HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN TINGKAT KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA LAPANGAN BAGIAN PRODUKSI PT. J RESOURCES BOLAANG MONGONDOW RELATIONSHIP BETWEEN JOB STRESS WITH LEVELS OF FATIGUE IN THE FIELD OF THE PRODUCTION WORKERS AT PT. J RESOURCES BOLAANG MONGONDOW Syahdianto1, Jootje M. L. Umboh2, Paul A. T. Kawatu3, Nancy S.H. Malonda4 Bidang Minat Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRACT Background: Regulation no. 36 of 2009 on Health Section 164 first 4 explains that health efforts aimed at protecting workers in order to live a healthy and free from health problems and adverse effects caused by the job. One of the barriers corelated with the productivity of employees in a company or organization is fatigue. Fatigue may lead to some circumstances which decreased work performance, physiological function and neural motor declines, the body feels uncomfortable in addition to declining morale. In addition, psychosocial issues such as stress at work has to do with health problems are serious, including heart disease, stroke, cancer caused by hormone problems, and a host of mental health problems. Objective: to analyze the relationship of job stress with levels of fatigue in the field of the production workers at PT. J Resources Bolaang Mongondow with sample of 145 respondents. Methods: This study used observational research, using cross-sectional approach. Research tools used questionnaires of job stress and type 6027 Reaction Timer to measure fatigue. Data analysis using the chi-square formula (p> 0.05). Results: showed that after work, 53.1% of the production field workers experienced mild fatigue levels and 46.9% of workers who experience moderate levels of fatigue. As for the stress of work, 66.2% of the production field workers do not experience the stress of work and 33.8% of workers who experience job stress. Conclusion: The results of the statistical test showed no corelations between work stress fatigue levels in the field of the production workers at PT. J Resources Bolaang Mongondow (p = 0.383). Keyword : work stress, levels of fatigue, field workers
ABSTRAK
Latar Belakang: Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 164 ayat 4 menjelaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Salah satu hambatan yang berhubungan dengan produktivitas karyawan di suatu perusahaan atau organisasi adalah kelelahan kerja. Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak disamping semangat kerja yang menurun. Selain itu, masalah-masalah sosial kejiwaan di tempat kerja seperti stres ada hubungannya dengan masalah-masalah kesehatan yang serius, termasuk penyakit-penyakit jantung, stroke, kanker yang ditimbulkan oleh masalah hormon, dan sejumlah masalah kesehatan mental. Tujuan penelitian: untuk mengetahui hubungan stres kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja lapangan bagian produksi di PT. J Resources Bolaang Mongondow dengan jumlah sampel 145 responden. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional, dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Alat penelitian menggunakan kuesioner stres kerja dan Reaction Timer tipe 6027 untuk mengukur tingkat kelelahan kerja. Analisis data yang digunakan menggunakan rumus uji chi-square (p>0,05). Hasil penelitian: menunjukkan bahwa sesudah bekerja, 53,1% pekerja lapangan bagian produksi mengalami tingkat kelelahan ringan dan 46,9% pekerja yang mengalami tingkat kelelahan sedang. Sedangkan untuk stres kerja, 66,2% pekerja lapangan bagian produksi tidak mengalami stres kerja dan 33,8% pekerja yang mengalami stres kerja. Kesimpulan: Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara stres kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja lapangan bagian produksi di PT. J Resources Bolaang Mongondow (p=0,383). PENDAHULUAN
yaitu dapat memberikan kepuasan, tantangan,
Pekerjaan merupakan bagian yang memegang
bahkan dapat pula menjadi gangguan dan
peranan penting bagi kehidupan manusia,
ancaman. Terjadinya gangguan kesehatan 1
akibat lingkungan kerja fisik yang buruk telah
Praktek-praktek
ergonomis
yang
diketahui, desain dan organisasi kerja yang
kurang memadai mengakibatkan kelelahan
tidak memadai, seperti kecepatan dan beban
dan gangguan pada otot, sehingga dapat
kerja yang berlebihan, merupakan faktor-
mempengaruhi
faktor yang dapat menimbulkan gangguan
produktivitas pekerja. Selain itu, masalah-
kesehatan akibat kerja.
