EVERY DAY
HALIDA NURINA
Praise for Every Day “Yeaaaayyy, akhirnya kelar juga baca buku pertama hasil karya Halida, seru, enak dibaca, lucu (banyak istilah baru yang gw dpt), manis kisahnya, sukaaaaa. Sukses yaaahhh darling.......” - Shafira Umm, Indonesian Actress “Finished reading this book last night! Soooo funny and entertaining, and describing lawyers’s life so well hahaha... Keep writing ya Nda..!!!” – Anastasia Sidabutar, Lawyer “Selesai baca novel ini dalam dua jam, ceritanya ringan, lucu, seru, bikin tau gimana hectic-nya kerja di law firm, dan beginilah dunia kerja seutuhnya di Jakarta... haha... cerita cintanya bikin senyumsenyum sendiri.” – Sarah Gadrie, Radio Announcer “Just finished reading this novel! It tells us about life as a lawyer, love-hate relationship with this job, and of course- love. Totally relatable to anyone who’s having a long and winding road finding “the one”, and it is so refreshing as the story flows in funny, light, and witty way.” – Denisha Oktari, LLM Student “I finished reading your novel few days ago. I like the way you tell us your story: light, entertaining, informative. The novel makes me know that sometimes you also think of silly and random things – I bet this is the other side of you that many like me haven’t known yet. Hahaha. Awesome, nda! Keep writing, keep telling your story! Best of luck.” – Louise Esmeralda, Lawyer “Novel ini dah dtg dr tgl 18 Nov dan sampe sekarang udah baca 2x bolak balik dan selalu mesem2 sendiri tiap kali baca... I really really enjoy reading this novel...” – Ratu Asye, Private Employee
“Bacanya berasa nonton gabungan I am Sam dan Bridget’s Jones Diary... yang pasti, kalau di film-in akan lebih bagus dari Across the Universe... you got a Ticket to Ride Teteh...” – David Siahaan, Lawyer “Life is what happens to you while you busy making other plans... great book... happy ending... good job, sist!” – M. Rizky Pratama, Prosecutor “I just finished this book in one sitting because I just couldn’t handle the excitement. A very heartwarming, light and very relatable cause it somehow reflected a young lawyer life.” – Sheila Ardiyanti, NGO Employee “Very entertaining, light and funny....” – Tara Lubis, Lawyer “Gw baru ampe chapter 4 sih nih, you did a great job! Tokohtokohnya kayak yang kenal deket dan alurnya enak...” – Boyke Vidykrisna Hutama, Stage Manager “Well, kemaren pas gw jaga nyokap di RS, gw tamatin deh baca ini.. Juaraa gw ngakaknyaa...” – Longat Ameron Siahaan, Lawyer
3
S
ekarang sudah jam 10 malam. And yeah, I’m still in the office right now! Masih terperangkap dengan tumpukan
bantex yang kalau gue hitung kira-kira ada 25 bantex. Kalau lagi kesel sama orang, mendingan lempar tuh bantex, pingsan sih kayaknya orang yang kena lemparan lo (mulai mikir barbar kelamaan lihat bantex). Ternyata sudah lima jam, dokumen Anggaran Dasar dalam bantex-bantex ini gue periksa, tapi sampai sekarang belum selesai juga. Ini aja baru bantex kesepuluh, berarti masih sisa….. banyak! Segitu jodohnya apa gue sama bantex? Ceritanya, gue lagi ngaudit suatu perusahaan nasional yang akan menerima pinjaman dari klien gue. Klien gue ini salah satu bank asing di negeri Cina nun jauh di sana. Sebagai lawyer si bank asing, gue bertugas untuk memeriksa