EVALUASI DESA MODEL DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (Studi Kasus Desa Tamanjaya)
NURACHMAN SUCIYANTO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Evaluasi Desa Model Di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi kasus Desa Tamanjaya)” merupakan benarbenar hasil dari pemikiran dan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis di bawah bimbingan dosen pembimbing skripsi dan belum pernah dipublikasikan oleh pihak manapun. Segala bentuk kutipan dan sumber yang digunakan dalam penulisan telah dicantumkan dalam daftar pustaka.
Bogor, September 2008 Penulis
RINGKASAN NURACHMAN SUCIYANTO. Evaluasi Desa Model Di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi Kasus Desa Tamanjaya). Di bawah bimbingan Ir. HARYANTO R. PUTRO, MS. Konsep Desa Model dibentuk sebagai bagian pengelolaan TNUK secara kolaboratif. Pelaksanaan konsep tersebut sesuai dengan paradigma baru pengelolaan kawasan konservasi dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.P.19/MENHUT-II/2004 tentang pengelolaan kawasan konservasi secara kolaboratif bersama masyarakat. Kegiatan evaluasi ini penting dilakukan untuk memperoleh butir-butir pembelajaran dari proses-proses yang telah digulirkan maupun dari hasil-hasil yang telah diperoleh, dari cerita-cerita sukses maupun dari kegagalan dan kekecewaan, dari pengalaman dan pandangan pemerintah, pengelola program, maupun dari pengalaman dan pandangan masyarakat warga (civil society). Evaluasi terhadap suatu konsep Desa Model perlu dilakukan, yang mencakup evaluasi terhadap keberterimaan konsep oleh seluruh pihak yang terkait dan proses implementasinya. Hasil evaluasi ini diharapkan dapat memberikan suatu masukan bagi perbaikan dalam pelaksanaan pelaksanaan Desa Model yang sedang dijalankan dan dikembangkan. Penelitian ini dilakukan di Desa Tamanjaya. Desa ini merupakan desa yang terpilih untuk dikembangkan menjadi Desa Model pengelolaan Taman Nasional. Bahan penelitian yaitu masyarakat di Desa model tersebut, pengelola TNUK. Sedangkan alat yang digunakan adalah kuisioner, panduan wawancara, alat tulis, alat perekam, dan kamera. Kegiatan pengolahan data dilakukan dengan verifikasi data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan kriteria dan indikator evaluasi Desa Model yang telah dirumuskan sebelumnya. Untuk masing-masing indikator yang telah terpenuhi oleh data-data tersebut, dimasukkan ke dalam standar verifikasi untuk dilakukan penilaian. Semua jenis data yang selesai dinilai kemudian dilakukan analisis secara deskriptif. Berdasarkan penilaian terhadap ketiga aspek yang dibutuhkan untuk menilai faktor keberterimaan Desa Model, yaitu aspek legalitas, stakeholder, dan kelembagaan maka dapat disimpulkan bahwa keberterimaan di Desa Tamanjaya mengenai konsep Desa Model dinilai sedang. Kesimpulan ini ditetapkan berdasarkan pendekatan threshold, dimana aspek legalitas merupakan kriteria prasyarat. Rekomendasi yang ditawarkan bagi faktor keberterimaan adalah peningkatan pada aspek legalitas dan aspek kelembagaan, karena kedua aspek ini dinilai masih kurang dalam mendukung konsep Desa Model. Sedangkan. Penilaian terhadap proses pelaksanaan program Desa Model dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan Desa Model di Desa Tamanjaya dinilai sedang. Kesimpulan ini ditetapkan berdasarkan pendekatan treshold, dimana proses dialog merupakan kriteria prasyarat. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan dari faktor implementasi yang telah dilaksanakan dalam Desa Model maka dapat diberi beberapa masukan untuk menjadi bahan pertimbangan dan perbaikan implementasi program Desa Model yang sedang dan dikembangkan di
taman nasional. Rekomendasi yang di dapat diberikan berupa diadakannya monitoring dan evaluasi secara berkala serta peningkatan proses pendampingan, agar diharapkan konsep Desa Model dapat berjlan optimal. Kata kunci : konsep desa model, evaluasi, standar verifikasi, penilaian, threshold
SUMMARY NURACHMAN SUCIYANTO. Evaluation of Model Village at Ujung Kulon National Park (Case Study Tamanjaya Village). Supervised by Ir. HARYANTO R. PUTRO, MS. The concept of Model village was formed as part of Ujung Kulon National Park collaborative management. Implementation of the concept was appropriate with new paradigm of conservation area management in Forestry Minister Regulation NO,P,19/MENHUT-II/2004 about management of conservation area collaboratively with the society. This evaluation activity was important to be done to gain the learning points from processes that had been done, from success stories as well as failure and disappointment, from experience and opinion of the government, program manager, and also from experience and opinion of the civil society. Evaluation on certain concept of Model Village had to be done, which included evaluation on the concept acceptance by every related parties and the implementation process. This evaluation result was expected to be able to give certain input for betterment to the implementations of Model Village which were being done and developed. This research was conducted at Tamanjaya Village. While the tools were questioner, interview guide, writing tools, recorder, and camera. Data processing was done by data verification that had been collected by using criteria and indicator of Model Village evaluation which had been specified before. For each indicator that had been filled with those data, was then verified to the verification standard to be assessed. All type of data that had been assessed then would be descriptively analyzed. Based on the evaluation on all three aspects that were needed to evaluate the acceptance factor of Model Village, which were aspect of legality, stakeholder, and institutional, then it could be concluded that the acceptance at Tamanjaya Village about Model Village concept was average. This conclusion was stated based on the threshold approach, where the legality aspect was prerequisite criteria. The suggested recommendation for acceptance factor of Model Village were the improvement in legality aspect and institutional aspect, because these two aspects were evaluated still not good enough in supporting the concept of Model Village. The evaluation on the process of Model Village program implementation could be concluded that the process of Model Village implementation was average. This conclusion was stated based on the threshold approach, where dialog process was prerequisite criteria. Based on the result that had been acquired from implementation factor that had been done in Model Village, then it could be suggested some material for consideration and improvement on program implementation of Model Village that were being developed at National Park. The suggested recommendation were establishing the monitoring and evaluation activity periodically and also improvement of siding process, so highly expected the Model Village could be done optimally. Keywords: Model Village concept, evaluation, verification standard, assessment, threshold.
EVALUASI DESA MODEL DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (Studi Kasus Desa Tamanjaya)
NURACHMAN SUCIYANTO
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan pada Tanggal 14 Juni 1985 di Desa Babakan Tengah Kecamatan Dramaga, kabupaten Bogor Jawa Barat, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Marzuki Mashar dan Ibu Satini. Pada tahun 1991 penulis masuk SD Negeri Panaragan II Bogor, dan pada tahun 1997 meneruskan sekolah di SLTP Negeri 3 Bogor, lalu pada tahun 2000 penulis meneruskan sekolah di SMA Kornita IPB Dramaga Bogor. Selesai menamatkan Sekolah Menengah Atas di Bogor tahun 2003, kemudian penulis diterima untuk melanjutkan studi di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dengan program studi Konservasi Sumberdaya Hutan melalui jalur SPMB. Selama kuliah penulis aktif di organisasi “Himakova” dengan menjadi pengurus bidang kekeluargaan tahun 2005-2006, selama itu juga aktif di organisasi “KPG” di bidang pemetaan yang berada di bawah “Himakova”. pada tahun 2007 penulis melakukan praktek pengenalan hutan di Cagar Alam Sancang dan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang serta praktek pengelolaan hutan di KPH Cianjur. Setelah itu penulis melakukan praktek kerja lapang di Taman Nasional Ujung Kulon pada tahun 2007 selama 1,5 bulan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Evaluasi Desa Model di Taman Nasional Ujung Kulon (Studi kasus Desa Tamanjaya).” Di bawah bimbingan Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS.
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan dengan telah diselesaikannya skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada : 1. Allah SWT atas lindungan-Nya kepada penulis sehingga penulis memiliki kemampuan dan kekuatan di dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak, Mama, adik-adikku Dea dan Nuran di rumah yang telah memberikan dukungan moral maupun moril, doa serta kehangatan. 3. Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS atas kesediaan waktu, tenaga, ilmu dalam membimbing penulis dalam proses peyusunan skripsi ini. 4. Bapak Ir. Suwarno Sutarahardja dari wakil Departemen MNH dan Bapak Prof. Dr.Ir. Imam Wahyudi, MS dari wakil Departemen HH sebagi penguji ujian komprehensif yang telah memberikan hasil yang terbaik dalam ujian komprehensif penulis. 5. Kepala Balai, kepala SPTN dan staf Taman Nasional Ujung Kulon atas bantuan, kerjasama dan tempat istrahat yang nyaman bagi penulis selama penelitian. 6. MbemQu, yang sudah memberi semangat, perhatian dan kesabarannya dan kasih sayangnya. 7. My best ever friends ”Mahameru crews” yang menambah arti hidup penulis. 8. Keluarga Besar KSH 40 ”Komodo” atas kekeluargaan, persahabatan dan kenangan yang luar biasa selama kuliah bersama di kampus Fahutan.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, berkah serta karunia-Nya penyusunan skripsi yang berjudul “Evaluasi Desa Model di Taman Nasional Ujung Kulon (studi kasus Desa Tamanjaya) dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan bentuk hasil evaluasi terhadap konsep desa model yang dijalankan di Taman Nasional Ujung Kulon, dengan melihat kepada dua faktor yaitu faktor keberterimaan dan faktor proses implementasi. Faktor keberterimaan dapat dilihat dari tiga aspek, diantaranya adalah aspek legalitas, stakeholder, dan kelembagaan. Sedangkan untuk proses implementasi dapat dilihat proses dialog atau komunikasi dalam desa model, ketepatan aktor yang terlibat dalam desa model, sistem pendukung desa model. Penilaian kedua faktor ini menggunakan standar verifikasi dan untuk mengambil kesimpulan pendekatan threshold. Hasil evaluasi diharapkan dapat berkontribusi pada upaya untuk memelihara agar momentum perubahan menuju tata kelola hutan yang lebih baik dapat terus bergulir. Dengan segala kekurangannya, penulis berharap tulisan ii masih dapat memberi manfaat untuk para pembacanya. Kritik dan saran yang membangun dinantikan penulis untuk peyempurnaan tulisan ini.
Bogor, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI............................................................................................................. i DAFTAR TABEL..................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR................................................................................................ iii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. iv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian........................................................................................ 2 1.3 Manfaat Penelitian...................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional sebagai Kawasan Konservasi.......................................... 4 2.2 Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan TN........................................ 8 2.3 Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan.................................................. 13 2.4 Desa Model................................................................................................. 13 2.5 Evaluasi Proyek.......................................................................................... 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................... 16 3.2 Bahan dan Alat............................................................................................ 16 3.3 Perumusan Kriteria dan Indikator Evaluasi................................................ 16 3.4 Jenis Data.................................................................................................... 21 3.5 Teknik Pengumpulan Data.......................................................................... 21 3.6 Analisis dan Sintesis Data...........................................................................22 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis.......................................................................................... 29 4.2 Demografi................................................................................................... 29 4.3 Pendidikan...................................................................................................29 4.4 Mata Pencaharian....................................................................................... 29 4.5 Pola Peruntukan Lahan.............................................................................. 30 4.6 Potensi Desa............................................................................................... 30 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keberterimaan Konsep Desa Model........................................................... 32 5.2 Proses Pelaksanaan Desa Model................................................................. 45 5.3 Pelaksanaan Kegiatan Desa Model............................................................ 49 5.4 Penilaian Proses Pelaksanaan Desa Model................................................. 50 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan................................................................................................. 58 6.2 Rekomendasi yang Dapat Diberikan.......................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 59 LAMPIRAN..............................................................................................................61
DAFTAR TABEL No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Halaman Skema Perhubungan Antarpihak dalam Proses Kehutanan Multi-pihak..........9 Kriteria dan Indikator Evaluasi Keberterimaan................................................17 Kriteria dan Indikator Evaluasi Implementasi..................................................19 Standar Verifikasi Evaluasi kriteria dan Indikator Keberterimaan...................23 Standar Verifikasi Evaluasi kriteria dan Indikator Implementasi.....................25 Pengetahuan dan pandangan Masyarakat terhadap pelaksanaan desa model...35 Persepsi dan Sikap masyarakat terhadap desa model.......................................36 Penilaian Kriteria dan Indikator Evaluasi Keberterimaan................................ 42 Proses komunikasi antar parapihak dalam desa model.................................... 46 Penilaian Kriteria dan Indikator Evaluasi Implementasi..................................53
DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Gambar Stakeholders........................................................................................ 34 2. Gambar Lokasi Persawahan Desa Tamanjaya.................................................. 50
DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Kuesioner Penelitian......................................................................................... 61 2. Panduan Wawancara......................................................................................... 64
I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Taman nasional menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati, termasuk kedalam kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pengetahuan, pendidikan serta menunjang budidaya dan rekreasi. Kawasan pelestarian alam termasuk didalamnya taman nasional memiliki fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pola pembangunan dan pemanfaatan hutan di masa lalu yang hanya berorientasi kepada pembalakan (timber oriented) tanpa memperhatikan dan memperhitungkan nilai-nilai lingkungan atau ekologi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat telah cenderung mendorong terjadinya eksploitasi hutan secara berlebihan, sehingga potensi sumberdaya alam lainnya seperti hasil hutan non-kayu (flora dan fauna) dan jasa lingkungan menjadi rusak dan hilang tanpa memberikan hasil yang optimal. Hal tersebut telah pula memunculkan dan tumbuhnya konglomerasi, dan terabaikannya hak-hak masyarakat sekitar hutan untuk dapat menikmati kekayaan alam hutan tersebut dan kesejahteraan mereka tetap tertinggal. Masyarakat sekitar hutan yang merupakan setengah populasi penduduk Indonesia, dan merupakan stakeholder dari sumberdaya hutan tersebut, seharusnya dilibatkan dalam setiap langkah pembangunan dan pemanfaatan hutan, serta mereka akan lebih peduli kepada hal-hal yang lebih konkret dan langsung dirasakan manfaatnya dalam jangka pendek. Dengan demikian kekurang pahaman mereka akan kaidah-kaidah konservasi akan dapat ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya pemanfaatan hutan bagi peningkatan kesejahteraan mereka. Oleh karena itu Taman Nasional Ujung Kulon memprakasai konsep Desa Model sebagai bentuk pengelolaan TNUK secara kolaboratif. Pelaksanaan konsep tersebut sesuai dengan paradigma baru pengelolaan kawasan konservasi dalam
Peraturan Menteri Kehutanan No.P.19/MENHUT-II/2004 tentang pengelolaan kawasan konservasi secara kolaboratif bersama masyarakat. Perubahan paradigma tersebut mencerminkan suatu bentuk upaya untuk mewujudkan efektifitas pengelolan kawasan dilindungi, terpenuhinya kebutuhan kesetaraan, keadilan sosial dan demokrasi dalam pengelolaan sumberdaya alam, serta terpenuhinya keinginan seluruh pihak terkait untuk mengakhiri konflik yang terjadi. Kegiatan evaluasi ini penting dilakukan untuk memperoleh butir-butir pembelajaran dari proses-proses yang telah digulirkan maupun dari hasil-hasil yang telah diperoleh, dari cerita-cerita sukses maupun dari kegagalan dan kekecewaan, dari pengalaman dan pandangan pemerintah, pengelola program, maupun dari pengalaman dan pandangan masyarakat warga (civil society). Hasil evaluasi diharapkan dapat berkontribusi pada upaya untuk memelihara agar momentum perubahan menuju tata kelola hutan yang lebih baik dapat terus bergulir. Evaluasi terhadap suatu konsep Desa Model perlu dilakukan, yang mencakup evaluasi terhadap keberterimaan konsep oleh seluruh pihak yang terkait dan proses implementasinya. Hasil evaluasi ini diharapkan dapat memberikan suatu masukan bagi perbaikan dalam pelaksanaan pelaksanaan Desa Model yang sedang dijalankan dan dikembangkan.
1.2. Tujuan Penelitian Penelitian Evaluasi terhadap Desa model ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui dan mengevaluasi keberterimaan dan proses implementasi konsep Desa model di TNUK. 2. Memahami dan menarik pembelajaran dari hasil-hasil yang telah dicapai dari keseluruhan implementasi konsep Desa Model. 3. Merumuskan rekomendasi bagi perbaikan implementasi Desa Model yang sedang dijalankan dan dikembangkan di taman nasional.
