1
Evaluasi Kebijakan Pemberian Insentif Pajak Penghasilan Atas Indutri Tekstil di Indonesia Veviolita Sekar Sari; Haula Rosdiana Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
ABSTRAK Belum banyak riset yang mengkaji tentang evaluasi kebijakan pemberian insentif penghasilan atas industri tekstil. Tujuan utama pemberian insentif pajak kepada industry tekstil adalah mencegah Industri tekstil melakukan penutupan pabrik, dan berdampak pada Pemutusan Tenaga Kerja (PHK) terhadap buruh dan terjadinya gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah .Ketentuan yang mengatur pemberian insentif pajak penghasilan ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.011/2013 tentang Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Penundaan Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 Tahun 2013.Penelitian ini membahas evaluasi kebijakan tersebut berdasarkan kriteria evaluasi kebijakan menurut Dunn yaitu kriteria evaluasi berdasarkan Efektivitas, responsivitas, dan ketetapan. Hasil dari penelitian ini yaitu kebijakan tersebut belum efektif , respon yang rendah dan belum tepat guna. Kata kunci: Evaluasi Kebijakan, Insentif Pajak Penghasilan, industri tekstil ABSTRACT Has not been a lot of research that examines the evaluation of policy incentives on income from the textile industry. The main purpose of tax incentives to the textile industry is the textile industry doing to prevent plant closures, and impact on the Termination of Employment to the workers and the turmoil on the financial markets and the exchange rate. Provisions governing income tax incentives are Minister of Finance Regulation Reducing the number 124/PMK.011/2013 amount of income tax of Article 25 and Delays Payments Income Tax of Article 29 in 2013. Study discusses the policy evaluation is based on the evaluation criteria according to Dunn's policy is based on the evaluation criteria of effectiveness, responsiveness , and permanence. The results from this research that the policy has not been effective, low response and not appropriate.. Keywords: Evaluation Policy, Income Tax Incentives, textile industry
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
2
PENDAHULUAN Perbincangan mengenai perkembangan industri nasional tidak dapat dilepaskan dari kebijakan industrialisasi substitusi impor (import substitution industry/ISI) yang berlangsung dari awal Orde Baru hingga era tahun 1980. Kebijakan ini, seperti dilakukan negara-negara maju lainnya, diharapkan mampu melahirkan struktur industri nasional yang tangguh dan mandiri. Untuk itu, dilakukan subsidi, proteksi, dan pemberian perlindungan lainnya ketika industri itu belum dewasa. Salah satu industri yang memperoleh perhatian adalah industri tekstil yang termasuk industri strategis yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), industri tekstil merupakan salah satu industri nasional yang berkembang baik dan efisien serta memberi sumbangan tidak kecil terhadap penyerapan tenaga kerja dan ekspor nasional. Ekspor tekstil juga merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor nasional. Bagaimanapun perkembangan ini merupakan suatu perwujudan sumbangsih pengusaha nasional dalam ikut mendukung program pembangunan nasional. Tujuan utama kebijakan substitusi impor yaitu membangun sektor industri manufaktur nasional yang kuat. Adapun tujuan-tujuan sekunder meliputi peningkatan kesempatan kerja (mengurangi pengangguran atau untuk menampung arus tenaga kerja dari sektor industri tekstil) dan surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (BOP). Ini berarti surplus cadangan devisa, dengan cara mengurangi ketergantungan ekonomi nasional terhadap barang-barang impor. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, salah satu cara yang ditempuh pemerintah Indonesia yakni dengan mengenakan bea masuk yang tinggi terhadap barang-barang impor. Industri Tekstil merupakan salah satu komoditi andalan industri manufaktur dan salah satu penggerak pembangunan Ekonomi Nasional karena industri tersebut memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap perolehan devisa ekspor, penyerapan tenaga kerja, danpemenuhan kebutuhan sandang dalam negeri. Menurut Sekjen Kemenperin, Industri Tekstil terus memberikan surplus pada neraca perdagangan dan memiliki peranan yang strategis dalam proses industrialisasi, karena produk yang dihasilkan mulai dari bahan baku (serat) sampai dengan barang konsumsi (pakaian jadi dan barang jadi), mempunyai keterkaitan baik antar industri maupun sektor ekonomi lainnya (www.puskom.kemenperin.go.id)
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
3
Seiring dengan meningkatnya kinerja industri Tekstil nasional, terjadi juga peningkatan kebutuhan tenaga kerja sektor industri Tekstil terutama untuk tingkat operator di bidang industri garmen. Dalam rangka menyediakan kebutuhan tenaga kerja tersebut, sejak tahun 2011 Kementerian Perindustrian bekerjasama dengan Asosiasi Industri Tekstil telah melakukan program-program pelatihan, sertifikasi, dan penempatan di bidang industri garmenyang diselenggarakan di Balai-Balai Pengembangan SDM dan Balai Diklat Industri di pulau Jawa. Tenaga kerja sektor industri pengolahan non-migas pada tahun 2005-2012 mengalami kenaikan 22,04%, dimana pada tahun 2005 sebanyak 11.841.908 orang dan pada tahun 2012 sebanyak 14.452.333 orang (proyeksi). Jumlah tenaga kerja ini termasuk yang bekerja di industri besar dan sedang, mikro dan kecil, baik formal maupun informal. Industri Tekstil terus didorong agar berperan sebagai sektor penopang pertumbuhan sektor pengolahan nonmigas atau manufaktur dalam negeri (www.indonesia.go.id).
