FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PELAPORAN BAHAYA PADA PEKERJA TEKNISI UNIT MAINTENANCE DI PT PELITA AIR SERVICE AREA KERJA PONDOK CABE, TANGERANG SELATAN TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH: Dwi Nurvita NIM : 1111101000039
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2015 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 3 Desember 2015
Dwi Nurvita
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2015 Dwi Nurvita, NIM : 1111101000039 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015 xxii + 186 halaman, 10 tabel, 5 gambar, 9 bagan, 8 lampiran
ABSTRAK PT Pelita Air Service memiliki based maintenance di area Pondok Cabe terdiri dari proses preflight dan postflight dengan potensi bahaya tinggi menimbulkan kecelakaan kerja. PT Pelita Air Service memiliki kegiatan pelaporan bahaya sebagai upaya preventif terjadinya kecelakaan dengan mengobservasi perilaku rekan kerja dan lingkungan kerja. Berdasarkan hasil observasi, masih terdapat kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman di lingkungan kerja namun hanya sedikit pekerja yang melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja teknisi unit maintenance yang tercatat sebagai pekerja tetap maupun pekerja kontrak di PT Pelita Air Service, area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan yang berjumlah 136 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan studi dokumen safety report. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi-square dan uji T-test Independen. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui 78,7% pekerja tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya dan 21,3% pekerja patuh melakukan pelaporan bahaya. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah usia, masa kerja, sikap, frekuensi paparan pelatihan keselamatan dan respon pihak pengawas. Sedangkan faktor-faktor yang terbukti berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah persepsi terhadap bahaya, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar dibuatkan safety instruction mengenai kewajiban pengisian kartu pelaporan bahaya, sosialisasi prosedur dan proses pelaksanaan pelaporan bahaya, pengisian pelaporan bahaya sebagai unsur penilaian Key Performance Indicator (KPI), pengawasan dan himbauan rutin dari safety officer, keterlibatan manajemen dalam aktivitas program, penambahan jumlah dan penyesuaian jenis kartu pelaporan bahaya di setiap wilayah yang memiliki potensi bahaya, pekerja melakukan diskusi dalam forum atau meeting satu kali seminggu dan melakukan kegiatan bulanan yaitu makan siang bersama.
ii
Kata Kunci
: Pelaporan bahaya, Kepatuhan, Pengisian Kartu
Daftar Bacaan : 95 (1996-2014)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Undergraduate Thesis, December 2015 Dwi Nurvita, NIM : 1111101000039 Factors Associated with Hazard Reporting Compliance in Unit Maintenance Technician Worker at PT Pelita Air Service, Pondok Cabe Area, Tangerang Selatan, Year 2015 xxii + 186 pages, 10 tables, 5 pictures, 9 chats, 8 attachments ABSTRACT PT Pelita Air Service has based maintenance in Pondok Cabe that consist of preflight and post flight process with high hazard potential which can cause work accident. PT Pelita Air Service has hazard reporting activities to prevent accidents by observing the behavior of co-workers and the working environment. Based on observation, there are still unsafe conditions and unsafe behavior in the workplace, but many workers did not fill the hazard reporting card.This study aims to determine the factors compliance with hazard reporting behavior in the unit maintenance technician workers at PT Pelita Air Service, Pondok Cabe area, Tangerang Selatan, 2015. This study is a quantitative research with a cross sectional study design. The sample for this study is all technicians in unit maintenance who registered as permanent and contract workers. There are 136 workers at PT Pelita Air Service, Pondok Cabe area, Tangerang Selatan. The data was collected from questionnaires and safety report document. Bivariate analysis was used chi-square test and T-test independent test. Based on the results of the study, 78,7% of workers didn't do the hazard reporting compliance and 21,3% of workers did the hazard reporting compliance. Many factors are not associated with reporting hazard compliance, there are the age, duration of work, attitude, frequency of exposure of safety training and response of the supervisor. While the perception of hazard, the attitude of coworkers and awards are associated with hazard reporting compliance. Therefore, the researcher recommends to make a safety instruction for filling reporting hazard card, the implementation of socialization procedures and reporting hazard, filling reporting hazard as an element of assessment Key Performance Indicator (KPI), supervision and routine appeal from safety officer, management involvement of program activities, increasing the number and customize the reporting hazard card in every area that has hazard potential, the workers make a discussion in a forum or meeting once a week and have a lunch together as a monthly activity.
Keywords: Hazard reporting, Compliance, Card Filling. Reference: 95 (1996-2014)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi Nama
: Dwi Nurvita
Tempat,Tanggal Lahir
: Jakarta, 25 Desember 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Ampera Raya RT. 008/002 No. 9 Kel. Cilandak Timur, Kec. Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Tinggi/ Berat
: 154 cm/ 48 kg
Telepon
: 081517444641
Email
:
[email protected]
Pendidikan Formal Tahun
Sekolah/Universitas
2011- sekarang
Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2008 – 2011
SMA Negeri 49 Jakarta
2005 – 2008
SMP Negeri 107 Jakarta
1999 – 2005
SDN Cilandak Timur 08 Pagi
vii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWI Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, puji dan syukur saya ucapkan kepada Ilahi Rabbi yang selalu memberikan kenikmatan tak terhingga kepada kita. Atas segala kekuatan dan rahmat- Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015”. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Saw yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang seperti saat ini. Penulisan skripsi ini semata-mata bukan murni usaha penulis melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa doa, motivasi, dan bimbingan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini kepada:
1. Keluarga saya tercinta (Mama yang sudah tenang di surga, Bapak, Kakak, dan Adik) terima kasih untuk doa, dukungan dan segalanya. 2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes., selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku kepala program studi kesehatan masyarakat yang senantiasa menjadikan program studi ini menjadi lebih baik. 4. Ibu Dr. Iting Shofwati ST, MKKK selaku dosen peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terima kasih ibu atas waktu, ilmu dan pengalamannya. 5. Ibu Yuli Amran SKM, MKM selaku dosen pembimbing I yang selalu sabar dan keikhlasannya memberikan bimbingannya. Terima kasih ibu atas waktu, doa dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
viii
6. Ibu Dewi Utami Iriani, M. Kes, Ph. D selaku dosen pembimbing II yang selalu siap memberikan bimbingannya dan arahan yang positif sehingga penulis dapat menyelesaan skripsi ini. 7.
Ibu Dr. Iting Shofwati S.T, M.KKK, Ibu Catur Rosidati, M.KM, dan Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK selaku dosen penguji sidang skripsi, terima kasih atas kesediaan ibu menjadi penguji dan memberikan sarannya yang positif untuk perbaikan skripsi penulis
8. Bapak Ali selaku manajer QM&SHE yang sudah mengijinkan penulis melaksanakan penelitian ini. 9. Pak Obie, Pak Andri, Bu Nitra, Bu Sanis dan seluruh pekerja di PT Pelita Air Service yang telah bersedia membantu penelitian ini. 10. Makasih banyak kesayangan aku atas bantuan dan dukungannya: Kawan Solihah (Lintang, Danti, Epi, Salsa, Ntis, Meta, Ajeng, Ayu, Ibo, Amel) dan 8-xotis (Safira, Sarah, Iput, Rahma, Gia, Karin, Unik), dan semua yang telah membantu . 11. Dan teman-teman Kesehatan Masyarakat 2011 tercinta, sukses selalu buat kita semua Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap seluruh kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Aamiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Jakarta,
November 2015
Dwi Nurvita
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... i ABSTRAK ................................................................................................................... ii PERNYATAAN PERSETUJUAN .............................Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN ........................................Error! Bookmark not defined. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... vii KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii DAFTAR ISI ................................................................................................................ x DAFTAR TABEL ................................................................................................... xviii DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xx DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xxi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xxii DAFTAR ISTILAH ................................................................................................ xxiii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. Latar Belakang ................................................................................................. 1 B.
Rumusan Masalah ............................................................................................ 8
C.
Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 9
D. Tujuan............................................................................................................. 10
x
1.
Tujuan Umum ............................................................................................ 10
2.
Tujuan Khusus ........................................................................................... 10
E.
Manfaat Penelitian.......................................................................................... 11 1.
Bagi PT Pelita Air Service......................................................................... 11
2.
Bagi Pekerja PT Pelita Air Service............................................................ 11
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya .......................................................................... 11
F.
Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 12 A. Kepatuhan ....................................................................................................... 12 1. B.
Definisi Kepatuhan .................................................................................... 12 Pelaporan Bahaya ........................................................................................... 12
1.
Pelaporan ................................................................................................... 12
2.
Kondisi Bahaya ......................................................................................... 13
3.
Pelaporan Bahaya ...................................................................................... 14
4.
Dasar Hukum Kegiatan Pelaporan Bahaya ............................................... 16
C.
Teori Perubahan Perilaku ............................................................................... 19 1.
Teori Green dan Kreuter, 2000 .................................................................. 19
2.
Teori Geller, 2001...................................................................................... 21
D. Dampak Pelaporan Bahaya Tidak Lengkap ................................................... 24 E.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pelaporan Bahaya ............... 25 1.
Faktor Internal ........................................................................................... 26
xi
2. F.
Faktor Eksternal ......................................................................................... 30 Kerangka Teori ............................................................................................... 40
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...................... 42 A. Kerangka Konsep ........................................................................................... 42 B.
Definisi Operasional ....................................................................................... 46
C.
Hipotesis ......................................................................................................... 49
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 50 A. Jenis dan Desain Penelitian ............................................................................ 50 B.
Lokasi dan Waktu........................................................................................... 50
C.
Populasi dan Sampel ...................................................................................... 50 1.
Populasi ..................................................................................................... 50
2.
Sampel ....................................................................................................... 51
D. Pengumpulan Data ......................................................................................... 52 E.
Instrumen Pengumpulan Data ........................................................................ 52
F.
Validitas dan Reabilitas Kuesioner ................................................................ 58 1.
Validitas ..................................................................................................... 58
2.
Reabilitas ................................................................................................... 59
H. Manajemen Data ............................................................................................ 60 1.
Editing ....................................................................................................... 60
2.
Coding ....................................................................................................... 61
3.
Entry .......................................................................................................... 61
xii
4. I.
Cleaning .................................................................................................... 62 Analisis Data .................................................................................................. 62
1.
Analisis Univariat ...................................................................................... 62
2.
Analisis Bivariat ........................................................................................ 63
J.
Penyajian Data ................................................................................................ 64
BAB V HASIL ........................................................................................................... 65 A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ............................................................. 65
B.
1.
Profil PT Pelita Air Service ....................................................................... 65
2.
Visi dan Misi PT Pelita Air Service .......................................................... 66
3.
Gambaran Area Kerja Pondok Cabe ......................................................... 66
4.
Kebijakan K3 ............................................................................................. 69
5.
Pelaporan Bahaya di PT Pelita Air Service ............................................... 71
6.
Tujuan, Prinsip dan Manfaat Kegiatan Pelaporan Bahaya ........................ 72
7.
Personil dan Tempat Pelaksanaan Pelaporan Bahaya ............................... 72
8.
Jenis Formulir Pelaporan Bahaya .............................................................. 73
9.
Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja di PT Pelita Air Service ....... 75 Gambaran Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015.............................................................................................................. 78
xiii
C.
Gambaran Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap Bahaya) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ......................................................... 79 1.
Usia ............................................................................................................ 80
2.
Masa Kerja................................................................................................. 80
3.
Sikap .......................................................................................................... 81
4.
Persepsi Terhadap Bahaya ......................................................................... 81
D. Gambaran Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 .................................................................. 81 1.
Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan ................................................ 82
2.
Respon Pihak Pengawas ............................................................................ 83
3.
Sikap Rekan Kerja ..................................................................................... 83
4.
Pengaruh Penghargaan .............................................................................. 83
E.
Hubungan antara Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ......................................................................................... 83 1.
Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya................... 84
2.
Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya ...... 84
3.
Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya ................ 85
xiv
4.
Hubungan antara
Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya ...................................................................................... 86 F.
Hubungan antara Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 .................................................................................................. 86 1.
Hubungan antara Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya .................................................................... 87
2.
Hubungan antara
Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya ...................................................................................... 88 3.
Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya ....................................................................................................... 89
4.
Hubungan antara Pengaruh Penghargaan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya ....................................................................................................... 89
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................................... 91 A. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 91 B.
Gambaran Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015.............................................................................................................. 92
xv
C.
Hubungan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015.............................................................................................................. 97 1.
Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya................... 97
2.
Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya .... 100
3.
Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya .............. 104
4.
Hubungan antara Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya .................................................................................... 109
D. Hubungan Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015............................................................................................................ 113 1.
Hubungan antara Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya .................................................................. 113
2.
Hubungan antara
Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya .................................................................................... 118 3.
Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya ..................................................................................................... 122
4.
Hubungan antara Pengaruh Penghargaan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya ..................................................................................................... 126
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 131 xvi
A. Simpulan....................................................................................................... 131 B.
Saran ............................................................................................................. 133 1.
Bagi PT Pelita Air Service....................................................................... 133
2.
Bagi Pekerja PT Pelita Air Service.......................................................... 135
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................................ 136
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 137
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Definisi Operasional ...................................................................... ......46 Tabel 4. 1 Skoring Variabel Sikap..................................................................55 Tabel 4. 2 Kode Variabel ................................................................................... ...62 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun
2015 ........................................................................................ 79
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015........................................................... 80 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Sikap, Persepsi Terhadap Bahaya) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015............................... 80 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Eksternal (Frekuensi paparan Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ............... 82 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ...................................................................................................... 84
xviii
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Sikap, Persepsi Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 .................................................................................. 85 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Eksternal dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ........................... 87
xix
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Faktor yang Mempengaruhi Praktik Keselamatan Pekerja ................. 20 Bagan 2. 2 The Safety Triad .................................................................................. 21 Bagan 2. 3 Aspek internal dan eksternal pada individu yang dapat mempengaruhi kesuksesan program keselamatan kerja ................................................................ 22 Bagan 2. 4 The ABC Model ................................................................................... 23 Bagan 2. 5 Kerangka Teori ................................................................................... 41 Bagan 3. 1 Kerangka Konsep ................................................................................ 42 Bagan 5. 1 Proses Pre-Flight Pesawat .................................................................. 69 Bagan 5. 2 Proses Post-Flight Pesawat ................................................................. 70 Bagan 5. 3 Siklus Intervensi Kartu ....................................................................... 77
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Safety Accident Pyramid .................................................................. 15 Gambar 5. 1 Area Kerja Pondok Cabe PT Pelita Air Service ............................... 68 Gambar 5. 2 Safety Observation Form ................................................................. 75 Gambar 5. 3 Hazard Report .................................................................................. 76 Gambar 6. 1 Sertifikat Safety Awards ................................................................. 128
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1
Legalitas Penelitian................................................................. 145
Lampiran
2
Kuesioner Penelitian ............................................................... 146
Lampiran
3
Form Studi Dokumen ....................................................... ......150
Lampiran
4
Uji Validitas dan Reabilitas ................................................. ...151
Lampiran
5
Hasil Studi Dokumen.............................................................. 155
Lampiran
6
Uji Normalitas ....................................................................... 168
Lampiran
7
Analisis Univariat ................................................................... 172
Lampiran
8
Analisis Bivariat...................................................................... 176
xxii
DAFTAR ISTILAH
HSE
: Health Safety and Environment
OHSAS
: Occupational Health and Safety Assessment Series
APD
: Alat Pelindung Diri
PP
: Peraturan Pemerintah
PT
: Perseroan Terbatas
BBS
: Behavior Based Safety
BPJS
: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
CDC
: Canadian Centre of Occupational Health and Safety
KPI
: Key Performance Indicator
HR
: Hazard Report
SOF
: Safety Observation Form
STOP
: Safety Training Observation Program
STOP 6
: Safety Toyota ―0‖ Accident Project
CCOHS
: Centre for Disease Control and Prevention
KKL
: Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan
QM&SHE
: Quality Management and Safety, Health, Environment, Security Aviation
WSH Council : Workplace Safety and Health Council
xxiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001 tahun 2007 mengenai Persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) disebutkan bahwa pelaksanaan keselamatan kerja salah satunya dengan melakukan pelaporan keadaan berbahaya. Hal tersebut tertera pada klausul 4.5.3.2 mengenai pentingnya menerapkan prosedur untuk mencatat ketidaksesuaian, tindakan perbaikan serta mendokumentasikan tindakan pencegahan. Pelaksanaan pelaporan bahaya juga didukung Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, Lampiran II tentang pedoman penilaian penerapan SMK3 poin 8.1 bahwa prosedur pelaporan bahaya harus dimiliki perusahaan dan diketahui oleh tenaga kerja. Direktur Jenderal Perhubungan Udara telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) nomor SKEP/223/X/2009 tentang petunjuk dan tata cara pelaksanaan sistem manajemen keselamatan (safety managemenet system) operasi bandar udara, bagian 139-01 pada poin 4.1 menyatakan bahwa setiap pegawai bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi bahaya dan melaporkan kepada safety manager/officer. Identifikasi bahaya yang ada di bandar udara dapat dilakukan dengan melaksanakan kegiatan pelaporan bahaya namun tidak ditetapkan metode yang harus digunakan. Metode identifikasi bahaya disesuaikan dengan ketetapan setiap bandar udara.
1
2
Ketika menerapkan kegiatan pelaporan bahaya, setiap perusahaan memiliki kewenangan untuk mengadopsi, memodifikasi atau merancang sendiri kegiatan pelaporan bahaya yang telah disesuaikan dengan budaya perusahaan. Selain itu, kegiatan pelaporan bahaya juga mengikutsertakan peran
seluruh
pekerja
agar
kegiatan
berjalan
efektif
dan
dapat
meningkatkan kepedulian terhadap penerapan upaya pencegahan kecelakaan dengan sukarela (Gunawan, 2013). Pelaporan bahaya mencakup pelaporan kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman (WSH Council, 2014). Pelaporan bahaya oleh pekerja merupakan sarana penting untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan mencatat ketidaksesuaian sebelum kecelakaan. Pelaporan bahaya
harus
menjadi prioritas program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) karena merupakan pencegahan dasar terjadinya kecelakaan (Human Resources and Skills Development Canada, 2013). Pelaporan bahaya merupakan indikasi adanya permasalahan dimana cidera bisa terjadi, meskipun belum menimbulkan kerugian, tetapi pelaporan bahaya menghasilkan informasi yang mengarah kepada tindakan perbaikan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman (Healthyworkinglives.com, 2014). Frekuensi
pelaporan
bahaya
yang
masih
rendah
seringkali
dikarenakan pekerja tidak mau berbicara mengenai masalah yang terjadi. Ragain, dkk (2011) melakukan survei pada 2600 pekerja di 14 negara bagian Amerika Serikat, menyatakan 97% pekerja tidak melaporkan keadaan bahaya karena perusahaan memiliki kebijakan memberhentikan pekerja jika melaporkan keadaan bahaya. Selain itu, sebagian pekerja yang
3
melaporkan keadaan bahaya, tidak disertai dengan
tindakan menegur
(intervensi) kepada objek pengamatan. Sebesar 24,6% pekerja tidak mengintervensi karena pekerja lain dapat marah ketika diintervensi dan 19,8% berpendapat intervensi tidak akan mengubah perilaku seseorang (Ragain dkk, 2011). Ketika pekerja tidak mengubah keadaan bahaya maka sejumlah besar cidera tidak dapat dicegah. Di Indonesia, pelaporan bahaya dengan pengamatan kondisi dan perilaku tidak aman juga belum maksimal. Penelitian Asril (2003) di PT Apexindo Pratama Duta menyatakan pada bulan Desember 2002 hingga Juni 2003, hanya 24 orang (22%) dari 109 pekerja yang mengisi kartu pengamatan bahaya. Sejalan dengan itu,
Nurhayati (2009) mengatakan
pelaksanaan program Safety Pro-active Activity yang merupakan jenis pelaporan bahaya di PT Astra Daihatsu Motor masih memiliki kendala yaitu pekerja belum paham cara pengisian check sheet tentang pelaporan bahaya. Dampak yang timbul jika pelaporan bahaya tidak terlaksana dengan baik adalah tidak akan teridentifikasinya kondisi-kondisi tidak aman maupun perilaku tidak aman di lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan ataupun kejadian yang lebih besar. Oleh karena itu, pentingnya dilakukan pelaporan bahaya sebagai tindakan pencegahan pada perilaku dan kondisi tidak aman agar dapat menghindari terjadinya kecelakaan kerja yang fatal. Kecelakaan kerja walaupun kecil akan tetap mengganggu proses dan menimbulkan kerugian dari cidera, kematian, rusaknya sarana, penurunan produktivitas dan citra perusahaan (Marettia, 2011). Menurut Economic
4
Burden of Occupational Injury and Illness in the United States menunjukkan bahwa kematian dan cidera akibat kerja mengeluarkan biaya $192 milyar per tahun (CDC, 2014). Sedangkan jumlah klaim kecelakaan kerja tahun 2013 di Indonesia mencapai Rp 618,49 miliar (BPJS, 2014). PT Pelita Air Service merupakan perusahaan pernerbangan yang memiliki komitmen untuk menerapkan K3 dalam kegiatan jasanya. PT Pelita Air Service melayani jasa penyewaan pesawat (charter) dengan memiliki fasilitas dasar pemeliharaan pesawat (based maintenance). Jasa charter dilakukan untuk melayani penerbangan baik bagi perusahaan minyak maupun masyarakat umum serta based maintenance pesawat merupakan pusat untuk pemeliharaan pesawat baik pemeliharaan yang dilakukan setiap hari maupun pemeliharaan bulanan serta tahunan. Pada proses jasanya, PT Pelita Air Service terbagi dalam beberapa departemen. Setiap departemen memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dalam menjalankan kegiatannya. Kegiatan administrasi dan kontrak charter dilakukan pada bagian kantor sedangkan kegiatan based maintenance dilakukan pada bagian hangar di area Pondok Cabe oleh pekerja teknisi unit maintenance yang terdiri dari proses preflight dan postflight. Para pekerja baik di kantor maupun pekerja teknisi di hangar memiliki tingkat paparan sumber bahaya yang berbeda. Berdasarkan hasil observasi peneliti dan identifikasi bahaya yang dilakukan oleh Departemen Quality Management & Safety Health Environment (QM&SHE), paparan bahaya dan risiko yang diterima oleh para pekerja berbeda terutama paparan bahaya fisik (kebisingan), bahaya kimia dan bahaya mekanik yang memiliki
5
intensitas paparan cukup tinggi. Paparan yang tinggi terutama terjadi dalam proses preflight dan postflight yang dilakukan di area kerja Pondok Cabe dapat menimbulkan peluang kecelakaan kerja lebih besar dibandingkan dengan area kerja lain. PT Pelita Air Service menerapkan kegiatan pelaporan bahaya sebagai upaya preventif terjadinya kecelakaan demi menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan melibatkan partisipasi pekerja. Kegiatan pelaporan bahaya dimana pekerja dilatih peka terhadap perilaku atau kondisi aman dan tidak aman dengan mengisi form pelaporan bahaya. Form dikembangkan sebagai alat keahlian observasi dan komunikasi guna memastikan tempat kerja lebih aman karena perilaku dan kondisi tidak aman dapat terdeteksi dan dilaporkan melalui form tersebut. Berdasarkan Safety, Health and Environment Manual Chapter 3 yang dikeluarkan PT Pelita Air Service mengenai implementation and performance monitoring poin 3.4.2 menyatakan bahwa pekerja harus segera melaporkan segala bentuk bahaya di tempat kerja, baik tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman. Sebelum melaporkan pekerja mengidentifikasi bahaya di tempat kerja dengan mencatatnya di formulir hazard report dan safety observation form kepada safety officer. Setelah formulir diisi oleh pekerja kemudian form dapat diletakan pada safety drop box yang tersedia di area kerja. Setiap bulan isi form yang ada di safety drop box dikumpulkan oleh safety officer selanjutnya akan diberikan ke kantor pusat pada Departemen QM&SHE untuk dianalisis, diamati dan ditindaklanjuti sesuai
6
prioritas perbaikan. Selain itu, form pelaporan bahaya juga dapat dikirim langsung melalui fax atau email ke Departemen QM&SHE. Kegiatan pelaporan bahaya dimulai pada tahun 2001, namun pelaksanaan pelaporan bahaya berjalan kurang baik. Hasil pengamatan peneliti selama tiga minggu dari 2 Februari 2015 sampai 9 Maret 2015 di area Pondok Cabe terlihat bahwa pekerja masih melakukan perilaku tidak aman dan terdapat kondisi berbahaya di sekitar pekerja. Beberapa perilaku tidak aman yang terdeteksi yakni kelalaian penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), sikap tubuh tidak ergonomis serta bercanda saat bekerja. Namun hanya sebagian kecil pekerja yaitu 8 pekerja dari 20 pekerja (40%) yang melaporkan keadaan berbahaya dengan melakukan pengisian pada kartu pelaporan bahaya. Selain itu, hasil pengumpulan kartu pelaporan bahaya pada tahun 2012, hanya terkumpul 84 pelaporan bahaya dari target 200 pelaporan bahaya (42%) dan tahun 2014 hanya 218 pelaporan bahaya dari target 300 pelaporan bahaya (72,6%). Pada tahun 2014, PT
Pelita Air Service mengalami tiga kasus
kecelakaan kerja, satu First Aid Case, satu Property Damage dan satu Vehicle Incident. Berdasarkan hasil investigasi Departemen QM&SHE, kasus tahun 2014 disebabkan perilaku tidak aman pekerja. Adanya kecelakaan kerja menunjukkan bahwa kegiatan pelaporan bahaya untuk mencegah kecelakaan belum terlaksana dengan baik. Mengatasi rendahnya dukungan pekerja terhadap pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya dapat dilakukan dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pelaporan bahaya. Berdasarkan penelitian
7
sebelumnya, perilaku pelaporan bahaya dipengaruhi 2 faktor yaitu faktor internal (persepsi, sikap, usia, masa kerja) dan faktor eksternal (pelatihan, penghargaan, pengawas serta rekan kerja). Faktor internal yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah
sikap (Anugraheni, 2003). Sedangkan menurut Marettia
(2011) persepsi juga berhubungan dengan perilaku pelaksanaan Safety Training Observation Program (STOP) Card yang merupakan jenis pelaporan bahaya. Selanjutnya, masa
kerja juga memiliki hubungan
dengan perilaku pekerja dalam pencegahan kecelakaan kerja (Al Faris, 2014). Penelitian kurniawan (2006) juga menyatakan bahwa ada hubungan antara umur pekerja dengan praktik penerapan prosedur keselamatan kerja termasuk kegiatan pelaporan bahaya. Faktor eksternal yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah pelatihan (Asril, 2003). Sedangkan menurut Halimah (2010) peran pengawas dan peran rekan kerja juga berhubungan dengan perilaku aman pekerja, pelaporan bahaya termasuk bagian dari perilaku aman pekerja. Selanjutnya, menurut Anugraheni (2003) sanksi dan penghargaan juga berhubungan dengan perilaku pekerja dalam program Safety Toyota ―0‖ Accident Project (STOP 6) yang merupakan jenis pelaporan bahaya. Kegiatan pelaporan bahaya yang merupakan upaya pencegahan kecelakaan di PT Pelita Air Service berjalan
kurang baik, masih
ditemukannya perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman namun masih rendanya pengisian kartu pelaporan bahaya terlihat dari hanya sedikit pekerja yang mengisi kartu dan kejadian kecelakaan kerja yang masih
8
terjadi. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance. B. Rumusan Masalah PT Pelita Air Service memiliki based maintenance di area kerja Pondok Cabe terdiri dari proses preflight dan postflight yang dilakukan oleh pekerja teknisi unit maintenance. Proses preflight dan postflight memiliki potensi bahaya tinggi dalam menimbulkan kecelakaan kerja dibandingkan dengan area kerja lain. PT Pelita Air Service sudah memiliki kegiatan pelaporan bahaya sebagai upaya preventif terjadinya kecelakaan dengan mengobservasi perilaku rekan kerja dan lingkungan kerja. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama tiga minggu dari 2 Februari 2015 sampai 9 Maret 2015 di area kerja Pondok Cabe terlihat bahwa pekerja masih melakukan perilaku tidak aman dan terdapat kondisi berbahaya di sekitar pekerja. Beberapa perilaku tidak aman yang terdeteksi yakni kelalaian penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), sikap tubuh tidak ergonomis serta bercanda saat bekerja. Namun pengisian pelaporan bahaya masih rendah, tidak ada pekerja yang melakukan pengisian kartu selama periode tersebut. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (usia, persepsi, masa kerja, sikap) dan faktor eksternal (pelatihan, pengawas, rekan kerja, sanksi dan penghargaan). Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin meneliti
9
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015? 2. Bagaimana gambaran faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya) pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015? 3. Bagaimana gambaran faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh penghargaan) pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015? 4. Apakah ada hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya) dengan
kepatuhan pelaporan bahaya pada
pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015? 5. Apakah ada hubungan antara faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh penghargaan)
dengan
kepatuhan pelaporan bahaya pada
pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015?
