FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PEDESAAN Kasus Program Keluarga Harapan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
Oleh: ARIS SAFRUDIN I34070066
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT ARIS SAFRUDIN. Factors That Affect The Performance Of Poverty Reduction Program at Village (Case Family Hope Program, Village Petir, Dramaga District, Bogor Regency, West Java Province). Supervised by IMAN K. NAWIREJA and FREDIAN TONNY NASDIAN The poverty issue has become a main agenda of each nation which joined to commit to Millennium Development Goals (MDGs). As one of the member of the MDGs, Indonesia also bound in this commitment. One of poverty prevention program conducted by Indonesia government among other is the Program Keluarga Harapan (Hope Family Program) in Petir Village, Dramaga SubDistrict, of Bogor Regency, West Java Province. The purpose of this research is to identify the factors affected the performance of PKH programs, as well as the impact of the program to the quality of PKH participant’s living standard. This research is a combination of quantitative and qualitative research. This study found that the factors that affect the program performence: 1) program planning and implementation coordination, 2) the ability of PKH facilitators, 3) PKH participant criteria, 4) PKH participant education, 5) and place condition of PKH implementation. These factors affect the performance that was measured bt increasing of education and health level, and the easiness of accessing education and health facility both positively and negatively. Keywords: family hope program, poverty, program performance
RINGKASAN ARIS SAFRUDIN. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Program Penanggulangan Kemiskinan di Pedesaan (Kasus Program Keluarga Harapan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan IMAN K. NAWIREJA DAN FREDIAN TONNY NASDIAN Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak pemerintah maupun swasta untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Upaya tersebut dituangkan dalam berbagai program penanggulangan kemiskinan khususnya di pedesaan. Akan tetapi program penggulangan kemiskinan tersebut belum dapat menyelesaikan masalah kemiskinan yang ada di Indonesia. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja program penanggulangan kemiskinan tersebut, baik faktor internal maupun faktor eksternal dari institusi pemberi program. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja program penanggulangan kemiskinan di pedesaan, yaitu melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PKH baik faktor internal maupun faktor eksternal. Selain itu, penelitian ini juga melihat bagaimana hubungan antara kinerja PKH dengan taraf hidup peserta PKH. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang didukung dengan penelitian kualitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui wawancara kepada responden oleh peneliti dengan menggunakan kuesioner sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam kepada informan. Penelitian ini menggunakan tipe explanatory research dimana penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
hubungan-hubungan
kausal
antara
variabel-variabel
melalui
pengujian hipotesa. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah responden yang diambil adalah sebanyak 47 responden dari 87 orang peserta PKH dengan menggunakan rumus Slovin dan penentuan responden menggunakan teknik simple random sampling. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja PKH yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja program yang berasal dari
v
institusi pemberi PKH yang meliputi koordinasi perencanaan dan pelaksanaan PKH, kemampuan pendamping PKH, dan kriteria peserta PKH. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja program yang berasal dari luar institusi pemberi PKH yang meliputi kondisi tempat pelaksanaan PKH dan tingkat pendidikan peserta PKH. Baik faktor internal maupun faktor eksternal memiliki hubungan yang negatif dengan kinerja PKH, sedangkan hubungan diantara kinerja PKH dengan taraf hidup peserta PKH memiliki hubungan yang positif. Peningkatan taraf hidup peserta PKH diukur dari peningkatan taraf kesehatan dan pendidikan serta kemudahan peserta PKH dalam mengakses berbagai fasilitas kesehatan dan pendidikan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PEDESAAN Kasus Program Keluarga Harapan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
Oleh: ARIS SAFRUDIN I34070066
SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
DEPARTEMEN SAINS DAN KOMUNIKASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Aris Safrudin NIM : I34070066 Program Studin : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Program Penanggulangan Kemiskinan di Pedesaan (Kasus Program Keluarga Harapan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Iman K. Nawireja, SP, MSi NIP. 19711119 200701 1001
Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS NIP. 19580214 198503 1004
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal lulus ujian:
LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PEDESAAN (Kasus Program Keluarga Harapan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH
GELAR
AKADEMIK
TERTENTU.
SAYA
JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor,
September 2011
ARIS SAFRUDIN I34070066
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada 24 September 1988 di Bogor, merupakan anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Cucu Sumantri (alm) dan Sukarni. Penulis telah menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 01 Gunung Batu Bogor, dilanjutkan di SMP Negeri 18 Bogor dan SMA Negeri 5 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dengan jalur masuk Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada saat duduk di bangku SMP, penulis menduduki peringkat dua siswa teladan se-Bogor Timur. Ketika duduk di SMA, penulis juga aktif dalam organisasi keagamaan dan beladiri. Di bangku kuliah, penulis mengikuti organisasi kemahasiswaan, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Mahasiswa, Divisi Sosial Lingkungan pada 2009/1010. Selain organisasi kemahasiswaan,
penulis
juga
aktif
dalam
berbagai
kepanitian
yang
diselenggarakan oleh organisasi kemahasiswaan; diantarannya kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas (MPF) dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) (2008), Bukti Cinta Lingkungan (2009), Indonesia Ecology Expo (2009), Let’s CSR (2010), dan Ikatan Mahasiswa Pencinta Ekologi Manusia (2010).
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia Nya yang telah dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah “Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Program Penanggulangan Kemiskinan di Pedesaan (Kasus Program Keluarga Harapan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Porvinsi Jawa Barat)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja Program Keluarga Harapan dan melihat hubungan kinerja PKH terhadap taraf hidup peserta PKH di Desa Petir. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan yang ada di Indonesia, terutama bagi penulis, pemerintah, dan masyarakat.
Bogor, September 2011
Aris Safrudin I34070066
UCAPAN TERIMA KASIH
Allah SWT telah memberikan segala nikmat dan rahmatnya kepada penulis, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan hasil yang maksimal. Penulis juga telah banyak dibantu dalam proses penyelesaian skripsi ini oleh berbagai pihak, baik secara materil maupun moril. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Iman K. Nawireja, SP, MSi dan Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, saran, kritik dan motivasi kepada penulis.
2.
Martua Sihaloho, SP, M.Si sebagai dosen penguji petik yang telah memberikan banyak masukan dan saran dalam teknis penulisan skripsi ini.
3.
Ibunda dan kakak-kakak tercinta di rumah yang telah memberikan kasih sayangnya yang tulus, motivasi, doa, saran serta dukungan penuh terhadap penulis.
4.
Thresa Jurenzy, yang telah memberikan semangat, motivasi, masukan, doa dan waktunya kepada penulis.
5.
Sahabat-sahabatku tersayang (Eka, Dian, Kidut, Tita, Ade Puput, Ade Citra, Ade Dewi, Nyimas, Zuhaida, dan Akira) yang telah memberikan saran, semangat, dorongan dan motivasi.
6.
Teman-teman di Departemen KPM angkatan 44 yang telah memberikan semangat, dorongan dan doa yang tulus kepada penulis.
7.
Ibu Yayah dan Ibu Tantri di Kecamatan Dramaga yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan informasi, memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.
8.
Bapak Toni di Kantor Desa Petir yang telah memberikan banyak informasi dan bantuan selama penulis berada di lapangan.
9.
Bapak Suryadi selaku pendamping PKH yang telah memberikan banyak informasi kepada penulis terkait jalannya PKH di Desa Petir.
10. Peserta PKH yang telah dijadikan sebagai responden dan informan atas kesediaan waktunya untuk membantu penulis dalam penelitian ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ………………………………………………………………...
xi
DAFTAR TABEL…………………………………......................................
xv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………….................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN………………………..........................................
1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………............
1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………..................
2
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………….........
3
1.4 Kegunaan Penelitian…………………………………………………........
3
BAB II PENDEKATAN TEORITIS…………………………………….....
5
2.1 Bentuk-bentuk Program Penanggulangan Kemiskinan………………......
5
2.1.1 Kemiskinan ……………………………………………………….......
5
2.1.2 Penyebab Kemiskinan ……………………………………………......
7
2.1.3 Ukuran Kemiskinan ………………………………………………......
8
2.1.4 Penanggulangan Kemiskinan ………………………………………....
9
2.1.5 Program Keluarga Harapan……………………………………….......
11
2.2 Kinerja.........................................................................................................
13
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Program Penanggulangan Kemiskinan ……………………………………………………………....
13
2.4 Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan …………………….......
18
2.5 Kerangka Pemikiran……………………………………………………....
20
2.6 Hipotesis Penelitian…………………………………………………….....
22
2.7 Definisi Operasional…………………………………………………........
22
BAB III PENDEKATAN LAPANG……………………………………......
28
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………….....
28
3.2 Metode Penelitian…………………………………………………….......
28
3.3 Jenis dan Sumber Data………………………………………………........
29
3.4 Teknik Penentuan Responden dan Informan…………………………......
29
3.5 Teknik Analisis Data………………………………………………….......
30
xii
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN………………………......
31
4.1 Kondisi Geografis dan Demografis…………………………………….....
31
4.2 Mata Pencaharian……………………………………………………........
32
4.3 Sarana dan Prasarana………………………………………………….......
33
4.4 Program Keluarga Harapan…………………………………………….....
33
4.5 Karakteristik Peserta PKH di Desa Petir....................................................
35
BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN………………...................
36
5.1 Faktor Internal……………………………………………………….........
36
5.1.1 Kemampuan Pendamping PKH …………............................................
36
5.1.2 Kriteria Peserta PKH ……………………………………....................
38
5.1.3 Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan Program PKH…………….
47
5.2 Faktor Ekternal PKH………………………………………………….......
52
5.2.1 Tingkat Pendidikan Peserta PKH………………………………….......
51
5.2.2 Kondisi Tempat Pelaksanaan PKH………………………………........
53
5.3 Kinerja Program Keluarga Harapan…………………………………........
54
5.3.1 Ketepatan Pemilihan Peserta PKH………………………………….....
54
5.3.2 Jumlah Anak yang Bersekolah…………………………………….......
55
5.3.3 Persentase Kehadiran Anak Sekolah……………………………….....
56
5.3.4 Kunjungan Ke Puskesmas atau Posyandu………………………….....
56
5.4 Taraf Hidup Peserta PKH Desa Petir…………………………………......
57
5.4.1 Kemudahan Mengakses Bidang Pendidikan………………………......
57
5.4.2 Peningkatan Taraf Pendidikan Peserta PKH………………………......
58
5.4.3 Kemudahan Mengakses Bidang Kesehatan……………………….......
59
5.4.4 Peningkatan Taraf Kesehatan……………………………………........
60
BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN………….......
62
6.1 Kemampuan Pendamping dengan Kinerja PKH……………………….....
62
6.2 Kriteria Peserta PKH dengan Kinerja PKH…………………………........
64
6.3 Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan Program PKH……………......
65
6.4 Kondisi Tempat Pelaksanaan PKH dengan Kinerja PKH……………......
67
xiii
6.5 Tingkat Pendidikan Peserta PKH dengan Kinerja PKH……………….....
69
BAB VII HUBUNGAN KINERJA PKH TERHADAP TARAF HIDUP PESERTA PKH……......................................................................
72
BAB VIII PENUTUP…………………………………………………..........
74
8.1 Kesimpulan……………………………………………………………......
74
8.2 Saran……………………………………………………………………....
74
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………......
76
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Program Penanggulangan Kemiskinan………………………………............
17
Tabel 2
Dampak Impelementasi Program Penanggulangan Kemiskinan.......
20
Tabel 3
Jumlah Sarana dan Prasarana Berdasarkan Bidang Ekonomi, Pendidikan, dan Kesehatan di Desa Petir..........................................
33
Tabel 4
Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Berdasarkan Luas Lantai Tempat Tinggal di Desa Petir (2011)....................................
39
Tabel 5
Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Jenis Lantai Tempat Tinggal di Desa Petir (2011)................................................
40
Tabel 6
Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Jenis Dinding Tempat Tinggal di Desa Petir (2011).................................
40
Tabel 7
Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Fasilitas 41 Buang Air Besar di Desa Petir (2011)..............................................
Tabel 8
Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Sumber Penerangan di Desa Petir (2011).......................................................
Tabel 9
Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Sumber Air 42 Minum di Desa Petir (2011).............................................................
41
Tabel 10 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Bahan Bakar untuk Memasak di Desa Petir (2011)...............................................
42
Tabel 11 Jumlah Dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Konsumsi Daging/Susu/Ayam di Desa Petir (2011)..........................................
43
Tabel 12 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Pembelian Pakaian di Desa Petir (2011)............................................................
44
Tabel 13 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Frekuensi Makanan di Desa Petir (2011)...........................................................
44
Tabel 14 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Kesanggupan Berobat di Desa Petir (2011).......................................
45
Tabel 15 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Pendapatan 45 per Bulan di Desa Petir (2011).......................................................... Tabel 16 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Tingkat 46 Pendidikan Kepala Rumah Tangga di Desa Petir (2011)................... Tabel 17 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Kepemilikan Tabungan di Desa Petir (2011)..........................................................
46
Tabel 18 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Status Kemiskinan....
57
xv
Tabel 19 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Petir (2011)..........................................................................
53
Tabel 20 Jumlah dan Persentase Sarana dan Prasarana Menurut Pendidikan dan Kesehatan di Desa Petir (2011).................................................
53
Tabel 21 Jumlah Peserta PKH Setiap Desa di Kecamatan Dramaga..............
54
Tabel 22 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Ketepatan Pemilihan Peserta PKH di Desa Petir (2011).....................................................
55
Tabel 23 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Status Anak Bersekolah di Desa Petir (2011).......................................................
55
Tabel 24 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Kehadiran Anak Bersekolah di Desa Petir (2011).......................................................
56
Tabel 25 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kunjungan Peserta PKH ke Puskesmas/Posyandu..............................................
57
Tabel 26 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kemudahan dalam Mengakses Lembaga Pendidikan di Desa Petir (2011)..........
58
Tabel 27 Jumlah dan Persentase Anak Peserta PKH Berdasarkan Kehadiran di Sekolah di Desa Petir (2011)........................................................
59
Tabel 28 Jumlah dan Persentase Peserta PKH berdasarkan Kemudahan Peserta PKH dalam Mengakses Bidang Kesehatan di Desa Petir (2011).................................................................................................
59
Tabel 29 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Berdasarkan Riwayat 60 Kesehatan Peserta PKH dan Balita di Desa Petir (2011)...................
Tabel 30 Jumlah dan Persentase Balita Peserta PKH Berdasarkan Penyakit yang di Derita di Desa Petir (2011)...................................................
61
Tabel 31 Persentase Pendamping PKH Berdasarkan Kinerja PKH dan Kemampuan Pendamping PKH.......................................................
62
Tabel 32 Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kinerja PKH dan Kriteria Peserta PKH.....................................................................................
64
Tabel 33 Persentase Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan Berdasarkan Kinerja PKH dan Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan PKH...
66
Tabel 34 Persentase Kondisi Tempat Berdasarkan Kinerja PKH dan Kondisi Tempat Pelaksanaan PKH...............................................................
68
Tabel 35 Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kinerja PKH dan Pendidikan Peserta PKH....................................................................................
70
Tabel 36 Persentase Kinerja Berdasarkan Taraf Hidup Peserta PKH dan Kinerja PKH.....................................................................................
73
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1
Matriks "Peta" Kemiskinan Indonesia......................................
5
Gambar 2
Faktor- Faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Program Keluarga Harapan dan Dampaknya terhadap Taraf Kesejahteraan Peserta Program di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor…………………...........................
22
Gambar 3
Mata Pencaharian Penduduk Desa Petir 2008…………………
32
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Denah lokasi penelitian………………………………………… 82 Lampiran 2 Kuesioner penelitian dan pedoman pertanyaan………………...
83
Lampiran 3 Pedoman Pertanyaan Kualitatif………………………………..
94
Lampiran 4 Kerangka Sampling Peserta PKH Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat..…………….
98
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan penting pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan dan pengurangan
kemiskinan.
permasalahan
Negara
kemiskinan,
guna
mempunyai mencapai
kewajiban
tujuan
menanggulangi
pembangunan
yaitu
meningkatkan kesejahteraan hidup dari seluruh rakyat. Pembangunan yang tidak mengubah kondisi kemiskinan akan menyisakan masalah sosial dan politik. Penanggulangan
kemiskinan
menjadi
penting
karena
kemiskinan
akan
menurunkan kualitas hidup (quality of life) masyarakat, meningkatkan beban sosial ekonomi masyarakat, menurunkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia, mengurangi partisipasi aktif masyarakat, menurunkan tingkat ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, merosotnya kepercayaan terhadap pemerintah dalam hal pelayanan kepada masyarakat, dan kemungkinan merosotnya mutu generasi yang akan datang (Yudhoyono dan Harniati 2004). Menurut data BPS (2009a) jumlah penduduk miskin menurun dari 34,96 juta jiwa pada 2008 menjadi 32,53 juta jiwa tahun 2009 dengan penurunan yaitu 2,43 juta jiwa, tetap merupakan jumlah yang sangat tinggi. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika masalah kemiskinan telah menjadi agenda bersama setiap negara yang tergabung dalam membangun komitmen tujuan pembangunan millennium (Millenium Development Goals, MDGs). Sebagai salah satu anggota MDGs, Indonesia turut terikat dengan komitmen ini (Sukidjo 2009). Guna mengatasi masalah kemiskinan di pedesaan, baik pemerintah, swasta maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta pihak terkait lainnya telah melakukan berbagai program penanggulangan kemiskinan. Adapun beberapa kebijakan yang dijalankan secara umum oleh pemerintah pusat untuk mengatasi kemiskinan pedesaan adalah (1) mengusahakan pemenuhan kebutuhan konsumsi dasar seperti sembako gratis kepada rakyat miskin di pedesaan, (2) memberikan kredit usaha tani, penyaluran kredit sebagai modal usaha, jaminan usaha serta Koperasi Unit Desa (KUD), (3) mengadakan sarana dan prasarana di pedesaan terutama yang menunjang pertanian, (4) pelayanan kesehatan dengan mendirikan
2
puskesmas dan menyebarkan tenaga-tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, dan perawat, (5) pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah Inpres, (6) Listrik Masuk Desa (LMD), dan (7) melengkapi sarana kesehatan yang lain seperti sanitasi dan air bersih (Rahardjo 2006). Kenyataan di lapangan menunjukkan banyak program penanggulangan kemiskinan di pedesaan masih belum mampu untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan, hal tersebut terbukti dengan jumlah masyarakat miskin yang masih tinggi. Berbagai program tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sebagai contoh, seperti pada penelitian Hermanto dan Supriati (2009) salah satu kendala yang ditemui yaitu kurang matangnya persiapan institusi pada program penanggulangan kemiskinan melalui sub sektor perikanan, Hariri (2009) pada program Unit Pengelolaan Keuangan (UPK) yang memiliki desain program yang memudahkan kelompok sasaran, dan Sajogyo (2000a) menyatakan bawah suatu pogram akan berjalan dengan baik jika diberikan pendampingan yang intensif. Berbagai faktor tersebut dapat berasal dari institusi program atau berasal dari luar institusi pemberi program. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi kinerja program yang kemudian kinerja program tersebut mempengaruhi dampak terhadap pencapaian pelaksanaan program. Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
penelitian
tentang
program
penanggulangan kemiskinan di pedesaan masih perlu dilakukan. Penelitian ini melihat pelaksanaan Program Kelurga Harapan (PKH) di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Program ini telah berjalan sejak Tahun 2007, sehingga memungkinkan untuk diteliti proses pelaksanaan program, kinerja program serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan dampak kinerja program terhadap taraf hidup peserta program.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini berusaha untuk mencari jawaban atas pertanyaan faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja PKH, dampak yang dirasakan dari kinerja PKH serta upaya yang dapat dilakukan agar faktor-faktor tersebut dapat mendukung kinerja PKH. Secara lebih operasional permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
3
1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kinerja Program Keluarga Harapan di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat? 2. Bagaimana hubungan faktor-faktor tersebut dengan kinerja Program Keluarga Harapan di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat? 3 Bagaimana hubungan antara kinerja Program Keluarga Harapan dengan taraf hidup peserta Program Keluarga Harapan di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat ditentukan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Program Keluarga Harapan di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. 2. Mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut dengan kinerja Program Keluarga Harapan di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. 3. Mengetahui hubungan kinerja Program Keluarga Harapan dengan taraf hidup peserta Program Keluarga Harapan di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak terkait mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PKH dalam implementasinya khususnya di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat: 1. Peneliti dan civitas akademik Bagi peneliti, ini suatu proses pembelajaran terkait dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PKH dalam implementasinya dan melihat dampak yang diakibatkan oleh kinerja program tersebut, serta hasil
4
penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian yang sejenisnya. 2. Masyarakat Bagi masyarakat, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan dan pembelajaran, apa yang dapat masyarakat lakukan untuk mendukung kinerja program penanggulangan kemiskinan, khususnya program PKH yang ada di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. 3. Bagi Instansi Terkait Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan khususnya dengan memberi informasi terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja penanggulangan kemiskinan, khususnya Program Keluarga Harapan sehingga program tersebut dapat berjalan efektif dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, secara umum untuk menanggulangi kemiskinan.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Bentuk-Bentuk Program Penanggulangan Kemiskinan 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan sangat erat kaitannya dengan tiga konsep yaitu kemiskinan itu sendiri (poverty) yang menggambarkan ketidakmampuan seseorang atau suatu kelompok
masyarakat
dalam
memenuhi
kebutuhan
dasar
hidupnya,
ketidakmerataan, dan ketidakadilan (inequality) dalam sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan hidup, serta kerentanan (vulnerability) seseorang atau sekelompok orang dapat menjadi miskin atau menjadi lebih parah kemiskinannya (Krisnamurthi 2006). Mereka yang menghadapi masalah kemiskinan dapat dikategorikan antara lain seperti yang di gambarkan pada Gambar 1.
