EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT ILMU AL-QURAN JAKARTA TESIS Diajukkan Sebagai Persyaratan Mendapatkan Gelar Magister Pendidikan Agama Islam (M.Pd) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Program Studi Agama Islam (PAI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh: Rahmi Zaimsyah 21140110000002
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
ABSTRAK Rahmi Zaimsyah, (2017). “Evaluasi Pengembangan Program Tahfizh Di Institut Ilmu Al-Quran Jakarta” Tesis, Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Pendidikan (FITK) Prodi Pendidkan Agama Islam (PAI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menghafal Al-Quran merupakan suatu kegiatan yang sangat sulit dilakukan oleh orang pada umumnya. Selain itu menghafal Al-Quran akan sulit dilakukan jika dibarengi dengan melakukan kegiatan lain. Di kampus Institut Ilmu Al-Quran seluruh mahasiswi diwajibkan untuk menghafal Al-Quran. Walaupun begitu IIQ juga mempunyai matakuliah yang kurikulumnya sama dengan perguruan tinggi Islam lainnya. Hal ini menjadi salah satu faktor sedikitnya mahasiswi yang mengamil program tahfizh 30 juz. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap: 1). Evaluasi pengembangan program tahfizh di IIQ Jakarta yang mencakup pada pertama evaluasi konteks, kedua evaluasi masukan, ketiga evaluasi proses, dan keempat evaluasi produk dan hasil. 2). Melihat sejauh mana implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil. 3). Efektifitas penerapan program pengembangan tahfizh Al-Quran di IIQ Jakarta. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, karena peneliti ingin melihat prilaku dan kebijakan dalam program tahfizh di IIQ Jakarta. Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan memfokuskan pada evaluasi pengembangan program, yaitu dengan meneliti fenomena yang terjadi secara alamiah sebagai sumber data langsung. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi sebagai informasi pendukung. Sebagai informan dalam penelitan ini adalah ketua lembaga tahfizh sebagai key informan, staff lembaga, instruktur tahfizh, pengurus pesantren takhasus dan mahasiswi. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif, terdiri dari reduksi data, display data dan verifikasi atau pengambilan kesimpulan. Ketiga kegiatan ini saling berkaitan antara satu sama lain. Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa hasil penelitian yaitu Pertama evaluasi pengembangan program secara umum dalam kegiatan pembinaan tahfizh pembibitan dan pengkaderan sudah berjalan sebagaimana mestinya hanya saja perlu peningkatan dalam controlling. Kedua, Implikasi kebijakan lembaga terlihat pada hasil yaitu alumni lulusan IIQ terlihat sedikit sekali yang mengambil program tahfizh 30 juz, terlihat pada tahun 2012 program 5 juz 54 mahasiswi dan 30 juz 20 mahasiswi. Pada tahun 2014 program 5 juz 84 mahasiswi dan program 30 juz 16 mahasiswi, dan pada tahun 2015 program 5 juz 106 orang sedangkan program 30 juz 9 mahasiswi. Data ini menandakan bahwa kebijakan dari lembaga sangat mempengaruhi hasil, untuk itu kebijakan seharusnya diperbaharui melihat semakin meningkatnya mahasiswi yang mengambil program 5 juz dari tahun ke tahun, dan hal ini jauh dari tujuan didirikannya IIQ Jakarta. Ketiga efektifitas pelaksanaan program sudah berjalan secara normal dan yang baik, namun sebaiknya kerjasama semua pihak harus dilakukan yaitu pihak kampus dan pesantren takhassus agar meningkatkan out put yang baik pula. Untuk itu dalam hal ini lembaga tahfizh harus selalu melakukan evaluasi terhadap program tahfizh agar meningkat lebih baik. Kata Kunci: Evaluasi Program, Menghafal (tahfizh) Al-Quran, Pengembangan Program.
vi
ABSTRACT
Rahmi Zaimsyah, (2017). “An Evaluation of Development Program of Tahfizh at Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.” Thesis of Magister Program of Faculty of Educational Sciences at Islamic Education Department State Islamic University Jakarta. Memorizing Quran is one of difficult activities done by people in general; further, Memorizing the Quran would be difficult if accompanied by doing other activities. In IIQ all its female students are required to memorize the holy Quran, even though the curriculum at IIQ is similar to that of at other Islamic universities. It becomes one of factors causing declining the number of students taking 30 juz memorizing Quran. This research aimed at revealing: 1) the evaluation of development program of tahfizh in IIQ Jakarta included first context evaluation, second input evaluation, third process evaluation, and fourth product or result evaluation. 2) of what extent the implication of institution’s policy toward the result. 3) the effectiveness of the implementation of development program of Quran tahfihz at IIQ Jakarta. This research methodology uses a qualitative approach and focuses on the evaluation of program development, ie by researching the phenomenon that occurs naturally as a source of direct data. The data were gathered from observation, depth interviews, and documentation as
supporting information. The informants of this research were the chair of tahfizh institution as a key informant, the staff of the institutions, tahfiz instructors, the directress of pesantren, and the female students. The data were analysed by qualitative analysis consisting of data reduction, data displaying, and verification or conclusion taking; those three activities were related one another. The findings of this research were: first the evaluation of development program in general in the development of tahfizh and regeneration were run as expected which only needed the increasing of controlling. Second, the implication of the policy was seen from its alumni in which only few of them taking the program of tahfizh of 30 juz, as an example in 2012 there were only 20 students taking this program, while 54 students took the program of tahfizh of 5 juz; in 2014, the students taking the program of tahfizh of 30 juz were 16 and 84 students taking the program of tahfizh of 5 juz; in 2015, 9 students took a part in the program of tahfizh of 30 juz and 105 students in the program of tahfizh of 5 juz. The data showed that the policy from the institution affected the result, therefore the policy should consider things related to the increasing number of students taking the program of tahfizh of 5 juz which deters the aim of IIQ itself. Third the effectiveness of the program run well, however the institution should intensify cooperation to any parties to increase the output. For these reasons, the tahfizh institution should conduct regular evaluation for tahfizh program to be better. Keywords: program evaluation, tahfizh (memorizing) Quran, development program
vii
ملخص رمحي زعمشو (7102م)" .تقومي تطوير برنامج حفظ القرآن يف جامعة علوم القرآن جاكرتا" .رسالة املاجتي.ر .برنامج املاجتي.ر يف كلية العلوم الًتبوية يف قتم الًتبية اإلسالمية جامعة شريف ىداية اهلل اإلسالمية احلكومية جاكرتا. حفظ القرآن من األنشطة اليت يصعب على أعوام الناس أن يفعلوه ويصعب أداءه إذا أقًتن باألنشطة األخرى .وحفظ القرآن يف جامعة علوم القرآن جاكرتا من املواد اليت جيب على مجيع الطالبات أن ييبعنها باإلضافة إىل غ.رىا من املواد الدراسية اليت ىي منهجها كمنهج اجلامعات اإلسالمية األخرى بشكل عام. ىدف ىذا البحث إىل الكشف عن )0تقومي تطوير برنامج حفظ القرآن يف جامعة علوم القرآن جاكرتا من النواحي:أ) اإلطار العام ،ب) تقومي الدخل ،ج) تقومي العملية اليعلمية ،ه) تقومي النيائج )7 .مدى تضمني سياسة املؤستة للنيائج )3 ،فعالية تطبيق برنامج تطوير حفظ القرآن جبامعة علوم القرآن جاكرتا. المنهجيه اسيخدمت ىذه الدراسة املنهج الكيفي وتركز على تقييم وتطوير الربنامج ،عن طريق ىذا اسيخدم البحث يف ىذه الظاىرة اليت حتدث بشكل طبيعي كمصدر بيانات مباشرة. البحث املدخل النوعي .وأساليب مجع البيانات املتيخدمة فيو ىي املالحظة املباشرة ،واملقابلة الشخصية ،والدراسة الوثائقية .وأما املخربون يف ىذا البحث فهم رئيس مؤستة حفظ القرآن باعيباره خمربا رئيتيا ،وموظفوىا ،ومدرب حفظ القرآن ،ومديرة معهد اليخصص ،والطالبة .والبيانات اليت حصل عليها ىذا البحث مت حتليلها باسيخدام اليحليل النوعي الذي حييوي على تقليص البيانات ووصفها
وحتققهاواالسينياج.
والنيائج اليت توصل إليها ىذا البحث أمهها :أوال ،أن برنامج حفظ القرآن يف جامعة علوم
القرآن جاكرتا بشكل عام قد جرى جريا صحيحا ولكنو مل يزل يف حاجة إىل ترقييو من ناحية املراقبة.ثانيا ،أن سياسة املؤستة أظهرت تأث.رىا الذي ييمثل فيما يلي :أن يقل من ميخرجاجتامعة علوم القرآن جاكرتا من تشًتك يف برنامج
31جزء كما ييمثل فيما يلي :يف سنة 7107م
viii
حوايل 71طالبة يشًتكن يف برنامج 31جزء 45،طالبة يشًتكن يف برناجمأجزاء .ويف سنة 7105م حوايل 01طالبة يشًتكن يف برنامج 31جزء 35طالبة يشًتكن يف برنامج 4أجزاء.ويف سنة 7104م حوايل 4طالبات يشًتكن يف برنامج 31جزء 011طالبة يشًتكن يف برنامج 4أجزاء. وقد أشارت ىذه البيانات إىل أن التياسة اليت اتبعيها املؤستة تؤثر تأث.را قويا على النيائج .ومن مث فيلك التياسةال بد من أخذىا يف االعيبارنظرا الزدياد عدد الطالبات الاليت ييبعنفي برنامج 4أجزاء من عام إىل عام .ثالثا ،أن برنامج تطوير حفظ القرآن يف ىذه اجلامعة قد أبدى فعالييو وقد جرى جريا حتنا وصحيحا ،ولكنو مل يزل يف حاجة إىل ترقييو باليعاون مع مجيع اجلوانب من جانب اجلامعة ومعهد اليخصص للحصول على النواتج اجليدة .ومن مث فمن اجلدير مبؤستة حفظ القرآن أن تقوم دائما بيقومي برنامج حفظ القرآن حىت يًتقى ىذا الربنامج. النقاظ الحاكمة :تقويم البرنامج ،حفظ القرآن ،تطوير البرنامج
ix
هللا الرَّ حْ ٰم ِن الرَّ ِحي ِْم ِ ِبسْ ِم KATA PENGANTAR Segala puja serta puji hanya milik Allah SWT yang telah menganugerahkan karunia yang begitu besar kepada manusia, berupa iman, kesehatan, dan ilmu. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada pimpinan para Rasul dan hambanya yang setia melaksanakan perintah serta sunnahnya.B erkat Rahmat Allah juga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT ILMU AL-QURAN JAKARTA”. Tesis ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Magiser Pendidikan Islam pada program pascasarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya ilmu yang penulis miliki. Akan tetapi berkat pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak, tesis ini dapat penulis selesaikan. Pada kesempatan ini penulis persembahkan bingkaian rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada: : 1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof.Dr. Dede Rosyada,MA yang telah memimpin kampus ini dengan baik serta memberikan banyak kemajuan. 2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan (FITK) UIN Jakarta Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA Beserta jajarannya 3. Ketua program Studi Magister PAI (MPAI) FITK Dr.H. Sapiuddin Shidiq, M.Ag beserta staffnya Pak Muslikh Amrullah, S.Ag yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 4. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingannya dan meluangkan waktu memberikan arahan kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan tesis ini, serta untuk bapak dan ibu dosen FITK yang telah memberikan ilmu dengan ikhlas yang sangat bermanfaat bagi penulis. 5. Suamiku Muh.Syarief Dzul Fahmi, SQ, S.Ud. yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi serta dorongan, terimakasih kakanda. Dan untuk ulama kecilku fashihah malikah doa terbaik untukmu anakku. 6. Ayah dan Umi, Bapak Dr. Syahbuddin Zakaria, MA dan ibu Dra. Zaimah yang selalu mencurahkan perhatian, kasih sayang dan motivasi serta doa yang tak pernah putus untuk penulis. Sudah sepantasnya penulis persembahkan skripsi ini hanya untuk kalian. 7. Adik-adikku Futhri Rifa Zaimsyah, S.FT Annisa Masruri Zaimsyah dan T.M. Rais Mujahid Syah terimakasih atas doa, kasih sayangnya dan dukungannya untuk kakak. 8. Lembaga Tahfizh LTQQ IIQ yang telah memberikan sumber data dan waktu untuk menggali informasi demi tersusunnya tesis ini, kepada Ibu Hj.Muthmainnah, MA, beserta jajarannya. Hanya ucapan terima kasih yang mampu penulis sampaikan dan seraya berdo’a mudah-mudahan segala kebaikan yang diberikan memperoleh ganjaran amal kebajikan yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. vii
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan data yang diperoleh dari harian umum Pelita pada (27/11/2003) penghafal Al-Quran di Negara Mesir Sebanyak 12,3 juta atau sekitar 18,5 persen dari total 67 juta jiwa penduduk Mesir. Data Kementerian Waqaf (semacam kementerian agama) Mesir menyebutkan, para penghafal Al-Quran itu tergolong dalam usia kanak-kanak dan remaja, dewasa, serta golongan orang lanjut usia. (Pelita, 2003, para. 2) Republika menyatakan Sedangkan di Negri kita Jumlah penghafal Al-Quran mencapai 30 ribu orang atau 12% dari 237.641.326 seluruh penduduk di Indonesia. Jumlah penghafal Al-Quran di Arab Saudi 6.000 orang penghafal Al-Quran atau 22% dari 26.534.504 seluruh penduduk. (Republika, 2010,para. 3) Jika dilihat dari presentase nya bahwa yang lebih unggul adalah Arab Saudi, karena dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penduduk. Bandingannya adalah 12%, 18,5% dan 22%. Namun, bagi indonesia ini merupakan sebuah kebanggan bahwa semakin hari perhatian masyarakat terhadap Al-Quran meingkat dengan adanya pesantren-pesantren tahfizh di berbagai wilayah di Indonesia serta adanya acara-acara televisi yang mensyiarkan Al-Quran. (Republika, 2010,para. 3) Dari data di atas, terlihat bahwa tradisi menghafal Al-Quran merupakan hal yang banyak diminati oleh banyak kalangan, mulai dari anak-anak, dewasa hingga pada usia lanjut. Hal ini karena manusia merupakan ciptaan Allah yang sempurna. Manusia diberi nafsu dan akal pikiran agar dapat digunakan untuk beribadah dan mengabdi pada Allah dan salah satu ibadah yang sangat mulia ialah dapat menghafal Al-Quran dan mengamalkan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Allah memberikan manusia kitab suci Al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman hidup sebagaimana firman Allah:
“Alif laam miin Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki, yang Kami anugerahkan kepada mereka” (Q.S. Al-Baqoroh (2): 1-2)
“Dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Q.S. An-Naml (27): 88) Al-Quran merupakan mukjizat yang terjamin kemurniannya hingga hari kiamat. Ada banyak kemuliaan dan kebaikan yang ada dalam Al-Quran. Dengan demikian tidak ada satu kebahagiaan di hati seorang mukmin melainkan dapat membaca Al-Quran, menghafalkannya serta mendalami arti maksud yang terkandung di dalamnya yang terpenting adalah mengamalkan dan mengajarkannya: 1
2
“Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Q.S.Al-Qomar (54): 17, 22, 32, 40) Menghafal Al-Quran merupakan kebutuhan umat Islam sepanjang zaman, sekelompok masyarakat tanpa adanya seorang huffadz akan sepi dari suasana Al-Quran yang semarak. Ziyad mengatakan “Al-Quran dijaga disisi Allah sehingga Allah melibatkan para hambanya dengan menghafal dalam “sûdûr” atau hati mereka” (Ziyad, 2010: 4) Allah telah menjaga keontetikan Al-Quran sampai akhir zaman, senada dengan firmanNya:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Hijr (15): 9 Dalam Hadis Nabi disebutkan keutamaan orang yang membaca dan mengamalkan maka Al-Quran akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi orang yang membacanya
ِ ي وأَبو نُعي ٍم عن س ْفيا َن عن ع اص ِم بْ ِن أَِِب ْ ود بْ ُن َغْي ََل َن َحدثَنَا أَبُو َد ُاوَد ُ َحدثَنَا ََْم ُم َ ْ َ َ ُ ْ َ َْ ُ َ ُّ اْلََف ِر ِ ِ ال لِص ِ ِ ِ ِ اح ب ِّ ِالن ُجود َع ْن ِزٍّر َع ْن َعْبد اللو بْ ِن َع ْم ٍرو َع ْن الن َ ُ صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال يُ َق َ ِب ِ ك ِعْن َد ِ ِ آخ ِر آيٍَة تَ ْقَرأُ ِِبَا )رواه َ َِّل ِِف الدُّنْيَا فَإِن َمْن ِزلَت َ ِّل َك َما ُكْن ْ الْ ُق ْرآن اقْ َرأْ َو ْارتَق َوَرت ُ ت تَُرت (الرتمذي
“Dari Mahmud bin Ghailan dari Abu Daud Al-Hafari dan Abu Nu‟aim dari Sufyan dari „Ashim bin Abi An-Najud dari Zir dari Abdullah bin „Amr dari Nabi Muhammad saw. bersabda: Dikatakan kepada ahli Al-Quran: “Bacalah, naiklah dan tartilkanlah sebagaimana kamu membaca Al-Quran dengan tartil sewaktu di dunia. Karena sesungguhnya kedudukanmu terdapat pada ayat terakhir yang kamu baca dari AlQuran”. (HR. Tarmidzi no. 2838).
Hadis di atas lafaz dan matannya diriwayatkan Imam Tirmidzi di dalam kitabnya Sunan Al-Tirmidzi Juz 10 nomor 2857. Sebagaimana terlihat, dalam jalur periwayatannya terdapat Mahmud bin Ghailan. Menurut para ahli hadis, Mahmud termasuk perawi yang sebagian hadis-hadisnya dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya, dan sebagian lainnya tidak. Hal ini dikarenakan dia sering ditemukan lupa (pikun) dalam menyampaikan beberapa hadis di masa tuanya. Meski demikian, hadis ini disampaikannya sebelum ia terlalu tua dan pikun. Oleh karenanya, Tirmidzi masih bisa memaafkan dan mengambil hadis ini darinya. Berdasarkan penjelasan di atas, hadis tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah. Terlepas dari adanya beberapa perawi yang kurang dan atau tidak berkualitas, hadis ini telah diriwayatkan melalui beberapa sanad (jalur periwayatan) yang cukup banyak dan membuat hadis ini dapat dikatakan sebagai hadis masyhur (terkenal). Hadis ini juga bersambung kepada Nabi (marfu‟) dan kualitas hadis ini adalah hasan.
3 Hadis ini juga terdapat pada sunan Ibnu Majah kitab “adab” dan pada bab “ ثوب ”القرانdengan nomor hadis 3780 dan kualitas hadis ini adalah “shahih” pada sunan Ibnu Majah. Selain itu hadis ini juga terdapat pada Musnad Ahmad: Musnad Abdullah Ibn Umar dengan nomor hadis 6799, Musnad Abu Hurairah dengan nomor hadis 10087, dan musnad Abi Sa’id Al-Khudri dengan nomor hadis 11360 “Hadis ini berbicara tentang kedudukan seseorang di surga nanti bergantung pada ayat Al-Quran terakhir yang dibaca. Pada hari kiamat nanti ketika manusia akan masuk ke surga, datang Al-Quran dalam wujud yang Allah kehendaki dan berkata “Wahai Tuhanku, hiasilah orang ini”. Maka Allah memberinya pakaian kemuliaan. Wujud Al-Quran itu berkata: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah”. Maka Allah menambahnya dengan berbagai perhiasan dan pakaian yang lebih mulia dari sebelumnya. Sosok Al-Quran berkata lagi: “Wahai Tuhanku, berikanlah keridhaan-Mu untuknya”. Maka Allah meridhainya dan berkata: “Bacalah Al-Quran dan tartilkanlah bacaannya sebagasimana kamu membaca AlQuran di dunia sembari kamu masuk ke dalam surga lalu naiklah terus sampai lidahmu berhenti membaca, maka di surga tingkat itulah kamu tinggal". (Khaer, 2010, para 6) Sabda Nabi menyebutkan orang yang mulia diantara kamu adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengamalkannya
« َخْي ُرُك ْم َم ْن: قال- صلى اهللُ َعلَْي ِو َو َسل َم َ - أن رسول اهلل،وعن عثمان بن عفان رضي اهلل عنو تَ َعل َم الْ ُق ْرآ َن َو َعل َموُ» أخرجو البخاري ِف كتاب فضائل القرآن "Dari utsman ibn affan RA, Rasulullah SAW bersabda: "sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan megamalkannya" (HR. Bukhori no. 5027)
Hadis ini terdapat tiga mukharij yang mencantumkan hadis ini dalam kitab mereka melalui tujuh belas jalur sanad, seluruh sanad berakhir pada utsman bin affan, Ali bin Abi Thalib, dan Saad Bin Abi Waqash. Seluruh periwayat sanad ini benar-benar tsiqah (adil dan dhabit) antara masing-masing periwayat dengan periwayat terdekat sebelumnya dalam sanad itu benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan secara sah, dan termasuk hadis “shahih”. Hadis ini selain terdapat pada shahih Bukhori kitab فضا ئل القرانbab َخ ْي ُر ُك ْم َم ْه تَ َعلَّ َم ُ ْالقُرْ آنَ َو َعلَّ َمهnomor hadis 5027, juga terdapat pada sunan Abi Daud kitab shalat bab في ثوب قراءة القرانnomor hadis 1452 dan kualitas hadis ini adalah “shahih” pada sunan Abi Daud. Terdapat juga pada sunan Tirmidzi bab ) ماجاء في تعليم القران( فضا ئل القرانnomor hadis 2907 dan berkualitas “shahih” pada sunan Tirmidzi. Hadis ini juga terdapat pada sunan addarmi pada kitab فضا ئل القرانpada bab ُ َخ ْي ُر ُك ْم َم ْه تَ َعلَّ َم ْالقُرْ آنَ َو َعلَّ َمهdengan nomor hadis 3380. Juga terdapat pada musnad Ahmad (Musnad Utsman Bin Affan) dengan nomor hadis 413,412, 500, hadis ini marfu‟ sampai kepada Rasulullah SAW. Dalam hadis di atas disebutkan manusia yang bermanfaat adalah mereka yang mau membekali dirinya dengan ilmu, baik itu ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan umum. Dan manusia terbaik adalah manusia yang mempelajari Al- Qur’an kemudian mengamalkan atau mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian orang yang menghafal Al-Quran hakikatnya adalah orang pilihan yang sengaja dipilih oleh Allah untuk menjaga dan memelihara Al-Quran itu sendiri. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
4
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar” (Q.S.Al-Fathir (35) :32). Penjagaan Al-Quran menjelaskan bahwa kitab samawi yang lain diturunkan hanya untuk waktu itu saja, sedangkan Al-Quran diturunkan untuk membenarkan dan menguji kitab-kitab yang sebelumnya. Shihab menyebutkan “pada awalnya Al-Quran turun pada Nabi Muhammad dalam bentuk lisan atau hafalan. Itulah sebabnya banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat ratusan sahabat Nabi yang menghafalkan Al-Quran. Bahkan dalam perperangan Yamamah yang terjadi berberapa saat setelah Nabi wafat telah gugur tidak kurang dari tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.” (Shihab, 2007:32) “Nabi dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Quran, guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu ilahi. Namun, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan tetapi juga tulisan dengan membukukan Al-Quran. Ada berberapa faktor pembuktian otentitas Al-Quran diantaranya adalah. 1. Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Quran adalah masyarakat yang tidak mengenal baca-tulis, karena itu salah satu andalan mereka adalah hafalan. Dalam hafalan orang Arab dari dulu sampai sekarang dikenal sangat kuat. 2. Masyarakat Arab khususnya pada masa turunnya Al-Quran dikenal sebagai masyarakat sederhana dan bersahaja. Kesederahaan ini menjadikan maraca memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan. 3. Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat mengagungkan bukan saja bagi orang-orang mukmin, tapi juga bagi orang kafir. Al-Quran turun sedikit demi sedikit hal ini lebih memudahkan pencernaan makna dan proses menghafalnya.” (Shihab, 2007: 31) Sa’dullah menyatakan bahwa para ulama sepakat menghafal Al-Quran adalah Fardhu Kifayah. Apabila diantara anggota masyarakat ada yang sudah melaksanakannya maka bebaslah beban anggota masyarakat yang lainnya, tetapi jika tidak ada sama sekali, maka berdosalah semuanya. Prinsip Fardhu Kifayah ini dimaksudkan untuk menjaga alQuran dari pemalsuan, perubahan, pergantian seperti yang terjadi pada kitab-kitab yang lain pada masa lalu. (Sa’dullah, 2008 :30) Oleh karena itu, pada zaman Rasulullah SAW mereka yang menghafal Al-Quran akan mendapatkan kedudukan yang khusus. Tanpa menghafal Al-Quran dan mengamalkannya, umat Islam tidak akan meraih kemuliaan dari Allah, karena Al-Quran diturunkan dengan hafalan bukan dengan lisan maka setiap ada wahyu yang turun kepada Nabi, sahabat diminta untuk menuliskannya dan menghafalkannya. (Sugianto, 2004: 45) Kegiatan menghafal Al-Quran adalah sebuah proses mengingat seluruh materi ayat seperti fonetik, waqaf) sehingga seluruh proses pengingatan terhadap ayat dan bagiannya
5 dimulai dari proses awal hingga pada proses pengingatan kembali (recalling) harus tepat. (Muyasaroh, 2014: 216) Menghafal Al-Quran merupakan suatu pekerjaan yang sangat mulia baik di hadapan manusia terutama di hadapan Allah. Banyak keutamaan dan manfaat yang dapat diperoleh dari sang penghafal, baik didapatkan di dunia maupun di akhirat nanti. Berikut berberapa penelitian yang membuktikan bahwa Al-Quran itu merupakan kalam Allah yang membuat otak manusia tenang dan juga dapat mencerdasakan yang ditulis oleh Nutjandra 2011, The Modern Science membuktikan bahwa membaca Al-Quran berpengaruh pada kesehatan tubuh dan meningkatkan kecerdasan bayi: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Al-Qadhi di klinik besar Florida Amerika Serikat,membuktikan seorang muslim hanya dengan mendengarkan bacaan AlQuran saja dapat memberikan pengaruh pada fisiologis secara luar biasa. Pengaruh ini tidak mesti kepada mereka yang berbahasa Arab saja, yang bukan juga bisa. Penelitian yang dilakukan oleh doktor ini bukan asal-asalan, tetapi ditunjang oleh teknologi terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ini ia berkesimpulan, bacaan Al-Quran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit. (Al-Jindi, 2001) 2. Penelitian terbaru ini membantah habis-habisan hasil riset psikolog Frances Rauscher dan rekan-rekannya di University of California pada tahun 1993 yang mengemukakan bahwa musik Mozart ternyata dapat meningkatkan kemampuan mengerjakan soal-soal mengenai spasial. Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, menyebutkan, Al-Quran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya. (Pietschnig, 2010) 3. Penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Al-Quran. Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-Quran dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Al-Quran. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Al-Quran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Quran. (El-Syakir, 2014: 167) 4. Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Quran dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang. (Wulur, 2015: 38) Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) berdiri dengan nuansa dan warna berbeda dengan perguruan-perguruan tinggi lainnya. Jika perguruan Tinggi Agama Islam yang berada di bawah Kementerian Agama RI (PTAIN) maupun perguruan tinggi swasta (PTAIS) memiliki kurikulum sesuai dengan fakultas dan prodi masing-masing. Kali ini IIQ Jakarta ketika berdiri membuka fakultas Syari’ah dan fakultas Ushuluddin dengan kurikulum sama dengan kurikulum PTAIN dan PTAIS ditambah dengan kurikulum kequr’anan. Kurikulum wajib kequr’anan IIQ yang menjadi mata kuliah spesifik adalah: tahfîzh Al-Quran, Nagham Al-Quran, Qirâ‟ât Al-Quran, dan Ulûm Al-Quran (Rasm Utsmâni). Hanya saja dalam hal ini tahfîzh Al-Quran yang mendapat penekanan dan prioritas paling dominan di antara mata kuliah wajib yang lain.
6 Institut ilmu Al-Quran Jakarta adalah salah satu lembaga diantara lima lembaga perguruan tinggi di Indonesia yang secara khusus mendalami ilmu-ilmu Al-Quran dan pelajaran hafalan Al-Quran. diantara perguruan tinggi yang mendalami ilmu-ilmu AlQuran lainnya adalah STAI-PIQ Sumatra barat, PTIQ Jakarta, UNSIQ Wonosobo, dan STKQ Al-Hikam Depok. Institut ilmu Al-Quran merupakan instansi swasta yang berkiprah pada ilmu agama terutama pada ilmu Al-Quran dan terkhusus hanya untuk perempuan, semua mahasisiwi diwajibkan menghafal Al-Quran sesuai dengan pilihan hafalan yang telah disepakati sebelum tes masuk. Pada setiap semesternya mahasisiwi harus menyelesaikan target hafalan dengan disetorkan kepada instruktur tahfizh dan harus diujikan. Ujian tahfizh ini wajib dilaksanakan karena merupakan syarat untuk mahasisiwi mengikuti ujian akhir semester (UAS). Dalam hal ini aktifitas dan motivasi mahasiswi dalam menghafal juga sangat berpengaruh terhadap kesuksesan mereka dalam menghafal, dalam penelitian (Siddiq, 2005) Kemas. Siddiq Umary, mahasiswa program pasca sarjana Universitas Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, judul tesis Faktor-faktor yang mempengaruhi penghafalan Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta, tahun 2005 disebutkan bahwa motivasi yang rendah sangat berpengaruh pada pencapaian hafalan yang akan didapatkan dan begitu sebaliknya. Pada awalnya IIQ Jakarta tidak hanya dikhususkan untuk kaum perempuan saja, namun juga laki-laki. Seiring berjalanya waktu IIQ memperbaharui kebijakannya khusus perempuan. IIQ memiliki kurikulum khusus Al-Quran yaitu semua mahasiswi diwajibkan menghafal Al-Quran sesuai target yang ditentukan per semester. IIQ melakukan perubahan-perubahan kebijakan pada program tahfizh di setiap periodenya. Pada awal berdiri beban tahfizh hanya untuk fakultas ushuluddin dan syari’ah yaitu wajib menghafal 30 juz, sedangkan pada fakultas tarbiyah hanya diberlakukan tahfizh juz 1-4. Pada periode selanjutnya program tahfizh untuk semua fakultas dan jurusan dibagi menjadi 4 program tahfizh yaitu 5 juz, 10 juz, 20 juz, dan 30 juz. Setelah diberlakukannya kebijakan ini dari tahun 2002/2003 sampai tahun 2015, pada tahun 2016 IIQ melakukan perubahan kebijakan kembali yaitu setiap program tahfizh diberlakukan penambahan materi juz yaitu juz 30. Semua program tahfizh diwajibkan menyetorkan juz 30 sebagai syarat mutlak kelulusan. Terlihat dari hasil akhir mahasiswi IIQ sangat sedikit sekali yang mengambil program 30 juz. hal ini menandakan bahwa terdapat penurunan kualitas, namun begitu program 30 juz tidak menjadi kewajiban mahasiswi, namun sangat disayangkan sekali terjadi penurunan minat mahasiswi mengambil program 30 juz. Hal ini terjadi karena berberapa sebab diantaranya adalah metode menghafal yang digunakan, minat dan kemampuan awal mahasiswi, keadaan dan fasilitas yang tersedia, tempat tinggal mahasiswi, kerjasama antara pihak kampus dan pihak ma’had takhasss, serta banyak faktor-faktor lainnya. Untuk melihat pelaksanaan fungsi-fungsi program tahfizh sangat diperlukan adanya evaluasi pada program. Evaluasi harus terfokus pada keaktifan seluruh program, yang nantinya evaluasi program akan berguna bagi pimpinan dalam meningkatkan kualitas pada program tahfizh di IIQ. Penelitian ini akan mengungkapkan permasalahan yang terjadi pada pengembangan program pembelajaran tahfizh di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ), dengan menggunakan model evaluasi program guna mengungkap seluruh hambatan dalam proses pembelajaran tahfizh dan melihat apakah program tahfizh yang diterapkan selama ini harus diperbaiki, dipertahankan atau bahkan dihentikan. Sebuah program memiliki komponenkomponen diantaranya tujuan yang telah dirumuskan, memiliki sebuah kegiatan atau
7 proses pembelajaran, memiliki kurikulum sebagai acuan dalam pembelajaran, memiliki metode-metode dalam pengembangan pembelajarannya, dan memiliki aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang wajib ditaatai oleh semua individu yang tergabung pada program tersebut. Semua komponen tersebut harus berjalan beriringan menghasilkan sebuah tujuan yang dirumuskan. Perubahan kebijakan ini dilakukan oleh lembaga tahfizh IIQ agar eksistensi IIQ dalam bidang tahfizh tetap menjadi ciri kekhususan agar tidak kalah saing dengan pergurauan tinggi lainnya dalam hal ke-quranan. IIQ terus melakukan pembaharuan dalam kebijakannya khususnya program tahfizh. Penelitian ini juga akan mengungkap bagaimana implikasi kebijakan terhadap hasil tahfizh mahasiswi apakah terjadi peningkatan terhadap kauntitas hafalan mahsiswi dengan banyaknya mahsiswi yang mengambil program tahfizh 30 juz atau bahkan sebaliknya. Untuk itu harus dilakukan evaluasi pada prgram tahfizh demi melihat keefektifan dan efesiensi program tersebut. Dalam hal ini penulis memilih tempat penelitian di Institut ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta karena memang fokus pembelajaran di IIQ adalah ilmu Al-Quran dan sejenisnya. dan merupakan salah satu perguruan tinggi yang mempunyai ciri khas dari perguruan tinggi Islam lainnya, yakni mahasiswi diwajibkan menghafal Al-Quran. Selain itu IIQ selalu mengadakan evaluasi program tahfizh pada setiap semesternya, mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru agar hasil tahfizh mahasiswi lebih baik. Ada 4 pilihan target per semester hafalan Al-Quran yang bisa dipilih oleh calon mahasiswi sebelum masuk ke IIQ. 1. Program tahfîzh 5 juz 2. Program tahfîzh 10 juz 3. Program tahfîzh 20 juz 4. Program tahfîzh 30 juz Berikut kerangkanya:
Metode Menghafal (Sa’dullah: 2013), (Sa’ad Riyad:2009), (Amjad Qasim,2013)
Peran instruktur tahfizh QasiM:2013), (Ziyad Ul Haq:2006)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bin-Nazhar, Tahfîzh
Talaqqi Tasmi‟ Takrir Menghafal Ayat Per Ayat 7. Membagi Satu Halaman Menjadi Tiga Bagian. 8. Menghafal Per Halaman
Jumlah hafalan Al-Quran 1-5 juz 1-10 juz 1-20 juz 1-30 juz
Hasil evaluasi program tahfîzh yang lebih baik dan sesuai tujuan
8 (Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian) Penulis telah melakukan penelitian awal di IIQ Jakarta dengan mewawancarai salah satu instruktur tahfîzh yang telah lama mengabdi di IIQ, hasil wawancara tersebut penulis dapatkan bahwa LTQQ (Lembaga tahfîzh tilawah IIQ) sebagai lembaga yang mengurusi tahfîzh mahasiswi selalu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengevaluasi program tahfîzh agar program yang dijalankan membawa dampak positif terhadap prestasi dan kualitas hafalan mahasisiwi IIQ Jakarta. Pada mulanya IIQ berdiri menerapkan target tahfîzh penuh atau program tahfîzh 30 wajib bagi semua mahasiswi, semua mahasiswi diwajibkan menghafal 30 juz selama kuliah di IIQ. Seiring dengan berjalannya waktu kebijakan tersebut diganti bahwa yang wajib mengambil program hafalan 30 juz hanya mahasiswi fakultas ushuluddin saja, fakultas tarbiyah dan syariah tidak. Kebijakan terakhir yang diterapkan IIQ hingga hari ini adalah membagi target hafalan mejadi 4, target hafalan 5 juz, 10 juz, 20 juz, dan 30 juz untuk semua fakultas, mahasiswi boleh memilih target hafalan sesuai kemampuan mereka. Perubahan kebijakan ini dilakukan IIQ karena melihat menurunnya minat mahasiswi menghafal 30 juz, banyaknya kegiatan kampus, luar kampus dan pesantren sehingga sulit bagi mahasiswi membagi waktu untuk menghafal, kurang adanya penghargaan bagi mahasiswi yang mengambil program 30 juz seperti pada periode sebelumnya ada keringanan pada SPP per semesternya, dan tidak adanya kewajiban tinggal di pesantren bagi mahasiswi. Selain kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga LTQQ IIQ tersebut, setiap instruktur dengan kesepakatan bersama memberikan peluang bagi mahasiswi menyetorkan hafalan sesuai kemampuannya. Bagi mahasiswi baru biasanya boleh menyetorkan setengah halaman karena melihat kemampuan mahasiswinya juga. Kebijakan-kebijakan ini menjadi masukan dan sebagai penilaian pada program tahfîzh yang diterapkan di IIQ Jakarta. Dari penelitian awal penulis tersebut dapat disimpulkan bahwa IIQ Jakarta terus melakukan evaluasi dan mengembangkan program tahfîzh pada setiap tahunnya. Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengangkat judul tesis in “EVALUASI PENGEMBANGAN PROGRAM TAHFIZH DI INSTITUT ILMU AL-QURAN JAKARTA”
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah. Dapat diidentifikasi masalah-masalah yang menjadi: 1. Rendahnya aktifitas dan motivasi mahasiswi dalam menghafal Al-Quran 2. Rendahnya minat dan bakat mahasiswi yang mengambil program 30 juz di IIQ 3. Kurangnya evaluasi pengembangan pada program tahfizh di IIQ 4. Fasilitas (sarana dan prasarana) yang tersedia kurang memadai 5. Metode manghafal yang menoton C. Pembatasan Masalah Melihat luasnya cakupan pembahasan maka perlu dikemukakan pembatasan kajian permasalahan yang menjadi fokus penelitian yaitu evaluasi pengembangan program tahfizh, implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil tahfîzh mahasiswi, dan efektifitas penerapan program pengembangan tahfîzh Al-Quran di IIQ Jakarta. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah penulis rumuskan perumusan masalahnya adalah
9 1. Bagaimana pelaksanaan evaluasi pengembangan program tahfîzh di IIQ Jakarta. 2. Bagaimana implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil tahfîzh mahasiswi di IIQ Jakarta. 3. Bagaimana efektifitas penerapan program pengembangan tahfizh Al-Quran di IIQ Jakarta E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Untuk mengungkap evaluasi program pengembangan tahfîzh Al-Quran di IIQ Jakarta. 2. Untuk mengetahui implikasi kebijakan lembaga terhadap tahfîzh mahasiswi di IIQ Jakarta. 3. Untuk melihat efektifitas penerapan program pengembangan tahfîzh Al-Quran di IIQ Jakarta. Penelitian ini berguna baik secara akademik maupun terapan yaitu: 1. Dapat dijadikan salah satu bahan penelitian di lembaga pendidikan atau lembaga pesantren tahfîzh ke arah yang lebih baik, khususnya yang berkenaan dengan masalah metode menghafal Al-Quran, dan program yang digunakan dan evaluasi programnya. Terkhusus sebagai masukan bagi Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) dalam meningkatkan penerapan program hafalan. 2. Menambah konsep baru dalam memperkaya ilmu pengetahuan terkusus pada program hafalan Al-Quran 3. Sebagai sumbangan penting untuk dijadikan sumber rujukan bagi peneliti selanjutnya. 4. Hasil penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat ditindak lanjuti oleh peneliti berikutnya. F. Penelitian Terdahulu yang Relevan Setelah melakukan pencarian informasi sesuai data yang didapatkan, terdapat penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian yang akan dibahas: 1. Fathima Manaar Zuhurudeen (Pascasarjana Universitas Maryland program pascasarjana kesenian 2013: dalam penelitian yang dilakukan oleh Fathima adalah “Effect of stastical learning on the acquisition of grammatical categories through Quranic memorization: a natural experiment: 2013)” disebutkan bahwa pengaruh pembelajaran statistic pada pemahaman ketatabahasaan terhadap menghafal AlQuran sangat berpengaruh secara signifikan. karena ketatabahasaan Al-Quran sangat sempurna. Dan cara menghafal setiap individu berbeda dengan perbedaan itu maka kemampuan ketatabahasaannya juga berbeda. Bagi anak yang menghafalnya bagus maka dalam pembelajaran statistiknya juga meningkat. (Fathima, 2013: 11) Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian di atas melihat efek dan pengaruh pembelajaran statistic pada ketatabahasaan terhadap kemampuan menghafal Al-Quran, bagi anak yang meghafalnya bagus maka pada pembelajaran statistic juga akan bagus, sedangkan pada tesis ini focus peneliti adalah pada evaluasi pengembangan program tahfizh. Persamaannya adalah objeknya sama-sama Al-Quran dan kegiatan manghafal. Penelitian Fathima ini sangat membantu peneliti melihat bahwa hafalan yang
10 bagus meingkatkan ketatabahasaan yang bagus karena yang dihafal adalah AlQuran, begitu juga hafalan yang bagus meningkatkan pemahaman statistic yang bagus pula. Hal ini membuktikan bahwa menghafal Al-Quran akan meingkatkan kecerdasan baik intelektual, emosional maupun spiritual. 2. Andrew Davis (Magister theologi universitas Gordon, Boston): Dalam tesisnya “An Approuch to extended memorization of scripture: 2010 bahwa program dan metode dalam menghafal ayat-ayat pada kitab bibble yang terutama adalah membaca normal, baca setiap ayat sepuluh kali memasukkan setiap ayat ke dalam otak dengan bantuan mata, kemudian ucapkan dengan keras sehingga dapat didengar oleh telinga sendiri dengan tepat karena masukan sensorik merupakan tambahan dalam mempercepat hafalan, sebenarnya tidak perlu terlalu keras cukup bisa didengar oleh diri sendiri. Kemudian ulang kembali sepuluh kali setiap ayatnya dan lakukan hal ini pada ayat-ayat berikutnya. Dan hal ini bisa dilakukan sendiri, namun lebih baik dengan mendengarkan hafalan tersebut kepada guru/ teman. (Andrew, 2013: 7) Persamaan dan perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah, penelitian di atas berfokus pada metode dalam menghafal terutamanya pada kitab bibble dengan membaca terlebih dahulu, kemudian membaca berulang-ulang kali, diucapkan dengan suara keras agar panca indra pendengaran juga merespon, dan kemudian mengulang-ulang kembali. Metode ini sama halnya dengan metode mnghafal Al-Quran membaca terlebih dahulu (bin nazhar), membaca berulangulang (takrir), mulai menghafal (tahfîzh), mendengarkan hafalan (tasmi‟), dan menyetorkan hafalan kepada guru secara langsung (talaqqi). Focus penelitian sama yaitu kegiatan menghafal dan metode yang digunakan dalam menghafal hamper sama. Namun terdapat perbedaan yaitu penelitian di atas pada kitab bibble yaitu kitab suci umat kristiani sedangkan tesis ini pada kitab suci Al-Quran bagi umat islam. 3. Abdul Rahman Ali (Tesis Magister Pendidikan Agama Islam Universitas Syarif Hidayatullah UIN Jakarta): Penelitian yang dilakukan oleh Ali adalah “Perkembangan program hafalan Al-Quran di pondok Pesantren Al-Munawwir krapyak Yogyakarta” menyatakan bahwa Metode menghafal Al-Quran pada masa ini di pesantren krapyak semakin berkembang sesuai dengan zaman dan keadaan santri dalam menghafal Al-Quran, metode perseorangan yaitu: menyerahkan atau membaca ayat, juz yang harus dihafalkan kepada santri, metode jamaah, yaitu salah satu anggota jamaah membaca ayat yang lain melanjutkannya dan metode musyafahah kitabah, perkembangan metode menghafal ini untuk meningkatkan kualitas hafalan santri agar semakin baik. (Abdul Rahman Ali, 2014: 194) Penelitian di atas menyatakan bahwa metode menghafal Al-Quran dari masa ke masa mengalami perkembangan, penelitian tersebut berfokus pada perkembangan program hafalan baik itu dari segi kualitas hafalan maupun kuantitas dengan melihat berbagai perubahan. Dalam tesis yang peneliti lakukan meguatkan penelitian di atas bahwa pengembangan program tahfizh harus dilakukan evaluasi dan perubahan-perubahan demi terlaksananya program yang efesien dan bermutu. Pada penelitian di atas temat penelitiannya adalah pesantren krapyak jogyakarta dan juga berbeda dari pengumpulan data. Data yag dihimpun pada penelitian Ali berbentuk kata-kata dari hasil wawancara, namun pada tesis ini datanya berbentuk dokume hasil tahfizh mahasiswi dan didukung oleh hasil wawancara.
