FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA WORKSHOP DI PT. X JAKARTA TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Syarat mencapai Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Universitas Islam Negeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ERA PRASASTI NIM : 108101000070
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M /1434 H 9
10
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, 28 Agustus 2013 Era Prasasti, NIM : 108101000070 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013 xviii + 111 halaman+ 17 tabel + 3 bagan + 6 lampiran
Abstraksi Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.Kelelahan ini diatur oleh secara sentral oleh otak.Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari tiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.Berdasarkan hasil studi pendahuluan di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja workshop di dapatkan 50% pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan. Hasil ini berarti seluruh pekerja mengalami kelelahan menurut tingkatan kelelehan. Penelitian yang digunakan adalah epidemiologi analitik dengan desain cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 54 orang dari total populasi sebesar 90 orang pekerja. Uji statistik menggunakan Chi Square untuk melihat adanya hubungan antara kedua variabel yaitu variabel iklim kerja, status gizi, kebiasaan merokok dan kualitas tidur dihubungkan dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013, sedangkan uji kruskal wallis untuk variable umur dan masa kerja dihubungkan dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013. Dari hasil uji statistik, digambarkan Tingkat pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat 28 orang ( 42,6 %), pekerja yang mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 18 orang (33,3%) dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 13 orang (24,1%). Namun hasil uji bivariat membuktikan tidak terdapat hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja (p=0,820).Tidak ada hubungan antara faktor individu dengan tingkat kelelahan kerja dengan pvalue 0.221, masa kerja dengan pvalue 0.541, status gizi pekerja dengan pvalue 0.299, kebiasaan merokok dengan pvalue 0.359, dan kualitas tidur dengan pvalue 0.222. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara iklim kerja, umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok, dan kualitas tidur dengan tingkat kelelahan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dari pekerja dan lingkungan serta keterbatasan dalam proses penelitian. Oleh
11
karena itu hasil penelitian yang ditemukan bahwa semua variabel iklim kerja dan faktor individu tidak berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja, namun tetap disarankan untuk melakukan peningkatan dan pemeliharaan yang terkait dengan iklim kerja dan faktor individu, seperti Meningkatkan pengendalian lingkungan kerja, meningkatkan produktivitas ventilasi udara, meningkatkan pengendalian administrative untuk memastikan para pekerja telah terlatih dalam situasi apapun, Pemeliharaan penggunaan Personal Protective Equipment, memperhatikan waktu kerja yang teratur, waktu istirahat yang cukup efisien bagi pekerja dan perusahaan, serta dapat melakukan aktifitas kesegaran jasmani.
Daftar Bacaan : (1982 – 2013)
12
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, 28 Agustus 2013 Era Prasasti, NIM : 108101000070 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop Di PT. X Jakarta Tahun 2013 xviii + 111 pages + 17 table + 3 images + 6 attachment
Abstract Fatigue is a protective mechanism of the body so that the body avoid further damage resulting in the recovery after the break. Fatigue is governed by centrally by the brain. The term fatigue usually show varying conditions of each individual, but it all boils down to the loss of efficiency and decreased work capacity and endurance. Based on the results of preliminary studies on the PT. X Jakarta, from 10 workers in the workshop get 50 % of workers who experience severe fatigue and 40 % of workers are experiencing job burnout and 10 % experienced mild fatigue. This result means that all workers experience fatigue levels by melting. Epidemiological study is a cross sectional analytic design. Study sample as many as 54 people from a total population of 90 workers . Using a statistical test Chi Square to see the relationship between the two variables work climate variables, nutritional status, smoking habits and sleep quality associated with the level of work on worker fatigue workshop at PT. X Jakarta in 2013, while the Kruskal Wallis test for variables of age and years of service associated with the level of work on worker fatigue workshop at PT. X Jakarta in 2013. From the results of statistical tests, described Worker experiencing severe fatigue 28 people ( 42.6 % ), workers who experience job burnout are as many as 18 people ( 33.3 % ) and workers who experience mild fatigue were 13 ( 24,1 % ). But bivariate test results prove there is no relationship between work climate with job burnout ( p = 0.820 ). There is no relationship between the individual factors with fatigue level with pvalue 0.221, pvalue tenure with 0541 , the nutritional status of workers with pvalue 0.299, pvalue smoking habit by 0.359, and the quality of sleep with pvalue 0,222. Based on the results of the study it can be concluded there is no significant relationship between work climate, age, years of service, nutritional status, smoking habits, and sleep quality with levels of fatigue. It is influenced by factors other than workers and the environment as well as the limitations in the research process. Therefore the results of the study found that all the work climate variables and individual factors unrelated to job burnout, but still advised to upgrade and
13
maintenance work related to climate and individual factors, such as environmental control Increasing employment, increase productivity ventilation , improve administrative controls to ensure the workers have been trained in any situation , the use of Personal Protective Equipment Maintenance, observe regular working hours, rest periods are quite efficient for workers and companies, and can perform physical fitness activities.
Reading List : (1982 – 2013)
14
15
16
17
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Era Prasasti
TTL
: Bekasi, 25 Januari 1991
Alamat
: Jl. Parang Tritis B no. 147 RT 03/010 Bekasi Kelurahan
: Sepanjang Jaya
Kecamatan
: Bekasi
Kotamadya
: Bekasi
Kode Pos
: 17114
Agama
: Islam
Gol. Darah
:O
No. Telp
: (021) 82417259 / 082112170488
Email
:
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN Tahun 1996 – 2002
SDN Sepanjang Jaya VIII Bekasi
2002 - 2004
SMP Bani Saleh 1 Bekasi
2004 - 2005
SMPN 252 Jakarta
2005 - 2008
SMAN 53 Jakarta
2008 – 2013
S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
PENGALAMAN ORGANISASI 2010 – 2011
Bendahara Umum LSO Paduan Suara Fakultas Kedokteram dan Ilmu Kesehatan 2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
KATA PENGANTAR
Atas berkat Rahmat Allah swt. Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyang akhirnya saya dapat menyelesaika penyusunan skripsi dengan judul “ Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop di PT.X Jakarta Tahun 2013”. Sholawat dan salam juga selalu tercurah kepada baginda besar Nabi Muhammad saw. Yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang seperti saat ini.Dalam penyusunan skripsi ini, tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Febrianti, Msiselaku kepala program studi kesehatan masyarakat yang mana senantiasa berusaha agar prodi kesmas selalu menjadi yang terbaik. 2. Dr. Yuli Prapanca sata, MARS selaku pembimbing 1 yang selalu menyempatn waktu di kesibukannya membimbing selama ini. 3. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku pembimbing II yang selalu menyempatkan waktu di kesibukannya membimbing selama ini. 4. Terima Kasih kepada PT. X Jakarta atas kesempatannya dalam memberikan peluang untuk dilakukannya penelitian ini. 5. Titi ndut, Liadzul, Sherly, terima kasih atas dukungannya. 6. My Best Ever Friend, Sofia, Riska, M.Iqbal, terima kasih atas dukungannya dan pengertiannya, I love you Guys. 7. Anakku yang masih di dalam perut Bunda dan Suamiku, terima kasih selalu mendukung Bunda saat mengejar pendidikan ini.
19
8. Keluarga Besar Yura, Mama, Bapak, Mas Yuga dan Keluarga Besar Priyo, telah memberikan dukungan lahir batin untuk perjuanganku. Skripsi ini tentu tidak sempurna, saran dan kritik yang membangun terhadap skripsi ini sangat diharapkan.
Jakarta,
Agustus
2013
Penulis
20
DAFTAR ISI ABSTRAKSI ………………………………………………………………………......
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………………
vi
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ………………………………………………
vii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………………
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………..
ix
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………...
x
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..
xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………….
xvi
DAFTAR BAGAN ……………………………………………………………………..
xvii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………...
1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………….
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………
4
1.3 Pertanyaan Penelitian …………………………………………………………..
5
1.4 Tujuan ………………………………………………………………………….
6
1.4.1 Tujuan Umum …………………………………………………………..
6
1.4.2 Tujuan Khusus ………………………………………………………….
6
1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………………………………...
7
1.6 Ruang Lingkup ………………………………………………………………….
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………
9
2.1 Tingkat Kelelahan ..……………………………………………………………
9
2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja …………………………………………….
9
2.1.2 Mekanisme Kelelahan ……………………………………………….
10
2.1.3 Jenis Kelelahan ………………………………………………………
12
2.1.4 Gejala Kelelahan dan Tanda Kelelahan ……………………………..
15
2.1.5 Cara Pengukuran . …………………………………………………..
17
2.1.6 Dampak Kelelahan ………………………………………………….
23
2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kelelahan Kerja ………….
23
2.2.1 Beban Kerja …………………………………………………………
23
2.2.2 Beban Tambahan ……………………………………………………
27
21
2.2.3 Faktor Individu ……………………………………………………..
32
2.2.4 Faktor Pekerjaan ……………………………………………………
42
2.3 Workshop PT. X Jakarta ………………………………………………………
44
2.3.1 Pengertian Workshop/Bengkel ………………………………………
44
2.3.2 Pekerjaan dalam Workshop PT. X Jakarta …………………………
45
2.3.3 Jenis Bahaya di Tempat Kerja Bengkel ……………………………..
46
2.3.4 Faktor dan Potensi Kelelahan Akibat Kerja di Tempat Kerja Bengkel ……………………………………………........................
48
2.4 Kerangka Teori ……………………………………………………………….
49
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
50
3.1 Kerangka Konsep ……………………………………………………………...
50
3.2 Definisi Operasional …………………………………………………………..
52
3.3 Hipotesis ………………………………………………………………………
55
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………………
56
4.1 Desain Penelitian ……………………………………………………………..
56
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………………………
56
4.3 Populasi dan Sampel ………………………………………………………….
56
4.4 Pengumpulan Data ……………………………………………………………
61
4.4.1 Data Primer …………………………………………………………
61
4.4.2 Data Sekunder ………………………………………………………
61
4.5 Instrumen Penelitian …………………………………………………………..
61
4.6 Pengolahan Data ……………………………………………………………….
69
4.7 Analisis Data…………………………………………………………………...
71
BAB V HASIL . ………………………………………………………………………..
72
5.1 Gambaran Umum PT. X Jakarta ………………………………………………
72
5.2 Visi, Misi ………………………………………………………………………
72
5.3 Gambaran Umum Workshop ………………………………………………….
73
5.3.1 Gambaran Umum Ketenagakerjaan di Workshop PT. X ……………
73
5.3.2 Struktur Organisasi …………………………………………………
74
5.4 Gambaran umum Proses Engineering, Mechanical dan Electrical ……………
76
22
5.5 Analisis Univariat ……………………………………………………………
77
5.5.1 Gambaran Kelelahan pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ……
77
5.5.2 Gambaran Iklim Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta …
78
5.5.3 Gambaran Umur dan Masa Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ………………………………………………………………
80
5.5.4 Gambaran Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur Pekerja Workshop di PT. X Jakarta …………………………………
81
5.6 Analisis Bivariat ………………………………………………………………
84
5.6.1 Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta …………………………………
84
5.6.2 Hubungan antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta ……………………
85
5.6.3 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshopdi PT. X …………………………………………………
86
5.6.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X …………………………………………
87
5.6.5 Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X ……………………………………
88
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………………………..
90
6.1 Keterbatasan Penelitian …………………………………………………….
90
6.2 Tingkat Kelelahan Kerja ……………......………………………………….
90
6.3 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja ….
92
6.4 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja ….
93
6.5 Gambaran dan Hubungan Masa Kerja dengan TingkatKelelahan Kerja ….
95
6.6 Gambaran dan Hubungan Status Gizi dengan TingkatKelelahan Kerja …..
97
6.7 Gambaran dan Hubungan Kebiasaan Merokok dengan TingkatKelelahan Kerja..............................................................................................................
98
6.8 Gambaran dan Hubungan Kualitas Tidur dengan TingkatKelelahan Kerja.
100
BAB VII KESIMPULAN …………………………………………………………….
102
7.1 Simpulan ……………………………………………………………………
102
23
7.2 Saran ………………………………………………………………………..
104
7.2.1 Bagi Perusahaan …………………………………………………..
104
7.2.2 Bagi Peneliti ………………………………………………………
105
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................
106
LAMPIRAN ……………………………………………………………………………………
-
24
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Estimasi Pengukuran Panas Metabolik ..................................................
24
Tabel 2.2
NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) ..................................................
26
Tabel 2.4
NAB Kebisingan ...................................................................................
32
Tabel 2.5
Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks Masa Tubuh ......................
38
Tabel 4.1
Hasil Perhitungan sampel ……………………………………………...
60
Tabel 5.1
Jumlah Tenaga Kerja PT. X Jakarta …………………………………...
73
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Kelelahan Kerja pada Pekerja …………………..
77
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Beban Kerja pada Pekerja Workshop …………..
78
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Iklim Kerja Pada Pekerja di Workshop …………
79
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Umur dan Masa Kerja Pekerja Workshop ………
80
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur Pekerja Workshop ………………………………………………
Tabel 5.7
Tabulasi Silang antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Pada Pekerja Workshop …………………………………………….....
Tabel 5.8
86
Tabulasi Silang antara Kebiasaan Merokok Pekerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop ……………………………..
Tabel 5.11
85
Tabulasi Silang antara Status Gizi Pekerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop …………………………………………
Tabel 5.10
84
Tabulasi Silang antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop ……………………………..
Tabel 5.9
81
Tabulasi Silang antara Kualitas Tidur Pekerja dengan Kelelahan Pada
87
25
Pekerja Workshop ……………………………………………..............
88
26
DAFTAR BAGAN Bagan 2.1
Kerangka Teori ………………………………………..
47
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian ………………………….
49
Bagan 5.1
Struktur Organisasi …………………………………….
74
27
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan ini diatur oleh secara sentral oleh otak. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari tiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kelelahan akibat kerja juga sering kali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performance kerja dan berkurangnya kekuatan ketahanan fisik untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Suma’mur, 1996) Faktor penyebab kelelahan di industri sangat bervariasi. Kelelahan dapat disebabkan karena faktor intensitas dan lama kerja fisik dan mental, lingkungan, circadian rhythm, problem fisik, kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi. Kelelahan dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, kelelahan otot (muscular fatigue) dan kelelahan umum (general fatique). Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status kesehatan, dan gizi.Pengaruh-
28
pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktivitas) (Tarwaka, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan oleh kementrian tenaga kerja Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil
bahwa
ditemukan bahwa 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stress dan merasa tersisihkan (Hidayat (2003) dalam Eraliesa (2009)). Dari laporan survei
di
negara
maju
diketahui
bahwa
10-50%
penduduk
mengalami kelelahan akibat kerja. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan (Santosa (1982) dalam Tri Yuni (2006)). Depkes (1991) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban tambahan dan faktor individu. Menurut Granjean (1997) dalam Tarwaka dkk (2004) bahwa berbagai pendekatatan terhadap pengerahan tenaga atau beban kerja pada tenaga kerja secara fisiologis dalam pekerjaannya antara lain pengukuran nadi kerja (heart rate), konsumsi oksigen, aliran darah, dan frekuensi pernafasan. Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal dari lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Faktor individu merupakan macam-macam karakteristik dari individu sendiri.
29
Purnawati (2005) menyebutkan berat ringannya beban kerja baik fisik maupun mental dapat mempengaruhi tingkat kelelahan. Beban kerja fisik yang terlalu berat dapat berakibat cadangan enegi tubuh sangat berkurang serta penumpukan asam laktat yang berlebihan sehingga tingkat kelelahan menjadi berat. Beban kerja yang terlalu ringan dan monoton dalam waktu lama dapat menimbulkan kebosanan dan berakibat stimulasi elektris sistim inhibisi menjadi lebih kuat, sehingga menurunkan kemampuan bereaksi dan menimbulkan kecenderungan untuk tidur. Semuanya ini dapat mengakibatkan kelelahan dalam tingkat yang berat meskipun beban kerja fisik maupun mental yang harus dijalankan tidak berat. Sehingga kelelahan dapat berakibat menurunnya perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, penurunan kewaspadaan, konsentrasi dan ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik dan mental yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan terjadi penurunan poduktivitas kerja (Budiono, 2003) PT. X Jakarta merupakan salah satu workshop yang bergerak dalam bidang TOTAL SERVICE atau segala perbaikan dalam bidang electrical dan engineering. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari 2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja worksop di dapatkan 50% pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan. Didapatkan nilai intensitas secara langsung, intensitas lingkungan fisik perusahaan bahwa dari 7 titik pengukuran iklim kerja, masing-masing adalah 28,9oC (Titik 1);
30
29,7oC (titik 2); 28,5 oC (titik 3); 27,8 oC (titik 4); 28 oC (titik 5); 28,7 oC (titik 6); dan 27,4 oC (titik 7) (terlampir). Nilai NAB tekanan panas disesuaikan dengan tingkat beban kerja pekerja sesuai ketentuan Permenaker No.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Oleh karena itu perlu diteliti apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop PT. X Jakarta, sehingga diharapkan dengan diadakannya penelitian ini dapat menambah informasi bagi perusahaan dan pekerja mengenai kelelahan akibat kerja.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara Jepang tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan bahwa 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stress dan merasa tersisihkan (Hidayat (2003) dalam Eraliesa (2009)). Dari laporan survei di negara maju diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan akibat kerja. Sehingga diperlukan perawatan khusus sebanyak 20% pasien. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari 2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja worksop di dapatkan 50% pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan dengan alat ukur reaction timer test. Klasifikasi beban kerja pekerja pada 10 sampel adalah beban
31
kerja tingkat sedang berdasarkan perhitungan denyut nadi dalam menetukan beban kerja pada pekerja. Didapatkan nilai intensitas tekanan panas secara langsung, intensitas lingkungan fisik perusahaan bahwa dari 7 titik pengukuran iklim kerja, masing-masing adalah 28,9oC (Titik 1); 29,7oC (titik 2); 28,5 oC (titik 3); 27,8 oC (titik 4); 27,9 oC (titik 5); 28,7 oC (titik 6); dan 27,4 oC (titik 7) (terlampir). Nilai NAB tekanan panas disesuaikan dengan tingkat beban kerja pekerja sesuai ketentuan Permenaker No.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1988), Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja adalah beban kerja, beban tambahan (kebisingan, penerangan, iklim kerja), faktor individu (jenis kelamin, umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok, kondisi kesehatan), dan faktor pekerjaan ( lama kerja dan pekerjaan yang monoton).
1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran tingkat kelelahan kerja terhadap pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013? 2. Bagaimana gambaran iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013? 3. Bagaimana gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi kebiasaan merokok, dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
32
4. Apakah ada hubungan antara iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013? 5. Apakah ada hubungan antara faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok, dan kualitas tidur) dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013?
