VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
8.1 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Upaya untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat perlu terus dilakukan. Untuk mengatasi kemiskinan, perlu sebuah sikap yang jelas yang berupa pemihakan kepada arah pembangunan yang mengarah pada peningkatan produktivitas kerja masyarakat miskin. Ismawan (2002), menyatakan bahwa dalam menanggulangi kemiskinan pada masyarakat diperlukan upaya-upaya khusus dalam memberdayakan masyarakat melalui program peningkatan SDM, teknologi, kelembagaan maupun permodalan. Dalam menjalankan program penanggulangan kemiskinan, sebenarnya tidak hanya dilakukan secara Rescue dan Recovery. Tetapi juga perlu dilakukan secara preventif dan stimulatif untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi serta meningkatkan
kondisi sosial yang pada akhirnya akan mampu
kesejahteraan
masyarakat.
Dalam
rangka
mengantisipasi
peningkatan jumlah penduduk miskin maka pemerintah telah melaksanakan beberapa program penanggulangan kemiskinan. Program yang dijalankan oleh pemerintah tersebut sebagian besar merupakan program yang didanai oleh pemerintah pusat dan daerah, kerjasama dengan perusahaan swasta, dan lain-lain. Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuisioner dengan 10 orang (2 Kepala BP3K masing-masing kecamatan, 2 orang penyuluh pertanian dan 6 orang petani) di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang, terdapat beberapa program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah untuk masyarakat terutama bagi para petani. Program yang dijalankan oleh pemerintah ini merupakan program yang sudah berjalan di masyarakat perdesaan. Programprogram tersebut diantaranya adalah Raskin, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Gerakan Masyarakat Mandiri (GMM), Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP), Program Ketahanan Pangan (PKP) dan KUBE. Secara keseluruhan program yang dijalankan oleh pemerintah dapat dikatakan berjalan. Hanya saja perlu dilakukan evaluasi atas berjalannya program-program tersebut.
91
8.2 Bentuk Kekeliruan Program yang pernah dijalankan Pemerintah Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan 10 orang perwakilan masyarakat dari Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Leuwiliang, terlihat bahwa penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah terjadi beberapa kekeliruan diantaranya: 1. Kekeliruan dalam hal ketepatan sasaran. Seringkali program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah tidak tepat sasaran. Kekeliruan dalam hal sasaran ini akan menyebabkan kemiskinan lanjutan kepada masyarakat. Sebagai contoh program Raskin yang dijalankan oleh pemerintah nampaknya jauh dari sisi keberhasilan. Berdasarkan data dari dua kecamatan tersebut, terlihat bahwa tidak semua masyarakat miskin mendapat bantuan raskin. Banyak diantara masyarakat yang tidak termasuk katagori miskin mendapatkan bantuan. Bahkan terjadi jumlah bantuan raskin diperuntukan untuk semua masyarakat, dibagi rata dengan jumlah yang sama. Sebagai salah satu kasus diantaranya adalah semula setiap keluarga miskin seharusnya mendapat bantuan sebesar 13 kg per keluarga per bulan, namun kenyataan yang terjadi di lapangan adalah setiap keluarga miskin hanya mendapat 3 liter beras per keluarga per bulan. Ini dapat disimpulkan bahwa dalam proses penyaluran raskin terjadi ketidaktepatan sasaran. 2. Kekeliruan dalam hal program yang dijalankan lebih bernuansa karitatif (kemurahan
hati)
ketimbang
produktivitas.
Program
penanggulangan
kemiskinan yang dijalankan secara karitatif tidak akan muncul upaya di kalngan masyarakat untuk lebih mandiri dalam mengatasi kemiskinan. Mereka akan selalu menggantungkan diri kepada bantuan yang diberikan oleh pihak lain, padahal seharusnya program penanggulangan kemiskinan diarahkan agar masyarakat menjadi mandiri dan produktif. Sebagai contoh program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang merupakan dana kompensasi BBM yang dialih fungsikan oleh pemerintah sebagai bantuan langsung kepada masyarakat miskin adalah bias, karena dinilai hanya akan menciptakan ketergantungan masyarakat miskin kepada pemerintah.