Garis Kemiskinan “Struktural” Hampir miskin dan rentan untuk A menjadi miskin
B
C
D
Garis Kemiskinan ‘institusional’
Miskin dan aktif E secara ekonomi
F
G
H
Miskin dan tidak I aktif secara ekonomi
J
K
L
Accidental
Struktual
Lanjut Usia
Anak
Usia Kerja Sumber: Khrisnamurthi (2006)
Gambar 1 Matriks "Peta" Kemiskinan Indonesia
Gambar 1 merupakan “peta” hipotetik rakyat miskin di Indonesia. Diantara orang miskin terdapat mereka yang “miskin tidak aktif secara ekonomi’ (I, J, K, dan L). Mereka adalah kelompok masyarakat yang benar-benar miskin. Kelompok
masyarakat
ini
membutuhkan
dukungan
bahkan
untuk
6
mempertahankan kebutuhan hidupnya. Bagi kelompok ini, salah satu program yang diperlukan adalah yang serupa Jaringan Pengaman Sosial (JPS) atau bentukbentuk bantuan langsung. Kelompok kedua adalah mereka yang termasuk kategori miskin tetapi masih memiliki kegiatan ekonomi aktif (E, F, G, dan H). Pada kelompok ini aspek dukungan, stimulasi dan proteksi ekonomi, termasuk dalam hal pembiayaan, menjadi faktor yang penting. Kelompok ketiga adalah mereka yang berada ‘dekat’ dengan garis kemiskinan, kelompok yang hampir miskin (A, B, C, dan D). Kelompok ini sering tidak dimasukkan dalam sasaran program penanggulangan kemiskinan, tetapi sebenarnya mereka sangat rentan terhadap guncangan yang akan menyebabkan mereka berada dibawah garis kemiskinan. Merekapun membutuhkan dukungan, stimulasi, dan proteksi ekonomi. Muttaqien (2006) menyatakan bahwa kemiskinan di wilayah pedesaan dapat dijabarkan dalam indikator sebagai berikut: 1. Kurangnya kesempatan memiliki lahan pertanian (mata pencaharian paling utama penduduk pedesaan). 2. Kurangnya modal bagi penduduk pedesaan. 3. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat desa. 4. Terbatasnya lapangan pekerjaan, biasanya hanya tergantung pada pertanian dan kelautan. 5. Rendahnya kualitas kesehatan masyarakat. 6. Kurangnya kesempatan memperoleh kredit usaha. 7. Kurangnya produktivitas usaha. 8. Kurangnya pendidikan yang berkualitas. 9. Kurang terpenuhinya kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan). 10. Sistem pertanian bertumpu pada cara tradisional. 11. Sistem pemerintahan yang buruk, terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme. 12. Kurangnya akses terhadap informasi. 13. Kurangnya akses terhadap air bersih. 14. Lingkungan yang kurang mendukung, seperti kekeringan berkepanjangan. 15. Kurangnya partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan publik pada tingkat yang lebih tinggi.
7
16. Kurangnya budaya menabung, investasi, dan disiplin dalam masyarakat. 2.1.2 Penyebab Kemiskinan Secara konseptual, kemiskinan dapat diakibatkan oleh empat faktor, yaitu: 1. Faktor individual. Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan psikologis orang miskin yang disebabkan oleh perilaku, pilihan, atau kemampuan dari sisi mereka sendiri dalam menghadapi kehidupannya. 2. Faktor sosial. Kondisi-kondisi sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin, misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, jender, etnis yang menyebabkan seseorang menjadi miskin, bahkan kondisi sosial dan ekonomi keluarga yang menyebabkan kemiskinan antar generasi. 3. Faktor kultural. Kondisi atas kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjukkan pada konsep “kemiskinan kultural” atau “budaya kemiskinan” yang menghubungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup. 4. Faktor struktural. Menunjukkan pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin (Suharto 2009) Krisnamurthi (2006) menjelaskan beberapa penyebab kemiskinan yang telah dikelompokkan agar sesuai dengan pemahaman atas kondisi kemiskinan yang dihadapi, yaitu: 1. Kemiskinan absolut. Terjadi bila seseorang, keluarga, atau masyarakat yang tingkat pendapatannya atau pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan. 2. Kemiskinan relatif. Terjadi jika seseorang, keluarga, atau masyarakat yang tingkat pendapatannya atau pengeluarannya relatif lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan atau pengeluaran masyarakat sekitarnya. 3. Kemiskinan kronis atau struktural. Terjadi jika kondisi kemiskinan berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama. 4. Kemiskinan sementara atau ‘accidental’. Terjadi akibat adanya perubahan atau ‘shock’ yang mengakibatkan seseorang atau keluarga atau masyarakat berubah dari tidak miskin menjadi miskin.
8
5. Kemiskinan massal. Terjadi jika sebagian besar dari masyarakat mengalami kemiskinan. 6. Kemiskinan individual. Terjadi jika hanya beberapa orang atau sebagian kecil masyarakat mengalami kemiskinan. Krisnamurthi (2006) juga menjelaskan penyebab kemiskinan jika dilihat dari konsep dan teori, diantaranya: 1. Teori lingkaran setan kemiskinan. Teori ini menegaskan bahwa kemiskinan terjadi karena suatu kondisi yang dihadapi oleh masyarakat miskin sehingga membuat kemiskinan tersebut tetap berada dalam masyarakat tersebut. 2. Teori eksploitasi. Kemiskinan dapat pula dipandang sebagai hasil dari eksploitasi suatu kelompok masyarakat atas masyarakat lain. 3. Teori kemiskinan struktural. Kemiskinan juga dapat dikonsepkan sebagai kondisi logis dari persaingan yang tidak ‘fair’. Persaingan yang tidak sehat ini akhirnya akan membuat kegiatan masyarakat miskin semakin miskin. 4. Teori ketidakmampuan mengatasi kemiskinan. Kemiskinan yang berkembang juga disebabkan oleh ketidakmampuan para pengambil keputusan dalam mengatasi kemiskinan yang sudah ada. Ketidakmampuan tersebut timbul baik karena kurangnya komitmen dalam penanggulangan kemiskinan maupun tertinggal
berbagai
keterbatasan
dalam
kemampuan
menanggulangi
kemiskinan atau gabungan dari keduanya.
2.1.3 Ukuran Kemiskinan Menurut
Sayogyo
(1977),
kemiskinan
(poverty)
pada
dasarnya
menggambarkan kondisi kesejahteraan yang buruk. Indikator yang digunakan yaitu dengan pendekatan konsumsi atau pengeluaran. Pendekatan ini lebih baik dari pendekatan pendapatan, karena: dalam survei lebih tepat dilaporkan (daripada angka penghasilan), selain itu pendekatan pengeluaran sudah mencakup penghasilan bukan uang, pemakaian tabungan masa lalu, dan pinjaman. BPS (2009b) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach) untuk mengukur kemiskinan. Melalui pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
9
pengeluaran. Adapun 14 kriteria keluarga miskin yang dikeluarkan oleh BPS dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2008) sebagai berikut: 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bamboo/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bamboo/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600.000,00 per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD. 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp500.000,00 seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
2.1.4 Penanggulangan Kemiskinan Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No 15 tahun 2010, mengenai percepatan penanggulangan kemiskinan pasal 1 pada poin 1 dan 2, dijelaskan bahwa penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program
10
pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat. Sedangkan program penanggulangan kemiskinan yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
miskin
melalui
bantuan
sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. Priyarsono et al. (2006) secara umum upaya penanggulangan kemiskinan ada dua strategi utama yang ditempuh. Pertama, melakukan berbagai upaya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara akibat negatif krisis ekonomi dan kemiskinan struktural. Kedua, melakukan berbagai upaya untuk membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan struktural, antara lain, memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan yang tinggi untuk melakukan usaha dan mencegah terjadinya kemiskinan baru. Sebagai upaya menanggulangi kemiskinan perlu dilakukan pendekatan multisektor yang saling terkait. Kebijakan pengendalian stabilitas moneter dan fiskal juga harus diperhatikan, guna menghindari adanya goncangan ekonomi secara mendadak, sehingga upaya penanggulangan kemiskinan di pedesaan maupun di perkotaan, baik melalui kebijakan perbaikan produksi, harga, investasi, dan kebijakan lainnya bisa berjalan dengan baik (Daryanto 2006). Menurut Muttaqien (2006) beberapa kebijakan secara umum yang dijalankan oleh pemerintah pusat untuk menanggulangi kemiskinan pedesaan adalah (1) mengusahakan pemenuhan kebutuhan konsumsi dasar seperti sembako gratis kepada rakyat miskin di pedesaan, (2) memberikan kredit usaha tani, penyaluran kredit sebagai modal usaha, jaminan usaha serta KUD, (3) mengadakan sarana dan prasarana di pedesaan terutama yang menunjang pertanian, (4) pelayanan kesehatan dengan mendirikan Puskesmas dan menyebarkan tenaga-tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, dan perawat, (5) pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah Inpres, (6) Listrik Masuk Desa
11
(LMD), dan (7) melengkapi sarana kesehatan yang lain seperti sanitasi dan air bersih.
2.1.5 Program Keluarga Harapan Pedoman Program Keluarga Harapan yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial (2007) menjelaskan pengertian Program Keluarga Harapan (PKH), yaitu program yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), yaitu melalui pendidikan dan kesehatan. Tujuan utama PKH yaitu untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada kelompok masyarakat miskin dan tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs. Sedangkan tujuan khusus dari PKH sebagai berikut: 1. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM. 2. Meningkatkan taraf pendidikan anak RTSM. 3. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM. 4. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan , khususnya bagi RTSM. Adapun manfaat dari PKH yaitu: 1. Untuk jangka pendek memberikan income effect kepada rumah tangga miskin melalui pengurangan beban pengeluaran rumah tangga miskin. 2. Untuk jangka panjang dapat memutus rantai kemiskinan antar generasi melalui: a. Peningkatan
kualitas
kesehatan/nutrisi,
pendidikan
dan
kapasitas
pendapatan anak dimasa depan (price effect anak keluarga miskin). b. Memberikan kepastian kepada anak keluarga miskin dimasa depan. 3. Merubah perilaku keluarga miskin yang relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan akibat antara lain: a. Kurangnya
informasi
mengenai
hak,
manfaat,
keuntungan,
dan
kesempatan. b. Tingginya biaya tidak langsung.
12
c. Opportunity Cost (anak bekerja lebih “menguntungkan” daripada bersekolah). 4. Mengurangi pekerja anak. 5. Peningkatan kualitas pelayanan dan barang publik melalui complementary perbaikan akses pendidikan dan kesehatan keluarga miskin, penyempurnaan sistem perlindungan sosial dan pelaksanaan desentralisasi. 6. Mempercepat pencapaian MDGs. Program ini bukan dimaksudkan sebagai kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang diberikan dalam rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya belinya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM. PKH lebih dimaksudkan sebagai upaya membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin. Keikutsertaan daerah dilakukan melalui dua tahap, yaitu: a. Tahap pertama, pemilihan provinsi yang dilakukan atas dasar kesediaan pemerintah provinsi pada saat Musrenbang tahun 2006. Sebanyak tujuh provinsi telah dipilih sebagai daerah uji coba pelaksanaan PKH, yaitu Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. b. Tahap kedua, pemilihan kabupaten/kota dan kecamatan. Dari ke tujuh provinsi yang telah terpilih, selanjutnya dipilih sejumlah kabupaten/kota dan dengan kriteria: (i) tingginya angka kemiskinan, (ii) angka gizi buruk dan angka transisi dari SD/MI ke SMP/MTs, (iii) ketersediaan sarana dan prasarana baik pendidikan maupun kesehatan, serta (iv) adanya komitmen daerah. Keikutsertaan daerah dalam PKH ditentukan juga oleh kesediaan pemerintah daerah untuk melaksanakan PKH. Hal ini dimaksud untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang merupakan salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan program. Untuk itu, sebelum pelaksanaan dimulai, pimpinan daerah (Bupati) harus menandatangani surat pernyataan menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang dibutuhkan dalam program PKH termasuk segala aspek yang berkaitan didalamnya.
13
2.2 Kinerja Nawawi (2006), Kinerja bukan sifat atau karakterisrik individu, melainkan kemampuan kerja yang ditunjukkan melalui proses atau cara bekerja dan hasil yang dicapai. Secara praktis kinerja dapat diartikan sebagai upaya yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Program Penanggulangan Kemiskinan Kinerja program penanggulangan kemiskinan yang telah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah, swasta maupun LSM, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor itu adalah persiapan institusi yang memberikan program. Persiapan yang tidak matang akan mempengaruhi jalannya program yang dijalankan. Sebagai contoh Hermanto et al. (1995), menyatakan bahwa terdapat beberapa kendala yang diakibatkan oleh kurang matangnya persiapan institusi pada program penanggulangan kemiskinan melalui sub sektor perikanan, seperti koordinasi perencanaan yang lemah, yaitu hanya dilakukan dengan dinas perikanan saja dan kurang dilakukan dengan instansi terkait dan Pemda. Koordinasi yang lemah kurang mendapat dukungan dari instansi terkait lainnya dan jika akhirnya ada permasalahan yang muncul tidak dapat segera ditangani secara koordinatif. Selain masalah koordinasi, terbatasnya waktu perencanaan, menjadi salah satu faktor pelemah, yang menyebabkan melemahnya perencanaan dan pelaksanaan bantuan. Permasalahan lainnya yaitu perencanaan yang bersifat “top down”, karena akan sulit dilakukan suatu perencanaan yang rinci dan spesifikasi lokasi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketidakmatangan institusi tersebut yaitu melalui persiapan sosial yang memadai seperti pada penelitian Sarman dan Sajogyo (2006a). Melalui persiapan ini diharapkan perencanaan program yang dijalankan benar-benar telah dirancang secara matang, sehingga dapat mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan sewaktu pelaksanaannya. Selain itu karena kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang, sehingga untuk menyelesaikan permasalahan tersebut diperlukan pendekatan multisektor antar pihak yang terkait.
14
Institusi harus mendesain program yang memberikan kemudahan kepada kelompok sasaran untuk memanfaatkan dan menikmati program tersebut. Seperti kasus Unit Pengelolaan Keuangan (UPK) di Jawa Timur pada penelitian Hariri (2009), program UPK yang dijalani memberikan modal secara mudah tanpa banyak syarat, sehingga banyak warga miskin dapat memanfaatkan. Faktor kemudahan pengaksesan program menjadi penting, karena jika hal ini tidak terpenuhi akan berdampak buruk pada keberhasilan program seperti pada kasus BPR Parasahabat di Desa Cibarusah dalam penelitian Burhan (2004) memiliki ketentuan atau aturan kredit yang ketat, yaitu mengharuskan peminjam memiliki tempat tinggal dan usaha tetap, padahal banyak warga miskin di Desa Cibarusah yang tidak memiliki tempat tinggal tetap. Sehingga banyak warga miskin yang tidak dapat memanfaatkan program yang ada. Berbeda pada kasus PPSTN di Desa Pamongkong diperlukan kesepakatan bersama dalam mekanisme yang dijalankan terkait program antar aktor yang berkepentingan. Sehingga tidak ada pihak yang dimungkinkan melakukan protes apabila ada yang merasa dirugikan oleh aturan main yang telah disepakati bersama. Sumber daya manusia yang memadai menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi kinerja penanggulangan kemiskinan yang ada. Baik sumber daya manusia yang dimiliki oleh pendamping, pengurus maupun kelompok sasaran. Pada kasus BPR Parasahabat misalnya, kendala yang dihadapi dalam pencapaian keberhasilan program salah satunya keterbatasan sumber daya manusia. Dari penelitian di lapangan ditemukan bahwa banyak diantara staf/pelaksana program tidak memiliki latar belakang ilmu yang berhubungan dengan program yang dijalankan, hal ini akan sangat berpengaruh pada pelaksanaan program dan akhirnya berdampak pada keberhasilan program. Kasus lainnya terjadi pada program IDT di Sulawesi Selatan pada penelitian Sarman dan Sajogyo (2000b) mengalami kendala dalam pelaksanaan program yaitu dikarenakan pendampingan yang kurang intensif dan kapasitas pendamping yang sangat terbatas, khususnya pendamping lokal. Hal ini diperkuat dengan temuan lainnya oleh Sarman dan Sajogyo (2000a) di NTB berdasarkan pengalaman LSM lokal di sana, suatu program akan berlangsung dengan baik jika diberikan pendampingan yang intensif secara terus menerus. Karena disadari oleh banyak aparat di lapangan
15
bahwa salah satu faktor penentu keberhasilan program pembangunan untuk warga miskin itu adalah fungsi peran yang optimal dari petugas atau kelompok pendamping yang profesional. Untuk mencapai tersebut perlu dilakukan pelatihan kepada pendamping, pengurus, bahkan anggota kelompok sasaran. Adanya pelatihan ini diharapkan tumbuh pemahaman yang sama atas tujuan program, kapasitas yang memadai dalam pelaksanaan program, sehingga program akan berjalan dengan efektif. Kondisi tempat dimana program tersebut dijalankan perlu diperhatikan juga. Sebagai contoh pada Program Penanggulangan Berpendapatan Rendah (PPBR) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan, bahwa kesesuaian komoditas dengan karakteristik masyarakat setempat serta kondisi agroekosistem yang mendukung dalam menjalankan program mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan program, dimana semakin sesuai kondisi tersebut semakin baik perkembangan program. Contoh lainnya pada kasus IDT di NTB, kalangan aparat pelaksana mengeluhkan bahwa yang menjadi kendala dalam pengembangan usaha masih ada usaha yang tidak didukung oleh potensi lingkungan setempat serta masih terdapatnya pemilihan jenis usaha yang tidak sesuai dengan keterampilan yang dimiliki anggota. Hal tersebut mengakibatkan sulitnya mengembangkan usaha alternatif yang dapat dijadikan sebagai gantungan hidup karena peluang usaha belum dikaitkan dengan peluang pasar. Pada kasus BPR Parasahabat juga mengalami kendala dalam pelaksanaan program di lapangan, bahwa peningkatan pendapatan anggota peserta program sangat bergantung dari hasil usaha yang dijalankan dan juga tergantung pada situasi pasar. Seperti kasus IDT di Sulawesi Selatan, pemasaran menjadi permasalahan dalam pengembangan usaha, karena selama ini kegiatan masih sangat tergantung pada pesanan konsumen lokal. Selain itu permasalahan lainnya ada pemberi modal lain (rentenir) yang akhirnya mengganggu pengkreditan yang ada, sehingga terjadi kredit macet yang seperti yang ditemui pada kasus BPR Parasahabat. Kegagalan proyek dialami juga oleh usaha Yayasan Swadaya Membangun
(YSM)
Mataram
di
Desa
Pamongkong
yang
mencoba
mengembangkan keswadayaan masyarakat di sektor simpan pinjam. Salah satu alasan umum yang menjadikan macetnya angsuran simpan pinjam adalah
16
kebangkrutan usaha yang diperoleh dari dana simpan pinjam tersebut. Bahkan ada beberapa kasus lain yang mengakibatkan macetnya simpan pinjam tersebut yaitu beroperasinya lembaga-lembaga keuangan liar yang disebut “bank rontok” atau “bank beseang”. Menanggapi permasalahan tersebut, hal yang dapat dilakukan seperti melakukan survei, pertemuan umum, dan uji kelayakan yang dilakukan pada kasus BPR Parasahabat. Hal ini dilakukan agar program yang akan dilaksanakan dapat diimplementasikan dapat berjalan dengan baik ditempat tersebut. Selain itu adanya kepastian pasar agar modal yang dikelola oleh kelompok binaan dapat diputar. Kapastian pasar ini selain dapat menjamin keberhasilan dari usaha, dapat membangun kepercayaan diri kelompok binaan tersebut dalam menekuni usaha yang sedang digelutinya secara sungguh-sungguh. Salah satu faktor yang paling krusial adalah ketepatan kelompok sasaran dari program penanggulangan kemiskinan yaitu masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan. Namun kenyataan di lapangan, terdapat banyak ketidaktepatan sasaran yang dituju. Sebagai contoh pada kasus PPBR, yang seharusnya masyarakat miskin yang mendapatkan bantuan ternyata dari 26 kelompok, hanya 14 kelompok yang sesuai dan 12 kelompok lainnya tidak termasuk orang miskin. Hal ini dikarenakan ada faktor subyektifitas dari pemilihan kelompok sasaran oleh kepala desa maupun PPL yang lebih berorientasi keberhasilan program, bukan pada upaya untuk membantu masyarakat berpendapat rendah. Hal serupa pun terjadi pada kasus JPS di Kelurahan Keparakan pada penelitian Ismail (2000) salah satu kelemahan program yaitu rendahnya tingkat profesionalisme dari para petugas dalam melakukan seleksi atas warga yang perlu mendapat bantuan. sehingga banyak warga yang tidak tepat sasaran dalam pemanfaatan program tersebut. Faktor kurang tepat sasaran ini pun ditemui pada kasus proyek P4K sehingga proyek mengalami berbagai hambatan. Adapun faktor tersebut diakibatkan oleh tiga hal, pertama, dilokasi proyek P4K sudah tidak ada petani miskin sementara PPL masih dibebani oleh target penumbuhan KPK yang harus dipenuhi, sehingga untuk memenuhi target, terpaksa mengambil petani yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat. Kedua, ada semacam ketentuan bahwa proyek dapat berjalan dengan baik, jika pengembalian kredit berjalan dengan
17
lancar, maka untuk menjadi anggota KPK dipilih petani miskin yang pengeluaran keluarganya sedikit di bawah atau mendekati garis kemiskinan dan bukan petani sangat miskin, karena petani yang sangat miskin dikhawatirkan dapat menghambat kelancaran pengambilan kredit proyek P4K. Ketiga, proses pembentukan KPK tidak sesuai dengan petunjuk rancangan P4K. Tabel 1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Program Penanggulangan Kemiskinan No
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja program penanggulangan kemiskinan
1
Koordinasi perencanaan antar pihak terkait.
2
Kecukupan waktu perencanaan.
3
Desain program.
4
Mekanisme program yang disepakati oleh pengurus, pendamping dan kelompok sasaran.
5
Sumber daya manusia pendamping, pengurus, dan kelompok sasaran
6
Intensifitas pendampingan
7
Kondisi tempat pelaksanaan program
8
Ketepatan kelompok sasaran
Terkait dalam meningkatkan peluang keberhasilan, beberapa hal perlu mendapat
perhatian
terutama
yang
berkaitan
dengan
kebijakan
dalam
pelaksanaanya. Pihak-pihak yang ikut terlibat di daerah dari tingkat propinsi sampai dengan desa perlu diberi peran yang lebih besar, sesuai dengan kondisi di masing-masing daerah dengan kapasitas yang memadai. Contoh pada kasus PPBR dalam menentukan kelompok sasaran, wewenang sepenuhnya berada pada instansi setempat, berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam pedoman PPBR pusat. Kepala Desa dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) adalah pihakpihak yang banyak berperan dalam hal ini. Besarnya keterlibatan mereka dalam menentukan sasaran memiliki keuntungan dan kerugian. Mereka memang yang paling tahu kondisi petani di wilayahnya sehingga dapat memilih sasaran dengan tepat, namun terkadang pemilihan sasaran ditujukan kepada peternak yang tidak miskin. Untuk mengurangi hal seperti ini, Dinas Peternakan Tk.II atau Cabang Dinas Peternakan tingkat kecamatan dapat diikutsertakan dalam memilih
18
kelompok sasaran. Berbagai faktor tersebut jika disimpulkan dapat dilihat pada Tabel 1.
