Vol 5. No. 1, Maret 2013
MEDICA MAJAPAHIT
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA DI BAGIAN FOOD PRODUCTION 1 (FP1) / MASAKO PACKING (Sebuah Studi di Pabrik PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto) Lilis Sulistioningsih *) Abstrak Kelelahan kerja merupakan keluhan kelelahan akibat kerja yang dirasakan oleh responden berdasarkan gejala – gejala kelelahan yang didapat pada saat selesai bekerja.. Kelelahan kerja dapat dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam individu dan faktor dari luar individu. Faktor dari dalam diantaranya umur dan masa kerja, sedangkan faktor dari luar yaitu lama kerja dan suhu ekstrim. Penelitian menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah seluruh tenaga kerja yang ada dibagian Food Production 1 (FP1) Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto yang berjumlah 133 orang. Teknik sampling yang digunakan yaitu propability sampling dengan teknik simple random sampling diperoleh sampel sebesar 60 orang. Pengumpulan data dengan kuesioner dan data sekunder (studi dokumentasi). Teknik pengolahan data menggunakan teknik analisis data yaitu Chi Square. Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa umur berhubungan dengan kelelahan kerja dengan nilai P=0,002 < 0,05; sedangkan masa kerja tidak berhubungan dengan kelelahan kerja karena nilai P=0,513 > 0,05; lama kerja berhubungan dengan kelelahan kerja dengan nilai P=0,019 < 0,05; dan suhu ekstrim berhubungan dengan kelelahan kerja dengan nilai P=0,006 < 0,05. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah terdapat hubungan yang bermakna antara umur, lama kerja, dan suhu ekstrim dengan kelelahan kerja. Sedangkan masa kerja tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan kelelahan kerja. Saran yang ditawarkan kepada pihak perusahaan supaya sesering mungkin mengadakan penilaian terhadap kelelahan kerja agar dapat diketahui seberapa besar kelelahan tersebut terjadi dan bagaimana mengatasinya. Kata kunci : pekerja, faktor, kelelahan kerja A. PENDAHULUAN Lingkungan kerja yang nyaman dan memenuhi syarat dapat memberikan kepuasan bagi tenaga kerja, disamping itu tenaga kerja dapat terhindar dari gangguan kesehatan dan keselamatan selama bekerja dan secara tidak langsung maka akan terjadi peningkatan produktivitas perusahaan, sebaliknya lingkungan kerja yang tidak nyaman dan tidak memenuhi syarat mengakibatkan tenaga kerja menjadi tidak bergairah untuk bekerja, mempercepat terjadinya kelelahan serta memperbesar risiko timbulnya gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja yang pada akhirnya produktivitas perusahaan pun akan menurun ( Ikhram Hardi , 2006). Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan kerja diatur dalam Bab XII yang terdiri dari 3 pasal yaitu pasal 164 – 166, antara lain menetapkan pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan menjamin lingkungan kerja yg sehat, bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja, wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja, termasuk menggunakan hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan pemilihan calon pegawai; serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan kerja. Sejajar dengan kewajiban pemberi kerja, pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku ditempat kerja. Sedangkan pemerintah memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan kerja (Kurniawidjaja, 2011). Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Kyla, 2011). *) Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit Mojokerto
57
Vol 5. No. 1, Maret 2013
MEDICA MAJAPAHIT
Data dari ILO menyebutkan hampir setiap tahun sebanyak dua juta pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja yang disebabkan karena faktor kelelahan. Penelitian tersebut menyatakan dari 58115 sampel 32,8% diantaranya atau sekitar 18828 sampel menderita kelelahan. Penelitian mengenai kecelakaan transportasi yang dilakukan di New Zeland antara tahun 2002 sampai 2004 menunjukkan bahwa dari 134 kecelakaan fatal, 11% diantaranya disebabkan faktor kelelahan, dan dari 1703 cidera akibat kecelakaan, 6% disebabkan oleh kelelahan pada operator (Baiduri, 2008). Pada survei di USA, kelelahan merupakan problem yang besar. Ditemukan sebanyak 24 % dari seluruh orang dewasa yang datang ke poliklinik menderita kelelahan kronis. Data yang hampir sama terlihat dalam komunitas yang dilaksanakan oleh Kendel di Inggris yang menyebutkan bahwa 25 % wanita dan 20 % Pria selalu mengeluh lelah ( Setyawati, 1994). Penelitian lain yang mengevaluasi 100 orang penderita kelelahan menunjukkan bahwa 64 % kasus kelelahan disebabkan karena faktor psikis, 3 % karena faktor fisik dan 33 % karena kedua faktor tersebut (Setyawati dalam Ikhram Hardi, 2006). Berdasarkan data mengenai kecelakaan kerja