EVALUASI PENYELESAIAN RETUR SURAT PERINTAH PENCAIRAN DANA (SP2D) SATUAN KERJA PADA KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA BANJARMASIN
Aris Munandar Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarmasin ABSTRAKSI Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam mengatur penyelesaian retur Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), dan (2) untuk mengetahui langkah-langkah yang seharusnya dilakukan dalam penyelesaian retur SP2D dan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi terjadinya retur SP2D di wilayah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan selama empat bulan pada Seksi Pencairan Dana KPPN Banjarmasin Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa banyak kendala dalam penyelesaian retur SP2D dan perlu dilakukan usaha perbaikan dalam penatausahaan retur. Kata kunci: penyelesaian retur, bank operasional, satuan kerja ABSTRACT The purpose of this study were (1) to determine the obstacles encountered in arranging the settlement of Warrant Redemption Fund (WRF) returns, and (2) to determine the solutions of returns WRF completion and what solutions to reduce the occurrence of returns WRF in Banjarmasin Office of State Treasurer (OST). This study used qualitative descriptive analysis techniques. The study was conducted for four months on Disbursement Section of Banjarmasin OST. From the result of this stutdy, it can be concluded that there were a lot of obstacles in the completion of returns SP2D and necessary improve ments in administration of business returns. Keywords: settlement of returns, operational bank, work unit
PENDAHULUAN Total dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2011 yang dikelola oleh Kementerian Keuangan yaitu sebesar 1.230 trilyun, digunakan antara lain untuk menjalankan program-program pemerintah, baik dalam pembangunan dan pengembangan infrastruktur/noninfrastruktur, pertumbuhan ekonomi, belanja subsidi, dan berbagai program pemerintah lainnya. Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan.
Instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yaitu Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) memperoleh kewenangan sebagai Kuasa BUN Daerah yang dibentuk untuk melayani tagihan-tagihan yang menjadi beban atas APBN dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dengan dasar Surat Perintah Membayar (SPM) yang diajukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Dalam pencairan dana atas beban APBN, KPPN selaku Kuasa BUN daerah melaksanakan pengujian substantif dan formal atas SPM yang diterbitkan oleh KPA. Apabila SPM yang diajukan lolos uji maka KPPN wajib menerbitkan SP2D yang berfungsi sebagai bilyet giro yang menjadi
113
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 dasar bagi bank untuk mendebit sejumlah dana pada rekening milik BUN dan memindahkannya ke rekening pihak ketiga. Apabila SPM yang diajukan tidak lolos uji maka SPM tersebut akan dikembalikan kepada KPA dengan surat yang ditandatangani oleh kepala KPPN untuk dilakukan perbaikan atau melengkapi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Dalam pengujian SPM ini, KPPN tidak menilai kebenaran atas data pihak-pihak yang berhak menerima dana dari APBN, karena hal itu merupakan wewenang dari satker/KPA yang seharusnya mempunyai kemampuan untuk melakukan pengujian secara baik dan benar agar tagihan yang diajukan kepada negara telah benar-benar memenuhi persyaratan dan akan memudahkan pengujian-pengujian yang dilakukan oleh pihak lain. Dari kenyataan di atas, ternyata banyak timbul masalah saat SP2D diterbitkan dan diserahkan ke Bank Operasional (BO), karena banyaknya SP2D yang ditolak bank yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kesalahan penulisan nama pemilik rekening, nomor rekening, perbedaan antara nama dan nomor rekening, yang mengakibatkan bank menolak memindahbukukan dana atas SP2D tersebut ke rekening penerima sehingga terjadi retur SP2D. Bank hanya memindahbukukan dana sesuai dengan dokumen sumber yang diterbitkan oleh KPPN yaitu SP2D baik yang berupa hardcopy maupun softcopy. Pihak Bank dalam hal ini sangatlah ketat dan kaku akan aturan yang dijalankan. Bank tidak mempunyai toleransi akan kesalahan-kesalahan kecil pada nama, nomor rekening dan kepastian pencantuman kode wilayah bank. Retur SP2D ini tentu saja sangat merugikan pihak penerima dana, karena hal tersebut dapat menghambat proses pelaksanaan kegiatan, pencairan dan penyerapan dana APBN. Selama tahun 2011, penulis mendapatkan informasi bahwa jumlah retur SP2D yang dikembalikan ke kas negara dari seluruh rekening retur di Indonesia pada akhir tahun anggaran lebih dari 800 milyar rupiah. Hal ini berarti ada kegiatan/ program senilai 800 milyar rupiah ternyata tidak tersalurkan dananya sehingga menghambat proses pelaksanaan kegiatan.
