FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN DESA LOHIA KEC. LOHIA KAB. MUNA
SKRIPSI Diajukan Sebagian Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kependidikan (SI) pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Konsentrasi Koperasi Jurusan Pendidikan Ekonomi
OLEH WA ELA A1A1 10 080
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2015
ABSTRAK WA ELA (A1A1 10 080) “Faktor Penyebab Kemiskinan Masyarakat nelayan di Desa Lohia Kecamatan Lohia” Masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang menyebabkan kemiskinan nelayan di Desa Lohia. Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu Bagi pemerintah hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi penyempurnaan kebijakan lanjutan di wilayah tersebut dan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan sejenis di wilayah lain. 2). Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan nelayan tradisional. Lokasi Penelitian ini dilakukan di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna. Jenis penelitian ini adalah penelitian deduktif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui kajian pustaka dan penelitian lapangan , kajian pustaka meliputi kepustakaan sedangkan penelitian lapangan meliputi teknik wawancara dan dokumentasi. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian adalah: Ada empat faktor penyebab kemiskinan masyarakat nelayan yang ada di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna yakni sebagai berikut: a. Faktor Internal dan Eksternal, dimana faktor internal yang datang dari dalam diri seseorang, seperti rendahnya tingkat pendidikan, dan besarnya jumlah tanggungan dalam keluarga, sedangkan faktor eksternal yang dating dari luar kemampuan seseorang yang bersangkutan seperti adanya kebijakan pemerintah yang belun secara sepenuhnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat. b. Sumber Daya Manusia yang belum memadai, selain itu rendahnya tingkat pendidikan, adanya keterbatasan dalam mengelola sumber daya alam yang ada, sehingga menyebabkan nelayan sulit untuk mengakses suatu pekerja yang dihasilkan serta kurangnya keterampilan yang dimiliki. c. Faktor kebijakan, dengan dikeluarkan kebijakan pemerintah dapat menimbulkan kerugian bagi para nelayan terutama kebijakan menanam rumput laut di perairan yang menyebabkan para nelayan harus menangkap ikan di tempat lain. d. Fluktuasi musim ikan menyebabkan ketidakpastian pendapatan nelayan. Apabila musim ikan maka pendapatan nelayanpun cukup baik. Namun pada saat musim ikanpun mulai berkurang maka sering kali nelayan mendapat hasil tangkapan yang pas-pasan atau bahkan rugi
Kata Kunci: Faktor Penyebab Kemiskinan
v
ABSTRACT
WA ELA (A1A1 10 080) "Causes of Poverty The fishing communities in the District Rural Lohia" The problem in this study is what factors are causing the poverty of fishermen in the village of Lohia. The benefits of this research is for the government this research can be used as a reference for policy improvement continued in the region and as a material consideration in formulating similar policies in other regions. 2). For researchers can be used as input and the reference to conduct advanced research related to traditional fishermen. Location This research was conducted in the Lohia village of Lohia District of Muna. This type of research is deductive qualitative research with data collection through literature review and field research, literature review covering literature while research field covers interview techniques and documentation. The conclusion of the study is: There are four factors that cause poverty of fishing communities in the Lohia village Lohia Muna District of which is as follows: a. Internal and External Factors, wherein the internal factors that come from within oneself, such as low levels of education, and the large number of dependents in the family, while external factors that come from outside the capabilities of a person concerned as government policy belun be fully able to improve the standard of living community. b. Human Resources were not available, other than that the low level of education, their limitations in managing the natural resources that exist, thereby causing fishermen difficult to access a worker produced as well as a lack of skills possessed. c. Policy factors, the government issued a policy can result in losses for the fishermen, especially the policy grow seaweed in the waters that caused the fishermen have to fish elsewhere. d. Seasonal fluctuations cause uncertainty fish fishing income. When the fishing season is good enough then income. But when the season began to wane it often catches fisherman have a mediocre or even loss
Keywords: Causes of Poverty
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tiada kata yang lebih indah
selain mengucapkan puji
syukur yang tak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala karena berkat Rahmat dan taufik-Nya sehingga penyusunan Skripsi yang berjudul “faktor penyebab kemiskinan pada Masyarakat Nelayan di Desa Lohia, Kecamatan Lohia Kabupaten Muna” dapat
terselesaikan dan tersusun
sebagaimana mestinya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini telah banyak mendapat bimbingan dan arahan dari Bapak Drs.Abdullah Igo BD,M,Si selaku pembimbing I dan Ibu Dra Hasniah.,M.Si selaku pembimbing II. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada beliau, semoga Allah Subhanahu Wata’ala membalasnya dengan yang lebih baik lagi. Amin. Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S, Selaku Rektor Universitas Halu Oleo yang memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan studi di universitas Halu Oleo ini, 2. Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo yang memberikan kemudahan administrasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik,
vi
3. Rizal, S.Pd., M.Hum selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan FKIP Halu Oleo Kendari, 4. Dr Ramly, M.Pd., Sebagai Kordinator Program Studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo Kendari. 5. Seluruh Dosen di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, khususnya Dosen Program Studi Pendidikan 6. Ekonomi Jurusan Pendidikan ekonomi Keahlian Koperasi yang selama ini telah banyak berjasa mengajar, mendidik, membimbing penulis dalam memperoleh serta mengkaji ilmu dan pengetahuan, 7. Seluruh Staf Administrasi di lingkup Jurusan Pendidikan Ekonomi dan Keahlian Koperasi FKIP Universitas Halu Oleo Kendari yang selama ini telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis dalam segala pengurusan Administrasi, 8. Sahabat-sahabatku seluruh Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan motivasi, dukungan, dan doa, serta kebersamaanya selama ini. Teriring pula rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus dari penulis kepada Ibunda tercinta Wa Idha dan Ayah saya La Bahidi sebagai sumber inspirasi tanpa batas serta ketiga saudaraku Damria, Ibarat dan Darlia
yang
senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi, berupa perhatian, cinta dan kasih sayang. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi dan membalas segala amal ibadah dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi dan dalam penyusunan skripsi ini. Amin.
vii
Penulis menyadari bahwa ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat penulis harapkan. Harapan penulis, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pendidikan Ekonomi ,semoga Allah meridhoi kita semua. Aamiin.
Kendari, September 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….. iii PERNYATAAN KEAHLIAN SKRIPSI ......................................................... iv ABSTRAK ....................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ..................................................................................... .vi DAFTAR ISI .................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Konsep kemiskinan ................................................................... 7 B. Jenis-Jenis Kemiskinan…………………………………………11 C. Indikator Kemiskinan…………………………………………..12 a. Konsumsi Makanan dan Pakaian ......................................... 13 b. Perumahan dan Temapat Tinggal ........................................ 14 D. Faktor PenyebabKemiskinan ..................................................... 15 E. Konsep Pemberdayaan Manusia ................................................ 19 F. Upaya-Upaya Penanggulangan Kemiskinan……………………21 G. Konsep Mayarakat Nelayan…………………………………….22 H. Kemiskinan Masyarakat Nelayan……………………………….24 I. Penelitian Yang Releven………………………………………..26
ix
J. Kerangka Pikir…………………………………………………..28 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. .31 B. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................ 31 C. Fokus Penelitian ........................................................................ 31 D. Tehnik Penentuan Informan ...................................................... 31 E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 32 F. Tehnik Analisis Data ................................................................. 32 G. Tehnik Pengecehan Keabsahan Data ......................................... 35 H. Definisi Operasional……………………………………………37 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gamabar Umum Lokasi Penelitian .......................................... 39 1.Keadaan Geografis ................................................................ 39 B. Keadaan Demogarafis .............................................................. 39 1. Jumlah Penduduk……………………………………...........39 2. Kmposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin……40 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian…………..40 4. Komposis Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan…………42 5. Komposis Penduduk Menurut Agama………………………43 C. Keadaan Sosial Budaya………………………………………..44 D. Karateristik Ekonomi…………………………………………..44 1. Pendapatan………………………………………………….44 .
2. Jumlah Tanggungan Dalam Keluarga………………………45 3. Faktor Penyebab Kemiskinan Pada Masyarakat Nelayan Di Desa Lohia………………………………………………46
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ............................................................................... .70 B. Saran ..................................................................................... .71 DAFTAR PUSTAKA x
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin ............ 39
Tabel 2.
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian ..................... 40
Tabel 3.
jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan ......................... 42
Tabel 4.
Menurut jumlah pendapatan rata-rata perbulan ........................ 44
Tabel 5.
Menurut jumlah tanggungan dalam keluarga ............................ 45
Tabel 6.
Bahan/Alat tangkap yang digunakan responden ....................... 51
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Napabale adalah danau air asin terletak diantara desa korihi dan desa lohia sekitar lima belas kilo meter dari Kota Raha, Ibu Kota Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi tenggara. Air danau sedalam satu setengah meter bila air laut surut dan 4 meter bila pasang. Airnya amat jernih berwarna kehijauan. Napabale berasal dua suku kata yaitu napa dan bale yang kalau diartikan secara lengkap adalah Pelabuhan dan tempat orang mengambil daun pandan muda yang memang nanyak tumbuh disekitar danau tersebut. Danau Napabale berada diantara dinding-dinding bukit batu kapur dan dihubungkan dengan terowongan sepanjang lebih dari tiga puluh meter dan lebar sembilan meter ini menjadi jalur tetap para nelayan saat akan berangkat dan pulang melaut. Secara alamiah laut memang sulit diprediksi. Gelombang tinggi, angin kencang atau badai, serta rusaknya alam membuat hasil tangkapan semakin sedikit. Di satu sisi masyarakat nelayan mempunyai kelemahan secara struktural. Kemampuan modal yang lemah, manajemen rendah, kelembagaan yang lemah, di bawah cengkeraman tengkulak, dan keterbatasan teknologi. Masalah kemiskinan merupakan persoalan yang dihadapi diseluruh daerah perkotaan di Indonesia yang hingga kini belum mampu ditanggulangi. Ketidakmampuan setiap pemerintah kota di Indonesia dalam menanggulangi
1
2
masalah kemiskinan ini, disebabkan karena strategi penanggulangan kemiskinan yang ditawarkan belum mampu menjawab atau menyentuh akar persoalan kemiskinan itu. kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multi dimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan sebuah solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Untuk kita, terlebih dahulu harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan nelayan. Secara umum, kemiskinan masyarakat pesisir ditandai oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, inftastruktur. Di samping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagai salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir. Melimpahnya potensi hayati yang dikandung oleh laut di sekitar tempat masyarakat nelayan Desa Lohia, seharusnya dapat menjadi suatu asset besar bagi nelayan setempat dalam upaya memperbaiki taraf hidup mereka secara ekonomi. Namun, kenyataannya sampai saat ini kehidupan nelayan tetap saja masih berada dalam ketidak mampuan secara finansial dan belum sejahtera. Sehubungan dengan itu, komunitas nelayan bisa miskin bukan karena kesalahan nelayan itu sendiri misalnya mereka malas bekerja, tetapi lebih disebabkan oleh adanya sebuah struktur yang timpang kemudian dilegitimasi dengan suatu peraturan,
3
sehingga membuat para nelayan tetap berada pada kubangan kemiskinan secara struktural. Kenyataan di atas, sesuai dengan hasil observasi awal yang terlihat, dimana pada pagi hari dan sore hari dapat ditemui pada nelayan yang telah giat bekerja untuk turun ke laut guna menangkap ikan. Selain itu, ada pula diantara mereka yang membawa hasil tangkapannya dengan berjalan kaki menuju pasar untuk memasarkan langsung ikan yang mereka dapatkan. Kondisi ini menujukkan bahwa, ada satu struktur atau sistem yang membuat sekian banyak nelayan menjadi terpinggirkan secara ekonomi. Disamping itu, nelayan seringkali dijadikan objek eksploitatif oleh para pemilik modal. Misalnya, ketika harga ikan yang merupakan sumber pendapatan mereka, dikendalikan oleh para pemilik modal atau para pedagang/tengkulak. Hal ini, tentu saja dapat membuat distribusi pendapatan menjadi tidak merata dimana dengan adanya permainan harga, nelayan mendapatkan income yang rendah atau berada pada posisi yang dirugikan sedangkan para pemilik modal, dapat meraup keuntungan yang besar dari adanya tindakan spekulasi harga. Demikian halnya dengan gejala modernisasi perikanan yang juga tidak banyak dapat membantu, bahkan sebaliknya membuat nelayan utamanya nelayan menjadi semakin terpinggirkan, seperti pada saat munculnya kapal tangkap yang berukuran besar dan berteknologi modern (motorisasi) yang mampu menangkap ikan lebih banyak. Penggunaan kapal besar yang berteknologi modern oleh pemilik modal sudah barang tentu dapat menghasilkan tangkapan ikan yang lebih besar bila
4
dibandingkan dengan nelayan tradisional yang hanya menggunakan teknologi tradisional. Tak
bisa
dipungkiri,
bahwa
citra
nelayan
utamanya
nelayan
kecil/tradisional masih sangat identik dengan kemiskinan. Nelayan bahkan disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya. Winahyu dan Santiasih dalam Kusnadi, 2002 mempertegas bahwa dibandingkan dengan sektor pertanian sekalipun, nelayan, khususnya nelayan buruh dan kecil atau nelayan tradisional, dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin. Kemiskinan yang dialami oleh komunitas nelayan, sesungguhnya juga tak lepas dari pengaruh atau budaya yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Terlepas dari sadar atau pun tidak sadar, budaya atau kebiasaan hidup seperti sikap malas dan pasrah terhadap nasib telah menjadi bagian dari mentalitas, sehingga secara psikologis, individu dari masyarakat nelayan
Desa Lohia
akhirnya merasa kurang bahkan tidak memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pada masyarakat Lohia hasil yang diperoleh para nelayan rata-ratanya perbulan 500.000 perbulan, dimana tingkat kemiskinandi dasarkan jumlah rupuah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi 2100 kalori per orang perhari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi pendukduk yang berada di lapisan bawah),dan konsumsi non makanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuaikesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara wilaya pedesaan dan perkotaan).
5
Akibat dari sikap hidup di atas, pada akhirnya menyebabkan tingkat pendapatan dari seorang nelayan tidak menentu bahkan terkadang nihil, sehingga pada saat tingkat pendapatan dari nelayan rendah, maka sangat logis bila tingkat pendidikan anak-anaknya pun rendah. Tidak sedikit anak nelayan yang harus berhenti sebelum lulus sekolah dasar atau tidak melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Umumnya mereka disuruh bekerja untuk membantu orang tua dalam mencari nafkah agar dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarganya yakni kebutuhan pangan untuk dapat bertahan hidup. Desa Lohia merupakan salah satu desa dalam Kecamatan Lohia Kabupaten Muna dengan jumlah penduduk 1735 jiwa, yang terdiri dari 535 kepala keluarga dari 535 kepala keluarga terdapat 80 kepala keluarga tergolong sebagai masyarakat miskin, dan dari 80 kepala keluarga tersebut di dalamnya terdapat 58 kepala keluarga nelayan. Berdasrkan uraian-uraian yang telah dikemukakan diatas, perlu adanya untuk penelitian lebih lanjut terhadap adanya kemiskinan pada masyarakat Nelayan oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan masalah tersebut di atas dengan judul ” faktor penyebab kemiskinan pada Masyarakat Nelayan di Desa Lohia, Kecamatan Lohia Kabupaten Muna.” B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang menyebabkan kemiskinan nelayan di Desa Lohia ?
