PERENCANAAN EKOWISATA DI ZONA PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (TNUK), BANTEN (Kasus Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang)
AINI HARTANTI A34204035
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ii
RINGKASAN AINI HARTANTI. Perencanaan Ekowisata di Zona Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten (Kasus Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang). Dibimbing oleh SITI NURISJAH. Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) menghadapi berbagai permasalahan, antara lain hampir punahnya keragaman sumber daya hayati dan non-hayati, konflik dengan masyarakat, serta kurangnya kesejahteraan masyarakat yang berada di daerah penyangga. Salah satu solusi permasalahannya adalah dengan merencanakan desa-desa daerah penyangganya dengan berbagai kegiatan yang tidak mengganggu kelestarian TNUK. Desa Taman Jaya merupakan salah satu desa pada daerah penyangga TNUK, berbatasan dengan lautan/perairan (selat Sunda dan Teluk Selamat Datang). Taman Jaya diprogramkan oleh Balai TNUK sebagai desa model daerah penyangga untuk dikembangkan sebagai areal wisata. Desa ini awalnya sebagai persinggahan (transit) para wisatawan menuju kawasan TNUK, yaitu Pulau Peucang dan Pulau Panaitan. Isu tsunami, bencana alam, dan akses masuk ke TNUK berakibat pada penurunan pengunjung ke TNUK. Untuk itu, perlu suatu perencanaan dalam kasus ini adalah perencanaan lanskap agar desa ini bukan hanya sebagai tempat persinggahan akan tetapi sebagai bagian dari perjalanan wisatawan. Disamping itu, adanya perencanaan spasial yang terpadu dapat menjaga keberlanjutan dan meminimalkan kerusakan TNUK serta peningkatan kualitas lingkungan. Pengembangan Desa Taman Jaya sebagai desa ekowisata juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat serta mengembangkan potensi wisata yang terdapat pada tapak berdasarkan objek dan atraksi yang dimilikinya. Desa Taman Jaya yang mencakup daratan dan perairan dianalisis berdasarkan integrasi dari kondisi ekologi, potensi wisata, dan kehidupan masyarakat untuk membentuk ruang-ruang pendukung konsep ekowisata. Ruang yang terbentuk terdiri dari 3 (tiga) ruang utama, yaitu ruang penerimaan, ruang penyangga, dan ruang inti. Ruang penerimaan untuk menyambut wisatawan yang datang menuju desa, dimana direncanakan 3 (tiga) lokasi penerimaan (2 jalur darat dan jalur laut). Ruang penerimaan ini terletak di kampung Paniis, Cibanua’Nelayan’, dan Taman Jaya. Ruang penyangga untuk menghubungkan ruang inti dan TNUK serta berfungsi menghambat pengaruh dari luar kawasan terhadap sumber daya yang ada agar tetap lestari dan sesuai dengan fungsi ekologisnya. Ruang inti yang direncanakan terdiri dari 3 (tiga) ruang, yaitu ruang ekowisata pesisir, ruang agro eko berbasis lahan, dan agro eko berbasis pascapanen. Ruang wisata ini, dibagi berdasarkan dominansi objek-objek dan atraksi wisata pada tujuh kampung pada Desa Taman Jaya. Setiap ruang yang terbentuk terhubungkan oleh jalur sirkulasi yang memudahkan dalam pencapaian ruang-ruang berdasarkan paket wisata yang direncanakan. Keberadaan pengunjung disesuaikan dengan daya dukung dari masing-masing ruang. Penetapan objek akan dikembangkan menjadi rute wisata berupa jalur wisata (touring plan).
iii
Dalam pembangunan dan penerapan perencanaan ini terdapat beberapa rencana program. Program yang terbentuk baik program jangka panjang maupun jangka pendek bertujuan untuk melestarikan dan menjaga keberlanjutan TNUK serta mempromosikan Desa Taman Jaya. Program ini ditujukan untuk masyarakat dan pengguna tapak dengan tidak melupakan keterlibatan balai TNUK, Pemda Kab. Pandeglang dan dinas yang terkait. Pembangunan yang dilakukan bukan hanya untuk pemulihan kondisi lingkungan hayati/biofisik desa akan tetapi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Permasalahan yang utama adalah kondisi jalan yang menjadi fasilitas umum tidak dapat optimal termanfaatkan serta batas desa dengan Taman Nasional yang menjadi konflik. Hal ini disebabkan oleh perluasan sawah menuju Taman Nasional oleh masyarakat yang kurang paham akan perbatasan tersebut. Untuk itu, perlu perencanaan yang lebih detail dan tindak lanjutnya agar kesejahteraan masyarakat meningkat dengan melibatkan Pemerintah Daerah sebagai fasilitator bukan hanya Balai Taman Nasional. Selain itu, adanya pengembangan desa harus diimbangi oleh sosialisasi dan pendidikan serta pemahaman akan lingkungan dan adanya peningkatan terhadap sarana dan prasarana yang mendukung di desa tersebut. Perlu dibentuk kelembagaan yang utama yang mengkoordinir lembaga-lembaga yang terbentuk dalam desa tersebut. Lembaga ini dapat bekerja sama dengan balai TNUK, Pemda maupun dinas yang terkait agar meningkatkan keterampilan dan keahlian masyarakatnya.
iv
PERENCANAAN EKOWISATA DI ZONA PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (TNUK), BANTEN (Kasus Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang)
Oleh : AINI HARTANTI A34204035
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
v
LEMBAR PENGESAHAN Judul skripsi
: Perencanaan Ekowisata di Zona Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten. (Kasus Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang).
Nama
: Aini Hartanti
NRP
: A 3424035
Program Studi : Arsitektur Lanskap
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 130 516 290
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Soepandi, M.Agr NIP. 131 124 091
Tanggal lulus :
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Permasalahan yang terjadi terhadap keberadaan Taman Nasional semakin semarak. Konflik dengan masyarakat sekitar (batas desa dalam daerah penyangga) menjadi permasalahan yang berarti untuk keberadaan Taman Nasional dari kerusakan manusia salah satunya adalah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Hal ini menjadi pertimbangan penulis untuk melakukan penelitian dengan judul ”Perencanaan Ekowisata di Zona Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Banten (Kasus Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang)”. Dalam penyusunan skripsi penulis memperoleh banyak masukan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir Siti Nurisjah, MSLA, selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik atas saran, kritik, perhatian, bimbingan, dan arahannya dalam penyusunan skripsi ini; 2. Ir. Marietje Wungkar, M.Si dan Vera Dian Damayanti, SP. MLA selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan masukannya untuk perbaikan skripsi ini; 3. Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA atas masukan dan bantuannya; 4. IWF (The Indonesian Wildlife Conservation Foundation) atas bantuan, masukan, saran, dan arahan dalam penyusunan skripsi ini; 5. Kedua orang tua, kakak, dan adik-adik serta saudara-saudara yang memberikan semangat, bimbingan, masukan, dan dukungan pada skripsi ini serta do’a yang tidak pernah berhenti kepada penulis; 6. Balai Taman Nasional Ujung Kulon atas data dan bantuannya selama penulis di lapang; 7. Bapak Dedi dan keluarga atas bantuanya selama penulis di lapang; 8. Jafar, Lintang, Yuni, Tyas, Dinny dan Fida, teman seperjuangan dan sepembimbing atas dukungannya; 9. Diena dan Ozi sebagai teman satu pembimbing akademik atas motivasi dan dukungannya;
vii
10. Angkatan 41 (Ria, Dita, Sari, Sekar, Dian, Putri, Ita, Nana, Krishta, Fuji, Intan, Occy, Ipep, Mey2, Fai, Dyah, Ratih, Syita, Neno, Karin, Diana, Cici, Ridho, Dayat, Anjar, Dimas, Imat, Hendy, Sony, Deni, Anggi dan Putera) atas kebersamaan kita selama 4 (empat) tahun berjuang sehingga akhirnya semua ini terselesaikan juga; 11. Angkatan 38, 39, 40, 42 dan 43; 12. Semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini belum sempurna dan masih terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi pedoman bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Desember 2008 Penulis
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, 20 Mei 1986 dari pasangan Achyar R. Adhalim dan Napsiah sebagai anak ketiga dari enam bersaudara. Pendidikan penulis diawali dari TK. Miftahussalam yang diselesaikan pada tahun 1992, kemudian dilanjutkan ke SD Negeri Panaragan Kidul II Bogor pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis masuk ke SLTP Negeri I Bogor dan menyelesaikan pendidikan tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 5 Bogor, dimana pada tahun yang sama penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima pada Fakultas Pertanian dengan Program Studi Arsitektur Lanskap. Selama mengikuti perkuliahan penulis ikut serta dalam Klub Dekorasi Taman yang berada pada pengawasan Asrama TPB-IPB pada tahun pertama masuk IPB. Tahun 2005-2006, penulis mengikuti organisasi mahasiswa pada program studi ini yang bernama HIMASKAP (Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap) sebagai Bendahara II. Pada tahun 2006, penulis juga pernah mengikuti Lomba Karya Tulis Mahasiswa sebagai peserta perwakilan dari Departemen. Pada tahun keempat perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Desain Lanskap (2007) dan mata kuliah Perencanaan Lanskap (2008).
ix
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3 1.3. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3 1.4. Kerangka Pikir ................................................................................... 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Lanskap ......................................................................... 6 2.2 Wisata................................................................................................. 8 2.2.1 Ekowisata ..................................................................................... 8 2.2.2 Produk Wisata ............................................................................ 11 2.2.3 Objek dan Atraksi Wisata .......................................................... 12 2.3 Taman Nasional ............................................................................... 13 2.4 Zona Penyangga ............................................................................... 14 2.5 Daya Dukung ................................................................................... 15 2.6 Pengembangan Ekowisata................................................................ 17 BAB III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu ............................................................................ 19 3.2 Batasan Perencanaan ........................................................................ 19 3.3 Data dan Metode Perencanaan ......................................................... 21 3.4 Proses Perencanaan .......................................................................... 21 BAB IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Sejarah Kawasan .............................................................................. 27 4.2 Administrasi dan Geografi Tapak .................................................... 29 4.3 Kependudukan ................................................................................. 31 4.4 Aksesibilitas ..................................................................................... 33 BAB V. KONSEP PERENCANAAN 5.1 Konsep Dasar ................................................................................... 35 5.2 Pengembangan Konsep .................................................................... 35 5.2.1 Tata Ruang Ekowisata ............................................................... 35 5.2.2 Jalur Ekowisata .......................................................................... 37 5.2.3 Aktivitas Ekowisata ................................................................... 38 5.2.4 Fasilitas Ekowisata ..................................................................... 39
x
BAB VI. DATA DAN ANALISIS 6.1 Administrasi dan Geografis .............................................................. 40 6.2 Kesesuaian Untuk Kawasan dan Kegiatan Wisata .......................... 41 6.2.1 Pengunjung................................................................................. 41 6.2.1.1 Potensi Pengunjung ........................................................... 41 6.2.1.2 Perilaku dan Keinginan Masyarakat dan Pengunjung ...... 45 6.2.2 Objek Wisata .............................................................................. 46 6.2.3.Aksesibilitas dan Sistem Transportasi ....................................... 60 6.2.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ......................................... 63 6.3 Kondisi Fisik Tapak ........................................................................... 67 6.3.1 Geologi dan Tanah ..................................................................... 67 6.3.2 Topografi, Kemiringan dan Drainase......................................... 69 6.3.3 Iklim ........................................................................................... 71 6.3.4 Hidrologi .................................................................................... 76 6.4 Tata Guna Lahan ................................................................................ 78 6.5 Ekosistem Tapak ................................................................................ 82 6.5.1 Vegetasi ...................................................................................... 82 6.5.2 Satwa .......................................................................................... 83 6.6 Sintesis ............................................................................................... 86 BAB VII. PERENCANAAN LANSKAP 7.1 Rencana Ruang Desa Ekowisata Taman Jaya ................................... 90 7.2 Rencana Pendukung Wisata............................................................... 91 7.2.1 Rencana Jalur Wisata ................................................................. 91 7.2.2 Rencana Aktivitas ...................................................................... 97 7.2.3 Rencana Fasilitas Penunjang ...................................................... 98 7.3 Rencana Lanskap ............................................................................... 99 7.4 Rencana Program ............................................................................. 100 7.5 Daya Dukung Desa Ekowisata Taman Jaya .................................... 105 BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ...................................................................................... 107 8.2 Saran ................................................................................................ 108 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 109
xi
DAFTAR TABEL Halaman Teks Tabel 1. Rencana Kegiatan Penelitian .................................................................. 20 Tabel 2. Jenis, Bentuk, Sumber, dan Cara Pengambilan Data .............................. 23 Tabel 3. Nama Desa dan Luas yang berada di Daerah Penyangga TNUK ........... 32 Tabel 4. Asal dan Jumlah Pengunjung Taman Nasional Ujung Kulon................. 41 Tabel 5. Tarif Masuk Taman Naional Ujung Kulon ............................................. 43 Tabel 6. Analisis Potensi Objek/Atraksi Wisata ................................................... 55 Tabel 7. Jarak Antara Kampung Taman Jaya dengan Daerah Lainnya ................ 61 Tabel 8. Mata Pencaharian Penduduk Desa Taman Jaya...................................... 65 Tabel 9. Pendidikan Penduduk Desa Taman Jaya . .............................................. 66 Tabel 10. Program Peningkatan Kualitas dan Kesejahteraan Masyarakat. ........... 66 Tabel 11. Perhitungan Nilai Kenyamanan Manusia (THI) ................................... 72 Tabel 12. Pola Penggunaan Lahan Desa Taman Jaya ........................................... 78 Tabel 13. Sintesis Desa Taman Jaya ..................................................................... 86 Tabel 14. Ruang yang Terbentuk pada Desa Taman Jaya .................................... 90 Tabel 15. Rencana Perjalanan Wisata Desa Ekowisata Taman Jaya .................... 92 Tabel 16. Rencana Aktivitas dan Fasilitas pada Desa Taman Jaya ...................... 99 Tabel 17. Program Wisata Desa Taman Jaya...................................................... 103 Tabel 18. Program Ekologi dan Kebutuhan Masyarakat Desa Taman Jaya ....... 104 Tabel 19. Daya Dukung Kawasan ....................................................................... 105 Tabel 20. Daya Dukung Pengujung pada Jalur Ekowisata ................................. 106
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Teks Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian...................................................................... 5 Gambar 2. Lokasi Penelitian TNUK, Pandeglang Banten .................................... 19 Gambar 3. Proses Perencanaan Lanskap Desa Ekowisata .................................... 22 Gambar 4. Peta Taman Nasional Ujung Kulon ..................................................... 29 Gambar 5. Peta Desa Taman Jaya ......................................................................... 30 Gambar 6. Kondisi Umum Desa Taman Jaya ....................................................... 31 Gambar 7. Akses Desa terhadap Kabupaten dan Kecamatan ............................... 33 Gambar 8. Skema Jalur Aksesibilitas Desa Taman Jaya ...................................... 34 Gambar 9. Konsep Pengembangan Tata Ruang Ekowisata .................................. 36 Gambar 10. Konsep Pengembangan Jalur Ekowisata ........................................... 37 Gambar 11. Peta Taman Jaya dalam Seksi Konservasi Wilayah III ..................... 40 Gambar 12. Peta Administrasi dan Perkampungan Desa Taman Jaya ................ 42 Gambar 13. Persebaran Objek dan Atraksi Kampung Paniis ............................... 49 Gambar 14. Persebaran Objek dan Atraksi Kampung Cisaat ............................... 50 Gambar 15. Persebaran Objek dan Atraksi Kampung Peundeuy ......................... 51 Gambar 16. Persebaran Objek dan Atraksi Kampung Cibanua dan Nelayan ....... 52 Gambar 17. Persebaran Objek dan Atraksi Kampung Cimenteng ........................ 53 Gambar 18. Persebaran Objek dan Atraksi Kampung Taman Jaya ...................... 54 Gambar 19. Sebaran Objek Wisata Berdasarkan Nilai Potensi Setiap Kampung. 59 Gambar 20. Akses Taman Jaya ............................................................................. 60 Gambar 21. Kondisi Jalan Desa Taman Jaya ........................................................ 60 Gambar 22. Peta Analisis Sirkulasi dan Rencana Jalur Ekowisata ....................... 62 Gambar 23. Peta Persebaran Masyarakat .............................................................. 64 Gambar 24. Peta Analisis Tanah ........................................................................... 68 Gambar 25. Peta Analisis Kemiringan .................................................................. 70 Gambar 26. Data Iklim Desa Taman Jaya Tahun 1998-2002 ............................... 71 Gambar 27. Peta Analisis Iklim ............................................................................ 73 Gambar 28. Peta Badan Air Desa Taman Jaya ..................................................... 76 Gambar 29. Peta Analisis Drainase dan Hidrologi ............................................... 77
xiii
Gambar 30. Kondisi Penggunaan Lahan ............................................................... 79 Gambar 31. Peta Eksisting Tata Guna Lahan ....................................................... 80 Gambar 32. Peta Fasilitas Eksisting Desa Taman Jaya......................................... 81 Gambar 33. Formasi Vegetasi pada Pantai dalam Keadaan Baik ......................... 82 Gambar 34. Formasi Vegetasi Pantai pada Tapak ................................................ 83 Gambar 35. Peta Persebaran Vegetasi .................................................................. 84 Gambar 36. Peta Persebaran Satwa ....................................................................... 85 Gambar 37. Block Plan ......................................................................................... 89 Gambar 38. Rencana Jalur Wisata (Touring Plan) ............................................... 96 Gambar 39. Rencana Lanskap............................................................................. 101 Gambar 40. Ilustrasi ............................................................................................ 102
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak terlepas dari permasalahan baik yang bersifat langsung maupun yang tidak terkait dengan hubungan manusia dan lingkungan ataupun manusia dan alam sekitarnya. Keterkaitan faktor inilah yang memberikan pengaruh positif maupun negatif bagi faktor pendukung dari keberadaan fungsi faktor-faktor tersebut, yang kemudian hal ini dihubungkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Keberadaan keanekaragaman sumber daya alam di Indonesia semakin berkurang, mengakibatkan terancam punahnya sumber daya alam hayati tersebut. Hal ini dikarenakan diikuti oleh semakin pesatnya pertumbuhan penduduk di negara Indonesia, semakin meningkatnya kebutuhan manusia, dan yang menyebabkan semakin berkurangnya keberadaan lahan-lahan alami. Kondisi demikian memerlukan suatu solusi ataupun tindakan untuk melindungi, memproteksi, melestarikan, dan menjaga keseimbangan serta memecahkan permasalahan dari kesulitan akan pemenuhan kebutuhan
manusia dan
keterkaitannya terhadap kondisi dan kelestarian ekosistem alami. Hal ini juga, karena
Indonesia
merupakan
negara
yang
memiliki
berbagai
macam
keanekaragaman baik sumber daya alam hayati maupun non-hayati. Taman Nasional yang dimiliki Indonesia merupakan kawasan dengan keanekaragaman sumber daya alam hayati di dalamnya, baik berupa
flora
maupun fauna serta keanekaragaman vegetasi yang melimpah dan bernilai tinggi serta keberadaannya ini, memiliki fungsi untuk pendidikan, minat khusus, penelitian, dan sebagainya. Berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya pada pasal 1 ayat 14 menyebutkan bahwa Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Keberadaan taman nasional ini, mencerminkan karakteristik dari berbagai jenis ekosistem lokal Indonesia yang ada baik darat maupun air. Salah satu dari
2
taman nasional yang ada di Indonesia adalah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Taman Nasional ini merupakan kawasan pelestarian alam di Indonesia yang memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga kelestarian sumber daya alam hayati dan keseimbangan ekosistem sesuai dengan fungsi perlindungan pengawetan dan pemanfaatan yang diselaraskan dengan upaya mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar dan mutu kehidupan yang lebih baik. Disamping itu, Taman Nasional ini merupakan habitat terakhir bagi badak jawa (Rhinoceros sondaicus) (Balai TNUK, 2008). Desa Taman Jaya yang terletak di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten merupakan desa yang terdapat dalam kawasan penyangga dari TNUK. Kawasan penyangga ini merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi yang menggunakan tanahnya yang terbatas untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan yang dilindungi dan sekaligus bermanfaat bagi masyarakat pedesaan yang berada disekitarnya (MacKinnon et al. dalam Suryana, 2007). Keberadaan desa sebagai bagian dari kawasan taman nasional, dapat juga dikembangkan untuk wisata dengan kegiatan dan program yang terkait dengan alam dan lingkungannya. Kondisi demikian didukung oleh letaknya pada pusat kecamatan, berbatasan langsung dengan laut/pantai, serta sebagian besar mata pencaharian bertani dan nelayan. Untuk itu, adanya pengembangan ini menjadi satu suasana baru yang bisa mendatangkan keuntungan baik secara fisik maupun finansial dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan dan kelestarian alam. Konsep Ecotourism, green tourism, atau alternative tourism merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan yang dapat menjembatani jurang antara kepentingan wisata bagi industri komersil dan perlindungan lingkungan/alam, (Brunn (1995) dalam Wahyudi (2004)). Hal ini menjadi alternatif dalam mengembangkan desa untuk kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan serta mendukung keberlanjutan dari TNUK. Untuk itu, diharapkan adanya penelitian ini menjadikan desa Taman Jaya sebagai salah satu upaya alternatif desa pada daerah penyangga yang akan direncanakan dengan konsep ekowisata. Dengan demikian, diperlukan penelitian yang menjadikan desa daerah penyangga, dalam hal ini Desa Taman Jaya, sebagai kawasan ekowisata yang
3
sesuai dengan potensi wisata dari desa tersebut. Untuk itu, konsep ini diharapkan mampu memberikan peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat lokal serta perlindungan dan pelestarian dari daerah penyangga yang selanjutnya mendukung keberadaan taman nasional dan kelestarian flora, fauna dan ekosistemnya. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah membuat sebuah perencanaan lanskap bagi desa Taman Jaya yang merupakan daerah penyangga dari Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dengan konsep ekowisata sehingga keberadaan desa ini dapat menjaga kelestarian dan keberlanjutan TNUK. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis objek-objek dan atraksi ekowisata serta aksesibilitas yang terdapat pada kawasan tersebut yang dikaitkan dengan potensi wisata dari kawasan tersebut; 2. Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi sosial ekonomi masyarakat desa Taman Jaya untuk mendukung konsep ekowisata; 3. Menyusun rencana ekowisata desa Taman Jaya, Pandeglang, Banten. 1.3 Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini akan memiliki manfaat: 1. Dapat
menjadi
pedoman
bagi
pemerintah
setempat
dalam
rangka
pengembangan potensi dari desa Taman Jaya dengan konsep ekowisata atau wisata ekologis sehingga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dapat lestari, berlanjut, dan berkesinambungan dengan adanya desa ini; 2. Dapat memberikan nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan dari masyarakat lokal, dalam hal ini masyarakat desa Taman Jaya khususnya dan pemerintah setempat pada umumnya; 3. Melindungi dan memproteksi TNUK dari kerusakan terutama yang disebabkan oleh manusia; 4. Alternatif kawasan wisata di Provinsi Banten; 5. Dapat dijadikan sebagai model untuk perkembangan daerah penyangga yang terdapat di Taman Nasional lainnya.
4
1.4 Kerangka Pikir Taman Nasional sebagai kawasan konservasi terbagi dalam beberapa zona, salah satunya adalah zona penyangga. Pada zona ini dapat dilakukan berbagai aktivitas baik aktivitas wisata maupun rekreasi. Desa Taman Jaya yang berada pada bagian terluar dari zona penyangga dan berbatasan langsung dengan laut/pantai (Selat Sunda dan Teluk Selamat Datang) memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata. Wisata yang akan direncanakan adalah sesuai dengan konsep Ekowisata yang berbasis pada lingkungan dan alam (ramah lingkungan).
