Vol,VI No.02,2006 Januari, hel63-82
EvaluasiLima TahunDesentralisasi tr'iskaldi Indonesia Suslyati B. Hlrawatr, Ph,D ABSTRAK Al:hir tahun 2005 yang lalu, telah genap lima tahun usia implementasi otonomi daerah dan desentral&asifukal d.i Indonesia. Perubahan manajemenpublik ini ditandai dengan adanya pengalihan keyenangan dan keuangan dari pemerinlah pusat kzpada pemeintah daerah dalnmjumlah yang sangat signifikan. Selama lima tahun ini, terjadi peningkatan cukup drastis dart porsi anggaran dalam APBN yang haras didaerahkan. Dai sisi keuonga daerah, aliran dana perimbangan ini relatif memiliki porsi yang sqngst besar dalam APBD, k:liususnyaAPBD Kabupaten/Kota. Seiring dengan usaha pemeri tahdn daerah antuk meningkatkan Pendqpotan Asli Daerah, dampak desetttralisdsi fiskal telah uemperburuk iwim investasi dengan munculnya berbagai Peraturan Daerah yang cenderungdistortif terhadapperekonomianImplementasi desentrasasifukal juga belum dapat meningkatkanpertumbuhan ekonomi daeruh kembali ke tingkat sebelum lcrisis ekonomi terjadi. Tingginya keterganhnga pemerintah daerah terhadap dsna dari pemerintah pusat juga membawa implikasi pentingnya pemeintah pnsat membuotformulasi alokasi dana perimbangan yang lebih sederhana, trsnsparan, dan efektif. Selain itu, pemeribtah pusat hendal
I. PENDAHULUAN Akhir tahun 2005 yang lalu, telah genap lima tahun pelaksanaanotonomi daerah dan desentralisasifiskal di Indonesia. Sejarah pelaksanaandesentralisasidi Indonesia sendiri merupakan proses yang panjang seiring dengan perkembangan sejarah Republik Indonesia'. Namun, desentralisasifiskal yang pelaksanaanawalnya diatur dengan diterbitkannya W No.22 dan 25 Tahun 1999 tentang pem€dntah Daerah dan PerimbanganKeuangan antara PemerintahPusat dan Daerah merupakan suatu Derubahan yang cukup dmstis dalam manajemenkeuanganpublik di Indonesia. Sebagai suatu Foses peralihan dari sistem yang terpusat, irnplementasi desentralisasi telsebut mengalami sejumlah perubahan dalam pengaturann)a yang salah satunya ditunjukkan denganrevisi UU No.22 dan 25 Tahun 1999 denganterbitnya tIU No.32 dan 33 Tahun 2004 di akhir era PemerintahanMegawati. Implementasi desentralisasifiskal di Indonesia ditandai dengan proses pengalihan kewenangandari pemerintah pusat kepada ' Perkembangan sejarahdesentralisasisecaralengkapdigambarkandenganbaik dalamtulisan Robert Simanjunrak(2005).
SusiyatiB. Himwan, Ph.D
pemerintahandaerahdisertai denganpelimpahan keuanganyang lebih besar dalam bentuk danaperimbangan. Adanya dana perimbangandalam bentuk Dana Alokasi Umurn, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil telah mengubah struktur dan besamyajumlah dana APBN yang harus didaerahkan. Pada periode-periode awal implementasi kebijakan ini, strukur keuangan daerah ditandai dengan tingginya ketergantunganAPBD pemerintah daerah khususnya pemerintahkabupaten/kota terhadapdanaperimbangan. Ketergantungan terhadap dana pemerintah pusat serta besamya tanggug jawab kewenangan daerah, memberikan implikasi adanya desakan kepada pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan APBD nya dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Seringkali, usaha dari peningkatan PAD ini malah mernberikan dampak negatif dari pelaksanaandesentralisasifiskal di Indonesiadenganmemburuloya iklim investasi di daerah. Salah satu studi yang mengungkapkanhal ini adalah kajian yang dilakukan oleh LPEM FEUI (2001) tentang cost of doing rasinan. Studi tersebut mensinydir bahwa pelaksanaanotonomi daerah telah meningkatkan biaya pungutan yang harus ditangg$g oleh sektor swastayang besarnyadapatmencapai9 - I l% dari biaya perusahaanHal ini tentunp bukan lah tujuan dari pelaksanaandesentralisasifiskal. Desentralisasi pada hakekatnya bertujuan untuk mendekatkan pemerintah dengan masyarakat 'allg diharapkan dapat meningkatkan efisiensi selitor publik, baik dari sisi transparansi dan akuntabilitas, maupun dalam pelayanan publik dan pengambilan kedakan.' Berkaitan dengan itu, desentalisasi seharusnya memberikan keuntungan bagi peningkatan kesejahteraanmasyarakat lokal, Penbahasan mengenai kineda dari desentralisasi dan peningkatanpembangunandaerahmerupakanpembahasanterakhir dalam makalah ini. Secara lengkap, tulisan ini akan diorganisasikan dalam 5 bagan. Pada bagian pertama, tulisan ini akan menyampaikanlatar belakangdari studi ini diikuti dengan bagian kedua yang membahas tentang perkembangan desentralisasi fiskal dan pengeluaran yang didaerahkandalam anggaranpemerintahpusat (APBN). Padabagian ketiga dan keompat, akan ditunjukkan perkembangan desentralisasiyang berkaitan dengan profil keuangan daerah serta pernbangunan daerah, Pada bagian terakhir, penulis akan memberikan kesimpulan penting serta saran yang diharapkan dapat memperbaiki proses desentralisasi fiskal di Indonesia.