masalah sosial kejiwaan di tempat kerja
Penerapan keselamatan dan kesehatan
seperti
stres
kualitas
ada
hidup
hubungannya
dengan
kerja akan menjamin dilaksanakannya semua
masalah-masalah
peraturan
termasuk penyakit-penyakit jantung, stroke,
perundangan
kesehatan
kerja
keselamatan
yang
ada,
dan
dengan
kanker
kesehatan
dan
yang ditimbulkan
yang
oleh
serius,
masalah
melaksanakan pengendalian risiko bahaya
hormon, dan sejumlah masalah kesehatan
yang ada di tempat kerja (Setyawati, 2010).
mental (Jumliah, 2010). Beberapa penelitian
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang
membuktikan bahwa faktor-faktor penyebab
Kesehatan pasal 164 ayat 4 menjelaskan
gangguan kesehatan tersebut tidak murni
bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk
faktor fisik saja, tetapi juga disertai unsur
melindungi pekerja agar hidup sehat dan
psikologis.
terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh
buruk
yang
diakibatkan
Kemajuan teknologi yang mengurangi
oleh
porsi
pekerjaan. Salah
pekerjaan
manual,
pekerjaan-pekerjaan satu
hambatan
di
meningkatnya sektor
jasa,
yang
bertambahnya pekerja wanita, merupakan
berhubungan dengan produktivitas karyawan
beberapa faktor yang mendorong peningkatan
di suatu perusahaan atau organisasi adalah
kasus-kasus stress akibat kerja saat ini. Hasil
kelelahan.
dapat
penelitian Labour Force Survey pada tahun
menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi
1990 menemukan adanya 182.700 kasus
kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik
stress akibat kerja di Inggris. Sedangkan pada
dan neural yang menurun, badan terasa tidak
tahu 1995, menurut Survey of self reported
enak
yang
Work-related Ill Health (SWI) di Inggris
menurun. Perasaan kelelahan kerja cenderung
menyatakan bahwa terdapat kurang lebih
meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja,
500.000
sehingga dapat merugikan diri pekerja sendiri
kesehatan akibat stres ditempat kerja, tetapi
maupun perusahaannya
dari jumlah ini diduga hanya 216.000 orang
Kelelahan
disamping
kerja
semangat
kerja
karena adanya
individu
gangguan
penurunan produktivitas kerja. Kelelahan
yang
kerja terbukti memberikan kontribusi lebih
Dengan
dari 60% dalam kejadian kecelakaan di
perbedaan
tempat kerja (Setyawati, 2010) .
diperkirakan dari tahun 1990 sampai tahun 2
sesungguhnya
menderita
benar-benar
mempertimbangkan dalam
metode
sakit. adanya
penelitian,
1995 terjadi peningkatan kasus stres akibat
menyebutkan bahwa shift kerja berpengaruh
kerja kira-kira sebesar 30%. Pada penelitian
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja,
lain hasil survei statistik kesehatan di
sebagaimana yang dikutip dalam penelitian
Australia
adanya
Pulat (1992) yang mengutarakan beberapa
peningkatan kasus stres akibat kerja yang
pengaruh shift kerja terhadap tubuh yaitu;
tinggi, yaitu dari 205 kasus tuntutan hak
adanya
asuransi gangguan kesehatan akibat stres
kapasitas bekerja pada malam hari kurang,
ditempat kerja pada kurun waktu 1993/1994
shift kerja dapat mempengaruhi kapasitas
yang bertambah menjadi 380 kasus pada
mental, menyebabkan gangguan kejiwaan,
kurun waktu 1994/1995. Pada survei ini juga
serta dapat memicu gangguan pencernaan
dinyatakan
pada pekerja shift malam.
Barat
bahwa
menunjukkan
pekerja
laki-laki
pengaruh
pada
kualitas
tidur,
kehilangan kira-kira 50,8 hari kerja pada
Tujuan penelitian ini adalah untuk
setiap tuntutan hak asuransi, sedangkan
menganalisis hubungan antara stres kerja
pekerja wanita kehilangan kira-kira 58,5 hari
dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja
kerja. Dengan demikian harus diakui bahwa
lapangan bagian produksi di PT. J Resources
stres
Bolaang Mongondow.
akibat
kerja
merupakan
masalah
kesehatan kerja yang penting, yang akan
METODOLOGI PENELITIAN
menyebabkan penurunan produktikvitas kerja Jenis
secara bermakna (Harrianto, 2009).
penelitian
yang
dipakai
adalah
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
PT. J Resources Bolaang Mongondow
observasional,
merupakan suatu perusahaan yang bergerak
dengan
menggunakan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam
dibidang pertambangan yaitu tambang emas.
penelitian ini adalah karyawan yang bekerja
Dimana aktivitas wilayah kegiatan eksplorasi
di lapangan bagian produksi perusahaan
di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
tambang
yaitu pada dua desa yaitu desa Lanut dan desa
PT.
