Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PROYEK SECOND WATER AND SANITATION FOR LOW INCOME COMMUNITIES (WSLIC – 2) DI KABUPATEN MALANG Azhar Siswanto, Rianto B. Adihardjo Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Bidang Keahlian Manajemen Proyek, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
ABSTRAK Responden di desa Karangsuko menganggap faktor sosial ekonomi memiliki peringkat tertinggi untuk mengukur tingkat keberhasilan proyek WSLIC-2 dengan variabel yang paling dominan adalah pengelolaan dana proyek dilakukan secara terbuka / transparan, sedangkan Desa Jombok menganggap faktor teknologi dan manajemen merupakan peringkat tertinggi dengan variabel yang paling dominan adalah penggunaan teknologi sederhana dan banyak dikenal masyarakat. Kata kunci: Partisipasi masyarakat, Analisis rata–rata skor, Proyek WSLIC-2
PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen untuk mewujudkan tujuan dan target peningkatan akses air bersih dan sanitasi dasar untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Pada masa lalu peningkatan akses air bersih dan sanitasi dasar lebih banyak direncanakan oleh lembaga penyelenggara pembangunan tanpa melibatkan warga masyarakat yang menjadi sasaran. Program pembangunan seperti ini kemudian sering disebut dengan pembangunan yang top-down (diturunkan dari atas ke bawah). Meskipun program pembangunan didasarkan pada proses penjajakan kebutuhan masyarakat, namun hanya didasarkan pada suatu survey atau penelitian akademis yang tidak melibatkan masyarakat secara penuh dan berarti. Hal ini masih ditambah dengan ketidakmampuan masyarakat untuk bersuara menyatakan pendapatnya yang mengakibatkan rendahnya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi secara baik dalam kehidupan sosial maupun politik (Mukherjee, 2002:2). Masih adanya kemiskinan di tengah kemakmuran ekonomi adalah salah satu isu yang sangat problematis dalam pembangunan dewasa ini, dimana banyak negara (khususnya dalam negara yang berkembang), pembangunan ekonomi tidak diikuti oleh adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat sosial masyarakat. Dengan kata lain, pembangunan yang bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi (economic-growth development) telah berhasil membawa kemakmuran tetapi tidak membawa kesejahteraan. Hal ini kemudian sering disebut dengan pembangunan terdistorsi (distorted development). Sejalan dengan itu, pemerintah Indonesia dan Bank Dunia sebagai lembaga donor mempunyai misi untuk mengurangi kemiskinan dengan membantu orang miskin memperoleh akses yang berkelanjutan terhadap sarana air bersih dan sanitasi. Dalam kaitannya dengan hal ini, maka yang menjadi fokus perhatian adalah meningkatkan jangkauan pelayanan, meningkatkan kinerja pelayanan, meningkatkan akses terhadap air bersih di pedesaaan, serta mengelola sumber air secara efektif.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
Pengembangan pelayanan air bersih tersebut akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, karena meningkatnya kualitas kesehatan akan meningkatkan kualitas kehidupan yang membuat manusia lebih produktif, sehingga pada gilirannya akan menurunkan jumlah orang miskin. Suatu program pembangunan akan berkesinambungan apabila program tersebut menggunakan dan mendukung partisipasi masyarakat. Strategi yang dikembangkan dalam program/proyek pengembangan pelayanan air bersih harus meningkatkan partisipasi masyarakat pada semua tahapan proyek, yaitu tahap perencanaan proyek, tahap implementasi proyek, tahap pengoperasian dan tahap pemeliharaan (paska proyek). Terdapat sekitar 100 juta penduduk Indonesia yang tidak memiliki akses dan akses rendah terhadap sarana air bersih (SAB). Mereka mengalami kesulitan untuk memperoleh air bersih secara memadai karena berbagai sebab, sehingga status kesehatannya juga tergolong rendah (World Development Report 2000/2001 The World Bank, 2000:34). Second Water and Sanitation For Low Income Communities Project (WSLIC–2) merupakan salah satu upaya Pemerintah yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan status derajat kesehatan