yang tercatat dikompas tahun 2004, di Indonesia setiap hari rata- rata terjadi 414 kecelakaan kerja, 27,8% disebabkan kelelahan yang cukup tinggi. Lebih kurang 9,5% atau 39 orang mengalami cacat. Hasil penelitian mengenai hubungan umur, lama kerja dan masa kerja terhadap kelelahan oleh I Made Pujawan dan Rajen Nimrod pada pengrajin perahu pinisi di Bulukumba, diperoleh bahwa keluhan kelelahan terbesar dirasakan oleh semua pekerja kelompok umur di atas 30 tahun dibandingkan dengan kelompok umur dibawah 30 tahun setelah bekerja dalam sehari kerja. Sedangkan mengenai hubungan masa kerja terhadap kelelahan diperoleh bahwa dari responden yang mengalami kelelahan, keluhan kelelahan tertinggi dialami oleh tenaga kerja dengan masa kerja kategori lama ( > 5 tahun ) yaitu sebanyak 46 % ( I Made & R. Nimrod dalam Ikhram Hardi, 2006 ). Penelitian dari I Ketut dan Tarwaka di daerah Bali dan NTB pada pekerja yang terpapar panas yang berasal dari alat-alat kerja seperti oven, tungku pemanas dan mesin produksi sebesar 35,1 0C sampai 36,8 0C dengan kelembaban udara yang rendah ( 55% – 65 % ) didapatkan sebanyak 75 % dari obyek mengalami penurunan berat badan yang menyebabkan terjadinya kelelahan yang cukup berarti karena banyak kehilangan cairan tubuh dan keringat setelah bekerja 4 jam terus-menerus ( I Ketut dan Tarwaka dalam Ikhram Hardi, 2006 ). Penelitian mengenai korelasi paparan suhu terhadap tingkat kelelahan kerja yang dilakukan oleh Darmawan Syafiuddin dan Muh. Yahya pada Tenaga Kerja wanita berkeluarga pada Industri di Makassar, diperoleh bahwa dengan paparan suhu sebesar 27,6 0C sampai 29,4 0C tingkat kelelahan yang dirasakan adalah kurang lelah ( Syafiuddin dan Muh. Yahya dalam Ikhram Hardi, 2006 ). PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto adalah Perusahaan yang berusaha untuk memenuhi komitmen dalam memberikan kontribusi yang berarti dalam bidang makanan dan kesehatan secara global guna mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi kita semua. Hal itu dibuktikan dengan produk yang berkualitas tinggi dan memenuhi standar internasional sehingga konsumen Indonesia tetap setia menggunakan produk-produk Ajinomoto. Dari tahun ke tahun perkembangan dan inovasi produk terus dilakukan, terbukti dengan munculnya beragam produk bumbu mulai dari bumbu kaldu penyedap "MASAKO", bumbu praktis siap saji "SAJIKU", dan bumbu masakan Asia "SAORI". Selain itu, produk minumannya yaitu minuman susu fermentasi "CALPICO" dan minuman kopi susu "BIRDY". Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto pada tanggal 19 Juni 2012, diperoleh data tentang kecelakaan kerja yang ada di PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto periode 1 April 2011 sampai 31 Maret 2012, pada satu periode tersebut didapat sebanyak 8 orang mengalami kecelakaan kerja dan kebanyakan pekerja tersebut mengalami kecelakaan pada saat masuk kerja shift I yaitu pagi hari dan shift III yaitu malam hari, dan dari pekerja tersebut banyak disebabkan karena kondisi tubuh yang lelah dan mengantuk sehingga tidak dapat konsentrasi penuh.
58
Vol 5. No. 1, Maret 2013
MEDICA MAJAPAHIT
Tabel 1
Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja di Bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto Jumlah responden keluhan Prosentase 7 orang Sering pusing, mengantuk, dan 70% Lelah susah berkonsentrasi 3 orang 30% Tidak lelah Total 10 orang 100%
Dari tabel diatas, dijelaskan bahwa dari 10 tenaga kerja, terdapat 7 pekerja (70%) mengalami kelelahan dan 3 pekerja (30%) tidak mengalami kelelahan. Beberapa keluhan yang muncul dikalangan tenaga kerja adalah sering pusing, mengantuk, susah berfikir dan susah berkonsentrasi. Setiap perusahaan harus melindungi tenaga kerjanya terhadap setiap gangguan kesehatan yang dapat timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerjanya, meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik yang ditujukan untuk pencapaian efisiensi dan produktivitas kerja yang tinggi (Ikhram Hardi, 2006). Untuk mengatasi kelelahan kerja oleh perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai langkah berikut; melakukan analisis kinerja karyawan dan organisasi, menelaah hubungan kinerja dengan kelelahan kerja karyawan, menganalisis jenis uraian kerja dan beban kerja hubungannya dengan kinerja, menyusun program peningkatan kinerja khususnya subprogram mengurangi kelelahan kerja, melaksanakan program peningkatan kinerja secara teratur; dan mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan program dan kinerja karyawan/organisasi (Kyla, 2011). Berdasarkan dari uraian tersebut di atas, maka penting untuk dilakukan penelitian tentang tingkat kelelahan kerja pada tenaga kerja di bagian food production 1 (FP1)/masako packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto. B.
