FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH (NPB) PADA PEKERJA DI PT. BAKRIE METAL INDUSTRIES TAHUN 2015
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH : Febriana Maizura NIM : 1111101000106
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2015 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2015 Febriana Maizura, NIM : 1111101000106 Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 xvi + 274 halaman, 24 tabel, 20 gambar, 5 lampiran ABSTRAK Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah suatu keadaan dengan rasa tidak nyaman atau nyeri akut pada daerah ruas lumbalis kelima dan sarkalis (L5-S1), NPB merupakan salah satu gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. Keluhan NPB pada pekerja dapat mempengaruhi performance kerja, produktivitas, dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan kerja. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PT. Bakrie Metal Industries terhadap 10 orang pekerja pada bagian fabrikasi dan 10 orang pekerja pada bagian office, diketahui bahwa 90% pekerja pada bagian fabrikasi dan 70% pekerja pada bagian office memiliki keluhan MSDs dan pekerja mengalami keluhan sakit terbanyak pada bagian pinggang (45%) dan punggung (30%). Penelitian ini berlangsung dari periode April – Desember 2015 dengan menggunakan desain Cross Sectional Study, bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan keluhan NPB pada pekerja di bagian fabrikasi dan office dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 76 orang. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square, T-test dan Kruskal Wallis. Variabel pada penelitian ini adalah skor leher, skor badan, skor kaki, skor lengan, skor akhir REBA, usia, jenis kelamin, merokok, riwayat NPB, kebiasaan olahraga, berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, masa kerja dan pencahayaan. Hasil penelitian diperoleh pekerja yang mengalami keluhan NPB sebanyak 49 orang (64.5%). Hasil uji statistik menunjukkan variabel yang berhubungan dengan keluhan NPB adalah skor leher, skor badan, skor akhir REBA, jenis kelamin, tinggi badan, persen lemak tubuh, sitting height, dan pencahayaan. Untuk mengurangi risiko keluhan NPB pekerja disarankan beristirahat ketika sudah mulai merasakan keluhan pada otot tubuh, dan pekerja mengikuti senam pagi. Perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan mengenai risiko pekerjaan dan tata cara bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi, menyediakan bantalan, dan memberikan sumber pencahayaan buatan pada area dan ruang kerja serta melakukan tindakan pemeliharaan sumber cahaya Daftar bacaan : 98 (1978 – 2015) Kata kunci : Nyeri Punggung Bawah (NPB), keluhan NBP, REBA ii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Thesis, December 2015 Febriana Maizura, NIM : 1111101000106 Factors Associated With Low Back Pain (LBP) Complaints of Workers in PT. Bakrie Metal Industries Year 2015. xvi + 274 page, 24 tabels, 20 images, 5 attachments ABSTRACT Low Back Pain (LBP) is a condition with discomfort or acute pain in the fifth lumbalis and sarkalis area(L5-S1), LBP is one of the musculoskeletal disorder caused by poorly activity of the body. LBP complaints on worker can reduce work performances, productivity, and also increase the risk of accidents.The results of preliminary study in PT. Bakrie Metal Industries on 10 fabrication workers and 10 office workers, had been showed that 90% fabrication workers and 70% office workers have a MSDs complaints and the most of workers had complaints of pain at the lumbar (45%) and back (30%). This study is held on April – December 2015 and uses a cross sectional study design. That studys aims to determine the factors associated with complaints of LBP in workers in the fabrication and office with 76 samples. The statistical test that used are Chi Square, T-test and Kruskal Wallis. Variables of this studies are neck scores, trunk scores, leg scores, arm scores, the final score REBA, age, gender, smoking habits, disease of history LBP, physical fitness, weight, waist circumference, height, sitting height, percent of body fat, periode of employment, and lighting. The results showed that workers with LBP complaints were 49 people (64.5%). Statistical analysis showed variables that have association to LBP complaints are neck scores, trunk scores, the final score REBA, gender, height, percent of body fat, sitting height, and lighting. To reduce risk of LBP complaints, workers are suggested to take a rest when they begin to feel the complaints in the muscles, and they are suggested to do morning exercises. Company should provide training on occupational risks and procedures of work that is compatible with the principles of ergonomics, provide cushion, and surficial artificial lighting in the area and work area, and doing maintenance light source. Reading list Keywords
: 98 (1978 – 2015) : Low Back Pain (LBP), LBP complains, REBA
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN Judul Skripsi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH (NPB) PADA PEKERJA DI PT. BAKRIE METAL INDUSTRIES TAHUN 2015
Telah diuji dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jakarta, 11 Desember 2015
Disusun Oleh: Febriana Maizura NIM. 1111101000106
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
iv
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 11 Desember 2015
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Identitas Personal Nama
: Febriana Maizura
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir
: Jakarta, 16 Februari 1993
Alamat
:
No. Handphone
: 082110981087
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat Email
:
[email protected]
Program Studi dan Angkatan
: PSKM, 2011
Jalan Pinang II RT. 002 RW. 02 No. 21, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan 12450
Pendidikan Formal TK
: TK RA An-Ni’mah Pondok Labu Jakarta
SD
: SDN Pondok Labu 03 Pagi Jakarta
SMP
: SMPN 96 Jakarta
SMA
: SMAN 49 Jakarta
Universitas
: Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim Alhamdulillah, seluruh puji serta syukur selalu dilantunkan ke hadirat Allah SWT, Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayahNYA jualah maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NBP) pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW, yang atas perkenan Allah, telah mengantarkan umat manusia ke pintu gerbang pengetahuan Allah yang Maha luas. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Keluarga tercinta, ibu, ayah, aida dan aan yang dengan doa, restu serta dukungan yang diberikan tanpa mengenal batas waktu. 2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri SKM., M.Kes. selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti SKM, M.Kes, Ph.D, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Iting Shofwati ST, MKKK dan ibu Minsarnawati, SKM, MKM, selaku dosen pembimbing skripsi, yang sentiasa memberikan waktu, dukungan, ilmu, dan kesabarannya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Meilani M. Anwar, yang senantiasa memotivasi, membimbing, meluangkan waktu, pikiran dan kesabaran serta doanya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS, Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, dan Bapak Rulyenzi Rasyid, MKKK selaku Penguji Sidang Skripsi yang telah memberikan saran dan masukkan dalam penempurnaan skripsi ini.
vii
7. Dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat. 8. Bapak I.P Danan Setiawan selaku QHSE Coordinator PT. Bakrie Metal Industries. 9. Pak Kaisar, Pak Tris, Pak Fadri, Mas Angga, Mas Oka dan Mba Friska selaku staff departemen QHSE PT. Bakrie Metal Industries yang telah banyak membantu selama penelitian. 10. Pak Adi, Bu Merti, dan Mba Lina selaku staff HRD yang membatu penulis dalam memperoleh data dan pengurusan surat menyurat. 11. Seluruh karyawan PT Bakrie Metal Industries yang telah secara sukarela membantu penulis ketika membutuhkan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi. 12. Mba ita, Icha, Uni dan Ab yang telah memberikan motivasi dalam semua kegiatan 13. Kawan-kawan seperjuangan peminatan K3 2011, terimakasih atas semangat dan dukungan kalian. 14. Dan teman-teman seperjuangan Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta 2011. Semangaaaaaat!!!! Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap, semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran perbaikan dari pembaca. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Desember 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................
i
ABSTRAK ................................................................................................
ii
ABSTRACT .............................................................................................
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN .........................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................
vi
KATA PENGANTAR .............................................................................
vii
DAFTAR ISI ............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xv
DAFTAR ISTILAH .................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang .................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................
5
C. Pertanyaan Penelitian ......................................................................
6
D. Tujuan ..............................................................................................
7
1. Tujuan Umum ..........................................................................
7
2. Tujuan Khusus .........................................................................
8
E. Manfaat Penelitian ............................................................................
9
1. Bagi Perusahaan ......................................................................
9
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ............................
9
3. Bagi Peneliti ............................................................................
10
F. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................
12
A. Keselamatan Kerja ...........................................................................
12
1. Kecelakaan Akibat Kerja .........................................................
12
2. Penyakit Akibat Kerja (PAK) ..................................................
13
B. Nyeri Punggung Bawah (NPB) ........................................................
13
1. Definisi NPB ...........................................................................
14
ix
2. Anatomi Tulang Belakang (Lumbal Spine) .............................
15
3. Penyebab NPB .........................................................................
18
4. Gejala NPB ..............................................................................
19
5. Patofisiologi NPB ....................................................................
20
6. Faktor RisikoNPB ...................................................................
23
7. Metode Penilaian Risiko Faktor Pekerjaan .............................
52
C. Analisis Statistik ...............................................................................
79
1. Analisis Univariat ....................................................................
79
2. Analisis Bivariat ......................................................................
81
D. Kerangka Teori ................................................................................
85
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .
87
A. Kerangka Konsep ............................................................................
87
B. Definisi Operasional ........................................................................
94
C. Hipotesis ..........................................................................................
101
BAB IV METODE PENELITIAN .........................................................
103
A. Desain Penelitian .............................................................................
103
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ...........................................................
103
C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 103 D. Instrumen Penelitian ........................................................................ 105 E. Pengumpulan Data ...........................................................................
109
F. Pengolahan Data ............................................................................... 119 G. Analisis Data ...................................................................................
120
BAB V HASIL .......................................................................................... 122 A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ..............................................
122
1. Sejarah Singkat PT. Bakrie Metal Industries .......................... 122 2. Visi dan Misi PT. Bakrie Metal Industries .............................
123
3. Gambaran Proses Produksi di PT. Bakrie Metal Industries .... 124 B. Analisis Univariat ............................................................................
135
1. Gambaran Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ............................................................ 135
x
2. Gambaran Faktor Pekerjaan pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ................................................. 135 3. Gambaran Faktor Individu (Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokokk, Riwayat NPB, Kebiasaan Olahraga, Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, dan Masa Kerja) dan Faktor Lingkungan (Pencahayaan) pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ................................................. 137 C. Analisis Bivariat ..............................................................................
143
1. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ..... 143 2. Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat NPB dan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ........................................................................................ 147 3. Hubungan antara Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan Pencahayaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 ............................ 149 BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................
153
A. Keterbatasan Penelitian ...................................................................
153
B. Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada Pekerja PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ...........................................................
154
C. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ............................ 157 D. Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat NPB dan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ....................... 169 1. Hubungan Usia dengan Keluhan NPB .................................... 169 2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan NPB ....................
173
3. Hubungan Merokok dengan Keluhan NPB ............................
175
4. Hubungan Riwayat NPB dengan Keluhan NPB ..................... 180 5. Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB ........... 182
xi
E. Hubungan antara Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan Pencahayaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ...........................................................
187
1. Hubungan Berat Badan dengan Keluhan NPB .......................
187
2. Hubungan Ukuran Lingkar Pinggang dengan Keluhan NPB .
189
3. Hubungan Tinggi Badan dengan Keluhan NPB .....................
192
4. Hubungan Sitting Height dengan Keluhan NPB ..................... 194 5. Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Keluhan NPB ......... 196 6. Hubungan Masa Kerja dengan dengan Keluhan NPB ............ 199 7. Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan NPB ......................
203
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .....................................................
207
A. Simpulan .......................................................................................... 207 B. Saran ................................................................................................
210
1. Bagi Pekerja ............................................................................
210
2. Bagi Perusahaan ...................................................................... 210 3. Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................ 211 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
213
LAMPIRAN ............................................................................................
222
xii
DAFTAR TABEL Tabel Tabel 2.1
Halaman Klasifikasi Persen Lemak Tubuh pada Laki-laki dan Perempuan .......................................................................
45
Tabel 2.2
Ilustrasi Posisi Badan dan Skoring .................................
62
Tabel 2.3
Ilustrasi Posisi Leher dan Skoring ...................................
64
Tabel 2.4
Ilustrasi Posisi Kaki dan Skoring .....................................
65
Tabel 2.5
Skoring A REBA .............................................................
66
Tabel 2.6
Skor untuk Beban atau Force ..........................................
66
Tabel 2.7
Ilustrasi Posisi Lengan dan Skoring .................................
68
Tabel 2.8
Ilustrasi Posisi Lengan Bawah dan Skoring ....................
69
Tabel 2.9
Ilustrasi Posisi Pergelangan Tangan dan Skoring ............
70
Tabel 2.10
Skor B REBA ...................................................................
70
Tabel 2.11
Skor untuk Jenis Pegangan ..............................................
71
Tabel 2.12
Skor C REBA ...................................................................
72
Tabel 2.13
Skoring untuk Aktivitas Otot ...........................................
73
Tabel 2.14
Kategori Tingkat Risiko ...................................................
74
Tabel 2.15
Kelebihan dan Kekurangan Metode Penilaian Faktor Pekerjaan Risiko NPB .....................................................
76
Tabel 3.1
Definisi Operasional .......................................................
94
Tabel 4.1
Skala Penilaian Intensitas Nyeri Berdasarkan Numeric Rating Scale .....................................................................
110
Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ........
135
Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015
136
Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat NPB dan Kebiasaan Olahraga pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ......................................................................
138
Tebel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3
xiii
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan Pencahayaan pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ........
140
Analisis Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja Fabrikasi di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015......................................................
144
Analisis Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat NPB, dan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB pada Pekerja Fabrikasi di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ...............................
147
Analisis Hubungan Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan Pencahayaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja Fabrikasi di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 .....................................................
150
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
Gambar 2.1 Tulang Belakang Manusia ...............................................
16
Gambar 2.2 Ruas Pergerakan Tulang Belakang ..................................
16
Gambar 2.3 Vertebra Lumbar Dilihat dari Atas dan Samping ............
17
Gambar 2.4 Vertebra Endplates yang Terletak pada Vertebra Tubuh yang Berdekatan dengan Cakram ....................................
17
Gambar 2.5 Lumbar Motion Monitor ..................................................
55
Gambar 2.6 Output yang Dihasilkan Menggunakan Software LMM .
55
Gambar 2.7 Tiga Dimensi Model Menggunakan 3DSSPP .................
57
Gambar 2.8 Diagram Alur Penilaian Dengan Metode REBA .............
72
Gambar 2.9 Skema Kerangka Teori ....................................................
86
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep .................................................
93
Gambar 4.1 Kris Digital Scale .............................................................
106
Gambar 4.2 OD 235 OneMed ..............................................................
106
Gambar 4.3 Sitting Height Scale .........................................................
107
Gamber 4.4 Sctature Scale ..................................................................
107
Gambar 4.5 OMRON Body Fat Monitor .............................................
107
Gambar 4.6 Kamera Nikon Coolpix S33 ............................................
108
Gambar 4.7 Lux Meter Krisbow Model: KW06-291 ...........................
108
Gambar 5.1 Bagan Proses Produksi pada PT. Bakrie Metal Industries
124
Gambar 5.2 Bagan Proses Pembuatan Produk Konstruksi ..................
133
Gambar 5.3 Bagan Proses Pembuatan Produk Fabrikasi .....................
134
xv
DAFTAR ISTILAH NPB
: Nyeri Punggung Bawah
LBP
: Low Back Pain
K3
: Keselamatan dan Kesehatan Kerja
NBM
: Nordic Body Map
REBA
: Rapid Entire Body Assessment
PAK
: Penyakit Akibat Kerja
MSDs
: Musculoskeletal Disorders
NIOSH
: National for Occupational Safety and Health
LMM
: Lumbar Motion Monitor
RULA
: Rapid Upper Limb Assessment
OWAS
: Ovako Working Posture Analysis
BMI
: Bakrie Metal Industries
HRD
: Human Resoursces Development
IT
: Information Technology
QHSE
: Quality, Health, Safety and Environment
ILO
: International Labour Organization
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu dari negara yang sangat berkepentingan terhadap masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Berdasarkan UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan
kerja
disebutkan
bahwa
upaya
kesehatan
kerja
wajib
diselenggarakan pada setiap tenaga kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Salah satu aspek kesehatan kerja yang harus diperhatikan adalah penyakit akibat kerja (PAK). PAK merupakan risiko yang diterima pekerja dalam bidang kesehatan yang merupakan akibat dari berkembangan industri di Indonesia dan pertambahan tenaga kerja. PAK adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/MEN/1981). PAK disebabkan oleh sejumlah faktor namun ada sebagian yang berasal dari tempat kerja, dan penyakit gaya hidup yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor risiko gaya hidup. Selain itu pekerja juga berisiko terkena cedera akibat kecelakaan kerja (Anies, 2005).
1
2
Pada tahun 2011, dalam Media Relations Officer International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya 2,3 juta orang meninggal akibat PAK dan kecelakaan kerja. Selain itu setiap harinya lebih dari 160 juta orang menderita PAK dan yang berhubungan dengan pekerjaan (Lingga, 2011). Salah satu PAK yang disebabkan oleh keadaan yang tidak ergonomis adalah gangguan Musculoskeletal Disorders (MSDs). Nyeri Punggung Bawah (NPB) atau Low Back Pain (LBP) merupakan salah satu gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond dan Pellino, 2002). Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah suatu keadaan dengan rasa tidak nyaman atau nyeri akut pada daerah ruas lumbalis kelima dan sarkalis (L5-S1) (Pheasant, 1991). Work-Related Low Back Pain adalah rasa nyeri dalam konteks pekerjaan dan secara klinis mungkin disebabkan oleh pekerjaan atau dapat diperburuk oleh aktifitas pekerjaan (Beeck dan Hermans, 2000). LBP merupakan kesakitan yang sangat umum. Sekitar dua pertiga dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat (AS) menderita LBP pada suatu saat dalam kehidupan mereka (Deyo dan Weinstein, 2001 dalam Gallagher, 2008). Sebanyak 36% dari gangguan MSDs di Amerika Serikat berjenis back pain dan diketahui bahwa 11% pekerja pada industri manufacturing merasakan keluhan nyeri muskuloskeletal (Bureau of Labor Statistic, 2013). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh European Agency for Safety and Health at Work pada 235 juta pekerja di 31 negara Eropa pada tahun 2007, diperoleh hasil sebanyak 25% pekerja mengalami nyeri punggung dan 23% nyeri otot (European Agency for Safety and Health at Work, 2008). Hasil
3
penelitian Riyadina dkk, pada industi baja (workshop) di kawasan industri Pulo Gadung Jakarta Timur diketahui bahwa sebanyak 20,1% pekerja merasakan nyeri pada bagian kaki dan 17,3% pekerja merasakan nyeri pada bagian pinggang (Riyadina, 2008). Berdasarkan penelitian Asriadi (2011), pada PT. International Nickel Indonesia, diketahui bahwa sebanyak 46,3% pekerja operator alat berat atau pabrik mengalami keluhan LBP, 16% pekerja mekanik mengalami keluhan LBP, dan 3,2% pekerja pengelasan mengalami keluhan LBP. Berdasarakan hasil penelitian Ayuningtyas (2012), pada pekerja kantor PT. Krakatau Steel diketahui bahwa sebanyak 40% pekerja mengalami NPB (Ayuningtyas, 2012). Menurut beberapa ahli, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya NPB yaitu faktor pekerjaan, faktor psikososial, faktor individu, dan faktor lingkungan. Faktor pekerjaan yang mempengaruhi NPB yaitu Heavy manual labor, Manual material handling, Awkward postures, Static work, Whole body vibration, Slipping and falling (Beeck dan Hermans, 2000). Faktor psikososial yaitu job content, tekanan waktu atau mengintensifkan beban kerja, job control, dukungan sosial di tempat kerja dan kepuasan kerja (Beeck dan Hermans, 2000). Faktor Individu yaitu usia, merokok, riwayat NPB, jenis kelamin, antopometri, kebiasaan olahraga, masa kerja dan jam kerja (Beeck dan Hermans, 2000; Marras dan Karwowski, 2006) dan Faktor Lingkungan yaitu pencahayaan, getaran dan kebisingan (Spaulding, 2008). PT. Bakrie Metal Industries merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufacturing corrugated metal product dan fabrication project. Terdapat dua jenis produksi pada PT. Bakrie Metal Industries, yaitu proses
4
pembuatan produk konstruksi dan proses pembuatan produk fabrikasi. Dimana dalam proses pembuatan produk tersebut terdiri dari proses pemotongan logam (cutting), pembuatan lubang (punching dan drilling), penyusunan beberapa komponen menjadi satu komponen (fit up), pengelasan (welding), pembersihan komponen dari sisa-sisa sambungan las atau dari kotoran lainnya (material finish), proses pembersihan logam (blasting) dan proses pelapisan logam dengan menggunakan cat (painting). Bahan untuk pembuatan komponen tersebut berasal dari besi dengan kualitas tinggi, sebelum dibentuk menjadi komponen-komponen besi dipotong terlebih dahulu dengan cara cold proses, hot proses dan proses menggunakan gerinda potong. Setelah di potong komponen-komponen besi tersebut proses pembuatan lubang pada material dengan menggunakan alat bor. Selanjutnya potongan komponen-komponen besi yang telah dilubang dibentuk menjadi komponen-komponen dengan teknik pengelasan. Kegiatan pada proses pemotongan, pembuatan lubang dan pengelasan dilakukan dengan posisi yang berbeda-beda, sehingga hal tersebut dapat menyumbangkan beberapa variasi bahaya termasuk bahaya risiko NPB. Tidak hanya pada proses produksinya saja, namun pada pekerja yang bekerja di bagian office juga memiliki bahaya risiko NPB. Pekerja pada bagian office bekerja dengan posisi duduk selama kurang lebih 7 jam setiap harinya, sehingga bila terlalu lama duduk dengan posisi yang salah memiliki bahaya risiko NPB. Adapun jumlah pekerja tetap pada bagian fabrikasi adalah sejumlah 50 orang dan pekerja tetap pada bagian office adalah sejumlah 65 orang.
5
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada April 2015 terhadap 10 orang pekerja pada bagian fabrikasi dan 10 orang pekerja pada bagian office PT. Bakrie Metal Industries dengan menggunakan Nordic Body Map (NBM), diketahui bahwa pada bagian fabrikasi sebanyak 90% pekerja memiliki keluhan MSDs dan pada bagian office sebanyak 70% pekerja memiliki keluhan MSDs. Pada kedua bagian tersebut didapatkan pekerja mengalami keluhan sakit terbanyak pada bagian pinggang (45%) dan punggung (30%). Selain itu belum ada penelitian yang dilakukan mengenai faktor-fakor yang terkait dengan keluhan NPB di PT. Bakrie Metal Industries, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan bulan April 2015 terhadap pekerja di PT. Bakrie Metal Industries dengan menggunakan Nordic Body Map (NBM), diketahui bahwa hampir setengah pekerjanya baik pada bagian fabrikasi maupun office memiliki keluhan MSDs dan didapatkan pekerja mengalami keluhan sakit terbanyak pada bagian pinggang dan punggung. Gangguan NPB pada pekerja dapat mempengaruhi performance kerja, produktivitas dan kualitas kerja, hubungan dalam pekerjaan, dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Informasi yang diperoleh peneliti bahwa di PT. Bakrie Metal Industries belum pernah dilakukan penelitian
6
terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada pekerja. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan, faktor psikososial, faktor individu dan faktor lingkungan dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015? 2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan (posisi badan, leher, kaki, lengan dan skor akhir REBA) pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015? 3. Bagaimana gambaran faktor individu (usia, merokok, riwayat NPB, jenis kelamin, berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, kebiasaan olahraga dan masa kerja) pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015? 4. Bagaimana gambaran faktor lingkungan (pencahayaan) pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015? 5. Adakah hubungan antara faktor pekerjaan (posisi badan, leher, kaki, lengan dan skor akhir REBA) dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015? 6. Adakah hubungan antara usia dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
7
7. Adakah hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015? 8. Adakah hubungan antara merokok dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015? 9. Adakah hubungan antara riwayat NPB dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015? 10. Adakah hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015? 11. Adakah hubungan antara berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, dan persen lemak tubuh dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015? 12. Adakah hubungan antara masa kerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015? 13. Adakah hubungan antara pencahayaan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
D. Tujuan Tujuan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
8
2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 b. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan (posisi badan, leher, kaki, lengan dan skor akhir REBA) pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. c. Diketahuinya gambaran faktor individu (usia, merokok, riwayat NPB, jenis kelamin, berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, kebiasaan olahraga dan masa kerja) pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. d. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan (pencahayaan) pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. e. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan (posisi badan, leher, kaki, lengan dan skor akhir REBA) dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. f. Diketahuinya hubungan antara usia dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. g. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. h. Diketahuinya hubungan antara merokok dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. i. Diketahuinya hubungan antara riwayat NPB dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
9
j. Diketahuinya hubungan kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. k. Diketahuinya hubungan antara berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, dan persen lemak tubuh dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. l. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. m. Diketahuinya hubungan antara pencahayaan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Perusahaan a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan tentang faktor-faktor yang berhubungan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries sehingga program-program K3 perusahaan terkait ergonomi dapat lebih dioptimalkan untuk mencapai keberhasilan b. Perusahaan dapat melakukan pertimbangan atau koreksi terhadap potensi NPB yang ada di lingkungan kerja 2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat a. Menjadi suatu masukan dalam keilmuan K3, khususnya mengenai faktor risiko pekerjaan, faktor risiko individu dan Nyeri Punggung Bawah (NPB)
10
b. Terciptanya kerjasama saling menguntungkan dan bermanfaat dengan institusi lain. 3. Bagi Peneliti a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan meneliti terkait ergonomi b. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait risiko ergonomi yang telah didapat di perkuliahan pada tempat kerja yang sesungguhnya c. Meningkatkan pengetahuan khususnya dalam hal kajian faktor risiko pekerjaan serta keluhan subjektif terkait Nyeri Punggung Bawah (NPB) yang dirasakan pekerja karena aktivitas pekerjaannya.
F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) dan faktor-faktor yang berhubungan berupa faktor pekerjaan, faktor individu, dan faktor lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Desember 2015 di PT. Bakrie Metal Industries, Jl. Jalan Raya Kaliabang Bungur No. 86, Bekasi Utara. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester VIII peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja tetap pada bagian fabrikasi dan office
PT. Bakrie Metal Industries dengan jumlah sampel sebanyak 100
pekerja. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan
11
data primer. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung keluhan NPB dengan Nordic Body Map (NBM) dan pengukuran risiko faktor pekerjaan dengan menggunakan lembar Rapid Entire Body Assessment (REBA), data karakteristik pekerja dengan menggunakan kuesioner, timbangan, pita pengukur, Body Measurements Instrument, dan Body Fat Monitor serta pengukuran pencahayaan menggunakan Lux Meter. Data - data tersebut dianalisis secara univariat untuk memperoleh frekuensi jumlah dan persentase, sedangkan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan independen dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi square, T-test dan Kruskal Wallis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Kerja Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam Ilmu Kesehatan/Kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setiggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakitpenyakit/gangguan-gangguan
kesehatan
yang
diakibatkan
faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum (Suma’mur, 1992). Kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tenaga kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 pasal 23). Salah satu aspek kesehatan kerja yang harus diperhatikan yaitu kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja. 1.
Kecelakaan Akibat Kerja Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan, yang berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab yaitu : 1) Tindakan perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe
12
13
human acts); 2) Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition) (Suma’mur, 1989). 2.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) Penyakit akibat kerja (PAK) adalah kondisi kesehatan yang merugikan pada manusia, timbul atau tingkat keparahannya terkait dengan paparan faktor di tempat kerja atau di lingkungan kerja (WHO, 2001). PAK adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/MEN/1981). Faktor-faktor di tempat kerja atau di lingkungan kerja yang menyebabkan PAK yaitu (WHO, 2001): 1. Fisik, misalnya panas, kebisingan, radiasi 2. Kimia, misalnya logam berat, debu, pestisida 3. Biologi, misalnya TBC, hepatitis B, HIV 4. Stess psikososial, misalnya kurangnya kontrol atas pekerjaan, dukungan pribadi yang tidak memadai 5. Mechanic merupakan penyebab kecelakaan kerja dan cedera daripada penyakit akibat kerja 6. Ergonomi, misalnya postur janggal, gerakan berulang
B. Nyeri Punggung Bawah (NPB) Nyeri Punggung Bawah (NPB) merupakan salah satu penyakit akibat kerja (PAK) yang disebabkan oleh keadaan yang tidak ergonomis. NPB atau LBP
14
merupakan gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond dan Pellino, 2002). 1. Definisi NPB Nyeri punggung bawah (NPB) atau low back pain (LBP) adalah suatu keadaan dengan rasa tidak nyaman atau nyeri akut pada daerah ruas lumbalis kelima dan sarkalis (L5-S1). Nyeri pada punggung bawah dirasakan oleh penderita dapat terjadi secara jelas atau samar serta menyebar atau terlokalisir (Pheasant, 1991). Nyeri punggung bawah atau LBP yang merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond dan Pellino, 2002). Sedangkan menurut Snook (2006), NPB adalah persepsi subjektif dari rasa sakit di punggung, bokong, atau kaki. Mati rasa dan/atau nyeri yang menjalar ke kaki umumnya dikenal sebagai linu pinggul (Snook, 2006 dalam Gallagher, 2008). Work-related low back pain adalah rasa nyeri dalam konteks pekerjaan dan secara klinis mungkin disebabkan oleh pekerjaan atau dapat diperburuk oleh aktifitas pekerjaan (Beeck dan Hermans, 2000). Nyeri pinggang bawah atau LBP adalah rasa nyeri yang terdapat pada bagian bawah tulang belakang. Biasanya terletak antara dasar tulang iga dengan bagian atas tungkai bawah. Keluhan ini merupakan hal yang dapat timbul karena berbagai penyebab. NPB merupakan gejala yang sering digambarkan tumpul, nyeri yang mendalam, rasa kaku, menetap dan menjalar ke bagian bawah pantat, tungkai, dan kaki.
15
Nyeri sering muncul mendadak pada strain (gangguan nyeri punggung yang terjadi karena otot dan ligamen tertarik saat mengangkat benda, atau gerakan yang tiba-tiba) atau cedera yang nyata dan kadang juga muncul secara perlahan (Agustini, 2006). Sehingga NPB adalah rasa sakit atau nyeri yang terdapat pada bagian tulang belakang, antara tulang rusuk sampai sekitar tulang ekor dan dapat juga menjalar ke daerah lain seperti pada bagian punggung bagian atas atau pangkal paha serta rasa sakit atau nyeri tersebut disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.
2. Anatomi Tulang Belakang (Lumbar Spine) Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terdiri atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamnetum longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebra antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (Haldeman dkk, 2002). Lumbar (punggung bawah) bagian dari tulang belakang terletak di bawah wilayah dada dan langsung di atas Sacrum. Lumbar paling sering terlibat dalam NPB karena tulang ini memiliki pengaruh dari besarnya berat badan dan tekanan yang akan dirasakan oleh tulang
16
belakang (Gallagher, 2008). Gambar 2.1 merupakan gambar tulang belakang manusia.
Gambar 2.1 Tulang belakang manusia Sumber: Gallagher, 2008
Gambar 2.2 Ruas pergerakan tulang belakang Sumber: Gallagher, 2008 Ruas pergerakan (gambar 2.2) merupakan bagian dari tuang belang, yang terdiri dari dua tulang dan cakram tulang belakang (disebut intervertebral disc). Cakram memiliki fungsi yang penting dalam memisahkan
tulang
belakang
seseorang
dan
menjadikannya
deformable, serta memungkinkan gerakan yang fleksibilitas ke tulang belakang. Jika tulang belakang hanya setumpuk tulang tanpa cakram, tulang belakang bisa menanggung berat badan tapi tidak akan mampu memberikan gerakan yang memungkinkan dan gerakan yang lentur dari
17
tulang belakang, sehingga akan sangat membatasi jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh manusia (Gallagher, 2008). Lumbar vertebra yang memiliki bentuk yang tidak teratur berbentuk tulang yang terdiri dari tiga elemen fungsional utama: vertebral tubuh, pedicles, dan yang disebut dengan elemen posterior (gambar 2.3) (Gallagher, 2008).
Gambar 2.3 Vertebra lumbar dilihat dari atas dan samping Sumber: Gallagher, 2008 Pada permukaan atas atau bawah vertebral tubuh, antara rulang dan cakram, ada lapisan tulang rawan dengan tebal sekitar 0,04 yang disebut vertebral endplates (gambar 2.4). Endplate ini berfungsi sebagai penghubung antara tulang belakang dan cakram dan memiliki peran penting dalam menutrisi cakram. Keutuhan vertebral endplate memiliki peranan penting dalam pengembangan degenerasi cakram dan NPB (Gallagher, 2008).
Gambar 2.4 Vertebral Endplates yang terletak pada vertebral tubuh yang berdekatan dengan cakram Sumber: Gallagher, 2008
18
Cakram intervertebralis yang ditemukan antara setiap tulang belakang (gambar 2.4). Cakram yang datar, struktur bulat dengan cincin luar yang keras dari jaringan yang disebut annulus fibrosis. Bentuknya lembut, seperti jelly disebut nucleus pulposus (Gallagher, 2008).
3. Penyebab NPB Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya NPB, antara lain: 1. Kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Menurut Soeharso (1978) kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya NPB yang disertai dengan skoliosis ringan. 2. NPB karena trauma Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut (Idyan, 2008).
19
3. NPB karena perubahan jaringan Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain (Soeharso, 1978). 4. NPB karena pengaruh gaya berat Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, dan coxa valgum (Soeharso, 1987). Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP atau NPB (Klooch, 2006 dalam Shocker, 2008).
4. Gejala NPB Gejala klinis yang utama pada NPB adalah nyeri. Nyeri dapat bersifat sementara atau menetap dan lokal atau menjalar. Nyeri juga dapat bersifat dangkal atau dalam. Hal ini bergantung pada penyebab dan jenis nyeri, terdapat berbagai jenis nyeri punggung menurut Cianflocco (2013): a. Nyeri lokal Terjadi di area tertentu di punggung bagian bawah, nyeri jenis ini paling sering terjadi. Penyebabnya biasanya karena terkilir atau
20
keseleo atau cedera lainnya. Nyeri biasanya menetap, atau terkadang hilang timbul. Nyeri lokal dapat berkurang atau bertambah dengan perubahan posisi. Punggung bawah dapat sakit saat dipegang, dapat terjadi spasme. b. Nyeri yang menjalar Nyeri bersifat tumpul dan terasa menjalar dari punggung bawah ke tungkai. Nyeri dapat diikuti dengan nyeri tajam, biasanya hanya mengenai satu sisi tungkai daripada seluruh tugkai. Nyeri dapat terasa sampai ke kaki atau hanya sampai lutut. Nyeri yang menjalar biasanya menandakan adanya penekanan pangkal saraf, misalnya karena HNP, osteoartritis atau stenosis tulang belakang. Jika, terdapat penekanan pada pangkal saraf, atau jika korda spinalis tertekan, maka akan timbul rasa seperti ditusuk jarum, atau bahkan mati rasa dan hilangnya fungsi pengendalian berkemih dan pencernaan. c. Referred Pain Nyeri dirasakan pada lokasi berbeda dari lokasi penyebab nyeri sebenarnya. Misalnya, pada pasien dengan serangan jantung, nyeri dirasakan pada lengan kiri, nyeri jenis ini pada NPB bersifat sakit dan dalam, dan sulit untuk menentukan lokasi asal nyeri.
5. Patofisiologi NPB Everett (2010) menyebutkan pada umumnya NPB disebabkan oleh sebuah peristiwa traumatis akut, atau trauma kumulatif dimana berat
21
ringannya suatu peristiwa traumatis akut sangatlah bervariasi. NPB akibat trauma kumulatif lebih sering terjadi di tempat kerja, misalnya karena duduk statis terlalu lama atau posisi kerja yang kurang ergonomis. Beberapa struktur anatomis elemen-elemen tulang punggung bawah antara lain: tulang, ligamen, tendon, diskus, otot dan saraf diduga memiliki peran yang besar untuk menimbulkan nyeri. Struktur disekitar diskus intervertebralis yang sensitif terhadap rasa sakit ialah: ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal poterior, korpus vertebra, akar saraf, dan kartilago dari facet joint. Banyak dari komponen-komponen tersebut diatas memiliki persarafan sensori yang dapat menghasilkan sinyal nosiseptif yang merupakan reaksi terhadap adanya
suatu
kerusakan
jaringan.
Penyebab
lainnya
biasanya
neuropatik, misalnya ischaalgia. Kebanyakan kasus NPB kronis merupakan campuran antara nosiseptif dan neuropatik. Posisi gerakan tulang belakang lumbal yang paling berisiko untuk mengakibatkan
nyeri
(membungkuk),
rotasi
puggung
bawah
(memutar),
dan
ialah ketika
fleksi
ke
depan
mencoba
untuk
mengangkat benda berat dengan tangan terentang ke depan. Pembebanan aksial dengan durasi pendek ditahan oleh serat kolagen annular diskus. Pembebanan aksial dengan durasi yang lebih lama menciptakan tekanan ke anulus fibrosus lebih lama dan mengakibatkan tekanan menyebar ke endplates. Tekanan pada annulus akan menimbulkan robekan sehingga memungkinkan enzim fosfolipase A2
22
(Phospholipase A2/PLA2), glutamat dan mungkin senyawa lainnya yang belum diketahui yang merupakan komponen dari nukleus pulposus, masuk ke ruang epidural dan menyebar ke Dorsal Root Ganglion (DRG). Komponen dari nukleus pulposus, yang paling terkenal adalah enzim fosfolipase A2 (PLA2). PLA2 ini dapat berpengaruh secara langsung pada jaringan saraf, atau mungkin berperan
dalam
mengatur
respon
inflamasi
kompleks
yang
bermanifestasi sebagai nyeri punggung bawah. Jika anulus dan endplates dalam keadaan baik, kekuatan beban dapat dengan baik ditahan. Namun tekanan yang dihasilkan dari kontraksi otot lumbal dapat bergabung dengan tekanan beban dan dapat meningkatkan tekanan intradiskal yang melebihi kekuatan serat annular diskus intervertbralis. Beban kompresi pada diskus yang berulang-ulang seperti gerakan fleksi dan torsi lumbal saat mengangkat suatu benda, menempatkan diskus pada risiko untuk mengalami kerobekan annulus fibrosus. Isi anulus finrosis yaitu nukleus pulposus dapat menerobos annulus fibrosus yang robek. Serat paling dalam dari annulus fibrosus ini tidak mempunyai persyarafan sehingga bila mengalami kerobekan tidak menimbulkan rasa nyeri. Tetapi apabila nukleus pulposus sudah mencapai tepi luar dari annulus fibrosus, kemungkinan akan menimbulkan rasa nyeri karena tepi aspek posterior dari annulus fibrosus mendapat bersarafan dari beberapa serabut saraf dari n.sinuvertebral dan aspek lateral dari diskus disafi pada bagian
23
tepinya oleh cabang dari rami anterior dan gray rami communicants (Everett, 2010). Kerusakan tulang belakang juga dapat disebabkan oleh gerakan seluruh tubuh dimana getaran yang disebabkan kelebihan mekanik, menyebabkan kompresi terus menerus dan peregangan struktur tulang belakang, kompresi secara terus menerus dan peregangan tersebut dapat mengakibatkan kelelahan jaringan (Beeck dan Hermans, 2000). Pembebanan yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada ligamen tersebut diatas dan menimbulkan rasa nyeri (Mario, 2005).