114 Khusus di Banjarmasin jumlahnya sebesar Rp 4.795.399.446. Untuk menyelesaikan masalah retur SP2D Ditjen Perbendaharaan telah mengeluarkan Peraturan Ditjen Perbendaharaan Nomor 74/PB/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian dan Penatausahaan Pengembalian (Retur) Surat Perintah Pencairan Dana. Dalam Perdirjen ini disampaikan beberapa pokok aturan terkait penyelesaian permasalahan retur SP2D yang antara lain sebagai berikut. 1. Pembayaran kembali dana retur SP2D yang belum disetorkan ke kas Negara dilakukan dengan penerbitan Surat Ralat SP2D (pasal 3 ayat 4 Perdirjen No. 74 tahun 2011). 2. Pembayaran kembali dana retur SP2D yang telah disetorkan ke kas Negara dilakukan dengan penerbitan SPM/ SP2D oleh Kuasa BUN (pasal 3 ayat 5 Perdirjen No. 74 tahun 2011). 3. Pada akhir tahun anggaran dana retur SP2D di Rekening BO I/II/III/Pos wajib disetorkan ke Kas Negara pada bank/ pos persepsi. 4. Dana Retur SP2D pada rekening rr (retur) wajib mendapatkan jasa giro. 5. Rekening rr dibuka oleh kepala KPPN dan wajib menyampaikan pembukaan rekening kepada Direktur PKN. Dana retur SP2D tahun 2012-2013 pada KPPN Banjarmasin sebesar Rp. 1.215.196.581 yang belum diselesaikan pada tahun berkenaan hingga tanggal 31 Desember 2013. Dana retur SP2D tahun 2014 yang belum diselesaikan sebesar Rp 580.312.752. Jadi total seluruh retur tahun 2012-2014 sebesar Rp 1.795.509.333. Dana tersebut masih disimpan dalam rekening rr yang dibuka oleh Kepala KPPN Banjarmasin. Bisa dibayangkan berapa jumlah dana retur SP2D yang belum terselesaikan di seluruh Indonesia jika dari 181 KPPN di Indonesia terdapat dana retur yang jumlahnya bisa mencapai ratusan miliar. Berapa dana idle cash yang tidak berputar, yang sebenarnya bisa dipakai untuk membiayai pembangunan negara. Berdasarkan kenyataan itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang evaluasi penyelesaian retur SP2D Satuan Kerja pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarmasin.
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Kendala apa saja yang dihadapi dalam mengatur penyelesaian retur SP2D Satker pada KPPN Banjarmasin? 2. Bagaimana seharusnya penyelesaian retur SP2D satker pada KPPN Banjarmasin?
115
2.
3.
TINJAUAN PUSTAKA 4.
Teori Evaluasi Pengertian evaluasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2008) berarti penilaian; hasil. Menurut Umar (2002: 36), evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisish di antara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh. Pengertian evaluasi menurut Charles O. Jones dalam Aprilia (2009:8) adalah evaluasi adalah kegiatan yang dapat menyumbangkan pengertian yang besar nilainya dan dapat pula membantu penyempurnaan pelaksanaan kebijakan beserta perkembangannya. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa kegiatan evaluasi dapat mengetahui apakah pelaksanaan suatu program sudah sesuai dengan tujuan utama, yang selanjutnya kegiatan evaluasi tersebut dapat menjadi tolak ukur suatu kebijakan atau kegiatan untuk dapat dikatakan layak diteruskan, perlu diperbaiki atau dihentikan kegiatannya. Menurut PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output) dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Menurut Ernest R. Alexander dalam Aminudin (2007:45), metode evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu sebagai berikut ini. 1. Before and After Comparisons. Metode ini mengkaji suatu obyek penelitian de-
5.
ngan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya. Actual versus Planned Performance Comparisons. Metode ini mengkaji suatu obyek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan ketetapan perencanaan yang ada (planned). Experimental (Controlled) Model. Metode ini mengkaji suatu obyek penelitian dengan melakukan percobaan yang terkendali untuk mengetahui kondisi yang diteliti. Quasi Experimental models, merupakan metode yang mengkaji suatu obyek penelitian dengan melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian terhadap kondisi yang diteliti. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu obyek penelitian yang hanya berdasarkan pada penilaian biaya terhadap suatu rencana.
Menurut Scriven (Darma, 2012), terdapat dua model evaluasi yaitu sebagai berikut ini. 1. Goal Free Evaluation. Dalam melaksanakan evaluasi program, evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program, yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya (kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi (pengaruh) baik hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal yang negatif (yang tidak diharapkan). 2. Evaluasi Formatif-Sumatif. Evaluasi formatif adalah suatu evaluasi yang biasanya dilakukan ketika suatu program tertentu sedang dikembangkan dan biasanya dilakukan lebih dari sekali dengan tujuan untuk melakukan perbaikan. Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk memastikan tujuan yang diharapkan dapat tercapai dan untuk melakukan perbaikan suatu produk atau program. Evaluasi formatif dilakukan untuk memberikan informasi evaluatif yang bermanfaat untuk memperbaiki suatu program. Ada dua faktor yang mempengaruhi kegunaan evaluasi formatif, yaitu kontrol dan waktu. Evaluasi sumatif
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 adalah suatu penilaian hasil-hasil yang telah dicapai secara keseluruhan dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan. Waktu pelaksanaan pada saat akhir proyek sesuai dengan jangka waktu proyek dilaksanakan. Untuk evaluasi yang menilai dampak proyek, dapat dilaksanakan setelah proyek berakhir dan diperhitungkan dampaknya sudah terlihat nyata Menurut PP No. 39 Tahun 2006, di dalam pelaksanaannya, kegiatan evaluasi dapat dilakukan pada berbagai tahapan yang berbeda, yaitu sebagai berikut ini. 1. Tahap Perencanaan (Ex-Ante). Evaluasi ini dilakukan sebelum ditetapkannya rencana pembangunan dengan tujuan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. 2. Tahap Pelaksanaan (On-Going). Evaluasi ini dilakukan pada saat pelaksanaan rencana pembangunan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan rencana dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 3. Tahap Pasca Pelaksanaan (Ex-Post). Evaluasi ini dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana berakhir yang diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini digunakan untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan dengan masukan), efektifitas (hasil dan dampak terhadap sasaran), ataupun manfaat (dampak terhadap kebutuhan) dari suatu program. Keuangan Negara Berdasarkan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dalam rangka terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggungjawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Sesuai dengan amanat Pasal 23C UUD 1945, UU tentang Keuangan Negara menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam
116 UUD tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi asas-asas dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas. Selanjutnya, asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah chief financial officer Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah chief operational officer untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme check and balance serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. APBN merupakan instrumen untuk mengatur pe-
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 ngeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. Berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah hemat, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan, serta terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan, menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional. Periode pelaksanaan APBN adalah satu tahun, yaitu 1 Januari-31 Desember. Dalam rangka menjaga agar APBN dapat dilaksanakan secara tepat waktu maka dalam UU 17/2003 maupun PP 21/2004 telah ditentukan kalender anggarannya, yaitu APBN harus sudah diundangkan paling lambat bulan Oktober tahun sebelumnya, agar pemerintah mempunyai waktu yang cukup untuk menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Dokumen pelaksanaan anggaran memuat alokasi anggaran yang disediakan kepada pengguna anggaran. Alokasi anggaran pendapatan disebut estimasi pendapatan yang dialokasikan dan alokasi anggaran belanja disebut allotment. Dokumen pelaksanaan anggaran pada pemerintah pusat disebut Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh menteri/pimpinan lembaga atau satuan kerja serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan. Dokumen ini berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah. Paradigma baru dalam pengelolaan keuangan negara adalah beralihnya konsep administrasi keuangan ke manajemen keuangan. Hal ini memerlukan pembaharuan pada setiap fungsi manajemen, baik pada tataran perencanaan, penganggaran,
117 pelaksanaan anggaran, akuntansi dan pertanggungjawaban, serta pemeriksaan. Semua fungsi diarahkan pada pemanfaatan sumber daya secara efisien dan efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam refomasi manajemen keuangan negara adalah “let the managers manage”. Dengan pendekatan ini, pengguna anggaran diberikan fleksibilitas untuk melaksanakan anggaran. Pengguna anggaran diberikan kewenangan untuk menyusun DIPA sesuai dengan program dan kegiatan yang telah ditetapkan serta plafon anggaran yang telah disediakan. Dengan mekanisme yang demikian maka para pengguna anggaran diberikan fleksibilitas seluas-luasnya untuk mengatur anggarannya. Namun demikian mekanisme check and balance tetap dilaksanakan sehingga DIPA yang disusun oleh pengguna anggaran tidak serta merta langsung diberlakukan, namun harus dibahas dulu dengan Kementerian Keuangan, dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk memperoleh pengesahan. Sehubungan dengan diberlakukannya manajemen keuangan dalam pengelolaan keuangan negara maka setiap pengguna anggaran wajib menyusun rencana penarikan dana untuk setiap progam/ kegiatan yang ada dalam DIPA. Pembagian Kewenangan Dalam rangka pelaksanaan anggaran, Presiden mendelegasikan kewenangannya kepada menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran. Sementara itu, kewenangan untuk pengelolaan keuangan didelegasikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Menteri teknis/pimpinan lembaga merupakan chief of opertional officer, sedangkan Menteri Keuangan merupakan chief of financial officer. Dalam pelaksanaan anggaran, mereka mempunyai kedudukan yang seimbang dalam rangka menjaga terlaksananya mekanisme check and balance. Kuasa pengguna anggaran dapat ditunjuk sehubungan dengan kompleksitas kegiatan, rentang kendali yang luas, jumlah anggaran yang besar, atau karena lokasi kegiatan. Pembagian kewenangan tersebut ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini.
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015
Presiden (sebagai CEO) Menteri Teknis (sebagai COO)
Menteri Keuangan (sebagai CFO)
Kepala Kantor (selaku Kuasa COO)
Kepala KPPN (selaku Kuasa CFO)
Gambar 1: Pendelegasian Wewenang Pelaksanaan Anggaran Negara Sumber: Modul PPAKP (2013)
Sistem Pembayaran Belanja membebani anggaran setelah barang/jasa diterima. Oleh karena itu, terdapat pengaturan yang ketat tentang sistem pembayaran. Pada dasarnya alokasi anggaran kepada satuan kerja (DIPA) akan diberikan jika sudah tersedia alokasi dalam APBN. Berdasarkan DIPA, satuan kerja dapat melakukan kegiatan perolehan barang/jasa yang harus diverifikasi kebenarannya, kemudian dilakukan pembayaran. Alur pelaksanaan anggaran pada satker kementerian negara/lembaga ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini. APBN
118 SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan. Berhubung satker harus bertanggungjawab maka bukti-bukti pengeluaran tetap disimpan di kementerian/ lembaga dan tidak dikirim ke KPPN. KPPN tetap melakukan pengujian untuk mengecek ketepatan jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. Mekanisme pembayaran ini ditunjukkan Gambar 3 berikut ini. Menteri Teknis (selaku Pengguna Anggaran) • Pembuatan Komitmen • Pengujian dan Pembebanan • Perintah Pembayaran
Menteri Keuangan (selaku BUN) •Pengujian •Pencairan Dana
Gambar 3: Mekanisme Realisasi Anggaran Sumber: Modul PPAKP (2013)
DIPA Komitmen Vendor Verifikasi Pembayaran
Gambar 2: Pelaksanaan Anggaran Sumber: Modul PPAKP (2013) Dalam pelaksanaan anggaran, pengguna anggaran diberikan kewenangan untuk membebani anggaran. Sebagai konsekuensinya pengguna anggaran dituntut untuk memverifikasi atau menguji atas kebenaran formil maupun materiil atas pelaksanaan anggaran serta mempertanggungjawabkannya. Apabila verifikasi terhadap belanja telah dilakukan dan sah maka pengguna anggaran menyampaikan Surat Perintah Membayar (SPM) ke KPPN.