N. DESENTRALISASI DAN APBN II.l PerkembangatrBelanja Daerah dalam APBN Salah satu implikasi utama dari pelaksanaan desentralisasi di Indonesia adalah meningkatnya secara signifikan jumlah dana pernerintah pusat yang harus didaerahkan. Jumlah ini ditunjukkan dengan besamya Dana Perimbangan (Intergovernmental Transfers) dai APBN yang ditransfer kepadapernerintahandaerah.Secarateori, terdapat sejumlah alasan yang menjustifikasi transfer dana pusat ke daerah, antam lain: (i) pemerataansecaruvertikal (mernperbaiki kemampuanpendapatan);(ii) pemerataansecara horisontal (rcdistribusi antar daerah); (iii) memperbaiki masalah interjurisdictional
'zDeMelloJ& LuizR (2000)pp.365
Evaluari LiflE T&hunDcs€ntralisasiFiskal di Indongsia
spr?/owrs (ekste-malitas);serta(iv) memp€rbaiki kelemahanadministrasi sertamengurangi ' rantai birokrasi, Implemeniasi otonomi daerahdan desentralisasifiskal di Indonesia pada awal tahun 2001 telah meningkatkan jumlah belanja daerah dalam APBN s€cara signifikan. Sebagai ilusfasi, dalam APBN 1999/2000 dana pusat yar,g didaemhkan sekitar Rp 298 trilyun serta tahun 2000 sebesarRp 33 trilyun, maka pada tahun 2001 jumlah ini meningkat sebesar 145 persen menjadi Rp 81,05 trilyun'. Angka ini pun terus mengalami peningkatan, dimana dalam RAPBN 2006, belanja daerahdirencanakansebcsarRp 184,2 trilyun atau s€tara dengan 6,1% dari Produk Domestik Bruto Indonesia. Secara detail, perkembangan alokasi APBN untuk pemerintahan daerah dapat ditunjukkan pada Gambar I berikutini. - 2006(DalatnRp. GrEb.r l. P€*cmbanganAlokasiBelanjaDaerahdalamAPBN, 1994/1995 Trilyun)
120.0
roo,o a,,o
20.0
RI, beberapa SumberiNotaKeuangan tahunpublikasi CatatanrI ) P€rkiraanRealisasi 2) MPBN Padaperiode awal desentralisasi,danapusat yang didaerahkantersebuthanya boupa dana perimbanganyaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) serta Dana Bagi Hasil (DBH). Nsmun, sejak tahun 2002 terdapatjenis dana belanja daerah yang lain yaitu menyangkut Dana Otonomi Khusus dan Penleimbang. Dana Otonomi Khususmuncul tidak tertepasdari munculnyaUU No.l8 dan 2l Tahun 2001 yang mengatw tentang pelaksanaanotonomi khusus di provinsi Nanggoe Aceh Darussalam dan Papua,' Dana Penyeimbang sandiri merupakan awalnya merupakan kompensasi dari kebijakan pemerintah dalam alokasi DAU yang menganut prinsip ,rold t schroede!dan srDko (2003) ' Sebagaicatat n, APBN tahun2Oo0selama9 bulandikarcnakanadanyaperubahanhhun fiskal. t Tulisan tent ng otonomikhususdapatterlihst padaSyahrial(2003)
SusiyatiB. Hirawan,Ph.D
harmless, yaitv danayang disediakanoleh pemerintah untuk menjaga agar alokasi DAU di sejumlah daerah tidak mengalami penurunan dibandingkan dengan tahu sebelumnya. Dalaa perkembangar Dana Penyeimbang(DP) dalam kerangka hold harmless iniberubah menjadiDP Murni dikarenakanmunculnyajenisDana Penyeimbangyang baru yaitu Dp Adhoc karenaadanyakebijakanPemedntahPusatmengenaigaji PNS (DP Adhoc I) dan peningkatanpelayanandasardan kesejahteraanmasyarakat(DP Adhoc II). Dari total belanjadaerahyang bemsaldari APBN, DAU merupakankomponenterbesar yaitu sekitar 74,5yo da{ total dana perimbangan.Namun, dari tahun ke tahun terjadi p€rgeseranpola distribusi alokasi dana pusat yang didaerahkan.Sebagaiilustrasi,dapat ditunjukkandistribusinyapadacanbar 2 berikut ini: Gambar2. ProporsiKomponenDanaTmnsferPemerintah Pusatke DaerahterhadapTotalBelania DaemhdalamAPB\ Tahun2001dan 2005.
Tahun2001 .
Otsls danPenyesuaian 4.80/o
59_3%
Tahun2005 Sumber: DiolahdariNotaKeuangan RI. Daxi gambardi atasterlihal bahwa proporsiDAU dari tahun200'l mengalamipenurunan hinggatahun 2005.Di lain sisi, terjadi peningkatakan proporsialokasikomponenlain dari
67
Fiskaldi lndonesia EvahariLimaTahunDesentsalisasi
belanja pusat ),ang didaerahkan.Padabagian berikut ini, akan ditunjukkan p€rkembangan s€xiapjenis danaperimbang3n. II.2. PerkembanganDinr Alokasi Umum Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa komponen DAU merupakan komponen terbesar dalam dana perimbangan. PerubahanUndang-Undang mengatur desentralisasi fiskal di Indonesia juga akan berpengaruh terhadaP efektifitas dana ini dalam proses alokasinya. DAU yang ditujukan untuk penyediaan pelayanan publik di daerah' juga diharapkan dapat memperbaiki ketimpangan fiskal antar daerah. Perubahan Fogresif dalam alokasi DAU sesuai UU No.33l2005 dibandingkan dengan UU No'25/1999 sntara lain: jumlah alokasi DAU sekurang-kurangnya26% dari PendapatanDalam Negeri Netto (sebelumnya 2570), tidak ldanya korrponen lumpsum, sefia hilangnya mekanism€ ,rold larzlass padatahun 2008.' Hold. harmless sendiri merupakan sikap daerah yang tidak mau menerima DAU lebih rendah dibandingkan dengan alokasi DAU tahun sebelumnya. Karenanya, pada alokasi DAU tahun 2002 tidak boleh lebih rendah dibandingkan denganDAU tahun 2001, Prinsip ini terus dipergunakan hingga alokasi DAU Tahun 2007'. Adanta mekanisme hold harmless ini memunculkan dana perimbangan yang baru yaitu Dana Penyeimbang(DP). Implikasi lebih jauh, perkembanganjumlah total alokasi DAU dari Pemerintah Pusat k€pada Pemerintah Daerah tidak dapat dipisahkan dari DP Mumi nya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini: 2001- 2005 JurnlahTot4lAlokasiDAU danDanaPenyeimbang Trbet l. Petkembangan
2001
DAU (Mlllrr Rp)
DP (Mlly.r Rp)
60'5t6,70
69,ll4.lo
3,092J0' KMK No 382& 45I Tahun 2001 2154.77
Keppres13l Trlrun2001
KMK No 685Tahun2001
?6978.00
2,262.40
KeppresI Trhut]2003
KMK No 23 Tahun2003
Keppresl8l Tahun2000
t2,130,94 Keppr€s109Tahun2003 88J65.60 3 Tahun2004
1,008.43 KMK No 578Tahun2003 805.50 PMK No 626Tahun2004
DAU+ DP
63,609.00
JUMLAII DANRA}I 30 Provinsi 336 K-abiKota
1l,t6a.a7 12Vo 79?40.40 ltvo $,r3t37 5% 8tt,571.10 80/.
