010).
4) Kekerasan Di Tempat Kerja Dalam lembar fakta catatan tahunan Komnas Perempuan (2013), Ada 216.156 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2012. Dari kasus yang tercatat, lingkupnya sekitar 65 persen merupakan kasus kekerasan di tingkat personal terutama kekerasan domestik (KDRT), disusul 34 persen kekerasan di ranah komunitas, dan satu persen negara. Namun menurut Desti Murdijana, gambaran jumlah kasus kekerasan perempuan harus disikapi sebagai
42
fenomena gunung es, karena data yang ada (tercatat) belum seluruhnya atau hanya di permukaan, belum sebanding dengan besarannya (National Geographic Indonesia, 2013). Menurut Yoan dan Ning (2009), adanya keengganan wanita korban kekerasan untuk berbicara, berasal dari situasi sosial yang tidak mendukung posisi wanita tersebut ketika berusaha mendapatkan keadilan pasca diperlakukan sewenang-wenang. Peneliti dari Universitas Manitoba Sandy Hershcovis dan peneliti Universitas Queen Julian Barling menyatakan, dari Kingston, Ontario, Kanada, kekerasan yang diterima para pekerja menimbulkan dampak yang lebih berbahaya dibandingkan pelecehan seksual. Akan tetapi, kedua hal tersebut harus dihindari karena membuat pekerja tertekan dan merusak suasana di tempat kerja (dalam Noorika,2012). Berdasarkan Quebec Labour Standards Act, yang dikeluarkan Juni 2004 (dalam Noorika,2012), kategori tindakan kekerasan dalam pekerjaan, antara lain mencaci maki setiap saat, mengeluarkan kata-kata kasar dan menunjukkan sikap tubuh menyerang, serta menekan psikologi seseorang. Menurut Canadian Centre for Occupational Health and Safety (2012), yang termasuk dalam kekerasan di tempat kerja diantaranya adalah perilaku yang mengancam (menggebrak, menghancurkan barang atau melempar benda), ancaman secara lisan ataupun tertulis, pelecehan, perkataan yang mencaci maki, serta kekerasan fisik (dipukul, disikut, didorong, atau ditendang).
43
Health safety Executive (2006), memaparkan bahwa kekerasan dapat menyebabkan distress. Selain kekerasan dengan fisik, pelecehan maupun ancaman verbal secara serius ataupun berulang juga dapat merusak kesehatan karyawan melalui kecemasan atau stres. 5) Kemacetan Kemacetan identik dengan kepadatan, yang didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang jalan tertentu dari lajur atau jalan, dirata-rata terhadap waktu (Sari, 2011). Kemacetan lalulintas pada ruas jalan raya terjadi ketika arus kendaraan lalulintas meningkat seiring bertambahnya permintaan perjalanan pada suatu periode tertentu serta jumlah pengguna jalan melebihi dari kapasitas yang ada (Meyer et al, 1984 dalam Sari, 2011). Menurut Menteri Perindustrian, MS. Hidayat dalam Koran Kota (2012) yang menyatakan bahwa keterbatasan infrastruktur jalan di dalam negeri dan kendala pembebasan lahan menunda sejumlah proyek pembangunan jalan menjadi penyebab utama kemacetan. Berdasarkan hasil penelitian Sapta (2009), kemacetan mengakibatkan pengguna jalan merasa waktunya terbuang, mengurangi jam belajar atau jam kerja, pemborosan bensin, hilangnya pendapatan dan stres. Menurut hasil penelitian David Moxxon yang dikutip oleh Bararah (2011), seseorang yang mengalami Traffic Stress Syndrom (TSS) akan mulai muncul gejala stres dalam rentang waktu 3-5 menit, sedangkan orang
44
yang tidak memiliki TSS, gejala stres akan muncul apabila sudah mengalami kemacetan sekitar 13-14 menit. Berbeda dengan hal tersebut, Vierdelina (2008) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa belum terbukti ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap kemacetan dan stres kerja. Untuk menghindari stres pada individu ketika berada pada situsasi kemacetan, men health Indonesia (2013) memaparkan beberapa cara yang diantaranya dapat dilakukan dengan berangkat lebih awal, menyediakan cemilan untuk dapat mengembalikan energy dan mood, menyediakan aroma terapi di mobil, dan merubah rute rutin perjalanan. 2. Penyebab Stress Menurut Hurrel Hurrel, dkk (1988) mengelompokkan faktor-faktor dalam pekerjaan yang dapat menimbulkan stres menjadi lima kategori besar (Munandar, 2006), yaitu: a. Faktor-Faktor Intrisik Dalam Pekerjaan Termasuk dalam kategori faktor intrinsik ini adalah tuntutan fisik dan tuntutan tugas. 1) Tuntutan Fisik Kondisi kerja tertentu dapat menciptakan prestasi kerja yang optimal. Selain berdampak pada prestasi kerja, kondisi fisik kerja juga memiliki dampak terhadap kesehatan mental dan keselamatan kerja seorang tenaga kerja. Kondisi fisik kerja berpengaruh terhadap kondisi fa’al dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat menjadi salah
45
satu pembangkit stres (stressor). Tuntutan fisik/ kondisi fisik meliputi bising, getaran, hygiene. 2) Tuntutan Tugas a) Kerja Shift Kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja pabrik (Monk & Tepas, 1985 dalam Munandar, 2006). Para pekerja shift lebih sering merasakan keluhan mengenai kelelahan dan gangguan perut dibandingkan para pekerja di pagi atau siang hari dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan perut (Munandar, 2006). b) Beban Kerja Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit baik secara kuantitatif maupun kualitatif merupakan pembangkit stres. Beban kerja berlebih/terlalu sedikit kuantitatif yang timbul sebagai akibat dari tugastugas yang terlalu banyak/sedikit yang diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Beban kerja berlebih/terlalu sedikit kualitatif jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau suatu tugas tidak menggunakan keterampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja (Munandar, 2006). c) Paparan dari Risiko dan Bahaya Risiko dan bahaya terkait dengan jabatan tertentu dapat menjadi sumber dari stres. Risiko dan bahaya yang berhubungan dengan banyak
46
jabatan yang tidak dapat diubah, akan tetapi persepsi tenaga kerja terhadap risiko bisa berkurang dengan pelatihan dan pendidikan. Para pekerja yang cemas, yang memiliki obsesi, takut, kurang bermotivasi untuk
bekerja
mempunyai
semangat
rendah
dan
lebih
mudah
menimbulkan kecelakaan, dan dalam jangka panjang dapat mengalami dampak dari penyakit yang berkaitan dengan stres, termasuk sakit jantung dan gangguan perut.
b. Peran Indivdu dalam Organisasi Setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan- aturan yang ada dan sesuai yang diharapkan atasannya. Peran yang tidak berfungsi dengan baik merupakan pembangkit stres yang disebabkan oleh adanya: (Munandar, 2006) 1) Konflik Peran Konflik peran timbul apabila seseorang tenaga kerja mengalami adanya: 1. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang dimilikinya 2. Tugas-tugas yang harus dilakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya 3. Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan kerja, bawahan, atau orang lain yang penting baginya 4. Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melaksanakan tugas dalam pekerjaannya
47
2) Ketaksaan (Ambiguitas) Peran Ketaksaan peran dirasakan jika seorang tenaga kerja tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasikan harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu (Munandar, 2006). Dalam hal ini Kahn, dkk. (1964) mengatakan bahwa stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah kepada ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan diri, rasa diri tidak berguna, menurunnya rasa harga diri, depresi, motivasi untuk bekerja rendah, tekanan darah dan tekanan nadi tidak normal, dan kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan (Munandar, 2006).
c. Pengembangan Karir Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.
1) Ketidakpastian Pekerjaan (Job Insecurity) Ketakutan kehilangan pekerjaan, ancaman bahwa pekerjaan seseorang dianggap tidak dibutuhkan lagi merupakan hal yang wajar dalam kehidupan kerja. Dari sana timbul kegiatan reorganisasi yang bertujuan untuk tetap berjalannya usaha. Setiap reorganisasi inilah dapat menimbulkan ketidakpastian pekerjaan yang merupakan sumber stres yang potensial (Munandar, 2006).
48
2) Promosi Berlebih dan Kurang Promosi dapat merupakan sumber dari stres, jika peristiwa tersebut dirasakan sebagai perubahan yang mendadak secara drastis. Dalam hal ini, Everly dan Girdano dalam Munandar (2008) menyebutkan adanya tiga faktor yang menyebabkan promosi dirasakan sebagai stres: 1. Perubahan-perubahan dari fungsi pekerjaan; 2. Penambahan tanggung jawab terhadap manusia, produksi, dan uang; 3. Perubahan dalam peran sosial yang menemani promosinya, misalnya menjadi ketua dalam berbagai macam panitia. d. Hubungan dalam Pekerjaan Hubungan dalam pekerjaan yang mengacu pada timbulnya stres adalah lebih pada hubungan yang tidak baik dalam pekerjaan. Hubungan yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah di organisasi (Munandar, 2006).
e. Struktur dan Iklim Organisasi Menurut Munandar (2006) kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku yang negatif, misalnya menjadi perokok berat yang diharapkan meningkatkan taraf kesehatan mental dan fisik. Dari hal tersebut, faktor stres yang dikenali terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dan pada support sosial.
49
f. Tuntutan Dari Luar Organisasi Atau Perusahaan Stressor ini mencakup berbagai unsur kehidupan seseorang yang berhubungan dengan interaksi kejadian-kejadian dalam kehidupan dan pekerjaannya, sehingga individu tersebut mendapatkan tekanan yang dapat membuat individu tersebut stres. Kejadian dalam kehidupan pribadi selain dapat memberikan tekanan yang menimbulkan stres, ada juga yang dapat meringankan dampak yang ditimbulkan dari stressor organisasi seperti support sosial. Sebaliknya, kejadian dalam kehidupan individu seperti kepuasan kerja yang dimiliki individu dapat membantu meringankan individu dalam mengahadapi kehidupan pribadinya yang penuh stres (munandar, 2006). g. Karakteristik Individu 1) Kepribadian 2) Kecakapan 3) Nilai dan kebutuhan 3. Penyebab Stress Menurut Cooper Dan Davidson Cooper dan Davidson (1987) membagi model penyebab stress ke dalam empat arena atau lingkup; lingkup kerja, rumah atau keluarga, sosial, dan lingkup individu. Stress kerja dapat timbul ketika stressor-stressor tersebut saling terkait dan mempengaruhi sehingga menghasilkan suatu gejala-gejala yang bisa diamati lewat perubahan fisik, emosi, dan perilaku yang disajikan pada gambar model stress kerja berikut, bagan 2.1.
50 Bagan 2.1 Model Stres Kerja Menurut Cooper dan Davidson (1987) Arena Kerja Lama masa kerja, jabatan, kewajiban, penugasan, tanggung jawab terhadap pengawasan 1. Faktor intrinsik pekerjaan meliputi kecocokan perorangan/lingkungan dan kepuasan kerja, peralatan, pelatihan, shift kerja, beban kerja berlebih, beban kerja kurang, bahaya fisik, dan kepercayaan diri terhadap pekerjaan. 2. Peran dalam organisasi meliputi peran ambigu, konflik peran, tanggung jawab terhadap orang banyak, batasan-batasan organisasi 3. Pengembangan karier meliputi berlebihan/kurangnya promosi, kurangnya keamanan kerja, ketidakpastian status pekerjaan, kepuasan gaji 4. Relasi/dukungan sosial meliputi kolega, atasan, dan bawahan 5. Iklim dan struktur organisasi meliputi politik, konsultasi/komunikasi, keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, perilaku terbatas, kekakuan dalam bidang politik, hal-hal lain yang berpengaruh
Arena Rumah
Arena Sosial
Dinamika keluarga, status perkawinan,
Alienasi dan anomi, iklim, diet, dan
dukungan dari pasangan atau teman
lain-lain, frekuensi perpindahan,
dekat, hubungan dengan anak, perhatian
berkendaraan, kehidupan urban vs
keluarga terhadap keselamatan,
rural, latihan, olah raga, hobi,
lingkungan tempat tinggal, masalah
aktivitas dan kontak sosial
keuangan, bentuk pengembangan
Arena Individu Genetik, riwayat hidup, demografi (misalnya umur, pendidikan, agama, kebangsaan atau ras), kemampuan menghadapi stress, kepribadian tipe A, extraversi vs intervensi, neurosis, peristiwa kehidupan, dan lain-lain
Arena Manifestasi= Outcome Stres Ketidakpuasan kerja, kepercayaan diri terhadap pekerjaan, konsumsi alkohol, merokok, kepuasan dalam hubungan perkawinan, perceraian, penggunaan narkoba, obesitas dan diet, penyakit jantung koroner, hipertensi, migren, asma, sakit fisik dan mental, kecelakaan, pengukuran psikologi
51
4. Penyebab Stress Menurut Greenberg (2002) a. Faktor Stres Kerja Yang Bersumber Pada Pekerjaan 1) Sumber Intrinsik Pada Pekerjaan, Diantaranya meliputi kondisi kerja yang sangat sedikit menggunakan aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang membuat tertekan, risiko/bahaya secara fisik 2) Peran di Dalam Organisasi, Diantaranya meliputi peran yang ambigu, konflik peran, tanggung jawab kepada orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi baik secara internal maupun eksternal. 3) Perkembangan Karir, Diantaranya meliputi promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau penurunan tingkat jenjang, kurangnya tingkat keamanan kerja, terhambatnya ambisis perkembangan karier. 4) Hubungan Relasi di Tempat Kerja, Diantaranya meliputi kurangnya hubungan relasi dengan pimpinan, rekan sekerja, atau dengan bawahan, serta kesulitan dalam mendelegasikan tanggung jawab. 5) Struktur Organisasi dan Iklim Kerja, Diantaranya meliputi terlalu sedikitnya atau bahkan tidak ada keikutsertaan dalam pembuata keputusan, hambatan dalam perilaku, politik di tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi.
52
b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber Pada Karakteristik Individu Faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu, meliputi tingkat kecemasan, tingkat neurotisme individu, toleransi terhadap hal yang tidak jelas, dan pola tingkah laku tipe A c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Luar Organisasi, Faktor stres kerja yang bersumber dari luar organisasi, meliputi masalahmasalah dalam keluarga, peristiwa krisis dalam kehidupan, dan kesulitan secara finansial.
5. Penyebab Stress Menurut Robbins Terdapat tiga sumber potensial pencetus stres kerja menurut Robbins (1998), yakni sumber dari lingkungan, organisasi, dan individu. a. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Lingkungan Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain struktural organisasi dan juga dapat mempengaruhi level stres diantara para pekerja dalam organisasi tersebut. Faktor lingkungan sebagai pemicu stres kerja tersebut berupa ketidakpastian ekonomi, politik, dan ketidakpastian teknologi. b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Organisasi Faktor
organisasi ini meliputi tuntutan pekerjaan (misalkan bentuk
pekerjaan, kondisi bekerja, dan tempat kerja), tuntutan peran (meliputi konflik peran, peran berlebihan, dan peran ambigu), tuntutan interpersonal merupakan suatu bentuk tekanan dari pekerja lain (misalnya hilangnya dukungan
sosial
dan
buruknya
hubungan
interpersonal),
struktur
53
organisasional yang membedakan jabatan organisasi, derajat peraturan, dan pembuatan keputusan, kepemimpinan organisasi, dan taraf kehidupan organisasi (misalkan taraf pendirian organisasi dan kemunduran merupakan hal yang stressfull). c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Individu Faktor individu meliputi permasalahan keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan karakteristik kepribadian. Permasalahan dalam keluarga seperti hubungan tidak baik dengan anak dan pasangan, serta perceraian dapat mempengaruhi stres seseorang dalam pekerjaannya. Kemudian permasalahan ekonomi seseorang seperti banyaknya kebutuhan dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh. Adapun karakteristik kepribadian seperti ekspresi gejala stres kerja.
E. Gejala-Gejala Stress Kerja Everly dan Giordano (1980) dalam munandar (2006) memaparkan bahwa stres akan berpengaruh pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskletal) dan organ-organ dalam badan (visceral). Tanda-tandanya diantara lain adalah: 1. Suasana Hati (Mood)
Menjadi overexcited
Cemas
Merasa tidak pasti
Sulit tidur pada malam hari
Menjadi mudah bingung dan lupa
Menjadi tidak nyaman dan gelisah
Menjadi gugup
54
2. Otot Kerangka (Musculoskeletal)
Jari-jari tangan gemetar
Tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat
Mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja)
Mulai sakit kepala
Otot terasa menjadi tegang atau kaku
Bicara jadi gagap
Leher menjadi kaku
3. Organ-Organ Dalam Badan (Vescel)
Timbul gangguan perut
Jantung terasa berdebar kencang
Lebih banyak mengeluarkan keringat
Tangan berkeringat
Kepala terasa ringan atau terasa akan pingsan
Mengalami kedinginan
Wajah menjadi panas
Mulut menjadi kering
Kuping berdenging
Terasa akan tenggelam dalam perut Arden (2006) membagi gejala yang berhubungan dengan stres menjadi 3
kategori, yaitu: gejala fisik, gejala psikologis, dan gejala perilaku.
55
Tabel 2.1 Gejala Stres Menurut John B.Arden No. Gejala Fisik Sakit Kepala
Gejala Psikologis Pesimisme
Gejala Perilaku Keresahan
Sakit Punggung
Mudah lupa
Mudah marah
Diare
Mudah bosan
Rentan mengalami
Insomnia
Menjadi tidak tegas
Kehilangan nafsu
Menjadi tidak sabar
makan
kecelakaan
Pikiran yang kaku
Sifat suka memerintah
Depresi
Isolasi sosial
Kecemasan
Lebih agresif
Kelelahan
Tidak logis
Membela diri
Sering menderita
Apatis
Sering curiga
Kesepian
Higiene yang buruk
Merasa tidak
Tidak memiliki rasa humor
Mudah bingung
Produktifitas kerja buruk
Mangkir kerja
Bahu menjadi tegang
flu Gangguan pencernaan Napas pendek
berdaya Ingin melarikan diri
Makan berlebihan F. Pengukuran Stres
Menurut Karoley (1985 dalam Airmayanti, 2010) teknik pengukuran stres dapat digolongkan dalam empat cara, yaitu: 1. Self Report Measure Cara ini menggunakan kuesioner untuk mengukur stres yaitu dengan menyatakan intensitas pengalaman psikologis, fisiologis dan perubahan fisik yang dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang. Cara ini juga dikenal sebagai “Life Event Scale” yang berisi beberapa pertanyaan sebagai indikator dalam menentukan stres kerja.
56
Berdasarkan pertanyaan pada daftar pertanyaan metode Life Event Scale setiap pertanyaan bernilai 0-2. Untuk melakukan penilaian indikator stres kerja, dapat dilakukan penilaian sendiri (self assesment). Pertanyaan yang digunakan tidak bersifat mutlak, artinya pertanyaan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi saat itu. Sehingga penilaian dan pengelompokannya juga dapat disesuaikan (Karoley,1985 dalam Airmayanti,2010). 2. Performance Measure Cara ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahanperubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang. Contohnya, penurunan prestasi kerja terlihat dari gejala seperti cenderung berbuat salah, cepat lupa dan menjadi lamban dalam bereaksi. 3. Psysiological Measure Pada pengukuran ini berusaha untuk melihat perubahan fisik akibat stres, seperti ketegangan pada otot bahu, leher dan pundak. Cara ini sering dianggap paling tinggi reabilitasnya, namun sangat tergantung si pengukur dan pada alat yang digunakan.
4. Biochemical Measure Teknik ini melihat stres melalui respon biokimia individu berupa perubahan kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid setelah pemberian stimulus. Reabilitas dari cara ini tergolong tinggi namun hasil pengukurannya dapat berubah bila subjek penelitiannya adalah perokok, peminum alkohol dan kopi.
57
Hal ini karena rokok, kopi dan alkohol dapat meningkatkan kadar kedua hormon tersebut dalam tubuh. Dari keempat cara tersebut, yang paling sering digunakan dalam penelitian stres adalah life event scale, karena paling mudah diatur dan membutuhkan biaya yang relatif lebih murah walaupun sering terdapat keterbatasan tertentu.
G. Dampak Stres Kerja Dalam dunia kerja, dampak yang ditimbulkan akibat stres kerja dapat berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan maupun individu itu sendiri. Dampak stres terhadap organisasi diantaranya yaitu terjadinya hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja, kenormalan aktivitas kerja terganggu, menurunnya tingkat produktivitas kerja, menurunnya pemasukan dan keuntungan perusahaan, terjadinya kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya serta banyaknya karyawan yang mangkir kerja, ataupun pekerjaan tidak selesai tepat waktu baik karena kelambanan maupun karena banyaknya kesalahan yang berulang. Sedangkan dampak stres terhadap individu diantaranya adalah timbulnya berbagai permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis, dan interaksi sosial (Rini, 2002). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Retnaningtyas (2005) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja dengan produktivitas pekerja wanita. Lain lagi dengan Tunjungsari (2011), hasil penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja.
58
Sedangkan dari penelitian Suroso dan Siahaan (2006) diketahui bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerja, artinya semakin tinggi tingkat stres yang dimiliki pekerja maka semakin rendah kinerja yang dihasilkan. Dan menurut Randall Schuller (1980) yang dikutip oleh Rini (2002) diketahui bahwa stress pada pekerja
berbanding
lurus
dengan
penurunan
prestasi
kerja,
peningkatan
ketidakhadiran kerja, dan tendensi terjadinya kecelakaan kerja.
H. Manajemen Stres Memanajemeni stres merupakan usaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dan menampung akibat fisiologikal stres. Memanajemeni stres mempunyai tujuan mencegah berkembangnya stres jangka pendek menjadi stres jangka panjang atau stres yang bersifat kronis (Munandar, 2006). Ada berbagai cara manajemen stres untuk mencegah ataupun mengendalikan stres. Dalam jurnal Lulus Margiyati (1999) strategi manajemen stres kerja menurut Baron dan Greenberg (1990) yaitu dengan strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual, yaitu: 1. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif. Artinya jika seorang merasa dirinya merasa ketegangannya meningkat, para karyawan tersebut seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out ini dapat dilakukan dengan istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja; ke ruang istirahat (jika menyediakan); pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka dengan air dingin atau berwudhu bagi orang Islam; mendengarkan musik; menonton televisi sejenak; bercanda ringan dengan teman sekerja dan sebagainya.
59
2. Melakukan relaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. 3. Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayursayuran, dan semacamnya serta banyak melakukan olah raga seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya.
Cara mencegah dan mengendalikan stres kerja menurut Sauter (1990) yang dikutip dalam Prihatini (2008), diantaranya: 1. Beban kerja fisik ataupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas kerja dengan menghindari adanya beban kerja yang berlebih maupun yang terlalu ringan. 2. Jam kerja harus disesuaikan terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan 3. Diberikannya kesempatan mengembangkan karir, mendapatkan promosi, dan kemampuan keahlian kepada pekerja. 4. Membentuk lingkungan sosial yang sehat, baik diantara pekerja maupun antara atasan dengan bawahan. 5. Mendesain tugas-tugas kerja yang dapat menstimulasi dan memberikan kesempatan kepada pekerja menggunakan keterampilannya.
