PENILAIAN RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA PEMBUATAN FURNITUR DI PT. X KLENDER, JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 Firman Nur Hidayat, Zulkifli Djunaidi
1.
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
2.
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak
Perkembangan teknologi yang pesat membuat hampir semua aktifitas pekerjaan manusia berhubungan erat dengan berbagai macam alat dan mesin. Tidak terkecuali dalam dunia industri yang saat ini terus berkembang dengan pesatnya. Namun dalam interaksi antara manusia, mesin dan lingkungan kerja terdapat berbagai risiko yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja (PAK) ataupun kecelakaan kerja bagi manusia. Salah satu penyakit akibat kerja yang kerap diderita oleh pekerja adalah penyakit yang berkaitan dengan otot serta rangka, atau lebih dikenal dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs). Penelitian ini dilakukan pada pekerja furnitur di PT. X di Klender, Jakarta Timur pada tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor risiko MSDs pada bagian tubuh dan gejala MSDs yang dialami oleh pekerja. metode penelitiain ini adalah kualitatif dengan desain studi observasional. Responden berjumlah 8 orang, dan tingkat risiko ergonomi dinilai menggunakan Rapid Entire Body Assessment (REBA). Penilaian menggunakan REBA mendapatkan hasil 1 tahapan pekerjaan (25%) termasuk dalam kategori medium risk (action level 3), dan 3 tahapan pekerjaan (75%) termasuk dalam kategori high risk (action level 4). Nordic Body Map (NBM) digunakan untuk mengetahui keluhan MSDs yang dirasakan pekerja dan didapatkan hasil 100% pekerja mengeluhkan gejala MSDs. Keluhan terbanyak dirasakan adalah pegal dan rasa sakit pada tubuh bagian pinggang, leher bagian bawah, dan betis.
Assessment of Ergonomic Risk And Musculoskeletal Disorders (MSDs) Complaints at Furniture Workers PT. X, Klender, East Jakarta, in 2014.
Abstract
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
Technological developments that grow rapidly make almost human activities are closely related to tools and machinery. Industrial sectors is one of many sectors that grow rapidly as the human development. However, the interaction between human, machine and workplace environment have many risks that can make occupational disease or injury to the workers. One of the occupational diseases that often suffered by workers is a disease associated with muscle, bonesand joints, or known as Musculoskeletal Disorders (MSDs). This research was conducted on Furniture Workers PT. X, Klender, East Jakarta, in 2014. This research’s purpose are to know the musculoskeletal disorders risk factor in the body and symptoms experienced by workers. This research method is qualitative with observasional design. Respondents of this research were 8 production workers. Ergonomic risk level assessed using the Rapid Entire Body Assessment (REBA). The result from assessment using REBA are 1 task (25%) included medium risk category (action level 3), and 3 task (75%) include high risk category (action level 4). Nordic Body Map (NBM) is used to know the complaints about MSDs from workers, and the result is 100% of worker said that they have some symptoms of MSDs. Most of complaints are on the hip, lower neck, and calves. Keywords: REBA, Risk Level, Ergonomics, Musculoskeletal Disorders (MSDs) Complaints, Nordic Body Map (NBM) Furniture Workers.