J
Resources
Bolaang
Mongondow. Pengambilan sampel dalam
Badaro, Kecamatan Modayag. Berdasarkan
penelitian ini menggunakan rumus penentuan
survei awal yang dilakukan oleh peneliti
sampel yang dikutip dari Suryono (2011),
menemukan bahwa aktivitas kerja karyawan
sebagai berikut:
PT. J Resources Bolaang Mongondow cukup
N = besar populasi
tinggi sehingga penetapan jam shift kerja
n
diberlakukan dalam perusahaan ini. Faktor
= besar sampel
d2 = presisi (5% atau 0,05)
inilah yang menjadi kendala dari para
Diketahui jumlah populasi karyawan N = 227
karyawan mulai dari stres akibat aktivitas jam
orang, dan tingkat presisi yang ditetapkan d2
kerja yang padat, hingga berujung pada
= 5%, maka jumlah sampel :
kelelahan kerja. Menurut Setyawati (2010) 3
N N. d2 + 1
đť‘›=
=
Tingkat kelelahan dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode salah satunya adalah waktu reaksi (Suma’mur, 1996). Menurut Setyawati (2010), waktu reaksi adalah waktu yang terjadi antara pemberian rangsang tunggal sampai timbulnya respons terhadap rangsang tersebut. Dalam penelitian ini digunakan rangsang cahaya, dikarenakan lokasi pengukuran di lapangan yang “ribut” sehingga dapat mengakibatkan gangguan dalam proses pengukuran bila menggunakan rangsang suara. Menurut Setyawati (2010), pengukuran waktu reaksi dengan rangsang cahaya atau rangsang suara dilakukan sesuai kebutuhan pihak pemerikasa. Kelelahan kerja dalam penelitian ini dikategorikan menjadi normal, kelelahan ringan, kelelahan sedang dan kelelahan berat. Parameter waktu reaksi dipergunakan untuk pengukuran kelelahan kerja, waktu reaksi ini dipengaruhi oleh faktor rangsangnya sendiri baik intensitas maupun kompleksitas rangsangangnya, dan juga dipengaruhi oleh motivasi kerja, jenis kelamin, usia, kesempatan, serta anggota tubuh yang dipergunakan. Hasil penelitian dari 145 responden yang diukur, sebagian besar responden pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow mengalami kelelahan tingkat ringan dengan persentase 53,1%, dan sisanya 46,9% mengalami kelelahan tingkat sedang. Untuk tindakan perbaikan klasifikasi tingkat kelelahan ringan dan sedang, masih dapat ditoleransi yaitu dengan memberikan waktu istirahat yang cukup, apabila mengalami kelelahan. faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja bermacam-macam, mulai dari faktor lingkungan yang tidak memadai untuk pekerja sampai kepada masalah psikososial yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan ventilasi udara yang adekuat,
227 2
5 227. 100
+1
n = 145 responden
Untuk menentukan sampel yang akan diambil maka digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel
berdasarkan
pertimbangan tertentu yang telah dibuat oleh peneliti (Riyanto, 2011). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Tingkat Kelelahan Kerja Distribusi
tingkat
kelelahan
kerja
pada
pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow. Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan Tingkat Kelelahan Kerja Kategori
n
%
Sedang
68
46,9
Ringan
77
53,1
Total
145
100
Kelelahan
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 1, sebagian besar pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow mengalami kelelahan ringan yaitu sebanyak 77 responden (53,1%), dan pekerja yang mengalami kelelahan sedang sebanyak 68 responden (46,9%). 4
didukung oleh tidak adanya kebisingan akan mengurangi kelelahan kerja. Lama dan ketepatan waktu beristirahat sangat berperan dalam mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja. Kesehatan pekerja yang selalu di monitor dengan baik, dan pemberian gizi yang sempurna dapat menurunkan kelelahan kerja. Beban kerja yang diberikan pada pekerja perlu disesuaikan dengan kemampuan psikis dan fisik pekerja bersangkutan. Pencegahan kelelahan kerja ini terutama ditujukan kepada upaya menekan faktor-faktor yang berpengaruh secara negatif pada kelelahan kerja dan meningkatkan faktor-faktor yang berpengaruh secara positif. Faktor-faktor yang berpengaruh secara negatif yang perlu ditekankan misalnya ada stres kronis dan stress akut, yaitu dengan tidak menciptakan atau menghindarkan stres buatan manusia. Memilih usia-usia yang berpeluang baik dalam mengendalikan kelelahan kerja. Pemilihan pekerja yang memiliki semangat kerja yang tinggi, pendidikan yang memadai sesuai jenis pekerjaannya, Setyawati (2010).