1.3. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan pertimbangan bagi BTNUK dan pihak terkait dalam perbaikan implementasi Desa Model, terutama dalam hal instrumen monitoring dan evaluasi, proses pendampingan dan beberapa aspek kelembagaan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taman Nasional Sebagai kawasan Konservasi 2.1.1. Pengertian Taman
nasional
adalah
suatu
kawasan
yang
diperuntukkan
untuk
perlindungan kawasan alami dan berpemandangan indah, yang penting secara nasional atau internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi. Kawasan alami ini relatif luas, materinya tidak diubah oleh kegiatan manusia serta pemanfaatan sumberdaya ( Mackinnon, et al, 2003 ). Taman nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli yang dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata dan rekreasi. Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yaitu terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, zona penyangga dan zona lainnya. Yang dimaksud zona lain disini adalah zona diluar zona inti, zona pemanfaatan dan zona penyangga yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu seperti zona rimba, zona pemanfaatan tradisional dan zona rehabilitasi. Menurut Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 1998 pengelolaan taman nasional dilakukan dengan sistem zonasi. Pengelolaan taman nasional didasarkan atas sistem zonasi, yang dibagi atas : zona inti, zona pemanfaatan dan zona rimba, dan atau yang ditetapkan menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan pemanfaatannya.
2.1.2. Peranan dan Manfaat Peranan dan manfaat taman nasional sangat besar terutama bagi masyarakat sekitar kawasan yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap kawasan. Namun banyak dari manfaat taman nasional ini tidak bisa dinilai secara ekonomis, manfaatmanfaat seperti ini biasanya berupa manfaat sosial yang justru menjadi dasar justifikasi bagi perlindungan kawasan.
Manfaat dan peranan taman nasional yang besar bagi masyarakat sekitar kawasan
diatur
dalam
peraturan
perundangan,
dimaksudkan
agar
dalam
pemanfaatannya tetap berdasarkan prinsip kelestarian kawasan. Dalam PP No. 68 Tahun 1998 dikatakan bahwa peranan dan manfaat taman nasional adalah : 1. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan. 2. Ilmu pengetahuan 3. pendidikan dan atau 4. kegiatan penunjang budaya, serta 5. Pariwisata alam dan rekreasi. Taman nasional sebagai salah satu kawasan konservasi harus dikembangkan sesuai prinsip dasar dalam paradigma baru pengelolaan kawasan konservasi yang diuangkapkan PHKA-Dephut NRM/EPIQ WWF Wallacea TNC (2002), yaitu : a) Prinsip co-ownership, bahwa kawasan konservasi adalah milik bersama yang harus dilindungi secara bersama-sama. Untuk itu ada hak-hak masyarakat didalamnya yang harus diakui namun juga perlindungan harus dilakukan bersama-sama. Pemanfaatan harus dilandaskan pada nilai-nilai kearifan lokal, teknologi lokal, dan budaya lokal. b) Prinsip co-operation/co-management, yaitu kepemilikan bersama mengharuskan pengelolaan kawasan konservasi untuk dilakukan secara bersama sesuai dengan porsi peranan yang dapat dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat. c) Prinsip co-responsibility, yaitu perlindungan terhadap keberadaan kawasan konservasi menjadi tanggung jawab bersama karena pengelolaan kawasan konservasi tersebut merupakan tujuan bersama.
2.1.3. Arah Pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon Berdasarkan penetapan Ujung Kulon sebagai taman nasional yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992, dan alasan penetapan sebagai warisan dunia di dalam surat Komisi Warisan Dunia UNESCO No. SC/Eco/5867.2.409 tahun 1992, Ujung Kulon mempunyai sumberdaya yang bernilai penting yang tidak dimiliki oleh kawasan lain. Untuk itu pengelolaan TNUK
harus diarahkan untuk ‘mewujudkan Ujung Kulon lestari dan bermanfaat bagi bermasyarakat sekitar kawasan’. Harapan ini akan menjadi visi pengelolaan TNUK, sehingga setiap upaya pengelolaan yang dilakukan digunakan untuk mewujudkan visi tersebut. Untuk mewujudkan visi TNUK tersebut, maka harapan itu diartikan ke dalam tujuan-tujuan pengelolaan untuk memudahkan pencapaiannya. Staf taman nasional dan stakeholders sepakat mengarahkan tujuan pengelolaan ke arah yang bersifat selaras dengan fungsi yang sekaligus menjadi tugas yang dimandatkan oleh UU No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya yaitu: 1) Mewujudkan fungsi TNUK bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, 2) Mewujudkan
ekowisata
yang
mendukung
kelestarian
TNUK
dan
pengembangan ekonomi Kabupaten Pandeglang, 3) Mewujudkan kelestarian flora dan fauna terutama Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) beserta ekosistem dan situs budaya di TNUK, 4) Mewujudkan fungsi TNUK bagi pengembangan ilmu pengetahuan, penelitiaan dan pendidikan, serta 5) Mewujudkan pengembangan sumberdaya hayati yang ada di TNUK, baik gen, spesies dan ekosistemnya yang mendukung pemanfaatan berkelanjutan.
2.1.4. Potensi Taman Nasional Ujung Kulon Daerah Taman Nasional Ujung Kulon beriklim laut tropika yang khusus dan menurut Schmidt-Ferguson termasuk iklim tipe B, dengan curah hujan tahunan ratarata 3.249 mm. Temperatur udara berkisar 25º-30ºC dan kelembaban 80%-90%. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober-April bersamaan dengan bertiupnya angin barat laut, dimana curah hujan mencapai lebih dari 200 mm/bulan. Curah hujan pada bulan Desember dan Januari mencapai lebih dari 400 mm. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei-September saat angin bertiup dari arah timur dengan curah hujan normalnya mencapai lebih dari 100 mm/bulan. Iklim di sekitar kawasan
TNUK memiliki iklim laut tropika dan tipe B, dengan temperatur 15o-30oC, kelembaban udara 80%-90% dan curah hujan 100-400 mm/bulan. Potensi Biotik Kawasan TNUK memiliki tiga tipe ekosistem yaitu ekosistem perairan laut, ekosistem daratan dan ekosistem pesisir pantai. Ekosistem perairan laut terdapat di wilayah perairan semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeuleum, Pulau Peucang dan Pulau Panaitan yang meliputi habitat terumbu karang dan padang lamun. Ekosistem daratan terdapat di Gunung Honje, semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan yang berupa hutan hujan tropis asli. Sedangkan ekosistem pesisir pantai terdiri dari hutan pantai dan hutan mangrove di sepanjang pesisir pantai, serta hutan mangrove di bagian timur laut semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeuleum dan sekitarnya. Tipe vegetasi di kawasan TNUK berupa vegetasi hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah dan padang rumput. Kawasan TNUK memiliki potensi biotik berupa keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi. TNUK memiliki 700 jenis flora, dengan 57 jenis diantaranya termasuk jenis langka. Beberapa tumbuhan diketahui langka diantaranya Batryophora geniculata, Cleidion spiciflorum, Heritiera percoriacea dan Knema globularia. Selain itu, TNUK juga memiliki 35 jenis mamalia, 5 jenis primata, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibia, 240 jenis burung, 72 jenis insekta, 142 jenis ikan dan 33 jenis terumbu karang. Kawasan TNUK memiliki beragam jenis fauna yang bersifat endemik maupun bersifat penting untuk dilindungi. Beberapa jenis fauna endemik penting dan langka yang sangat perlu dilindungi adalah Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), owa Jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis aygula) dan anjing hutan (Cuon alpinus javanicus). Potensi Wisata Alam Kawasan TNUK memiliki obyek wisata alam dan wisata budaya yang menarik. Potensi wisata tersebut berupa keindahan berbagai bentuk gejala dan keunikan alam seperti sungai dengan jeramnya, air terjun, pantai pasir putih, sumber air panas, taman laut dan peninggalan budaya/spiritual. Suara satwaliar, kicau burung, deburan ombak dan desiran angin juga menjadi potensi wisata TNUK.
Objek wisata alam diantaranya Tamanjaya, pantai Karang Panjang, pantai Kalejetan, Cibandawoh, Pulau Peucang, Pulau Handeuleum, Pulau Panaitan. Sedangkan objek wisata budaya/spiritual diantaranya Arca Ganesha dan Arca Syiwa di Gunung Raksa Pulau Panaitan, Gua Sanghiang Sirah di ujung paling barat TNUK, serta kesenian sakti suku Sunda Banten yaitu debus. Selain itu juga terdapat potensi wisata di sekitar kawasan TNUK diantaranya wisata bahari dan penyediaan home stay bagi para wisatawan. Kombinasi keanekaragaman hayati, keindahan panorama alam dan kekayaan budaya, merupakan modal potensial bagi pengembangan wisata di kawasan TNUK.
2.2. Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Taman Nasional 2.2.1. Pengertian Manajemen Kolaboratif Menurut Borrini-Feyerabend, et al (2000) dalam PHKA-Dephut NRM/EPIQ WWF Wallacea TNC (2002) bahwa pengertian konsep co-manajemen adalah suatu kondisi dua atau lebih aktor sosial bernegosiasi, memperjelas dan memberikan garansi antar mereka serta membagi secara adil mengenai fungsi pengelolaan, hak dan tanggung jawab dari suatu teritori atau sumberdaya alam tertentu yang diberi mandat untuk dikelola. Resolusi World Conservation Union 1.42 Tahun 1996 menjelaskan gagasan kolaboratif (juga disebut co management, joint, participatory, atau multi stakeholder management) adalah kemitraan antar pemerintah, komunitas lokal dan pengguna sumberdaya, lembaga non-pemerintah dan kelompok yang berkepentingan lainnya dalam bernegoisasi dan menentukan kerangka kerja yang tepat tentang kewenangan dan tanggung jawab untuk mengelola daerah spesifik atau sumberdaya (IUCN, 1997 dalam PHKA-Dephut NRM/EPIQ WWF Wallacea TNC, 2002). Dalam pengelolaan kolaboratif melibatkan multi stakeholder, dimana stakeholder adalah orang-orang atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam suatu sistem. Stakeholder dapat berupa perorangan, komunitas, kelompok berdasarkan pengaruhnya terhadap sistem yaitu kelompok primer dan sekunder.
Menurut Erwin, dkk (2003) berbagai studi telah mengindikasikan adanya beragam pihak yang lazimnya terlibat atau berkepentingan dengan pengelolaan hutan. Secara kategoris pihak yang dimaksud adalah : a) Pemanfaat lokal (first approtiators), pemanfaat lokal dibagi lagi menjadi : penguasa lokal (local ruling elites), warga ’biasa’ (ordinary peasents), pengumpul hasil hutan (forest products collectors); b) Pemanfaat EKSTERNAL (second approtiators); dan c) Pembuat kebijakan (external policy makers). Hubungan berbagai stakeholder yang berkepentingan
dalam pengelolaan
hutan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Skema Perhubungan Antarpihak dalam Proses Kehutanan Multi-pihak.
LOCAL
LOCAL
EXTERNAL
(First
(Second
Approtiators)
Approtiators)
POLICY MAKERS
Identifikasi Kepentingan
(First Approtiators)
(Sama/Beda)
EXTERNAL (Second Approtiators)
Identifikasi Kepentingan (Sama/Beda)
POLICY
Identifikasi
MAKERS
Kepentingan (Sama/Beda)
Sumber : INSIST dan Mitra (Erwin Fahmi, dkk, 2003)
Pengelolaan kawasan secara kolaboratif yang melibatkan multi pihak sangat diperlukan di Indonesia, karena menyangkut kompleksnya sub-sistem, egologik, budaya,ekonomi dan politik yang berkaitan dengan berbagai isu dan kepentingan banyak pihak dalam sus-sistem tersebut. Kolaborasi pengelolaan dengan masyarakat
lokal merupakan suatu keharusan, karena tujuan produksi dan kelestarian dapat dicapai dengan lebih efektif dan terciptanya suatu solusi terhadap konflik yang mungkin terjadi secara interaktif dan dialogis (PHKA-Dephut NRM/EPIQ WWF Wallacea TNC, 2002). 2.2.2. Nilai dan Prinsip manajemen Kolaboratif Beberapa ahli seperti Wondolleck dan Yaffee (2000) dalam Supoharjo (2005) melihat pendekatan proses kolaborasi dari segi empat kegunaan yaitu : 1. Membangun pemahaman melalui peningkatan pertukaran informasi dan gagasan antara lembaga pemerintah, organisasi dan publik serta memberikan suatu mekanisme untuk penyelesaian ketidakpastian. 2. Memberikan suatu mekanisme untuk pembuatan keputusan yang efektif melalui proses-proses yang memfokuskan pada problem bersama dan membangun dukungan untuk keputusan. 3. Menghasilkan suatu alat untuk kerja yang bagus melalui koordinasi aktivitas lintas batas, meningkatkan manajemen bersama, dan memobilisasi suatu perluasan skenario sumberdaya. 4. Pengembangan kapasitas lembaga pemerintah, organisasi dan komunitas untuk menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Menurut Borrini-Feyerabend, et al (2000) dalam PHKA-Dephut NRM/EPIQ WWF Wallacea TNC (2002) praktek pelaksanaan manajemen kolaboratif setidaknya harus memiliki nilai etik dan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Mengakui perbedaan nilai, kepentingan dan kepedulian antar pihak yang terlibat dalam mengelola wilayah atau kesatuan sumberdaya baik di dalam atau di luar komunitas lokal. 2. Terbuka bagi berbagai model hak pengelolaan sumberdaya alam selain pengelolaan secara legal yang telah ada. 3. Mengusahakan terciptanya transparansi dan kesetaraan dalam pengelolaan sumberdaya alam. 4. Memperkenankan masyarakat untuk mendapat peranan dan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan.
5. Mendayagunakan dengan saling memperkuat kapasitas dan keunggulan komparatif dari berbagai aktor kelembagaan yang terlibat. 6. Menghubungkan keterkaitan hak dengan tanggungjawab dalam kompleks pengelolaan sumberdaya alam. 7. Lebih menghargai dan mementingkan proses daripada hasil jangka pendek. 8. Meraih petikan pelajaran melalui kaji ulang perbaikan pengelolaan sumberdaya alam. 2.2.3. Pendekatan Pelaksanaan Pengelolaan Kolaboratif Pelaksanaan pengelolaan kolaboratif harus menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi para pihak yang akan dilibatkan didalam pelaksanaan terutama kondisi masyarakat sekitar kawasan. Menurut Supoharjo (2005) dalam pelaksanaan kolaborasi terdapat beberapa kunci yang menentukan kesuksesan kolaborasi yaitu : 1. Kolaborasi dapat berjalan sukses apabila berhasil membangun ”common ground” (pandangan yang sama). 2. Pentingnya menciptakan suatu yang baru untuk berinteraksi. 3. Pentingnya melibatkan stakeholder kedalam proses interaksi. 4. Pentingnya memfokuskan menghadapi problem dengan cara yang baru dan berbeda. 5. Pentingnya meningkatkan kepekaan terhadap tanggung jawab dan komitmen. 6. Bentuk inti dari kemitraan yang kolaboratif adalah hubungan antara individuindividu, bukan antar organisasi. 7. Banyak kasus kolaboratif suskses karena upaya-upaya yang bersifat pengabdian, energik secara individual dengan pendekatan pro-aktif dan berani memulai dengan upaya-upaya baru. 8. Banyak kasus kolaboratif sukses karena para pihak berusaha mendapatkan dan mengakui bantuan pihak lain. Pelaksanaan manajemen kolaboratif di Indonesia lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan P.19/Menhut-II/2004. Dalam Peraturan Menteri ini dijelaskan jenis-jenis kegiatan pengelolan yang bisa dilakukan secara kolaboratif, jenis-jenis kegiatan yang sesuai dengan kegiatan dalam Desa model adalah
pembinaan daya dukung kawasan, perlindungan dan pengamanan potensi kawasan, dan pembinaan partisipasi masyarakat. Pembinaan daya dukung kawasan meliputi kegiatan inventarisasi/monitoring flora dan fauna dan ekosistemnya, pembinaan populasi dan habitat jenis, monitoring populasi dan habitat jenis serta rehabilitasi kawasan diluar cagar alam atau zona inti taman nasional. Untuk perlindungan dan pengamanan potensi kawasan meliputi penguatan pelaksanaan perlindungan dan pengamanan, penguatan, pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan. Kegiatan yang dilakukan dalam pembinaan partisipasi masyarakat meliputi program peningkatan kesejahteraan masyarakat dan program peningkatan kesadaran masyarakat.