10
D. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. b. Diketahuinya gambaran faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya) pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. c. Diketahuinya
gambaran
faktor
eksternal
(frekuensi
paparan
pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh penghargaan) pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe,
Tangerang Selatan
Tahun 2015. d. Diketahuinya hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya)
dengan
kepatuhan pelaporan
bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
11
e. Diketahuinya hubungan antara faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh penghargaan) dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi PT Pelita Air Service a. Sebagai sumber informasi mengenai pelaksanaan pelaporan bahaya pada pekerja di PT Pelita Air Service. b. Bahan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya di PT Pelita Air Service dengan meninjau faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pekerja. 2. Bagi Pekerja PT Pelita Air Service Sebagai gambaran dan bahan evaluasi diri pekerja mengenai dukungan pekerja serta faktor-faktor yang berhubungan dalam pelaporan bahaya. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan referensi dan kepentingan pengembangan penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja.
12
F.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja teknisi unit maintenance di area kerja Pondok Cabe, PT Pelita Air Service. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember tahun 2015 di PT Pelita
Air
Service.
Penelitian
ini
akan
dilakukan
dengan
cara
mengumpulkan data primer melalui pengisian kuesioner dan data sekunder melalui studi dokumen safety report untuk mengetahui pengisian pelaporan bahaya. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan 1. Definisi Kepatuhan Kepatuhan (compliance) merupakan salah satu bentuk perilaku yang dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal (Ruhyandi, 2008). Geller (2001) pada teori safety triad juga menyatakan kepatuhan merupakan salah satu faktor pada komponen behavior yang dipengaruhi oleh interaksi faktor pada komponen person dan environment. Ramdayana (2009) mengemukakan bahwa kepatuhan akan menghasilkan perubahan tingkah laku (behaviour change) yang bersifat sementara dan individu yang
berada
di
dalamnya
akan
cenderung
kembali
ke
perilaku/pandangannya yang semula jika pengawasan kelompok mulai mengendur dan perlahan memudar atau jika individu tersebut dipindahkan dari kelompok asalnya. B. Pelaporan Bahaya Kegiatan pelaporan bahaya dilakukan oleh pekerja dalam rangka mencegah kecelakaan kerja serta untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman. 1. Pelaporan Pelaporan adalah pertukaran informasi secara lisan atau tulisan sebagai pertanggungjawaban dari bawahan kepada atasan sesuai dengan
12
13
hubungan wewenang (authority) dan tanggung jawab (responibility) yang ada antara mereka. Selain itu, pelaporan merupakan salah satu cara pelaksanaan komunikasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya. Laporan mempunyai peranan yang penting pada suatu organisasi karena hubungan antara atasan dan bawahan, ataupun antara sesama pekerja dalam suatu organisasi yang terjalin baik dan dapat mewujudkan sebagian dari keberhasilan organisasi tersebut (Haryanto, 2007). 2. Kondisi Bahaya Bahaya adalah suatu objek atau situasi yang berpotensi menyebabkan kerusakan, gangguan efek kesehatan yang mempengaruhi sesuatu atau seseorang di bawah kondisi-kondisi tertentu di tempat kerja (CCOHS, 2008). Keberadaan bahaya dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan
insiden yang membawa dampak terhadap manusia,
peralatan, material dan lingkungan (Ramli, 2010). Berdasarkan modifikasi piramida kecelakaan
dari Heinrich’s Accident Triangle bahwa situasi
berbahaya terdiri dari pelaporan kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman (WSH Council, 2014). Kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu kondisi lingkungan kerja yang mengandung potensi atau faktor bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, antara lain: a. Keadaan mesin, peralatan kerja, pesawat b. Lingkungan kerja: licin, panas, terlalu dingin, terlalu panas, berdebu, dan terdapat bahan beracun dan berbahaya (Ernawati, 2009).
14
Sedangkan tindakan tidak aman (unsafe action) yaitu suatu tindakan atau tingkah laku yang tidak aman sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja, misalnya: a. Cara kerja yang tidak benar b. Sikap kerja yang tergesa-gesa c. Kurang pengetahuan dan ketrampilan d. Kelelahan dan kejenuhan, dll (Ernawati, 2009). 3. Pelaporan Bahaya Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja
mengharuskan
adanya
pelaporan bahaya di tempat kerja. Pelaporan dilaporkan kepada atasan atau supervisor
untuk
dapat
mengurangi
potensi
bahaya
yang
akan
menghasilkan dampak negatif (EHS Carleton Univesity, 2009). Menurut CCOHS (2008) proses pelaporan bahaya memungkinkan pekerja untuk melaporkan kondisi berbahaya yang mereka lihat secara langsung dengan mengisi formulir sederhana yang tersedia. Prosedur ini memungkinkan untuk pelaporan cepat dan tindakan perbaikan berikutnya tanpa menunggu inspeksi rutin. Penyelidikan dan analisis dari semua kejadian berbahaya adalah cara yang efektif untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja. Penyelidikan dan analisis harus menghasilkan informasi yang mengarah ke tindakan korektif yang mencegah atau mengurangi jumlah kejadian berbahaya (Human Resources and Skills Development Canada, 2013).
15
Sehingga adanya kegiatan dalam pelaporan bahaya atas tindakan dan kondisi tidak aman harus dilaksanakan dengan baik. Hal ini juga sesuai dengan teori safety accident pyramid sebagai berikut :
Gambar 2.1 Safety Accident Pyramid Teori ini menggunakan ratio perbandingan 1: 10 : 30 : 600 yang dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Rasio perbandingan 1 adalah untuk kecelakaan berat atau fatal artinya bahwa setiap satu kali kecelakaan berat atau fatal terjadi, sebelumnya ada sepuluh kali kejadian yang berakibat luka ringan. b. Rasio perbandingan 10 adalah untuk kecelakaan dengan luka ringan artinya bahwa sepuluh kali kecelakaan luka ringan terjadi, sebelumnya ada tiga puluh kali kejadian kerusakan harta benda. c. Rasio perbandingan 30 adalah untuk kecelakaan kerusakan harta benda, artinya bahwa setiap tiga puluh kali kejadian kerusakan harta benda yang timbul, sebelumnya ada enam ratus kali kejadiankejadian yang tidak berakibat luka atau cidera maupun kerusakan harta benda (nyaris celaka).
16
d. Rasio perbandingan 600 adalah untuk kecelakaan yang tidak berakibat luka atau kerusakan (nyaris celaka), artinya bahwa setiap enam ratus kali kejadian-kejadian yang tidak berakibat orang luka maupun kerusakan harta benda yang terjadi, kejadian seperti inilah yang perlu kita kendalikan agar tidak terjadi yang rasio perbandingan kecelakaan 30, 10 maupun 1. Piramida tersebut menunjukkan bahwa kontribusi tindakan yang tidak aman akan menyebabkan cidera yang parah, satu kecelakaan terjadi akibat akumulasi nearmiss yang merupakan at risk behaviour dan keadaan berbahaya yang terdiri dari perilaku kerja yang tidak aman maupun kondisi tidak aman (Bird, 1986) dalam (Roughton, 2002). Sejalan dengan itu, menurut WSH Council (2014) incident yang terjadi mencakup kejadian near-miss incident dan hazardous situation (situasi berbahaya) terbagi menjadi unsafe conditions dan at risk behaviour (WSH Council, 2014). Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mencegah situasi berbahaya (perilaku dan kondisi tidak aman) sebelum terakumulasi dan menyebabkan kecelakaan dan cidera lebih serius. Salah satunya dengan melaksanakan kegiatan pelaporan bahaya yang ada di PT Pelita Air Service. 4. Dasar Hukum Kegiatan Pelaporan Bahaya a.
OHSAS tahun 2007 OHSAS 18001 tahun 2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor) dan juga tamu atau orang lain berada
17
di tempat kerja. Dalam OHSAS:18001 klausul 4.5.3.2 mengatakan bahwa organisasi harus menerapkan prosedur untuk mencatat ketidaksesuaian,
tindakan
perbaikan
serta
mendokumentasikan
tindakan pencegahan. OHSAS
menyatakan
bahwa
pelaporan
bahaya
harus
diterapkan disetiap perusahan melalui pencatatan ketidaksesuaian yang ada di area kerja
oleh pekerja sehingga dapat tercipta
lingkungan kerja yang aman. b. PP No. 50 Tahun 2012 Agar
memudahkan
pelaksanaan
K3
di
tempat
kerja,
Departemen Tenaga Kerja juga mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan K3, salah satunya Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah di Indonesia dalam PP No. 50 Tahun 2012 tentang
SMK3
menyatakan
bahwa
setiap
perusahaan
yang
mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3. Tertera pada Pasal 12 menyatakan
bahwa dalam melaksanakan
kegiatan K3
harus
melibatkan seluruh pekerja. Serta dalam lampiran II poin 8.1 menyatakan bahwa prosedur pelaporan bahaya harus dimiliki perusahaan dan prosedur tersebut diketahui oleh tenaga kerja. PP No. 50 Tahun 2012 menyatakan bahwa prosedur pelaporan bahaya harus dimiliki perusahan dan diketahui oleh tenaga kerja
18
sehingga pelaksanaan K3 diperusahaan melibatkan seluruh pekerja agar tercipta lingkungan kerja yang aman. c. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/223/X/2009 Direktur Jenderal Perhubungan Udara telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor SKEP/223/X/2009 tentang petunjuk dan tata cara
pelaksanaan
sistem
manajemen
keselamatan
(safety
managemenet system) operasi bandar udara, bagian 139-01 pada poin 4.1 menyatakan bahwa setiap pegawai bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi bahaya dan melaporkan kepada safety manager/officer. Identifikasi bahaya yang ada di bandar udara dilakukan salah satunya berdasarkan kegiatan pelaporan bahaya namun tidak ditetapkan metode yang harus digunakan.
Metode
identifikasi hazard disesuaikan dengan ketetapan setiap bandar udara. SK
Direktur
Jenderal
Perhubungan
Udara
Nomor
SKEP/223/X/2009 juga menyatakan bahwa setiap bandar udara harus memiliki sistem manajemen keselamatan salah satunya adalah identifikasi bahaya yang dilakukan oleh seluruh pekerja di bandar udara. Metode identifikasi bahaya tidak ditentukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara, perusahaan memiliki kewenangan sendiri untuk prosedur dalam identifikasi bahaya, salah satunya adalah dengan kegiatan pelaporan bahaya. Selain itu, setiap perusahaan memiliki
kewenangan
untuk
mengadopsi,
memodifikasi
atau
19
merancang sendiri kegiatan pelaporan bahaya pada perusahaannya sendiri. C. Teori Perubahan Perilaku 1. Teori Green dan Kreuter, 2000 Kepatuhan merupakan salah satu bentuk perilaku (Ruhyandi, 2008). Menurut Green dan Kreuter tahun 2000 perilaku dibentuk dan dipengaruhi dari tiga faktor yaitu: a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, nilai dan faktor demografi. b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) yang terwujud dalam tersedianya sumber daya yang mendorong perilaku, aksesibilitas sumber daya. c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors) berupa dukungan keluarga, teman sebaya, pemberi pekerjaan, penyedia layanan kesehatan dan pengajar. Dedobbeleer dan German pada tahun 1987 sudah mengaplikasikan teori Green kedalam occupational settings yaitu faktor yang mempengaruhi praktik keselamatan pekerja. Kepatuhan pelaporan bahaya merupakan bagian dari praktik keselamatan pekerja. Teori ini bisa digeneralisasikan kepada kepatuhan pekerja secara umum termasuk pekerja maintenance pernerbangan. Faktor yang mempengaruhi praktek keselamatan terbagi tiga faktor yaitu faktor predisposisi yang merupakan dasar dimana semua faktor penentu lainnya mungkin memiliki efek dari faktor ini, serta merupakan faktor yang berasal dari diri manusia itu sendiri yang juga mencakup faktor
20
demografi seperti umur dan masa kerja. Faktor pemungkin yang merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau kepatuhan keselamatan pekerja dan faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku termasuk kepatuhan. Berikut adalah teori Green dan Kreuter yang sudah diaplikasikan ke occupational settings oleh Dedobbeleer dan German tahun 1987 (Green, 2000) seperti pada bagan 2.2: Faktor Predisposisi Pengetahuan mengenai keselamatan Sikap terhadap kinerja keselamatan Persepsi terhadap cidera Pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri Riwayat cidera Adanya rekan kerja yang terluka Faktor Pemungkin Paparan pelatihan keselamatan Instruksi pada awal pekerjaan Ketersediaan peralatan yang sesuai dan aman Paparan rapat keselamatan Work pace (kecepatan kerja)
Praktik Keselamatan Pekerja
Faktor Penguat Sikap manajemen puncak terhadap keselamatan Peraturan manajemen puncak Pengawasan kearah keselamatan Sikap rekan kerja kearah keselamatan Sikap keluarga kearah keselamatan Bagan 2.1 Faktor yang mempengaruhi Praktik Keselamatan Pekerja
21
2. Teori Geller, 2001 Perilaku taat atau patuh terhadap peraturan merupakan langkah awal menuju budaya keselamatan E. Scott Geller tahun 2001 mengemukakan model Total Safety Culture yang memperhatikan 3 faktor yang dinamakan The Safety Triad seperti pada bagan 2.3: Orang
Lingkungan
Pengetahuan, Keterampilan, Kemampuan, Intelegensi Motif,Kepribadian
Budaya
Mesin, Peralatan housekeeping, Standar prosedur operasi& engienee
Keselamatan
Perilaku Persetujuan, Pelatihan, Pengenalan, Komunikasi, Menunjukkan kepedulian yang aktif Bagan 2.2 The Safety Triad Tiga faktor tersebut bersifat dinamis dan interaktif. Perubahan pada salah satu faktor dapat mempengaruhi faktor lainnya. Budaya keselamatan yang baik merupakan hasil interaksi perilaku K3, faktor pribadi dan juga faktor organisasi. Faktor perilaku dan personal orang tersebut menunjukkan kedinamisan manusia dalam keselamatan kerja. Kedua faktor tersebut sangat penting untuk mencapai budaya keselamatan yang baik. Pendekatan ini berfungsi untuk memahami dan mengelola elemen manusia untuk mencegah kecelakaan kerja (Geller, 2001).
22
Selain itu, ada aspek internal dan eksternal pada individu yang dapat mempengaruhi kesuksesan program keselamatan kerja (Geller, 2001). Pendekatan ini digunakan untuk mengubah perilaku seseorang seperti pada bagan 2.3:
Manusia
Internal Status ciri-ciri: Sikap, kepercayaan, pemikiran, kepribadian, persepsi, nilai-nilai dan tujuan
Eksternal Perilaku : Pelatihan, pengenalan, persetujuan, komunikasi, dan kepedulian secara aktif
Pendidikan Person Based Teori Kognitif Survey Persepsi
Pelatihan Behaviour based Ilmu perilaku Audit perilaku
Bagan 2.3 Aspek internal dan eksternal pada individu yang mempengaruhi kesuksesan program keselamatan kerja Selain itu, Geller (2001) juga menggunakan teori ABC (Antecedent -Behavior-Consequence) atau (Aktivator-Perilaku-Konsekuensi) model yang dikemukakan oleh B.F Skinner untuk mengintervensi perubahan perilaku termasuk kepatuhan. Model ini dapat digunakan untuk mendiagnosis faktor yang berkontribusi dalam insiden atau perilaku berisiko maupun kepatuhan dan menentukan tindakan koreksi. Dalam model ini aktivator dapat merangsang timbulnya perilaku dan konsekuensi dapat memotivasi perilaku.
23
Aktivator
Perilaku
Konsekuensi
-Pengisian kartu -menggunakan APD -mengingatkan rekan kerja
-Umpan Balik -Positif/negatif -Hadiah/ hukuman
- Diskusi -Kebijakan -Ceramah -Demonstrasi -Perjanjian
Bagan 2.4 The ABC Model Antecedent ialah sesuatu yang datangnya lebih dahulu sebelum terjadi perilaku atau behavior. Antecedent dapat dikatakan sebagai pemicu suatu perilaku atau dapat dikatakan mengapa orang berperilaku seperti itu. Consequence ialah sesuatu yang mengikuti perilaku atau dengan kata lain akibat dari perilaku yang dilakukan (Irliyanti, 2014). Teori dalam model perilaku ABC ini sesuai dengan The lawfullness of behavior dalam ilmu perilaku yang disampaikan oleh Irliyanti (2014) mengemukakan bahwa tingkah laku manusia timbul karena adanya stimulus, tidak ada tingkah laku manusia yang terjadi tanpa adanya stimulus, stimulus merupakan sebab terjadinya perilaku, dan semakin besar stimulus yang ada maka semakin besar kemampuannya untuk menggerakkan tingkah laku. Penggunaan model perilaku ABC merupakan cara yang efektif untuk memahami mengapa perilaku bisa terjadi dan merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan ataupun kepatuhan karena dalam model perilaku ini terdapat konsekuensi yang digunakan untuk memotivasi agar frekuensi perilaku yang diharapkan dapat meningkat serta model perilaku ABC ini berguna untuk mendesain
24
intervensi yang dapat meningkatkan perilaku, individu, kelompok, dan organisasi (Geller, 2005). Dalam hal ini perilaku yang diharapkan frekuensinya meningkat ialah kepatuhan pengisian kartu pelaporan bahaya untuk mendukung meningkatnya perilaku aman pada pekerja. D. Dampak Pelaporan Bahaya Tidak Lengkap Dampak yang timbul jika pelaporan bahaya tidak terlaksana dengan baik adalah tidak akan teridentifikasi bahwa terdapat kondisi-kondisi tidak aman maupun perilaku tidak aman di lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan ataupun kejadian yang lebih besar. Ketika cidera tidak dilaporkan, pekerja terluka melepaskan hak-hak mereka untuk mendapatkan kompensasi pekerja dan perusahaan tetap tidak menyadari masalah keselamatan yang terjadi. Kedua, pekerja dapat terus melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak aman karena mereka tetap tidak yakin bahwa perilaku seperti itu mungkin mengakibatkan kecelakaan. Namun, pekerja keliru, perilaku yang tidak aman adalah penyebab utama kecelakaan yang bisa menyebabkan kematian (Human Resources and Skills Development Canada, 2013). Menurut Tarwaka (2008) kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. Banyak sekali kerugian yang ditimbulkan dari kecelakaan kerja diantaranya adalah jumlah kerugian untuk korban kecelakaan kerja ditambah dengan kerugian-kerugian lainnya (material/non-material) yang diakibatkan oleh
25
kecelakaan kerja diantaranya kerugian-kerugian (biaya-biaya) dari biaya langsung kecelakaan kerja yaitu biaya pengobatan dan perawatan korban kecelakaan kerja serta biaya kompensasi (yang tidak diasuransikan). Selain itu, biaya tidak langsung dikarenakan adanya kerusakan bangunan, alat dan mesin, kerusakan produk dan bahan atau material, gangguan dan terhentinya produksi, biaya administratif, pengeluaran sarana dan prasarana darurat, sewa mesin sementara, waktu untuk investigasi, pembayaran gaji untuk waktu yang hilang, nama baik, dan sebagainya (Marettia, 2010). E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pelaporan Bahaya Kepatuhan
pelaporan
bahaya
pekerja
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi dalam pelaporan bahaya merupakan salah satu yang harus diperhatikan untuk mencapai keselamatan dan lingkungan kerja yang aman. Faktor terbagi menjadi dua faktor yang mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kepatuhan pelaporan bahaya merupakan salah satu program Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dilakukan untuk mencegah kecelakaan kerja di perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kartu pelaporan bahaya dengan sebutan yang berbeda diantaranya Kartu
Keselamatan
Kesehatan
Lingkungan
(KKL),
Safety
Training
Observation Program (STOP), Safety Toyota ―0‖ Accident Project (STOP6) dan kartu observasi bahaya.
26
1. Faktor Internal a. Usia Semakin matang usia seseorang biasanya cenderung bertambah pengetahuan dan tingkat kedewasaannya. Penelitian Shiddiq (2013) di PT Semen Tonasa juga mengatakan bahwa pada umumnya dengan bertambahnya usia akan semakin rasional, makin mampu mengendalikan emosi dan makin toleran terhadap pandangan dan perilaku yang membahayakan. Menurut Septiano (2004) proporsi kepatuhan pekerja yang berumur <30 tahun memiliki kepatuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kepatuhan pekerja yang memiliki usia ≥ 30 tahun. Sebaliknya, penelitian Asril (2003) yang mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kategori umur dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. Selain itu, tenaga kerja yang masih muda mempunyai kemampuan kerja yang lebih baik dari tenaga kerja yang sudah tua. Umur yang terlalu tua dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja lebih parah disebabkan oleh penurunan kemampuan reaksi dan kesulitan dalam penyesuaian diri dengan pekerjaan (Helda, 2007). b. Masa Kerja Masa kerja pekerja berkorelasi positif dengan perilaku pelaporan bahaya karena pengalaman untuk waspada terhadap kecelakaan kerja
27
bertambah baik sesuai dengan pertambahan lama bekerja di tempat kerja yang bersangkutan (Helda, 2007). Menurut Hadiyani (2010) masa kerja pendek menyebabkan keterlibatan sosial yang dibangun juga masih rapuh, sehingga komitmen organisasi yang dimiliki oleh pekerja dengan masa kerja yang pendek cenderung lebih rendah. Semakin lama pekerja bekerja di dalam suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinan pekerja mengetahui keadaan sesungguhnya yang terjadi di dalam perusahaan (Kusuma, 2011). Salah satu bentuk keterlibatan sosial di dalam organisasi adalah bentuk kesadaran pekerja untuk dapat melaporkan kondisi dan perilaku berbahaya di lingkungan kerja. Bertentangan dengan itu menurut penelitian Suryatno (2012) di perusahaan MontD‟Or Oil Tungkat Ltd. menunjukkan
tidak
ada
hubungan
masa
kerja
dengan
kualitas
implementasi kartu observasi bahaya. c. Sikap Sebuah sikap merupakan suatu keadaan mental, yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan siapa dia berhubungan (Winardi, 2004). Menurut Notoatmodjo (2010) sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dan berpersepsi. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi. Notoatmodjo (2010) menguraikan sikap memiliki tiga komponen pokok, antara lain: 1) Kepercayaan, ide dan konsep terhadap objek 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
28
3) Kecederungan untuk bertindak Ketiga komponen tersebut akan saling mendukung dan bersamasama akan membentuk suatu sikap secara utuh (Nasrullah, 2014). Penelitian Anugraheni (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sikap dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP6 yang berfungsi untuk mencatat adanya perilaku dan kondisi berbahaya. Selain itu, menurut penelitian penelitian Asril (2003) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta Tbk menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara sikap dengan perilaku pekerja dalam pengisian kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman
di PT Apexindo
Pratama Duta Tbk. STOP6 dan KKL merupakan salah satu jenis kegiatan pelaporan bahaya. d. Persepsi Terhadap Bahaya Persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian memproses informasi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterprestasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung (Shiddiq, 2013). Persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan sensori mereka untuk memberi makna lingkungannya
(Sanusi,
2012).
Persepsi
terhadap
bahaya
menunjukkan penilaian pekerja terhadap bahaya yang berpotensi
29
menyebabkan kecelakaan dan cidera yang bisa terjadi pada diri dan sekitarnya. Penelitian Marettia (2011) yang menyatakan ada hubungan bermakna antara persepsi pekerja terhadap bahaya dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan program STOP yang merupakan kartu
untuk
mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. e. Pengendalian Keselamatan atas Pekerjaan Sendiri Pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri merupakan kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri dan menunjukkan pribadi yang profesional dalam bekerja termasuk dalam melaksanakan program perusahaan seperti kegiatan pelaporan bahaya atau kemampuan seseorang dalam mengontrol emosinya dalam bekerja (Maulana, 2009). Setiap pekerja dapat memberikan kontribusi bagi kesuksesan ataupun kegagalan organisasi melalui upaya kontrol terhadap dirinya. Misalnya, pekerja melakukan kontrol pada perilakunya yang berhubungan dengan kinerja, seperti bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas atau kegiatan yang ditetapkan perusahaan dan melakukan kontrol agar tidak berperilaku merusak dan membahayakan (Fox dan Spector, 2005). Penelitian Fausiah (2013) menyatakan bahwa kontrol perilaku berpengaruh signifikan terhadap intensi pekerja di Unit PLTD PT PLN (Persero) Sektor Tello. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan Wardani, dkk (2012) bahwa usaha secara proaktif terhadap pengalaman demi kepentingannya sendiri (opennes to experience) tidak berpengaruh pada munculnya perilaku dalam organisasi, perilaku pelaporan bahaya merupakan salah satu bentuk perilaku dalam organisasi.
30
f. Riwayat Cidera Semakin tidak aman perilaku seseorang dalam bekerja maka semakin tinggi tingkat kejadian kecelakaan kerja yang dapat terjadi. Ketika pekerja tidak melakukan kegiatan pelaporan bahaya dengan baik maka secara tidak langsung pekerja telah melalukan tindakan yang tidak aman. Riwayat cidera merupakan kejadian kecelakaan akibat kerja yang pernah dialami oleh pekerja. Adanya riwayat cidera dapat memberikan kewaspadaan lebih untuk patuh untuk melakukan pelaporan bahaya pada diri pekerja. Kepatuhan pekerja dalam bekerja dapat menciptakan munculnya risiko yang berkaitan dengan keselamatan kerja. Munculnya perilaku yang berisiko atau tidak patuh menjadi manifestasi sehingga individu merasa kesulitan beradaptasi dengan lingkungan kerja dan performance kerja yang dimunculkan tidak lagi sesuai dengan kemampuan sebenarnya dan berdampak menimbulkan kecelakaan kerja (Wibisono, 2013). Penelitian Al Faris (2014)
menunjukkan bahwa perilaku tenaga kerja
berpengaruh secara signifikan terhadap kecelakaan yang terjadi dengan. Sebaliknya, penelitian Utami (2014) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara cidera atau sakit dengan perilaku K3 pada pekerja Departemen Operasi II PT Pusri Palembang. 2. Faktor Eksternal a. Adanya Rekan Kerja yang Terluka Attwood (2006) menunjukkan bahwa kecelakaan kerja dipengaruhi oleh iklim
keselamatan, respon
supervisor dan respon
rekan kerja.
31
Dengan memiliki rekan kerja yang baik, para pekerja akan saling membantu dan memiliki rekan bicara dalam
pekerjaan.
Seringkali
pekerja berperilaku tidak melakukan pelaporan bahaya karena rekannya yang lain juga berperilaku demikian. Geller (2001) juga menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat semakin banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman. Sejalan dengan itu Jayatri (2014) yang berjudul faktor individu dan faktor pembentuk budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan perilaku k3 menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran rekan kerja dengan perilaku aman. Perilaku pelaporan bahaya merupakan bagian dari perilaku aman pada pekerja. b. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah pelatihan yang disusun untuk memberi bekal kepada personil yang ditunjuk perusahaan untuk dapat menerapkan K3 di tempat kerja
(Kusuma,
2011). Pelatihan K3 bertujuan agar pekerja dapat memahami dan berperilaku pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, mengidentifkasi potensi bahaya di tempat kerja, melakukan pencegahan kecelakaan kerja, menggunakan pemadaman
alat
pelindung
kebakaran
serta
diri,
melakukan
menyusun
pencegahan
program
dan
pengendalian
keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan salah satunya kegiatan pelaporan bahaya (Hargiyarto, 2008).
32
Menurut penelitian Marettia (2011) di PT SIM Plant Tambun II menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman
di lingkungan kerja. Semakin baik
pelatihan yang diberikan pada pekerja dapat meningkatkan perilaku aman dalam pelaksanaan STOP. Penelitian Asril (2003) mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta Tbk juga menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. Sebaliknya, penelitian Anugraheni (2003) menghasilkan yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi berbahaya. STOP, STOP 6, dan kartu KKL merupakan salah satu jenis kegiatan pelaporan bahaya yang diterapkan di perusahaan. c. Instruksi pada Awal Pekerjaan Instruksi pada awal pekerjaan atau yang biasa disebut safety briefing merupakan bentuk komunikasi terhadap pekerja. Menurut Notoatmodjo
(2007),
komunikasi
adalah
proses
pengoperasian
rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi orang lain. Disamping untuk menyampaikan perintah dan pengarahan dalam pelaksanaan pekerjaan,
33
komunikasi
keselamatan
dan
kesehatan
kerja
digunakan
untuk
mendorong perilaku, sehingga pekerja termotivasi untuk bekerja dengan selamat dan melakukan perilaku tertentu, termasuk perilaku pelaporan bahaya (Noviandry, 2013). Penelitian Marettia (2011) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan STOP yang merupakan kartu
untuk mencatat
perilaku tidak aman di lingkungan kerja. STOP merupakan salah satu jenis kegiatan pelaporan bahaya di perusahaan. d. Ketersediaan Peralatan yang Sesuai dan Aman Mesin atau peralatan sering juga menimbulkan potensi bahaya maka seluruh peralatan kerja harus didesain, dipelihara dan digunakan dengan baik. Pengendalian potensi bahaya dapat dipengaruhi oleh bentuk peralatan, ukuran, berat ringannya peralatan, kenyamanan operator, dan kekuatan yang diperlukan untuk menggunakan atau mengoperasikan peralatan kerja dan mesin-mesin (Tarwaka, 2008). Penelitan Hayati (2004) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan APD dengan perilaku kepatuhan Terhadap Pelaksanaan Standar Operating Procedure pada Pekerja di Bagian Welding PT Krama Yudha Ratu Motor. Namun bertentangan dengan itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumbung (2000) dalam Iqbal (2014) menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara
penggunaan APD.
ketersediaan
APD
dengan perilaku kepatuhan
34
e. Paparan Rapat Keselamatan Paparan rapat keselamatan atau safety meeting merupakan bentuk dari komunikasi dalam K3. Menurut Notoatmodjo (2007), komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi orang lain.