60
Menurut Veithzal Rivai (2004) yang dikutip oleh Tunjungsari (2011), pengendalian stress kerja dapat dilakukan dengan pendekatan individu maupun pendekatan perusahaan, Pendekatan individu meliputi : 1. Meningkatkan keimanan 2. Melakukan meditasi dan pernapasan 3. Melakukan kegiatan olahraga 4. Melakukan relaksasi 5. Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga 6. Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan Pendekatan perusahaan meliputi: 1. Melakukan perbaikan iklim organisasi 2. Melakukan perbaikan terhadap lingkungan fisik 3. Menyediakan sarana olahraga 4. Melakukan analisis dan kejelasan tugas 5. Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan 6. Melakukan restrukturasi tugas 7. Menerapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran Teknik-teknik manajemen stres dapat juga dilakukan dengan kerekayasaan organisasi, kerekayasaan kepribadian, teknik penenangan pikiran, maupun teknik penenangan melalui aktifitas fisik (Munandar, 2006). 1. Kerekayasaan organisasi Teknik ini dilakukan untuk mengubah lingkungan kerja menjadi lingkungan kerja yang tidak penuh stres. Lingkungan kerja secara fisik yang menurut para pekerja dirasakan sebagai pembangkit stres diantaranya bising,
61
vibrasi, tempratur panas ataupun terlalu dingin, serta paparan risiko dan bahaya lainnya dapat diatur kembali dengan menganalisa kondisi lingkungan kerja. 2. Kerekayasaan kepribadian Strategi yang digunakan dalam teknik ini adalah mengupayakan timbulnya perubahan-perubahan dalam kepribadian individu sehingga timbulnya stres dapat dicegah dan agar ambang stres dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi. Perubahan-perubahan yang dituju adalah perubahan yang terkait dengan pengetahuan, kecakapan, keterampilan, serta nilai yang mempengaruhi persepsi dan sikap pekerja terhadap pekerjaannya. Program pelatihan merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan keterampilan maupun mencegah timbulnya stres akibat adanya perbedaan antara nilai-nilai organisasi dengan nilai pribadi. Program pelatihan yang efektif akan mencegah timbulnya stres maupun meningkatkan ambang individu terhadap stres dalam menghadapi beban kerja berlebihan, promosi, dan job insecurity yang dapat membakitkan stres kerja. Apabila pekerja telah mengalami stres yag menimbulkan ganguan terhadap kesehatan mentalnya, maka psikoterapi dapat diberikan agar kesehatan mentalnya dapat berfungsi optimal kembali. 3. Teknik penenangan pikiran Teknik ini bertujuan untuk mengurangi kegiatan pikiran, membuat perasaan cemas dan khawatir berkurang, kesigapan umum (general arousal) berkurang, sehingga pikiran menjadi tenang dan stres akan berkurang.
62
Teknik ini dapat dilakukan dengan meditasi, pelatihan relaksasi autogenic maupun pelatihan relaksasi neuromuscular. Pelatihan relaksasi autogenic fokus pada gambaran perasaan tertentu yang dihayati bersama dengan terjadinya peristiwa tertentu yang kemudian terkait kuat dalam ingatan, sehingga timbulnya kenangan tentang peristiwa akan menimbulkan penghayatan dari gambaran perasaan yang sama. Pelatihan relaksasi autogenic berusaha mengaitkan penghayatan yang menenangkan dengan kejadian yang menimbulkan ketegangan, sehingga tubuh kita terkondisi untuk memberikan penghayatan yang tetap menenangkan walaupun mengalami kejadian yang sebelumnya menimbulkan ketegangan. Sedangkan pelatihan relaksasi neuromuscular terdiri dari latihan sitematis terhadap otot dan komponen-komponen system syaraf yang mengendalikan aktifitas otot, untuk mengurangi ketegangan dalam otot sehingga dapat mengurangi ketegangan yang nyata dari tubuh kita.. 4. Teknik penenangan melalui aktifitas fisik Teknik ini berfungsi untuk menggunakan sampai habis hasil-hasil sres yang diproduksi oleh katekutan maupun ancaman, atau mengubah sistem hormon dan syaraf kita ke dalam sikap mempertahankan. Dan dapat juga menurunkan reaktifitas kita terhadap stres di masa mendatang dengan mengondisikan relaksasi. Selain itu juga perasaan sehat, tenang ,dan ringan (transcendence) yang timbul setelah melakukan aktifitas fisik.
63
Aktifitas fisik dapat dilakukan sebelum dan sesudah terjadinya stres. Aktifitas dapat dilakukan dengan senam kesegeran badan, jogging, berjalan santai di pagi hari, dan sebagainya. Apabila aktifitas fisik dilakukan secara teratur, dapat membantu kita menjadi lebih tahan terhadap stres. Selain cara pencegahan dan pengendalian stres yang telah disebutkan, ada lagi cara pencegahan dan pengendalian stres lainnya yaitu dengan melakukan manajemen diri. Menurut Prijosaksono dan Mardiyanto (2003) yang dikutip dalam Yudhaningrum (2009), manajemen diri merupakan suatu mekanisme untuk dapat mengendalikan risiko dari dampak stres kerja, membuat individu dapat menghadapi dan mengendalikan realita kehidupan dan keberadaan diri yang terdiri atas tubuh fisik, emosi, mental, maupun pikirannya. Manajemen diri adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengendalikan hal-hal yang berlebihan dalam pengambilan keputusan maupun perilakunya, yang dapat digambarkan sebagai seperangkat strategi kognitif dan perilaku yang membantu individu dalam mendesain lingkungannya, membentuk motivasi diri, dan membentuk perilaku yang tepat khususnya dalam mengantisipasi dan mengelola dengan baik tekanan-tekanan yang dapat menimbulkan stres di tempat kerja (Yudhaningrum, 2009). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yudhaningrum (2009) yang mendapatkan bahwa pekerja yang telah mendapatkan pelatihan manajemen diri tingkat stres kerja pada pekerja mengalami penurunan. Teknik manajemen diri ada berbagai macam caranya. Menurut Manz (1986) yang dikutip dalam Yudhaningrum (2009), teknik manajemen diri diantaranya yaitu:
64
1. Standard-setting, menentukan sasaran, target tingkah laku atau prestasi yang hendak dicapai. Bila tujuan telah ditetapkan, seseorang akan lebih fokus pada bagaimana tujuan tersebut dapat dicapai, misalnya seorang wanita karir yang memiliki rencana dan tujuan yang mantap akan dapat mencapai kesuksesan dalam pekerjaannya. 2. Self monitoring, dapat dilakukan dengan cara mencatat atau membuat grafik sehingga perubahan data dapat dilihat individu yang bersangkutan dan berfungsi sebagai insentif atau penguat (reinforcer), contohnya seorang karyawan memiliki sebuah catatan khusus yang digunakan untuk memantau perkembangan pekerjaannya, biasanya orang tersebut akan lebih cepat berkembang di bidangnya. 3. Self evaluation, dalam tahap ini, individu yang bersangkutan mengevaluasi kembali perkembangan rencana kerjanya, misalnya seorang karyawan mengevaluasi hasil kerjanya apakah sudah memenuhi target atau belum, karena bila belum, maka dia dapat memperbaiki diri agar targetnya dapat terpenuhi, misalnya urusan pengambilan keputusan menghambat pencapaian target pekerjaan, maka karyawan tersebut dapat berusaha menyesuaikan dan memperbaiki diri, seperti mencari cara yang menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya tanpa terganggu pengambilan keputusannya. 4. Self reinforcement, teknik menghargai diri sendiri secara positif, seperti member penilaian atau penghargaan terhadap apa yang telah dilakukan, misalnya seorang pekerja melakukan penilaian atas hasil kerjanya dan cara
65
pengambilan keputusannya, bila targetnya terpenuhi, maka dirinya dapat menghadiahi diri sendiri sebagai imbalan atas usaha yang telah dilakukan.
I. Kerangka Teori Kerangka teori dalam penelitian ini mengacu pada teori menurut National Safety Council (2004) bahwa faktor-faktor penyebab stres kerja terdiri dari faktor organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional terdiri dari otonomi kerja, kuota (beban) yang tidak logis, relokasi pekerjaan, pelatihan, karir yang melelahkan, hubungan buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji, dan pekerja dikorbankan (penurunan laba yang didapat). Faktor individual terdiri dari pertentangan antara karir dan keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan, kejenuhan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan hubungan dengan rekan kerja. Faktor lingkungan terdiri dari kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan.
66
Bagan 2.2 Kerangka Teori Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja Faktor Organisasi kurangnya otonomi kerja beban kerja relokasi pekerjaan pelatihan karir yang melelahkan hubungan dengan majikan perkembangan teknologi bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji pekerja dikorbankan (penurunan laba yang didapat)
Faktor Individu pertentangan karir-keluarga ketidakpastian ekonomi kurangnya penghargaan kejenuhan kerja perawatan anak yang tidak adekuat hubungan dengan rekan kerja
Faktor Lingkungan kondisi lingkungan kerja diskriminasi ras pelecehan seksual kekerasan di tempat kerja kemacetan Sumber: National Safety Council (2004)
Stres Kerja
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep ini mengacu pada kerangka teori menurut National Safety Council (2004) bahwa faktor-faktor penyebab stres kerja terdiri dari faktor organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional terdiri dari otonomi kerja, beban yang kerja, relokasi pekerjaan, pelatihan, karir yang melelahkan, hubungan dengan majikan, perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji, dan pekerja dikorbankan (penurunan laba yang didapat). Faktor individual terdiri dari pertentangan antara pekerjaan dan keluarga, ketidakpastian ekonomi, penghargaan, kejenuhan kerja, dan perawatan anak. Faktor lingkungan terdiri dari kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan. Namun ada beberapa variabel yang tidak dimasukkan ke dalam konsep penelitian ini. Variabel otonomi kerja tidak dimasukkan karena dari studi pendahuluan peneliti, variabel otonomi kerja datanya tidak bervariasi (bersifat homogen). Variabel pekerja dikorbankan (penurunan laba yang didapat) tidak di masukkan karena penelitian ini dilakukan di lingkungan masyarakat yang jenis dan tempat kerjanya berbeda-beda antara satu responden dengan responden lainnya. Selain itu, peneliti merasa kesulitan untuk mengetahui kebenaran responden menjadi korban akibat penurunan laba
67
68
perusahaan karena terbatasnya waktu penelitian. Variabel diskriminasi ras tidak dimasukkan karena salah satu tujuan pembangunan pembangunan nasional di Indonesia adalah penghapusan diskriminasi ras, yang saat ini keberhasilan pencapaiannya mulai dirasakan masyarakat di Indonesia.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Faktor Organisasional Beban kerja Kondisi relokasi pekerjaan Pelatihan Kerja Karir Hubungan dengan atasan/majikan Perkembangan teknologi Bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji
Faktor Individual Pertentangan pekerjaan-keluarga Ketidakpastian ekonomi Penghargaan kerja Kejenuhan kerja Perawatan anak Hubungan dengan rekan kerja
Faktor Lingkungan Kondisi lingkungan kerja Pelecehan seksual Kekerasan di tempat kerja Kemacetan
Stres Kerja
69
B. Definisi Operasional 1. Faktor Dependen No. Variabel 1.
Stres Kerja
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Respon responden berdasarkan kuesioner gejala stres yang terdiri dari fisiologis, psikologis dan perilaku.
Wawancara
Kuesioner (Karoley, 1985 dalam Airmayanti, 2010).
0. ≥ 16 (stres)
Skala Ukur Ordinal
1. 0-15 (Tidak Stres)
1. Faktor Independen
No.
Variabel
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen Alat Definisi Cara Ukur Ukur
Faktor Organisasional Persepsi yang dirasakan 1. Beban Kerja responden terhadap beban kerja dibandingkan dengan kemampuan yang dimiliki, yang terbagi dalam: (Every dan Giordano, 1980 dalam Munandar, 2008) 1. Beban kerja berlebih kuantitatif: beban kerja yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu 2. Beban kerja berlebih kualitatif: beban kerja dimana pekerja sulit dalam menyelesaikannya
Wawancara
Kuesioner
Hasil Ukur
0. Berat (total skor < 3)
1. Ringan (total skor ≥ 3)
Skala Ukur Ordinal
70
No. 2.
Variabel
Definisi
Kondisi
Persepsi kesesuaian
relokasi
responden terhadap
(mutasi)
pemindahan kerjanya dari
pekerjaan
Alat Ukur Wawancara Kuesioner Cara Ukur
Hasil Ukur 0. Tidak Sesuai
Skala Ukur Ordinal
1. Sesuai
tempat kerja lama menuju tempat kerja baru dengan tanggung jawab yang sama ataupun berubah.
3.
Pelatihan Kerja
Persepsi responden
Wawancara Kuesioner
0. Kurang
terhadap kegiatan
(responden tidak
pembelajaran teori maupun
pernah
praktek yang
mendapatkan
didapatkannya untuk bisa
pelatihan atau
memudahkan responden
responden pernah
melakukan pekerjaannya.
mendapatkan
Ordinal
pelatihan dan masih merasa sulit dalam mengerjakan pekerjaannya), 1. Cukup (responden pernah mendapatkan pelatihan dan merasa mudah dalam mengerjakan pekerjaannya),
4.
Karir
Persepsi responden terhadap peluang yang kecil untuk mendapatkan promosi maupun promosi lebih: (Munandar, 2008) 1. Promosi kurang: keadaan
Wawancara Kuesioner
0. Tidak Meningkat (total skor < 4) 1. Meningkat (total skor ≥ 4)
Ordinal
71
No.
Definisi
Variabel
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
tidak mengijinkan maupun karena mungkin dilupakan
2. Promosi lebih: merasa terlalu dini untuk dipromosikan
5.
Hubungan
Persepsi responden
dengan atasan
terhadap dukungan terkait
atau majikan
pekerjaan dari
Wawancara Kuesioner
0. Buruk
Ordinal
1. Baik
atasan/majikan terhadap dirinya.
6.
Perkembangan
Persepsi kemampuan yang
teknologi
dirasakan oleh responden
Wawancara Kuesioner
untuk menguasai inovasi
0. Tidak mampu Ordinal mengikuti 1. Mampu mengikuti
teknologi termasuk perlatan dan cara kerja baru.
7.
Bertambahnya
Persepsi responden
Wawancara Kuesioner
0. Ya 1. Tidak
Ordinal
Wawancara Kuesioner
0. Terganggu (total skor < 3) 1. Tidak terganggu (total skor ≥ 3)
Ordinal
Wawancara Kuesioner
0. Terganggu
Ordinal
tanggung jawab mengenai ketidaksesuaian tanpa pertambahan gaji
hasil yang diterima responden berupa uang atau kemudahan fasilitas yang diberikan oleh pihak perusahaan atau organisasi atau majikan sebagai kompensasi terhadap pertambahan tanggung jawab kerja atau usaha yang telah dilakukannya.
Faktor Individu 8. Pertentangan antara pekerjaan dengann keluarga 9.
Ketidakpastian ekonomi
Persepsi responden yang dirasa mengganggu akibat tuntutan peran pekerjaan dengan dukungan dari keluarga yang tidak dapat berjalan secara harmonis. Persepsi responden mengenai keadaan
(penghasilan
72
No.
Definisi
Variabel
Cara Ukur
Alat Ukur
ekonomi yang kurang
Hasil Ukur
Skala Ukur
responden tidak tetap tiap bulannya atau jika responden berpenghasilan tetap tapi dirasa tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap bulannya)
maupun sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
1. Tidak terganggu (Responden berpenghasilan tetap dan dapat mencukupi kebutuhan/bulan nya)
10.
Penghargaan kerja
Persepsi dan pengalaman
Wawancara Kuesioner
0. Kurang 1. Sepadan
Ordinal
Wawancara Kuesioner
0. Ya 1. Tidak
Ordinal
Wawancara Kuesioner
0. Tidak Adekuat Ordinal (perawatan anak belum baik akibat pekerjaan) 1. Adekuat (perawatan anak sudah baik)
responden dalam mendapatkan pemberian yang dimaksudkan untuk menghargai jasa atau prestasi responden
11.
Kejenuhan kerja
Pengalaman responden terhadap suatu keadaan yang dirasa membosankan /tidak disukai dengan pekerjaan yang selalu sama maupun terlalu sering sepanjang tahun. (NSC (2004) dan Saragih (2008))
12.
Perawatan anak
Persepsi kemampuan responden dalam mengasuh anaknya dengan baik
73
No. 13.
Variabel Hubungan dengan rekan kerja
Definisi Persepsi responden
Alat Ukur Wawancara Kuesioner Cara Ukur
terhadap hubungan yang
Hasil Ukur 0. Buruk 1. Baik
Skala Ukur Ordinal
tidak baik dialami responden dengan satu atau lebih kelompok kerja yang masih ada hubungannya dengan pekerjaan responden.
Faktor Lingkungan 14.
Kondisi lingkungan kerja
Persepsi responden
Wawancara Kuesioner
mengenai kondisi fisik lingkungan kerja baik
0. Buruk (total skor <3)
Ordinal
1. Baik (total skor ≥ 3)
berupa keramaian maupun kondisi sirkulasi tempat kerja yang mengganggu kenyamanan responden dalam bekerja.
15.
Pelecehan seksual
Pengalaman responden berupa kontak atau komunikasi yang berhubungan dengan seks yang dilakukan secara
Wawancara Kuesioner
0. Pernah Ordinal Mengalami (terdapat ≥ 1 jawaban yang menunjukkan pernah dialami)
sepihak dan tidak diharapkan oleh responden hingga menimbulkan reaksi negatif seperti rasa malu, marah, tersinggung dan sebagainya pada diri responden
1. Tidak Pernah Mengalami
74
No.
Variabel
16.
Kekerasan di tempat kerja
Definisi Pengalaman terhadap
Alat Ukur Wawancara Kuesioner Cara Ukur
tindakan yang tidak mengenakkan dalam pekerjaan meliputi omelan, kata-kata kasar,
Hasil Ukur 0. Pernah Mengalami (terdapat ≥ 1 jawaban yang menunjukkan pernah dialami)
Skala Ukur Ordinal
penyerangan fisik, dan
1. Tidak pernah mengalami
penekanan psikologi yang menggaggu responden
17.
Kemacetan
Persepsi responden yang
Wawancara Kuesioner
dirasa mengganggu perjalanannya saat berada
0. Terganggu
Ordinal
1. Tidak Terganggu
pada situasi kepadatan jumlah kendaraan yang membuat kendaraan yang digunakannya terhambat.
C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 2. Ada hubungan antara kondisi relokasi pekerjaan dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 3. Ada hubungan antara pelatihan kerja dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 4. Ada hubungan antara karir dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 5. Ada hubungan antara hubungan dengan atasan/majikan dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
75
6. Ada hubungan antara perkembangan teknologi dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 7. Ada hubungan antara bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 8. Ada hubungan antara pertentangan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 9. Ada hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 10. Ada hubungan antara penghargaan kerja dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 11. Ada hubungan antara kejenuhan kerja dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 12. Ada hubungan antara perawatan anak dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 13. Ada hubungan antara hubungan dengan rekan kerja dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 14. Ada hubungan antara kondisi lingkungan kerja dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 15. Ada hubungan antara pelecehan seksual dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 16. Ada hubungan antara kekerasan di tempat kerja dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013. 17. Ada hubungan antara kemacetan dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain potong lintang (cross sectional), karena penelitian ini dilakukan dengan menganalisis dan melihat ada tidaknya hubungan antara variabel independen dan dependen pada sampel dari suatu populasi yang diamati pada waktu yang sama. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2012 hingga bulan Mei 2013 bertempat di wilayah kecamatan Pamulang, kota Tangerang Selatan. C. Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita bekerja yang bertempat tinggal di wilayah kecamatan Pamulang ,Tangerang Selatan. Pemilihan sampel dipilih, dengan menggunakan metode cluster random sampling. Dari 8 kelurahan yang ada di kecamatan Pamulang, masing-masing kelurahan dipilih rukun warga (RW) secara cluster dengan metode random secara proporsional. Dari masingmasing RW, responden dipilih secara random berdasarkan kerangka sampel yang ada secara proporsional menurut kebutuhan.
76
77
Teknik random yang digunakan dalam pemilihan rukun warga (RW) yaitu dengan cara menggulung setiap kertas yang memiliki luas permukaan, berat, jenis dan kualitas kertas yang sama antara satu kertas dengan kertas lainnya serta setiap kertas sudah dituliskan nomor RW sesuai dengan nomor RW yang ada sebenarnya, kemudian setiap gulungan kertas tersebut dimasukkan ke dalam wadah gelas yang tertutup dan hanya memiliki lubang kecil di tutupnya sebagai tempat keluarnya gulungan kertas tersebut secara acak. Selain pemilihan rukun warga (RW), teknik pemilihan sampel juga menggunakan cara yang sama. Hanya berbeda saat mengisi setiap gulungan kertas, kertas diisi dengan nama-nama wanita bekerja yang ada di setiap RW yang terpilih. Jumlah sampel yang dibutuhkan berdasarkan dengan asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu bahwa proporsi pada populasi yang memiliki stress kerja akibat tidak mendapat dukungan keluarga (P1) adalah 51,7% dan proporsi yang memiliki kejadian stres kerja akibat mendapat dukungan keluarga (P2) adalah 26,8%. Pada penelitian ini, peneliti menginginkan tingkat kepercayaan sebesar 95%, derajat kemaknaan 5 % dan kekuatan uji 90%. Rumus perhitungan sampel untuk uji hipotesis beda 2 proporsi
n = [ Z1-/2 2 P (1-P) + Z1- P1 (1-P1) + P2 (1-P2) ]2 (P1-P2)2
Keterangan : n
: Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
Z1-α/2 : Derajat kepercayaan, CI 95% = 1,96, α = 5% (two tail) Z1-β
: kekuatan uji 90%
P
: Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}
78
P1
: Proporsi pada populasi yang memiliki stress kerja akibat tidak mendapat dukungan keluarga (P1) adalah 51,7%.
P2
: Proporsi yang memiliki kejadian stress kerja akibat mendapat dukungan keluarga (P2) adalah 26,8%. Tabel 4.1 Populasi Sampel Penelitian Terdahulu No 1.
Hubungan Variabel Beban kerja dg stres
Indikator
Pv
P1
P2
Α
0,194
10 5 1 10 5 1
Berat Ringan 0,006
(Saragih,
0,513
2008) 2.
Mutasi dg stres (Saragih,
Mutasi tidak
5
Mutasi sesuai 0,002
0,559
0,194
Karir perawat dg stres
Tidak meningkat Meningkat
(Saragih,
0,000
0,633
0,175
Dukungan keluarga
mendapat
perawat
dukungan
dg stres
Mendapat
(Saragih,
0,517
0,268
dukungan
80
26
28 90
35
1
49
10
13 80
16
1
25
10
17 90
22
1
31
10
46
5 0,034
20
10
5
Tidak
26 34 50 36 45 63
39
5
2008)
4.