6
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan kemiskinan pada nelayan di Desa Lohia D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pemerintah hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi penyempurnaan kebijakan lanjutan di wilayah tersebut dan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan sejenis di wilayah lain. 2. Bagi penelitih
dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan acuan untuk
melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan nelayan tradisional.
BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep kemiskinan Kemiskinan dalam masyarakat lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, mereka. Di katakana garis kemiskinan apabila pendapat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti sandang, pangan dan papan. Rohana rahmania dan Supradin, (2007:15) mendefinisikan kemiskinan adalah seorang yang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap sedangkan tanggunan keluarga dan biaya hidup mereka tinggi. Situmorang. C, (2008:3) medefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan dari penduduk dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktifitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Kemiskinan adalah suatu situasi atau kondisi yang dialami oleh seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi (Parwoto, 2002:45), kondisi tersebut menyebabkan tidak terpenuhipnya kebutuhan dasar atau asasi manusia seperti sandang, pangan,
7
8
papan, afeksi, keamanan, identitas kultural, proteksi, kreasi, kebebasan, partisipasi dalam waktu luang (Fermandes dalam Firman dan Herlina,(2000:67). Penggolongan tipe kemiskinan adalah kemiskinan persisten yaitu situasi dimana orang atau keluarga secara konsisten tetap miskin, untuk masa yang relative lama (Pandij-Indraa 2001:12). Menurut Wiranto (2004:23) kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang sering disebut sebagai kemiskinan buatan (man mode poverty), baika langsung maupun tidak langsung, kemiskinan kategori ini umumnya disebabkan oleh tatanan kelembagaan yang mencangkup tidak hanya tatanan organisasi tetapi juga mencangkup masalah aturan permainan yang ditatapkan. Kawasan pesisir yang kaya sumber daya perikanan dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan banyak yang merupakan kantong-kantong kemiskinan, dari masa kemasa pergulatan masyarakat nelayan melawan ketidak pastian kehidupan khususnya bagi yang melakuakan penangkapan di wilayah. Untuk mencukupi kehidupan sehari-hari rumah tangga nelayan melakukan pekerjaan lain di luar maelaut (Tain,2006:31). Dahuri.R dan Nugroho.I (2004:165-168) mendefenisikan kemiskinan adalah kondisi absolute dan relative yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai natural, cultural dan structural.
9
Kemiskinan natural disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemiskinan structural disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai kebijakan, peraturan dan keputusan dalam pembangunan. Kemiskinan ini umumnya dapat dikenali dari transaksi ekonomi yang berjalan tidak seimbang. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan oleh sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan. Dengan kata lain seseorang dapat dikatakan miskin jika dan hanya jika tingkat pendapatannya tidak memungkinkan orang tersebut untuk mentaati tata nilai dan norma dalam masyarakatat. Menurut De Vos (2000:27) kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu mencapai salah satu tujuannya atau lebih, tujuan-tujuan yang dimaksud disini tentunya dapat diinterprestasikan sesuai persepsi seseorang. Dengan demikian kemiskinan dapat diartikan berdasarkan kondisi seseorang dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Arsyad.M, (2005:5) memberikan criteria dan menjelaskan pengertian kemiskinan bahwa kemisikinan menunjukan adanya tiga dimensi(aspek atau segi) yaitu: kemiskinan itu multidimensional. Artinya karena kemiskinan itu bermacammacam segi memiliki banyak aspek-aspek kamiskinan saling keterkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan ketiga yang miskin adalah manusianya baik secara induvidual maupun kolektif.
10
Menurut Satri.A (20012:15), kemisikanan dapat digolongkan berdasarkan penyebab kemiskinan. Ada dua aliran besar yang melihat faktor-faktor penyebab kemiskinan. Pertama aliran medernisasi yang selalu menganggap persoalan kemiskinan disebabkan faktor internal masyarakat. Dalam aliran ini kemiskinan nelayan, terjadi sebagai akibat faktor budaya (kemalasan), keterbatasan modal dan teknologi, keterbatasan menejemen, serta kondisi sumber daya alam. Kedua, aliran struktural yang menganggap kemiskinan nelayan disebabkan oleh faktor eksternal. Kemiskinan struktural dapat terjadi akibat: pertama, kemiskinan terjadi sebagai akibat pembangunan. Kedua, kemiskinan terjadi karena golongan tertentu tidak memiliki akses terhadap kegiatan ekonomi produktif akibat pola institusional yang diberlakukan. Mulyadi (2007:27), menyatakan bahwa sesunggunyaa ada dua hal yang terkandung
dalam kemiskinan yaitu kerentaan dan ketidak berdayaan. Dengan
kerentaan yang dialami, orang miskin akan mengalami kesulitan untuk mengalami situasi darurat ini dapat dilihat pada nelayan perorangan, misalnya mengalami kesulitan untuk membeli bahan bakar untuk keperluan melaut. Hal ini disebabkan sebelumnya tidak ada hasil tangkap yang bisa dijual, dan tidak ada dana cadangan yang bisa digunakan untuk keperluan yang mendesak. Keterbatasan kepemilikan aset adalah ciri umum masyarakat nelayan yang miskin, hal ini tergambar pada kondisi rumah nelayan terletak dipantai, dipinggir jalan kampung umumnya merupakan bangunan non permanen atau semi permanen,
11
berdinding bambu, berlantai tanah,fentilasi rumah kurang baik sehingga sehari-hari bau anyir ikan menyengkat dan meskipun siang hari di dalam rumah terasa gelap (Siswanto 2008:25). Merujuk dari pendapatan beberapa tokoh tersebut diatas saya merumuskan bahwa kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang keluarga atau anggota masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar sebagai anggota masyarakat lain pada umumnya. B. Jenis-Jenis Kemiskinan Pembagian jenis kemiskinan dapat dibagi berdasarkan pola waktu. Menurut Ginandjar Kartasasmita dalam Ridlo (2001:11), menurut pola waktu tersebut kemiskinan dapat dibagi menjadi: (1) Persisten poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun yang diantaranya merupakan daerah kritis sumber daya alam atau terisolasi. (2) Cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secarah keseluruhan. (3) Seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti sering dijumpai kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan. (4) Accidental poverty, yaitu kemiskinan karena bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan. Berdasarkan jenisnya kemiskinan secara umum dapat dibagi menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut terjadi apabila tingkat pendapatan seseorang di bawah garis kemiskinan absolut yang telah ditetapkan,
12
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum yang antara lain terdiri dari kebutuhan sandang, pangan, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Sedangkan kemiskinan relatif merupakan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat tersebut. Meskipun seseorang/ masyarakat telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak (tidak miskin), tetepi masih rendah kualitasnya dibandingkan masyarakat sekitarnya yang relatif lebih kaya (Seogijoko, 1997:138; dan Esmara (1986) dalam Ridlo (2001:10). C. Indikator Kemiskinan
Kategori penduduk miskin harus di lihat dari segi perumahan dan sandang (pakaian). Badan statistik (2003) menyatakan bahwa mengukur garis kemiskinan adalah mengeluarkan minimum yang di perlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,yakni sebagai berikut: kebutuhan minimum untuk hidup ini di ukur dengan pengeluaran untuk makanan serta 2100 kalori perkapita perhari, di tambah pengeluaran kebutuhan non makanan yang melipiti perumahan, pakaian dan barang tahan lama. Levita (Yudisman,2005:13) menjelaskan bahwa cirri kemiskinan yaitu: Nampak dari kurangnya barang-barang dan pelayanan di butuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak. Sementara itu , kemiskinan juga di cirikan oleh kekurangan gizi, pakaian dan perumahan yang tidak memadai, tigkat pendidikan yang rendah,
13
tidak ada atau sedikit sekali kesemptan untuk memperoleh suatu pelayaanan kesehatan dan lain-lain. Friedman (Yudisman,2005:15) menjelaskan bahwa kemiskinan ditandai: oleh ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial, yang meliputi modal yang produktif atau asset (Minyak tanah, perumahan, peralatan, kesehatan dan lain-lain), sumber-sumber keuangan
(income dan kredit yang
memadai), organisasi sosial dan politik dapat digunakan untuk mencapai tujuan kepentigan bersama ( partai politik, koperasi dan sebagainya), jarigan sosial dan politik untuk memperoleh pekerjaan, pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta informasi yang berguna untuk menunjukan kehidupan masyarakat. Untuk mengetahui ukuran kemiskinan ditinjauh dari konsumsi makanan pakaian dan perumahan (tempat tinggal) dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Konsumsi (makanan dan pakaian) Pengeluaran rumah tangga atau konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang kemiskinan penduduk. Dalam ilmu ekonomi konsumsi adalah kegiatan yang menghabiskan kegunaan barang atau menghabiskan barang dan jasa untuk kelangsungan hidup. Menurut Suprihatin (Sayani 2009:15) konsumsi adalah suatu tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan kegunaan suatu barang atau jasa secara sekaigus maupun berangsurangsur.
14
b. perumahan (tempat tinggal) Keadaan tempat tinggal atau perumahan merupakan indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan penduduk. Secara umum rumah tinggal ditentukan oleh kualitas bahan bangunan yang digunakan. Rumah yang bahan bangunan kualitas tinggi, secara nyata mencerminkan tingkat kesejahteraan penghuninya, karena itu aspek kesehatan dan keyamanan bahkan estetika bagi kelompok masyarakat tertentu menetukan dalam pemulihan rumah tinggal. Selain kualitas rumah tinggal tingkat kemiskinan juga dapat digambarkan dari fasilitas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kriteria rumah tangga miskin menurut Tim Koordinasi Pusat Program Pemberian Subsidi Langsung Tunai kepada rumah tangga miskin, Depertemen Komunikasi dan Informatika (Sayani, 2009:16) ialah: 1. Luas Lantai bagunan tempat tinggal,kurang dari 8 meter per orang. 2. Jenis Lantai bagunan tempat tinggal tersebut dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal tersebut dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa plaster. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai//air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang /minyak tanah.
15
8. Hanya mengkomsumsi susu/daging ayam hanya satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan satu/dua kali sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan dipuskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buru perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan bawah Rp 600.000,-perbulan. 13. Pendidikan tertingi kepala rumah tangga adalah tidak sekolah atau tidak tamat SD/hanya SD 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang dijual dengan nilai minimal Rp.500.000,seperti sepeda motor (kredit dan non kredit), emas , ternak, kapal motor, atau barang model lain. D. Faktor penyebab kemiskinan Kemiskinan telah banyak mengundang perhatian para pakal ilmu sosial.Teori dan konsep pun telah dikembangkan dalam upaya menyikapi tabir kemiskinan yang pada gilirannya akan dipakai sebagai pendekatan untuk memerangi kemiskinan. Upaya tersebut diantaranya dilakukan dengan jalan memgetahui dengan pasti faktorfaktor penyebab kemiskinan itu sendiri. Kemiskinan juga merupakan sebuah konsep abstrak yang dapat dijelaskan secara berbeda dimana tergantung dari pengalaman dan persepktif analis .Cara pandang analis akan menentukan pemahaman tentang kondisi, sifat dan konteks
16
kemiskinan, bagaimana masalah kemiskinan dapat diatasi. Oleh karena itu agar upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara tepat, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah menjelaskan pengertian penyebab kemiskinan secara lengkap. Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang masuk dalam kategori miskin. Namun menurut word bank (2002) setidaknya ada tiga penyebab kemiskinan yaitu:
1.
Rendahnya pendapatan asset untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, tempet tinggal, pakaian, kesehatan dan pendidikan.
2.
Ketidak mampuan bersuara dan ketiadaan didepan institusi negara dan masyarakat.
3.
Rentan terhadap guncangan ekonomi, terkait dengan ketidakmampuan menanggulangginya. Sehubungan
dengan
faktor-faktor
yang
menyababkan
munculnya
kemiskinan tersebut (Kusnadi, 2006:1-2) penyebabkan bahwa penyebab kemiskinan nelayan di Indonesia sangatlah kompleks penyebab individual, keluarga, sub-budaya, agensi maupun struktural saling berkaitan. Sebab-sebab pokok yang menimbulkan kemiskinan pada masyarakat nelayan yaitu: a. Belum adanya kebijakan, strategi dan implementasi program pembangunan kawasan pesisir dan masyarakat nelayan yang terpadu diantara para pemangku kepentingan pembangunan.
17
b. Adanya
inkonsistensi
kuantitas
produksi
(hasil
tanggapan),
sehingga
keberlanjutan aktifitas sosial ekonomi perikanan di desa-desa nelayan terganggu. Hal ini disebabkan oleh kondisi sumber daya perikanan telah mencapai,”over fishing,” musim paceklik yang berkepanjangan dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). c. Masalah isolasi geogarafis, sehingga menyulitkan keluar masuk arus barang, jasa dan manusia yang menggangu mobilitas sosial ekonomi. d. Adanya keterbatasan modal usah atau modal investasi sehingga, menyulitkan nelayan meningkatkan kegiatan ekonomi perikanannya. e. Adanya relasi sosial ekonomi yang “eksploitatif” dengan pemilik perahu, pedagang perantara, atau pengusaha perikanan dalam masyarakat nelayan. f. Rendahnya tinggkat pendapatan nelayan sehingga berdampak negatif terhadap upaya peningkatan skala usaha dan perbaikan kualitas hidup mereka. Kusnadi, (2003:19) membedakan faktor penyebab kemiskinan nelayan dalam dua kelompok, pertama sebab-sebab
kemiskinan nelayan yang bersifat internal
mencakup: 1. Keterbatasan kualitas sumber daya manusia nelayan; 2. Keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan; 3. Hubungan kerja dalam organisasi penangkapan yang sering sekali kurang menguntungkan buruh; 4. Kesulitan melakukan deversifiasi usaha penangkapan;
18
5. Ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut; 6. Gaya hidup yang dipandang boros sehingga kurang berorientasi kemasa depan. Kedua, sebab-sebab kemiskinan yang bersifat eksternal mencangkup: 1. Kebijakan pembangunn perikanan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang bertumbuhan ekonomi nasional dan pasrial; 2. Sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang perantara; 3. Kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktek penangkapan ikan dengan bahan kimia, perusahan terumbu karang dan konversi hutan bakau dikawasan pesisir; 4. Penggunan peralatan tanggkap ikan yang tidak ramah lingkungan; 5. Penangkapan hukum yang lemah, terhadap perusakan lingkungan; 6. Terbatasnya pengelolahan teknologi pasca panen; 7. Terbatasnya peluang kerja disektor non-perikanan yang tersedia di desa nelayan. 8. Kondisi alam dan flutuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun; 9. Isolasi geografi desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa, modal dan manusia;
19
Sejalan dengan pendapat diatas, Tajuddin Noer Effendi, (1995:251) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Faktor-faktor penyebab yang datang dari dalam diri seseorang atau kelompok orang, misalanya tingkat pendidikan yang rendah, hambatan budaya masyarakat cenderung apatis, cenderung menyerah pada nasib, tidak mempunyai daya juang dan kemampuan untuk memikirkan masa depan. 2. Faktor-faktor penyebab yang datang dari luar kemampuan seseorang yang terdiri atas, birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat mencegah seseorang memanfaatkan kesempatan yang ada, adanya tekanan dari pihak penguasa dalam pemilihan faktor-faktor produksi, dan kurangnya perlindungan dari hukum pemerintahan dalam berusaha. A. Konsep Pemberdaya Manusia Pengertian
pemberdayaan
masyarakat
sebenarnya
mengacu
pada
“empowerment”,yaitu sebagai upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Jadi pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan masyarakat nelayan adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisasi diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada induvidu bukan sebagai obyek, tetapi sebagi perilaku atau aktor yang menentukan hidup mereka sendiri.