11 4. M. Siddiq Umary (Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Syarif Hidayatullah UIN Jakarta: penelitian yang dilakukan oleh Siddiq adalah “Faktor-faktor yang mempengaruhi penghafalan Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran Jakarta” menyatakan bahwa ada berberapa faktor yang menjadi penghambat dan pendukung dalam menghafal Al-Quran diantaranya adalah kemauan, minat, bakat, motivasi dalam menghafal baik itu motivasi instrinsik maupun ekstrinsik, tingkat ekonomi, keadaan keluarga, lingkungan tempat tinggal, latar belakang pendidikan, beban SKS kuliah, tingkat pemahaman keagamaan, pemilihan waktu menghafal, dan pemanfaatan waktu luang. (M. Siddiq Umary, 2005: 95). Pada penelitian shiddiq tempatnya sama dengan tesis ini yakni sama-sama di institut Ilmu Al-Quran Jakarta. Dari penelitian shiddiq dapat dilihat bahwa minat dan bakat mahasiswi dalam menghafal merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam mengahafal. Dalam tesis ini fokusnya berbeda dengan penelitian shiddiq yaitu tesis ini fokusnya pada evaluasi pengembangan program tahfizh yang didalamnya juga meninggung minat dan bakat, motivasi, beban kuliah dan segala hal yang terkait dengan meghafal dan kuliah mahasiswi. Untuk itu penelitian shiddiq ini sebagai penguat tesis ini. 5. Faza Karima (Tesis magister ilmu Tarbiyah institut Ilmu Al-Quran Jakarta): penelitian yang dilakukan oleh Faza adalah “Perkembangan minat Tahfîzh AlQuran Di institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta” Penelitian ini menemukan bahwa program tahfizh yang sangat diminati oleh mahasiswi adalah program 5 juz, 10 juz, dan 20 juz berada dibelaknag karena sedikit sekali mahasiswi yang memilihnya. Penelitian ini juga menyatakan bahwa rata-rata alumni yang mengambil program 5 juz tinggal di luar ma’had atau tinggal di luar, akibatnya waktu yang mereka gunakan hanya pada waktu jam setoran saja. Selain itu mereka tidak bisa mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak perguruan yang bekerjasama dengan pesantren takhassus. Penelitian Faza sama-sama tempat penelitiannya di IIQ Jakarta dengan penelitian ini begitu juga penelitain shddiq sama-sama dilakukan di IIQ, namun penelitian shiddiq membahas segala aspek yang mempengaruhi keberhasilan menghafal sedangakan penelitian Faza hanya pada perkembangan minat, dan tesis ini mencakup dua hal tersebut. Perbedaannya adalah penelitian Faza objek dan fokusnya adalah pada perkembangan minat mahasiswi sedangkan pada penelitian yang akan penulis lakukan berfokus pada perkembangan programnya yang lebih umum. Selain itu perbedaan yang sangat mencolok dari penelitian sebelumnya adalah tidak ada penelitian di atas yang berfokus pada evaluasi program tahfîzh maka penelitian ini akan lebih terfokus pada evaluasi program dalam tahfîzh AlQuran. Tulisan para penulis di atas berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Selain didasarkan pada Al-Quran dan sunnah serta pendapat ahli dalam bidangnya, penelitian ini didasarkan pada data kenyataan yang ada di lapangan berupa aplikasi dari bagaimana program hafalan Al-Quran yang diterapkan di IIQ dalam menghafal Al-Quran. Metodologi dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif analisis yaitu menggambarkan dan memaparkan secara rinci dan menganalisis mengenai program hafalan dan prestasi akademik mahasisiwi IIQ Jakarta, yang belum dilakukan oleh penulis di atas sebelumnya.
12 Selain perbedaan pendekatan yang dilakukan, penelitian ini juga berbeda dari segi objeknya. Jika penelitian yang lain tidak menyebutkan lokasi penelitian kecuali tesis Abdul Rahman Ali di pesantren al-Munawwir krapyak Yogyakarta, maka penelitian ini berfokus pada menganalisis evaluasi dalam pengembangan program hafalan Al-Quran di IIQ Jakarta. Jika Pada penelitian ini juga sangat berbeda dengan penelitian sebelumnya, bahwa dalam penelitian sebelumnya tidak ada yang berfokus pada evaluasi program tahfizh dan menerapkan model CIPPO sedangkan pada penelitian ini menggunakan model CIPPO. Hal ini tentu sangat berbeda, namun penelitian terdahulu dapat dijadikan referensi dalam menambah wawasan bahwa metode dalam menghafal sangat berpengaruh pada kualitas dan kauntitas hafalan. Selain itu, faktor instrinsik dan ekstrinsik juga sangat menentukan seperti minat, motivasi, keadaan lingkungan tempat tinggal, keadaan fisik dana lain sebagainya. Begitu juga dengan penataan program, kebijakan dalam program tersebut, kegiatan dalam program dan evaluasi yang dilakukan oleh program itu sendiri juga sangat menentukan apakah program tersebut layak untuk dipertahankan atau harus diperbaiki sistemnya atau bahkan harus dibubarkan, dalam penelitian ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai hal itu.
13 BAB II KAJIAN TEORI A. Al-Quran dan Pemeliharaannya 1. Menghafal Al-Quran Belajar menghafal adalah metode belajar yang melibatkan pengulangan dan penghafalan. Hafalan tidak hanya sebuah sistem yang memungkinkan seseorang untuk memahami informasi tetapi juga melibatkan menyimpan informasi yang masuk. (Wajdi & Fauzan, 2010: 108). Menyimpan informasi atau materi ayat-ayat ke dalam ingatan dengan tujuan ibadah kepada Allah dan sebagai salah satu upaya menjaga kemurnian Al-Quran itu sendiri. Menghafal dalam teori psikologi merupakan proses sebuah informasi masuk dan agar tetap diingat setidaknya melalui tiga proses penting pertama memasukkan informasi ke dalam ingatan (Enconding), kedua menyimpan informasi ke dalam gudang memori (storage) dan ketiga Pengulangan kembali informasi tersebut dan dituangkan dalam bentuk ucapan, tulisan, isyarat atau hanya sekedar bayangan dalam otak (recall/retrieval). (Atkinson, 1983: 341) Pada proses penghafalan tidak dapat dipisahkan dengan ingatan manusia, manusia beserta aktifitasnya tidak semata-mata ditentukan oleh pengaruh dan proses yang berlangsung sekarang, tetapi juga ditentukan oleh proses masa lampau. Dalam hal ini secara teori ada tiga fungsi ingatan: (1) menerima kesan-kesan, (2) menyimpan kesankesan, (3) memproduksi kesan-kesan. Atas dasar inilah ingatan didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan. (Gade, 2014: 422) Informasi yang diterima oleh indra akan diteruskan ke dalam memori jangka pendek (short term memory) dan sebagian lainnya diteruskan ke memori jangka panjang dan sebagian lainnya hilang dalam perjalanan. Memori jangka pendek adalah tempat informasi transit dan kemudian diteruskan ke gudang memori. Kapasitas dari memori jangka pendek sangatlah terbatas, apabila sudah penuh dan masuk informasi baru maka informasi lama akpan tertindih dan keluar dari ruangan atau lupa, kecuali jika informasi lamsa diteruskan ke memori jangka panjang yang kapasitasnya hampir tidak terbatas maka informasi tersebut tetap akan ada disana. Disebut tidak terbatas karena hampir akhir hayat seseorang rata-rata hanya terpenuhi seperlima dari kapasitsas yang tersedia, oleh sebab itu para penghafal Al-Quran tidak perlu cemas sel otaknya akan penuh dengan ayat-ayat AlQuran, karena space memori jangka panjang yang tersedia cukup besar. (Fauzan & Wajdi, 2010: 24) Berdasarkan proses perjalanan informasi ini ada kemungkinan kegagalan pada tiap tahapan sehingga terjadilah apa yang dikenal dengan lupa. Menurut Davidoff (1987:196) penyebab utama lupa adalah: “Pertama, kegagalan dalam pemasukan atau penandaan informasi (encoding failures). Kegagalan ini terjadi misalnya karena kurangnya perhatian yang diberikan terhadap objek, atau rinciannya belum diperlukan benar saat itu sehingga diabaikan begitu saja.Kedua, kegagalan dalam penyimpanan (storage failures). Davidoff mengumpamakan memori jangka panjang tak ubahnya seperti surat kabar yang tersimpan lama dapat mengalami kekaburan tulisan, perubahan warna, bahkan menjadi lapuk, tetapi ia tetap di situ. Ketiga, kegagalan dalam menemukan kembali (retrieval failures).Apa yang dimaksudkan „lupa‟ dalam bahasa sehari-hari terjadi pada tahap ini, tidak diketahui dimana arsipnya di dalam memori jangka panjang. Jika ada „clue‟ (isyarat pemancing) boleh jadi 13
14 dapat ditemukan atau diingat kembali. Hanya Nabi Muhammad SAW.yang tidak pernah lupa dalam hal hafalan Al-Quran (Q.S. Al-A‟la [87]:6) Berapa lama hafalan bisa bertahan untuk terus bisa diingat (retensi) berdasarkan perjalanan waktu, Ebbinghaus salah seorang psikolog terkemuka telah mengkaji masalah ini sejak abad ke-19 mengemukakan bahwa sehari pertama setelah suatu materi dihafalkan akan hilang lebih dari 80 persen, paling banyak pada jam-jam awal. Selanjutnya berkurang (lupa) secara perlahan. Menurut teori Ebbinghaus bahwa setelah seminggu berlalu hafalan hanya tinggal sekitar 20 persen dari apa yang telah dipelajari/dihafal sebelumnya. Penelitian ini dilakukan oleh Ebbinghaus menggunakan huruf-huruf atau kata-kata tak bermakna, (Ebbinghaus, 2001: 178) namun menghafal Al-Quran yang merupakan katakata bermakna yang berserat dan mudah untuk difahami diyakini sangat mudah untuk dicerna kata-katanya sehingga Allah sendiri yang mengatakan, kami mudahakan Al-Quran bagimu agar mengingatkanmu padaku. Atas dasar ini maka pengaturan takrir pada jamjam awal setelah dihafalkan sangat penting untuk mengantisipasi potensi hafalan hilang sangat besar dan drastis. Dalam teori psikologi kognitif istilah memori (ingatan) diartikan pada kemampuan secara mental untuk menyimpan hal-hal yang telah dipelajari, ada memori jangka panjang dan ada memori jangka pendek. Istilah storage (penyimpanan) merujuk pada proses menempatkan apa yang dipelajari ke dalam memori sejak awal atau penempatan informasi baru ke dalam memori, dan istilah retrieval yaitu proses mengingat informasi yang telah disimpan sebelumnya yaitu menemukan informasi yang sebelumnya disimpan dalam memori. (Ormrod, 2009: 274) Perjalanan informasi dari memori jangka pendek ke jangka panjang menurut Santrock yang dikutip dari Atkinson ada yang bersifat otomatis (automatic processing) dan ada pula yang harus diupayakan (effortful processing). Informasi yang bersifat otomatis adalah peristiwa-peristiwa yang sangat berkesan, traumatic, melibatkan emosi yang sangat dalam sehingga tanpa diperlukan banyak usaha ia sudah meluncur ke dalam gudang memori jangka panjang. Sedangkan proses yang diupayakan (efforful processing) adalah ahal-hal yang sebenarnya tidak tidak begitu terkesan tetapi dianggap suatu saat mungkin diperlukan, misalnya bahan pelajaran untuk ujian, dan termasuk hafalan Al-Quran. (Atkinson, 1983: 383) Menghafal Al-Quran merupakan pemasukan informasi ke dalam memori dengan menggunakan proses efforful processing yaitu memasukkan informasi dengan diupayakan dan diusahakan, dan dapat digunakan ketika digunakan atau ditakrir kembali baik itu dalam shalat maupun dalam kegiatan menyetorkan hafalan. Pemebelajaran hafalan (rote learning) kadang-kadang memperoleh kesan buruk dalam pendidikan karena paling banyak digunakan dan metodenya terkesan menoton, hal ini tidak selalu benar karena informasi yang telah dihafal atau masuk kedalam memori adakalanya berguna pada suatu waktu, sehingga dapat digunakan untuk menghubungkan dengan informasi yang lain. Pembelajaran hafalan akan sangat efektif jika materi hafalan tidak hanya diingat tetapi juga difahami dan diaplikasikan dalam tindakan. (Slavin, 2011: 251) Ciri khas hafalan menurut Winkel adalah reproduksi secara harfiah dari skema kognitif dalam ingatan yang akan diputar kembali saat dibutuhkan. Hanya saja skema kognitif yang terbentuk kerap bersifat kaku dan terlalu mengikat lebih-lebih jika materi hafalan sangat banyak, agar hafalan tidassk bersifat menoton dan kaku ada dua pendekatan yang diupyakan yaitu mengingat secara persis (maintenance rehearsal) dan mengingat dengan pemahaman (maintenance elaborative). (Lamire, 1996: 87)
15 Model hafalan saja kurang membangkitkan kreativitas sehingga berakibat pada pola pikiran yang linier, berfikir satu arah, dan kaku tanpa adanya elaborasi atau pemahaman terhadap informasi, agar hafalan Al-Quran tidak bersifat linier, kaku dan pasif maka diperlukan maintenance elaborative terhadap materi-materi ayat, tidak hanya sekedar hafal, namun penghafal Al-Quran juga dituntut untuk memahami makna yang terkandung dalam Al-Quran, jika suatu saat lupa akan suatu ayat maka dapat dibantu dengan makna dan pemahamannya. Maka dari itu menghafal Al-Quran tidak hanya menggunakan aspek kognitif saja melainkan juga bagaimana aspek afektif dan psikomotorik juga diperlukan dalam menghafal, bagiamana pengulangan kembali materi hafalan dan bagaimana aplikasi hafalan dalam kehidupan sehari-hari berupa akhlak, prilaku yang sesuai dengan ajaran Al-Quran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan menghafal Al-Quran adalah sebuah proses mengingat dan menyimpan kesan-kesan tentang seluruh materi ayat dimulai dari proses awal hingga pada proses pengingatan kembali (recalling) yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Menghafal Al-Quran bisa dengan cara membaca setiap hari terutama dalam sholat sehari-hari dan bisa menjadi kebiasaan ketika dipraktekkan dan diajarkan. Sebaiknya proses menghafal dimulai pada pagi hari pada masa kanak-kanak dan berlanjut sampai dewasa dengan istiqomah atau konsisiten mengulang hafalannya. Dalam mengulang hafalan bisa dengan melibatkan guru atau teman yang bertugas menyimak atau mendengarkan hafalan kemudian membenarkan bacaan yang salah. Selain itu bisa juga dengan mendengarkan rekaman hafalan /murottal dari kaset atau audio. (Zuhrudeen, 2013: 12) Menghafal Al-Quran merupakan suatu keutamaan yang besar, dan posisi itu selalu didambakan oleh semua orang yang benar dan yang berharap pada kenikmatan yang telah dijanjikan Allah kepadanya nanti di hari akhir. Menghafal Al-Quran merupakan sebaikbaiknya ibadah kepada Allah, karena orang yang menghafal berarti ia membaca dan merenungkan kalam Allah dengan lisan dan pikirannya sangat banyak keutamaannya menurut para ulama, ada berberapa keutamaan menghafal Al-Quran yang dikutip dari buku karangan Sa‟dulloh “9 cara cepat menghafal Al-Quran” diantaranya sebagai berikut : a. Jika disertai dengan amal saleh dan keikhlasan, maka ini merupakan kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. b. Orang yang menghafal Al-Quran akan mendapatkan anugrah dari Allah berupa ingatan yang tajam dan pikiran yang cemerlang, karena itu penghafal Al-Quran lebih cepat mengerti, teliti, dan lebih hati-hati karena bnayak latihan untuk mencocokkan ayat serta membandingkannya dengan ayat lain. c. Menghafal Al-Quran merupakan bahtera ilmu, karena akan mendorong seseorang yang hafal Al-Quran akan berprestasi lebih tinggi daripada teman-temannya yang tidak hafal Al-Quran d. Penghafal Al-Quran memiliki identitas yang baik, akhlak, dan prilaku baik e. Penghafal Al-Quran mempunyai kemmapuan mengelurakan fonetik Arab dari landasannya secara alami, sehingga bisa fasih berbicara dan ucapannya benar. f. Penghafal Al-Quran mampu menguasai arti kalimat-kalimat di dalam Al-Quran dan banyak menguasai arti kosakata bahasa Arab seolah ia telah menghafalkan sebuah kamus bahasa Arab. (Sa‟dulloh, 2008: 22) Bahkan, sudah dilakukan penelitian, ayat-yat Al-Quran ternyata memberikan efek positif terhadap penyakit fisik, stroke misalnya. Dengan membaca Al-Quran akan menerangi qalbu kita, sehingga senantiasa hidup. Ia semacam aliran listrik yang
16 menjadikan lampu bisa menyala, sebab matinya qalbu berarti matinya segala anggota tubuh, sehingga akalnya tidak bisa digunakan untuk menghasilkan pikiran-pikiran yang benar dan manfaat, untuk itu manfaat menghafal Al-Quran sangatlah banyak jika dilakukan dengan ikhlas dan hanya berharap pengabdian kepadanya. Al-Quran juga menyebutkan bahwa orang yang membaca, mempelajarai dan menghafal Al-Quran merupakan orang pilihan Allah yang memang dipilih untuk menerima warisan kitab suci Al-Quran:
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan.” (Q.S. Fathir (35): 32) Al-Lahim menyebutkan “menghafal Al-Quran mengandung lima mkasud dan tujuan dan niat yang semuanya mulia. Maksud dan tujuan tersebut terkumpul dalam kata ثى شعyang bermakna ) ث (ثىابyakni pahala, ) و (يُاجاجyakni permohonan (شفاء( شyakni kesembuhan, (عهى وعًم) عdan yakni ilmu dan amal.” (Al-Lahim, 2004: 44) Ketika seorang muslim membaca dan menghafal Al-Quran dengan mengingat tujuan dan keutamaan yang lima secara bersamaan, maka ia akan mendapatkan manfaat dari Al-Quran lebih besar dan pahalanya pun lebih banyak Terdapat keutamaan bagi para penghafal Al-Quran yang terdapat di dalam hadishadis diantaranya: a. Bersama para malaikat yang mulia nanti di hari kiamat.
ِ ٌ ِ قَ َال َمثَ ُل الَّ ِذي يَقَرأُ ال ُقرآ َن َوُى َو َحاف, صلَّى اللَّوُ َعلَي ِو َو َسلَّ َم ِّ ِ َع ِن الن، ََعن َعائ َشة ُظ لَو َ َِّب ِ ِ . اى ُدهُ َوُى َو َعلَي ِو َش ِدي ٌد فَلَوُ أَجَر ِان َّ َم َع َ َمثَ ُل الَّذي يَقَرأُ َوُى َو يَتَ َع، ِالس َفَرةِ الكَرِام البَ َرَرة “Diriwayatkan dari Aisyah ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda “orang yang membaca Al-Quran dan ia hafal akan bersama para malaikat yang mulia, adapun orang yang membaca Al-Quran dengan terbata-bata kesulitan, serta kesukaran membacanya ia akan mendapatkan dua pahala” (HR. Bukhari no 7394) Hadis di atas diriwatyatkan oleh Bukhari dalam kitab tafsir surah „Abasa nomor hadis 4937. Hadis ini marfu bersandar langsung dari Rasulullah SAW. selain pada shahih Bukhari, hadis ini juga terdapat pada sunan Abi Daud nomor 1454, sunan Tarmidzi nomor 2904, sunan Ibnu Majah 3779, sunan Ad-Darmi nomor 3411, dan musnad Ahmad nomor 24643, 24211, 25365, 24788, 24667, 26296, 26028, dan 25591. (Takhrij hadis Jami‟ alKitab Tis‟ah) Hadis tersebut diriwayatkan oleh Bukhari, dari sahabat „Aisyah RA yang langsung bersandar dari Rasulullah SAW. dalam hadis ini yang disebut “orang yang ahli dalam AlQur‟an” adalah orang yang hafal Al-Qur‟an dan senantiasa membacanya, apalagi dengan memahami arti dan maksudnya, yang dimaksud “bersama-sama malaikat” adalah ia
17 termasuk golongan yang memindahkan Al-Quran dari lauhul mahfudz dan menyampaikannya kepada orang lain melalui bacaanya. Dengan demikian, keduanya memiliki pekerjaan yang sama. Juga dapat berarti : Ia akan bersama para malaikat pada hari mahsyar nanti, dan orang yang terbata-bata membaca Al-Quran akan memperoleh dua pahala; satu pahala karena bacaanya, dan satunya lagi karena kesungguhannya mempelajari Al-Quran berkali-kali. Imam Ibnul Atsir Rahimahullah menyebutkan bahwa makna "Ma'a As Safarah Al Kiram Al Bararah" yaitu bersama malaikat (An Nihayah fi Gharibil Atsar, 1 /294), sementara Imam An Nawawi menyebutkan beragam makna, ada yang mengartikan para rasul, ada pula yang mengartikan orang taat, baik, mulia, dan ma'shum, serta ada juga yang mengartikan malaikat. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6 /84,Tuhfah Al Ahwadzi, 8 /174) Makna "terbata-bata" dan "dua pahala", kata Imam An Nawawi: وأما الذي يتتعتع فيو فهو الذي يرتدد يف تالوتو لضعف حفظو فلو أجران أجر بالقراءة وأجر بتتعتعو يف تالوتو ومشقتو Ada pun orang yang terbata-bata membacanya, dia adalah orang yang bimbang dalam bacaannya lantaran lemahnya hapalannya. (bagianya dua pahala) yaitu pahala membacanya dan pahala terbata-bata dan kesulitan yang dialami dalam membacanya. (Al Minhaj, 6 /85) b. Diumpamakan buah jeruk yang manis (hadis)
ٍِ ِ ُوسى َرض َي اللَّو َ س َعن أَِِب ُم ٌ ََحدَّثَنَا ُىدبَةُ ب ُن َخالد َحدَّثَنَا ََهَّ ٌام َحدَّثَنَا قَتَ َادةُ َحدَّثَنَا أَن صلَّى اللَّوُ َعلَي ِو َو َسلَّ َم قَ َال َمثَ ُل ال ُمؤِم ِن الَّ ِذي يَقَرأُ ال ُقرآ َن َكاْلُت ُر َّج ِة طَع ُم َها ِّ ِ َعن الن.َُعنو َ َِّب ِ يح ََلَا َوَمثَ ُل ٌ ِّب َوَمثَ ُل الَّذي ََل يَقَرأُ َكالتَّمَرةِ طَع ُم َها طَي ٌ ِّب َوِرحيُ َها طَي ٌ ِّطَي َ ب َوََل ِر ِ َّاج ِر ال ِ الرحيانَِة ِرحيها طَيِّب وطَعمها مر ومثل ال َف ِ ال َف ِ ُ ُاج ِر الَّ ِذي ََل يَقَرأ ل ث م ك ن آ ر ق ال أ ر ق ي ي ذ َ َ َّ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ ٌ َ َ ُ َ َ ُ ِ َيح لَو َ ال ُقرآ َن َك َمثَ ِل اْلَنظَلَة طَع ُم َها ُمر َوََل ِر “Dari hudaibah Ibn Khalid berkata, berkata Hammam berkata Qotadah, berkata Anas dari Abu Musa al-Asy’ari Radiyallahu anhu ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan orang mukmin yang suka membaca al-Qur’an seperti buah utrujjah. Baunya harum dan rasanya lezat. Dan orang mukmin yang tidak suka membaca al-Qur’an seperti buah kurma, baunya tidak ada dan rasanya manis. Dan perumpamaan orang munafik yang suka membaca Al-Quran seperti buah raihanah, baunya lumayan dan rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak suka membaca al-Qur’an seperti buah hanzholah, tidak memiliki bau dan rasanya pahit.” (HR. Muttafaq alahi).” Hadis di atas terdapat dalam kitab shahih Bukhari, kitab ٌ فضائم انقزآbab تاب فضم انقزآٌ عهى سائز انكهىnomor hadis 5020, terdapat juga pada shahih Muslim kitab كتاب صالج انًسافزيٍ وقصزهاbab ٌ تاب فضيهح حافظ انقزآnomor hadis 797, dan pada sunan Tarmidzi kitab األيثالbab يا جاء فى يثم انًؤيٍ انقارئ نهقزآٌ وغيز انقارئdan juga diriwayatkan oleh Qotadah, serta pada sunan Ibnu Majah kitab ٌ فضائم انقزآbab تاب فضائم يٍ تعهى انقزآٌ وعهًهnomor hadis 178, dan hadis ini berkualitas shahih
18 Dalam hadis ini orang muslim yang membaca Al-Quran diumpakan seperti buah Utrujj. Utrujj ialah nama sejenis buah jeruk yang banyak ranting berduri; mempunyai daun dan buah. Buahnya seperti jeruk yang besar dan seperti burtuqaal (jeruk manis) bentuknya hampir bujur seperti pepaya dan bermuncung. Warnanya warna emas indah, jeruk ini mempunyai dua ciri keistimewaan yaitu keharuman baunya dan keenakan rasanya. Dalam hadis ini, terdapat 4 perumpamaan yang dapat dijadikan renungan kepada orang yang mencari hidayah dan petunjuk Allah SWT. Perumpamaan tersebut adalah: 1) Orang mukmin yang membaca Al-Quran dan beramal dengan isi kandungannya ibarat buah jeruk yang rasanya manis dan baunya pun enak. 2) Orang mukmin yang tidak membaca Al-Quran seperti buah kurma, tidak ada baunya namun rasanya manis. Tetapi beriman dan beramal dengan isi kandungannya. 3) Orang munafiq yang membaca Al-Quran ibarat buah raihanah baunya enak tapi rasanya pahit. 4) Orang munafiq yang tidak membaca Al-Quran ibarat buah hanzalah tidak memiliki bau dan rasanya pahit. Hadis tersebut terdapat nasehat dari nabi supaya orang Islam membaca al-Qur‟an dan mengamalkan isi kandungannya. Dari hadis tersebut juga dapat kita jadikan tolak ukur untuk menentukan kita tergolong dalam golongan yang mana seperti yang diumpamakan dalam hadis, supaya kita dapat membaiki diri kita sendiri agar menjadi seorang mukmin yang baik. Dalam hadis tersebut juga dinyatakan golongan yang beruntung adalah golongan Mukmin kerana mereka diumpamakan sebagai buah utrujjah yang digemari manusia baik dari bau dan rasa buah tersebut, begitulah juga perihalnya dengan orang mukmin yang membaca dan mengamalkan Al-Quran mereka pasti disayangi dan dikasihi masyarakat. Sebaliknya golongan munafiq yang disebut dalam hadis tersebut merupakan golongan yang rugi kerana mereka diumpamakan sebagai buah raihanah yang mempunyai bau dan rasa yang pahit, kerana begitulah hidup mereka dalam masyarakat tidak disukai dan tidak disenangi lantaran sikap mereka yang buruk. c. Didahului masuk ke liang lahat. Penghafal Al-Quran akan di hormati di dunia maupun di akhirat bahkan Rasulullah ketika terjadi perang uhud, dan umat Islam mati syahid dalam peperangan tersebut dikuburkan dua-dua artinya satu liang lahat terdapat dua orang jenazah, dan Nabi bertanya kepada sahabat siapakah diantara mereka yang hafal Al-Quran maka dialah yang didahului masuk ke liang lahat. Sebagaimana hadis Nabi:
ِ ِ ِ َّ َعن َجابِ ِر ب ُن َعب ِد اللِ َر ِضي اللُ َعن ُهم أ ي َ َصلَّى الل َعلَيو َو َسلَّ َم َكا َن ََي َم ُع ب َ َن َر ُسوَل الل َ ِ ِ ِ ٍ ي ِمن قَتلى أ ِ ِ ِ ِ ِ َالر ُجل ، َحدَهَا َّ َ فَإ َذا أُشي َر لَوُ إ َل أ، أَيُّ ُه َما أَكثَ ُر أَخ ًذا لل ُقرآن: َويَ ُقو ُل، ُحد ُ َ َّموُ ِيف اللَّ َحد َ قَد
“Dari Jabir Ibn Abdillah RA Sesungguhnya Nabi menguburkan dua orang dalam satu liang lahat yang mati syahid di perang uhud, kemudian Nabi bertanya siapa diantara
19 mereka yang menghafal Al-Quran (yang paling banyak Al-Quran darinya), maka dialah yang didahulukan dikubur ke liang lahat” (HR. Abi Daud no 3138) Hadis di atas terdapat pada sunan Abu Daud kitab انجُائزpada bab في انشهيد يغسم nomor hadis 3139 dan 3138 dan hadis ini kulitasnya adalah shahih. Selain itu juga terdapat pada shahih Bukhari nomor 1347, 1343, 4079 dan 1353 kitab انجُائزbab دفٍ انزجهيٍ و انثال ثح في قثز واحد. Sunan An-Nasai‟ nomor 1955, kitab انجُائزbab تزك عهيهىdan sunan Ibnu Majah nomor 1514 kitab انجُائزbab يا جاء في انصالج عهى انشهداء ودفُهى. Sunan Tarmidzi kitab انجُائز bab تزك انصالج عهى انشهيدnomor 1036 Hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW sanagt menghormati para penghafal Al-Quran disebutkan bahwa yang didahulukan untuk dikubur adalah mereka yang menghafal Al-Quran paling banyak. Hadis ini bersandarkan dari sahabat Jabir ibn Abdullah yang termasuk dari sahabat Rasulullah dan diriwayatkan oleh Abi Daud dan termasuk hadis masyhur. Hadits di atas juga menunjukkan bahwa menguburkan dua orang atau lebih dalam satu liang lahat diperbolehkan berdasar hadits atau peristiwa di atas. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah sabda Nabi yang mengatakan: أيهى أكثزأخذا ٌ نهقزاmemberikan kita pengertian bahwa orang-orang yang banyka mengahafal dan mengetahui isi dari kandungan Al-Quran atau hematnya berilmu dialah yang lebih didahulukan jenazahnya untuk dimasukkan ke dalam liang lahat tersebut. d.
Orang yang dekat dengan Allah (ahlullah) dan orang-orang pilihannya atau orang istimewanya Allah (wakhasatuh), Penghafal Al-Quran tidak boleh disia-siakan begitu saja tentu saja penghafal AlQuran yang tidak hanya sekedar hafal, namun mereka yang juga mengamalkana isi kandungan Al-Quran, berakhlak sesuai akhlak Al-Quran, serta tingkah laku yang mencerminkan Ahlul Quran, karena penghafal Al-Quran merupakan ahlullah dan wakhasatuh Sebagaimana Sabda Nabi:
حدثين عبد الرمحن بن بديل ميسرة عن ابيو عن: ا خربنا عبيد الل ابن سعيد عن عبد الرمحن قال
ِ ِِ ي َ إِ َّن للَّو أَىل (ُاصتُو َّ اللَّ ِو َو َخ
:َو َسلَّ َم أَى ُل،
ِ ُ قَ َال رس: انس ابن مالك رضي الل عنو قَ َال صلَّى اللَّوُ َعلَي ِو َ ول اللَّو َُ ِ ىم أَىل ال ُقر: ) ول اللَّ ِو من ىم؟ قَ َال ِ ِمن الن آن س ر ا ي :ا و ل ا ق َّاس َ ُ َ ُ ُ َ َ ُ َ ُ
“Dari Anas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah memiliki keluarga dari kalangan manusia, “ada yang bertanya, “siapa mereka ya Rasulullah? “beliau menjawab, “Ahlul Quran mereka keluarga Allah dan orang-orang istimewanya” (H.R. Ibnu Majah no 215) Hadis ini terdapat pada sunan Ibnu Majah pada انًقديحdan bab ٌفضم يٍ تعهى انقزا وعهًهnomor hadis 215. Selain itu juga terdapat pada sunan Ad-Darmi kitab ٌفضائم انقزآ dan bab ٌ فضم يٍ قزأ انقزاnomor hadis 3369. Juga terdapat pada musnad Ahmad (Musnad Anas Ibn Malik) nomor 12279, 12292, dan 13542. Isnad Hadist ini hasan dan para rijalul hadistnya semuanya terpercaya. Al Hafidz ibnu Hajar berkata tentangnya, " tidak ada masalah dengan Abdur Rahman ibn Bidyl. Imam Ahmad ibn Hanbal mengeluarkan riwayat hadist ini dalam Musnadnya, jilid 3, Hal. 127, 128, 242, dan Imam Al-Hakim dalam Mustadrok nya , jilid 1, Hal. 556. Imam Ibnu Majah dalam kitab Sunan nya pada No. 215. Yang dimaksud ahlul quran dalam hadis ini
20 bukan orang yang sekedar menghafal dan membacanya saja. Ahlul quran (sejati) adalah yang mengamalkannya, meskipun ia belum hafal Quran. Orang-orang yang mengamalkan Al-Quran, menjalankan perintah dan menjauhi larangan, serta tidak melanggar batasanbatasan yang digariskan oleh Al-Quran. Adapun orang yang hafal Quran namun akhlaknya menyimpang dari Al-Quran maka belum dapat dikatakan ahlul quran, yang dimaksud ahlul qur’an bukan orang yang sekedar menghafal dan membacanya saja. Ahlul qur’an (sejati) adalah yang mengamalkannya, meskipun ia belum hafal Al-Quran. Orangorang yang mengamalkan Al-Quran, menjalankan perintah dan menjauhi larangan, serta tidak melanggar batasan-batasan yang digariskan Al-Quran, mereka itulah yang dimaksud ahlul qur’an, keluarga Allah serta orang-orang pilihannya Allah. Merekalah hamba Allah yang paling istimewa. Adapun orang yang hafal Al-Quran, membaguskan bacaan Qur‟an nya, membaca setiap hurufnya dengan baik. Namun jika ia menyepelekan batasan-batasan yang digariskan Al-Qur‟an, ia bukan termasuk dari ahlul qur’an. Tidak pula termasuk dari orang-orang khususnya Allah. Jadi ahlul quran adalah orang yang berpedoman dengan Al-Quran (dalam gerak-gerik kehidupannya), ia tidak menjadikan selain Al-Quran sebagai panutan. e.
Tidak boleh hasad kecuali kepada orang yang hafal Al-Quran dan orang kaya yang menginfakkan hartanya. Selain menjadi keluarganya Allah orang yang menghafal Al-Quran disebutkan dalam hadis bahwa tidak ada hasad kecuali kepada dua orang yaitu orang yang diberi AlQuran atau hafal Al-Quran lalu ia berdiri sholat malam membaca Al-Quran (mengamalkan isi Al-Quran) pada siang hari atau malamnya, yang kedua adalah orang yang diberikan kekayaan dan kekayaan itu benar-benar dimanfaatkan untuk jalan kebenaran sepanjang malam dan sepanjang siang. Hasad disini berarti ghibtoh (hasad yang diperbolehkan) yaitu berharap nikmat yang dimiliki oleh orang lain turut dimilikinya tanpa berharap nikmat tersebut dari orang lain. Tidak ada rasa benci terhadap nikmat yang diperoleh dan menginginkan kita juga menginginkan agar memiliki nikmat yang sama, sifat ini sangatlah terpuji dan dikehendaki ada pada setiap orang, karena dengannya bisa mendatangkan kebaikan dalam hidup, berbeda dengan hasad dalam arti sesungguhnya yaitu berharap dan berusaha agar nikmat orang lain tersebut terhapus dan hilang.
ِ ِ َ َلَ َحس َد إَِلَّ ِيف اث نَت: صلَّى اللِ َعلَي ِو و َسلَّم َر ُج ٌل: ي َ قَ َال َر ُسوَل الل: عن أِب سعيد قال َ َ َ ِ ِ آتَاه اللِ ال ُقر ِ َ آن فَ ُهو يَ ُقوُم آنَاء اللَّي ِل وآنَاء الن ُ َ َوَر ُج ٌل آتَاهُ اللُ ماََلً فَ ُه َو يُنف ُقوُ آنَاء،َّهار َ َ َ َ َّها ِر َ اللَّي ِل َوآناَءَ الن Dari Abi Sa’id ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “tidak ada hasad kecuali kepada dua orang, yaitu seseorang yang diberikan Al-Quran lalu ia mengamalkannya sepanjang siang dan malam, dan seseorang yang diberikan harta, kemudian hartanya dikeluarkan (diinfakkan) sepanjang siang dan malam.”(H.R. Bukhari no 6810) Hadis di atas terdapat pada shahih Bukhari kitab انعهىbab انغتثاطاقي انعهى وانحكًح nomor 73 juga terdapat pada kitab انزكاجbab اَفاق انًال في حقهnomor 1409, juga terdapat kitab ٌ فضائم انقزآbab ٌ اغتثاط صاحة انقزآnomor 5026, juga terdapat kitab انحكاوbab اجز يُقضى تا انحكًحnomor 7141, 7316, 7529. Juga pada shahih Muslim dengan nomor hadis
21 815. Sunan Tarmidzi nomor 1936, sunan Ibnu Majah nomor 4209, dan musnad Ahmad (musnad Abu Hurairah) nomor 4924, 4550, 6167, 5618. Pada umumnya banyak dinukilkan di dalam Al-Qur‟an dan hadits mengenai keburukan hasad, yang hukumnya mutlak dilarang. Sedangkan menurut hadits di atas, ada dua jenis orang yang kita dibolehkan hasad kepadanya. Maka ulama menjelaskan hasad dalam hadits ini dengan maksud; Hasad dengan makna risyk yang dalam bahasa arab disebut ghibtah. Adapun perbedaan antara hasad dan ghibtah adalah: hasad ialah jika seseorang mengetahui ada orang lain yang memiliki sesuatu, maka ia ingin agar sesuatu itu hilang dari orang tersebut, baik ia mendapatkannya atau tidak. Sedangkan ghibtah (hasad yang diperbolehkan) yaitu berharap nikmat yang dimiliki oleh orang lain turut dimilikinya tanpa berharap nikmat tersebut hilang dari orang lain. Tidak ada rasa benci terhadap nikmat yang diperoleh dan menginginkan kita juga menginginkan agar memiliki nikmat yang sama, sifat ini sangatlah terpuji dan dikehendaki ada pada setiap orang, karena dengannya bisa mendatangkan kebaikan dalam hidup, berbeda dengan hasad dalam arti sesungguhnya Selain hadis Al-Quran juga menyebutkan bahwa orang yang menghafal Al-Quran akan diberikan karunia dan pahala kepada mereka.
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugrahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Mensyukuri”.(Q.S.Fathir (35): 29-30) Tentunya masih banyak hadis-hadis dan ayat-ayat lain yang menggambarkan keutamaan penghafal Al-Quran, dari keterangan hadis-hadis di atas dapat penulis simpulkan bahwa diantara keutamaan para penghafal Al-Quran adalah: (1) Akan bersama Allah, rasulnya dan para malaikat Allah di akhiat nanti dan bagi yang susah atau terbatabata dalam membaca Al-Quran maka ia akan mendapatkan dua pahala, (2) dihormati Allah dan Nabi baik ketika di dunia maupun di akhirat, (3) menjadi keluarganya Allah karena selalu menyibukkan diri dengan Al-Quran, ikut menjaga kalamullah serta menjadi orang yang diistimewakan Allah, (4) Allah membolehkan ada rasa iri kepada Ahlul Quran (5) serta para penghafal Al-Quran akan mengenakkan mahkota kepada kedua orangtuanya pada hari kiamat yang cahayanya lebih baik dari cahaya-cahaya yang menerpa rumah di dunia. Keutamaan para penghafal Al-Quran banyak sekali diantaranya mereka akan bersama Allah, rasulnya dan para malaikat Allah di akhiat nanti, bagi yang susah atau terbata-bata dalam membaca Al-Quran maka ia akan mendapatkan dua pahala, dihormati Allah dan Nabi baik ketika di dunia maupun di akhirat, menjadi keluarganya Allah karena
22 selalu menyibukkan diri dengan Al-Quran, ikut menjaga kalamullah serta menjadi orang yang diistimewakan Allah, serta para penghafal Al-Quran akan mengenakkan mahkota kepada kedua orangtuanya pada hari kiamat yang cahayanya lebih baik dari cahaya-cahaya yang menerpa rumah di dunia. Menghafal Al-Quran sebaiknya tidak hanya menghafal redaksi teks Al-Quran saja, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana isi kandungan Al-Quran tersebut dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, selain itu penghafal Al-Quran harus menjaga akhlaknya, tutur katanya, serta membawa diri untuk berbuat kabajikan dan ketakwaan kepada Allah SWT. 2. Penghafalan Al-Quran Pada Masa Nabi, Sahabat, dan Tabiin. a. Masa Nabi Al-Quran turun melalui perantara malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan tempo kurang lebih 23 tahun, penurunan secara bertahap ini mengandung hikmah yang sangat besar dan mempunyai tujuan yang amat penting. Diantara hikmah dan tujuannya adalah agar penerima dapat membaca dengan tartil (tidak tergesa-gesa) karena dimungkinkan apabila turun sekaligus bisa jadi ketika membacanya terburu-buru karena ingin cepat selesai sehingga sulit untuk menghafalnya dengan mantap. Pemeliharaan Al-Quran pada masa Nabi hingga sekarang terus berjalan seiring dengan perjalanan dan perkembangan sejarah umat. Tradisi pemeliharaan Al-Quran yang diwariskan Nabi kepada kita melalui dua cara, sebagaimana yang disampaikan oleh Ramlah yang dikutip dari Muhaimin Zen: yaitu pemeliharaan melalui hafalan (fi shudur) dan melalui tulisan (fi al-sutur). Pemeliharaan melalui hafalan merupakan landasan utama adapun pemeliharaan melalui tulisan sebagai landasan pendukung. (Zen, 2006: 128) Dua tradisi di atas terus dilakukan Nabi dan disampaikan kepada para sahabat sehingga hampir seluruh sahabat mampu menghafal Al-Quran seluruhnya, ada yang sebagian lebih Al-Quran tergantung kapasitas pertemuan mereka bersama Nabi. Pembelajaran Al-Quran dilakukan dengan system talaqqi (berhadapan langsung kepada guru) yang kompeten dalam bidang Al-Quran dan mempunyai sanad yang langsung smapai kepada Rasulullah SAW. (Zen, 2006: 129). Selain dengan cara menghafal, pemeliharaan Al-Quran pada masa Nabi juga dengan cara penulisan ayat-ayat di atas pelepah kurma, di kulit binatang, di batu-batu maupun di tulang belulang binatang. Manusia yang pertama kali meraih predikat hafihz tidak lain adalah Rasulullah SAW sendiri, karena ketika wahyu Al-Quran turun kepadanya melalui malaikat Jibril, Rasulullah SAW sendiri berusaha untuk menghafalnya dan jibril tidak akan pergi sebelum ayat yang diturunkan kepadanya telah diterima dan dihafal dengan baik. Bahkan kadangkadang Rasulullah SAW terlalu tergesa-gesa dan terlalu cepat ingin membaca dan menghafalnya, sehingga Rasulullah SAW mendapat teguran dari Allah, agar dalam membaca tidak usah tergesa-gesa karena akan dimudahkan baginya untuk menghafal karena Al-Quran sudah ditetapkan dalam hati Nabi bahkan beliau tidak akan lupa sedikitpun, sesuai firman Allah:
23 “Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Quran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Q.S. Thaaha (20): 114) Nabi Muhammad dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril kalimat demi kalimat, sebelum Jibril selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.”(Q.S. Al-Qiyamah (75): 16-19) Dalam ayat lain disebutkan, tentang adanya jaminan bahwa Nabi tidak akan lupa dengan ayat yang dibacakan Jibril kepadanya:
“Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.” (Q.S.Al-„Ala (96): 6-7) Mengenai hafalan Nabi seperti ditulis As-Sabuni yang dikutip dari Faizah “jibril setiap satu tahun sekali mendatangi Nabi untuk mengecek hafalannya pada bulan Ramadhan. Bahkan pada bulan Ramadhan yang terakhir menjelang wafatnya Nabi, Jibril turun dua kali untuk membacakannya”. (Faizah, 2008: 158) Dengan demikian, pemeliharaan Al-Quran pada masa Nabi yaitu dengan metode hafalan, Nabi langsung mengajarkan kepada sahabat dengan metode talaqqi yakni bertatap muka langsung dnegan guru serta metode kitabah yaitu menulis Al-Quran pada lembaranlembaran pelepah, batu dan sebagainya hal ini juga diterapkan pada masa-masa setelah masa kenabian. b. Masa Sahabat Pada masa sahabat pemeliharaan dan penghafalan Al-Quran dimulai dengan mengumpulkan Al-Quran dalam bentuk naskah yang tersebar pada sahabat-sahabat, usaha pengumpulan ini dilakukan oleh Zaid bin Tsabit dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun. Dengan demikian Al-Quran telah berhasil dikumpulkan secara utuh dan sempurna sekalipun masih berserakan di pelepah kurma, kulit binatang maupun batu-batuan sehingga pada pemerintahan khalifah Utsman bin „Affan mushaf yang ada di rumah Hafsah binti Umar diperbanyak dan dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit kemudian membuat copy naskah sebanyak 4 buah naskah dan disebarkan ke Syam, Basrah, Kuffah, dan Madinah. (Kusmana & Syamsuri, 2004: 156) Nabi Muhammad memberikan perhatian untuk menghafal dan menguasai ayatayat Al-Quran yang diberikan kepadanya, beliau menyampaikan Al-Quran dan
24 mengajarkan kepada para sahabatnya dan mendorong mereka untuk menghafalnya. Para sahabat juga sangat antusias untuk mempelajari Al-Quran dan menghafalkannya sehingga Nabi pun mendorong mereka untuk memilih orang tertentu yang akan mengajarkan AlQuran kepada mereka. Berberapa sahabat yang mengetahui banyak tentang Al-Quran diminta oleh Nabi untuk mengajarkannya adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka‟ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas‟ud, Abu Darda‟ dan Abu Musa AlAsyari sistem pembelajaran ketika itu masih banyak menekankan pada aspek lisan karena alat tulis kala itu masih langka. (Faizah, 2008: 159) Pada masa sahabat pemeliharaan dan penghafalan Al-Quran dilakukan dengan sangat teliti, sahabat mengumpulkan dan menulis Al-Quran serta melakukan penghimpunan Al-Quran menjadi satu mushaf, metode pemeliharaan dengan hafalan tetap juga dijalankan seperti pada masa kanabian, sahabat yang mahir dalam hafalan Al-Quran bertugas menyimak hafalan sahabat yang ingin menyetorkan hafalannya. c. Masa Tabi’in Pada masa Tabi‟in pemeliharaan dan penghafalan Al-Quran berkembang dengan sangat pesat mereka juga menggunakan sistim hafalan dan tulisan dalam proses pemeliharaan Al-Quran. Pada masa tabi‟in ini juga munculnya para imam qiroat yang menandakan bahwa perhatian mendalam pada pemeliharaan Al-Quran, adapun nama-nama imam qiroat tujuh yang disampiakan oleh Ahmad Fathoni yang dikutip dari Muhamin Zen sebagai berikut: Nafi‟ ibn Abi Nuaim Maula Jaunah (imam Nafi‟), Abdullah ibn Katsir Maula Amru ibn Alqamah, (imam ibnu katsir), Abu Amru ibn Al-Ala Al-Mazny (imam Abu Amr), Abdullah ibn Amir (ibnu Amir), Abu Bakar „Ashim ibn al-Nujud (imam „Ashim), Hamzah ibn Habib Al-Zayat (imam Hamzah), dan Abu Hasan Ali ibn Hamzah Al-Kisa‟i (imam Al-Kisa‟i). (Zen, 2008: 159). Pada masa kejayaan Islam terdapat lembaga-lemsbaga pendidikan Al-Quran yang tersebar di berbagai daerah, seperti di Madinah, Makkah, Mesir, dari kota-kota inilah para ulama banyak yang belajar ilmu Islam selain itu juga mereka menghafal Al-Quran dan bertalaqqi langsung dari syekh-syekh yang ada di negara tersebut, kemudian kembali ke negarinya masing-masing untuk menyebarkan ilmu dan mendirikan pesantren khusus AlQuran. Ulama-ulama tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya. Sehingga pemeliharaan Al-Quran hingga masa sekarang ini masih tetap berjalan dengan adanya lembaga-lembaga pesantren yang mengkhususkan pada hafalan Al-Quran. (Shohib & Bunyamin, 2011: 12) Langkah pemeliharaan Al-Quran dengan sistem hafalan dan tulisan inilah yang dilakukan oleh umat Islam untuk menjaga kemurnian kitab sucinya sepanjang masa dan waktu, disamping penjaminan dari Sang Maha Penciptanya sendiri. Tingginya minat masyarakat Islam saat ini terhadap hafalan Al-Quran bahkan program hafalan Al-Quran telah menjadi pelajaran khusus di sekolah-sekolah Islam saat ini, hal ini membuktikan bahwa pemeliharaan Al-Quran dari masa Nabi hingga masa sekarang masih tetap berjalan. Langkah pemeliharaan Al-Quran dengan sistem hafalan dan tulisan inilah yang dilakukan oleh umat Islam untuk menjaga kemurnian kitab sucinya sepanjang masa dan waktu, disamping penjaminan dari Sang Maha Penciptanya sendiri. Maka dari itu orang Islam dianjurkan mengahafal Al-Quran karena menghafal Al-Quran merupakan kebutuhan umat Islam dan Nabi sangat menganjuran umatnya menghafal AlQuran.