2.2.4. Indikator Kemajuan Proses Pengelolan Kolaboratif. Pelaksanaan pengelolaan kolaboratif pada pelaksanaannya harus dilakukan evaluasi untuk menilai tingkat keberhasilannya. Untuk melakukan penilaian ini maka harus ada indikator yang menjadi dasar penelitian. Menurut Y. Aumeeruddy-Thomas, et al (1999) dalam PHKA-Dephut NRM/EPIQ WWF Wallacea TNC (2002) berdasarkan pengkajian praktek ”joint management” di India menyatakan bahwa indikator kegagalan dan keberhasilan pengelolaan kolaboratif adalah : a) Indikator ekologik, meliputi keanekaragaman hayati, bentang alam, dan pemulihan tingkat ekosistem kawasan konservasi. b) Indikator kelembagaan meliputi sikap komunitas lokal, perubahan kebijakan pendukung dan tingkat konflik. c) Indikator ekonomi meliputi perubahan harga, persentase keterlibatan komunitas, perubahan penadapatan keluarga, perubahan kualitas pasar dan volume perdagangan komunitas. d) Indikator sosiologis meliputi pertanyaan-pertanyaan kritis: sukses pengelolaan kolaboratif untuk siapa?, siapa yang berperanserta?, siapa yang banyak bicara dalam setiap pertemuan?, apakah semakin buruk atau baik pengelolaan sumberdaya sebelum dan setelah inisiatif pengelolaan kolaboratif.
2.3. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Pemberdayaan
masyarakat
menurut
Ditjen
PHKA
(2004)
adalah
meningkatkan kemampuan masyarakat dan kemandirian masyarakat, atau upaya peningkatan
kemampuan
dan
kemandirian
masyarakat
agar
mampu
mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kebutuhan objektif masyarakat itu sendiri dalam suatu ekosistem hutan yang lestari. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar hutan sangatlah penting adanya suatu kolaborasi atnra berbagai pihak. Hal yang perlu diperhatikan bahwa pemberdayaan secara kolaboratif (collaborative empowerment) berbeda dengan upaya perbaikan masyarakat secara kolaboratif (collaborative betterment). Pada upaya ”betterment” proses dimulai dari luar masyarakat dan dkontrol oleh pihak yang lebih besar. Sedangkan pemberdayaan dimulai dalam masyarakat dan selanjutnya dibawa keluar ke institusi publik (dalam hal ini kehutanan), pihak swasta (perusahaan) dan lembaga-lembaga lainnya (Himmelman, 1994 dalam Sarjono, 2004). Selanjutnya Himmelman (1994) dalam Sardjono (2004) menyatakan strategi pemberdayaan kolaboratif meliputi dua kegiatan dasar, yaitu : 1) Mengorganisir suatu masyarakat dengan dukungan adanya tujuan kerjasama yang ditetapkan oleh masyarakat yang bersangkutan. 2) Memfasilitasi proses yang menyatukan pihak-pihak luar (pengguna hutan lainnya) dengan tujuan masyarakat yang dimaksud.
2.4. Desa Model Penentuan desa model didasarkan pada kombinasi kriteria kawasan dan tingkat kesejahteraan desa. Desa model adalah suatu desa yang terpilih yang berada di daerah
penyangga taman nasional, dimana desa model memiliki ciri-ciri sebagai berikut : x
Lokasinya berada/berbatasan langsung dengan kawasan TNUK;
x
Keadaan ekonomi masyarakatnya sebagian besar masih menggantungkan terhadap sumberdaya hutan;
x
Memiliki potensi kelembagaan yang cukup baik dan kearifan lokal yang mendukung kelestarian sumberdaya hutan;
x
Pertumbuhan ekonominya masih tertinggal, jika dibandingkan dengan desa yang lainnya.
2.4.1. Prinsip Yang Akan Dijalankan Suatu model pendekatan multi pihak akan dibangun dalam mendukung terlaksananya pengembangan Desa Model Konservasi secara partisipatif dan kolaboratif. 2.4.2. Siapa Yang Berperan Peran utama adalah masyarakat sendiri, yang didukung oleh para pihak di tiga kabupaten sehingga semua program tidak lagi dijalankan dengan pola top down, namun menjadi pola bottom up. 2.5. Evaluasi Proyek Menurut Pasaribu, W.A. (1990) evaluasi dalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektifitas dan dampak kegiatan proyek.program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Evaluasi ini merupakan suatu proses untuk menyempurnakan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyusunan program dan pengambilan keputusan dimasa depan. Evaluasi berdasarkan sifatnya dibedan menjadi evaluasi sewaktu berjalan (ongoing evaluation), evaluasi akhir (terminal evaluation), dan evaluasi menyeluruh (ex post evaluation). Ongoing evaluation adalah analisa untuk mengetahui apakah kesinambungan
relevansi,
efisiensi
dan
efektifitas
kegiatan
proyek
dapat
dipertahankan, serta mengetahui output, efek dan dampak yang timbul atau yang mungkin timbul, yang dilakukan pada waktu proyek sedang berjalan. Adapun tujuan ongoing evaluation adalah : a) Mengetahui apakah semua kegiatan dalam proses terlaksana
b) Menetapkan apakah semua tujuan proyek telah tercapai atau akan dapat tercapai, dan apakah ada pengeruh sampingan yang tidak dikehendaki. c) Mengetahui apakah asumsi-asumsi yang digariskan sewaktu merancang proyek masih berlaku. Dalam proses evaluasi harus ditemtukan kriteria dan indikator sebagai pencapaian tujuan. Beberapa definisi kriteria, indikator menurut Mendoza, et al (1999) adalah sebagai berikut : a) Kriteria adalah suatu prinsip atau patokan untuk menilai suatu hal, serta merupakan titik dimana informasi yang diberikan oleh indikator dapat digabungkan dan dimana suatu penilaian yang dapat dipahami menjadi lebih tajam. b) Indikator adalah suatu variabel atau komponen ekosistem atau sistem pengelolaan hutan apa saja yang digunakan untuk memperkirakan status kriteria tertentu. Indikator membawa suatu ”pesan tunggal yang berarti”. ”Pesan tunggal” ini disebut informasi yang mewakili suatu agregat dari satu atau lebih elemen data yang memiliki hubungan tertentu yang tetap. c) Verifier adalah data atau informasi yang meningkatkan spesifitas atau kemudahan penilaian suatu indikator. Pengukur memberikan suatu perincian khusus yang menunjukkan atau mencerminkan suatu kondisi yang dininginkan dari suatu indikator. Pengukur memberikan tambahan arti dan ketelitian pada suatu indikator. Pengukur dapat juga dianggap sebagai subindikator.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lokasi Desa Model Taman Nasional Ujung Kulon, yaitu Desa Tamanjaya. Desa ini merupakan desa yang terpilih untuk dikembangkan menjadi Desa Model pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari – April 2008.
3.2. Bahan dan Alat Bahan penelitian yaitu kegiatan-kegiatan dalam Desa Model, masyarakat di Desa model tersebut, pengelola TNUK. Sedangkan alat yang digunakan adalah kuisioner, panduan wawancara, alat tulis, alat perekam, dan kamera.
3.3. Perumusan Kriteria dan Indikator Evaluasi Kriteria dan indikator Desa Model yang optimal dan efektif, perlu dirumuskan terlebih dahulu sebelum melakukan evaluasi (tabel 2.). Evaluasi dilakukan terhadap keberterimaan konsep dan proses pelaksanaan Desa Model. Prinsip dalam mengevaluasi keberterimaan konsep Desa Model dilihat dari aspek legalitas, aspek stakeholder dan aspek kelembagaan. Sedangkan untuk evaluasi proses pelaksanaan dilakukakn terhadap batasan tujuan dan arena dialog, peran para pihak yang terlibat, proses dialog dan sistem yang mendukung pengembangan Desa model dari masingmasing kegiatan (rehabilitasi/restorasi, Observasi kolaboratif dan income generating) yang sedang berjalan.
Tabel 2. Kriteria Dan Indikator Evaluasi Keberterimaan Konsep Desa Model Data dan Informasi Kriteria
Indikator
Kebijakan
Konsep dan
dalam
Primer -
Metode
Sekunder
pengumpulan data
Peraturan-
Wawancara
program desa model
peraturan yang
mendalam,
pengelolaan
sesuai dengan
berkaitan dengan
analisis dokumen
TNUK
kerangka hukum
Desa Model dan
mengakomodir
pengelolaan TNUK
kegiatannya
konsep Desa
(UU, Perda dan
Model
hasil Musyawarah Desa)
Konsep Desa
Masyarakat
Pengetahuan dan
Model dipahami
mengetahui tentang
persepsi
mendalam,
dan didukung
Desa Model
masyarakat
kuesioner untuk
oleh semua
(pengertian, tujuan,
pihak
penggagas, lokasi,
-
Wawancara
masyarakat
dll) Masyarakat
Pengetahuan dan
mengetahui tentang
persepsi
mendalam,
kegiatan Desa
masyarakat
kuesioner untuk
-
Model (rehabilitasi,
Wawancara
masyarakat
observasi partisipatif, dan income generating) Masyarakat, Pemda,
- Sikap
Pengelola TNUK,
masyarakat
mendalam,
dan LSM yang turut
- sikap Pemda
kuesioner untuk
berkepentingan di
- sikap pengelola
masyarakat
TNUK, menyatakan
TNUK
dukungan terhadap
- sikap LSM
pelaksanaan Desa model
-
Wawancara
Tabel 2. lanjutan. Kriteria
Indikator
Koordinasi antar
Para pihak yang
pihak yang terkait
Data dan Informasi Primer Hasil wawancara
Sekunder
Metode pengumpulan data
MoU atau surat
Wawancara
terkait
kesepakatan para
mendalam,
Desa Model
menyatakan
pihak yang
analisis dokumen
berjalan dengan
sepakat atas Desa
terkait, hasil
baik
Model secara
musyawarah/rapat
tertulis maupun
desa
tidak Pihak yang
Hasil wawancara
MoU atau surat
Wawancara
terlibat memiliki
dan observasi
kesepakatan para
mendalam,
peran masing-
lapangan
pihak yang
analisis dokumen,
terkait, petunjuk
observasi
pelaksanaan atau
lapangan
masing yang jelas
dokumen Desa Model Pembagian
Hasil wawancara
MoU atau surat
Wawancara
sumberdaya dan
dan observasi
kesepakatan para
mendalam,
biaya dilakukan
lapangan
pihak yang
analisis dokumen,
melalui
terkait, dokumen
observasi
mekanisme yang
Desa Model
lapangan
MoU atau surat
Wawancara
terkait
kesepakatan para
mendalam,
menyatakan
pihak yang
analisis dokumen
sepakat atas Desa
terkait, hasil
Model secara
musyawarah/rapat
tertulis maupun
desa
jelas Para pihak yang
Hasil wawancara
tidak Sumber : Skripsi Ajeng Lembanasari (dimodifikasi oleh penulis)
Tabel 3. Kriteria Dan Indikator Evaluasi Proses Pelaksanaan Konsep Desa Model Kriteria
Indikator
Metode
Data dan Informasi Primer
Sekunder -
Para pihak
Tujuan dan batas
Hasil wawancara
memahami dan
dialog dipahami
mendalam dan
menyepakati
dan disepakati.
kuesioner
tujuan, batas, dan
Arena dialog
Hasil wawancara
arena dialog Desa
dipahami dan
mendalam dan
Model
disepakati.
kuesioner
pengumpulan data Wawancara mendalam
-
¾ Studi literatur ¾ Wawancara mendalam ¾ Kuesioner
Ketepatan aktor
Seluruh pihak
Hasil wawancara
yang terlibat
terwakili dan pihak
mendalam dan
mendalam
didalam konsep
yang
observasi
terhadap
Desa Model dan
mengartikulasikan
lapangan
masyarakat dan
mewakili seluruh
kepentingannya
observasi
kelompok yang
dengan cara
lapangan
berkepentingan
berbeda di
-
Wawancara
representasikan (sehingga tidak menjadi selected representation) Proses Desa Model
Hasil wawancara
menempatkan
mendalam
-
Wawancara mendalam dan
penanggung resiko
observasi
terbesar pada
lapangan
posisi pemenangan yang semestinya. Para pihak
Hasil wawancara
memiliki kapasitas
mendalam dan
mendalam
dalam menjawab
kuesioner
terhadap
persoalan yang
-
Wawancara
masyarakat
dihadapi.
.
Tabel 3. lanjutan. Kriteria
Indikator
Data dan Informasi Primer
Metode
Sekunder
pengumpulan data
Landasan
Landasan dialog
Hasil wawancara
(platform) dan
yang disepakati
mendalam dan
mendalam dan
observasi lapangan
observasi lapangan
proses dialog yang adil.
-
Hasil wawancara
Para pihak leluasa
Hasil wawancara
mengartikulasikan
mendalam,
mendalam dan
kepentingannya
kuesioner, dan
kuesioner terhadap
observasi lapangan
masyarakat dan
--
Wawancara
observasi lapangan Proses dialog
Hasil wawancara
produktif
mendalam dan
mendalam, observasi
observasi lapangan
lapangan
-
Wawancara
Hasil dialog
Hasil wawancara
merupakan ”kontrak
mendalam,
mendalam dan
sosial’ yang kokoh
kuesioner, dan
kuesioner terhadap
observasi lapangan
masyarakat dan
-
Wawancara
observasi lapangan Sistem
Mekanisme
Hasil wawancara
Dokumen
Analisis dokumen,
pendukung
penggagasan
mendalam,
pelaksanaan
Wawancara
untuk
pendampingan, dan
kuesioner, dan
Desa Model /
mendalam dan
implementasi
pengakhiran yang
observasi lapangan
petunjuk
kuesioner terhadap
Desa Model
baik
pelaksanaan
masyarakat dan
memadai
observasi lapangan Inisiatif diluar Desa
Hasil wawancara
Program/proyek
Wawancara
Model memberikan
mendalam,
Taman Nasional
mendalam terhadap
iklim yang sehat
dan observasi
selain Desa
pemda dan observasi
lapangan
Model
lapangan
Kebijakan donor
Hasil wawancara
Kebijakan-
Analisis dokumen,
mendukung proses
mendalam,
kebijakan terkait
Wawancara
negoisasi dan
dan observasi
Desa Model
mendalam
pelibatan aktor yang
lapangan
sehat
observasi lapangan
Tabel 3. lanjutan. Kriteria
Indikator
Data dan Informasi Primer
Metode
Sekunder
pengumpulan data
Para pihak
Seluruh aktor
Hasil wawancara
Hasil dari
Analisis dokumen,
melaksanakan
menjalankan semua
mendalam dan
program
Wawancara
dan saling
program yang telah
observasi
implementasi
mendalam,
mendukung
disusun sesuai
lapangan
Desa model yang
observasi lapangan
program yang
dengan tanggung
telah di konsep
jawab yang
dalam hasil
diberikan
dialog
Para aktor saling
Hasil wawancara
mendukung terhadap
mendalam dan
mendalam,
pelaksanaan
observasi
observasi lapangan
program Desa Model
lapangan
telah dijalankan
-
Wawancara
yang menjadi tanggung jawab aktor lainnya Sumber : Skripsi Ajeng Lembanasari (dimodifikasi oleh penulis)
3.4. Jenis Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder (tabel 2. dan tabel 3).
3.5. Teknik Pengumpulan Data 3.5.1. Studi Literatur Studi literatur digunakan untuk mengetahui dan melengkapi data sekunder dan data yang tidak didapatkan dilapangan. Kegiatan studi literatur ini dilakukan pada saat penelitian dan juga setelah penelitian. Adapun data yang diambil diantaranya mengenai kondisi umum kawasan TNUK, dan juga data penggunaan lahan, sejarah penunjukan desa sebagai Desa Model, serta laporan proses kegiatan Desa Model. 3.5.2. Observasi Lapangan Observasi lapangan adalah pengumpulan data dengan pengamatan langsung di lapangan. Data yang dikumpulkan melalui proses observasi lapang adalah : jenis-jenis
kegiatan yang sedang dilakukan pada Desa Model, kondisi lokasi Desa Model, dan kegiatan mendokumentasikan proses implementasi Desa Model. 3.5.3. Wawancara dan kuesioner Wawancara dilakukan secara langsung dan dengan bantuan kuesioner untuk menggali dan mendapatkan informasi tentang Desa Model dari pengelola, masyarakat dan pemerintah daerah. Pemilihan responden dilakukan berdasarkan informasi dari tokoh masyarakat dan petugas lapang.
3.6. Analisis dan Sintesis Data Kegiatan pengolahan data dilakukan dengan verifikasi data yang telah dikumpulkan menggunakan kriteria dan indikator evaluasi Desa Model yang telah dirumuskan sebelumnya. Data-data tersebut kemudian dikelompokkan dan diberi penilaian untuk masing-masing indikator dinilai berdasarkan kepada standar verifikasi. Semua jenis data yang diamati ditabulasikan dan kemudian dilakukan analisis secara deskriptif. Sintesis dilakukan sebagai kelanjutan dari tahap analisis data, untuk menyusun hasil akhir dari evaluasi yang dilakukan.