Pendahuluan Seiring dengan perkembangan dunia industri sampai saat ini, kecelakaan kerja sangat sering terjadi dan penyebab terjadinya kecelakaan kerja antara lain karena adanya interaksi dengan peralatan atau mesin,selain itu kondisi lingkungan yang baru juga dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan dapat menyebabkan kerugian, baik pada manusia, properti, proses maupun pendapatan dari perusahaan. Selain itu, kecelakaan juga dapat mengakibatkan kerugian pada lingkungan. Tingkat kecelakaan kerja dan berbagai ancaman keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia masih cukup tinggi. Berbagai kecelakaan kerja pun masih sering terjadi dalam proses produksi terutama pada pekerja yang bekerja pada sektor formal dan sektor informal. Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Februari tahun 2013 mencatat hampir 42,1 juta orang bekerja pada sektor formal atau sekitar 37,29% dan sebanyak 70,7 juta atau sekitar 62,71% bekerja pada sektor informal. (BPS, 2013). Sedangkan data 3 tahun terakhir dari PT Jamsostek tentang pembayaran jaminan kecelakaan kerja (JKK) diketahui bahwa ada 83.714 kasus kecelakaan kerja yang dilaporkan pada tahun 2007, 93.823 kasus pada tahun 2008, dan 96.314 kasus pada tahun 2009. Selanjutnya dilaporkan bahwa saat ini ada 8 orang tenaga kerja kita setiap hari meniggal dunia dikarenakan kecelakaan kerja dan 36 orang setiap harinya mengalami cacat juga dikarenakan kecelakaan kerja, khusus pada tahun 2009 kecelakaan kerja yang dilaporkan ke PT Jamsostek
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
adalah 96.314 kasus dari sekitar 8,44 juta peserta PT.Jamsostek yang aktif atau sekitar 1,14%. Jika asumsi kasus kecelakaan kerja kejadiannya sama dengan tenaga kerja yang terdaftar pada PT. Jamsostek, maka diperkirakan pada tahun 2009 ada sekitar 1.180584 kasus kecelakaan kerja dari 104 juta tenaga kerja di Indonesia, dan sedikitnya ada 700.000 kasus penyakit terkait kerja pada tahun yang sama (Jamsostek, dalam Kurniawidjaja, 2010). The National Institute for Occupational Safety and Health di tahun 1990 memperkirakan 15%-20% pekerja di Amerika berisiko menderita MSDs. The National Safety Council (NSC) melaporkan, kurang lebih 960.000 kasus MSDs di kalangan pekerja Amerika tahun 1992 (NIOSH). Penelitian tentang Pembiayaan Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Sektor Informal yang terorganisir didapatkan keluhan terbanyak dalam satu bulan yaitu pegal-pegal (67%), pilek (45%), dan batuk (42%) (Kurniawidjaja, 2011).
Kecelakaan yang terjadi di sektor informal khususnya di bidang furnitur juga termasuk dalam kategori yang tinggi, penelitian yang dilakukan di Italia menunjukan kejadian karena gangguan muskuloskeletal disorders pada bidang furnitur mencapai 5% dari 2.500 pekerja di Italia (Nicoletti, 2008). Industri Furnitur PT. X merupakan industri informal pembuatan furnitur di daerah Klender, Jakarta Timur. PT. X yang memproduksi segala jenis furnitur rumah tangga. Proses pembuatan atau proses perakitan furnitur merupakan proses yang banyak terdapat hazard ergonomi. Dan PT. X sendiri belum melakukan penilaian risiko ergonomi, hal ini sangat kurang baik bagi pekerja yang bekerja di PT. X. Dan sebagai langkah awal dari pengendalian risiko, maka perlu dilakukan penilaian risiko ergonomi dengan menggunakan REBA pada proses pembuatan furnitur di PT. X, Klender, Jakarta Timur
Tinjauan Teoritis Ergonomi adalah ilmu yang berkaitan dengan desain sistem dimana orang bekerja. Istilah ergonomi ini berasal dari bahasa yunani yaitu ergon yang artinya “kerja” dan nomos yang artinya “hukum”. Dan seluruh sistem kerja yang mencakup komponen manusia dan komponen mesin dalam suatu lingkungan (Bridger, 1995).