1.4 Tujuan 1.4.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013.
1.4.2
Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran tingkat kelelahan kerja terhadap pekerja workshop PT. X Jakarta tahun 2013. 2. Bagaimana gambaran iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013. 3. Mengetahui gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013. 4. Mengetahui hubungan iklim kerja terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013. 5. Mengetahui hubungan faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok dan kualitas tidur) terhadap tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Bagi Perusahaan
33
1. Dapat mengetahui gambaran tingkat kelelahan yang dialami tenaga kerja selektor, serta sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi adanya keluhan tenaga kerja dan mencari alternatif pemecahan. 2. Dapat mengetahui gambaran lingkungan fisik (kebisingan dan iklim kerja) perusahaan terhadap kelelahan kerja pada pekerja workshop. 3. Sebagai
sumbangan
pemikiran
dan
pengembangan
serta
penerapan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
1.5.2
Bagi Peneliti
1. Melatih pola berpikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah, khususnya dalam bidang K3. 2. Sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan. 3. Memacu peneliti untuk mengembangkan penelitian ke arah yang lebih baik, sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan pekerja.
1.5.3
Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
1. Sebagai referensi keilmuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, khususnya pengaruh kebisingan terhadap kelelahan bekerja. 2. Hasil
penelitian
dapat
dijadikan sebagai
acuan
dan referensi
untuk
penelitian selanjutnya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013. Penelitian yang diambil adalah faktor-faktor yang berhubungan
34
dengan kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari -
Maret 2013. Metode
penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Januari 2013 di PT. X Jakarta, dari 10 orang pekerja workshop di dapatkan 50% pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat dan 40% pekerja mengalami kelelahan kerja sedang dan 10% mengalami kelelahan kerja ringan dengan alat ukur reaction timer test. Data primer diperoleh dari kuesioner dan hasil ukur reaction timer.
35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelelahan 2.1.1 Definisi Kelelahan kerja Fatigue berasal dari kata “fatigare” yang berarti hilang lenyap (wastetime).Secara umum dapat diartikan sebagai perubaan dari keadaan yang lebih kuat ke keadaan yang lebih lemah. Kelelahan merupakan kondisi yang ditandai dengan perasaan lelah dan menurunkan kesiagaan serta berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Banyak definisi kelelahan yang berkembang disebabkan oleh konsep kelelahan yang bersifat majemuk. Berbagai definisi kelelahan banyak diwarnai menurut sudut pandang masing-masing kebutuhan (Granjean, 1988). 1. Kata kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda–beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 2009). 2. Kelelahan didefinisikan sebagai keadaan gangguan yang dapat mencakup unsur-unsur fisik dan / atau mental, dapat dikaitkan dengan kewaspadaan yang lebih rendah dan kinerja yang berkurang (Fatigue Management, 2010). 3. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala. Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue (Budiono, 2003).
36
4. Kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang menyebabkan penurunan kinerja yang dapat mengakibatkan kesalahan kerja, ketidakhadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja dan berpengaruh terhadap perilaku kerja. (Schultz, 1982). 5. Kelelahan
kerja
dianggap
seagai
memuncaknya
kondisi
psikokhemis dari tubuh yang diakibatkan produksi racun-racun khemis yang berlebihan sehingga orang harus beristirahat (Kartono, 1994) Beberapa definisi kelelahan, dapat disimpulkan bahwa kelelahan atau fatigue menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semua keadaan berakibat pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Dapat dikatakan pula sebagai melemahnya tenaga dalam aspek fisik, psikologi maupun mental. Kelelahan baik secara fisiologis maupun psikologis pada dasarnya merupakan suatu mekanisme perlindungan terhadap tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.
2.1.2 Mekanisme Kelelahan Konsep kelelahan merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem penghambat (inhibisi dan sistem penggerak/aktivasi) Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot, yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat. (Suma’mur, 1996)
37
1. Teori kimia Secara teori kimia bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sistem metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder. Produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus menerus
(apapun
jenis
pekerjaannya)
yang
disebabkan oleh
menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat sangat diperlukan minimal setengah jam setelah empat jam bekerja terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan menambah energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja (Suma’mur, 1996) 2. Teori syaraf pusat Bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses, yang mengakibatkan dihantarkannya
rangsangan syaraf oleh syaraf
sensosrik ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial gerakan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi ini akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Kondisi dinamis dari pekerjaan akan meningkatkan sirkulasi darah yang juga mengirimkan zat-zat makanan bagi otot dan mengusir
38
asam laktat. Karena suasana kerja dengan otot statis aliran darah akan menurun, maka asam laktat akan terakumulasi dan mengakibatkan kelelahan otot lokal. Disamping itu juga dikarenakan beban otot yang tidak merata pada jaringantertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja (performance) seseorang (Harington, 2005). Kelelahan diatur oleh sentral dari otak. Pada susunan syaraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu daripadanya lebih dominan sesuai dengan kebutuhan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedang inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut berada pada kondisi yang memberikaan stabilitas pada tubuh (Suma’mur 2009).
2.1.3 Jenis Kelelahan Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (Suma’mur, 2009). (1) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue) Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan
39
sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar atau external signs (Budiono, 2003). Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusatpusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan
40
menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka, 2004). (2) Kelelahan Umum Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan
terhambat
karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (Budiono, 2003).Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan di rumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004). Beberapa jenis kelelahan umum menurut Budiono (2003) adalah: 1) Kelelahan
penglihatan,
muncul
dari
terlalu
letihnya
mata. 2)
Kelelahan
seluruh
tubuh,
sebagai
akibat
terlampau
besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh. 3)
Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual.
4)
Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya salah satu bagian dari sistem psikomotorik.
5)
Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu yang panjang.
41
6)
Kelelahan
siklus
hidup
sebagai
bagian
dari
irama
hidup siang dan malam serta petukaran periode tidur. Berdasarkan penyebab kelelahannya, kelelahan dapat dikategorikan sebagai berikut : 1) Kelelahan karena
fisiologis
adanya
merupakan
faktor
kelelahan
lingkungaan
fisik,
yang disebabkan
seperti penerangan,
kebisingan, panas dan suhu. 2) Kelelahan psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal
diluar
diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun dengan atasan (Depnaker, 2004). Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan letih seperti haus,
lapar
pelindung
dan perasaan alami
lainnya
sebagai ndikator
yang
sejenis merupakan alat
bahwa keadaan fisik dan psikis
seseorang menurun (Budiono, 2009).
2.1.4 Gejala Kelelahan dan Tanda Kelelahan Dalam ILO Workshelf (1983) menyebutkan bahwa kelelahan dipengarui banyak sisi. Proses biologis kelelahan secara umum tidak dapat diukur dengan cara langsung, sehingga definisi terutama berorientasi pada gejala-gejala kelelahan. Gejala kelelahan dapat dibagi, misalnya, ke dalam tiga kategori berikut:
42
1. Gejala Psikologi: kelelahan dianggap sebagai penurunan fungsi organ atau organisme secara keseluruhan. Itu menghasilkan reaksi fisiologis, misalnya, peningkatan frekuensi denyut jantung atau aktivitas otot listrik. 2. Gejala Perilaku: kelelahan diartikan terutama sebagai penurunan parameter
kinerja.
Contoh
meningkatnya
kesalahan
ketika
memecahkan tugas-tugas tertentu, atau variabilitas meningkatkan kinerja. 3. Gejala Psiko-fisik: kelelahan ditafsirkan sebagai peningkatan perasaan tenaga dan penurunan sensasi, tergantung pada intensitas, durasi dan komposisi faktor stres.
Dalam proses kelelahan ketiga gejala tersebut dalam prosesnya, mereka dapat muncul di berbagai titik dalam waktu tertentu. Reaksi fisiologis dalam sistem organik, terutama mereka yang terlibat dalam pekerjaan, mungkin muncul pertama. Kemudian perasaan tenaga mungkin akan terpengaruh. Perubahan kinerja diwujudkan umumnya dalam keteraturan penurunan kerja atau dalam kuantitas meningkatnya kesalahan, meskipun rata-rata kinerja mungkin belum terpengaruh. Sebaliknya, dengan motivasi yang tepat orang yang bekerja bahkan mencoba untuk mempertahankan kinerja melalui kehendak-kekuasaan. Langkah berikutnya mungkin penurunan yang jelas dari kinerja berakhir dengan gangguan kinerja. Gejala-gejala fisiologis dapat menyebabkan
43
kerusakan pada organisme termasuk perubahan struktur kepribadian dan dalam kelelahan.
2.1.5 Cara Pengukuran Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin (Grandjean, 1993) dalam Tarwaka (2004). Untuk
mengetahui
dan
menilai
kelelahan
dapat
dilakukan
pengukuran/pengujian mengenai: 1. Waktu Reaksi adalah reaksi sederhana atas rangsangan tunggal atau reaksi kompleks yang memerlukan koordinasi. Kelelahan
dapat
diklasifikasikan berdasarkan rentang atau range waktu reaksi sebagai berikut (Tim Hiperkes, 2003): 1) Normal
: waktu reaksi 150,0 – 240,0
milidetik 2) Kelelahan Kerja Ringan (KKR)
:waktu reaksi>240,0 - <410,0
milidetik 3) Kelelahan Kerja Sedang (KKS)
:waktu reaksi >410,0– <580,0
milidetik 4) Kelelahan Kerja Berat (KKB) detik
: waktu reaksi ≥ 580,0 mili
44
Menurut Sanders & Mc Cormick (1987) yang dikutip oleh Tarwaka,dkk (2004), waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Sedangkan menurut laporan Setyawati L (1996) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004),
dalam uji
waktu reaksi ternyata stimuli terhadap cahaya lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli suara.
2. Konsentrasi (pemeriksaan Bourdon Wiersma) Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma tes lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental. Uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat. Sumber kelelahan dapat disimpulkan dari hasil pengujian tersebut.
45
3. Uji fusi kelipan (flicker fusion test) Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan
semakin
panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka, 2004).
4. Elektro-ensefalogram (EEG) Elekto-ensefalogram (EEG) adalah rekaman aktivitas listrik otak, yang digunakan untuk mendiagnosis kondisi neurologis (Kamus Kesehatan, 2012). Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak (Campellone, 2006). Electroencephalografi adalah prosedur pencatatan aktifitas listrik otak dengan
alat
pencatatan
yang
peka
sedangkan
grafik
yang
dihasilkannya disebut Electroencephalogram. Jadi Aktivitas otak berupa gelombang listrik, yang dapat direkam melalui kulit kepala disebut Elektro-Ensefalografi (EEG). Amplitudo dan frekuensi EEG bervariasi, tergantung pada tempat perekaman dan aktivitas otak saat perekaman.Saat subyek santai, mata tertutup, gambaran EEG nya menunjukkan aktivitas sedang dengan gelombang sinkron 8-14 siklus/detik, disebut gelombang alfa.Gelombang alfa dapat direkam dengan baik pada area visual di daerah oksipital. Gelombang alfa yang
46
sinkron dan teratur akan hilang, kalau subyek membuka matanya yang tertutup. Gelombang yang terjadi adalah gelombang beta (> 14 siklus/detik).Gelombang beta direkam dengan baik di regio frontal, merupakan tanda bahwa orang terjaga, waspada dan terjadi aktivitas mental. Meski gelombang EEG berasal dari kortek, modulasinya dipengaruhi oleh formasio retikularis di subkortek.
5. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue) Subjective Self Rating Tes dari
Industrial Fatigue Research
Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:
(1) 10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: 1. Perasaan berat di kepala 2. Lelah di seluruh badan 3. Berat di kaki 4. Menguap 5. Pikiran kacau 6. Mengantuk 7. Ada beban pada mata 8. Gerakan canggung dan kaku 9. Berdiri tidak stabil 10. Ingin berbaring (2) 10 Pertanyaan tentang pelemahan motivasi: 1. Susah berfikir 2. Lelah untuk bicara 3. Gugup 4. Tidak berkonsentrasi 5. Sulit untuk memusatkan perhatian 6. Mudah lupa 7. Kepercayaan diri berkurang 8. Merasa cemas 9. Sulit mengontrol sikap 10. Tidak tekun dalam pekerjaan (3) 10 Pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik : 1. Sakit dikepala 2. Kaku di bahu 3. Nyeri di punggung 4. Sesak nafas 5. Haus 6. Suara serak 7. Merasa pening 8. Spasme di kelopak mata 50
51
9. Tremor pada anggota badan 10. Merasa kurang sehat Subjective Self Rating Test (SSRT) dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari : 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan (pertanyaan no 1 s/d 10); 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi (11 s/d 20); dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik (21 s/d 30). Pengukuran kelelahan dengan menggunakan kuesioner kelelahan subjektif dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan kelelahan individu dalam kelompok kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang yang dapat mempresentasikan populasi secara keseluruhan (Tarwaka, 2008) Jika skor kelelahan subjektif < 40 dan reaction timer test menunjukkan normal dan ringan, maka dikategorikan Tidak Lelah. Jika skor kelelahan ≥ 40 dan reaction timer test menunjukkan kelelahan kerja sedang atau berat maka dikategorikan Lelah (Purnawati, 2005). Meskipun ada banyak macam cara ukur untuk mengevaluasi kelelahan tetapi dalam penelitian ini dilakukan Reaction Timer Test yang merupakan tes objektif dari kelelahan umum. Reaction timer sebagai pengukuran kelelehan dengan mengetahui respon stimuli responden secara spesifik. Reaction timer test dilakukan setelah bekerja.
52
2.1.6 Dampak Kelelahan Kelelahan kerja merupakan komponen fisik dan psikis. Kerja fisik yang melibatkan kecepatan tangan dan fungsi mata serta memerlukan konsentrasi terus menerus dapat menyebabkan kelelahan fisiologis dan disertai penurunan keinginan untuk bekerja yang disebabkan faktor psikis sehingga menyebabkan timbulnya perasaan lelah (Suma’mur, 2009). Kelelahan juga dapat berakibat menurunnya perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, penurunan kewaspadaan, konsentrasi dan ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatan-kegiatan fisik dan mental yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan terjadi penurunan poduktivitas kerja (Budiono, 2003).
2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja Depkes (1991) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban tambahan dan faktor individu. Berikut penjelasannya : 1. Beban Kerja Menurut Depkes (1991) bahwa volume
pekerjaan
yang
dibebankan
kepada tenaga kerja baik fisik maupun mental dan tanggung jawab. Beban kerja yang melebihi
kemampuan akan mengakibatkan kelelahan
kerja. Beban kerja adalah beban yang diterima pekerja untuk menyelesaikan
53
pekerjaannya, seperti mengangkat, berlari dan lain-lain. Setiap pekerjaan merupakan beban bagipelakunya. Beban tersebut dapat berupafisik, mental atau sosial. Derajat beratnya beban kerja tidak hanya
tergantung
pada
jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Evaluasi jumlah panas metabolik tubuh dapat diperoleh dengan menggunakan estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986 yang dapat dilihat pada tabel 2.1
A
B
C D
Tabel 2.1 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik Body position and Kcal/min* movement Sitting 0.3 Standing 0.6 Walking 0.2 – 3.0 Walking uphill Add 0,8 per meter rise Type of Work Average Range kcal/min Kcal/min Hand work Light 0.4 0.2 – 12 Heavy 0.9 Work one arm Light 1.0 0.7 – 2.5 Heavy 1.8 Work Both two arms Light 1.5 1.0 – 3.5 Heavy 2.5 Work whole body Light 3.5 Moderate 5.0 2.5 – 9.0 Heavy 7.0 Very Heavy 9.0 1.0 Basal Metabolism Average Kcal/min Sample calculation Assembling work with heavy handtools Standing 0.6
54
Two arms work Basal metabolism
3.5 1.0 Total 5.1 kcal/min *For standart worker of 70 kg body weight (154lbs) and 1.8m2 body surface (19.4 ft2) ** Example of measuring metabolic heat production of worker when performing initial screening Sumber : NIOSH Occupational Exposure to Hot Environments, 1986 Selain estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986, panas metabolisme dapat diukur melalui perhitungan beban kerja berdasarkan tingkat kebutuhan kalori menurut pengeluaran energi. Penilaian beban kerja dilakukan dengan pengukuran berat badan tenaga kerja, pengamatan aktifitas tenaga kerja dan kebutuhan kalori berdasarkan pengeluaran energi sesuai tabel perhitungan beban kerja. Pengamatan aktifitas kerja dilakukan dengancara pengamatan pada kategori jenis pekerjaan dan posisi badan pekerja setiap jam, kemudian posisi dan lama gerakan tersebut dicatat dan dihitung.
Hasil penelitian Hariyono, dkk (2009) bahwa sebesar 23,64% beban kerja berat yang mengalami kelelahan dan 56,34% beban kerja ringan yang mengalami kelelahan. Berat ringannya beban kerja baik fisik maupun mental dapat mempengaruhi tingkat kelelahan. Beban kerja fisik yang terlalu berat dapat berakibat cadangan energi tubuh sangat berkurang serta penumpukan asam laktat yang berlebihan sehingga tingkat kelelahan menjadi berat. Beban kerja yang terlalu ringan dan monoton dalam waktu lama dapat menimbulkan kebosanan dan berakibat stimulasi elektris sistim inhibisi menjadi lebih kuat, sehingga menurunkan kemampuan bereaksi dan menimbulkan kecenderungan untuk tidur. Semuanya ini dapat mengakibatkan kelelahan dalam tingkat yang
55
berat meskipun beban kerja fisik maupun mental yang harus dijalankan tidak berat (Purnawati, 2005) Evaluasi Tingkat Beban Kerja Evaluasi tingkat beban kerja diperoleh dengan mengkategorikan hasil estimasi pengukuran panas metabolisme menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011
Tabel 2.2 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) ISBB (oC) Pengaturan waktu kerja setiap jam
Ringan
Sedang
Berat
75% - 100%
31.0
28.0
-
50% - 75%
31.0
29.0
27.5
25% - 50%
32.0
30.0
29.0
0% - 25%
32.2
31.1
30.5
Beban Kerja
Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011
Catatan :
Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilokalori/jam.
Beban kerja sedang membutuhkan kalori
lebih dari 200
sampai dengan kurang dari 350 Kilo kalori/jam.
56
Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.
