ANALISIS PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI GIZI DI DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat SKRIPSI
OLEH :
MOCHAMAD IQBAL NURMANSYAH NIM : 109101000052
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H 2013 M
ANALISIS PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI GIZI DI DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat SKRIPSI
OLEH :
MOCHAMAD IQBAL NURMANSYAH NIM : 109101000052
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H 2013 M
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Maret 2013 Mochamad Iqbal Nurmansyah, NIM : 109101000052 Analisis Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi Di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 110 + xvii halaman, 5 bagan, 2 gambar,15 tabel, 8 lampiran ABSTRAK Informasi merupakan aspek penting yang harus tersedia untuk dapat membuat keputusan dengan baik. Untuk menyediakan informasi dengan baik dibutuhkan sistem informasi. Sistem informasi gizi merupakan sistem informasi yang menyediakan informasi mengenai pembinaan gizi. Pelaksanaan pengelolaan sistem informasi gizi masih mengalami permasalahan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen untuk mengetahui pelaksanaan, masalah dan solusi dalam setiap komponen yaitu input, proses dan output sistem informasi gizi melalui alat penilaian, health metric network, yang dikeluarkan oleh WHO. Penelitian dilakukan selama Januari sampai Maret 2013. Hasil penelitian menunjukan bahwa belum ada kebijakan serta pelatihan mengenai surveilans gizi di Kota Tangerang Selatan. Kegiatan pemantauandilakukan berdasarkan pedoman pembinaan wilayah yang dikeluarkan oleh Dinkes Tangsel. Sarana sudah mencukupi namun belum ada upaya perawatannya. Terdapat enam indikator dalam pembinaan gizi yang sudah mengacu pada MDG’s. Terdapat pengelompokan data dan juga kamus untuk menginterpretasikan data yang tersedia. Pelaporan dilakukan setiap bulan mulai dari posyandu, bidan desa, puskesmas hingga Dinas Kesehatan. Grafik dan peta sudah digunakan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan untuk menyajikan data. Data yang tersedia juga sudah digunakan untuk monitoring dan pengambilan keputusan dalam kegiatan pembinaan gizi baik di tingkat posyandu, puskesmas maupun dinas kesehatan. Secara umum, berdasarkan alat penilaian yang dikeluarkan oleh WHO, skor pelaksanaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan bernilai dua yang artinya sudah mencukupi atau memadai. Daftar bacaan: (1974-2013)
iii
FACULTY MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH INTENTION HEALTH CARE MANAGEMENT Thesis, March 2013 Mochamad Iqbal Nurmansyah, NIM : 109101000052 Analysis Implementation Nutrition Information System In Tangerang Selatan Years 2013 110 + xvii page, 5 chart, 2 image,15 table, 8 attachment ABSTRACT Information is important aspect which has to available for good decisions. To provide good information needs information system. Nutrition Information System is information system that providing information about nutrition development. Management of nutrition information system has problem at South Tangerang health department. The purpose of the research is analysis implementation nutrition information system in Tangerang Selatan. Research use qualitative method with deep interview, observation and study document to knows about implementation, problem and solution in each component input, process and output nutrition information system through Health Metric Network. Interview is being during January until March 2013. Result shows that regulation which managing surveilance is not adequate. Training for nutrition information system management has not been done. Monitoring activity has been done based on guideline guidance area. Facility is enough but no treatment. There are a six indicators that refer to MDG’s. There are a data grouping and dictionary to interpretation data which available. Reporting is done every month from posyandu, midwife, puskesmas until health department. Graphics and map has been used with Health Department for present data. Data use for monitoring and making decision in nutrition activity development in posyandu level, puskesmas nor Health Department. Generally, based on HMN tools, nutrition information system has a score 1,8 that means not adequate. References: (1974-2013)
iv
ANALISIS PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI GIZI DI DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh Mochamad Iqbal Nurmansyah NIM: 109101000052
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
v
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi dengan judul Analisis Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan telah diajukan dalam siding ujian skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 24 April 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM.) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat. Jakarta, 24 April 2013 Sidang Ujian Skripsi
vi
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, April 2013
Mochamad Iqbal Nurmansyah
vii
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Mochamad Iqbal Nurmansyah
TTL
: Cirebon, 15 November 1991
Jenis Kelamin : Laki-laki Usia
: 21 tahun
No. Hp
: +6285719794645
Alamat
: Jl. Gn. Galunggung III, D. 25, No. 80, Perumnas – Cirebon 15412
E-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan: 1. TK Tunas Ciremai Giri Cirebon : 1995 - 1997 2. SDN Galunggung
: 1997 - 2003
3. SMPN 6 Cirebon
: 2003 - 2006
4. SMF Muhammadiyah Cirebon
: 2006 - 2009
5. S1 Kesehatan Masyarakat
: 2009 - sekarang
viii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur kepada Illahi Rabbi yang telah memberikan berbagai nikmat kepada kita semua. Shalawat dan salam tak lupa kita panjatkan kepada nabi Muhammad SAW. Dengan memanjatkan rasa syukur, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi Di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2013”. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, perhatian dan kasih sayang yang luar biasa. 2. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjuddin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Febrianti, M.si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 4. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM dan Ibu Catur Rosidati, MKM selaku pembimbing skripsi. 5. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, khususnya Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah membantu dalam kelancaran penelitian hingga penyelesaian masa studi. 6. Bapak H. Dadang, S.Ip, M.Epid selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian di Kota Tangerang Selatan. 7. Informan Bu Ida selaku Kepala Seksi Pembinaan Gizi Masyarakat, Ibu Thea dan Ibu Ari selaku Tenaga Pelaksana Gizi di Puskesmas Jurang Mangu dan Kampung Sawah dan Kader Posyandu. 8. Teman-teman kesehatan masyarakat UIN Jakarta angkatan 2009 yang makin kece badai dan selalu bersemangat untuk menyelesaikan studinya
ix
9. Terima kasih secara khusus kepada Badra Al- Aufa yang telah menemani penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisannya tepat waktu. 10. Terima kasih kepada teman-teman dershane Anda bey, Takdir bey, Akrom bey, Sena bey, Usep bey, Jefri bey, Dede bey, Samiun bey, Andik bey, Erdem bey dan abiler lainnya yang tidak bisa kusebutkan satu persatu Penulis sadar bahwa dalam penulisan skirpsi ini masih terdapat banyak kekurangan sehingga penulis sangat menerima setiap kritik dan saran yang diberikan untuk memperbaiki skripsi ini. Semoga tulisan yang sedikit ini dapat bermanfaat dengan menambah khazanah keilmuan Kesehatan Masyarakat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Ciputat, April 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ...................................................................................
i
ABSTRAK ...............................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................
iv
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................
v
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
ix
DAFTAR BAGAN ......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xv
DAFTAR TABEL ......................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xvii
DAFTAR ISTILAH ...................................................................................
xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah .....................................................................
3
1.3.Pertanyaan Penelitian .................................................................
5
1.4. Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................
5
1.4.2. Tujuan Khusus .................................................................
5
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Kementerian Kesehatan ..........................................
6
1.5.2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten ...................................
6
1.5.3. Bagi Peneliti Lain............................................................
7
1.5.4. Program Studi Kesehatan Masyarakat ............................
7
1.6.Ruang Lingkup ..........................................................................
7
xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2 Manajemen dan Informasi Kesehatan ........................................
8
2.2.1 Pengertian Manajemen dan Informasi Kesehatan .......
8
2.2.2 Tujuan Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan
8
2.1 Sistem Informasi
9
2.1.1. Dasar-Dasar Informasi dan Sistem Informasi
9
2.1.1.1 Definisi Data dan Informasi
9
2.1.1.2 Kualitas Informasi
9
2.1.2. Dasar Sistem Informasi
10
2.1.2.1. Definisi Sistem
10
2.1.2.2 Definisi Sistem Informasi
11
2.1.2.3 Jenis Sistem Informasi
12
2.1.3 Sistem Informasi Manajemen .....................................
13
2.1.3.1 Fungsi Sistem Informasi Manajemen ............
13
2.1.3.2 Komponen Sistem Informasi Manajemen .....
14
2.1.3.3 Tipe Keputusan dan Informasi Manajemen....
15
2.3 Sistem Informasi Gizi ................................................................
16
2.3.1 Definisi Sistem Informasi Gizi ....................................
16
2.3.2 Tujuan Sistem Informasi Gizi .....................................
16
2.4 Surveilans Gizi ...........................................................................
17
2.4.1 Pengertian Surveilans Gizi ..........................................
17
2.4.2 Tujuan Surveilans Gizi ................................................
17
2.4.3 Pendanaan Surveilans di Tingkat Kabupaten/Kota ......
17
2.5 Hubungan Sistem Informasi Gizi Dengan Surveilans Gizi.........
19
xii
2.5.1 Indikator Surveilans Gizi yang Dilaporkan Melalui Sistem Informasi Gizi ......................................................................
19
2.5.2 Pemanfaatan Informasi Berdasarkan Indikator Dalam Sistem Informasi Gizi ...................................................................... 20 2.6 Matriks Jaringan Kesehatan .......................................................
23
2.7 Kerangka Teori ...........................................................................
27
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1. Kerangka Pikir ..........................................................................
28
3.2 Definisi Istilah ..........................................................................
30
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian .....................................................................
32
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................
32
4.3 Informan Penelitian..................................................................
32
4.4. Instrumen Penelitian ................................................................
33
4.5 Sumber Data .............................................................................
33
4.6 Metode Pengumpulan Data .....................................................
36
4.7 Validasi Data ...........................................................................
40
4.8 Pengolahan Data .....................................................................
43
4.9 Penyajian Data ........................................................................
44
4.10 Analisis Data .........................................................................
44
BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Informan Penelitian...................................
45
5.2 Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan...................
46
5.2.1 Visi dan Misi
46
xiii
5.2.2 Keadaan Umum Wilayah
47
5.2.3 Kependudukan
48
5.2.4 Sarana Kesehatan
48
5.2.5 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
49
5.2.6 Gambaran Umum Seksi Gizi
50
5.3Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
53
5.4 Gambaran Input Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
56
5.5 Gambaran Proses Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
66
5.4.1 Indikator
66
5.4.2 Sumber Data
68
5.4.3 Manajemen Data
71
5.6 Gambaran Output Sistem Informasi GIzi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
75
5.5.1 Produk Informasi
75
5.5.2 Diseminasi dan Penggunaan Informasi
79
5.7 Skor Rata-Rata Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Alat Penilaian WHO
85
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian
87
6.2 Karakteristik Informan
87
xiv
6.3 Gambaran Input Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
88
6.4 Gambaran Proses Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
93
6.4.1 Indikator
93
6.4.2 Sumber Data
95
6.4.3 Manajemen Data
96
6.5 Gambaran Output Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
99
6.5.1 Produk Informasi
99
6.5.2 Diseminasi dan Penggunaan Informasi
102
6.6 Gambaran Maslah dan Solusi Alternatif Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
104
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan
108
7.2 Saran
109
7.2.1 Bagi Kementrian Kesehatan
109
7.2.2 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
110
7.2.3 Bagi Puskesmas
110
7.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
111
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1
Kerangka Teori
27
Bagan 3.1
Kerangka Pikir Sistem Informasi Gizi
29
Bagan 5.1
Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
49
Bagan 5.2
Alur Pelaporn Kinerja Pembinaan Gizi
80
Bagan 6.1
Alur Pelaporan dan Umpan Balik Serta Koordinasi Pelaporan Kegiatan Pembinaan Gizi
101
xvi
DAFTAR GAMBAR Gambar 5.1
Interface Laporan Bulanan Sistem Informasi Gizi
55
Gambar 5.2
Interface Beranda Sistem Informasi Gizi
55
xvii
DAFTAR TABEL Tabel 4.1
Sumber Perolehan Data Berdasarkan Informan
33
Tabel 4.2
Sumber Perolehan Data Berdasarkan Metode Pengumpulan
37
Tabel 4.3
Validasi Data
40
Tabel 5.1
Karakteristik Informan
46
Tabel 5.2
Nama Kecamatan dan Jumlah Kelurahan di Kota Tangsel
48
Tabel 5.3
Penilaian Sumber Daya- Kebijakan dan Koordinasi
60
Tabel 5.4
Penilaian Sumber Daya- Dana dan Tenaga Pelaksana
63
Tabel 5.5
Penilaian Sumber Daya- Sarana
65
Tabel 5.6
Penilaian Indikator
68
Tabel 5.7
Penilaian Sumber Data-Surveilans Gizi
71
Tabel 5.8
Penilaian Manajemen Data
74
Tabel 5.9
Penilaian Produk Sistem Informasi– Kualitas Data
79
Tabel 5.10
Penilaian Diseminasi dan Penggunaan InformasiKebutuhan dan Analisis
Tabel 5.11
Penilaian Diseminasi dan Penggunaan InformasiAdvokasi, Implementasi dan Aksi
Tabel 5.12
Tabel 5.13
81
83
Penilaian Diseminasi dan Penggunaan InformasiPerencanaan, Pengaturan Prioritas, Alokasi Sumber Daya
84
Skor Kumulatif Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan
86
Kota Tangerang Selatan Tabel 6.1
Masalah dan Solusi Alternatif Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
105
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Izin Penelitian
Lampiran 2
Pedoman Wawancara Mendalam
Lampiran 3
Pedoman Observasi
Lampiran 4
Alat Penilaian Sistem Informasi Kesehatan (Tools Assessment HMN)
Lampiran 5
Form Pengisian Kegiatan Pembinaan Gizi di Tingkat Puskesmas dan Posyandu
Lampiran 6
Daftar Tilik Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Lampiran 7
Penyajian data di Tingkat Dinas Kesehatan
Lampiran 8
Gambar Dokumentasi
xix
DAFTAR ISTILAH
ASI
Air Susu Ibu
ATK
Alat Tulis Kantor
BB
Berat Badan
Dinkes
Dinas Kesehatan
HMN
Health Metric Network
ICT
Information and Communications Technology
KIA
Kesehatan Ibu dan Anak
KMS
Kartu Menuju Sehat
MDG’s
Millenium Development Goals
MP-ASI
Makanan Pendamping Air Susu Ibu
PMT
Pemberian Makanan Tambahan
Saryankes
Sarana Yayasan Kesehatan
SIGIZI
Sistem Informasi Gizi
SKD
Sistem Kesehatan Daerah
Tangsel
Tangerang Selatan
TB
Tinggi Badan
TPG
Tenaga Pelaksana Gizi
TTD
Tablet Tambah Darah
WHO
World Health Organization
WUS
Wanita Usia Subur
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Informasi menjadi sebuah hal yang penting dalam pengambilan sebuah keputusan. Sebuah keputusan yang baik bukan diambil secara sembarangan namun harus didasarkan pada data yang terkumpul secara sistematis, terolah dengan baik dan tersimpan secara teratur sehingga data tersebut bersifat aktual dan reliabel (Siagian, 1974). Hal tersebut juga berlaku dalam bidang kesehatan. Dalam bidang kesehatan, informasi kesehatan berfungsi dalam pengambilan keputusan. Selain itu, informasi juga berfungsi untuk mengidentifikasi masalah, kebutuhan, kemajuan dan evaluasi dampak dari sebuah intervensi (WHO, 2008). Ketersediaan informasi kesehatan sangat dipengaruhi oleh keberadaan sistem informasi kesehatan. Di Indonesia, sistem informasi kesehatan dapat ditemukan dalam berbagai bidang seperti bidang gizi, kesehatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Sistem informasi kesehatan juga terbagi menjadi beberapa tingkatan seperti tingkat pelayanan kesehatan dasar, kabupaten/kota dan nasional. Mengingat pentingnya sebuah sistem informasi maka Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan sebuah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/MENKES/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Dalam keputusan tersebut tertulis bahwa subsistem manajemen dan informasi kesehatan dibentuk dengan tujuan agar terwujudnya kebijakan kesehatan
yang
sesuai
dengan
kebutuhan,
berbasis
bukti
dan
operasional,
terselenggaranya fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang berhasil guna berdaya guna, dan akuntabel, serta didukung oleh hukum kesehatan dan sistem informasi kesehatan
2 untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (SKN, 2009). Sistem informasi gizi merupakan salah satu sistem informasi tingkat nasional yang dikelola oleh Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pelaksanaan surveilans melalui sistem tersebut telah dilaksanakan sejak tahun 2011. Sistem tersebut dibuat untuk dapat menyediakan berbagai data mengenai kegiatan pembinaan gizi seperti penimbangan balita di posyandu (D/S), data kasus gizi buruk, data cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil, data cakupan konsumsi garam beriodium, data cakupan pemberian vitamin A dan data cakupan ASI eksklusif. Informasi yang tersedia dari sistem tersebut sangat membantu para pengambil keputusan untuk dapat berkoordinasi dengan daerah, meningkatkan kinerja pelaksana dan program serta sebagai bahan evaluasi dan perencanaan kegiatan (Direktorat Bina Gizi, 2013). Status gizi anak Indonesia, belum mencapai kondisi yang diharapkan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, prevalensi balita kurang gizi secara nasional adalah sebebesar 17,9% dan 4,9% diantaranya memiliki status gizi buruk. Sedangkan balita pendek atau stunting secara nasional berjumlah 35,6%. Dalam pemberian ASI eksklusif secara keseluruhan pada umur 0-1 bulan, 2-3 bulan dan 4-5 bulan berturut-turut adalah 45,5%, 38,3% dan 31,0% (Riskesdas, 2010). Oleh karena itu, penyelenggaraan sistem informasi kesehatan gizi dirasa sangat penting untuk dapat menyediakan data dan informasi, sehingga pemerintah dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menangani permasalahan gizi di Indonesia. Dalam penyediaan data dan informasi mengenai status gizi tidak dapat dilakukan secara parsial, oleh karena itu Pemerintah Pusat yang perlu melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pelayanan Kesehatan seperti puksesmas dan posyandu. Pada dasarnya, pemerintah pusat hanya menghimpun data
3 mengenai status gizi yang dimasukkan oleh pemerintah daerah dimana sebelumnya pemerintah daerah juga menghimpun data status gizi dari pelayanan kesehatan yang ada diwilayahnya. Hingga saat ini, ketersediaan data dalam website sistem informasi gizi dirasa masih kurang optimal. Hal tersebut ditunjukan dengan tidak tersedianya data bulan Agustus 2012 mengenai cakupan pemberian vitamin A, cakupan penggunaan garam beriodium dan pemberian ASI eksklusif pada beberapa daerah di Provinsi Banten seperti Pandeglang, Serang dan Tangerang Selatan. Informasi yang tidak aktual menjadi sebuah permasalahan yang dapat menyebabkan informasi tidak berkualitas sehingga berdampak pada sulitnya pengambilan keputusan berbasis fakta oleh Pemerintah. Tidak tersedianya informasi kegiatan pembinaan gizi di Kota Tangerang Selatan menjadi sebuah permasalahan yang harus diketahui secara lebih mendalam. Bila dikaitkan dengan kondisi gizi masyarakat di Kota Tangerang Selatan, berdasarkan data yang diperoleh dari SIGIZI, jumlah penderita gizi buruk di Kota Tangerang Selatan tahun 2012 dari bulan Januari hingga Juli 2012 mengalami peningkatan. Menurut World Health Organization (WHO), dalam bukunya yang berjudul Framework and Standards for Country Health Information Systems, komponen dan standar yang akan mempengaruhi kinerja dari sistem informasi kesehatan diantaranya adalah sumber daya sistem informasi kesehatan, indikator, sumber data, manajemen data, produk informasi, diseminasi dan penggunaan data (WHO, 2008). Oleh karena itu, peneliti akan meneliti pelaksanaan sistem informasi gizi pada Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Penelitian dilakukan berdasarkan kerangka teori yang dibuat oleh WHO melalui berbagai penyesuaian.
4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan website sistem informasi gizi Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada bulan Januari 2013, tidak tersedia data bulan Agustus tahun 2012 mengenai cakupan pemberian vitamin A, pemberian ASI eksklusif dan cakupan penggunaan garam beriodium di Kota Tangerang Selatan. Data tersebut termasuk data yang harus dilaporkan setiap enam bulan. Berdasarkan kesepakatan antara pemerintah pusat dan daerah, data enam bulanan tersebut seharusnya telah dilaporkan kepada Pemerintah Pusat setiap tanggal 10 bulan selanjutnya. Bila dilihat secara trend, kinerja pelaporan data terjadi penurunan. Hal ini dapat dilihat pada Sistem Informasi Gizi (SIGIZI) dimana data cakupan pemberian vitamin A dan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bulan Februari tahun 2012 tersedia, namun data pada bulan Agustus 2012 data tersebut tidak tersedia. Dalam sudut pandang manajemen, ketidaktersediaan data pada tahun sebelumnya, di awal tahun berjalan berpengaruh pada penyusunan program pembinaan gizi yang dilakukan para pembuat program baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Hal tersebut dikarenakan terdapat pembuatan program oleh Pemerintah Daerah dilakukan setiap awal tahun. Tidak tersedianya informasi dalam merencanakan dapat mengakibatkan kesalahan dalam membuat program atau kegiatan karena tidak menggunakan konsep evidence based atau berbasis fakta. Kota Tangerang Selatan sebenarnya bukan termasuk daerah perbatasan ataupun daerah tertinggal. Hal tersebut dapat terlihat dari letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta sehingga akses terhadap jaringan internet maupun teknologi penunjang lainnya sangatlah mudah. Oleh karena itu, tidak dimanfaatkannya pelaporan melalui sistem informasi gizi sebagai media pelaporan menjadi sebuah masalah yang perlu dianalisis secara lebih mendalam. Atas dasar tersebut,
5 peneliti ingin mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana gambaran pelaksanaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013?
1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya gambaran pelaksanaan dan masalah yang terjadi pada pelaksanaan kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Diketahuinya ruang lingkup sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 1.4.2.2 Diketahuinya gambaran input sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 1.4.2.3 Diketahuinya gambaran proses sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangearang Selatan. 1.4.2.4 Diketahuinya gambaran output sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 1.4.2.5 Diketahuinya masalah pada setiap komponen sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
6 1.4.2.6 Diketahuinya alternatif solusi dalam menangani masalah pada setiap komponen sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Kementerian Kesehatan 1.5.1.1 Mengetahui gambaran kinerja pelaksanaan pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 1.5.1.2 Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 1.5.1.3 Mendapatkan solusi dalam menangani kendala pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sehingga dapat meningkatkan pelaksanaan pelaporan untuk tingkat nasional.