Kegiatan wisata ini didukung pula dengan kondisi lingkungan
masyarakat Desa Taman Jaya tersebut, potensi dan peluang wisata yang akan dikembangkan, serta kondisi tapak dari desa tersebut. Kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Daerah Penyangga Taman Nasional Batas Administrasi Desa Taman Jaya
Kondisi Ekologi Tapak
Potensi Wisata (Objek dan Atraksi Wisata)
Kehidupan Masyarakat
Zona-zona Ekologi Tapak
Zona-zona Wisata
Zona-zona Kehidupan Masyarakat
Zonasi Ekowisata
Desa Ekowisata
Tata Ruang Ekowisata
Aktivitas yang ada dan akan dikembangkan
Jalur Ekowisata
Fasilitas Pendukung
Rencana Pengembangan desa Taman Jaya, Kabupaten Pandeglang Banten Berkonsep Ekowisata
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan Lanskap Lanskap berdasarkan Simonds (2006) merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana suatu lanskap dikatakan alami jika area atau kawasan tersebut memiliki keharmonisan dan kesatuan antar elemen-elemen pembentuk lanskap. Rachman (1984) menyatakan bahwa lanskap sebagai wajah karakter lahan atau tapak dan bagian dari muka bumi dengan segala sesuatu dan apa saja yang ada di dalamnya, baik yang bersifat alami maupun buatan manusia yang merupakan total dari bagian hidup manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indera dapat menangkap, dan sejauh imajinasi dapat menangkap dan membayangkan. Philips dalam Benson dan Roe, 2000 mengungkapkan bahwa terdapat lima karakter dari lanskap yang didasarkan pada kenyataan Hawkes yang menyebutkan bahwa lanskap di Inggris terbentuk sepanjang waktu oleh proses geologi, kehidupan organik, aktivitas, dan imajinasi manusia. Kelima karakter tersebut adalah sebagai berikut: 1. Terdiri dari bentuk dan nilai alam dan kebudayaan yang terfokus pada hubungan di antara keduanya; 2. Perpaduan dari unsur fisik dan metafisik dengan unsur sosial, budaya, dan seni. Lanskap adalah cara pandang kita terhadap dunia, tidak hanya sekedar pemandangan, dan penampakan dapat ditangkap oleh perasaan; 3. Kita dapat merasakan lanskap hanya pada saat ini, lanskap merupakan hasil dari seluruh perubahan lingkungan di masa lalu dan merupakan perpaduan dari masa lalu dan saat ini; 4. Lanskap bersifat universal, terdapat di setiap wilayah; 5. Lanskap menjadi identitas bagi suatu tempat, penyebab keragaman pada lingkungan kehidupan. Perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang
7
guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik, dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraannya (Nurisjah, 2007). Proses perencanaan biasanya bersifat holistik dan dinyatakan sebagai suatu proses yang dinamis, saling terkait, dan saling mendukung satu dengan yang lainnya. Suatu proses perencanaan yang baik merupakan suatu alat yang terstruktur dan sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal dari suatu bentukan fisik dan fungsi lahan/tapak/bentang alam, keadaan yang diinginkan setelah dilakukan berbagai rencana perubahan, serta cara dan pendekatan yang sesuai dan terbaik untuk mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (Nurisjah, 2007). Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995) dalam Darmawan (2004) Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, diantaranya: 1. Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar; 2. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang akan direncanakan; 3. Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik; 4. Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan yang dapat menampilkan kesan masa lalunya. Knudson (1980) dalam Kusumawardani (2004), menyatakan bahwa merencanakan suatu kawasan terdapat 3 (tiga) tingkatan penggunaan area berdasarkan variasi tingkat penggunaan dan variasi produktivitas tapak, yaitu: 6. Low level/conservative level. Pada area ini tingkat penggunanya untuk kegiatan wisata ditingkatkan seminimal mungkin; 7. Medium level, ditujukan untuk mencapai kegiatan wisata dan kelestarian lingkungan yang sama-sama menguntungkan; 8. High level of use. Pada tingkat ini sumber daya dikorbankan dengan asumsi bahwa baik teknologi yang diterapkan maupun minat wisata akan berubah sehingga kondisi yang telah diubah tersebut dapat diterima di masa datang. Simonds (2006) menyatakan bahwa untuk menjelaskan atau membuat suatu lanskap menjadi tempat yang menyenangkan maka, semua karakter dari
8
elemen-elemen yang beranekaragam atau bagian-bagiannya harus bisa dibawa menuju ke suatu keharmonisan. Kemudian diterangkan juga, dalam perencanaan dan perencanaan ulang harus dipersiapkan secara lengkap dan utuh seperti kawasan alami yang berarti sebagai hal yang penting untuk melindungi daerah resapan air dan memelihara permukaan air, untuk konservasi hutan-hutan dan sumber mineral, untuk memelihara erosi, untuk menjaga kestabilan dan memperbaiki iklim, untuk menyediakan area yang cukup untuk rekreasi dan untuk kehidupan liar, dan untuk melindungi tapak/kawasan dengan nilai keindahan dan ekologis. 2.2 Wisata 2.2.1 Ekowisata Wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan di luar dari lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagi keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah (Nurisjah, 2007). Ekowisata
merupakan
suatu
konsep
wisata
yang
mencerminkan
lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian. Oleh karena itu, pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat, dan menjaga kualitas lingkungan. Bruun (1995) dalam Wahyudi (2004) mengkategorikan jenis wisata menjadi tiga, sebagai berikut: 1. Ekoturisme, green tourism atau alternative tourism merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan yang muncul baru-baru ini untuk menjembatani jurang antara kepentingan wisata bagi industri komersil dan perlindungan lingkungan/alam; 2. Wisata budaya, menggambarkan wisata yang berhubungan dengan monumenmonumen budaya atau tempat-tempat bersejarah dengan penekanan tertentu pada aspek pendidikan atau pengamatan spiritual; 3. Wisata alam, merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman tehadap kondisi alam dan daya tarik panoramanya.
9
Adhikerana (1999) menyatakan bahwa kata ekowisata merupakan gabungan dari dua kata, yaitu ekologi (ecology) dan wisata (tourism), yang dipopulerkan oleh wisatawan Eropa dan Amerika di awal 1980-an untuk menjelaskan paket-paket wisata yang melakukan kegiatan berwisata sambil mempelajari fenomena-fenomena alami, khususnya kehidupan flora dan fauna di tempat tujuan wisata. Adhikerana (1999) menyatakan bahwa dalam mengembangkan kegiatan ekowisata, terdapat aspek-aspek yang perlu diperhitungkan demi keberhasilan ekowisata itu sendiri, diantaranya adalah aspek prekondisi (precondition), yaitu: 1. Konservasi sumber daya alam sedang berlangsung. Program-program konservasi harus ada yang sedang berjalan dan tengah dikembangkan terus menerus; 2. Tersedianya semua informasi yang diperoleh dari berbagai kegiatan penelitian di dalam kawasan. Mencakup sistem penelitian yang dilakukan serta penerapan hasil-hasil penelitian dalam pengelolaan kawasan; 3. Tersedianya pemandu wisata yang mumpuni (dalam arti mengerti betul seluk beluk kehidupan ekosistem kawasan); 4. Tersedianya panduan yang membatasi penggunaan kawasan sebagai arena ekowisata. Panduan yang menentukan macam kegiatan yang dapat dilakukan, zonasi kawasan sesuai dengan karakter lanskap dan ekosistemnya, jalur-jalur di dalam kawasan yang dapat dilalui wisatawan dan daya tampung kawasan; 5. Tersedianya program-program kegiatan ekowisata yang sesuai dengan kondisi sumber daya alam di dalam kawasan; 6. Tersedianya fasilitas penunjang yang memadai, terutama prasarana dan sarana wisata yang diperlukan untuk kegiatan wisata. Disamping itu, Adhikerana (1999) menyatakan bahwa ekowisata yang akan dikembangkan diharapkan dapat memberikan dukungan bagi konservasi sumber daya hayati melalui: 1. Ekowisata memperhatikan kualitas daya dukung alam dan bersifat ramah lingkungan;
10
2. Ekowisata merupakan salah satu program pembangunan dan pelestarian secara terpadu antara upaya konservasi sumber daya alam dengan pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan; 3. Keberadaan ekowisata dapat meningkatkan status suatu kawasan menjadi diakui sebagai kawasan alam yang dilindungi; 4. Ekowisata merupakan alternatif yang dapat dipakai untuk meningkatkan partisipasi pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Depdagri (2000) menyatakan bahwa untuk mengembangkan produk kegiatan ekowisata perlu memperhatikan berbagai hal antara lain: 1. Tata ruang Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam tata ruang daerah tujuan ekowisata adalah: a. Peruntukan kawasan; b. Kepemilikan; c. Sarana menuju kawasan ekowisata; d. Ambang batas kawasan terhadap dampak kegiatan ekowisata; e. Topografi. 2. Sarana dan prasarana Low invest-high value adalah semangat dasar dari pengembangan sarana akomodasi ekowisata. Misalnya konsep pondok wisata (ecolodge) yang disesuaikan dengan adat dan budaya setempat menjadi alternatif yang paling tepat dalam penyediaan sarana akomodasi penginapan ekowisata. Disamping itu, pemakaian sumber daya lokal yang dikombinasikan dengan teknologi tepat guna ramah lingkungan, berdampak pada peningkatan nilai sumber daya setempat serta menimbulkan pembuktian di masyarakat terhadap upaya konservasi sumber daya alam, pelestarian budaya, dan pemanfaatan sumber daya manusia lokal. Agar tercapai pemerataan pendapatan, sebaiknya sarana akomodasi, dan transportasi merupakan milik dan atau yang dikelola masyarakat.
11
3. Atraksi dan kegiatan Ekowisata merupakan suatu kegiatan pariwisata yang bertumpu pada alam (nature based ecotourism). Besarnya keanekaragaman hayati beserta ekosistem khas serta unik di suatu daerah, merupakan kekuatan utama sekaligus nilai jual kegiatan pengembangan ekowisata. 4. Pendidikan dan penghargaan Pendidikan berupa pelatihan yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan ekowisata antara lain berupa pelatihan ecoguide dan tour operator, pengelolaan daerah tujuan ekowisata, dan perencanaan pemasaran bertujuan untuk memberikan manfaat ekowisata di bidang ekonomi bagi masyarakat setempat. Ekowisata juga dapat meningkatkan kesadaran dan penghargaan para ekowisatawan terhadap konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, memahami pola hidup dan adat yang berlaku, mampu memadukan kegiatan yang bersahabat dengan alam dan budaya setempat. Hafild (1995) dalam Pindi (1998), karakteristik wisatawan ekowisata sebagai berikut: 1. Lebih menyukai kondisi yang lebih alami; 2. Menghargai nilai-nilai budaya setempat; 3. Tidak berperilaku yang dapat merusak lingkungan budaya setempat; 4. Pengurusan untuk kegiatan wisata tidak berbelit-belit; 5. Kegiatan ekowisata mengusahakan sumbangan dana (eco-cost) bagi upaya konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Ekowisata juga meminimalkan dampak negatif terhadap mutu dan kuantitas keanekaragaman hayati yang disebabkan kegiatan wisata yang bersifat massal/konvensional (mass-tourism). 2.2.2 Produk Wisata Produk pariwisata atau wisata merupakan susunan produk yang terdiri dari campuran atraksi wisata, transportasi, akomodasi, dan hiburan. Produk ini merupakan bahan baku bagi perencana dan penyelenggara perjalanan wisata untuk menyusun paket wisata yang selanjutnya ditawarkan atau dipasarkan kepada calon wisatawan. Produk wisata adalah satu paket atau kemasan yang terdiri dari
12
komponen barang-barang berwujud yang dapat digunakan untuk beraktivitas di daerah tujuan wisata dan paket ini akan dilihat dan disaksikan oleh wisatawan sebagai suatu pengalaman yang dapat dibeli dengan harga tertentu (Yoeti, 2003). Menurut penjabaran tersebut terdapat lima komponen utama dalam total produk wisata yaitu daya tarik daerah tujuan wisata, fasilitas dan pelayanan, aksesibilitas, image, dan persepsi daerah tujuan wisata serta harga atau biaya untuk perjalanan wisata. 2.2.3 Objek dan Atraksi Wisata Menurut Nurisjah (2007) objek wisata adalah andalan utama bagi pengembangan kawasan wisata dan didefinisikan sebagai suatu keadaan alam dan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta sejarah dan tempat yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Atraksi wisata diartikan sebagai segala perwujudan dari sajian alam serta kebudayaan yang secara nyata dapat dikunjungi, disaksikan, serta dinikmati wisatawan di suatu kawasan wisata. Menurut Suwantoro (1997) daya tarik wisata atau objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasar pada adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman, dan bersih, adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya, adanya ciri khusus atau spesifikasi yang bersifat langka, sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir, serta memiliki daya tarik yang tinggi terhadap keindahan alamnya ataupun nilai khusus suatu objek buah karya manusia pada masa lampau. Berdasarkan Yoeti (1997), atraksi wisata merupakan sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui suatu pertunjukkan (shows) yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan. Objek wisata dapat dilihat atau disaksikan tanpa membayar. Dalam atraksi wisata untuk menyaksikannya harus dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan objek wisata dapat dilihat tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Objek dan segala atraksi wisata yang diperlihatkan merupakan daya tarik utama, mengapa seseorang datang berkunjung ke suatu tempat dan keasliannya harus dipertahankan, sehingga wisatawan hanya dapat melihat dan menyaksikan objek dan atraksi wisata hanya di tempat tersebut.
13
2.3 Taman Nasional Menurut MacKinnon, J dkk (1993) dalam Lembanasari (2006) Taman Nasional adalah suatu kawasan yang diperuntukkan untuk perlindungan kawasan alami dan berpemandangan indah, yang penting secara nasional atau internasioanl serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan, dan rekreasi. Disamping itu, merupakan kawasan alami yang relatif luas, materinya tidak diubah oleh kegiatan manusia, serta pemanfaatan sumber daya. Menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal 1(14) mendefinisikan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Dalam pasal 32 disebutkan bahwa kawasan taman nasional dikelola dengan sistem yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluannya. Zona inti adalah bagian dari kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia. Zona pemanfaatan adalah bagian dari kawasan taman nasional yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata. Zona lain adalah diluar kedua zona tersebut, karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu seperti, zona rimba, zona pemanfaatan tradisional, zona rehabilitasi, dan sebagainya. Kemudian dalam pasal 34 ayat 1, bahwa pengelolaan taman nasional dilakukan oleh pemerintah dengan penjelasannya, yaitu pada dasarnya pengelolaan kawasan pelestarian alam merupakan kewajiban dari pemerintah sebagai konsekuensi pengusahaan oleh negara atas sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 UUD 1945. Dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan atas zona pemanfaatan taman nasional pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan kepada koperasi, badan usaha milik negara, perusahaan swasta, dan perorangan. Selanjutnya, dalam pasal 35 UU No.5 tahun 1990 menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya,
14
pemerintah dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan, dan menutup taman nasional sebagian atau seluruhnya untuk waktu tertentu. Yang dimaksud adalah karena bencana alam seperti, gunung meletus, keluar gas beracun, bahaya kebakaran, dan kerusakan akibat pemanfaatan terus menerus yang dapat membahayakan pengunjung atau kehidupan flora dan faunanya. 2.4 Zona Penyangga Zona penyangga atau daerah penyangga adalah kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi, yang penggunaan tanahnya terbatas untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan yang dilindungi dan sekaligus bermanfaat bagi masyarakat pedesaan yang berada disekitarnya (MacKinnon et al. dalam Suryana, 2007). Menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, zona penyangga (buffer zone) adalah wilayah yang berada diluar kawasan suaka alam, baik sebagai kawasan hutan, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan, dan mampu menjaga keutuhan kawasan suaka. Kriteria dari daerah penyangga yang ditentukan dalam pasal 56 ayat 2 PP No.68 tahun 1998, yaitu: 1. Secara geografis berbatasan dengan kawasan suaka alam (KSA) dan atau kawasan pelestarian alam (KPA); 2. Secara ekologis masih mempunyai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar KSA dan atau KPA; 3. Mampu menangkal segala macam gangguan, baik dari dalam maupun dari luar KSA dan atau KPA. Menurut MacKinnon et al (1990) dalam Suryana (2007), daerah penyangga memiliki dua fungsi utama, yaitu: 1. Penyangga perluasan, yang pada hakikatnya memperluas kawasan habitat yang terdapat dalam kawasan yang dilindungi ke dalam daerah penyangga. Hal ini memungkinkan bertambah besarnya total populasi tumbuhan dan satwa yang berkembangbiak, dibandingkan dengan jumlah yang dapat bertahan hidup dalam cagar alam. Dimana, yang termasuk ke dalam daerah penyangga ini adalah hutan produksi dengan tebang pilih, kawasan buru,
15
hutan alami yang digunakan penduduk untuk mencari kayu bakar, kawasan terlantar, dan padang penggembalaan. 2. Penyangga sosial, dimana pemanfaatan sumber daya alami dari daerah penyangga merupakan hal yang sekunder dan tujuan utama pengelolaan adalah penyediaan produk yang dapat digunakan atau berharga (tanaman perdagangan) bagi masyarakat setempat. Penggunaan tanah ini tidak boleh bertentangan dengan tujuan kawasan yang dilindungi itu sendiri dengan tumbuhan yang ditanam umumnya tidak berdaya tarik sebagai makanan satwa liar. Menurut Suryana (2007), bentuk gangguan manusia terhadap taman nasional berkaitan erat dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan persepsi, serta kesadaran mereka terhadap kelestarian lingkungannya. Oleh sebab itu, pengembangan daerah penyangga harus digali dari kondisi kehidupan masyarakat sekitarnya. Daerah penyangga taman nasional merupakan suatu alat yang diharapkan mampu berperan untuk: 1. Memberikan perlindungan terhadap taman nasional dan manusia; 2. Mengembangkan jenis-jenis kebutuhan pokok yang berasal dari kawasan taman nasional dengan pola budidaya; 3. Mengembangkan jasa yang berkaitan dengan kegiatan taman nasionl seperti angkutan wisata, kebudayaan daerah, cinderamata, dan sebagainya; 4. Meningkatkan produktivitas lahan melalui pola usaha tani yang lebih intensif; 5. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungannya termasuk kelestariam taman nasional; 6. Menumbuhkembangkan organisasi lembaga swadaya masyarakat atau kelompok untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan konservasi alam. 2.5 Daya Dukung Daya dukung adalah suatu konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumber daya alam dan lingkungan yang lestari melalui ukuran kemampuannya. Konsep ini dikembangkan terutama untuk mencegah kerusakan atau degradasi dari sumber daya alam dan lingkungan. Akibatnya, keberadaan kelestarian dan fungsinya dapat terwujud dan pada saat ruang yang
16
sama juga pengguna atau masyarakat pemakai sumber daya tersebut berada dalam kondisi sejahtera dan atau tidak dirugikan (Nurisjah et al, 2003). Odum (1971) dalam Nurisjah et al (2003) menyatakan bahwa daya dukung merupakan pembatasan penggunaan dari suatu areal yang memiliki beberapa faktor alam dan lingkungan. Hendee, Stankey dan Lucas (1978) dalam Nurisjah et al (2003), menyatakan daya dukung sebagai suatu ukuran batas maksimum penggunaan suatu area berdasarkan kepekaan atau toleransinya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor alami seperti ketersediaan makanan, ruang untuk tempat hidup, dan tempat berlindung atau air. Knudson (1980) dalam Nurisjah et al (2003) menyatakan bahwa daya dukung merupakan penggunaan secara lestari dan produktif dari suatu sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources). Daya dukung merupakan kemampuan sumber daya rekreasi untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi yang diinginkan. Daya dukung juga menyangkut daya dukung fisik lokasi dan sosial (Clawson and Knetsch, 1966). Dalam konteks pariwisata, daya dukung didefinisikan sebagai tingkat keberadaan pengunjung yang menciptakan dampak pada masyarakat, lingkungan, dan perekonomian setempat yang diterima baik oleh pengunjung masyarakat maupun lingkungan serta aktivitas wisata yang berkelanjutan (Undang-Undang No.23 tahun 1997). Daya dukung ekologis suatu tapak atau kawasan, menurut Pigram dalam Nurisjah dkk (2003) dinyatakan sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem, baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologi kawasan atau ekosistem tersebut, termasuk estetika lingkungan/alami yang dimilikinya. Kawasan yang menjadi perhatian utama dalam penilaian daya dukung ekologis ini adalah jenis kawasan atau ekosistem yang rapuh (fragile) dan yang tidak pulih (unrenewable). Konsep daya dukung sosial pada suatu tapak atau kawasan merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan atau persepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam memanfaatkan suatu area tertentu. Daya dukung suatu kawasan
17
dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dalam suatu kawasan, dimana kondisi yang telah melampaui batas daya dukung ini akan menimbulkan penurunan dalam tingkat dan kualitas pengalaman atau kepuasan pemakai pada kawasan tersebut, Pigram dalam Nurisjah dkk, 2003. Daya dukung ekonomi merupakan kondisi yang terkait sumber daya secara simultan untuk kegiatan rekreasi, wisata, dan ekonomi seperti reservoir pensuplai air untuk kebutuhan rumah tangga. Disamping itu juga, daya dukung ekonomi berkaitan dengan penentuan tingkat penggunaan rekreasi yang dapat diterima yang tidak mengganggu kegiatan non rekreasi sehingga dapat mengurangi beban biaya (ekonomi) dari sumber daya air tersebut (Nurisjah, 2007). Berdasarkan pengamatan WTO dan UNEP (1992) dalam Nurisjah (2007) terdapat faktor-faktor sumber daya alam dan lingkungan yang umumnya mempengaruhi daya dukung suatu kawasan wisata alam termasuk taman nasional di dalamnya, yaitu: 1. Ukuran ruang atau area yang digunakan; 2. Kerapuhan (fragility) atau kepekaan sumber daya alam dan lingkungan; 3. Topografi dan vegetasi penutup; 4. Sumber daya hidupan liar (wildlifes) yang meliputi penyebaran, jumlah, keanekaragaman, spesies utama/kunci dan yang menarik; 5. Kepekaan spesies satwa tertentu terhadap kunjungan wisatawan. 2.6 Pengembangan Ekowisata Pengembangan ekowisata di suatu kawasan erat kaitannya dengan pengembangan obyek dan daya tarik wisata alamnya (ODTWA). Menurut Departemen Kehutanan (2006) keseluruhan potensi ODTWA merupakan sumber daya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan media pendidikan dan pelestarian lingkungan. Disamping itu, menjelaskan bahwa pengembangan ODTWA sangat erat kaitannya dengan peningkatan produktivitas sumber daya hutan dalam konteks pembangunan ekonomi regional maupun nasional, sehingga selalu dihadapkan pada kondisi interaksi berbagai kepentingan yang melibatkan aspek kawasan hutan, pemerintah, aspek masyarakat, dan pihak swasta didalamnya.
