FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI PT. DUTA ASTAKONA GIRINDA TAHUN 2014
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun oleh : RANDY SEPTIANSYAH NIM : 1110101000057
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2014/1435 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,
Juni 2014
Randy Septiansyah
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juni 2014 Randy Septiansyah, NIM : 1110101000057 FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI PT. DUTA ASTAKONA GIRINDA TAHUN 2014 (xiii + 85 halaman, 6 Tabel, 1 Gambar, 2 Bagan dan 15 lampiran) ABSTRAK Penggunaan komputer secara berlebihan akan meningkatkan risiko gangguan kesehatan kerja. Salah satunya adalah gangguan kesehatan mata. Gangguan kesehatan pada mata terjadi akibat mata mengalami kelelahan. Kelelahan mata muncul karena otot – otot mata dipaksa bekerja keras terutama dalam melihat objek dekat dalam jangka waktu lama seperti pekerja pengguna komputer. Selain itu juga gelombang elektromagnetik yang dihasilkan layar komputer menyebabkan radiasi dan bisa menggangu kesehatan mata yang menimbulkan kelelahan mata. Untuk itu, perlu diketahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata seperti faktor usia, istirahat mata, kelainan refraksi, jarak monitor, durasi penggunaan komputer maupun tingkat pencahayaan. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode cross sectional. Sampel pada penelitian ini ditentukan dengan cara Total Sampling yaitu 50 pekerja pengguna komputer. Data penelitian didapat dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh pekerja untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, usia, istirahat mata dan durasi penggunaan komputer. Kelelahan mata dan kelainan refraksi ditentukan dengan pemeriksaan langsung oleh tenaga medis dan tenaga ahli refraksionis. Sedangkan tingkat pencahayaan dan jarak monitor diukur dengan menggunakan lux meter dan penggaris. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja pengguna komputer mengalami kelelahan mata. Selain itu terdapat hubungan antara kelainan refraksi (Pvalue 0,015), durasi penggunaan komputer (Pvalue 0,007), jarak monitor dengan (Pvalue 0,039) dan tingkat pencahayaan (Pvalue 0,043). Variabel durasi penggunaan komputer memiliki OR terbesar diantara variabel lain yaitu 17,000 sehingga dapat diketahui bahwa penggunaan komputer memiliki risiko 17 kali terhadap kelelahan mata. Faktor lain Untuk mengurangi kelelahan mata pada pekerja, saran yang diajukan untuk perusahaan adalah meningkatkan kualitas pencahayaan sesuai standar yang dianjurkan, menata kembali ruangan, melakukan perawatan lampu, memasang filter pada monitor, memasukkan program untuk mengingatkan istirahat mata pada komputer dan mengadakan pemeriksaan mata secara berkala bagi pekerja.
Sumber Bacaan: 62 (1988- 2014)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY PUBLIC HEALTH MAJORING OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduated Thesis, June 2014 Randy Septiansyah, NIM : 1110101000057 FACTORS ASSOCIATED WITH EYESTRAIN IN COMPUTER USERS WORKER AT PT. DUTA ASTAKONA GIRINDA JAKARTA SELATAN OF YEAR 2014 (xiii + 85 Pages, 6 Tables, 1 Pictures, 2 Graphics, 15 Attachments)
ABSTRACT The over use of a computer will increase risk of disturbance occupational health. One of them is disturbance eye health. The problem in eye health caused by fatigue. Eyestrain arises because eye muscles are forced to work hard especially in seeing close objects for long periods, ex: computer users. It’s also because the electromagnetic wave which is generated by the monitor can cause the radiation and can interfere the health of our eyes which is impact to the eyestrain. Therefore, it needs to know the factors which are related with eye complaints such as age factor, rest the eyes, refractive disorder, distance of monitor, duration of the computer and use lighting levels. This research is quantities with the cross sectional method. The sample in this study was determined by total sampling of 50 computer users. Reasearch data obtained by using a questionnaire to determine eyestrain complain, age, rest the eyes, and duration of the computer use. Eyestrain and refractive disorder determined by direct examination by a doctor and refractions optician. Meanwhile, lighting level and the distance of monitor measured directly by using luxmeter and a ruler. The result of the chi square statistic test shows that the majority of computer users eyestrain symptom. In addition there is a correlation between refractive disorder (Pvalue 0.015), duration of the computer (Pvalue 0.007), distance of the monitor (Pvalue 0.039) and lighting levels (Pvalue 0.043). Variable duration of the computer had the largest OR than the other variables with OR value is 17,000. It can be seen that the use of the computer has 17 times the risk of eyestrain. To reduce eyestrain symptom, the proposed suggestions for the company is increasing the lighting quality standard for the computer user, does the lamp treatment, installing filter monitor, installing programs to remind the eye rest on the computer and does the eyes check periodically.
References: 62 (1988- 2014)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI PT. DUTA ASTAKONA GIRINDA TAHUN 2014
Telah disetujui dan diperiksa untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh: RANDY SEPTIANSYAH NIM. 1110101000057
Jakarta,
Juli 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Yuli Amran, SKM., MKM NIP. 19800506 200801 2 015
Iting Shofwati, ST., M.KKK NIP. 19760808 200604 2 001
iv
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta,
Juli 2014
Ketua
Riastuti KusumaWardhani, MKM
Anggota I
Meilani Anwar, M.Kes
Anggota II
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
v
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Randy Septiansyah
Jenis Kelamin
: Laki - Laki
Tempat / Tanggal Lahir
: Palembang, 28 September 1992
Alamat
: Jln. Putri Kembang Dadar
Agama
: Islam
Tinggi Badan
: 167 cm
Berat Badan
: 55 Kg
Kewarganegaraan
: Indonesia
No HP
: 085217309692
E-mail
:
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 1997 - 1998
: TK Kencana Palembang
1998 - 2004
: Sekolah Dasar Negeri 3 Palembang
2004 - 2007
: Sekolah Menengah Pertama Negeri 17 Palembang
2007 - 2010
: Madrasah Aliyah Negeri 3 MODEL Palembang
2010 - sekarang
: Program S1- Peminatan Keselamatan Kesehtan Kerja (K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
RIWAYAT ORGANISASI 2005 - 2006
: Ketua Pramuka SMP Negeri 17 Palembang
2008 - 2009
: OSIS Madrasah Aliyah Negeri 3 MODEL Palembang
2012
: Ketua Training ESQ Basic di Universitas Islam Negeri (UIN)
2012
: Ketua Milad FKIK UIN Jakarta ke-8
2013-Sekarang
: Manajer IT Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2013-Sekarang
: Sekretaris Menteri Kesehatan DEMA UIN Syarif Hidayatullahhgk
vi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, saya panjatkan ke hadirat Illahi Robbi yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sesuai dengan rencana. Skripsi ini disusun dalam rangka tugas akhir dengan judul “Faktor- faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014”. Saya mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini yaitu: a. Orang tua kami yang telah memberikan doa dan dukungan secara penuh. b. Ibu Yuli Amran, M.KM dan Ibu Iting Shofwati, M.KKK yang telah membimbing dalam menyusun skripsi ini. c. Teman – teman Prodi Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Angkatan 2010 yang telah memberikan dukungan moral dan semangat untuk terus maju pantang menyerah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk hal tersebut kami mengharapkan saran guna memperbaiki skripsi ini sehingga menjadi lebih sempurna. Harapan kami semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca. Ciputat,
Juni 2014
Randy Septiansyah
vii
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. i ABSTRAK ........................................................................................................................ii PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................................. iv RIWAYAT HIDUP .......................................................................................................... v KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ............................................................................................................ x DAFTAR BAGAN .......................................................................................................... xi DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................xiii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 5 1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................... 6 1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 7 1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................................... 7 1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................................. 8 1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................................... 9 1.5.1 Bagi Perusahaan ................................................................................................ 9 1.5.2 Bagi Peneliti ...................................................................................................... 9 1.6 Ruang Lingkup ......................................................................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 10 2.1 Organ Mata ............................................................................................................ 10 2.1.1 Anatomi Mata ................................................................................................. 10 2.1.2 Fisiologi Mata ................................................................................................. 13 2.1.3 Akibat Pengguanan Komputer ........................................................................ 13 2.1.4 Kelelahan Mata ............................................................................................... 15 2.1.5 Gejala Kelelahan Mata .................................................................................... 16 2.2 Faktor – Faktor Penyebab Kelelahan Mata ............................................................. 17 2.2.1 Faktor Karakteristik Individu .......................................................................... 17
viii
2.2.2 Faktor Karakteristik Pekerjaan ........................................................................ 21 2.2.3 Faktor Karakteristik Lingkungan Kerja ........................................................... 23 2.3 Pengendalian Kelelahan Mata Akibat Penggunaan Komputer .............................. 29 2.4 Kerangka Teori....................................................................................................... 35 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........................ 37 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................................... 37 3.2 Definisi Operasional ............................................................................................... 39 3.3 Hipotesis ................................................................................................................ 41 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 42 4.1 Desain Penelitian .................................................................................................... 42 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................. 42 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................................. 42 4.4 Instrumen Penelitian ............................................................................................... 43 4.5 Metode Pengumpulan Data .................................................................................... 44 4.6 Pengolahan Data..................................................................................................... 47 4.7 Analisis Data .......................................................................................................... 48 BAB V HASIL ................................................................................................................ 50 5.1 Profil Perusahaan ................................................................................................... 50 5.1.1 Visi & Misi Perusahaan................................................................................... 51 5.2 Gambaran Kondisi Lingkungan Kerja .................................................................... 51 5.3 Gambaran Kondisi Lingkungan Kerja .................................................................... 51 5.4 Analisis Univariat ................................................................................................... 52 5.4.1 Gambaran Kelelahan Mata ......................................................................... 52 5.4.2 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pada
Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda 2014 ........ 54 5.5 Analisis Bivariat ..................................................................................................... 57 1. Hubungan antara Usia dengan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 ................................ 58 2. Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Kelelahan Mata pada
Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda 2014 ............ 59 3. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Kelelahan Mata pada Pekerja
ix
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 ............. 59 4. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Kelelahan Mata pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 ............. 60 5. Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Kelelahan Mata
pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda ............ 60 6. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada
Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda 2014 ........... 61 BAB V PEMBAHASAN ................................................................................................ 62 6.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................................................... 62 6.2 Kelelahan Mata ...................................................................................................... 62 6.3 Hubungan antara Usia dengan Kelelahan Mata ..................................................... 65 6.4 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Kelelahan Mata ................................ 66 6.5 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Kelelahan Mata ...................................... 68 6.6 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Kelelahan Mata ...................................... 69 6.7 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Kelelahan Mata ............ 71 6.8 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Kelelahan Mata .......................... 72
BAB VII PENUTUP....................................................................................................... 74 7.1 Simpulan ................................................................................................................ 74 7.2 Saran ...................................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 78 LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
2.1 Korelasi antara usia dan daya akomodasi ............................................................... 18 2.2 Intensitas Cahaya di Ruang Kerja ......................................................................... 24 2.2 Jenis Pekerjaan berdasarkan Standar Pengukuran Pencahayaan di PT. Duta Astakona Girinda ...................................................................................... 46 5.1 Gambaran Kelelahan Mata Pada Pekerja
............................................................ 52
5.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 ................................. 54 5.3 Analisis hubungan Variabel Independen dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 ................................. 57
xi
DAFTAR BAGAN
2.1 Kerangka Teori....................................................................................................... 36 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................................... 38
xii
DAFTAR GRAFIK
5.1 Jenis Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 .................................................................. 53
xiii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Aturan 20-20-20 untuk istirahat mata ............................................................... 32
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Bekerja merupakan suatu aktivitas yang bersifat produktif dan dilakukan oleh seseorang yang sehat, normal dan ada peluang untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dalam melakukan pekerjaan, seseorang sering mengalami masalah antara lain tidak hadir karena berbagai sebab misalnya sakit, kecelakaan akibat kerja, konflik antara sesama pekerja. Masalah tersebut dapat menghambat terwujudnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Perkembangan teknologi informasi semakin mendukung berbagai bidang pekerjaan, yang menuntut manusia untuk berhubungan dengan komputer. Menurut biro penelitian Forrester Research, jumlah pengguna komputer di dunia pada tahun 2008 mencapai angka 1 miliar dan diprediksi akan meningkat hingga 2 miliar pada tahun 2015. Penggunaan komputer membuat pekerjaan dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat. Meskipun sudah banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pemakaian komputer, namun belum banyak yang menyadari bahwa pemakaian komputer juga dapat menimbulkan masalah tersendiri. Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata yang disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama dan biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant, 1991).
1
Mata lelah, tegang atau pegal adalah gangguan yang dialami mata karena otot – ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu lama. Otot mata sendiri terdiri dari tiga sel – sel otot yaitu otot eksternal yang mengatur gerakan bola mata, ciliary yang berfungsi memfokuskan lensa mata dan otot iris yang mengatur sinar masuk ke dalam mata. Semua aktifitas yang berhubungan dengan pemaksaan otot – otot tersebut untuk bekerja keras bisa membuat mata lelah. Gejala mata terasa pegal biasanya akan muncul setelah beberapa jam kerja. Pada saat otot mata menjadi letih, mata akan menjadi tidak nyaman atau sakit. Sedangkan menurut Suma’mur (1996) kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi – fungsi mata seperti terhadap otot – otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras. Gejala kelelahan mata dibagi menjadi 3 yaitu gejala visual seperti penglihatan rangkap, gejala okular seperti nyeri pada kedua mata, dan gejala referral seperti mual dan sakit kepala (Pakasi 1999). Kelelahan mata dapat menimbulkan gangguan fisik seperti sakit kepala, penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya diwaktu malam, mata merah, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman penglihatan dan berbagai masalah lainnya, dampak lain dari kelelahan mata di dunia kerja adalah hilangnya produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan terjadinya keluhan – keluhan penglihatan (Taylor & Francis, 1997). Penelitian yang dilakukan oleh The American Optometric Association, bahwa penggunaan komputer menyebabkan gangguan terhadap penglihatan yang dinamakan Computer Vision Syndrome (CVS) yaitu suatu gejala yang dapat menyebabkan berbagai keluhan antara lain mata lelah dan kering, sakit kepala, pandangan buram, dan sensitif 2
terhadap cahaya (Affandi, 2006). Sedangkan menurut Pheasant (1991) gejala – gejala seseorang mengalami kelelahan mata antara lain nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata, pandangan kabur, sulit dalam memfokuskan penglihatan, mata perih, mata merah, mata berair, sakit kepala, dan pusing disertai mual. Faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata menurut Occupational Health and Safety Unit Universitas Queensland adalah faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, istirahat mata), faktor karakteristik pekerjaan (durasi penggunaan komputer), dan faktor perangkat kerja (jarak monitor). Kelelahan mata menurut Treivino Pakasi (1999) dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat diklasifikasikan menjadi faktor okular dan sistemik. Sedangkan untuk faktor eksternal dipengaruhi oleh tingkat pencahayaan dan distribusi penyebaran cahaya di area kerja. Gejala visual menurut (OSHA, 1997). Usia pekerja menurut Guyton (1994) juga mempengaruhi kelelahan mata, North (1993) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja visual antara lain kemampuan individual itu sendiri, jarak penglihatan ke objek, pencahayaan, durasi, ukuran objek, kesilauan dan kekontrasan. Manager Pelayanan Profesional dari Asosiasi Optometris Australia menyatakan bahwa kelelahan mata, masalah penglihatan, dan kesehatan mata semakin memburuk selama kita meneruskan pekerjaan dengan jam kerja panjang dan bergantung pada komputer. Kelompok pekerja kantor merupakan salah satu bagian dari kategori resiko tertinggi kelelahan mata, beberapa studi mengindikasi bahwa 35 – 48 % dari pekerja kantor menderita problema tersebut (Robinson, 2003 dalam Hana 2008). Penelitian yang
3
dilakukan oleh Japanese Ministry of Health (2004) juga didapatkan bahwa proporsi keluhan kelelahan mata yang dirasakan oleh operator komputer sebesar 91,6%. Di Indonesia kelelahan mata merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan karena adanya interaksi mata secara terus menerus dengan penggunaan komputer. Hasil penelitian yang dilakukan di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia pada tahun 2009 didapatkan angka prevalensi kelelahan mata pada pekerja komputer sebesar 90,2 % (Nourmayanti, 2009). Penggunaan komputer yang dilakukan lebih dari 2 jam per hari akan membuat mata lelah dan kering karena mata terus digunakaan untuk melihat layar monitor (Broumand, 2008). Selain itu, gelombang elektromagnetik yang dihasilkan monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata. Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, pancaran radiasi gelombang elektromagnetik yang ditimbulkan oleh monitor komputer dapat menyebabkan kerusakan pada retina. Pancaran radioaktif ini akan terus aktif hingga meluruh habis selama 20 tahun. Kerusakan pada mata tidak bersifat langsung, tetapi bersifat gradual (Subitha, 2013). Untuk mencegah hal tersebut kita perlu memperhatikan visual ergonomic dalam menggunakan komputer seperti jarak mata dengan layar monitor, pencahayaan ruangan serta posisi monitor terhadap mata agar pekerja mendapatkan kenyamanan pandangan (visual comfort) saat melakukan pekerjaanya. PT. Duta Astakona Girinda adalah sebuah perusahaan jasa konsultasi mengenai pengembangan sistem dan integrasi, strategi dan implementasi dengan akses terkemuka. Dalam pekerjaan tersebut, pekerja sangat bergantung pada komputer dalam pemakaian
4
waktu yang cukup lama dan terus menerus sehingga dapat menimbulkan konsekuensi negatif pada kesehatan tubuh terutama kesehatan mata. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di PT. Duta Astakona Girinda, penulis melakukan pengukuran pencahayaan pada 10 meja pekerja di kantor PT. Duta Astakona Girinda dengan hasil yaitu 7 dari 10 titik yang dilakukan pengukuran atau 70% nya belum memenuhi standar pencahayaan di perkantoran. Nilai standar minimal berdasarkan
KEPMENKES
RI.