20
Hikmat (2006:16), mengungkapakan bahwa pemberdayaan dapat merupakan salah satu upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat dengan kata lain keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam konteks bagian antara lain bermakna bahwa suatu masyarakat tersebut menjadi bagian dari pelaku pembangunan itu sendiri. Berbagai aspek yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan masyarakat, antara lain bagaimana suatu inovasi yang lebih maju dapat bermanfaat bagi masyarakat, bagaimana budaya lokal (termaksud kearifan lokal), bagaimana pula mekanisme pelaksanaan dan pembiayaan pembangunan tersebut. Atas dasar uraian diatas, pemberdayaan masyarakat nelayan sangat diperlukan. Pemberdayaan masyarakat nelayan diartikan sebagai usaha-usaha sadar yang bersifat terencana, sistematika dan berkesinambungan untuk membangun kemandirian sosial ekonomi dan politik. Menurut Nikijuluw, (2002:12) ada lima pendekatan pemberdayaan masyarakat nelayan yaitu: (1) penciptaan lapangan kerja alternatif, sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga; (2) mendekatkan masyarakat dengan sumber modal dengan penekanan pada penciptaan mekanisme mendanai diri sendiri (self financing mecanisme); (3) mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya guna; (4) mendekatkan masyarakat dengan pasar ,serta (5) membangun solidaritas serta aksi kolektif ditengah masyarakat.
21
Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang berpusat pada manusia (people centered development) melandasi wawasan pengelolaan sumber daya local, yang merupakan mekanisme perencanaan yang menekankan pada teknologi pembelajaran social dan strategi perumusan program. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengaktualisasikan dirinya. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pemberdayaan masyarakat
terletak
pada
proses
pengambilan
keputusan
sendiri
untuk
mengembangkan pilihan-pilihan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan sosial. Oleh karena,itu pemahaman mengenai proses adaptasi masyarakat nelayan terhadap lingkungan merupakan informasi penting dalam pembangunan yang berorientasi pada wawasan pengelolan sumber daya local (community based resource management). B. Upaya- upaya penanggulangan Kemiskinan Dalam rangka penanggulangan kemiskinan upaya yang dilakukan adalah meningkatakan taraf pendidikan, derajat kesehatan serta akses kedalam sumbersumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar.
Masukan
berupaya
upaya-upaya
penanggulangan
kemiskinan
yaitu
menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar baik fisik, seperti irigasi, jalan, listrik maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijadikan oleh masyarakat pada lapisan paling bawah. Serta ketersediaan lembagalembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran dimana terkosentrasi penduduk yang
22
keberdannya amat kurang. Untuk itu perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-progaram umum yang berlaku untuk semua, tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini. Upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dengan berbagai program atau kegiatan dari pemerintah bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian. Karena pada dasaranya setiap apa yang dinikmati harus dihasilakn atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan pada pihak lain). Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, membangunan kemampuan untuk memajukan diri kearah kehidupan yang lebih baik secara sinambung. G. Konsep Masyarakat Nelayan Sejak manusia dilahirkan dipermukan bum ini, manusia memiliki hasrat untuk menyatu dengan lungkungan alamnya. Untuk menyelesaikan masalah lingkungan tersebut manusia menggunakan pikiran, perasan dan kehendaknya. Oleh karena itu masyarakat yang tinggal pada daerah sekitar pantai lebih cenderung untuk menjadi nelayan sebagai sumber utama pencaharinya, Soekarno (Zulhijas Kasim, 2005:13). Mulyadi (2005:7) membedakan nelayan dalam tiga kelompok yaitu, nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang
23
dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain. Nelayan adalah orang yang mata pencaharianya utamanya adalah menangkap ikan, baik di laut, teluk atau danau maupun sungai, dengan menggunakan perahu atau kapal dan dengan berburu atau menggunakan perangkap. Mereka umumnya tinggal dan berdomisili secara menetap di daerah pantai dan membentuk suatu komunitas nelayan. Mereka adalah orang-orang yang begitu gigih dan akrab dengan kehidupan di laut yang arusnya keras. Pengetahuan tradisionalnya tentang ekologi kelautan merupakan bagian dari kehidupan mereka yang sifatnya turun temurun. Para nelayan ini sangat percaya, betapapun kuatnya tantangan itu, laut tetap menawarkan barbagi kemungkinan, serta memberikan peluang dalam mencari nafkah. Untuk memperoleh ikan mereka harus berjuang dan perlu keyakinan, keuletan dan teknologi tersendiri Muhlis (yudisman,200:11). Menurut H. Scott Gordon (Yudisman, 2005:12) nelayan adalah “ orang yang malakukan penagkapan ikan baik di perairan laut maupun di perairan umum, dengan menggunakan seperangkat alat tangkap ikan. Usaha nelayan menagkap ikan di laut tergolong usaha ekstraktif, secara klasik disebut pengumpulan atau sammel wirschsft”.
24
Bekerja sebagai nelayan merupakan pekerjaan yang cepat mendatangkan hasil. Bagi nelayan hari ini bekerja, hari ini pula mereka dapat segerah melihat hasilnya. Namun tidak semua nelayan bernasib mujur. Adakalanya mereka tidak berhasil sama sekali. Oleh karena dalam usaha mencukupi kebutuhan rumah tangga, para nelayan harus bekerja keras menangkap ikan di laut, yang selanjutnya menjual ikan tersebut kepada juragan. Ikan hasil penangkapan itu pada situasi di laut yang penuh dengan ketidak pastian dan penuh dengan suasana kompetitif, sehingga hasilnya pun juga sangat berfariatif Achison (Yudisman 2005:12). Berdasarkan kondisi dan latar belakang ekonomi mereka, maka pekerjaan sebagai nelayan dapat dibedakan menjadi beberapa status atau posisi yang berkaitan dengan yang lainnya. Jumlah personil yang terlibat langsung operasi dalam penagkapan ikan di laut, berbeda dan tergantung jenis alat tangkap, jenis dan besar kecilnya kapal atau perahu yang digunakan nelayan. H. Kemiskinan Masyarakat Nelayan Kemiskinan pada masyarakat nelayan tidak berdiri sendiri. Kemiskinan nelayan adalah kemiskinan kultural dan juga kemiskinan struktural. Mereka miskin karena mereka memang miskin secara budaya (sumber daya,mindset, mental dan semua aspek internal mereka) dan mereka miskin karena faktor eksternal (kebijakan, intervensi pasar dan semua kebijakan di luar kendali nelayan).
25
Penelitian yang dilakukan oleh Mubyarto (Yudisman 2005:13-14) tentang kemiskinan masyarakat nelayan yaitu sebagai berikut: Mengenai dua daerah desa pantai di Kabupaten Jepara (Jawa Tengah) mengungkapkan bahwa pekerjaan sebagai nelayan tidak diragukan lagi, merupakan pekerjaan yang sangat berat maka para nelayan cenderung mendramatisasikan atau menampilakan keadaan kemiskinan mereka itu dalam bentuk sukarnya penghidupan dan kecilnya pendapatan mereka. Pada umunya taraf hidup nelayan terutama yang menangkap ikan secara tradisional, termasuk paling rendah. Apalagi dengan masuknya teknologi modern pukat harimau dan program motorisasi perahu nelayan telah mengakibatkan pengurasan ikan yang serius di daerah pesisir. Hal ini menyebabkan perahu layar tradisional mengalami penurunan terhadap jumlah ikan yang di tangkap setiap perahu dalam keseharinnya. Akibat kehidupan mereka sering mengalami kekurangan serta berada dekat dengan garis kemiskinan (batas subsitensi) dan menjadi sasaran permainan cuaca serta tuntutan dari pihak luar William L. Collier (Yudisman 2005:14). Dalam kacamta (Kusnadi 2003:14), kemiskinan dan rendahnya derajat kesejahteraan sosial sebagai besar menimpa nelayan tradisional atau nelayan buruh, dimana nelayan merupakan kelompok social yang menempati lapisan sosial paling miskin dibandingkan kelompok social lainya. Masalah ini tidak hanya menggunggu proses pembangunan nasional tetapi juga menimbulkan kerawanan sosial
dan
26
hambatan pengembangan sumber daya manusia berkualitas untuk menunjang keberhasilan pembangunan bangsa dimasa depan. Berdasrkan uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan pada masyarakat masyarakat nelayan seperti keadaan alam yang buruk, bantuan pemerintah yang tidak tepat sasaran, terbatasnya modal, adanya kebiasaan-kebiasaan nelayan yang sulit, faktor pengetahuan dan keterampilan, faktor lingkungan dan cuaca yang tidak menentu serta faktor sarana dan alat tangkap yang dimiliki masih sangat sederhana dan tradisional. I. Penelitian Releven Pembicaraan- pembicaraan mengenai persoalan kemiskinan diakui sudah banyak di lakukan oleh insan peneliti maupun akademis, dan topik yang di angkatpun sangat beragam. Dari sekian data yang di lakukan terungkap berbagai penelitian yang membahas mengenai penyebab kemiskinan pada masyarakat nelayan. Karya-karya yang mengungkap tentang faktor-faktor penyebab kemiskinan pada masyarakat nelayan yang berhasil saya rangkum adalah Anas Tain dalam jurnal sosiohumaniora, Vol, 15 nomor.01 tahun 2013, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor dominan penyebab kemiskinan rumah tangga nelayan motor temple di wilayah tangkep lebih jawa timur bahwa terdapat 15 faktor dominan penyebab kemiskinan rumah tangga nelayan kecil di wilayah tangkep yaitu faktor kelembagaan yang merugikan nelayan kecil, pandangan hidup yang berorientasi akherat saja,
27
keterbatasan sumber daya ,ketidak sesuaian alat tangkap, rendahnya investasi, terkait utang, perilaku boros, keterbatasan musim penangkapan, kerusakan ekosistem, penyerobotan wilayah tangkap, lemahnya penegakan hokum, kompotisi untuk mengungguli nelayan lain, penggunaan alat/bahan terlarang, perilaku penampakan. Fatmawaty Ishak dalam jurnal ilmu social Vol.4 No.07 tahun 2013 terungkap bahwa nelayan molotabu masih tergolong nelayan tradisional dengan menggunakan alat-alat tangkap sederhana dengan kondisi ekonomi keluarga relative kecil, Nelayan Molotobu banyak melakukan verifikasi pekerjaan untuk menopang kebutuhan hidup rumah tangga nelayan, sebab dengan hasil melaut belum dapat memenuhi semua kebutuhan ekonomi keluarga nelayan serta sebagian nelayan yang beralih sebelum, sementara dan sesudah beralih profesi menghasilkan ekonomi yang lebih baik. Fajriadi, Abu Bakar Hamzah, Mohd. Syeshalad dalam jurnal ilmu ekonomi Vol.22 No.31 tahun 2013 mengungkapakan bahwa analisis probabilitas kemiskinan nelayan di kota Banda Aceh, yaitu semakin besar pendapatan yang diperoleh nelayan, semakin besar pula probabilitas mereka termaksut kategori tidak miskin, nelayan yang menempati rumah sendiri dengan jumlah anggota kelurga yang sudah bekerja relatif banyak dan memiliki armada tangkap sendiri akan cenderung termaksud kategori tidak miskin, semakin sedikit jumlah anggota keluarga semakin besar probabilitas nelayan tersebut menjadi tidak miskin, dan semakin besar modal kerja yang digunakan perhari melaut semakin besar probabilitas seseorang nelayan termaksud kategori tidak miskin.
28
Bedanya dengan penelitian ini yaitu faktor-faktor penyebab kemisinan pada masyarakat nelayan adalah kemiskinan cultural dan kemiskinan structural. Kemiskinan cultural ditandai dari adanya sikap malas, gaya hidup boros sedangkan kemiskinan structural adalah kemiskinan yang ditandai dengan masih rendahnya kaulitas sumber daya manusia nelayan, sehingga meskipun di lingkungan tempat tinggal mereka terdapat sumber daya alam yang berkualitas, namun karena sumber daya manusia rendah, maka sumber daya tersebut tidak dapat dikelolah secara optimal. J. Kerangka Pikir Desa Lohia memiliki kekayaan laut yang beraneka ragam, baik berupa sumber daya alam yang dapat pulih dan sumber daya alam yang tak dapat pulih. Salah satu sumber daya yang dapat pulih dan merupakan potensi yang dimiliki oleh Desa Lohia adalah perikanan. Dengan potensi yang sangat memadai masyarakat Desa Lohia tidak luput dari kemiskinan. Munculnya kemiskinan di Desa Lohia tentunya di sebabkan oleh beberapa faktor. Masyarakat nelayan merupakan salah satu bagian masyarakat yang hidup dengan mengelola potensi sumber daya perikanan. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, masyarakat nelayan mempunyai karateristik sosial tersendiri yang berbeda dengan masyarakat yang lainya.