348Kat/Kota 30 Provinsi 370KabiKota 32 Proviosi 410 Kab/Kota 32 P|DviDsi 434 Kab/Kot.
Formula alokasi DAU sesuai dengan UU No.3,f/2004 telah diaplikasikan secara keseluruhansejak alokasi DAU tahuD2006 kecuali untuk mekanismehold harmless yang
' Brodjonegorcdan sirnanjuntak(2m5). 7SesuaidenganUU No.33l20M fiak^hold hamrers akanditiadakanpadaalokasiDAU tahun2008. Implikasi lebihjauh, daerahdimqngkinkanmderima alokasiDAU tahtrn2008 lebih te'dal, alau tl'dak rnendapatkanDAU samasekali t Tahun2001,DP berlpa DanaKontijeisi
SusiyatiB. Hirawan,Ph,D
akan dipertahankan hingga tahun 2007. Gambaran tentang kebijakan alokasi DAU berdasarkanUU No.34l2QQ4dqai ditwJukkan sebagaiberikut: Gambar3, KebijakanJun ahAlokasiDAU B€rdasarkar lru No.33l2004 PENERIMAANDALAM NEGERINETTO
sekurang-kurangnya 26o/onfa
TOTALBELANJA PEGAWAIKAB/ KOTA
TOTALDAU KAB/ KOTAYANG DIALOKASIKAN BERDASARKAN CELAHFISKAL
TOTALBELAI.IJA PEGAWAI PROVINSI
TOTALDAU PROVINSIYANG DIALOKASIKAN BERDASARKAN CELAHFISKAL
: lru No.34l2004seDertidikutiodari Berbeda dengan IJU No.25l1999 yang secam tegas menyatakan bahwa alokasi DAU Provinsi adalah 10% dari total alokasi DAU nasional sedangkanKabupaten/Kota 90% nya. Dalam UU yang baru ini, pernbagian tersebut berdasarkanimbangan kewenangan, Namun, perhitungan proporsi kewenangan tersebut hingga saat ini belum diketahui besamya sehinggasesuai dengan PP No.55 Tahun 2005 maka proporsi yang lama masih tetap diberlakukan. Ke depan, Pcmerintah perlu menghitung proporsi kewenangan ini sehinggadiperoleh dasal yang kuat dalam mengalokasikanDAU. Berbedadenganformula sebelumnya,DAU tidak lagi memiliki Alokasi Minimum namun berganti nama menjadi Alokasi Dasar yang secarapenuh menjamin terpenuhinya belanja pegawai seluruh pemerintah daerah.Sehinggatotal alokasi DAU dikurangi denganbelanja pegawai merupakan total alokasi DAU yang dibagikan dengan menggunakan formula celah fiskal. Alokasi berdasarkan celah fiskal ini mempertimbangkan kebutuhan dan kapasitas fiskal. Berbeda dengan formula sebelumny4 kebutuhan fiskal tidak lagi e Lihat Pelengkap Buku Pegangan2006Pemerintahan dan PqnbangunanDaemh
EvaluasiLima Tshun D€s€ntalisssiFist.l di Indonosi.
mempertimbangkanindeks kerniskinan relatif, narnun digantikan dengandua indeks yaitu Indeks PembangunanManusia dan lndeks PDRB per kapita. Selain itu, dalam kapasitas fiskal yang digunakan bukan lagi PAD estimasi namun PAD Aktual, Bobot keseluruhan komponen kapasr'tasfiskal adalah I00% kecuali untuk penrerintahprovinsi bobot PAD ini hanyalah 50% mengingat sebagianPAD pemerintah provinsi harus dibagihasitkan kepada pernerintahkabupaten/kota. Perkembanganformulasi DAU dari sudui pandang variabel sefa bobot variabel yang digunakandapat ditunjukkan pada Tabel 2 berikut ini: Tabel2, Komponen,VariabeldanBobotPenyusun DAU T&hun2001- 2006 Kompondrrtru varlabcl B.rdrs.rk n Ilcpkct [.
sumber Drh
Bobot 2001
2002
2003
7nn!L
ti}i,i
?no6
KomponenKebutuhanFiskal a
Penduduk
b
Wilayrh
BPS
0,250
0,4m
0,400
0,400
0J00
KMDN
0,250
0,100
0,100
0,t00
0,150
Bappenas
0,250
0,,rc0
BPS
0,250 0,100
0,100
0,,{00
0,,t00
c '
IndekrHargaBangunan
d
JumlahPerdudukMiskin
€
K€mislcinrnRelstif
f g
Ind€LsKenahalaDKon$ruki
BPS
PDRBPerkapita
BPS
h
IndeksPernbangunan Manusia
0,100
0,300 J,150 0,100
KomponenKapasitrsFiskal a b
BPS BPS
PekeqaProduktif
BPS
PAD Proyeksi
Depkeu
PAD Aktual
Depkeu
f
BHP
Depkeq
E
BHSDA
Depk€u
d
III tV
PDRBSDA PDRBlndustri
DAUK\BUPATEN/KOTA ATOKASIMINIMUM
0,330 0,330 0,330 0,500
0,500
1,000 0,750
1,000
1,000
1,000
0,750
1,000
t,000
1,000 0,600 0,100 0,500 0,400
1,000 0,500 0,050 0,450 0,500
1,000 0,450 0,0s0 0,400 0,550
1,000 0,500 0,000 0,5m 0,500
t,000
1,000 0,815
LumpSullr AlokasiDasar V FORMULA Sumber: Depadcmcn KeuanganRI
1,000
0,185
It.3 PerkembrngrnDrna Alok si Kbusus Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan kepada Pemerintah Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah. Kegiatan khusus te$ebut sesuai dengan fungsi yang telah diteiapkan dalam APBN. Pada awal implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia t€patn)€ periode 2OOl - 2002, Dana Atokasi Khusus yang terdapat di dalam srukur belanja daemhdalam APBN adalah Dana Alokasi Khusus yang berasal dari Dana Reboisasi (DAK DR). Dengan adanya DAK DR ini, 40% dari