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
Ergonomi adalah suatu istilah yang menunjukkan studi dan desain mesin terhadap manusia untuk mencegah penyakit atau cidera sehingga pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja. Ergonomi menarik disejumlah disiplin ilmu, yang termasuk didalamnya adalah fisiologi, biomekanika, psikologi, antropometri, hygiene industri, dan kinesiologi (OSHA, 2000). Ergonomi adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari dan mendesain interaksi antara manusia dengan mesin untuk mencegah terjadinya penyakit ataupun cedera untuk meningkatkan kinerja kerja (ACGIH,2010). Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala/ gangguan yang berkaitan dengan jaringan-jaringan oto, tendon, kartilago, ligamen, sistem saraf, struktur tulang dan pembuluh darah. Pada awalnya MSDs menyebabkan rasa sakit, nyeri, dan rasa seperti terbakar (OSHA,2000). Ada beberapa faktor risiko yang dapat memicu munculnya MSDs, diantaranya: Faktor penyebab MSDs pada pekerja diantaranya adalah force, postur kerja, repetisi dan durasi kerja (Bridger, 2003). Faktor penyebab MSDs pada pekerja diantaranya adalah postur janggal, aktivitas berulang, faktor penyebab sekunder (tekanan, getaran, suhu), faktor kombinasi (umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, kekuatan fisik, antropometri) (Peter Vi, 2000) Faktor penyebab MSDs pada pekerja diantaranya adalah usia, masa kerja, jenis kelamin, ketahan otot, aktivitas kerja (Bernard, 1997). Jadi faktor risiko yang dinilai pada penelitian ini adalah faktor-faktor risiko yang terdapat dalam faktor risiko pekerjaan meliputi postur tubuh, force, suhu, aktivitas otot (durasi, repetisi), usia, aktivitas kerja, masa kerja. Dampak yang ditimbulkan dari suhu kerja yang terlalu tinggi adalah gangguan kesehatan bagi pekerja, diantaranya adalah heat cramp, heat cramp merupakan gangguan fisiologis pada tubuh akibat terjadinya ketidak seimbangan antara cairan dan garam dalam tubuh selama melakukan kerja berat di dalam area kerja yang panas, dan kejadian ini berujung pada timbulnya rasa nyeri di anggota tubuh tertentu.
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
Tabel 1 Standar WBGT menurut ACGIH Work Load (WBGTo C)
Work Rest Resignment Light
Moderate
Heavy
Very Heavy
Continous work
29,5
27,5
26
-
75% work and 25% rest each
30,5
28,5
27,5
-
31,5
29,5
28,5
27,5
32,5
31
30
29,5
hours 50% work and 50% rest each hours 25% work and 75% rest each hours
Tabel 2 Estimasi Pengukuran Panas Metabolik Body Position and Movement
Kcal/min*
Sitting
0.3
Standing
0.6
Walking
2.0-3.0
Walking uphill
Add 0.8 per meter rise
A.
Type of Work
Average Kcal/min
Range Kcal/min
Hand work Light
0.4
Heavy
0.9
0.2 - 1.2
Work one arm B.
Light
1.0
Heavy
1.8
0.7 - 2.5
Work Both arms Light
1.5
Heavy
2.5
1.0 3.5
Work whole body Light
3.5
Moderate
5.0
Heavy
7.0
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
2.5 - 9.0
Very Heavy
9.0
C.
Basal Metabolism
1.0
D.
Sample Calculation**
Average Kcal/min
Assembling work with heavy hand tools
Standing
0.6
Two arm work
3.5
Basal metabolism
1.0
Total
1.1 kcal/min
*For standard worker of 70 kg body weight (154 lbs) and 1.8 m2 body srface (19.4 ft2) ** Example of measuring metabolic heat production of worker when performing initial screening Sumber : NIOSH Occupational Exposure to Hot Environments, 1996
Tabel 3 Tingkat Beban Kerja No.