29
Kemiskinan masyarakat nelayan adalah kemiskinan cultural dan juga kemiskinan structural. Mereka miskin karena memang miskin secara budaya (sumber daya, mindset, mental dan semua aspek internal mereka) dan mereka miskin karena faktor eksternal (kebijakan, intervensi pasar dan semua kebijakan di luar kendali nelayan). Berikut ini ada beberapa faktor penyebab kemiskinan pada masyarakat nelayan Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna, yaitu sebagai berikut: 1) kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinankan nelayan maelaut sepanjang tahun yaitu keadaan dimana masyarakat nelayan tidak mampu melakukan aktifitasnya sebagai seorang nelayan yaitu melaut karena dalam setiap tahun ada bulan-bulan yang tidak memungkinkan bagi mereka masyarakat nelayan untuk mencari ikan di laut disebabkan kondisi alam yang tidak stabil, 2). Keterbatasan kualitas sumber daya alam manusia nelayan yaitu tidak adanya kemampuan atau ketrampilan yang dapat dilakukan oleh masyarakat nelayan selain melakukan atau menjelaskan profesinya sebagai seorang nelayan, 3). Sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang perantara yaitu lemahnya posisi nelayan dalam pemasaran, dimana nelayan tidak memiliki akses terhadap pasar, kelemahan posisi tersebut menyebabkan margin keutungan pemasaran lebih banyak jatuh ke pedagang dan bukan ke nelayan ataupun pembudidaya ikan, 4). Terbatasnya peluang kerja disekitar non perikanan yang tersedia di desa nelayan yaitu tidak adanya lapangan pekerja lain yang dapat dijalankan oleh masyarakat nelayan dan
30
kurangnya pengetahuan dan ketrampilan mereka, 5). Keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan yaitu tidak adanya uang atau harta lain yang bisa dijadikan sebagai suatu modal usaha serta kurangnya pengetahuan tentang teknologi penangkapan, 6). Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki yaitu terbatasnya pola pikir seseorang tentang suatu usaha tidak adanya kreatifitas untuk mengubah pola hidup lebih baik. Upaya –upaya penanggulangan kemiskinan dengan berbagai program atau kegiatan dari pemerintah bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian. Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus di hasilkan atas usaha sendiri ( yang hasilnya dapat di pertukarkan pada pihaklain). Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, membangun kemampuan untuk memajukan diri kearah kehidupan yang lebih baik secara sinambung.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian ini akan di laksanakan di Desa Lohia dan waktu Penelitian yang di rencanakan berlangsung setelah proposal ini di seminarkan. Tahap-tahap atau prosedur penelitian ini meliputi perencanan, penelitian, dan pengelolaan data. B. Jenis dan Pendekatan Penelitin Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif artinya penelitian dilakukan secara mendalam serta menggunakan pendekatan deskriptif yang bermaksud untuk mendapatkan gambaran umum tentang kemiskinan pada masyarpakat nelayan di desa Lohia, kec. Lohia, Kab. Muna. C. Fokus Penelitian Dengan luasnya penelitian dalam lapangan maka peneliti membuat batasan penelitian agar peneliti dapat lebih fokus, adapun fokus dalam penelitian ini yaitu Penyebab kemiskinan pada masyarakat nelayan di Desa Lohia, Kec. Lohia, Kab. Muna. D. Teknik Penentuan informan Informan penelitian pada penelitian ini dapat dengan menggunakan teknik purposive yaitu teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu. Informan kunci penelitian ini sebanyak 5 orang nelayan dan informan pendukung dalam penelitian
31
32
ini adalah kepala Desa sebanyak 1 orang serta informan pendukung lainnya yang releven dengan penelitian ini. E. Teknik Pengumpulan data 1. Wawancara yaitu:teknik pengumpulan data dengan cara melakukan dialog atau tanya jawab langsung dengan masyarakat nelayan. 2. Observasi yaitu: penulis mengadakan pengamatan langsung ke lapangan atau lokasi penelitian dengan melihat secara langsung, dengan menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa penelitian sedang melakukan penelitian. 3. Dokumen yaitu: dengan mengumpulkan data melalui keterangan secara tertulis yang merupakan dokumen- dokumen yang ada hubunganya dengan data yang dibutuhkan dalam peneliti F. Teknik analis data Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis sebelum memuaskan,maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles dan Huberman, mengungkapakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaksi dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas. Dalam penelitian ini akan digunakan model deskripsi naratif menurut Miles dan Huberman Dalam Sugiono (2011: 334) yang melalui empat yaitu:
33
1. Pengumpulan data (data collection) 2. Reduksi data (data reduction) 3. Penyajian data (data display), dan 4. Penarikan kesimpulan (conclusions verifying)
Data Collection
Data Display
Data Reduction Conclusions : drawing/verifying
34
1.
Pengumpulan data Pengumpulan data disini diartikan sebagai proses pengumpulan data atau
penyatuan semua informasi- informasi serta data yang diperlukan dalam proses penelitian yang sebelumnya melalui tahap atau metode pengumpulan data, adapun metode pengumpulan data tersebut antara lain: observasi, wawancara maupun dokumen. 2.
Reduksi data ( Data Reduction) Teknik analisi ini dilakukan dengan mencatat secara teliti dan rinci, dan
merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari temanya yang sesuai dengan topik penelitian dengan demikian data telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah penelitian untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya,bila diperlukan. 3. Penyajian data (Data Display) Teknik analisis ini dilakukan sebagai penyajian data hasil dari reduksi data, dan penyajian data ini akan dibuat dalam bentuk uraian singkat. 4. Penarikan kesimpulan (Verication) Teknik analisis data yang dilakukan dengan menarik kesimpulan dari data telah diperoleh oleh peneliti selama berada dilapangan.
35
G. Teknik pengecekan keabsahan Data Dalam penelitian ini akan dilakukan pengecekan keabsahan data melalui: 1. Kredibilitas Data Kredibilitas berbicara mengenai proses dan hasil penelitian dapat diterima atau dipercaya. Teknik pengecekan keabsahan data ini akan dilakukan dengan cara yaitu: a.
Perpanjangan ini dilakukan dengan cara memperpanjang waktu penelitian dilapangan, agar data hasil penelitian lebih dapat diperaya, dengan melakukan wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun baru, untuk menguji data yang telah diperoleh dilapangan sebelumnya.
b.
Meningkatkan ketekunan Teknik ini dilakukan dengan melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan, dengan demikian maka kepastian data dan urutan peristiwa penelitian akan dapat direkam secara pasti dan sistematis, dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil peneliti atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.
c. Triangulasi Teknik ini dilakukan dengan pengecekan data dari berbagi sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.
36
d.
Menggunakan bahan referensi Yang dimaksud dengan bahan referensi di sini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang ditemukan oleh peneliti, oleh karena itu peneliti akan menggunakan kamera, handycam, dan alat rekam suara agar data dalam laporan lebih dapat dipercaya.
e.
Menggadakan member Check Teknik ini dilakukan dengan proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data,dan apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya data yang diperoleh tersebut valid dan akan dilakukan setelah mendapat suatu temuan atau kesimpulan.
2. Dependabilitas Data Teknik pengecekan keabsahan data ini akan dilakukan dengan cara yaitu mengaudit keseluruhan proses peneliti, yang dilakukan oleh pembimbingan untuk
mengaudit
terhadap
keseluruhan
proses
peneliti
yang telah
dilaksanakan. 3. Konfirmabilitas Data Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil peneliti dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. 4. Transferabilitas Data Teknik pengecekan keabsahan data ini akan dilakukan denga cara yaitu memberikan uraian yang lebih, rinci jelas,sistemati, dan dapat dipercaya sehingga pembaca dapat memahami secara jelas atas hasil peneliti tersebut,
37
sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil peneliti tersebut ditempat lain. H. Definisi Operasinaal Adapun yang menjadi definisi operational dalam penelitian ini yaitu: a. Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana keluarga atau anggota masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar sebagai anggota masyarakat lain pada umunya. b. Faktor penyebab kemiskinan yaitu 1. Kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinan nelayan melaut sepanjang tahun yaitu keadaan dimana masyarakat nelayan tidak mampu melakukan aktifitasnya sebagai seorang nelayan yaitu melaut karena dalam setiap tahun ada bulan-bulan yang tidak memungkinkan bagi mereka masyarakat nelayan untuk mencari ikan di laut disebabkan karena kondisi alam yang tidak stabil. 2. Keterbatasan kualitas sumber daya manusia nelayan yaitu tidak adanya kemapuan atau ketrampilan yang dapat dilakukan oleh masyarakat nelayan selain melakukan atau menjalankan profensinya sebagai seorang nelayan. 3. sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang perantara yaitu lemahnya posisi nelayan dalam pemasaran, dimana nelayan tidak memiliki akses terhadap pasar. Kelemahan posisi tesebut menyebabkan margin keutungan pemasaran lebih banyak jatuh ke pedagang dan bukan ke nelayan ataupun pembudidayan ikan.
38
4. Terbatasnya peluang kerja disektor non-perikanan yang tersedia di desa nelayan yaitu tidak adanya lapangan pekerjaan lain yang dapat dijalankan oleh masyarakat nelayan dan kurangnya pengetahuan dan ketrampilan mereka. 5. Keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan yaitu tidak adanya uang atau harta lain yang bisa dijadikan sebagai suatu modal usaha serta kurangnya pengetahuan tentang teknologi penangkapan. 6. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki yaitu terbatasnya pola pikir seseorang tergantung suatu usaha dan tidak adanya kreaktifitas untuk mengubah pola hidup yang lebih baik. c.
Masyarakat nelayan adalah orang yang mempunyai mata pencaharian menangkap ikan di laut dengan menggunakan alat tangkap dan armada yang masih sederhana dan masih bersifat tradisional.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Keadaan Geografis Desa Lohia merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Muna yang terletak melintang dari utara ke selatan antara 4 0 51 0 LS - 4 0 57’LS dan membujur dari barat ke timur antara 122 0 39 BT - 122 0 40’BT. Luas wilayah Kecamatan Lohia sekitar 49,81Km², dengan keadaan wilayah berbukit dan berbatu.Desa ini berjarak 18 km dari Ibukota kabupaten yang dapat ditempuh dengan kendaraan darat dalam waktu tempuh ± 3/4 menit. Desa Lohia secara administrasi termaksud wilayah Kecamatan Lohia Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara dengan luas wilayah 49,81 Km yang masing-masing memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara : Kecamatan Duruka 2. Sebelah Selatan : Kecamatan Tongkuno 3. Sebelah Timur : Selat Buton 4. Sebelah Barat : Kecamatan Kontunaga B. Keadaan Demografis 1.
Jumlah Penduduk Berdasarkan registrasi penduduk tahun 2014, penduduk Desa Lohia
sebanyak 1735 jiwa dengan jumalah Kepala Keluarga Sebanyak 535 KK.
39
40
2. Komposisi Penduduk Menurut umur dan Jenis Kelamin Adapun komposisi penduduk umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada table berikut: Tabel 1. Komposisi Penduduk MenurutUmur dan Jenis Kelamin NO
Komposisi umur
Jenis Kelamin
Jumlah ( jiwa)
(tahun)
Laki-Laki
Perempuan
1.
0-14
504
210
714
2.
14-64
318
480
798
3.
>64
125
98
223
947
788
1735
Jumlah Sumber: Data Primer Juni 2015
Berdasarkan tabel diatas, menunjukan bahwa penduduk di Desa Lohia didominasi usia produktif sebesar 480 jiwa, sebaliknya atau golongan umur belum produktif sebanyak 210 jiwa atau sebaliknya sedangkan untuk umur golongan umur yang kurang produktif sebanyak 98 jiwa. 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Sesuai dengan keadaan alam lingkungan Desa Lohia yang dikelilingi oleh laut yang sangat potensial dengan sumber daya mata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan dijadikan sebagai mata pencaharian pokok yang dijalani selama ini. Untuk mengetahui lebih jelas mata pencaharian oleh penduduk yang ada di Desa Lohia dapat dilihat pada table dibawah ini:
41
Tabel 2. Penduduk Desa Lohia Menurut Mata Pencaharian No
Mata Pencaharian
Jumlah
Presentase(%)
1.
Pegawai Negri Sipil
12
2,04
2.
Nelayan
482
5,99
3.
Wiraswasta
46
7,48
4.
Pertukangan
9
3,18
5.
Pedagang
20
2,80
6.
Petani Rumput Laut
30
10,60
Jumlah
559
100
Sumber: Data primer juni 2015 Berdasrkan tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa penduduk Desa Lohia yang bermata pencaharian terbanyak adalah nelayan sebanyak 482 jiwa atau 59,99%, dan pegawai negri sipil yakni 12 atau 2,04%, kemudian petani rumput laut sebanyak 30 jiwa atau 10,60%, wiraswasta sebanyak 46 atau 7,84%, sedangakan mata pencaharian terendah adalah pertukangan 9 jiwa atau 2,80%, dan pedagang sebanyak 20 atau 2,80%. Dari tabel tersebut jelas bahwa penduduk Desa Lohia sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai nelayan alam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan melakukan penangkapan ikan sebagai aktivitas setiap hari.
42
4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam berfikir dan bertindak terutama yang berhubungan dengan keseuaian pekerjaan yang akan dikerjakannya. Pendidikan yang relative tinggi akan lebih mendorong untuk bekerja dengan menggunakan teknik-teknik yang lebih terampil dan dinamis menjalankan aktivitas keseharian. Dalam rangka memperluas kesempatan untuk memperoleh pendidikan, perlu
memperhatikan
dan
memberikan
kesempatan
belajar
sekaligus
meningkatkan pengetahuan khususnya bagi anak-anak usia sekolah. Untuk itu dalam upaya memperluas jangkauan wajib belajar di Desa Lohia maka perlu dibangun adanya sarana prasarana serta lembaga-lembaga pendidikan formal. Lembaga pendidikan formal yang ada di Desa Lohia saat ini baru masih sebatas SD dan SLTP. Keadaan pendidikan masyarakat desa Lohia khususnya pada tingkat sekolah Dasar (SD) cukup terjamin karena sarana pendidikan pada sekolah dasar tersedia secara memadai. Dan begitu pula dengan tingkat sekolah dasar (SLTP) cukup terjamin karena sarana pendidikan pada sekolah dasar secara memadai. Dengan sarana pendidikan yang tersedia tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Tapi disisi lain untuk sarana pendidikan SLTA di Desa Lohia belum tersedia sehingga bagi murid-murid yang telah tamat SD dan SLTP yang ingin melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi harus menempuh jarak yang lumayan jauh.
43
Dalam penelitian ini tingkat pendidikan yang dimaksud adalah tingkat pendidikan formal yang diperoleh dan ditamatkan oleh penduduk desa Lohia. Untuk lebih jelasnya tingkat pendidikan tersebut disajikan pada tabel berikut: Tabel 3. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Lohia tahun 214 NO
Tingkat Pendidikan
Jumlah (jiwa)
Presentase(%)
1.
Tidak Tamat SD
53
6,81
2.
Tamat SD
221
28,41
3.
Tamat SLTP/sederajat
45
5,59
4. 5.
Tamat SLTA/sederajat
37
4,47
Perguruan Tinggi
9
1.12
365
100
Jumlah Sumber: Data Primer Juni 2015
Pada tabel 3 diatas menunjukan bahwa masyarakat yang ada di Desa Lohia bahwa tidak tamat SD sebanyak 53 jiwa atau 6,81% dan tamat SD sebanyak 221 jiwa atau 28,41%, kemudian tamat SLTP sebanyak 45 jiwa atau 5,59%, tamat SLTA sebanyak atau 4,47% dan perguruan tinggi sebanyak 9 jiwa atau 1,12%. 6. Komposisi Penduduk Menurut Agama Dalam rangka mewujudkan hakekat manusia Indonesia seutuhnya dan untuk meningkatkan kualitas manusia khussnya dibidang Agama, maka perlu ada perhatian, khususnya kearah itu. Desa Lohia yang mayoritas pendudunkya beragama islam perlu dibaringi usaha-usaha pembagunan sarana peribadahan. Pada umumnyaa masyarakat Desa Lohia memiliki rasa kekuluargan yang tinggi sehingga kegiatan-kegiatan pembagunan selalu dengan semangat gotong royong.
44
Hal ini karena rasa kesatuan dan persatuan diantara warga, sehingga hubungan antara yang satu dengan yang lainnya sangat akrab. Partisipasi masyarakat dalam pembagunan khususnya pembangunan dibidang keagaman sangat tinggi. Salah satu bukti bahwa di Desa Lohia telah di bangun mesjid yaitu mesjid at,aqwa. Hal ini dikarenakan seluruh penduduk masyarakat yang berdomosili di Desa Lohia yang berjumlah 1735 jiwa (100%) memeluk agama islam. C. Keadaan sosial Budaya Dalam rangaka pelaksanaan nasional, pemerintah telah mengupayakan berbagai usaha guna tecapainya kesejahteraan masyarakat. Arti yang luas tentang keadaan social budaya masyarakat desa Lohia, menyangkut berbagai segi baik pada bidang kesehatan, pendidikan, kaeamanan keluarga berencana segi agama ketertiban masyarakat dan lainya sebagainya. D. Karateristik Ekonomi 1. Pendapatan Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga pada umumnya bekerja sebagai nelayan. Sebagian besar nelayan menggunakan prasarana penangkapan ikan berupa kapal atau perahu bermotor, selebihnya menggunakan perahu layar atau yang tidak menggunakan perahu temple. Golongan nelayan tersebut dapat dikatakan sebagai nelayan, mereka masih tergantung pada keadaan alam sekitar dan mengandalkan tenaga manusia mendayung menuju ke daerah sasaran penangakapan ikan.
