Jurnal Ekonomi (JE) Vol .1(1), April 2016 E-ISSN: 2503-1937 Page: 106-118 STUDI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT DESA LOHIA KECAMATAN LOHIA KABUPATEN MUNA 1
Cica Sartika, 2M.Yani Balaka, dan 3Wali Aya Rumbia Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Halu Oleo 2,3 Staf Pengajar Ilmu Ekonomi Universitas Halu Oleo Email:
[email protected]
1
ABSTRACT This study aims to find out the characteristic poor poeple in Lohia Village, Muna Regency. Data used is primary and secondary data. Primary data collected through questionare from 45 respondent. Respondent is determined by purposive sampling based on homogen characteristic. Data analyzed with descriptive. The results show that poor poeple in Lohia Village is characterized by: productive age, the higer number of family members, the lower education and skill, lower income, lack of production factors and the lower of work ethic. Keywords: poor poeple, age, education, income
1. Pendahuluan Kemiskinan di Negara sedang berkembang menjadi masalah yang sangat rumit diselesaikan meskipun kebanyakan Negara-negara ini sudah berhasil melaksanakan pembangunan ekonominya dengan tingkat pertumbuhan produksi dan pendapatan nasional yang tinggi, namun pada saat yang bersamaan telah terjadi peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan antara kelompok kaya dan kelompok miskin, sehingga kemiskinan relative semakin meningkat terutama di wilayah pedesaan. Dewasa ini kemiskinan pedesaan menjadi masalah utama dalam proses pelaksanaan pembangunan di daerah pedesaan, karena sebagian besar penduduk miskin tinggal di daerah pedesaan dan karakteristik penyebab kemiskinan struktural yang dialami sangat banyak. Selain itu kebijakan pemerintah yang mengalokasikan anggaran pembangunan yang lebih besar di daerah perkotaan dari pada daerah pedesaan, merupakan salah satu faktor penyebab daerah pedesaan semakin tertinggal dan kemiskinan struktural semakin bertambah di daerah pedesaan. Kenyataan menunjukan bahwa sebagian besar penduduk miskin bermukim di wilayah pedesaan, maka pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional harus mendapat prioritas utama. Konsep ini merupakan upaya penanggulangan kemiskinan yang menempatkan wilayah pedesaan sebagai prioritas dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, menurut Tadjuddin Noer Effendi (1995:215) kebijakan makro dalam memerangi kemiskinan adalah : (1) merangsang pertumbuhan ekonomi daerah, terutama pedesaan dengan dana bantuan INPRES san BANPRES, (2) penyebaran sarana sosial, seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, KB, perbaikan lingkungan (pertumbuhan) dan lain-lain, (3)memperluas jangkauan sarana keuangan dengan mendirikan beberapa intitusi kredit, (4) peningkatan sarana produksi pertanian, http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
106
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
khususnya infrastruktur, (5) pengembangan beberapa program pengembangan wilayah, seperti pengembangan kawasan terpadu. Sehubungan dengan hal tersebut, pembangunan daerah Sulawesi Tenggara merupakan salah satu bagian integral dari pembangunan nasional yang terus melaksanakan upaya-upaya pengentasan kemiskinan melalui berbagai pendekatan dan terobosan sesuai dengan strategi pembangunan nasional, dan potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah baik potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya manusia maupun berbagai potensi yang dapat mendukung proses pembangunan. Kabupaten Muna sebagai suatu daerah yang ada di Indonesia tidak luput dari masalah kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakatnya utamanya bagi masyarakat pedesaan. Kemiskinan tersebut disebabkan oleh pendapatan yang rendah akibat rendahnya produktifitas dan keterampilan, sarana produksi yang digunakan masih sederhana, pendidikan rendah, tanggungan keluarga tinggi, pertumbuhan penduduk tinggi dan rendahnya tabungan. Dengan demikian fenomena kemiskinan ini merupakan suatu lingkaran setan yang tidak berujung pangkal dan apabila tidak ditangani dengan serius akan menyebabkan penyakit ekonomi yang menyengsarakan masyarakat. Seperti halnya di Desa Lohia Kecamatan Lohia dari 2002 jiwa penduduknya pada tahun 2014 pada umumnya bertaraf hidup miskin. Kondisi demikian ini ditunjukan oleh tingkat pendapatan perkapita masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan (sesuai ukuran statistic berada di bawah Rp.105.888 perbulan). Secara teoritis dapat dikatakan bahwa penyebab kemiskinan di Desa tersebut adalah disamping kurangnya keterampilan dan pengetahuan masyarakat, juga mata pencaharian yang ditekuni hanya memberikan kontribusi pendapatan yang relatif kecil. Hal ini semakin diperburuk oleh adanya perbedaan pendapatan yang diterima oleh berbagai kelompok masyarakat seperti petani, pedagang, nelayan, tukang (tukang kayu dan batu). 