METODE PENELITIAN Pada penelitian ini digunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini, variabel independent dan dependent dinilai sacara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2010).
1. 2. 3. 4.
(x) Usia Masa kerja Lama kerja Suhu ekstrim
(y) Kelelahan kerja
Gambar 1 Kerangka Kerja Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja Hipotesis pada penelitian ini adalah : H1 : Ada hubungan antara usia dengan kelelahan kerja H1 : Ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja H1 : Ada hubungan antara lama kerja dengan kelelahan kerja H1 : Ada hubungan antara suhu ekstrim dengan kelelahan kerja
59
Vol 5. No. 1, Maret 2013
MEDICA MAJAPAHIT
Tabel 2
Definisi Operasional Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja di Bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojoker Variabel Definisi Operasional Kriteria Skala Variabel Usia: Lamanya responden hidup sejak Muda = Nominal independent (bebas): lahir sampai penelitian ini jika < 40 tahun dilakukan yang dihitung dari Tua = Usia, masa ulang tahun terakhir responden jika ≥40 tahun (Ikhram kerja, lama dengan menggunakan satuan Hardi, 2006). kerja, dan suhu tahun (Ikhram Hardi, 2008). ekstrim. Masa kerja: lamanya waktu yang digunakan untuk bekerja terhitung dari mulainya responden bekerja sampai pada saat penelitian ini dilakukan, dinyatakan dalam satuan tahun (Ikhram Hardi,2008). Lama kerja: Lamanya responden bekerja dalam sehari (Ikhram Hardi, 2008).
Variabel dependent (terikat): Kelelahan kerja
Baru, jika masa kerja ≤ 5 tahun Lama, jika masa kerja > 5 tahun (Ikhram Hardi, 2006).
Nominal
Memenuhi syarat: 6 – 8 jam/hari dan Tidak memenuhi syarat: diatas 8 jam/hari. (Ikhram Hardi, 2006).
Nominal
Suhu ekstrim: Adalah suhu tinggi (lingkungan tempat kerja panas) atau juga suhu rendah (lingkungan tempat kerja dingin) (Soeripto, 2008).
Tinggi = >280C Rendah= < 280C (Soeripto, 2008).
Nominal
Kelelahan kerja: Keluhan kelelahan akibat kerja yang dirasakan oleh responden berdasarkan gejala – gejala kelelahan yang didapat pada saat selesai bekerja (Ikhram Hardi, 2008).
Lelah, jika nilai jawaban ≥ 50 Tidak lelah, jika nilai jawaban < 50 (Ikhram Hardi, 2006)
Nominal
Penelitian dilaksanakan di pabrik PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto di kabupaten Mojokerto Jawa Timur pada tanggal 1-3 Agustus 2012. Populasi dalam penelitian adalah seluruh pekerja yang ada di bagian food production1 (FP1) /masako packing PTAjinomoto Indonesia Mojokerto yang berjumlah 133 orang. Sampel pada penelitian ini adalah pekerja yang ada di bagian Food Production1 (FP1) /Masako Packing. Teknik pengambilan sampel Dalam penelitian ini peneliti menggunakan probability sampling dan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple randoom sampling adalah suatu teknik pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi 60
Vol 5. No. 1, Maret 2013
MEDICA MAJAPAHIT
itu. Anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel penelitian (Sugiyono, 2010). Simple random sampling dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: menggunakan cara undian dan menggunakan tabel bilangan random. Pada penelitian ini menggunakan cara undian, dimana langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Peneliti mendaftar semua anggota populasi 2. Setelah selesai didaftar, kemudian masing-masing anggota populasi diberi nomor, masingmasing dalam satu kertas kecil-kecil 3. Kertas-kertas kecil yang masing-masing telah diberi nomor tersebut kemudian digulung atau dilinting 4. Gulungan atau lintingan kertas yang telah berisi nomor-nomor tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam suatu tempat (misalnya kotak atau kaleng) yang dapat digunakan untuk mengaduk sehingga tempatnya tersusun secara acak (sembarang) 5. Setelah proses pengadukan dianggap sudah merata, kemudian peneliti atau orang lain yang diawasi peneliti, mengambil lintingan kertas satu per satu sampai diperoleh sejumlah sampel yang diperlukan. Untuk menentukan besarnya sampel pekerja, digunakan rumus Taro Yamane (Nursalam, 2011) :