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi bahan referensi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini. 1. Setyani (2012) meneliti tentang penatausahaan SP2D dan faktor yang menyebabkan adanya retur di KPPN Semarang. Teknik analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyaknya jumlah SP2D yang diterbitkan oleh KPPN Semarang berakibat pada banyaknya SP2D retur yang dikembalikan oleh pihak BO I. Oleh karena itu, penatausahaan perlu dilaksanakan dengan baik. 2. Frikasari Nst (2008) meneliti tentang sistem pengawasan internal pembayaran atas beban APBN pada kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara Pematang Siantar. Teknik analisis data dilakukan dengan metode deskriptif
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan terhadap transaksi-transaksi kas di perusahaan yang mungkin dapat membantu mencapai tujuan organisasi secara umum perlu ditingkatkan. 3. Tricahyo (2010) meneliti tentang perubahan penataan organisasi, manajemen SDM serta kepuasan satuan kerja dalam memperoleh layanan pada KPPN Pangkalpinang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penataan organisasi berdampak pada peningkatan rasa kepuasan terhadap layanan KPPN Pangkal Pinang Kerangka Berpikir Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini adalah sejauh mana penyelesaian retur SP2D, agar dana dalam rekening retur rr yang ada di setiap BO semakin berkurang atau malah tidak ada lagi idle cash. Salah satu indikator kinerja utama KPPN Banjarmasin adalah retur SP2D yang tidak boleh melebihi 2% dari seluruh SP2D yang diterbitkan oleh KPPN Banjarmasin. Ketiadaan retur SP2D mengakibatkan layanan kepada stakeholder semakin meningkat. Akibatnya, stakeholder merasakan kepuasan atas layanan yang diberikan karena dana yang mereka butuhkan segera diterima. Kerangka berpikikir digambarkan dengan mengembangkan teori-teori yang telah ada, yang kemudian dianalisis secara deskriptif tentang bagaimana penyelesaian retur SP2D dalam kaitannya meningkatkan pelayanan kepada satuan kerja pada KPPN Banjarmasin.
Input
Proses
Output/ Outcome
• Upaya KPPN dalam Meningkatkan Penyelesaian Retur
•Pemetaan Manajemen Masalah Retur •Penataan Organisasi (Peraturan yang Berlaku) •Kualitas Layanan yang Cepat, Tepat, Transparan dan Tanpa Biaya •Mengurangi Terjadinya Retur dan Penyelesaian yang Cepat
Gambar 4: Kerangka Berpikir
119 METODE PENELITIAN Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang berbentuk kata-kata atau kalimat, dan dapat pula memberikan penjelasan yang menggambarkan proses, keadaan dan peristiwa tertentu sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas dan mudah dipahami. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan yang dikumpulkan seperti laporan bulanan dana retur, lapaoran penerbitan SP2D dan sebagainya. Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. 1. Data primer merupakan data yang didapat oleh peneliti secara langsung dari sumbernya. Data primer yang dikumpulkan berupa observasi dan wawancara. Sumber data primer adalah narasumber dari satker, pegawai KPPN Banjarmasin dan pegawai BO yang terkait dalam pelaksanaan pekerjaan dalam hal penyelesaian retur SP2D. 2. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia pada objek penelitian dan dapat langsung digunakan oleh peneliti yang tentunya mendukung data primer. Data yang dikumpulkan berupa laporan pekerjaan yang terkait dengan retur SP2D ataupun laporan lainnya yang bisa dijadikan sebagai sumber data dan hasil kegiatan. Sumber data bisa didapatkan pada lokasi penelitian maupun bisa dari satuan kerja yang terkait dengan penyelesaian retur. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Lapangan Penelitian lapangan dapat dilakukan dengan kegiatan observasi, wawancara, dan dokumentasi. 1. Observasi adalah metode pengumpulan data di mana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang disaksikan selama penelitian berlangsung. Peneliti dalam hal ini berperan sebagai pengamat sempurna. Maksudnya yaitu peneliti menjadi pengamat ikut berpartisipasi dengan yang diamati. Ia mempunyai jarak dengan responden yang diamati (Gulo, 2002:116).
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 2.
3.
120
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam melalui wawancara tak berstruktur yang perumusan dan urutan pertanyaannya dapat lebih bebas sehingga akan lebih dapat mengikuti alur pembicaraan responden. Dokumentasi yaitu pengambilan data yang dilakukan dengan mengambil, meneliti, dan mempelajari dokumendokumen dari peraturan perundanganundangan, laporan-laporan serta dari website yang relevan dengan masalah.
Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan yaitu pengumpulan data yang berasal dari literaturliteratur yang berhubungan dengan materi yang dibahas untuk memperoleh data sekunder. Sumber data ini penulis gunakan sebagai landasan teoritis dalam memperoleh masukan yang baik terhadap sumber data dari objek penelitian. Teknik Analisa Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif (kualitatif), yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik, sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Data yang diperoleh dan dikumpulkan kemudian dianalisis berdasarkan metode yang telah ditetapkan (kualitatif). Tujuannya untuk mengetahui penyelesaian retur SP2D satuan kerja pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarmasin. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kendala Penyelesaian Retur SP2D Penatausahaan penyelesaian retur SP2D pada KPPN Banjarmasin secara garis besar sudah sesuai dengan peraturan yang dipersyaratkan pada Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-33/PB/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-37/PB/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian dan Penatausahaan Pengembalian (Retur) SP2D. Data retur SP2D pada KPPN Banjarmasin tahun 2012-2014 dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini..