1.5.2 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan 1.5.2.1 Mengetahui gambaran pelaksanaan pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 1.5.2.2 Mengetahui kendala yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dalam pelaksanaan pelaporan kinerja gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi.
7 1.5.2.3 Mendapatkan masukan dan solusi dalam menangani kendala pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi. 1.5.3 Bagi Peneliti Lain Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan sistem informasi gizi. 1.5.4 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.5.4.1 Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai sistem informasi gizi. 1.5.4.2 Terbentuknya kerjasama antara Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dengan Program Studi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. 1.6 Ruang Lingkup Data kegiatan pembinaan gizi Kota Tangerang Selatan yang tidak tersedia di sistem informasi gizi menjadi sebuah permasalahan yang harus diketahui secara lebih mendalam akar permasalahannya. Oleh karena itu, dilakukan sebuah penelitian yang berjudul Analisis Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran ruang lingkup, input, proses dan output dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi yang terdapat di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara semi terstruktur, observasi, dan telaah dokumen. Waktu penelitian adalah bulan Januari – April 2013.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen dan Informasi Kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2009) Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa informasi dapat berguna dalam berbagai bidang termasuk bidang kesehatan. Urgensi tersebut dirasakan oleh pemerintah Indonesia sehingga pemerintah memasukan subsistem manajemen dan informasi kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional tahun 2009. 2.1.1
Pengertian Manajemen dan Informasi Kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2009) Berdasarkan SKN tahun 2009, Subsistem manajemen dan informasi kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan yang menghimpun berbagai upaya kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, pengaturan hukum kesehatan, pengelolaan data dan informasi kesehatan yang mendukung subsistem lainnya dari SKN guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2.1.2
Tujuan Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2009) Subsistem tersebut memiliki tujuan untuk mewujudkan kebijakan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan, berbasis bukti dan operasional, terselenggaranya fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang berhasil guna, berdaya guna, dan akuntabel, serta didukung oleh hukum kesehatan dan sistem informasi kesehatan untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
8
9
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. 2.2 Sistem Informasi 2.2.1 Dasar-Dasar Informasi dan Sistem Informasi 2.2.1.1 Definisi Data dan Informasi Sampai saat ini, masih sering ditemukan adanya ambiguitas antara data dan informasi. Secara etimologis data berasal dari bentuk jamak datum yang dalam bahasa latin diartikan sebagai pernyataan atau nilai dari suatu kenyataan. Secara umum, Faried Irmansyah mendefinisikan data sebagai nilai yang merepresentasikan deskripsi dari suatu obyek dan peristiwa. Sedangkan informasi merupakan data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini dan kemudian. Berdasarkan definisi yang telah disebutkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa informasi merupakan data yang sebelumnya telah diolah sehingga menghasilkan sesuatu yang berfungsi bagi penerimanya (Putra dan Subyakto, 2006). 2.2.1.2 Kualitas Informasi Terdapatnya sebuah infomasi belum dapat menentukan sebuah keberhasilan khsusunya dalam pengambilan keputusan. Informasi yang baik meliputi bebapa kriteria, diantaranya adalah (Putra dan Subyakto, 2006):
10
a.
Akurasi, informasi harus bebas dari kesalahan dan tidak menyesatkan bagi penerima informasi.
b.
Tepat waktu, informasi yang diterima harus tepat pada waktunya sehingga keputusan dapat diambil secara cepat dan tepat.
c.
Relevan, informasi harus mempunyai manfaat bagi si penerima.
d.
Ekonomis, informasi yang dihasilkan mempunyai manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya mendapatkannya dan sebagian besar informasi.
e.
Aksesibilitas, informasi yang digunakan mudah dan cepat penelusurannya.
2.2.2
Dasar Sistem Informasi Untuk dapat menghasilkan informasi yang baik dibutuhkan sebuah sistem informasi yang baik sehingga dapat mengolah data menjadi informasi dengan benar. Berikut ini akan dijelaskan mengenai sistem informasi dan jenisjenisnya. 2.2.2.1 Definisi Sistem Definisi sistem dapat dilihat dari dua cara yaitu secara prosedural dan secara komponen. Secara prosedur, sistem dapat diartikan sebagai suatu jaringan kerja dari suatu prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Sedangkan secara
11
komponen, yang dimaksud dengan sebuah sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang saling berinteraksi mencapai suatu tujuan tertentu (Putra dan Subyakto, 2006). Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan kumpulan yang terstruktur baik secara prosedur maupun secara komponen yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan. Penerapan konsep sebuah sistem dapat terlihat dalam berbagai bidang seperti sistem pencernaan manusia, sistem peredaran darah hingga sistem informasi. Sistem informasi menjadi salah satu bidang yang diperlukan khususnya bagi para pengambil keputusan. Hal tersebut dikarenakan informasi menjadi hal yang dibutuhkan untuk dapat mengambil keputusan dengan baik. Informasi yang baik dihasilkan oleh sistem informasi yang baik dan benar.
2.2.2.2 Definisi Sistem Informasi Telah diuraikan sebelumnya bahwa para pengambil keputusan membutuhkan sebuah informasi yang baik untuk dapat membuat sebuah keputusan yang baik pula. Oleh karena itu dibentuklah sebuah sistem informasi yang bertujuan untu memasok informasi yang diperlukan bagi para pengambil keputusan. Definisi dari sistem informasi sendiri adalah sebagai proses komunikasi dimana informasi dicatat, disimpan dan disebarkan untuk memperoleh keputusankeputusan didalam perencanaan, operasi dan pengendalian. (Putra dan
12
Subyakto, 2006). Bila ditinjau lebih jauh lagi, penggunaan sistem informasi dapat terbagi menjadi beberapa macam dengan tujuan yang berbeda tergantung pada kebutuhan. 2.2.2.3 Jenis Sistem Informasi Sistem informasi terbagi menjadi tujuh diantaranya adalah (Kendall, 2007): a.
Transaction Processing Systems (TPS) adalah sistem informasi yang terkomputerisasi yang dikembangkan untuk memproses datadata dalam jumlah besar untuk transaksi bisnis rutin seperti daftar gaji dan inventarisasi.
b.
Office Automtation Systems (OAS) merupakan sistem yang biasanya tidak menciptakan pengetahuan baru melainkan hanya mendukung pekerja data, yagn biasanya tidak menciptakan pengetahuan baru melainkan hanya menganalisis informasi sedemikian
rupa
untuk
mentransformasikan
data
atau
memanipulasinya dengan cara-cara tertentu sebelum membaginya atau menyebarkannya secara keseluruhan dengan organisasi dan kadang-kadang diluar itu. c.
Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan sistem informasi yang sudah terkomputerisasi yang bekerja karena adanya interaksi antar manusia dan komputer. SIM digunakan untuk menghasilkan informasi yang digunakan untuk membuat keputusan.
13
d.
Decision Support Systems (DSS) merupakan sistem informasi yang hampir sama dengan SIM yang memiliki basis data namun DSS lebih menekankan pada fungsi mendukung pembuatan keputusan di seluruh tahapan-tahapannya.
e.
Sistem Ahli dan Kecerdasan Buatan merupakan sebuah sistem yang secara efektif menangkap dan menggunakan pengetahuan seorang ahli untuk menyelesaikan masalah yang dialami dalam suatu organisasi.
2.2.3 Sistem Informasi Manajemen Sistem informasi manajemen merupakan sistem yang menggunakan komputer sebadai dasar untuk menghasilkan informasi. SIM adalah salah satu sumber daya organisasi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan manajer dalam organisasi tersebut. 2.2.3.1 Fungsi Sistem Informasi Manajemen Berikut ini beberapa fungsi SIM dalam sebuah organisasi (Aditama, 2003): a. SIM akan mempercepat dan meningkatkan akurasi transaksi karena semuanya terekam dan terkomunikasikan antar berbagai unit. b. SIM
dapat
menyajikan
data
mutakhir
yang
ada
dan
membandingkannya dengan ekspetasi/rencana/standar. c. SIM dapat merekam data yang besar sehingga memungkinkan pemahaman yang menyeluruh untuk penyesuaian bila diperlukan.
14
2.2.3.2 Komponen Sistem Informasi Manajemen Berikut ini akan dijelaskan komponen sistem informasi manajemen (Putra dan Subyakto, 2006): a.
Blok masukan merupakan metode dan media untuk menangkap data yang akan dimasukan.
b.
Blok model terdiri dari kombinasi prosedur, logika dan model matematik yang berfungsi memanipulasi data.
c.
Blok keluaran merupakan keluaran dokumen dan informasi yang berkualitas.
d.
Blok teknologi untuk menerima input, menjalankan model, menyimpan dan mengakses data, mengasilkan dan mengirimkan keluaran serta membantu pengedalian dari sistem secara keseluruhan.
e.
Blok basis data merupakan kumpulan data yang berhubungan satu dengan yang lainnya, tersimpan di perangkat keras dan termanipulasi di perangkat lunak.
f.
Blok kendali merupakan pengedalian masalah yang berfungsi mencegah dan menangani kesalahan/kegagalan sistem.
15
2.2.3.3 Tipe Keputusan dan Informasi Manajemen Keputusan manajemen dapat diklasifikasian ke dalam tiga jenis (Sutabri, 2005) : a.
Keputusan tidak terstruktur Keputusan ini bersifat tidak terjadi berulang-ulang dan tidak selalu terjadi. Keputusan ini dilakukan oleh manajemen tingkat atas (top manger). Informasi pengambilan keputusan tidak terstruktur tidak mudah didapat, tidak mudah tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar organisasi.
b.
Keputusan semi terstrutur Keputusan setengah terstruktur adalah keputusan yang dapat diprogram. Keputusan tersebut masih membutuhkan pertimbangan dari pengambil keputusan. Keputusan seperti ini sering bersifat rumit dan membutuhkan perhitungan-pertimbangan dari pengambil keputusan.
c.
Keputusan terstruktur Keputusan yang dapat diprogram atau terstruktur adalah keputusan yang dibuat menurut kebiasaan, aturan dan proesdur. Keputusan ini rutin dan berulang. Setiap organisasi mempunyai kebijakan tertulis atau tidak tertulis yang memudahkan pembuatan keputusan dalam situasi yang berulang dengan membatasi dan menghilangkan alternatif-alternatif.
16
2.3 Sistem Informasi Gizi 2.3.1
Definisi Sistem Informasi Gizi Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan secara online melalui website SIGIZI dimana merupakan bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan (Kemenkes, 2012a).
2.3.2
Tujuan Sistem Informasi Gizi Tujuan dari penyelenggaraan sistem informasi gizi adalah (Kementerian Kesehatan, 2012a): 1. Menjalin kesinambungan informasi dan pelaporan tentang pelaksanaan kinerja pembinaan gizi masyarakat antara daerah dan pusat. 2. Menyediakan informasi dan pelaporan hasil pelaksanaan kinerja pembinaan gizi masyarakat bagi para pengambil keputusan secara cepat dan mudah sebagai bahan evaluasi dan perencanaan lebih lanjut. 3. Menyediakan data dan informasi kinerja pembinaan gizi secara berkala, bulanan maupun tahunan yang dapat dijadikan acuan untuk pemantauan dan evaluasi berkala serta tindak lanjutnya. 4. Meningkatkan kinerja pelaksana dan penanggungjawab pengelola program gizi di daerah melalui perbandingan gambaran informasi antar wilayah propinsi maupun kabupaten/kota.
17
2.4 Surveilans Gizi 2.4.1
Pengertian Surveilans Gizi Surveilans gizi adalah adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat (Kementerian Kesehatan, 2012b).
2.4.2
Tujuan Surveilans Gizi Tujuan diadakannya surveilans gizi adalah memberikan gambaran perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan indikator khusus lain yang diperlukan secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta perumusan kebijakan (Kementerian Kesehatan, 2012b).
2.4.3
Pendanaan Surveilans di Tingkat Kabupaten/Kota Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa sistem inforamasi gizi merupakan bagian yang saling bersinggungan dengan surveilans gizi. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan sumber pendanaan surveilans gizi pada tingkat kabupaten/kota dimana dana tersebut juga dapat digunakan dalam pengelolaan sistem informasi gizi. Secara
yuridis,
pengelolaan
pendanaan
surveilans
di
tingkat
Kabupaten/Kota telah diatur dalam berbagai Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) seperti Kepmenkes nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang
Pedoman
Penyelenggaraan
Sistem
Surveilans
Epidemiologi
18
Kesehatan.
Dalam
Kepmenkes
tersebut
disebutkan
bahwa
biaya
penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan terdiri sumber dana APBN, APBD Kabupaten/Kota, APBD Propinsi, Bantuan Luar Negeri, Bantuan Nasional dan Daerah, dan swadaya masyarakat. APBN yang disalurkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam Kepmenkes Nomor 008/MENKES/SK/1/2012 tentang Alokasi Anggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan di Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012. Dalam peraturan tersebut alokasi dana dekonsentrasi dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang utamanya ditujukan untuk: a. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kesehatan b. Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak c. Program Pembinaan Upaya Kesehatan d. Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan e. Prgram Kefarmasian dan Alat Kesehatan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDMK)
19
2.5 Hubungan Sistem Informasi Gizi Dengan Surveilans Gizi Dalam
Kepemenkes
Nomor
1116/Menkes/SK/VIII/2003
tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem surveilans Epidemiologi Kesehatan dijelaskan bahwa surveilans merupakan subsistem dari Sistem Informasi Kesehatan Nasional dimana surveilans mempunyai fungsi yang strategis sebagai intelijen penyakit
dan
masalah-masalah
kesehatan
yang
mampu
berkontribusi
mewujudkan Indonesia Sehat dalam rangka ketahanan nasional. Dalam Sistem Kesehatan Nasional tahun 2009 juga dijelaskan bahwa penyelenggaraan informasi kesehatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan dan analisis data, manajemen informasi kesehatan, pengembangan dan penelitian kesehatan serta penerapan pengetahuan dan teknologi kesehatan dilakukan melalui dukungan pendayagunaan teknologi, data dari fasilitas kesehatan seperti Riskesdas dan surveilans serta pengembangan sistem informasi kesehatan terpadu. WHO dalam bukunya juga menjelaskan bahwa komponen kunci dalam sistem informasi kesehatan adalah surveilans dimana surveilans memiliki fokus utama untuk menemukan masalah dan menyediakan tindakan yang berbasis waktu. Epidemiologi menghasilkan informasi yang berhubungan tindakan kesehatan masyarakat. Adanya kebutuhan dalam informasi dan tindakan yang tepat waktu dan kebutuhan untuk menghubungkan informasi dengan tanggung jawab dalam pengendalian penyakit memaksakan adanya persyaratan tambahan pada sistem informasi kesehatan (WHO, 2008).
20
2.5.1 Indikator Surveilans Gizi yang Dilaporkan Melalui Sistem Informasi Gizi (Kementerian Kesehatan, 2012b) Indikator surveilans yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi, adalah: 1. Cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat Jumlah kasus balita gizi buruk yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat dibagi jumlah kasus balita gizi buruk yang ditemukan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali 100%. 2. Cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S) Jumlah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi balita yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali 100%. 3. Cakupan bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif Jumlah bayi 0–6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral, berdasarkan recall 24 jam dibagi jumlah seluruh bayi umur 0 – 6 bulan yang datang dan tercatat dalam register pencatatan/KMS di wilayah tertentu dikali 100%.
21
4. Cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium Jumlah desa/kelurahan dengan garam baik dibagi jumlah seluruh desa/kelurahan yang diperiksa di satu wilayah tertentu dikali 100%. 5. Cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A Jumlah bayi 6-11 bulan ditambah jumlah balita 12-59 bulan yang mendapat 1 (satu) kapsul vitamin A pada periode 6 (enam) bulan dibagi jumlah seluruh balita 6-59 bulan yang ada di satu wilayah kabupaten/kota dalam periode 6 (enam) bulan yang didistribusikan setiap Februari dan Agustus dikali 100%. 6. Cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet Jumlah ibu hamil yang mendapat 90 TTD atau tablet Fe dibagi jumlah seluruh ibu hamil yang ada di satu wilayah tertentu dikali 100%. 2.5.2 Pemanfaatan Informasi Berdasarkan Indikator Dalam Sistem Informasi Gizi (Kementerian Kesehatan 2012b) Informasi yang diperoleh dari sistem informasi gizi akan dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan dalam membuat tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang serta perumusan kebijakan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Berikut tindak lanjut yang perlu dilakukan dalam merespon pencapaian indikator: 1. Kasus gizi buruk a. Melakukan konfirmasi laporan kasus gizi buruk
22
b. Menyiapkan Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit untuk pelaksanaan tatalaksana gizi buruk. c. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan surveilans gizi. d. Memberikan PMT pemulihan untuk balita gizi buruk rawat jalan dan pasca rawat inap. e. Melakukan pemantauan kasus yang lebih intensif pada daerah dengan risiko tinggi terjadinya kasus gizi buruk. f. Melakukan penyelidikan kasus bersama dengan lintas program dan lintas sektor terkait. 2. Cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan rendah a. Meningkatkan promosi dan advokasi tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP ASI). b. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan konseling ASI. c. Membina puskesmas untuk memberdayakan konselor dan motivator ASI yang telah dilatih. 3. Banyak ditemukan rumah tangga yang belum mengkonsumsi garam beryodium a. Melakukan koordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten/Kota untuk melakukan operasi pasar garam beriodium.
23
b. Melakukan
promosi/kampanye
peningkatan
penggunaan
garam
beriodium. 4. Cakupan distribusi vitamin A rendah a. Bila ketersediaan kapsul vitamin A di puskesmas tidak mencukupi maka perlu mengirim kapsul vitamin A ke puskesmas. b. Bila kapsul vitamin A masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk melakukan sweeping. c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah. 5. Cakupan distribusi TTD (Fe3) rendah a. Bila ketersediaan TTD di puskesmas dan bidan di desa tidak mencukupi maka perlu mengirim TTD ke puskesmas. b. Bila TTD masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk melakukan peningkatan integrasi dengan program KIA khususnya kegiatan Ante Natal Care (ANC). c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah. 6. Hasil analisis menunjukan D/S rendah atau cenderung menurun a. Melakukan koordinasi dengan Camat dan PKK tingkat kecamatan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu. b. Memanfaatkan kegiatan pada forum-forum yang ada di desa, yang bertujuan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu. c. Melakukan promosi tentang manfaat kegiatan di posyandu.
24
2.6 Matriks Jaringan Kesehatan HMN merupakan upaya pertama untuk mengembangkan penyatuan kerangka yang memfasilitasi efisiensi koordinasi dan aksi bersama dari semua subsistem dalam sistem informasi kesehatan. HMN akan mencapai tiga tujuan yaitu: 1. Untuk mengembangkan harmonisasi dari kerangka HMN untuk mengembangkan sistem informasi kesehatan dari sebuah Negara. 2. Untuk mendukung Negara berkembang dalam mengadaptasi dan mengaplikasikan rekomendasi dan standar yang terkandung dalam kerangka HMN untuk meningkatkan sistem informasi kesehatan dan menyediakan
dukungan
teknis
dan
sebagai
percepatan
dalam
pengamanan pendanaan sampai akhir. 3. Untuk meningkatkan kualitas, nilai dan kegunaan dari informasi kesehatan dengan mengembangkan kebijakan dan menawarkan insentif untuk
meningkatkan
penyebaran
dan
penggunaan
data
dengan
konsentrasi pada tingkat lokal, regional dan global. Bagian dari kerangka HMN menggambarkan enam komponen sistem informasi kesehatan dan setiap standar yang dibutuhkan. Nilai yang jelas mendefinisikan bagaimana peraturan sistem informasi kesehatan dan bagaimana komponen dalam sistem tersebut berinteraksi antara satu dengan yang lainnya untuk dapat menghasilkan informasi yang lebih baik untuk kesehatan yang lebih baik. Dalam enam komponen itu, sistem informasi kesehatan terbagi lagi menjadi input, proses dan output. Input menunjukan pada sumber daya dimana proses berhubungan pada
25
bagaimana indikator dan sumber data dipilih dan dikumpulkan dan mengelola. Output berhubungan dengan produksi, diseminasi dan penggunaan informasi. Berikut ini adalah enam komponen dari sistem informasi kesehatan: Input 1. Sumber daya sistem informasi kesehatan – dalam hal ini termasuk undangundang, peraturan dan kerangka kerja perencanaan yang diperlukan untuk memastikan informasi kesehatan yang berfungsi secara menyeluruh,
dan
sumber daya yang merupakan prasyarat untuk suatu sistem sehingga sistem dapat berfungsi. Sumber daya tersebut meliputi personil, pembiayaan, dukungan logistik, informasi dan teknologi komunikasi (ICT), dan mekanisme koordinasi di dalam dan antar enam komponen. Proses 2. Indikator – merupakan basis dari perencanaan dan strategi informasi kesehatan. Indikator meliputi pengaruh dari kesehatan, input sistem kesehatan, output dan dampak dan status kesehatan. 3. Sumber data - terbagi menjadi dua kategori utama: (1) data berbasis populasi (sensus, pencatatan sipil, dan survei populasi) dan (2) data berbasis lembaga (catatan individu, catatan layanan dan catatan sumber daya). Perlu dicatat bahwa sejumlah pendekatan pengumpulan data dan sumber lainnya ada yang tidak cocok dengan salah satu kategori utama di atas, tetapi dapat memberikan informasi penting yang mungkin tidak tersedia di tempat lain. Dalam hal ini
26
termasuk survei kesehatan, penelitian, dan informasi yang dihasilkan oleh organisasi berbasis masyarakat. 4. Manajemen data - ini mencakup semua aspek penanganan data dari pengumpulan, penyimpanan, jaminan kualitas dan aliran, untuk pengolahan, kompilasi dan analisis. Persyaratan spesifik ditentukan untuk periodesitas dan ketepatan waktu seperti dalam kasus surveilans penyakit. Output 5. Produk informasi - data harus diubah menjadi informasi yang akan menjadi bukti dasar dan pengetahuan untuk membentuk aksi kesehatan. 6. Penyebaran dan penggunaan - nilai informasi kesehatan dapat mempermudah para pengambil keputusan dalam membuat kebijakan. Peningkatan kualitas sistem informasi di sebuah Negara menjadi sebuah hal yang dibutuhkan untuk menghasilkan informasi yang baik. Oleh karena itu WHO membuat sebuah kerangka atau fase untuk dapat meningkatkan sistem informasi di sebuah Negara. Berikut ini fase dalam pengingkatan fase sistem informasi di sebuah Negara: 1. Fase 1 – kepemimpinan, koordinasi dan penilaian merupakan langkah pertama dalam melaksanakan penguatan sistem informasi kesehatan melalui menjamin keterlibatan dan mendukung oleh berbagai stakeholders. Proses penilaian memeberikan kesempatan kepada stakeholder untuk berkolaborasi antar disiplin
27
dalam memberikan pemahaman bersama pada konsep, keuntungan dan kapasitas khusus pada sistem informasi kesehatan di sebuah Negara. 2. Fase 2 – membuat prioritas dan rencana. Membangun alat perncanaan dengan melibatkan stakeholder yang mempunyai visi untuk membuat perencanaan dan keputusan berbasis fakta. 3. Fase 3 – Implementasi dari kegiatan penguatan sistem informasi kesehatan termasuk membahas kemampuan teknologi informasi dalam kebijakan, sumber daya manusia dan proses yang membuat akses dapat ditindaklanjuti dalam sistem informasi kesehatan sebuah Negara. Dari ketiga fase tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa apabila ingin meningkatkan sistem informasi kesehatan di sebuah Negara maka harus dilakukan penilaian terlebih dahulu terhadap sistem informasi kesehatan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam tindakan selanjutnya. 2.7 Kerangka Teori WHO telah mengeluarkan sebuah kerangka teori sebagai pedoman khususnya bagi Negara berkembang untuk dapat meningktkan pelaksanaan sistem informasi kesehatan. Dalam kerangka tersebut, sistem informasi memiliki enam komponen diantaranya adalah sumber daya, indikator, manajemen data, sumber data, produk informasi dan disemnasi dan penggunaan informasi. Untuk dapat meningkatkan kinerja sistem informasi maka harus melewati beberapa proses diantaranya adalah Kepemimpinan, Koordinasi dan Penilaian ; Penetapan Prioritas dan Perencanaan dan
28
Pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan. Kerangka teori secara detail dapat dilihat pada Bagan 2. 2. Bagan 2.1 Kerangka Teori Komponen dan Standar Sistem Informasi Kesehatan
Sumber Daya
Indikator
Sumber Data
Manajemen Data
Penguatan Sistem Informasi Kesehatan
Prinsip
Proses : (a) Kepemimpinan, Koordinasi dan Penilaian ; (b) Penetapan Prioritas dan Perencanaan ; (c) Pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan
Peralatan
Produk Informasi
Diseminasi dan Penggunaan Informasi
Tujuan Health Metrics Network Meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, kualitas, dan penggunaan informasi kesehatan untuk pengambilan keputusan di tingkat negara dan global.