25
B. Aspek-Aspek terkait dalam Menghafal Al-Quran 1. Metode yang Digunakan dalam Tahfizh Al-Quran Menurut Para Ahli Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia metode adalah “cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud, cara menyelidiki dalam mengajar.”(Poerwadarminta, 1996:649) tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efesien dan efektif. metode pendidikan yang tidak tepat akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar sehingga banyak waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah seperangkat jalan, cara yang dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan pengajaran dan pendidikan kepada peserta didik agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap penghafal Al-Quran, tentunya menginginkan waktu yang cepat dan singkat, serta hafalannya menancap kuat di memori otak dalam proses menghafalkan alquran. hal tersebut dapat terlaksana apabila sang penghafal Al-Quran menggunakan metode yang tepat, serta mempunyai ketekunan, rajin, dan istiqomah dalam menjalani prosesnya, walaupun cepatnya menghafal seseorang tidak terlepas dari otak dan IQ yang dimiliki. metode yang digunakan para penghafal Al-Quran berbeda-beda sesuai dengan kehendak dan kesanggupannya. a. Menurut Sa’dulloh Metode apapun yang digunakan tidak akan terlepas dari pembacaan yang berulang-ulang sampai dapat mengucapkannya tanpa melihat mushaf sedikit pun. Proses menghafal Al-Quran dilakukan melalui proses bimbingan seorang guru tahfizh. dalam buku Cara Cepat Menghafal Al-Quran karangan Sa‟dullaoh menjelaskan ada lima metode menghafal Al-Quran: 1). Bin-Nazhar, yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat Al-Quran yang akan dihafal dengan melihat mushaf Al-Quran secara berulang-ulang. proses bi-nadzar ini hendaknya dilakukan sebanyak mungkin atau empat puluh satu kali seperti yang biasa dilakukan oleh para ulama terdahulu. hal ini dilakuakan untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang lafaz maupun urutan ayat-ayatnya. agar lebih mudah dalam proses menghafal, maka selama proses bin-nazhar ini diharapkan calon hafidz juga mempelajari makna dari ayat-ayat tersebut. 2). Tahfizh, yaitu menghafalkan sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Quran yang telah dibaca berulang-ulang secara bin nazhar tersebut. misalnya menghafal satu baris, beberapa kalimatatau sepotong ayat pendek sampai tidak ada kesalahan. setelah satu barisatau beberapa kaliamt tersebut sudah dapat dihafal dengan baik, lalu ditambah dengan merangkaikan baris atau kalimat berikutnya dengan sempurna. kemudian rangkaian ayat tersebut diulang kembali sampai benar-benar hafal. setelah materi satu ayat dapat dihafal dengan lancer kemudian pindah kepada materi ayat berikutnya. 3). Talaqqi, yaitu menyetorakan atau memperdengarkan hafalan yang baru dihafal kepada guru atau instruktur. guru tersebut haruslah seorang hafidz Al-Quran, telah mantap agama dan ma’rifah nya, serta dikenal mampu menjaga dirinya. proses talaqqi ini dilakukan untuk mengetahui hasil hafalan seorang calon hafidz dan mendapatkan bimbingan seperlunya. seorang guru tahfizh juga hendaknya yang benar-benar mempunyai silsilah guru sampai kepada nabi Muhammad SAW. 4). Takrir, Yaitu mengulang hafalan atau men-sima’-kan hafalan yang pernah dihafalkan/sudah pernah di-sima’-kan kepada guru tahfizh, takrir dimaksudkan agar
26 hafalan yang pernah dihafal tetap terjaga dengan baik. selain dengan guru, takrir juga dilakukan sendiri-sendiri dengan maksud melancarkan hafalan yang telah dihafal, sehingga tidak mudah lupa. misalnya pagi hari untuk menambah materi hafalan baru, dan sorenya untuk men-takrir hafalan yang telah dihafal. 5). Tasmi’, yaitu memperdengarkan hafalan kepada orang lain, baik kepada perorangan maupun pada kelompok jamaah. Dengan tasmi’ ini seorang penghafal Al-Quran akan diketahui kekurangan pada dirinya, karena bisa saja ia lengah dalam mengucapkan huruf atau harokat. Dengan tasmi’ seseorang akan lebih berkonsentrasi dalam hafannya. (Sa‟dhulloh, 2008: 56) Pada prinsipnya, semua metode baik sekali untuk dijadikan pedoman dalam menghafal Al-Quran, baik salah satu diantaranya, atau dipakai semua sebagai alternatif dan membuat variasi dalam menghafal, sehingga tidak berkesan menoton yang akan menghilangkan rasa kejenuhan dalam proses menghafal Al-Quran. b. Menurut Muhaimin Zen Muhamin Zen mengatakan “metode tahfizh yang diterapkan di PTIQ terdiri dari tiga metode yaitu: 1). Metode S (seluruhnya), yaitu membaca satu halaman dari baris pertama sampai baris terakhir secara berulang-ulang sampai hafal. 2). Metode B (bagian), yaitu menghafal ayat demi ayat, atau kaliamt demi kalimat yang dirangkai sampai satu halaman, 3). Metode C (campuran) yaitu kombinasi antara metode S dan metode B, mula-mula dengan membaca satu halaman berulang-ulang, kemudian bagian tertentu dihafal tersendiri, kemudian diulang lagi secara keseluruhan dari awal hingga akhir.” (Zen, 2006: 90) Fachruddin menguatkan pendapat Muhaimin dalam bukunya Al-Quran Bahasa dan Agama, ia menyatakan “ada lima metode menghafal Al-Quran yaitu: 1). Pertama metode wahdah metode dimana seorang yang ingin menghafal harus terlebih dahulu menghafal satu persatu ayat yang akan dihafal, setiap ayat dibaca berkali-kali sehingga hafal. 2). Kedua metode kitabah yang berarti menulis, para penghafal Al-Quran dianjurkan menulis terlebih dahulu ayat yang akan dihafal dan tulisanya dijadikan rujukan untuk dibaca dan menghafalnya. 3). Ketiga metode sima’i yaitu mendengar, dalam metode ini penghafal mendengar ayat yang akan dihafalkannya terlebih dahulu sehingga mudah untuk menangkap ayat demi ayatnya, metode ini biasanya diterapkan pada anak-anak yang belum bisa membaca tulis Al-Quran. 4). Keempat metode gabungan yaitu gabungan dari ketiga metode di atas, metode wahdah, kitabah, dan sima‟i. 5). Dan kelima metode jama’ yang berarti metode penghafalan dengan cara kolektif, dibaca bersama-sama yang dipimpin oleh seorang guru sedangkan murid mengikutinya. (Fachruddin, 1993: 13-24) c. Menurut Para Huffadz Para ulama masa kini juga para huffadz, dalam hal penjagaan hafalan Al-Quran yang dikutip dari Fathani memiliki metode yang menggunakan istilah “ فًي تشىقlisanku selalu dalam kerinduan”. Kerinduan disini adalah kerinduan membaca Al-Quran. Setiap huruf dalam rangkaian kata فًي تشىقmempunyai makna sebagai berikut:
27 1) Fâ sampai mîm: hari pertama mulai menghafal surat Al-Fâtihah sampai surat AlMâ‟idah 2) Mîm sampai Yâ: hari kedua melanjutkan dari surat Al-Mâ‟idah sampai surat Yûnus 3) Yâ sampai Bâ: hari ketiga melanjutkan dari surat Yûnus sampai surat Bâni Isrâîl 4) Bâ sampai Syîn: hari keempat melanjutkan dari surat Bâni Isrâîl sampai surat AsSyu‟ara 5) Syîn sampai Wâw: hari kelia melanjutkan dari surat Asy-Syu‟ara sampai surat Ash-shaffât 6) Wâw sampai Qâf: hari keenam melanjutkan dari surat Asy-Syu‟ara sampai surat Qâf 7) Qâf sampai khatam: hari ketujuh melanjutkan dari surat Qâf sampai surat An-Nâs (khatam). (Fathani, 2009: 48) Pada teori kognitif terdapat berberapa teknik mengembangkan hafalan yang terkait dengan metode-metode menghafal Al-Quran yang disebutkan di atas, yaitu: 1) Schemata, merupakan upaya mengorganisasikan informasi dalam bentuk-bentuk yang dapat diingat, membagi surah-surah ke dalam klasifikasi berdasarkan panjang pendeknya surah, Al-Mi‟un, Al-Mufassal, dan pada hukum-hukum tajwid seperti hukum nun mati dan tanwin, dan qiraat. Teknik ini merupakan mengelompokkan bagian-bagian tertentu sesuai klasifikasinya agar mudah diingat. Bagi penghafal Al-Quran ini sangat berguna bagi orang yang bertipe kinestestik yaitu orang yang senang menyerap informasi dengan grafik, gambar, atau model. 2) Mnemonic, merupakan teknik mengelola ingatan dengan menggunakan akronim yang memudahkan pemanggilan kembali informasi yang telah disimpan. Teknik ini biasa digunakan pada ayat-ayat yang berulang dalam surah Ar-Rahman dan ArMursalat atau dalam menghafal pasal dalam perundang-undangan. Seperti yang disebutkan Hude mnemonic dalam surah Ar-Rahman adalah khirmiy wa kiysiy yaitu huruf kha’,ra, mim,ya’,waw,kaf, ya’,sin, ya’ merupakan awal kalimat yang terletak setelah kalimat fabiayyi ala-i rabbikuma tukadzibban dan seterusnya. Namun metode ini terkadang menyulitkan disamping penghafal harus mengingat lambangnya disisi lain juga harus mengingat makna yang terkandung. 3) Metode Loci, merupakan metode yang digunakan untuk melakukan analogi ingatan dengan tempat yang biasa dilalui atau yang dikenal baik. Teknik hafalan dengan menggunakan metode losai ini cocok untuk orang tipe belajar kinestestik, yang lebih mudah mencerna informasi dengan gerakan, peragaan, grafis. Menghafal AlQuran dnegan ikut menggerakkan anggota tubuh seperti jari, tangan, kepala bahkan ekspresi wajah, atau bahkan mengelaborasikan kisah-kisah dalam AlQuran sebagai alat bantu dalam menghafal Al-Quran. 4) Chucking, yaitu metode mengingat dengan melakukan pemenggalan dari seluruh bagian ayat-ayat. Seperti waqaf, dan ibtida’ ada cara pemenggalan kalimat ketika hendak waqaf tidak boleh disembarang tempat, ini akan memudahkan dalam penghafalan karena ayat-ayat akan dipenggal sesuai waqafnya dan memulai bacaan lagi pada kalimat yang tepat dan sesuai kaidahnya. 5) Pemahaman Makna, menghafal Ayat-ayat yang sudah lebih dahulu mengetahui maknanya atau kisah yang sudah lebih dahulu diketahui ceritanya maka akan lebih cepat hafal dan dicerna. Para penghafal Al-Quran sangat dianjurkan memahami makna ayat yang akan dihafal dengan dikaitkan pada ilmu nahwu, sharaf, qiraat, balaghah dan sebagainya. Dengan elaborative rehearsal makna menjadi syarat
28 penting untuk dapat dielaborasi secara kreatif sehingga dapat dihubungkan dengan berbagai informasi yang telah diketahui sebelumnya. 6) Remark System, yaitu metode pengulangan terus menerus terhadap materi hafalan, metode ini sangat cocok diterapkan dalam hafalan Al-Quran, hafalan harus terus diulang-ulang agar materi hafalan tidak mudah hilang, itu sebabnya metode takrir sangat baik dan bermanfaat untu penghafal Al-Quran. (Bandura, 1989: 10-15) Pada dasarnya metode yang biasa diterapkan oleh para penghafal Al-Quran juga terdapat dalam teori psikologi, fungsi dan tujuannya sama yaitu memudahkan dalam memasukkan materi ayat ke dalam ingatannya. Menghafalkan Al-Quran dalam sehari hanya dianjurkan satu atau dua halaman saja, jangan terlalu banyak menambah hafalan baru, supaya ketika mengulangnya kembali sebab dikhawatirkan jika hafalan menambah hafalan terlalu banyak maka akan terbengkalai mengulang hafalan yang telah dihafal nantinya dan metode dalam menghafal dapat diterapkan dengan berbagai variasi sesuai dengan kemampuan penghafal sendiri. Metode dalam menghafal dimaksudkan untuk mempermudah dalam mencerna ayat demi ayat hingga masuk ke hati, tidak ada gunanya jumlah hafalan yang banyak dibandingkan dengan kekuatan hafalan, sedikit tapi kuat lebih baik daripada banyak tetapi lemah. Untuk itu pemilihan metode yang pas setiap individu sangatlah berbeda tergantung dari tingkat kemampuannya dan kesungguhannya. 2.
Peran Instruktur dalam Mengembangkan Tahfizh Al-Quran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “instruktur adalah orang yang bertugas mengajarkan sesuatu dengan memberikan latihan, bimbingan, pelatihan dan pengasuhan.” (Departemen Pendidikan Nasional, 2008:540) Instruktur disini maksudnya adalah guru atau Pembina dalam menghafal Al-Quran. Definisi tentang guru sendiri adalah “tenaga pendidik yang tugas utamanya adalah mengajar, dalam arti mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik” (Muhibbin, 2007: 256) Guru atau instruktur merupakan orang yang membimbing, mengarahkan, menyimak hafalan-hafalan Al-Quran, dalam menghafal Al-Quran peran instruktur sangat diperlukan karena menghafal tanpa adanya guru yang mendengarkan hafalannya kurang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Karena pada hakikatnya menghafal sendiri itu menurut dirinya sudah benar dan sudah baik sehingga dapat dikuasai tetapi setelah didengarkan kepada instruktur ternyata masih banyak terdapat kesalahan tanpa disadari. (Zen, 1996: 237) Dari sini maka seorang instruktur memiliki peran penting dalam mengembangkan kualitas hafalan muridnya, yang dikutip dari Ahsin antara lain: a. Sebagai penjaga kemurnian Al-Quran. Instruktur merupakan sebagian dari mereka yang diberikan kehormat untuk menjaga kemurnian Al-Quran, karena itu seorang instruktur haruslah menguasai ilmu-ilmu yang berkaitan dengan AlQuran sehingga ia benar-benar figur ahli Al-Quran yang konsekuen. b. Sebagai sanad yang menghubungkan mata rantai sanad hingga sampai kepada Rasulullah SAW. Belajar talaqqi kepada seorang guru mutlak diperlukan apalagi diingat belajar langsung kepada seorang guru terutama guru yang sudah mendapatkan sanad langsung dari Rasulullah SAW akan menjalin hubungan batin dan membawa berkah terhadap muridnya. c. Menjaga, mengevaluasi dan mengembangkan minat menghafal muridnya, serta mengikuti perkembangan hafalan muridnya. Instruktur dituntut selalu peka
29 terhadap masalah yang dihadapi muridnya sehingga dapat segera mengantisipasi setiap gejala yang melemahkan semangatnya. Untuk itu hubungan yang harmonis antara instruktur dan muridya hendaklah dibangun sedini mungkin agar dapat membantu proses menghafal Al-Quran dan murid tidak merasa terpaksa dalam menghafal. d. Instruktur berperan mentashih hafalan muridnya. Disamping aspek kedekatan dan psikologis instruktur juga harus selalu jeli dan cermat dalam menyimak hafalan muridnya. Ketelitian instruktur sangat diperlukan jika tidak maka akan menimbulkan kesalahan dalam hafalan dan akan sulit meluruskannya. (Ahsin, 2005: 74) Peran instruktur sangat penting dalam upaya mengembangkan kualitas hafalan muridnya, hal ini dimaksudkan bukan hanya sekedar untuk mengkoreksi bacaan murid namun yang lebih penting adalah menjaga mengontrol, memberi saran, nasehat, motivasi serta menjaga kemurnian Al-Quran agar tetap bersambung sampai Rasulullah. Dengan adanya instruktur maka kegiatan menghafal diharapkan berlangsung secara dinamis dan kontiniu sehingga nantinya fase menghafal akan terus meningkat ke fase pemahaman isi kandungan Al-Quran dengan tetap dibimbing oleh guru atau instruktur yang kompeten. (Makhyaruddin, 2015: 84) Secara umum memperdengarkan hafalan kepada instruktur akan memberikan manfaat, karena bagi penghafal sendiri akan merasakan perbedaan antara hafalan yang sudah disetorkan dan hafalan yang belum disetorkan. Setoran menjadi standar ukuran atau evaluasi hafalan dan bacaan. Apabila tidak disetorkan, tidak akan diketahui seberapa banyak hafalan yang benar-benar sudah dihafal, karena akan tercampur dengan hafalan yang belum benar-benar hafa. Maka dari itu dengan setoran kepada instruktur akan diketahui hafalan mana yang sudah lancar dan mana yang belum lancar. Membaca Al-Quran dalam shalat hakikatnya sama juga dengan menyetorkan hafalan kepada Allah SWT, Dia sendiri yang akan mengkoreksi dan mendengarkan hafalan, hal ini bisa dilakukan oleh hafidz yang sudah benar-benar kuat dalam hafalannya sehingga dapat meraih kekhusyuan dalam shalat. (Makhyaruddin, 2015: 234) Maka dari itu instruktur bagi para hafidz yang sudah kuat hafalannya adalah Allah SWT, sedangkan bagi pemula penghafal Al-Quran hendaklah ia berguru pada instruktur yang baik kualitas bacaan dan hafalannya serta sudah mendapatkan sanad yang bersambung dengan Rasulullah. Hal ini dimaksudkan agar penghafal Al-Quran juga mempunyai kualitas hafalan yang baik dan juga mempunyai sanad. 3. Faktor Hilangnya Hafalan dan Upaya Menjaganya Para penghafal Al-Quran harus berupaya menjaga hafalannya agar tidak lupa, banyak factor yang menyebabkan hilangnya hafalan Al-Quran, untuk itu para penghafal Al-Quran harus berusaha menjaga hafalan dengan terus mengulang-ulang hafalannya dan menjaga prilaku kesehariannya serta menghindari diri dari maksiat. Makhyaruddin menyebutkan “lupa akan ayat Al-Quran, itu dikarenakan maksiat bukan mitos. Al-Quran bukanlah huruf-huruf dan kalimat-kalimat tetapi kandungannya. Siapa pun belum disebut hafal Al-Quran kalau belum menjaga kandungannya. Apabila hafal Al-Quran itu hanya sekedar penampakan huruf-huruf dan kalimat dalam hati, jangankan muslim yang maksiat, non Muslim pun bisa hafal.” (Makhyaruddin, 2015: 193) Walaupun menghafal Al-Quran itu bukan sesuatu yang susah, namun membutuhkan kesabaran yang ekstra dalam menjalaninya. Menghafal tidak hanya sekedar menghafal, melainkan juga harus menjaganya melewati berbagai rintangan atau cobaan,
30 salah satu cobaan orang yang menghafal adalah maksiat. Maksiat bukan hanya melakukan perzinaan atau yang lebih parah dari itu, melainkan maksiat disini bias diartikan maksiat seluruh anggota tubuh, termasuk didalamnya maksiat hati, mata, telinga, perut, tangan dan lain sebagainya. Tidaklah penghafal Al-Quran melakukan maksiat, kecuali ia telah melupakan AlQuaran, jika ia masih ingat ayat-ayat dan kalimatnya maka ia telah kehilangan kandungannya. Ibarat jasad manusia yang sudah kehilangan ruhnya. Maksiat termasuk faktor yang akan menghilangkan hafalan, Syekh Abdullah ibn Al-Husain Al-Balawi merinci sejumlah maksiat yang menjadi faktor hilangnya hafalan yang dikutip dari (Makhyaruddin, 2015: 201-214) yaitu: a. Riya‟ Riya‟ merupakan penyakit hati yang ingin terlihat baik didepan orang dengan melakukan pencitraan diri atau menceritakan kebaikan diri sendiri kepada orang lain atau khalayak ramai. Penghafal Al-Quran bersikap riya‟ tidak akan terjadi selama menghafalnya benar. b. „Ujub „Ujub adalah merasa ibadah muncul dari diri sendiri, bukan nikmat dari Allah, tak terlihat bedanya antara orang yang menceritakan kebaikan sendiri karena „ujub atau riya‟. Kesempurnaan ibadah itu ketika merasa amal kurang, perasaan itu tidak harus diungkapkan kepada orang lain, terkadang menceritakan kurangnya amal dibumbui oleh keinginan yang halus agar terlihat sempurna di mata orang lain. c. Ragu kepada Allah Ragu kepada Allah sangatlah berbahaya karena akan berakibat pelakunya melupakan keesaan Allah, lupa bahwa Allah yang akan menjamin rezki untuk itu jangan takut untuk sibuk dan bergelut dengan Al-Quran karena “orang yang sibuk dengan Al-Quran akan dicukupkan rezkinya walaupun ia tidak memintanya melebihi kecukupan para peminta” d. Merasa aman dari siksa Allah SWT Menghafal Al-Quran tidak akan menimbulkan gelisah karena yang menimbulkan gelisah itu tidak menghafal Al-Quran, orang yang merasa aman dari azab Allah akan tenang mengerjakan maksiat sementara orang yang tidak aman dari azab Allah akan tidak tennag melakukan maksiat. e. Putus asa kepada rahmat Allah SWT Penghafal Al-Quran yang belum lancar pasti akan lancar selama tidak berputus asa untuk melancarkannya, pertanyaannya kenapa tidak lancar-lancar karena berputus asa. AlQuran menyebutkan:
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (Q.S. Yusuf (12): 87) f. Mengingat-ingat sedekah Dengan sedekah, penghafal Al-Quran bukan hanya berkapasitas menerima limpahan rezki, tetapi berkapasitas menerima Al-Quran, karena Al-Quran adalah rezeki terbesar manusia, namun semuanya tidak akan berarti jika diungkit-ungkit dan selalu diingat. g. Dengki Orang dengki menganggap kesuksesan orang lain itu merupakan penghalang bagi kesuksesannya. Bagi pengahfal Al-Quran dengki mudah diatasi, apabila tidak mudah diatasi maka hafalan Al-Qurannya akan sulit.
31 h. Dendam Dendam merupakan rasa marah atau tidak suka kepada orang secara berkepanjangan, Al-Quran menganjurkan agar membalas keburukan dengan kebaikan dan cinta, sebagaimana jika membalas keburukan dengan yang lebih buruk maka yang timbul adalah dendam dan permusuhan. i. Mendustakan takdir Sebesar apapun penolakan terhadap takdir, takdir itu tetap akan berjalan menghampiri. Mendustakan takdir juga termasuk maksiat setidaknya penghafal Al-Quran harus menghindari hal ini, jika ingin Al-Qurannya tetap terjaga. Para penghafal Al-Quran sudah seharusnya selalu berupaya menjaga hafalannya dari kelalaian dan lupa, sebab nabi Muhammad SAW mengisyaratkan bahwa menghafal Al-Quran itu ibarat berburu di hutan, apabila pemburu fokus perhatiannya pada binatang di depannya bukan pada binatang burauannya maka buruannya akan lepas, begitu pula orang yang menghafal Al-Quran apabila fokus perhatiannya hanya pada materi ayat baru yang akan dihafal sedang materi yang sudah dihafal ditinggalkan maka akan sia-sia karena hafalannya bisa lupa dan hilang. Menurut Sakho yang dikutip dari Wahid, ia menyatakan “kedua hadis tersebut memaklumi bahwa penghafal Al-Quran memang mudah lupa terhadap hafalannya. Namun penghafal Al-Quran diharapkan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan banyak membacanya, lupa terhadap hafalan merupakan suatu ujian tersendiri terhadap penghafal Al-Quran, apabila ia betul-betul mencintai Al-Quran ia akan berusaha memperbaiki hafalannya sebab orang yang akan diangkat derajatnya oleh Allah pasti akan mendapatkan banyak ujian. (Wahid, 2013: 158) Dibalik adanya kendala-kendala yang disebutkan di atas, maka perlu adanya upaya untuk memantapkan hafalan. Adapun upaya-upaya menjaganya sebagai berikut: a. Menjauhi perbuatan dosa, baik dosa besar maupun sejumlah maksiat yang disebutkan di atas, mengindari sikap sombong, mengindari memandang dunia sebagai tujuan hidup dan selalu mendawamkan istiqomah dan tawadhu‟. b. Memperbanyak pengulangan terhadap ayat-ayat. Dengan banyaknya intensitas pengulangan maka pola hafalan dalam ingatan akan mencapai tingkat yang baik c. Memahami benar terhadap ayat-ayat yang serupa, atau yang sering membuat keliru. d. Membaca ayat-ayat yang telah dihafal dalam shalat, karena ayat yang dibaca dalam shalat akan memberikan kesan yang mendalam di benak dan perhatian terhadap ayat-yat yang dibaca akan lebih besar. e. Tekun mendengarkan bacaan orang lain, atau memperdengarkan bacaan kepada orang lain (tasmi’) serta mentargetkan mengulang hafalan berapa juz dalam sehari atau sepekan. f. Memanfaatkan alat bantu pendengaran yang mendukung, seperti sering mendengarkan recorder, kaset, dan murottal Al-Quran. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas menghafal, berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain: a. kondisi emosi, b. keyakinan (belief), c kebiasaan (habit), dan cara memproses stimulus. Faktor eksternal, antara lain: a. lingkungan belajar, dan b. nutrisi tubuh. sedangkan faktor – faktor yang mendukung dan meningkatkan kemampuan menghafal Al-Quran sebagai berikut: a. motivasi dari penghafal, b. mengetahui dan memahami arti atau makna yang terkandung dalam AlQuran, c. pengaturan dalam menghafal, d. fasilitas yang mendukung, e. otomatisasi
32 hafalan, dan f. pengulangan hafalan. (Saptadi, 2012: 118) untuk itu kualitas dan kuantitas hendaknya selalu jadi hal yang diperhartikan oleh para penghafal Al-Quran. Penghafal Al-Quran hendaklah membuat mekanisme untuk memelihara hafalan Al-Quran, sebagaimana Nabi selalu menjaga hafalannya dengan cara memperdengarkan hafalannya kepada malaikat Jibril, sedangkan para sahabat mengistiqomahkan khatam AlQuran dalam waktu sepekan atau dua pecan, begitu juga dengan ulama-ulam terdahulu mereka juga senantiasa memelihara hafalan AL-Quran mereka dengan istiqomah murojaah dan yang terpenting adalah menahan diri dari perbuatan maksiat dan dosa. 4. Adab Pengajar dan Pelajar Al-Quran Pertama sekali yang harus dilakukan oleh pengajar dan pelajar Al-Quran adalah meniatkan aktivitasnya dalam rangka mencari ridha Allah SWT, disebutkan dari Ibnu Abbas “seseorang itu akan hafal sesuai dengan kadar niatnya”. (Abdullah Said 2011: 56) Para pengajar Al-Quran hendaklah berpenampilan sempurna dan bertingkah laku mulia serta menjauhkan dirinya dari hal-hal yang dilarang Al-Quran demi memuliakan AlQuran, hendaklah ia juga menghindari dirinya dari profesi atau pekerjaan yang tercela, menghormati diri, menjaga diri dari penguasa kejam dan para pengejar dunia yang lalai, tawadhu‟ terhadap orang-orang shalih, menjadi pribadi yang khusyu‟, pelaku kebaikan serta tenang hati dan sikapnya. (An-Nawawi, 2005: 24) Kepribadian pengajar sebagai cerminan kepriadian pelajar, “belajar Al-Quran itu ibarat tumbuhan ia tidak akan tumbuh kecuali pada tanah yang baik dan subur, seperti sholat adalah ibadah yang dilakukan anggota badan maka tidak akan sah sholatnya jika tidak bersuci dari hadas kecil dan hadas besar, maka begitu juga dengan ilmu ia tidak akan mengampiri hati yang tidak bersih dari sifat buruk dan akhlak yang tercela” (Abdullah Said, 2011: 35) Adapun kriteria adab dan akhlak pengajar Al-Quran menurut Al-Muntada sebagai berikut: a. Berakidah salaf yang bersih, jauh dari semua pembatal prinsip-prinsip seperti kekufuran dan kesyirikan serta dari perusak kesempuranaannya seperti bid‟ah dan kesesatan. b. Konsisten menjalankan kewajiban, menjaga ibadah sunnah sesuai dengan kemampuan, serta berusaha optimal menjauhi hal-hal haram dan makruh, baik dalam perkataan maupun perbuatanlahir dan batin c. Merasa diawasi oleh Allah, baik dalam kesendirian maupun keramaian, berharap akan pahala-Nya, takut pada siksa-Nya, memperhatikan perilakunya, mengevaluasi diri atas kesalahan dan khliafnya, serta memiliki motivasi tinggi untuk memperbaiki kesalahannya seoptimal mungkin. d. Mencari dan mendalami ilmu agama, tidak puas hanya menghafal dan mengajarkan Al-Quran, sekalipun pahalanya besar. Meneladani orang-orang yang sudah memperaktikkan hal ini, karena sebagian besar ulama Al-Quran dan ahli qiroat juga menguasai ilmu-ilmu yang bermanfaat, seperti akidah, hadis, tafsir, fikih, bahasa dan ilmu-ilmu lainnya. e. Mengetahui kemampuan diri, tidak tertipu oleh pujian orang lain, serta tidak merasa ujib (bangga diri) karena melihat banyaknya murid yang menyelesaikan hafalan Al-Quran di hadapannya. f. Berakhlak mulia, senantiasa melaksanakan prilaku terpuji dan menjauhi hal-hal yang bertentangan, menjaga harga diri dan tidak menengadahkan tanagn meminta bantuan orang lain dalam urusan pribadinya.
33 g. Menjadi teladan bagi siswa dalam perkataan, perbuatan, serta prilaku mengamalkan dan menghormati ajaran Al-Quran, menghargai para penghafal, menampakkan kebaikan-kebaikan mereka serta menutup mata dari kesalahankesalahan mereka. h. Menguasai berbagai metode pengajaran dan alat bantu penjelasan dengan mempelajari buku-buku penunjang materi seoptimal mungkin, menguasai syaratsyarat penyempaian materi yang benar baik ketika memberikan pengarahan maupun ketika menjelaskan materi kepada murid. i. Mampu mengelola halaqoh, mengarahkan murid dan mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul, serta selalu disiplin menepati jadwal halaqoh, tidak absen, berusaha datang sebelum halaqoh dimulai serta melakukan persiapan sebelum datang baik secara mental, fisik, waktu, maupun ilmu. (Al-Muntada, 2012: 7-17) Makki bin Abu Thalib Al-Qaisi yang dikutip dari Musa Nashr, Mengatakan “orang yang hendak mempelajari Al-Quran harus memilih seorang guru yang punya kapasitas agama yang bagus, memiliki hafalan yang kuat, serta memahami ilmu-ilmu AL-Quran secara mendalam. Dia akan membaca Al-Quran itu dihadapan sang guru, mengecek hafalannya dan kemudian memantapkan akurasi hafalannya itu. Guru itu juga harus memiliki penegtahuan kritis tentang ilmu bahasa Arab, termasuk ilmu tajwid serta latar belakang dari setiap kata di dalam Al-Quran, juga mempunyai pengetahuan kritis tentang keshahihan cara qiraat yang dinukilkan dari para imam yang masyshur. Maka jika terkumpul pada diri seorang guru keilmuan agama yang benar, akurat, pemahaman terhadap ilmu Al-Quran serta kemampuan kritis dalam mengkaji ilmu-ilmu bahasa dan tajwid dan latar belakang setiap kata dalam Al-Quran, berarti telah sempurna kepribadianya dan layak dijadikan imam.” (Musa Nashr, 2010:19) Apabila kriteria guru pengajar Al-Quran seperti yang disebutkan Al-Qaisi di atas, maka akan dapat dibayangkan bahwa pelajar Al-Quran akan sangat banyak menguasai ilmu agama, tidak hanya hafalan Al-Quran namun juga semua aspek ilmu agama dapat dipelajarai dari guru yang satu. An-Nawawi mengatakan “hendaklah pengajar Al-Quran tidak meniatkan untuk memperoleh kenikmatan dunia yang bersifat sementara, baik itu berupa harta, jabatan, kedudukan yang tinggi, sanjungan manusia atau semacamnya, hendaknya ia tidak menodai bacaannya dengan niat mencari kemurahan hati dari orang yang diajarnya, baik itu berupa harta, pelayanan, atau dalam bentu hadiah yang mana tidak akan diperoleh jika ia belum mengajarkan Al-Quran. (An-Nawawi, 2005: 27) sesuai Firman Allah:
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat.” (Q.S.Asy-Syura (42): 20) Allah SWT juga berfirman:
34
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam Keadaan tercela dan terusir.”(Q.S.Al-Isra‟(17): 18) Para pengajar Al-Quran hendaklah tidak mengharapkan imbalan dunia karena ganjaran yang sesungguhnya untuk para pengajar yang ikhlas akan didapatkan diakhirat nanti, serta keberkahan Al-Quran juga akan tetap mengalir di dunia dan di akhirat. An-Nawawi mengatakan “sebagai pelajar Al-Quran juga tidak penting dari adabadab yang seharusnya dimiliki, agar hatinya suci dalam menerima hafalan Al-Quran dan memetik buahnya” diantaranya: a. Hendaklah sang pelajar rendah hati dan juga bersikap sopan terhadap gurunya, walaupun sang guru lebih muda umurnya, tidak setenar dirinya, tidak semulia nasabnya, karena jika menghormati ilmu guru maka akan didapat pemahaman terhadap ilmu tersebut. Hendaklah sang pelajar mematuhi guru, berkonsultasi dengannya disetiap permasalahan, menerima perkataannya sebagaimana pasien yang cerdas mematuhi saran dokter ahli yang tulus member nasehat. b. Berguru kepada guru yang berkompeten, yang jelas agamanya, nyata ilmunya dan telah terkenal kapasitas keilmuannya. Ulama salaf mengatakan “ilmu adalah agama maka perhatikanlah dari mana kalian mengambil agama” hendaklah ia bersikap takzim meyakini keilmuan gurunya karena dengan sikap itulah ia mudah mengambil manfaat dari sang guru” bahkan sebagian salaf selalu berinfak dan berdoa sebelum berangkat ke tempat gurunya “Ya Allah tutuplah aib guruku dariku dan jangan halangi aku mendapatkan berkah ilmunya” c. Berpenampilan sopan, hendaknya pelajar mendatangi guru dengan keadaan yang sempurna, rapi, suci, telah bersiwak, hatinya tidak disibukkan dengan hal lain, dan tidak masuk sebelum meminta izin keada gurunya, mengucapkan salam kepada guru, dan kepada orang yang berada dalam majelis. d. Bersemangat tinggi, hendaknya pelajar Al-Quran gigih dalam belajar, bersemangat, badan kuat, dan tidak puas dengan yang sedikit jika masih memungkinkan untuk memperoleh yang banyak, serta tidak melakukan sesuatu yang memberatkan diri yang memungkinkan akan menyebabkan kebosanan. e. Mengulang Al-Quran dan menghindari lupa serta menghindari diri dari maksiat, mengulang hafalan hak mutlak bagi pelajar, hafalan sebaiknya diulang kembali pada pagi hari, karena pada pagi hari biasanya pikiran masih segar dan memnungkinkan untuk menangkap materi lebih banyak. Pelajar Al-Quran juga harus menahan dirinya dari perbuatan maksiat, yang akan berakibat seringnya lupa dan susahnya menangkap hafalan. (An-Nawawi, 2005: 45-49) Menjadi hafiz merupakan keberkahan yang tidak dianugrahkan pada banyak orang, menjadi hafizh hanya diamanatkan pada segelintir ahli Quran yang tekun, karenanya nilainilai lebih harus dipelihara secara kontiniyu karena ahli Quran sudah tentu menjadi sahabat Al-Quran, berkah dan kedekatannya pada Al-Quran akan membawa pada pemahaman yang lebih baik atas pesan-pesan Allah. (Umar, 2014: 43)
35 Pengajar dan pelajar Al-Quran harus memperhatikan setiap gerak geriknya, jangan sampai pengajar dan pelajar Al-Quran tetapi akhlak dan adabnya jauh dari nilai Al-Quran. Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang mendalam mengenai isi kandungan Al-Quran agar nilainya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga para pelajar Al-Quran juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penting demi terciptanya hafalan yang berkualitas dan baik. C. Evaluasi Program Hafalan Al-Quran 1. Pengertian Evaluasi Program Evaluasi berasal dari kata “evaluation” yang berarti penilaian atau penaksiran. Dalam kamus bahasa inggris evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. (Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, 2005: 220) Sampai pada tahun 1974 masyarakat masih menganggap bahwa evaluasi dalam pendidikan terbatas pengertiannya pada penilaian hasil belajar. Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa pendidikan merupakan upaya memberikan satu perlakuan pembelajaran kepada peserta didik. (Arikunto dan Safruddin, 2014:2) Satu pengertian pokok yang terkandung dalam evaluasi adalah adanya standar, tolak ukur, atau kriteria. Mengevaluasi adalah melaksanakan upaya untuk mengumpulkan data mengenai kondisi nyata sesuatu hal kemudian dibandingkan dengan kriteria, agar dapat diketahui seberapa jauh atau seberapa tinggi kesenjangan antara kondisi nyata tersebut dengan kondisi yang diharapkan. (Arikunto dan Safruddin, 2014: 8) Sedangkan prgram dapat diartikan “a programme is an organised set of a activities designed to produce results that will have an impact on a specific problem or need” dengan kata lain program dapat diartikan sebagai sejumlah aktifitas yang dirancang secara teroganisir untuk membuat seperangkat hasil yang akan memmbawa dampak pada terpecahkannya masalah khusus atau terpenuhinya kebutuhan yang diperlukan. (Yusuf, 2015: 144). Secara umum program diartikan “rencana”. Seperti contoh sering terdengar pertanyaan apa program siswa/i setelah lulus dari sekolah ini? Dalam hal ini program bisa disebut rencana. Rencana ini bisa berupa kegiatan apa yang akan dilakukan setelah lulus, melanjutkan sekolah lagi, mencari pekerjaan yang layak membantu orang tua, atau mungkin belum menentukan program apa yang akan dilakukan setelah lulus nanti. (Thoha, 1996: 56) Sukardi menyatakan program adalah “salah satu hasil kebijakan yang penetapannya melalui proses panjang dan disepakati oleh para pengelolanya untuk dilaksanakan baik oleh sitivas akademik maupun tenaga administrasi” (Sukardi, 2014: 4) Suatu program mempunyai ciri sistematis yaitu keteraturan dengan urutan langkah-langkah tertentu mulai dari perencanaan program, pelaksanaan program, monitoring pelaksanaan, dampak progmam, tingkat keaktifan dan efesiensi program sampai dengan penilaian program. (Arifin, 2009: 33) Setiap lembaga atau institusi pasti memiliki program yang dihasilkan dari suatu kebijakan yang dilaksanakan oleh orang yang diberi kewenangan atasnya, kemudian program itu haruslah dievaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut berjalan apakah sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau tidak. Evaluasi program juga dilakukan sebagai media pertanggung jawaban seorang pemimpin kepada atasan.
36 Apabila program langsung dikaitkan dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Menurut Arikunto dan Safruddin ada 3 pengertian penting yang perlu ditekankan dalam menentukan program: a. Realisasi atau implementasi suatu kebajikan b. Terjadi dalam waktu relatif lama bukan kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang. (Arikunto dan Safruddin, 2014: 4) Makna evaluasi program mengalami proses pemantapan. Definisi yang dikemukakan oleh berberapa ahli yang dikutip dari Arikunto dan Safruddin bahwa Ralph Tyler menyatakan bahwa “evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasi” (Tyler, 1950). Sedangkan ahli evaluasi yaitu (Cronbach, 1963) dan (Stufflebeam, 1971) mereka mengemukakan bahwa “evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan”. (Arikunto dan Safruddin, 2014: 5) Sukardi berpendapat “evaluasi program pada prinsipnya merupakan satu bagaian integral dari evaluasi pendidikan pada umumnya, evaluasi program bukan saja ada di dalam proses belajar mengajar, tetapievaluasi program memiliki penggunaan yang lebih luas, yaitu dilakukan pada program yang merupakan hasil keputusan pemegang kebijakan untuk diproritaskan pelaksanaannya, seperti program studi, ataupun program yang dilaksanakan untuk masyarakat.” (Sukardi, 2014: 2) Evaluasi program pada umumnya sangat memperhatikan semua elemen yang berperan dan mendukung terlaksananya program mulai dari sumber daya manusia, peserta didik, instruktur, tenaga administrasi, kurikulum, fasilitas, sarana dan prasarana, hubungan dengan masyarakat, dan lingkungan. “Evaluasi program dapat dilakukan terhadap seluruh atau sebagian unsur-unsur program serta terhadap pelaksanaan program pendidikan, evaluasi program harus dapat diselenggarakan secara terus menerus, berkala, kegiatan evaluasi dapat dilakukan pada saat sebelum, sedang, atau setelah program dilaksanakan.” (Sudjana, 2006:6) Dalam pelaksanaan evaluasi program informasi-informasi yang mungkin dikumpulkan akan bervariasi, tetapi sangat terkait dengan tujuan program, dapat dikelompokkan dalam beberapa aspek sebagai berikut: a). Mengapa program itu diadakan, b). Apa program yang diberikan, c). Bagaimana program tersebut dilaksanakan, d). Apa dan bagaimana dampak program, e). Apa kekuatan dan kelemahan program, f). Manfaat, kegunaan dan efektifitas program, g). Efesiensi program. Bagaimana pelaksanaannya, dapat dilakukan dengan menggunakan interviu dan observasi, berkenaan dengan manfaat relavansi dan dampak dapat dilakukan dengan berkomunikasi langsung dengan peserta yang mengikuti program, serta melakuakn analisis apakah program tersebut sudah sesuai dengan tujuan atau akan dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. (Yusuf, 2015: 148). Hasil evaluasi selalu dijadikan dasar dan pijakan untuk melakukan langkah perbaikan pada tahap selanjutnya dari sebuah proses yang terus menerus, maka dapat dikatakan bahwa evaluasi menempati posisi yang sangat penting dalam proses pembelajaran maupun dalam sebuah program. (Abdurrahmansyah & Harto, 2006: 77). Untuk itu setiap program pendidikan haruslah dilakukan evaluasi agar pencapaian yang diharapkan dapat terpenuhi, dan untuk mengetahui sampai dimana kinerja yang telah dilakukan dan apa saja yang harus diperbaiki dan ditingkatkan.
37 Jadi dapat disimpulkan bahwa evaluasi program merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai, apakah pelaksanaan program sesuai dengan rencana, dampak apa yang terjadi setelah program dilaksanakan, dan apakah program akan dihentikan, diperbaiki, dimodifikasi, diperluas, atau ditingkatkan. Evaluasi program juga merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu program yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternative atau pilihan yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan, atau dapat dikatakan bahwa evaluasi program merupakan menguji efektivitas suatu program. Dengan melakukan evaluasi maka akan ditemukan fakta pelaksanaan kebijakan dilapangan yang hasilnya bisa positif ataupun negative. Sebuah evaluasi yang dilakukan secara professional akan menghasilkan temuan yang obyektif yaitu temuan apa adanya; baik data, analisis dan kesimpulannya tidak dimanipulasi yang pada akhirnya akan memberikan manfaat kepada lembaga, pembuat kebijakan dan masyarakat. Ada empat kebijaksanaan lanjutan yang mungkin diambil setelah evaluasi program dilaksanakan, sebagai berikut: a. Kegiatan tersebut dilanjutkan karena dari data yang terkumpul diketahui bahwa program ini sangat bermanfaat dan dapat dilaksanakan dengan lancar tanpa hambatan sehingga kualitas pencapaian tujuannya tinggi. b. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan penyempurnaan karena data yang terkumpul diketahui bahwa hasil program sangat bermanfaat tetapi pelaksanaannya kurang lancar atau kualitas pencapaian tujuan kurang tinggi. Yang perlu mendapatkan perhatian untuk kebijaksanaan berikutnya adalah cara atau proses kegiatan pencapaian tujuan. c. Kegiatan tersebut dimodifikasi karena dari data yang terkumpul dapat diketahui bahwa kemanfaatan hasil program kurang tinggi sehingga perlu disusun lagi perencanaan secara lebih baik. Dalam hal ini mungkin tujuannya yang perlu diubah. d. Kegiatan tersebut tidak dapat dilanjutkan (dengan kata lain dihentikan) karena dari data yang terkumpul diketahui bahwa hasil program kurang bermanfaat, ditambah lagi didalam pelaksanaan banyak hambatan. ( Arikunto, 2006: 292) Dengan adanya evaluasi program diharapkan kekurangan dan kelebihan dari suatu program dapat diketahui dan ditentukan langkah selanjutnya apa yang harus dilakukan untuk peningkatan kualitas program tersebut.