2.4 Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Kinerja program penanggulangan kemiskinan mempengaruhi dampak yang didapat dari implementasi program tersebut. Sebagai contoh, dampak dari program PPSTN yang dilaksanakan di Desa Pemongkong dalam kurun waktu dua tahun sejak 1994 sekitar 28 KK nelayan telah mampu diberdayakan menjadi nelayan mandiri. Kesuksesan ini tidak hanya terjadi di sektor perikanan laut saja, pada kelompok petani binaan PPSTN pun terjadi keberhasilan. Kelompok tani diberikan satu buah traktor tangan dengan status pinjaman angsuran, dalam tempo dua tahun dari semula delapan traktor yang telah digulirkan kepada petani binaan, menjadi 14 buah traktor tangan. Contoh lainya pada kasus UPK Gerdutaskin di Jawa Timur, kehadiran UPK ini menjadi salah satu solusi dalam menanggulangi kemiskinan yang ada, saat berbagai kebijakan program penanggulangan kemiskinan sulit menjangkau sasaran secara tepat dan efektif sehingga keberadaan UPK dimaknai sebagai modal dan potensi dasar bagi usaha penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan. Walaupun dalam pelaksanaannya banyak kendala yang dihadapi seperti adanya kredit macet pada program, kelembagaan yang belum independen, atau administrasi keuangan yang belum dilaksanakan secara konsisten. Kinerja BPR Parasahabat di Desa Cibarusah, mempunyai dampak terhadap hasil yang diperoleh antara lain bagi warga atau kelompok binaan yang mampu mengakses program dapat merasakan peningkatan usaha dan pendapatan, adapun manfaat sosial yang dirasakan seperti adanya perubahan sikap para anggota khususnya dalam bentuk solidaritas antar sesama dan adanya kebiasaan dalam menabung. Contoh lainnya
pada kasus P4K, program ini dapat memberikan
dampak positif terhadap kelompok binaan yaitu adanya peningkatan pendapatan, pemupukan modal, peningkatan konsumsi gizi keluarga, penyerapan tenaga kerja, pendalaman dan perluasan usaha serta terampil teknis dan manajemen. Disamping dampak terhadap peserta proyek, P4K juga memberikan dampak terhadap kelompok antara lain berupa usaha bersama secara kelompok, kemampuan
19
manajemen pengurus, kesadaran tentang manfaat berkelompok. Selain itu KPKKPK yang terbentuk menjadi suatu wahana pendidikan masyarakat pedesaan, yaitu dapat meningkatkan taraf kehidupannya. Namun dalam pelaksanaan program terkait pemilihan kelompok sasaran cenderung tidak tepat sasaran, sehingga masih banyak warga miskin yang belum diberdayakan, terlebih dengan penerapan aturan yang memberatkan menjadikan mereka semakin sulit untuk merasakan manfaat dari program tersebut. Dampak yang dirasakan pada kasus penanggulangan kemiskinan nelayan dan petani ikan di laut, antara lain: bagi peserta, adanya program ini dapat meningkatkan konsumsi ikan bagi keluarga nelayan, adanya perbaikan gizi keluarga, terjadinya peningkatan pendapatan nelayan 10-100 persen, bahkan ada beberapa nelayan bersedia melakukan modifikasi perahu dan alat tangkap. Dampak program terhadap pendapatan nelayan peserta sangat bervariasi. Semakin tingginya pemanfaatan paket maka makin tinggi pula hasil yang diperoleh. Bagi bukan peserta, manfaaat yang dirasakan seperti adanya adopsi teknologi, peluang atau pilihan kesempatan kerja, serta perahu yang dimiliki dapat digunakan untuk alat transportasi. Selain itu kasus IDT di Sulawesi Selatan terkait penelitian Sarman dan Sajogyo (2000b), program ini ternyata cukup efektif untuk memberikan penguatan kepada anggota pokmas, khususnya kelompok ibu-ibu yang bergiat dalam usaha menjual ikan asap. Dari dana tersebut, mereka praktis melepaskan diri dari ketergantungan pada “bandar” ikan yang sebelumnya berperan mirip pelepas uang dan cukup semena-mena menentukan harga penjualan ikan segar yang dibutuhkan ibu-ibu untuk diasap. Jika dilihat dari implementasi program ini, mengalami kendala seperti pendampingan yang kurang intensif dan kapasitas pendamping yang sangat terbatas, khususnya pendamping lokal. Program PPBR ini memberikan manfaat terhadap peserta program antara lain dapat memenuhi konsumsi sendiri, adanya peningkatan bahan pangan, penambahan pendapatan, dan peningkatan pengetahuan dalam hal peternakan. Bagi non-peserta, manfaat proyek cenderung masih kurang dirasakan. Kalaupun ada dalam jumlah kecil mereka menyatakan dapat belajar memelihara ternak lebih
20
baik. Namun beberapa menyatakan terganggu oleh bau dan menduga ternak program sumber penyakit bagi ternak yang sudah ada. Tabel 2 Dampak Impelementasi Program Penanggulangan Kemiskinan No
Dampak Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan
1
Adanya peningkatan usaha peserta program
2
Adanya peningkatan pendapatan peserta
3
Terbangunnya solidaritas antar peserta
4
Adanya peningkatan gizi peserta
5
Terbukanya kesempatan kerja
6
Peningkatan keterampilan dan pengetahuan peserta
7
Tumbuhnya kesadaran peserta atas manfaat berkelompok
8
Ketidaktepatan sasaran
9
Adanya adopsi teknologi Pada
pelaksanaannya
PPBR
mengalami
permasalahan
seperti
ketidaktepatan sasaran yang dituju. Hal ini dipengaruhi oleh faktor subyektifitas dari pemilihan kelompok sasaran oleh kepala desa maupun PPL yang lebih berorientasi keberhasilan program, bukan pada upaya untuk membantu masyarakat berpendapat rendah. Pelaksanaan program ini terlihat tidak sungguhsungguh dalam menanggulangi kemiskinan, terbukti telah melenceng dari tujuan umum yang ingin dicapai oleh Direktorat Jenderal Peternakan yaitu upaya penanggulangan kemiskinan melalui penyebaran ternak yang disertai dengan pembinaan pada masyarakat berpendapatan rendah, sehingga secara bertahap dapat meningkatkan pendapatan mereka. Beberapa dampak yang dirasakan atas implementasi beberapa program penanggulangan tersebut, dapat disimpulkan seperti yang tertera pada Tabel 2.
2.5 Kerangka Pemikiran Baik pemerintah, swasta, maupun LSM telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan yang menjadi kajian penelitian ini yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) yaitu
21
merupakan suatu program yang memberikan bantuan langsung tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin, yang berlokasi di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. PKH ini telah berjalan dari tahun 2007 dan akan berakhir tahun 2015. Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan.
Faktor Internal 1. Kemampuan pendamping PKH dalam menjalankan tugas 2. Kriteria peserta PKH 3. Koordinasi perencanaan dan pelaksanaan PKH
Faktor Eksternal 1. Kondisi tempat pelaksanaan PKH (Desa Petir) 2. Tingkat pendidikan peserta PKH
Kinerja PKH 1. Ketepatan pemilihan peserta PKH 2. Jumlah anak peserta PKH yang bersekolah 3. Persentasi Kehadiran Anak Sekolah 4. Persentase Balita Pergi ke Posyandu
Taraf hidup peserta PKH di Desa Petir 1. Peningkatan taraf pendidikan 2. Peningkatan kesehatan 3. Kemudahan mengakses bidang pendidikan 4. Kemudahan mengakses bidang kesehatan
Keterangan: Memiliki hubungan
Gambar 2 Faktor- Faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Program Keluarga Harapan dan Dampaknya terhadap Taraf Kesejahteraan Peserta Program di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor
22
Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dipaparkan lebih rinci dalam Gambar 2. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kinerja program dikelompokkan ke dalam faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja program yang berasal dari institusi pemberi program dalam hal ini PKH yaitu meliputi: (1) Koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program PKH, (2) Kemampuan pendamping PKH dalam menjalankan tugas, dan (3) Kriteria peserta PKH. Faktor eksternal ialah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja program yang berasal dari luar institusi pemberi program dalam hal ini PKH yang meliputi: (1)
Kondisi tempat
pelaksanaan PKH dan (2) Tingkat pendidikan peserta PKH. Berdasarkan kerangka pemikiran sebagaimana tertera pada Gambar 2, kinerja PKH yang terpengaruh faktor-faktor tersebut akan mempunyai pengaruh atas dampak terhadap taraf hidup peserta program, yaitu rumah tangga sangat miskin di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dimaksudkan untuk membuktikan hubungan antar faktorfaktor tersebut.
2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1.
Koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program PKH, kemampuan pendamping, dan kriteria peserta PKH diduga memiliki hubungan positif terhadap kinerja PKH.
2.
Kondisi tempat pelaksanaan PKH dan tingkat pendidikan peserta PKH memiliki hubungan positif terhadap kinerja PKH
3.
Tingginya kinerja PKH diduga memiliki hubungan positif terhadap peningkatan taraf hidup peserta PKH.
2.7 Definisi Operasional Rumusan definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: A. Faktor Internal
23
Faktor internal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja program yang berasal dari institusi pemberi PKH, terdiri dari: a. Kemampuan pendamping adalah kemampuan yang dimiliki pendamping PKH dalam menjalankan tugasnya yaitu: 1. Menyelenggarakan pertemuan awal dengan seluruh peserta PKH. 2. Memberikan informasi mengenai PKH kepada peserta PKH. 3. Mengelompokkan peserta ke dalam kelompok yang terdiri dari 20-25 orang/kelompok. 4. Melakukan pemilihan ketua kelompok. 5. Membantu peserta PKH dalam mengisi formulir klarifikasi data dan menandatangani surat persetujuan PKH. 6. Mengkoordinasikan kunjungan awal ke puskesmas dan pendaftaran sekolah. 7. Melakukan pertemuan dengan seluruh peserta setiap enam bulan sekali. 8. Melakukan pertemuan insidentil kepada peserta PKH yang tidak memenuhi komitmen. 9. Melakukan koordinasi dengan aparat setempat dan pemberi pelayanan kesehatan dan pendidikan. 10. Melakukan pendampingan rutin. 11. Menerima segala pengaduan dari peserta. 12. Memberikan sanksi bagi peserta yang tidak mematuhi aturan. Skor 3: Semua tugas dijalankan Skor 2: Satu sampai tiga tugas tidak dijalankan Skor 1: lebih dari tiga tugas tidak dijalankan b. Kriteria peserta PKH yaitu sejumlah persyaratan yang harus terpenuhi oleh peserta PKH untuk mendapatkan manfaat program. Hal tersebut dapat diukur melalui1: 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 1
14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/ rumah tanggadikategorikan miskin oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
24
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp600.000,00 per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD. 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp500.000,00 seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Skor 3: minimal 10 kriteria kemiskinan terpenuhi (RTSM) Skor 2: 6 sampai 9 kriteria kemiskinan terpenuhi (RTM) Skor 1: kurang dari 6 kriteria kemiskinan terpenuhi (Non RTM) B. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja program yang berasal dari luar institusi pemberi PKH, terdiri dari: a. Kondisi tempat pelaksanaan PKH adalah kesesuaian kegiatan program dengan keadaan tempat tinggal peserta dilihat dari adanya fasilitas kesehatan seperti puskesmas, puskemas pembantu (pustu), polindes, posyandu, atau praktek bidan yang mudah dijangkau oleh peserta yang menjadi mitra PKH, adanya
25
sekolah SD maupun SLTP yang mudah dijangkau oleh peserta program untuk menyekolahkan anggota keluarganya yang berusia 6-18 tahun, adanya kantor pos yang mudah dijangkau oleh peserta untuk pengambilan uang tunai langsung. Skor 3: Memiliki semua fasilitas yang mendukung pelaksanaan PKH. Skor 2: Tidak terdapat salah satu fasilitas yang mendukung pelaksanaan PKH. Skor 1: Tidak memiliki semua fasilitas yang mendukung pelaksanaan PKH. b. Tingkat pendidikan peserta PKH yaitu jenjang sekolah formal terakhir yang pernah dilaksanakan oleh peserta PKH, antara lain tidak bersekolah, Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah, SMP Umum/Kejuruan, Madrasah Tsanawiyah, SMA, Madrasah Aliyah, SMK, Program D.I/D.II, Program D.III, dan Program D.IV/S1. Skor 3: Lulus program D.I/D.II/DIII/S1 Skor 2: Lulus SMP sampai SMA Skor 1: Tidak bersekolah atau tamat SD
C. Kinerja Program 1. Ketepatan memilih peserta PKH yaitu seluruh peserta PKH memenuhi persyaratan dari 14 kriteria peserta PKH. Skor 2: Peserta PKH memenuhi minimal 9 kriteria kemiskinan Skor 1: Peserta PKH memenuhi kurang dari 9 kriteria kemiskinan 2. Jumlah anak yang bersekolah yaitu banyaknya anak peserta PKH yang memiliki usia 6-18 tahun terdaftar pada lembaga pelayanan pendidikan. Diukur memalui anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah dan terdaftar di sekolah. Skor 2: Anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah terdaftar di sekolah. Skor 1: Anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah tidak terdaftar di sekolah. 3. Persentase kehadiran anak sekolah yaitu kehadiran anak peserta PKH yang bersekolah yang memiliki persentasi kehadiran minimal 85 persen setiap bulannya.
26
Skor 2: Kehadiran anak peserta PKH yang bersekolah lebih dari 85 persen setiap bulannya. Skor 1: Kehadiran anak peserta PKH yang bersekolah kurang dari 85 persen setiap bulannya. 4. Kunjungan ke puskemas atau posyandu adalah rutinitas peserta PKH untuk memeriksakan kesehatan setiap bulan ke puskesmas atau posyandu terdekat. Skor 3: Peserta PKH, baik ibu hamil, nifas, maupun balitanya memeriksa kesehatannya ke lembaga pelayanan kesehatan setiap bulan. Skor 2: Peserta PKH, baik ibu hamil, nifas, maupun balitanya tidak memeriksa kesehatannya ke lembaga pelayanan kesehatan setiap bulan secara rutin. Skor 1: Peserta PKH, baik ibu hamil, nifas, maupun balitanya tidak memeriksa kesehatannya ke lembaga pelayanan kesehatan setiap bulan.
D. Taraf Hidup Peningkatan taraf hidup peserta program adalah suatu perubahan yang dirasakan oleh peserta terhadap setelah adanya program PKH. Diukur melalui: 1. Peningkatan taraf pendidikan peserta PKH yaitu banyaknya anak peserta PKH yang berada pada usia 6-18 tahun telah terdaftar di lembaga pelayan pendidikan dan memiliki persentase kehadiran minimal 85 persen setiap bulannya. Skor 3: Anak peserta PKH usia sekolah terdaftar di sekolah dan memiliki persentase kehadiran minimal 85 persen setiap bulan. Skor 2: Anak peserta PKH usia sekolah terdaftar di sekolah tetapi memiliki persentase kehadiran minimal 85 persen setiap bulan. Skor 1: Anak peserta PKH usia sekolah tidak terdaftar di sekolah. 2. Peningkatan akses pendidikan yaitu anak peserta PKH usia sekolah dapat mengunjungi lembaga pelayanan pendidikan yang ada dan peserta PKH merasa terbantu dalam pembiayaan anak bersekolah. Skor 3: Peserta PKH merasa terbantu dengan adanya PKH dalam pembiayaan anak bersekolah dan anak peserta PKH dapat mengunjungi lembaga pelayanan pendidikan.
27
Skor 2: Peserta PKH merasa terbantu dengan adanya PKH dalam pembiayaan anak bersekolah namun anak peserta PKH tidak dapat mengunjungi lembaga pelayanan pendidikan atau kebalikannya. Skor 1: Peserta PKH tidak merasa terbantu dengan adanya PKH dalam pembiayaan anak bersekolah dan anak peserta PKH tidak dapat mengunjungi lembaga pelayanan pendidikan. 3. Peningkatan taraf kesehatan yaitu riwayat kesehatan yang dialami oleh peserta PKH. Skor 2: satu bulan terakhir tidak pernah mengalami sakit. Skor 1: Satu bulan terakhir pernah mengalami sakit 4. Peningkatan akses kesehatan yaitu kemudahan peserta PKH untuk berkunjung ke lembaga pelayan kesehatan untuk mengecek kesehatannya setiap bulannya dan merasa terbantu dalam pembiayaan pengobatan. Skor 3: Peserta PKH merasa terbantu dengan adanya PKH dalam pembiayaan pengobatan dan dapat mengunjungi lembaga pelayanan kesehatan. Skor 2: Peserta PKH merasa terbantu dengan adanya PKH dalam pembiayaan pengobatan namun peserta PKH tidak dapat mengunjungi lembaga pelayanan kesehatan atau kebalikannya. Skor 1: Peserta PKH tidak merasa terbantu dengan adanya PKH dalam pembiayaan pengobatan dan tidak dapat mengunjungi lembaga pelayanan pendidikan.
BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja program penanggulangan kemiskinan di pedesaan kasus Program Keluarga Harapan, dilaksanakan di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 1). Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive). Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa di Desa Petir memiliki program penanggulangan kemiskinan, yaitu Program Keluarga Harapan yang telah melaksanakan PKH sejak tahun 2007. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2011. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.
3.2 Metode Penelitian Tipe
penelitian
menghubungkan
antara
ini
adalah
explanatory
variabel-variabel
research,
melalui
karena
pengujian
akan
hipotesis
(Singarimbun dan Effendi 1989). Pendekatan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif, serta melakukan pengamatan langsung di lapangan. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survei yaitu wawancara yang dipandu kuesioner (Lampiran 2) dan pedoman pertanyaan kualitatif (lampiran 3). Populasi dan kerangka sampling dalam penelitian ini adalah rumah tangga sangat miskin yang mengikuti Program Keluarga Harapan yang berada di Desa Petir dan yang menjadi sampel penelitian ini yaitu ibu atau wanita yang mengurus anak pada rumah tangga bersangkutan yang ikut program PKH (Lampiran 4). Selanjutnya, untuk melengkapi data primer yang didapat berdasarkan hasil pengisian kuesioner, dilakukan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Hal ini dilakukan agar memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci tentang suatu peristiwa atau gejala sosial.
29
3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari wawancara melalui wawancara yang dipandu kuesioner dan data pendukung berupa wawancara mendalam terhadap responden dan informan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil dokumentasi dan studi literatur melalui hasil penelitian sebelumnya, dapat buku, tesis, jurnal, hasil penelitian, dan laporan penelitian. 3.4 Teknik Penentuan Responden dan Informan Populasi pada penelitian ini adalah rumah tangga sangat miskin di Desa Petir, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Responden terdiri dari ibu atau wanita rumah tangga sangat miskin yang menjadi peserta PKH yang berada di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan sampel dilakukan menggunakan metode Simple Random Sampling berdasarkan data rumah tangga sangat miskin di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan menggunakan Microsoft Excel untuk mengundi sampel yang akan diambil. Jumlah responden yang akan diambil menggunakan rumus Slovin: n=
N 1 + N.e2
=
87
= 46,52 ≈ 47 orang
1 + (87.0,01)
Keterangan: n = Jumlah Sampel N= Populasi E= Batas error 10% Informan dipilih dengan menggunakan teknik purposive yaitu memilih orang-orang atau pelaku pemberdayaan, yang dianggap lebih tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data dan mengetahui masalahnya secara mendalam. Informan dalam penelitian ini yaitu tokoh masyarakat seperti elit desa, ketua RT serta pihak lainnya yang memiliki pengetahuan lebih terhadap PKH.
30
3.5 Teknik Analisis Data Data yang diperoleh secara kuantitatif menggunakan instrumen kuesioner. Data yang diperoleh melalui kuesioner kemudian diolah untuk mendapatkan informasi. Pengolahan data terlebih dahulu dilakukan dengan pengkodean data. Setelah itu dilakukan penghitungan persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabel frekuensi. Setelah mendapatkan persentase jawaban responden maka akan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.
Persentase jawaban responden kemudian diolah dengan menggunakan
tabulasi silang untuk melihat pola dan kekuatan hubungan antara dua variabel, yaitu: a. Melihat hubungan antara koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program program PKH, kemampuan pendamping PKH dalam menjalan tugasnya dan kriteria peserta PKH terhadap kinerja PKH. b. Melihat hubungan antara kondisi tempat pelaksanaan PKH dan tingkat pendidikan peserta PKH terhadap kineja PKH. c. Hubungan kinerja PKH terhadap taraf hidup peserta PKH. Data kualitatif yang diperoleh dari informan dan responden melalui wawancara mendalam dikumpulkan kemudian dilakukan pemisahan data-data penting dan kemudian disimpulkan. Kemudian data tersebut digunakan sebagai data pendukung bagi data kuantitatif dan didukung juga oleh data sekunder yang telah didapatkan sebelumnya.
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Demografis Desa Petir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk Desa Petir pada tahun 2011 sebanyak 12.283 jiwa yang terdiri dari 6.449 laki-laki dan 5.835 perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 2.974 KK. Sedangkan jumlah keluarga miskin sebanyak 1.077 atau 33 persen dari jumlah keluarga yang ada di Desa Petir.2 Desa Petir secara umum merupakan dataran tinggi dan sedang yang berada di ketinggian antara 350 m sampai 400 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 28o Celsius sampai 36o Celsius. Desa Petir memiliki luas 449,8 km2. Sekitar 160 km2 merupakan lahan pertanian dengan jenis pertanian padi dan palawija. Sedangkan lahan pertanian bukan sawah yang diperuntukan untuk ladang, tambak, kebun, hutan rakyat, peternakan seluas 67,5 km2 dan lahan nonpertanian seperti untuk industri, perumahan, perkantoran, pertokoan, dan lain sebagainya seluas 222,3 km2. Desa Petir memiliki 4 dusun, 9 Rukun Warga (RW), dan 43 Rukun Tetangga (RT). Adapun batas-batas administratif pemerintahan Desa Petir, Kecamatan Dramaga sebagai berikut: a. Sebelah utara: Desa Neglasari b. Sebelah timur: Desa Sukawening dan Desa Sukadamai c. Sebelah Selatan: Desa Sukajadi Kecamatan Tamansari d. Sebelah Barat: Desa Purwasari dan Sungai CIhideung Desa Petir pun terkenal dengan budidaya ikan gurame, karena di desa ini memiliki potensi alam yang mendukung untuk melakukan budidaya ikan gurame. Namun berhubung harga pakan yang semakin mahal dan perawatan ikan yang tidak mudah, banyak pembudidaya ikan gurame di Desa Petir yang tidak bertahan, dan kebanyakan dari mereka beralih ke budidaya ikan bawal dan mujair, karena 2
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Petir 2011
32
harga pakan yang lebih murah, perawatan yang lebih mudah serta waktu panen yang lebih singkat.