18
Ceballos-lascurain (1996) dalam Page dan Ross (2002) menguraikan dalam suatu proses perencanaan ekowisata berdasar pada suatu pendekatan umum yang mencakup tujuh faktor sebagai berikut: 1. Studi persiapan meliputi suatu penilaian yang menyangkut jenis perencanaan dan persiapan cakupan tugas; 2. Penentuan sasaran hasil mencerminkan ekowisata yang umum meliputi strategi pemerintah dan meliputi prioritas pengembangan, pertimbangan sementara, warisan/pusaka, pemasaran, dan pertumbuhan tahunan; 3. Analisis dan survai suatu atribut lingkungan yang ada kemudian dievaluasi dalam hubungan dengan sumber daya yang mereka miliki; 4. Sintesis bersama-sama dalam prakteknya untuk menempatkan studi yang menyangkut keseluruhan pengembangan wisata di dalam area, meliputi suatu analisis menyangkut batasan dan peluang ke pengembangan seperti halnya pengujian dari variabel yang lain, misal ekonomi; 5. Kebijakan dan perumusan rencana meliputi persiapan kebijakan ekowisata yang mencerminkan ekonomi, sosial, dan cita-cita lingkungan menyangkut area yang dipilih; 6. Saran/rekomendasi dibuat didasarkan
pada kebijakan resultan di dalam
pengembangan, atraksi, fasilitas, dan pemasaran. Saran/rekomendasi juga dibuat dalam hubungan dengan aspek sementara dan mengenai ruang; 7. Implementasi dan monitoring merupakan bagian penting dari proses perencanaan ekowisata namun jarang dipergunakan. Muntasib et al. (2004) menyatakan beberapa prinsip dasar pengembangan ekowisata, yaitu: 1. Berhubungan/kontak langsung dengan alam (Touch the nature); 2. Pengalaman yang bermanfaat secara pribadi dan sosial; 3. Ekowisata bukan wisata massal; 4. Program-programnya membuat tantangan fisik dan mental bagi wisatawan; 5. Interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat; 6. Adaptif (menyesuaikan) terhadap kondisi akomodasi pedesaan; 7. Pengalaman lebih utama dibanding kenyamanan.
BAB III. METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Taman Jaya, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang berada sekitar 20 km dari ibukota kecamatan atau 121 km dari kabupaten Pandeglang. Desa ini juga, termasuk kedalam daerah penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) (Gambar 2). Rincian waktu dan kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Desa Cigorondong
Tl. Selamat Datang
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Taman Jaya TNUK, Pandeglang Banten
3.2 Batasan Penelitian Penelitian Perencanaan Kawasan Ekowisata Desa Taman Jaya dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas dan keberadaan desa sebagai penunjang TNUK dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Penelitian ini dibatasi sampai tahap perencanaan fisik lanskap disertai dengan rencana fasilitas pendukungnya.
20
Tabel 1. Rencana Kegiatan Penelitian No.
1
2
3
4
Kegiatan Persiapan penelitian a. Pembuatan proposal b. Kolokium c. Perizinan penelitian d. Permohonan dana Pelaksanaan penelitian a. Survei lapang b. Pengumpulan data Analisis, Perencanaan dan kegiatan studio Pelaporan a. Penyusunan laporan b. Konsultasi laporan c. Seminar d. Ujian akhir e. Penyelesaian akhir
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
2008 Agustus
September
Oktober
November
Desember
2009 Januari
21
3.3 Data dan Metode Perencanaan Proses perencanaan dilakukan dengan pendekatan ekologis dan ekonomi. Menurut Nurisjah, dkk (2003) pendekatan ekologis dapat digunakan selain untuk gambaran daya dukung atau kemampuan dalam menentukan indikator kerusakan dari suatu ekosistem atau lingkungan sebagai akibat dari kegiatan manusia terutama pada tingkat jumlah pemakai yang berlebihan atau eksploitatif. Disamping itu, dilakukan pendekatan peluang ekonomi lokal terkait dengan peningkatan kesejahteraan serta perekonomian dari masyarakat lokalnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Adapun proses perencanaan disajikan pada Gambar 3. Perencanaan ini dilakukan untuk mencegah kerusakan dan menjadikan desa sebagai proteksi untuk kawasan taman nasional sehingga keberadaannya terlindungi. Perlindungan untuk kawasan pesisir pantai serta penggalian potensi dari sumber daya yang terdapat di desa tersebut ditujukan sebagai kekuatan untuk peningkatan pendapatan mereka. Perencanaan desa ini dilakukan dengan tahapan kegiatan yaitu persiapan, konsep, pengumpulan data, pengembangan konsep, analisis, síntesis, dan perencanaan lanskap. 3.4 Proses Perencanaan Proses perencanaan pada Desa Taman Jaya ini dilakukan dengan tahapantahapan sebagai berikut: 1. Persiapan Tahap ini merupakan tahapan awal yang dilakukan dengan usulan penelitian, perumusan masalah, penetapan tujuan penelitian, pengumpulan informasi yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti, dan perizinan penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan perumusan konsep awal dari kegiatan perencanaan yang dilakukan sebelum diadakan turun lapang, yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilan data yang dibutuhkan sesuai konsep yang diajukan sebelumnya. 2. Konsep Perencanaan Kawasan Tahapan ini merupakan pembuatan konsep awal berdasarkan data awal (data sekunder, berupa referensi, pustaka) yang diperoleh sebelum ke lapangan dengan mempertimbangkan permasalahan-permasalahan yang muncul. Rencana
22
konsep awal terdiri dari konsep dasar, konsep pengembangan baik ruang, jalur, aktivitas, dan fasilitas secara umum dibuat spasial maupun deskriptif. Persiapan Penelitian
Usulan penelitian, perizinan penelitian dan cari informasi awal
Konsep
Menentukan rencana konsep awal, yaitu konsep dasar dan pengembangan secara garis besar
Pengumpulan Data
Analisis
Ekologi Desa Taman Jaya: Letak, Luas dan Batas Tapak, Geografi dan Administrasi, Iklim mikro, Tanah dan Geologi, Topografi, Kemiringan Lahan, Tata Guna Lahan, Biota, Hidrologis, View.
Potensi Wisata: Atraksi/Objek Wisata, Aksesibilitas dan Sistem transportasi, Informasi dan Promosi potensi tapak, Ketergantungan masyarakat terhadap tapak, Potensi pengunjung (perilaku dan keinginan).
Masyarakat Desa Taman Jaya: Administrasi Desa, Jumlah, Pendidikan, Mata Pencaharian, Agama, Budaya Masyarakat, Suku.
Analisis ekologi tapak menghasilkan zona ekologi yang sesuai konsep.
Potensi baik yang berupa objek atau atraksi akan menghasilkan zona wisata.
Potensi masyarakat yang ada akan menghasilkan zona masyarakat.
Sintesis
Zonasi Desa Ekowisata
Perencanaan Lanskap
Perencanaan lanskap desa ekowisata, dimana hasil akhir berupa pengembangan ruang, jalur wisata dan rencana fasilitas pendukung disertai dengan adanya aktivitas yang ada dan akan dikembangkan untuk konsep ekowisata.
Gambar 3. Proses Perencanaan Lanskap Desa Ekowisata
23
3. Pengumpulan Data Tahapan ini adalah kelanjutan dari tahapan persiapan, yaitu dilakukan pengambilan data sesuai dengan ajuan konsep awal. Data yang diambil adalah data yang bersifat ekologis dan teknis yang terbagi dalam data ekologi Desa Taman Jaya , potensi wisata, dan data masyarakat Desa Taman Jaya. Data yang dikumpulkan berbentuk data primer dan sekunder. Data primer yang dimaksud adalah data hasil pengamatan langsung lapang dan hasil wawancara dengan pihakpihak yang terkait, sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari studi pustaka, laporan kegiatan, dan informasi dari dinas yang terkait. Daftar data yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 2. 4. Analisis Setelah data dan informasi diperoleh, kemudian dilakukan analisis terhadap berbagai aspek dan faktor yang mempengaruhinya baik yang berada pada tapak tersebut maupun yang berada diluar tapak. Analisis data dilakukan dengan membagi data menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu ekologi Desa Taman Jaya, wisata, dan masyarakat. Analisis ekologi tapak dilakukan untuk mengidentifikasi sumber daya alam serta
sejauhmana ekologi ini peka terhadap gangguan faktor eksternal
maupun faktor internal dari tapak tersebut. Kemudian hasilnya ini untuk menentukan tata letak objek maupun atraksi wisata yang akan dikembangkan. Analisis dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk spasial. Analisis wisata pada desa penelitian dilakukan dengan melihat potensi pada tapak yang dapat dikembangkan sebagai objek maupun atraksi yang akan dihadirkan dalam mendukung konsep Ekowisata. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan mencari titik-titik objek tersebut. Pendataan ini didukung melalui wawancara langsung baik pada masyarakat, petugas desa, balai taman nasional, maupun dinas yang terkait serta melalui survai langsung ke tapak. Hasil dari analisis ini disajikan dalam bentuk deskriptif dan spasial.
24
Tabel 2. Jenis, Bentuk, Sumber, dan Cara Pengambilan Data. Aspek Ekologi Desa Taman Jaya
Potensi Wisata
No.
Jenis Data
1.
3.
Letak, Luas dan Batas Tapak Geografi dan Administrasi Iklim mikro
4.
Tanah dan Geologi
5. 6.
Topografi, Kemiringan Lahan Tata Guna Lahan
7.
Biota
8.
Hidrologis
9.
View
10.
Atraksi/Objek Wisata
11.
Aksesibilitas dan Sistem Transportasi Informasi dan Promosi potensi tapak Ketergantungan masyarakat terhadap tapak Potensi pengunjung (perilaku, keinginan)
2.
12. 13. 14.
Masyarakat Desa Taman Jaya
15. 16.
Administrasdi Desa Jumlah Penduduk
17.
Pendidikan
18.
Mata Pencaharian
19.
Agama
20.
Budaya
21.
Suku
Bentuk Data Primer, Sekunder Primer, Sekunder Primer, Sekunder Primer, Sekunder Primer Primer, Sekunder Primer, Sekunder Primer, Sekunder Primer
Sumber Data Tapak, Balai TNUK, Desa Tapak, Balai TNUK Tapak, BMG Pusat Tapak, Balai TNUK Tapak, Balai TNUK, Tapak, Balai TNUK, Desa Tapak, Balai TNUK Tapak, Balai TNUK, Pustaka Tapak
Cara Pengambilan Survai Lapang, Studi Pustaka Survai Lapang, Studi Pustaka Survai Lapang, Studi Pustaka Survai Lapang, Studi Pustaka Survai Lapang, Studi Pustaka Survai Lapang, Studi Pustaka Survai Lapang, Studi Pustaka Survai Lapang, Studi Pustaka Survai Lapang
Primer, Sekunder Primer, Sekunder Primer, Sekunder
Pustaka, Desa
Sekunder
Desa, Tapak
Survai Lapang, Wawancara
Primer, Sekunder
Tapak
Survai Lapang, Wawancara
Sekunder Primer, Sekunder Primer, Sekunder Primer, Sekunder Primer, Sekunder Primer, Sekunder Primer, Sekunder
Desa, Balai TNUK Desa, Balai TNUK
Studi Pustaka Studi Pustaka, Wawancara Studi Pustaka, Wawancara Studi Pustaka, Wawancara Studi Pustaka, Wawancara Studi Pustaka, Wawancara Studi Pustaka, Wawancara
Tapak, Balai TNUK, Pustaka Tapak, Balai TNUK, Desa
Desa, Balai TNUK Desa, Balai TNUK Desa, Balai TNUK Desa, Balai TNUK Desa, Balai TNUK
Survai Lapang, Studi Pustaka Wawancara Survai Lapang, Survai Lapang, Wawancara
Dalam menganalisis wisata untuk objek dan atraksi yang ada dinilai berdasarkan keterkaitannya dengan ekowisata. Selang nilainya berkisar dari nol sampai 4. Nilai nol adalah nilai untuk objek/atraksi yang tidak berkaitan dengan ekowisata sedangkan dari satu sampai empat adalah nilai yang memiliki keterkaitan dari rendah hingga tinggi. Penilaian pada tiap objek dilakukan secara
25
visual dan wawancara dengan masyarakat, balai taman nasional, dan petugas desa. Dari perolehan nilai ini dijumlahkan untuk masing-masing kampung, sehingga akan disimpulkan kampung mana yang memiliki nilai keterkaitan terhadap ekowisata yang tinggi. Hasil dari penilaian ini akan memudahkan dalam pengembangan wisata. Hasil analisis ini berupa diagram dan spasial. Analisis kehidupan masyarakat dilakukan dengan menganalisis aktivitas masyarakat baik di dalam maupun di luar tapak, pola penyebaran masyarakat, pola pemukiman, dan ruang-ruang pada tapak yang nyaman didatangi oleh wisatawan. Pendataan tentang sosial dan budaya masyarakat lokal ini bisa dikembangkan sebagai objek maupun atraksi wisata dan penempatan fasilitas yang menunjang kegiatan wisata. Hasil ini berupa deskripsi yang menjelaskan keadaan sosial budaya masyarakat, harapan, dan persepsi masyarakat terhadap kegiatan wisata yang akan dikembangkan. Selain itu, disajikan dalam bentuk spasial terkait dengan persebaran lokasi dan potensi sumber daya wisata untuk peluang ekonomi. Hasil dari analisis ini akan dikaitkan dengan suatu konsep yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu konsep Ekowisata. Dimana, hasil pengumpulan data, hasil analisis ini akan dihubungkan dengan kesesuaiannya dengan konsep Ekowisata. Perhitungan untuk mencari daya dukung untuk wisata berdasar standar rata-rata individu dalam m2/orang berdasar Boulon dalam WTO dan UNEP (1992) dalam Nurisjah (2003) adalah sebagai berikut: DD =
A S
T = DD × K
K=
N R
Dimana, DD = Daya dukung A = Area yang digunakan wisatawan S = Standar rata-rata individu T = Total hari kunjungan yang diperkenankan K = Koefisien rotasi N = Jam kunjungan per hari area yang diijinkan R = Rata-rata waktu kunjungan Daya dukung untuk ekologi atau lingkungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
dN = rN0 dt
dN [K − N ] = rN dt [K ]
26
Dimana, dN = Ketersediaan sumberdaya esensial r = Tingkat pertumbuhan alami yang dimilikinya No = Ukuran populasi pada saat awal K = Tingkat kelestarian maksimum 5. Sintesis Tahapan ini merupakan hasil overlay dari analisis ekologi tapak, wisata, dan masyarakat. Hasilnya ini akan disajikan berupa spasial yaitu block plan. Ruang pada block plan ini dinamakan zona ekowisata pada Desa Taman Jaya. Ruang-ruang ini akan didukung oleh ketersediaan objek dan atraksi yang terdapat pada desa tersebut berdasarkan kampung-kampung yang ada. 6. Perencanaan Lanskap Pada proses ini dibuat pengembangan dari konsep zonasi ruang, sehingga akan menghasilkan rencana pengembangan konsep. Pengembangan ini meliputi rencana ruang, rencana jalur wisata, dan rencana fasilitas yang menunjang pengembangan kawasan ekowisata serta rencana program untuk mendukung perencanaan ini. Dengan demikian, akan dihasilkan laporan tertulis berupa deskripsi dari masing-masing konsep rencana, rencana program dan laporan grafis berupa rencana ruang, rencana fasilitas, rencana jalur wisata (touring plan), gambar rencana tapak (landscape plan) tapak dan gambar ilustrasi.
BAB. IV KEADAAN UMUM WILAYAH
4.1 Sejarah Kawasan TNUK Ujung Kulon pertama kali ditemukan oleh ahli botani Jerman yang bernama F. Junghun tahun 1846, ketika sedang mengumpulkan tumbuhan tropis. Saat itu, kekayaan flora maupun fauna dari Ujung Kulon sudah mulai dikenal oleh para peneliti. Tahun 1883 terjadi letusan Gunung Krakatau yang menyebabkan terjadinya gelombang pasang tsunami yang menghancurkan seluruh pemukiman di sepanjang pantai Ujung Kulon. Salah satu catatan perjalanan, disebutkan bahwa sebelum meletusnya Gunung Krakatau pada Agustus 1883, di kawasan Pulau Peucang dan Semenanjung Ujung Kulon pernah berdiri 3 (tiga) desa yaitu: Desa Trikoeya, Djoengkulon, dan Roemah Tiga. Ujung Kulon dulu terdapat banyak tumbuh tanaman palem dan karet, sehingga desa-desa Ujung Kulon ini terkenal sebagai pengekspor karet terbesar. Adanya peninggalan menarik seperti, Arca Ganesha dan Syiwa di Pulau Panaitan, menunjukkan bukti yang kuat bahwa sejak dulu sudah ada manusia yang bermukim di Ujung Kulon. Pada zaman kolonial Belanda, kekayaan alam Ujung Kulon terutama satwanya telah menarik para petinggi Belanda untuk menjadikannya sebagai tempat perburuan. Saat itu Ujung Kulon sangat terkenal sebagai tempat berburu Badak jawa, Macan tutul, dan Harimau jawa. Kegiatan perburuan yang terus menerus tanpa adanya aturan yang ketat menyebabkan salah satu dari satwa tersebut mencapai kepunahan. Menurunnya populasi satwa-satwa di Ujung Kulon secara drastis mendorong Pemerintah Hindia Belanda untuk melindungi satwa ini dari kepunahan. Bukti dari keinginan untuk melindungi kawasan ini berdasarkan rekomondasi perhimpunan ‘The Netherlands Indies Society for The Protection of Nature’, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai kawasan suaka (cagar) alam melalui S.K Pemerintah Hindia Belanda No. 60 tanggal 16 November 1921. Tahun 1937, Ujung Kulon kemudian statusnya berubah menjadi suaka margasatwa dengan tambahan wilayah Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum yang pengelolaannya diletakkan dibawah Direktur Kebun Raya selaku Penasehat Pemerintah Bidang Pengawetan Alam berdasarkan Keputusan Pemerintah No. 17
28
tanggal 24 Juni 1937. Kemudian tahun 1958, statusnya berubah lagi menjadi suaka alam dengan S.K Menteri Pertanian Nomor: 48/Um/1958 dengan penegasan tata batas sejauh 500 meter dari batas air laut surut terendah. Saat itu seluruh kawasan Gunung Honje masih berstatus hutan produksi Gunung Honje dibawah Perum Perhutani. Pengelolaan hutan produksi Gunung Honje dilaksanakan melalui sistem tumpang sari, dimana masyarakat diberi kesempatan untuk menggarap lahan di sela-sela dan dibawah tegakan jati atau mahoni sampai waktu tertentu. Pada tahun 1967 dengan S.K Menteri Pertanian No.16/Kpts/Um/3/1967, Gunung Honje seluas 10.000 ha ditetapkan sebagai Cagar Alam (CA). Sampai saat ini masih terjadi masalah dengan masyarakat yang menggarap tanah untuk membuka sawah dan kebun di dalam kawasan Gunung Honje. Mereka memperluas
sawah
garapannya
dan
mengambil
hasil
hutan.
Hal
ini
dilatarbelakangi oleh sejarah masyarakat sekitar Ujung Kulon dan perubahan status kawasan hutan Ujung Kulon. Masalah ini masih terus diusahakan penyelesaiannya dengan penyuluhan, pemberian bantuan, dan bimbingan untuk memperoleh sumber pendapatan alternatif sehingga tidak lagi tergantung kepada bertani dan mengambil hasil hutan. Areal Gunung Honje sebagai kawasan CA diperluas 9.498,90 ha berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.39/Kpts/Um/1/1979 tanggal 11 Januari 1979. Setelah bertahun-tahun berada pada sistem perlindungan suaka alam maka pada tahun 1984, Menteri Kehutanan melalui surat keputusannya yang bernomor 96/Kpts/II/1984, mulai memperkenalkan sistem pengelolaan taman nasional. Pada saat sistem pengelolaan taman nasional ini mulai diberlakukan, wilayah kawasan Ujung Kulon meliputi: Semenanjung Ujung Kulon (39.120 ha), Gunung Honje (19.498 ha), Pulau Peucang dan Pulau Panaitan (17.500 ha), Kepulauan Krakatau (2.405 ha), dan Hutan Wisata Carita (95 ha). Sistem pengelolaan taman nasional menimbulkan konsekuensi yang berbeda, dimana terdapat sistem zonasi dan pemanfaatan untuk kegiatan wisata. Perubahan status ini juga akan menimbulkan tuntutan perubahan organisasi dan tata kerja yang ada. Pada tahun 1990, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) melalui surat keputusannya No.44/Kpts/DJ/1990 tanggal 8 Mei 1990, menyerahkan pengelolaan Kepulauan Krakatau seluas
29
2.405,1 ha kepada BKSDA II Tanjung Karang Lampung dan Hutan Wisata Gunung Aseupan. Pengelolaan Carita seluas 95 ha diserahkan kepada pihak Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Menteri Kehutanan menetapkan Ujung Kulon sebagai “Taman Nasional” secara resmi dengan S.K No.284/Kpts-2/1992 tanggal 28 Februari 1992 yang mempunyai luas 120.551 ha, meliputi kawasan daratan 76.214 ha dan kawasan laut 44.337 ha. Kawasan ini dapat dilihat pada peta TNUK dan daerah sekitarnya pada Gambar 4. Pada tahun yang sama, Ujung Kulon mendapat status sebagai warisan dunia (The Natural World Heritage Site) dengan surat keputusan komisi warisan dunia UNESCO No. SC/Eco/5867.2.409 tanggal 1 Februari 1992.
Gambar 4. Peta Taman Nasional Ujung Kulon (Balai TNUK, 2008)
4.2 Administratif dan Geografis Tapak Tapak yang direncanakan adalah Desa Taman Jaya yang merupakan desa yang berada pada daerah penyangga kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Secara administratif, desa ini termasuk kedalam Kecamatan Sumur, wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Pandeglang Provinsi Daerah Tingkat I Banten. Secara geografis, desa ini terletak diantara 105˚12’-105˚30’ BT dan 6˚38’-6˚51’ LS. Desa Taman Jaya memiliki batasan administratif untuk utara berbatasan dengan desa Cigorondong, selatan desa Ujung Jaya, barat Selat Sunda, dan timur Taman Nasional Ujung Kulon dapat dilihat pada Gambar 5 (Balai TNUK, 2008).
30
Desa Cigorondong
Tl. Selamat Datang
Gambar 5. Peta Desa Taman Jaya (Survai dan Balai TNUK, 2008)
Desa Taman Jaya ini berada dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang memiliki luas total kawasan TNUK 120.551 ha yang terdiri dari daratan dan perairan. Luas daratan TNUK sekitar ± 76.241 ha, yaitu Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Peucang, Pulau Panaitan, Gunung Honje Utara, dan Selatan serta daerah perairan TNUK sekitar ± 44.337 ha. Semenanjung Ujung Kulon berbentuk segitiga dengan luas 39.120 ha, secara geografis terletak antara 6˚30’43”-6˚52’17” LU dan 102˚2’32”-105˚37’37”BT. Desa Taman Jaya sendiri memiliki luas ± 675 ha yang terbagi kedalam 7 (tujuh) kampung yaitu kampung Paniis, Cisaat, Peundeuy, Cimenteng, Cibanua, Taman Jaya, dan kampung Nelayan (Kampung Makassar) dapat dilihat pada Gambar 6. Karakteristik umum dari desa ini adalah kawasan yang datar, berbukit dan lereng gunung serta kawasan pesisir pantai berpasir. Desa-desa ini didominasi oleh sawah dan perkebunan kelapa. Pantai di desa ini memiliki lebar yang bervariasi, gelombang laut yang cukup besar terutama pada musim angin Barat, ditumbuhi dengan tanaman kelapa yang sekitarnya perkampungan nelayan, dan rawa-rawa yang membatasi laut, pemukiman ataupun jalan. Perkampungan yang berbatasan langsung dengan pantai adalah kampung Paniis, Taman Jaya, Cisaat, dan kampung Nelayan.
31
Hidrologi desa, dimana Sungai Cipaniis, Cibanua, Cimenteng, dan Citaman Jaya bermuara ke sebelah barat pantai (Selat Sunda). Sungai ini umumnya tidak banyak ditumbuhi oleh vegetasi pantai, jadi langsung menuju laut. Aliran sungai memiliki debit air ±0.004-0.02 m3/dtk. Keadaan topografi yang landai, berbukit, dan berlereng ini membantu masyarakat mengembangkannya menjadi pesawahan yang berkontur yang hasilnya dimanfaatkan untuk individu. Keragaman vegetasi, kesamaan karakter kampung membuat desa ini dapat dijadikan untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata.