masyarakat melalui penyediaan SAB yang aman, mencukupi, dan mudah dijangkau terutama oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Pemberian dana bantuan dalam proyek WSLIC-2 dilakukan secara langsung ke masyarakat desa melalui Tim Kerja Masyarakat (TKM) yang kepengurusannya dipilih oleh masyarakat melalui rembug desa (pleno desa). Total dana yang diberikan kepada masyarakat desa disesuaikan dengan perencanaan yang tercantum dalam Rencana Kerja Masyarakat (RKM). Rencana Kerja Masyarakat (RKM) ini disusun oleh TKM didampingi fasilitator masyarakat. Komposisi pendanaan tingkat desa meliputi 72% dana dari pemerintah RI (loan bank dunia), 8% dana dampingan APBD setempat dan 20% kontribusi masyarakat. Dana kontribusi masyarakat dibedakan menjadi 2, yaitu 16% incash (uang tunai) dan 4% berupa inkind (tenaga kerja dan bahan lokal yang dinilai harganya). Peneliti memilih Kabupaten Malang sebagai subjek penelitian dengan pertimbangan: (1) akses komunikasi relatif mudah, (2) ciri etnik lengkap: Jawa, Madura dan campuran, (3) pelaksanaan pekerjaan relatif lancar, (4) sarana air bersih dan sanitasi hasil pelaksanaan pekerjaan berfungsi dengan baik, dan (5) partisipasi masyarakat diduga cukup tinggi. Program peningkatan derajat kesehatan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah secara berkesinambungan melalui program “Second Water and Sanitation for Low Income Communities (WSLIC-2)” didukung pinjaman program loan, dan hibah bantuan teknis/desa. Agar program tersebut dapat tercapai, dilakukan pendekatan pelaksanaan pembangunan daerah dengan meningkatkan tranparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat pada semua tahap pembangunan (mulai dari peminatan desa, pemilihan desa, kepengurusan, opsi teknis, perumusan, pada masa implementasi pembangunan di desa) dengan menggunakan Method Participatory Approach– Participatory Hygine and Sanitation Transformation (MPA–PHAST). Secara nasional Proyek WSLIC-2 telah berjalan 5 tahun (2002–2006). Di Jawa Timur meliputi 14 kabupaten, termasuk Kabupaten Malang. Departemen Kesehatan RI bekerja sama dengan World Bank dan Australian Agency for International Development (AUSAID) telah menyusun standarisasi manajemen proyek berupa Buku Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang memuat konsep, tujuan, kriteria, syarat, tahapan, kelembagaan, dan pendanaan proyek yang harus diacu oleh segenap pelaku terkait. Dari hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi ada desa yang dianggap berhasil dan ada yang kurang berhasil dan diduga partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor penyebab keberrhasilan pelaksanaan Proyek WSLIC-2 ini.
ISBN : 978-979-99735-3-5 B-1-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
Sampai saat sekarang belum ada kajian mendalam secara khusus yang dilakukan untuk mengungkap dan mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Proyek WSLIC-2 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini penting segera dilakukan, karena salah satu pemicu Proyek WSLIC-2 adalah berbasis partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah: a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Partisipasi Masyarakat di desa Karangsuko dan desa Jombok. b. Mengetahui faktor apa yang membedakan partisipasi di Desa Karangsuko dan Desa Jombok. METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan penelitian evaluatif ini, penulis mengambil lokasi penelitian di desa Karangsuko dan desa Jombok Kabupaten Malang. Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat tersebut ada beberapa hal yang harus ditempuh/dilakukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Merumuskan masalah dan tujuan penelitian 2. Studi literatur 3. Pemilihan lokasi penelitian 4. Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor-faktor yang mempunyai pengaruh pada tingkat partisipasi masyarakat pada proyek WSLIC-2 di Kabupaten Malang). 5. Menentukan teknis pengumpulan data. 6. Menyusun dan menyebarkan kuisioner. 7. Menganalisis data IMIS (Integrated Management Information System), yaitu data sekunder yang diperoleh dari kantor monitoring proyek WSLIC-2. 8. Melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap hasil kuesioner. 9. Melakukan analisa rata–rata skor. 10. Menyimpulkan dan memberikan saran. Dari hasil analisis dari masing-masing tahapan tersebut selanjutnya di interpretasikan untuk mendapatkan kesimpulan dan saran. Berdasarkan tahapan diatas, maka pelaksanaan penelitian ini yang dianggap mampu dijadikan sebagai sumber data karena sesuai untuk memberikan informasi yang dibutuhkan adalah: 1. Central Project Management Unit (CPMU) proyek WSLIC-2 pusat. 2. Project Team Leader Proyek WSLIC-2 Pusat. 3. Sekretariat Project Management Unit Proyek WSLIC-2 Propinsi Jawa timur. 4. Province Liaison officer (PLO) Jawa Timur 5. Ketua DPMU Kabupaten Malang 6. Konsultan Teknik (WSS Engineer) dan Konsulatan Pemberdayaan dan Kesehatan (CHD-Specialist) Proyek WSLIC-2 Kabupaten Malang 7. Community Facilitator Team (CFT) Kabupaten Malang 8. Tim Kerja Masyarakat (TKM)/Badan Pengelola Sarana Air Bersih Desa 9. Masyarakat desa terkait ANALISA DAN PEMBAHASAN Analisis Rata–rata Skor Tujuan dari analisis rata–rata skor adalah untuk mengetahui variabel mana yang paling dominan dalam mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat terhadap implementasi proyek WSLIC-2 di Kabupaten Malang. Langkah–langkah yang dilakukan untuk menghitung nilai rata–rata skor adalah:
ISBN : 978-979-99735-3-5 B-1-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
1. Menghitung frekuensi pernyataan dari masing–masing variabel yaitu tidak penting (1), kurang penting (2), cukup penting (3), penting (4), dan sangat penting (5). 2. Memberikan bobot pilihan pada hasil penjumlahan frekuensi tiap variabel dimana tidak penting = 1, kurang penting = 2, cukup penting = 3, penting = 4, dan sangat penting = 5. 3. Menghitung nilai rata–rata skor. Rata–rata Skor Penilaian Responden Terhadap Faktor Internal Sumber Daya Manusia Hasil penelitian diketahui bahwa semua variabel yang terdapat dalam faktor sumber daya alam memiliki skor diatas 4 kecuali untuk variabel Tim Kerja Masyarakat mempunyai keahlian di bidang kesehatan yang memiliki skor mendekati 4. Artinya bahwa responden menganggap penting terhadap semua komponen–komponen yang terdapat dalam sumber daya manusia sebagai bentuk partisipasi masyarakat diantaranya partisipasi masyarakat melalui kehadiran masyarakat sekitar wilayah pada saat sosialisasi, masyarakat dapat menentukan sasaran prioritas yang akan mendapat proyek, terlibat aktif dalam kegiatan FGD, dan dapat menentukan sarana dalam perencanaan. Selain itu juga keterlibatan masyarakat baik itu laki–laki maupun perempuan, kaya atau miskin, tokoh masyarakat atau warga, dan sebagainya. Variabel yang paling dominan di desa Jombok adalah Tim Kerja Masyarakat (TKM) mempunyai keahlian di bidang kemasyarakatan (skor = 4,45). Sedangkan variabel yang paling dominan di desa Karangsuko adalah masyarakat hadir pada saat sosialisasi proyek (skor = 4,45). Dari perhitungan skor secara keseluruhan, variabel yang paling dominan adalah Lurah, LPMD dan tokoh masyarakat memahami tentang program WSLIC-2 (skor = 4,34). Skor penilaian untuk variabel–variabel yang berhubungan dengan partisipasi seluruh masyarakat, desa Karangsuko lebih besar dibandingkan desa Jombok. Namun pada variabel–variabel yang berhubungan dengan keterlibatan Kepala Desa maupun Tim Kerja Masyarakat, desa Jombok memiliki rata-rata skor yang lebih besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menurut responden di desa Karangsuko, keberhasilan proyek WSLIC-2 ditentukan dari peran aktif seluruh lapisan masyarakat di desa tersebut. Sedangkan menurut responden di desa Jombok lebih mengutamakan kemampuan Kepala Desa dan Tim Kerja Masyarakat. Kecenderungan ini dapat menggambarkan mengapa sampai dengan tahap akhir, Desa Karangsuko lebih berhasil daripada Jombok, karena pendekatan proyek WSLIC-2 berorientasi pada pemberdayaan masyarakat dan bukan proyek milik kelompok elit desa yang dalam pembahasan ini diwakili oleh kelompok TKM dan Kepala Desa. Sebagian besar responden di Desa Karangsuko menganggap bahwa kehadiran pada saat sosialisasi