1
PERUBAHAN FONEM DALAM TUTURAN BAHASA MUNA OLEH MASYARAKAT DESA WAKORAMBU KECAMATAN BATALAIWORU KABUPATEN MUNA Husniar Saribu Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo, 2015
Anggota Penulis Dr. Asna Ntelu, M.Hum (Pembimbing I) Ulfa Zakaria, S,Pd, M.Hum (Pembimbing II)
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan wujud Perubahan Fonem dalam tuturan bahasa muna oleh masyarakat desa Wakorambu, Kecamatan Batalaiworu, Kabupaten Muna. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah wujud perubahan fonem dalam tuturan bahasa muna oleh masyarakat desa Wakorambu, Kecamatan Batalaiworu, Kabupaten Muna?. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas teknik simak, cakap, catat, dan teknik rekam. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh wujud perubahan fonem dalam bahasa muna bentuk adaptasi, kontraksi, metatesis, penambahan fonem dan pengurangan fonem. Untuk itu, disarankan kepada peneliti berikutnya agar menelusuri bahasa Muna dari segi linguistik, maupun penerapannya dengan tujuan melestarikan bahasa Muna. Kata-kata kunci : Kata, Perubahan Fonem, Bahasa Muna.
PENDAHULUAN Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna, bahasa digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi untuk dapat berinteraksi antara sesama anggota masyarakat dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam. Menurut Carrol (dalam Oka, 1994: 2) bahasa
adalah sistim bunyi dan urutan bunyi vokal yang terstruktur yang digunakan, dalam komunikasi
interpersonal
manusia
dan
secara
lengkap
digunakan
untuk
mengungkapkan sesuatu, peristiwa, dan proses yang terdapat di sekitar manusia. Hal tersebut menjadikan bahasa berperan penting dalam mengendalikan komunikasi agar orang yang terlibat dalam komunikasi dapat saling memahami. Hal ini berarti bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita (Tarigan, 1990:2). Bahasa di dunia ini diperkirakan berjumlah 2000 buah, diantaranya 715 buah berada di Indonesia yang disebut bahasa daerah atau disebut juga bahasa Nusantara (Pateda dan Pulubuhu, 2010: 13). Bahasa daerah adalah sarana komunikasi yang digunakan di suatu wilayah atau daerah tertentu. Bahasa daerah merupakan salah satu identitas suatu suku, penentu atau ciri-ciri dari suatu daerah, sehingga bahasa daerah dijadikan kebanggaan suatu daerah. Hal ini senada dengan pendapat Pateda (2001: 94) yang mengatakan bahasa daerah adalah bahasa yang dipakai oleh penutur bahasa yang tinggal di daerah tersebut untuk berkomunikasi antarsesama mereka. Bahasa daerah harus dijaga dan dilestarikan agar tidak punah. Hal ini dimaksudkan agar bahasa asli daerah tetap ada, sebagai wujud kemajemukan budaya bangsa Indonesia. Salah satu bahasa daerah yang terdapat di Indonesia adalah bahasa Muna yang berasal dari Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Bahasa Muna adalah sarana komunikasi yang digunakan oleh masyarakat Muna untuk berinteraksi, berhubungan dan bekerja sama dengan sesamanya. Bahasa Muna memiliki peranan penting bagi masyarakat penuturnya, sehingga harus dijaga dan dilestarikan agar tidak terkontaminasi oleh bahasa lain. Pelestarian bahasa Muna dapat dilakukan antara lain dengan cara meningkatkan keaktifan dalam menggunakan bahasa Muna, meningkatkan pemahaman terhadap kosa kata bahasa Muna, menghilangkan rasa malu dan gengsi menggunakan bahasa Muna, dan ikut berpatisipasi dalam semua kegiatan pengembangan dan pelestarian bahasa Muna. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
oleh
Danie
(1998:
2)
3
bahwa
pelestarian,
pembinaan,
dan