45
Selanjutanya hasil pekerjaan sebagai nelayan diperoleh yang bervariasi bagi masing-masing nelayan, bila jumlah penghasilan mereka dirata-ratakan selama satu bulan maka hasilnya dapat dilihat pada table berikut: Tabel 4. Jumlah Pendapatan rata-rata perbulan No
Penghasilan (Rp)
Jumlah
Presentase(%)
1.
250.000- 500.000
2
4,73
2.
500.000- 750.000
2
5,25
3.
Lebih dari 750.000
1
2
5
100
Jumlah Sumber: Data Primer Juni 2015
Dari table terlihat bahwa nelayan yang memperoleh pendapatan antara Rp. 250.000 sampai Rp, 500.000 sebanyak 2 orang atau 4,73 persen, sedangkan yang memperoleh pendapatan rata-rata Rp. 500.000 sampai Rp. 750.000 sebanyak 2 orang atau 5,25 persen dan sisanya 1 orang nelayan memperoleh pendapatan ratarata diatas Rp. 750.000. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan rata-rata perbulannya dapat digolongkan berpendapat sedang. 2. Jumlah Tanggungan Dalam Keluarga Dalam hubungan dalam karateristik ekonomi terutama tingkat pendapatan responden, jumlah tanggungan dalam keluarga sangat berpengaruh dalam upaya pemenuhan kebutuhan keluarga secara mandiri. Jumlah tanggungan keluarga yang relatif besar dengan tingkat pendapatan yang relative kecil mengakibatkan alokasi
46
pendapatan tidak dapat didistribusikan secara merata dimana para responden tentunya akan mendahulukan pemenuhan kebutuhan yang sangat mendasar seperti makanan dan pakain yang pada akhirnya mengorbankan pemenuhuhan kebutuhan lain seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Dari hasil penelitian penulis diketahui bahwa mayoritas jumlah tanggungan dalam keluarga antara 4 sampai 5 orang seperti dipaparkan pada table berikut: Table 5. Jumlah Tanggungan Dalam Keluarga. No
Tanggungan Dalam Keluarga
Jumlah
Presentase(%)
1.
1-4
2
4,73
2.
4-5
2
5,25
3.
5 ke atas
1
2
5
100
Jumlah Sumber: Data Primer Juni 2015
Berdasrkan table 5 di atas menunjukan bahwa jumlah tanggungan keluarga yang terbesar adalah 5 orang keatas dan yang terkecil adalah satu orang, dengan jumlah tanggungan rata-rata lima orang. Hasil penelitian menggambarkan beban ekonomi yang harus ditanggung nelayan tergolong relative berat. 3.
Faktor Penyebab Kemiskinan Pada Masyarakat Nelayan di Desa Lohia Pembangunan dibidang perekonomian merupakan salah satu dari tujuan
pembangunan nasional, namun hal itu selalu diperhadapkan dengan berbagai masalah yang merupakan kendala dalam pelaksanaan pembangunan. Masalahmasalah tersebut diantaranya adalah kemiskinan dan kesejangan. Termaksud di
47
dalamnya adalah kesejangan pendapatan dan belum adanya pemerataan pembangunan yang menyentuh seluruh kalangan masyarakat bahkan sebagai besar dari hasil pembangunan dinegeri ini diamati oleh masyarakat kalangan atas. Kenyataan tersebut diatas menyebabkan masalah klasik yakni kerusakan dan kesejangan dikalangan masyarakat semakin sulit untuk menemui solusinya. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya masyarakat golongan miskin yang terbesar diberbagai daerah ditanah air,baik dipedesan maupun diperkotan. Namun kenyataan masyarakat yang tergolong miskin banyak ditemukan di Nelayan dipedesaan. Khususnya di Sultra salah satu wilayah yang dihuni oleh masyarakat miskin adalah Desa Lohia yang merupakan wilayah pesisir pantai dan hampir 100% penduduknya bekerja sebagai nelayan. Potensi alam berupa kekayaan laut yang dimilik di Desa ini, tentu saja berpeluang untuk membantu masyarakat dalam memperbaiki tingkat kesejahtraan, namun pada kenyataannya tidak demikian. di Desa ini masih banyak ditentukan Nelayan yang hidup miskin dan terbelakang. Berdesarkan hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa Faktor Penyebab Kemiskinan pada Masyarakat Nelayan khususnya di Desa Lohia adalah berupa factor internal dan eksternal, , kurangnya sumberdaya manusia, Adanya Faktor Kebijakan dari pemerintah dan fluktuasi iklim. Untuk Masyarakat Nelayan di Desa Lohia dapat diuraikan pada pembahasan sebagai berikut:
48
1. Faktor Internal dan Eksternal a. Faktor dari dalam induvidu (internal) Faktor dari dalam diri induvidu terdiri dari faktor fisik dan faktor psikis yang keduanya saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahakan antara satu dan yang lainnya. 1. Faktor fisik Faktor fisik yaitu meliputi kesehatan dimana proses kerja nelayan akan terpengaruh jika kesehatan terganggu. Agar nelayan dapat bekerja dengan baik, maka harus mengusahakan kesehatan badan supaya dalam keadaan baik, sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Hal ini tidak dapat dicapai secara otomotis, sehat memerlukan pemeliharaan dan pembinaan semua faktor yang secara universal mempengaruhinya. Seperti yang disampaikan oleh salah satu informal yang mengatakan bahwa. “Iya kalau kami kurang sehat sudah pasti tidak turun memancing, maka akan mengurangi lagi pendapatan kita.”( Wawancara Bapak La saida,juni 2015). Berdasarkan kemiskinan wawancara nelayan diatas dapat diketahui bahwa satu factor penyebab kemiskinan masyarakat nelayan itu sendiri adalah yaitu faktor kesehatan karena kalau tidak sehat otomatis nelayan tidak turun malaut. 2. Faktor psikis Salah satu faktor yaitu kurangnya motivasi atau budaya masyarakat nelayan yang cenderung boros dan malas yang menimpa para nelayan sehingga tidak adanya keinginan untuk bekerja dan menyebabkan nelayan tersebut tetap
49
barada dalam kemiskinan. Serta kurangnya pendidikan dan sumber daya manusia nelayan. Karakteristik yang dimiliki oleh kepala keluarga yang diukur antara lain tingkat pendidikan, umur kepala keluarga, dan status social dalam pekerjaan. Minimnya kemampuan, keterampilan, bagi para nelayan dari berbagai faktor penyebab kemiskinan tidak mudah dan tidak jelas harus mulai dari titik mana. Ketidak mampuan kerja yang dimiliki, seharusnya bisa diatasi secara merata dengan upaya penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat nelayan miskin yang tidak memiliki keterampilan, namun pada saat ini masih banyak Masyarakat Nelayan masih berada dibawah garis kemiskinan, seperti yang dialami oleh para nelayan yang ada di Desa Lohia yang masih memiliki banyak kekurangan. Seperti yang disampaikan oleh salah satu informal yang mengatakan bahwa: “Iya mungkin juga salah satu yang membuat kehidupan kita seperti ini karena kurangnya pengetahuan yang kita miliki, kita yang hanya sebatas sekolah Dasar (SD) saja,selain itu jumlah tanggungan untuk kehidupan sehari-hari sudah sangat susah untuk mencukupi setiap harinya pada akhirnya kita nelayan kecil susah untuk dapat pekerjaan yang baik, tidak ada kerjaan lain yang bisa saya kerjakan apalagi kalau kadang-kadang kita malas untuk turun dilaut mau cari ikan biasa, apalagi kalau keras ombak atau terang bulan itu juga berpengaruh pendapatan kehidupan kita.” (Wawancara Bapak La sinu juni 2015). Berdasarkan uraian wawancara diatas dapat diketahui bahwa faktor utama yang menyebabkan kemiskinan masyarakat nelayan itu sendiri adalah karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki serta fasilitas lapangan kerja bagi para nelayan yang ada di desa Lohia, selain itu juga karena faktor kemalasan yang terkadang dialami pada nelayan itu sendiri, hal inilah yang semakin menjadikan nelayan hidup dalam keadaan miskin dan terkadang dengan
50
keadaan cuaca yang buruk tidak menentu membuat para nelayan tidak turun melaut hal inilah yang membuat kehidupan nelayan masih saja tetap miskin. Bekerja sebagai nelayan merupakan pekerjaan yang sangat erat hubungannya dengan alam yaitu laut, selain keberhasilan nelayan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan sangat tergantung pada keadaan ekosistem laut dan cuaca. Selain itu yang menjadi penyebab lain yaitu banyak mengalami kerusakan terumbu karang seperti halnya di Desa Lohia adalah salah satu factor penyebab karena semakin berkurangnya tangkapan para nelayan yang berakibat terhadap pendapatan ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masarakat nelayan lain yang menggunakan alat tangkap yang canggih dan merusak kehidupan ikan dan biota laut lainnya. Seperti yang disampaikan oleh salah satu informal yang mengatakan bahwa: “Laut disekitar Lohia ini sudah banyak mengalami kerusakan terutama terumbu karangnya sebagai tempat berlindun dan biaknya ikan telah mengalami kehancuran akhirnya ikan yang ada disekitar laut ini sudah tidak ada lagi. Dan sebenarnya rusaknya laut yang ada disini sebenarnya ulah nelayan sendiri yang pakai bom ikan atau racun akhirnya bukan saja ikan yang mati tapi karang ikut hancur juga karena dengan cara itu bisa mendapatkan hasil tangkapan yang cukup setiap harinya.(Wawancara La sema, juni 2015). Berdasarkan uraian wawancara diatas dapat diketahui bahwa keruskan biota laut dan terumbu karang di perairan Lohia disebabkan karena oleh ulah nelayan itu sendiri. Sebagian besar nelayan hanya memikirkan sesaat untuk memperoleh hasil tangkapan yang banyak tanpa mempertimbangkan masa depan biota laut yang ada. Mereka adalah nelayan yang menggunakan jalan pintas untuk mendapatkan ikan banyak dengan cara membom atau meracuni ikan, namun hasil
51
yang dimiliki tidak dapat menutupi kehidupan setiap harinya karena dengan menggunakan cara itu mereka bisa mencukupi kehidupan setiap harinya, hal inilah yang menyebabkan kurangnya kesadaran yang dimiliki dari dalam diri seseorang untuk tetap bisa bertahan hidup, selain itu adapula faktor lain yaitu yang mempengaruhi kemiskinan yaitu karena kurangnya keterampilan, pengetahuan dan minimnya pendapatan yang diperoleh setiap harinya. 3.
Faktor luar dari induvidu (eksternal)
1. Lokasi penangkapan ikan Lokasi yang menjadi tempat penangkapan ikan masih dalam ranah wilayah desa Lohia saja, sehingga jumlah ikan yang didapatkan tidak banyak. Nelayan desa Lohia belum berani keluar daerah untuk melakukan penangkapan ikan dikarenakan keterbatasan alat-alat yang digunakan. Seperti yang disampaikan oleh salah satu informal yang mengatakan bahwa: “kita nelayan disini belum untuk keluar mencari ikan ditempat yang lebih jauh karena keterbatasan fasilitas. Apalagi kitakan masih dominan memakai perahu dayung. Kita masih takut untuk keluar kedaerah yang lebih jauh”.(Wawancara Bapak La hauli, Juni 2015). Dari pernyataan informan diatas menyatakan bahwa mereka masih belum punya keberanian untuk mencari ikan didaerah yang lebih jauh dikarenakan fasilitas mereka belum memadai. 2. Alat-alat penangkapan Alat tangkap ikan merupakan salah satu sarana pokok penting dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan secara optimal dan
52
berkelanjutan. Nelayan desa Lohia belum menggunakan alat-alat modern. Alatalat nelayan desa Lohia masih tergolong alat-alat yang konfesional,misalnya seperti tali pancing, jaring, pukat. Banyaknya hasil yang diperoleh nelayan responden tergantung jenis alat tangkap yang di gunakan oleh nelayan antara lain pancing dan pukat. Nelayan seringkali menggunakan alat tangkap lebih dari satu. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak. Jenis alat tangkap yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut: Table: 6. Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan: NO 1. 2. 3.
Jenis Alat Tangkap Pancing Pukat Jaring Jumlah Sumber: Data Primer diolah
Jumlah 5 4 6 15
Persentase (%) 40,00 16,67 43,33 100
Dari table diatas menunjukan bahwa sebanyak 5 orang (40,00%) menggunakan alat tangkap pancing,4 orang (16,67%) menggunakan pukat,dan 6 orang telah menggunakan alat tangkap jarring (43,33%). Jadi dari data diatas nelayan yang banyak menggunakan alat tangkap pancing. Hasil wawancara dengan salah seorang responden (La poane, 50 tahun, mengatakan bahwa: “Saya selalu memakai alat tangkap jaring dari pada alat tangkap yang lain karena alat tangkap jaring sangat sederhana untuk memakainya karena sederhana sehingga tidak banyak saya dapat ikan”( Wawancara Juni 2015).
53
Dari pernyataan informan diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden memilih alat tangkap jarring yang menurut mereka sangat sederhana dalam mengoperasikan padahal alat tangkap jaring ini sangat sedikit menghasilkan ikan menurut para nelayan. 3.
Pencemaran lingkungan Kemiskinan rumah tangga nelayan di Desa Lohia dapat terlihat pula oleh
adanya penurunan hasil tangkapan dan gagalnya usaha tambak para nelayan. Hal ini diduga akibat adanya pencemaran lingkungan dan pengrusakan terumbu karang karena pengeboman liar dalam menangkap ikan yang berlebihan. Selain itu pembungan sampah dilaut menyebabkan berkurangnya ikan, sehingga ikan-ikan yang dulunya bisa ditangkap nelayan kini tidak ada, sekaligus penyebab pencemaran sudah ditangani, namun dampaknya sampai saat ini masih dirasakan oleh para nelayan yaitu berupa penurunan hasil produksi nelayan. Seperti yang dikatakan oleh salah satu informan yang mengatakan bahwa: “Hasil penangkapan semakin susah setelah adanya pengeboman ikan yang merusak terumbu karang yang menyebabkan berkurangnya ikan. Sehingga kami para nelayan susah untuk mendapatkan ikan yang lebih banyak lagi ”. (Wawancara Bapak La poane, juni 2015). Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa akibat adanya pengeboman ikan dan pengrusakan terumbu karang membuat hasil tangkapan nelayan semakin menurun.