Sumber : World Health Organization. Framework and Standards for Country Health Information Systems. Geneva, World Health Organization, 2008.
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Pikir Untuk mempermudah pemahaman dalam menganalisis implementasi sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan maka disusunlah sebuah kerangka pikir. Kerangka pikir disusun sesuai dengan kerangka Health Metric Network yang dikeluarkan oleh WHO. Berdasarkan kerangka pikir yang telah dibuat, sistem informasi gizi disusun atas beberapa komponen seperti sumber daya yang tergolong komponen input. Indikator, sumber data dan
manajemen data
tergolong pada komponen proses. Sedangkan produk informasi dan penyebaran penggunaan informasi termasuk dalam komponen output. Penilaian komponen dilakukan pada pelaksanaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dengan menggunakan instrumen penilaian Health Metric Network (HMN) yang juga dikeluarkan oleh WHO. Dalam melakukan penilaian, peneliti melakukan beberapa penyesuaian terhadap instrumen penilaian. Hal tersebut dikarenakan instrumen yang dikeluarkan oleh WHO digunakan untuk tingkat nasional sedangkan penilaian dilakukan pada tingkat daerah atau wilayah. Dalam kerangka pikir dapat dilihat bahwa komponen sumber daya mempengaruhi komponen lain seperti indikator, sumber data, manajemen data, produk informasi dan diseminasi dan penggunaan informasi. Untuk memperjelas kerangka berpikir maka dibuatlah bagan kerangka berpikir yang dapat dilihat dalam bagan 3. 1.
28
29
Bagan 3.1 Kerangka Pikir Sistem Informasi Gizi
Sumber Daya
Indikator
Diseminasi dan Penggunaan Informasi
Sumber Data
Produk Informasi Manajemen Data
30
3.2 Definisi Istilah 1. Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan (Input) Sumber daya sistem informasi kesehatan terdiri dari kebijakan, peraturan dan kerangka perencanaan kerja yang diperlukan untuk memastikan sistem informasi kesehatan berfungsi sepenuhnya, Sumber daya merupakan prasyarat untuk berfungsinya sebuah sistem. Sumber daya meliputi personil, pendanaan, dukungan logistik, teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan mekanisme koordinasi dalam dan diantara enam komponen tersebut. (WHO, 2008) Sumber daya terdiri dari: a. Kebijakan adalah seperangkat aturan yang dibuat Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan untuk melegalisasi pelaksanaan pengelolaan sistem informasi gizi di Kota Tangerang Selatan. b. Personil yaitu tenaga pelaksana yang melakukan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. c. Dana yaitu anggaran yang digunakan dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di tingkat dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan dalam pemenuhan sarana penunjang untuk pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi. d. Sarana yaitu alat yang terkait dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2. Indikator (Proses) Proses penilaian indikator pada sistem informasi gizi.
31
3. Sumber Data (Proses) Sumber data merupakan informasi kesehatan yang akan diperoleh baik data berbasis populasi maupun data berbasis institusi di wilayah administratif Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 4. Manajemen Data (Proses) Sekumpulan prosedur untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisa dan mendistribusikan data sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 5. Produk Informasi (Output) Informasi merupakan produk dari pengolahan data yang akan menjadi basis fakta dan pengetahuan untuk pengambilan tindakan kesehatan dimana informasi tersebut didapat dari sistem informasi gizi. 6. Diseminasi dan penggunaan informasi (Output) Diseminasi merupakan penyebarluasan informasi yang dihasilkan dari sistem informasi gizi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Penggunaan informasi yaitu pemanfaatan hasil informasi yang terdapat dihasilkan dari sistem informasi gizi dalam rangka pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan strategis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Hal tersebut dilakukan karena peneliti ingin melihat gambaran pelaksanaan sistem informasi gizi secara menyeluruh dan mendalam. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan dimulai sejak bulan Januari – April 2013. 4.3 Informan Penelitian Pemilihan informan ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Atas dasar tersebut, yang termasuk informan dalam penelitan ini adalah staf di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) di puskesmas, kader posyandu dan staf SDK dan informasi kesehatan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Pemilihan informan tersebut dikarenakan pihak-pihak yang telah disebutkan adalah pihak yang terlibat dan atau bertanggung jawab dalam pelaporan kegiatan pembinaan gizi yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi.
32
33
4.4 Instrumen Penelitian Pada tahap pengumpulan data, instrument penelitian menggunakan pedoman wawancara semi terstruktur yang tergolong dalam bagian wawancara mendalam untuk mewawancarai informan terkait dengan pelaksanaan sistem informasi gizi. Instrumen penelitian lain dalam pengumpulan data adalah pedoman observasi dan panduan telaah dokumen. Selain itu, peneliti juga menggunakan alat bantu berupa alat tulis, kamera dan perekam suara agar dapat memperkuat akurasi data. Dalam tahap analisis, penulis menggunakan instrumen HMN tools agar dapat memberikan skor pada sistem informasi gizi.
Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini yaitu : 1. Data primer yaitu hasil wawncara, hasil telaah dokumen dan hasil observasi. 2. Data sekunder yaitu profil Dinas Kesehatan. Tabel 4. 1 Sumber Perolehan Data Berdasarkan Informan Komponen SI Gizi Berdasrkan HMN
Sumber Daya
4.5
Pengelola Gizi Dinas Kesehatan Kota
Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas
Regulasi up to date
√
√
Kegiatan pemantauan rutin
√
√
Kebijakan melakukan pertemuan
√
√
Kader Posyandu
√
Sumber Data
Indikator
34
Ada unit fungsional
√
√
Pelatihan/kapasitasi
√
√
Anggaran
√
√
Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain untuk mencatat kinerja
√
√
√
Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain untuk mencatat kinerja
√
√
√
Tersedianya komputer
√
√
Peralatan TI (Telpon, internet)
√
√
Pemeliharaan peralatan
√
√
Indikator inti
√
√
√
Indikator mengacu pada MDG
√
√
√
Pelaporan indikator
√
√
√
Surveilans representatif dalam mengukur pelayanan kesehatan ibu dan anak
√
√
√
Surveilans representatif dalam mengukur kematian
√
√
√
Pengelompokan data pada usia dan jenis kelamin
√
√
√
√
Manajemen Data
35
Pertemuan rencana tahunan untuk mengkoordinasikan variabel
√
√
Prosedur tertulis
√
√
Pelaporan bersifat user-friendly
√
√
Gudang data pada tingkat dinas kesehatan
√
√
√
Terdapat kamus
√
√
√
Terdapat kode khusus dalam mengolah data
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Diseminasi dan penggunaan informasi
Produk Informasi
Kelengkapan dan konsistensi
Dilaporkan setiap bulan Waktu pengukuran Data cakupan menjadi dasar perkiraan
√
Pemisahan estimasi data
√
√
Pembuat meminta laporan
√
√
√
Adanya grafik dalam penyajian data
√
√
√
Adanya peta dalam penyajian data
√
√
√
Penggunaan informasi
√
√
√
36
Adasnya program advokasi
√
√
√
Informasi digunakan dalam perencanaan
√
√
√
Alokasi sumber daya
√
√
4.6 Metode Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Dengan Dokumen Studi dokumen dilakukan dengan mempelajari dokumen yang berkaitan sistem informasi gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2. Observasi Observasi dilakukan dengan mengamati langsung semua komponen sistem informasi gizi yang terdapat di dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan. 3. Wawancara semiterstruktur Wawancara akan dilakukan kepada informan yang meliputi staf gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, tenaga pelaksana gizi di puskesmas, bidan dan kader posyandu. Informasi yang ingin didapatkan adalah mengenai komponen sistem informasi gizi dan pelaksanaan pelaporan
37
kinerja pembinaan gizi masyarakat dalam sistem informasi gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Tabel 4. 2 Sumber Perolehan Data Berdasarkan Metode Pengumpulan Data
Sumber Daya
Komponen SI Gizi Berdasrkan HMN
Wawancara Observasi
Regulasi up to date
√
Kegiatan pemantauan rutin
√
Kebijakan melakukan pertemuan
√
Ada unit fungsional
√
Pelatihan/kapasitasi
√
Anggaran
√
Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain untuk mencatat kinerja
√
√
Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain untuk mencatat kinerja
√
√
Tersedianya komputer
√
√
Peralatan TI (Telpon, internet)
√
√
Studi dokumen √
√
Manajemen Data
Sumber Data
Indikator
38
Pemeliharaan peralatan
√
Indikator inti
√
√
Indikator mengacu pada MDG
√
√
√
√
Surveilans representatif dalam mengukur kegiatan pembinaan gizi
√
√
Terdapat surveilans yang representatif dalam perkiraan mengenai kematian akibat gizi buruk.
√
√
Pengelompokan data pada usia dan jenis kelamin
√
√
Pertemuan rencana tahunan untuk mengkoordinasikan variabel
√
Prosedur tertulis
√
√
Pelaporan bersifat user-friendly
√
√
Gudang data pada tingkat dinas kesehatan
√
Terdapat kamus
√
Terdapat kode khusus dalam mengolah data
√
Pelaporan indikator
√
39
√
Dilaporkan setiap bulan
√
Waktu pengukuran
√
Data cakupan menjadi dasar perkiraan
Informasi
Diseminasi dan penggunaan
Produk Informasi
Kelengkapan dan konsistensi
√
√
Pemisahan estimasi data
√
Pembuat meminta laporan
√
Adanya grafik dalam penyajian data
√
√
Adanya peta dalam penyajian data
√
√
Penggunaan informasi
√
Adasnya program advokasi
√
Informasi digunakan dalam perencanaan
√
Alokasi sumber daya
√
√
40
4.7 Validasi Data Teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumer data yang telah ada (Sugiyono, 2010). Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1. Triangulasi sumber, didapat dari staf gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, tenaga pelaksana gizi puskesmas dan kader posyandu. 2. Triangulasi teknik dilakukan dengan wawancara semiterstruktur, observasi dan telaah dokumen. Poin pertanyaan yang akan triangulasi dapat dilihat padaTabel 4.1. Tabel 4. 3 Validasi Data
Sumber Daya
Komponen SI Gizi Berdasrkan HMN
Validasi Sumber
Validasi Teknik
Regulasi up to date
√
√
Kegiatan pemantauan rutin
√
Kebijakan melakukan pertemuan
√
Ada unit fungsional
√
Pelatihan/kapasitasi
√
Anggaran
√
Formulir, kertas, pensil dan
√
√
√
41
Sumber Data
Indikator
perlengkapan lain untuk mencatat kinerja Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain untuk mencatat kinerja
√
√
Tersedianya komputer
√
√
Peralatan TI (Telpon, internet)
√
√
Pemeliharaan peralatan
√
Indikator inti
√
√
Indikator mengacu pada MDG
√
√
Pelaporan indikator
√
√
Surveilans representatif dalam mengukur pelayanan kesehatan ibu dan anak
√
√
Surveilans representatif dalam mengukur kematian
√
√
Pengelompokan data pada usia dan jenis kelamin
√
√
Pertemuan rencana tahunan untuk mengkoordinasikan variabel
√
Manajemen Data
42
Prosedur tertulis
√
√
Pelaporan bersifat user-friendly
√
√
Gudang data pada tingkat dinas kesehatan
√
Terdapat kamus
√
Terdapat kode khusus dalam mengolah data
√
Diseminasi dan Penggunaan Informasi
Produk Informasi
Kelengkapan dan konsistensi
√
√
√
Dilaporkan setiap bulan
√
Waktu pengukuran
√
√
Pemisahan estimasi data
√
√
Pembuat meminta laporan
√
Adanya grafik dalam penyajian data
√
√
Adanya peta dalam penyajian data
√
√
Penggunaan informasi
√
Adasnya program advokasi
√
√
Informasi digunakan dalam
√
√
Data cakupan menjadi dasar perkiraan
43
perencanaan Alokasi sumber daya
√
√
4.8 Pengolahan Data Tahap pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mencatat kembali hasil observasi, telaah dokumen dan pewawancara. Pencatatan observasi dilakukan dengan mencatat hasil observasi pada lembar observasi. Telaah dokumen dilakukan sesuai sesuai dengan panduan telaah dokumen (terlampir). Pencatatan kembali dilakukan untuk meringkas hasil wawancara dan menemukan inti pembicaraan atau data yang diperlukan. 2. Melakukan kategorisasi data berdasarkan komponen sistem informasi gizi. Dalam hal ini, komponen sistem informasi gizi terbagi menjadi tiga yaitu sumber daya tergolong dalam input; indikator, sumber data dan manajemen data yang tergolong dalam proses serta produk informasi, penggunaan dan diseminasi informasi yang tergolong output. 3. Menyimpulkan gambaran sistem informasi gizi berdasarkan hasil penilaian. Penyimpulan dilakukan berbarengan dengan memberikan penilaian terhadap setiap komponen sistem informasi gizi berdasarkan alat penilaian yang dikeluarkan oleh WHO.
44
4.9 Penyajian Data Data disajikan dalam bentuk tabel dan naratif sesuai kerangka pikir. 4.10
Analisis Data Analisis
data
pada
penelitian
ini
menggunakan
analisis
interpretasi. Setelah memberikan interpretasi, selanjutnya peneliti mengelompokan hasil sesuai dengan konsep assessing national health insformation system dengan menggunakan tools assessing national health insformation system berdasarkan teori HMN (WHO, 2008). Dalam penilaian, skor tertinggi (3) diberikan untuk komponen yang dianggap sangat memadai dibandingkan dengan standar seperti yang didefinisikan oleh kerangka HMN, skor (2) diberikan kepada komponen yang memadai, skor (1) artinya terdapat komponen namun tidak memadai dan Skor terendah (0) diberikan ketika situasi dianggap tidak memadai sama sekali dalam hal memenuhi standar. Total skor untuk setiap kategori dikumpulkan dan dibandingkan dengan skor maksimum yang mungkin untuk menghasilkan peringkat persentase. Untuk dapat meliah tabel penilaian dapat dilihat pada bagian lampiran.
BAB V HASIL
5.1. Gambaran Umum Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan sistem informasi gizi diantaranya adalah Kepala Seksi Perbaikan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Staf SDK dan Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas dan Kader Posyandu. Berikut adalah gambaran dari setiap informan: a.
Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (InformanA) Informan merupakan Kepala Seksi Gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Informan memiliki latar belakang pendidikan ilmu kesehatan masyarakat. Informan merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam analisis data kinerja pembinaan gizi masyarakat dan pelaksanaan program gizi.
b.
Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas (Informan B dan Informan C) Dalam penelitian ini, yang menjadi informan yaitu tenaga pelaksana gizi dari puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Informan berasal dari Puskesmas Jurnang Mangu dan Puskesmas Kampung Sawah. Tenaga Pelaksana Gizi merupakan pihak yang melakukan rekap data yang berasal dari posyandu dan akan dikirimkan ke Dinas Kesehatan. 45
46
c.
Kader Posyandu (Informan D dan Informan E) Informan D dan E adalah kader psyandu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah dan Puskesmas Jurang Mangu. Kader posyandu merupakan pihak yang melakukan pencatatan data pembinaan gizi masyarakat.
d.
Staf Seksi SDK dan Sistem Informasi Kesehatan Informan merupakan Staf Seksi SDK dan Sistem Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Informan merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan bank data.
Ringkasan karakteristik informan dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Karakteristik Informan No. 1 2 3 4 5. 6.
Informan Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E Informan F
Jabatan Kepala Seksi Gizi Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Kampung Sawah Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Jurang Mangu Kader Posyandu Kader Posyandu Staf Seksi SDK dan Sistem Informasi Kesehatan
5.2. Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (Dinas Kesehatan, 2010) 5.2.1.
Visi dan Misi
A. Visi Visi Dinas Kesehatan Kota Tangearang Selatan adalah “Pembangunan berwawasan Kesehatan menuju Kota Tangerang Selatan Sehat 2015”.
47
B. Misi
Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Mendorong kemandirian masyarakat melalui peningkatan Pemberdayaan Kesehatan Individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya
Meningkatkan kemitraan dengan seluruh pelaku di bidang kesehatan
5.2.2. Keadaan Umum Wilayah Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak pada batas astronomis 1050 1’11’’-1060 7’12’’BT dan 50 7’50’’-70 1’1’’ LS, mempunyai posisi strategis pada lintas perdagangan internasional dan nasional. Temperatur didaerah pantai dan perbukitan berkisar antara 220 C dan 320 C, sedangkan suhu dipegunungan dengan ketinggian antara 400 -1.350 M dapat mencapai antara 180 C- 290 C. Adapun wilayah perbatasan Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut:
Sebelah utara berbatasan dengan kota Tangerang
Sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok
Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang
48
Nama Kecamatan berserta jumlah kelurahan yang ada dalam wilayahnya dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Nama Kecamatan dan Jumlah Kelurahan di Kota Tangerang Selatan Nama Kecamatan
Jumlah Kelurahan
Kecamatan Serpong
9
Kecamatan Serpong Utara
7
Kecamatan Setu
6
Kecamatan Pamulang
8
Kecamatan Ciputat
8
Kecamatan Ciputat Timur
6
Kecamatan Pondok Aren
10
5.2.3. Kependudukan (Dinas Kesehatan, 2013) Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2013, jumlah balita di Kota Tangerang Selatan mencapai 131.825 balita. 5.2.4. Sarana Kesehatan (Dinas Kesehatan, 2013) Jumlah Puskesmas di Kota Tangerang Selatan berjumlah 25 puskesmas. Jumlah Posyandu yang berada di Kota Tangerang Selatan berjumlah 706. Jumlah kader di Kota Tangerang Selatan berjumlah 4989 dan jumlah Tenaga Pelaksana Gizi di tingkat Puskesmas berjumlah 25 orang.
49
5.2.5. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Bagan 5. 1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2013 Merujuk pada struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, seksi gizi merupakan seksi yang berada dibawah bidang kesehatan keluarga. Dalam struktur juga digambarkan bahwa seksi gizi dapat berkoordinasi dengan seksi kesehatan ibu dan anak, seksi remaja dan lansia.
50
5.2.6. Gambaran Umum Seksi Gizi (Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2012) Seksi perbaikan gizi masyarakat mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan
pembinaan
dan
koordinasi
serta
pengawasan
dan
pengendalian kegiatan peningkatan gizi masyarakat. Dalam tugasnya secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut: a.
Perencanaan program perbaikan gizi dari hasil analisis.
b.
Pelaksanaan koordinasi dengan instansi/lembaga lainnya terkait program perbaikan gizi.
c.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan.
d.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan sesuai dengan bidang tugasnya. Selain tugas diatas, seksi gizi juga mempunyai beberapa fungsi diantaranya yaitu:
a.
Perencanaan program perbaikan gizi dari hasil analisis dan penyiapan bahan untuk peningkatan status gizi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat.
b.
Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, analisis data dan penyiapan bahan untuk meningkatkan status gizi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat.
51
c.
Pelaksanaan kegiatan kebutuhan dan penyiapan bahan untuk meningkatkan status gizi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat.
d.
Pelaksanaan koordinasi dengan instansi/lembaga lainnya terkait kebutuhan dan penyiapan bahan untuk peningkatkan status gizi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat.
e.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan.
f.
Pelaksanasan tugas lain yang diberikan atasan sesuai dengan bidang tugasnya. Sumber daya manusia (SDM) yang ada di bagian gizi terdiri dari Kepala Seksi Gizi dan Staf Gizi, dengan rincian sebagai berikut: Tugas dari kepala seksi gizi meliputi pengumpulan data, pengolahan data, penyiapan bahan penyusunan petunjuk teknis dan pelaksanaan operasional pembinaan pengaturan gizi masyarakat. Adapun rincian dari tugas kepala seksi adalah sebagai berikut:
a.