6. Faktor Risiko NPB Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya NPB antara lain umur, jenis kelamin, indeks masa tubuh (IMT), jenis pekerjaan dan masa kerja. Kebiasaan sehari-hari yang dapat merupakan faktor risiko untuk terjadinya NPB antara lain kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol, olahraga, dan aktivitas rumah tangga sehari-hari. Merokok maupun mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan NPB oleh karena diduga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah pada jaringan lunak. Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang, vibrasi dan stres psikososial juga turut berperan untuk terjadinya LBP atau NPB (Samara, dkk, 2005). Sedangkan menurut Beeck dan Hermans (2000) terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan NPB atau LBP, yaitu:
24
a. Faktor pekerjaan 1) Pekerjaan secara manual yang berat (Heavy manual labor) Dalam review NIOSH (Bernard dkk, 1997 dalam Beeck dan Hermans, 2000) pekerjaan fisik yang berat telah didefinisikan sebagai pekerjaan yang memiliki kebutuhan energi yang tinggi atau membutuhkan suatu kekuatan fisik. Beberapa penelitian biomekanik menafsirkan pekerjaan berat seperti pekerjaan yang memaksakan kekuatan tekanan besar pada tulang belakang (Marras dkk, 1995 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Definisi untuk pekerjaan fisik yang berat meliputi konsep-konsep bersamaan dengan persepsi dari beban kerja fisik yang berat, yang berkisar dari tugas-tugas yang melelahkan, penanganan material secara manual, dan berat, dinamis atau bekerja secara intens (Beeck dan Hermans, 2000). Ketika mengangkat benda berat dengan tangan terentang kedepan. Pembebanan aksial dengan durasi pendek ditahan oleh serat kolagen annulus diskus. Pembebanan aksial dengan durasi yang lebih lama menciptakan tekanan ke annulus fibrosus lebih lama dan mengakibatkan tekanan menyebar ke endplates. Jika anulus dan endplates dalam keadaan baik, kekuatan beban dapat dengan baik ditahan. Beban kompresi pada diskus yang berulangulang akan menempatkan diskus pada risiko untuk mengalami kerobekan annulus fibrosus. Isi annulus fibrosus yaitu nukleus pulposus dapat menerobos annulus fibrosus yang robek.
25
Sehingga bila mengalami kerobekan akan menimbulkan rasa nyeri (Everett, 2010). 2) Penanganan material secara manual (Manual material handling) Penanganan material secara manual meliputi mengangkat, bergerak, membawa dan menahan beban. Bernard dkk (1997) mendefisisikan mengangkat sebagai gerakan berpindah atau membawa sesuatu dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Konsep ini meliputi tekanan yang dihasilkan dari kerja yang dilakukan dalam mentransfer objek dari suatu bidang ke bidang yang lain serta efek dari teknik penanganan dan pemindahan. Gerakan kuat termasuk pergerakan benda-benda dengan cara, seperti, menarik, mendorong, atau upaya lainnya (Beeck dan Hermans, 2000). Terdapat bukti kuat bahwa LBP atau NPB berhubungan dengan pekerjaan mengangkat dan gerakan yang kuat (Marras dkk, 1995; Bernard dkk, 1997; Hoogendoorn dkk, 1999 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Dalam beberapa penelitian dimana tidak ada hubungan yang ditemukan, dilaporkan bahwa ini mungkin terjadi karena tindakan subjektif dari paparan. Ketika ukuran objektif yang digunakan untuk memeriksa kegiatan pengangkatan tertentu, perkiraan risiko bahkan akan meningkat. Besarnya perkiraan risko atau kemungkinan rasio ini (Odds Ratio-OR adalah proporsi kasus terpapar faktor risiko terhadap proporsi non-kasus terpapar) berkiasar 1,5 – 3,1 (Hales dan
26
Bernard, 1997; Hoogendoorn dkk, 1999 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Kekuatan tulang belakang selama penanganan material
berat
secara
manual
dapat
dimodifikasi
oleh
(Karwowski dkk, 1992 dalam Beeck dan Hermans, 2000): a)
Dimensi beban, bentuk dan berat badan
b)
Pola horizontal dan vertikal gerakan mengangkat
c)
Derajat fleksi dan rotasi tulang belakang
d)
Frekuensi tugas
e)
Faktor lingkungan
Ketika mengangkat benda berat dengan tangan terentang kedepan. Pembebanan aksial dengan durasi pendek ditahan oleh serat kolagen annulus diskus. Pembebanan aksial dengan durasi yang lebih lama menciptakan tekanan ke annulus fibrosus lebih lama dan mengakibatkan tekanan menyebar ke endplates. Jika anulus dan endplates dalam keadaan baik, kekuatan beban dapat dengan baik ditahan. Beban kompresi pada diskus yang berulangulang akan menempatkan diskus pada risiko untuk mengalami kerobekan annulus fibrosus. Isi annulus fibrosus yaitu nukleus pulposus dapat menerobos annulus fibrosus yang robek. Sehingga bila mengalami kerobekan akan menimbulkan rasa nyeri (Everett, 2010). 3) Posisi janggal (Awkward postures) Postur tubuh adalah posisi relatif dan bagian tubuh tertentu. Bridger (2003) menyatakan bahwa postur didefinisikan sebagai
27
orientasi rata-rata bagian tubuh dengan memperhatikan satu sama lain antara bagian tubuh yang lain. Postur dan pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi. Postur janggal adalah posisi bagian tubuh yang menyimpang dari posisi normalnya. Valentina (2006) dalam Ariani (2008) menyebut postur jangal berhubungan dengan deviasi tulang sendi dari posisi netralnya yang menyebabkan posisi tubuh menjadi tidak asimetris. Posisi janggal membebani sistem otot rangka sebagai penyangga tubuh, ada beberapa posisi janggal yang harus diperhatikan dalam bekerja: a) Menahan atau memegang beban jauh dari tubuh b) Menjangkau ke atas dan menangani beban di atas ketinggian bahu c) Membungkuk
dan
menangani
beban
di
bawah
pertengahan paha d) Berputar e) Membungkuk ke samping dan menangani beban dengan satu tangan f) Mendorong dan menarik yang berlebihan g) Bekerja dengan menggunakan postur janggal akan mengakibatkan cedera. Posisi tubuh menyimpang secara
signifikan
terhadap
posisi
normal
saat
melakukan pekerjaan yang dapat menyebabkan stres mekanik lokal pada otot, ligamen dan persendian. Hal
28
ini mengakibatkan cedera pada leher, tulang belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain. Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan
bagian
tubuh
bergerak
menjauhi
posisi
alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjen, 1993). Postur janggal mengacu pada gerakan memutar atau memutir. Postur janggal meiliputi postur tubuh yang tidak netral (terkait dengan membungkuk dan memutar). NPB atau LBP dengan postur janggal terkait pekerjaan menunjukkan hasil yang positif, dimana ada peningkatan risiko gangguan NPB kembali dengan paparan postur janggal terkait pekerjaan (Bernard dkk, 1997; Hoogendoorn dkk, 1999 dalam Beeck dan Hermans, 2000). 4) Kerja statis (Static work) Postur kerja statis termasuk posisi dimana gerakan yang terjadi sangat sedikit, bersama dengan postur yang terbatas dan tidak aktif yang menyebabkan beban statis pada otot (Bernard dkk, 1997 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Ini termasuk berdiri terlalu lama atau duduk dan bekerja yang kurang bergerak. Postur kerja statis juga termasuk dalam postur janggal jika dilakukan dalam rentang waktu yang lama. Postur kerja statis meningkatkan risiko LBP atau NPB dan hernia pada
29
diskus. Sering membungkuk dan berputar yang berhubungan dengan aktivitas mengangkat juga menyebabkan cedera. Aktivitas tersebut diketahui menjadi pemicu LBP atau NPB (Barry, Levy dan Wegman, 2000). Karena inovasi teknologi, jumlah pekerjaan statis telah meningkat pesat (misalnya pekerjaan kantor, tugas kontrol). Hales dan Bernard (1996) menyimpulkan mereka yang duduk lama merupakan faktor risiko potensial untuk pengembangan nyeri
pinggang.
Selama
duduk,
kekuatan
kompresi
berkepanjangan dapat meningkatkan risiko masalah pada cakram (Videman dkk, 1990 dalam Beeck dan Hermans, 2000) atau aktifitas terus menerus dari beberapa jenis otot dapat berkontribusi pada pengembangan kelelahan (Hagg dkk, 1991 dalam Beeck dan Hermans, 2000). 5) Getaran seluruh tubuh (Whole body vibration) Getaran seluruh tubuh (WBV) mengacu pada energi mekanik osilasi yang ditransferkan ke tubuh secara keseluruhan (berbeda dengan daerah tubuh tertentu), biasanya melalui sistem pendukung seperti kursi atau platform. Eksposur umum termasuk mengemudi mobil dan truk, dan orasi industri kendaraan, seperti forklift (Beeck dan Hermans, 2000). Dua mekanisme patologis utama kerusakan tulang belakang karena
gerakan
seluruh
tubuh
yaitu
pertama,
induksi
microfractures di endplates, dengan pembentukan callus selama
30
penyembuhan dan dimensi cakram berubah di bawah beban, dapat mengurangi laju disfusi nutrisi. Kedua, getaran yang disebabkan kelebihan mekanik, menyebabkan kompresi terus menerus dan perengangan struktur tulang belakang, dapat mengakibatkan kelelahan jaringan (Beeck dan Hermans, 2000). 6) Tergelincir dan jatuh (Slipping and falling) Khalil, dkk (1993) melaporkan bahwa faktor yang paling penting dan merugikan dalam timbulnya gangguan punggung tampaknya berhubungan dengan cara dimana aktivitas kerja dilakukan. Peristiwa paling umum yang menyebabkan nyeri punggung dan cedera adalah tergelincir dan jatuh, yang tak terduga, peristiwa yang tidak terkendali. Tergelincir dan jatuh di permukaan basah merupakan faktor risiko yang sangat penting. Ferguson dan Marras (1995) menyebutkan hanya terdapat satu penelitian yang menunjukan hubungan postif antara nyeri punggung dengan tergelincir atau terjatuh yang ditemukan (Beeck dan Hermans, 2000). b. Faktor Psikososial Burdos dan Sorock (1997) melaporkan bahwa sejumlah studi epidemiologi yang membahas faktor risiko pisikososial saat bekerja jauh lebih kecil dari penelitian yang berfokus pada beban fisik (Beeck dan Hermans, 2000). Menurut Hoogendoorn dkk (2000) faktor psikososial dalam pekerjaan yang berhubungan dengan LBP atau NPB adalah sebagai berikut (Beeck dan Hermans, 2000):
31
1) Job content Konten pekerjaan yang buruk mencakup pekerjaan yang monoton, beberapa kemungkinan untuk mempelajari hal-hal baru dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan di tempat kerja (Hoogendoorn dkk, 2000 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Beberapa studi telah melaporkan hubungan antara pekerjaan yang monoton dan keluhan sakit punggung (Hoogendoorn dkk, 2000 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Pekerjaan yang monoton dengan postur kerja statis bisa menyebabkan terjadinya keluhan LBP atau NPB karena otot dalam kondisi tegang dan kurang adanya peregangan otot (Erez, 2008). 2) Tekanan waktu atau mengintensifkan beban kerja Sejumlah penelitian telah melaporkan hubungan antara persepsi insentif beban kerja, yang diukur oleh laporan dari tekanan waktu dan kecepatan kerja yang tinggi dan laporan keluhan sakit punggung (Bernard dkk, 1997 dalam Beeck dan Hermans, 2000). 3) Job control Kontrol pekerjaan meliputi aspek otonomi dan yang mempengaruhi. Hoogendoorn dkk (2000) menemukan satu studi di mana efek antara kontrol pekerjaan yang rendah dengan nyeri pinggang ditemukan tetapi hanya untuk pekerja perempuan (Beeck dan Hermans, 2000).
32
4) Dukungan sosial di tempat kerja Dukungan sosial di tempat kerja meliputi dukungan sosial dari rekan kerja dan supervisior, hubugan di tempat kerja dan masalah dengan rekan kerja dan atasan. Hoogendoorn dkk (2000) mengatakan bahwa terdapat bukti yang kuat antara dukungan sosial yang rendah di tempat kerja sebagai faktor risiko untuk nyeri punggung (Beeck dan Hermans, 2000). Dukungan sosial diperlukan oleh seseorang dalam melakukan pekerjaan untuk memotivasi diri dalam melakukan pekerjaan tersebut. Terutama dukungan dari atasan dan rekan kerja yang merupakan lingkungan sosial yang berada di dalam lingkup lingkungan pekerjaan (Erez, 2008). 5) Kepuasan kerja Hoogendoorn dkk (2000) mengatakan bahwa kepuasan kerja yang rendah sebagai faktor risiko terjadinya nyeri punggung (Beeck dan Hermans, 2000). c. Faktor Individu Faktor individu yang mempengaruhi keluhan NPB. Diantaranya adalah sebagai berikut (Beeck dan Hermans, 2000; Karwowski dan Marras, 2006): 1) Usia Menurut Oborne (1995) keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun (Karwowski dan Marras, 2006). Prevalensi gangguan punggung meningkat
33
saat seseorang memasuki usia 30 tahun (Beeck dan Hermans, 2000). Keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur (Karwowski dan Marras, 2006). Sedangkan menurut Bridger (2003), sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang (Karwowski dan Marras, 2006). Gangguan sakit punggung tidak hanya ditemukan pada pekerja dalam kelompok usai tua namun juga ditemukan dalam kelompok usia muda. Dalam studi di Eropa, 25% LBP ditemukan pada pekerja sebelum berumur 25 tahun dan 35% pada usia lebih dari 55 tahun (Paoli, 1997 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Leboeuf-Yde dan Kyvik (1998) bahkan menyebutkan bahwa pada usia 20 tahun, lebih dari 50% dari orang-orang yang berusia muda telah merasakan sakit punggung (Beeck dan Hermans, 2000). Burdorf dan Sorock (1997) menyebutkan dua belas studi yang melaporkan hubungan positif antara gangguan punggung dengan bertambahnya usia (Beeck dan Hermans, 2000).
34
Semakin bertambahnya usia seseorang maka kelenturan ototototnya
juga
menjadi
berkurang
sehingga
memudahkan
terjadinya kekakuan pada otot dan sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan
dari
ruang
antar
tulang
vertebra
yang
menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang (Idyan, 2008). 2) Status pendidikan Karyawan dengan status sosial-ekonomi yang rendah dilaporkan lebih sering merasakan nyeri punggung. Hal ini dapat disebabkan oleh pekerjan yang lebih menuntut kemampuan fisik yang sering dengan pendidikan yang rendah (Beeck dan Hermans, 2000). Luoma dkk (2000) meneliti pengaruh antara jenis pekerjaan pada frekuensi rendah dengan sakit punggung, dan disimpulkan bahwa operator mesin dan tukang kayu mengalami nyeri lebih sering dibandingkan dengan pekerja kantor dan pekerja kantor memiliki pendidikan yang lebih tinggi dan mayoritas dari mereka memiliki kelas sosial yang lebih tinggi juga (Beeck dan Hermans, 2000). Leino-Anjas dkk (1998) juga menemukan prevalensi lebih tinggi nyeri punggung pada petani dan pekerjan manual dibandingakan dengan pekerja kantor atau administrasi (Beeck dan Hermans, 2000). Sesuai dengan studi yang dilakukan di Eropa dimana prevalensi nyeri punggung di kantor atau pekerja administarasi rata-rata sebesar
35
20%, sektor pertanian 44% dan 44% di konstuksi (Paoli, 1997 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Temuan Latza dkk (2000) mendukung hipotesis bahwa nyeri punggung prevalensinya lebih rendah pada orang dewasa dengan status sosial-ekonomi yang tinggi (Beeck dan Hermans, 2000). Hubungan antara status pendidikan dengan cedera yang berhubungan dengan pekerjaan tidak konsisten. Sebuah studi pada tahun 2000 melaporkan bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk cedera (Xiang dkk, 2000). Namun penelitian lain melaporkan bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk cedera, didapatkan nilai OR 2.54 yang artinya pekerja yang memiliki tingkat pendidikan universitas memiliki kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 2.54 kali
dibandingkan
yang
memiliki
tingkat
pendidikan
dibawahnya (Yu, 2012). 3) Merokok Merokok merupakan salah satu faktor individu yang berisiko meningkatkan atau memicu adanya keluhan NPB. Pada perokok lebih merasakan sakit ketika nyeri pinggang dibandingkan dengan orang-orang yang tidak merokok (Frymoyer dkk., 1980, 1983 dalam Bridger, 2003). Kebanyakan penelitian mengkaji pengaruh merokok berhubungan dengan nyeri punggung. Merokok berhubungan postif dengan nyeri punggung, sciatica,
36
atau intervertebral herniated disc (Bernard dkk., 1997 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP atau NPB sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah (Croasmun, 2003). Mekanisme merokok berhubungan dengan nyeri punggung adalah sebagai berikut: Rokok menurunkan kualitas darah yang disebabkan oleh kandungan nikotin dalam rokok, sehingga menyebabkan kandungan mineral dalam tulang berkurang dan menyebabkan microfractures. Rokok juga dapat menyebabkan batuk yang dapat meningkatkan tekanan di area perut dan tekanan intradiscal (Hales dan Bernard, 1996 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Nikotin akan hilang dalam tubuh setelah 30 hari berhenti merokok.
37
Pada saat merokok terjadi pelepasan bahan-bahan beracun yang dapat merusak lapisan dalam dinding pembuluh darah. Pembuluh darah yang mengalami kerusakan terlebih dahulu adalah pembuluh darah kecil, yang berperan menyalurkan zat nutrisi dan oksigen ke diskus invertebralis. Selain itu karbonmonoksida juga akan terbawa dalam aliran darah dan mengakibatkan kurangnya julmah asupan oksigen ke jaringan (Halim dan Tana, 2011). Racun – racun di dalam asap rokok terbukti mempercepat penyerapan
kembali
tulang
lama,
dan
menghambat
pembentukan tulang baru. Ketika terhirup ke dalam tubuh, racun-racun dalam rokok mempengaruhi aktivitas dua protein yang berhubungan dengan proses pembentukan tulang. Kedua protein yang dimaksud adalah osteoblast dan osteoclast. Protein osteoblast
bertanggung
jawab
membentuk
tulang
baru,
sedangkan osteoclast bekerja berlawanan yakni menghancurkan dan menyerap kembali tulang-tulang lama untuk digantikan dengan tulang baru. Pada perrokok, aktivitas osteoclast cenderung meningkat sementara osteoblast justru melambat (Xiao, 2012). 4) Riwayat NPB Riwayat nyeri punggung merupakan salah satu faktor prediktif yang paling dapat menyebabkan NPB dikemudian hari yang berhubungan dengan pekerjaan (Beeck dan Hermans,
38
2000). Luoma dkk (1998) dalam penelitiannya menemukan bahwa faktor-faktor risiko lumbar disc degenarition merupakan tanda degenarasi terkait dengan berulangnya kembali kejadian nyeri punggung (Beeck dan Hermans, 2000). Postur yang bervariasi dan abnormalitas kelengkungan tulang belakang merupakan salah satu faktor adanya keluhan NPB (Bridger, 2003). Seseorang dengan riwayat penyakit NPB mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian lanjutan (Nursatya, 2008). Berdasarkan penelitian Handayani (2011) didapatkan nilai OR sebesar 9.818 yang artinya pekerja yang memiliki riwayat penyakit MSDs mempunyai kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 9.818 kali dibandingkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit MSDs. 5) Jenis kelamin Prevalensi gangguan punggung di Uni Eropa antara laki-laki dan perempuan adalah sama (Paoli, 1997 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Namun, beberapa studi melaporkan tingkat yang lebih tinggi dari gangguan yang lebih parah pada laki-laki, terutama untuk sciatica (Lagasse, 1996 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Penelitian European Agency (2000) ditemukan bahwa kecelakaan di tempat kerja terutama tergelincir atau jatuh dan manual handling, lebih banyak terjadi pada sektor konstruksi dan manufaktur. Terutama pada pekerja laki-laki (rata-rata 79%) (Beeck dan Hermans, 2000).
39
Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria (Karwowski dan Marras, 2006). Astrand dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sedangkan daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita (Tarwaka, 2004). Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria (Oborne, 1995). Menurut Michael (2001) dalam hasil studinya menemukan bahwa pekerja wanita memiliki asosiasi kuat dalam munculnya keluhan MSDs. Berdasarkan
laporan
yang
diterimanya,
pekerja
wanita
mempunyai risiko dua kali lipat. 6) Antropometri a) Berat Badan Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko timbulnya nyeri pingang lebih besar, karena beban pada sendi penumpuan berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang. Berat badan yang berlebihan bisa menyebabkan adanya tarikan pada jaringan lunak punggung. Temuan lain menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi umumnya menderita keluhan punggung, tetapi tubuh tinggi tidak
40
mempunyai pengaruh tehadap keluhan pada leher, bahu dan pergelangan tangan. Apabila dicermati, keluhan otot skeletal
yang
terkait
dengan
ukuran
tubuh
lebih
disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya (Tarwaka dkk, 2004). Penambahan perubahan
berat
proyeksi
badan central
yang
disertai
gravitasi
ke
dengan depan
meningkatkan beban yang ditanggung otot paraspinal (otot punggung) dan vertebrae (ruas tulang belakang) sebagai pengumpil. Vertebrae (ruas tulang belakang) sebagai pengumpil berada diantara gaya otot paraspinal dengan proteksi gaya berat tubuh. Kualitas gaya tarik otot paraspinal saat menentukan stabilitas posisi tubuh. Peningkatan beban yang ditanggung otot paraspinal dan vertebrae sebagai pengumpil merupakan awal dari keluhan nyeri punggung saat berdiri. Pada kondisi kronis, tubuh melakukan kompensasi dengan menggeser posisi vertebrae sebagai pengumpil lebih ke depan mengikuti pergeseran central gravity dan penambahan berat tubuh. Sudut antara ruas vertebrae berubah sehingga postur tubuh juga berubah meski tetap mampu berdiri tegak. Contohnya pada penderita obesitas sentral dan wanita hamil (Paryono, 2012). Obesitas yang terkait dengan LBP adalah obesitas
41
yang disebabkan perut membuncit atau yang dikenal dengan “belly obesity”. Seseorang dengan kelebihan berat badan maka lemak akan disalurkan ke daerah abdomen dan dapat terjadi penimbunan yang berarti kerja lumbal akan bertambah untuk menopang beban. Ketika berat badan semakin meningkat tulang belakang akan semakin tertekan untuk menerima beban sehingga memudahkan terjadinya kerusakan dan bahaya pada struktur tulang (Purnamasari, 2010). b) Ukuran Lingkar Pinggang Seseorang dengan kelebihan berat badan makan lemak akan disalurkan ke daerah abdomen dan dapat terjadi penimbunan yang berarti kerja lumbal akan bertambah untuk menopang beban. Ketika berat badan meningkat tulang belakang akan semakin tertekan untuk menerima beban sehingga memudahkan terjadinya kerusakan dan bahaya pada struktur tulang tersebut (Purnamasari, 2010). Menurut Tarwaka (2004), perut yang membuncit dapat meningkatkan beban pada tulang punggung dikarenakan beban tubuh yang berpindah. Ukuran lingkar pinggang yang membuncit adalah ≥ 80 cm untuk ukuran wanita dan ≥ 90 cm untuk pria (WHO, 2008). Berdasarkan penelitian Wicaksono (2012) didapatkan pekerja yang memiliki lingkar perut ≥ 80 cm mempunyai kecenderungan untuk
42
mengalami keluhan LBP dibandingkan dengan pekerja yang memiliki lingkar perut < 80 cm. Namun menurut penelitian tersebut juga bahwa hasil uji kontingensi diperoleh nilai C = 0,261 yang berarti bahwa hubungan tersebut mempunyai hubungan yang lemah. c) Tinggi Badan Tubuh yang tinggi pada umumnya mempunyai bentuk tulang yang langsing sehingga secara biomekanik rentan terhadap beban tekanan dan tentan terhadap tekukan, oleh karena itu mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwaka dkk, 2004). Tinggi badan mempengaruhi besarnya sudut lengkung punggung. Semakin besar sudut lengkung yang terjadi, maka kontraksi otot dan ligamen akan meningkat sehingga dapat melemahkan otot dan ligamen yang menyangga tulang belakang, kondisi ini menyebabkan keluhan LBP karena diskus vertebra dapat tergelincir yang selanjutnya memiliki potensi menekan diskus intervetebralis dan akhirnya menekan syaraf percabangan dari medula spinalis (Kurniawidjaja, 2014). Namun dalam sebuah penelitian di Jepang pada pekerja yang bekerja duduk, pekerja yang memiliki tinggi ≥ 170 cm membawa kecenderungan untuk mengalami low back pain 1,4 kali dibandingkan dengan pekerja yang memiliki
43
tinggi 160-169 cm (Inoue, 2015). Sedangkan pada penelitian di Inggris, menyatakan bahwa pria dengan tinggi 184 cm atau lebih memiliki dua kali lipat risiko menderita LBP dibandingkan dengan pria yang memiliki tinggi 170 cm atau lebih pendek (Heuch, 2015). Dalam studi di Filandia, tinggi badan minimal 180 cm untuk pria dan 170 cm untuk wanita adalah memiliki kemungkinan untuk menderita hernia lumbar intervertebral discs (Heuch, 2015). d) Sitting Height Proporsi ukuran tubuh antar individu-individu berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Walupun berasal dari satu suku atau ras yang sama namun ukuran proporsi tubuh tersebut dapat berbeda. Hal tersebut dapat dilihat pada data antropometri rata-rata individu yang diadaptasi dari Juergens (1990), didapatkan bahwa pada suku atau ras Asia sendiri memiliki variasi ukuran tubuh yang berbeda (Grandjean dan Kroemer, 2000). Pada pria Asia Utara memiliki rata-rata tinggi badan 159 cm dengan rata-rata tinggi badan tersebut memiliki tinggi duduk (sitting height) sebesar 85 cm. Sedangkan pada pria Jepang memiliki rata-rata tinggi badan 159 cm dengan rata-rata tinggi badan tersebut memiliki tinggi duduk (sitting height) sebesar 86 cm (Grandjean dan Kroemer,
44
2000). Hal tersebut menunjukan bahwa walupun memiliki tinggi badan yang sama namun proporsi ukuran tubuh seseorang berbeda-beda. e) Persen Lemak Tubuh Persen lemak tubuh adalah perbandingan antara lemak tubuh dengan masa tubuh tanpa lemak. Komposisi tubuh seseorang yang meliputi masa lemak maupun masa bebas lemak akan mempengarhi kapasitas kerja. Pada orang yang kekurangan simpanan lemak tubuh dalam jangka waktu
yang
lama
akan
menyebabkan
penurunan
produktivitas kerja karena tidak optimal dalam menerima kapasitas kerja (Loscocco, 2000; Tarwaka, 2004). Kelebihan lemak yang tersimpan dalam jaringan adiposa menyebabkan seseorang menjadi kelebihan berat badan dan selanjutnya dapat menjadi obesitas, yang berdampak pada penampilan menjadi kurang aktif karena sulit untuk bergerak (Granner dkk, 2003). Lemak tubuh yang berlebihan juga dikaitkan dengan penurunan tingkat kesegaran jasmani yang diukur dengan VO2 max (Depkes, 2001). Wanita mempunyai VO2 max 15-30% lebih rendah dari laki-laki dalam hal pekerjaan fisik (Larry, 2002). Seseoran dengan postur tubuh yang atletis dengan IMT yang cenderung tinggi memiliki LBP yang tinggi daripada masa lemaknya. Persen lemak tubuh yang optimal yang
45
untuk fitness cenderung lebih rendah dibandingkan pada nilai tubuh oprimal, karena lemak yang berlebihan dapat mengurangi kinerja dan aktivitas fisik (Heyward dkk, 2002). Klasifikasi tingkat persen lemak tubuh pada lakilaki dan perempuan (Williams, 2002): Tabel 2.1 Klasifikasi Persen Lemak Tubuh pada Laki-laki dan Perempuan Tingkat Laki-laki (%) Perempuan (%) Atletik 6 – 10 1 - 15 Baik 11 – 14 16 – 19 Masih Normal 15 – 18 20 – 25 Overweight 19 – 24 26 – 29 Obesitas 25 atau lebih 30 atau lebih Penambahan perubahan
berat
proyeksi
badan central
yang
disertai
gravitasi
ke
dengan depan
meningkatkan beban yang ditanggung otot paraspinal (otot punggung) dan vertebrae (ruas tulang belakang) sebagai pengumpil. Vertebrae (ruas tulang belakang) sebagai pengumpil berada diantara gaya otot paraspinal dengan proteksi gaya berat tubuh. Kualitas gaya tarik otot paraspinal saat menentukan stabilitas posisi tubuh. Peningkatan beban yang ditanggung otot paraspinal dan vertebrae sebagai pengumpil merupakan awal dari keluhan nyeri punggung saat berdiri. Pada kondisi kronis, tubuh melakukan kompensasi dengan menggeser posisi vertebrae sebagai pengumpil lebih ke depan mengikuti pergeseran central gravity dan penambahan berat tubuh.
46
Sudut antara ruas vertebrae berubah sehingga postur tubuh juga berubah meski tetap mampu berdiri tegak (Paryono, 2012). 7 Kebiasaan Olahraga Pola hidup yang tidak aktif merupakan faktor risiko terjadinya berbagai keluhan dan penyakit, termasuk di dalamnya NPB. Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan aktivitas otot pada periode waktu tertentu (Tarwaka, 2004). Aktivitas fisik yang cukup dan dilakukan secara rutin dapat membantu mencegah adanya keluhan NPB. Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans (1996) yang dilakukan terhadap 10 pekerja dan telah berumur (tua), didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena adanya kenaikan 128% kapasitas oksigan pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan (Evans, 1996). Olahraga yang teratur juga memperbaiki kualitas hidup, mencegah osteoporosis, dan berbagai penyakit rangka serta penyakit lainnya, olahraga sangat menguntungkan karena risikonya minimal. Program olahraga harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan intensitas rendah pada awalnya untuk mengindari cedera pada otot dan sendi (Kurniawidjaja, 2011). Departemen Kesehatan (2001) menemukan masih tingginya prevalensi masyarakat yang kurang atau tidak melakukan
47
olahraga secara rutin dalam kehidupan sehari-harinya. Kurang atau tidak melakukan olahraga merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit tidak menular diantaranya yang berhubung dan dengan otot dan tulang. Hal ini disebabkan karena salah satu manfaat dari olahraga adalah memperkuat otot-otot, tulang dan jaringan ligamen serta meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada semua jaringan tubuh (Bustan, 2007). Kurangnya olahraga dapat menurunkan suplai oksigen ke dalam otot sehingga dapat menyebabkan adanya keluhan otot. Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat dan melakukan aktivitas fisik yang cukup. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh kesegaran
tubuh.
Pada
orang
dewasa,
harus
olahraga
(diakumulasikan) selama 150 menit selama satu minggu. 150 menit ini bisa dibagi selama enam hari (setiap harinya hanya perlu olahraga 25 menit atau satu hari berolahraga selama 150 menit (Janssen, 2013). Berdasarkan penelitian Handayani (2011) didapatkan nilai OR sebesar 6.417 yang artinya pekerja yang kebiasaan olahraganya kurang mempunyai kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 6.417 kali dibandingkan pekerja yang kebiasaan olahraganya cukup.
48
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh persen kasus nyeri punggung disebabkan karena buruknya
tingkat
kelenturan
(tonus)
otot
atau
kurang
berolahraga (Meliala, 2004). Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal.
Ciri-ciri
olahraga
aerobik,
olahraga
yang
mengaktifkan otot ≥ 40%, secara serentak atau simultan, dengan intensitas yang adekuat dan sesuai usia (mencapai denyut nadi latihan 65-80% DNM) dan secara kontinyu dengan waktu adekuat (minimal 10 menit). Contoh olahraga aerobic yaitu lari atau joging, lari di tempat, renang, senam, berjalan cepat selama 30 menit selama enam hari dalam satu minggu, dan bersepeda (McCarthy, 1995). 8 Masa Kerja Ohlssson
dkk
(1989)
melaporkan
bahwa
terjadinya
peningkatan derajat keeratan (OR) antara nyeri pada leher dan bahu dengan masa kerja yang bergantung pada usia kerja. Derajat peningkatan keluhan MSDs semakin bertambah ketika masa kerja seseorang semakin lama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Oktarisya (2009), didapatkan bahwa sebesar 66,7% pekerja yang bekerja lebih dari 15 tahun telah mengalami MSDs, diantaranya pada bagian bahu kanan dan kiri, leher dan punggung bawah.
49
Gangguan NPB hampir tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi merupakan suatu akumulasi. Masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot karena semakin lama masa kerja seseorang telah terjadi akumulasi cedera-cedera ringan yang dialami, dimana paparan mengakibatkan rongga diskus menyempit secara permanen dan juga mengakibatkan degenerasi tulang belakang yang akan menyebabkan NPB kronis. Hal ini dikarenakan pembebanan pada tulang belakang dalam waktu lama (Pratiwi, 2009). 9 Jam Kerja Jumlah jam kerja yang efisien untuk seminggu adalah 40-48 jam yang terbagi dalam lima atau enam hari kerja, maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit. Sedangkan di antara waktu kerja harus disediakan waktu istirahat yang jumlahnya antara 15-30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan tersebut akan ditemukan hal-hal seperti: penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang kesemuanya
akan
bermuara
pada
rendahnya
tingkat
produktivitas kerja (Tarwaka dkk, 2004). d. Faktor Lingkungan Berdasarkan teori Sandi J. Spaulding (2008) dalam buku Ergonomic For Therapist, faktor lingkungan yang berhubungan LBP atau NPB adalah sebagai berikut:
50
1) Getaran Getaran berpotensi menimbulkan keluhan NPB ketika seseorang menghabiskan waktu lebih banyak di kendaraan atau lingkungan kerja yang memiliki bahaya getaran. Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian Frymoyer dkk., (1980, 1983) dalam Pheasant (1991) bahwa getaran merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya LBP atau NPB. Selain itu, getaran dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri (Suma’mur, 1982 dalam Tarwaka, 2004). Vibrasi dapat menyebabkan perubahan fungsi aliran darah pada ekstremitas yang terpapar bahaya vibrasi (Oborne, 1995). Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah menjadi tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka, 2004). Getaran yang dimaksud dalam faktor lingkungan tersebut adalah bentuk gelombang mekanik yang mentransfer energi dimana getaran tersebut membutuhkan suatu struktur mekanik yang berfungsi sebagai media untuk bertransmisi, media tersebut dapat berupa alat kerja, mesin, kendaraan atau kursi yang digunakan pekerja, sedangkan getaran seluruh tubuh (WBV) mengacu pada osiliasi energi mekanik yaitu getaran
51
yang telah ditransferkan ke tubuh secara keseluruhan dan biasanya melalui sistem pendukung seperti alat kerja atau kursi yang digunakan oleh pekerja (Beeck dan Hermans, 2000). 2) Pencahayaan Pencahayaan sangat berpengaruh pada performa suatu pekerjaan. Pencahayaan yang tidak baik bisa menurunkan performa, bahkan bisa membuat pekerja stres karena lingkungan kerja yang tidak baik. Tingkat stres tinggi bisa memicu dan meningkatkan rasa nyeri NPB pada pekerja. Selain itu, bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal itu terjadi dalam waktu yang lama akan meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh (Bridger, 2003). Intensitas cahaya di ruang kerja untuk jenis pekerjaan kasar dan terus menerus seperti bekerja dengan menggunakan mesin dan perakitan kasar minimal 200 Lux sedangkan untuk pekerjaan rutin seperti pekerjaan kantor atau administrasi, tingkat pencahayaan minimal 300 Lux (Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998). Kualitas penerangan yang tidak memadai berefek buruk bagi fungsi penglihatan, juga untuk lingkungan sekeliling tempat kerja, maupun aspek psikologis, yang dapat dirasakan sebagai kelelahan, rasa kurang nyaman, kurang kewaspadaan sampai kepada pengaruh yang terberat seperti kecelakaan.
52
3) Kebisingan Kebisingan yang ada di lingkungan kerja juga bisa mempengaruhi performa kerja. Hampir sama halnya dengan pencahayaan, secara tidak langsung dapat memicu dan meningkatkan rasa nyeri NPB yang dirasakan pekerja karena bisa membuat stres pekerja saat berada di lingkungan kerja yang tidak baik (Spaulding, 2008). Seseorang yang menderita sakit kepala, tekanan darah tinggi dan nyeri punggung dan leher akan mudah terpengaruh oleh efek lingkungan seperti kebisingan.
7. Metode Penilaian Faktor Pekerjaan Risiko NPB Terdapat banyak metode penilain Faktor Pekerjaan risiko NPB antara lain yaitu: a. NIOSH Lifting Equations Pada tahun 1981, NIOSH menerbitkan Work Practices Guide for Manual Lifting untuk industri, metode penilaian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pekerjaan yang meningkatkan risiko cedera punggung. Mekanisme penggunaannya mengharuskan menganalisa data yang telah dikumpulkan yang berhubungan dengan tugas mengangkat (yaitu, lokasi vertikal beban, jarak pengangkatan beban, frekuensi dan
jarak vertikal
tempu beban,
dan
kemudian
menggunakan data-data model perkalian yang berasal dari nilai batas tindakan (AL) dan nilai minimum batas yang diizinkan (MPL) menggunakan pendekatan industrial hygiene approach. Jika berat
53
aktual saat pekerja diminta untuk mengangkat di bawah tingkal AL, maka tugas dapat diterima. Jika berat aktual melebihi MPL (dihitung sebagai tiga kali AL), risiko yang signifikan dari tugas harus dievaluasi dan didesain ulang (Karwowski dan Marras, 2006). Versi NIOSH yang pertama hanya bisa diaplikasikan untuk angka pengangkatan manual yang terbatas. Kemudian, direvisi tahun 1991, sehingga dapat diaplikasikan untuk pekerjaan pengangkatan untuk presentase angka yang lebih besar. NIOSH yang telah direvisi dapat digunakan untuk mengevaluasi faktor asimetri, faktor pegangan tangan ke benda dan frekuensi pengangkatan (Karwowski dan Marras, 2006). Berikut adalah rumus NIOSH Lifting Equations:
Keterangan: LC (Load Conctant) : Konstanta beban HM (Horizontal Multiplier) : Faktor pengali horizontal VM (Vertical Multiplier) : Faktor pengali vertikal DM (Distance Multiplier): Faktor pengali jarak perpindahan AM (Asymemetric Multiplier) : Faktor pengali asimetris FM (Frequency Multiplier) : Faktor pengali frekuensi CM (Coupling Multiplier) : Faktor pengali koupling (kondisi pegangan beban). b. Lumbar Motion Monitor Risk Assessment Model Lumbar Motion Monitor Risk Assessment Model (gambar 2.5) adalah sebuah alat penilaian risiko yang dikembangan Marras dkk
54
(1993). Alat penilaian ini dibuat menggunakan perangkat yang disebut Lumbar Motion Monitor (LMM) yang dikembangkan untuk menangkap posisi sesaat, kecepatan, dan percepatan tulang belakang di pada tiga bidang pergerakan kardinal manuasia. Pendekatan mereka untuk mengembangan alat penilaian ini adalah menggunakan perangkat goniometric tri-aksial untuk menangkap profil kinematik tubuh pekerja saat melakukan pekerjaan dan kemudian dihubungkan dengan karakteristik kinematik (bersama dengan deskripsi tugas, kepuasan kerja, variabel kerja statis dari NIOSH Lifting Equation) dengan riwayat kejadian cedera punggung (Karwowski dan Marras, 2006). LMM menilai komponen dinamis risiko LBP atau NPB dalam pengaturan kerja. LMM adalah electogoniometer triaksial yang bertindak sebagai eksoskeleton ringan dari tulang belakang. LMM ditempatkan di bagian belakang individu, langsung pada tulang belakang, dan melekat dengan memanfaatkan sekitar panggul dan di atas bahu. LMM menggunakan potensiometer untuk menukur posisi dari tulang belakang, dalam tiga dimensi. Data posisi dicatat di komputer menggunakan software pendamping (gambar 2.6) yang juga menghitung kecepatan dan percepatan gerakan tulang belakang (Stanton, 2006).