B. Hirawan, Ph.D Susiyati penerimaan negara yang berasal dari Dana Reboisasi disediakan kepada daerah sebagai DAK. Namun, sejak tahun 2003 terdapat jenis perkembangan DAK yaitu DAK yang bukan bersimber dari Dana Reboisasi atau biasa dikenal dengan DAK Non DR' Sejak adanya revisi LJIJ No.25l1999, mulai tahun 2006 DAK DR dialihkan menjadi salah satu komponen danabagi hasil. Padaawalnya, bidang yang tercakup ddam DAK Non DR ini hanya terdiri dari 4 bidang yaitu pendidikan, kesehatan,infrashuktur dan prasaranapemerintah. Hingga tahun 2005, sudah terdapat 6 bidang dengan tambahan bidang kelautan dan perikanan serta bidang pertanian. Pada tahun 2006 yang akan datang, direncanakan akan ada tambahan satu bidang yaitu lingkrmgan hidup. Perkembanganjumlah alokasi DAK Non DR ini dapat ditunjukkanpadaTabel3 berikutini: Jun ahAlokasiDAK (Milyar Rp) Trbel3. P€rkernbangan Trhutr
Bldrng
2no2 Reboisasi '/
2003
2004
2005
2006
r,181.0
290.0 652.6 456.2 1,196.3
- PrasaEna .lalan
424.O
839.1
945.0
- Pmsarana Ingasi
338.5
357.2
384.5
627.7
203.5
608.0
228.0
148.0
438.7
305.5
322.O
115.1
170.0
1,094.9
Dana
658.1
320.0
Pendidikar
625.0
Kesehatan
375.0
Inftastruktur
. Prasar.naAir B€rsihPedesaan PrasarEna Pemerinhhatt K€laulandanPerikanan Pertanian
88.0
309.1 t,221.0
2,9t9.5
620.0
2,406.8
1,533.0
3,811.4
LinqkunsanHiduD
DAK dialokasikan kepada pemerintah daerah tertentu dengan menggunakantiga lciteria yaitu kriteria umum, kriteria khusus dan kiteria teknis. Kriteria umum mempeftitungkan kernampuan fiskal daerah yang ditunjukkan dalam bentuk Indeks Fiskal Netto (IFN)'". Secara sederhana,daerah yang memiliki kemampuan fiskal lebih rendah dibandingkan denganrata-rutanasional maka daerahtersebutlaFk memperclehDAK. Namun, jika daaah dengan IFN lebih besat dari satu, maka daerah tersebut b€lum tentu tidak otomatis mendapatkanDAK. Perlu diperlihatkan pengaturan yang bersifat khusus serta kriteria khusus lainnya yang ditunjukkan dengan Indek Karakteristik Wilayah. Pengatuan khusus seperti otonomi khusus di Papuadan Nanggroe Aceh Darussalamtelah roIndeksFiskal Netto merupakanrasiodari kemanpuanfiskal daerahdibagi dengankemampuanfiskal mta-mtaseluruhdaerah.Kemampu3nfiskal sendirididefinisikansebagaihasil penguranganPenerirnasn UmumAPBD dikurangidenganBetanjaPegawaidaerah.PenerimaanUmurnmerupakanFnjlmlahan dari Pcndapatan Asli Daerah,DanaAlokasi Umum,dan DanaBagi Hasil yangdikurangi denganDana Reboisasi.
tt2.9
EvaluasiLirnaTahun DesentralisssiFiskal di Indonesia
memberikan perlakuan khusus sehinggaseluruh pemerintahandaerah di Papuadan NAD layak mendapatkanDAK. Namun, untuk lciteria khusus lainnyn hal ini memiliki ruang yang sangat besar dikarenakan tidak adanya kepastian tentang indikator apa saja yang digunakan dalam penentuanDAK. Sebagai ilustrasi, hiteria khusus yang sifatnya terbatas pada daerah rawan konflik, perbatasan, daerah terpencil dan lain-lain, bisa saja berkembang sesuai dengan hasil pernbicaraan pemerintah dengan DPR Rl. Implikasinya, kriteria khusus dapat saja berkembangluas sehinggat€rkadang berimplikasi tefiadap besamyajumlah daerah yang memiliki kernarnpuanfiskal tinggi, namun tetap memperoleh DAK. Ke depan, penulis merasa perlu dibuat sistem penentuan DAK untuk kriteria khusus yang lebih tegas dan sederhana,sehinggaprosesalokasinyadapatmenjadi lebih transparan. Penentuan da€rah yang layak dalam alokasi DAK merupakan hal yang sangat krusial karenadari daerahyang layak ini lah kemudian bobot setiap daerahditentukan dari alokasi berdasarkankn-t€riat€lnis bergantungpada bidang DAK n1a masing-ma-sing.Kabumya definisi dari lsiteria khusus akan berimplikasi pada Indeks Fiskal Wilayah" menjadi lebih kecil dad satu sehinggadaerahtersebut layak mendapatkanDAK padahal daerahtersebut memiliki kemampuanfiskal yang tinggi. Proses alokasi DAK tffsebut dapat ditunjukkan pada cambar 4. Penulis sendiri memberikan harapan yang besar kepada DAK pada masa depan sebagai salah satu alat matching granl lumf)kmengatasiketimpanganfiskal dan pernbangunandaerah. Selain itu, terdapatjuga komitmen yang sangatbesar dari pemerintah pusat untuk mengalihkan dana dekonsentrasimenjadi DAK secarabertahap. Sifat dari DAK sebagaisalah satv specilic grazr juga berimplikasi perlu diatumya penggunaananggaran DAK ini oleh pemerintah daemh untdk k€giatan t€rtentu. Pemerintahtelah mengatur tentang arah penggunaandana DAK setiapbidangnya. AlokasiDAK Gambrr 4. Mekanisrne
hdok3 Fisk.t dan vMtaysh (rFw) -.(tFN. tKw)
hd.kr Fiskal .lan wlayah (lFw) = (lFN,lKw)
rr IndeksFiskal Wilayah(tFW) merupakanfungsi Wilayah.