Menyusun program kerja seksi gizi
b.
Membagi tugas dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada staf gizi
c.
Monitoring dan mengevaluasi hasil kerja staf gizi
d.
Menyusun kebijaksanaan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan pengaturan gizi masyarakat.
52
e.
Mempelajari data sebagai bahan pelaksanaan kegiatan pembinaan pengaturan gizi masyarakat.
f.
Mengonsep dan memberikan paraf naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangannya.
g.
Menyimpan arsip seksi gizi.
h.
Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada atasan.
i.
Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya. 2. Staf Gizi terdiri dari: Tugas dari staf gizi meliputi pelaksanaan program gizi serta pemantauan kegiatan di Puskesmas serta menerima laporan dari Puskesmas. Adapun tugas dari masing-masing staf gizi meliputi: a. Melaksanakan program kerja seksi gizi b. Memeriksa dan mengevaluasi hasil kerja Puskesmas. c. Mengoreksi bahan/ data dari laporan tenaga pelaksana gizi Puskesmas. d. Mempelajari data sebagai bahan pelaksanaan kegiatan pembinaan pengaturan gizi masyarakat e. Mengawasi pendistribusian dalam pemberian makanan tambahan, Vitamin A, dan, tablet Fe dan alat-alat program perbaikan gizi.
53
f. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada atasan g. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai bidang tugasnya. Melihat tugas dari Seksi Gizi, maka terdapat tugas yang berkaitan dengan surveilans gizi seperti tugas pelaksanaan pengumpulan, pengolahan,
pengansalisisan
data
dan
penyiapan
bahan
untuk
meningkatkan status gizi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat dan monitoring serta evaluasi kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Dalam menjalankan program gizi di wilayah Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, kepala Seksi Gizi dan Staf Gizi dibantu oleh Tenaga Pelaksana Gizi. Tenaga Pelaksana Gizi tersebar di Puskesmas dengan latar belakang pendidikan gizi dan bidan. Dari Tenaga Pelaksana Gizi tersebut, tidak semuanya berlatar belakang gizi. Sehingga ini salah satu kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan program gizi. Selain TPG, ada 54 bidan desa dan para kader posyandu yang ikut serta dalam kegiatan program perbaikan gizi. Para kader ini merupakan ujung tombak keberhasilan suatu program. Karena kader disini sebagai penggerak dari masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan Posyandu.
5.3.Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Sistem informasi gizi (SIGIZI) merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menunjang pelaksanaan surveilans gizi. Aplikasi tersebut dapat diakses melalui situs
54
http://gizi.depkes.go.id/sigizi/go/. Interface beranda dan laporan bulanan SIGIZI dapat dilihat pada gambar 5.1 dan 5.2. Berdasarkan wawancara, terdapat enam indikator yang diukur pada sistem informasi gizi yaitu cakupan D/S, cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil, cakupan pemberian Vitamin A, cakupan pemberian ASI eksklusif, jumlah balita gizi buruk yang mendapat perawatan dan cakupan penggunaan garam beriodium. Alur pelaporan, dalam melaporkan keenam indikator tersebut, yang dilaksanakan pada sistem informasi gizi sesuai dengan alur surveilans yaitu mulai dari tingkat posyandu yang melapor kepada bidan desa, selanjutnya bidan desa merekap data posyandu dan memberikan kepada puskesmas yang selanjutnya diberikan kepada Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan selanjutnya melaporkan data kinerja pembinaan gizi kepada Direktorat Bina Gizi melalui aplikasi sistem informasi gizi. Menurut data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, jumlah Puskesmas yang berada di Kota Tangerang Selatan berjumlah 25 puskesmas. Jumlah posyandu di Kota Tangerang Selatan berjumlah 706 posyandu. Jumlah kader di Kota Tangerang Selatan berjumlah 4989 dan jumlah Tenaga Pelaksana Gizi di tingkat Puskesmas berjumlah 25 puskesmas.
55
Gambar 5.1 Interface Laporan Bulanan Sistem Informasi Gizi
Sumber: Website Sistem Informasi Gizi, 2013 Gambar 5.2 Interface Beranda Sistem Informasi Gizi
Sumber: Website Sistem Informasi Gizi, 2013
56
5.4.Gambaran Input Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Gambaran input pada sistem informasi gizi meliputi sumber daya yang digunakan dalam pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi melalui sistem informasi gizi. Sumber daya tersebut terdiri dari kebijakan dan koordinasi, dana, tenaga pelaksana dan sarana. Kebijakan dan koordinasi akan dinilai dalam tiga aspek yaitu kebijakan, pemantauan rutin dan pertemuan rutin. Berdasarkan wawancara terhadap informan, belum ada kebijakan di Kota Tangerang Selatan yang secara khusus mengatur pengelolaan sistem informasi gizi. Berdasarkan wawancara mengenai kebijakan yang mengatur pengelolaan sistem informasi gizi adalah sebagai berikut: “….Kita baru ada perda tentang sistem kesehatan kota dan sedang berproses untuk membuat perwal-perwal…” (Informan A) “…Ada peraturan pengumpulan tanggal 5…” (Informan B) “….Ada peraturan by email pake instruksi…” (Informan C) Berdasarkan telaah dokumen, peraturan mengenai sistem kesehatan daerah, pada dasarnya sudah diatur mengenai sistem informasi oleh Unit Kesehatan Masyarakat di tingkat Kecamatan. Seperti Sistem Kesehatan Nasional, SKD Kota Tangerang Selatan juga mengatur pengelolaan data dan informasi kesehatan yang digunakan untuk pengambilan keputusan di bidang kesehatan. Dalam kebijakan tersebut juga diatur mengenai keakuratan serta pengumpulan data dalam bidang kesehatan dan non kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan. Hingga saat ini, peraturan atau pedoman yang digunakan dalam pelaksanaan pelaporan kegiatan pembinaan gizi
57
melalui sistem informasi gizi didasarkan pada petunjuk surveilans gizi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Berdasarkan kerangka penilaian WHO, penilaian terhadap unsur kebijakan mengenai kerangka regulasi up-to-date dinilai ada tetapi kurang memadai. Hal tersebut dikarenakan peraturan yang mengatur pengumpulan data melalui sistem informasi gizi sudah ada namun kurang mengikat atau memaksa. Aspek lain dalam sumber daya yaitu kebijakan mengenai pemantauan rutin. Kegiatan pemantauan rutin dilakukan berdasarkan pedoman pembinaan wilayah yang dibuat oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Kegiatan tersebut berfungsi untuk melakukan pemantauan, penyeliaan dan evaluasi program puskesmas di wilayah kerja binaannya. Berdasrkan daftar tilik monitoring dan evaluasi program perbaikan gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (terlampir), monitoring yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mencakup data dasar seperti sasaran Vitamin A, sasaran Bumil, jumlah posyandu, jumlah kader posyandu dan sasaran Fe-1/Fe-3, pencatatan pelaporan, hasil kegiatan, penyajian data, PMT, ketenagaan, ruang pelayanan, sarana dan penyebarluasan informasi. Pemantauan di tingkat posyandu dilakukan oleh bidan desa di setiap puskesmas sesuai wilayah kerjanya. Berdasarkan wawancara, berikut jawaban informan mengenai pemantauan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan: “…..Kita kembangkan sistem bina wilayah, berjalan karena terkait dengan kinerja kita.” (Informan A) “…Ada pemantauan setiap dua atau tiga bulan sekali…” (Informan B)
58
“….Ada staf Dinas Kesehatan kesini..” (Informan C) “…..Kan setiap kelurahan ada bidan desa yang memantau…” (Informan E) Kegiatan pemantauan rutin di Kota Tangerang Selatan sudah diatur dalam pedoman pembinaan wilayah serta dilakukan secara teratur. Berdasarkan alat penilaian WHO, aspek tersebut dinilai sangat memadai. Dalam kegiatan pertemuan rutin, kegiatan tersebut tidak dituangkan dalam kebijakan tertulis. Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan juga menginstruksikan untuk mengurangi intensitas pertemuan antara Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Hal tersebut dikarenakan banyaknya tugas setiap staf Dinas Kesehatan maupun Puskesmas sehingga apabila dilakukan banyak pertemuan akan mengganggu para staf dalam melakukan tugasnya. Pertemuan hanya dilakukan rutinan pada awal tahun untuk sosialisasi perencanaan program, triwulanan untuk evaluasi serta di akhir tahun untuk evaluasi program. Dalam kaitannya dengan surveilans, perencanaan dan evaluasi juga membahas mengenai standar dalam pengumpulan data, kecenderungan data, pelaporan dan kegiatan apa yang harus dilakukan pada kader dan petugas puskesmas. Berikut hasil wawancara mengenai pertemuan rutin: “……Pertemuan rutin dibatesin karena SDM terbatas dan volume tinggi jadi on the job training…, standarnya mulai dari lihat data kecenderungannya kemana untuk menandakan masalah terus apa yang harus dilakukan serta pelaporan kemana dan kegiatan seperti apa dari tingkat kader, puskesmas….” (Informan A) “…..Paling rapat rutin…..” (Informan B)
59
“……Pertemuan paling rakordes, klo diakhir monev, perencanaan diawal tahun terus klo setiap ada kegiatan, tidak ada peraturan karena hanya rutinan…” (Informan C) Dalam hal pertemuan rutin, tidak ada kebijakan secara tertulis namun pertemuan sudah menjadi agenda tahunan Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Berdasarakan alat penilaian WHO, karena belum adanya peraturan mengenai pertemuan rutin, maka aspek ini dinilai ada tetapi kurang memadai. Berdasarkan kerangka penilaian WHO, penilaian terhadap unsur kebijakan mengenai kerangka regulasi up-to-date mendapat nilai satu karena ada tetapi kurang adekuat. Sedangkan kegiatan pemantauan rutin mendapat nilai tiga atau sudah sangat memadai karena sudah adanya peraturan dan sudah dilakukan secara baik. Sedangkan dalam hal pertemuan, tidak ada kebijakan secara tertulis namun sudah menjadi kegiatan rutin tahunan saja sehingga hal tersebut dianggap ada tetapi kurang memadai dan diberi nilai satu. Penilaian kebijakan dan koordinasi berdasarkan kerangka WHO dapat dilihat pada tabel 5. 2.
60
Tabel 5. 3 Penilaian Sumber Daya – Kebijakan dan Koordinasi
No. 1
2
3
Item
Sangat Memadai
Memadai
3
2
Dinas Kesehatan Kabupaten/kota memiliki regulasi yang up-to-date berisi kerangka kerja untuk sistem informasi gizi Ada kegiatan rutin untuk pemantauan kinerja sistem informasi gizi dari berbagai subsistem, mulai dari dinas kesehatan sampai ke puskesmas
Ada tetapi kurang memadai 1
√
√
Terdapat kebijakan resmi untuk melakukan pertemuan di tingkat daerah dan kecamatan untuk meninjau pelaksanaan sistem informasi gizi
Skor
1
3
√
Total Skor Rata-rata
Tidak adekuat sama sekali 0
1
1, 7
Unsur sumber daya lain yang dinilai adalah dana dan tenaga pelaksana. Penilaian dilakukan untuk mengetahui unit fungsional, kegiatan pelatihan dan anggaran yang diperuntukan dalam pelaksanaan sistem informasi gizi. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dan Puskesmas yang berada di wilayah kerjanya belum mempunyai unit fungsional yang secara khusus bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi gizi. Kegiatan pengelolaan sistem
61
informasi gizi hanya menjadi salah satu Tupoksi dari Seksi Pembinaan Gizi Masyarakat. Berikut hasil wawancara mengenai unit kerja pengelolaan sistem informasi: “…..Hanya tupoksi saja dan bukan berupa unit…” (Informan A) “…..Saya yang mengurusnya…..” (Informan B) “…..Yang bertanggung jawab Ibu sendiri…..” (Informan C) Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan belum memiliki unit fungsional yang menangani secara khusus mengenai sistem informasi gizi. Berdasarkan kerangka penilaian WHO, maka aspek ini dinilai tidak adekuat sama sekali. Pelatihan mengenai pengelolaan sistem informasi gizi belum pernah dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Kebanyakan petugas mempelajari secara mandiri dan mempelajari dari petugas yang bertanggung jawab sebelumnya. Karena mempelajari secara mandiri maka membutuhakan waktu untuk mempelajarinya. Berikut hasil wawancara mengenai pelatihan pengelolaan sistem informasi gizi: “…..Belum pernah. Oh kita ga pelatihan, otodidak belajar sendiri ga pernah dilatih…..” (Informan A) “…..Ada pelatihan tatalaksana gizi buruk…..” (Informan B) “…..Ya emang udah disitu bejalar sendiri, otomatis udah tahu, yak kan di kuliah juga udah belajar…” (Informan C) “…..Pernah yang ngadain dinkes pelatihan PBHS eh PHBS tentang yang sepuluh…..” (Informan D)
62
“…..Kita ga dikasih pelatihan sih mungkin karena waktunya kurang ya…..” (Informan E)
Pelatihan mengenai sistem informasi gizi belum pernah dilakukan di tingkat Kota Tangerang Selatan. Aspek tersebut dinilai tidak adekuat sama sekali. Anggaran dana untuk pengelolaan SIGIZI berasal dari APBD dan dana operasional
puskesmas.
Berikut
hasil
wawancara
mengenai
anggaran
pengelolaan sistem informasi gizi: “…..Kita dari APBD, klo dari APBN belum pernah dapet. Lebih banyak ke transportnya, transport pelacakan dan paling biaya administrasi seperti ATK gitu-gitu...tidak ada dana pelatihan…dana perawatan juga tidak ” (Informan A) “…..Dana dari Dinas dan BOK untuk transport…..” (Informan B) “…..Anggaran tidak ada untuk pencatatan pake biaya operasional…..” (Informan C) Anggaran yang digunakan untuk pengelolaan sistem informasi gizi dinilai ada tetapi kurang memadai karena tidak ada anggaran dalam pelatihan sehingga tidak cukup mendukung dalam berfungsinya sistem. Dana tersebut hanya digunakan untuk transportasi dan pengadaan ATK dan tidak ada perawatan, pelatihan dan operasional lain. Dikarenakan tidak ada unit fungsional yang secara khusus menangani pengelolaan sistem informasi gizi maka unsur tersebut dinilai nol atau tidak adekuat sama sekali. Dalam hal kapasitasi atau pelatihan mengenai pengelolaan
63
sistem informasi gizi juga dinilai tidak adekuat sama sekali dan mendapatkan nilai nol. Anggaran untuk sistem informasi gizi dinilai ada tetapi kurang memadai dan mendapatkan nilai satu. Penilaian terhadap aspek dana dan tenaga pelaksana dapat dilihat pada tabel 5. 4. Tabel 5. 4 Penilaian Sumber Daya – Dana dan Tenaga Pelaksana
No . 1
2
3
Item
Sangat Memadai
Memadai
3
2
Ada tetapi kurang memadai 1
Tidak adekuat sama sekali 0
Skor
Ada sebuah unit fungsional, yang bertanggung jawab untuk administrasi sistem informasi gizi, manajemen, analisis, diseminasi dan penggunaan informasi di tingkat daerah
√
0
Ada aktivitas kapasitasi tenaga di tingkat kabupaten/kota dan puskesmas
√
0
√
Ada anggaran khusus dalam anggaran daerah yang diperuntukkan untuk pelaksanaan sistem informasi gizi
1
Total Skor Rata-rata
0, 3
Sarana menjadi penunjang dalam pelaksanaan pencatatan melalui sistem informasi. Sarana yang mencakup formulir, ATK dan peralatan Informasi Teknologi yang mencakup komputer dan jaringan internet beserta pemeliharaan
64
terhadap sarana tersebut. Berdasarkan observasi dan wawancara, ketersediaan formulir dan ATK di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Puskesmas dan Posyandu selalu tersedia. Tidak hanya itu, sarana seperti komputer dan jaringan internet di Dinas Kesehatan dan Puskesmas juga sudah tersedia. Namun, adanya sarana tersebut belum ditunjang dengan anggaran pemeliharan secara khusus. Berikut hasil wawancara mengenai ketersediaan sarana: “…..Komputer memadai lah, satu orang satu. Jaringan internet ada. Tidak ada dana khusus, perawatan hanya insidentil namun tidak memerulukan biaya besar….” (Informan A) “…..Ada, komputer dinas….” (Informan B) “…..Ada, tapi bermasalah pada printernya kan kita ga punya IT, jadi maintenancenya kurang di komputer. Klo dana khusus periodik, harus pengajuan dulu, jadi kita pake dana talangan ….” (Informan C) “…..Ya ada sih….” (Informan D) “…..Alhamdulillah ga kekurangan ….” (Informan E) Penilaian terhadap sarana seperti ATK, formulir dinilai sudah sangat memadai karena selalu tersedia untuk mencatat kinerja pembinaan gizi. Peralatan lain yang dinilai adalah komputer. Komputer juga sudah tersedia di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dan Puskesmas. Aspek tersebut juga dinilai sudah sangat memadai. Aspek lain yang dinilai adalah jaringan internet. Jaringan internet sudah tersedia baik di tingkat Dinas Kesehatan maupun Puskesmas sehingga aspek tersebut
dinilai sudah sangat memadai. Namun dalam hal
perawatan dinilai masih tidak adekuat sama sekali karena tidak adanya anggaran
65
khusus dan tenaga khusus dalam perawatan peralatan yang digunakan dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi. Penilaian sarana dapat dilihat pada tabel 5.5. Tabel 5. 5 Penilaian Sumber Daya – Sarana
No. 1
2
3
4
Item Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk mencatat kinerja pembinaan gizi masyarakat dan informasi yang tersedia Tersedianya komputer di tingkat dinas kesehatan kota dan puskesmas untuk pelaksanaan sistem informasi gizi Peralatan TI (telpon, koneksi internet dan email ) tersedia di dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas untuk pelaksanaan sistem informasi gizi Dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT tersedia di tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas
Sangat Memadai
Memadai
3
2
Ada tetapi kurang memadai 1
Tidak adekuat sama sekali 0
Skor
3 √
3
√
3 √
0 √
Total Skor Rata-rata
2,2
66
5.5. Gambaran Proses Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan 5.4.1. Indikator Indikator merupakan salah satu komponen yang dinilai dari sistem informasi gizi. Dalam sistem informasi gizi, masih terdapat variabel yang tidak diidentifikasi hingga tingkat puskesmas dan posyandu. Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan pengukuran indikator pada SIGIZI. Atas dasar tersebut, penilaian mengenai poin satu dalam aspek indikator dinilai sudah memadai karena beberapa indikator telah diidentifikasi hingga tingkat puskesmas maupun posyandu. Indikator pada SIGIZI dinilai sudah mengacu pada Millenium Development Goals (MDG’s) karena indikator yang diukur berkaitan dengan penekanan angka kematian anak dan peningkatan kesehatan ibu sebagai tujuai nomor empat dan lima dalam MDG’s. Atas dasar tersebut, pada poin dua penilaian indikator, indikator dinilai sudah memadai karena beberapa indikator sudah sesuai dengan MDG’s. Dalam hal pelaporan, kegiatan tersebut belum dilakukan secara teratur. Hal terebut dikarenakan kurangnya tenaga yang tersedia terutama pada bidan desa. Sehingga aspek tersebut dinilai ada tetapi kurang memadai karena pelaporan tidak dilakukan secara teratur. Berikut hasil wawancara mengenai indikator yang berada di sistem informasi gizi:
67
“…..Ngikutin indikator nasional seperti ASI eksklusif, Fe, pelaporan LB3, keterlambatan karena mereka bilang sudah dikirim tapi ga ada….Ada perubahan-perubahan, kalo ada yang gak sesuai gak usah kita isi…..” (Informan A) “….SKDN, BGM, 2T, Gizi kurang, Gizi buruk, MP asi gakin, asi eksklusif, Vitamin A…” (Informan B) “…..Indikator yang dilaporkan itu jumlah sasaran balita SKDN, BGM, 2T, vitamin A, MP ASI, PMT, yang PMT pemulihan 3 bulanan, PMT penyuluhan tidak ada pelaporan….Klo SKDN F5 Posyandu, setiap data ada formatnya masing-masing…..Kalo gizi buruk ada bgm ….Asi eks febagt nyebar form… Di kadernya telat ngumpulin..kita dengan kata-kata halus….”(Informan C) “….Yang dicatet paling berat badan, tinggi badan, vitamin A, fe ibu hamil – nifas, ASI eksklusif iya, tapi garem engga….Ada F1 ibu hamil, F2 bayi, F3 balita, F4 , F5 rangkuman…Harusnya ngitung rame-rame, karena faktor usia jadi ga cepet ngitungnya….”(Informan D) “…….Fe, pokoknya yang ada di kertas lah ibu hamil, ibu menyusui, resiko tinggi… Kita ga punya puskesmas di jurang mangu barat jadi bidan desa ngurusin satu kelurahan… Jurang mangu barat 26 posyandu dan bidan desanya 1 kelurahan satu….” (Informan E) Berdasarkan alat penilaian WHO, penilaian terhadap indikator yang sudah diidentifikasi hingga tingkat posyandu dan mengacu terhadap MDG’s dinilai sudah cukup memadai karena sudah mengacu pada MDG’s namun dalam
68
hal pelaporan dinilai ada tapi kurang memadai karena masih adanya keterlambatan pelaporan oleh puskesmas kepada Dinas Kesehatan. Penilaian dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5. 6 Penilaian Indikator
No. 1
2
3
Item Indikator inti minimum Nasional telah diidentifikasi untuk tingkat daerah, meliputi semua kategori indikator kinerja pembinaan gizi Indikator yang terdapat dalam sistem informasi gizi mengacu pada indikator MDG’s (Millenium Development Goals) Pelaporan indikator terjadi secara teratur
Sangat Memadai
Memadai
3
2
Ada tetapi kurang memadai 1
Tidak adekuat sama sekali 0
Skor
√
2
√
2
√ Total Skor Rata-rata
1 1, 7
5.4.2. Sumber Data Penilaian sumber data dihasilkan dari telaah dokumen dan wawancara mengenai data yang tersedia dan kegiatan pertemuan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada posyandu terdapat pengukuran perkembangan anak dan pembinaan gizi pada anak serta ibu. Data yang diukur pada kegiatan posyandu adalah cakupan D/S, Pemberian Vitamin A, ASI eksklusif, pemberian tablet Fe dan pelaporan kasus gizi buruk dan penggunaan garam beriodium yang
69
diambil setiap satu tahun sekali. Berdasarkan telaah dokumen juga ditemukan bahwa sistem informasi gizi mengukur enam indikator yang mencakup cakupan D/S, cakupan pemberian vitamin A, cakupan pemberian ASI Eksklusif, cakupan pemberian tablet Fe, cakupan gizi buruk yang mendapat perawatan serta cakupan penggunaan garam beriodium sehingga sistem informasi gizi dinilai sangat memadai karena dapat mengukur kegiatan pembinaan gizi. Dalam hal memproyeksikan kematian ibu dan anak, dilakukan oleh seksi kesehatan ibu dan anak. Berdasarkan wawancara, kematian ibu dan anak dilaporkan melalui laporan puskesmas, rumah sakit dan saryankes swasta. Angka kematian yang dibutuhkan oleh seksi gizi hanya terkait dengan kematian akibat gizi buruk. Berikut hasil wawancara mengenai cara dalam memproyeksikan kematian: “…..Kematian anak di seksi KIA mengetahui laporan puskesmas, rumah sakit dan saryankes swasta, gizi butuh kematian akibat gizi buruk saja…”(InformanA) Dikarenakan sistem informasi gizi telah dapat mengukur kematian akibat gizi buruk maka aspek tersebut dinilai sangat memadai berdasarkan kerangka penilaian WHO. Pertemuan rencana tahunan juga dilakukan untuk merencanakan waktu pengumpulan data. Berikut adalah hasil
wawancara mengenai
pengumpulan data: “…….Kita ada kesepakatan ngumpulin laporan…(Informan A)
waktu
70
“…….perencanaan diawal tahun terus klo setiap ada kegiatan, tidak ada peraturan karena hanya rutinan..” (Informan B) Dalam aspek pertemuan dinilai sudah cukup memadai karena sudah dapat mengkoordinasikan waktu pengumpulan serta membahas indikator kegiatan pembinaan gizi. Data yang tersedia dalam sistem informasi gizi telah menggambarkan atau telah representatif menggambarkan hasil kegiatan pembinaan gizi atau sesuai dengan tujuan pembuatannya. Hal tersebut dinilai telah sangat memadai. Sistem informasi gizi juga telah menggambarkan kematian balita akibat gizi buruk. Oleh karena itu, sistem informasi tersebut dinilai sangat memadai. Perencanaan juga sudah dilakukan di awal tahun untuk mengkoordinasikan indikator yang diukur sehingga aspek tersebut dinilai memadai. Penilaian mengenai sumber data dapat dilihat pada tabel 5.7.
