CETAK BIRU DESENTRALISASI DI INDONESIA
BAHAN SEMINAR NASIONAL DI PALANGKARAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SELASA, 18 MEI 2010 OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MSI
A. PENDAHULUAN
Berdasarkan kategori Bank Dunia, Indonesia bersama-sama Pakistan, Ethiopia dan Philipina masuk pada negara yang melakukan “big bang decentralization”. (IEG_World Bank, Decentralization in Client Countries – An Evaluation of World Bank Support, 1999-2007, p 10-11). Dikategorikan demikian karena Indonesia melakukan lompatan besar dalam melaksanakan desentralisasi yang ditandai dengan penyerahan urusan pemerintahan yang sangat luas (vide PP Nomor 38 tahun 2007) serta perimbangan keuangan yang sangat besar (vide UU Nomor 33 Tahun 2004). Dari sudut pandang yang lain, desentralisasi di Indonesia dapat dikategorikan sebagai “revolusi desentralisasi” karena adanya perubahan pada dimensi yang sangat luas dan dengan kecepatan perubahan yang sangat tinggi, sehingga membuat banyak pihak mengalami “gegar budaya”. Revolusi di sini lebih bernuansa perubahan paradigma (vide pendapat Thomas S. Kuhn), bukan revolusi fisik.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Tesis Naisbitt dalam Global Paradox menyebutkanbahwa “ semakin besar demokrasi, akan semakin banyak negara”. Di Indonesia, tesis tersebut dimaknai sebagai “ semakin besar demokrasi, akan semakin banyak daerah otonom”. Data menunjukkan setelah reformasi, perkembangan jumlah daerah otonom di Indonesia meningkat dengan ssangat cepat. Jumlah daerah otonom di Indonesia (April 2010) sebanyak 524 buah terdiri dari 33 provinsi dan 491 Kabupaten/Kota. Jumlah tersebut nampaknya akan terus bertambah apabila Pemerintah Pusat tidak menetapkan kebijakan moratorium atau mengubah pendekatan dalam mekanisme pembentukan daerah otonom baru. ( Di dalam Prolegnas 2010-2014 tidak ada satupun RUU tentang pembentukan daerah otonom baru). Data yang ada menunjukkan tidak semua daerah otonom baru memperlihatkan kemajuan yang berarti sesuai tujuannya yakni mengembangkan demokrasi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagian besar masih menggantungkan sepenuhnya sumber pembiayaannya dari pemerintah pusat. (Beberapa Kabupaten di Provinsi Papua, sudah 2 tahun jumlah PAD nya Rp. 0,00,-). Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
TABEL 1-2 HASIL REKAPITULASI PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU DARI TAHUN 1999 S/D TAHUN 2008 BENTUK DAERAH OTONOM
INISIATIF PEMERINTAH
INISIATIF DPR-RI
JUMLAH SELURUHNYA
PROVINSI
2
5
7
KABUPATEN
90
73
163
KOTA
25
8
33
JUMLAH
117 (57,64%)
86 (42,36%)
203 (100%)
Catatan : S/d akhir tahun 2009, DOB telah bertambah menjadi 205, sehingga total seluruh DO = 524 (33 Prov dan 491 kab/kota). Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
TABEL 1-1 HASIL EVALUASI TERHADAP KINERJA 148 DAERAH OTONOM BARU TAHUN 2004 DAN 2005 Nomor 1.
2.
3.
4.