Marettia (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan
antara
komunikasi
dengan
perilaku
melaksanakan program STOP yang merupakan kartu
pekerja
dalam
untuk mencatat
perilaku tidak aman di lingkungan kerja. Program STOP merupakan salah satu jenis pelaporan bahaya. Sebaliknya, penelitian Utami (2014) menghasilkan bahwa tidak ada hubungan antara safety meeting dengan perilaku aman (safe behavior) pekerja Departemen Operasi II PT Pusri Palembang. f. Work Pace (Kecepatan Kerja) Work pace adalah jumlah absolut dari beban kerja dan kecepatan kerja atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Putra (2010) mengungkapkan bahwa work pace merupakan hal yang mempengaruhi perilaku pekerja dan kesehatan mental pekerja termasuk perilaku pelaporan bahaya. Kecepatan kerja merupakan bagian dari beban kerja yaitu tugas yang harus diselesaikan sesuai dengan tanggung jawab yang dimiliki yang terdiri dari kuantitatif dan kualitatif. Namun penelitian Saputra (2008) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara beban kerja dengan perilaku aman pengemudi dump truck PT X Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
35
g. Sikap Manajemen Puncak Sikap manajemen puncak merupakan faktor penting dalam mempengaruhi sikap pekerja untuk mengikuti praktik keselamatan termasuk pada kegiatan pelaporan bahaya. Rundmo dan Hale (2003) dalam Idirimanna (2011) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku K3 dengan melakukan studi terhadap sikap (attitude) manajemen terhadap keselamatan dan pencegahan terjadi kecelakaan. Hasil studi menunjukkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap. Sikap yang ideal untuk manajemen adalah komitmen yang tinggi, kefatalan rendah, toleransi terhadap pelanggaran rendah, emosi dan kekhawatiran tinggi dan prioritas keselamatan tinggi. Sejalan dengan itu, penelitian Marettia (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara sikap manajemen dan perilaku dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. STOP merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya. h. Peraturan Manajemen Puncak Peraturan merupakan dokumen tertulis yang mendokumentasikan standar, norma, dan kebijakan untuk perilaku yang diharapkan (Geller, 2001). Dalam hal ini perilaku yang diharapkan adalah perilaku pelaporan bahaya. Peraturan memiliki peran besar dalam menentukan perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima (Syaaf, 2008). Sejalan dengan itu, penelitian Susryandini (2015)
menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara peraturan dengan kepatuhan pekerja dalam menggunakan APD. Namun menurut penelitian Marettia
36
(2011) menghasilkan bahwa tidak ada hubungan antara prosedur yang baik atau yang tidak baik terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. STOP merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya. i. Respon Pihak Pengawas Tujuan pengawasan adalah memastikan bahwa tujuan dan target sesuai
dengan
kebutuhan,
memastikan
bahwa
pekerja
dapat
menanggulangi kesulitan yang mereka temui, meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya (Geller, 2001). Dalam penelitian ini respon pihak pengawas menggambarkan bagaimana pendapat pekerja mengenai umpan balik yang dilakukan safety officer dalam pelaksanaan pelaporan bahaya yaitu ada respon atau tidak ada respon dari pihak pengawas. Apabila umpan balik yang dilakukan safety officer sesuai dengan kebutuhan pekerja, dalam arti safety officer melakukan umpan balik secara teratur terhadap pekerja, memberikan perhatian, pengarahan, dan petunjuk serta memperbaiki kesalahankesalahan yang dilakukan oleh pekerja dalam pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya, maka pekerja akan menyatakan ada respon pihak pengawas sehingga dari adanya respon pihak pengawasakan menentukan perilaku karyawan dalam bekerja seperti perilaku melakukan pelaporan bahaya. Sebaliknya jika respon pihak pengawas yang dilakukan safety officer
tidak sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh pekerja,
dalam arti tidak pernah memberikan umpan balik secara teratur, tidak
37
memberikan petunjuk dan pengarahan dalam pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya, maka hal ini akan dinilai tidak ada respon pihak pengawas oleh pekerja. Dari pendapat yang menyatakan tidak ada respon oleh pekerja akan menentukan perilaku pengawas yaitu ditunjukan dengan ketidakdisiplinan dalam kegiatan pelaporan bahaya. Menurut penelitian Halimah (2010) di PT SIM Plant Tambun II menyatakan bahwa ada hubungan antara peran pengawas dengan perilaku pekerja, termasuk perilaku pelaporan bahaya pada pekerja. Namun menurut penelitian Marettia (2011) menyatakan tidak ada hubungan antara peran pengawasan terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja di PT X. Sejalan dengan itu, penelitian Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi berbahaya. STOP dan STOP 6 merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya yang diterapkan di perusahaan. j. Sikap Rekan Kerja Rekan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku individu lainnya. Persepsi sesama pekerja kesehatan dan keselamatan mempengaruhi tingkat individu tentang kepatuhan terhadap keselamatan (Idirimanna, 2011). Seringkali pekerja tidak berperilaku pelaporan bahaya dengan baik karena rekannya yang lain juga berperilaku demikian. Geller (2001) juga menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat
38
semakin banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup
yang
berperilaku
tertentu
terlihat
relatif
kompeten
atau
berpengalaman. Penelitian Karyani (2005) pada 113 pekerja di Schlumberger Indonesia diperoleh bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku aman setelah peran pengawas/supervisor adalah peran dari rekan kerja. Peran rekan kerja yang tinggi menujukkan peluang pekerja untuk berperilaku aman lebih besar dibandingkan pekerja yang mempunyai peran rekan kerja yang rendah. k. Sikap Keluarga Faktor dalam pekerjaan akan mempengaruhi kehidupan keluarga dan sebaliknya faktor dalam keluarga akan mempengaruhi pekerjaan. Perilaku pelaporan bahaya merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan pekerja dalam menjalankan pekerjaannya. Beberapa penelitian meneliti masalah konflik pekerjaan dan keluarga yang terdiri dari dua komponen yaitu pekerjaan berpengaruh negatif maupun pengaruh positif terhadap keluarga dan
sebaliknya. Balmforth dan Gardner (2006)
mengatakan nilai positif pekerjaan dan keluarga terjadi ketika peran yang dilakukan dalam pekerjaan dan peran yang dilakukan dalam keluarga saling memberikan konstribusi positif
dan keuntungan. Sebaliknya,
penelitian Susanti (2013) menyatakan tidak ada hubungan antara konflik pekerjaan dan keluarga dengan peran pekerjaan.
39
l. Penghargaan dan Sanksi Menurut Geller (2001) hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan. Hukuman dapat menekan atau melemahkan perilaku termasuk pada perilaku pelaporan bahaya. Hukuman tidak hanya berorientasi untuk menghukum pekerja yang melanggar peraturan, melainkan sebagai kontrol terhadap lingkungan kerja sehingga pekerja terlindung dari insiden. Sedangkan penghargaan adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku yang diharapkan (Geller, 2001). Menurut penelitian Anugraheni (2003) menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sanksi dan penghargaan dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan STOP 6 yang berfungsi
untuk mencatat
kondisi dan perilaku berbahaya. Namun sebaliknya penelitian Marettia (2011) tidak ada hubungan antara reward/punishment terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. Selain itu, penelitian penelitian Asril (2003) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta tbk menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebutuhan akan penghargaan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. STOP, STOP 6
40
dan kartu KKL merupakan jenis dari kartu pelaporan bahaya yang diterapkan di perusahaan. F. Kerangka Teori Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan pada tinjauan pustaka, kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini dimodifikasi berdasarkan teori Green dan Kreuter (2000) serta Geller (2001). Dedobbeleer dan German (1987) sudah mengaplikasikan teori Green dan Kreuter kedalam occupational settings yang tercantum dalam buku Green dan Kreuter (2000) yaitu faktor yang mempengaruhi praktik keselamatan pekerja. Kepatuhan pelaporan bahaya pekerja termasuk bagian dari praktik keselamatan pekerja. Teori yang digunakan dalam penelitian Dedobbeleer dan German tahun 1987 sudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian di PT Pelita Air Service, sedangkan untuk teori Geller (2001) merupakan teori yang dapat mendiagnosis faktor yang berkontribusi dalam insiden atau perilaku berisiko serta adanya aspek internal dan eksternal pada individu dapat mempengaruhi kesuksesan kegiatan keselamatan kerja (Geller, 2001). Modifikasi teori tersebut dapat digambarkan seperti pada bagan 2.5:
41
Faktor Internal 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Usia Masa Kerja Pengetahuan Sikap Persepsi terhadap Bahaya Pengendalian Keselamatan atas Pekerjaan Sendiri Riwayat Cidera
Faktor Eksternal 1.
Adanya Rekan Kerja yang Terluka 2. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan 3. Instruksi pada Awal Pekerjaan 4. Ketersediaan Peralatan yang Sesuai dan Aman 5. Paparan Rapat Keselamatan 6. Work Pace (Kecepatan Kerja) 7. Sikap Manajemen Puncak 8. Peraturan Manajemen Puncak 9. Respon Pihak Pengawas 10. Sikap Rekan Kerja 11. Sikap Keluarga 12. Penghargaan dan Sanksi Green, Kreuter (2000) dan Geller (2001)
Bagan 2.5 Kerangka Teori
Praktik Keselamatan Pekerja (Kepatuhan Pelaporan Bahaya)
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dibentuk suatu kerangka konsep untuk dapat mendeskripsikan variabelvariabel yang akan diteliti dengan variabel dependen yaitu kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service seperti pada bagan 3.1: Faktor Internal 1. 2. 3. 4.
Usia Masa Kerja Sikap Persepsi terhadap Bahaya Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Faktor Eksternal 1. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan 2. Respon Pihak Pengawas 3. Sikap Rekan Kerja 4. Pengaruh Penghargaan
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
42
43
Berdasarkan bagan 3.1, dijelaskan bahwa variabel-variabel yang akan diteliti adalah usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan.Variabel pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri, pengetahuan, adanya rekan kerja yang terluka di tempat kerja, riwayat cidera, instruksi pada awal pekerjaan, ketersediaan peralatan yang sesuai dan aman, paparan rapat keselamatan, work pace, sikap manajemen puncak, peraturan manajemen puncak, sikap keluarga tidak diteliti dalam penelitian ini. Peneliti tidak meneliti variabel sanksi karena PT Pelita Air Service tidak menerapkan sistem sanksi/ punishment pada kegiatan pelaporan bahaya. Variabel pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri tidak diteliti karena kepatuhan pelaporan bahaya dilakukan dengan fokus memperhatikan keselamatan rekan kerja atau orang lain di sekitar pekerja bukan diri sendiri. Walaupun pekerja juga memperhatikan kondisi tidak aman untuk keselamatan diri pekerja sendiri. Variabel adanya rekan kerja yang terluka di tempat kerja tidak diteliti dikarenakan untuk pertanyaan ini pekerja dituntut untuk mengingat apa yang terjadi pada rekan kerja bukan dirinya sendiri sehingga dapat menimbulkan bias informasi yang cukup besar dan variabel riwayat cidera tidak diteliti dikarenakan sulit untuk memastikan bahwa yang dipersepsikan pekerja sebagai cidera, benar-benar cidera atau bukan. Selain itu untuk variabel adanya rekan kerja yang terluka dan riwayat cidera tidak dimungkinkan untuk dilakukan studi dokumen karena dokumen pelaporan kecelakaan kerja di PT Pelita Air Service hanya mencatat cidera yang masuk dalam klasifikasi cukup parah
44
sedangkan cidera ringan tidak termasuk, padahal variabel yang diteliti mencakup cidera parah maupun cidera ringan. Instruksi pada awal pekerjaan tidak diteliti dalam penelitian ini dikarenakan variabel ini dianggap akan homogen karena instruksi selalu dilakukan diawal pekerjaan secara bersamaan untuk seluruh pekerja teknisi yang bertugas. Sejalan dengan itu, variabel paparan rapat keselamatan juga tidak diteliti karena rapat keselamatan juga diadakan setiap minggu dan diwakilkan oleh setiap pekerja teknisi yang akan dilakukan bergantian. Variabel work pace (kecepatan kerja) juga tidak diteliti, walaupun terdapat 5 tingkatan jabatan di divisi maintenance yaitu direksi, vice president (VP), manajer, supervisor dan pekerja. Untuk populasi penelitian ini, jabatan direksi, VP dan manajer tidak masuk dalam populasi penelitian dan beban kerja tingkatan yang lain dirasa tidak jauh berbeda sehingga sampel dianggap akan homogen karena supervisor dan pekerja teknisi memiliki tugas yang hampir sama pada saat pre-flight dan post-flight pesawat serta pengaturan shift kerja yang sudah diatur agar setiap pekerja mendapatkan beban kerja yang sama walaupun tanggung jawabnya dimungkinkan berbeda. Variabel ketersediaan peralatan yang sesuai dan aman tidak diteliti dikarenakan variabel ini juga dianggap akan homogen, ketersediaan APD selalu dipantau setiap bulan oleh safety officer serta pergantian APD oleh manajemen dilakukan setiap setahun sekali.
45
Variabel pengetahuan tidak diteliti dikarenakan diduga homogen pada populasi pekerja teknisi karena setelah dilakukan observasi diketahui bahwa pekerja sudah mengetahui mengenai adanya kegiatan pengisian kartu pelaporan bahaya. Sikap manajemen puncak dan peraturan manajemen puncak tidak diteliti karena variabel ini sudah dapat terlihat dengan adanya kegiatan pelaporan bahaya. Kegiatan pelaporan bahaya menunjukkan adanya komitmen dan langkah penegakan untuk praktik kerja aman melalui kegiatan pencegahan kecelakaan dan cidera. Sikap keluarga tidak diteliti, menurut peneliti tidak signifikan mempengaruhi perilaku pelaporan bahaya, keluarga tidak selalu berinteraksi disaat pekerja bekerja. Untuk dukungan bagi para pekerja sudah terdapat pada variabel sikap rekan kerja dan persepsi kegiatan pengawasan.
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur
Variabel Dependen Pengisian kartu hazard report Studi dokumen dan safety observation form yang dilakukan pekerja selama satu tahun terakhir.
Dokumen safety 0. Tidak, jika pekerja tidak Ordinal report periode pernah mengisi form 2014-2015 1. Ya, jika pekerja pernah mengisi form
Usia
Masa hidup pekerja dalam Menyebarkan tahun dihitung dari tahun lahir kuesioner sampai tahun saat penelitian. kepada pekerja
Kuesioner
Tahun
Rasio
Masa Kerja
Jumlah waktu yang telah dilalui pekerja di PT PAS, dimulai dari tahun pertama bekerja sampai tahun saat penelitian.
Kuesioner
Tahun
Rasio
Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Variabel Independen
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
46
Variabel
Definisi
Kecenderungan pekerja terhadap pernyataan mengenai kepedulian terhadap pelaporan bahaya Pendapat, penilaian, dan Persepsi terhadap bahaya penafsiran yang timbul dalam diri pekerja mengenai kerentanan terhadap bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan cidera pada diri pekerja dan sekitarnya Frekuensi Paparan Pelatihan Berapa kali dalam satu tahun terakhir pekerja pernah Keselamatan mengikuti kegiatan pemberian informasi yang mengenai pelaporan bahaya Pendapat pekerja mengenai Respon Pihak Pengawas kegiatan umpan balik yang dilakukan safety officer terhadap pekerja dalam pelaksanaan pelaporan bahaya Kecenderungan pekerja Sikap rekan kerja terhadap pernyataan terkait dukungan/ support dari rekan kerja dalam kegiatan pelaporan bahaya Sikap
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur Ordinal
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
Kuesioner
0. Negatif, jika skor < mean 1. Positif, jika skor > mean
Kuesioner
0. Negatif, jika skor < mean 1. Positif, jika skor > mean
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
Kuesioner
0. Jarang, jika pekerja < 2 kali Ordinal mengikuti pelatihan 1. Sering, jika pekerja > 2 kali mengikuti pelatihan
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
Kuesioner
0. Tidak ada, jika skor < mean 1. Ada, jika skor > mean
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
Kuesioner
0. Kurang mendukung, jika skor Ordinal < median 1. Mendukung, jika skor > median
Ordinal
Ordinal
47
Variabel Pengaruh Penghargaan
Definisi
Cara Ukur
Pendapat pekerja terhadap Menyebarkan apresiasi yang diberikan kuesioner perusahaan kepada pekerja kepada dalam melaksanakan kegiatan pekerja pelaporan bahaya
Alat Ukur Kuesioner
Skala Ukur 0. Tidak ada pengaruh, jika skor Ordinal < mean 1. Ada pengaruh, jika skor > mean Hasil Ukur
48
49
C. Hipotesis 1. Adanya hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya) dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. 2. Adanya hubungan antara faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan keselamatan,
respon
pihak
pengawas,
sikap rekan kerja,
pengaruh
penghargaan) dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dimana pengukuran variabel independen dan dependen diambil pada waktu yang sama. Variabel independen dalam penelitian ini adalah usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan pelaporan bahaya. B. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PT Pelita Air Service, area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan karena area kerja Pondok Cabe merupakan Based Maintenance dan dilaksanakan pada bulan Mei-Desember tahun 2015. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja teknisi yang tercatat sebagai pekerja tetap maupun pekerja kontrak yang bertugas di hangar II dan hangar III PT Pelita Air Service, area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Jumlah Pekerja Teknisi unit maintenance berjumlah 136 pekerja sehingga total populasi sebesar 136 pekerja.
50
51
2. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah seluruh total populasi dari pekerja teknisi yang bertugas di hangar II dan hangar III PT Pelita Air Service, area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Berdasarkan jumlah populasi yang ada, didapatkan jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 136 pekerja. Untuk mengetahui kekuatan dari jumlah sampel tersebut, dilakukan perhitungan tingkat uji (Z1- β) menggunakan rumus berikut ini: (
)2 ( (
√ ( )
(
))2] )]
Keterangan : n
= besar sample minimal
Z1 – α/2= derajat kemaknaan Z1 - β = tingkat kekuatan uji P1
= Proporsi pekerja dengan sikap negatif dan berperilaku pelaporan bahaya buruk berdasarkan penelitian sebelumnya (0,765) (Anugraheni, 2003)
P2
= Proporsi pekerja dengan sikap positif dan berperilaku pelaporan bahaya buruk berdasarkan penelitian sebelumnya (0,529) (Anugraheni, 2003)
P
= (P1+P2)/2= 0,647
Berdasarkan rumus diatas, didapatkan tingkat kekuatan uji untuk sampel sebanyak 136 pekerja teknisi sebesar 996,3% sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah sampel tersebut cukup kuat untuk digunakan dalam menguji hipotesis penelitian ini.
52
D. Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh pekerja teknisi unit maintenance area kerja Pondok Cabe, PT Pelita Air Service. Sebelum mengisi kuesioner, peneliti meminta persetujuan pekerja untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan memberikan informed consent dan pekerja dijelaskan mengenai maksud dan tujuan penelitian serta cara pengisian kuesioner. Data yang dikumpulkan berupa usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan studi dokumen safety report untuk mengetahui pengisian pelaporan bahaya yang dilakukan pada masingmasing pekerja. E. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat mencakup beberapa variabel yang diteliti, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Kuesioner dibagikan langsung kepada para pekerja. Kuesioner yang digunakan ini sebelumnya pernah digunakan oleh Anugraheni (2003) dan Marettia (2011) dan kuesioner ini telah dimodifikasi oleh peneliti dan disesuaikan dengan lokasi kerja dan perkembangan teori yang ada. Dalam kuesioner ini dibagi menjadi beberapa kategori besar, seperti kategori sikap dengan enam pertanyaan menggunakan empat skala likert yaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju dan sangat setuju. Kategori persepsi
53
terhadap bahaya dengan pertanyaan mengenai lima jenis bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan menggunakan tiga skala likert yaitu sering terjadi, mungkin terjadi, tidak mungkin terjadi. Kategori frekuensi paparan pelatihan keselamatan dengan satu pertanyaan dengan beberapa alternatif jawaban dan lima pertanyaan mengenai materi pelatihan keselamatan dengan dua skala likert yaitu ya dan tidak. Kategori pengaruh penghargaan dengan dua pertanyaan dan beberapa alternatif jawaban. Serta kategori respon pihak pengawas sebanyak 3 pertanyaan dengan beberapa alternatif jawaban. Untuk mengukur sikap rekan kerja menggunakan kuesioner dari Gemma Batemann Tahun 2009 yang berisi empat pertanyaan dengan enam skala pengukuran yaitu tidak pernah, sangat jarang, kadang-kadang, sering, sangat sering, setiap saat (Batemann, 2009). Selain kuesioner, peneliti juga melakukan studi dokumen safety report periode 2014-2015 kepada tiap pekerja yang menjadi sampel penelitian. Studi dokumen dilakukan tanpa sepengetahuan para pekerja dengan instrumen form pelaporan bahaya. Form pelaporan bahaya digunakan untuk mengetahui apakah pekerja pernah mengisi form atau tidak. 1.
Kepatuhan Pelaporan Bahaya Untuk variabel kepatuhan pelaporan bahaya peneliti melakukan dengan studi dokumen, jika nama pekerja terdapat di dokumen safety report pada periode 2014-2015
maka pekerja diberi skor 1 (satu)
sedangkan pekerja yang namanya tidak terdapat di dokumen safety report maka pekerja diberi skor 0 (nol). Bila pekerja pernah mengisi form
54
pelaporan bahaya maka dikategorikan pekerja patuh dalam melakukan pelaporan bahaya sedangkan bila pekerja tidak pernah mengisi form pelaporan bahaya maka dikategorikan pekerja tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya. 2.
Usia Untuk variabel usia dilihat dari selisih tahun lahir pekerja dan tahun dilakukan penelitian. Perhitungan nilai rata-rata untuk usia tiap pekerja dilakukan dengan membagi antara total usia pekerja dengan jumlah pekerja.
3.
Masa Kerja Untuk variabel masa kerja dilihat dari masa kerja pekerja dalam tahun, dilihat dari selisih tahun pertama pekerja bekerja dan tahun dilakukan penelitian. Perhitungan nilai rata-rata untuk masa kerja tiap pekerja dilakukan dengan membagi antara total masa kerja pekerja dengan jumlah pekerja.
4.
Sikap Untuk pertanyaan sikap dengan menggunakan skala likert dengan menggunakan empat alternatif jawaban atau tanggapan atas pernyataan kuesioner. Pekerja dapat memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang disediakan. Empat alternatif jawaban yang dikemukakan serta pembobotannya seperti:
55
Tabel 4.1 Skoring Variabel Sikap Favorable (+)
Unfavorable (-)
Skor 1 bila jawaban STS
Skor 4 bila jawaban STS
Skor 2 bila jawaban TS
Skor 3 bila jawaban TS
Skor 3 bila jawaban S
Skor 2 bila jawaban S
Skor 4 bila jawaban SS
Skor 1 bila jawaban SS
Sumber : Azwar, 2009 Terdiri dari enam pernyataan dan memiliki skor maksimal 24 dan skor minimal 6. Sebuah skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari sikap pekerja. Bila pekerja menjawab dengan jumlah skor lebih dari sama dengan mean dikategorikan memiliki sikap yang positif sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah skor kurang dari mean/median dikategorikan memiliki sikap negatif. 5.
Persepsi Terhadap Bahaya Untuk pertanyaan persepsi terhadap bahaya terdiri dari lima jenis bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan cidera pada pekerja dan sekelilingnya dengan menggunakan tiga skala likert yang disebutkan dalam kuesioner. Pekerja dapat memilih salah satu dari tiga skala likert yang disediakan. Tiga skala likert yang dikemukakan serta pembobotannya seperti: a. Skor 1 bila jawaban tidak mungkin terjadi b. Skor 2 bila jawaban mungkin terjadi c. Skor 3 bila jawaban sering terjadi Terdiri dari lima pertanyaan dan memiliki skor maksimal 15 dan skor minimal 5. Sebuah skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat yang
56
lebih tinggi mengenai penilaian terhadap bahaya. Bila pekerja menjawab dengan jumlah skor lebih dari sama dengan mean dikategorikan memiliki persepsi positif terhadap bahaya sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah skor kurang dari mean/median dikategorikan memiliki persepsi negatif terhadap bahaya. 6.
Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan Untuk variabel frekuensi paparan pelatihan keselamatan, setiap jawaban dari pekerja akan dikategorikan, jika pada periode 2014-2015 pekerja mengikuti > 2 kali pelatihan maka diberi skor 1 (satu) sedangkan jika pada periode 2014-2015 pekerja mengikuti < 2 kali pelatihan maka diberi skor 0 (nol). Bila bila pekerja > 2 kali mengikuti pelatihan maka dikategorikan sering sedangkan bila pekerja < 2 kali mengikuti pelatihan maka dikategorikan pekerja jarang.
7.
Respon Pihak Pengawas Untuk variabel respon pihak pengawas, setiap jawaban dari pertanyaan sesuai mendapatkan skor 1 (satu), jika jawaban tidak sesuai maka akan mendapatkan skor 0 (nol). Bila pekerja menjawab dengan jumlah skor lebih dari sama dengan mean dikategorikan ada respon pihak pengawas sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah skor kurang dari mean dikategorikan tidak ada respon pihak pengawas.
8.
Sikap Rekan Kerja Untuk variabel sikap rekan kerja dengan menggunakan skala likert. Skala likert menggunakan enam alternatif jawaban atau tanggapan atas pernyataan kuesioner. Pekerja dapat memilih salah satu dari enam
57
alternatif jawaban yang disediakan. Enam alternatif jawaban yang dikemukakan serta pembobotannya adalah: a.
Skor 6 bila jawaban setiap saat
b.
Skor 5 bila jawaban sangat sering
c.
Skor 4 bila jawaban sering
d.
Skor 3 bila jawaban kadang-kadang
e.
Skor 2 bila jawaban sangat jarang
f.
Skor 1 bila jawaban tidak pernah Terdiri dari empat pertanyaan dan memiliki skor maksimal 24 dan
skor minimal 4. Sebuah skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari sikap rekan kerja. Bila pekerja menjawab dengan jumlah skor lebih dari sama dengan median dikategorikan sikap rekan kerja mendukung sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah
skor
kurang dari median dikategorikan sikap rekan kerja tidak mendukung. 9.
