PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA DI DAERAH PENYANGGA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PROVINSI BANTEN
WAKYUDI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perencanaan Lanskap Ekowisata di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016 Wakyudi NIM A451130211
*Pelimpahan hak cipta karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
RINGKASAN WAKYUDI. Perencanaan Lanskap Ekowisata Di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten. Dibimbing oleh SETIA HADI dan OMO RUSDIANA. Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) adalah kawasan pelestarian alam yang memilki biodiversitas dan ekosistem sangat tinggi yang dikelola dengan sistem zonasi untuk optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan. Masalah kawasan TNUK saat ini adalah pengelolaan dan pemanfaatan zona-zona yang berinteraksi langsung dengan pemukiman penduduk lokal. Kawasan TNUK dikelilingi 19 desa yang ditetapkan sebagai daerah penyangga yang mencakup Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu Kabupaten Pandeglang dengan jumlah penduduk sekitar 59.669 jiwa, hal ini menyebabkan Kawasan TNUK rentan terhadap tekanan aktivitas masyarakat sekitarnya. Ekowisata diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya alam. Pengembangan ekowisata di TNUK harus terintegrasi dengan kawasan penyangga yang menghubungkan antara aktivitas masyarakat dan konservasi, untuk itu harus diketahui karakteristik dan potensi obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) di dalamnya. Tujuan penelitian ini meliputi; (1) analisis pemanfaatan ruang daerah penyangga TNUK (2) analisis objek dan daya tarik wisata (3) analisis daya dukung kawasan wisata (4) menyusun rencana lanskap ekowisata. Analisis pemanfaatan ruang menggunakan sistem informasi geospasial (SIG). Analisis potensi obyek dan daya tarik wisata alam menggunakan pedoman Analisis Daerah Operasi – Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO – ODTWA) Dirjen PHKA 2002 dan penilaian kelayakan objek dan atraksi wisata menggunakan kriteria penilaian menurut MacKinnon (1986). Analisis daya dukung kawasan menggunakan formulasi menurut Yulianda (2007). Situasi pemanfaatan ruang daerah penyangga kawasan TNUK menggambarkan sebagian besar sudah tidak sesuai perencanaan perluasan pemanfaatan eksisting seperti sawah, hutan lahan basah dan kebun campuran. Daerah Penyangga TNUK memiliki potensi obyek dan daya tarik wisata alam yang layak untuk dikembangkan. Potensi objek dan atraksi wisata tersebar di 10 desa penyangga yang memiliki kategori sangat potensial dan potensial dari 15 desa yang menjadi fokus penelitian dengan berbagai jenis keragaman objek dan atraksi wisata. Analisis daya dukung kawasan wisata daerah penyangga TNUK diperoleh sebesar 8.241 orang/hari. Berdasarkan kesesuaian tapak untuk pengembangan wisata, ruang, aktifitas dan fasilitasnya. Zona pengembangan meliputi zona atraktif, semi atraktif dan tidak atraktif. Sedangkan ruang wisata yang dihasilkan adalah ruang utama meliputi ruang wisata akuatik dan ruang wisata terestrial dan ruang penunjang meliputi ruang penerimaan, ruang transisi dan ruang pendukung. Kata kunci: Pemanfaatan ruang, perencanaan lanskap, daerah penyangga.
SUMMARY WAKYUDI. Ecotourism Landscape Planning in the Regions Buffer Conservation Area National Park Ujung Kulon, Banten Province. Supervised by SETIA HADI and OMO RUSDIANA. Ujung Kulon National Park (TNUK) is a nature conservation area which has an extremely high biodiversity and ecosystems that are managed by the zoning system for optimizing the management and utilization. problem TNUK region today is the management and use zones - zones that interact directly with the human settlements local. Area TNUK surrounded by 19 villages that are designated as buffer zone which includes the District wells and District Cimanggu Pandeglang with a population of about 59 669 inhabitants, this causes TNUK region vulnerable to pressure. Ecotourism community activity is believed to improve the welfare of society and the preservation of natural resources. Ecotourism development in newborn calves should be integrated with the buffer zone that connects the community activities and conservation, for it to be known to the characteristics and potential of objects and natural attractions (ODTWA) in it. The purpose of this study include; (1) analyzing the buffer zone TNUK space utilization (2) analysis of tourist attraction (3) analysis of the carrying capacity of tourist areas (4) develop a landscape plan ecotourism. Space utilization analysis using geospatial information systems (GIS). Analysis of the potential of objects and natural tourist attraction using the guidelines of Regional Operations Analysis – Object and Fascination Nature (ADO – ODTWA) Dirjen PHKA 2002 and assessing the feasibility of objects and tourist attraction using the assessment criteria according to MacKinnon (1986). Capacity analysis region using the formulation according to Yulianda (2007). The area of space utilization situation Buffer Zone TNUK illustrates largely gone according to plan expansion of existing use as fields, forests and wetlands mixed garden. TNUK Buffer area has the potential of objects and natural attractions that deserve to be developed. Potential objects and attractions spread over 10 villages buffer which has the category potential and the potential of the 15 villages that are the focus of research by various types of objects and the diversity of tourist attractions. Capacity analysis TNUK tourist area of the buffer zone was obtained for 8.241 man / day. Based on the suitability of a site for the development of tourism, space, activities and facilities. The development zone covers an attractive zone, semi attractive and unattractive. While the resulting space travel is the main hall covers an area of aquatic and space travel and space travel terrestrial Investigations include a reception room, a transitional space and support space. Keywords: Utilization of space, landscape planning, the buffer zone
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA DI DAERAH PENYANGGA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PROVINSI BANTEN
WAKYUDI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Andi Gunawan, MAgrSc
8&8.?'6*6? ? '5'1%"1""1? "16-"4? -3<*6"7"? &+? "'5")? '1=#2(("? "<"6"1? 316'5;"6*?"0"1?"6*31".? "0"?
? !"-=8&+?
?
? ?
,81(?8.31?53:*16*?"17'1?
*6'78,8+? 3/')? 30*6+? '0$*0$+1(?
5?5?'7+"?
?
%?
'78"?
1((37"?
*-'7")8*? 3.')?
'78"?53(5"0?78&*? 56+7'-785? "16-"4?
5? 5?*>"5??"658/.")? (5?
"1(("/?
,+"1?
? '$59"5+? ?
"1(("/? 8/86?