71
Tabel 5. 7 Penlaian Sumber Data: Surveilans Gizi
No.
1
2
3
Item
Sangat Memadai
Memadai
3
2
Terdapat surveilans yang representatif dalam mengukur kegiatan pembinaan gizi Terdapat surveilans yang representatif dalam perkiraan mengenai kematian akibat gizi buruk. Ada pertemuan dan rencana tahunan untuk mengkoordinasikan waktu, variabel yang diukur dari daerah
Ada tetapi kurang memadai 1
Tidak adekuat sama sekali 0
Skor
√
3
√
3
√ 2
Total Skor Rata-rata
2,7
5.4.3. Manajemen Data Dalam manajemen data, dilakukan penilaian terhadap prosedur pengelolaan data, gudang data, kamus dan kode khusus dalam sistem informasi gizi. Prosedur yang tersedia dalam pengelolaan sistem informasi gizi masih mengacu pada survelians gizi. Namun pedoman tersebut hanya terdapat pada tingkat Dinas Kesehatan dan pihak puskesmas tidak mengetahui pedoman tersebut. Berikut adalah hasil wawancara mengenai prosedur pengelolaan sistem informasi gizi:
72
“….Prosedur engga ada peraturan mengikat, kita punya disiplin ilmu, pengalaman, ya kita analisa lalu kita kerucutkan..sesuai dengan surveilans lah…”(Informan A) “…..langsung dikasih tahu…”(Informan B) “…Prosedur ada klo pas sosialisasi aja, tapi bukan prosedur baku, otomatis udah tahu….”(Informan C) Prosedur dalam sistem informasi gizi menggunakan prosedur surveilans. Hal tersebut dinilai sudah memadai. Data pada sistem informasi gizi bersifat user friendly karena dapat diakses oleh semua pihak. User friendly juga ditandai dengan mudahnya penggunaan sistem informasi gizi oleh user atau pengguna yang memiliki kode khusus di sistem informasi gizi. User mempunyai otoritas untuk mengubah serta menambah data pada sistem informasi gizi. Hasil wawancara menunjukan bahwa user SIGIZI di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan hanya staf Dinas Kesehatan dan staf puskesmas tidak diberikan otoritas untuk menjadi user SIGIZI. Hal tersebut dikarenakan belum dilakukannya sosilisasi sampai tingkat puskesmas sehingga pengisian baru di tingkat Dinas Kesehatan. “….Dinkes yang input data ke SIGIZI… Emang enaknya sama puskesmas tapi
kalo
ada
perubahan
tunggu
waktu
tahun
depan
untuk
mensosialisasikan…”(Informan A) “….Dalam hal input data tergolong mudahlah…”(Informan A) Dalam aspek user friendly dinilai ada tetapi kurang memadai. Hal tersebut dikarenakan penggunaan pelaporan sistem informasi gizi hanya
73
digunakan pada tingkat Dinas Kesehatan dan tidak digunakan oleh puskesmas dalam hal memasukan data. Di Tingkat Dinas Kesehatan, sudah terdapat bank data yang berfungsi untuk menyimpan data. Bank data dikelola oleh enam orang staf. Fasilitas yang dimiliki oleh bank data adalah dua buah komputer. Bank data melakukan backup data setiap satu bulan dimana data di backup kepada seksi yang ada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sesuai dengan jenis datanya dan backup data pada sebuah komputer. Berikut hasil wawancara mengenai bank data: “…data disimpan dalam bentuk soft copy kecuali form tb ada hard dan soft copy, data dibackup setiap bulan yang dibackup di setiap seksi dan satu komputer, belum pernah ada penghapusan data disini semenjak Desember 2012 dan komputer masih cukup…(Informan F) Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah memiliki bank data yang dapat diakses semua kalangan sehingga aspek tersebut dinilai sudah memadai. Kamus data juga sudah terdapat pada pedoman surveilans sehingga berdasarkan alat penilaian WHO, aspek tersebut dinilai sudah memadai. Sistem infromasi gizi juga sudah dilengkapi kode khusus dalam tabel penggabungan data. Berikut hasil wawancara mengenai kode khusus di sistem informasi gizi: “…Pelaporan LB3 masuknya ke seksi lain itu SIK, dibawah bidang sarana dan prasana…Ada kode khusus….”(Informan A) Berdasarkan data yang didapatkan, seperangkat prosedur dianggap memadai dan diberikan nilai dua. Data yang dapat dilihat oleh semua pihak atau
74
user friendly dinilai satu atau ada tetapi kurang memadai karena puskesmas tidak bisa menggunakan sistem informasi gizi. Kamus data terdapat pada pedoman surveilans gizi sehingga aspek tersebut dinilai memadai. Dalam sistem informasi gizi juga terdapat kode khusus bagi pengguna di tingkat Dinas Kesehatan yang memiliki otoritas khusus sehingga aspek tersebut dinilai memadai. Tabel 5. 8 Penilaian Manajemen Data
No.
1
2
3
4
Item
Ada seperangkat prosedur tertulis untuk pengelolaan data termasuk pengumpulan data, penyimpanan, dan analisis Unit sistem informasi gizi di tingkat kabupaten menjalankan data yang terintegrasi yang berisi data dari seluruh populasi dan sumber data dan memiliki utilitas yang userfriendly yaitu pelaporan dapat diakses kepada khalayak berbagai pengguna Pada tingkat daerah, ada gudang data yang setara dengan Nasional dan memiliki utilitas pelaporan yang dapat diakses untuk berbagai pengguna Terdapat kamus yang
Sangat Memadai
Memadai
3
2
Ada tetapi kurang memadai 1
Tidak adekuat sama sekali 0
Skor
2 √
√
√
1
2
75
5
menyediakan definisi yang komprehensif tentang data. Definisi ini meliputi informasi di bidang-bidang berikut: (1) penggunaan data dalam indikator; (2) spesifikasi metode pengumpulan yang digunakan; (3) periodisitas Kode pengenal khusus tersedia untuk kabupaten untuk memfasilitasi penggabungan dari beberapa database dari sumber yang berbeda
√
2
√
2
Total Skor Rata-rata
1,8
5.6.Gambaran Output Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan 5.5.1. Produk Informasi Pada komponen produk informasi akan dinilai unsur seperti konsistensi data, intensitas pelaporan, intensitas pengukuran dan karakteristik pada informasi. Konsistensi data digambarkan melalui data yang dikumpulkan dalam SIGIZI. Berdasarkan wawancara, variabel pada SIGIZI telah mengalami beberapa kali perubahan sejak pertama kali dibuat. Hal tersebut menyebabkan adanya beberapa data yang tidak terisi karena data tersebut tidak dikumpulkan pada tingkat Dinas Kesehatan. “…..Ada perubahan-perubahan, kalo ada yang gak sesuai gak usah kita isi…..”(Informan A)
76
Dengan adanya tidak konsistensi data yang dilaporkan maka aspek tersebut dinilai ada tetapi kurang memadai. Alur pelaporan informasi kegiatan pembinaan gizi dilalui melalui beberapa tahap. Pertama, data diambil di tingkat posyandu untuk data SKDN, vitamin A, pemberian tablet Fe, kasus gizi kurang dan ASI eksklusif. Kedua, data diberikan kepada bidan desa namun khusus untuk data penggunaan garam beriodium langsung diambil oleh bidan desa. Ketiga, data direkap oleh Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas. Terkahir, data diberikan ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Bagan pengiriman laporan dapat dilihat pada bagan 5.1. Bagan 5. 1 Alur Pelaporan Kinerja Pembinaan Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Puskesmas
Bidan Desa
Posyandu Sumber: Data Primer, hasil olah wawancara Dalam pelaporan, terdapat pelaporan bulanan dan semesteran, pelaporan bulanan mencakup data penimbangan balita, balita gizi kurang dan pemberian
77
tablet Fe. Sedangkan data semesteran mencakup pemberian vitamin A dan pemberian ASI eksklusif. Sedangkan data yang diambil satu tahun sekali yaitu pemberian garam beriodium. Berikut hasil wawancara mengenai pengambilan data: “..pelporan
ada
bulanan,
ada
semesteran…posyandu
sebulan
sekali..”(Informan A) “…pelaporan tiap bulan…”(Informan B) “…ada pelaporan bulanan, kalo PMT biasanya tiga bulanan, garam beriodium dua kali setahun, ASI eksklusif itu februari-agustus, klo Fe cuma pengadaan..”(Informan C) “…Kita kan nimbang awal bulan, terus kita bikin laporan yang lain juga kan belum dikumpul akhir bulan…”(Informan D) “…sebulan
sekali,
mengumpulkan
laporan
pas
rakor
akhir
bulan…”(Informan E) Pelaporan dinilai ada tetapi kurang memadai karena berdasarkan wawancara dan observasi, pelaporan dari posyandu dan puskesmas ke Dinas Kesehatan sudah teratur namun berdasarkan observasi, Dinas Kesehatan tidak melaporkan data secara teratur melalui SIGIZI. Pengukuran juga dilakukan setiap satu bulan sekali atau sesuai dengan jadwal posyandu sehingga aspek tersebut dinilai sangat memadai. “…denominator pake proyeksi dari data BPS…”(Informan A) Data cakupan yang paling baru sudah digunakan dalam memproyeksi jumlah balita sehingga aspek tersebut dinilai sangat memadai.
78
“….data dibagi pekerjaan, pendidikan orang tua bagi gizi buruk kalo posyandu biasa engga..”(Informan A) Pemisahan data berdasarkan karakteristik sudah dilakukan sesuai kebutuhan sehingga aspek tersebut dinilai sangat memadai. Penilaian terhadap unsur konsistensi dinilai ada tapi kurang memadai. Hal tersebut karena vaiabel yang ada pada SIGIZI terus mengalami perubahan oleh Kementrian Kesehatan. Pelaporan juga dinilai sudah memadai karena pelaporan dilakukan sebulan satu kali. Pengumpulan data dilakukan pada kurun waktu bulanan, triwulanan dan semesteran. Hal tersebut dinilai sangat memadai karena sudah sesuai dengan kebutuhan dan prosedur yang ada. Data cakupan dari BPS mengenai jumlah balita juga menjadi dasar proyeksi sehingga penilaian terhadap cakupan dinilai sangat memadai. Kebanyakan data yang dikumpulkan dikategorikan berdasar usia dan jenis kelamin seperti data pemberian vitamin A dan data penimbangan sedangkan untuk data kasus gizi buruk akan ditelisik karakteristik ekonomi keluarga dan wilayahnya. Pada kategorisasi data dinilai sudah cukup memadai karena sesuai kebutuhan data yang diperlukan terutama untuk kasus gizi buruk.
79
Tabel 5. 9 Penliaian Produk Informasi – Kualitas Data
No. 1
2 3 4
5
Item Secara sistematis ditinjau pada setiap tingkat untuk kelengkapan dan konsistensi terhadap data yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi. Dilaporkan setiap bulan Diukur setiap bulan Data cakupan yang paling baru menjadi dasar perkiraan Estimasi data dipisahkan oleh: (1) karakteristik demografis (misalnya, usia); (2) status sosial ekonomi (misalnya, pendapatan, pekerjaan, pendidikan); dan (3) wilayah (misalnya, urban/rural, utama geografis atau wilayah administratif) Total Skor Rata-rata
Sangat Memadai
Memadai
3
2
Ada tetapi kurang memadai 1 √
√
Tidak adekuat sama sekali 0
Skor
1
√ √
2 3 3
√
3
2,4
5.5.2. Diseminasi Dan Penggunaan Informasi Salah satu aspek dari diseminasi dan penggunaan informasi adalah aspek kebutuhan dan analisis. Dalam aspek kebutuhan dan analisis akan dinilai unsur seperti perolehan informasi, penyajian data, dan penyajian data melalui peta. Pada unsur perolehan informasi secara tepat waktu, relevan dan akurat dinilai
80
memadai. Dalam hal ketepatan waktu, ketersediaan informasi sudah cukup memadai karena informasi sudah tersedia pada saat perencanaan dan tindakan langsung. Informasi dibutuhkan dalam perencanaan tahunan sehingga dapat dibuat prioritas kegiatan. Sedangkan data yang dibutuhkan untuk tindakan langsung adalah data balita kasus gizi butuk. Berikut wawancara mengenai ketepatan waktu pelaporan: “….laporan tahunan kompilasi dari bulanan udah baku…ada laporan bulanan lb3 dan laporan kasus gizi buruk yang dilaporkan segera…” (informan A) “….Tiap bulan kita dikirim, ya kadang kita ngejar-ngejar juga ke SIK…Evalusai bulanan dengan kepala puskesmas minimal satu bulan sekali ketemu dengan kepala puskesmas….” (Informan A) Dalam hal relevansi data, masih terdapat data yang dibutuhkan namun tidak diperoleh melalui sistem informasi gizi yaitu data wanita hamil yang terkena anemia sehingga seksi gizi berkoordinasi dengan seksi lain. Berikut wawancara mengenai relevansi data: “….kita lihat data ibu hamil yang terkena anemia untuk kegiatan pemberian tablet Fe…(Informan A).” Selanjutnya dalam hal akurasi data, data sudah dinilai cukup akurat dalam melihat kejadian yang sebenarnya karena cakupan D/S sudah tinggi sehingga dapat dijadikan acuan dalam proyeksi. Sedangkan berdasarkan observasi, dalam menangani data kasus gizi buruk, Dinas Kesehatan melakukan validasi data tersebut dengan mengunjungi tempat terjadinya kasus tersebut.
81
“….Cakupan D/S kita tinggi jadi gak ada masalah….” Penyajian data menggunakan grafik yang mudah dipahami (terlampir) telah digunakan mulai dari tingkat puskesmas dan Dinas Kesehatan sehingga aspek tersebut dinilai sangat memadai. Sedangkan pemetaan data digunakan hanya pada tingkat Dinas Kesehatan sehingga unsur penyajian data melalui peta dinilai ada tetapi kurang memadai. Tabel penilaian kebutuhan dan analisis informasi dapat dilihat pada tabel 5.10. Tabel 5. 10 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Informasi – Kebutuhan dan Analisis
No. 1
2
3
Item Pembuat program gizi di dinas kesehatan meminta data secara lengkap, tepat waktu, akurat, relevan memperoleh informasi gizi Grafik digunakan untuk menampilkan informasi yang uptodate dan mudah dipahami di dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas Peta digunakan untuk untuk menampilkan informasi yang uptodate dan mudah dipahami di dinas kesehatan kabupaten/kota
Sangat Memadai
Memadai
3
2
Ada tetapi kurang memadai 1
√
Skor
2
3
√
√
Total Skor Rata-rata
Tidak adekuat sama sekali 0
1
2
82
Aspek lain dalam diseminasi dan penggunaan informasi adalah advokasi, impelementasi dan aksi. Pada aspek tersebut akan dinilai penggunaan informasi sesuai otoritas pada setiap tingkat pelayanan kesehatan. Penggunaan informasi pembinaan gizi digunakan pada setiap tingkat untuk memantau dan evaluasi kegiatan pembinaan gizi di wilayah kerjanya. Informasi juga sudah digunakan untuk mempengaruhi perilaku kelompok rentan. Hal tersebut dilakukan oleh pihak posyandu, apabila posyandu mengalami penurunan angka kunjungan maka pihak posyandu akan melakukan beberapa tindakan seperti mengajak ibu-ibu di wilayahnya secara lebih intensif hingga mengadakan penimbangan keliling dan pemberian vitamin A secara door to door. Berikut hasil wawancara mengenai penggunaan informasi kegiatan pembinaan gizi: “….Data untuk monitoring, evaluasi dan perencanaan yang evidence based, pelacakan kasus gizi buruk, kita melakukan validasi, kalau cakupan tidak mencapai target, puskesmas harus melakukan sweeping…”(Informan A) “…evaluasi pada rapat koordinasi bersama posyandu…”(Informan B) “…untuk penyebaran informasi kasus apa dicari masalahnya apa,,terutama untuk kemajuan posyandu ya…,data dibahas intern,, lewat rakorkel dengan orang kader, lewat lokbul dengan bidan desa dan dibahas dalam lokbul, masalah-masalah yang ada…”(Informan C) “….Iya, saya sambil jalan sambil kasih tau besok timbang ya bu, diumumin juga, terus kalo ada gizi kurang dikasih tau ke ibunya…”(Informan D) “….Datanya dipakai untuk dipantau jadi kita tahu apa yang kita lakuin klo kita ga bisa pake bantuan puskesmas deh, Misalnya kita bagi vitamin A, kan kita punya catetan jadi yang belum dateng kita datengin…” (Informan E)
83
Dalam penilaian penggunaan monitoring dan evaluasi secara periodik dinilai sudah sangat memadai. Karena data yang ada digunakan untuk pemantauan yang dilakukan dengan diskusi pada pertemuan bulanan di setiap tingakatan pelayanan kesehatan. Sedangkan untuk unsur advokasi dinilai cukup memadai karena sudah ada tindakan dari Dinas Kesehatan dan posyandu dalam menyikapi kasus gizi buruk.
Tabel 5. 11 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Informasi – Advokasi, Implementasi dan Aksi
No. 1
2
Item Dinas kesehatan menggunakan informasi gizi untuk manajemen pelayanan kesehatan, monitoring dan evaluasi secara periodic Informasi gizi ini digunakan untuk mengadvokasi adopsi perilaku berisiko rendah oleh kelompok rentan
Sangat Memadai
Memadai
3
2
Ada tetapi kurang memadai 1
√
Tidak adekuat sama sekali 0
Skor
3
√
Total Skor Rata-rata
2
2,5
Aspek terakhir yang dinilai pada diseminasi dan penggunaan informasi adalah pengaturan prioritas dan alokasi sumber daya. Di tingkat Dinas Kesehatan, data yang ada sudah digunakan untuk alokasi sumber daya. Penggunaan informasi di tingkat Dinas Kesehatan untuk perencanaan dinilai sudah memadai. Berikut hasil wawancara mengenai penggunaan informasi dalam alokasi sumber daya:
84
“….Data untuk monitoring, evaluasi dan perencanaan yang evidence based, kalau cakupan tidak mencapai target, puskesmas harus melakukan sweeping, klo dana kasus gizi buruk, pasti dana dialokasikan lebih tinggi…”(Informan A) “….prioritas kegiatan kita dua yaitu penanganan kasus gizi buruk dan ibu hamil mendapatkan tablet Fe karena keduanya tidak mencapai target…”(Informan A) Informasi mengenai kegiatan pembinaan gizi telah digunakan oleh Dinas Kesehatan untuk membuat evaluasi dan perencanaan yang berbasis evidence based sehingga aspek tersebut dinilai memadai. Informasi juga telah digunakan untuk membuat prioritas kegiatan sehingga aspek tersebut juga dinilai memadai. Tabel 5. 12 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Informasi – Perencanaan, Pengaturan Prioritas dan Alokasi Sumber Daya
No. 1
2
Item Terdapat informasi yang terbukti digunakan dalam perencanaan dan proses alokasi sumber daya (misalnya, untuk rencana tahunan pembangunan yang terpadu, jangka menengah, kerangka pengeluaran rencana strategis jangka panjang ) Informasi secara luas digunakan oleh dinas kesehatan untuk mengatur alokasi sumber daya dalam proses anggaran tahunan
Sangat Memadai
Memadai
3
2
√
Ada tetapi kurang memadai 1
Tidak adekuat sama sekali 0
Skor
2
√ 2
Total Skor Rata-rata
2
85
5.7.Skor Rata-Rata Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Alat Penilaian WHO Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, maka skor rata-rata Sistem Informasi Gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah dua. Skor tersebut menunjukan sistem informasi sudah memadai. Namun terdapat skor yang masih rendah yaitu dana dan tenaga pelaksana dengan skor 1,7, indikator 1,7 dan kebijakan koordinasi dengan skor 0,7. Rincian skor dapat dilihat pada tabel 5.12.