Pengukuran Panas Metabolik
Tingkat Beban Kerja
1
< 200 kcal/jam
Ringan
2
200 – 350 kcal/jam
Sedang
3
350 – 500 kcal/jam
Berat
4
>500 kcal/jam
Sangat Berat Sumber : OSHA
Metode Penelitian Disain penelitian ini bersifat deskriptif dengan studi Observasional, karena dengan cara mengamati kondisi pada tempat kerja melalui observasi langsung. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu masalah dan keadaan hanya pada saat penelitian berlangsung. Penelitian ini menggunakan Rapid Entire Body Assessment (REBA) untuk mengetahui tingkat risiko dari aktivitas pembuatan furnitur. Selain itu, penulis juga menggunakan
Nordic
Body
Map
(NBM)
untuk
mengetahui
gambaran
keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja Penelitian ini dilakukan di daerah Jakarta Timur, tepatnya di daerah Klender yang dilakukan dari pembuatan proposal sampai dengan penelitian selesai yaitu dari bulan februari sampai
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
dengan bulan juni. untuk mengetahui tingkat risiko ergonomi dari faktor pekerjaan (postur, gaya, durasi dan frekuensi) maka akan dilakukan penilaian kepada seluruh pekerja dan seluruh aktivitas produksi di PT. X, sehingga sampel untuk penelitian ini adalah seluruh pekerja yang berjumlah 10 orang. Dan penelitian ini dilakukan pada proses Pemotongan list, Proses pengamplasan, proses Perakitan dan Proses Finishing.
Hasil Dan Pembahasan Berdasarkan hasil penilaian postur dengan menggunakan Rapid Entire Body Assessment (REBA) pada pekerja furnitur di PT.X maka didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 4 Hasil Penilain Postur Menggunakan Rapid Entire Body Assessment (REBA) No. Proses kerja
Penilain REBA
1
Skor A: 4
Proses Pemotongan List
Action Level 5 (Level tindakan 3)
Skor B: 1 Skor C: 3
Medium Risk Butuh investigasi lebih lanjut dan perubahan segera
2
Proses Pengamplasan
Skor A: 5 Skor B: 6
9 (Level tindakan 4) High Risk
Skor C: 7
Lakukan investigasi dan laksanakan perubahan
3
Proses Perakitan
Skor A: 5 Skor B: 7
10 (Level tindakan 4) High Risk
Skor C: 8
Lakukan investigasi dan laksanakan perubahan
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
4
Proses Finishing
Skor A: 5 Skor B: 4
8 (Level tindakan 4) High Risk
Skor C: 6
Lakukan investigasi dan laksanakan perubahan
Dari penilaian yang dilakukan menggunakan REBA didapatkan hasil bahwa postur kerja di hampir semua proses pekerjaan di furnitur PT.X mendapatkan nilai yang cukup tinggi, kebanyakan mendapatkan nilai risiko high risk dan ada salah satu proses yang medium risk. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, seperti postur tubuh statis pada tubuh bagian bawah khususnya membuat otot pekerja terasa pegal dan juga sakit. Selain itu postur janggal pada tubuh bagian atas seperti leher, bahu, lengan, pergelangan tangan, pinggang dan punggung membuat penilaian bernilai tinggi. Postur janggal ini terjadi karena posisi pekerja yang harus menyesuaikan diri dengan objek yang akan dikerjakannya, seperti objek yang harus dijangkau terlalu jauh atau terlalu rendah, sehingga pekerja harus membungkuk dan menjulurkan tangannya dalam waktu yang cukup lama, pergelangan tangan pekerja yang harus menekuk dan posisi leher yang harus menunduk. Postur –postur yang telah disebabkan tadi merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya keluhan MSDs pada pekerja. Selain itu frekuensi pengulangan gerakan yang sangat sering pada tubuh bagian atas khususnya bagian tangan yaitu lebih dari 4 kali pengulangan dalam 1 menit membuat otot dan rangka bergerak dengan sangat cepat. Hal tersebut dapat mempengaruhi skor pada REBA dan dapat menimbulkan keluhan MSDs pada pekerja
Analisis dan Pembahasan Ventilasi Luas Ventilasi minimal menurut Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1428/MENKES/SK/XII/2006 tentang persyaratan Bangunan khususnya pada bagian ventilasi, luas ventilasi yang permanen minimal 15% dari luas lantai.
