Jenis Kelamin dan Frekuensi Makan Sayur Sebagai Faktor Predominan Rasio Total Kolesterol/K-HDL pada Guru SD di Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan Tahun 2013 Evins1, Diah M Utari2 Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Abstrak Dislipidemia atau abnormalitas kadar lipid dalam darah yang merupakan penyebab utama terjadinya penyakit kardiovaskular dapat diprediksi dengan melihat rasio total kolesterol/KHDL. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan rasio total kolesterol/K-HDL pada guru Sekolah Dasar di Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan 21,7% responden memiliki rasio total kolesterol/K-HDL berisiko (≥ 5). Hasil analisis bivariat menunjukkan jenis kelamin, lingkar pinggang, frekuensi makan sayur, dan kebiasaan merokok berhubungan secara signifikan dengan rasio total kolesterol/K-HDL. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin, lingkar pinggang, dan frekuensi makan sayur dapat menjelaskan 17,7% variasi variabel rasio total kolesterol/K-HDL. Jenis kelamin dan frekuensi makan sayur merupakan faktor predominan terhadap rasio total kolesterol/K-HDL. Peneliti menyarankan untuk dilakukan program Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), sehingga dapat menambah wawasan untuk mencapai rasio total kolesterol/K-HDL yang optimal. Kata Kunci: frekuensi makan sayur, guru SD di Kecamatan Cilandak, jenis kelamin, rasio total kolesterol/K-HDL Abstract Dyslipidemia or abnormality of lipid levels in the blood, which is the major cause of cardiovascular disease, can be predicted by the ratio of total cholesterol/HDL-C. This study is a cross-sectional quantitative approach and aims to explore the risk factors associated with the ratio of total cholesterol/HDL-C among primary school teachers in Cilandak District, South Jakarta in 2013. The results show 21.7% of respondents were high risk ratio (≥ 5). Bivariate analysis shows that sex, waist circumference, frequency of vegetable consumption, and smoking habits are significantly associated with the ratio. Multivariate analysis shows that sex, waist circumference, and frequency of vegetable consumption explain 17.7% of variation in the ratio. Sex and frequency of vegetable consumption are relatively more predominant factors to the ratio. Researcher suggests Communication Information and Education (CIE) program to be held as an insight to achieve an optimal total cholesterol/HDL-C ratio. Key Words: frequency of vegetable consumption, primary school teachers in Cilandak District, sex, total cholesterol/HDL-C ratio
1 2
Mahasiswa Program Studi S1 Gizi Kesmas FKM UI Dosen Program Studi Gizi Kesmas FKM UI
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
LATAR BELAKANG Masalah kesehatan yang utama di dunia adalah noncommunicable diseases (NCDs), salah satunya adalah penyakit kardiovaskular atau cardiovascular disease (CVD) (WHO, 2008). Penyakit kardiovaskular dapat terjadi dalam berbagai bentuk dengan penyebab yang berbeda-beda, sehingga penelitian mengenai penyakit kardiovaskular masih perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan intervensi terhadap penyakit. Penyebab utama terjadinya penyakit
kardiovaskular
adalah
dislipidemia
yang
berhubungan
dengan
kejadian
arterosklerosis (American Heart Association, 1991 dalam Mula-Abed, 2007). Dislipidemia terjadi ketika terdapat abnormalitas profil lipid dalam darah yang meliputi kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar kolesterol low density lipid (K-LDL), kenaikan kadar trigliserida, penurunan kadar kolesterol high density lipid (K-HDL), kenaikan rasio total kolesterol/K-HDL, dan kenaikan rasio K-LDL/K-HDL (Cornelia, 2010; Luepker, 2002; Sartika, 2007). Hasil penelitian National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (2002) menunjukkan bahwa rasio total kolesterol/K-HDL memberi gambaran prediksi yang lebih jelas terhadap risiko penyakit kardiovaskular. Penyebab utama penyakit kardiovaskular berhubungan dengan faktor demografi, fisik, perilaku, lingkungan dan keturunan. Faktor demografi meliputi usia, jenis kelamin, ras dan status sosial ekonomi yang biasa diukur dengan metode wawancara atau written records. Faktor fisik meliputi tinggi badan (TB), berat badan (BB), kadar kolesterol darah, level sodium dalam urin, dan olah raga yang biasa diukur secara langsung (Luepker, 2002). Berdasarkan data WHO, terjadi kenaikan konsentrasi total kolesterol pada usia dewasa di dunia sebesar 39% di antara tahun 1980 sampai 2008. Indonesia memiliki prevalensi kadar kolesterol darah tinggi sebesar 35,1% atau menempati urutan keempat di Asia Tenggara untuk kategori usia di atas 25 tahun (WHO, 2008). Di perkotaan Indonesia, prevalensi kadar total kolesterol yang tinggi mencapai 9,98% (Madupa, 2006). Dislipidemia dapat diprediksi dengan melihat rasio total kolesterol/K-HDL (NCEP ATP III, 2002). Penelitian yang dilakukan Kinosian (1995) dan Natarajan (2003) menunjukkan bahwa perubahan rasio memberikan gambaran perubahan tiap-tiap profil lipid darah dan risiko penyakit kardiovaskular yang lebih baik. Sedangkan perubahan kadar tiaptiap profil lipid tidak selalu dapat memberikan gambaran terhadap perubahan rasio dan risiko penyakit kardiovaskular, sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor risiko terkait rasio total kolesterol/K-HDL pada kejadian dislipidemia. Rasio total kolesterol/K-HDL dijadikan pilihan utama penelitian ini, tingginya kadar total kolesterol mengindikasi adanya
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