Menghitung beban kerja berdasarkan kebutuhan kalori pekerja, dengan menggunakan rumus :
Keterangan: BK1,BK2,…,BKn
= Beban Kerja sesuai aktifitas 1,2,…,n
T1,t2,t3
= Waktu Kerja sesuai aktifitas kerja 1,2,…,n
Kkal
= Kalori yang dikeluarkan per kilogram berat
badan Kkal Laki-laki
= 1 kkal/min berat badan per jam
Kkal perampuan
= 0.9 kkal/kg berat badan per jam
2. Beban Tambahan Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berasal dari lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Menurut Purnawati (2005), kondisi lingkungan kerja seperti ikim lingkungan kerja
57
yang tidak nyaman, kebisingan, maupun penerangan yang tidak sesuai standar dapat merupakan beban tambahan bagi tubuh pekerja. Menurut Ramdan (2007) bahwa perasaan kelelahan yang terjadi dipengaruhi oleh kebisingan tinggi dan suhu tinggi. Lingkungan yang dapat mempengaruhi kelelahan adalah : a) Iklim Kerja Iklim kerja merupakan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca tertentu, yang dapat berupa iklim kerja panas dan iklim kerja dingin. Iklim kerja sangat erat kaitannya dengan suhu udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi (Budiono,
2003).
Kombinasi
keempat
faktor
tersebut
yang
dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri yang disebut tekanan panas (heat stress). Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya adalah konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Berdasarkan hasil penelitian Mustagfirin (2011) bahwa menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kelelahan (p=0,022) dengan nilai pengukuran iklim kerja (ISBB) didapatkan melebihi NAB yaitu 31,1 C.
58
Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivias kerja pekerja akan
mencapai
tingkat
yang
paling
tinggi
pada
temperatur sekitar 24oC sampai 27oC. (Suma’mur, 2009) Alat untuk mengukur iklim kerja menggunakan alat WBGT. Evaluasi Tingkat Beban Kerja dan suhu iklim kerja diperoleh dengan mengkategorikan hasil estimasi pengukuran panas metabolisme menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011
Tabel 2.3 NAB Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) ISBB (oC) Pengaturan waktu kerja setiap jam
Beban Kerja Ringan
Sedang
Berat
75% - 100%
31.0
28.0
-
50% - 75%
31.0
29.0
27.5
25% - 50%
32.0
30.0
29.0
0% - 25%
32.2
31.1
30.5
Catatan :
Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilokalori/jam.
Beban kerja sedang membutuhkan kalori
lebih dari 200
sampai dengan kurang dari 350 Kilo kalori/jam.
59
Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.
Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011
b) Kebisingan Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki karena pada tingkat atau intensitas tertentu dapat menimbulkan gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan otot sehingga mempercepat kelelahan (Suma’mur, 2009). Di lingkungan kerja, kebisingan merupakanmasalah kesehatan kerja yang selalu timbul. Paparan bising dalam waktu dan kadar yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) dan tanpa proteksi yang memadai dapat menyebabkan gangguan kesehatan/penyakit akibat kerja.Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah intensitas kebisingan dimana
pekerja
masih sanggup
menerima tanpa
menunjukkan gejala sakit akibat bising atau seseorang tidak menunjukkan kelainan pada pemaparan tersebut dalam waktu 8 jam per hari atau 40 jam perminggu. Sesuai dengan Kep. Menaker No.13/MEN/X/2011 menyatakan NAB : Kebisingan untuk 8 jam per hari adalah 85 dB. Alat untuk mengukur intensitas Kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM).
60
Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu Pemaparan per Hari Intensitas dalam dBA 8 85 2 88 Jam 4 91 1 94 30 97 15 100 7,5 103 Menit 3,75 106 1,88 109 0,94 112 28,12 115 14,06 118 7,03 121 3,52 124 1,76 Detik 127 0,88 130 0,44 133 0,22 136 0,11 139 Sumber :Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011
c) Penerangan Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja.Permasalahan penerangan meliputi kemampuan pekerja untuk melihat sesuatu, sifat-sifat dari indera penglihat, usaha-usaha yang dilakukan untuk melihat objek lebih
baik
dan
pengaruh
penerangan
terhadap
lingkungan.
Penerangan dapat dikatakan “buruk” apabila memiliki intesitas penerangan yang rendah untuk jenis pekerjaan yang sesuai, distribusi yang tidak merata, mengakibatkan kesilauan, dan kurangnya kekontrasan (Budiono,2003).
61
Secara ringkas intensitas penerangan adalah: 1) Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan di lingkungan perusahaan harus paling sedikit 20 lux; 2) Penerangan untuk pekerjaan yang hanya membedakan barang kasar dan besar paling sedikit 50 lux; 3) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan mebdakan barangbarang kecil sepintas paling sedikit 100 lux; 4) Penerangan untuk pekerjaan yang mebdakan barang kecil agak teliti paling sedikit 200 lux; 5) Penerangan untuk oekerjaan yang mebedakan dengan teliti barang-barang kecil dan halus paling sedikit 300 lux 6) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang halus dan kontras yang sedang dalam waktu lama paling sedikit 500 – 1000 lux; 7) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan bearang yang sangat halus dengan kontras dalam waktu yang lama paling sedikit 2000 lux. Lingkungan kerja fisik tersebut dapat dipertegas bahwa dengan pengendalian faktor-faktor yang bebahaya di lingkungan kerja diharapkan akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan produktif bagi tenaga kerja. Berdasarkan laporan dari studi lapangan yang dilakukan oleh Wardani et al (2012) di industri konveksi RM Tailor, pada bulan
62
Oktober-November 2009, pengukuran intensitas cahaya dalam ruangan adalah 72 lux, suhu 38 oC dan kelembaban adalah 58%. Hal ini dipahami bahwa faktor fisik yang berhubungan dengan lingkungan kerja mempengaruhi kelelahan pekerja, dalam kondisi yang tidak memadai faktor fisik meningkatkan risiko terkena kelelahan. Oleh karena itu, pencahayaan merupakan salah satu faktor fisik yang dapat mempengaruhi kelelahan kerja pada pekerja.
3. Faktor Individu a) Jenis Kelamin Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin pekerja yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu (Suryanto, 2012). Secara umur wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki.Laki-laki lebih tahan terhadap kelelahan dibandingkan pada pekerja wanita.Tetapi dalam beberapa hal pekerja wanita lebih teliti dan fleksibel dalam melakukan pekerjaannya, prevalensi kelelahan wanita lebih tinggi dari pada pria di masyarakat maupun di klinik (Buchwald, 1995 dalam artikel Silaban, 1998).
b) Umur Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Pertambahan umur seseorang berpengaruh terhadap fungsi
63
organ tubuh setelah mencapai puncak kematangan umur dewasa fungsi organ tubuh mengalami penurunan. Penurunan kemampuan melakukan aktifitas dan kemampuan kerja menjadi menurun. Penurunan tersebut karena penyusutan jaringan tubuh secara bertahap, yang meliputi jaringan otot, sistem saraf, dan organ-organ vital lainnya. Penurunan fungsi fisiologis neurologis terjadi sesudah berumur 30 sampai 40 tahun dengan irama penurunan yang berbeda untuk setiap orang (Depkes, 2003). Dalam penelitian Hardi (2006) menyatakan dari 49 responden, yang berumur < 40 tahun (muda) terdapat sebanyak 15 (30,6%) responden yang merasakan tidak ada keluhan kelelahan kerja dan sebanyak 3 (6,1%) responden yang merasakan ada keluhan kelelahan kerja. Sedangkan yang berumur 40 tahun (tua) terdapat sebanyak 15 (30,6 %) responden yang merasakan tidak ada keluhan kelelahan kerja dan sebanyak 16 (32,7 %) responden yang merasakan ada keluhan kelelahan kerja. Dari hasil uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan P (0,016) yang berarti bermakna. Seseorang yang berumur muda mampu melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang bertambah umurnya maka kemampuan melakukan pekerjaan berat akan menurun. Semakin bertambahnya umur, tingkat kelelahan akan semakin cepat terjadi dan dalam melakukan pekerjaannya kurang gesit sehingga mempengaruhi kinerjanya.
c) Masa Kerja
64
Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah memegang pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang kita simpan maka semakin banyak keterampilan yang kita pelajari dan akan semakin banyak hal yang kita kerjakan. Menurut Purnawati (2005), bahwa masa kerja berperan dalam menentukan beban kerja dan tentu dapat mempengaruhi berat, ringannya tingkat kelelahan. Beban kerja yang melebihi kapasitas pekerja yang dialami berkepanjangan selama kehidupan kerja akan berakibat penumpukan kelelahan sehingga berakibat tingginya tingkat kelelahan. Pada penelitian Ardhani (2011) menyatakan dari 47 orang tenaga kerja yang mengalami macam tingkat kelelahan mempunyai hubungan antara faktor individu dengan masa kerja (p = 0,048). Pada penelitian Eraliesa (2009) bahwa responden yang paling banyak merasakan lelah terdapat pada kelompok >10 tahun yaitu sebanyak 14 orang (53,8%) dengan hubungan bermakna diperoleh p = 0,002. Proses adaptasi memberikan efek positif yaitu dapat menurunkan ketegangan dan peningkatan aktivitas atau performasi kerja, sedangkan efek negatifnya batas ketahanan tubuh yang berlebihan pada proses kerja. Kelelahan ini membawa kepada pengurangan fungsi psikologi dan fisiologi yang dapat dihilangkan dengan upaya pemulihan. Pada masa kerja dengan periode dekade, kelelahan berasal dari kelebihan usaha selama beberapa dekade dan dapat dipulihkan dengan pensiun, sedangkan untuk masa kerja yang masih dalam periode tahun, kelelahan berasal dari
65
kelebihan usaha selama beberapa tahun yang dapat dipulihkan dengan liburan (Granjean (1988) dalam Tarwaka (2004)).
d) Kebiasaan Merokok Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi tingkat kelelahan otot yang dirasakan. Hal ini sebenarnya terkait otot dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul kelelahan (Tarwaka, 2004). Seseorang dapat dikatakan perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang perhari, dikatakan perokok sedang apabila merokok 10-20 batang perhari dan dikatakan perokok berat apabila merokok lebih dari 20 batang perhari (Bustan, 2000).
66
e) Status Gizi Kecukupan gizi pekerja selama bekerja merupakan salah satu bentuk penerapan syarat keselamatan, dan kesehatan kerja sebagai bagian dari upaya meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Gizi merupakan salah satu aspek kesehatan kerja yang memiliki peran penting dalam peningkatan produktivitas kerja. Hal ini perlu menjadi perhatian semua pihak, terutama pengelola tempat kerja mengingat para pekerja umumnya menghabiskan waktu sekitar 8 jam setiap harinya di tempat kerja.Hasil penelitian Ardhani (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor individu yaitu status gizi (p = 0,014) dengan distribusi responden dari 47 orang tenaga kerja sebagian besar mengalami tingkat kelelahan sedang sebanyak 27 orang (57,4%) dan 20 orang (42,6%) mengalami tingkat kelelahan ringan. Rendahnya produktivitas kerja dianggap akibat kurangnya motivasi kerja, tanpa menyadari faktor lainnya seperti gizi pekerja. Perbaikan dan peningkatan gizi mempunyai makna yang sangat penting dalam upaya mencegah morbiditas, menurunkan angka absensi serta meningkatkan produktivitas kerja. Berat ringannya beban kerja seseorang ditentukan oleh lamanya waktu melakukan pekerjaan dan jenis pekerjaan itu sendiri. Semakin berat beban kerja, sebaiknya semakin pendek waktu kerjanya agar terhindar dari kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. Penilaian status gizi pekerja perlu dilakukan, karena dengan mengetahui status gizi pekerja dapat ditentukan kebutuhan gizi yang
67
sesuai serta pemberian intervensi gizi bila diperlukan. Penilaian status gizi dilakukan melalui beberapa cara antara lain : pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis, pemeriksaan biofisik dan antropometri. Antropometri merupakan metode yang paling sering digunakan dalam penilaian status gizi.Metode ini menggunakan parameter berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).
Melalui kedua parameter tersebut, dapat dilakukan
penghitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : IMT
: Indeks Masa Tubuh
BB
: Berat Badan (Kg)
TB
: Tinggi Badan (m) Depkes RI (2003) juga mengklasifikasikan status gizi berdasarkan
IMT. Pengklasifikasian status gizi oleh Depkess lebih sederhana dibandingkan pengklasifikasian oleh WHO, hal ini didasari oleh postur tubuh orang indonesia yang lebih kecil dibandingkan postur tubuh orang luar sehingga pengklasifikasian WHO tidak cocok dengan keadaan fisik orang Indonesia. Selain itu pengklasifikasian status gizi berdasarkan IMT menurut Depkes, berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki memiliki rentangan IMT yang lebih kecil dari wanita, dikarenakan komposisi lemak dalam tubuh wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Pada seseorangan dengan IMT diatas normal akan menggunakan lebih banyak energi untuk
68
melakukan suatu pekerjaan karena membutuhkan usaha lebih besar untuk menggerakkan berat badan tambahan sehingga lebih mudah mengalami kelelahan (Purnawati, 2005). Tabel 2.5 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT Keadaan Kurus
Klasifikasi Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan
Indeks Masa Tubuh Laki-laki <17
Normal
17 - 23
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan 23,1 - 27 (overweight) Kelebihan berat badan tingkat berat > 27 (obesitas) Sumber : Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis, Depkes RI (2003)
f) Kualitas Tidur Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Pada hasil penelitian Nanik (2008), bahwa ada hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan terjadinya kelelahan dengan nilai probabilitas
0,043.Hal
ini
membuktikan
bahwa
mempengaruhi terjadinya kelelahan pada manusia.
kualitas
tidur
69
Salah satu penyebab kelelahan adalah ganguan tidur (sleep distruption) yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan ganguan pada circadian rhythms akibat jet lag atau shift kerja. Tidur adalah proses alamiah manusia untuk memberikan kesempatan pada sel saraf (neuron) tubuh kita untuk beristirahat dan memperbaiki kondisinya. Semua manfaat tidur itu bisa diperoleh kalau tidur kita berkualitas.Kualitas tidur merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktifitas keesokan harinya. Kualitas tidur adalah kebutuhan mutlak yang sama pentingnya dengan
makanan
bergizi
dan
olahraga.Umumnya
seseorang
membutuhkan tidur 7-8 jam perhari. Perbedaan tidur baik dan tidak dibedakan menjadi 7 komponen, yaitu: kualitas tidur, sleep latency, lamanya tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan efek lainnya. Responden dipersilahkan menjawab 7 komponen tersebut, pada masing-masing kuesioner mempunyai rentan nilai dari 0-3 (Sukron, 2011). Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan instrumen yang efektif digunakan untuk mengukur kualitas dan pola tidur di dewasa yang lebih tua. Ini membedakan "sulit" dari tidur "baik" dengan mengukur tujuh domain: kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, tidur kebiasaan efisiensi, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir. Tingkat diri setiap seseorang dari tujuh komponen tidur.S koring dari jawaban didasarkan
70
pada skala 0 sampai 3, dimana 3 mencerminkan ekstrim negatif pada Skala Likert. Sebesar global "5" atau lebih menunjukkan "sulit" tidur. Meskipun ada beberapa pertanyaan yang meminta evaluasi responden tentang teman tidur atau teman sekamar, ini tidak mempengaruhi hasil ini seperti tercermin dalam instrumen terlampir (Smyth, 2012).
g) Kondisi Kesehatan Faktor tenaga kerja seperti kondisi kesehatan mempengaruhi tingkat kelelahan yang terjadi pada pekerja. Tingkat kesehatan terbagi menjadi 2 yaitu tingkat kesehatan fisik dan tingkat kesehatan psikologis atau mental.Kesehatan mental ataupun psikologis juga mempengarui kelelahan kerja.Pekerja memiliki pikiran-pikiran dan pertimbangan-pertimbangan. Salah satu pikiran yang selalu mengganggu adalah kekhawatiran dimana kehawatiran ini meningkat dan menjadi tegangan pikiran yang mengakibatkan pekerja yang bersangkutan menjadi sakit. Tekanan hidup juga tercermin dalam pekerjaannya misalnya perlambatan kerja ataupun kerusakan alat (Ariani, 2009) Grandjean (1997) dalam Pangesti (2008) menyatakan bahwa kelelahan secara fisologis dan psikologis dapat terjadi jika tubuh dalam kondisi tidak fit / sakit atau seseorang mempunyai keluhan teradap penyakit tertentu. Semakin besar kondisi kesehatan yang dirasakan kurang sehat oleh pekerja maka kelelahan akan semakin cepat timbul. Kondisi tubuh yang tidak seat yang menjadikan atau diikuti dengan kenaikan suhu 1 0C
71
diperlukan peningkatan energy basal sekitar 13%, oleh karena itu kelelahan akan semakin cepat dirasakan. Kelelahan pada seseorang juga dapat terjadi dari riwayat penyakit seseorang yang dapat berkontribusi menimbulkan kelelahan, seperti penyakit jantung, diabetes, anemia, gangguan tidur, Parkinson (NTC, (2006) dalam Putri (2008)). Dalam literatur Arthur C.Gyton dan John E hall (1999) menjelaskan bahwa status kesehatan dapat mempengaruhi kelelahan kerja
yang dapat
dilihat dari riwayat
penyakit
yang
diderita. Beberapa riwayat penyakit yang mempengaruhi kelelahan, yaitu: a) Jantung, terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dengan penyediaan aliran darah meningkat. Pada keadaan kurang oksigen (O2), karbondioksida (CO2) dan ion H+ dilepaskan. Untuk
memenuhi
kekurangan oksigen
(O2)
tersebut,
tubuh
mengadakan proses anaerob, dan proses ini menghasilkaan asam laktat yang bisa menyebabkaan kelelahan. b) Gangguan ginjal merupakan sistem pengeluaran sisa metabolisme terganggu sehingga
tertimbun
dalam
darah.
Penimbunan
metabolisme ini menyebabkan kelelahan. c) Asma
merupakan
karbondioksida
proses
transportasi
(CO2) terganggu
sehingga
oksigen terjadi
(O 2)
dan
akumulasi
carbondioksida dalam tubuh. Teganggunya proses tersebut karena adanya agen-agen sensitisasi dan iritan dalam saluran pernafasan.
72
d) Tekanan darah rendah, terjadi apabila kerja jantung untuk memompa darah
ke seluruh tubuh kurang maksimal dan lambat sehingga
kebutuhan oksigen (O2) terhambat. e) Tekanan darah tinggi menyebabkan kerja jantung menjadi lebih kuat sehingga jantung membesar dan tidak lagi mampu memompa darah untuk diedarkan keseluruh tubuh. Selanjutnya terjadi sesak nafas akibat
pertukaran oksigen (O2) terhambat yang akhirnya
memicu terjadinya kelelahan. f) Pada penyakit paru, oksigen (O2) dan carbondioksida (CO2) terganggu sehingga banyak yang tertimbun yang akhirnya akan menyebabkan seseorang cepat mengalami kelelahan.