55
Gambar 2.5 Lumbar Motion Monitor Sumber: Karwowski dan Marras, 2006 Sistem LMM dirancang untuk mengakomodasi mayoritas ukuran tubuh individu dan disesuaikan dengan empat kategori (tambah kecil, kecil, menengah dan besar). Hal ini penting untuk memastikan LMM sesuai sehingga gerakan batang akurat saat diukur. Ukuran yang sesuai dipakai selama pengumpulan data tergantung pada sejumlah faktor, terutama seorang saat berdiri dan panjang punggung dan jumlah gerakan yang dilakukan selama bekerja.
Gambar 2.6 Output yang dihasilkan dengan menggunakan software LMM Sumber: Karwowski dan Marras, 2006 Perangkat lunak ini menyediakan berbagai metode untuk mengevaluasi data yang dikumpulkan, yaitu: 1) Informasi deskriptif tentang kinetika badan Ini termasuk rincian posisi, kecepatan dan percepatan dari ketiga bidang pergerakan untuk setiap data yang dikumpulkan. Informasi ini berguna untuk deskripsi umum.
56
2) Risiko LBP atau NPB Risiko LBP atau NPB dapat dihitung dengan berbagai cara. Risiko juga dapat dihitung untuk suatu tugas atau pekerjaan yang rata-rata pekerja yang telah menggunakan aktivitas sambil mengenakan LMM. Penilaian ini memungkinkan pengguna untuk secara kuantitatif memastikan faktor pekerjaan (misalnya, fleksi, kecepatan memutar, lift rate) kemungkinan paling bertanggung jawab atas tingkat risiko yang dihasilkan. Perangkat lunak ini juga memungkinkan data dieksport ke file teks yang dapat dianalisis dengan menggunakan aplikasi lain. c. Three-Dimensional Static Strength Prediction Program Model Three-Dimensional
Static
Strength
Prediction
Program
(3DSSPP) model dikembangkan oleh para peneliti University of Michigan adalah sistem permodelan biomekanika yang dapat digunakan untuk menghitung momen atau gaya saat bekerja pada sendi yang terdiri dari rantai kinematik. Setelah model biomekanik tiga dimensi dikembangkan, momen tiga dimensi tentang L5/S1 dan tulang kompresi dapat dihitung. Selanjutnya saat postur tiga dimensi didapat kemudian dapat dibandingkan dengan data dari database kapasitas kekuatan manusia sehingga estimasi presentasi populasi. Hasil dari pendekatan model ini adalah kompresi pada tulang belakang dan presentasi dari populasi yang memiliki kapasitas untuk mengerahkan yang diperlukan tulang belakang sebagaimana pada gambar 2.7 (Karwowski dan Marras, 2006).
57
Gambar 2.7 Tiga dimensi model menggunakan 3DSSPP Sumber: Karwowski dan Marras, 2006 d. Rapid Upper Limb Assessment (RULA) Metode
RULA
pertama
kali
dikembangkan
oleh
Lynn
McAtamney dan Niel Corlett, E (1993). Metode ini prinsip dasarnya hampir sama dengan metode REBA maupun metode OWAS. Ketiga metode ini sama-sama mengobservasi segmen tubuh khususnya upper limb dan mentrasfernya dalam bentuk skoring. Selanjutnya, skor final yang diperoleh akan digunakan sebagai pertimbangan untuk memberikan saran perbaikan secara tepat (Tarwaka, 2010). RULA adalah sebuah metode menilai postur, gaya dan gerakan suatu aktifitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan tubuh bagian atas (upper limb). RULA digunakan untuk menilai postur, beban dan pergerakan yang berhubungan dengan pekerjaan yang menetap. Seperti pekerjaan yang termasuk pekerjaan yang menggunakan komputer, manufaktur dan pedagang dimana pekerja duduk atau berdiri tanpa berpindah (Nigel dan McAtamnety, 1993). Tahapan aplikasi metode RULA, sebagai berikut: 1) Menentukan siklus kerja dan mengobservasi pekerja selama variasi siklus kerja tersebut
58
2) Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan video atau foto 3) Menentukan skor postur tubuh saat bekerja pada bagaian tubuh seperti: a) Lengan atas b) Lengan bawah c) Pergelangan tangan d) Leher e) Badan f) Kaki 4) Menentukan
skor
penggunan
otot
(muscle
use)
dan
pembebanan atau pengerahan tenaga (force) 5) Menghitung grand skor dan action level untuk menilai kemungkian risiko yang terjadi. e. Ovako Working Analysis System (OWAS) Metode OWAS diperkenalkan pertama kali oleh seorang penulis dari Osmo Karhu Finlandia, tahun 1977 dengan judul “Correcting working postures in industry: A practical method for analysis” yang diterbitkan di dalam “Applied Ergonomic” (Tarwaka, 2010). Metode ini memungkinkan untuk dilakukan identifikasi pada beberapa posisi; yaitu punggung, lengan dan kaki dengan pemberian kode pada masing-masing posisi. Namun demikian, metode ini tidak menilai secara detail tingkat keparahan pada masing-masing posisi (Tarwaka, 2010).
59
Posedur aplikasi metode OWAS, sebagai berikut: 1) Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan video atau foto 2) Pemberian kode pada posisi yang diamati untuk setiap posisi dan pembebanan dengan membuat “kode posisi” identifikasi. 3) Menentukan skor postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti: a) Punggung b) Lengan c) Kaki 4) Menghitung untuk setiap kode posisi, kategori risiko yang mana dia berasal, untuk mengidentifikasi posisi kritis atau yang lebih tingkat risikonya bagi pekerja 5) Menghitung presentase repetitif atau frekuensi relatif dari masing-masing posisi pungung, lengan dan kaki yang berhubungan dengan posisi yang lainnya. 6) Penentuan hasil identifikasi pekerja pada posisi kritis, tergantung pada frekuensi relatif dari masing-masing posisi, kategori risiko didasarkan pada masing-masing posisi dari berbagai bagian tubuh (punggung, lengan dan kaki). f. Rapid Entire Body Assessment (REBA) Metode REBA diperkenalkan oleh Sue Hignett dan Lynn McAtamney yang secara efektif digunakan untuk menilai postur tubuh pekerja. Metode ini merupakan hasil kerja kolaboratif oleh tim ergonomist, fisioterapi, ahli, okupasi dan para perawat yang
60
mengidentifikasi sekitar 600 posisi di industri manufakturing (Tarwaka, 2010). Metode REBA memungkinkan dilakukan suatu analisis secara bersama dari posisi yang terjadi pada anggota tubuh bagian atas (lengan, lengan bawah, dan pergelangan tangan), badan, leher dan kaki. Metode ini juga mendefinisikan faktor-faktor lainnya yang dianggap dapat menentukan untuk penilaian akhir dari postur tubuh, seperti beban atau force atau gaya yang dilakukan, jenis pegangan atau jenis aktivitas otot yang dilakukan oleh pekerja (Tarwaka, 2010). Skor akhir dari REBA memberikan indikasi dari level risiko dan tingkat keparahan dengan mengambil tindakan mana yang harus didahulukan (Hignett dan McAtamney, 2000 dalam Karwowski dan Marras, 2006). Metode ini relatif mudah digunakan karena untuk mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar yang spesifik, hanya berupa range sudut. 1) Prosedur Penggunaan REBA Adapun prosdur dalam penggunaan REBA yaitu: a) Menentukan
periode
waktu
observasi
dengan
mempertimbangkan posisi tubuh pekerja, dan jika memungkinkan tentukan siklus waktu kerja b) Posisi tubuh pekerja saat bekerja direkam untuk memilih tugas dan postur yang akan dinilai pada langkah berikutnya.
61
c) Lakukan identifikasi posisi untuk semua pekerjaan yang dianggap paling penting dan berbahaya untuk penilaian lebih lanjut. 2) Langkah-langkah Penilaian REBA Dalam rangka melakukan evaluasi mengenai postur tubuh, teknik REBA membagi memjadi 2 kelompok anggota tubuh, kelompok A meliputi badan, leher dan kaki. Sementara itu kelompok B meliputi anggota tubuh bagian atas (lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan). Langkah dan observasi penilaiannya yaitu: a) Kelompok A (Penilaian Anggota tubuh bagian badan, leher dan kaki) (1) Mengobservasi dan menentukan skor postur badan Posisi badan yang memiliki risiko terkecil pada posisi badan tegak lurus. Badan pada posisi >200 atau lebih, baik pada posisi fleksi ataupun ekstensi akan semakin memperbesar risiko. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya skor untuk tiap postur yang berisiko. Skor akan memiliki nilai yang lebih tinggi jika posisi badan pekerja membungkuk atau memutir secara lateral karena untuk tiap keadaan ini skor akan bertambah satu. Skoring postur badan dapat dilihat pada tabel 2.2.
62
Pada ketegangan
saat
posisi terutama
badan
fleksi
pada
terjadi
ligamentum
interspinosus dan supraspinosus, diikuti dengan ligamentum intraskapular dan ligamentum flavum. Beban kompresif pada diskus sewaktu fleksi membuat diskus berpotensi merobek anulus fibrosus, akibatnya nucleus pulposus mampu keluar melalui robekan. Keluarnya hernia nucleus pulposus selanjutnya dapat menekan saraf spinal, bila kerja sering membungkuk, ligamen dan otototot penyangga tulanng belakang dapat melemah dan
meningkatkan
tekanan
pada
diskus
intervertebral (Kurniawidjaja, 2014). Tabel 2.2 Ilustrasi Posisi Badan dan Skoring Skor Posisi 1 Posisi badan tegak lurus Posisi badan fleksi : antara 0-200 dan 2 ekstensi antara 0-200 Posisi badan fleksi: antara 20-600 dan 3 ekstensi >200 4 Posisi badan membungkuk fleksi >600 Posisi badan membungkuk dan atau +1 memutir secara lateral
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
63
(2) Mengobservasi dan menentukan skor postur leher Posisi leher yang memiliki risiko terkecil pada posisi 00. Leher pada posisi >200, baik pada posisi fleksi
ataupun
ekstensi
akan
semakin
memperbesar risiko. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya skor untuk tiap postur yang berisiko. Skor akan memiliki nilai yang lebih tinggi jika posisi leher pekerja menunduk atau memutir secara lateral karena untuk tiap keadaan ini skor akan bertambah satu. Skoring postur leher dapat dilihat pada tabel 2.3. Spina servikal sebagai sumber nyeri leher dan punggung adalah struktur yang kompleks yang dapat
mengalami
perubahan
patologis
menyebabkan nyeri. Bahu yang menggantung mempengaruhi spina sevikal. Skapula berotasi ke bawah,
dada
menggantung,
rongga
toraks
berkurang sehingga kapasitas vital menurun dan orang bertambah pendek karena otot trapesius berorigo pada spina servikal maka skapula yang tertekan memberi tegangan pada otot leher. Foramen intervetebra lebih menutup pada postur lordotik sevikal yang meningkat dan akar syaraf tertekan. Kontraksi isometrik yang telalu kuat
64
dapat menyebabkan robekan serabut otot serta edem. Kontraksi otot yang berkepanjangan akan menyebabkan penekanan berkepanjangan pada diskus intervetebra (Tulaar, 2008). Tabel 2.3 Ilustrasi Posisi Leher dan Skoring Skor Posisi 1 Posisi leher fleksi : antara 0-200 2 Posisi leher fleksi atau ekstensi >200 Posisi leher menunduk dan atau memutir +1 secara lateral
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006 (3) Mengobservasi dan menentukan skor postur kaki Posisi kaki yang memiliki risiko terkecil pada posisi kedua kaki tertopang dengan baik di lantai dalam keadaan berdiri maupun berjalan. Posisi kaki jika salah satu kaki tidak tertopang di lantai dengan
baik
atau
terangkat
akan
semakin
memperbesar risiko. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya skor untuk tiap postur yang berisiko. Skor akan memiliki nilai yang lebih tinggi jika posisi salah satu atau kedua lutut kaki
65
ditekuk fleksi antara 30-600 untuk keadaan ini skor akan bertambah satu. Kenaikan tersebut mungkin bertambah sampai dengan dua, jika salah satu atau kedua lutut kaki ditekuk fleksi > 600. Skoring postur kaki dapat dilihat pada tabel 2.4. Duduk maupun berdiri dengan posisi yang salah akan menyebabkan otot-otot menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nukleus pulposus (Samara, 2005). Tabel 2.4 Ilustrasi Posisi Kaki dan Skoring Skor Posisi Posisi kedua kaki tertopang dengan baik di 1 lantai dalam keadaan berdiri maupun berjalan Salah satu kaki tidak tertopang di lantai dengan 2 baik atau terangkat Salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi antara +1 30-600 Salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi antara +2 >600
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006 (4) Memasukkan tiap skor yang didapat (badan, leher dan kaki) ke dalam tabel A untuk mendapatkan
66
skor postur A. Skor psotur A dapat dilihat pada tabel 2.5.
Badan 1 2 3 4 5
1 1 2 2 3 4
Tabel 2.5 Skor A REBA Leher 1 2 Kaki Kaki 2 3 4 1 2 3 2 3 4 1 2 3 3 4 5 3 4 5 4 5 6 4 5 6 5 6 7 5 6 7 6 7 8 6 7 8
4 4 6 7 9 9
1 3 4 5 6 7
3 Kaki 2 3 3 5 5 6 6 7 7 8 8 9
4 6 7 8 9 9
(5) Mengobservasi dan menentukan skor beban (force) Beban yang tidak berisiko adalah beban seberat kurang dari lima kg, sedangkan beban yang termasuk kategori berisiko adalah beban yang memiliki berat > lima kg. Skor akan memiliki nilai yang lebih tinggi jika pembebanan secara tiba-tiba atau mendadak karena untuk keadaan ini skor akan bertambah satu. Skor beban dapat dilihat pada tabel 2.6.
Skor +0 +1 +2 +1
Tabel 2.6 Skor untuk beban atau Force Posisi Beban atau force < 5 kg Beban atau force antara 5 – 10 kg Beban atau force > 10 kg Pembebanan atau force secara tiba-tiba atau mendadak
(6) Menjumlahkan skor postur A dengan skor beban (force) untuk mendapatkan skor A
67
b) Kelompok B (Penilaian Anggota tubuh bagian atas) (1) Mengobservasi dan menentukan skor postur lengan Posisi lengan yang memiliki risiko terkecil pada posisi 0-200, baik pada posisi fleksi ataupun ekstensi. Posisi yang berisiko adalah posisi fleksi pada sudut 21-450, 45-900 dan > 900 atau pada posisi ekstensi >200. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya skor untuk tiap postur yang berisiko. Skor ini akan bertambah jika bahu diangkat atau lengan diputar atau dirotasi atau jika lengan diangkat menjauh dari badan untuk keadaan ini skor akan bertambah satu. Tetapi skor akan berkurang satu jika berat lengan ditopang untunk menahan gravitasi. Skoring postur lengan dapat dilihat pada tabel 2.7. Bahu (dalam pengukuran REBA disebut sebagai posisi lengan atas) yang menggantung mempengaruhi spina sevikal. Skapula berotasi ke bawah,
dada
menggantung,
rongga
toraks
berkurang sehingga kapasitas vital menurun dan orang bertambah pendek karena otot trapesius berorigo pada spina servikal maka skapula yang
68
tertekan memberi tegangan pada otot leher. Foramen intervetebra lebih menutup pada postur lordotik sevikal yang meningkat dan akar syaraf tertekan. Kontraksi isometrik yang telalu kuat dapat menyebabkan robekan serabut otot serta edem. Kontraksi otot yang berkepanjangan akan menyebabkan penekanan berkepanjangan pada diskus intervetebra (Tulaar, 2008). Tabel 2.7 Ilustrasi Posisi Lengan dan Skoring Skor Posisi Posisi lengan fleksi atau ekstensi antara 1 0-200 Posisi lengan fleksi antara 21-450 atau 2 ekstensi >200 3 Posisi lengan fleksi antara 46-900 4 Posisi lengan fleksi >900 Jika bahu diangkat atau lengan diputar +1 atau dirotasi +1 Jika lengan diangkat menjauh dari badan Jika berat lengan ditopang untuk -1 menahan gravitasi
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006 (2) Mengobservasi dan menentukan skor postur lengan bawah Posisi lengan bawah yang memiliki risiko terkecil pada posisi fleksi pada sudut 60-1000. Posisi yang
69
berisiko adalah posisi fleksi pada sudut <600 atau 1000. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya skor untuk tiap postur yang berisiko. Skoring postur lengan bawah dapat dilihat pada tabel 2.8. Tabel 2.8 Ilustrasi Posisi Lengan Bawah dan Skoring Skor Posisi 1 Posisi lengan bawah fleksi antara 60-1000 2 Posisi lengan fleksi < 600 atau >1000
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006 (3) Mengobservasi dan menentukan skor postur pergelangan tangan Posisi pergelangan tangan yang memiliki risiko terkecil yaitu paa posisi fleksi atau ekstensi pada sudut 0-150 yang mendapat skor satu (skor terkecil). Posisi yang berisiko adalah posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi pada sudut >150. Risiko akan bertambah besar jika pada pergelangan tangan saat bekerja mengalami torsi atau deviasi baik ulnar maupun radial karena skor bertambah satu untuk keadaan tersebut. Skoring postur pergelangan tangan dapat dilihat pada tabel 2.9.
70
Tabel 2.9 Ilustrasi Posisi Pergelangan Tangan dan Skoring Skor Posisi Posisi pergelangan tangan fleksi atau 1 ekstensi antara 0-150 Posisi pergelangan tangan fleksi atau 2 ekstensi >150 Pergelangan tangan pada saat bekerja +1 mengalami torsi atau deviasi baik ulnar maupun radial
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006 (4) Memasukkan tiap skor yang didapat (lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan) ke dalam tabel B untuk mendapatkan skor postur B. Skor postur B dapat dilihat pada tabel 2.10.
Lengan 1 2 3 4 5 6
Tabel 2.10 Skor B REBA Lengan Bawah 1 2 Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan 1 2 3 1 2 3 1 2 2 1 2 3 1 2 3 2 3 4 3 3 4 4 5 5 4 5 5 5 6 7 6 7 8 7 8 8 7 8 8 8 9 9
(5) Mengobservasi dan menentukan skor untuk jenis pegangan
71
Jenis pegangan yang tidak berisiko adalah pegangan baik dan kekuatan pegangan berada pada posisi tengah, sedangkan beban yang berisiko adalah pegangan yang terlalu dipaksakan atau tidak ada pegangan atau genggaman tangan. Skor jenis pegangan dapat dilihat pada tabel 2.11. Tabel 2.11 Skoring untuk Jenis Pegangan Skor Posisi Pegangan Bagus (Pegangan kontainer +0 baik dan kekuatan pegangan berada pada posisi tengah) Pegangan Sedang (Pegangan tangan dapat diterima, tetapi tidak ideal atau +1 pegangan optimum yang dapat diterima untuk menggunakan bagian tubuh lainnya) Pegangan Kurang Baik (Pegangan ini +2 mungkin dapat digunakan tetapi tidak diterima) Pegangan Jelek (Pegangan ini terlalu dipaksakan, atau tidak ada pegangan +3 atau genggaman tangan, pegangan bahkan tidak dapat diterima untuk menggunakan bagian tubuh lainnya. (6) Menjumlahkan skor postur B dengan skor untuk jenis pegangan untuk mendapatkan skor B
(7) Masukkan ke dalam matriks masing-masing nilai skor A dan skor B untuk mendapatkan skor C. Skor C dapat dilihat pada tabel 2.12.
72
Tabel 2.12 Skor C REBA Skor Skor B A 1 2 3 4 5 6 7 1 1 1 1 2 3 3 4 2 1 2 2 3 4 4 5 3 2 3 3 3 4 5 6 4 3 4 4 4 5 6 7 5 4 4 4 5 6 7 8 6 6 6 6 7 8 8 9 7 7 7 7 8 9 9 9 8 8 8 8 9 10 10 10 9 9 9 9 10 10 10 11 10 10 10 10 11 11 11 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
Gambar 2.8 Diagram Alur Penilaian dengan Metode REBA Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
73
(8) Mengobservasi dan menentukan skor untuk jenis aktivitas otot. Skoring untuk jenis aktivitas otot dapat dilihat pada tabel 2.13
Skor +1
+1
+1
Tabel 2.13 Skoring untuk Jenis Aktivitas Otot Posisi Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis, misalnya ditopang untuk lebih dari 1 menit Gerakan berulang-ulang terjadi, misalnya repetisi lebih dari 4 kali per menit (tidak termasuk berjalan) Terjadi perubahan yang signifikan pada postur tubuh atau postur tubuh tidak stabil selama bekerja
(9) Menjumlahkan skor C dengan jenis aktivitas otot untuk mendapatkan skor akhir REBA Nilai skor akhir merupakan nilai akhir dari pengukuran dengan menggunakan metode REBA. Metode REBA mengklasifikasikan skor akhir ke dalam lima tingkatan. Setiap tingkat aksi menentukan tingkat risiko dan tindakan korektif yang disarankan pada posisi yang dievaluasi. Semakin besar nilai dari hasil yang diperoleh, maka akan lebih besar risiko yang dihadapi untuk posisi yang bersangkutan. Nilai satu menunjukan nilai minimum, sedangkan nilai 15 adalah nilai maksimum, yang menyatakan bahwa posisi tersebut berisiko tinggi dan harus segera diambil tindakan secepatnya, sebagimana dapat dilihat pada tabel 2.14, dibawah ini:
74
Skor REBA 1 2-3 4–7 8 - 10 11 - 15
Tabel 2.14 Kategori Tingkat Risiko Action Tingkat Tindakan Perbaikan Level Risiko Tidak ada tindakan yang 0 Sangat rendah diperlukan Mungkin diperlukan 1 Rendah tindakan 2 Sedang Diperlukan tindakan Diperlukan tindakan 3 Tinggi segera Diperlukan tindakan 4 Sangat tinggi sesegera mungkin
3) Kelebihan dan Kekurangan REBA Metode REBA memiliki banyak kelebihan, antara lain: a) Merupakan
metode
yang
sangat
sensitif
untuk
mengevaluasi risiko b) Membagi segmen-segmen tubuh yang akan diberi kode secara individu, dan mengevaluasi baik anggota badan bagian atas maupun badan, leher dan kaki c) Metode ini digunakan untuk menganalisis pengaruh pada beban postural selama penanganan kontainer yang dilakukan dengan tubuh atau bagian tubuh lainnya d) Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil maupun tidak stabil e) Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk menentukan prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan
75
Selain memiliki beberapa kelebihan, metode REBA ini pun memiliki beberapa kelemahan atau keterbatasan, antara lain: a) Hanya menilai aspek postur dari pekerja b) Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja
terutama
yang
berkaitan
dengan
faktor
psikososial c) Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan vibrasi, temperatur, dan jarak pandang.
No. 1.
2.
3.
Metode Penilaian Risko NIOSH Lifting Equations
Tabel 2.15 Kelebihan dan Kelemahan Metode Penilaian Faktor Pekerjaan Risiko NPB Kelebihan Kelemahan
1. Terdokumentasikan dengan baik 1. Banyak keterbatasan praktis 2. Telah teruji dalam beberapa penelitian 2. Metode masih dapat dimodifikasi laboratorium 3. Membutuhkan beberapa langkah-langkah 3. Metode perhitungannya tersedia di internet teknis (Karwowski dan Marras, 2006) (Karwowski dan Marras, 2006) 1. Data yang dikumpulkan adalah kuantitatif dan 1. Penggunaan LMM membutuhkan pelatihan Lumbar Motion Monitor tiga dimensi dari kinematika tubuh bagi yang menggunakan Risk Assessment Model 2. Model risiko LBP atau NPB menentukan 2. Pengumpulan data memerlukan keterlibatan sejauh mana tingkat risiko atau keseluruhan aktif dari pekerja tingkat risiko LBP atau NPB itu sendiri 3. Penilaian biasanya membutuhkan lebih 3. Dampak dari intervensi pekerjaan dapat banyak waktu pengumpulan data dinilai dengan cepat 4. LMM dapat bersentuhan dengan peralatan (Karwowski dan Marras, 2006) lainnya ketika dipakai di ruang kerja 5. Model risiko LBP atau NPB tidak menilai potensi risiko cedera pada bagian tubuh lainnya. (Karwowski dan Marras, 2006) 1. Dapat menilai risiko yang terkait dengan satu 1. Tidak memiliki torsi atau kekuatan Three-Dimensional Static kali pergerakan, karena membandingkan kompresi tulang belakang yang mendekati Strength Prediction langsung saat diperlukan dari pekerjaan kemampuan kekuatan manusia atau batas Program Model 2. Dapat memperkirakan nilai kompresi tulang beban kompresi tulang belakang belakang yang dapat dibandingkan dengan (Karwowski dan Marras, 2006) batas beban untuk menilai risiko relatif 3. Digunakan untuk pekerjaan yang dilakukan berulang (Karwowski dan Marras, 2006)
Tabel 2.14 Lanjutan No.
Metode Penilaian Risko
4.
Rapid Upper Assessment (RULA)
5.
Ovako Working System (OWAS)
Kelebihan
Kelemahan
1. Menilai sebuah angka perbedaan postur 1. Hanya terfokus pada faktor-faktor risiko selama putaran dalam bekerja untuk terpilih yang dievaluasi menyiapkan sebuah profil dari beban otot 2. Hanya untuk pekerjaan dengan postur kerja 2. Untuk dijadikan sebagai pedoman dalam duduk terus-menerus dan berdiri statis, melakukan intervensi lebih lanjut dari kurang cocok untuk pekerjaan dengan tindakan perbaikan gerakan yang dinamis 3. Pemberian skor pada RULA terperinci, 3. Metode ini tidak bisa mengukur gerakan misalnya penambahan sudut drajat pada tangan menggenggam, meluruskan, setiap postur, gaya, dan beban mendapatkan memutar dan memerlukan tekanan pada tambahan nilai satu telapak tangan 4. Mudah digunakan, cepat, praktis, dapat 4. Metode ini tidak mengukur antropometri dikombinasikan dengan metode lainnya tempat kerja yang dapat menyebabkan 5. Dapat digunakan untuk menilai secara teliti terjadinya postur janggal pekerjaan atau postur untuk satu pekerja atau (Tarwaka, 2010) kelompok (Karwowski dan Marras, 2006) 1. Banyak digunakan dan didokumentasikan 1. Tidak menilai secara detail tingkat Analysis 2. Mudah digunakan, cepat praktis dan dapat keparahan pada masing-masing posisi dikombinasikan dengan metode lainnya 2. Tidak memisahkan bagian kanan atau kiri (Tarwaka, 2010) pada tubuh ekstremitas atas; tidak ada penilaian leher dan siku atau pergelangan tangan 3. Tidak mempertimbangkan penggulangan atau durasi postur (Tarwaka, 2010) Limb
Tabel 2.14 Lanjutan No. 6.
Metode Penilaian Risko Rapid Entire Assessment (REBA)
Body
Kelebihan
Kelemahan
1. Merupakan metode yang sangat sensitif untuk 1. Hanya menilai aspek postur dari pekerja mengevaluasi risiko 2. Tidak mempertimbangkan kondisi yang 2. Membagi segmen-segmen tubuh yang akan dialami oleh pekerja terutama yang diberi kode secara individu, dan berkaitan dengan faktor psikososial mengevaluasi baik anggota badan bagian atas 3. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja maupun badan, leher dan kaki terutama yang berkaitan dengan vibrasi, 3. Metode ini digunakan untuk menganalisis temperatur, dan jarak pandang pengaruh pada beban postural selama (Karwowski dan Marras, 2006) penanganan kontainer yang dilakukan dengan tubuh atau bagian tubuh lainnya 4. Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil maupun tidak stabil 5. Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk menentukan prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan (Karwowski dan Marras, 2006)
79
Berdasarkan kelebihan dan kelemahan metode penilaian faktor pekerjaan risiko NPB pada tabel 2.15, maka penulis memilih menggunakan metode REBA dikarenakan beberapa alasan, antara lain: a) Metode REBA membagi segemen-segmen tubuh menjadi anggota tubuh bagian badan, leher, kaki dan anggota tubuh bagian atas. Dimana pada REBA terdapat penilaian pada postur badan, leher, kaki dan lengan yang mana posisi tersebut berhubungan dengan terjadinya keluhan NPB. b) Cepat dan praktis. c) Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil maupun tidak stabil.
C. Analisis Statistik Penganalisisan data merupakan suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data (Prasetyo, 2008). Analisis statistik terhadap hasil pengolahan data dapat berbentuk sebagai berikut: 1. Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan untuk menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga
79
80
kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna, peringkasan tersebut dapat berupa ukuran statistik, tabel, dan grafik. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat adalah analisis terhadap satu variabel. Analisis ini dapat dibuat dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut (Prasetyo, 2008): a. Distribusi frekuensi Distribusi frekuensi atau tabel frekuensi adalah susunan data dalam suatu tabel yang telah diklasifikasikan menurut kelas atau kategorikategori tertentu. b. Ukuran pemusatan Ukuran pemusatan merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk melihat seberapa besar kecenderungan data memusat pada nilai tertentu. Ukuran pemusatan terdiri dari: 1) Modus Modus merupakan nilai data yang mempunyai frekuensi terbesar dalam satu kumpulan data. 2) Rata-rata (Mean) Rata-rata ditentukan dengan cara menjumlahkan nilai seluruh pengamatan dibagi dengan banyaknya data.
81
3) Median Median merupakan nilai yang terletak di tengah bila nilai pengamatan disusun secara teratur menurut besarnya, dari kecil ke besar atau sebaliknya dari besar ke kecil. c. Ukuran Penyebaran (Dispersion) Dispersion merupakan ukuran yang menyatakan seberapa jauh nilai pengamatan yang sebenarnya menyimpang atau berbeda dengan nilai pusatnya. Jenis ukuraan penyebaran terdiri dari: 1) Range (Jangkauan) Range adalah selisih nilai maksimum dengan nilai minimum dalam suatu kumpulan data. 2) Variance (Variasi) Variasi merupakan jumlah kuadrat dari selisih nilai data pengamatan
dengan
rata-rata
dibagi
banyaknya
data
pengamatan. 3) Standard Deviation (Simpangan baku) Deviasi standar merupakan akar kuadrat dari variasi. Deviasi standar dapat digunakan untuk menentukan letak nilai distribusi frekuensi terhadap nilai rata-rata (mean).
2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat dilakukan beberapa tahap, antara lain (Notoatmodjo, 2010):
82
a. Analisis proporsi atau presentase, dengan membandingkan distribusi silang antara dua variabel yang bersangkutan b. Analisis dari hasil uji statistik (Chi-square test, Z-test, T-test dan sebagainya). Melihat dari hasil uji statistik ini akan dapat disimpulkan adanya hubungan dua variabel tersebut bermakna atau tidak bermakna. Dari hasil uji statistik ini dapat terjadi, misalnya antara dua variabel tersebut secara presentase berhubungan tetapi secara statistik hubungan tersebut tidak bermakna. c. Analisis keeratan hubungan antara dua variabel tersebut, dengan meilihat nilai Odd Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR menunjukkan besarnya keeratan hubungan antara dua variabel yang diuji. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara dua variabel. Pertimbangan yang harus dilakukan peneliti ketika memilih ukuran statistik yang tepat untuk digunakan dalam menganalisis hubungan bivariat adalah tingkat pengukuran dari setiap variabel dan arah hubungan dari kedua variabel tersebut sehingga analisis ini kemudian lebih dikenal dan berkaitan dengan ukuran asosiasi dan ukuran korelasi. Ukuran asosiasi dan ukuran korelasi terdiri dari (Prasetyo, 2008): a. Koefisien korelasi Sperman Koefisien korelasi ini digunakan untuk mengukur korelasi antar dua variabel yang memiliki tingkat pengukuran ordinal
83
b. Koefisien Korelasi Product Moment Pearson Ukuran ini digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan linier antara data yang memiliki tingkat pengukuran interval atau rasio dengan arah hubungan simetrik. c. Regresi linier Ukuran statistik ini digunakan untuk menguji hubungan antara sebuah variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel dependen. d. Uji U-Mann Whitney Pengujian ini digunakan untuk variabel yang berskala nominal atau ordinal dengan dua kelompok sampel yang saling tidak berhubungan (independen). e. Uji Kruskall Wallis Pengujian ini digunakan untuk variabel yang berskala nominal atau ordinal dengan tiga atau lebih kelompok sampel. f. Uji t (T-test) Pengujian ini digunakan jika dua sampel yang digunakan tidak memiliki keterkaitan satu dengan lainnya dan variabel yang digunakan berskala rasio. Uji t sebagai alat analisis data untuk menguji satu sampel atau dua sampel serta membandingkan dua mean (rata-rata) untuk menentukan apakah perbedaan rata-rata tersebut perbedaaan nyata atau karena kebetulan, tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui perbedaan mean dua kelompok data independen. Syarat atau asumsi yang harus dipenuhi adalah data
84
berdistribusi normal, kedua kelompok data independen, dan variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan kategorik. g. Chi-Square Dasar dari uji chi-square adalah untuk membandingkan frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan. Secara spesifik, uji chi-square dapat digunakan untuk menentukan ada tidaknya
asosiasi
antara
dua
variabel,
homogenitas
antar
subkelompok dan seberapa jauh suatu pengamatan sesuai dengan parameter yang dispesifikasikan (Hastono, 2008). Ukuran statistik ini merupakan ukuran asosiasi yang berusaha untuk menguji hipotesis bahwa antara variabel independen dan variabel dependen terdapat hubungan yang signifikan (Prasetyo, 2008). Kegunaan uji chi-square adalah untuk menguji seberapa baik kesesuaian diantara frekuensi yang diamati dengan frekuensi harapan yang didasarkan pada sebaran yang akan dihipotesiskan, atau juga menguji perbedaan anatara dua kelompok pada data dua kategorik untuk menguji signifikansi asosiasi dua kelompok pada data dua kategorik tersebut (Hastono, 2008). Secara spesifik, uji chi square dapat digunakan untuk menentukan: 1) Ada tidaknya asosisasi antara dua variabel (independency test) 2) Apakah suatu kelompok homogen (homogenitas antar subkelompok = homogenity test)
85
3) Seberapa jauh suatu pengamatan sesuai dengan parameter yang dispesifikasikan (good of fit) Uji chi square dapat digunakan dengan syarat, yaitu: kelompok yang dibandingkan independen, variabel yang dihubungkan kategorik dengan kategorik, tidak ada sel dengan expected frequency <1 dan tidak ada expected frequency <5 sebesar >20% dari banyak sel seluruhnya.
D. Kerangka Teori Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya NPB atau NPB, yaitu faktor pekerjaan, faktor psikososial, faktor individu, dan faktor lingkungan. Faktor pekerjaan antara lain Heavy manual labor, Manual material handling, Awkward postures, Static work, Whole body vibration, Slipping and falling (Beeck dan Hermans, 2000). Faktor psikososial antara lain job content, tekanan waktu atau mengintensifkan beban kerja, job control, dukungan sosial di tempat kerja dan kepuasan kerja (Beeck dan Hermans, 2000). Faktor Individu antara lain usia, status pendidikan, merokok, riwayat NPB, jenis kelamin, antropometri, kebiasaan olahraga, masa kerja dan jam kerja (Beeck dan Hermans, 2000; Karwowski dan Marras, 2006) dan Faktor Lingkungan antara lain pencahayaan, getaran dan kebisingan (Spaulding, 2008). Adapun skema yang didapat pada gambar 2.9:
86
Faktor Individu a. Usia b) Status pendidikan c) Merokok d) Riwayat NPB e) Jenis kelamin f) Antropometri g) Kebiasaan olahraga h) Masa kerja i) Jam kerja Faktor Pekerjaan a) Heavy manual labor b) Manual material handling c) Awkward postures d) Static work e) Whole body vibration f) Slipping and falling
Keluhan Nyeri Punggung Bawah
Faktor Lingkungan a) Getaran Faktor Lingkungan a) Pencahayaan b) Kebisingan Faktor Psikososial a) Job content b) Tekanan waktu atau mengintensifkan beban kerja c) Job control d) Dukungan sosial e) Kepuasan kerja
Sumber : Beeck dan Hermans, 2000; Karwowski dan Marras, 2006; Spaulding, 2008.
:
Berpengaruh langsung terhadap keluhan NPB
:
Tidak berpengaruh langsung terhadap keluhan NPB
Gambar 2.9 Skema Kerangka Teori
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Penelitian ini akan meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) dan variabel independennya adalah sebagai berikut: 1. Faktor pekerjaan Salah satu Faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya cedera pada otot atau jaringan tubuh adalah awkward postur adalah posisi bagian tubuh yang menyimpang dari posisi normalnya. Posisi janggal berhubungan dengan deviasi tulang sendi yang menyebabkan posisi tubuh menjadi tidak simetris dan membebani sistem otot rangka sebagai penyangga tubuh. Semakin jatuh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula keluhan otot skeletal dan static posture termasuk posisi dimana gerakan yang terjadi sangat sedikit, bersama dengan postur yang terbatas dan tidak aktif yang menyebabkan beban statis pada otot. Beban statis tersebut menimbulkan kompresi berkepanjangan dan dapat meningkatkan risiko pada cakram intervetebralis.
87
88
2.
Usia Semakin bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya semakin berkurang sehingga memudahkan terjadinya kekakuan pada otot dan sendi dan sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang yaitu berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang otot menjadi berkurang.
3. Jenis Kelamin Kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria. Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sedangkan daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. 4. Merokok Rokok menurunkan kualitas darah yang disebabkan oleh kandungan nikotin dalam rokok, sehingga menyebabkan kandungan mineral dalam tulang berkurang dan menyebabkan microfractures. Rokok juga dapat menyebabkan batuk yang dapat meningkatkan tekanan di area perut dan tekanan intradiscal. Racun-racun dalam asap rokok juga terbukti mempercepat penyerapan kembali tulang lama, dan menghambat pembentukan tulang baru.