90
Hasil
1
5
3.
80
10
sesuai
2008)
β
80
59
1
87
10
63
5
90
78
2008) 5.
Kejenuhan
Jenuh
perawat dg
Tidak jenuh
stres
0,008
0,529
0,222
1
111
10
29
5
80
37
1 10
90
56 40
79
No
Hubungan Variabel (Saragih,
Indikator
Pv
P1
P2
2008) 6.
Kepuasan
Baik
Rutinitas
0,714
0,597
Tidak
kerja dg stres
membosankan
(Airmayanti,
Membosankan
0,026
0,320
0,552
Baik
10
sosial dari
Buruk
5 0,000
dg stres
0,745
0,528
(Nugrahani,
sosial dari
Buruk
5
stres
stres kerja
1,00
0,75
0,25
10 5 1 10
(Yunus,
5
2011)
1
Kepuasan gaji dengan stres kerja
Buruk Baik
0,451
0,583
0,417
76
90
101 142 395
80
504 548
1 Baik
80
10
2008) Buruk
59
744
5
Promosi
90
55 70 104 76 93 132
1
(Nugrahani,
kerja dengan
11.
0,588
80
82
1 10
0,673
484
10
Baik
0,017
90
202 257 379 279 344
112
Dukungan
supervisor dg
80
1
5
2008)
10.
10 5 1 10 5 1
Dukungan
rekan kerja
9.
70
1
0,018
2010) 8.
1
2008)
dg stres
Hasil 50
(Nugrahani,
Buruk
β
5
10 5 1 10 5
terhadap gaji
7.
Α
10 5 1 10 5 1
90
675 984
80
90
11 14 27 15 19 27
80
90
90 117 179 116 147 216
Sumber: Hasil Perhitungan Sampel Berdasarkan Rumus Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi, Ariawan (2009) terhadap Hasil Analisis bivariat penelitian Nugrahani (2008), Saragih (2008), Airmayanti (2010), dan Yunus (2011)
80
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi diatas, diperoleh besar sampel sebesar 78 orang. Dari hasil tersebut di hitung kembali berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Harlen Saragih (2008) didapatkan responden yang tidak mengalami stres sebesar 62,9%. Maka perhitungan sampelnya sebagai berikut: 78 = 62,9/100x N N = 78X 100/62,9 N = 124
Berdasarkan hasil penghitungan tersebut maka sampel yang akan diambil dalam penelitian ini yaitu sebesar 124 sampel pada wanita bekerja. Karena penggunaan metode sampling dalam penelitian ini berupa cluster random sampling, mengakibatkan sampel dikalikan dua menjadi 248 sampel.
D. Instrumen Penelitian 1. Uji Coba Questioner dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum digunakan dalam penelitian. Dari hasil uji coba, questioner tersebut dilakukan perbaikan. Pertanyaan-pertanyaan pada setiap variabel dalam questioner yang telah diisi dilakukan uji validitas dan uji realibitas. Uji coba questioner dilakukan kepada sampel yang memiliki karakteristik serupa dengan wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, kota Tangerang Selatan.
81
2. Questioner Isi questioner memuat pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan variabel independen, meliputi penyebab organisasional (beban kerja, relokasi pekerjaan, pelatihan kerja, karir, hubungan dengan majikan, perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji), penyebab Individual
(pertentangan
pekerjaan-keluarga,
ketidakpastian
ekonomi,
penghargaan kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak, hubungan dengan rekan kerja), penyebab Lingkungan (kondisi lingkungan kerja, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, kemacetan) serta pertanyaan yang berisi indikator dalam menentukan stres kerja.
3. Scoring a) Variabel stres kerja Variabel dependen (stres kerja) diukur dengan indikator yang telah ditetapkan sesuai dengan metode self report measurement yang dapat untuk mengukur tingkat stres. Metode self report measurement menggunakan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan adanya perubahan fisiologis, psikologi dan perilaku yang dapat dijawab dengan jawaban tidak pernah (skor 0), kadang-kadang diberi (skor 1) dan sering diberi (skor 2). Dimana perubahan fisiologis, psikologi dan perilaku yang digunakan berdasarkan pendekatan yang dilakukan oleh Karoley (1985) (dalam Airmayanti, 2010). Hasil skornya adalah total skor seluruh jawaban responden kemudian dikategorikan menjadi 2, yaitu stres ( ≥16) dan tidak stres (<16).
82
b) Variabel penyebab stres kerja 1) Beban Kerja Semakin tinggi skor, maka beban kerja yang didapat semakin terasa ringan dan sebalikya apabila semakin rendah skor maka beban wanita bekerja semakin berat. Berat
: skor < 3
Ringan
: skor ≥ 3
2) Pelatihan Kerja Jika responden tidak pernah mendapatkan pelatihan atau responden pernah mendapatkan pelatihan dan masih merasa sulit dalam mengerjakan pekerjaannya, maka responden merasa kurang mendapatkan pelatihan untuk pekerjaannya. Sedangkan jika responden pernah mendapatkan pelatihan dan merasa mudah dalam mengerjakan pekerjaannya maka responden merasa telah mendapatkan pelatihan yang cukup untuk pekerjaannya. 3) Karir Semakin tinggi skor, maka karir yang didapat semakin terasa tidak melelahkan dan sebalikya apabila semakin rendah skor maka karir wanita bekerja semakin melelahkan. Tidak Meningkat
: skor < 4
Meningkat
: skor ≥ 4
83
4) Pertentangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga Semakin tinggi skor, maka pekerjaan responden semakin terasa tidak terganggu terhadap tanggung jawab keluarga dan sebalikya apabila semakin rendah skor maka tanggung jawab keluarga semakin terasa mengganggu pekerjaannya. Terganggu
: skor < 3
Tidak terganggu
: skor ≥ 3
5) Ketidakpastian Ekonomi Jika penghasilan responden tidak tetap setiap bulannya atau jika responden berpenghasilan tetap tetapi dirasa tidak dapat memenuhi kebutuhan setiap bulannya, maka ketidakpastian ekonomi semakin terasa mengganggu. Dan jika responden berpenghasilan tetap dan dapat mencukupi kebutuhan tiap bulannya, maka ketidakpastian ekonomi semakin terasa tidak mengganggu. 6) Kondisi Lingkungan Kerja Semakin tinggi skor, maka kondisi lingkungan kerja responden semakin baik dan sebalikya apabila semakin rendah skor maka kondisi lingkungan kerja responden semakin buruk. Buruk
: skor < 3
Baik
: skor ≥ 3
84
7) Pelecehan seksual Apabila ada salah satu /lebih jawaban “0.Ya” yang diisi oleh responden, maka responden pernah menngalami pelecehan seksual dari rekan ataupun atasan kerja. Apabila semua jawaban diisi “1.Tidak”, maka responden tidak pernah mengalami pelecehan seksual dari rekan ataupun atasan kerja. 8) Kekerasan di tempat kerja Apabila ada salah satu /lebih jawaban “0. Ya” yang diisi oleh responden, maka responden pernah mendapatkan tindakan kekerasan dari rekan ataupun atasan kerja di tempat kerjanya. Apabila diisi jawaban “1. Tidak” semuanya, maka responden tidak pernah mendapatkan tindakan kekerasan dari rekan ataupun atasan kerja di tempat kerjanya.
E. Jenis Data Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. 1. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber asli. Data primer diperoleh secara langsung dari hasil jawaban kuesioner yang telah diisi oleh responden, mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja. 2. Data sekunder Data sekunder yang digunakan diperoleh dari data yang sudah diolah oleh Badan Pusat Statistik (BPS), kelurahan se-kecamatan Pamulang dan pemerintah Kota Tangerang Selatan.
85
F. Pengolahan Data Seluruh data primer yang terkumpul akan diolah untuk dapat mengahsilkan informasi yang benar melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Editing Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar kuesioner. Pemeriksaan ini dilakukan pada saat di lapangan. 2. Coding Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah pada saat menganalisis data dan mempercepat kegiatan entry data. Coding pada penelitian ini dilakukan pada saat pengisian kuesioner dan pada saat memasukan data ke komputer. 3. Entry data Meng-entry data dari kuesioner dengan menggunakan program komputer. 4. Cleaning data Memeriksa kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.
G. Analisa Data 1. Analisis univariat Teknik analisis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi besarnya proporsi dari variabel dependen dan variabel independen yang disajikan secara deskriptif. 2. Analisis Bivariat Bertujuan untuk memperoleh gambaran hubungan antara variabel-variabel yang berhubungan dengan stress kerja dengan kejadian stress kerja pada pekerja wanita di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2012. Pada
86
analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji chi-square. Metode ini digunakan untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Uji chi-square hanya untuk mendapatkan gambaran ada/tidak perbedaan proporsi antara kelompok atau hubungan 2 variabel kategorik. Dengan derajat kemaknaan 5%, jika Pvalue > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya jika Pvalue ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut.
BAB V HASIL
A. Gambaran Kecamatan Pamulang Kecamatan Pamulang adalalah salah satu dari 7 kecamatan di Tangerang selatan. Kecamatan Pamulang memiliki luas wilayah terluas kedua di Tangerang Selatan yaitu sebesar 26,82 km2 dan merupakan kecamatan yang memiliki penduduk terpadat kedua di Tangerang Selatan. Kecamatan Pamulang terdiri dari 8 kelurahan yang keseluruhannya berjumlah 152 RW, penduduk perempuan di kecamatan Pamulang dari tahun 2010-2011 mengalami mengalami peningkatan sebanyak 6.608 jiwa, sedangkan penduduk perempuan usia 15-64 tahun pada tahun 2010-2011 mengalami peningkatan sebanyak 5.403 jiwa. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kecamatan Pamulang berdasarkan Jenis Kelamin dan Tahun Tahun Jenis kelamin 2010 2011 Laki-Laki Perempuan Total
144.898 141.372 286.270
Sumber: BPS Tangsel
87
151.104 147.980 286.607
88
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Perempuan di Wilayah Kecamatan Pamulang menurut Umur Angkatan Kerja dan Tahun Tahun Umur 15-64
2010
2011
100.733
106.136
Sumber: BPS Tangsel
Batas wilayah Kecamatan Pamulang: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur 2. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok Provinsi Jawa Barat 4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Serpong Letak geografis Kecamatan Pamulang yang berbatasan dengan kota Jakarta Selatan provinsi DKI Jakarta di sebelah timur dan berbatasan dengan kabupaten Bogor dan kota Depok provinsi Jawa Barat di sebelah selatan menjadi salah satu wilayah penyangga dan penghubung antara provinsi DKI Jakarta dengan provinsi Banten dan Jawa Barat memberi banyak peluang pekerjaan bagi penduduknya. .
89
B. Gambaran Stres Kerja Variabel dependen (stres kerja) diukur dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang intensitas perubahan fisiologis, psikologi dan perilaku yang dialami seseorang. Hasil total skor seluruh jawaban responden dikategorikan menjadi 2, yaitu jika diperoleh total skor jawaban ≥16 dapat dikategorikan sebagai stres dan jika diperoleh total skor jawaban 1-15 dapat dikategorikan sebagai tidak stres. Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja
Jumlah (n) 132
Stres
Persentase (%) 53,2
116 46,8 Tidak Stres 248 100 Jumlah Distribusi responden berdasarkan hasil penelitian yang tercantum dalam tabel 5.3, diketahui bahwa tidak semua responden mengalami stres. Sebagian besar responden mengalami stres, sisanya responden tidak mengalami stres. C. Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja 1. Faktor Organisasional a. Beban Kerja Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan Beban Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Berat
Jumlah (n) 84
Persentase (%) 33,9
Ringan Jumlah
164 248
66,1 100
Beban Kerja
90
Variabel beban kerja diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan beban kerja yang dirasakan dalam pekerjaan responden. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki beban kerja yang ringan. Terkait beban kerja responden, paling banyak dirasakan adalah dirinya dituntut untuk bekerja dengan cepat dan tepat. Selain itu pekerjaan di luar tugas pokoknya dirasa terlalu berat bagi responden juga banyak dirasakan oleh responden.
b. Relokasi Pekerjaan Tabel 5.5 Distribusi Responden berdasarkan Relokasi Pekerjaan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Relokasi Pekerjaan
Jumlah (n)
Persentase (%)
Pernah
175
70,6
Tidak Pernah
73
29,4
Total
248
100
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak semua responden pernah mendapat relokasi pekerjaan, yaitu dari total 248 responden ada 73 orang atau 29,4% yang tidak pernah mengalami relokasi dalam pekerjaannya.
91
Tabel 5.6 Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Relokasi Pekerjaan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Kondisi Relokasi Pekerjaan
Jumlah (n)
Persentase (%)
Tidak Sesuai
63
36
Sesuai Total
112 175
64 100
Responden yang merasa sesuai dengan pekerjaannya setelah dirinya mendapat relokasi pekerjaan lebih banyak dibandingkan dengan responden yang merasa tidak sesuai setelah dirinya mendapat relokasi pekerjaan. c. Pelatihan Kerja Tabel 5.7 Distribusi Responden berdasarkan Pelatihan Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Pelatihan Kerja
Jumlah (n)
Persentase (%)
Kurang
92
37,1
Cukup
156
62,9
Total
248
100
Dari hasil jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menyatakan bagaimana kecukupan pelatihan kerja responden dalam pekerjaannya, diketahui bahwa responden yang sudah mendapatkan pelatihan kerja yang cukup ada lebih banyak jumlahnya daripada responden yang kurang dalam mendapatkan pelatihan kerja untuk memudahkan dirinya dalam menjalankan pekerjaanya.
92
d. Karir Tabel 5.8 Distribusi Responden berdasarkan Jenjang Karir Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Jenjang Karir
Jumlah (n)
Persentase (%)
Ada
170
68,5
Tidak Ada
78
31,5
Total
248
100
Tidak semua responden memiliki jenjang karir dalam pekerjaannya, dari 248 responden ada sebanyak 78 orang atau 31,5% yang tidak memiliki jenjang karir dalam pekerjaannya.
Tabel 5.9 Distribusi Responden berdasarkan Karir Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Karir
Jumlah (n)
Persentase (%)
Tidak Meningkat
116
68,2
Meningkat
54
31,8
Total
170
100
. Berdasarkan hasil penelitian variabel karir melalui pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan
dengan
kepuasan
jenjang
karir
responden
dalam
pekerjaannya, didapatkan bahwa sebagian besar responden merasa karirnya tidak meningkat.
.
93
e. Hubungan dengan Atasan/ Majikan
Tabel 5.10 Distribusi Responden berdasarkan Atasan/majikan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Jumlah (n)
Persentase (%)
Memiliki Atasan/Majikan
219
88,3
Tidak Memiliki Atasan/majikan
29
11,7
Total
248
100
Atasan/majikan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penelitian ini tidak semua responden memiliki atasan/majikan, dari total 248 responden ada 29 orang atau 11,7% yang tidak memiliki atasan/majikan.
Tabel 5.11 Distribusi Responden berdasarkan Hubungan dengan Atasan/Majikan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Hubungan dengan Atasan/majikan
Jumlah (n)
Persentase (%)
Buruk
8
3,7
Baik
211
96,3
Total
219
100
Responden yang merasa memiliki hubungan yang buruk dengan atasan/majikannya lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan responden yang merasa memiliki hubungan yang baik dengan atasan/majikannya.
94
f. Perkembangan Teknologi Tabel 5.12 Distribusi Responden berdasarkan Kemampuan Mengikuti Perkembangan Teknologi Wanita Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Jumlah (n)
Persentase (%)
Tidak Mampu Mengikuti
45
18,1
Mampu Mengikuti
203
81,9
248
100
Perkembangan Teknologi
Total
Berdasarkan hasil pada tabel 5.12, diketahui bahwa sebagian besar responden merasa mampu mengikuti perkembangan teknologi yaitu sebanyak 203 orang atau 81,9%. g. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji/ Pendapatan Tabel 5.13 Distribusi Responden berdasarkan Perkembangan Pertambahan Tanggung Jawab tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Pertambahan Tanggung Jawab tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan
Jumlah (n)
Persentase (%)
Ya
80
32,3
Tidak
168
67,7
Total
248
100
Responden yang merasa gaji/pendapatannya sesuai dengan bertambahnya tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam pekerjaannya lebih banyak responden
yang
merasa
gaji/pendapatannya
tidak
sesuai
dengan
bertambahnya tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam pekerjaannya , seperti yang tercantum pada tabel 5.13.
95
2. Faktor Individual a. Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggungjawab Keluarga Tabel 5.14 Distribusi Responden berdasarkan Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggungjawab Keluarga Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Pertentangan Pekerjaan dengan Tanggungjawab Keluarga
Jumlah (n)
Persentase (%)
Terganggu
101
40,7
Tidak Terganggu
147
59,3
Total
248
100
Variabel pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga diukur
menggunakan
pertanyaan-pertanyaan
yang
berkaitan
dengan
pertentangan antara Pekerjaan dan tanggung jawab keluarga. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan tidak terganggu adanya pertentangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga sebanyak 147 orang atau 59,3% dari 248 responden.
b. Ketidakpastian Ekonomi Tabel 5.15 Distribusi Responden berdasarkan Ketidakpastian Ekonomi Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Ketidakpastian Ekonomi
Jumlah (n)
Persentase (%)
Terganggu
145
58,5
Tidak Terganggu
103
41,5
Total
248
100
96
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.15, responden sebagian besar menyatakan terganggu
dengan ketidakpastian ekonominya. Variabel
ketidakpastian ekonomi diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pendapatan ekonomi responden dalam memenuhi kebutuhan hidup. Yang paling banyak dirasakan oleh responden terkait ketidakpastian ekonomi adalah penghasilan yang didapatkan responden tidak tetap setiap bulannya.
c. Penghargaan Kerja Tabel 5.16 Distribusi Responden berdasarkan Penghargaan Kerja yang Didapat Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Penghargaan Kerja
Jumlah (n)
Persentase (%)
Kurang
75
30,2
Sepadan
173
69,8
Total
248
100
Dari hasil penelitian pada tabel 5.16 diketahui bahwa sebagian besar responden merasa penghargaan yang diterimanya sepadan
dengan
pekerjaannya yaitu sebanyak 173 responden atau 69,8% dari 248 responden.
97
d. Kejenuhan Kerja Tabel 5.17 Distribusi Responden berdasarkan Kejenuhan Kerja Wanita Bekerja di Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Kejenuhan Kerja
Jumlah (n)
Persentase (%)
Ada
58
23,4
Tidak Ada
190
76,6
Total
248
100
Responden sebagian besar tidak merasa jenuh dalam pekerjaannya. Yaitu ada sebanyak 190 orang atau 76,6%, seperti yang tercantum dalam pada tabel 5.17. e. Perawatan Anak Tabel 5.18 Distribusi Responden berdasarkan Kepemilikan Anak Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Anak
Jumlah (n)
Persentase (%)
Memiliki anak
186
75
Tidak/Belum Memiliki Anak
62
25
Total
248
100
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak semua responden memiliki anak, yaitu sebanyak 62 orang atau 25% reponden.
98
Tabel 5.19 Distribusi Responden berdasarkan Perawatan Anak Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Perawatan Anak
Jumlah (n)
Persentase (%)
Tidak Adekuat
24
12,9
Adekuat
162
87,1
Total
186
100
Responden yang menyatakan adekuat dalam merawat anaknya lebih banyak jumlahnya dibandingkan responden yang tidak adekuat dalam merawat anaknya. f. Hubungan dengan Rekan Kerja Tabel 5.20 Distribusi Responden berdasarkan Hubungan dengan Rekan Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Hubungan dengan Rekan Kerja
Jumlah (n)
Persentase (%)
Buruk
8
3,2
Baik
240
96,8
Total
248
100
Dari hasil penelitian pada tabel 5.20 diketahui bahwa sebagian besar responden merasa memiliki hubungan baik dengan rekan kerjanya. Sebaliknya, hanya sedikit responden yang menyatakan bahwa dirinya memiliki hubungan yang buruk dengan rekan kerjanya.
99
3. Faktor Lingkungan a. Kondisi Lingkungan Kerja Tabel 5.21 Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Lingkungan Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Kondisi Lingkungan Kerja
Jumlah (n)
Persentase (%)
Buruk
69
27,8
Baik
179
72,2
Total
248
100
Variabel kondisi lingkungan kerja diukur menggunakan pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan kerja responden. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi lingkungan kerja responden sebagian besar adalah baik. Yang paling banyak dirasakan tidak nyaman oleh responden adalah kondisi keramaian tempat kerjanya, diikuti suhu lingkungan/sirkulasi udara tempat kerja, dan kondisi house keeping lingkungan kerja. b. Pelecehan Seksual Tabel 5.22 Distribusi Responden berdasarkan Pelecehan Seksual terhadap Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Pelecehan Seksual
Jumlah (n)
Persentase (%)
Pernah Mengalami
65
26,2
Tidak Pernah Mengalami
183
73,8
Total
248
100
100
Dari hasil penelitian pada tabel 5.22 diketahui bahwa sebagian responden yang menyatakan tidak pernah mendapatkan perilaku pelecehan seksual dari rekan kerja maupun atasan/ majikannya. c. Kekerasan di Tempat Kerja Tabel 5.23 Distribusi Responden berdasarkan Kekerasan di Tempat Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Kekerasan di Tempat Kerja
Jumlah (n)
Persentase (%)
Pernah Mengalami
32
12,9
Tidak Pernah Mengalami Total
216 248
87,1 100
Responden dalam penelitian ini sebagian besar menyatakan tidak pernah mendapatkan kekerasan di tempat kerja dari rekan kerja maupun atasan/majikan, seperti yang tercantum pada tabel 5.23. d. Kemacetan Tabel 5.24 Distribusi Responden berdasarkan Kemacetan yang dialami Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Kemacetan
Jumlah (n)
Persentase (%)
Terganggu
160
64,5
Tidak Terganggu
88
35,5
Total
248
100
Dari hasil penelitian pada tabel 5.24 diketahui bahwa responden yang merasa terganggu akibat kemacetan lebih banyak dibandingkan dengan responden yang merasa tidak terganggu akibat kemacetan.
101
D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan 5%. Dari hasil analisis bivariat, menunjukkan bahwa beban kerja, perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan gaji/pendapatan, ketidakpastian ekonomi, penghargaan kerja, kejenuhan kerja, dan pelecehan seksual secara statistik memiliki hubungan bermakna dengan stres kerja. Sedangkan relokasi kerja, pelatihan kerja, karir, hubungan dengan atasan/majikan, pertentangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga, perawatan anak, hubungan dengan rekan kerja, kondisi lingkungan kerja, kekerasan di tempat kerja dan kemacetan tidak memiliki hubungan secara statistik dengan stres kerja. 1. Beban Kerja dengan Stres Kerja Tabel 5.25 Distribusi Responden menurut Beban Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Beban Pvalue Stres Tidak Stres Total Kerja n % n % n % Berat 64 76,2 20 23,8 84 100 0,000 Ringan 68 41,5 96 58,5 164 100 Total 132 53,2 116 46,8 248 100 Responden yang menyatakan beban kerja berat lebih banyak mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan beban kerja ringan lebih banyak tidak mengalami stres. Dari hasil uji chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,000, dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara beban kerja dengan stres kerja yang dialami responden.