4. Faktor Pekerjaan a) Lama Kerja Menurut penelitian Park, dkk (2001) menyatakan bahwa tingkat keluhan kelelahan subjektif sebelum pergi ke bekerja untuk waktu kerja yang lama dan waktu kerja lebih lama secara signifikan cenderung lebih tinggi daripada waktu kerja yang singkat. Waktu kerja bagi seorang tenaga kerja menentukan efisiensi dan produktivitasnya. Segi-segi terpenting bagi persoalan waktu kerja meliputi: 1) Lamanya seseorang mampu kerja secara baik 2) Hubungan diantara waktu kerja dan istirahat
73
3) Waktu diantara sehari menurut periode yang meliputi siang dan malam Lamanya tenaga kerja bekerja sehari secara baik umumnya 6-8 jam dan sisanya dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbul kelelahan, penyakit dan kecelakaan kerja (Suma’mur, 2009)
b) Pekerjaan Monoton Keadaan monoton merupakan salah satu penyebab kelelahan sebagaimana yang telah diilustrasikan oleh ILO, Encyclopedia of Occupational Helath & Safety pada diagram penyebab kelelahan baik tinggi maupun rendah. Tidak adanya variasi dalam pekerjaan akan menimbulkan kejenuhan kerja. Kejenuhan ini dapat terjadi karena pekerja melakukan pekerjaan yang sama setiap harinya. Pekerjaan yang monoton seperti ini cukup berpotensi untuk menyebabkan terjadinya kelelahan kerja. Kebosanan adalah kelelahan yang bersifat mental yang merupakan komponen penting dalam psikologis lingkungan kerja yang dikarenakan menghadapi pekerjaan yang berulang-berulang (repetitive). Monoton, dan aktivitas yang tidak menyenangkan (Silaban, 1998). Kebosanan ini dirasakan meningkat oleh pekerja pada pertengahan jam kerja dan
74
menurun pada akhir jam ketiga (pernyataan Schultz dalam artikel Gerry Silaban, 1998).
2.3 Workshop PT. X Jakarta 2.3.1 Pengertian Workshop/Bengkel Yang dimaksud dengan workshop/bengkel disini adalah suatu tempat dimana dilakukan perbaikan-perbaikan yang bersifat teknis terhadap suatu produk yang dalam
konteks
materi ini, produk yang dimaksud adalah kendaraan
bermotor.Sebetulnya kegiatan perbengkelan adalah bagian dari kegiatan jaringan layanan purna jual yang sekaligus berfungsi mendukung pemasaran produk yang dijual (yang dalam hal ini adalah kendaraan bermotor).Dalam kenyataannya layanan tidak hanya diberikan kepada kendaraan, tetapi diberikan pula kepada pekerjanya yaitu pemilik kendaraan itu sendiri, sehingga mutu pelayanan bagi keduanya harus menjadi perhatian yang serius. Materi yang diberikan umumnya berfokus kepada perbengkelan kendaraan beroda empat atau lebih, namun masih memungkinkan diaplikasikan untuk kendaraan beroda dua atau lainnya yang juga masih tergolong otomotif. Ada beberapa jenis dan status bengkel yang dapat diterangkan sebagai berikut : 1. Bengkel Bebas (Independent Work Shop) Bengkel ini berdiri sendiri, tidak terikat dan tidak memawakili merek tertentu sehingga kebijakan-kebijakan dapat diambil sendiri sepanjang tidak
75
merugikan bengkel itu sendiri sebagi perusahaan atau sepanjang tidak merusak nama baik perusahaan pemegang merek. 2. Bengkel Perwakilan (Authorized Work Shop) Bengkel ini masih mirip dengan bengkel tersebut diatas, yaitu berdiri sendiri tapi ada merek yang diwakilinya melalui surat penunjukan dari pemegang merek. Kebijakan-kebijakan yang diambil disesuaikan dengan perusahaan yang menunjuknya dan sekaligus masuk kedalam bagian dari layanan yang mempunyai jual merek yang bersangkutan.Jenis bengkel ini memungkinkan untuk
menerima
kemudahan-kemudahan
dari
perusahaan
yang
menunjuknya.Kemudahan-kemudahan tersebut bisa bersifat bantuan teknis, permodalan, peralatan atau jenis kemudahan lainnya tergantung dari kebijakan perusahaan yang menunjuknya dan kesepakatan/perjanjian yang dibuat diantara keduanya. 3. Bengkel Dealer (Dealer Work Shop) Bengkel ini merupakan bagian atau sub bagian operasional dari dealer atau ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek) sebagai unit layanan purna jual untuk mendukung sistem pemasaran. Kebijakan-kebijakan yang dibuat sepenuhnya tergantung dan tunduk kepada perusahaan/dealer
yang
bersangkutan. PT. X Jakarta adalah salah satu bengkel bebas (independent workshop) yang tidak terikat dan tidak mewakili merek tertentu sehingga kebijakankebijakan dapat diambil sendiri sepanjang tidak merugikan bengkel itu sendiri sebagi perusahaan atau sepanjang tidak merusak nama baik perusahaan pemegang merek.
76
2.3.2 Pekerjaan dalam Workshop PT. X Jakarta Secara garis besar, pekerjaan jasa yang ada di bengkel PT. X Jakarta ini sebagai berikut: 1. Electrical Services, yaitu menilai dan memperbaiki bagian mesin rotasi kelistrikan seperti dinamo, pompa, dan lain-lain. 2. Mechanical Services, yaitu memperbaiki dari setiap kebutuhan electrical services.
2.3.3 Jenis Bahaya di Tempat Kerja Bengkel Jenis bahaya di tempat kerja bengkel yang mungkin timbul dapat diklasifikan sebagai berikut: 1. Bahaya Mekanis Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun penggerak. Misalnya pada bengkel PT. X Jakarta, seperti mesin drilling, mesin las,grinding, dll. Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan dan bentuk gerakan lainnya.Gerkan mekanis ini dapat menimbulkan cedera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong, atau terkelupas. 2. Bahaya Listrik
77
Bahaya listrik adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik.Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan singkat.Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik. 3. Bahaya Fisik Bahaya yang berasal dari faktor fisis, antara lain: a. Kebisingan, dapat mengakibatkan bahaya ketulian atau kerusakan indera pendengaran b. Tekanan c. Getaran d. Suhu ekstrim e. Cahaya atau penerangan f. Radiasi dari bahan radioaktif, sinar UV, atau infrared Berdasarkan Penelitian Wardani et al (2012) bahwa faktor lingkungan fisik memiliki hubungan dengan kelelahan pekerja, dan intensitas cahaya adalah faktor risiko yang kuat dengan nilai PR > 1. 4. Bahaya Biologis Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan dalam industri makanan, farmasi, pertanian dan kimia, pertambangan, minyak
78
dan gas bumi. Pada PT. X Jakarta belum diketahui adanya bahaya ini sebab belum ada penelitian sebelumnya. 5. Bahaya Kimia Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan kandungannya.Banyak kecelakaan terjadi akbibat bahaya kimiawi. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia, antara lain: Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat racun (toxic) Iritasi, oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam keras, cuka, air accu, dll. Kebakaran dan peledakan. Beberapa jenis bahan kimia memiliki sifat mudah terbakar. Polusi dan pencemaran lingkungan
2.3.4 Faktor dan Potensi Kelelahan Akibat Kerja di Tempat Kerja Bengkel Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang
dapat
mempengaruhi
kesehatan
tenaga
kerja
atau
dapat
menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja, sala satunya adalah kelelahan.Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik maupun psikis terhadap tenaga kerja. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja bengkel dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, atara lain : 1) Faktor Teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat padaperalatan kerja yang digunakam atau dari pekerjaan itu sendiri.
79
2) Faktor Lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkngan, yang bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun akhir. 3) Faktor Pekerja. Dimana pekerja adalah merupakan atau mengandung potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila pekerja yang melakukan pekerjaan tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima, baik fisik maupun psikis.
80
2.4 Kerangka Teori Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1988), Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja adalah beban kerja, beban tambahan (kebisingan, penerangan, iklim kerja), faktor individu (jenis kelamin, umur, masa kerja, status gizi, kualitas tidur, kondisi kesehatan), dan faktor pekerjaan ( lama kerja dan pekerjaan yang monoton). Depkes (1991) menyebutkan bahwa kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu beban kerja, beban tambahan dan faktor individu. Dalam tiap variabelnya dikombinasikan dengan teori-teori Silaban (1998), Granjean (1989), Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park,dkk (2001). Bagan 2.1 Kerangka Teori
1. Beban Kerja Beban Tambahan di Lingkungan Kerja 2. Kebisingan 3. Penerangan 4. Iklim Kerja Faktor Individu 5. Jenis Kelamin 6. Umur 7. Masa Kerja 8. Kebiasaan Merokok 9. Status Gizi 10. Kualitas Tidur 11. Kondisi Kesehatan
TINGKAT KELELAHAN KERJA
Faktor Pekerjaan 12. Lama Kerja 13. Pekerjaan Monoton Sumber : Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1988), Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001)
81
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep ini mengacu kepada teori dari beberapa penelitian yaitu modifikasi Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1989), Suma’mur (1996, 2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001)yang menyebutkan bahwa faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan adalah umur, masa kerja, dan faktor fisik (kebisingan, pencahayaan, dan iklim kerja). Variabel yang diteliti adalah beban kerja dan faktor individu yang meliputi umur, masa kerja, status gizi, kualitas tidur dan kondisi kesehatan. Dari kerangka teori yang dipaparkan, pada penelitian ini variabel dependennya adalah kelelahan kerja, sedangkan variabel independennya meliputi beban kerja, umur, masa kerja, status gizi, kualitas tidur dan kondisi kesehatan. Pada variabel beban kerja, diteliti berdasarkan penilaian OSHA sebab kerja pekerja yang bersifat mental atau fisik yang masing-masing mempunyai intensitas yang berbedabeda untuk mentukan tingkat beban kerja pada tekanan panas. Untuk variabel faktor individu yang meliputi umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok dan kualitas tidur diteliti pada tiap individunya sebab setiap pekerja memiliki keadaan individu yang berbeda. Pada faktor tambahan, seperti iklim kerja atau tekanan panas diteliti pada penelitian ini agar menunjukkan kemungkinan kondisi lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja.
82
Variabel kondisi kesehatan tidak diikutsertakan menjadi variabel yang dukur tetapi menjadi salah satu syarat atau kriteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini. Jika responden dinyatakan sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit (jantung, asma, gangguan ginjal, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan penyakit paru), maka dapat mengikuti penelitian ini. Sebaliknya jika responden sedang tidak sehat atau sakit dan memiliki riwayat penyakit (jantung, asma, gangguan ginjal, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan penyakit paru ), maka responden tidak boleh mengikuti penelitian ini. Sedangkan faktor tambahan, seperti kebisingan turut diukur namun hasilnya tidak melebihi nilai ambang batas (terlampir) sehingga tidak turut ikut disertakan didalam variabel. Serta pencahayaan tidak bisa diukur secara tepat dan akurat sebab pekerjaan dalam 1 hari kerja berpindah-pindah sehingga sulit untuk menentukan akurasi titik kerjanya. Faktor pekerjaan terhadap lama kerja tidak dimasukkan dalam penelitian ini sebab semua pekerja memiliki jam kerjanya yang sama (8 jam/hr), sedangkan untuk faktor pekerjaan, seperti pekerjaan monoton tidak dihitung sebab membutuhkan penelitian lebih lanjut. Kelelahan kerja ditetapkan sebagai variabel terikat. Hubungan antara beberapa variabel tersebut digambarkan dalam bagan di bawah ini : Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 1. Iklim Kerja 2. Umur 3. Masa Kerja 4. Status Gizi
Tingkat Kelelahan Kerja
5. Kebiasaan Merokok 6. Kualitas Tidur Sumber : Depkes (1991), Ramdan (2007), Silaban (1998), Granjean (1988), Suma’mur (2009), Budiono (2003), Park, dkk (2001)
83
3.2 Definisi Operasional
No. Variable 1. Tingkat Kelelahan Kerja
Definisi Keadaan pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh serta melemahnya tenaga dalam aspek fisik, psikologi maupun mental yang di ukur tingkat objektif dengan menggunakan Reaction Timer test.
Alat Ukur Reaction Timer Test
Cara Ukur Self Administratif
Hasil Ukur 1. Berat : ≥ 580, mili detik
Skala Ordinal
2. Sedang : >410,0 - <580,0 milidetik 3. Ringan : >240,0 - <410,0 mili detik 4. Normal : 150,0 – 240,0 mili detik
2.
Iklim Kerja
Lingkungan kerja yang 1. ISBB (Suhu mempunyai iklim atau cuaca Indeks Bola tertentu, yang dapat berupa Basah) iklim kerja panas dan iklim kerja dingin. Iklim kerja 2. Estimasi sangat erat kaitannya dengan Pengukuran suhu udara, kelembaban, Panas kecepatan gerakan udara dan Metabolik panas radiasi (Budiono, 2009) (NIOSH) Hasil intensitas tekanan panas berdasarkan beban kerja 3. Beban Kerja. pekerja. (Permenakertr ans No. 13
Self Administratif
1. > NAB 2. ≤ NAB (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi No. 13 MEN/X/2011 Thn 2011)
Ordinal
84
No. Variable 3. Umur
4.
Masa Kerja
5.
Status Gizi
6.
Kebiasaan Merokok
7.
Kualitas Tidur
MEN/X/2011 Thn 2011) Definisi Alat Ukur Jumlah tahun yang dihitung Kuesioner mulai dari responden lahir hingga saat dilakukannya penelitian
Cara Ukur Diisi oleh pekerja dan Self Administratif
Hasil Ukur Tahun
Skala Rasio
Akumulasi waktu dimana Kuesioner pekerja telah memegang pekerjaan tersebut hingga pada saat penelitian dilaksanakan. Keadaan gizi responden yang Kuesioner dinyatakan dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) dari nilai berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) pekerja. Kegiatan yang dilakukan Kuesioner berulang-ulang dalam mengisap rokok mulai dari satung batang ataupun lebih dalam satu hari (Bustan, 2000)
Diisi oleh pekerja dan Self Administratif
Tahun
Rasio
Diisi oleh pekerja
1. < 17 kg/m Kurus 2. 17 – 23 kg/m Normal 3. 23 - ≥ 27 kg/m Gemuk (Depkes RI, 2003)
Rasio
Wawancara
Ordinal
Kepuasan seseorang terhadap Kuesioner tidur, sehingga seseorang Pittsburg Sleep
Diisi oleh pekerja dan Self
1. Berat (>20 batang/hari) 2. Sedang (10-20 batang/hari) 3. Ringan (< 10 batang/hari) 4. Tidak merokok (0 batang/hari) (Bustan, 2000) 1. > 5 (Sulit Tidur) 2. ≤ 5 (Tidur Baik)
Ordinal
85
tersebut tidak Quality Index memperlihatkan perasaan (PSQI) lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecahpecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.
Administratif
(University of Pittsburg, 2011)
86
1.4 Hipotesis 1. Ada hubungan antara iklim kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 2. Ada hubungan antara umur dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 3. Ada hubungan antara masa kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 4. Ada hubungan antara status gizi dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 5. Ada hubungan kebiasaan merokok dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 6. Ada hubungan kualitas tidur dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013
87
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian yang digunakan adalah epidemiologi analitik dengan desain cross sectional. Desain ini dipilih untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja bengkel di PT. X Jakarta tahun 2013. Penelitian ini melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen pada waktu (periode) yang sama. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2005).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret tahun 2013 di PT. X Jakarta. 4.3 Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh pekerja area bengkel kegiatan perbaikan terhadap mesin di PT. X Jakarta masih aktif bekerja sampai tahun 2013 yang berjumlah 90 orang pada bagian workshop.
88
Pemilihan populasi dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut : a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo, 2002). Kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu : 1. Subyek merupakan pekerja yang bekerja di area kegiatan bengkel 2. Masih aktif jika bekerja pada saat dilakukannya penelitian 3. Pekerja dalam kondisi sehat atau keadaan baik seluruh badan serta bagian-bagiannya (tidak memiliki riwayat penyakit: jantung, asma, gangguan ginjal, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan penyakit paru) sampai dilakukannya penelitian.
b. Kriteria ekslusi Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2002). Kriteria ekslusi pada penelitian ini yaitu : 1. Pekerja yang dalam keadaan kurang baik seluruh badan serta bagianbagiannya (memiliki riwayat penyakit: jantung, asma, gangguan ginjal, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan penyakit paru) sampai dilakukannya penelitian.
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Soekidjo Notoatmodjo, 2002). Populasi yang digunakan adalah tenaga kerja bengkel
89
sejumlah 150 orang. Sedangkan sampel yang diambil adalah pekerja yang mewakili populasi workshop. Pengambilan sampel dilakukan secara uji beda dua proporsi dengan rumus berikut:
Keterangan: n
: Jumlah sampel minimal yang diperlukan
P1
: Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu
P2
: Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu : Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2) : Derajat kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5% = 1,96 : kekuatan uji 1 – β yaitu sebesar 95% = 1,64
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tingkat kepercayaan 95% dengan memakai derajat kemaknaan 5% dan kekuatan uji 95%. Peritungan sampel akan dilakukan berdasarkan variabel yang akan diteliti yang telah dilakukan oleh penelitian sebelum-sebelumnya. Adapun spesJikaikasinya yaitu : 1. Umur Hasil penelitian Hardi (2006) menyatakan dari 49 responden, yang berumur > 40 tahun (tua) (P1) sebanyak sebanyak 16 (32,7 %) responden yang merasakan ada keluhan kelelahan kerja. terdapat yang berumur < 40 tahun
90
(muda) (P2) terdapat sebanyak 3 (6,1%) responden yang merasakan ada keluhan kelelahan kerja. 2. Masa Kerja Pada penelitian Eraliesa (2009) bahwa responden yang paling banyak merasakan lelah terdapat pada kelompok >10 tahun (P1) yaitu sebanyak 17 orang (65,4%) dan pekerja yang mempunyai masa kerja ≤ 10 tahun (P2) sebanyak 6 orang (12,24%) yang mengalami kelelahan kerja. 3. Status Gizi Hasil penelitian Eraliesa (2009) bahwa status gizi buruk (P1) sebanyak 9 responden (34,61%) yang mengalami kelelahan kerja, sedangkan yang mempunyai gizi baik (P2) sebanyak 14 responden (53,84%) yang mengalami kelelahan kerja. 4. Beban Kerja Hasil penelitian Hariyono, dkk (2009) bahwa beban kerja berat (P1) sebanyak 13 responden (23,64%) mengalami kelelahan kerja dan beban kerja ringan (P2) sebanyak 31 responden (56,34%) yang mengalami kelelahan kerja.