sangat penting karena keberhasilan proyek tergantung pada seberapa besar keterlibatan/tingkat partisipasi dari seluruh masyarakat. Berbeda dengan masyarakat di Desa Jombok yang menganggap bahwa kemampuan TKM dan Kepala desa lebih penting, artinya bisa saja masyarakat “pasrah” kepada elite desa dan acuh terhadap proyek. Rata–rata Skor Penilaian Responden Terhadap Faktor Internal Sumber Daya Alam Total skor penilaian responden terhadap faktor sumber daya alam menunjukkan nilai mendekati 4 baik itu secara keseluruhan maupun untuk masing – masing desa di wilayah studi. Variabel yang paling dominan untuk desa Jombok adalah masyarakat memberikan kontribusi berupa material setempat yang relevan dan memenuhi syarat teknis (skor = 3,89). Dan untuk desa Karangsuko adalah tanah, tanaman, dan
ISBN : 978-979-99735-3-5 B-1-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
kepemilikan masyarakat yang terkena proyek tidak mendapat ganti rugi (skor = 3,85). Secara keseluruhan, variabel yang paling dominan adalah tanah, tanaman, dan kepemilikan masyarakat yang terkena proyek tidak mendapat ganti rugi (skor = 3,87). Dari data yang diperoleh, penulis memberikan analisa bahwa tingkat partisipasi dalam bentuk sumber daya alam lebih besar masyarakat Karangsuko daripada masyarakat Jombok karena nilai nominal kepemilikan tanah, tanaman maupun kepemilikan lain jauh lebih besar daripada material lokal yang relevan secara teknis. Hal ini bisa dihubungkan dengan demand masing-masing desa terhadap proyek. Kebutuhan (demand) akan proyek yang tinggi menyebabkan rasa ”rela berkorban” lebih besar demi terwujudnya proyek tersebut di desa mereka. Rata–rata Skor Penilaian Responden Terhadap Faktor Internal Teknologi dan Manajemen Responden menganggap penting terhadap faktor Teknologi dan Manajemen, baik itu penggunaan teknologi, material, prosedur pencairan, struktur pelaksanaan, usulan program, serta fungsi dan jabatan Tim Kerja Masyarakat. Desa Karangsuko memiliki rata–rata skor lebih kecil (kurang dari 4) dibandingkan desa Jombok. Terutama mengenai penggunaan teknologi, prosedur pencairan dana, fungsi dan jabatan TKM. Variabel yang paling dominan untuk faktor teknologi dan manajemen di desa Jombok adalah penggunaan teknologi sederhana dan yang banyak dikenal oleh masyarakat (skor = 4,81). Sedangkan variabel yang paling dominan di desa Karangsuko adalah opsi terpilih ditentukan berdasarkan usulan warga secara demokratis (skor = 4,25). Peneliti menilai bahwasanya ada keterkaitan nilai di atas dengan tingkat pendidikan di masing-masing desa, dimana tingkat pendidikan masyarakat Karangsuko relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan Desa Jombok, sehingga masyarakat jombok lebih memilih “teknologi yang sesederhana mungkin”, menjadi faktor yang penting dalam keberhasilan proyek. Kondisi ini juga di dukung oleh data pada faktor sumber daya manusia (A) dimana masyarakat Jombok menganggap keahlian TKM dan keterlibatan kepala desa di tiap-tiap bidang merupakan faktor yang penting, artinya masyarakat lebih banyak menyerahkan urusan proyek pada dua kelompok tersebut. Berbeda dengan Desa Karangsuko yang menilai bahwa pemilihan opsi oleh masyarakat secara demokratis, lebih penting karena mereka menilai proyek ini milik masyarakat dan bukan milik kelompok TKM maupun kepala desa. Dari kondisi di lapangan, meskipun teknologi yang digunakan di Karangsuko lebih komplek, namun mereka mampu mengatasi permasalahan tersebut, karena teknologi tersebut hasil pilihan dari masyarakat (demokratis). Rata–rata Skor Penilaian Responden Terhadap Faktor Internal Sosial Ekonomi Secara keseluruhan faktor Sosial Ekonomi menunjukkan angka lebih dari 4 (penting). Ini menunjukkan bahwa faktor tersebut penting dalam kaitannya dengan keberhasilan proyek. Baik itu mengenai pengelolaan dana, informasi kondisi keuangan, maupun kontribusi masyarakat berupa inkind dan incash. Kedua desa, Jombok dan Karangsuko memiliki variabel yang paling dominan untuk faktor sosial ekonomi sama, yaitu pengelolaan dana proyek dilaksanakan secara terbuka/transparan dengan skor masing – masing 4,51 dan 4,45.