Kampung Cibanua
Kampung Cimenteng
Kampung Taman Jaya
Kampung Peundeuy
Kampung Paniis Kampung Nelayan Makassar
Kampung Cisaat
Gambar 6. Kondisi Umum Desa Taman Jaya.
4.3 Kependudukan Daerah Penyangga dari Taman Nasional Ujung Kulon memiliki jumlah penduduk 50.184 jiwa yang tersebar dalam 2 (dua) kecamatan, yaitu Sumur dan Cimanggu (Tabel 3). Berdasarkan data Desa Taman Jaya tahun 2008, jumlah penduduk terdiri dari 2.603 jiwa yang terbagi kedalam 672 KK (Kepala Keluarga) dengan kepadatan penduduk sebesar ± 401 jiwa/km2. Pada Desa Taman Jaya, penduduknya memiliki mata pencaharian pokok bertani baik berupa petani pemilik maupun buruh tani, yaitu 46.07 % bekerja sebagai buruh tani sedangkan sebagian kecil bekerja sebagai montir 0.16%.
32
Tabel 3. Nama Desa dan Luas yang Berada di Daerah Penyangga TNUK Luas No. Nama Desa ha Kecamatan Sumur 1 Desa Ujung Jaya 844 2 Desa Taman Jaya * 675 3 Desa Cigorondong 466 4 Desa Tunggal Jaya 466 5 Desa Kertamukti 626 6 Desa Kertajaya 420 7 Desa Sumberjaya 323 Kecamatan Cimanggu 8 Desa Tangkilsari 800 9 Desa Cimanggu 1222 10 Desa Cijalarang 2500 11 Desa Waringinkurung 1250 12 Desa Ciburial 1213 13 Desa Padasuka 1537 14 Desa Mangkualam 1300 15 Desa Kramatjaya 1815 16 Desa Tugu 2500 17 Desa Batuhideung 1690 18 Desa Cibadak 1501 19 Desa Rancapinang 1549 Total 22697
% 3,72 2,97 2,05 2,05 2,76 1,85 1,42 3,52 5,38 11,01 5,51 5,34 6,77 5,73 8,00 11,01 7,45 6,61 6,82 100,00
Sumber : Data BPS Kab. Pandeglang Tahun 2002. Ket * : Desa yang akan direncanakan
Penduduk Desa Taman Jaya yang tinggal di daerah pesisir (bagian barat desa), dimana berbatasan langsung dengan Selat Sunda. Penduduk yang tinggal di pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan (23.48 % penduduk Desa Taman Jaya). Kampung ini dinamakan kampung Makassar. Perkampungan ini berbeda dengan kampung lainnya, hal ini tampak dari aktivitas dan kehidupan kesehariharian yang masih tradisional dan unik ditambah lagi dengan budaya percampuran antara Sunda dan Makassar. Penduduk Desa Taman Jaya sebagian besar beragama Islam dan merupakan penganut yang taat. Hal ini tampak dari kegiatan keseharian mereka dalam menjalankan kegiatan ibadah maupun keagamaan lainnya. Mayoritas dari penduduk desa ini adalah pendatang dari daerah Menes suku Sunda, Lampung, maupun suku Bugis (Makassar) serta terdapat juga penduduk asli Banten. Keberadaan perbedaan ini menjadi karakter yang unik sehingga terciptalah Desa Taman Jaya. Bahasa keseharian yang mereka gunakan adalah bahasa Sunda.
33
Disamping itu, Desa Taman Jaya memiliki kelompok-kelompok penunjang wisata baik yang terkait dengan alam maupun yang bersifat keterampilan. Kelompok masyarakat ini dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata. Kelompok ini terletak pada masing-masing kampung dan menjadi karakter dari kampung tersebut. Namun, terdapat satu kampung yang menjadi pusat dari kelompok masyarakat tersebut, yaitu kampung Taman Jaya. 4.4 Aksesibilitas Desa Taman Jaya berada di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang berada pada berbatasan Taman Nasional Ujung Kulon. Desa ini, dahulunya digunakan sebagai persinggahan (transit) bagi para wisatawan yang ingin berkunjung ke Pulau Peucang dan Pulau Panaitan. Desa ini berada 121 km dari Kabupaten Pandeglang yang dapat ditempuh ± 5 jam, serta berada 20 km dari ibukota Kecamatan yang dapat ditempuh ± 1,5 jam (Gambar 7).
U
Pandeglang 121 km
Taman Jaya 20 km Sumur
Gambar 7. Akses Desa terhadap Kabupaten dan Kecamatan (www.google.com)
Desa ini dapat ditempuh melalui 2 (dua) cara, yaitu melalui jalur darat dan jalur laut. Jalur laut dapat melalui Labuan-Taman Jaya selama ± 3.5-4 jam dengan menggunakan kapal motor nelayan atau dengan speedboat. Untuk menuju Pulau Peucang dan Pulau Panaitan melalui jalur laut untuk rute perjalanannya. Jalur darat dapat melalui dua cara yaitu: Pertama, Jakarta (Kp.Rambutan)-MerakLabuan selama ± 6 jam kemudian dilanjutkan Labuan-Sumur-Taman Jaya selama ± 4 jam. Kedua, melalui Bogor-Serang-Pandeglang-Labuan selama ± 6 jam kemudian dilanjutkan Labuan-Sumur-Taman Jaya selama ± 4 jam. Untuk skema jalur dapat dilihat pada Gambar 8. Keadaan jalan menuju desa tersebut rusak
34
sehingga sulit dalam mengakses daerah ini. Untuk perjalanan dari Labuan-Taman Jaya berjarak 92 km, diperoleh 40 km kondisi jalan rusak dan jalan berbatu. Untuk saat ini kendaraan menuju desa ini hanya terdapat 6 buah kendaraan dengan shiftshift waktu baik pemberangkatan dari maupun menuju Desa Taman Jaya. Jarak 77 km ± 4-5 jam dengan kapal nelayan atau speedboat
Labuan
Taman Jaya
P. Peucang/ P.Panaitan
± 3.5-4 jam dengan kapal nelayan atau speedboat
a.
jalur laut menuju Desa Taman Jaya
Jarak 77 km ± 4-5 jam dengan kapal nelayan atau speedboat
Sumur
Labuan
Taman Jaya
P. Peucang
56 km ± 2.5-3 jam dengan kapal nelayan atau speedboat
P. Panaitan
± 0.5-1 jam
b. Jalur laut menuju Pulau Peucang dan Pulau Panaitan
Jakarta
Merak
Labuan
± 6 jam
Sumur
Taman Jaya
± 4 jam
c. jalur darat menuju Desa Taman Jaya cara pertama Bogor-Serang-Pandeglang ± 6 jam
Labuan
Sumur
± 4 jam
d. jalur darat menuju Desa Taman Jaya cara kedua
Gambar 8. Skema Jalur Aksesibilitas Desa Taman Jaya
Taman Jaya
BAB V. KONSEP PERENCANAAN
5.1 Konsep Dasar Perencanaan berkonsep ekowisata yang akan dibuat pada Desa Taman Jaya ini bertujuan memproteksi dan melindungi keberadaan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang merupakan kawasan konservasi sumber daya hayati dan non-hayati serta warisan dunia (The Natural World Heritage Site) dengan keragaman dan kekayaan alam yang melimpah serta karakter yang unik dan merupakan contoh kawasan hutan hujan tropis. Keberadaannya perlu untuk dijaga keberlanjutannya. Disamping itu, perencanaan ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal di Desa Taman Jaya dalam pemenuhan kebutuhan dan keberlangsungan kehidupannya. Hal ini dilakukan melalui rencana kegiatan wisata yang ramah lingkungan dan mengikuti kaidahkaidah keseimbangan serta kelestarian.. Pengembangan konsep ekowisata yang diajukan adalah menjadikan Desa Taman Jaya sebagai desa ekowisata yang berfungsi mengurangi tekanan pada TNUK serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan potensi berupa karakter lanskap lokal dan ekosistemnya, dimana dalam pengelolaannya mengikutsertakan masyarakat lokal dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat desa tersebut. 5.2 Pengembangan Konsep 5.2.1 Tata Ruang Ekowisata Secara
keseluruhan
perencanaan
desa
ekowisata
ini
merupakan
perencanaan yang berada pada daerah penyangga dari TNUK, yang ditujukan dalam memproteksi dan melindungi keberadaan TNUK dari kerusakan oleh manusia terkait dengan keberadaan sumber daya alam dan potensi alam yang terdapat didalamnya. Untuk itu, pada kawasan ini akan dilakukan perencanaan sesuai dengan fungsinya dalam taman nasional. Dalam perencanaan ini akan dibuat 3 (tiga) ruang utama yang terdiri dari ruang penerimaan, ruang inti, dan ruang penyangga (Gambar 9). Ruang-ruang ini akan diletakkan pada tapak yang disesuaikan dengan karakter dari masing-masing daerah di tapak tersebut.
36
Keterangan :
1a
3
1b
TNUK
2
1a
T N U K
Desa Penelitian 1. Ruang Penerimaan (a : jalur darat, b : jalur laut) 2. Ruang Penyangga 3. Ruang Inti
Gambar 9. Diagram Konsep Pengembangan Tata Ruang Ekowisata
Berikut adalah penjabaran dari masing-masing ruang yang direncanakan : 1. Ruang Penerimaan Ruang Penerimaan adalah ruang awal untuk masuk kedalam Desa Taman Jaya atau merupakan pintu gerbang masuk desa Ekowisata. Ruang ini berfungsi sebagai areal penerima pengunjung untuk masuk ke Desa Taman Jaya. 2. Ruang Penyangga Ruang penyangga adalah ruang yang membatasi ruang inti ekowisata dan kawasan TNUK. Ruang ini berfungsi untuk menghambat terjadinya pengaruh dari luar kawasan terhadap sumber daya dalam TNUK agar tetap lestari dan sesuai dengan fungsi ekologisnya. 3. Ruang Inti Ruang Inti adalah ruang yang menjadi pusat dari kegiatan ekowisata dalam Desa Taman Jaya. Ruang ini memiliki fungsi sebagai ruang fungsional yang merupakan unit alokasi kegiatan serta sarana dan prasarana ekowisata utama. Selain itu, untuk memproteksi atau melindungi kawasan TNUK agar keberadaannya ini tetap terjaga dan lestari serta pada saat yang bersamaan diharapkan akan memberi peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan potensi desa ini. Pada ruang ini, dilakukan dengan berbagai aktivitas yang bersifat edukatif dan rekreasi alami yang menjaga keberlanjutan dari sumber daya yang dapat dikembangkan sebagai objek. Pada ruang ini jalur, objek, dan atraksi menjadi pertimbangan dalam menentukan daya
37
dukung. Dengan demikian, aktivitas yang akan dilakukan akan terkontrol dan tidak mengganggu lingkungan pada kawasan ekowisata. 5.2.2 Jalur Ekowisata Konsep dasar dari jalur ekowisata yang akan direncanakan adalah jalur ekowisata dimana pengunjung dapat menempuhnya tanpa adanya kesulitan (adanya kepuasan pengunjung) dengan tetap memperhatikan dan melihat kondisi ekologis serta keberlangsungan ekosistem yang ada sebagai objek-objek wisata yang perlu untuk dilestarikan keberadaannya. Jalur ini dibuat untuk menikmati objek wisata sebanyak mungkin dengan minimal kerusakan baik pada objeknya, pedesaan dan kawasan TNUK. Jalur ini menghubungkan setiap objek/atraksi wisata pada kawasan yang akan mengarahkan pengunjung untuk dapat menikmati dan mengikuti kegiatan serta atraksi wisata dengan nyaman. Disamping itu, adanya jalur ini diharapkan menghubungkan antar ruang utama yang terbentuk agar ruang ini termanfaatkan sesuai dengan kapasitas masing-masing ruangnya. Jenis jalur ekowisata yang direncanakan ini terbagi 3 (tiga) jalur, yang pembagiannya disesuaikan dengan daya dukung wisata maupun daya dukung lahan serta intensitas penggunaan dan fungsi dari masing-masing ruang yang dihubungkan oleh jalur sirkulasi tersebut. Jalur ekowisata tersebut yaitu jalur primer, sekunder, dan tersier (Gambar 10). penjabaran tiap jalur sebagai berikut : DARAT
Keterangan : Jalur primer L A U T
T N U K
Jalur sekunder Jalur tersier Ruang Penerimaan Ruang Penyangga Ruang Inti (Desa Penelitian)
DARAT
Gambar 10. Diagram Konsep Pengembangan Jalur Ekowisata
1. Jalur primer adalah jalur yang menghubungkan antar seluruh ruang yang terdapat pada tapak dan juga untuk masuk kedalam TNUK. Jalur ini dapat
38
dilalui dengan kendaraan roda empat (jalur darat) dan speedboat/perahu (jalur laut). 2. Jalur sekunder adalah jalur sirkulasi pada tiap ruangnya dan menghubungkan antar objek/atraksi wisata. Disamping itu, dapat dilalui pejalan kaki dan kendaraan beroda dua, dengan pembatasan jumlah pengunjung sesuai dengan daya dukungnya. Jalur ini, dilengkapi dengan papan interpretasi yang memberikan informasi tentang tapak. 3. Jalur tersier adalah jalur yang menjadi alternatif apabila terjadi penumpukan pengunjung pada salah satu titik tertentu dalam tapak. Jalur ini, hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki karena berupa jalan setapak dan track sederhana. 5.2.3 Aktivitas Ekowisata Konsep aktivitas yang direncanakan di Desa Taman Jaya adalah aktivitas yang bernilai pendidikan, partisipatif, dan alami terkait dengan keberadaan objek ekologi maupun ekosistem pada tapak. Dengan adanya aktivitas ekowisata diharapkan dapat memberikan penambahan ilmu pengetahuan, pengalaman, informasi, dan keterampilan bagi wisatawan. Selain itu, memberi keuntungan masyarakat lokal dalam peningkatan kesejahteraan mereka. Hal ini dilakukan dengan melibatkan mereka dalam kegiatan wisata, misal sebagai pemandu wisata, pengelola (fasilitas wisata), fasilitator, atau maereka dijadikan objek/atraksi dari wisata yang akan dihadirkan tersebut. Disamping itu, diharapkan menimbulkan kesan memiliki daerah, menghargai daerah dalam rangka menjaga kekayaan alam dan budaya serta keanekaragaman hayati dan non-hayati yang terdapat di daerah tersebut. Aktivitas wisata yang dikembangkan ditempatkan pada ruang sesuai daya dukung agar minimal kerusakan tanpa mengubah ekosistem dan ekologi sebelumnya. Jenis aktivitas ini antara lain yang bersifat edukatif misalnya, mempelajari karakter desa, kegiatan terkait keadaan dan kekayaan alam, mengenal sejarah (mitos), atau budaya setempat. Disamping itu, dapat juga dilakukan aktivitas yang bersifat rekreatif seperti piknik, berjalan-jalan, menyelam, rekreasi, dan lain-lain. Aktivitas yang akan dikembangkan ini diarahkan ke dalam suatu paket wisata yang ditawarkan kepada pengunjung melalui perencanaan jalur-jalur
39
interpretasi. Hal ini ditujukan untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pengunjung serta memberikan pengalaman edukasi yang berharga sehingga mendorong pengunjung untuk terus mengunjungi tempat ini dilain kesempatan. Disamping itu, dapat mempermudah pengelola dalam mengontrol jumlah pengunjung yang sesuai dengan kapasitas pada kawasan tersebut, baik sumber daya, jalur maupun lahan. 5.2.4 Fasilitas Ekowisata Fasilitas yang akan dikembangkan di daerah ekowisata adalah fasilitas yang menunjang dan mendukung aktivitas serta fungsi, jenis, dan tata letak fasilitas ini sesuai dengan kebutuhan tiap ruang dan aktivitas yang akan dikembangkan. Selain itu, fasilitas yang dikembangkan perlu mempertimbangkan segi ramah lingkungan, tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, serta memanfaatkan fasilitas yang telah ada sebelumnya. Fasilitas yang digunakan untuk ruang penerimaan misalnya fasilitas pendukung aktvitas menerima pengunjung sebagai gerbang masuk. Fasilitas ini berupa papan interpretasi atau gerbang/loket. Ruang penyangga, menggunakan minimal fasilitas yaitu disesuaikan rendahnya tingkat penggunaan ruang oleh pengunjung karena fungsi ruang sebagai peralihan dari ruang inti ke kawasan TNUK. Ruang inti dilengkapi oleh fasilitas yang lebih beragam karena aktivitas pengunjung yang dominan serta merupakan pusat kegiatan aktivitas. Fasilitas yang dihadirkan disesuaikan dengan kebutuhan dan keberadaan objek/atraksi wisata serta daya dukung yang telah ditetapkan sebelumnya.
40
BAB VI. DATA DAN ANALISIS
6.1 Administrasi dan Geografis Tapak yang akan dikembangkan perencanaan ekowisata ini adalah Desa Taman Jaya, daerah penyangga dari kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) secara administratif berada pada Kec. Sumur, Kab. Pandeglang, Provinsi Banten. Desa ini termasuk kedalam Seksi Konservasi Wilayah III Sumur dan merupakan pintu gerbang untuk masuk kawasan TNUK (Gambar 11). Desa ini berbatasan langsung dengan pantai sehingga daerah ini juga memiliki pesisir pantai yang memanjang.
Gambar 11. Peta Taman Jaya dalam Seksi Konservasi Wil. III
Secara geografis desa ini terletak di kawasan TNUK dengan koordinat 105˚12’-105˚30’ BT dan 6˚38’-6˚51’ LS. Disamping itu, memiliki batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Cigorondong, selatan dengan Desa Ujung Jaya, barat dengan Selat Sunda, dan timur dengan TNUK (Balai TNUK, 2008). Berdasarkan Balai TNUK dari 19 desa yang menjadi daerah penyangga TNUK, Desa Taman Jaya akan direncanakan sebagai desa model daerah penyangga untuk wisata sehingga tujuan dari perencanaan ini sejalan dengan program yang diusulkan Balai TNUK. Program desa model ini diawali dengan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan pembentukan
41
kelompok masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa Taman Jaya memiliki luas ± 675 ha yang terdiri dari 7 (tujuh) kampung memiliki potensi untuk dikembangkan ekowisata. Dari tujuh kampung, terdapat 4 (empat) kampung berbatasan pantai, yaitu Paniis, Cisaat, Nelayan (Makassar), dan Taman Jaya. Desa Taman Jaya bukan hanya memiliki potensi kelautan (wisata bahari) karena daerahnya dekat pesisir tetapi sumber daya desa juga berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek dan atraksi yang terkait dengan kegiatan wisata. Misalnya kebudayaan, pola kehidupan, aktivitas masyarakat, dan keindahan alamnya. Tapak yang akan dikembangkan ini adalah seluruh desa yang terdiri dari tujuh kampung dengan menggali potensi ekowisata yang terdapat di dalamnya. Ketujuh kampung itu yaitu kampung Paniis, Cisaat, Nelayan, Peundeuy, Cibanua, Cimenteng, dan Taman Jaya (Gambar 12). 6.2 Kesesuaian Untuk Kawasan dan Kegiatan Wisata 6.2.1 Pengunjung 6.2.1.1 Potensi Pengunjung Desa Taman Jaya merupakan daerah penyangga TNUK yang belum dimanfaatkan sebagai kawasan wisata secara optimal. Konflik masyarakat dengan petugas TNUK, bahaya tsunami, dan permasalahan yang ditimbulkan dari Gunung Krakatau (gempa bumi, keluarnya abu vulkanik) menjadi masalah yang ada saat ini dan perlu dicarikan solusinya. Kondisi demikian berpengaruh terhadap pengunjung yang datang ke Desa Taman Jaya (Tabel 4). Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang karakter fisik desa yang dapat menarik simpati pengunjung melalui promosi wisata dan juga adanya kerjasama antara masyarakat dan petugas TNUK dalam mengatasi permasalahan yang terjadi. Tabel 4. Asal dan Jumlah Pengunjung Taman Nasional Ujung Kulon No.