91
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Sampel Variabel
Diketahui
Total Sampel
Umur
P1=32,7=0,327
n = 55
P2=6,1=0,061 P=0,194 Masa Kerja
P1=65,4%=0,654
n = 19
P2=12,24%=0,1224 P=0,3882 Status Gizi
P1=34.61%=0,3461 n = 171 P2=53,84%=0,5384 P=0,44225
Beban Kerja
P1=23,64%=0,2364 n = 46 P2=56,34%=0,5634 P=0,34
Populasi pekerja workshop di PT. X Jakarta adalah 150 orang. Berdasarkan perhitungan sampel, maka sampel minimal yang dapat diambil adalah sebanyak 46 orang. Metode sampling yang diambil adalah sampling quota (nonprobability sampling) yaitu pengambilan sampel dengan ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan. Namun untuk menghindari kekurangan kuota sampel, sampel ditambah 10% menjadi 51 orang, namun diambil 55 orang yang akan dijadikan sampel. Tetapi pada saat dilakukan penelitian, responden yang memenuhi kategori dan bersedia menjadi sampel sebanyak 54 orang.
92
4.4 Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui suatu angket (kuesioner: umur, berat badan, tinggi badan, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok dan kualitas tidur) yang ditanyakan oleh peneliti kepada responden. Data primer yang didapat merupakan dari hasil pengisian kuesioner dan pengukuran langsung mengenai lingkungan tambahan (iklim kerja) sebagai data penentu iklim kerja dan data reaction timer. 4.4.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan yaitu jumlah tenaga kerja, gambaran umum perusahaan.
4.5 Instrumen Penelitian Penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel beserta instrument penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Lembar Kuesioner Variabel yang dapat diketahui dari wawancara tersebut adalah karakteristik individu yang meliputi umur pekerja, masa kerja, berat badan dan tinggi badan, riwayat penyakit, kualitas tidur dan pengukuran kelelahan secara subjektif.
93
a. Reaction Timer (waktu reaksi) Merupakan alat
untuk
berdasarkan kecepatan waktu
mengukur
tingkat
kelelahan
reaksi
terhadap
rangsang
cahaya. Prinsip kerja dari alat ini adalah memberikan rangsang tunggal berupa signal cahaya atau suara yang kemudian direspon secepatnya oleh tenaga kerja, kemudian dapat dihitung waktu reaksi tenaga kerja yang mencatat waktu yaang dibutuhkan untuk merespon signal tersebut. Pengukuran
dilakukan
sebanyak 20 kali, setiap hasil
pengukuran dijumlahkan, pengukuran 5 di awal dan 5 diakhir dibuang, kemudian diambil nilai rata-ratanya. Kelelahan dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang atau range waktu reaksi sebagai berikut : Kelelahan Kerja
Waktu Reaksi (mili/detik)
Normal
150,0 – 240,0
Ringan
>240,0 - <410,0
Sedang
>410,0 - <580,0
Berat
≥580,0
(Tim Hiperkes,2004) 2. Alat Pengukuran Kualitas Tidur a. Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI) Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan instrumen yang efektJika digunakan untuk mengukur kualitas dan pola
94
tidur di dewasa yang lebih tua. Ini membedakan "sulit" dari tidur "baik" dengan mengukur tujuh domain: kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, tidur kebiasaan efisiensi, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi siang hari selama satu bulan terakhir. I
PSQIDURAT DURATION OF SLEEP
II
PSQIDISTB SLEEP DISTURBANCE
JIKA A4 > 7, maka nilai 0 JIKA A4 < 7 dan > 6, maka nilai 1 JIKA A4 < 6 dan > 5, maka nilai 2 JIKA A4 < 5, maka nilai 3 Skor Minimum = 0 (Baik); Skor Maksimum = 3 (Buruk) JIKA A5b + A5c + A5d + A5e + A5f + A5g + A5h + A5i + A5j (JIKA A5JCOM kosong atau A5j kosong, maka nilai A5j adalah 0) = 0, maka nilai : 0 JIKA A5b + A5c + A5d + A5e + A5f + A5g + A5h + A5i + A5j (JIKA A5JCOM kosong atau A5j kosong, maka nilai A5j adalah 0)> 1 and < 9, maka nilai : 1 JIKA A5b + A5c + A5d + A5e + A5f + A5g + A5h + A5i + A5j (JIKA A5JCOM kosong atau A5j kosong, maka nilai A5j adalah 0) > 9 and < 18, maka nilai : 2 JIKA A5b + A5c + A5d + A5e + A5f + A5g + A5h + A5i + A5j (JIKA A5JCOM kosong atau A5j kosong, maka nilai A5j adalah 0) > 18, maka nilai : 3 Skor Minimum = 0 (Baik); Skor Maksimum = 3 (Buruk)
III
PSQILATEN SLEEP
First, recode Q2 into Q2new thusly: JIKA A2 > 0 dan < 15, maka nilai A2_baru adalah 0 JIKA A2 > 15 dan < 30, maka nilai
95
LATENCY
A2_baru adalah to 1 JIKA A2 > 30 dan < 60, maka nilai A2_baru adalah 2 JIKA A2 > 60, maka nilai A2_baru adalah 3 Next JIKA A5a + A2_baru = 0, MAKA nilai = 0 JIKA A5a + A2_baru > 1 and < 2, MAKA nilai = 1 JIKA A5a + A2_baru > 3 and < 4, MAKA nilai = 2 JIKA A5a + A2_baru > 5 and < 6, MAKA nilai = 3 Skor Minimum = 0 (Baik); Skor Maksimum = 3 (Buruk)
IV
PSQIDAYDYS
JIKA A8 + A9 = 0, maka nilai 0 JIKA A8 + A9 > 1 dan < 2, maka nilai 1 JIKA A8 + A9 > 3 dan < 4, maka nilai 2 JIKA A8 + A9 > 5 dan < 6, maka nilai 3
DAY DYSFUNCTION DUE TO Skor Minimum = 0 (Baik); Skor SLEEPINESS Maksimum = 3 (Buruk) V
PSQIHSE Hour Sleep Efficiency
Perbedaan Detik = pebedaan dalam detik antara hari dalam A1 dan A3D Perbedaan Jam = nilai detik / 3600 newtib = JIKA perbedaan jam > 24, maka newtib = dJikafhour – 24 JIKA perbedaan jam < 24,MAKA newtib = perbedaan jam (NOTE, THE ABOVE JUST CALCULATES THE HOURS BETWEEN GNT (Q1) AND GMT (Q3)) tmphse = (A4 / newtib) * 100 JIKA tmphse > 85, maka nilai 0 JIKA tmphse < 85 and > 75, maka nilai 1 JIKA tmphse < 75 and > 65, maka nilai 2 JIKA tmphse < 65, maka nilai 3 Skor Minimum = 0 (Baik); Skor Maksimum = 3 (Buruk)
96
VI
PSQISLPQUAL
Skor
OVERALL SLEEP QUALITY
VII
Minimum
=
0
(Baik);
Skor
0
(Baik);
Skor
Maksimum = 3 (Buruk)
PSQIMEDS
Q7
NEED MEDS TO SLEEP
VIII
Q6
TOTAL
Skor
Minimum
=
Maksimum = 3 (Buruk)
DURAT + DISTB + LATEN + DAYDYS + HSE + SLPQUAL + MEDS Skor Minimum = 0 (Baik); Skor Maksimum = 3 (Buruk) Interpretation: TOTAL < 5 kualitas tidur baik TOTAL > 5 kualitas sulit tidur
3. Data Tekanan Panas (WBGT) Data mengenai panas lingkungan kerja diperoleh dengan cara pengukuran langsung pada lokasi penelitian menggunakan Heat Stress Monitoring Quest temp “340” merupakan mengukur
iklim
kerja,
adapun
cara
yang
adalah: 1. Persiapan pengukuran a. Tentukan titik sampling/pengukuran b. Siapkan alat ukur
alat
untuk
dapat dilakukan
97
i. Pastikan alat ukur dalam kondisi baik dan berfungsi ii. Lakukan kalibrasi internal menggunakan alat kalibrasi yang tersedia iii. Tutup termometer suhu basah dengan kain katun iv. Lakukan set-up untuk mengatur beberapa indikator pengukuran
yaitu:
bahasa,
satuan,
tanggal/bulan/tahun, jam/menit/detik, heat index, humidity index, dan logging rate v. Basahi dengan aquades dan tunggu selama ± 10 15 menit vi. Pasang WBGT pada alat penyangga (tripod). 2. Pelaksanaan Pengukuran (Eksekusi) a. Pastikan WBGT diletakkan pada lokasi yang tepat b. Letak WBGT jangan sampai mengganggu proses kerja c. Letak WBGT jangan sampai membahayakan kondisi alat d. Operator harus memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja e. Berkoordinasi dengan pekerja maupun petugas di lapangan. f. Letakkan alat pada lokasi sampling i. 2 feet (± 60 cm) dari permukaan tanah untuk pekerja yang dominan duduk ii. 3.5 feet (± 100 - 110 cm) dari permukaan tanah untuk pekerja yang dominan berdiri
98
g. Aktifkan alat (tanpa logging) selama ± 15 menit (untuk adaptasi) h. Aktifkan logging data sesuai dengan waktu pengukuran yang diinginkan i.
Matikan logging data jika telah selesai dan data siap diproses atau dicetak.
4. Data Panas Metabolik Evaluasi jumlah panas metabolik tubuh dapat diperoleh dengan menggunakan estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986 yang dapat dilihat pada tabel 4.2.
99
Tabel 4.2 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik Body position and Kcal/min* movement Sitting 0.3 Standing 0.6 Walking 0.2 – 3.0 Walking uphill Add 0,8 per meter rise B Type of Work Average Range kcal/min Kcal/min Hand work Light 0.4 0.2 – 12 Heavy 0.9 Work one arm Light 1.0 0.7 – 2.5 Heavy 1.8 Work Both two arms Light 1.5 2.0 – 3.5 Heavy 2.5 Work whole body Light 3.5 Moderate 5.0 2.5 – 9.0 Heavy 7.0 Very Heavy 9.0 1.0 C Basal Metabolism Average Kcal/min D Sample calculation Assembling work with heavy handtools Standing 0.6 Two arms work 3.5 Basal metabolism 1.0 Total 5.1 kcal/min *For standart worker of 70 kg body weight (154lbs) and 1.8m2 body surface (19.4 ft2) ** Example of measuring metabolic heat production of worker when performing initial screening Sumber : NIOSH Occupational Exposure to Hot Environments, 1986 A
Hasil estimasi tersebut kemudian disesuaikan dengan kriteria beban kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011 :
100
Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilokalori/jam. Beban kerja sedang membutuhkan kalori
lebih dari 200 sampai dengan
kurang dari 350 Kilo kalori/jam. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.
Hasil estimasi atau perkiraan perhitungan beban kerja berdasarkan tingkat kebutuhan kalori menurut pengeluaran energi yang selanjutnya disesuaikan dengan
kriteria
beban
kerja
menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011 kemudian dianalisis sesuai dengan observasi alokasi waktu kerja dalam siklus kerja dan pemulihan kerja pada operator untuk menetapkan standar indeks WBGTi yang diperbolehkan pada lingkungan kerja tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13/MEN/X/2011 Thn. 2011 yang dapat dilihat pada tabel 4.2. Responden dikatakan terkena iklim kerja jika hasil pengukuran indeks WBGTi lingkungan kerja melebihi standar nilai yang ditetapkan dari hasil analisis. Hasil berdasarkan pengukuran panas dijadikan sebagai indikator pengukuran tingkat beban kerja yang dialami oleh responden.
4.6 Pengolahan Data Untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti, maka analisis data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian. Data yang sudah terkumpul tidak berarti apa-apa bila tidak diolah, oleh karena itu perlu analisis data. Yang
101
dimaksud metode analisis data adalah cara mengolah data yang telah terkumpul untuk dapat disimpulkan. Data diolah sesuai dengan tujuan dan kerangka konsep penelitian. Setelah semua data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data. Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Mengkode data (data coding) Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan untuk memudahkan dalam pengelolaan lebih lanjut. 2. Menyunting data (data editing) Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini. 3. Memasukkan data (data entry) Memasukkan data dalam program software computer berdasarkan klasifikasi. 4. Membersihkan data (data cleaning) Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
102
4.7 Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel independen dan dependen yang dikehendaki dari tabel distribusi. Analisis deskriptif. Jika dilakukan dengan membuat tabel dan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, yaitu variabel independen (iklim kerja, umur, masa kerja, IMT, kebiasaan merokok, dan kualitas tidur) dan variabel dependen (kelelahan kerja Umum). 2. Analisis Bivariat Analisa yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen yaitu antara faktor individu (iklim kerja, umur, masa kerja, IMT, kebiasaan merokok, kualitas tidur) dan variabel dependen yaitu kelelahan kerja. Analisa bivariat menggunakan uji chi-square untuk variabel kategorik dan Kruskal Wallis karena variable yang independennya lebih dari 2 dengan varibel dependent
yang tidak berdistribusi normal. Derajat
kepercayaan 95%. Jika P value < 0,05 maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan bermakna antara variabel independen dan variabel dependen. Sedangkan Jika P value ≥ 0,05 maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna antara variabel independen dan variabel dependen.
103
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum PT. X Jakarta (Company Profile PT.X,2010) PT. X
berdiri pada tahun 1994, dan memulai kegiatannya dalam usaha
melayani pelayanan electrical dan engineering. PT. X memiliki skup pekerjaan seperti petrokimia, industri manukfaktur, dll. PT. X memiliki ruangan kerja (workshop) dalam melayani repair electrical dan engineering. Luas pabrik yang dimiliki oleh perusahaan ini adalah 3000 m2. Secara umum, perusahaan ini menggunakan mesin yang masih melibatkan oleh sejumlah tenaga kerja untuk mengendalikan proses.
5.2 Visi, Misi 5.2.1 Semboyan PT. X menerima sebagai kewajiban kelangsungan hidup peningkatan yang berkesinambungan dari jasa pelayanan Power Generation and Electric Motor Repair untuk kemajuan keselamatan dan kesejahteraan dari masyarakat yang di layani PT. X. 5.2.2 Visi Untuk menyediakan jasa-jasa pelayanan yang melampaui harapanharapan kliennya terhadap mutu dan penyerahan. PT. X merasa terikat dengan memenuhi suatu tingkatan mutu, yang akan menetukan langkah
104
pada tempat pemasaran Power Geberation and Electric Motor Repair dalam kaitan dengan nilai dan layanan klien.
5.2.3 Misi Untuk memenuhi kebutuhan klien terhadap pelayanan-pelayanan jasa, Power Geberation and Electric Motor Repair yang mana akan mempertinggi profil/gambaran dan kesan dari perusahaan-perusahaan klien PT. X di Indonesia. Untuk mencapai misi ini, PT. X akan menempatkan suatu organisasi manajemen dan mendukung sistem manajemen kesehatan, Keselamatan dam Lingkungan dimana termasuk sebagai suatu dokumen inti, suatu Statement/Pernyataan
kunci/penentu
Sistem
dan
kesanggupan
manajemen untuk menerapkannya.
5.3 Gambaran Umum Workshop 5.3.1 Gambaran Umum Ketenagakerjaan di Workshop PT. X Ketenagakerjaan pada bagian Workshop dapat dilihat pada tabel 5.1 Tabel 5.1 Jumlah Tenaga Kerja PT. X Jakarta No.
Tenaga Kerja
Total
1
Kantor
30
2
Management
8
3
Karyawan Teknik Workshop
90
105
128
Jumlah
Dari data diatas diketahui bahwa dari tenaga kerja bagian workshop PT. X Bekasi tenaga kerja bagian workshop sebanyak 90 orang. Jadwal kerja yang dimiliki PT. X adalah jam normal yaitu:
5.3.2 Struktur Organisasi
Jam
Waktu
Masuk
08.00 – 12.00
Istirahat
12.00 – 13.00
Keluar
17.00
106
DIREKTUR
DEPUTY
COORPORATE SECRETARY
MANAGEMENT REPRESENTATIVE
HSE COORDINATOR
HRD PERSONALIA
MARKETING MANAGER
FINANCE PROJECT AREA
MARKETING SUPPORT WORKSHOP MANAGER ME
COMERSIAL
ME
ME
OPERASIONAL
ME
QA
TECH. ADVISOR
Bagan 5.1 Struktur Organisasi
SHOP COORDINATOR
SAFETY MAN
SECURITY
107
PT. X di bawahi oleh perorangan dipimpin oleh seorang direktur perusahaan yang membawahi 5 fungsi/unit penting guna membantu kelancaran perusahaan. 1. Direktur Adalah pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab kepada karyawan. Bertanggung jawab mengenai rugi labanya perusahaan serta memberi laporan kepada pemegang saham/pengusaha. 2. Deputy Bertanggung jawab atas kuasa pada manajemen represetatif, sekretaris perusahaan, pengelola karyawan, pemimpin K3 yang di kelola oleh struktur manajemen perusahaan. 3. Finance & Accounting Mengawasi dan menagih, menyiapkan uang dan mengurus utung piutang material bahan baku serta urusan bank dan bayar gaji karyawan. 4. Marketing Manager Bertanggung jawab atas tingkat penjualan atau usaha dalam memperoleh pekerjaan yang terkait bidang engineering dan electrical yang dibangun perusahaan. Posisi ini dibantu oleh marketing support dalam mengelola jadwal ataupun teknis pekerjaan.
5. Workshop Manager
108
Membawahi pembelanjaan material, operasional pekerjaan, teknis, gudang, keamanan pekerja serta pengawas. Masing-masing memiliki manjemen administrasi guna melengkapi proses-proses pelayanan engineering dan electrical yang dilakukan pekerjaan oleh operator.
5.4 Gambaran umum Proses Engineering, Mechanical dan Electrical Proses engineering, Mechanical dan Electrical sangat bervariasi tahapan pengerjaannya sesuai perekondisian pelanggan dalam kerusakan, pembangunan, dan pemproduksian. Secara praktisi, di tempat layanan engineering, evaluasi, analisis, inspeksi dan pengujian generator besar yang kami sediakan didukung oleh kemampuan teknologi maju dalam fasilitas kredit gabungan Powertech Lab. Inc dan Volts Industri Inc. di Kanada yang memungkinkan evaluasi cepat desain pabrik dan spesifikasi dan analisis data dari insiden kegagalan. Staf ahli kami dan fasilitas khusus menawarkan pengetahuan dan pengalaman yang mendalam untuk memberikan jasa rekondisi yang handal dan kemampuan pengujian yang dapat membantu mencegah kegagalan peralatan, mengurangi perawatan dan meningkatkan operasi sehari-hari untuk utilitas. Engineering dalam PT. X ini adalah mendesain sistem pengujian PD dioptimalkan berdasarkan kebutuhan klien dan aplikasi, penginstalasi dan commissioning dari sistem debit parsial, melakukan pengujian luahan parsial, dan menginterpretasi dan analisis data pengujian PD dari berbagai sistem pengukuran PD.