pertanyaan itulah kategori stres dan tidak stres dapat diketahui. Hasil penelitian 145 responden yang diukur sebagian besar responden pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow tidak mengalami stres kerja dengan persentase 66,2% dan sisanya mengalami stress kerja dengan persentase 33,8%. Stres merupakan dampak penting dari interaksi antara pekerjaan dan individu. Stres dalam konteks ini adalah keadaan tidak seimbang dalam diri seorang individu yang sering kali termanifestasi lewat gejala seperti insomnia, keringat berlebihan, gugup dan tidak tenang. Apakah stres merupakan hal yang positif atau negatif itu, bergantung pada tingkat toleransi individu. Orang bereaksi dengan cara berbeda pada situasi yang sepertinya menghasilkan tuntunan psikologi yang sama. Beberapa individu mengatasinya secara positif dengan meningkatkan motivasi dan komitmen untuk menyelesaikan pekerjaan, sedangkan individu yang mengatasinya secara negatif yaitu dengan pelarian pada mengkonsumsi alkohol atau obat ( Ivancevich, dkk., 2007). Hubungan antara masing-masing perubahan psikologis seorang individu tidak banyak diketahui secara mendetail, tetapi kebanyakan peneliti mengakui bahwa rangsangan psikologis (stressor) termasuk stres akibat pekerjaan merupakan faktor pemicu yang penting untuk timbulnya suatu penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, hipertensi, dan beberapa penyakit neuropsikiatris. Stressor sering kali berhubungan langsung dengan sistem tugas, volume pekerjaan, lingkungan kerja, atau sebagai ketidak harmonisan hubungan dengan individu lain ditempat kerja dan faktor-faktor budaya organisasi tempat kerja (Harrianto, 2009). Beberapa stressor yang berhubungan pada peranan seseorang di organisasi tempat kerja :
2. Stres Kerja Distribusi stres kerja pada pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow. Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan stres kerja Kategori Stres n % Kerja Stres 49 33,8 Tidak Stres 96 66,2 Total 145 100 Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 2, sebagian besar pekerja lapangan tidak mengalami stres, yaitu sebanyak 96 responden (66,2%), dan pekerja lapangan yang mengalami stres sebanyak 49 responden (33,8%). Variabel stres kerja responden diukur menggunakan kuesioner stres kerja dengan 20 item pertanyaan. Dari hasil skoring item 5
1.
Sistem tugas sebagai stressor dalam
sehingga sering pekerjaan dilakukan
stres kerja di organisasi tempat kerja,
secara tergesa-gesa karena waktu yang
yaitu diantaranya kerja lembur / tugas
terbatas. Sedangkan pada volume kerja
kerja
yang
malam.
Menurut
beberapa
kurang
menyebabkan
penelitian, kerja lembur yang terlalu
kurangnya rangsangan untuk bekerja,
sering, apalagi bila jumlah jam kerja
kurangnya variasi, tidak ada kreativitas
menjadi
atau tuntutan untuk mengatasi masalah.
hanya kualitas
berlebihan, mengurangi kerja,
ternyata
tidak
kuantitas
dan
tetapi
Tanggung jawab pekerjaan sebagai stressor dalam stres kerja di organisasi
meningkatkan jumlah absensi dengan
tempat kerja, yaitu tanggung jawab
alasan sakit atau kecelakaan kerja. Sama
untuk keselamatan dan kesejahteraan
halnya dengan tugas malam merupakan
diri sendiri mencakup tanggung jawab
tugas yang berat bagi pekerja, dan
untuk bekerja dengan aman merupakan
sering
timbulnya
faktor stres psikis pada pekerja karena
gangguan fisik akibat kurang tidur serta
harus selalu kerja dengan hati-hati agar
perubahan tingkah laku yang dapat
tidak
mendorong
individu
untuk
sekitarnya ataupun membahayakan diri
penyalahgunaan
alkohol
obat-
sendiri.
mengakibatkan
terlarang
serta
juga
3.
sering
obatan
dan
perubahan
membahayakan
Pekerjaan
orang
dengan
di
stressor
seperti ini, misalnya pada pekerjaan
kebiasaan makan. 2.
sangat
dibidang pertambangan.