lipoprotein arterogenik, sedangkan kadar K-HDL yang rendah berkolerasi dengan berbagai faktor risiko sindrom metabolik (NCEP ATP III, 2002). Peneliti tertarik untuk menjadikan guru-guru SD sebagai sampel karena guru-guru SD memiliki peranan yang besar dalam memajukan kualitas SDM penerus bangsa, terutama karena partisipasi SD meningkat sebesar 53% dari tahun 1968-1996 (Oey-Gardiner, 2003 dalam Data Statistik Indonesia, 2005) dan persentase penduduk yang tamat SD (30,55%) lebih besar daripada tamat SMP (16,89%) (BPS, 2010). Selain itu, Guru SD memiliki waktu kerja yang lebih singkat (30-35 menit/jam pelajaran) dibandingkan dengan guru SMP dan SMA (40-45 menit/jam pelajaran). Sehingga, diasumsikan bahwa guru SD memiliki aktivitas fisik yang lebih rendah dibandingkan guru SMP dan SMA. Aktivitas fisik yang rendah berhubungan erat dengan kenaikan rasio total kolesterol/K-HDL (Thuy, 2012). Sehingga guru-guru SD diharapkan memiliki kualitas hidup dalam hal ini adalah kesehatan yang baik. Prevalensi obesitas dan penyakit kardiovaskular di DKI Jakarta lebih tinggi daripada angka nasional serta prevalensi perokok di Jakarta Selatan lebih tinggi daripada angka DKI Jakarta (Riskesdas, 2007). Prevalensi obesitas di Kecamatan Cilandak mencapai 68% (Qurniati, 2010). Berdasarkan data demografi penduduk, Kecamatan Cilandak memiliki jumlah penduduk (181.562 penduduk) yang paling mendekati rata-rata jumlah penduduk di Jakarta Selatan (189.370 penduduk) (Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan, 2012). Berdasarkan temuan-temuan tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan faktor predominan terhadap rasio total kolesterol/K-HDL pada guru Sekolah Dasar di Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan tahun 2013. TINJAUAN TEORITIS Lemak terdiri dari beberapa atom yang serupa dengan karbohidrat, yaitu karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) namun dalam pola dan proporsi yang berbeda. Formula lemak pada umumnya adalah R-COOH, dimana R merupakan rantai hidrokarbon. Lemak terbentuk dari gliserol, asam lemak, dan sphingolipid. Tiap-tiap gliserol merupakan kombinasi dari 3 unit asam lemak yang membentuk trigliserol (Barker, 2002; Horton, 1996). Terdapat tiga bentuk lemak dalam tubuh, yaitu gliserida (terutama triasilgliserol) yang disimpan untuk energi dan merupakan 95-98% dari seluruh bentuk lemak pada makanan, fosfolipid, dan sterol (terutama kolesterol) (Linder, 1992). Trigliserida terdiri dari tiga-fatty acyl residu yang diesterifikasi menjadi gliserol. Trigliserida bersifat hidrofobik sehingga disimpan dalam sel tubuh dalam bentuk anhidrat (Horton, 1996). Pencernaan trigliserida dibantu garam-garam empedu untuk mengubah lemak
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
menjadi molekul yang lebih kecil sambil kemudian dipecah dalam usus kecil oleh enzim lipase yang dihasilkan sel pancreas pada sel endotel kapiler. Enzim lipase menghidrolisis trigliserida dan menghasilkan asam lemak bebas dan 2-monoacylglicerol. Sehingga asam lemak dan monoacylglicerol dapat berdifusi dan diserap oleh sel-sel dinding usus. Setelah itu lemak dialirkan dalam darah dalam bentuk lipoprotein (Horton, 1996; Linder, 1992). Lemak dalam darah yang disebut lipoprotein merupakan gabungan lemak, kolesterol, fosfolipid, dan asam lemak yang terlarut dalam plasma protein di darah yang disintesis oleh hati. Fosfolipid dan kolesterol merupakan komponen utama dinding sel dan sampul myelin (Barker, 2002; Linder, 1992). Kolesterol merupakan komponen pembentuk membran sel dan komponen utama pada sel otak dan saraf. Selain itu, kolesterol digunakan tubuh untuk membentuk steroid seperti asam empedu, asam folat, hormon-hormon adrenal korteks, androgen, esterogen, dan progesterone (Almatsier, 2009). Fosfolipid berfungsi dalam pengangkutan lemak di dalam plasma ke jaringan tubuh sebagai sumber energi, komponen pembentuk membran sel, dan prekursor metabolit aktif. Akibat kolesterol tidak dapat larut dalam air, kolesterol tidak dapat dialirkan dalam darah atau limfe dalam bentuk molekul yang bebas. Kolesterol bergabung dengan fosfolipid dan amfipatik apoprotein atau apoliprotein untuk membentuk makromolekul yang disebut lipoprotein. Terdapat empat jenis lipoprotein, yaitu kilomikron, Low Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL), dan High Density Lipoprotein (HDL) (Horton, 1996; Almatsier, 2009). Dislipidemia terjadi ketika salah satu dari tiga abnormalitas terjadi, yaitu kadar total kolesterol ≥200 mg/dL, K-LDL ≥130 mg/dL atau K-HDL ≤35 mg/dL (Wildman, 2004). Pada penelitian ini, kejadian dislipidemia dilihat berdasarkan rasio total kolesterol/K-HDL. Menurut NCEP ATP III pada tahun 2002, rasio total kolesterol/K-HDL memberi gambaran prediksi yang lebih jelas terhadap risiko penyakit kardiovaskular karena tingginya kadar total kolesterol menunjukkan adanya lipoprotein arterogenik dan kadar K-HDL yang rendah memiliki hubungan yang erat dengan kejadian penyakit kardiovaskular. Kadar HDL yang tinggi penting untuk mencegah terjadinya arterosklerosis. Berdasarkan sebuah data epidemiologi, penurunan satu persen HDL menyebabkan kenaikan risiko penyakit kardiovaskular sebanyak dua sampai tiga persen (Gordon, 1989 dalam NCEP ATP III). Selain itu, kadar HDL yang rendah dapat mengindikasi adanya resistensi insulin dan berhubungan dengan faktor risiko penyebab sindrom metabolik (Vega, 1996 dalam NCEP ATP III). Rasio total kolesterol/K-HDL merupakan perbandingan antara total kolesterol dan K-HDL dalam plasma. Rasio total kolesterol/K-HDL dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori optimal (<5) dan kategori berisiko penyakit kardiovaskular (≥ 5).