Dalam program BLT ini, hampir
semua masyarakat mendapatkan bantuan, padahal BLT hanya tepat jika diberikan kepada kelompok masyarakat miskin yang tidak berdaya, sebagai
92
contoh orang cacat tubuh seumur hidup yang sudah tidak dapat bekerja dan orang jompo yang terlantar. Sebaiknya program BLT tidak diberikan langsung berupa uang kepada masyarakat, karena nilainya kecil sehingga tidak begitu berarti bagi masyarakat akan lebih tepat jika dilakukan dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat sebagai dana stimulan. 3. Kekeliruan memosisikan masyarakat miskin sebagai objek daripada subjek. Program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah masih menempatkan masyarakat hanya sebagai objek penanggulangan kemiskinan. Padahal seharusnya, masyarakat dijadikan sebagai subjek, yaitu bersama-sama dengan pemerintah sebagai pelaku dalam membuat perubahan yang secara besama dengan aktif terlibat dalam aktivitas penanggulangan kemiskinan di daerahnya. Masyarakat akan terhindar dari kemiskinan jika dirinya menjadi aktor perubahan dalam rangka memerangi kemiskinan. 4. Kekeliruan Pemerintah masih bertindak sebagai penguasa daripada sebagai fasilitator. Dalam penanggulangan kemiskinan, masih terlihat bahwa pemerintah lebih banyak bertindak sebagai penguasa yang kerapkali ikut campur terlalu luas dalam kehidupan orang-orang miskin. Sebaiknya pemerintah bertindak sebagai fasilitator, yang tugasnya mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Seperti yang dinyatakan oleh Suharto (2003), bahwa paradigma baru pemberantasan kemiskinan adalah menekankan “apa yang dimiliki orang miskin” ketimbang “apa yang tidak dimiliki orang miskin” potensi yang dimiliki oleh orang miskin dapat berupa aset personal dan sosial, serta berbagai strategi penanganan masalah (coping strategis) yang telah dijalankannya secara lokal. 5. Kekeliruan masih berorientasinya pada aspek ekonomi daripada aspek multidimensional. Penanggulangan kemiskinan yang masih berorientasi pada aspek
ekonomi
terbukti
mengalami
kegagalan,
karena
pengentasan
kemiskinan yang direduksi dalam persoalan ekonomi tidak akan mewakili persoalan kemiskinan yang sebenarnya. Dalam konteks budaya, orang miskin dapat diindikasikan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dsb. Sementara dalam konteks dimensi struktural
93
atau politik, orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakikatnya karena mengalami kemiskinan struktural dan politis.
8.3 Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan Mencermati
beberapa
kekeliruan
yang
terjadi
pada
program
penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah, maka ada beberapa langkah evaluasi untuk memperbaiki kekeliruan dan yang harus dilakukan diantaranya : 1. Program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah seringkali salah sasaran, hal ini disebabkan oleh ketersediaan data masyarakat miskin yang tidak ter up date, maka diperlukan suatu strategi pendataan yang baik agar dapat diketahui data jumlah penduduk miskin yang tepat sehingga program penanggulangan kemiskinan dapat tepat sasaran. 2. Untuk meningkatkan produktivitas, strategi yang harus dipilih adalah peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah perbaikan pendidikan dan kesehatan, peningkatan keterampilan usaha, teknologi, perluasan jaringan kerja, serta informasi pasar. 3. Melibatkan masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi, bahkan pada proses pengambilan keputusan. 4. Strategi pemberdayaan. Kelompok masyarakat miskin harus dipelopori oleh para pakar dan aktivis LSM, menegaskan bahwa masyarakat miskin adalah kelompok yang mampu membangun dirinya sendiri jika pemerintah mau member kebebasan bagi kelompok itu untuk mengatur dirinya. 5. Kemiskinan memang bersifat multidimensional, maka program pengentasan kemiskinan sebaiknya tidak hanya terpaku pada aspek ekonomi tetapi juga memperhatikan dimensi lain. Memang kebutuhan pokok tetap menjadi prioritas, namun juga harus mengejar target untuk mengatasi kemiskinan nonekonomik. Strategi pengentasan kemiskinan tepatnya diarahkan untuk mengikis nilai-nilai budaya negatif seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dan sebagainya. Jika budaya ini tidak dihilangkan maka kemiskinan ekonomi akan sulit untuk ditanggulangi. Selain itu, langkah