2. Model, Langkah, dan Tujuan Evaluasi Program a. Model-Model Evaluasi Program Model-model evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi, akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil keputusan agar dapat menentukan tindak lanjut terhadap program yang sudah dievaluasi. Berbagai macam model evaluasi program yang dikemukakan oleh ahli yang dikutip dari Arikunto dan safruddin, diantaranya: 1). Goal Oriented Evaluation Model 2). Goal free evaluation model 3). Formatif summative evaluation model
38 4). Countenance Evaluation Model 5). CSE-UCLA Evaluation Model 6). CIPP Evaluation Model 7). Discrepancy Model (Arikunto dan safruddin, 2014: 40) 1). Goal Oriented Evaluation Model Merupakan model yang muncul paling awal. Yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terleksana di dalam proses pelaksanaan program. Model ini dikembangkan oleh Tyler. 2). Goal Free Evaluation Model Model evaluasi ini dikembangkan oleh Michel Sriven dapat dikatakan berlawanan dengan model pertama oleh Tyler. Jika dalam teori Tyler evaluator terus menerus memantau tujuan, yaitu sejak awal proses terus melihat sejauh mana tujuan tersebut sudah dapat dicapai, dalam Teori Michel Sriven dalam melaksanakan evaluasi evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujaun program, yang perlu diperhatiakn adalah bagaimana kerjanya program, dengan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi baik itu hal positif yang diharapkan maupun hal negativ yang tidak diharapkan. Model ini sering juga disebut “evaluasi lepas dari tujuan” namun bukan sama sekali lepas dari tujuan, tetapi hanya lepas dari tujuan khusus, model ini hnaya mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai program bukan secara rinci atau per komponen. 3). Formatif Summatif Evaluation Model Michel Sriven juga mengembangkan model evaluasi lainnya yaitu model formatifsumatif. Model ini menunjukkan adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (summatif). Evaluasi formatif secara prinsip dilaksanakan ketika program masih berjalan atau pada awal kegiatan, tujuannya untuk mengetahui seberapa jauh program yang dirancang atau berlangsung. Sekaligus mengidentifikasikan hanbatan sejak dini dan dapat diatasi dengan mengadakan perbaikan. Evaluasi Sumatif evaluasi ini dilakukan setelah program berakhir tujuannya ialah untuk mengukur ketercapaian program. Fungsi evaluasi sumatif sebagai sarana untuk mengetahui posisi atau kedudukan individu di dalam kelompoknya. 4). Countenance Evaluation Model Model ini dikembangkan oleh Stake. Model ini menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok: (1) deskripsi, menyangkut dua hal yang menunjukkan posisi sesuatu (yang menjadi sasaran evaluasi) yaitu apa maksud dan tujuan yang diharapkan oleh program, dan pengamatan akibat atau apa sesungguhnya yang terjadi. (2) pertimbangan (judgments) yaitu membandingkan kondisi hasil evaluasi program dengan yang terjadi di program lain dengan obkek dan sasaran yang sama, dan membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang diperuntukkan bagi program bersangkutan, didasarkan pada tujaun yang akan dicapai. (Widoyoko, 2015: 185) 5). CSE-UCLA Evaluasi Model CSE-UCLA Evaluasi Model terdiri dari dua singkatan yaitu CSE Center for The Study of Evaluation dan UCLA University of California in Los Angeles. Ciri dari CSEUCLA adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. Akan dibahas secara rinci di bawah. 6). CIPP Evaluation Model
39 Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan para evaluator. CIPP merupakan sebuah singkatan dari empat buah kata: Contex, Input, Process, and Product. Contex Evaluation: Evaluasi terhadap konteks, evaluasi ini menyajikan mengenai kondisi lingkungan yang relevan, menggambarkan kondisi yang ada dalam lingkungan, dan mengidentifikasi kebutuhan yang belum terpenuhi dan peluang yang belum dimanfaatkan. Input Evaluation: evaluasi terhadap masukan, evaluasi ini berkaitan dengan relevansi, kepraktisan, pembiyaan, evektifitas yang dikehendaki dan alternatif yang dianggap unggul. Process Evaluation: evaluasi terhadap proses, evaluasi ini mendeteksi atau memperdiksi kekurangan dalam rancangan prosedur kegiatan program dan pelaksanaannya, menyediakan data untuk keputusan dalam implementasi program. Product Evaluation: evaluasi terhadap hasil, evaluasi ini mengukur pencapaian progrma selama pelaksanaan program dan pada akhir program. Evaluasi konteks terkait dengan tujuan dari suatu program. Evaluasi ini terkait dengan mengapa program tersebut diadakan, apakah program tersebut dilaksanakan sesuai visi, misi, dan tujuan suatu lembaga, atau apakah program tersebut dilaksanakan berdasarkan anggaran yang tersedia, apakah tujuan dirumuskan secara jelas dan spesifik atau tidak dan apakah program tersebut sesuai dengan kebutuhan lapangan. (Sugiyono, 2014: 749) Evaluasi input terkait dengan berbagai input yang akan digunakan untuk terpenuhinya proses yang selanjutnya. Evaluasi ini digunakan untuk menjawab bagaimana kualitas inputnya, dari mana input diperoleh, berapa harganya, siapa saja yang terlibat untuk melaksanakan proses dan bagaimana kualifikasi dan kompetensinya. (Sugiyono, 2014: 750) Evaluasi proses terkait dengan kegiatan pelaksanaan program dengan input yang telah disediakan. Evaluasi ini digunakan untuk menjawab pertanyaan kapan program dilaksanakan, bagaimana prosedur pelaksanaannya, bagaimana kinerja orang yang terlibat dalam pelaksanaan program, apakah program dilaksanakan sesuai jadwal, apakah semua input yang digunakan mendukung proses pelaksanaan rogram, dan apa kelemahan dalam pelaksanaan program. (Sugiyono, 2014: 750) Evaluasi produk atau output terkait dengan evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari suatu program. Evaluasi ini digunakan untuk menjawab seberapa jauh tujuan program tercapai, program apakah yang tercapai dengan hasil yang lebih tinggi dan rendah, bagaimana tingkat kepuasan orang yang dikenai sasaran pelaksanaan program, apakah program tercapai tepat waktu, apakah dampak positif dan negative dari program tersebut, dan apa perlu mengadakan revisiatau tindak lanjut dari program tersebut. (Sugiyono, 2014: 751) Keempat kata tersebut disingkat CIPP merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain model ini adalah model evaluasi yang memandang program merupakan sebuah sistem. Maka evaluator mau tidak mau harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponennya. Oleh (Gilbert Sax, 1980) memberikan arahan kepada evaluator bagaimana mempelajari tiga komponen yang ada dalam program tertentu yang akan dievaluasi dengan menambahkan satu komponen O yaitu outcome sehingga menjadi CIPPO. Model CIPPO bagaimana hasilnya, hasil dari produk, lulusan, bagaimana kepuasan konsumen, kualitas yang dihasilkan terhadap program tersebut. (Arikunto &Safruddin, 2014: 45)
40 Model CIPPO tidak berhenti pada output saja melainkan juga pada implementasi output-nya, yaitu bagaimana outcome (lulusan) sampai berkiprah di masyarakat, pengaruhnya pada lembaga dan pada pendidikan lanjutan. (Widoyoko, 2015: 185) Dibanding dengan model-model evaluasi yang lain, model CIPP ini memiliki berberapa kelebihan yaitu lebih komprehensip karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses maupun hasil. Selain memiliki kelebihan model ini juga memiliki keterbatasan, yaitu penerapan model ini didalam program pembelajaran di kelas memiliki tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi jika tanpa adanya modifikasi. Hal ini dapat terjadi karena untuk mengukur konteks, masukan maupun hasil dalam arti luas akan melibatkan banyak pihak yang membutuhkan waktu dan biaya yang lebih. (Widoyoko, 2015: 184) 7). Discrepancy Model Discrepancy adalah istilah inggris yang diterjemahkan sebagai “kesenjangan” yang dikembangkan oleh Malcolm Provus adalah model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program yang sebetulnya merupakan persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi yaitu mengukur adanya perbedaan antara yang seharusnya dicapai dengan yang sudah dicapai. Sedangkan menurut (Sudjana, 2006: 51) ia mengatakan “bahwa model-model evaluasi program dapat dibedakan menjadi enam kategori yaitu: a. Model evaluasi yang berfokus pada pengambilan keputusan, b. Model evaluasi terhadap unsur-unsur program, c. Model evaluasi terhadap jenis/tipe kegiatan d. Model evaluasi terhadap proses pelaksanaan program e. Model evaluasi terhadap pencapaian tujuan program, f. Model evaluasi terhadap hasil dan pengaruh program. “ a) Evaluasi terfokus pada pengambilan keputusan, Evaluasi ini diarahkan untuk menghimpun, mengolah data, dan menyajikan data sebagai masukan untuk pengambilan keputsan. Jenis-jenis model evaluasi program yang termasuk dalam kategori ini adalah: (1) Evaluasi yang terpusat untuk pengambilan keputusan, model evaluasi ini dilakukan untuk mengidentifikasi empat unsur program yaitu konteks, masukan, proses, dan hasil atau bisa disingkat model CIPP seperti yang telah dijelaskan di atas. (2) Evaluasi perbedaan tahapan program yaitu mengidentifikasi kriteria yang perlu digunakan dalam menyusun tiga tahapan program yaitu, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program. (3) Evaluasi kesenjangan program yaitu mengindentifikasi standar proses pelaksanaan dan hasil suatu program, serta menggambarkan kesenjangan dalam pelaksanaan program dengan membandingkan kenyataan yang ada sekarang dengan standar yang telah ditentukan sebelumnya. (4) Evaluasi tentang prioritas program yaitu menggambarkan kriteria yang dianggap penting dalam menentukan alternatif prioritas kebutuhan dan prioritas program. (5) Evaluasi perkembangan yaitu menggambarkan proses yang digunakan untuk mengembangkan program yang akan diterapkan dalam berbagai dalam berbagai waktu dan situasi tertentu di masa yang akan datang. (6) Evaluasi sarana dan prasarana yaitu evaluasi tentang pedoman untuk memilih fasilitas dan alat-alat pendidikan, serta paket-paket kurikulum yang memuat tujuan belajar, materi pembelajaran, metode dan teknik serta media pembelajaran, serta alat evaluasi hasil belajar. (7) Evaluasi reaksi peserta didik yaitu menyediakan suatu ringkasan penjelasan mengenai hasil tanggapan yang dihimpun dari peserta didik program pembelajaran. b) Evaluasi unsur-unsur program Evaluasi kategori ini menyajikan berbagai cara untuk menilai sistem yang digunakan dalam program. Penggunaan evaluasi program ini antara lain untuk mengetahui
41 pengaruh pelaksanaan program terhadap keputusan kebijakan publik, sistem manajemen dan pendekatan kelembagaan yang menekankan pada pendekatan kemanusiaan. c) Evaluasi jenis dan tipe kegiatan Model evaluasi ini terfokus pada upaya mencari tau jenis data yang diperlukan dalam evaluasi program dan jenis kegiatan mana yang digunakan dalam program tersebut. d) Evaluasi pelaksanaan program Evaluasi ini berfokus pada proses pelaksanaan program, baik itu proses awal evaluasi, lanjutannya dan sampai pada tahap pelaksanaan evaluasi. e) Evaluasi pencapaian tujuan khusus program Model evaluasi ini berkaitan dengan pengujian hasi-hasil sebagai pencapaian tujuan khusus, model ini menggunakan tujuan khusus program sebagai titik berat pencapaian hasil seluruh kegiatan evaluasi, dan hal ini akan membantu pengelola meningkatkan kecakapan dalam mengidentifikasi tujuan mana yang masuk akal pada situasi perencanaan program tersebut. f) Evaluasi hasil dan pengaruh program Evaluasi terhadap hasil dan pengaruh program berkaitan dengan kegiatan untuk mengetahui hasil-hasil program, tujuan evaluasi pengaruh adalah untuk melayani pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan secara bijaksanssssssa. Pemilihan model evaluasi yang akan digunakan tergantung pada tujuan evaluasi, program apapun dapat dievaluasi dengan model evaluasi apa saja, namun semua model tepat untuk digunakan pada semua program, namun tingkat ketepatannya berbeda ada yang tepat betul dan ada tepatnya seperti dipaksa. b.
Langkah-Langkah Evaluasi Program Langkah-langkah melakukan evaluasi program menurut Nurkancana dan Sunartana mengatakan ada empat langkah melakukan evaluasi program. Langkah pertama adalah perencanaan yaitu merumuskan tujuan evaluasi yang hendak dilaksanakan dalam suatu proses pendidikan didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai dalam program pendidikan. Langkah kedua adalah perancanaan yaitu menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai, penentuan aspek ini ditentukan oleh tujuan evaluasi yang dilaksanakan, seperti bakat, minat, sikap, kedisiplinan, penyesuaian sosial dan sebagainya. Langkah ketiga adalah menentukan methode evaluasi yang akan digunakan. Metode evaluasi yang digunakan ditentukan oleh aspek yang dinilai, bisa wawancara, observasi, tes dan sebagainya. Langkah keempat adalah menyusun alat evaluasi yang akan digunakan, alat evaluasi ini ditentukan oleh metode evaluasi, apabila menggunaka metode wawancara atau interview maka alat yang disiapkan seperti pedoman wawancara dan blanko untuk mencatat hasil yang diperoleh dalam observasi. (Nurkancana dan Sunartana, 1986: 6) Dalam bukunya Arikunto dan Safruddin menyebutkan ada 3 tahapan langkahlangkah melakukan evaluasi program, sebagai berikut: 1) Persiapan evaluasi program Sebelum evaluasi dilaksanakan, evaluator hendaklah harus melakukan persiapan secara cermat. Persiapan tersebut antara lain penyusunan evaluasi, penyusunan terkait dengan model apa yang diterapkan dalam melakukan kegiatan evaluasi. penyusunan instrumen evaluasi, apabila pengumpulan data menggunakan wawancara maka instrumen yang disiapkan adalah pedoman wawancara. validasi instrumen evaluasi, menentukan jumlah sampel yang diperlukan dalam kegiatan evaluasi dan penyamaan persepsi antar evaluator sebelum pengambilan data.
42 2) Pelaksanaan evaluasi program Dalam pelaksanaan evaluasi ini evaluator menentukan keputusan atas dasar peristiwa selama pelaksanaan evaluasi. Evaluator mengembangkan instrumen evaluasi agar dapat mengukur hal-hal yang hendak diukur nantinya. 3) Monitoring (pemantauan pelaksanaan evaluasi) Pada monitoring ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan program yang sedag berlangsung dapat diharapkan menghasilkan perubahan, dapat juga pelaksanaan program tidak menghasilkan apa-apa yang terjadi apakah perubahan negatif atau positif, untuk itu diperlukan pemantauan pelaksanaan evaluasi agar program yang diinginkan berjalan sesuai tujuan. (Arikunto & Safruddin, 2014: 125) Dengan adanya langkah-langkah dalam evaluasi program memudahkan evaluator untuk melakukan pelaksanaan evaluasi dengan baik dan sesuai tujuan yang diharapkan. c. Tujuan Evaluasi Program Seperti disebutkan oleh Sudjana, tujuan khusus evaluasi program terdapat 6 (enam) hal, yaitu untuk : 1) Memberikan masukan bagi perencanaan program 2) Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program. 3) Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau perbaikan program 4) Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan penghambat program 5) Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervisi dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana program. (Sudjana, 2005:48), Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan objek evaluasinya Wirawan berpendapat Sada berberapa tujuan dari evaluasi program, sebagai berikut: 1) Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat. Program dirancang dan dilaksanakan sebagai layanan atau intervensi sosial untuk menyelesaikan masalah dan keadaan yang dihadapi masyrakat. 2) Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Setiap program direncanakan dengan teliti dan pelaksanaannya harus sesuai dengan rencana tersebut. Akan tetapi pada pelaksanaannya terkadang tidak sesuai dengan tujuan. 3) Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar. Setiap program yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan standar tertentu yang telah disepakati oleh pengelola lembaga. 4) Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi progrma yang berjalan, dan mana yang tidak berjalan. 5) Pengembangan staf program. Evaluasi dapat dipergunakan mengembangkan kemampuan staf yang langsung menyajikan layanan kepada masyarakat dan evaluasi memberikan masukan kepada manajer program mengenai kinerja staf dalam melayani masyarakat. 6) Evaluasi juga untuk mempertanggungjawabkan pimpinan dan pelaksana program, apakah programtelah dijalankan sesuai dengan rencana, sesuai dengan standar,
43 dan tolak ukur keberhasilan program, semua hal tersebut perlu dipertanggungjawabkan oleh penyelenggara program. (Wirawan, 2011: 24) Selanjutnya Sudjana berpendapat bahwa tujuan evaluasi adalah untuk melayani pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan secara bijaksana. Oleh karenanya evaluasi program dapat menyajikan 5 (lima) jenis informasi dasar sebagai berikut : 1) Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pelaksanaan suatu program harus dilanjutkan. 2) Indikator-indikator tentang program-program yang paling berhasil berdasarkan jumlah biaya yang digunakan. 3) Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar unsur program yang paling efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan sehingga efisiensi pelaksanaan program dapat tercapai. 4) Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran program-program pendidikan sehingga para pembuat keputusan dapat menentukan tentang individu, kelompok, lembaga atau komunitas mana yang paling menerima pengaruh dari pelayanan setiap program. 5) Informasi tentang metode-metode baru untuk memecahkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi pengaruh program. (Sudjana, 2005: 87) Secara eksplisit evaluasi mengacu pada pencapaian tujuan, tetapi secara implisit evaluasi berguna untuk melihat sejauh mana kinerja yang telah dicapai oleh objek evaluasi berdasarkan kepada standar-standar tertentu. Apakah terdapat suatu kesenjangan antara kinerja yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Karena hasil evaluasi merupakan salah satu landasan untuk menentukan apakah suatu program berjalan secara efektif atau gagal mencapai tujuannya. (Tulung, 2014: 1) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan evaluasi program untuk menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi, hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain. Selain itu, dapat juga dijadikan patokan dalam mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan. Apabila harus menghentikan program dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya dan tidak dapat terleksana sebagaimana mestinya, jika diharuskan merevisi atau memperbaiki program bahwa dipandang ada bagian-bagian program yang kurang sesuai dengan tujuan, jika program dilanjutkan berarti pelaksanaan program sudah sesuai dengan harapan dan menghasilkan manfaat, dan jika manfaat dari program tersebut dikira dapat berhasil dengan baik maka sebaiknya program tersebut disebarluaskan atau diimplementasikan di tempat dan waktu yang lain. 3. Evaluasi Program Hafalan Al-Quran Menghafal Al-Quran tidak kalah pentingnya mengevaluasi bacaan Al-Quran bentuk evaluasi bermacam ragam yang dilakukan oleh guru supaya hafalan anak didiknya lebih lancar dan sesuai dengan ilmu tajwid. Cara guru dalam mengevaluasi hafalan anak didiknya ada dengan cara guru membaca muridnya menyambungkan bacaan, ada bersamasama teman untuk menghafal, ada dengan cara membuat perlombaan (MTQ) dan lain sebagainya. Evaluasi menghafal dapat juga dilakukan langsung oleh guru yang bersangkutan, yaitu murid membaca dan jika salah guru langsung memperbaiki. Evaluasi ini tidak hanya
44 dalam bentuk materi ayat melainkan juga mentashih bacaan murid. Selain itu evaluasi juga dapat dilakukan guru membacakan satu ayat dan murid diminta untuk melanjutkan sambungan ayat tersebut kemudian guru menanyakan letak ayat tersebut dalam mushaf AlQuran ayat berapa dan surat apa, terletak dibagian mana dan lain sebagainya. (Ali, 2014: 197). Sa‟dullah mengatakan “Evaluasi yang diterapkan pada masa ini, harian dan tahunan harian yaitu, membaca di hadapan guru, tahunan menjadi Imam shalat terawihSS selama 20 malam dengan mengkhatamkan 30 juz Al-Quran yang dibaca dalam shalat.” (Sa‟dulloh, 2008: 54) Pelaksanaan evaluasi terhadap perkembangan hafalan para mahasiswi/santri didasarkan dilakukan dalam dua bentuk, yaitu evaluasi rutin yang dilakukan setiap proses pembinaan tahfizh dan takrir serta evluasi berkala yang dilakukan pada setiap semester menjelang dilaksanakannya ujian akhir. Evaluasi rutin dilaksanakan setiap minggunya oleh instruktur masing-masing santri dalam bentuk laporan pada daftar hadir yang telah disiapkan oleh lembaga tahfizh dan tilawah Al-Quran, daftar hadir tersebut memuat datadata tntang kehadiran yang nantinya akan dievaluasi. Penilaian (evaluasi) dalam pembelajaran tahfizh sangatlah penting dilakukan dengan baik. Karena evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang tenaga pendidik dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, instruktur tahfizh akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik. Kemampuan menghafal Al Qur‟an sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada pesantren khusus pengahafal Al Quran. Berbagai upaya pengembangan kemampuan menghafal Al Quran para santri diharapkan akan membantu santri dalam mencapai tujuan pendidikan serta tercapainya perkembangan santri dalam menghafal Al Qur‟an secara optimal. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan pengembangan kemampuan diri tidak berjalan mudah dan lancar. Banyak kendala yang menghambat baik dari segi sumber daya manusia, santri, sistem yang ada, sarana prasarana, dan sebagainya. Evaluasi program dalam program hafalan Al-Quran sangat dibutuhkan guna mengungkap permasalahan dan hambatan yang terjadi dalam program hafalan tersebut serta nantinya hasil evaluasi program akan dijadikan acuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran hafalan yang lebih baik, untuk itu dibutuhkan model evaluasi yang tepat dalam implementasi evaluasi program tersebut. (Muyasaroh, 2014: 216) Berdasarkan model-model evaluasi program yang dipaparkan oleh ahli di atas ini penelitian ini menerapkan model CIPP Evaluation Model, yang terdiri dari evaluasi konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses, dan evaluasi produk dan hasil. a) Evaluasi konteks merupakan upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, penelitian ini mencoba mendeskripsikan kebutuhan apa saja yang belum terpenuhi oleh program tahfizh. tujuan pengembangan apakah yang belum dapat tercapai oleh program tahfizh, tujuan pengembangan apakah yang dapat membantu mengembangkan program tahfizh tersebut, dan tujuan-tujuan mana saja yang paling mudah tercapai dalam proses pengembangan program tahfizh. b) Evaluasi masukan terdiri atas kualitas mahasiswi, kualifikasi guru yaitu bagaimana kemampuan awal dari mahasiswi atau murid dalam hafalan dan kemampuan lembaga dalam pengadaan fasilitas penunjang tahfizh, instruktur tahfizh yang professional, pengaturan jadwal setoran hafalan, pembagian kelas-kelas tahfizh, fasilitas dan ruangan yang digunakan untuk setoran tahfizh. Dapat dirumuskan dengan pertanyaan: apakah program tahfizh yang diterapkan berdampak jelas pada perkembangan hafalan,
45 bagaimana reaksi mahasiswi terhadap program tahfizh yang diterapkan, dan seberapa tinggi kenaikan hasil prestasi tahfizh setelah diterapkannya program tahfizh tersebut. c) Evaluasi proses, yaitu menunjukkan what kegiatan apa yang dilakukan dalam program, when kapan kegiatan akan selesai. Evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan dilaksanakan di dalam program yang sudah ada. Dapat dirumuskan dengan pertanyaan: apakah pelaksanaan program tahfizh sesuai jadwal yang telah ditentukan, apakah instruktur tahfizh dan karyawan yang terlibat dalam berlangsungnya program tahfizh akan sanggup menangani kegiatan selama prosesnya, apakah sarana, fasilitas dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksiamal, dan hambatanhambatan apa yang dijumpai selama pelaksanaan program tahfizh. d) Evaluasi produk dan hasil diarahkan pada hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi selama program dijalankan. Dapat dirumuskan dengan pertayaan: apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai dalam program tahfizh, apakah yang mungkin dirumuskan berkaitan denga proses dan pencapaian tujuan, apakah dampak yang diperoleh mahasiswi dengan program tahfizh. e) Outcome bagaimana lulusan atau hasil dari program apakah berguna di masyarakat, bagaimana kontribusinya dalam bidang tahfizh Al-Quran, apakah mempengaruhi perkembangan tahfizh di Indonesia, dan bagaimana kontribusinya terhadap lembaga tersebut. Dengan model CIPP ditambah O menjadi CIPPO dirasa pas, cocok dan tepat model ini diterapkan dalam penelitian ini. Selain model ini paling banyak dikenal dan paling sering diterpakan evaluator dalam penelitian dengan penjabaran di atas akan membantu proses penelitian ini. Dalam pelaksanaan evaluasi program pembelajaran tahfizh dapat digunakan model evaluasi CIPP yang ditambah dengan O dirasa pas dan tepat sebab model selain banyak digunakan dan dikenal juga program tahfizh merupakan program pemrosesan yaitu bagaimana proses untuk mencetak para penjaga kalam-kalam Allah dengan berdasarkan pada kurikulum dan program yang sudah disepakati. Tujaan evaluasi dalam program hafalan yaitu untuk meninjau kembali atas pencapaian yang telah dilakukan dan membantu memberikan alternatif dalam pengambilan keputusan yang lebih baik. Jika hamabatan dan permasalahan dapat diselesaikan maka tujuan dari program hafalan akan dapat diwujudkan. (Muyasaroh, 2014: 216). Evaluasi pada program hafalan dimaksudkan untuk melihat pencapaian target program, sejauh mana target pengembangan program telah dicapai maka yang menjadi tolak ukurnya adalah tujuan yang telah dirumuskan dalam program tersebut. Selain itu, evaluasi program hafalan juga dilakukan untuk kepentingan pengambil kebijaksanaan dengan baik, apakah program hafalan yang telah berjalan selama ini cukup efektif atau sebaliknya serta menentukan langkah selanjutnya. Untuk itu sangat dibutuhkan evaluasi dalam setiap program, baik itu program pembelajaran di kelas, program pemerintah, program yang dihasilkan dari kebijakan ataupun program suatu lembaga, juga evaluasi pada program pengembangan program tahfizh Al-Quran karena evaluasi program dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dan kualitas yang lebih baik oleh program tersebut serta meningkatkan hasil program yang bermutu dan sesuai tujuan. D. Efektifitas Penerapan Program Dalam kamus besar bahasa Indonesia, disebutkan kata “efektifitas” berarti “membawa hasil dan berguna”. (KBBI, 2009: 217) Hasan Sadaly mengemukakan “bahwa efektifitas menunjukkan tahap pencapaian sesuatu”. (Sadaly, 1998: 67) Selain itu disebutkan pula bahwa efektifitas adalah ukuran yang menyatakan sejumlah tujuan
46 (kualitas, kuantitas dan waktu). Efektifitas berkaitan dengan pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Efektifitas merupakan suatu ukuran yeng memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. (Mulyasa, 20012: 132) Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Media pembelajaran bisa dikatakan efektif ketika memenuhi kriteria, diantaranya mampu memberikan pengaruh, perubahan atau dapat membawa hasil. Ketika kita merumuskan tujuan instruksional, maka efektivitas dapat dilihat dari seberapa jauh tujuan itu tercapai. Semakin banyak tujuan tercapai, maka semakin efektif pula media pembelajaran tersebut. Berbicara mengenai efektifitas program berarti membahas kinerja organisasi dalam melaksakan sebuah program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu aspek yang bisa digunakan sebagai untuk mengukur apakah suatu program telah berjalan dengan efektif atau tidak adalah pemenuhan tujuan atau target yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Dalam banyak program, besar ataupun kecil, evaluasi,implementasi teknologi, perubahan prosedur birokrasi dan perubahan yang kecil dalam sistem penyampaian memberi konsekuensi yang penting terhadap efektifitas dan efisiensi program. Efektif atau tidaknya sebuah program tidak lepas dari organisasi yang melaksanakanya. Hal ini seperti yang diungkapkan Jossey, menurutnya“….. effective organizational prosses must make informed choices about instilling organizational minsets, establishing control system, and instituting proceses for allocating accountability and responsibility.” Sebelum melaksankan sebuah program organisasi itu sendiri harus membentuk tim yang solid untuk mencapai tujuan organisasinya, kemudian dia akan dibebani tugas yaitu melaksanakan sebuah program yang berkaitan dengan peran organisasinya. (Sudjana, 2005: 78) Dari berberapa pengertian efektifitas di atas, dapat dipahami bahwa efektifitas berkaitan dengan upaya yang dilakukan optimal dan pencapaian kualitas yang diharapkan. Dengan kata lain, bahwa efektifitas meliputi komponen input, proses, dan output. Bila konsep efektifitas dikaitkan dengan mutu pendidikan, maka perlu dipahami bahwa “mutu mengandung makna derajat (tingkatan) keunggulan suatu produk (hasil kerja). Dalam konteks pendidikan yang dimaksud mutu mengacu pada input, proses dan output pendidikan. (Mulyasa, 20012: 133) Untuk mengetahui efektifitas dari sebuah program perlu dikaji beberapa aspekantara lain: 1. Implementasi program Suatu program dapat dikatakan berjalan secara efektif jika implementasi atau pelaksanaan dari program tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu implementasi program merupakan salah satu aspek yang perlu dikaji dalam melihat efektif tidaknya suatu program. 2. Sasaran atau target program Sasaran atau target merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam mengukur sebuah efektifitas. Suatu program dikatakan sudah efektif apabila program tersebut telah dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan 3. Pengawasan pelaksanaan program
47 Dalam menjalankan sebuah program atau strategi, maka sangat diperlukan pengawasan dalam pelaksanaan program tersebut, agar pelaksanaan program dapat terus berada pada jalur rencana yang sudah disusun sebelumnya. 4. Partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat juga sangat penting dalam mengukur efektivitas dari suatu program, karena jika masyarakat dapat menerima program yang ditawarkan tersebut, maka suatu program sudah dapat dikatakan efektif. (Sukardi, 2004:87) Efektifitas program juga dicapai dengan koordinasi yang baik. Dalam pelaksanaan program diperlukan koordinasi, karena sebuah program dilaksanakan oleh sebuah organisasi yang terdiri dari beberapa individu yang berkerja sama. Koordinasi akan memperkuat ikatan diantara anggota organisasi dalam melaksanakan tugas mereka untuk mencapai tujuan program. Input pendidikan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu proses. Sesuatu yang dimaksudkan disini adalah sumber daya manusia, sarana/prasarana,kurikulum, struktur organisasi, rencana program, dan sebagainya. Proses merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu program demi tercapainya suatu tujuan pendidikan. Sedangkan output disini merupakan prestasi yang dihasilkan dari proses, baik itu presatsi akademik maupun non akademik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa antara input, proses dan output saling berkaitan. Akan tetapi agar proses yang baik tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil harus ditargetkan yang akan dicapai dalam satu periode atau satu tahun. Sebab input dan proses dalam suatu progra harus mengacu pada output yang ingin dicapai. Dengan demikian tanggung jawab sebuah lembaga bukan hanya pada proses, namun juga pada hasil yang akan dicapai. Dalam hal efektifitas program dapat dipahami bahwa pelaksanaan sebuah rogram dapat dikatakan efektif jika program tersebut mencapai tujuan yang dirumuskan dari program tersebut. Begitu sebaliknya jika suatu prorgam tidak dapat mencapai tujuan-tujuan maka program tersebut sebaiknya diperbaiki agar tujuan yang telah dirumuskan dapat terealisasi.
48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya, seperti wawancara, observasi, tes maupun dokumentasi. Sedangkan menurut (Subagyo, 2006: 2) “metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan.” Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi yang menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang berfokus pada bidang ilmu-ilmu sosial yang dilakukan secara ilmiah dengan menganalisis dan menafsirkan fakta-fakta. (Suryono, 2010: 23) menyatakan “penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan smelalui pendekatan kuantitatif.” Meode kualitatif sering digunakan untuk menghasilkan grounded theory, yakni teori yang timbul dari data bukan hipotesis-hipotesis sepersti dalam metode kuantitatif. (Sudjana & Ibrahim, 2001: 195). Grounded theory menurut strauss dan corbin adalah teori yang diperoleh secara induktif dari penelitian tentang fenomena yang dijelaskan dan memenuihi kriteria utama yaitu kesesuain, pemahaman, generalisasi dan kontrol. (Strauss & Corbin, 2009: 10). Penelitian kualitatif didasari oleh konsep konstruksivisme yang memiliki pandangan bahwa realita bersifat jamak, menyeluruh, dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Realita bersifat terbuka, kontekstual secara sosial yang meliputi persepsi dan pandangan individu dan kolektif dan manusia sebagai instrumen penelitianya. (Sukmadinata, 2005: 12) (Sudarmwan Danim, 2002: 51) menyebutkan ada lima ciri penelitian kualitataif sebagai berikut: 1. Penelitian kualitatif mempunyai setting alami sebagai sumber data lansung dan peneliti adalah instrumen utamanya. 2. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif yaitu data yang terkumpul berbentuk katakata, gambar bukan angka-angka. Jika ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang, data yang diperoleh berupa catatan lapangan, hasil wawancara, foto, dokumen dan sebagainya. 3. Peneliti kualitatif lebih menekankan proses kerja, yang seluruh fenomena yang dihadapi diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari terutama yang lansung berkaitan dengan masalah penelitian. 4. Penelitian kualitatif cenderung menggunakan pedekatan induktif. 5. Penelitian kualitatif memberi titik tekan pada makna, yaitu fokus telaah datanya langsung yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Ciri-ciri penelitian kualitatif yang diungkapkan Danim hampir sama dnegan karakteristik penelitian kualitatif yang diungkapkan Sukmadinata, sebagai berikut: 1. Kajiannya bersifat naturalistik yaitu melihat situasi nyata berubah secara alamiah, terbuka tidak ada rekayasa. 2. Analisisnya induktif yaitu mengungkap data khusus, detail, untuk menemukan kategori, dimensi, hubungan penting dengan pertanyaan penelitian. 48
49 3. Bersifat dinamis, yaitu perubahan terjadi terus dan desainnya fleksibel. 4. Hubungan dengan persepsi pribadi, hubungan akrab peneliti informan dan pengalaman pribadi peneliti penting untuk pemahaman fenomena-fenomena. (Sukmadinata, 2005: 95) Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan yaitu menggambarkan dan mengungkapkan (to describe and explore) dan menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain) yaitu mendeskripsikan atau menggambarkan atau menggambarkan dan mengungkap fenomena yang terjadi. Penelitian kualitatif juga diarahkan untuk memberikan saran-saran yang baik pada suatu keputusan, dan hasil penelitiannya dapat dijadikan studi untuk meningkatkan kualitas dan pemahaman terhadap suatu fenomena. (Sukmadinata, 2005: 96) Dalam penelitian kualitatif terutama dalam penelitian ini, yang lebih banyak digunakan adalah paradigma alamiah karena sifatnya condong realistis dan praktis. Dalam meramu paradigma alamiah, karena maksudnya selain dijadikan landasan, tetapi juga memberi arah dalam pelaksanaan penelitian dan bahkan sebagai tolak ukur dalam memecahkan masalah, yang boleh diuji lebih dulu dengan berbagai teori yang relevan. Usaha ini agar meyakini kebenaran. Disamping itu juga untuk membantu peneliti memahami makna pandangan dan pendapat pakar yang berada di lapangan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa penelitian kualitatif adalah realitas dan rasional untuk menumbuhkan pemahaman-pemahaman. Penelitian ini memfokuskan pada evaluasi pengembangan program, sehingga lebih sesuai dan tepat menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan meneliti fenomena yang terjadi secara alamiah sebagai sumber data langsung, tidak dikondisikan dan tidak dimanipulasi. Dalam penelitian kualitataif yang lebih banyak digunakan adalah paradigma alamiah, karena sifatnya lebih cenderung praktis dan sesuai dengan apa yang terjadi. Paradigma evaluasi kualitatif ini mengandung beberapa kata kunci yaitu : 1) focus pada penelusuran secara inkuiri di tempat alamiahnya; 2) bergantung pada peneliti yang bertindak sebagai instrument penjaring data; 3) laporannya berbentuk narasi bukan angka. Menentukan focus evaluasi (pertanyaan hipotetik), Menampilkan hasil penelitian (grafik, diagram, gambar) dan membuat kesimpulan. (Subagyo, 2006: 90) Menentukan cara mengumpulkan data dalam hal pendekatan evaluasi program kualitatif sangat mengandalkan pengumpulan data empiris dan analisis terhadap informasi yang terdokumentasi secara sistematis. Pendekatan kualitatif lebih sesuai untuk melakukan evaluasi pada saat program berlangsung. Dengan demikian evaluator dapat mengetahui dan bisa memahami segala hal yang berkaitan dengan program dengan cara melihat langsung pada saat program sedang berjalan. Cara ini dirasa perlu karena ada fenomena-fenomena tertentu, peristiwa tertentu, maupun pihak-pihak tertentu yang hanya dapat dijaring informasinya secara lebih mudah pada saat program berlangsung. Pengumpulan informasi sebanyak mungkin pada saat untuk mengidentifikasi dengan lebih pasti apa saja yang menyebabkan program bisa berlangsung dengan baik atau tidak. Selain itu, jika ada hal-hal yang menarik perhatian, evaluator dapat melakukan penelusuran lebih jauh untuk menentukan konteks suatu peristiwa. Hal lain yang menonjol dari pendekatan ini adalah evaluator mempunyai kesempatan mengadakan interaksi dalam konteks pelaksanaan program sehingga keadaan program dapat tertangkap dengan baik. Hal ini akan membuat evaluator dapat memahami latarbelakang suatu fenomena yang muncul dalam pelaksanaan program, yang mana akan sulit didapatkan jika pendekatan kuantitatif yang dipakai. Desain evaluasi program yang menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian kualitatif dikenal banyak orang mempunyai ciri fleksibel dalam metode pengumpulan
50 datanya dan pada saat proses berlangsung bisa saja penelitinya mengembangkan datanya sejauh itu masih dalam konteks menggali informasi yang nantinya dapat digunakan untuk membangun teori baru. Sedangkan pada evaluasi program informasi apa yang akan dikumpulkan telah ditetapkan pada awal penentuan desain dan sedapat mungkin pada saat pengumpulan informasi tidak terjadi perluasan pencarian informasi dengan alasan mencari titik jenuh kepusan peneliti dalam mengumpulkan informasi. Karakteristik lain yang ada pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif seperti posisi peneliti dalam konteks penelitian, unit informasi dan unit analisis, tipe informasi yang dikumpulkan, analisis data serta cara menyimpulkan juga digunakan dalam evaluasi program yang bersifat kualitatif. Format rancangannya mencakup konteks atau pernyataan tentang apa yang mendasari perlunya dilakukan evaluasi terhadap suatu program, kemudian apa tujuan dilakukannya evaluasi program. Selanjutnya akan disepakati dahulu asumsi yang relevan, aturan-aturan dalam pengumpulan informasi serta cara pengumpulan informasi, pengorganisasian data, analisis data, serta verifikasi data. (Idrus, 2009: 56) Pada pendekatan kualitatif, karakteristik yang menonjol adalah pada posisi evaluator dalam pelaksanaan evaluasi. Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan informasi tentang suatu program, evaluator walaupun bukan bagian dari pelaku di dalam program, tetapi pada pendekatan kualitatif evaluator harus berada dalam program dan mempunyai aksesibilitas yang tinggi terhadap semua komponen program. Tujuan utama evaluasi program dengan pendekatan kualitatif adalah mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu program di semua aspeknya. Pendekatan ini menekankan pada mendapatkan pemahaman lebih luas dan cenderung membentuk perspektif yang tak berujung dari suatu fenomena atau kejadian tertentu. Tujuan utama digunakannya pendekatan ini adalah menemukan kekuatan dan kelemahan program dari berbagai sudut pandang. Prosedur evaluasi program berdasarkan pendekatan kualitatif biasanya mulai dari mendesain, lalu menentukan apa yang akan diteliti, mengumpulkan data, kemudian dianalisis. Perbedaan yang mencolok antara pendekatan kuanlitatif dan kuantitatif adalah prosedur dalam mengumpulkan data tidak mengikuti alur tertentu yang linier artinya pengumpulan data bisa maju dan mundur sesuai dengan kebutuhan informasi dan keperluan penelusuran untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan. Ada cara untuk mencegah evaluator kehilangan focus yaitu dengan menggunakan FQE (Focused Qualitative Evaluation). Alat pengumpul data yang digunakan pada pendekatan ini bias berupa catatan tentang kasus-kasus, pedoman wawancara, kuesioner, transkripsi rekaman suara, video, atau berupa foto, sosiogram, reka ulang, judicial review. Data yang terkumpul biasanya diberi kode dan diorganisasikan sedemikian rupa berdasarkan tingkat relevansinya dengan suatu fenomena atau peristiwa tertentu yang terjadi dalam program. Data tersebut nantinya akan dianalisis dengan cara mengelompokkan berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam program. Data akan disajikan dalam bentuk cerita yang rinci lengkap dengan analisis situasi dan perilaku orang-orang yang terlibat di dalamnya. (Idrus,2009: 45) Penelitian evaluasi dalam pendidikan mencakup bidang yang cukup luas, berberapa bidang yang akan diteliti pada penelitian ini mencakup bidang kurikulum bidang tahfizh, bagaimana kurikulum tahfizh menjadi hal yang penting sebagai data utama, implementasi kurikulum, evaluasi kurikulum, materi kurikulum, juga termasuk perangkat atau sarana prasarana yang menunjang program. Bidang pembelajaran mencakup seluruh kegiatan tahfizh dan kegiatan yang mendukung program tahfizh, selanjutnya adalah pendidik disini adalah instruktur tahfizh yang membina lansung mahasisiwi dalam tahfizh Al-Quran, dan mahasiswa yaitu semua mahasiswi yang tercatat sebagai mahasisiwa aktif,
51 kegiatan yang mereka lakukan dalam tahfizh, kuliah dan kegiatan keseharian mereka yang berhubungan dengan tahfizh Al-Quran dan organisasi langsung mengurusi bagian tahfizh Al-Quran adalah LTTQ (lembaga tahfizh dan tilawah IIQ) serta organisasi internal kampus yang kegiatannya mendukung program tahfizh Al-Quran, kemudian manjemen yang diterapkan dalam lembaga LTTQ dan implementasi berberapa kebijakan serta pengaruhnya terhadap pengembangan program tahfizh. Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian evaluasi mengenai pengembangan program tahfizh di IIQ jakarta, penelitian ini menggunakan model evaluasi model CIPP ditambah O menjadi CIPPO model ini paling banyak dikenal dan paling sering diterpakan evaluator dalam penelitian. Model ini terdiri dari evaluasi konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses, dan evaluasi produk dan hasil. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kampus Institut Ilmu Al-Quran Jakarta yang beralamat di jalan Ir. H. Juanda no 70 Ciputat-Tangrerang Selatan, dan juga di Ma’had Takhassus IIQ Jakarat yang beralamat di jalan Moh.Toha no 31 Cinangka Pamulang Timur. Adapun waktu yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan penelitian dan melakukan penelitian yaitu dimulai bulan Januari-Maret 2017. C. Informasi Penelitian Penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses “penyidikan” Peneliti harus tepat untuk menentukan siapa atau apa yang bisa memberikan informasi yang diperlukan. (Moleong, 2004: 132) mengatakan “objek yang dijadikan untuk mengambil informasi disebut informan, informan merupakan orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi tentang latar belakang objek yang akan diteliti.” Dalam penelitian kualitatif informan merupakan orang yang memberikan informasi tentang data yang diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan, pemilihan informan dapat menggunakan criterion-based selection yang didasarkan pada asumsi bahwa informan tersebut merupakan aktor dalam tema penelitian, kuantitas informan dalam penelitian kualitatif juga bukan merupakan hal yang utama sehingga pemilihan informan lebih didasari pada kualitas informasi yang terkait dengan penelitian. (Idrus, 2009: 92) Maka dalam penelitian ini yang ditetapkan sebagai key informan adalah ketua lembaga LTTQ yang merupakan leader lembaga selain itu juga sebagai informan pendukung yaitu instruktur tahfizh, staff lembaga LTTQ, mahasisiwi dan direktris ma’had takhassus, berikut penjelasannya: 1. Ketua lembaga LTTQ Melalui pimpinan lembaga peneliti akan mendapatkan dan mengkaji dokumendokumen resmi dan pribadi tentang program pembelajaran tahfizh, evaluasi yang dilakukan oleh lembaga, kebijakan yang dijalankan dan pengaruhnya terhadap pengembangan program, prestasi yang dihasilkan dan bagaimana kegiatan tahfizh yang dilakukan di kampus. 2. Instruktur Tahfizh Melalui guru tahfizh peneliti ingin mengetahui tentang dunia pembelajaran menghafal Al-Qur’an berkaitan dengan metode yang digunakan, proses pembelajaran tersebut, kualitas pembelajaran tahfizh Al-Qur’an, dan peran serta pengaruh instruktur dalam mengembangkan tahfizh Al-Quran.