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan cara pengumpulan data dari sampel pada satu waktu (one point time approach) (Notoatmodjo, 2010 dan Coggon, 1991). Pemilihan desain studi cross sectional untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (jenis kelamain, usia, riwayat penyakit keluarga, Indeks Massa Tubuh, lingkar pinggang, kecukupan energi, kecukupan lemak, kecukupan kolesterol, kecukupan PUFA, frekuensi makan buah, frekuensi makan sayur, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok) dengan variabel dependen yaitu rasio total kolesterol/K-HDL pada guru SD di Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Jumlah sampel akhir yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebesar 136 orang, dihitung dengan menggunakan dua rumus, yaitu rumus uji hipotesis koefisien korelasi (analisis bivariat dan multivariat) dan rumus uji hipotesis beda dua mean (analisis univariat). Rumus uji hipotesis koefisien korelasi digunakan untuk menentukan sampel minimal variabel-variabel yang bersifat numerik. Rumus uji hipotesis beda dua mean digunakan untuk menghitung sampel minimal variabel independen yang bersifat kategorik. Besar sampel minimal pada penelitian ini dipilih dari hasil perhitungan rumus uji hipotesis beda dua mean karena jumlahnya yang lebih besar (136 responden) dibandingan dengan perhitungan uji hipotesis koefisien korelasi (102 responden). Jumlah responden akhir yang didapatkan pada penelitian ini sebanyak 138 responden. Data primer meliputi karakteristik responden, status gizi, konsumsi makan, perilaku responden, total kolesterol, dan K-HDL. Data karakteristik dan perilaku responden didapatkan dengan metode wawancara. Data konsumsi energi, lemak, buah dan sayur didapatkan dengan metode kuesioner formulir 24-hour food recall dan formulir FFQ. Data status gizi didapatkan dengan metode pengukuran antropometri berat badan dan tinggi badan. Sedangkan data total kolesterol dan kolesterol HDL didapatkan dengan metode pengambil sampel darah yang dilakukan oleh petugas dari Laboratorium Parahita Warung Buncit menggunakan alat-alat laboratorium. Kemudian terdapat data primer yang terdokumentasi meliputi data kelurahan, sekolah dasar, dan guru sekolah dasar di wilayah Kecamatan Cilandak yang didapatkan dari Dinas Pendidikan Kecamatan Cilandak. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data kesehatan penduduk yang didapatkan dari Puskesmas Cilandak dengan perizinan yang diberikan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Analisis data pada penelitian ini meliputi analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji regresi linear dan uji t-independen, serta multivariat menggunakan uji regresi linear ganda.
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
HASIL PENELITIAN Jumlah akhir responden penelitian ini sebanyak 138 guru SD di Kecamatan Cilandak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata total kolesterol sebesar 212,4 mg/dl dengan median 214,5 mg/dl dan standar deviasi 37,7. Nilai minimum total kolesterol sebesar 132 mg/dl dan nilai maksimum sebesar 298 mg/dl. Kondisi hiperkolesterol (≥ 200 mg/dl) dan normokolesterol (< 200 mg/dl) dikelompokkan berdasarkan ketentuan dari NCEP ATP III. Jumlah responden yang mengalami hiperkolesterol lebih besar (57,2%) daripada yang memiliki kadar kolesterol total normal (42,8%). Rata-rata K-HDL sebesar 51,6 mg/dl dengan median 50 mg/dl dan standar deviasi 11,5. Nilai minimum K-HDL sebesar 29 mg/dl dan nilai maksimum sebesar 104 mg/dl. Kondisi K-HDL rendah (< 50 dan 60 mg/dl) dan K-HDL tinggi (≥ 50 dan 60 mg/dl) dikelompokkan berdasarkan ketentuan dari NCEP ATP III. Jumlah responden dengan kadar K-HDL rendah berjumlah lebih sedikit daripada responden dengan kadar K-HDL tinggi (37,7%). Rata-rata rasio total kolesterol/K-HDL sebesar 4,25 dengan median 4,17 dan standar deviasi 0,99. Nilai minimum rasio total kolesterol/K-HDL sebesar 2,54 dan nilai maksimum sebesar 6,98. Rasio total kolesterol/K-HDL dikelompokkan berdasarkan ketentuan dari NCEP ATP III. Jumlah responden yang memiliki rasio total kolesterol/K-HDL lebih dari 5 atau berisiko (21,7%) berjumlah lebih kecil daripada responden yang memiliki
rasio total
kolesterol/K-HDL kurang dari 5 atau optimal (78,3%). Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu jenis kelamin, usia, dan riwayat penyakit keluarga. Status gizi dikelompokkan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan lingkar pinggang. Konsumsi makan terdiri dari kecukupan energi, kecukupan lemak, kecukupan kolesterol, kecukupan PUFA, frekuensi makan buah, dan frekuensi makan sayur. Konsumsi makan responden diukur dengan menggunakan 2x24 hours food recall dan food frequency questionnaire (FFQ). Perilaku responden terdiri dari dua variabel, yaitu aktivitas fisik dan kebiasaan merokok. Tabel 1. Hasil Analisis Data Univariat pada Guru SD Kecamatan Cilandak Tahun 2013 Variabel Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
Jumlah Responden (n=138)