109
Mechanical pada PT. X ini terdiri dari skup pekerjaan Balancing, Blasting, Coating, Machining, Metal Spray, Rebushing dan sebagainya. Mekanikal yang dilakukan pada PT. X ini sangat bervariatif tergantung kerusakan atau permintaan klien yang mempercayakan untuk dilakukannya rekondisi. Electrical PT. X terdiri dari Generator, Motor, dan Transformer. Masing-masing skup pekerjaan memiliki variasi rekondisi, ataupun fabrikasi yang memenuhi kebutuhan klien.
5.5 Analisis Univariat 5.5.1 Gambaran Kelelahan pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 Hasil penelitian mengenai gambaran tingkat kelelahan pada tenaga kerja workshop PT. X tahun 2013 yang dipadukan dengan nilai subjektif dan dapat dilihat pada tabel 5.2 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop PT. X Bekasi Tahun 2013 No.
Tingkat
Frekuensi
Presentase (%)
Kelelahan 1
Berat
23
42.6
2
Sedang
18
33.3
3
Ringan
13
24.1
110
Jumlah
100
54
Data di atas memperlihatkan gambaran tingkat kelelahan pekerja workshop yang berkategori berat, sedang dan ringan. Tingkat pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat 28 orang ( 42,6 %),
pekerja yang
mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 18 orang (33,3%) dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 13 orang (24,1%). 5.5.2 Gambaran Iklim Kerja Workshop di PT. X Jakarta Iklim kerja diukur pada 7 titik yang merupakan area dimana pekerja terpapar. Kemudiam hasil pengukuran dibandingkan dengan menghitung beban kerja yang dialami oleh pekerja. Beban kerja diukur dengan melakukan observasi beban kerja rata-rata dengan metode estimasi pengukuran panas metabolik (NIOSH). Kemudian hasilnya dievaluasikan dengan standar nilai ambang batas iklim kerja berdasarkan lamanya kerja. Hasil penelitian ini menggambarkan pekerja yang terpapar iklim kerja dan tidak terpapar iklim kerja. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Beban Kerja pada Pekerja Workshop
No.
PT. X Bekasi Tahun 2013 Beban Kerja Frekuensi
Presentase (%)
1
Berat
10
18,5 %
2
Sedang
33
61,1 %
3
Ringan
11
20,4 %
111
54
100 %
Data di atas memperlihatkan gambaran beban kerja pekerja workshop yang memiliki tingkat beban kerja berat, sedang dan ringan berdasarkan hasil estimasi panas metabolik yang dikeluarkan. Pekerja yang memiliki tingkat beban kerja pekerja berat adalah sebanyak 10 orang ( 18,5 %), pekerja yang memiliki tingkat beban kerja sedang adalah sebanyak 33 orang ( 61,1 %), dan pekerja yang memiliki tingkat beban kerja ringan adalah sebanyak 11 orang (20,4 %). Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Iklim Kerja Pada Pekerja di Workshop PT. X Jakarta Tahun 2013 No.
Iklim Kerja
Frekuensi
Presentase (%)
1
>NAB
33
61.1
2
≤ NAB
21
38.9
54
100 %
Jumlah
Data di atas memperlihatkan gambaran distribusi iklim kerja pada pekerja workshop yang terpapar > NAB dan ≤ NAB sesuai tingkat beban kerja yang dihasilkan oleh pekerja. frekuensi pekerja yang mengalami paparan iklim kerja >NAB adalah sebanyak 33 orang (61,1%), dan pekerja yang mengalami iklim kerja ≤NAB adalah sebanyak 21 orang (38,9 %).
112
5.5.3 Gambaran Umur dan Masa Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 Data umur dan masa kerja diperoleh dengan cara pengisian kuesioner oleh responden. Hasil penelitian ini menggambarkan jumlah pekerja berdasarkan umur individu dan masa kerja masing-masing pekerja. Gambaran distribusi umur dan masa kerja responden terdapat pada tabel 5.6. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Umur dan Masa Kerja Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013 No. 1 2
Variabel Umur Masa Kerja
Mean 32,61 tahun 6,78 tahun
SD 10,044 3,457
Min-Maks 21 tahun – 61 tahun 1 tahun – 13 tahun
1. Gambaran Umur Dari tabel 5.6 diatas dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden adalah 32,61 tahun atau dapat dibulatkan menjadi 33 tahun, umur termuda adalah 21 tahun dan umur pekerja tertua adalah 61 tahun. Standar deviasi dari varibel umur adalah 10,044. 2. Gambaran Masa Kerja Pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa rata-rata masa kerja responden adalah 6,78 tahun (6 tahun 8 bulan) dengan standar deviasi 3,457. Responden ada yang bekerja minimal adalah 1 tahun dan responden dengan masa kerja terlama yaitu responden yang sudah bekerja sebagai pekerja di workshop selama 13 tahun.
113
5.5.4 Gambaran Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur Pekerja Workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Status Gizi, Kebiasaan Merokok dan Kualitas Tidur Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013 No. Variabel 1. Status Gizi Kurus Normal Gemuk 2.
Presentase (%)
1 32 21
1.9% 59,3% 38,9%
15 15 24
27,8% 27,8% 44,4%
40 14
74,1% 25,9%
Kebiasaan Merokok Sedang Ringan Tidak Merokok
3.
N
Kualitas Tidur Sulit tidur Tidur Baik
1. Gambaran Status Gizi Variabel status gizi di dapat dari hasil kuesioner yang di isi oleh responden. Pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa responden yang tergolong berstatus gizi kurus yaitu sebanyak 1 orang (1,9%), responden yang tergolong status gizi normal yaitu sebanyak 32 orang (59,3%) dan responden yang tergolong status gizi gemuk yaitu sebanyak 21 orang (38,9%).
114
2. Gambaran Kebiasaan Merokok Variabel kebiasaan merokok pekerja dapat dikatakan perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang perhari, dikatakan perokok sedang apabila merokok 10-20 batang perhari dan dikatakan perokok berat apabila merokok lebih dari 20 batang perhari. Pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa responden yang tergolong perokok sedang yaitu sebanyak 15 orang (27,8%), responden yang tergolong perokok ringan yaitu sebanyak 15 orang (27,8%), dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 24 orang (44,4%).
3. Gambaran Kualitas Tidur Variabel kualitas tidur diperoleh dari kuesioner PSQI yang diisi oleh responden. Pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kesulitan tidur yaitu sebanyak 40 orang (74,1%) dan responden yang memiliki kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 14 orang (25,9%).
115
116
5.6 Analisis Bivariat 5.6.1 Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X Tabel 5.7 Tabulasi Silang antara Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Pada Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013
Variabel
Iklim Kerja
Iklim Kerja
Terpapar (>NAB) Tidak Terpapar (≤NAB)
Total
Kelelahan Total Berat Sedang Ringan N % N % N % N %
Pvalue
15 45.5 10 30.3 8 24.2 33 100 0.820 8 38.1 8 38.1 5 23.5 21 100 23 42.6 18 33.3 13 24.1 54 100
Berdasarkan tabel 5.8 di atas pekerja yang mengalami paparan iklim kerja ada pada kelompok yang mengalami kelelahan kerja berat yaitu sebanyak 15 orang (45.5%), pada kelompok yang mengalami kelelahan kerja sedang yaitu sebanyak 10 orang (30.3%), pada kelompok yang mengalami kelelahan kerja ringan yaitu sebanyak 8 orang (24.2%), sedangkan pekerja yang tidak mengalami paparan iklim kerja namun mengalami kelelahan kerja berat yaitu sebanyak 8 orang (38.1 %), yang mengalami kelelahan kerja ringan yaitu sebanyak 8 orang (38.1%), dan mengalami kelelahan kerja berat yaitu sebanyak 5 orang (23.5 %). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,820 artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja.
117
5.6.2 Hubungan antara Umur dan Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 Tabel 5.8 Tabulasi Silang antara Umurdan Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013 No.
Variabel
1
Umur
2
Masa Kerja
Tingkat Kelelahan Kerja Berat Sedang Ringan Berat Sedang Ringan
N
Pvalue
23 18 13 23 18 13
0,221
0,541
1. Hubungan antara Umur dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 Pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa hasil uji statistik antara umur dan tingkat kelelahan kerja di dapatkan pvalue sebesar 0,221, artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan tingkat kelelahan kerja. 2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 Pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa hasil uji statistik antara masa kerja dan tingkat kelelahan kerja di dapatkan pvalue sebesar 0,541, artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan tingkat kelelahan kerja.
118
5.6.3 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X Tabel 5.9 Tabulasi Silang antara Status Gizi Pekerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013 Kelelahan
Status
Berat
Gizi
Total
Sedang
Ringan N
%
100
1
100
7
21.9
32
100
42.9
5
23.8
21
100
33.3
13
24.1
54
100
N
%
N
%
N
%
Kurus
0
0
0
0
1
Normal
16
50
9
28.1
Gemuk
7
33.3
9
Total
23
42.6
18
Pvalue
0.299
Berdasarkan tabel diatas pekerja yang memiliki status gizi kurus dan mengalami kelelahan kerja ringan adalah sebanyak 1 orang (100%), pekerja yang memiliki status gizi normal namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 16 orang (50%), mengalami kerja sedang sebanyak 9 orang (28,1%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 7 orang (21,9%). Pekerja yang memiliki status gizi gemuk namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 7 orang (33.3%), mengalami kerja sedang sebanyak 9 orang (42.9%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 5 orang (23.8%).mengalami kelelahan sebanyak 0 orang (0%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,299 artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja.
119
5.6.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X Tabel 5.10 Tabulasi Silang antara Kebiasaan Merokok Pekerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013 Kelelahan
Kebiasaan Merokok
Berat
Total
Sedang
Ringan
N
%
N
%
N
%
N
%
Sedang
6
40
3
20
6
40
15
100
Ringan
6
40
5
33.3
4
26.7
15
100
Tidak Merokok
11
45.8
10
41.7
3
12.5
24
100
Total
23
42.6
18
33.3
13
24.1
54
100
Berdasarkan tabel diatas pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dengan kategori sedang dan mengalami kelelahan kerja berat adalah sebanyak 6 orang (40%), mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 3 orang (20%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 6 orang (40%). Pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dengan kategori ringan namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 6 orang (40%), mengalami kerja sedang sebanyak 5 orang (33.3%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 4 orang (26.7%). Pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dengan kategori tidak merokok namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 11 orang (45.8%), mengalami kerja sedang sebanyak 10 orang (41,7%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 3 orang
Pvalue
0.359
120
(12.5%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,359 artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan kerja. 5.6.5 Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Workshop di PT. X Tabel 5.11 Tabulasi Silang antara Kualitas Tidur Pekerja dengan Kelelahan Pada Pekerja Workshop PT. X Tahun 2013 Kelelahan Kualitas
Berat
Tidur
Total
Sedang
Ringan
N
%
40
100
N
%
N
%
N
%
16
40
12
30
12
30
Tidur Baik
7
50
6
42.9
1
7.1
14
100
Total
230
42.6
18
33.3
13
24.1
54
100
Sulit Tidur
Pvalue
0.222
Berdasarkan tabel diatas pekerja yang memiliki kesulitan tidur dan mengalami kelelahan kerja berat adalah sebanyak 16 orang (40%), mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 12 orang (30%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 12 orang (30%). Pekerja yang memiliki tidur yang baik namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 7 orang (50%), mengalami kerja sedang sebanyak 6 orang (42.9%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 1 orang (7.1%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,222 artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan kelelahan kerja.
121
122
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Penelitian ini menggunakan desain crossectional. 2. Pengukuran kelelahan kerja sebagian dilakukan pada saat pekerja istirahat atau hendak pulang. Karena pengukuran kelelahan kerja dapat dipengaruhi oleh segala hal yang dapat mempengaruhi proses penyegaran tubuh kembali, seperti makan siang, istirahat, cuci muka, dan mengobrol. 3. Beberapa pekerja yang berpotensi mengalami kelelahan sangat sibuk, sehingga sulit untuk dimintai untuk mengikuti reaction timer test sehingga waktunya sangat terbatas. 4. Hasil penelitan pada tiap semua variabelnya yaitu iklim kerja, umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok, dan kualitas tidur hasilnya tidak ada yang berhubungan, kemungkinan terdapat bias informasi karena variabel ini sebagian besar bergantung pada kejujuran dan ingatan responden.
6.2 Tingkat Kelelahan Kerja Kelelahan atau fatigue menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semua keadaan berakibat pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Dapat dikatakan pula sebagai melemahnya tenaga dalam aspek fisik, psikologi maupun mental. Kelelahan baik secara fisiologis maupun psikologis pada
123
dasarnya merupakan suatu mekanisme perlindungan terhadap tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Waktu Reaksi adalah reaksi sederhana atas rangsangan tunggal atau reaksi kompleks yang memerlukan koordinasi. Menurut laporan Setyawati L (1996) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004),
dalam uji waktu reaksi ternyata stimuli terhadap
cahaya lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli suara. Setelah dilakukan analisis, metoda pengukuran kelelahan kerja yang efektif digunakan dan terdapat hubungan hanya dengan metode Reaction timer. Secara umum gejala kelelahan kerja dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai yang sangat melelahkan. Hasil penelitian mengenai gambaran kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X tahun 2013, distribusi kelelahan kerja pada pekerja workshop sebanyak 23 orang mengalami kelelahan kerja pada tingkat berat. Pekerja yang terpapar iklim kerja berdasarkan beban kerja sebanyak 33 orang yang memiliki mengalami kelelahan kerja tingkat sedang, rata-rata masa kerja pekerja adalah 33 tahun dan sebanyak 23 orang yang mengalami kelelahan kerja berat, pekerja yang berstatus gizi normal sebanyak 16 orang yang mengalami kelelahan berat, pekerja yang tidak memiliki kebiasaan rokok namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 11 orang dan pekerja yang memiliki kualitas tidur yang sulit sebanyak 16 orang dan mengalami kelelahan kerja berat. Kelelahan kerja merupakan komponen fisik dan psikis. Kerja fisik yang melibatkan kecepatan tangan dan fungsi mata serta memerlukan konsentrasi terus menerus dapat menyebabkan kelelahan fisiologis dan disertai penurunan keinginan untuk bekerja yang disebabkan faktor psikis sehingga menyebabkan
124
timbulnya perasaan lelah (Suma’mur, 2009). Kelelahan juga dapat berakibat menurunnya perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, penurunan kewaspadaan, konsentrasi dan ketelitian, menurunnya efisiensi dan kegiatankegiatan fisik dan mental yang pada akhirnya menyebabkan kecelakan kerja dan terjadi penurunan poduktivitas kerja (Budiono, 2003).
6.3 Gambaran dan Hubungan Iklim Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Iklim kerja sangat erat kaitannya dengan suhu udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi (Budiono, 2003). Kombinasi keempat faktor tersebut yang dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri yang disebut tekanan panas (heat stress). Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivias kerja pekerja akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24oC sampai 27oC. (Suma’mur, 2009). Berdasarkan obeservasi, dilakukan pengukuran di beberapa titik dimana banyaknya pekerja yang berdiri pada suatu lokasi dengan menggunakan alat indeks WBGT untuk mengetahui suhu iklim kondisi lingkungan pekerja. Hal ini dikarenakan setiap pekerjaan memiliki nilai resiko terjadinya kelelahan akibat iklim kerja yang berbeda. Dari hasil penelitian didapatkan pekerja yang mengalami paparan iklim kerja ada pada kelompok yang mengalami kelelahan kerja berat yaitu sebanyak 15 orang (45.5%), pada kelompok yang mengalami kelelahan kerja sedang yaitu sebanyak 10 orang (30.3%), pada kelompok yang mengalami kelelahan kerja ringan yaitu sebanyak 8 orang (24.2%), sedangkan
125
pekerja yang tidak mengalami paparan iklim kerja namun mengalami kelelahan kerja berat yaitu sebanyak 8 orang (38.1 %), yang mengalami kelelahan kerja ringan yaitu sebanyak 8 orang (38.1%), dan mengalami kelelahan kerja berat yaitu sebanyak 5 orang (23.5 %). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,820 artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustagfirin (2011) bahwa menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kelelehan. Hal ini kemungkinan ketepatan pengukuran WBGT dengan kondisi lingkungan cuaca yang sangat cerah dan rata-rata populasi yang dijadikan sampel merupakan pekerja yang memiliki kategori beban kerja yang baik atau sesuai dengan tingkat pekerjaannya. Sehingga pada saat dilakukan observasi penilaian beban kerja, pekerja memiliki beban kerja yang cukup sesuai lingkungan pekerjaannya. Dikhawatirkan pekerja juga telah mengalami aklimatisasi sesuai dengan suhu di tempat kerjanya.
6.4 Gambaran dan Hubungan Umur Dengan Tingkat Kelelahan Kerja Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Pertambahan umur seseorang berpengaruh terhadap fungsi organ tubuh setelah mencapai puncak kematangan umur dewasa fungsi organ tubuh mengalami penurunan. Penurunan kemampuan melakukan aktifitas dan kemampuan kerja
126
menjadi menurun. Penurunan tersebut karena penyusutan jaringan tubuh secara bertahap, yang meliputi jaringan otot, sistem saraf, dan organ-organ vital lainnya. Dari hasil ini bahwa rata-rata umur responden adalah 32,61 tahun atau dapat dibulatkan menjadi 33 tahun, umur termuda adalah 21 tahun dan umur pekerja tertua adalah 61 tahun. Dari hasil uji statistik bivariat didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,221 artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara umur dengan kelelahan kerja . Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardi (2006) bahwa adanya tingkat kemaknaan dengan nilai probabilitas sebesar 0,0016 artinya ada hubungan antara umur dengan kelelahan kerja. Hal ini kemungkinan disebabkan karena rata-rata usia pekerja dibawah 40 tahun. Seseorang yang berumur muda mampu melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang bertambah umurnya maka kemampuan melakukan pekerjaan berat akan menurun. Semakin bertambahnya umur, tingkat kelelahan kerja akan semakin cepat terjadi dan dalam melakukan pekerjaannya kurang gesit sehingga akan mempengaruhi kinerjanya (Hardi, 2006). Menurut Hidayat (2003), mendapatkan bukti di negara Jepang menunujukan bahwa pekerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat
menderita kelelahan kerja dibandingkan dengan pekerja relative lebih
muda. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil hipotesis bahwa pekerja yang usianya semakin tua mempunyai adaptasi kerja yang baik pada tugas pekerjaannya, dibanding pekerja yang usianya masih muda atau dibawah ratarata.
127
Dalam penelitian ini, tingkat kelelahan dapat menyerang di semua umur (tidak tergantung usianya). Jika pekerja muda, belum tentu mereka selalu mengalami tingkat kelelahan kerja berat, sedang, ringan ataupun normal. Tingkat kelelahan tersebut kemungkinan lebih didominasi oleh cuaca yang berubah-ubah, tingkat kesulitan pekerjaan ataupun tekanan psikologis pekerja saat itu. Begitu juga dengan yang berumur tua, walau cenderung semakin memiliki pengalaman dalam bekerja karena usianya, tidak menutup kemungkinan memiliki golongan kelelahan kerja.