52 3. Staff Lembaga LTTQ Melalui staff lembaga peneliti ingin mengetahui bagaimana kegiatan lembaga berjalan, hambatan apa yang biasa dirasakan dalam pengembangan program, dan data-data mengenai mahasiswa yang bermasalah pada tahfizh nya di setiap semester. 4. Mahasiswi Yang tidak kalah pentingnya adalah melalui mahasiswi aktif yang mengikuti pembelajaran, melihat keseharian mereka dalam menghafal, bagaimana metode yang digunakan dalam menghafal, dan apa saja kendala mereka dalam menghafal. 5. Pengurus pesantren takhasus Melalui pengurus pesantren takhassus peneliti ingin mengetahui kegiatan apa saja yang diarahkan pesantren dalam meningkatkan kualitas tahfizh mahasiswi, apa sarana dan prasarana yang disediakan pesantren untuk menunjang tahfizh lebih baik dan bagaimana kegiatan tahfizh yang diadakan di pesantren. Dalam menentukan informan haruslah sesuai dengan kerasionalan yang jelas, jadi bukan hanya asal menentukan saja, namun asumsi yang harus ada adalah informan tersebut merupakan subjek yang paling tepat dan sesuai dengan penelitian. Maka, peneliti memilih informan-informan diatas untuk mengambil informasi tentang tema penelitian ini. D. Metode Pengumpulan Data Fernandes mengatakan “dalam penelitian kualitatif metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah observasi, interview dan pendekatan studi kasus”. Metode pengumpulan data tidak hanya sekedar untuk mengetahui apa yang terjadi tetapi juga menjelaskan kenapa itu bisa terjadi, sehingga ada upaya melihat apa yang ada dibalik kejadian itu. (Fernandes, 1984: 37). Jadi dapat dikatakan bahwa teknik atau metode pengumpulan data adalah bagaimana cara peneliti mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Pada penelitian ini metode yang akan digunakan adalah observasi, interview atau wawancara dan dokumentasi. 1. Observasi Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung pada objek kajian. Menurut Hasan “observasi ialah pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisasi dan sesuai dengan tujuan-tujuan empiris”. (Hasan, 2002: 86). Zuhdi mengatakan bahwa “observasi merupakan metode pengumpulan data yang paing tepat digunakan dalam penelitian kualitatif.” (Zuhdi, 1991: 97). Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat (partisipatif) ataupun non partisipatif, maksudnya adalah pengamatan partisipatif merupakan jenis pengamatan yang melibatkan peneliti dalam kegiatan orang yang menjadi sasaran penelitian,tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktivitas yang bersangkutan dan tentu saja dalam hal ini peneliti tidak menutupi dirinya selaku peneliti. Untuk menyempurnakan aktifitas pengamatan partisipatif ini, peneliti harus mengikuti kegiatan keseharian yang dilakukan informan dalam waktu tertentu, memperhatikan apa yang terjadi, mendengar apa yang dikatakan, mempertanyakan informasi yang menarik dan mempelajari dokumen yang dimiliki. (Idrus, 2009: 101) Adapun observasi yang dilakukan peneliti termasuk dalam jenis partisipasif yaitu peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati yang
53 digunakan sebagai sumber data peneliti, sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. melihat langsung proses pembelajaran tahfizh di asrama dan kampus IIQ Jakarta. Dalam penelitian naturalistik kualitatif, agar mendapatkan informasi lengkap dan tepat sesuai dengan penelitian maka metode observasi menjadi pilihan utama. Melihat pentingnya pengamatan, maka pengamatan oleh ahli dibagi menjadi berberapa macam, menyebutkan jenis-jenis observasi adalah: a. Partisipasi lawannya nonpartisipasi, b. Sistematis lawannya nonsistematis, c. Eksperimental lawannya noneksperimental. (Fernandes, 1984:38) begitu juga observasi yang dilakukan pada lembaga tahfizh IIQ (LTQQ) dengan maksud: a. Observasi dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran secara umum tentang pengembangan program yang dilakukan b. Observasi dilakukan secara terfokus pada penelitian objek yang telah dipilih, c. Observasi dilakukan hanya pada objek yang dianggap perlu. Walaupaun metode pengamatan begitu penting, namun peneliti tetap harus berhatihati terhadap kelemahan metode observasi ini, supaya hal-hal yang merancukan dapat dihindari. Moleong menyebutkan ada 3 kelemahan metode pengamatan atau observasi yaitu: a. Pengamatan terlalu terbatas dalam mengamati, karena peranan dan kedudukannya. b. Pengamat seringkali larut dalam kegiatan partisipasinya, sehingga kurang cermat dalam membuat catatan lapangan. c. Apabila pengamat tidak sempat menganalisis saat bertanya dan mengumpulkan data, maka akan mengalami kesulitan di akhir pekerjaannya. (Meleong, 2004: 134). Sedangkan usman menambahkan bahwa kelemahan kelemahan teknik pengumpulan data dengan observasi adalah: a. Banyak kejadian langsung yang tidak dapat diobservasi, b. Kejadian tidak selamanya dapat diramal sehingga waktu yang dibutuhkan lebih lama, c. Dan terbatas pada lamanya kejadian berlangsung. (Usman, 2003: 81) Selain itu, ada berberapa keunggulan dan kebaikan dari teknik observasi, yaitu: a. Tidak perlu biaya banyak, mudah dilakukan dan dapat digunakan untuk penelitian terhadap bermacam-macam gejala. b. Tidak banyak mengganggu subjek penelitian, c. Banyak kejadian yang tersedia diambil datanya hanya dengan observasi dan hasilnya lebih akurat karena sesuai fakta lapangan. (Zuriah, 2001: 139). Hal yang perlu diamati dalam program menghafal Al-Quran adalah proses mahasiswi dalam menghafal, ayat-ayat Al-Quran menjadi fokus hafalan, mengobservasi para mahasiswi dengan melihat kualitas hafalan dan bacaan mereka dari segi tajwidnya, Selain itu observer mengamati kegiatan-kegiatan mahasiswi dan mengamati kedekatan atau hubungan antara instruktur dengan mahasiswa serta tata cara mahasiswi dalam menyetorkan hafalannya kepada instruktur tahfizh. Kegiatan observasi untuk memperoleh data yang akurat, maka peneleliti mengadakan observasi pada objek penelitian guna memperoleh data tentang: a. Kegiatan keseharian tahfizh mahasiswi menambah hafalan baru dengan sendirinya. b. Pelaksanaan setoran hafalan dihadapan instruktur tahfizh. c. Kegiatan-kegiatan penunjang thafidz di asrama seperti khataman, dan simaan hafalan. d. Kegiatan-kegiatan lain mahasiswi yang tidak ada kaitannya dengan tahfizh seperti kuliah, dan kegiatan ekstra lainnya. 2. Wawancara Wawancara atau interview adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya dengan penjawab pertanyaan (narasumber). (Nazir, 2009: 104). “Wawancara menurut Suharsimi
54 Arikunto adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewancara untuk memperoleh sebuah informasi dari narasumber. (Arikunto, 2006: 132) wawancara dalam penelitian kualitatif, merupakan model pengumpulan data yang utama, wawancara dilakukan supaya mendapatkan data yang lebih mendalam atau mendapatkan data yang nampak, wawancara mendalam memiliki kekuatan karena memiliki ketajaman untuk mengorek keterangan dari narasumber. Model wawancara dapat dilakukan meliputi wawancara tak berencana yang berfokus dan wawancara sambil lalu. Wawancara tak berencana berfokus adalah pertanyaan yang diajukan secara tidak terstruktur, namun berpusat pada pokok tema penelitian, sedangkan wawancara sambil lalu merupakan wawancara yang tertuju kepada orang yang telah dipilih sebelumnya tanpa melalui seleksi terlebih dahulu tetapi dijumpai secara kebetulan. (Idrus, 2009: 104) Menurut jenisnya wawancara terbagi dua yakni wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur, adapun wawancara terstruktur merupakn wawancara yang dilakukan dengan mempersiapkan bahan pertanyaan yang akan diajukan terlebih dahulu namun disesuaikan dengan keadaan narasumber. Sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah peneliti cukup mempersiapkan tema dan fokus pembahasan dan wawancara dibuat seperti dialog-dialog yang tidak lepas dari konsep tema penelitian. (Idrus, 2009: 104) Dalam hal ini peneliti akan melakukan wawancara kepada pihak yang terkait langsung dengan sumber data. Pada kasus ini peneliti akan mewawancarai ketua lembaga tahfîzh serta mewawancarai berberapa instruktur, staff lembaga dan mahasisiwi. Kepada ketua lembaga tahfîzh, staff lembaga dan para instruktur tahfizh di IIQ, peneliti ingin mengetahui secara langsung pendapat beliau terkait program tahfizh yang telah dilakukan sampai saat ini, bagaimana pengembangannya, bagaimana kurikulumnya, dan apa kendala yang dirasa menjadi faktor penghambat. Selain itu peneliti akan melakukan wawancara kepada mahsiswi terkait dengan metode yang mereka gunakan dalam menghafal dan kesulitan yang mereka alami selama menghafal di IIQ selain itu peneliti ingin mengetahui kendala atau kesulitannya dalam menjaga hafalan yang dimiliki. 3. Studi Dokumenter Studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen yang dihimpun dipilih yang sesuaidengan fokus dan tema penelitian, dan yang akan dilaporkan dalam penelitian adalah analisis dari dokumen-dokumen bukan melaporkan dokumen tanpa analisis. (Sukmadinata, 2005: 222) Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen dapat berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang, dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi dan peraturan kebijakan. (Sugiyono, 2012: 82) Pengumpulan dokumen merupakan cara lain yang diterapkan dalam mengumpulkan data penelitian yang bertujuan untuk menggali dan memperdalam informasi tentang objek yang akan diteliti. Untuk mendapatkan deskripsi dan pemahaman mendalam atau fokus penelitian,dalam penelitian kualitatif peneliti mengumpulkan sejumlah dokumen seperti sejumlah silabus, rencana pelaksanaan program, aturan-aturan yang dijalani program serta berbagai dokumen terkait lainnya. Dokumen itu dianalisis untuk memperdalam dan merinci hasil temuan penelitian. (Putra, 2012: 226) Berikut alasan kenapa menggunakan dokumen: 1). dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber stabil, kaya dan mendorong. 2). Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian. 3). Berguna sesuai dengan
55 penelitian kualitatif karean sifatnya alamniah, sesuai dengan konteks lahir dan berada alam konteks. (Meleong,2004: 161) Dalam penelitian ini, peneliti akan mempelajari dokumen yang dimiliki oleh lembaga tahfizh, dokumen kurikulum tahfizh, target tahfizh mahasiswi setiap semesternya, data-data perolehan dan prestasi tahfizh mahasiswi, data-data mahasiswa bermasalah yang tidak dapat menyelesaikan target hafalan pada satu semester dan juga mengambil berberapa foto dokumentasi kegiatan tahfizh dan kegiatan penunjang tahfizh lainnya yang diterapkan di IIQ Jakarta. E. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam satu pola, kategori dan satuan uraian dasar. (Moleong, 2004: 103). Analisa data dilakukan untuk menemukan makna dari setiap data, mencari hubungannya dengan yang lain dan memberikan tafsirannya yang dapat diterima akal sehat, untuk itu data yang diperoleh harus dikumpulkan dan dipilah pilih kemudian dikelompokkan sesuai dengan rincian masalahnya dengan menggunakan proses berfikir rasional, kritik dan logis. (Sukmadinata, 2005: 226) Pengolahan atau analisis data informasi dialkuakn untuk menemukan makna setiap dta, hubungannya antara satu dengan yang lain dan memberikan tafsirannya yang dapat diterima akal sehat. Untuk itu data atau informasi yang telah dikumpulkan dipilah-pilih dan kemudian dikelompokkan sesuai dengan rincian masalahnya masing-masing, kemudian dihubungkan anatra satu dengan yang lain dan diandingkan, dengan menggunakan proses berfikir rasioanl, analitik dan logis. (Nawawi, 1994: 190) Teknik analisis data pada penelitian evaluasi dengan menggunakan pendekatan kualitatif adalah prosedur evaluasi yang menghasilkan data deskriptif berupa narasi katakata tertulis atau lisan dari fakta-fakta yang ditanyakan atau diamati. Pendekatan ini diarahkan untuk mendeskripsikan data secara holistik, pendekatan kualitatif dilakukan dengan mengamati orang-orang dalam lingkungan, berinteraksi dengan mereka, berupaya memahami budaya dan pemahaman mereka terhadap lingkungannya. Analisis data pada penelitian kualitatif dimulai dari fakta empiris, peneliti terjun ke lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan. Analisis data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Dengan demikian, temuan penelitian di lapangan yang kemudian dibentuk ke dalam bangunan teori. (Margono, 2013: 41) Menurut Ericson yang dikutip dari Tayibnapis, ia mengatakan “analisis pada data kualitatif yaitu mengambil catatan tentang kejadian penting dari lapangan, menghubungkan dengan kejadian lain, fenomena, teori dan menuliskannya sehingga orang lain dapat melihat secara umum, dan universal.” (Tayibnapis, 2000: 123) Teknik yang banyak digunakan untuk menghasilkan data dari penelitian yang bersifat kualitatif terdiri dari hasil wawancara tertulis, tentang jawaban responden atau rekaman wawancara, hasil observasi berupa catatan pengamatan, foto, rekaman vidio, gambar. Data dianalisis dengan menghubungkan antara gejala, peristiwa dengan gejala yang lain. Hasil pengolahan berupa gambaran tentang hubungan-hubungan tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh. Teknik yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumenter di lapangan dicatat dalam catatn lapangan yang terdiri dari bagian deskriptif dan reflektif, deskreptif adalah data alami yaitu catatan tentang apa yang dilihat, didengar, dialami, disaksikan sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan tafsiran dari
56 peneliti tentang fenomena yang dijumpai. Sedangkan catatn reflektif adalah catatan yang berisi kesan, komentar pendapat dan tafsiran peneliti tentang fenomena yang dijumpai. Menurut Sudjana ada tiga kegiatan yang terkait dengan analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi atau pengambilan kesimpulan (Sudjana, 2001: 215). Lebih jelasnya dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Reduksi Data Merupakan kegiatan menelaah kembali seluruh catatan yang diperoleh melalui teknik observasi, wawancara dan sebagainya. Reduksi data adalah kegiatan mengabstraksi atau merangkum data dalam satu lapran evaluasi yang sistematis dan difokuskan pada halhal yang inti, setelah direduksi data akan memberikan gambaran yang lebih tajam mengenai hasil observasi dan dapat memudahkan peneliti dalam mencari data yang masih diperlukan. Dalam evaluasi program, data awal dan data akhir hasil observasi dan wawancara didiskusikan bersama sumber data (pengelola, atau peserta program) sehingga data dapat dipilih dari bagian menjadi susunan yang berurutan dan sistematis. (Sudjana, 2001: 215) Reduksi atau mengurangi data merupakan proses memilih memilah data, dimana dalam proses inin hanya data yang didukung bukti fisik dan fenomena saja yang diproses sampai tahap akhir pengambil keputusan. Proses ini dimulai dengan menelaah seluruh data, mengkaji seluruh data, setelah itu membuat rangkuman dari informasi yang didapat, setelah itu menyederhanakan, memfokuskan dan mentransfer dari data kasar ke catatan lapangan. Kegiatan ini harus dilakukan kontiniu sehingga peneliti perlu sering memeriksa dengan cermat hasil catatan yang diperoleh. (Sukardi, 2014: 129) Pada proses reduksi data, hanya data atau temuan yang berkenaan dengan komponen evaluasi pengembangan program tahfizh IIQ Jakarta. Dengan kata lain reduksi data pada penelitian ini merupakan analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang yang tidak penting dan tidak terkait dengan program tahfizh sehingga memudahlan penarikan kesimpulan. Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok berfokus pada hal-hal yang penting dan membuang hal yang tidak dibutuhkan dalam penelitian, dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan peneliti mengumpulkan data selanjutnya. 2. Display Data Display data yaitu merangkum hal-hal pokok dan kemudian disusun dalam bentuk deskripsi yang naratif dan sistematik sehingga dapat memudahkan untuk mencari tema utama sesuai dengan fokus penelitian. Display data atau sajian data merupakan proses atau pemberian informasi yang sudah disusun untuk menarik kesimpulan dan pengembilan tindakan. Kegiatan ini memudahkan peneliti untuk melihat gambaran unsur-unsur yang dievaluasi secara menyeluruh. Display data disajikan dalam berbagai tampilan seperti matrik, grafik, gambar, foto. Display data juga dapat dibuat berupa tulisan atau kata-kata, dengan tujuan agar data yang disajikan mudah dimengerti dan dapat menggambarkan keadaan yang terjadi. Pada tahap ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna dengan cara menampilkan dan membuat hubungan antarvariabel agar para evaluator atau peneliti lain yang membaca hasil penelitian mengerti hal yang terjadi dan hal kyang perlu ditindaklanjuti.pada proses ini peneliti dapat menampilkan data dalam bentuk uraian atau gambar alur yang mudah dipahami baik oleh evaluator maupun para pembaca. (Sukardi, 2014: 130)
57 Dengan adanya penyajian data, maka peneliti dapat memahami apa yang sedang terjadi dalam penelitian, dan apa yang akan dilakukan peneliti dalam mengantisipasinya. 3. Verifikasi atau Pengambilan Kesimpulan Verifikasi data yaitu melakukan pencarian makna dari data yang dikumpulkan secara lebih teliti. “verifikasi data dilakukan untuk memilih data yang terpenting, dan tidak penting, kemudian data yang diperlukan digabungkan, dimaknai, dan ditafsirkan sesuai dengan tujuan penelitian.” (Miranti, Pipit & Hampu, 2015: 27). Penarikan kesimpulan dilakukan selama proses penelitian berlangsung, setelah data yang terkumpul cukup memadai maka selanjutnya ditarik kesimpulan semantara, dan setelah data yang dibutuhkan benar-benar lengkap maka ditarik kesimpulan akhir. Verifikasi data merupakan pemeriksaan secara cermat untuk menentukan fenomena yang muncul dan didukung oleh fenomena dari responden di lapangan. Hasil dari proses ini adalah memaknai hal yang semula berupa sekelompok data, kemudian evaluator menentukan kaitan data satu dengan lainnya serta mempunyai arti. Pada langkah ini evaluator sebaiknya masih tetap menerima sukan data dari tim evaluator lainnya disamping tetap menuju arah kesimpulan yang sifatnya terbuka. (Sukardi, 2014: 130). Penarikan kesimpulan dialkukan selama proses penelitian berlangsung, setelah data yang dikumpulkan cukup memadai maka selanjutnya ditarik kesimpulan sementara dan setelah data yang dibutuhkan benar-benar lengkap maka ditarik kesimpulan akhir. Data wala berwujud kata-kata, tulisan, dan tingkah laku personel yang didapat melalui observasi, wawancara dan studi dokumenter, kemudian diproses agar menjadi data siap untuk disajikan dan kemudian dibuat kesimpulan hasil penelitian. Berikut ini digambarkan siklus yang digunakan dalam menganalisis data evaluasi pengembangan program tahfizh di IIQ Jakarta:
Pengumpulan data
Reduksi data
Display data
Pengambilan kesimpulan/ verifikasi
(Gambar 2. Siklus analisis data penelitian) Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa proses pengumpulan data kualitatif diperlukan langkah-langkah diatas, display data akan membantsu peneliti menjelaskan objek penelitian yaitu mengenai evaluasi yang dilakukan IIQ untuk pengembangan program tahfizh, selain itu reduksi data ditunjukkan untuk menyaring dan memilih data
58 yang diperlukan, menyusun dalam suatu urutan yang rasional, yaitu memilih data yang hanya berkaitan dengan program tahfizh saja dan mengaitkannya dengan aspek-aspek terkait serta hasilnya berupa kesimpulan atau verifikasi tentang data-data yang berkaitan dengan evaluasi pengembangan tahfizh yang diterapkan di IIQ, bagaimana proses itu dilakukan dan hasil yang diperoleh. Analisis data tidak hanya dilakukan setelah pengumpulan data selesai, melainkan dilakukan mulai dari penetapan masalah, pengumpulan data, penelaahan dan verifikasi data. Hal ini dilakukan agar proses analisis data dapat menghasilkan data yang valid dan sesuai keadaan.
59 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Sejarah Singkat Berdirinya IIQ Jakarta Institut Ilmu Al-Quran merupakan sebuah instansi swasta di indonesia pada tingkat satuan pendidikan S1 yang secara khusus mendidik kaum perempuan dan konsen dalam bidang ilmu-ilmu Al-Quran, Ilmu Syariah, Ilmu Ushuluddin dan Ilmu Tarbiyah, khususnya dalam dalam pendalaman dan pengembangan ilmu tahfizh, nagham, tafsir, rasm, dan qiraat Al-Quran. Inilah dimensi keunggulan IIQ ditengah beragamnya perguruan tinggi keagamaan islam di negri ini. Keberadaan Institut ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta tidak dapat dilepaskan dari sosok seorang ulama kharismatik dan akademisi yang aktif yaitu Prof. K.H. Ibrahim Husen, LML. Beliaulah yang mengawali lahirnya Institut ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta khusus untuk perempuan, Beberapa tahun sebelumnya Prof.KH.Ibrahim Hosen juga memprakarsai berdirinya Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) khusus laki-laki melalui Yayasan Ihya' Ulumuddin bersama-sama almarhum Menteri Agama K.H. Muchammad Dahlan, dan almarhum K. H. A. Zaini Miftah. Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta didirikan pada hari Jum'at, tanggal 12 Rabî alAwwal 1397 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 1 April 1977 di bawah naungan Yayasan Affan yang diketuai oleh H. Sulaiman Affan. Kemudian sejak tahun 1983 IIQ Jakarta diselenggarakan oleh yayasan IIQ yang diketuai oleh Hj. Herwini Joesoef hingga sekarang. (T.Yanggo, 2014: 1) Pada dasarnya faktor utama yang mendorong lahirnya Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta, selain karena keprihatinan terhadap kondisi umat Islam, terutama di Indonesia, yang semakin jauh dari nilai-nilai ajaran Al-Quran,sebagaimana gambaran di atas adalahkarena ada beberapa faktor lainnya, di antaranya: 1. Adanya desakan dari Menteri Agama pada waktu itu yaitu Prof. Dr. H. A. Mukti Ali, MA. Sehubungan dengan adanya permintaan dari Daerah Istimewa Aceh untuk mendirikan Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran khusus wanita. 2. Umat Islam di Indonesia adalah merupakan mayoritas, akan tetapi karena sebagian besar masih dalam kondisi awam, belum memahami ajaran agamanya secara tepat, utuh dan benar maka mereka tidak banyak berperan dalam percaturan hidup dan kehidupan ini. Kondisi semacam ini harus segera ditata dan dibenahi, antara lain melalui strategi pendidikan. 3. Merespon keinginan dan anjuran Presiden RI (Soeharto) pada waktu itu, mengharapkan agar Al-Quran tidak hanya dimusabaqahkan bacaannya saja, akan tetapi hendaknya juga dipelajari dan digali ilmu dan kandungannya serta diamalkan untuk disumbangkan kepada kepentingan pembangunan nasional. Hal itu disampaikan pada pembukaan MTQ Nasional ke III di Banjarmasin. (Suratmaputra, 2008: 32) Demikianlah beberapa hal yang melatar-belakangi berdirinya Institut Ilmu Al Qur'an (IIQ) Jakarta, satu-satunya perguruan tinggi khusus wanita yang ada di Indonesia ini, bahkan menurut penjelasan Rektor Prof. K. H. Ibrahim Hosen, LML: "IIQ merupakan perguruan tinggi khusus wanita yang baru satu-satunya ada di dunia islam bahkan di negara-negara Islam Timur Tengah baik di Mesir, Saudi, Iraq dan lain-lain belum ditemukan suatu lembaga pendidikan tinggi khusus wanita yang mengadakan pendalaman dan pengembangan ilmu-ilmu Al-Quran sebagaimana IIQ ini."
59
60 IIQ Jakarta sebagai perguruan Tinggi ke-quranan,bukan berarti mata kuliah yang diajarkan hanya masalah Al-Quran saja,melainkan ilmu-ilmu keagamaan lain sesuai dengan bidang konsentrasi yang diikuti. Ilmu-ilmu ke-quranan menjadi matakuliah kekhususan IIQ yang diberikan kepada seluruh mahasiswa. Adapun ilmu-ilmu ke-quranan yang dimaksud adalah: Tahfizh Al-Quran, Nagham Al-Quran, Qirâ’at Al-Quran, Tajwid/Tahsin Al-Quran, Ulûm Al-Quran (Rasm Al-Quran),barangkali adanya ilmu-ilmu inilah yang menjadikan IIQ Jakarta ini berbeda dengan perguruan tinggi Islamlainnya. Adapun visi, misi dan tujuan IIQ VISI “Menjadikan Institut Ilmu Al Quran Jakarta sebagai pusat studi Al Quran dan Hadis yang mampu merespon perkembangan zaman”. MISI “membentuk ulama/sarjana muslim, terutama wanita, yang hafal Al Quran, memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional dalam bidang ilmu agama Islam, khususnya ilmu-ilmu Al Quran, serta mempunyai wawasan yang luas dan berakhlak mulia.”sedangkan TUJUAN “Menghasilkan ulama / sarjana muslim S1 dan S2 terutama wanita dalam bidang Ulumul Quran dan Ulumul Hadis, yang memiliki keahlian dalam mengungkapkan pemikiran baik dalam bentuk lisan maupun tulisan secara sistematis, kritis, dan logis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.” Adapun pesantren takhassus juga memiliki visi, misi dan tujuan VISI “Menjadi Pesantren Mahasiswi yang Qur‟ani” MISI “Menciptakan lingkungan pesantren yang nyaman dan kondusif untuk menghafal Al-Quran. Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada pembinaan akhlakul karimah dan pembentukan kepribadian yang disiplin dan bertanggungjawab, Menyelenggarakan program kajian keilmuan khususnya ilmu-ilmu Al-Quran dalam rangka pengembangan pola pikir kritis” Sebagaimana layaknya perguruan tinggi yang lain IIQ mencanagkan target ilmiah yang ingin dicapai antara lain mencetak sarjana perempuan yang hafal Al-Quran, menguasai bahasa Arab, mendalami ilmu-ilmu Al-Quran dan mendalami isi kandungannya, untuk itu kurikulum IIQ disusun sesuai dengan komposisi yang pada prinsipnya kurikulum yang dipakai berada di atas kurikulum perguruan tinggi islam yang lain (baik Negeri maupun swasta), dapat dikatakan bahwa kurikulum IIQ adalah kurikulum UIN plus, yaitu kurikulum kekhususan IIQ ditambah dengan kurikulum UIN sesuai denagn fakultas dan prodinya. Hal ini dimaksudkan agar alumni IIQ mempunyai nilai plus yaitu plus pada ilmu-ilmu ke Al-Quranannya. (Suratmaputra, 2007: 56) Program pendidikan yang diselenggarakan oleh IIQ merupakan perpaduan antara sistem perguruan tinggi tingkat institut dan sistem pesantren. Kaitannya dengan sistem pesantren IIQ menyelenggarakan program studi dalam bentuk pengajian kitab kuning di pesantren Takhassus IIQ yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa dari setiap prodi dan fakultas. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa mempunyai kemampuan pendalaman cabang-cabang keislaman dari buku-buku klasik yang berbahasa Arab. Dengan demikian diharapkan kelak mereka menjadi sarjana islam yang handal dengan bobot ilmiahnya yang tinggi. Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta memfasilitasi mahasiswanya tinggal di pesantren takhassus yang beralamat di Jl. M.Thaha Pamulang Timur No 70 Tangerang Selatan, Propinsi Banten. Pesantren Takhassus IIQ Jakarta yang berdiri di atas tanah seluas kurang lebih 1,5 ha wakaf dari kel. Alm Bapak H. Yusuf Abdillah tersebut terdiri dari tiga bangunan asrama (yaitu: Asrama Hj. Herwini Yoesoef, Asrama DKI Jakarta, dan asrama Hj.Halimah) satu rusunawa yang terdiri dari empat lantai, bantuan MENPERA, dan Masjid. Pesantren Takhassus ini dipimpin oleh seorang pengasuh, adapun dalam pelaksanaan kegiatan, pengurusan, dan pengawasan dibawah koordinasi seorang Direktris dan Pengurus Pesantren.
61 Keberadaan pesantren takhassus ini menjadi pendukung utama kegiatan perkuliahan, beberapa kegiatan diselenggarakan di pesantren. Di antaranya: tahfizh AlQuran setiap hari, tahsin Al-Quran dua pekan sekali, pengajian kitab kuning, setiap hari secara bergantian, lembaga bahasa (LBI) dan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan lainnya yang diselenggarakan oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) IIQ Jakarta. (Suratmaputra, 2007: 65) Terdapat berberapa lembaga yang mendukung tujuan didirikannya IIQ lembaga tersebut adalah: 1. Lembaga tahfizh dan qirâ’at Al-Quran (LTQQ) yaitu: lembaga-lembaga yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan administrasi, pembinaan, pembibitan dan pengkaderan yang berkaitan dengan Tahfizh dan qirâ’at Al-Quran 2. Lembaga Penelitian dan bertanggung jawab Pengkajian Ilmiah (LPPI) yaitu: lembaga yang dan berkewajiban menyelenggarakan program penelitian dan pengkajian ilmuilmu leislaman khususnya dalam bidang Ulûmul Qur‟an dan Hadis 3. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) adalah:lembaga yang dan berkewajiban menyelenggarakan program pengabdian dan masyarakat sebagai salah satu lembaga yang dan berkewajiban menyelenggarakan program 4. Lembaga Bahasa (LBI) adalah lembaga yang dan berkewajiban menyelenggarakan pembinaan bahasa Arab, bahasa Inggris,dan bahasa Indonesia di lingkungan Institut Ilmu Al-Quran 5. Pusat Studi Wanita (PSW) adalah lembaga yang bertanggung jawab dan berkewajiban menyelenggarakan program pengkajian di bidang perempuan dalam pengurusutamaan gender yang berspektif Al-Quran dan Hadis secara internal dan eksternal 6. Lembaga Khat dan Tilâwah Al-Quran (LKTQ) Adalah: lembaga yang bertanggung jawab dan berkewajiban menyelenggarakan pelayanan administrasi, pembinaan, pembibitan dan pengkaderan yang berkaitan dengan program Khat dan Tilâwah 7. Lembaga Tafsir dan Karya Ilmiah Al-Quran (LTKI) Adalah: lembaga yang bertanggung jawab menyelenggarakanpembinaan, pembibitan dan pengkaderan yang berkaitan dengan tafsir tiga bahasa (yaitu: Bahasa Arab,Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia) dan penulisan Karya Ilmiah. (T.Yanggo, 2014: 76) Tujuh lembaga tersebut merupakan lembaga pendukung perguruan yang melakukan kegiatan pembinaan mahasiswa. Adapun dalam melaksanakan kegiatan tidak selalu di kampus, bahkan lebih sering dilakukan di Pesantren Takhussus IIQ. Selain itu ada juga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yaitu organisasi kemahasiswaan yang memiliki program kegiatan guna mendukung kegiatan-kegiatan akademik dan non akademik. B. Program Tahfizh Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran Program Tahfizh IIQ Jakarta di bawah naungan oleh lembaga LTQQ (Lembaga tahfiz dan Qirâ‟at Al-Quran). LTQQ merupakan lembaga yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan administrasi, pembinaan, pembibitan dan pengkaderan yang berkaitan dengan tahfizh dan qirâ’at Al-Quran. Tahfizh Al-Quran yang ada di IIQ Jakarta merupakan kegiatan menghafal Al-Quran secara bertahap yang di bimbing oleh instruktur sesuai dengan program yang ditentukan. Sedangkan qirâ’at Al-Quran kegiatan yang membahas tentang tatacara pengucapan lafazh-lafazh dalam Al-Quran baik dari segi teori maupun praktek dengan menisbatkan setiap bacaannya kepada Imam qirâ‟at. (T.Yanggo, 2014: 16).
62 LTQQ (Lembaga Tahfizh dan Qiraat Al-Quran) adalah lembaga yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan administrasi, pembinaan, pembibitan dan pengkaderan yang berkaitan dengan Tahfizh dan qira‟at Al-Quran. Sejak dibentuk hingga saat ini, lembaga tahfizh mengalami perubahan nama beberapa kali, yaitu: 1. LTTQ (Lembaga Tahfizh dan Tilawah Al-Quran) 1977-1995 2. LHQ (Lembaga Hifzh Al-Quran)1995-1997 3. LHTQ (Lembaga Hifzh dan Tafsir Al-Quran)1997-1999 4. LHTQQ (Lembaga Hifzh, Tafsir dan Qiraat Al-Quran)1999-2008 5. LTQQ (Lembaga Tahfizh dan Qiraat Al-Quran)2008-2011 6. LTTQ (Lembaga Tahfizh, Tafsir dan Qiraat Al-Quran) 2011-2014 7. LTQQ (Lembaga Tahfizh dan Qiraat Al-Quran) 2014-sekarang Tahfizh Al-Quran di IIQ Jakarta termasuk mata kuliah kekhususan wajib yang berada di tataran paling puncak. Seluruh mahasiswa IIQ dalam lintas fakultas dan prodi diwajibkan mengikutinya karena mata kuliah Tahfizh ini merupakan persyaratan mengikuti ujian akhir semester (UAS), begitu juga terkait kesarjanaan mahasiswa diwajibkan menyelesaikan Tahfizh Al-Quran terlebih dahulu dan dinyatakan lulus oleh Lembaga Tahfizh baru kemudian bisa melaksanakan ujian munaqosah skripsi.Program Tahfizh di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta memasuki era baru, hal ini berkaitan dengan ketentuan pemerintah dalam kurikulum perguruan tinggi berbasis KKNI atau kerangka kualifikasi Nasional Indonesia. Dalam surat edarannya pemerintah mewajibkan mahasisiwi perguruan tinggi islam untuk menghafal Al-Quran dengan capaian minimal juz 30. Mengacu pada hal tersebut, para dewan lembaga tahfizh dan qiraat Al-Quran (LTQQ) IIQ Jakarta menetapkan program baru bagi mahasiswi,yakni menambahkan juz 30 dalam program tahfizh yang sudah ditetapkan. Jadi jika mahasiswi mengambil program Tahfizh 5 juz maka mahasisiwi tersebut berkewajiban menambah setoran juz 30, begitu pula dengan program tahfizh yang lain 10, 20 dan 30 juz. Program ini merupakan syarat mutlak untuk kelulusan mahasisiwi nantinya, mahasisiwi diperbolehkan menyicil hafalan juz 30 hingga semester delapan. Pada awal berdirinya IIQ tahun 1977 hingga tahun akademik 2001-2002, IIQ mewajibkan mahasiswa fakultas syariah dan ushuluddin untuk mengikuti program Tahfizh 30 juz, sedangkan fakultas tarbiyah yang diresmikan pada 1991 sampai tahun akademik 2001-2002 diwajibkan mengikuti tahfizh terbatas dari juz 1-4 selebihnya adalah sunnah. Dengan demikian tetapada kesempatan bagi mahasisiwi Fakultas Tarbiyah yang berminat untuk mengikuti program tahfizh 30 juz. Kurikulum/ silabus tahfizh ketika itu dibagi dalam berberapa marhalah sebagai berikut: 1. Fakultas Syariah dan Ushuludiin a. Marhalah 1 Semster I : Juz 1- Juz 4 Semester II : Juz 5-Juz 8 b. Marhalah II Semester III : Juz 9-Juz 12 Semester IV : Juz 13-Juz 16 c. Marhalah III Semester V : Juz 17-Juz 20 Semeter VI : Juz 21-Juz 24 Marhalah IV Semester VII : Juz 25-Juz 27
63 Semester VIII : Juz 28-Juz 30 2. Fakultas Tarbiyah a. Marhalah I Semester 1 : Juz 1 dari halaman 1-halaman 10 Semester II : Juz 1 dari halam 11- halaman 20 b. Marhalah II Semester III : Juz 2 dari halaman 1-halaman 10 Semester IV : Juz 2 dari halaman 11-halaman 20 c. Marhalah III Semester V : Juz 3 dari halaman 1-halaman 10 Semester VI : Juz 3 dari halaman 11-halaman 20 d. Marhalah IV Semester VII : Juz 4 dari halaman 1-halaman 10 Semester VIII : Juz 4 dari halaman 11-halaman 20 Mulai tahun akademik 2002-2003 silabus program Tahfizh Al-Quran untuk semua fakultas dan jurusan terdiri dari 4 program, yaitu 5 juz, 10 juz, 20 juz dan 30 juz. Kurikulum Tahfizh Al-Quran di IIQ Jakarta terdiri dari tahfizh, takrir, dan komprehensif (ujian keseluruhan) materi juz yang telah dihafal, berikut silabus program tahfizh: 1. Program 5 juz Semester I : Juz 1 Semester II : Juz 2 Semester III : Pemantapan Juz 1-2 (takrir) Semester IV : Juz 3 Semester V : Juz 4 Semester VI : Pemantapan Juz 3-4 Semester VII : Juz 5 Semester VIII : Pemantapan Juz 1-5 (komprehensif) 2. Program 10 Juz Semester I : Juz 1-2 Semester II : Juz 3-4 Semester III : pemantapan Juz 1-4 (takrir) Semester IV : Juz 5-6 Semester V : Juz 7-8 Semester VI : Pemantapan Juz 1-8 (takrir) Semester VII : Juz 9-10 Semester VIII : Pemantapan Juz 1-10 (komprehensif) 3. Program 20 juz Semester I : Juz 1-4 Semester II : Juz 5- 8 Semester III : Pemantapan Juz 1-8 (takrir) Semester IV : Juz 9-12 Semester V : Juz 13-16 Semester VI : Pemantapan Juz 1-16 (takrir) Semester VII : Juz 17 -20 Semester VIII : Pemantapan Juz 1-20 (komprehensif) 4. Program 30 juz Semester I : Juz 1-5 Semester II : Juz 6-10
64 Semester II I : Pemantapan Juz 1-10 (takrir) Semester IV : juz 11-15 Semester V : juz 16-20 Semester VI : Pemantapan juz 1- 20 (takrir) Semester VII : Juz 21- 25 Semester VIII : Juz 26 -30 dan Pemantapan Juz 1- 30 (komprehensif) Pada tahun 2015 ada perubahan silabus tahfizh Al-Quran dimana khusus angkatan 2015 dan seterusnya akan diberlakukan untuk setiap semester ada penambahan materi juz yaitu juz 30. Juz 30 merupakan hafalan wajib yang harus diselesaikan sebagai syarat kelulusan, hafalan juz 30 ini dapat dicicil storannya mulai semester awal hingga semester akhir. Berikut silabusnya: 1. Program 5 juz Semester I : Juz 1 Semester II : Juz 2 Semester III : Pemantapan Juz 1-2 (takrir) Semester IV : Juz 3 Semester V : Juz 4 Semester VI : Pemantapan Juz 1-4 Semester VII : Juz 5 Semester VIII : Pemantapan Juz 30 dan juz 1-5 (komprehensif) 2. Program 10 Juz Semester I : Juz 1-2 Semester II : Juz 3-4 Semester III : pemantapan Juz 1-4 (takrir) Semester IV : Juz 5-6 Semester V : Juz 7-8 Semester VI : Pemantapan Juz 1-8 (takrir) Semester VII : Juz 9-10 Semester VIII : Pemantapan Juz 30 dan juz 1-10 (komprehensif) 3. Program 20 juz Semester I : Juz 1-4 Semester II : Juz 5- 8 Semester III : Pemantapan Juz 1-8 (takrir) Semester IV : Juz 9-12 Semester V : Juz 13-16 Semester VI : Pemantapan Juz 1-16 (takrir) Semester VII : Juz 17 -20 Semester VIII : Pemantapan Juz 30 dan juz 1-20 (komprehensif) 4. Program 30 juz Semester I : Juz 1-5 Semester II : Juz 6-10 Semester II I : Pemantapan Juz 1-10 (takrir) Semester IV : juz 11-15 Semester V : juz 16-20 Semester VI : Pemantapan juz 1- 20 (takrir) Semester VII : Juz 21- 25 Semester VIII : Juz 26 -30 dan Pemantapan Juz 1- 30 (komprehensif)
65 Gambaran secara utuh mengenai sistem pembinaan tahfizh di IIQ sejak awal berdiri sampai saat ini dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori generasi berdasarkan sistem dan aturan yang diterapkan, sebagai berikut: 1. Periode pertama : tahun 1977-1980 sebelum menghafal mahasisiwi diharuskan puasa 40 hari metode ini bersumber dari seorang ulama besar ahli Al-Quran Alhafîzh KH. A. Zaini Miftah imam masjid istiqlal saat itu. Puasa 40 hari adalah proses yang dilakukan para sufi untuk mendekatkan kepada Allah dan menghafal Al-Quran. Setelah mahasisiwi melakasanakan puasa 40 hari diadakan selamatan ketupat sebagai ungkapan rasa syukur terlewatinya proses yang sangat panjang. Jadwal tahfizh pada saat itu 5 kali dalam seminggu yaitu, hari (senin, rabu dan sabtu) untuk setoran hafalan dan hari (selasa dan kamis) mengulang hafalan yang telah dihafal, waktunya sore hari mulai pukul 16.00-18.00 wib. Faktor pendukung kesuksesan generasi pertama adalah fasilitas yang bebas biaya, bahkan setiap bulan mahasisiwi mendapatkan uang saku serta faktor aturan yang sangat ketat dan disiplin juga menjadi pendukung kesuskesan, selain itu mahasiswi hanya diperbolehkan keluar asrama maksimal 2 kali dalam satu bulan. 2. Periode kedua: periode ini pada tahun 1981-1985, berbeda dengan periode sebelumnya pada periode ini mahasisiwi tidak diwajibkan puasa 40 hari, pada periode ini mahasisiwi hanya diwajibkan menghafal 4 surah yaitu, surah Assajadah, Yasin, Ad-dukhan dan Al-mulk, keempat surah ini dianjurkan untuk dibaca dalam shalat sunnah 4 rakaat setiap malam jumat dengan dua kali salam. Setelah shalat membaca doa tertentu agar mendapat kemudahan dalam proses menghafal Al-Quran. Jadwal tahfizh pada periode ini sama dengan pada periode pertama hanya berbeda hari yang sebelumnya sabtu diganti menjadi jumat. 3. Periode ketiga: periode ini pada tahun 1986-1991 sistemnya hampir sama dengan periode kedua hanya saja hari tahfizh yang sebelumnya 5 kali dalam seminggu, pada periode ini menjadi 3 kali dalam seminggu, yaitu hari senin, rabu dan jumat. 4. Periode keempat: periode ini pada tahun 1991-2001/2002 pada periode ini berbeda dengan periode sebelumnya yang diharuskan berpuasa 40 hari (periode pertama) dan menghafal 4 surah tertentu (periode kedua dan ketiga), pada periode ini tidak lagi dianjurkan melakukan kedua hal tersebut mahasiswi bisa langsung menghafal dimulai dari surah Al-fatihah dan seterusnya. Jadwal tahfidz pada periode ini fakultas syariah dan ushuluddin 3 kali dalam seminggu yaitu senin, rabu dan jumat yang dilaksanakan di pesantren takhassus pada pukul 16.00-18.00. Sedangkan pada fakultas tarbiyah 2 kali dalam seminggu, yaitu selasa dan kamis yang bertempat di kampus IIQ Jakarta pada pukul 13.00-14.30, sementara bagi mahasisiwi yang belum fashih bacaannya diadakan pembinaan secara khusus. 5. Periode kelima: sebutan ini berlaku pada mahsisiwi pada tahun 2002/2003 sampai sekarang, sisitem pembinaanya sama dengan periode keempat hanya saja hari tahfizh untuk semua fakultas disamakan yaitu hari senin, rabu dan jumat. Perbedaanya, fakultas ushuluddin dan syariah dilaksanakan di pesantren takhassus pada pukul 16.00-18.0. untuk fakultas tarbiyah dilaksanakan di kampus IIQ Jakarta pada pukul 10.30-12.30, dan pada periode ini program tahfidz 30 juz dikembalikan bagi semua fakultas dan prodi. Kiprah IIQ dalam pembinaan tahfizh selain adanya pembinaan tahfizh wajib yaitu hari senin, rabu dan jumat juga ada pembinaan Tahfizh ekstra kurikuler /tahfizh sunnah yang dilaksanakan di pesantren takhassus IIQ Jakarta setiap hari selasa, kamis, dan sabtu sesudah shalat shubuh. Penentuan hari-hari tersebut dimaksudkan agar mahasiswa terbantu
66 dalam menyetorkan hafalannya dan mengulang hafalannya. Selain itu, pada setiap bulan Ramadhan sejak tahun 2001 diadakan tahfizh intensif yang dilaksanakan di pesantren takhassus setiap bada subuh sampai pukul 08.00 pagi untuk semua fakultas. Tahfizh Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran memerlukan pembinaan khusus yang intensif. Untuk itu, agar program ini berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan maka IIQ membentuk lembaga khusus yang diberi tugas menangani dan mensukseskan program Tahfizh. Lembaga ini dipimpin oleh seorang ketua, sekretaris dan staff yang bertanggung jawab kepada rektor. Lembaga inilah yang merekrut instruktur Tahfizh yang bertugas melakukan pembinaan kepada mahasisiwi dalam bidang Tahfizh, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah mahasisiwi dengan rasio 1:15. Instruktur Tahfizh bertugas melakukan pembinaan melalui penyimaan hafalan, takrir (pemantapan hafalan dengan cara mengualangi hafalan yang telah disetorkan), mentashih (meluruskan) bacaan mahasisiwi dari segi tajwid, membetulakan bacaan yang salah, memberikan pengarahan, memberikan motivasi, dan petunjuk-petunjuk yang diperlukan mahasisiwi. (Suratmaputra, 2007: 91) Rekrutmen instruktur Tahfizh di IIQ cukup ketat dan kompetitif. Selain harus hafal Al-Quran 30 Juz sebagai syarat utama, calon instruktur harus mempunyai kualitas bacaan yang bagus dan pernah meraih kejuaraan pada MTQ atau STQ, untuk itu dalam rangka kaderisasi mahasisiwi semester atas yang belum menyelesaikan kuliah tetapi telah mnyelesaikan hafalan Al-Quran diberi kepercayaan untuk menjadi asisten instruktur. Setelah melalui proses tertentu selanjutnya asisten tersebut dapat menjadi instruktur Tahfizh. Adapun ujian dalam pelaksanaan Tahfizh meliputi : 1. Ujian Tahfizh: Ujian ini dilaksanakan setelah mahasiswa menyelesaikan materi juz yang dihafal dalam tiap satu semester sesuai marhalah masing-masing. Penguji Tahfizh terdiri dari dua instruktur. Penguji pertama adalah instruktur yang mengampu mahasiswa tersebut, dan kaliini mahasiswa harus membaca seluruh materi yang dihafal pada semester itu, adapun penguji ke dua adalah dari instruktur lain, yang menguji dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang diambil dari materi yang sudah dihafal/disetorkan. Hal ini dilakukan supaya mahasiswa lebih mantap hafalannya dan menguasai materi hafalan maupun bacaan. Jarak antara ujian pertama ke ujian kedua maksimal satu minggu, jika dalam satu minggu mahasiswa belum melaksanakan ujian kedua, maka ujian pertama dianggap batal dan mahasiswa wajib mengikuti ujian Tahfizh ulang. 2. Ujian Komprehensif: Ujian ini dilaksanakan pada tahap akhir penyelesaian kuliah bagi semua program/marhalah. Adapun Materi yang diujikan adalah seluruh materi yang telah dihafal sesuai program yang ditempuh masing-masing. Penguji untuk ujian komprehensif juga terdiri dari dua penguji. Penguji pertama adalah instruktur yang mengampu mahasiswa tersebut secara langsung,sedang penguji kedua adalah instruktur lain yang ditunjuk oleh lembaga. Adapun materi yang diujikan untuk ujian komprehensif adalah seluruh materi yang telah dihafal atau disetorkan dan telah ditakrir dihadapan instruktur. Mengenai sistem ujian yang diberikan adalah instruktur memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan membaca potongan ayat kemudian mahasiswa melanjutkan ayat kurang lebih antara satu sampai dengan dua halaman. Adapun potongan ayat yang diberikan adakalanya diambil dari pojok terakhir dan adakalanya diambil dari bagian tengah,dan tidak jarang soal dipilihkan dari ayat-ayat yang mirip (mutasyabihat). Jumlah soal yang diberikan rata-rata sebanyak 3, terkadang soal yang diberikan lebih dari itu. Soal diberikan lebih dari 3 jika ada soal yang tidak terjawab