Masyarakat mengetahui tentang Desa Model (pengertian, tujuan, penggagas, lokasi, dll) Masyarakat mengetahui tentang kegiatan Desa Model (rehabilitasi, observasi partisipatif, dan income generating)
Konsep Desa Model dipahami dan didukung oleh semua pihak
Masyarakat, Pemda, Pengelola TNUK, dan LSM yang turut berkepentingan di TNUK, menyatakan dukungan dan ikut melaksanakan kegiatan terhadap Desa model
Indikator Konsep dan program desa model sesuai dengan kerangka hukum pengelolaan TNUK
Kriteria Kebijakan dalam pengelolaan TNUK mengakomodir konsep Desa Model
Buruk
Sedang
Baik
Sangat buruk Sangat baik
Buruk
Sedang
Sangat buruk Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk Sangat baik Baik
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Nilai Konsep Desa Model memiliki dasar hukum, baik di tingkat Pemerintah pusat, Pemda, Balai TNUK dan Desa sebagai payung hukum pelaksanaan kegiatan program Konsep Desa Model memiliki setidaknya 2/3 dari dasar hukum yang harus dimiliki yang salah satunya dari pemerintah Konsep Desa Model memiliki dasar hukum setidaknya dari pemerintah pusat Konsep Desa Model tidak memiliki dasar hukum, hanya memiliki bentuk kesepakatan Konsep Desa Model tidak memiliki dasar hukum sama sekali Pengetahuan masyarakat tentang Desa Model diatas 80% Pengetahuan masyarakat tentang Desa Model berkisar antara 65%-80% Pengetahuan masyarakat tentang Desa Model berkisar antara 50%-65% Pengetahuan masyarakat tentang Desa Model berkisar antara 40% -50% Pengetahuan masyarakat tentang Desa Model > 40% Pengetahuan masyarakat tentang kegiatan Desa Model diatas 80% Pengetahuan masyarakat tentang kegiatan Desa Model berkisar antara 65%80% Pengetahuan masyarakat tentang kegiatan Desa Model berkisar antara 50%65% Pengetahuan masyarakat tentang kegiatan Desa Model berkisar antara 40% 50% Pengetahuan masyarakat tentang kegiatan Desa Model > 40% Stakeholders yang berkepentingan mendukung dan ikut serta melaksanakan kegiatan Desa Model. Dengan tingkat keikutsertaan > 80% Stakeholders yang berkepentingan mendukung dan ikut serta melaksanakan kegiatan Desa Model. Dengan tingkat keikutsertaan berkisar antara 60%80% Stakeholders yang berkepentingan mendukung dan ikut serta melaksanakan kegiatan Desa Model. Dengan tingkat keikutsertaan berkisar antara 50%60% Stakeholders yang berkepentingan mendukung dan ikut serta melaksanakan
Tabel 4. Standar Verifikasi Evaluasi Kriteria dan Indikator Keberterimaan Konsep Desa Model
Pembagian sumberdaya dan biaya dilakukan melalui mekanisme yang jelas
Pihak yang terlibat memiliki peran masing-masing yang jelas
Para pihak yang terkait menyatakan sepakat atas Desa Model secara tertulis maupun tidak
Sumber : INSIST dan Mitra (Erwin Fahmi, dkk, 2003)
Koordinasi antar pihak yang terkait Desa Model berjalan dengan baik
Buruk Sangat buruk
Sedang
Baik
Buruk Sangat buruk Sangat baik
Sedang
Baik
Buruk Sangat buruk Sangat baik
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
kegiatan Desa Model. Dengan tingkat keikutsertaan <50% Stakeholders yang berkepentingan tidak mendukung dan ikut serta melaksanakan kegiatan Desa Model. Konsep Desa Model disetujui dan memiliki kesepakatan tertulis dari para stakeholders agar dapat di pertanggung gugatkan, dan konsep ini memiliki payung hokum. pelanggaran terhadap aturan main harus dihukum Stakeholders yang terkait menyepakati konsep Desa Model namun belum ada kesepakatan tertulis Konsep Desa Model tidak dijalankan dengan maksimal oleh para pihak yang terkait Aturan tertulis yang ada tidak disepakati oleh para pihak yang terkait Konsep Desa Model tidak disepakati oleh Para pihak yang terkait Konsep Desa Model memiliki struktur kelembagaan, baik kelembagaan formal maupun tidak formal yang telah berjalan dua arah dan mewakili setiap Stakeholders dan telah memiliki peran yang jelas serta optimal dalam melaksanakan tugasnya Konsep Desa Model memiliki struktur kelembagaan, memiliki peran yang jelas dan optimal dalam melaksanakan tugasnya namun belum mewakili setiap Stakeholders Konsep Desa Model memiliki kelembagaan namun belum memiliki peran yang jelas serta belum berjalan secara optimal Konsep Desa Model hanya memiliki kelembagaan tapi belum berjalan Konsep Desa Model belum memiliki struktur kelembagaan sama sekali Konsep Desa Model memiliki mekanisme pembagian biaya dalam pelaksanaannya, dan distribusi penggunaan sumberdaya harus adil dan tepat sasaran Konsep Desa Model memiliki mekanisme dan aturan pembagian biaya dan sumberdaya naun belum diterapkan Mekanisme pembagian sumberdaya belum berjalan secara adil dan tepat sasaran Mekanisme pembagian sumberdaya dan biaya belum diterapkan Konsep Desa Model tdak memiliki aturan main yang jelas terhadap mekanisme pembagian sumberdaya dan biaya
Indikator Tujuan dan batas dialog dipahami dan disepakati
Seluruh pihak terwakili dan pihak yang mengartikulasikan kepentingannya dengan cara berbeda di representasikan (sehingga tidak menjadi selected representation) Proses Desa Model menempatkan penanggung resiko terbesar pada posisi pemenangan yang semestinya.
Kriteria Para pihak memahami dan menyepakati tujuan, batas, dan arena dialog Desa Model
Ketepatan aktor yang terlibat didalam konsep Desa Model dan mewakili seluruh kelompok yang berkepentingan
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Nilai Stakeholders memahami dan menyepakati semua aturan main yang berlaku dalam konsep Desa Model Masyarakat sebagai pihak utama dan pihak pembuat kebijakan memahami dan menyepakati aturan main yang berlaku dalam konsep Desa Model Setidaknya masyarakat sebagai pihak utama memahami dan menyepakati aturan main yang berlaku dalam konsep Desa Model Masyarakat sebagai pihak utama tidak memahami dan menyepakati aturan main yang berlaku dalam konsep Desa Model Semua Stakeholders tidak ada yang memahami dan menyepakati aturan main yang berlaku dalam konsep Desa Model Seluruh pihak telah terwakili perannya dalam pelaksanaan konsep Desa Model, sehingga tiap Stakeholders memiliki peran yang jelas Hanya ¾ Stakeholders yang ada telah terwakili perannya dalam pelaksanaan konsep Model Kelembagaan Desa Model telah mewakili ½ dari keterwakilan seluruh stakeholders yang ada Pihak yang terlibat tidak terwakili dan tidak memiliki peran dalam program Desa Model serta dibatasi dalam mengartikulasikan kepentingannya Konsep Desa Model hanya menguntungkan satu pihak saja tanpa memperhatikan hak pihak lain Konsep Desa Model berjalan sesuai dengan hak yang dimiliki oleh masyarakat dan telah menempatkan mereka sesuai dengan hak mereka Tiap stakeholders memahami hak yang dimiliki masyarakat dalam menjalankan konsep Desa Model dan menempatkan mereka sesuai dengan hak mereka Konsep Desa Model belum berjalan sesuai dengan hak masyarakat yang ada Masyarakat menjalankan konsep Desa Model hanya berposisi sebagai objek Masyarakat tidak mendapatkan posisi sebagaimana hak yang mereka miliki, dimana masyarakat harusnya berada dalam posisi yang dimenangkan
Tabel 5. Standar Verifikasi Evaluasi Kriteria dan Indikator Proses Pelaksanaan Konsep Desa Model
Landasan (platform) dan proses dialog yang adil.
Proses dialog produktif
Para pihak leluasa mengartikulasikan kepentingannya
Landasan dialog yang disepakati
Para pihak memiliki kapasitas dalam menjawab persoalan yang dihadapi.
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat buruk Sangat baik
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Para stakeholders telah memiliki inisiatif dalam merespon masalah dan memiliki kapasitas mengatasi masalah tersebut Para stakeholders mampu menjawab masalah yang muncul sesuai dengan kapasitas dan perannya Para stakeholders mampu menjawab masalah yang muncul sesuai dengan kapasitas dan perannya namun tidak mendapatkan suatu hasil yang maksimal Para stakeholders tidak mengerti mengatasi masalah yang muncul dan masih mengharapkan pihak lain Para stakeholders tidak memiliki inisiatif dalam merespon masalah dan memiliki kapasitas mengatasi masalah yang muncul Hasil dialog disepakati secara bersama dengan asas kekeluargaan dan mapu dipertanggung jawabkan, selain itu hasil yang disepakati, mengandung asas keberlanjutan yaitu dapat dilaksanakan secara periodic dan dikendalikan dalam konteks kerjasama jangka panjang Konsep Desa Model memiliki landasan yang disepakati semua stakeholders yang terlibat Hasil dialog disepakati secara bersama, namun masih mengutamakan kepentingan sepihak sehingga dalam pelaksanaan belum optimal Hasil dialog disepakati oleh suatu kelompok tertentu untuk keuntungan kelompok Landasan dialog tidak disepakati dan tidak dijalankan Konsep Desa Model tidak menghambat suatu pihak mengartikulasikan kepentingannya selama berjalan sesuai dengan aturan main Bahwa para pihak mengartikulasikan kepentingannya secara adil dan tidak menganggu program Pengartikulasian pihak menjalankan kepentingannya tidak berjalan secara adil namun tidak menggangu program Desa Model Pengartikulasian pihak menjalankan kepentingannya menggangu program Desa Model Aturan main konsep Desa Model menghambat suatu pihak mengartikulasikan kepentingannya Tiap pertemuan yang diadakan dapat dipahami dan dimengerti hasilnya oleh tiap pihak dan berjalan dengan adil, serta dilaksanakan dilapangan Tiap pertemuan yang diadakan dapat dipahami dan dimengerti hasilnya
Para pihak melaksanakan dan
Sistem pendukung untuk implementasi Desa Model memadai
Seluruh aktor menjalankan semua
Inisiatif diluar Desa Model memberikan iklim yang sehat
Mekanisme penggagasan pendampingan, dan pengakhiran yang baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
oleh tiap pihak dan berjalan dengan adil walaupun belum dilaksanakan Output yang dihasilkan dilaksanakan tanpa diikuti tiap pihak yang berkepentingan Tiap pertemuan yang diadakan dapat dipahami dan dimengerti oleh tiap pihak dan berjalan dengan adil, serta dilaksanakan dilapangan Pertemuan tidak menghasilkan suatu output yang bermanfaat bagi Desa Model Konsep Desa Model memiliki aturan main terhadap suatu mekanisme yang mendukung baik ditiap tahap pelaksanaan dan sudah memiliki penanggung jawab pelaksana program dan dijalankan sesuai aturan mainnya yang diharapkan program-program Desa Model berjalan maksimal Konsep Desa Model memiliki aturan main terhadap suatu mekanisme yang mendukung baik ditiap tahap pelaksanaan dan sudah memiliki penanggung jawab pelaksana program dan dijalankan sesuai aturan mainnya, namun dalam pelaksanaannya belum berjalan secara maksimal Telah dilaksanakan namun belum berjalan optimal dan tanpa memiliki aturan main yang jelas Mekanisme penggagasan dan pendampingan tidak dilaksanakan sama sekali Konsep Desa Model tidak memiliki aturan main sama sekali terhadap suatu mekanisme ditiap tahap pelaksanaan Inisiatif yang terdapat diluar konsep Desa Model mendukung terhadap berjalannya program, mulai dari aspek legalitas, stakeholders dan pendonoran Pihak TN memiliki program diluar Desa Model yang mendukung terhadap konsep Desa Model sehingga terdapat iklim yang mendukung dan kondusif keterlaksanaan terhadap konsep Desa Model itu sendiri Konsep Desa Model memiliki stakeholders di luar Desa Model dapat mendukung keterlaksanaan program yang ada. Stakeholders yang ada diluar Desa Model menghambat pelaksanaan program Kondisi diluar Desa Model tidak mendukung untuk berjalannya Desa Model Tiap pihak menjalankan seluruh program yang telah ada sesuai dengan peran yang mereka tanggung, dan dijalankan
Para aktor saling mendukung terhadap pelaksanaan program Desa Model yang menjadi tanggung jawab aktor lainnya
program yang telah disusun sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
Sumber : INSIST dan Mitra (Erwin Fahmi, dkk, 2003)
saling mendukung program yang telah di konsep dalam hasil dialog
Buruk Sangat buruk
Sedang
Baik
Sangat buruk Sangat baik
Buruk
Sedang
Baik
sebesar > 85% Tiap pihak menjalankan seluruh program yang telah ada sesuai dengan peran yang mereka tanggung, dan dijalankan sebesar > 70% - 85% Tiap pihak menjalankan seluruh program yang telah ada sesuai dengan peran yang mereka tanggung, dan dijalankan sebesar > 50% - 70% Tiap pihak menjalankan seluruh program yang telah ada sesuai dengan peran yang mereka tanggung, sebesar < 50% Tiap pihak tidak menjalankan peran mereka sama sekali Setiap stakeholders harus menyadari bahwa mereka saling membutuhkan sehingga akan terjadi saling mendukung satu dengan yang lainnya Setiap stakeholders saling mendukung walaupun dalam proses pelaksanaannya berjalan masing-masing Para stakeholders menjalankan peran mereka tanpa memperdulikan pihak yang lainnya Para stakeholders dalam menjalankan perannya menggangu pihak lainnya Tiap stakeholders tidak saling mendukung terhadap tanggung jawab pihak lainnya
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Letak Geografis Desa Tamanjaya merupakan salah satu desa di Kecamatan Sumur yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Batas sebelah utara Desa Cigorondong, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ujungjaya, sebelah timur berbatasan dengan Taman Nasional Ujung Kulon dan sebelah barat berbatasan dengan selat sunda. Mempunyai luas 675 ha, Desa Tamanjaya mempunyai 8 kampung yaitu kampong Cibanua, Cilincing, Ciawi, Cisaat, Cipaniis, Ciburuluk, Cimenteng dan Cipendeuy. Secara geografis Desa Tamanjaya termasuk desa pantai karena wilayahnya berbatasan langsung dengan pantai/laut. Secara umum Desa Tamanjaya memiliki jenis tanah dengan tingkat kesuburan relative rendah serta mengandung bahan induk asam dan sebagian besar miskin zat hara. Tanah yang ada termasuk tipe tanah regosol abu-abu dan podsolik merah kuning serta tipe tanah mediteran grumosol, regosol dan latosol 4.2. Demography Jumlah penduduk Desa Tamanjaya adalah 2709 jiwa yang terbagi dalam 636 KK dengan kepadatan jumlah penduduk sebesar 401 jiwa/km 2. 4.3. Pendidikan Dari segi latar belakang pendidikan, Desa Tamanjaya sedikit lebih unggul dibandingkan dengan desa-desa di sekitarnya dengan lulusan perguruan tinggi sebanyak 8 orang, sedangkan penduduk dengan latar belakang lulusan sekolah dasar memiliki pringkat tertinggi sebanyak 1580 orang. Fasilitas pendidikan di Desa Tamanjaya hanya sampai tingkat SLTP dengan perincian satu unit TK, tujuh unit SD, empat unit SLTP dan satu unit pondok pesantren. 4.4. Mata pencaharian Sebagian besar masyarakat di Desa Tamanjaya berprofesi sebagai buruh tani (237 orang), petani (515 orang) dan nelayan (178 orang). Untuk menunjang tingkat pendapatan penduduk dari sektor lainnya terdapat beberapa usaha kecil atau industri rumah tangga yang cukup bervariasi antara lain usaha emping, pembuatan gula merah, kelapa kopra dan pengasinan ikan.