ISBN : 978-979-99735-3-5 B-1-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
Rata–rata Skor Penilaian Responden Terhadap Faktor Internal Kinerja Masyarakat Demikian juga untuk faktor kinerja masyarakat, kedua desa, yaitu Jombok dan Karangsuko memiliki variabel dominan yang sama, yaitu masyarakat mengetahui dan menyetujui perencanaan dalam Rencana Kerja Masyarakat (RKM) dengan skor masing–masing 4,41 dan 4,04. Di dalam faktor Kinerja Masyarakat terlihat bahwa responden berpendapat pentingnya keterlibatan masyarakat untuk ikut mengawasi rencana dan implementasi proyek, mengetahui dan menyetujui perencanaan kerja, serta ketrampilan dari masyarakat setempat itu sendiri, ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat mempunyai peran yang sangat besar terhadap keberhasilan proyek ini. Rata–rata Skor Penilaian Responden Terhadap Faktor Eksternal Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi Kondisi politik, keadaan ekonomi, dan situasi sosial merupakan faktor eksternal yang penting dalam pelaksanaan proyek. Menurut responden, kondisi politik dan pemerintahan yang aman, demokratis, ekonomi yang stabil, serta situasi masyarakat yang stabil dan kekeluargaan sangat menunjang keberhasilan proyek ini. Variabel yang memiliki skor tertinggi di desa Jombok adalah situasi sosial masyarakat yang stabil dan kekeluargaan (skor = 4,26), hal ini didukung oleh letak geografis Desa Jombok dengan perkotaan (Kota Malang) relatif lebih jauh sehingga sifat-sifat daerah pedesaan seperti kekeluargaan ataupun bentuk hubungan sosial yang lain masih melekat kuat, berbeda dengan Desa Karangsuko yang secara letak geografis, relatif dekat dengan perkotaan (Ibu kota kabupaten dan Ibu Kotamadya). Meskipun mereka menilai bahwa variabel situasi masyarakat yang stabil dan kekeluargaan, merupakan faktor penting keberhasilan proyek, namun mereka menganggap kondisi politik dan pemerintahan yang aman, demokrasi terutama di desa proyek (skor = 4,25), merupakan faktor yang lebih penting. Apabila dilihat sedikit ke belakang, masyarakat Karangsuko merasakan trauma terhadap kata “proyek”. Mereka seringkali dikecewakan pada saat proyek-proyek sebelumnya, karena proyek terdahulu yang bersifat ”top–down”. Seringkali sama sekali tidak melibatkan masyarakat dan hanya dimonopoli oleh kelompok elit pemerintahan tertentu. Oleh sebab itu mereka menilai bahwa kondisi politik dan pemerintahan yang aman dan demokrasi merupakan faktor yang sangat penting terhadap keberhasilan proyek. Rata–rata Skor Penilaian Responden Terhadap Faktor Eksternal Donor Pihak Luar Bantuan dari pihak luar terutama mengenai pendanaan proyek, tenaga ahli, dan teknologi sangat penting dalam menunjang keberhasilan proyek WSLIC-2. Pihak luar yang dimaksud adalah dari Pemerintah Pusat, Kabupaten, maupun Propinsi. Tanpa adanya campur tangan dari Pemerintah, proyek ini tidak akan berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Menurut pendapat responden di desa Jombok, variabel yang paling penting dalam keberhasilan proyek berkaitan dengan faktor dari pihak luar adalah adanya bantuan tenaga ahli dari luar desa (skor = 4,41). Hal ini berkaitan dengan pembahasan sebelumnya bahwa sumber daya manusia Desa Jombok yang relatif lebih rendah, sehingga mereka merasa perlu adanya bantuan khususnya tenaga ahli. Sedangkan di Desa Karangsuko, variabel yang paling penting adalah adanya bantuan dana dari Pemerintah Kabupaten, Propinsi, maupun Pusat (skor = 4,39). Mereka menilai justru keberhasilan proyek sangat erat kaitannya dengan koordinasi dengan lintas sektor yang terkait dengan proyek ini.