102
2. Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja Tabel 5.26 Distribusi Responden menurut Relokasi Pekerjaan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Relokasi Stres Tidak Stres Total Pvalue Pekerjaan n % N % n % 57,1 27 42,9 63 100 Tidak Sesuai 36 0,766 53,6 52 46,4 112 100 Sesuai 60 Total
37
21,1
138
78,9
175
100
Untuk variabel relokasi pekerjaan ini, analisis bivariat hanya dilakukan kepada responden yang pernah mengalami relokasi pekerjaan. Jumlah responden yang menyatakan sesuai dengan relokasi pekerjaan yang dialaminya maupun responden yang menyatakan tidak sesuai dengan relokasi pekerjaan yang dialaminya sebagian besar sama-sama mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,766, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi relokasi pekerjaan tidak memiliki hubungan dengan stres yang dialami responden.
3. Pelatihan Kerja dengan Stres Kerja Tabel 5.27 Distribusi Responden menurut Pelatihan Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Pelatihan Stres Tidak Stres Total Pvalue Kerja n % n % n % Kurang 53 57,6 39 42,4 92 100 0,352 Cukup 79 50,6 77 49,4 156 100 Total
132
53,2
116
46,8
248
100
103
Berdasarkan tabel 5.27 diketahui responden yang menyatakan kurang dalam mendapatkan pelatihan kerja maupun responden yang menyatakan cukup mendapat pelatihan kerja sebagian besarnya mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,352, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan kerja tidak memiliki hubungan dengan stres yang dialami responden.
4. Karir dengan Stres Kerja Tabel 5.28 Distribusi Responden menurut Karir dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Stres Tidak Stres Total Karir Pvalue N % n % n % Tidak Meningkat 65 56,0 51 44,0 116 100 0,091 Meningkat 22 40,7 32 59,3 54 100 Total
87
51,2
83
48,8
170
100
Pada variabel karir ini, analisis bivariat hanya dilakukan kepada responden yang memiliki jenjang karir di tempat bekerjanya. Dari tabel 5.28 diketahui responden yang menyatakan karirnya tidak meningkat lebih banyak mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan karirnya meningkat lebih banyak tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,091, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa karir tidak memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden.
104
5. Hubungan dengan Atasan/Majikan dengan Stres Kerja Tabel 5.29 Distribusi Responden menurut Hubungan dengan Atasan/Majikan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Pvalue Hubungan Stres Tidak Stres Total Atasan/Majikan n % n % n % Buruk 5 62,5 3 37,5 8 100 0,727 Baik 112 53,1 99 46,9 211 100 Total
117
53,4
102
46,6
219
100
Untuk variabel ini, analisis bivariat hanya dilakukan kepada responden yang memiliki atasan/majikan pada pekerjaannya. Berdasarkan tabel 5.29 diketahui jumlah responden yang menyatakan memiliki hubungan baik dengan atasan/majikan dan responden yang menyatakan memiliki hubungan buruk dengan atasan/majikannya lebih banyak yang mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,727, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan dengan atasan/majikan tidak memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden. 6. Perkembangan Teknologi dengan Stres Kerja Tabel 5.30 Distribusi Responden menurut Perkembangan Teknologi dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Stres Tidak Stres Total Perkembangan Teknologi Pvalue n % n % n % Tidak Mampu Mengikuti 31 68,9 14 31,1 45 100 0,031 Mampu Mengikuti 101 49,8 102 50,2 203 100 132 53,2 116 46,8 248 100 Total
105
Responden yang menyatakan tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi lebih banyak mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan mampu mengikuti perkembangan teknologi cenderung tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,031, dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden. 7. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji/ Pendapatan dengan Stres Kerja Tabel 5.31 Distribusi Responden menurut Bertambahnya Tanggung Jawab tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Bertambahnya Tanggung Stres Kerja Pvalue Jawab tanpa Pertambahan Stres Tidak Stres Total Gaji/Pendapatan n % n % n % Ya 53 66,2 27 33,8 80 100 0,007 Tidak 79 47,0 89 53,0 168 100 Total Berdasarkan
132 tabel
5.31
53,2
116
diketahui
46,8
responden
248
100
yang
menyatakan
bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji/pendapatan sebagian besarnya mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan bertambahnya tanggung jawab diiringi bertambahnya gaji/pendapatan cenderung tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,007, dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden.
106
8. Pertentangan antara Pekerjaan dengan Tanggung Jawab Keluarga dan Stres Kerja Tabel 5.32 Distribusi Responden menurut Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggung Pvalue Stres Tidak Stres Total Jawab Keluarga n % n % n % Terganggu 54 53,5 47 46,5 101 100 1,000 Tidak Terganggu 78 53,1 69 46,9 147 100 Total 132 53,2 116 46,8 248 100 Baik responden yang menyatakan terganggu maupun yang tidak terganggu akibat pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga, keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Dari hasil uji chi square diperoleh Pvalue sebesar 1,000,. Hal ini menunjukkan bahwa pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga tidak memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden. 9. Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja Tabel 5.33 Distribusi Responden menurut Ketidakpastian Ekonomi dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Pvalue Ketidakpastian Ekonomi Stres Tidak Stres Total n % n % n % Terganggu 89 61,4 56 38,6 145 100 0,003 Tidak Terganggu 43 41,7 60 58,3 103 100 Total 132 21 116 46,8 248 100 Berdasarkan tabel 5.33 diketahui responden yang menyatakan terganggu akibat ketidakpastian ekonomi sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak terganggu akibat ketidakpastian ekonomi sebagian besarnya tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square
107
diperoleh Pvalue sebesar 0,003, dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakpastian ekonomi memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden.
10. Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja Tabel 5.34 Distribusi Responden menurut Penghargaan Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Pvalue Penghargaan Kerja Stres Tidak Stres Total n % n % n % Kurang Sepadan
51 81
68,0 46,8
24 92
32,0 53,2
75 173
100 100
Total
132
53,2
116
46,8
248
100
0,003
Responden yang menyatakan kurang mendapat penghargaan kerja sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan penghargaan kerja yang didapat sudah sepadan lebih banyak yang tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,003, dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara penghargaan kerja dengan stres yang dialami responden.
108
11. Kejenuhan Kerja dengan Stres Kerja Tabel 5.35 Distribusi Responden menurut Kejenuhan Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Pvalue Kejenuhan Kerja Stres Tidak Stres Total n % n % n % Ada Tidak Ada
45 35
77,6 45,8
13 103
22,4 54,2
58 190
100 100
Total
132
53,2
116
46,8
248
100
0,000
Berdasarkan tabel 5.35 diketahui responden yang menyatakan jenuh terhadap pekerjaannya sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak jenuh terhadap pekerjaannya cenderung tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,000, dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kejenuhan kerja memiliki hubungan bermakna dengan tingkat stres yang dialami responden.
12. Perawatan Anak dengan Stres Kerja Tabel 5.36 Distribusi Responden menurut Perawatan Anak dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Perawatan Anak Pvalue Stres Tidak Stres Total n % n % n % Tidak Adekuat 16 66,7 8 33,3 24 100 0,173 Adekuat 80 49,4 82 50,6 162 100 Total 96 51,6 90 48,4 186 100
109
Untuk variabel perawatan anak, analisis bivariat hanya dilakukan kepada responden yang sudah memiliki anak. Dari hasil penelitian pada tabel 5.36 diketahui responden yang menyatakan adekuat dalam merawat anaknya sebagian besar tidak mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak adekuat dalam merawat anaknya cenderung mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,173, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa perawatan anak tidak memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden. 13. Hubungan Rekan Kerja dengan Stres Kerja Tabel 5.37 Distribusi Responden menurut Hubungan Rekan Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Hubungan Rekan Kerja Pvalue Stres Tidak Stres Total n % n % n % Buruk 4 50,0 4 50,0 8 100 1,000 Baik 128 53,3 112 46,7 240 100 Total
132
53,2
116
46,8
248
100
Baik responden yang menyatakan memiliki hubungan buruk maupun yang memiliki hubungan baik dengan rekan kerjanya, keduanya sama-sama lebih banyak yang mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 1,000, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan dengan rekan kerja tidak memiliki hubungan bermakna dengan tingkat stres yang dialami responden.
110
14. Kondisi Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja Tabel 5.38 Distribusi Responden menurut Kondisi Lingkungan Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Kondisi Pvalue Stres Tidak Stres Total Lingkungan Kerja n % n % n % Buruk Baik
43 89
62,3 49,7
26 90
37,7 50,3
69 179
100 100
Total
132
53,2
116
46,8
248
100
0,101
Berdasarkan tabel 5.38 diketahui responden yang menyatakan kondisi lingkungan kerjanya buruk sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan kondisi lingkungan kerjanya baik cenderung tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,101, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan kondisi lingkungan kerja tidak memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden. 15. Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja Tabel 5.39 Distribusi Responden menurut Pelecehan Seksual dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Pelecehan Seksual
Stres Kerja Stres Stres Kerja n % n %
Total N %
Pernah Mengalami Tidak Pernah Mengalami
43 89
66,2 48,6
22 94
33,8 51,4
65 183
100 100
Total
132
53,2
116
46,8
248
100
Pvalue
0,022
111
Responden yang menyatakan pernah mengalami perilaku pelecehan seksual sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak pernah mengalami perilaku pelecehan seksual cenderung tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,022, dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden. 16. Kekerasan di Tempat Kerja dengan Stres Kerja Tabel 5.40 Distribusi Responden menurut Kekerasan di Tempat Kerja dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Kekerasan Pvalue Stres Tidak Stres Total di Tempat Kerja n % n % n % Pernah Mengalami 22 68,8 10 31,3 32 100 0,090 Tidak Pernah Mengalami 110 50,9 105 49,1 216 100 Total
132
53,2
116
46,8
248
100
Berdasarkan tabel 5.40 diketahui responden yang menyatakan pernah mengalami dan yang menyatakan tidak pernah mengalami perilaku kekerasan di tempat kerja sebagian besar mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,090, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan di tempat kerja tidak memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden.
112
17. Kemacetan dengan Stres Kerja Tabel 5.41 Distribusi Responden menurut Kemacetan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 Stres Kerja Kemacetan Pvalue Stres Tidak Stres Total n % n % n % Terganggu Tidak Terganggu
89 43
55,6 48,9
71 45
44,4 51,1
160 88
100 100
Total
132
53,2
116
46,8
248
100
0,375
Responden yang menyatakan terganggu akibat kemacetan sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak terganggu akibat kemacetan cenderung tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,375, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kemacetan tidak memiliki hubungan bermakna dengan tingkat stres yang dialami responden.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan maupun kelemahan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, keterbatasan maupun kelemahan tersebut diantaranya yaitu: 1. Desain penelitian ini menggunakan metode cross sectional yang mempunyai karakteristik melakukan pengamatan secara bersamaan, sehingga lemah dalam mengetahui adanya hubungan sebab akibat. 2. Karena keterbatasan waktu dan biaya, pengukuran pada variabel independen dan variabel dependen dalam penelitian ini lebih bersifat subyektif berdasarkan persepsi dan pengalaman responden, menurut pengetahuan serta informasi yang dimiliki responden. 3. Dalam melakukan random pemilihan sampel, dalam peneltian ini adalah dengan mengacak gulungan kertas yang dimasukkan ke dalam sebuah wadah dengan tutup yang terbuka kecil yang hanya muat untuk keluarnya gulungan kertas. Sehingga peneliti menyadari mungkin adanya ketidaksamaan berat gulungan kertas yang mungkin mempengaruhi sampel gulungan kertas yang keluar.
113
114
B. Stres Kerja Pada Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Menurut World Health Organization (2003) respon seseorang yang mungkin timbul saat tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan pengetahuan dan kemampuan serta tantangan bagi mereka untuk mampu menanggulanginya merupakan stres yang berhubungan dengan kerja. Setiap aspek yang ada dalam pekerjaan memiliki kemungkinan berpotensi menjadi pembangkit stres. Karena penyebab stres bisa saja dari faktor individu, lingkungan tempat bekerja ataupun lingkungan keluarga seseorang. Stres yang tidak dikelola dengan baik akan berpotensi menimbulkan efek yang merugikan bagi seseorang. Seaward (1994) mengkategorikan stres menjadi 3 macam, diantaranya yaitu eustress, neustress, dan distress. Eustress merupakan stres yang dapat menjadi motivasi atau inspirasi bagi seseorang karena dianggap menyenangkan dan bukan dianggap sebagai ancaman bagi orang yang mengalaminya. Neustress menggambarkan rangsangan sensorik yang tidak memiliki efek begitu penting, hal ini dianggap kurang baik. Sedangkan distress dianggap buruk dan sering hanya disebut sebagai stres. Dalam pandangan saat ini istilah "stres" memiliki sinonim dengan stres negatif dan istilah "tekanan" sering digunakan untuk menggambarkan stres positif (Deakin University, 2013). Dalam dunia kerja, dampak yang ditimbulkan akibat stres kerja dapat berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan maupun individu itu sendiri. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Retnaningtyas (2005) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja dengan produktivitas pekerja wanita. Lain lagi dengan Tunjungsari (2011), hasil penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat
115
hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja. Sedangkan dari penelitian Suroso dan Siahaan (2006) diketahui bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerja, artinya semakin tinggi tingkat stres yang dimiliki pekerja maka semakin rendah kinerja yang dihasilkan. Dalam penelitian ini pengukuran stres kerja menggunakan indikator sesuai dengan metode self report measurement yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang berdasarkan pada perubahan fisiologis, psikologis, dan perilaku. Hasil dari penelitian terhadap 248 responden diketahui bahwa sebagian besar wanita bekerja yang tinggal di kecamatan Pamulang mengalami stres yaitu sebesar 53,2%. Hal ini kemungkinan dikarenakan tempat dan jenis pekerjaan responden dalam penelitian ini berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga beban kerja, tuntutan, masalah, dan tekanan yang berpotensi mempengaruhi stres di antara satu responden dengan yang lainnya. Selain faktor-faktor yang berhubungan dengan stres yang diteliti dalam penelitian ini, ada kemungkinan hasil tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak terukur dalam penelitian ini seperti pengaruh pasangan hidup, pendidikan, kepribadian seseorang, dan faktor lainnya yang turut mempengaruhi hasil pengukuran. Menurut Gustafsson (2002) dalam Maurits dan Widodo (2008) menyatakan bahwa berkurangnya kualitas tidur pada pekerja wanita berpengaruh terhadap stres, mudah terinfeksi, ada perubahan mood dan somatic disstress. Karena faktor kualitas tidur tidak diteliti dalam penelitian ini, kemungkinan faktor kualitas tidur responden juga cukup mempengaruhi hasil penelitian ini.
116
Banyaknya jumlah wanita bekerja yang mengalami stres, jika tidak ditangani dengan baik dan serius maka dapat menimbulkan kerugian bagi responden maupun perusahaan. Seperti yang dinyatakan Randall Schuller (1980) yang dikutip oleh Rini (2002) diketahui bahwa stres pada pekerja berbanding lurus dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, dan tendensi terjadinya kecelakaan kerja. Pencegahan dengan manajemen stres memerlukan suatu pendekatan yang menyeluruh dari fisik, psikologik, psikososial, dan psikoreligius (Hawari, 2001). Ada beberapa cara pencegahan maupun pengendalian stres yang dapat dilakukan. Menurut Veithzal Rivai (2004) yang dikutip oleh Tunjungsari (2011), pengendalian stress kerja melalui pendekatan individu dapat dilakukan dengan cara meningkatkan keimanan, melakukan meditasi dan pernapasan, berolahraga, relaksasi, menjalin dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga, maupun menghindari kebiasaan rutin yang membosankan. Sedangkan menurut Hawari (2001), ada beberapa metode manajemen stres yang dapat dilakukan, diantaranya yaitu: 1. Cukup istirahat Tugas dan beban yang berat dalam pekerjaan menuntut seseorang menghabiskan waktu yang lama untuk bekerja, sehingga orang tersebut tidak memiliki banyak waktu beristirahat dan tidur yang cukup. Tidur dapat diartikan sebagai “obat” alamiah yang dapat memulihkan segala kelelahan fisik maupun mental (Hawari, 2001).
117
2. Perbanyak pergaulan sosial serta memperluas tali silaturahim Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial sehingga seseorang tidak akan dapat hidup sendiri. Seseorang hendaknya banyak bergaul, mencari teman dan menjalin silaturahim agar dapat meningkatkan daya tahan dan kekebalan terhadap stres, Karena seseorang yang memiliki banyak teman mempunyai lawan bicara yang dipercaya untuk saling bertukar pikiran dan membantu mengurangi beban pikirannya. 3. Taat beribadah dan mendekatkan diri dengan Tuhan Manusia adalah makhluk yang fitrah, sehingga memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar spiritual (basic spiritual needs), oleh sebab itu agama adalah salah satu kebutuhan dasar yang dapat mencegah seseorang dari kejadian stres. Bagi responden yang beragama islam apabila mengalami stres selain berobat pada ahlinya, dianjurkan berdoa dan berzikir (mengingat ALLAH SWT) sehingga dapat menenangkan jiwa yang bersangkutan. Seperti yang dianjurkan oleh ALLAH SWT dalam firmannya yang artinya “(yaitu), orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat ALLAH. Ingatlah, dengan mengingat ALLAH-lah hati menjadi tenteram” (Q.S Ar-Ra’d:28). 4. Mencari waktu luang untuk berwisata dan berekreasi Rekreasi/wisata merupakan sarana untuk mengurangi stres, sebab dengan berekreasi/ berwisata maka seseorang dapat melupakan segala permasalahan dan rutinitas yang membuat seseorang mejadi stres.
118
C. Beban Kerja Variabel beban kerja diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan beban kerja yang dirasakan dalam pekerjaan responden. Terkait beban kerja, yang paling banyak dirasakan responden adalah tuntutan untuk bekerja dengan cepat dan tepat. Selain itu pekerjaan di luar tugas pokok yang berat juga banyak dirasakan oleh responden. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan beban kerja mereka ringan. Hasil ini mungkin karena beban pekerjaan yang dijalani responden diimbangi dengan waktu kerja yang cukup. Hal ini didukung oleh Munandar (2006) yang menyatakan bahwa unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitaif maupun beban berlebih kualitatis adalah desakan waktu. Selain itu, banyaknya beban kerja responden yang dirasa ringan mungkin karena pekerjaan responden yang monoton/tidak majemuk telah membuat responden menjadi terampil mengerjakan tugasnya sehari-hari sehingga tidak terasa terlalu memeras otak. Karena pekerjaan
yang
menitikberatkan pada pekerjaan otak, pekerjaan menjadi semakin majemuk, semakin tinggi kemajemukan pekerjaan menimbulkan bertambah tingginya tingkat stres yang dialami (Munandar, 2006). Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang menyatakan beban kerja mereka ringan lebih banyak yang tidak mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan beban kerja mereka berat lebih banyak yang mengalami stres. Hal ini mungkin karena responden yang memiliki beban kerja
119
berat memiliki batas waktu kerja yang terbatas untuk menyeleseikan tuntutan beban kerjanya. Hasil statistik uji chi-square dalam penelitian ini menunjukkan beban kerja memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2008) didapatkan bahwa terdapat hubungan antara beban kerja kuantitatif dengan stres kerja. Selain itu juga sejalan dengan hasil penelitian Airmayanti (2010) dan Bida (1995) yang mendapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja. Beban kerja dapat menimbulkan stres negatif yang sering diartikan sebagai stres, maupun stres yang bersifat positif yang dalam kata lain disebut sebagai tekanan yang membangun prestasi. Menurut Davis dan Newstrom (1989) dalam Margiati (1999) tugas yang banyak tidak selalu menjadi penyebab stres, akan cenderung menjadi sumber stres apabila tugas yang banyak tersebut melebihi kemampuan fisik maupun keahlian dan waktu yang diberikan kepada pekerja tersebut untuk menyelesaikannya. Desakan waktu yang dapat menimbulkan beban kerja belebih kuantitatif maupun kualitatif, pada saat tertentu dan dalam hal tertentu waktu akhir (deadline) dapat membuat motivasi meningkat dan menghasilkan prestasi yang baik (Munandar, 2006). Sedangkan jika beban kerja dirasa terlalu sedikit yang disebabkan kurangnya rangsangan akan menimbulkan semangat dan motivasi yang rendah untuk bekerja. Pekerja akan merasa dirinya tidak berkembang dan merasa tidak berdaya untuk
120
memperlihatkan bakat dan keterampilannya (Sutherland dan Cooper, 1998 dalam Munandar, 2006). Untuk mencegah timbulnya dampak buruk bagi responden yang disebabkan oleh beban kerja, disarankan kepada tiap individu responden untuk lebih mengembangkan keahlian melalui pelatihan-pelatihan yang terkait dengan pekerjaannya baik yang diselenggarakan oleh perusahaan maupun pihak lainnya, dan kepada pihak yang mempekerjakan responden disaranakan untuk lebih mempertimbangkan kembali beban kerja yang diberikan kepeada pekerjanya dan juga terhadap jam kerja normal. Apabila pihak pemberi kerja ingin menambah waktu kerja pekerjanya melebihi jam kerja normal (>8jam) untuk menyesuaikan dengan beban kerja yang diberikan, disarankan untuk memberikan upah lembur yang sesuai. Karena menurut Sedamayanti (2009) yang dikutip dalam Airmayanti (2010) memaparkan bahwa kesediaan pegawai untuk menyesuaikan kecepatan
kerjanya
selama
jam
kerja
dipengaruhi
oleh
banyaknya
gaji/pendapatan yang diterima maupun motivasi lainnya.
D. Relokasi (Mutasi) Pekerjaan Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden pernah mengalami relokasi (mutasi kerja). Responden lebih banyak yang merasa sesuai dengan relokasi (mutasi) pekerjaan pekerjaannya dibandingkan dengan yang merasa tidak sesuai dengan relokasi (mutasi) pekerjaan yang didapatkannya. Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh pengaruh kenaikan jabatan (golongan) yang sesuai dengan keterampilannya dan faktor lingkungan tempat
121
kerja baru yang tidak jauh dengan lokasi tempat tinggalnya ataupun tidak dalam daerah yang memiliki keterbatasan hubungan dengan dunia luar/ daerah terpencil. Karena pada pekerja yang merasakan keterpencilan tempat kerjanya cenderung mendapatkan stres kerja tiga kali lebih besar daripada yang tidak (Bida, 1995). Baik responden yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan relokasi pekerjaan yang didapatkan, keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Hasil statistik uji chi-square menunjukkan relokasi (mutasi) pekerjaan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) bahwa relokasi pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Selain itu hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian Saragih (2008) yang mendapatkan bahwa mutasi kerja memiliki hubungan bermakna dengan kejadian stres pada perawat. Tidak adanya hubungan bermakna antara relokasi (mutasi) pekerjaan mungkin dikarenakan para responden yang pernah mengalami relokasi (mutasi) pekerjaan sudah merasa sesuai dengan keahlian maupun jenjang karir responden, serta kemampuan yang dimiliki responden untuk dapat beradaptasi dengan baik terhadap tugas, lingkungan kerja ataupun rekan kerjanya yang baru. Hal ini diperkuat oleh Davis dan Newstrom (1989) dalam Margiati (1999) yang menyatakan bahwa ketidaksesuaian relokasi (mutasi) dengan keahlian maupun kesesuaian jenjang karirnya menimbulkan terjadinya perubahan tipe kerja yang dapat menimbulkan stres.