Persentase (%)
31 107
22,5 77,5
Usia Usia ≥40 tahun Usia <40 tahun Riwayat Penyakit Keluarga Ada Tidak Ada Indeks Massa Tubuh (IMT) Kelebihan BB Tingkat Berat (> 27,5) Kelebihan BB Tingkat Ringan (23,0 – 27,5) Normal (18,5 – 23,0) Kekurangan BB (< 18,5) Lingkar Pinggang Obesitas sentral (≥90 cm dan ≥80 cm) Normal (<90 cm dan <80 cm) Kecukupan Energi Kelebihan (> 110% AKG) Cukup (90 - 110% AKG) Defisit Ringan (80 - 90% AKG) Defisit Sedang (70 - 80% AKG) Defisit Berat (< 70% AKG) Kecukupan Lemak Kelebihan (> 25% Asupan energi total) Cukup (≤ 25% Asupan energi total) Kecukupan Kolesterol Kelebihan (≥ 200 mg) Cukup (< 200 mg) Kecukupan PUFA Kurang (< 5% Asupan total energi) Cukup (≥ 5% Asupan total energi) Frekuensi Makan Buah Sedikit (< 2 porsi/hari) Cukup (2 - 4 porsi/hari) Frekuensi Makan Sayur Sedikit (< 3 porsi/hari) Cukup (3 – 5 porsi/hari) Aktivitas Fisik Rendah Sedang Berat Kebiasaan Merokok Perokok Berat (≥20 batang/hari) Perokok Sedang (10-20 batang/hari) Perokok Ringan (<10 batang/hari) Mantan perokok Bukan Perokok Kadar Total Kolesterol Hiperkolesterol (≥ 200 mg/dl) Normal (< 200 mg/dl) K-HDL Rendah (< 50 dan 60 mg/dl) Tinggi (≥ 50 dan 60 mg/dl) Rasio Total K/K-HDL Berisiko (≥ 5) Optimal (< 5)
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
98 40
71 29
92 46
66,7 33,3
57 60 18 3
41,3 43,5 13 2,2
66 72
42,8 52,2
22 35 23 18 40
15,9 25,4 16,7 13 29
116 22
84,1 15,9
62 76
44,9 55,1
77 61
55,8 44,2
63 75
45,7 54,3
94 44
68,1 31,9
61 55 22
44,2 39,9 15,9
1 4 7 13 113
0,7 2,9 5,1 9,4 81,9
79 59
57,2 42,8
52 86
37,7 62,3
30 108
21,7 78,3
Hubungan Rasio Total Kolesterol/K-HDL dengan karakteristik responden, status gizi, konsumsi makan, dan perilaku responden Analisis bivariat memberikan gambaran ada tidaknya hubungan yang bermakna antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Penelitian ini menggunakan analisis bivariat dengan Uji T-Independen dan regresi linear. Uji T-Independen digunakan untuk menganalisis hubungan variabel dependen dengan variabel-variabel independen yang berbentuk data kategorik. Regresi linear digunakan untuk menganalisis hubungan variabel dependen dengan variabel-variabel independen yang keduanya data numerik. Jenis kelamin, lingkar pinggang, frekuensi makan sayur, dan kebiasaan merokok memiliki hubungan yang signifikan dengan rasio total kolesterol/K-HDL (p < 0,05). Sedangkan variabel-variabel independen lainnya hanya menunjukkan adanya hubungan korelasi positif atau negatif. Tabel 2. Hasil Analisis Data Bivariat dengan Uji T-Independen (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Keluarga, Kebiasaan Merokok) pada Guru SD Kecamatan Cilandak Tahun 2013 Variabel N Jenis kelamin Perempuan 107 Laki-laki 31 Riwayat Penyakit Keluarga Ada 92 Tidak Ada 46 Kebiasaan Merokok Merokok 12 Tidak Merokok 126
Mean
SD
SE
P value
4,063 4,9347
0,9513 0,8660
0,0919 0,1555
0,000
4,2472 4,2826
0,9935 1,0200
0,1035 0,1503
0,864
4,8192 4,2058
1,0288 0,9835
0,2970 0,0876
0,042
Tabel 3. Hasil Analisis Data Bivariat Dengan Uji Regresi Linear (Jenis Kelamin, Usia, Riwayat Penyakit Keluarga, IMT, Lingkar Pinggang, Kecukupan Enegi, Kecukupan Lemak, Kecukupan Kolesterol, Kecukupan PUFA, Frekuensi Makan Buah, Frekuensi Makan Sayur, Aktivitas Fisik, Kebiasaan Merokok) pada Guru SD Kecamatan Cilandak Tahun 2013
Jenis Kelamin (P) Usia Riwayat Penyakit Keluarga IMT LP Kecukupan E Kecukupan L Kecukupan Kolesterol Kecukupan PUFA Frekuensi Makan Buah Frekuensi Makan Sayur
r 0,365 0,064 0,017 0,157 0,278 0,053 0,028 0,081 0,060 0,074 0,215
Aktivitas Fisik
0,023
Rasio Total K/K-HDL Persamaan Garis 4,935 - 0,871 (Jenis Kelamin) 3,974 + 0,006 (Usia) 4,283 - 0,035 (RPK) 3,308 + 0,035 (IMT) 2,129 + 0,026 (LP) 4,441 – 0,002 (Kec E) 4,370 – 0,003 (Kec L) 4,145 + 0,001 (Kolesterol) 4,345 – 0,015 (PUFA) 4,356 – 0,003 (Buah) 4,589 – 0,009 (Sayur) 4,242 + (AF) 0,001
Kebiasaan Merokok
0,174
0,030
Variabel
r² 0,134 0,004 0,000 0,024 0,077 0,003 0,001 0,007 0,004 0,006 0,046
4,206 + 0,613 (KM)
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
P value 0,000 0,457 0,846 0,067 0,001 0,538 0,743 0,342 0,484 0,386 0,011 0,788 0,042
Faktor Predominan Terhadap Rasio Total Kolesterol/K-HDL Faktor predominan atau faktor yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen merupakan variabel independen dengan nilai standardized coefficient B terbesar atau memiliki hasil perkalian kuadrat partial correlations terbesar dari permodelan multivariat akhir yang telah memenuhi seluruh uji asumsi (asumsi homoscedascity, asumsi eksistensi, asumsi independensi, asumsi linieritas, asumsi normalitas, dan diagnostik multikolinearitas). Tabel 4. Strandardized Coefficient B dan Partial Correlations Analisis Multivariat Regresi Linear Ganda Variabel Jenis Kelamin (P) Lingkar Pinggang Frekuensi Makan Sayur
Stand. Coeff. B -0,303 0,169
Partial Corr. -0,307 0,176
-0,173
-0,188
(Partial Corr.)² x 100% 9,4% 3,0% 3,5%