Keterangan : n = besarnya sampel N = jumlah populasi penelitian d = Presisi yang dikehendaki (tingkat kesalahan) ditetapkan sebesar = 10% (0,1). = 57,08 Dari hasil perhitungan dan pembulatan didapatkan jumlah sampel pada penelitian ini adalah pekerja shift pagi, di bagian Food Production (FP1) /Masako Packing yang berjumlah 60 orang. 1. Kriteria Inklusi a. Karyawan yang ada dibagian food production1 (FP1) /masako packingPT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto. b. Karyawan yang bersedia menjadi responden pelelitian. 2. Kriteria Eksklusi a. Karyawan yang sedang terminal atau sakit dan belum sembuh hingga batas waktu pengumpulan data yang ditentukan. b. Karyawan yang tidak bersedia menjadi responden penelitian. Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner dan dokumentasi.Kuesioner pada penelitian ini terdiri dari 30 pernyataan yang terbagi menjadi 10 pernyataan tentang pelemahan kegiatan, 10 pernyataan tentang pelemahan motivasi, dan 10 pernyataan tentang pelemahan secara fisik. Skala pengukuran kelelahan ini dikeluarkan Industrial Fatigue Research Commite (IFRC) dari jepang yang di adopt Tarwaka (2008). Dalam penelitian ini menggunakan Uji Chi Square, yakni teknik statistik yang digunakan untuk menguji perbedaan atau hubungan dimana data berbentuk nominal dan sampelnya besar (Sugiono, 2010). Adapun rumus dasar Chi Kuadrat adalah sebagai berikut :
Dimana : X2 = Chi Kuadrat F0 = Frekuensi yang di observasi Fh = Frekuensi yang diharapkan 61
Vol 5. No. 1, Maret 2013
MEDICA MAJAPAHIT
Dalam hal ini berlaku ketentuan bila Chi Kuadrat hitung lebih kecil dari tabel, maka H0 diterima, dan apabila lebih besar atau sama dengan (≥) harga tabel maka H0 ditolak, dengan tingkat kepercayaan 0,05. C. HASIL PENELITIAN PT. Ajinomoto indonesia berlokasi di Jl. Raya Mlirip – Jetis, Mojokerto, Jawa Timur. Lokasi ini terletak sekitar 50 km ke arah tenggara kota surabaya, dengan luas area pabrik sebesar +35 ha. PT. Ajinomoto indonesia berada pada ketinggian +22 meter diatas permukaan laut. Batas lokasi perusahaan : Sebelah utara : Desa Mlirip Sebelah timur : Desa Mlirip Sebelah selatan : Sungai Brantas Sebelah barat : Desa padangan Jumlah tenaga kerja yanga ada di PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto adalah 1623 karyawan, berdasarkan pekerjaannya karyawan juga dibagi menjadi : 1. Karyawan field, karyawan golongan ini terdiri atas : a. Karyawan field shift b. Karyawan field non shift 2. Karyawan non field Waktu kerja untuk staf yang digolongkan ke dalam field non shift dan non field, mempunyai jam kerja hari senin – jum’at pukul 07.00 - 15.00 Untuk karyawan shift mempunyai jam kerja yang terbagi dalam 3 shift, yaitu : Tabel 3 Jam kerja untuk karyawan shift Shift Jam kerja Istirahat 07.00 – 15.00 11.00 – 12.00 Shift 1 15.00 – 23.00 19.00 – 20.00 Shift 2 23.00 – 07.00 03.00 – 04.00 Shift 3 Sumber : PT. Ajinomoto indonesia 1.
Deskripsi Variabel yang Diteliti a. Umur Tabel 4 Distribusi responden menurut kelompok umur di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto Umur Frekuensi (N) Persentase (%) 53 88,3 Muda 7 11,7 Tua 60 100 Total Dari tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang berumur muda lebih banyak yaitu 53 orang (88,3%), dibanding responden yang berumur tua yaitu 7 orang (11,7%). b.
Masa Kerja Tabel 5 Distribusi responden menurut masa kerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto Masa Kerja Frekuensi (N) Persentase (%) 45 75 Baru 15 25 Lama 60 100 Total
62
Vol 5. No. 1, Maret 2013
MEDICA MAJAPAHIT
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa persentase responden dengan masa kerja ≤ 5 tahun (baru) yaitu sebesar 75 % atau sebanyak 45 orang dibandingkan persentase responden dengan masa kerja > 5 tahun (baru) yaitu hanya sebesar 25 % atau sebanyak 15 orang. c.
Lama Kerja Tabel 6 Distribusi responden menurut lama kerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto Lama Kerja Frekuensi (N) Persentase (%) 40 66,7 Memenuhi syarat (6-8 jam/hari) 20 33,3 Tidak memenuhi syarat (> 8jam/hari) 60 100 Total Dari tabel diatas menunjukkan bahwa responden sebagian besar bekerja selama 6–8 jam per hari (memenuhi syarat) yaitu sebanyak 40 orang (66,7%), sedangkan responden yang bekerja lebih dari 8 jam per hari (tidak memenuhi syarat) sebanyak 20 orang (33,3%).
d.
Suhu Ekstrim Tabel 7 Distribusi responden menurut keterpaparan suhu di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto Suhu ekstrim Frekuensi (N) Persentase (%) 39 65 Tinggi 21 35 Rendah 60 100 Total Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang bekerja di bagian Food Production 1 (FP1)/ Masako Packing yang terpapar dengan suhu tinggi (>28,0 0C) lebih banyak yaitu 39 orang (65%) jika dibandingkan dengan responden yang terpapar suhu rendah (< 28,0 0C).
e.