Gambar 4: Grafik Retur SP2D 2012-2014 Sumber: KPPN Banjarmasin Dari Gambar 4, jumlah retur pada tahun 2012 sebanyak 1145 buah retur SP2D, jauh lebih banyak dari tahun 2013 dan 2014. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2012 hanya terdapat satu BO I yaitu Bank Mandiri yang mengelola dan menerima SP2D dari KPPN Banjarmasin dan mendistribusikan uangnya masuk ke rekening masing-masing penerima. Rekening penerima dana SP2D bisa berasal dari berbagai bank yang ada di Indonesia, sehingga jika ada sedikit ketidakcocokan data maka sistem pada bank akan langsung menolak, kecuali untuk penerima yang mempunyai rekening pada Bank Mandiri, jika ada ketidakcocokan bisa langsung direkam manual karena dari bank yang sama tidak diperlukan konfirmasi untuk melakukan perbaikan. Untuk tahun 2013 dan 2014 BO pada KPPN Banjarmasin sudah terdapat empat buah BO yang ditugaskan untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran negara yaitu antara lain BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN. Untuk BRI, BNI dan BTN, khusus mengelola SP2D yang dana penerimanya memiliki tabungan di bank yang bersangkutan saja, tetapi untuk Bank Mandiri mengelola SP2D yang dana penerimanya selain memiliki rekening di Bank Mandiri juga di bank lainnya. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh BO dalam penyelesaian retur SP2D yang antara lain sebagai berikut. 1. Saldo retur paling banyak terdapat pada rekening BO I Bank Mandiri. Pada tahun 2012 seluruh saldo retur ada pada BO I Bank Mandiri karena pada tahun itu memang cuma Bank Mandiri
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 sebagai BO I. Salah satu penyebab dari retur dan terlambatnya proses kliring dan RTGS adalah ketidakjelasan nama bank ataupun karena nama bank yg tercantum tidak sederhana. Terutama untuk transaksi yg harus melalui proses RTGS, di mana kami menginput datanya secara manual. Apalagi jika SP2D diantar kepada kami sudah mepet dengan batas waktu RTGS BI. Pada tahun 2013 dan 2014, BO I pada KPPN Banjarmasin sudah berjumlah empat buah, namun Bank Mandiri masih merupakan penyumbang dana retur terbanyak sebesar 87,22% atau Rp 60.426.667.297. Kemudian BO I BRI di urutan kedua sebesar 10,90% atau Rp 7.554.494.377. Kemudian diikuti BO I BNI dan BTN. Untuk BRI, BNI dan BTN proses transfer dana SP2D yang diterima melalui proses kliring. Kesalahan rekening dan salah nama sering menjadi penyebab retur pada ketiga BO I tersebut. Dari Gambar 5 terlihat bahwa penyelesaian retur SP2D sudah cukup baik. Dari tahun 2012 retur sebanyak 1145 buah telah diselesaikan hingga tinggal tersisa 201 retur (17,55%). Pada tahun 2013 retur sebanyak 449 retur dan tersisa 21 buah lagi (4.48%) dan tahun 2014 sebanyak 350 buah retur dan tersisa hingga 60 buah retur atau hanya sisa 17.14%
Gambar 5: Grafik Penyelesaian Retur 2012–2014 Sumber: KPPN Banjarmasin 2. Dana retur ada yang sudah dilengkapi dan diperbaiki datanya, namun masih tetap diretur oleh bank. Retur SP2D
121 yang masih mengalami retur tidak disampaikan lagi kepada satker yang bersangkutan karena bank yang melakukan retur tidak menyampaikan pemberitahuan retur dengan surat sehingga KPPN Banjarmasin tidak mempunyai dasar untuk memberitahukan retur SP2D tersebut kepada satker. Beberapa kendala yang dihadapi oleh Satuan Kerja dalam penyelesaian retur SP2D antara lain sebagai berikut ini. 1. Lambatnya penyelesaian retur karena penerima dana SP2D biasanya lambat memberikan data perbaikan. Alasan keterlambatan itu banyak adalah alamat penerima tidak se-kota dengan satkernya, terutama untuk penerima dana misalnya siswa miskin atau mahasiswa penerima beasiswa biasanya satker sulit melacak alamat penerima. 2. Kadangkala penerima dana tidak mengetahui jika yang bersangkutan menerima dana bantuan. Jadi, jika terjadi retur, si penerima tidak mengetahui kecuali satker sudah menghubungi. 3. Satker dalam hal ini tidak merasakan secara langsung dampak dari retur jika SP2D yang dicairkan tujuannya kepada pihak ketiga. Dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA), dana tersebut telah masuk dalam penyerapan anggaran dan mengurangi DIPA satker. Retur tidak mengurangi realisasi anggaran satker. Akan tetapi, apabila dilihat dari output pekerjaan, dana tersebut belum benar-benar tersalurkan. Beberapa kendala yang dihadapi oleh KPPN Banjarmasin dalam penyelesaian retur SP2D adalah sebagai berikut ini. 1. Data retur yang disampaikan oleh BO kepada KPPN akan segera ditindaklanjuti oleh pegawai pada Seksi Pencairan Dana pada hari yang sama dengan segera menerbitkan surat pemberitahuan kepada satker yang diretur SP2Dnya. Data retur yang disampaikan oleh BO I/BO II/BO III berupa surat pemberitahuan ralat atas kesalahan SP2D. BO tidak menyerahkan ADK hasil konversi dari Aplikasi Retur karena KPPN Banjarmasin tidak memakai Aplikasi Retur. 2. Pengawasan retur masih manual hanya mengandalkan file dari excel. Walaupun tidak memakai aplikasi, pe-