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak Februari 2015 sampai Juli 2015 yaitu Perencanaan Lanskap Ekowisata di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian studi jenjang magister pada Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Setia Hadi, MS dan Dr Ir Omo Rusdiana, MSc selaku Komisi Pembimbing dan Dr Ir Andi Gunawan, MAgrSc selaku dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran dan ilmunya. Ungkapan terima kasih kepada segenap staf dosen Departemen Arsitektur Lanskap IPB atas ilmu pengetahuan dan bantuannya selama penulis menempuh studi. Terima kasih juga kepada pihak Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan Pemerintah Provinsi Banten atas bantuannya selama pengumpulan data penelitian. Ungkapan terima kasih kepada ayahanda, ibunda dan saudara. Terima kasih kepada teman-teman pasca ARL 2013 dan para sahabat Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) Bogor atas motivasi dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Maret 2016
Wakyudi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian
1 1 3 4 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati dan Pariwisata Pengembangan Objek dan Atraksi Wisata Perencanaan Ekowisata Pemanfaatan dan Penataan Ruang Taman Nasional dan Pengembangan Ekowisata Daya Dukung Kawasan Penyangga Sistem Informasi Geografis Analisis Scenic Beuty Estimation (SBE)
6 6 6 7 8 9 10 10 11 12
3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode dan Tahapan penelitian Persiapan Pengumpulan dan Pengklasifikasian Data Analisis dan Sintetis Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK
12 12 13 13 14 14 14 22
4 KONDISI UMUM WILAYAH Letak Geografi dan Administrasi Wilayah Kondisi Fisik Wilayah Kondisi Umum Sosial dan Ekonomi
62 24 25 28
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Pemanfaatan Ruang Analisis Daya Tarik Wisata dan Kualitas Visual Lanskap Analisis Daya Dukung Kawasan Wisata Rencana Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK
32 32 37 48 52
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan dan Saran
62 62
DAFTAR PUSTAKA
63
LAMPIRAN
67
RIWAYAT HIDUP
75
vi
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Potensi Jenis Kunjungan Wisatawan ke TNUK Tahun 2014 Pengumpulan dan Klasifikasi Data Tabulasi Penilaian Kriteria Standar Objek dan DayaTarik Wisata Standar Penilaian Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata Potensi Ekologi Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt) Kriteria Daya Dukung Wisata Alam Prediksi Waktu yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata Administrasi Desa-Desa Penyangga Kawasan TNUK Penggunaan Lahan Daerah Penyangga TNUK Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013 Sarana Pendidikan Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu Sarana Kesehatan Sumur dan Kecamatan Ciamnggu Jumlah Pengujung Berdasarkan Jenis Kunjungan Tahun 2014 Pemanfaatan Ruang Eksisting Desa Penyangga TNUK Situasi Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK Potensi Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK Tabulasi Deskripsi Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK Luas Potensi Kualitas Visual Lanskap Daerah Penyangga TNUK Daya Dukung Kawasan Wisata Rencana Pengembangan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK Program Pengembangan Ekowisata Daerah Penyangga TNUK Rencana Aktivitas dan Fasilitas Ekowisata Daerah Penyangga TNUK
3 14 17 18 21 22 22 24 27 28 29 30 31 33 35 39 41 42 48 49 54 56 60
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kerangka Pikir Penelitian Peta Lokasi Penelitian Kerangka Analisis Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK Diagram Analisis Kualitas Visual Lanskap Tahap Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK Peta Ketinggian Kawasan TNUK Peta Curah Hujan Kawasan TNUK Peta Jenis Tanah Kawasan TNUK Skema Alur Aksesibilitas Kawasan TNUK Peta Aksesibilitas Taman Nasional Ujung Kulon Peta Pemanfaatan Ruang Eksisting Daerah Penyangga TNUK Peta Situasi Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK Peta Potensi Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK Peta Kelayakan Kawasan Wisata Daerah Penyangga TNUK Hasil Analisis SBE Kualitas Lanskap Daerah Penyangga TNUK Peta Potensi Kualitas Visual Lanskap Daerah Penyangga TNUK
5 13 15 19 20 25 26 27 30 31 31 34 38 40 46 48
3
vii 17 Peta Kesesuaian Tapak Pengembangan Wisata Daerah Penyangga TNUK 18 Konsep Ruang dan Sirkulasi Wisata Daerah Penyangga TNUK 19 Peta Sirkulasi Ekowisata Daerah Penyangga TNUK 20 Peta Site Plan Rencana Lanskap Ekowisata Daerah PenyanggaTNUK
53 64 65 61
DAFTAR LAMPIRAN 1 Penilaian Ojek dan Atraksi Wisata 2 Hasil Penilaian SBE Analisis Kualitas Visual Lanskap 3 Foto Penilaian SBE Analisis Kualitas Visual Lanskap
67 68 72
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda dan cita-cita utama pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah upaya untuk mensinkronkan, mengintegrasikan dan memberi bobot yang sama bagi tiga aspek pembangunan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek lingkungan hidup ekologi (Muta’ali 2012). Salah satu aspek pembangunan berkelanjutan yang perlu diperhatikan secara serius adalah pembangunan kawasan hutan. Hal ini dikarenakan ekosistem hutan memiliki banyak manfaat bagi keberlanjutan kehidupan. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan konservasi dibagi menjadi dua bagian utama yaitu kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Sedangkan kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun diperairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Salah satu bentuk pengelolaan pemanfaatan ekosistem hutan yang berkelanjutan yang secara ekonomi menguntungkan (economically viable), secara ekologi ramah lingkungan (environmentally benign) secara teknis dapat diterapkan (technically feasible), dan secara sosial dapat diterima oleh masyarakat (socially acceptable) adalah jasa lingkungan ekowisata. Ekowisata merupakan salah satu mekanisme sistem pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang mampu menyelaraskan antara fungsi-fungsi sumberdaya alam dengan aktivitas manusia dan pembangunan melalui keanekaragaman hayati sebagai objek dan daya tarik wisata. Pertumbuhan jumlah pengunjung di kawasan konservasi dapat mempengaruhi integritas ekologi dalam cakupan yang lebih luas pada ekosistem alaminya. Hal ini juga merupakan umpan balik dari pengelolaan kawasan konservasi bagi masyarakat dalam memberikan manfaat optimal berwisata alam (Gurung 2010). Pengembangan wisata alam dapat memberikan pemasukan bagi pengelola, dimana dana tersebut dapat dialokasikan untuk biaya konservasi, disamping dapat memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar (Eagles 2002; Yoeti 2008; Ekayani & Nuva 2013; Mayer 2014). Selain itu, dengan terjaganya kelestarian dan keindahan alam daerah sekitar Taman Nasional Ujung Kulon merupakan daya tarik utama wisata alam yang akan banyak diminati wisatawan, sehingga motivasi menjaga kelestarian sumber daya alam TNUK mutlak dilakukan jika ingin kegiatan wisata alam dapat terus berlangsung. Menurut Buckley (2010) di negaranegera berkembang, pariwisata komersial membentuk proporsi kecil kunjungan rekreasi ke kawasan konservasi dan operator perjalanan skala kecil mengelola secara luas kepada pengunjung independen. Oleh karenanya diperlukan suatu bentuk pemanfaatan hutan yang dapat memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat
2
sekitarnya sekaligus dapat mendukung kegiatan konservasi taman nasional. Hal tersebut untuk menjawab segala permasalahan yang terjadi pada kegiatan konservasi kawasan TNUK. Pengembangan wisata alam di kawasan taman nasional dipandang sebagai suatu bentuk pemanfaatan kawasan konservasi yang dapat menjawab problem trade off antara kepentingan ekologi dan ekonomi (Asadi & Kohan 2011; Vinodan & Manalel 2011; Ekayani et al 2014; Pegas & Castley 2014). Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi hutan hujan tropis di Indonesia. TNUK merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki biodiversitas tinggi yang dikelola dengan sistem zonasi untuk optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan. Ditetapkan sebagai taman nasional melalui SK Menteri Kehutanan No.284/KptsII/1992 dan sebagai “World Heritage Site” dengan SK UNESCO No. SC/Eco/5867.2.409 sebagai wilayah habitat terakhir bagi Badak Jawa. Taman Nasional Ujung Kulon diketahui memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi, baik dari segi keanekaragaman ekosistemnya, jenis flora dan fauna yang ada, serta potensi ekowisata. Namun demikian keberadaan potensi Taman Nasional Ujung Kulon saat ini masih sering menimbulkan konflik kepentingan berbagai pihak. Tercatat TNUK memiliki gangguan hutan sebanyak 220 kasus yang meliputi ilegal loging, pencurian satwa yang di lindungi dan pengembalaan liar (BTNUK 2015). Perluasan pemanfaatan di daerah penyangga kawasan TNUK yang meliputi pemukiman, lahan pertanian, dan kawasan dimana masyarakat melakukan aktivitas ekonomi menimbulkan benturan kepentingan antara kepentingan kegiatan konservasi dan ekonomi yang bersifat trade-off. Perluasan sarana prasarana umum juga mendukung perluasan pemanfaatan sumberdaya alam semakin terarah pada terbentuknya lanskap binaan oleh adanya aktivitas penduduk sekitarnya. Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) memiliki 19 desa penyangga dengan luas 22.875 Ha yang terletak di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu Kabupaten Pandeglang dengan jumlah penduduk sebesar 50.535 jiwa (Monografi kecamatan 2015). Pengelolaan daerah penyangga kawasan TNUK secara aspek legal sudah diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Kabupaten Pandeglang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Daerah Penyangga TNUK. Kawasan penyangga merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi atau daerah inti, dimana penggunaan lahannya sangat terbatas untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan yang dilindungi dan sekaligus bermanfaat bagi kawasan pedesaan disekitarnya (MacKinnon et al 1986). Selain itu, seiring dengan potensi kunjungan wisatawan kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Perlu dilakukan pengkajian potensi untuk kegiatan ekowisata di daerah penyangga kawasan TNUK guna mendukung pengeolaan kawasan secara optimal yang selaras dengan prinsip konservasi dan pembangunan masyarakat sekitarnya. Perencanaan wisata pada kawasan yang dilindungi diperlukan untuk menghindari dampak samping yang tidak diinginkan seperti pandangan penduduk lokal mengenai kawasan tersebut ditetapkan bagi keuntungan orang asing, bukan untuk mereka, rusaknya kawasan, keuntungan ekonomi tidak sesuai harapan sehingga dibuat bentuk alternatif yang tidak menjaga kelestarian kawasan serta
3
pembangunan yang tidak tepat yang dilakukan pemerintah (Mackinnon et al 1993). Tabel 1 Potensi Jenis Kunjungan Wisatawan ke TNUK Tahun 2014 Jenis Kunjungan / Jumlah (Orang) No
Pengunjung
1.
Dalam Negeri
2.
Luar Negeri Jumlah
Jumlah
Lainlain*)
Penelitian
Rekreasi
Berkemah
Pendidikan
165
4.028
62
192
2.268
6.715
17
1.100
11
0
76
1.155
182
5.128
73
192
2.344
7.870
Sumber: Balai Taman Nasional Ujung Kulon (2015) *) lain-lain: Ziarah, Shooting film dan atau kegiatan selain yang tercantum pada kolom
Berdasarkan hasil penelitian Hartanti (2008) Desa Taman Jaya yang merupakan salah satu desa daerah penyangga kawasan TNUK memiliki potensi objek dan atraksi yang dapat dikembangkan untuk kegiatan ekowisata. Objek dan atraksi tersebut berupa badan air, topografi, ekosistem, pola perkampungan, kehidupan masyarakatnya, bentuk rumah, dan lingkungan serta potensi pesisir pantai. Perencanaan lanskap ekowisata di daerah penyangga kawasan TNUK diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan ruang berdasarkan potensi yang dimiliki dan mendukung arah kegiatan konservasi di dalam kawasan. Pemanfaatan ruang penyangga kawasan TNUK yang baik diharapkan dapat mempertahankan kondisi ekologis di sekitar kawasan TNUK yang berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk sekitarnya. Perencanaan lanskap ekowisata tersebut juga diharapkan dapat menarik wisatawan karena keunikan dan kekhasan ekosistem sehingga memberikan manfaat ekonomi masyarakat sekitarnya guna menunjang kegiatan konservasi di dalam kawasan TNUK.
Perumusan Masalah Taman nasional merupakan suatu kawasan lindung yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi bertujuan untuk dapat memberikan 3 dimensi manfaat, yaitu 1) manfaat ekologis yang berarti mampu melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. 2) manfaat ekonomi yang berarti mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia, dan 3) manfaat sosial yang berarti mampu menciptakan kesempatan kerja dan berusaha serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi secara optimal (Widada 2008). Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dikelilingi sebanyak 19 desa penyangga dimana 15 diantaranya berbatasan langsung dengan kawasan TNUK dengan jumlah penduduk sebesar 50.535 jiwa. Hal ini mengakibatkan kawasan sangat rentan terhadap tekanan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Tingkat kesejahteraan masyarakat desa penyangga yang masih rendah membuat masyarakat ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam di sekitar kawasan TNUK. Belum adanya tindak lanjut arahan mengenai penataan struktur dan pemanfaatan ruang pengelolaan daerah penyangga TNUK sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pandeglang No. 2 Tahun
4
2013 tentang Pengelolaan Daerah Penyangga TNUK pasal 14 melalui penataan ruang kawasan penyangga TNUK yang meliputi: 1) pemanfaatan ruang untuk pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, pemukiman, pariwisata, perdagangan, Industri, 2) pengembangan jaringan transportasi, telekomunikasi, informasi dan teknologi, 3) pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan pariwisata serta teknologi. Pemanfaatan potensi sumber daya ekonomi yang berkelanjutan di daerah penyangga TNUK melalui pengembangan sumber daya pariwisata yang potensial belum dikembangkan secara optimal sebagai upaya perlindungan serta pemanfaatan kawasan TNUK sesuai kapasitas daya dukung dan daya tampung kawasan. Berdasarkan hal hal tersebut, maka permasalahan yang perlu dikaji adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pemanfaatan ruang di daerah penyangga TNUK? 2. Seberapa besar potensi sumberdaya objek wisata dan kualitas estetika yang bisa dikembang di daerah penyangga TNUK? 3. Bagaimana daya dukung ruang pemanfaatan kegiatan ekowisata di daerah penyangga TNUK? 4. Bagaimana mana rencana lanskap ekowisata di daerah penyangga TNUK? Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini yaitu merencanakan kawasan wisata daerah penyangga TNUK yang konservatif dan berkelanjutan. Tujuan khususnya adalah : 1. Menganalisis pemanfaatan ruang daerah penyangga TNUK. 2. Menganalisis objek dan atraksi wisata dan kualitas visual lanskap. 3. Menganalisis daya dukung kawasan. 4. Menyusun rencana lanskap kawasan ekowisata. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi pengambilan keputusan bagi pemerintah terutama pengelola Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) Provinsi Banten. Ruang Lingkup Penelitian Batasan penelitian meliputi lingkup kajian perencanaan dan lingkup area wilayah kajian. Lingkup kajian penelitian ini dibatasi pada aspek fungsi ekologis, estetika dan konservasi pada daerah penyangga TNUK. Batasan penerapan konsep perencanaan ekowisata didasarkan pada Rencana Pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon 1996 – 2020 disebutkan bahwa berdasarkan kepentingan untuk melestarikan sumber daya alam penting di dalam kawasan, maka rencana pengembangan ekowisata di TNUK akan diarahkan skala prioritas. Pengembangan ekowisata daerah penyangga TNUK merupakan perpaduan antara konservasi dan industri pariwisata melalui konsep pemanfaatan ruang yang optimal sesuai daya dukung. Kajian untuk menggali potensi-potensi objek wisata di daerah kawasan penyangga TNUK belum dilakukan secara maksimal serta
5
pemanfaatan ruang secara bersama oleh masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial yang berwawasan lingkungan guna menunjang kegiatan pelestarian di dalam kawasan. Adapun kerangka pikir yang dirumuskan dapat dilihat pada Gambar 1.