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
Luas lantai
=PxL = 10m x 25m = 250 m2
- Total luas ventilasi seharusnya = 15/100 x 250 m2 = 37,5 m2
Amerircan Society of Heating, Refregeration, And Air Conditioning Engineers (ASHARE STANDAR), banyak membahas tentang ventilasi umum, yang digunakan rancangan ventilasi rumah/bangunan hunian, dan pelayanan-pelayanan public, yang mana fungsinya adalah proses “mengubah” atau mengganti udara dalam ruangan apapun untuk memberikan kualitas udara yang tinggi dalam ruangan (misalnya untuk mengontrol suhu, mengisi oksigen, atau menghilangkan kelembaban, bau, asap, panas, debu, bakteri di udara). Ruang kerja = 4 m2/person Jumlah pekerja yang ideal bekerja dalam ruangan Jawab :
Luas = 10 x 25 = 250 M2 Luas tempat kerja = ¼ x 250 = 62,5 M2
Jumlah pekerja yang ideal pada workshop PT.X adalah 62,5 : 4 = 15,625 ~ 16 orang
Jika dilihat dalam gambar di atas, luas ventilasi di PT. X sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, namun karena penyebab tata ruang atau housekeeping yang kurang baik sehingga membuat ruangan menjadi terasa panas. Selain itu menurut ASHARE total pekerja yang ideal bekerja dalam ruangan adalah 16 orang sudah sesuai, karena total pekerja yang ada di PT. X adalah 10 orang.
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
Analisis dan Pembahasan Suhu Ruangan Menggunakan WBGT Tabel 5 Standar WBGT menurut ACGIH
Work Rest Resi gnment
Work Load (WBGTo C) Light
Moderate
Heavy
Very Heavy
29,5
27,5
26
-
75% work and 25% rest 30,5
28,5
27,5
-
29,5
28,5
27,5
31
30
29,5
Continous work
each hours 50% work and 50% rest 31,5 each hours 25% work and 75% rest 32,5 each hours
Sebelum menentukan Work Rest Resgnment terlebih dahulu dilakukan penghitungan menurut jumlah jam kerja dan jumlah jam istirahat dari pekerja, yaitu sebagai berikut :
Jam kerja
= 08.00 sampai 16.00
Jam istirahat = 12.00 sampai 13.00 Diketahui total jam kerja 8 jam (480 menit), jam kerja aktif 7 jam (420), dan jam istirahat 1 jam (60 menit) Standar WBGT ACGIH
= x 100% x 100%
x 100%
=
x100%
= 87,5% = 12,5%
Jadi Work Rest Resignment nya masuk dalam kategori 75% Work and 25% Rest each hours, setelah mendapatkan Work Rest Resignment kemudian menghitung beban kerja (work load) dengan melihat standar Estimasi Pengukuran Panas Metabolik. Kemudian ke penghitungan, sebagai berikut :
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
Body position and movement
Kcal/min
Type Of Work
Kcal/min
Basal Metabolism
+
Sample Calculation
Kcal/min
Untuk pekerja dibagian produksi Furnitur hampir semua pekerja mengerjakannya dengan berdiri, dan menggunakan kedua tangan dalam bekerja dengan intensitas yang cukup berat pada bagian tangan. Sehingga rata-rata kalori per menitnya adalah sebagai berikut :
Standing
0,3 Kcal/min
Work Both arms (Heavy)
2,5 Kcal/min
Basal Metabolism
1,0
Sample calculation
4,1 Kcal/min
+
4,1 Kcal/min x 60 = 246 Kcal/hours
Setelah didapatkan sample calculation kemudian lihat kedalam Tabel 3 (Tingkat Beban Kerja), dan nilai 246 Kcal/hours masuk dalam kategori sedang (moderate). Tahapan selanjutnya adalah menentukan hasil nilai ambang batas yang sesuai dengan karakteristik pekerja di PT. X berdasarkan tabel Standar WBGT menurut ACGIH, sehingga diperoleh hasil 28,5oC. Kemudian pengukuran suhu menggunakan WBGT mendapatkan hasil 29,67 oC. Dapat dilihat nilai iklim yang ada di daerah PT. X melewati standar yang telah ditetapkan oleh ACGIH yaitu 28,5 oC hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah faktor iklim yang ada di Indonesia yang tropis sehingga menyebabkan suhu pada jam-jam tertentu terlampau sangatlah panas. Selain faktor iklim, faktor lain adalah kadar CO2 yang sangat tinggi di daerah Klender, Jakarta Timur. Faktor lain penyebab panasnya di PT. X adalah faktor tata ruang PT. X atau housekeeping yang tidak tersusun dengan baik sehingga menyebabkan sirkulasi udara di PT. X menjadi kurang baik dan kondisi ini juga membuat ruangan menjadi panas dan terlihat sempit.