dari IndeksFiskal Netto dan IndeksKarakteristik
SusiyatiB. Hirawan,Ph.D
II.4 Perkembrngen Drna Brgi Hasll yangjumlah danporsinya Bagi hasil merupakan salahsatukomponendanaperimbangan garisb€sart€rbagimenjadi Danabagi hasil sendirisecaxa terusmengalamipeningkatan. dua komponenbesar yaitu bagi hasil pajak dan bukan pajak (sumberdaya alam). komponennya sejakpelaksanaan otonomi Perkembangan danabagihasil danberdasarl
2001
Drns Perimbang.n Dlna Brgi Hrsil Prj.k PPh(Ps.21,25,dan29) PBB PBTTTB Sumb€rIhya Alsm MinyakBumi CasAlam Pertambadgah Umum K€hutanan
4l.tt1 20.259 8.551 3.104 4.272
2W2
20rI3
APBN
APBNP
94.5t2 24.6N 11,946
t.t76 I1.708 5.897 3.836 999
4.011 5.610 2.205 12.6s5 5.78s 4;t79 1.012 7A6
rD.y21 29.925 13.&i4
20/J4
2005
2{X}6
APBN
APBN
tr2-rn 26.9?A 15.119
124310 215.592 31.220 59J58 I9.S01, 26238
5.466 8.519
6.042 7.710
6.400 9.800
t.8s0 14.091
2.68 10.509
3.200 11.800 4.700 4.600 1.600 300
6.231 s.668 t.192 570
3.837 4.60 1.303 228
6.001 t4.957 5.280 33.120 t6.736 12.500 2.395 L158 331
Sumberl APBN,Deparlgmen Keuangan Gsmblr5. Sk€maBagi Hasil Pajak
PPn Pa 25 dg[1 2E Wajib Pajak Olang Pnbadl Dalam Nsgeri dan PPh Ps 21
Kora(64,8%) Biaya (e%)
(2006) Sumber:UU No, 33/2004dandikutip dariMenkoPerekonomian Danabagi hasil pajaksendiriterdiri dari 4 komponenjenispajakyang dibagihasilkandari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Jenis dana bagi hasil pajak itu antara lain PajakPenghasilan(PPh) Wajib Pajak OrangPribadi Dalam Negeri, PPh Pasal21, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehanatas Hak Tanah dan Bangunan (BPTHB). Skemapembagianbagi hasil pajak tersebutdapat ditunjukkan padaGambar 5.
13
Evalu8siLima TahunD€sentralisasiFiskal di lndon€sia
Bagi hasil sumberdaya(BHSDA) sendiriterdiri dari 6 jenis sumberdayaalam yaitu minyak bumi, pertambangan umum,perikanan,pertambangan kehitanan,pertambangan gasbumi, sirta penamlanganpanasbumi.Jenisdanabagi hasilyangteral6ir merupakan juga jenis danaBHSbA hasilievisi dariUU No.25l199.Selainitu, revisiUU tersebut -memasukkan jenis Skema hasil kehutanan bagi dana danareboisasisebagaisalahsatu daerahdan pemerintah b4gi hasil sumberdayaalam berikut porsi bagianpemerintahan pusatdapatterlihatpadaGambar6. Grmbrr 6. SkemaBagi Hasil Sumber Daya Alam
saluywinsi(32%) Kabupaten/Kotadalsm
luEnTetap(LandR6nt)
(32%) dalam satuprovinsi Kabupat€rrKob
Dasar Pendidjlar 0,196untuk,qnggEran Anggafa untuk PsdidikatDasat 0,2% (6,2%) dalansatuprovinsi X€buDalen/Kda P$didik$ Dasar 0,1%unlukAnggaran
Dasar unluk Anggaran P$didikan 0,2% Dastr (12,2%) 0,2% lntukAnggaran Pendidikan satupro/insi Kebupaten/Kota dalam
dalam satuptovinsi Penghasil; 32%Kab/Koh 16%Pro$nsi; 32%Kab/Kota
(2006) Sumber:UU No. 33/2004dandikutiDdati MenkoPerekonomian
74
SusiyatiB. Hirawan,Ph.D
Pengatuan baru ini juga mengatur t€ntang penguranganporsi pernerintah pusal sebesaf O,5Vodari bagi hasil minyak dan gas bumi. Namun, pemerintah menyaratkan bahwa tambahanalokasi bagi pernerintahandaerahini diprruntukkan untuk anggaranpendidikan dasar.Formula bagi hasil migas ini akan berlaku efektifpada tahun 2009. Penyaluran dana bagi hasil itu sendiri tak jarang menimbulkan banyak persoalan khususnya bagi hasil migas sehingga menimbulkan sejumlah resistensi pada daerah penghasil. Permasalahanitu antara lain: ketErlambatanpencairan dana bagi hasilr2 serta Xidak mengikutinya bagi hasil dengan realisasi perkembangan harga dan produksi, khususnya harga minyak bumi. Berdasarkanhal tersebu, p€merintah pusat menetapkan pengatuan tambahanpadaUU No.33 Tahun 2004, antaralain: l.
Pemerintahmenetapkanalokasi Dana Bagi Hasil yang berasal dari Sumber Daya Alarn sesuaidenganpenetapandasarperhitungandan daerahpenghasil;
2.
Dana Bagi Hasil yang merupakanbagian Daemh disalurkan berdasarkanrealisasi penerimaantahun anggaranberjalan;
3.
Realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil dari seldor minyak bumi dan gas bumi tidak melebihi 130% dari asumsi dasar harga minyak bumi dan dan gas bumi dalam APBN tahun berjalan; dan
4.
Apabila melebihi 130%, penyalurannyadilakukan melalui mekanismeApBN Perubahan.
Irnplementasi desentralisasi fiskal di Indonesia selain menyebabkan peningkatan porci anggaranpemerintah pusat yang harus didaerahkan,juga meningkatkan besaran ApBD. Pengaruh dari desenhalisasi fiskal terhadap keuangan daerah akan ditunjukkan pada bagianberikutini.
III. DESENTRALISASI DAN KEUANG,d,NDAERAH Pelimpahan kewenanganyang disertai denganalokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah telah merubah pola dan jumlah ApBD pemerintahan daerah. Dalam perkembangan lima tahun implementasi desenftalisasi di Indonesia, terdapat kecenderungantingginya ketergantungan pemerintahan daerah terhadap dana perimbangandaxi pemerintahpusat. KetergantunganAPBD lang tinggi terhadapdanaperimbangantersebutte{adi k}rususnya pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Data Departemen Keua4gan mengindikasikan pada tahun 2004, porsi dana perimbangan dalam APBD Kabupaten/Kota rata-rata sebesar 75,1%, sedangkan APBD Provinsi angka ini berkisar pada 46yo. Lebih jauh, perkembanganproporsi APBD tersebutdapatditunjukkan plda Gambar 7 dan 8. Tingginya ketergantunganpada dana perimbangan ini khususnya Dana Alokasi Umum, memberikan implikasi pada tingginya pula tekanan politik dari pemerintah daerah dalam alokasi dana perimbangan. Salah satu studi yang mengindikasikan hal ini dilakukan oleh Syahrial (2005) yang menemukan bahwa adanya tekanan politik dari daerah kaya yang ditunjukkur dengan berhubunganpositifnya PAD dengan probabilitas daemh menerimi DAU di atasrata-rsta. l'?Lihat studi LPEM FEUI (ZOO3) tent,flrgR{:ional public Expendit re Review.