67 dengan sempurna. Jika sudah diberikan beberapa soal ternyata mahasiswa bersangkutan belum bisa menjawab dengan baik dan lancar, maka instruktur memberi kesempatan untuk mengulang lagi, dan baru mendapat nilai jika sudah dinyatakan lulus. Ujian komprehensif baru bias dilaksanakan setelah mahasiswa menyelesaikan seluruh ujian tahfizh sesuai dengan program yang diambil. Dalam praktek ujian, baik ujian tahfizh setelah menyelesaikan targetnya dan mau pindah ke juz berikutnya mahasiswa mengisi formulir dua rangkap terlebih dahulu masing-masing diisi dan diberikan kepada instruktur, setelah mendapat nilai dari kedua instruktur,lembar pertama diserahkan kepada Lembaga Tahfizh, dan Qirâ‟at (LTQQ),sedang lembar kedua disimpan mahasiswa dan diserahkan ketika mengambil kartu ujian semesterakhir (UAS). Standard nilai Tahfizh yang diberikan adalah: 1. Apabila hafalannya lancar dan bacaannya bagus sesuai dengan kaedah tajwid, maka nilai yang diberikan adalah: antara 80 s/d 85 2. Apabila hafalannya tidak atau kurang lancar, dan bacaannya kurang bagus, maka nilai yang diberikan kurang dari 80 (antara 79 s/d 70) 3. Mahasiswa yang mendapatkan nilai dibawah 70 (69 dan seterusnya) diperbolehkan mengikuti UAS, akan tetapi dengan syarat setelah mengikuti UAS wajib mengikuti ujian Tahfizh ulang. Akan tetapi saat ujian komprehensif, nilai yang diperoleh mahasiswa tidak boleh kurang dari 70. 4. Mahasiswa yang mengikuti ujian Tahfizh dan membaca 2 juz atau lebih di hadapan instruktur nilai yang diberikan maksimal 85, akan tetapi apabila mahasiswa menyicil hafalannya saat ujian, maka nilai yang diberikan tidak boleh diatas 80 (antara 79 s/d 70) C. Efektifitas Program dan Analisa Evaluasi Pengembangan Tahfizh Efektivitas suatu program menurut (Muyasaroh 2014: 13) dapat dilihat dari aspekaspek antara lain: 1. Aspek tugas atau fungsi, yaitu lembaga dikatakan efektivitas jika melaksanakan tugas atau fungsinya, begitu juga suatu program pembelajaran akan efektif jika tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan dengan baik dan peserta didik belajar dengan baik. Lembaga tahfizh IIQ telah melakukan tugas dan fungsinya yaitu membina dan mengurus semua hal yang berkaitan dengan tahfizh:, tajwid, tahsin, tartil serta kualitas dan kuantitas hafalan mahasiswi. Dan menjadi pusat pembinaan tahfizh dan qiraat di Indonesia 2. Aspek rencana atau program, yang dimaksud dengan rencana atau program disini adalah rencana pembelajaran yang terprogram, jika seluruh rencana dapat dilaksanakan maka rencana atau progarm dikatakan efektif, dalam hal ini adalah kurikulum tahfizh yang terprogram, 5 juz, 10 juz, 20 juz, dan 30 juz. 3. Aspek ketentuan dan peraturan, efektivitas suatu program juga dapat dilihat dari berfungsi atau tidaknya aturan yang telah dibuat dalam rangka menjaga berlangsungnya proses kegiatannya. Aspek ini mencakup aturan-aturan baik yang berhubungan dengan guru maupun yang berhubungan dengan peserta didik, jika aturan ini dilaksanakan dengan baik berarti ketentuan atau aturan telah berlaku secara efektif. Dalam hal ini adalah aturan-aturan yang telah dirumuskan bahwa kegiatan tahfizh merupakan syarat mutlak bagi mahasiswi untuk mengikuti UAS dan merupakan syarat kelulusan, selain itu absen kehadiran tahfizh juga menentukan kelulusan bagi mahasiswi yakni 75% dari kehadiran. Bagi instruktur
68 yang membina juga terdapat aturan-aturan yaitu mengenai kehadiran dan jadwal harus sesuai dengan jadwal yang telah dibuat, jika berhalangan pada hari yang telah ditentukan sebaiknya dikomunikasikan dengan mahasiswi binaannya dan melaporkan kepada lembaga untuk ditindaklanjuti. Selanjutnya perekrutan instruktur dilaksanakan sangat ketat diantara syaratnya instruktur tahfizh sudah berstandar nasional dan internasional dalam kualitas bacaan dan hafalannya. 4. Aspek tujuan atau kondisi ideal, suatu program kegiatan dikatakan efektif dari sudut hasil (output) jika tujuan atau kondisi ideal program tersebut dapat dicapai. Penilaian aspek ini dapat dilihat dari prestasi yang dicapai oleh peserta didik. Dalam hal ini output yang dihasilkan sejauh ini sudah sesuai dengan harapan dari lembaga, hanya saja minimnya mahasiswa yang memiilih program tahfizh 30 juz ini merupakan catatan khusus bagi lembaga bagaimana merealisasikannya kembali seperti pada periode-periode sebelumnya. Dalam hal prestasi walaupun sedikit yang mengambil program tahfizh 30 juz namun banyak prestasi-prestasi yang diraih Sebagian mahasiswa sudah meraih juara pada Musabaqah Hifzhil Quran (MHQ), baik 1 juz, 5 juz, 10 juz, 20 juz dan 30 juz di daerah masing-masing, begitu juga pada Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) dan Syarhil Quran (SQ) yang akan dijelaskan pada bagian prestasi mahasiswi. Berdasarkan pernyataan diatas dari segi hasil suatu program dapat dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan prilaku positif, prilaku positif disini adalah ketika mahasiswi lebih lancar mengahafal Al-Quran, lebih tepat tajwidnya, lebih sesuai makhraj hurufnya, serta bagus dari segi iramanya. Secara umum program tahfizh di IIQ sudah dapat dikatakan efektif karena sudah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai tujuan, efektifitas disini dapat dilihat dari sikap dan perubahan yang terjadi, namun layaknya sebuah program tetap harus dilakukan perbaikan-perbaikan agar program tahfizh mengalami peningkatan kualitas dari tahun ke tahunnya. Program tahfizh di IIQ dapat dikatakan efektif karena secara umum tugas dan fungsi program tahfizh adalah melaksanakan semua hal yang mendukung terlaksananya tahfizh mahasiswi. Dengan menyediakan instruktur yang berkompeten, menyediakan fasilitas penunjang, serta melaksanakan kegiatan program tersebut. Secara umum sudha efektif karena terget hafalan mahasiswi per semesternya dapat berjalan sebagaimana mestinya, walaupun di akhir semester masih terdapat mahasiswi yang turun program dengan berbagai sebab serta menurunnya minat mahasiswi mengambil program tahfizh 30 juz, masalah ini tetap menjadi pekerjaan tersendiri oleh pihak lembaga juga pihak kampus dan pesantren pada umumnya. Namun demikian perbaikan-perbaikan harus tetap dilakukan baik itu perbaikan dari pihak lembaga, pesantren, maupun dari mahasiswi itu sendiri. Untuk melihat efektif atau tidaknya sebuah program dapat juga dilihat dari konteks mahasiswinya. Salah satunya pengaturan waktu dalam meghafal, pengaturan waktu mahasiswi memang lebih rumit dibanding dengan santri-santri yang dikhususkan hanya menghafal hal ini disebabkan mahasiswi memiliki beban ganda yaitu selain menghafal juga harus mengikuti perkuliahan yang dibebankan SKS pada setiap matakuliahnya. Terkait dengan perkuliahan, mahasiswi memiliki waktu kuliah minimal (2-3 jam-/hari) memersiapkan ujian akhir semester dan ujian tengah semester, adanya tugas makalah, presentasi, kerja kelompok, belajar mandiri, dan kegiatan lain yang mendukung akademis. Adapun kegiatan tahfizh mulai dari persiapan, penambahan materi juz, pengulangan
69 hafalan dapat ditotal 5-8 jam per hari. Ini berarti bahwa mahasiswi dapat menyelesaikan hafalan Al-Quran selama kuliah 4 tahun sebanyak 30 juz hanya dengan menyisihkan 8 jam per hari untuk kegiatan tahfizh. Baik itu kegiatan menambah maupun megulang hafalan. Dalam hal evaluasi program, yang akan dilakukan tidak hanya tertuju pada dokumen tertulis dan sisi lain yang tertuju pada pelaksanaan program, namun juga memantau pelaksanaan program dan memberikan masukan-masukan tertentu yang dapat membangun terlaksananya program yang baik. Dalam evaluasi program ini dilaksanakan dan digunakan model evaluasi CIPPO yang terdiri dari evaluasi contex, evaluasi input, evaluasi proses, evaluasi product dan evaluasi output. 1. Contex Dalam evaluasi konteks hal pertama yang dilakukan adalah melihat tujuan program yang sudah terpenuhi dan tujuan yang belum terpenuhi, merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan populasi. Berikut dipaparkan program yang terlaksana: a . Pembinaan tahfizh 1) Pembinaan tahfizh kurikuler tiga kali dalam seminggu di bawah bimbingan instruktur Pembinaan Tahfizh Al-Quran untuk semua fakultas dan jurusan dengan 4 (empat) pilihan program, yaitu: Program 5 juz, program 10 juz, program 20 juz, program 30 juz. Masing-masing program tersebut, wajib diselesaikan oleh mahasiswi selama 8 semester/ 4 tahun. Bagi mahasiswi angkatan 2016/2017, masing-masing program tahfizh ditambah juz 30 (tiga puluh) sesuai dengan kurikulum berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Pembinaan tahfizh kurikuler mahasiswi sebanyak 3 (tiga) kali seminggu, dengan rincian sebagai berikut : 1) Fakultas Syari‟ah dan Ushuluddin setiap hari Senin, Rabu dan Jum‟at pukul 16.30 s/d 19.00 WIB di Pesantren Takhasus IIQ Jakarta, kecuali mahasiswi yang tinggal di luar pesantren, pembinaan tahfizh dilaksanakan di Kampus IIQ. 2) Fakultas Tarbiyah setiap hari Senin, Rabu dan Jum‟at pukul 10.30 s/d 13.00 WIB di Kampus IIQ Jakarta. 2) Pembinaan Tahfizh ekstra kurikuler setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu pukul 05.30 s/d 07.30 WIB di Pesantren Takhassus IIQ Jakarta. 3) Pembinaan tahfizh intensif pada liburan semester ganjil dilaksanakan setiap hari dengan ketentuan: 1) Mahasiswi yang tinggal di dalam Pesantren Takhassus IIQ Jakarta dilaksanakan di Pesantren setiap hari pukul 05.30 WIB s/d 07.30 WIB. 2) Mahasiswi yang tinggal di luar Pesantren Takhassus IIQ Jakarta dilaksanakan di kampus setiap hari kerja (Senin – Jum‟at) pukul 10.00 WIB s/d 12.00 WIB. 4) Pembinaan tahsin bagi seluruh mahasiswi IIQ Jakarta dilaksanakan satu kali dalam seminggu dibawah bimbingan instruktur. 5) Bekerjasama dengan Program Pasca Sarjana Program Magister (S2) Institut Ilmu AlQuran (IIQ) dalam pelaksanaan tahsin dan tahfizh mahasiswa S2. Dalam hal pembinaan tahfizh terdapat kegiatan-kegiatan yang seharusnya menjadi perhatian yang lebih, yaitu kehadiran pembinaan tahfizh wajib merupakan hal yang sangat
70 prioritas karena kehadiran pada pembinaan wajib merupakan penentu mengikuti ujian tahfizh. Dalam prakteknya mahasiswi masih ada yang belum menyadari bahwa pentingnya pembinaan tahfizh wajib ini. Begitu juga instruktur juga ada sebagian yang sering mengganti hari pembinaan wajib, hal ini menjadi kendala tersendiri dari mahasiswi karena mungkin di hari tahfizh wajib mereka sudah mempersiapkan hafalan namun karena instruktur berhalangan hadir mereka harus menyetorkan hafalan pada hari berikutnya, seharusnya pada hari berikutnya mereka sudah dapat menghafal materi baru. Hal ini menjadi kendala juga dalam perolehan tahfizh mahasiswi. b. Pembibitan dan Pengkaderan Pembibitan dan pengkaderan yang dilakukan LTQQ diberikan kepada mahasisiwi yang memiliki potensi akademik tidak hanya dalam bidang tahfizh, namun juga dalam bidang qiraat Al-Quran. Pengkaderan dan pembibitan ini dilaksanakan dalam program khusus di luar jam kuliah dan jam pembinaan tahfizh. 1) Pembibitan dan pengkaderan mahasiswi yang memiliki potensi di bidang tahfizh dan qira‟at Al-Quran untuk menjadi pakar, instruktur, peserta STQ/ MTQ, dan dewan hakim STQ/ MTQ. Pengkaderan instruktur tahfizh dari mahasiswi: a) Rifdah Farnidah (Ush/VII); b) Ameliatul Khairiyah (Ush/VII). c) Fitriyani (Tby/X); d) Rifdah Farnidah (Ush/V); e) Ameliatul Khairiyah (Ush/V). 2) Menyelenggarakan Seleksi calon peserta potensial Provinsi DKI Jakarta pada cabang tahfizh golongan 5 juz + tilawah, 10 juz, 20 juz, 30 juz, dan Tafsir Bahasa Arab antar mahasiswi IIQ Jakarta bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur‟an (LPTQ) Provinsi DKI Jakarta. Acara diselenggarakan pada: Hari/ Tanggal : Jum‟at, 30 September 2016 Waktu : Pkl. 09.00 – 15.00 WIB Tempat : Aula Kampus IIQ Jakarta 3) Menyelenggarakan Musabaqah Hifzh Al-Quran (MHQ) cabang 10 juz antar mahasiswi IIQ Jakarta bekerja sama dengan Kedutaan Besar Mesir di Indonesia. Acara diselenggarakan pada: Hari/ Tanggal : Rabu, 27 April 2016 Waktu : Pkl. 09.00 – 12.00 WIB Tempat : Aula Kampus IIQ Jakarta Sebelum pelaksanaan MHQ, Ketua LTQQ mengadakan seleksi terhadap 18 peserta pada hari Selasa tanggal 26 April 2016. Peserta terbaik hasil seleksi sebanyak 10 orang adalah sebagai berikut: a) Ilfi Zakiah Darmanita (Tarbiyah smt. IV). b) Rifdah Farnidah (Ushuluddin smt. VI). c) Lutfatul Badriyah (Ushuluddin smt. VI). d) Ameliatul Khairiah (Ushuluddin smt. VI). e) Sofwatun Nada (Ushuluddin smt. IV) f) Uli Rif‟atul Millah (Ushuluddin smt. IV) g) Ni‟matillah (Ushuluddin smt. II) h) Shofwa Nadia (Ushuluddin smt. II) i) Nurhasanah Nasution (Ushuluddin smt. II) j) Fithrotin Najiza (Tarbiyah smt. IV)
71
Adapun hasil kejuaraan MHQ 10 juz antar mahasiswi adalah sebagai berikut: Juara I : Rifdah farnidah Juara II : Shofwa Nadia Juara III : Ilfi Zakiah Darmanita Juara IV : Ameliatul Khairiah Hadiah yang diberikan oleh Kedutaan Besar Mesir kepada para pemenang adalah berupa uang pembinaan. Juara I mendapatkan U$ 300, juara II U$ 250, juara III U$ 200, dan juara IV U$ 150. Dalam hal pembibitan dan pengkaderan lembaga melakukannya pada mahasiswi yang sudah terlihat bakat dan minatnya baik dalam bidang tahfizh maupun dalam bidang tilawah ataupun qiraat. Jika hanya mahasiswi yang berbakat saja diadakan pembinaan maka akan dipastikan yang akan mengikuti perlombaan ataupun yang bertambah keahliannya hanya mahasiswi yang itu saja. Seharusnya pembibitan dan pengkaderan tidak hanya pada mahasiswi yang berbakat melainkan seluruh mahasiswi harus dilakukan, karena jumlah instruktur tidak sebanding dengan jumlah mahasiswi sehingga kegiatan pembibitan hanya dilakukan pada sebagian mahasiswi yang sudah terlihat bakatnya ataupun yang sudah pernah mengukir prestasi. Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi lembaga tahfizh agar pengkaderan merata untuk seluruh mahasiswibisa ditangani langsung oleh instruktur tahfizh wajib. c. Matrikulasi Tahsin Matrikulasi tahsin bagi mahasiswi baru Tahun Akademik 2016/2017 dilaksanakan dalam dua gelombang: Gelombang I dilaksanakan pada tanggal 30 Juli - 12 Agustus 2016, dan Gelombang II dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus – 26 Agustus 2016 . Martikulasi tahsin ini dilaksanakan untuk melihat sejauh mana bacaan mahasisiwi sebelum menghafal, sebelum masuk ke kelas tahfizh mahasisiwi dibimbing oleh instrukturnya mengkaji ilmu tahsinul qiroah, dalam program pelaksanaannya martikulasi tahsin ini melakukan ujian di akhir pertemuan, apakah bacaan mahsisiwi ada perubahan sebelum dilakukannya martikulasi dan setelah dilakukannya martikulasi, bagi mahasisiwi yang tidak lulus dalam ujian matrikulasi tahsin ini akan diadakan pembinaan khusus dari instruktur tahfizh dan bagi mahasisiwi yang telah lulus martikulasi bisa langsung menghafal Al-Quran dimulai dari juz pertama. Dalam pelaksanannya program matrikulasi ini mahasisiwi yang tidak lulus dalam ujian martikulasi yang selanjutnya dibina oleh instruktur tahfizh sedikit sulit dalam mengatur waktunya, disamping mahasisiwi tersebut harus menyelesaikan target hafalannya dalam satu semester mahasisiwi juga diharuskan memperbaiki bacaannya terlebih dahulu, yang dilaksanakan dengan menggunakan metode talaqqi sebelum mahasisiwi tersebut menyetorkan hafalannya, ia terlebih dulu harus membacanya didepan instruktur dengan melihat Al-Quran dengan bacaan yang baik jika dirasa belum tepat sesuai ilmu tajwid maka mahasisiwi tersebut harus mengulang kembali sampai benar-benar betul, hal ini mengakibatkan mahasisiwi yang tidak lulus tersebut mengalami ketertinggalan dalam hafalannya dan dikhawatirkan akan kewalahan dalam menyelesaikan hafalan, jika hafalannya tidak selesai sesuai target maka mahasisiwi tersebut tidak akan bisa mengikuti Ujian Akhir semester, ini menandakan bahwa program martikulasi tahsin sangat penting dilakukan. Sebaiknya kegiatan matrikulasi harus dituntaskan sebelum perkuliahan dimulai, ataupun beban tahfizh pada mahasiswi yang belum lulus ditiadakan dulu, karena
72 mengingat sangat pentingnya perbaikan bacaan dinbandingkan banyaknya hafalan. IIQ pernah menerapkan kebijakan bahwa mahasiswi yang tidak lulus matrikulasi tahsin tidak diperkenankan mengikuti perkuliahan namun harus masuk dulu pada kelas tahsin (perbaikan bacaa). Namun kebijakan ini tidak lagi diterapkan mengingat berberapa hal diantaranya ketertinggalan mahasiswi tersebut dengan temannya yang lain mengakibatkan mahasiswi yang tidak lulus ini kurang semangat. Kebijakan terakhir adalah mahasiswi yang tidak lulus matrikulasi boleh mengikuti perkuliahan dan boleh mulai mengahfal namun kelanjutan matrikulasi tahsin dialihkan pada instruktur wajib. 2. Input Evaluasi input hal yang akan dilihat adalah bagaimana kemampuan awal mahasisiwi sebelum masuk IIQ Jakarta, bagaimana kemampuan kampus mengadakan fasilitas penunjang program tahfizh, seperti ruangan yang kondusif, maupun kedisiplinan dalam jadwal.
a. Kemampuan Awal Mahasiswi Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan wawancara, peneliti melihat bahwa kemampuan awal mahasisiwi sebelum masuk IIQ Jakarta berbeda-beda karena mereka berasal dari latarbelakang yang berbeda, sebagian mahsisiwi ada yang berasal dari pesantren, dan sekolah umum. Jika yang dari sekolah pesantren dari mereka sudah lumayan bagus bacaan Al-Qurannya namun ada juga yang kurang bagus, begitu juga dari sekolah umum, dalam hal bacaan Al-Quran kemampuan mahasisiwi IIQ dapat diketahui pada awal tes masuk. Pada awal masuk IIQ banyak mahasisiwi yang mengambil program 30 juz, namun setelah menjalani kuliah dan program tahfizh sebagian dari mereka yang mengambil program 30 juz banyak yang turun program karena belum terbiasa menghafal dan sulitnya membagi waktu antara kuliah dan tahfizh. Berikut berberapa faktor yang menyebabkan mahasisiwi turun program: 1) Kemampuan awal menghafal yang kurang dan berasal dari latar belakang sekolah yang tidak mendukung dalam menghafal. Selain itu kemampuan awal menghafal yang mendukung, sebagian telah memiliki tabungan hafalan baik itu 1 juz, 2 juz bahkan 30 juz, mahasiswi yang memiliki hafalan sebelum masuk IIQ Jakarta sediki banyaknya akan terbantu dalam proses tahfizh. 2) Memiliki kegiatan diluar kampus yang mereka ikuti, seperti: kuliah tambahan atau mengikuti kursus-kursus, mengajar privat di beberapa tempat, atau mengajar di suatu lembaga pendidikan, menerima undangan baik dari instansi pemerintah maupun masyarakat. 3) Mahasiswa yang tidak tinggal di asrama sehingga waktu yang dimiliki untuk menyetorkan hafalan hanya di kampus saja. Alasan tidak tinggal di asrama bermacam-macam, sebagian karena sudah berkeluarga, sebagian tinggal disekitar kampus (kos), yang mempunyai alasan terakhir ini mayoritas mempunyai kegiatan lain, seperti mengajar privat untuk memenuhi biaya kuliah, dan sebagian lain memilih tinggal di rumah sendiri, pulang pergi (PP) karena banyak kegiatan yang dilakukan di rumah. Mereka yang memilih tinggal di rumah sendiri, tentu bisa menjadi penghambat pelaksanan tahfizh. 4) Mahasiswi memilih program tahfizh 5 Juz, dengan harapan 5 Juz yang dihafal bisa terjaga dengan baik dan mampu difahami makna serta kandungan ayat-ayat
73 tersebut. Jadi walaupun hanya 5 juz ada harapan mampu memahaminya dengan baik, dan terjaga dari kelupaan. 5) Selain itu ada sebagian mahasiswi yang keinginan menghafalnya kurang, mahasiswa seperti ini biasanya masuk IIQ karena terpaksa atau karena kurang memotivasi dirinya sendiri, kurangnya motivasi disebabkan karena beberapa faktor, pertama tidak adanya teman dekat yang memotivasi, kedua merasa bahwa dia tidak mampu jika menghafal lebih dari 5 juz, ketiga karena malas dan tidak adanya semangat dalam menghafal. Mengenai kemampuan awal mahasiswi, pihak lembaga dapat mengetahuinya dari tes masuk kampus IIQ Jakarta, dari tes tersebut terdapat tes hafalan yang materi hafalannya diberikan sehari sebelum tes dilaksanakan, selain itu juga dilaksanakan tes wawancara atau intervieu tentang ulumul quran dan ilmu-ilmu tajwid serta tes tertulis bahasa Arab dan bahasa Inggris, tidak sembarang menerima mahasiswi baru, jika kualitas mahasiswi tidak memenuhi syarat kelulusan maka besar kemungkinan tidak akan lulus dalam ujian masuk. Menurut Huzaemah (rektor IIQ) yang disampaikan pada wisuda dan diesnatalis IIQ ke-38, calon mahasiswi baru IIQ pada tahun 2014/2015 berjumlah 305 orang dan yang diterima 275 orang, sementara pada tahun 2015/2016 berjumlah 400 orang dan yang diterima 346 orang. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam menerima mahasisiwi baru IIQ melakukannya dengan ketat dan sesuai hasil tes pada awal masuk. b. Fasilitas Penunjang Mengenai fasilitas yang menunjang berjalannya program tahfizh, dapat dikatakan belum terpenuhi sesuai yang diharapkan, kurangnya ruangan yang kondusif dalam proses tahfizh. Sebenarnya ruangan tahfizh disediakan hanya dua ruangan namun melihat banyaknya mahsiswi rasanya tidak sebanding dengan ruangan yang hanya dua, selebihnya kegiatan tahfizh dialihkan ke musholla dan ruangan kelas yang kosong, namun keadaan musholla yang sempit dengan jumlah mahasiswi yang ingin tahfizh juga tidak sebanding dan kurang nyaman. Berbeda dengan halnya jika tahfizh yang dilaksanakan di pesantren takhassus yang berada di daerah sawangan-wates, kegiatan tahfizh dilaksanakan di masjid yang luas dan sangat nyaman. Kegiatan tahfizh yang dilakukan di pesantren takhassus yaitu untuk angkatan 2015/2016 dan untuk fakultas syariah dan ushuluddin. Selain ruangan tahfizh, fasilitas disini juga termasuk instruktur yang kompeten, dalam hal ini lembaga LTQQ sangat ketat dalam menseleksi instruktur tahfizh, dan menurut ketua lembaga LTQQ semua instruktur sudah memenuhi syarat yang ditentukan oleh LTQQ sendiri, baik dari segi bacaan instruktur, kedisiplinannya, maupun kualitas hafalannya. Instruktur yang profesional juga merupakan fasilitas yang menunjang berjalannya program tahfizh sesuai harapan. Selain dua hal tersebut fasilitas yang menunjang juga termasuk lingkungan kampus yang kondusif dan tempat tinggal mahasisiwi (tempat menghafal) yaitu pesantren takhassus, menurut pengamatan peneliti pesantren takhassus sudah sangat baik lingkungannya baik dari segi kegiatan yang menunjang program tahfizh maupun suasana yang sangat sejuk dan asri, jadi sudah dapat dikatakan bahwa pesantren takhassus tersebut sudah baik dalam menunjang proses tahfizh mahasiswi. Kampus IIQ yang berada di kawasan Ciputat peneliti melihat lokasi dan suasananya kurang mendukung dalam program tahfizh dikarenakan lokasi yang dekat dengan keramaian kota. Secara umum fasilitas penunjang IIQ bebagai berikut: 1). Lokasi yang sangat strategis dan mudah dijangkau, dekat masjid, pusat pelayanan kesehatan, toko buku, pusat perbelanjaan dan restoran; 2). Dosen-Dosen Senior dan Ahli di Bidangnya
74 Perpustakaan di tengah kampus; 3). Laboratorium Shaoutiyah (Laboratorium Tilawah); 4). Labortorium Bahasa Wireless dan Hot Spot Internet; 5). Website : www.iiq.ac.id 6). Kelas lengkap dengan IT Multimedia (In Focus); 7). Rumah Susun Mahasiswa (Rusunawa), Pesantren Tinggi dan Asrama Mahasiswi; 8). Sarana olah raga; 9). Kendaraan: 3 (tiga) bus kuliah; 10).Production House (PH) untuk Rekaman Tilawah atau Nagham; 11).Jurnal Fakultas dan jurnal Institut; 12).Media yang dikelola mahasiswa: KABAR IIQ; 13).Perpustakaan Digital Bagi mahasiswi yang tinggal di pesantren takhassus terjadwal dengan kegiatan MADIN (Madrasah Diniyah) yang diselenggarakan oleh pesantren takhassus yaitu kegiatan yang mendukung program tahfizh pada setiap malamnya mahasiswi yang mengambil program tahfizh 30 juz diharuskan mengikuti kegiatan tersebut, dalam prakteknya kegiatan tersebut sangat membantu mahasisiwi yang mengambil program 30 juz atau 20 juz, mereka diwajibkan menghafal atau mengulang hafalannya kepada pembina kegiatan, pembina tersebut adalah mahasiswi yang ditunjuk oleh pesantren untuk samasama membantu mahasisiwi yang akan menghafal atau yang akan mengulang hafalannya. Mahasiswi yang ditunjuk sebagai pembina (penyimak) hafalan adalah mahasiswi yang telah mempuni dalam hal bacaan Al-Quran maupun yang telah khatam hafalannya. Dari wawancara yang peneliti lakukan kegiatan ini dirasa sangat bermanfaat bagi mahasiswi yang baru mulai menghafal dan ingin mengambil program tahfizh 30 juz. Bagi mahasiswi yang mengambil program hafalan 5 juz dan 10 juz bagi mereka wajib mengikuti kegiataan ta‟lim sebagai tutornya adalah dosen-dosen yang ditunjuk oleh pesantren, kegiatan ta‟lim ini membaShas berberapa kitab arab gundul sehingga diharapkan mahasantri tidak hanya menguasai ilmu-ilmu Al-Quran juga menguasai dengan baik kitab-kitab arab gundul. Kegiatan yang disebut MADIN ini juga merupakan fasilitas pendukung yang disediakan oleh pesantren untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hafalan. Sarana dan fasilitas pesantren yaitu, tiga unit gedung asrama, masjid raudhatul Quran, aula utama, perpustakaan, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, koperasi, kantin, laundry, laporan olahraga, bus antar jemput mahasiswi, saung quran, dll.sedangkan program pesantren takhassus 1). Tahfizh Al-Quran 2). Tahsin tartil Al-Quran 3). Kajian Tafsir 4). Qiroatus Sab’ah 5). Tilawah Al-Quran 6). Kajian Kitab Kuning 7). Fiqh an-Nisa‟ Kontemporer 8). Nahwu shorof 9). Pelatihan Kepribadian 10). Training Komputer c. Pengaturan Jadwal Pengaturan jadwal tahfizh sudah diatur oleh lembaga LTQQ yaitu untuk fakultas tarbiyah di laksanakan di kampus IIQ Jakarta pukul 10.30-12.30 setiap hari senin, rabu dan jumat, dan untuk fakultas ushuluddin dan syariah dilaksanakan di pesantren takhassus pada pukul 16.30-19.00, namun terkhusu untuk fakultas tarbiyah angkatan 2015/2016 kegiatan tahfizh nya dilaksanakn di pesantren takhassus pukul 10.30-12.30. berikut Jadwal tahfizh dan ruangan yang digunakan untuk kegiatan tahfizh di kampus IIQ dan di pesantren takhassus IIQ Jakarta.
No
NAMA
Fakultas/Semester
Ruangan
75 1
Dr. KH. Ahmad Fathoni, M.Ag
Instruktur non-aktif
Masjid Pesantren Takhassus
2
Dra. Hj. Isti‟anah Imron
Tarbiyah/ VI C
Ruangan tahfizh LT.2
3
Dra. Hj. Hurul 'Ien
Tarbiyah/ VI B
Ruangan tahfizh LT.2
4
Fafika Hikmatul Maula, S.Pd.I
Tarbiyah/ II E
Masjid Pesantren Takhassus
5
Rahmi Zaimsyah, S.Pd.I
Tarbiyah/ IV A
Ruangan tahfizh LT.2
6
Husna Farida, S.Pd.I
Syariah/ IV A
Masjid pesantren takhassus
7
Amilatul Mahfiyah, S.HI
Tarbiyah/ II B
Ruangan tahfizh LT.2
8
Nur Ilfayati, S.Pd.I
Tarbiyah/ II C
Masjid pesantren takhassus
9
Hj. Muthmainnah, MA
Ushuluddin/ VIII B & Syari‟ah/ VIII A, & Non Aktif
Rauangan LTQQ
10
Ayuna Faizatul Fiqriyah
Tarbiyah/ IV F & Ushuludiin / VIII A
Ruangan tahfizh LT.2
11
Khairunnisa, S.Sy.
Tarbiyah/ IV D
Mushalla Kampus
12
Hj. Fatimah Askan, MA.
Tarbiyah/ VI A
Ruangan tahfizh LT.2
13
Fitriani, S.Pd
Tarbiyah/ IV F
Mushalla Kampus
14
Dra. Hj. Afidah Wahyuni, M.Ag
Tarbiyah/ VI A
Ruangan tahfizh LT.2
76 15
Dra. Hj. Halimatus Sa‟diyah, MA.
Tarbiyah/ VI D
Ruang LPKM
16
Dr. Hj. Romlah Widayati, M.Ag
Tarbiyah/ VIII B
Ruang Warek III
17
Hj. Istiqomah, MA
Ushuluddin Diluar Pesantren & syari‟ah VIII B & non aktif
Ruang LTQQ
18
Dra. Azizah Burhan, MA.
Tarbiyah/ VIII A
Ruang tahfizh LT.2
19
Dr. Hj. Umi Husnul Khotimah, M.Ag
Tarbiyah/ VIII C
Ruang Dekan Tarbiyah
20
Hj. Atiqoh, S.Th.I.
Ushuluddin/ II A & Ushuluddin/ VI C
Masjid pesantren takhassus
21
Rifdah Farnidah
Ushuluddin/ II C
Masjid pesantren takhassus
22
Maunatul Mahmudah, S.HI.
Ushuluddin/ VA & Syari‟ah/ II B
Masjid pesantren takhassus
23
Hj. Ade Halimah, S.Th.I
Ushuluddin/ IV A
Masjid pesantren takhassus
24
Sami‟ah, MA.
Syari‟ah / IV B & KPI / IV
Masjid pesantren takhassus
25
Ameliatul Khoiriah
Ushuluddin / II D & KPI / II
Masjid pesantren takhassus
26
Herni, S.Pd.I
Syari‟ah/ II A
Masjid pesantren takhassus
27
Ummul Khoir, S.Th.I
Tarbiyah / II A
Masjid pesantren takhassus
28
Hj. Arbiyah, S.Th.I
Ushuluddin / IV B
Masjid pesantren takhassus
29
Dra. Muzayyanah, MA.
Mahasisiwi Aktif syari‟ah di luar pesantren
Ruang Dekan Syariah
30
Nur Afriani Hasanah, S.H
Tarbiyah / IV B
Musholla kampus Lt. 2
31
Herlin misliani, S.Pd Tarbiyah / IV E Musholla kampus (Tabel 1. Pengaturan jadwal tahfizh)
77 Dalam prakteknya sebagian dari instruktur ada yang memulai kegiatan lebih dahulu dan lebih akhir dari waktu yang ditentukan, hal ini disebabkan karena berberapa hal, instruktur yang memiliki kegiatan lain di luar sehingga waktu tahfizh disesuaikan dengan waktu instrukturnya, sebagian instruktur juga ada yang mengganti hari tidak lagi senin, rabu, jumat, namun diganti selasa ataupun kamis hal ini juga disebabkan karena sebagian instruktur yang sibuk dan memiliki kegiatan lain. Namun tidak sedikit juga instruktur yang melaksanakan kegiatan tahfizh sesuai hari dan waktu yang ditentukan dari lembaga. Penentuan hari dan jam dari lembaga LTQQ ini sudah dipertimbangkan sebelumnya, berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan kepada ketua lembaga, beliau mengatakan bahwa jadwal yang telah disusun sudah dipertimbangkan, hari senin, rabu, dan jumat disini ada selingan satu hari, hal ini dimaksudkan agar mahsisiwi dapat memersiapkan hafalannya, ataupun dapat mengulang-ulang hafalannya lagi pada hari yang tidak diwajibkan tahfizh. Dalam menunjang keberhasilan IIQ dalam bidang akademik, fasilitas penunjang haruslah dimiliki oleh IIQ, saat ini area kampus dan pesantren sudah dilengkapi berbagai perangkat teknologi modern seperti hotspot dan free internet juga website kampus (www.iiq.ac.id) dan website pesantren (www.pesantreniiq.or.id) , ini sungguh membantu menyebarkan informasi kegiatan-kegiatan IIQ, baik dikalangan internal maupun masyarakat umum, juga buletin KABAR IIQ yang dikelola oleh Lembaga Press Mahasiwi juga sangat membantu penyebaran informasi terkait IIQ, hal ini sangat berguna bagi dosen maupun instruktur tahfizh untuk mendapatkan informasi lebih tentang kegaitan di pesantren yang mendukung pada tahfizh mahasisiwi pada khususnya. Pada tahun 2010 IIQ telah mendapat bantuan dari KEMENPORA sebuah bangunan rusunawa yang terdiri dari 5 lantai, pada tahun 2011 IIQ mendapat bantuan dana dari pemda DKI Jakarta untuk merenovasi perpustakaan serta bus antar jemput mahasiswi. Selain itu IIQ dilengkapi studio rekaman yang mana studio tersebut digunakan untuk mencetak VCD murottal maupun VCD tilawah yang biasa diisi oleh berberapa dosen tahfizh maupun dosen serta mahasiswi yang mempunyai bakat. Penerbitan VCD ini merupakan sarana bagi mahasiswi dalam membantu proses menghafal. Keunikan sistem perkuliahan IIQ Jakarta adalah dilengkapi dengan pesantren Takhassus IIQ banyak kegiatan dilaksanakan di pesantren ini yang sangat menunjang proses tahfizh mahasiswi, diantaranya sima’an mingguan, khatmil Quran, pembacaan Yasin, Waqiah, dan Al-Mulk, kajian kitab kuning pengajian metode baghdadi, pelatihan tahsin tilawah serta kegiatankegiatan lainnya. (T.Yanggo, 2015: 9) Selain hal diatas, IIQ juga mengusahakan beasiswa daripemda yang diperuntukkan bagi mahasiswi asal Jakarta, beasiswa bagi mahasiswi yang menjadi duta DKI pada MTQ/STQ nasional, serta beasiswa untuk mahasiswi yang mengambil program tahfizh 30 juz, hal ini sangat membantu mahasiswi program tahfizh 30 juz agar tidak terlau memikirkan masalah dana kuliah serta meningkatkan motivasi dan semangat dalam menghafal. 3. Proses Pada point proses ini akan digambarkan bagaimana pelaksanaan tahfizh di lapangan sesuai pantauan langsung peneliti, juga instruktur tahfizh yang bertgas membina, instruktur disini dibagi menjadi 2 yaitu instruktur dan penguji dua, juga akan dibahas hambatan yang dialami oleh lembaga dalam menjalankan program tahfizh. a. Pelaksanaan Tahfizh
78 Pelaksanaan tahfizh di lapangan baik yang dilakukan di kampus IIQ jakarta maupun di pesantren takhassus pada dasarnya telah berjalan sesuai jadwal yang telah disusun oleh lembaga,dalam pelaksanaanya akan dijabarkan berebrapa point berikut: 1) Dalam proses kegiatan tahfizh tidak hanya berfokus pada kuantitas hafalan mahasiswi banyaknya hafalan tidak menjamin bagusnya bacaan mahasisiwi tersebut, untuk itu kegiatan tahsin tetap dilaksanakan oleh masing-masing instruktur, kegiatan tersebut dilaksanakan sebelum mahasiswi menghafal, namun dalam prakteknya kegiatan tahsin masing-masing instruktur berbeda, ada yang melaksanakannya dengan metode klasikal, yaitu mengumpulkan semua mahasisiwi binaannya kemudian membentuk halaqoh dan setiap mahasisiwi bergilir membaca Al-Quran dan diperbaiki oleh instrukturnya, dan mahasisiwi yang lain menyimak, pada akhir pertemuan instruktur membahas berberapa hukum tawid yang terdapat di ayat/ surah yang telah dibaca. Selain metode klasikal, ada juga yang melaksanakan tahsin dengan metode talaqqi, yaitu ketika mahasisiwi hendak menyetorkan hafalan sebelumnya instrktur meminta mereka untuk membaca terlebih dahulu dengan bin nazhor (melihat Al-Quran) kemudian instruktur memperbaiki dan menanyakan hukum tajwid yang terdapat pada ayat yang dibaca mahasiwi tersebut, metode talaqqi biasanya memakan waktu yang agak lama dibandingkan dengan metode klasikal, karena setiap mahasiswi yang akan menyetorkan hafalan sangatlah banyak, berbeda dengan tahsin yang dilakukan secara klasikal, dianggap lebih efesien waktu, selain mahasiiswi dapat menyimak bacaan temannya instruktur juga lebih mudah dengan mudah melihat perbedaan kualitas bacaan mahasiiswi satu dengan yang lainnya, sehingga memudahkan dalam penilaian. 2) Jadwal yang telah dibuat oleh lembaga LTQQ dapat dikatakan sudah berjalan sesuai harapan, sebgaiamana yang telah disebutkan di atas bahwa setiap fakultas dan semester sudah diatur jadwal dan ruangannya. Mahasisiwi yang dijadwalkan setoran wajib di pesantren takhassus yaitu fakultas tarbiyah semester II pukul 10.30-12.30, sedangkan fakultas ushuluddin dan syariah semua semester dilaksanakan pada pukul 16.00-18.00. Mahasisiwi yang dijadwalkan setoran di kampus IIQ adalah fakultas tarbiyah selain semester II Pembagian tempat dan waktu oleh lembaga LTQQ sudah dipertimbangkan sebelumnya, sehingga lembaga LTQQ berharap kegiatan dan proses tahfizh dapat berjalan sesuai harapan. Selain program tahfizh wajib yang dilaksanakan tiga kali smeinggu (senin, rabu, jum‟at), mahasisiwi mendapatkan pembinaan ekstra atau disebut setoran sunnah, setoran ini dilaksanakan di pesantren takhassus setiap habis subuh pada hari selasa, kamis, dan sabtu. Program ini sudah dapat berjalan sebagaimana mestinya hanya saja karena hukumnya tidak wajib maka sebagian mahasiswi saja yang mengikuti kegiatan ini, seperti mahasisiwi yang mengambil program tahfizh 20 juz dan 30 juz. 3) Dalam kegiatan tahfizh tidak sedikit mahasisiwi yang datang terlambat dikarenakan berberapa sebab, seperti mahasisiwi yang tahfizh di kampus perjalanan dari pesantren takhassus yang bertempat di cinangka sawangan menuju kampus IIQ di ciputat, jarak yang ditempuh mahasisiwi ini terkadang terjadi kemacetan dan hambatan keterlambatan bus yang akan membawa mahasisiwi menuju kampus, sehingga pada prakteknya instruktur yang telah hadir di kampus harus menunggu mahasisiwi datang, ini menghambat terlaksananya proses tahfizh yang sesuai tujuan dikarenakan sebagian instruktur memiliki kegiatan di luar kampus, pada akhirnya mahasisiwi yang terlambat datang tidak dapat menyetorkan hafalannya pada hari itu, dan dapat dilaksanakan pada hari tahfizh berikutnya. Jika diatas merupakan masalah
79 yang datang dari mahasiswi, masalah yang datang dari instruktur juga kerap datang, berberapa instruktur yang sibuk dan memiliki kegiatan di luar kampus pada hari tahfizh yang telah dijadwalkan berdampak pada hafalan mahasisiwi, mahasisiwi tidak dapat menyetorkan hafalannya ketika instruktur tahfizh tidak datang ke kampus, hal ini sangat berdampak sekali pada kualitas hafalan nya. Dari pihak lembaga instruktur yang jarang hadir akan mendapatkan teguran dikarenakan jika berberapa hari instruktur tidak masuk sangat berdampak sulitnya mahasisiwi menyetorkan hafalannya. 4) Dalam satu semester setiap mahasisiwi diwajibkan ujian tahfizh dan takrir dua kali, ujian tahfizh dan takrir dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi persyaratan tertentu yaitu menyelesaikan target setoran dan kehadiran. Ujian tahfizh dan takrir dilaksanakan oleh dua orang penguji, penguji peratama merupakan instrktur tempat mahasisiwi menyetorkan hafalan, sedangkan penguji kedua adalah instruktur lain yang ditunjuk oleh LTQQ untuk menguji. Selain itu lembaga juga membatasi rentan waktu antara ujian pertama dan ujian kedua yaitu satu minggu, jika mahasisiwi sudah melaksanakan ujian pertama tapi belum melaksanakan ujian kedua lebih dari satu minggu maka ujian pada penguji pertama dianggap batal dan harus mengulang ujian pertama. Pentingnya ujian tahfizh dan takrir ini merupakan syarat mengikuti ujian akhir semester (UAS). Dalam prakteknya ujian tahfizh dan takrir ini dilaksanakan baik setelah mahasiswi memenuhi target setoran dapat juga dilaksanakan pada akhir semester yaitu dua minggu sebelum jadwal UAS. Dalam prakteknya, baik ujian tahfizh ataupun takrir mahasiswa mengisi formulir dua rangkap (kartu ujian) terlebih dahulu masing-masing diisi dan diberikan kepada instruktur, setelah mendapat nilai dari kedua instruktur, lembar pertama diserahkan kepada Lembaga Tahfizh, dan Qirâ‟at (LTQQ), sedang lembar kedua disimpan mahasiswa dan diserahkan ketika mengambil kartu ujian semesterakhir (UAS). 5) Selain ujian tahfizh dan takrir, mahasisiwi juga diwajibkan mengikuti ujian komprehensif yaitu Ujian yang dilaksanakan pada tahap akhir penyelesaian kuliah bagi semua program/marhalah. Adapun Materi yang diujikan adalah seluruh materi yang telah dihafal sesuai program yang ditempuh masing-masing. Penguji untuk ujian komprehensif juga terdiri dari dua penguji. Adapun materi yang diujikan untuk ujian komprehensif adalah seluruh materi yang telah dihafal atau disetorkan dari semester 1-8 dan telah ditakrir dihadapan instruktur. Mengenai sistem ujian yang diberikan adalah instruktur memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan membaca potongan ayat kemudian mahasiswa melanjutkan ayat kurang lebih antara satu sampai dengan dua halaman. Adapun potongan ayat yang diberikan adakalanya diambil dari pojok terakhir dan adakalanya diambil dari bagian tengah,dan tidak jarang soal dipilihkan dari ayat-ayat yang mirip (mutasyabihat). Jumlah soal yang diberikan rata-rata sebanyak 3, terkadang soal yang diberikan lebih dari itu. Soal diberikan lebih dari 3 jika ada soal yang tidak terjawab dengan sempurna. Jika sudah diberikan beberapa soal ternyata mahasiswa bersangkutan belum bisa menjawab dengan baik dan lancar, maka instruktur memberi kesempatan untuk mengulang lagi, dan baru mendapat nilai jika sudah dinyatakan lulus. Ujian komprehensif baru bisa dilaksanakan setelah mahasiswa menyelesaikan seluruh ujian tahfizh sesuai dengan program yang diambil. 6) Standard nilai Tahfizh yang diberikan lembaga LTQQ adalah: Apabila hafalan mahasiswi lancar dan bacaannya bagus sesuai dengan kaedah tajwid, maka nilai yang diberikan adalah: antara 80 s/d 85. Apabila hafalannya tidak atau kurang
80 lancar, dan bacaannya kurang bagus, maka nilai yang diberikan kurang dari 80 (antara 79 s/d 70). Sedangkan mahasiswa yang mendapatkan nilai dibawah 70 diperbolehkan mengikuti UAS, akan tetapi dengan syarat setelah mengikuti UAS wajib mengikuti ujian Tahfizh ulang. Namun, saat ujian komprehensif nilai yang diperoleh mahasiswa tidak boleh kurang dari 70. Mahasiswa yang mengikuti ujian Tahfizh dan membaca 2 juz atau lebih di hadapan instruktur nilai yang diberikan maksimal 85, akan tetapi apabila mahasiswa menyicil hafalannya saat ujian, maka nilai yang diberikan tidak boleh diatas 80 (antara 79 s/d 70) b. Instruktur Tahfizh Instruktur tahfizh merupakan dosen tahfizh Al-Quran yang bertugas mentashih bacaan, hafalan dan memberikan motivasi serta petunjuk dalam menghafal kepada mahasisiwi. Dosen tahfizh angkatan pertama adalah bapak Drs. H. Abd. Muhaimin Zei, MA. Untuk angkatan kedua sudah ada penamahan dosen tahfizh yaitu Dra. Hj. Mursyidah Thahir, MA, Dra. Nurmainis, MA dan Dra. Hj. Lilik Munifah, MA. Ketiganya adalah alumni IIQ angkatan pertama. Saat ini, instruktur yang ditunjuk lembaga LTQQ semuanya adalah alumni IIQ dan semuanya perempuan. Saat ini IIQ memiliki 31 instruktur, dua diantaranya masih mahasiswi semester 8, mereka ditunjuk karena hafalan dan bacaan Al-Quran sudah mampuni (sudah khatam) dan sudah masuk standar IIQ. Pengkaderan instruktur dilakukan lembaga LTQQ pada mahasiswi yang terlihat memiliki kelebihan dalam hal kualitas bacaan dan kualitas hafalannya. Dalam prakteknya instruktur disini ditunjuk untuk menguji ujian 1 dan ujian 2 disebut penguji 1 dan penguji 2. Berikut tabel nama-nama instruktur penguji 1 dan penguji 2:
No 1
1) Fakultas Tarbiyah Semester Penguji 1 II A Ummul khair, S.Th.I
Penguji 2 Amilatul Mahfiyah, SHI
2 3 4
II B II C II D
Amilatul Mahfiyah, SHI Hj. Nur Ilfayati, M.Pd.I Herni, S.Pd.I
Ummul khair, S.Th.I Herni, S.Pd.I Fafika Hikmatul M, S.Pd.I
5 6 7
II E IV A IV B
Fafika Hikmatul M, S.Pd.I Rahmi Zaimsyah, S.Pd.I Nur Afriani, S.H
Hj. Nur Ilfayati, M.Pd.I Nur Afriani, S.H Rahmi Zaimsyah, S.Pd.I
8 9
IV C IV D
Dra. Hj. Isti‟anah Imron Khairunnisa, S,Sy
Khairunnisa, S,Sy Dra. Hj. Isti‟anah Imron
10 11 12
IV E IV F VI A
Herlin Misliani, S.Pd Ayuna Faizatul, S.Ud Hj. Fatimah Askan, MA
Ayuna Faizatul, S.Ud Herlin Misliani, S.Pd Dra. Hurul „Ien
13
VI B
Dra. Hurul „Ien
Hj. Fatimah Askan, MA
14 15
VI C VI D
Dra. Afidah Wahyuni, M.Ag Dra. Halimatus Sa‟diyah, MA
Dra. Halimatus Sa‟diyah, MA Fitriani, S.Pd
81 16
VI E
Fitriani, S.Pd
Dra. Afidah Wahyuni, M.Ag
17
VIII A
Dra. Azizah Burhan
Dra. Romlah Widayati, M.Ag
18 19
VIII B VIII C
Dra. Romlah Widayati, M.Ag Dr. Ummi Husnul, M.Ag
Dr. Ummi Husnul, M.Ag Dra. Azizah Burhan
20
Non Hj. Istiqomah, MA Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc, Aktif M.Ag. (Tabel 2. Nama-nama instruktur penguji 1 & 2 Fakultas Tarbiyah)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
2) Fakultas Ushuluddin Semester Penguji 1 II A Hj. Atiqoh, S.Th.I II B Hj. Muthmainnah, MA II C Rifdah Farnidah II D, II KPI Ameliatul Khairiyah IV A Hj. Ade Halimah, S.Th.I IV B Hj.Arbiyah, S.Th.I IV C Hj.Atiqoh, S.Th,I IV KPI Sami‟ah, MA VI A Maunatul Mahmudah, S.HI VI B Hj. Ade Halimah, S.Th.I VIII A Ayuna Faizatul, S.Ud VIII B Hj. Muthmainnah, MA Non Aktif Hj. Muthmainnah, MA Mhs. Aktif di Hj. Istiqomah, MA luar pesantren
Penguji 2 Hj. Muthmainnah, MA Hj. Atiqoh, S.Th.I Ameliatul Khairiyah Rifdah Farnidah Hj.Arbiyah, S.Th.I Hj.Atiqoh, S.Th,I Hj. Ade Halimah, S.Th.I Amilatul Mahfiyah, SHI Hj. Ade Halimah, S.Th.I Ayuna Faizatul, S.Ud Hj. Muthmainnah, MA Ayuna Faizatul, S.Ud Hj. Istiqomah, MA Dra. Muzayyanah,MA
(Tabel 3. Nama-nama instruktur penguji 1 & 2 Fakultas Ushuluddin)
No
3) Fakultas Syariah Semester Penguji 1
Penguji 2
1 2
II A II B
Herni, S.Pd.I Maunatul Mahmudah, S.HI
Maunatul Mahmudah, S.HI Herni, S.Pd.I
3 4 5
IV A IV B VI
Husna Farida, S.Pd.I Sami‟ah, MA Amilatul Mahfiyah, SHI
Sami‟ah, MA Husna Farida, S.Pd.I Husna Farida, S.Pd.I
6 7
VIII A VIII B
Hj. Muthmainnah, MA Hj. Istiqomah, MA
Hj. Istiqomah, MA Hj. Muthmainnah, MA
8
Non Aktif
Dra. Muzayyanah,MA
9
Mhs aktif di luar pesantren
Dra. Muzayyanah,MA
Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc, M.Ag. Hj. Istiqomah, MA
82 (Tabel 4. Nama-nama instruktur penguji 1 & 2 Fakultas Syari‟ah) Masing-masing Instruktur tahfizh mengampu kurang lebih antara 20-25 mahasiswa, yaitu setiap instruktur memegang satu kelas, hanya saja jika dalam satu kelas jumlah mahasiswa lebih dari kapasitas yang ditentukan, maka satu kelas tersebut dibagi menjadi dua, jika dalam satu kelas ada 40 mahasiswa, maka 10 mahasiswa digabung ke kelas lainnya. Perlu diketahui di sini bahwa kelas mahasiswa dalam perkuliahan berbeda dengan jumlah kelas dalam pembinaan tahfizh. Jika terdapat instruktur yang mengambil cuti maka mahasiswi binaanya akan dialihkan kepada instruktur lainnya, perlu diketahui juga bahwa satu instruktur ada yang memegang 2-3 kelas. Untuk itu penghargaan pada instruktur harus ditingkatkan mengingat jumlah instruktur tidak sebanding dengan jumlah mahasiswi. Instruktur tahfizh yang diamanahkan lembaga memiliki tanggung jawab dan tugas yang sangat besar, disamping harus menyimak hafalan, instruktur juga diharuskan memperbaiki bacaan mahasiswi terlebih lagi pada mahasiswi yang belum lulus matrikulasi tahsin pada awal masuk. Hal ini bukan pekerjaan yang mudah namun instruktur tahfizh harus bisa melakukannya dengan berbekal keikhlasan serta tekun dalam mendidik. Karena hakikatnya pekerjaan instruktur adalah pekerjaan yang sangat mulia baik itu di hadapan Allah maupun dihadapan manusia.