Pengaruh Penghargaan Untuk variabel penghargaan, setiap jawaban dari pertanyaan mendapatkan skor 1 (satu) jika menjawab ”butuh” dan “bermanfaat”, sedang yang menjawab ”tidak butuh”, „biasa saja” dan “tidak bermanfaat” mendapatkan skor 0 (nol). Bila pekerja menjawab dengan jumlah skor lebih dari sama dengan mean dikategorikan ada pengaruh penghargaan sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah kurang dari mean dikategorikan tidak ada pengaruh penghargaan.
skor
58
F. Validitas dan Reabilitas Kuesioner 1. Validitas Validitas merupakan indeks yang digunakan untuk menunjukkan alat ukur dapat mengukur objek secara tepat atau tidak. Pengujian validitas kuesioner dilakukan untuk mengetahui item kuesioner yang valid maupun tidak valid untuk membuat keputusan tetap mempertahankan atau menghapus setiap item. Item kuesioner yang tidak valid tidak dapat digunakan untuk dilakukan pengukuran dan pengujian. Pengujian validitas dapat menggunakan rumus statistik koefisien cronbach alpha pada setiap item pertanyaan untuk jenis pertanyaan berupa skala likert seperti variabel sikap, variabel persepsi terhadap bahaya, dan variabel sikap rekan kerja sedangkan untuk jenis pertanyaan pilihan dengan alternatif jawaban yang berbeda disetiap pertanyaan seperti variabel frekuensi paparan pelatihan keselamatan, variabel respon pihak pengawas dan variabel pengaruh penghargaan pengujian validitas dengan menggunakan validitas isi dengan mengevaluasi tanggapan dari pekerja untuk masing-masing item pada instrumen dengan melihat rentang waktu pekerja menjawab dan ada tidaknya pengulangan pembacaan item kuesioner untuk melihat apakah pekerja mengerti atas item pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Pada nilai koefisien cronbach alpha, setiap item pertanyaan dapat dianggap valid jika hasil perhitungan statistik koefisien cronbach alpha pada tiap pertanyaan memiliki rentang nilai 0,4–0,7 karena korelasi masih
59
dapat diterima, jika koefisien cronbach alpha 0,3 menunjukkan validitas sedang, cenderung menunjukkan korelasi kecil sampai sedang, dan rentang koefisien cronbach alpha <0,2 menunjukkan korelasi rendah (Di Lorio, 2005). Pada hasil pengujian validitas isi dilihat dari tanggapan pekerja menjawab, setiap item pertanyaan dapat dianggap valid jika pekerja bisa langsung menjawab tanpa adanya keraguan dalam memahami maksud item pertanyaan serta tidak meminta adanya pengulangan pembacaan pertanyaan, jika rentang waktu pekerja dalam menjawab pertanyaan cukup lama dan juga adanya permintaan pengulangan pertanyaan karena pekerja kurang memahami item pertanyaan maka item tersebut dinyatakan tidak valid dan harus dilakukan modifikasi item untuk memperjelas makna pada item pertanyaan atau membuang item jika item pertanyaan tidak penting. Untuk variabel pada kuesioner akan dilakukan uji validitas kepada subjek yang karakteristik hampir mirip dengan populasi pekerja teknisi yang ada di area kerja Pondok Cabe dan memiliki kegiatan pelaporan bahaya yaitu pada pekerja teknisi PT Garuda Maintenance Facilities (GMF) AeroAsia karena dikhawatirkan jika di populasi yang sama maka sampel yang ada pada populasi akan semakin berkurang. 2. Reabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas biasanya menunjukkan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat terlihat konsisten
60
bila dilakukan berulang kali dengan menggunakan kuesioner yang sama. Pengujian reliabilitas salah satunya dapat dilakukan dengan melihat konsistensi internal menggunakan rumus statistik cronbach alpha keseluruhan dengan melihat nilai koefisien alpha. Hasil analisis reliabilitas tersebut nantinya memiliki rentang 0-1 dengan nilai standar koefisien alpha sebesar 0,7. Apabila hasil perhitungan statistik koefisien alpha keseluruhan >0,7 maka alat ukur yang digunakan dianggap memliki keandalan tinggi jika koefisien alpha di rentang 0,6 keandalan masih bisa diterima, jika <0,6 maka alat ukur dianggap memiliki keandalan rendah (Di Lorio, 2005). Untuk variabel sikap rekan kerja menggunakan instumen dari Batemann (2009) yang telah memiliki reabilitas 0,89. Untuk reliabilitas variabel lain juga akan dilakukan uji reabilitas kepada subjek yang karakteristik hampir mirip dengan populasi pekerja teknisi yang ada di area kerja Pondok Cabe dan memiliki kegiatan pelaporan bahaya yaitu pada pekerja teknisi PT Garuda Maintenance Facilities (GMF) AeroAsia karena dikhawatirkan jika di populasi yang sama maka sampel yang ada pada populasi akan semakin berkurang. H. Manajemen Data Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan diolah dengan menggunakan program komputer meliputi: 1. Editing Proses ini meliputi pengecekan data terhadap lembaran kuisioner yang dilakukan selama proses pengumpulan data yang bertujuan untuk
61
memastikan semua variabel, baik variabel independen (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pegaruh penghargaan) terisi. Pengecekan data tehadap lembaran form pelaporan bahaya yang dilakukan selama proses pengumpulan data melalui studi dokumen dari variabel dependen perilaku pelaporan bahaya. Selama proses tersebut dilakukan penyuntingan data oleh peneliti agar data yang salah atau meragukan dapat langsung ditelusuri kembali kepada pekerja yang bersangkutan. 2. Coding Proses pengkodean dilakukan terhadap setiap variabel yang ada dalam penelitian ini untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data. Berikut ini merupakan kode variabel penelitian: Tabel 4.2 Kode Variabel Variabel
Kode
Identitas Pekerja KepatuhanPelaporan Bahaya Faktor Internal Usia Masa Kerja Sikap Persepsi terhadap bahaya
IR1-IR3 B1 A1-A6 A1 A2 A51 – 156 A61 – 165
Faktor Eksternal Frekuensi Paparan pelatihan keselamatan Respon Pihak Pengawas Sikap Rekan Kerja Pengaruh Penghargaan
C1-C4 C11-C12 C31-C33 C41-C44 C21-C22
3. Entry Data yang sudah dikode kemudian dimasukkan dalam program software statistik SPSS untuk dilakukan analisis data. Data yang di entry
62
adalah nama pekerja, departemen, nomor telepon, kepatuhaan pelaporan bahaya, usia,
masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi
paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan. 4. Cleaning Pembersihan data atau pengecekan kembali dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam melakukan pengkodean ataupun pada saat melakukan entry data. Variabel yang dilakukan pengecekan adalah nama pekerja, departemen, nomor telepon, kepatuhan pelaporan bahaya, usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan. Proses ini dilakukan dengan cara melakukan tabulasi frekuensi dari setiap variabel baik variabel independen maupun variabel dependen penelitian agar terlihat apabila terdapat data yang tidak sesuai. I.
Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel penelitian baik variabel dependen (kepatuhan pelaporan bahaya) dan variabel independen (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan).
63
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat perlu dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Dalam penelitian ini dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui adakah hubungan antara usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Analisis
bivariat
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
menggunakan dua jenis uji yaitu uji chi-square dan uji T-test Independen. Uji chi-square dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel kategorik dengan variabel kategorik yaitu sikap, persepsi terhadap bahaya, paparan pelatihan keselamatan, persepsi kegiatan pengawasan, sikap rekan kerja dan penghargaan. Sedangkan uji T-test Independen dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel kategorik dengan variabel numerik yaitu usia dan masa kerja. Adapun rumus uji chi-square adalah sebagai berikut: (
)
df = (k-1)(b-1)
Keterangan: O = Nilai observasi E = Nilai ekspektasi (harapan) k = Jumlah kolom b = Jumlah baris Untuk mengetahui adanya kemaknaan hubungan antara dua variabel maka dilihat nilai Pvalue dengan menggunakan α 5%. Bila Pvalue
64
< α, Ho ditolak, berarti data sampel mendukung adanya hubungan yang bermakna. Sebaliknya jika nilai Pvalue > α , Ho gagal ditolak, berarti data sampel tidak mendukung adanya hubungan yang bermakna. Uji chi-square hanya dapat mengetahui ada atau tidak perbedaan proporsi antara kelompok atau hubungan dua variabel kategorik. Uji chisquare tidak dapat menentukan kelompok mana yang memiliki risiko lebih besar dibandingkan kelompok lain. Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan independen maka dilihat nilai Odds Ratio (OR). J.
Penyajian Data Penyajian data dilakukan untuk menyusun informasi secara baik dan akurat sehingga memudahkan pengambilan kesimpulan. Hasil analisis penelitian ini disajikan dalam tabel silang analisis perilaku pelaporan bahaya dengan variabel-variabel independen dengan mencantumkan nilai Pvalue dan OR disertai uraian mengenai isi tabel tersebut.
BAB V HASIL
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian PT Pelita Air Sevice merupakan perusahaan penerbangan terkemuka yang melayani jasa charter baik bagi perusahan minyak maupun masyarakat umum. Beralamat di Jalan Abdul Muis No. 52-56 Jakarta didirikan pada tanggal 22 Januari 1970. PT. Pelita Air Service memiliki beberapa area kerja di Balikpapan, Halim, Pondok Cabe, Matak dan Dumai. Area Kerja Pondok Cabe merupakan based Maintenance PT Pelita Air Service. 1. Profil PT Pelita Air Service Eksplorasi dan produksi industri minyak modern memerlukan dukungan penerbangan dalam menghadapi setiap kegiatan. Adanya kebutuhan mengenai dukungan penerbangan mendorong Pertamina mendirikan organisasi penerbangan untuk mendukung perusahaan di tahun 1968 yang bernama PT Pelita Air Service. Berikut sejarah singkat PT Pelita Air Service: a. Pada tahun 1970 perusahaan memulai dengan daerah operasi dari Provinsi Aceh di barat sampai Merauke di Papua Timur yang berbasis kegiatan dan melayani penerbangan regional. b. Pada tahun 1981 PT Pelita Air Service memperoleh kemandirian finansial dari Pertamina untuk meningkatkan daya saing di luar industri
penerbangan
internasional. 65
domestik
komersial
dan
bersaing
66
c. Pada tahun 1987, PT Pelita Air Service mendirikan anak perusahaan yang bernama PT Indopelita Aircraft Service. d. Pada tahun 2000 hingga 2005 PT Pelita Air Service memperluas bidang dengan melayani penerbangan reguler untuk masyarakat dan alat transportasi udara untuk presiden. e. Pada tahun 2005 sampai sekarang PT Pelita Air Service memutuskan untuk berkonsentrasi pada penerbangan charter bagi perusahaa minyak dan menutup penerbangan reguler. 2. Visi dan Misi PT Pelita Air Service Demi mencapai pekerjaan yang profesional, berfokus pada kualitas dan keamanan layanan PT Pelita Air Service memiliki visi dan misi sebagai berikut: Visi Menjadi Perusahaan Penerbangan Terpandang di Wilayah (To Be The Respectful Aviation Service In The Region). Misi Memberikan Layanan Prima Sesuai Kebutuhan (Deliver High Quality & Customized Services) (Pelita Air Service, 2015). 3. Gambaran Area Kerja Pondok Cabe PT Pelita Air Service memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk pemberangkatan penumpang dan tempat pemeliharaan pesawat (Based Maintenance) yang terletak di area kerja Pondok Cabe, 20 km sebelah selatan Jakarta, dengan luas area 179 ha dan sebuah landasan pesawat sepanjang 2120 m, memiliki dua hangar utama yang digunakan dalam
67
proses maintenance yaitu hangar II dan hangar III. Dilengkapi dengan area GSE (Ground Support Equipment) yang merupakan unit produksi peralatan kerja. Penelitian dilakukan di area hangar II dan hangar III karena pekerja baik di kantor maupun pekerja teknisi di hangar memiliki tingkat paparan sumber bahaya dan karakteristik pekerjaan yang berbeda. Berdasarkan hasil observasi peneliti dan identifikasi bahaya yang dilakukan oleh Departemen Quality Management & Safety Health Environment (QM&SHE), paparan bahaya dan risiko yang diterima oleh para pekerja berbeda terutama paparan bahaya fisik (kebisingan), bahaya kimia dan bahaya mekanik yang memiliki intensitas paparan cukup tinggi. Paparan yang tinggi terutama terjadi dalam proses preflight dan postflight yang dilakukan di area kerja Pondok Cabe dapat menimbulkan peluang kecelakaan kerja lebih besar dibandingkan dengan area kerja lain. Perbedaan area kerja dan jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja juga dapat menyebabkan kesadaran pekerja dalam melakukan pelaporan bahaya berbeda.
Hangar II
Hangar III
Gambar 5.1 Area Kerja Pondok Cabe PT Pelita Air Service
GSE
68
Pada proses maintenance yang dilakukan di area kerja Pondok Cabe terbagi menjadi dua proses yaitu Pre-Flight dan Post Flight. Pre Flight merupakan tahap penyiapan pesawat sebelum pesawat lepas landas. pengecekan pesawat (Preflight Check) pertama dilakukan oleh teknisi dan Preflight Check
kedua dilakukan oleh pilot yang bertugas. Setelah
pengecekan selesai pesawat dibawa kebagian luar hangar untuk dilakukan proses mengisi baterai pesawat (Ground Power Battery) sekaligus dilakukan proses barbage and cargo handling dimana barang-barang penumpang diletakan dipesawat. Setelah proses barbage and cargo handling selesai dilakukan pengisian bahan bakar pesawat (Hot Refueling). Selanjutnya start enginee dan pesawat siap diberangkatkan. Berikut adalah bagan proses pre-flight :
Preflight check (teknisi)
Preflight check (pilot)
Ground Power Battery
(1)
(2)
(3)
Barbage dan Cargo Handling
Hot Refueling
Start Enginee
Flight
(4)
(5)
(6)
(7)
Bagan 5.1 Proses Pre-Flight Pesawat Sedangkan proses Post-Flight dilakukan setelah pesawat lepas landas dan kembali ke hangar. Kegiatan yang dilakukan adalah compresor wash yaitu melakukan pencucian pada mesin pesawat dan dilakukan pendinginan pesawat terlebih dahulu. Setelah itu start enginee selama 15
69
detik, selanjutnya memasukan pesawat ke dalam hangar untuk maintenance mesin pesawat dilanjutkan melakukan perbaikan jika ada complain pilot selama penerbangan dan terakhir dilakukan proses pencucian badan pesawat eksternal (cleaning wash). Berikut adalah bagan proses post-flight :
Pendingan mesin pesawat
Compresor Wash
Start Enginee
Postflight Check
Service Complain pilot
Cleanning Wash
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Bagan 5.2 Proses Post Flight Pesawat 4. Kebijakan K3 Berbagai proses yang dilakukan di seluruh area kerja PT. Pelita Air Service, terutama area kerja Pondok Cabe yang merupakan based maintenance memiliki risiko tinggi dan berpotensi menyebabkan kecelakan kerja. PT Pelita Air Service membentuk departemen yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengkajian penelitian, audit, pengawasan, evaluasi dan penyusunan pedoman K3 agar tercapai keselamatan dan kesehatan kerja serta lindung lingkungan dikegiatan operasional perusahaan yaitu Departemen Quality Management & Safety Health Environment (QM&SHE). QM&SHE merupakan departemen yang berfokus terhadap masalah K3.
70
Sebagai komitmen untuk terciptanya keselamatan dan kesehatan kerja serta lindung lingkungan, maka PT Pelita Air Service menetapkan arah kebijakan pada tanggal 5 Oktober 2009 sebagai berikut : a. Pelita Air Service bertekad untuk mencapai kinerja terbaik dalam pengoperasian
dan
perawatan
pesawat
sesuai
persyaratan
keselamatan dan keamanan serta mutu pelayanan terbaik yang terfokus pada kebutuhan dan kepuasan pelanggan. b. Pelita Air Service juga bertekad untuk menciptakan tempat kerja yang sehat dan aman bagi seluruh pekerjanya dan melindungi lingkungan dalam melaksanakan semua aspek kegiatan operasional perusahaan. Selain itu, Departemen QM & SHE juga memiliki sasaran kerja dalam pelaksanaan kerjanya, diantaranya: a. Memunculkan budaya keselamatan ―Safety Culture‖ kepada seluruh pekerja dari level rendah sampai tingkat manajemen. b. Meningkatkan kesadaran pekerja untuk selalu dalam kondisi aman dan nyaman melalui sistem pelaporan pekerja. c. Memberikan situasi dan lingkungan kerja yang aman, melalui pemberian APD sebagai tindakan pengamanan bagi kondisi kerja yang dimiliki potensi bahaya cukup besar (high risk). d. Mengurangi tingkat kecelakaan kerja terhadap pekerja/ aset yang meliputi pengawasan dan monitoring terhadap pekerjaan, cara kerja aman sesuai prosedur ataupun regulasi.
71
e. Mencanangkan gerakan penghematan energi “go green”. dengan mengurangi penggunaan energi dalam keseharian. f. Meningkatkan
keselamatan
dalam
bidang
OSHA
dengan
memanfaatkan Web base OSMS Platinum, Safety & Hazard Observation Report. g. Meningkatkan keselamatan dengan memakai modul Hazard Identification and Risk Analysis (HIRA) dari OSMS Platinum. 5. Pelaporan Bahaya di PT Pelita Air Service Pelaporan bahaya merupakan bentuk komitmen dari PT Pelita Air Service dalam pelaksanaan K3 di lingkungan kerjanya. Khususnya sebagai upaya preventif terjadinya kecelakaan dengan melibatkan partisipasi pekerja dalam identifikasi bahaya melalui pelaporan perilaku dan kondisi tidak aman. Pelaporan bahaya merupakan kegiatan tahunan dari Departemen QM & SHE dalam mengobservasi tindakan/ kondisi yang tidak aman yang dilakukan orang lain disekitar lingkungan kerja. Kegiatan ini diaplikasikan dalam bentuk form yang dapat diisi dan dilaporkan oleh pekerja. Form yang disediakan PT Pelita Air Service diadaptasi dari STOP Card milik DuPont yang sudah disesuaikan dengan kondisi di lingkungan kerja perusahaan. PT Pelita Air Service hanya mengadaptasi namun tidak menggunakan STOP Card sebagai alat pelaporan
perilaku
tidak
aman
karena
PT
Pelita
Air
Service
mempertimbangkan biaya yang tinggi yang harus dibayarkan untuk setiap lembar STOP Card. Namun Form ini juga digunakan untuk mencatat perilaku atau keadaan yang sudah aman. Memberikan wewenang setiap
72
orang untuk melakukan intervensi dari tindakan maupun kondisi untuk dapat menekan tindakan tidak aman di tempat kerja 6. Tujuan, Prinsip dan Manfaat Kegiatan Pelaporan Bahaya Prinsip dari pelaporan bahaya ini yaitu semua cidera dan penyakit akibat kerja dapat dicegah, keselamatan kerja merupakan tanggung jawab dari seluruh pekerja, proses kerja aman harus diperkuat dan semua tindakan tidak aman ataupun kondisi tidak aman harus segera diperbaiki. Tujuan aplikasi dari kedua jenis kartu ini tertera dalam Safety Observation Form F-QSE/07/2001 Rev. 3 disebutkan bahwa kartu ini didesain sebagai sistem proaktif
yang membantu dimana pekerja dapat menghentikan
kejadian atau kondisi yang tidak diinginkan dan kejadian yang dapat menyebabkan kecelakaan serta untuk meningkatkan tingkat kesadaran keselamatan pada pekerja. Selain itu, untuk jangka panjang diharapkan program ini dapat membentuk safety culture pada pekerja. Manfaat kegiatan ini adalah memberikan peringatan dini terhadap potensi bahaya kecelakaan baik dari perilaku maupun kondisi yang ada dan mendorong keterlibatan pekerja pada kegiatan K3, mengarahkan konsep berfikir pada pencegahan kecelakaan, serta dapat meningkatkan keahlian pengamatan dan kualitas komunikasi di organisasi. 7. Personil dan Tempat Pelaksanaan Pelaporan Bahaya Kegiatan pelaporan bahaya ditujukan untuk seluruh pekerja di PT Pelita Air Service dilakukan oleh seluruh pekerja dan semua orang yang berada di area kerja. Mengobservasi tindakan tidak aman orang lain dan kondisi tidak aman dilakukan di lingkungan kerja maupun disekitar
73
lingkungan kerja sehingga perilaku dan kondisi tidak aman dapat terdeteksi di seluruh area. Pada Safety, Health & Environment Manual Chapter 3 poin 3.4.2 identification of workplace hazard menyatakan bahwa pekerja harus segera melaporkan segala bentuk bahaya di tempat kerja, baik tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman. Mengidentifikasi bahaya di tempat kerja dapat dilakukan dengan mengirimkan dan menyerahkan laporan dari pekerja melalui Hazard Report dan Safety Observation Form. 8. Jenis Formulir Pelaporan Bahaya Form yang digunakan dalam pelaporan bahaya di PT Pelita Air Service terbagi menjadi dua kategori yaitu pengisian Safety Observation Form dan pengisian Hazard Report. Ketika melakukan pengamatan nama orang yang diobservasi tidak boleh dicantumkan dalam form. Perbedaan kedua form ini hanya pada cakupannya dimana Hazard Report hanya berfokus pada kondisi tidak aman sedangkan Safety Observation Form (SOF) dilakukan fokus untuk perilaku tidak aman/ aman namun dilengkapi untuk kondisi tidak aman. SOF sendiri diadaptasi dari STOP Card milik dupont. Form ini sudah dirubah sesuai dengan kebutuhan. SOF terdiri dari dua sisi, sisi pertama berisi identitas pelapor dan sisi kedua dilengkapi dengan pedoman pengisian. Berikut adalah Safety Observation Form yang ada di PT Pelita Air Service seperti pada gambar 5.2:
74
F-QSHE/ 07 / 2001. Rev.: 3
SAFET Y OBSERVAT ION FORM ( Formulir Observasi Keselamatan )
FAX: 021-3522094 E-mail :
[email protected]
Please SEND or FAX to Q & SHES Division KIRIM atau FAX ke Divisi Q&SHES
SUBMITTED BY Dilaporkan oleh LOCATION Lokasi
PHONE Telepon
UNSAFE ACT Perbuatan Tidak Aman
SAFE ACT Perbuatan Aman
UNSAFE CONDITION Kondisi Tidak Aman
SAFE CONDITION Kondisi Aman
PEDOMAN FORMULIR OBSERVASI KESELAMATAN
DATE Tanggal
OBSERVE DESCRIPTION: Gambaran Observasi
YOUR SUGGESTION FOR IMPROVING THE SAFETY:
Saran Anda untuk meningkatkan keselamatan
Kondisi Tidak Aman
Paparan bahaya / pelindung yang tidak dapat diterima berdasarkan standar operasi Penerbangan & HSE di tempat kerja.
Perbuatan / Perilaku Aman
Aktivitas kerja individu dan / atau kelompok dilakukan secara aman dan kondisi lingkungan kerja yang aman sesuai standar operasi Penerbangan dan HSE di tempat kerja.
2. Untuk melaksanakan pengamatan, lakukanlah dengan cara melihat dan memperhatikan apakah adanya perbuatan dan/atau kondisi aman atau tidak aman, lalu berpikir dan bertindak untuk menghentikan situasi yang tidak aman, lakukan diskusi masalah, kesepakatan peningkatan prilaku aman dan laporkan pengamatan anda dalam kartu ini.
FOR OFFICIAL USE ONLY -- Untuk digunakan oleh Petugas Responded by
Pelanggaran aturan HSE, tidak mengikuti prosedur, perilaku yang tidak baik.
1. Kartu Observasi ini didesain untuk melayani dua tujuan berikut : a. Sebagai sistem proaktif, yang membantu anda dimana kita dapat menghentikan kejadian yang tidak kita inginkan dan dapat menyebabkan kecelakaan seperti cedera, pencemaran lingkungan atau kerusakan. b. Menjelaskan adanya perbuatan aman yang sangat baik/prosedur kerja aman yang baik diketahui oleh Pengamat dimana ia perhatian terhadap kinerja orang.
IMMEDIATE CORRECTIVE ACTION (for Unsafe condition) : Tindakan perbaikan segera ( untuk situasi tidak aman)
Ref. No.
Perbuatan Tidak Aman
Action
Date
3. Sampaikan kartu yang telah diisi kepada Pengawas di tempat kerja, atau kepada Safety Officer, atau memasukannya ke dalam “Safety Drop Box” yang ada di tempat kerja anda. Terima Kasih Untuk Partisipasi Anda
Gambar 5.2 Safety Observation Form
Sedangkan untuk Hazard Report dirancang sendiri oleh PT Pelita Air Service dan didokumentasikan di AQS (Aviation Quality System). Hazard Report ini hanya terdiri dari satu sisi. Berisikan identitas pengirim, penjelasan mengenai keadaan bahaya serta tindakan perbaikan yang disarankan, jika memungkinkan disertai dengan bukti gambar. Berikut adalah Hazard Report yang ada di PT Pelita Air Service seperti pada gambar 5.3:
75
CONFIDENTIAL HAZARD REPORT
F 403.01.AUG.2000 Rev.: 2
( Laporan Rahasia Keadaan Bahaya ) Please SEND or FAX to Q & SHES Division KIRIM atau FAX ke Divisi Q&SHES
FAX: 021-3522094 E-mail :
[email protected]
LOCATION
DATE
Lokasi
Tanggal
SUBMITTED BY Dilaporkan oleh ( Optional / Tambahan
PHONE Telepon
)
DESCRIPTION OF HAZARD Penjelasan tentang Keadaan Bahaya
SUGGESTED CORRECTIVE ACTION Tindakan Perbaikan Yang Disarankan
INSTRUCTIONS: Use the reverse side for the Description of Hazard if the above column is not sufficient, then send to Q&SHES Division. Bila kolom di atas tidak mencukupi, gunakan sisi sebaliknya, kemudian kirimkan ke Divisi Q&SHES. Thank you for your interest in Aviation Safety Program. Terima kasih atas perhatian anda untuk Keselamatan Penerbangan.
FOR OFFICIAL USE ONLY Untuk digunakan oleh Petugas
Ref. No.
Response by
Action
Date
Rev 2, Jan. 2009
Gambar 5.3 Hazard Report 9. Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja di PT Pelita Air Service Kepatuhan
pelaporan
merupakan
indikator
penting
dalam
keberhasilan terlaksananya kegiatan pelaporan bahaya yang dapat dilihat dari pengisian kartu pelaporan bahaya oleh pekerja. Menurut Geller (2001) bahwa pengamatan berbasis keselamatan seperti pelaporan bahaya terdiri dari proses empat langkah terus-menerus yang biasa disebut dengan DOIT, yaitu D (Define): Tentukan perilaku sasaran kritis, O (Observe): Amati perilaku sasaran selama periode awal pra-intervensi untuk mengatur tujuan perubahan perilaku dan memahami faktor yang mempengaruhi perilaku sasaran, I (Intervene): Intervensi untuk mengubah perilaku sasaran dan terakhir T (Test): Melihat hasil dari intervensi dengan terus mengamati dan merekam/mencatat perilaku sasaran selama program intervensi.
76
Penilaian kepatuhan pelaporan bahaya pekerja di PT Pelita Air Service dilihat dari pengisian form yang dilakukan pekerja. Ketika pekerja bekerja dan mengetahui ada perilaku kerja yang tidak aman maka pekerjaan tersebut harus segera dihentikan agar tidak terjadi akumulasi dari perilaku ataupun kondisi tidak aman disekitar pekerja, serta harus segera diperbaiki perilaku atau kondisi tersebut dengan demikian kecelakaan kerja dapat dicegah pada saat itu. Sehingga ketika pekerja melihat rekan kerja ataupun orang lain berperilaku tidak aman dan adanya kondisi tidak aman disekitar lingkungan kerja, pekerja harus melakukan pengisian form yang telah disediakan agar dapat mencegah perilaku dan kondisi tidak aman terulang dengan mengikuti siklus intervensi yang ada. Pengisian kartu pelaporan bahaya
pekerja melalui 5 siklus
intervensi agar tujuan dari kegiatan dapat tercapai dengan baik. Berikut adalah siklus intervensi pengisian form yang dilakukan pekerja seperti pada bagan 5.3: 1
5
Melihat
Melaporkan
2
4
Berfikir
Berdiskusi 3 Bertindak
Bagan 5.3 Siklus Intervensi Kartu
77
a.
Dimulai ketika pekerja melihat terdapat perilaku tidak aman yang terjadi pada orang lain atau kondisi berbahaya. Kemudian mengamati lebih dekat orang dan kondisi agar dapat melihat jelas apa yang sedang dilakukan ataupun keadaan yang terjadi, memperhatikan dengan seksama, sistematis apa perbuatan yang dilakukan yang menunjukkan perilaku atau kondisi tidak aman.
b.
Berfikir apakah benar-benar terdapat tindakan atau kondisi yang tidak aman. Pekerja harus memutuskan apakah keadaan yang diamati merupakan tindakan yang tidak aman atau aman. Jika tidak aman, disarankan untuk bertindak membenarkan situasi dan pencegahan penanggulangannya.
c.
Pekerja harus bertindak dengan melakukan intervensi kepada objek pengamatan ketika perilaku tersebut adalah perilaku tidak aman. Untuk kondisi tidak aman dapat dilakukan intervensi dengan memperbaiki kondisi tidak aman dengan cara sederhana terlebih dahulu, jika tidak dapat diperbaiki tidak dipaksakan karena tidak semua kondisi berbahaya dapat diperbaiki langsung terutama yang berhubungan dengan biaya. Untuk perilaku tidak aman dapat dilakukan dengan menghentikan pekerjaan dan melakukan pembenaran terhadap perilaku tersebut.
d.
Untuk perilaku tidak aman, pengamat harus melakukan diskusi dengan pekerja yang melakukan perilaku tidak aman. Saat berdiskusi mencakup berbicara dengan mendiskusikan masalah tindakan yang dilakukan sampai dia mengerti mengapa tindakan
78
atau perilaku tersebut berbahaya. Setelah berdiskusi memperbaiki perilaku tidak aman pekerja dengan objek pengamatan (pekerja lain), pekerja mengadakan kesepakatan mengenai tindakan perbaikan guna mencegah terjadinya pengulangan. e.
Tahapan terakhir adalah melaporkan keadaan yang dihadapi pekerja pada form yang tersedia. Untuk pengamatan kondisi tidak aman dapat menggunakan hazard report dan safety observation form namun untuk pengamatan perilaku tidak aman hanya dapat menggunakan safety observation form. Tetapi bila memungkinkan setiap pengisian Hazard Report pada kondisi berbahaya dilengkapi dengan bukti gambar.