EvaluasiLiDa TahunDesentralisasi Fiskaldi lDdonesia
2001-2004 (%\ Proporsi APBDProvinsi, GambarT, Perkembangan
Sumber: DepartemenKeuangan RI, 2005 Garnbar8,
2001- 2004
90.00 80.00 70.00 60.00 50.00
E PAD
40.00
I DanaPgrimbangan
30,00 20.00 10,00
6 Lain-Lain
2001 Sumber: Departemen Keuangan RI, 2005 Seiring meningkatnyakebutuhan anggaran,pemerintah daerah berusaha menambah penerimaannyamelalui PendapatanAsli Daerah (PAD) khususnyaPajak dan Retribusi Daerah.Selainintensifikasijenis pajakdan retribusidacrahyang ada,usahaekstensifikasi pun dilakukan denganpenciptaansumberpenerimaanyang baru, Dalam melakukanhal ini, pemerintahdaerahperlu menetapkan PeraturanDaerah(Perda). usahapeningkatanpendapatan melalui pungutandaerahini Namun, dalam perjalanannya, terkadangberdampaknegatif terhadapiklim investasiyang ditunjukkan denganadanya Perdaberrnasalah. Studi LPEM FEUI (2001) misalnyamenunjukkanterjadinyatambahan biaya produksiperusahaan akibatpungutanini. Studi lain yang dilakukanKPPOD (2003)
'I?uorsPu uep qEJe€p ltuouole u€qngun ed uel?)lSupedq€ppBlnqesel ueerelq€fasa{ uele)l8uruod u€Tlnfunueu EueA Joplrpul n}?s TIEIeS .I?dgclp snrEq 3u€,( EurBtrn uenlnl lpefusu r,{usnpqos IssslleJluosepupp qere€pnuouolo Jselueualdrura,(uepuqe;e1es lgl€Ju,(seur uD?ralqrfesdl uepl8uruod 'lsuTtdruy 'lulurefseur epedel {llqnd u?u?rt?tod tu?$e:lopueu {r4un ?qesn uep sedeFel 4epu e,(uque1 Is"srluJluesepUEp reseq uenfnJ HYUgVq NVNNCNYAI ISd NVq ISYSI'IVUINSSS('AI
&peqrelrs'slre4s,s?p u€)pFfun{p *1, 1n1p"qw,iTJn;":$f1$:l l,"p qruseuod 'rur qtqel rpBfueu pdep qaeep !p lse$a^ur rurt4r uu4duj?Wp
wJn|?Eued s^uepE u€8uec
.0I rEqutBC w)t{n[unl1p pdep "p"d .dalSuel e.rEces plo){,/u.lEdnqB) BpJed d8peqJetpsnd qetuueurod aluslt€)letu Joquol 'JnueqnC aT ucluluDllp s ?q nlnq?p qrqeFel ?lo>I,ruel?dnqexEpred ue8uecueg 1n1un uelSuepeg u€SuanoXuetuel{ rnEuep lseulpoo\Eq 8ue( nlnqep qrqepel ua8aN ur"FO Feluel eI u€Iurljl{lp (Judc rntnlasrp qBlel SuE,{rsuhord rlgts"cl uanp.rag ueSuucurg 'rsur^ojd rplu eruad 'qera?O uprlglulrerued ?vu1u4 pggT unq€J lnlun Zt.oN nn lu€l€p Jnl?rp 3uu,( ryedas r{eraBq uEm}ered uzauecuea depeqrel lsrnp,te qod qeqnJeur lesnd qqulrowad lpnqtuetu $qo$al r{EpsEureq3wf upre6 Wlrunf e,{ur€soqqlsel I g00Z'tdue3uene)ueub ed.( :$quns %2618 'e069
qeFseula8 lep[ epad tr IEEg
lsr^a tr
'u"ln8und reue8ueu?pJadrspnle^Arsnqltlsrc .6 isqur9 9002laqlue^oN- I00Z
tnluoq 6 rBquBC eped uqlnlunllp ledep efuselaf qrqel lnqesret!s€np^e!paueXeprej lslsoduo) q?l?suruJ€q 8ue^ epJedupl€druau 9002 lequa^oN u88urq 1697 unqel uep lssnp^erp 8ue,{epled 0lS'1, rrEpepl'd rog rE}plose,nququellnfunueu utpues qeleBp ueln8und ue8uapue1ruryeq8ue,{ epre4 depuqrelue8ueno) uoueu€deq IsBnlBAellseH 'qeJeep lp ls"lse^ul rullT p,(DlnrnqueLu u!ryues IeJe u?IFoqureu u?)p Suefued q8uel pppd selef 1ur qe.nep uelnSund SueXuelJnF8ueru Suel qepseureq EpJede,{uepv 'etu€s 8up,{ pq ueqrsolpul8uew C qd
'!us/$.urHg rlv,{rsns
EvaluasiLima TohunDesentralisasiFiskal di Indonesia
P€rdaKab/l(ota Pusatterhadap Kontrol Perngrintah Grmbrr 10.Mekanisme MNCANGAN PERDA KAB/KOTA- Paiak dan RatribusiOaerah(Telah Disetuiuioleh oPRD)
Tidak slaual dengan k€tanhtan umum dan/sbu per-Uu'an png lebih linepl
Sesuaidengankolenluanrlmum dadataup€r-Uu"a||tang lebthlinggi
Tid6k lesuai dengqn katefiuan urnum dan/atau par-Uu-en y3ng lebih lnogl
(2006) dandikutipda MenkoPerekonomian Sumber:Diolahdari UU No.3212004
SusiyatiB. tlirawan,Ph.D
Sulit sekali memisahkanefek pertumbuhanckonomi yang diakibatkanoleh adanya desentralisasifiskal atau pun tidak. Namur, Tab€l 5 berikut ini akan menunjukkan pertumbuhanekonomipadasaatsebelumsdanyaotonomidaerah,masakisis ekonomi, dan empattahun perjalananotonomi daerahhingga 2004. Data pada tabel tersebut p€rtumbuhao ekonomiantfr da$ah.Selsinitu, jika menunjukkan bahwaterjadiperbedaan (1994- 1997)'tingkat dibandingkanperiodesebelurnkrisis dan sebelumd€sentralisasi pertumbuhanekonomipascadesentralisasi masihberadadi bawahlevel periode1994t€rsebut. I 997 Trbcl 5. PcrtunbuharEkonomiProvinsi-kovinsidi Indonesia,1994- 20M (o/o) TAHUN
PROVTNSI
194+1997
1998
2001-2003
NanggroeAo€llDa&ssal.m BangkaB€litmg
1.21o/o
4.260/0
6.39% 5.31o/o
Bengl(tlu Jambi tampung
5.76Vr 1.34% 't.43Vo
4.27% -5.41V. -695% -3.48/.