pengembangan bahasa daerah bukan hanya kepentingan bahasa daerah itu sendiri, melainkan juga kepentingan nasional bangsa Indonesia. Pada dasarnya, meskipun suatu bahasa dijaga dan dilestarikan, namun di dalam praktik bertutur bunyi atau fonem bahasa itu tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling berkaitan di dalam suatu runtutan bunyi (Chaer, 2009: 96). Sebagaimana diketahui, pada waktu berbicara atau menulis, kata-kata yang diucapkan atau ditulis tidak tersusun begitu saja, melainkan mengikuti aturan yang ada. Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, seorang penutur harus memilih katakata yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa yang digunakan. Namun peneliti melihat berbagai macam fenomena yang terjadi dalam penggunaan bahasa Muna di desa Wakorambu, Kecamatan Batalaiworu, Kabupaten Muna. Fenomena yang terjadi di antaranya telah terjadi perubahan fonem dalam penggunaan bahasa Muna, misalnya kata bungsolo ‘mata’ menjadi omata ‘mata’. Kata bungsolo ‘mata’ merupakan kata utuh dalam bahasa Muna. Namun masyarakat setempat karena faktor tertentu, mengucapkan kata omata ‘mata’ yang merupakan hasil adaptasi dari bahasa Indonesia. Ada pula perubahan fonem dalam penggunaan bahasa Muna oleh masyarakat desa Wakorambu, misalnya pada kata miinahi diucapkan miina yang berarti ‘tidak’. Perubahan fonem tersebut merupakan wujud perubahan fonem bentuk penghilangan fonem di akhir kata atau disebut apokope. Perubahan fonem dalam penggunaan bahasa Muna pada sebuah kata tertentu dikhawatirkan dapat mengganggu keutuhan bahasa Muna dan akan berdampak buruk pada masa yang akan datang. Penggunaan bahasa Muna saat ini mempunyai peranan dan pengaruh terhadap pemerolehan bahasa Muna seseorang pada masa yang akan datang. Peneliti khawatir melihat penggunaan bahasa saat ini. Bahasa yang paling populer adalah bahasa-bahasa gaul, bahkan bahasa Indonesia sendiri sudah tidak begitu diperhatikan dalam pengucapannya, terkadang sudah tidak baku lagi.
Berdasarkan
kenyataan-kenyataan
tersebut
penulis
terdorong
untuk
melakukan penelitian ini. Melalui penelitian yang akan mendokumentasikan wujud perubahan fonem dalam tuturan bahasa Muna oleh masyarakat desa Wakorambu, Kecamatan Batalaiworu, Kabupaten Muna diharapkan masyarakat Muna khususnya masyarakat desa Wakorambu akan memperoleh informasi tentang perubahan fonem yang terjadi dalam tuturan bahasa Muna. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam penelitian menggunakan teori (1) Masnur (2008:118) bahwa secara fonetis maupun fonemis, akibat dari saling berkaitan dan pengaruh-mempengaruhi bunyi-bunyi itu bisa saja berubah, (2) Pateda (2009: 120) bahwa dalam perkembangan suatu bahasa atau ketika bunyi-bunyi bahasa dihasilkan, sering bunyi-bunyi bahasa mengalami perubahan. Perubahan yang dimaksud berupa: (i) penyesuaian atau adaptasi; (ii) perubahan dalam bentuk disimilasi; (iii) perubahan dalam bentuk kontraksi; (iv) perubahan dalam bentuk metatesis; (v) penghilangan fonem; dan (vi) penambahan fonem. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan wujud perubahan fonem dalam tuturan bahasa Muna oleh masyarakat desa Wakorambu, Kecamatan Batalaiworu, Kabupaten Muna. Data penelitian ini adalah seluruh tuturan dalam bahasa Muna yang digunakan oleh masyarakat desa Wakorambu, Kecamatan Batalaiworu, Kabupaten Muna. Sumber data penelitian ini berasal dari informan berbahasa Muna. Informan pada penelitian ini adalah penutur bahasa Muna yang berasal di desa Wakorambu, Kecamatan Batalaiworu, Kabupaten Muna, dan buku-buku atau cerita rakyat yang berbahasa Muna. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas (1) teknik simak digunakan peneliti untuk menyimak tuturan/penggunaan bahasa Muna oleh
5