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 nyelesaian retur tidak banyak menghadapi kendala. Masalah terjadi ketika akan dibuatkan laporan bulanan, karena data pada pengawasan harian retur berbeda dengan laporan bulanan. Saldo akhir pada laporan mengacu pada saldo bank rekening retur pada BO. 3. Penyampaian surat pemberitahuan retur kepada satker dikirim melalui Kantor Pos walaupun satker masih sekota dengan KPPN. Hal ini mengakibatkan surat pemberitahuan sampai ke tangan satker seminggu kemudian. Tentunya hal ini mengakibatkan lambatnya penyelesaian retur. 4. Pegawai yang menangani retur mendapat beban kerja yang sangat banyak. Satu orang pelaksana di back office dibebankan pekerjaan sebanyak 15 buah sesuai SOP. Selain yang ada di SOP, petugas tersebut juga diberi beban kerja lainnya baik teknis maupun nonteknis lainnya, seperti mengelola surat keluar masuk dari Seksi Pencairan Dana, mengatur barang-barang persediaan Seksi Pencairan Dana, membuat laporan-laporan ke kantor wilayah atau kantor pusat. 5. Dana retur SP2D terakhir disetor ke kas negara pada tahun 2012 atas dana retur SP2D tahun anggaran 2011. Namun, dana retur SP2D tahun anggaran 2012-2014 tidak pernah disetorkan ke kas negara, sedangkan dalam aturan Perdirjen yang sama dalam pasal 11 ayat 1 menyebutkan bahwa “Pada akhir tahun anggaran, KPPN menyampaikan Surat Perintah Penyetoran Dana Retur SP2D yang ada di Rekening rr BO I/Rekening rr BO II/Rekening rr BO III/Rekening rr Pos ke kas negara pada bank/pos persepsi”. Sampai saat ini dana retur SP2D tahun 2012-2014 masih ada dalam rekening retur di BO I. Kebetulan rekening retur BO II, BO III dan Pos bersaldo nihil. Terdapat idle cash yang mengendap dan tidak bisa digunakan. Hal ini berarti KPPN tidak menjalankan perintah dalam peraturan tersebut. Solusi Penyelesaian Retur SP2D Retur SP2D merupakan hutang negara pada pihak ketiga yang harus segera diselesaikan. Penatausahaan retur pada
122 KPPN Banjarmasin masih banyak mengalami kendala. Penatausahaan retur yang masih berada di rekening rr yang menjadi pembahasan untuk diselesaikan atau minimal untuk dikurangi. Solusi untuk BO antara lain sebagai berikut ini. 1. Data yang tertera pada SP2D merupakan data yang berasal dari SPM satker dan KPPN Banjarmasin tidak berwenang untuk mengubah data yang ada pada SPM satker jika sudah diterima pada FO. KPPN Banjarmasin perlu meminta petugas Bank Mandiri untuk memberikan referensi nama bank yang perlu dicantumkan pada SP2D agar dalam penginputan pada proses RTGS (Real Time Gross Settlement) tidak memakan waktu lama sehingga tidak melampaui batas waktu RTGS BI (Real Time Gross Settlement Bank Indonesia). Setelah mendapat referensi bank dari Bank Mandiri, KPPN Banjarmasin menginformasikan kepada satker agar dalam pembuatan SPM mengikuti referensi yang diberikan oleh Bank Mandiri. Sementara itu, untuk BO selain Bank Mandiri yaitu BRI, BNI dan BTN tidak ditemukan kendala berarti karena penyaluran melalui sistem kliring dan sudah disediakan ADK (arsip data komputer) dari aplikasi SP2D sehingga petugas bank hanya menerima data dan mentransfer data dari ADK tersebut. Jika terjadi kesalahan, data bisa direkam manual oleh petugas tanpa konfirmasi dari sistem bank lain. 2. Data retur yang sudah diajukan dan diretur lagi, sebaiknya BO tetap menerbitkan surat pemberitahuan retur kedua yang ditujukan kembali kepada KPPN agar pihak KPPN dapat meneruskan kepada satker bersangkutan bahwa retur yang bersangkutan masih diretur lagi. Untuk retur yang terlanjur tidak diterbitkan surat pemberitahuan retur kembali, pihak KPPN dapat memberitahukan kepada satuan kerja melalui sarana tercepat seperti via telepon kepada satker dengan memberikan penjelasan agar satker mengajukan kembali perbaikan data retur berdasarkan surat pemberitahuan retur yang sebelumnya.
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 Solusi untuk Satuan Kerja antara lain sebagai berikut ini. 1. KPPN Banjarmasin perlu menghimbau satker agar para penerima dana APBN yang akan diajukan SPM-nya ke KPPN dapat melengkapi berkas-berkas yang dipersyaratkan seperti alamat rumah dan nomor telepon yang selalu aktif agar mudah dihubungi. 2. KPPN Banjarmasin perlu memberikan masukan kepada satker agar memiliki nomor call center yang bisa digunakan untuk memberikan informasi kepada para penerima dana APBN jika dana yang akan mereka terima sudah diajukan ke KPPN dan jika dana yang dimintakan sudah masuk ke rekening. Jika dana belum masuk ke rekening agar segera menghubungi call center satker agar retur bisa secepatnya diketahui dan diselesaikan. 3. Sosialisasi terkait penyelesaian data retur SP2D adalah salah satu upaya dari KPPN Banjarmasin untuk menyelesaikan dan menginventarisir permasalahan yang menjadi kendala dalam penyelesaian retur yang masih ada dalam rekening rr. Solusi untuk KPPN Banjarmasin antara lain sebagai berikut ini. 1. Pemakaian Aplikasi Retur untuk saat ini sudah tidak memungkinkan lagi karena waktu yang terlewati sudah cukup lama dan data-data yang sudah ada sudah mencapai ribuan transaksi sehingga akan memakan waktu yang sangat lama untuk memasukkan data tersebut ke dalam aplikasi. Oleh karena itu, pelaksana pada KPPN Banjarmasin perlu memperhatikan aturan-aturan yang ada dan melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan yang ada. 2. Aplikasi Retur yang sudah dibuat dari tahun 2012 namun tidak digunakan dan disebarkan kepada satuan kerja serta ke BO mitra kerja KPPN Banjarmasin berakibat pada banyaknya prosedur penyelesaian data retur yang tidak dapat dilaksanakan oleh BO, KPPN Banjarmasin dan satker. Hal tersebut tidak melanggar aturan, namun kendala yang diakibatkan yaitu pengawasan retur manual dan tidak ada data pembanding kecuali jumlah saldo retur pada
123
3.