2. Kajian Literatur Konsep Kemiskinan Pada dasarnya kemiskinan yang senantiasa diidentifikasikan dengan taraf hidup yang rendah, dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana penghidupan penduduk ditandai oleh serba kekurangan akan kebutuhan pokok. Menurut Widodo (1997) menjelaskan bahwa konsep kebutuhan dasar selalu dikaitkan dengan kemiskinan karena masalah kemiskinan merupakan obsesi bangsa dan persoalan amat mendasar yang harus ditangani penduduk miskin umumnya tidak berpenghasilan cukup, bahkan tidak berpenghasilan sama sekali. Penduduk miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal dari masyarakat lainnya. Kebutuhan pokok dapat diterjemahkan dalam suatu paket barang dan jasa yang diperlukan oleh setiap orang untuk bisa hidup secara manusiawi. Paket ini terdiri dari komposisi pangan bernilai gizi yang cukup dengan nilai kalori dan protein yang sesuai dengan tingkat usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, keadaan iklim dan lingkungan yang dialaminya serta sandang, papan dan terutama pangan. Bank Dunia (2014) yang dikutip oleh Prayitno (2014) menjelaskan bahwa kemiskinan telah menunjukan bahwa adanya tiga dimensi (aspek atau segi) yaitu : pertama, kemiskinan itu multidimensional. Artinya karena kemiskinan itu bermacam-macam sehingga memiliki banyak aspek. Kedua, aspek-aspek kemiskinan tadi saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
107
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
langsung. Dan ketiga, bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun secara kolektif. Syami (1994) menjelaskan bahwa kemiskinan dapat diartikan bahwa suatu keadaan dimana seseorang keluarga atau anggota masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar sebagaimana anggota masyarakat lain pada umumnya. Penduduk miskin umumnya berada pada daerah pedesaan, hal ini didukung oleh pendapatan yang dikemukakan oleh Hans Dieter dan Suwardi (1982) mengatakan bahwa kemiskinan yang ada di kampong dapat digolingkan baik kemiskina tempat tinggal maupun kemiskinan penduduk. Kemiskinan tempat tinggal kondisinya sebagai tempat tidak teratur sedangkan kemiskinan penduduk karena ditinjau dari segi social dan ekonominya sangat rendah termasuk penyediaan air dan listrik beserta prasarana yang minim. Pendapat di atas mempunyai penekanan bahwa karakteristik yang ada di daerah perkampungan dapat dilihat dari kondisi perumahan orang-orangnya dan ketersediaan sarana/prasarana umum dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam proses pembangunan suatu negara ada tiga macam kemiskinan antara lain: a. Miskin karena miskin, kemiskinan ini disebabkan kemiskinan yang merupakan akibat rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan kurang memadai, dan kurang terolahnya potensi ekonomi dan seterusnya. b. Kemiskinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi di tenha-tengah kelimpahan, kemiskinan yang disebabkan oleh buruknya daya beli dan system yang berlaku. c. Kemiskinan yang disebabkan karena tidak meratanya serta buruknya perdistribusian produk nasional total (Syahrir, 1986 ) Menurut Ginanjar Kartasasmita (1996) menjelaskan bahwa kemiskinan suatu daerah dapat digolongkan sebagai pertama, persistent proverty, yaitu kemiskinan yang kronis atau turun-temurun. Daerahseperti ini umumnya merupakan daerah-daerah yang krisis sumber daya alamnya, atau daerah yang terisolasi. Kedua adalah cyclical proverty, yaitu kemiskinan yang meliputi pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Ketiga, adalah seasonal proverty, yaitu kemiskinan musim seperti sering dijumpai pada kasus nelayaan dan pertanian tanaman pangan. Keempat adalah eccidental proverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak daerah suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Dimensi kemiskinan menurut Effendi (1995) dapat diidentifikasi menurut ekonomi, sosial dan politik. Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejateraan sekelompok orang. Kemiskinan ini dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumber daya alam yang tersedia pada kelompok itu dan membandingkannya dengan ukuran-ukuran baku. Menurut pengertian ini kemiskinan sekelompok orang dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan hanya mengacu pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak. Kemiskinan sosial dapat diartikan kekurangan jaringan sosial dan struktur social yang mendukung untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat. Sedangkan kemiskinan politik menekankan pada akses terhadap kekuasaan. Menurut Ellis dalam Tadjuddin Noer Effendi (1995) kekuasaan yang dimaksud mencakup tatanan system social (politik) yang dapat menentukan alokasi sumber daya untuk kepentingan sekelompok orang atau tatanan system social yang menentukan alokasi penggunaan sumber daya (Tadjuddin Noer Effendi, 1995). http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
108
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
Kemudian Emil Salim (Munandar, 1995) mengemukakan bahwa kemiskinan adalah kurangnya pendapatan untuk memenuhi kehidupan hidup yang pokok, mereka dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, pakaian dan tempat berteduh. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan Faktor-faktor penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (1997) antara lain : a. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan. c. Miskin muncul karena akibat perbedaan akses dalam modal. Hasibuan (2002) mengemukakan bahwa kriteria pendapatan yang ditetapkan dalam standar pendapatan nasional dan salah satu tolak ukur tingkatan pendapatan terhadap kemiskinan dibagi dalam kriteria sebagai berikut : 1. Kriteria untuk pendapatan rendah a. Pendapatan rendah yaitu Rp 1.000.000-Rp 10.000.000 pertahun atau rata-rata Rp 750.000 perkapita perbulan. b. Tidak memiliki pekerjaan tetap c. Tidak memiliki tempat tinggat tetap (sewa) d. Tingkat pendidikan yang terbatas 2. Kriteria untuk pendapatan sedang a. Pendapatan sedang yaitu Rp 10.000.000-Rp 25.000.000 atau rata-rata Rp 1.250.000 perkapita perbulan b. Memiliki pekerjaan tetap c. Memiliki tempat tinggal sederhana d. Memiliki tingkat pendapatan tinggi 3. Kriteria untuk pendapatan tinggi a. Pendapatan tinggi yaitu Rp 25.000.000-Rp 50.000.000 atau rata-rata Rp 2.083.333 perkapita perbulan b. Memiliki lahan dan lapangan kerja c. Memiliki pekerjaan tetap d. Memiliki tingkat pendidikan. Ginanjar Karasasmita (1996) mengemukakan bahwa kondisi kemiskinan dapat disebabkan empat penyebab utama yaitu: a. Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan untuk dimasuki. Dalam bersaing mendapatkan lapangan kerja yang ada, taraf pendidikan juga menentukan. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang. b. Rendahnya tingkat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikiran dan prakarsa. c. Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
109
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu. d. Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan, dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya. Selanjutnya faktor-faktor kemiskinan ditinjau dari keadaan sosial budaya seperti yang dikemukakan oleh Kusnaedi (1995) antara lain : a. Adat-istiadat Keterikatan terhadap pola-pola tradisional dari ikatan adat yang kuat seringkali menghambat dalam pembaharuan kearah yang lebih maju sehingga tertinggal oleh daerah lain yang lebih respon terhadap teknologi. b. Pengeluaran dan keterampilan masyarakat Faktor ini terkait dengan faktor diatas. Akibat keterisolasian dan keterkaitan pada pola tradisional menyebabkan rendahnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat tersebut sehingga ketinggalan. c. Situasi politik dan kebijaksanaan penguasa Kebijaksanaan ini menyangkut pengalokasian anggaran yang tidak seimbang antara satu kawasan dengan kawasan lainnya dan strategi pembangunan yang timpang antara pertumbuhan ekonomi dengan pemerataannya, selain itu dapat diakibatkan oleh kebijaksanaan yang tidak berpihak pada perlindungan terhadap rakyat lemah dari desakan industrialisasi yang kapitalis. Chambers dalam Soetomo (1995) bahwa kemiskinan dapat disebabkan antara lain : kelemahan fisik, isolasi, kerentanan dan akhirnya ketidakberdayaan mendorong proses kemiskinan dalam berbagai bentuk. Indikator kemiskinan Thorbecke (Suharno, 2008) terbagi atas : 1. Headcount Index, yaitu indeks untuk mengukur persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan terhadap total penduduk. Semakin kecil angka indeks menunjukan semakin berkurangnya jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, sebaliknya bila angka indeks semakin besar menunjukan tingginya jumlah persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. 