B. Gambaran Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Pada penelitian ini kepatuhan pelaporan bahaya yang diteliti yaitu kepatuhan pelaporan bahaya yang diterapkan di PT Pelita Air Service dilihat dari pengisian form yang dilakukan pekerja. Kategori kepatuhan pelaporan bahaya ditentukan dari pernah atau tidak pernahnya pekerja mengisi kartu pelaporan bahaya. Data diperoleh dari hasil studi dokumen yang dilakukan peneliti. Ketidakpatuhan pelaporan bahaya dapat memicu kondisi dan perilaku tidak aman terulang dan menyebabkan kejadian kecelakaan kerja serta kerugian lainnya. Berikut ini adalah hasil analisis distribusi frekuensi berdasarkan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 seperti pada tabel 5.1:
79
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Jumlah Pekerja
Persentase
n 107 29 136
% 78,7 21,3 100,0
Tidak Ya Total
Berdasarkan tabel 5.1, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT Pelita Air Service yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya dibandingkan dengan pekerja yang melakukan pelaporan bahaya, yaitu sebanyak 107 pekerja (78,7%) dari 136 pekerja. C. Gambaran Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap Bahaya) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Pendeskripsian faktor internal yang berkaitan dengan kepatuhan pelaporan bahaya terdiri dari empat variabel, antara lain usia, masa kerja, sikap dan persepsi terhadap bahaya dimana data tersebut didapatkan dari jawaban pada kuesioner yang diisi oleh pekerja. Berikut ini adalah hasil analisis distribusi frekuensi faktor internal pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 seperti pada tabel 5.2 dan tabel 5.3:
80
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja) pada PekerjaTeknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Faktor Eksternal
Mean ± SD
Min- Max
95% CI
n
Usia
43,11 ± 13,75
22- 62
40,78-45,44
136
Masa Kerja
19,22 ± 14,19
1- 39
16,81-21,63
136
1. Usia Berdasarkan tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata usia pekerja di PT Pelita Air Service yaitu 43 tahun dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 40,78-45,44. Usia termuda adalah 22 tahun sedangkan usia tertua adalah 62 tahun.
2. Masa Kerja Berdasarkan tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata masa kerja pekerja di PT Pelita Air Service yaitu 19 tahun dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 16,81-21,63. Masa kerja terendah adalah 1 tahun sedangkan masa kerja tertinggi adalah adalah 39 tahun.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Sikap dan Persepsi Terhadap Bahaya) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Jumlah
Persentase
n
%
Sikap Negatif Positif Total
72 64 136
52,9 47,1 100,0
Persepsi Terhadap Bahaya Negatif Positif Total
80 56 136
58,8 41,2 100,0
Faktor Internal
81
3. Sikap Berdasarkan tabel 5.3, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT Pelita Air Service yang memiliki sikap negatif dibandingkan pekerja yang memiliki sikap positif, yaitu sebanyak 72 pekerja (52,9%) dari 136 pekerja. 4. Persepsi Terhadap Bahaya Berdasarkan tabel 5.3, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT Pelita Air Service yang memiliki persepsi negatif terhadap bahaya dibandingkan pekerja yang memiliki persepsi positif terhadap bahaya, yaitu sebanyak 80 pekerja (58,8%) dari 136 pekerja. D. Gambaran Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Pendeskripsian faktor eksternal yang berkaitan dengan kepatuhan pelaporan bahaya terdiri dari empat variabel, antara lain frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan dimana data didapatkan dari jawaban pada kuesioner yang diisi pekerja. Berikut ini adalah hasil analisis distribusi frekuensi faktor eksternal pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 pada tabel 5.4:
82
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Jumlah Pekerja n
Persentase %
Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan Jarang Sering Total
112 24 136
82,4 17,6 100,0
Respon Pihak Pengawas Tidak ada Ada Total
40 96 136
29,4 70,6 100,0
Sikap Rekan Kerja Kurang Mendukung Mendukung Total
45 91 136
33,1 66,9 100,0
Pengaruh Penghargaan Tidak Ada Pengaruh Ada Pengaruh Total
51 85 136
37,5 62,5 100,0
Faktor Eksternal
1. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan Berdasarkan tabel 5.4, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT Pelita Air Service yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang dibandingkan pekerja dengan frekuensi paparan pelatihan keselamatan yang sering, yaitu sebanyak 112 pekerja (82,4%) dari 136 pekerja.
83
2. Respon Pihak Pengawas Berdasarkan tabel 5.4, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT Pelita Air Service yang menyatakan ada respon pihak pengawas dibandingkan pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas, yaitu sebanyak 96 pekerja (70,6%) dari 136 pekerja. 3. Sikap Rekan Kerja Berdasarkan tabel 5.4, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT Pelita Air Service yang menyatakan sikap rekan kerja mendukung dibandingkan pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja kurang mendukung, yaitu sebanyak 91 pekerja (66,9%) dari 136 pekerja. 4. Pengaruh Penghargaan Berdasarkan tabel 5.4, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT Pelita Air Service yang menyatakan adanya pengaruh dari penghargaan dibandingkan pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari penghargaan, yaitu sebanyak 85 pekerja (62,5%) dari 136 pekerja. E. Hubungan antara Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Faktor internal merupakan faktor dalam diri pekerja yang dapat mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya. Adapun faktor internal yang dapat mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya, yaitu usia, masa kerja, sikap dan persepsi terhadap bahaya. Berikut ini adalah hasil analisis bivariat hubungan antara faktor-faktor internal dengan kepatuhan pelaporan bahaya
84
pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 seperti pada tabel 5.5 dan tabel 5.6: Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Faktor Internal Usia
Kategori Dependen Tidak patuh Patuh
Masa Kerja
Tidak patuh Patuh
Mean
SD
n
95% CI
Pvalue
42,53 45,24
13,94 13,02
107 29
-8,404-2,987
0,349
18,43 22,14
14,24 13,14
107 29
-9,361-1,945
0,139
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa rata-rata usia pekerja yang patuh dalam melakukan pelaporan bahaya lebih besar yaitu 45 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 13,02. Sedangkan rata-rata usia pekerja yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya yaitu 43 tahun dengan standar deviasi 13,94. Berdasarkan hasil uji statistik T-test Independen, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,349 yang menyatakan bahwa pada α 5%, tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015. 2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa rata-rata masa kerja pekerja yang patuh dalam melakukan pelaporan bahaya lebih besar yaitu 22 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 13,14. Sedangkan rata-rata masa kerja pekerja yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya yaitu 18
85
tahun dengan standar deviasi 14,24. Berdasarkan hasil uji statistik T-test Independen, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,139 yang menyatakan bahwa pada α 5%, tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015. Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Sikap, Persepsi Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015
Faktor Internal
Kepatuhan Pelaporan Bahaya Tidak Ya n % n %
Sikap Negatif Positif Total
60 47 107
83,3 73,4 78,7
12 17 29
Persepsi Terhadap Bahaya Negatif Positif Total
78 29 107
97,5 51,8 78,7
2 27 29
Total
Pvalue
OR (95% CI)
n
%
16,7 26,6 21,3
72 64 136
100,0 100,0 100,0
0,231
1,809 (0,787-4,155) 1,00 (Reference)
2,5 48,2 21,3
80 56 136
100,0 100,0 100,0
0,000
36,310 (8,116-162,445) 1,00 (Reference)
3. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa pekerja yang memiliki sikap negatif lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (83,3%) daripada pekerja yang memiliki sikap positif (73,4%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,231 yang artinya pada α
5%, tidak ada hubungan yang
bermakna antara sikap dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015. Didapatkan juga nilai OR sebesar 1,809 (95%CI: 0,787-
86
4,155) yang artinya pekerja dengan sikap negatif memiliki risiko sebesar 1,809 kali untuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya dibandingkan pekerja dengan sikap positif. 4. Hubungan antara Pelaporan Bahaya
Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa pekerja yang memiliki persepsi negatif terhadap bahaya lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (97,5%) daripada pekerja yang memiliki persepsi positif terhadap bahaya (51,8%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,000 yang artinya pada α 5%, ada hubungan yang bermakna antara persepsi terhadap bahaya dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 dengan OR sebesar 36,310 (95% CI 8,116-162,445), artinya pekerja yang memiliki persepsi negatif terhadap bahaya berisiko 36,310 kali tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja yang berpersepsi positif terhadap bahaya. F. Hubungan antara Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Faktor eksternal merupakan faktor dari luar diri pekerja yang dapat mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya. Adapun faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya, yaitu frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan
87
pengaruh penghargaan. Berikut ini adalah hasil analisis bivariat hubungan antara faktor-faktor eksternal dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 seperti pada tabel 5.7: Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Eksternal dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Kepatuhan Pelaporan Bahaya Tidak Ya n % n %
Faktor Internal
Total
Pvalue
OR (95% CI)
n
%
23,2 12,5 21,3
112 24 136
100,0 100,0 100,0
0,374
0,473 (0,130-1,711) 1,00 (Reference)
5 24 29
12,5 25,0 21,3
40 96 136
100,0 100,0 100,0
0,164
2,333 (0,821-6,633) 1,00 (Reference)
95,6 70,3 78,7
2 27 29
4,4 29,7 21,3
45 91 136
100,0 100,0 100,0
0,002
9,070 (2,050-40,141) 1,00 (Reference)
90,2 71,8 78,7
5 24 29
9,8 28,2 21,3
51 85 136
100,0 100,0 100,0
0,020
3,620 (1,284-10,208) 1,00 (Reference)
Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan Jarang Sering Total
86 21 107
76,8 87,5 78,7
26 3 29
Respon Pihak Pengawas Tidak ada Ada Total
35 72 107
87,5 75,0 78,7
Sikap Rekan Kerja Kurang Mendukung Mendukung Total
43 64 107
Pengaruh Penghargaan Tidak Ada Pengaruh Ada Pengaruh Total
46 61 107
1. Hubungan antara Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang lebih sedikit yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (76,8%) daripada
88
pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan sering (87,5%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,374yang artinya pada α 5%, tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi paparan pelatihan keselamatan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015. Didapatkan juga nilai OR sebesar 0,473 (95%CI: 0,130-1,711), artinya pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang memiliki efek proteksi sebesar 0,473 kali terhadap ketidakpatuhan dalam melakukan pelaporan bahaya dibandingkan dengan pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan sering. 2. Hubungan antara Pelaporan Bahaya
Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (87,5%) daripada pekerja yang menyatakan ada respon pihak pengawas (75%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,164 yang artinya pada α 5%, tidak ada hubungan yang bermakna antara respon pihak pengawas dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015. Didapatkan juga nilai OR sebesar 2,333 (95%CI: 0,821-6,633), artinya pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas memiliki risiko sebesar 2,333 kali untuk tidak patuh dalam melakukan
89
pelaporan bahaya dibandingkan pekerja yang menyatakan ada respon pihak pengawas. 3. Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja kurang mendukung lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (95,6%) daripada pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja mendukung (70,3%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,002 yang artinya pada α 5%, ada hubungan yang bermakna antara sikap rekan kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 dengan OR sebesar 9,070 (95% CI: 2,050-40,141), artinya pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja kurang mendukung berisiko 9,070 kali tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja mendukung. 4. Hubungan antara Pengaruh Penghargaan dengan Pelaporan Bahaya
Kepatuhan
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari penghargaan lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (90,2%) daripada pekerja yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari penghargaan (71,8%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,020 yang artinya pada α 5%, ada hubungan yang bermakna antara
90
pengaruh penghargaan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015. Didapatkan juga nilai OR sebesar 3,620 (95%CI: 1,28410,208), artinya pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari penghargaan memiliki risiko sebesar 3,620 kali untuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya dibandingkan pekerja yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari penghargaan.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yang merupakan keterbatasan dalam penelitian dan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Adapun keterbatasan penelitian yaitu: 1. Variabel pengawasan yang diteliti pada penelitian ini hanya mencakup pada respon atau umpan balik yang dilakukan pihak pengawas terhadap pekerja terkait kegiatan pelaporan bahaya. Sehingga varibel yang diteliti bukan murni pengawasan secara keseluruhan, pengawasan seharusnya melihat bagaimana peran pengawas dalam menjamin kegiatan pelaporan bahaya berjalan sesuai prosedurmeliputi kelengkapan fasilitas pendukung seperti ketersediaan dan kecocokan kartu, memastikan bahwa semua pekerja melakukan pelaporan bahaya, serta umpan balik terhadap hasil pelaporan yang diberikan pengawas kepada pekerja. 2. Variabel frekuensi paparan pelatihan pada pekerja dalam penelitian ini hanya berfokus pada frekuensi paparan pelatihannya saja tidak sampai mendalam kepada informasi yang diterima pekerja dan frekuensi paparan pelatihan keselamatan pada penelitian ini hanya berfokus pada pelatihan terkait kegiatan pelaporan bahaya. Seharusnya variabel dapat meneliti secara keseluruhan pelatihan-pelatihan dasar lainnya. 3. Keterbatasan jumlah pertanyaan pada kuesioner terkait variabel respon pihak perusahaan dan frekuensi paparan pelatihan keselamatan.
91
92
4. Kuesioner yang digunakan menggunakan tipe self-report sehingga memungkinkan pekerja untuk mengisi tidak sesuai dengan kondisi aktual sehingga kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner dilakukan. B. Gambaran Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 Pelaporan bahaya adalah cara yang efektif untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja. Pelaporan bahaya mencakup pelaporan kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman (WSH Council, 2014).
Kepatuhan
pelaporan bahaya merupakan indikator penting dalam keberhasilan terlaksananya kegiatan pelaporan bahaya yang dilakukan oleh pekerja. Menurut Geller (2001), pengamatan berbasis keselamatan seperti pelaporan bahaya terdiri dari empat langkah yang disebut dengan DOIT, yaitu D (Define): Menentukan perilaku sasaran kritis, O (Observe): Amati perilaku selama periode awal pra-intervensi untuk mengatur tujuan perubahan perilaku dan memahami faktor yang mempengaruhi perilaku, I (Intervene): Intervensi untuk mengubah perilaku sasaran dan terakhir T (Test): Melihat hasil dari intervensi dengan terus mengamati dan mencatat perilaku sasaran selama program intervensi. Dalam penelitian di PT Pelita Air Service yang dimaksud dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah tindakan pekerja dalam melakukan pengisian safety observation form atau hazard report selama satu tahun terakhir. Hasil penelitian yang dilakukan di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 menyatakan bahwa pekerja yang tidak patuh dalam
93
melakukan pelaporan bahaya, berjumlah lebih banyak yaitu sebesar 78,7%. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Asril (2003) mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL
di PT Apexindo Pratama Duta Tbk juga menyatakan
bahwa jumlah pekerja yang tidak mengisi kartu pengamatan Keselamatan Kesehatan Lingkungan (KKL) adalah sebesar 78%. Selain itu, Marettia (2011) di PT X Indonesia yang menunjukkan bahwa jumlah pekerja yang memiliki perilaku buruk dalam pelaksanaan program STOP yang merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya yaitu sebesar 66%. Hasil serupa dengan penelitian Marettia (2011) juga ditemukan pada penelitian Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan dari 85 sampel dalam penelitiannya, 57 (67,1%) diantaranya memiliki perilaku kurang dalam melaksanakan program Safety Toyota ―0‖ Accident Project (STOP 6). Penelitian Zubaedah (2009) di PT Trakindo Utama (PTTU) Cabang Jakarta menyatakan hasil yang berbeda dengan penelitian ini, dimana jumlah pekerja yang memiliki perilaku kurang baik dalam program observasi keselamatan lebih sedikit yaitu sebesar 31,1%. Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan Ragain, dkk (2011) pada 2600 pekerja di 14 negara bagian Amerika Serikat hanya 2 dari 7 pekerja (39%) yang mengobservasi perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman di tempat kerja. Adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian lain menurut peneliti dimungkinkan terjadi karena adanya keberagaman karakteristik setiap individu maupun lingkungan tempat pekerja bekerja termasuk karakteristik
94
pekerjaan yang dilakukan. Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa perilaku atau kepatuhan seseorang selaras dengan lingkungan dan individu yang bersangkutan. Keterpaduan antara faktor internal dan eksternal dapat mempengaruhi perilaku individu sehingga respon dan kesadaran pekerja terhadap program keselamatan kerja akan terlihat pada kepatuhannya di tempat kerja yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan serta rekan kerja. Faktor internal dan faktor eksternal pada individu tersebut yang dapat mempengaruhi kesuksesan program keselamatan kerja (Geller, 2001). Meskipun kepatuhan pelaporan bahaya para responden cenderung lebih banyak pada pekerja yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya tetapi faktor-faktor yang melatarbelakangi kepatuhan pekerja tersebut secara statistik terbukti berhubungan signifikan dengan beberapa faktor internal dan faktor eksternal. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, terdapat tiga variabel yang diketahui, yaitu persepsi terhadap bahaya, sikap rekan kerja, dan penggaruh penghargaan. Hal ini membuktikan bahwa pihak manajemen sebaiknya melakukan langkah pencegahan dan pengendalian untuk dapat mengurangi ketidakpatuhan dalam melakukan pelaporan bahaya. Dampak yang timbul jika pelaporan bahaya tidak terlaksana dengan baik adalah tidak akan teridentifikasi kondisi-kondisi tidak aman maupun perilaku tidak aman di lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan ataupun kejadian yang lebih besar. Kecelakaan kerja walaupun kecil akan tetap mengganggu proses dan menimbulkan kerugian dari cidera, kematian, rusaknya sarana, penurunan produktivitas dan citra perusahaan (Marettia, 2011).
95
PT Pelita Air Service memiliki safety instruction sebagai media yang digunakan untuk mensosialisasikan kebijakan melalui penyebaran informasi pada suatu lembaran yang wajib disebarkan dan dibaca oleh seluruh pekerja. Namun faktanya, target minimal pelaporan pekerja/1
kartu
pelaporan/
1
tahun
bahaya tahun 2015 yaitu belum
dikomunikasikan
1 dan
disosialisasikan menyeluruh kepada pekerja secara tertulis dalam kebijakan atau safety instruction mengenai adanya standar minimal pengumpulan kartu pelaporan
bahaya
masing-masing
pekerja.
Sehingga
pekerja
belum
mengetahui mengenai adanya kewajiban pengisian kartu pelaporan bahaya. Dorongan yang ada dalam diri pekerja untuk melakukan pengisian pelaporan bahaya juga harusnya didukung perusahaan dengan penciptaan lingkungan yang memfasilitasi terjadinya kepatuhan pelaporan bahaya di tempat kerja. Sehingga sebaiknya dilakukan pembuatan safety instruction baru sehingga dapat dikomunikasikan dan disosialisasikan segera kepada pekerja mengenai target pelaporan bahaya tahun 2015 bahwa setiap orang wajib mengisi minimal 1 kartu/tahun. Menurut Prasetyoningtyas (2010) mengungkapkan bahwa perusahaan hendaknya mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang dikeluarkan pemerintah secara taat, dan penting untuk membuat prosedur dan manual tentang bagaimana mengatasi keselamatan kerja di lingkungan kerja mereka. Diperkuat oleh PP No.50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3, pasal 13 bahwa pengusaha harus menyebarluaskan dan mengkomunikasikan setiap kebijakan yang ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh yang berada di perusahaan dan pihak lain yang terkait.
96
Selain itu, hasil studi dokumen masih ditemukan ada pekerja yang tertukar dalam pengisian kartu pelaporan bahaya, pekerja masih bingung yang mana yang harus diisi dengan Safety Observation Form, mana yang diisi dengan Hazard Report walaupun sebenarnya pekerja sudah diberikan pelatihan keselamatan berkala. Diketahui juga bahwa terdapat jenis kartu pelaporan bahaya yang belum diperbaharui masih digunakan pekerja di area kerja Pondok Cabe yaitu Safety Suggestion Form (Formulir Saran Keselamatan). Safety Suggestion Form
yang merupakan kartu pelaporan
bahaya untuk kondisi dan praktek kerja tidak aman yang sudah mengalami perubahan semenjak tahun 2012 menjadi Safety Observation Form (SOF). Ada baiknya segera dilakukan penggantian isi kartu secara keseluruhan agar dapat mendukung kesesuaian program yang dijalankan oleh PT Pelita Air Service. Hal ini diperkuat dengan teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor, salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan fasilitas dan sarana. Ketersediaan sarana seperti form merupakan salah satu bentuk dari faktor pendukung perilaku, jika terdapat fasilitas yang kurang mendukung maka akan berpengaruh terhadap perilaku dan kepatuhan pekerja. Selain itu, penemuan berbagai kondisi tidak aman atau perilaku tidak aman
pada pekerja terkadang juga ditemukan secara tidak sengaja oleh
pekerja sehingga ada kecederungan pekerja lupa untuk menuliskan pada kartu, untuk mengatasi hal itu, sebaiknya pekerja menuliskan terlebih dahulu hasil observasi pada sebuah kertas atau gadget, selanjutnya baru menuliskannya pada kartu pelaporan bahaya. Hasil observasi peneliti juga
97
diketahui bahwa safety drop box beserta form sulit untuk ditemukan, dari seluruh area kerja Pondok Cabe yang diobservasi hanya dua area yang menyediakan safety drop box yaitu di hangar II dan hangar III. Namun kartu yang tersedia pun diletakan di dalam kantor yang tidak selalu dilihat para pekerja teknisi. Oleh sebab itu, ada baiknya peletakan box kartu pelaporan bahaya menyebar dengan penambahan jumlah box kartu pelaporan bahaya pada tiap hangar dan tempat istirahat sehingga pekerja mudah menjangkau kartu pelaporan bahaya. Menurut Rofik (2012) dalam prinsip tata ruang kantor diketahui bahwa perlengkapan kantor sebaiknya diletakkan dekat pekerja yang menggunakannya. C. Hubungan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Usia mempunyai hubungan langsung dengan logika berpikir dan pengetahuan seseorang. Semakin matang usia seseorang, biasanya cenderung bertambah pengetahuan dan tingkat kecerdasannya. Pada umumnya dengan bertambahnya usia akan semakin rasional, semakin mampu mengendalikan emosi dan semakin toleran terhadap pandangan serta perilaku yang membahayakan termasuk kepatuhan pelaporan bahaya untuk mencegah kecelakaan (Shiddiq, 2013). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa ratarata usia pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 (Standar Deviasi) yaitu 43 tahun (13,75). Hasil penelitian ini memiliki rata-rata usia lebih tinggi dibandingkan
98
dengan hasil penelitian Riyadi (2005) di PT Peni Cilegon Indonesia yang menyatakan bahwa rata-rata usia pekerja adalah 30 tahun. Sejalan dengan penelitian Riyadi (2005) , penelitian Larasati (2011) di Proyek residence dharrmawangsa juga didapatkan bahwa rata-rata usia pekerja 30,92 tahun. Walaupun demikian perbedaan rata-rata usia pekerja tidak terlalu signifikan. Kecenderungan dengan bertambahnya usia akan semakin mampu mengendalikan emosi dan semakin toleran terhadap perilaku yang membahayakan terbukti pada hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa rata-rata usia pekerja yang melakukan pelaporan bahaya lebih besar yaitu 45 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 13,02. Sedangkan ratarata usia pekerja yang tidak melakukan pelaporan bahaya yaitu 42 tahun dengan standar deviasi 13,94. Meskipun demikian, rata-rata usia pekerja yang patuh dan tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya tidak jauh berbeda. Hasil penelitian yang dilakukan tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti karena tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Tidak banyak penelitian yang menghubungkan usia dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Penelitian Asril (2003) mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kategori umur dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu pengamatan KKL dengan Pvalue 0,74. Hasil serupa juga ditemukan
99
dalam penelitian Septiano (2004) menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kepatuhan pekerja harian terhadap peraturan keselamatan perusahaan di Kujang 1B Project dengan Pvalue 0,760. Hubungan yang tidak bermakna antara usia pekerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya terjadi karena rata-rata usia pekerja yang patuh dan tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya tidak jauh berbeda. Tidak adanya hubungan antara kedua variabel ini juga dimungkinkan terjadi karena ada faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja seperti persepsi pekerja mengenai bahaya disekitar pekerja. Pada penelitian ini didapatkan pekerja yang berusia > 48 tahun lebih banyak yang memiliki persepsi terhadap bahaya yang negatif. Hal tersebut didukung oleh teori oleh Helda (2007) yang menyatakan bahwa tenaga kerja yang masih muda mempunyai kemampuan kerja yang lebih baik dari tenaga kerja yang sudah tua. Umur yang terlalu tua dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja lebih parah dikarenakan penurunan kemampuan reaksi, berkurang tingkat kewaspadaan akan kecelakaan dan kesulitan dalam penyesuaian diri dengan pekerjaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak dipengaruhi oleh usia pekerja. Walaupun demikian terdapat kecenderungan bahwa pekerja yang berusia > 48 tahun lebih banyak yang yang memiliki persepsi terhadap bahaya yang negatif daripada pekerja yang berusia lebih muda. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pembinaan pada
100
pekerja dengan melakukan sosialisasi prosedur pemantauan perilaku pelaporan bahaya dan proses pelaksanaan pelaporan bahaya yang benar. Selain itu, perlu adanya umpan balik khusus pada kegiatan safety morning atau tips-tips keselamatan di papan pengumuman, bertujuan untuk mengkomunikasikan temuan observasi ataupun keselamatan yang perlu diperhatikan saat bekerja. Komunikasi dilakukan kepada seluruh pekerja baik usia muda maupun usia tua untuk dapat meningkatkan persepsi pekerja terhadap bahaya sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah secara dini dengan dilakukannya pelaporan bahaya dengan baik. Sesuai dengan teori Spigener (1999) dalam Byrd (2007) bahwa inisiatif
Behavior Based Safety (BBS) mengandalkan empat langkah:
mengidentifikasi perilaku kritis, mengumpulkan data, umpan balik yang berkelanjutan, dan menghilangkan hambatan. Selain itu, teori Cooper (2009) bahwa dalam program observasi keselamatan terdapat komunikasi dua arah antara orang yang mengobservasi dan yang diobservasi serta berupa briefing dalam periode tertentu, dimana data hasil observasi akan dianalis untuk mengetahui perilaku yang spesifik. 2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Masa kerja pekerja berkorelasi positif dengan kepatuhan pelaporan bahaya karena pengalaman untuk waspada terhadap kecelakaan kerja bertambah baik sesuai dengan pertambahan lama bekerja di tempat kerja yang bersangkutan (Helda, 2007). Semakin lama pekerja bekerja di dalam suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinan pekerja mengetahui keadaan sesungguhnya yang terjadi di dalam perusahaan dan lebih
101
memahami kegiatan yang ada di perusahaan termasuk kegiatan pelaporan bahaya (Kusuma, 2011). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata masa kerja pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 yaitu 19 tahun. Penelitian Park dan Jung (2003) menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki pengalaman kerja dalam level sedang (10‐12,99 tahun) cenderung kurang patuh terhadap peraturan keselamatan yang berlaku dan ditemukan bahwa pekerja dengan level pengalaman kerja tinggi (lebih dari 13 tahun) menunjukkan perilaku kepatuhan terhadap peraturan keselamatan yang berlaku di tempat kerja. Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti dengan tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Hasil penelitian Septiano (2004) mendukung hasil penelitian ini bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kepatuhan pekerja harian terhadap peraturan keselamatan perusahaan di Kujang 1B Project
dengan Pvalue 0,084. Hasil serupa juga ditemukan dalam
penelitian Suryatno (2012) yang menunjukkan tidak ada hubungan masa kerja dengan kualitas implementasi kartu observasi bahaya dengan Pvalue 0,507. Hubungan tidak bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya dapat dimungkinkan terjadi karena rata-rata masa kerja pekerja yang patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (22 tahun) dengan
102
yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (18 tahun) tidak jauh berbeda. Sehingga diketahui bahwa pekerja dengan masa kerja yang lebih cepat cenderung tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja dengan masa kerja lebih lama. Selain itu juga karena adanya faktor internal lainnya yang mampu mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja di luar dari masa kerjanya seperti persepsi terhadap bahaya yang dimiliki pekerja. Pada penelitian diketahui bahwa pekerja yang memiliki masa kerja > 19 tahun lebih banyak yang memiliki persepsi terhadap bahaya yang negatif. Hal ini diperkuat oleh
teori Petersan (1998) dalam Halimah (2010) yang
mengemukakan bahwa seorang pekerja cenderung melakukan perilaku tidak selamat karena tingkat persepsi yang buruk terhadap adanya bahaya atau risiko di tempat kerja, mengganggap tidak penting kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, menganggap rendah biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi kecelakaan kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak dipengaruhi oleh masa kerja pekerja. Walaupun demikian, terdapat kecenderungan bahwa masa kerja baru lebih banyak yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja dengan masa kerja lama. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kewajiban untuk mengikuti pelatihan keselamatan kerja terutama mengenai konsekuensi
pelaporan bahaya disertai
jika tidak mengikutinya sebagai
upaya pencegahan
kecelakaan, baik sebelum masuk kerja maupun pelatihan berkala yang wajib dilakukan pada masa kerja. Hal ini diperlukan agar baik pekerja
103
dengan masa kerja baru dan masa kerja lama sama-sama menerima informasi yang sama mengenai pekerjaan mereka dan senantiasa tidak melupakan kegiatan yang harusnya dilakukan dan dihindari untuk meminimalisir kecelakaan. Sesuai dengan teori Mangkuprawira (2004) bahwa pelatihan bagi pekerja merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar pekerja semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Teori ILO (1998) dalam Demak (2014) juga menyatakan bahwa pekerja lama bukan merupakan jaminan bahwa mereka tidak akan melakukan tindakan tidak aman termasuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya. Didukung pula dengan ketersediaan fasilitas agar kepatuhan dalam melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya meningkat. Hasil observasi peneliti ditemukan bahwa safety drop box beserta form pelaporan bahaya cukup sulit untuk ditemukan, dari seluruh area kerja Pondok Cabe yang diobservasi hanya dua area yang menyediakan safety drop box yaitu di hangar II dan hangar III. Namun kartu yang tersedia pun diletakan di dalam kantor yang tidak selalu dilihat para pekerja teknisi. Sehingga, untuk memudahkan pekerja melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya ada baiknya peletakan box kartu pelaporan bahaya menyebar dengan penambahan jumlah box kartu pelaporan bahaya pada tiap hangar dan tempat istirahat sehingga pekerja mudah menjangkau kartu pelaporan bahaya. Menurut Rofik (2012) dalam prinsip tata ruang kantor diketahui
104
bahwa perlengkapan kantor sebaiknya diletakkan dekat pekerja yang menggunakannya. 3. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi (Notoatmodjo, 2010). Semakin buruk sikap seorang pekerja akan cenderung menghasilkan kepatuhan yang buruk pula (Anugraheni, 2003). Hasil penelitian menyatakan bahwa pekerja yang memiliki sikap negatif lebih banyak, jumlah pekerja dengan sikap negatif pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 adalah sebesar 52,9%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Asril (2003) di PT Apexindo Pratama Duta Tbk menghasilkan bahwa jumlah pekerja yang memiliki sikap negatif lebih sedikit yaitu hanya sebesar 0,9%. Selain itu, hasil yang hampir serupa dengan penelitian ini, juga ditemukan pada penelitian Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan dari 85 sampel dalam penelitiannya, 51 (60%) diantaranya memiliki sikap negatif mengenai Program Safety Toyota ―0‖ Accident Project (STOP 6). Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang memiliki sikap negatif lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (83,3%) daripada pekerja yang memiliki sikap positif (73,4%). Meskipun demikian, jumlah pekerja yang memiliki sikap negatif dan sikap positif hampir merata. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa pekerja
105
dengan sikap negatif memiliki risiko sebesar 1,809 kali untuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya. Namun besarnya risiko tersebut berbeda-beda untuk setiap individu, sampel pekerja dengan sikap negatif dalam penelitian ini memiliki risiko untuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya mulai dari 0,787- 4,155 kali dibandingkan dengan pekerja dengan sikap positif. Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Maka dari itu, hipotesis tidak terbukti dengan tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Penelitan Septiano (2004) juga tidak bisa membuktikan hipotesis dari teori Notoatmodjo (2003), hasil uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kepatuhan pekerja harian terhadap peraturan keselamatan perusahaan di Kujang 1B Project dengan Pvalue 0,084. Serupa dengan penelitan Septiano (2004) penelitian Asril (2003) di PT Apexindo Pratama Duta Tbk, juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara sikap dengan perilaku pekerja dalam pengisian kartu pengamatan KKL dengan Pvalue 1,00. Namun sebaliknya, penelitian Anugraheni (2003) menghasilkan Pvalue 0,043 yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sikap dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 dengan OR sebesar 2,889 bahwa pekerja yang bersikap buruk akan cenderung untuk berperilaku buruk sebesar 2,889 kali pekerja yang bersifat baik.