94
pengentasan kemiskinan yang efektif harus pula mengatasi hambatanhambatan yang sifatnya struktural dan politis. Menurut Kartasasmita (2003) menyatakan bahwa untuk melakukan pemberdayaan kepada masyarakat setidaknya dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu (1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan dapat mengembangkan potensi masyarakat, dengan titik tolak bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan, (2) memperkuat potensi yang diiliki oleh m,asyarakat tersebut dan
(3) memberdayakan juga mengandung arti
melindungi. Untuk arahan ke masa depan dibutuhkan upaya yang lebih efektif dalam menanggulangi kemiskinan di masyarakat. Dari beberapa program penanggulangan kemiskinan yang sudah dijalankan oleh pemerintah Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang, berdasarkan pada hasil wawancara dengan responden, maka evaluasi program penanggulangan kemiskinan minimal dilakukan dari tiga segi, yaitu : 1. Sifat program Dari segi sifatnya program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten
Bogor
masih
bersifat
karitatif.
Artinya
program
penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah masih mengedepankan kemurahan hati ketimbang mengedepankan peningkatan produktivitas masyarakat miskin. Sifat karitatif ini jika terus-menerus dilakukan oleh pemerintah maka akan menimbulkan sifat ketergantungan masyarakat miskin kepada pemberian saja, sehingga mereka merasa berada dalam zona nyaman dan akan menimbulkan kemalasan. Persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang tidak akan selesai jika pemerintah masih menggunakan pendekatan ini. Program penanggulangan kemiskinan yang terkesan bersifat karitatif ialah program bantuan langsung tunai (BLT) dan program bantuan beras untuk masyarakat miskin (Raskin). 2. Pendekatan program Dari segi pendekatannya, program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bogor masih terfokus pada aspek ekonomi. Program yang
95
dijalankan oleh pemerintah masih belum mampu untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan yang menimpa masyarakat dari segi kurangnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) dan besarnya potensi sumberdaya alam, sehingga program yang dijalankan tidak berhasil untuk mengurangi masyarakat
miskin.
Program
penanggulangan
kemiskinan
yang
mengedepankan pendekatan dari aspek ekonomi seperti LUEP, PKP, GMM, dan KUBE. Program-program tersebut terbukti tidak dapat menanggulangi kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Bogor. Oleh karenanya, program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah harus berdasarkan pada aspek multidimensi dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan daerah tempat mereka tinggal. 3. Sasaran program Dari segi sasaran program, program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah di Kabupaten Bogor belum berhasil. Program yang menurut sebagian masyarakat miskin itu baik dan bermanfaat terkadang hanya akan menjadi proses pemiskinan kembali bagi mereka. Program yang salah dari segi sasaran sebagai contoh pemberian beras raskin, PUAP dan BLT. Khusus untuk program PUAP (program pengembangan agribisnis perdesaan), sebenarnya sangat baik untuk menanggulangi kemiskinan dikalangan petani diperdesaan, namun kenyataan dilapangan petani sulit untuk mengaksesnya dan tidak berani meminjam uang untuk pengembangan usaha taninya dikarenakan kesulitan untuk membayar hutangnya, juga lembaga keuangan kurang percaya untuk memberikan pinjaman kepada petani karena permasalahan agunan. Akhirnya yang terjadi adalah program PUAP tidak dinikmati oleh petani di desa, tetapi dinikmati oleh masyarakat yang memiliki warung untuk dijadikan tambahan modal. Program raskin dan BLT yang dilakukan oleh pemerintah pusat untuk menanggulangi kemiskinan pun demikian, banyak terjadi kesalahan dalam hal sasaran. Kesalahan sasaran ini disebabkan oleh tidak adanya data yang up date seberapa banyak jumlah masyarakat miskin yang akan diberikan bantuan, sehingga seluruh masyarakat baik atau tidak miskin mendapatkan bantuan raskin dan BLT tersebut.