2. Indeks Kedalaman Kemiskinan atau Poverty Gap Index, yaitu ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin kecil nilai indeks menunjukan secara rata-rata pendapatan penduduk miskin sudah semakin mendekati garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan atau dengan kata lain kehidupan penduduk miskin semakin terpuruk. 3. Indeks Keparahan Kemiskinan atau Poverty Severity Index, untuk memberikan gambaran penyebaran pengeluaran penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Sharp, et. Al dalam Amirullah (2001) mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonmi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpal. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
110
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
produktivitas rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karendah rendahnya tingkat pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Secara umum, ada dua macam ukuran kemiskinan yang biasa digunakan yaitu kemiskinan absolute dan kemiskinan relative (Arsyad dan Widodo, 2006). Kemiskinan absolute dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan tersebut dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar (basic need) yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Apabila pendapatan tersebut tidak mencapai kebutuhan minimum, maka dapat dikatakan miskin. Sehingga dengan kata lain bahwa kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kemiskinan relatif yaitu apabila seseorang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti tidak miskin. Hal ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya walaupun pendapatannya sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Kemiskinan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kekurangan kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal dan pendidikan. Hal ini tergantung tidak hanya pendapatan, tetapi juga pada akses ke layanan. Ini termasuk kurangnya penghasilan sumber daya produktif untuk menjamin penghidupan berkelanjutan, kelaparan dan kekurangan gizi, kesehatan yang buruk, terbatas atau kurangnya akses kependidikan dan layanan dasar lainnya, peningkatan morbiditas dan kematian dari penyakit, tunawisma dan perumahan yang tidak memadai, lingkungan yang tidak aman, diskriminasi sosial dan eksklusi. Hal ini juga ditandai dengan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sipil, social dan budaya (Konfrensi Tingkat Tinggi Pembangunan Sosial 2010, dalam Kumalasari, 2011). Konsep Lewis tentang budaya miskin dikutip oleh Alan Gilbert dan Josep Guglert (Nasikun, 1996:112) mengatakan bahwa golongan miskin itu menjadi miskin karena mereka memang miskin. Nikolas Yaung dkk dalam Amirullah (2001), mengatakan bahwa penyebab kemiskinan yaitu: a. Terbentuknya kelas-kelas ekonomi dalam masyarakat b. Terbentuknya pemusatan perkembangan di sektor perkotaan c. Kurangnya sumber-sumber penghidupan di pedesaan d. Kurangnya tenaga produktif di pedesaan e. Perbandingan ratio ketergantungan yang cukup jauh f. Pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan produksi bahan makanan g. Pertambahan jumlah penduduk dan sulitnya lapangan kerja h. Kurangnya perhatian yang sungguh-sungguh untuk pembangunan sektor pedesaan i. Kurangnya perhatian untuk perbaikan mutu dan system pendidikan bagi masyarakat pedesaan yang hidup dalam kemiskinan j. Lingkungan miskin yang berkepanjangan k. Peperangan dan bencana alam Pada umumnya orang berpendapat bahwa kondisi kemiskinan telah mempengaruhi secara negatif berbagai aspek kehidupan masyarakat sehingga tidak http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
111
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