86
Tabel 5.13. Skor Kumulatif Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan No.
Nama Unsur
Skor
1.
Sumber Daya
1, 4
2.
Indikator
1, 7
3.
Sumber Data
2, 7
4.
Manajemen Data
1,8
5.
Produk Informasi
2, 4
6.
Diseminasi dan Penggunaan Informasi
2, 1
Total Skor Rata-Rata
2
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain: 1. Situasi ramai pada saat wawancara terhadap informan menyebabkan suasana pengambilan data kurang kondusif sehingga dapat mempengaruhi kejelasan informasi yang diberikan informan. 2. Data yang didapatkan melalui wawancara dapat dipengaruhi oleh kejujuran dan motivasi informan. 6.2 Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi Ruang lingkup sistem informasi gizi telah mengakomodir pelaksanaan surveilans gizi sehingga pelaporan dapat dilaksanakan lebih cepat dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Sistem informasi gizi termasuk dalam sistem informasi manajemen dimana fungsi dari sistem informasi manajemen adalah untuk membandingkan kinerja dengan target atau harapan dari sebuah organisasi (Sutabri, 2005). Berdasarkan petunjuk pelaksanaan penggunaan sistem informasi gizi, salah satu tujuan sistem informasi gizi adalah untuk menyediaan informasi dan pelaporan hasil pelaksanaan kinerja pembinaan gizi masyarakat. Atas dasar tersebut, sistem informasi gizi dinilai sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam memantau, mengevaluasi serta merencanakan kegiatan pembinaan gizi masyarakat di KotaTangerang Selatan maupun tingkat Nasional.
87
88
Apabila tidak ada sistem informasi gizi maka dapat dipastikan data yang dilaporkan dari posyandu, puskesmas maupun tingkat Dinas Kesehatan akan memakan waktu yang cukup lama mengingat kondisi geografis Indonesia yang berstruktur kepulauan dan sangat luas. Dalam pelaksanaannya, pelaporan melalui SIGIZI dirasa belum cukup optimal. Hal tersebut ditujukan dari masih adanya data yang tidak tersedia. Saat ini, data semesteran bulan Agusutus 2012 mengenai cakupan pemberian Vitamin A, cakupan pemberian ASI eksklusif serta cakupan penggunaan garam beriodium belum tersedia. Hal tersebut menandakan masih adanya masalah di berbagai bidang sehingga menghambat pelaporan kinerja pembinaan gizi melalui SIGIZI. 6.3 Input Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Gambaran input dalam penelitian ini melingkupi beberapa unsur seperti sumber daya manusia, peralatan, sarana, kebijakan dan metode yang dibutuhkan dalam pengelolaan sistem informasi gizi. Kebijakan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi di tingkat Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan belum tersedia. Hingga saat ini, pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi diatur dan berpedoman pada surveilans gizi yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan. Dalam pedoman itu diatur ruang lingkup kegiatan surveilans gizi, sumber data, instrumen pengumpulan data, pengumpul data, waktu pengumpulan data, pengolahan data, mekanisme pelaporan, indikator yang diukur, penyajian informasi, diseminasi informasi, pemanfaatan informasi hasil surveilans gizi (Kementerian Kesehatan, 2012).
89
Dengan
adanya
pedoman tersebut,
pelaksanaan pelaporan kegiatan
pembinaan gizi melalui sistem informasi belum dilakukan secara optimal. Hal tersebut dikarenakan masih ada aspek lain yang belum diatur dalam pedoman tersebut. Aspek yang belum diatur dalam pedoman tersebut dapat menimbulkan masalah pada pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi melalui sistem informasi gizi. Masalah yang timbul dalam pelaporan kinerja pembinaan gizi melalui SIGIZI diantaranya adalah tidak adanya unit fungsional yang berfungsi mengelola, menganalisis masalah sistem informasi gizi; tidak adanya pelatihan mengenai pelaporan kinerja pembinaan gizi melalui SIGIZI; tidak adanya pembagian anggaran yang khusus dalam pengelolaan SIGIZI; tidak adanya pembiayaan maupun tenaga untuk perawatan peralatan yang menunjang pelaksanaan pelaporan melalui SIGIZI; kinerja pelaporan yang menurun; waktu pelaporan yang belum diatur secara spesifik; penggunaan informasi yang diatur hingga seluruh tingkat pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, disamping pedoman yang sudah ada, pemerintah perlu berkomitmen untuk membuat sebuah kebijakan yang melengkapi pedoman surveilans yang sudah ada sehingga pelaporan kegiatan pembinaan gizi dapat dilakukan secara optimal. Perlunya komitmen dari pemerintah daerah baik DPRD, Walikota maupun Dinas Kesehatan untuk bisa turut serta melaporkan setiap kegiatannya melalui sistem informasi gizi. Tidak adanya kebijakan yang secara spesifik mengatur sistem informasi dapat menyebabkan ketidakpastian dalam ketersediaan data, pertukaran data, kualitas dan penyebaran informasi. Hal tersebut seperti yang disebutkan oleh WHO. WHO dalam bukunya yang berjudul Framework and Standards For Country
90
Health Information Systems menyatakan bahwa kebijakan dan legalitas pada sistem informasi sangat penting untuk memungkinkan adanya mekanisme pengukuran ketersediaan data, pertukaran, kualitas dan penyebaran informasi (WHO, 2008). Selain adanya kebijakan yang komperhensif, diperlukan juga adanya komitmen dari pemerintah daerah baik Dinas Kesehatan maupun DPRD setempat khususnya dalam melaporkan data kegiatan pembinaan gizi kepada Pemerintah Pusat. Hal tersebut berkaitan dengan adanya konsep desentralisasi kekuasaan yang digunakan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dalam pasal 13 ayat satu disebutkan bahwa penanganan bidang kesehatan merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi. Adanya kebijakan otonomi daerah masih menjadi simpang siur khususnya dalam bidang kesehatan. Bila ditinjau secara usia, kebijakan desentralisasi di Indonesia masih tergolong muda sehingga masih perlu penyempurnaan dalam hal regulasi dan pemahaman yang komperhensif pada pemerintah daerah maupun pusat. Keberhasilan sebuah program pemerintah pusat maupun daerah sangat tergantung pada dukungan kepala Dinas Kesehatan di sebuah daerah. Faktor leadership menjadi penentu dalam keberhasilan program kesehatan. Dibutuhkan komitmen serta inisiatif tinggi dari kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sehingga dapat mendukung dan mensukseskan Program Pemerintah Pusat (Trisnantoro, 2009) Dalam kegiatan pemantauan rutin, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan telah memiliki Standar Operasional Prosedur Pembinaan Wilayah. Tugas pokok
91
pembinaan wilayah adalah untuk melaksanakan penyeliaan, pemantauan dan evaluasi kesehatan di wilayah kerjanya terhadap aspek klinik dan manajemen program puskesmas. Dalam bina wilayah, bidang-bidang dalam Dinas Kesehatan seperti kesekretariatan, P2PL, kesehatan keluarga, pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan membina berbagai puskesmas di Kota Tangerang Selatan. Pemantauan dilakukan secara periodik yaitu dua bulanan dengan menggunakan daftar tilik monitoring dan evaluasi (terlampir). (Dinkes Tangerang Selatan, 2010). Menurut Endah, dalam penelitiannya, adanya supervisi dari kepala puskesmas berhubungan secara langsung terhadap kinerja petugas gizi puskesmas di Kabupaten Karawang (Endah, 2008). Berdasarkan penelitian tersebut, adanya pengawasan menjadi kegiatan yang positif dan konstruktif dalam meningkatkan kinerja dari petugas gizi puskesmas di Kota Tangerang Selatan. Aspek lain dari kebijakan dan koordinasi adalah adanya kebijakan resmi untuk melakukan pertemuan. Berdasarkan hasil wawancara, pertemuan rutin yang dilakukan menyebabkan tidak adanya kebijakan secara resmi dalam pertemuan antara Dinas Kesehatan dengan Puskesmas maupun Puskesmas dengan kader posyandu. Hal lain yang melatarbelakangi tidak adanya kebijakan pertemuan rutin adalah volume kerja yang tinggi para petugas kesehatan baik di tingkat Dinas Kesehatan maupun tingkat puskesmas sehingga lebih optimal untuk dilakukan pertemuan saat bekerja. Pengelolaan sistem informasi gizi dilakukan oleh staf gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dan bukan dilakukan oleh unit khusus yang bertugas khusus untuk administrasi, manajemen, analisis, diseminasi dan penggunaan informasi. Menurut WHO, dalam bukunya dikatakan bahwa unit yang dibentuk
92
secara khusus untuk sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi hambatan yang melemahkan kebijakan atau menghambat pelaksanaan pengembangan sistem informasi. Unit juga dapat berfungsi untuk menemukan kendala dalam hirarki pelaporan atau hubungan antara unit yang berbeda (WHO, 2008) Hasil penelitian menunjukan bahwa belum pernah diadakannya pelatihan secara khusus mengenai pengelolaan sistem informasi gizi. Pengetahuan mengenai pengelolaan sistem informasi gizi diperoleh melalui belajar secara mandiri atau otodidak atau diajarkan oleh petugas sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada petugas gizi puskesmas di Kabupaten Karawang menunjukan bahwa adanya hubungan secara positif antara pelatihan dan kinerja (Purwanti, 2008). WHO juga menyatakan bahwa peningkatan sistem informasi kesehatan juga membutuhkan perhatian pada pemberian pelatihan, penyebaran, remunerasi dan pengembangan karir pada semua tingkat pelayanan kesehatan (WHO, 2008). Oleh karena itu, pelaksanaan pelatihan mengenai pengelolaan sistem informasi gizi sangat penting untuk dilakukan. Unsur lain dalam input adalah sarana. Sarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan sistem informasi gizi adalah formulir, kertas, ATK, komputer, jaringan
serta
pemeliharaannya.
Hasil
penelitian
menunjukan
bahwa
ketersediaan sarana dalam pengelolaan sistem informasi gizi di wilayah administrasi Kota Tangerang Selatan sudah cukup memadai sehingga dapat meningkatkan kinerja dari pada pengelolaan sistem informasi gizi. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudikno yang menunjukan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja TPG puskesmas di Kabupaten Kebumen dalam penanggulangan balita gizi buruk adalah sarana yang tersedia di tingkat puskesmas maupun posyandu (Sudikno, 2007). Menurut
93
WHO, sarana teknologi informasi dan komunikasi sangat berpengaruh pada ketersediaan, kualitas, penyebaran dan penggunan data kesehatan (WHO, 2008). Namun dalam hal perawatan sarana dalam pengelolaan sistem informasi gizi di tingkat puskesmas maupun Dinas Kesehatan, belum tersedia dana maupun tenaga untuk melakukan perawatan sarana. Sutabri dalam bukunya mengatakan bahwa salah satu fungsi utama sumber daya manusia dalam pengelolaan sistem informasi adalah untuk melakukan pemliharaan, perubahan dan perbaikan atas program yang ada. Dari segi biaya, di tingkat puskesmas, perawatan masih menggunakan biaya operasional. Menurut Sutabri, biaya dalam pengelolaan sistem informasi dapat terbagi menjadi biaya perangkat keras, biaya analisis, perancanganan dan pelaksanaan sistem, biaya untuk tempat dan faktor lingkungan, biaya perubahan dan biaya operasi (Sutabri, 2005) 6.4 Proses Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan 6.4.1. Indikator Hasil penelitian menunjukan bahwa indikator nasional pembinaan gizi sudah diidentifikasi hingga tingkat posyandu. Indikator pembinaan gizi yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi meliputi penimbangan balita, balita gizi buruk mendapat perawatan, balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A, bayi 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif, ibu hamil mendapat 90 tablet Fe dan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium. Indikator tersebut mengacu pada Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat 2010-2014 dimana rencana tersebut juga mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan 2010-2014. Dalam RPJMN, ditetapkan sasaran untuk menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 15% dan menurunkan
94
prevalensi balita pendek menjadi setinggi-tingginya 32% (Kementerian Kesehatan, 2010). Hal tersebut sudah sesuai dengan pernyataan WHO yang menyatakan bahwa indikator harus sesuai dan berkaitan dengarn rencana strategis di suatu Negara (WHO, 2008). Namun, berdasarkan review pelaksanaan surveilans gizi yang diselenggarakan oleh Kemenetrian Kesehatan RI, Permasalahan yang masih terjadi pada indikator adalah tidak samanya indikator dengan format laporan yang ada di tingkat puskesmas (LB3) (Dinas Kesehatan Bogor, 2013). Kondisi tersebut menyebabkan adanya data yang kosong pada SIGIZI karena data yang diminta tidak tersedia di tingkat Kabupaten/Kota. Indikator tersebut juga sudah mengacu pada indikator satu, MDG’s . Indikator MDG’s pertama yaitu menurunkan proporsi penduduk kelaparan yang berkaitan dengan pengukuran status gizi balita, penggunaan garam beriodium, dan pemberian vitamin A. Indikator keempat yaitu menurunkan angka kematian anak yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif. Indikator lima yaitu meningkatkan kesehatan ibu yang berkaitan dengan pemberian tablet Fe (Riskesdas, 2010). Pelaporan pada sistem informasi gizi masih mengalami permasalahan. Hasil penelitian menunjukan permasalahan terdapat pada bidan desa yang merekap semua data dari posyandu. Di Kota Tangearang Selatan, masih terdapat puskesmas yang membina dua kelurahan sehingga beban kerja bidan desa masih dirasakan berat. Penelitian yang dilakukan oleh Wawan menyebutkan bahwa beban kerja memiliki hubungan positif terhadap kinerja bidan desa di kabupaten Tasikmalaya (Wawan, 2007). Selain beban kerja, untuk meningkatkan kinerja juga dibutuhkan sistem penghargaan yang
95
terstruktur jelas dan didasarkan pada kompetensi, masa kerja dan pendidikan (Royani, 2010) 6.4.2. Sumber Data Pelaporan pada sistem informasi gizi, pada tingkat posyandu sudah mengelompokan data berdasarkan usia dan jenis kelamin. Dalam format I untuk balita dan format II untuk bayi pada posyandu sudah menggolongkan usia dan jenis kelamin pada bayi dan balita yang ditimbang. Sedangkan pada laporan bulanan (LB3) puskesmas tidak dipisahkan jenis kelamin pada sasaran namun hanya terdapat pengelompokan bayi dan balita. Begitu juga di tingkat Dinas Kesehatan, dalam laporan tahunan program pembinaan gizi masyarakat terlihat bahwa tidak adanya pengelompokan berdasarkan jenis kelamin pada pembinaan gizi masyarakat. Menurut Kendall, ketersediaan data dalam sebuah sistem informasi dipengaruhi oleh kebutuhan data yang digunakan para pembuat keputusan (Kendall, 2007). WHO juga menyatakan bahwa informasi dibuat dari susunan sumber data dan jajaran yang luas daripada stakeholder yang berbeda dalam menggunakan sumber data (WHO, 2008). Dalam hirarki pelayanan kesehatan mulai dari posyandu, puskesmas hingga Dinas Kesehatan memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda-beda sehingga memungkinkan adanya kebutuhan data yang berbeda pula. Sumber data yang didapat pada SIGIZI berasal dari populasi atau lebih dikenal dengan sebutan population based. Menurut WHO, data yang bersumber dari populasi menghasilkan data pada semua individu dalam populasi dimana dapat mencakup total populasi, perwakilan atau sub populasi (WHO, 2008). Data yang diperoleh pada SIGIZI disebut population based karena data berasal dari kegiatan posyandu. Menurut Kemenkes, posyandu
96
merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat
dalam
penyelenggaraan
pembangunan
kesehatan,
guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Kemenkes, 2011). Penggunaan konsep population based membutuhkan tenaga yang lebih dibanding dengan institutional based karena data pada institutional based berasal dari kegiatan operasional institusi kesehatan dan tidak menggunakan tenaga tambahan. Namun data yang ada pada population based lebih mencerminkan kondisi dari sebuah populasi daripada institutional based. Sumber data yang mengukur kematian balita tidak tersedia di dalam SIGIZI. Hal tersebut dikarenakan penanganan kematian balita secara umum sudah menjadi tugas bagian Kesehatan Ibu dan Anak dan bukan menjadi tugas Bidang Pembinaan Gizi. Oleh karena itu, berdasarkan hasil wawancara, seksi pembinaan gizi seringkali berkoordinasi dengan seksi Kesehatan Ibu dan Anak dalam hal perolehan data mengenai kematian balita. 6.4.3. Manajemen Data Pedoman
yang
digunakan
dalam
proses
manajemen
data
menggunakan petunjuk pelaksanaan surveilans gizi. Namun dalam buku tersebut tidak dijelaskan secara spesifik penggunaan dan operasionalisasi sistem informasi gizi sehingga pengguna mempelajari sistem informasi gizi secara mandiri untuk bisa mengoperasionalisasikannya. Saat ini, Direktorat Bina Gizi telah membuat buku Petunjuk Penggunaan Aplikasi Sistem informasi gizi Capaian indikator kegiatan Pembinaan gizi. Buku terbaru
97
mengenai aplikasi SIGIZI diterbitkan oleh Direkotorat Bina Gizi, Kementrian Kesehatan pada awal Maret 2013 seiring dengan adanya perombakan pada sistem informasi gizi. Di tingkat puskesmas, pengelolaan data diketahui melalui pemberitahuan langsung oleh petugas sebelumnya maupun dari Dinas Kesehatan yang diberikan pada saat melakukan pertemuan. Menurut Sutabri, prosedur merupakan salah satu komponen fisik untuk memandu dan memberikan
instruksi
kepada
pemakai,
penyiapan
masukan
dan
pengoperasian (Sutabri, 2005). Namun penelitian yang dilakukan oleh Suparman, menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif antara ketersediaan pedoman pelayanan gizi di puskesmas dengan kinerja petugas gizi puskesmas. Hal tersebut disinyalir karena petugas belum memanfaatkan penggunaan pedoman pelayanan gizi dalam memberikan pelayanan kepada pengunjung puskesmas (Suparman, 2004). Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, dalam hal input data, SIGIZI termasuk aplikasi yang mudah digunakan (user friendly). Hal tersebut dapat memberikan kemudahan dalam memasukan data maupun melihat data sehingga dapat menunjang kegiatan pencarian informasi untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan WHO, dengan adanya user friendly pada sebuah sistem informasi maka diharapkan dapat mendukung dalam proses pengambilan keputusan (WHO, 2008). Dalam hal pengisian SIGIZI, hal tersebut dirasa masih belum optimal dilakukan di Kota Tangerang Selatan mengingat Dinas Kesehatan masih harus memasukan data kinerja pembinaan gizi puskesmas. Dibutuhkan
98
pemberian otoritas sebagai user oleh Dinkes Kota Tangsel, sosialisasi secara lebih mendalam dan pelatihan untuk memasukan data SIGIZI bagi petugas gizi puskesmas sehingga puskesmas dapat memasukan data secara mandiri. Apabila puskesmas sudah dapat memasukan data SIGIZI secara mandiri, diharapkan dapat meringankan beban kerja Dinas Kesehatan Kota Tangsel dalam memasukan data SIGIZI. Hasil wawancara juga menunjukan bahwa masih sering terjadinya kerusakan pada SIGIZI sehingga menyulitkan petugas untuk memasukan data kinerja pembinaan gizi ke SIGIZI. Dinas Kesehatan Kota Tangearang Selatan juga sudah mempunyai bank data sehingg data yang masuk dari pihak luar dilakukan dengan satu pintu dan kamus data terdapat pada buku surveilans gizi. Sedangkan password tersedia untuk bisa mengakses data dan pengolahan data di Sistem Informasi Gizi. Password berfungsi untuk membedakan otoritas pengguna sistem informasi. Pihak yang diberikan password dapat mengakses dan mengolah data di dalam sistem informasi gizi. Dengan begitu, data tidak bisa diubah oleh seseorang yang tidak memiliki otoritas. Dalam pengelolaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, petugas yang memiliki password dan diberikan otoritas untuk mengelola data SIGIZI hanya pada staf gizi di tingkat Dinas Kesehatan dan tidak diberikan kepada petugas gizi di tingkat puskesmas. Berdasarkan
wawancara,
tidak
diberikannya
otoritas
untuk
memasukan data SIGIZI kepada petugas gizi di tingkat puskesmas dikarenakan belum adanya sosialisasi kepada petugas gizi sehingga petugas gizi Puskesmas belum mengetahui cara memasukan data kinerja pembinaan
99
gizi melalui SIGIZI. Pada dasarnya, apabila petugas gizi puskesmas turut membantu Dinas Kesehatan untuk memasukan data maka akan meringankan pekerjaan Dinas Kesehatan dalam hal memasukan data sehingga petugas lebih fokus serta memiliki waktu lebih dalam mengerjakan pekerjaan lainnya. 6.5 Gambaran Output Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan 6.5.1 Produk Informasi Produk informasi SIGIZI terdiri dari beberapa variabel atau indikator. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih adanya ketidak konsistenan variabel yang diukur pada SIGIZI. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kekosongan data atau tidak diisinya variabel baru yang tidak diukur oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Menurut WHO, konsistensi informasi menunjukan kualitas informasi. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak konsistensinya informasi menunjukan informasi dinilai tidak berkualitas (WHO, 2008). Produk informasi juga terdiri dari oleh alur pelaporan dan umpan balik serta koordinasi pelaporan kegiatan pembinaan gizi dapat dilihat pada bagan 6.1
100
Bagan 6.1 Alur Pelaporan dan Umpan Balik serta Koordinasi Pelaporan Kegiatan Pembinaan Gizi
Sumber: Kemenkes, 2012 Hasil penelitian menunjukan bahwa data pelaporan kinerja pembinaan gizi di Kota Tangerang Selatan telah sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Gizi, Kementrian Kesehatan RI. Dalam pedoman tersebut digambarkan bahwa pelaporan diawali dari pengambilan data oleh posyandu. Selanjutnya, data diberikan kepada bidan desa/kelurahan. Setelah itu, bidan desa merekap data dari posyandu-posyandu yang ada dan memberikannya ke puskesmas. Selanjutnya, petugas gizi di puskesmas merekap data-data yang diberikan oleh bidan desa dan memberikannya ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan untuk selanjutnya diinput ke Sistem Informasi Gizi. Kendala yang terjadi pada alur pelaporan adalah masih adanya puskesmas yang membawahi dua kelurahan sehingga bidan desa masih merasakan beban yang terlau berat dalam melaksanakan kegiatannya.