4.2 Mata Pencaharian Lahan yang diperuntukan untuk pertanian mencapai 227,5 km2 . Hal ini sesuai dengan kondisi masyarakat yang banyak bekerja pada sektor ini. Sebagian besar bekerja sebagai petani dan buruh tani, selain di sektor pertanian, penduduk Desa Petir pun ada yang bekerja sebagai sebagai pedagang, PNS, TNI Polri, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya terkait mata pencaharian masyarakat desa petir dapat dilihat pada Gambar 3.
Mata Pencaharian Penduduk Desa Petir 2008 0.16% 8.46% 5.37%
8.06%
15.25%
Petani Buruh tani
0.91%
Pedagang PNS 0.13%
TNI Polri Buruh bangunan
16.00%
Karyawan swasta Wirausaha lainnya 45.65%
Jasa
Gambar 3 Mata Pencaharian Penduduk Desa Petir 2008
Terlihat jelas pada Gambar 3, bahwa sebagian besar penduduk Desa Petir yaitu bekerja sebagai buruh tani yang pendapatannya tidak tetap dan relatif kecil. Hal ini sesuai dengan data kemiskinan Desa Petir 2008 yang mencapai 1.077 KK dari 2.974 KK.
33
4.3 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana sangat dibutuhkan untuk kelancaran atas setiap kegiatan yang dilaksanakan.Baik dalam bidang pendidikan, kesehatan maupun ekonomi. Semua sarana dan prasaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah Sarana dan Prasarana Berdasarkan Bidang Ekonomi, Pendidikan, dan Kesehatan di Desa Petir No Sarana dan Prasarana Ekonomi 1.
Bank Koperasi Unit Desa Pasar BUMDES Industri Rumah Tangga Perusahaan kecil Perusahaan sedang Perusahaan besar
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pendidikan TK/sederajat 1. SD/sederajat 2. SMP/sederajat 3.
Kesehatan Puskesmas 1. Puskes pembantu 2. Polindes 3. Balai pengobatan/klinik 4. Dokter umum 5. Posyandu 6. Pos KB desa 7. Bidan 8. Petugas gizi keliling 9. 10. Dukun bayi terlatih
Jumlah (unit) 10 120 80 2 3 6 1 1 11 1 1 4
Sumber: Rencana kegiatan pembangunan desa 2011, Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor (2008).
4.4 Program Keluarga Harapan Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan dimulai pada 2007 sampai 2015. PKH ditujukan kepada rumah tangga miskin yang memenuhi persyaratan kepesertaan PKH yaitu
34
rumah tangga miskin yang memiliki anak usia 0-15 tahun, ibu hamil atau anak usia 15-18 tahun yang belum selesai 9 tahun wajib belajar Pemilihan Peserta PKH dilakukan dengan melakukan survei di lokasi program untuk mendapat data rumah tangga miskin. Untuk tahun 2007, survei tersebut dilakukan oleh BPS dengan data dasar yang diambil dari data daftar penerima Subsidi Langsung Tunai (SLT) kategori Sangat Miskin dan Miskin, dan data pendukung lainnya. Dalam melakukan survei, petugas terdiri atas perwakilan BPS dan pengawas. Data yang telah disusun tersebut kemudian disaring kembali berdasar syarat kepesertaan PKH. Penetapan calon peserta PKH dilakukan oleh BPS. Selanjutnya diadakan pertemuan awal yang dilakukan satu tahun berikutnya, yaitu pada tahun 2008, salah
satu
kegiatan
utamanya
adalah melakukan klarifikasi data dan
penandatanganan komitmen keikutsertaan PKH menjadi Peserta PKH. Untuk Desa Petir rumah tangga yang memenuhi persyaratan dan terpilih sebagai peserta PKH sebanyak 87 peserta. Hasil pertemuan tersebut merupakan acuan untuk menetapkan calon peserta PKH. Selain itu, pada pertemuan awal tersebut dijelaskan pula tujuan PKH, manfaat PKH, serta kewajiban peserta PKH untuk mensukseskan program ini. Serta membagi peserta PKH ke dalam kelompok yang berjumlah 20-25 orang per kelompok agar mempermudah koordinasi dengan peserta PKH ke depannya. Salah satu kegiatan PKH yaitu memberikan bantuan tunai berupa uang kepada peserta PKH. Pemberian bantuan tunai dilaksanakan empat kali dalam satu tahun. Pengambilan bantuan tunai tersebut dilakukan di kantor pos terdekat, untuk Kecamatan Dramaga, khususnya Desa Petir pengambilan bantuan tunai tersebut dilakukan di Kantor Pos Dramaga. Pengambilan bantuan tunai tersebut tidak bisa diwakilkan, kecuali menggunakan surat kuasa yang diketahui oleh ketua RT, lurah serta camat di tempat tinggal peserta tersebut. Ketika pengambilan bantuan tunai tersebut diwajibkan membawa kartu peserta PKH dan foto kopi KTP sebagai identitas bahwa mereka memang peserta PKH. Namun untuk pengambilan bulan Maret 2011 selain kartu PKH, harus menyertakan surat keterangan dari ketua RT, Desa, pihak sekolah bagi yang memiliki anak usia sekolah, dan foto kopi KTP.
35
Selain itu, wilayah Kecamatan Dramaga memiliki dua pendamping dalam menjalankan kegiatan PKH. Pendamping ini merupakan pihak kunci yang menjembatani penerima manfaat dengan pihak-pihak lain yang terlibat di tingkat kecamatan maupun dengan program di tingkat kabupaten/kota. 4.5 Karakteristik Peserta PKH di Desa Petir Program Keluarga Harapan ditujukan bagi keluarga miskin yang memenuhi persyaratan yaitu peserta yang memenuhi 14 kriteria kemiskinan dan merupakan wanita dewasa yang sedang hamil, nifas, memiliki balita dan atau memiliki anak usia sekolah. Peserta PKH yang berada di Desa Petir 58 persen memiliki umur pada kisaran 37 sampai 58 tahun, 36 persen berada pada kisaran umur 16 sampai 36 tahun, dan 6 persen memiliki umur lebih dari 59 tahun. Berdasarkan Gambar 5, sebesar 45,65 persen masyarakat Desa Petir memiliki pekerjaan sebagai buruh tani dan 15,25 persen lainnya bekerja sebagai petani. Namun untuk pekerjaan peserta PKH di Desa Petir, sebanyak 65 persen peserta PKH tidak memiliki pekerjaan, 36 persen memiliki pekerjaan sebagai buruh tani, dan hanya 2 persen yang bekerja sebagai pedang. Tingkat pendidikan peserta PKH pun relatif rendah terbukti 60 persen peserta PKH hanya memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar saja, bahkan 34 persen peserta PKH lainnya mereka tidak tamat sekolah dasar, dan hanya 6 persen saja yang memiliki tingkat pendidikan setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN Program penanggulangan kemiskinan, khususnya PKH tidak terlepas dari berbagai faktor yang memperngaruhi jalannya program. Faktor-faktor tersebut, ada yang mendukung jalannya program, bahkan ada pula yang menghambat program. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari internal pemberi program, seperti
koordinasi
perencanaan
dan
pelaksanaan
program,
kemampuan
pendamping dalam menjalankan tugasnya, dan kriteria peserta program yang ditetapkan. Selain berasal dari internal pemberi program faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dapat juga berasal dari eksternal pemberi program seperti kondisi tempat pelaksanaan program dan tingkat pendidikan penerima program. 5.1 Faktor Internal PKH 5.1.1
Kemampuan Pendamping PKH Pendamping PKH memiliki serangkaian tugas yang harus dijalankan
dalam pelaksanaan program. Berbagai tugas ini saling terkait satu sama lain untuk mensukseskan pelaksanaan PKH. Adapun beberapa tugas yang harus dijalankan oleh pendamping PKH seperti tugas persiapan program yang dilaksanakan sebelum pembayaran pertama diberikan kepada peserta PKH. Tugas persiapan tersebut meliputi penyelenggaraan pertemuan awal dengan seluruh peserta PKH. Pertemuan awal ini hampir di hadiri oleh seluruh peserta PKH. Adapun yang tidak hadir pada pertemuan ini, diwakilkan dengan melalui surat kuasa, seperti Ibu Ash (49 tahun) yang diwakilkan oleh suaminya. Apabila memang tidak hadir dan tidak diwakilkan juga, calon penerima PKH tersebut didatangi oleh pendamping PKH ke rumahnya, seperti yang terjadi pada Ibu Aln (49 tahun). Kunjungan ke rumah calon peserta PKH merupakan salah satu tugas dari pendamping PKH. Pada pertemuan awal tersebut, pendamping PKH menjelaskan mengenai program kerja PKH kepada calon penerima PKH. Selain itu dibentuk pula empat kelompok PKH untuk memudahkan koordinasi antar pendamping PKH dengan semua peserta PKH. Setiap kelompok dipilih satu ketua kelompok untuk mewakilkan anggota kelompoknya. Sehingga segala informasi mengenai PKH
37
dari pendamping PKH, akan disampaikan melalui ketua kelompok setelah itu disampaikan kepada anggota kelompok yang lain. Selain itu pada pertemuan awal tersebut, pendamping pun membantu calon peserta PKH untuk mengisi formulir dan penandatangan persetujuan ikut PKH oleh peserta PKH. Koordinasi pelaksanaan awal untuk kunjungan ke puskesmas serta mendaftarkan anak peserta PKH ke sekolah tidak dilakukan oleh pendamping PKH. Pendamping hanya memberitahukan saja kepada peserta PKH, bahwa peserta PKH harus mendaftarkan anaknya ke sekolah, dan pergi ke puskesmas secara rutin untuk memeriksakan kesehatan sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh peserta PKH. Pertemuan awal ini yang seharusnya dihadiri oleh pihak puskesmas sebagai salah satu mitra PKH pun tidak terlaksana, karena pendamping tidak mengundang pihak puskesmas dalam acara pertemuan awal tersebut. Pendamping pun memliki tugas rutin yang harus dijalankan dalam mensukseskan program PKH seperti melakukan pertemuan dengan seluruh peserta PKH setiap enam bulan sekali, melakukan pertemuan dengan ketua kelompok setiap bulan, dan melakukan pertemuan dengan pihak pelayanan kesehatan dan pendidikan setiap satu, tiga, dan enam bulan sekali. Namun dari semua tugas pertemuan tersebut belum pernah dilakukan oleh pendamping selama PKH berlangsung di Desa Petir. Untuk kunjungan rutin ke setiap rumah peserta PKH pun tidak dilaksanakan dengan baik oleh pendamping. Pendamping PKH hanya berkunjung ke ketua kelompok dan sebagian peserta PKH saja. Akibatnya ada peserta PKH yang belum pernah dikunjungi oleh pendamping PKH selama PKH berlangsung. Berbagai permasalahan peserta PKH tidak dapat disampaikan secara langsung kepada pendamping PKH karena tidak adanya pertemuan tersebut. Baik itu permasalahan adanya peserta PKH yang tidak mendapatkan uang bantuan, uang bantuan yang diterima terlalu kecil, maupun permasalahan pemotongan oleh ketua kelompok kepada setiap anggotanya. Untuk permasalahan peserta PKH yang tidak menerima bantuan lagi seperti yang dialami oleh Ibu Och (52 tahun), “saya udah ga dapet bantuan PKH lagi a, ga tau kenapa, ga ada penjelasan dari pendamping, makanya saya pengen banget ketemu
38
langsung sama pendamping, tapi belum kesampean soalnya pendampingnya ga pernah dateng kerumah saya” Terkait masalah pemotongan uang bantuan PKH oleh ketua kelompok, tidak banyak dari anggota kelompok yang berani melaporakannya kepada pendamping PKH, hal ini dikarenakan ketua kelompok telah mengancam kepada anggota kelompoknya, jika hal ini diberi tahu ke pendamping maka status mereka sebagai peserta PKH akan dicabut sehingga para anggota kelompok ini kebanyakan tidak berani untuk melaporkan kejadian ini ke pendamping PKH. Hal ini seperti yang dialami oleh Ibu Awg (62 tahun), “ketua kelompok suka minta potongan kalo uang PKH turun, dia pun bilang kesaya, jangan ngelapor ke pendamping, kalo dilapor nanti saya cabut jadi peserta PKH, katanya.” Permasalahan pemotongan oleh ketua kelompok ini sebagian kecil anggota kelompok PKH menentang, bahkan mereka ingin melaporkan ke pendamping. Namun dikarenakan sulitnya bertemu dengan pendamping, anggota kelompok yang menentang ini belum menyampaikan permasalahan tersebut, terlebih pendamping tidak pernah berkunjung kerumah anggota tersebut. Hal ini seperti yang di alami oleh Ibu Nyi (53 tahun), “saya ga ngasih a ke ketua kelompok, selain uang yang saya terima makin kesini makin kecil, suami juga ngelarang saya buat ngasih keketua kelompok, bahkan saya sama suami pengen minta kejelasan mengenai pemotongan ini langsung dari pendamping, tapi belum kesampean, soalnya pendamping ga pernah dateng kerumah saya, padahal kan kalo dateng ke rumah ketua, pasti ngelewatin rumah saya.” Permasalahan pemotongan oleh ketua kelompok ini pada dasarnya sudah diketahui oleh pendamping. Bahkan pendamping telah mengingatkan kepada seluruh ketua kelompok untuk tidak memungut biaya apapun ke pada anggotanya, namun pemotongan ini masih tetap berlangsung. 5.1.2
Kriteria Peserta PKH Pemilihan peserta PKH didasarkan atas data daftar penerima SLT di
Kecamatan Dramaga. Pemilihan peserta SLT sekaligus digunakan pula untuk memilih peserta PKH menggunakan 14 kriteria kemiskinan untuk mengukur
39
apakah peserta tersebut layak atau tidak untuk mendapatkan bantuan. Adapun 14 kriteria tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Luas Lantai Bangunan Tempat Tinggal Kriteria pertama yang digunakan untuk mengukur kemiskinan yaitu dari luas lantai bangunan tempat tinggal. Suatu keluarga dikategorikan miskin apabila luas lantai bangunan tempat tinggalnya kurang dari 8 m2. Berdasarkan Tabel 4 diperoleh terdapat 53 persen peserta PKH yang memiliki luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 dan 47 persen lainnya memiliki luas lantai bangunan lebih dari 8 m2. Tabel 4 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Berdasarkan Luas Lantai Tempat Tinggal di Desa Petir (2011) Luas lantai Lebih dari 8 m2 Kurang dari 8 m2 Total
Jumlah (orang)
%
22 25 47
47 53 100
Bahkan ada keluarga yang memiliki luas lantai bangunan 20 m2 ditempati oleh 9 orang, atau dengan kata lain keluarga tersebut hanya memiliki luas lantai bangunan seluas 2,22 m2 per orang. Namun disisi lain, terdapat pula keluarga yang memiliki luas bangunan 45 m2 per orang hanya ditempati 2 orang atau 22,5 m2 per orang. 2. Jenis Lantai Tempat Tinggal Selain luas lantai tempat tinggal, yang menjadi kriteria kemiskinan yaitu jenis lantai tempat tinggal peserta PKH. Jenis lantai yang memenuhi kriteria kemiskinan yang digunakan yaitu terbuat dari tanah, bambu, atau kayu murah. Berdasarkan Tabel 5 rata-rata jenis lantai tempat tinggal peserta PKH yaitu menggunakan semen murah mencapai 83 persen dari seluruh perserta PKH.
40
Tabel 5 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Jenis Lantai Tempat Tinggal di Desa Petir (2011) Jenis lantai Keramik Semen murah Bambu Tanah Total
Jumlah (orang)
%
4 39 2 2 47
9 83 4 4 100
Selain itu, hasil temuan di lapangan ditemukan terdapat peserta PKH yang memiliki rumah dengan lantai yang terbuat dari keramik sebanyak 9 persen, dan selebihnya terbuat dari bambu dan tanah, masing-masing sebanyak 4 persen.
3. Jenis Dinding Tempat Tinggal Jenis dinding tempat tinggal pun menjadi salah satu kriteria lainnya yang digunakan untuk mengukur kemiskinan. Suatu rumah tangga dikategorikan miskin jenis dindingnya terbuat dari bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah, atau tembok tanpa diplester. Tabel 6 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Jenis Dinding Tempat Tinggal di Desa Petir (2011) Jenis dinding Tembok yang diplester Tembok yang belum diplester Bilik Total
Jumlah (unit)
%
18 9 20 47
38 19 43 100
Berdasarkan Tabel 6, terdapat 38 persen peserta PKH yang dinding rumahnya telah menggunakan tembok yang telah diplester, 19 persen telah menggunakan tembok namun belum diplester, dan 43 persen peserta PKH lainnya masih menggunakan bilik untuk dinding rumahnya. Tabel 6 pun menunjukkan 62 persen peserta PKH termasuk ke dalam salah satu kriteria kemiskinan menurut BPS karena masih memiliki dinding rumah yang dibuat dari bilik dan tembok yang belum diplester.
41
4. Fasilitas Buang Air Besar Kriteria kemiskinan selanjutnya yaitu kepemilikan fasilitas buang air besar. Dikategorikan miskin apabila rumah tangga tersebut tidak memiliki fasilitas buang air besar sendiri. Tabel 7 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Fasilitas Buang Air Besar di Desa Petir (2011) Fasilitas buang air besar
Jumlah (orang) 18 29 47
Sendiri Umum Total
% 38 62 100
Berdasarkan Tabel 7 terdapat hanya 38 persen peserta PKH telah memilki fasilitas buang air besar, dan 68 persen tidak memilikinya. Bagi peserta PKH yang tidak memiliki fasilitas buag air besar sendiri, biasa memanfaatkan sungai sebagai tempat untuk buang air besar. 5. Sumber Penerangan Sumber penerangan menjadi salah satu kriteria kemiskinan lainnya. Suatu keluarga dikategorikan miskin jika sumber penerangannya tidak menggunakan listrik. Berdasarkan Tabel 8 bahwa semua peserta PKH telah menggunakan listrik untuk penerangan rumah tangganya. Tabel 8 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Sumber Penerangan di Desa Petir (2011) Sumber penerangan Listri miliki sendiri Listri bukan miliki sendiri Total
Jumlah (orang)
%
7 40 47
15 85 100
Berdasarkan kepemilikan listrik tersebut ternyata hanya 15 persen peserta PKH yang memiliki sumber penerangan listrik sendiri, dan sisanya mereka ikut dengan sanak keluarga atau dengan tetangga terdekat.
42
6. Sumber Air Minum Suatu keluarga dikatakan miskin jika sumber air minumnya berasal dari sumur, mata air yang tidak dilindungi, sungai, atau air hujan. Berdasarkan Tabel 9 diperoleh 72 persen peserta PKH masih menggunakan mata air sebagai sumber air minumnya, dikarenakan kawasan Desa Petir masih cukup banyak mata air yang mengalir. Tabel 9 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Sumber Air Minum di Desa Petir (2011) Sumber air minum Sumur Mata air Total
Jumlah (orang)
%
13 34 47
28 72 100
Peserta PKH lainnya menggunakan sumur untuk mendapatkan sumber air minum untuk keperluan sehari-hari. Berdasarkan Tabel 9, peserta yang menggunakan sumur ditemukan sebanyak 28 persen. 7. Bahan Bakar untuk Memasak Kriteria lainnya yang menjadi indikator kemiskinan yaitu dari bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari. Suatu keluarga dikategorikan miskin bila masih menggunakan kayu bakar, arang, atau minyak tanah untuk bahan bakar memasaknya. Tabel 10 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Bahan Bakar untuk Memasak di Desa Petir (2011) Bahan bakar
Jumlah (orang)
%
Gas Kayu bakar Total
15 32 47
32 68 100
Berdasarkan Tabel 10 terdapat 68 persen peserta PKH masih menggunakan kayu bakar untuk bahan bakar memasak, dan 32 persen lainnya sudah menggunakan gas. Kepemilikan kompor gas dan tabungnya pada 32 persen
43
responden ini diperoleh ketika ada konversi minyak tanah ke gas oleh pemerintah pada tahun 2008.
8. Mengkonsumsi Daging/Susu/Ayam Mengkonsumsi daging/susu/ayam pun menjadi salah satu kriteria lainnya yang digunakan untuk mengukur kemiskinan. Dikatakan miskin jika dalam satu minggu hanya mengkonsumsi satu kali. Berdasarkan Tabel 11, hanya 2 persen peserta PKH yang mampu mengkonsumsi daging lebih dari satu kali dalam satu bulan terakhir, 28 persen hanya mampu satu kali dalam sebulan, dan selebihnya 70 persen belum pernah makan daging dalam satu bulan terakhir. Tabel 11 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Konsumsi Daging/Susu/Ayam di Desa Petir (2011) Konsumsi daging/ Susu/ Ayam perbulan Lebih dari 2 kali Kurang dari atau sama dengan 2 Tidak pernah Total
Jumlah (orang) 1 13 33 47
% 2 28 70 100
Bagi peserta PKH yang belum pernah mengonsumsi daging dalam satu bulan terakhir hal ini dikarenakan ketidakmampuannya untuk membeli daging. Bagi mereka untuk merasakan daging hanya ketika ada sanak keluarga atau tetangganya yang sedang hajatan, dikasih oleh tetangga atau ketika hari lebaran saja. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Mmn (40 tahun), “jarang banget pak kita buat makan daging, kalo ga lebaran, ya palingan dikasih tetangga atau ada yang hajatan baru kita bisa makan daging.” 9. Pembelian Pakaian Kemampuan membeli pakaian satu kali dalam satu tahun menjadikan salah satu kriteria lainnya apakah suatu keluarga tergolong miskin atau tidak.
44
Tabel 12 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Pembelian Pakaian di Desa Petir (2011) Jumlah (orang)
Pembelian pakaian
%
43 4 47
Satu kali dalam setahun Lebih dari satu kali dalam setahun Total
93 7 100
Berdasarkan Tabel 12, diperoleh 93 persen peserta PKH dalam satu tahun hanya mampu membeli pakaian satu kali. Pembelian pakaian ini biasanya pada saat akan lebaran saja. 10. Frekuensi Makan Kesanggupan mengkonsumsi makanan setiap harinya menjadi salah satu kriteria yang digunakan dalam mengkategorikan keluarga miskin. Rumah tangga digolongkan ke dalam kategori miskin apabila mengkonsumsi makanan pokok hanya satu atau dua kali dalam satu hari. Tabel 13 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Frekuensi Makanan di Desa Petir (2011) Frekuensi Makan 2 kali sehari 3 kali sehari Total
Jumlah (orang)
%
34 13 47
72 28 100
Kesanggupan peserta PKH dalam hal ini yaitu 72 persen peserta PKH hanya sanggup mengkonsumsi makanan dua kali dalam satu hari dan 28 persen lainnya sanggup mengkonsumsi tiga kali dalam satu hari.