122
Tujuan diadakannya relokasi (mutasi) kerja yang dinyatakan Hasibuan SP (2003) dalam Saragih (2008) adalah diharapkan dapat memberikan uraian pekerjaan, lingkungan kerja dan alat kerja yang sesuai untuk orang yang bersangkutan sehingga dapat bekerja dengan efisien dan efektif. Akan tetapi relokasi (mutasi) kerja yang tidak sesuai dapat menimbulkan tekanan kejiwaan maupun perasaan yang bersumber dari unit kerja baru ataupun jabatan baru, apabila pada tingkat toleransi tertentu tidak dapat ditoleransi oleh orang yang mengalami relokasi (mutasi) kerja akan berpotensi menimbulkan stres (Saragih, 2008). Oleh karena itu disarankan untuk para responden agar tidak menganggap relokasi (mutasi) pekerjaan sebagai ketegangan, tetapi menjadikannya sebuah tantangan baru yang harus dihadapi dengan baik. Sehingga diharapkan dapat termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi dan tidak menimbulkan stres yang dapat menggangu kinerja.
E. Pelatihan Kerja Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan cukup mendapatkan pelatihan
kerja
yang terkait
dengan
pekerjaannya. Hal ini dapat disebabkan oleh jenis pekerjaan responden. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keterampilan khusus pada pekerjaan formal biasanya sudah dibuat sistem pelatihan bagi pekerja yang akan ditempatkan dalam pekerjaan dengan keterampilan khusus tersebut, seperti yang dianjurkan dalam Peraturan Pemerintah no.31 tahun 2006. Sedangkan pada
123
pekerjaan non-formal, keterampilan untuk bekerja
dapat diperoleh dengan
belajar sendiri maupun dari orang lain. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang menyatakan cukup mendapatkan pelatihan kerja dan responden yang menyatakan kurang mendapat pelatihan kerja, keduanya lebih banyak jumlah yang mengalami stres. Hasil statistik uji chi-square menunjukkan bahwa pelatihan kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) bahwa pelatihan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Tidak adanya hubungan antara pelatihan dengan stres kerja mungkin karena responden sudah mendapatkan pelatihan kerja sejak awal masuk kerja di tempat responden bekerja, sehingga saat penelitian ini berlangsung para responden sudah memiliki pengalaman dan keterampilannya masing-masing dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Pada pekerjaan-pekerjaan tertentu ada yang tidak memerlukan pelatihan untuk dapat bekerja dengan baik. Seperti pedagang ataupun pembantu rumah tangga, mereka dapat melakukan pekerjaannya dengan baik meskipun tidak pernah mengikuti pelatihan yang diadakan secara formal. Karena pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan dapat diperoleh baik dengan cara belajar sendiri, belajar dari teman, maupun belajar dari pengalaman diri sendiri ataupun orang lain. Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan tidak memiliki hubungan dengan stres kerja, tetapi dari distribusi frekuensi antara
124
responden yang cukup mendapat pelatihan dengan tingkat stres kerja selaras dengan yang diyatakan Denny (2011) bahwa seseorang yang di tempatkan dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan kualifikasi kerjanya dan orang tersebut sulit dalam mengatasi sesuatu akan menurunkan kepercayaan dirinya dapat menyebabkan stres, karena ketidakmampuan dirinya memenuhi tuntutan kerja dan tidak adanya pelatihan untuk menyelesaikan pekerjannya tersebut. Sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin banyak mendapatkan pelatihan yang dapat mempermudah pekerjannya, maka semakin kecil tingkat stres kerja yang dialami orang tersebut.
F. Karir Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki jenjang karir dalam pekerjaannya. Responden dalam penelitian ini lebih banyak yang merasa karirnya tidak meningkat dibandingkan dengan yang merasa karirnya meningkat. Hasil ini mungkin disebabkan karena masih adanya fenomena gless ceiling di Indonesia. fenomena gless ceiling merupakan persepsi yang ada dalam masyarakat bahwa wanita dapat diterima sebagai karyawan perusahaan, tetapi sulit untuk dipromosikan (Stoner et. al., 1996 dalam Wijayanti, 2009).
Responden yang merasa karirnya tidak meningkat maupun yang merasa karirnya meningkat, keduanya sama-sama lebih banyak yang mengalami stres. Dari hasil uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara karir dengan stres kerja. Hasil ini tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh
125
National Safety Council (2004) bahwa karir yang melelahkan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Akan tetapi hasil ini sejalan dengan Airmayanti (2010) dalam hasil penelitian mendapatkan bahwa pengembangan karir tidak memiliki hubungan dan tidak berpengaruh terhadap stres kerja. Tidak adanya hubungan antara karir dengan stres kerja mungkin dipengaruhi oleh adanya persepsi di masyarakat bahwa wanita bekerja hanya untuk membantu suami mencari tambahan penghasilan diri sendiri maupun keluarganya. Dan juga, pekerjaan wanita banyak berada pada skala bawah yang tidak sesuai dengan harapan namun tetap bertahan pada pekerjaannya karena tuntutan ekonomi serta tingkat pendidikan rendah yang menimbulkan sulitnya mendapatkan pekerjaan dengan jabatan (karir) yang lebih baik. Meskipun banyaknya persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa wanita yang bekerja pada dasarnya hanya untuk membantu ekonomi keluarga validitasnya belum terbukti, karena untuk wanita dengan ekonomi menengah kebawah pada kondisi krisis banyak wanita yang menjadi pencari nafkah utama keluarga (Deka, 2009). Wanita bekerja, pada umumnya masih mendominasi pekerjaan skala bawah. Wanita yang bekerja di sektor pertanian pedesaan, mayoritas berada di tingkat buruh tani. Wanita yang bekerja di sektor industri perkotaan lebih banyak terlibat sebagai buruh di industri tekstil, garmen, sepatu dan elektronik. Di sektor perdagangan, pada umumnya wanita bekerja terlibat dalam perdagangan usaha kecil seperti berdagang sayur mayur di pasar tradisional, usaha warung, yang merupakan jenis-jenis pekerjaan yang lazim ditekuni wanita (Deka, 2009).
126
Untuk meningkatkan daya saing kerja yang tinggi, disarankan wanita bekerja
untuk
lebih
menunjukkan
kompetensi
dalam
bekerja
dengan
menciptakan kualitas maupun prestasi kerja yanga tinggi, meningkatkan keahlian maupun keterampilan untuk dapat menyelesaikan tanggung jawab kerja dengan baik, serta melakukan inovasi dalam setiap tindakan dalam pekerjaan.
G. Hubungan dengan Atasan/Majikan Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki atasan/majikan. Responden dalam penelitian ini sebagian besar menyatakan dirinya memiliki hubungan yang baik dengan atasan/majikan. Hal ini mungkin dikarenakan adanya perilaku tenggang rasa atasan ataupun majikan yang menghargai hasil kerja keras pekerja yang dipimpinnya. Karena menurut Munandar (2006) perilaku yang kurang menenggang rasa dari atasan akan menimbulkan rasa ketegangangan dari pekerjaan yang dapat dirasakan sebagai stres. Responden yang memiliki hubungan baik maupun yang memiliki hubungan buruk dengan atasan /majikan, keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Hasil statistik uji chi-square menunjukkan bahwa hubungan dengan atasan/majikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil ini tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) bahwa hubungan dengan atasan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Hasil ini juga tidak sejalan
127
dengan yang didapatkan Nugrahani (2008) dalam penelitiannya bahwa ada hubungan antara hubungan dengan supervisor terhadap stres. Tidak adanya hubungan dalam hasil penelitian ini mungkin karena adanya sikap partisipatif atasan/majikan responden dalam melakukan pekerjaan bersama dengan bawahan/pekerjanya dan tenggang rasa terhadap konflik yang terjadi di dalam pekerjaan. Hal ini diperkuat oleh Munandar (2006) yang menyatakan bahwa kelekatan kelompok, kepercayaan antar pribadi dan rasa senang dengan atasan berhubungan dengan penurunan stres pekerjaan dan menjadikan kesehatan lebih baik. Selain itu juga adanya komunikasi yang berjalan baik antara atasan/majikan dan bawahan/pekerjanya terkait pekerjaan yang mungkin meyebabkan tidak adanya hubungan bermakna antara hubungan dengan atasan/majikan dengan stres kerja. Artinya selama bawahan (pekerja) dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh atasan/majikannya, maka atasan/majikan akan senang dan bangga kepada bawahan (pekerja) sehingga menimbulkan hubungan baik diantara keduanya. Seperti yang dinyatakan Loh (2013) bahwa salah satu langkah dasar dalam mengelola hubungan dengan atasan adalah mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
H. Perkembangan Teknologi Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mampu mengikuti perkembangan teknologi. Hal ini mungkin karena teknologi yang digunakan oleh responden dalam pekerjaannya tidak terlalu canggih dan rumit.
128
Karena berdasarkan penelitian, diketahui bahwa pekerjaan yang mendominasi responden adalah karyawan swasta. Teknologi yang dibutuhkan karyawan swasta biasanya adalah komputer, untuk dapat melaksanakan kerja dengan baik menggunakan teknologi komputer bisa dengan belajar secara otodidak maupun belajar dari teman, karena komputer merupakan teknologi yang banyak digunakan dan sudah tidak asing lagi pada kondisi moderen saat ini. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang menyatakan mampu mengikuti perkembangan teknologi lebih banyak yang tidak mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi sebagian besar mengalami stres. Hasil statistik uji chisquare menunjukkan bahwa perkembangan teknologi memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Rina Fiati dan Nafi Inayati Zahro yang dinyatakan dalam Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan
(Semantik) tahun 2012 bahwa terdapat
hubungan antara teknologi informasi dan stres pada wanita yang bekerja. Adanya hubungan antara perkembangan teknologi dengan stres kerja dalam penelitian ini mungkin dikarenakan pada zaman moderen saat ini teknologi yang mendukung pekerja dalam menunjang pekerjaannya banyak yang berubah ke peralatan
dengan nuansa digital. Sehingga pesatnya inovasi
teknologi membuat pekerja dituntut untuk dapat menguasainya dalam waktu singkat serta minimnya pengalaman yang dimiliki dapat menjadi pembangkit stres kerja bagi pekerja, seperti yang dikemukakan Robbins (1998).
129
I. Bertambahnya Tanggung Jawab tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan Responden dalam penelitian ini sebagian besar menyatakan tidak merasa tanggung jawabnya bertambah tanpa disertai pertambahan gaji/pendapatan. Hal ini mungkin dikarenakan berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar sistem kerja yang berlaku dalam pekerjaan responden bersifat tetap. Dimana tanggung jawab pekerjaan yang dilakukan setiap harinya sesuai dengan jabatan dan bersifat monoton. Sementara gaji yang didapat setiap bulannya selalu sama sesuai dengan kebijakan di tempat kerja masing-masing. Responden yang tidak merasa tanggung jawabnya bertambah tanpa disertai pertambahan gaji/pendapatan sebagian besar tidak mengalami stres, sedangkan responden yang merasa tanggung jawabnya bertambah tanpa disertai pertambahan gaji/pendapatan, lebih banyak yang mengalami stres. Hasil uji chisquare dalam penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan bermakna antara bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji/pendapatan dengan stres kerja. Hasil ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Cooper dan Davidson (1987) dalam Miller (2000) bahwa kepuasan terhadap pembayaran (dalam dunia usaha dapat diartikan sebagai gaji) merupakan faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Hasil ini juga sejalan dengan Bida (1995) yang mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara gaji dan stres kerja. Dan juga dalam penelitian Nugrahani (2008) yang memaparkan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan terhadap gaji dengan tingkat stres yang dialami pekerja.
130
Adanya hubungan bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji dengan stres kerja mungkin dikarenakan adanya sistem pemberian gaji dan pembagian tugas yang tetap sesuai dengan kebijakan yang berlaku di masingmasing tempat kerja responden, akan tetapi tugas yang diberikan semakin bertambah banyak dan tidak diiringi dengan penambahan gaji di setiap tambahan tugas kerjanya. Menurut Hezberg dalam Munandar (2006) jika seseorang menganggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas, dan sebaliknya apabila seseorang menganggap gajinya cukup, pekerja akan merasa puas. Semakin rendah kepuasan kerja maka semakin tinggi stres kerja, karena kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi negatif signifikan terhadap stres kerja (Kosnin dan Lee, 2008). Hal ini juga diperkuat oleh Miller (2000) yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengurangi potensi stres kerja pada pekerja yaitu dengan mempertimbangkan kepuasan kerja pekerja itu sendiri. Oleh karena hal-hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa kemungkinan stres kerja terjadi karena faktor lainnya yang tidak ada dalam penelitian ini.
J. Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga Dari hasil penelitian, yang menyatakan tidak terganggu karena adanya pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga lebih banyak dibandingkan dengan yang menyatakan terganggu karena adanya pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga. Hal ini mungkin karena adanya sikap profesionalitas yang terbentuk dalam diri responden. Dimana
131
apabila dirinya berada dalam situasi pekerjaan, maka dia akan fokus kepada pekerjaannya dan juga sebaliknya di rumah. Responden yang terganggu karena adanya pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga maupun responden yang tidak terganggu karena adanya pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga, keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Persentase yang terganggu dengan yang tidak terganggu hanya sedikit perbandingannya, dan keduanya didominasi oleh responden yang mengalami stres. Hal ini mungkin karena 3 hal, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga), terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lainnya, ataupun ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh pekerjaan maupun keluarga (Chen, Choi, & Zou, 2000 dalam Wirakristama, 2011). Hasil uji chi-square didapatkan bahwa pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan stres kerja. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Mayasari (2011) yang mendapatkan bahwa konflik pekerjaan keluarga berpengaruh terhadap stress kerja perawat wanita rumah sakit balimed Denpasar. Selain itu juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bida (1995) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi rumah tangga dengan stres kerja. Tidak adanya hubungan pertentangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga dengan stres kerja mungkin karena responden dalam penelitian
132
merasa mendapatkan dukungan
yang baik dari keluarganya sehingga
menimbulkan kenyamanan responden dalam pekerjaannya. Hal ini didukung oleh penelitian Almasitoh (2011) yang mendapatkan bahwa perawat yang memiliki konflik peran ganda yang rendah dan dukungan sosial yang tinggi, maka tingkat stres kerja yang dialami rendah. Ditambah lagi dengan yag dinyatakan Beutell dan Greenhauss (1985) dalam Almasitoh (2011) bahwa seseorang dikatakan mengalami konflik peran ganda apabila merasakan suatu ketegangan dalam menjalani peran pekerjaan dan keluarga. Hal ini juga diperkuat Margiati (1999) dalam penelitiannya yang mendapatkan bahwa banyak kasus para pekerja yang
mengalami stres kerja adalah pekerja yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperi orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya, karena tidak adanya dukungan sosial dapat menimbulkan perasaan yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
K. Ketidakpastian Ekonomi Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan terganggu karena ketidakpastian ekonomi. Salah satu sifat manusia yang tidak pernah
cukup
untuk
memenuhi
segala
kebutuhannya
yang
mungkin
menyebabkan banyaknya responden yang terganggu dengan ketidakpastian ekonomi. Responden yang menyatakan terganggu karena ketidakpastian ekonomi sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak terganggu karena ketidakpastian ekonomi lebih banyak yang tidak mengalami
133
stres. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ketidakpastian ekonomi memiliki hubungan yang bermakna terhadap stres kerja yang dialami responden. Hasil ini sejalan dengan Melamed, Grosswasser, and Stern (1992) yang dikutip oleh
Kendall, et al (2000) bahwa penyesuaian psikologis secara signifikan berhubungan dengan kemandirian ekonomi yang dirasakan. Adanya hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan stres kerja mungkin disebabkan adanya rasa cemas dan tegang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak didukung oleh keuangan yang tidak dikendalikan dengan baik dalam penggunaannya. Karena menurut Hermann, et al (1990) dalam Kendall, et al (2000) bahwa ketegangan terhadap keuangan adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan tekanan emosional bahkan ketika efek dari sumber daya pribadi yang tetap konstan. Hal ini didukung oleh Belton dan santos (2011) ketidakpastian ekonomi dapat mengancam timbulnya kemiskinan, sehingga kemiskinan dalam hal ekonomi keuangan dianggap membuat stres bagi keluarga khusunya individu itu sendiri.
L. Penghargaan Kerja Dalam penelitian ini, sebagian besar responden merasa penghargaan kerja yang didapat sepadan dengan jerih payahnya dalam bekerja. Hal ini merupakan perwujudan dari sikap saling menghormati atas jerih payah seseorang atas pekerjaannya. Karena dalam interaksinya dengan orang lain maupun pihak lain, setiap orang pasti memiliki keinginan untuk dihargai atas sesuatu yang dilakukannya terhadap pihak yang berkepentingan (Moenir, 1983). Sama seperti
134
seorang pekerja yang ingin hasil kerjanya diakui dan dihargai oleh pihak pemberi kerja. Baik berupa ucapan terimakasih, kata sanjungan maupun berupa insentif. Responden yang merasa penghargaan kerja yang didapat sepadan dengan jerih payahnya sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang merasa kurang mendapat penghargaan kerja sama-sama lebih banyak yang tidak mengalami stres. Dan dari uji chi-square didapatkan hasil bahwa penghargaan kerja memiliki hubungan bermakna dengan stres kerja pada wanita bekerja yang tinggal di Kecamatan Pamulang tahun 2013. Hasil ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) bahwa penghargaan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Pratiwi
dan
Laksmiwati
(2012)
yang mendapatkan
bahwa
dukungan
penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres dengan arah hubungan negatif. Berarti apabila dukungan penghargaan meningkat, maka stres mengalami penurunan. Pemberian insentif sering disebut sebagai penghargaan dalam bentuk uang, padahal antara insentif dan penghargaan itu dua hal yang berbeda. Menurut Moenir (1983) penghargaan diberikan kepada seseorang bertujuan untuk menghargai jasa atau prestasi seseorang. Sedangkan insentif diberikan kepada seseorang agar orang yang bersangkutan dapat berprestasi ataupun berjasa lebih baik lagi dari sebelumnya. Adanya hubungan dalam hasil penelitian ini diperkuat oleh Hezberg dalam Munandar (2006) apabila pekerja menganggap gajinya terlalu rendah,
135
pekerja tersebut akan merasa tidak puas, dan sebaliknya apabila seseorang menganggap gajinya cukup, tenaga kerja akan merasa puas dalam bekerja. Dengan mempertimbangkan kepuasan kerja, pada pekerja dapat mengurangi potensi stres kerja pada pekerja tersebut (Miller, 2000). Oleh karena itu, diharapkan kepada pihak pemberi kerja selain mempertimbangkan insentif (gaji) juga menghargai hasil jerih payah pekerjanya walaupun hanya dengan ucapan terimakasih tetapi dapat membuat psikologis pekerja menjadi puas dengan hasil kerjanya yang telah dihargai. Untuk mencegah terjadinya peningkatan stres yang dialami responden haruslah mengelola diri dengan baik, yaitu dapat dengan cara memanajemenisasi dirinya sendiri. Dengan manajemen diri, diharapkan responden dapat mengendalikan stres kerja meskipun responden tidak mendapatkan penghargaan atas hasil pekerjaan yang telah dilakukan. hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Yudhaningrum
(2009)
yang
mendapatkan
bahwa
pekerja
yang
telah
mendapatkan pelatihan manajemen diri tingkat stres kerja pada pekerja mengalami penurunan. Dari beberapa teknik manajemen diri Manz (1986) yang dikutip oleh Yudhaningrum (2009), salah satu teknik manajemen diri yang sesuai untuk mencegah terjadinya stres akibat kurangnya penghargaan atas hasil pekerjaan yang telah dilakukan adalah dengan cara Self reinforcement, yaitu teknik menghargai diri sendiri secara positif seperti memberi penilaian atau penghargaan terhadap apa yang telah dilakukan. Contohnya yaitu apabila seorang pekerja melakukan penilaian atas hasil kerjanya dan cara pengambilan
136
keputusannya, jika dapat memenuhi targetnya, maka dirinya dapat menghadiahi diri sendiri sebagai imbalan atas usaha yang telah dilakukan. Sehingga stres yang dialami responden dapat meningkatkan ambang stres menjadi lebih baik.
M. Kejenuhan Kerja Berdasarkan hasil penelitian sebagian responden merasa tidak jenuh dengan pekerjaannya. Hal ini mungkin karena sulitnya mendapatkan pekerjaan baru menjadikan responden telah beradaptasi dengan baik terhadap pekerjaan yang ditekuninya saat ini, sehingga tidak merasakan kejenuhan melakukan pekerjaan yang berulang setiap harinya. Responden yang tidak merasa jenuh dengan pekerjannya lebih banyak yang tidak mengalami stres, sedangkan responden yang merasa jenuh dengan pekerjannya sebagian besar mengalami stres, dan dari hasil analisis chi square didapatkan bahwa kejenuhan kerja memiliki hubungan dengan stres kerja. Hasil ini sejalan dengan Saragih (2008) yang dalam penelitiannya mendapatkan bahwa ada hubungan bermakna antara kejenuhan dalam bekerja dengan stres pada perawat. Hasil ini juga sejalan dengan teorinya munandar (2006) yang menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan berulang atau monoton (majemuk) dapat menimbulkan rasa bosan maupun jenuh, dan kemajemukan kerja yang semakin tinggi dapat menimbulkan peningkatan stres pada pekerja. Menurut penelitian yang dilakukan Cooper & Kelly (1984) yang dikutip oleh munandar (2006) bahwa kebosanan didapatkan sebagai sumber stres yang nyata pada operator kran.