101
Posyandu biasa mengadakan kegiatan pengukuran berat badan anak maupun data lain pada setiap awal bulan. Sedangkan pengumpulan data dilakukan setiap akhir bulan atau pada saat rakor. Data yang diukur meliputi usia dan jenis kelamin. Data yang diambil secara lebih spesifik digunakan untuk pelaporan kasus gizi kurang maupun gizi buruk. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangsel, kasus gizi buruk maupun gizi kurang perlu diketahui pendapatan serta pendidikan dari orang tua sehingga para pengambil keputusan mengetahui akar permasalahan yang melatarbelakangi terjadinya kasus gizi buruk. Hasil penelitian menunjukan data yang mencakup usia, status sosial ekonomi, pendapatan, pekerjaan orang tua dan wilayah hanya terdapat pada data balita gizi buruk sedangkan data cakupan lain hanya mencakup karakteristik wilayah. Data tersebut disesuaikan kebutuhan para pengambil keputusan dalam memecahkan suatu masalah. Berdasarkan wawancara, kasus gizi buruk di Kota Tangerang Selatan saat ini masih menjadi sorotan pemerintah karena kasus tersebut masih terjadi di Kota Tangerang Selatan. Oleh karena itu, pemerintah membutuhkan data pendukung untuk bisa mencari akar masalah dari setiap penderita kasus gizi buruk. Pemisahan data yang lebih lengkap juga terjadi pada tingkat posyandu dibandingkan dengan tingkat Puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Di tingkat Posyandu, data dipisahkan menjadi lima formulir yang mencakup nama hingga alamat pengunjung posyandu namun di tingkat Puskesmas data dirangkum menjadi laporan bulanan yang hanya mencakup angka cakupan dari berbagai kegiatan pembinaan gizi. Hal tersebut
102
sesuai dengan pernyataan Sutabri yang menyebutkan bahwa manajemen tingkat bawah membuthkan informasi lebih rinci dan detil karena informasi tersebut digunakan untuk pengendalian operasi (Sutabri, 2005). Posyandu membutuhkan data yang lebih detil mengenai pengunjung posyandu untuk memantau jumlah kunjungan sehingga apabila terdapat ibu hamil atau menyusui yang tidak mengunjungi posyandu maka posyandu akan mengunjungi ibu tersebut di rumahnya. Berbeda dengan Dinas Kesehatan sebagai manajer tingkat atas yang hanya membutuhkan data cakupan kegiatan pembinaan gizi karena Dinas Kesehatan tidak melakukan kunjungan secara langsung kepada ibu yang mengunjungi posyandu namun Dinas Kesehatan hanya membuat program untuk peningkatan kunjungan apabila terdapat penurunan kunjungan di Posyandu. 6.5.2
Diseminasi dan Penggunaan Informasi Diseminasi informasi dilakukan agar informasi yang telah dihasilkan dapat digunakan para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan. Pembuat program gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan secara teratur dan tanpa diminta sudah memperoleh data mengenai kinerja pembinaan gizi dari bank data atau SIK yang berada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Seksi Pembinaan Gizi Masyarakat, dalam pembuatan laporannya telah membuat grafik untuk menyajikan informasi kinerja pembinaan gizi dalam pembuatan laporan tahunannya (terlampir). Pemetaan penderita gizi kurang dan gizi buruk juga sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (terlampir). Menurut WHO, salah satu fungsi penting dalam sistem
103
informasi kesehatan adalah untuk menghubungkan produksi sehingga data dapat digunakan (WHO, 2008). Berdasarkan hasil wawancara, informasi yang didapatkan juga digunakan oleh setiap tingkat pelayanan kesehatan untuk memantau kondisi gizi di daerahnya khususnya dalam hal keadaan gizi kurang dan gizi. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari sistem informasi gizi yaitu untuk menyediakan data dan informasi pembinaan gizi sebagai acuan untuk pemantauan dan tindak lanjutnya (Kemenkes, 2013). Informasi gizi juga digunakan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan untuk merencanakan alokasi sumber daya seperti apabila terdapat keluarga gizi buruk maka akan mendapat alokasi sumber daya dalam kegiatan yang lebih diprioritaskan. Menurut WHO, terdapat pengaruh antara ketersediaan data dengan keputusan yang baik (WHO, 2008). Menurut Sutabri, terdapat tiga jenis keputusan yaitu terstruktur, semi terstruktur dan tidak terstruktur karena disesuaikan dengan kondisi serta hirarki manajemen yang berbeda (Sutabri, 2005). Apabila dikaitkan dengan pengambilan keputusan di tingkat Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Posyandu maka jenis pengambilan keputusan memiliki karakteristik yang berbeda. Jenis keputusan yang diambil oleh Posyandu cenderung terstruktur. Dalam hal penentuan kasus gizi buruk, posyandu hanya melihat berdasarkan data BGM dan 2T dimana selanjutnya posyandu merujuk kasus tersebut ke Puskesmas. Pada tingkat puskesmas, tenaga
pelaksana gizi melakukan pemeriksaan
antropometri kembali untuk menentukan anak yang memiliki kasus gizi buruk atau tidak. Keputusan tersebut tergolong terstruktur karena sudah ada
104
pedoman yang tetap untuk menentukan kasus gizi buruk dan tindakan lanjutnya. Keputusan pada tingkat Dinas Kesehatan, dalam penanganan kasus gizi buruk tergolong tidak terstruktur karena dibutukan analisis laporan yang diberikan pusksesmas untuk mencari penyebab dan penentuan kasus gizi buruk sebelum laporan tersebut dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan. Keputusan tidak terstruktur juga tercermin dari penentuan alokasi sumber daya dan prioritas kegiatan pembinaan gizi di tingkat Dinas Kesehatan. 6.6 Gambaran Masalah dan Solusi Alternatif Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Mengacu pada kerangka penilaian HMN yang dikeluarkan oleh WHO maka masalah serta solusi alternatif yang disediakan pada pengelolaan sistem informasi gizi dapat dilihat pada tabel 6.1 Tabel 6.1 Masalah dan Solusi Alteratif Pengelolaan Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Masalah
Solusi Alternatif
Belum adanya kebijakan resmi
Meningkatkan
mengenai
cara
pengelolaan
sistem
komitmen
memberikan
dengan
rekomendasi
informasi gizi di Tingkat Kota
kebijakan kepada pembuat kebijakan
Tangerang Selatan.
sehingga Walikota maupun Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan membuat kebijakan mengenai sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
105
Belum adanya kapasitasi atau
Diperlukan
pelatihan mengenai pelaksanaan
pengelolaan sistem informasi gizi di
dan pengelolaan sistem informasi
tingkat puskesmas sehingga dapat
gizi di Tingkat Kota Tangerang
meningkatkan
Selatan.
dalam
pelatihan
kinerja
memasukan
mengenai
puskesmas
data
kinerja
pembinaan gizi melalui SIGIZI.
Penyebaran buku petunjuk sebagai pedoman pengisian sistem informasi gizi kepada seluruh puskesmas yang juga dapat meningkatkan kinerja puskesmas kinerja
dalam
pembinaan
mengisi gizi
data
melalui
SIGIZI.
Pelaporan belum terjadi secara
Adanya
teratur.
kesehatan
Hal
dilatarbelakangi
terebut oleh
dapat beratnya
petugas
sehingga
dapat
mengurangi beban kerja bidan yang
beban kerja bidan desa yang bertugas merekap data.
penambahan
ada
Pemberian bidan
penghargaan
desa
sehingga
kepada dapat
meningkatkan motivasi serta kinerja bidan desa dalam bekerja.
106
Belum pemeliharaan
upaya
adanya baik
dari
Diperlukan
adanya
penambahan
segi
tenaga yang memiliki komptensi
pendanaan maupun sumber daya
dibidang sistem informasi sehingga
manusia
dapat
membantu
pemeliharaan
peralatan di tinkat Dinas Kesehatan maupun Puskesmas.
Diperlukan
anggaran
khusus
pemeliharaan peralatan yang juga ditujukan
untuk
pemeliharaan digunakan
peningkatkan
peralatan pada
yang
pelaksanaan
pengelolaan sistem informasi gizi
Pengisian data hanya dilakukan di
Adanya sosialisasi pengisian SIGIZI
tingkat Dinas Kesehatan
kepada TPG Puskesmas sehingga TPG mengetahui tatacara pengisian data di SIGIZI
Adanya instruksi kewajiban mengisi SIGIZI
di
tingkat
puskesmas
sehingga puskesmas dapat mengisi data di SIGIZI
Penyebaran
pedoman
pelaksanaan
pengelolaan
mengenai sistem
107
informasi gizi di tingkat puskesmas.
Indikator
yang
berubah-ubah
Diperlukan
advokasi
kepada
pada sistem informasi gizi serta
Direktorat Bina Gizi untuk tidak
sering terjadainya kerusakan pada
mengubah
SIGIZI
mendadak
indikator
secara
Persiapan form ketika terjadi perubahan indikator.
Penyeragaman Form pengisian laporan kinerja pembinaan gizi.
Perbaikan sistem informasi gizi sehingga
tidak
lagi
kerusakan pada SIGIZI .
terjadi
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1.Simpulan 7.1.1.Sistem informasi gizi merupakan sistem informasi yang mempermudah dalam pelaksanaan surveilans gizi. Sistem informasi gizi melingkupi data puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementrian Kesehatan. Alur pelaporan data berawal dari posyandu, puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementrian Kesehatan. Data yang dilaorkan mencakup enam indikator yaitu cakupan balita ditimbang berat badannya, cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil, cakupan pemberian Vitamin A, cakupan pemberian ASI eksklusif, jumlah balita gizi buruk yang mendapat perawatan dan cakupan penggunaan garam beriodium. 7.1.2.Unsur input dalam sistem informasi gizi mencakup sumber daya. Unsur Sumber daya memiliki nilai 1, 4 yang berarti ada tetapi kurang memadai. 7.1.3.Unsur proses pada sistem informasi gizi melingkupi indikator, manajemen data dan sumber data. Komponen indikator memiliki nilai 1,7 yang berarti ada tetapi kurang memadai, komponen manajemen data memiliki nilai 1,8 yang berarti ada tetapi kurang memadai dan sumber data memiliki nilai 2,7 yang berarti juga sudah memadai. 7.1.4.Output pada sistem informasi gizi yaitu produk informasi dan diseminasi serta penggunaan informasi. Produk informasi bernilai 2,4 yang berarti sudah memadai. Sedangkan pada diseminasi dan penggunaan informasi bernilai 2,1 yang berarti memadai. 108
109
7.1.5.Masalah yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan pengelolaan SIGIZI di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah tidak adanya kebijakan tingkat daerah yang mengatur sistem informasi gizi di tingkat Kota Tangerang Selatan sebagai pendukung kebijakan pemerintah pusat. 7.1.6.Solusi yang dapat dilakukan adalah membuat kebijakan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi di tingkat Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
7.2.Saran 7.2.1. Bagi Kementerian Kesehatan 7.2.1.1. Membuat kebijakan sistem informasi kesehatan maupun sistem informasi gizi yang mengatur secara komperhensif mengenai pelaksanaan pengelolaan sistem informasi gizi. 7.2.1.2. Memastikan bahwa pedoman yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan tersebar tidak hanya di Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi namun sampai tingkat Puskesmas dengan cara melakukan pengawasan terhadap indikator input, proses dan output dalam pelaksanaan pengelolaan SIGIZI. 7.2.1.3. Mengadakan pelatihan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 7.2.1.4. Mempertahankan kegiatan penghargaan serta meningkatkan kuantitas
maupun
kualitas
penghargaan
kepada
Dinas
Kesehatan yang mengumpulkan data secara teratur. 7.2.1.5. Melakukan penyeragaman form pengisian SIGIZI di seluruh Indonesia.
110
7.2.2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan 7.2.2.1. Membuat kebijakan pelaksanaan sistem informasi gizi yang mengatur sumber daya, indikator, manajemen data, produk informasi dan diseminasi serta penggunaan informasi gizi. 7.2.2.2. Meningkatkan komitmen Dinas Kesehatan, DPRD maupun Walikota untuk mensukseskan pelaporan kegiatan pembinaan gizi kepada pemerintah pusat. 7.2.2.3. Memberikan penghargaan kepada puskesmas maupun bidan desa yang melakukan pengumpulan data secara teratur pada pelaksanaan surveilans gizi. 7.2.2.4. Menambah jumlah tenaga kesehatan yang akan membantu kegiatan bidan desa dalam melakuakan bina wilayah. 7.2.2.5. Memberikan wewenang kepada petugas puskesmas untuk memasukan data SIGIZI secara mandiri. 7.2.3. Bagi Puskesmas 7.2.3.1. Meningkatkan kinerja khususnya dalam hal memasukan data pelaporan kinerja pembinaan gizi. 7.2.3.2. Memberikan penghargaan kepada posyandu yang memiliki kinerja pelpoaran yang baik 7.2.4. Bagi Peneliti Selanjutnya 7.2.4.1. Melakukan penelitian dengan alat penilaian yang berbeda sehingga didapatkan sudut pandang yang berbeda dalam penilaian sistem informasi. 7.2.4.2. Melakukan penelitian di Dinas Kesehatan lain sehingga didapatkan kondisi dan permasalahan mengenai pelaksanaan
111
pelaporan kinerja pembinaan gizi melalui sistem informasi gizi.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Tjandra Yoga. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi kedua. Jakarta: UI Press. 2003 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan. 2010 Bank Data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Departemen Kesehatan RI. Sistem Kesehatan Nasional 2009. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2009. Artikel diakses dari http://www.depkes.go.id/downloads/SKN%20final.pdf pada tanggal 25 April 2013 Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Pelaksanaan Surveilans Gizi Dan Capaian Indikator Kegiatan Pembinaan Gizi Di Kabupaten Bogor Tahun 2012. Materi Review Pelaksanaan Surveilans Gizi tahun 2013 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Laporan Tahunan Gizi. Tangerang Selatan: Seksi Gizi Dinkes Tangsel. 2012 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang http://dinkesSelatan. Tahun 2013. Artikel diakses dari tangsel.blogspot.com/p/tentang-dinkes.html pada 25 April 2013 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. SOP Pembinaan Wilayah. Tangerang Selatan: Dinkes Tangsel Kementerian Kesehatan. Petunjuk Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi Gizi Capaian Indikator Pembinaan Gizi. Tahun 2013 Kementerian Kesehatan. Petunjuk Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi Gizi Capaian Indikator Pembinaan Gizi. Tahun 2012a Kementerian Kesehatan. Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan. 2012b Kendall dan Kendall. Analisis dan Perancangan Sistem. Versi Bahasa Indonesia. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Indeks. 2007 Purwanti, Endah dan Ayubi, Dian. Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Puskesmas Dan Karakteristik Petugas Dengan Kinerja Petugas Gizi Puskesmas Di Kabupaten Karawang Tahun 2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2008
Royani, Tesis. Hubungan Sistem Penghargaan Dengan Kinerja Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon Banten. Juni. 2010 Sabarguna, Boy S. Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif. Jakarta: UI Press. 2008 Siagian, Sondang P. Sistem Informasi Untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta: P.T Gunung Agung. 1974 Siswanto, Politik Dalam Organisasi (Suatu Tinjauan Menuju Etika Berpolitik), Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol 10 No. 04 Desember 2007 Halaman 159.165 Sudikno,
dkk. Analisis Kinerja Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Penanggulangan Balita Gizi Buruk. Gizi Indonesia. 2007
Dalam
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung: Alfabeta. 2010 Sutabri, Tata. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Andi. 2005. Suparman. Quality assurance pelayanan gizi di puskesmas Kota bandung. Gizi Indonesia. Tahun 2004 Putra, Sopiansyah Jaya dan Subiyakto, A’ang. Pengantar Sistem Informasi. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2006 Trisnantoro, Laksono. Pelaksanaan Desentralisasi Kesehatan di Indonesia 2000-2007. Artikel dapat diakses dari http://kebijakankesehatanindonesia.net/bukuelektronik/434-pelaksanaan-desentralisasi-kesehatan-di-indonesia-20002007.html diakses pada 16 mei 2013. Utomo, Hardi, Kusmanto. Pengaruh Pengawasan Dan Pelayanan Terhadap Kinerja Bagian Pemasaran (Studi Kasus Ksp Artha Prima). Jurnal Ilmiah Among Makarti. Vol 2, No. 4. Tahun 2009 Wawan Setiawan. Tesis Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan kinerja bidan di desa dalam Pertolongan persalinan Di kabupaten tasikmalaya. UNDIP. 2007 World Health Organization. Framework and Standards for Country Health Information Systems. Second edition. Switzerland: World Health Organization. 2008
Pedoman Wawancara untuk Staf Gizi Dinas Kesehatan Kota Petunjuk umum wawancara :
1. Ucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai. 2. Lakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan. 3. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara. 4. Wawancara dilakukan oleh peneliti. 5. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat. 6. Jelaskan bahwa tidak ada jawaban yang salah dan benar serta dijaga kerahasiaannya, tetapi informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, harapan dan saran-saran yang berkaitan dengan topik wawancara. 7. Catat seluruh pembicaraan 8. Mintalah waktu lain jika informan hanya memiliki waktu yang terbatas saat itu.
Pelaksanaan : Identitas Informan : Nama : Umur : Jabatan : No. Kontak : Keterangan Wawancara : Hari/Tanggal : Lamanya : Pokok Bahasan : A. Sumber Daya 1. Personil Siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ? Siapa yang menjadi tenaga pelaksana tersebut ? Apakah tenaga pelaksana tersebut sebelumnya telah mendapatkan pelatihan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi ? Bagaimana mereka melaksanakan tugasnya? Jelaskan bagaimana anda menjalankan tugas anda seebagai petugas pelaporan kinerja pembinaan gizi melalui sistem informasi gizi? 2. Dana Dari mana saja anggaran surveilans gizi berasal ? Dialokasikan kemana saja anggaran tersebut?
Berapa besar anggaran yang ditujukan untuk pelaksanaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ? Apakah anggaran tersebut mencukupi untuk pelaksanaan sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ?
3. Sarana Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mendukung pelaksanaan sistem informasi gizi ? Apa saja sarana yang tersedia di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan untuk mendukung kegiatan pelaporan tersebut? Bagaimana dengan kebutuhan dan ketersediaan terhadap sarana dalam mendukung pengelolaan sistem informasi gizi? Apakah sudah memenuhi kebutuhan? Apakah terdapat pelaksanaan perawatan terhadap sarana?jika ya, bagaiamana perawatannya? 4. Kebijakan Apakah ada kebijakan dari pemerintah berupa regulasi mengenai pelaporan melalui system informasi gizi? Jika ada, dalam peraturan tingkat apa dan nomor berapa? Apakah ada kebijakan untuk pertemuan rutin?jika ada, bagaimana pelaksanannya?
B. Indikator Apa saja indikator yang terdapat dalam sistem informasi gizi? C. Sumber Data Apa saja data yang diperlukan untuk dilaporkan melalui website sistem informasi gizi? Berasal dari mana data yang dikumpulkan untuk dilaporkan melalui website sistem informasi gizi? Bagaimana cara memperoleh data dari tempat tersebut? Apakah ada formulir tertentu yang dijadikan sebagai acuan dalam pengisian data yang akan dilaporkan melalui website sistem informasi gizi? D. Manajemen Data 1. Pengumpulan Data Apa saja data yang diperlukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan untuk dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Apakah terdapat prosedur tertulisnya? Berasal dari mana saja data yang diperlukan untuk dilaporkan melalui sistem informasi gizi ? Bagaimana mekanisme pengumpulan data tersebut berlangsung ?
Apakah ada kegiatan koordinasi yang dilakukan seksi gizi dengan pihak puskesmas dalam kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat? Apakah ada kendala dalam pengumpulan data yang akan dilaporkan melalui sistem informasi gizi ? Apa saja kendala yang dihadapi oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dalam proses pengumpulan data yang akan dilaporkan melalui sistem informasi gizi ? Apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala yang dihadapi pada saat pengumpulan data tersebut?
2. Penyimpanan Data Bagaimana penyimpanan data tersebut? Dalam bentuk apa data tersebut disimpan? 3. Pengolahan dan Analisis Data Bagaimana cara pengolahan (entri, koding dll)? Apakah ada proses tersebut yang dilakukan di tingkat dinas kesehatan? Bagaimana cara analisis datanya, dalam bentuk apa? Dilakukan analisis lebih lanjut atau tidak? Apakah Dinas Kesehatan Kota melakukan analisis? Bagaimana melakukan analisis data di Dinas Kesehatan Kota? Bagaimana tindak lanjut langsung dari hasil analisis terhadap hasil informasi yang diperoleh? E. Produk Informasi 1. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Bagaimana bentuk laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Dalam laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat, apa saja data yang terdapat dalam laporan tersebut ? Waktu pelaporan? F. Diseminasi dan Penggunaan Informasi Dalam bentuk apa diseminasi informasi disebarkan? Siapa saja yang menjadi sasaran dalam informasi ini? Apakah informasi yang diperoleh dari system informasi gizi berpengaruh dalam pengambilan keputusan di tingkat Dinas Kesehatan? Informasi apa saja yang digunakan dan dibutuhkan? Bagaimana menggunakan informasi tersebut?
G. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan apa saja yang dilakukan pihak Dinas Kesehatan sebagai langkah dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem informasi gizi? Apakah ada feedback dari tingkat kabupaten/kota? Jika ada, dalam bentuk apa? Pedoman Wawancara untuk TPG Petunjuk umum wawancara :
1. Ucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai. 2. Lakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan. 3. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara. 4. Wawancara dilakukan oleh peneliti. 5. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat. 6. Jelaskan bahwa tidak ada jawaban yang salah dan benar serta dijaga kerahasiaannya, tetapi informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, harapan dan saran-saran yang berkaitan dengan topik wawancara. 7. Catat seluruh pembicaraan 8. Mintalah waktu lain jika informan hanya memiliki waktu yang terbatas saat itu.
Pelaksanaan : Identitas Informan : Nama : Umur : Jabatan : No. Kontak : Keterangan Wawancara : Hari/Tanggal : Lamanya : Pokok Bahasan : A. Sumber Daya 1. Personil Apakah ada tenaga pelaksana yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Puskesmas? Siapa yang menjadi tenaga pelaksana tersebut ? Apakah tenaga pelaksana tersebut sebelumnya telah mendapatkan pelatihan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi ?