Dari 8 pekerja yang diteliti berdasarkan jenis kelamin dan semua pekerja adalah pria. Seluruh responden yang diteliti menyatakan bahwa mereka mengalami gejala keluhan MSDs. Jumlah pekerja berdasarkan usia dan lama kerja akan disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
jumlah pekerja berdasarkan usia kerja 12,50% <21 tahun >21 tahun 87,50%
Diagram 1. Jumlah Pekerja Berdasarkan Usia
jumlah pekerja berdasarkan lama kerja
< 1 tahun 37,50%
50%
1-3 tahun 4-6 tahun
12,50%
Diagram 2. Jumlah Pekerja Berdasrkan Lama Kerja
Keluhan gejala MSDs yang dialami pekerja di furnitur PT. X berupa pegal, nyeri, lmah, letih, lesu, mati rasa, kaku dan gejala lainnya dengan presentase sebagai berikut:
Jenis Keluhan MSDs Yang Dialami Pekerja 3%
3%
10%
Nyeri atau sakit
13,00%
Kesemutan/keram Pegal 20,00%
Lemah/letih panas
24%
Bengkak 27,00%
kaku
Diagram 3. Jenis Keluhan MSDs yang Dialami Pekerja
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
Keluhan tersebut dirasakan oleh pekerja di beberapa bagian tubuhnya khususnya tubuh bagian atas, dengan jumlah keluhan per bagian tubuh digambarkan melalui gambar berikut
Keterangan
Bagian Tubuh
Total keluhan
0
Leher bagian atas
1
1
Leher bagian bawah
4
2
Bahu kiri
2
3
Bahu kanan
2
4
Lengan kiri bagian atas
2
5
punggung
2
6
Lengan kanan bagian atas
1
7
Pinggan
5
8
Bokong
2
9
Pantat
0
10
Siku kiri
1
11
Siku kanan
1
12
Lengan kiri bagian bawah
1
13
Lengan kanan bagian bawah
1
14
Pergelangan tangan kiri
2
15
Pergelangan tangan kanan
2
16
Tangan kiri
2
17
Tangan kanan
3
18
Paha kiri
3
19
Paha kanan
2
20
Lutut kiri
0
21
Lutut kanan
0
22
Betis kiri
3
23
Betis kanan
4
24
Pergelangan kaki kiri
1
25
Pergelangan kaki kanan
1
26
Kaki kiri
1
27
Kaki kanan
1
gambar
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
Dari keseluruhan responden terdapat 6 keluhan yang menyatakan baru merasakan keluhan MSDs tersebut setelah mereka bekerja. dan untuk memperoleh upaya pengobatan, hanya 2 orang pekerja yang mencoba pengobatan medis dan 6 lainnya mencoba perawatan non medis seperti beristirahat dan melakukan pemijatan. Kebanyakan pekerja menyatakan bahwa keluhan yang mereka rasakan terasa menyakitkan dan dirasakan kadang-kadang baik pada jam kerja maupun setelahnya.