89
5. Riwayat NPB Seseorang dengan riwayat penyakit NPB mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian lanjutan. Kejadian lanjutan dapat diperparah dengan potensi bahaya dari faktor pekerjaannya dan posisi kerja yang tidak ergonomis. 6. Kebiasaan olahraga Kurangnya olahraga dapat menurunkan suplai oksigen ke dalam otot sehingga dapat menyebabkan adanya keluhan otot. Berolahraga merupakan salah satu cara untuk menjaga kebugaran tubuh dimana kebugaran tubuh berpengaruh terhadap kelancaran aliran darah. Jika aliran darah terhambat maka akan mengganggu kerja otot sehingga kelelahan otot akan semakin cepat terjadi. Salah satu manfaat olahraga yaitu untuk memperkuat otot-otot, tulang dan jaringan ligamen. 7. Berat Badan Pada seseorang yang memiliki berat badan yang berlebih, maka risiko timbulnya nyeri pinggang akan lebih besar, karena beban pada sendi penumpuan berat badannya akan semakin meningkat. Penambahan berat badan yang disertai dengan perubahan proyeksi central gravitasi ke depan meningkatkan beban yang ditanggung oleh otot punggung dan ruas tulang belakang sebagai pengumpil. 8. Ukuran Lingkar Pinggang Seseorang dengan kelebihan berat badan makan lemak akan disalurkan ke daerah abdomen dan dapat terjadi penimbunan yang
90
berarti kerja lumbal akan bertambah untuk menopang beban. Ketika berat badan meningkat tulang belakang akan semakin tertekan untuk menerima beban sehingga memudahkan terjadinya kerusakan dan bahaya pada struktur tulang tersebut. 9. Tinggi Badan Tinggi badan mempengaruhi besar sudut lengkung punggung. Semakin besar sudut lengkung yang terjadi, maka kontraksi otot dan ligamen akan meningkat sehingga akan melemahkan otot dan ligamen yang menyangga tulang belakang. 10. Sitting Height Proporsi ukuran tubuh seseorang berbeda-beda walaupun memiliki tinggi badan yang sama. Proporsi tubuh juga mempengaruhi besarnya sudut lengkung punggung. Semakin besar sudut lengkung yang terjadi, maka kontraksi otot dan ligamen akan meningkat sehingga akan melemahkan otot dan ligamen yang menyangga tulang belakang. 11. Persen Lemak Tubuh Kelebihan
lemak
yang
tersimpan
dalam
jaringan
adiposa
menyebabkan seseorang menjadi kelebihan berat badan dan selanjutnya dapat menjadi obesitas. Ketika berat badan meningkat tulang belakang akan semakin tertekan untuk menerima beban sehingga memudahkan terjadinya kerusakan dan bahaya pada struktur tulang tersebut.
91
12. Masa kerja Gangguan NPB hampir tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi merupakan suatu akumulasi. Masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot karena semakin lama masa kerja seseorang telah terjadi akumulasi cedera-cedera ringan yang dialami, dimana paparan mengakibatkan rongga diskus menyempit secara permanen dan juga mengaibatkan degenerasi tulang belakang yang akan menyebabkan NPB kronis. Hal ini dikarenakan pembebanan pada tulang belakang dalam waktu lama. 13. Pencahayaan Pencahayaan yang tidak baik bisa menurunkan performa, bahkan bisa membuat pekerja stres karena lingkungan kerja yang tidak baik. Tingkat stres tinggi bisa memicu dan meningkatkan rasa nyeri NPB pada pekerja. Selain itu, bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal itu terjadi dalam waktu yang lama akan meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh. Faktor status pendidikan tidak diteliti dikarenakan hubungan antara status pendidikan dengan NPB cederung tidak konsisten, sedangkan faktor jam kerja tidak diteliti karena jam kerja yang diterapkan kepada seluruh pekerja adalah sama, yaitu delapan jam kerja setiap hari. Faktor
psikososial
seperti
job
content,
tekanan
waktu
atau
mengintensifkan beban kerja, job control, dukungan sosial di tempat kerja dan kepuasan kerja tidak diteliti karena penelitian epidemiologi mengenai
92
pengaruh faktor psikososial kerja teradap keluhan NPB masih jauh lebih sedikit dari penelitian yang berfokus pada faktor pekerjaan. Sehingga belum didapatkan penelitian dan fakta-fakta yang jelas serta belum adanya alat ukur atau uji yang akurat, untuk saat ini alat ukur masih dalam tahap pengujian dan pengembangan alat ukur. Faktor lingkungan kebisingan tidak diteliti dikarenakan faktor stres kerja tidak diteliti dan getaran tidak diteliti karena jenis pekerjan yang dilakukan tidak memiliki risiko whole body vibration (WBV) serta keterbatasan alat ukur. Adapun skema kerangka konsep dapat digambarkan pada gambar 3.1:
93
Faktor Pekerjaan Usia Jenis Kelamin Merokok Riwayat NPB Kebiasaan Olahraga Berat Badan Ukuran Lingkar Pinggang Tinggi Badan Sitting Height Persen Lemak Tubuh Masa Kerja Pencahayaan
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep
Keluhan Nyeri Punggung Bawah
94
B. Definisi Operasional Definisi opersional adalah definisi yang menjelaskan variabel-varibel yang menjadi unsur penting dalam melakukan penelitian. Definisi ini menjelaskan secara jelas pengertian dari tiap-tiap variabel dengan maksud agar pembaca dapat mengerti dan mengetahui maksudnya. Tabel 3.1 Definisi Operasional No
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
1.
Keluhan NPB
Merupakan rasa nyeri yang terdapat pada bagian tulang belakang (pada daerah ruas lumbalis kelima dan sarkalis (L5-S1) yang pernah dirasakan oleh pekerja (Pheasant, 1991).
Kuesioner dan Observasi
Nordic Body Maps (NBM)
Hasil Ukur 1. Ada keluhan, jika memenuhi semua hal dibawah ini: a. Merasakan ketidaknyamanan dalam satu tahun terakhir b. Rasa ketidaknyamanan dirasakan setelah bekerja pada pekerjaan saat ini c. Tidak ada kecelakaan atau trauma sendi sebelumnya d. Rasa ketidaknyamanan berlangsung lebih dari satu minggu, atau terjadi lebih dari 3 kali pada tahun sebelumnya 2. Tidak ada keluhan, jika memenuhi semua hal dibawah ini: a. Merasakan ketidaknyamanan kurang dari satu tahun terakhir
Skala Ukur Ordinal
95
Tabel 3.1 Lanjutan No
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
b. Rasa ketidaknyamanan dirasakan sebelum bekerja pada pekerjaan saat ini c. Memiliki kecelakaan atau trauma sendi sebelumnya d. Rasa ketidaknyamanan berlangsung kurang dari satu minggu, atau terjadi kurang dari 3 kali pada tahun sebelumnya. (NIOSH, 2005 dalam Stanton, 2006) 2.
Faktor pekerjaan
a.
Postur leher
b.
Postur badan
Sikap atau posisi tubuh responden pada saat bekerja berupa penyimpangan atau deviasi dari posisi normal yang dipertahankan dalam jangka waktu tertentu pada bagian leher yang berisiko terhadap NPB. Sikap atau posisi tubuh responden pada
Observasi
Form REBA, kamera, dan MB Ruler
Observasi
Form REBA,
1. Berisiko, jika memiliki skor leher 2-3 2. Tidak berisiko, jika memiliki skor leher 1 (Karwowski dan Marras, 2006)
1. Berisiko, jika badan 3 - 5
memiliki
skor
Ratio
Ratio
96
Tabel 3.1 Lanjutan No
c.
d.
Variabel
Postur kaki
Postur lengan
Definisi saat bekerja berupa penyimpangan atau deviasi dari posisi normal yang dipertahankan dalam jangka waktu tertentu pada bagian badan yang berisiko terhadap NPB. Sikap atau posisi tubuh responden pada saat bekerja berupa penyimpangan atau deviasi dari posisi normal yang dipertahankan dalam jangka waktu tertentu pada bagian kaki yang berisiko terhadap NPB. Sikap atau posisi tubuh responden pada saat bekerja berupa penyimpangan atau deviasi dari posisi normal yang
Cara Ukur
Observasi
Alat Ukur
Hasil Ukur
kamera, dan MB Ruler
d. Tidak berisiko, jika memiliki skor badan 1- 2 (Karwowski dan Marras, 2006)
Form REBA, kamera, dan MB Ruler
1. Berisiko, jika memiliki skor kaki 3–4 2. Tidak berisiko, jika memiliki skor kaki 1 – 2
Skala Ukur
Ratio
(Karwowski dan Marras, 2006)
Observasi
Form REBA, kamera, dan MB Ruler
1. Berisiko, jika memiliki skor lengan 4 – 6 2. Tidak berisiko, jika memiliki skor lengan 1 – 3 (Karwowski dan Marras, 2006)
Ratio
97
Tabel 3.1 Lanjutan No
Variabel
e.
Skor akhir REBA
3.
Usia
4.
Jenis Kelamin
5.
Merokok
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
dipertahankan dalam jangka waktu tertentu pada bagian lengan yang berisiko terhadap NPB. Skor akhir dari hasil mengidentifikasi postur pekerja dengan menggunakan metode REBA
Observasi
Form REBA, kamera, dan MB Ruler
1. Diperlukan tindakan, jika memiliki skor akhir REBA 4 – 15 2. Mungkin diperlukan tindakan, jika memiliki skor akhir REBA 1 –3 (Karwowski dan Marras, 2006)
Terhitung lama hidup pekerja saat tahun kelahiran hingga penelitian dilakukan. Tanda fisik yang teridentifikasi secara biologis dan anatomis pada pekerja dan dibawa sejak diahirkan.
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
Keadaan dimana merokok merupakan suatu aktivitas rutin yang dilakukan oleh pekerja
Wawancara
Kuesioner
1. ≥ 30 tahun 2. 20 - 29 tahun (Karwowski dan Marras, 2006) 1. Perempuan 2. Laki-laki
1. Merokok 2. Tidak merokok atau jika telah berhenti
Skala Ukur
Ordinal
Ordinal
Ordinal
98
Tabel 3.1 Lanjutan No
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
6.
Riwayat NPB
Pernyataan pekerja pernah mengalami penyakit NPB saat bekerja di PT. Bakrie Metal Industries
Wawancara
Kuesioner
7.
Kebiasaan olahraga
Kegiatan melakukan olahraga dalam seminggu.
Wawancara
Kuesioner
8.
9.
Berat badan
Ukuran tubuh yang ditimbang dalam keadaan tanpa perlengkapan apapun dalam satuan kilogram.
Pengukuran langsung
Timbangan
Ukuran lingkar Lingkar pinggang pinggang pekerja pada saat berdiri tegak, diukur pada bagian diantara batas tepi tulang rusuk paling bawah dengan
Pengukuran langsung
Pita pengukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1. Ada 2. Tidak ada
1. Kurang; jika melakukan dengan total waktu menit/minggu 2. Cukup; jika melakukan dengan total waktu menit/minggu (Janssen, 2013) Kilogram
Centimeter
Ordinal
olahraga < 150
Ordinal
olahraga ≥ 150
Ratio
Ratio
99
Tabel 3.1 Lanjutan No
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
ujung lengkung tulang pangkal paha atau panggul pada saat penelitian dilakukan. 10
Tinggi badan
Panjang badan dari kepala sampai kaki pada saat penelitian dilakukan.
Pengukuran langsung
Body Measurement Instruments
Centimeter
Ratio
11
Sitting Height Sitting height pekerja pada saat duduk tegak, dihitung dari jarak vertikal antara permukaan tempat duduk dengan puncak kepala. Persen lemak Perbandingan dalam tubuh persen yang diukur dengan Body Fat Monitor dari bobot masa lemak jaringan tubuh terhadap total berat badan (Santrock, 2007). Masa Kerja Lamanya pekerja bekerja di PT. Bakrie Metal Industries.
Pengukuran langsung
Body Measurement Instruments
Centimeter
Ratio
Pengukuran langsung
Body Fat Monitor
Persentase
Ratio
Wawancara
Kusioner
Tahun
Ratio
12
13
100
Tabel 3.1 Lanjutan No
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
14
Pencahayaan
Intensitas pencahayaan pada suatu bidang kerja pada saat pekerja melakukan pekerjaannya di PT. Bakrie Metal Industries.
Pengukuran langsung
Lux meter
Lux
Ratio
C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara faktor pekerjaan (postur badan, leher, kaki, lengan dan skor akhir REBA) dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. 2. Ada hubungan antara usia dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. 3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 4. Ada hubungan antara merokok dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. 5. Ada hubungan antara riwayat NPB dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 6. Ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. 7. Ada hubungan antara berat badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. 8. Ada hubungan antara ukuran lingkar pinggang dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. 9. Ada hubungan antara tinggi badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. 10. Ada hubungan antara sitting height dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
101
102
11. Ada hubungan antara persen lemak tubuh dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. 12. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. 13. Adanya hubungan antara pencahayaan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study (potong lintang) dimana pengumpulan data variabel independen dan dependen dilakukan pada waktu (periode) yang sama.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Desember 2015 di PT. Bakrie Metal Industries yang beralamat di Jl. Jalan Raya Kaliabang Bungur No. 86 RT. 04 RW. 02, Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi 17124.
C. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja tetap di PT. Bakrie Metal Industries sejumlah 115 orang. Adapun pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Lemeshow untuk uji hipotesis beda dua proporsi berikut ini (Ariawan, 1998): √
√
103
104
Keterangan: n : besar sampel P1 : proporsi pekerja dengan posisi kerja tidak ergonomis dengan keluhan LBP (Defriyan, 2011) P2 : proporsi pekerja dengan posisi kerja yang ergonomis dengan keluhan LBP (Defriyan, 2011) P : rata-rata P1 dan P2 : derajat kemaknaan α pada uji 2 sisi (two tail), α = 5% (1,96) : kekuatan uji 90% (1,28) Berdasarkan rumur di atas maka sampel yang dibutuhkan sebesar: √
√
12 = (%) non NPB x n’ n’ = 12 / (%) non NPB n’ = 12 / 60% non NPB (Ayuningtyas, 2012) n’ = 20 sampel Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi diatas, diperoleh sampel untuk masing-masing bagian sebesar 20 sampel. Sehingga total sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini berjumlah 40 sampel. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling, berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
105
Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu: a. Merupakan pekerja tetap di PT. Bakrie Metal Industries b. Tidak mempunyai keluhan NPB sebelum bekerja di PT. Bakrie Metal Industries c. Berusia diatas 20 tahun Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu pekerja tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Berdasarkan kriteria tersebut maka sampel penelitian ini berjumlah 76 sampel yang meliputi 49 pekerja tetap bagian fabrikasi dari total 50 pekerja dan 27 pekerja tetap bagian office dari total 65 pekerja. Jumlah sampel ini juga telah memenuhi jumlah sampel minimal berdasarkan hasil perhitungan sampel.
D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kuesioner atau daftar pertanyaan Kuesioner atau daftar pertanyaan mengenai faktor-faktor risiko NPB yaitu usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, riwayat NPB, kebiasaan olahraga, ukuran berat badan, lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, dan masa kerja yang akan ditanyakan langsung kepada responden.
106
2. Nordic body map (NBM) Nordic body map digunakan untuk mengetahui bagian tubuh yang dirasa nyeri pada bagian tulang belakang. 3. Lembar form REBA Lembar form REBA digunakan untuk menilai postur tubuh pekerja. 4. Timbangan Timbangan digunakan untuk mengukur berat badan pekerja pada saat penelitian dilakukan. Timbangan yang digunakan adalah Kris Digital Scale 256315 (gambar 4.1).
Gambar 4.1 Kris Digital Scale 5. Pita pengukur Pita pengukur digunakan untuk mengukur lingkar pinggang pekerja pada saat penelitian dilakukan. Pita pengukur yang digunakan adalah OD 235 OneMed (gambar 4.2).
Gambar 4.2 OD 235 OneMed
107
6. Body Measurements Instruments Body Measurements Instruments digunakan untuk mengukur tinggi badan dan sitting height pekerja saat penelitian dilakukan. Body Measurement Instruments yang digunakan berasal dari perusahaan AS ONE & etc, Model 0-814-02&etc (gambar 4.3 dan 4.4).
Gambar 4.3 Sitting Height Scale
Gambar 4.4 Stature Scale
7. Body Fat Monitor Body Fat Monitor digunakan untuk mengukur persen lemak tubuh pekerja saat penelitian dilakukan. Body Fat Monitor yang digunakan adalah OMRON Body Fat Monitor HBF-306 (HBF-306-CI) (gambar 4.5)
Gambar 4.5 OMRON Body Fat Monitor
108
8. Kamera digital Kamera digital digunakan untuk merekam postur kerja saat bekerja. Kamera digital yang digunakan adalah Nikon Coolpix S33 (gambar 4.6).
Gambar 4.6 Kamera Nikon Coolpix S33 9. MB Ruler MB Ruler digunakan untuk melakukan pengukuran sudut yang terbentuk pada postur kerja. Software MB Ruler yang digunakan adalah MB Ruler versi 5.0.1.10. 10. Lux Meter Lux meter digunakan untuk mengukur pencahayaan lingkungan kerja pekerja pada saat bekerja. Lux meter yang digunakan adalah Krisbow Model: KW06-291. (gambar 4.7)
Gambar 4.7 Lux meter Krisbow Model: KW06-291
109
E. Pengumpulan Data Pengumpulan data primer diperoleh langsung pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner, Nordic Body Map (NBM), lembar form REBA,
timbangan, pita pengukur, Body
Measurements Instrument, Body Fat Monitor, kamera digital dan Luxmeter serta MB ruler. Pengumpulan data sekunder diperoleh dengan menggunakan profil perusahaan, dan dokumen jumlah pekerja bagian fabrikasi dan office serta data pendukung lainnya. Adapun penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel beserta instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Variabel Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) Keluhan NPB pada pekerja diperoleh dengan menanyakan langsung melalui instrumen kuesioner dan menggunakan Nordic Body Map (NBM) untuk mengetahui intensitas nyeri dan aktifitas yang dirasakan saat merasakan nyeri tersebut. Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk menberikan penilaian akan intensitas nyeri yang dirasakan saat melakukan aktifitas sehari-hari dan menunjukan pada bagian tubuh yang dirasa nyeri. Kuesioner ini diberikan kepada seluruh sampel yang terdapat pada bagian fabrikasi dan office. Penilaian akan intensitas nyeri yang dirasakan berdasarkan Numeric Rating Scale (Mc Caffery dan Beebe, 1993) yang dikelompokan sebagaimana pada tabel 4.1, yaitu:
110
Tabel 4.1 Skala penilaian intensitas nyeri berdasarkan Numeric Rating Scale No. Skor Skala 1.
0
Tidak nyeri
2.
1–3
Nyeri ringan
3.
4–6
Nyeri sedang
4.
7 – 10
Nyeri parah
Selanjutnya keluhan NPB dikelompokan menjadi (NIOSH, 2005 dalam Stanton, 2006): a. Ada keluhan, jika memenuhi semua hal dibawah ini: 1) Merasakan ketidaknyamanan dalam satu tahun terakhir 2) Rasa ketidaknyamanan dirasakan setelah bekerja pada pekerjaan saat ini 3) Tidak ada kecelakaan atau trauma sendi sebelumnya 4) Rasa ketidaknyamanan berlangsung lebih dari satu minggu, atau terjadi lebih dari 3 kali pada tahun sebelumnya b. Tidak ada keluhan, jika memenuhi semua hal dibawah ini: a. Merasakan ketidaknyamanan kurang dari satu tahun terakhir b. Rasa ketidaknyamanan dirasakan sebelum bekerja pada pekerjaan saat ini c. Memiliki kecelakaan atau trauma sendi sebelumnya
111
d. Rasa ketidaknyamanan berlangsung kurang dari satu minggu, atau terjadi kurang dari 3 kali pada tahun sebelumnya. 2. Variabel Faktor Pekerjaan Data mengenai faktor pekerjaan diperoleh melalui perhitungan risiko NPB pada bagian tubuh tertentu (badan, leher, kaki, lengan dan skor akhir REBA) dengan menggunakan instrumen Rapid Entire Body Assessment (REBA). Adapun tahapannya adalah sebagai berikut: a. Persiapan pengukuran 1) Dipilih tempat dan pekerja yang akan diobserevasi serta mendiskusikan bersama dengan foreman atau kepala bagian 2) Setiap pekerjaan dibagi menjadi beberapa tahapan tugas atau task, kemudian akan diukur besar risikonya. 3) Memilih postur pekerjaan yang berisiko tinggi menyebabkan NPB 4) Dicatat data mengenai nama pekerjaan, detail pekerjaan nama peneliti, waktu dan tanggal penilaian pengukuran. b. Pelaksanaan pengukuran 1) Pada saat mengukur risiko faktor pekerjaan, observer harus melihat pada posisi yang jelas 2) Untuk membantu pengukuran dapat menggunakan kamera digital untuk merekam dan memotret postur tubuh pekerja
112
yang paling berisiko dan MB Ruler guna memperoleh besar sudut postur tubuh c. Perhitungan dan analisis hasil pengukuran a) Hasil observasi dan penilaian risiko pekerjaan dimasukan ke kolom-kolom pada lembar observasi REBA. b) Lakukan kembali penilaian postur tubuh pada bagian tubuh lainnya. 3. Variabel Umur Data umur pekerja diperoleh dengan menanyakan tanggal lahir pekerja. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut: a. ≥ 30 tahun b. 20 - 30 tahun 4. Variabel Jenis Kelamin Data mengenai jenis kelamin diperoleh melalui menanyakan langsung kepada pekerja dengan instrumen kuesioner. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai perikut: a. Perempuan b. Laki-laki 5. Variabel Merokok Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalui menanyakan langsung kepada pekerja dengan instrumen berupa kuesioner. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
113
a. Merokok b. Tidak merokok atau jika telah berhenti merokok 6. Variabel Riwayat NPB Data mengenai riwayat NPB diperoleh melalui menanyakan langsung kepada pekerja mengenai riwayat NPB yang pernah dirasakan dengan instrumen berupa kuesioner. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut: a. Ada b. Tidak ada 7.
Variabel Kebiasaan olahraga Data aktifitas fisik diperoleh dengan menanyakan langsung kepada responden mengenai kegiatan olahraga
yang dilakukan dalam
seminggu. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut: a. Kurang; jika melakukan senam pagi atau olahraga dengan total waktu < 150 menit/minggu b. Cukup; jika melakukan senam pagi atau olahraga dengan total waktu ≥ 150 menit/minggu 8. Variabel Antropometri a. Ukuran Berat Badan Data mengenai ukuran berat badan diperoleh dengan mungukur
berat
badan
pekerja
dilakukan
menggunakan
114
timbangan berat badan. Adapun prosedur pengukuran berat badan adalah sebagai berikut: 1) Responden diminta naik ke alat timbangan dengan posisi kaki tepat di tengah alat timbangan tetap tidak menutupi jendela baca 2) Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengan alat timbangan, jangan bergerak dan kepala tidak menunduk (memandang lurus ke depan) 3) Angka di kaca jendela alat timbangan akan muncul, dan tunggu sampai angka tidak berubah (statis) 4) Catat angka yang muncul di kaca jendela baca b. Ukuran Lingkar Pinggang Data mengenai ukuran lingkar pinggang diperoleh dengan mungukur lingkar pinggang pekerja dilakukan menggunakan pita pengukur. Adapun prosedur pengukuran lingkar pinggang adalah sebagai berikut: 1) Meminta respoden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal) 2) Pengukuran dilakukan diantara batas tepi tulang rusuk paling bawah dengan ujung lengkung tulang pangkal paha atau panggul.
115
Batas tepi tulang rusuk paling bawah Ujung lengkung tulang pangkal paha atau panggul 3) Lakukan pengukuran lingkar pinggang dimulai atau diambil dari titik tengah kemudian secara horizontal melingkar pinggang dan kembali menuju titik tengah pengukuran. 4) Pita pengukur tidak boleh melipat 5) Baca angka pada pita pengukur dan catat. c. Ukuran Tinggi Badan Data mengenai ukuran tinggi badan diperoleh dengan mengukur tinggi badan pekerja dilakukan menggunakan Body Measurenments Instrument. Adapun prosedur pengukuran tinggi badan adalah sebagai berikut: 1) Meminta respoden untuk melepaskan alas kaki (sepatu) dan helm (penutup kepala). 2) Pastikan alat geser berada di posisi atas 3) Responden diminta berdiri tegak, persis dibawah alat geser
116
4) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada tiang Body Measurenments Instrument 5) Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas 6) Geserkan alat sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden 7) Baca angka tinggi badan pada angka yang tertera pada tiang Body Measurenments Instrument. d. Sitting Height Data sitting height diperoleh melalui pengukuran tinggi duduk menggunakan Body Measurenments Instrument. Adapun prosedur pengukuran sitting height adalah sebagai berikut: 1) Minta responden melepaskan alas kaki (sepatu atau sandal), topi (penutup kepala). 2) Responden diminta duduk pada alat body measurements instrument, dan duduk dengan posisi kepala yang tegak. 3) Posisi kepala dan bahu bagian belakang menempel pada alat body measurements instrument. 4) Pandangan lurus ke depan. Geserkan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden.
117
5) Pengukuran dihitung berdasarkan jarak vertikal antara permukaan tempat duduk dengan puncak kepala. Puncak kepala
Permukaan tempat duduk
6) Baca angka tinggi duduk pada alat body measurements instrument. e. Persen Lemak Tubuh Data persen lemak tubuh diperoleh melalui pengukuran tinggi duduk menggunakan Body Fat Monitor. Adapun prosedur pengukuran persen lemak tubuh adalah sebagai berikut: 1) Tekan tombol power pada alat Body Fat Monitor 2) Input tinggi badan, berat badan, jenis kelamin dan usia responden 3) Berdiri dengan kedua kaki agak terpisah 4) Pegang pegangan elektroda, tempatkan telapak tangan di bagain atas dan bawah elektroda dan letakkan ibu jari bersandar pada unit 5) Pegang lurus ke arah sudut 90 derajat dari tubuh
118
6) Jangan bergerak selama pengukuran 7) Jika telah terdapat indikator READY, tekan tombol START 8) Alat akan mulai melakukan pengukuran dan baca hasil pengukuran persen lemak tubuh pada monitor. 9. Variabel Masa Kerja Data mengenai masa kerja diperoleh dengan menanyakan kepada responden berapa lama telah bekerja di PT. Bakrie Metal Industries. 10. Pencahayaan Data mengenai pencahayaan diperoleh dengan pengukuran langsung pencahayaan lingkungan kerja pekerja pada saat bekerja di PT. Bakrie Metal Industries. Adapun prosedur pengukuran pencahayaan adalah sebagai berikut: a.
Luxmeter dihidupkan dengan membuka penutup sensor
b.
Alat dibawa ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan
c.
Hasil pengukuran yang ada di layar monitor di baca setelah menunggu beberapa saat dengan menekan tombol hold
d.
Hasil pengukuran di catat pada lembar hasil pencatatan
e.
Pengukuran di tiap titik dilakukan sebanyak 3 kali
f.
Setelah selesai, lux meter dimatikan serta ditutup kembali sensornya di dilepas baterainya.
119
F.
Pengolahan Data Seluruh data yang telah dikumpulkan baik primer maupun sekunder akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Menyunting data (Editing) Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar kuesioner dan lembar penilaian risiko NPB serta gambar aktivitas pekerjaan yang dilakukan pekerja. Pemeriksaan ini dilakukan pada saat di lapangan. 2. Mengkode data (Coding) Proses pendeskripsian data dan pemberian kode pada jawaban responden, dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk mempermudah pengolahan data selanjutnya. Adapun kode yang diberikan adalah sebagai berikut: a. Karakteristik responden diberi kode A b. Variabel masa kerja diberi kode B c. Variabel merokok diberi kode C d. Variabel kebiasaan olahraga diberi kode D e. Variabel keluhan NPB diberi kode E 3. Memasukan data (Entry) Memasukkan data dalam program atau fasilitas analisis data berdasarkan klasifikasi. 4. Membersihkan data (Cleaning)
120
Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali untuk memastikan tidak ada yang salah dan menghindari kesalahan dalam menganalisis (error). Sedangkan pada lembar REBA perlu dipastikan kembali penempatan skor pada kolom yang telah disediakan
G.
Analisis Data Analisis data merupakan kelanjutan dari tahapan pengolahan data. Setelah data diberi nilai dan dimasukkan (entry), data kemudian dianalisa dengan menggunakan komputer. Analisi data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Analisi Univariat Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase masing-masing variabel yang dianalisis dari tabel distribusi. Variabel tersebut meliputi variabel risiko NPB pada faktor pekerjaan dan faktor individu yang mempengaruhi keluhan NPB serta gambaran tingkat risiko NPB pada pekerja. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen. Untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digunakan uji chi-square dengan batas kemaknaan P value ≤ 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik dan P value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara ststistik.
121
Metode (analisis) ini untuk mendapatkan probabilitas kejadiaanya. Jika P value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan anatara kedua variabel. Sebaliknya jika P value ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel. Untuk mencari hubungan antara variabel berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, masa kerja dan pencahayaan dengan keluahan NPB jika data berdistribusi normal digunakan uji T-test. Jika data tidak berdistribusi normal maka digunakan jenis uji non-parametik seperti uji Kruskal Wallis. Setelah dilakukan analisis data didapatkan variabel ukuran berat badan, lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, masa kerja dan pencahayaan tidak berdistribusi normal > 0,05 maka uji yang dipakai untuk mencari hubungan antara keluhan NPB dengan variabel berat badan, lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, masa kerja dan pencahayaan menggunakan uji non-parametik.
BAB V HASIL
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian PT. Bakrie Metal Industries (PT. BMI) adalah salah satu unit kerja dari BAKRIE GROUP, yang bergerak di bidang Manufacturing Corrugated Metal Product dan Fabrication Project. 1. Sejarah Singkat PT. Bakrie Metal Industries PT. Bakrie Metal Industries pada awalnya merupakan usaha bersama antara ARMCO Australia dan PT. Bakrie & Brother’s yang didirikan pada tahun 1981 dan berlokasi di Jalan Raya Kaliabang Bungur No. 86 RT. 04 RW. 02, Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi 17124, yang kemudian pada tahun 1984 keseluruhan saham perusahaan ini dimiliki sepenuhnya oleh PT. Bakrie & Brother’s. Pada tahun 1987 perusahaan ini berubah nama menjadi PT. Bakrie Corrugated Metal Industry (PT. BCMI) dan pada tahun 2008 menjadi PT. Bakrie Metal Industries (PT. BMI) yang merupakan salah satu perusahaan dari kelompok usaha Bakrie yang bergerak dibidang pembuatan baja bergelombang serta jembatan. Kapasitas produksi dari PT. Bakrie Metal Industries adalah 19.200 ton per tahun, yang terdiri dari produk Nestable Flange, Multi Plate, Guard Rail, Bridge Deck, Steel Fabrication dan Steel Bridge (Jembatan Baja). Pada saat ini produk PT. BMI telah dipakai di seluruh Indonesia dan negara-negara
122
123
lain Asia dan Australia. PT. BMI memiliki pekerja sebanyak 332 orang, dengan dibantu oleh tenaga-tenaga yang profesional tersebut, PT. BMI siap membantu dan memecahkan masalah-masalah berkaitan dengan bidang EPC (Engineering, Procurement & Construction) struktur baja & produk baja bergelombang (Prosedur ISO 9001: 2008 Manual Mutu PT. Bakrie Metal Industries).
2. Visi dan Misi PT. Bakrie Metal Industries Visi dan misi PT. Bakrie Metal Industreis adalah sebagai berikut: Visi Perusahaan Menjadikan
pabrik
Jembatan
Baja
(Streel
Bridge)
&
Baja
Bergelombang (Corrugated Metal) dengan kualitas terbaik, tepat waktu dan kompetitif serta berkembang menjadi perusahaan EPC yang handal dan terpercaya di bidang Steel Structures di Indonesia tahun 2013. Misi Perusahaan a. Memberikan jasa rancang bangun Steel Bridge dan Corrugated Metal yang lengkap dan kompetitif dengan mengutamakan keunggulan mutu dan inovasi teknologi; b. Mencapai dan menjaga pengembangan Sumber Daya Manusia secara terus menerus; c. Melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik;
124
d. Memberikan niai tambah lebih bagi pelanggan, pemegang saham, karyawan,
dan
masyarakat
dengan
mempertimbangkan
pertumbuhan perusahaan.
3. Gambaran Proses Produksi di PT. Bakrie Metal Industries PT. Bakrie Metal Industries bergerak di bidang Manufacturing Corrugated Metal Product dan Fabrication Project. Terdapat dua jenis produksi pada PT. Bakrie Metal Industries, yaitu Proses Pembuatan Produk Konstruksi dan Proses Pembuatan Produk Fabrikasi. Berikut ini adalah bagan proses produksi pada PT. Bakrie Metal Industries (gamber 5.1): Proses Press Shop (Proses Pembuatan Produk Konstruksi)
Schedule
Pengendalian Kualitas Selama Proses
Persiapan Produksi Proses Fabrikasi (Proses Pembuatan Produk Fabrikasi)
Gambar 5.1 Bagan Proses Produksi pada PT. Bakrie Metal Industries Sumber: PT. Bakrie Metal Industries Tahap proses produksi pada PT. Bakrie Metal Industri meliputi: a. Schedule Merupakan awal dari proses produksi yaitu sebagai proses informasi persiapan prosuksi, bagian PPC menyerahkan PR
125
(product requestition) kepada bagian produksi, dan apabila material sudah ada bagian produksi akan membuat schedule detail per porses berdasarkan WO. b. Persiapan Produksi Setelah memuat schedule langkah selanjutnya adalah persiapan produksi dimana bagian produkasi menyiapkan kebutuhan produksi berupa raw material, peralatan kerja atau peralatan keselamatan dan mesin yang akan digunakan. c. Proses 1) Proses Press Shop a) Proses Pembuatan Nestable Flange E-100 Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing), pembuatan gelombang (corrugating), pembuatan lubang pada sisi E-100 sistem punching (side punch), pemotongan
pada
plat
bergelombang
(shearing
corrugasi), pembuatan lubang dengan cara di punch (end punch), pembutan radius pada plat bergelombang (curving) dan pembuatan flange pada kedua sisi plat setelah curving (flanging). b) Proses Pembuatan Guard Rail Beam Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing),
126
pembuatan lubang pada sisi luar Beam (end punch dan side forming), pembuatan gelombang pada sisi tengan Beam GR (forming) dan pemuatan lubang pada bagian tengah Beam GR (center punch). c) Proses Pembuatan Guard Rail Terminal End/TE Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing), pembuatan lubang pada sisi luar TE (end punch dan side forming), pembuatan gelombang pada sisi tengan TE (forming) dan pemotongan tepi luar Terminal End (corner notching). d) Proses Pembuatan Guard Rail Post Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing), pembuatan lubang dengan cara di punch (punch) dan penekukan plat (bending). e) Proses Pembuatan Guard Block Piece Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada proses ini
terdapat kesamaan dengan proses pada
pembuatan Guard Rail Post dimana prosesnya adalah pengerjaan pemotongan (shearing), pembuatan lubang dengan cara di punch (punch) dan penekukan plat (bending).
127
f) Proses Pembuatan Guard Beam Concave dan Convex Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada proses ini terdapat pengerjaan pembuatan radius terhadap beam guard rail (concave atau concex). Pada proses ini mesin yang digunakan adalah mesin hidraulic. g) Proses Pembuatan Multi Plate Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing), pembuatan
gelombang
dan
sekaligus
lubang
(corrugating dan punching), pembuatan radius pada plat bergelombang (curving), finish produk (material finish) dan instalansi MP untuk meyakinkan radius curving sudah selesai (mock up). h) Proses Pembuatan Multi Plate Base Channel Prose pembuatan Multi Plate Base Channel terdapat dua proses yang pertama proses Multi Plate Base Channel dimana prosesnya adalah pengerjaan pemotongan (shearing), pembuatan lubang dengan di punch (punch) dan pembuatan sudut pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.penekukan (bending). Proses kedua yaitu proses pembuatan Anchor Base Channel Multi Plate dimana prosesnya adalah pengerjaan
128
pemotongan
(shearing),
pembuatan
sudut
atau
penekukan (bending), setlah selesai maka dilanjutkan dengan proses pengelasan base channel. i) Proses Pembuatan Bridge Deck Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing), pembuatan lubang dengan di punch (punch) dan pembuatan sudut atau penekukan (bending). j) Proses Galvanizing Proses Galvanizing adalah proses pelapisan material dengan
menggunakan
Zinc
agar
metal
tersebut
terlindungi dari proses oksidasi, proses yang dilakukan adalah pertama penghilangan grease dengan zat kimia NaOH (degresing), pencucian dengan menggunakan air (rinsing), pengilangan karat atau oksidasi dengan cairan HCL (pickling), pencucian dengan menggunakan air dingin (rerinsing), pencucian dengan menggunakan air panas (hot water rinsing), pencelupan metal dengan menggunakan
cairan
Zinc
Ammonium
Chloride
(fluxing), Pencelupan metal dengan menggunakan cairan Zinc (hot deep galvanizing) dan pendinginan dengan menggunakan air (quenching). Dimana dalam proses
ini
seluruh
pekerjaan
dilakukan
dengan
129
memindahkan material dari kolam satu ke kolam lainnya dengan menggunakan mesin Overhead Crane dan pekerja hanya mengopersikan mesin tersebut. 2) Proses Fabrikasi a) Proses Cutting Proses cutting merupakan bagian dari proses fabrikasi. Proses cutting adalah proses pemotongan logam, pemotongan dapat dilakukan dengan cara shearing atau gunting (cold proses), dipotong menggunakan api atau cutting flame (hot proses) dan potong menggunakan gerinda potong. b) Proses Punching dan Drilling Proses punching dan drilling merupakan bagian dari proses fabrikasi. Proses punching adalah proses pembuatan
lubang
pada
suatu
metal
dengan
menggunakan alat press dan dies punch. Sedangkan drilling adalah pembuatan lubang denga menggunakan alar bor dan mata bor. c) Proses Fit Up atau Assembling Proses fit up atau assembing merupakan bagian dari proses fabrikasi. Proses fit up atau assembling adalah penyusunan penyusunan beberapa komponen menjadi satu komponen, lalu di ikat dengan menggunakan ikatan
130
las, tetapi sambungan las yang dibuat belum permanen, sebatas las titik (spot weld). Proses penyatuan atau fit up atau
assembly
ini
dilakukan
untuk
memastikan
komponen sudah sesuai dengan dimensi produk yang direncanakan. d) Proses Welding Proses welding merupakan bagian dari proses fabrikasi. Proses welding adalah penyatuan dua buah material atau lebih dengan menggunakan kawat las. Welding yang dapat digunakan terdiri atas las elektroda AC, DC dan CO2. Proses dan kualitas hasil welding sesuai dengan persyaratan Standar Welding Procedure Specification SMAW dan SAW dan dilakukan oleh welder yang berkualitas. e) Proses Material Finish Proses material finish merupakan bagian dari proses fabrikasi. Proses material finish adalah proses finishing atau pembersihan komponen dari sisa-sisa sambungan las atau dari kotoran lainnya. Material finishing biasanya menggunakan peralatan mesin gerinda. f) Proses Blasting Proses blasting merupakan bagian dari proses fabrikasi. Proses blasting adalah proses pembersihan logam dari
131
korosi dan membuat pori-pori yang berguna untuk pengikatan cat pada logam. Proses ini dilakukan dengan cara logam yang akan dibersihkan disemprot dengan udara bertekanan dicampur dengan butiran material khusus. Blasting dilakukan dalam ruangan tertutup dan pekerja melakukan proses ini dengan menggunakan peralatan keselamatan kerja yang baik. g) Proses Painting Proses painting merupakan bagian akhir dari proses fabrikasi. Proses painting adalah proses pelapisan logam dengan menggunakan cat. Proses ini terdiri atas primer, intermidiate dan top coat. d. Pengendalian Kualitas Selama Proses Pengendalian kualitas dilakukan agar kualitas tetap terkendali selama proses produksi berlangsung. Dilakukan oleh operator produksi dan foreman. Mereka melakukan pemeriksaan secara random atau bentuk, penampilan dan pemeriksaan lainnya yang dibutuhkan selama proses produksi sesuai Work Instruction. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara standar dengan hasil yang diinginkan, maka bagian produksi dapat berkoordinasi dengan bagian maintanance untuk melakukan setting pada parameter peralatan yang digunakan. Produk yang tidak sesuai standar
132
dipisahkan dan langsung dilakukan tindakan perbaikan jika memungkinkan. Dua jenis produksi pada PT. Bakrie Metal Industries secara keseluruhan memiliki proses yang hampir sama namun pada proses pembuatan produk konstruksi dilakukanlah proses press shop dan pada proses pembuatan produk fabrikasi dilakukanlah proses fabrikasi. Penjabaran mengenai tahapan proses produksi tersebut dapat dilihat pada gambar 5.2 dan gambar 5.3.
