EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT PILAR PERTAMA (STOP BABS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEMULUTAN TAHUN 2014
MANUSKRIP SKRIPSI
OLEH TRI AGUSTINA S NIM. 10101001075
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT PILAR PERTAMA (STOP BABS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEMULUTAN TAHUN 2014 Evaluation Of The Implementation Community-Led Total Sanitation First Cornerstones (Stop BABS) Program In The Work Area Pemulutan Health Center 2014 Tri Agustina S1, Iwan Stia Budi2, A. Fickry Faisya3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya 2 Bagian AKK Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya 1
ABSTRACT Background: Community-Led Total Sanitation (STBM) is a government program in order to strengthen the efforts of acculturation clean and healthy living, prevent the spread of disease based on the environment, improve the ability of the community, as well as implement the government's commitment to improve access to drinking water and basic sanitation in a sustainable achievement of Millennium Development Goals (MDGs) 2015 Summary of program implementation in the health center STBM Pemulutan in 2013, showed that the public has not seemed to change to a clean and healthy living behavior, particularly in the village of Palu, Aur Standing, Kedukan Bujang, and Muara Dua. The purpose of this study is to evaluate the implementation of the Community-Led Total Sanitation Programme (STBM) in Puskesmas Pemulutan 2014. Methods: This study is a qualitative evaluation of the approach. Information gathered through 18 in-depth interviews of informants, and conducted observations and document review. Test validity through the triangulation of sources, methods, and data. Results: The results of this study indicate that the executive officer at the the health center program STBM Pemulutan implementing STBM numbered 2 (the Head of Puskesmas and Sanitarian) and no special executive officer STBM. Available funds are adequate but when people demand public subsidies in demand for independent, availability of facilities and infrastructure is still limited due STBM funds may not be used for the provision of facilities and infrastructure. Triggering method has been carried out in accordance with the guidelines of the program STBM. Availability of technology is still lacking because there is a hotspot in the district and in health centers. Implementation process from pre to post-detonation triggers less running smoothly collected difficult because society and people demand to be provided subsidy from the local government. Policies already exist in the Department of Health, Pemulutan health centers, and rural villages form of regulation with the aim to avoid chaos in running the program STBM. Conclusion: it can be concluded that the implementation of the program at the health center STBM Pemulutan has not gone up. Thus, it is advisable to increase the motivation and responsibility programs to achieve MDGs in 2015. Keywords: Evaluation of the program, STBM, MDGs 2015
ABSTRAK Latar Belakang : Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Rekapitulasi pelaksanaan program STBM di Puskesmas Pemulutan tahun 2013, menunjukkan bahwa belum tampak perubahan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, khususnya di desa Palu, Aur Standing, Kedukan Bujang, dan Muara Dua. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pelaksanaan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Wilayah Kerja Puskesmas Pemulutan Tahun 2014. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Informasi dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap 18 informan, serta dilakukan observasi dan telaah dokumen. Uji validitas melalui triangulasi sumber, metode, dan data. Hasil Penelitian : hasil penelitian ini menunjukkan bahwa petugas pelaksana program STBM di Puskesmas Pemulutan berjumlah 2 orang pelaksana STBM (Kepala Puskesmas dan Sanitarian) dan belum ada petugas khusus pelaksana STBM. Dana yang tersedia sudah memadai tetapi masyarakat menuntut subsidi