4.5. Pola Peruntukan Lahan Secara umum peruntukan lahan di sekitar TNUK diperuntukan untuk areal pertanian. Desa Tamanjaya terdapat 203 ha tanah sawah (1/2 irigasi dan tadah hujan) dan sisanya untuk tanah kering dan fasilitas umum. 4.6. Potensi Desa Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan oleh para stakeholders telah berhasil diidentifikasi beberapa potensi Desa Tamanjaya dan kemudian dikelompokan menjadi : 1. Potensi Pertanian dan Perkebunan Potensi pertanian yang ada di Desa Tamanjaya berupa tanaman padi dan palawija, sedangkan untuk perkebunan terdapat komoditas berupa pisang, kelapa, melinjo, jagung dan mangga. 2. Potensi Perikanan Darat Potensi perikanan darat yang sudah dilakukan antara lain bagang perahu, tambak dan empang. 3. Potensi Perikanan Laut Potensi perikanan laut Desa Tamanjaya sangat besar karena letak desa yang berbatasan langsung dengan laut, potensi yang terdapat anatara lain ikan, udang, lobster, kepiting, rumput laut, terumbu karang dan kerapu. 4. Potensi Wisata Terdapat berbagai obyek wisata di sekitar Desa Tamanjaya antara lain daya tarik pantai, fenomena alam (air terjun, sumber air panas), kesenian tradisional dan habitat primata. 5. Potensi Industri Rumah Tangga Usaha industri rumah tangga yang telah berkembang di Desa Tamanjaya antara lain emping, gula aren, lebah madu dan usaha cinderamata. Namun usaha yang ada masih berskala kecil dan saat ini hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri dan Desa Tamanjaya sendiri. 6. Potensi Sumberdaya Manusia Desa Tamanjaya memiliki potensi yang potensial
dibandingkan desa-desa
yang ada di sekitarnya, dengan jumlah penduduk sekitar 2709 jiwa sekitar 8
orang sudah memiliki latar belakang pendidikan tinggi (lulusan perguruan tinggi)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keberterimaan Konsep Desa Model 5.1.1. Aspek Legalitas Aspek legalitas merupakan salah satu aspek yang sangat penting perananannya, dalam hal ini untuk melihat sejauh mana Desa Model dapat diterima oleh parapihak. Aspek legalitas yang dimaksud adalah adanya kebijakan-kebijakan atau peraturanperaturan yang mengakomodir konsep Desa Model. Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang sesuai dengan arah pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), baik kebijakan yang dikeluarkan oleh Balai TNUK maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah (daerah dan pusat). Pengertian dari Desa Model adalah suatu konsep pengelolaan kawasan TNUK secara kolaboratif antar parapihak yang terkait dengan kawasan ini dengan tujuan agar masyarakat sekitar hutan dapat hidup bersama dengan taman nasional, sehingga aktifitas konservasi mendapat dukungan dari komunitas atau masyarakat lokal dan adanya pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Berdasarkan tujuan tersebut, maka Desa Model dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk upaya pemberdayaan masyarakat yang merupakan proses pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam secara kolaboratif. Beberapa dasar hukum atau kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan Desa Model adalah : 1. UU Nomor 5 tahun 1990 bab IX tentang peran serta masyarakat; 2. UU Nomor 41 tahun 1999 bab X pasal 68-70 tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan; 3. UU Nomor 32 tahun 2004 pasal 27 tentang kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah; 4. Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 pasal 36; 5. PP Nomor 4 tahun 2001 pasal 42 tentang peningkatan kesadaran masyarakat; 6. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 390 tahun 2003 tentang ruang lingkup dan mitra kerjasama; serta 7. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.19/Menhut-II/2004 tentang pengelolaan kolaboratif di KSA dan KPA.
Di lokasi penelitian, khususnya pada tingkat kecamatan dan desa belum terdapat peraturan-peraturan yang mendukung Desa Model, meskipun secara lisan pemerintah Kecamatan Sumur dan Desa Tamanjaya mendukung penuh terhadap segala bentuk kegiatan yang dilakukan pihak Balai TNUK, karena pada dasarnya semua kegiatan yang dilakukan oleh pihak BTNUK bermanfaat bagi masyarakat, sesuai dengan visi dari TNUK yaitu mewujudkan ”Ujung Kulon yang Lestari dan Bermanfaat Bagi Masyarakat di Sekitar Kawasan”. Berdasarkan kepada keadaan tersebut konsep dari Desa Model yang akan berjalan belum disertai dengan dasar hukum yang secara khusus mendasari proses pelaksanaan Desa Model. Maka penilaian terhadap kesesuaian kerangka hukum yang mendasari dengan konsep dan program desa model itu sendiri masih dikategorikan sedang. Peraturan hukum yang mendasari dari suatu konsep atau program sangat penting untuk mengakomodir seluruh kegiatan agar dilaksanakan secara legal dan sesuai menurut aturan yang mengikat. Maka kebijakan yang mendasari pelaksanaan Desa Model harus segera dibuat atau disusun. Namun dalam penyusunannya seharusnya melibatkan seluruh pihak yang terlibat dalam Desa Model, dalam hal ini mulai dari masyarakat, tokoh masyarakat baik formal maupun non formal, pihak TNUK serta pemerintah (desa maupun pusat). Karena pada dasarnya hal ini sejalan dengan konsep atau prinsip Desa Model yaitu pengelolaan secara kemitraan atau kolaboratif.
5.1.2. Aspek Stakeholder Pemberdayaan masyarakat secara kolaboratif dengan bentuk Desa Model pada akhirnya akan didorong untuk menjadi suatu konsep yang seluruh prosesnya berasal dan dilaksanakan oleh masyarakat, serta diharapkan memiliki kapasitas untuk bekerjasama atau berkolaborasi dengan pihak lain (pemerintahan daerah, LSM lokal, dan Balai TNUK). Keberterimaan konsep Desa Model oleh parapihak yang terlibat terutama masyarakat (sebagai objek dan subjek) sangat berpengaruh terhadap proses pelaksanaannya. Keberterimaan konsep Desa Model dapat dilihat dari adanya dukungan dan pengetahuan masyarakat tentang Desa Model (pengertian, tujuan, penggagasan,
lokasi, dan kegiatannya), serta adanya dukungan yang diberikan oleh pihak-pihak lain yang terlibat dalam keberlanjutan Desa Model.
5.1.2.1. Pihak yang terlibat dalam Pelaksanaan Desa Model Dalam proses pelaksanaan program Desa Model banyak pihak yang terlibat didalamnya, parapihak tersebut dapat dibedakan menjadi tiga diantaranya : 1) pihak sebagai pembuat kebijakan, 2) pemanfaat lokal dan 3) pemanfaat eksternal. Pihak yang berperan sebagai pembuat kebijakan adalah pihak Balai TNUK. Pemanfaat lokal adalah masyarakat, tokoh masyarakat dan KSM (kelompok swadaya masyarakat) yang merupakan hasil dari program pembinaan TNUK. KSM-KSM yang telah dibentuk dan berlokasi desa Tamanjaya diantaranya 1) Kelompok Budidaya Tanaman Hortikultura, 2) Kelompok Peduli Satwa, 3) Kelompok Lebah Madu serta 4) Kelompok Pemandu Lokal. Sedangkan pemanfaat eksternal adalah LSM-LSM lokal yang terdapat di sekitar kawasan seperti Kanopi (Kreativitas Anak Muda Peduli Lingkungan), Kagum (Koperasi Gema Umat Ujung Kulon) dan Sahabat (Satuan Aktivis Hutan ala Banten). Pihak utama yang berperan dalam proses pelaksanaan Desa Model adalah masyarakat, sedangkan Balai TNUK, Pemda, dan LSM berperan sebagai pendukung dan sesuai dengan kegiatan yang telah dilaksanakan sejauh ini, yaitu masyarakat mendapat dukungan penuh dari parapihak untuk melakukan penguatan kelembagaan serta dapat mengembangkan program desa model yang telah direncanakan tersebut.
(a)
(b)
Gambar 1. Salah satu stakeholders di Desa Tamanjaya; (a). Kantor Kepala Desa, (b). Kantor Kelompok Pemandu Lokal ”Tapak Rimba”
5.1 2.2. Pengetahuan Masyarakat Terhadap Desa Model Pengetahuan masyarakat tentang Desa Model meliputi pengetahuan tentang pemahaman dari konsep dan program, lamanya program yang sudah berlangsung, kegiatan-kegiatan yang sudah dan sedang dilaksanakan serta keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan secara random sampling dengan 30 responden dapat diketahui bahwa sebagian besar mayarakat (53,3%) hanya sebatas mengetahui adanya program Desa Model di wilayah tempat tinggalnya namun belum mengetahui benar mengenai pengertian maupun konsep dari Desa Model itu sendiri. Hal ini dikarenakan masih belum maksimalnya proses sosialisasi terhadap masyarakat, sehingga yang mengetahui informasi desa model hanya terbatas pada tokoh masyarakat saja. Hasil ini juga sebanding dengan pertanyaan mengenai lama waktu Desa Model yang sudah dilaksanakan. Lebih dari setengah responden menyatakan tidak mengetahui lama waktu dari pelaksanaan desa model di Desa Tamanjaya (63,3 %). Hal tersebut menunjukkan bahwa proses komunikasi dan koorinasi antar masyarakat dengan tokoh masyarakat belum berjalan dengan baik dan menyeluruh. Data selengkapnya mengenai pengetahuan dan pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan Desa Model seperti tercantum dalam tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Pengetahuan dan Pandangan Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Desa Model Pengetahuan dan pandangan masyarakat 1. Pengetahuan tentang a. Tahu Desa Model b. Tidak tahu 2. Lama waktu Desa Model 3. Pengetahuan tentang kegiatan Desa Model 4. Keikutsertaan dalam kegiatan Desa Model
a. Tahu b. Tidak tahu a. Tahu b. Tidak tahu a. Ya b. Tidak
responden 14
Persentase 46,7
16
53,3
11 19 13 17 9 21
36,7 63.3 43,33 56,67 30 70
Keterangan Mayoritas hanya tokoh masyarakat saja yang tahu
Berdasarkan tabel di atas juga dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengetahui kegiatan-kegiatan yang sudah dan sedang dilaksanakan di dalam menunjang pelaksanaan program, misalnya adanya pertemuan-pertemuan dengan parapihak. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui hal ini dikarenakan sebagian besar
dari petugas lapangan (Field Officer/FO) masih belum melaksanakan kegiatan pendampingan secara optimal sehingga hasil yang diberikan juga masih belum maksimal. Hal ini berdampak kepada sebagian besar masyarakat tidak ikut serta di dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan program desa model (70 %). Sehingga kegiatan program Desa Model ini masih belum memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitar kawasan secara merata. Terlebih kepada masyarakat yang tinggal jauh dari kantor seksi pengelolaan taman nasional misalnya di kampung Cipaniis dan Cisaat. Kegiatan sosialisasi yang dirasa kurang ini berdampak besar pada pelaksanaan program yang masih tersendat-sendat. Walaupun demikian berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat ingin terlibat terhadap seluruh kegiatan program-program Desa Model demi meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Berdasarkan kondisi pengetahuan masyarakat mengenai pemahaman pengertian dan konsep dari Desa Model serta kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan di dalam menunjang pelaksanaan program dikategorikan sedang, hal ini dapat dilihat dari sebagian besar responden yang masih belum mengetahui benar tentang pengertian, konsep serta manfaat dari pelaksanaan program yang masih dirasa belum merata sehingga tidak sesuai dengan salah satu misi dari pengembangan Desa Tamanjaya sebagai Desa Model yang mengharapkan adanya pemerataan dalam hal kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan.
5.1.2.3. Persepsi Masyarakat Terhadap Desa Model Persepsi masyarakat terhadap program Desa Model meliputi manfaat yang dirasakan serta dukungan dan sikap (ketergangguan) terhadap pelaksanaan desa model. Persepsi dan sikap masyarakat ini dapat menunjukkan seberapa besar masyarakat menerima konsep Desa Model. Tabel 7. Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Desa Model di Desa Tamanjaya Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Desa Model 1. Adanya manfaat Desa a. Ya Model b. Tidak
2. Desa Model terus dilaksanakan
a. Setuju b. Tidak Setuju
responden
Persentase
18 12
60,0 40,0
20 10
66,7 33,3
Keterangan Pada dasarnya masyarakat menginginkan adanya peningkatan kesejahteraan.
3. Terganggu oleh Desa Model
a. Ya b. Tidak
13 17
43,3 56,7
Setelah diberikan pemahaman mengenai program-program Desa Model pada saat wawancara, sebagian besar responden menyatakan bahwa apabila program desa model ini terus dikembangkan akan mamberikan manfaat yang besar bagi kehidupannya (60 %), karena pada dasarnya program-program Desa Model yang akan dilaksanakan ini dinilai dapat
meningkatkan
kesejahteraan
hidup
mereka,
misalnya
melalui
kegiatan
pengembangan ekowisata yang berbasiskan peningkatan keterlibatan masyarakat sekitar kawasan. Melalui kegitan ini masyarakat diharapkan dapat menjadi porter, guide, interpreter, penyedia penginapan, penyedia souvenir dan penyedia logistik. Sehingga pada akhirnya kegiatan-kegiatan tersebut dapat meningkatkan penghasilan, disamping penghasilan utama mereka yang sebagian besar menggantungkan terhadap sektor pertanian dan hasil laut. Sedangkan sebagian lainnya menyatakan masih belum yakin terhadap manfaat dari keberlanjutan program Desa Model ini (40 %), dengan alasan bahwa kegiatan Desa Model yang sudah dilaksanakan masih belum optimal dan tidak melibatkan seluruh masyarakat. Walaupun demikian, lebih dari setengah responden menyatakan mendukung penuh keberlanjutan program desa model tersebut (66,67%), mengingat akan pentingnya dan besarnya manfaat yang akan dihasilkan dari pelaksanaan program ini terutama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terlibat di dalamnya. Persepsi masyarakat juga dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas (intensitas) komunikasi antara petugas lapangan dengan masyarakat. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa peran petugas lapangan sangat tinggi terutama dalam hal sebagai pendamping yang dapat menjembatani aspirasi masyarakat desa dengan pembuat kebijakan dalam proses pengembangan Desa Model. Belum optimalnya peran petugas lapangan di Desa Tamanjaya berdampak terhadap belum menyeluruhnya informasi yang diterima oleh masyarakat, kondisi ini jelas akan mempengaruhi proses kelancaran pelaksanaan Desa Model. Dalam proses pelaksanaan program desa model, sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa mereka tidak terganggu dengan adanya program Desa Model (56,67 %) selama pelaksanaan kegiatan tidak mengganggu aktifitas utama mereka sebagai
petani. Pertemuan-pertemuan antara masyarakat dengan tokoh masyarakat pada umumnya dilakukan secara non formal misalnya pada saat setelah melakukan ibadah shalat di masjid, karena pada dasarnya hampir seluruh masyarakat desa memeluk agama Islam sehingga lebih memudahkan di dalam proses pertemuan. Dari seluruh kondisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa penilaian terhadap sikap dan persepsi masyarakat di Desa Tamanjaya dikategorikan baik, karena sebagian besar masyarakat mendukung penuh terhadap keberlanjutan pelaksanaan program terbukti dengan cukup banyaknya masyarakat yang ingin ikut serta dalam pelaksanaan pengembangan kegiatan desa model.
5.1.3. Aspek Kelembagaan Aspek kelembagaan memiliki dua pengertian, yaitu kelembagaan sebagai aturan main dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki. Kelembagaan desa model sebagai suatu aturan main adalah mengatur peran parapihak yang terlibat sesuai dengan kapasitasnya masing-masing, sedangkan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki merupakan penjabaran aturan main melalui pembagian wewenang dan tanggungjawab, serta memungkinkan adanya keteraturan dalam pelaksanaan administrasi organisasi desa model. Peran parapihak dalam desa model sudah jelas yaitu masyarakat yang menjalankan desa model dengan kelembagaan yang sudah ada, kemudian parapihak lain sebagi pendukung pelaksanaan konsep. Kelembagaan yang dapat mendukung desa model adalah kelembagaan yang didalamnya dapat terjalin dengan baik antar parapihak yang terlibat. Hal ini dapat terlihat dari indikator adanya kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis, pihak yang terlibat memiliki peran yang jelas, serta adanya pembagian sumberdaya dan biaya yang melalui mekanisme yang jelas. Kelembagaan di Desa Tamanjaya yang dapat mendukung desa model adalah kelembagaan formal berupa Pemerintahan Desa, kelompok-kelompok desa model serta kelompok tani. Pemerintah Desa Tamanjaya sebagai bentuk kelembagaan formal perlu dioptimalkan perannya dalam mendukung Desa Model di desa ini yaitu dengan mengadakan pertemuan-pertemuan desa yang membahas mengenai program-program desa model yang dapat mendukung desa model. Berdasarkan penjelasan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa aspek kelembagaan di Desa Tamanjaya dikategorikan sedang, hal ini dikarenakan pada dasarnya dalam pelaksanaan program telah disusun terlebih dahulu mengenai aturan mainnya namun belum dilaksanakan secara optimal. 5.1.4. Penilaian Keberterimaan Desa Model Penilaian terhadap aspek keberterimaan dilakukan berdasarkan hasil verifikasi dan analisis untuk setiap indikator. Penilaian untuk masing-masing indikator dikelompokkan kedalam beberapa aspek dan kriteria yaitu: 1. Aspek legalitas dapat dilihat dari kriteria adanya kebijakan dalam pengelolaan TNUK yang mengakomodir konsep Desa Model, dengan indikator konsep dan program Desa Model sesuai dengan kerangka hukum TNUK. Aspek legalitas yang telah dimiliki untuk mendukung terhadap Konsep Desa Model di TNUK masih dikategorikan sedang. 2. Aspek stakeholder dapat dilihat dari kriteria konsep Desa Model dipahami dan didukung semua pihak. Adapun indikatornya meliputi masyarakat mengetahui tentang Desa Model yaitu pengertian, tujuan, konsep serta adanya dukungan dari Pemda, pengelola TNUK serta LSM terhadap pelaksanaan Desa Model. Dari hasil yang didapatkan bahwa aspek stakeholder yang dimiliki oleh Konsep Desa Model dikategorikan Baik. 3. Aspek kelembagaan dapat dilihat dari kriteria koordinasi antar parapihak yang terkait dalam Desa Model berjalan dengan baik. Indikator terhadap kriteria tersebut meliputi parapihak yang terkait sepakat atas Desa Model baik tertulis atau tidak tertulis, pihak yang terlibat memiliki peran masing-masing yang jelas, dan pembagian sumberdaya dan biaya dilakukan melalui mekanisme yang jelas. Aspek kelembagaan yang dimiliki oleh Konsep Desa Model dikategorikan sedang. Berdasarkan penilaian terhadap ketiga aspek yang dibutuhkan untuk menilai faktor keberterimaan Desa Model, maka dapat disimpulkan bahwa keberterimaan di Desa Tamanjaya mengenai konsep Desa Model dinilai sedang. Kesimpulan ini ditetapkan berdasarkan pendekatan threshold, dimana aspek legalitas merupakan kriteria prasyarat.