11. Kesanggupan Membayar Biaya Pengobatan. Kriteria
lainnya
untuk
mengkategorikan
keluarga
miskin
yaitu
kesanggupan membayar pengobatan di puskesmas/ poliklinik. Berdasarkan Tabel 14 sebanyak 74 persen peserta PKH mampu membayar pengobatan di puskesmas dan 26 persen lainnya tidak sanggup membayar pengobatan.
45
Tabel 14 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Kesanggupan Berobat di Desa Petir (2011) Kesanggupan berobat Sanggup membayar Tidak sanggup Total
Jumlah
%
35 12 47
74 26 100
Bagi peserta PKH yang tidak sanggup membayar pengobatan, mereka menggunakan jamkesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas. Akan tetapi dari peserta PKH yang memiliki jamkesmas hanya 44 persen saja memanfaatkan jamkesmas tersebut untuk berobat. Sedangkan yang lainnya walaupun mempunyai jamkesmas, namun tidak digunakan dengan alasan malu jika berobat menggunakan jamkesmas. Bahkan peserta PKH mengaku terkadang mendapatkan pelayanan yang kurang baik dari puskesmas ketika menggunakan jamkesmas.
12. Sumber Penghasilan Kepala Rumah Tangga. Dilihat dari pekerjaan kepala rumah tangga peserta PKH, rata-rata dari mereka bekerja sebagai buruh, baik itu buruh tani maupun buruh bangunan. Keterbatasan akses dan rendahnya tingkat pendidikan menjadi alasan mengapa mereka bekerja sebagai buruh. Rendahnya akses pekerjaan mengakibatkan rendah pendapatan yang diterima oleh kepala keluarga peserta PKH tersebut.
Tabel 15 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Pendapatan per Bulan di Desa Petir (2011) Pendapatan per bulan Lebih dari Rp600.000,00 Kurang dari Rp600.000,00 Total
Jumlah (orang)
%
37 10 47
79 21 100
Suatu keluarga dikategorikan miskin jika pendapatan dalam satu bulan kurang dari Rp600.000,00 per bulan. Berdasarkan Tabel 15 terdapat 79 persen peserta PKH memiliki pendapatan di atas Rp600.000,00 per bulan.
46
13. Pendidikan Tertinggi Kepala Rumah Tangga. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga pun menjadi kriteria lainnya yang digunakan untuk mengkategorikan apakah suatu keluarga termasuk keluarga miskin atau tidak. Tabel 16 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga di Desa Petir (2011) Pendidikan kepala rumah tangga
Jumlah (orang)
%
29 18 47
69 31 100
SD Tidak tamat SD Total
Berdasarkan Tabel 16 terdapat 69 persen kepala keluarga peserta PKH hanya memiliki pendidikan SD dan 31 persen lainnya tidak tamat SD.
14. Kepemilikan Tabungan/Barang yang Mudah Dijual. Kepemilikan akan tabungan atau barang yang mudah dijual merupakan kriteria lainnya yang digunakan untuk mengkategorikan suatu rumah tangga tergolong miskin atau tidak. Jika suatu keluarga hanya memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual hanya sebesar Rp500.000,00 maka keluarga tersebut termasuk keluarga miskin. Berdasarkan Tabel 17 diperoleh 9 persen peserta PKH tidak memiliki barang apapun, 74 persen peserta PKH hanya memiliki televisi dan radio, dan 19 persen peserta PKH lainnya memiliki televisi, radio, telepon genggam, dan sepeda motor. Tabel 17 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Kepemilikan Tabungan di Desa Petir (2011) Kepemilikan tabungan Kurang dari Rp500.000,00 Lebih dari Rp500.000,00 Total
Jumlah (orang) 43 4 47
% 91 9 100
Selain 14 kriteria tersebut, ada persyaratan lainnya yang harus terpenuhi agar RTM tersbut dapat menjadi peserta PKH, yaitu calon peserta PKH sedang hamil, nifas, memiliki keluarga usia 0-15 tahun, dan/atau memiliki keluarga usia
47
15-18 tahun namun belum menyelesaikan 9 tahun wajib belajar. Persyaratan ini, semuanya terpenuhi oleh peserta PKH di Desa Petir.
Tabel 18 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Status Kemiskinan Status Kemiskinan RTSM RTM Non RTM Total
Jumlah (orang) 17 25 5 47
% 36 53 11 100
Berdasarkan 14 kriteria kemiskinan yang telah dipaparkan sebelumnya, status kemiskinan peserta PKH yaitu sebagai berikut: 36 persen peserta PKH tergolong kategori sebagai rumah tangga sangat miskin (RTSM) sebanyak 36 persen, peserta PKH yang termasuk rumah tangga miskin (RTM) yaitu sebanyak 53 persen, dan peserta PKH yang tidak tergolong sebagai keluarga miskin yaitu sebesar 11 persen. 5.1.3
Koordinasi Perencanaan dan PelaksanaanProgram PKH Salah satu faktor lainnya yang mempengaruhi dalam pelaksanaan PKH
yaitu koordinasi dari berbagai pihak terkait. Tujuan dari koordinasi tersebut agar program yang dijalankan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Koordinasi yang diteliti pada penelitian ini yaitu koordinasi antara pendamping PKH dengan pihak Kecamatan Dramaga yang diwakili oleh divisi kesejahteraan rakyat (kesra), koordinasi antara pendamping PKH dengan pihak kesra tingkat desa, koordinasi pendamping PKH dengan ketua Rukun Tetangga (RT) setempat di kawasan Desa Petir, koordinasi pendamping PKH dengan peserta PKH, serta koordinasi pendamping PKH denga mitra PKH seperti dinas pendidikan, dinas kesehatan, dan Kantor Pos Dramaga.
5.1.3.1 Kecamatan Dramaga Kecamatan Dramaga merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang menerima batuan Program Keluarga Harapan (PKH). Kegiatan PKH
48
ini berada pada program kerja divisi kesejahteraan rakyat. Pihak kecamatan bertanggung jawab pada jalannya PKH di wilayah mereka. Untuk memudahkan kontrol dalam pelaksanaan PKH pihak Kecamatan Dramaga bekerja sama dengan pendamping PKH. Peran pendamping PKH sendiri mempunyai tugas untuk mengkoordinasikan segala kegiatan PKH kepada berbagai pihak salah satunya dengan pihak kecamatan. Dalam pelaksanaannya, koordinasi antara pendamping PKH dengan pihak Kecamatan Dramaga tidak berjalan dengan baik, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Kesra Kecamatan Dramaga, Ibu Yyh (42 tahun), bahwa pihak kecamatan hanya berperan sebagai pihak yang mengetahui dan sebagai simbolis saja dalam pelaksanaan PKH. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh PKH di lapang dalam perkembangannya banyak yang tidak dilaporkan oleh pendamping PKH kepada pihak kecamatan. Sebagai contoh, program PKH yang memberikan bantuan ikan gurame untuk meningkatkan pendapatan peserta PKH sejak tahun 2009, belum ada laporan perkembangan dari pihak pendamping PKH ke pihak kecamatan. Tidak jauh berbeda dengan kegiatan pemberian bantuan tunai langsung yang diberikan kepada peserta PKH setiap tiga bulan sekali, koordinasi dalam hal ini pun tidak berjalan dengan baik antara pendamping PKH dengan pihak Kecamatan Dramaga. Pada kegiatan ini pendamping hanya memberikan laporan tertulis kepada pihak Kecamatan Dramaga bahwa bantuan langsung tunai tersebut telah diserahkan kepada seluruh peserta PKH di Kecamatan Dramaga, namun dalam tahap pelaksanaannya pihak kecamatan tidak pernah diberitahukan, sehingga pihak kecamatan tidak bisa memantau secara langsung kegiatan tersebut. Terdapat pula ketidaksesuaian antara laporan pemberian bantuan tunai yang diterima pihak kecamatan dengan temuan penelitian di lapang. Berdasarkan laporan pendamping pada pemberian bantuan tunai yang dilaksanakan pada bulan Maret 2011, dilaporkan bahwa bantuan tersebut turun 100 persen kepada peserta PKH. Akan tetapi pada temuan penelitian ini terdapat 2 peserta PKH di Dea Petir yang tidak menerima bantuan tersebut.
49
5.1.3.2 Desa Petir Selain pendamping PKH di tingkat kecamatan, dibentuk pula pendamping PKH di tingkat desa yang mempunyai tugas sebagai pengontrol dari segala kegiatan PKH yang dilaksanakan di Desa Petir. Namun dalam pelaksanaannya, tugas pendamping PKH tingkat desa ini tidak berjalan dengan baik hal ini dikarenakan koordinasi antara pendamping PKH di tingkat kecamatan dengan pendamping PKH di tingkat desa tidak berjalan. Sebelumnya segala kegiatan yang dilakukan oleh PKH, khususnya di tingkat desa, tidak pernah dikoordinasikan terlebih dahulu oleh pendamping kecamatan dengan pendamping desa. Bahkan pendamping desa mengaku belum pernah bertemu sebelumnya dengan pendamping PKH kecamatan sejak awal PKH dilaksanakan di Desa Petir. Sehingga segala permasalahan atau kegiatan yang dilaksanakan oleh PKH di Desa Petir tidak diketahui secara resmi oleh pihak Desa Petir. Keterlibatan Desa Petir baru dirasakan pada penurunan dana bulan Maret 2011, karena peserta PKH wajib membawa keterangan dari desa bahwa mereka adalah penerima bantuan dari PKH. Namun keterlibatan pihak desa dalam hal ini tidak dikoordinasikan terlebih dahulu oleh pendamping kecamatan, melainkan para peserta PKH tiba-tiba datang ke kantor Desa Petir untuk meminta surat keterangan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Divisi Kesajahteraan Rakyat sekaligus pendamping PKH tingkat Desa, yaitu Bapak Tni (43 tahun), “kami sebelumnya tidak pernah dilibatkan secara langsung dalam kegiatan PKH, segala kegiatan PKH yang ada di Desa Petir tidak pernah ada laporan resmi yang kami terima, kemarin pun ketika peserta PKH meminta surat keterangan dari desa, tidak ada koordinasi terlebih dahulu dari pendamping PKH dengan kami.” 5.1.3.3 Ketua RT di Desa Petir Rukun tetangga (RT) selaku organisasi masyarakat yang diakui dan dibina oleh pemerintah pun dalam pelaksanaan PKH tidak mempunyai andil besar. Ketua RT hanya sekedar mengetahui bahwa ada beberapa warganya yang menjadi peserta PKH. Selebihnya untuk setiap pelaksanaan PKH, ketua RT setempat tidak pernah diberi tahu, khususnya oleh pendamping PKH.
50
Sama halnya dengan aparat Desa Petir, keterlibatan RT pada kegiatan PKH baru dirasakan ketika PKH sudah berjalan tiga tahun. Pada pencairan dana pada bulan Maret 2011 ini ketua RT mulai dilibatkan, yaitu memberikan surat keterangan kepada peserta PKH bahwa ketua RT setempat mengetahui akan ada penurunan dana bantuan langsung yang diterima peserta PKH oleh salah satu dari warganya. 5.1.3.4 Lembaga Pelayanan Kesehatan PKH memiliki beberapa lembaga yang membantu dalam menjalankan dan mensukseskan
kegiatan
PKH.
Program penanggulangan
kemiskinan
ini
merupakan program lintas kementerian dan lembaga, salah satunya dengan lembaga pelayanan kesehatan. Sesuai dengan tujuan PKH yaitu untuk meningkatkan status kesehatan RTSM, maka diperlukanlah lembaga pelayanan kesehatan seperti puskesmas, puskesmas keliling, posyandu, bidan desa, dan pelayanan kesehatan lainnya. Lembaga pelayanan kesehatan memiliki beberapa kewajiban yang harus dijalankan dalam PKH, yaitu melakukan koordinasi dengan sektor terkait dalam pemberian pelayanan kesehatan, menetapkan jadwal kunjungan pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH, memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH, dan mengisi formulir komitmen peserta PKH kesehatan. Sosialisasi pada program PKH ini tidak berjalan dengan baik, khususnya bagi tataran pelaksana. Seperti yang terjadi pada Puskesmas Desa Petir, dalam pelaksanaan PKH mereka tidak mendapatkan sosialisasi terlebih dahulu terkait program penanggulangan kemiskinan ini. Pihak puskesmas tidak tahu apa yang menjadi tanggung jawab mereka terkait dalam mensukseskan PKH di Desa Petir. Selain itu koordinasi antara pendamping PKH dengan puskesmas pun tidak berjalan dengan baik. Hal ini terlihat pada pertemuan awal yang dilakukan oleh pendamping PKH dengan seluruh peserta PKH, yang seharusnya melibatkan pihak puskesmas setempat, hal ini tidak dilakukan. Hal ini pun sesuai dengan pernyataan Bapak Iwn (41 tahun) petugas Puskesmas Desa Petir, bahwa pihak puskesmas tidak pernah mendapatkan koordinasi dari pihak PKH terkait dengan kegiatan PKH dengan pihak puskesmas.
51
“pihak PKH tidak pernah berkoordinasi dengan kami terkait adanya program PKH ini, kami hanya mendapatkan formulir yang harus kami isi sesuai dengan apa yang diminta oleh dinas sosial setiap 3 bulan sekali” Jadwal kunjungan yang seharusnya dibuat oleh pihak puskesmas pun tidak terlaksana, hal ini dikarenakan pihak puskesmas tidak mengatahui tugas apa saja yang harus dilakukan. Namun dalam pelaksanaan dari bidang kesehatan, puskesmas tetap memberikan pelayanan kesehatan kepada siapa pun yang membutuhkan, tanpa ada pengecualian. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu Tti (43 tahun), “kami tidak pernah membedakan mana peserta PKH, mana bukan PKH, bagi kami sama saja, lagipula kami tidak tahu mana peserta PKH mana yang bukan, karena peserta PKH ketika berobat tidak pernah memberitahukan kepada kami, bahwa mereka merupakan peserta PKH. Masalah jadwal kami tidak membuatnya, karena kami tidak tahu masalah tersebut” Fungsi dari kartu PKH yang dapat digunakan untuk berobat gratis ke lembaga kesehatan pun tidak tersosialisasikan dengan baik. Akibatnya pihak puskesmas tetap menarik sejumlah uang sesuai dengan ketentuan puskesmas setiap kali peserta PKH berobat. Selain itu fungsi dari kartu PKH ini pun tidak tersosialisasikan dengan baik pula kepada peserta PKH. Mereka tidak mengatahui bahwa kartu tersebut memiliki fungsi yang sama seperti jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Sehingga ketika berobat para peserta PKH pun tetap mengeluarkan sejumlah uang. 5.1.3.5 Lembaga Pelayanan Pendidikan Lembaga pelayanan pendidikan merupakan salah satu lembaga lainnya yang menjadi mitra dalam kegiatan PKH. Peran serta lembaga pendidikan, dalam hal ini sekolah menjadi sangat penting untuk mencapai dari tujuan program PKH yaitu meningkatkan taraf pendidikan anak peserta PKH dan meningkatkan pula terhadap akses pendidikan bagi anak peserta PKH tersebut. Beberapa lembaga pendidikan yang menjadi mitra PKH antara lain: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Luar Biasa (SMPLB), SMP terbuka, Madrasah Tsanawiah (MTs), Pesantren Salafiah, Balai
52
Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Lembaga pelayanan pendidikan mempunyai kewajiban untuk menerima pendaftaran anak peserta PKH tanpa ada pengecualian, memberi pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku, serta melakukan verifikasi komitmen peserta PKH dengan mengabsen peserta didik melalui formulir yang diberikan oleh pihak PT. Pos Indonesia per tiga bulan. Pada pelaksanaan program PKH, segala kewajiban dari lembaga pelayanan pendidikan semuanya dilakukan dengan baik oleh lembaga pelayanan pendidikan di Desa Petir, walaupun tidak ada sosialisasi dan koordinasi sebelumnya dengan pihak PKH. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu staf guru di SD 01 Petir, Bapak Ddi (48 tahun), “walaupun tidak ada koordinasi sebelumnya dengan pihak PKH, kami tetap memberikan pelayanan pendidikan yang sama bagi anak didik kami, tanpa ada pengecualian termasuk anak PKH, bahkan ada anak didik kami yang mendapatkan PKH yang jarang masuk sekolah, kami panggil orang tuanya” 5.1.3.6 Kantor Pos Dramaga Kantor pos merupakan salah satu mitra PKH yang memiliki tugas untuk menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan dan seterusnya serta menyampaikan bantuan ke tangan penerima manfaat langsung. Namun pada pelaksanaannya, kantor Pos Dramaga, hanya menyampaikan bantuan tunai ke peserta PKH melalui koordinasi dengan pendamping PKH. Untuk penyampaian formulir verifikasi ke lembaga pelayanan kesehatan dan pendidikan dilakukan oleh Kantor Pos Pusat Cabang Bogor. 5.2 Faktor Eksternal PKH 5.2.1
Tingkat Pendidikan Peserta PKH Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan PKH yaitu tingkat
pendidikan peserta PKH. Berhubung yang menjadi peserta PKH yaitu wanita dewasa pada keluarga yang terdaftar sebagai peserta PKH, maka yang akan dilihat hubungan anatar kinerja PKh yaitu tingkat pendidikan peserta PKH.
53
Tabel 19 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Petir (2011) Pendidikan
Jumlah (orang)
%
Tidak Tamat Sekolah Dasar
16
34
SD
28
60
SMP
3
6
Total
47
100
Berdasarkan Tabel 19 terdapat 34 persen peserta PKH tidak bersekolah, 60 persen peserta PKH memiliki tingkat pendidikan SD/MI, dan 6 persen peserta PKH lainnya memiliki tingkat pendidikan SMP.
5.2.2 Kondisi Tempat Pelaksanaan PKH Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa jumlah masyarakat miskin di Desa Petir bmencapai 1.077 KK atau 33 persen dari total penduduk Desa Petir3. Banyaknya keluarga miskin yang berada di Desa Petir, menjadikan wilayah ini mendapatkan bantuan PKH dalam menanggulangi kemiskinan di daerah tersebut. Tabel 20 Jumlah dan Persentase Sarana dan Prasarana Menurut Pendidikan dan Kesehatan di Desa Petir (2011) Jumlah (unit) Pendidikan 3 1. TK/ Sederajat 6 2. SD/ Sederajat 1 3. SMP/ Sederajat Kesehatan 1. Puskesmas 2. Posyandu 3. Pos KB desa 4. Bidan 5. Dukun bayi terlatih
1 11 1 1 4
Selain terdapatnya keluarga miskin di Desa Petir, hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan program PKH yaitu terdapatnya lembaga 3
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Petir 2011
54
pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai untuk mendukung pelaksanaan PKH di Desa Petir. Ketersediaan lembaga tersebut dapat dilihat pada Tabel 20. Kantor pos sebagai mitra PKH tersedia juga dalam mendukung program PKH di Desa Petir. Keberadaan kantor pos ini tidak di Desa, melainkan berada di wilayah Desa Babakan. Peran dari kantor pos tidak hanya melayani peserta PKH di salah satu desa saja. Melainkan mempunyai peran untuk melayani peserta PKH dalam lingkup satu kecamatan, dalam hal ini Kecamatan Dramaga. 5.3 Kinerja Program Keluarga Harapan 5.3.1 Ketepatan Pemilihan Peserta PKH Program Keluarga Harapan merupakan bantuan tunai bersyarat. Selain peserta PKH harus memenuhi 9 kriteria dari 14 indikator kemiskinan yang telah ditetapkan, peserta PKH pun harus memenuhi persyaratan lainnya yaitu wanita dewasa yang sedang hamil, nifas, memiliki balita dan atau memiliki anak usia sekolah. Berdasarkan Tabel 21 peserta PKH di Desa Petir yang terjaring pada program penanggulangan kemiskinan ini yaitu sebanyak 87 keluarga. Desa Petir menempati posisi kedua terbanyak yang warganya mendapatkan bantuan dari PKH. Tabel 21 merupakan jumlah keluarga miskin berdasarkan desa yang berada di Kecamatan Dramaga yang menerima bantuan PKH.
Tabel 21 Jumlah Peserta PKH Setiap Desa di Kecamatan Dramaga No.
Desa
Jumlah Peserta PKH/KK
1.
Desa Purwasari
36
2.
Desa Petir
87
3.
Desa Sukadamai
248
4.
Desa Sukawening
28
5.
Desa Neglasari
57
6.
Desa Sinar Sari
69
7.
Desa Ciherang
54
8.
Desa Dramaga
51
9.
Desa Babakan
7
10.
Desa Cikarawang
44
Sumber: UPPKH Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor
55
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam menjaring peserta PKH menggunakan data penerima Subsidi Langsung Tunai (SLT) pada program penanggulangan kemiskinan sebelumnya, yang menggunakan 14 kriteria kemiskinan dalam menentukan apakah suatu rumah tangga tergolong miskin atau tidak. PKH ditujukan bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM), namun dalam pelaksanaannya dari 14 kriteria tersebut, minimal 9 kriteria harus dipenuhi oleh peserta agar mereka berhak menjadi peserta PKH. Tabel 22 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Ketepatan Pemilihan Peserta PKH di Desa Petir (2011) Jumlah (orang)
Ketepatan pemilihan peserta PKH
%
27 20 47
Tepat Tidak tepat Total
57 43 100
Selain dari 14 kriteria kemiskinan, calon penerima PKH pun harus memenuhi persyaratan lainnya yaitu memiliki anak usia sekolah, balita, ibu hamil, atau ibu nifas. Berdasarkan Tabel 22 terdapat 57 persen peserta PKH yang memenuhi persyaratan dan 43 persen lainnya tidak memenuhi persyaratan peserta PKH. 5.3.2
Jumlah Anak yang Bersekolah Salah satu indikator keberhasilan dari PKH yaitu meningkatnya taraf
pendidikan terhadap anak-anak peserta PKH. Diharapkan seluruh peserta PKH yang memiliki anak usia sekolah mendaftarkan anaknya di lembaga pelayanan pendidikan terdekat. Tabel 23 Jumlah dan Persentase Anak Peserta PKH Menurut Status Anak Bersekolah di Desa Petir (2011) Status Anak Bersekolah Sekolah Tidak Sekolah Total
Jumlah (orang) 65 20 85
% 76 24 100
Berdasarkan Tabel 23, anak peserta PKH yang berada pada usia sekolah 76 persen sudah terdaftar di lembaga pelayan pendidikan dan 24 persen lainnya
56
belum terdaftar. Anak peserta PKH yang sudah terdaftar di sekolah tersebut, hanya sebesar 5 persen yang dikarenakan PKH dapat melanjutkan di lembaga pelayanan pendidikan dan sisanya sebelum PKH dilaksanakan di Desa Petir, anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah tersebut sudah terdaftar di lembaga pelayanan pendidikan.