Volume pekerjaan sebagai stressor
4.
Lingkungan
kerja
sebagai
stressor
dalam stres kerja di organisasi tempat
dalam stres kerja di organisasi tempat
kerja,
yang
kerja, yaitu adanya ancaman terpajan
berlebihan dan volume kerja yang
kondisi fisik tempat kerja yang kurang
sangat kurang. Volume pekerjaan yang
menyenangkan atau kontak dengan
terlalu banyak akan dibatasi oleh waktu,
bahan-bahan beracun.
yaitu
volume
kerja
3. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Tingkat Kelelahan Tabel 3. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Tingkat Kelelahan Produksi. Kelelahan Stres Ringan Sedang Total n % n % Stres 20 40,8 29 59,2 49 Tidak Stres 48 50 48 50 96 Total 68 46,9 77 53,1 145 6
Pada Pekerja Lapangan Bagian
%
p
33,8 66,2 100
0,383
Berdasarkan penelitian, hasil uji statistik menggunakan uji chi kuadrat (chi square) dengan bantuan program SPSS versi 19 menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,383 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara stres kerja dengan kelelahan kerja pada karyawan PT. J Resources Bolaang Mongondow. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agus Prastyo (2010) yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara stres kerja dengan kelelahan kerja (p = 0,024). Disebutkan bahwa stres dapat berpengaruh terhadap kelelahan kerja (Rees dalam Setyawati, 2010) namun tingkat pengaruhnya tidak sama bagi tiap pekerja (Silalahi dalam Setyawati, 2010) sehingga hasil penelitian tidak sejalan dengan kepustakaan yang dikemukakan tersebut. Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan namun hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor organisasional dan lingkungan kerja. Organisasional sebagai penyebab stress yang berujung pada kelelahan kerja, didapat bahwa manajemen organisasi PT. J Resources Bolaang Mongondow sudah baik dengan didapat sedikit pekerja lapangan bagian produksi yang mengalami stres akibat pekerjaan, ini berkaitan erat dengan strategi manajemen yang diterapkan oleh perusahaan. Adanya uraian pekerjaan yang jelas, gaji yang tinggi, jaminan kerja seperti asuransi tunjangan kesehatan, jam kerja yang fleksibel, keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan dalam perusahaan, serta adanya program-program yang terkait dengan perbaikan gizi karyawan sehingga motivasi karyawan dalam bekerja sangat tinggi. Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif, oleh karena itu
lingkungan kerja ditangani dan didesain sedemikian sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman sehingga dapat meningkatkan motivasi dalam bekerja. Penataan lingkungan kerja inilah yang merupakan salah satu program utama perusahaan PT. J Resources Bolaang Mongondow dengan penerapan sistem dan standarisasi yang baik. Faktorfaktor seperti kebisingan, pencahayaan, ventilasi, temperatur semuanya disesuaikan dengan standar yang diterapkan. Selain penerapan standarisasi lingkungan perusahaan PT. J Resources Bolaang Mongondow juga melakukan evaluasi lingkungan secara berkala yang dilakukan oleh perusahaan dengan cara pengukuran kembali kondisi tempat kerja dan mengetahui respon pekerja terhadap paparan lingkungan kerja. Menurut Setyawati (2010), walaupun dari hasil penelitian stres kronis merupakan faktor yang berpengaruh terkuat terhadap perasaan kelelahan kerja namun dalam penyusunan program ini jenis stres yang akutpun perlu diperhatikan disamping stres kronis. Dalam menghadapi stres ada hal-hal yang perlu disimak yaitu : a. Adanya stres yang natural dan stres kehidupan buatan manusia. Stres yang natural biasanya tidak dapat dikontrol, misalnya peristiwa kematian; sedangkan stress buatan manusia umumnya dapat dikontrol
misalnya
konflik
dengan
seseorang. b.
Bahwa
tidak
semua
pekerja
yang
mengalami stres kehidupan mengeluhkan perasaan kelelahan kerja, tergantung daya tangkal baik internal maupun lingkungan. 7
Daya
tangkal
internal
dimaksud antara lain adalah kepribadian dan falsafah hidup.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Stres kerja pada pekerja lapangan bagian produksi
PT. J
Resources
Bolaang
Mongondow dikategorikan tidak stres sebanyak
66,2%
dikategorikan
stres
dan
responden
sebanyak
33,8%
responden. 2.