Tabel 1.1 Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2004-2012 (Orang) NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. TOTAL
Jenis Industri
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011*
Makanan, minuman & tembakau Tekstil, barang kulit & alas kaki Barang kayu & hasil hutan lainnya Kertas dan barang cetakan
2.890.756
2.885.159
3.384.421
3.402.704
3.526.972
3.734.252
3.860.792
3.994.405
2.976.037
2.887.636
2.888.566
2.959.399
3.153.708
3.486.086
3.570.963
3.660.459
2.721.297
2.646.710
2.774.319
2.618.504
2.563.109
2.739.038
2.675.542
2.615.341
499.946
433.199
511.757
528.585
554.923
589.547
618.124
648.539
Pupuk, kimia dan barang dari karet Semen dan barang galian bukan logam Logam dasar besi dan baja Alat angkut, mesin dan peralatannya
739.506
711.003
694.889
727.673
721.022
835.268
846.631
858.748
771.868
803.506
1.007.794
1.097.667
1.102.982
977.241
1.002.763
1.029.668
198.711
229.023
98.070
120.137
115.347
144.321
130.780
118.592
681.548
589.438
778.313
869.390
877.017
1.001.925
1.102.489
1.213.993
Barang lainnya
310.037
268.817
210.551
200.527
193.896
288.424
283.688
279.225
11.841.908
11.474.931
12.368.729
12.549.376
12.839.800
13.824.251
14.122.407
Sumber: Sakernas bulan Agustus berbagai tahun (BPS) *) Tahun 2011-2012 adalah data proyeksi Rencana Tenaga Kerja Sektor (RTKS) Industri 2012-2014, dengan basis data Sakernas (BPS)
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
2012*
14.452.333
4
Industri Tekstil menjadi salah satu industri yang mempunyai peran strategis tidak saja karena kontribusinya terhadap perolehan devisa tetapi juga dalam penyerapan terhadap tenaga kerja, karena produk Tekstil yang demikian beragam dari hulu ke hilir mulai dari bahan baku, bahan antara sampai barang konsumsi. Pemanfaatan produk Tekstil sebagai bahan baku industri terkait lainnya akan
memberikan
efek berganda
yang luas bagi
pembangunan industri dan ekonomi nasional. Industri ini juga secara langsung ataupun tidak langsung memiliki kaitan erat dengan sektor industri dan ekonomi lainnya. Penentuan industri prioritas, dilakukan melalui analisis daya saing internasional serta pertimbangan besarnya potensi Indonesia yang dapat digunakan dalam rangka menumbuhkan industri. Krisis global yang terjadi pada pertengahan tahun 2013 yaitu terjadinya gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah di suatu negara menyebabkan Industri tekstil hendak melakukan penutupan pabrik, dan berdampak pada Pemutusan Tenaga Kerja (PHK) terhadap buruh. Pemerintah meyakini bahwa kedua hal itu dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi mengingat hingga saat ini pemerintah masih mengandalkan konsumsi rumah tangga melalui keep buying strategy untuk mendorong. Menteri Keuangan M. Chatib Basri menjelaskan, salah satu paket fiskal yang diberikan pemerintah itu adalah yang dikenal sebagai additional reductuion dimana industri biaya buruhnya akan bisa dikenakan pengurangan pajak. Sedikitnya seribu perusahaan di sektor industri tertentu, terutama garmen, tekstil, mainan anak, alas kaki, dan furnitur akan memperoleh insentif pajak berupa pengurangan cicilan pembayaran pajak penghasilan (PPh pasal 25) dan penundaan pembayaran pajak penghasilan terutang (PPh pasal 29). Krisis global yang terjadi pada pertengahan tahun 2013 menyebabkan Industri tekstil hendak melakukan penutupan pabrik, dan berdampak pada Pemutusan Tenaga Kerja (PHK) terhadap buruh. Kebijakan insentif PPh ditetapkan pada bulan September 2013, sehingga hanya sekitar tiga bulan yaitu berakhir pada masa pajak bulan Desember 2013. Kebijakan fasilitas pajak yang diformulasikan
Sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Kuangan Nomor 124/PMK.011/2013 Tentang Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Dan Penundaan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 Tahun 2013 Bagi Wajib Pajak Industri Tertentu ditetapkan dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
5
25 dan Penundaan Pembayaran Pajak Penghasilan pasal 29 tahun 2013 Bagi Wajib Pajak Industri Tertentu. Kementrian Perindustrian Dalam rangka pelaksanaan pemberian insentif pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dan penundaan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 Tahun 2013 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.011/2013 perlu menetapkan ketentuan pemberian rekomendasi pemanfaatan fasilitas dimaksud bagi perusahaan industri mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 43/M-IND/PER/8/2013 tentang Ketentuan Pemberian Rekomendasi Pemanfaatan Fasilitas Insentif Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Penundaan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 tahun 2013 Bagi Wajib Pajak Industri Tertentu. Tujuan utama pemberian insentif pajak kepada industri tertentu melalui penerbitan kedua peraturan Menteri ini adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2014 di kisaran 6,4 6,9%. Disamping itu diharapkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan industri tertentu tersebut diharapkan dapat ditekan. Evaluasi pelaksanaan kebijakan pemberian fasilitas berupa insentif pajak atas industri tertentu dalam hal ini adalah industri yang bergerak dibidang tertentu. Evaluasi kebijakan dilakukan kepada seluruh proses kebijakan,termasuk pada saat pelaksanaan kebijakan yang masih berlaku. Kebijakan fasilitas pajak yang diformuasikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.011/2013 tentang Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Penundaan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 Tahun 2013. Rekomendasi untuk mendapatkan fasilitas pengurangan PPh pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh pasal 29 tahun 2013 diatur dalam Permenperin No 43/M-IND/PER/8/2013. Namun perlu diteliti apakah hasil yang diharapkan sehubungan pelaksanaan kebijakan berupa insentif Pajak Penghasilan ini telah memenuhi sasaran dan tujuan dari kebijakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Oleh karena itu
peneliti bermaksud mengevaluasi sampai sejauh mana
pencapaian dan tujuan dan sasaran kebijakan tersebut dan pengaruhnya bagi industry padat karya sehingga penelitian ini diberi judul Evaluasi Kebijakan Pemberian Insentif Pajak Penghasilan Atas Industri Tekstil Di Indonesia. Berdasarkan pokok permasalahan tersebut pertanyaaan penelitian yang dirumuskan adalah: 1.
Bagaimana evaluasi dari pemberian insentif Pajak Penghasilan terhadap industri tekstil di
Indonesia?
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
6
2.
Bagaimana kendala dalam pelaksanaan kebijakan insentif Pajak Penghasilan atas industri
tekstil di Indonesia? TINJAUAN TEORITIS Mayer dan Greenwood mendefinisikan kebijakan sebagai suatu keputusan kehendak atas nama
kolektif
untuk
mempengaruhi
perilaku
dari
anggota-anggotanya
(1984,h.23).