4.
5.
6.
rekening rr yang ada pada BO. Seharusnya KPPN Banjarmasin melakukan identifikasi ulang terhadap data-data retur yang belum terselesaikan. Surat pemberitahuan retur kepada satker sebaiknya dikirim melalui kurir khusus untuk satker yang sekota dengan KPPN Banjarmasin. Untuk satker yang berada di luar kota bisa dilakukan dengan pengiriman pos namun petugas retur pada KPPN juga bisa menghubungi kantor satker agar pemberitahuan retur cepat tersampaikan. Pembagian beban kerja bagi pelaksana perlu memperhatikan kemampuan pegawai yaitu dengan menambah pegawai back office sehingga beban kerja tidak terlalu banyak lagi. Penyetoran dana retur tahun berjalan semestinya disetorkan tiap akhir tahun ke kas negara. KPPN Banjarmasin tidak melakukan penyetoran sisa retur mulai tahun 2012 hingga 31 Desember 2014. Hal ini dilakukan agar memudahkan satker dalam proses pengembalian retur. Untuk pelaksana tugas di KPPN Banjarmasin agar melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga pekerjaan dapat berjalan dengan lancar dan tidak terkendala dalam penyelesaian retur dalam tujuh hari kerja saja.
Implikasi Hasil Penelitian Penatausahaan retur yang selama ini dikerjakan oleh KPPN Banjarmasin sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Dari 1.856 retur SP2D tahun 2012-2014, saat ini tersisa sebanyak 282 buah atau sekitar 15,19%. Capaian IKU Seksi Pencairan Dana terkait retur selalu di bawah 2% yang merupakan keberhasilan pegawai dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap data SPM yang diajukan oleh satker. Hal ini perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan pengawasannya melalui penempatan SDM yang menguasai bidang tugasnya sehingga pekerjaan dapat dijalankan dengan optimal dan tidak akan terjadi lagi retur yang menghambat diterimanya dana APBN oleh pihak ketiga untuk membiayai pelaksanaan pembangunan negara.
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 KPPN Banjarmasin dan BO perlu meningkatkan komunikasi dalam hubungan kerja agar tercapai kesepahaman dalam menentukan langkah-langkah untuk mencegah terjadinya retur maupun penyelesaian dana retur yang masih tersisa. Bank perlu memberikan referensi penamaan yang perlu dituliskan dalam SPM terkait yaitu nama penerima, nama bank yang dituju dan penulisan nomor rekening agar bank mudah menginput dan mencegah penolakan data yang disampaikan dalam SP2D oleh sistem dalam perbankan. KPPN Banjarmasin dan para satker perlu meningkatkan hubungan komunikasi untuk mencegah retur dan penyelesaian dana retur yang masih tersisa. KPPN Banjarmasin telah melakukan sosialisasi untuk membantu satker untuk memperoleh kembali dana APBN yang masih tersimpan dalam rekening rr sehingga dapat digunakan sesuai peruntukannya. Selain sosialisasi, KPPN juga sudah menyiapkan SDM yang diberi tugas untuk membantu satker dalam mencari pemecahan terhadap masalah satker terkait pengelolaan keuangan khususnya retur SP2D. Satker dapat memperoleh informasi dengan cepat melalui petugas tersebut. Pencegahan terjadinya retur dapat dilakukan dengan menginventarisir satkersatker mana yang sering mendapatkan retur SP2D, sehingga saat pelaksanaan pengajuan SPM, petugas FO dapat memeriksa lebih teliti SPM yang mereka ajukan. Untuk menyelesaikan data retur yang terjadi tahun 2012 dan 2013 yang dianggap tidak akan diminta kembali oleh penerima dana retur, pihak KPPN Banjarmasin telah menghubungi satker-satker agar membuat surat pernyataan yang menyatakan agar dana retur tersebut disetor ke rekening kas negara dan berjanji bahwa dana tersebut tidak akan dimintakan lagi selamanya. Selain itu, dengan adanya penambahan petugas MO pada seksi perncairan dana dapat mengurangi beban kerja sehingga dapat lebih terkonsentrasi dalam menyelesaikan retur SP2D yang masih tersisa. PENUTUP Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
124 1. Kendala dalam penyelesaian retur SP2D satker pada KPPN Banjarmasin terjadi di berbagai lini baik dari BO, Satker, maupun pada KPPN Banjarmasin sendiri. Pada BO, kendala terjadi karena penamaan bank yang masih belum baku dan dana retur yang sudah diperbaiki diretur lagi tetapi pihak bank tidak menerbitkan surat pemberitahuan lagi. Pada sisi satker, kendala terjadi karena penerima dana lambat memberikan perbaikan data dan ketidaktahuan mereka akan retur serta satker merasa tidak dirugikan dengan adanya retur SP2D. Pada KPPN, kendala terjadi karena Aplikasi Retur tidak digunakan, penawasan retur masih manual, penyampaian surat pemberitahuan melalui pos, pegawai yang menangani retur diberi beban kerja yang sangat banyak, dana retur tidak disetor setiap tahun serta pelaksanaan tugas yang tidak sesuai dengan peraturan. 2. Dari berbagai macam kendala yang dihadapi oleh BO, satker dan KPPN Banjarmasin dalam penyelesaian retur SP2D, maka solusi yang mungkin dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi adalah antara lain membuat referensi nama bank yang baku agar terjadi keseragaman dalam pengimputan SPM, menghimbau BO agar tetap menerbitkan surat pemberitahuan terhadap data retur yang masih salah. Selanjutnya agar KPPN Banjarmasin lebih meningkatkan koordinasi dengan BO dan satker terkait penyelesaian retur dengan membuat surat edaran terkait himbauan-himbauan tatacara percepatan penyelesaian retur. Selain itu, diharapkan agar sesering mungkin diadakan sosialisasi atau rapat koordinasi dengan BO atau satker yang memiliki retur. Pembagian beban kerja yang merata pada pelaksana seksi Pencairan Dana agar perlu diperhatikan sehingga pelaksana dapat lebih konsentrasi dalam penyelesaian tugas terkait dengan retur SP2D Saran-saran yang perlu diperhatikan untuk pihak terkait adalah sebagai berikut ini. 1. Agar KPPN Banjarmasin khususnya Seksi Pencairan Dana dapat terus