6.5 Gambaran dan Hubungan Masa Kerja dengan Tingkat Kelelahan Kerja Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah memegang pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang kita simpan maka semakin banyak keterampilan yang kita pelajari dan akan semakin banyak hal yang kita kerjakan. Menurut Purnawati (2005), bahwa masa kerja berperan dalam menentukan beban kerja dan tentu dapat mempengaruhi berat, ringannya tingkat kelelahan. Beban kerja yang melebihi kapasitas pekerja yang dialami berkepanjangan selama kehidupan kerja akan berakibat penumpukan kelelahan sehingga berakibat tingginya tingkat kelelahan. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata masa kerja responden adalah 6,78 tahun (6 tahun 8 bulan) dengan standar deviasi 3,457. Responden ada yang bekerja minimal adalah 1 tahun dan responden dengan masa kerja terlama yaitu responden yang sudah bekerja sebagai pekerja di workshop selama 13 tahun.
128
Hasil uji statistik bivariat diketahui bahwa hasil uji statistik antara masa kerja dan tingkat kelelahan kerja di dapatkan pvalue sebesar 0,541, artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan tingkat kelelahan kerja.. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Ardhani (2011) menyatakan dari 47 orang tenaga kerja yang mengalami macam tingkat kelelahan mempunyai hubungan antara faktor individu dengan masa kerja (p = 0,048). Tidak berhubungannya variabel masa kerja dan tingkat kelelahan kerja pada penelitian ini kemungkinan di karenakan adanya bias recall. Pekerja bisa saja kurang tepat dalam mengingat bulan dan tahun mereka pertama kali bekerja di perusahaan ini. Selain itu juga kemungkinan dikarenakan selama masih bekerja yang sesuai dengan kemampuannya, pekerja memiliki proses adaptasi yang baik terhadap pekerjaannya. Kelelahan ini membawa kepada pengurangan fungsi psikologi dan fisiologi
yang dapat dihilangkan dengan upaya
pemulihan. Menurut Granjean (1988), pada
masa
kerja
dengan
periode
dekade, kelelahan berasal dari kelebihan usaha selama beberapa dekade dan dapat dipulihkan dengan pensiun, sedangkan untuk masa kerja yang masih dalam periode tahun, kelelahan berasal dari kelebihan usaha selama beberapa tahun yang dapat dipulihkan dengan liburan.
6.6 Gambaran dan Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kelelahan Kerja
129
Kecukupan gizi pekerja selama bekerja merupakan salah satu bentuk penerapan syarat keselamatan, dan kesehatan kerja sebagai bagian dari upaya meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Gizi merupakan salah satu aspek kesehatan kerja yang memiliki peran penting dalam peningkatan produktivitas kerja. Populasi sampel yang diteliti adalah berjenis kelamin laki-laki, sehingga untuk status gizi dalam kategori kurus memiliki nilai IMT sebesar <17, kategori normal memiliki nilai IMT sebesar 17-23, dan untuk kategori gemuk 23,1-27 (Depkes, 2003). Penilaian status gizi di dapat dari hasil kuesioner yang di isi oleh responden dalam memberikan informasi berat badan dan tinggi badan. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa responden yang tergolong berstatus gizi kurus yaitu sebanyak 1 orang (1,9%), responden yang tergolong status gizi normal yaitu sebanyak 32 orang (59,3%) dan responden yang tergolong status gizi gemuk yaitu sebanyak 21 orang (38,9%). Hasil uji statistik, bahwa pekerja yang memiliki status gizi kurus dan mengalami kelelahan kerja ringan adalah sebanyak 1 orang (100%), pekerja yang memiliki status gizi normal namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 16 orang (50%), mengalami kerja sedang sebanyak 9 orang (28,1%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 7 orang (21,9%). Pekerja yang memiliki status gizi gemuk namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 7 orang (33.3%), mengalami kerja sedang sebanyak 9 orang (42.9%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 5 orang (23.8%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,299 artinya pada α 5% tidak ada
130
hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Ardhani (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor individu yaitu status gizi (p = 0,014) dengan distribusi responden dari 47 orang tenaga kerja sebagian besar mengalami tingkat kelelahan. Tidak berhubungannya variabel status gizi dan tingkat kelelahan kerja pada penelitian ini kemungkinan di karenakan adanya bias recall. Pekerja bisa saja lupa mengenai berat badan dan tinggi badan pekerja. Hal ini merupakan salah satu keterbatasan peneliti untuk mengumpulkan pekerja dalam melakukan timbangan berat badan dan tinggi badan. Dalam penelitian ini walaupun status gizi tidak berhubungan kelelahan kerja, akan tetapi orang yang gizinya normal mengalami kelelahan kerja tingkat berat yaitu sebanyak 16 orang (50%). Dalam hal ini penelitian tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eraliesa, (2008) yangmengatakan adanya hubungan antara status gizi dengan tingkat kelelahan kerja. Hal ini kemungkinan disebabkan rata-rata status gizi pekerja dalam keadaan normal. Karena gizi yang baik adalah faktor penentu derajat produktivitas kerja seseorang.
6.7 Gambaran dan Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Tingkat Kelelahan Kerja Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran juga menurun. Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok,
131
semakin tinggi tingkat kelelahan otot yang dirasakan. Hal ini sebenarnya terkait otot dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Seseorang dapat dikatakan perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang perhari, dikatakan perokok sedang apabila merokok 10-20 batang perhari dan dikatakan perokok berat apabila merokok lebih dari 20 batang perhari (Bustan, 2000). Dari hasil penelitian, bahwa responden yang tergolong perokok sedang yaitu sebanyak 15 orang (27,8%), responden yang tergolong perokok ringan yaitu sebanyak 15 orang (27,8%), dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 24 orang (44,4%). Hasil uji statistik bivariat, menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dengan kategori sedang dan mengalami kelelahan kerja berat adalah sebanyak 6 orang (40%), mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 3 orang (20%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 6 orang (40%). Pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dengan kategori ringan namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 6 orang (40%), mengalami kerja sedang sebanyak 5 orang (33.3%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 4 orang (26.7%). Pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dengan kategori tidak merokok namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 11 orang (45.8%), mengalami kerja sedang sebanyak 10 orang (41,7%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 3 orang (12.5%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,359 artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan kerja.
132
Hal ini tidak sejalan dengan teori Tarwaka (2004), yaitu apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul kelelahan. Kemungkinan yang terjadi adalah pekerja dapat mengatur keadaan tubuhnya dengan kebiasaan merokok sehingga mengurangi terjadinya proses kelelahan. Sebagian besar pekerja berpendapat, bahwa rokok menjadikan stimulasi penyemangat dalam bekerja. Apabila merasa lelah atau bosan, mereka sedikit berusaha mengambil kesempatan pada jam bekerja untuk merokok, namun hal ini tidak menjadikan keharusan dalam pekerjaannya sebab pekerja wajib mematuhi peraturan perusahaan yang ada.
6.8 Gambaran dan Hubungan Kualitas Tidur dengan Tingkat Kelelahan Kerja Salah satu penyebab kelelahana dalah ganguan tidur (sleep distruption) yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan ganguan pada circadian rhythms akibat jet lag atau shift kerja. Tidur adalah proses alamiah manusia untuk memberikan kesempatan pada sel saraf (neuron) tubuh kita untuk beristirahat dan memperbaiki kondisinya. Variabel kualitas tidur diperoleh dari kuesioner PSQI yang diisi oleh responden. Pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kesulitan tidur yaitu sebanyak 40 orang (74,1%) dan responden yang memiliki kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 14 orang (25,9%).
133
Hasil penelitian yang didapatkan pekerja yang memiliki kesulitan tidur dan mengalami kelelahan kerja berat adalah sebanyak 16 orang (40%), mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 12 orang (30%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 12 orang (30%). Pekerja yang memiliki tidur yang baik namun mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 7 orang (50%), mengalami kerja sedang sebanyak 6 orang (42.9%), dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 1 orang (7.1%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,222 artinya pada α 5% tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan kelelahan kerja. Hasil penilitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Nanik (2008), bahwa ada hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan terjadinya kelelahan dengan nilai probabilitas 0,043. Tidak berhubungannya antara variabel kualitas tidur dengan tingkat kelelahan kerja adanya kemungkinan faktor perilaku kebiasaan pekerja. Sedangkan perilaku terbiasa tidak menjadikan hal-hal dalam pekerjaannya menjadi hambatan untuk terjadinya kelelahan kerja, melainkan proses rutinitas dalam kesehariannya. Kemungkinan banyaknya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketika pekerja mengalami kesulitan tidur seperti psikologis, tidak dapat diukur sebab akibat di setiap masalah dalam diri sesorang. Namun seseorang yang memiliki golongan tidur yang baik tidak menutup kemungkinan termasuk kategori tingkat kelelahan kerja berat sebanyak 7 orang (50%).
134
BAB VII KESIMPULAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada workshop PT. X Jakarta diperoleh kesimpulam sebagai berikut : 1. Tingkat pekerja yang mengalami kelelahan kerja berat 28 orang ( 42,6 %), pekerja yang mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 18 orang (33,3%) dan pekerja yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 13 orang (24,1%). 2. Gambaran iklim kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta sesuai tingkat beban kerjanya yaitu yang mengalami paparan iklim kerja >NAB adalah sebanyak 33 orang (61,1%), dan pekerja yang mengalami iklim kerja ≤NAB adalah sebanyak 21 orang (38,9 %). 3. Gambaran faktor individu (umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok, dan kualitas tidur) terhadap kelelahan kerja yaitu : a. Rata-rata umur responden adalah 32,61 tahun atau dapat dibulatkan menjadi 33 tahun, umur termuda adalah 21 tahun dan umur pekerja tertua adalah 61 tahun. b. Rata-rata masa kerja responden adalah 6,78 tahun (6 tahun 8 bulan). Responden ada yang bekerja minimal adalah 1 tahun dan responden dengan masa kerja terlama yaitu responden yang sudah bekerja sebagai pekerja di workshop selama 13 tahun.
135
c. Responden yang tergolong berstatus gizi kurus yaitu sebanyak 1 orang (1,9%), responden yang tergolong status gizi normal yaitu sebanyak 32 orang (59,3%) dan responden yang tergolong status gizi gemuk yaitu sebanyak 21 orang (38,9%). d. Responden yang tergolong perokok sedang yaitu sebanyak 15 orang (27,8%), responden yang tergolong perokok ringan yaitu sebanyak 15 orang (27,8%), dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 24 orang (44,4%). e. Gambaran kesulitan tidur dan mengalami kelelahan kerja adalah responden yang memiliki kesulitan tidur yaitu sebanyak 40 orang (74,1%) dan responden yang memiliki kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 14 orang (25,9%). 4. Tidak terdapat hubungan antara iklim kerja dengan kelelahan kerja (P=0,820). 5. Tidak ada hubungan antara faktor individu dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja workshop di PT. X Jakarta tahun 2013 yaitu umur dengan Pvalue 0.221, masa kerja dengan Pvalue 0.541, status gizi pekerja dengan Pvalue 0.299, kebiasaan merokok dengan Pvalue 0.359, dan kualitas tidur dengan Pvalue 0.222.
136
7.2 Saran 7.2.1 Bagi Perusahaan Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan bahwa semua variabel iklim kerja dan faktor individu tidak berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja, namun tetap disarankan untuk melakukan peningkatan dan pemeliharaan yang terkait dengan iklim kerja dan faktor individu adalah sebagai berikut : 1. Iklim Kerja Untuk menghindari terjadinya kelelahan kerja akibat iklim kerja dapat dilakukan dengan mengurangi paparan iklim kerja yang diterima pekerja salah satunya dengan cara : a. Meningkatkan pengendalian lingkungan kerja: -
produktivitas ventilasi udara untuk memberikan aliran udara dalam ruangan yang luas, atau dapat memberikan exhaust pada tiap bagian pekerjaan. Peningkatan kecepatan udara
dapat
membantu
penguapan
keringat
dan
mendinginkan para pekerja. b. Pemeliharaan dengan pengendalian administrative : -
Memastikan para pekerja yang dilingkungan yang panas atau pekerja yang terpapar panas telah dilatih dengan baik sehingga para pekerja dapat mengerti bahaya-bahaya potensial yang mungkin terjadi.
137
c. Pemeliharaan penggunaan Personal Protective Equipment : menggunakan pakaian pelidung
yang
diperlukan
yang
membuat pekerja mudah berkeringat dan tidak lengket dengan kulit. 2. Faktor Individu Pihak perusahaan PT. X disarankan tetap membangun semangat para pekerja, dengan memperhatikan waktu kerja yang teratur, waktu istirahat yang cukup efisien bagi pekerja dan perusahaan, serta dapat melakukan aktifitas kesegaran jasmani minimal satu minggu sekali. Namun hal ini tetap memperhatikan kompetensi dari pekerja agar sesuai dengan posisi atau keahliannya guna mengurangi rasa lelah psikologis maupun rasa bosan.
7.2.2 Bagi Peneliti 1. Perlu diadakannya penelitian lanjutan: a. Memperhatikan teknik pengambilan data terutama pada saat pengukuran lingkungan fisik dan teknik pengambilan sampel. b. Memperhatikan status kesehatan yang dapat mempengaruhi kelelahan kerja pekerja dengan baik. 2. Menggunakan alat-alat uji lingkungan yang lebih lengkap, seperti tes debu, tes udara, dan uji kimia jika diperlukan.
138
DAFTAR PUSTAKA Ardhani, Zahroh Setyo. 2011. Hubungan Faktor Individu Dengan Tingkat Kelelahan Kerja SubyektJika Pada Tenaga Kerja Bagian Pengepakan (Flour Packing) Di Pt. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Surabaya. Skripsi. FKM Universitas Airlangga. Ariani, Diah Nova. 2009. Tinjauan Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat (Fatigue) Pada Pengemudi Bulk Truck PT. BCS Subkontraktor PT. Holcim Tbk. Plant Narogong tahun 2009. Skripsi: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Benny L, Pratama dan Adhi Ari Utomo dalam Edhie Sarwono, dkk, 2002, Green Company Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LK3), Jakarta: PT Astra International Tbk. Budiono, A. M. S. Kebijakan Perlindungan Tenaga Kerja. Dalam: Budiono, A. M. S, dkk. Bunga Rampai Hiperkes Dan KK Edisi Kedua (Revisi), Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2003 Bustan, M.N, Dr. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta Campellone, JV (2006). EEG BRAIN WAVE TEST Diambil pada 11 Pebruari 2006 Dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003931.htm dalam Sunardi. Elektroensefalogram (EEG). [cited: 2013 November]. Available : http://nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/eeg.pdf
Daryus, Asyari. 2008. Proses Produksi II Mesin Bubut. Universitas Dharma Persada Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2003. Modul Pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Pemenuhan Kecukupan Gizi Bagi Pekerja. [cited: 2013 June]. Available: http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/747 Depkes RI. 2003. Pedoman Pembinaan Kesehatan Umur Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Depkes :Jakarta Depkes RI. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI, 1991 Depnaker. 2004. Training Material Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bidang Keselamatan Kerja. Jakarta: Depnaker Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Bahaya Rokok Bagi Kesehatan Manumur. [cited: 2013 September]. Available :
139
http://www.dinkes2.bogorkab.go.id/index. php?option=com_content&view=article&id=171&Itemid=122 Dwi P. Sasongko, dkk. 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Eraliesa, Fandrik. 2008. Hubungan Faktor Individu Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat Di Pelabuhan Tapaktuan Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan 2008. Skripsi. FKM Universitas Sumatra Utara. Fahri Sukmal dkk. 2010. Kebisingan Dan Tekanan Panas Dengan Perasaan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Drilling Pertamina EP Jambi. Jurnal: Universitas Muhamadiyah Semarang. Fatigue Management Plan – Participant’s workbook, 2010. Febrina Kodrat, Kimberley. 2011. Pengaruh ShJikat Kerja Terhadap Kelelahan Pekerja Pabrik Kelapa Sawit Di Pt. X Labuhan Batu. Jurnal Teknik Industri, Vol. 12, No. 2, Agustus 2011: 110–117 Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC. Ganong, W.F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Gradjean, E. Fitting the Task to The Man 4th. Dalam: Tarwaka, dkk. Ergonomi Untuk Guyton, Arthur dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (alih Bahasa: Irawati Setiawan. Jakarta: ECG, 2004 Hardi, M.Kes, Ikram. 2006. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Di Bagian Produksi PT. Sermani Steel Makassar Tahun 2006. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar. Harrington, JM, Gill, FS. Buku Saku Kesehatan Kerja. Alih Bahasa Sudjoko Kuswadji. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2005 Haryono, Widodo dkk. 2009. Hubungan Antara Beban Kerja, Stres Kerja Dan Tingkat Konflik Dengan Kelelahan Kerja Perawat Di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta. Jurnal: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta Harwanto, Irwan. 2004. Perbedaan Tingkat Kelelahan Tenaga Kerja Akibat Intensitas Kebisingan Berbeda Di PT Kereta Api (Persero) Daerah Operasi IV Semarang. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip. Hidayat, T. 2003. Bahaya Laten Kelelaan Kerja. Harian Pikiran Rakyat. Jakarta dalam Eraliesa, Fandrik. 2008. Hubungan Faktor Individu Dengan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat Di Pelabuhan Tapaktuan Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan 2008. Skripsi. FKM Universitas Sumatra Utara. I Dewa Nyoman Supariasa. Bachyar Bakri. Ibnu Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi, Jakarta: EGC.