No.1405/MENKES/SK/XI/02
untuk
intensitas
pencahayaan di lingkungan kerja perkantoran adalah 100 lux. Selain itu, berdasarkan hasil interview dengan pekerja PT. Duta Astakona Girinda, mereka merasakan keluhan kelelahan mata seperti mata merah dan terasa perih dan juga cahaya ruangan yang dirasa kurang terang karena ada beberapa lampu ruangan yang mati. Hingga saat ini belum pernah dilakukan suatu kegiatan penelitian terhadap kesehatan pekerja yang berhubungan dengan terjadinya gangguan penglihatan kesehatan mata, terutama kelelahan mata pada pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda.
1.2. Rumusan Masalah Penggunaan komputer merupakan kebutuhan sebagian banyak orang terutama pada pekerja di perkantoran. Penggunaan komputer secara berlebihan dapat meningkatkan risiko kesehatan kerja seperti gangguan kesehatan mata. Salah satu gangguan kesehatan mata yang paling sering terjadi adalah kelelahan mata. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2014, diketahui bahwa 5
pada 10 pekerja yang menggunakan komputer di PT. Duta Astakona Girinda didapatkan 7 pekerja (70%) menyatakan mengalami keluhan kelelahan mata. Pemeriksaan ini dilakukan pada jam istirahat 12.00 WIB pada jam kerja. Selain itu, berdasarkan hasil interview dengan pekerja PT. Duta Astakona Girinda, mereka merasakan keluhan kelelahan mata seperti mata merah dan terasa perih dan juga cahaya ruangan yang dirasa kurang terang karena ada beberapa lampu ruangan yang mati. Penulis juga melakukan pengukuran pencahayaan pada 10 meja pekerja di kantor PT. Duta Astakona Girinda dengan hasil yaitu 7 dari 10 titik yang dilakukan pengukuran atau 70% nya belum memenuhi standar pencahayaan di perkantoran. Nilai standar minimal berdasarkan KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02 untuk intensitas pencahayaan di lingkungan kerja perkantoran adalah 100 lux. Berdasarkan teori dan data – data di atas, terdapat resiko gangguan kelelahan mata akibat penggunaan komputer. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda.
1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014? 2. Bagaimana gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi dan istirahat mata) pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014?
6
3. Bagaimana gambaran jarak monitor dengan pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014? 4. Bagaimana gambaran durasi penggunaan komputer pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014? 5. Bagaimana gambaran tingkat pencahayaan di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014? 6. Apakah faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi dan istirahat mata) berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014? 7. Apakah jarak monitor berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014? 8. Apakah durasi penggunaan komputer berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014? 9. Apakah tingkat pencahayaan berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014?
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Diketahuinya faktor- faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014. 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 7
2. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi dan istirahat mata) pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 3. Diketahuinya gambaran jarak monitor dengan pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 4. Diketahuinya gambaran durasi penggunaan komputer pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014? 5. Diketahuinya gambaran tingkat pencahayaan di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 6. Diketahuinya hubungan faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi dan istirahat mata) dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 7. Diketahuinya hubungan jarak monitor dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 8. Diketahuinya hubungan durasi penggunaan komputer dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 9. Diketahuinya hubungan tingkat pencahayaan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Perusahaan Hasil Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja 8
sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan agar pekerja merasa aman dan nyaman dalam bekerja.
1.5.2. Bagi Peneliti Hasil dari penelitian diharapkan dapat berguna sebagai referensi dan informasi tentang hal – hal yang berhubungan dengan kelelahan mata khususnya untuk mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda Jakarta Selatan. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian cross sectional (potong lintang). Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014. Penelitian ini menetapkan karyawan di PT. Duta Astakona Girinda yang berjumlah 50 orang sebagai populasi. Jumlah sampel dalam penelitian ditentukan dengan cara total sampling, sehingga keseluruhan populasi diambil sebagai sampel yaitu sebanyak 50 orang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara pengisian kuesioner, pemeriksaan refraksi mata, diagnosa oleh dokter, pengukuran jarak monitor dan pengukuran tingkat pencahayaan.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Organ Mata 2.1.1 Anatomi Mata Bagian-bagian yang terdapat pada mata manusia diantaranya: a. Kelopak mata Kelopak mata merupakan bagian pelindung bola mata karena berfungsi sebagai proteksi mekanis pada bola mata anterior yang menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea sehingga dapat mencegah mata menjadi kering (Cameron, et al, 2006). b. Retina Pada retina terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang sangat peka terhadap cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna dan berfungsi untuk melihat pada siang hari. Sedangkan sel kerucut kurang peka terhadap cahaya dan dapat membedakan warna serta berfungsi untuk melihat pada malam hari, Selain itu, terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea) dan bintik buta (blind spot). Pada fovea terdapat sejumlah sel saraf kerucut sedangkan pada blind spot tidak terdapat sel batang maupun sel kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek tersebut tepat jatuh pada fovea. Bintik kuning (fovea) berperan dalam penglihatan untuk melihat objek yang lebih kecil seperti kegiatan membaca huruf kecil (Cameron, et al, 2006)
10
c. Lensa Lensa berbentuk bikonveks dan transparan serta terletak dibelakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus zonula. Lensa memiliki pembungkus lentur yang ditopang di bawah tegangan oleh serat-serat penunjang. Lensa mata berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk sehingga cahaya yang jatuh tepat difokuskan pada binting kuning retina. Saat seseorang melihat objek yang jauh, otot mata yang berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi, tegangan ini menjaga agar lensa tetap tipis dan berada pada dayanya yang paling rendah, dan mata berfokus pada objek jauh. Sedangkat saat seseorang melihat objek yang dekat, lensa mata akan menebal (Cameron, et al, 2006). d. Kornea Kornea memiliki ketebalan ± 0,5 mm. Kornea memfokuskan bayangan dengan membiaskan atau membelokkan berkas cahaya. Besarnya pembiasan (refraksi) bergantung pada kelengkungan permukaannya dan kecepatan cahaya pada lensa dibandingkan pada benda sekitar (indeks bias relatif). Indeks bias hampir konstan untuk semua kornea, tetapi kelengkungan cukup bervariasi pada setiap orang dan berperan besar dalam gangguan penglihatan. Apabila kornea terlalu melengkung, mata akan berpenglihatan dekat. Sedang jika kelengkungan pada kornea kurang maka mata akan berpenglihatan jauh. Untuk kelengkungan yang tidak merata akan menyebabkan astigmatisme (Cameron, et al, 2006).
11
e. Iris Iris membentuk pupil di bagian tengahnya, suatu celah yang dapat berubah ukurannya dengan kerja otot sfingter dan dilator untuk mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris memiliki lapisan batas anterior yang tersusun dari fibroblast dan kolagen serta stroma selular dimana otot sfingter terletak di dalamnya yang dipersarafi oleh sistem saraf parasimpatis (James, et al, 2006). f. Pupil Bulatan hitam yang ada di tengah-tengah adalah pupil. Pupil dapat mengecil sehubungan dengan fungsinya sebagai pengatur kebutuhan cahaya yang diperlukan mata untuk membantu proses penglihatan secara optimal. Dalam pengamatan iridiologi, pupil yang tertekan ke bawah merupakan indikasi adanya ketegangan syaraf yang berat. Selain itu, pupil yang membesar dan melebar merupakan indikasi kelelahan saraf atau deplesi (Cameron, et al, 2006). g. Alat-alat penggerak bola mata Gerakan bola mata bersifat ritmis dan harmonis. Terdapat enam macam otot penggerak bola mata, yaitu: 1. Musculus rektus internus (medius), menggerakkan bola mata ke arah medial. 2. Musculus rektus externus (lateralis), menggerakkan bola mata ke arah lateral/temporal. Pada saat berkontraksi menyebabkan mata menjadi axis (abduksi) 3. Musculus rektus superior, berfungsi menarik bola mata ke atas. 4. Musculus rektus inferior, berfungsi menarik bola mata ke bawah.
12
5. Musculus oblique superior, berfungsi menarik bola mata ke arah nasal bawah dan menyebabkan mata berputar ke arah dalam (endorotasi). 6. Musculus oblique inferior, berfungsi menarik bola maat ke arah nasal atas dan menyebabkan mata berputar keluar (eksirotasi) (Ganong, 2001).
2.1.2 Fisiologi Mata Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam goncangan. Diameter bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja secara efektif menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar sekitar 10 milyar cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan otomatis yang mempertahankan tekanan internalnya untuk mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).
2.1.3 Akibat Penggunaan Komputer Penggunaan komputer bisa menimbulkan efek yang negatif terhadap kesehatan khususnya bagi para pekerja yang menggunakan komputer secara terus – menerus dan dalam jangka waktu yang lama. Efek negatif tersebut seperti Sindrom Mata kering, Kelelahan Mata maupun CVS (Compute Vision Syndrom). No
Gangguan
Definisi
Alat Ukur
1.
Dry Eye
Kondisi di mana air mata Kuesioner keluhan gejala Sindrom Mata
Syndrom
tidak
/Sindrom
melumasi
Mata
menyehatkan mata, yang keparahan. Keluhan tersebut antara lain:
Kering
ditandai
dengan
(Pearce et
spesifik
yaitu
cukup
untuk Kering dan penilaian Visual analogue dan scale
(VAS)
untuk
gejala 1. mata terbakar, gatal, 2. gatal,
13
melihat
tingkat
al, 2005)
penglihatan
kabur 3. penglihatan kabur,
(membaik jika berkedip), 4. mata berat/lelah, berpasir,
dan
atau 5. mata berair,
sensitive terhadap cahaya
6. mata merah, 7. mata berpasir, 8. mata perih, dan 9. sensitive terhadap cahaya.
2.
Kelelahan
Suatu
kondisi
subjektif Kuesioner dengan keluhan berupa:
Mata
yang
disebabkan
(Pheasant,
penggunaan
1990)
secara berlebihan.
otot
oleh 1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata
mata. 2. Pandangan kabur. 3. Pandangan ganda. 4. Sulit dalam memfokuskan penglihatan. 5. Mata perih. 6. Mata merah. 7. Mata berair. 8. Sakit kepala, dan 9. Pusing disertai mual
3.
CVS
Sindroma penglihatan pada Kuesioner dengan keluhan berupa:
(Compute
pemakaian komputer.
1. Mata lelah / tegang (asthenopia)
Vision
2. Sakit kepala
Syndrom)
3. Penglihatan kabur
(Affandi,
4. Mata kering
2005)
5. Sakit pada leher dan punggung 6. Peka terhadap cahaya 7. Penglihatan ganda
14
Gangguan penglihatan yang disebabkan karena penggunaan komputer, oleh The American Optometric Association dinamakan Compute Vision Syndrom (CVS) yaitu suatu gejala yang dapat menyebabkan berbagai keluhan antara lain mata lelah dan kering, sakit kepala, pandangan buram dan sensitif terhadap cahaya (Fauzi, 2006). Sindrom mata kering (Dry Eye Syndrom) dan kelelahan mata merupakan 2 gejala CVS (Compute Vision Syndrom) dari 7 gejala yang disebutkan oleh Affandi (2005). Kelelahan mata juga dikenal dengan asthenopia dimana terjadi ketegangan pada organ visual. Menurut Pheasant (1990) gejala – gejala seseorang mengalami kelelahan mata antara lain nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata, pandangan kabur, pandangan ganda, sulit dalam memfokuskan penglihatan, mata perih mata merah, mata berair, sakit kepala dan pusing disertai mual.
2.1.4 Kelelahan Mata Menurut Suma’mur (2009), kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina akibat ketidaktepatan kontras. Menurut Padmanaba (2006), kelelahan mata dapat dipengaruhi dari kuantitas iluminasi, kualitas ilumiasi dan distribusi cahaya. Kualitas iluminasi adalah tingkat pencahayaan yang dapat berpengaruh pada kelelahan mata, penerangan yang tidak memadai akan menyebabkan otot iris mengatur pupil sesuai dengan intensitas penerangan yang ada. Kualitas iluminasi meliputi jenis penerangan, sifat fluktuasi serta warna penerangan yang digunakan. Distribusi cahaya yang kurang baik di lingkungan
15
kerja dapat menyebabkan kelelahan mata. Distribusi cahaya yang tidak merata sehingga menurunkan efisiensi tajam penglihatan dan kemampuan membedakan kontras. Kelelahan mata timbul karena ketegangan pada mata dan disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman. (Phesant, 1991).
2.1.5 Gejala Kelelahan Mata Saat seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada jarak dekat secara terus – menerus dalam jangka waktu tertentu, menyebakan mata harus berakomodasi dalam jangka waktu yang panjang. Kelelahan mata oleh karena lama paparan yang terlalu lama akan menyebabkan daya akomodasi menurun. Menurut Pheasant (1991) gejala – gejala seseorang mengalami kelelahan mata yaitu : 1. Nyeri atau terasa berdenyut di
5. Mata perih.
sekitar mata.