Pada permodelan multivariat regresi linear ganda ini, didapatkan bahwa jenis kelamin memiliki nilai standardized coefficient B dan hasil perkalian kuadrat partial correlations terbesar dan frekuensi makan sayur berada pada urutan kedua. Kedua variabel tersebut dijadikan sebagai faktor predominan terhadap rasio total kolesterol/K-HDL. PEMBAHASAN Responden penelitian ini adalah guru SD di Kecamatan Cilandak yang berjumlah 138 orang. Sebanyak 21,7% responden memiliki rasio total kolesterol/K-HDL berisiko (≥ 5), angka ini tidak jauh berbeda dengan prevalensi rasio total kolesterol/K-HDL berisiko di Kecamatan Rumbia, yaitu 27,3% (Namanda, 2012). Sebanyak 57,2% responden memiliki kadar total kolesterol tinggi atau hiperkolesterol (≥ 200 mg/dl), angka ini lebih besar dibandingkan prevalensi hiperkolesterol nasional, yaitu 35,1% (WHO, 2008). Sebanyak 37,7% responden memiliki K-HDL rendah (< 50 mg/dl untuk laki-laki; < 60 mg/dl untuk perempuan), angka tersebut tidak jauh berbeda dengan prevalensi K-HDL rendah di 13 kota di Indonesia, yaitu 39,9% (Kalim, 2001). Pembahasan Analisis Bivariat Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata rasio total kolesterol/K-HDL pada responden laki-laki (4,935 ± 0,87) lebih besar daripada rata-rata rasio total kolesterol/K-HDL responden perempuan (4,063 ± 0,95). Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
sedang yang signifikan antara rasio total kolesterol/K-HDL dengan jenis kelamin pada guru SD di Kecamatan Cilandak (p value = 0,000; r = 0,365). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Cetin, dkk (2009) yang menunjukkan bahwa laki-laki memiliki rata-rata rasio total kolesterol/K-HDL yang lebih besar daripada perempuan dengan p < 0,0001. Rata-rata rasio total kolesterol/K-HDL laki-laki pada penelitian Cetin, dkk (2009) tidak jauh berbeda dengan rata-rata rasio total kolesterol/K-HDL laki-laki pada penelitian ini (4,935 ± 0,87). Terdapat hubungan korelasi positif antara usia dan rasio total kolesterol/K-HDL, namun hubungan tersebut merupakan hubungan lemah yang tidak bermakna (p > 0,05; r < 0,25). Setiap peningkatan usia sebanyak satu tahun diikuti dengan peningkatan rasio total kolesterol/K-HDL sebanyak 0,006. Sebanyak 71% guru SD berusia lebih dari 40 tahun dengan rata-rata usia sebesar 45 tahun. Hal ini menandakan bahwa risiko rasio total kolesterol/K-HDL tinggi pada guru SD cukup besar. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan pada populasi dengan sebaran usia 28-70 tahun oleh Page (1970) yang menunjukkan terjadinya peningkatan rasio total kolesterol/K-HDL sebanyak satu setengah kali pada sampel berusia 28 tahun jika dibandingkan dengan sampel berusia 70 tahun. Namun, baik pada penelitian ini maupun penelitian Page (1970), keduanya tidak menunjukkan hubungan bermakna antara usia dengan rasio total kolesterol/K-HDL. Rata-rata rasio total kolesterol/K-HDL pada guru SD yang memiliki riwayat penyakit keluarga (4,24 ± 0,99) lebih kecil daripada guru SD yang tidak memiliki riwayat penyakit keluarga (4,28 ± 1,02). Hubungan riwayat penyakit keluarga dan rasio total kolesterol/K-HDL pada penelitian ini merupakan hubungan lemah yang tidak signifikan (p>0,05; r<0,25). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan terhadap 20 keluarga oleh Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM, empat belas dari 20 kasus indeks (70%) mempunyai lebih dari satu faktor risiko tradisional penyebab penyakit kardiovaskular dan 50% kasus indeks mempunyai kadar total kolesterol yang tinggi. Berdasarkan criteria Dutch Lipid Clinic, terdapat 50% kasus indeks yang kemungkinan besar mengalami hiperkolesterolemia familial atau akibat adanya keturunan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan adanya bias karena tidak semua guru SD mengetahui penyebab kematian anggota keluarga. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan korelasi positif antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rasio total kolesterol/K-HDL, namun hubungan tersebut merupakan hubungan lemah yang tidak bermakna (p > 0,05; r < 0,25). Setiap peningkatan IMT sebanyak 1 poin, diikuti dengan peningkatan rasio total kolesterol/K-HDL sebanyak 0,035. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa populasi yang memiliki Indeks Massa Tubuh ≥ 27 (overweight
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
dan obesitas) berisiko lebih tinggi untuk memiliki rasio total kolesterol/K-HDL yang lebih besar (Genest, 2009). Lingkar pinggang memiliki hubungan korelasi positif yang bermakna dengan rasio total kolesterol/K-HDL pada guru SD di Kecamatan Cilandak (r=0,278; p=0,001). Setiap peningkatan besar lingkar pinggang sebanyak 1 cm diikuti dengan peningkatan rasio total kolesterol/K-HDL sebanyak 0,026. Lingkar pinggang dianggap lebih mampu memberikan gambaran prediksi terhadap perubahan profil lipid dalam darah dibandingkan dengan IMT (WHO, 2008). Teori tersebut dan hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang belum lama dilakukan oleh Li (2012) pada populasi Chinese di Shanghai. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Li (2012), setiap peningkatan besar lingkar pinggang menunjukkan adanya peningkatan kadar total kolesterol dan penurunan kadar K-HDL baik pada laki-laki maupun perempuan. Sedangkan kenaikan IMT tidak selalu menunjukkan adanya peningkatan kadar total kolesterol namun menunjukkan adanya penurunan K-HDL. Terdapat hubungan korelasi negatif antara kecukupan energi dengan rasio total kolesterol/K-HDL, namun hubungan tersebut merupakan hubungan lemah yang tidak bermakna (p>0,05; r<0,25). Setiap peningkatan kecukupan energi (% berdasarkan kebutuhan Kalori) sebanyak 1% diikuti dengan penurunan rasio total kolesterol/K-HDL sebanyak 0,002. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hu (2005) yang menunjukkan bahwa populasi yang mengonsumsi protein tinggi mengalami penurunan rasio total kolesterol/K-HDL dengan spesifikasi penurunan K-LDL (6,4%) dan trigliserida (23%) serta peningkatan K-HDL (12%). Deskripsi kecukupan protein pada sampel menunjukkan 58% responden memiliki kecukupan protein tinggi, sedangkan hanya 22% responden memiliki kecukupan karbohidrat tinggi. Hasil analisis regresi linear antara kecukupan energi dengan protein menunjukkan hubungan korelasi positif sangat kuat yang signifikan (p=0,000; r=0,814). Artinya, guru SD cenderung memiliki asupan protein yang tinggi untuk memenuhi kecukupan energinya. Kecukupan lemak juga memiliki hubungan korelasi negatif dengan rasio total kolesterol/K-HDL. Hubungan tersebut juga merupakan hubungan lemah yang tidak bermakna (p > 0,05; r < 0,25). Setiap peningkatan kecukupan lemak (% total energi) sebanyak 1% akan diikuti dengan penurunan rasio total kolesterol/K-HDL sebesar 0,003. Tidak jauh berbeda dengan penelitian de Deckere (2001), terdapat hubungan korelasi negatif antara kecukupan lemak dengan profil lipid dalam darah, dimana asupan lemaknya mencapai 40% total energi dengan kolesterol yang tinggi. Hal ini diduga akibat tingginya konsumsi asam lemak tidak jenuh yang tinggi, yaitu 14 gram per hari (de Deckere, 2001). Pada penelitian ini ditemukan
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
asupan asam lemak tidak jenuh rantai ganda yang cukup sebesar 44,2%. Namun, tidak dilakukan pengukuran asupan asam lemak jenuh dan asam lemak trans pada penelitian ini. Kecukupan kolesterol memiliki hubungan korelasi positif dengan rasio total kolesterol/K-HDL, namun hubungan tersebut tidaklah bermakna (p > 0,05; r < 0,25). Setiap kenaikan asupan kolesterol sebanyak 1 mg akan meningkatkan rasio total kolesterol/K-HDL sebesar 0,001. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fieldings, et al (1995) yang menunjukkan adanya peningkatan kadar total kolesterol dan penurunan kadar K-HDL setelah pemberian kolesterol sebanyak 600 mg/hari pada laki-laki Caucasian dan non-Caucasian. Kecukupan PUFA memiliki hubungan korelasi negatif yang tidak signifikan dengan rasio total kolesterol/K-HDL (p > 0,05; r < 0,25). Setiap peningkatan kecukupan PUFA sebanyak 1 mg akan meningkatkan rasio total kolesterol/K-HDL sebesar 0,015. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mensink, et al (2003) yang menunjukkan bahwa pemberian diet tinggi PUFA dengan rata-rata 8,8% total energi menurunkan rasio total kolesterol/K-HDL dan kadar total kolesterol serta meningkatkan K-HDL. Frekuensi makan buah juga memiliki hubungan korelasi negatif yang tidak signifikan dengan rasio total kolesterol/K-HDL (p > 0,386; r < 0,25). Peningkatan frekuensi makan buah sebanyak 1 kali akan menurunkan rasio total kolesterol/K-HDL guru SD di Kecamatan Cilandak sebesar 0,003. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Esmaillzadeh (2006) yang menunjukkan adanya penurunan kadar total kolesterol (p < 0,006), K-LDL (p < 0,006), dan rasio total kolesterol/K-HDL (p < 0,001) setelah pemberian 40 gram jus buah pomegranate pada pasien diabetes mellitus tipe II yang memiliki hiperlipidemia. Namun, tidak ada perubahan yang signifikan pada kadar trigliserida dan K-HDL. Frekuensi makan sayur memiliki hubungan korelasi negatif yang signifikan dengan rasio total kolesterol/K-HDL (p<0,05; r<0,25). Setiap penambahan konsumsi sayur sebanyak 1 kali dalam satu bulan akan menurunkan rasio toal kolesterol/K-HDL sebesar 0,009. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hansen, et al (2009) yang menunjukkan bahwa kelompok dengan konsumsi sayuran hijau memiliki kadar total kolesterol yang terendah. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan korelasi positif yang tidak signifikan antara aktivitas fisik dengan rasio total kolesterol/K-HDL (p > 0,05; r < 0,25). Setiap peningkatan aktivitas fisik sebesar 1 MET akan meningkatkan rasio total kolesterol/K-HDL sebesar
. Penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian Thuy (2012)
yang menunjukkan adanya hubungan korelasi negatif antara aktivitas fisik dan kadar total kolesterol. Pada dasarmya, aktivitas fisik guru SD di Kecamatan Cilandak tergolong rendah dengan rata-rata 1568,5 MET. Hanya terdapat 15,9% guru yang memiliki aktivitas fisik berat.