Kelelahan Kerja Kelelahan kerja dari tenaga kerja ditandai dengan ada atau tidak adanya keluhan kelelahan berdasarkan gejala yang dirasakannya pada saat selesai bekerja. Berikut distribusi responden menurut Keluhan kelelahan akibat kerja : Tabel 8 Distribusi responden menurut keluhan kelelahan akibat kerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto Kelelahan Kerja Frekuensi (N) Persentase (%) 46 76,7 Lelah 14 23,3 Tidak Lelah 60 100 Total Dari tabel diatas menunjukkan bahwa tenaga kerja yang ada dibagian Food Production 1 Masako Packing yang mengalami kelelahan kerja yaitu sebanyak 46 orang (76,7%), sedangkan responden yang tidak mengalami kelelahan kerja sebanyak 14 orang (23,3%).
63
Vol 5. No. 1, Maret 2013 2.
MEDICA MAJAPAHIT
Analisis Variabel yang Diteliti a. Tabulasi silang antara umur dengan kelelahan kerja Tabel 9 Tabulasi silang antara umur dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto Kelelahan Kerja Jumlah P Umur Lelah Tidak Lelah N % N % N % 42 70 11 18,3 53 88,3 Muda 4 6,7 3 5 7 11,7 Tua Total 46 76,7 14 23,3 60 100 0,002 Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang berumur muda atau berumur < 40 tahun yang mengalami kelelahan kerja sebanyak 42 orang atau 70%, sedangkan responden yang berumur tua atau ≥ 40 tahun sebagian besar tidak mengalami kelelahan kerja. Hasil statistik yang menggunakan Chi-Square test diperoleh (P= 0,002). Karena nilai P yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Interpretasi : Terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto. b.
Tabulasi silang antara masa kerja dengan kelelahan kerja Tabel 10 Tabulasi silang antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto Kelelahan Kerja Masa Jumlah P Lelah Tidak Lelah Kerja N % N % N % 34 56,7 11 18,3 45 75 Baru 12 20 3 5 15 25 Lama Total 46 76,7 14 23,3 60 100 0,513 Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang mempunyai masa kerja baru lebih banyak mengalami kelelahan kerja yaitu 56,7% atau 34 orang dibandingkan dengan responden yang mempunyai masa kerja yang lama. Hasil statistik yang menggunakan uji Chi Square test diperoleh (P = 0.513). Karena nilai P yang dihasilkan > 0.05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. Interpretasi : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto.
c.
Tabulasi silang antara lama kerja dengan kelelahan kerja Tabel 11 Tabulasi silang antara lama kerja dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto Kelelahan Kerja Jumlah P Lama Kerja Lelah Tidak Lelah N % N % N % 33 55 7 11,7 40 66,7 Memenuhi syarat 13 21,7 7 11,7 20 33,3 Tidak memenuhi syarat Total 46 76,7 14 23,3 60 100 0,019
64
Vol 5. No. 1, Maret 2013
MEDICA MAJAPAHIT
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang mempunyai lama kerja yang memenuhi syarat (6-8 jam perhari) sebanyak 33 orang atau 55% mengalami kelelahan kerja dan 7 orang atau 11,7% tidak mengalami kelelahan kerja, sedangkan yang mempunyai lama kerja yang tidak memenuhi syarat (> 8 jam perhari) sebanyak 13 orang atau 21,7% mengalami kelelahan kerja dan 7 orang atau 11,7% tidak mengalami kelelahan kerja. Hasil statistik yang menggunakan uji Chi Square test diperoleh (P = 0.019). Karena nilai P yang dihasikan < 0.05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Interpretasi : Terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto. d.
Tabulasi silang antara suhu ekstrim dengan kelelahan kerja Tabel 12 Tabulasi silang antara suhu ekstrim dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto Kelelahan Kerja Jumlah P Suhu Ekstrim Lelah Tidak Lelah N % N % N % 29 48,3 10 16,7 39 65 Tinggi 17 28,3 4 6,7 21 35 Rendah Total 46 76,7 14 23,3 60 100 0,006 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang bekerja pada suhu tinggi maupun rendah lebih banyak mengalami kelelahan kerja. Hasil statistik yang menggunakan uji Chi Square test diperoleh (P = 0.006). Karena nilai P yang dihasikan < 0.05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Interpretasi : Terdapat hubungan yang bermakna antara suhu ekstrim dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto.