5.3.3
Persentasi Kehadiran Anak Sekolah Selain terdaftarnya anak peserta PKH di lembaga pelayanan pendidikan,
peserta PKH pun harus memenuhi persyaratan lainnya agar tetap mendapatkan bantuan dari PKH, yaitu persentase kehadiran anak yang bersekolah tidak kurang dari 85 persen setiap bulannya selama tahun ajaran. Tabel 24 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Kehadiran Anak Bersekolah di Desa Petir (2011) Kehadiran Anak Bersekolah
Jumlah (orang)
Lebih dari 85 persen Kurang dari 85 persen Total
57 8 65
% 88 12 100
Berdasarkan Tabel 24, 88 persen dari anak peserta PKH yang bersekolah mempunyai kehadiran lebih dari 85 persen setiap bulannya selama tahun ajaran sekolah dan 12 persen lainnya memiliki kehadiran kurang dari 85 persen setiap bulannya selama tahun ajaran sekolah.
5.3.4
Kunjungan Ke Puskesmas atau Posyandu Tujuan dari PKH salah satunya yaitu untuk meningkatkan kesehatan bagi
peserta PKH. Baik ibu hamil, ibu nifas, maupun balita harus memeriksakan kesehatannya ke puskesmas atau posyandu terdekat. Dikarenakan ketika pengambilan data, tidak terdapatnya ibu hamil atau ibu nifas, melainkan hanya anak balita saja, sehingga yang menjadi fokus penelitian ini yaitu hanya mengukur kunjungan peserta PKH yang memiliki balita ke posyandu atau puskesmas.
57
Tabel 25 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kunjungan Peserta PKH ke Puskesmas/Posyandu Kunjungan ke puskesmas atau posyandu
Jumlah (orang)
%
13 3 2 23
72 17 11 100
Setiap bulan Kadang-kadang Tidak pernah Total
Berdasarkan Tabel 25, peserta PKH yang melakukan kunjungan rutin setiap bulannya ke posyandu atau puskesmas sebesar 72 persen, 17 persen tidak melakukan kunjungan rutin, dan 11 persen lainnya tidak pernah melakukan kunjungan ke posyandu atau puskesmas untuk mendapatkan imunisasi dan mengecek kesehatan balitnya.
5.4 Taraf Hidup Peserta PKH Desa Petir Seperti yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya, tujuan dari PKH secara khusus yaitu meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM, meningkatkan taraf pendidikan anak RTSM, meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM, dan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM. Penelitian ini akan memaparkan temuan terkait pengaruh PKH terhadap taraf hidup peserta PKH, khususnya di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
5.4.1
Kemudahan Mengakses Bidang Pendidikan Ketersediaan fasilitas pendidikan menjadi modal dasar agar program PKH
dapat mencapai tujuannya, yaitu meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan bagi peserta PKH. Terlebih dengan adanya kebijakan pemerintah yang membebaskan uang bulanan mulai dari tingkat SD sampai SMP, hal ini semakin meringankan beban bagi keluarga yang tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya di kesatuan pendidikan. Selain itu pada program PKH, lembaga pelayanan pendidikan pun tidak terbatas pada pendidikan formal saja, seperti SD,
58
SDLB, SMP, SMPLB, SLB, MTs, dan sekolah formal lainnya. Sekolah informal pun turut mendukung kegiatan PKH ini seperti BPKB, SKB, dan PKBM. Tabel 26 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kemudahan dalam Mengakses Lembaga Pendidikan di Desa Petir (2011) Kemudahan Mengakses Lembaga Pendidikan
Jumlah (orang)
%
Dapat mengunjungi fasilitas pendidikan dan merasa terbantu dalam pembiayan pendidikan oleh PKH
42
89
Dapat mengunjungi fasilitas pendidikan tetapi tidak merasa terbantu dalam pembiayaan pendidikan oleh PKH
5
11
47
100
Total
Keberadaan lembaga pelayanan pendidikan di Desa Petir jumlahnya tidak banyak jika dibandingkan dengan luas wilayah Desa Petir. Semua lembaga pelayanan pendidikan yang ada di Desa Petir walaupun tidak tersebar merata, namun keberadaannya masih tetap bisa dijangkau oleh para peserta PKH, walaupun harus berjalan kaki cukup jauh dan naik angkutan perkotaan. Terlebih dengan adanya bantuan dari PKH dengan memberikan sejumlah uang untuk keperluan pendidikan anak peserta PKH, semakin meringankan beban dari peserta PKH. Berdasarkan Tabel 26, 89 persen peserta PKH dapat menunjungi fasilitas pendidikan yang berada di Desa Petir dan mereka pun merasa terbantu dalam pembiayaan pendidikan untuk anak-anaknya yang bersekolah. Sebanyak 11 persen peserta PKH walaupun dapat mengunjungi fasilitas pendidikan di Desa Petir, namun keberadaan PKH di Desa Petir tidak membawa perubahan bagi mereka dalam pembiayaan pendidikan untuk anak-anaknya yang bersekolah.
5.4.2
Peningkatan Taraf Pendidikan Peserta PKH Peningkatan taraf pendidikan dapat tercapai jika semakin banyaknya
jumlah anak peserta PKH yang terdaftar di sekolah diikuti dengan persentase kehadiran yang mencapai minimal 85 persen setiap bulannya. Hal ini dimaksudkan agar anak dari peserta PKH tersebut mendapatkan pendidikan yang seharusnya.
59
Tabel 27 Jumlah dan Persentase Anak Peserta PKH Berdasarkan Kehadiran di Sekolah di Desa Petir (2011) Taraf pendidikan anak peserta PKH
Jumlah (orang)
%
27 12
57 26
8 47
17 100
Sekolah dan Memiliki kehadiran minimal 85 persen Sekolah tetapi tidak memiliki kehadiran minimal 85 persen Tidak sekolah Total
Terdaftarnya anak peserta PKH di sekolah dengan diikuti persentasi kehadiran yang tinggi diharapkan kapasitas dari anak peserta PKH tersebut dapat meningkat. Berdasarkan Tabel 27, peserta PKH yang memiliki anak usia sekolah dan terdaftar di sekolah serta memiliki kehadiran minimal 85 persen mencapai 57 persen dan 26 persen anak peserta PKH lainnya yang bersekolah memiliki kehadiran sekolah kurang dari 85 persen.
5.4.3
Kemudahan Mengakses Bidang Kesehatan Selain dalam bidang pendidikan, kemudahan untuk mengakses bidang
kesehatan pun menjadi hal penting lainnya agar tujuan dari PKH dapat tercapai. Jumlah unit pelayanan kesehatan di Desa Petir terbatas namun keberadaanya masih dapat dijangkau oleh seluruh peserta PKH, contonhnya seperti puskesmas yang berada di sebelah kantor desa. Sedangkan untuk posyandu lokasi keberadaannya cukup tersebar merata, karena setiap satuan rukun warga (RW) memiliki satu posyandu, hal ini memudahkan para peserta PKH yang mempunyai balita untuk pergi ke posyandu setiap bulannya. Tabel 28 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kemudahan Peserta PKH dalam Mengakses Bidang Kesehatan di Desa Petir (2011) Kemudahan Mengakses Fasilitas Kesehatan
Jumlah
%
Dapat mengunjungi fasilitas kesehatan dan terbantu dalam pembiayan kesehatan oleh PKH
6
13
Dapat mengunjungi fasilitas kesehatan tetapi tidak terbantu dalam pembiayan kesehatan oleh PKH
41
87
Total
47
100
60
Berdasarkan Tabel 28, 87 persen peserta PKH dapat mengunjungi fasilitas kesehatan namun dalam hal pembiayaan kesehatan mereka merasa tidak terbantu dengan adanya PKH. Hal ini dikarenakan setiap kali mengunjungi fasilitas kesehatan untuk memeriksa kesehatannya, mereka tetap harus membayar biaya kesehatan. Hal ini dikarenakan sosialisasi dari fungsi kartu PKH yang dapat digunakan seperti halnya jamkesmas tidak tersampaikan, baik kepada peserta PKH maupun diberbagai fasilitas kesehatan seperti puskesmas. Hal tersebut mengakibatkan pihak puskesmas tetap menarik sejumlah uang kepada peserta PKH setiap kali mereka berobat. Keberadaan PKH bagi peserta PKH yang dapat mengunjungi fasilitas kesehatan dan merasa terbantu dengan danya PKH dirasakan oleh 13 persen peserta PKH.
5.4.4
Peningkatan Taraf Kesehatan Tujuan PKH lainnya yaitu untuk meningkatkan taraf kesehatan dari peserta
PKH, baik itu untuk ibu hamil, ibu nifas, maupun anak balita yang dimiliki oleh peserta PKH. Namun temuan di lapang menunjukkan bahwa hanya terdapat peserta PKH yang memiliki balita, sehingga penelitian ini hanya mengukur peningkatan kesehatan pada balita dan peserta PKH saja. Tabel 29 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Berdasarkan Riwayat Kesehatan Peserta PKH dan Balita dalam Satu Bulan Terakhir di Desa Petir (2011) Riwayat Kesehatan Peserta PKH Balitadalam Satu Bulan Terakhir
dan
Peserta PKH dan Balita PKH Tidak Sakit Peserta PKH atau Balita PKH Ada yang Sakit, Peserta PKH dan Balita PKH Sakit Total
Jumlah (orang)
%
4 41 22 47
8 45 47 100
Berdasarkan Tabel 29 menunjukkan, terdapat 8 persen peserta dan balita PKH selama satu bulan terakhir tidak pernah mengalami sakit, 45 persen peserta atau balita PKH, diantaranya pernah merasakan sakit selama satu bulan terakhir, dan 47 persen, baik peserta maupun balita PKH, pernah merasakan sakit selama satu bulan terakhir.
61
Tabel 30 Jumlah dan Persentase Peserta PKH dan Balita Berdasarkan Penyakit yang di Derita di Desa Petir (2011) Penyakit yang di Derita
Balita
Panas Batuk Pilek Asma Diare Sakit Kepala Sakit gigi Lainnya
19 20 22 1 13 6 4 3
% 83 87 96 4 57 26 17 13
Peserta PKH 24 25 30 10 20 32 13 24
% 51 53 64 21 43 68 28 51
Tabel 30 menunjukkan jumlah dan persentase baik balita maupun peserta PKH dalam satu bulan terakhir pernah merasakan sakit, mulai dari sakit panas, batuk, pilek, asma, diare, sakit kepala, dan sakit gigi. Berdasarkan Tabel 30 tersebut, penyakit yang sering dirasakan oleh peserta PKH yaitu panas, batuk pilek, dan sakit panas. Sedangkan balita peserta PKH lebih sering mengalami sakit panas, batuk, pilek, dan diare.
BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN Pada bab sebelumnya sudah dipaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PKH di Desa Petir, baik itu faktor internal seperti koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program PKH, tugas pendamping PKH, dan kriteria yang digunakan untuk menjaring peserta PKH, maupun faktor eksternal seperti kondisi tempat pelaksanaan PKH di Desa Petir dan tingkat pendidikan peserta PKH. Faktor-faktor tersebut akan dihubungkan dengan kinerja PKH di Desa Petir.
6.1 Kemampuan Pendamping dengan Kinerja PKH Faktor internal pertama yang mempengaruhi kinerja PKH yaitu kemampuan pendamping. Kemampuan pendamping dalam hal ini yaitu segala tugas yang harus dilakukan oleh pendamping PKH untuk mensukseskan program PKH, mulai dari tugas persiapan program sampai tugas rutin yang harus dilakukan oleh pendamping. Tabel 31 menunjukkan bahwa kemampuan pendamping memiliki hubungan yang negatif dengan kinerja PKH. Baik kinerja pada taraf rendah, sedang maupun tinggi memiliki kecenderungan persentase kemapuan pendamping PKH yang rendah. Selain itu, persentase tertinggi pada tabel tersebut menunjukkan,
bahwa
kemampuan
pendamping
yang
rendah
memiliki
kecenderungan kinerja PKH yang sedang. Tabel 31 Persentase Pendamping PKH Berdasarkan Kinerja PKH dan Kemampuan Pendamping PKH Kemampuan Pendamping PKH (%) Rendah Sedang Tinggi
Rendah 6.38 0.00 0.00
Kinerja PKH (%) Sedang Tinggi 68.09 25.53 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 100.00 0.00 0.00
Hal tersebut sesuai dengan temuan di lapangan, tidak semua tugas pendamping dilaksanakan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Sebagai contoh untuk tugas perencanaan awal seperti melakukan pertemuan awal dengan
63
peserta PKH, menjelaskan maksud dan tujuan dari PKH, pembentukan kelompok PKH dan pemilihan ketua kelompok serta membantu pengisisan formulir klarifikasi data dan penandatanganan surat persetujuan, dilakukan oleh pendamping PKH. Namun untuk pendaftaran anak ke sekolah bagi peserta PKH yang belum mendaftarkan anaknya di sekolah tidak dilakukan oleh pendamping. Pendamping
hanya
memberitahukan
saja
kepada
peserta
PKH
untuk
mendaftarkan anaknya ke sekolah tanpa mengkoordinasikan secara langsung ke sekolah tersebut. Terkait kemampuan pendamping tersebut, walaupun tidak dilaksanakan, namun anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah sudah terdaftar di sekolah mencapai 76 persen, hal tersebut merujuk Tabel 23 halaman 55. Selain tugas perencanaan awal tersebut, ada pula tugas rutin yang harus dilakukan oleh pendamping PKH, yaitu melakukan pertemuan dengan seluruh peserta PKH setiap enam bulan. Maksud dari pertemuan ini yaitu untuk meresosialisasi program PKH sekaligus sebagai kontrol dan evaluasi dari pelaksanaan PKH yang telah dilakukan. Namun kegiatan pertemuan ini selama PKH berlangsung tidak pernah dilakukan oleh pendamping PKH. Hal ini sesuai dengan pernyataan seluruh peserta PKH, bahwa tidak ada pertemuan kembali yang dilakukan oleh pendamping PKH setelah pertemuan awal dilaksanakan dengan seluruh peserta PKH. Untuk pertemuan dengan ketua kelompok pun yang seharusnya dilaksanakan setiap satu bulan sekali, tidak pernah dilaksanakan. Pertemuan dengan ketua kelompok hanya berlangsung ketika akan ada penurunan dana saja. Hal tersebut sesuai dengan seluruh pernyataan ketua kelompok yang berada di Desa Petir. Tugas pendamping terkait mengunjungi setiap rumah peserta PKH pun tidak dilakukan dengan baik, hanya beberapa peserta PKH saja, khususnya para ketua kelompok. Akibatnya terdapat peserta PKH yang belum pernah dikunjungi langsung ke rumahnya. Lemahnya kontrol dari pendamping PKH tidak terlalu berpengaruh terhadap kehadiran anak peserta PKH yang bersekolah. Berdasarkan Tabel 24 halama 56, anak peserta PKH yang bersekolah yang memiliki persentase minimal 85 persen setiap bulannya mencapai 88 persen. Lemahnya kontrol dari pendamping ini pun tidak terlalu mempengaruhi kunjungan peserta PKH ke
64
puskesmas. Tabel 25 halaman 56 menunjukkan bahwa peserta PKH yang berkunjung ke puskesmas untuk memerikasakan kesehatannya khususnya untuk peserta yang memiliki balita mencapai 72 persen.
6.2 Kriteria Peserta PKH dengan Kinerja PKH Faktor internal selanjutnya yang mempengaruhi kinerja PKH yaitu kriteria peserta PKH. Kriteria peserta PKH ini harus dipenuhi oleh seluruh peserta PKH untuk mendapatkan program PKH. Landasan data yang digunakan dalam menjaring peserta PKH adalah data penerima subsidi langsung tunai (SLT) yang diukur melalui 14 kriteria kemiskinan serta memiliki anak usia 0-15 tahun, ibu hamil, atau anak usia 15-18 tahun yang belum selesai 9 tahun wajib belajar. Berdasarkan Tabel 32 persentase tertinggi berada pada kinerja PKH yang sedang dan memiliki kecenderungan kriteria peserta PKH yang sedang pula. Hubungan diantara kinerja PKH dan kriteria peserta PKH memiliki hubungan yang negatif. Tabel 32 Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kinerja PKH dan Kriteria Peserta PKH Kriteria Peserta PKH (%) Rendah Sedang Tinggi
Rendah 40.00 4.00 0.00
Kinerja PKH (%) Sedang Tinggi 60.00 0.00 68.00 28.00 64.71 35.29
Total 100.00 100.00 100.00
Berdasarkan Tabel 18 halaman 52, menunjukkan bahwa peserta PKH terbagi menjadi tiga golongan yaitu, RSTM, RTM, dan non RTM. Pembagian golongan ini berdasarkan 14 kriteria kemiskinan. Semakin banyak kriteria kemiskinan yang dipenuhi semakin miskin keluarga peserta PKH tersebut. Berdasarkan Tabel 18 tersebut, peserta PKH yang tergolong RSTM sebesar 36 persen, peserta PKH yang tergolong RTM sebesar 53 persen, dan 11 persen peserta PKH lainnya merupakan golongan keluarga yang tidak miskin. Berdasarkan 14 kriteria kemiskinan tersebut pun yang digunakan untuk menjaring peserta PKH. Peserta PKH yang berhak terdaftar sebagai peserta PKH apabila dari 14 kriteria kemiskinan tersebut, minimal sembilan diantaranya terpenuhi, serta harus memiliki balita, ibu hamil, ibu nifas, dan atau anak usia
65
sekolah. Berdasarkan kriteria tersebut, Tabel 22 halaman 55 menunjukkan, peserta PKH yang yang memenuhi persyaratan tersebut sebesar 57 persen dan 43 persen lainnya tidak memenuhi persyaratan yang diajukan. Banyak peserta PKH yang tidak memenuhi persyaratan dikarenakan ketika pendataan peserta menggunaan data penerima subsidi langsung tunai (SLT) pada program penanggulangan kemiskinan sebelumnya. Penggunaan data penerima SLT dalam menjaring peserta PKH ini dirasa kurang tepat, karena banyak penerima SLT yang tidak tepat sasaran. Seperti yang diungkapkan oleh pihak kesra Desa Petir, Bapak Tni (41 tahun), “pendataan dilakukan sama pihak BPS yang menggunakan data penerima SLT, padahal data penerima SLT banyak yang tidak tepat sasarannya” 6.3 Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan Program PKH Faktor internal lainnya yang mempengaruhi kinerja PKH yaitu koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program PKH. Koordinasi ini melibatkan banyak pihak, mulai dari tingkat pusat, kabupaten/kota, kecamatan, desa, lembaga pelayan pendidikan dan kesehatan, PT. Pos Indonesia bahkan sampai dengan pihak RT dimana PKH akan dilaksanakan. Pada penelitian ini, hanya akan difokuskan pada koordinasi di tingkat Kecamatan Dramaga, Desa Petir, RT diwilayah Desa Petir, seluruh lembaga pelayanan pendidikan dan kesehatan di Desa Petir, dan Kantor Pos Dramaga. Hubungan antara koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program PKH dengan kinerja PKH memiliki hubungan yang negatif. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 33, bahwa persentase tertinggi berada pada koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program PKH yang rendah namun memilki kecenderungan kinerja yang sedang.
66
Tabel 33 Persentase Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan Berdasarkan Kinerja PKH dan Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan PKH Koordinasi perencanaan dan pelaksanaan PKH (%) Rendah Sedang Tinggi
Rendah 6.38 0.00 0.00
Kinerja PKH (%) Sedang Tinggi 68.09 25.53 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 100.00 0.00 0.00
Pada pelaksanaan program PKH, koordinasi dengan aparat setempat, baik di tingkat kecamatan, desa, dan ketua RT tidak berjalan dengan baik. Begitu pun koordinasi dengan lembaga pemberi pelayanan pendidikan dan kesehatan. Untuk pendataan peserta PKH, baik pihak kecamatan, desa, maupun RT setempat tidak dilibatkan secara langsung. Namun mereka hanya mengetahui saja bahwa ada warganya yang mendapatkan bantuan PKH. Semua pendataan dilakukan oleh pihak BPS tanpa melibatkan aparat setempat. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu pihak Kecamatan Dramaga, Ibu Yyh (42 tahun), bahwa pihak kecamatan hanya menerima laporan data penerima bantuan PKH. Bahkan petugas Desa Petir tidak menerima laporan tertulis mengenai data penerima PKH seperti yang diungkapkan oleh Kepala Divisi Kesejahteraan Desa Petir, Bapak Tni (41 tahun), “saya ga tau siapa aja warga saya yang menerima PKH, ga ada laporan tertulis yang saya terima mengenai data penerima PKH” Sedangkan ketua RT dilibatkan pada pendataan PKH hanya sebatas menunjukkan alamat warga yang menjadi calon penerima bantuan PKH seperti yang diungkapkan oleh Bapak Art (55 tahun), salah satu ketua RT di Desa Petir, “iya a, saya mah hanya nunjukkin rumah dari warga saya aja waktu pendataan, saya ga dilibatkan lebih jauh, terbuktikan ada warga saya yang layak dapet, tapi ga dapet, malah yang ga layak dapet jadi dapet” Akibatnya, ketepatan peserta PKH yang memenuhi persyaratan 14 kriteria kemiskinan dan memenuhi persyaratan lainnya seperti harus memiliki ibu hamil, ibu nifas, balita dan atau anak usia sekolah, hanya mencapai 57 persen seperti yang ditampilkan pada Tabel 22 halaman 55.