c. Kendala dan Upaya Peningkatan Program Tahfizh Dalam sebuah program yang dijalankan oleh lembaga pasti mengalami kendalakendala dalam prosesnya, berikut dijelaskan kendala yang dialami oleh lembaga LTQQ dalam menjalankan program Tahfizh beserta upaya peningkatan program Tahfizh. Adapun kendala yang dihadapi sebagai berikut: 1) Institut Ilmu Al-Quran belum memiliki kampus yang representatif, memenuhi syarat akademis, modern, akademis dan lengkap dengan segala fasilitasnya, sehingga menjadi penghambat program-programnya terutama program tahfizh yang merupakan jantung dari IIQ itu sendiri. 2) Belum adanya cadangan dana yang mapan dan minimnya dana yang dimiliki IIQ, hal ini terjadi karena jumlah mahasisiwi yang terbatas dan SPP yang rendah. Pada awal berdiri mahasisiwi mendapatkan beasiswa gratis SPP. Setelah yayasan pendiri mengalami pasang surut, hal ini tidak dapat dipertahankan lagi, namun demikian IIQ juga tidak menetapkan SPP dengan jumlah tinggi sebagaimana perguruan tinggi lainnya. 3) Belum adanya buku panduan Tahfizh yang disusun oleh lembaga dikarenakan berberapa hal, salah satunya dari tahun ke tahun lembaga Tahfizh tidak menerbitkan buku panduan. Peneliti mewawancarai ketua lembaga dikatakan bahwa buku panduan tersebut sedang dalam proses penyusunan dan akan diterbitkan dan dibagikan kepada mahasiswi pada semester depan. 4) Masih banyak mahasiswi yang kemampuan bacaannya kurang memenuhi syarat untuk menghafal, sedangkan kegiatan matrikulasi hanya dilaksanakan dua minggu, sembagian mahasisiwi yang agak lamban kegiatan matrikulasi ini dibilang cepat sehingga bagi mahasiswi yang lamban menangkap merasa susuah mengikutinya. Namun bagi mahasiswi yang standar pada umumnya sudah dapat berjalan dengan baik lembaga Tahfizh Melihat kondisi bacaan mahasiswa yang beragam dan jumlah mahasiswa yang cukup banyak serta beban dan tanggung jawab mahasiswa di
83 bangku kuliah pun juga banyak, Menghadapi mahasiwa yang memiliki bacaan seperti tersebut, instruktur merasa kewalahan, di satu sisi harus membetulkan bacaan namun di sisi lain harus menuntun hafalan sesuai target semester. 5) Masih adanya mahasiswi yang tinggal diluar pesantren takhassus, sehingga mereka hanya setoran Tahfizh maksimal tiga kali dalam seminggu di kampus (yaitu: ketika jam tahfizh wajib saja), sementara mahasiswa yang tinggal di pesantren takhassus ada kesempatan menyetorkan hafalan tambahan di pesantren takhassus. Kondisi yang terjadi, mahasiswa yang tinggal di luar pesantren hanya ada kesempatan untuk menyetorkan hafalan maksimal tiga kali seminggu, namun sering ada kendala terlambat sehingga ketika tiba di kampus sudah masuk jam kuliah, sehingga sering absen Tahfizh. 6) Masih adanya mahasisiwi yang menghutang hafalannya, yaitu mahasisiwi yang tidak bisa menyelesaikan target hafalan pada semester tersebut dan harus menyelesaikan hutang hafalan pada semester berikutnya ditambah dengan target semester tersebut. Jadi bagi mahasiswi yang memiliki hutang mempunyai beban tahfizh double. Yaitu ia harus menyelesaikan hutang pada semester sebelumnya dan target hafalan pada semester yang dilalui. Jika terdapat kendala yang dihadapi maka haru adanya upaya peningkatan. Berikut upaya peningkatan program tahfizh agar hasil sesuai yang diharapkan. 1) Perlunya mewajibkan seluruh mahasiswa untuk tinggal di pesantren takhassus, supaya terbentuknya lingkungan yang Qur‟ani dalam hati mahasiswi. Faktanya saat ini banyak juga dari mhasisiwi yang tinggal di luar pesantren takhassus karena berberapa alasan tersendiri yang berasala dari mahasisiwi itu sendiri. 2) Perlu adanya pelatihan tahsin di awal masuk sebelum perkuliahan dimulai, hal ini sangat perlu mengingat mahasiswi yang akan masuk nantinya akan menghafal AlQuran. Selain itu perlu adanya halaqah-halaqah melalui kerjasama antara Lembaga Tahfizh, Lembaga Tilawah, pesantren Takhassus, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) internal IIQ maupun lembaga eksternal seperti kegiatan simaan, tadarus, khataman dan sebagainya untuk membantu mahasiswi yang mempunyai kesulitan dalam menghafal maupun membantu melancarkan hafalan. 3) Perlu adanya pembinaan khusus bagi mahasiswi yang dari segi bacaannya masih perlu diperbaiki dan sesuai kemmapuannya untuk mengikuti program tahsin khusus dan memiliki waktu khusus. Selain itu mahasiswi yang masih belum bagus dari segi bacaannya tidak boleh masuk pada kelas menghafal Al-Quran sebelum memiliki bacaan yang sesuai standar dan mendapatkan izin dari instruktur yang mengampunya. 4) Perlu adanya ruang khusus untuk pelaksanaan Tahfizh, terutama jika pelaksanaannya dilakukan di kampus. Peneliti sering menemukan ada beberapa instruktur yang mengalami kesulitan dalam mencari tempat untuk pelaksanaan Tahfizh. Kendalanya antara lain karena banyaknya kelas yang digunakan untuk perkuliahan, selain itu jika pelaksanaan Tahfizh di mushalla akan terbentur dengan mahasiswa yang akan melaksanakan shalat, selain itu akan mengganggu kegiatan shalat maupun pelaksanaan Tahfizh. 5) Perlu adanya beasiswa bagi mahasiswi yang mengambil program 20 dan 30 juz. Supaya minat mahasiswi untuk mengambil program ini semakin banyak, dengan adanya beasiswa tersebut mahasiswi bisa fokus pada kuliah dan menghafal saja, sehingga pikiran tidak bercabang dua, yakni memikirkan biaya kuliah dan biaya
84 hidup. Mengingat ada sebahagian mahasiswi mengajar atau bahkan bekerja untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 6) Perlu adanya buku pedoman atau panduan Tahfizh untuk pelaksanaan tahfizh di IIQ Jakarta. Buku tersebut sekaligus berisi tatacara, atau langkah-langkah menghafal Al-Quran, kebijakan, aturan-aturan dan sanksi pada program tahfizh di IIQ di samping berisi tentang kiat-kiat memelihara hafalan agar tetap terjaga serta motivasi kepada mahasiswi agar tetap terus semangat menghafal Al-Quran. Upaya lain yang dapat dilakukan oleh IIQ demi terbentuknya kembali kader-kader hafizhah yang didambakan IIQ juga pertama harus memiliki pimpinan atau ketua yayasan ataupun Rektor sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam berbagai kebijakan, sehingga jika dilihat suatu kebijakan tidak sesuai dengan tujuan maka dapat memperbaiki dan melihat peluang-peluang bagaimana bisa IIQ melahirkan kembali hafizah-hafizah seperti pada periode sebelumnya, jika tahfizh hanya sekedar formalitas, sekedar latihan menghafal bukan identitas, maka hal ini secepatnya harus diperbaiki oleh pemangku kebijakan, kedua instruktur tahfizh merupakan kunci kesuksesan program ini, instruktur ahrus dapat memahami kemampuan mahasiswi, sehingga sedikit hafalan tetapi dapat dipertanggungjawabkan dalam arti lancar, memahami makna, dan serta sesuai kaidahkaidah tajwid dirasa lebih baik diabndingkan dengan hafalan banyak namun belum menjiwai Al-Quran. Ketiga mahasiswi sebagaiobjek yang dibebani hafalan Al-Quran jangan menganggap tahfizh di IIQ sebagai beban agar bisa lulus namun harus ditanamkan bahwa menghafal Al-Quran di IIQ merupakan jihad tersendiri dalam menjaga Al-Quran, dan sebagai ibadah dalam menuntut ilmu. 4. Product/Hasil Pada point ini akan dijabarkan implikasi kebijakan atau aturan terhadap hasil prestasi tahfizh dan prestasi mahasisiwi. a. Implikasi Kebijakan Terhadap Hasil Tahfizh Al-Quran di Institut Ilmu Al-Quran Jakarta adalah merupakan mata kuliah wajib yang harus di ikuti seluruh mahasiswi Program S1 tanpa terkecuali. Berkenaan dengan beragamnya program tahfizh yang ditawarkan dan cukup banyaknya waktu yang dialokasikan untuk pelaksanaan tahfizh (meliputi tugas mandiri dan tugas terstruktur/setoran) maka mata kuliah ini tidak memiliki bobot SKS (satuan kredit semester). Pertimbangannya, jika memiliki bobot SKS maka beban SKS matakuliah yang wajib ditempuh mahasiswi masing-masing prodi akan membengkak. Di sisi lain, karena beragamnya program tahfizh (meliputi: 5 Juz, 10 Juz, 20 Juz, dan 30 Juz) tentu keempatnya ini tidak bisa diseragamkan menjadi satu, misalnya program 30 Juz tidak bisa disamakan dengan program-program di bawahnya. Menuru tsalah satu instruktur, karena begitu beratnya program tahfizh Al-Quran (tenaga, waktu, maupun fikiran yang dicurahkan), maka tidak bisa diukur dengan nilai SKS, sebagaimana mata kuliah lain pada umumnya. Menghafal Al-Quran jauh lebih sulit daripada menyusun makalah atau skripsi. Untuk itu, untuk mengikat kewajiban tahfizh bagi seluruh mahasiswa agar menyelesaikan beban tahfizh pada setiap semester, maka program tahfizh dikaitkan dengan UAS (Ujian Akhir Semester). Ketentuan tersebut adalah apabila mahasiswa tidak mengikuti ujian tahfizh tanpa sebab atau alasan yang dibenarkan, maka sanksi yang akan diberikan adalah tidak boleh mengikuti ujian akhir semester (UAS). Dengan demikian mahasiswa yang kena sanksi ini harus mengulang kembali seluruh matakuliah (kuliah lagi). Dengan kata lain, karena tidak bisa mengikuti ujian tahfizh pada semester tersebut, mata kuliah yang sudah
85 ditempuh selama satu semester dianggap gugur atau batal. Oleh karenanya, jika mahasiswa tersebut ingin mengikuti ujian tahfizh, maka ia harus mengulang lagi seluruh mata kuliah yang ditempuh sebelumnya (pada semester di mana ia tidak mengikuti ujian tahfizh). Dengan adanya sanksi tersebut, mahasiswa berlomba-lomba menyelesaikan tahfizh tepat waktu. Namun dalam kenyataannya selama ini, mahasiswa berbondong-bondong mengejar tahfizh menjelang pelaksanaan UAS atau pada saat minggu tenang. Kasus seperti ini, menurut pernyataan beberapa instruktur disebabkan karena ada beberapa mahasiswi yang tidak siap menyetorkan hafalan barunya pada jam tahfizh. Akibatnya tugas menyelesaikan tahfizh tertunda hingga menjelang semester dilaksanakan. Hafalan dalam kondisi mendesak seperti ini biasanya tidak lancar. Pada dasarnya pemberian sanksi ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang mengambil program 5 juz, dikarenakan sebagai pemicu semangat mahasiswi dalam menghafal. Akan tetapi, terkadang sanksi yang diberikan oleh perguruan tidak membuat mahasiswa yang mengambil program 5 juz menjadi semangat dalam menghafal, ada yang tidak peduli dengan hal tersebut, hasil wawancara yang penulis lakukan kepada alumni yang memiliki kendala tersebut dikarenakan tidak adanya semangat untuk menghafal AlQuran. Selain itu karena adanya sanksi seperti ini, banyak pula mahasiswa yang sebelumnya mengambil program di atas 5 juz (10 juz, 20 juz dan 30 juz) satu persatu dari mereka turun program karena khawatir tidak bisa mengikuti UAS. Sehingga pada semester berikutnya mereka mempunyai hutang tahfizh jika tidak turun program. Hal ini pada dasarnya memprihatinkan bagi IIQ kedepannya. Jika hal ini tidak ditindaklanjuti untuk kedepannya, maka akan semakin banyak yang akan turun program selain itu mahasiswa seakan tidak serius dalam mengambil program hafalan yang dipilihnya saat pertama masuk. Berikut data mahasiswi tahun 2012 yaitu: Fakultas 5 juz 10 juz 20 juz 30 juz Jumlah 11 11 3 5 30 Syari’ah 20 7 4 10 41 Ushuluddin 23 10 3 5 41 Tarbiyah Total
112 (Tabel 5. Data mahasiswi lulusan tahun 2012)
Jika digambarkan dengan diagram lingkaran berikut data mahasiswi tahun 2012:
86
Fakultas Syari'ah Lulusan Tahun 2012
17%
5 Juz 36%
10%
10 Juz
20 Juz 30 Juz
37%
(Diagram 1. Fakultas Syariah lulusan tahun 2012)
Fakultas Ushuluddin Lulusan Tahun 2012
24%
5 Juz 49%
10 Juz 20 Juz
10%
30 Juz
17%
(Diagram 2. Fakultas Ushuluddin lulusan tahun 2012)
Fakultas Tarbiyah Lulusan Tahun 2012
12% 5 Juz
7%
10 Juz 25%
56%
(Diagram 3. Fakultas Tarbiyah lulusan tahun 2012)
20 Juz 30 Juz
87 Berdasarkan diagram lingkaran pada fakultas syari‟ah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2012 yang pada saat itu berjumlah 30 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 11 orang dengan persentase 36%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 11 orang dengan persentase 37%.Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 3 orang dengan persentase 10%.Dan pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 5 orang dengan persentase 17%. Adapun pada fakultas ushuluddin, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2012 yang pada saat itu berjumlah 41 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 20 orang dengan persentase 49%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 7 orang dengan persentase 17%.Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 10%.Dan pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 10 orang dengan persentase 24%. Sedangkan pada fakultas tarbiyah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2012 yang pada saat itu berjumlah 41 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 23 orang dengan persentase 56%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 25 orang dengan persentase 25%.Pada program 20 juz jumlahalumni sebanyak 3 orang dengan persentase 7%.Dan pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 5 orang dengan persentase 12%. Dari penggambaran diagram di atas, pada lulusan tahun 2012 di tiga fakultas, yaitu fakultas syari‟ah ushuluddin, dan tarbiyah dapat dilihatbahwa program Tahfizh yang paling banyak diminati oleh mahasiswa yaitu program tahfizh 5 juz, program Tahfizh berikutnya yang diminati yaitu 10 Juz, program Tahfizh selanjutnya yang diminati yaitu program 30 Juz, dan program yang sedikit diminati yaitu program 20 Juz. Jika dilihat pada diagram batang untuk lulusan tahun 2012 akan terlihat, seperti pada gambar berikut: 25 20 5 Juz
15
10 Juz 20 Juz
10
30 Juz 5 0 Syari'ah
Ushuluddin
Tarbiyah
(Diagram 4. Mahasiswi lulusan tahun 2012) Adapun data mahasiswi tahun 2014 yaitu:
88 Fakultas Syari’ah Ushuluddin Tarbiyah Total
5 juz 24 12 48
10 juz 6 4 15
20 juz 3 4 4
30 juz 1 5 10
Jumlah 34 25 77 136
Jika digambarkan dengan diagram lingkarang berikut data wisudawati tahun 2014:
Fakultas Syari'ah Lulusan Tahun 2014
9% 3% 5 Juz 18%
10 Juz 20 Juz 70%
30 Juz
(Diagram 5. Fakultas Syariah lulusan tahun 2014)
Fakultas Ushuluddin Lulusan Tahun 2014
20%
5 Juz 48%
16%
10 Juz 20 Juz 30 Juz
16%
(Diagram 6. Fakultas Ushuluddin lulusan tahun 2014)
89
Fakultas Tarbiyah Lulusan Tahun 2014
13%
5 Juz
5%
10 Juz 20%
62%
20 Juz 30 Juz
(Diagram 7. Fakultas Tarbiyah lulusan tahun 2014) Berdasarkan diagram lingkaran pada fakultas syari‟ah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2014 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 34 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 24 orang dengan persentase 68%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 6 orang dengan persentase 17%.Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 3 orang dengan persentase 9%.Dan pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 3%. Adapun pada fakultas ushuluddin, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2014 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 25 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 12 orang dengan persentase 48%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 16%.Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 16%.Dan pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 5 orang dengan persentase 20%. Sedangkan pada fakultas tarbiyah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2012 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 77 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 48 orang dengan persentase 62%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 15 orang dengan persentase 20%.Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 5%.Dan pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 10 orang dengan persentase 13%. Dari penggambaran diagram di atas, pada lulusan tahun 2014 di tiga fakultas, yaitu fakultas syari‟ah ushuluddin, dan tarbiyah dapat dilihat bahwa program tahfizh yang paling banyak diminati oleh mahasiswa yaitu program tahfizh 5 juz, program tahfizh berikutnya yang diminati yaitu 10 Juz, program tahfizh selanjutnya yang diminati yaitu program 30 Juz, dan program yang sedikit diminati yaitu program 20 Juz. Jika dilihat pada diagram batang untuk lulusan tahun 2014 akan terlihat, seperti pada gambar berikut:
90 60 50
40 5 Juz
10 Juz
30
20 Juz 20
30 Juz
10 0 Syari'ah
Ushuluddin
Tarbiyah
(Diagram 8. Mahasiswi lulusan tahun 2014)
Adapun data mahasiswi lulusan tahun 2015 yaitu: Fakultas 5 juz 10 juz 20 juz 30 juz Jumlah 25 1 1 1 28 Syari’ah 27 7 4 4 42 Ushuluddin Tarbiyah Total
54
13
1
4
72 142
(Tabel 7. Data mahasiswi lulusan tahun 2015)
Fakultas Syariah Lulusan Tahun 2015
4% 4% 4%
5 juz 10 juz 20 juz 89 %
(Diagram 9. Fakultas Syariah lulusan 2015
30 juz
91
Fakultas Ushuluddin Lulusan Tahun 2015
10% 5 juz
10%
10 juz 17%
20 juz 64%
30 juz
(Diagram 10. Fakultas Ushuluddin lulusan 2015)
Fakultas Tarbiyah Lulusan 2015 1% 18%
6%
5 juz 10 juz 75%
20 juz 30 juz
(Diagram 11. Fakultas Tarbiyah lulusan 2015) Berdasarkan diagram lingkaran pada fakultas syari‟ah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2015 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 28 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 25 orang dengan persentase 89%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 4%. Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 4%. Sedangkan pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 4%. Adapun pada fakultas ushuluddin, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2015 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 42 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 27 orang dengan persentase 64%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 7 orang dengan persentase 17%. Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 10%. Dan pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 10%.
92 Sedangkan pada fakultas tarbiyah, dapat dilihat persentase lulusan pada tahun 2015 yang pada saat itu jumlah lulusannya sebanyak 72 alumni, adapun penjabarannya yaitu, untuk program 5 juz jumlah alumni sebanyak 54 orang dengan persentase 75%. Pada program 10 juz jumlah alumni sebanyak 13 orang dengan persentase 18%. Pada program 20 juz jumlah alumni sebanyak 1 orang dengan persentase 1%. Dan pada program 30 juz jumlah alumni sebanyak 4 orang dengan persentase 6%. Jika dilihat pada diagram batang untuk lulusan tahun 2015 akan terlihat, seperti pada gambar berikut: 60 50 40 5 juz 10 juz
30
20 juz 20
30 juz
10 0 syariah
ushuluddin
tarbiyah
(Diagram 12. Mahasiswi lulusan tahun 2015) Dari data dan diagram diatas dapat dikatakan bahwa implikasi dari kebijakan yang diterapkan oleh lembaga sangat mempengaruhi terhadap program tahfizh yang diambil oleh mahasiswi. Terlihat bahwa program tahfizh yang sangat diminati oleh mahasisiwi adalah program 5 juz, disamping program 5 juz dianggap sangat mudah dan sedikit materi hafalannya, juga akan mempercepatnya mahasiswi menyelesaikan ujian tahfizh dan bisa langsung ujian munaqasah skripsi, dan mempercepat kelulusan kuliah. Jika dilihat dari table maupun diagram di atas, dapat diketahui bahwa para alumni yang mengambil program 5 juz semakin banyak terutama pada fakultas tarbiyah. Pada tahun 2012 alumi fakultas syari‟ah yang mengambil program 5 juz sebanyak 11 alumni kemudian mengalami peningkatan pada alumni tahun 2014 menjadi 24 alumni. Sedangkan pada tahun 2015 mengalami penaikan sedikit menjadi 25. Pada fakultas tarbiyah alumni yang mengambil program 5 juz juga mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2012 sebanyak 23 alumni dan mengalami peningkatan pada alumni tahun 2014 menjadi 48 alumni. Sedangkan pada tahun 2015 meningkat kembali yaitu 54 alumni yang mengambil program 5 juz pada fakultas tarbiyah. Pada Fakultas ushuludin mengalami penurunan walaupun tidak signifikan yaitu jumlah alumni yang mengambil program 5 juz pada tahun 2012 sebanyak 20 alumni dan mengalami penurunan pada tahun 2014 sebanyak 12 alumni, sedangkan pada tahun 2015 mengalami peningkatan kembali sebanyak 27 alumni. Adapun program 10 juz pada fakultas syari‟ah mengalami penurunan yaitu pada tahun 2012 sebanyak 11 alumni dan pada tahun 2014 turun menjadi 6 alumni. Sedangkan
93 pada tahun 2015 program 10 juz mengalami penurunan drastis sekali menjadi 1 alumni. Pada fakultas ushuluddin jumlah alumni yang mengambil program 10 juz juga mengalami penurunan yaitu pada tahun 2012 sebanyak 7 alumni sedang pada tahun 2014 turun menjadi 4 orang. Sedangkan Pada tahun 2015 mengalami peningkatan kembali menjadi 7 alumni. Sedangkan pada fakultas tarbiyah minat para alumni untuk mengambil program 10 juz meningkat walau tidak signifikan, yaitu pada tahun 2012 berjumlah 10 alumni sedang pada tahun 2014 naik menjadi 15 alumni,dan pada tahun 2015 meningkat kembali menjadi 13 alumni. Pada program 20 juz di fakultas syari‟ah dan ushuluddin,jumlah alumni yang mengambil program 20 juz pada tahun 2012 dan 2014 jumlahnya sama, yaitu sebanyak 3 alumni, pada tahun 2015 menurun menjadi 1 alumni. dan pada fakultas ushuluddin sebanyak 4 alumni. Pada 2015 dengan jumlah yang sama 4 alumni. Adapun pada fakultas tarbiyah, jumlah alumni yang mengambil program 20 juz mengalami peningkatan walau tidak signifikan, di tahun 2012 jumlah alumni yang mengambil program 20 juz berjumlah 3 alumni, sedang pada tahun 2014 jumlah alumni yang mengambil program ini naik menjadi 4 alumni dan pada tahun 2015 turun menjadi 1 alumni. Pada program 30 juz,di fakultas syari‟ah dan fakultas uhuluddin jumlah mahasiswa yang mengambil program ini mengalami penurunan terutama pada fakultas ushuluddin. Pada fakultas syari‟ah di tahun 2012 jumlah alumni yang mengambil program 30 juz sebanyak 5 alumni, sedang di tahun 2014 turun menjadi 1 alumni begitu juga pada tahun 2015 juga 1 alumni. Pada fakultas ushuluddin di tahun 2012 jumlah alumni yang mengambil program 30 juz sebanyak 10 alumni sedang pada pada tahun 2014 mengalami penurunan yang signifikan yaitu turun menjadi 5 alumni, dan menurun pada 2015 sebanyak 4 alumni. Sedangkan pada fakultas tarbiyah jumlah mahasiswa yang mengambil program 30 juz mengalami peningkatan yang signifikan yaitu pada tahun 2012 jumlah alumni yang mengambil program 30 juz sebanyak 5 alumni dan di tahun 2014 naik menjadi 10 alumni, kemudian turun pada tahun 2015 menjadi 4 alumni. Selain berberapa hal diatas, sedikitnya mahasiswi yang mengambil program tahfizh 30 juz bisa berasal dari faktor internal dan faktor eksternal, dari hasil penelitian penulis dapat simpulkan banyaknya mahasiswi yang mengambil program tahfizh 5 juz terjadi karena berberapa faktor internal dan eksternal diantaranya: 1) (Faktor internal) yaitu faktor yang berasal dari diri mahasiswi. Menurunnya minat, bakat, semangat dan motivasi dari diri sendiri maupun keluarga mahasiswi dalam menghafal Al-Quran, mereka hanya menganggap ujian Tahfizh hanya sebagai prasyarat lulus, jika ingin menambah hafalan bisa dilakukan di luar kampus atau tidak mengikuti prosedur yang mengikat, seperti kewajiban dan sanksi jika tidak mengikuti ujian akhir semester. Kemampuan menghafal yang lambat juga menjadi alasana mahasiswi menambil program tahfizh ini. Kemampuan menghafal AlQuran pada diri tiap-tiap orang berbeda-beda, ada yang mampu menghafal dengan cepat, tapi ada juga yang membutuhkan proses yang cukup lama untuk bisa hafal. 2) (Faktor eksternal) yaitu faktor dari lingkungan tempat tinggal mahasiswi, teman bergaul yang tidak mendukung menghafal, faktor banyaknya tugas kuliah sehingga susah mahasiswi membagi waktu antara menyelesaikan tugas kuliah berbarengan dengan tugas waib setoran dan ujian hafalan Al-Quran. Karena dua hal tersebut sama-sama penting. 3) Mahasiswi memilih program tahfizh 5 Juz, dengan harapan 5 Juz yang dihafal bisa terjaga dengan baik dan mampu difahami makna dan isi kandungan ayat-ayat
94 tersebut. Jadi sungguhpun hanya lima juz mereka berharap mampu memahaminya dengan baik, dan terjaga dari kelupaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, peneliti menemukan fator-faktor dari para mahasiswi yang mengambil program hafalan 10 juz, adalah sebagai berikut: 1) (Faktor internal) Kemampuan menghafal yang sedang-sedang saja. Rata-rata mereka yang memiliki rasa seperti ini, sebenarnya punya keinginan menghafal lebih dari itu, tetapi belum punya modal hafalan sebelumnya, sehingga setelah mencoba selama satu semester mereka bisa merasakan sejauh mana kemampuan menghafal yang mereka miliki. Semester pertama itulah yang menjadi penentu tingkat kemampuan mahasiswi masing-masing, sungguhpun ada sebagian yang baru mampu mengukur setelah masuk semester III. Pemilihan program tahfizh 10 juz merupakan pilihan menengah, tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Ingin cepat menyelesaikan kuliah dan ikut wisuda tepat waktu juga menjadi faktor pemilihan program tahfizh ini. Mahasiswa yang memiliki alasan seperti ini, biasanya mahasiswi mengambil program tahfizh 20 Juz, tapi di dalam perjalanan kuliah tidak bisa menyelesaikan program hafalan pada semester yang sedang dijalani,pada akhirnya turun program menjadi 10 Juz. Kasus turun program ini juga kadang terjadi ketika berkeinginan cepat selesai kuliah padahal tinggal 2 juz lagi yang belum disetor, karena suatu hal dia tidak bisa memenuhi target hafalannya yang tinggal 2 Juz, maka turun program. Oleh karena program di bawahnya 10 Juz, maka dia masuk kategori mengikuti program 10 Juz. 2) (Faktor eksternal) Disebabkan karena ada kesibukan dengan kegiatan-kegiatan kampus dan pesantren. Kesulitan dalam mengatur jadwal untuk menghafal, pada dasarnya alasan adanya kesibukan karena banyaknya kegiatan-kegiatan kampus atau kegiatan pesantren rasanya kurang tepat, karena sesibuk dan seberapa banyaknya kegiatan tersebut, diyakini bahwa semua kegiatan tersebut saling mendukung. Jika kegiatan tersebut diatur dengan baik melalui kerja sama antara pihak kampus dan pihak pesantren, serta pengaturan waktu dari mahasiswi untuk menghafal pribadi. Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, peneliti menemukan beberapa faktor dari para mahasiswi yang mengambil program hafalan 20 juz. Di antara alasannya adalah: 1) (Faktor internal) mahasiswi yang mengambil program 20 juz adalah merupakan mahasiswi yang berkeinginan untuk mengambil program hafalan 30 juz. Namun karena beberapa faktor akhirnya turun program. Di antara faktor turun program antara lain, karena banyaknya tugas dalam perkuliahan, misalnya banyaknya tugas makalah dari beberapa dosen, akhirnya yang sedianya dalam satu semester menghafal 5 juz, pada akhirnya hanya mampu menyetorkan 4 Juz, karenanyamasuk program 20 Juz. Namun demikian, Lembaga tahfizh masih memberi kesempatan kepada mereka untuk menambah hafalan lagi pada waktu libur kuliah. Jadi turun dari program 30 Juz ke program 20 Juz, hanya karena untuk memenuhi persyaratan mengikuti UAS. Jika sampai ujian komphrehenship mahasiswa tersebut belum memenuhi target tahfizh 30 Juz, maka mereka dikategorikan masuk program tahfizh 20 Juz. 2) (Fasktor eksternal) bahwa pilihan semula adalah mengambil program tahfizh 10 Juz, setelah menjalani,ternyata dalam satu semester mampu menyetorkan tahfizh lebih dari target yang ditentukan (dari 2 Juz menjadi 4 Juz). Hal ini karena
95 munculnya semangat baru sehingga mengambil program 20 Juz. Dorongan tersebut muncul karena adanya semangat atau motivasi dari teman sejawatnya yang mengambil program 30 Juz, atau karena dorongan dari keluarga, Kasus seperti ini sangat sedikit, karena yang terjadi adalah mayoritas mahasiswa turun program,bukan naik program. Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, peneliti menemukan beberapa faktor dari para alumni yang mengambil program hafalan 30 juz. Di antara adalah: 1) (faktor internal). Mahasiswa yang memilih atau mengambil program tahfizh 30 juz. Motivasi yang tinggi dan kuat dari diri sendiri dan keluarga terutama orangtua. Selain itu, sebelum masuk ke IIQ sudah hafal 30 Juz, sehingga selama di IIQ tinggal melancarkan dan memperbaiki hafalan serta kualitas bacaan saja. Mahasiswa yang memiliki latar belakang sudah hafal 30 Juz ini akan dibibitkan untuk menjadi instruktur tahfizh nantinya. Mahasiswa yang memilih dan mengambil program 30 Juz, sudah punya simpanan hafalan cukup banyak, sebagian menyatakan sudah punya hafalan 5 juz, 15 Juz, dan sebagian ada yang sudah hafal 20 Juz. Oleh karena sudah mempunyai pengalaman menghafal dan menjaga hafalan, ada keingin menambah hafalannya menjadi 30 Juz. 2) (Faktor eksternal) Adanya keinginan memajukan pendidikan Al-Quran di daerahnya ketika selesai kuliah. Karena mayoritas mahasiswa IIQ berasal dari luar daerah. Mereka merasa betapa pentingnya pendidikan Al-Quran di daerahnya, dengan melihat kondisi daerahnya yang sangat membutuhkan orang yang ahli dalam bidang kequr‟anan, mereka termotivasi untuk mengembangkan program tahfizh Al-Quran. Dengan tujuan tersebut akhirnya mereka mengambil program tahfizh Al-Quran 30 Juz. Selain itu, mahasiswi yang mengambil 30 juz diantara mereka juga yang bagus nilai akademiknya (IPK). Faktor eksternal lainnya adalah pendainya mengatur waktu, kapan akan menghafal dan setoran dan kapan harus menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Berikut data akhir jumlah keseluruhan mahasisiwi yang mengambil program tahfizh 5 juz, 10 juz, 20 juz dan 30 juz pada tahun 2013-2015: NO
FAKULTAS
LULUSAN
PROGRAM
JUMLAH
01 02 03
SYARI'AH USHULUDDIN TARBIYAH
2012-2015 2012-2015 2012-2015
5 JUZ 5 JUZ 5 JUZ
60 59 125
LULUSAN 2012-2015 2012-2015 2012-2015
JUMLAH PROGRAM 10 JUZ 10 JUZ 10 JUZ
244 JUMLAH 18 18 38
JUMLAH
74
PROGRAM 20 JUZ 20 JUZ
JUMLAH 7 12
NO 01 02 03 NO 01 02
FAKULTAS SYARI'AH USHULUDDIN TARBIYAH FAKULTAS SYARI'AH USHULUDDIN
LULUSAN 2012-2015 2012-2015
96 03
TARBIYAH
2012-2015
20 JUZ
8
JUMLAH
27
NO
FAKULTAS
LULUSAN
PROGRAM
JUMLAH
01 02 03
SYARI'AH USHULUDDIN TARBIYAH
2012-2015 2012-2015 2012-2015
30 JUZ 30 JUZ 30 JUZ JUMLAH
7 19 19 45
(Tabel 8. Data akhir jumlah mahasisiwi program tahfizh 5, 10, 20, dan 30 juz tahun 2012-2015) Menurut data di atas terlihat program tahfizh yang sangat diminati mahasiswi adalah 5 juz dengan jumlah 244 alumni yang mengambil program 5 juz angka ini sangat tinggi dibanding dengan program 10 juz yang 74 dan program 20 juz sebanyak 27, dan adalah program 30 juz 45. Ini menandakan jumlah alumni yang hafal 30 juz jumlahnya sedikit dibandingkan program 5 juz yang paling banyak, hal ini harus diantisipasi oleh pihak bagaimana supaya alumni sama seperti pada periode satu maupun periode dua agar kualitas IIQ dapat meningkat dari tahun ke tahun. b. Prestasi Mahasiswi Mahasisiwi yang tercatat sebagai mahasiswi yang mengukir prestasi membanggakan khususnya pada bidang MTQ/STQ baik tingkat nasional maupun internasional merupakan aset yang dimiliki IIQ agar tetap menjadi kampus yang unik dapat melahirkan sarjana sekaligus ahli al-quran. dan Nama-nama mahasiswi yang berprestasi pada STQ Nasional 2015 di Asrama Haji Pondok Gede (09-16 Agustus 2015) sebagai berikut: NO
NAMA
FAKULTAS
JUARA
CABANG/ GOL.
1
Ilfi Zakiah Darmanita
Tarbiyah/III
I
Tahfizh 5 juz + tilawah
2
Nur Afriani Hasanah
Syari‟ah/VII
I
Tahfizh 20 juz
3
Mawaddah Khairiyah
Syari‟ah/V
II
Tahfizh 5 juz + tilawah
4
Fitriani
Tarbiyah/IX
II
Tahfizh 20 juz
Ayuna Faizatul Fiqriyah
Ushuluddin
II
Tahfizh 30 juz
Rifdah Farnidah
Ushuluddin/V
Harapan I
Tahfizh 10 juz
5
6
(Tabel 9. Mahasiswi berprestasi STQ Nasional 2015) Sementara itu, mahasiswi maupun alumni yang tercatat sebagai mahasiswi berprestasi yang sangat membanggakan IIQ berikut data-datanya:
97
Tahun
Nama-nama mahasiswi yang berptestasi di MTQ Internasional: Nama Prestasi Cabang
2007
Ade Halimah
Juara 1
30 juz di libya
2007
Farida fransiska
Juara 3
20 juz di Jordania
2011
Luthfi luthfiyah
Juara 1
Tahfizh 10 juz + tafsir
(Tabel 10. Mahasiswi berprestasi MTQ Internasional)
Tahun 2007 2007 2007 2007 2008 2008 2008 2009 2010 2010 2010 2010 2011 2011 2011 2011 2012
Nama mahasiswi yang berprestasi di MTQ/STQ Nasional: Nama Prestasi Cabang Lokasi Is is saidah nasfisah Juara 1 5 juz+tilawa STQ Jakarta Farida fransisika Juara 1 20 juz STQ Jakarta Ade halimah Juara 1 30 juz STQ Jakarta Halimah Juara 1 Tafsir B.Arab STQ Jakarta Atiqoh Juara 1 Tafsir B.Indo MTQ Banten Rushkoh Nurul Juara 1 Tafsir B.Ingg MTQ Banten Sami‟ah Juara 2 Tafsir B.Indo MTQ Banten Farida Fransisika Juara 3 30 juz STQ Jakarta Farida Fransisika Juara 1 30 juz MTQ Banten Sami‟ah Juara 1 Tafsir B.indo MTQ bengkulu Umi lathifah Juara 1 10 juz MTQ bengkulu Ummul khair Juara 3 30 juz MTQ bengkulu Farida Fransisika Jaura 1 Tafsir B.Arab STQ Banjarmasin Ayuna Faizatu. f Harapan 1 20 juz STQ Banjarmasin Anita rahmawati Harapan 3 1 juz + STQ Banjarmasin tilawah Luthfi luthfiyah Harapan 3 10 juz STQ Banjarmasin Rahmawati hunawa Juara 1 Tilawah MTQ Ambon dewasa
2012 2012 2012 2012 2012 2012 2013
Nilna Ulin nuha Farida Fransisika Arina haq & alaina f Umi lathifah Anita rahmawati Ana umi farohah
Juara 1 Juara 1 Juara 1 Juara 2 Juara 2 Juara 3 Juara 2
5 juz+ tilawah M2IQ Tafsir B.Indo Syarhil quran 5 juz+ tilawah 1 juz tilawah Qiroatul khobar
MTQ Ambon MTQ Ambon MTQ Ambon MTQ Ambon MTQ Ambon MTQ Ambon MTQ Ambon
2013
Kamisatuddhua
Juara 1
5 juz +tilawah
STQ bangkabelitung
98 2013
Luthfi luthfiyah
Juara 1
15 juz
Olimpiade Quran nasional di UIN Jakarta
2013
Ayuna faizatul f
Juara 1
30 juz
Olimpiade Quran nasional di UIN Jakarta
2013
Khamisatuddhuha
Juara 1
Tilawah
Olimpiade Quran nasional di UIN Jakarta (Tabel 11. Mahasiswi berprestasi MTQ/STQ Nasional)
Selain prestasi yang disebutkan di atas, IIQ juga memiliki prestasi dalam hal kunjungan ilmiah dari perguruan tinggi akademis atau pihak-pihak yang konsen dalam AlQuran, baik dalam negri maupun luar negri, diantaranya: kunjungan institut Al-Quran (IQ) Trengganu Malaysia pada April 2013. Kunjungan kehormatan dari peneliti asing, anggota OSLO COA Lition, Nelly Fan Doorn pada Mei 2013; kunjungan silaturrahim Ilmiah AlHaiyah Al-Alamiyah li Tahfizh Al-Quran mamlaka sa’udi arabiyah Oktober 2013. Kunjungan silaturrahim pengusaha Jeddah, Syekh Sa‟id Desember 2014; kunjungan silaturrahim dari komunitas pengusaha muslim Cina, 2014 dan terakhir kunjungan silaturrahim kepala devisi kebudayaan kedutaan besar Iran pada tahun 2014. (Muhammad, 2014: 5) Prestasi-prestasi yang dimiliki oleh IIQ diharapkan dapat meningkat dari tahun ke tahun, dan prestasi-prestasi baik yang diraih oleh mahasiswi maupun dosen diharapkan bermanfaat baik di kalangan kampus IIQ maupun kalangan masyarakat sekitar.