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di PT. X mengenai gambaran risiko dan keluhan terhadap gangguan Musculoskeletal disorders (MSDs), maka di dapatkan beberapa kesimpulan, diantaranya : 1. Dari hasil Analisis Rapid Entire Body Assessment (REBA) di PT. X maka diketahui postur tubuh bagian leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, punggung dan kaki memiliki risiko ergonomi yang cukup tinggi. 2. Nilai risiko ergonoomi berdasarkan Rapid Entire Body Assessment (REBA) di PT. X terdiri atas 2 kelompok utama, yaitu : a. Level tindakan ke 3, yang termasuk ke dalam adalah pada proses pemotongan list karena mendapatkan hasil akhir 5. Pekerjaan ini memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi sehingga membutuhkan investigasi lebih lanjut dan membutuhkan perubahan segera. b. Level tindakan ke 4, hampir semua proses masuk kedalam level tindakan ke 4, diantaranya adalah proses pengamplasan, proses perakitan dan proses finishing. Pekerjaan ini memiliki risiko yang sangat tinggi karena mendapatkan skor antara 8-10, sehingga harus dilakukan investigasi dan laksanakan perubahan. 3. Dari 8 responden yang menjadi sampel penelitian di PT. X, semuanya menyatakan mereka mengalami keluhan seperti pegal atau encok, nyeri atau sakit, lemah, letih, kesemutan, keram, kaku, dan bengkak pada bagian tubuhnya.
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
4. Keluhan gejala MSDs yang terjadi pada pekerja paling banyak dialami tubuh pada bagian pinggang 5 keluhan, leher bagian bawah dan betis masing-masing 4 keluhan,
kemudian pada bagian tangan kanan, paha yang masing-masing 3
keluhan. Faktor MSDs juga dipengaruhi oleh suhu ruangan yang ada di workshop, karena suhu pada workshop PT. X melewati standar yang telah ditetapkan, yaitu 29,67 oC, sedangkan suhu yang ditetapkan oleh ACGIH adalah 28,5oC.
Saran 1.
Pada proses pemotongan kayu sebaikanya meja yang digunakan tingginya harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian seperti memotong maka perlu ditambahkan ketinggian meja kerja menjadi 5-10 cm dari ketinggian siku pekerja.
2.
Pada proses pengamplasan sebaiknya menggunakan mesin amplas, karena dengan menggunakan mesin amplas dapat mempercepat proses kerja dan pekerja tidak harus berlama-lama dalam posisi yang janggal.
3.
Pada proses finishing, pekerja sebaiknya menggunakan mesin semprot.
4.
Perbaikan Housekeeping di PT. X untuk ditata lebih teratur, agar sirkulasi udara menjadi lebih baik, sehingga pekerja tidak merasa panas dan pengap ketika berada di dalam workshop.
5.
Diadakannya aturan yang mewajibkan pekerja melakukan peregangan baik sebelum memulai kerja, ketika istirahat dan setelah pekerjaan usai.
6.
Diadakannya aturan mengenai waktu istirahat untuk peregangan otot setelah bekerja selama minimal 2 jam yaitu selama 10-15 menit. Jam istirahat untuk peregangan ini bisa diadakan pukul 10.00 WIB dan pukul 15.00 WIB yang merupakan setengah dari waktu kerja sebelum dan setelah istirahat jika jam kerja sudah dipangkas menjadi 8 jam.
7.
Pemasangan media sosialisasi di tempat kerja berupa poster mengenai cara peregangan, postur kerja yang yang baik dan benar serta manual material handling yang tepat sehingga dapat menjadi media pengingat kepada pekerja agar selalu menerapkannya.
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
8.