Kategori Penilaian Indeks Kinerja Daerah Otonom Baru Parameter Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Indeks Kinerja Daerah Otonom Baru Parameter Pelayanan Publik Indeks Kinerja Daerah Otonom Baru Parameter Daya Saing Daerah Indeks Kinerja Secara Umum Daerah Otonom Baru
Tahun 2004 42.58
Tahun 2005 23.41
35.83
36.76
66.27
64.41
46.84
40.22
Sumber; Hasil Kajian Kemitraan, skor bergerak antara 10 sd 100). Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
B. CETAK BIRU DESENTRALISASI DI INDONESIA
Setelah gagal memilih sistem sentralisasi untuk menyejahterakan rakyat seperti pada masa Orde Baru, maka desentralisasi merupakan pilihan lain yang harus diambil. Saat ini Indonesia berada pada “titik yang tidak dapat kembali lagi” (point of no return) dalam melaksanakan desentralisasi. Apapun resikonya, desentralisasi harus berhasil membuat negara maju, rakyat sejahtera dalam suasana demokratis. Setelah desentralisasi yang sesungguhnya telah berjalan sekitar 11 tahun (terhitung sejak keluarnya UU Nomor 22 Tahun 1999), perjalanannya sepertinya tanpa arah yang jelas. Selain adanya sedikit cerita sukses, lebih banyak dipaparkan cerita ketidaksuksesan. Tuntutan pembentukan daerah otonom baru dengan cara kekerasan, konflik Pilkada, pergeseran pusat korupsi ke daerah, meningkatnya kemiskinan, meningkatnya jumlah penduduk secara tidak terkendali, merupakan sebagian contoh tentang cerita ketidaksuksesan desentralisasi.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Menyikapi fenomena ketidaksuksesan desentralisasi, Departemen Dalam Negeri (sekarang Kementerian Dalam Negeri) sejak tahun 2007, bekerjasama dengan Kemitraan telah menyusun Grand Strategy Penataan Daerah (GSPD). Tujuan awal penyusunan GSPD adalah memproyeksikan jumlah ideal daerah otonom di Indonesia sampai tahun 2025. Tetapi tidak ada satupun teori yang dapat digunakan secara valid untuk kepentingan tersebut. Tujuan GSPD kemudian diubah menjadi : a. Menyusun parameter daerah otonom yang “maju dan mandiri”. b. Mengubah mekanisme pembentukan daerah otonom baru. c. Menataulang daerah otonom yang sudah ada dilihat dari luas wilayah minimal, jumlah penduduk minimal, rentang kendali pemerintahan, pelayanan publik, pengembangan potensi ekonomi, geopolitik, serta pertahanan dan keamanan. d. Melakukan pendampingan pada daerah otonom berdasarkan klaster masalah secara kasus demi kasus. Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
KRITERIA DAERAH YANG MAJU DAN MANDIRI Selama ini daerah otonom di Indonesia tumbuh dan berkembang tanpa adanya patok duga untuk mengukur tingkat kemajuannya. Oleh karena itu dibuat parameter daerah otonom yang maju dan mandiri yaitu sbb: a. Maju, artinya secara time serial sebuah daerah otonom mengalami kemajuan dibanding tahun-tahun sebelumnya, dihadapkan pula pada besarnya anggaran negara dan daerah yang telah digunakan. Kemajuan yang diukur mencakup indikator -indikator kunci seperti pendapatan perkapita, PDRB, IPM, pelayanan publik, daya saing daerah di bidang ekonomi,ketahanan sosial dlsb. (perbandingan dengan diri sendiri menurut dimensi waktu). - Kemajuannya lambat - Kemajuannya sedang - Kemajuannya cepat b. Maju, dalam arti dibandingkan dengan daerah-daerah yang setara, sesuai klasternya. (perbandingan dengan daerah lain). : - Kemajuannya dibelakang yg lain; - Kemajuannya rata-rata - Kemajuannya di atas rata-rata daerah lainnya dalam satu klaster.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Mandiri, dalam arti mampu mengatur dan mengurus sebagian besar urusan rumah tangga daerahnya sendiri berdasarkan kontrak sosial yang telah dibuat antara pemerintah daerah dengan masyarakat daerah. Mandiri, dalam arti daerah otonom mampu menyelesaikan sebagian besar masalah-masalah setempat, sesuai hakekat otonomi daerah. Mandiri, dalam arti mampu membiayai sebagian besar pengeluarannya dari upaya mengembangkan potensi daerah, sehingga ketergantungan dalam bidang keuangan pada pemerintah pusat dari waktu ke waktu semakin berkurang. - % PAD dibanding dana dari pusat (0-10%; 10% - 20%; >20%). - % Kemampuan membiayai kebutuhan dasarnya (sandang, pangan, papan, pendidikan, fasilitas umum).
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Latar Belakang Penyusunan Strategi Dasar Besarnya hasrat masyarakat dan elit politik daerah di Indonesia untuk membentuk daerah otonom baru disebabkan oleh berbagai hal, antara lain : 1. 2. 3.