Wisatawan
2003 1 Dalam Negeri 2336 2 Mancanegara 262 Jumlah 2598 Sumber : Balai TNUK, 2008
Jumlah Pengunjung 2004 2005 2006 3042 2575 1907 593 622 461 3635 3197 2368
2007 1813 472 2285
Jumlah 11673 2410 14083
42
43
Dari data pengunjung TNUK terlihat bahwa ada penurunan jumlah pengunjung tahun 2004 hingga tahun 2007 baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Penurunan wisatawan ini berdampak pula pada penurunan pendapatan daerah maupun masyarakatnya. Kondisi demikian didukung oleh ketidaknyamanan wisatawan atas isu tsunami, gunung berapi, dan lain sebagainya yang berakibat pada terhentinya kegiatan wisata di daerah tersebut. Wisatawan yang datang ke daerah ini umumnya dengan tujuan penelitian, rekreasi alam, atau sebagainya. Dimama, untuk tujuan penelitian memiliki persyaratan yang berbeda disamping karcis masuk, pengunjung harus mengurus surat izin kawasan taman nasional. Lamanya kunjungan wisatawan tergantung pada jenis kegiatan yang akan dilakukan. Untuk penelitian dapat sampai 3 (tiga) bulan sedangkan untuk sekedar berwisata sekitar 1 (satu) minggu atau beberapa hari. Untuk biaya kunjungan TNUK bersifat relatif, ada beberapa tarif yang ditentukan oleh Balai TNUK untuk berwisata (Tabel 5). Namun, tidak dijumpai kegiatan wisata di Desa Taman Jaya. Tabel 5. Tarif Masuk Taman Nasional Ujung Kulon Jenis PNBP
Satuan
Tarif WNI WNA 2,500.00 Rp 20,000.00
Pungutan Masuk Orang Rp Pungutan Masuk Kendaraan Air Kapal motor s/d 40 PK Buah Kapal motor 41 s/d 80 PK Buah Kapal motor diatas 80 PK Buah Pungutan Penelitian Penelitian 1-15 hari (1/2 bln) Orang Rp 45,000.00 Penelitian 16-30 hari (1 bln) Orang Rp 75,000.00 Penelitian 1-6 bln (1/2 thn) Orang Rp 125,000.00 Penelitian 6-12 bln (1 thn) Orang Rp 200,000.00 Penelitian diatas 1 tahun Orang Rp 250,000.00 Pungutan Kegiatan Pengambilan Gambar Film komersial Sekali masuk Rp 2,000,000.00 Video komersial Dok. Cerita Rp 1,500,000.00 Handycam Buah Rp 15,000.00 Foto Buah Rp 5,000.00 Pungutan Kegiatan Olahraga/Rekreasi Alam Bebas Menyelam Orang/Hari Rp 50,000.00 Snorkeling Orang/Hari Rp 40,000.00 Berkemah Orang/Hari Rp 20,000.00 Kano Orang/Hari Rp 25,000.00 Selancar Orang/Hari Rp 10,000.00
Rp Rp Rp
50,000.00 75,000.00 100,000.00
Rp Rp Rp Rp Rp
100,000.00 200,000.00 400,000.00 600,000.00 800,000.00
Rp 3,000,000.00 Rp 2,500,000.00 Rp 150,000.00 Rp 5,000.00 Rp Rp Rp Rp Rp
75,000.00 60,000.00 30,000.00 40,000.00 60,000.00
Sumber : PP No.59 Th.1998 tentang Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
44
Pengunjung yang datang ke tapak datang baik secara kelompok maupun individu. Pengunjung yang datang ke tapak berasal dari kelas sosial yang berbeda mulai dari pelajar, mahasiswa, pegawai pemerintah dan swasta, LSM, atau wisatawan lokal yang tinggal di sekitar tapak. Wisatawan yang berasal dari luar negeri adalah dari Spanyol, Ceko, Jerman, Amerika, Australia, India, Inggris, dan negara Eropa lainnya. Mereka berkunjung dengan tujuan penelitian dan wisata minat khusus menuju Pulau Peucang dan Pulau Panaitan sebagai objek mereka, sedangkan tapak ini hanya untuk area transit. Disamping TNUK terdapat beberapa lokasi yang dikunjungi, yaitu kampung Cimenteng (bentukan yang masih tradisional), kampung nelayan (aktivitas kesehari-hariannya, tempat pelelangan, dan pengasinan ikan) dan kampung Taman Jaya (memiliki sarana pendukung wisata). Pengembangan ekowisata yang akan direncanakan bisa menjadi salah satu solusi, dimana bukan hanya TNUK yang menjadi objek wisata akan tetapi kawasan Desa Taman Jaya dapat sebagai objek wisata baru bagi mereka (wisata bahari, wisata alam, dan wisata budaya ataupun edukatif serta beberapa representasi dari kawasan TNUK). Dampak positif yang diharapkan adalah meningkatkan wisatawan dan pendapatan masyarakat. Hal ini disertai dengan adanya pembatasan pengunjung demi tetap terjaganya kelestarian atau keberlangsungan tapak. Pengunjung tidak datang setiap tahunnya, adakalanya dalam satu tahun desa ini sama sekali tidak mendapatkan pendapatan dari wisata. Keadaan ini terjadi apabila keadaan alam desa dalam kondisi yang tidak memungkinkan bagi pengunjung untuk berwisata. Misalnya adanya isu tsunami, gempa bumi, dan gunung berapi yang berakibat pada kerusakan karakter alam serta membahayakan wisatawan. Disamping itu, perubahan iklim terutama curah hujan yang tinggi menjadi kendala untuk berkunjung ke daerah tersebut. Kondisi demikian berdampak pada penurunan pengunjung sehingga pendapatan masyarakat menjadi menurun. Pengembangan desa dilakukan dengan memanfaatkan potensi desa dan menggali kembali potensi desa untuk dapat berkembang. Adanya ekowisata ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah wisatawan, sehingga perlu adanya kerjasama dengan Pemerintah Daerah, Balai TNUK, dan dinas yang terkait dalam
45
peningkatan kelestarian dan keseimbangan ekosistem yang ada dengan perencanaan melalui informasi, rencana sirkulasi, dan penataan ruang yang baik. 6.2.1.2 Perilaku dan Keinginan Masyarakat dan Pengunjung Umumnya perilaku masyarakat terhadap tapak adalah dengan melakukan kegiatan sesuai dengan kehidupan mereka. Mereka memanfaatkan sumber daya yang dapat diambil untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat menggunakan lingkungan/alam untuk kegiatan yang bermanfaat untuk mereka dan untuk lingkungan itu sendiri. Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat atau pengunjung umumnya adalah kegiatan yang bersifat spontan dan rekreatif, seperti melihat-lihat, berjalanjalan, sekedar duduk, dan berbincang-bincang disekitar rumah atau penginapan yang mereka tempati. Dengan beragamnya karakter, sifat, dan ciri khas baik masyarakat
maupun
pengunjung,
maka
diharapkan
wisata
yang
akan
dikembangkan harus bersifat universal artinya bahwa jenis fasilitas, bentuk aktivitas, dan objek/atraksi wisata yang akan dihadirkan harus dapat dinikmati siapa saja. Secara umum, masyarakat dan pengunjung menginginkan adanya peningkatan fasilitas dan pengelolaan yang lebih baik lagi terhadap desa ataupun kawasan TNUK jika akan dikembangkan sebagai kawasan ekowisata. Adanya perbaikan jalan dan penataan kawasan baik lingkungan maupun perkampungan (Desa Taman Jaya), memberikan penambahan sarana dan prasarana yang menunjang wisata, mempertahankan budaya, kesenian dan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan serta dibudidayakan langsung atau tidak langsung. Pengunjung lokal mengharapkan pengembangan aktivitas wisata yang akan dilakukan dan ditawarkan serta dihadirkan ini tidak bertentangan dengan kebudayaan dan norma masyarakat lokal. Disamping itu, masyarakat yang tinggal di pesisir dan di tapak berharap dapat berperan aktif sebagai bagian dari kegiatan ekowisata. Mereka turut aktif dalam pengelolaan wisata, dapat menjadi bagian dari objek dan atraksi, dan bisa menjadi pemfasilitas bagi aktivitas yang akan dilakukan. Adanya perkampungan nelayan dan persawahan dapat dikembangkan menjadi salah satu objek dan atraksi wisata. Dengan adanya rencana perkembangan wisata ini akan mempertahankan
46
kehidupan yang ada atau dapat meningkatkan nilai dari fungsi kehidupan masyarakatnya berupa menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pengunjung ataupun masyarakat. 6.2.2 Objek Wisata Desa Taman Jaya berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata. Adanya potensi dari sumber daya alam dan lingkungan serta pola kehidupan sosial budaya masyarakat lokalnya memudahkan untuk dikembangkan menjadi objek maupun atraksi wisata yang akan direncanakan. Hal ini didukung oleh adanya peran serta masyarakat dan kerjasama dengan pihak balai TNUK yang membentuk kelompok-kelompok yang dapat menunjang pengembangan wisata. Kelompok yang telah terbentuk ini seperti, kelompok peduli satwa, kelompok lebah madu, kelompok terumbu karang, kelompok anggrek, kelompok pemandu wisata, kelompok budidaya hortikultura, lelompok homestay, dan kelompok patung badak. Desa Taman Jaya ini memiliki 7 (tujuh) kampung yang masing-masing dapat dikembangkan untuk wisata karena karakter yang dimilikinya. Kampungkampung ini adalah: 1. Kampung Paniis, kampung ini merupakan kampung yang berbatasan langsung dengan Desa Cigorondong. Kampung Paniis memiliki kelompok terumbu karang yang diberi nama ‘Paniis Lestari’. Hal ini karena pantai Paniis memiliki terumbu karang yang bagus serta dapat dibudidayakan, sehingga dapat dijadikan objek wisata. Selain itu, terdapat curug Paniis yang memiliki nilai kepercayaan akan mitos yang tinggi. Curug ini dinamakan ’curug Paniis’ konon katanya apabila kita mandi di curug ini, permasalahan yang terkait dengan kriminal akan cepat selesai. Pola kehidupan, bentukan rumah, dan kegiatan pertanian mereka dapat dikembangkan sebagai objek wisata yang menarik. Pola kampung Paniis bersifat linear dengan rumah terlintasi oleh jalan dan saling berhadapan, sedangkan untuk yang berada di dalam kampung polanya bersifat mengumpul. 2. Kampung Cisaat, kampung ini berbatasan dengan pantai di sebelah baratnya. Pada kampung ini, terdapat budidaya udang yang ditunjukkan dengan adanya tambak udang yang memiliki luas ± 30 ha. Tambak udang ini bergerak dalam
47
perusahaan swasta, sehingga untuk masuk kedalam wilayah ini perlu adanya izin khusus. Keadaan alam, pola hidup, dan karakter rumah dapat dijadikan objek yang menarik untuk dikembangkan. Disamping itu, pemukiman berada terpisah dari lahan pertanian dengan pola rumah menghadap jalan dan satu sama lain saling berhadapan. 3. Kampung Peundeuy, berbatasan dengan kampung Nelayan dan terbelah oleh jalan utama. Pemukiman hampir sama dengan kampung sebelumnya. Kampung ini, memiliki persawahan yang luas terhampar diantara perkebunan kelapa dan memberikan sesuatu pemandangan pertanian yang menarik. Disamping itu, terdapat kegiatan pertanian seperti pemberantasan hama oleh petani secara tradisional dengan alat yang berupa kayu atau dengan menyemprotkan pestisida. Kegiatan ini dapat dijadikan atraksi wisata. 4. Kampung Nelayan (Kampung Makassar), kampung yang bergabung dengan kampung Cibanua dan letaknya ke arah pantai. Kampung ini merupakan kampung dengan mayoritas masyarakat nelayan dan merupakan percampuran dua kebudayaan yaitu kebudayaan Sunda dan Bugis. Cara Kehidupan, pola pemukiman, dan aktivitas hidup masyarakatnya serta bentukan lanskap seperti muara dan rawa-rawa merupakan potensi untuk mengembangkan wisata. Pemandangan alam berupa pantai dan pegunungan terlihat pada kampung ini dapat dijadikan objek wisata secara visual. 5. Kampung Cibanua, kampung ini memiliki pola pemukiman yang bersifat tersebar, dimana pemukiman dan persawahan terpisah. Disamping itu, adanya pekarangan yang berada di sekitar pemukiman menjadi ciri yang berbeda dengan kampung lainnya. Pola kehidupan sehari-hari masyarakat dan bentukan lanskap persawahan yang ada dapat dijadikan sebagai objek wisata. 6. Kampung Cimenteng, kampung ini merupakan kampung dengan keadaan pemukiman yang masih sangat sederhana dan tradisional serta kehidupan masyarakat yang masih tradisional. Budaya dan sosial dari masyarakatnya masih tinggi, sistem kekeluargaan, dan gotong royong yang masih tinggi menjadi karakter lanskap yang berbeda dan unik dari kampung yang lain. Kampung ini memiliki persawahan yang cukup luas, hal ini didukung dengan ketersediaan air yang banyak dan selalu ada untuk pengairan. Pola kehidupan
48
bukan hanya menjadi objek tetapi keahlian masyarakat dalam bidang kesenian menjadi pelengkap untuk kegiatan wisata dan dapat juga dijadikan atraksi wisata. Kesenian yang tetap dipertahankan adalah kesenian kuda lumping. Kampung ini adalah satu-satunya kampung yang ahli di bidang kesenian Banten. Selain itu, keahlian masyarakat dalam membuat gula aren dapat dijadikan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan demikian, kampung ini dapat dikembangkan menjadi objek wisata budaya, sejarah, alam, dan wisata kampung. 7. Kampung Taman Jaya, merupakan pusat aktivitas dari Desa Taman Jaya dan sudah memiliki sarana dan prasarana untuk dikembangkan wisata. Masyarakat kampung ini umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan dan bertani. Kampung ini memiliki potensi baik lingkungan maupun sumber daya alam. Adanya kelompok masyarakat dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata, seperti kelompok pemandu wisata ’Tapak Rimba’, kelompok lebah madu ’Madu Jaya’, kelompok anggrek, kelompok peduli satwa ’Primata’, kelompok homestay, kelompok budidaya anggrek, dan kelompok budidaya hortikultura. Selain itu, terdapat kelompok pahat patung badak yang dapat bekerja sama dengan Desa Ujung Jaya serta dapat mengembangkan sarang walet dalam peningkatan kesejahteraan. Pemandangan dari kampung ini tersendiri dapat dijadikan objek yang menarik. Masyarakatnya dapat dilibatkan dalam perencanaan ekowisata, sehingga dapat mengembangkan potensi desa yang ada. Berdasarkan penjabaran tersebut Desa Taman Jaya memiliki potensi untuk dijadikan model desa wisata dan diharapkan dapat berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakatnya. Untuk persebaran objek atau atraksi wisata terdapat pada Gambar 13 untuk kampung Paniis, Gambar 14 untuk kampung Cisaat, Gambar 15 untuk kampung Peundeuy, Gambar 16 untuk kampung Nelayan dan Cibanua, Gambar 17 untuk kampung Cimenteng dan Gambar 18 untuk kampung Taman Jaya. Penilaian objek dan atraksi wisata yang terdapat pada desa disajikan pada Tabel 6.
49
50
51
52
54
55
Tabel 6. Analisis Potensi Objek/Atraksi Wisata Desa Taman Jaya No. 1.
Letak Kampung Paniis
Simbol
Objek
Golongan FA FB
SDA
Nilai aktraktif
KBKM
Keterkaitan Ekowisata TA R S T ST 0
1
Jalan utama/pesisir pantai
√
Kondisi tanah yang berpasir dan beberapa spot terdapat bagian yang berlubang sehingga membahayakan bagi pengunjung
2
Vegetasi
√
Adanya keseragaman jenis tanaman yang merupakan khas daerah pesisir pantai. Dapat belajar teknik pengambilan kelapa secara tradisional
3
Merupakan sumber kebutuhan masyarakat kp. Paniis dengan kondisi dimanfaatkan oleh masyarakat
3
3
4 5
6 7
8
Sungai Cipaniis
√
Curug Paniis Paniis Lestari (Terumbu karang)
√ √
Pantai Paniis Persawahan
√
Curug, kepercayaan (mitos) Kelompok masyarakat yang mendukung kegiatan budidaya terumbu karang dan menyediakan perlengkapan snorkling
√
Total
4
Pantai bersih Hamparan sawah yang menuju kearah Gn. Honje dan teknik pertanian yang masih tradisional
√
Perkampungan
4
Pola kehidupan masyarakat, bentukan rumah yang menghadap ke arah jalan, mayoritas masyarakat bertani dan nelayan
3 3
2 22
56
No. 2.
Letak Kampung Cisaat
Simbol 9
Objek
Golongan SDA
FA
Tambak Udang
FB
KBKM
√
Nilai atraktif
Tegalan
√
Lahan tidur yang berupa ladang dan termanfaatkan oleh masyarakat
11 12
Pantai Cisaat Persawahan
√ √
Pantai bersih Hamparan sawah, teknik pertanian yang dilakukan
Perkampungan
√
Pola kehidupan masyarakat, bentukan rumah yang masih sederhana hingga permanen dengan pola teratur, dimana bangunan mengarah jalan
Total 3.
Kampung Peundeuy
14
Persawahan
15
Perkampungan
Kampung Nelayan (Kampung Makassar)
16
S
T
ST 3
1 3 3
2 12
√
Hamparan sawah, teknik pertanian yang dilakukan √
Pola kehidupan masyarakat, bentukan rumah
Tempat pelelangan ikan
√
Aktivitas jual beli, dermaga
17
Perkampungan
√
18
Bentukan lanskap
Total 4.
R
Budidaya udang milik swasta yang hasil ini diekspor, dimana terdapat pembibitan udang tersebut dan cara pengolahan maupun pemasaran hasil
10
13
Keterkaitan Ekowisata TA
3 2 5 4
√ Total
Pola kehidupan masyarakat, bentukan rumah, bagan, tempat pengasinan ikan
4
Rawa, muara sungai, pantainya banyak batu karang
3 11
57
No. 5.
Letak Kampung Cibanua
Simbol 19
Objek
Golongan SDA
FA
Sungai Cibanua
20
Perkampungan
21
Persawahan
22
Sungai Cimenteng Tari Kuda Lumping
FB
KBKM
√
Nilai atraktif
Kampung Cimenteng
23
√ √
Pola kehidupan masyarakat, bentukan rumah Hamparan sawah, teknik pertanian yang dilakukan
T
ST 3
2 3
√
Kesenian tradisional Banten yang sifatnya temporal (sewaktu-waktu jika diperlukan)
2 2
√
Kesenian tradisional Banten yang sifatnya temporal (sewaktu-waktu jika diperlukan)
25
Pembuatan gula aren
√
Pohon aren, teknik pembuatan gula aren
26
Persawahan
√
4
Hamparan sawah, teknik pertanian yang dilakukan, letaknya yang mengarah ke Gn. Honje √
Total
S
2
Tari Lesung
Perkampungan
R
8 √
24
27
TA
Memiliki karakter yang ekologis, sumber air bagi masyarakt
Total 6.
Keterkaitan Ekowisata
3
Pola kehidupan masyarakat masih tradisional, bentukan rumah, pola pemukiman bersifat linear namun untuk didalam pemukiman ini bersifat mengumpul, dimana ketetanggaan bersifat kekerabatan (keluarga)
4
17
58
No.
Letak
7.
Kampung Taman Jaya
Golongan FA FB √
Simbol
Objek
28 29
Pantai Madu Jaya
30
Primata
√
31
Tapak Rimba
√
32
Homestay
√
33
Anggrek
√
34 35 36
Hortikultura Resort TNUK Persawahan
√ √
37
Perkampungan
38 39
Sarang Walet Sarang kelelawar
SDA
KBKM √
√
√ √ √
40
Pembuatan emping
√
41
Patung Badak
√
42
Curug Cibiuk
√
√
Nilai atraktif
Keterkaitan Ekowisata TA
R
Pantai bersih, terdapat buaya (atraksi) Kelompok masyarakat dalam budidaya lebah madu Kelompok masyarakat peduli satwa (owa jawa, kera ekor panjang, lutung, aurili) Kelompok pemandu wisata dalam menunjang kegiatan wisata Penginapan bernama Sunda Jaya sudah ada kerja sama dengan masyarakat Budidaya anggrek (anggrek bulan, tanah) Budidaya tanaman hortikultura Pusat informasi TNUK Hamparan sawah, teknik pertanian yang dilakukan, letaknya yang mengarah ke Gn. Honje Pola kehidupan masyarakat, bentukan rumah sudah permanen rata-rata, sungai Walet Terletak di sekolah taman jaya, keluar saat menjelang maghrib dengan waktu kurang lebih 1jam Home industri, memanfaatkan poho melinjo Seni pahat terbuat dari kayu mahoni, lame atau jati. Namun, pusat kelompok ini terdapat di desa Ujung Jaya Curug, air panas memiliki khasiat dalam penyakit kulit
Total
Keterangan : SDA = Sumber Daya Alam, FA = Fenomena Alam Berkarakter Kuat, FB = Fenomena Budaya yang Unik, KBKM = Kekhasan Budaya dan Kehidupan Masyarakat, TA = Tidak Ada, R = Rendah, T =Tinggi, ST = Sangat Tinggi.
S
T
ST 3 3
2 4 4 3 3 2 3 2 3 2 2
2 4 42
59
Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa yang memiliki nilai keterkaitan dengan ekowisata terbesar adalah kampung Taman Jaya yang diikuti oleh kampung Paniis dan secara histogram disajikan pada Gambar 19. Namun, kampung yang dikembangkan sebagai pusat akses adalah kampung Paniis, karena letaknya yang terluar dari desa dan memiliki objek yang terkait dengan ekowisata. Pada tabel objek tersebut, terdapat objek yang berada pada kawasan TNUK, yaitu curug Cibiuk (Air Panas) yang dimanfaatkan dalam mengobati penyakit kulit. Curug ini masuk dalam wilayah resort dari Taman Jaya dan berada 2 km dari kampung Taman Jaya. Namun, keberadaan curug ini dapat dimasukkan kedalam
50
Nilai objek
40 30 20 10 0
1 Paniis
Cisaat
Peundeuy
Nelayan dan Cibanua
Cimenteng
Taman Jaya
Gambar 19. Sebaran Objek Wisata Berdasarkan Nilai Potensi Setiap Kampung
objek Desa Taman Jaya. Keberadaan keanekaragaman vegetasi yang dibudidayakan dapat dijadikan sebagai bahan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, dimana hal ini dilakukan dengan kerjasama antara masyarakat dengan pihak balai TNUK. Tanaman tersebut adalah Jati, Gebang, Anggrek, dan Pandan. Selain itu, terdapat kelapa dari perkebunan yang terdapat di lahan-lahan masyarakat saat ini dan produksi emping baik dalam pembuatan maupun penjualan (distribusi hasil). Keadaan demikian dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat Desa Taman Jaya. Pengadaan fasilitas pendukung serta aktivitas yang dilakukan terkait dengan wisata harus didasarkan dan disesuaikan dengan aturan serta daya dukung yang telah direncanakan. Hal demikian ini tetap mempertimbangkan kelestarian dan keberlangsungan ekosistem desa tersebut.
60
6.2.3 Aksesibilitas dan Sistem Transportasi Desa Taman Jaya memiliki lokasi strategis menjadi pintu masuk kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) terletak 121 km dari ibukota Kabupaten Pandeglang ± 5 jam dan 20 km dari ibu kota kecamatan ± 1.5 jam (Gambar 20). Desa ini dapat dilalui dengan 2 (dua) jalur yaitu melalui jalur darat dan jalur laut. Jalur laut melalui Labuan-Taman Jaya selama ± 3.5-4 jam dengan menggunakan kapal motor nelayan atau dengan speedboat yang berjarak 62 km. Jalur darat dilalui dengan dua cara yaitu: Pertama, Jakarta (Kp. Rambutan)-Merak-Labuan selama ± 6 jam kemudian dilanjutkan Labuan-Sumur-Taman Jaya, yang ditempuh selama ± 4 jam. Kedua melalui Bogor-Serang-Pandeglang-Labuan selama ± 6 jam kemudian dilanjutkan Labuan-Sumur-Taman Jaya, yang ditempuh selama ± 4 jam. Hal ini, memudahkan dalam pengaksesan menuju tapak sehingga memudahkan pula dalam pengefisienan waktu untuk menuju tapak ini. 20 km, 1.5 jam
L A U T
SUMUR 62 km 3.5-4 jam
Desa Taman Jaya
121 km, 5 jam
PANDEGLANG
Gambar 20. Akses Desa Taman Jaya
Untuk mencapai tapak pada desa ini terdiri dari beberapa jalan lokal dan jalan alternatif yang menghubungkan antar kampung dalam desa tersebut. Terdapat 4 (empat) kampung yang berbatasan langsung dengan pantai dengan kondisi sebagian jalan berbatu dan berpasir dalam keadaan rusak, sehingga sulit untuk dilalui kendaraan beroda empat. Kondisi jalan dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Kondisi Jalan Desa Taman Jaya
61
Untuk itu, dalam pengembangan desa diperlukan kondisi akses (jalan) yang baik agar memudahkan dalam mengakses tapak. Selain itu, keberadaan jalan juga harus mempertimbangkan keselamatan dan keamanan bagi pengunjung. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki jalan masuk Desa Taman Jaya yang berada ±3m dari badan laut, sehingga memungkinkan terjadinya abrasi air laut serta mengganggu keselamatan pengunjung. Akses menuju kampung pada desa dilalui dengan jalan kaki maupun dengan kendaraan beroda dua yang jarak antar kampung disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Jarak Antara Kampung Taman Jaya dengan Daerah Lainnya Kampung Dari Ke 1 Taman Jaya Cibanua 2 Taman Jaya Cimenteng 3 Taman Jaya Peundeuy 4 Taman Jaya Nelayan 5 Taman Jaya Cisaat 6 Taman Jaya Paniis 7 Taman Jaya Curug Cibiuk 8 Paniis Curug Paniis Sumber : Survai Desa Taman Jaya, 2008 No.
Jarak (km) 0.7 1.5 1.0 0.7 2.5 3.5 2.5 1.5
Waktu (menit) 15 60 45 30 120 180 120 60
Akses utama menghubungkan antar kampung pada desa yang terdiri dari 7 (tujuh) kampung dapat dilihat pada Gambar 22. Kampung-kampung ini terpisahkan oleh jembatan (sungai). Keadaan jalan yang kurang baik saat musim penghujan dan pengadaan sarana yang belum memberikan kontribusi yang cukup untuk kapasitas yang besar menjadi kendala bagi perencanaan ini. Untuk itu, perlu perbaikan dengan cepat oleh pemda setempat. Sistem transportasi masih kurang, ketersedian sarana dan prasarana yang kurang dimana angkutan terdapat 6 buah dengan penjadwalan. Penjadwalan terbagi 6 shift waktu dengan shift terakhir dari desa menuju kota pada jam 04.30.