96
8.4 Prinsip-prinsip Penanggulangan Kemiskinan Berdasarkan pada hasil kajian Bappeda Kabupaten Bogor (2007), dinyatakan bahwa upaya melakukan penggulangan kemiskinan harus menganut pada prinsip-prinsip dasar sebagai berikut : 1. Keberpihakan. Prioritas kebijakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin (pro poor) yang belum menerima pelayanan umum secara memadai berdasarkan kebutuhan masyarakat miskin sebagai penerima manfaat dan bukan asas pemerataan. Dengan demikian diharapkan masyarakat miskin akan menerima manfaat yang optimal. 2. Partisipatif. Keterlibatan aktif semua pihak terutama masyarakat miskin di desa-desa mulai dalam proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan pencapaian tujuan pembangunan 3. Berwawasan Gender. Semua kebijakan publik harus memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap gender yang merugikan pembangunan karena adanya ketidakseimbangan perhatian pembangunan terhadap perempuan dibanding laki-laki. Semua penduduk miskin baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki atau diberikan kesempatan yang sama (non diskriminatif), dan semua hambatan terhadap semua peluang ekonomi dan politik harus dihapuskan, sehingga semua penduduk miskin dapat berpartisipasi dan mendapat manfaat dan peluang yang sama, tanpa membedakan suku, agama, ras dan antar golongan, agar penanggulangan kemiskinan tidak bias pada kepentingan golongan tertentu. 4. Keberlanjutan. Keberlanjutan berarti semua sumberdaya harus dapat diperbaharui, harus ada kelanjutan dari satu kegiatan untuk kegiatan berikutnya, dari satu tahap ke tahap berikutnya sehingga tidak terputus. Demikian pula akses terhadap peluang atau kesempatan yang harus tersedia bukan hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan dating.
Untuk
itu
harus
pula
memperhatikan
aspek
pemeliharaan,
pemanfaatan, dan pengembangan hasil-hasil pembangunan serta berwawasan lingkungan.
97
5. Pemberdayaan. Pemberdayaan diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan harus dilakukan secara terus menerus atau keberlanjutan. Pemberdayaan disini berarti juga bahwa pembangunan harus dilakukan oleh semua orang bukan semata-mata dilakukan untuk semua orang. semua orang harus berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. 6. Produktivitas. Manusia harus mampu meningkatkan produktivitasnya dan berpartisipasi penuh dalam mencari penghasilan dan lapangan kerja atau menciptakan lapangan kerja. Untuk meningkatkan produktivitas diperlukan teknologi
(Infrastruktur)
dan
skill
sumberdaya
manusiannya.
Guna
meningkatkan skill selain melalui pendidikan, lathan dan kursus-kursus, juga dipengaruhi oleh kondisi kesehatan manusiannya. Kesemuannya harus ditunjang dengan modal, oleh karena itu peningkatan produktivitas merupakan bagian dari pembangunan manusia. 7. Kebersamaan. Upaya penanggulangan kemiskinan diakui sebagai masalah fundamental dan multidimensi serta menjadi tanggungjawab bersama sehingga memerlukan keterlibatan aktif semua pihak, baik itu pemerintah, swasta maupun masyarakat, untuk itu harus dijalin kemitraan global dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan pencapaian tujuan pembangunan itu sendiri. 8. Keterbukaan. Keterbukaan perlu menjadi komitmen bersama semua pihak dalam
upaya
penanggulangan
kemiskinan
dan
pencapaian
tujuan
pembangunan yaitu mmelalui pelayanan penyediaan informasi bagi semua pihak termasuk masyarakat miskin. 9. Akuntabilitas. Perlu adanya proses dan mekanisme pertanggungjawaban atas segala kemajuan, hambatan, capaian, hasil dan manfaat, baik itu dari sudut pandang pemerintah maupun hasil real yang dialami masyarakat. 10. Sinergitas. Adanya sinergi, keterpaduan, dan keterkaitan seluruh kebijakan dan antar pelaku dalam penanggulangan kemiskinan dan pencapaian tujuan pembangunan.