5.1.5. Rekomendasi yang ditawarkan Berdasarkan hasil yang didapatkan dari faktor keberterimaan konsep Desa Model maka dapat ditawarkan suatu bentuk rekomendasi yang diharap dapat menjadi bahan pertimbangan dan perbaikan bagi implementasi konsep yang akan dijalankan. Rekomendasi yang ditawarkan bagi faktor keberterimaan adalah pada aspek legalitas dan aspek kelembagaan, karena kedua aspek ini dinilai masih kurang dalam mendukung konsep Desa Model. 1. Aspek legalitas Peraturan hukum yang mendasari dari suatu konsep atau program sangat penting untuk mengakomodir seluruh kegiatan agar dilaksanakan secara legal dan sesuai menurut aturan yang mengikat. Di Desa Tamanjaya belum terdapat peraturan hukum yang mendasari implementasi konsep Desa Model, membuat implementasi belum berjalan maksimal. Maka kebijakan yang mendasari pelaksanaan Desa Model harus segera dibuat atau disusun. Namun dalam penyusunannya seharusnya melibatkan seluruh pihak yang terlibat dalam Desa Model, dalam hal ini mulai dari masyarakat, tokoh masyarakat baik formal maupun non formal, pihak TNUK serta pemerintah (desa maupun pusat), dengan tujuan agar semua pihak yang memiliki kepentingan terwakili. Karena pada dasarnya hal ini sejalan dengan konsep atau prinsip Desa Model yaitu pengelolaan secara kemitraan atau kolaboratif. Terutama dengan parapihak yang sebagaimana tercantum dalam Permenhut No.19 dimana memiliki kewajiban untuk mendukung terlaksananya konsep ini secara langsung. Adanya peraturan hukum yang mendasari konsep Desa Model ini diharapkan akan menjadikan semua pihak yang seharusnya bertanggung jawab dapat menjalankan tanggung jawabnya sesuai dengan yang menjadi tugasnya, pelanggaran terhadap tanggung jawab maka dapat dikenakan hukuman, dengan begitu konsep ini diharapkan dapat berjalan secara maksimal. 2. Aspek kelembagaan Kelembagaan yang dapat mendukung desa model adalah kelembagaan yang didalamnya dapat terjalin dengan baik antar parapihak yang terlibat. Hal ini dapat terlihat dari indikator adanya kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis, pihak yang terlibat
memiliki peran yang jelas, serta adanya pembagian sumberdaya dan biaya yang melalui mekanisme yang jelas. Dalam implementasinya di Desa Tamanjaya belum terbentuk kelembagaan yang secara khusus berfungsi untuk menjalankan program-program konsep Desa Model. BTNUK sebagai pembuat kebijakan sebaiknya segera menyusun suatu bentuk kelembagaan agar proses implementasi di lapangan dapat berjalan maksimal, dapat dilakukan dengan memenuhi beberapa syarat diantaranya : 1) Perumusan dengan tujuan yang jelas, 2) Departemenisasi, yaitu untuk menyusun satuan-satuan orang yang akan diserahi bidang kerja tertentu. 3) Pembagian kerja, yaitu perincian serta pengelompokan aktivitas-aktivitas yang semacam atau erat hubungannya satu sama lain. 4) Koordinasi, manfaat koordinasi adalah dapat menghindarkan pertentanngan antar satuan organisasi atau antar pejabat, Diharapkan jika kedua aspek tersebut telah dapat dipenuhi maka konsep desa model dapat berjalan sesuai dengan tujuan apa yang telah disusun sebelumnya.
Masyarakat mengetahui tentang Desa Model (pengertian, tujuan, penggagas, lokasi, dll)
Konsep Desa Model dipahami dan didukung oleh semua pihak
Masyarakat mengetahui
Indikator Konsep dan program desa model sesuai dengan kerangka hukum pengelolaan TNUK
Kriteria Kebijakan dalam pengelolaan TNUK mengakomodir konsep Desa Model
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Berdasarkan kondisi pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan Desa Model,
Berdasarkan kondisi pengetahuan masyarakat mengenai pemahaman pengertian dan konsep dari Desa Model dikategorikan sedang, hal ini dapat dilihat dari sebagian besar responden yang masih belum mengetahui benar tentang pengertian, konsep serta manfaat dari pelaksanaan program yang masih dirasa belum merata sehingga tidak sesuai dengan salah satu misi dari pengembangan Desa Tamanjaya sebagai Desa Model yang mengharapkan adanya pemerataan dalam hal kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan.
Pengetahuan masyarakat tentang Desa Model diatas 80% Pengetahuan masyarakat tentang Desa Model berkisar antara 65%-80% Pengetahuan masyarakat tentang Desa Model berkisar antara 50%-65% Pengetahuan masyarakat tentang Desa Model berkisar antara 40% -50% Pengetahuan masyarakat tentang Desa Model > 40%
Pengetahuan masyarakat tentang kegiatan Desa Model diatas 80%
Keterangan Di lokasi penelitian, khususnya pada tingkat kecamatan dan desa belum terdapat peraturan-peraturan yang mendukung desa model, meskipun secara lisan pemerintah Kecamatan Sumur dan Desa Tamanjaya mendukung penuh terhadap segala bentuk kegiatan yang dilakukan pihak Balai TNUK. Berdasarkan kepada keadaan tersebut konsep dari Desa Model yang akan berjalan belum disertai dengan dasar hukum yang secara khusus mendasari proses pelaksanaan Desa Model. Maka penilaian terhadap kesesuaian kerangka hukum yang mendasari dengan konsep dan program desa model itu sendiri masih dikategorikan sedang.
Nilai Konsep Desa Model memiliki dasar hukum, baik di tingkat Pemerintah pusat, Pemda, Balai TNUK dan Desa sebagai payung hukum pelaksanaan kegiatan program Konsep Desa Model memiliki setidaknya 2/3 dari dasar hukum yang harus dimiliki yang salah satunya dari pemerintah Konsep Desa Model memiliki dasar hukum setidaknya dari pemerintah pusat Konsep Desa Model tidak memiliki dasar hukum, hanya memiliki bentuk kesepakatan Konsep Desa Model tidak memiliki dasar hukum sama sekali
Tabel 8. Penilaian Kriteria Dan Indikator Evaluasi Keberterimaan Konsep Desa Model
Koordinasi antar pihak yang terkait Desa Model berjalan dengan baik
Para pihak yang terkait menyatakan sepakat atas Desa Model secara tertulis maupun tidak
Masyarakat, Pemda, Pengelola TNUK, dan LSM yang turut berkepentingan di TNUK, menyatakan dukungan dan ikut melaksanakan kegiatan terhadap Desa model
tentang kegiatan Desa Model (rehabilitasi, observasi partisipatif, dan income generating)
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Pengetahuan masyarakat tentang kegiatan Desa Model berkisar antara 65%-80% Pengetahuan masyarakat tentang kegiatan Desa Model berkisar antara 50%-65% Pengetahuan masyarakat tentang kegiatan Desa Model berkisar antara 40% -50% Pengetahuan masyarakat tentang kegiatan Desa Model > 40% Stakeholders yang berkepentingan mendukung dan ikut serta melaksanakan kegiatan Desa Model. Dengan tingkat keikutsertaan > 80% Stakeholders yang berkepentingan mendukung dan ikut serta melaksanakan kegiatan Desa Model. Dengan tingkat keikutsertaan berkisar antara 60%-80% Stakeholders yang berkepentingan mendukung dan ikut serta melaksanakan kegiatan Desa Model. Dengan tingkat keikutsertaan berkisar antara 50%-60% Stakeholders yang berkepentingan mendukung dan ikut serta melaksanakan kegiatan Desa Model. Dengan tingkat keikutsertaan <50% Stakeholders yang berkepentingan tidak mendukung dan ikut serta melaksanakan kegiatan Desa Model. Konsep Desa Model disetujui dan memiliki kesepakatan tertulis dari para stakeholders agar dapat di pertanggung gugatkan, dan konsep ini memiliki payung hokum. pelanggaran terhadap aturan main harus dihukum Stakeholders yang terkait menyepakati konsep Desa Model namun belum ada kesepakatan tertulis Konsep Desa Model tidak dijalankan dengan maksimal oleh para pihak yang terkait Aturan tertulis yang ada tidak disepakati oleh para pihak yang terkait
Para pihak yang terkait umumnya mendukung terhadap konsep Desa Model namun belum adanya kesepakatan tertulis dari pihak yang terkait tersebut, sehingga kesepakatan para pihak yang terkait dalam Desa Model dikategorikan baik.
Berdasarkan kondisi dukungan terhadap Desa Model dari Stakeholders yang memiliki peran maka nilai kategori yang didapatkan memiliki nilai yang baik, hal ini ditunjukkan dari besarnya persentase yang didapat bahwa sebagian besar ikut melaksanakan kegiatan program Desa Model.
pemahaman tentang batasan program serta kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan di dalam menunjang pelaksanaan program dapat masuk dalam kategori sedang.
Pembagian sumberdaya dan biaya dilakukan melalui mekanisme yang jelas
Pihak yang terlibat memiliki peran masing-masing yang jelas
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Konsep Desa Model tidak disepakati oleh Para pihak yang terkait Konsep Desa Model memiliki struktur kelembagaan, baik kelembagaan formal maupun tidak formal yang telah berjalan dua arah dan mewakili setiap Stakeholders dan telah memiliki peran yang jelas serta optimal dalam melaksanakan tugasnya Konsep Desa Model memiliki struktur kelembagaan, memiliki peran yang jelas dan optimal dalam melaksanakan tugasnya namun belum mewakili setiap Stakeholders Konsep Desa Model memiliki kelembagaan namun belum memiliki peran yang jelas serta belum berjalan secara optimal Konsep Desa Model hanya memiliki kelembagaan tapi belum berjalan Konsep Desa Model belum memiliki struktur kelembagaan sama sekali Konsep Desa Model memiliki mekanisme pembagian biaya dalam pelaksanaannya, dan distribusi penggunaan sumberdaya harus adil dan tepat sasaran Konsep Desa Model memiliki mekanisme dan aturan pembagian biaya dan sumberdaya naun belum diterapkan Mekanisme pembagian sumberdaya belum berjalan secara adil dan tepat sasaran Mekanisme pembagian sumberdaya dan biaya belum diterapkan Konsep Desa Model tdak memiliki aturan main yang jelas terhadap mekanisme pembagian sumberdaya dan biaya
Mekanisme pembagian biaya dan sumberdaya di Desa Tamanjaya belum diterapkan, jadi jalannya program-program Desa Model masih bergantung pada pihak balai, bila pihak balai menyediakan dana baru kegiatan berjalan. Maka mekanisme pembagian sumberdaya dan biaya dapat digolongkan baik.
Desa Model di Desa Tamanjaya belum memiliki struktur kelembagaan yang jelas, kelembagaan yang ada di Desa Tamanjaya adalah kelembagaan formal berupa Pemerintahan Desa, kelompokkelompok Desa Model serta kelompok tani. Pemerintah Desa Tamanjaya sebagai bentuk kelembagaan formal perlu dioptimalkan perannya dalam mendukung Desa Model. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek kelembagaan di Desa Tamanjaya dikategorikan sedang, hal ini dikarenakan pada dasarnya dalam pelaksanaan program telah disusun terlebih dahulu mengenai aturan mainnya namun belum dilaksanakan secara optimal.
5.2. Proses Pelaksanaan Desa Model Menurut Gardner dan Stern (1996) dalam Sardjono (2004) menyatakan bahwa keberhasilan suatu pengembangan sistem pengelolaan sumberdaya oleh masyarakat dapat berlangsung lama dan lestari tergantung pada karakteristik sumberdaya, kelompok masyarakat dalam menggunakan sumberdaya, aturan main yang dikembangkan serta aksi pemerintah. Proses pelaksanaan Desa Model juga harus mengidentifikasi hal-hal yang dapat menjadi indikator keberhasilan. Salah satu hal yang penting dalam mengidentifikasi indikator ini adalah proses komunikasi, yang merupakan tahapan penting di dalam melakukan proses koordinasi menuju kolaboratif antar parapihak Dalam proses pelaksanaannya, program desa model di Desa Tamanjaya dirasa berjalan lambat karena di desa ini hanya terdapat satu kelembagaan yaitu Pemerintahan Desa, belum terdapat suatu kelembagaan yang secara khusus bertanggung jawab terhadap proses implementasi konsep desa model di lapangan. Proses pendampingan masyarakat dilakukan oleh seorang petugas lapangan, yakni seorang kepala resort yang wilayah kerjanya meliputi Desa Tamanjaya, dimana dirasakan kurang untuk menangani seluruh program yang akan dijalankan. Di Desa Tamanjaya terdapat suatu perilaku masyarakat yang cenderung hanya bekerja untuk mendapatkan uangnya saja atau money oriented, terutama dalam menanggapi pelaksanaan program-program Desa Model. Perilaku masyarakat ini dipengaruhi oleh kurang tepatnya proses pendekatan kepada masyarakat yang mengiming-imingi masyarakat dengan uang, sehingga kesadaran yang terbentuk di masyarakat hanya berjalan sementara saja. Karakteristik masyarakat Desa Tamanjaya telah banyak dipengaruhi oleh banyaknya kaum pendatang (kaum Bugis) dan juga pengunjung-pengunjung yang datang ke taman nasional serta media elektronik yang menjadikan perubahan pola pikir masyarakat yang kini cenderung semakin konsumtif. 5.2.1. Proses Dialog atau Komunikasi dalam Desa Model Proses dialog merupakan hal yang penting dalam mencapai tujuan bersama yang telah disepakati dalam desa model. Keberhasilan proses dialog yang mendukung desa model dapat dilihat dari adanya kesepakatan dan pemahaman seluruh pihak terhadap
tujuan, batas dan arena dalam desa model, adanya kesepakatan terhadap landasan dialog yang produktif serta kekokohan hasil dialog sebagai kontrak sosial. Proses komunikasi di Desa Tamanjaya masih dirasa lemah, hal ini dipengaruhi oleh intensitas pertemuan yang masih kurang seperti yang tercantum dalam tabel 3. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, inisiatif pertemuan selama ini hanya sepihak yaitu masih terbatas pada pertemuan yang berasal dari pihak Balai TNUK. Tabel 9. Proses Komunikasi Antar Pihak dalam Desa Model di Desa Tamanjaya Proses komunikasi antar pihak dalam Desa Model 1. Pernah dilakukan a. Ya pertemuan Desa Model b. Tidak pernah 2.Banyaknya pertemuan a. satu kali b. dua kali c. lebih dari dua 3. Keikutsertaan dalam a. selalu pertemuan Desa Model b. jarang 4. Tujuan pertemuan a. tahu b. tidak tahu 5. Hasil pertemuan a. tahu b. tidak tahu 6. Setuju dengan hasil a. setuju pertemuan b. tidak setuju 7. Pelaksanaan hasil pertemuan secara bersama 8. Kenal dengan FO Desa Model 9. FO tinggal di lokasi Desa Model 10. Intensitas FO membicarakan Desa Model
a. Ya b. Tidak a. Ya b. Tidak a. Ya b. Tidak a. sering b. jarang c. tidak pernah
responden 20 10 7 20 3 16 14 19 11 19 11 21
Persentase
9
30,0
13 17 26 4 26 4 15 13 2
43,3 56,7 86,7 13,3 86,7 13,3 50,0 43,3 6,70
66,7 33,3 23,3 66,7 10,0 53,3 46,7 63,3 36,7 63,3 36,7 70,0
Keterangan
Menyatakan tujuan pertemuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Karena dirasakan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Karena FO merupakan orang asli desa Tamanjaya
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hampir seluruh responden (66,7%) menyatakan pernah diadakannya pertemuan dengan parapihak mengenai programprogram desa model dengan jumlah pertemuan yang telah dilaksanakan cukup beragam yaitu lebih dari dua kali (66,7 %), dua kali (10 %) dan selebihnya menyatakan hanya satu kali. Perbedaan pendapat mengenai banyaknya pertemuan yang telah dilakukan dikarenakan pada setiap pertemuan tidak diberitahukan dengan jelas mengenai waktu dan lokasi pertemuan, sehingga tidak semua masyarakat yang mengikuti pertemuan dan hanya terbatas pada perangkat desa dan tokoh desa saja. Hal ini menunjukkan bahwa
pelaksanaan program yang berjalan di Desa Tamanjaya baru satu arah, yakni hanya dari pihak pemberi kebijakan kepada aparatur desa. Batas dan tujuan Desa Model pun kurang dipahami oleh masyarakat Desa Tamanjaya, masyarakat mengetahui tujuan pertemuan (63,3 %) sedangkan lainnya menyatakan tidak tahu dari tujuan pertemuan (36,7 %). Hal ini menunjukkan bahwa batas dan tujuan dari Desa Model hanya diketahui oleh sebagian masyarakat saja maka penilaian dikategorikan baik. Masyarakat menyatakan tahu hasil pertemuan Desa Model (63,3 %) dan selebihnya menyatakan tidak tahu. Menurut masyarakat hasil-hasil pertemuan sampai saat
ini
adalah
penyadaran
masyarakat,
peningkatan
pola
pikir
masyarakat,
pengembangan usaha pertanian, dan rehabilitasi. Dari hasil itu juga masyarakat sudah mengetahui wilayah kerja Desa Model yang bisa digarap masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah memahami arena dalam dialog Desa Model dengan nilai baik. Landasan dialog Desa Model di desa Tamanjaya disepakati oleh seluruh masyarakat. Seluruh pihak sepakat bahwa Desa Model perlu dikembangkan sebagai upaya pengelolaan sumberdaya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat (contoh: peningkatan irigasi untuk pertanian). Maka penilaian untuk kesepakatan terhadap landasan dialog dikategorikan sedang. Masyarakat memberikan respon positif terhadap hasil-hasil pertemuan Desa Model dengan menyatakan setuju terhadap hasil pertemuan (70 %), namun tidak lebih dari sebagian responden yang menyatakan hasil tersebut dilaksanakan oleh peserta pertemuan (43,3 %). Hal ini disebabkan karena baru kegiatan kecil saja yang sudah dilaksanakan, dan pembicaraan masih berupa informasi Desa Model secara umum, sehingga penilaian terhadap kesepakatan atas hasil dialog di Desa Tamanjaya dapat dikategorikan sedang. Mekanisme pendampingan di Desa Tamanjaya belum berjalan optimal, walaupun sebagian responden menyatakan mengenal petugas lapangan (86,7 %), namun berdasarkan wawancara petugas lapangan jarang memberikan informasi mengenai program Desa Model, kedekatan petugas lapangan diharapkan akan menjalin hubungan baik yang pada akhirnya masyarakat akan mendukung dengan aktif program-program
Desa Model yang merupakan wujud dari pengelolaan TNUK secara partisipatif. Walaupun responden mengtahui petugas lapangan tinggal di desa (86,7 %), namun mereka menyatakan bahwa intensitas petugas lapangan sering membicarakan Desa Model hanya sebesar (50 %), jarang (43,3 %) dan tidak pernah (6,70 %). Petunjuk pelaksanaan dalam setiap kegiatan yang merupakan landasan dalam berbagai aktifitas Desa Model telah didukung dengan ditempatkannya Field Officer di lapangan, namun sejauh ini pendampingan petugas lapangan di Desa Tamanjaya belum berjalan dengan baik sehingga mekanisme penggagasan dan pendampingan di Desa Tamanjaya hanya dapat dikatakan baik.