padahal masyarakat di tuntut untuk mandiri, ketersediaan sarana dan prasarana masih terbatas dikarenakan dana STBM tidak boleh dipergunakan untuk penyediaan sarana dan prasarana. Metode pemicuan yang dilakukan sudah sesuai dengan pedoman pelaksanaan program STBM. Ketersediaan teknologi masih kurang karena belum adanya hotspot di kabupaten maupun di puskesmas. Proses pelaksanaan dari pra pemicuan sampai pasca pemicuan kurang berjalan dengan lancar karena mayarakat susah dikumpulkan dan masyarakat menuntut untuk disediakan subsidi dari pemerintah setempat. Kebijakan sudah ada di Dinas Kesehatan, Puskesmas Pemulutan, dan di desa berupa peraturan desa dengan tujuan agar tidak terjadi kekacauan dalam menjalankan program STBM. Kesimpulan : dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program STBM di Puskesmas Pemulutan belum berjalan dengan maksimal. Sehingga, disarankan untuk meningkatkan motivasi dan tanggung jawab program agar mencapai target dan tujuan MDGs 2015. Kata Kunci : Evaluasi program, STBM, MDGs 2015
PENDAHULUAN Menurut WHO, sanitasi merupakan upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang akan menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia. Berdasarkan data WHO bahwa kematian yang disebabkan karena waterborne disease mencapai 3.400.000 jiwa per tahun, dan untuk diare merupakan penyebab kematian terbesar yaitu 1.400.000 jiwa per tahun. Dari semua kematian tersebut berakar pada sanitasi dan kualitas air yang buruk. Menurut Hardoy dan Satterhwaite pada tahun 1992, layanan air minum yang kualitasnya buruk dan kurang memadainya sistem pembuangan air limbah dan smapah menimbulkan dampak buruk pada lingkungan dan menimbulkan endemik penyakit di rumah tangga miskin (Road Map STBM, 2013). Tingginya angka kejadian diare di Indonesia, yaitu pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu penduduk. Hal ini dapat dikendalikan melalui pendekatan sanitasi. Salah satu program Departemen Kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia adalah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) atau dikenal juga dengan nama Community Led Total Sanitation (CLTS) merupakan program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Upaya sanitasi berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852 / Menkes / SK /IX/2008 yang disebut Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu : meliputi tidak buang air besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar mengelola limbah air rumah tangga dengan aman (Depkes RI, 2008). Di Kabupaten Ogan Ilir pada laporan rekapitulasi data tahun 2013 akses air bersih masyarakat baru mencapai 62,1%, sedangkan jumlah penduduk yang menggunakan jamban
mengalami
peningkatan yaitu 1715 dari jumlah awalnya 3313 menjadi 5028, tetapi untuk perilaku sanitasi total itu sendiri masih sangat rendah dan belum mencapai target Dinkes OI yaitu stop buang air 34%
(target OI 80%), cuci tangan pakai sabun 35% (target OI 80%), pengolahan air minum dan makanan yang aman di RT 93,6% (target OI 100%), pengelolahan limbah RT 54,7% (target OI 80%), dan pengelolahan sampah RT 59,2% (target OI 80%). Desa yang sudah tampak perubahan perilaku masyarakatnya yaitu di desa Burai Kecamatan Tanjung Batu yaitu persentase perilaku stop buang air besar sembarangannya 80% dan penduduk yang sudah ODF sebesar 72,08%, sedangkan untuk desa yang belum tampak perubahan perilaku masyarakat untuk stop buang air besar sembarangan yaitu Palu, Aur Standing, Kedukan Bujang, dan Muara Dua kecamatan Pemulutan yang persentase dari perilaku stop buang air besar sembarangan yaitu 0%. Keempat desa ini berada di kecamatan Pemulutan Induk. Di Pemulutan Induk jumlah kepala keluarga yang sudah ODF (Open Defecation Free) belum ada sama sekali yaitu 0, dan untuk jiwa yang sudah ODF (Open Defecation Free) juga masih 0 jiwa. Ini menunjukkan bahwa di Pemulutan Induk belum tampak perubahan masyarakatnya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PL Dinkes OI, 2013). Berdasarkan data diatas dan dikarenakan belum adanya penelitian yang mengkaji evaluasi pelaksanaan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Pemulutan untuk itu peneliti ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Pemulutan dengan evaluasi pelaksanaan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pemulutan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian evaluasi (evaluation study) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pemilihan informan pada penelitian kualitatif dilakukan secara purposive sampling yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal (Saryono dan Mekar, 2013). Informan penelitian ini terdiri dari dua informan kunci ahli dan delapan informan kunci. Data yang diperoleh selama penelitian merupakan data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam dan data sekunder yang diperoleh dari jurnal, petunjuk teknis STBM, dll. Didalam penelitian ini juga dilakukan tiga triangulasi yaitu triangulasi sumber, triangulasi data, dan triangulasi metode.