54
7. Upaya Penyimapangan Terhadap Bantuan Pada Nelayan Salah satu pihak yang diharapkan sangat berperan dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan dan membebaskan masyarakat dari lingkungan kemiskinan adalah pihak pemerintah, termasuk kemiskinan yang dialami oleh masyarakat nelayan di Desa Lohia sangat membutuhkan kepedulian dari pemerintah. Baik melalui dalam bantuan fisik berupa bantuan alat tangkap yang memadai sebagai alat produksi bagi nelayan juga bantuan-bantuan berupa dana yang langsung tunai untuk dipinjaman kepada nelayan sebagai modal dipakai secara bergiliran oleh masyarakat maupun dukungan mental berupa pemberian motifasi kepada masyarakat yang selama ini juga membutuhakan pengetahuan yang lebih baik dalam mengelola dan memanfaatkan biota laut, kesemuanya ini sangat dibutuhakan dari pemerintah. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perhatian pemerintah setempat dalam upaya-upaya menuntaskan kemiskinan masih minim atau masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari jenis bantuan yang diberikan oleh pemerintah justru timbul adanya ketidak adilan dimana bantuan yang diberikan pemerintah tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat nelayan, demikian pula interval waktu yang jauh antara pemberian bantuan yang satu dengan yang lainnya. Berikut ini hasil wawancara dari salah satu informan bernama Bapak La saida masalah bantuan-bantuan yang diberikan oleh pihak pemerintah setempat untuk mengurangi kemiskinan para nelayan. yang mengatakan bahwa: “Saya ini sudah lama menjadi seorang nelayan pencari ikan kira-kira 7 tahun lebih, tapi baru satu kali saya mendapatkan bantuan yang diberikan
55
secarang langsung oleh pihak pemerintah itupun yang saya terima alat tangkap pukat dengan pancinganya dan saya juga di berikan uang Rp 400.000, dan itu sudah lama sekali, padahal yang kami inginkan sebenarnya dari bantuan pemerintah itu sendiri adalah berupa mesin”. (wawancara La saida, juni 2015). Dari pernyataan informan tersebut diatas Nampak bahwa pihak pemerintah tetap memberikan bantuan kepada masyarakat nelayan di Desa Lohia tetapi bantuan yang diberikan tidak tepat atau tidak sesuai dengan kebutuhan para nelayan. Pemerintah memberikan bantuan yang berupa alat tangkap yang sangat sederhana yang hampir semua masyarakat nelayan memilikinya seperti pukat. Walaupun para nelayan yang ada di Desa Lohia masih tergolong miskin tetapi masih tetap memiliki harapan untuk tetap mengarungi laut lepas dengan memperoleh hasil tangkapan yang banyak. Dibandingkan para nelayan modern yang menggunakan alat tangkap yang canggih, tentu saja harapan bagi nelayan untuk mendapatkan bantuan yang lebih baik lagi dari pemerintah. Peralatan tangkap yang modern dan perahu bermotor yang kuat yang dapat menjamin kelemahan bagi para nelayan merupakan alat-alat utama yanag sangat dibutuhkan para nelayan untuk memperoleh hasil tangkapan yang banyak dan meningkatakan status sosialnya melalaui kesejahteran hidup. Seharusnya pemerintah sadar dan peka akan bantuan yang tepat guna dan tetap sasaran akan sangat membantu bagi pembangunan ekonomi rakyat khususnya kaum nelayan. Selain bantuan pemerintah yang tidak langsung menyentuh kebutuhan masyarakat nelayan terjadi pula penyimpangan oleh pihak-pihak yang terkait dalam memberikan bantuan, selain itu adapula masyarakat yang menilai bahwa
56
pemerintah sama sekali tidak adil dalam mendistribusikan bantuan-bantuan, seperti yang dinyatakan oleh informan berikut ini: “Kalau saya sendiri melihat pemerintah disini sangat tidak sepenuhnya bahkan tidak adil dalam memberikan bantuan kepada masyarakat apalagi ditempat saya tinggal, dalam memberikan bantuan kami melihat ada orang yang ekonominya masih dibilang mampu tapi mereka tetap mendapatkan bantuan, terus juga ada juga yang miskin kasian susah sekali untuk hidup sehari-hari tapi tidak dikasi bantuan malah tidak terdaftar di Desa. Jadi saya rasa pemerintah sangat tidak adil dalam mendistribusikan program-program bantuan yang belum merata untuk masyarakat kurang mampu/miskin”.(Wawancara Bapak La poane, juni 2015). Pernyataan informan di atas, mengisyaratkan bahwa masalah yang selalu menjadi hambatan dalam pendistribusian bantuan pemerintah pusat adalah terletak pada pemerintah yang paling rendah yakni pihak desa, masyarakat banyak yang mengeluhkan kalau pihak desa tidak berlaku adil dalam proses pendataan dimasyarakat dalam mendistribusikan bantuan yang akan diberikan oleh masyarakat miskin justru tidak memperoleh bantuan dari sisi lain ada beberapa penerima bantuan. Kondisi demikian memang sangat memprihatinkan padahal secara akal sehat pemerintah desa memiliki data yang lengkap mengenai karateristik masyarakat yang kurang mampu dalam penerimaan bantuan. Akan tetapi
rupanya telah menjadi hal umum dalam suatu pemerintah khususnya
ditingkat desa bahwa yang memiliki kedekatan emosional dan sekali mendukung pemerintah dalam hal menerima bantuan walaupun mereka bukanlah sebagai masyarakat dalam kategori miskin, begitipun sebaliknya masyarakat yang miskin namun tidak memiliki kedekatan kekeluargaan atau kekerabatan baik dengan pihak desa, dan tak jarang dari mereka mendukung program pemerintah
57
dikarenakan oleh kesibukan dalam mencari nafkah dan sebagainya sehingga mereka kerap sekali terlupakan untuk didaftar sebagai penerima bantuan. Hal-hal demikian yang menyebabkan pemerintah semakin sulit untuk memperoleh kepercayaan dari masyarakat khususnya masyarakat miskin. Masyarakat nelayan miskin yang ada di Desa Lohia juga menilai bahwa bantuan yang diberikan sangat sulit untuk dapat diterima apalagi bagi mereka kaum nelayan miskin yang tidak memenuhi pendidikan karena pada umumnya bantuan yang ditawarkan oleh pemerintah dapat diberikan melalui prosedur yang dianggap sulit bagi mereka yakni dengan mengajukan permohonan atau berupa proposal. Hal inilah yang menyebabkan banyak ketimpangan ketidak adilan dari pikah pemerintah itu sendiri. Bagi sebagian besar para nelayan miskin yang ada di Desa Lohia yang secara umum berpendidikan sekolah dasar atau bahkan ada yang tidak tamat, proposal merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk dibuat bahkan dari mereka ada yang mengatakan bahwa untuk membuat proposal merupakan pekerjaan yang dapat menghambat pekerjaan mereka lebih baik mencari ikan dilaut dan belum tentu apa yang mereka buat diterima oleh pihak yang bersangkutan. Jadi mereka lebih memilih untuk tetap bekerja dengan peralatan yang seadanya. Dengan halnya juga seseorang yang memiliki pengetahuan juga pandai memanfaatkan setiap kesempatan yang ada termaksud ketidak mampuan masyarakat nelayan miskin di Desa Lohia yang membuat proposal permohonan bantuan banyak dimanfaatkan oleh orang lain yang bukan kaum miskin tetapi mereka yang telah mapan dan berpendidikan, tentu saja bagi mereka membuat
58
proposal permohonan merupakan persoalan yang mudah sehingga bantuan yang atas nama masyarakat miskin kian banyaknya dinikmati oleh orang-orang mampu, hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh informan berikut: “Memang ada juga disini bantuan buat orang-orang miskin seperti kita ini, tetapi sangat susah untuk kita dapatkan karena banyak sekali persyaratan yang harus kita ajukan kalau memang kita ingin dibantu oleh pemerintah seharusnya kita jangan dipersulit ini kasian, ini tidak adil namanya, kita juga sekolah tapi hanya sebatas sekolah dasar jadi mana kita tau yang kaya begitu disuruh buat yang namanya membuat proposal, saya juga heran kenapa harus ada aturan seperti ini buat kita bingung saja akhirnya kita yang miskin semakin misikin, kalau memang kita mau dibantu langsung dikasi saja”. (Wawancara La sinu Juni 2015). Dari pernyataan informan di atas, diketahui bahwa tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap kesempatan masyarakat miskin untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Masyarakat miskin yang identik dengan status sosial dan pendidikan yang rendah keterbelakangan secara umum tidak dapat membuat proposal sehingga hal ini banyak dimanfaatkan oleh sekelompok kalangan orang mampu membuat proposal yang menyebabkan distribusi bantuan tidak merata. Untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat nelayan, seharusnya pemerintah memberikan sosialisasi yang baik kepada tentang bagaimana prosedur untuk memperoleh bantuan tersebut termaksud cara pembuatan proposal sehingga masyarakat dapat memanfaatkan semua bantuan yang ada merata, hal inilah yang kurang diperhatikan oleh pihak pemerintah setempat adanya sikap ketidak adilan yang diberikan. Selain hal-hal tersebut diatas masyarakat nelayan miskin yang ada di Desa Lohia beranggapan bahwa pemerintah kurang mampu melihat masyarakat khususnya dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bagaimana
59
cara untuk meningkatkan hasil tangkapan. Hal ini terlihat bahwa adanya penyuluhan oleh pihak-pihak desa, seperti yang disampaikan oleh Bapak La hauli berikut ini: “Disini jarang sekali dilakukan proses untuk bagaimana cara-cara agar hasil tangkapan ikan yang kita peroleh banyak diketahui oleh orang-orang luar atau informan seperti para penanda ikan yang ada dipelelangan kami hanya sebatas pasar saja yang ada sekitar kita tinggal. Jadi yang kita harapkan ini bagaimana caranya biar kita para nelayan hidup sejahtra”.(Wawancara Bapak La hauli, Juni 2015). Kurangnya perhatian dari pemerintah dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat nelayan miskin di Desa Lohia diakui oleh para nelayan sedikit berpengaruh terhadap pendapatan mereka, jika dibandingkan dengan daerahdaerah lain yang sering mengadakan penyuluhan dan sosialisasi mengenai langkah-langkah untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan yang disertai dengan bantuan peralatan tangkap yang memadai. Selain penyuluhan yang demikian pemerintah juga diharapkan untuk memberikan sosialisasi yang rutin kepada masyarakat nelayan miskin mengenai ciri-ciri berinteraksi dengan alam termaksud bagaimana menjaga terumbu sehingga tetap menjadi tempat berkembang biak ikan. Dari uraian tersebut di atas dapat di ketahui bahwa kurangnya perhatian dari permerintah terhadap masyarakat nelayan miskin merupakan salah satu sebab kemiskinan bagi masyarakat di desa Lohia ketidak pastian tersebut dapat di lihat ketidak seriusan pemerintah dalam mendistribusikan bantuan dari pemrintah pusat yang secara tidak langsung di salurkan secara baik oleh pihak-pihak yang terkait , sehingga bantuan tidak tetap sasaran dan tepat guna juga tidak adanya bimbingan
60
kepada masyarakat dalam membuat surat permohonan atau proposal bantuan yang dianggap sangat sulit bagi masyarakat serta yang paling berpengaruh adalah penyuluhan dan sosialisasi yang masih luput dari perhatian pemerintah, kedepannya di harapkan pemerintah peka dan perhatian terhadap setiap problema yang di hadapi oleh masyrakat miskin sehingga pemerintah setempat dapat berperan sebagai actor yang membebaskan masyarakat miskin dari jeratan kemiskinan bukan mala menjadi penyebab kemiskinan bagi masyarakar nelayan khusunya di desa Lohia. 2. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun perusahaan. SDM juga merupakan kunci yang menentukan perkembangan perusahaan. Pada hakikatnya, SDM berupa manusia yang dipekerjakan di sebuah organisasi sebagai penggerak untuk mencapai tujuan organisasi itu. Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang karyawan bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka. Pengertian SDM dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengertian mikro dan makro. Pengertian SDM secara mikro adalah individu yang bekerja dan
61
menjadi anggota suatu perusahaan atau institusi dan biasa disebut sebagai pegawai, buruh, karyawan, pekerja, tenaga kerja dan lain sebagainya. Sedangkang pengertian SDM secara makro adalah penduduk suatu negara yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang belum bekerja maupun yang sudah bekerja.Secara garis besar, pengertian Sumber Daya Manusia adalah individu yang bekerja sebagai penggerak suatu organisasi, baik institusi maupun perusahaan dan berfungsi sebagai aset yang harus dilatih dan dikembangkan kemampuannya. Sumber daya manusia merupakan salah satu factor
yang akan
mempengaruhi factor penyebab kemiskinan suatu masyarakat nelayan. Kualitas sumber daya manusia akan di peroleh melalui dengan adanya tingkat pendidikan serta
pengalaman
masyarakat.
Rendahnya
tingkat
pendidikan
mereka
menyebabkan pola piker dan wawasan serta keterampilan yang di miliki kurang berkembang sehingga masih berfikir tradisional, kondisi inilah yang menyebabkan terbatasnnya sumber daya manusia sehingga program pembangunan kurang mampu untuk di kembangkan usaha perikanan yang ada. Seperti yang disampaikan salah satu informan yang mengatakan bahwa: “saya kira sudah cukup jelas kalau memang kurangnya kemampuan yang kita miliki masih tergolong sangat rendah ini karena tingkat pendidikan sangat sedikit selaian itu juga kemajuan teknologi sudah cukup maju, dan akhirnya kita susah untuk melakukan hal-hal baru yang belum pernah sama sekali kita lihat ini juga karena kita punya sekolah dulu hanya sebatas sekolah dasar jadi kita nelayan biasa tidak cukup tau, kita juga harapkan supaya kita diperhatikan lebih baik apalagi mau menanggung biaya pendidikan anak ini susah sekali”.(Wawancara La Bapak sema,Juni 2015).