4.7 to/o
4.3604
Sulaw€siTengah SulawesiSelalan SulawesiTenggara SulawesiUtara Corontalo Bali NusaTenggamTimur Barat NusaTenggara Maluku MalukuUlara Papua
s.38./. 4.94% 3.21/o
4.45yo 4.1syo
5.74% s.63%
6.16% 7.tT/o 1.340/o
-|.140/.
4n4/6 4. %
5.t3%
8.0T/o 6.816/d 8.11%
-11.49% -ll.l8%
4.tT/. 4.970/o 4.45%
4.920/. 4.766/. '553%
4.39% 2.780/o 3.99vo
4.71% -3.96% -5.33./. -s.18%
3-43Vo 5.&% 4.82% 6.41o/o 3.3t%
83!/o
KalimantanSelatan KalimantanBsrat
5.340/o
4.540/.
SunatemUtan
JawaTimur JawaBarat DKI Jakarta DI Yogyakarta KalinantanT€ngah KalimsntanTimur
4.2r%
4.73% -t0.9U/o
7.26% 1.34./o
Banten JawaTengai
4.lV/.
434% 5-46%
SunateraSelaian Barat Sumatera
7.t4yo 8.1l% 8.83% '1.r9./. 7.t40/o 6.27/o 7.64% 7.350/.
4.81o/.
4.97v. 2.29% 3.34/.
2004
-t6.tt/. -t7-77./o
:2-310/.
5.9t%
4.W. -2.73./" -3.07% -5.930/.
12250/o
12.120/.
78t% 1,t70/o
6.26% 33E% 4,7T/o 485% 238% 2.65% 4-79/o
5.80% 5.08% 5.88% 5.13% 5.060/. 1.790/. 5.O4Vo 4.7v/o 7.ts% 5.200/. 7.66Vr 4.450/6 6.93./. 4.62% 5.,p/o 6At% 4.43Vo 4.1$/. -3.36%
rr Provinsi BengkaBetituhg,Corontalo,Banbn danMaluku UtaG adalahprovinsi-provinsibatu hasil pemekaran.Terdapat3 provinsibaru lain yang belumtedapat datrnya,yaitu Sulaw€siBarat, Kepulauan Riaudan lrian JayaBarat
EvsluasiLirna T.hun DesenFaliErsiFiskal di Indonesia
Mekanisme kontrol yang diawali sejak Perda tersebut masih dalam tahap rancangan, diharapkanakan dapatmancegahberlakunya Perdayang distortifterhadap perekonomian. Penulis menyadari bahwa masih terdapat efek dari krisis ekonomi dimungkinkan masih acla dalam periode pemulihan. Namun, satu hal yang dapat disimpulkan bahwa adanya desentralisasifiskal belum manpu mengangkatpertumbuhanekonomi daerahyang sangat tinggi di atas pertumbuhan periode sebelum krisis terjadi. Satu hal yang mengejutkan adalahkasusProvinsi Riau dan Kalimantan Timur. Kedua provinsi ini merniliki nilai dana perimbangankhususnyabagi hasil minyak yang tinggi sertaditandai denganbesarnyanilai APBD pern€rintahandaerah di kedua provinsi te$ebut. Namun, kedua provinsi tersebut memiliki tingkat pertumbuhan €konomi yang relatif rendah Pada pqriode setelah implementasi desenftalisasi. Hal ini memberikan implikasi bahwa adanya dana APBD yang besartidak menjamin bahwa daerahtersebutmemiliki tingkat pertumbuhanekonomi yangtinggi. Lebihjauh, efisiensidari alokasiAPBD didugamasihjauh dari kondisi ideal. Selain tingkat p€fumbuhan ekonomi, faktor lain yang harus diperhatikan dalam pembangunanekonomi daerah adalah masalah PemerataanPembangunanantar daerah. Cara yang paling umum untuk mengukur distribusi antara daerah adalah dengan menggmalian indek Williamson. Indeks ini mengukur dispersi tingkat pendapatanper kapita daerch relatif tohadap rata-mla nasional. Rumusan indeks Williamson (Vw) tersebutadalah:
(1-'-)'.(*) Vw= Dimana Yi : PDRB provinsi i dibagi denganjumlah parduduk provinsi i F = Jumlah PDRB seluruh provinsi dibagi denganjumlah penduduknasional {: Jumlahpendudukprovinsii N = Jumlah penduduknasional Hasil perhitungan Indeks Williamson dangan menggunakan data PDRB total harga berlakudapatditunjukka'npadaGambar ll. Dari gambar di atas terlihat bahwa terjadi peDiDgkatanketidakm€rataansetahun setelah pelaksanaanotonomi daerahdari tahun 2000 ke 2001. Hal ini tidak terlepasdari perbedaan kemarnpuan fiskal daerah yang berimplikasi terhadap perbedaan nilai tambah bruto (PDRB) dalam perekonomianantar daerah.Tahun 2001 telah terjadi peningkatan aktiYitas kegiatan pemerintahan antar daerah mmgingat adanya transfer kewenangan dan dana perimbangan dari pemerintah pusat kepada pernerrintahandaerah, Dikarenakan setiap daerahmemiliki perbedaannilai dana perimbanganini, khususnyabagi daerah yang kaya dan kap sumber daya alam, berimplikasi lebih jauh meningkatkan ketidakmerataan pembangunanantar daerah. Namun, pada tahun 2002, nilai Indeks Williamson ini mengalamipenurunanseiring dengan membaiknya p€metataanpernbangunanantar daerah. Pergerakannaik indeks ini pada tahun 2003 terjadi meskipun dalam kisaran yang relatif kecil. Temuan ini memberikankonsekuensikepadapernerintahpusat untuk terus margembangkankebijakan yang lebih memperhatikan distribusi pembangunan antar daerah, Selain dengan menggunakan insfumen DAU, pemerintah pusat juga hordaknya memperhatikan
SusiyatiB. Hirawan,Ph.D
pertimbanganpemilihan lokasi proyek di daerahyang dibiayai melalui Dana Alokasi dar tugaspembantuan. Khusussertadanadekonsentrasi Cambar 11. Perkombansan IndeksWilliamsonTahun2000- 2003
HasilPerhitungan, Sumber: 2006