5.2.2. Ketepatan Aktor yang Terlibat dalam Desa Model Dalam proses pelaksanaan Desa Model di Desa Tamanjaya seluruh dialog atau pertemuan dan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan belum melibatkan setiap pihak yang terkait dalam pelaksanaan konsep Desa Model tersebut, sehingga dapat disimpulkan setiap pihak yang berkepentingan belum terwakili dengan baik, maka dalam hal ini dapat dikategorikan sedang. Pihak yang memiliki peran penting dalam konsep Desa Model adalah masyarakat, karena mereka menanggung resiko yang paling besar dalam Desa Model, sehingga masyarakat harus berada dalam pihak yang dimenangkan. Pelaksanaan Desa Model telah mendorong masyarakat untuk mandiri dan berusaha meningkatkan kreativitas untuk mengembangkan sumberdaya alam yang mereka miliki di dalam Desa Tamanjaya, upaya yang telah dilakukan pihak BTNUK untuk mendukung dan mendorong peningkatan kemandirian masyarakat ini adalah dengan adanya kursus pertanian dan penguatan kelembagaan kelompok tani, sebagai bagian dari program pengembangan usaha pertanian dan perkebunan, yang telah disusun berdasarkan kapasitas baik itu sumberdaya manusia dan potensi sumberdaya alam yang dimiliki Desa Tamanjaya. Masyarakat di Desa Tamanjaya telah memiliki posisi sebagai pihak yang dimenangkan, hal ini telah ditunjukkan dari peran mereka yang telah menjadi pihak utama (subjek dan objek) dalam proses pelaksanaan Desa Model. Maka nilai yang dapat diberikan adalah kategori baik. Namun inisiatif masyarakat Desa Tamanjaya dalam merespon permasalahan yang muncul di dalam pelaksanaan program Desa Model masih
rendah, sehingga untuk mengatasi permasalahan yang muncul masih mengandalkan kebijakan dari pihak Balai TNUK. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat Desa Tamanjaya dapat dikategorikan baik
5.2.3. Sistem Pendukung Desa Model Sistem pendukung yang memadai dalam proses pelaksanaan Desa Model dapat dilihat dari adanya mekanisme yang dimulai dari penggagasan menuju tahap pendampingan dan sampai pada pengakhiran yang baik, adanya inisiatif yang diluar Desa Model yang memberikan iklim yang baik. Program-program taman nasional yang berupa pemberdayaan masyarakat juga cukup memberikan iklim yang sehat sebagai pendukung pelaksanaan Desa Model, yaitu pelaksanaan program pengembangan daerah terpadu melalui berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan seperti diantaranya penguatan kelembagaan nelayan, pengembangan budidaya walet, pembagian bibit tanaman keras (mpts), pembagian rumpon dan keramba, dan juga pengembangan budidaya ikan asin di Kampung Cibanua. Penilaian bagi indikator inisiatif diluar Desa Model sebagai pendukung dapat dikategorikan baik.
5.3. Pelaksanaan Kegiatan-Kegiatan Desa Model 5.3.1. Peningkatan Irigasi Pengairan adalah kendala terpenting dalam usaha pengoptimalan lahan pertanian dan lahan tidur yang ada di Desa Tamanjaya adalah pengairan, karena selama ini sistem persawahan di Desa Tamanjaya sebagian besar menggunakan sistem sawah tadah hujan sehingga hasil yang diperoleh kurang maksimal. Dalam kegiatan peningkatan irigasi ini terdapat dua sub kegiatan yaitu : a) Perbaikan sarana irigasi di wilayah Cisaat b) Pembangunan irigasi di wilayah Cilimus
5.3.2. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Kegiatan peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan kegiatan peningkatan penggalian dan pengembangan potensi usaha lokal, yang dilakukan dengan memberikan dana bantuan usaha dan merupakan usaha kelompok. Kelompok yang menjadi sasaran
kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa Tamanjaya adalah semua kelompok tani yang berada di Desa Tamanjaya. Saat ini terdapat tiga kelompok tani, yaitu : a) Kelompok Tani Sabilulungan (kampung Tamanjaya) b) Kelompok Tani Karya Dua (kampung Cisaat) c) Kelompok Tani Paniisan (kampung Paniis)
(a) (b) Gambar 2. lokasi persawahan Desa Tamanjaya, (a). Area sawah; (b). Kegiatan pemanenan 5.4. Penilaian Proses Pelaksanaan Desa Model Penilaian terhadap Proses Pelaksanaan Desa Model dilakukan berdasarkan hasil verifikasi dan analisis untuk setiap indikator. Penilaian untuk masing-masing indikator dikelompokkan kedalam beberapa aspek dan kriteria yaitu: 1. Proses Dialog atau Komunikasi dalam Desa Model Proses dialog merupakan hal yang penting dilakukan dalam mencapai tujuan bersama yang telah disepakati dalam desa model. Proses komunikasi di Desa Tamanjaya masih dirasa lemah, hal ini dipengaruhi oleh intensitas pertemuan yang masih kurang. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, inisiatif pertemuan selama ini hanya sepihak yaitu masih terbatas pada pertemuan yang berasal dari pihak Balai TNUK, dan inisiatif masyarakat dalam mengatasi masalah yang muncul juga masih dirasakan lemah. Dalam kedua kegiatan yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa proses dialog di Desa Tamanjaya dapat dikategorikan sedang. 2. Ketepatan Aktor yang Terlibat dalam Desa Model Masyarakat di Desa Tamanjaya telah memiliki posisi sebagai pihak yang dimenangkan, hal ini telah ditunjukkan dari peran mereka yang telah menjadi pihak
utama (subjek dan objek) dalam proses pelaksanaan Desa Model. Maka nilai yang dapat diberikan dari kedua program yang telah dilaksanakan adalah dapat dikategorikan baik. 3. Sistem Pendukung Desa Model Sistem pendukung yang memadai dalam proses pelaksanaan Desa Model dapat dilihat dari adanya mekanisme yang dimulai dari penggagasan menuju tahap pendampingan dan sampai pada pengakhiran yang baik, adanya inisiatif yang diluar Desa Model yang memberikan iklim yang baik. Berdasarkan penilaian terhadap ketiga aspek yang dibutuhkan untuk menilai proses pelaksanaan Desa Model yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan Desa Model di Desa Tamanjaya dinilai sedang. Kesimpulan ini ditetapkan berdasarkan pendekatan treshold, dimana proses dialog merupakan kriteria prasyarat.
5.4.1. Rekomendasi yang dapat ditawarkan Berdasarkan hasil yang telah didapatkan dari faktor implementasi yang telah dilaksanakan dalam Desa Model maka dapat diberi beberapa masukan untuk menjadi bahan pertimbangan dan perbaikan implementasi program Desa Model yang sedang dan dikembangkan di taman nasional. Rekomendasi yang di dapat diberikan berupa; 1. Tahap Monitoring dan Evaluasi Tahapan monitoring dan evaluasi dapat dibagi menjadi dua bagian menurut kebutuhannya, yaitu secara parsial dan secara komprehensif. Monitoring dan evaluasi secara parsial hanya melihat suatu konsekuensi tertentu, sedangkan monitoring dan evaluasi secara komprehensif
mencakup pandangan ke masa depan (yaitu jangka
menengah dan jangka panjang) dan pandangan melebar dalam arti pengaruhnya ke berbagai macam pihak antara masyarakat, pembuat kebijakan, dan bidang usaha lainnya. Berdasarkan hasil yang didapatkan dari implementasi program yang telah dilaksanakan maka pihak BTNUK sebaiknya melakukan monitoring dan evaluasi secara komprehensif sehingga dapat diketahui permasalahan yang muncul dan hal apa saja yang masih dinilai kurang. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kebijakan perlu didasarkan pada kejujuran, motivasi dan keinginan yang kuat dari para pelaku. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagai berikut.
x
Obyektif dan profesional, pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara profesional berdasarkan analisis data yang lengkap dan akurat agar menghasilkan penilaian secara obyektif dan masukan yang tepat.
x
Transparan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara terbuka dan dilaporkan secara luas melalui berbagai media yang ada agar masyarakat dapat mengakses dengan mudah tentang informasi dan hasil kegiatan,
x
Partisipatif, pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan dengan melibatkan secara aktif para pihak.
x
Tepat waktu, pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus dilakukan sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.
2. Proses pendampingan yang baik Proses pendampingan mempunyai peran yang sangat penting bagi keberhasilan implementasi konsep Desa Model, proses pendampingan yang selam ini dijalankan masih terasa kurang, peran petugas lapangan tidak berjalan maksimal. Seiring dengan dibuatnya kelembagaan yang dibutuhkan maka diharapkan proses pendampingan akan berjalan dengan lebih optimal karena tahap pembagian kerja sudah terbentuk sehingga tidak hanya petugas lapang saja yang mempunyai tanggung jawab untuk proses pendampingan, namun semua orang atau pihak yang tercantum dalam kelembagaan yang ada memiliki tanggung jawab terhadap pendampingan implementasi konsep Desa Model, sehingga pendampingan berjalan maksimal dan sesuai dengan tujuan.
Indikator Tujuan dan batas dialog dipahami dan disepakati
Seluruh pihak terwakili dan pihak yang mengartikulasikan kepentingannya dengan cara berbeda di representasikan (sehingga tidak menjadi selected representation)
Kriteria Para pihak memahami dan menyepakati tujuan, batas, dan arena dialog Desa Model
Ketepatan aktor yang terlibat didalam konsep Desa Model dan mewakili seluruh kelompok yang berkepentingan
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Nilai Stakeholders memahami dan menyepakati semua aturan main yang berlaku dalam konsep Desa Model Masyarakat sebagai pihak utama dan pihak pembuat kebijakan memahami dan menyepakati aturan main yang berlaku dalam konsep Desa Model Setidaknya masyarakat sebagai pihak utama memahami dan menyepakati aturan main yang berlaku dalam konsep Desa Model Masyarakat sebagai pihak utama tidak memahami dan menyepakati aturan main yang berlaku dalam konsep Desa Model Semua Stakeholders tidak ada yang memahami dan menyepakati aturan main yang berlaku dalam konsep Desa Model Seluruh pihak telah terwakili perannya dalam pelaksanaan konsep Desa Model, sehingga tiap Stakeholders memiliki peran yang jelas Hanya ¾ Stakeholders yang ada telah terwakili perannya dalam pelaksanaan konsep Model Kelembagaan Desa Model telah mewakili ½ dari keterwakilan seluruh stakeholders yang ada Pihak yang terlibat tidak terwakili dan tidak memiliki peran dalam program Desa Model serta dibatasi dalam mengartikulasikan kepentingannya Konsep Desa Model hanya menguntungkan satu pihak saja tanpa memperhatikan hak pihak lain
Tabel 10. Penilaian Kriteria Dan Indikator Evaluasi Proses Pelaksanaan Konsep Desa Model
Berdasarkan kondisi yang didapatkan di Desa Tamanjaya mengenai keterwakilan pihak dalam kepentingan, hanya baru pihak balai saja yang mewakili kepentingan dalam konsep Desa Model, tanpa mengikutsertakan masyarakat sebagai pihak utama, maka keterwakilan pihak yang terlibat masih dikategorikan buruk.
Keterangan Landasan dialog Desa Model di desa Tamanjaya disepakati oleh seluruh masyarakat. Seluruh pihak sepakat bahwa Desa Model perlu dikembangkan sebagai upaya pengelolaan sumberdaya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat (contoh: peningkatan irigasi untuk pertanian). Maka penilaian untuk kesepakatan terhadap landasan dialog dikategorikan baik.
Landasan (platform) dan proses dialog yang adil. Landasan dialog yang disepakati
Para pihak memiliki kapasitas dalam menjawab persoalan yang dihadapi.
Proses Desa Model menempatkan penanggung resiko terbesar pada posisi pemenangan yang semestinya.
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Konsep Desa Model berjalan sesuai dengan hak yang dimiliki oleh masyarakat dan telah menempatkan mereka sesuai dengan hak mereka Tiap stakeholders memahami hak yang dimiliki masyarakat dalam menjalankan konsep Desa Model dan menempatkan mereka sesuai dengan hak mereka Konsep Desa Model belum berjalan sesuai dengan hak masyarakat yang ada Masyarakat menjalankan konsep Desa Model hanya berposisi sebagai objek Masyarakat tidak mendapatkan posisi sebagaimana hak yang mereka miliki, dimana masyarakat harusnya berada dalam posisi yang dimenangkan Para stakeholders telah memiliki inisiatif dalam merespon masalah dan memiliki kapasitas mengatasi masalah tersebut Para stakeholders mampu menjawab masalah yang muncul sesuai dengan kapasitas dan perannya Para stakeholders mampu menjawab masalah yang muncul sesuai dengan kapasitas dan perannya namun tidak mendapatkan suatu hasil yang maksimal Para stakeholders tidak mengerti mengatasi masalah yang muncul dan masih mengharapkan pihak lain Para stakeholders tidak memiliki inisiatif dalam merespon masalah dan memiliki kapasitas mengatasi masalah yang muncul Hasil dialog disepakati secara bersama dengan asas kekeluargaan dan mapu dipertanggung jawabkan, selain itu hasil
Di Desa Tamanjaya konsep Desa Model telah disepakati oleh multipihak, namun dalam pelaksanaannya antara
Inisiatif masyarakat Desa Tamanjaya dalam merespon permasalahan yang muncul di dalam pelaksanaan program Desa Model masih rendah, sehingga untuk mengatasi permasalahan yang muncul masih mengandalkan kebijakan dari pihak Balai TNUK. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat Desa Tamanjaya dapat dikategorikan sedang.