HASIL DAN PEMBAHASAN Masukan (Input) A.
Sumber Daya Manusia (SDM) Seluruh petugas sanitarian dalam pelaksanaan STBM ini baik yang ada di Dinas
Kesehatan maupun di Puskesmas memiliki petugas dengan latar belakang pendidikan terendah DIII kesehatan sesuai standar yang telah ditetapkan. Namun, jumlah petugas yang
ada di Dinas Kesehatan hanya 6 orang dan sanitarian di Puskesmas rata-rata 1 orang. Petugas di bantu oleh beberapa orang tenaga honorer untuk menuliskan laporan kegiatan dan hasil monitoring karena belum ada petugas khusus untuk memonitoring tercapai atau tidaknya program STBM ini dan juga petugas sanitarian di Dinas Kesehatan dan Puskesmas Pemulutan memiliki peran ganda selain menjadi petugas sanitarian program STBM juga menjadi petugas di bagian Peyehatan Lingkungan. ’.....SDM sanitarian di Puskesmas ni rata-rata pendidikannyo tu dek D3. Untuk sanitariannyo tu berjumlah 2 wong dek, yang 1 PNS dan yang 1 lagi non PNS...” (RO) B.
Dana Dana untuk pelaksanaan STBM di Kabupaten Ogan Ilir berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Ogan Ilir yang merupakan dana anggaran program tahunan. Selain itu juga sumber dana program STBM ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Dana untuk pelaksanaan STBM di Puskesmas Pemulutan menggunakan dana BOK. “.....kami Cuma tahu dana kegiatan ni berasal dari APBD dan APBN. Kalau nak tahu berapo rincian dana tu kami kurang tahu dek. Tapi untuk kegiatan kami selamo ni kami makek duit BOK..” (YU dan SR) C.
Sarana Ketersediaan sarana untuk pelaksanaan STBM ini telah tersedia dengan baik.
Ketersediaan sarana transpotasi, komunikasi, teknologi komputer dan jaringan internet telah memenuhi standar nasional dan terawat. Jadi dapat diketahui bahwa sarana untuk pelaksanaan STBM di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir dan Puskesmas Pemulutan telah tersedia cukup lengkap: “...sarana yang ado sejauh ni cukup lengkap seperti alat-alat peraga,alat komunikasi, percetakan kloset yang dipinjamkan oleh dinkes, semen warna, dan alat transpotasi.....” (RO) D.
Prasarana Prasarana penunjang pelaksanaan program STBM di Dinkes maupun di Puskesmas
Pemulutan Induk telah tersedia dengan lengkap. Buku-buku pedoman pelaksanaan sudah cukup lengkap tetapi buku petunjuk teknisnya ada tetapi buku tersebut hilang, petugas sebagai fasilitatornya sudah ada, komputer atau laptop dari masing-masing sanitarian telah
memiliki software up to date.Tetapi di Puskesmas Pemulutan itu sendiri dalam pengolahan prasarananya masih kurang baik : “....fasilitas penunjang untuk program ni iyolah dari buku pedomannyo itu sendiri, buku saku verifikasi, Kepmenkes RI No. 852/MENKES/SK/IX/2008. Nah, ado jugo buku petunjuk teknis program STBM ini tapi hilang dek....” (EF) E.