ISBN : 978-979-99735-3-5 B-1-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
Rata–rata Skor Penilaian Responden Terhadap Faktor Eksternal Pesaing dari Luar Mengenai faktor Pesaing dari luar, responden menganggap kurang penting memperhatikan pesaing dari luar. Terutama di desa Karangsuko, responden berpendapat bahwa pihak luar tidak begitu berperan penting dalam keberhasilan pelaksanaan proyek. Demikian juga mengenai studi banding terhadap desa yang dianggap tidak berhasil dalam pelaksanaan proyek, menurut responden lebih baik melakukan studi banding terhadap desa yang berhasil, sehingga dapat dijadikan masukan bagi keberhasilan di desa sendiri. Variabel yang memiliki skor tertinggi untuk faktor pesaing dari luar adalah mengadakan studi banding pada desa yang berhasil dalam pelaksanaan proyek WSLIC2 dengan skor masing – masing 4,25 dan 4,03. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisa dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan pendapat antara responden di desa Jombok dan responden desa Karangsuko. Pendapat tersebut mengenai partisipasi masyarakat dalam keberhasilan proyek WSLIC-2 2. Responden di desa Jombok menganggap Faktor Internal Teknologi dan Manajemen merupakan peringkat tertinggi dalam mengukur tingkat keberhasilan proyek WSLIC-2 (skor = 4,36), sedangkan di Desa Karangsuko responden menganggap Faktor Internal Sosial Ekonomi merupakan peringkat tertinggi (Skor = 4,19). 3. Variabel yang dominan di tiap faktor menurut responden di desa Jombok adalah: a. Faktor Internal Sumber Daya Manusia: Tim Kerja Masyarakat (TKM) mempunyai keahlian di bidang kemasyarakatan (skor = 4,45), b. Faktor Internal Sumber Daya Alam: masyarakat memberikan kontribusi berupa material setempat yang relevan dan memenuhi syarat teknis (skor = 3,89), c. Faktor Internal Teknologi dan Manajemen: penggunaan teknologi sederhana dan yang banyak dikenal oleh masyarakat (skor = 4,81), d. Faktor Sosial Ekonomi: pengelolaan dana proyek dilaksanakan secara terbuka/transparan (skor = 4,51), e. Faktor Internal Kinerja Masyarakat: masyarakat menyetujui perencanaan dalam RKM (skor = 4,41), f. Faktor Eksternal Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi: situasi sosial masyarakat yang stabil dan kekeluargaan (skor = 4,26), g. Faktor Eksternal Donor Pihak Luar: adanya bantuan tenaga ahli dari pihak luar desa (skor = 4,41) h. Faktor Eksternal Pesaing dari Luar: mengadakan studi banding pada desa yang berhasil dalam pelaksanaan proyek WSLIC-2 (skor = 4,25). Responden menganggap bahwa masyarakat setempat merupakan komponen pelengkap dari proyek yang sedang dilaksanakan. Menurut masyarakat di desa Jombok, peran pihak luar sangat diperlukan dalam keberhasilan proyek terutama mengenai ketersediaan alat, teknologi dan bantuan pendanaan. Masyarakat lebih diutamakan dalam perencanaan dan pengawasan pada saat pelaksanaan proyek, sedangkan partisipasi langsung lebih ditekankan pada kemampuan Tim Kerja Masyarakat yang telah terbentuk. 4. Variabel yang dianggap dominan dalam partisipasi masyarakat terhadap proyek WSLIC-2 di desa Karangsuko adalah:
ISBN : 978-979-99735-3-5 B-1-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