106
Hubungan tidak bermakna antara sikap pekerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya terjadi karena perbedaan proporsi yang kecil antara pekerja dengan sikap negatif dan tidak patuh dalam pelaporan bahaya dengan pekerja yang memiliki sikap positif dan tidak patuh dalam pelaporan bahaya. Selain itu, tidak adanya hubungan antara kedua variabel ini juga dimungkinkan terjadi karena ada faktor internal lainnya yang mampu mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja seperti persepsi terhadap bahaya. Berdasarkan hasil analisis diketahui pula bahwa pekerja yang memiliki sikap negatif lebih banyak yang memiliki sikap rekan kerja yang kurang mendukung pula.
Sikap sesama pekerja
mempengaruhi tingkat individu tentang kepatuhan terhadap keselamatan (Idirimanna, 2011). Seringkali pekerja tidak melaporkan bahaya karena rekannya yang lain juga melakukan hal demikian. Selain itu, Griffiths (2003) juga menyatakan bahwa seorang pekerja harus memiliki hubungan sosial yang baik dengan pekerja yang lain, dimana masing-masing pekerja harus mengawasi rekan kerja agar bertindak dengan aman dan mengingatkan apabila ada kesalahan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Selain itu, diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain. Pembentukkan sikap tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara individu dengan individu-individu lain di sekitarnya (Demak, 2014).
107
Upaya untuk dapat meningkatkan komunikasi dan hubungan baik dengan sesama rekan kerja, sebaiknya dilakukan diskusi dalam forum minimal satu kali seminggu untuk membiasakan komunikasi dua arah antara teman dalam mengintervensi ketika melihat perilaku tidak aman serta dukungan maupun hubungan sosial dari rekan kerja dapat semakin menguat. Didukung oleh penelitian Cooper (2007) yang menyatakan bahwa salah satu kriteria yang sangat penting bagi pelaksanaan program behavior safety adalah umpan balik, yang dapat berbentuk umpan balik verbal atau komunikasi yang langsung diberikan saat mengintervensi dan umpan balik berupa briefing. Hasil penelitian yang tidak konsisten ini dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik pekerjaan yang dilakukan serta pengaruh dari faktor lain seperti , peran rekan kerja dan dukungan dari manajemen yang sangat penting untuk dapat mengajak pekerja berpartisipasi. Di PT Pelita Air Service, dukungan manajemen masih kurang dalam terlaksananya pelaporan bahaya terlihat dari jarangnya manajemen memantau langsung perkembangan kegiatan pelaporan bahaya pada pekerja. Pengisian kuesioner oleh pekerja pun memungkinkan pekerja untuk mengisi tidak sesuai dengan kondisi aktual sehingga kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner dilakukan. Selain itu, masih terdapat pekerja yang bersikap negatif yaitu tidak melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya atau acuh tak acuh terhadap kegiatan pelaporan bahaya. Safety drop box yang tersedia di area kerja Pondok Cabe pun masih kosong, banyak pekerja yang tidak mau
108
melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya. Hal ini bisa disebabkan karena belum adanya peraturan atau konsekuensi yang sesuai yang dapat menguatkan pekerja untuk bersikap positif. Ada baiknya, dilakukan pemberian sanksi ketika pekerja tidak melakukan pelaporan bahaya selama setahun untuk mendukung agar pekerja mau bersikap lebih displin dan positif. Menurut Geller (2001) hukuman merupakan konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak dipengaruhi oleh sikap pekerja. Walaupun demikian terdapat kecenderungan pekerja yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya memiliki sikap yang negatif. Oleh sebab itu, komitmen manajemen sebaiknya tidak hanya membuat program, kebijakan atau prosedur tetapi juga terlibat dalam setiap aktivitas program. Manajemen harus memastikan secara langsung sejauh mana aplikasi komitmennya berjalan di lapangan karena dengan keterlibatan manajemen, partisipasi dari pekerja akan meningkat. Menurut Langford, dkk (2008) menemukan bahwa ketika pekerja percaya bahwa manajemen peduli terhadap keselamatan mereka, maka pekerja akan lebih dapat bekerja sama untuk
meningkatkan
keselamatan.
atau
memperbaiki
performa
dan
perilaku
109
4. Hubungan antara Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian memproses informasi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterprestasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, dan Persepsi bahaya yang baik
hidung (Shiddiq, 2013).
memiliki peluang yang lebih besar untuk
berperilaku dan patuh dalam melakukan pelaporan bahaya sehingga dapat meminimalisir kejadian kecelakaan pada dirinya (Marettia, 2011). Persepsi terhadap bahaya dalam penelitian ini menunjukkan penilaian pekerja terhadap bahaya yang berpotensi menyebabkan kecelakaan dan cidera yang bisa terjadi pada dirinya dan sekitarnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa pekerja yang memiliki persepsi negatif terhadap bahaya lebih banyak dibandingkan pekerja yang memiliki persepsi positif terhadap bahaya yaitu 58,8%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Marettia (2011) di PT X Indonesia jumlah pekerja yang memiliki persepsi terhadap bahaya negatif lebih sedikit yaitu sebesar 43%. Selain itu, hasil serupa juga ditemukan pada penelitian Larasati (2011) di proyek apartemen the residences at dharmawangsa 2 menyatakan dari 50 sampel dalam penelitiannya, hanya 14 (28%) yang memiliki persepsi negatif. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pekerja yang memiliki persepsi negatif terhadap bahaya lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (97,5%) daripada pekerja yang memiliki
110
persepsi
positif terhadap bahaya
(51,8%).
Hasil
uji
chi-square
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara persepsi terhadap bahaya dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Berdasarkan hasil perhitungan Odds Ratio menunjukkan pekerja dengan persepsi negatif terhadap bahaya memiliki risiko 36,310 kali untuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja yang memiliki persepsi positif terhadap bahaya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin positif persepsi tentang bahaya pekerja maka akan semakin patuh dalam melakukan pelaporan bahaya dan semakin negatif persepsi sesorang maka semakin kecil kemungkinan pekerja untuk patuh dalam melakukan pelaporan bahaya. Hal ini juga menunjukkan bahwa positif atau negatifnya persepsi tentang bahaya pekerja mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Marettia (2011) menghasilkan Pvalue 0,05 yang menyatakan ada hubungan bermakna antara persepsi pekerja terhadap bahaya dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan program STOP dan diperoleh juga nilai OR sebesar 1,4 yang artinya pekerja yang memiliki persepsi yang baik mempunyai peluang 1,4 untuk berperilaku yang aman dalam melaksanakan program STOP dibandingkan pekerja dengan persepsi terhadap bahaya yang tidak baik. Didukung pula dengan penelitian Larasati (2011) hasil uji chi-square menunjukkan pekerja yang memiliki persepsi negatif cenderung 11 kali untuk mematuhi peraturan dan program keselamatan kerja daripada pekerja yang memiliki persepsi positif. Sedangkan, pada pekerja yang
111
mempunyai persepsi yang tidak baik mengenai bahaya mempunyai kecenderungan melakukan perilaku yang tidak aman lebih tinggi. Hubungan bermakna antara persepsi pekerja terhadap bahaya dengan kepatuhan pelaporan bahaya terjadi karena persepsi bahaya menunjukkan sejauh mana penilaian pekerja terhadap bahaya yang dapat berpengaruh pada keputusan dan berefek pada tingkah laku yang terwujud pada pekerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan safety officer, menyatakan bahwa masih terdapat pekerja yang sebenarnya mengetahui bahaya di lingkungan kerja, tetapi pekerja menganggap tidak penting bahaya tersebut, mereka acuh, tidak waspada sehingga mengabaikan keselamatan diri mereka sendiri. Hal ini didukung oleh teori Petersan (1998) dalam Halimah (2010) yang mengemukakan bahwa seorang pekerja cenderung melakukan perilaku tidak selamat karena tingkat persepsi yang buruk terhadap adanya bahaya atau risiko di tempat kerja, mengganggap tidak penting kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, menganggap rendah biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi kecelakaan kerja. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa apa yang dipersepsikan seseorang terhadap risiko suatu bahaya dan besaran konsekuensinya merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam melakukan pelaporan bahaya. Manajemen sebaiknya mengadakan kegiatan yang dapat terus meningkatkan persepsi pekerja agar pekerja senantiasa waspada dan patuh terhadap program perusahaan terutama dalam melakukan pekerjaan mereka. Misalnya dengan program khusus pada kegiatan safety morning
112
atau tips-tips keselamatan di papan pengumuman yang dilakukan berkala dan terus menerus. Hal tersebut bertujuan untuk mengkomunikasikan temuan observasi ataupun keselamatan yang perlu diperhatikan dalam bekerja yang dapat berisiko fatal serta bahaya-bahaya yang dapat terjadi, ketika pekerja tidak bekerja dengan aman. Sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah secara dini dengan dilakukannya pelaporan bahaya dengan baik.
Selain itu, manajemen juga perlu untuk terlibat dalam setiap
aktivitas program. Manajemen harus memastikan secara langsung sejauh mana pelaksanaan kegiatan berjalan di lapangan. Sesuai dengan teori Spigener (1999) dalam Byrd (2007) bahwa inisiatif Behavior Based Safety (BBS) mengandalkan empat langkah: mengidentifikasi perilaku kritis, mengumpulkan data, umpan balik yang berkelanjutan, dan menghilangkan hambatan. Selain itu, teori Cooper (2009) bahwa dalam program observasi keselamatan terdapat komunikasi dua arah antara orang yang mengobservasi dan yang diobservasi serta berupa briefing dalam periode tertentu, data hasil observasi akan dianalis untuk mengetahui perilaku yang spesifik. Untuk keterlibatan manajemen dalam aktivitas program didukung oleh teori yang dikemukakan Langford, dkk (2008) bahwa ketika pekerja percaya bahwa manajemen peduli terhadap keselamatan mereka, maka pekerja akan lebih dapat bekerja sama untuk
meningkatkan
keselamatan.
atau
memperbaiki
performa
dan
perilaku
113
D. Hubungan Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 1. Hubungan antara Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Pelatihan K3 bertujuan agar pekerja dapat memahami dan berperilaku dengan mementingkan keselamatan dan kesehatan kerja, mengidentifkasi potensi bahaya di tempat kerja, melakukan pencegahan kecelakaan
kerja,
menggunakan
alat
pelindung
diri,
melakukan
pencegahan dan pemadaman kebakaran serta menyusun program pengendalian K3 perusahaan termasuk kegiatan pelaporan bahaya (Hargiyarto, 2008). Semakin sering dan baik pelatihan yang diberikan maka kecenderungan pekerja melakukan kegiatan pelaporan bahaya lebih besar daripada kecenderungan tidak melakukan kegiatan pelaporan bahaya (Marettia, 2011). Pelatihan di PT Pelita Air Service dilakukan untuk seluruh pekerja. Pelatihan yang diberikan tergabung dalam HSE Training yang diadakan setiap dua tahun sekali untuk pekerja di kantor dan satu tahun sekali untuk pekerja maintenance. Pelatihan mencakup materi pengenalan mengenai pentingnya K3, implementasi dalam lingkungan kerja sehari-hari dan memunculkan budaya K3, klasifikasi kecelakaan, teori pencegahan kecelakaan, menjelaskan bagaimana keadaan atau perilaku yang tidak aman, kondisi tidak aman, APD, cara pengisian formulir pelaporan bahaya serta penjelasan mengenai program safety awards.
114
Hasil penelitian menyatakan bahwa pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang lebih banyak sebesar 82,4%. Meskipun demikian, masih ada pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan sering yaitu sebesar 17,6%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra Motor Jakarta bahwa jumlah pekerja yang kurang dalam mendapatkan pelatihan keselamatan lebih besar yaitu sebesar 84,7%. Selain itu, hasil serupa juga ditemukan pada penelitian
Novraswinda (2015) pada pekerja di unit
radiologi diagnostik menyatakan dari 41 sampel dalam penelitiannya, 18 (44%) diantaranya mendapatkan pelatihan yang kurang. Sedangkan, hasil penelitian Marettia (2011) di PT X Indonesia memiliki jumlah pekerja dengan pelatihan keselamatan kurang yang lebih sedikit yaitu 14%. Penelitian Zubaedah (2009) di PT Trakindo Utama (PTTU) Cabang Jakarta menyatakan hasil yang hampir serupa namun lebih banyak dengan hasil penelitian ini, dimana jumlah pekerja yang belum pernah mengikuti pelatihan sebesar 21,3%. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang lebih sedikit yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (76,8%) daripada pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan sering (87,5%). Hasil uji chi-square diketahui juga bahwa pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang memiliki efek proteksi sebesar 0,8374 kali terhadap tidak patuhnya melakukan pelaporan bahaya. Besarnya efek poteksi ini berbeda-beda untuk setiap individu. Pada
115
penelitian ini, rentang efek proteksi yang dimiliki oleh setiap pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang adalah 0,130 kali hingga 1,711 kali terhadap ketidakpatuhan melakukan pelaporan bahaya dibandingkan dengan pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan sering. Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara frekuensi paparan pelatihan keselamatan dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti dengan tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna antara frekuensi paparan pelatihan dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Anugraheni (2003) yang menghasilkan Pvalue 1,00 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6. Namun sebaliknya penelitian Marettia (2011) di PT X menghasilkan Pvalue 0,04 yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP. Serupa dengan penelitian Marettia (2011), penelitian Asril (2003) di PT Apexindo Pratama Duta Tbk juga menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu pengamatan KKL dengan Pvalue 0,03. Hubungan tidak bermakna antara frekuensi paparan pelatihan keselamatan dengan kepatuhan pelaporan bahaya dapat terjadi karena penelitian ini hanya berfokus pada frekuensi paparan pelatihan terkait kegiatan pelaporan bahaya saja tidak sampai mendalam kepada informasi
116
yang diterima pekerja. Seharusnya variabel dapat meneliti secara keseluruhan pelatihan lainnya dikarenakan untuk dapat melakukan pelaporan bahaya, pekerja harus memiliki pengetahuan-pengetahuan dasar lainnya
bukan hanya mengenai kegiatan pelaporan bahayanya saja.
Sehingga untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat menggali lebih dalam mengenai paparan pelatihan keselamatan secara menyeluruh. Tidak ditemukannya hubungan bermakna antara frekuensi paparan pelatihan dengan kepatuhan pelaporan bahaya juga dapat disebabkan karena penggunaan kuesioner memungkinkan pekerja untuk mengisi tidak sesuai dengan kondisi aktual sehingga kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner dilakukan. Serta adanya perbedaan karakteristik pekerjaan yang dilakukan dan sistem dari pelatihan pada perusahaan. Berdasarkan hasil analisis diketahui pula bahwa pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan kesalamatan yang jarang lebih banyak yang memiliki persepsi terhadap bahaya negatif. Didukung oleh teori Sastrohadiwiryo (2002) dalam Silalahi (2012) pelatihan merupakan proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh efektifitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan, sikap dan persepsi yang layak. Selain dorongan yang ada dalam diri pekerja untuk melakukan pengisian pelaporan bahaya, dukungan dari perusahaan dengan penciptaan lingkungan yang memfasilitasi terjadinya kepatuhan pelaporan bahaya di tempat kerja juga sangat diperlukan. Penggunaan safety instruction
117
sebagai media yang digunakan untuk mensosialisasikan kebijakan melalui penyebaran informasi pada suatu lembaran yang wajib disebarkan dan dibaca oleh seluruh pekerja dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga sosialisasi bahwa kewajiban pengisian kartu pelaporan bahaya dapat diketahui pekerja secara menyeluruh. Faktanya, target minimal pelaporan bahaya tahun 2015 yaitu 1 pekerja/1 kartu pelaporan/ 1 tahun belum dikomunikasikan dan disosialisasikan
menyeluruh kepada pekerja secara tertulis dalam
kebijakan atau safety instruction.Sehingga sebaiknya dilakukan pembuatan safety
instruction
baru
sehingga
dapat
dikomunikasikan
dan
disosialisasikan segera kepada pekerja mengenai target pelaporan bahaya tahun 2015 bahwa setiap orang wajib mengisi minimal 1 kartu/tahun. Didukung oleh PP No.50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3, pasal 13 bahwa pengusaha harus menyebarluaskan dan mengkomunikasikan setiap kebijakan yang ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh yang berada di perusahaan dan pihak lain yang terkait. Berdasarkan pemaparan sebelumnya sehingga dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak dipengaruhi oleh frekuensi paparan pelatihan keselamatan. Oleh sebab itu, sebaiknya manajemen perlu mensosialisasikan mengenai kewajiban pengisian pelaporan bahaya melalui
pembuatan
safety
instruction
baru
sehingga
dapat
dikomunikasikan dan disosialisasikan segera kepada pekerja mengenai. Serta perlu dilakukan pelatihan-pelatihan keselamatan lainnya yang merupakan dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara
118
berkala agar pekerja bisa menyadari betapa pentingnya pekerja untuk berperilaku aman bagi diri pekerja maupun lingkungan sekitarnya sebelum mengajak pekerja untuk dapat melakukan kegiatan pelaporan bahaya. 2. Hubungan antara Pelaporan Bahaya
Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan
Pengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa tujuan dan target sesuai dengan kebutuhan, memastikan pekerja dapat menanggulangi kesulitan yang mereka temui, meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya (Geller, 2001). Ketika peran pengawas kurang mendukung maka pekerja akan cenderung berperilaku tidak aman. Selain itu, peran pengawas merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku pekerja (Halimah, 2010). Pengawasan pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya di PT Pelita Air Service dilakukan oleh safety officer di area kerja. Respon pihak pengawas menggambarkan bagaimana pendapat pekerja mengenai umpan balik yang dilakukan safety officer
dalam
pelaksanaan pelaporan bahaya yaitu ada respon atau tidak ada respon dari pihak pengawas. Apabila umpan balik yang dilakukan safety officer sesuai dengan kebutuhan pekerja, dalam arti safety officer melakukan umpan balik secara teratur terhadap pekerja, memberikan perhatian, pengarahan, dan petunjuk serta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pekerja dalam pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya, maka pekerja akan menyatakan ada respon pihak pengawas sehingga dari adanya respon pihak pengawas akan menentukan perilaku karyawan dalam
119
bekerja seperti
perilaku melakukan pelaporan bahaya
begitupun
sebaliknya. Hasil penelitian menyatakan bahwa pekerja yang menyatakan ada respon pihak pengawas lebih banyak sebesar 70,6%. Meskipun demikian, masih ada pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas yaitu sebesar 29,4%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Marettia (2011) di PT X Indonesia, jumlah pekerja yang menyatakan bahwa pengawasan tidak baik lebih besar yaitu sebesar 47%. Sejalan dengan itu, hasil penelitian Hayati (2004) di PT Krama Yudha Ratu Motor juga menunjukan bahwa pekerja yang menyatakan pengawasan buruk lebih banyak yaitu sebesar 92,1%. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (87,5%) daripada pekerja yang menyatakan ada respon pihak pengawas (75%). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas memiliki risiko sebesar 2,333 kali untuk tidak patuh melakukan pelaporan bahaya pula. Namun besarnya risiko tersebut berbeda-beda untuk setiap individu, sampel pekerja yang memiliki kegiatan pengawasan buruk dalam penelitian ini memiliki risiko untuk tidak patuh melakukan pelaporan bahaya mulai dari 0,821-6,633 kali dibandingkan dengan pekerja yang menyatakan bahwa ada respon pihak pengawas. Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara respon pihak pengawas dengan kepatuhan pelaporan
120
bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti dengan ditemukannya perbedaan yang bermakna antara respon pihak pengawas dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Penelitian Marettia (2011) juga tidak bisa membuktikan hipotesis dari teori Geller (2001) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara peran pengawasan terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP di PT X dengan Pvalue 1,0 melebihi nilai alpha. Didukung pula oleh penelitian Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 dengan Pvalue 0,979. Sebaliknya, penelitian Hayati (2004) bisa membuktikan hipotesis dari teori Geller (2001) di PT Krama Yudha Ratu Motor yang menyatakan ada hubungan antara pengawasan dengan tingkat kepatuhan terhadap pelaksanaan SOP pada pekerja bagian welding. Hubungan tidak bermakna antara respon pihak pengawas dengan kepatuhan pelaporan bahaya
dikarenakan variabel pengawasan yang
diteliti pada penelitian ini hanya mencakup pada respon atau umpan balik yang dilakukan pihak pengawas terhadap pekerja terkait kegiatan pelaporan bahaya. Sehingga varibel yang diteliti bukan murni pengawasan secara keseluruhan. Menurut Geller (2001) pengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa tujuan dan target sesuai dengan kebutuhan, memastikan pekerja dapat menanggulangi kesulitan yang mereka temui, meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya. Sehingga untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk lebih bisa menggali mengenai variabel pengawasan yang utuh.
121
Selain itu, hubungan tidak bermakna kemungkinan terjadi karena pada saat pengisian kuesioner yang dilakukan oleh pekerja, pekerja mengisi tidak sesuai dengan kondisi aktual sehingga kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner dilakukan. Hal ini didukung oleh pernyataan Anugraheni (2003) bahwa seperti halnya peraturan, pengawasan dilakukan untuk memberi motivasi kepada pekerja untuk melaksanakan pengisian kartu observasi kesematan sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Hasil penelitian yang tidak konsisten ini dapat disebabkan oleh perbedaan dari sistem pengawasan dalam kegiatan pelaporan bahaya pada perusahaan dan pengaruh dari faktor lain seperti sikap dan pengaruh rekan kerja serta karakteristik pengawas itu sendiri. Namun, pengawasan dari saffety officer terhadap sarana untuk menunjang kegiatan pelaporan bahaya juga belum optimal, hasil studi dokumen ditemukan masih terdapat jenis kartu pelaporan bahaya yang belum diperbaharui yaitu Safety Suggestion Form (Formulir Saran Keselamatan) yang berisi kartu untuk kondisi dan praktek kerja tidak aman yang sudah mengalami perubahan semenjak tahun 2012 menjadi Safety Observation Form (SOF). Ada baiknya segera dilakukan penggantian isi kartu secara keseluruhan agar dapat mendukung kesesuaian program yang dijalankan oleh PT Pelita Air Service. Hal ini diperkuat dengan Teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor, salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan fasilitas dan sarana.