Metode Metode dalam program STBM ini menggunakan metode pemicuan terhadap
masyarakat. Di Dinas Kesehatan Ogan Ilir dan Puskesmas Pemulutan Induk, metode pemicuan yang dilakukan sudah sesuai buku pedoman pelaksanaan STBM, lembar checklis pemicuan sesuai dengan Kepmenkes No. 852/ MENKES/ SK/ IX/2008. Sedangkan untuk desanya sendiri sudah menjalankan pemicuan itu tetapi untuk kesadaran masyarakat itu sendiri masih sangat kurang dan butuh waktu untuk merubah kebiasaan masyarakat. “.....dengan metode pemicuan dan sesuai dengan pedoman pelaksanaan STBM itu sendiri. Pemicuannyo tu mulai dari pra pemicuan sampai paska pemicuan kagek pas pengamatannyo mengunakan lembar checklist. Tapi pas pemicuan ni sulit mengumpulkan masyarakatnyo...”(AL) F.
Teknologi Ketersediaan teknologi pendukung berupa jaringan internet namun sinyal operator
diperoleh dari handphone pribadi petugas STBM. Di kabupaten ketersediaan teknologi berupa sinyal operator dari handphone yang digunakan petugas untuk menerima data melalui sms dan jaringan internet dari modem yang digunakan untuk mengirim data melalui email ke petugas Provinsi. Di tingkat Puskesmas Pemulutan ketersediaan teknologi berupa sinyal operator dari handphone pribadi yang digunakan untuk menerima dan mengirimkan data melalui sms. Jaringan internet belum tersedia baik berupa modem maupun hotspot di tingkat puskesmas. “.....dinas baru beberapa bulan ini menggunakan website untuk pelaporannya, dan disini belum ada wi-fi untuk internetan palingan menggunakan modem sama sinyal hp pas nerima sms dari puskesmas...” (HK) Proses (Process) A.
Pra- Pemicuan Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir dan Puskesmas Pemulutan telah melakukan
kegiatan pra pemicuan berupa observasi tempat dan pemetaan wilaya, selain itu juga
mendata wilayah yang layak menjadi sasaran program STBM. Setelah mendata tersebut, petugas Dinas Kesehatan dan sanitarian Puskesmas melakukan pemasangan plang dan musawarah kepada perangkat desa untuk memberitahukan bahwa desa mereka merupakan sasaran program STBM. Saat pra pemicuan, masyarakat harus tahu bahwa dalam program STBM ini masyarakat di tuntut untuk mandiri dan tanpa subsidi yang di sediakan oleh pemerintah. “....saat prapemicuan ni, kalau sudahkeluar surat perintah dari provinsi dan dana APBD ini sudah cukup maka pra pemicuan dapat dilakukan, kemudian pihak dinkes akan memanggil petugas sanitarian untuk melakukanpemicuan di masyarakat dan di desa yang menjadi sasaran dari program STBM...” (EF) B.
Saat Pemicuan Tahapan pemicuan yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pemulutan selalu
melakukan tahapan pengantar pertemuan, pencairan suasana, identifikasi istilah-istilah yang terkait dengan sanitasi (sanitasi umum dan kotoran
manusia), pemetaan
sanitasi, transect walk, penghitungan alur kontaminasi, diskusi dampak, dan menyusun rencana program sanitasi di akhir kegiatan pemicuan. Namun tahapan tersebut tidak dilaksanakan sesuai urutan. Pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi wilayah. Terutama
untuk
transect
walk (tempat yang sering mereka BAB yaitu sungai)
dilaksanakan sesuai dengan kondisi sasaran. Apabila sasaran yang diundang tidak datang maka tim fasilitator langsung melakukan transect walk. Hal ini sudah sesuai dengan pedoman yang ada, dimana pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan kondisi wilayah setempat pada saat pelaksanaan pemicuan. “....saat pemicuan, kami mebawa gambar simulasi alur kontaminasi penyakit. Alat-alat yang dibutuhkan dalam pemicuan ini yaitu gambar simulasi alur kontaminasi penyakit, kapur warna atau cat warna, kerta yang digunakan untuk pemetaan desa, air putih atau air minum yang akan dicampurkan dengan cat berwarna yang menyerupai warna tinja. Dalam kegiatan pemicuan ini lebih dicontohkan lagi jika masyarakat mengonsumsi air yang bercampur dengan tinja, selain itu yang tidak boleh dilakukan dalam pemicuan ini yaitu meberikan subsidi, haidah dan jangan menjanjikan kepada masyarakat karena masyarakat dituntut mandiri....” (AL) C.