jarang menciptakan kondisi yang disebut lingkaran yang tak berujung pangkal. Terciptanya kondisi semacam ini akan semakin sulit bagi masyarakat untu keluar dari masalah kemiskinan. Berbagai bentuk lingkaran dan mata rantainya dapat dikonstruksi dari proses kemiskinan tersebut. Dari sudut ekonomi misalnya dapat dikatakan bahwa karena kondisi kemiskinan maka pendapatan hanya cukup bahkan tidak jarang kurang cukup untuk memenuhibkebutuhan minimum. Dengan demikian sulit diharapkan adanya kemampuan utnuk menabung yang mengakibatkan tidak adanya investasi sehingga produktifitas tetap rendah dan tetap bertahan pada kondisi kemiskinan. Dari sisi lain lingkaran kemiskinan dapat terbentuk dari rendahnya gizi dan nutrisi dengan mat rantai : rendahnya gizi dan nutrisi dalam kopnsumsi pangan – rendahnya tingkat kesehatan – produktivitas rendah – pendapatan rendah – kemiskinan (Soetomo, 1995) Mallasis dalam Hadi. P. (1995) menggambarkan bahwa lingkaran kemiskinan dari dari produktivitas rendah akan menyebabkan pendapatan rendah, tabungan rendah, dan seterusnya. Selain itu faktor lain yang turut menentukan kemiskinan di suatu wilayah adalah keadaan alam yang tidak menguntungkan walaupun teknologi dan modal tersedia. Hasil penelitian lain yang dikemukakan oleh Chenchovsky dan Meesok Word Bank dalam Faturochman dan Marsellinus (1994 ) menunjukkan adanya hubungan yang positif antara kemiskinan dengan jumlah anggota rumah tangga. Tentu saja hal ini terjadi bila jumlah anggota rumah tangga yang tidak produktif. Sedangkan M. G. Quibria (1993) dalam Hadi P. dan Budi S. (1996) mengemukakan bahwa kemiskinan berkorelasi positif dengan jumlah anggota keluarga dan berkorelasi negatif dengan jumlah pekerja dalam keluarga. Djoyohadikusumo (1994 : 316) memandang faktor penyebab kemiskinan dari adanya kepadatan penduduk dan kondisi lingkungan hidup. Dikatakannya bahwa hal yang terpenting untuk diperhintungkan adalah masalah kepadatan penduduk (population desity) yang menyangkut jumlah penduduk yang terpusat dalam suatu wilayah tertentu, misalnya jumlah penduduk perkilometer persegi. Masalah urbanisasi dan kepadatan penduduk membawa tantangan-tantangan yang cukup serius terhadap lingkungan hidup baik di desa maupun di daerah perkotaan. Todaro (2000) bahwa pada umumnya yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradional. Dengan demikian, faktor-faktor penyebab kemiskinan terutama yang ada di pedesaan diantaranya sempitnya lahan pertanian yang mereka miliki ataupun tidak produktifnya lagi lahan yang dimiliki, rendahnya tingkat pendidikan sehingga berakibat pada rendahnya tingkat pengetahuan dan produktifitas dalam mengelolah usaha taninya, tidak ada pekerjaan sampingan, pendapatan yang tidak menentu sebagai akibat usaha yang sangat tergantung dengan musim serta usia tanaman yang mereka miliki sudah cukup tua sehingga kurang produktif dalam menghasulkan produksi. 3. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna dengan obyek penelitian masyarakat miskin. Populasi adalah keseluruhan subjek atau totalitas subjek penelitian yang dapat berupa orang, benda atau suatu hal yang dimiliki dapat diperoleh atau dapat memberikan informasi data penelitian. Adapun populasi http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
112
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
dalam penelitian ini yaitu seluruh Kepala Keluarga miskin Desa Lohia Kecamatan Lohia. Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi dalam penelitian. Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cluster sampling yaitu mengelompokan penduduk berdasarkan jenis pekerjaanya. Kemudian setiap kelompok akan ditentukan responden dengan metode random sampling sebanyak 15 kepala keluarga setiap kelompok petani, pedagang, dan nelayah dengan pertimbangan bahwa petani memiliki karakteristik yang homogen baik dari cara mengelola usaha taninya serta sarana yang digunakan. Adapun metode pengumpulan data dilakukan dengan cara: obsevasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif yaitu menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna. 4. Hasil Dan Pembahasan Faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat miskin di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna diidentifikasi antara lain pemilikan sarana produksi yang masih sederhana, jumlah tanggungan, pendidikan dan keterampilan, serta tingkat pendapatan yang akan diuraikan sebagai berikut : Tingkat Umur Tabel 1 bahwa dari 29 responden masyarakat miskin, yang paling dominan adalah yang berumur 30-39 tahun, yakni berjumlah 11 responden atau 37,93 persen. Atau dapat pula dikemukakan bahwa dari 17 responden yang berumur 30-39 tahun terdapat 11 responden atau sekitar 64,71 persen yang bertaraf hidup miskin. Data ini menunjukkan bahwa secara deskriptif ada pengaruh faktor umur terhadap kemiskinan. Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Tingkat Umur di Desa Lohia Kecamatan Lohia, Tahun 2015 No