masyarakat di desa Wakorambu. (2) Teknik cakap digunakan peneliti untuk melakukan percakapan langsung dengan beberapa orang yang menjadi informan. (3) Teknik catat dilakukan peneliti untuk mencatat hal-hal yang berhubungan dengan penutur (identitas penutur) meliputi: nama, umur, status, dan pekerjaan. (4) Teknik rekam dilakukan peneliti untuk memperoleh data yang sebenarnya dalam bentuk pita rekaman yang akan ditranskripsikan dalam bentuk tulisan. (5) Teknik dokumentasi dilakukan peneliti untuk mengumpulkan dokumen berupa naskah atau cerita rakyat yang berbahasa Muna. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut: (1) peneliti menyalin data dari hasil rekaman kedalam bentuk tertulis, (2) mengedentifikasi perubahan-perubahan fonem dalam tuturan bahasa Muna oleh masyarakat desa Wakorambu, kecamatan Batalaiworu, Kabupaten Muna, (3) mengklasifikasi data, yakni peneliti mengklasifikasi wujud perubahan fonem yang terdapat dalam tuturan masyarakat Muna di desa Wakorambu pada saat berkomunikasi, (4) menganalisis hasil klasifikasi data, (5) menyimpulkan hasil analisis data untuk ditulis sebagai hasil penelitian. HASIL PENELITIAN Wujud perubahan fonem dalam tuturan bahasa Muna oleh masyarakat desa Wakorambu, Kecamatan Batalaiworu, Kabupaten Muna ditemukan sejumlah empat bentuk. Perubahan Fonem Bentuk Kontraksi Wujud perubahan fonem bentuk kontraksi yakni perubahan fonem yang disebabkan oleh penghilangan atau pergantian beberapa fonem. Misalnya: 1) a. Kabhela ‘luka’ menjadi kabhala ‘besar’ b. Miinahi ‘tidak’ menjadi miinaho ‘belum’ c. Karuku ‘rumput’ menjadi karaku ‘kotor’
Ketiga perubahan fonem di atas merupakan perubahan fonem bentuk kontraksi yang dapat membedakan makna. 2) a. Mahingka menjadi mahingga ‘walau hanya’ b. Aowora menjadi aowura ‘saya melihat’ c. Bhonsoraki menjadi bhansoroki ‘menyusuri’ Ketiga perubahan fonem di atas merupakan perubahan fonem bentuk kontraksi yang tidak membedakan makna atau maknanya tidak mengalami perubahan. Perubahan Fonem Bentuk Metatesis Wujud perubahan fonem bentuk metatesis yakni perubahan fonem yang disebabkan oleh pertukaran tempat satu atau beberapa fonem. Misalnya: 1) Madaho ‘nanti’ dan damaho ‘sudah dekat’ 2) Masole ‘tampan/ganteng’ dan selamo ‘sudah sembuh’ 3) Laano ‘batangnya’ dan nolaa ‘lurus’ Ketiga perubahan fonem di atas merupakan perubahan fonem bentuk metatesis yang membedakan makna atau maknanya mengalami perubahan. Perubahan Fonem Bentuk Penambahan Fonem Wujud perubahan fonem bentuk penambahan fonem yakni perubahan fonem yang disebabkan oleh bertambahnya beberapa fonem, baik disadari maupun tidak disadari oleh penuturnya. Perubahan fonem bentuk penambahan fonem terbagi atas tiga bentuk, yakni; protesis (penambahan di awal kata), epentesis (penambahan di tengah kata), dan paragog (penambahan di akhir kata). 7
1) Protesis (penambahan fonem di awal kata) a. Hiri ‘kupas’ menjadi ahiri ‘akhir’ (terjadi perubahan makna) b. Ghompakanau menjadi foghompakanau (tidak terjadi perubahan makna) 2) Epentesis (penambahan fonem di tengah kata) a. Paso ‘paku’ menjadi paraaso ‘barang dagangan’ (terjadi perubahan makna) b. Detula-tula menjadi detutula ‘bercerita’ (tidak terjadi perubahan makna 3) Paragog (penambahan fonem di akhir kata) a. Bangko ‘tempat duduk’ menjadi bangkoa ‘pelupuk mata’ (terjadi perubahan makna) b. Miinahi nandogho menjadi miinahi nando ‘tidak ada’ (tidak terjadi perubahan makna) Perubahan Fonem Bentuk Pengurangan Fonem Wujud perubahan fonem bentuk pengurangan fonem yakni perubahan fonem yang disebabkan oleh hilangnya beberapa fonem, baik disadari maupun tidak disadari oleh penuturnya. Perubahan fonem bentuk pengurangan fonem terbagi atas tiga bentuk, yakni; bentuk aferesis (penghilangan di awal kata), sinkope (penghilangan di tengah kata), dan apokope (penghilangan di akhir kata. 1) Aferesis (pengurangan fonem di awal kata)