4.
Dominannya pertimbangan politik dalam setiap pengambilan kebijakan publik karena adanya fenomena “politik sebagai panglima”, yang muncul pada era reformasi sampai sekarang. Adanya amandemen UUD 1945 yang membuka peluang besar bagi DPR untuk berinisiatif membuat UU (lihat Pasal 20 ayat 1 UUD 1945 Amandemen), termasuk UU tentang pembentukan daerah otonom baru. Longgarnya persyaratan pembentukan daerah otonom baru yang diatur di dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, sehingga ada daerah otonom yang berpenduduk sangat sedikit, atau dengan wilayah yang sempit, ataupun dengan potensi ekonomi terbatas. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Dengan Daerah Otonom, telah memberi insentif yang besar bagi masyarakat daerah berkeinginan membentuk daerah otonom baru, melalui dana perimbangan berupa DAU, DAK, dana bagi hasil dan dana lainnya.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
KERANGKA PIKIR PENATAAN DAERAH OTONOM DI INDONESIA
DAERAH OTONOM YANG MANDIRI
MANAJEMEN PEMERINTAHAN ADMINITRASI PUBLIK MATRA SISTEM
EKONOMI - KEUANGAN HANKAM - SOSIAL POLITIK MATRA DEMOGRAFI MATRA GEOGRAFI
PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS
GEOGRAFI PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS
MATRA
DEMOGRAFI SISTEM 1. HANKAM 2. SOSIAL POLITIK 3. EKONOMI 4. KEUANGAN 5. ADMINISTRASI PUBLIK 6. MANAJEMEN PEMERINTAHAN
PENYUSUNAN STRATEGI PENATAAN DAERAH
FILOSOFI, PARADIGMA, DAN PRINSIP DASAR YANG DIGUNAKAN DALAM GSPD
Desentralisasi di Indonesia dilaksanakan dalam konteks negara kesatuan. Dengan demikian paradigma dan prinsip dasar yang digunakan HARUS KONSISTEN dengan prinsip dasar negara kesatuan. Digunakan paradigma desentralisasi berkeseimbangan (equilibrium decentralization) baik secara vertikal maupun secara horisontal menggantikan desentralisasi yang berat sebelah, baik ke arah sentralisasi (seperti UU Nomor 5 Tahun 1974) maupun ke arah ultradesentralistik (seperti UU Nomor 22 Tahun 1999). Desentralisasi berkeseimbangan secara vertikal nampak dari adanya pembagian urusan pemerintahan dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah ( lihat pula RUU Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan daerah, Prolegnas 2010-2014 no urut 100). Sedangkan desentralisasi berkeseimbangan secara horisontal adalah pembagian tugas antara DPRD yang lebih banyak menjalankan “fungsi mengatur” dan Kepala Daerah yang lebih banyak menjalankan “fungsi mengurus”.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Sejalan dengan perkembangan pemerintahan di tingkat nasional, maka peran DPRD sebagai wakil rakyat harus diperkuat, terutama dalam menjalankan fungsi legislasi (atau yang lebih tepat disebut fungsi pengaturan), dengan lebih banyak berinisiatif membuat Peraturan Daerah. Penguatan peran tersebut dimulai dari menetapkan kedudukan kelembagaannya secara jelas dalam sistem pemerintahan, serta kedudukan anggotanya dalam sistem kepegawaian nasional. DPRD juga perlu didorong untuk mulai membuat “anggaran bayangan” (shadow budget) yang berisi angka-angka perkiraan strategis berkaitan dengan RAPBD yang diajukan oleh Pemda, sehingga kontrol anggaran dapat dijalankan secara efektif. Pada sisi lain, fungsi pengawasan juga perlu diperkuat dengan menyiapkan sistem dan mekanisme pengawasan oleh DPRD yang selama ini sama sekali tidak tersentuh.