Selain aspek pembangunanfisik, pembangunansumber daya manusia pun mutlak diperlukan sebagaiukuran kesejahteraanyang lebih tepat dibandingkandengan hanya lingkat pertumbuhanekonomi. Dibandingkan dcngan sebelum dan sesudahotonomi daerah, hampir seluruh provinsi mengalami peningkatannitai tndeks Pembangunan Manusia.Namun, terdapattiga provinsi yang perlu diperhatikanaspek pembangunan manusianyayang relatif mengalamipenurunannilai IPM padatahun 2002 dibandingkan tahun 1999.Keliga provinsi tersebutadalahProvinsiNusaTenggaraTimur, Maluku dan N4alukuUtara.Kondisi ini harusmendapatkanperhaliandari pcmerintahpusatdan daerah untuk memberikankebijakanyang sinergi dalamperbaikankualitasmanusiaIndonesia.'" Perjalananimplementasidesentralisifiskal di lndonesiaselamalima tahun ini merupakan perjalanan yang masih berumur pendek. Diperlukan perbaikan yang positif dalam meningkatkan kinerja desentralisasidalam peningkatan kesejahteraanmasyarakat Indonesia,
V. PENUTUP Perjalananmuda usia implementasidesentralisasifiskal di Indonesiadirasakantelah memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam proses perencanaandan pembangunandaerah.Meskipun demikian,terdapatbeberapahal yag selama5 tahunini di Indonesiaantaxalain: daoatdisimoulkandalamdesentralisasi
'{ LebihjauhdapatdilihatpadaIndonesia HDR 2004.UNDP
EvaluasiLim. TahunDesenhalisasiFiskal di lndon€ria
l ) Telah terjadi peningkatan jumlah dan proporsi belanja daerah dalam anggaran pemerintah pusat.. Besamya jumlah ini pula telah m€ningkatkan secan signifikan besaran APBD. Selain itu, masih terdapat ketergantungan yang tinggr pemerintah daerahterhadapdanaperimbangandari pernerintahpusat. Pemerintah hendaknya dapat terus memperboiki tnnspamnsi alokasi dana perimbangan,khususnyaDana Alokasi Khusus. Penciptaanmodel alokasi yang lebih sederhana dapat meningkatkan transparansi serta kepercayaan pemerintah daerah terhadappemerintahpusat. ?\
Adanya gejala ketimpangan pembangunan antar daerah hendaknya mendapatkan perhatian pemerintah melalui kebijakan yang komFehensif. Hal itu misalnya dapat dilakukan dengan memberikan p€rtimbangan aspek kebutuhan daerah dengan menerupkan analisa lokasi dalam penyaluran dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan.Kebijakan pengalihan secarabertahap dana dekonsentrasimenjadi Dana Alokasi Khusus merupakan kebijakan yang penting dan dapat mencapai tujuannya secamoptirnal denganperbaikan formula DAK.
4) Perbaikan formula DAK ters€but dapat dilakukan dengan memberikan pembatasan t€rtentu pada kiteria khusus dalam formula alokasi DAK. Kebijakan pemeintah untuk memperbaiki ikljm jnvestasi seharusnyadilakukan secara komprehensif dalam kerangka otonomi daerah, Pengawasandan evaluasi yang tepat waktu terhadap Rancangan Perda dan implementasi Perda perlu mendapatkan perhatian yang seriusdari pemerintahpusat.
DAFTAR PUSTAKA Brodjonegoro, Bambang PS dan Robert Simanjuntak Q005). Stud.y on Decentralization Framework and Fiscal a d Administralive Capacity of Local Governmentsin Indozesrc. Mimeo, Universitas Indonesi4 2005. De Mello JR, Luiz R. Fiscal Decfitralization and Intergovernmantal Fiscal Relations: A Cross-Country Analysis.World Development Vol.28 No.2, pp.365 - 380, 2000. Departemer Keuangan RL Nota Keuangan,beberapatahun publikasi. LPEM FEUI (2001). Cost of Doing Business.Lapomn Penelitian LPEM FEUI. LPEM FEUI (2003\. Regional Public Expendinre Review. Laporun Penelitian LPEM FEUI Menko Per€konomian Rl (2006). PelengkapBuku Pegangan2006 Pemerintahandan PembangunanDaerah. PP No, 55 Tahun 2005 t€ntangDana Perimbangan Schroeder, Larry dan Smoke, Paul, "lntergovemmental Transfers: Concepts, InternationalPractice,and Policy I6sues,"dalam Paul Smoke dan Yun-Hwan Kim, eds., Intergovenmental Fiscal Transfers in Asia: Current Practice and. Challengesfor the Future. ADB, 2003, hal. 20 - 59. Simanjuntak, Robert. "Politik KeuanganDaerah dan PerimbanganKeuanganPusatDaerah"Mimeo, Univ€rsitasIndonesia,2005. Syahrial, Syarif, 20O3.Otonomi Khusus.KPPOD News, Jakarta,2003
SusiyatiB. Hirawan,Ph.D
2005. TekananPolitik PernerintahDaerah dalam Alokasi DAU. Bulexin Ekonomi, Moneter dan Perbankan,Bank Indonesia2005 UNDP (2004). Indonesia Human Development Report 2004: The Economics of Derelopnent iR Indoneria, UU No,l8 Tahutr 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daelah Istimewa Aceh SebagaiProvinsi Nanggroe Aceh Darussalam UU No. 2l Tahun 2001tentangOtonomiKlusus bagi ProvinsiPapua UU No. 22 Tahun 1999tentangPemerintahan Daerah UU No.25 Tahutr 1999 tentangPerimbanganKeuanganantaraPemerintahPusatdan Daerah UU No. 32 Tabun 2004tentangPemerintahan Daerah UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pernerintah Pusat dan PemerintahanDaerah