Pasca Pemicuan Pendampingan untuk menjaga komitmene mengenai rencana program sanitasi
sudah dilaksanakan oleh pemegang program. Pasca pemicuan adanya monitoring dan evaluasi terhadap perubahan dan pengetahuan masyarakat. Hambatan yang sering terjadi untuk melaksanakan pasca pemicuan ini masyarakat selalu menuntut subsidi dari dinas dan
waktu penyuluhan yang tidak terjadwal, pencairan dana yang kadang-kadang terhambat, dan jarak ke desa yang jauh, kesadaran masyarakat yang masih kurang, karena wilayahnya perairan, jadi mesti wc yang permanen sedangkan biaya wc permanen lumayan mahal dan masyarakat kurang mampu untuk membangunnya. “.... dilakukannya monitoring dan evaluasi apakah masyarakat itu ada rencana tindak lanjut dari pemicuan contohnya ada 20 orang yang terpicu untuk membangun jamban, tetapisetelah dimonitoring lagi hanya 10 orang yang terpicu untuk membuat jamban. Jika ditanya selalu alasannya karena dana yang kurang. Selain itu juga terkadang pencairan dana tidak susah, tetapi kadang-kadang lambat dana yang dikeluarkan, hambatan dari masyarakat itu sendiri yang masih mengharapkan subsidi, dan juga jarak ke desa-desa yang jauh.....”(EF) Lingkungan A.
Kebijakan Kebijakan tersebut dibuat oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Selain itu juga PP dan PP Daerah dan UUD yang mengatur STBM ini. “....kebijakan untuk program STBM itu sendiri berpedoman kepoada Kpmenkes RI No. 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang strategi nasional STBM, SK kabupaten tetapi masih berpacu kepada Kpmenkes. Bagi masyarakat yang masing kurang dan belum mencapai ODF atau pelaporan yang masih terlambat itu belum di kenakan sanksi tetapi setiap laporan mesti di kumpul maka dari kabupaten memberitahukan kepada puskesmas yang bersangkutan harus tepat waktu walaupun pada akhirnya terlambar. Untuk sanksi yang di desa itu peraturan desa itu sendiri ayang akan memberikan sanksi kepada masyarakat.....”(EF) PEMBAHASAN Input (masukan) A. Sumber Daya Manusia (Man) Kualifikasi pendidikan petugas pelaksana program STBM baik tingkat Puskesmas maupun tingkat Dinas Kesehatan paling rendah DIII Kesehatan Lingkungan (AKL) yang merupakan tenaga sanitarian kesehatan. Sedangkan untuk tingkat desa, bidan desanya berlatarbelakang pendidikan D3 kebidanan dan untuk perangkat desa rata-rata pendidikan terakhirnya SMA. B. Dana Pelaksanaan STBM Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir sudah memiliki ketersediaan dana yang bersumber dari APBD kota dan APBN dengan jumlah yang terbatas. Pelaksanaan program pada tingkat Puskesmas Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) 60% dialokasikan untuk biaya kesehatan prioritas dan 40% lainnya untuk upaya kesehatan dan manjemen puskesmas.