Tingkat kelelahan kerja pada pekerja lapangan
bagian
Resources
produksi
Bolaang
PT.
3.
J
Mongondow
dikategorikan sedang sebanyak 46,9% responden
dan
dikategorikan
ringan
sebanyak 53,1% responden. 3.
Tidak terdapat hubungan antara stres kerja
dengan
kelelahan
kerja
pada
pekerja lapangan bagian produksi PT. J
karyawan, tempat atau sarana bagi karyawan melakukan meditasi / praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang membebani, dan tetap mempertahankan programprogram seperti; adanya jaminan kerja dan tunjangan kesehatan untuk kesejahteraan pekerja, adanya kegiatan berolahraga atau berkesenian yang dilakukan perusahaan misalnya pada saat bulan K3, adanya keterlibatan karyawan dalam proses memberikan pendapat atau saran untuk pengambilan keputusan dan perubahan di perusahaan, serta programprogram yang terkait dengan perbaikan kesehatan karyawan, seperti; pemeriksaan kesehatan secara berkala. Tetap mengupayakan pengendalian faktor fisik seperti kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara ruang kerja dan penerangan serta pencahayaan di tempat tugas dengan menggunakan standar yang bukan Nilai Ambang Batas (NAB) melainkan standar yang lebih memberikan kesejukan bahkan kenyamanan kepada faktor manusia dalam melakukan pekerjaannya.
Resources Bolaang Mongondow. DAFTAR PUSTAKA Saran Berdasarkan
hasil
pembahasan
Anies, 2005. Penyakit Akibat Kerja. Berbagai Penyakit Akibat Lingkungan Kerja dan Upaya Penanggulangannya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Anoraga, P. 2006. Psikologi Kerja. Jakata: Rineka Cipta. Dora, M., dan Kadir, H. 2006. Mengurus Stres. Kuala Lumpur: PTS Professional Publications. Harrianto, R. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC. Harrington, J., and Gill, F. 2005. Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC. Ivancevich, J., Konopaske, R., and Matteson, M. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga.
dan
kesimpulan yang diperoleh, maka diajukan beberapa
saran
serta
implikasi
kepada
perusahaan, yaitu : 1.
2.
Untuk mengatasi kelelahan kerja maka diharapkan bagi manajemen agar tetap mempertahankan aturan-aturan dalam jam kerja, waktu istirahat dan pengaturan cuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam perusahaan. Untuk mengatasi stres kerja maka diharapkan manajemen perusahaan menerapkan adanya konseling bagi 8
Jumliah, N. 2010. Tantangan dan peluang K3 Di Era Globalisasi. Jakarta : Majalah Keselamatan Kerja dan Hiperkes Vol. XXXXII No. 3 Juli-Sept. Leila, G. 2002. Stres dan Kepuasan Kerja. Sumatra Utara: USU-digitallibrary. Menakertrans .2011. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta : Permenakertrans RI. Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press. Murni, S. 2010. Workshop Jabatan Fungsional Penguji K3. Jakarta : Majalah Keselamatan Kerja dan Hiperkes Vol. XXXXIII No. 1 Jan-Mar. National Safety Council. 2003. Manajemen Stres. Jakarta: EGC. Notoadmojo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Prasetyo, A. 2010. Tesis Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Karyawan Dermaga PT. Krakatau Bandar Sumatra Kota Cilegon.Yogyakarta: UAD.
Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia. Setyawati, K. 2010. Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta: Amara Books. Sujoso, & Prahastuti A. D. 2008. Tesis Hubungan Stres Kerja Dengan Getaran Dengan Kelelahan Kerja Dan Ketidaknyamanan Pada Masinis Kereta Api PT. Kereta Api (Persero) Daerah Operasi VI Jogjakarta. Jogjakarta:UGM. Suma’mur, 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: Sagung Seto. Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri. Surakarta: Harapan Press. Tarwaka, Bakri SH, dan Sudiajeng L, 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA PRESS. Umar, M. 2010. Peranan Dokter Perusahaan Dalam Bidang Kesehatan Jiwa Industri Bagi Para Eksekutif. Jakarta : Majalah Keselamatan Kerja dan Hiperkes Vol. XXXXIII No. 2 AprilJuni Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Riyanto, A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Riwidikdo, H. 2008. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. Robbins, S., & Judge, T. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
9