semua dokumen legal, salah satunya dokumen Anggaran Dasar segambreng ini. Tujuannya untuk memastikan apakah perusahaan nasional ini layak atau tidak layak mendapatkan pinjaman jika dilihat dari legalitasnya. Tadinya gue pikir hari ini akan pulang cepat. Jumat malam lho ini! Taunya ya gitu deh, jangan banyak berharaplah intinya. Kalau kata anak-anak kantor, banyak berharap itu nggak hanya berlaku dalam urusan cinta-cintaan, tapi juga berlaku dalam urusan jam pulang kantor. Kalau kalian kerja di law firm, jangan
4
banyak berharap bisa pulang tenggo kayak orang kantoran lain, banyak berharap bikin mati muda sodara-sodara! Kalau kalian adalah lawyers dan status masih “belum bos”, don’t you ever think you can swing your happy feet like others do! It won’t happen my dear! Pernah sih gue pulang jam 5 sore, tapi kayaknya jarang banget selama karier lawyering gue. Ibarat tanggal 29 di bulan Februari, yang adanya cuma pas tahun kabisat. Jadi, buat yang memang mau banget jadi lawyer, buang jauh-jauh harapan kalian untuk pulang kantor sebelum matahari tenggelam, kecuali….. lo si maha kuasa a.k.a bos yang punya kantor tentunya! Suka-suka lo deh mau pulang jam berapa! Sebenarnya, normal working hours suatu law firm sama kayak kantor lain, yaitu nine to five. Kalau jam 5 semua kerjaan selesai atau kerjaannya memang nggak harus selesai hari ini, ya bolehboleh aja pulang tenggo. Tapi ini jarang! Sekali lagi gue ingatkan, J-A-R-A-N-G dengan huruf kapital! Policy di kantor gue, at least, harus punya delapan Billable Working Hours (BW) sehari, jadi dalam setahun, punya sekitar 1400-1600 BW. BW itu adalah total waktu yang dipakai untuk bekerja, yang kami input dalam suatu software khusus. Anakanak kantor biasanya bilang “isi timesheet.” Contohnya gini, misalnya dalam satu hari gue draft agreement empat jam, terus legal research dua jam, dan review Anggaran Dasar dua jam.
5
Nah, kalau dijumlahkan, gue udah punya delapan BW sehari. Jumlah delapan BW itu yang akan ditagih ke klien. Semakin banyak BW, menunjukkan semakin produktif bekerja. Semakin produktif bekerja, semakin tinggi kesempatan untuk naik gaji dan dapat bonus yang bikin berasa anaknya Sultan Brunei beberapa jam saja, karena dalam beberapa jam selanjutnya, uang-uang tersebut nggak ada lagi di rekening, dipakai bayar cicilan dan segala bentuk hutang lainnya. Sebaliknya, semakin gabut alias kurang kerjaan, semakin sedikit BW yang dapat ditagih ke klien, semakin harus menguatkan iman untuk nggak tergiur belanja barang-barang di lantai dasar setiap mal di ibukota. Gue bermaksud untuk pulang cepat hari ini, soalnya udah janji mau minum-minum cantik bareng Raya. Jam 5 sore, gue udah selesai retouch make up gue dan rambut pun udah blow maksimal. Namun, di injury time, handphone gue berbunyi, layar handphone menunjukkan serangkaian nomor yang gue ingin banget lupa dan selalu bikin jantung tiba-tiba merosot ke kaki. Nomor telepon siapakah dia? Tak lain dan tak bukan, nomor telepon klien yang penuh kejutan kerjaan di Jumat malam! Telepon klien itu bak makan buah simalakama guys. Kalau film Warkop DKI sih mungkin udah bilang: maju kena, mundur kena. Untuk beberapa detik, gue bimbang, antara sok budeg alias nggak diangkat atau sok berdedikasi dengan angkat telepon.