Daerah Penyangga TNUK
TNUK Potensi
Perlindungan
Pemanfaatan
Pengawetan
Zonasi Potensi Wisata Permasalahan Pengelolaan Kawasan Daya Dukung Kawasan
Daya Dukung Wisata
Tipe Pemanfaatan Ruang
Pola Ruang RTRW
Pemanfaatan Ruang Eksisting
Penataan Ruang Daerah Penyangga TNUK
Zonasi Pemanfaatan Potensial Pengembangan Ekowisata
Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga Kawasan TNUK Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
Potensi Daya Tarik Wisata dan Kualitas Visual Lanskap
6
2 TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati dan Pariwisata Keanekaragaman hayati menjadi salah satu objek daya tarik wisata berbasis alam. Keanekaragaman hayati dan pemandangan alam menyediakan berbagai layanan yang dibutuhkan oleh sektor pariwisata pada umumnya terutama sektor khusus ekowisata. Keanegaragaman hayati relevan dengan konsep sektor pariwisata dikarenakan berhubungan dengan alam, perdagangan dan proses interaksi sosial. Preece dan van Oosterzee (1995) menjelaskan hubungan antara keanekaragaman hayati dan pariwisata bisa saling memperkuat. Di satu sisi, menyatakan dipromosikan perlindungan fitur alam, ekosistem, dan keanekaragaman hayati bertindak sebagai penarik publik yang kuat bagi perdagangan pariwisata dan menyediakan sarana untuk pengembangan ekonomi nasional dan regional. Di sisi lain, memang ada peluang kewajiban yang kuat pada perdagangan pariwisata untuk mempromosikan dan memberikan kontribusi untuk konservasi keanekaragaman hayati. Adanya hubungan ilustrasi pariwisata dan keanekaragaman hayati adalah banyaknya wisatawan mancanegara yang melakukan perjalanan untuk menikmati dan pengalaman alam. Fillion et al (1992) menganalisis motivasi wisata ke tujuan pariwisata internasional yang berbeda dan menemukan bahwa 40% – 60% dari semua wisatawan internasional adalah wisatawan alam dan 20% – 40% adalah wisatawan margasatwa. Mereka didefinisikan turis alam yang tertarik dalam menikmati dan mengalami alam dan turis satwa liar, mereka yang memiliki minat khusus dalam mengamati satwa liar, dan ada peningkatan yang nyata dalam kedua subsektor tersebut (Fillion et al 1992). Pariwisata merupakan sektor ekonomi terutama berkembang pesat di negara-negara dengan keanekaragaman hayati yang penting bagi dunia berkembang yaitu negara megadiversity (Mittermeier et al 1998). Besarnya minat wisatawan di alam dan minat khusus satwa liar menunjukkan bahwa ada peran bagi lembaga-lembaga publik dan swasta dalam mengembangkan kebijakan yang mempengaruhi pengelolaan keanekaragaman hayati dan pengembangan sektor pariwisata. Pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata Objek dan daya tarik wisata merupakan suatu bentuk atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik wisatawan untuk datang ke suatu daerah tertentu. Daya tarik wisata yang belum dikembangkan semata-mata hanya merupakan sumberdaya potensial dan dapat disebut sebagai daya tarik wisata sampai adanya suatu jenis pengembangan tertentu. Objek daya tarik wisata merupakan dasar bagi kepariwisataan. Tanpa adanya daya tarik di suatu areal tertentu kepariwisataan akan sulit untuk dikembangkan. Pariwisata biasanya akan lebih dapat berkembang atau dikembangkan, jika di suatu daerah terdapat lebih dari satu objek dan daya tarik wisata. Objek daya tarik wisata sangat erat hubunganya dengan travel motivation dan travel fashion karena wisatawan ingin mengunjungi serta mendapatkan suatu pengalaman tertentu dalam kunjungannya.