D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Hubungan Umur dengan Kelelahan Kerja Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tenaga kerja dibagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto dari 60 responden terdapat 53 (88,3) responden yang berumur muda dan 70% dari responden tersebut mengalami kelelahan kerja. Sedangkan responden yang berumur tua hanya 7 orang (5%) dan 4 orang (6,7%) dari mereka mengalami kelelahan kerja. Dari hasil uji statistik chisquare diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kelelahan kerja. Hal ini dapat dilihat dari nilai P (0,002) yang lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ikhram Hardi pada tahun 2006 pada tenaga kerja dibagian produksi PT. Sermani Steel Makasar, mengatakan bahwa tedapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kelelahan kerja. Penelitian lain yang dilakukan oleh Pangesti Putri pada tahun 2008 dalam skripsinya yang berjudul hubungan faktor internal dan eksternal terhadap kelelahan pada operator alat berat PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkit Suralaya, menyebutkan bahwa terdapat pengaruh antara umur tehadap kelelahan pada operator alat berat. Faktor umur dapat mempengaruhi tingkat kelelahan seseorang. Proses semakin menuanya seseorang menyebabkan berkurangnya kemampuan kerja yang disebabkan karena terjadinya perubahan pada fungsi alat-alat tubuh, sistem kardiovaskuler, dan sistem hormonal tubuh. Hal ini menyebabkan kelelahan lebih cepat terjadi. Beberapa kapasitas fisik seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi menurun setelah berumur 40 tahun atau lebih. Kapasitas aerobik maksimum seorang laki-laki terjadi pada umur 20-30 tahun 65
Vol 5. No. 1, Maret 2013
2.
3.
MEDICA MAJAPAHIT
dan pada usia 70 tahun nilainya menjadi setengah dari yang berusia 20 tahun, sedangkan pada wanita puncaknya ditemukan pada masa pubertas, tetapi penurunan terjadi pada saat menopause. Karena terjadinya penurunan kapasitas fisik dan terjadinya perubahan fungsi dan sistem pada alat-alat tubuh sejalan dengan bertambahnya usia maka terjadi pula perubahan pada kapasitas kerja seseorang. Pada usia tua , tingkat kemampuan kerjanya kurang karena kondisi fisik semakin menurun sehingga menyebabkan kelelahan lebih cepat terjadi sedangkan pada tenaga kerja yang lebih muda kondisi fisiknya masih baik sehingga kapasitas kerja lebih tinggi dan terjadinya kelelahan akan lebih lambat (Suma’mur, 2010). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa bukan hanya tenaga kerja yang berumur tua yang mengalami kelelahan kerja, akan tetapi tenaga kerja yang berumur muda juga mengalami kelelahan kerja. Kelelahan tersebut bisa terjadi dikarenakan keadaan yang monoton, beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental, keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan, keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik, penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi. Suatu pengalaman yang sudah dikenal umum bahwa kelelahan yang terus menerus tiap hari berakibat keadaan kelelahan yang kronis. Untuk itu kelelahan harus dapat dikurangi seminimal mungkin agar tercapainya kesejahteraan tenaga kerja dan produktivitas yang tinggi. Hubungan Masa Kerja dengan Kelelahan Kerja Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tenaga kerja dibagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto diperoleh bahwa dari 45 responden yang mempunyai masa kerja baru terdapat 34 (56,7%) responden yang mengalami kelelahan kerja dan 12 (20%) responden yang mempunyai masa kerja lama yang tidak mengalami kelelahan kerja. Dari hasil statistik diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kelelahan kerja. Hal ini dapat dilihat dari nilai P = 0.513 yang lebih besar dari 0.05 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Verawati Rahmat (2002) pada tenaga kerja di unit polish Firma Kali Djaja & Co Makassar yang diperoleh bahwa tidak ada pengaruh bermakna antara masa kerja dengan tingkat kelelahan kerja. Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu kantor, badan dan sebagainya (Depdikbud,1990). Masa kerja seseorang dalam organisasi perlu diketahui karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan pekerja, misalnya dikaitkan dengan produktivitas kerja, semakin lama seseorang berkarya semakin tinggi pula produktivitasnya karena ia semakin berpengalaman dan mempunyai keterampilan yang baik dalam menyelsaikan tugas yang dipercayakan kepadanya. Waktu kerja seseorang menentukan efisiensi dan produktivitasnya. Memperpanjang waktu kerja dari kemampuan dan tidak disertai efisiensi yang tinggi biasanya memperlihatkan penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan (Suma’mur, 2010). Penelitian ini memperlihatkan bahwa ternyata masa kerja tidak lagi menjadi sebuah beban bagi tenaga kerja, tetapi justru telah membuat para tenaga kerja semakin terampil dalam bekerja karena telah bekerja lama dan pengalaman yang diperoleh pun semakin bertambah sehingga mereka telah dapat menyiasati beberapa keadaan yang dapat membuat mereka cepat lelah. Hal ini juga didukung oleh peran perusahaan yang tidak pernah lepas dalam memberikan motivasi kepada para tenaga kerja serta adanya peraturan yang cukup tegas sehingga para pekerja dapat bekerja dengan cukup disiplin. Hubungan Lama Kerja dengan Kelelahan Kerja Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa persentase tertinggi responden berada pada tenaga kerja yang mempunyai lama kerja yang memenuhi syarat (6-8 jam/hari) , dimana terdapat sebanyak 33 orang (55%) yang mengalami kelelahan kerja. Dari hasil statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kelelahan kerja. Hal ini dapat dilihat dari nilai P = 0,019 yang lebih kecil dari 0.05 Lama kerja dalam sehari yang dianggap ideal sekarang ini adalah 8 (delapan) jam sehari atau 40 jam dalam seminggu. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan
66
Vol 5. No. 1, Maret 2013
4.