67
Koordinasi yang tidak baik dengan lembaga pelayanan kesehatan mempengaruhi kunjungan peserta PKH ke puskesmas. Salah satu akibat lemahnya koordinasi diantara pendamping PKH dengan puskesmas tidak dibentuknya jadwal kunjungan peserta PKH ke puskesmas. Berdasarkan Tabel 25 halaman 56, walaupun tidak adanya jadwal kunjungan ke puskesmas, namun peserta PKH yang berkunjung ke puskesmas setiap bulan, khususnya yang memiliki balita mencapai 72 persen, selain itu 17 persen tidak melakukan kunjungan secara rutin, dan sisanya tidak pernah berkunjung ke puskesmas untuk mengecek kesehatan balitanya. Rutinitas kunjungan ke puskesmas ini pun mempengaruhi imunisasi yang diterima balita peserta PKH. Koordinasi yang tidak baik pun dirasakan antara lembaga pelayanan pendidikan dan pendamping PKH. Tidak adanya sosialisasi menjadi permasalahan yang dirasakan oleh pihak lembaga pelayanan pendidikan, dalam hal ini sekolahsekolah yang berada di Desa Petir. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sfd (43 tahun), salah satu staf guru MTS di Desa Petir, “tidak ada sosialisai terlebih dahulu terkait PKH, tiba-tiba kami mendapatkan form verifikasi dari kator pos untuk kami isi setiap tiga bulan sekali, setelah itu akan diambil kembali oleh pihak pos” Koordinasi yang tidak baik antara lembaga pelayanan pendidikan dan pendamping PKH, mempengaruhi jumlah anak peserta PKH usia sekolah yang terdaftar dilembaga pelayanan pendidikan. Berdasarkan Tabel 23 halaman 55, terdapat 76 persen anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah sudah terdaftar di lembaga pelayanan pendidikan, namun hanya 5 persen dari total anak peserta PKH yang terdaftar di sekolah dikarenakan adanya PKH dan sisanya anak peserta sudah terdaftar di sekolah sebelum PKH dilaksanakan. Koordinasi yang tidak baik ini tidak mempengaruhi persentase kehadiran anak peserta PKH yang bersekolah. Berdasarkan Tabel 24 halaman 56, anak peserta PKH yang bersekolah memiliki persentase kehadiran minimal 85 persen setiap bulannya mencapai 88 persen.
6.4 Kondisi Tempat Pelaksanaan PKH dengan Kinerja PKH Faktor eksternal pertama yang mempengaruhi kinerja PKH adalah kondisi tempat pelaksanaan PKH di Desa Petir. Pada Tabel 34 terlihat hubungan diantara
68
kondisi tempat pelaksanaan PKH dengan kinerja PKH yaitu memiliki hubungan negatif, hal tersebut dikarenakan persentase tertinggi kondisi tempat pelaksanaan PKH memiliki kecenderungan kinerja yang sedang. Tabel 34 Persentase Kondisi Tempat Berdasarkan Kinerja PKH dan Kondisi Tempat Pelaksanaan PKH Kondisi Tempat Pelaksanaan PKH Rendah Sedang Tinggi
Rendah 0.00 0.00 6.38
Kinerja PKH Sedang Tinggi 0.00 0.00 0.00 0.00 68.09 25.53
Total 0.00 0.00 100.00
Selain terdapatnya keluarga miskin di Desa Petir, hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan program PKH yaitu terdapatnya lembaga pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai untuk mendukung pelaksanaan PKH di Desa Petir. Seperti yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya, bahwa walaupun ketersedian lembaga pelayanan pendidikan dan kesehatan terbatas dan tidak tersebar merata, namun keberadaanya masih dapat dijangkau oleh seluruh peserta PKH. Sebagai contoh keberadaan posyandu yang berada pada setiap RW, memudahkan para peserta PKH yang memiliki balita untuk membawa balitanya ke lembaga pelayanan kesehatan tersebut. Untuk keberadaan puskesmas yang berada pada titik pusat pemerintahan Desa Petir, masih dapat dijangkau oleh seluruh peserta PKH, walaupun harus berjalan kaki dan naik angkutan perkotaan terlebih terlebih dahulu. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu peserta PKH, Ibu Als (49 tahun), “puskesmas ada di deket kantor desa, lumayan jauh sih a, tapi kan ada angkot, jadi gampang, kalo posyandu mah deket banget, deket rumah pak RT” Begitupun dengan keberadaan lembaga pendidikan, walaupun tidak tersebar merata keberadaannya, namun masih bisa dijangkau oleh para anak peserta PKH, sekalipun harus berjalan kaki lumayan jauh untuk sampai ke sekolah
69
tersebut. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh salah satu peserta PKH yang anaknya bersekolah di MI, Ibu Wti ( 35 tahun), “anak saya kalo sekolah jalan kaki a, ya palingan setengah jam lah jalan kaki sampe sekolah” Sekalipun tersedianya lembaga pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh peserta PKH, namun keberadaan lembaga pelayanan ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh peserta PKH. Terbukti berdasarkan Tabel 27 halaman 57 menunjukkan walaupun lembaga pendidikan dapat dijangkau oleh seluruh peserta PKH, namun masih terdapat anak peserta PKH yang tidak bersekolah yaitu mencapai 24 persen, hal tersebut merujuk Tabel 23 halaman 55. Bagi peserta PKH yang anaknya bersekolah keterjangkauan lokasi lembaga pendidikan ini memudahkan anaknya untuk hadir ke sekolah. Kehadiran anak peserta PKH ke sekolah yang memiliki persentase kehadiran lebih dari 85 persen setiap bulanya mencapai 88 persen, hal tersebut sesuai dengan Tabel 24 halaman 56. Bagi peserta PKH yang memiliki balita, walaupun ketersediaan posyandu berada di setiap RW, namun kunjungan ke lembaga pelayanan kesehatan ini secara rutin setiap bulannya hanya dilakukan oleh 65 persen peserta PKH, hal ini sesuai dengan Tabel 25 halaman 56. 6.5 Tingkat Pendidikan Peserta PKH dengan Kinerja PKH Faktor eksternal lainnya yang mempengaruhi kinerja PKH yaitu tingkat pendidikan peserta PKH. Berdasarkan Tabel 37 persentase kinerja PKH baik pada taraf rendah, sedang, maupun tinggi memiliki kecenderungan persentase kinerja yang rendah. Hubungan antar pendidikan peserta PKH dan kinerja PKH memiliki hubungan yang negatif, hal ini dikarenakan persentase tertinggi kinerja PKH, memiliki kecenderungan persentase pendidikan peserta PKH yang rendah.
70
Tabel 35 Persentase Peserta PKH berdasarkan Kinerja PKH dan Pendidikan Peserta PKH Pendidikan Peserta PKH Rendah 6.98 0.00 0.00
Rendah Sedang Tinggi
Kinerja PKH Sedang Tinggi 65.12 27.91 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 100.00 0.00 0.00
Berdasarkan Tabel 18 halaman 52 menunjukkan 60 persen peserta PKH memiliki tingkat pendidikan SD, 34 persen tidak tamat sekolah dasar dan hanya 6 persen peserta PKH memiliki tingkat pendidikan SMP. Rendahnya tingkat pendidikan orang tua, tidak mengakibatkan rendahnya partispiasi orang tua dalam menyekolahkan anaknya di lembaga pelayanan pendidikan. Terlihat pada Tabel 23 halaman 55, persentase anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah, mencapai 76 persen yang sudah terdaftar di lembaga pelayanan pendidikan. Bahkan untuk kehadiran anak yang bersekolah tersebut, 88 persen telah memiliki persentase kehadiran minimal 85 persen setiap bulannya di tempat mereka bersekolah. Rendahnya pendidikan peserta PKH, khususnya bagi peserta yang memiliki balita, tidak mengurangi partisipasi mereka untuk mengunjungi lembaga pelayanan kesehatan yang ada, baik puskesmas maupun posyandu untuk mengecek kesehatan balita mereka setiap bulannya. Berdasarkan Tabel 25 halaman 56 menunjukkan bahwa peserta PKH yang memiliki balita sebesar 72 persen melakukan kunjungan rutin ke puskesmas atau posyandu terdekat untuk melakukan pengecekan kesehatan balitanya, 17 persen peserta PKH lainnya yang memiliki balita melakukan kunjungan secara tidak rutin, dan 11 persen peserta PKH lainnya yang memiliki balita tidak pernah berkunjung ke puskesmas arau posyandu terdekat untuk mencek kesehatan balita mereka. Rutinitas kunjungan puskesmas ini, mempengaruhi imunisasi yang diterima oleh balita mereka masing-masing. Bagi peseta PKH yang melakukan kunjungan rutin, balita mereka memiliki imunisasi yang lengkap, peserta PKH yang tidak rutin berkunjung ke puskesmas imunisasi yang diterima oleh balita mereka tidak lengkap pula, begitupun dengan peserta PKH yang tidak pernah
71
membawa balitanya ke puskesmas atau posyandu, balita mereka tidak pernah mendapatkan imunisasi. Bagi peserta PKH yang tidak rutin bahkan tidak pernah berkunjung ke posyandu untuk memeriksakan kesehatan balitanya bukan karena tidak dilayani oleh posyandu atau puskesmas dimana kegiatan pemberian imunisasi tersebut berlangsung. Bukan pula karena tidak memiliki uang untuk memeriksa kesehatan balitanya, melainkan malasnya peserta PKH tersebut untuk membawa balitanya ke posyandu atau puskesmas terdekat.
BAB VII HUBUNGAN KINERJA PKH TERHADAP TARAF HIDUP PESERTA PKH Untuk meningkatkan taraf hidup peserta PKH dibutuhkan suatu kinerja PKH yang baik. Berdasarakan Tabel 36, hubungan antara kinerja PKH dengan taraf hidup peserta PKH memiliki hubungan yang positif, hal tersebut dikarenakan semakin tingginya persentase kinerja PKH, semakin tinggi pula persentase taraf hidup peserta PKH. Tabel 36 Persentase Kinerja Berdasarkan Taraf Hidup Peserta PKH dan Kinerja PKH Kinerja PKH Rendah Sedang Tinggi
Rendah 33.33 3.13 0.00
Taraf Hidup Peserta PKH Sedang Tinggi 66.67 0.00 15.63 81.25 0.00 100.00
Total 100.00 100.00 100.00
Salah satu tujuan PKH yaitu untuk meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan bagi keluarga miskin, khususnya bagi peserta PKH. Berdasarkan Tabel 26 halaman 58 menunjukkan, sebesar 89 persen peserta PKH dapat mengnjungi berbagai fasilitas pendidikan di Desa Petir dan merasa terbantu dalam pembiayan sekolah bagi anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah dengan adanya PKH yang mereka terima selama ini. Kemudahan dalam pembiayan sekolah ini dirasakan khususnya dalam hal pembelian kebutuhan pendukung bersekolah, seperti membeli seragam sekolah, sepatu, tas, dan buku sekolah. Serta 11 persen peserta PKH lainnya walaupun dapat mengnjungi berbagai fasilitas pendidikan di Desa Petir, namun kehadiran PKH tidak memberikan perubahan dalam pembiayaan sekolah bagi anak peserta PKH tersebut. Terdapatnya peserta PKH yang tidak merasa terbantu dalam pembiayaan dipengaruhi oleh ketepatan dalam menjaring peserta PKH. Berdasarkan Tabel 22 halaman 55 menunjukkan bahwa peserta PKH yang tepat sasaran hanya mencapai 57 persen dan sisanya tidak memenuhi persyaratan sebagai peserta PKH.
73
Terkait kemudahan peserta PKH dalam mengakses bidang kesehatan, berdasarkan Tabel 28 halaman 59 menunjukkan, peserta PKH yang dapat mengunjungi fasilitas kesehatan dan merasa terbantu dalam pembiayaan kesehatan hanya mencapai 13 persen dan sisanya walaupun peserta PKH dapat mengunjungi berbagai fasilitas kesehatan, seperti posyandu atau puskesmas, namun dalam pembiayan kesehatan peserta PKH tidak merasa terbantu. Hal ini dikarenakan peserta PKH merasa tidak ada perubahan dalam pembiayan kesehatan, mereka tetap harus membayar sejumlah uang setiap kali berkunjung ke lembaga pelayanan kesehatan yang tersedia. Fungsi kartu PKH yang seharusnya memiliki fungsi seperti jamkesmas pun, tidak tersosialisasikan dengan baik. Seluruh peserta PKH tidak pernah menggunakan kartu PKH untuk berobat, hal tersebut dikarenakan malu ketika menggunakan kartu PKH tersebut untuk berobat terlebih merekapun tidak mengetahui fungsi dari kartu PKH ini dapat digunakan layaknya jamkesmas. Petugas puskesmas pun tetap meminta sejumlah biaya kepada peserta PKH, hal ini dikarenakan sosialisai, fungsi, dan peran puskesmas dalam PKH tidak tersampaikan dengan baik. Selain memudahkan peserta PKH dalam mengakses bidang pendidikan dan kesehatan, PKH pun bertujuan untuk meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan peserta PKH. Terkait dalam meningkatkan taraf pendidikan khususnya bagi anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah, Tabel 23 halaman 55 menunjukkan sebesar 76 anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah, telah terdaftar di satuan lembaga pendidikan dan sisanya masih belum terdaftar di satuan lembaga pendidikan. Anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah tersebut, 95 persen memang sudah terdaftar sebelumnya di lembaga pelayanan pendidikan sebelum PKH dilaksanakan di Desa Petir. Anak peserta PKH yang sudah terdaftar di berbagai lembaga pelayanan pendidikan tersebut, berdasarkan Tabel 24 halaman 56 sebesar 88 persen peserta PKH memenuhi persyaratan PKH yaitu memiliki persentase kehadiran sekolah minimal 85 persen setiap bulannya selama satu tahun ajar dan 12 persen anak peserta PKH lainnya yang sudah terdaftar di lembaga pelayanan pendidikan hanya memiliki persentase kehadiran kurang dari 85 persen setiap bulannya selama satu tahun ajar.
74
Terkait peningkatan taraf kesehatan, peserta PKH diharuskan mengunjungi fasilitas kesehatan secara rutin, baik untuk ibu haml, ibu nifas, maupun balita yang dimiliki peserta PKH. Sudah dijelaskan sebelumnya, pada penelitian ini, hanya balita peserta PKH saja yang ditemui di lapangan. Berdasarkan Tabel 25 halaman 57, peserta PKH yang memiliki balita dan mengunjungi puskesmas atau posyandu setiap bulannya mencapai 72 persen, 17 persen memiliki kunjungan yang tidak rutin, dan 11 persen lainnya peserta PKH yang memiliki balita tidak pernah memeriksakan balitanya ke puskesmas atau posyandu setiap bulannya. Bagi peserta PKH yang memiliki kunjungan rutin ke puskesmas atau posyandu, sebagian besar peserta PKH mengaku bukan karena PKH mereka rutin mengunjungi fasilitas kesehatan, melainkan karena keinginan mereka sendiri untuk memeriksakan kesehatan balitanya. Peningkatan taraf peserta PKH pun dapat dilihat dari riwayat kesehatan yang dialami oleh peserta PKH dan balitanya yang dimilikinya. Berdasarkan Tabel 29 halaman 60 menunjukkan, terdapat 8 persen peserta dan balita PKH selama satu bulan terakhir tidak pernah mengalami sakit, 45 persen peserta atau balita PKH, diantaranya pernah merasakan sakit selama satu bulan terakhir, dan 47 persen, baik peserta maupun balita PKH, pernah merasakan sakit selama satu bulan terakhir. Baik peserta PKH maupun balita peserta PKH yang pernah sakit, berdasarkan Tabel 30 halaman 61, penyakit yang sering dirasakan oleh peserta PKH yaitu batuk, pilek, serta sakit panas, dan balita peserta PKH lebih sering mengalami sakit panas, batuk, pilek, dan diare.
BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan 1. Kinerja program keluarga harapan dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal yang meliputi koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program, kemampuan pendamping, dan kriteria peserta, maupun faktor eksternal yang meliputi tingkat pendidikan peserta dan kondisi tempat pelaksanaan program. 2. Baik faktor internal yang meliputi koordinasi perencanaan dan pelaksanaan PKH, kemampuan pendamping PKH, dan kriteria peserta PKH, maupun faktor eksternal yang meiliputi kondisi temapat pelaksanaan PKH dan tingkat pendidikan peserta PKH memiliki hubungan negatif dengan kinerja PKH. 3. Kinerja PKH pun mempunyai hubungan dengan taraf hidup peserta PKH. Taraf hidup peserta PKH diukur melalui kemudahan peserta PKH dalam mengakses pendidikan dan kesehatan, peningkatan taraf pendidikan, serta peningkatan taraf kesehatan bagi peserta PKH. Kinerja PKH ini memiliki hubungan yang positif dalam meningkatkan taraf hidup peserta PKH.
8.2 Saran Kegiatan ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait. Melalui hasil penelitian ini disarankan: 1. Bagi pemerintah, dalam hal ini Dinas Sosial yang membawahi program kerja PKH, dalam pelaksanaannya harus benar-benar berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait. Tidak hanya berkoordinasi dalam pembuat kebijakan, namun sampai tataran pelaksanan. 2. Pemerintah pun disarankan memiliki koordinasi yang lebih baik dengan berbagai mitra terkait dalam pelaksanaan program, dalam hal ini lembaga pelayanan pendidikan dan kesehatan, dengan melakukan kontrol secara langsung ke lapangan. 3. Baik pihak kecamatan maupun pihak desa, disarankan lebih pro aktif dalam mengontrol PKH yang berlangsung di wilayah administratifnya.
76
4. Bagi akedemisi dapat melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan rogram penanggulangan kemiskinan untuk memberikan referensi bagi pembuat kebijakan agar dapat membuat program yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009a. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009. Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik. No. 43/07/Th. XXI, 1 Juli 2009. [berita]. [Internet]. [diunduh 10 Januari 2011]. Format/Ukuran: PDF/132 KB. Dapat diunduh dari: www.bps.go.id/getfile.php?news=697 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009b. Meta Data Subdit Statistik Kerawanan Sosial. [Internet].
[diunduh
15
Januari
2011].
Dapat
diunduh
dari:
http://www.bps.go.id/aboutus.php?id_subyek=23&tabel=1&fl=2 Burhan RN. 2004. Grameen Bank Sebagai Upaya Penanggulangan kemiskinan (Studi Kasus Penerapan Metode Grameen Bank Oleh BPR Parasahabat di Desa Cibarusah, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi). [tesis]. Depok [ID]: Universitas Indonesia. Daryanto A. 2006. “Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Indonesia”. Priyarsono et al, editor. Peranan Pertanian Dalam Mengentaskan Masalah Penganguran, Kemiskinan, dan Ketahanan Pangan. Bogor [ID]: PSP3-LPPM IPB [DEPSOS] Departemen Sosial. 2007. Pedoman Program Keluarga Harapan. [Internet].
[diunduh
20
Januari
2011].
Dapat
diunduh
dari:
http://pkh.depsos.go.id/ Hariri A. 2009. Prospek Pengembangan Unit Pengelola Keuangan Menjadi Badan Usaha Milik Desa Dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan. Jurnal Aplikasi Manajemen. 7(1): 42-52. Hermanto NS dan Supriati. 1995. “Review Program Penanggulangan Kemiskinan Sub Sektor Perikanan”. Pakpahan A, dkk, editor. Kemiskinan di Pedesaan: Masalah dan Alternatif Penanggulangannya. Bogor [ID]: BALITBANG Pertanian. Ismail Z. 2000. Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkampungan Kumuh di Yogyakarta: Kasus Kelurahan Keparakan. Jakarta [ID]: PEP-LIPI. Krisnamurthi B. 2006. Penanggulangan dan Pengurangan Kemiskinan. Soekarno et al, editor. 22 Tahun Studi Pembangunan, Pengurangan Kemiskinan, dan
78
Pembangunan Agribisnis, dan Revitalisasi Pertanian. Bogor [ID]: PSP3LPPM IPB Muttaqien A. 2006. Paradigma Baru Pemberantasan Kemiskinan: Rekontruksi Arah Pembangunan Menuju Masyarakat yang Berkeadilan, Terbebaskan, dan Demokratis. Raharjo MD, pengantar. Dalam Menuju Indonesia Sejahtera, Upaya Konkret Pengentasan Kemiskinan. Jakarta [ID]: Khatana Pustaka LP3ES Indonesia. Nawawi H. 2006. Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan dan Industri. Jakarta [ID]: Gajah Mada University Press. [PP] Peraturan Presiden Republik Indonesia No.15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. [Internet]. [diunduh 19 Januari 2011]. Dapat diunduh dari: www.pnpm-perdesaan.or.id/downloads/perpres_no_15.pdf Priyarsono, Daryanto A, Djaimi, Ilham N, Yundy, Uswandi AK, Nugroho TW, Kalangi LS. 2006. Peranan Pertanian dalam Mengentaskan Pengangguran, Kemiskinan, dan Ketahanan Pangan. Bogor [ID]: LPPM-IPB. Rahardjo M, Dawam. 2006. Menuju Indonesia Sejahtera: Upaya Konkret Pengentasan Kemiskinan. Jakarta [ID]: Khatana. [RPP] Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial Tahun 2007-2008. [Internet]. [diunduh 30 Januari 2011]. Dapat diunduh dari: http://sjsn.menkokesra.go.id/dokumen/publikasi/rpp_pbi_js_220109.pdf Sarman M dan Sajogyo. 2000a. Mencari Bentuk Pola Penguatan Ekonomi Rakyat. Kasus Nusa Tenggara Barat. Sarman M dan Sajogyo, editor. Masalah Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta [ID]: Puspa Swara. Sarman
M
dan
Sajogyo.
2000b.
Pentingnya
Membumikan
Program
Pemberdayaan, Kasus Sulawesi Selatan. Sarman M dan Sajogyo, editor. Masalah Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta [ID]: Puspa Swara. Sajogyo. 1977. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Indaryanti Y, editor. 22 Tahun Studi Pembangunan, Pembangunan Kemiskinan,
79
Pembangunan Agribisnis dan Revitalisasi Pertanian. Bogor [ID]: PSP3LPPM IPB. Singarimbun M dan Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]: LP3ES. Suharto E. 2009. Kemiskinan & Pelindungan Sosial di Indonesia: Menggagas Model Jaminan Sosial Universitas Bidang Kesehatan. Bandung [ID]: ALFABETA. Sukidjo. 2009. Strategi pemberdayaan Pengentasan Kemiskinan pada PNPM Mandiri. Cakrawala Pendidikan, XXVIII(2). Yudhoyono SB dan Harniati. 2004. Pengurangan Kemiskinan di Indonesia, Mengapa Ridak Cukup dengan Memacu Pertumbuhan Ekonomi?. Bogor [ID]: Brighten Press.
LAMPIRAN
81
Lampiran 1 Denah Lokasi Penelitian
Sumber: Google map, diakses pada tanggal 28 Februari 2011.
82
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Nomor Responden Tanggal Survei Tanggal entri data KUESIONER IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PEDESAAN (Kasus: Program Keluarga Harapan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) I. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA (1)
(2) Nama anggota rumah tangga (art) (Tulis siapa saja yang biasanya tinggal dan makan di rt ini baik dewasa, anak-anak maupun bayi)
No. Uru t
(3)
(4) Jenis Hubungan kelamin dengan (Kode) kepala rumah tangga. (kode)
(5)
(6)
(7)
(8)
Umur (tahun)
Status Perkawinan (kode)
Tingkat pendidika n terakhir (kode)
Pekerjaan (kode)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Alamat
11.
Desa............................................................................................................ RT: ..................... RW: ..................... No: ………………………………….. Kelurahan: ……………………………………………………………………. Kecamatan: ………………………………………………………...................