62
63
Dari Terminal Tarogong menuju desa shift terakhir pada jam 09.00. Apabila tidak tepat waktu sesuai yang ditetapkan, maka perjalanan dilakukan esok harinya. Hal ini berbeda jika menggunakan motor yang selalu ada setiap saat. Lokasi tapak dengan keistimewaan, karakteristik yang unik, pola kehidupan, dan potensi alam (pesisir maupun alam) berpotensi dikembangkan desa ekowisata yang bermanfaat untuk pengunjung, masyarakat, dan pemerintah atau balai (dinas yang terkait). Dengan demikian, permasalahan yang mendasar adalah kondisi jalan yang rusak dan keterbatasan sarana dan prasarana pendukung memberikan pengaruh terhadap pola masyarakatnya. Untuk itu, diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang melakukan percepatan dalam memperbaiki jalan (infrastruktur) agar akses mudah dan pengembangan ekowisata mudah untuk dikembangkan. Hal ini diharapkan berakibat pada peningkatan jumlah wisatawan, sehingga meningkatan pendapatan dan kesejahteraan daerah ini dengan tetap mengacu pada daya dukung yang telah direncanakan. Selain itu, berakibat pula pada keberadaan TNUK dapat terkontrol dan terkendali dari kerusakan oleh manusia. 6.2.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Taman Jaya berada di Kecamatan Sumur memiliki luas 675 ha dan 2.97% dari total luas daerah penyangga TNUK. Berdasarkan data Desa Taman Jaya 2008, jumlah penduduk terdiri dari 2.603 jiwa yang terbagi kedalam 672 KK dengan kepadatan penduduk sebesar ± 401 jiwa per km2. Jumlah ini mengalami penurunan 3.91% dari tahun 2006 yang memiliki jumlah penduduk 2709 jiwa, kondisi penurunan ini diakibatkan oleh faktor kematian dan urbanisasi. Penduduk Desa Taman Jaya terdiri dari penduduk asli maupun pendatang. Penduduk pendatang terdiri dari orang Bugis, Sunda, Jampang, dan Lampung (Gambar 23). Mayoritas penduduk adalah pendatang dari Menes, suku Sunda, dan Bugis. Untuk orang Bugis, mereka menghuni daerah yang dekat dengan pesisir pantai dengan mata pencaharian mereka adalah nelayan (Tabel 8). Keberadaan mereka memberikan warna yang berbeda pada kebudayaan di desa ini. Dimana terdapat percampuran dua kebudayaan, yaitu budaya Sunda dan budaya Makassar. Pola kehidupannya pun berbeda sehingga memberikan karakter yang berbeda dan unik dengan kampung lainnya.
64
65
Tabel 8. Mata Pencaharian Penduduk Desa Taman Jaya No.
Mata pencaharian
1 2 3 4 5 6 7 8
Petani Buruh tani Buruh/swasta PNS Pengrajin Pedagang Nelayan Montir Total Sumber: Desa Taman Jaya, 2006.
Jumlah orang 237 575 23 25 18 75 293 2 1248
% 18,99 46,07 1,84 2,00 1,44 6,01 23,48 0,16 100,00
Penduduk Desa Taman Jaya sebagian besar beragama Islam dan merupakan penganut yang taat, hal ini terlihat dari kegiatan keseharian mereka dalam menjalankan ibadah. Disamping itu, adamya sarana dan prasarana keagamaan mendukung aktivitas mereka. Mereka biasanya berkumpul ditempattempat seperti beranda rumah dan lapangan. Namun, intensitasnya jarang dilakukan kecuali jika terdapat kegiatan penting yang berupa perayaan. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda baik yang digunakan oleh anak-anak maupun orang tua. Pendidikan menjadi permasalahan yang perlu dicarikan solusinya bagi perkembangan ekowisata. Hal ini karena dominan masyarakat adalah tamatan SD yaitu sekitar 58,43% dari jumlah masyarakat seluruhya, sehingga pola pemikiran mereka masih kurang (Tabel 9). Rendahnya pendidikan mengakibatkan kesadaran dan kemauan untuk maju dan berkembang sulit tercapai. Disamping itu, karena akses yang kurang mengakibatkan proses perekonomian tidaklah maju dan berkembang. Dengan demikian, dibutuhkan suatu solusi yang tepat dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakatnya agar menjadi sejahtera. Sektor jasa pada desa ini masih kurang berkembang, adanya fasilitas penginapan masih dinilai kurang dalam memberikan kontribusi bagi pendapatan desa maupun masyarakatnya. Walaupun saat ini telah terdapat dua penginapan, salah satunya bernama ‘Sunda Jaya’ yang dikelola oleh Bapak Komar tetap masih belum memberikan kontribusi yang banyak untuk masyarakat. Hal ini pun didukung oleh intensitas pengunjung yang datang semakin menurun dengan pernah terjadinya tsunami di daerah ini.
66
Tabel 9. Pendidikan Penduduk Desa Taman Jaya No.
Pendidikan
1 2 3 4 5 6 7 8
Belum sekolah Usia 7-45 tidak pernah sekolah Pernah SD, tidak tamat Tamatan SD Tamatan SLTP Tamatan SLTA Tamatan D2 Tamatan S1 Total Sumber : Desa Taman Jaya, 2006
Jumlah orang 469 136 227 1590 213 67 10 9 2721
% 17,24 5,00 8,34 58,43 7,83 2,46 0,37 0,33 100,00
Berdasarkan data, masyarakat Taman Jaya memiliki pendidikan kurang akibatnya pemahaman dan kesadaran pendidikan masih rendah, kesejahteraan kurang merupakan dampak dari kurangnya keterampilan masyarakat, sehingga mereka sulit mengembangkan potensi dari desa yang ada. Untuk itu, dicarikan solusi dengan merencanakan program dalam rangka peningkatan kualitas serta kesejahteraan masyarakat (Tabel 10). Tabel 10. Rencana Program Peningkatan Kualitas dan Kesejahteraan Masyarakat No.
Aspek
Program
1 Pendidikan
Kerja sama dengan dinas terkait dalam rangka memberantas buta huruf di desa Taman Jaya, penyuluhan berupa motivasi tentang pemahaman dalam memacu kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan.
2 Kesenian dan Budaya
Melestarikan budaya daerah yang masih dapat dikembangkan seperti tari tradisional (Tari Lesung, Kuda Lumping), perayaan yang menjadi ciri khas budaya daerah, pola kehidupan masyarakatnya, kebudayaan yang berbeda dari perkawinan dua suku, bentukan rumah, dan model pola pemukiman masyarakat.
3 Sosial dan Ekonomi
Pelatihan kegiatan yang meningkatkan perekonomian rumah tangga dan desa, membangun kerja sama dengan balai atau dinas dalam rangka potensi desa, mengembangkan kelompok-kelompok yang sudah ada agar lebih eksis menggali potensi desa, dan masyarakatnya.
67
6.3 Kondisi Fisik Tapak 6.3.1 Geologi dan Tanah Desa Taman Jaya, terbentuk dari batuan induk dengan struktur geologi berupa batu-batuan tua, tertutup oleh batuan kapur dan tanah liat. Formasi struktur batuan terdiri dari regosol abu-abu berpasir, podsolik kekuningan dan coklat, mediteran grumusol, serta latosol. Daerah bagian timur, selatan, dan utara desa memiliki jenis tanah regosol abu-abu berpasir yang merupakan bagian batuan induk yang mengalami lodifikasi lokal ekstensif seiring dengan terjadinya endapan gunung berapi saat letusan Gunung Krakatau tahun 1883 (BTNUK, 2005) (Gambar 24). Tanah Regosol adalah tanah sangat muda dan berada pada endapan mineral yang dalam, lunak, dan bercerai berai serta berbeda dari litosol karena tidak berbatu (Soepardi, 1998). Beberapa bagian yang digunakan pertanian harus dilakukan pengolahan tanah dengan pemupukan yang lengkap, perbaikan, dan pengawetan tanah. Bidang pertanian ini yang memberikan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan walau produksi yang dihasilkan tidak seluruhnya memenuhi kebutuhan masyarakat. Tapak sebelah barat merupakan daerah pesisir pantai yang didominasi oleh endapan pasir pantai yang sifatnya lepas berwarna putih hingga krem dengan ukuran batuan mulai dari yang halus hingga sedang. Tapak ini memiliki daya dukung rendah hingga sedang dengan muka air tanah dangkal (<5m), sehingga daya ikat air rendah, peka terhadap erosi, dan mengakibatkan terjadinya abrasi. Hal ini karena kandungan bahan organik rendah, miskin zat hara, dan drainase yang buruk. Disamping itu sepanjang pantai tidak terdapat penahan gelombang air laut, sehingga luapan air laut dapat terendam (banjir) pada kampung Paniis. Disamping itu, sekitar pantai yang berada pada kampung Nelayan terdapat rawa-rawa dengan jenis tanah organosol, yang berwarna hitam-coklat tua dan berpasir. Tanah ini memiliki daya dukung rendah dan daya ikat tanah rendah, akan tetapi keberadaan air muka tanahnya dangkal <5m dengan air bersifat tawar walau letaknya sekitar laut. Keadaanya tidak dipadati oleh tanaman karena vegetasi pantai yang ada telah tersapu oleh gelombang besar air laut. Akibatnya saat musim penghujan datang dan saat air pasang daerah ini mengalami banjir.
68
69
Dengan demikian secara keseluruhan geologi dan tanah memiliki sifat erosi yang tinggi untuk wilayah barat desa sedangkan daerah lainnya tidak. Ketersediaan air tanah kurang pada musim kemarau untuk perkampungan yang tidak memiliki sumber air langsung sedangkan untuk daerah sebelah timur yang dekat dengan kawasan TNUK memiliki potensi terpenuhinya kebutuhan air tanah cukup. Untuk itu, permasalahan ini dapat diatasi dengan cara perbaikan pada penutupan lahan pada tapak terutama di daerah (kampung) yang berbatasan langsung dengan pantai, konservasi lahan dan perlindungan tata air. 6.3.2 Topografi, Kemiringan, dan Drainase Secara umum Desa Taman Jaya memiliki tingkat kemiringan lahan yang relatif datar, tingkat kesuburan tanah relatif rendah, serta mengandung bahan induk asam, tetapi ada beberapa daerah yang berada pada kondisi kemiringan yang curam (Gambar 25). Daerah yang curam berada dekat dengan kawasan TNUK (Gn. Honje). Kemiringan lereng hingga >15% dengan ketinggian 2 mdpl (Desa Taman Jaya, 2008). Kemiringan lereng yang landai memudahkan pembangunan struktur maupun infrastruktur, seperti sarana transportasi, fasilitas umum untuk aktivitas ekowisata dan sebagainya. Kemiringan yang curam sulit untuk dibuat pembangunan sarana, akan tetapi dapat dijadikan objek wisata. Permasalahan yang terjadi adalah pada daerah barat desa yang merupakan kawasan pesisir pantai, dimana sering terjadi abrasi dan erosi saat musim penghujan yang berakibat banjir pada pemukiman yang berada disekitar pantai. Kondisi ini terjadi karena tidak adanya pembatas berupa vegetasi maupun struktur penahan gelombang. Struktur penahan gelombang ini dapat berupa dinding penahan (seawalls), vegetasi mangrove, atau bukit pasir. Disamping itu, erosi pada pantai ini disebabkan tidak adanya tutupan vegetasi pada pantai yang memiliki tanah berpasir, sehingga lapisan tanah tersebut terbawa dan diendapkan oleh air akibatnya terjadi erosi karena remahnya struktur tanah pasir tersebut. Penanaman vegetasi rumput pantai atau semak pada daerah yang tererosi dapat berfungsi sebagai pengikat tanah dan mengurangi laju erosi. Hal ini karena perakaran yang dimiliki vegetasi tersebut dapat mengikat tanah dengan kuat, sehingga tanah tidak mudah terbawa oleh air saat volume air besar.
70
71
Drainase pada Desa Taman Jaya adalah sungai yang mengalir dari hulu (Gunung Honje) menuju perkampungan pada desa tersebut. Saluran drainase yang ada, dibuat oleh pemerintah dan warga yang digunakan untuk kebutuhan warga untuk pertanian. Saluran drainase pada sungai dan yang dari perkampungan akan menuju laut. Permasalahan yang terjadi adalah masyarakat masih membuang sampah rumah tangga ke sungai, mereka menggunakan sungai untuk mandi dan kegiatan kehidupan lainnya, yang berakibat pada tercemarnya air sungai, walaupun tingkat pencemaran ini dapat dikatakan rendah. 6.3.3 Iklim Secara umum Desa Taman Jaya memiliki iklim tropis karena dipengaruhi dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kondisi demikian berpengaruh terhadap proses perencanaan ekowisata yang akan dibuat. Pengaruh iklim yang mendominasi adalah lamanya penyinaran, kecepatan angin, suhu ratarata, kelembaban, dan curah hujan. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi Pusat, diperoleh data iklim untuk Stasiun Serang pada tahun 1998-
80,0
27,2
70,0
27,0
Suhu Rata-rata ( o C)
Penyinaran Matahari (% )
2002 dapat dilihat pada Gambar 26. 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0
26,8 26,6 26,4 26,2 26,0 25,8 25,6
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
Bulan
7
8
9
10
11
12
8
9
10
11
12
Bulan
1200
88,0 86,0
1000 Curah hujan (mm)
84,0 82,0 80,0 78,0 76,0 74,0
800 600 400 200
72,0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
0
12
1
2
3
4
5
Bulan
6
7
Bulan
4,0 Kecepatan angin (knots)
Kelem baban Rata-rata (% )
6
3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Gambar 26. Data Iklim desa Taman Jaya 1998-2002
72
Suhu udara pada Desa Taman Jaya berada pada kondisi yang cukup sesuai dengan suhu tubuh manusia umumnya, yaitu berkisar pada 26.35ºC-27.02ºC. Suhu yang tinggi diperoleh pada daerah yang berada pada kawasan pesisir. Hal ini disebabkan oleh lama penyinaran matahari yang tinggi dan kondisi tanah yang berupa pasir. Namun, kondisi demikian tidak terjadi pada kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan TNUK yang suhunya akan terasa lebih rendah. Kelembaban pada desa berkisar 80,64%-85,19% dan dapat dikatakan berada pada kondisi kenyamanan untuk masing-masing bagian pada desa tersebut (Gambar 27). Untuk membuat sebuah perencanaan dalam mengidentifikasi kondisi awal dari suatu tapak berdasarkan data iklim dapat dihitung tingkat kenyamanannya secara kuantitatif dengan menggunakan Thermal Humadity Indeks (THI). Perhitungan THI ini dapat dengan rumus: THI= 0.8T + (RH x T/500), dimana T menyatakan temperatur dalam derajat Celcius (ºC) dan RH menyatakan kelembaban nisbi udara dalam persen (%). Hasil yang diperoleh akan dikatakan nyaman jika nilai THI<27. Hasil perhitungan THI dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perhitungan Nilai Kenyamanan Manusia (THI) Tahun Temperatur (ºC) 1998 27,02 1999 26,37 2000 26,48 2001 26,35 2002 26,92 Sumber : BMG, 1998-2002
Kelembaban (%) 82,67 80,71 81,25 85,19 80,64
THI 26,08 25,35 25,49 25,57 25,88
Tingkat Kenyamaan <27 <27 <27 <27 <27
Dari hasil perhitungan THI dapat disimpulkan bahwa Desa Taman Jaya memiliki wilayah dengan tingkat kenyamanan yang cukup. Hal ini ditunjukkan dengan nilai THI yang berada di bawah 27 untuk setiap tahunnya. Dalam meningkatkan kenyamanan pada tapak terutama saat temperatur yang tinggi dapat menggunakan perbaikan iklim mikro, yaitu dengan menggunakan vegetasi yang berfungsi sebagai pereduksi sinar matahari yang tinggi, tanaman peneduh, dan koridor arah angin.
73
74
Curah hujan rata-rata Desa Taman Jaya berkisar antara 331-1626 mm/thn dengan maksimal curah hujan yang tinggi pada bulan Februari. Rendahnya curah hujan mengakibatkan rendah pula tanah mengikat air sehingga air permukaan mengalir menuju laut walaupun terdapat sebagian yang masuk ke bawah tanah sebagai cadangan pergantian musim kemarau. Namun, ketersediaan air untuk dapat dimanfaatkan tetap ada. Hal ini didukung pula dengan keberadaan kawasan TNUK yang memberikan pemenuhan kebutuhan masyarakat saat musim kemarau. Keadaan ini, diperoleh dari sungai yang mengalir dari kawasan menuju desa tidak pernah kering. Lamanya penyinaran matahari yang cukup tinggi dengan rata-rata hingga 74% diakibatkan oleh rendahnya permukaan geologi desa. Hal ini karena sebagian desa terletak 2 mdpl dan sebagian lagi berada pada daerah berlereng dan berbukit. Tingginya penyinaran matahari dapat berakibat terganggunya kenyamanan pengunjung, sehingga dibutuhkan solusi untuk mengatasinya. Keadaan pantaipantai di tapak umumnya langsung berbatasan dengan jalan, pemukiman, ataupun prasarana umum lainnya, kondisi seperti ini tidaklah baik untuk radiasi matahari. Untuk itu perlu adanya pembatas berupa mangrove yang membatasi antara pantai dengan wilayah di sekitarnya, sehingga kerusakan iklim mikro tidak terjadi dan kenyamanan dapat dirasakan oleh pengunjung. Dengan demikian, dibutuhkan penanaman vegetasi pantai yang langsung berbatasan dengan pemukiman atau jalan yang tidak terdapat penahan gelombang, sehingga dapat terhindar dari bencana. Penanaman vegetasi diperlukan untuk mengurangi iklim mikro dan dapat sebagai tanaman peneduh. Brooks (1988) menyatakan bahwa tanaman peneduh ini dapat mengurangi radiasi matahari hingga 60-90%. Keadaan tapak yang dipengaruhi oleh angin musim barat dan musim timur ini memudahkan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Kondisi ini memudahkan mereka untuk melaut dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kecepatan angin berkisar antara 1.94-3.69 knots, dimana angin tertinggi terjadi saat malam hari. Keberadaan angin besar ini mengakibatkan ketidaknyamanan dan kekhawatiran, karena dapat berdampak pada keamanan menjadi terganggu. Untuk itu, dalam memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang
75
dibutuhkan perlu adanya penahan angin secara ekologis menggunakan vegetasi untuk memecahkan permasalahannya dan diharapkan dapat mengurangi angin yang bergerak ke dan menuju tapak. 6.3.4 Hidrologi Air merupakan sumber daya dan aspek penting bagi suatu perencanaan yang terkait dengan wisata, yaitu dimanfaatan sebagai air bersih untuk kebutuhan masyarakat, pengunjung dan kebutuhan vegetasi. Beberapa badan air yang terdapat pada desa yaitu sungai, muara, sumur, laut, curug, irigasi, penampungan air, dan rawa-rawa (Gambar 28). Adanya badan air ini sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat serta keseimbangan ekosistem pada tapak. Keberadaan badan air ini bukan hanya untuk kepentingan masyarakat tetapi bisa sebagai perkembangan biota dan vegetasi. Yang mana keberadaan biota atau vegetasi ini akan dapat dikembangkan sebagai objek wisata yang bernilai tinggi. Kondisi demikian menuntut untuk tetap dijaga kelestarian dan keseimbangannya. Sumber air yang terdapat pada tapak yang berasal dari sungai yaitu sungai Cimenteng, Cibanua, dan Citaman jaya yang memiliki debit air sekitar 0.004-0.02 m3/dtk. Keberadaan kualitas air tanahnya baik, tidak tercemar, dan tidak keruh dimana tidak terinstrusi oleh air laut, walaupun berada di daerah pesisir airnya ini masih bersifat tawar. Dengan demikian pengembangan tapak untuk ekowisata dapat direncanakan tanpa kesulitan dalam hal kebutuhan air. Fungsi ekologis dari badan air dapat dimanfaatkan dan keberadaannya dapat dijadikan sebagai daya tarik dan objek wisata yang mendorong pada terciptanya suatu atraksi yang menarik dan menghasilkan keuntungan. Hal ini terlihat dari adanya kepercayaan dari keberadaan badan air, kualitas visual dari badan air, keberadaan biota yang terdapat di dalamnya, sehingga memberikan kepuasan bagi pengunjung. Disamping itu terdapat masalah terkait sungai, salah satunya sungai masih digunakan masyarakat untuk aktivitas sehari-hari. Adanya limbah pada titik-titik tertentu pada sempadan sungai mengakibatkan keruhnya air sungai. Untuk itu, perlu adanya drainase yang baik, adanya pengelolaan terhadap limbah/buangan
langsung
maupun
rumah
tangga,
dan
kesadaran
dari
masyarakatnya dalam rangka menjaga kualitas air untuk menjadi lebih baik (Gambar 29).
76
77
78
6.4 Tata Guna Lahan Dilihat dari pembagian tata guna lahan berdasarkan Balai TNUK dan data dari Desa Taman Jaya, desa ini merupakan daerah penyangga yang mengelilingi kawasan TNUK dan berbentuk pemukiman dengan penggunaan lahan didominasi oleh persawahan yang merupakan sumber pendapatan dan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakatnya (Tabel 12). Desa ini juga direncanakan sebagai desa model dari desa yang terdapat di daerah penyangga untuk dikembangkan wisata, sehingga hal ini sesuai dengan rencana pengembangan tapak sebagai desa ekowisata. Tabel 12. Pola Penggunaan Lahan Desa Taman Jaya No.
Penggunaan Lahan
1 2 3 4 5
Sawah dan Hutan Produksi Ladang/tegalan Pemukiman Perkebunan Lapangan Total Sumber : Desa Taman Jaya, 2006
Luas ha 362 30 32,5 45 1 470,5
% 76.94 6,38 6,91 9,56 0,21 100,00
Pola penggunaan lahan didominasi oleh persawahan dan hutan produksi yaitu 76.94%. Keberadaan pola penggunaan lahan yang mayoritas ini dapat mendukung perkembangan desa untuk dijadikan desa ekowisata. Hal ini dapat dijadikan sebagai objek, dimana aktivitas yang terkait dengan kegiatan pertanian ini dapat menjadi atraksi untuk wisata agro. Disamping itu, adanya pemerintah serta pusat informasi sebagai perwakilan balai taman nasional akan menjadi pendukung ekowisata dalam pengontrolan kapasitas dan daya dukung pengunjung di daerah tersebut. Pemukiman yang ada di desa ini umumnya memiliki pola yang sama untuk setiap kampungnya. Selain itu, penggunaan lahan berupa persawahan berada terpisah dari pemukiman. Untuk perkebunan dan tegalan ada yang bergabung dengan pemukiman, misalnya perkebunan kelapa yang tersebar sedangkan untuk bagian bawah perkebunan kelapa ini dimanfaatkan masyarakat untuk tegalan maupun pekarangan dengan menggunakan tanaman yang dapat dikonsumsi. Untuk kondisi penggunaan lahan di Desa Taman Jaya dapat dilihat
79
pada Gambar 30 dan peta tata guna lahan pada Gambar 31 serta fasilitas tapak pada Gambar 32. Bangunan rumah bersifat tidak permanen dengan bentuk yang tradisional. Bentuk rumah panggung di setiap kampungnya seragam dan disebut dengan nama ‘gugunungan’. Gugunungan adalah rumah panggung dengan ruang terbuka dibagian tengah dan tidak ada sekat antara dapur dan ruang keluarga serta dilengkapi dengan beranda depan digunakan untuk tempat berkumpul dan bersantai bersama. Rumah juga bersifat tidak permanen dengan dinding terbuat dari kayu, dinding berupa bilik dari bambu yang dianyam, lantai pelupuh, dan beratap rumbia.