Mustopadidjaja memberikan suatu definisi kerja dari kebijakan. Menurutnya, kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan “pedoman perilaku” dalam (1) pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksanaan kebijakan; (2) penerapan atau pelaksanaan dari (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok atau sasaran yang dimaksud (1992,hal:16). Kebijakan publik adalah pilihan yang saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah (Dunn,200.h.109). Kebijakan Publik menurut Dye adalah apaun pilihan Pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (public policy is whatever governments choose to do or not to do). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah, disamping yang
dilakukan
oleh
pemerintah
ketika
menghadapi
suatu
masalah
publik
(Subarsono,2005,hal:5). Definisi Kebijakan publik dari Dye tersebut mengandung makna bawa (1) kebijakan publik trsebut dibuat olehbadan pemerintah, bukan swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah. Kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen penting yang dimiliki pemerintah di samping kebijakan moneter dalam mempengaruhi perekonomian. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka untuk membelanjakan anggaran guna mencapai tujuan negara dan upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana
yang
dibutuhkan
untuk
membiayai
pengeluaran-pengeluaran
pemerintah
(Syamsi,1983,h.66). Dalam menjalankan aktivitas pemerintahan, pemerintah sebagai penyelenggara pemerintah perlu membutuhkan kebijakan sebagai dasar pelaksanaannya. Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan publik dan kebijakan pajak adalah salah satu kebijakan publik tersebut.
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
7
Kebijakan pajak merupakan pengertian sempit dari kebijakan fiskal. Kebijakan tersebut meliputi apa yang dijadikan sebagai tax base, siapa-siapa yang dikenakan pajak, siapa-siapa saja yang dikecualikan, apa yang dijadikan sebagai objek pajak, apa saja yang dikecualikan dari objek pajak, bagaimana menentukan besarnya pajak yang terhutang dan bagaimana menentukan prosedur pelaksanaan kewajiban pajak terhutang. Evaluasi kebijakan adalah tahap dimana menilai pelaksanaan suatu kebijakan apakah telah mecapai tujuan yang akan dicapai. Dye yang dikutip Parsons menyatakan bahwa evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai (Parson,2005,h.547). Menurut Riyadi evaluasi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu (2005,hal:268): 1. Pra Evaluasi yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat program belum berjalan pada tahap perencanaan. 2. Evaluasi pada saat program tengah berjalan, yaitu evaluasi lebih difokuskan pada penilaian dari setiap kegiatan yang sudah dilaksanakan, walaupun belum bisa dilakukan penilaian teradap keseluruhan proses program. 3. Evaluasi setelah program selesai/berakhir, yaitu evaluasi dilakukan terhadap seluruh tahapan program yang dikaitkan dengan tingkat keberhasilannya,sesuai dengan indikator yang ditetapkan dalam rumusan sasaran atau tujuan program. 4. Menurut Lester dan Stewart yang dikutip Winarno, evaluasi kebijakan dapat dibedakan dalam dua tugas yang berbeda. Pertama adalah untuk menentukan konsekuensikonsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya. Tugas ini merujuk pada usaha untuk melihat apakah program kebijakan publik mencapai tujun atau dampak yang diinginkan. Tugas kedua adalah untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tugas ini menilai apakah suatu kebijakan berhasil atau tidak dalam meraih dampak yang diinginkan (Winarno,2002,hal.166). 5. Kriteria yang disebutkan oleh Lester dan Stewart tersebut dapat digambarkan dalam Evaluasi kebijakan yang disampaikan oleh Dunn, dijelaskan ada enam kriteria untuk evaluasi kebijakan sebagaimana dalam tabel sebagai berikut ini :
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
8
Tabel 2.2 Kriteria Evaluasi Kebijakan Tipe Kriteria
Pertanyaan
Efektivitas
Apakah yang diinginkan tercapai?
Efisiensi
Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Kecukupan
Seberapa jauh Pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah?
Kesamaan
Apakah
biaya
dan
manfaat
didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok tertentu? Responsivitas
Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan,
preferensi
atau
nilai
kelompok-kelompok tertentu? Ketepatan
Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?