a. Faktor Internal Sumber Daya Manusia: masyarakat hadir pada saat sosialisasi proyek (skor = 4,45), b. Faktor Internal Sumber Daya Alam: tanah, tanaman, dan kepemilikan masyarakat yang terkena proyek tidak mendapat ganti rugi (skor = 3,85), c. Faktor Internal Teknologi dan Manajemen: opsi terpilih ditentukan berdasarkan usulan warga secara demokratis (skor = 4,25), d. Faktor Internal Sosial Ekonomi: pengelolaan dana proyek dilaksanakan secara terbuka / transparan (skor = 4,45), e. Faktor Internal Kinerja Masyarakat: masyarakat mengetahui dan menyetujui perencanaan dalam rencana kerja masyarakat (skor = 4,04), f. Faktor Eksternal Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi: kondisi politik dan pemerintahan yang aman, demokratis, terutama di desa proyek (skor = 4,25), g. Faktor Eksternal Donor Pihak Luar: adanya bantuan dana dari Pemerintah Kabupaten, Propinsi, maupun Pusat (skor = 4,39), h. Faktor Eksternal Pesaing dari Luar: mengadakan studi banding pada desa yang berhasil dalam pelaksanaan proyek WSLIC-2 (skor = 4,03), Menurut responden, keberhasilan proyek sangat tergantung dari partisipasi keseluruhan masyarakat di desa tersebut. Tanpa melihat status sosial maupun jenis kelamin, setiap masyarakat diharapkan dapat terlibat aktif dalam pelaksanaan proyek baik itu secara incash maupun secara inkind, sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. 5. Desa Jombok dinilai kurang berhasil dalam pelaksanaan proyek WSLIC-2. Tingkat keberhasilan dari desa Jombok sangat berbeda jika dibandingkan dengan desa Karangsuko. Hal ini disebabkan dari tingkat partisipasi masyarakat di desa Jombok sangat kurang dibandingkan desa Karangsuko. Termasuk dalam hal keterlibatan perempuan. Penduduk di desa Karangsuko dalam hal ini penduduk perempuan, ikut serta aktif dalam proses pengambilan keputusan terhadap proyek WSLIC-2. Hal ini yang menyebabkan proyek WSLIC-2 dinilai lebih berhasil di desa Karangsuko dibandingkan desa Jombok. Selain itu, tingkat pendidikan penduduk desa Karangsuko lebih tinggi dibandingkan penduduk desa Jombok. Ini menunjukkan bahwa keberhasilan suatu proyek baik itu pemerintah maupun instansi lain, termasuk proyek WSLIC-2 tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi terhadap pelaksanaan proyek. Saran Saran yang dapat diberikan berkenaan dengan hasil penelitian ini adalah: 1. Dari kesimpulan yang didapat, sebaiknya dilakukan kegiatan untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan proyek di desa-desa. Sehingga masyarakat tidak menganggap keberhasilan suatu bantuan hanya tergantung dari besarnya bantuan dan tim pelaksana saja. 2. Sebaiknya dilakukan penelitian di Kabupaten yang lain untuk membandingkan kesimpulan yang diperoleh. 3. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan tentang seberapa besar peranan masyarakat miskin dan kaum perempuan terhadap keberhasilan proyek WSLIC-2. 4. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan memasukkan faktor demografi, geologi, dan infrastruktur yang dimiliki di kedua desa, sehingga diketahui apakah perbedaan tingkat keberhasilan proyek juga dipengaruhi faktor tersebut.