133
Liat Work Schedule Store
SPM
Press Shop Process Pembuatan E-100 Shearing Corrugating Side Punch & End Punch Roll & Flanging Pembuatan T. End Shearing End Punch & Side Punch Forming Corner Notching
Pembuatan Multi Plate Corrugating & Punch Curving Metal Finish Mock Up Pembuatan B. Channel Shearing Punch Bending
Pembuatan Beam Punch & Side Bending Forming Center Punch Pembuatan B. Deck Shearing Punch Blending
No Laporan Harian Press Shop
Product Movement
Check QC
Store (WIP)
Fabrication Process Degreasing Rinsing Pickling Rerinsing Hot water Rinsing Pre-fluxing Hot Deep Galvanizing Quencing No
Laporan Harian Galvanize Check QC Yes FGTN
Store (Finished
Gambar 5.2 Bagan Proses Pembuatan Produk Konstruksi Sumber: PT. Bakrie Metal Industries
134
Liat Work Schedule Store
SPM
Weekly Fabrication Report
Fab. Product Daily Record (interndal data)
To PPC
Fabrication Process Cutting Punching/Boring Fitt-Up Assembling Welding Metal Finish
Not OK
Check QC OK FGTN
Stamping (Identifikasi Produk)
Finishing ? Yes No Finishing/Coating Blasting Painting Galvanizing No Check QC Yes Store (Finished Goods)
Gambar 5.3 Bagan Proses Pembuatan Produk Fabrikasi Sumber: PT. Bakrie Metal Industries
135
B. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari variabelvariabel yang diteliti. Pada analisis univariat ini ditampilkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, baik variabel independen maupun variabel dependen. Hasil analisis univariat adalah sebagai berikut: 1. Gambaran Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Hasil penelitian terkait keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Ada keluhan Tidak ada keluhan Keluhan NPB Jumlah % Jumlah % Jumlah % 100 38 77.6 11 22.4 49 Fabrikasi Office
10
37.0
17
63.0
27
100
Jumlah
48
63.2
28
36.8
76
100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 76 pekerja, diketahui bahwa tidak semua pekerja mengalami keluhan NPB. Pada pekerja fabrikasi di PT. Bakrie Metal Industries yang mengalami keluhan NPB sebanyak 38 pekerja (77.6%), sedangkan pada pekerja office yang mengalami keluhan NPB sebanyak 10 pekerja (37.0%).
2. Gambaran Faktor Pekerjaan pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Hasil penelitian mengenai faktor pekerjaan diperoleh dari pengukuran bagian tubuh leher, badan, kaki dan lengan. Adapun hasil yang diperoleh
136
mengenai faktor pekerjaan pada responden pada pekerja PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Fabrikasi Office Variabel Jumlah Jumlah % Jumlah %
%
Berisiko
42
89.4
5
10.6
47
100
Tidak berisiko
7
24.2
22
75.8
29
100
Berisiko
48
73.9
17
26.1
65
100
Tidak berisiko
1
9.1
10
90.9
11
100
Berisiko
17
22.4
27
77.6
44
100
Tidak berisiko
32
100
0
0.0
32
100
Berisiko
5
100
0
0.0
5
100
Tidak berisiko
44
62.0
27
38.0
71
100
Diperlukan 46 62.8 24 37.2 70 tindakan Skor Akhir Mungkin REBA 3 50.0 3 50.0 6 diperlukan tindakan Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan distribusi faktor pekerjaan pada
100
Postur leher
Postur badan
Postur kaki
Postur lengan
pekerja fabrikasi untuk postur leher sebanyak 42 pekerja (89.4%) memperoleh skor postur leher yang berisiko. Distribusi faktor pekerjaan pada pekerja office untuk postur leher sebanyak 22 pekerja (75.8%) memperoleh skor postur leher yang tidak berisiko Distribusi faktor pekerjaan pada pekerja fabrikasi untuk postur badan sebanyak 48 pekerja (73.9%) memperoleh skor postur badan yang berisiko.
100
137
Sedangkan untuk postur badan pada pekerja office sebanyak 17 pekerja (26.1%) memperoleh skor postur badan yang berisiko. Distribusi faktor pekerjaan pada pekerja fabrikasi untuk postur kaki sebanyak 32 pekerja (100%) memperoleh skor postur kaki yang tidak berisiko. Sedangkan untuk postur kaki pada pekerja office sebanyak 27 pekerja (77.6%) memperoleh skor postur kaki yang berisiko. Distribusi faktor pekerjaan pada pekerja fabrikasi untuk postur lengan sebanyak sebanyak 44 pekerja (62.0%) memperoleh skor postur lengan yang tidak berisiko. Sedangkan untuk untuk postur lengan pada pekerja office sebanyak 27 pekerja (38.0%) memperoleh skor postur lengan tidak berisiko. Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa pada pekerja fabrikasi dengan tingkat risiko yang diperlukan tindakan sebanyak 46 pekerja (62.8%), sedangkan pada pekerja office dengan tingkat risiko yang diperlukan tindakan sebanyak 24 pekerja (37.2%).
3. Gambaran Faktor Individu (Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat NPB, Kebiasaan Olahraga, Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, dan Masa Kerja) dan Faktor Lingkungan (Pencahayaan) pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Hasil penelitian mengenai faktor individu (usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, riwayat NPB, kebiasaan olahraga, berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh dan masa kerja) dan faktor lingkungan (pencahayaan) responden pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.3.
138
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat NPB, dan Kebiasaan Olahraga pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Fabrikasi Office Variabel Jumlah Jumlah % Jumlah %
%
≥ 30 tahun
38
65.5
20
34.4
58
100
< 30 tahun
11
61.1
7
38.9
18
100
Perempuan
0
0.0
7
100
7
100
Laki-laki
49
71.0
20
29.0
69
100
Merokok
41
72.0
16
28.0
57
100
Kebiasaan merokok
Tidak merokok atau telah berhenti
8
42.1
11
57.9
19
100
Riwayat NPB
Ada
7
63.6
4
36.4
11
100
Tidak ada
42
64.6
23
35.4
65
100
Kurang
41
64.1
23
35.9
64
100
Cukup
8
66.6
4
33.4
12
100
Usia
Jenis kelamin
Kebiasaan olahraga
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan distribusi usia pekerja PT. Bakrie Metal Industries yaitu pada pekerja fabrikasi usia ≥ 30 tahun sebanyak 38 pekerja (65.5%), sedangkan pada pekerja office usia ≥ 30 tahun sebanyak 20 pekerja (34.4%). Variabel jenis kelamin pekerja PT. Bakrie Metal Industries yaitu pada pekerja fabrikasi semua pekerja berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 49 pekerja (71.0%), sedangkan pada pekerja office reponden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 pekerja (29.0%) dan 7 pekerja (100%) berjenis kelamin perempuan. Distribusi kebiasaan merokok pada pekerja PT. Bakrie Metal Industries yaitu pada pekerja fabrikasi sebagaian besar merokok yaitu sebanyak 41
139
pekerja (72.0%), sedangkan pada pekerja office pekerja yang merokok sebanyak 16 pekerja (28.0%). Variabel riwayat NPB pekerja PT. Bakrie Metal Industries diketahui bahwa dari 76 pekerja, terdapat 42 pekerja (64.6%) pada bagian fabrikasi yang tidak memiliki riwayat NPB, sedangkan pada bagian office sebanyak 23 pekerja (35.4%) tidak memiliki riwayat NPB. Serta untuk variabel kebiasaan olahraga pekerja PT. Bakrie Metal Industries diketahui bahwa pekerja yang mempunyai kebiasaan olahraga kurang pada pekerja fabrikasi sebanyak 41 pekerja (64.1%), sedangkan pada pekerja office sebanyak 23 pekerja (35.9%) mempunyai kebiasaan olahraga kurang. Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa pada bagian fabrikasi pekerja yang memiliki berat badan terendah adalah 42.4 kg dan terbesar yaitu 95.7 kg, dengan rata-rata berat badan pekerja adalah 64.82 kg. Variabel lingkar pinggang diketahui bahwa pekerja yang memiliki lingkar pinggang terkecil yaitu 62 cm dan terbesar 107 cm, dengan rata-rata lingkar pinggang pekeerja adalah 81.82 cm. Distribusi tinggi badan diketahui bahwa pekerja yang memiliki tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu 180 cm, dengan rata-rata tinggi badan adalah 168.43 cm. Variabel sitting height diketahui bahwa pekerja yang memiliki sitting height terendah yaitu 79.00 cm dan tertinggi yaitu 102.00 cm, dengan rata-rata sitting height pekerja adalah 89.47 cm. Sedangkan untuk variabel persen lemak tubuh diketahui bahwa pekerja yang memiliki persen lemak tubuh terendah yaitu 5.3% dan tertinggi yaitu 33.4%, dengan rata-rata persen lemak tubuh adalah 21.11%.
140
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan Pencahayaan pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Fabrikasi No 1. 2.
Office
Variabel Berat Badan Lingkar Pinggang
Mean
SD
Min-Max
Mean
SD
Min-Max
Mean
SD
Min-Max
64.82
1.16
42.40 – 95.70
71.24
1.36
48.70 – 105.0
67.10
1.27
42.40 - 105.0
81.82
11.13
62.0 – 107.0
92.41
8.57
76.00 – 106.0
85.58
11.44
62.0 - 107.0
3.
Tinggi Badan
168.43
6.60
155.0-180.0
166.48
7.18
155.0– 187.0
167.74
6.83
155.0 - 187.0
4.
Sitting Height
89.47
5.60
79.0-102.0
88.63
5.59
79.0 – 99.0
89.17
5.57
79.0 - 102.0
5.
%Lemak
21.11
6.53
5.3 -33.4
27.83
6.36
12.7 – 48.0
23.50
7.20
5.30 - 48.0
6.
Masa Kerja
92.98
75.27
23 - 307
132.48
103.88
12 - 299
107.01
87.91
12 - 307
7.
Pencahayaan
230.45
64.16
176 - 445
107.59
19.72
51 - 105
186.80
79.19
51 - 445
Pada bagian office pekerja yang memiliki berat badan terendah adalah 48.70 kg dan terbesar yaitu 105.00 kg, dengan rata-rata berat badan pekerja adalah 71.24 kg. Variabel lingkar pinggang diketahui bahwa pekerja yang memiliki lingkar pinggang terkecil yaitu 76.00 cm dan terbesar 106.00 cm, dengan rata-rata lingkar pinggang pekeerja adalah 92.41 cm. Distribusi tinggi badan diketahui bahwa pekerja yang memiliki tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu 187 cm, dengan rata-rata tinggi badan adalah 166.48 cm. Variabel sitting height diketahui bahwa pekerja yang memiliki sitting height terendah yaitu 79 cm dan tertinggi yaitu 99 cm, dengan rata-rata sitting height pekerja adalah 88.63 cm. Sedangkan untuk variabel persen lemak tubuh diketahui bahwa pekerja yang memiliki persen lemak tubuh terendah yaitu 12.7% dan tertinggi yaitu 48%, dengan rata-rata persen lemak tubuh adalah 27.83%. Distribusi dari kedua bagian tersebut adalah pekerja yang memiliki berat badan terendah yaitu 42.4 kg dan terbesar yaitu 105 kg, dengan rata-rata berat badan pekerja adalah 67.10 kg. Variabel lingkar pinggang diketahui bahwa pekerja yang memiliki lingkar pinggang terkecil yaitu 62 cm dan terbesar 107 cm, dengan rata-rata lingkar pinggang pekerja adalah 85.58 cm. Distribusi tinggi badan diketahui bahwa pekerja yang memiliki tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu 187 cm, dengan rata-rata tinggi badan pekerja adalah 167.74 cm. Variabel sitting height diketahui bahwa pekerja yang memiliki sitting height terendah yaitu 79 cm dan tertinggi yaitu 102 cm, dengan rata-rata sitting height
141
142
pekerja adalah 89.17 cm. Sedangkan untuk variabel persen lemak tubuh diketahui bahwa pekerja yang memiliki persen lemak tubuh terendah yaitu 5.3% dan tertinggi yaitu 48%, dengan rata-rata persen lemak tubuh adalah 23.5%. Distribusi variabel masa kerja pada pekerja PT. Bakrie Metal Industries yaitu pada bagian fabrikasi pekerja yang memiliki masa kerja terendah adalah 23 bulan dan pekerja yang memiliki masa kerja terlama adalah 307 bulan (25 tahun 7 bulan), dengan rata-rata masa kerja pekerja adalah 92.98 bulan (7 tahun 8 bulan). Sedangkan pada bagian office pekerja memiliki masa kerja terendah adalah 12 bulan dan pekerja yang memiliki masa kerja terlama adalah 299 bulan (24 tahun 11 bulan), dengan rata-rata masa kerja pekerja adalah 132.48 bulan (11 tahun 1 bulan). Distribusi dari kedua bagian tersebut adalah pekerja yang memiliki masa kerja terendah adalah selama 12 bulan dan pekerja yang memiliki masa kerja terlama adalah 307 bulan (25 tahun 7 bulan), dengan rata-rata masa kerja pekerja adalah 107.1 bulan (8 tahun 11 bulan). Distribusi variabel pencahayaan pada pekerja PT. Bakrie Metal Industries yaitu pada bagian fabrikasi tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan terendah adalah 176 Lux dan tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan tertinggi adalah 445 Lux, dengan rata-rata pencahayaan pada tempat kerja pekerja adalah 230.45 Lux. Sedangkan pada bagian office tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan terendah adalah 51 Lux dan tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan tertinggi adalah 105 Lux, dengan rata-rata pencahayaan
143
pada tempat kerja pekerja adalah 107.59 Lux. Distribusi dari kedua bagian tersebut adalah tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan terendah adalah 51 Lux dan tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan tertinggi adalah 445 Lux, dengan rata-rata pencahayaan pada tempat kerja pekerja adalah 186.80 Lux.
C. Analisis Bivariat Analisis Bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan analisi uji ChiSquare, uji T-test dan Kruskal Wallis. Uji T-test digunakan untuk variabel berat badan, lingkar pinggang, tinggi badan, dan persen lemak tubuh terhadap keluhan NPB dikarenakan data berdistribusi normal. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk variabel sitting height, masa kerja dan pencahayaan dikarenakan data tidak berdistribusi normal. Uji Chi-Square digunakan untuk variabel faktor pekerjaan, usia, merokok, riwayat NPB, jenis kelamin, dan kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB. Melalui uji-uji tersebut akan diperoleh nilai p (p value) di mana dalam penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai p ≤ 0,05 dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai P > 0,05. 1. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Analisis responden pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries berdasarkan hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan NPB dapat dilihat pada tabel berikut:
144
Tabel 5.5 Analisis Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Keluhan NPB Jumlah P value Variabel Ada Tidak ada n % n % n % 36 76.6 11 23.4 47 100 Berisiko Postur 0.002 leher 17 58.6 29 100 Tidak berisiko 12 41.4 45 69.2 20 30.8 65 100 Berisiko Postur 0.008 badan 3 27.3 8 72.7 11 100 Tidak berisiko 25 56.8 19 43.2 44 100 Berisiko Postur 0.179 kaki 9 28.1 32 100 Tidak berisiko 23 71.9 4 80.0 1 20.0 5 100 Berisiko Postur 0.646 lengan 27 38.0 71 100 Tidak berisiko 44 62.0 Diperlukan 45 64.3 25 35.7 70 100 tindakan Skor 0.002 Akhir Mungkin REBA 3 50.0 3 50.0 6 100 diperlukan tindakan Total a.
48
63.2
28
36.2
76
100
Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Postur Leher) dengan Keluhan NPB Dari tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 48 pekerja yang memiliki keluhan NPB, responden paling banyak memiliki postur leher yang berisiko yaitu sebesar 36 pekerja (76.6%). Sedangkan dari 28 pekerja yang tidak memiliki keluhan NPB, responden paling bayak memiliki postur leher tidak berisiko yaitu sebesar 17 pekerja (58.6%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p value sebesar 0.002 (p value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara postur leher dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
145
b.
Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Postur Badan) dengan Keluhan NPB Dari tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 48 pekerja yang memiliki keluhan NPB, responden paling banyak memiliki postur badan yang berisiko yaitu 45 pekerja (69.2%). Sedangkan dari 28 pekerja yang tidak memiliki keluhan NPB, responden paling bayak memiliki postur badan yang berisiko yaitu 20 pekerja (30.8%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p value sebesar 0.008 (p value
≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara postur badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. c.
Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Postur Kaki) dengan Keluhan NPB Dari tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 48 pekerja yang memiliki keluhan NPB, responden paling banyak memiliki postur kaki yang berisiko yaitu 25 pekerja (56.8%). Sedangkan dari 28 pekerja yang tidak memiliki keluhan NPB, responden paling banyak memiliki postur kaki yang berisiko yaitu 19 pekerja (43.2%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p value sebesar 0.179 (p value > 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara postur kaki dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
146
d.
Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Postur Lengan) dengan Keluhan NPB Dari tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 48 pekerja yang memiliki keluhan NPB, responden paling banyak memiliki postur lengan tidak berisiko yaitu 44 pekerja (62.0%). Sedangkan dari 28 pekerja yang tidak memiliki keluhan NPB, responden paling banyak memiliki postur lengan tidak berisiko yaitu 27 pekerja (38.0%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p value sebesar 0.646 (p value > 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara postur lengan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
e.
Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Skor Akhir REBA) dengan Keluhan NPB Dari tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 70 pekerja yang memiliki risiko pekerjaan yang diperlukan tindakan, pekerja paling banyak mengalami keluhan NPB yaitu sebesar 45 pekerja (64.3%). Sedangkan dari 6 pekerja dengan risiko pekerjaan yang mungkin diperlukan tindakan, pekerja yang memiliki keluhan NPB sebanyak 3 pekerja (50.0%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.002 (p value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor pekerjaan (skor akhir REBA) dengan
147
keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
2. Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat NPB, dan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Hasil penelitian mengenai hubungan antara usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, riwayat NPB dan kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Analisis Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat NPB, dan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Keluhan NPB Jumlah P value Variabel Ada Tidak ada n % n % n % 36 62.1 22 37.9 58 100 ≥ 30 tahun 0.724 Usia 12 66.7 6 33.3 18 100 < 30 tahun 2 28.6 5 71.4 7 100 Perempuan Jenis 0.046 Kelamin 46 66.7 23 33.3 69 100 Laki-laki 39 68.4 18 31.6 57 100 Merokok Kebiasaan Tidak 0.099 Merokok 9 47.4 10 52.6 19 100 merokok atau telah berhenti 6 54.5 5 45.4 11 100 Ada Riwayat 0.522 NPB 42 64.6 23 35.4 65 100 Tidak ada 40 62.5 24 37.5 64 100 Kurang Kebiasaan 0.784 Olahraga 8 66.7 4 33.3 12 100 Cukup Total a.
48
63.2
28
36.8
76
100
Hubungan antara Usia dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 58 pekerja berumur ≥ 30 tahun, sebanyak 36 pekerja (62.1%) memiliki keluhan NPB. Sedangkan dari 18 pekerja berumur < 30 tahun, sebanyak 12 pekerja (66.7%) memiliki keluhan NPB. Berdasarkan hasil uji
148
statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.724 (p value > 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia pekerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. b.
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 7 pekerja berjenis kelamin perempuan, sebanyak 2 pekerja (28.6%) memiliki keluhan NPB. Sedangkan dari 69 pekerja berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 46 pekerja (66.7%) memiliki keluhan NPB. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.046 (p value ≤ 0.05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin pekerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
c.
Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 57 pekerja yang memiliki kebiasaan merokok, sebanyak 39 pekerja (68.4%) memiliki keluhan NPB. Sedangkan dari 19 pekerja yang tidak merokok atau telah berhenti, sebanyak 9 pekerja (47.4%) memiliki keluhan NPB. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.099 (p value > 0.05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok pekerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
149
d.
Hubungan antara Riwayat NPB dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 11 pekerja yang memiliki riwayat NPB sebelumnya, sebanyak 6 pekerja (54.5%) memiliki keluhan NPB. Sedangkan dari 65 pekerja yang tidak memiliki riwayat NPB, sebanyak 42 pekerja (64.6%) memiliki keluhan NPB. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.522 (p value > 0.05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat NPB pekerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
e.
Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 64 pekerja yang memiliki kesegaran jasmani yang kurang, sebanyak 40 pekerja (62.5%) yang memiliki keluhan NPB. Sedangkan dari 12 pekerja yang memiliki kesegaran jasmani yang cukup, sebanyak 8 pekerja (66.7%) yang memiliki keluhan NPB. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.784 (p value > 0.05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan olahraga pekerja dengan keluhan NPB.
3. Hubungan antara Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan Pencahayaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Hasil penelitian mengenai hubungan antara berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, masa
150
kerja dan pencahayaan dengan keluhan NPB pada responden dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7 Analisi Hubungan Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan Pencahayaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 Variabel Keluhan NPB n Mean SD P value 48 67.19 12.74 Ada Berat badan 0.932 28 66.94 12.91 Tidak ada 48 84.79 11.63 Ada Lingkar 0.436 pinggang 28 86.93 11.18 Tidak ada 48 169.65 6.71 Ada Tinggi badan 0.001 28 164.46 5.80 Tidak ada 48 22.13 6.65 Ada % Lemak 0.030 28 25.83 7.62 Tidak ada 48 42.52 Ada Sitting height 0.037 28 31.1 Tidak ada 48 37.03 Ada Masa kerja 0.448 28 41.02 Tidak ada 48 42.12 Ada Pencahayaan 0.042 28 32.29 Tidak ada a. Hubungan antara Berat Badan dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji T-test diperoleh p value sebesar 0.932 (P value > 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara berat badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. b.
Hubungan antara Lingkar Pinggang dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji T-test untuk
151
variabel lingkar pinggang diperoleh p value sebesar 0.436 (P value > 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lingkar pinggang dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. c.
Hubungan antara Tinggi Badan dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji T-test diperoleh p value sebesar 0.001 (P value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tinggi badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
d.
Hubungan antara Persen Lemak Tubuh dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji T-test untuk variabel persen lemak tubuh diperoleh p value sebesar 0.030 (P value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara persen lemak tubuh dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
e.
Hubungan antara Sitting Height dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji statistik
152
dengan menggunaka uji Kruskall-wallis diperoleh p value sebesar 0.037 (P value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sitting height dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. f.
Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji Kruskallwalls diperoleh p value sebesar 0.448 (P value > 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
g.
Hubungan antara Pencahayaan dengan Keluhan NPB Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji Kruskallwalls diperoleh p value sebesar 0.042 (P value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu sebagai berikut: 1.
Observasi langsung dan pengambilan gambar pada faktor pekerjaan tidak dari segala arah tetapi hanya pada arah yang memungkinkan saja, karena situasi dan prosedur di tempat kerja. Namun hal tersebut tidak mengurangi penilaian pada faktor pekerjaan dikarenakan postur tubuh pekerja masih dapat telihat dan dinilai.
2.
Kemungkinan adanya recall bias yaitu pada dua variabel, yaitu variabel kebiasaan merokok dan riwayat keluhan NPB. Bias ini terjadi karena responden tidak mampu mengingat kembali kapan mulai merokok dan berhenti merokok serta terakhir riwayat keluhan NPB sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi jawaban responden, namun untuk meminimalisirnya peneliti menanyakan apakah telah lebih dari 30 hari atau belum dan untuk riwayat keluhan NPB peneliti mananyakan apakah keluhan dirasakan satu tahun terakhir, hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah mengingat kembali.
3.
Perbandingan jumlah sampel pada bagian fabrikasi dan pada bagian office tidak sama. Responden yang didapat lebih banyak pada
153
154
bagian fabrikasi disebabkan pada bagian office pekerja tidak bersedia mengikuti penelitian ini, namun jumlah sampel telah memenuhi jumlah sampel minimal berdasarkan hasil perhitungan sampel. 4.
Peneliti hanya mengukur persen lemak tubuh, tidak mengukur besarnya lemak viseral karena keterbatasan alat ukur. Namun sebaiknya dilakukan pengukuran lemak viseral karena lemak viseral merupakan lemak yang disimpan oleh tubuh di rongga perut mengelilingi organ-organ dalam perut. Namun dalam pengukuran persen lemak tubuh tersebut sebenarnya juga terdapat besarnya lemak viseral didalamnya hanya saja pengukurannya tidak spesifik.
B. Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada Pekerja PT. Bakrie Metal Industres Tahun 2015 Nyeri punggung bawah (NPB) atau Low Back Pain (NPB) adalah suatu keadaan dengan rasa tidak nyaman atau nyeri akut pada daerah ruas lumbalis kelima dan sarkalis (L5-S1). Nyeri pada punggung bawah dirasakan oleh penderita dapat terjadi secara jelas atau samar serta menyebar atau terlokalisir (Pheasant, 1991). Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan salah satu penyakit akibat kerja (PAK)
yang disebabkan oleh keadaan yang tidak
ergonomis. LBP atau NBP merupakan gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond dan Pellino, 2002). Hal tersebut dapat terjadi karena gaya berat tubuh terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain,
155
misalnya genu valgum, genu varum, dan coxa valgum (Soeharso, 1987). Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP atau NBP (Klooch, 2006 dalam Shocker, 2008). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa 63.2% pekerja mengalami keluhan NPB. Sedangkan pekerja yang tidak mengalami keluhan NPB sebanyak 36.8% pekerja. Pengelompokan keluhan NPB berdasarkan jenis pekerjaan diperoleh bahwa sebanyak 77.6% pekerja fabrikasi mengalami keluhan NPB dan
sebanyak 37.0% pekerja office
mengalami keluhan NPB. Hasil penelitian diatas sesuai dengan penelitian yang telah dilakuan oleh Asriadi (2011), pada PT. International Nickel Indonesia diketahui bahwa sebanyak 46,3% pekerja operator alat berat atau pabrik mengalami keluhan LBP, 16% pekerja mekanik mengalami keluhan LBP, dan 3,2% pekerja pengelasan mengalami keluhan LBP. Berdasarkan hasil temuan dilapangan, diketahui bahwa munculnya keluhan NPB pada bagian fabrikasi lebih banyak dibandingkan pada bagian office dikarenakan pada bagian fabrikasi tidak memiliki alat bantu berupa meja kerja. Meja kerja yang biasa digunakan untuk memudahkan dalam melakukan pekerjaan pada bagian fabrikasi dan dirancang sedemikian rupa dengan mempertimbangkan aspek ergonomi. Selain itu berdasarkan hasil penelitian, pada bagain fabrikasi untuk skor leher dan skor badan lebih berisiko terhadap tejadinya keluhan NPB dan berdasarkan skor akhir REBA
156
juga diperoleh hasil bahwa pada bagian fabrikasi diperlukan tindakan perbaikan untuk memperbaiki postur kerja pada pekerja di bagian fabrikasi. Hasil observasi di tempat penelitian, menunjukkan bahwa keluhan yang dirasa besar mungkin disebabkan oleh posisi kerja yang statis dan posisi janggal (seperti jongkok atau membungkuk) pada pekerja fabrikasi sedangkan pada pekerja office mungkin disebabkan oleh posisi kerja yang statis saat melakukan pekerjaan. Hal tersebut sesuai sebagaimana yang diungkapkan dalam Bernard dkk (1997) dalam Beeck dan Hermans (2000), postur kerja statis termasuk posisi dimana gerakan yang terjadi sangat sedikit, bersama dengan postur yang terbatas dan tidak aktif yang menyebabkan beban statis pada otot. Postur kerja statis juga termasuk dalam postur janggal jika dilakukan dalam rentang waktu yang lama. Postur kerja statis meningkatkan risiko low back pain dan hernia pada diskus. Sering membungkuk dan berputar yang berhubungan dengan aktivitas mengangkat juga menyebabkan cedera. Aktivitas tersebut diketahui menjadi pemicu LBP atau NPB (Barry, Levy dan Wegman, 2000). Tidak hanya disebabkan oleh posisi kerja keluhan NPB dapat juga dipengaruhi oleh beban kerja dan masa kerja, beban kerja pada pekerja fabrikasi dirasa lebih besar dibandingkan dengan pekerja pada bagian office, dikarenakan pada pekerja fabrikasi pekerjaan mereka dipengaruhi oleh banyaknya jumlah permintaan barang dari pasar sehingga membuat pekerja untuk bekerja lebih ekstra untuk memenuhi target pesanan ditambah lagi dengan penggunaan alat kerja yang memilik beban yang cukup berat. Berdasarkan hasil penelitian, masa kerja pekerja pada bagain fabrikasi
157
memang lebih rendah dari pada masa kerja pekerja pada bagian office, namun pada bagian farikasi terdapat pekerja yang telah bekerja selama 307 bulan (25 tahun 7 bulan) dan masa kerja terendah pada bagain fabrikasi adalah 23 bulan (1 tahun 11 bulan), bila dibandingkan dengan pekerja office yang memiliki masa kerja terlama adalah 299 bulan (24 tahun 11 bulan) dan terendah 12 bulan. Dimana seseorang dengan masa kerja yang semakin lama maka keluhan MSDsnya akan meningkat, karena semakin lama seseorang bekerja tentunya akan menerima risiko lebih besar jika dibandingkan dengan pekerja yang baru (Ohlssson dkk, 1989).
C. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja PT. Bakrie Metal Industres Tahun 2015 Faktor pekerjaan pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries berhubungan dengan posisi kerja yang dilakukan oleh pekerja. Grandjean (1993) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya keluhan LBP atau NPB yaitu sikap kerja atau posisi kerja yang tidak alamiah. Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang
menyebabkan bagian tubuh bergerak
menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah
pada
umumnya
karena
ketidaksesuaian
pekerjaan
dengan
kemampuan pekerja (Grandjean, 1993). Hasil yang didapatkan dari tabel 5.5 bahwa dari 47 pekerja dengan skor postur leher yang berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sebesar 36 pekerja (76.6%), sedangkan dari 29 pekerja dengan skor postur leher tidak berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sejumlah 12 pekerja (41.4%).
158
Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.5) diperoleh p value 0.002 (p value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara postur leher dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015. Berdasarkan hasil pengukuran pada pekerja fabrikasi diperoleh sebanyak 89.4% pekerja memperoleh skor postur leher yang berisiko dan pada pekerja office diperoleh sebanyak 75.8% pekerja memperoleh skor postur leher tidak berisiko. Pada pekerja fabrikasi sebagian besar posisi kerja pekerja yang statis dan posisi janggal (seperti jongkok atau membungkuk) sedangkan pada pekerja office sebagain besar posisi kerja yang statis saat melakukan pekerjaan, hal tersebut yang dapat memungkinkan skor postur leher pada pekerja fabrikasi lebih berisiko dikarenakan posisi kerja yang dilakukan. Posis kerja pada bagain fabrikasi memerlukan ketelitian yang lebih (seperti pekerjaan pengelasan, pemotongan, punching dan drilling, blasting, dan pengecatan) dibandingkan pada bagian office sehingga menuntut pekerja untuk bekerja dengan posisi janggal yang berisiko untuk menyebabkan NPB seperti posisi leher yang ekstensi atau fleksi melebihi 200, menunduk, dan memutir secara lateral dengan durasi lebih dari 10 detik serta terdapat pengulangan gerakan tiga kali permenit. Dibandingkan dengan pekerja pada bagian office yang rata-rata pekerjaannya menggunakan komputer dengan durasi kurang lebih delapan jam/hari serta terdapat penggulangan gerakan selama jam kerja mereka dibandingkan dengan pekerja fabrikasi dengan frekuensi gerakan ≥ lima kali/menit .
159
Berdasarkan hasil pemantauan dilapangan diperoleh bahwa masih ada beberapa pekerja yang bekerja dengan postur janggal yang berisiko untuk menyebabkan NPB seperti posisi leher yang ekstensi atau fleksi melebihi 200, menunduk, dan memutir secara lateral. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewayani (2006), yang menemukan hubungan yang signifikan antara beban otot statis dengan keluhan pada bagian leher. Beban otot statis ditimbulkan akibat otot dalam keadaan tegang tanpa menghasilkan gerakan dan ketika postur tubuh dalam kondisi tidak alamiah, dalam hal ini adalah leher melakukan fleksi (menunduk) (Dewayani, 2006). Namun hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutiah dkk (2013), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat risiko pada bagian leher dengan keluhan MSDs, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.159 (p value > 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan instrumen dalam pengukuran tingkat risiko faktor pekerjaan dimana penelitian tersebut pengukuran tingkat risiko perbagian tubuh menggunakan The BRIEF Survey dan juga adanya perbedaan sampel dalam penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah pekerja pembuatan wajan. Hasil yang didapatkan dari tabel 5.5 bahwa dari 65 pekerja dengan skor postur badan yang berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sebesar 45 pekerja (69.2%), sedangkan dari dari 11 pekerja dengan skor postur badan tidak berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sejumlah 3 pekerja (27.3%). Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.5) diperoleh p value 0.008 (p value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang
160
berarti terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara postur badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015. Berdasarkan hasil pengukuran pada pekerja fabrikasi diperoleh sebanyak 73.9% pekerja memperoleh skor postur badan yang berisiko dan pada pekerja office diperoleh sebanyak 26.1% pekerja memperoleh skor postur badan yang berisiko. Berdasarkan pengamatan dilapangan didapatkan bahwa pada pekerja fabrikasi minimal melakukan satu posisi tidak alamiah antara lain berupa posisi tubuh eksetensi >200 atau fleksi >600, membungkuk, berputar, posisi tubuh membungkuk dilakukan dalam durasi panjang (>10 detik). Hal yang sama juga dapat dijumpai pada pekerja pada bagian office. Lama dan frekuensi dalam melakukan postur janggal yang dilakukan pekerja pada kedua bagian tersebut juga melebihi kriteria normal (< dua jam dan satu-tiga kali/menit), yaitu posisi tubuh ekstensi >200 atau fleksi >600, membungkuk, berputar, dan posisi tubuh membungkuk dengan durasi tujuh jam dan frekuensi dua-tiga kali/menit. Menurut Humantech (1995), untuk durasi pada pinggang saat postur miring, rotasi (berputar) badan, dan membungkuk adalah ≥10 detik, dengan frekuensi ≥dua kali/menit. Jika melebihi batas normal tersebut, dapat menimulkan cumulative trauma disorder (trauma NPB). Hasil tersebut sesuai dengan Kurniawidjaja (2014) yang menyatakan bahwa posisi badan fleksi terjadi ketegangan terutama pada ligamentum interspinosus dan supraspinosus, diikuti dengan ligamentum intraskapular dan ligamentum flavum. Beban kompresif pada diskus sewaktu fleksi
161
membuat diskus berpotensi merobek anulus fibrosus, akibatnya nucleus pulposus mampu keluar melalui robekan. Keluarnya hernia nucleus pulposus selanjutnya dapat menekan saraf spinal, bila kerja sering membungkuk, ligamen dan otot-otot penyangga tulang belakang dapat melemah dan meningkatkan tekanan pada diskus intervertebral (Kurniawidjaja, 2014). Hal tersebut juga sesuai dengan temuan Bureau of Labor Statistic (BLS) bahwa di Amerika Serikat tahun 2001 terjadi 69.724 kasus MSDs yang disebabkan oleh posisi punggung yang membungkuk atau memutar (Bureau of Labor Statistic, 2007). Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Munir (2012), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat risiko punggung dengan keluhan nyeri punggung bawah, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.000 (p value ≤ 0.05). Demi mengurangi terjadinya keluhan NPB sebaiknya pekerja melakukan istirahat pendek disaat sudah mulai merasakan keluhan pada otot tubuh selama 5-10 menit di sela-sela waktu kerja untuk relaksasi agar otot mendapatkan suplai oksigen cukup, pekerja juga sebaiknya memperbaiki sikap kerja yaitu tidak mempertahankan postur leher secara menunduk dan postur badan secara membungkuk dalam waktu yang lama. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan dalam Parkes dkk (2005), bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot (Parkes dkk, 2005). Hasil yang didapatkan dari tabel 5.5 bahwa dari 44 pekerja dengan skor postur kaki yang berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sebesar 25
162
pekerja (56.8%), sedangkan dari dari 32 pekerja dengan skor postur badan tidak berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sejumlah 23 pekerja (71.9%). Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.5) diperoleh p value 0.178 (p value > 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ditolak yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara postur kaki dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015. Berdasarkan hasil pengukuran pada pekerja fabrikasi diperoleh sebanyak 100% pekerja memperoleh skor postur kaki tidak berisiko yaitu pekerja bekerja dengan posisi kaki tertopang dengan baik dilantai dalam keadaan berdiri maupun berjalan atau disertai dengan salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi antara >600 dan pada pekerja office diperoleh sebanyak 77.6% pekerja memperoleh skor postur kaki yang berisiko yaitu pekerja bekerja dengan posisi kaki tertopang dengan baik di lantai dalam keadaan berdiri maupun berjalan serta salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi antara >600. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena berdasarkan pengamatan dilapangan bahwa pada pekerja
office seluruh pekerja melakukan
pekerjaannya dengan posisi duduk atau kaki ditekuk fleksi >600, sehingga tidak adanya variasi postur kaki pada pekerja di bagian office. Hasil tersebut sesuai dengan Soeharso (1987) dan Klooch (2006) dalam Shocker (2008), gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, dan coxa valgum (Soeharso, 1987). Beberapa pekerjaan
163
yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya NPB (Klooch, 2006 dalam Shocker, 2008). Salah satu pemicu nyeri punggung adalah posisi duduk atau berdiri dalam jangka waktu lama, atau suatu gerakan yang sama dilakukan terus menerus, yang mengakibatkan otot kaku (spasme) (Arda, 2007). Berdiri lama dengan posisi yang salah akan menyebabkan otot-otot punggung menjadi tegang dan dapat menusak jaringan lunak sekitarnya. Bila ini berlanjut terus, akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nukleus pulposus. Otot yang tegang terus menerus akan menimbulkan rasa pegal (dull ache), misalnya sikap duduk, tidur, berjalan, atau berdiri yang salah. Keadaan tegang mental juga akan menyebabkan nyeri otot yang dikenal sebagai nyeri myogenik, yaitu nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf serta dermatom dengan reaksi yang berlebihan. Selama bekerja, kebutuhan peredaran darah dapat meningkat sepuluh sampai dua puluh kali. Meningkatnya peredaran darah pada saat otot-otot yang bekerja, memaksa jantung untuk memompa darah lebih banyak. Saat berdiri lama, otot cenderung bekerja statis, kerja otot statis ini ditandai oleh kontraksi otot yang lama yang biasanya sesuai dengan sikap tubuh. Tidak dianjurkan untuk meneruskan kerja otot statis dalam jangka waktu yang lama karena akan menimbulkan rasa nyeri (Effendi, 2007). Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Koesyanto (2013), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keluhan subyektif nyeri punggung dengan
164
sikap kerja duduk dikarenakan bekerja dengan sikap kerja duduk meminimalkan beban yang ditopang oleh tubuh, mengurangi besarnya beban otot statis pada kaki, serta kerja duduk tidak membutuhkan energi yang banyak dibandingkan dengan sikap kerja berdiri. Hasil yang didapatkan dari tabel 5.5 bahwa dari 5 pekerja dengan skor postur lengan yang berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sebesar 4 pekerja (80.0%), sedangkan dari dari 71 pekerja dengan skor postur lengan tidak berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sejumlah 44 pekerja (62.0%). Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.5) diperoleh p value 0.646 (p value > 0. 05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ditolak yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik postur lengan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015. Berdasarkan hasil pengukuran pada pekerja fabrikasi diperoleh sebanyak 62.0% pekerja memperoleh skor postur lengan tidak berisiko yaitu pekerja bekerja dengan posisi lengan fleksi atau ekstensi antara >200 atau posisi lengan fleksi 21-900dan pada pekerja office diperoleh sebanyak 38.0% pekerja memperoleh skor lengan tidak berisiko yaitu pekerja bekerja dengan posisi lengan fleksi atau ekstensi antara >200 atau posisi lengan fleksi 21-900. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena sebanyak 71 pekerja (93.4%) memiliki skor lengan tidak berisiko atau data yang didapatkan homogen. Dalam penelitian ini, gerakan postur lengan pekerja cenderung pada posisi 0450 atau ekstensi >200 serta beban badan ditopang untuk menahan gravitasi.