6. Mata merah.
2. Pandangan kabur.
7. Mata berair.
3. Pandangan ganda.
8. Sakit kepala, dan
4. Sulit dalam memfokuskan penglihatan
9. Pusing disertai mual.
Sedangkan menurut Asyari (2002) terdapat dua gejala kelelahan mata yaitu gejala okular seperti mata merasa tidak nyaman, panas, sakit, cepat lelah, merah dan berair dan gejala visual
yang terjadi karena mata mengalami gangguan untuk
16
memfokuskan bayangan pada retina. Kelelahan ini akan menyebabkan penglihatan ganda atau kabur. Gejala umum lainnya yang sering dikeluhkan akibat kelelahan mata adalah rasa sakit kepala, sakit punggung, pinggang dan vertigo (Tjidarbumi, 2002).
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Mata. 2.2.1 Faktor Karakteristik Individu 1. Usia Menurut Guyton (1991) menyebutkan bahwa daya akomodasi menurun pada usia 45 – 50 tahun. Hal ini disebabkan setiap tahun lensa semakin berkurang kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan diri. Haeny (2009) menyebutkan bahwa semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Sebaliknya, semakin muda seseorang maka kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit. Selain itu, menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap daya akomodasi. Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Jarak terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat dengan jelas dikatakan “titik dekat” atau punktum proksimum. Pada saat ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi maksimum. Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas dapat dikatakan bahwa benda terletak pada titik jauh atau punktum remotum dan pada
17
saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas akomodasi. Berikut Tabel 2.1 Korelasi antara usia dan daya akomodasi. Tabel 2.1 Korelasi antara usia dan daya akomodasi Usia (tahun)
Titik Dekat (cm)
10
7
20
10
30
14
40
22
50
40
60
200
Sumber: (Ilyas, 2008) Hasil penelitian yang dilakukan di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia pada tahun 2009 didapatkan bahwa persentase hubungan antara usia pekerja ≥ 45 tahun dengan keluhan kelelahan mata lebih besar daripada usia pekerja < 45 tahun yaitu 94,1% (Nourmayanti, 2009).
2. Kelainan Refraksi Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus (Ilyas, 2004). Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu 18
keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat. Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata.
Menurut Ilyas (2008) terdapat empat tipe umum ametropia yaitu: 1) Miopia (rabun dekat) Terjadi bila kekuatan optik mata terlalu tinggi (biasanya karena bola mata yang panjang) dan sinar cahaya pararel difokuskan di depan retina. 2) Hipermetropia atau Hyperopia (rabun jauh) Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata terlalu pendek) dan sinar cahaya pararel mengalamai konvergensi pada titik di belakang retina. 3) Astigmatisme Kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama. Sinar cahaya pararel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke titik fokus yang berbeda. 4) Presbiopia (penglihatan tua) Terjadi akibat hilang akomodasi. Akibat gangguan akomodasi ini maka seseorang yang berusia lebih dari 40 tahun atau lebih, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa perih. Kelainan refraksi dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan mata satu per satu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kartu snallen. Kartu snallen adalah kartu yang terdiri dari deretan huruf atau angka dengan ukuran berjenjang sesuai 19
ukuran snallen dan dipakai untuk menguji tajam penglihatan. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan kartu snallen pada jarak 6 meter di depan pasien. Pasien dengan kondisi mata normal akan mampu membaca dengan jelas baris ke-7 dari urutan baris huruf kartu snallen pada jarak 6 meter, baris ke-6 pada jarak 9 meter, dan akhirnya baris pertama pada jarak 60 meter. Pada jarak-jarak tersebut seluruh huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 5 menit dan kaki-kaki huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 1 menit. Mata normal diharapkan mempunyai tajam penglihatan 6/6, yaitu baris snallen yang ke- 7 dapat dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter.
3. Istirahat Mata Menurut Anshel (1996) dalam Nourmayanti (2009) ada tiga jenis istirahat bagi pengguna komputer, diantaranya: 1) Micro break yaitu mengistirahatkan mata selama 10 detik setiap 10 menit bekerja, dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti dengan mengedipkan mata secara relaks. 2) Mini break yaitu mengistirahatkan mata setiap setengah jam selama lima menit dengan cara berdiri dan melakukan peregangan tubuh. Selain itu, lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbeda – beda. 3) Maxi break yaitu mengistirahatkan mata dengan melakukan kegiatan seperti jalan-jalan, bangun dari tempat kerja, minum kopi atau teh dan makan siang. Menurut Joseffina (1999) dalam Prasetyo (2006) lama istirahat yang diperlukan bagi pekerja yang menggunakan komputer dianjurkan adalah selama 10 menit/jam (dengan waktu kerja 8 jam kerja/hari atau 40 jam kerja/minggu). 20
Perubahan fokus pada mata adalah cara lain untuk memberikan otot mata kesempatan istirahat. Pekerja hanya membutuhkan memandang ruangan atau ke arah luar jendela beberapa saat dan melihat objek yang jaraknya kurang lebih 2 kaki (OSHA, 1997). Bila pekerja terlalu lama melihat dalam jarak dekat maka pekerja perlu mengalihkan pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau istirahat mata selama beberapa saat setiap 30 menit dapat menurunkan ketegangan dan menjaga mata tetap basah (Zendi, 2009). Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni, 2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer. Selain itu, pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi kelelahan mata.
2.2.2 Faktor Karakteristik Pekerjaan 1. Durasi Penggunaan Komputer Melihat dalam waktu lama berisiko terkena mata lelah atau astenopia (Afandi, 2002). Kondisi tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan, salah satu gangguan kesehatan yang terjadi adalah Computer Vision Syndrome (CVS). Parwati (2004) menyatakan gejala CVS timbul setelah 2 jam penggunaan komputer terus-menerus dan penelitian Broumand et al (2008) juga menunjukkan perburukan gejala kelelahan mata pada pengguna komputer lebih dari 2 jam per hari. Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam waktu lama selain diakibatkan oleh cahaya yang
21
masuk ke mata, juga diakibatkan karena mata seorang pekerja komputer berkedip lebih sedikit dibandingkan pekerja mata normal pekerja biasa sehingga menyebabkan mata menjadi kering dan terasa panas (Wasisto, 2005). Durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan (Aryanti, 2006). Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika tahun 2004 bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika menghabiskan waktu di depan komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam kerja mereka (Wasisto, 2005). 2. Bentuk dan Ukuran Objek Kerja Dalam ruang lingkup pekerjaan, faktor yang menentukan adalah ukuran objek, derajat kontras di antara objek dan sekelilingnya, luminansi dari lapangan penglihatan, yang tergantung dari penerangan dan pemantulan pada arah si pengamat, serta lamanya melihat (Suma’mur, 2009). 3. Jarak Monitor Menurut Jaschinski (1991), melihat ke layar dengan jarak 20 inci dirasakan terlalu dekat. Jarak yang sesuai adalah 40 inci. Sedangkan menurut Grandjean (1991), menyebutkan bahwa jarak rata-rata ideal melihat ke layar adalah 30 inci. Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA) (1997) pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch 22
atau sekitar 50-100 cm. Monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. Jarak ergonomis antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm (Hanun, 2008). 4. Beban Kerja Beban kerja berat akan berpengaruh pada kelelahan mata seseorang karena jika beban kerja berat maka dibutuhkan penglihatan yang maksimal saat bekerja dalam jangka waktu yang lama (Mangunkusumo, 2002). The University of North Carolina di Asheville mengelompokkan beban kerja pekerja komputer atas dasar lama waktu kerja sebagai berikut: 1. Pekerja komputer dengan beban kerja berat adalah pekerja dengan lama waktu kerja 4 jam sehari secara terus – menerus. 2. Pekerja komputer dengan beban kerja sedang adalah pekerja dengan lama waktu kerja 2 – 4 jam sehari secara terus – menerus. 3. Pekerja komputer dengan beban kerja ringan adalah pekerja dengan lama waktu kerja kurang dari 2 jam sehari secara terus – menerus.
2.2.3 Faktor Lingkungan Kerja 1. Tingkat Pencahayaan a. Pencahayaan Suma’mur
(1996)
menyatakan
bahwa
pencahayaan
yang
baik
memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas,
23
cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Selain itu, penerangan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami atau buatan memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya pencahayaan di suatu tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas atau tingkat iluminasi yang menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat jelas tetapi juga oleh kualitas dari pencahayaan tersebut diantaranya menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya, tipe dan tingkat kesilauan. Demikian pula dekorasi tempat kerja khususnya mengenai warna dari dinding, langit-langit, peralatan kerja ikut menentukan tingkat penerangan di tempat kerja (Aryanti, 2006). Fungsi utama pencahayaan di tempat kerja adalah untuk menerangi objek pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan di tempat kerja harus cukup. Pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Pencahayaan yang intensitasnya kuat akan dapat menimbulkan kesilauan. Penerangan baik rendah maupun kuat bahkan akan menimbulkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 tahun 2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Berdasarkan KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02, tingkat pencahayaan di ruang kerja pada lingkungan
24
kerja perkantoran yaitu minimal 100 lux. Sedangkan tingkat pencahayaan pada lingkungan kerja industri dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Intensitas Cahaya di Ruang Kerja JENIS KEGIATAN
TINGKAT
KETERANGAN
PENCAHAYAAN MINIMAL (LUX) Pekerjaan kasar dan
100
tidak terus menerus
Ruang penyimpanan & ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu.
Pekerjaan kasar &
200
terus menerus Pekerjaan rutin
Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar.
300
R. administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/ penyusun.
Pekerjaan agak halus
500
Pembuatan gambar atau berkerja dengan mesin kantor pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin.
Pekerjaan halus
1000
Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus
Pekerjaan amat halus
1500 Tidak menimbulkan bayangan
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus
Pekerjaan terinci
3000 Tidak menimbulkan
Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
bayangan Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02 25
b. Sumber Pencahayaan Berdasarkan sumbernya pencahayaan dibedakan menjadi dua yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan (Aryanti, 2006). 1) Pencahayaan Alami Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya alami yaitu matahari dengan cahayanya yang kuat tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Pencahayaan dari sumber matahari dirasa kurang efektif dibandingkan dengan pencahayaan buatan, hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat memberikan intensitas cahaya yang tetap. 2) Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan alami tidak memadai atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh pencahayaan alami dapat dipergunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan buatan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan. b. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja. c. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayang-bayang yang dapat mengganggu pekerjaan.
26
c. Sistem Pencahayaan Sistem pencahayaan dibedakan menjadi dua bagian, yakni General lighting dan Local lighting. General lighting digunakan untuk pencahayaan menyeluruh atau sistem pencahayaan yang digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang merata. Contohnya seperti penerangan yang biasa dipasang di langit-langit ruangan kerja. Sedangkan Local lighting digunakan untuk memberikan nilai aksen pada suatu bidang atau lokasi tertentu tanpa memperhatikan kerataan pencahayaan. Penerangan lokal biasa digunakan khusus untuk menerangi sebagian ruangan dengan sumber cahaya dan biasanya berada dekat dengan permukaan yang diterangi. Contohnya lampu yang terpasang pada meja pekerja (Haeny, 2009). Sistem pencahayaan lokal ini diperlukan khususnya untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian. Kerugian dari sistem pencahayaan ini dapat menyebabkan kesilauan, maka local lighting perlu dikoordinasikan dengan general lighting (Aryanti, 2006). d. Pengukuran Pencahayaan Pencahayaan diukur dengan menggunakan alat lux meter dan dinyatakan dalam satuan lux (Suma’mur, 1996). Penilaian pencahayaan, menggunakan alat ukur light meter atau lux meter untuk mengukur intensitas cahaya. Alat ini terdiri atas sebuah fotosel sensitif yang menimbulkan arus listrik pada cahaya jatuh pada permukaan sel ini. Pengukuran intensitas penerangan perlu dilakukan meliputi intensitas penerangan umum dan lokal. Pada penerangan umum perlu dilakukan di seluruh ruangan tempat kerja termasuk mesin dan ruangan kosong. Pada penerangan
27
lokal dilakukan pengukuran di tempat (obyek) yang ingin diketahui intensitasnya (Santoso, 2004). 2. Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban menjadi faktor yang sangat penting dalam kulitas udara untuk kenyamanan kerja seseorang. (Santoso, 2009). Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor penunjang gairah kerja. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktivitas kerja, juga akan membawa dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. (Santoso, 2004). Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Efisiensi kerja sangat dipengaruhi cuaca kerja dalam lingkungan kerja yang nyaman, tidak dingin maupun panas. Suhu yang nyaman berkisar antara 24oC – 26oC bagi orang-orang Indonesia. Suhu panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja dan daya pikir. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Selain itu, suhu terlalu rendah dapat mengakibatkan keluhan-keluhan dan kadang-kadang diikuti meningkatnya penyakit pernafasan. (Suma’mur, 1996) Tingkat kelembaban yang rendah akan berefek pada penguapan air mata. Menurut Herold, penguapan air mata bergantung pada uap air di sekitar mata. Roestijawati melaporkan sebanyak 60% karyawan yang bekerja di ruangan bertemperatur < 24ºC atau > 26ºC mengalami sindroma dry eye yang menyebabkan kelelahan mata.
28
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI tahun 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran bahwa suhu udara ruangan perkantoran berkisar antara 18-28oC, sedang untuk kelembaban berkisar antara 40%-60%. Agar ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya diantaranya bila suhu udara ruangan melebihi 28oC perlu dipasang Air Conditioner (AC), kipas angin , dan sebagainya. Suhu udara diukur dengan termometer. Penggunaan termometer sangat luas sekali antara lain mengukur suhu tubuh, mengukur suhu udara, mengukur suhu ruang, dan sebagainya (Gabriel, 2001). . 2.3 Pengendalian Kelelahan Mata Akibat Penggunaan Komputer 10 langkah mudah untuk mengurangi risiko kelelahan mata termasuk Computer Vision Syndrom (CVS) pada pekerja pengguna komputer termasuk (Heiting, 2014): 1. Melakukan pemeriksaan mata secara rutin Melakukan pemeriksaan mata secara rutin adalah hal yang paling penting yang dapat pekerja pengguna komputer lakukan untuk mencegah atau mengobati masalah penglihatan pada komputer. Menurut Institut Nasional Keselamatan dan Kesehatan (NIOSH), pengguna komputer harus melakukan pemeriksaan mata sebelum mereka mulai bekerja pada komputer dan sekali setahun sesudahnya. 2. Gunakan pencahayaan yang tepat Kelelahan mata sering disebabkan oleh cahaya yang kurang atau terlalu terang, baik dari sinar matahari di luar ruangan yang masuk melalui jendela atau dari
29
pencahayaan interior yang keras. Ketika menggunakan komputer, pencahayaan lingkungan harus sesuai standar jenis pekerjaan yang dilakukan. Upaya yang bisa dilakukan seperti menghilangkan cahaya eksterior dengan menutup tirai, nuansa atau tirai. Melakukan perawatan bagi lampu yang padam atau kusam. Mengurangi atau menambahkan pencahayaan interior dengan menggunakan bola lampu yang hemat energi atau intensitas rendah. Selain itu perlu diperhatikan juga tata letak penempatan lampu agar tingkat pencahayaan di tempat kerja merata dan memenuhi standar yang telah ditentukan. Jika mungkin, atur posisi monitor komputer atau layar sehingga jendela berada di samping, bukan di depan atau belakangnya. 3. Minimalkan silau Silau pada dinding dan permukaan lantai, serta refleksi pada layar komputer juga dapat menyebabkan kelelahan mata. Pertimbangkan untuk memasang layar antisilau pada monitor dan jika mungkin, ganti cat dinding putih dengan warna yang lebih soft. Sekali lagi, tutup jendela. Ketika cahaya luar tidak dapat dikurangi, pertimbangkan untuk menggunakan hood komputer. Jika mengenakan kacamata, gunakan lensa dengan anti-reflektif (AR) coating. AR coating mengurangi silau dengan meminimalkan jumlah cahaya terpantul di permukaan depan dan belakang lensa kacamata. 4. Upgrade jenis layar komputer Lakukan penggantian tabung monitor lama (disebut tabung sinar katoda atau CRT) dengan layar datar liquid crystal display (LCD), seperti pada komputer laptop.
30
Selain itu, perlu dipasang kaca pelindung (filter) pada layar monitor komputer untuk mengurangi radiasi maupun tingkat kesilauan monitor. Layar LCD biasanya lebih nyaman pada mata dan memiliki permukaan antireflektif. Layar CRT kuno menyebabkan gambar terlihat "flicker " atau berkelipkelip, yang merupakan penyebab utama dari kelelahan mata karena penggunaan komputer. Bahkan jika flicker ini tak terlihat, masih bisa memberikan kontribusi untuk kelelahan mata selama menggunakan komputer. 5. Sesuaikan tampilan monitor Menyesuaikan pengaturan tampilan pada komputer untuk membantu mengurangi kelelahan mata. Umumnya, penyesuaian ini dapat menguntungkan. Berikut pengaturan pada monitor: a. Brightness. Mengatur kecerahan layar sehingga kurang lebih sama seperti kecerahan workstation sekitar. Seperti, melihat latar belakang putih pada layar komputer. Jika ia tampak seperti sumber cahaya, itu artinya brightness terlalu terang. Jika tampak kusam dan abu-abu, mungkin brightness terlalu gelap. b. Ukuran teks dan kontras. Sesuaikan ukuran teks dan kontras untuk kenyamanan, terutama ketika membaca atau menulis dokumen panjang. Biasanya, warna teks hitam pada latar belakang putih adalah kombinasi terbaik untuk kenyamanan. c. Temperatur warna. Ini adalah istilah teknis yang digunakan untuk menggambarkan spektrum cahaya tampak yang dipancarkan oleh color display. Cahaya biru adalah panjang – pendek gelombang cahaya yang 31
terlihat dan yang berhubungan dengan kelelahan mata seperti warna oranye dan merah. Mengurangi temperatur warna tampilan dengan menurunkan jumlah cahaya biru yang dipancarkan oleh color display untuk kenyamanan menonton jangka panjang yang lebih baik.
6. Sering berkedip Berkedip sangat penting ketika bekerja di depan komputer, berkedip membasahi mata untuk mencegah kekeringan dan iritasi. Ketika bekerja di depan komputer, orang lebih jarang berkedip - sekitar sepertiga sesering seperti biasa. Air mata yang melapisi mata menguap lebih cepat selama fase tidak berkedip dan ini dapat menyebabkan mata kering . Selain itu, udara di lingkungan kantor yang kering dapat meningkatkan seberapa cepat air mata menguap, hal ini menimbulkan risiko yang lebih besar untuk terjadinya kelelahan mata. Untuk mengurangi risiko mata kering selama penggunaan komputer, cobalah latihan ini: Setiap 20 menit, berkedip 10 kali dengan menutup mata seolah-olah jatuh tertidur (sangat lambat). Ini akan membantu membasahkan mata. Lakukan secara rutin untuk mencegah terjadinya kelelahan mata.
7. Latihan mata Penyebab lain dari ketegangan mata pada pengguna komputer adalah mata sering berfokus. Untuk mengurangi risiko kelelahan mata dengan terus-menerus berfokus pada layar monitor adalah dengan berpaling dari komputer setidaknya setiap 20 menit dan menatap sebuah objek yang jauh (setidaknya 20 kaki atau 6
32
meter) selama 20 detik. Beberapa dokter mata menyebutnya "aturan 20-20-20". (Flammini, 2013)
Gambar 2.1 Aturan 20-20-20 untuk istirahat mata Sumber: http://visianinfo.com/the-20-20-20-rule-preventing-digital-eye-strain/
Menurut
Santoso (2009),
setelah bekerja
dengan komputer perlu
mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan sering jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi jarang. Selain itu, perlu dilakukan training atau penyuluhan tentang cara melakukan istirahat mata yang efektif, posisi kerja ergonomi yang baik untuk mencegah penyakit akibat kerja terutama karena penggunaan komputer.
8. Ambil waktu istirahat Untuk mengurangi risiko kelelahan mata dan leher, nyeri punggung dan bahu, sering-seringlah beristirahat selama menggunakan komputer. Banyak pekerja
33
yang kurang istirahat selama menggunakan komputer mereka sepanjang hari kerja. Dalam hal ini disarankan National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) VDT Studies and Information untuk melakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer (Murtopo dan Sarimurni, 2005). Istirahat tidak mengurangi produktivitas pekerja. Kecepatan entri data secara signifikan lebih cepat sebagai akibat dari istirahat ekstra, sehingga output kerja dipertahankan meskipun pekerja memiliki 20 menit ekstra waktu istirahat setiap hari. Selama istirahat komputer, lakukan juga berdiri, bergerak dan meregangkan lengan, kaki, punggung, leher dan bahu untuk mengurangi ketegangan dan kelelahan otot. Tetapi sebagian besar pekerja terkadang tidak sempat untuk melakukan hal tersebut, dan kadang kondisi ruang kerja tidak ada jarak sejauh 6 meter untuk mengistirahatkan mata. Alternatifnya, bisa menggunakan bantuan software atau program untuk mengingatkan waktu istirahat mata saat menggunakan komputer (Agarwal, 2014). Eye Defender, merupakan salah satu program gratis yang memberikan peringatan untuk istirahat sejenak, disediakan Visual Training sekitar 1 menit agar mata kita bisa lebih segar. Program istirahat mata lainnya yang secara gratis bisa di download yaitu WorkRave, yang juga membantu mengingatkan untuk mengistirahatkan mata sejenak dengan menyediakan dua metode ( micro-break dan rest-break).
34
9. Mengatur tempat kerja Faktor ergonomis sendiri sangat perlu diperhatikan untuk memperoleh kenyamanan dan posisi ideal yang sehat bagi tubuh selama pemakaian komputer (Garodia, 2008). Jika sering melihat bolak-balik antara dokumen dan layar komputer, hal ini dapat menyebabkan kelelahan mata. Tempatkan dokumen pada posisi berdiri berdekatan dengan monitor. Postur yang tidak tepat selama bekerja komputer juga berkontribusi terhadap kelelahan mata pada komputer. Sesuaikan komputer dan kursi pada ketinggian yang tepat. Gunakan furniture ergonomis untuk dapat mengatur posisi layar komputer 20 sampai 24 inci dari mata. Bagian tengah layar harus sekitar 10 sampai 15 derajat di bawah mata untuk penentuan posisi yang nyaman terhadap kepala dan leher pekerja. Pekerja pengguna komputer juga sebaiknya menjaga jarak mata pada saat menggunakan komputer untuk tidak terlalu dekat, minimal 50 cm.
10. Pertimbangkan kacamata khusus komputer Untuk kenyamanan dalam menggunakan komputer, pekerja yang sudah memiliki kelainan refraksi atau menggunakan kacamata lensa progresif (biasanya tidak optimal untuk jarak ke layar monitor) sebaiknya menggunakan kacamata yang dirancang khusus untuk menggunakan komputer yaitu bagian atas lensa untuk melihat komputer dan bagian bawahnya untuk membaca. Selain itu, hindari penggunaan lensa kontak pada saat bekerja dengan komputer karena kelelahan mata akan lebih cepat terasa dan mata menjadi tidak nyaman.
35
2.4 Kerangka Teori Beberapa penelitian mengenai kelelahan mata pada pekerja yang menggunakan komputer telah banyak dilakukan. Dalam penelitian Dewi (2009), faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada operator komputer diantaranya usia, lama penggunaan komputer, istirahat mata, dan tingkat pencahayaan. Menurut (Santoso, 2009) faktor pencahayaan, suhu, kelembaban, dan istirahat mata. Usia (Guyton, 1991), kelainan refraksi (Asosiasi Optometri Amerika, 2004), ukuran objek (OHS Universitas Queensland) dan jarak melihat monitor (Pheasant, 1991) juga berhubungan dengan kelelahan mata. Suswanto (1993) dalam Aryanti (2006) menambahkan faktor durasi penggunaan komputer. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa sumber, maka kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Faktor Individu Usia Kelainan Refraksi Istirahat Mata Faktor Pekerjaan Durasi Penggunaan Komputer Jarak Monitor Ukuran Objek Beban Kerja Posisi Monitor Faktor Lingkungan Tingkat Pencahayaan Suhu Kelembaban
Kelelahan Mata
Bagan 2.1 Kerangka Teori
36
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada beberapa kerangka teori yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata diantaranya adalah faktor pencahayaan, suhu dan kelembaban, dan istirahat mata (Santoso, 2009), usia (Guyton, 1993), kelainan refraksi (Asosiasi Optometri Amerika, 2004), jarak melihat monitor (Pheasant, 1991). Selain itu, faktor durasi penggunaan komputer, beban kerja dan posisi pandang juga berhubungan dengan keluhan kelelahan mata (Suswanto, 1993) dalam (Aryanti, 2006). Untuk faktor suhu dan kelembaban udara tidak dimasukkan karena suhu udara menggunakan Air Conditioner (AC) yang diatur secara sentral dengan suhu 21°C-24°C sehingga suhu dan kelembaban di setiap ruangan relatif sama. Faktor beban kerja tidak dimasukkan karena sebagian besar pekerja memiliki lama waktu kerja > 4 jam dan tidak ada pekerja yang bekerja kurang dari 2 jam meskipun berbeda jabatan namun durasi penggunaan komputer pekerja sebagian besar > 4 jam baik pada lini manager maupun karyawan. Selain itu juga posisi pandang tidak ikut dimasukkan karena desain kerja yang menempatkan monitor komputer di posisi depan sehingga pekerja hanya memandang ke arah depan. Sedangkan variabel ukuran objek yang dikemukakan oleh OHS Universitas Queensland, tidak dimasukkan karena ukuran objek disesuaikan dengan pengaturan zoom pada
37
pekerjaan masing – masing pekerja. Untuk durasi penggunaan komputer, ada beberapa pekerja yang menggunakan komputer tidak lebih dari 4 jam/hari. Kerangka konsep terdiri dari variabel dependent (variabel terikat) dan variabel independent (variabel bebas). Variabel dependent atau variabel terikat adalah kelelahan mata. Sedangkan yang digolongkan ke dalam variabel independent terdiri atas faktor pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata), faktor pekerjaan (jarak monitor dan durasi penggunaan komputer), dan faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan). Hubungan antara variabel dependent dan variabel independent tersebut dapat dilihat pada Bagan 3.1 berikut:
Faktor Individu Usia Kelainan Refraksi Istirahat Mata
Kelelahan Mata
Faktor Pekerjaan Jarak Monitor Durasi Penggunaan Komputer Faktor Lingkungan Tingkat Pencahayaan
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
38
3.2. Definisi Operasional
No. Variabel Dependen 1. Kelelahan Mata
No. 1.
Variabel Independen Usia
2.
Kelainan Refraksi
Definisi Suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Gejalanya berupa: 1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata. 2. Pandangan kabur. 3. Pandangan ganda. 4. Sulit dalam memfokuskan penglihatan 5. Mata perih. 6. Mata merah. 7. Mata berair. 8. Sakit kepala, dan 9. Pusing disertai mual
Definisi
Cara Ukur Melakukan pemeriksaan tentang kelelahan mata pada pekerja oleh tenaga medis yaitu dokter untuk memastikan keluhan tersebut benar – benar disebabkan karena penggunaan komputer.
Faktor Individu Cara Ukur
Lama hidup pekerja dihitung sejak tahun kelahiran sampai saat dilakukan penelitian. Suatu ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur.
Memberikan kuesioner kepada pekerja Pemeriksaan mata pekerja oleh Refraksionis
39
Alat Ukur Diagnosa Dokter
Hasil Ukur 1. Ya 2. Tidak
Skala Ordinal
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
1. ≥ 45 tahun 2. < 45 tahun (Guyton, 1991) Trial Lens, 1. Ada kelainan Snellen Chart dan 2. Tidak ada Autorefraktometer kelainan Kuesioner
Ordinal
Ordinal
No. 3.
No. 4.
Variabel Independen Istirahat Mata
Definisi
Variabel Independen Jarak Monitor
5.
Durasi Penggunaan Komputer
No.
Variabel Independen Tingkat Pencahayaan
6.
Faktor Individu Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Kegiatan mengistirahatkan Memberikan mata dari layar monitor setiap kuesioner kepada satu jam sekali selama 10 pekerja menit. (Joseffina, 1999) Faktor Pekerjaan Definisi Cara Ukur
Kuesioner
Jarak antara mata pekerja dengan layar monitor pada saat posisi nyaman bekerja menggunakan komputer.
Mistar
1. < 50 cm 2. ≥ 50 cm (OSHA, 1997)
Ordinal
Kuesioner
1. > 4 jam 2. ≤ 4 jam
Ordinal
Waktu yang digunakan pekerja selama bekerja dengan komputer.
Definisi Jumlah cahaya yang diterima di area titik dilakukannya pengukuran dan dinyatakan dengan lux, diukur pada meja pekerja atau tempat diletakkannya monitor komputer
Pengukuran langsung menggunakan mistar dari mata ke bagian tengah layar pada posisi nyaman pekerja. Memberikan kuesioner kepada pekerja
Faktor Lingkungan Cara Ukur Alat Ukur Pengukuran Lux langsung dengan meter direct reading instrument
40
1. Tidak 2. Ya
Skala
Alat Ukur
Hasil Ukur
Hasil Ukur 1. Tidak memenuhi standar 2. Memenuhi standar Disesuaikan dengan standar tingkat pencahayaan dari KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/ SK/XI/02 di lingkungan industri.
Ordinal
Skala
Skala Ordinal
3.3. Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 2. Ada
hubungan antara kelainan refraksi dengan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 3. Ada hubungan antara istirahat mata dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 4. Ada hubungan antara jarak monitor dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 5. Ada hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 6. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
41
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelititian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional atau potong lintang karena variabel independen dan variabel dependen diukur dan dikumpulkan pada waktu yang bersamaan.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di PT. Duta Astakona Girinda Jakarta Selatan.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang memiliki karakteristik tertentu dan mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Umar, 1996). Penelitian ini menetapkan karyawan di PT. Duta Astakona Girinda yang berjumlah 50 orang sebagai populasi. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakterisitik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2009). Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan cara total sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengambil semua populasi sebagai sampel (Arikunto, 2002). Kelebihan dari metode ini terhadap penelitian adalah dapat menggambarkan keseluruhan anggota populasi yang diteliti. Menurut Dooley (dalam 42
Arief, 2003) semakin besar sampel maka semakin tepat dalam memperkirakan populasi dan mampu memberikan hasil yang akurat daripada jumlah sampel yang kecil. Untuk itu sampel penelitian ini mengambil keseluruhan populasi yaitu 50 orang.
4.4 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: 1. Kuesioner Kuesioner digunakan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, kelainan refraksi, karakteristik individu, karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja dengan cara menyebarkan kuesioner dan melakukan pengisian kuesioner oleh masing – masing pekerja. 2. Lux meter Alat ini digunakan untuk mengukur intensitas pencahayaan dengan satuan lux (lx) dengan menangkap cahaya yang menghasilkan arus listrik ke bagian photocell pada alat ini. Semakin kuat intensitas cahaya maka semakin besar arus yang dihasilkan. 3. Mistar Mistar digunakan untuk mengukur jarak monitor dengan mata pekerja yang dihitung dengan satuan centimeter. Jarak monitor diukur mulai dari titik tengah layar monitor sampai ke mata pekerja. 4. Trial Lens, Snellen Chart dan Autorefrakometer Alat ini digunakan untuk pemeriksaan mata agar diketahui apakah ada kelainan refraksi pada mata pekerja.
43
4.5 Metode Pengumpulan Data Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang terdiri dari beberapa item pertanyaan yang berkaitan dengan variabel dependen dan independen serta observasi. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya pernah digunakan oleh Maryamah (2011). Selain itu, pengumpulan data yang perlu pengukuran khusus dilakukan oleh tenaga ahli yang kompeten untuk menjaga objektifitas data penelitian. Pertanyaan dalam kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu: a. Kelelahan Mata Kelelahan mata diketahui dengan cara pemeriksaan langsung oleh tenaga medis yaitu dokter. Dokter tersebut akan menanyakan keluhan terkait gejala kelelahan mata setelah pekerja menggunakan komputer lebih dari 2 jam dan selanjutnya melakukan pemeriksaan kondisi fisik pekerja terutama pada bagian mata untuk memastikan gejala tersebut benar – benar disebabkan karena penggunaan komputer. Selain itu dilakukan pengukuran menggunakan kuesioner yang terdiri dari daftar checklist gejala kelelahan mata. Jika responden menjawab atau memberi checklist pada salah satu gejala selain gejala mata perih, mata merah, dan mata berair maka responden tersebut mengalami kelelahan mata. Mata merah, mata perih dan mata berair merupakan gejala yang disebabkan karena dry eye syndrom. (Salibello & Nilsen, 1995; Rey & Maer, 2007)
44
Pengukuran kuesioner dilakukan hanya untuk melihat gambaran keluhan kelelahan mata, bukan untuk menentukan pekerja tersebut mengalami kelelahan mata atau tidak. Kelelahan mata ditentukan dari hasil diagnosa dokter. b. Usia Penghitungan usia pekerja dihitung mulai pekerja itu lahir sampai dengan dilakukannya penelitian. Penghitungan ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden atau pekerja. Jika usia pekerja telah melebihi 6 bulan, maka pada usia pekerja dilakukan pembulatan penghitungan menjadi satu tahun. c. Istirahat Mata Istirahat mata diketahui dengan kuesioner berupa pertanyaan mengenai pola istirahat yang dilakukan oleh pekerja selama bekerja menggunakan komputer. d. Kelainan Refraksi Mata Ada tidaknya kelainan refraksi mata yang berupa gangguan penglihatan seperti rabun jauh, rabun dekat, dan sebagainya diukur oleh Refraksionis dengan menggunakan Trial Lens dan Autorefratometer. e. Durasi Penggunaan Komputer Durasi penggunaan komputer adalah waktu yang digunakan oleh pekerja menggunakan komputer selama bekerja baik itu kegiatan mengetik ataupun membaca di depan komputer diketahui dengan menggunakan kuesioner. Untuk variabel yang dilakukan dengan pengukuran langsung antara lain: f. Tingkat Pencahayaan
45
Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan, adapun cara untuk mengukurnya adalah : -
Pastikan alat dalam kondisi “ON”
-
Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan mengarah pada sumber cahaya.
-
Lalu dilakukan pembacaan display pada tiap titik lokasi sampel dan dibandingkan dengan standard tingkat pencahyaan di lingkungan industri berdasarkan KEPMENKES RI. No.1405/MENKES/SK/XI/02. Standar pencahayaan untuk pekerjaan tidak terus – menerus yaitu minimal 100
lux, pekerjaan terus – menerus yaitu minimal 200 lux, dan untuk pekerjaan rutin minimal 300 lux (KEPMENKES RI. No.1405/MENKES/SK/XI/02). Klasifikasi pekerjaan tersebut berdasarkan jenis pekerjaan di PT. Duta Astakona Girinda adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Jenis Pekerjaan berdasarkan Standar Pengukuran Pencahayaan di PT. Duta Astakona Girinda No.
Jenis Pekerjaan
Pekerjaan
Intensitas
Hasil Ukur
Cahaya 1.
Pekerjaan tidak terus General Affair, Marketing, – menerus
2.
3.
Pekerjaan
100 lux
Ruang Data, Hardware. terus
– Maintainance,
Admin,
menerus
Manager.
Pekerjaan rutin
Finance, Progammer.
1. ≥ 100 lux 2. < 100 lux
200 lux
1. ≥ 200 lux 2. < 200 lux
300 lux
1. ≥ 300 lux 2. < 300 lux
46
Pada saat dilakukan pengukuran, operator harus berhati-hati agar tidak menimbulkan bayangan dan jangan menimbulkan pantulan cahaya yang disebabkan oleh pakaian operator. g. Jarak Monitor Jarak monitor diukur langsung menggunakan penggaris atau meteran yang dihitung dalam satuan centimeter (cm). Jarak Pengukuran dihitung mulai dari mata pekerja sampai dengan titik tengah layar monitor.
4.6 Pengolahan Data 1. Coding Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan berfungsi untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat proses entry data. Pengkodean dimulai dari bilangan 1 sampai 2 diantaranya adalah sebagai berikut: a. Kelelahan Mata: 1 = Ya, 2 = Tidak b. Usia: 1 = ≥ 45 tahun, 2 = < 45 tahun c. Kelainan Refraksi Mata: 1 = Ada kelainan, 2 = Tidak ada kelainan d. Istirahat Mata: 1 = Tidak, 2 = Ya e. Jarak Monitor: 1 = < 50 cm, 2 = ≥ 50 cm f. Durasi Penggunaan Komputer: 1 = > 4 jam, 2 = ≤ 4 jam 47
g. Tingkat Pencahayaan: 1 = Tidak memenuhi standar, 2 = Memenuhi standar. Disesuaikan dengan standar tingkat pencahayaan berdasarkan KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02 tentang tingkat pencahayaan pada lingkungan kerja industri. 2. Editing Data yang telah dikumpulkan dan dikoding melalui kuesioner dan pengukuran diperiksa kelengkapan dan kebenarannya terlebih dahulu seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan konsistensi pengisian. Setiap jawaban meliputi variabel dependen yaitu kelelahan mata dan hasil variabel independen yaitu usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, dan durasi penggunaan komputer serta hasil pengukuran dari tingkat pencahayaan dan jarak monitor. 3. Entry Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner diisi oleh responden, selanjutnya melakukan proses entry data atau proses memasukkan data menggunakan komputer sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan. 4. Cleaning Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data tersebut, baik dalam pengkodean maupun dalam membaca kode, langkah selanjutnya adalah pembersihan data (cleaning) sebelum dilakukan analisa data.
4.7 Analisa Data Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer. Adapun analisisa data yang dilakukan sebagai berikut:
48
1. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen antara lain yaitu usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer serta variabel dependen yaitu kelelahan mata.
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer) dengan variabel dependen kelelahan mata dengan uji kemaknaan 5%. Jika pvalue ≤ 0,05 artinya secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sedangkan jika pvalue > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Rumus umum uji statistik :
(O-E)
Df = (b-1).(k-1)
X2 = ∑ P
= < 0,05
E
49
2
Keterangan: X2 = Chi- Square O = nilai onservasi E = nilai ekspektasi (nilai harapan) b = jumlah baris k = jumlah kolom
BAB V HASIL
5.1 Profil Perusahaan PT. Duta Astakona Girinda didirikan pada awal 1987 menyediakan jasa konsultasi mengenai pengembangan sistem dan integrasi, strategi dan implementasi dengan akses terkemuka studi kasus metodologi, survei dan analisis. Juga mengalami beberapa teknologi e-commerce, web dan spasial. Sebagai sebuah perusahaan konsultan, PT. Duta Astakona Girinda menyediakan konsultasi Teknologi Informasi, Manajemen Informasi Spasial melalui integrasi dan diversifikasi khusus untuk quarantee hubungan bisnis yang saling menguntungkan. Keberhasilan pelaksanaan dilakukan oleh sekelompok orang yang berdedikasi tinggi dan inovatif dengan pemahaman yang komprehensif tentang sekarang dan masa depan teknologi informasi. Pekerja PT. Duta Astakona memiliki visi strategis yang memungkinkan kliennya melihat kebutuhan bisnis Commerce Internet mereka untuk menjadi layanan yang dapat memimpin pasar lokal di bidang teknologi informasi. PT. Duta Astakona Girinda telah bekerjasama dengan hardware teknologi e-Bisnis terkemuka dan vendor perangkat lunak, termasuk Cisco, Microsoft, Hewlett Packard, Oracle, Sun, MapInfo, Corvu, lihat SQL, GRM (Manajemen Sumber Daya Global), GAP (GRM Application Product) dan lain-lain.
50
5.1.1 Visi dan Misi PT. Duta Astakona Girinda Jakarta Selatan a. Visi PT. Duta Astakona Girinda Jakarta Selatan Menjadi perusahaan professional berteknologi tinggi yang menyediakan jasa teknologi informasi dan komunikasi terbaik di Indonesia dengan dukungan sumber daya manusia yang inovatif dan berdedikasi tinggi serta pemahaman teknologi informasi yang komprehensif baik sekarang maupun masa yang akan datang b. Misi PT. Duta Astakona Girinda Jakarta Selatan Misi PT. Duta Astakona Girinda adalah: 1. Mengembangkan solusi teknologi informasi yang berkesinambungan. 2. Mitra kerja yang terpercaya dan dapat diandalkan. 3. Memberikan benefit dan value bagi pelanggan dan seluruh stakeholder. 4. Membangun jaringan kerjasama untuk menumbuhkan industri teknologi informasi di Indonesia.
5.2 Gambaran Beban Kerja Pekerja PT. Duta Astakona Girinda sehari – hari bekerja duduk di depan komputer dengan waktu yang relatif sama. Pekerja memiliki lama waktu kerja >4 jam dan tidak ada pekerja yang bekerja kurang dari 2 jam meskipun berbeda jabatan baik pada lini manager maupun karyawan.
5.3 Gambaran Kondisi Lingkungan Kerja PT. Duta Astakona Girinda berada di Gedung Gratia Center yang terdiri dari 4 lantai dengan aksesnya menggunakan tangga dan lift. Setiap ruang terdapat jumlah
51
pekerja yang berbeda – beda, tergantung dengan kebutuhan pekerjaan di perusahaan. Setiap pekerja memiliki perangkat komputer dengan besar layar monitor 21 inci. Sekat pada ruangan berupa tembok dengan warna cat putih serta ac di ruangan diatur sama dengan suhu 21°C-24°C.
5.4 Analisis Univariat 5.4.1 Gambaran Kelelahan Mata Untuk mengetahui gambaran kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 dilakukan dengan pemeriksaan langsung oleh tenaga medis dan juga penyebaran kuesioner pada pekerja untuk melihat gambaran jenis keluhan kelelahan mata. Hasil pengukuran kelelahan mata hanya berdasarkan hasil diagnosa dokter walaupun hasil kuesioner tersebut mengalami keluhan dari kelelahan mata. Hal ini bertujuan agar hasil pengukuran yang didapat lebih akurat dan objektif. Analisis univariat gambaran kelelahan mata pada pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Gambaran Kelelahan Mata Pada Pekerja Gambaran
Jumlah
Kelelahan Mata
Persentase (%)
Ya
35
70
Tidak
15
30
Total
50
100
52
Berdasarkan tabel 5.1 di atas bahwa dari 50 pekerja, yang mengalami kelelahan mata yaitu sebanyak 70%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja mengalami kelelahan mata. Jenis keluhan yang dirasakan bervariasi. Keluhan yang paling banyak dirasakan pekerja yaitu penglihatan kabur, mata perih, sakit kepala dan mata berair.
100
Keluhan Kelelahan Mata
90
Persentase %
80 70 60 50 40
46
44
30 20 10
26
26
38
32
14
38
12
0
Jenis Keluhan Kelelahan Mata
Grafik 5.1 Jenis Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014
Berdasarkan grafik 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang paling banyak dikeluhkan oleh pekerja adalah penglihatan kabur sebanyak 46% pekerja. Sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling sedikit dikeluhkan oleh pekerja adalah pusing mual sebanyak 12%. Sebagian besar pekerja mengeluhkan jenis keluhan berupa penglihatan kabur. Hal ini mungkin disebabkan layar monitor yang digunakan 53
pekerja tidak menggunakan anti glare dan tingkat pencahayaan lingkungan kerja yang kurang. Jenis keluhan lainnya yang banyak dikeluhkan yaitu mata perih (44%), mata berair (38%) dan sakit kepala (38%).
5.4.2 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner dan pemeriksaan refraksi oleh refraksionis didapatkan bahwa gambaran faktor pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata) pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut : Tabel 5.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 No
1
2
3
4
Jumlah
Persentase
(n=50)
(%)
≥ 45
3
6
< 45
47
94
Total
50
100
Ada kelainan
27
54
Tidak ada kelainan
23
46
Total
50
100
Tidak
31
62
Ya
19
38
Total
50
100
< 50 cm
14
28
≥ 50 cm
36
72
Total
50
100
Variabel
Usia
Kelainan Refraksi
Istirahat Mata
Jarak Monitor
Kategori
54
No
5
6
Variabel
Durasi Penggunaan Komputer
Jumlah
Persentase
(n=50)
(%)
> 4 jam
44
88
≤ 4 jam
6
12
Total
50
100
Tidak memenuhi
42
84
Kategori
Tingkat
standar
Pencahayaan
Memenuhi standar
8
16
Total
50
100
1. Usia Distribusi pekerja berdasarkan variabel usia diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada pekerja. Pada kuesioner tersebut, pekerja mengisi tanggal kelahiran untuk kemudian dihitung secara akurat jumlah usia pekerja tersebut. Variabel usia dikategorikan menjadi usia ≥ 45 tahun dan usia < 45 tahun. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar pekerja memiliki usia < 45 tahun yaitu sebanyak 94% pekerja.
2. Kelainan Refraksi Distribusi pekerja berdasarkan variabel kelainan refraksi didapatkan melalui pengukuran refraksi pada pekerja oleh tenaga refraksionis. Pekerja digolongkan ke dalam dua kategori yaitu yang memiliki kelainan refraksi dan tidak memiliki kelainan refraksi. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar pekerja memiliki kelainan refraksi yaitu sebanyak 54% pekerja.
55
3. Istirahat Mata Distribusi pekerja berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada pekerja. Pada variabel istirahat mata, pekerja dikategorikan melakukan istirahat mata dan tidak. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa lebih banyak pekerja yang tidak melakukan istirahat mata yaitu sebanyak 62% pekerja.
4. Jarak Monitor Distribusi pekerja berdasarkan jarak monitor diperoleh dengan cara melakukan pengukuran langsung pada sampel dengan kategori pekerja yang bekerja dengan jarak < 50 cm dan ≥ 50 cm. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar pekerja bekerja dengan jarak monitor ≥ 50cm (72% pekerja).
5. Durasi Penggunaan Komputer Distribusi pekerja berdasarkan variabel durasi penggunaan komputer diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada pekerja. Pekerja digolongkan menjadi dua kategori yaitu pekerja yang menggunakan komputer > 4 jam dan ≤ 4 jam. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar pekerja yaitu 88% pekerja menggunakan komputer dalam durasi penggunaan komputer selama > 4 jam. Sedangkan pekerja yang menggunakan komputer dengan durasi penggunaan komputer selama ≤ 4 jam hanya 12% pekerja.
56
6. Tingkat Pencahayaan Pengukuran variabel tingkat pencahayaan dilakukan pada masing – masing meja pekerja. Pada penelitian ini, tingkat pencahayaan digolongkan menjadi dua yaitu tingkat pencahayaan yang memenuhi standar dan tidak memenuhi standar. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa tingkat pencahayaan pada meja pekerja yang tidak memenuhi standar ada sebanyak 84% pekerja. Sedangkan tingkat pencahayaan pada meja pekerja yang memenuhi standar ada hanya 16% pekerja. Hal ini menunjukan sebagian besar pekerja berada pada tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi standar.
5.5 Analisis Bivariat Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (usia, kelainan refraksi mata, istirahat mata, jarak monitor, durasi penggunaan komputer dan tingkat pencahayaan,) dengan variabel dependen (kelelahan mata) pada pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014, dilakukan analisis bivariat dengan metode statistik menggunakan uji Chi Square . Berikut hasil untuk masing-masing variabel. Tabel 5.3 Analisis hubungan Variabel Independen dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 Kelelahan Mata No
1
Variabel
Usia
Hasil Ukur
Ya
Tidak
Total
n
%
n
%
n
%
≥ 45 tahun
2
66,7
1
33,3
3
100
< 45 tahun
33 70,2 14 29,8 47 100
Total
35
70
15
57
30
50 100
P. Value
1,000
OR
0,841 (0,071-10,137)
Kelelahan Mata No
Variabel
Hasil Ukur
Ya n
2
Kelainan Refraksi
Ada
%
23 85,2
Tidak n 4
%
Total n
P. Value
%
14,8 27 100
0,015
Kelainan Tidak Ada
OR
5,271 (1,380-20,138)
12 52,2 11 47,8 23 100
Kelainan
3
4
Istirahat Mata
Jarak Monitor
5 Durasi Penggunaan Komputer 6
Tingkat Pencahayaan
Total Tidak
35
70
15
30
50 100
24 77,4
7
22,6 31 100
11 57,9
8
42,1 19 100
Total < 50 cm
35
15
30
50 100
1
7,1
14 100
≥ 50 cm
22 61,1 14 39,8 36 100
Total > 4 jam
35
≤ 4 jam
1
16,7
5
83,3
Total Tidak
35
70
15
30
Ya
70
13 92,9
70
15
30
0,205
2,494 (0,721-8,619)
0,039
8,273 (0,972-70,418)
50 100
34 77,3 10 22,7 44 100
0,007
17,000 (1,774-
6
162,887)
50 100
32 76,2 10 23,8 42 100
memenuhi
0,043
5,333 (1,079-26,538)
standar Memenuhi
3
37,5
5
62,5
35
70
15
30
8
100
standar Total
50 100
1. Hubungan Usia dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 Pekerja yang berusia ≥ 45 tahun hanya 4% pekerja yang mengalami kelelahan mata. Sebaliknya pekerja yang berusia < 45 tahun sebagian besar (70,2%) juga mengalami kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa pada 58
derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue = 1,000 sehingga p > 0,05. Jadi, antara usia dengan kelelahan mata tidak memiliki hubungan yang bermakna. Dari hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 0,841 (95% CI ; 0,071-10,137), artinya pekerja yang memiliki usia ≥ 45 tahun memiliki risiko 0,841 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan yang memiliki usia < 45 tahun.
2. Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 Pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata sebanyak 85,2% mengalami kelelahan mata dan pekerja yang tidak memiliki kelainan refraksi mata sebanyak 52,2% yang mengalami kelelahan mata. Dari hasil uji statistik chi square pada derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue = 0,015 atau (p < 0,05) sehingga ada hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi mata dengan kelelahan mata. Dari hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 5,271 (95% CI ; 1,380-20,138), artinya pekerja yang memiliki kelainan refraksi memiliki risiko 5,271 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan yang tidak memiliki kelainan refraksi mata. 3. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 Pekerja yang tidak melakukan istirahat mata, sebagian besar mengalami kelelahan mata yaitu 77,4% pekerja. Pekerja yang melakukan istirahat mata juga mengalami kelelahan mata sebanyak 57,9% pekerja. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa pada derajat kemaknaan 5% didapatkan P value sebesar 0,205
59
atau (p > 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan kejadian kelelahan mata. Dari hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 2,494 (95% CI ; 0,721-8,619), artinya pekerja yang tidak melakukan istirahat mata memiliki peluang 2,494 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan yang melakukan istirahat mata.
4. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 Pekerja yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm maupun ≥ 50 cm sebagian besar mengalami kelelahan mata. Pekerja yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan mengalami kelelahan mata sebanyak 92,9%. Sedangkan pekerja yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm dan mengalami kelelahan mata sebanyak 61,1%. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa Pvalue = 0,039 atau (p < 0,05) sehingga pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa antara jarak monitor dengan kelelahan mata memiliki hubungan yang bermakna. Hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 8,273 (95% CI 0,972-70,418). Artinya, pekerja yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm memiliki peluang 8,273 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm.
5. Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda 2014 Pekerja yang menggunakan komputer > 4 jam sebagian besar mengalami kelelahan mata yaitu sebanyak 77,3%. Pekerja yang menggunakan komputer < 4 jam
60
hanya 16,7% yang mengalami kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa Pvalue = 0,007 atau (p < 0,05) sehingga pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa antara jarak monitor dengan kelelahan mata memiliki hubungan yang bermakna. Hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 17,000 (95% CI 1,774-162,887). Artinya, pekerja yang menggunakan komputer > 4 jam memiliki peluang 17,000 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan komputer < 4 jam.
6. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di PT. Duta Astakona Girinda Tahun 2014 Sebagian besar pekerja bekerja dengan tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi standar dan pekerja yang mengalami kelelahan mata sebanyak 76,2% pekerja. Hanya 37,5 % pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan memenuhi standar dan juga mengalami kelelahan mata. Hasil uji statistik chi squrae didapatkan Pvalue = 0,043. Artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR = 5,3333 (95% CI 1,079-26,538). Artinya pekerja yang bekerja pada tingkat pencahayaan tidak memenuhi standar memiliki risiko 5,333 kali mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan memenuhi standar.
61
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 ini, penulis mengumpulkan data primer dengan menyebar kuesioner kepada 50 pekerja. Penulis menyadari terdapat keterbatasan dan kelemahan penelitian ini antara lain: 1. Tidak melakukan pengecekan terhadap setting display layar monitor. 2. Tidak mengukur tinggi rendahnya mata terhadap layar monitor.
6.2. Kelelahan Mata Menurut Suma’mur (2009), kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina akibat ketidaktepatan kontras. Trevino Pakasi (1999) menyebutkan bahwa kelelahan mata merupakan suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Keadaan mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari monitor, koreksi penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan ukuran huruf yang kecil serta kurangnya kedipan. Kelelahan mata juga disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama dan biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman, sehingga banyak penyakit yang dapat menyerang mata dan menyebabkan gangguan penglihatan atau 62
kelainan refraksi mata (Shiozawa, 2006; Francis, 2005; Evi, 2011). Selain itu, dapat diakibatkan karena melihat benda secara terus menerus dengan jarak yang dekat dan membaca dengan cahaya yang kurang (Amrizal, 2010). Hasil dari penelitian yang dilakukan pada pekerja yang menggunakan komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 menunjukkan bahwa dari 50 pekerja yang diteliti, sebagian besar mengalami kelelahan mata. Hal ini dapat dilihat dari durasi penggunaan komputer yang bisa mencapai rata – rata lebih dari 6 jam/hari. Penelitian Broumand et al (2008) menunjukkan perburukan gejala kelelahan mata pada pengguna komputer lebih dari 2 jam per hari. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Saliberrl & Nilsen (1995) telah menunjukkan bahwa pekerja yang menggunakan komputer lebih dari 2 jam per hari, sebanyak 90% mengalami gejala gangguan penglihatan. Manager Pelayanan Profesional dari Asosiasi Optometris Australia menyatakan bahwa kelelahan mata, masalah penglihatan, dan kesehatan mata semakin memburuk selama kita meneruskan pekerjaan dengan jam kerja panjang dan bergantung pada komputer. Kelompok pekerja kantor merupakan salah satu bagian dari kategori resiko tertinggi kelelahan mata, beberapa studi mengindikasi bahwa 35 – 48 % dari pekerja kantor menderita masalah tersebut (Robinson, 2003 dalam Hana, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Japanese Ministry of Health (2004) juga menyatakan bahwa proporsi keluhan kelelahan mata yang dirasakan oleh operator komputer sebesar 91,6%. Berdasarkan hasil penelitian di PT. Duta Astakona Girinda, diketahui bahwa sebagian besar pekerja bekerja > 4 jam dan mengalami kelelahan mata sebanyak 77,3% pekerja. Menurut data EyeCare Technology (1995) didapatkan bahwa terdapat 60 juta orang yang menderita gangguan penglihatan karena menggunakan Video Display
63
Terminal (VDT) untuk penggunaan 3 jam atau lebih dalam sehari. Hal tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rey dan Meyer (1980) terhadap pengguna monitor di sebuah industri pembuat arloji di Swiss, bahwa ternyata ditemukan perbedaan yang signifikan mengenai gangguan pada mata antara pengguna monito yang bekerja selama 6-9 jam per hari dengan mereka yang bekerja kurang dari 4 jam per hari (Oborn, 1995). Pada penelitian ini juga diketahui bahwa pekerja yang memiliki kelainan refraksi sebagian besar mengalami kelelahan mata. Bagi pekerja dengan jarak monitor < 50 cm, hampir seluruhnya mengalami kelelahan mata. Tetapi sebagian besar pekerja bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm. Pekerja yang melakukan istirahat mata maupun tidak melakukan istirahat mata dan pekerja yang berusia < 45 tahun maupun ≥ 45 tahun sebagian besar juga mengalami kelelahan mata. Selain itu, tingkat pencahayaan yang kurang juga dapat menimbulkan kelelahan mata. Menurut Santoso (2004) pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Sedangkan, pencahayaan yang intensitasnya kuat dapat menimbulkan kesilauan sehingga diperlukan pencahayaan yang cukup dan sesuai dengan karakteristik pekerjaannya. Sebagian besar pekerja bekerja dengan tingkat pencahayan yang tidak memenuhi standar, dan sebagian besar pekerja tersebut mengalami kelelahan mata. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan (Pvalue = 0,043) antara tingkat pencahayaan dengan kelelahan mata. Untuk mengurangi munculnya kelelahan mata akibat komputer, para dokter mata menganjurkan aturan 20 – 20 – 20. Aturan ini menganjurkan setiap 20 menit bekerja di
64
depan komputer, pekerja harus istirahat paling tidak 20 detik dengan melihat obyek atau benda yang jaraknya sekitar 20 kaki (20 feet = 6 meter). (Flammini, 2013)
6.3. Hubungan antara Usia dengan Kelelahan Mata Daya akomodasi menurun pada usia 45 – 50 tahun karena pada umumnya manusia dapat melihat objek dengan jelas pada usia 20 tahun. Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Hal ini disebabkan setiap tahun lensa
semakin
berkurang
kelenturannya
dan
kehilangan
kemampuan
untuk
menyesuaikan diri sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Sebaliknya, semakin muda seseorang maka kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit. (Guyton, 1991) Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja yang bekerja di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 berusia ≤ 45 tahun dan hanya 6% yang berusia > 45 tahun. Dari hasil uji statistik diketahui Pvalue = 1,000, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kelelahan mata. Baik pekerja yang berusia > 45 tahun maupun yang ≤ 45 tahun sama-sama mengalami kelelahan mata. Hal ini mungkin saja dipengaruhi kondisi lingkungan tempat kerja seperti pencahayaan yang kurang. Menurut Suma’mur (1996) bahwa pencahayaan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. Jarak monitor juga bisa mempengaruhi terjadinya kelelahan mata, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pekerja berusia ≤ 45 tahun yang menggunakan komputer dengan jarak < 50 cm mengalami kelelahan mata sebanyak 92,3% pekerja. Selain itu juga, bisa dipengaruhi
65
oleh durasi penggunaan komputer yang ≥ 4 jam per hari. Pekerja berusia ≤ 45 tahun yang menggunakan komputer dengan durasi ≥ 4 jam mengalami kelelahan mata sebanyak 81% pekerja. Penelitian Broumand et al (2008) menunjukkan perburukan gejala kelelahan mata pada pengguna komputer lebih dari 2 jam per hari. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Saliberrl & Nilsen (1995) telah menunjukkan bahwa pekerja yang menggunakan komputer lebih dari 2 jam per hari, sebanyak 90% mengalami gejala gangguan penglihatan. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan perawatan bagi lampu yang padam atau kusam untuk mendapatkan pencahayaan ruangan yang memenuhi standar dan mengupayakan tidak bekerja dengan jarak monitor < 50 cm. Selain itu pekerja juga sebaiknya melakukan istirahat mata secara rutin dengan aturan 20-20-20 dimana setiap 20 menit bekerja di depan komputer, pekerja harus istirahat paling tidak 20 detik dengan melihat obyek atau benda yang jaraknya sekitar 20 kaki (20 feet = 6 meter). (Flammini, 2013)
6.4. Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Kelelahan Mata Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus (Ilyas, 2004; Hael, 2006). Kelainan refraksi mata bisa disebabkan oleh adanya faktor radiasi cahaya yang berlebihan atau kurang yang diterima oleh mata. Situasi tersebut menyebabkan otot yang membuat akomodasi pada mata akan bekerja bersama, hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah (Rosenfield, 2010).