140
International Labour Organization. Encyclopedia of Occupational Health and Safety. 1983. Vol II. International Labour Office, Geneva Iviana, Anda, dkk. 2007. Perbaikan Desain Tempat Kerja Pada Proses Pengelasan Smaw Melalui Pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) Dan Analisis Ergonomi Di Bengkel Las, PPNS-ITS. Jurnal. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo Surabaya Indonesia Kimberly Febrina Kodrat. Pengaruh ShJikat Kerja Terhadap Kelelahan Pekerja Pabrik Kelapa Sawit Di PT. X Labuhan Batu. Jurnal. Fakultas Teknik Universitas Al Azhar Medan Koesyanto, Herry. 2008. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Mengajar Pada Guru Sekolah Dasar Se-Kecamatan Semarang Barat Tahun Ajaran 2006/2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 3. Kosasih Indra. Keselamatan Dalam Bengkel. [cited : 2013 Agustus] available: http://blognyaindrakosasih.blogspot.com/2013/05/keselamatan-dalambengkel-workshop.html Modul Praktikum Biomekanika. Laboratorium Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi. Universitas Islam Indonesia 2011. Noor Fatimah. 2002. Hubungan beberapa Faktor Beban Tambahan Lingkungan Kerja dengan Kelelahan pada Tenaga Kerja Wanita ShJikat Pagi Di Bagian Packing PT Palur Raya Karanganyar. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip. Noval Mauludi, Moch. 2010. Faktor –Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pada Pekerja Di Proses Produksi Kantong Semen PBD (Paper Bag Division) Pt. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup-Bogor. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. TAHUN 2010 Putri, Duhita Pangesti. 2008. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Pekerja Teradap Kelelahan (Fatigue) Pada Operator Alat Besar Di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya Periode Tahun 2008. Skripsi. FKM Univesitas Indonesia Park, Jungsun,dkk. Long Working Hours and Subjective Fatigue Symptoms. 2001. Original Article. Industrial Health. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER/13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja Prof. Dr. Suryanto., M.Si. Apa Itu Gender?. [citied: 2013 Oktober] Available : www.suryanto.blog.unair.co.id. Purnawati, Susi. 2005. Kelelahan Umum pada pekerja shift dan faktor-faktor yang berhubungan pada pekerja Inspector Soft Drinks Pabrik Minuman Botol PT. X Bali Tahun 2005. Tesis: Universitas Indonesia Prodi Kedokteran Kerja
141
Putu Gunasastra, Dewa,dkk. 2013. Hubungan Antara Iklim Kerja, Asupan Gizi Sebelum Bekerja, Dan Beban Kerja Terhadap Tingkat Kelelahan Pada Pekerja Shift Pagi Bagian Packing Pt.X, Kabupaten Kendal. Jurnal Kesehatan Masyarakat. UNDIP Ramdan, Iwan M.. Dampak Giliran Kerja, Suhu dan Kebisingan terhadap Perasaan Kelelahan Kerja di PT LJP Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM. Universitas Mulawarman. 2007. Ramdhani, M. Tamar. 2010. Hubungan Beban Kerja, Status Gizi, dan Umur dengan Tingkat Kelelahan Kerja Operator Bagian Dyeing di PT. X Salatiga. Skripsi. Universitas Diponegoro. Rini Kadarwati, dkk. Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja di Pabrik Frame Kacamata PT. Luxindo Nusantara Semarang (Juni 2005 – Juni 2006). Jurnal Kesehatan Masyarakat. UNIMUS Riyadi, Didi Selamet. 2010. Teknologi Mekanik II Mesin Gerinda. Jurusan Mesin. Poli Teknik Cilacap Schultz, D.P. Psycholog y and Industry Today, An Introduction to Industrial and Organizational Psycholog y, 1982. Third Edition, Macmillan Publishing Co. Inc., New York Sihar Tigor Benjamin Tambunan. 2005. Kebisingan Di Tempat Kerja (Occupational Noise), Yogyakarta: Andi. Silaban, Gerry. 1998. Kelelahan Kerja. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Tahun XXVI No. 10: 593 – 543. Smyth, Carole. 2013. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Practises: The Hartford Institute for Geriatric Nursing, New York University, College of Nursing Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Sritomo Wignjosoebroto. 2003. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Surabaya: Guna Widya. Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suma’mur, P. K. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : CV. Mas Agung, 2009 ___________. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : CV. Mas Agung, 1996 Susetyo, Joko. Prevalensi Keluhan SubyektJika Atau Kelelahan Karena Sikap Kerja Yang Tidak Ergonomis Pada Pengrajin Perak. Jurnal Teknologi Volume. 1 Nomor 2 , Desember 2008, 141-149. Syukron Salman Yasin, 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan pada pekerja di Unit Power Plant PT. X Cepu. Fakultas Kesehatan Masyarakat. UNDIP. Tarwaka. Bakri, Solichul. H. A. Sudiajeng, Lilik. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press, 2004
142
Tim Hiperkes. 2004. Panduan Praktikum Laboratorium Hiperkes & Keselamatan Kerja. Semarang: Balai Hiperkes Jawa Tengah Tri Yuni Ulfa, 2005. Pengaruh Kebisingan terhadap Kelelahan pada Tenaga Kerja Industri Pengoahan Kayu Brumbung Perum Perhutani Semarang. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang. Wardani, Dkk. 2011. Hubungan Faktor Risiko Lingkungan Fisik Dengan Kelelahan Tenaga Kerja Di Industri Konveksi Rm Tailor Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Kesesahatn Kerja. Sanitasi, Volume 3 Nomor 2 Hal 47 Ihsan, Taufik, dkk. 2010. Hubungan Antara ShJikat Kerja Dengan Tingkatan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Di Pabrik Perakitan Mobil Indonesia. Jurnal. Program Studi Magister Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung University of Pittsburg. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) 2011.
143
No. Responden
Tanggal
FAKTOR-FAKTOR YANG BERUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA BENGKEL DI PT. X JAKARTA TAHUN 2013 Assalamu’alaikum Wr. Wb Saya Era Prasasti, mahasiswi Kesehatan Masyarakat Peminatan K3 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan pengumpulan data mengenai perasaan kelelahan kerja yang saudara rasakan saat bekerja, dimana pengumpulan data ini adalah sebagai salah satu penyusunan tugas akhir (skripsi). Semua data dan informasi yang saudara berikan akan dijaga kerahasiaannya dan kuesioner ini akan dimusnahkan apabila sudah tidak digunakan lagi. Atas perhatian dan kerjasama saudara saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Apakah anda Bersedia ? YA (lingkari pada jawaban) TIDAK Tanda Tangan
IDENTITAS RESPONDEN Nama : No. Telp
:
Umur
: ………thn
Masa kerja
: ………………..
Tinggi Badan & Berat Badan : ……………….. Riwayat Penyakit
: …………………
Keadaan Kesehatan hari ini : Sehat / Sakit No. A A1.
Petanyaaan Pengukuran kualitas tidur menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) Kapan biasanya waktu tidur anda (siang/malam)?
Kode [ ] [ ]
---------------------------------
144
A2.
A3.
Berapa lama (dalam menit) dari anda terjaga sampai dapat tertidur saat malam hari?
[ ]
-----------------------------------Selama sebulan lalu kapan biasanya anda bangun pagi (jam)? [ ]
A4.
-----------------------------------------Berapa jam anda tidur tiap harinya? [ ] --------------------------------------
(Beri salah satu Tanda Cheklist ( √ ) pada kolom pilihan jika anda mengalami di periode tersebut, pada 0,1,2, atau 3) No Pertanyaan Skor Kode A5. Selama sebulan lalu, Tidak Kurang dari 1-2 kali 3 atau berapa kali mengalami pernah satu kali dalam lebih gangguan tidur karena selama dalam seminggu dalam anda..... sebulan seminggu semin lalu ggu 0 1 2 3 a. Tidak dapat tertidur [ ] lebih dari 30 menit b. Bangun di tengah malam atau [ ] menjelang pagi c. Harus bangun untuk ke kamar mandi [ ] d. Kurang nyaman dalam bernafas e. Batuk atau mendengkur dengan nyaring f. Merasa terlalu dingin g. Merasa terlalu panas
[ ] [ ]
[ ] [ ]
145
h. Mengalami mimpi buruk i.
[ ]
Mengalami sakit
[ ]
j. A6.
A7.
A8.
Alasan lain, silahkan sebutkan: Selama sebulan lalu, berapa kali anda menggunakan obat untuk membantu anda tidur Seberapa sering anda mengantuk ketika mengemudi, makan, atau beraktifitas sosial? Seberapa banyak masalah yang anda miliki dan anda tidak bergairah untuk menyelesaikannya?
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
Sangat baik 0
Agak baik 1
Agak buruk 2
Bagaimana anda menilai kualitas tidur anda secara keseluruhan? A10 Apakah ada yang mendampingi anda saat tidur ? . (lingkari salah satu) a. Tidak ada teman tidur b. Teman tetapi tidak 1 kamar c. Teman diruangan yg sama, tapi tdk 1 tempat tidur d. Ada teman tidur di 1 tempat tidur
Sanga t buruk 3
A9.
Diisi oleh Peneliti
[ ]
[ ]
146
1.
Beban Kerja 1. ........................ 2. ........................ 3. ........................ 4. ........................ 5. ........................
2.
Suhu Iklim / Lokasi
2
Kelelahan Berdasarkan Reaction Timer Test Tingkat kelelahan berdasarkan waktu reaksi yang ditempuh Waktu Reaksi 1 2 3 4 5 6 7 8
9
Sblm Ssdh
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda Saya Ucapkan Terima Kasih Era Prasasti
10
Ratarata
147
Perhitungan Beban Kerja Rata-Rata Pada Pekerja Workshop PT. X Jakarta Tahun 2013 Leader
Mengangkat benda Memeriksa benda memperbaiki
Mekanik
Leader Posisi Badan
Jenis Pekerjaan 0.6 0.6 0.6 0.6
memutar mur membersihkan bagian benda
3.5 2.5 3.5 3.5
Rata-rata Helper
Mengangkat benda Memeriksa benda memperbaiki
Rata-rata
Mekanik
memutar mur membuka plat membersihkan bagian benda
Helper Posisi Badan
Jenis Pekerjaan 0.6 0.6 0.6 0.3 0.6
3.5 2.5 3.5 3.5 3.5
Jumlah Total Kal Waktu Kal 4.1 5 20.5 3.1 15 46.5 4.1 15 61.5 4.1 5 20.5 40 149 3.7
Jumlah Total Kal Waktu Kal 4.1 5 20.5 3.1 10 31 4.1 20 82 3.8 30 114 4.1 30 123 95 370.5 3.9
148
Leader & Helper
Rewinding - Mekanik Posisi Badan
Cek Overhoul Mesin
Ketok Gulung dinamo Membersihkan
Memeriksa part Meraba mesin membongkar Memindahkan part
Jenis Pekerjaan 0.6 3 0.6 3 0.6 0.6 0.6 0.6
semprot Memindahkan part
3.5 1.2 3.5 3.5 2.5 5 1.2 3.5
Rata-rata Leader& Helper
Balancing - Mekanik Posisi Badan
Cek Memasang ke balancer Periksa monitor Menambah/mengurangi daging besi di benda Melepaskan dari balancer Memindahkan benda Rata-rata
Jumlah Total Kal Waktu Kal 4.1 5 20.5 4.2 10 42 4.1 15 61.5 6.5 5 32.5 3.1 15 46.5 5.6 30 168 1.8 1 1.8 4.1 1 4.1 82 376.9 4.6
Jenis Pekerjaan
Memeriksa part Mengangkat dengan crane Memastikan kencangan Dengan monitor Las
0.3 3 0.3 0.3 0.3
2.5 2.5 2.5 1.2 3.5
Menggunakan tang Dengan crane
0.3 3
2.5 2.5
Jumlah Total Kal Waktu Kal 2.8 5 14 5.5 10 55 2.8 3 8.4 1.5 5 7.5 3.8 30 114
2.8 5.5
10 5 68
28 27.5 254.4 3.7
149
Leader
Quality Control Posisi Badan
Cek Memonitor Rata-rata
Memeriksa AC-DC mesin Melihat progres mesin
Helper
Quality Control
Jenis Pekerjaan
Jumlah Total Kal Waktu Kal 1.2 1.8 5 9 1.2 1.8 30 54 35 63 1.8
Jenis Pekerjaan 0.3
Jumlah Total Kal Waktu Kal 3.5 3.8 5 19
0.3 0.3
3.5 3.5
3.8 3.8
10 10
38 38
0.3 0.3
3.5 3.5
3.8 3.8
10 15
38 57
0.3
3.5
3.8
10
38
0.6 0.6
Posisi Badan Cek Pasang Kabel Bongkar Rumah ACDC
Memeriksa AC-DC mesin Menghubungkan kabel ACDC Membuka rumah ACDC Mengencangkan dengan tang Menutup Rumah ACDC
Test Pasca test Rata-rata
Melepas semua bagian kabel dari yg di test
60
228 3.8
150
Helper
Bubut Posisi Badan
Mengakat benda Memasangkan benda Membubut Rata-rata
Memasang dengan crane Memastikan part berada di posisi pembubutan Meneliti pola bubut
Jenis Pekerjaan 0.6 0.6
Jumlah Total Kal Waktu Kal 1.2 1.8 5 9 9 9.6 30 288
0.6
3.5
4.1
30 65
123 420 6.5
Perhitungan Tingkat Beban Kerja Pada Pekerja Wokshop PT. X Jakarta Tahun 2013 No. Res 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Beban Kerja Ratarata 3.7 3.9 3.9 3.9 3.9 3.9 3.9 3.9 3.9 3.9 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 3.7 3.7 3.7 3.7 3.7 3.7 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8
BB 70 65 70 70 42 88 55 70 68 75 67 82 78 60 62 61 65 72 46 47 62 60 45 62 63 50 60 65 66 65 65 60 65 55
Metabolism e Basal (Kkal/menit) 0.15 0.14 0.15 0.15 0.09 0.18 0.11 0.15 0.14 0.16 0.14 0.17 0.16 0.13 0.13 0.13 0.14 0.15 0.10 0.10 0.13 0.13 0.09 0.13 0.13 0.10 0.13 0.14 0.14 0.14 0.14 0.13 0.14 0.11 i
Total Beban Total Beban Keteranga Kerja Kerja n Beban (kalori/menit (Kalori/jam Kerja ) ) 3.85 231 Sedang 4.04 242 Sedang 4.05 243 Sedang 4.05 243 Sedang 3.99 239 Sedang 4.08 245 Sedang 4.01 241 Sedang 4.05 243 Sedang 4.04 243 Sedang 4.06 243 Sedang 4.74 284 Sedang 4.77 286 Sedang 4.76 286 Sedang 4.73 284 Sedang 4.73 284 Sedang 4.73 284 Sedang 4.74 284 Sedang 4.75 285 Sedang 3.80 228 Sedang 3.80 228 Sedang 3.83 230 Sedang 3.83 230 Sedang 3.79 228 Sedang 3.83 230 Sedang 1.93 116 Ringan 1.90 114 Ringan 1.93 116 Ringan 1.94 116 Ringan 1.94 116 Ringan 1.94 116 Ringan 1.94 116 Ringan 1.93 116 Ringan 1.94 116 Ringan 1.91 115 Ringan
ii
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
1.8 3.8 3.8 3.8 3.8 3.8 3.8 3.8 3.8 3.8 6.5 6.5 6.5 6.5 6.5 6.5 6.5 6.5 6.5 6.5
63 56 60 59 58 48 69 66 59 58 67 60 59 60 60 66 59 58 67 60
0.13 1.93 116 0.12 3.92 235 0.13 3.93 236 0.12 3.92 235 0.12 3.92 235 0.10 3.90 234 0.14 3.94 237 0.14 3.94 236 0.12 3.92 235 0.12 3.92 235 0.14 6.64 398 0.13 6.63 398 0.12 6.62 397 0.13 6.63 398 0.13 6.63 398 0.14 6.64 398 0.12 6.62 397 0.12 6.62 397 0.14 6.64 398 0.13 6.63 398 `= 1 x BB x `= BK Rata2 Dijadikan (480 menit) + MB ke Jam 480 menit = 8 jam
Ringan Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat
iii
Analisis Univariat Statistics Umur N
Valid
Masa_Kerja 54
54
0
0
Mean
32.61
6.78
Median
28.00
6.00
10.044
3.457
Variance
100.884
11.950
Minimum
21
1
Maximum
61
13
Missing
Std. Deviation
Iklim_Kerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Terpapar
33
61.1
61.1
61.1
Tidak Terpapar
21
38.9
38.9
100.0
Total
54
100.0
100.0
Status_Gizi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Kurus
1
1.9
1.9
1.9
Normal
32
59.3
59.3
61.1
Gemuk
21
38.9
38.9
100.0
Total
54
100.0
100.0
iv
K_Merokok Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Sedang
15
27.8
27.8
27.8
Ringan
15
27.8
27.8
55.6
Tidak Merokok
24
44.4
44.4
100.0
Total
54
100.0
100.0
Kualitas_Tidur Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Sulit Tidur
40
74.1
74.1
74.1
Tidur Baik
14
25.9
25.9
100.0
Total
54
100.0
100.0
v
Analisis Bivariat Kruskal Wallis Ranks Kelelahan _Obj Umur
Masa_Kerja
N
Mean Rank
Berat
23
24.33
Sedang
18
32.64
Ringan
13
26.00
Total
54
Berat
23
25.76
Sedang
18
30.83
Ringan
13
25.96
Total
54
Test Statisticsa,b Umur Chi-Square df Asymp. Sig.
Masa_Kerja
3.017
1.228
2
2
.221
.541
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelelahan_Obj
vi
CROSS TAB Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Iklim_Kerja * Kelelahan_Obj
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
Status_Gizi * Kelelahan_Obj
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
K_Merokok * Kelelahan_Obj
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
Kualitas_Tidur * Kelelahan_Obj
Kualitas Tidur Kelelahan Kerja Berat Kualitas_Tidur
Sulit Tidur
Count % within Kualitas_Tidur
Tidur Baik
Count % within Kualitas_Tidur
Total
Count % within Kualitas_Tidur
Sedang
Ringan
Total
16
12
12
40
40.0%
30.0%
30.0%
100.0%
7
6
1
14
50.0%
42.9%
7.1%
100.0%
23
18
13
54
42.6%
33.3%
24.1%
100.0%
vii
Kebiasaan Merokok Kelelahan Kerja Berat K_Merokok
Sedang
Count % within K_Merokok
Ringan
Count % within K_Merokok
Tidak Merokok
Count % within K_Merokok
Total
Count % within K_Merokok
Sedang
Ringan
Total
6
3
6
15
40.0%
20.0%
40.0%
100.0%
6
5
4
15
40.0%
33.3%
26.7%
100.0%
11
10
3
24
45.8%
41.7%
12.5%
100.0%
23
18
13
54
42.6%
33.3%
24.1%
100.0%
Status Gizi Kelelahan Kerja Berat Status_Gizi
Kurus
Count % within Status_Gizi
Normal
Count % within Status_Gizi
Gemuk
Count % within Status_Gizi
Total
Count % within Status_Gizi
Sedang
Ringan
Total
0
0
1
1
.0%
.0%
100.0%
100.0%
16
9
7
32
50.0%
28.1%
21.9%
100.0%
7
9
5
21
33.3%
42.9%
23.8%
100.0%
23
18
13
54
42.6%
33.3%
24.1%
100.0%
viii
Iklim Kerja Kelelahan Kerja Berat Iklim_Kerja
Terpapar
Count % within Iklim_Kerja
Tidak Terpapar
Count % within Iklim_Kerja
Total
Count % within Iklim_Kerja
Sedang
Ringan
Total
15
10
8
33
45.5%
30.3%
24.2%
100.0%
8
8
5
21
38.1%
38.1%
23.8%
100.0%
23
18
13
54
42.6%
33.3%
24.1%
100.0%
ix
x