165
Hasil tersebut tidak sesuai dengan Tulaar (2008), yang menyatakan bahwa posisi lengan dapat mempengaruhi terjadinya keluhan NPB. Bahu (dalam pengukuran REBA disebut sebagai posisi lengan atas) yang menggantung mempengaruhi spina sevikal. Skapula berotasi ke bawah, dada menggantung, rongga toraks berkurang sehingga kapasitas vital menurun dan orang bertambah pendek karena otot trapesius berorigo pada spina servikal maka skapula yang tertekan memberi tegangan pada otot leher. Foramen intervetebra lebih menutup pada postur lordotik sevikal yang meningkat dan akar syaraf tertekan. Kontraksi isometrik yang telalu kuat dapat menyebabkan robekan serabut otot serta edem. Kontraksi otot yang berkepanjangan akan menyebabkan penekanan berkepanjangan pada diskus intervetebra (Tulaar, 2008). Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutiah dkk (2013), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat risiko pada bagian tangan dengan keluhan MSDs, dengan nilai p value pada penelitian tersebut adalah 0.276 (p value > 0.05). Hasil yang didapatkan dari tabel 5.5 bahwa dari 70 pekerja yang memiliki risiko pekerjaan yang diperlukan tindakan dan mengalami keluhan NPB adalah sebesar 45 pekerja (64.3%), sedangkan dari 6 pekerja dengan risiko pekerjaan yang mungkin diperlukan tindakan dan mengalami NPB adalah sebesar 3 pekerja (50.0%). Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.5) diperoleh p value 0.002 (p value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna secara
166
statistik antara faktor pekerjaan (skor akhir REBA) dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Berdasarkan skor kategori REBA didapatkan hasil bahwa pada pekerja fabrikasi dengan tingkat risiko yang diperlukan tindakan sebanyak 62.8% dan mungkin diperlukan tindakan perbaikan sebanyak 50.0%, sedangkan pada pekerja office dengan tingkat risiko yang diperlukan tindakan sebanyak 37.2% dan mungkin diperlukan tindakan perbaikan sebanyak 50.0%. Berdasarkan pengamatan dilapangan didapatkan bahwa posisi pekerja berisiko menimbulkan NPB yang dilakukan oleh pekerja antara lain postur badan yang membungkuk fleksi antara 20-600 atau ekstensi >600, posisi leher fleksi atau ekstensi > 200, kaki tidak tertopang baik, jongkok dan ditekuk fleksi, postur lengan fleksi >900, dengan beban kerja > 5 kg. Keadaan di atas terjadi karena pada area kerja fabrikasi belum memiliki meja kerja sehingga ketika bekerja posisi kerja mereka dapat berisiko untuk menimbulkan keluhan NPB. Selain postur kerja yang tidak alamiah, keluhan NPB akan meningkat bila dalam pekerjaan melakukan gerakan berulang. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Raharjo (2008) bahwa 83,7% pekerja merasakan keluhan MSDs pada leher dan punggung bawah dengan skor risiko pekerjaan (REBA) 8-10/high risk. Namun hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekawati (2014), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan Muskuloskeletal, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.073 (p value > 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan
167
pengkategorian hasil pengukuran skor REBA dimana penelitian tersebut mengkategorikan hasil pengukuran skor REBA menjadi lima kategori dan juga adanya perbedaan sampel dalam penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah pekerja pemecah batu. Menurut Beeck dan Hermans (2000), faktor pekerjaan yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan LBP atau NPB yaitu pekerjaan secara manual yang berat (Heavy manual labor), Penanganan material secara manual (Manual material handling), Posisi janggal (Awkward postures), Kerja ststis (Static work), Getaran seluruh tubuh (Whole body vibration), dan Tergelincir dan jatuh (Slipping and falling). Salah satu penyebab terjadinya keluhan NPB yang paling sering ditemui pada saat pemantauan dilapangan yaitu posisi janggal atau sikap kerja tidak alamiah. Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjean, 1993). Melihat beratnya pekerjaan yang dilakukan di bagian fabrikasi, risiko untuk terkena NPB lebih tinggi dibandingkan dengan risiko NPB pada bagian office. Hal tersebut dikarenakan pada pekerjaan di bagian fabrikasi tidak ada pekerjaan yang tidak memiliki risiko, apalagi jenis pekerjaan yang ada adalah pembuatan komponen dasar pembuatan jembatan yang mayoritas berbahan dasar dari baja sehingga diperlukan tenaga yang ekstra dan ketahanan fisik yang baik dalam mengerjakannya.
168
Oleh karena itu, melihat besarnya dampak yang muncul maka perusahaan dapat membuat anjuran agar pekerja diperbolehkan melakukan istirahat pada satu waktu dalam periode jam kerjanya disaat pekerja sudah mulai merasakan keluhan pada otot tubuh. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutan dalam Parkes dkk (2005) bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Secara administratif dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan atau training pada pekerja mengenai risiko pekerjaan dan tata cara bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi serta pihak perusahaan dapat membuat SOP yang dapat digunakan oleh pekerja untuk menciptakan sistem kerja yang aman, nyaman, dan tetap sehat pagi pekerja saat bekerja. Perusahaan sebaiknya juga menyediakan bantalan yang dapat berfungsi menyokong pinggang dan punggung guna meminimalisir keluhan NPB pada pekerja office. Serta perusahaan mewajibkan kepada pekerja agar melakukan senam pagi secara rutin. Olahraga yang teratur juga memperbaiki kualitas hidup, mencegah osteoporosis, dan berbagai penyakit rangka serta penyakit lainnya, olahraga sangat menguntungkan karena riskonya minimal. Program olahraga harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan intensitas rendah pada awalnya untuk menghindari cedera pada otot dan sendi (Kurniawidjaja, 2011).
169
D. Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat NPB, dan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB pada Pekerja PT. Bakrie Metal Industres Tahun 2015 Hubungan antara usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, riwayat NPB dan kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 adalah sebagai berikut: 1. Hubungan Usia dengan Keluhan NPB Usia merupakan salah satu faktor yang memperngaruhi munculnya keluhan NPB. Menurut Oborne (1995) keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun (Karwowski dan Marras, 2006). Prevalensi gangguang punggung meningkat saat seseorang memasuki usia 30 tahun (Beeck dan Hermans, 2000). Hasil analisi hubungan antara faktor usia dengan keluhan NPB pada pekerja di bagian fabrikasi PT. Bakrie Metal Industries menyebutkan bahwa kelompok pekerja yang memiliki keluhan NPB berusia ≥ 30 tahun yaitu sebesar 62.1%, sedangkan pekerja yang memiliki keluhan NPB berusia < 30 tahun sebesar 66.7%. Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.6) diperoleh p value 0.724 (p value > 0. 05) hal ini menunjukan bahwa hipotesis ditolak yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara usia pekerja dengan keluhan NPB yang dialami oleh pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Beradasarkan hasil pengukuran diperoleh sebanyak 65.5% pekerja fabrikasi berusia ≥ 30 tahun dan sisanya yaitu 34.4% pekerja fabrikasi berusia < 30 tahun. Sedangkan pada pekerja office sebanyak 61.1% berusia ≥ 30 tahun dan sebanyak 38.9% pekerja office berusia < 30 tahun. Banyaknya pekerja fabrikasi berusia ≥ 30 tahun dikarenakan juga masa kerja pekerja pada
170
bagian fabrikasi rata-ratanya sebesar 92.98 bulan (7 tahun 8 bulan). Sedangkan banyaknnya pekerja offive berusia ≥ 30 tahun dikarenakan juga masa kerja pekerja pada bagian office rata-ratanya sebesar 132.48 bulan (11 tahun 1 bulan). Dikarenakan dengan masa kerja yang telah cukup lama tersebut maka pekerja pada kedua bagian tersebut telah memiliki usia ≥ 30 tahun. Hal tersebut didukung dengan data Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan (Pusdatinaker) Kota Bekasi tahun 2012, pekerja dengan usia 15-34 tahun berjumlah 911.984 sedangkan pekerja berusia 35-55 tahun berjumlah 853.972 (Pusdatinaker, 2012). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pekerja yang berusia ≥ 30 tahun lebih banyak dari pada pekerja yang berusia < 30 tahun. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena pekerja yang memiliki usia dibawah umur rata-rata untuk terkena keluhan NPB (30 tahun) dan juga lebih banyak pekerja yang memiliki masa kerja dibawah rata-rata (9 tahun) untuk mengalami keluhan NPB. Hal tersebut berdasarkan penelitian Oktarisya (2009), didapatkan bahwa sebesar 66.7% pekerja yang bekerja lebih dari 15 tahun telah mengalami NPB. Selain itu, terdapat pekerja yang berumur <30 tahun telah mengalami keluhan NPB. Sebaliknya, terdapat pekerja yang berumur ≥30 tahun akan tetapi tidak mengalami keluhan NPB. Hal lainnya dimungkinkan oleh sebaran sampel pada bagian office yang lebih sedikit dibandingkan dengan sampel pada bagian fabrikasi. Dimana pada kedua bagian tersebut cenderung didapatkan sampel yang berusia ≥ 30 tahun.
171
Menurut Bridger (2003), sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang (Karwowski dan Marras, 2006). Semakin bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga menjadi berkurang sehingga memudahkan terjadinya kekakuan pada otot dan sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vertebra yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang (Idyan, 2008). Dalam penelitian ini usia dikategorikan menjadi dua kategori yaitu ≥ 30 tahun dan < 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang (Karwowski dan Marras, 2006). Salah satu bagian tubuh yang juga mengalami degenerasi adalah tulang belakang. Akibat proses tersebut jaringan parut di diskus invertebrata, jumlah cairan diantara sendi berkurang dan ruang diskus mendagkal secara permanen. Akibatnya segmen spinal akan kehilangan stabilitasnya. Pendangkalan di ruang diskus akan mengurangi kemampuan tulang belakang terutama daerah lumbal untuk menahan beban menjadi berkurang. Seharusnya vertebra lumbal mampu menahan 40-50% berat tubuh. Berkurangnya
172
kemampuan untuk menahan beban dan pergerakan tubuh menyebabkan keluhan NPB (Jatmikawati, 2006). Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Defriyan (2011), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia pekerja dengan nyeri punggung bawah, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.045 (p value ≤ 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan pengkategorian usia dimana penelitian tersebut mengkategorikan usia menjadi ≥ 35 tahun dan < 35 tahun juga adanya perbedaan sampel dalam penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah pekerja sulam. Hasil penelitian tersebut dan juga tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Munir (2012), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia pekerja dengan nyeri punggung bawah, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.012 (p value ≤ 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan pengkategorian usia dimana penelitian tersebut mengkategorikan usia menjadi 23-35 tahun, 36-45tahun dan > 45 tahun, dan juga adanya perbedaan sampel dalam penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah pekerja bagian final packing dan part supply. Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutiah dkk (2013), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs pada setiap sektor tubuh, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.434 (p value > 0.05). Hasil penelitian tersebut juga
173
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.116 (p value > 0.05). 2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan NPB Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya keluhan NPB. Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria (Karwowski dan Marras, 2006). Astrand dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sedangkan daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita (Tarwaka, 2004). Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh bahwa sebanyak 90.8% pekerja berjenis kelamin laki-laki, sedangkan sisanya yaitu 9.2% pekerja berjenis kelamin perempuan. Hasil analisis hubungan antara faktor jenis kelamin dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries menyebutkan bahwa kelompok pekerja yang memiliki keluhan NPB berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 28.6%, sedangan pekerja yang memiliki keluhan NPB dan berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 66.7%. Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.6) diperoleh p value 0.046 (p value ≤ 0.05) hal ini menunjukan bahwa hipotesis diterima yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis kelamin dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industies tahun 2015.
174
Berdasarkan pengamatan di lapangan pada pekerja fabrikasi seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dan pada pekerja office memang terdapat beberapa perempuan namun hanya pada bagian-bagian tertentu seperti sekretaris, bagian finance dan accounting, procurement,dan HRD. Hal
tersebut
sesuai
dengan
data
Pusat
Data
dan
Informasi
Ketenagakerjaan (Pusdatinaker) Kota Bekasi tahun 2012, pada jenis pekerjaan produksi, operator alat-alat angkutan dan pekerja kasar jumlah tenaga kerja laki-laki sebanyak 247.240 sedangan tenaga kerja perempuan 61.602 (Pusdatinaker, 2012). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada sektor pekerjaan produksi lebih didominasi oleh tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki. Pekerjaan pada bagian fabrikasi didominasi oleh pekerja berjenis kelamin laki-laki dikarenakan pekerjaan pada bagian tersebut dituntut untuk menggunakan kekuatan otot. Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria (Karwowski dan Marras, 2006). Astrand dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sedangkan daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita (Tarwaka, 2004). Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan teori Oborne (1995), yang menyatakan bahwa pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria (Oborne, 1995). Serta tidak sesuai dengan teori menurut Michael (2001), dalam hasil studinya menemukan
175
bahwa pekerja wanita memiliki asosiasi kuat dalam munculnya keluhan MSDs.
Berdasarkan
laporan
yang
diterimanya,
pekerja
wanita
mempunyai risiko dua kali lipat. 3. Hubungan Merokok dengan Keluhan NPB Hasil penelitian terkait kebiasaan merokok pekerja dapat diketahui berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari dengan pengkategorian merokok dan tidak merokok atau jika telah berhenti. Pekerja dikategorikan tidak merokok jika tidak pernah atau sudah berhenti merokok lebih dari tiga puluh hari. Berdasarkan hasil analisis univariat dapat diketahui bahwa responden yang merokok pada pekerja fabrikasi adalah 72.0% pekerja yang merokok dan pekerja yang tidak merokok atau jika telah berhenti merokok pada pekerja fabrikasi sebanyak 42.1%. Sedangkan pada pekerja office, pekerja yang merokok yaitu sebanyak 28.0% dan dan pekerja yang tidak merokok atau jika telah berhenti merokok pada pekerja office sebanyak 57.9%. Berdasarkan pengamatan di lapangan masih banyak ditemui pekerja pada bagian fabrikasi yang merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam area kerja dikarenakan kebanyakan pekerja fabrikasi berjenis kelamin laki-laki sehingga mayoritas dari mereka kemungkinan merokok. Tidak hanya pada bagian fabrikasi pada bgaian office pun ditemui pekerja yang merokok namun mereka cenderung merokok pada saat jam istirahat namun tidak dapat dipungiri bahwa masih saja ada pekerja yang merokok secara sembunyi-sembunyi pada ruang kerja mereka. Padahal tindakan merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam area kerja atau ruang kerja
176
sangatlah berisiko baik itu dari sisi keselamatan maupun kesehatan pekerja tersebut. Data Riskesdas (2013), perevalensi merokok di Indonesia naik dari tahun ke tahun. Presentase pada penduduk berumur > 15 tahun yang telah merokok adalah sebanyak 36.3 % aktif merokok (66.0% berjenis kelamin laki laki dan 6.7% berjenis kelamin perempuan), artinya adalah dua diantara tiga laki-laki adalah perokok aktif (Kemenkes RI, 2013). Kebiasaan merokok terkait erat antara meningkatnya keluhan otot dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Mekanisme merokok berhubungan dengan nyeri punggung adalah sebagai berikut: Rokok menurunkan kualitas darah yang disebabkan oleh kandungan nikotin dalam rokok, sehingga menyebabkan kandungan mineral dalam tulang berkurang dan menyebabkan micro-factures. Rokok juga dapat menyebabkan batuk yang dapat meningkatkan tekanan di area perut dan tekanan intradiscal (Hales dan Bernard, 1996 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Nikotin akan hilang dalam tubuh setelah 30 hari berhenti merokok. Selain itu, pada saat merokok terjadi pelepasan bahan-bahan beracun yang dapat merusak lapisan dalam dinding pembuluh darah. Pembuluh darah yang mengalami kerusakan terlebih dahulu adalah pembuluh darah kecil, yang berperan menyalurkan zat nutrisi dan oksigen ke diskus invertebralis. Selain itu karbonmonoksida juga akan terbawa dalam aliran darah dan mengakibatkan kurangnya julmah asupan oksigen ke jaringan (Halim dan Tana, 2011).
177
Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p value sebesar 0.099 (P value > 0.05), hal ini menunjukan bahwa hipotesis ditolak yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan merokok dengan munculnya keluhan NPB yang dialami oleh pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Melihat data diatas dapat diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan NPB dan memiliki kebiasaan merokok adalah 68.4%, sedangkan pekerja yang memiliki kebiasaan tidak merokok atau telah berhenti dan memiliki keluhan NPB sebanyak 47.4%. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena adanya bias recall yaitu bias dalam mengingat kembali kapan mulai merokok dan berhenti merokok. Juga dimungkinkan karena pekerja yang merasa tidak nyaman saat ditanyai mengenai kebiasaan merokok saat banyak orang sehingga kemungkinan mereka untuk menutupi kebiasaan mereokok tersebut. Disamping itu berdasarkan temuan dilapangan, perusahaan memberlakukan kebijakan mengenai larangan merokok di area sekitar perusahaan. Larangan merokok ditujukan untuk menghindari bahaya yang disebabkan oleh rokok tersebut seperti ledakkan, kebakaran ataupun bahaya kesehatan seperti jantung dan gangguan paru-paru, sehingga bagai pekerja perokok telah disediakan area untuk merokok yang diletakan terpisah dari area kerja. Disebabkan karena kebijakan tersebutlah kemungkinan pekerja untuk menjawab tidak merokok dikarenakan takut akan adanya larangan tersebut.
178
Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Jatmikawati (2006), yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan nyeri punggung bawah, dikarenakan rokok dipercaya mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan tubuh. Ketidaksesuaian dikarenakan adanya perbedaan sampel dalam penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah pengemudi taksi. Hasil penelitian tersebut juga tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada welder di bagian fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.044 (p value ≤ 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan adanya perbedaan pengkategorian kebiasaan merokok
dimana
penelitian
tersebut
mengkategorikan
kebiasaan
merokok menjadi berat, sedang, ringan dan tidak merokok. Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutiah dkk (2013), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada setiap sektor tubuh, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.709 (p value > 0.05). Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Defriyan (2011), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan keluhan nyeri punggung bawah, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 1.000 (p value > 0.05).
179
Berdasarkan hasil penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko NPB sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah (Croasmun, 2003). Menurut Frymoyer dkk (1980) dalam Bridger (2003), merokok merupakan salah satu faktor individu yang berisiko meningkatkan atau memicu adanya keluhan LBP atau NPB. Pada perokok lebih merasakan sakit ketika nyeri pinggang dibandingkan dengan orang-orang yang tidak merokok).
Kebanyakan
penelitian
mengkaji
pengaruh
merokok
berhubungan dengan nyeri punggung. Merokok berhubungan positif dengan nyeri punggung, sciatica, atau intervertebral herniated disc (Bernard dkk., 1997 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Berdasakan hasil temuan dilapangan, perusahaan memberlakukan kebijakan mengenai larangan merokok di area sekitar perusahaan. Larangan merokok ditujukan untuk menghindari bahaya yang disebabkan oleh rokok tersebut seperti ledakkan, kebakaran ataupun bahaya kesehatan seperti jantung dan gangguan paru-paru, sehingga pekerja
180
perokok telah disediakan area untuk merokok yang diletakan terpisah dari area kerja. Hasil temuan lainnya, terdapat beberapa pekerja yang merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam area kerja. Padahal tindakan merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam area kerja sangatlah berisiko baik itu dari sisi keselamatan maupun kesehatan pekerja tersebut. Melihat fakta tersebut, sehingga kemungkinan besar pekerja untuk memiliki risiko keluhan NPB yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok semakin besar. Selain itu, dimungkinkan bagi mereka yang tidak merokok bukan berarti terhindar untuk mengalami keluhan NPB. Hal ini dapat disebabkan mereka terpapar asap rokok dari rekan kerja atau lingkungan tempat kerjanya atau tempat tinggalnya. Oleh karena itu, bagi pekerja yang merokok sebaiknya diberikan informasi mengenai besarnya dampak yang ditimbulkan dari kebiasaan merokok. 4. Hubungan Riwayat NPB dengan Keluhan NPB Riwayat NPB merupakan salah satu faktor yang memperngaruhi munculnya keluhan NPB. Riwayat NPB pada pekerja tidak berdasarkan hasil pemeriksaan medis (rekam medis) tetapi hanya berdasarkan gejalagejala NPB yang pernah dirasakan pekerja sebelum bekerja pada pekerjaan saat ini. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh sebanyak 63.6% pekerja pada bagian fabrikasi memiliki riwayat keluhan NPB, sedangkan pada bagian office sebanyak 36.4% pekerja memiliki riwayat keluhan NPB. Hasil analisis hubungan antara faktor riwayat NPB dengan keluhan NPB
181
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries menyebutkan bahwa kelompok pekerja yang memiliki keluhan NPB dan memiliki riwayat NPB yaitu sebesar 54.5%, sedangan pekerja yang memiliki keluhan NPB dan tidak memiliki riwayat NPB yaitu sebesar 64.6%. Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.6) diperoleh p value 0.522 (p value > 0.05) hal ini menunjukan bahwa hipotesis ditolak yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara riwayat NPB dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industies tahun 2015. Berdasarkan hasil di lapangan diketahui bahwa pekerja yang memiliki pekerjaan sebelumnya yang sama pada bagian pekerjaan saat ini yaitu sebanyak 46.1% dimana sisanya yaitu 53.9% tidak memiliki pekerjaan sebelumnya yang tidak sama dengan pekerjaan saat ini. Banyaknya pekerjaan pekerja sebelumnya yang tidak sama dengan pekerjaan saat ini cenderung memiliki pekerjaan yang tidak berisiko untuk memiliki keluhan NPB. Sehingga pekerja tidak memiliki keluhan NPB akibat pekerjaan sebelumnya. Riwayat nyeri punggung merupakan salah satu faktor prediktif yang paling dapat menyebabkan LBP atau NPB dikemudian hari yang berhubungan dengan pekerjaan (Beeck dan Hermans, 2000). Luoma dkk (1998) dalam penelitiannya menemukan bahwa faktor-faktor risiko lumbar disc degenarition merupakan tanda degenarasi terkait dengan berulangnya kembali kejadian nyeri punggung (Beeck dan Hermans, 2000).
Seseorang
dengan
riwayat
penyakit
NPB
mempunyai
kecenderungan untuk mengalami kejadian lanjutan (Nursatya, 2008).
182
Berdasarkan penelitian Handayani (2011) didapatkan nilai OR sebesar 9.818 yang artinya pekerja yang memiliki riwayat penyakit MSDs mempunyai kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 9.818 kali dibandingkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit MSDs. Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan keluhan MSDs, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.027 (p value ≤ 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan sampel dalam penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah pekerja bagian polishing. 5. Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB Kebiasaan
olahraga
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi munculnya keluhan NPB. Hasil penelitian terkait kebiasaan olahraga pekerja dapat diketahui berdasarkan jumlah waktu yang digunakan oleh pekerja untuk berolahraga selama seminggu dengan pengkategoriaan cukup dan kurang. Menurut Bustan (2007), kurang atau tidak melakukan olahraga merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit tidak menular diantaranya yang berhubungan dengan otot dan tulang. Hal ini disebabkan karena salah satu manfaat dari olahraga adalah memperkuat otot-otot, tulang dan jaringan ligamen serta meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada semua jaringan tubuh. Berdasarkan hasil uji univariat dapat dilihat bahwa 66.6% pekerja fabrikasi memiliki kebiasaan olahraga yang cukup sedangkan pada
183
pekerja office sebanyak 33.4% pekerja memiliki kebiasaan olahraga yang cukup. Kurangnya olahraga dapat menurunkan suplai oksigen ke dalam otot sehingga dapat menyebabkan adanya keluhan otot. Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat dan melakukan aktivitas fisik yang cukup. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh
kesegaran
tubuh.
Pada
orang
dewasa,
harus
olahraga
(diakumulasikan) selama 150 menit selama satu minggu. 150 menit ini bisa dibagi selama enam hari (setiap harinya hanya perlu olahraga 25 menit atau satu hari berolahraga selama 150 menit (Janssen dan Clarke, 2013). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kurangnya kebiasaan olahraga pada pekerja disebabkan karena pada saat bekerja pekerja telah melakukan kegiatan yang memerlukan energi yang berlebih sehingga pekerja kemungkinan malas untuk berolahraga kembali setelah bekerja. Kegiatan senam pagi juga tidak diikuti oleh sebagian pekerja fabrikasi dikarenakan berdasarkan hasil penelitian pekerja fabrikasi cenderung mengatakan bahwa mereka tidak merasa diajak untuk mengikuti kegiatan senam pagi tersebut, akibatnya mereka mungkin malas untuk mengikuti senam pagi yang memang didominasi diikuti oleh pekerja office. Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat dan berolahraga. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariaannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering
184
mengalami keluhan otot. Aktivitas fisik yang cukup dan dilakukan secara rutin dapat membantu mencegah adanya keluhan NPB. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot (Mitchell, 2008). Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh 0.784 (p value > 0.05), hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ditolak yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan olahraga pekerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Dari hasil diatas didapatkan bahwa paling banyak pekerja adalah kurang melakukan olahraga dan memiliki keluhan NPB yaitu sejumlah 40 pekerja (62.5%). Sedangkan pekerja paling sedikit adalah yang cukup melakukan olahraga tetapi tidak memiliki keluhan NPB yaitu 4 pekerja (33.3%). Tidak adanya hubungan disebabkan karena pekerja dengan kebiasaan olahraga kurang cenderung dimiliki oleh pekerja berusia ≥ 30 tahun, seiring dengan bertambahnya usia kelenturan otot menjadi berkurang, serta mudah letih dan capek serta kurangnya kesadaran terhadap pentingnya kesehatan dan kebugaran. Hal tersebut didukung oleh, kebiasaan olahraga pada penduduk Indonesia yang mungkin malas berolahraga dikarenakan alasan tidak ada waktu, malas dan capek setelah bekerja. Hasil diatas tidak sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Evans (1996) yang dilakukan terhadap 10 pekerja dan telah berumur (tua), didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena adanya
185
kenaikan 128% kapasitas oksigan pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan (Evans, 1996). Hasil penelitian tersebut juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Munir (2012), yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan olahraga dengan keluhan nyeri punggung bawah dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.000 (p value ≤ 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan pengkategorian kebiasaan
olahraga
dimana
penelitian
tersebut
mengkategorikan
kebiasaan olahraga berdasarkan kebiasaan olahraga secara teratur atau tidak selama seminggunya dan juga adanya perbedaan sampel dalam penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah pekerja final packing dan part supply. Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian Defriyan (2011), yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan nyeri punggung bawah, dengan p value pada penelitian tersebut sebesar 0.171 (p value > 0.005). Olahraga yang teratur juga memperbaiki kualitas hidup, mencegah osteoporosis, dan berbagai penyakit rangka serta penyakit lainnya, olahraga sangat menguntungkan karena risikonya minimal. Program olahraga harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan intensitas rendah pada awalnya untuk mengindari cedera pada otot dan sendi (Kurniawidjaja,
2011).
Kurang
atau
tidak
melakukan
olahraga
merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit tidak menular diantaranya yang berhubungan dengan otot dan tulang. Hal ini disebabkan karena salah satu manfaat dari olahraga adalah memperkuat
186
otot-otot, tulang dan jaringan ligamen serta meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada semua jaringan tubuh (Bustan, 2007). Berolahraga
dapat
meningkatkan
temprature,
meningkatkan
metabolisme dan tingginya kadar oksigen darah. Sehingga lama kelamaan otot tubuh akan menjadi kuat dan menambah daya tahan serta menghindari kelelahan otot. Olahraga juga dapat memberikan struktur tulang yang kuat dan stabil serta mencegah terjadinya cedera. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 26 bahwa dengan olahraga atau latihan jasmani yang benar akan dicapai tingkat kesegaran jasmani yang baik dan merupakan modal penting dalam peningkatan prestasi. Melihat pentingnya dampak yang diakibatkan dari kurangnya olahraga, maka perusahaan sebaiknya tidak hanya mewajibkan pekerjanya untuk melakukan senam tetapi juga melakukan pengawasan dan memberikan sanksi jika ada pekerja yang tidak melaksanakan. Selain itu, perusahaan juga dapat memberikan hadiah atau penghargaan kepada pekerja yang rutin melakukan senam atau dapat diadakan perlombaan senam. Hal demikian semata-mata dilakukan untuk memotivasi pekerja agar melakukan senam pagi dan juga sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap pekerjanya yang merupakan aset utama serta merupakan upaya meningkatkan produktivitas pekerja.
187
E. Hubungan antara Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan Pencahayaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja PT. Bakrie Metal Industres Tahun 2015 Hubungan antara berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, masa kerja dan pencahayaan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 adalah sebagai berikut: 1. Hubungan Berat Badan dengan Keluhan NPB Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko timbulnya nyeri pingang lebih besar, karena beban pada sendi penumpuan berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya
nyeri
pinggang.
Berat
badan
yang
berlebihan
bisa
menyebabkan adanya tarikan pada jaringan lunak punggung (Tarwaka dkk, 2004). Penambahan berat badan yang disertai dengan perubahan proyeksi central gravitasi ke depan meningkatkan beban yang ditanggung otot paraspinal (otot punggung) dan vertebrae (ruas tulang belakang) sebagai pengumpil. Vertebrae (ruas tulang belakang) sebagai pengumpil berada diantara gaya otot paraspinal dengan proteksi gaya berat tubuh. Kualitas gaya tarik otot paraspinal saat menentukan stabilitas posisi tubuh. Peningkatan beban yang ditanggung otot paraspinal dan vertebrae sebagai pengumpil merupakan awal dari keluhan nyeri punggung saat berdiri. Pada kondisi kronis, tubuh melakukan kompensasi dengan menggeser posisi vertebrae sebagai pengumpil lebih ke depan mengikuti pergeseran central gravity dan penambahan berat tubuh. Sudut antara ruas vertebrae berubah sehingga
188
postur tubuh juga berubah meski tetap mampu berdiri tegak. Contohnya pada penderita obesitas sentral dan wanita hamil (Paryono, 2012). Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata berat badan 67.10 kg. Pada bagian fabrikasi diperoleh berat badan terendah adalah 42.4 kg dan terbesar yaitu 95.7 kg, dengan rata-rata berat badan pekerja adalah 64.82 kg. Pada bagian office diperoleh berat badan terendah adalah 48.7 kg dan terbesar yaitu 105 kg, dengan rata-rata berat badan pekerja adalah 71.24 kg. Berdasarkan hasil analisi bivariat didapatkan pvalue sebesar 0.932 (p value > 0.05), hal ini menunjukan bahwa hipotesis ditolak yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara berat badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Berdsarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2012, diketahuhi bahwa prevalensi obesitas pada kelompok umur dewasa sebanyak 11.7% dan berat badan berlebih sebesar 10.0%. Prevalensi kelebihan berat badan relatif lebih tinggi terdapat pada usia 35-59 tahun pada laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut sesuai dengan proporsi usia pada pekerja fabrikasi maupun office yang lebih banyak ditemui pekerja dengan kelompok usia ≥ 30 tahun. Tingginya berat badan juga dipengaruhi oleh kebiasaan olahraga pekerja dimana berdasarkan hasil penelitian kebiasaan olahraga pada kedua bagian tersebut lebih banyak memiliki kebiasaan olahraga yang kurang. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena sebaran sampel yang tidak merata, sampel pada bagian office lebih sedikit dibandingkan dengan
189
sampel pada bagian fabrikasi. Dimana pada kedua bagian tersebut cenderung didapatkan sampel yang berusia ≥ 30 tahun. Prevalensi kelebihan berat badan relatif lebih tinggi terdapat pada usia 35-59 tahun pada laki-laki maupun perempuan (Kemenkes, 2012). Jika dilihat dari status ekonominya pakerja pada bagian office PT. Bakrie Metal Industries cenderung memiliki status ekonomi yang tinggi dibandinggkan dengan pekerja fabrikasi, hal itu juga dapat dilihat dari besarnya berat badan pada pekerja bagian office dimana pekerja pada bagian office memiliki berat badan rata-rata 71.24 kg. Perubahan budaya, sikap, perilaku dan gaya hidup serta peningkatan ekonomi (sosial ekonomi) mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Hidajat dkk, 2010). 2. Hubungan Ukuran Lingkar Pinggang dengan Keluhan NPB Seseorang dengan kelebihan berat badan makan lemak akan disalurkan ke daerah abdomen dan dapat terjadi penimbunan yang berarti kerja lumbal akan bertambah untuk menopang beban. Ketika berat badan meningkat tulang belakang akan semakin tertekan untuk menerima beban sehingga memudahkan terjadinya kerusakan dan bahaya pada struktur tulang tersebut (Purnamasari, 2010). Menurut
Tarwaka
(2004),
perut
yang
membuncit
dapat
meningkatkan beban pada tulang punggung dikarenakan beban tubuh yang berpindah. Ukuran lingkar pinggang yang membuncit adalah ≥ 80 cm untuk ukuran wanita dan ≥ 90 cm untuk pria (WHO, 2008). Berdasarkan penelitian Wicaksono (2012) didapatkan pekerja yang memiliki lingkar perut ≥ 80 cm mempunyai kecenderungan untuk
190
mengalami keluhan LBP dibandingkan dengan pekerja yang memiliki lingkar perut < 80 cm. Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata lingkar pinggang 85.58 cm. Pada bagian fabrikasi diperoleh pekerja yang memiliki lingkar pinggang terkecil yaitu 62 cm dan terbesar 107 cm, dengan rata-rata lingkar pinggang pekerja adalah 81.82 cm. Pada bagian office diperoleh pekerja yang memiliki lingkar pinggang terkecil yaitu 76 cm dan terbesar 106 cm, dengan rata-rata lingkar pinggang pekerja adalah 92.41 cm. Berdasarkan hasil analisi bivariat didapatkan pvalue sebesar 0.436 (p value > 0.05), hal tersebut menunjukan bahwa hipotesis ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara lingkar pinggang dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Berdsarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2012, diketahuhi bahwa prevalensi obesitas pada kelompok umur dewasa sebanyak 11.7% dan berat badan berlebih sebesar 10.0%. Prevalensi kelebihan berat badan relatif lebih tinggi terdapat pada usia 35-59 tahun pada laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut sesuai dengan proporsi usia pada pekerja fabrikasi maupun office yang lebih banyak ditemui pekerja dengan kelompok usia ≥ 30 tahun. Tingginya lingkar pinggang juga dipengaruhi oleh kebiasaan olahraga pekerja dimana berdasarkan hasil penelitian kebiasaan olahraga pada kedua bagian tersebut lebih banyak memiliki kebiasaan olahraga yang kurang. Jika dilihat dari status sosialnya pekerja pada pekerja office PT
191
Bakrie Metal Industries cenderung memiliki status ekonomi yang tinggi dibandingkan dengan pekerja fabrikasi, hal itu juga dapat terlihat dari besarnya lingkar pinggang pada pekerja bagian office dimana pekerja pada bagaian office memiliki lingkar pinggang rata-rata 92.41 cm. Menurut World Health Organization (WHO) ukuran lingkar pinggang yang membuncit adalah > 80 cm untuk ukuran wanita dan > 90 cm untuk pria (WHO, 2008). Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan serta peningkatan pendapatan (sosial ekonomi) mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Syarif, 2003 dalam Hidayat dkk, 2006). Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena sebaran sampel yang tidak merata, sampel pada bagian office lebih sedikit dibandingkan dengan sampel pada bagian fabrikasi. Dimana pada kedua bagian tersebut cenderung didapatkan sampel yang berusia ≥ 30 tahun. Prevalensi kelebihan berat badan relatif lebih tinggi terdapat pada usia 35-59 tahun pada laki-laki maupun perempuan (Kemenkes, 2012). Jika dilihat dari status ekonominya pakerja pada bagian office PT. Bakrie Metal Industries cenderung memiliki status ekonomi yang tinggi dibandinggkan dengan pekerja fabrikasi, hal itu juga dapat dilihat dari besarnya lingkar pinggang pada pekerja bagian office dimana pekerja pada bagian office memiliki lingkar pinggang rata-rata 92.41 cm. Menurut WHO ukuran lingkar pinggang yang membuncit adalah ≥ 80 cm untuk ukuran wanita dan ≥ 90 cm untuk pria (WHO, 2008). Perubahan budaya, sikap, perilaku dan gaya hidup serta peningkatan ekonomi (sosial
192
ekonomi) mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Hidajat dkk, 2010). 3. Hubungan Tinggi Badan dengan Keluhan NPB Pekerja
yang
memiliki
tinggi
badan
≥170
cm
membawa
kecenderungan untuk mengalami low back pain (Inoue, 2015), sedangkan proporsi ukuran tubuh antar individu-individu berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Walaupun berasal dari satu suku atau ras yang sama namun ukuran proporsi tubuh tersebut dapat berbeda. Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata tinggi badan 167.74 cm. Pada bagian fabrikasi diperoleh tinggi badan diketahui bahwa pekerja yang memiliki tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu 180 cm, dengan rata-rata tinggi badan adalah 168.43 cm. Pada bagian office diketahui bahwa pekerja yang memiliki tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu 187 cm, dengan rata-rata tinggi badan adalah 166.48 cm. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan lebih banyak ditemui pekerja dengan proporsi tubuh yang seimbang antara tinggi badan dan sitting height. Berdasarkan hasil analisi bivariat didapatkan p value sebesar 0.001 (p value ≤ 0.05), hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tinggi badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Hasil penelitian di atas sesuai dengan
penelitian Inoue
(2015) yang meneliti bahwa pekerja yang memiliki tinggi ≥ 170 cm membawa kecenderungan untuk mengalami low back pain 1,4 kali. Tinggi badan mempengaruhi besarnya sudut lengkung punggung.
193
Semakin besar sudut lengkung yang terjadi, maka kontraksi otot dan ligamen akan meningkat sehingga dapat melemahkan otot dan ligamen yang menyangga tulang belakang, kondisi ini menyebabkan keluhan NPB karena diskus vertebra dapat tergelincir yang selanjutnya memiliki potensi menekan diskus intervetebralis dan akhirnya menekan syaraf percabangan dari medula spinalis (Kurniawidjaja, 2014). Melihat
bahayanya
tersebut
maka
sebaiknya
pekerja
lebih
memperhatikan posisi ketika bekerja serta memperhatikan posisi punggungnya saat bekerja. Sebaiknya posisi kerja jangan terlalu membungkuk ke depan atau ke belakang. Pekerja juga dapat melakukan istirahat pendek selama 5-10 menit di sela-sela waktu kerja untuk relaksasi agar otot mendapat suplai oksigen cukup dan memperbaiki sikap kerja. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Parkes dkk (2005), bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Berdasarkan hasil temuan dilapangan, diketahui bahwa pada bagian office maupun fabrikasi belum memiliki meja dan kursi kerja yang memperhatikan aspek ergonomi yang memperhitungkan antropometri tubuh pekerja. Hal tersebut sesuai dengan Mira (2009) dalam Subagya (2010), yang menyatakan bahwa ukuran alat-alat kerja erat kaitanya dengan tubuh penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah.