62
Dari hasil uraian wawancara di atas bahwa salah satu factor terjadinya kemiskinan masyarakat nelayan karena rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya pengetahuan yang dimiliki serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang ada. Selain itu juga diharapkan pemerintah untuk mengadakan penyuluhan penyelenggaraan latihan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat meningkaatkan kesejahtraan masyarakat untuk memenuhi kebutuhankebutuhan hidup lainnya. Selain itu terjadinya kemiskinan pada masyarakat nelayan di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna adalah karena kurangnya pengetahuan dan tidak adanya tersedia ketarampilan, tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia bagi para nelayan itu sendiri sehingga kualitas sumberdaya manusia kurang dirasakan bagi para nelayan, seperti yang disampaikan oleh Bapak La sinu yang selama 7 tahu lebih menjadi seorang nelayan yang memiliki 2 orang anak yang ditanggung dari hasil sebagai nelayan sebagai berikut: “Iya selama tinggal disini pekerjaan saya hanya sebagai nelayan terus,Karena tidak ada pekerjaan lain yang saya lakukan, apalagi kurangnya perhatian pemerintah tidak sama sekali menyediakan lapangan pekerjaan lain untuk kita ini, kita juga tidak punya keterampilan lebih yang bisa kami kerjakan.(Wawancara Bapak La sinu Juni 2015). Dari
pernyataan
informan
diatas
dapat
diketahui
bahwa
untuk
meningkatkan kesejahtraan hidup serta terwujudnya sumberdaya manusia yang
63
layak bagi nelayan, bahwa mencari pekerjaan lain sangat tidak mudah untuk di lakukan karena keterbatasan dan diperhadapkan serta rendahnya tingkat pendidikan sekolah yang rendah, selain itu dengan adanya berbagai persoalan kurangnya pengetahuan yang dimiliki. Sebagaimana yang disampaikan oleh informan diatas bahwa hal paling mendasar yang menjadi tantangan bagi mereka untuk mencari pekerjaan lain itu ternyata karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki serta tidak tersedianya sumberdaya manusia yang memadai seperti adanya lapangan kerja yang disediakan langsung oleh pemerintah, dan tentunya hal ini mengurangi kesempatan para nelayan untuk memperoleh tambahan pekerjaan sampingan. Adapun dari diantara mereka yang memiliki pekerjaan tambahan walaupun tanpa pengetahuan yang mendasar, dan keterampilan yang memadai memperoleh pendapatan tak seberapa bila dibandingkan mereka yang memang pada dasarnya sudah cukup terampil. Kurangnya sumberdaya manusia yang menyebabkan masyarakat miskin nelayan yang di Desa Lohia yang tidak ada pekerjaan sampingan selain nelayan. Hal ini yang disampaikan oleh Bapak La hauli seorang nelayan tidak ada bekerja sampingan selain nelayan sebagai berikut: “Saya ini hanya nelayan tidak ada pekerjaan sampingan yang saya lakukan dengan begitu kalau tidak pergi dilaut saya hanya duduk-duduk dirumah dan tidak ada pemasukan di dalam rumah tangga. (Wawancara Bapak La hauli, Juni 2015). Dari pengakuan informan diatas dapat diketahui bahwa di Desa Lohia kebanyakan masyarakat nelayan yang masih sangat miskin yang tidak memiliki sumberdaya manusia yang memadai serta menjamin kelangsungan hidup
64
masyarakat nelayan selain itu juga tidak adanya keterampilan sehingga tidak ada alternative pekerjaan yang dianggap cocok bagi nelayan itu sendiri. Kurangnya lapangan pekerjaan membuat para nelayan tidak bisa berbuat banyak selain mencari ikan adapun mereka yang tidak memiliki pekerjaan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehar-hari. Hal ini yang merupakan salah satu factor penyebab kemiskinan Masyarakat Nelayan yang ada di Desa Lohia karena rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya lapangan kerja, serta tidak adanya sumber daya yang memadai. 3. Faktor Kebijakan Dalam studi kebijakan, dipahami benar bahwa bukan persoalan yang mudah untuk melahirkan satu kebijakan bahkan untuk kebijakan pada tingkatan lokal, apalagi kebijakan yang memiliki cakupan serta pengaruh luas, menyangkut kelompok sasaran serta daerah atau wilayah yang besar. Dalam tatanan kehidupan pemerintah, tidak selamanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah itu sendiri membawa dampak yang menguntungkan bagi masyarakat, akan tetapi terkadang factor kebijakan itu malah mendatangkan kerugian bagi masyarakat khussunya nelayan. Selain dengan hal tersebut factor kebijakan yang ada disekitar perairan desa Lohia terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan adanya kebijakan pemerintah yang membawa kerugian bagi masyarakat dan factor inilah yang membuat nelayan tidak berkembang dengan ikan hasil tangkapan yang dikerjakan. Seperti yang disampaikan oleh salah satu informan yang mengatakan bahwa:
65
“ Dengan adanya usaha pengembangan budidaya rumput laut yang ada diperairairan laut Lohia menyebabkan kami masyarakat banyak yang dirugikan Karena banyak nelayan atau masyarakat seperti kami dilarang untuk mendekati kawawasan disekitar laut yang sudah dikasi pembatasan akhirnya kita mencari ikan ditempat lain yang tidak mengganggu wilayah itu. (Wawancara Bapak La poane, Juni 2015). Berdasarkan uraian wawancara diatas bahwa adanya pembudidayaan rumput laut,yang diprogramkan oleh pemerintah yang ada disekitar laut desa Lohia sebagian para nelayan merasa dirugikan karena adanya kebijakan itu para nelayan harus menangkap ikan di wilayah laut yang lebih jauh lagi dan ini menyebabkan nelayan tidak lagi diperhatikan secara langsung justru dengan faktor kebijakan yang dikeluarkan malah membuat para nelayan merasa sulit dan memiliki banyak keterbatasan.Selain itu juga akibat ketidak seriusan petani,bibit rumput laut dan bantuan sarana prasarana yang telah diberikan pemerintah jadi sia-sia. Selain itu juga bayang-bayang kemiskinan tampaknya belum terlepas dari kehidupan para nelayan. Kemiskinan nelayan desa Lohia terjadi karena tidak terpenuhinya hak-hak mereka,misalnya kebutuhan akan pangan, kesehatan, jaminan, social, dan infrastruktur pendukung. Minimnya akses permodalan, akses terhadap informasi dan teknolog serta akses terhadap BBM semakin menghimpit para penangkap ikan itu,selain itu hak dan perlindungan nelayan sangat kurang diperhatikan oleh pihak pemerintah. Seperti yang disampaikan oleh salah satu informan ia mengatakan bahwa: “Kita semua nelayan yang ada disini itu sangat mengharapkan bantuan yang diberikan oleh pihak pemerintah seperti jaminan kesehatan,jaminan social,atau asurasi yang bisa meringgankan beban kita apalagi kita ini nelayan
66
kecil,yang kita harapkan sekali, selain itu juga seharusnya pemerintah membuka ruang sebelum melangkapada peningkatan produksi atau pendapatan ,pemerintah harus lebih awal member kemudahan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak kami sebagai nelayan untuk hidup lebih baik lagi”.(Wawancara Bapak La sema,Juni 2015). Dari pernyataan informan diatas bahwa pentingnya suatu kebijakan yang dapat menjamin kelangsungan hidup serta terwujudnya hak-hak bagi para nelayan itu sangat penting. Selain itu juga adanya faktor kebijakan pemerintah harus lebih proaktif dalam membangun hubungan kerja sama kepada nelayan tradisional khususnya ada di Desa Lohia lebih ditingkatkan lagi. Selain itu pembangunan merupakan suatu proses yang terus-menerus dilaksanakan melalui untuk perencanaan untuk memberbaiki kehidupan masyarakat nelayan dalam berbagai aspek. Dengan kata lain pembangunan merupakan suatu upaya perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus dari kondisi yang sebelumnya tidak baik menjadi lebih baik. Pandangan tersebut mengisssyaratkan bahwa tantangan pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan. Terutamah didaerah-daerah yang paling miskin seperti yang ada di Desa Lohia. Kualitas hidup yang baik memang mesyarakat adanya pendapatan yang lebih tinggi, namun yang dibutuhkanbukan hanya itu. Pendapatan yang lebih tinggi itu hanya merupakan salah satu dari kesekian banyak syarat yang harus dipenuhi oleh masyarakat nelayan, seperti salah satu yang disampaikanoleh salah satu informal bahwa: “Kalau memang sih pemerintah itu betul-betul mengadakan sebuah pembangunan untuk kualitas hidup kita sebaiknya perlu adanya peninjauan langsung ketempat atau wilayah yang akan dijadikan daerah pembangunansupaya kita itu bisa terjamin dengan kebijakan yang dikeluarkan pihak pemerintah seperi
67
salah satunya tempat pemasaran Ikan (TPI) disemua pesisir atau disemua daerah dimana terdapat desa/pemukiman nelayan sehingga kita tidak kesulitan untuk pergi jauh-jauh. (Wawancara Bapak La saida,Juni 2015). Dari peryataan informan diatas dapat diketahui bahwa disampaikan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat perlu dibutuhkan suatu proses perencanaan pembagunan didalam dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat membantu untuk meringankan beban khususnya nelayan yang ada di Desa Lohia, pembangunan harus dilaksanakan sacara terintegrasi dalam semua aspek dan dapat mengoptimalkan sumberdaya alam local untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir,serta dapat mengurangi tingkat ketentuan masyarakat miskin. Dari strategi kebijakan penanggulangan kemiskinan pada masyarakat nelayan dimaksudkan untuk menyusun strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan yang mengintegrasian pendekatan kelestarian untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, yang dapat digunakan sebagai acuan penyusunan kebijakan operasi dan perencanaan bagi para pelaku usaha dibidang kelautan dan perikanan dalam pengentasan kemiskinan masyarakat nelayan. Kebijakan merupakan sebuah agenda yang akan dijadikan sebagai dasar dalam menjalankan sebuah tatanan pemerintahan. Namun tidak serta merta bahwa kebijakan yang telah dihasilkan oleh pemerinta akan menjadi solusi yang ampuh untuk menanggulangi segala bentuk permasalahan yang dialami oleh masyarakat nelayan. Terkadang hasil atau implementasi dari kebijakan tersebut justru berdampak sebaliknya, justru menimbulkan masalah yang baru bagi masyarakat nelayan.
68
Kenyataan seperti uraian diatas dapat kita liat dari dampak yang dihasilkan oleh sebuah kebijakan dari pemerintah yaitu dengan mengeluarkan kebijakan BLT (Bantuan Langsung Tunai) dalam upaya memberantas kemiskinan sebagai dampak dari kenaikan BBM. Pemerinta mengasumsikan bahwa dengan program kebijakan BLT tersebut akan mengurangi rumah tangga miskin yang terkena dampak dari kenaikan harga BBM tersebut. Dampak dari kenaikan harga BBM sangat di rasakan oleh masyarakat nelayan yang kalangan ekonominya masih lemah. Namun solusi yang dihadirkan oleh pemerintah, yakni melalui BLT tidak berimplikasi secara signifikan dalam hal merubah derajat hidup masyarakat nelayan. Sasaran pemberian BLT yang seharusnya diperuntukan kepada masyarakat miskin atau ekonomi lemah, namun tidak sedikit
juga ada masyarakat yang tergolong mampu yang juga bisa
mendapatkan program BLT tersebut. Masyarakat miskin ternyata tidak mampu untuk mengeluarkan dirinya dari belenggu kemiskinan, terutama dengan adanya krisis ekonomi serta kenaikan harga BBM yang berimplikasi terhadap naiknya harga kebutuhan pokok. Masyarakat miskin pun semakin terjepit dan semakin tidak mampu untuk berbuat apa- apa. Hingga akhirnya jumlah masyarakat miskin akan semakin bertambah. Tujuan pemerintah untuk menjadikan masyarakat sejahtera semakin jauh dari kenyataan. 4. Fluktuasi Musim Ikan Hasil tangkapan ikan dilakukan untuk memahami sistim perikanan yang berjalan, trend (perubahan) upaya penangkapan dan hasil tangkapan (annual dan
69
musiman). Faktor penyebab kemiskinan nelayan di Desa Lohia diantaranya adalah berupa flukuasi musim ikan, yaitu apabila cuaca sedang buruk dengan ombak dan angin yang kencang sedangkan pada malam hari jika bulan sedang terang maka hasil tangkapanpun berkurang. Fluktuasi musim ikan dapat menyebabkan ketidak pastian pendapatan nelayan. Apabila musim ikan maka pendapatan nelayanpun cukup baik. Namun pada saat musim ikanpun mulai berkurang maka sering kali nelayan mendapat hasil tangkapan yang pas-pasan atau bahkan rugi. Seperti yang dikatakan oleh salah satu informan berikut: “Dalam satu bulan diperkirakan hanya limblas haria saja saya dapat menikmati hasil tangkapan yang cukup baik, selebinya bisa untuk makan seharihari bahkan sampai rugi”.(Wawancara Bapak La saida, juni 2015). Keadaan laut yang tidak bisa ditebak, menyebabkan pendapatan nelayan tidak menentu. Kegiatan melaut merupakan kegiatan yang spekulatif apalagi jika cuaca Sedang tidak bersahabat dengan angin yang kencang dan gelombang tinggi, hal tersebut mempengaruhi hasil tangkapan nelayan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut adalah ada empat faktor penyebab kemiskinan masyarakat nelayan yang ada di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna yakni sebagai berikut: a). Faktor Internal dan Eksternal, b). Sumber Daya Manusia yang belum memadaic). Faktor kebijakan, d). Fluktuasi musim ikan menyebabkan ketidakpastian pendapatan nelayan. B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas bahwa penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kepada seluruh masyarakat nelayan miskin yang ada di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kab. Muna agar memiliki motivasi yang tinggi untuk meraih kesejahteraan hidupnya dengan cara berusaha dan bekerja keras, serta pandai memanfaatkan peluang yang ada, serta tidak terbelenggu pada kebiasaan masa lalu yang tidak memberikan keuntungan yang ekonomis. 2. Kepada pemerintah setempat agar membantu masyarakat nelayan untuk keluar dari masalah kemiskinan tersebut dengan cara memberdayakan masyarakat nelayan miskin yang telah memiliki sedikit potensi untuk dikembangkan misalnya memberikan bantuan dengan adil, dan mempermudah syarat untuk menerima
70
71
bantuan
tersebut
serta
memberikan
penyuluhan
dan
sosialisasi
untuk
meningkatkan hasil tangkapnya. 3. Kepada pemerintah pusat atau nasional agar meningkatkan pengawasan terhadap pemerintah daerah khususnya pemerintah ditingkat desa terkait dengan pendistribusian bantuan kepada masyarakat miskin sehingga tidak ditemukan ketidak adilan.
‘
DAFTAR PUSATAKA Arsya,Muhammad,2005.Faktor Kendari: Unhalu.
Penybab
Kemiskinan
Masyarakat
Pesisir
Badan Pusat Statistik. 2010. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2009. Sulawesi Tenggara; Badan Puat Statistik. Badan Pusat Statistik Sultra,(200). Laporan Perekonomian: Kendari. Esmara (1986) http://repository.unej.ac.id/bitsream/handle jenis/kemiskinan/353/Meri%20Ismi%Susanti%20%20090210101038 d Sequence=1 Fajriadi, Abu bakar Hamzah, Mohd.Nur Syeshalad,2013.Jurnal Ilmu Ekonomi: Analisis Probalititas Kemiskinan Nelayan di Kota Banda Aceh.Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dst. Herlina dan Firman.2000. Analisis Kemiskinan dan Keyimpangan Distribusi Pendapatan Pada Peternakan Sapi Perah (Survey di wilayah kerja koperasi unit desa sinar jaya kabupaten Bandung). Bandung: Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Hikmat A.2006.Strategi Pemberdaya Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press. Indra,P.2001.An Analsis Toward Urban Proverty Alleviation Program in Indonesia Philosophy desertation faculty of the school policy. Plenning end develotmen. California: unversitas of southern Calofornia.
72
73
Ishak, Fatmawaty,201.Jurnal: Kajian Sosiologi Kemiskinan Nelayan. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo. Kartasamita.G (ridho) (2001:10-11) http://repository.unej ac.id/bitstream/handle / Jenis/kemiskinan/3537/Meri%20Isma%Susanti%20%200902101008I.pdf sequence=I Kasim,Zulhijas.2005.Skrispsi: Kondosi Sosial ekonomi masyarakat nelayan. Kendari: Unhalu. Kusnadi.2003.Nelayan strategi adaptasi
dan jaringan sosial. Bandung:
Humaniora uatama press. Kusnadi,2006.Pemberdaya Masyarakat Pesisir.Jakarta:Refleksi. Mulyadi.2005. Ekonomi Kelautan.Jakarta:PT Raja Grafindo Persedia. Mulyad.2007. Ekonomi Kelautan.Jakarta:PT Raja Grafindo Persedia. Nikijuluw, PHV.2009.Rezim pengelolaan sumber daya perikanan. Jakarta: pustaka cidesindo. Parwato.2002. Makalah Penanggulangan Kemiskinan (Unpublished). Jakrta: Depertemen permukiman dan pembangunan sarana wilayah. Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI,Nomor 76 Tahun 2012. Petenjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungan jawabab Keuangan Dana Bos Tahun Anggara 2013. Satria, Arif 2002. Pengantar Sisiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Pustaka cidessindo.