Masyarakat di Desa Tamanjaya telah memiliki posisi sebagai pihak yang dimenangkan, hal ini telah ditunjukkan dari peran mereka yang telah menjadi pihak utama (subjek dan objek) dalam proses pelaksanaan Desa Model. Maka nilai yang didapatkan masuk ke dalam kategori sangat baik.
Proses dialog produktif
Para pihak leluasa mengartikulasikan kepentingannya
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat buruk Sangat baik
Buruk
Sedang
Baik
yang disepakati, mengandung asas keberlanjutan yaitu dapat dilaksanakan secara periodic dan dikendalikan dalam konteks kerjasama jangka panjang Konsep Desa Model memiliki landasan yang disepakati semua stakeholders yang terlibat Hasil dialog disepakati secara bersama, namun masih mengutamakan kepentingan sepihak sehingga dalam pelaksanaan belum optimal Hasil dialog disepakati oleh suatu kelompok tertentu untuk keuntungan kelompok Landasan dialog tidak disepakati dan tidak dijalankan Konsep Desa Model tidak menghambat suatu pihak mengartikulasikan kepentingannya selama berjalan sesuai dengan aturan main Bahwa para pihak mengartikulasikan kepentingannya secara adil dan tidak menganggu program Pengartikulasian pihak menjalankan kepentingannya tidak berjalan secara adil namun tidak menggangu program Desa Model Pengartikulasian pihak menjalankan kepentingannya menggangu program Desa Model Aturan main konsep Desa Model menghambat suatu pihak mengartikulasikan kepentingannya Tiap pertemuan yang diadakan dapat dipahami dan dimengerti hasilnya oleh tiap pihak dan berjalan dengan adil, serta dilaksanakan dilapangan
Tiap pertemuan yang diadakan dalam rangka pelaksanaan program Desa Model didapatkan bahwa sebagian besar mengetahui tujuan dan hasil
Kondisi kebebasan para pihak dalam mengartikulasikan kepentingannya di Desa Tamanjaya tidak diatur dalam aturan main yang ada, para pihak bebas mengartikulasikan kepentingannya selama dinilai mendukung dan tidak mengganggu program. Berdasarkan kepada keadaan tersebut diharapkan para pihak dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya secara maksimal, maka kondisi keleluasaan pihak mengartilkulasikan kepentingannya dikategorikan baik.
konsep dengan kegiatan yang sedang dan sudah dilaksanakan masih banyak penyimpangan, sehingga dikategorikan sedang.
Sistem pendukung untuk implementasi Desa Model memadai
Inisiatif diluar Desa
Mekanisme penggagasan pendampingan, dan pengakhiran yang baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Sangat buruk Sangat baik
Buruk
Sedang
Baik
Tiap pertemuan yang diadakan dapat dipahami dan dimengerti hasilnya oleh tiap pihak dan berjalan dengan adil walaupun belum dilaksanakan Output yang dihasilkan dilaksanakan tanpa diikuti tiap pihak yang berkepentingan Tiap pertemuan yang diadakan dapat dipahami dan dimengerti oleh tiap pihak dan berjalan dengan adil, serta dilaksanakan dilapangan Pertemuan tidak menghasilkan suatu output yang bermanfaat bagi Desa Model Konsep Desa Model memiliki aturan main terhadap suatu mekanisme yang mendukung baik ditiap tahap pelaksanaan dan sudah memiliki penanggung jawab pelaksana program dan dijalankan sesuai aturan mainnya yang diharapkan program-program Desa Model berjalan maksimal Konsep Desa Model memiliki aturan main terhadap suatu mekanisme yang mendukung baik ditiap tahap pelaksanaan dan sudah memiliki penanggung jawab pelaksana program dan dijalankan sesuai aturan mainnya, namun dalam pelaksanaannya belum berjalan secara maksimal Telah dilaksanakan namun belum berjalan optimal dan tanpa memiliki aturan main yang jelas Mekanisme penggagasan dan pendampingan tidak dilaksanakan sama sekali Konsep Desa Model tidak memiliki aturan main sama sekali terhadap suatu mekanisme ditiap tahap pelaksanaan Inisiatif yang terdapat diluar konsep Desa
Program-program taman nasional yang
Petunjuk pelaksanaan dalam setiap kegiatan yang merupakan landasan dalam berbagai aktifitas Desa Model telah didukung dengan ditempatkannya Field Officer di lapangan, namun sejauh ini pendampingan petugas lapangan di Desa Tamanjaya belum berjalan dengan baik sehingga mekanisme penggagasan dan pendampingan di Desa Tamanjaya hanya dapat dikatakan baik.
pertemuan yang telah dilaksanakan, ditunjukkan sebanding lurus dengan pelaksanaan dari hasil pertemuan tersebut. Maka dari kondisi yang didapatkan proses dialog di Desa Tamanjaya memiliki kategori baik.
Para pihak melaksanakan dan saling mendukung program yang telah di konsep dalam hasil dialog
Para aktor saling mendukung terhadap
Seluruh aktor menjalankan semua program yang telah disusun sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
Model memberikan iklim yang sehat
Sangat buruk Sangat baik
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
Berdasarkan kondisi yang didapatkan, bahwa seluruh aktor telah menjalankan semua program yang mereka tanggung, namun belum berjalan secara maksimal. Maka nilai yang didapatkan masuk ke dalam kategori baik.
Tiap pihak menjalankan seluruh program yang telah ada sesuai dengan peran yang mereka tanggung, dan dijalankan sebesar > 85% Tiap pihak menjalankan seluruh program yang telah ada sesuai dengan peran yang mereka tanggung, dan dijalankan sebesar > 70% - 85% Tiap pihak menjalankan seluruh program yang telah ada sesuai dengan peran yang mereka tanggung, dan dijalankan sebesar > 50% - 70% Tiap pihak menjalankan seluruh program yang telah ada sesuai dengan peran yang mereka tanggung, sebesar < 50% Tiap pihak tidak menjalankan peran mereka sama sekali Setiap stakeholders harus menyadari bahwa mereka saling membutuhkan sehingga akan
Masyarakat sebagai peran utama telah mendapatkan dukungan dari
berupa pemberdayaan masyarakat juga cukup memberikan iklim yang sehat sebagai pendukung pelaksanaan Desa Model, yaitu pelaksanaan program pengembangan daerah terpadu melalui berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan seperti diantaranya penguatan kelembagaan nelayan, pengembangan budidaya walet, pembagian bibit tanaman keras (mpts), pembagian rumpon dan keramba, dan juga pengembangan budidaya ikan asin di Kampung Cibanua. Penilaian bagi inisiatif diluar Desa Model sebagai pendukung dapat dikategorikan baik.
Model mendukung terhadap berjalannya program, mulai dari aspek legalitas, stakeholders dan pendonoran Pihak TN memiliki program diluar Desa Model yang mendukung terhadap konsep Desa Model sehingga terdapat iklim yang mendukung dan kondusif keterlaksanaan terhadap konsep Desa Model itu sendiri Konsep Desa Model memiliki stakeholders di luar Desa Model dapat mendukung keterlaksanaan program yang ada. Stakeholders yang ada diluar Desa Model menghambat pelaksanaan program Kondisi diluar Desa Model tidak mendukung untuk berjalannya Desa Model
pelaksanaan program Desa Model yang menjadi tanggung jawab aktor lainnya
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
terjadi saling mendukung satu dengan yang lainnya Setiap stakeholders saling mendukung walaupun dalam proses pelaksanaannya berjalan masing-masing Para stakeholders menjalankan peran mereka tanpa memperdulikan pihak yang lainnya Para stakeholders dalam menjalankan perannya menggangu pihak lainnya Tiap stakeholders tidak saling mendukung terhadap tanggung jawab pihak lainnya
stakeholders, namun dalam pelaksannaannya belum mendapatkan bantuan, maka dukungan terhadap pelaksanaan tanggung jawab aktor lainnya termasuk kedalam kategori baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Penilaian terhadap keberterimaan konsep Desa Model oleh masyarakat Desa Tamanjaya dapat disimpulkan bahwa keberterimaan di Desa Tamanjaya dinilai sedang. Kesimpulan ini ditetapkan berdasarkan pendekatan treshold, dimana aspek legalitas merupakan kriteria prasyarat. 2. Penilaian terhadap proses pelaksanaan program Desa Model dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan Desa Model di Desa Tamanjaya dinilai sedang. Kesimpulan ini ditetapkan berdasarkan pendekatan treshold, dimana proses dialog merupakan kriteria prasyarat..
B. Rekomedasi yang dapat Diberikan 1. Berdasarkan hasil yang didapatkan dari faktor keberterimaan konsep Desa Model maka dapat ditawarkan suatu bentuk rekomendasi yang diharap dapat menjadi bahan pertimbangan dan perbaikan bagi implementasi konsep yang akan dijalankan. Rekomendasi yang ditawarkan bagi faktor keberterimaan adalah peningkatan pada aspek legalitas dan aspek kelembagaan, karena kedua aspek ini dinilai masih kurang dalam mendukung konsep Desa Model. 2. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan dari faktor implementasi yang telah dilaksanakan dalam Desa Model maka dapat diberi beberapa masukan untuk menjadi bahan pertimbangan dan perbaikan implementasi program Desa Model yang sedang dan dikembangkan di taman nasional. Rekomendasi yang di dapat diberikan berupa diadakannya monitoring dan evaluasi secara berkala serta peningkatan proses pendampingan, agar diharapkan konsep Desa Model dapat berjlan optimal.
DAFTAR PUSTAKA BTNUK. 2005. Revisi Rencana Pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon 1996-2000. BNTUK. 2006. Masterplan Pengembangan Desa Tamanjaya Sebagai Desa Model Daerah Penyangga Kawasan Konservasi. Kerjasama BTNUK-Dephut. Departemen Kehutanan RI. 2004. Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Konservasi. Dephut-Direktorat Jenderal PHKA. Jakarta. Fahmi, E., R. Yando Z., H. Kartodihardjo., F. Wahono., 2003. MINUS MALUM: Analisis Proses Perhutanan Multipihak di Indonesia. INSIST dan Mitra. Yogyakarta. Mackinnon, J., K. Mackinnon., G. Child., dan J. Thorsell. 1993. pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Mendoza, G.A., P. Macoun., R. Prabu., D. Sukadri., H. Purnomo., dan H. Hartanto. Panduan untuk Menerapkan Analisis Multikriteria dalam Menilai Kriteria dan Indikator. CIFOR. SMK Grafia Mardu Yuana. Bogor. Pasaribu, W.A. 1990. Sistem Monitoring dan Evaluasi Proyek-proyek Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Monitoring dan Evaluasi. Badan Pendidikan, Latihan, dan Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian. PHKA-Dephut NRM/EPIQ WWF Wallacea TNC 2002. Membangun Kembali Upaya Mengelola Kawasan Konservasi di Indonesia Melalui Manajemen Kolaboratif: Prinsip, Kerangka Kerja dan Panduan Implementasi NRM/EPIQ. Jakarta. Sardjono, M.A. 2004. Mosaik Sosiologis Kehutanan: masyarakat Lokal, Politik, dan Kelestarian Sumberdaya. Debut Press. Jogjakarta. Supohardjo. 2005. Manajemen Kolaborasi (Memahami Pluralisme Membangun Konsensus). Latin. Jakarta.
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Assalamualaikum Wr, Wb. Sebelumnya saya mohon maaf bila menggangu aktivitas bapak/ibu/saudara/i. kuesioner ini merupakan bagian dari penelitian yang bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan Desa Model di Taman Nasional Ujung Kulon. Karena pentingnya penelitian ini, saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/ibu/saudara/I untuk mengisi kuesioner ini, terima kasih. A. Latar belakang responden 1. Jenis kelamin
:……………….
2. Usia
:…………thn
3. Pekerjaan
:………………..
4. Pendidikan Terakhir
:………………..
5. Pendapatan/bulan
: Rp…………….
Lingkari jawaban yang Bapak/ibu/saudara/I pilih dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini. B. Pengetahuan dan Pandangan Masyarakat terhadap Desa Model 1. Apakah Anda mengetahui tentang Desa Model ? A. Ya
B. Tidak tahu
2. Tahukah anda berapa lama Desa Model telah berjalan ? A. Ya
B. Tidak tahu
Kalau jawab ya, sudah berapa lama ?.....................thn 3. Apakah anda tahu tentang kegiatan-kegiatan Desa Model? A. Ya
B. Tidak tahu
4. Apakah anda aktif mengikuti kegiatan-kegiatan Desa Model? A. Ya
B. Tidak
5. Kegiatan apa yang anda ikuti ? A. Rehabilitasi kawasan
D. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
B. Restorasi kawasan
E. Lainnya …………………………….
C. Pengamanan
C. Persepsi dan Sikap masyarakat terhadap Desa Model 1. Apakah anda menerima terhadap adanya program Desa Model? A.Ya, sebutkan………………………………………………………………… B. Tidak, kenapa?................................................................................................ 2. Apakah anda merasakan manfaat dari program Desa Model? A.Ya, sebutkan………………………………………………………………… B. Tidak, kenapa?................................................................................................ 3. Apakah anda ingin/setuju bila Desa Model terus dilaksanakan? A.Ya, sebutkan………………………………………………………………… B. Tidak, kenapa?................................................................................................ 4. Apakah anda merasa terganggu terhadap adanya program Desa model? A.Ya, sebutkan………………………………………………………………… B. Tidak, kenapa?................................................................................................ D. Proses komunikasi antar pihak dalam Desa Model 1. Apakah di desa anda pernah diadakan pertemuan tentang Desa Model? A. Ya
B. Tidak pernah
Jika pernah, sudah berapa kali pertemuan itu dilaksanakan? 2. Siapa yang mengajak anda ikut pertemuan itu?........................................................ 3. Apakah anda pernah mengikuti pertemuan itu? A. Ya, berapa kali?......................................................................................... B. Tidak, berapa kali?..................................................................................... Apa alasannya?........................................................................................................ 4. Apakah anda tahu tujuan pertemuan tersebut? A. Ya B. Tidak Kalau ya,apa?............................................................................................................. 5. Apakah anda tahu hasilnya pertemuannya? A.Ya,sebutkan?..................................................................................................... B. Tidak 6. Apakah anda setuju dengan hasil pertemuannya? A. Ya
B. Tidak
7. Apakah hasil dari pertemuan itu dijalankan oleh semua yang ikut di pertemuan itu? A. Ya
B. Tidak
8. Apakah anda kenal dengan polhut Desa Model yang ada di desa anda? A. Ya
B. Tidak
9. Apakah polhut sering membicarakan tentang Desa Model kepada masyarakat? A. Sering, berapa kali/bulan? B. Tidak 10. Apakah ada pihak lain yang membicarakan tentang Desa model? A. Ya, siapa?.................................................................................................. B. Tidak
Lampiran 2. Panduan Wawancara A. Pengelola 1. Peraturan atau kebijakan yang sesuai dengan Desa Model dan kegiatan-kegiatannya. 2. Legalitas dari masing-masing kegiatan (rehabilitasi/restorasi, observasi partisipatif, dan income generating). 3. Kesepakatan atau MoU baik tertulis atau tidak tertulis dalam pelaksanaan Desa Model. 4. Mekanisme pembagian sumberdaya dan biaya dalam Desa Model. 5. Stakeholder yang terlibat dalam Desa Model dan perannya. 6. Perencanaan kegiatan-kegiatan Desa Model melibatkan masyarakat. 7. Tujuan, batas, dan arena dialog dalam Desa Model. 8. mekanisme penggagasan dan pendampingan Desa Model. 9. Kegiatan atau program-program yang mendukung Desa Model.
B. Masyarakat 1. Pengetahuan tentang Desa Model dan Kegiatan-kegiatannya (rehabilitasi/restorasi, observasi partisipatif, dan income generating). 2. Persepsi dan sikap terhadap Desa Model dan kegiatan-kegiatannya. 3. Peran/keikutsertaan dalam kegiatan Desa Model. 4. Pengetahuan tentang proses Desa Model. 5. Pengetahuan tentang Stakeholder lain dalam Desa Model. 6. Pengetahuan tentang aturan main dalam Desa Model. 7. Pembagian kerja dalam kegiatan-kegiatan.