194
4. Hubungan Sitting Height dengan Keluhan NPB Proporsi ukuran tubuh antar individu-individu berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Walupun berasal dari satu suku atau ras yang sama namun ukuran proporsi tubuh tersebut dapat berbeda. Hal tersebut dapat dilihat pada data antropometri rata-rata individu yang diadaptasi dari Juergens (1990), didapatkan bahwa pada suku atau ras Asia sendiri memiliki variasi ukuran tubuh yang berbeda (Grandjean dan Kroemer, 2000). Pada pria Asia Utara memiliki rata-rata tinggi badan 159 cm dengan rata-rata tinggi badan tersebut memiliki tinggi duduk (sitting height) sebesar 85 cm. Sedangkan pada pria Jepang memiliki rata-rata tinggi badan 159 cm dengan rata-rata tinggi badan tersebut memiliki tinggi duduk (sitting height) sebesar 86 cm (Grandjean dan Kroemer, 2000). Hal tersebut menunjukan bahwa walupun memiliki tinggi badan yang sama namun proporsi ukuran tubuh seseorang berbedabeda. Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata sitting height 89.17 cm. Pada bagian fabrikasi diperoleh pekerja yang memiliki sitting height terendah yaitu 79 cm dan tertinggi yaitu 102 cm, dengan rata-rata sitting height pekerja adalah 89.47 cm. Pada bagian office diketahui bahwa pekerja yang memiliki sitting height terendah yaitu 79 cm dan tertinggi yaitu 99 cm, dengan rata-rata sitting height pekerja adalah 88.63 cm. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan lebih banyak ditemui pekerja dengan proporsi tubuh yang seimbang antara tinggi badan dan sitting height. Berdasarkan hasil analisi bivariat didapatkan pvalue sebesar 0.037 (p value ≤ 0.05), hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang berarti
195
bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sitting height dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2012), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi badan dan sitting height dengan nyeri punggung bawah. Namun Biering Sorensen dan Haliovara dalam penelitiannya mencoba mengaitkan antara tinggi badan atau “panjang punggung” dengan nyeri punggung bawah namun masih belum jelas kemaknaannya (Pheasant, 1991). Melihat
bahayanya
tersebut
maka
sebaiknya
pekerja
lebih
memperhatikan posisi ketika bekerja serta memperhatikan posisi punggungnya saat bekerja. Sebaiknya posisi kerja jangan terlalu membungkuk ke depan atau ke belakang. Pekerja juga dapat melakukan istirahat pendek selama 5-10 menit di sela-sela waktu kerja untuk relaksasi agar otot mendapat suplai oksigen cukup dan memperbaiki sikap kerja. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Parkes dkk (2005), bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Berdasarkan hasil temuan dilapangan, diketahui bahwa pada bagian office maupun fabrikasi belum memiliki meja dan kursi kerja yang memperhatikan aspek ergonomi yang memperhitungkan antropometri tubuh pekerja. Hal tersebut sesuai dengan Mira (2009) dalam Subagya (2010), yang menyatakan bahwa ukuran alat-alat kerja erat kaitanya dengan tubuh penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan
196
merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah. 5. Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Keluhan NPB Persen lemak tubuh adalah perbandingan antara lemak tubuh dengan masa tubuh tanpa lemak. Komposisi tubuh seseorang yang meliputi masa lemak maupun masa bebas lemak akan mempengarhi kapasitas kerja. Pada orang yang kekurangan simpanan lemak tubuh dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan penurunan produktivitas kerja karena tidak optimal dalam menerima kapasitas kerja (Loscocco, 2000; Tarwaka, 2004). Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata persen lemak tubuh 23.50%. Pada bagian fabrikasi diperoleh pekerja yang memiliki persen lemak tubuh terendah yaitu 5.3% dan tertinggi yaitu 33.4%, dengan rata-rata persen lemak tubuh adalah 21.11%. Pada bagian office diperoleh pekerja yang memiliki persen lemak tubuh terendah yaitu 12.7% dan tertinggi yaitu 48%, dengan rata-rata persen lemak tubuh adalah 27.83%. Tingginya persen lemak tubuh juga dipengaruhi oleh kebiasaan olahraga pekerja dimana berdasarkan hasil penelitian kebiasaan olahraga pada kedua bagian tersebut lebih banyak memiliki kebiasaan olahraga yang kurang. Jika dilihat dari status sosialnya pekerja pada pekerja office PT Bakrie Metal Industries cenderung memiliki status ekonomi yang tinggi dibandingkan dengan pekerja fabrikasi, hal itu juga dapat terlihat dari besarnya persen lemak tubuh pada pekerja bagian office dimana pekerja pada bagaian office memiliki persen lemak tubuh rata-rata
197
27.83%. Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan serta peningkatan pendapatan (sosial ekonomi) mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Syarif, 2003 dalam Hidayat dkk, 2006). Berdasarkan pengamatan dilapangan juga diperoleh bahwa pada bagian office diperoleh rata-rata persen lemak tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan pekerja pada bagian fabrikasi dan juga persen lemak tubuh tertinggi juga ditemui pada bagian office. Pada variabel peresentase lemak didapatkan pvalue sebesar 0.030 (p value ≤ 0.05), hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang berarti bahwa ada hubungan antara persentase lemak dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Berdasarkan pengamatan dilapangan diperoleh bahwa pada bagian office diperoleh rata-rata persen lemak tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan pekerja pada bagian fabrikasi dan juga persen lemak tubuh tertinggi juga ditemui pada bagian office. Persen lemak tubuh pada bagian office masih ditemui persen lemak yang melebihi kadar normal yaitu 15-18% pada pria dan 20-25% pada wanita (Williams, 2002). Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa kelebihan lemak yang tersimpan dalam jaringan adiposa menyebabkan seseorang menjadi kelebihan berat badan dan selanjutnya dapat menjadi obesitas, yang berdampak pada penampilan menjadi kurang aktif karena sulit untuk bergerak (Granner dkk, 2003). Lemak tubuh yang berlebihan juga dikaitkan dengan penurunan tingkat kesegaran jasmani yang diukur
198
dengan VO2 max (Depkes, 2001). Wanita mempunyai VO2 max 15-30% lebih rendah dari laki-laki dalam hal pekerjaan fisik (Larry, 2002). Penambahan berat badan yang disertai dengan perubahan proyeksi central gravitasi ke depan meningkatkan beban yang ditanggung otot paraspinal (otot punggung) dan vertebrae (ruas tulang belakang) sebagai pengumpil. Vertebrae (ruas tulang belakang) sebagai pengumpil berada diantara gaya otot paraspinal dengan proteksi gaya berat tubuh. Kualitas gaya tarik otot paraspinal saat menentukan stabilitas posisi tubuh. Peningkatan beban yang ditanggung otot paraspinal dan vertebrae sebagai pengumpil merupakan awal dari keluhan nyeri punggung saat berdiri. Pada kondisi kronis, tubuh melakukan kompensasi dengan menggeser posisi vertebrae sebagai pengumpil lebih ke depan mengikuti pergeseran central gravity dan penambahan berat tubuh. Sudut antara ruas vertebrae berubah sehingga postur tubuh juga berubah meski tetap mampu berdiri tegak. Contohnya pada penderita obesitas sentral dan wanita hamil (Paryono, 2012). Penelitian mengenai faktor antropometri dengan NPB saat ini lebih banyak menghubungkan dengan index masa tubuh (IMT), jika dibandingkan dengan IMT maka hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Defriyan (2011), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan keluhan nyeri punggung bawah, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.077 (p value > 0.05).
199
Sebaiknya perusahaan mewajibkan kepada pekerja agar melakukan senam pagi secara rutin dan lebih memperhatikan pola makan dan jenis makan yang dikonsumsi. Olahraga yang teratur juga memperbaiki kualitas hidup, mencegah osteoporosis, dan berbagai penyakit rangka serta penyakit lainnya, olahraga sangat menguntungkan karena risikonya minimal. Program olahraga harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan intensitas rendah pada awalnya untuk menghindari cedera pada otot dan sendi (Kurniawidjaja, 2011). Serta keuntungan lain dari olahraga terlihat pada senam aerobik selama 50 menit tiga kali seminggu dapat mengendalikan tekanan darah dan lemak darah (Yatim, 2005). Latihan olahraga, sebagaimana diketahui mempunyai pengaruh yang jelas pada penurunan kadar lemak dan kolestrol dalam darah (Sumosardjuno, 1990). 6. Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan NPB Masa kerja diukur dengan menjumlahkan total keseluhuhan masa kerja di PT. Bakrie Metal Industries. Menurut Ohlsson dkk (1989) melaporkan bahwa terjadinya peningkatan derajat keeratan (OR) antara nyeri pada leher dan bahu dengan masa kerja yang bergantung pada usia kerja. Derajat peningkatan keluhan MSDs semakin bertambah ketika masa kerja seseorang semakin lama. Hal ini dikarenakan tingkat endurance otot yang sering digunakan untuk bekerja akan menurun seiring dengan lamanya seseorang bekerja. Berdasarkan tabel hasil 5.4, dapat dilihat bahwa pada bagian fabrikasi pekerja yang memiliki masa kerja terendah adalah 23 bulan dan pekerja yang memiliki masa kerja terlama adalah 307 bulan (25 tahun 7 bulan), dengan rata-rata masa kerja
200
pekerja adalah 92.98 bulan (7 tahun 8 bulan). Sedangkan pada bagian office pekerja memiliki masa kerja terendah adalah 12 bulan dan pekerja yang memiliki masa kerja terlama adalah 299 bulan (24 tahun 11 bulan), dengan rata-rata masa kerja pekerja adalah 132.48 bulan (11 tahun 1 bulan). Distribusi dari kedua bagian tersebut adalah pekerja yang memiliki masa kerja terendah adalah selama 12 bulan dan pekerja yang memiliki masa kerja terlama adalah 307 bulan (25 tahun 7 bulan), dengan rata-rata masa kerja pekerja adalah 107.1 bulan (8 tahun 11 bulan). Berdasarkan hasil penelitian juga diperoleh bahwa pada bagian fabrikasi dengan rata-rata masa kerja pekerja adalah 92.98 bulan (7 tahun 8 bulan), pekerja lebih banyak berusia ≥ 30 tahun. Pada bagian office dengan rata-rata masa kerja pekerja adalah 132.48 bulan (11 tahun 1 bulan), pekerja lebih banyak berusia ≥ 30 tahun. Dikarenakan dengan masa kerja yang telah cukup lama tersebut maka pekerja pada kedua bagian tersebut telah memiliki usia ≥ 30 tahun. Hal tersebut didukung dengan
data
dari
Pusat
Data
dan
Informasi
Ketenagakerjaan
(Pusdatinaker) Kota Bekasi tahun 2012, pekerja dengan usia 15-34 tahun berjumlah 911.984 sedangkan pekerja berusia 35-55 tahun berjumlah 853.972 (Pusdatinaker, 2012). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pekerja yang berusia ≥ 30 tahun lebih banyak dari pada pekerja yang berusia < 30 tahun. Masa kerja merupakan faktor risiko dari suatu pekerjaan yang terkait dengan lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan dan masa kerja dalam suatu profesi tertentu. Masa kerja merupakan
201
faktor risiko yang sangat mempengaruhi seseorang untuk meningkatkan risiko terjadinya NPB. Berdasarkan hasil analisis antara faktor masa kerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries menunjukan bahwa pada kelompok pekerja yang memiliki keluhan NPB sebanyak 63.2% memiliki masa kerja rata-rata 91.56 bulan (7 tahun 8 bulan), sedangkan kelompok pekerja yang tidak memiliki keluhan NPB sebanyak 36.8% memiliki masa kerja rata-rata 41.02 bulan (3 tahun 5 bulan). Hasil diatas sesuai dengan teori dari Ohlsson dkk (1989), bahwa keluhan MSDs akan semakin bertambah ketika masa kerja seseorang bertambah juga kejenuhan baik secara fisik maupun psikis. Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.7) diperoleh p value sebesar 0.448 (P value > 0.05) hal ini menunjukkan hipotesis ditolak yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara masa kerja dengan keluhan NPB pada pekerja di bagian Fabrikasi PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena pekerja rata-rata memiliki masa kerja 9 tahun sehingga belum banyak pekerja yang bekerja lebih dari 15 tahun. Hal tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan Oktarisya (2009), didapatkan bahwa sebesar 66,7% pekerja yang telah bekerja lebih dari 15 tahun telah mengalami MSDs, diantaranya pada bagian bahu kanan dan kiri, leher dan punggung bawah. Akibatnya keluhan NPB yang dirasakan oleh pekerja belum terasa atau belum ada pada saat penelitian dilakukan. Kemungkinan lainnya disebabkan karena faktor pekerjaan lebih berpengaruh terhadap timbulnya keluhan NPB. Faktor lainnya, proses
202
adaptasi dapat memberikan efek positif yang dapat menurunkan ketegangan dan peningkatan aktivitas atau performasi kerja dan kemungkinan pekerja telah beradaptasi dengan pekerjaannya. Serta adanya perpindahan pekerja (rolling) dengan perusahaan Bakrie lainnya dengan jenis pekerjaan yang sejenis pada bagian fabrikasi sehingga menyebabkan pada bagian fabrikasi masa kerjanya terbilang lebih singkat dibandingkan dengan bagian office. Hasil tersebut tidak sesuai dengan yang hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktarisya (2009), bahwa sebesar 66,7% pekerja yang berumur lebih dari 15 tahun telah mengalami MSDs, diantaranya pada bagian bahu kanan dan kiri, leher dan punggung bawah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat peningkatan keluhan MSDs semakin meningkat ketika masa kerja seseorang semakin lama, karena semakin lama seseorang bekerja tentunya akan menerima risiko lebih besar jika dibandingkan dengan pekerjaan yang baru. Penelitian tersebut juga tidak sesuai dengan hasil penelitian Handayani (2011), dimana dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan MSDs, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.004 (p value ≤ 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan adanya perbedaan sampel dalam penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah pekerja pada bagian polishing. Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Mutiah (2013), dimana dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan MSDs,
203
dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.434 (p value > 0.005). Serta sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2011), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada bagian bahu, pinggang dan kaki. 7. Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan NPB Pencahayaan yang tidak baik bisa menurunkan performa, bahkan bisa membuat pekerja stres karena lingkungan kerja yang tidak baik. Tingkat stres tinggi bisa memicu dan meningkatkan rasa nyeri NPB pada pekerja. Selain itu, bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal itu terjadi dalam waktu yang lama akan meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh (Bridger, 2003). Berdasarkan tabel hasil 5.4, dapat dilihat bahwa pada bagian fabrikasi tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan terendah adalah 176 Lux dan tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan tertinggi adalah 445 Lux, dengan rata-rata pencahayaan pada tempat kerja pekerja adalah 230.45 Lux. Sedangkan pada bagian office tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan terendah adalah 51 Lux dan tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan tertinggi adalah 105 Lux, dengan rata-rata pencahayaan pada tempat kerja pekerja adalah 107.59 Lux. Distribusi dari kedua bagian tersebut adalah tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan terendah adalah 51 Lux dan tempat kerja pekerja yang memiliki
204
pencahayaan tertinggi adalah 445 Lux, dengan rata-rata pencahayaan pada tempat kerja pekerja adalah 186.80 Lux. Intensitas cahaya di ruang kerja untuk jenis pekerjaan kasar dan terus menerus seperti bekerja dengan menggunakan mesin dan perakitan kasar minimal 200 Lux sedangkan untuk pekerjaan rutin seperti pekerjaan kantor atau administrasi, tingkat pencahayaan minimal 300 Lux (Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
261/MENKES/SK/II/1998).
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, masih dapat dijumpai tempat kerja yang tidak sesuai dengan intensitas cahaya minimal di ruang kerja. Pada bagian fabrikasi masih ditemui tempat kerja dengan pencahayaan sebesar 176 Lux sedangkan standar minimum pencahayaannya adalah 200 Lux, tempat kerja tersebut berada di bagian fabrikasi 2 dimana tempat kerja tersbut tidak memiliki pencahayaan yang maksimal, cahaya hanya masuk melalui pintu yang terbuka dan tidak dilengkapi dengan sumber pencahayaan tambahan. Sedangkan pada bagian office masih ditemui tempat kerja dengan pencahayaan sebesar 51 Lux sedangkan standar minimum pencahayaannya adalah 300 Lux, tempat kerja tersebut berada pada office 2 dimana pada tempat kerja tersbut letaknya disudut ruangan dan tidak memiliki penerangan yang memadai, sumber pencahayaan seperti jendela juga dibiarkan tertutup seluruhnya sehingga cahaya tidak dapat masuk ke dalam ruangan tersebut. Pada bagian office seluruh ruang kerja responden tidak memenuhi kriteria pencahayaan minimum pekerjaan kantor atau administrasi yaitu sebesar 300 Lux.
205
Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.7) diperoleh diperoleh p value sebesar 0.042 (P value ≤ 0.05) hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistk antara pencahayaan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Kualitas penerangan yang tidak memadai berefek buruk bagi fungsi penglihatan, juga untuk lingkungan sekeliling tempat kerja, maupun aspek psikologis, yang dapat dirasakan sebagai kelelahan, rasa kurang nyaman, kurang kewaspadaan sampai kepada pengaruh yang terberat seperti kecelakaan. Bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal itu terjaadi dalam waktu yang lama akan meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh (Bridger, 2003). Melihat pentingnya pencahayaan bagi pekerja sebaiknya perusahaan menyediakan penerangan yang cukup bagi pekerja baik itu untuk pekerja pada bagian fabrikasi atau office. Dimana penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata, kerusakan alat penglihatan dan meningkatkan kecelakaan (Suma’mur, 1992). Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat sumber pancahayaan buatan (jendela, ventilasi atau lampu), melakukan tindakan pemeliharaan desain dan sumber cahaya salah satunya bisa dilakukan dengan membersihkan lampu dan debu supaya pencahayaan yang dihasilkan lebih optimal, diperlukan upaya pemerataan dalam penempatan sumber pencahayaan buatan, sehingga penyebaran cahaya
206
dapat lebih optimal, sehingga tidak ada sudut dan bagian area kerja yang gelap. Sebaiknya terdapat upaya perbaikan dalam penyusunan layout lampu pada bagian fabrikasi dan perbaikan dalam penyusunan layout pada tempat kerja yang lebih baik dengan memperhatikan sumber pencahayaan yang ada dalam penyusunan tersebut sehingga penyebaran cahaya lebih optimal dan tidak ada sudut dan bagian area kerja yang gelap.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pekerja di PT. Bakrie Metal Industries, maka didapatkan simpulan sebagai berikut: 1.
Pekerja yang mengalami keluhan NPB di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 sebanyak 48 pekerja (63.2%) dari 76 pekerja. Pada bagian fabrikasi, yang mengalami keluhan NPB sebanyak 38 pekerja (77.6%) dari 49 pekerja dan pada bagian office yang mengalami keluhan NPB sebanyak 10 pekerja (37.0%) dari 27 pekerja.
2.
Faktor Pekerjaan a. Faktor pekerjaan untuk postur leher yang berisiko lebih banyak jika dibandingkan dengan postur leher yang tidak berisiko. b. Faktor pekerjaan untuk postur badan yang berisiko lebih banyak jika dibandingkan dengan postur badan yang tidak berisiko. c. Faktor pekerjaan untuk postur kaki yang berisiko lebih banyak jika dibandingkan dengan postur kaki yang tidak berisiko. d. Faktor pekerjaan untuk postur lengan yang tidak berisiko lebih banyak jika dibandingkan dengan postur lengan yang berisiko.
207
208
e. Berdasarkan skor akhir REBA didapatkan bahwa pekerja dengan tingkat risiko yang diperlukan tindakan lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja dengan tingkat risiko yang mungkin diperlukan tindakan. 3.
Faktor Individu a. Pekerja dengan usia ≥ 30 tahun lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja yang berusia < 30 tahun. b. Pekerja dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak jika dibandingkan
dengan
pekerja
dengan
jenis
kelamin
perempuan. c. Kebiasaan merokok pada pekerja lebih banyak yang merokok jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak merokok atau telah berhenti merokok. d. Pekerja yang tidak memiliki riwayat NPB lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki riwayat NPB. e. Pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga kurang lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga cukup. f. Antopometri 1) Berat badan pada pekerja rata-rata 67.1 kg dengan berat badan terendah 42.4 kg dan terbesar yaitu 105 kg 2) Lingkar pingang pada pekerja rata-rata 85.58 cm dengan lingkar pinggang terkecil yaitu 62 cm dan terbesar 107 cm.
209
3) Tinggi badan pada pekerja rata-rata 167.74 cm dengan tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu187 cm. 4) Sitting height pada pekerja rata-rata 89.17 cm dengan sitting height terendah yaitu 79 cm dan tertinggi yaitu 102 cm. 5) Persen lemak tubuh pada pekerja rata-rata 23.5% dengan persentase lemak tubuh terendah yaitu 5.3% dan tertinggi yaitu 48%. g. Masa kerja pada pekerja rata-rata 107.01 bulan (8 tahun 11 bulan) dengan masa kerja terendah adalah selama 12 bulan dan responden yang memiliki masa kerja terlama adalah 307 bulan (25 tahun 7 bulan). 4.
Pencahayaan (faktor lingkungan) pada area kerja pekerja rata-rata 186.8 Lux dengan pencahayaan terendah adalah 51 Lux dan tempat kerja responden yang memiliki pencahayaan tertinggi adalah 445 Lux.
5.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan NPB pada pekerja PT. Bakrie Metal Industries adalah variabel faktor pekerjaan (skor leher, skor badan, dan skor akhir REBA), jenis kelamin, antopometri (tinggi badan, persentase lemak tubuh, dan sitting height), dan pencahayaan.
6.
Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan keluhan NPB pada pekerja PT. Bakrie Metal Industries antara lain variabel faktor
210
pekerjaan (skor kaki dan skor lengan), usia, kebiasaan merokok, riwayat NPB, kebiasaan olahraga, antopometri (berat badan dan lingkar pinggang), dan masa kerja.
B.
Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap pekerja di PT. Bakrie Metal Industries, peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Pekerja a. Pekerja sebaiknya melakukan istirahat disaat sudah mulai merasakan keluhan pada otot tubuh dan memperbaiki sikap kerja. b. Pekerja sebaiknya mengikuti senam pagi di perusahaan dan lebih memperhatikan pola makan dan jenis makan yang dikonsumsi. c. Pekerja sebaiknya memperhatikan posisi tubuhnya saat bekerja dan segera memperbaiki sikap kerjanya jika sikap kerja tersebut dirasa dapat memimbulkan keluhan pada otot. 2.
Bagi Perusahaan a. Perusahaan dapat membuat himbauan agar pekerja diperbolehkan melakukan istirahat pada satu waktu dalam periode jam kerjanya disaat pekerja sudah mulai merasakan keluhan pada otot tubuh dan mewajiban senam pagi kepada seluruh pekerja serta melakukan pengawasan terhadap pekerjanya selama kegiatan senam pagi sampai kesadaran melakukan senam melekat dan membudaya pada pekerja.
211
b. Secara administratif dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan atau training pada pekerja mengenai risiko pekerjaan dan tata cara bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi serta pihak perusahaan dapat membuat SOP yang dapat digunakan oleh pekerja untuk menciptakan sistem kerja yang aman, nyaman, dan tetap sehat pagi pekerja saat bekerja. c. Perusahaan
sebaiknya
menyediakan
berfungsi
menyokong
pinggang
bantalan dan
yang
dapat
punggung
guna
meminimalisir keluhan NPB pada pekerja office. d. Perusahaan dapat mempertimbangkan adanya meja dan kursi kerja
yang
memperhatikan
aspek
ergonomi
yang
memperhitungkan antropometri tubuh pekerja e. Memberikan sumber pencahayaan buatan (jendela, ventilasi atau lampu) dan melakukan tindakan pemeliharaan desain dan sumber cahaya salah satunya bisa dilakukan dengan pembersihan lampu dari debu supaya pencahayaan yang dihasilkan lebih optimal. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengidentifikasi keluhan NPB pada saat mulai bekerja dan setelah bekerja untuk memastikan bahwa NPB tersebut akibat pekerjaan. b. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode lainnya untuk
mengukur
risiko
diakibatkan oleh pekerjaan.
ergonomi
bagian
tubuh
yang
212
c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel lainnya seperti faktor lingkungan (getaran dan kebisingan), lemak viseral dan faktor psikososial.
213
DAFTAR PUSTAKA Agustini, H. 2006. Gambaran Aktivitas Material Manual Handling dengan Risiko Terjadinya Low Back Pain di PT. Lintas Aman Tormos, Bogor, 2006. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Ariani, T. 2009. Gambaran risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) dalam Pekerjaan Manual Handling pada Buruh Angkut Barang (Porter) di Stasiun Kereta Jatinegara Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Ariawan, I. 1998. Besar dan Metode pada Sampel Penelitian Kesehatan. Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Asriadi. dkk. 2011. Karyawan PT. International Nickel Indonesia, Tbk Terkena Low Back Pain? Bagaimana Karakteristiknya?. Jurnal MKMI, 7, 1, 52-60. Ayuningtyas, S. 2012. Hubungan Antara Masa Kerja dengan Risiko Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada Karyawan PT. Krakatau Steel di Cilegon Bantem. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Barry, Levy, dan Wegman D. 2000. Ocupational Health: Recognizing And Preventing Work-Related Disease And Injury, Fourth Edition. Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins. Beeck, R., dan Hermans, V. 2000. Research Work-Related Low Back Disorder. Begium: European Agency for Safety and Health at Work. Bridger, R. 2003. Introduction To Ergonomic, International Editions. Singapore: McGraw-Hill Book Co. Bureau of Labor Statistic. 2013. Nonfatal Occupational Injuries and Illnesses Requiring Days Away From Work, 2012. USA: News Release. Bureau of Labor Statistic. 2007. Musculoskeletal Disorders and Days Away From Work in 2007. USA: News Release.
214
Bustan, M. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. Cianflocco,
A.
2013.
Low
Back
Pain.
Diakses:
http://www.merckmanuals.com/home/bone-joint-and-muscle-disorders/lowback-and-neck-pain/low-back-pain pada tanggal 11 Mei 2015. Croasmun, J. 2003. Link Reported Between Smoking and MSDs. Diakses: https://ergoweb.com/link-reported-between-smoking-and-msds/
pada
tanggal 11 Mei 2015. Defriyan. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Proses Penyulaman Kain Tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Depkes RI. 2001. Pedoman Pengukurn Kesegaran Jasmani. Jakarta: Depkes RI. Dewayani, M. 2006. Hubungan Antara Beban Otot Statis dengan Nyeri Leher pada Penjahit di Sentra Industri Konveksi Kec. Pendan, Klaten. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponogoro Semarang. Effendi, F. 2007. Ergonomi Bagi Pekerja Sektor Informal. Cermin Dunia Kedokteran (CDK), 34,1, 9-12. Ehrlich, G. 2003. Low Back Pain. Bulletin of the Wordl Health Organization 2003, 81 (9), 671 – 679. Ekawati, Rivai, dan Jayanti. 2014. Hubungan Tingkat Risiko Ergonomi dan Masa Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Pemecah Batu. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2, 3, 227-231. European Agency for Safety and Health at Work. 2008. Work-related Musculoskeletal
Disorder:
Prevention
Report.
Diakses:
https://osha.europa.eu/en/publications/reports/en_TE8107132ENC.pdf pada 11 Mei 2015. Evans, W. 1996. Reversing Sarcopenia: How Weight Training Can Build Strength and
Vitality.
Geriatrics.
Diakses
dari
:
http://www.ergoweb.com/forum/index.cfm?page=topic&topicID=5022 pada tanggal 17 Mei 2015.
215
Everett,
C.
2010.
Mechanical
Low
Back
Pain.
Diakses:
http://emedicine.medscape.com/article/310353-overview pada tanggal 11 Mei 2015. Gallagher, S. 2008. Reducing Low Back Pain and Disability in Mining. Pittsburgh: NIOSH. Grandjean, E. 1993. 4th Edition. Fitting The Task to The Man. Taylor & Francis. Inc: London. Grandjean, E dan Kroemer, K. 2009. Fitting the Task to the Human, Fifth Edition. Philadelphia: Taylor&Francies-Library. Granner Dk, dkk. 2003. Biokimia Herper Edisi 25. Jakarta: EGC. Haldeman, S. dkk. 2002. An Atlas of Back Pain. USA: The Parthenon Publishing Group. Halim, F dan Tana, L.,. 2011. Determinan Nyeri Pinggang pada Tenaga Paramedis di Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Jurnal Indonesia Medical Association, 61, 4, 155 – 160. Handayani, W. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tanggerang Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hastono, S., dan Sabri, L. 2008. Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Press. Heuch I, Heuch I, Hagen K, dan Zward JA. 2015. Association Between Body Height and Chronic Low Back Pain: A Follow-up in The Nord-Trøndelag Health Study. BMJ, 5, 1-6. Hendra dan Raharjo, S. 2008. Risiko Ergonomi dan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hidayat, Hidayati, dan Irawan. 2006. Obesitas pada Anak. Buletin Pediatrik Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
216
Humantech
linc. 1995. Humanctech Applied Ergonomis Training Manual.
Prepared for Protecter & Gamble Inc., 2nd Ed. Barkeley Vale. Australia Idyan, Z. 2008. Hubungan Lama Duduk Saat Perkuliahan dengan Keluhan Low Back Pain. Diakses: http://inna-ppni.or.id./ pada tanggal 15 Mei 2015. Inoue, G. dkk. 2015. The Prevalence and Characteristics of Low Back Pain Among Sitting Workers in a Japanese Manufacturing Company. Journal of Orthopaedic Science, 20, 23-30. Janssen, dan Clarke. 2013. Is the Frequency of Weekly Moderate to Vigorous Physical Activity Associated with The Metabolic Syndrome in Canadian Adults?. Journal Applied Physiology, Nutrition and Metabolism, 38, 7, 773-778. Jatmikawati. 2006. Analisis Risiko Ergonomi yang Berhubungan dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah pada Pengemudi Taksi X. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Karwowski, W dan Marras, W. 2006. Fundamentals And Assessment Tools For Occupational Ergonomics. USA: CRC Press. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2013. Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia (Berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2013). Jakarta : IndoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Koesyanto, H. 2013. Masa Kerja dan Sikap Duduk Terhadap Nyeri Punggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9, 1. Kurniawidjaja, L. 2011. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Depok: Universitas Indonesia Press. Kurniawidjaja, L. 2014. Pengembalian Risiko Ergonomi Kasus Low Back Pain pada Perawat Rumah Sakit. Jurnal MKB, 46, 4.
217
Larry AT dan Marshall JK. 2002. Dietary Fat and Body Fat: a Multivariate Study of 205 Adult Females. Am J Clin Nutr, 56, 4, 616-622. Lingga, G. 2011. Media Relations Officer ILO. Jakarta. Loscocco, KA dan Spitze, G. 2000. Working Condirions, Social Support, and The Well-Being of Female and Male Factory Workers. Journal of Health and Social Behavior, 31, 4, 313-327. Maher, Salmond dan Pellino. 2002. Low Back Syndrome. Philadelpia: FA Davis Company. McCaffery, M & Beebe, A. 1993. Pain: Clinical Manual for Nursing Practice. Baltimore: V.V Mosby Company. McCarthy, A. 1995. Kiat Menjadi Ramping dan Tetap Bugar: Petunjuk Praktis untuk Hidup Sehat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Meliala, L. dkk. 2004. Nyeri Neuropatik: Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Munir, S. 2012.Analisis Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja Bagian Final Packing dan Part Supply di PT. X tahun 2012. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Mutiah, A. dkk. 2013. Analisis Tingkat Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) dengan The BRIEF Survey dan Karakteristik Individu terhadap Keluhan MSDs Pembuat Wajan di Desa Cepogo Boyolali. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2, 2. Nigel, E dan McAtamney, L. 1993. RULA: A Survey Method for The Investigation of Work-Related Upper Limb Disorder. Applied ergonomic, 24, 91-98. NIOSH. 2013. Summary of NIOSH Back Belt Studies: Ergonomics and Musculoskeletal
Disorder.
Diakses:
http://www.cdc.gov/niosh/topics/ergonomics/beltsumm.html pada tanggal 4 Desember 2015.
218
North American Spine Society. 2009. Chronic Low Back Pain. North American: NASS. Notoatmodjo, S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Noviyanti. 2011. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan dan Individu dengan Keluhan Musculoskeletal Segmen Bahu, Pinggang dan Kaki pada Pekerja Welding Repair PT. Komatsu Indonesia. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponogoro Semarang. Nursatya, M. 2008. Risiko MSDs pada Pekerja Catering di Pusaka Nusantara Jakarta Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Oborne, D 1995. Ergonomic at Work Human Factor in Design and Development. John Wiley and Sons Itd : Chicester. Ohlsson K, dkk. 1989. Self-Report Symptoms in the Neck and The Upper Limbs of Female Assembly Workers. Scand J Work Environ Health, 15, 1, 75 – 80. Oktarisya, M. 2009. Tinjauan Faktor Risiko MSDs pada Pekerja Departemen Operasional, PT. Repex, HLPA Station 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Parkes, KR. dkk. 2005. Musculoskeletal Disorders, Mental Health and The Work Environment. Department of Experimental: Psychology, University Oxford. Paryono. 2012. Postur pada Wanita Hamil. Jurnal Litbang Pengendalian Penyakit Berumber Binatang Banjarnegara, 8, 1, 26-29. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja. Pheasant, S. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland. Aspen Publishers, Insc : Maryland, Gaithersburg.
219
Prasetyo, B., dan Jannah, L. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Pratiwi. 2009. Beberapa Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Pengual Jamu Gendong. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 4, 1, 61-67. PT. Bakrie Metal Industries. 2009. Prosedur ISO 9001:2008 Manual Mutu (BMI/I/MM/01). Purnamasari, H. 2010. Overweight sebagai Faktor Risiko Low Back Pain pada Pasien Poli Saraf Prof. Dr, Margono Soekarjo Purwokerto. Mandala of Health, 4, 26-32. Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan (Pusdatinaker). 2012. Penduduk Usia Kerja
Menurut
Golongan
Umur
dan
Daerah.
Diakses:
http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id pada tanggal 17 November 2015. Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan (Pusdatinaker). 2012. Penduduk yang Bekerja menurut Jenis Pekerjaan/Jabatan dan Jenis Kelamin. Diakses: http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id pada tanggal 17 November 2015. Riyadina W., Suharyanto, F., dan Tana, L. 2008. Keluhan Nyeri Muskulpskeletal pada Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Journal of The Indonesian Medical Association, 58, 8-12. Samara. dkk. 2005. Duduk Statis sebagai Faktor Risiko Terjadinya Nyeri Punggung Bawa pada Pekerja Perempuan. Universa Medicina, 24, 2, 73 – 79. Shocker, M. 2008. Pengaruh Stimulus Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage terhadap Intensitas Nyeri Osteoarthritis. Soeharso. 1978. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica. Spaulding, S. 2008. Ergonomic For Therapists. Missouri: Mosby Inc.
220
Stanton, N,. dkk. 2006. Handbook of Human factors and Ergonomics Methods. Washington: CDC Press. Subagya, A. 2010. Pengaruh Stasiun Kerja Terhadap Keluhan Otot-Otot Skeletal Pekerja Laki-laki pada Kantor Administrasi Dokumen Building PT. Krakatau Steel Cilegon. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Suma’mur, P.K, 1989. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT. Gunung Agung. Suma’mur, P.K, 1992. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Gunung Agung. Sumosardjuno, S. 1990. Pengetahuan Praktis Kesehatan dan Olahraga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri. Solo: Harapan Press. Tarwaka. dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja Dan Produktivitas. Surabaya: UNIBA Press. Tulaar, A. 2008. Nyeri Leher dan Punggung. Majalah Kedokteran Indonesia, 58, 5, 169-180. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Wahyudi, B. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Sulita. Wicaksono, B. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Nyeri Punggung Bawah pada Bidan saat Menolong Proses Persalinan (Studi di RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya). Williams, M. 2002. Nutrition for Health, Fitnes and Sport.The Mc Graw-Hill companies, Inc. World Health Organization (WHO). 2001. Occupational Health A Manual for Primary Health Care Workers. Cairo: World Health Organization (WHO).
221
World Health Organization (WHO). 2008. Waist Circumference and Waist-Hip Ratio: Report of A WHO Expert Consultation. Geneva: Wordl Health Organization (WHO). Xiang, H. dkk. 2000. Agricultural Work-Related Injuries Among Farmers in Hubei, People’s republic of China. American Journal of Public Health, 90, 1296-1276. Xiao, G. 2012. Smoke-Induced Signal Molecules in Bone Marrow Cells from Altered Low-Density Lipoprotein Receptor-Related Protein 5 Mice. Journal of Proteome Research, 11, 7. Yatim, F. 2005. 30 Gangguan Masalah Kesehatan pada Anak Usia Sekolah. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Yu, W. dkk. 2012. Work-related Injuries and Musculoskeletal Disorders among Factory Workes in a Major City of China. Accident Analysis and Prevention, 48, 457-463. Zulfiqor, TZ. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculosceletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
222
LAMPIRAN
223
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Lampiran 1
Halaman Kuesioner .............................................................
224
Lampiran 1.1 Kuesioner Penelitian ............................................
224
Lampiran 1.2 Gambar Nordic Body Maps (NBM) .....................
228
Lampiran 1.3 Form REBA .........................................................
231
Lampiran 2
Postur Tubuh Pekerja ...........................................
232
Lampiran 2.1 Postur Tubuh Pekerja pada Bagian Fabrikasi ......
232
Lampiran 2.2 Postur Tubuh Pekerja Pada Bagian Office ...........
238
Lampiran 3
Denah Titik Sampel Pengukuran Faktor Lingkungan (Pencahayaan) ..................................
241
Lampiran 3.1 Denah Ruang QHSE (Office) ...............................
241
Lampiran 3.2 Denah Ruang Foreman Galvanize (Office) .........
241
Lampiran 3.3 Denah Ruang Security (Office) ............................
242
Lampiran 3.4 Denah Ruang Storage(Office) ..............................
242
Lampiran 3.5 Denah Office 1 .....................................................
243
Lampiran 3.6 Denah Office 2 .....................................................
244
Lampiran 3.7 Denah Fabrikasi 2 ................................................
245
Lampiran 3.8 Denah Fabrikasi 3 ................................................
247
Lampiran 3.9 Hasil Pengukuran Faktor Lingkungan (Pencahayaan) pada Ruang Kerja Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries ........................................
249
Lampiran 4
Output Analisis Data ............................................
251
Lampiran 4.1 Output Analisis Data Univariat ............................
251
Lampiran 4.2 Output Analisi Data Bivariat ...............................
263
Lampiran 5
Surat Izin penelitian dan Pengambilan Data ........