137
Adanya hubungan antara kejenuhan kerja dengan stres kerja mungkin dikarenakan kurangnya tingkat motivasi kerja dan juga kepuasan kerja masingmasing responden. Karena seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih rendah rasa kejenuhannya dibandingkan dengan orang lain yang bermotivasi rendah (Anoraga, 1998 dalam Airmayanti, 2008). Dan tingginya tingkat kejenuhan kerja (burnout) dapat menurunkan kepuasan kerja (Mizmir, 2011). Rendahnya kepuasan kerja dapat menjadikan pekerja mengalami stres, karena kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi negatif signifikan dengan stres kerja (Kosnin dan Lee, 2008). Hal ini juga diperkuat oleh Miller (2000) yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengurangi potensi stres kerja karyawan yaitu dengan mempertimbangkan kepuasan kerja karyawan. N. Perawatan Anak Dalam variabel ini, pembahasan dilakukan kepada responden yang memiliki anak saja. Sebagian besar responden menyatakan bahwa dirinya sudah baik (adekuat) dalam merawat anaknya. Hal ini mungkin karena adanya sikap mandiri yang telah tertanam dengan baik pada anak. Karena berdasarkan wawancara, anak yang dimiliki oleh responden rata-rata sudah bukan anak kecil yang belum bisa mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang tuanya. Responden yang adekuat dalam merawat anaknya sebagian besar tidak mengalami stres kerja, sedangkan responden yang tidak adekuat dalam merawat anaknya lebih banyak yang mengalami stres kerja. Dan berdasarkan hasil uji chisquare diketahui bahwa perawatan anak tidak memiliki hubungan yang
138
bermakna dengan stres yang dialami pekerja. Hasil ini tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) bahwa perawatan anak merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Tidak sejalannya hasil penelitian dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) mungkin dikarenakan sebagian besar anak yang dimiliki responden sudah tumbuh menjadi dewasa dan remaja, karena anak yang usianya kecil biasanya masih memerlukan perawatan orang lain dalam hidupnya, dapat dikatakan bahwa anak kecil belum bisa mandiri. Selain itu pada responden yang masih memiliki anak kecil, mungkin karena adanya orang lain (misalnya suami, nenek, kakek, pembantu, maupun pengasuh) yang dipercaya membantu responden dalam merawat anaknya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wulanyani dan Sudiajeng (2006) yang menyatakan bahwa rasa bersalah ketika meninggalkan anak untuk bekerja merupakan masalah yang sering dipendam oleh wanita bekerja yang memiliki anak kecil, apalagi jika tidak ada bantuan dari orang lain yang dapat diandalkan dalam merawat anak saat ditinggal bekerja.
O. Hubungan Rekan Kerja Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden merasa hubungan dengan rekan kerjanya baik. Responden yang memiliki hubungan dengan rekan kerja baik maupun responden yang memiliki hubungan dengan rekan kerja buruk keduanya lebih banyak mengalami stres.
139
Berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan bahwa hubungan rekan kerja tidak memiliki hubungan dengan stres kerja. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bida (1995) bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara hubungan sesama rekan kerja
dengan stres yang dialami
pekerja. Hal ini mungkin disebabkan karena wanita biasanya menyampaikan keluh kesahnya dengan bertukar pikiran kepada orang dekat yang nyaman baginya, untuk hal pekerjaan yang menjadi orang terdekat biasanya adalah rekan sekerjanya karena mereka sama-sama berada dalam satu tingkatan maupun satu lini kerja yang sama. Sehingga secara tidak langsung menimbulkan kenyamanan hubungan dengan rekan kerja. Selain itu, tidak adanya hubungan antara hubungan rekan kerja dengan stres pekerja mungkin disebabkan karena merasa pada satu tingakatan karir yang sama membuat pekerja tersebut tidak perlu mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada teman sekerja dan juga dimungkinkan karena budaya gotong royong yang tercipta di lingkungan kerjanya, seperti yang dikemukakan Bida (1995). P. Kondisi Lingkungan Kerja Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan kondisi lingkungan kerjanya baik. Responden yang menyatakan kondisi lingkungan kerjanya baik lebih banyak yang tidak mengalami stres, sedangkan responden yang memiliki kondisi lingkungan buruk sebagian besar mengalami stres. Kondisi lingkungan kerja responden yang paling banyak dirasakan tidak
140
nyaman
adalah
kondisi
keramaian
tempat
kerjanya,
diikuti
suhu
lingkungan/sirkulasi udara tempat kerja, dan terakhir kondisi house keeping lingkungan kerja. Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kondisi lingkungan kerja dengan stres kerja. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang diungkapkan National Safety Council (2004) bahwa kondisi lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan stres kerja. Hal ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian Susilo (2007) yang mendapatkan bahwa lingkungan kerja fisik secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap stres kerja pada karyawan, artinya semakin baik lingkungan fisik maka stres kerja akan menurun. Tidak adanya hubungan antara kondisi lingkungan kerja dengan stres kerja mungkin karena responden telah beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan tempat kerjanya dan juga mungkin karena sebagian besar responden adalah wanita bekerja di sektor formal, biasanya telah tersedia fasilitas yang cukup untuk menjaga kebersihan tempat kerja. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa stres kerja yang dialami respoden dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Q. Pelecehan Seksual Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak pernah mengalami pelecehan seksual. Responden yang tidak pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerjanya lebih banyak yang tidak
141
mengalami stres, sedangkan responden yang pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerjanya sebagian besar mengalami stres. Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa ada hubungan antara pelecehan seksual dengan stres kerja. Hasil ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Margiati (1999) bahwa pelecehan seksual dapat menyebabkan stres kerja. Hal ini juga didukung oleh womens health (2013) yang memaparkan bahwa wanita yang mengalami pelecehan seksual mungkin akan beresiko menderita masalah emosional, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma (Post Trauma Stress Dissorder /PTSD). Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah gangguan kecemasan yang dapat terjadi mengikuti pengalaman atau menyaksikan peristiwa traumatis. Sebuah peristiwa traumatis adalah peristiwa yang mengancam jiwa seperti pertempuran militer, bencana alam, insiden teroris, kecelakaan yang serius, atau penyerangan fisik atau seksual pada orang dewasa atau anak-anak (Riggs, 2013). Tingkatan gangguan stres pasca trauma berbeda-beda tergantung seberapa parah kejadian tersebut mempengaruhi kondisi psikologis dari korban (Wardhani &Lestari, 2007). Untuk mengobati gangguan stres pasca trauma (PTSD) bisa dengan psikoterapi, medis kedokteran, ataupun dengan dukungan kelompok. Untuk psikoterapi walaupun mungkin tampak menyakitkan untuk menghadapi trauma, melakukan psikoterapi dengan bantuan seorang profesional kesehatan mental dapat membantu untuk jadi lebih baik. Cara pengobatan dengan medis kedokteran untuk mengobati gejala PTSD, dapat menggunakan selective
142
serotonin reuptake inhibitor atau SSRI. SSRI dapat menurunkan kecemasan dan depresi dan membantu dengan gejala lainnya. Selain itu, obat penenang dan obat anti-kecemasan juga dapat membantu dengan masalah tidur. Sedangkan pengobatan PTSD dengan cara dukungan kelompok merupakan bentuk terapi yang dipimpin oleh seorang profesional kesehatan mental, melibatkan kelompok beranggotakan 4 sampai 12 orang dengan masalah yang sama untuk dibicarakan. Berbicara kepada korban trauma lainnya dapat menjadi langkah membantu dalam pemulihan PTSD. Penderita PTSD dapat berbagi pikiran untuk membantu mengatasi perasaan, selain itu juga menimbulkan rasa kepercayaan dalam menghadapi kenangan dan gejala, serta menemukan kenyamanan dalam mengetahui bahwa penderita PTSD tidak sendirian. Menurut Mackinnon (1979) dalam Dharma (2012) sering terjadinya pelecehan seksual dapat disebabkan karena adanya daya tarik seksual atau rangsanggan yang alami diantara dua jenis kelamin yang berbeda, ditambah lagi wanita yang menjadi korban tidak berani menolak perlakuan karena takut kehilangan pekerjaan. Karena
bidang pekerjaan bagi perempuan umumnya
terbatas menyebabkan wanita menjadi susah untuk menghindari tindak pelecehan yang diterimanya. Menurut Papu (2005) dalam Dharma (2012), penyebab terjadinya pelecehan seksual pada wanita karena didasari oleh wanita itu sendiri, secara disadari atau tidak disadari wanita telah mengundang lawan jenisnya untuk melakukan pelecehan seksual, karena penggunaan baju yang menampilkan atau
143
menonjolkan lekuk tubuh, memakai pakaian yang minim (seksi), menggunakan parfum yang menarik lawan jenis, cara bicara yang mendesah dan sebagainya. Oleh karena itu saat keluar rumah untuk melakukan aktivitas kerja, wanita bekerja sebaiknya menghindari penggunaan pakaian yang terbuka, ketat, pendek, maupun tembus pandang. Selain itu juga sebaiknya menghindari pemakaian parfum secara berlebihan, serta diharapkan untuk mencari sumber informasi mengenai pelecehan seksual ditempat kerja untuk dapat terhindar dari pelecehan seksual di tempat kerja.
R. Kekerasan di Tempat Kerja Responden dalam penelitian ini sebagian besar tidak pernah mengalami kekerasan di tempat kerjanya. Responden yang tidak pernah mengalami kekerasan di tempat kerja maupun responden yang pernah mengalami kekerasan di tempat kerja, keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Dari hasil uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara kekerasan di tempat kerja dengan stres kerja. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan National Safety Council (2004) bahwa kekerasan di tempat kerja merupakan salah satu faktor penyebab stres kerja. Hasil ini juga tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan Health safety Executive (2006) bahwa kekerasan dapat menyebabkan distress. Selain kekerasan dengan fisik, pelecehan maupun ancaman verbal secara serius ataupun berulang juga dapat merusak kesehatan karyawan melalui kecemasan atau stres
144
Tidak adanya hubungan antara kekerasan di tempat kerja dengan stres kerja mungkin dikarenakan pertanyaan pada kuesioner dalam penelitian ini bersifat subyektif sehingga responden memilih jawaban sesuai dengan keinginan hatinya ditambah lagi dengan perasaan takut dalam dirinya apabila orang lain mengetahui. Hal ini diperkuat oleh Yoan dan Ning (2009) yang menyatakan bahwa adanya keengganan wanita korban kekerasan untuk berbicara, berasal dari situasi sosial yang tidak mendukung posisi wanita tersebut ketika berusaha mendapatkan keadilan setelah diperlakukan sewenang-wenang. S. Kemacetan Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan terganggu dengan kemacetan yang ada saat berangkat kerja maupun pulang kerja. Hal ini ,mungkin karena kemacetan akan menghambat waktu tempuh responden ke tempat kerjanya menjadi lebih lama. Responden yang merasa terganggu karena kemacetan sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang tidak merasa terganggu karena kemacetan lebih banyak yang tidak mengalami stres. Dan dari hasil uji chisquare didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kemacetan dengan stres kerja pada wanita bekerja yang bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Pamulang. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang Vierdelina (2008) yang mendapatkan bahwa belum terbukti ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap kemacetan dan stres kerja.
145
Tidak adanya hubungan antara kemacetan dengan stres kerja mungkin karena saat pergi dan pulang kerja responden sudah terbiasa menghindari kemacetan dengan cara berangkat lebih awal namun tidak menggangu jam kerja dan bagi yang naik kendaraan pribadi sudah terbiasa melalui jalur alternatif untuk dapat menghidari kemacetan. Hal ini didukung oleh men health Indonesia (2013) bahwa berangkat lebih awal dan merubah rute perjalanan merupakan salah satu cara untuk menghindari stres.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar responden mengalami, a. Stres kerja, b. Beban kerja ringan, c. Kondisi relokasi pekerjaan yang sesuai, d. Cukup mendapat pelatihan kerja, e. Karir yang tidak meningkat, f. Hubungan dengan atasan baik, g. Mampu mengikuti perkembangan teknologi, h. Pertambahan tanggung jawab disertai pertambahan gaji/pendapatan, i. Pertentangan pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga yang tidak mengganggu, j. Ketidakpastian ekonomi mengganggu, k. Penghargaan kerja sepadan, l. Tidak jenuh dalam bekerja, m. Perawatan anak adekuat, n. Hubungan dengan rekan kerja baik, o. Kondisi lingkungan kerja baik, p. Tidak pernah mengalami pelecehan seksual, q. Tidak pernah mengalami kekerasan di tempat kerja, r. Kemacetan mengganggu. 2. Berdasarkan dari analisis bivariat, diketahui bahwa variabel yang berhubungan dengan stres kerja diantaranya:
146
147
a. Pada faktor organisasional adalah variabel beban kerja , perkembangan teknologi, dan pertambahan tanggung jawab disertai pertambahan gaji/pendapatan. b. Pada faktor individual adalah variabel ketidakpastian ekonomi, penghargaan kerja, dan kejenuhan kerja. c. Pada faktor lingkungan adalah pelecehan seksual. B. Saran 1. Bagi Wanita Bekerja a. Kembangkan ketrampilan dan perilaku yang tepat untuk memungkinkan mengerjakan pekerjaan secara maksimal sesuai kemampuan. b. Memperbanyak jaringan pendukung sosial yang baik, di tempat kerja maupun dengan keluarga dan teman sehingga dapat membantu meringankan beban psikologis akibat beban kerja yang berat. c. Memperkaya wawasan teknologi dengan membaca buku, mencari informasi di internet, maupun bertanya pada keluarga atau teman tentang suatu teknologi yang menunjang pekerjaan. d. Membentuk strategi yang baik untuk mengantisipasi dampak dari ketidakpastian ekonominya, misalnya dengan membeli sesuatu sesuai kebutuhan pokok saja. e. Memberi penilaian maupun penghargaan dengan mengadiahi diri sendiri sebagai usaha yang telah dilakukannya, sehingga dapat memperoleh rasa puas dan bangga terhadap setiap hasil kerjanya.
148
f. Untuk menghindari kejenuhan, diharapkan dapat mengasah dan mengembangkan
keterampilan
di
luar
pekerjaan
dalam
rangka
memposisikan diri di suatu pekerjaan atau jabatan yang baru. Misalnya dengan mengambil kursus tententu untuk memperbaharui keterampilan, atau banyak baca buku untuk meningkatkan pengetahuan (terkait bidang yang ditekuni). g. Saat keluar rumah untuk melakukan aktivitas kerja, sebaiknya menghindari penggunaan pakaian yang terbuka, ketat, pendek, maupun tembus pandang. Selain itu juga sebaiknya menghindari pemakaian parfum secara berlebihan, serta diharapkan untuk mencari sumber informasi mengenai pelecehan seksual ditempat kerja untuk dapat terhindar dari pelecehan seksual di tempat kerja. 2. Bagi Penelitian Selanjutnya a. Diharapkan dapat meneliti faktor-faktor lain yang diduga berhubungan dengan stres kerja dan tidak diteliti dalam penelitian ini. b. Diharapkan menggunakan teknik random sampling yang lebih baik lagi. c. Diharapkan untuk menggunakan metode pengukuran stres kerja yang lain, sehingga ada perbandingan antara penggunaan metode pengukuran stres kerja pada penelitian ini dengan penelitian selanjutnya. d. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan uji kualitatif pada variabel-variabel yang berubungan dengan stres kerja.
DAFTAR PUSTAKA Airmayanti, Diah. 2010. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2009”. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN: Jakarta Almasitoh, Ummu Hany. 2011. “Stres Kerja Ditinjau dari Konflik Peran Ganda dan Dukungan Sosial pada Perawat”. PSIKOISLAMIKA, Jurnal Psikologi Islam (JPI) volume. 8 no. 1 halaman 63-82. lembaga penelitian pengembangan dan keislaman (LP3K). Arden, J.B. 2006. “Bekerja Tanpa Stress”. Terjemahan: Tanto Hendy. PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta Arisona, Andan Sagita. 2008. “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kondisi Lingkungan Kerja Dengan Tingkat Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Tebang Angkut di Pabrik Gula Rejo Agung Baru Madiun”. Skripsi Universitas Muhamadiyah Surakarta: Surakarta. Atmodiwirio, Soebagio. 2002. “Manajemen Pelatihan”. PT. Ardadizya Jaya: Jakarta
Belton Suzanne dan Santos C. dos. 2011. “Peningkatan Kemampuan Profesional Kesehatan dan Pengacara untuk Memahami dan Menerapkan Kitab UndangUndang Hukum Pidana dengan Menggunakan Kerangka Hak Asasi Manusia”. JSMP Charles Darwin University Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2011. “Kecamatan Pamulang Dalam Angka. 2011”. Tangerang Selatan. Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. “Kecamatan Pamulang Dalam Angka. 2012”. Tangerang Selatan. Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2011. “Kota Tangerang Selatan Dalam Angka. 2011”. http://tangselkota.bps.go.id/images/tda 2011/ .diakses tanggal 24 september 2012 pukul 21.17 WIB
149
150
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. “Kota Tangerang Selatan Dalam Angka. 2012”. http://tangselkota.bps.go.id/images/dda 2012/index.htm diakses tanggal 24 september 2012 pukul 21.17 WIB Bararah,Vera Farah. 2011. “Sakit Akibat Stres Karena Macet Mengancam Penduduk Kota”. Tersedia dalam http://health.detik.com/read/2011/05/09/073619/1635136/763/ diakses pada 3 April 2013 pukul 10.32 WIB. Better Work Indonesia. 2012. “Pelecehan”. http://betterwork.org/indonesia/?page_id=2506&lang=id diakses tanggal 7 Mei 2013 pukul 10.25 Bida, Putu. 1995. “Hubungan Faktor Instrinsik Pekerjaan, Faktor Ekstrinsik Pekerjaan, dan Faktor Rumah Tangga Dengan Stres Kerja Pada Karyawan Conoco dan Kontraktor di Block-B Kepulauan Natuna”. Tesis Universitas Indonesia: Depok Cameron, Kim.S. 1994, “Strategies for successful organizational downsizing'', Human Resource Management, Vol. 33 No. 2, Halaman. 189-211. Canadian Centre for Occupational Health and Safety. 2013. “Violence in the Workplace”. Tersedia dalam http://www.ccohs.ca/oshanswers/psychosocial/violence.html diakses tanggal 8 Januari 2013 Pukul 08.57 WIB Chusniah. 2010. “Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Anak Dikalangan Wanita Bekerja di Dusun Kesiman Lecari Sukorejo Pasuruan”. Skripsi S1 PAI Fakultas Tarbiyah. UIN Maulana Malik Ibrahim: Malang Deakin University. 2013. “Work Related Stress: A Short Guide for Staff”. Australia. http://www.deakin.edu.au/hr/ohs/work-stress/staff-guidetersedia dalam workstress.php diakses tanggal 22 April 2013 pukul 20.25 WIB
151
Deka, Daan. 2009. “Perempuan Bekerja, Dilema tak Berujung”. Tersedia dalam http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=150:f okus-edisi-12-perempuan-bekerja-dilema-tak-berujung&catid=32:fokus-suararahima&Itemid=47 diakses tanggal 20 maret 2013 pukul 15.02 WIB. Denny, Richard. 2011. “Membuka Kunci Potensi Kesuksesan dan Kebahagiaan Anda”. Success for yourself eidsi III. Gramedia: Jakarta. Fiati, Rina., Zahro, Nafi’ Inayati. 2011. “Pengaruh Teknologi Informasi, Kecerdasan Intelektual, Emosional dan Motivasi Ekonomi Terhadap Stress Pada Wanita Karir”. ISSN : 1979-6870. Universitas Muria Kudus: Kudus Fiati, Rina. Zahro, Nafi’ Inayati. 2012. “Stres Kerja Pengaruhnya Terhadap Teknologi Informasi, Kecerdasan Intelektual, Emosional Intelligent Dan Motivasi Ekonomi Pada Wanita Karir”. Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan (Semantik): Semarang. Ghufroni, Jadi Nugroho Muni. 2010. “Pengaruh relokasi pasar terhadap kondisi sosial ekonomi pedagang (studi kasus relokasi pasar Klitikan Notoharjo Kota Surakarta)”. Tersedia dalam http://library.um.ac.id/ Greenberg, J. S. 2002. “Comprehensive Stress Management. 8th ed”. McGraw-Hill Companies, Inc: New York Harrianto Irawan. 2007. “Stres Akibat Kerja dan Penatalaksanaannya”. Vol.24 No.3. Universa Medicina Hawari, Dadang. 2001. “Manajemen Stres Cemas dan Depresi”. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta Health and Safety Executive. 2006. “Violence at Work a Guide for Employers”. Tersedia dalam http://www.hse.gov.uk/pubns/indg69.pdf diakses tanggal 8 januari 2013 pukul 08.55 WIB.
152
Health Safety Executive. 2011. “Stress and psychological disorders”. http://www.hse.gov.uk/statistics/causdis/stress/index.htm diakses tanggal 27 juni 2012 pukul 02.14 WIB
Hoffman, Wladis dan Nye, Ivan (1984). Working Mothers. Jossey-Bass Publisher Irawan, R. Andhi. 2010. “Analisis Pengaruh Stres Kerja dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan pada P.D BPR Jepara Artha”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi UNDIP: Semarang
Kalimo, R., batawi, M.A.E., Cooper, C. L., dkk. 1987. Psychological Factors at Work and Their Relation to Health. World Health Organization: Geneva
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/
Kardamo, S. (1988). Manajemen wanita bekerja yang efektif. Jakarta : Balai Pustaka. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2011. “Pedoman Pencegaan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja”. Jakarta
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja. http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=pyb&period=2010-0801#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 11.22 WIB
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja. http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=pyb&period=2011-0801#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 11.43 WIB
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja. http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=ak&period=2010-0801#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 11.00 WIB
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja. http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=ak&period=2011-0801#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 10.37 WIB
153
Kendall, Elizabeth; Murphy, Patricia; O’neil, veronica; Bursnall, Samantha. 2000. “Occupational Stres: Factors that Contribute to its Occurrence and Effective Management”. WorkCover Western Australia’s Publication: Australia. Tersedia dalam http://www.workcover.wa.gov.au Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. 2013. “Korban Berjuang, Publik Bergerak: Menyoal Stagnansi Sistem Perlindungan Negara terhadap Perempuan Korban Kekerasan”. Lembar Fakta catatan tahunan Komnas Perempuan Tahun 2012. Tersedia dalam http://www.komnasperempuan.or.id/wpcontent/uploads/2013/03/Lembar-Fakta-Catahu-2012-_Launching-7-Maret2013_.pdf. ,diakses tanggal 10 Mei 2013 Pukul 10.20 WIB. Koran Kota. 2012. “Terbatasnya Infrastruktur Penyebab Kemacetan”. Tersedia dalam http://www.kemenperin.go.id/artikel/3641/Terbatasnya-Infrastruktur-PenyebabKemacetan diakses pada 8 mei 2013 pukul 12.35 WIB. Kosnin, Mohd.Azlina; Lee, Tan Sew. 2008. “Pengaruh Personality Terhadap Kepuasan Kerja dan Stres Kerja Guru”. Jurnal Teknologi, 48(E) Halaman 33-47. Universiti Teknologi Malaysia: Johor Baru.
Lianasari, Dwi. 2009. “Sumber Stres Karyawan Lini Depan Perbankan: Studi Kasus PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) TBK Cabang Jakarta-Pasar Minggu Dan Depok”. Skripsi Universitas Indonesia: Depok. Loh, Cynthia. “Langkah-Langkah Dasar Mengelola Hubungan Kerja dengan Atasan Anda”. Tersedia dalam http://careers.jobstreet.co.id/panduan-karier/langkahlangkah-dasar-mengelola-hubungan-kerja-dengan-atasan-anda diakses tanggal 8 mei 2013 pukul 07.32 WIB Margiati, Lulus. 1999. “Stres Kerja:Latarbetakang Penyebab dan Alternatif Pemecahannya,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th.XII, No.3, Juli 1999, hal.71-80 dalam journal.unair.ac.id/filerPDF/08-Lulus.pdf diakses tanggal 11 September 2012 pukul 13.14 WIB. Maurits, L.S. dan Widodo, Imam Djati. 2008. “Faktor dan Penjadualan Shift Kerja”. Jurnal Teknoin volume 13, no.2 h.11-22. ISSN:0853-8697.