a. Pogau ‘bercerita’ menjadi gau ‘masak’ (terjadi perubahan makna) b. Ihintu menjadi hintu ‘kamu’ (tidak terjadi perubahan makna) 2) Apokop (pengurangan fonem di tengah kata) a. Bharanti ‘liburan’ menjadi bharani ‘berani’ (terjadi perubahan makna) b. Kamasighoono menjadi kasiasighoono ‘kesukaannya’ (tidak terjadi perubahan makna) 3) Sinkop (pengurangan fonem di akhir kata) a. Angkafi ‘susul’ menjadi angka ‘mampir’ (terjadi perubahan makna) b. Nokala menjadi noka ‘dia pergi’ (tidak terjadi perubahan makna) PEMBAHASAN Wujud perubahan fonem yang terjadi dalam tuturan bahasa Muna oleh masyarakat desa Wakorambu, Kecamatan Batalaiworu, Kabupaten Muna, terdiri atas empat bentuk yakni: bentuk kontraksi, metatesis, penambahan fonem, dan pengurangan fonem. Keempat bentuk perubahan fonem tersebut berdampak pada perubahan makna. Namun, ada beberapa perubahan fonem yang tidak berdampak pada perubahan makna. Dampak yang terjadi dari perubahan fonem yang tidak menyebabkan perubahan makna tersebut pada nasib keutuhan bahasa Muna yang akan datang. Keadaan seperti ini akan menyebabkan bahasa Muna berubah dari bentuk aslinya dan lambat laun akan punah.
9
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka penulis menarik simpulan sebagai berikut: (1) Data yang mengalami perubahan fonem bentuk kontraksi dalam penelitian ini ditemukan dalam tiga bentuk, yakni; (i) pergantian fonem di awal kata, (ii) pergantian fonem di tengah kata, (iii) pergantian fonem di akhir kata, yang dapat menyebabkan perubahan makna dan beberapa diantaranya tidak menyebabkan perubahan makna. (2) Data yang mengalami metatesis dalam penelitian ini ditemukan sejumlah 18 kata. (3) Data yang mengalami penambahan fonem dalam penelitian ini ditemukan dalam 3 bentuk yaitu; protesis (penambahan di awal kata) sejumlah 4 kata, epentesis (penambahan di tengah kata) sejumlah 7 kata, dan paragog (penambahan di akhir kata) sejumlah 3 kata, yang dapat menyebabkan perubahan makna dan beberapa diantaranya tidak menyebabkan perubahan makna. (4) Data yang mengalami pengurangan atau penghilangan fonem dalam penelitian ini ditemukan dalam 3 bentuk yantu; aferesis (penghilangan di awal kata) sejumlah 4 kata, sinkope (penghilangan di tengah kata) sejumlah 11 kata, apokope (penghilangan di akhir kata) sejumlah 4 kata, yang dapat menyebabkan perubahan makna dan beberapa diantaranya tidak menyebabkan perubahan makna. Mengingat bahasa Muna menjadi alat komunikasi antar masyarakat penuturnya, diharapkan kepada seluruh masyarakat Muna dalam berbagai kalangan dan status sosial, ikut serta dalam upaya pembinaan dan pelestarian bahasa Muna, sehingga bahasa Muna tetap utuh dan tidak punah.
DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Danie, J Akun, 1998. Geografi Dialek Bahasa Sangir. Manado: Pusat Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. Jauhari, Heri. 2009. Pedoman Menulis Karya Ilmiah. Pustaka Setia: Bandung Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa (Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya)_Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
Miles.Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas lndonesia. Moleong, Lexi J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Muslich, Masnur. 2011. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara Oka dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Pateda, Mansoer. 2009. Pengantar Fonologi. Gorontalo: Viladan Pateda dan Pulubuhu. 2010. Bahasa Indonesia Di Perguruan Tinggi. Gorontalo: Viladan Patilima, Hamid. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Rene dan La Ode Sidu. 1996. Kamus Muna-Indonesia. Kendari: Universitas Haluoleo Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta 11
Santori, Djam’an dan Komariah. 2011. Metodologi Penenlitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Saussure, Ferdinand. 1993. Linguistik Umum. Jakarta: Gajah Mada University Press Tarigan, H.G. 1990. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa.