Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Pekerja Maintenance PT AntamTbk UBPE Pongkor 2014 Adimas Lukminto Jati Kusumo Departmen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected] /
[email protected]
Abstrak Musculoskeletal Disorders (MSDs) masih menjadi permasalahan kesehatan kerja yang sering ditemui di dunia. Pekerja maintenance tambang merupakan salah satu jenis pekerjaan yang berisiko terhadap MSDs karena karakteristik pekerjaan dan faktor risiko lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja maintenance PT Antam Tbk UBPE Pongkor. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain studi potong-lintang. Penelitian ini menggunakan beberapa metode pengukuran; keluhan MSDs diukur menggunakan Standardised Nordic Questionnaires; faktor risiko pekerjaan diukur menggunakan BRIEF (Baseline Risk Identification Ergonomics Factors) dan BEST (BRIEF Exposure Scoring Technique); faktor psikososial diukur menggunakan Job Content Questionnaires (JCQ); dan faktor lainnya menggunakan kuesioner. Data dianalisis statistic menggunakan uji chi square. Hasil penelitian diperoleh bahwa 77,6% responden mengalami keluhan MSDs dengan bagian tubuh yang paling banyak dikeluhkan adalah punggung bagian bawah (56,1%) dan bahu (31,8%). Kemudian, tingkat risiko pekerjaan dominan sedang (52,3%) dan tinggi (35,5%). Dari hasil uji statistik, terdapat hubungan bermakna antara indeks massa tubuh (IMT) dengan keluhan MSDs (p=0,034). Dengan demikian perusahaan perlu menyediakan training mengenai faktor risiko MSDs, peninjauan ulang WI/SOP agar mempertimbangkan aspek ergonomi, meningkatkan promosi kesehatan kerja dan peran pengawasan, dan mengendalikan obesitas di tempatkerja. Selain itu penting dilakukan oleh pekerja untuk melakukan peregangan otot setelah bekerja. Kata kunci: Musculoskeletal disorders, pekerjamaintenance, tambang
Factors that Related with Sigh of Musculoskeletal Disorders Among Maintenance Workers PT AntamTbk UBPE Pongkor 2014 Abstract Musculoskeletal Disorders (MSDs) is the common case of occupational health in the world. Maintenance worker in mining become one of occupation that have risk of MSDs because of its work characteristic and another factors. This study aim to know factors that associated with the sigh of MSDs in maintenance workers PT AntamTbk UBPE Pongkor. This is an observation study with cross sectional design. This study use several methods in measurement; sigh of MSDs is measured with Standardized Nordic Questionnaires; Job risk factor with BRIEF (Baseline Risk Identification Ergonomics Factors) and BEST (BRIEF Exposure Scoring Technique); psychosocial factors with Job Content Questionnaires (JCQ); and another factors are measured with ordinal questionnaire and the data is analyzed statistically with chi square test. The result shows that sigh of MSDs reach 77,6% with part of body that commonly have MSDs are low back (56,1%) and shoulders (31,8%). Then, job risk factor dominant in medium risk (52,3%) and high risk (35,5%). Statistic test shows that there is significant relationship between body mass index with sigh of MSDs (p=0,034). Thus, the company have to provide training on maintenance workers to know risk factors of MSDs in workplace, review WI/SOP in order to consider the ergonomics aspect, upgrade the health promotion in workplace and the role of supervision, and control obesity in workplace. In addition, it’s important to consider by workers, stretching after work. Keyword: Musculoskeletal disorders, maintenance workers, mining.
1 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
Pendahuluan Globalisasi dan industrialisasi menuntut pekerja berinteraksi dengan sistem lain yang berteknologi canggih guna mencapai produktivitas optimal perusahaan. Tidak jarang apabila interaksi antaranya terdapat ketidaksesuaian (mismatch) sehingga timbul masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hawkins dan Orlady (1993) melalui teori penyebab kecelakaan ‘SHELL’ menerangkan bahwa sistem lain yaitu mesin, lingkungan kerja, dan manusia lain harus menyesuaikan dengan komponen sentral (manusia) untuk mengantisipasi keterbatasan manusia dan menghindari stress dan kecelakaan pada sistem aviasi. Kecelakaan kerja yang terjadi dapat berupa kecelakaan minor (luka ringan), major (luka berat), fatality (kematian). Selain itu dapat timbul berbagai macam penyakit akibat kerja, salah satunya Musculoskeletal Disorders (MSDs). MSDs sebagai sekumpulan kondisi yang melibatkan saraf, tendon, otot, dan struktur penyangga seperti tulang belakang. Bagian tubuh tersebut menunjukkan berbagai gangguan yang mempunyai tingkat keparahan berbeda, mulai dari gejala jangka pendek hingga gangguan yang bersifat kronik dan penurunan fungsi (NIOSH, 1997). MSDs masih menjadi masalah kesehatan kerja yang sering ditemui di dunia. Penelitian pada beban global akibat penyakit akibat faktor pekerjaan menunjukkan bahwa insiden tahunan MSDs adalah 31% dari seluruh penyakit akibat kerja di dunia pada tahun 1994 (Leigh et al, 1999). Data di Eropa menunjukan bahwa 60% dari orang yang yang mengalami masalah kesehatan terkait kerja teridentifikasi masalah MSDs dan dianggap sebagai permasalahan kesehatan terkait kerja yang paling serius (European Commision, 2010). Data dari HSE UK (2012), terdapat 452 kasus penyakit baru pada pekerja selama 12 bulan terakhir. Sekitar 80% dari kasus baru tersebut adalah MSDs dan stress. Kemudian tidak lama ini Departemen Buruh Amerika Serikat mengeluarkan berita yang salah satunya menyebutkan bahwa kasus MSDs pada tahun 2012 di Amerika terhitung sebanyak 388,060 atau 34% dari jumlah total kasus cedera dan penyakit (US Departement of Labor, 2013). Di beberapa wilayah di Asia juga mempunyai masalah yang sama. Prevalensi MSDs di Taiwan dianalisis oleh Guo HR dkk melalui data survei nasional di Taiwan tahun 1994 berdasarkan umur, gender, tingkat pendidikan, dan identifikasi industri berisiko tinggi. Survei ini dilakukan pada 22.475 pekerja di perusahaan di Taiwan. Hasilnya, 37 % mengalami MSDs (Guo, 2004). Sedangkan, di Indonesia, berdasarkan hasil survei Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya.Gangguan kesehatan yang dialami pekerja menurut survey yang dilakukan terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia, 2 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
umumnya berupa MSDs (16%), gangguan kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan gangguan THT (1.5%) (Depkes RI, 2005). Masalah terkait MSDs ini mengharuskan korban menanggung sejumlah biaya. Menurut Weahrer, Leigh, dan Miller (2005) dalam Piedrahita (2006), biaya akibat MSDs meliputi biaya langsung (direct cost) yaitu meliputi biaya pengobatan/kompensasi dari perusahaan kepada pekerjan. Kemudian biaya tidak langsungnya (indirect cost) berupa penurunan produktivitas perusahaan karena absenteisme, gaji hilang, perekrutan dan training pemindahan pekerja yang sakit, dan lain-lain. Juga biaya kualitas hidup (quality-of-life cost) yang berupa rasa sakit yang dirasakan korban ataupun keluarganya. Terlebih lagi, biaya kompensasi MSDs mencapai tiga per empat dari total biaya akibat cedera dan penyakit di prancis tahun 2005 dan 1,1% dari Gross National Product (GNP) German tahun 2006 (Eurofound, 2012). Pekerja maintenance menjadi pekerja yang berisiko tinggi terhadap MSDs karena karakteristik pekerjaannya yang sering menggunakan postur janggal, beban berat, dan gerakan berulang. Hal ini juga didukung oleh penelitian Hildebrandt et al (2007) dan Departemen Buruh Amerika (2012) yang menyatakan bahwa pekerja maintenance merupakan pekerja peringkat kelima yang mempunyai kasus MSDs tinggi di Amerika. Risikonya akan menjadi lebih tinggi apabila pekerja maintenance-nya bekerja di industri pertambangan yang merupakan industri dengan peralatan berteknologi canggih dan berukuran besar seperti alat berat (heavy equipment), mesin crushing, dsb. Salah satu perusahaannya adalah PT Antam Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor. Pekerja maintenance di perusahaan tersebut menjadi layak diteliti berdasarkan studi awalan penilaian risiko MSDs pada beberapa tugas pekerja maintenance tambang yang diperoleh skor REBA 6-10 (berisiko tinggi terkena MSDs). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi keluhan MSDs pada pekerja maintenance di PT Antam Tbk UBPE Pongkor dan faktor-faktor yang berhubungan dengan MSDs meliputi risiko pekerjaan, getaran, faktor psikososial, umur, konsumsi rokok, dan indeks massa tubuh (IMT). Kemudian mencari tahu hubungan faktor-faktor tersebut dengan keluhan MSDs.
Tinjauan Teoritis Berdasarkan Nunes & McCauley Bush (2012), faktor risiko MSDs dapat dibagi menjadi tiga yaitu faktor fisik, faktor psikososial, dan faktor individu. Faktor fisik merupakan faktor biomekanika pekerjaan dan faktor lingkungan yang meliputi postur janggal, gerakan 3 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
berulang, beban, durasi kerja, temperatur rendah, getaran, dan tekanan mekanik. Faktor psikososial merupakan faktor non-fisik yang dapat mempengaruhi MSDs. Faktor psikososial merupakan persepsi individu terhadap organisasi kerja di tempat kerjanya. Faktor individu meliputi faktor umur, jenis kelamin, konsumsi rokok/alkohol, aktivitas fisik, kekuatan fisik, dan anthopometri. Faktor risiko pekerjaan adalah karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan risiko cedera pada sistem otot rangka. Faktor risiko ergonomi adalah sifat/karakteristik pekerja atau lingkungan kerja yang dapat meningkatkan kemungkinan pekerja menderita gejala MSDs (LaDao,2004). Menurut NIOSH (1997), getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Hal ini akan menyebabkan peredaran darah tidak lancer, penimbunan asam laktat meningkat dan berakibat menimbulkan rasa nyeri otot. Selain itu John (2007) menyebutkan bahwa getaran yang berlebih menyebabkan rasa sakit pada otot, sendi, dan organ-organ internal, serta dan menyebabkan mual. Faktor psikososial tidak dapat dilihat sebagai faktor penyebab langsung terjadinya MSDs, akan tetapi kombinasinya dengan faktor fisik akan meningkatkan risiko terjadinya MSDs. Keadaan psikologis yang negatif akan menimbulkan gangguan fisik seperti ketegangan otot (Nunes & McCauley Bush, 2012). Menurut Bridger (2003), seiring dengan meningkatnya umur, akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan tersebut mulai terjadi pada umur 30 tahun. Pada umur 30 tahun terjadi degenerasi berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, dan pengurangan cairan. Hal tersebut akan menyebabkan stabilitas pada otot dan tulang berkurang. Salah satu penjelasan hubungan tersebut adalah bahwa sakit punggung disebabkan oleh batuk karena merokok. Batuk meningkatkan tekanan abdominal dan intradiscal, sehingga menimbulkan ketegangan pada tulang belakang. Teori lainnya menyebutkan bahwa nikotin menyebabkan aliran darah berkurang, dan merokok juga mengurangi mineral tulang karena mikrofraktur (Nunes & McCauley Bush, 2012). Penelitian lain memperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut
4 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah (Jeanie Croasmun, 2003). Penelitian Heliovara (1987) yang dikutip oleh NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh timbulnya herniated lumbar disc pada jenis kelamin pria. Kegemukan dan obesitas mengarah pada konsekuensi kesehatan yang serius, salah satunya MSDs terutama osteoarthritis. Semakin gemuk (IMT tinggi) seseorang maka bertambah besar risiko untuk mengalami MSDs. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Apabila hal ini terjadi berkelanjutan maka akan menyebabkan penekanan bantalan tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC & Horn SE, 1998).
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan studi potong lintang. Sampel yang digunakan berjumlah 107 pekerja maintenance di PT Antam Tbk UBPE Pongkor, di area pabrik maupun area tambang. Besaran sampel diperoleh dari perhitungan uji kecukupan sampel (uji beda dua proporsi). Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode meliputi Baseline Risk Identification Ergonomics Survey (BRIEF) dan BRIEF Exposure Scoring Technique (BEST) untuk mengukur tingkat risiko pekerjaan responden; Standardised Nordic Questionnaires untuk mengukur keluhan MSDs dengan mengambil batasan bahwa keluhan MSDs yang terjadi dialami dalam tujuh hari terakhir; Job Content Questionnaires (JCQ) untuk mengukur faktor psikososial di tempat kerja dengan menggunakan indicator job strain; Pengukuran langsung dengan timbangan dan meteranpada pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk memperoleh indeks massa tubuh; dan kuesioner untuk mengukur variabel lainnya. Alur manajemen data meliputi mengedit data, pengkodean data, pengecekan (cleaning), dan input data. Analisis data meliputi analisis non-statistik dan analisis statistik. Analisis data nonstatistik meliputi analisis metode BRIEF dan metode BEST. Selanjutnya data diinput ke perangkat lunak statistik untuk dianalisis secara statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square dengan batas kemaknaan α=0,05.
5 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
Gambar 1 Form BRIEF
Gambar 2 Form BEST
6 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
Hasil Penelitian Hasil penelitian memperoleh bahwa pekerja maintenance di PT Antam Tbk UBPE Pongkor yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 83 responden (77,6%) dan sisanya tidak mengalami keluhan MSDs. Keluhan terbanyak ditimbulkan pada bagian tubuh punggung bawah sebanyak 60 responden (56,1%) dan bahu sebanyak 34 responden (31,8%). Berdasarkan metode BEST, dominan risiko pekerjaan pada responden adalah risiko sedang yaitu sebanyak 56 (53,3%) dan tinggi sebanyak 36 (33,6%). Bagian tubuh yang mempunyai risiko tinggi paling banyak adalah tangan/pergelangan tangan kanan, siku kanan, dan bahu kanan. Punggung sebagian besar berisiko sedang tetapi jumlahnya mencapai 63,6%. Secara lengkap disajikan dalam grafik berikut. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Rendah Sedang Tinggi
Gambar 3. Grafik Tingkat Risiko Pekerjaan Berdasarkan Bagian Tubuh Gambaran risiko pekerjaan berdasarkan jenis tugas/pekerjaannya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Tingkat Risiko Pekerjaan Berdasrkan Jenis Tugas/Pekerjaan-nya No 1
Nama Tugas/pekerjaan Perbaikan conveyor Menambal trek konveyor bocor Memasang pembatas konveyor Melepas (memukul) rol konveyor yang rusak Memasang roll conveyor Mengganjal konveyor dengan tuas ketika memasang roll conveyor Menarik rantai pully conveyor Memasang besi penyangga pada conveyor
Tingkat Risiko Pekerjaan Sedang Sedang Tinggi Sedang Sangat Tinggi Tinggi Sedang
7 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
2
4
5
6
7 8 9
10 11
12
13
14 15
Memperbaiki sambungan konveyor Tinggi Pengelasan Pembuatan cyclone box di pabrik Sedang Memotong lembar baja dengan las Sedang Menyambung pipa besi dengan las Rendah Mengelas pipa air pada bengkel tambang Rendah Pengelasan pada mesin LHD (alat berat) Sedang Perbaikan Ballmills (Penggantian Rubberliner Ballmills) Memindahkan/mengangkat rubberliner Sedang Melepaskan baut ballmills dengan kunci angin Sedang Melepaskan baut ballmills dengan kunci manual Sedang Kontrol Ballmills Rendah Memukul baut ballmill untuk melepaskan Tinggi rubberliner dari ballmills Melepas besi pada rubberliner yang rusak Sedang Memotong ruberliner agar sesuai dengan ukuran Sedang yang dibutuhkan Memasang rubberliner baru di dalam ballmills Tinggi Perbaikan Mesin jaw crusher Melepas baut pada mesin jaw crusher Tinggi Memperbaiki jaringan listrik mesin jaw crusher Sedang Menggerinda Menggunakan gerinda tidak bergerak Rendah Menggunakan gerinda bergerak Rendah Tinggi Mengoperasikan mesin bubut Rendah Mengoperasikan mesin bor Perbaikan Secondary Screen Memasang/memukul screen baru Tinggi Memasang lis sreen Sedang Tinggi Memperbaiki pipa pompa kolam recovery Perawatan kelistrikan Perawatan instrument listrik pada mesin ballmills Sedang Perawatan alat sampel otomatis Sedang Memasang motor pompa screen Sedang Perbaikan control pompa screen Sedang Mengencangkan baut pompa mesin sreen Tinggi Memasang kabel/instalasi listrik pada plant Tinggi Memperbaiki motor pompa di bengkel Rendah Merapikan gulungan kabel di bengkel Sedang Pressing kabel untuk memasang instrument pada Tinggi kabel Memotong kabel Rendah Perbaikan blower di bengkel Sedang Pekerja Sipil Pengecoran Sedang Konstruksi Tinggi Perbaikan granby Perbaikan roda granby (membuka – Sedang mengencangkan baut) Perbaikan roda granby (memukul baut) Sedang Perbaikan Socrete Membuka/mengencangkan baut Sedang Perbaikan Jumbodrill
8 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
16
16
16
Memperbaiki instrument listrik bagian atas Memperbaiki instrument listrik bagian bawah Memukul baut Perbaikan di kolong mesin Perbaikan LHD Perbaikan mesin LHD bagian belakang Membuka baut untuk melepaskan bucket Melepaskan poros sendi untuk melepaskan bucket Memperbaiki silinder LHD Memasang poros sendi bucket LHD (memukul) Memasang baut bucket LHD Membuka baut ban LHD dengan kunci angin Melepas ban LHD Perbaikan mesin PAUS Membuka baut dengan kunci manual Perbaikan mesin bagian bawah Service Engine Mengganti oli Perbaikan engine jumbodrill bagian dalam Servis engine yang telah dikeluarkan dari alat berat
Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sangat Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Rendah
Gambaran faktor-faktor yang lainnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Faktor-faktor Lainnya No Faktor 1 Tingkat Risiko Paparan Getaran Risiko Rendah Risiko Sedang Risiko Tinggi 2 Faktor Psikososial Tidak Ada Job Strain Ada Job Strain 3 Umur < 30 tahun 30 tahun 4 Konsumsi Rokok Tidak Merokok Perokok Ringan Perokok Sedang Perokok Berat 5 Indeks Massa Tubuh (IMT) Underweight Normal Overweight/obesity
Frekuensi
Persentase (%)
71 27 9
66,4 25,2 8,4
87 20
81,3 18,7
18 89
16,8 83,2
27 17 49 14
25,2 15,9 45,8 13,1
12 58 37
11,2 54,2 34,6
Hasil analisis hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs dapat dilihat pada tabel berikut.
9 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
Tabel 3. Hasil analisis hubungan dengan uji statistik chi square Faktor-faktor Risiko Pekerjaan Rendah Sedang Tinggi Risiko Paparan Getaran Rendah Sedang Tinggi Faktor Psikososial Tidak ada Job Strain Ada Job Strain Umur < 30 tahun 30 tahun Konsumsi Rokok Tidak Merokok Perokok bukan perokok berat Perokok Berat Indeks Massa Tubuh (IMT) Underweight Normal Overweight/obesity
Keluhan MSDs Tidak Ada Ada N % N
Total
P Value
%
4 13 7
30,8 23,2 18,4
9 43 31
69,2 76,8 81,6
13 56 38
0,641
19 5 0
26,8 18,5 0
52 22 9
73,2 81,5 100
71 27 9
0,165
21 66
87,5 79,5
3 17
12,5 20,5
24 83
0,554
1 23
5,6 25,8
17 66
94,4 74,2
18 89
0,068
5 15 4
17,9 23,1 28,6
23 50 10
82,1 76,9 71,4
28 65 14
0,72
0 18 6
0 31,0 16,2
12 40 31
100 69,0 83,8
12 58 37
0,034
Pembahasan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami keluhan MSDs berjumlah 83 (77,6%) dengan bagian tubuh yang sering dieluhkan adalah punggung bawah (56,1%) dan bahu (31,8%). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Hildebrandt et al (2007). Berdasarkan observasi, dugaan penyebab keluhan terbesar pada punggung bawah adalah karena karakteristik pekerjaan responden yang menuntut untuk melakukan gerakan membungkuk. Responden dapat melakukan gerakan membungkuk hingga membentuk sudut ± 90° padahal gerakan membungkuk yang berisiko dimulai dari gerakan membungkuk dengan sudut 20° (Humantech, 1995).
10 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
Gambar 4. Jenis pekerjaan responden yang menuntut gerakan membungkuk; (a) melepaskan baut rubberliner ballmills, (b) penggantian screen, (c) perbaikan alat berat (LHD). Keluhan terbesar kedua adalah bahu (31,8%). Berdasarkan hasil observasi, hal ini dikarenakan pekerjaan responden banyak melibatkan gerakan berulang pada bagian tubuh anggota gerak atas yang meliputi bahu, siku, tangan/pergelangan tangan. Selain itu responden membawa beban seperti palu, linggis, kunci inggris, dan peralatan lain dalam melakukan pekerjaannya. Hal tersebut dapat mengakibatkan penggunaan otot berlebih terutama pada otot bahu sehingga menimbulkan keluhan. Kombinasi dari gerakan berulang dan beban akan membawa dampak yang lebih berat.
(b)
(a)
(c)
Gambar 5. Jenis pekerjaan responden yang gerakan berulang dan/atau dengan beban; (a) memindahkan rubberliner ballmills, (b) melepaskan baut ballmills, (c) melepaskan baut mesin crushing. Postur janggal memang tidak terhindarkan bagi responden dalam melakukan pekerjaannya, tetapi risikonya dapat dikurangi dengan memanipulasi durasi kerja. Hal yang sering dilakukan malah lebih mementingkan pekerjaan cepat selesai dari pada aspek
11 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
kesehatan. Dari sini terdapat kesimpulan bahwa pengetahuan responden dalam mengenali faktor risiko MSDs di tempat kerja masih kurang sehingga perlu dilakukan pelatihan. Hubungan Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs (p=0, 641). Hasil ini sejalan dengan penelitian Maijunidah (2010). Walaupun tidak menunjukkan hubungan secara statistik akan tetapi besarnya proporsi risiko pekerjaan sedang (52,3%) dan tinggi (35,5%) mendukung besarnya proporsi keluhan MSDs (77,6%). Kemudian, bagian tubuh yang paling sering mengalami keluhan adalah punggung (56,1%) dan bahu (34%). Hal ini didukung dengan hasil penelitian bahwa tingkat risiko tinggi paling sering terdapat pada bahu kanan, siku kanan, dan tangan/pergelangan tangan. Walaupun tingkat risiko tinggi pada punggung bagian bawah sedikit akan tetapi jumlah tingkat risiko sedangnya mencapai 63,6%. Selain itu, dapat juga dikarenakan terdapat bias dalam menentukan tugas/pekerjaan yang akan diukur risiko pekerjaannya Berdasarkan observasi dan informasi yang penulis dapatkan, ternyata jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden bervariasi. Setiap responden dituntut untuk dapat melakukan beberapa jenis pekerjaan. Hal ini menyebabkan responden sebenar-benarnya mempunyai lebih dari satu risiko pekerjaan. Dalam melakukan penilaian risiko ergonomi, penulis hanya mampu menilai salah satu tugas/pekerjaan responden yang didasarkan atas kesempatan penulis dalam melakukan observasi di lapangan. Terdapat kemungkinan bahwa risiko pekerjaan yang telah didapat bukanlah risiko pekerjaan yang representatif dalam menggambarkan risiko pekerjaan yang dimiliki responden. Tingkat risiko pekerjaan memang menjadi faktor pendukung tetapi mungkin bukan menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya MSDs. Sebaiknya, variabel yang mempengaruhi MSDs merupakan faktor risiko yang terdapat di lapangan meliputi postur janggal, gerakan berulang, beban, dan durasi kerja. Hubungan Tingkat RisikoPaparan Getaran dengan Keluhan MSDs Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna (p=0,165). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2013). Hasil penelitian yang tidak menunjukkan hubungan tersebut diduga disebabkan oleh beberapa hal diantaranya metode pengukuran tingkat risiko paparan getaran bersifat subjektif sehingga memungkinkan timbulnya bias pada jawaban responden. Selain itu, karakteristik getaran juga menentukan efek MSDs yang diderita. Paparan getaran seluruh tubuh berhubungan dengan LBP (low back pain) sedangkan paparan getaran pada tangan/pergelangan tangan berhubungan dengan CTS (carpal tunnel syndrome) dan sindrom getaran tangan-lengan (NIOSH, 1997). Berdasarkan 12 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
observasi penulis, karakteristik paparan getaran pada responden termasuk dalam kedua kategori paparan getaran yaitu getaran seluruh tubuh dan getaran tangan-lengan. Getaran seluruh tubuh dialami oleh responden ketika memasuki area pabrik Getaran tangan-lengan dialami responden ketika menggunakan peralatan yang bergetar seperti kunci angin, mesin bor, gerinda, mesin bubut, atau ketika responden sedang memperbaiki alat berat dalam keadaan mesin masih hidup. Sedangkan, keluhan MSDs yang diukur adalah keluhan MSDs secara umum, baik keluhan MSDs pada bagian sumbu tubuh maupun bagian anggota gerak. Hal ini yang dapat diduga menyebabkan tingkat risiko paparan getaran tidak berhubungan secara statistik. Hubungan Faktor Psikososial dengan Keluhan MSDs Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna (p=0,554). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Astuti (2013). Tetapi tidak sejalan dengan teori bahwa faktor psikososial negatif akan meningkatkan risiko MSDs (Nunes & McCauley Bush, 2012). Selain itu juga tidak sejalan dengan beberapa penelitian, khususnya dalam hal permintaan kerja (job demand) dan control terhdap pekerjaan (job decision latitude) (Bongers et al, 1993; Bernard et.al, 1994; Skov, 1996). Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden memiliki kondisi psikologis tergolong baik (81,3% tidak mengalami job strain). Menurut hasil observasi hal tersebut dikarenakan suasana kerja yang tidak ketat dan cenderung santai. Selain itu, tuntutan responden cenderung berupa tuntutan fisik daripada tuntutan pemikiran. Responden juga diberikan kebebasan dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya dengan cara mereka sendiri dengan syarat sesuai dengan WI/SOP. Kondisi ini sangat berlawanan dengan hasil proporsi keluhan MSDs yang mencapai angka 77,6%, sehingga faktor psikologis buruk pada responden memang tidak berkontribusi terhadap timbulnya keluhan MSDs. Hubungan Umur dengan Keluhan MSDs Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna (p=0,068). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Astuti (2013) dan Maijunidah (2010). Hasil ini berlawanan dengan teori bahwa seiring dengan meningkatnya umur, akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan tersebut mulai terjadi pada umur 30 tahun. Pada umur 30 tahun terjadi degenerasi berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, dan pengurangan cairan. Hal tersebut akan menyebabkan stabilitas pada otot dan tulang berkurang yang meningkatkan risiko MSDs (Bridger, 2003). Tidak adanya hubungan pada uji statistik diduga karena jumlah sampel penelitian yang belum cukup sehingga diperlukan sampel tambahan untuk mendapatkan hasil uji yang berhubungan.
13 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
Hubungan Konsumsi Rokok dengan Keluhan MSDs Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna (p=0,72). Hasil ini sejalan dengan penelitian Bukhori (2010) dan Maijunidah (2010). Berdasarkan observasi penulis, walaupun angka perokok pada responden tergolong tinggi (74,8%), akan tetapi secara kasat mata tidak terdapat responden yang mengalami batuk, sesak nafas (kekurangan oksigen), atau gejala lain yang berisiko meningkatkan keluhan MSDs, baik pada perokok berat maupun perokok bukan perokok berat. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori bahwa merokok berhubungan dengan LBP. Peningkatan frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Prevalensi sakit punggung meningkat seiring dengan tingkat merokok yang tinggi. Terdapat dugaan bahwa sakit punggung disebabkan oleh batuk karena merokok. Batuk meningkatkan tekanan abdominal dan intradiscal, sehingga menimbulkan ketegangan pada tulang belakang. Teori lainnya menyebutkan bahwa nikotin menyebabkan aliran darah berkurang, dan merokok juga mengurangi mineral tulang karena mikrofraktur(Nunes & McCauley Bush, 2012). Teori lainnya berasal dari (Croasmun, 2003) bahwa kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah sehingga berisiko mengalami MSDs.Berdasarkan informasi dari beberapa responden, merokok tidak menyebabkan hal-hal negatif di atas, tetapi dapat menjadi pelepas stress/ketegangan di saat bekerja yang dapat mengurangi ketegangan otot. Selain itu efek merokok seperti batuk, sesak nafas, dsb tidak terlalu berpengaruh terhadap ketegangan otot dibandingkan faktor risiko pekerjaan atau faktor paparan getaran, atau dapat dikatakan efeknya terlalu kecil sehingga dianggap nol. Hal demikian ini yang memungkinkan konsumsi rokok tidak berhubungan keluhan MSDs Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Keluhan MSDs Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna (p=0,034). Hasil ini sejalan dengan penelitian Ramdan dan Tianpri (2013) dan Karuniasih (2009). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kegemukan dan obesitas mengarah pada konsekuensi kesehatan yang serius, salah satunya MSDs terutama osteoarthritis. Semakin gemuk (IMT tinggi) seseorang maka bertambah besar risiko untuk mengalami MSDs. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Apabila
14 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
hal ini terjadi berkelanjutan maka akan menyebabkan penekanan bantalan tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC & Horn SE, 1998).
Kesimpulan 1. Berdasarkan
Standardised Nordic Questionnaires, terdapat 83 (77,6%) pekerja
maintenance PT Antam Tbk UBPE Pongkor
yang mengalami keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) dengan bagian tubuh yang paling sering mengalami MSDs adalah punggung bagian bawah; sedangkan 24 (22,4%) pekerja tidak mengalami keluhan MSDs. 2. Berdasarkan metode BRIEF dan BEST, pekerja maintenancePT Antam Tbk UBPE Pongkor mempunyai tingkat risiko pekerjaan rendah13 orang (12,1%), tingkat risiko sedang 56 orang (52,3%), dan tingkat risiko pekerajaan tinggi 36 orang (35,5%). Bagian tubuh yang mempunyai tingkat risiko tinggi terbanyak adalah bahu kanan. 3. Tingkat risiko paparan getaran pada pekerja maintenance di PT Antam Tbk UBPE Pongkor adalah tingkat risiko rendah yang berjumlah 71 orang (66,4%), tingkat risiko sedang 27 orang (25,2%), dan tingkat risiko tinggi 9 orang (8,4%). 4. Berdasarkan Job Content Questionnaires (JCQ), sebagian besar pekerja maintenance tidak mengalami job strain yaitu berjumlah 87 orang (81,3%), sedangkan pekerja yang mengalami job strain berjumlah 20 orang (18,7%). 5. Umur pada pekerja maintenance PT Antam Tbk UBPE Pongkor sebagian besar berada pada kategori ≥ 30 tahun yaitu berjumlah 89 orang (83,2%), sedangkan pada kategori < 30 tahun berjumlah 18 orang (16,8%). 6. Konsumsi rokok pekerja maintenance PT Antam Tbk UBPE Pongkor sebgian besar adalah perokok (74,8%);perokok ringan berjumlah 17 orang (15,9%), perokok sedang berjumlah 49 orang (45,8%), dan perokok berat berjumlah 14 orang (13,1%). 7. Indeks massa tubuh (IMT) pekerja maintenance PT Antam Tbk UBPE Pongkor pada kategori IMT underweight berjumlah 12 orang (11,2%), kategori IMT normal berjumlah 58 orang (54,2%), dan kategori IMT overweight berjumlah 37 orang (34,6%). 8. Terdapat hubungan bermakna antara indeks massa tubuh (IMT) dengan keluhan MSDs pada pekerja maintenance PT Antam Tbk UBPE Pongkor (p=0,034). Sedangkan faktor lainnya (risiko pekerjaan, risiko paparan getaran, faktor psikososial, umur, konsumsi rokok) tidak terdapat hubungan bermakna (p > 0,05).
15 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
Saran Saran bagi Pekerja 1. Melakukan peregangan otot setiap setelah menyelesaikan tugas. Peregangan otot difokuskan pada bagian tubuh yang baru saja melakukan pekerjaan. 2. Jangan terlalu lama melakukan postur janggal ketika bekerja, khususnya postur membungkuk. 3. Pekerja seharusnya melakukan pekerjaan juga dengan mempertimbangkan aspek kesehatan (khususnyaaspekergonomis), tidak hanya mementingkan pekerjaan cepat selesai. 4. Pekerja seharusnya mengatur pola menu makanan dengan menghindari makanan berkolesterol
tinggi
dan
memperbanyak
bahan
makanan
berserat
untuk
mempertahankan status gizi agar tidak menjadi kegemukan. 5. Pekerja seharusnya memakai sabuk pengaman punggung (corset) ketika mengerjakan pekerjaan berat. Saran bagi Perusahaan 1. Perbaikan desain layout kerja sehingga membuat lebih nyaman bekerja. Pada poin ini adalah penyediaan meja kerja yang lebih tinggi/sesuai untuk mekanik service engine. 2. Menyediakan kursi kecil untuk menghindari jongkok terlalu lama ketika melakukan pekerjaan, khususnya untuk mekanik bagian kelistrikan. 3. Modifikasi peralatan agar membuat lebih nyaman bekerja yang meliputi: Memperpanjang pegangan kunci manual untuk meminimalkan penggunaan tenaga ketika membuka atau mengencangkan baut mesin yang diperbaiki; khususnya untuk membuka baut mesin yang membutuhkan tenaga ekstra. Memberi alat penyangga (tripod) yang dapat disesuaikan tingginya pada mesin kunci angin sehingga beban angkat pada mesin dapat dihilangkan. Penggunaan alat pengangkat tenaga mesin ketika mengangkat benda/material dengan berat > 25 kg; atau diangkat oleh lebih dari satu orang untuk mengurangi beban angkat tiap orang. Mengganti landasan dengan landasan yang berspons (lebih lunak) untuk mekanik yang memperbaiki mesin di bagian bawah (posisi tidur) sehingga mengurangi tekanan jaringan otot pada punggung dan bahu.
16 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
4. Penambahan materi promosi kesehatan ergonomi di setiap kegiatan safety talkdi Biro maintenance, disamping penyampaian materi mengenai safety, lingkungan, dan pekerjaan. 5. Peninjauan ulang WI/SOP pada setiap jenis pekerjaan di bagian maintenancesehingga dalam pelaksanaannya juga mempertimbangkan aspek ergonomis; selanjutnya diterapkan dengan baik disertai dengan pengawasan. 6. Meningkatkan fungsi supervisor, selain sebagai pengawas pekerjaan juga pengawas akan tindakan yang membahayakan kesehatan ketika bekerja; khususnya terkait aspek ergonomi. 7. Penyelenggaraan program ergonomi di tempat kerja yang dilaksanakan secara sistemik yang meliputi identifikasi bahaya ergonomi, penilaian risiko ergonomi, pengendalian. 8. Penyelenggaraan program pengendalian obesitas di tempat kerja. 9. Menyelenggarakan training mengenai faktor risiko MSDs di tempat kerja dan cara penanggulangannya yang dilaksanakan minimal setahun sekali 10. Pemasangan poster mengenai MSDs di tempat kerja untuk meningkatkan kewaspadaan mengenai MSDs di tempat kerja. 11. Mempertahankan kegiatan senam sehat yang dilaksanakan setiap hari kamis dan meningkatkan tingkat partisipasinya. Saran bagi Penelitian Selanjutnya 1. Sebaiknya penelitian selanjutnya menggunakan metode atau instrumen pengumpulan data yang valid dan reliabel sehingga hasil penelitian akan lebih baik 2. Sebaiknya penelitian selanjutnya mempunyai strategi tertentu untuk mengendalikan bias penelitian sehingga data penelitian menjadi valid. 3. Sebaiknya penelitian selanjutnya dapat melihat setiap variabel dalam penelitian ini lebih detail, fokus dan mendalam lagi untuk mengembangkan lingkup penelitian.
17 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
Daftar Referensi Astuti, Indri. 2013. Analisis Risiko Ergonomi dan Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Subyektif Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Forklift di PT X Tahun 2010. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Bernard, Bruce et al. 1994. Job Task and Psychosocial Risk Factors for Work-Related Musculoskeletal Disorders Among Newspaper Employees. Scandinavian Journal of Work Environment and Health Volume 20 No. 6 December 1994: 417 – 426. Bongers, M Paulien et.al. 1993. Psychosocial Factors at Work and Musculoskeletal Diseases. Scandinavian Journal of Work Environment and Health Volume 19: 297 – 312.
Bridger, Robert. 2003. Introduction to Ergonomics (2ndEd). London: Taylor & Francis. Bukhori, Endang. 2010. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan dengan Terjadinya Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Tukang Angkut Penambang Emas Di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak Tahun 2010 [Skripsi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Bureau of Labor Statistics. 2013. Nonfatal Occupational Injuries And Illnesses Requiring Days Away Fromwork, 2012 (News Release).http://www.bls.gov/news.release/pdf/osh2.pdf Croasmun, Jeanie. 2003. Link Reported Between Smoking and MSDs. Annals of Rheumatic Diseases : Reuters. http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=670
Departemen Kesehatan. 2005. Profil Masalah Kesehatan tahun 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan. Eurofound. 2012.Fifth European Working Conditions Survey. Luxembourg: European Union. OSHA 29 CFR 1910; 29 CFR 1915. European Commision. 2010.Health and Safety at work in Europe (1999-2007): A Statistical Portrait. Luxembourg: Europe Union. Guo HR, Chang YC, Yeh WY, Chen CW, Guo YL. 2004. Prevalence of musculoskeletaldisorder among workers in Taiwan: a nationwide study. J Occup Health. 46(1):26-36. PubMed PMID: 14960827. Hawkins, F.H., & Orlady, H.W. (Ed.). 1993.Human factors in flight (2nd ed.). England: Avebury Technical. Hildebrandt, V.H.; Bongers, P.M.; Dul, Jan; Van, Frank J.H.; dan Kemper, Han. 2007. Identification of high-risk groups among maintenance workers in a steel company with respect to musculoskeletal symptoms and workload. Taylor & Francis Group. 39 (2): 232-242 18 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014
HSE. 2012.Annual Health and Safety Statistics Report 2011-2012. UK: HSE. John. 2007. Application of Ergonomic at Workplace. http://www.safetyinfo.com/guests/Ergonomic%20and%20MSD%20Fact%20Sheet.ht ml. LaDao, Josep (1994). Occupationel Health and Safety. Illionis National Safety Council. Leigh J, Macaskill P, Kuosma E, Mandryk J. Global burden of diseases and injuries due to occupational factors. Epidemiology. 1999;10(5):26–31. Maijunidah, Umi. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Assembling di PT X Bogor Tahun 2010. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 1997. Work-related musculoskeletal disorders (NIOSH Facts, document No. 705005). Washington, DC, USA; NIOSH. Nunes, Isabel L. & McCauley Bush, Pamela. 2012. Work-Related Musculoskeletal Disorders Assessment and Prevention, Ergonomics - A Systems Approach, Dr. Isabel L. Nunes (Ed.), ISBN: 978-953-51-0601-2,InTech, Available from: http://www.intechopen.com/books/ergonomics-a-systems approach/workrelatedmusculoskeletal-disorders-assessment-and-prevention Piedrahita, Hugo. 2006. Costs of Work-Related Musculoskeletal Disorders (MSDs) in Developing Countries: Colombia Case. International Journal of Occupational Safety andErgonomics, 12(4): 379–386. Ramdan, Iwan Muhammad dan Tianpri Bayu Laksono. 2013. Determinan Keluhan Musculoskeletal pada Tenaga Kerja Wanita. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Skov, Torten et.al. 1996. Psychosocial and Physical Risk Factors for Musculoskeletal Disorders of The Neck, Shoulders, and Lower Back In Salespeople. National Institute of Occupational Health, Denmark. Journal Occupational and Environmental Medicine Volume 53: 351 – 356
Tan HC dan Horn SE. 1998. Pratical manual of physical medicine and rehabilitation. St. louis, Mosby.
19 Faktor-faktor..., Adimas Lukminto Jati Kusumo, FKM UI, 2014