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Pola otonomi bergeser dari simetris menjadi a-simetris. Hal tersebut nampak dari adanya UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Otonomi Khusus Papua, dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang NAD. ( Di dalam Prolegnas 2010-2014 ada RUU tentang Otonomi Khusus Bali nomor urut 157). Pembentukan daerah otonom baru melalui tahapan daerah persiapan, yang dibentuk dengan PP. Inisiatif pembentukan dapat berasal dari bawah (masyarakat dan pemda setempat), dengan konsekuensi pembiayaan sebagian besar ditanggung oleh daerah pengusul. Inisiatif pembentukan dapat pula berasal dari pemerintah pusat dengan pertimbangan kepentingan nasional, dengan biaya sepenuhnya dari pemerintah pusat (Kasus Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan). Prinsip yang dipakai : “ Mereka yang mengusulkan harus menanggung pembiayaannya”. Daerah persiapan didampingi selama lima tahun untuk kemudian baru dibentuk menjadi daerah otonom yang berpotensi untuk maju dan mandiri. Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
TAHAPAN PENATAAN DAERAH PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU MELALUI DAERAH PERSIAPAN a. Atas usulan Masyarakat dan Daerah Otonom. Masyarakat atau kelompok masyarakat dengan dukungan pemerintah daerah kabupaten/kota/provinsi dapat mengusulkan pembentukan daerah otonom baru (kabupaten/kota maupun provinsi) kepada pemerintah pusat secara berjenjang. Usulan disertai dengan berbagai persyaratan yang ditetapkan UU yang mencakup dimensi geografi, demografi dan sistem secara komprhensif. Pemerintah mengkaji ulang usulan dari masyarakat untuk dicocokkan dengan parameter pembentukan daerah otonom yang maju dan mandiri. Apabila telah memenuhi syarat, Pemerintah akan mengeluarkan PP pembentukan daerah persiapan. Sebagian besar pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah persiapan sampai terbentuk menjadi daerah otonom definitif berasal dari daerah induk, dibantu oleh pemerintah pusat.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Selama masa lima tahun, Pemerintah Pusat bersama-sama gubernur sebagai wakil pemerintah pusat serta daerah induknya melakukan pendampingan agar daerah persiapan nantinya dapat menjadi daerah otonom definitif yang maju dan mandiri. Kepala Daerah Persiapan diisi dari PNS yang memenuhi syarat mempunyai golongan pangkat minimal IV.c untuk provinsi dan golongan IV.a untuk kabupaten/kota, dengan catatan ybs tidak boleh mencalonkan diri untuk menjadi KDH definitif. Perangkat Daerahnya diisi dari berbagai daerah sesuai persyaratan perundang-undangan. Sistem anggarannya masih mengikuti daerah induknya apabila daerah persiapan tersebut berasal dari satu daerah otonom. Sedangkan apabila berasal dari bagian daerah otonom yang bersandingan, dibuat akun yang tersendiri dibawah supervisi dari Kementerian Keuangan.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
b. Inisiatif Pemerintah Pemerintah, berdasarkan pertimbangkan kepentingan nasional, berinisiatif membentuk daerah otonom (provinsi, kabupaten/kota). Inisiatif dibahas lintas kementerian di bawah koordinasi kementerian dalam negeri, untuk diajukan kepada Presiden, sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam UU. (perlu kriteria kepentingan nasional). Apabila koordinasi di tingkat nasional sudah tuntas, maka perlu ada pembicaraan dengan daerah, karena daerah persiapan yang akan dibentuk berdasarkan inisiatif pemerintah merupakan bagian dari suatu daerah(induk), atau beberapa daerah (induk) yang bersandingan. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah persiapan inisiatif Pemerintah berasal dari pemerintah pusat, sampai terbentuk menjadi daerah otonom yang definitif.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Selama masa lima tahun, Pemerintah Pusat bersama-sama gubernur sebagai wakil pemerintah pusat serta daerah induknya melakukan pendampingan agar daerah persiapan nantinya dapat menjadi daerah otonom definitif yang maju dan mandiri. Kepala Daerah Persiapan diisi dari PNS yang memenuhi syarat mempunyai golongan pangkat minimal IV.c untuk provinsi dan golongan IV.a untuk kabupaten/kota, dengan catatan ybs tidak boleh mencalonkan diri untuk menjadi KDH definitif. Perangkat Daerahnya diisi dari berbagai daerah sesuai persyaratan perundang-undangan. Sistem anggarannya masih mengikuti daerah induknya apabila daerah persiapan tersebut berasal dari satu daerah otonom. Sedangkan apabila berasal dari bagian daerah otonom yang bersandingan, dibuat akun yang tersendiri dibawah supervisi dari Kementerian Keuangan.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