122
Ketersediaan sarana seperti kartu pelaporan bahaya merupakan salah satu bentuk dari faktor pendukung perilaku, jika terdapat fasilitas yang kurang mendukung maka akan berpengaruh terhadap perilaku. Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak dipengaruhi oleh respon pihak pengawas. Pekerja yang
tidak patuh
melakukan pelaporan bahaya menyatakan tidak ada respon pihak pengawas. Oleh sebab itu, perlu adanya pengawasan dan umpan balik dari safety officer dilakukan rutin baik pengawasan pada pekerja maupun pengawasan sarana pendukung program agar apabila ada kondisi yang berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dan diperbaiki secepatnya. Sesuai dengan penelitian Halimah (2010) pengawasan secara teratur atau konsisten perlu dilakukan sehingga apabila ada kondisi yang berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dengan segera dan dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya. 3. Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya Rekan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seorang individu. Persepsi sesama pekerja mempengaruhi tingkat individu tentang kepatuhan terhadap keselamatan (Idirimanna, 2011). Seringkali pekerja tidak melakukan kegiatan pelaporan bahaya karena rekannya yang lain juga melakukan hal demikian. Geller (2001) juga menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat semakin banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman. Ketika dalam satu grup
123
banyak pekerja yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya maka pekerja lain juga ikut tidak patuh melakukan pelaporan bahaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja mendukung lebih banyak (66,9%), meskipun masih ada yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja kurang mendukung yaitu sebesar 33,1%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Riyadi (2005) di PT Peni Cilegon, jumlah pekerja yang menyatakan bahwa peran rekan kerja berpengaruh sama besar dengan pekerja yang menyatakan rekan kerja kurang berpengaruh yaitu 50%. Sedangkan, hasil penelitian Karyani (2005) di Schlumberger Indonesia memiliki jumlah pekerja yang menyatakan peran rekan kerja rendah lebih banyak yaitu 55,75%. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang menyatakan sikap rekan kerja kurang mendukung lebih banyak yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya (95,6%) daripada pekerja yang menyatakan sikap rekan kerja mendukung (70,3%). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara sikap rekan kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Hasil perhitungan Odds Ratio menunjukkan pekerja yang menyatakan sikap rekan kerja kurang mendukung memiliki risiko 9,070 kali untuk tidak patuh melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja yang memiliki sikap rekan kerja yang mendukung. Hal ini menunjukkan semakin mendukung sikap rekan kerja maka akan semakin baik untuk patuh dalam melakukan pelaporan bahaya, sebaliknya semakin kurang mendukung sikap rekan kerja pada seseorang maka semakin kecil kemungkinan pekerja untuk patuh melakukan
124
pelaporan bahaya. Hal ini juga menunjukkan bahwa mendukung atau tidak mendukungnya sikap rekan kerja pada pekerja mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya. Penelitian Karyani (2005) juga dapat membuktikan hipotesis dari teori Geller (2001), penelitian pada 113 pekerja di Schlumberger Indonesia diperoleh bahwa salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku aman adalah peran dari rekan kerja. Didukung pula oleh penelitian Halimah (2010) di PT SIM Plant Tambun II yang menyatakan bahwa ada hubungan antara peran rekan kerja dengan perilaku aman dengan Pvalue 0,000. Hubungan bermakna antara sikap rekan kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya disebabkan karena sikap rekan kerja sangat penting untuk dapat menjaga dan mengawasi keselamatan pekerja lain di area kerja. Seringkali pekerja berperilaku buruk atau tidak aman karena rekannya yang lain juga berperilaku demikian. Sebagaimana Geller (2001) menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat semakin banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman. Griffiths (2003) juga menyatakan bahwa seorang pekerja harus memiliki hubungan sosial yang baik dengan pekerja yang lain, dimana masingmasing pekerja harus mengawasi rekan kerja agar bertindak dengan aman dan mengingatkan apabila ada kesalahan. Persamaan hasil penelitian ini dimungkinkan terjadi karena kondisi setiap individu mayoritas dipengaruhi dari hasil interaksi dengan rekan
125
kerja yang cukup kuat. Selain itu rekan kerja juga mampu mempengaruhi pekerja lain untuk memiliki kepatuhan pelaporan bahaya yang baik. Menurut
Idirimanna (2011) persepsi sesama pekerja mempengaruhi
tingkat individu tentang kepatuhan terhadap keselamatan. Seringkali pekerja tidak patuh melakukan pelaporan bahaya karena rekannya yang lain juga bertindak demikian. Fakta di lapangan rata-rata usia pekerja di PT Pelita Air Service yaitu 43 tahun, merupakan pekerja berusia tua sehingga budaya yang tumbuh di lingkungan kerja adalah adanya rasa tidak enak atau sungkan ketika pekerja harus menegur orang yang lebih tua. Ketika pekerja yang lebih tua melakukan tindakan tidak aman, adanya rasa sungkan memicu pekerja muda lebih baik diam dan tidak mengisi kartu pelaporan bahaya. Selain itu, menurut safety officer pengisian kurang juga dikarenakan ada keharusan untuk mengintervensi dalam pengisian kartu sehingga ada rasa sungkan atau tidak enak dengan teman ataupun atasan jika ingin menuliskan perilaku tidak aman maupun menegur. Dapat disimpulkan bahwa sikap rekan kerja dapat berpengaruh terhadap kepatuhan pelaporan bahaya. Pekerja yang menyatakan sikap rekan kerja kurang mendukung memiliki risiko 9,070 kali tidak patuh melakukan pelaporan bahaya. Oleh sebab itu, rasa sungkan pekerja untuk menegur dan berkomunikasi pada rekan kerja maupun atasan ketika melihat terdapat perilaku tidak aman harus segera diminimalisir. Upaya untuk mengurangi rasa sungkan dalam berkomunikasi dan menegur dapat dilakukan dengan mengadakan diskusi dalam forum atau
126
meeting yang dapat dilakukan satu kali seminggu untuk membiasakan komunikasi dua arah antara teman maupun dengan atasan dan mengurangi rasa sungkan pada pekerja dalam mengintervensi ketika melihat perilaku tidak aman. Diperkuat oleh penelitian Cooper (2007) yang menyatakan bahwa salah satu kriteria yang sangat penting bagi pelaksanaan program behavior safety adalah umpan balik, yang dapat berbentuk umpan balik verbal atau komunikasi yang langsung diberikan saat mengintervensi dan umpan balik berupa briefing. Selain itu untuk mengurangi rasa sungkan pada pekerja
dapat dilakukan dengan
mengadakan kegiatan kumpul bulanan bersama pekerja yang bertujuan untuk menciptakan suasana lingkungan kerja lebih akrab serta dukungan dari rekan kerja dapat semakin menguat. Kegiatan yang bisa dilakukan adalah makan siang bersama. 4. Hubungan antara Pelaporan Bahaya
Pengaruh Penghargaan dengan Kepatuhan
Penghargaan adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku atau tindakan yang diharapkan (Geller, 2001). Pekerja yang memiliki penilaian bahwa penghargaan tidak memadai dapat cenderung untuk berperilaku ke arah yang tidak aman (Marettia, 2011). PT Pelita Air Service menyediakan penghargaan untuk memotivasi setiap pekerja dalam meningkatkan keselamatan dan budaya pelaporan bahaya. Persyaratan penerima penghargaan adalah setiap pekerja melaporkan minimum empat Hazard Report atau Safety Observation Form
127
atau kombinasi keduanya, dalam satu bulan selama tiga bulan berturutturut. Penghargaan berbentuk hadiah dan dilengkapi dengan sertifikat yang diberikan kepada pekerja satu tahun sekali. Berikut adalah contoh sertifikat yang diterima pekerja, seperti pada gambar 6.1:
Gambar 6.1 Sertifikat Safety Awards Hasil penelitian menunjukan bahwa pekerja yang menyatakan ada pengaruh dari penghargaan berjumlah 62,5%. Meskipun demikian, masih ada yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari penghargaan yaitu sebesar 37,5%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra Motor Jakarta jumlah pekerja yang menyatakan bahwa pengaruh penghargaan kurang lebih banyak yaitu sebesar 75,3%. Sedangkan, penelitian Asril (2003) di PT Apexindo Pratama Duta Tbk menyatakan bahwa jumlah pekerja yang menyatakan tidak butuh penghargaan lebih sedikit yaitu 4,65%. Hasil penelitian Marettia (2011) di PT SIM Plant Tambun II memiliki hasil yang hampir
128
serupa dengan penelitian ini, dimana jumlah pekerja yang menyatakan pengaruh penghargaan baik sebesar 41%. Selain itu, hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang berpendapat penghargaan tidak ada pengaruh lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (90,2%) daripada pekerja yang berpendapat penghargaan ada pengaruh (71,8%). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa pekerja yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari penghargaan memiliki risiko sebesar 3,620 kali untuk tidak patuh melakukan pelaporan bahaya pula. Namun besarnya risiko tersebut berbeda-beda untuk setiap individu, pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari penghargaan dalam penelitian ini memiliki risiko untuk tidak patuh dalam pelaporan bahaya mulai dari 1,284-10,208 kali dibandingkan dengan pekerja yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari penghargaan. Hasil penelitian menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara pengaruh penghargaan dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Dengan demikian, hipotesis terbukti dengan ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara penghargaan dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Penelitian Anugraheni (2003) juga bisa membuktikan hipotesis dari teori Geller (2001) dengan Pvalue 0,055 menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sanksi dan penghargaan dengan perilaku pekerja dalam melaksanakan STOP 6. Hubungan bermakna antara pengaruh penghargaan dengan kepatuhan pelaporan bahaya terjadi karena ketika penghargaan digunakan
129
dengan baik dan sebagai mestinya, penghargaan dapat memberikan manfaat yang besar kepada setiap orang karena penghargaan dapat menumbuhkan motivasi, membentuk perasaan percaya diri, pengendalian diri, optimisme, dan rasa memiliki pada diri pekerja (Halimah, 2010). Perbedaan hasil penelitian ini, mungkin terjadi karena perbedaan karakteristik pekerjaan yang dilakukan pekerja itu sendiri dan sistem penghargaan pada tiap perusahaan serta kondisi setiap individu yang berbeda-beda dalam melihat manfaat dari penghargaan. Penghargaan dapat memberikan motivasi pada pekerja untuk patuh dalam melakukan pelaporan bahaya. Didukung oleh teori Geller (2001) bahwa penghargaan merupakan konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan untuk mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku yang diharapkan. Sejalan dengan itu, menurut Mangkunegara (2005) imbalan yang diberikan kepada pekerja sangat berpengaruh terhadap motivasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya dipengaruhi oleh pengaruh penghargaan. Pekerja yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari penghargaan. Oleh karena itu, sebaiknya memasukkan pengisian pelaporan bahaya yang dilakukan pekerja sebagai unsur penilaian Key Performance Indicator (KPI). Setiap pengisian satu lembar kartu pelaporan bahaya maka akan dilipatgandakan sesuai banyaknya pengisian yang dilakukan pekerja dan menjadi penambahan gaji pada pekerja yang
130
telah mengisi sebagai upaya peningkatan motivasi pekerja untuk melakukan kegiatan pelaporan bahaya. Menurut Mangkunegara (2005), imbalan yang diberikan kepada pekerja sangat berpengaruh terhadap motivasi. Oleh karena itu pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian imbalan dalam bentuk uang yang memadai agar pekerja terpacu motivasinya dan melakukan tindakan aman berupa kegiatan pelaporan bahaya. Menurut penelitian Edmin Locke (1980) dalam Mangkunegara (2005), menyebutkan bahwa imbalan berupa uang jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja pekerja. Serta perlu diterapkan adanya hukuman (punishment) ketika pekerja tidak melakukan observasi pelaporan bahaya dalam setahun agar pekerja lebih patuh dalam mengobservasi perilaku maupun kondisi tidak aman yang pekerja temui di tempat kerja. Hukuman merupakan konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan (Geller, 2011).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 136 pekerja di PT Pelita Air Service tahun 2015 dapat disimpulkan bahwa: 1. Pekerja yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya lebih banyak yaitu berjumlah 107 pekerja (78,7%). 2. Gambaran faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya) adalah sebagai berikut: a. Rata-rata usia pekerja di PT Pelita Air Service yaitu 43 tahun. b. Rata-rata masa kerja pekerja di PT Pelita Air Service yaitu 19 tahun. c. Sebagian besar pekerja memiliki sikap negatif yaitu berjumlah 72 pekerja (52,9%). d. Sebagian besar pekerja memiliki persepsi negatif terhadap bahaya yaitu berjumlah 80 pekerja (58,8%). 3. Gambaran faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh penghargaan) adalah sebagai berikut: a. Sebagian besar pekerja memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan yang jarang yaitu berjumlah 112 pekerja (82,4%). b. Sebagian besar pekerja menyatakan ada respon pihak pengawas yaitu berjumlah 96 pekerja (70,6%).
131
132
c. Sebagian besar pekerja memiliki pendapat bahwa sikap rekan kerja mendukung yaitu berjumlah 91 pekerja (66,9 %). d. Sebagian besar pekerja memiliki pendapat bahwa ada pengaruh penghargaan lebih banyak yaitu berjumlah 85 pekerja (62,5%). 4. Hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya) dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah sebagai berikut: a. Tidak ada hubungan antara usia dengan perilaku pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. b. Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan perilaku pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. c. Tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. d. Ada hubungan antara persepsi terhadap bahaya dengan perilaku pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. 5. Hubungan antara faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh penghargaan) dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah sebagai berikut:
133
a. Tidak ada hubungan antara frekuensi paparan pelatihan keselamatan dengan
perilaku pelaporan bahaya pada pekerja
teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. b. Tidak ada hubungan antara respon pihak pengawas dengan perilaku pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. c. Ada hubungan antara sikap rekan kerja dengan perilaku pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. d. Ada hubungan antara pengaruh penghargaan dengan perilaku pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. B. Saran 1. Bagi PT Pelita Air Service a. Dilakukan pembuatan safety instruction baru sehingga dapat dikomunikasikan dan disosialisasikan segera kepada pekerja mengenai target pelaporan bahaya tahun 2015 bahwa setiap orang wajib mengisi minimal 1 kartu/tahun.
134
b. Dilakukan sosialisasi prosedur pemantauan perilaku pelaporan bahaya dan proses pelaksanaan pelaporan bahaya yang benar. Selain itu, perlu adanya umpan balik khusus pada kegiatan safety morning atau tips-tips keselamatan di papan pengumuman untuk mengkomunikasikan temuan observasi yang dapat berisiko fatal sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah secara dini. c. Pemberian reward dapat dilakukan dengan memasukkan pengisian pelaporan bahaya yang dilakukan pekerja sebagai unsur penilaian Key Performance Indicator (KPI), dimana disetiap lembar kartu pelaporan bahaya yang diisi oleh pekerja akan dikalikan sesuai banyaknya pengisian yang dilakukan pekerja dan menjadi penambahan gaji pada pekerja. d. Pengawasan dari safety officer sebaiknya dilakukan rutin baik pengawasan pada pekerja maupun pengawasan sarana pendukung. Pengawasan dari safety officer sebaiknya juga mengandung unsur partisipastif dari pekerja serta sosialisasi program dilakukan rutin setiap hari dalam safety morning agar pekerja bisa selalu diingatkan mengenai pentingnya program. e. Sebaiknya
manajemen
memberikan
pelatihan-pelatihan
lain
mengenai dasar-dasar keselamatan dan kesehatan kerja terlebih dahulu agar pekerja sudah mengerti
pentingnya keselamatan
sehingga pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya dapat terlaksana dengan baik.
135
f. Komitmen manajemen sebaiknya tidak hanya membuat program, tetapi juga terlibat dalam setiap pelaksanaannya untuk dapat menumbuhkan sikap positif para pekerja. g. Sebaiknya dilakukan penambahan jumlah box dan penyesuaian jenis kartu pelaporan bahaya di setiap wilayah yang memiliki potensi terjadinya bahaya seperti pada setiap hangar dan tempat istirahat. h. Diterapkan
sistem hukuman (punishment) ketika pekerja tidak
melakukan kegiatan pelaporan bahaya dalam setahun agar pekerja lebih patuh dalam mengobservasi perilaku maupun kondisi tidak aman yang pekerja temui di tempat kerja. 2. Bagi Pekerja PT Pelita Air Service a. Sebaiknya pekerja juga melakukan kegiatan pelaporan bahaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan tidak hanya di area kerja, tetapi juga dilakukan di sekitar jalan area kerja, asrama dan kantin. b. Ketika pekerja menemukan bahaya secara tidak sengaja, agar tidak lupa sebaiknya pekerja menuliskan temuan terlebih dahulu pada sebuah kertas atau gadget selanjutnya baru menuliskan pada kartu pelaporan bahaya.
136
c. Dilakukan diskusi dalam forum atau meeting yang dapat dilakukan seminggu sekali
serta mengadakan kegiatan kumpul bulanan
bersama pekerja
yang bertujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan kerja lebih akrab, membiasakan pekerja berkomunikasi dua arah dan tidak sungkan untuk menegur teman dalam mengintervensi saat melakukan kegiatan pelaporan bahaya serta dukungan dari rekan kerja dapat semakin kuat. Kegiatan bulanan yang bisa dilakukan adalah makan siang bersama. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Melakukan penelitian mengenai perilaku pelaporan bahaya sampai kepada melihat pengaruh perilaku pelaporan bahaya terhadap kejadian kecelakaan. b. Peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel-variabel lain yang diduga berhubungan dengan perilaku pelaporan bahaya yang tidak dapat diteliti pada penelitian ini.
137
DAFTAR PUSTAKA Al Faris, Iqbal, dkk. 2014. Pengaruh Perilaku Tenaga Kerja dan Lingkungan Kerja yang Dimoderasi Faktor Pengalaman Kerja dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kecelakaan Kerja Konstruksi Di Surabaya. Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS. Surabaya. ISBN 978-979-99327-i-257 Anugraheni, Titani Suci Novemiawati. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pekerja dalam Melaksanakan Program Safety Toyota ―0‖ Accident Project (STOP 6) Di Stamping Tools Division – Sunter II Plant PT Toyota Astra Motor Jakarta–2003. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Asril. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pekerja PT Apexindo Pratama Duta Tbk Dalam Mengisi Kartu Pengamatan Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan (HSE Observation Card) Di Bojonegara Yard dari Bulan Desember 2002-Juni 2003. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Attwood, Daryl, dkk. 2006. Occupational accident model-Where have we been and where are we going?. Journal of Loss Prevention in the Process Industries, 19, 664-682 Azwar, S. 2009. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar: Jakarta Balmforth, K. dan Gardner, D. 2006. Conflict and Facilitation between Work and Family: Realizing the Outcomes for Organizations. New Zealand Journal of Psychology, 35 Bateman, Gemma. 2009. Employee Perceptions of Co-Worker Support and Its Effect on Job Satisfaction, Work Stress and Intention to Quit. Department of Psychology. University of Canterbury Bird, Frank E, dkk, 1996. Loss Control Management: Practical Loss Control Leadership. Det Norske Veritas (USA), Inc, 4th edition Byrd, Herbert. 2007. A Comparison of Three Well Known Behavior Based Safety Programs: DuPont STOP Program, Safety Performance Solutions and Behavioral Science Technology. Thesis. Rochester Institute of Technology. BPJS, 2014. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan Tahun 2013. Cahayani, Dewi. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Tidak Aman pada Pekerja Pabrik Billet Baja PT Krakatau Stell, Cilegon, Jawa Barat Tahun 2004. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
138
Canadian Centre for Occupational Health and Safety. 2008. Hazard Reporting For Employee. Canada. Diakses pada 20 Mei 2015 dari http://www.ccohs.a/oshanswers/hsprograms/report.html CDC. 2014. Traumatic occupational injuries. Centers for diasease control and prevention. Diakses pada 10 maret 2015 dari http://www.cdc.gov/niosh/injury/ Cooper, Dominic. 2007. Behavioral Safety Franklin. USA.
Approaches. CEO BSMS Inc,
Cooper, Dominic. 2009. Behavioral Safety A Framework for success. Indiana: BSMS Inc. Di Lorio, Colleen Konicki. 2005. Measurement In Health Behavior, Methods for Research and Education. Jossey-Bass: A Wiley Imprint 989 Market Street, San Francisco Direktorat Jendral Perhubungan Udara. 2009. Petunjuk dan Tata Cara Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan (Safety Management System) Operasi Bandar Udara, Bagian 139-01 (Advisory Circular 139-01, Airport Safety Management System). Departemen Perhubungan. Demak, Denisa Listy Kiay. 2014. Analisis Penyebab Perilaku Aman Bekerja Pada Perawat Di RS Islam Asshobirin Tangerang Selatan Tahun 2013. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Environmental Health and Safety Carleton University. 2009. Hazard Identification and Reporting. Ottawa, ON, K1S 5B6. Diakses pada 15 Mei 2015 dari http://carleton.ca/ehs/programs/working-workshop/hazardreporting/ Ernawati, Oktavia Dwi. 2009. Inspeksi K3 Terhadap Potensi Bahaya Kecelakaan di Tempat Kerja di PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Semarang. Program Diploma III Hiperkes Dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Fausiah, Masyitha Muis, dkk. 2013. Pengaruh Sikap, Norma Subyektif, Dan Persepsi Kontrol Perilaku Terhadap Intensi Pekerja Untuk Berperilaku K3 Di Unit PLTD PT PLN (Persero) Sektor Tello Wilayah Sulselbar. Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKM Universitas Hasanudin. Makassar Fox, S. dan Spector, P. 2005. Counterproductive Work Behavior: Investigations of Actors and Targets. Washington, DC: American Psychological Association Geller, E. S. 2005. Behavior-Based Safety and Occupational Risk. Management in Behavior Modification, Vol. 29, No. 3, 539-561. Sage Publication.
139
Geller, E.S. 2001. The Physcology Of Safety Handbook. Lewis Publisher. Boca Raton London. New York Washington, D.C Griffiths, A. 2003. Work organization and stress. Switzerland: WHO Green, Lawrence W, dkk. 2000. Health Promotion Planning An Educational and Environment Approach. Second Edition. Mayfield Publishing Company. Toronto, London Gunawan, F.A. 2013. Safety Leadership Kepemimpinan Keselamatan Kerja. Jakarta, Dian Rakyat. Hadiyani, Martha Indah, dkk. 2010. Perbedaan Komitmen Organisasi ditinjau dari Masa Kerja Pekerja. Prosiding Seminar Nasional Peran Budaya Organisasi Terhadap Efektivitas dan Efisiensi Organisasi Halimah, Siti. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Pekerja di PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Hargiyarto, Putut, dkk. 2008. Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Pencegahan Kecelakaan Kerja bagi Guru dan Teknisi SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta: Pengabdian Pada Masyarakat. Haryanto, Syahmuddin, dkk. 2007. Akutansi Sektor Publik Edisi Pertama. Badan Penerbit Universitas Diponegoro : Semarang Hayati. 2004. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Tingkat Kepatuhan Terhadap Pelaksanaan Standar Operating Procedure pada Pekerja di Bagian Welding PT Krama Yudha Ratu Motor. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Healthy Working Lives. 2014. Recording and Reporting Accidents, Ill Health and Near Misses. Diakses pada 25 April 2015 dari http://www.healthyworkinglives.com/advice/Legislation-andpolicy/Workplace-Health-and-Safety/recording-reporting-accidents Helda. 2007. Hubungan Karakteristik Tenaga Kerja dan Faktor Pekerjaan Dengan Kecelakaan Kerja di Perusahaan Meuble Kayu Kelurahan Oesapa Kota Kupang. MKM Vol. 02 No. 01 Juni 2007 Hikmat, Pascalis Guntur. 2009. Analisis Hubungan Iklim Keselamatan Kerja dan Perilaku Aman Dalam Bekerja Pada Proyek Konstruksi. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Human Resources and Skills Development Canada. 2013. A Guide to the Investigation and Reporting of Hazardous Occurrences. Diakses pada 10 April 20 15 dari http://www.labour.gc.ca/eng/health_safety/pubs_hs/hoir_guide.shtml.
140
Idirimanna, Jayawardena. 2011. Factors Affecting The Health And Safety Behavior Of Factory Workers. 11th Global Conference on Business & Economics. Manchester Metropolitan University, UK. ISBN: 978-09830452-1-2. Iqbal, Mochammad M.S. 2014. Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja Di Departemen Metalforming PT Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014. Peminatan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014 Irliyanti, Ayu dan Dwiyanti, Endang. 2014. Analisis Perilaku Aman Tenaga Kerja Menggunakan Model Perilaku ABC (Antecedent Behavior Consequence). The Indonesian Journal Of Occupational Safety And Health, Vol. 3, No. 1 Jan-Jun 2014:94-106 Irwansyah, Riki. 2010. Pengaruh Variabel Individual,Keorganisasian Dan Psikologikal terhadap Perilaku Kerja Pekerja PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Cabang Medan, Tj. Morawa. Universitas Sumatera Utarafakultas Ekonomi Program Strata-1 Medan. Jayatri, Enda Agus. 2014. Faktor Individu dan Faktor Pembentuk Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dengan Perilaku K3 di Unit Operational PT Bukit Asam (Persero) Tbk UPTE Tahun 2014. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya. Karyani. 2005. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Perilaku Aman (safe behavior) di Schlumberger Indonesia Tahun 2005. Tesis. FKM UI Depok Kurniawan, Bina, dkk. 2006. Hubungan Karakteristik Pekerja dengan Praktik Penerapan Prosedur Keselamatan Kerja di PT Bina Buna Kimia Ungaran. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 1 / No. 2 / Agustus 2006. Kusuma, Ibrahim Jati. 2011. Pelaksanaan Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pekerja PT Bitratex Industries Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang Langford, Peter H, Parkes. 2008. Work-life Balance or Work-life Alignment?: a Test Of The Importance of Work-life Balance for Employeee Engagement and Intention to Stay in Organisations. Volume 14 Issue 3. Journal of Management and Organization. Larasati, Karina. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pekerja Konstruksi Terhadap Peraturan dan Program Keselamatan Kerja pada Proyek Apartemen The Residences At Dharmawangsa 2, Jakarta Selatan, Tahun 2011. S1. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
141
Larasati, Nadia Enfika. 2011. Perbedaan Sikap Terhadap Alasan Merokok Pada Remaja Yang Konfom dan Remaja yang Tidak Konform Dio Pondok Pesantren Miftahul Huda Kota Malang. Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang. Marettia, Argihta. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Program STOP di PT X Indonesia Tahun 2011. S1. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Marlia, Elfina. 2007. Pengaruh Program Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada PT. Inti (PERSERO) Bandung. Skripsi. Fakultas Bisnis Dan Manajemen Universitas Widyatama. Maulana, Thernando. 2009. Analisa Perilaku Kerja Pekerja di De Boliva Surabaya Town Square. Manajemen Perhotelan, Universitas Kristen Petra, Surabaya, Indonesia. Mangkuprawira, Sjafri. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta. Ghalia Indonesia Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM, Bandung : Penerbit PT Refika Aditama Nasrullah, Mohammad dan Suwandi, Tjipto. 2014. Hubungan Antara Knowledge, Attitude, Practice Safe Behavior Pekerja Dalam Upaya untuk Menegakkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Notoadmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan I. Jakarta : PT Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Noviandry, Ilham. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pekerja Dalam Penggunaan APD pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Novia, Dwi Reguning. 2012. Pelaksanaan Pelatihan dan Pengembangan Pekerja di Koperasi Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta Periode 2010-2011. S1 Thesis. Universitas Negeri Yogyakarta.
142
Novraswinda, Susryandini. 2015. Kepatuhan Penggunaan APD Pada Pekerja Radiasi di Unit Radiologi Diagnostik. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Nurhayati, Afnu. 2009. Analisa Efektifitas Pelaksanaan Program Safety ProActive Activity di PT Astra Daihatsu Motor - Assembly Plant Jakarta Utara. Program D-III Hiperkes Dan Keselamatan Kerja. Universitas Sebelas Maret Surakarta OHSAS 18001:2007. Persyaratan Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Park, J. dan Jung, W. 2003. The operatorsʹ non compliance next term behavior to conduct emergency operating procedures—comparing with the previous termwork experiencenextterm and the complexity of procedural steps. Reliability Engineering & System Safety, 82 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta Pratiwi, Shinta Dwi. 2009. Tinjauan Faktor Perilaku Kerja Tidak Aman pada Pekerja Konstruksi Bagian Finishing PT Waskita Karya Proyek Pembangunan Fasilitas dan Sarana Gelanggang Olahraga (GOR) Boker, Ciracas, Jakarta Timur 2009. Skripsi. Depok: FKMUI. Prasetyoningtyas, Ari Anggarani Winadi. 2011. Pentingnya Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja Pekerja. Forum Ilmiah Volume 8, Nomor 3 September 2011. Putra, Yanuar Surya dan Mulyadi, Hari. 2010. Pengaruh Faktor Job Demand Terhadap Kinerja Dengan Burnout Sebagai Variabel Moderating Pada Pekerja Bagian Produksi PTTripilar Betonmas Salatiga. Pelita Air Service. 2015. Jakarta. PT. Pelita Air Service http://www.pelitaair.com/v1/index.php?option=com_content&view=article&id=48&Itemid=5 7 diakses pada 4 Mei 2015 Ragain, Phillip, dkk. 2011. A Study of Safety Intervention: The Causes and Consequences of Employees’ Silence. EHS Today Vol. 4 Issue 7, Juli 2011. Ramdayana. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta Selatan. Skripsi Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 1800. Jakarta. Dian Rakyat.
143
Riyadi, Selamat. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pekerja Operator Departemen Produksi dalam Mengikuti Prosedur Operasi di PT Peni Cilegon Tahun 2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Robbins, P. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Edisi Kelima. Erlangga : Jakarta Rofik, Ainur. 2012. Sarana dan Prasarana Kantor. Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Indonesia. Roughton, James E. 2002. Developing an Effective Safety Culture : A Leadership Approach. Butterworth–Heinemann: Boston Oxford Auckland Johannesburg Melbourne New Delhi Ruhyandi dan Candra, Evi. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kepatuhan Penggunaan APD Pada Pekerja Bagian Press Shopdi PT Almasindo II Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani Safety Observation Program And Pre Task Planning Guideline. 2011. Version 4 July 2011. Intel Sanusi, Azwar. 2012. Pengaruuh Motivasi Kerja dan Iklim Komunikasi Organisasi Terhadap Komitmen Keorganisasian Pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Magister Ilmu Komunikasi. Universitas indonesia. Saputra, Aprian Een. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Aman Pengemudi Dump Truck PT X District MTBU Tanjung Enim, Sumatera Selatan Tahun 2008. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Septiano, Sidria. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pekerja Harian Bidang Konstruksi Terhadap Peraturan Keselamatan Perusahaan di Kujang 1B Project Tahun 2004. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Shiddiq, Sholihin, dkk. 2013. Hubungan Persepsi K3 Pekerja Dengan Perilaku Tidak Aman Di Bagian Produksi Unit IV PT Semen Tonasa Tahun 2013. Bagian K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Silalahi, Lidya. 2012. Hubungan Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Pada PT Chevron Pacific Indonesia Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. Straughen, Mike, dkk. 2001. A Practical Guide for Behavioural Change in the Oil and Gas Industry. STEP Change.