ISBN : 978-979-99735-3-5 B-1-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
DAFTAR PUSTAKA Alam, A. (2006), Kesinambungan dan Efektivitas Proyek Melalui Partisipasi Masyarakat dalam Proyek WSLIC-2 (Studi Evaluasi Pada Proyek WSLIC-2 di Desa Ngebruk, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Tesis Magister, Universitas Indonesia, Jakarta. Ancok, Jamaluddin. (1995), Metode Penelitian Survey Validitas. Azwar, Saifudin. (1997), Penyusunan SkalaPsikologi, Pustaka Belajar, Yogyakarta. Diamar, Son, dkk. (2004), Pengarusutamaan Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembanguna, CV Cipruy, Jakarta. Dinas Sosial DKI Jakarta. (1997), Pembinaan Swadaya Sosial Masyarakat dalam Pembangunan Sosial, Dinas Sosial DKI Jakarta, Jakarta. Driyamedia. (1996), Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal Berbuat Bersama Berperan Setara, Studio Driyamedia, Bandung. Driyamedia. (1996), Dimensi Gender dalam Pengembangan Program secara Partisipatif, Studio Driyamedia, Bandung. Eade, Deborah. (1997), Capacity Building An Approach to People-Centred Development, Oxford UK, Oxfam (UK and Ireland). Hikmat, Harry. (2001), Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Utama Press, Bandung. Ife, Jim. (1995), Community Development, creating community alternatives vision, analysis and practice, Addison Wesley Longman Australia Pty Limited, Melbourne. Laksmono, Bambang Shergi. (1989), Pemberdayaan Masyarakat, Universitas Ilmu-ilmu Sosial UI, Jakarta.
Pusat Antar
Mikkelsen, Britha. (2001), Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Mukherjee, Nilanjana, Joan Hardjono, and Elizabeth Carriere. (2002), People, Poverty and Livelihoods: Links for Sustainable Poverty Reduction in Indonesia, The Worldbank, Washington DC. Mukherjee, Nilanjana. (2003), WSLIC-2 Project Implementation Plan dan Sustainability Planning and Monitoring in Community Water Supply and Sanitation, The World Bank, The World Bank, Washington DC. Mukherjee, Nilanjana, and Christine van Wijk. (2003), Sustainability Planning and Monitoring in Community Water Supply and Sanitation, The World Bank, Washington DC. Narayan, Deepa. (1993), Participatory Evaluation: Tools for Managing Change in Water and Sanitation, World Bank Technical Paper Number 207, The World Bank, Washington DC. Payne, Malcolm Stuart. (1997), Modern Social Work Theory, Second Edition, MacMillan Press Ltd, London.
ISBN : 978-979-99735-3-5 B-1-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Agustus 2007
Santoso, Singgih. (2000), SPSS statistik multivariat, Jakarta. Saragi, Tumpal. (2004), Mewujudkan Otonomi Masyarakat Desa, CV Cipruy, Jakarta. Soetrisno, Loekman. (1995), Menuju Masyarakat Partisipatif, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Siagian Sondang, P. (1985), Administrasi Pembangunan, PT. Gunung Agung, Jakarta. The World Bank Group, Carleton University, and IOB/ Ministry of Foreign Affairs of The Netherlands. (2001), International Program for Development Evaluation Training (IPDET), Building Skills to Evaluate Development Interventions, The World Bank, Washington DC. The World Bank. (2002), Empowerment and Poverty Reduction, A Source Book, The World Bank, Washington DC. Usman, Sunyoto. (2004), Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Departemen Kesehatan, (2002), Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Proyek WSLIC-2, CPMU WSLIC-2, Jakarta. Departemen Kesehatan. (2002), Petunjuk Pelaksanaan Operasional Tingkat Desa Proyek WSLIC-2, CPMU WSLIC-2, Jakarta. Departemen Kesehatan. (2004), Petunjuk Teknis Pelaksanaan Monitoring Kesinambungan dan Efektivitas Penggunaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi, CPMU WSLIC-2, Jakarta. Dinas Kesehatan Kabupaten Malang .(2006), Laporan Proyek WSLIC-2 Kabupaten Malang, Malang.
ISBN : 978-979-99735-3-5 B-1-10