5. Outcome (alumni) Seperti pohon besar rindang yang berbunga lebat mempesona, kemudian memunculkan untaian buah yang indah yang begitu lezat disantap, IIQ telah berhasil mencetak ratusan srikandi-srikandi sarjana Al-Quran dalam program S1 dan puluhan lagi dari S2. Sebagian besar alumni IIQ tersebar hampir di seluruh provinsi dan kepulauan indonesia. Sebagaimana lagi menetap di Jakarta. Mereka semua aktif berkiprah di tengahtengah masyarakat sebagai hamalah Al-Quran, pengibar panji-panji Al-Quran menaburkan nilai-nilai permata Qurani, menebarkan senyum kedamaian Al-Quran, membimbing ummat, menyalakan pelita Al-Quran di tengah-tengah umat yang kegelapan. IIQ dengan spesifik yang dimilikinya diharapkan dapat mengisi kekosngan yang mungkin tidak dapat diisi oleh perguruan tinggi islam yang lain. Alumni IIQ diharapkan menjadi kader-kader hafizhah yang ahli qiraat, mendalami ilmu Al-Quran yang diharapkan sanggup terus menjaga dan memelihara kesucian, keaslian, dan kelestarian Al-Quran. Alumni IIQ juga diharapkan tampil menjadi ulama dan sarjana perempuan yang bukan saja fashih dan indah dalam melantunkan ayat-ayat Allah, tetapi juga memiliki iman yang kokoh, berakhlak mulia, bertakwa, berwawasan luas sebagai calon pemimpin perempuan yang akan datang. Alumni IIQ memang sengaja tidak disalurkan untuk menjadi pegawai negri, akan tetapi untuk mayarakat. Sebab, untuk mencetak pegawai negri sudah banyak lembaga pendidikan yang menanganinya. Kehadiran IIQ adalah untuk mengisi kekosongan yang memnag belum sempat terpikirkan apalagi tersiapkan oleh lembaga pendidikan islam yang lain, yaitu untuk mencetak ulama-ulama wanita yang sanggup mengabdi untuk
99 kepentingan agama dan masyarakat dengan modal ilmu –ilmu ke al-quranan. Untk masyarakat artinya mengabdi, mengembankan ilmunya, membangun masyarakat sesuai tuntunan ajaran Islam, dengan demikina apa yang dilakukan oleh alumni IIQ pada hakikatnya merupakan ihwal dan aktifitas dakwah. (Khatimah, 2002: 87) IIQ membuktikan kepada dunia luar bahwa perempuan di dalam Islam memiliki derajat yang tinggi, bahkan mempunyai peranan yang sangat strategis dan menentukan dalam mengantarkan umat dan bangsa menuju kejayaan. Dalam pandangan IIQ perempuan dan Al-Quran tidak dapat dipisahkan, karenaa Al-Quran merupakan pedoman umat islam dan perempuan sebagai tonggak baik buruknya bangsa haru memiliki jiwa-jiwa ke AlQuran-an, untuk itu alumni IIQ dituntut agar memiliki kompetensi yang dapat dikembangkan di masyarakat terutama kompetensi Al-Quran dan jiwa bermasyarakat yang baik. (Khatimah, 2002:34) Kendati alumni IIQ sebagian besar telah banyak yang terjun ke masyarakat, sebagian mereka ada yang menjadi guru di sekolah khusus tahfizh, menjadi ustazah atau pengajar Al-Quran di kalangan majlis Ta‟lim, menjadi pengajar di lembaga Al-Quran, menjadi anggota pentashih Al-Quran di lembaga Pentashih Al-Quran, menjadi ustazah, pimpinan pesantren dan ada juga yang menjadi pegawai negri dengan tidak terlepas kesibukannya menjadi pengemban dan penyebar ilmu-ilmu keislaman. Meski alumni IIQ adalah para perempuan, nyatanya banyak yang berkiprah pada ranah-ranah strategis di negeri ini, dan tidak sebatas pada ranah keagamaan saja, atau ke Al-Quranan saja. Ada juga yang berkiprah sebagai anggota dewan di tingkat pusat, ada juga yang berkiprah sebagai pimpinan pusat di ormas-ormas keagamaan. Namun harus diakui bahwa out put itu kebanyakan masih jauh dari yang diharapkan. Bukankah IIQ didirikan untuk mencetak ulama dan sarjana perempuan yang hafal Al-Quran 30 juz yang pandai bahasa Arab dan Inggris, yang menguasai Ilmu Al-Quran dan cabang-cabang ilmu Qiraat, yang mmampuni dan mantap kemampuan ilmiah dan akdemisnya, lulusan IIQ yang seperti ini nampaknya masih dapat dihitung dengan jari, karena hakikatnya dalam praktek banyaknya mahasiswi yang hanya mengambil program tahfizh 5 juz atau 10 juz di akhir kelulusan. Dari data yang dihimpun penulis di atas, terlihat program tahfizh 5 juz merrupakan program tahfizh yang sangat diminati mahasiswi terutama bagi mahasiswi tingkat akhir, hal ini sangat berdampak pada alumni yang diharapkan hafal Al-Quran 30 Juz, namun dalam prakteknya hanya 5 juz, banyaknya faktor yang menyebabkan merosotnya atau berkurangnya mahasiswi yang hafal 30 juz full diantaranya masih banyak mahasiswi yang tidak sanggup menyelesaikan studi tepat waktu jika harus mengambil program tahfizh banyak, karena akademis dan tahfizh sama-sama pentingnya, kemudian latarbelakang pendidikan calon mahasiswi juga mempengaruhi bacaan Al-Quran yang masih minim, menjadi hambatan tersendiri bagi penyelesaian program tahfizh. Hal ini Berkenaan dengan tidak adanya keseimbangan antara mahasiswayang masuk dengan lulusannya (antara input dan output) maka program tahfizh yang dibebankan kepada mahasiswa dibuat suatu pilihan, yaitu program 5 Juz, 10 Juz, 20 Juz, dan 30 Juz, dengan adanya pilihan tersebut, mahasiswa dapat mengambil program tahfizh sesuai dengan kemampuan masing-masing dan mereka bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu. Jika melihat fakta kondisi pendidikan di indonesia, kondisi pendidikan permpuan sangat tidak berimbang, kondisi ini antara lain ditunjukkan masih tingginya angak buta huruf di kalangan perempuan, dan rendahnya jumlah perempuan di jenjang pendidikan tinggi yakni kurang dari 5%. Dari jumlah ini IIQ telah berhasil menyumbangkan tenaga pendidiknya beruapa sarjana muslimah sebanyak 1500 lebih sarjana dari strata satu (S1) dan 400 lebih dari sarjana strata dua (S2). ( Syibromalisi, 2015: 12)
100 Dengan melihat realitas di indonesia nyatalah IIQ telah memberikan sumbangsih yang demikian besar dalam menjaga eksistensi kitab suci dalam menjaga dan mengembangkan pendidikan, harapan tampilnya ulama Al-Quran perempuan dan menjadikan IIQ sebagai central pengembangan calon-calon peserta MTQ, agar alumni yang mampuni dalam bidangnya dihasilkan IIQ dalam jumlah yang lebih banyak lagi dari tahun ke tahun. Sepanjang alumni IIQ mampu menyalakan semangat Al-Quran, maka semua tantangan hidup, semua rintangan di masyarakat akan dapat diatasi dengan baik, dan sebagai alumni IIQ harus punya rasa percaya diri sehingga ketika terjun di masyarakat dapat tampil menjadi sarjana yang ideal sesuai fungsinya. Menurut Muhaimin Zein, melihat keberhasilan IIQ yang sudah sampai pada prestasi nasional maupun internasional, sangat disayangkan jika mahasiswi IIQ saat ini tidak bisa meneladani para alumni dan senior sebelumnya, karean itu mahasiswi yang masih proses pendidikannya diharapkan harus rajin belajar, rajin tahfizh, kreatif berorganisasi supaya bisa menjaga kepercayaan masyarakat dan meneruskan perjuangan, riusalah, dan cita-cita agung IIQ di masa mendatang, tentu hal ini harus dilakukan secara istiqomah, konsisten dan terprogram, agar tidak terpengaruh oleh situasi yang membuat tahfizh kdan semangat menjaga dan mengembangkan Al-Quran melemah. (Zein, 2014: 44) karena alumni IIQ diharapkan menjadi manusia yang bermanfaat dan siap melayani umat yang dibutuhkan dan diperuntukkan untuk umat. Sekalipun IIQ merupakan lembaga pendidikan tinggi swasta yang berumur masih relatif muda, namun kehadiran IIQ cukup mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat khususnya umat Islam. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan IIQ memang dibutuhkan dan diperlukan masyarakat. sambutan positif dari umat islam antar lain ditandai dengan mengalirnya remaja putri dari kepulauan di Indonesia untuk belajar di IIQ pada setiap tahun ajaran baru. Satu hal yang perlu dicatat motivasi mereka rata-rata hanya karena dorongan ilmiah, yaitu ingin menghafal Al-Quran dan mendalami ilmu-ilmunya dan sebagian besar merupakan kalangan keluarga kiyai/ulama atau tokoh masyarakat di daerah mereka masing-masing. (Suratmaputra, 2002: 77) Pemerintah DKI yang selalu menjalin kerja sama memberikan subsidi dan bantuan kepada IIQ juga sebagai bukti adanya tanggapan positif dari pemerintah daerah kepada lembaga IIQ, demikian juga adanya uluran tangan dari para dermawan dalam rangka untuk membantu lajunya gerak dan langkah IIQ sebagai bukti nyata bahwa IIQ di mata umat memang sesuatu yang harus diperhatikan. Sekalipun publikasi IIQ secara formal masih kurang, akan tetapi IIQ sudah cukup harum namanya di masyarakat, IIQ dikenal masyarakat melalui mahasiswinya yang sering terjun ke tengah-tengah masyarakat membaca Al-Quran pada acara-acara keislaman atau hari-hari besar Islam. Keterlibatan IIQ pada kegiatan MTQ, MHQ baik selaku peserta ataupun dewanjuri juga merupakan misi tersendiri yang menyebabkan IIQ mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. kini IIQ terus maju berjalan menelusuri proses perjalanan sejarahnya menuju cita-cita dakwah yang diidam-idamkan, yaitu terwujudnya masyarakat yang baik yang diridhai Allah, semua alumni IIQ yang telah terjun ke masyarakat. dalam kaitannya dengan prospek dakwah di masa yang akan datang, IIQ akan membawa pengaruh besar yang positif, karena lulusan IIQ akan membawa pengaruh besar kepada masyarakat awam, walupun hakikatnya sedikit seklali alumni yang lulus dengan khatam hafalan 30 juz, namun walupun tidak harus 30 juz, sedikit saja hafalan namun lebih bermanfaat hal ini dirasa lebih baik dibanding hafalan banyak namun kurang bermnafaat.
101
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan temuan data dan pembahasan, maka dapat penulis tarik berberapa kesimpulan yaitu: 1. Evaluasi pengembangan program tahfizh di IIQ Jakarta sudah berjalan sesuai tujuan. Diadakannya evaluasi terprogram oleh lembaga tahfizh dengan melihat hasil tahfizh mahasiswi setiap bulannya. Evaluasi dilakukan dengan mengumpulkan data-data mahasiswi yang jarang masuk dan juga melihat kehadiran instruktur pembina. Dengan adanya kerjasama pihak lembaga dan instruktur diharapkan evaluasi pengembangan tahfizh di IIQ Jakarta terus mengalami peningkatan baik dari pembaharuan kurikulum, tujuan-tujaun yang belum terpenuhi, aturan-aturan yang diterapkan, metode menghafal, dan proses pembelajaran. 2. Implikasi kebijakan lembaga terhadap hasil tahfizh terlihat sangat berdampak dan berpengaruh. Semakin ketat kebijakan semakin meningkat mahasiswi yang mengambil program tahfizh 5 juz dan menurunnya jumlah mahasiswi megambil program 30 juz. Terlihat pada tahun 2012 program 5 juz 54 mahasiswi dan 30 juz 20 mahasiswi. Pada tahun 2014 program 5 juz 84 mahasiswi dan program 30 juz 16 mahasiswi, dan pada tahun 2015 program 5 juz 106 orang sedangkan program 30 juz 9 mahasiswi. Data ini menandakan bahwa kebijakan dari lembaga sangat mempengaruhi hasil, untuk itu kebijakan seharusnya diperbaharui melihat semakin meningkatnya mahasiswi yang mengambil program 5 juz Namun begitu prestasi yang diraih sebagian mahasiswi juga dari tahun ke tahun meningkat, ini menandakan bahwa walaupun hafalan hanya 5 juz tapi dapat dijadikan prestasi yang harus dipertahankan dan ditingkatkan kembali. 3. Efektifitas penerapan program tahfizh di IIQ dapat dikatakan sudah berjalan secara baik dan efektif karena telah melaksanakan fungsi-fungsi program dan berjalan sesuai tujuan yang telah dirumuskan, kebijakan-kebijakan dilaksanakan sesuai aturannya dan program ini menghasilkan output yang sangat berguna bagi perkembangan hafalan Al-Quran di Indonesia. Hanya saja peningkatan bagi mahasiswi yang mengambil program 30 juz masih harus dilakukan peningkatan. Penerapan program tahfizh di IIQ meningkatkan kualitas hafalan mahasiswi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Karena dilakukan dnegan metode talaqqi (berhadapan instruktur dan mahasiswi) sehingga terkontrol bagaimana perkembangan bacaan mahasiswi, program ini sangat penting dan sebagai jantung IIQ untuk itu harus dilakukan peningkatan dan perbaikan demi terlaksananya program tahfizh yang lebih baik lagi dari tahun ke tahunnya.
102 B. Saran Dari berberapa ulasan diatas, dapat diketahui bahwa program tahfizh Al-Quran di IIQ Jakarta sudah baik secara umum, namun alangkah lebih baiknya jika beberapa hal dapat dioptimalkan lagi, dapat dirangkum dalam saran penulis kepada beberapa pihak sebagai berikut: 1. Bagi lembaga tahfizh, Program tahfizh di IIQ sudah berjalan dengan baik dan tersusun secara rapi kegiatan apa saja yang akan dilakukan. Namun lebih baiknya lagi bagi pihak lembaga sebagai penyelenggara pendidikan khususnya pada program tahfizh sebaiknya menambah kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas tahfizh seperti kegiatan murojaah bersama. Dalam hal kebijakan juga harus terus dievaluasi, sanksi yang diberikan serta fasilitas yang menunjang. Seperti beasiswa bagi mahasiswi yang mengambil program 30 juz maupun yang berprestasi, serta fasilitas kelas/ruangan yang memadai, kursi dan meja yang memadai untuk kegiatan tahfizh, 2. Bagi instruktur tahfizh, sebaiknya memahami betul kemampuan awal mahasiswi binaannya dan memberikan perhatian yang penuh kepada setiap mahasiswi. Dengan memberikan motivasi, mendekati dari hati ke hati dan selalu disiplin menepati jadwal tahfizh yang telah disusun dari lembaga. 3. Bagi pihak pesantren dan kampus, perlu adanya penegasan dari pihak pesantren maupun kampus bahwa semua mahasiswi wajib tinggal di pesantren, dan penyediaan asrama-asrama yang cukup memadai untuk mahasisiwi baik dari semester 1 hingga semester 8 dapat tinggal di pesantren dan mengikuti kegiatankegatannya. Perlunya pemahaman terhadap tafsir Al-Quran oleh mahasiswi sehingga memudahkan mereka dalam menghafal, dan hal ini difasilitasi oleh lembaga tahfizh semua mahasiswi harus mengikutinya. 4. Bagi mahasiswi IIQ, agar tahfizh IIQ mengalami peningkatan maka objeknya adalah mahasiswi. Sebaiknya mahasiswi semangat dalam mengikuti program tahfizh, dan memperbaiki niat menghafal Al-Quran adalah karena Allah SWT bukan karena syarat kelulusan atau untuk pemenuhan target semata.
103 DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahmansyah & Kasinyo Harto. (2006). Strategi Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Ranah Kognitif di SMUN 6 Palembang. Concienia: Jurnal Pendidikan Islam Vol. VI/ 01. (2006). H. 75-92 Ahsin, W. Al-Hafidz. (2005). Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran. Jakarta: Bumi Aksara. Al-Ja’fiy, Muhammad ibn Ismail Bukhori. (1993). Shohih Bukhari. Qohiroh: Daar Ibnu Katsir. Akbar, Reni, (2010), Menguatkan Bakat Anak, Jakarta: PT Gramedia widiasarana Indonesia Ali, Abdul Rahman, (2014). Perkembangan Program Hafalan Al-Quran Di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, Jakarta: Megister FITK UIN Syarif Hidayatullah Al-Lahim, Khalid bin Abdul Karim. (2004). Mafatih Tadabbur Al-Quran Wan Najah Fi Al-Hayah. Riyadh: Maktabah Safir. Al-Muntada, Al-Islami. (2012). Al-Madaris Wal Katatib. (Ibnu Abdil Bari’., terj.). Solo: Al-Qowwam. An-Nawawi, Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf. (2005). At-Ttibyanu Fi Adabi Hamalatil Qur’an. Maktabah Ibnu Abbas. Al-Qorni, Aidh. (2006). Cahaya Zaman. Jakarta: Al-Qolam. Arifin, Zainal. Karya.
(2009).
Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda
Arikunto, Shurasimi. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rieneka Jaya. __________ . (2006). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Akasra. __________. & Cepi Safruddin Abdul Jabbar. Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
(2014).
Evaluasi Program
Atkinson, L. Rita. (1983). Pengantar Psikologi Jilid I. (Nurjamah Taufiq., terj.). Jakarta: Erlangga Al-Azdi, Abi Daud Sulaiman ibn Asys Al-Sajastani. (1996). Sunan Abi Daud, Bairut Libanon: Daar Al-Ksotob Al-Ilmiyah.
103
104 B.Uno, Hamzah, (2005). Orientasi baru dalam psikologi pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara Baitul Maqdis. 2014. (Fakta dan data), Jutaan Penghafal Al-Qur’an Di Dunia, Bukti Mukjizat Keorisinilan Al-Qur’an, diakses http://baitulmaqdis.com/mukjizatislam/jutaan-penghafal-al-quran-di-dunia-bukti-mukjizat-keorisinilan-alquran/, Bandura, Albert. (1989). Social Cognitive Theory. Stanford University. In. R.Vasta (Ed) Annals of child development. Vol.6. Six theories of child development (pp 1-60). Greenwich: CT.JAI Press Bukhari, Imam, Shahih Bukhari, (2003). Juz 4 Daar haya’, Maktabah Syruq Dauliyah D. Zuhdi. (1991). Permasalahan Objektivitas, Realibitas, Validitas Dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal Kependidikan No. 01. Yogyakarta. h. 97-105. Danim, Sudarman. (2002). Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. Davidoff, Linda,L. (1987). Introduction to psychology. New York: Mc Graw Hill. Davis, Andrew,( 2010). An Approach To Extended Memorization of Scripute Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Jakarta: Gramedia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Djamarah, Syaiful Bahri, (1996). Psikologi Belajar, Jakarta: Bumi Aksara Ebbinghaus, Hermann. (2001). Memory; a Contribution to Experimental Psychology. Martino Publishing Echols, M. Jhon & Hasan Sadily. (2005). Kamus Inggris Indonesia. PT: Gramedia Pustaka Utama., h. 220 El-Syakir, Septian, (2014). Islamic Hypnoparenting: Mendidik Anak Masa Kini Ala Rasulullah SAW. Jakarta: Kawan Pustaka, Fachruddin, Moh Fuad. (1993). Al-Quran Bahasa dan Agama. Jakarta: Kalam Mulia. Faizah, Nur. (2008). Sejarah Al-Quran. Jakarta: PT. Artha Rivera. Fathoni, Ahmad. (Ed.). (2009). Metode Tahfidz Cetak Cara Cepat Menghafal AlQuran. Jakarta: Institut Ilmu Al-Quran Press. Fernandes. H.J.X. (1984). Evaluation Of Education Program. Jakarta: NEPECD Press.
105 Gade, Fithriani. (2014). Implementasi Metode Takrar Dalam Pembelajaran Menghafal Al-Quran. Instruksional Development Center FITK UIN ArRaniry Banda Aceh, Jurnal Ilmiah Didaktika 14 (2), (2014). h. 413-425 Haq, Ziyad ul, (2010) .Psikologi Qurani, Jakarta: WCM Press Harian Pelita Umum, (2003). 12 Juta Warga Mesir Hafal Al-Quran 30 Juz diakses dari: http://www.pelita.or.id. Ibnu Abusari, Abu Abdillah Said Ibn Makhor. (2011). Hilyah Tholibil Quran Juz 1. Mesir: Daar Ibn Al-Jauzi. Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial. (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). Yogyakarta: Erlangga. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2009). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia. Khaer, Miftah, (2010). Masuk Syurga Tergantung Ayat Terakhir Yang Dibaca, diakses dari: https://miftah19.wordpress.com/2010/07/18/masuk-surgatergantung-ayat-terakhir Khatimah, Umi husnul, (2002). Aku & IIQ (peran dan kiprah wanita IIQ). Jakarta: IIQ Press & Bank BNI Syariah Kusmana & Syamsyuri. (Ed.). Pustaka Al-Husna Baru.
(2004). Pengantar Kajian Al-Quran.
Jakarta:
Lamire, Patrick. (1996). The Role of Working Memory Resources in Simple Cognitive Arithmetic. CREPCO-CNRS. University of France. European Journal of cognitive vol. 8 (1). Page. 73-103. Diakses dari: https://www.utdallas.edu/~herve/laf.wm M. Shohib, Bunyamin Yusuf Surur. (Ed.). (2011). Memelihra Kemurnian AlQuran (Profil Lembaga Tahfidz di Nusantra). Jakarta: Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran. Machfoed, M. Hasan. (2002). Metode Penelitian dan Statistik Terapan. Surabaya: Airlangga University Press. Margono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rieneka Cipta. Makhyaruddin, D.M. (2015). Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Quran. Jakarta: Mizan Publika. Majid, Abdul,( 2012). Belajar dan Pembelajaran, Bandung; Remaja Rosdakarya Meleong. Lexy. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
106 Miranti, Ira, Mayang Pipit, & La Ode Hampu. (2015). Evaluasi Pengembangan English Phonology. Deiksis: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Seni Vol. 07/01. (2015). h. 22-27. Muslim, Imam, (1994). Shahih Muslim, Cairo Mesir: Dar El-Hadis . Muhammad, Ahsin Sakho, (2014). Wisuda Institut Ilmu Al-Quran s1 XV & S2 VIII, Jakarta: IIQ Press. Muyasaroh, Sutrisno,(2014) Pengembangan instrumen evaluasi CIPP pada program pembelajaran tahfidz Al-Quran di pondok pesantren, Jurnal penelitian dan Evaluasi Pendidikan UIN kalijaga, Yogyakarta No 2(2014) h. 216-217 Mulyasa. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nashr, Muhammad Musa. (2014). Fadhailul Quran wa Hamalatihi fi Sunnah AlMuthaharah. (Jabir Al-Bassam., terj.). Solo: Al-Qowwam Nawawi, Hadari. (1994). Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University Nazir, Muhammad. (2009). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Al-Jindi, Ahmed Rajai. (2001). Therapeutic Effect of Qur'an Reading: A Scientific studyKuwait: The Islamic Organization for Medical Sciences diakses dari http://alislaah4.tripod.com/moreadvices2/id19.htm Nurkancana, Wayan & Sunartana. (1986). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Ormrod, Jeane Ellis. (2009). Educational Psychology Developing Learners. (Penerbit Erlangga. Terj). Jakarta: Erlangga Pietschnig, Jakob,Voracek, Martin, Formann, Anton K, (2010) Mozart EffectShmozart Effect: A Meta-Analysis, Journal Articles; Reports Research diakses dari: https://eric.ed.gov/id Putra, Nusa. (2012). Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Qasim, Amjad. (2013). Sebulan Hafal Al-Quran. Solo: ZamZam Publishing. Republika Online, (2010). Jumlah Penghafal Alquran Indonesia Terbanyak di Dunia, diakses dari: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islamnusantara/10/09/24/136336-jumlah-penghafal-alquran-indonesia-terbanyakdi-dunia, Rita L. Atkinson dkk, (1983). Pengatar Psikolog, Jilid I penerjemah Nurjannah Taufiq, Jakarta: Erlangga,
107 Riyad, Sa’ad, (2009). Anakku Cintailah Al-Quran, Jakarta: Gema Insani Sa’dulloh,( 2008). Cara Cepat Menghafal Al-Quran, Jakarta: Gema Insani Saptadi, Heri. (2012). Faktor-Faktor Pendukung Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Dan Implikasinya Dalam Bimbingan Dan Konseling. Jurnal Bimbingan Konseling http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk volume 01. Shihab, Quraish, (2007). Membumikan Al-Quran, Bandung: Pustaka Mizan Sudjana, Nana, (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Remaja Rosdakarya Strauss, Anselm & Juliet Corbin. (2009). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (Basic Of Quality Research). (M.Shodiq & Imam Muttaqin, terj ). Jakarta: Pelajar Offset. Subagyo. P. Joko. (2006). Metode Penelitian: Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: Rieneka Cipta. Sudjana, Djuju. (2005). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya. Sudjana, Nana & Ibrahim. (2001). Penelitian & Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sadly, Hasan. (1998). Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ikhtiar Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Al-Fabeta. ________. (2014). Metode Penelitian Manajemen. Jakarta: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda karya. Sukardi. (2014). Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan. Jakarta: Bumi Aksara. Slavin, Robert. E. (2011). Educational Psycology. (Marianto Samosir, terj). Jakarta: PT. Indeks. Suryono. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Nuhu Medika. Suratmaputra. (2008). Pedoman Akademik Program S1 Institut Ilmu Al-Quran Tahun 2008-2014. Jakarta: IIQ Press _______. (2002). Mengibarkan panji-panji Al-Quran, Jakarta: Institut Ilmu AlQuran.
108 _______. (2007). Indahnya hidup dan berjuang bersama Al-Quran. Jakarta: Institut Ilmu Al-Quran. Syah, Muhibbin. (2007). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Cet. 14. Bandung: Remaja Rosda Karya. Syibromalisi, Faizah Ali, (2015), peran sarjana muslimah dalam pembinaan keluarga dan masyarakat, orasi ilmiah disampaikan pada acara wisuda sarjana S1 XV XVI& S2 IX, dan Dies Natalis Institut Ilmu Al-Quran KE-38, 29 Agustus 201, di Pusdiklat Kemendikbud Cinangka-Wates. T. Yanggo, Huzaemah, (2015). Wisuda Institut Ilmu Al-Quran S1 XV XVI& S2 IX, Jakarta: IIQ Press _______. (2014). Pedoman Akademik Program S1 Institut Ilmu Al-Quran Tahun 2014. Jakarta: IIQ Press Tayibnapis, Farida Yusuf. (2002). Evaluasi Program. Jakarta: Rieneka Cipta. Thoha, Chabib Muhammad. (1996). Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Tulung, Jeane Marie. (2014). Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV di Balai Diklat Keagamaan Manado. Journal Acta Diurna, Vol. 8/3. Retrived From: ejournal.unsrat.ac.id /index.php/actadiurna/article. Tirtonegoro, Suratinah, (2001). Anak Super Normal dan Program Pendidikannya, Jakarta: Bina Aksara Tirmidzi, Imam, Sunan Tarmidzi, Juz 10 Dar Kutub al-Alamiyah Bairut Libanon Umary, Siddiq, (2005). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penghafalan AlQuran Di Institut Ilmu Al-Quran Jakarta, Jakarta: Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, Umar, Nazaruddin, (2014), Kata Mereka Mengenai Ahli Quran dalam Album Wisuda IIQ S1 XV & S2 VIII, Jakarta: IIQ Press Usman, Husaini, dkk. (2003). Metodologi Penelitain Sosial. Jakarta: Bumi Aksara Wahid, Wiwi Alawiyah. (2013). Jogyakarta: Diva Press
Cara Cepat Bisa Menghafal Al-Quran.
Wajdi, Farid, & Massagus A. Fauzan. (2010). Quantum Tahfidz. Jakarta: YKM (Yayasan Kiaia Marogan) Press. Widoyoko, Eko Putro. (2005). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
109 Wirawan. (2011). Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi & Profesi. Jakarta: PT. Grafindo Persada. WJS, Poerwadarminta. (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Wulur, B. Meisil, (2015) Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Budi Utama. Yusuf, Muri, (2015), Assesmen dan Evaluasi Pendidikan: pilar penyedia informasi dan kegiatan pengedalian mutu pendidikan, Jakarta: Prenadamedia Group. Zen, Muhaimin. (Ed.). (2006). Bunga Rampai Mutiara Al-Quran (pembinaan Qari Qariah dan hafidz hafidzah), Jakarta: PP. Jami’yatul Qurra’ Wal Huffadz. _______. (Ed.). (1996). Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran Karim. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra. _______. (2014). “Kata mereka” Wisuda Institut Ilmu Al-Quran s1 XV & S2 VIII, Jakarta: IIQ Press Zuhrudeen, Fathima Manaar. (2013). Effects Of Statistical Learning On The Acquistion Of Gramatical Categories Through Quranic Memorization: a Natural Experiment, Journal Internasional University Of Maryland, Master Of Art., pp. 1-67. Zuriah, Nurul. (2001). Penelitaian Tindakan (action research) Dalam Bidang Pendidikan dan Sosial. Malang: Lembaga penelitian Universitas Muhammadiyah Malang.
113
INSTRUMEN PENELITIAN
1.
Objek penelitian
Pertanyaan penelitian
Sumber data
Instrumen pengumpulan data
Metode menghafal Al-Quran
1. Bagaimana proses pembelajaran tahfizh yang diterapkan di asrama/kampusII Q Jakarta ? 2. Metode apa yang anda terapkan dalam menghafal AlQuran? 3. Metode apa yang anda gunakan dalam menjaga hafalan Al-Quran? 4. Apakah ada pengaruhnya metode yang digunakan dalam menghafal dengan kualitas dan kuantitas hafalan? 5. Metode apa yang paling banyak digunakan mahasiswi IIQ dalam menghafal Al-Quran
1. Ketua lembaga LTTQ 2. Instruktur tahfizh 3. Direktris pesantren 4. Mahasiswi
1. Wawancara 2. Studi dokumentasi 3. observasi
114
2.
3.
Peran instruktur tahfizh dalam mengembangakan hafalan Al-Quran
1. Apakah instruktur sangat berperan dalam meningkatkan kualitas tahfizh mahasisiwi 2. bagaimana cara instruktur dalam mengembangka n tahfizh mahasiswi 3. Bagaimana kinerja instruktur tahfizh yang berjalan sampai saat ini?
1. Ketua LTTQ 2. Instruktur tahfizh 3. Staff lembaga 4. Direktris pesantren 5. Mahasisiwi
1. Wawancara 2. Studi dokumenter 3. Observasi
Teknik evaluasi pengembangan program hafalan
1. Kapan evaluasi tahfizh dilaksanakan ? 2. Evaluasi apa saja yang dilakukan oleh lembaga/instruktu r dalam pengmbangan program tahfizh dan bagaimana tekniknya? 3. Bagaimana pengaruh kebijakan yang diterapkan lembaga terhadap pengembangan program? 4. Apa yang menjadi penghambat berjalannya program tahfizh dengan baik? 5. Adakah kegiatan lain yang mendukung program tahfizh
1. Ketua lembaga LTTQ 2. Instruktur Tahfizh 3. Staff lembaga
1. Wawancara 2. Studi dokumenter
115 dan bagaimana pengaruhnya terhadap penegmbangan program?
INSTRUMEN PENELITAIAN MENGGUNAKAN MODEL EVALUASI PROGRAM CIPPO No
Jenis evaluasi
Objek evaluasi
Informan
Teknik pengumpulan data 1. Wawancara 2. Studi dokumenter 3. Observasi
1.
Evaluasi konteks (Contex)
1. Tujuan apa saja yang belsum terpenuhi, dan tujuan apa saja yang telah membantu mengembangkan program. 2. Merinci dan mendeskripsikan kebutuhan yang tidak terpenuhi oleh program tahfizh
1. Ketua lembag a LTT 2. Staff Lemba ga
2
Evaluasi masukan (Input)
1. Ketua LTTQ 2. Instrukt ur tahfizh 3. Staff lembag a
1. Wawancara 2. Studi dokumenter 3. Observasi
3
Evaluasi proses (process)
1. Bagaimana kemampuan awal mahasiwi IIQ dalam menghafal 2. Bagaimana kemampuan kampus mengadakan fasilitas penunjang program tahfizh, seperti instruktur yang profesional, pembagian kelas tahfizh, pengaturan jadwal setoran, dan fasilitas dan ruangan yang digunakan dalam kegiatan tahfizh. 1. Apakah pelaksanaan program sesuai jadwal yang telah ditentukan? 2. Apakah instruktur tahfizh sanggup menangani kegiatan selama prosesnya berjalan? 3. Apakah sarana, fasilitas yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal? 4. Hambatan apa yang dijumpai selama pelaksanaan program?
1. Ketua LTTQ 2. Instrukt ur tahfizh 3. Staff lembag a
1. Wawancara 2. Studi dokumenter 3. Observasi
116 4.
Evaluasi produk dan hasil (product)
5.
Outcome (Lulusan)
1. Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai? 2. Apakah program tahfizh yang diterapkan berdampak jelas pada perkembangan prestasi hafalan mahasiswi setelah diterapkannya program?
1. Bagaimana lulusan IIQ apakah berguna di masyarakat, dan Bagaimana kontribusinya dalam bidang tahfizh apakah mempengaruhi perkembangan tahfizh di indonesia, dan bagaimana kontribusinya terhadap kampus IIQ sendiri?
1. Ketua lembag a LTTQ 2. Staff lembag a 3. Instrukt ur tahfizh 1. Ketua lembag a 2. Instrukt ur tahfizh 3. Staff lembag a
1. Wawancara 2. Studi dokumenter 3. Observasi
1. Wawancara 2. Studi dokumenter 3. Observasi
117
Daftar Nama Wisudawati Lulusan Tahun 2012 Syari’ah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Afni Nurlaili Nur Alina Nailil Farah Dewi Anisatur Rohmah Nur Sofia Azma Atin Mufidah Eva Maulana Rizky Septana Ulfah Alfiyanti Sri rahayu Khaerun Amala Siti Zahro Nursaidah Zakiah Ishthifa’ul Mawaddah Bilqis Adetokunbo Uthman Husna Jalilah Balq Dian Febriyanti Fidaul Haqqi Rofiatun Lilik Nur Kholidah Fitri rizkiyah Nur Aini Nur Hidayatul falah Ainul Farihah Tri Irmawati Wardatul Bariroh Anisa Maharani Titiek Ulfiyati Latudo Siti Naqiyatul Ma’isyah Mawaddah Hinda Nur Rohmah
Program 10 juz 10 juz 20 juz 10 juz 20 juz 10 juz 30 juz 30 juz 10 juz 5 juz 5 juz 30 juz 10 juz 10 juz 5 juz 5 juz 30 juz 5 juz 30 juz 10 juz 5 juz 10 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz 20 juz 5 juz
Ushuluddin No. 1
Nama Nur Faridah
Program 30 juz
118
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Nurur Hidayati Isnawaty Maydah Hanawi Umi Nasichah Masfufah Sholihat Ade mariatul hilwani Khuloud Shefaa Intan Mala Kumalasari Futhry Sayyidastu Ruqoyyah Fifth Basyiroh Ninety Dewi iqlimah Eva Faridah Mutmainnah Lutfi yatun Nakiyah Misbahul Muhajirah Hena Nursipah Heni Nuraeni Umi Khasanah Qoty Intan Zulnida Nurunnisa Maria Ulfah Lana Najiah Silvinatin Al masithoh Wardatul fitriyah Jam’iyyatul Jannah Muthmainnatul Qulub Mawadah Warohmah Atik Sartika Siti Hamidah Nia Ainia Siti Munadziroh Nur Rasyidah Dewi Ruhamaul Laili Maftuhatur Rahmah Siti malikhatin Nurhilaliyah Dewi Ayu Sartika Ummi Masturotul Marfu’ah Kamlia Salam Ulfa Nurul Muna
30 juz 10 juz 30 juz 10 juz 30 juz 30 juz 20 juz 20 juz 5 juz 10 juz 10 juz 20 juz 30 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 30 juz 5 juz 30 juz 5 juz 10 juz 30 juz 10 juz 10 juz 5 juz 20 juz 5 juz 5 juz 30 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz
119
Tarbiyah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Nama Dzakirina Abdillah Dewi Kurnianingsih Nur Fithriyah Asriani Maria Ulfa Nor Wahdah Maghfirah Umi Salamah Attaqouz Zamroh Nur Imamah Sri Wahyuni Hidayatus Sholikhah Siti Nurhasanah Nurhaniah Reksiana Hayatun Nufus Irhamha Raihanul jannah Fitri Kurniati Nazimah Nur Azizah Suarni Chikmah Nur Laela Nanik Sugiyanti Roudhoh Mahfudhoh Zhallilah Al Fayyadah Rahmah Sholihah Dewi Maharani Nur Ilfayati Hilmawati Amriyah Kholisatul Ukhrowiyah Mahdalena Nunung Nur Maksumah Nurul Bashiroh Ardiani Faza Karimatul Akhlak Kuntriksi Yanti Susanti Zianah Karimah Nur Husna
Program 30 juz 5 juz 20 juz 5 juz 30 juz 5 juz 30 juz 5 juz 10 juz 5 juz 20 juz 5 juz 10 juz 10 juz 5 juz 10 juz 5 juz 10 juz 20 juz 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 30 juz 5 juz 10 juz 10 juz 10 juz 30 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz
120
40 41
Nor Rochmatul Wachidah Kasmawati
5 juz 5 juz
Daftar Nama Wisudawati Lulusan Tahun 2014 Syari’ah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Nama Iin Khoifaul Intan Ratu Iis Ismah Siti Zaenab Siti Mualifah Sa’idah Sholihah Ru’yati Fuji Ilmi Fathiyah Rizki Amelia Dianan Komalasari Fatmah Huda Robiatul Adawiyah Fahmiyatus Shofa Najikha Akhyati Siti Badriyah Siti Qomariyah Tiflen Indy Kumilal Mala Lutfi Ulfiyani Fatma Kholida Qumi Andziri Fatimatuzzahro Uswah Robi’ah Al-Adawiyah Putri Nurhayati Siti Nurhalimah Chusnul Chotimah Ismatul Musyafa’ah Amiron Inti Ulfi Sholichah Haryati Abd Ghoni Suryanti Lisa KhoirunNisa Kurnia Makky
Program 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 20 juz 5 juz 5 juz 30 juz 5 juz 20 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 20 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz
121
33 34
Dewi Lestari Lulu Luqitatil Maula
10 juz 10 juz
Ushuluddin No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Nama Epi Maulida Ummi tanzila Asthi fathimah Hamdiyah Siti Afidah Himatul Ulya Mamluatul Nafisah Nurazizah Khoirun Nasihah Annisaa Yunaswara Lilis Hikmatul laili Zuhrupatul jannah Ihdatul Ma’lufa Nilna Al Diniyah Afshahah Afifatul Amala Ahlaa Athiyah Ayatul Wafa’ Puspita Siti hajjar St Fauzul Muflihah Dliyyaul Uula Iva Lail Faizah Muslihatus Sholihah Marfuah Nurul Aini Mukarromah Khodijah Hoeriyah
Program 30 juz 5 juz 20 juz 30 juz 5 juz 30 juz 30 juz 5 juz 20 juz 5 juz 10 juz 10 juz 10 juz 30 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 20 juz 20 juz 5 juz
Tarbiyah No. 1 2 3 4 5 6
Nama Sumiyati Fauziah Anwar Nurhasanah Rosidah Zakiyah Fariza Salima Elvinan
Program 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz
122
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Rukayah Laili Efriyanti Novi Spriyanti Habibah Nur Fadhillah Umi Latifah Rsiana Arina Haq Febriana Muasyiqoh Amna Rahanyamtel Sumarnni Nuha Maskunah Ice Luciana Melida Octaviani Miftahul Janah Siti Istiqomah Afidah Wahyuni Siti Ibadillah Siti Malayung Meta Jahrah Anita Rahmawati Siti Joleha Rizki Laelasari Khoipah Khosiah Ni’matul Imanah Siti Mafluchah Nurlela Ohorella Lailiyah Nurul Choiroti Fauziyah Shofuah Amelia Sulistiawati Ummul Quro’ Laili Yasmin Lafi Nurittaufiqoh Rahmi Zaimsyah Rima Jumiarnis Herni Nuraida Fitri Fauziah Nurul Komariah Ratu Khaerany Syarieta Ita Nafidzatul Husna Fahru Nisa
5 juz 10 juz 30 juz 30 juz 20 juz 5 juz 10 juz 10 juz 5 juz 5 juz 10 juz 30 juz 20 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz 10 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 30 juz 20 juz 5 juz 5 juz 30 juz 30 juz 5 juz 30 juz 20 juz 5 juz 5 juz 10 juz 10 juz
123
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77
Hayati Kiki Fatmawati Misrah Nur ‘Atiqoh Uswatun Khasanah Yeniza Fetrilia Zumrotus Syafa’ah Gamar Faradisi Mundi Arizah Ulfatunnisa Nining HIkmatun Khasanah Wardatul Adawiyah Uri Safitri Fatimatu Zahroh Rianana Ika Nurriza Siti Nur Asia Verawati Sarah Abirah Al-Asywaq Devie Dellayanti Indriani Safitri Wahda Dewi Mawaddah Nurmala Sari Holifah Bilqis Nurul Latifah Fatimah Amalina Lukman Lupita Fitrianan Maniszuella Susi Susanti Syifa Zahara Mukhtar Nurhasanah Ria Ruqoyyah
30 juz 5 juz 5 juz 5 juz 30 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 10 juz 30 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz
Daftar Nama Wisudawati Lulusan Tahun 2014 Syari’ah
No. 1 2 3 4 5
Nama Nurul Raudhatul Halimahtusa’diah Asmaul husna Ramustika Dafika andiani
Program 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz
124
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Hidayatul multianah Syifa fikriyah Melawati Fitriyatul wahdah Olivia maheni putri Neng ai maesyaroh Rosmiati Indah widyastuti Khairun nisa’ Siti marwiyah Siti lathifah Ziana luthfiani Hikmatul ilahiyah Mahmudah Siti mashithah Siti aisyah suci Diyah nur aini Siti zubaidah Qiroatut taslimah Leti lathifah Siti laela maghfiroh Fitroh amaliyah
10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 30 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz
Ushuluddin
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Misyka nuri fathimah Isna ulya Miskat inaku Zulvia kamalea Naily qurrota ‘ayun Khotimatussa’adah Sri mulya Nur hakiki Izza lukluk Ratu Ghalbia Khamisatuddhua Ulfatul maghfuroh Ayuna faizatul Atikah noor rahmah Rapita
Program 30 juz 5 juz 5 juz 10 juz 30 juz 20 juz 5 juz 5 juz 30 juz 5 juz 10 juz 30 juz 5 juz 30 juz
125
15 16 17 18 19 20 21
Siti kholisatuss’adah Popon rukayah Fitriyah Elly mastho’ah Maghfiroh Fathul hurohmah Wahdah farhati
5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Ana umi farohah Ristiana Siar ni’mah Fatihatus surur Risyda barorotul izzah Istifadah Siti juhro Maghfiroh Mariya ulfa baniry Nurfadhilah syam Zidna khairo Mudrikatul azizah Nur atiqoh jamilah Ridha rahmani Umi aisyah Tsubaiatul aslamiyah Linda khairunnisa Agustina khairunnisa Ulul hukmiyah Riva syarifa
10 juz 10 juz 10 juz 10 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 20 juz 5 juz 20 juz 5 juz 5 juz 5 juz 20 juz 5 juz 5 juz
Tarbiyah No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Romiza Fathimatuzzahra Siti ristikna Ainul luthfiyah Salwa fakhriani Eliyana Sari lestari Darmiyah
Program 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz
126
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Fathimatuzzahra Nurkhamimah Amrina alfianti Fafika hikamtul Litakuna karima Nursita husaini Siti muthmainnah Nyak ti amin Khusna farida Minhah makhzuniyah Zakiyatun nikmah Fifin pratiwi Rahmi pujiati Madhiha Sonia dinina Rika fauziya Atikah batubara Siti khairiyah Amrina rosyada Nazli arfa nasution Nita qonitatun Ainun zakiyah Bunga fauziyah Nada fathonah Selvy yuspitasari Anisa fauziyah Diaz kamula Emah rofiqoh Alaina fadhilah Fauziyah hajani Ikha muslikha Istiana tafmiroh Lubna Rifah karlos Siti luthfiah Elis maelana Nailul muna Ade nur azizah Nurul izzah Azizah Hayati nufus
5 juz 5 juz 5 juz 30 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 30 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 10 juz 5 juz
127
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
Ismatul zahro Luthfi yanti Miskah Muslihatun najah Sofrotun Samro pulungan Ade rahmawati Eva naili Nur lailatul maudah Nailul hakiki riskanikmatrurahmah Siti zulfa hasanah Fauzia uswanas Hasna atikah Syukrotun nikmah Wike ulandari Masniatun fatimah Nur azizah Fikroh faizah Lisa elishabet Nur zakiytul awaliyah Sinta lestari Yunita gayatri Mengetahui, Ketua LTQQ
Hj. Muthmainnah, MA
5 juz 5 juz 30 juz 10 juz 10 juz 5 juz 10 juz 20 juz 10 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 30 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz 5 juz