MEDICA MAJAPAHIT
tersebut, biasanya akan disertai dengan efisiensi yang rendah, bahkan biasanya terjadi penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbul rasa nyeri pada bagian-bagian tertentu dari tubuh yang digunakan dalam bekerja bahkan lebih fatal dapat mengakibatkan kecelakaan kerja pada tenaga kerja yang melakukan pekerjaannya dengan posisi yang tidak ergonomis (Suma’mur, 2010). Seseorang yang bekerja terus menerus pada suatu ketika akan mengalami kelelahan. Baik pekerjaan yang membutuhkan tenaga fisik maupun pekerjaan yang menuntut kerja otak. Kelelahan dapat berupa kelelahan fisik dan mental, pada saat itulah orang membutuhkan istirahat sebelum seluruh tenaganya habis. Penelitian ini memperlihatkan bahwa tenaga kerja yang bekerja di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing sebagian besar telah bekerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yakni 6-8 jam sehari akan tetapi para tenaga kerja masih banyak yang mengalami kelelahan kerja. Hal ini memperlihatkan bahwa penerapan akan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) belum sepenuhnya diperhatikan oleh pihak perusahaan yang bersangkutan. Adapun tenaga kerja yang bekerja dengan lama kerja yang tidak memenuhi syarat biasanya disebabkan karena lama kerja mereka ditambah atau bekerja secara lembur sehingga hal ini berpengaruh pada kemampuannya dalam bekerja yang dapat memicu terjadinya kelelahan dan bila ini terjadi secara terus-menerus maka dapat menyebabkan terjadinya kelelahan kronis. Makin lama waktu kerja berarti makin besar kemungkinan untuk mengalami gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan menurunnya produktivitas kerja . Hubungan Suhu Ekstrim dengan Kelelahan Kerja Dari hasil pengukuran suhu yang ada di bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto diperoleh bahwa suhu tertinggi yaitu 300C dan suhu terendah yaitu 260C. Dari hasil statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara suhu ekstrim dengan kelelahan kerja. Hal ini dapat dilihat dari nilai P = 0,006 yang lebih kecil dari 0.05. Suhu di dalam badan yang sehat dan nyaman berada disekitar 37 0C. Suhu itu bisa naik bisa turun oleh suhu diluar badan atau karena gerakan yang kita lakukan. Makin tinggi panas lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan, makin banyak pula panas tubuh akan hilang. Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20 % untuk kondisi panas dan 35 % untuk kondisi dingin dari keadaan normal tubuh. ( Ikhram Hardi, 2006 ). Sebagian besar (65%) responden yang bekerja pada bagian Food Production 1 (FP1)/Masako Packing PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto bekerja pada tingkat suhu yang tinggi (> 28,0 0C). Tekanan panas/suhu yang tinggi timbul dari berprosesnya mesin-mesin produksi yang ada di bagian tersebut. Karena suhu yang tinggi tersebut menyebabkan tenaga kerja akan mudah mengalami kelelahan. Kini semakin disadari bahwa cuaca kerja penting artinya bagi kesejahteraan dan produktivitas tenaga kerja. Suhu nyaman merupakan suatu daerah di mana tenaga kerja berada pada kondisi Termonetral, yaitu tidak ada rasa panas atau rasa dingin. Pengalaman yang disepakati oleh para ahli di Indonesia menyatakan bahwa daerah cuaca nyaman seperti itu adalah 24 – 26 0C suhu kering (Soeripto, 2008). Penelitian lain mengenai korelasi paparan suhu terhadap tingkat kelelahan kerja yang dilakukan oleh Darmawan Syafiuddin dan Muh. Yahya pada Tenaga Kerja wanita berkeluarga pada Industri di Makassar, diperoleh bahwa dengan paparan suhu sebesar 27,6 0C sampai 29,4 0C tingkat kelelahan yang dirasakan adalah kurang lelah (Syafiuddin dan Muh. Yahya dalam Ikhram Hardi, 2006). Penelitian dari I Ketut dan Tarwaka di daerah Bali dan NTB pada pekerja yang terpapar panas yang berasal dari alat-alat kerja seperti oven, tungku pemanas dan mesin
67
Vol 5. No. 1, Maret 2013
MEDICA MAJAPAHIT
produksi sebesar 35,1 0C sampai 36,8 0C dengan kelembaban udara yang rendah (55% – 65%) didapatkan sebanyak 75% dari obyek mengalami penurunan berat badan yang menyebabkan terjadinya kelelahan yang cukup berarti karena banyak kehilangan cairan tubuh dan keringat setelah bekerja 4 jam terus-menerus (I Ketut dan Tarwaka, 1998). Menurut WHO sering ditemukan bahwa respon setiap orang terhadap panas berbeda, meskipun terpapar dalam lingkungan panas yang sama. Hal ini menggambarkan adanya perbedaan kondisi fisiologi dari masing-masing individu misalnya faktor aklimatisasi, kesegaran jasmani, perbedaan jenis kelamin, umur, ukuran tubuh atau suku bangsa (Ikhram Hardi, 2006). Untuk menghindari hal tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai upaya, seperti memperbanyak ventilasi pada lingkungan kerja, jarak antara lantai dan atap yang tinggi sehingga penguapan panas dan kecepatan aliran udara menjadi lebih baik. Pengeluaran keringat akibat panas juga telah dapat diatasi oleh tenaga kerja dengan meminum air minum setiap mereka haus yang tempatnya berada di salah satu bagian pada bagian tersebut, sehingga mereka akan senantiasa segar dalam bekerja. E.