Persawahan
Ladang
Mangrove yang rusak
Tegalan
Sarana dan Prasarana Umum
Gambar 30. Kondisi Penggunaan Lahan
Seiring dengan perkembangan teknologi, di beberapa kampung masih mempertahankan kondisi rumah dulu sedangkan di beberapa kampung lain menjadi berubah bentuk bangunannya, contohnya kampung Taman Jaya, yang lebih bersifat permanen. Bentuk bangunan rumah penduduk semakin bervariasi, yaitu bentuk rumah menjadi semi permanen (campuran antara bangunan tidak permanen dan permanen) serta rumah permanen (dinding terbuat dari batu bata, lantai plesteran/keramik, atap seng/genteng). Adapun yang menjadi kendala yang dihadapi saat ini adalah kondisi akses masuk, adanya beberapa persawahan yang
80
81
82
meluas dan masuk kawasan TNUK, sehingga mengakibatkan konflik antara masyarakat dan petugas TNUK. Adanya perluasan ini berakibat pula pada luas persawahan. Selain itu, persawahan meluas akibat dari perubahan tata guna lahan yang awalnya perkebunan kelapa menjadi sawah (tadah hujan dan irigasi). Keberadaan jalan desa yang berada 3 m menjadi masalah dan berakibat abrasi air laut pada kampung Paniis. Seharusnya, fasilitas transportasi dan fasilitas yang berpengaruh terdapat di pesisir pantai tidak diletakkan dekat dengan daerah pasang surut air laut baik itu berupa pemukiman, jalan, ataupun fasilitas umum lainnya. Keadaan pemukiman untuk masing-masing kampung bisa dijadikan sebagai objek dan atraksi dari wisata yang akan dikembangkan. Selain itu, mata pencaharian yang dominan sebagai petani dan nelayan bisa mendukung wisata baik itu yang bersifat agro maupun pesisir. 6.5 Ekosistem Tapak 6.5.1 Vegetasi Jenis tanaman yang terdapat pada Desa Taman Jaya didominasi oleh tanaman perkebunan kelapa, dimana sebagian besar adalah pesisir pantai. Pesisir pantainya tidak terdapat formasi yang sesuai untuk kawasan pesisir. Setelah pantai terdapat pemukiman dan perkebunan kelapa. Seharusnya, formasi yang terdapat pada kawasan pesisir adalah formasi pes-caprae, formasi barringtonia, nipah, dan vegetasi hutan pantai (Gambar 33). Laut
Formasi pes-caprae
Formasi Barringtonia
Nipah
Vegetasi Hutan Pantai
Pemukiman
Gambar 33. Formasi Vegetasi pada Pantai dalam Keadaan Baik
Formasi pes-caprae memiliki beberapa fungsi ekologis, daunnya mampu menjerat pasir yang terbawa angin, mengendapkannya di permukaan tanah, dan perakarannya dapat menstabilkan deposit pasir yang mengurangi instrusi air laut. Formasi barringtonia berfungsi sebagai pengendali iklim mikro, tanaman peneduh, sebagai wind break, dan habitat satwa. Kondisi ini tidak ditemui pada tapak, adapun yang terdapat pada tapak yaitu setelah pantai langsung pemukiman ataupun jalan. Apabila vegetasi pantai, kondisinya telah rusak akibat tsunami tahun lalu dan gelombang besar saat angin barat. Dengan demikian, formasi
83
vegetasi pada tapak menjadi tidak lengkap dan fungsinya pun menjadi terganggu (Gambar 34). Untuk itu, diperlukan rehabilitasi kawasan pada daerah yang mengalami kerusakan. Laut
Sempadan Pantai
Jalan
Pemukiman
a. Formasi pantai Taman Jaya (Kp. Paniis) Laut
Sempadan Pantai
Vegetasi Hutan Pantai
Pemukiman
b. Formasi pantai dan vegetasi pada Taman Jaya
Gambar 34. Formasi vegetasi pantai pada tapak
Disamping itu, pada tapak terdapat tanaman yang dirawat masyarakat pada pekarangan rumah, seperti tanaman budidaya, tanaman hortikultura, dan tanaman hias. Selain itu, terdapat tegalan yang ditanami tanaman yang dikonsumsi langsung, seperti ubi kayu, pisang, dan pepaya serta tanaman pakis. Daerah rawa, terdapat beberapa tanaman perintis sedangkan daerah timur yang berbatasan dengan kawasan TNUK terdapat tanaman hutan produksi (Gambar 35). 6.5.2 Satwa Pada daerah ini terdapat jenis satwa yang merupakan peliharaan maupun yang terdapat pada hutan, dimana terdapat jenis burung, mamalia, unggas, maupun reptil. Satwa tersebut ada yang hidupnya di darat maupun di laut (air). Keberadaan satwa menjadi objek yang menarik untuk mendukung kegiatan ekowisata. Disamping itu, terdapat kelelawar yang berada di salah satu sekolahan yang dapat menjadi objek wisata. Bukan hanya itu saja, walet, perkutut, dan jenis burung lainnya terdapat di tapak ini, sehingga dapat mendukung kegiatan bird watching pada aktivitas ekowisata. Selain itu, ada beberapa satwa yang dilindungi yang terdapat di daerah kawasan TNUK yang berbatasan sebelah timur Desa Taman Jaya. Satwa tersebut adalah jenis kera, seperti kera ekor panjang, lutung, owa jawa, dan surili. Satwasatwa ini merupakan primata yang dilindungi oleh TNUK dan telah terbentuk kelompok pencinta dari primata ini yang berpusat di Kampung Taman Jaya. Hal ini, dapat menjadi objek ataupun kegiatan wisata minat khusus bagi mereka yang menyukai dan akan meneliti tentang keberadaan satwa tersebut (Gambar 36).
84
85
86
Selain itu, keberadaan dari potensi alam ini mendukung pengembangan ekowisata pada desa ini, misalnya dengan objek maupun atraksi bagi ekowisata yang akan direncanakan ataupun untuk usulan aktivitas maupun fasilitas yang akan menunjang kegiatan tersebut. Hal yang menjadi potensial yang terkait dengan sosial ekonomi masyarakat ini adalah pola kehidupan, berupa kegiatan mereka saat melakukan aktivitas (bersawah, berkebun, nelayan, dan lain-lain) serta kondisi lingkungan desa tersebut. 6.6 Sintesis Berdasarkan analisis terhadap data yang telah diperoleh dan konsep perencanaan ekowisata pada Desa Taman Jaya dihasilkan jenis objek, aktivitas, sarana dan prasarana yang akan dihadirkan (Tabel 13). Tabel 13. Sintesis Desa Taman Jaya Kampung Paniis
Objek Ekowisata Atraksi kesenian, view ke sungai, view Gn. Honje, view pantai, budidaya terumbu karang, atraksi pertanian, tanah berpasir, kelas lereng curam, bentukan lahan, tambak, kolam, curug paniis, perkampungan, persawahan, perkebunan kelapa, vegetasi sawah, vegetasi pantai, terumbu karang, vegetasi perkebunan, burung kutul, owa jawa, surili.
Aktivitas Snorkling, trekking, jalan-jalan, wisata sejarah, rekreasi pantai, wisata pertanian, fotografi, interpretasi, piknik, wisata bahari.
Sarana dan prasarana Jalan utama, shelter, pemukiman, penginapan, kantor desa, kantor informasi, pos jaga, musholla, sarana dan fasilitas umum.
87
Kampung
Sarana dan prasarana Jalan utama, jalan setapak, restoran, shelter, pemukiman, penginapan, kantor informasi, pos jaga, musholla, kios, kantor pengelola, papan interpretasi, sarana dan fasilitas umum.
Objek Ekowisata
Aktivitas
Cisaat
View ke sungai, view Gn. Honje,view Pantai, budidaya terumbu karang, atraksi pertanian, pengupasan kelapa, tanah berpasir, kelas lereng curam, bentukan lahan, tambak udang, kolam, perkampungan, persawahan, perkebunan kelapa, vegetasi sawah, vegetasi perairan, vegetasi pantai, terumbu karang, vegetasi perkebunan, vegetasi ladang/tegalan, burung kutul.
Fotografi, wisata edukasi, jalan-jalan, rekreasi, interpretasi, piknik, wisata pertanian, wisata kampung.
Peundeuy
View ke sungai, view Gn. Honje, view pantai, atraksi pertanian, tanah berpasir, kelas datar, bentukan lahan, kolam, perkampungan, sungai, rawa-rawa, persawahan, perkebunan kelapa, vegetasi sawah, vegetasi pantai, vegetasi perkebunan, burung kutul.
Menikmati alam, jalan-jalan, piknik, wisata pertanian, fotografi, interpretasi, wisata bahari.
Jalan utama, jalan setapak, shelter, pemukiman, penginapan, kantor informasi, pos jaga, musholla, sarana dan fasilitas umum.
Cibanua dan Nelayan
Atraksi kesenian, view ke sungai, view Gn. Honje, view pantai, budidaya terumbu karang, atraksi pertanian, pengasinan, tempat pelelangan ikan, bagan, tanah berpasir, kelas datar, bentukan lahan, tambak, kolam, perkampungan nelayan, persawahan, perkebunan kelapa, vegetasi sawah, vegetasi pantai, terumbu karang, vegetasi perkebunan, burung kutul.
Menikmati pemandangan, jalanjalan, piknik, fotografi, ikut lelang ikan, wisata edukasi, wisata bahari, wisata budaya dan kesenian, interpretasi, bersampan, bermain speedboat.
Gerbang masuk (jalur laut), dermaga, loket, jalan utama, shelter, pemukiman, perkampungan nelayan, tempat pelelangan ikan, tempat pengasinan ikan, penginapan, kantor informasi, pos jaga, musholla, sarana dan fasilitas umum.
88
Kampung
Objek Ekowisata
Aktivitas
Cimenteng
Atraksi kesenian, view ke sungai, view Gn. Honje, view pantai, atraksi pertanian, pembuatan aren, pembuatan kuda lumping, kelas lereng curam, bentukan lahan, tambak, kolam, perkampungan, penampungan air, sungai, irigasi, persawahan, hutan produksi, perkebunan kelapa, vegetasi sawah, vegetasi perkebunan, burung kutul.
Menikmati pemandangan, jalanjalan, piknik, fotografi, bird watching, trekking, wisata budaya, wisata sejarah, wisata edukasi, wisata kampung tradisional, interpretasi.
Taman Jaya
View ke sungai, view Gn. Honje, view pantai, atraksi pertanian, tanah berpasir, kelas datar, bentukan lahan, kolam, perkampungan, sungai, curug Cibiuk, sungai, persawahan, perkebunan kelapa, hutan produksi, budidaya tanaman hias, budidaya pertanian, vegetasi sawah, vegetasi pantai, vegetasi perkebunan, burung kutul, kelelawar, buaya, walet, sarang lebah, patung badak, homestay, pembuatan emping, lutung.
Menikmati pemandangan, jalanjalan, mancing, piknik, wisata edukasi, wisata belanja, bird watching, atraksi buaya, pembuatan emping, atraksi kelelawar.
Sarana dan prasarana Jalan utama, jalan setapak, menara pandang, shelter, pemukiman, penginapan, kantor informasi, pos jaga, musholla, sarana dan fasilitas umum.
Gerbang masuk, loket, jalan utama, jalan setapak, parkir, shelter, kios-kios, pemukiman, penginapan, restoran, kantor informasi, pos jaga, musholla, sarana dan fasilitas umum.
Berdasarkan tabel 13 dapat disimpulkan bahwa Desa Taman Jaya akan dibentuk dalam 3 (tiga) ruang utama yaitu ruang ekowisata pesisir, agro eko lahan, dan agro eko pascapanen. Ketiga ruang ini akan diletakkan pada Desa Taman Jaya, dimana ruang penerimaan akan terdapat dalam masing-masing ruang utama. Ketiga ruang penerimaan ini terletak di kampung Paniis (agro eko lahan), kampung Cibanua’Nelayan’ (ekowisata pesisir), dan kampung Taman Jaya (agro eko pascapanen). Hasil spasialnya disajikan dalam bentuk block plan pada Gambar 37.
89
90
BAB VII. PERENCANAAN LANSKAP
7.1 Rencana Ruang Utama Desa Ekowisata Taman Jaya Berdasarkan block plan yang telah dibuat, Desa Taman Jaya akan dikembangkan rencana ruang utama dalam tiga ruang wisata. Ruang wisata yang terbentuk ini adalah ruang ekowisata pesisir, agro eko berbasis lahan, agro eko berbasis pascapanen. Untuk penjabaran ruang dapat dilihat pada Tabel 14. Luas keseluruhan tapak yang akan dikembangkan adalah Desa Taman Jaya, yang memiliki luas keseluruhan sekitar 675 ha. Tabel 14. Ruang Utama yang Terbentuk pada Desa Taman Jaya Ruang Ekowisata Pesisir
Luas Sub (ha dan %) Ruang 122.38 ha Penerimaan 18.13 % Pelayanan
Wisata
Agro Eko Berbasis Lahan
381.38 ha Penerimaan 56.50 % Pelayanan
Wisata
Penyangga
Fungsi Gerbang dan pintu masuk Desa Taman Jaya melalui jalur laut dari arah Labuan. Letaknya di kampung Cibanua'Nelayan'. Ruang untuk memfasilitasi pengunjung, untuk dapat melakukan aktivitas, terdapat parkir, pusat informasi, dan sarana serta prasarana umum. Ruang keberadaan objek dan atraksi wisata pesisir berupa perkampungan nelayan, vegetasi pantai, pelelangan ikan, pengasinan ikan dan kegiatan yang terkait dengan pesisir pantai. Gerbang dan pintu masuk Desa Taman Jaya melalui jalur darat dari arah Labuan da Pandeglang. Letaknya di kampung Paniis. Ruang untuk memfasilitasi pengunjung, untuk dapat melakukan aktivitas, terdapat parkir, pusat informasi, dan sarana serta prasarana umum. Ruang keberadaan objek dan atraksi wisata agro eko lahan terkait dengan karakter lanskap pada Desa Taman Jaya secara ekologi. Ruang yang membatasi kampung Paniis dan Cimenteng dengan kawasan TNUK, menghambat terjadinya pengaruh dari luar kawasan terhadap sumber daya yang ada agar tetap lestari dan sesuai dengan fungsi ekologisnya.
91
Ruang Agro Eko Berbasis Pascapanen
Luas Sub (ha dan %) Ruang 171.24 ha Penerimaan 25.37 % Pelayanan
Wisata
Penyangga
Fungsi Gerbang dan pintu masuk Desa Taman Jaya melalui jalur darat dari arah desa penyangga TNUK. Letaknya di kampung Taman Jaya. Ruang untuk memfasilitasi pengunjung, untuk dapat melakukan aktivitas, terdapat parkir, pusat informasi, penginapan, dan sarana serta prasarana umum. Ruang keberadaan objek dan atraksi wisata agro eko pascapanen. Dalam ruang ini menghadirkan keterampilan dari masyarakat dengan menggunakan hasil budidaya masyarakat itu sendiri. Ruang yang membatasi kampung Taman Jaya dengan kawasan TNUK, menghambat terjadinya pengaruh dari luar kawasan terhadap sumber daya yang ada agar tetap lestari dan sesuai dengan fungsi ekologisnya.
7.2 Rencana Pendukung Wisata 7.2.1 Rencana Jalur Ekowisata Rencana pengembangan dari jalur ekowisata dilakukan berdasarkan pada kebutuhan tapak dalam pemenuhan fasilitas pengunjung dan masyarakat, keadaan eksisting, serta kebutuhan ruang-ruang yang terbentuk pada tapak tersebut. Dengan adanya jalur ini, diharapkan dapat memudahkan mengakses tapak di dalam tapak, mengendalikan jumlah pengunjung baik di dalam tapak maupun pada ruang yang terbentuk sebagai upaya agar kondisi ekosistem dan eksisting tapak tetap terjaga. Adapun jalur ekowisata pada tapak terbagi menjadi 3 (tiga) jalur yaitu sebagai berikut: 4. Jalur primer adalah jalur yang menghubungkan antar seluruh ruang yang terdapat pada tapak dan dapat dilalui dengan kendaraan roda empat (jalur darat) dan speedboat/perahu (jalur laut). Jalur ini merupakan jalar provinsi yang perbaikan dan pendanaanya berasal dari Pemda setempat dengan lebar jalan ± 4-6 m. Jalur utama ini bertujuan untuk memberikan kemudahan pengunjung yang tidak ingin berjalan kaki untuk menuju objek/atraksi wisata yang dihadirkan dengan jarak yang jauh.
92
5. Jalur sekunder adalah jalur sirkulasi pada tiap ruangnya dan menghubungkan antar objek/atraksi wisata. Disamping itu, dapat dilalui
pejalan kaki dan
kendaraan beroda dua, dengan pembatasan jumlah pengunjung sesuai dengan daya dukungnya. Jalur ini, dilengkapi dengan papan interpretasi ekowisata yang memberikan informasi tentang tapak. 6. Jalur tersier adalah jalur yang menjadi alternatif apabila terjadi penumpukan pengunjung pada salah satu titik tertentu dalam tapak. Jalur ini, hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki karena berupa jalan setapak dan track sederhana atau dengan bersamapan. Dengan adanya jalur ini, diharapkan memberikan kesan pada pengunjung yang berbeda dibandingkan dengan jalur utama dan sekunder. Adanya pengembangan dari jalur ekowisata bermaksud untuk memudah pengunjung baik wisatawan domestik maupun mancanegara dalam rangka menikmati perjalanan dan melihat objek/atraksi wisata yang dihadirkan dan ditawarkan pada tapak. Disamping itu, dalam membatasi penumpukkan jumlah pengunjung agar keberadaan pengunjung ini tidak mengganggu, merusak, atau mengubah kawasan ekowisata ataupun kondisi eksisting dari tapak tersebut. Dengan demikian terdapat rencana perjalanan wisata yang ditawarkan dan direncanakan melalui jalur wisata atau touring plan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rencana Perjalanan Wisata Desa Taman Jaya No. 1
Lama wisata Satu hari
Rute Kawasan wisata agro eko berbasis pascapanen
Objek
Aktivitas
1. Pantai Taman Jaya
1. Melihat dan menikmati keindahan
2. Vegetasi pantai 3. Resort TNUK 4. Pola kehidupan dan pemukiman masyarakat 5. Kelompok penunjang (Lebah Madu, Anggrek, Primata) 6. Persawahan Taman Jaya
2. Trekking 3. Wisata belanja 4. Fotografi
7. Kerajinan pertanian hasil budidaya masyarakat 9. Budaya dan home industry
8. Olahraga
5. Berjalan-jalan 7. Interpretasi
9. Wisata budaya
93
No.
Lama wisata
Rute
Objek 10. Curug Cibiuk
2.
Satu hari
Kawasan ekowisata pesisir
1. Pantai Cibanua 2. Pola kehidupan dan pemukiman masyarakat 3. Vegetasi pantai 4. Kegiatan pengambilan kelapa 5. Kegiatan pertanian 6. Tambak udang swasta 7. Pantai Cisaat dan Paniis 8. Terumbu karang 9. Perkampungan nelayan 10. Atraksi dan aktivitas nelayan 11. Pelelangan ikan, pengasinan ikan 12. Atraksi bagan
3.
Tuga hari
Kawasan wisata agro eko berbasis lahan
1. Kampung Paniis 2. Kampung Cisaat 3. Kampung peundeuy 4. Kampung Cimenteng 5. Persawahan masingmasing kampung 6. Teknik pertanian 7. Pengolahan padi menjadi beras 8. Budidaya tanaman pekarangan 9. Pola pemukiman tradisional 10. View Gn. Honje 11. Sungai Cibanua dan Cimenteng 12. Atraksi kesenian Banten 13. Pembuatan Gula aren (batok dan minuman) 14. Pembuatan bagan 15. Pembuatan kuda lumping
Aktivitas 10. Piknik 11. Memancing 12. Bird watching 13. Istirahat 1. Melihat dan menikmati keindahan 2. Bersampan 3. Wisata belanja 4. Interpretasi 5. Fotografi 6. Wisata edukasi 7. Wisata budaya 8. Piknik 9. Memancing 10. Berjalan-jalan 11. Bird watching 12. Snorkling 13. Bermain speedboat 14. Istirahat 1. Melihat dan menikmati keindahan alam 2. Wisata belanja 3. Bersampan 4. Interpretasi 5. Fotografi 6. Wisata budaya 7. Piknik 9. Berjalan-jalan 10. Bird watching 11. Mengenal sejarah 12. Istirahat
94
No. 4.
5.
Lama wisata Tiga hari
Tiga hari
Rute Kawasan ekowisata pesisir- wisata ago berbasis lahan
Kawasan wisata agro eko berbasis lahanwisata agro ekoberbasis pascapanen
Objek
Aktivitas
1. Pantai Cibanua
1. Melihat dan menikmati keindahan
2. Pola kehidupan dan pemukiman masyarakat 3. Vegetasi pantai 4. Kegiatan pengambilan kelapa 5. Kegiatan pertanian 6. Tambak udang swasta 7. Pantai Cisaat dan Paniis 8. Terumbu karang 9. Perkampungan nelayan 10. Atraksi dan aktivitas nelayan 11. Pelelangan ikan, pengasinan ikan 12. Atraksi bagan 13. Kampung Paniis 14. Kampung Cisaat 15. Kampung peundeuy 16. Kampung Cimenteng 17. Persawahan masing-masing kampung 18. Teknik pertanian 19. Pengolahan padi menjadi beras 20. Budidaya tanaman pekarangan 21. Pola pemukiman tradisional 22. View Gn. Honje 23. Sungai Cibanua dan Cimenteng 24. Atraksi kesenian Banten 25. Pembuatan Gula aren (batok dan minuman) 26. Pembuatan bagan 27. Pembuatan kuda lumping 1. Kampung Paniis
2. Bersampan
2. Kampung Cisaat
3. Wisata belanja 4. Interpretasi 5. Fotografi 6. Wisata edukasi 7. Wisata budaya 8. Piknik 9. Memancing 10. Berjalan-jalan 11. Bird watching 12. Snorkling 13. Bermain speedboat 14. Mengenal sejarah 15. Istirahat
1. Melihat dan menikmati keindahan
2. Trekking
95
No.
Lama wisata
Rute
Objek
Aktivitas
3. Kampung peundeuy 4. Kampung Cimenteng
3. Wisata belanja 4. Wisata agro
5. Persawahan masingmasing kampung 6. Teknik pertanian 7. Pengolahan padi menjadi beras 8. Budidaya tanaman pekarangan 9. Pola pemukiman tradisional 10. View Gn. Honje 11. Sungai Cibanua dan Cimenteng 12. Atraksi kesenian Banten 13. Pembuatan Gula aren (batok dan minuman) 14. Pembuatan bagan 15. Pembuatan kuda lumping 1. Pantai Taman Jaya
5. Olahraga 6. Bersampan 7. Interpretasi 8. Fotografi 9. Wisata edukasi 10. Wisata budaya 11. Piknik 12. Memancing 13. Berjalan-jalan 14. Bird watching 15. Mengenal sejarah 16. Istirahat
2. Vegetasi pantai 3. Resort TNUK 4. Pola kehidupan dan pemukiman masyarakat 5. Kelompok penunjang (Lebah Madu, Anggrek, Primata) 6. Persawahan Taman Jaya 7. Kerajinan pertanian hasil budidaya masyarakat 9. Budaya dan home industry 10. Curug Cibiuk
Dari paket yang tersedia untuk kegiatan ekowisata Desa Taman Jaya dapat dipergunakan kendaraan maupun dengan berjalan kaki. Hal ini disesuaikan dengan berapa lama waktu yang memungkinkan untuk dilakukan wisata tersebut. Disamping itu, disesuaikan apakah jalur dapat dipergunakan kendaraan baik roda empat maupun dua atau mempergunakan sampan atau dengan berjalan kaki. Untuk penjabaran jalur dalam ruang disajikan pada Gambar 38.