74
Sayani.2009.Penyebab Terjadinya Kemiskinan Petani Sawah di Desa Ulusina Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan: Skripsi. Kendari: Unhalu Siswanto.Budi.2008.Kemiskinan
dan
Perlawanan
Kaum
Nelayan.
Bandung:Laksbang Mediatma. Situmorang,Chazali.(2008). Penanganan Masalah Kemiskinan di Sumatra Utara (poverty Reduction at North Suntera) jurnal pembangunan. Soegijoko(1997:138)http://repository.unejac.id/bitstream/handle/jenis/kemiskinan/ 357.Meri%20Ismi%Susanti%20%2009021010108-I.pdf sequence=I Soetrisno,Lukman.1995.Menuju Masyarakat Partisipatif.Jakarta: Kansius. Supradian dan Rahmania,Rohana.2007.Kajian Kemiskinan Partisipatif Kota Kendari,Kota Bau-bau,Kabupaten Konawe, Kabupaten Buton:Sultra. Swasono,Edi Sri.1986. Nelayan dan Kemiskinan.Jakarta:Rajawali. Tains,Anas.2006.Analisis Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Nelayan. Program PHK.A2 Fakultas Pertanian, Unersitas Muhamadiah Malang. Tains,Anas 2013. Faktor Dominan Penyebab Kemiskinan Rumah Tangga Nelayan Motor Temple Di Wilayah Tangkap Lebih Jawa Timur. Jurnal Sosiohumaniora Vol.15 No.01. Universitas Muhammadiyah Malang. Upe, Ambon,dan Damsid.2010. Asas-asas Multipleresearsches.Yogyakarta:Tiara Wacana.
75
Vos Des.2003.Pendekatan Kemiskinan.Yogyakarta:Pustaka. Winanto, Gatot, 2006. Tesis: Pola Kemiskinan Di Pemukiman Nelayan Kelurahan Dompak
Kota Tanjung Pinang. Universitas di Ponogoro.
Wiranto.T.2004.Profil Kemiskinan di Pedesaan. Info URDi.vol 14. Word Bank Institute, 2002. Dasar-Dasar Analisis Kemiskinan.Edisi terjemahan: Jakarta.Badan Pusat Statistik. Yudisman, 2005. Skripsi: Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan. Kendari: Unhalu
76
PEDOMAN WAWANCARA Pedoman wawancara ini digunakan sebagai penelusuran faktor penyebab kemiskinan masyarakat neleyan di Desa Lohia Kec. Lohia Kab. Muna wawancara ditujukan kepada masyarakat nelayan yang telah ditetapkan sebagai subjek penelitian. Nama Siswa Nama
:
Umur
:
Alamat
:
No. 1. 2. 3. 4.
:
Aspek yang ditanyakan Faktor fisik para nelayan Tingkat pendidikan para nelayan Keadaan laut dan cuaca
Keterangan
Lokasi penangkapan ikan dan alat tangkap yang digunakan Keterangan: Ragam permintaan pada tiap subyek wawancara diatas dapat berubah, tergantung dengan kondisi setiap jawaban yang diberikan nelayan.
77
TRANSKIP OBSERVASI, WAWANCARA DAN TRANSKIP DOKUMENTASI
Lampiran 1 Responden Kepala Keluarga Sebagai Nelayan FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN (Studi pada kepala keluarga di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kab. Muna) Nama
: La Saida
Umur
: 40 Tahun
Alamat
: Desa Lohia
Pendidikan
: Tidak tamat SD
P : Apakah pekerjaan sebagai nelayan ini sudah merupakan pekerjaan pokok bapak? R : ya, karena setiap hari saya turun dilaut untuk mencari ikan, dan dengan hasil tangkapan saya bisa menghidupi keluarga saya. P : mengapa bapak memilih pekerjaan sebagai nelayan? R : karena keahlian saya hanya bisa memancing dan hasilnya bisa menghidupi keluarga saya. P : sudah berapa lama bapak bekerja sebagai nelayan? R : Saya ini sudah lama menjadi seorang nelayan pencari ikan kira-kira 7 tahun lebih, tapi baru satu kali saya mendapatkan bantuan yang diberikan secarang langsung oleh pihak pemerintah itupun yang saya terima alat tangkap pukat dengan pancinganya P : kendala apa yang bapak dapatkan selama disini? R : biasanya kalu hujan saya tidak turn melaut P : apakah dengan pekerjaan ini bisa menghidupi kebutuhan hidup keluarga bapak?
78
R : Alhamdulillha bisa mencukupi kebutuhan keluarga meskipun tidak semua kebutuhan keluarga saya terpenuhi. P : berapa pendapatan bapak dalam sebulan? R : penghasilan saya dalam sebulan ± Rp. 500.000,00 P : berapa tanggungan bapak dalam keluarga? R : Alhamdulillah anak saya 3 orang berarti dalam rumah tangga saya ada 5 orang P : dimana tempat penjualan ikan bapak? R : dipasar dalam desa atau tidak keliling kampong P : apakah pendapatan bapak dapat mengalami perubahan tiap bulannya? R : ya, tergantung dari banyaknya ikan hasil tangkapan saya P : faktor apa yang menyebabkan bapak masih berada dibawah garis kemiskinan dalam pekerjaan bapak sebagai nelayan? R : salah satunya penggunaan alat tangkap. Kita semua nelayan yang ada disini itu sangat mengharapkan bantuan yang diberikan oleh pihak pemerintah seperti jaminan kesehatan,jaminan social,atau asurasi yang bisa meringgankan beban kita apalagi kita ini nelayan kecil,yang kita harapkan sekali, selain itu juga seharusnya pemerintah membuka ruang sebelum melangkapada peningkatan produksi atau pendapatan ,pemerintah harus lebih awal member kemudahan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak kami sebagai nelayan untuk hidup lebih baik lagi.
79
Responden Kepala Keluarga Sebagai Nelayan FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN (Studi pada kepala keluarga di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kab. Muna) Nama
: La Poane
Umur
: 50 Tahun
Alamat
: Desa Lohia
Pendidikan
: SD
P : Apakah pekerjaan sebagai nelayan ini sudah merupakan pekerjaan pokok bapak? R : ya, karena setiap hari saya turun dilaut untuk mencari ikan, dan dengan hasil tangkapan saya bisa menghidupi keluarga saya. P : mengapa bapak memilih pekerjaan sebagai nelayan? R : karena keahlian saya hanya bisa memancing dan hasilnya bisa menghidupi keluarga saya. P : sudah berapa lama bapak bekerja sebagai nelayan? R : semenjak saya menikah P : kendala apa yang bapak dapatkan selama disini? R : biasanya kalau hujan dan kondisi badan yang tidak sehat saya tidak turun melaut P : apakah dengan pekerjaan ini bisa menghidupi kebutuhan hidup keluarga bapak? R : Alhamdulillha bisa mencukupi kebutuhan keluarga meskipun tidak semua kebutuhan keluarga saya terpenuhi. P : berapa pendapatan bapak dalam sebulan? R : penghasilan saya dalam sebulan ± Rp. 600.000,00 P : berapa tanggungan bapak dalam keluarga?
80
R : Alhamdulillah anak saya 5 orang berarti dalam rumah tangga saya ada 7 orang P : dimana tempat penjualan ikan bapak? R : dipasar dalam desa atau tidak keliling kampung P : apakah pendapatan bapak dapat mengalami perubahan tiap bulannya? R : ya, tergantung dari banyaknya ikan hasil tangkapan saya P : faktor apa yang menyebabkan bapak masih berada dibawah garis kemiskinan dalam pekerjaan bapak sebagai nelayan? R : salah satunya penggunaan alat tangkap. Kita semua nelayan yang ada disini itu sangat mengharapkan bantuan yang diberikan oleh pihak pemerintah seperti jaminan kesehatan,jaminan social,atau asurasi yang bisa meringgankan beban kita apalagi kita ini nelayan kecil,yang kita harapkan sekali, selain itu juga seharusnya pemerintah membuka ruang sebelum melangkapada peningkatan produksi atau pendapatan ,pemerintah harus lebih awal member kemudahan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak kami sebagai nelayan untuk hidup lebih baik lagi.
81
Responden Kepala Keluarga Sebagai Nelayan FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN (Studi pada kepala keluarga di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kab. Muna) Nama
: Lahauli
Umur
: 37 Tahun
Alamat
: Desa Lohia
Pendidikan
: Tidak Tamat SD
P : Apakah pekerjaan sebagai nelayan ini sudah merupakan pekerjaan pokok bapak? R : ya, karena setiap hari saya turun dilaut untuk mencari ikan, dan dengan hasil tangkapan saya bisa menghidupi keluarga saya. P : mengapa bapak memilih pekerjaan sebagai nelayan? R : karena keahlian saya hanya bisa memancing dan hasilnya bisa menghidupi keluarga saya. P : sudah berapa lama bapak bekerja sebagai nelayan? R : semenjak saya menikah P : kendala apa yang bapak dapatkan selama disini? R : biasanya kalu hujan saya tidak turn melaut P : apakah dengan pekerjaan ini bisa menghidupi kebutuhan hidup keluarga bapak? R : Alhamdulillha bisa mencukupi kebutuhan keluarga meskipun tidak semua kebutuhan keluarga saya terpenuhi. P : berapa pendapatan bapak dalam sebulan? R : penghasilan saya dalam sebulan ± Rp. 500.000,00 P : berapa tanggungan bapak dalam keluarga? R : Alhamdulillah anak saya 4 orang berarti dalam rumah tangga saya ada 6 orang
82
P : dimana tempat penjualan ikan bapak? R : dipasar dalam desa atau tidak keliling kampung P : apakah pendapatan bapak dapat mengalami perubahan tiap bulannya? R : ya, tergantung dari banyaknya ikan hasil tangkapan saya P : faktor apa yang menyebabkan bapak masih berada dibawah garis kemiskinan dalam pekerjaan bapak sebagai nelayan? R : salah satunya penggunaan alat tangkap. Kita semua nelayan yang ada disini itu sangat mengharapkan bantuan yang diberikan oleh pihak pemerintah seperti jaminan kesehatan,jaminan social,atau asurasi yang bisa meringgankan beban kita apalagi kita ini nelayan kecil,yang kita harapkan sekali, selain itu juga seharusnya pemerintah membuka ruang sebelum melangkapada peningkatan produksi atau pendapatan ,pemerintah harus lebih awal member kemudahan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak kami sebagai nelayan untuk hidup lebih baik lagi
83
Responden Kepala Keluarga Sebagai Nelayan FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN (Studi pada kepala keluarga di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kab. Muna) Nama
: La Sema
Umur
: 35 Tahun
Alamat
: Desa Lohia
Pendidikan
: Tidak tamat SD
P : Apakah pekerjaan sebagai nelayan ini sudah merupakan pekerjaan pokok bapak? R : ya, karena setiap hari saya turun dilaut untuk mencari ikan, dan dengan hasil tangkapan saya bisa menghidupi keluarga saya. P : mengapa bapak memilih pekerjaan sebagai nelayan? R : karena keahlian saya hanya bisa memancing dan hasilnya bisa menghidupi keluarga saya. P : sudah berapa lama bapak bekerja sebagai nelayan? R : semenjak saya menikah P : kendala apa yang bapak dapatkan selama disini? R : biasanya kalu hujan saya tidak turun melaut P : apakah dengan pekerjaan ini bisa menghidupi kebutuhan hidup keluarga bapak? R : Alhamdulillha bisa mencukupi kebutuhan keluarga meskipun tidak semua kebutuhan keluarga saya terpenuhi. P : berapa pendapatan bapak dalam sebulan? R : penghasilan saya dalam sebulan ± Rp. 600.000,00 P : berapa tanggungan bapak dalam keluarga? R : Alhamdulillah anak saya 4 orang berarti dalam rumah tangga saya ada orang
84
P : dimana tempat penjualan ikan bapak? R : dipasar dalam desa atau tidak keliling kampung P : apakah pendapatan bapak dapat mengalami perubahan tiap bulannya? R : ya, tergantung dari banyaknya ikan hasil tangkapan saya P : faktor apa yang menyebabkan bapak masih berada dibawah garis kemiskinan dalam pekerjaan bapak sebagai nelayan? R : salah satunya penggunaan alat tangkap. Kita semua nelayan yang ada disini itu sangat mengharapkan bantuan yang diberikan oleh pihak pemerintah seperti jaminan kesehatan,jaminan social,atau asurasi yang bisa meringgankan beban kita apalagi kita ini nelayan kecil,yang kita harapkan sekali, selain itu juga seharusnya pemerintah membuka ruang sebelum melangkapada peningkatan produksi atau pendapatan ,pemerintah harus lebih awal member kemudahan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak kami sebagai nelayan untuk hidup lebih baik lagi
85
Responden Kepala Keluarga Sebagai Nelayan FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN (Studi pada kepala keluarga di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kab. Muna) Nama
: La Sinu
Umur
: 30 tahun
Alamat
: Dasa Lohia
Pendidikan
: Tidak tamat SD
P : Apakah pekerjaan sebagai nelayan ini sudah merupakan pekerjaan pokok bapak? R : ya, karena setiap hari saya turun dilaut untuk mencari ikan, dan dengan hasil tangkapan saya bisa menghidupi keluarga saya. P : mengapa bapak memilih pekerjaan sebagai nelayan? R : karena keahlian saya hanya bisa memancing dan hasilnya bisa menghidupi keluarga saya. P : sudah berapa lama bapak bekerja sebagai nelayan? R : semenjak saya menikah P : kendala apa yang bapak dapatkan selama disini? R : biasanya kalu hujan saya tidak turun melaut P : apakah dengan pekerjaan ini bisa menghidupi kebutuhan hidup keluarga bapak? R : Alhamdulillha bisa mencukupi kebutuhan keluarga meskipun tidak semua kebutuhan keluarga saya terpenuhi. P : berapa pendapatan bapak dalam sebulan? R : penghasilan saya dalam sebulan ± Rp. 600.000,00 P : berapa tanggungan bapak dalam keluarga? R : Alhamdulillah anak saya 2 orang berarti dalam rumah tangga saya ada 4 orang
86
P : dimana tempat penjualan ikan bapak? R : dipasar dalam desa atau tidak keliling kampung P : apakah pendapatan bapak dapat mengalami perubahan tiap bulannya? R : ya, tergantung dari banyaknya ikan hasil tangkapan saya P : faktor apa yang menyebabkan bapak masih berada dibawah garis kemiskinan dalam pekerjaan bapak sebagai nelayan? R : salah satunya penggunaan alat tangkap. Kita semua nelayan yang ada disini itu sangat mengharapkan bantuan yang diberikan oleh pihak pemerintah seperti jaminan kesehatan,jaminan social,atau asurasi yang bisa meringgankan beban kita apalagi kita ini nelayan kecil,yang kita harapkan sekali, selain itu juga seharusnya pemerintah membuka ruang sebelum melangkapada peningkatan produksi atau pendapatan ,pemerintah harus lebih awal member kemudahan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak kami sebagai nelayan untuk hidup lebih baik lagi.
75
Lampiran : Dokumentasi Penelitian