PENUTUP Dari hasil penelitian di ketahui bahwa : 1. Dari 60 responden, yang berumur ≤ 40 tahun (muda) terdapat sebanyak 42 (70%) responden yang mengalami kelelahan kerja. Sedangkan yang berumur > 40 tahun (tua) terdapat sebanyak 4 (6,7 %) responden yang mengalami kelelahan kerja. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kelelahan kerja. 2. Dari 60 responden, responden dengan masa kerja baru (< 5 tahun) terdapat sebanyak 34 (56,7%) responden yang mengalami kelelahan kerja. Sedangkan responden dengan masa kerja lama (≥ 5 tahun) terdapat sebanyak 12 (20%) responden yang mengalami kelelahan kerja. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kelelahan kerja. 3. Dari 60 responden, responden dengan lama kerja yang memenuhi syarat (6 – 8 jam/hari) terdapat sebanyak 33 (55%) responden yang mengalami kelelahan kerja. Sedangkan responden dengan lama kerja yang tidak memenuhi syarat (> 8 jam/hari) terdapat sebanyak 13 (21,7%) responden yang mengalami kelelahan kerja. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kelelahan kerja. 4. Dari 60 responden, responden yang bekerja pada suhu tinggi (> 28,00C) terdapat sebanyak 29 (48,3%) responden yang mengalami kelelahan kerja. Sedangkan responden yang bekerja pada suhu rendah (> 28,00C) terdapat sebanyak 17 (28,3%) responden yang mengalami kelelahan kerja. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara suhu ekstrim dengan kelelahan kerja. Sebaiknya diupayakan penambahan exhausted fan atau kipas angin yang lebih banyak khususnya di sekitar bagian Food Production 1 (FP1)/ Masako Packing guna menurunkan suhu ruangan mengingat dampak suhu yang tinggi dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan agar pekerja dapat lebih nyaman dalam bekerja sehingga produktivitasnya juga dapat meningkat. Untuk meminimalisir terjadinya kelelahan kerja penulis menyaran kan supaya pihak manajemen sesering mungkin melakukan penilaian terhadap kelelahan kerja dengan menggunakan protap penilaian kelelahan kerja yang telah penulis tawarkan pada lampiran akhir skripsi agar dapat diketahui seberapa besar kelelahan tersebut terjadi dan bagaimana cara mengatasinya. Setiap tenaga kerja sebaiknya memperhatikan waktu istirahat di luar jam kerjanya dengan menggunakannya untuk refreshing dan olahraga yang cukup agar pikiran dan tubuh menjadi lebih segar dan tidak mudah lelah.
68
Vol 5. No. 1, Maret 2013
MEDICA MAJAPAHIT
DAFTAR PUSTAKA. Abidin, Zainal. (2011). Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja di Indonesia (online). (http://www.masbied.com, diakses tanggal 11 Mei 2012) Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Hardi, Ikhram. (2006). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja di Bagian Produksi PT. Sermani Steel Makassar. Skripsi Tidak diterbitkan. Makassar : FKM Unhas. Harrianto, R. (2008). Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hidayat, A. Aziz. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Kurniawidjaja, L. M. (2010). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: Universitas Indonesia. Kyla. (2011). Kelelahan Kerja (online).( http://keselamatandankesehatankerja.blogspot.com, diakses tanggal 15 April 2012). M. Soeripto. (2008). Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nurmala,. (2010). Pengertian dan Definisi Pabrik (online). (http://klipingnurmala.blogspot.com, diakses tanggal 10 Mei 2012) Nurmianto, E. 2008. Manajement Shift Kerja. Edisi Kedua. Guna Widya: Surabaya. Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pangesti, D. P. (2008). “Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kelelahan Pada Operator Alat Berat Pt. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkit Suralaya”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas Indonesia. Profil Perusahaan PT. Ajinomoto Indonesia Tahun 2012. Mojokerto. Ramli, S. (2009). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Dian Rakyat. Setyawati, L. (2011). Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta: Lakassidaya. Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA. Suma’mur, P.K. (2010). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. Tarwaka, dkk. (2008) ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
69