154
Mayasari, Ni Made Dwi Ariani. 2011. “Pengaruh Konflik Pekerjaan Keluarga Terhadap Stress Kerja Perawat Wanita Rumah Sakit Balimed Denpasar Dengan Dukungan Sosial Sebagai Variabel Moderasi”. Thesis. Universitas Udayana: Bali Men
Health Indonesia. (2013). Tersedia dalam http://www.menshealth.co.id/kesehatan/antar.kita/bebas.stres.di.tengah.kemacetan/ 004/004/80 diakses tanggal 21 Juni 2013 Pukul 17.20 WIB.
Miller. David. 2000. “Dying to Care? Wrok, Stres and burnout in HIV/AIDS”. Routledge. London. Mizmir. 2011. “Hubungan Burnout dengan Kepuasan Kerja Pustakawan di Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia”. Skripsi Universitas Indonesia: Depok. Moenir, A.S. 1983. “Pendekatan Manusiawi & Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian”.PT.Gunung Agung: Jakarta Munandar, A.S, 2006. “Psikologi Industri dan Organisasi”. UI Press: Jakarta National Geographic Indonesia. 2013. “Perempuan Masih Rentan Sebagai Subjek Kekerasan”. Tersedia dalam http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/03/perempuan-masih-rentan-sebagaisubjek-kekerasan ,diakses pada 10 Mei 2013 Pukul 10.14 WIB. National Safety Council. 2004. “Stres Management”, Yulianti, Devi (Editor). Manajemen Stres. EGC: Jakarta. Noe, Raymond A. 2000. “Employee Training and Development”. International Edition. McGraw-Hill: Singapore. Noorika, Andda. 2012. “Kekerasan Di Tempat Kerja Menurunkan Produktifitas”. Tersedia dalam http://www.scribd.com/doc/101432914/Kekerasan-Di-TempatKerja-Menurunkan-Produktifitas diakses pada tanggal 29 september 2012 pukul 20.32 WIB
155
Notoatmodjo, Soekidjo. 1989. “Dasar-Dasar Pendidikan Dan Pelatihan”. BPKM FKM UI: Depok.
Novendra, Very. 1994. “Gambaran Umum Stres Kerja dan Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Pekerja di Balai Yasa Traksi Manggarai”. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia: Depok
Nugrahani, Salafi. 2008. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Operasional PT.GUNZE Indonesia Tahun 2008”. Skripsi Universitas Indonesia: Depok. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, No.31 Tahun 2006. “Sistem Pelatihan Kerja Nasional”. Pramudya W, Felix. 2008. “Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja (studi kasus pada perawat di RSKO Tahun 2008)”. Tesis. Universitas Indonesia. Depok Pratiwi, Inge Hastinda; Laksmiwati, Hermien. 2012. “Pengaruh Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Instrumental, dan Dukungan Informative Terhadap Stres Pada Remaja di Yayasan Panti Asuhan Putra Harapan Asrori Malang”. Skripsi Universitas Negeri Surabaya: Surabaya. Putri, Siska Adinda Prabowo. 2011. “Hubungan Dukungan Sosial Terhadap Stres Kerja Pada Karyawan Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana Semarang”. Majalah Ilmiah INFORMATiKA Vol. 2 No.1 Januari 2011 Rahmah, Laily. 2011. “Atribusi tentang kegagalan pemberian ASI pada ibu pekerja (sebuah studi fenomenologi)”. Proyeksi, Volume 6 (1), Halaman 62-70, April 2011. Universitas Islam Sultan Agung: Semarang. Rahmawati, Anida. 2007. “Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan dan Sikap terhadap Lingkungan Kerja dengan Kebosanan Kerja”. Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah: Surakarta
156
Retnaningtyas, Dwi. 2005. “Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Produktivitas Kerja Di Bagian Linting Rokok PT Gentong Gotri Semarang”. Skripsi S1. Universitas Indonesia: Depok
Rifka Annisa Woman Crisis Center. www.kesrepro.info/?q=node/279 diakses tanggal 27 september 2012 pukul 00.53 WIB.
Riggs, David S. “Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)”. Tersedia Dalam http://www.mentalhealthamerica.net/go/ptsd diakses tanggal 21 Juni 2013 Pukul 17.07 WIB.
Rini,
J.F. 2002. “Wanita Bekerja”. Jakarta psikologi.com/epsi/search.asp diakses pada 17 Juli 2012
dalam
http://www.e-
Robbins, P. Stephen. 1998. “Organizational Behaviour Concepts, Controversies, Application”. Prentice-Hall International, Inc: New Jersey Sapta, Rendy Dwi. 2009. “Analisis dampak kemacetan lalu lintas terhadap sosial ekonomi pengguna jalan dengan contingent valuation method (CVM) (Studi kasus: Kota Bogor, Jawa Barat)”. Skripsi Institut Pertanian Bogor : Bogor Saragih Harlen. 2008. “Pengaruh Karakteristik Organisasi dan Individu terhadap Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea”. Tesis S2 Sekolah Pascasarjana USU: Medan Sari, F. A. Purnama. 2011. “Analisis Kebijakan Penanganan Kemacetan Lalulintas di Jalan Teuku Umar Kawasan Jatingaleh Semarang dengan Metode Analisis Hirarki Proses”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi UNDIP: Semarang Seaward, Brian Luke. 1994. “Managing Stress”. Jones and Barlett Publishers: London Soegiono. Pandyi. 2008. “Pengaruh Kepemimpinan, Tuntutan Tugas Dan Karier Staknan Terhadap Stres Kerja, Dan Dampaknya Bagi Komitmen Organisasi Dan Organization Citizienship Behavior Karyawan PT.Alfa Retailindo Surabaya”. Jurnal Aplikasi Manajemen/Volume 8/ Nomor 2/ mei 2010.
157
Suranto, A. & Subandi, A. (1998). Wanita yang menentang kodrat. Jakarta : Erlangga. Suroso, Arif Imam. Siahaan, Rotua. 2006. “Pengaruh Stres Dalam Pekerjaan Terhadap kinerja Karyawan Studi Kasus Di Perusahaan Agribisnis PT.NIC”. Institut Pertanian Bogor. Bogor Susilo, Tri. 2007. “Analisis Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik Dan Non Fisik Terhadap Stress Kerja Pada PT. Indo Bali di Kecamatan Negara, Kabupaten Jimbaran, Bali”. Jurnal TEKMAPRO volume 2 no.2 tahun 2007. UPN Veteran Jawa Timur: Surabaya Syarifuddin, Dian. 2013. “VMware New Way of Life Mengungkap Bahwa Orang Indonesia Lebih Menyukai Menggunakan Teknologi Milik Sendiri Untuk Bekerja”. Tersedia dalam http://www.jagatreview.com/2013/02/pr-vmware-newway-of-life-mengungkap-bahwa-orang-indonesia-lebih-menyukai-menggunakanteknologi-milik-sendiri-untuk-bekerja/ diakses tanggal 21Maret2013 Pukul 17.33 WIB.
Tunjungsari, Peni. 2011. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Kantor Pusat PT.Pos Indonesia (Persero). Universitas Komputer Indonesia. Bandung
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang Republik Indonesia No.40 tahun 2008, tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. United Nations Development Group. 2003. “INDICATORS for Monitoring the http://undp.or.id/mdg/documents/MDG Millennium Development Goals”. Indicators-UNDG.pdf .diakses pada 24 November 2012 pukul 11.35 WIB. United Nations Development Group. 2003. “INDICATORS for Monitoring the Millennium Development Goals”. Report On The Achievement Of Millennium Development Goals In Indonesia 2011. http://undp.or.id/pubs/docs/Report on the Achievement of the MDGs in Indonesia 2011.pdf diakses tanggal 24 november 2012 pukul 11.38 WIB
158
Vierdelina, Nadya. 2008. “Gambaran Stres Kerja dan factor-Faktor yang Berhubungan pada Pengemudi Bus Patas 9B Jurusan Bekasi Barat-Cililitan/Kampung Rambutan Tahun 2008”. Skripsi. Universitas Indonesia: Depok. Wardhani, Yurika Fauzia dan Lestari Weny. (2007). “ Gangguan Stres Pasca Trauma pada Korban Pelecehan Seksual dan Perkosaan”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistim dan Kebijakan Kesehatan: Surabaya Wijayanti. 2009. “Glass Ceiling Dalam Karir Wanita, Mampukah Wanita Mengatasi Glass Ceiling ?”. Jurnal Manajemen dan Bisnis. Dalam http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/segmen/issue/view/55 diakses tanggal 7 Mei 2013 pukul 23.58 WIB. Wirakristama, Richardus Chandra. 2011. “Analisis Pengaruh Konflik Peran Ganda (Work Family Conflict) terhadap Kinerja Karyawan Wanita pada PT Nyonya Meneer Semarang dengan Stres Kerja sebagai Variabel Intervening”.Skripsi Universitas Diponegoro: Semarang. Women Health. “Violence Against Women”. Tersedia dalam http://www.womenshealth.gov/violence-against-women/types-of-violence/sexualassault-and-abuse.html diakses tanggal 21 Juni 2013 Pukul 16.57wib. U.S. Department of Health and Human Services (HHS). World Health Organization. 2003. “Work Organization And Stress: Systematic Problem Approaches For Employers, Manager, And Trade Union Representatives”. Protecting Worker’s Health Series no.3. Author: Leka, Stavroula; Griffiths, Amanda; Cox, Tom. Tersedia dalam http://www.who.int/occupational_health/publications/en/oehstress.pdf diakses tanggal 27 juni 2012 pukul 02.09 WIB. Wulanyani, Swasti. dan Sudiajeng, Lilik. 2006. “Stres Kerja Akibat Konflik Peran Pada Wanita Bali”. Anima, Indonesian Psycgological Journal Volume 21 No. 2 Halaman 192-195. Yoan dan Ning. 2009. “Dunia Menolak Kekerasan Terhadap Perempuan”. Fokus edisi 20. Tersedia dalam http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=158:fo kus-edisi-20-dunia-menolak-kekerasan-terhadap-perempuan&catid=32:fokussuara-rahima&Itemid=47 diakses tanggal 7 mei 2013 pukul 15.30 WIB.
159
Yuda, Muchti Pratama. 2010. “Hubungan antara Konflik Peran Ganda dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja”. Skripsi S1. Unversitas Sumatera Utara Yudhaningrum, Lupi. 2009. “Pengaruh Pelatihan Manajemen Diri Untuk Menurunkan Tingkat Stres Kerja Karyawan Pramuniaga”. Tesis. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta Zaini, Fawaid. “Mutasi Pegawai sebagai Langkah Pendewasaan Tanggung Jawab”. telenteyan.blogspot.com/2012_07_01_archive.html diakses tanggal 26 september 2012 pukul 16.02 WIB.
161
162
No. responden:
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaykum Wr. Wb. Saya mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang mengadakan penelitian untuk tugas akhir saya (skripsi) mengenai “FaktorFaktor yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013”. Di tengah-tengah kesibukan ibu/saudari saat ini, izinkanlah saya meminta waktu ibu/saudari untuk mengisi daftar pertanyaan/angket penelitian yang bersama ini saya lampirkan. Saya mengharapkan kesediaan ibu/saudari untuk menjawab kuesioner ini dengan sejujur mungkin tanpa ada rasa takut, karena tidak ada penilaian benar atau salah untuk jawaban yang telah ibu/saudari berikan, dan setiap jawaban yang ibu/saudari berikan akan dijamin kerahasiaannya. Wassalamualaykum Wr. Wb. Jakarta, ………………… 2013 Tanda Tangan Responden
...........................................................
Peneliti
Bayu Pradana Herlambang
163
LEMBAR KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA DI WILAYAH KECAMATAN PAMULANG KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
Petunjuk Pengisian:
Mohon terlebih dahulu mengisi tanda tangan di samping tanda tangan peneliti.
Isilah identitas diri anda di kolom “Identitas Responden” yang sudah tersedia.
Berilah tanda silang (X) pada angka (0) atau (1) yang ada pada kolom pertanyaan sesuai dengan jawaban anda.
Jika anda selesai, periksalah kembali jawaban anda, jangan sampai ada yang terlewati! A. IDENTITAS RESPONDEN
(Diisi oleh Peneliti)
A1
Nama :
[
]
A2
Umur : Alamat Lengkap :
[
]
A3
Blok/Nomor Rumah :
[
]
[
]
[
]
[
]
Kelurahan : A4 A5
No. Telpon/HP: Status Perkawinan : 0.
Menikah
1. Belum Menikah A6
Pekerjaan:
B. FAKTOR ORGANISASIONAL B1 Kurangnya Otonomi
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda bisa membuat keputusan sendiri tentang bagaimana menjadwalkan B1.1
pekerjaan anda?
[
]
0. Tidak 1. Ya 164
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda bebas menentukan urutan hal-hal yang akan dilakukan pada B1.2
pekerjaan?
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
0. Tidak 1. Ya
Apakah pekerjaan ini memungkinkan anda bisa merencanakan B1.3
bagaimana anda melakukan pekerjaan anda? 0. Tidak 1. Ya
Apakah pekerjaan sekarang ini memberi anda kesempatan untuk menggunakan inisiatif pribadi anda dalam melaksanakan B1.4
pekerjaan? 0. Tidak 1. Ya
B1.5
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda dapat membuat banyak keputusan anda sendiri? 0. Tidak 1. Ya
Apakah pekerjaan sekarang ini menyediakan anda kebebasan B1.6
(keleluasaan) yang signifikan dalam pengambilan keputusan? 0. Tidak 1. Ya
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda untuk membuat keputusan mengenai metode apa yang akan anda B1.7
gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan anda? 0. Tidak 1. Ya
Apakah pekerjaan sekarang ini memberi anda kesempatan yang cukup bebas dalam menentukan bagaimana anda melakukan B1.8
pekerjaan? 0. Tidak 1. Ya
165
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda untuk memutuskan sendiri bagaimana cara anda melakukan pekerjaan B1.9
anda?
[
]
0. Tidak 1. Ya B2 Beban Kerja
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa pekerjaan yang dibebankan kepada anda B2.1
terlalu berat bagi anda?
[
]
[
]
[
]
[
]
0. Ya 1. Tidak
Apakah pekerjaan diluar tugas pokok yang harus anda lakukan B2.2
dalam 1 hari terlalu banyak bagi anda? 0. Ya 1. Tidak
Apakah pekerjaan yang anda lakukan setiap hari terasa sulit B2.3
untuk dikerjakan? 0. Ya 1. Tidak
Apakah dalam menyelesaikan pekerjaan anda, anda dituntut B2.4
untuk bekerja dengan cepat dan tepat? 0. Ya 1. Tidak
B3 Relokasi Pekerjaan
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa nyaman ketika anda pindah ke tempat kerja yang baru dengan jenis dan/ tanggung jawab pekerjaan B3
yang baru maupun tetap?
[
]
0. Tidak 1. Ya (jika tidak pernah berpindah tugas/ pindah tempat kerja tidak perlu diisi, lanjut ke pertanyaan B 4.1) 166
B4 Pelatihan
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah dari awal anda bekerja sampai sekarang anda pernah mendapatkan pelatihan yang bertujuan agar anda dapat B4.1
mengerjakan pekerjaan anda?
[
]
[
]
0. Tidak (Jika tidak, silahkan langsung ke pertanyaan B5.1) 1. Ya
Apakah pelatihan yang pernah anda dapatkan membuat anda B4.2
mudah dalam mengerjakan pekerjaan anda? 0. Tidak 1. Ya
B5 KARIER YANG MELELAHKAN
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa puas terhadap kesempatan kenaikan jabatan maupun golongan ataupun promosi kerja yang ada? B5.1
0. Tidak
[
]
[
]
[
]
[
]
1. Ya (jika pekerjaan anda tidak ada sistem kenaikan jabatan/ golongan karir ,pertanyaan B5.1 - B5.5 tidak perlu diisi, langsung lanjut ke pertanyaan B.6)
Apakah di tempat kerja anda sekarang anda pernah mendapat B5.2
posisi atau jabatan lain? 0. Tidak 1. Ya
Apakah anda merasa nyaman dengan posisi/jabatan pekerjaan B5.3
anda sekarang? 0. Tidak 1. Ya
Apakah atasan/ majikan menempatkan anda sesuai dengan B.5.4
jenjang pendidikan yang anda miliki? 0. Tidak 1. Ya
167
B.6 Hubungan Dengan Atasan/Majikan
(Diisi oleh Peneliti)
Bagaimana pola hubungan dan dukungan yang anda dapat dari atasan / majikan? B.6
0. Buruk
[
]
1. Baik (Jika tidak punya atasan/majikan tidak perlu diisi, silahkan lanjut ke pertanyaan berikutnya) B.7 Perkembangan Teknologi
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa bisa ketika dihadapkan dengan cara kerja atau alat kerja yang baru untuk digunakan dalam pekerjaan B.7
[
anda?
]
0. Tidak 1. Ya B.8 Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah gaji yang anda terima telah sesuai dengan tanggung B.8
jawab yang anda laksanakan?
[
]
0. Tidak 1. Ya C. FAKTOR INDIVIDU C.1 Pertentangan Antara Karir Dan Tanggung Jawab Keluarga
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah keluarga anda mendukung pekerjaan anda saat ini? C.1.1
0. Tidak 1. Ya
[
]
[
]
[
]
Apakah anda selalu tepat waktu masuk kerja walaupun harus C.1.2
mengurus /membantu keluarga anda sebelum berangkat? 0. Tidak 1. Ya
Apakah keluarga anda mengizinkan apabila anda sering bekerja C.1.3
lembur? 0. Tidak 1. Ya
168
Apakah anda diberikan izin oleh keluarga jika anda kerja pada C.1.4
malam hari?
0. Tidak 1. Ya C.2 Ketidakpastian Ekonomi
[
]
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah penghasilan yang anda dapatkan selalu tetap setiap C.2.1
bulannya?
[
]
[
]
0. Tidak 1. Ya
Apakah anda merasa pemasukan keuangan anda dapat C.2.2
memenuhi kebutuhan anda setiap bulannya?
0. Tidak 1. Ya C.3 Penghargaan Kerja
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa tunjangan , fasilitas, ataupun kata-kata pujian yang diberikan orang yang mempekerjakan anda, maupun penghargaan yang anda dapatkan dari pihak lain sudah C.3
sepadan dengan usaha yang anda kerjakan dalam mencari
[
]
nafkah? 0. Tidak 1. Ya C.4 Kejenuhan Kerja
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa tidak suka/ bosan dalam mengerjakan C.4
pekerjaan anda?
0. Ya 1. Tidak C.5 Perawatan Anak Yang Tidak Adekuat
[
]
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda dapat mengasuh anak dengan baik tanpa mengganggu pekerjaan anda? C.5
0. Tidak
[
]
1. Ya (jika belum memiliki anak tidak perlu diisi, silahkan lanjut ke pertanyaan C.6)
169
C.6 Hubungan Dengan Rekan Kerja
(Diisi oleh Peneliti)
Bagaimana pola hubungan dan dukungan yang anda dapat dari rekan kerja yang masih ada hubungannya dengan pekerjaan C.6
[
anda?
]
0. Buruk 1. Baik D. FAKTOR LINGKUNGAN D.1 Kondisi Lingkungan Kerja
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda merasa nyaman dengan kondisi lingkungan kerja D.1.1
anda?
[
]
[
]
[
]
0. Tidak 1. Ya
Apakah anda merasa nyaman dengan keramaian di tempat D.1.2
kerja anda? 0. Tidak 1. Ya
Apakah anda nyaman dengan suhu lingkungan/sirkulasi udara D.1.3
tempat kerja anda? 0. Tidak
1. Ya D.2 PELECEHAN SEKSUAL
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda pernah mendapat perlakuan di bawah ini dari rekan ataupun atasan anda? Main mata 0.Ya
1. Tidak
0.Ya
1. Tidak
0.Ya
1. Tidak
0.Ya
1. Tidak
0.Ya
1. Tidak
Siulan nakal D.2
Komentar yang berkonotasi seks
[
]
Humor porno Cubitan Colekan 170
0.Ya
1. Tidak
Tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu 0.Ya 1. Tidak Gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual 0.Ya 1. Tidak Ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman 0.Ya 1. Tidak Ajakan melakukan hubungan seksual sampai perkosaan 0.Ya 1. Tidak D.3 Kekerasan Di Tempat Kerja
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah anda pernah mendapat perlakuan di bawah ini dari rekan atau pelanggan maupun atasan anda? Perilaku yang mengancam (misal: menghancurkan properti atau melempar benda ke anda, menggebrak meja/pintu/dinding) 0.Ya
1. Tidak
Perkataan atau tulisan yang berisi ancaman 0.Ya D.3
1. Tidak
Dilecehkan
[
]
(setiap perilaku yang merendahkan, mempermalukan, menghina, ataupun mengganggu mental) 0.Ya
1. Tidak
Di caci maki 0.Ya
1. Tidak
Kekerasan Fisik (misal: dipukul, disikut, didorong, atau ditendang) 0.Ya
1. Tidak
D.4 Kemacetan Saat Pergi Dan Pulang Kerja
(Diisi oleh Peneliti)
Apakah kemacetan yang anda rasakan saat berangkat maupun D.4
pulang kerja mengganggu waktu dan kenyamanan anda?
[
]
0. Ya 1. Tidak
171
Petunjuk Pengisian:
Berilah tanda centang ( ) pada kolom indikator dengan memilih satu pilihan yaitu jawaban Tidak Pernah, Kadang-Kadang, atau Sering.
Jika anda selesai, periksalah kembali jawaban anda, jangan sampai ada yang terlewati.
INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA No. Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan Tidak KadangPerilaku selama 1 bulan terakhir Pernah (0) Kadang (1)
1.
Perubahan Fisiologis Sakit kepala atau pusing
2.
Sakit punggung
Sering (2)
Diisi Oleh Peneliti
[
]
karena habis berolahraga atau bukan karena habis melakukan aktifitas yang berat]
[
]
3.
Gangguan menstruasi
[
]
4.
Asma atau sesak nafas
[
]
[
]
[Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
[Bukan karena kurang minum, bukan
[Saat tenang dan tiba-tiba terjadi] 5.
Gangguan pencernaan pada lambung dan usus (mag atau lainnya) [Bukan karena salah makan]
6.
Susah tidur (Insomnia)
[
]
7.
Buang air besar lebih dari 2kali berturut-turut [Bukan karena salah
[
]
[
]
[
]
makan] 8.
Telinga berdenging [Bukan karena bising, tapi saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
9.
Menggertakan gigi di malam hari pada waktu tidur
172
INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA No. Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan Tidak KadangPerilaku selama 1 bulan terakhir Pernah (0) Kadang (1)
Sering (2)
Diisi Oleh Peneliti
10.
Sakit sendi di bagian rahang
[
]
11.
Gejala tekanan darah tinggi
[
]
12.
Gejala PJK (penyakit jantung koroner)
[
]
13.
Gejala herpes atau cacar air [
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
(ada tonjolan pada kulit seperti berisi air) 14.