Keterangan kode
83
Kode 3 1. Kepala rumah tangga 2. Istri/ suami 3. Anak 4. Menantu 5. Cucu 6. Orang tua/ menantu 7. Famili lain 8. Pembantu RT 9. Lainnya
Kode 4 1. Laki laki 2. Perempuan
Kode 6 1. belum kawin 2. kawin 3. cerai hidup 4. cerai mati
Kode 7 1. Tidak bersekolah 2.SD 3. Madrasah Ibtidaiyah 4. SMP Umum/Kejuruan 5. Madrasah Tsanawiyah 6. SMA 7. Madrasah Aliyah 8. SMK 9. Program D.I/D.II 10. Program D.III 11. Program D.IV/S1 12. S2/S3 A= Sebelum PKH B= Setelah PKH
Kode 8 1.Pertanian, perburuan, dan kehutanan 2. Perikanan 3.Pertambangan dan penggalian 4. Industri pengolahan 5. Listrik, gas, dan air 6. Konstruksi 7. Perdagangan besar dan eceran 8. Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum 9. Transportasi, pergudangan, dan komunikasi 10. Perantara keuangan 11. Real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan 12. Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 13. Jasa pendidikan 14. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 15. Jasa kemasy, sosial, budaya, dan perorangan 16. Jasa perorangan yang melayani rumah tangga 17. Badan internasional dan badan ekstra internasional lainnya 18. Lainnya: ………………..
84
I. Kondisi Fisik dan Fasilitas Bangunan 9. Luas lantai 10. Jenis lantai
11.
Jenis dinding
12.
Fasilitas MCK
13.
Sumber penerangan
14.
Sumber air minum
15.
Bahan bakar untuk memasak
16.
Barang yang dimiliki
INFORMASI RUMAH TANGGA ………...m² 1. Keramik 2. Bambu 3. Kayu murah 4. Tanah 5. Lainnya… 1. Tembok 2. Bambu 3. Kayu 4. Rumbia 5. Lainnya 1. Sendiri 2. Bersama 3. Umum 4. Tidak Ada 1. Listrik PLN 2. Listrik non-PLN 3. Petromak 4. Obor/senter 5. Lainnya…. 1. Air dalam Kemasan 2. ledeng 3. pompa/sumur 4. Mata air/air hujan/ air sungai 5. Sungai 6. Lainnya…… 1. Listrik 2. Gas 3. Minyak Tanah 4. Kayu Bakar 5. Lainnya…… 1. Mobil 2. Sepeda motor 3. Komputer 4. Emas 5. Lemari es 6. Televisi 7. HP 8. Tape Radio
85
Berapa besar biaya yang dihabiskan rumah tangga Anda untuk keperluan 1 bulan terakhir berikut? (RP x 1.000) Pengeluaran/Bulan 17 Beras
Pengeluaran Konsumsi/Bulan Di isi oleh responden Rp.
18.
Resiko dapur
Rp.
19.
Minyak sayur
Rp.
Berapa kali Anda mengkonsumsi makanan dibawah ini dalam satu bulan terakhir? 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Daging Telur dan susu Ayam Ikan Sayur-sayuran Buah-buahan
26. Berapa kali Anda makan dalam satu hari terakhir? a. 1 kali dalam satu hari b. 2 kali dalam satu hari c. 3 kali dalam satu hari d. 4 kali dalam satu hari
Pengeluaran/tahun 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.
Pengeluaran Non-Konsumsi/Tahun Diisi oleh Responden
Perumahan dan fasilitas rumah tangga Aneka barang dan jasa Pendidikan Biaya Kesehatan Pakaian, alas kaki, tutup kepala Pajak/Asuransi Keperluan Pesta Upacara Lainnya: ………..…………..
Berapa kali Anda dan keluarga mengkonsumsi barang dibawah ini dalam satu tahun terakhir? 35. 36.
Baju Celana
86
II. Kegiatan PKH a. UMUM 37. Apakah ada pertemuan awal sebelum kegiatan PKH ini dijalankan? Jika Ya, lanjut kepertanyaan 38. a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
38. Apakah Anda ikut dalam pertemuan awal tersebut? a. Ya
b. Tidak
39. Apakah pendamping PKH menjelaskan maksud kegiatan PKH kepada Anda? a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
40. Apakah pendamping PKH menjelaskan manfaat program PKH kepada Anda? a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
41. Apakah pendamping PKH menjelaskan kewajiban peserta PKH dalam kegiatan PKH? a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
42. Apakah pendamping PKH menjelaskan hak peserta PKH kepada Anda dalam kegiatan PKH? a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
43. Apakah pendamping PKH memasukkan Anda ke dalam kelompok? Jika Ya, lanjut kepertanyaan 44 dan 45. a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
44. Berapa jumlah anggota kelompok Anda? …………………………………………………………………………………………………….. . 45. Apakah Anda tahu siapa nama ketua kelompok Anda? Jika Ya, lanjut kepertanyaan 46. a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
46. Siapa nama ketua kelompok Anda? …………………………………………………………………………………………………….. 47. Apakah pendamping PKH membantu Anda dalam pengisian formulir keikutsertaan Anda dalam PKH? a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
48. Apakah pendamping membantu Anda dalam penandatanganan surat persetujuan kegiatan PKH? a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
87
49. Apakah pendamping PKH membantu Anda melakukan kunjungan awal ke fasilitas kesehatan seperti di bawah ini? (Isi jawaban di dalam kotak yang telah disediakan, 1=Ya; 2=Tidak) a. Puskesmas
c. Pondok bersalin desa
b. Posyandu
d. puskesmas pembantu
d. lainnya
50. Apakah Pendamping PKH membantu Anda untuk mendaftarkan anggota keluarga di fasilitas pendidikan di bawah ini? (Isi jawaban di dalam kotak yang telah disediakan, 1=Ya; 2=Tidak) a. SD
b. SMP
51. Dalam enam bulan terakhir, apakah ada pertemuan yang dilakukan oleh pendamping dengan seluruh peserta PKH? Jika Ya, lanjut kepertanyaan 52. a. Ya
b. Tidak
c. Tidak Tahu
52. Apakah Anda ikut dalam pertemuan yang diadakan pendamping PKH tersebut? a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
53. Apakah dalam satu bulan terakhir ada pertemuan antara seluruh ketua kelompok PKH dengan pendamping PKH? Jika Ya, lanjut kepertanyaan no 54.* a. Ya
b. Tidak
54. Apakah Anda Ikut dalam petemuan mingguan tersebut? a. Ya
c. Tidak tahu *
b. Tidak
Alasan…………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………… 55. Jika Ada masalah yang berhubungan dengan kegiatan PKH, kemana Anda meminta bantuan untuk menyelesaikan masalah tersebut? …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………… 56. Apakah Anda pernah tidak mengikuti kegiatan yang diwajibkan dalam PKH? Jika Ya, lanjut kepertanyaan 57. a. Ya
b. Tidak
57. Apakah Anda diberi teguran atau hukuman atas tindakan Anda oleh pendamping PKH tersebut? a. Ya *
b. Tidak
Keterangan no. 54 dan 55 = diisi jika Anda merupakan ketua kelompok.
88
Kujungan ke fasilitas Kesehatan No Berapa kali mengunjungi fasilitas kesehatan.* 58. Ibu hamil 59.
Ibu nifas
60.
Bayi usia 0-11 bulan
61.
Anak usia 1-6 tahun
Frekuensi per bulan
*Fasilitas kesehatan seperti puskesmas, puskemas pembantu (pustu), polindes, posyandu, atau praktek bidan. Ibu hamil 62. Siapa yang menolong proses kelahiran? (Isikan
jawaban
langsun
dikotak
yang
telah
disediakan, 1= Ya; 2= Tidak) a. Dokter b. Bidan c. Tenaga paramedis lain d. Dukun bersalin e. Famili/keluarga Lainnya………………………... Usia 0-6 tahun Usia 63. 0-11 bulan
Berapa kali sudah mendapatkan imunisasi.
a. BCG
(Isikan 0 bila belum diimunisasi)
b. DPT c. Polio d. Campak e. Hepatitis B
64.
6-11 bulan
Mendapatkan vitamin A. Isikan pada kotak: 1 untuk Tidak
65.
12-59 bulan
2 untuk Ya Mendapatkan imunisasi Isikan pada kotak: 1 untuk Tidak 2 untk Ya
89
Peserta PKH
Keterangan kesehatan
Anggota keluarga usia 0-6 tahun
Apakah dalam 1 bulan terakhir mempunyai
66.
keluhan kesehatan seperti dibawah ini. (Beri tanda Checklist ( ) sesuai nomor dan kotak yang telah tersedia) 1. Panas 2. Batuk 3. Pilek 4. Asma/napas sesak/cepat 5. Diare/buang2 air 6. Sakit kepala berulang 7. Sakit gigi 8. Lainnya…………………………..
b. Pendidikan 67. Apakah Anda memiliki anggota keluarga yang berusia 6-15 tahun? Jika Ya lanjut kepertanyaan 68. a. Ya
b. Tidak
68. Apakah anggota kelurga Anda yang berusia 6-15 tahun tersebut sudah bersekolah? a. Ya, di SD dan SLTP (lanjut kepertanyaan no 84-89) b. Ya, di SD (lanjut kepertanyaan no 84, 85, dan 86) c. Ya, di SLTP (lanjut keepertanyaan 87, 88, dan 89) d. Belum bersekolah, alasan ………………………………………………………………........................................................ 69. Apakah dalam 1 bulan terkahir, anggota keluarga Anda yang sedang bersekolah di SD pernah tidak pergi kesekolah? Jika Ya, lanjut kepertanyaan no 70. a. Ya
b. Tidak
70. Berapa kali dalam 1 bulan terakhir anggota keluarga Anda tidak pergi kesekolah? ………………………………………………………………………………………………………
90
71. Apa alasan anggota keluarga Anda tersebut tidak pergi kesekolah? ………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………... 72. Apakah dalam 1 bulan terkahir, anggota keluarga Anda yang sedang bersekolah di SLTP pernah tidak pergi kesekolah? Jika Ya, lanjut kepertanyaan no 73. 73. Berapa kali dalam 1 bulan terakhir anggota keluarga Anda tidak pergi kesekolah? ……………………………………………………………………………………………………........ 74. Apa alasan anggota keluarga Anda tersebut tidak pergi kesekolah? ………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………... c. Pemberian uang tunai 75. Apakah Anda mendapatkan bantuan tunai dari program PKH ini? Jika Ya, lanjut kepertanyaan no 76. a. Ya
b. Tidak, alasan…………………………………………….......
76. Berapa jumlah bantuan tunai yang Anda peroleh? ……………………………………………………………………………………………………….... 77. Dimanakah Anda mengambil bantuan tunai tersebut? ………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………................... 78. Apakah Anda dapat dengan mudah menuju tempat pengambilan bantuan tunai tersebut? a. Ya
b. Tidak
Alasan………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………….. 79. Berapa kali Anda dalam 1 tahun mendapatkan bantuan tunai tersebut? ………………………………………………………………………………………………………… III. Kondisi tempat pelaksanaan PKH 80. Apakah di daerah tempat tinggal Anda terdapat fasilitas kesehatan seperti puskesmas, puskemas pembantu (pustu), polindes, posyandu, atau praktek bidan yang menjadi mitra dalam kegiatan PKH? Jika Ya, lanjut kepertanyaan 81. a. Ya
b. Tidak
81. Apakah Anda dapat dengan mudah mengunjungi fasilitas kesehatan tersebut tersebut? a. Ya
b. Tidak
alasan……………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………….....
91
82. Apakah di daerah tempat tinggal Anda terdapat sekolah dasar yang menjadi mitra dalam kegiatan PKH? Jika Ya, lanjut kepertanyaan 83. a. Ya
b. Tidak
83. Apakah Anda dapat dengan mudah mengunjungi sekolah dasar tersebut? a. Ya
b. Tidak
Alasan…………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………...... 84. Apakah di daerah tempat tinggal Anda terdapat SLTP yang menjadi mitra dalam kegiatan PKH? Jika Ya, lanjut kepertanyaan 85. a. Ya
b. Tidak
85. Apakah Anda dapat dengan mudah mengunjungi SLTP tersebut? a. Ya
b. Tidak
Alasan…………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………… 86. Jika Ada pertemuan dengan seluruh peserta PKH, dimanakah pertemuan tersebut dilaksanakan? …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………… 87. Apakah Anda ikut dalam setiap pertemuan tersebut? Jika YA, lanjut kepertanyaan 88. a. Ya
b. Tidak
88. Apakah Anda dapat dengan mudah menuju tempat pertemuan tersebut? a. Ya
b. Tidak
Alasan…………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………
92
IV. Perkembangan kesejahteraan dan modal sosial No Penilaian tentang perkembangangn kesejahteraan dan modal sosial 89. Saya merasa terbantu dalam membiaya anak sekolah
Pilih jawaban dari setiap pernyataan sesuai dengan yang ada rasakan Pelaksanaan PKH SS
S
KS
TS
STS
90. Saya merasa terbantu dalam biaya kesehatan 91. 92.
Meningkatnya tolong menolong antar peserta PKH Mumpunyai kelompok segala kegiatan PKH menjadi mudah
SS = Sangat Setuju S = Setuju KS = Kurang Setuju
Keterangan Kode TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju TT = Tidak Tahu TERIMA KASIH
93
Lampiran 3 Pedoman Pertanyaan Kualitatif IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PEDESAAN Kasus: Program Keluarga Harapan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor A. Informan
: Pendamping PKH
Hari/tanggal
:
Lokasi Wawancara
:
Nama
:
Umur
:
Pendidikan terakhir
:
Alamat
:
No. Telepon/HP
:
1. Dapatkah Anda menjelaskan secara umum kegiatan PKH? 2. Siapa yang menjadi sasaran dalam kegiatan PKH? 3. Apa kriteria yang menjadi sasaran kegiatan PKH? 4. Apakah kriteria tersebut sudah dipenuhi oleh peserta PKH? 5. Pihak mana saja yang terlibat dalam kegiatan PKH ini? 6. Bagaimana Anda mengordinasikan berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan PKH ini? 7. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengordinasikan pihak-pihak tersebut dalam kegiatan PKH ini? 8. Apakah waktu yang digunakan sudah cukup untuk melakukan koordinasi dengan berbagai pihak tersebut? 9. Sudah berapa lama Anda menjadi pendamping PKH? 10. Selain Anda, apakah ada pendamping PKH lainnya? 11. Apakah ada pertemuan khusus yang dilakukan antar pendamping untuk mengevaluasi kegiatan PKH? 12. Apakah ada pelatihan terkait pendampingan PKH? 13. Jika ada, kapan pelatihan tersebut berlangsung?
94
14. Dimana berlangsungnya pertemuan awal dengan peserta PKH dalam mensosialisasikan kegiatan PKH pertama kali? 15. Apa saja yang Anda sampaikan dalam kegiatan pertemuan awal tersebut? 16. Apakah semua peserta PKH hadir dalam kegiatan pertemuan awal tersebut? Jika tidak, apa yang Anda lakukan terhadap peserta PKH yang tidak ikut dalam pertemuan awal tersebut? 17. Apakah ada pertemuan rutin antara peserta PKH dengan pendamping PKH? 18. Jika ada, kapan pertemuan tersebut berlangsung? 19. Apakah ada peserta PKH yang tidak mematuhi aturan PKH? 20. Jika ada, apa yang Anda lakukan terhadap peserta PKH yang tidak mematuhi aturan PKH? 21. Apakah ada sanksi bagi mereka yang tidak mematuhi aturan? 22. Jika ada, sanksi seperti apa yang diberikan? 23. Apakah ada peserta PKH yang mengadu atau mengeluhkan sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan PKH kepada Anda? 24. Jika ada, bagaimana Anda menanggapi pengaduan tersebut? 25. Kendala apa saja yang Anda hadapi selama menjadi pendamping PKH?
B. Informan
: Mitra PKH (Puskesmas)
Hari/tanggal
:
Lokasi Wawancara
:
Nama
:
Umur
:
Pendidikan terakhir
:
Alamat
:
No. Telepon/HP
:
1. Apa yang Anda ketahui mengenai kegiatan PKH? 2. Sudah berapa lama puskesmas ini menjadi mitra PKH? 3. Bagaimana sejarahnya puskemas ini menjadi mitra PKH?
95
4. Apa saja kegiatan puskesmas ini dalam rangka mensukseskan kegiatan PKH? 5. Apakah ada pertemuan khusus antara pihak puskesmas dengan pendamping PKH? 6. Setiap kapan pertemuan tersebut berlangsung? 7. Apa saja yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut? 8. Apakah kendala yang sering puskesmas ini hadapi selama menjadi mitra PKH? C. Informan
: Mitra PKH (Sekolah, baik SD maupun SLTP)
Hari/tanggal
:
Lokasi Wawancara
:
Nama
:
Umur
:
Pendidikan terakhir
:
Alamat
:
No. Telepon/HP
:
1. Apa yang Anda ketahui mengenai kegiatan PKH? 2. Sudah berapa lama sekolah ini menjadi mitra PKH? 3. Bagaimana sejarahnya sekolah ini menjadi mitra PKH? 4. Apa saja kegiatan sekolah ini dalam rangka mensukseskan kegiatan PKH? 5. Apakah ada pertemuan khusus antara pihak sekolah dengan pendamping PKH? 6. Kapan pertemuan tersebut berlangsung? 7. Apa saja yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut? 8. Apa kendala yang sering sekolah ini hadapi selama menjadi mitra PKH? D. Informan
: Mitra PKH (Kantor POS)
Hari/tanggal
:
Lokasi Wawancara
:
Nama
:
Umur
:
96
Pendidikan terakhir
:
Alamat
:
No. Telepon/HP
:
1. Apa yang Anda ketahui mengenai kegiatan PKH? 2. Sudah berapa lama kantor POS ini menjadi mitra PKH? 3. Bagaimana sejarahnya Kantor POS ini menjadi mitra PKH? 4. Apa saja kegiatan Kantor POS ini dalam rangka mensukseskan kegiatan PKH? 5. Setiap kapan kantor POS mengadakan pemberian bantuan tunai PKH kepada peserta PKH? 6. Apakah ada pertemuan khusus antara pihak kantor POS dengan pendamping PKH? 7. Kapan pertemuan tersebut berlangsung? 8. Apa saja yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut? 9. Apa kendala yang sering kantor POS ini hadapi selama menjadi mitra PKH? E. Informan
:
Hari/tanggal
:
Lokasi Wawancara
:
Nama
:
Umur
:
Pendidikan terakhir
:
Alamat
:
No. Telepon/HP
:
1. Apa yang Anda ketahui mengenai kegiatan PKH? 2. Siapakah yang menjadi sasaran dari kegiatan PKH ini? 3. Apakah kegiatan PKH ini sudah tepat sasaran? 4. Apakah kegiatan PKH ini sudah berjalan baik? 5. Adakah kendala yang dihadapi kegiatan PKH ini? 6. Apa adakah perubahan yang Anda lihat atau rasakan dari giatan PKH ini terhadap peserta PKH?
97
Lampiran 4 Kerangka Sampling Peserta PKH Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44.
Nama Enr Ega Ach Ath Nni Oah Tti Syt Edh Eem Uti Srn Sta Iah Ens Erk Nyi Awg Iin Ish Odh Sta Nyi Mnh Yyn Fmt Iyh Rna Ara Eni Skl Ttn Nsi Nni Oth Als Nns Yti Uun Nnh Wtn Wwi Lsi Ati
Alamat Kp. Babakan, Dusun 1 RT 01/01 Kp. Malingping, Dusun 1 RT 02/01 Kp. Malingping, Dusun 1 RT 02/01 Kp. Tari Kolot, Dusun 1 RT 01/02 Kp. Gang Salak, Dusun 1 RT 02/02 Kp. Gang Salak, Dusun 1 RT 02/02 Kp. Gang Salak, Dusun 1 RT 02/02 Kp. Babakan, Dusun 1 RT 04/02 Kp. Babakan, Dusun 1 RT 04/02 Kp. Babakan Dalam, Dusun 1 RT 05/02 Kp. Babakan Dalam, Dusun 1 RT 05/02 Kp. Babakan Dalam, Dusun 1 RT 05/02 Kp. Babakan Dalam, Dusun 1 RT 05/02 Kp. Babakan, Dusun 1 RT 06/02 Kp. Cikiruh, Dusun 1 RT 01/03 Kp. Cikiruh, Dusun 1 RT 01/03 Kp. Cikiruh, Dusun 1 RT 03/03 Kp. Cikiruh, Dusun 1 RT 04/03 Kp. Cikiruh, Dusun 1 RT 05/03 Kp. Cikiruh, Dusun 1 RT 05/03 Petir, Dusun 1 RT 05/03 Kp. Sempur, Dusun 1 RT 01/04 Kp. Sempur, Dusun 1 RT 02/04 Kp. Sempur, Dusun 1 RT 02/04 Kp. Sempur, Dusun 1 RT 04/04 Kp. Sempur, Dusun 1 RT 01/05 Kp. Sempur, Dusun 1 RT 01/05 Kp. Sempur, Dusun 1 RT 01/05 Petir, Dusun 1 RT 01/06 Petir, Dusun 1 RT 01/06 Petir, Dusun 1 RT 01/06 Petir, Dusun 1 RT 01/06 Petir, Dusun 1 RT 01/06 Petir, Dusun 1 RT 02/06 Petir, Dusun 1 RT 03/06 Petir, Dusun 1 RT 03/06 Petir, Dusun 1 RT 03/06 Petir, Dusun 1 RT 03/06 Petir, Dusun 1 RT 03/06 Kp. Peuntas, Dusun 3 RT 05/06 Lebak Nangka, Dusun 3 RT 06/06 Lebak Nangka, Dusun 3 RT 06/06 Lebak Nangka, Dusun 3 RT 06/06 Lebak Nangka, Dusun 3 RT 06/06
98
45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87.
Anh Fah Rah Aih Nni Mmn Iis Als Enh Mkh Iti Sjr Srh Krh Enr Sti Iah Rni Jti Sti Nti Aih lim Iah Aah Udi Yyn Ani Ags Eny Ims Oon Jni Eah Oah Mah Aih Wti Nng Eis Mah Sti Uay
Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 01/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 01/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 01/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 01/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 01/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 02/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 02/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 02/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 02/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 02/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 03/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 03/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 03/07 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 03/07 Kp. Petir, Dusun 4 RT 04/07 Kp. Petir, Dusun 4 RT 04/07 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 01/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 01/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 01/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 02/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 03/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 03/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 03/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 03/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 03/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 03/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 03/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 04/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 04/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 04/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 05/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 05/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 05/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 05/08 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 01/09 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 01/09 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 01/09 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 01/09 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 02/09 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 02/09 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 02/09 Kp. Cibereun, Dusun 4 RT 04/09 Kp. Pasir Andong, Dusun 4 RT 01/07