Uraian
1 2
Tidak Miskin Miskin Jumlah
≤29 (tahun) 5 10 15
30-39 (tahun) 6 11 17
≥40 (tahun) 5 8 13
Jumlah 16 29 45
Persentase (%) 35,56 64,44 100
Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2015 Jumlah Tanggungan Keluarga Dalam suatu rumah tangga, jumlah anggota keluarga merupakan beban ekonomi maupun sosial yang harus dipikul oleh kepala keluarga sebagai tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah guna pemenuhan kebutuhan hidup setiap rumah tangga. Namun demikian, jumlah anggota keluarga dapat digunakan sebagai tenaga kerja dalam keluarga untuk membantu pekerjaan pokok maupun pekerjaan sampingan. Jumlah tanggungan keluarga responden masyarakat miskin di Desa Lohia sangat mempengaruhi kondisi kehidupan ekonomi rumah tangganya. Hal ini karena jumlah tanggungan mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumsi secara langsung dalam keluarga yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah tanggungan responden yang diteliti, maka dapat dilihat pada Tabel 2. http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
113
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
Tabel 2 Tabel Silang Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Lohia Kecamatan Lohia, Tahun 2015 No Uraian ≤ 2(orang) 3-4(orang) ≥5(orang) Jumlah Persentase(%) 1 Tidak miskin 2 8 6 16 35,56 2 Miskin 10 16 3 29 64,44 100 Jumlah 12 24 9 45 Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2015 Berdasarkan Tabel 3 jumlah responden yang memiliki tanggungan 2 orang ke bawah atau sama dengan dua sebanyak 12 responden, yang memiliki tanggungan 3-4 orang sebanyak 24 orang sedangkan diatas 5 orang sebanyak 9 orang. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa masyarakat miskin yang paling dominan adalah yang jumlah tanggungannya 3-4 orang, yakni berjumlah 16 responden atau 55,17 persen. Atau dapat pula dikatakan bahwa dari 24 responden yang memiliki tanggungan 3-4 orang terdapat 16 responden atau sekitar 53,33 persen yang bertaraf hidup miskin. Dengan demikian secara deskriptif, dapat dikatakan bahwa kemiskinan masyarakat Desa Lohia Kecamatan Lohia salah satunya dipengaruhi oleh jumlah tanggungan. Dimana semakin tinggi jumlah tanggungan maka tingkat pemenuhan kebutuhan keluarga juga relatif tinggi. Pendidikan dan Keterampilan Rendah Masalah pendidikan adalah masalah yang sangat penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia dalam hal pola pikir. Dengan pendidikan yang rendah tidak mampu untuk merubah pola pikir seseorang untuk berorientasi ke depan. Dimana tingkat pendidikan di lokasi penelitian rata-rata masih sangat rendah yaitu mayoritas responden masih berpendidikan tamat Sekolah Dasar dan hanya sedikit yang tamat SLTA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Formal di Desa Lohia Kecamatan Lohia Tahun 2015 Tdk pernah/tdk Tamat SLTP/ No Uraian Jumlah Persentase tamat SD SD SLTA 1 Tidak miskin 4 8 4 16 35,56 2 Miskin 11 11 7 29 64,44 100 Jumlah 15 19 11 45 Sumber Data : Data Primer Diolah, Tahun 2015 Tabel 3 menunjukkan bahwa masyarakat miskin di Desa Lohia Kecamatan Lohia paling dominan tingkat pendidikannya adalah tidak pernah/tidak tamat SD dan tamat SD saja yakni sebanyak 22 responden atau 75,86 persen. Atau dengan kata lain dari 34 responden yang mempunyai pendidikan tidak pernah/belum tamat SD dan tamat SD terdapat 22 responden atau sekitar 75,56 persen yang bertaraf hidup miskin. Dengan demikian secara deskriptif, pendidikan merupakan faktor penyebab kemiskinan di Desa Lohia Kecamatan Lohia. Dimana rendahnya tingkat pendidikan maka masyarakat tidak mempunyai akses yang baik terhadap informasi, pengetahuan dan teknologi. Sehingga akan mempengaruhi kemampuannya dalam berpikir untuk beralih pekerjaan lain selain
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
114
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