C. Sarana Program STBM Sarana di tingkat Dinas Kesehatan berupa sudah tersediaanya sarana berupa pencetak kloset, mobil dinas, telepon di tiap ruangan dan laptop masing-masing sanitarian yang telah sesuai standar nasional. Ketersediaan sarana pada tingkat Puskesmas belum tersedia secara lengkap sehingga petugas melakukan pelaksanaan menggunakan kendaraan pribadi. Sarana percetakan kloset pun tidak tersedia sehingga meminjam dari Dinas Kesehatan Kesehatan. D. Prasarana Program Prasarana penunjang pelaksanaan program STBM di Dinkes maupun di Puskesmas Pemulutan Induk telah tersedia dengan lengkap. Buku-buku pedoman pelaksanaan sudah cukup lengkap tetapi buku petunjuk teknisnya ada tetapi buku tersebut hilang, petugas sebagai fasilitatornya sudah ada, komputer atau laptop dari masing-masing sanitarian telah memiliki software up to date, dan wibsite internet, tetapi di Puskesmas Pemulutan itu sendiri belum ada website. Pelaporan setiap desa juga masih dalam bentuk manual yaitu pencantatan di dalam kertas yang sudah ada formatnya, dan untuk dokumentasi serta buku-buku tentang STBM itu sendiri sudah ada. E.
Metode Di Dinas Kesehatan Ogan Ilir dan Puskesmas Pemulutan, metode pemicuan yang dilakukan
sudah sesuai buku pedoman pelaksanaan STBM, lembar checklist pemicuan sesuai dengan Kepmenkes No. 852/ MENKES/ SK/ IX/2008. Sedangkan untuk desanya sendiri sudah menjalankan pemicuan itu tetapi untuk kesadaran masyarakat itu sendiri masih sangat kurang dan butuh waktu untuk merubah kebiasaan masyarakat. F.
Teknologi Teknologi pendukung berupa jaringan internetnamun sinyal operator diperoleh dari
handphone pribadi petugas STBM. Di kabupaten ketersediaan teknologi berupa sinyal operator dari handphone yang digunakan petugas untuk menerima data melalui sms dan jaringan internet dari modem yang digunakan untuk mengirim data melalui email ke petugas Provinsi. Modem digunakan karena belum adanya ketersediaan hotspot di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir. Di Puskesmas Pemulutan ketersediaan teknologi berupa sinyal operator dari handphone pribadi yang digunakan untuk menerima dan mengirimkan data melalui sms. Proses ((Process) A.
Pra Pemicuan Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir dan Puskesmas Pemuluta telah melakukan kegiatan
pra pemicuan berupa observasi tempat dan pemetaan wilayah, selain itu juga mendata wilayah yang layak menjadi sasaran program STBM. Setelah mendata tersebut, petugas Dinas Kesehatan dan
sanitarian Puskesmas melakukan pemasangan plang dan musyawarah kepada perangkat desa untuk memberitahukan bahwa desa mereka merupakan sasaran program STBM. Saat pra pemicuan, masyarakat harus tahu bahwa dalam program STBM ini masyarakat di tuntut untuk mandiri dan tanpa subsidi yang di sediakan oleh pemerintah. B.
Saat Pemicuan Tahapan pemicuan yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pemulutan selalu melakukan
tahapan pengantar pertemuan, pencairan suasana, identifikasi istilah-istilah yang terkait dengan sanitasi (sanitasi umum dan kotoran
manusia), pemetaan sanitasi, transect walk,
penghitungan alur kontaminasi, diskusi dampak, dan menyusun rencana program sanitasi di akhir
kegiatan
pemicuan.
Namun
tahapan
tersebut
tidak dilaksanakan sesuai urutan.
Pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi wilayah. Terutama untuk transect walk (tempat yang sering mereka BAB yaitu sungai) dilaksanakan sesuai dengan kondisi sasaran. Apabila sasaran yang diundang tidak datang maka tim fasilitator langsung melakukan transect walk. C.
Pasca Pemicuan Pasca pemicuan adanya monitoring dan evaluasi terhadap perubahan dan pengetahuan
masyarakat. Hambatan yang sering terjadi untuk melaksanakan pasca pemicuan ini masyarakat selalu menuntu subsidi dari dinas dan waktu penyuluhan yang tidak terjadwal, pencairan dana yang kadang-kadang terhambat, dan jarak ke desa yang jauh, kesadaran masyarakat yang masih kurang, karena wilayahnya perairan, jadi mesti jamban yang permanen sedangkan biaya jamban permanen lumayan mahal dan masyarakat kurang mampu untuk membangunnya. Lingkungan A.