Migraine (sakit kepala sebelah) [Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
15.
Perih /luka pada lambung [Bukan karena salah makan]
16.
Jantung berdebar-debar [Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
17.
Sering buang air kecil [Bukan karena banyak minum ataupun penyakit diabetes, dan bukan karena kondisi lingkungan yang dingin]
18.
Sering keluar keringat [Bukan sedang /setelah olahraga, bukan karena kondisi lingkungan yang dingin dan/atau panas, serta bukan karena habis melakukan aktifiras yang berat]
19.
Gugup [Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
20.
Nafsu makan hilang
21.
Badan terasa lemah
22.
[bukan karena habis melakukan aktifiras yang berat] Letih atau lesu. [bukan karena habis melakukan aktifiras yang berat]
173
INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA No. Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan Tidak KadangPerilaku selama 1 bulan terakhir Pernah (0) Kadang (1)
Sering (2)
Diisi Oleh Peneliti
Perubahan psikologis 23. Mudah marah. [Saat tenang, tibatiba terjadi dan bukan karena pengaruh
[
]
Mudah tersinggung Perasaan tertekan
[
]
[Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan bukan karena pengaruh dari orang lain]
[
]
[Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan bukan karena pengaruh dari orang lain]
[
]
27.
Mudah putus asa
[
]
28. 29.
Sikap acuh tak acuh/ cuek
[
]
[
]
dari orang lain] 24. 25.
26.
Merasa cemas atau gelisah
Perasaan tegang [Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan bukan karena pengaruh dari orang lain]
Perubahan perilaku 30.
Merasa malas bekerja
[
]
31.
Tidak hadir kerja
[
]
32.
Kurang konsentrasi
[
]
33.
Cepat merasa lupa
[
]
34.
Menunda-nunda pekerjaan
[
]
35.
Minum kopi / merokok
[
]
[
]
[
]
Minum obat tidur atau obat penenang Menghindar dari interaksi sosial 37. (pergaulan) 36.
Harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang terlewatkan! Terima kasih.
174
LAMPIRAN 3 OUTPUT SPSS UNIVARIAT JENIS PEKERJAAN Frequency Percent Formal 201 81.0 Informal 47 19.0 Total 248 100.0
PEKERJAAN Frequency Percent PNS 49 19.8 Karyawan Swasta 100 40.3 Wiraswasta 4 1.6 Guru 41 16.5 Dosen 1 0.4 Perawat 3 1.2 Bidan 3 1.2 Pedagang 29 11.7 Penjahit 2 0.8 Pegawai Salon 1 0.4 Pembantu Rumah Tangga 15 6.0 Total 248 100.0
STRES KERJA
Statistics
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic skor_stres
df
.075
248
skor_stres
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
.002
.970
df
Sig.
248
N
Valid Missing
.000
a. Lilliefors Significance Correction
248 0
Mean
16.70
Median
16.00 8a
Mode
Skor Stres Skor 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Frequency 5 2 8 5 4 7 7 8 15 6 6 9 15 5 8 6
Percent 2.0 0.8 3.2 2.0 1.6 2.8 2.8 3.2 6.0 2.4 2.4 3.6 6.0 2.0 3.2 2.4
Std. Deviation
Skor Stres Skor 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Frequency 10 11 11 7 8 7 10 5 10 12 6 5 4 1 4
Percent 4.0 4.4 4.4 2.8 3.2 2.8 4.0 2.0 4.0 4.8 2.4 2.0 1.6 0.4 1.6
9.842
Skor Stres Skor 31 32 33 34 36 37 38 39 40 44 45 59 Total
Frequency 3 3 3 2 1 3 1 1 1 1 1 1 248
Percent 1.2 1.2 1.2 0.8 0.4 1.2 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 100.0
175
Statistics Skor_Stres N
Valid
Beban_Kerja1
Pelatihan1
Karir1
Pertentangan_Karir
Ketidakpastian
Lingkungan
_keluarga1
_Ekonomi1
_Kerja1
248
248
248
248
248
248
248
0
0
0
0
0
0
0
Mean
16.70
2.73
1.30
4.90
2.80
1.29
2.64
Median
16.00
3.00
2.00
4.00
3.00
1.00
3.00
a
3
2
3
2
1
3
9.842
1.017
.931
2.878
.948
.672
.640
Missing
Mode
8
Std. Deviation
Stres_Kerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Stres
132
53.2
53.2
53.2
Tidak Stres
116
46.8
46.8
100.0
Total
248
100.0
100.0
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Beban_Kerja1
.268
248
.000
.869
248
.000
Pelatihan1
.402
248
.000
.631
248
.000
Karir1
.309
248
.000
.772
248
.000
Pertentangan_Karir_keluarga1
.207
248
.000
.861
248
.000
Ketidakpastian_Ekonomi1
.269
248
.000
.777
248
.000
Lingkungan_Kerja1
.434
248
.000
.604
248
.000
a. Lilliefors Significance Correction
176
Beban_Kerja Cumulative Frequency Valid
Berat
Percent
Valid Percent
Percent
84
33.9
33.9
33.9
Ringan
164
66.1
66.1
100.0
Total
248
100.0
100.0
Relokasi_Pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Tidak Pernah
Percent
Valid Percent
Percent
73
29.4
29.4
29.4
Pernah
175
70.6
70.6
100.0
Total
248
100.0
100.0
Kondisi_Relokasi_Kerja Cumulative Frequency Valid
Tidak Sesuai Sesuai
Total
Percent
Valid Percent
Percent
63
36.0
36.0
36.0
112
64.0
100.0
175
100.0
64.0 100.0
Pelatihan_Kerja Cumulative Frequency Valid Kurang
Percent
Valid Percent
Percent
92
37.1
37.1
37.1
Cukup
156
62.9
62.9
100.0
Total
248
100.0
100.0
Jenjang_Karir Cumulative Frequency Valid
Tidak Ada
Percent
Valid Percent
Percent
78
31.5
31.5
31.5
Ada
170
68.5
68.5
100.0
Total
248
100.0
100.0
177
karir
Frequency Valid
Tidak Meningkat Meningkat
Total
Percent
Valid
Cumulative
Percent
Percent
116
68.2
68.2
68.2
54
31.8
100.0
170
100.0
31.8 100.0
Atasan_or_Majikan Frequency Valid
Tidak Ada
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
29
11.7
11.7
11.7
Ada
219
88.3
88.3
100.0
Total
248
100.0
100.0
Hubungan_dgn_Atasan Cumulative Frequency Valid
Buruk Baik
Total
Percent
Valid Percent
8
3.7
3.7
211
96.3
219
100.0
96.3 100.0
Percent 3.7 100.0
Perkembangan_Teknologi Cumulative Frequency Valid
Tidak Mampu Mengikuti
Percent
Valid Percent
Percent
45
18.1
18.1
18.1
Mampu Mengikuti
203
81.9
81.9
100.0
Total
248
100.0
100.0
Tambah_Tanggungjawab_tanpa_tambah_Gaji
80
32.3
32.3
Cumulative Percent 32.3
Tidak
168
67.7
67.7
100.0
Total
248
100.0
100.0
Frequency Valid
Ya
Percent
Valid Percent
Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Terganggu
101
40.7
40.7
40.7
Tidak Terganggu
147
59.3
59.3
100.0
Total
248
100.0
100.0
178
Ketidakpastian_ekonomi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Terganggu
145
58.5
58.5
58.5
Tidak Terganggu
103
41.5
41.5
100.0
Total
248
100.0
100.0
Penghargaan_Kerja Cumulative Frequency Valid
Kurang
Percent
Valid Percent
Percent
75
30.2
30.2
30.2
Sepadan
173
69.8
69.8
100.0
Total
248
100.0
100.0
Kejenuhan_Kerja Cumulative Frequency Valid
Ada
Percent
Valid Percent
Percent
58
23.4
23.4
23.4
Tidak Ada
190
76.6
76.6
100.0
Total
248
100.0
100.0
Anak Cumulative Frequency Valid
Tidak/Belum Memiliki Anak
Percent
Valid Percent
Percent
62
25.0
25.0
25.0
Memiliki Anak
186
75.0
75.0
100.0
Total
248
100.0
100.0
Perawatan_Anak Cumulative Frequency Valid
Tidak Adekuat Adekuat
Total
Percent
Valid Percent
Percent
24
12.9
12.9
12.9
162
87.1
100.0
186
100.0
87.1 100.0
179
Hubungan_Rekan_Kerja Cumulative Frequency Valid
Buruk
Percent
Valid Percent
Percent
8
3.2
3.2
3.2
Baik
240
96.8
96.8
100.0
Total
248
100.0
100.0
Kondisi_Lingkungan_Kerja Cumulative Frequency Valid
Buruk
Percent
Valid Percent
Percent
69
27.8
27.8
27.8
Baik
179
72.2
72.2
100.0
Total
248
100.0
100.0
Pelecehan_Seksual Cumulative Frequency Valid
Pernah Mengalami
Percent
Valid Percent
Percent
65
26.2
26.2
26.2
Tidak Ada
183
73.8
73.8
100.0
Total
248
100.0
100.0
Kekerasan_di_Tempat_Kerja Frequency Valid
Pernah Mengalami
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
32
12.9
12.9
12.9
Tidak Ada
216
87.1
87.1
100.0
Total
248
100.0
100.0
Kemacetan Frequency Valid
Terganggu Tidak Terganggu Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
160
64.5
64.5
64.5
88
35.5
35.5
100.0
248
100.0
100.0
180
LAMPIRAN 4
OUTPUT SPSS BIVARIAT
Beban_Kerja * Stres_Kerja Beban_Kerja * Stres_Kerja Crosstabulation Stres_Kerja Stres Beban_Kerja
Berat
Count % within Beban_Kerja
Ringan
Total
20
84
76.2%
23.8%
100.0%
68
96
164
41.5%
58.5%
100.0%
132
116
248
53.2%
46.8%
100.0%
Count % within Beban_Kerja
Total
64
Count % within Beban_Kerja
Tidak Stres
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.000
25.531
1
.000
28.009
1
.000
26.908 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.000 26.799
N of Valid Cases
1
.000
.000
248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39.29. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Beban_Kerja (Berat /
Lower
Upper
4.518
2.503
8.153
1.838
1.478
2.284
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.407
.272
.609
N of Valid Cases
248
Ringan) For cohort Stres_Kerja = Stres
181
Kondisi_Relokasi_Kerja * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Kondisi_Relokasi_
Tidak Sesuai Count
Kerja
% within Kondisi_Relokasi_Kerja Sesuai
Count % within Kondisi_Relokasi_Kerja
Total
Count % within Kondisi_Relokasi_Kerja
Tidak Stres
Total
36
27
63
57.1%
42.9%
100.0%
60
52
112
53.6%
46.4%
100.0%
96
79
175
54.9%
45.1%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.649
.088
1
.766
.208
1
.648
.208 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.752
Linear-by-Linear Association
.206
N of Valid Cases
175
1
.384
.650
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.44. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kondisi_Relokasi_Kerja
Lower
Upper
1.156
.620
2.152
1.067
.810
1.404
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.923
.652
1.307
N of Valid Cases
175
(Tidak Sesuai / Sesuai) For cohort Stres_Kerja = Stres
182
Pelatihan_Kerja * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Pelatihan_ Kerja
Kurang
Count % within Pelatihan_Kerja
Cukup
Total
39
92
57.6%
42.4%
100.0%
79
77
156
50.6%
49.4%
100.0%
132
116
248
53.2%
46.8%
100.0%
Count % within Pelatihan_ Kerja
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df 1
.288
.866
1
.352
1.131
1
.287
1.129 b
Asymp. Sig. (2-
a
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.296 1.124
N of Valid Cases
1
.176
.289
248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 43.03. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Total
53
Count % within Pelatihan_ Kerja
Tidak Stres
Upper
Odds Ratio for Pelatihan_ Kerja (Kurang / Cukup)
1.325
.788
2.226
For cohort Stres_Kerja = Stres
1.138
.900
1.437
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.859
.645
1.144
N of Valid Cases
248
183
Karir * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Karir
Tidak Meningkat
Count % within Karir
Meningkat
Total
51
116
56.0%
44.0%
100.0%
22
32
54
40.7%
59.3%
100.0%
87
83
170
51.2%
48.8%
100.0%
Count % within Karir
Total
65
Count % within Karir
Tidak Stres
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.063
2.864
1
.091
3.462
1
.063
3.449 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.071 3.429
1
.045
.064
170
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26.36. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Karir (Tidak Meningkat /
Lower
Upper
1.854
.963
3.569
1.375
.960
1.971
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.742
.549
1.003
N of Valid Cases
170
Meningkat) For cohort Stres_Kerja = Stres
184
Hubungan_dgn_Atasan * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Hubungan_dgn_Atasan
Buruk
Count % within
Tidak Stres
Total
5
3
8
62.5%
37.5%
100.0%
112
99
211
53.1%
46.9%
100.0%
117
102
219
53.4%
46.6%
100.0%
Hubungan_dgn_Atasan Baik
Count % within Hubungan_dgn_Atasan
Total
Count % within Hubungan_dgn_Atasan
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.600
.027
1
.870
.279
1
.598
.275 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.727
Linear-by-Linear Association
.274
N of Valid Cases
219
1
.439
.601
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.73. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Hubungan_dgn_Atasan
Lower
Upper
1.473
.343
6.322
1.177
.678
2.044
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.799
.323
1.978
N of Valid Cases
219
(Buruk / Baik) For cohort Stres_Kerja = Stres
185
Perkembangan_Teknologi * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Perkembangan_Teknologi
Tidak Mampu Mengikuti
Count % within
Tidak Stres 31
14
68.9%
31.1%
101
102
49.8%
50.2%
132
116
53.2%
46.8%
Tota
100.
Perkembangan_Teknologi Mampu Mengikuti
Count % within
100.
Perkembangan_Teknologi Total
Count % within Perkembangan_Teknologi Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.020
4.676
1
.031
5.556
1
.018
5.417 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.021 5.396
N of Valid Cases
1
.015
.020
248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.05. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for
Lower
Upper
2.236
1.123
4.452
1.385
1.089
1.760
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.619
.393
.977
N of Valid Cases
248
Perkembangan_Teknologi (Tidak Mampu Mengikuti / Mampu Mengikuti) For cohort Stres_Kerja = Stres
186
100.
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Tambah_Tanggungjwb
Ya
_tnp_tambah_Gaji
Count % within
Tidak Stres
Total
53
27
80
66.2%
33.8%
100.0
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji Tidak
%
Count % within
79
89
168
47.0%
53.0%
100.0
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji Total
%
Count % within
132
116
248
53.2%
46.8%
100.0
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji
%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.005
7.293
1
.007
8.168
1
.004
8.046 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.006 8.014
N of Valid Cases
1
.003
.005
248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 37.42. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for
Lower
Upper
2.211
1.271
3.847
1.409
1.126
1.763
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.637
.454
.894
N of Valid Cases
248
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_ Gaji (Ya / Tidak) For cohort Stres_Kerja = Stres
187
Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Pertentangan_Pekerjaan_ Terganggu
Count
Keluarga
% within Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga Tidak
Count
Terganggu
% within Pertentangan_ Pekerjaan _Keluarga
Total
Count % within Pertentangan_ Pekerjaan _Keluarga
Tidak Stres 54
47
53.5%
46.5%
78
69
53.1%
46.9%
132
116
53.2%
46.8%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.950
.000
1
1.000
.004
1
.950
.004 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear Association
.004
N of Valid Cases
248
1
.527
.950
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 47.24. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for
Lower
Upper
1.016
.612
1.689
1.008
.795
1.277
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.991
.756
1.300
N of Valid Cases
248
Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga (Mengganggu / Tidak Mengganggu) For cohort Stres_Kerja= Stres
188
Tota
100
100
100
Ketidakpastian_ekonomi * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Ketidakpastian_ekonomi
Terganggu
Count % within
Tidak Stres
Total
89
56
145
61.4%
38.6%
100.0%
43
60
103
41.7%
58.3%
100.0%
132
116
248
53.2%
46.8%
100.0%
Ketidakpastian_ekonomi Tidak Terganggu
Count % within Ketidakpastian_ekonomi
Total
Count % within Ketidakpastian_ekonomi
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.002
8.551
1
.003
9.362
1
.002
9.323 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.003 9.285
N of Valid Cases
1
.002
.002
248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 48.18. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Ketidakpastian_ekonomi
Lower
Upper
2.218
1.325
3.711
(Terganggu / Tidak Terganggu) For cohort Stres_Kerja = Stres
1.470
1.131
1.911
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.663
.510
.862
N of Valid Cases
248
189
Penghargaan_Kerja * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Penghargaan_Kerja
Kurang
Count % within Penghargaan_Kerja
Sepadan Count % within Penghargaan_Kerja Total
Count % within Penghargaan_Kerja
Tidak Stres
Total
51
24
75
68.0%
32.0%
100.0%
81
92
173
46.8%
53.2%
100.0%
132
116
248
53.2%
46.8%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.002
8.595
1
.003
9.609
1
.002
9.426 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.002
Linear-by-Linear Association
9.388
N of Valid Cases
1
.002
.002
248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35.08. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Penghargaan_Kerja
Lower
Upper
2.414
1.365
4.267
1.452
1.163
1.814
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.602
.421
.861
N of Valid Cases
248
(Kurang / Sepadan) For cohort Stres_Kerja = Stres
190
Kejenuhan_Kerja * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Kejenuhan_Kerja
Ada
Count % within Kejenuhan_Kerja
Tidak Ada
Total
13
58
77.6%
22.4%
100.0%
87
103
190
45.8%
54.2%
100.0%
132
116
248
53.2%
46.8%
100.0%
Count % within Kejenuhan_Kerja
Total
45
Count % within Kejenuhan_Kerja
Tidak Stres
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.000
16.791
1
.000
18.998
1
.000
18.045 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.000
Linear-by-Linear Association
17.973
N of Valid Cases
1
.000
.000
248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.13. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kejenuhan_Kerja
Lower
Upper
4.098
2.076
8.089
1.694
1.377
2.085
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.413
.252
.679
N of Valid Cases
248
(Ada / Tidak Ada) For cohort Stres_Kerja = Stres
191
Perawatan_Anak * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Perawatan_Anak
Tidak Adekuat
Count % within Perawatan_Anak
Adekuat
Total
8
24
66.7%
33.3%
100.0%
80
82
162
49.4%
50.6%
100.0%
96
90
186
51.6%
48.4%
100.0%
Count % within Perawatan_Anak
Total
16
Count % within Perawatan_Anak
Tidak Stres
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.114
1.856
1
.173
2.549
1
.110
2.500 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.130 2.487
N of Valid Cases
1
.086
.115
186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.61. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Perawatan_Anak
Lower
Upper
2.050
.831
5.057
1.350
.977
1.865
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.659
.367
1.183
N of Valid Cases
186
(Tidak Adekuat / Adekuat) For cohort Stres_Kerja = Stres
192
Hubungan_Rekan * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Hubungan_Rekan
Buruk
Count % within Hubungan_Rekan
Baik
Count % within Hubungan_Rekan
Total
Count % within Hubungan_Rekan
Tidak Stres
Total
4
4
8
50.0%
50.0%
100.0%
128
112
240
53.3%
46.7%
100.0%
132
116
248
53.2%
46.8%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.853
.000
1
1.000
.034
1
.853
.035 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear Association
.034
N of Valid Cases
248
1
.565
.853
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.74. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Hubungan_Rekan
Lower
Upper
.875
.214
3.580
.938
.464
1.894
1.071
.529
2.171
(Buruk / Baik) For cohort Stres_Kerja = Stres For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres N of Valid Cases
248
193
Kondisi_Lingkungan_Kerja * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Kondisi_Lingkungan_ Buruk
Count
Kerja
% within Kondisi_Lingkungan_Kerja Baik
Count % within Kondisi_Lingkungan_Kerja
Total
Count % within Kondisi_Lingkungan_Kerja
Tidak Stres
43
26
62.3%
37.7%
89
90
49.7%
50.3%
132
116
53.2%
46.8%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.075
2.689
1
.101
3.204
1
.073
3.175 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.089
Linear-by-Linear Association
3.162
N of Valid Cases
1
.050
.075
248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32.27. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for
Lower
Upper
1.672
.947
2.952
1.253
.991
1.586
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.749
.535
1.049
N of Valid Cases
248
Kondisi_Lingkungan_Kerja (Mengganggu / Tidak mengganggu) For cohort Stres_Kerja = Stres
194
To
10
10
10
Pelecehan_Seksual * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Pelecehan_Seksual
Pernah Mengalami
Count % within
Tidak Stres
Total
43
22
65
66.2%
33.8%
100.0%
89
94
183
48.6%
51.4%
100.0%
132
116
248
53.2%
46.8%
100.0%
Pelecehan_Seksual Tidak Pernah
Count
Mengalami
% within Pelecehan_Seksual
Total
Count % within Pelecehan_Seksual
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.015
5.231
1
.022
6.012
1
.014
5.914 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.020
Linear-by-Linear Association
5.890
N of Valid Cases
1
.011
.015
248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.40. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Pelecehan_Seksual
Lower
Upper
2.064
1.144
3.724
1.360
1.082
1.710
For cohort Stres_Kerja= Tidak Stres
.659
.456
.952
N of Valid Cases
248
(Pernah Mengalami / Tidak Ada) For cohort Stres_Kerja = Stres
195
Kekerasan_di_Tempat_Kerja * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Tidak Stres Kekerasan_di_Tempat Pernah Mengalami
Count
_Kerja
% within Kekerasan_di_Tempat_Kerja Tidak Pernah
Count
Mengalami
% within Kekerasan_di_Tempat_Kerja
Total
Count % within Kekerasan_di_Tempat_Kerja
Stres
22
10
32
68.8%
31.3%
100.0%
110
106
216
50.9%
49.1%
100.0%
132
116
248
53.2%
46.8%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Asymp. Sig.
Exact Sig.
Exact Sig.
(2-sided)
(2-sided)
(1-sided)
a
1
.059
2.877
1
.090
3.653
1
.056
3.557 b
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.086 3.542
N of Valid Cases
1
.044
.060
248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.97. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for
Lower
Upper
2.120
.959
4.688
1.350
1.033
1.765
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.637
.374
1.084
N of Valid Cases
248
Kekerasan_di_Tempat_Kerja (Pernah Mengalami / Tidak Ada) For cohort Stres_Kerja = Stres
Total
196
Kemacetan * Stres_Kerja Crosstab Stres_Kerja Stres Kemacetan
Terganggu
Count % within Kemacetan
Tidak Terganggu
Total
71
160
55.6%
44.4%
100.0%
43
45
88
48.9%
51.1%
100.0%
132
116
248
53.2%
46.8%
100.0%
Count % within Kemacetan
Total
89
Count % within Kemacetan
Tidak Stres
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.307
.789
1
.375
1.042
1
.307
1.043 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.352 1.038
1
.187
.308
248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 41.16. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kemacetan
Lower
Upper
1.312
.779
2.210
1.138
.882
1.468
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres
.868
.664
1.134
N of Valid Cases
248
(Terganggu / Tidak Terganggu) For cohort Stres_Kerja = Stres
197