petani, dalam mengembangkan usahanya kepada yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi. Pendapatan Rendah Pendapatan merupakan indikator untuk menggambarkan kondisi ekonomi suatu masyarakat. Makin tinggi tingkat pendapatan yang diterima maka kemungkinan semakin besar konsumsi yang akan dilakukan atau kebutuhan masyarakat tersebut menjadi semakin bertambah. Tabel 4 Distribusi Responden MenurutTingkat pendapatan di Desa Lohia Kecamatan Lohia, Tahun 2015 250.000500.000- 750.000Persentase No Uraian Jumlah 500.000 750.000 900.000 (%) 1 Tidak miskin 0 7 9 16 35,56 2 Miskin 29 0 0 29 64,44 Jumlah 29 7 9 45 100 Sumber Data : Data Primer Diolah. Tahun 2015 Tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pendapatan rendah sebanyak 29 responden, yang memiliki pendapatan cukup sebanyak 7 responden, sedangkan yang memiliki pendapatan tinggi sebanyak 9 responden. Dari 29 responden yang memiliki pendapatan rendah yaitu sebesar Rp 250.000-500.000 bertaraf hidup miskin. Dengan rendahnya tingkat pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat di Desa Lohia menyebabkan perbaikan taraf hidup susah dilakukan karena pendapatan mereka tergolong rendah. Sehingga dapat dikemukkan bahwa secara deskriptif pendapatan mempunyai pengaruh terhadap kemiskinan. Jumlah Tanggungan Berdasarkan hasil penelitian ini di ketahui bahwa sebagian besar masyarakat miskin di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna memiliki jumlah tanggungan yang relatif banyak yakni 4 orang. Hal ini setiap keluarga di wilayah ini memiliki tingkat pemenuhan kebutuhan hidup yang juga relatif tinggi. Jika dalam suatu rumah tangga memiliki jumlah tanggungan tidak diimbangi dengan tingkat pendapatan keluarga yang tinggi akan berdampak pada kehidupan ekonomi dan sosial rumah tangga yang bersangkutan. Mengingat umumnya pendapatan masyarakat miskin di Desa Lohia memperoleh pendapatan yang rendah dan tidak menentu maka tentu akan berpengaruh terhadap pendapatan perkapita keluarga yang bersangkutan yang pada gilirannya juga mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosial rumah tangganya. Hal ini dikarenakan dalam setiap keluarga hanya satu orang yang bekerja. Kondisi ekonomi yang dimaksud adalah kemampuan rumah tangga tersebut memenuhi kebutuhan hidup kesehariannya. Sedangkan kondisi social dilihat dari kemampuan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikan anggota keluarga. Kecilnya pendapatan perkapita sebagai implikasi dari banyaknya jumlah tanggungan keluarga menjadi salah satu faktor penyebab kemiskinan di Desa Lohia. Kepemilikan Sarana Produksi yang Masih Sederhana dan Etos Kerja
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
115
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
Temuan penelitian menunjukkan bahwa sarana pertanian yang dimiliki masyarakat miskin di Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna masih sangat sederhana yaitu masih menggunakan pacul, tembilang dan parang sebagai sarana dalam mengelola usaha taninya. Sebab bila para petani menggunakan traktor mereka akan menjangkau lahan-lahan yang potensi tanahnya cukup baik. Sedangkan sarana yang digunakan nelayan masih sangat minim yaitu masih menggunakan tali pancing dan pukat. Sedangkan dari segi etos kerja masyarakat miskin Desa Lohia Kecamatan Lohia masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki masyarakatnya. Dengan rendahnya etos kerja tersebut maka berpengaruh terhadap tingkat pendapatan, dimana semakin rendah etos kerja seseorang maka semakin rendah pula tingkat pendapatannya dan sebaliknya. Penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Atang dengan judul penelitian Studi Tingkat Kemiskinan Masyarakat Kelurahan Benua Nirae Kecamatan Abeli kota Kendari. Di mana fakror yang mempengaruhi kemiskinan di Kelurahan Benua Nirae adalah sempitnya lahan pertanian dan pemilikan sarana produksi yang masih sederhana, rendahnya tingkat pendidikan, tidak adanya pekerjaan sampingan, jumalah tanggungan serta tingkat pendapatan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan masyarakat Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten muna adalah pemilikan sarana produksi yang masih sangat sederhana, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Hal ini sejalan dengan pendapat Todaro (2000) bahwa pada umumnya yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradional. Dengan demikian, faktor-faktor penyebab kemiskinan terutama yang ada di pedesaan diantaranya sempitnya lahan pertanian yang mereka miliki ataupun tidak produktifnya lagi lahan yang dimiliki, rendahnya tingkat pendidikan sehingga berakibat pada rendahnya tingkat pengetahuan dan produktifitas dalam mengelolah usaha taninya, tidak ada pekerjaan sampingan, pendapatan yang tidak menentu sebagai akibat usaha yang sangat tergantung dengan musim serta usia tanaman yang mereka miliki sudah cukup tua sehingga kurang produktif dalam menghasilkan produksi. 