Kebijakan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sudah ada kebijakan untuk melaksanakan
program STBM di wilayah kerja Puskesmas Pemulutan. Kebijakan tersebut dibuat oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Selain itu juga PP dan PP Daerah dan UUD yang mengatur STBM ini. di tingkat desa bahwa setiap desa ada membuat peraturan desa yang digunakan untuk menghindari kekacauan di dalam masyarakat. Berdasarkan buku pedoman pelaksanaan program STBM, kebijakan berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, Millenium Development Goals (MDGs) 2015, Strategi
Nasional
Sanitasi
Total
Berbasis
Masyarakat (Permenkes RI Nmor 852/MENKES/SK/IX/2008), Kebijakan Nasional AMPL-BM, Kebijakan Nasional AMPL-BM, Pedoman Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management), Pedoman Teknis program STBM
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian berupa wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen terhadap evaluasi pelaksanaan program Saniatasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Wilaya Kerja Puskesmas Pemulutan Tahun 2014, bila dibandingkan dengan peraturan/ standar yang berlaku, maka secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut : a.
Pada masukan (input) mulai dari SDM, dana, sarana, prasarana, metode dan teknologi ditemukan hasil bahwa dana program STBM bersumber dari APBD kabupaten dan APBN, namun dalam jumlah terbatas. Pendidikan SDM sudah sesuai dengan standar, akan tetapi ketersediaan SDM, sarana, prasarana dan teknologi yang mendukung pelaksanaan program STBM belum mencapai standar yang ada khususnya di Puskesmas Pemulutan dan di desa yang mendapatkan program STBM ini. Sedangkan untuk metode pemicuan itu sendiri sudah sesuai dengan buku pedoman pelaksanaan STBM.
b.
Pada proses pelaksanaan mulai dari Pra Pemicuan sampai dengan Pasca Pemicuan ditemukan bahwa pelaksanaan ini kurang berhasil karena masyarakat susah dikumpulkan sehingga proses monitoring dan pemantauan selanjutnya terhambat. Pengiriman data STBM juga sering mengalami keterlambatan. Selain itu juga belum ada desa yang mendapatkan verifikasi ODF seperti desa Palu (50,62%), Muara Dua (22,49%), Kd. Bujang (24,38%), dan Desa Aur Standing (40,87%).
c.
Kebijakan yang mendukung pelaksanaan program STBM sudah diimplementasikan di wilayah kerja Puskesmas Pemulutan Tahun 2014 tetapi untuk kesepakatan kepada masyarakat yang melanggar itu masih belum diterapkan karena sejauh ini petugas menjalankan sesuai dengan keinginan masyarakat dan petugas dituntut tidak menggurui agar masyarakat timbul keinginan untuk mengikuti program STBM ini.
Saran Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut : 1. Bagi Dinas Kesehatan a.
Sebaiknya Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir mengalokasikan dana APBD kabupaten untuk upaya ketersediaan sarana, prasarana dan teknologi yang dibutuhkan sesuai dengan RPJMD dan Renstra di Dinas Kesehatan dan mengusulkan dana APBN untuk kegiatan program STBM ini.
b.
Sebaiknya melakukan pengembangan SDM melalui pelatihan kembali untuk up-grade keterampilan dan motivasi petugas.
c.
Sebaiknya meningkatkan komitmen petugas dalam aktivitas pelaporan data melalui pemberian insentif/ reward bagi petugas.
2. Bagi Puskesmas Pemulutan a.
Sebaiknya meningkatkan upaya monitoring STBM di Puskesmas , guna meningkatkan kualitas dan keakuratan data yang dilaporkan.
b.
Pelaksanaan Program STBM hendaknya difokuskan pada satu desa saja sehingga mencapai kondisi ODF. Setelah tercapai kondisi yang ODF, desa tersebut dapat dijadikan sebagai desa percontohan kesehatan lingkungan dan menjadi motivasi bagi desa lain untuk mencapai kondisi yang ODF.
c.