Sumber : Dunn, 2000
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Peneliti berusaha untuk memahami fenomena krisis global yang terjadi pada pertengahan tahun 2013 yaitu terjadinya gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah di suatu negara menyebabkan Industri tekstil hendak melakukan penutupan pabrik, dan berdampak pada Pemutusan Tenaga Kerja (PHK) terhadap buruh. dan upaya pemerintah dengan memberikan insentif berupa pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 dan penundaan Pajak Penghasilan Pasal 29. Berdasarkan tujuan penelitiannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena bermaksud untuk menghimpun berbagai data dan informasi, mendeskriptifikan dan mengevaluasi fakta. Penelitian ini juga merupakan penelitian murni dimana penelitian ini berorientasi pada ilmu pengetahuan. Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari hingga Juni. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan pengumpulan data
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
9
melalui wawancara mendalam dan juga data-data dari studi kepustakaan Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi lapangan dengan melakukan wawancara mendalam (in dept interview) dengan beberapa Key informan dan mencari data ang mendukung objek pembahasan yang terjadi di lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi mengenai suatu kebijakan atau program pemerintah berarti menilai antara tujuan, kriteria, dan sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan dengan realitas atau pencapaian yang telah ada. Evaluasi juga berarti pembuatan informasi mengenai seberapa jauh suatu hasil kebijakan memberi kontribusi terhadap pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran. Oleh karena itu dalam melakukan evaluasi pemberian kebijakan pajak atas industri Tekstil di Indonesia, peneliti akan membahas mengenai implementasi pemberian insentif Pajak Penghasilan, tujuannya, serta evaluasi terhadap implementasi tersebut. Untuk mengetahui pencapaian tujuan pemerintah yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2014 di kisaran 6,4-6,9 persen. Pemerintah masih mengandalkan konsumsi rumah tangga melalui keep buying strategy untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan adanya fasilitas insentif Pajak Penghasilan dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional baik yang berorientasi domestik maupun ekspor, serta untuk mendorong program Pemerintah dalam upaya penciptaan dan penyerapan lapangan kerja, serta mencegah terjadinya PHK masal, sehubungan dengan terjadinya gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah dibutuhkan gambaran tentang keefektifan, responsivitas dan ketepatan fasilitas insentif pengurangan pajak penghasilan pasal 25 dan penundaan pajak penghasilan pasal 29 atas industri Tekstil Nabati dengan melihat kepada rumusan tujuan pemerintah memberikan insentif dengan fakta yang terdapat di lapangan. Dalam hal ini peneliti menggunakan indikator yang diolah dari indikator evaluasi Dunn. . Efektifitas Mahmudi berpendapat bahwa efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif sebuah kebijakan atau program. Suatu kebijakan atau program dinilai efektif apabila output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan yang diharapkan. Jika dihubungkan dengan insentif Pajak
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
10
Penghasilan, maka dapat dikatakan efektif jika output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan insentif, yaitu meningkatkan daya saing industri nasional baik yang berorientasi domestik maupun ekspor, serta untuk mendorong program Pemerintah dalam upaya penciptaan dan penyerapan lapangan kerja, serta mencegah terjadinya PHK masal, sehubungan dengan terjadinya gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah. Pada bulan September tahun 2013, saat Peraturan Menteri Keuangan ini dikeluarkan, terdapat 71 perusahaan industri tekstil yang mengajukan permohonan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian untuk fasilitas insentif Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Penundaan Pajak Penghasilan Pasal 29, hanya 1 perusahaan industri tekstil yang ditolak permohonan rekomendasi dari Kementerian Industri. Hal ini berdasarkan pada pernyataan oleh Elsi Marsitoh selaku Kasubdit Industri Pakaian Jadi dan Tekstil lainnya dalam wawancara pada tanggal 19 Mei 2014; “...Tapi lumayan juga sih sekitar 70 lah satu atau dua yang ditolak dari industri tekstil dan alas kaki’. Pemberian insentif PPh pada industri tekstil hanya dimanfaatkan oleh sedikit perusahaan industri tekstil yaitu hanya hanya ada 71 (tujuh puluh satu) perusahaan dari 1500 (seribu lima ratus) perusahaan industri tekstil yang aktif di Indonesia atau hanya 4.73% (empat koma tujuh persen). Penjelasan lain juga di ungkapkan oleh Asep Setiaharja selaku Wakil Sekretaris eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia dalam wawancara pada tanggal 2 Juni 2014; “menurut saya Belum ya, karena kita melihatnya