7
Pengembangan suatu daya tarik wisata yang potensial harus dilakukan penelitian, inventarisasi, dan evaluasi sebelum fasilitas wisata dikembangkan suatu area tertentu agar perkembangan daya tarik wisata yang ada dapat sesuai dengan keinginan pasar potensial dan untuk menentukan pengembangan yang tepat dan sesuai. Identifikasi zona tujuan potensial adalah membantu bagi perencana dan pengembang dengan mempelajari karakteristik dari faktor sumber daya, mengurangi dampak yang dibuat oleh perencanaan/desain dan perwakilan lokal untuk mengidentifikasi tujuan daerah dimana faktor-faktor dalam kelimpahan terbesar dan kualitas terbaik (Gunn 1994). Perencanaan Ekowisata dan Konservasi Perencanaan didefinisikan sebagai suatu upaya untuk mengorganisasi ke depan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Inskeep 1991). Sedangkan, menurut The International Ecotourism Society (TIES) ekowisata merupakan kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan sebagai suatu sektor usaha ekonomi yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan (TIES 2006). Kerangka konseptual dari pengertian ekowisata sejalan dengan kegiatan konservasi. Dikarenakan kedua faktor tersebut saling berhubungan secara fungsi. Misalnya kelembagaan ekowisata di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengembangan kawasan konservasi (protected area), khususnya wilayah taman nasional (TN). Ekowisata merupakan suatu konsep yang mengkombinasikan kepentingan industri kepariwisataan dengan para pencinta lingkungan. Para pencinta lingkungan menyatakan bahwa perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup hanya dapat tercapai dengan melibatkan orang-orang yang tinggal dan mengantungkan hidupnya pada daerah yang akan dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata dan menjadikan mereka partner dalam upaya pengembangan wisata tersebut, metode ini diperkenalkan oleh Presiden World Wild Fund (WWF). WWF telah menerapkan metode tersebut guna memajukan nilai ekonomi taman nasional atau kawasan cagar alam dengan cara memberikan perangsang bagi masyarakat yang tinggal di sekitar taman atau kawasan cagar alam tersebut agar mereka turut membantu memelihara dan melestarikan tempat-tempat tersebut. Konsep ekowisata dan kegiatan konservasi saling mendukung satu sama lain. Gunn (1994) menjelaskan bahwa peningatan kepedulian terhadap sumberdaya alam secara universal dapat menyebabkan timbulnya kegiatan wisata yang berbasis kepada alam yakni ekowisata. Menurut Barnes et al (1992) kegiatan ekowisata dapat didefinisikan sebagai pengguna daerah alam oleh pengunjung berjumlah kecil yang memiliki kemampuan dan pengetahuan dengan tujuan untuk mempelajari pengalaman baru. Kegiatan wisata ini ditegaskan oleh Jacob (1995) ekowisata adalah salah satu bentuk pendekatan kegiatan wisata yang bertujuan untuk meminimalkan kerusakan. Integrasi antara kegiatan dan konservasi dengan konsep ekowisata juga berdampak pendapatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan konservasi yang pada akhirnya ikut mendukung juga kegiatan konservasi yang direncanakan oleh pengelola kawasan tersebut. Pengaruh sektor kepariwisataan teruama kegiatan ekowisata terhadap lingkungan juga merupakan hal penting mengingat perhatian masyarakat terhadap perlindungan lingkungan
8
semakin meningkat. Penyelenggaraan kegiatan disektor pariwisata sebenarnya memiliki potensi terhadap perlindungan lingkungan jika adanya perencanaan yang baik dan terintegrasi. Pemanfaatan dan Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 bahwa pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaanya. Sedangkan penataan ruang yaitu suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pola pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan untuk budi daya. Konsep pola pemanfaatan ruang wilayah menunjukkan bentuk hubungan antara berbagai aspek sumber daya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sosial – budaya, ekonomi, teknologi, informasi, fungsi lindung, budidaya, estetika lingkungan, dimensi ruang dan waktu secara utuh membentuk tata ruang. Tata ruang sebagai wujud pola dan struktur ruang terbentuk secara alamiah dan juga sebagai wujud dari hasil proses-proses alam maupun dari proses sosial. Dengan demikian tata ruang dan upaya perubahan-perubahanya sebenarnya sudah terwujud sebelum secara formal melakukan upaya pengubahan tata ruang yang terstruktur yang bisa disebut sebagai perencanaan tata ruang. Proses pembelajaran berkelanjutan berupa pemanfaatan ruang, pengamatan, evaluasi, tindakan pengendalian, perencanaan merupakan rangkaian kregiatan penataan ruang. Urgensi penataan ruang timbul sebagai akibat dari tumbuhnya kesadaran akan pentingnya intervensi publik atau collective action terhadap kegegalan mekanisme pasar (market failure) menciptakan pola dan struktur ruang yang sesuai dengan tujuan bersama. Penataan ruang merupakan bentuk intervensi positif atas kehidupan sosial dan lingkungna guna meningkatkan kesejahtraan yang berkelanjutan (Rustiadi et al 2011). Secara spesifik, penataan ruang dilakukan sebagai: (1) optimasi pemanfaatan sumberdaya (mobilisasi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya) guna terpenuhinya efisiensi dan produktivitas (2) alat dan wujud distribusi sumberdaya guna terpenuhinya prinsip pemerataan (3) menjaga keberlanjutan (sustainability) pembangunan dan tujuan lainnya berupa menciptakan rasa aman dan kenyamanan ruang. Dalam proses penataan ruang terdapat landasan penting yang harus diperhatikan yakni diantaranya (1) sebagai bagian upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan (2) menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan (3) disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun (4) sebagai upaya suatu sistem yang meliputi kegiatan perencanaan, implementasi pengendalian dan pemanfaatan ruang. Secara formal ekpresi pola pemanfaatan ruang umumnya digambarkan dalam berbagai bentuk peta. Peta penggunaan lahan (land use map) dan peta penutupan lahan (land cover map) adalah bentuk deskripsi terbaik didalam menggambarkan pola pemanfaatan ruang (Rustiadi et al 2011).
9
Taman Nasional dan Masyarakat Lokal Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Berdasarkan fungsi utama dan cakupan kawasan lindung tersebut maka kawasan lindung memiliki beberapa pengertian berdasarkan spesifikasi peruntukkannya yaitu kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, hutan lindung dan taman nasional. Taman nasional merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Selanjutnya di dalam kawasan taman nasional terdapat aktifitas pengelolaan ekosistem asli dengan menggunakan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi alam. Kawasan lindung, terutama lanskap yang dilindungi (kategori V) seperti kawasan taman nasional biasanya dihuni penduduk lokal (asli). Kehadiran penduduk lokal bisa diterima bila penduduknya hidup akrab dan serasi dengan lingkungannya dan merupakan menjadi bagian dari ekosistem. Banyak kawasan yang penduduk aslinya mengikuti budaya tradisionalnya untuk melindungi kawasan luas yang pada pokoknya merupakan ekosistem alam dan memungut sumberdaya terpulihkan dari lingkungannya yang berprinsip pada hasil yang berkelanjutan. Kemiskinan dan pelestarian yang mengakibatkan tindakan penggundulan hutan, penggurunan, berkurangnya ekosistem ikan, erosi tanah dan penyalahgunaan lahan pertanian dikawasan lindung semuanya berkaitan langsung dengan penduduk lokal. Dewan Penduduk Asli se–Dunia (WCIP) yang diminta oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mempersiapkan studi mengenai degradasi lingkungan dikawasan asli pada tahun 1981. Banyak kawasan yang dilindungi memiliki pengaruh langsung terhadap penduduk asli in situ. Konflik antara pakar pelestarian dengan penduduk lokal pernah terjadi dimasa lalu. Suku asli diusir dari taman nasional atau dilarang memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam taman. Misalnya suku Rendille dikeluarkan dari Taman Nasional Sibiloi di Kenya dan suku Ik diusir dari Taman Nasional Kidepo di Uganda yang berakibat buruk terhadap suku yang bersangkutan (Turnbull 1973). Penduduk lokal dapat dan perlu memperoleh manfaat dari pendirian kawasan yang dilindungi. Hal tersebut berdampak positif pada pengelolaan pelestarian kawasan. Studi kasus suku Kuna di Panama, pelanggaran berupa perladangan berpindah yang dilakukan oleh orang luar ditentang oleh suku Kuna sendiri dengan menjadikan sebagian wilayah tradisionalnya sebagai kawasan yang dilindungi yang mencakup fasilitas penelitian bagi ilmuan asing dan fasilitas wisata bagi pengunjung. Dengan menetapkan kawasan yang dilindungi, suku Kuna dapat melakukan pengawasan atas tanah tradisional dan budaya mereka, membantu mencapai tujuan pelestarian serta mendatangkan devisa serta memacu pertumbuhan ekonomi (Breslin dan Chapin 1984) dalam (Mackinnon et al 1993).