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
Hal ini yang mungkin menyebabkan adanya hubungan yang tidak bermakna antara aktivitas fisik dengan rasio total kolesterol/K-HDL. Selain itu, aktivitas fisik merupakan hal yang positif sehingga terdapat kemungkinan adanya overestimate oleh guru SD. Rata-rata rasio total kolesterol/K-HDL guru SD yang merokok (4,81 ± 1,02) lebih besar daripada guru SD yang tidak merokok (4,20 ± 0,98). Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan lemah yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan rasio total kolesterol/K-HDL (p < 0,05; r < 0,25). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sugiishi dan Takatsu (1993) yang menunjukkan adanya perbedaan rata-rata profil lipid yang signifikan diantara kelompok perokok (p < 0,001). Kelompok perokok memiliki kadar total kolesterol yang lebih rendah, namun memiliki kadar K-HDL yang lebih rendah dan rasio total kolesterol/K-HDL yang lebih tinggi. Pembahasan Analisis Multivariat Permodelan multivariat akhir menunjukkan bahwa jenis kelamin memiliki nilai standardized coefficient B (-0,303) dan hasil perkalian kuadrat partial correlations (9,4%) terbesar. Namun jenis kelamin tidak dapat dijadikan sebagai faktor predominan karena jenis kelamin merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi (NCEP ATP III). Sehingga pada penelitian ini didapatkan faktor predominan lainnya. Meskipun jenis kelamin tidak dapat dijadikan sebagai faktor predominan terhadap rasio total kolesterol/K-HDL, jenis kelamin laki-laki pada penelitian ini harus tetap waspada terhadap tingginya rasio total kolesterol/KHDL. Frekuensi makan sayur yang memiliki standardized coefficient B (-0,173) dan hasil perkalian kuadrat partial correlations (3,5%) terbesar setelah jenis kelamin dijadikan sebagai faktor predominan terhadap rasio total kolesterol/K-HDL pada guru SD di Kecamatan Cilandak. Hal ini sesuai dengan teori bahwa hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hansen (2009) bahwa kelompok dengan konsumsi sayuran hijau memiliki kadar rasio total kolesterol/K-HDL yang terendah dibandingkan dengan kelompok yang diberikan konsumsi buah apel dan buah lain. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Rata-rata rasio total kolesterol/K-HDL sebesar 4,25 dan terdapat 21,7% guru SD di Kecamatan Cilandak yang memiliki rasio total kolesterol/K-HDL berisiko (≥ 5) dan 78,3% yang memiliki rasio total kolesterol/K-HDL optimal (< 5).
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
2. Jenis kelamin, lingkar pinggang, frekuensi makan sayur, dan kebiasaan merokok berhubungan secara signifikan dengan rasio total kolesterol/K-HDL guru SD di Kecamatan Cilandak. Terdapat kecenderungan bahwa guru yang berjenis kelamin lakilaki, memiliki lingkar pinggang lebih, kurang frekuensi makan sayur, dan merupakan perokok memiliki rasio total kolesterol/K-HDL lebih tinggi. 3. Jenis kelamin, lingkar pinggang, dan frekuensi makan sayur dapat menjelaskan 17,7% variasi variabel rasio total kolesterol/K-HDL pada guru SD di Kecamatan Cilandak secara signifikan. Jenis kelamin dan frekuensi makan sayur merupakan faktor predominan terhadap rasio total kolesterol/K-HDL pada guru SD di Kecamatan Cilandak. SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diberikan saran: 1. Bagi guru agar meningkatkan frekuensi makan sayur untuk mencapai rasio total kolesterol/K-HDL yang optimal. 2. Bagi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan agar memberikan informasi dan edukasi atau program Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai pola hidup sehat dan makan seimbang untuk menjaga kadar profil lipid dalam darah serta melakukan program pemeriksaan kesehatan seperti pengecekan profil lipid dalam darah secara berkala. 3. Bagi peneliti lain agar melakukan penelitian dengan variabel dependen rasio total kolesterol/K-HDL karena penelitian serupa masih relatif jarang di Indonesia. KEPUSTAKAAN Almatsier, Sunita. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. American Heart Association. (1991). Heart and Stroke Facts. New York: American Heart Association. Badan Pusat Statistik Tahun 2010. http://www.bps.go.id/ diakses pada tanggal 2 Februari 2013. Barker, Helen M. (2002). Nutrition and Dietetics for Health Care. Scotland: Churchill Livingstone. Coggon, David. (1991). Case-Control and Cross-Sectional Studies in Design Concepts in Nutritional Epidemiology. Edited by Barrie M. Margetts and Michael Nelson. New York: Oxford University Press. Cornelia, et.al. (2010). Penuntun Konseling Gizi Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Jakarta: Abadi.