dari sekian ribu industri hanya sedikit kan yang bisa memanfaatkannya . karena waktu itu ada yang ikut sosialisasi ada yang marahmarah, dia keluhkan karena dia mau ajukan tapi siklus laporan keuangan dia tidak sesuai padaal dia ingin banget mengajukan tapi tidak bisa. karena tujuannya terlalu dangkal karena misalnya seperti anak kecil nangis terus dikasih permen hanya seperti itu.mungkin dari waktu cukup tapi pendeknya itu Cuma diberi tiga bulan dan itu bukan sesuatu yang bisa dimanfaatkan”. Berdasarkan hasil wawancara diatas kesadaran perusahaan industri tekstil untuk memanfaatkan insentif PPh ini masih rendah. Program pemberian insentif PPh pada industri tekstil pada dasarnya belum berjalan secara efektif karena sedikitnya perusahaan industri tekstil yang mengajukan insentif PPh ini.Suatu program insentif PPh dapat dikatakan efektif jika menghasilkan satu unit keluaran (output) dan mencapai tujuan, karena rendahnya pengajuan insentif pengurangan PPh ini dapat dikatakan belum efektif
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
11
Responsivitas Aspek evaluasi kebijakan untuk responsivitas akan menyangkut hasil kebijakan dalam memuaskan kebutuhan preferensi atau nilai. Hasil kebijakan tersebut dapat dilihat dari segi respon dari penerima atau yang menggunakan manfaat dari kebijakan tersebut. Fasilitas insentif pajak penghasilan pasal 25 dan penundaan pajak penghasilan pasal 29 ini dapat dilihat dari tingkat respon wajib pajak dalam hal ini adalah perusahaan industri tekstil yang ingin memanfaatkan fasilitas pajak penghasilan kebutuhan preferensi atas fasilitas pajak penghasilan sudah memenuhi atau hasilnya sesuai dengan tujuan yang diharapkan dari dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan. Fasilitas insentif pajak penghasilan pasal 25 dan penundaan pajak penghasilan pasal 29 tahun 2013 berdampak positif respon dari Wajib Pajak Perusahaan industri tekstil, Pernyataan tentang responsivitas dari fasilitas pajak penghasilan dalam wawancara dengan Elsi Masitoh pada tanggal 2 Juni Tahun 2014; “ada responnya kan dari industri kan cukup puas. Dari pihak kemeperin kan sudah telepon bertanya apakah kebijakan ini bermanfaat tidak , mau dilanjutkan tidak, dan semuanya rata-rata meminta untuk dilanjutkan dan berpendapat bermanfaat, Insentif itu bukan untuk berkurang pajaknya tapi menolong cashflow perusahaan jadi cash flow perusahaan yang harusnya mencicil misalnya kan pengurangan angsuran itu PPh Pasal 25 itu hanya mengurangin angsuran misalnya harusnya mencicil 10 karena insentif ini jadi berkurang dulu menjadi 5, tetapi kekurangan akan dibayar di tahun 2014 kalau penangguhan harusnya dia bayar bulan Maret tapi diundur jadi bulan juni”. Respon yang baik tersebut hanya didapat dari 71 (tujuh puluh satu) perusahaan yang mengajukan fasilitas insentif pengurangan PPh ini dan hanya 1 (satu) perusahaan yang ditolak olek Kemenperin yaitu hanya sekitar 4.73% (empat koma tujuh persen) dari 1500 (seribu lima ratus) perusahaan industri tekstil yang aktif di Indonesia seperti yang telah di jelaskan pada analisis dilihat dari kriteria efektivitas. Angka tersebut adalah persentase yang cukup rendah untuk mencapai responsivitas dari program pemberian insentif PPh ini. walaupun respon yang diterima positif tapi hanya mencapai presentase yang rendah yaitu 4.73% (empat koma tujuh persen) dari 1500 (seribu lima ratus) perusahaan industri tekstil yang aktif di Indonesia. Sehingga program pemberian insentif PPh ini dikatakan belum mencapai angka respon yang tinggi dimana 95,27%
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
12
(sembilan puluh lima koma dua puluh tujuh persen) masih menganggap program insentif PPh ini belum memuaskan kebutuhan preferensi atau nilai dari perusahaan industri tekstil. Ketepatan Insentif pajak yang sukses dan tepat adalah tujuan program insentih PPh ini tepat untuk suatu masyarakat atau kelompok. Kebijakan akan menjadi tepat guna jika pembuat kebijakan bener-benar mengerti apa yang dibutuh kan oleh pelaksana kebijakan. Pembuat kebijakan harus tahu dan meneliti masalah dalam industri tekstil agar dapat merumuskan suatu kebijakan yang berguna bagi industri tekstil. Dari sisi pelaksana kebijakan yaitu industri tekstil atau asosiasi pertekstilan juga harus aktif memberikan masukan ataupun keluhan dan masalah yang dihadapi industri tekstil. Sehingga pihak pemerintah sebagai pembuat kebijakan akan merumuskan kebijakan yang tepat guna baik kebijakan pajak dan non pajak. Berdasarkan analisis pada kriteria efektivitas dan responsivitas,dimana jumlah perusahaan industri tekstil yang mengajukan pemberian insentif pengurangan PPh ini rendah. Pemberian insentif pengurangan PPh ini belum tepat guna dimana hanya 4.73% (empat koma tujuh persen) dari 1500 (seribu lima ratus) perusahaan industri tekstil yang aktif di Indonesia dan 95,27% (sembilan puluh lima koma dua puluh tujuh persen) masih menganggap program insentif pengurangan PPh ini belum tepat bagi perusahaan industri tekstil.