10
Daya Dukung Daya dukung (carrying capacity) berkembang seiring dengan bertambahnya tekanan terhadap sumber daya dan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Dalam persfektif biofisik wilayah, daya dukung dapat didefinisikan sebagai jumlah maksimum populasi yang dapat didukung oleh suatu wilayah atau kawasan, sesuai dengan kemampuan teknologi yang ada (Binder and Lopez 2000). Banyak komponen yang akan menentukan daya dukung suatu kawasan diantaranya adalah daya lenting ekosistem (ecosystem resilience) tingkat teknologi, preferensi konsumen, permintaan sumberdaya serta isu-isu distribusi dan pemerataan. Terminologi daya dukung (carrying capacity) sulit untuk dapat didefinisikan secara tunggal dan sederhana melainkan memiliki terminologi yang luas dan melingkupi berbagai konsep. Secara umum telah banyak dikembangkan beberapa konsep daya dukung seperti daya dukung fisik (physical), daya dukung ekologis (ecological), daya dukung sosial (social) dan daya dukung ekonomi (economic). Daya dukung terutama daya dukung sumberdaya berfungsi untuk menunjang penataan ruang dan pemanfaatan ruang. Pihak Kementrian Lingkungan Hidup telah mengupayakan penyusunan pedoman perhitungan daya dukung lingkungan guna memprediksi daya dukung suatu kawasan sehingga penetapan fungsinya secara berkelanjutan dapat dilakukan secara lebih mendasar dan terarah dalam menunjang penataan ruang. Kawasan Penyangga Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, daerah penyangga termasuk ke dalam zona lainnya yang dijabarkan dalam penjelasan pasal 16 ayat 2, bahwa daerah penyangga adalah wilayah di luar kawasan suaka alam, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara, bebas maupun tanah yang dibebani hakdan mampu menjaga keutuhan kawasan suaka alam. Kawasan penyangga merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi atau daerah inti, dimana penggunaan lahannya sangat terbatas untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan yang dilindungi dan sekaligus bermanfaat bagi kawasan pedesaan disekitarnya (MacKinnon et al 1986). Kriteria dari daerah penyangga yaitu: 1. Secara geografis berbatasan dengan kawasan suaka alam (KSA) dan atau kawasan pelestarian alam (KPA) 2. Secara ekologis masih mempunyai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar KSA dan atau KPA 3. Mampu menangkal segala macam gangguan, baik dari dalam maupun dari luar KSA dan atau KPA. Menurut MacKinnon et al (1993) daerah penyangga memiliki dua fungsi utama yaitu: 1. Penyangga perluasan, pada hakikatnya memperluas kawasan habitat yang terdapat dalam kawasan yang dilindungi ke dalam daerah penyangga. Hal ini memungkinkan bertambah besarnya total populasi tumbuhan dan satwa yang berkembangbiak, dibandingkan dengan jumlah yang dapat bertahan
11
hidup dalam cagar alam. Dimana yang termasuk ke dalam daerah penyangga ini adalah hutan produksi dengan tebang pilih, kawasan buru, hutan alami yang digunakan penduduk untuk mencari kayu bakar, kawasan terlantar, dan padang penggembalaan. 2. Penyangga sosial, dimana pemanfaatan sumber daya alami dari daerah penyangga merupakan hal yang sekunder dan tujuan utama pengelolaan adalah penyediaan produk yang dapat digunakan atau berharga (tanaman perdagangan) bagi masyarakat setempat. Penggunaan tanah ini tidak boleh bertentangan dengan tujuan kawasan yang dilindungi itu sendiri dengan tumbuhan yang ditanam umumnya tidak berdaya tarik sebagai makanan satwa liar. Analisis Spasial dan Sistem Informasi Geografi (SIG) Pengertian analisis spasial dipahami secara berbeda antara ilmuan yang memiliki perbedaan latar belakang. Dari pandangan geografi segala hal yang menyakut tentang tempat dan lokasi. Dalam kerangka konsep geografi, analisis spasial dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pemodelan dan analisis spasial. Bailey (1995) dalam Rustiadi et al (2011) mendefinisikan analisis spasial sebagai upaya manipulasi data spasial kedalam berbagai bentuk dan mengekstak pengertian tambahan sebagai hasilnya. Analisis spasial terfokus pada kegiatan investigasi pola-pola dan berbagai atribut atau gambaran di dalam studi kewilayahan dan dengan menggunakan pemodelan berbagai keterkaitan untuk tujuan meningkatkan pemahaman dan prediksi atau peramalan. Berdasarkan pengumpulan informasi kuantitatif yang sistemis menurut Haining (1995) dalam (Rustiadi et al 2011) tujuan analisis spasial adalah : 1) Mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruang geografis termasuk deskripsi pola secara cermat dan akurat. 2) Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau objek di dalam ruang sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang menentukan distribusi kejadian yang terobservasi. 3) Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi dan pengendalian kejadian-kejadian di dalam ruang geografis. Berdasarkan atas aplikasinya, menurut Fisher et al (1996) dalam (Rustiadi et al 2011) model spasial digunakan untuk mencapai tiga tujuan yakni: (1) peramalan dan penyusunan skenario (2) analisis dampak terhadap kebijakan dan (3) penyususnan kebijakan dan desain. Pada data spasial atau data yang memiliki referensi geografis, visualisasi digunakan untuk membuktikan hipotesis-hipotesis mengenai pola atau pengelompokan di dalam ruang geografis serta mengenai peranan lokasi terhadap aktivitas manusia serta sistem lingkungan (MacEachren 1995) dalam (Rustiadi et al 2011). Disamping perkembangan metode analisis spasial peranan Sistem Informasi Geografis (SIG) di dalam visualisasi data spasial semakin signifikan. Tujuan utama SIG adalah pengelolaan data spasial. SIG mengintegrasikan berbagai aspek pengelolaan data spasial seperti pengelolaan basis data, algoritma grafis, interpolasi, zonasi (zoning) dan network analysis. SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi,
12
menggabungkannya, menganalisis dan memetakan hasilnya. Aplikasi SIG dapat menjawab pertanyaan seperti lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Menurut Gunn (1994) dalam proses perencanaan kawasan wisata bantuan dari teknologi komputer cukup dapat membantu dengan program sistem informasi geografis (SIG) akan diperoleh peta yang memperlihatkan sumberdaya yang paling sesuai bagi kegiatan wisata dan yang sensitif. Analisis Scenic Beuty Estimation (SBE) Kualitas estetika suatu lanskap atau bentang alam merupakan indikator pengamatan ekologi terutama pada aspek tindakan konservasi. Perumusan kebijakan estetika membawa pemahaman yang baik atas masalah lingkungan. Nilai estetik merupakan salah satu alat ukur lingkungan karena indra manusia mampu menangkap dan membedakan kondisi lingkungan di sekitarnya melalui indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Penilaian kualitas visual lanskap menjadi alat yang relevan dalam lingkup pengamatan lanskap alami maupun non alami. Contoh pemandangan pegunungan yang masih alami dengan hutan gundul dimana tidak hanya nilai estetikanya berbeda, tetapi kondisi ekologi keduanya juga berbeda. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penilaiannya sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetikanya dapat terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster 1976). Keindahan pemandangan atau kualitas estetika dapat diukur berdasarkan penilaian manusia. Salah satu upaya penilaian terhadap kulalitas estetika suatu lanskap dapat dilakukan dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Menurut Daniel dan Boster (1976) suatu metode untuk menilai suatu tapak melalui pengamatan foto berdasarkan suatu hal yang disukai keindahannya secara kuantitatif. Terdapat tiga kategori dalam metode penilaian kualitas pemandangan, yaitu 1) inventarisasi deskriptif, 2) survei dan kuisioner, dan 3) evaluasi berdasarkan preferensi.