6
Gue timbang-timbang, diangkat dan nggak diangkat samasama berisiko. Risiko nggak diangkat adalah si klien akan ngomel ke bos dan bos akan ngomelin lo dengan bilang not reliable. Risiko diangkat, say good bye to your Friday night hangout! Dalam hati gue berdoa: “Tuhan, jika tumpukan bantex ini adalah jodohku, dekatkanlah, jika bukan, jauhkanlah…..” Selanjutnya, jawaban Tuhan nggak pake lama, tiba-tiba Tuhan mengingatkan gue atas status gue yang masih pegawai dengan cicilan-cicilan yang belum lunas. Oke, itu bagian dari petunjuk Tuhan, jawaban dari doa gue. Berarti gue harus angkat telepon si klien ya? Harus banget nih diangkat teleponnya? Tuhan coba tolong dipertimbangkan lagi Tuhan? Tombol hijau di handphone akhirnya gue tekan. “Hi Tom!” sapa gue, sok antusias. Namanya Tom Finlay, legal manager si bank asing. Gue berharap tiba-tiba ada gangguan telepon yang bikin telepon mati atau tiba-tiba si klien habis pulsa, jelas itu nggak akan mungkin kejadian, karena klien bukan mama minta pulsa. Maaf mulai nggak lucu. “Hi Alana,” sapa suara berat penuh keambisiusan yang udah gue kenal karena orang ini sering nelpon dan biasanya ujung-ujungnya ngerepotin gue. “Alana, I have few comments on the draft agreement you sent yesterday. I am going to email them after this call. Could you please take a look my comments and send your comments today?”
7
Hah? Apa barusan dia bilang? “TODAAAYY?” nada gue udah naik! Naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali. “Yes, today! ‘Cos tommorrow I have a meeting with the debtor,” diucapkan dengan nada penjajah. Jeda beberapa detik, karena gue mengambil napas. Namaste! “Ok Tom, will do!” kata gue sok tegar, padahal lemes, kayak abis lari keliling GBK 10 putaran nggak pakai minum. “Thanks Alana.” Tombol merah di handpone gue tekan. Gagal sudah rencana gue malam ini. Oh….. nasib! Damn you Tom! Monyong! Kenapa nggak dari tadi siang aja lo minta maliiiihhhhh! Padahal udah dari kemarin gue kirim itu draft loan agreement. Rrrrrrrr. Mendadak bertaring dan ingin banting handphone. Eh tapi lupa, itu handphone fasilitas kantor. Ingat! Dilarang merusak fasilitas kantor! Setelah beberapa menit sumpah serapah yang merupakan tahap dari fase marah-marah, kemudian gue masuk fase ikhlas. Dalam hal ini gue sadar kalau bantex adalah jodoh gue malam ini meskipun mata gue manatap nanar ketika membuka satu demi
satu
lembaran
bantex
Anggaran
Dasar
untuk
8
menyesuaikannya dengan komentar yang tadi si Tom kirim. Seolah sehati, bahkan playlist gue memutar A Hard Day’s Night dari the Beatles.
It's been a hard day's night, and I'd been working like a dog It's been a hard day's night, I should be sleeping like a log Kejadian kayak gini bukan sekali dua kali, dan sebenarnya bukan hal yang aneh dalam keseharian gue. Sebenarnya ini merupakan kejadian yang kesekian kalinya. Seharusnya reaksi gue juga nggak harus lebay kayak gini sih. Tapi tetep aja nyebelin, karena artinya gue gagal kongkow barengan si Raya malam ini. Raya adalah teman kuliah gue di Bandung dan sekarang kerja di bank sentral tanah air. Dia ditempatkan di Denpasar dan jarang pulang ke Jakarta, hanya setahun sekali ketika Lebaran. Makanya, gue bela-belain untuk bisa ketemu dia malam ini. Tapi….. gagal! Bukannya nakutin, tapi risiko lainnya kalau mau jadi lawyer, selain kalian nggak bisa pulang sebelum matahari tenggelam seperti gue bilang, kalian juga harus legowo untuk me-nomor dua-kan kesenangan duniawi. Masalah pulang malam sih udah nggak aneh. Sabtu dan Minggu kerja juga hal yang lumrah. Bahkan nginep di kantor pun juga bukan karena kurang kerjaan, tapi kelebihan kerjaan sodara-sodara! Bayangin, gue
9
pernah tiga hari nginep di kantor, kantor udah kayak apartemen gue. Tidur, mandi, makan tiga kali, semuanya di kantor. Kalau buka isi lemari gue di kantor, ada selimut, baju, handuk, dan perlengkapan mandi lainnya, termasuk shower cap juga ada. Lengkap pokoknya udah kayak di rumah! Kurang jemuran aja!
10