Kendala dalam pelaksanaan kebijakan insentif Pajak Penghasilan atas industri tekstil di Indonesia Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu organisasi dan dituangkan secara formal dalam bentuk aturan atau ketentuan perundangan sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat disusun menurut strata tertentu sesuai dengan hierarki dan kewenangan yang dimiliki oleh organisasi yang mengeluarkan kebijakan tersebut. Kebijakan publik pada umumnya sebagai salah satu upaya atau tindakan pemerintah yang dibuat dalam rangka melaksanakan tugas-tugas pemerintahannya dalam wujud pengaturan ataupun keputusan.kebijakan publik merupakan asil dari suatu proses politik yang dijalankan dalam suatu sistem pemerintahan negara yang di dalamnya terkandung langkah-langkah atau upaya-upaya yang harus dilaksanakan oleh pemerintah selaku penyelenggara negara. Oleh karena itu dalam praktek kebijakan publik tidak terlepas dari peran dan fungsi aparat pemerintah yang disebut birokrasi.
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
13
Pembuat kebijakan dalam hal ini adalah Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam melakukan implementasi kebijakan dibantu dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pasti menghadapi berbagai hambatan dan kendala dalam pelaksanaan kebijakan.
Bagi Pemerintah Kebijakan ini adalah berupa insentif pajak atas pengurangan PPh. Hambatan dan kendala bisa terjadi dari segi aspek kebijakan dan aspek teknis dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Kendala dan hambatan yang dihadapi pada saat implementasi kebijakan oleh pihak pemerintah adalah keterbatasan waktu. Waktu yang dimaksud adalah waktu dalam perumusan kebijakan dan penyampaian atau sosialisi kebijakan kepada penerima manfaat kebikan yaitu Industri Tekstil dimana pemerintah harus melakukan sosialisai atas kebijakan tersebut guna mencapai tujuan. Keterbatasan waktu dalam penyampaian kebijakan mengakibatkan sosialisasi yang tidak maksimal kepada industri tekstil selaku penerima manfaat kebijakan tersebut.
Bagi Perusahaan Industri Hambatan dan kendala atas implementasi kebijakan tidak hanya dihadapi oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan tetapi juga pihak penerima manfaat kebijakan tersebut. Industri tekstil sebagai penerima manfaaat kebijakan pemberian insenif pengurangan PPh pasal 25 dan penundaaan PPh pasal 29 juga mengalami hambatan dalam memanfaatkan insentif PPh tersebut. Pemanfaat bulan masa pajak yang hanya bisa dimanfaatkan sekitar tiga bulan itu masa pajak bulan Oktober, November dan Desember 2013 membuat industri tekstil harus segera membuat permohonan penggunaan insentif PPh kepada Kemenperin selaku pemberi surat rekomendasi dan KPP tempat industri terdaftar. Karena waktu persiapan yang begitu singkat mungkin banyak pihak dari industri tekstil tidak mengambil atau memanfaatkan insentif PPh ini
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
14
KESIMPULAN DAN SARAN Adapun simpulan dari permasalahan yang telah dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Insentif Pajak Penghasilan pada industri Tekstil jika menggunakan teori Mahmudi sudah memenuhi kriteria evaluasi kebijakan pertama tentang efektifitas, tujuan Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/P MK.011/2013 tentang Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Penundaan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 Tahun 2013 belum efektif untuk mencapai hasil yang hendak pemerintah capai. Sedangkan berdasarkan kriteria evaluasi kebijakan kedua yaitu responsivitas, belum memuaskan kebutuhan preferensi atau nilai dari tujuan Pemberian fasilitas insentif pajak penghasilan. Kriteria yang ketiga adalah kriteria evaluasi kebijakan tentang ketepatan, belum memenuhi kriteria ketepatan dimana hasil yang hendak dicapai belum tepat guna untuk mengatasi masalah industri tekstil dalam menghadapi gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah dan juga isu kenaikkan UMP. 2. Kendala dan Hambatan yang Dilakukan Pemerintah Bagi Kebijakan Insentif Pajak Penghasilan atas Industri Tekstil di Indonesia adalah dari segi waktu yang pendek hanya dari masa pajak bulan September tahun 2013 sampai dengan masa pajak bulan Desember tahun 2013. Dalam waktu yang singkat tersebut juga harus melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.011/2013 tentang Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Penundaan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 Tahun 2013, Sehingga sosialisasi yang berjalan tidak cukup maksimal.