66
Hasil penelitian dengan pengukuran refraksi yang dilakukan oleh tenaga refraksionis menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja PT. Duta Astakona Girinda memiliki kelainan refraksi dan dari pekerja tersebut juga sebagian besar mengalami kelelahan mata. Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa 54% pekerja yang memiliki kelainan refraksi, hanya 14,8% pekerja yang tidak mengalami kelelahan mata. Hasil uji statistik diketahui Pvalue = 0,015, artinya ada hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi mata dengan kelelahan mata. Hasil dari penelitian ini selaras dengan teori yang mengemukakan bahwa gangguan refraksi mata seperti gangguan penglihatan jarak jauh (myopia), gangguan penglihatan jarak dekat (hipermetropia), perbedaan dalam lengkung kornea (astigmatisme), dan ketidaksinambungan otot (phoria) dapat menyebabkan kelelahan mata karena terus menerus berakomodasi untuk dapat melihat subyek yang lebih jelas (Nendyah Roestjawati, 2007:31). Ada beberapa pekerja yang tidak mengetahui jenis kelainan refraksi dirinya. Pekerja beranggapan bahwa jika tidak menggunakan kacamata berarti visus mata mereka dalam keadaan normal sehingga sebagian pekerja ada yang tidak terkoreksi visus matanya. Mata yang normal akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Pekerja yang memiliki kelainan refraksi akan mengakomodasikan matanya secara optimal. Mata yang diakomodasikan secara terus menerus akan menimbulkan kelelahan mata (Roestijawati, 2007). Penggunaan kacamata lebih baik dibandingkan dengan penggunaan lensa kontak karena pada saat menggunakan komputer mata akan jarang mengedip sehingga dalam suhu ruangan yang menggunakan AC, mata akan menjadi cepat kering. Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan bagi pekerja yang sudah memiliki kelainan refraksi
67
adalah dengan menggunakan kacamata yang dirancang khusus untuk menggunakan komputer yaitu bagian atas lensa untuk melihat komputer dan bagian bawahnya untuk membaca serta menghindari penggunaan lensa kontak pada saat bekerja dengan komputer karena kelelahan mata akan lebih cepat terasa.
6.5. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Kelelahan Mata David L. Goetsch (2002) mengatakan bahwa operator komputer seharusnya melakukan banyak istirahat – istirahat pendek namun sering dan teratur. Menurut NIOSH, kondisi kerja sangat berperan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja termasuk beban kerja, waktu kerja yang lama dan kurangnya istirahat. Berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa pekerja yang tidak melakukan istirahat mata 62% dan yang melakukan istirahat mata sebanyak 38%. Pekerja yang tidak melakukan istirahat mata maupun pekerja yang melakukan istirahat mata sebagian besar mengalami kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa pada derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue sebesar 0,205 atau (p > 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan kejadian kelelahan mata. Hal ini mungkin saja dipengaruhi kondisi lingkungan tempat kerja seperti pencahayaan yang kurang, durasi penggunaan komputer > 4 jam dan kelainan refraksi yang belum dikoreksi sehingga pekerja yang sudah melakukan istirahat mata tetap saja mengalami kelelahan mata. Selain itu, mungkin dikarenakan pekerja belum memahami bagaimana durasi ataupun metode istirahat mata dilakukan dengan efektif disela – sela aktivitas kerjanya dengan komputer agar istirahat yang dilakukan bisa maksimal dalam mengurangi kelelahan mata. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong
68
rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer (Murtopo dan Sarimurni, 2005). Upaya yang bisa dilakukan pekerja yaitu meng-install program untuk membantu mengingatkan waktu istirahat mata pada masing – masing komputer pekerja. Istirahat secara teratur dapat memotong rantai kelelahan tetapi karena pekerjaan yang sibuk banyak pekerja yang tidak beristirahat secara teratur setelah penggunaan komputer setiap jam secara berturut- turut. Menurut Joseffina (1999) dalam Prasetyo (2006) lama istirahat yang diperlukan bagi pekerja yang menggunakan komputer dianjurkan adalah selama 10 menit/jam (dengan waktu kerja 8 jam kerja/hari atau 40 jam kerja/minggu). Menurut Santoso (2009), setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan sering jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi jarang.
6.6. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Kelelahan Mata Jarak monitor yang cukup dekat akan membuat mata selalu berakomodasi dan terfokus pada layar monitor sehingga menyebabkan mata pekerja menjadi cepat lelah. Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA) (1997) pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch atau sekitar 50-100 cm. Monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. Jarak ergonomis antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm (Hanun, 2008).
69
Pada variabel jarak monitor, pekerja yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm yaitu 28% maupun ≥ 50 cm yaitu 72% sebagian besar mengalami kelelahan mata. Pekerja yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan mengalami kelelahan mata ada sebanyak 92,9%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa Pvalue = 0,039 atau (p > 0,05) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan kelelahan mata. Hal ini selaras dengan penelitian Cahyono (2005) pada petugas Operator Komputer Sistem Informasi RSU Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta bahwa gangguan kelelahan mata juga dipengaruhi oleh jarak pandang pengguna komputer dengan layar monitor. Penelitian Rey and Meyer (1998) juga menyatakan bahwa operator komputer lebih mudah mengeluhkan kelelahan pada mata apabila pada jarak yang tidak tepat. Hal ini juga dibuktikan pada penelitian Noermayanti (2009) yang menyatakan adanya hubungan antara jarak mata ke monitor dengan keluhan kelelahan mata dimana kelelahan mata memiliki hubungan signifikan dengan kelelahan mata. Saat menggunakan komputer, mata dipaksa untuk memfokuskan kerja pada komputer. Seseorang pengguna komputer harus terus-menerus memfokuskan matanya untuk menjaga agar gambar tetap tajam (Roestijawati, 2007). Sebaiknya pekerja pengguna komputer lebih memperhatikan jarak mata pada saat menggunakan komputer untuk tidak terlalu dekat, minimal 50 cm. Selain itu, perlu dipasang kaca pelindung (filter) pada layar monitor komputer untuk mengurangi radiasi maupun tingkat kesilauan monitor.
70
6.7. Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Kelelahan Mata Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika Serikat, rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau 69% dari total 8 jam kerja (Wasisto, 2005). Semakin lama berinteraksi dengan layar monitor, kemampuan fisiologis otot-otot di sekitar mata akan mengalami penurunan. Akibatnya mata akan mengalami kelelahan. Hasil penelitian di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja menggunakan komputer > 4 jam sebanyak 88% dan dari pekerja tersebut sebagian besar mengalami kelelahan mata yaitu sebanyak 77,3%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa Pvalue = 0,007 atau (p > 0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan kelelahan mata. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprisupiati (2007) dan penelitian oleh Dewi dkk (2009) bahwa ada hubungan yang signifikan antara durasi penggunaan komputer dengan kelelahan mata. Triwiyono (2002) menganjurkan lamanya penggunaan komputer tidak lebih dari 4 jam sehari. Apabila melebihi waktu tersebut, mata cenderung mengalami refraksi (Sari, 2002). Dalam hal ini disarankan National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) VDT Studies and Information untuk melakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer (Murtopo dan Sarimurni, 2005)
71
6.8. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Kelelahan Mata Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata, kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya kecelakaan (Brewer, 2006; Sakai, 2009). Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu (Hoffman, 2008; Richa, 2009). Untuk variabel pencahayaan, hasil yang didapatkan dari analisis bivariat adalah sebagian besar pekerja PT. Duta Astakona Girinda bekerja dengan tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi standar dan pekerja yang mengalami kelelahan mata sebanyak 76,2% pekerja. Dalam penelitian didapatkan Pvalue = 0,043 yang menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara tingkat pencahyaan dengan kelelahan mata. Dari hasil analisis bivariat ini juga diketahui bahwa responden yang bekerja dengan tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi standar memiliki risiko 5,3 kali untuk mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan memenuhi standar. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nourmayanti (2009) di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk yaitu terdapat hubungan positif antara tingkat pencahayaan dengan kelelahan mata (Pvalue = 0,023). Distribusi pencahayaan di PT. Duta Astakona Girinda belum merata. Ada sebagian lampu padam dan ada yang memang sengaja dimatikan. Selain itu, belum ada sinkronisasi tata letak meja pekerja maupun posisi lampu di ruangan sehingga ada sebagian pekerja yang jauh dari pencahayaan yang memadai.
72
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, serta mempunyai kaitan dengan produktivitas kerja. Penerangan yang buruk juga akan mengakibatkan rendahnya produktivitas kualitas maupun sakit mata, lelah, dan pening kepala bagi pekerja. Penerangan yang lebih baik dapat memberikan hal berupa efisiensi yang lebih tinggi, dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi kesulitan serta tekanan penglihatan terhadap pekerjaan. Upaya yang bisa dilakukan oleh pihak perusahaan untuk memperbaiki tingkat pencahayaan yang dibawah standar tersebut agar pekerja tidak mengalami kelelahan mata adalah dengan mengganti lampu di ruangan yang mati, menyalakan semua lampu di ruang kerja, menambah watt pada lampu atau menggantinya dengan lampu hemat energi yang memiliki tingkat pencahayaan yang lebih optimal serta mengatur posisi tempat kerja ataupun posisi bola lampu agar menghasilkan penyinaran yang optimum dan sesuai standar.
73
BAB VII PENUTUP
7.1 Simpulan 1. Gambaran kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014, sebanyak 70% pekerja mengalami kelelahan mata dan 30% tidak mengalami kelelahan mata. 2. Gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi dan istirahat mata) pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 yaitu: a. 94% pekerja pengguna komputer berusia < 45 tahun dan hanya 6% pekerja yang berusia ≥ 45 tahun. b. Sebanyak 54% pekerja memiliki kelainan refraksi dan yang tidak memiliki kelainan refraksi sebanyak 46% pekerja. c. Pekerja yang melakukan istirahat mata saat menggunakaan komputer sebanyak 62% dan yang tidak melakukan istirahat mata sebanyak 38% pekerja. 3. Gambaran jarak monitor dengan pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 bahwa sebagian besar yaitu sebanyak 72% pekerja menggunakan komputer dengan jarak ≥ 50 cm dan sebanyak 28% pekerja menggunakan komputer dengan jarak < 50 cm.
74
4. Gambaran durasi penggunaan komputer pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 bahwa sebagian besar pekerja menggunakan komputer > 4 jam dengan persentase 88% dan pekerja yang menggunakan komputer ≤ 4 jam dengan persentase 12%. 5. Gambaran tingkat pencahayaan di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014 bahwa sebagian besar pekerja bekerja pada tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi standar. 6. Tidak ada hubungan bermakna antara usia dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 7. Ada hubungan bermakna antara kelainan refraksi dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 8. Tidak ada hubungan bermakna antara istirahat mata dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 9. Ada hubungan bermakna antara jarak monitor dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 10. Ada hubungan bermakna antara durasi penggunaan komputer dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014. 11. Ada hubungan bermakna antara tingkat pencahayaan dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di PT. Duta Astakona Girinda tahun 2014.
75
7.2 Saran Bagi Perusahaan 1. Pencahayaan di tempat kerja masih banyak yang belum memenuhi standar sehingga perlu dilakukan perawatan bagi lampu yang padam atau kusam. Pencahyaan yang buruk berakibat pada kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. Selain itu perlu diperhatikan juga tata letak penempatan lampu agar tingkat pencahayaan di tempat kerja merata dan memenuhi standar yang telah ditentukan. 2. Perlu dipasang filter atau kaca anti glare untuk mengurangi tingkat kesilauan dan meminimalisir radiasi dari layar monitor. 3. Untuk mengatasi kurangnya istirahat mata yang teratur sebaiknya di Install software atau program untuk mengingatkan waktu istirahat mata pada masing masing komputer pekerja. Selain itu, ruang kerja juga sebaiknya di setting kembali dengan meletakkan benda - benda yang memiliki kontras yang dapat menyejukkan mata seperti lukisan, tanaman, dll agar pekerja dapat merelaksasikan mata dengan memandang benda – benda tersebut. 4. Sebaiknya pihak perusahaan memberikan pendidikan atau pengarahan tentang cara melakukan istirahat mata yang efektif, ergonomi atau posisi kerja yang baik dan pemeriksaan mata secara berkala untuk mencegah penyakit akibat kerja terutama karena penggunaan komputer.
76
Bagi Pekerja 1. Pekerja sebaiknya mengistirahatkan mata secara teratur dengan metode 20 – 20 – 20 dimana setiap 20 menit bekerja di depan komputer, pekerja harus istirahat paling tidak 20 detik dengan melihat objek atau benda yang jaraknya sekitar 20 kaki. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya otot – otot mata yang tegang dan bisa menyebabkan kelelahan mata. 2. Upayakan tidak bekerja dengan jarak monitor dengan mata < 50 cm karena jarak monitor yang terlalu dekat mengakibatkan terjadinya mata tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. 3. Pekerja sebaiknya tidak mematikan lampu ketika menggunakan komputer karena pencahayaan ruangan akan turun dan tidak memenuhi standar sehingga berisiko menimbulkan kelelahan mata pada pekerja tersebut. 4. Pekerja yang memiliki kelainan refraksi sebaiknya menghindari menggunakan lensa kontak karena akan meningkatkan risiko terjadinya kelelahan mata.
Bagi Peneliti Lain 1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengukur tinggi rendahnya mata terhadap layar monitor dan melakukan pengecekan terhadap setting display layar monitor yang telah direkomendasikan.
77
DAFTAR PUSTAKA
Afandi.
2002.
Kesehatan
Mata
Penguna
http://www.elektroindonesia.com/elektro/komput6.html.
Komputer. Diunggah
Dari: pada
tanggal 16 November 2013. Affandi E.S. 2005. Computer vision syndrome (Sindrom penglihatan komputer). Dalam Majalah Kedokteran Indonesia. Agarwal, Emit. 2014. The 20-20-20 Rule for Reducing Computer Eyestrain. Diakses dari
http://www.labnol.org/software/computer-eye-exercise/14069/
pada
tanggal 20 Mei 2014. Aprisupriati. 2007. Hubungan Penggunaan Visual Display Terminal dan Intensitas Penerangan Terhadap Kelelahan Mata Pengguna Komputer di PT.Sriwijaya Perdana Palembang. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya. Arief, D. 2003. Hubungan Antara Kepuasan Kerja dengan Komitmen Dosen pada Institut Pertanian Bogor. Tesis. Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Arikunto. 2002. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : PT. Rineka Cipta Aryanti.
2006.
Hubungan
antara
Intensitas
Penerangan
dan
Suhu
Udara
denganKelelahan Mata Karyawan pada bagian Administrasi di PT. Hutama KaryaWilayah
IV
Semarang.
78
Skripsi.
Dari:
http://uppm.fkm.unes.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc.
Diunggah pada
tanggal 16 November 2013. Badan Standar Nasional. 2001. SNI 03-6575-2001. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung. Brewer, Shelley. 2006. Workplace interventions to prevent musculoskeletal and visual symptoms and disorders among computer users: A systematic review. Journal of Occupational Rehabilitation,16(3): 317-350 Broumand, M.G and M. Ayatollahi, 2008. Evaluation of the Frequencyof Complications of Working with Computers in a Group of Young Adult Computer Users. Pak. J. Med. Sci, 24 (5): 702-706. Cahyono; P. Herry, 2005. Hubungan Penerangan dan Jarak Pandang ke Layar Monitor Komputer dengan Tingkat Kelelahan Mata Petugas Operator Komputer Sistim Informasi
RSO
Prof.
Dr.
R.
Soeharso
Surakarta.
Skripsi.
Dari:
http://digilib.unnes.ac.id/ Diunggah pada tanggal 15 Mei 2014. Cameron, John R., et al. 1999. Physics of The Body. Diterjemahkan oleh dra. Lamyarni I sardi, M.Eng. 2006. Jakarta: Sagung Seto. Evi Widowati. 2011. Getaran Benang Lusi Terhadap Kelelahan Mata. Jurnal Kemas, 7 (1): 1-6 Fauzi, Ahmad.2006. Penyakit akibat kerja karena penggunaan komputer. Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat
dan
Kedokteran
Komunitas
Lampung.
Dari:
http://digilb.unila.ac.id/files/disk1/13/lapyunilapp-gdl-jou-2007-afauzi-617penyakit-r.pdf. Diunggah pada tanggal 16 November 2013.