274
224
Lampiran 1 KUESIONER Lampiran 1.1 KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH (NPB) PADA PEKERJA DI PT. BAKRIE METAL INDUSTRIES TAHUN 2015 Oleh Nama : Febriana Maizura NIM : 1111101000106 Assalamualaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sedang melakukan penelitian. Hasil penelittian ini merupakan tugas akhir dari peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Sehubungan dengan hal tersebut, saya memohon dengan segala kerendahan hati agar kiranya Bapak/Saudara bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi pertanyaan berikut. Kejujuran Bapak/Saudara dalam menjawab pertanyaan sangat saya hargai. Ucapan terimakasih yang sebesarnya saya ucapkan atas bantuan dan partisispasi Bapak/Saudara dalam mengisi kuesioner ini. A. Karakteristik Responden 1.
Nama
:
2.
Jenis Kelamin
:
3.
Tanggal Lahir
:
4.
No. HP
:
5.
Pabrik/Office
:
6.
Bagian/Divisi
:
7.
Berat badan
:
P/L
............... kg (diukur oleh peneliti)
225
Lingkar pinggang
:
............... cm (diukur oleh peneliti)
Tinggi Badan
:
............... cm (diukur oleh peneliti)
Sitting Height
:
............... cm (diukur oleh peneliti
9.
% lemak
:
............... % (diukur oleh peneliti)
10.
Status Pendidikan
:
11.
Pencahayaan
:
8.
............................................. tahun ............... Lux (diukur oleh peneliti)
B. Masa Kerja No. 1. 2.
3.
4.
5.
6.
Pertanyaan/Pernyataan Kapan anda mulai bekerja di PT. Bakrie Metal Industries? (sebutkan sejak bulan dan tahun berapa) Sudah berapa lama anda bekerja di PT. Bakrie Metal Industries? Apakah sebelumnya anda pernah bekerja di bagian yang sama di perusahaan lain? a. Ya b. Tidak (SELESAI) Berapa lama anda bekerja di bagian yang sama pada perusahaan sebelumnya? Sebutkan jenis pekerjaan anda sebelumnya? Apakah pekerjaan sebelumnya mempunyai potensi bahaya terhadap otot dan tulang anda? a. Ya b. Tidak
Jawaban
Bulan
Bulan
Kode (diisi oleh peneliti) B1 [
]
B2 [
]
B3 [
]
B4 [
]
B5 [
]
B6 [
]
226
C. Kebiasaan Merokok No.
1.
2.
3.
Pertanyaan/Pernyataan Apakah anda perokok? a. Ya b. Pernah (sudah berhenti merokok) c. Tidak pernah (SELESAI) Berapa batang rokok yang anda habiskan setiap hari? Dalam seminggu, rata-rata anda merokok? a. Setiap hari e. 3 hari b. 6 hari f. 2 hari c. 5 hari g. 1 Hari d. 4 hari
4.
Sudah berapa lama anda merokok?
5.
Kapan terakhir anda merokok? (BAGI YANG PERNAH MEROKOK)
Jawaban
Batang
minggu/ bulan Bulan yang lalu
Kode (diisi oleh peneliti)
C1 [
]
C2 [
]
C3 [
]
C4 [
]
C5 [
]
D. Kebiasaan Olahraga No.
1.
2.
3.
4.
Pertanyaan/Pernyataan Apakah anda selalu melakukan olahraga di rumah/tempat tinggal (di luar perusahaan)? a. Ya b. Tidak Apakah anda mengikuti senam pagi di Perusahaan? a. Ya b. Tidak Dalam sehari, berapa lama anda melakukan olahraga di rumah/tempat tinggal? Dalam seminggu, berapa kali anda melakukan olahraga di rumah/tempat tinggal?
Jawaban
Kode (diisi oleh peneliti)
D1 [
]
D2 [
]
Menit/hari
D3 [
]
Kali
D4 [
]
227
E. Keluhan NPB No. 1.
2.
3.
Pertanyaan/Pernyataan Apakah sebelum anda bekerja di PT. Bakrie Metal Industries, anda pernah mengalami masalah pada otot dan tulang? a. Ya, pernah (SELESAI) b. Tidak pernah Apakah saat anda bekerja di PT. Bakrie Metal Industries, anda pernah mengalami masalah pada otot dan tulang? a. Ya, pernah b. Tidak pernah Sebutkan pada bagian apa saja (LIHAT LAMPIRAN 2)
Jawaban
Kode (diisi oleh peneliti)
E1 [
]
E2 [
]
228
Lampiran 1.2 GAMBAR NORDIC BODY MAPS (NBM)
Sumber: Tarwaka, 2010
229
No.
Lokasi Rasa Sakit
0.
Leher atas
1.
Tengkuk
2.
Bahu kiri
3.
Bahu kanan
4.
Lengan atas kiri
5.
Punggung
6.
Lengan atas kanan
7.
Pinggang
8.
Pinggul
9.
Bokong
10.
Siku kiri
11.
Siku kanan
12.
Lengan bawah kiri
13.
14.
15.
Lengan bawah kanan Pergelangan tangan kiri Pergelangan tangan kanan
16.
Tangan kiri
17.
Tangan kanan
18.
Paha kiri
19.
Paha kanan
20.
Lutut kiri
21.
Lutut kanan
22.
Betis kiri
23.
Betis kanan
24.
Pergelangan kaki kiri
Tingkat
Sejak kapan
Waktu
Keluhan
keluhan dirasakan
Timbulnya
230
No.
25.
Lokasi Rasa Sakit
Tingkat
Sejak kapan
Waktu
Keluhan
keluhan dirasakan
Timbulnya
Pergelangan kaki kanan
26.
Kaki kiri
27.
Kaki kanan
Keterangan: 1. Tingkat keluhan: 1. Tidak
2. Nyeri
nyeri
ringan
2. Nyeri
3. Nyeri parah
sedang
2. Sejak kapan keluhan dirasakan: 1. ≤ satu tahun terakhir
2. > satu tahun terakhir
3. Waktu timbulnya: 1. Saat bekerja
2. Setelah bekerja
3. Malam hari/saat istirahat
231
Lampiran 1.3 FORM REBA
232 Lampiran 2 POSTUR TUBUH PEKERJA Lampiran 2.1 1.
POSTUR TUBUH PEKERJA PADA BAGIAN FABRIKASI 2. 3.
Proses Fit Up
Proses Punching & Drilling Proses Punching & Drilling
4.
5.
6.
Proses Cutting Proses Punching & Drilling 7.
ProsesWelding 8.
9.
Proses Cutting
Proses Punching & Drilling
ProsesWelding
233 10.
11.
12.
Proses Punching & Drilling
Proses Material Finish
Proses Pengukuran Material 13.
14.
15.
Proses Material Finish
Proses Welding 16.
Proses Welding 17.
18.
Proses Welding Proses Pengukuran Material Proses Pengukuran Material
234 19.
21.
22.
Proses Material Finish Proses Material Finish
Proses Punching & Drilling 23.
25.
26.
Proses Punching & Drilling
Proses Punching & Drilling
Proses Welding 27.
28.
29.
Proses Welding Proses Welding Proses Punching & Drilling
235 30.
31.
33.
Proses Welding
Proses Pengukuran Material Proses Fit Up 34.
35.
36.
Proses Punching & Drilling
Proses Welding
Proses Punching & Drilling
236 37.
38.
Proses Punching & Drilling 40.
39.
Proses Material Finish 41.
Proses Welding 42.
Proses Punching & Drilling
Proses Punching & Drilling 43.
44.
Proses Pemindahan Material 45.
Proses Material Finish Proses Pengukuran Material
Proses Welding
237 46.
47.
Proses Pengukuran Material 49.
48.
Proses Pengukuran Material Proses Punching & Drilling 50.
51.
Proses Welding Proses Pengukuran Material Proses Punching & Drilling 52.
Proses Punching & Drilling
238 Lampiran 2.2 20.
POSTUR TUBUH PEKERJA PADA BAGIAN OFFICE 24. 32.
Department HRD 53.
Department Procurement 54.
55.
Department Finance&Accounting
Department Procurement 56.
57.
Department Procurement
Department Engineering
Department Procurement 58.
Department Finance&Accounting
Department Procurement
239 59.
60.
61.
Department Commercial Department HRD 62.
63.
Department Maintenance 64.
Department IT Department IT Department Procurement 65.
66.
Department Personnel&GA
67.
Department Personnel&GA
Department HRD
240 68.
69.
Department Store
Department Store
Department Procurement 71.
70.
72.
73.
Department Procurement Department Store 74.
Department Store 75.
76.
Department Procurement Department Store Department IT *penomoran berdasarkan nomor sampel
241 Lampiran 3 DENAH TITIK SAMPELPENGUKURAN FAKTOR LINGKUNGAN (PENCAHAYAAN) Lampiran 3.1 DENAH RUANGAN QHSE (OFFICE)
Skala 1:100 Lampiran 3.2 DENAH RUANGAN FOREMAN GALVANIZE (OFFICE)
Skala 1:100
242 Lampiran3.3 DENAH RUANGAN SECURITY (OFFICE)
Skala 1:100
Lampiran 3.4 DENAH RUANGAN STORAGE (OFFICE)
Skala 1:200
243 Lampiran 3.5 DENAH OFFICE 1
Skala 1:100
244
Lampiran 3.6 DENAH OFFICE 2
Skala 1:150
245
Lampiran 3.7 DENAH FABRIKASI 2
Skala 1:350
246
247 Lampiran 3.8 DENAH FABRIKASI 3
Skala 1:250
248
249 Lampiran 3.9 Hasil Pengukuran Faktor Lingkungan (Pencahayaan) pada Ruang Kerja Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries No
LOKASI PENGUKURAN/TITIK
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
Pekerja 1 Pekerja 6 Pekerja 7 Pekerja 8 Pekerja 9 Pekerja 10 Pekerja 12 Pekerja 13 Pekerja 14 Pekerja 15 Pekerja 16 Pekerja 17 Pekerja 18 Pekerja 19 Pekerja 21 Pekerja 22 Pekerja 26 Pekerja 28 Pekerja 29 Pekerja 30 Pekerja 31 Pekerja 33 Pekerja 34 Pekerja 35 Pekerja 36 Pekerja 37 Pekerja 38 Pekerja 39 Pekerja 40 Pekerja 41 Pekerja 43 Pekerja 44 Pekerja 45 Pekerja 46 Pekerja 47 Pekerja 49
37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
Pekerja 2 Pekerja 3 Pekerja 4 Pekerja 5 Pekerja 11 Pekerja 23 Pekerja 25
I FABRIKASI 2 182 181 183 301 186 184 206 190 211 182 190 183 179 179 172 176 215 173 180 213 211 282 303 196 209 314 292 254 221 181 199 198 248 187 205 202 FABRIKASI 3 292 175 178 445 400 315 316
PENGUKURAN II III
RATARATA
180 181 181 305 184 186 204 176 200 186 188 183 179 181 176 175 200 175 178 211 211 281 302 194 210 315 291 256 221 179 201 201 244 185 207 202
175 179 182 309 185 185 205 183 189 184 186 180 179 180 180 177 218 180 179 212 211 280 304 195 214 316 293 252 221 180 200 201 246 183 206 202
179 180 182 305 185 185 205 189 200 184 188 182 179 180 176 176 211 176 179 212 211 281 203 195 211 315 292 254 221 180 200 200 246 185 206 202
294 176 174 444 401 315 317
293 174 176 446 399 315 315
293 175 176 445 400 315 316
250
No
PENGUKURAN I II III 307 306 305 312 312 311 299 301 300 189 189 189 290 290 290 179 181 180 OFFICE 1 51 50 52 101 102 100 107 107 107 127 126 128 OFFICE 2 107 106 107 100 101 102 99 98 97 105 105 104 102 102 102 107 106 107 108 107 106 95 95 95 102 101 103 103 102 103 RUANG FOREMAN GALVANIZE 106 108 107 RUANG QHSE 103 107 105 105 105 104 106 105 105 68 68 68 RUANG STORAGE 126 125 126 117 117 117 121 120 120 117 117 116 114 112 113 RUANG SECURITY 150 149 150 91 90 89 150 150 150
LOKASI PENGUKURAN/TITIK
44. 45. 46. 47. 48. 49.
Pekerja 27 Pekerja 42 Pekerja 48 Pekerja 50 Pekerja 51 Pekerja 52
50. 51. 52. 53.
Pekerja 55 Pekerja 59 Pekerja 60 Pekerja 67
54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63.
Pekerja 20 Pekerja 54 Pekerja 56 Pekerja 57 Pekerja 58 Pekerja 62 Pekerja 63 Pekerja 64 Pekerja 68 Pekerja 75
64.
Pekerja 24
65. 66. 67. 68.
Pekerja 53 Pekerja 72 Pekerja 73 Pekerja 74
69. 70. 71. 72. 73.
Pekerja 32 Pekerja 61 Pekerja 69 Pekerja 70 Pekerja 71
74. 75. 76.
Pekerja 65 Pekerja 66 Pekerja 76
RATARATA 306 312 300 189 290 180 51 101 107 127 107 102 98 105 102 107 107 95 102 103 107 105 105 105 68 126 117 120 117 113 150 90 150
251 Lampiran 4 OUTPUT ANALISIS DATA Lampiran 4.1 a.
Output Analisi Data Univariat
Keluhan NPB NPBfixbaru Frequency
Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
Ada keluhan
48
63.2
63.2
63.2
Tidak ada keluhan
28
36.8
36.8
100.0
Total
76
100.0
100.0
NPBfixbaru Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
Ada keluhan
38
77.6
77.6
77.6
Tidak ada keluhan
11
22.4
22.4
100.0
Total
49
100.0
100.0
NPBfixbaru Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
Ada keluhan
10
37.0
37.0
37.0
Tidak ada keluhan
17
63.0
63.0
100.0
Total
27
100.0
100.0
b.
Skor Leher SkorLeher2 Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Berisiko
47
61.8
61.8
61.8
Tidak berisiko
29
38.2
38.2
100.0
Total
76
100.0
100.0
SkorLeher2 Frequency Valid
Berisiko
Valid Percent
Cumulative Percent
42
85.7
85.7
85.7
7
14.3
14.3
100.0
49
100.0
100.0
Tidak berisiko Total
Percent
SkorLeher2 Frequency Valid
Berisiko
Percent 5
18.5
Valid Percent 18.5
Cumulative Percent 18.5
252 Tidak berisiko
22
81.5
81.5
Total
27
100.0
100.0
c.
100.0
Skor Badan Skorbadan2 Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Berisiko
65
85.5
85.5
85.5
Tidak berisiko
11
14.5
14.5
100.0
Total
76
100.0
100.0
Skorbadan2 Frequency Valid
Berisiko
Valid Percent
Cumulative Percent
48
98.0
98.0
98.0
1
2.0
2.0
100.0
49
100.0
100.0
Tidak berisiko Total
Percent
Skorbadan2 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Berisiko
17
63.0
63.0
63.0
Tidak berisiko
10
37.0
37.0
100.0
Total
27
100.0
100.0
d.
Skor Kaki SkorKaki2 Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Berisiko
44
57.9
57.9
57.9
Tidak berisiko
32
42.1
42.1
100.0
Total
76
100.0
100.0
SkorKaki2 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Berisiko
17
34.7
34.7
34.7
Tidak berisiko
32
65.3
65.3
100.0
Total
49
100.0
100.0
SkorKaki2 Frequency Valid
Berisiko
27
Percent 100.0
Valid Percent 100.0
Cumulative Percent 100.0
253
e.
Skor Lengan SkorLengan2 Frequency
Valid
Berisiko
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
5
6.6
6.6
6.6
Tidak berisiko
71
93.4
93.4
100.0
Total
76
100.0
100.0
SkorLengan2 Frequency Valid
Berisiko
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
5
10.2
10.2
10.2
Tidak berisiko
44
89.8
89.8
100.0
Total
49
100.0
100.0
SkorLengan2 Frequency Valid
Tidak berisiko
f.
Percent
27
Valid Percent
100.0
Cumulative Percent
100.0
100.0
Skor Akhir REBA REBA2 Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
70
92.1
92.1
92.1
2
6
7.9
7.9
100.0
76
100.0
100.0
Total
REBA2 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
46
93.9
93.9
93.9
2
3
6.1
6.1
100.0
49
100.0
100.0
Total
REBA2 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
24
88.9
88.9
88.9
2
3
11.1
11.1
100.0
27
100.0
100.0
Total
254 g.
Usia KategoriUsia Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
>= 30 tahun
58
76.3
76.3
76.3
< 30 tahun
18
23.7
23.7
100.0
Total
76
100.0
100.0
KategoriUsia Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
>= 30 tahun
38
77.6
77.6
77.6
< 30 tahun
11
22.4
22.4
100.0
Total
49
100.0
100.0
KategoriUsia Frequency Valid
Percent
Valid Percent
>= 30 tahun
20
74.1
74.1
74.1
< 30 tahun
7
25.9
25.9
100.0
27
100.0
100.0
Total
h.
Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frequency
Valid
Perempuan
:
Percent
Valid Percent
9.2
9.2
9.2
Laki-laki
69
90.8
90.8
100.0
Total
76
100.0
100.0
Frequency Laki-laki
:
Percent
49
100.0
Frequency Perempuan
Cumulative Percent
Valid Percent
Jenis Kelamin
Valid
Cumulative Percent
7
Jenis Kelamin
Valid
Cumulative Percent
Percent
100.0
100.0
: Valid Percent
Cumulative Percent
7
25.9
25.9
25.9
Laki-laki
20
74.1
74.1
100.0
Total
27
100.0
100.0
255 i. Kebiasaan Merokok KebiasaanRokok Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Merokok
57
75.0
75.0
75.0
Tidak merokok atau telah berhenti
19
25.0
25.0
100.0
Total
76
100.0
100.0
KebiasaanRokok Frequency Valid
Merokok
Valid Percent
Cumulative Percent
41
83.7
83.7
83.7
8
16.3
16.3
100.0
49
100.0
100.0
Tidak merokok atau telah berhenti Total
Percent
KebiasaanRokok Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Merokok
16
59.3
59.3
59.3
Tidak merokok atau telah berhenti
11
40.7
40.7
100.0
Total
27
100.0
100.0
j.
Riwayat NPB RiwayatNPB Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Ada
11
14.5
14.5
14.5
Tidak
65
85.5
85.5
100.0
Total
76
100.0
100.0
RiwayatNPB Frequency Valid
Ada
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
7
14.3
14.3
14.3
Tidak
42
85.7
85.7
100.0
Total
49
100.0
100.0
RiwayatNPB Frequency Valid
Cumulative Percent
Ada
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4
14.8
14.8
14.8
Tidak
23
85.2
85.2
100.0
Total
27
100.0
100.0
256
k.
Kebiasaan Olahraga KategoriOR Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kurang
64
84.2
84.2
84.2
Cukup
12
15.8
15.8
100.0
Total
76
100.0
100.0
KategoriOR Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kurang
41
83.7
83.7
83.7
Cukup
8
16.3
16.3
100.0
49
100.0
100.0
Total
KategoriOR Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kurang
23
85.2
85.2
85.2
Cukup
4
14.8
14.8
100.0
27
100.0
100.0
Total
l.
Antopometri, Masa Kerja dan Pencahayaan Descriptives Statistic
A7 Berat Badan
:
Mean 95% Confidence Interval for Mean
67.1026 Lower Bound
64.1957
Upper Bound
70.0096
5% Trimmed Mean
66.5488
Median
65.3500
Variance
161.836
Std. Deviation Minimum
42.40
Maximum
105.00
Range
62.60
Interquartile Range
16.98 .642
Kurtosis :
Mean 95% Confidence Interval for Mean
1.45925
1.27215E1
Skewness A8 Lingkar Perut
Std. Error
.276
.467
.545
85.58
1.313
Lower Bound
82.96
Upper Bound
88.19
257 5% Trimmed Mean
85.59
Median
85.00
Variance
130.940
Std. Deviation
11.443
Minimum
62
Maximum
107
Range
45
Interquartile Range
18
Skewness Kurtosis A9 Tinggi Badan
:
Mean 95% Confidence Interval for Mean
.784
169.30
5% Trimmed Mean
167.63
Median
168.00
Variance
46.703 6.834
Minimum
155
Maximum
187 32 9
Skewness
.068
.276
Kurtosis
-.163
.545
Mean
89.17
.640
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
87.90
Upper Bound
90.45
5% Trimmed Mean
89.09
Median
89.00
Variance
31.104
Std. Deviation
5.577
Minimum
79
Maximum
102
Range
23
Interquartile Range
7
Skewness Kurtosis :
167.74
Upper Bound
Interquartile Range
A11 %Lemak
.545
166.18
Range
:
.276
Lower Bound
Std. Deviation
A10 Sitting Height
.028 -.769
Mean 95% Confidence Interval for Mean 5% Trimmed Mean
.243
.276
-.502
.545
23.5000
.82610
Lower Bound
21.8543
Upper Bound
25.1457 23.5225
258 Median
23.8000
Variance
51.866
Std. Deviation
7.20178
Minimum
5.30
Maximum
48.00
Range
42.70
Interquartile Range
9.33
Skewness
.059
.276
1.138
.545
186.80
9.085
Kurtosis A13 Pencahayaan
:
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
168.70
Upper Bound
204.90
5% Trimmed Mean
182.70
Median
181.00
Variance
9.273E3
Std. Deviation
79.199
Minimum
51
Maximum
445
Range
394
Interquartile Range
102
Skewness
.859
.276
Kurtosis
.684
.545
107.01
10.085
B2 Sudah berapa lama anda Mean bekerja di PT. Bakrie Metal 95% Confidence Interval for Industries? Mean
Lower Bound
86.92
Upper Bound
127.10
5% Trimmed Mean
101.41
Median
65.00
Variance
7.730E3
Std. Deviation
87.918
Minimum
12
Maximum
307
Range
295
Interquartile Range
107
Skewness
1.100
.276
Kurtosis
-.061
.545
Bagian Fabrikasi Descriptives Statistic A7 Berat Badan
:
Mean 95% Confidence Interval for Mean
64.8204 Lower Bound
61.4613
Upper Bound
68.1795
Std. Error 1.67067
259 5% Trimmed Mean
64.5598
Median
64.4000
Variance
136.766
Std. Deviation
1.16947E1
Minimum
42.40
Maximum
95.70
Range
53.30
Interquartile Range
14.15
Skewness A8 Lingkar Perut
:
.398
Kurtosis
-.124
.668
Mean
81.82
1.591
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
78.62
Upper Bound
85.02
5% Trimmed Mean
81.61
Median
82.00
Variance
124.070
Std. Deviation
11.139
Minimum
62
Maximum
107
Range
45
Interquartile Range
16
Skewness Kurtosis A9 Tinggi Badan
:
Mean 95% Confidence Interval for Mean
.340 .668
168.43
.944
166.53
Upper Bound
170.33
5% Trimmed Mean
168.50
Median
170.00
Variance
43.625 6.605
Minimum
155
Maximum
180
Range
25
Interquartile Range
:
.386 -.546 Lower Bound
Std. Deviation
A10 Sitting Height
.340
7
Skewness
-.357
.340
Kurtosis
-.409
.668
Mean
89.47
.800
95% Confidence Interval for Mean 5% Trimmed Mean
Lower Bound
87.86
Upper Bound
91.08 89.35
260 Median
89.00
Variance
31.379
Std. Deviation
5.602
Minimum
79
Maximum
102
Range
23
Interquartile Range
7
Skewness Kurtosis A11 %Lemak
:
Mean 95% Confidence Interval for Mean
-.441
.668
21.1102
.93322
19.2338
Upper Bound
22.9866
5% Trimmed Mean
21.2937
Median
21.9000 42.674
Std. Deviation
6.53252
Minimum
5.30
Maximum
33.40
Range
28.10
Interquartile Range
:
.340
Lower Bound
Variance
A13 Pencahayaan
.219
9.75
Skewness
-.310
.340
Kurtosis
-.155
.668
230.45
9.165
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
212.02
Upper Bound
248.88
5% Trimmed Mean
223.89
Median
202.00
Variance
4.116E3
Std. Deviation
64.157
Minimum
176
Maximum
445
Range
269
Interquartile Range
109
Skewness
1.408
.340
Kurtosis
1.623
.668
92.98
10.753
B2 Sudah berapa lama anda Mean bekerja di PT. Bakrie Metal 95% Confidence Interval for Industries? Mean
Lower Bound
71.36
Upper Bound
114.60
5% Trimmed Mean
85.38
Median
64.00
261 Variance
5.666E3
Std. Deviation
75.272
Minimum
23
Maximum
307
Range
284
Interquartile Range
72
Skewness
1.630
.340
Kurtosis
1.921
.668
Bagian Office Descriptives Statistic A7 Berat Badan
:
Mean 95% Confidence Interval for Mean
71.2444 Lower Bound
65.8390
Upper Bound
76.6498
5% Trimmed Mean
70.6216
Median
68.3000
Variance
186.712
Std. Deviation Minimum
48.70
Maximum
105.00
Range
56.30
Interquartile Range
13.40 .823
Kurtosis :
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
89.01
Upper Bound
95.80
91.00 73.558 8.577
Minimum
76
Maximum
106
Range
30
Interquartile Range
13
Kurtosis :
.872 1.651
Median
Skewness A9 Tinggi Badan
.502
92.56
Std. Deviation
Mean
.448
92.41
5% Trimmed Mean
Variance
2.62969
1.36643E1
Skewness A8 Lingkar Perut
Std. Error
.037
.448
-.585
.872
166.48
1.383
262 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
163.64
Upper Bound
169.32
5% Trimmed Mean
166.09
Median
165.00
Variance
51.644
Std. Deviation
7.186
Minimum
155
Maximum
187
Range
32
Interquartile Range
9
Skewness Kurtosis A10 Sitting Height
:
Mean 95% Confidence Interval for Mean
1.077
90.84
5% Trimmed Mean
88.59
Median
88.00 31.319 5.596
Minimum
79
Maximum
99
Range
20 7
Skewness
.303
Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for Mean
-.461
.872 1.22525
25.3185
Upper Bound
30.3556
5% Trimmed Mean
27.6183
Median
26.7000 40.533
Std. Deviation
6.36657
Minimum
12.70
Maximum
48.00
Range
35.30
Interquartile Range
6.90
Skewness
.808
Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for
.448
27.8370 Lower Bound
Variance
:
88.63
Upper Bound
Interquartile Range
A13 Pencahayaan
.872
86.42
Std. Deviation
:
.448
Lower Bound
Variance
A11 %Lemak
.792 1.203
Lower Bound
.448
3.513
.872
107.59
3.796
99.79
263 Mean
Upper Bound
115.40
5% Trimmed Mean
108.14
Median
107.00
Variance
389.097
Std. Deviation
19.726
Minimum
51
Maximum
150
Range
99
Interquartile Range
15
Skewness
-.429
Kurtosis B2 Sudah berapa lama anda Mean bekerja di PT. Bakrie Metal 95% Confidence Interval for Industries? Mean
2.898
.872
132.48
19.993
Lower Bound
91.39
Upper Bound
173.58
5% Trimmed Mean
129.97
Median
106.00
Variance
1.079E4
Std. Deviation
103.885
Minimum
12
Maximum
299
Range
287
Interquartile Range
190
Skewness Kurtosis
Lampiran 4.2 a.
.448
.454
.448
-1.369
.872
Output Analisis Data Bivariat
Faktor Pekerjaan (Skor Leher) dengan Keluhan NPB Crosstab NPBfixbaru Ada keluhan
SkorLeher2
Berisiko
Tidak berisiko
Total
Count
Tidak ada keluhan
Total
36
11
47
% within SkorLeher2
76.6%
23.4%
100.0%
% within NPBfixbaru
75.0%
39.3%
61.8%
% of Total
47.4%
14.5%
61.8%
12
17
29
% within SkorLeher2
41.4%
58.6%
100.0%
% within NPBfixbaru
25.0%
60.7%
38.2%
% of Total
15.8%
22.4%
38.2%
48
28
76
Count
Count
264 % within SkorLeher2
63.2%
36.8%
100.0%
% within NPBfixbaru
100.0%
100.0%
100.0%
63.2%
36.8%
100.0%
% of Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
9.559a
1
.002
8.105
1
.004
9.550
1
.002
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.003
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
9.433
b
1
.002
.002
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,68. b. Computed only for a 2x2 table
b.
Faktor Pekerjaan (Skor Badan) dengan Keluhan NPB Crosstab NPBfixbaru Tidak ada keluhan
Ada keluhan Skorbadan2
Berisiko
Tidak berisiko
Total
Count
Total
45
20
65
% within Skorbadan2
69.2%
30.8%
100.0%
% within NPBfixbaru
93.8%
71.4%
85.5%
% of Total
59.2%
26.3%
85.5%
3
8
11
% within Skorbadan2
27.3%
72.7%
100.0%
% within NPBfixbaru
6.2%
28.6%
14.5%
% of Total
3.9%
10.5%
14.5%
Count
Count
48
28
76
% within Skorbadan2
63.2%
36.8%
100.0%
% within NPBfixbaru
100.0%
100.0%
100.0%
63.2%
36.8%
100.0%
% of Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
7.118a
1
.008
5.429
1
.020
6.900
1
.009
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
Exact Sig. (2sided)
.015 7.024
1
.008
76
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,05.
Exact Sig. (1sided)
.011
265 Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
7.118a
1
.008
5.429
1
.020
6.900
1
.009
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.015
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
7.024
b
1
.011
.008
76
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,05. b. Computed only for a 2x2 table
c.
Faktor Pekerjaan (Skor Kaki) dengan Keluhan NPB Crosstab NPBfixbaru Ada keluhan
SkorKaki2
Berisiko
Tidak berisiko
Total
Count
Tidak ada keluhan
Total
25
19
44
% within SkorKaki2
56.8%
43.2%
100.0%
% within NPBfixbaru
52.1%
67.9%
57.9%
% of Total
32.9%
25.0%
57.9%
23
9
32
% within SkorKaki2
71.9%
28.1%
100.0%
% within NPBfixbaru
47.9%
32.1%
42.1%
% of Total
30.3%
11.8%
42.1%
48
28
76
% within SkorKaki2
63.2%
36.8%
100.0%
% within NPBfixbaru
100.0%
100.0%
100.0%
63.2%
36.8%
100.0%
Count
Count
% of Total Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
1.805a
1
.179
1.216
1
.270
1.832
1
.176
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
Exact Sig. (2sided)
.231 1.781
1
.182
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,79. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.135
266 d.
Faktor Pekerjaan (Skor Lengan) dengan Keluhan NPB Crosstab NPBfixbaru Tidak ada keluhan
Ada keluhan SkorLengan2
Berisiko
Count
1
5
80.0%
20.0%
100.0%
% within NPBfixbaru
8.3%
3.6%
6.6%
% of Total
5.3%
1.3%
6.6%
44
27
71
% within SkorLengan2
62.0%
38.0%
100.0%
% within NPBfixbaru
91.7%
96.4%
93.4%
% of Total
57.9%
35.5%
93.4%
% within SkorLengan2
Tidak berisiko
Total
Total
4
Count
Count % within SkorLengan2 % within NPBfixbaru % of Total
48
28
76
63.2%
36.8%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
63.2%
36.8%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
.652a
1
.419
.108
1
.743
.712
1
.399
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
Exact Sig. (1sided)
.646 .644
1
.388
.422
76
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,84. b. Computed only for a 2x2 table
e.
Faktor Pekerjaan (Skor Akhir REBA) dengan Keluhan NPB Crosstab NPBfixbaru Tidak ada keluhan
Ada keluhan REBA2
Dierlukan tindakan
Mungkin diperlukan
Count
45
25
70
% within REBA2
64.3%
35.7%
100.0%
% within NPBfixbaru
93.8%
89.3%
92.1%
% of Total
59.2%
32.9%
92.1%
3
3
6
Count % within REBA2
Total
Total
50.0%
50.0%
100.0%
% within NPBfixbaru
6.2%
10.7%
7.9%
% of Total
3.9%
3.9%
7.9%
Count % within REBA2
48
28
76
63.2%
36.8%
100.0%
267 % within NPBfixbaru % of Total
100.0%
100.0%
100.0%
63.2%
36.8%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
9.881a
1
.002
8.354
1
.004
11.005
1
.001
Fisher's Exact Test
.002
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
9.751
b
1
.001
.002
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,21. b. Computed only for a 2x2 table
f.
Usia dengan Keluhan NPB Crosstab NPBfixbaru Ada keluhan
KategoriUsia
>= 30 tahun
< 30 tahun
Total
Count
Tidak ada keluhan
Total
36
22
58
% within KategoriUsia
62.1%
37.9%
100.0%
% within NPBfixbaru
75.0%
78.6%
76.3%
% of Total
47.4%
28.9%
76.3%
12
6
18
% within KategoriUsia
66.7%
33.3%
100.0%
% within NPBfixbaru
25.0%
21.4%
23.7%
% of Total
15.8%
7.9%
23.7%
48
28
76
Count
Count % within KategoriUsia % within NPBfixbaru % of Total
63.2%
36.8%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
63.2%
36.8%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
.125a
1
.724
.005
1
.941
.126
1
.723
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
Exact Sig. (2sided)
.786 .123
1
.726
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,63. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.476
268 g.
Jenis Kelamin dengan Keluhan NPB Crosstab NPBfixbaru Tidak ada keluhan
Ada keluhan Jenis Kelamin
:
Perempuan
Count
5
7
28.6%
71.4%
100.0%
% within NPBfixbaru
4.2%
17.9%
9.2%
% of Total
2.6%
6.6%
9.2%
46
23
69
% within Jenis Kelamin
Laki-laki
:
Count % within Jenis Kelamin
Total
Total
2
66.7%
33.3%
100.0%
% within NPBfixbaru
:
95.8%
82.1%
90.8%
% of Total
60.5%
30.3%
90.8%
Count % within Jenis Kelamin
:
% within NPBfixbaru % of Total
48
28
76
63.2%
36.8%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
63.2%
36.8%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
3.964a
1
.046
2.496
1
.114
3.818
1
.051
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
.093
b
.060
76
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,58. b. Computed only for a 2x2 table
h.
Kebiasaan Merokok dengan Keluhan NPB Crosstab NPBfixbaru Tidak ada keluhan
Ada keluhan KebiasaanRokok
Merokok
Count
39
18
57
% within KebiasaanRokok
68.4%
31.6%
100.0%
% within NPBfixbaru
81.2%
64.3%
75.0%
% of Total
51.3%
23.7%
75.0%
9
10
19
47.4%
52.6%
100.0%
% within NPBfixbaru
18.8%
35.7%
25.0%
% of Total
11.8%
13.2%
25.0%
48
28
76
63.2%
36.8%
100.0%
Tidak merokok atau Count telah berhenti % within KebiasaanRokok
Total
Total
Count % within KebiasaanRokok
269 % within NPBfixbaru % of Total
100.0%
100.0%
100.0%
63.2%
36.8%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
2.714a
1
.099
1.885
1
.170
2.649
1
.104
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.110
Linear-by-Linear Association
2.679
N of Valid Casesb
1
.086
.102
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,00. b. Computed only for a 2x2 table
i.
Riwayat NPB dengan Keluhan NPB Crosstab NPBfixbaru Tidak ada keluhan
Ada keluhan RiwayatNPB
Ada
Count
6
5
11
% within RiwayatNPB
54.5%
45.5%
100.0%
% within NPBfixbaru
12.5%
17.9%
14.5%
7.9%
6.6%
14.5%
42
23
65
% within RiwayatNPB
64.6%
35.4%
100.0%
% within NPBfixbaru
87.5%
82.1%
85.5%
% of Total
55.3%
30.3%
85.5%
% of Total Tidak
Total
Total
Count
Count
48
28
76
% within RiwayatNPB
63.2%
36.8%
100.0%
% within NPBfixbaru
100.0%
100.0%
100.0%
63.2%
36.8%
100.0%
% of Total
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
.410a
1
.522
.091
1
.762
.401
1
.526
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
Exact Sig. (2sided)
.521 .405
1
.525
76
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,05. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.374
270 j.
Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB Crosstab NPBfixbaru Tidak ada keluhan
Ada keluhan KategoriOR
Kurang
Cukup
Total
Count
Total
40
24
64
% within KategoriOR
62.5%
37.5%
100.0%
% within NPBfixbaru
83.3%
85.7%
84.2%
% of Total
52.6%
31.6%
84.2%
8
4
12
% within KategoriOR
66.7%
33.3%
100.0%
% within NPBfixbaru
16.7%
14.3%
15.8%
% of Total
10.5%
5.3%
15.8%
Count
Count
48
28
76
% within KategoriOR
63.2%
36.8%
100.0%
% within NPBfixbaru
100.0%
100.0%
100.0%
63.2%
36.8%
100.0%
% of Total
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
.075a
1
.784
.000
1
1.000
.076
1
.782
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1sided)
.074
b
1
.528
.785
76
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,42. b. Computed only for a 2x2 table
UJI NORMALITAS Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic A7 Berat Badan : A8 Lingkar Perut : A9 Tinggi Badan : A10 Sitting Height : A11 %Lemak : A13 Pencahayaan : B2 Sudah berapa lama anda bekerja di PT. Bakrie Metal Industries?
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.097 .067 .090 .104 .083 .152
76 76 76 76 76 76
.077 .200* .200* .040 .200* .000
.972 .976 .980 .979 .980 .911
76 76 76 76 76 76
.094 .160 .268 .232 .265 .000
.202
76
.000
.830
76
.000
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
271
k.
Antopometri (Berat badan, Lingkar pinggang, Tinggi badan, dan % Lemak) dengan Keluhan NPB Group Statistics NPBfixbaru
A7 Berat Badan
:
A8 Lingkar Perut
:
A9 Tinggi Badan
:
A11 %Lemak
:
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Ada keluhan
48
67.1958
12.74120
1.83903
Tidak ada keluhan
28
66.9429
12.91948
2.44155
Ada keluhan
48
84.79
11.634
1.679
Tidak ada keluhan
28
86.93
11.185
2.114
Ada keluhan
48
169.65
6.715
.969
Tidak ada keluhan
28
164.46
5.802
1.097
Ada keluhan
48
22.1354
6.65002
.95985
Tidak ada keluhan
28
25.8393
7.62269
1.44055
272
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F A7 Berat Badan :
Equal variances assumed
.003
Sig.
t .954
Equal variances not assumed A8 Lingkar Perut :
Equal variances assumed
.060
.807
Equal variances not assumed A9 Tinggi Badan :
Equal variances assumed
.187
.667
Equal variances not assumed A11 %Lemak :
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.002
t-test for Equality of Means
.965
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
.083
74
.934
.25298
3.04536
-5.81504
6.32099
.083
55.977
.934
.25298
3.05667
-5.87032
6.37628
-.783
74
.436
-2.137
2.728
-7.573
3.299
-.792
58.460
.432
-2.137
2.700
-7.540
3.266
3.406
74
.001
5.182
1.521
2.151
8.212
3.541
63.426
.001
5.182
1.463
2.258
8.106
-2.219
74
.030
-3.70387
1.66947
-7.03036
-.37738
-2.140
50.570
.037
-3.70387
1.73104
-7.17980
-.22794
273
l.
Antopometri (Sitting height), masa kerja dan pencahayaan dengan Keluhan NPB Ranks NPBfixbaru
A10 Sitting Height
:
N
Mean Rank
Ada keluhan
48
42.52
Tidak ada keluhan
28
31.61
Total
76
B2 Sudah berapa lama anda Ada keluhan bekerja di PT. Bakrie Metal Tidak ada keluhan Industries? Total
48
37.03
28
41.02
A13 Pencahayaan
Ada keluhan
48
42.12
Tidak ada keluhan
28
32.29
Total
76
:
76
Test Statisticsa,b
A10 Sitting Height : Chi-Square df Asymp. Sig.
4.339 1 .037
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: NPBfixbaru
B2 Sudah berapa lama anda bekerja di PT. Bakrie Metal Industries? .577 1 .448
A13 Pencahayaan : 3.516 1 .042
274
Lampiran 5
275