144
Susanti, Sri. 2013. Peran Pekerjaan, Peran Keluarga dan Konflik Pekerjaan Pada Perawat Wanita. Jurnal Psikologi Indonesia Mei 2013, Vol. 2, No. 2, hal 183 – 190 Susilowati, Ika Rahma. 2014. Interval Recording. Diakses pada 2 November 20 15 dari http://ikarahma.lecture.ub.ac.id/files/2014/05/IntervalRecording.pdf Suryatno. 2012. Evaluasi Implementasi Kartu Observasi Bahaya. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Semarang. Syaaf, Fathul Masruri. 2008. Analisis Perilaku Berisiko (At Risk behaviour) pada Pekerja Unit Usaha Las Sektor Informal di kota X Tahun 2008. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Tarwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.Surakarta:Harapan Press Utami, Dwi Pratiwi. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Perilaku Aman (Safe Behavior) Pekerja Departemen Operasi II PT Pupuk Sriwidjaja Palembang Tahun 2014. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya Wardani, Atika Kusuma. 2012. Faktor Kepribadian dan Organizational Citizenship Behavior Pada Polisi Pariwisata. Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Jurnal Humanitas, Vol. IX No.2 Agustus 2012. Wibisono, Bayu. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Tambang Pasir Gali Di Desa Pegiringan Kabupaten Pemalang Tahun 2013. Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang 2013 Winardi. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Cetakan kedua. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. WSH Concil. 2014.WHS Guide to Behavioural Observation and Intervention. Zubaedah, Siti. 2009. Evaluasi Implementasi Program Observasi Keselamatan di Service Departement PT Trakindo Utama (PTTU) Cabang Jakarta Tahun 2009. S1. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
145
Lampiran 1 Legalitas Penelitian
146
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PELAPORAN BAHAYA PADA PEKERJA TEKNISI UNIT MAINTENANCE DI PT PELITA AIR SERVICE AREA KERJA PONDOK CABE, TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 Assalamu‟alaikum Wr. Wb. Saya Dwi Nurvita mahasiswa semester 8 peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya akan melakukan penelitian mengenai Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe,
Tangerang Selatan Tahun 2015. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. Saya memohon kesediaan saudara menjadi pekerja dalam penelitian ini dan memberikan informasi mengenai kepatuhan, usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan, penghargaan, respon pihak pengawas dan sikap rekan kerja. Semua informasi yang saudara berikan, terjamin kerahasiaannya. Kejujuran saudara dalam menjawab setiap pertanyaan sangat diharapkan demi kevalidan dan kebenaran data. Setelah saudara membaca maksud dan tahapan penelitian di atas, maka saya mohon untuk mengisi nama dan tanda tangan dibawah ini sebagai persetujuan. Demikian lembar persetujuan ini saya buat. Atas perhatian dan kerjasama saudara, saya ucapkan terimakasih.
Contact Person : 0815174441641 (Dwi Nurvita) Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi partisipan dalam penelitian dan bersedia mengisi kuesioner dengan tanpa paksaan Jakarta,
No. Pekerja (Diisi Oleh Peneliti):
Partisipan
(
)
September 2015
147
PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah setiap pertanyaan dan setiap pilihan jawaban dengan seksama 2. Isilah setiap pertanyaan pada kolom jawaban yang tersedia 3. Beri tanda ceklis (√) pada kolom pilihan jawaban yang tersedia untuk tipe pertanyaan dengan skala Sangat Tidak Setuju / Tidak Setuju / Setuju / Sangat setuju / Sangat Sangat Setuju / ataupun Sering Terjadi/ Mungkin Terjadi /Tidak Mungkin Terjadi serta Tidak Pernah/ Sangat Jarang/ Kadang-kadang / Sering/ Sangat Sering/ Setiap saat 4. Beri tanda silang (x) pada kolom pilihan jawaban yang tersedia untuk tipe pertanyaan pilihan ganda a, b,c, d atau e IDENTITAS DIRI IR1
Nama Lengkap
IR2
No. Handphone
IR3
Departemen
A. INFORMASI PRIBADI No
Pertanyaan
Jawaban
A1
Tanggal Lahir
A2
Tahun berapa saudara mulai bekerja di PT Pelita Air Service?
A5. SIKAP Pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan pengisian kartu pelaporan bahaya selama beberapa bulan terakhir. Isilah dengan memberi tanda ceklis (√) pada kolom pilihan sesuai dengan kepedulian saudara terhadap program. STS S No 1 2
3
4
:Sangat tidak setuju : Setuju
TS SS
:Tidak Setuju :Sangat setuju
Pertanyaan STS Saudara setuju mengenai adanya kegiatan pelaporan bahaya dalam rangka pencegahan kecelakaan kerja Saudara setuju jika sesama pekerja harus saling mengingatkan kepada rekan kerja dan melakukan tindakan perbaikan langsung bila menemukan perilaku tidak aman Saudara setuju jika pekerja boleh tidak melaporkan adanya perilaku tidak aman dan tidak melakukan tindakan perbaikan pada perilaku tersebut Saudara setuju bahwa setiap perilaku aman maupun tidak aman dilaporkan pada kartu pengamatan pelaporan bahaya (Hazard Report and Safety Observation Report)
TS
S
SS
148
5
Saudara setuju jika pada saat melaporkan bahaya harusmencantumkan nama seseorang yang sedang diamati dalam pelaporan perilaku tidak aman Saudara setuju jika ketika mengisi kartu pelaporan bahaya harus secara lengkap (termasuk melakukan perbaikan langsung dan menuliskan feed back)
6
A6. PERSEPSI TERHADAP BAHAYA Berikut adalah bahaya-bahaya yang muncul di lingkungan kerja, khususnya pada Area Kerja Hangar. Isilah dengan memberi tanda ceklis (√) pada kolom salah satu pilihan, apakah bahaya dibawah ini berpotensi menyebabkan kecelakaan dan gangguan kesehatan pada saudara dan lingkungan saudara. No
Jenis Bahaya
1 2 3 4
Posisi tubuh tidak benar / postur janggal Kebisingan Terjatuh, tertimpa, tergores Iritasi mata dan iritasi kulit akibat bahan kimia Kebakaran
5
Sering Terjadi
Mungkin Terjadi
Tidak Mungkin Terjadi
C1. FREKUENSI PAPARAN PELATIHAN KESELAMATAN Beri tanda silang (x) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan yang telah saudara lakukan 1. Berapa kali saudara mengikuti pelatihan mengenai pelaporan bahaya yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam setahun? a. Tidak pernah b. 1 kali setahun c. 2 kali setahun d. <2 kali setahun 2. Materi mana yang saudara dapatkan saat mengikuti pelatihan mengenai pelaporan bahaya yang diadakan diperusahaan? (Beri tanda silang (x) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan yang saudara ingat) a b c d e
MATERI Teori Pencegahan Kecelakaan Jenis Form yang tersedia Tahapan pengisian Form Perilaku dan Kondisi tidak aman Dampak pelaporan bahaya tidak dilakukan
JAWABAN a. Ya b. Tidak a. Ya b. Tidak a. Ya b. Tidak a. Ya b. Tidak a. Ya
b. Tidak
149
C2. PENGARUH PENGHARGAAN Beri tanda silang (x) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan pendapat saudara 1. Apakah saudara membutuhkan adanya penghargaan dari pihak perusahaan untuk meningkatkan partisipasi dalam pengisian kartu pelaporan bahaya? a. Butuh b. Tidak butuh 2. Menurut saudara, bagaimana kegunaan penghargaan tersebut? a. Bermanfaat b. Biasa saja c. Tidak bermanfaat C3. RESPON PIHAK PENGAWAS Beri tanda silang (x) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan pendapat saudara 1. Apakah pengawas menyediakan fasilitas umpan balik (feed back) untuk pekerja? a. Hanya menyediakan fasilitas umpan balik setahun sekali b. Menyediakan fasilitas umpan balik jika diminta c. Menyediakan fasilitas umpan balik secara teratur setiap bulan d. Menyediakan fasilitas umpan balik yang spesifik dalm rentang waktu 2 minggu 2. Apakah reaksi pengawas dalam menerima umpan balik (feedback) dari pekerja? a. Reaksi negatif pada umpan balik yang diterima b. Reaksi positif pada umpan balik yang diterima c. Menerima umpan balik dan melakukan perubahan d. Mencoba mengumpulkan umpan balik dari orang banyak 3. Apakah pengawas menyampaikan isu keselamatan pada pekerja? a. Jarang menginformasikan tentang isu keselamatan pada pekerja b. Kadang kadang menginformasikan isu keselamatan pada pekerja c. Menginformasikan isu keselamatan secara teratur dalam rapat d. Menyediakan informasi terbaru dan relevan secara efektif
150
C4. SIKAP REKAN KERJA Pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan sikap rekan kerja dalam pengisian kartu pelaporan bahaya. Isilah dengan memberi tanda ceklis (√) pada kolom pilihan sesuai dengan keadaan saudara dalam tiga bulan terakhir. No
Pertanyaan
1
Rekan kerja saudara setuju dan mendukung tentang adanya kegiatan pelaporan bahaya di tempat kerja Rekan kerja saudara menunjukkan kepedulian dengan memberi informasi dan masukan dalam pelaksanaan pelaporan bahaya Rekan kerja saudara bersimpatik dan memberikan nasehat ketika anda bertindak tidak aman Rekan kerja saudara sangat membantu dalam memberikan umpan balik dan pemahaman dari yang saudara lakukan
2
3
4
Tidak Pernah
Sangat Jarang
Kadangkadang
Sering
Sangat Sering
Setiap saat
Lampiran 3 Form studi dokumen
FORM PERILAKU PELAPORAN BAHAYA PERIODE 2014-2015 Tujuan
D.
: Untuk mengetahui perilaku pelaporan bahaya pekerja teknisi unit maintenance
Perilaku Pelaporan Bahaya
Ket NOMOR RESPONDEN PADA FRAME SAMPLING
No
Indikator
Kriteria
1.
Pengisian Form (Safety Observation Form) Pengisian Form (Hazard Report)
Nama pekerja terdapat di dokumen safety report
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
Nama pekerja terdapat di dokumen safety report
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
2.
Catatan
: ______________________________________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________________________________
151
152
Lampiran 4 Uji Validitas dan Reabilitas
Uji Validitas dan Reabilitas (Skala Likert)
No
Variabel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Sikap 1 Sikap 2 Sikap 3 Sikap 4 Sikap 5 Sikap 6 Persepsi 1 Persepsi 2 Persepsi 3 Persepsi 4 Persepsi 5 Pelatiahan 3a Pelatiahan 3b Pelatiahan 3c Pelatiahan 3d Pelatiahan 3e Persepsi pengawasan 6 Persepsi Pengawasan 7 Persepsi Pengawasan 8 Persepsi Pengawasan 9 Persepsi Pengawasan 10 Rekan kerja 1 Rekan kerja 2 Rekan kerja 3 Rekan kerja 4
18 19 20 21 22 23 24 25
Koefisien Cronbach alpha 0,628 0,622 0,597 0,608 0,703 0,524 0,602 0,670 0,569 0,509 0,644 0,707 0,685 0,740 0,761 0,766
Rentang
Kesimpulan (Validitas)
0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7
Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima
0,747 0,4-0,7 0,674 0,4-0,7
Validitas dapat diterima
0,517 0,4-0,7
Validitas dapat diterima
0,713 0,4-0,7
Validitas dapat diterima
0,539 0,4-0,7 0,884 0,796 0,774 0,800
0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7 0,4-0,7
Cronbach Kesimpulan alpha (Reabilitas) keseluruhan
0,656
Keandalan masih bisa diterima
0,659
Keandalan masih bisa diterima
0,775
Keandalan tinggi
0,703
Keandalan tinggi
0,853
Keandalan tinggi
Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima Validitas dapat diterima
153
Output Validitas Dan Reabilitas (Skala Likert) SIKAP Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
Cronbach's Alpha .656
N of Items
.692
6 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted sikap 1 sikap 2 sikap 3 sikap 4 sikap 5 sikap 6
Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Item Deleted Total Correlation Correlation
16.49 16.63 16.69 17.11 17.37 16.86
3.257 3.123 2.987 3.104 2.652 2.714
.344 .362 .437 .409 .265 .650
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.238 .306 .204 .232 .189 .486
.628 .622 .597 .608 .703 .524
PERSEPSI BAHAYA Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
Cronbach's Alpha .659
N of Items
.646
5 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted persepsi 1 persepsi 2 persepsi 3 persepsi 4 persepsi 5
Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Item Deleted Total Correlation Correlation
6.97 7.40 6.63 6.63 6.54
1.382 1.776 1.417 1.123 1.726
MATERI PELATIHAN Reliability Statistics
Cronbach's Alpha .775
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items .781
N of Items 5
.427 .249 .493 .587 .326
.198 .150 .302 .358 .180
Cronbach's Alpha if Item Deleted .602 .670 .569 .509 .644
154
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted pelatihan 3a pelatihan 3b pelatihan 3c pelatihan 3d pelatihan 3e
Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Item Deleted Total Correlation Correlation
5.40 5.20 5.11 5.40 5.17
1.894 1.635 1.751 2.071 1.852
.648 .676 .535 .460 .461
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.433 .604 .532 .346 .367
.707 .685 .740 .761 .766
PERSEPSI PENGAWASAN 6 Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
.703
N of Items
.687
5 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted pengawasan 6 pengawasan 7 pengawasan 8 pengawasan 9 pengawasan 10
Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Item Deleted Total Correlation Correlation
4.94 4.89 4.71 5.00 4.91
1.585 1.339 .975 1.588 1.139
.204 .412 .719 .289 .720
Cronbach's Alpha if Item Deleted
.249 .548 .614 .320 .554
.747 .674 .517 .713 .539
REKAN KERJA Reliability Statistics
Cronbach's Alpha .853
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items .867
N of Items 4 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted rekankerja 1 rekankerja 2 rekankerja 3 rekankerja 4
11.86 12.23 12.20 12.14
Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Item Deleted Total Correlation Correlation 6.773 6.711 7.165 7.420
.566 .731 .806 .738
.347 .546 .734 .697
Cronbach's Alpha if Item Deleted .884 .796 .774 .800
155
UJI VALIDITAS (BERBAGAI ALTERNATIF JAWABAN) Melihat respon pekerja atas pertanyaan yang diberikan : D √ √ √ √ √
U x x x x x
D √ √ √ √ √
U x x x x x
D √ √ √ √ √
U x x x x x
D √ √ √ √ √
U x x x x x
D √ √ √ √ √
Pekerja 6 U D U x √ x x √ x x √ x x √ x x √ x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
√
x
Pertanyaan Pelatihan1 Pelatihan2 Penghargaan1 Penghargaan2 Persepsi Pengawasan1 Persepsi Pengawasan2 Persepsi Pengawasan3 Persepsi Pengawasan4 Persepsi Pengawasan5
1
2
3
4
5
7
8
D √ √ √ √ √
U x x x x x
D √ √ √ √ √
U x x x x x
D √ √ √ √ √
U x x x x x
10 D U √ x √ x √ x √ x √ x
Ket = D : Tidak membutuhkan durasi waktu lama untuk menjawab U : Meminta pengulangan pembacaan soal
9
Lampiran 5 Hasil Studi Dokumen
FORM PERILAKU PELAPORAN BAHAYA PERIODE 2014-2015 Tujuan
: Untuk mengetahui perilaku pelaporan bahaya pekerja teknisi unit maintenance
D. No
Perilaku Pelaporan Bahaya
1.
Pengisian Form Nama pekerja terdapat di (Safety Observation dokumen safety report Form)
23
29
40
44
54
56
65
69
74
79
86
105
120
125
Pengisian Form (Hazard Report)
14
25
34
48
49
52
63
64
81
95
107
108
119
130
2.
Indikator
Catatan
Ket NOMOR RESPONDEN PADA FRAME SAMPLING
Kriteria
Nama pekerja terdapat di dokumen safety report
136
: ______________________________________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________________________________
156
STUDI DOKUMEN SAFETY REPORT (SAFETY OBSERVATION FORM)
1
2
3
157
4
5
6
158
7
8
9
159
10
11
12
160
13
14
15
161
STUDI DOKUMEN SAFETY REPORT (HAZARD REPORT)
16
17
162
18
19
163
20
21
164
22
23
165
24
25
166
26(Terdapat kartu yang belum diperbaharui)
27
28
167
29
168
169
Lampiran 6 Uji Normaltas
Variabel
Mean
Median
Skewness
Standar
Hasil
Keputusan
Min
Max
Error Usia
43,11
51,50
-0,409
0,208
-1,96
Normal
22
62
Masa Kerja
19,22
30,00
-1,81
0,208
-8,7
Normal
1
39
Sikap
18,59
18
-0,265
0,208
-1,2
Normal
12
24
Persepsi
11,31
11
0,182
0,208
0,87
Normal
8
15
Penghargaan
1,38
2
-0,810
0,208
-3,89
Normal
0
2
Persepsi Pengawasan 2
2
-0,594
0,208
-2,85
Normal
0
3
Rekan Kerja
14
0,669
0,208
3,2
Tidak Normal
9
24
14,76
Descriptives Statistic umur
Mean
43.11
95% Confidence Interval for Lower Bound
40.78
Mean
Upper Bound
43.29
Median
51.50
Std. Deviation
189.062 13.750
Minimum
22
Maximum
62
Range
40
Interquartile Range
28
Skewness Kurtosis
1.179
45.44
5% Trimmed Mean
Variance
Std. Error
-.409
.208
-1.590
.413
170
Descriptives Statistic lama kerja
Std. Error
Mean
19.22
95% Confidence Interval for Lower Bound
16.81
Mean
Upper Bound
21.63
5% Trimmed Mean
19.22
Median
30.00
Variance
1.217
201.536
Std. Deviation
14.196
Minimum
1
Maximum
39
Range
38
Interquartile Range
29
Skewness Kurtosis
-.181
.208
-1.869
.413
Descriptives Statistic SkorSikap
Std. Error
Mean
18.59
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
18.23
5% Trimmed Mean
18.63
Median
18.00
Variance
4.407
Std. Deviation
2.099
18.94
Minimum
12
Maximum
24
Range
12
Interquartile Range
.180
2
Skewness
-.265
.208
Kurtosis
1.023
.413
171
Descriptives Statistic SkorPersepsiiii
Std. Error
Mean 95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
11.31
5% Trimmed Mean
11.30
Median
11.00
Variance
1.593
Std. Deviation
1.262
11.09 11.52
Minimum
8
Maximum
15
Range
7
Interquartile Range
2
Skewness Kurtosis
.108
.182
.208
-.115
.413
Descriptives Statistic SkorPenghargaan
Std. Error
Mean
1.38
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
1.23
5% Trimmed Mean
1.42
Median
2.00
Variance
.740
Std. Deviation
.860
1.52
Minimum
0
Maximum
2
Range
2
Interquartile Range
2
Skewness Kurtosis
.074
-.810
.208
-1.160
.413
172
Descriptives Statistic skorresponpengawasan
Std. Error
Mean
2.0074
95% Confidence Interval for Lower Bound
1.8416
Mean
Upper Bound
.08382
2.1731
5% Trimmed Mean
2.0637
Median
2.0000
Variance
.956
Std. Deviation
.97750
Minimum
.00
Maximum
3.00
Range
3.00
Interquartile Range
2.00
Skewness
-.594
.208
Kurtosis
-.734
.413
Descriptives Statistic SkorRekanKerja
Std. Error
Mean
14.76
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
14.26
5% Trimmed Mean
14.63
Median
14.00
Variance
8.718
Std. Deviation
2.953
15.26
Minimum
9
Maximum
24
Range
15
Interquartile Range
.253
4
Skewness
.669
.208
Kurtosis
.648
.413
173
Lampiran 7 Analisis Univariat Kepatuhan Pelaporan Bahaya Statistics PerilakuPelaporanBahaya N
Valid
136
Missing
0 PerilakuPelaporanBahaya Cumulative Frequency
Valid
buruk
Percent
Valid Percent
Percent
107
78.7
78.7
78.7
baik
29
21.3
21.3
100.0
Total
136
100.0
100.0
Usia Case Processing Summary Cases Valid N umur
Missing
Percent 136
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 136
100.0%
Descriptives Statistic umur
Mean
43.11
95% Confidence Interval for Lower Bound
40.78
Mean
Upper Bound
43.29
Median
51.50
Std. Deviation
189.062 13.750
Minimum
22
Maximum
62
Range
40
Interquartile Range
28
Skewness Kurtosis
1.179
45.44
5% Trimmed Mean
Variance
Std. Error
-.409
.208
-1.590
.413
174
Masa Kerja Case Processing Summary Cases Valid N lama kerja
Missing
Percent 136
N
100.0%
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 136
100.0%
Descriptives Statistic lama kerja
Mean
19.22
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
16.81
Upper Bound
21.63
5% Trimmed Mean
19.22
Median
30.00
Variance
14.196
Minimum
1
Maximum
39
Range
38
Interquartile Range
29
Skewness Kurtosis
Sikap Statistics Sikappekerja Valid Missing
1.217
201.536
Std. Deviation
N
Std. Error
136 0
-.181
.208
-1.869
.413
175
Sikap Pekerja Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
negatif
72
52.9
52.9
52.9
positif
64
47.1
47.1
100.0
Total
136
100.0
100.0
Persepsi terhadap bahaya Statistics Persepsi bahaya N
Valid
136
Missing
0 Persepsi bahaya Frequency
Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
kurang waspada
80
58.8
58.8
58.8
Waspada
56
41.2
41.2
100.0
136
100.0
100.0
Total
Frekuensi Paparan pelatihan keselamatan Statistics Pelatihan2 N
Valid Missing
136 0
Pelatihan2 Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
jarang
112
82.4
82.4
82.4
sering
24
17.6
17.6
100.0
Total
136
100.0
100.0
176
Respon Pihak Pengawas Statistics ResponPengawas N
Valid
136
Missing
0
ResponPengawas Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak ada
40
29.4
29.4
29.4
ada
96
70.6
70.6
100.0
Total
136
100.0
100.0
Sikap rekan kerja Statistics Sikap Rekan Kerja N
Valid Missing
136 0 Sikap Rekan Kerja Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
kurang mendukung
45
33.1
33.1
33.1
Mendukung
91
66.9
66.9
100.0
136
100.0
100.0
Total
Penghargaan Statistics Penghargaan pekerja N
Valid Missing
136 0 Penghargaan pekerja Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak ada pengaruh
51
37.5
37.5
37.5
ada pengaruh
85
62.5
62.5
100.0
136
100.0
100.0
Total
177
Lampiran 8 Analisis Bivariat
Usia dengan kepatuhan pelaporan bahaya Group Statistics Perilaku Pelapor anBaha ya umur
N
buruk
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
107
42.53
13.943
1.348
29
45.24
13.021
2.418
baik
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Sig. (2-
F umur
Equal
variances
assumed Equal
Sig.
1.988
.161
variances
not assumed
t
df
-.941
tailed)
Mean
Std. Error
Difference Difference -2.709
2.880
-8.404
2.987
-.978 46.912
.333
-2.709
2.768
-8.278
2.861
Perilaku Pelapor anBaha
lama kerja
buruk baik
Upper
.349
Group Statistics
N
Lower
134
Masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya
ya
Difference
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
107
18.43
14.424
1.394
29
22.14
13.147
2.441
178
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Sig. (2-
F lama kerja
Equal variances assumed
Sig.
8.367
.004
Equal variances not assumed
t
df
-1.250
Mean
tailed)
Difference
Std. Error
Difference Difference
Lower
134
.213
-3.708
2.966
-9.574
2.158
-1.319 47.904
.193
-3.708
2.811
-9.361
1.945
Sikap dengan kepatuhan pelaporan bahaya Case Processing Summary Cases Valid N Sikap
Pekerja
*
PerilakuPelaporanBahaya
Missing
Percent 136
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 136
100.0%
Sikap Pekerja * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation PerilakuPelaporanBahaya buruk Sikap Pekerja
negatif
Count % within Sikap Pekerja
positif
Count % within Sikap Pekerja
Total
Upper
Count % within Sikap Pekerja
baik
Total
60
12
72
83.3%
16.7%
100.0%
47
17
64
73.4%
26.6%
100.0%
107
29
136
78.7%
21.3%
100.0%
179
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.160
1.432
1
.231
1.979
1
.160
1.978 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.209
Linear-by-Linear Association
1.963
b
N of Valid Cases
1
.116
.161
136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,65. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Sikap Pekerja (negatif / positif) For
Lower
Upper
1.809
.787
4.155
1.135
.948
1.358
.627
.325
1.211
cohort
PerilakuPelaporanBahaya = buruk For
cohort
PerilakuPelaporanBahaya = baik N of Valid Cases
136
persepsi terhadap bahaya dan kepatuhan pelaporan bahaya Case Processing Summary Cases Valid N Persepsi
bahaya
PerilakuPelaporanBahaya
*
Missing
Percent 136
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 136
100.0%
180
Persepsi bahaya * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation PerilakuPelaporanBahaya buruk Persepsi bahaya
kurang waspada
Count % within Persepsi bahaya
waspada
Count % within Persepsi bahaya
Total
Count % within Persepsi bahaya
baik
Total
78
2
80
97.5%
2.5%
100.0%
29
27
56
51.8%
48.2%
100.0%
107
29
136
78.7%
21.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square b
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.000
38.354
1
.000
44.687
1
.000
41.034
Continuity Correction
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.000
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
40.732
1
.000
136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,94. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds
Ratio
for
Lower
Upper
Persepsi
bahaya (kurang waspada /
36.310
8.116
162.445
1.883
1.459
2.430
.052
.013
.209
waspada) For
cohort
PerilakuPelaporanBahaya = buruk For
cohort
PerilakuPelaporanBahaya = baik N of Valid Cases
136
.000
181
Frekuensi Paparan pelatihan keselamatan dan kepatuhan pelaporan bahaya
Case Processing Summary Cases Valid N Pelatihan2 * PerilakuPelaporanBahaya
Missing
Percent 136
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
136
100.0%
Pelatihan2 * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation PerilakuPelaporanBahaya buruk Pelatihan2
jarang
Count % within Pelatihan2
sering
Count % within Pelatihan2
Total
Count % within Pelatihan2
baik
Total
86
26
112
76.8%
23.2%
100.0%
21
3
24
87.5%
12.5%
100.0%
107
29
136
78.7%
21.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.245
.789
1
.374
1.494
1
.222
1.352 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.288 1.342
1
.247
136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,12. b. Computed only for a 2x2 table
.189
182
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Pelatihan2
Lower
Upper
.473
.130
1.711
.878
.731
1.053
1.857
.612
5.640
(jarang / sering) For cohort PerilakuPelaporanBahaya = buruk For cohort PerilakuPelaporanBahaya = baik N of Valid Cases
136
Respon Pihak Pengawas dan kepatuhan pelaporan bahaya Case Processing Summary Cases Valid N ResponPengawas * PerilakuPelaporanBahaya
Missing
Percent 136
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 136
100.0%
ResponPengawas * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation PerilakuPelaporanBahaya buruk ResponPengawas
tidak ada
Count % within ResponPengawas
ada
Count % within ResponPengawas
Total
Count % within ResponPengawas
baik
Total
35
5
40
87.5%
12.5%
100.0%
72
24
96
75.0%
25.0%
100.0%
107
29
136
78.7%
21.3%
100.0%
183
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.105
1.937
1
.164
2.844
1
.092
2.630 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.115
Linear-by-Linear Association
2.610
b
N of Valid Cases
1
.079
.106
136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,53. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for ResponPengawas (tidak ada
2.333
.821
6.633
1.167
.990
1.375
.500
.205
1.218
/ ada) For cohort PerilakuPelaporanBahaya = buruk For cohort PerilakuPelaporanBahaya = baik N of Valid Cases
136
Sikap Rekan kerja dan kepatuhan pelaporan bahaya Case Processing Summary Cases Valid N Sikap
Rekan
Kerja
PerilakuPelaporanBahaya
*
Missing
Percent 136
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 136
100.0%
184
Sikap Rekan Kerja * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation PerilakuPelaporanBahaya buruk Sikap Rekan Kerja
kurang mendukung
Count % within Sikap Rekan Kerja
mendukung
Total
Count % within Sikap Rekan Kerja
Total
43
2
45
95.6%
4.4%
100.0%
64
27
91
70.3%
29.7%
100.0%
107
29
136
78.7%
21.3%
100.0%
Count % within Sikap Rekan Kerja
baik
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.001
9.967
1
.002
13.926
1
.000
11.421 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.001
Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
11.337
1
.001
136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,60. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Sikap Rekan Kerja (kurang mendukung /
9.070
2.050
40.141
1.359
1.172
1.575
.150
.037
.602
mendukung) For
cohort
PerilakuPelaporanBahaya = buruk For
cohort
PerilakuPelaporanBahaya = baik N of Valid Cases
136
.000
185
Pengaruh Penghargaan dan kepatuhan pelaporan bahaya Case Processing Summary Cases Valid N Penghargaan
pekerja
*
PerilakuPelaporanBahaya
Missing
Percent 136
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 136
100.0%
Penghargaan pekerja * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation PerilakuPelaporanBahaya buruk Penghargaan pekerja
tidak ada pengaruh
baik
Count % within Penghargaan pekerja
ada pengaruh
46
5
51
90.2%
9.8%
100.0%
61
24
85
71.8%
28.2%
100.0%
107
29
136
78.7%
21.3%
100.0%
Count % within Penghargaan pekerja
Total
Count % within Penghargaan pekerja
Total
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.011
5.403
1
.020
7.059
1
.008
6.454 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.016 6.407
1
.011
136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,88. b. Computed only for a 2x2 table
.008
186
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Penghargaan pekerja (tidak ada pengaruh
3.620
1.284
10.208
1.257
1.070
1.477
.347
.141
.853
/ ada pengaruh) For
cohort
PerilakuPelaporanBahaya = buruk For
cohort
PerilakuPelaporanBahaya = baik N of Valid Cases
136