79
Fauzia, I. 2004. Upaya untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja yang Menggunakan Komputer di RS “X”. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Flammini, Franceso, dkk. 2013. Effective Surveillance for Homeland Security: Balancing Technology and Social Issues. CRC Press Taylor & Francis Group:Boca Raton Francis C. 2005. Effects of two eye drop products on computer users with subjective ocular discomfort. Journal of the American Optometric Association, 76(1): 4754 Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Cetakan ke VII. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Ganong, William F., 2001. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh H.M. Djauhari E. Edisi 9. Jakarta: buku kedokteran EGC. Garodia, dr. Vinay. 2008. Dry Eye And Computer Vision Syndrom. New Delhi. Visitech Eye Centre Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational Ergonomics, 4th Edition London: Taylor & Francis. Guyton, AC. 1991. Fisiologi Kedokteran II. Diterjemahkan oleh Adji Dharma, Jakarta: EGC Buku Kedokteran Hana, Lilian. 2008. Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display Terkait Keluhan Subyektif Kelelahan Mata Pada Pekerja Yang Menggunakan Komputer Di Ruangan Kantor PT. Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant Bulan Desember Tahun 2008. Universitas Indonesia. Depok
80
Hanum, Iis Faizah. 2008. Efektivitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer untuk Mengurangi Kelelahan Mata Pekerja Call Centre di PT. Indosat NSR Tahun 2008.
Tesis.
Dari:
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01bb/.../doc.pdf Diunggah pada tanggal 16 November 2013. Hael, Mughrabi. 2006. Specific features and mechanisms of fatigue in the ultrahighcycle regime. International Journal of Fatigue, 28(11): 1501–1508 Haeny, Noer. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata pada. Skripsi.
Dari:
http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125958-S-5700-
Analisis%20faktor-Literatur.pdf Diunggah pada tanggal 16 November 2013. Heiting, Gary dan Larry Wan. D. 2014. Computer Eye Strain: 10 Steps for Relief. Computer Vision. Diakses dari http://www.allaboutvision.com/cvs/irritated.htm pada tanggal 20 Mei 2014. Hoffman, David M. 2008. Vergence–accommodation conflicts hinder visual performance and cause visual fatigue. Journal of Vision, 8(3) Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Ilyas, Sidarta. 2004. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Ilyas, Sidarta. 1991. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Jaschinski, 1990. Jarak Melihat Layar VDU dan Dokumen di Dempat Kerja. Dari: http://ww8.yuwie.com/blog/?id=919758. Diunggah pada tanggal 16 November 2013. James, Bruce, et al. 2006. Lecture Notes on Ophthalmology. Jakarta: Erlangga.
81
KEPMENKES
RI,
2002.
Persyaratan
Kesehatan
Lingkungan
Kerja.
Dari:
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%201405% 20ttg%20Persyaratan%20Kesehatan%20Lingkungan%20Kerja%20Perkantoran %20Dan%20Industri.pdf . Diunggah pada tanggal 6 November 2013. Maryamah, Siti. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call Gedung Graha Telkom BSD (Bumi Serpong Damai) Tangerang Tahun 2011. Skripsi S1. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Murtopo, Ichwan dan sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer terhadap Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, volume 6 No. 2 ; 153-163. Nendyah Roestijawati, 2007, Syndrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display Terminal (VTD). Cermin Dunia Kedokteran, No 154 Nourmayanti, Dian. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coorporate Costumer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi S1. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Occupational Health and Safety Unit. Visual Fatigue. 2011. The University of Queensland.
Journal
of
Optometry:
82
A
Report
on
2011.
Dari:
http://www.nccahccnsa.ca/230/Promoting_Aboriginal_Vision_Health.nncah Diunggah pada tanggal 16 November 2013. OSHA. 1997. Working Safely with Video Display Terminals. U. S. Department og Labor Occupational
Safety
and
Health
Administration.
Dari:
http://www.osha.gov/Publications/osha3092.pdf. Diunggah pada tanggal 16 November 2013. Padmanaba, Cok Gd Rai. 2006. Pengaruh penerangan dalam Ruang Terhadap Aktivitas Kerja Mahasiswa desain Interior. Skripsi. Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institute Seni Indonesia Denpasar. Pakasi, Trevino. 1999. The Eye Problem of Public Transportation’s Drivers and Its Prevention. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja Vol XXXII No. 1 hal 2225. Jakarta. Parwati, I.O., 2004. Pengaruh masa kerja dan Intensitas Pencahayaan terhadap Efisiensi Penglihatan Opertor Telepon Bagian Pelayanan Pelanggan PT. Telkom
Divre
IV
Semarang.
Dari:
http://www.eprints.undip.ac.id/7597/I/1948.pdf Diunggah pada tanggal 7 Mei 2014. Pascarelli, Emil. 2004. Dr. Pascarelli’s Complete Guide to Repetitive Strain Injury (RSI). Navta Associates, Inc. New Jersey. Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Works, and Health. USA: Aspen Publisher Inc. Rinilda, Nur. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Sindrom Mata Kering (Dry Eye Sydrome) Pada Pekerja Operator Komputer Bagian Sekretariat Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2012.
83
Skripsi S1. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Roestijawati N. 2004. Hubungan penggunaan visual display terminal (VDT), faktor pekerja dan lingkungan kerja dengan sindroma dry eye. Tesis dari Universitas Indonesia Dari: http://www.eprints.ui.ac.id. Diunggah pada tanggal 31 Februari 2014. Roestijawati N. 2007. Sindrom dry eye pada pengguna visual display terminal (VDT). Jurnal Kedokteran Yarsi;13(2):205-217. Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi Pustaka. Prasetyo, Eko. 2006. Hubungan tingkat Pencahayaan Di Tempat Kerja dengan Keluhan Kelelahan Visual pada Pekerja Di Area Produksi OBA &Chemicals PT. Clariant Indonesia Tangerang Tahun 2006. Universitas Indonesia, Depok. Richa, Talwar. 2009. A Study of Visual and Musculoskeletal Health Disorders among Computer Professionals in NCR Delhi. Indian J Community Med, 34(4): 326328 Rosenfield, Mark. 2010. Computer Vision Syndrome: Accomodative & Vergence Facility. Journal of Behavioral Optometry, 21(5): 119- 122
Sakai, Tatsuo. 2009. Review and Prospects for Current Studies on Very High Cycle Fatigue of Metallic Materials for Machine Structural Use. Journal of Solid Mechanics and Materials Engineering, 3(3): 425-439
84
Saliberrl & Nilsen. 1995. Is there a typical VDT patient? A demographic analysis. J. Am Optom Assoc. Hal. 479-83 Shiozawa, K. 2006. Subsurface crack initiation and propagation mechanism in highstrength steel in a very high cycle fatigue regime. International Journal of Fatigue, 28(11): 1521– 1532 Subitha, M. 2013. Pengaruh Komputer Terhadap Kesehatan Mata. Jakarta : Universitas Guna Dharma. Suma’mur. 1996. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV. Haji Masagung. Suma’mur, PK. 2009. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Sagung Seto Tarwaka dkk. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Produktivitas. UNIBA Press, Surakarta. Taylor & Francis. 1997. Aspek Keselamatan Kerja pada Pemakaian Komputer. Elektro Indonesia
Edisi
ke
Tujuh,
April
http://www.elektroindonesia.com/elektro/komput6.html.
1997.
Dari:
Diunggah
pada
tanggal 16 November 2013. Tjidarbumi D, Mangunkusumo R. 2002. Cancer in Indonesia, present and future. Jpn J Clin Oncol 32:S17S21. Wasisto,
S.W.
2005.
Komputer
Secara
Ergonomis
dan
Sehat.
Dari:
http://www.wahana.com. Diunggah pada tanggal 7 November 2013. Yuhardin. 2007. Tahun 2015, jumlah Komputer Dunia Capai 2 Miliar. Dari: http://scriptintermedia.com/view.php?id=605. Diunggah pada tanggal 7 Januari 2014.
85
LAMPIRAN
A. HASIL ANALISIS UNIVARIAT Kelelahan_Mata
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Ya
35
70.0
70.0
70.0
Tidak
15
30.0
30.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Usia_45
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
>=45
3
6.0
6.0
6.0
<45
47
94.0
94.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Kelainan Refraksi
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
27
54.0
54.0
54.0
2
23
46.0
46.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Istirahat Mata
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tidak
31
62.0
62.0
62.0
Ya
19
38.0
38.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Jarak_Monitor
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<50
14
28.0
28.0
28.0
>=50
36
72.0
72.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Durasi Penggunaan Komputer
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
>=4
44
88.0
88.0
88.0
<4
6
12.0
12.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Cahaya
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tidak memenuhi standar
42
84.0
84.0
84.0
Memenuhi standar
8
16.0
16.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
B. HASIL ANALISIS BIVARIAT 1. Hubungan Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata Crosstabulation umur_45 >=45 Kelelahan_Mata
<45
Total
Ya
2
33
35
Tidak
1 3
14 47
15 50
Total
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.897
.000
1
1.000
.017
1
.898
.017 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
Exact Sig. (2sided)
1.000 .017
1
.898
50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,90. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.666
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kelelahan_Mata (Ya / Tidak) For cohort umur_45 = >=45 For cohort umur_45 = <45 N of Valid Cases
Lower
Upper
.848
.071
10.137
.857 1.010
.084 .863
8.748 1.183
50
2. Hubungan Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata Kelelahan_Mata * Refraksi Crosstabulation Count Refraksi 1 Kelelahan_Mata
2
Total
Ya
23
12
35
Tidak
4 27
11 23
15 50
Total
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.011
4.969
1
.026
6.593
1
.010
6.445 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.015 6.316
1
.012
50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,90. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kelelahan_Mata (Ya / Tidak) For cohort Refraksi = 1 For cohort Refraksi = 2 N of Valid Cases
Lower
Upper
5.271
1.380
20.138
2.464 .468
1.030 .269
5.898 .811
50
Exact Sig. (1sided)
.012
3. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Kelelahan Mata Kelelahan_Mata * Istirahat Crosstabulation Count Istirahat Tidak Kelelahan_Mata
Ya
Total
Ya
24
11
35
Tidak
7 31
8 19
15 50
Total
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.144
1.310
1
.252
2.105
1
.147
2.138 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.205
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
2.096
1
.148
50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,70. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kelelahan_Mata (Ya / Tidak) For cohort Istirahat = Tidak For cohort Istirahat = Ya N of Valid Cases
Lower
Upper
2.494
.721
8.619
1.469 .589
.818 .298
2.639 1.164
50
4. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Kelelahan Mata Kelelahan_Mata * Jarak_Monitor Crosstabulation Count Jarak_Monitor <50 Kelelahan_Mata Total
>=50
Total
Ya
13
22
35
Tidak
1 14
14 36
15 50
Exact Sig. (1sided)
.127
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2sided)
a
1
.028
3.444
1
.063
5.768
1
.016
4.837 b
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
.039
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
b
4.741
1
.029
50
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,20. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kelelahan_Mata (Ya / Tidak) For cohort Jarak_Monitor = <50 For cohort Jarak_Monitor = >=50 N of Valid Cases
Lower
Upper
8.273
.972
70.418
5.571
.799
38.845
.673
.505
.899
50
5. Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Kelelahan Mata Kelelahan_Mata * Durasikomp Crosstabulation Durasikomp >=4 Kelelahan_Mata Total
<4
Total
Ya
34
1
35
Tidak
10 44
5 6
15 50
.026
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.002
6.575
1
.010
8.515
1
.004
9.235 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.007
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
9.051
b
1
.003
50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,80. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kelelahan_Mata (Ya / Tidak) For cohort Durasikomp = >=4 For cohort Durasikomp = <4 N of Valid Cases
Lower
Upper
17.000
1.774
162.887
1.457
1.014
2.093
.086
.011
.673
50
6. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Kelelahan Mata Kelelahan_Mata * Cahaya Crosstabulation Count Cahaya Tidak memenuhi standar Kelelahan_Mata Total
Memenuhi standar
Total
Ya
32
3
35
Tidak
10 42
5 8
15 50
.007
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.029
3.125
1
.077
4.396
1
.036
4.790 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.043 4.694
1
.030
50
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kelelahan_Mata (Ya / Tidak) For cohort Cahaya = Tidak memenuhi standar For cohort Cahaya = Memenuhi standar N of Valid Cases
Lower
Upper
5.333
1.079
26.358
1.371
.945
1.989
.257
.070
.941
50
Exact Sig. (1sided)
.043
KUESIONER FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI PT. DUTA ASTAKONA GIRINDA
Assalammualaikum Wr. Wb. Perkenalkan saya: Nama : Randy Septiansyah NIM : 1110101000057 Saya bermaksud meneliti tentang “FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI PT. DUTA ASTAKONA GIRINDA TAHUN 2014”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi pertanyaan pada kuesioner ini dengan lengkap. Setiap data yang Anda isikan pada kuesioner ini dijamin kerahasiannya. Wassalammualaikum Wr. Wb. Petunjuk Pengisian:
Berilah tanda ceklist (√ ) pada kolom/kotak yang disediakan untuk setiap jawaban yang Anda isikan.
Jika jawaban bukan merupakan pilihan, maka isilah pada garis bawah (_______) yang tersedia
Khusus pekerja, isi pertanyaan yang hurufnya BERWARNA UNGU
No. Responden
LEMBAR KUESIONER A. Pekerja A1. Nama
:
A2. No. Handphone
:
A3. Tanggal Lahir
:
Note: Pilihlah salah satu jawaban dibawah ini dengan cara melingkari.(A4-A7) A4. Apakah Anda menggunakan kacamata/kontak lensa? 1.Ya 2.Tidak (Jika “Tidak”, lanjut ke pertanyaan A6) A5. Jenis kacamata apakah yang anda gunakan saat bekerja? 1. Kacamata minus/plus 2. Kacamata bifokus 3. Kacamata lensa biasa tanpa efek A6. Apakah setiap satu jam pemakaian komputer anda mengistirahatkan mata minimal 10 menit ? 1. Tidak 2. Ya A7. Apa bagian pekerjaan Anda? 1. General Affair, Marketing, Ruang Data, Hardware. 2. Maintainance, Admin, Manager. 3. Finance, Programmer
Note: Jawablah pertanyaan dibawah ini.(A8-A9) A8. Berapa lama rata-rata anda bekerja dalam ruang kantor dalam 1 hari? ________________ jam A9. Berapa lama rata-rata anda bekerja menggunakan komputer di kantor? ________________ jam B. Keluhan Kelelahan Mata B1. Setelah menggunakan komputer lebih dari 2 jam, apakah Anda mengalami gangguan atau gejala seperti di bawah ini? No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Keluhan
Ya
Tidak
Nyeri/terasa berdenyut di sekitar mata Penglihatan kabur Penglihatan rangkap/ganda Mata merah Mata terasa perih Mata berair Sulit fokus Sakit kepala (berat/nyut -nyutan) Pusing disertai mual
(Sumber: Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Works, and Health. USA: Aspen Publisher Inc.)
C. Hasil Pengukuran
1. Lux Meter : ......, ........, .......... = ......... (diisi peneliti) 1. Tidak memenuhi standar 2. Memenuhi Standar 2. Jarak Monitor
: ........... cm (diisi peneliti)
1. < 50 cm 2. ≥ 50 cm 3. Pengukuran Refraksi mata (diisi oleh Refraksionis) 1. Ada kelainan 2. Tidak ada kelainan ________________Terima Kasih________________