PENATAAN ULANG DAERAH OTONOM YANG SUDAH ADA
Penataan Daerah Kota dilakukan dengan tahapan : menyusun kriteria kota dalam tiga kategori (kotapratama, kotamadya, serta kotautama); melakukan pengelompokan kota yang sudah ada ke dalam tiga kategori yakni kota pratama, kotamadya serta kotautama. Melakukan penataan ulang daerah kota dengan parameter : Luas wilayahnya, dalam arti melihat luasnya dibandingkan standar luas minimal sebuah kota sesuai dengan klasifikasi kotanya serta proyeksi pertumbuhannya di masa mendatang. Bagi kota yang sudah ada tetapi belum mencapai luas wilayah minimal perlu dilakukan perluasan wilayah dengan mengambil wilayah kabupaten sekitarnya dengan pendekatan “win-win approach”, atau melaksanakan kebijakan dekonsentrasi planologis. Cakupan wilayah dan rentang kendali pemerintahannya, dalam arti melihat melihat jumlah kecamatan dan desa/kelurahan disbanding standar minimalnya sesuai klasifikasi kotanya dengan proyeksi pertumbuhannya di masa mendatang. Bagi kota yang belum memenuhi jumlah minimal kecamatan dan desa/kelurahan perlu disusun rencana penambahan jumlah secara bertahap berdasarkan prinsip efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Jumlah penduduknya, dalam arti melihat jumlah penduduk yang ada dengan proyeksi di masa mendatang. Apabila jumlahnya terlampau sedikit, daerah kota bersangkutan perlu didorong untuk melakukan kerjasama dengan daerah lainnya di Indonesia untuk memindahkan penduduk ataupun melalui program transmigrasi. Potensi ekonominya, dalam arti melihat potensi ekonomi yang diperkuat dengan studi kelayakan serta berbagai keunggulan yang dimiliki oleh setiap daerah otonom perkotaan dikaitkan dengan geoekonomi dan geostrategik secara nasional, sehingga dapat diproyeksikan kemungkinannya untuk menjadi daerah otonom perkotaan yang maju dan mandiri. Penataan organisasi dan sumberdaya aparturnya sesuai klasifikasi kotanya, dalam arti apabila perlu dilakukan penataulangan organisasi pemerintahnya serta sumberdaya aparatur yang mengawakinya agar menjadi lebih efektif dan efisien serta lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat. Kebijakan khusus untuk masing-masing daerah otonom perkotaan yang mampu mendorong menuju daerah yang maju dan mandiri.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Penataan Daerah Provinsi dan Kabupaten Daratan dan Kepulauan, serta klasifikasi kabupaten dalam tiga kategori besar, sedang, dan kecil dengan parameter : Luas wilayahnya (dibuat enam kelompok terdiri dari daerah kecil, sedang, besar, dan berupa daratan atau kepulauan). Cakupan wilayahnya dan rentang kendali pemerintahannya Luas Wilayahnya Jumlah penduduknya Potensi ekonominya Penataan organisasi dan sumberdaya aparturnya sesuai kebutuhan Kebijakan khusus yang diperlukan untuk mendorong masingmasing daerah otonom agar nantinya maju dan mandiri.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Pembedaan perlakuan antara daerah daratan dengan daerah kepulauan. Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang terbesar di dunia, tetapi perhatian terhadap daerah kepulauan relatif terbatas. Padahal, mengelola daerah kepulauan jauh lebih mahal dan rumit dibanding mengelola daratan. (Ada RUU tentang Perlakuan Khusus Provinsi Kepulauan dalam Prolegnas 2010-2014 nomor urut 171). Daerah otonom perkotaan di Indonesia saat ini dilihat secara seragam, padahal kenyataannya sangat beraneka ragam. Oleh karena itu dipikirkan adanya klasifikasi daerah otonom perkotaan menjadi tiga kategori yakni kota kecil dengan nama generik kotapratama, kota sedang dengan nama generik kotamadya, dan kota besar dengan nama generik kotautama. Kewenangan, bentuk organisasi dan manajemen dari masing-masing kota tentunya akan dibedakan sesuai dengan obyek dan subyek yang mengurusnya.