Bagaimana mereka melaksanakan tugasnya? Jelaskan bagaimana anda menjalankan tugas anda seebagai petugas pelaporan kinerja pembinaan gizi melalui sistem informasi gizi?
2. Dana Dari mana saja anggaran surveilans gizi berasal ? Dialokasikan kemana saja anggaran tersebut? Berapa besar anggaran yang ditujukan untuk pelaksanaan sistem informasi gizi di Puskesmas ? Apakah anggaran tersebut mencukupi untuk pelaksanaan sistem informasi gizi di Puskesmas? 3. Sarana Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mendukung pelaksanaan sistem informasi gizi ? Apa saja sarana yang tersedia di Puskesmas untuk mendukung kegiatan pelaporan tersebut? Bagaimana dengan kebutuhan dan ketersediaan terhadap sarana dalam mendukung pengelolaan sistem informasi gizi? Apakah sudah memenuhi kebutuhan? Apakah terdapat pelaksanaan perawatan terhadap sarana?jika ya, bagaiamana perawatannya? 4. Kebijakan Apakah ada kebijakan dari pemerintah berupa regulasi mengenai pelaporan melalui system informasi gizi? Apakah ada kebijakan untuk pertemuan rutin?jika ada, bagaimana pelaksanannya?
B. Indikator Apa saja indikator yang terdapat dalam sistem informasi gizi? C. Sumber Data Apa saja data yang diperlukan untuk dilaporkan melalui website sistem informasi gizi? Berasal dari mana data yang dikumpulkan untuk dilaporkan melalui website sistem informasi gizi? Bagaimana cara memperoleh data dari tempat tersebut? Apakah ada formulir tertentu yang dijadikan sebagai acuan dalam pengisian data yang akan dilaporkan melalui website sistem informasi gizi?
D. Manajemen Data 1. Pengumpulan Data Apa saja data yang diperlukan oleh Puskesmas untuk dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Apakah terdapat prosedur tertulisnya? Berasal dari mana saja data yang diperlukan untuk dilaporkan melalui sistem informasi gizi ? Bagaimana mekanisme pengumpulan data tersebut berlangsung ? Apakah ada kegiatan koordinasi yang dilakukan seksi gizi dengan pihak puskesmas dalam kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat? Apakah ada kendala dalam pengumpulan data yang akan dilaporkan melalui sistem informasi gizi ? Apa saja kendala yang dihadapi oleh pihak Puskesmas dalam proses pengumpulan data yang akan dilaporkan melalui sistem informasi gizi ? Apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala yang dihadapi pada saat pengumpulan data tersebut? 2. Penyimpanan Data Bagaimana penyimpanan data tersebut? Dalam bentuk apa data tersebut disimpan? 3. Pengolahan dan Analisis Data Bagaimana cara pengolahan (entri, koding dll)? Apakah ada proses tersebut yng dilakukan di tingkat dinas kesehatan? Bagaimana cara analisis datanya, dalam bentuk apa? Dilakukan analisis lebih lanjut atau tidak? Bagaimana tindak lanjut langsung dari hasil analisis terhadap hasil informasi yang diperoleh? E. Produk Informasi 1. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Bagaimana bentuk laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi? Dalam laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat, apa saja data yang terdapat dalam laporan tersebut ? Dalam laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat, terdapat beberapa cakupan indikator program gizi, apa saja yang menjadi indikator program gizi tersebut? Waktu pelaporan? F. Diseminasi dan Penggunaan Informasi Dalam bentuk apa diseminasi informasi disebarkan?
Siapa saja yang menjadi sasaran dalam informasi ini? Apakah informasi yang diperoleh dari system informasi gizi berpengaruh dalam pengambilan keputusan di tingkat Puskesmas? Informasi apa saja yang digunakan dan dibutuhkan? Bagaimana menggunakan informasi tersebut?
G. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan apa saja yang dilakukan pihak Puskesmas sebagai langkah dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem informasi gizi? Apakah ada feedback dari tingkat kabupaten/kota? Jika ada, dalam bentuk apa? Pedoman Wawancara untuk Kader Petunjuk umum wawancara :
1. Ucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai. 2. Lakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan. 3. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara. 4. Wawancara dilakukan oleh peneliti. 5. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat. 6. Jelaskan bahwa tidak ada jawaban yang salah dan benar serta dijaga kerahasiaannya, tetapi informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, harapan dan saran-saran yang berkaitan dengan topik wawancara. 7. Catat seluruh pembicaraan 8. Mintalah waktu lain jika informan hanya memiliki waktu yang terbatas saat itu.
Pelaksanaan : Identitas Informan : Nama : Umur : Jabatan : No. Kontak : Keterangan Wawancara : Hari/Tanggal : Lamanya : Pokok Bahasan :
A. Sumber Daya 1. Personil Apakah ada tenaga pelaksana yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat? Siapa yang menjadi tenaga pelaksana tersebut ? Apakah tenaga pelaksana tersebut sebelumnya telah mendapatkan pelatihan mengenai pelaksanaan sistem informasi gizi ? Bagaimana mereka melaksanakan tugasnya? Jelaskan bagaimana anda menjalankan tugas anda seebagai petugas pelaporan kinerja pembinaan gizi melalui sistem informasi gizi? 2. Sarana Apa saja sarana yang dibutuhkan dalam mendukung pelaksanaan dan pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat di Posyandu? Apa saja sarana yang tersedia di Posyandu untuk mendukung kegiatan tersebut? Bagaimana dengan kebutuhan dan ketersediaan terhadap sarana dalam mendukung pengelolaan sistem informasi gizi? Apakah sudah memenuhi kebutuhan? B. Indikator Apa saja yang harus dilaporkan ke tingkat puskesmas? C. Sumber Data Apa saja data yang diperlukan untuk dilaporkan? Berasal dari mana data yang dikumpulkan tersebut? Apakah ada formulir tertentu yang dijadikan sebagai acuan dalam pengisian data yang akan dilaporkan? D. Manajemen Data 1. Pengumpulan Data Apa saja data yang diperlukan oleh Kader untuk dilaporkan kepada TPG? Kegiatan apa saja yang dilakukan kader untuk mendapatkan data tersebut? Bagaimana mekanisme pengumpulan data tersebut berlangsung ? Apakah ada kendala dalam pengumpulan data yang akan dilaporkan kepada TPG ? Apa saja kendala yang dihadapi oleh kader dalam proses pengumpulan data yang akan dilaporkan kepada TPG? Apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala yang dihadapi pada saat pengumpulan data tersebut?
2. Penyimpanan Data Bagaimana penyimpanan data tersebut? Dalam bentuk apa data tersebut disimpan? 3. Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh kader dalam rangka kegiatan pembinaan gizi masyarakat di posyandu? E. Produk Informasi 1. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Bagaimana bentuk laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yang dilaporkan kepada TPG? Dalam laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat, apa saja data yang terdapat dalam laporan tersebut ? Waktu pelaporan? F. Diseminasi dan Penggunaan Informasi Dalam bentuk apa informasi disebarkan? Siapa saja yang menjadi sasaran dalam informasi ini? Apakah informasi yang diperoleh berpengaruh dalam pengambilan keputusan di tingkat posyandu? Informasi apa saja yang digunakan dan dibutuhkan? Bagaimana menggunakan informasi tersebut?
PANDUAN OBSERVASI KOMPONEN SUMBER DAYA (SARANA) Bag/Sub.Bag : ........................................................... JENIS BARANG KOMPUTER
SOFTWARE
FORMULIR
LAINNYA
TIDAK ADA JUMLAH
ADA JENIS/SPESIFIKASI
KENDALA
Alat Penilaian Sistem Informasi Gizi Berdasarkan Alat Penilaian Health Metric Network (WHO) Yang Disesuaikan
Penilaian Sumber Daya : Kebijakan dan Koordinasi Item
1
2
3
Sangat Memadai
3 Regulasi mencakup seluruh aspek yang ada (pencatatan vital, penyakit yang harus dilaporkan, data swasta, kerahasiaan dan prinsip dasar statistik) dan bersifat memaksa Ada kegiatan rutin untuk Ya, dan diadakan pemantauan kinerja sistem secara teratur informasi gizi dari berbagai subsistem, mulai dari dinas kesehatan sampai ke puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten/kota memiliki regulasi yang up-to-date berisi kerangka kerja untuk sistem informasi gizi
Memadai 2 Regulasi mencakup beberapa aspek yang ada dan bersifat memaksa
Ya, tapi jarang digunakan
Terdapat kebijakan resmi untuk Ya, peraturan ada Ada, tetapi melakukan pertemuan di tingkat dan pertemuan daerah dan kecamatan untuk diimplementasikan tidak meninjau pelaksanaan sistem dilakukan informasi gizi secara
Ada tetapi kurang memadai 1 Regulasi ada tetapi tidak memaksa
Ya, tetapi tidak pernah digunakan
Tidak adekuat sama sekali 0 Tidak ada regulasi
Tidak ada
Kebijakan ada, Tidak ada tetapi tidak kebijakan diimplementasikan, tidak ada kebijakan tetapi ada
Skor
teratur Total Skor Rata-rata
pertemuan
Penilaian Sumber Daya : Dana dan Tenaga Pelaksana Item
1
Ada sebuah unit fungsional, yang bertanggung jawab untuk administrasi sistem informasi gizi, manajemen, analisis, diseminasi dan penggunaan informasi di tingkat daerah
2
Ada aktivitas kapasitasi tenaga di tingkat kabupaten/kota dan puskesmas
3
Ada anggaran khusus dalam anggaran daerah yang diperuntukkan untuk pelaksanaan sistem informasi gizi
Sangat Memadai
Memadai
3
2
Unit Unit berfungsi berfungsi dnegan tetapi sumber sumber daya yang daya cukup kurang Kapasitas Kapasitas cukup yang cukup telah yang telah dilakukan dilakukan sebagai namun bagian tergantung perencanaan dukungan pemerintah pihak dalam eksternal pengemban gan SDM Ya, terdapat Dana dana alokasi alokasi untuk terbatas
Ada tetapi kurang memadai
Tidak adekuat sama sekali
1
0
Unit memiliki fungsi yang sangat terbatas dalam kapasitas dan kegiatan
Tidak ada unit fungsional
Kapasitasi terbatas
Tidak ada kapasitasi
Dana alokasi terbatas dan tidak cukup
Tidak ada dana
Skor
mendukung secara kuat dalam berfungsiny a sistem
namun cukup untuk mendukun g berfungsin ya sistem Total Skor Rata-rata
mendukung dalam berfungsinya sistem
Penilaian Sumber Daya: Sarana Item
1
Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk mencatat kinerja pembinaan gizi masyarakat dan informasi yang tersedia
2
Tersedianya komputer di tingkat dinas kesehatan kota dan puskesmas untuk pelaksanaan sistem informasi gizi
Sangat Memadai 3 Ya, Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lainnya selalu tersedia untuk mencatat kinerja pembinaan gizi masyarakat Ya, tersedia komputer di dinkes dan puskesmas untuk tujuan
Memadai 2 Kadang stok tidak tersedia tetapi tidak berpengaruh pada kegiatan
Tersedia lebih dari 50% untuk tujuan tersebut
Ada tetapi kurang memadai 1 Kadang stok tidak tersedia dan berpengaruh terhadap kegiatan
Tidak adekuat sama sekali 0 Tidak mempunyai sarana
Hanya tersedia di Tidak ada dinas kesehatan komputer untuk kota tujuan tersebut
Skor
3
Peralatan TI (telpon, koneksi internet dan e-mail ) tersedia di dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas untuk pelaksanaan sistem informasi gizi
4
Dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT tersedia di tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas
tersebut Ya, terdapat Ya, terdapat peralatan TI di peralatan TI di dinas dinas kesehatan kesehatan kabupaten/kota kabupaten/kota dan seluruh dan 50% puskesmas puskesmas untuk untuk pelaksanaan SI pelaksanaan SI gizi gizi Ya, terdapat Ya, terdapat dukungan dukungan pemeliharaan pemeliharaan di dinas di dinas kesehatan dan kesehatan dan seluruh 50% puskesmas puskesmas Total Skor Rata-rata
Ya, terdapat peralatan TI di dinas kesehatan kabupaten/kota dan kurang dari 50% untuk pelaksanaan SI gizi
Tidak ada bsis ICT di puskesmas dan hanya di dinas kesehatan kabupaten/kota
Ya, terdapat dukungan pemeliharaan di dinas kesehatan dan kurang dari 50% puskesmas
Terdapat hanya di tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota
Penilaian Indikator Sistem Informasi Gizi
Item
1
Indikator inti minimum Nasional telah diidentifikasi untuk tingkat daerah, meliputi semua kategori
Sangat Memadai 3 Ya, Indikator inti minimum
Memadai 2 Indikator inti minimum Nasional
Ada tetapi kurang memadai 1 Sedang dilakukan diskusi untuk
Tidak adekuat sama sekali 0 Tidak ada proses inisiasi dan tidak ada
Skor
indikator kinerja pembinaan gizi
2
Indikator yang terdapat dalam sistem informasi gizi mengacu pada indikator MDG’s (Millenium Development Goals)
3
Pelaporan indikator terjadi secara teratur
Nasional telah diidentifikasi untuk tingkat daerah, meliputi semua kategori indikator kinerja pembinaan gizi Ya, semua indikator mengacu pada MDG
telah diidentifikasi untuk tingkat daerah, tidak meliputi semua kategori indikator kinerja pembinaan gizi
Tidak semua namun 50% sudah termasuk dalam MDG Pelaporan Pelaporan secara tidak regular regular tapi komplit atau pelaporan regular tapi tidak komplit Total Skor Rata-rata
mengidentifikasi identifikasi indikator inti data
Kurang dari 50% termasuk dalam MDG
Tidak ada kesesuian indikator dengan MDG
Pelaporan tidak Pelaporan regular dan tidak terbatas komplit
Penilaian Sumber Data: Surveilans Gizi Item
Sangat Memadai
Memadai
Ada tetapi Tidak kurang memadai adekuat sama
Skor
sekali 3 1
2
3
Terdapat surveilans yang representatif dalam mengukur kegiatan pembinaan gizi Terdapat surveilans yang representatif dalam perkiraan mengenai kematian akibat gizi buruk. Ada pertemuan dan rencana tahunan untuk mengkoordinasikan waktu, variabel yang diukur dari daerah
2
1
0
Ya
Tidak
70-89%
50-69%
Less than 50%
Terdapat rencana tetapi tidak komplit dan atau grup koordinasi tetapi tidak efektif
Tidak ada grup koordinasi dan tidak ada rencana jangka panjang
90% or more
Ya, terdapat mekanisme dan perencanaan koordinasi untuk seluruh indikator gizi
Koordinasi dan rencana koordinasi jangka panjang untuk ,mengkoord inasikan beberapa indikator
Total Skor Rata-rata Penilaian Manajemen Data Item
Sangat Memadai Memadai 3
1
Ada seperangkat prosedur
2 Ya, tertulis
Ya,
Ada tetapi kurang memadai 1 Ya, tertulis
Tidak adekuat sama sekali 0 Tidak adan
Skor
tertulis untuk pengelolaan data termasuk pengumpulan data, penyimpanan, dan analisis
2
3
Unit sistem informasi gizi di tingkat kabupaten menjalankan data yang terintegrasi yang berisi data dari seluruh populasi dan sumber data dan memiliki utilitas yang userfriendly yaitu pelaporan dapat diakses kepada khalayak berbagai pengguna Pada tingkat daerah, ada gudang data yang setara dengan Nasional dan memiliki utilitas pelaporan yang dapat diakses untuk berbagai pengguna
prosedur melingkupi semua langkah dalam manajemen data dan implementasi
tertulis seperangk at prosedur manajeme n data, tetapi hanya sebagaian diimpleme ntasi Ya, terdapat data Ya, yang dapat terdapat diakses oleh data pada seluruh tingkat pemerintahan nasional terkait dan kesehatan partner lain namun kegunaan pelaporan terbatas Ya, terdapat Ya, gudang data terdapat pada tingkat data wilayah yang nasional dapat diakses tetapi semua kalangan kegunaan termasuk terbatas pengguna pada puskesmas
prosedur manajemen tetapi tidak diimplementasikan
prosedur tertulis
Ya, terdapat data pada tingkat nasional namun tidak ada kegunaan pelaporan
Tidak ada data tersedia
Ya, terdapat data pada tingkat nasional tetapi tidak ada kegunaan
Tidak ada data tersedia
4
5
Terdapat kamus yang menyediakan definisi yang komprehensif tentang data. Definisi ini meliputi informasi di bidang-bidang berikut: (1) penggunaan data dalam indikator; (2) spesifikasi metode pengumpulan yang digunakan; (3) periodisitas Kode pengenal khusus tersedia untuk kabupaten untuk memfasilitasi penggabungan dari beberapa database dari sumber yang berbeda
Ya, terdapat kamus dengan tiga kegunaan
Ya, terdapat kamus dengan dua kegunaan
Ya, terdapat kamus dengan satu kegunaan
Tidak ada kamus
Terdapat kode khusus yang digunakan untuk database yang berbeda atau terdapat tabel untuk menggabungkan
Terdapat kode yang digunakan untuk database berbeda dan kerja dibutuhka n untuk harmonisa si melalui database atau membuat tabel yang menghubu ngkan untuk menggabu ng data
Terdapat kode tetapi tidak cocok diantara database yang berbeda
Tidak tersedia
Total Skor Rata-rata Penilaian Produk Informasi: Kualitas Data Item
1
Secara sistematis ditinjau pada setiap tingkat untuk kelengkapan dan konsistensi terhadap data yang dilaporkan melalui sistem informasi gizi. Untuk menghitung cakupan, dapat diandalkan perkiraan populasi yang tersedia
2
Dilaporkan setiap bulan
3
Beberapa kali diukur dalam satu bulan Data cakupan yang paling baru menjadi dasar perkiraan Estimasi data dipisahkan oleh: (1) karakteristik demografis (misalnya, usia); (2) status sosial ekonomi (misalnya, pendapatan, pekerjaan, pendidikan); dan (3)
5 6
Sangat Memadai 3 Tidak ada perbedaan secara besar dalam konsistensi dan
Memadai
Ya, pada semua tingkatan
Tidak semua tingkatan melapor setiap bulan
2 Beberapa perbedaan konsistensi
Ya Berdasar populasi Ketiga criteria
Ada tetapi kurang memadai 1 Banyak perbedaan
Tidak adekuat sama sekali 0 Tidak dapat digunakan
Tidak dilaporkan
Tidak dilaporkan
Tidak Sampel
Lokal studi
Dua criteria
Satu criteria
Tidak dapat digunakan Tidak dapat digunakan
Skor
wilayah (misalnya, urban/rural, utama geografis atau wilayah administratif) Total Skor Rata-rata Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Kebutuhan dan Analisis Item
1
Pembuat program gizi di dinas kesehatan meminta data secara lengkap, tepat waktu, akurat, relevan memperoleh informasi gizi
2
Grafik digunakan untuk menampilkan informasi yang uptodate dan mudah dipahami di dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas Peta digunakan untuk untuk menampilkan informasi yang uptodate dan mudah dipahami di dinas kesehatan kabupaten/kota
3
Sangat Memadai 3 Ya
Ya, dinas kesehatan dan semua puskesmas
Memadai 2 Ya, tetapi tidak mempunyai skil untuk penilaian
Ya di dinas kesehatan tetapi tidak semua puskesmas Ya, dinas Ya di dinas kesehatan dan kesehatan semua tetapi tidak puskesmas semua puskesmas Total Skor Rata-rata
Ada tetapi kurang memadai 1 Permintaan dari pembuat program secara khusus untuk maksud tertentu seperti politis dan media Hanya di dinas kesehatan
Tidak adekuat sama sekali 0 Permintaan tidak berarti
Hanya di dinas kesehatan
Tidak ada grafik
Tidak ada grafik
Skor
Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Advokasi, implementasi dan Aksi Item
1
Dinas kesehatan menggunakan informasi gizi untuk manajemen pelayanan kesehatan, monitoring dan evaluasi secara periodik
2
Informasi gizi ini digunakan untuk mengadvokasi adopsi perilaku berisiko rendah oleh kelompok rentan
Sangat Memadai 3 Informasi kesehatan digunakan oleh semua pimpinan semua tingkat untuk manajemen pelkes, monitoring dan evaluasi periodic
Indikator digunakan secara sistematis dan disesuaikan untuk kelompok beresiko dan rentan
Memadai 2 Informasi kesehatan digunakan oleh dinas kesehatan tidak pada tingkat puskesmas
Beberapa indikator secara teratur digunakan tetapi tidak disesuaikan untu kelompok rentan Total Skor Rata-rata
Ada tetapi kurang memadai 1 Semua keputusan terpusat pada tingkat dinas kesehatan
Tidak adekuat sama sekali 0 Tidak digunakan
Hanya digunakan untuk keperluan khusus
Tidak digunakan
Skor
Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Perencanaan, Pengaturan Prioritas,Alokasi Sumber Daya Item
1
Terdapat informasi yang terbukti digunakan dalam perencanaan dan proses alokasi sumber daya (misalnya, untuk rencana tahunan pembangunan yang terpadu, jangka menengah, kerangka pengeluaran rencana strategis jangka panjang )
2
Informasi secara luas digunakan oleh dinas kesehatan untuk mengatur alokasi sumber daya dalam proses anggaran tahunan
Sangat Memadai 3 Ya, secara sistematis digunakan dengan metode dan target sesuai diantara kerangka perencanan yang berbeda
Memadai 2
Kadang digunakan untuk tujuan diagnostic untuk menggambarkan masalah atau tantangan kesehatan, tetapi tidak sesuai digunakan untuk kerangka perencanaan yang berbeda Proposal Beberapa target keuangan atau beberapa dibuat proposal dibuat berdasarkan berdasar informasi informasi Total Skor Rata-rata
Ada tetapi kurang memadai 1 Informasi kesehatan kadang digunakan
Sedikit target atau beberapa proposal dibuat berdasar informasi
Tidak adekuat sama sekali 0 Tidak pernah digunakan
Tidak ada target maupun proposal dibuat berdasar informasi
Skor