3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Fokus lokasi penelitian di 15 desa penyangga yang berbatasan langsung dengan kawasan TNUK. Daerah penelitian ini terletak pada titik kordinat 102°02’32”– 105°37’37” BT dan 6°30’ 43”– 6°52’17” LS (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli 2015.
13
Area lokasi penelitian
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian Sumber: Laporan Kajian KSN TNUK Tahun 2013 Alat dan Bahan Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya peta tematik daerah penyangga kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, GPS (Global Positioning System), kamera digital, kuisioner wawancara, dan komputer. Metode dan Tahapan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Tahapan kegiatan penelitian ini mengacu pada tahapan perencanaan lanskap yang dikemukakan oleh Gold (1980), meliputi tahap; 1) persiapan, 2) pengumpulan dan pengklasifikasian data, 3) analisis, 4) sintesis dan, 5) perencanaan. Persiapan Tahap persiapan meliputi pemilihan lokasi penelitian, perumusan masalah, penetapan tujuan, pengumpulan informasi, perizinan dan peninjauan tempat penelitian. Pengumpulan dan Pengklasifikasian Data Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder (Tabel 2). Pengumpulan data primer diperoleh melalui survai lapang, wawancara dan pengamatan objek penelitian di lapangan. Wawancara terdiri dari wawancara langsung dan kuisioner terstruktur yang telah ditentukan dengan cara
14
metode accidental sampling. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan data laporan dari intansi terkait yang sesuai dengan penelitian. Tabel 2 Pengumpulan dan Klasifikasi Data Tujuan Penelitian Menganalisis pemanfaatan ruang
Menilai daya tarik wisata dan kualitas visual lanskap
Analisis daya dukung wisata
Jenis Data
Sumber Data
Peta tutupan lahan Peta tata guna lahan Peta administratif Peta kontur Peta rupa bumi Peta RTRW Peta tofografi Data potensi sebaran objek wisata Letak geografis Data iklim Kondisi visual
BAPPEDA BTNUK Dinas Pariwisata Survai lapang
Metode Pengumpulan Survai (Ground check) Delineasi land cover Analisis peta Kajian zonasi
BTNUK Dinas Pariwisata BMKG Survai lapang
Survay (Ground check) Kuisioner SBE (accidental sampling)
Data statistik BTNUK RPTUK
BPS BTNUK Bappeda
Survai (Ground check) Analisis data Kajian laporan Perencanaan site plan
Menyusun rencana Zona pengembangan Hasil analisis lanskap ekowisata kawasan ekowisata dan sintesis Keterangan : BTNUK = Balai Taman Nasional Ujung Kulon BMKG = Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BPS = Badan Pusat Statistik RPTNUK = Rencana Pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon BAPPEDA = Badan Perencanaan Pembangunan Daerah SBE = Scenic Beauty Estimation
Analisis dan Sintesis Pada tahapan analisis dilakukan terhadap: 1) analisis pemanfaatan ruang kawasan penyangga, 2) analisis daya tarik wisata yang meliputi analisis objek dan atraksi wisata dan analisis kualitas visual lanskap kawasan penyangga, 3) analisis daya dukung kawasan. Analisis Pemanfaatan Ruang Analisis pemanfaatan ruang dilakukan dengan mengguakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis pemanfaatan ruang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan ruang eksisting dan situasi pemanfaatan ruang. Analisis pemanfaatan ruang eksisting menggunakan sistem GIS dengan dilakukan analisis peta tutupan lahan (lancover) Tahun 2014. Kemudian diklasifikasi luas jenis pemanfaatan ruang dari masing-masing jenis daerah penyangga TNUK. Analisis situasi pemanfaatan ruang dilakukan dengan menghitung selisih luas antara pemanfaatan ruang eksisting (lancover) dan tata guna lahan (landuse). Proses analisis dilakukan dengan cara tumpang susun (overlay) dengan aplikasi ArcGis antara peta lancover dan landuse. Kemudian dilakukan klasifikasi dan dihitung selisih luas pemanfaatan ruang daerah penyangga kawasan TNUK.