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Dipertimbangkan pula adanya kawasan-kawasan khusus yang berciri perkotaan seperti BSD (Bumi Serpong Damai) yang sudah menjadi pemerintahan di dalam pemerintahan. Selama ini bentuk kota mandiri seperti ini belum terakomodasi dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia. Penataan ulang daerah otonom yang sudah ada agar dapat memenuhi parameter menuju daerah otonom yang maju dan mandiri. Kegiatannya mencakup penataan ulang batas wilayah agar menjadi lebih terkelola serta menghindari adanya wilayah-wilayah yang bersifat enclave; menataulang daerah-daerah yang berpenduduk sangat sedikit dengan mendorong kerjasama antar daerah; memberi fungsi khusus pada daerah-daerah otonom yang sudah terlanjur dibangun di daerah hutan lindung; mengembangkan lebih banyak dekonsentrasi planologis untuk mengatasi masalah-masalah perkotaan dengan daerah-daerah disekitarnya.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
FILOSOFI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Masih dilanjutkannya filosofi desentralisasi berkeseimbangan (equilibrium decentralization), baik secara vertikal maupun horisontal, serta keseimbangan antara demokrasi dan efisiensl. Keseimbangan secara vertikal dalam arti adanya pembagian urusan, tanggung jawab, serta pengalokasian sumber keuangan yang seimbang antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi, serta Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota ( lihat PP Nomor 38 Tahun 2007 dan UU Nomor 33 Tahun 2004). Keseimbangan secara horisontal, dalam arti adanya pembagian fungsi yang seimbang antara Kepala Daerah dengan DPRD. Kepala daerah lebih banyak menjalankan FUNGSI MENGURUS, sedangkan DPRD lebih banyak dituntut untuk menjalankan FUNGSI MENGATUR (membuat kebijakan), Keseimbangan antara pengembangan demokrasi dengan efisiensi sistem administrasinya.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
PENGEMBANGAN DESA
Masalah desa selama ini selalu kontroversial. Mulai dari kedudukannya yang tidak jelas dalam sistem pemerintahan negara, yang berdampak pada ketidakjelasan organisasi dan perangkatnya, urusan pemerintahan yang dijalankannya serta sumber-sumber keuangan yang digunakan untuk menjalankan organisasi. Mengingat masalah yang dihadapi oleh Desa bersifat struktural, maka cara mengatasinya harus didasarkan pada kebijakan politik yang strategis dan bersinambungan, tidak bersifat tambal sulam. Strategi jangka panjang adalah menetapkan secara tegas kedudukan organisasional pemerintah desa. Secara politis hal ini sudah mulai nampak dalam TAP MPR RI No.IV/MPR/2000 yang berbeda dengan isi pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Isi pasal ini yaitu sbb : “ Negara MENGAKUI dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam UU”. Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Pada Tap MPR Nomor IV/MPR/2000 rekomendasi nomor 7 dikemukakan mengenai kemungkinan adanya otonomi bertingkat propinsi, kabupaten/kota serta desa. Kebijakan politik tersebut perlu ditindaklanjuti dengan peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah dan desa. Isinya yaitu sbb : “Sejalan dengan semangat desentralisasi, demokrasi, dan kesetaraan hubungan pusat dan daerah diperlukan upaya perintisan awal untuk melakukan revisi yang bersifat mendasar terhadap UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Revisi dimaksud dilakukan sebagai upaya penyesuaian terhadap Pasal 18 UUD 1945, termasuk PEMBERIAN otonomi bertingkat terhadap Propinsi, Kabupaten/Kota serta Desa/Nagari/Marga, dan sebagainya.”