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 menjalin kerja sama dan komunikasi dengan BO dan satker-satker di wilayah kerjanya, sehingga kesalahan dalam penulisan nama penerima, nama bank dan nomor rekening dapat dikurangi. KPPN perlu meminta informasi dari BO mengenai referensi penamaan bank, nama penerima dan penomoran rekening yang akan memudahkan pihak bank dalam penginputan SP2D dari KPPN sehingga dana penerima yang tertera dalam SP2D dapat segera sampai ke rekening penerima. Informasi yang didapat dari BO tersebut agar segera disosialisasikan kepada satkersatker agar terjadi keseragaman penginputan di SPM yang akan diajukan ke KPPN. 2. KPPN Banjarmasin sebaiknya lebih intensif melakukan komunikasi dengan satker-satker yang masih memiliki retur tahun 2012-2014. KPPN Banjarmasin hendaknya menyarankan kepada satker agar segera menyelesaikan returnya dengan menghubungi para penerima. Jika penerima di SP2D banyak, dan salah satu atau lebih data yang sudah masuk sudah lengkap dan benar agar segera dilakukan perbaikan dan diajukan kepada KPPN, tidak perlu menunggu semua data penerima terkumpul. Jika ada penerima yang tidak dapat dihubungi, sebaiknya satker membuat pernyataan agar dana retur tersebut disetorkan ke rekening kas negara dan tidak akan pernah dimintakan lagi. 3. KPPN Banjarmasin menginformasikan kepada pelaksana seksi Pencairan Dana pada petugas front office agar memeriksa dan memperhatikan dengan lebih detail SPM yang diajukan oleh satker-satker yang sudah “langganan” mendapat retur SP2D. Satker diharap sebelum menyampaikan SPM kepada KPPN, menanyakan SPM terlebih dahulu kepada bank yang dituju dan meminta surat keterangan pada petugas bank bahwa rekening yang tertera dalam SPM masih aktif dan melampirkan surat keterangan tersebut saat mengajukan SPM ke KPPN. 4. Agar KPPN Banjarmasin membuat usulan kepada kantor pusat mengenai batas waktu dana retur itu tersimpan di rekening rr dan mengusulkan sampai
125 kapan dana tersebut boleh mengendap di rekening rr, sehingga dapat mengurangi idle cash yang dapat digunakan lagi untuk membiayai pembangunan negara 5. Agar KPPN Banjarmasin lebih meningkatkan sinergi antar seksi, profesionalitas dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan peraturan maupun SOP, serta memberikan penghargaan kepada seksi atau pegawai yang melaksanakan pekerjaan sesuai dengan peraturan maupun SOP dan mencapai target yang telah ditetapkan. Adanya pembagian beban kerja yang lebih adil dan merata membuat pekerjaan dapat lebih terlaksana dan terselesaikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Aminudin, Muhammad. 2007. “Evaluasi Rencana Lokasi Pemindahan Terminal Induk Km. 6 Banjarmasin”. (Tesis). Yogyakarta: MPKD Universitas Gadjah Mada. Aprilia, Hera. 2009. “Evaluasi Pelaksanaan Program Transmigrasi Lokal Model Ring I Pola Tani Nelayan di Bugel, Kec. Panjatan, Kab. Kulon Progodan Gesing, dan Kec. Panggang Kab. Gunung Kidul”. (Tesis). Yogyakarta: MPKD Universitas Gadjah Mada. Balai Diklat Keuangan. 2013. Modul PPAKP 2013 Keuangan Negara. Jakarta: Pusdiklat Keuangan. Darma, Budi. 2012. Pengertian Teori Evaluasi dalam Penelitian.
. Frikasari Nst, Suci. 2008. “Sistem Pengawasan Internal Pembayaran atas Beban APBN pada Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara Pematang Siantar”. (Skripsi Minor). Medan. Universitas Sumatera Utara. .
KINDAI Volume 11 Nomor 2, April – Juni 2015 Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo. Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta. Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Jakarta. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 Peraturan Pemerintah tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Jakarta. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Jakarta. Republik Indonesia. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-74/PB/2011 Sebagaimana Diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-33/PB/2012 tentang Tata Cara Penyelesaian dan Penatausahaan Pengembalian (Retur) Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Jakarta. Setyani, Aristika. 2012. “Penatausahaan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan Faktor yang Menyebabkan Adanya retur SP2D di KPPN Semarang 1”. (Skripsi). Semarang: Universitas Negeri Semarang. Tricahyono, Putut Suyoso. 2010. “Perubahan Penataan Organisasi, Manajemen SDM serta Kepuasan Satuan Kerja dalam Memperoleh Layanan pada KPPN Pangkalpinang (Studi Kasus Dampak Reformasi Birokrasi terhadap Tingkat Kepuasan Layanan KPPN Pangkalpinang)”. (Tesis). Jakarta: Universitas Terbuka. . Umar, Husein. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
126