Hendaknya ada peningkatan koordinasi dengan kepala desa atau tokoh masyarakat dalam penggalangan anggaran baik dari Anggaran Dana Desa
(ADD), swadaya, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM), maupun bantuan dari swasta. d.
Mendirikan forum peduli kesehatan. Pada forum tersebut merupakan wadah untuk menampung saran dari berbagai pihak mengenai program STBM, membantu menggalang dana dan lain sebagainya.
e.
Untuk ketersediaan SDM lebih dikhususkan lagi untuk petugas program STBM
3. Bagi Bidan Desa a. Lebih aktif lagi memonitoring masyarakat desa agar masyarakat sadar akan perilaku hidup bersih dan sehat itu penting dalam kehidupan dan menimbulkan komitmen masyarakat untuk berubah. b. Saat pra pemicuan dan pemicuan yang dilakukan oleh petugas sanitarian, bidan desa juga ikut dalam kegiatan ini agar bidan desa paham maksud dari program STBM ini DAFTAR PUSTAKA Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Tangerang : Binarupa Aksara. Departemen Kesehatan RI, Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Depkes RI, jakarta 2008 Dit. PL, Ditjen PP PL, Departemen Kesehatan RI, Pedoman Umum Pengelolaan Kegiatan Peningkatan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), Jakarta, 2008 Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir. 2013. Profil Kesehatan Tahun 2013. Kabupaten OI, Indralaya Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir. 2013. Indikator Kinerja Utama Tahun 2013. Kabupaten OI, Indralaya Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir. 2013. Penetapan Kinerja Tahun 2013. Kabupaten OI, Indralaya
Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir. 2011. Pelaksanaan Program PAMSIMAS Komponen B Tahun 2010-2011. Kabupaten OI, Indralaya Direktorat Penyehatan Lingkungan. 2013. Road Map Percepatam Program STBM 20132015. Direktorat Jenderal P2PL. Kementrian Kesehatan RI Jesika, Melpa Sitanggang. 2013. Analisis Determinan Pemanfaatan Jamban Pasca Pemicuan CLTS di Desa Belanti Kecamatan Tanjung Raja Tahun 2013. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sriwijaya Jayanti, Auliya. 2012. Evaluasi Pencapaian Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Pilar Pertama di Wilayah Kerja Puskesmas Pungging Kabupaten Mojokerto Tahun 2008-2010. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga. Surabaya Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Tentang Strategi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Kurikulum Dan Modul Pelatihan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Jurusan Kesehatan Lingkungan Politehnik Kesehatan. Jakarta Kresno, S., Hadi, E. N., Wuryaningsih, C.E. 2000. Aplikasi Metode Kualitatif dalam Penelitian Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Miranti, Arianti L:estari Fajrin. 2013. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Ibu Mengenai Program STBM Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Siantan Tengah. Universitas Tanjung Pura. Modul Pelatihan Stop Buang Air Besar Sembarangan (STOP BABS), Depkes RI, Ditjen PP-PL bekerjasama dengan Pokja AMPL Pusat, jakarta 2008 Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya.
Mubarak, Wahid dan Nurul Chayatin. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika. Muninjaya, A.A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta : Kedokteran EGC. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta
Pedoman Pelaksanaan Stop Buang Air Besar Sembarangan di Indonesia, Dit. PL Ditjen PP-PL Depkes RI bekerjasama dengan Pokja AMPL Pusat, Jakarta 2008 Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Saryono, 2011. Metode penelitian kualitatif dalam bidang kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Setyawati, Leni. 2012. Evalusi Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dalam Kepemilikan Jamban Di Desa Bungin Kec. Tinangkung Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2012. Universitas Negri Gorongtalo Sugiono. 2013, Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta, Bandung Thalib, Prastati. 20 12. Pengaru Penerapan Metode CLTS pasca Pemicuan Terhadap Perubahan Perilaku Buang Air Besar Sembarangan. Universitas Gorongtalo