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
PERBANDINGAN PENGATURAN TENTANG DESA ANTARA UUD 1945 (AMANDEMEN) DENGAN TAP MPR NO IV/MPR/2000 REKOMENDASI NOMOR 7 ASPEK YANG DIBANDINGKAN
UUD 1945
Arah TAP MPR NO IV/MPR/2000
Filosofi otonominya
Pengakuan
Pemberian
Sifat otonominya
Tradisional
Rasional
Bentuk kelembagaannya
Self governing community (lembaga kemasyarakatan)
Self local government (Lembaga pemerintah daerah skala lokal)
Status kepegawaiannya
Bukan PNS
PNS
Sumber keuangannya
Pungutan dan Bantuan
Bagian dari APBN dan APBD
Hak memungut pajak dan retribusi atas nama Desa
Tidak ada
Ada sesuai peraturan perundang-undangan
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
GAMBAR PERGESERAN PARADIGMA PENGATURAN TENTANG DESA OTONOMI PENGAKUAN
- ADD - Sekdes diisi PNS - Urusan Kab/Kota yg MASA TRANSISI
pengaturannya diserahkan kpd Desa. - Perdes ada dalam tata urut per UU an - Tugas Pembantuan kepada Desa
OTONOMI PEMBERIAN
GAMBAR PERGESERAN PARADIGMA PENGATURAN TENTANG DESA OTONOMI PENGAKUAN
ARAH PERKEMBANGANNYA ???
OTONOMI PEMBERIAN
PROYEKSI PERUBAHAN KEDUDUKAN KECAMATAN BERKAITAN DENGAN PERUBAHAN DESA (PROYEKSI 20 TAHUN YANG AKAN DATANG) Bupati/ Walikota
Camat
Konsekuensi
Kecamatan
dihapus
Urusan2 Pemerintahan yg dijalankan oleh desa
Desa Desa Otonom (baru)
Desa
Desa Proses amalgamasi (Vide Tap MPR No. IV/2000 Rekomendasi no. 7) Hak cipta model : Sadu Wasistiono
1.Luas mencakup beberapa desa lama. 2. Otonomi Rasional (DO Tk III)
Isi otonominya bersifat pemberian dari Pemerintah
Menurut data dari BPS, pada tahun 2009 jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di daerag pedesaan hanya 51%, sedangkan yang 49% sudah tinggal di daerah perkotaan. Definisi perkotaan tidak lagi dilihat secara fisik kota, melainkan lebih pada budanya. Dengan teknologi informatika, telah terbangun netcitizen yang tidak lain adalah masyarakat yang berbudaya kota, bahkan berbudaya dunia (world citizen). Berdasarkan trend yang ada, sampai tahun 2025, jumlah penduduk yang tinggal di daerah pedesaan akan semakin sedikit. Oleh karena itu, perlu disusun bentuk organisasi pemerintahan yang seiring dengan perubahan masyarakatnya.
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
KRITERIA DAERAH OTONOM YANG MAJU DAN MANDIRI
Selama ini daerah otonom di Indonesia tumbuh dan berkembang tanpa adanya patok duga untuk mengukur tingkat kemajuannya. Oleh karena itu dibuat parameter daerah otonom yang maju dan mandiri yaitu sbb: a. Maju, artinya secara time serial sebuah daerah otonom mengalami kemajuan dibanding tahun-tahun sebelumnya, dihadapkan pula pada besarnya anggaran negara dan daerah yang telah digunakan. Kemajuan yang diukur mencakup indikator-indikator kunci seperti pendapatan perkapita, PDRB, IPM, pelayanan publik, daya saing daerah di bidang ekonomi,ketahanan sosial dlsb. (perbandingan dengan diri sendiri menurut dimensi waktu). b. Maju, dalam arti dibandingkan dengan daerah-daerah yang setara, sesuai klasternya. (perbandingan dengan daerah lain).
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Mandiri, dalam arti mampu mengatur dan mengurus sebagian besar urusan rumah tangga daerahnya sendiri berdasarkan kontrak sosial yang telah dibuat antara pemerintah daerah dengan masyarakat daerah. Mandiri, dalam arti daerah otonom mampu menyelesaikan sebagian besar masalah-masalah setempat, sesuai hakekat otonomi daerah. Mandiri, dalam arti mampu membiayai sebagian besar pengeluarannya dari upaya mengembangkan potensi daerah, sehingga ketergantungan dalam bidang keuangan pada pemerintah pusat dari waktu ke waktu semakin berkurang.
==SEKIAN DAN TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA==
Sadu Wasistiono adalah Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)