Saran Berikut adalah saran yang peneliti kemukakan berdasarkan analisis dan simpulan yang diangkat. 1. Selain insentif Pajak Penghasilan yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing industri nasional baik yang berorientasi domestik maupun ekspor, serta untuk mendorong program Pemerintah dalam upaya penciptaan dan penyerapan lapangan kerja, serta mencegah terjadinya PHK masal, sehubungan dengan terjadinya gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah kebijakan yang lebih dibutuhkan untuk menarik investasi baru dan proteksi
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
15
kepada perusahaan industri tekstil agar tidak kalah saing denga perusahaan industri dari lua negeri. 2. Untuk masalah kendala dan hambatan yang Dilakukan Pemerintah Bagi Kebijakan Insentif Pajak Penghasilan atas Industri Tekstil di Indonesia, peneliti menyarankan sosialisasi berupa seminar dan melalui media sosial yang dilakukan harus melibatkan semua pihak yang menjadi pengusul dan pelaksana kebijakan. Sosialisasi sebaiknya dilakukan per daerah dengan cakupan produk yang spesifik dan harus menjelaskan mengenai mekanime perijinan pemanfaatan insentif. Dari segi waktu mungkin ada sedikit kompensasi waktu untuk melakukan sosialisasi yang secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA Ibnu, Syamsi. (1983). Dasar-dasar Kebijakssanaan Keuangan Negara. Jakarta : Bina Aksara. Mayer, Robert R., & Greenwuud Ernest. (1984). Rancagan Penelitian Sosial, Terjemahan Sutan Z. Arbi dan Wayan Ardhana. Jakarta: CV Rajawali. Mustopadidjaja, A.R. (1992). Studi Kebijaksanaan, Pekembangan, dan Penerapannya Dalam Rangka Administrasi dan Manajemen Pembangunan. Jakarta: LP FE UI. Parsons,
Wayne.
(2005).
Public
Policy:
Pengantar
Teori
dan
Praktik
Analisis
Kebijakan.Terjemahan. (Jakarta: Prenada Media. Riyadi, 2005. Perencanaan Pembagunan Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Wahab, S.A (1991). Analisis Kebijakan, Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. William, Dunn. (2003). Public Policy Analysis: An Introduction Second Edition (Terjemahan). Yogyakarta:Gajah Mada University Press. Winarno, Budi. (2007). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Presindo. Subarsono, A.G. (2005). Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
LAINNYA : Faisal Baasir, Restrukturisasi Industri dan Kemandirian Nasional, http://www.unisosdem.org, diunduh pada tanggal 22 Maret 2014
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014
16
Siaran
Pers, Kemenperin Dorong Pengembangan SDM Industri http://puskom.kemenperin.go.id, diunduh pada tanggal 22 Maret 2014
Tekstil,
Masih Dibutuhkan Hingga 2025 Industri Padat Karya Jadi Prioritas, http://indonesia.go.id, diunduh pada tanggal 22 Maret 2014 SBY Sanggah Industri Tekstil Menurun, http://www.republika.co.id , diunduh pada tanggal 24 Maret 2014 Menkeu Janji Perpanjang Diskon Pajak PPh 25& 29, http:/nasional.kontan.co.id/news/menkeujanji-perpanjang-diskon-pajak-pph-25-29 , diunduh pada tanggal 17 April 2014
Evaluasi kebijakan..., Veviolita Sekar Sari, FISIP UI, 2014