Pemilik dapat meningkatkan perhatian pada kesehatan dan kenyamanan pekerja guna meningkatkan hasil produksi. Selain di bidang ergonomi, terdapat hazard dan risiko lain seperti penggunaan masker dan sarung tangan dalam bekerja.
9.
Pemilik usaha perlu menyediakan tenaga keselamatan dan kesehatan kerja profesional yang dapat menerapkan aspek-aspek K3 untuk PT. X, sehingga proses kerja dapat diupayakan agar menjadi sehat dan selamat.
10. Pemilik usaha melalui divisi training center melakukan sosialisasi mengenai pentingnya peregangan sebelum dan sesudah kerja serta manual material handling yang tepat. 11. Pemilik usaha harus mengupayakan adanya kerja sama dengan penyedia pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja setempat seperti pada Puskesmas, Pos Unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Pos UKK) atau Balai Kesehatan Kerja Masyarakat (BKKM).
Kepustakaan
ACGIH. 2010. TLV and BEIs. United States: Signature Publication Badan Pusat Statistik. (2013). Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2013. Jakarta: BPS. Bernard, BP. (ed), et al..(1997). Musculoskeletal Disorders And Workplace Factors : A Chemichal Review of Epidemiologic Evidence For Work-Related MSDs of Neck, Upper Extremity And Low Back. U.S Departement of Health and Human Services, PH Service for Disease Control and Prevention, National Institute For Occupational Safety And Health. Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomic. Mc Graw-Hill Inc. USA Cohen, Alexander L. et al. (1997). Elements of Ergonomics Programs. A Primer Based on Workplace Evaluations of Musculoskeletal Disorders. Amerika: U.S Departement of Health and Human Services. NIOSH. Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
(2011).
Ergonomi.
http://www.depkes.go.id/downloads/ (3 Maret 2014) Kromer, K.H.E.dan E.Grandjean. 1997. Fitting The Task to The Human, 5th Edition. London: Taylor and Francis Kurniawidjaja, L. Meily. (2010). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta : UIPress.
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014
Luttman, Alwin et al..(2004). Protecting Workers' Health Series No. 5: Preventing musculoskeletal disorders in the workplace. Genewa: Organisation mondiale de la Santé. Mentri Kesehatan Republik Indonesia 1428/MENKES/SK/XII/2006 Nicoletti, et. al. (2008). Upper limb work-related musculoskeletal disorders (UL-WMSDs) in a large factory of the upholstered furniture industry: risk management. Universita of Foggia.
Didapat
pada
tanggal
20
Juni
2014
di
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18717527
NIOSH. (2001). NIOSH Musculoskeletal document: Preventing work related disorders. NIOSH Publication. NIOSH.(1997). Cummulative Trauma Disorder in The Workplace. DHHS Publication no. 95119. Cincinnati: CDC, National Institute for Occupational Safety and Health. NIOSH.(1997). Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work Related Musculoskeletal Disorders of the Neck. NIOSH: Centers for Disease Control and Prevention OSHA 3465-08N. (2012). Guidelines for Founders: Solutions for the Prevention of Musculoskeletal Injuries in Founders https://www.osha.gov/Publications/osha3465.pdf OSHA. (2002). Ergonomic: The Study of work. US Departement of Labor Occupational Safety and Health Administration.OSHA 3125. SNI 03-6572-2001.”Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung”.hal 11-55 Suma’mur, P. K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko Gunung Agung Vi, Peter . (2000). Musculoskeletal Disorders. Diperoleh pada 4 April 2014, dari http://www.csao.org/uploadfiles/magazine/vol11no3/musculo.html Westgaard, R.H. (1997). Ergonomic Intervension Research for improved musculoskeletal health. The Norwegian Institute of technology. Didapat pada tanggal 20 Juni 2014 di http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0169814196000765?np=y
Penilaian risiko..., Firman Nur Hidayat, FKM UI, 2014