5. Simpulan Dan Saran Faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan di Desa Lohia yaitu : tingkat umur; besarnya beban tanggungan keluarga; rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan, rendahnya tingkat pendapatan, dan sarana produksi yang masih sederhana serta etos kerja yang rendah. Berdasarkan kesimpulan ini maka disarankan: a. Diharapkan kepada pemerintah pusat dan daerah agar lebih memperhatikan masalah kemiskinan khususnya di Desa Lohia karena tingkat kemiskinan di Desa Lohia sangat tinggi. b. Diharapkan kepada pemerintah untuk memberikan bantuan khususnya di Desa Lohia berupa sarana pertanian kepada masyarakat, penyuluhan tentang KB, mengadakan pelatihan/kursus untuk menambah pengetahuan/keterampilan masyarakat untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
116
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
Daftar Pustaka Amirullah. 2001. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan dan Pengangguran (Studi Kasus di Desa Mola Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Buton). Fakultas Ekonomi, Balai Penelitian Universitas Haluoleo, Kendari. Baswir, Revrisond dkk,2003.Pengembangan Tanpa Perasaan,Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi,Sosial dan Budaya,Elsam.Jakarta. Bakti News,2008. Pendataan Kemiskinan Berbasis Masyarakat.Edisi Februari,Bakri. Makassar. Badan Pusat Statistik. 2014. Sulawesi Tenggara dalam Angka. Kendari. Djoyohadikusumo, Sumitno. 1994. Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. LP3ES. Jakarta. Ginanjar, Kartasasmita. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat. PT. Pustaka Cidosindo. Jakarta. Hadi, P. 1995. Petani Desa dan Kemiskinan. Jakarta. Hadi, Prayitno dan Budi Santoso. 1996. Ekonomi Pembangunan. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hans Dieter Sumardi. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali. H G. Suseno, Trivanto, Widodo. 1997. Indikator Ekonomi Dasar dan Kebijaksanaan Perekonomian Indonesia. Canesius. Jakarta. Kusnaedi. 1995. Membangun Desa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Kumalasari, Merna. 2011.Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Rata – Rata Lama Sekolah, Pengeluaran Perkapita dan Jumlah Penduduk Terhadap Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah.(Skripsi).Semarang:Universitas Diponegoro. Michael P, Todaro. 1983. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Ghalia Indonesia. Jakarta. Mudrajat, Kuncoro. 1997. Ekonomi Pembagunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan). UPP. AMP. YKPN. Yogyakarta. Mulo, Marcellinus dan Faturochman. 1994. Kemiskinan dan Kependudukan di Pedesaan Jawa: Analisis Data SUSENAS 1992, Kerja Sama Pusat Penelitian Kependudukan. Universitas Gajah Mada dengan Biro Pusat Statistik. Yogyakarta. Munandar, S. 1995. Ilmu-Ilmu Dasar Sosial. Jakarta. Nasikun.1996.Urbanisasi dan Kemiskinan.Yogyakarta : PT.Tiara Wacana Yogya. Rendra, Roy.2010.Determinan Kemiskinan dan Tinjauan Literatur.(0nline).digital131195-T 27312.Departemen Kemiskinan-Tinjauan Literatur.pdf.diakses 2012. Rober, Thamber. 1983. Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang. LP3ES. Jakarta. Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Pustaka Jaya. Jakarta. Syahrir. 1986. Ekonomi Politik Kebutuhan Pokok (Sebuah Tinjauan Perspektif). LP3ES. Jakarta. Suharno.2008.Metode Pengukuran Kemiskinan Makro (Garis Kemiskinan di Indonesia).(online).809-MU090653.pdf.diakses 2012. Tadjuddin, Noer, Effendi.1995. Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan. PT. Tiara Wacana. Yogyakarta.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
117
Cica Sartika, M.Yani Balaka, dan Wali Aya Rumbia: Studi Faktor.......
Todaro, Michael, P.2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Ketujuh (diterjemahkan oleh Haris Munandar). Erlangga. Jakarta. Widodo, Tri.2006.Perencanaan Pembangunan : Aplikasi Komputer (era Otonomi Daerah).Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
118