96
97
7.2.2 Rencana Aktivitas Aktivitas yang dikembangkan berdasarkan penggunaan tapak terkait dengan potensi, hambatan, dan kendala pada tapak tersebut. Untuk masing-masing ruang yang dikembangkan memiliki aktivitas yang berbeda. Aktivitas yang dilakukan bernilai pendidikan (edukatif), partisipatif, dan alami terkait dengan keberadaan ekologi maupun ekosistem yang terdapat pada tapak. Kegiatan wisata yang dikembangkan ditempatkan pada ruang sesuai daya dukung agar minimal kerusakan tanpa mengubah ekosistem dan ekologi sebelumnya. Pada ruang penerimaan di masing-masing kawasan wisata kegiatannya hanya berupa pengambilan tiket, kegiatan informasi-informasi yang terkait dengan tapak yang akan dikunjungi. Hal ini dilakukan dengan pemfasilitasi gerbang atau loket serta interpretasi dari tapak. Keadaan ini dikarenakan ruang penerimaan merupakan gerbang masuk pengunjung untuk setiap model wisata yang ada pada Desa Taman Jaya. Pada ruang penyangga aktivitas yang dilakukan diarahkan dan disarankan yang bersifat pasif hal ini bertujuan untuk melindungi ekosistem yang ada pada kawasan TNUK. Selain itu, ruang penyangga ini diletakkan pada dua model wisata dengan proposi ruang penyangga di agro eko lahan lebih banyak dibandingkan pada agro eko pascapanen. Pada ruang inti terdapat tigaruang, dimana ruang wisata lebih bersifat terbuka untuk pengunjung dengan tetap memperhatikan daya dukung yang telah ditetapkan. Aktivitas pada ruang wisata ini dilakukan dengan aktivitas yang bersifat aktif atau pasif, dimana pengunjung bisa melakukan aktivitas sesuai dengan yang ingin dilakukan. Bentuk aktivitas yang dilakukan seperti snorkling, interpretasi, olahraga, piknik, refreshing, outbond, camping, kegiatan agro (terkait dengan teknik pertanian), melihat pemandangan, ataupun kegiatan penelitian. Disamping itu, pada ruang ini juga terdapat aktivitas pelayanan seperti makan, minum, ibadah, kegiatan jua-beli (wisata belanja), dan istirahat. Keseluruhan aktivitas yang akan dikembangkan, akan diarahkan ke dalam suatu paket kegiatan wisata yang akan ditawarkan kepada pengunjung. Hal ini ditujukan untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pengunjung serta memberikan pengalaman yang berharga sehingga mendorong pengunjung untuk
98
terus mengunjungi tempat ini dilain kesempatan. Disamping itu, dapat mempermudah pengelola dalam rangka mengontrol jumlah pengunjung yang sesuai dengan kapasitas dan daya dukung yang ada pada kawasan tersebut, baik sumber daya maupun lahan. 7.2.3 Rencana Fasilitas Penunjang Fasilitas yang akan dikembangkan kawasan ekowisata ini adalah fasilitas yang menunjang dan mendukung kegiatan dan aktivitas yang dilakukan dan memiliki fungsi untuk setiap aktivitas yang dilakukan (Tabel 16). Fasilitas ini diletakkan sesuai dengan kebutuhan tiap ruang yang dikembangkan pada tapak tersebut, sesuai dengan fungsi serta kegunaan dari masing-masing ruang yang dihadirkan. Fasilitas yang digunakan pada ruang penerimaan misalnya fasilitas pendukung aktvitas menerima pengunjung atau sebagai gerbang masuk, dapat berupa papan interpretasi atau gerbang/loket. Disamping itu, disediakan lapangan parkir dan pusat informasi dalam rangka memudahkan dalam pencarian tapak. Untuk ruang penyangga menggunakan minimal fasilitas, yaitu disesuaikan rendahnya tingkat penggunaan ruang oleh pengunjung karena fungsi ruang sebagai
pelindung
terhadap
kawasan
TNUK,
sehingga
aktivitas
yang
dikembangkan ini bersifat pasif dan tertutup. Fasilitas ynag dikembangkan pada ruang penyangga seperti Jalur sirkulasi, menara pandang, dan vegetasi yang sesuai dengan fungsi konservasi dan hutan produksi. Ruang inti dilengkapi oleh fasilitas yang lebih beragam karena aktivitas pengunjung yang dominan pada ruang ini, karena merupakan pusat kegiatan aktivitas. Fasilitas yang dihadirkan disesuaikan dengan kebutuhan dan keberadaan objek/atraksi wisata yang ada serta daya dukung yang telah ditetapkan sebelumnya. Ruang ini terdiri dari 3 (tiga) model wisata, yaitu ekowisata pesisir, wisata agro eko berbasis lahan, dan wisata agra eko berbasis pascapanen. Fasilitas ruang ini dibatasi pada fasilitas pendukung kegiatan. Untuk masing-masing model ruang wisata didukung oleh aktivitas yang sifatnya aktif dan lebih intensif, sehingga diperlukan fasilitas yang sesuai dengan aktivitas yang akan dilakukan. Fasilitas yang dikembangkan jalur sirkulasi yang berupa jalur pejalan kaki, jalur kendaraan beroda dua, jalur sepeda, dan deck pada
99
daerah rawa dan mangrove pada tapak. Jalur yang dikembangkan ini, disertai dengan papan interpretasi yang memberikan interpretasi informasi bagi pengunjung. Fasilitas lain yang akan diberikan seperti shelter, area piknik, tempat penyewaan
perlengkapan
snorkling,
interpretasi,
perkampungan
nelayan,
Persawahan, tempat pelelangan ikan, pusat informasi, MCK, musholla, klinik, kios, kedai, café, pos jaga, tempat penginapan, lapangan parkir dan sebagainya. Tabel 16. Rencana Aktivitas dan Fasilitas pada Desa Taman Jaya Ruang
Sub Ruang
Fungsi
Aktivitas
Fasilitas
Penerimaan
Kegiatan pelayanan, area penerimaan dan merupakan gerbang masuk desa ekowisata.
Retrebusi, parkir, pembelian tiket.
Loket, gerbang masuk, pos jaga, lapangan parkir, dan pusat informasi wisata.
Penyangga
Perlindungan kawasan, menghubungkan ruang inti dengan kawasan TNUK.
Jalan-jalan, fotografi, bird watching, meaikmati dan melihat pemandangan, interpretasi, merenung, memancing, penelitian. Interpretasi, snorkling, pembuatan emping, pembuatan gula aren, pembuatan patung badak, fotografi, bird watching, piknik, olahraga, atraksi kuda lumping dan tari lesung, melihat pemandangan, jualbeli, menginap, ibadah, makan, kesehatan, informasi tapak, kegiatan agro, outbond, dan sebagainya.
Jalur sirkulasi, menara pandang, shelter, bangku, papan interpretasi, vegetasi.
Inti
Ekowisata pesisir, wisata agro eko berbasis lahan dan agro eko berbasis pascapanen
Kegiatan wisata dan pelayanan pengunjung.
Jalur sirkulasi, shelter, area piknik, tempat penyewaan perlengkapan snorkling, interpretasi, perkampungan nelayan, Persawahan, tempat pelelangan ikan, pusat informasi, MCK, musholla, klinik, kios, kedai, café, pos jaga, lapangan parkir, dan sebaginya.
7.3 Rencana Lanskap Berdasarkan hasil block plan akan dikembangkan menjadi beberapa rencana, yaitu rencana tata ruang, rencana jalur ekowisata, rencana aktivitas, dan rencana fasilitas pendukung ekowisata. Hasil ini akan digabungkan kemudian dikembangkan kedalam bentuk grafis berupa rencana lanskap yang disajikan pada
100
Gambar 39. Disamping itu, terdapat beberapa gambar ilustrasi yang mendukung serta menunjang rencana lanskap yang akan dikembangkan di Desa Taman Jaya (Gambar 40). 7.4 Rencana Program Berdasarkan analisis diperoleh bahwa perencanaan pengembangan Ekowisata di Zona Penyangga TNUK (kasus Desa Taman Jaya) dibuat program pendukung keberadaan perencanaan ini terkait dengan ekologi dan wisata yang akan dikembangkan. Program-program ini dilakukan dengan jangka waktu tertentu sebagai pendukung bagi tujuan perencanaan tersebut. Jangka waktu yang digunakan terbagi menjadi 3 (tiga) jangka waktu, yaitu jangka panjang (5-10 tahun), jangka menengah (3-5 tahun), dan jangka pendek (1-3 tahun). Adapun rencana program ini dijelaskan pada Tabel 17 dan 18.
101
102
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Gambar 40. Objek dan Aktivitas yang direferensikan untuk Ekowisata (1. Dek yang menghubungkan mangrove, 2. Kampung Nelayan, 3. Snorkling, 4. Budidaya Terumbu Karang, 5. Tempat Pengasinan, 6. Pemandangan bentang sawah, 7. Tambak dekat Kampung Nelayan, 8. Camping ground area, 9. Budidaya Lebah madu, 10. Budidaya Anggrek, 11. Pesta Panen Raya, 12. Primata (lutung), 13. Pohon Gebang pootensi kerajinan, 14. Curug Cibiuk, 15. Proses pengupasan kelapa, 16 Curug Paniis, 17. Mangrove, 18. Jogging track (mangrove), 19. Koleksi Agro, 20. Bird Watching).
103
Tabel 17. Program Wisata Desa Taman Jaya No.
Program
Tujuan
Pelaksana
1
Promosi wisata
Memperkenalkan desa Ekowisata Taman Jaya kepada masyarakat umum
Dinas Pariwisata, Balai TNUK, Masyarakat
Wisatawan domestik dan mancanegara, masyarakat umum
2.
Paket Wisata Darat maupun Laut
Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menggali potensi kampung
Pengelola
Pengguna tapak (Pengunjung)
Pendek
3
Pelatihan pemandu wisata
Pengelola desa Ekowisata, Balai TNUK
Masyarakat Desa Taman Jaya
Pendek
4
Pelatihan keterampilan sumber daya manusia
Pengelola desa Ekowisata, LSM, Balai TNUK
Masyarakat Desa Taman Jaya
Pendek
5
Pengembangan kelompokkelompok yang telah terbentuk dan membentuk kelompok sesuai dengan potensi desa lainnya Penyuluhan dan pelatihan peluang ekonomi dalam kegiatan wisata
Melatih masyarakat dan menggali potensi masyarakat untuk menjadi pemandu wisata dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, mendorong masyarakat untuk merasa memiliki desa dan mengenal sejarah terbentuknya desa Menggali keahlian yang dimiliki masyarakat sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka Mengembangkan potensi desa, membantu meningkatkan perekonomian masyarakat
Pengelola desa Ekowisata
Masyarakat Desa Taman Jaya
Pendek
Memberikan solusi untuk peningkatan kesejahteraan dan pendapatan mereka, mendapatkan peluang kerja bagi masyarakat yang sedang mencari kerja, mengikut sertakan masyarakat dalam bidang pariwisata
Pengelola desa Ekowisata
Masyarakat Desa Taman Jaya
Pendek
6
Sasaran
Jangka Waktu Pendek
104
Tabel 18. Program Ekologi dan Kebutuhan Masyarakat Desa Taman Jaya. No.
Program
Tujuan
Pelaksana
Sasaran
1
Perbaikan jalan akses masuk desa Ekowisata
Memberikan fasilitas yang optimal terhadap masyarakat maupun pengguna tapak dalam rangka pemenuhan untuk kegiatan aktivitas
Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang
2
Pemberian fasilitas transportasi dalam memudahkan pengaksesan menuju desa Ekowisata Pemulihan daerah pesisir pantai dengan vegetasi mangrove dan penahan gelombang Melakukan perubahan tata guna lahan
Memberikan pelayanan untuk pengguna tapak
Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang
Masyarakat umum, masyarakat Desa Taman Jaya, pengguna tapak Masyarakat umum, masyarakat Desa Taman Jaya, pengguna tapak
Melindungi kawasan pesisir pantai dari berbagai bencana baik dari dalam maupun luar tapak
Departemen Kehutanan, Balai TNUK
Masyarakat Desa Taman Jaya yang berada disekitar pesisir pantai
Panjang
Memanfaatkan lahan untuk dapat memberikan masukan pendapatan baik untuk desa maupun untuk individu, untuk melindungi lahan yang rawan erosi dan longsor Agar area pemanfaatan masyarakat tidak melebar menuju kawasan TNUK
Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang, Balai TNUK
Masyarakat Desa Taman Jaya
Panjang
Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang, Balai TNUK
Masyarakat umum, masyarakat Desa Taman Jaya, pengguna tapak dan pengelola
Panjang
Memberikan kebutuhan masyarakat akan ketersediaan air untuk kehidupan
Masyarakat Desa Taman Jaya
Masyarakat Desa Taman Jaya
Pendek
3
4
5
6
Membuat dan menetapkan peraturan perundangan yang mengatur pembatasan antara desa dan Taman Nasional serta tentang perlindungan kawasan pesisir Pengadaan penampungan air guna pemenuhan kebutuhan masyarakat saat musim kemarau
Jangka waktu Pendek
Pendek
105
No. 7
Program
Tujuan
Pelaksana
Penyuluhan dan pelatihan tentang motivasi pendidikan lingkungan dan konservasi
Agar masyarakat sadar akan pentingnya keberadaan kawasan yang berlanjut untuk desa Ekowisata, adanya kepedulian terhadap lingkungan dan kecintaan terhadap lingkungan serta meningkatkan kualitas pendidikan masyarakatnya
Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang, Balai Taman Nasional, Departemen Kehutanan
Sasaran Masyarakat Desa Taman Jaya
Jangka waktu Pendek
7.5 Daya Dukung Desa Ekowisata Taman Jaya Daya dukung dilakukan dalam rangka pembatasan pengunjung sehingga kelestarian dan keberlanjutan suatu kawasan dapat terjaga dan tetap alami serta minimal terhadap kerusakan. Daya dukung suatu kawasan ini merupakan kemampuan suatu kawasan untuk mendukung segala aktivitas atau kegiatan yang berlangsung didalamnya, dengan harapan dapat meminimalkan kerusakan terutama yang disebabkan oleh manusia. Dengan adanya daya dukung ini, dapat diketahui kapasitas pengujung agar dapat secara optimal memanfaatkan sumber daya yang ada. Keberadaan daya dukung sebagai upaya dalam pengendalian kelebihan kapasitas pengunjung sehingga dapat lebih terkontrol kembali. Daya dukung untuk kawasan dapat dihitung dengan membagi luas area yang ada dengan kebutuhan ruang orang berdasarkan standar yang ada (Tabel 19). Selain itu, untuk daya dukung jalur ekowisata disajikan pada Tabel 20. Tabel 19. Daya Dukung Kawasan Ruang Wisata Agro Eko Berbasis Lahan Wisata Agro Eko Berbasis Pascapanen
Luas (m2) 1377000
Standar Kebutuhan Ruang (m2/orang)*
Daya Dukung (orang) 40
34425
2970000 40 74250 Jumlah 108675 Keterangan, * : dua kali dari nilai standar kebutuhan ruang orang pada umumnya, hasil diskusi dengan dosen pembimbing tanggal 22 Desember 2008.
106
Tabel 20. Daya Dukung Pengunjung pada Jalur Ekowisata Ruang Ekowisata Pesisir Wisata Agro Eko Berbasis Lahan Wisata Agro Eko Berbasis Pascapanen
Panjang (m)
Luas (m2)
Standar Kebutuhan Ruang (m2/orang)*
Daya Dukung (orang)
3033.46
3640.15
40
91
6775.51
8130.61
40
204
3417.83
4101.40 40 103 398 Jumlah Keterangan, * : dua kali dari nilai standar kebutuhan ruang orang pada umumnya, hasil diskusi dengan dosen pembimbing tanggal 22 Desember 2008.
Berdasarkan Tabel 19 dan 20 diperoleh bahwa pada tabel daya dukung kawasan dan wisata dengan standar kebutuhan ruang manusia pada umumnya sedangkan untuk kawasan konservasi ini dihipotesiskan dengan asumsi 50% dari daya dukung pada umumnya. Dengan demikian diperoleh untuk kawasan adalah 10875 orang yang dapat tinggal pada kawasan tersebut. Untuk wisata pada jalur ekowisata dapat menampung maksimal 398 orang untuk keseluruhan jalur yang terdapat pada kawasan.
107
BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Desa Taman Jaya mempunyai objek dan atraksi yang dapat dikembangkan untuk ekowisata. Objek dan atraksi ini dihadirkan berdasarkan sebaran pada masing-masing kampung yang terdapat di Desa Taman Jaya. Hal ini dapat berupa kondisi lanskap baik terkait dengan ekologi tapak maupun budaya dan pola perkampungan di desa tersebut. Objek ini berupa badan air, topografi, ekosistem, pola perkampungan, kehidupan masyarakatnya, bentuk rumah, dan lingkungan serta potensi pesisir pantai. Atraksi yang terdapat di desa berupa budaya dan kesenian tradisional desa (Provinsi Banten) yang dapat ditampilkan untuk menarik pengunjung atau dijadikan sebagai atraksi wisata. Aksesibilitas masih sulit dijangkau oleh masyarakat umum, kurangnya sarana transportasi dan kondisi jalan menjadi masalah menuju desa ini. Kondisi demikian berdampak pada banyaknya pengunjung yang menuju desa maupun Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Adanya perbaikan jalan diharapkan dapat terealisasi dengan cepat dari adanya kerjasama dinas dan Pemda setempat serta masyarakat dengan mempertimbangkan kondisi ekologi tapak. Kondisi
masyarakatnya
berpeluang
untuk
dilakukan
perencanaan
ekowisata agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dengan kualitas sumber daya manusia yang kurang sehingga diperlukan pembekalan keahlian yang kerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja, Pemda, Balai TNUK dan masyarakat lokal. Disamping itu, adanya peran masyarakat misalnya dengan penyediaan fasilitas menginap bagi wisatawan yang berkunjung pada tapak. Lanskap yang dikembangkan adalah dengan 3 (tiga) akses utama melalui kampung Paniis, kampung Cibanua’Nelayan’ dan kampung Taman Jaya. Masingmasing kampung ini akan menjadi pusat wisata. Kampung Paniis dan Taman Jaya merupakan jalur yang melalui darat sedangkan kampung Cibanua’Nelayan’ melalui jalur laut. Kampung Paniis memiliki tingkatan yang lebih utama dibandingkan Taman Jaya. Hal ini didukung oleh keberadaan kampung yang lebih yang terluar sebelum memasuki Desa Taman Jaya. Kampung ini, dapat
108
dikembangkan untuk menjadi pusat Taman Jaya sedangkan Taman Jaya perlu adanya pengelolaan secara baik oleh pihak yang terkait dengan masyarakat. Ketiga akses ini akan membentuk touring plan yang menghubungkan 3 model wisata yaitu ekowisata pesisir, agro eko berbasis lahan dan agro eko berbasis pascapanen. Dari model wisata ini akan melahirkan program wisata dan programprogram pendukung berupa yang terkait ekologi tapak maupun perkembangan wisata. Program ini, akan digunakan dalam rangka keberlanjutan desa agar dapat terus berkembang dan lestari. 8.2 Saran Dari hasil analisis dan perencanaan terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan antara lain: 1. Perencanaan ini dapat dilanjutkan dengan perencanaan yang lebih detail yang menggambarkan masing-masing ruang yang akan terbentuk. Hal ini, untuk memberi masukkan pada Pemerintah Daerah Pandeglang maupun Provinsi Banten dalam pengembangan daerah penyangga dari TNUK; 2. Perencanaan Desa Taman Jaya perlu ada tindak lanjutnya agar kesejahteraan masyarakat meningkat dengan melibatkan Pemerintah Daerah sebagai fasilitator bukan hanya Balai Taman Nasional; 3. Pengembangan desa harus diimbangi dengan sosialisasi dan pendidikan serta pemahaman yang terkait lingkungan dan adanya peningkatan terhadap sarana dan prasarana yang mendukung di desa tersebut; 4. Mengembangkan pusat akses utama dengan hirarki tertinggi berada di kampung Paniis sedangkan kampung Taman Jaya untuk dikelola dan kampung Cibanua untuk dikembangkan; 5. Perlu dibentuk kelembagaan yang utama sehingga dapat mengkoordinir lembaga-lembaga yang terbentuk dalam desa tersebut. Lembaga ini dapat bekerja sama dengan balai TNUK, Pemda maupun Dinas yang terkait agar meningkatkan keterampilan dan keahlian masyarakatnya.
109
DAFTAR PUSTAKA Adhikerana, A.S. 1999. Ekowisata di Indonesia Antara Angan-Angan dan Kenyataan. Makalah Seminar. Perkembangan Industri Pariwisata di Indonesia. Bandung. 10 hal. Benson JF, Roe. M.H (editor). 2000. Landscape and Sustainability. Spoon Press. London. 318p. BTNUK, 2005. Taman Nasional Ujung Kulon. Balai TN Ujung Kulon. Labuan. 2008. Taman Nasional Ujung Kulon. Balai TN Ujung Kulon. Labuan. Clawson, M and J.L. Knetsch. 1966. Economic of Outdoor Recreation. The Hopkins Press. Baltimore. USA. 328p. Darmawan, Widuriyani. 2004. Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB. Bogor (tidak dipublikasikan). Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2006. Kemungkinan Meningkatkan Ekowisata. http//www.dephut.go.id/Informasi/PHPA/mphpa1.html [6 Juni 2006]. Desa Taman Jaya. 2006. Profil Desa Taman Jaya. Badan Pemberdaya Masyarakat. Provinsi Banten. . 2008. Profil Desa Taman Jaya. Badan Pemberdaya Masyarakat. Provinsi Banten. Harini Muntasib E.K.S, H, Ricky A, Eva R, Yun Y, Resti M. 2004. Rencana Pengembangan Ekowisata Kabupaten Bogor. Laporan Akhir Laboratorium Rekreasi Alam. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Bogor. Bogor. Kusumawardani, Astari. 2004, Perencanaan Kawasan Pesisir untuk Ekowisata di Tulamben Karangasem, Bali. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB. Bogor (tidak dipublikasikan). Lembanasari, Ajeng. 2006. Evaluasi Model Kampung Konsevasi di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor (tidak dipublikasikan).
110
Nurisjah, Siti. 2007. Perencanaan Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB. Bogor (tidak dipublikasikan). Nurisjah, Siti. Dkk. 2003. Daya Dukung dalam Perencanaan Tapak. Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB. Bogor (tidak dipublikasikan). Pindi. 1998. Studi Ekoturisme Taman Wisata Alam Pangandaran dan Sekitarnya Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan IPB. Bogor (tidak dipublikasikan). Rachman, Z. 1984. Proses Berpikir Lengkap Merencana dan Melaksana dalam Arsitektur Lansekap. Makalah Diskusi Festa VI-Himagron. Bogor. Hal 3-8. Simond JO. 2006. Landscape Architecture. McGraw-Hill. New York. Soepardi, Goeswono. 1998. Sifat dan Ciri Tanah 2. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Suryana, Eska Nata. 2007. Keragaan Sosial Ekonomi Usaha-usaha Alternatif Masyarakat dalam Program Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (Studi Kasus pada Kelompok Pengukir “Rhino Manunggal” desa Ujung Jaya dan Jasa Penginapan “Sunda Jaya Homestay” desa Taman Jaya). Skripsi. Departemen Konsevasi dan Sumberdaya hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor (tidak dipublikasikan). Suwantoro, G. 2004. Dasar-dasar Pariwisata. Andi. Yogyakarta. Wahyudi, Devi. 2004. Perencanaan Lanskap Kawasan Ekowisata Lahan Basah Cagar Alam Rawa Danau, Serang, Banten. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB. Bogor (tidak dipublikasikan). Yoeti, O.A. 1997. Perencanaan dan Perkembangan Pariwisata. Pradnya Paramita. Jakarta.