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
De Deckere, Emile A. M. (2001). Health Aspects of Fish and n-3 Polyunsaturated Fatty Acids from Plant and Marine Origin. Nutritional Health: Strategies for Disease Prevention, edited by Ted Wilson and N.J. Temple. Totowa: Humana Press, New Jersey. Esmaillzadeh A, et al. Cholesterol-Lowering Effect of Concentrated Pomegranate Juice Consumption in Type II Diabetic Patients with Hyperlipidemia. Fielding, Christopher J., et al. Effects of Dietary Cholesterol and Fat Saturation on Plasma Lipoproteins in an Ethnically Diverse Population of Healthy Young Men. J Clin. Invest. 1995; 95: 611-618. Genest, R McPherson, J Frohlich, et al. 2009 Canadian Cardiovascular Society/Canadian Guidelines For The Diagnosis and Treatment Of Dyslipidemia and Prevention Of Cardiovascular Disease In The Adult – 2009 Recommendations. Can J Cardiol 2009; 25(10): 567-579. Hansen L., et al. Fruit and Vegetables Intake and Serum Cholesterol Levels: A CrossSectional Study in the Diet, Cancer, and Health Cohort. Journal of Horticultural Science & Biotechnology 2009; ISAFRUIT Special Issue: 42-46. Horton, H. Robert, et al. (1996). Principles of Biochemistry Second Edition. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Hu, Frank B. Protein, Body Weight, and Cardiovascular Health. Am J Clin Nutr 2005; 82(suppl):242S-7S. Kalim, Harmani. Hypoalphalipoproteinemia: Prevalence and the Impact of Treatment on Reaching HDL Cholesterol Target Level in Patients with Dyslipidemia. Med J Indones 2001; 10: 98-102. Kinosian, B, Glick H, Preiss L, Puder KL. (1995). Cholesterol and Coronary Heart Disease: Predicting Risks in Men by Changes in Levels and Ratios. J Investig Med, 43(5):443-50. Linder, Maria C., et al. (1992). Biokimia Nutrisi dan Metabolisme Dengan Pemakaian Secara Klinis (Aminuddin Parakkasi, Penerjemah). Jakarta: Universitas Indonesia Press. Luepker, Russell V., et al. (2002). Cardiovascular Survey Methods. Geneva: World Health Organization. Madupa, Asli. (2006). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Total Kolesterol Orang Dewasa Di Perkotaan Indonesia (Analisis data Sekunder Susenas dan SKRT 2004). Tesis Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
Mensink, Ronald P, Peter L Zock, et al. Effects of Dietary Acids and Carbohydrates on the Ratio of Serum Total to HDL Cholesterol and on Serum Lipids and Apolipoproteins: A Meta-Analysis of 60 Controlled Trials. Am J Clin Nutr 2003; 77: 1146-55. Mula-Abed, Waad-Allah S., et al. (2008). Biological and Analytical Variation of Serum Lipid Profile. Dohuk Medical Journal. Namanda. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Rasio Total Kolesteril/K-HDL dan Rasio K-LDL/K-HDL Pada Dewasa Rural Kecamatan Rumbia, Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012 (Analisis Data Sekunder). Skripsi Program Studi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Natarajan, S., et al. (2003). Cholesterol Measures to Identify and Treat Individuals at Risk for Coronary Heart Disease. Am J Prev Med, 25(1), 50-7. National Cholesterol Education Program. National Heart, Lung, and Blood Institute. (2002). Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adults Treatment Panel III) Final Report. National Institute of Health. Page, Irvine H., J. N. Berrettoni, et al. Prediction of Coronary Heart Disease Based on Clinical Suspicion, Age, Total Cholesterol, and Triglycerides. Circulation 1970; 42:625645. Pemerintah
Kota
Administrasi
Jakarta
Selatan
2012
diunduh
dari
http://selatan.jakarta.go.id/v5/ pada 10 Maret 2013 pukul 23.50. Sartika, Ratu Ayu Dewi. (2007). Pengaruh Asupan Asam Lemak Trans Terhadap Profil Lipid Darah. Disertasi Program Ilmu Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Sugiishi, Munetaka, Fumimaro Takatsu. Cigarette Smoking Is A Major Risk Factor for Coronary Spasm. Circulation 1993; 87:76-79. Thuy, Au Bich, et al. Physical Activity and Its Association with Cardiovascular Risk Factors in Vietnam. Asia Pac J Public Health 2012; 24(2):308-317. http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/ diunduh pada pukul 22.30 tanggal 29 Januari 2013. http://www.who.int/topics/cardiovascular_diseases/en/index.html diunduh pada pukul 22.50 tanggal 29 Januari 2013. http://www.who.int/gho/ncd/mortality_morbidity/en/index.html diunduh pada pukul 19.00 tanggal 17 Februari 2013
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.
http://gamapserver.who.int/gho/interactive_charts/ncd/risk_factors/cholesterol_prevalence/atl as.html blood cholesterol 2008 diunduh pada pukul 19.10 tanggal 17 Februari 2013 World Health Organization (WHO). (2008). Waist Circumference and Waist-Hip Ratio: Report of a WHO Epert Consultation. Geneva: World Health Organization. http://jakarta.bps.go.id/index.php?bWVudT0xNSZwYWdlPWRhdGEmc3ViPSZpZD0xMSZ pZHdpbD0zMTcxMDMw diunduh pada pukul 19.36 tanggal 9 Mei 2013.
Jenis kelamin..., Evins, FKM UI, 2013.