15
Peta Tata guna Lahan RTRW (Land use)
Peta Pemanfaatan ruang eksisting (Lancover)
Digitasi Interpretasi tata guna lahan
Klasifikasi dan survei lapang
Analisis Spasial
Overlay
Situasi Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK
Pemanfaatan Ruang Eksising Daerah Penyangga TNUK
Gambar 3 Kerangka Analisis Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK Analisis Daya Tarik Wisata dan Kualitas Visual Lanskap 1. Analisis Objek dan atraksi wisata Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) memiliki fungsi penting sebagai sistem penyangga kehidupan dengan fokus pengelolaan dan pemanfaatan untuk mempertahankan ekosistem hutan hujan tropis yang unik dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagai kawasan konservasi in-situ, TNUK memiliki banyak manfaat baik tangible maupun intangible yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Manfaat tangible TNUK merupakan manfaat berwujud, seperti hasil hutan kayu dan non kayu. Adapun manfaat intangible merupakan manfaat tidak berwujud yang kebanyakan berupa jasa lingkungan seperti diantaranya habitat satwa, tata air, serap karbon, dan wisata alam. Semua manfaat tersebut hanya bisa ada jika ekosistem taman nasional terjaga, sehingga disebut sebagai jasa lingkungan atau ecosystem services. Kondisi hutan khususnya di kawasan konservasi memiliki keunikan tersendiri baik dari segi lanskap maupun keanekaragaman hayatinya. Hal tersebut akan mendukung aktivitas pemanfaatan jasa lingkungan terutama jasa wisata di kawasan. Konservasi cenderung meningkat bersamaan dengan peningkatan kesadaran tentang konservasi alam. Analisis potensi objek dan atraksi wisata di daerah penyangga TNUK yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk kawasan ekowisata. Penilaian objek dan atraksi wisata dilakukan dengan metode survai dan wawancara yang melibatkan kepala desa dari masing-masing desa lokasi penelitian (N 15) dan Kepala Resort Balai Taman Nasional Ujung Kulon sesuai wilayah kerjanya. Penilaian objek dan atraksi wisata menggunkan Standar Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (Analisis Daerah Operasi) yang dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (Ditjen PHKA 2002). Potensi
16
objek wisata yang terdapat di lokasi penelitian diambil titik kordinat setiap objek dan atraksi wisata dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan kriteria stándar penilaian yang digunakan. Hasil analisis potensi objek dan atraksi wisata dihitung dengan menggunakan rumus persamaan (Romani 2006): S=NxB Keterangan: S = Skor/nilai N = Jumah nilai unsur-unsur pada kriteria B = Bobot nilai Klasifikasi penilaian disusun berdasarkan jumlah total dari penilaian objek dan daya tarik wisata (ODTW) untuk mengetahui kelas klasifikasi potensi tersebut. Kemudian dilakukan pengkajian terhadap sub-sub unsur yang tidak mendapat nilai maksimal, sehingga akan diperoleh rekomendasi. Selang dari klasifikasi penilaian dihitung dengan menggunakan rumus persamaan (Oktadiyani 2006): Selang = Keterangan : Selang Smin Smaks K
= Nilai klasifikasi penilaian = Nilai skor terendah = Nilai skor tertinggi = Banyaknya klasifikasi penilaian
Penilaian tahap kedua, yaitu menilai kelayakan potensi objek dan atraksi wisata disetiap desa lokasi penelitian. Penilaian terhadap kelayakan objek dan atraksi wisata dilakukan dengan metode McKinnon et al (1986) yang disajikan dalam Tabel 4. Penilaian dilakukan berdasarkan ketersediaan objek dan atraksi wisata pada masih-masing desa yang berbatasan langsung dengan kawasan. Penilaian objek dan atraksi wisata dilakukan terhadap desa yang memiliki potensi objek dan atraksi wisata. Penilaian kelayakan objek dan atraksi wisata dilakukan dengan skoring dari masing-masing aspek penilaian. Nilai skor ditentukan dengan nilai 1 sampai 4. Dengan klasifikasi 4 untuk kriteria sangat kuat, 3 untuk kriteria kuat, 2 untuk kriteria sedang dan 1 untuk kriteria lemah. Selanjutnya dikalikan dengan nilai bobot pada masih-masing kriteria. Nilai skor masing-masing kriteria dijumlahkan kemudian diklasifikasikan berdasarkan nilai potensi, mulai dari sangat potensial (SP), potensial (P) dan kurang potensial (KP). Penentuan selang kelas potensi dihitung dengan persamaan sebegai berikut: Selang kelas kesesuaian =
∑
∑ ∑
Hasil penilaian selang kelas kelayakan objek dan atraksi wisata, maka dapat diklasifikasikan mulai dari sekor >300 sangat potensial (SP), >200–<300
17
potensial (P); 100–200 kurang potensial (KP). Selanjutnya dikumulatifkan nilai masing-masing desa untuk memperoleh kategori kesesuaian wisata dengan klasifikasi sangat sesuai (S1), sesuai (S2), tidak sesuai (S3). Selanjutnya dibuat dalam bentuk peta potensi wisata. Tabel 3 Tabulasi Penilaian Kriteria Standar Objek dan Daya Tarik Wisata No UNSUR/SUB UNSUR NILAI 1 2 3 1 Keindahan Alam : Ada5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Pandangan lepas dalam objek b. Variasi pandangan dalam objek c. Pandangan lepas menuju objek 30 25 20 15 10 d. Keserasian warna dan bangunan dalam objek e. Pandangan lingkungan objek 2 Variasi sub objek dalam jalur Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 a. Sumber Air panas b. Goa c. Air terjun 30 25 20 15 10 d. Flora fauna e. Adat istiadat 3 Jenis Kegiatan Wisata Alam >7 6-7 4-5 2-3 Ada 1 a. Trecking b. Mendaki c. Rafting 30 25 20 15 10 d. Camping e. Pendidikan f. Religius g. Snokling Jumlah Sumber: Kriteria Sandar Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Alam Ditjen PHKA (2002)
Perhitungan penilaian kelayakan terhadap objek dan atraksi wisata: ∑
Keterangan : Flju Fek Fatk Ffp Fka Fta 15
∑
n=1
∑
= = = = = =
∑
∑
Faktor letak dari jalan utama Fakt or estetika dan keaslian Faktor atraksi dan keunikan Faktor fasilitas pendukung Faktor ketersediaan air bersih Faktor transportasi dan aksessibilitas
= Nilai responden ke –1 sampai 15
∑
∑
18
Tabel 4 Standar Penilaian Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata Nilai No
Faktor Bobot
1 2 3 4 5
6
Letak dari jalan utama Estetika dan keaslian
10
Atraksi
25
Fasilitas pendukung
10
Ketersediaan air bersih Transportasi dan aksesibilitas
15
25
15
Sumber: MacKinnon (1986)
4 Sangat kuat < 1 Km
3 Kuat
2 Sedang
1 Lemah
1 – 2 Km
2 – 3 Km
>3 Km
Keindahan alam yang masih alami Hanya terdapat di tapak Tersedia dalam kondisi sangat baik 0,5 Km
Asimilasi, Dominan bentuk asli Terdapat < 3 di lokasi lain Dalam kondisi baik
Asimilasi Dominan bentuk baru Terdapat 3 –5 ditempat lain Kondisi kurang baik
0,5 – 1 Km
1 – 2 Km
Sudah berubah sama sekali Terdapat > 5 ditempat lain Sarana dan prasarana tidak tersedia >2 Km
Jalan aspal ada kendaraan umum
Jalan aspal berbatu dan ada kendaraan umum
Jalan aspal berbatu tanpa kendaran
Jalan berbatu, tanah tanpa kendaraan umum
2. Analisis Kualitas Visual Lanskap Pemenuhan terhadap kepuasan estetika merupakan salah satu puncak dari kebutuhan manusia, karena pada dasarnya manusia tidak hanya menghendaki kepuasan secara fisik, tetapi yang lebih utama adalah kepuasan mental atau jiwa. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penilaiannya, sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetiknya dapat terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster 1976). Analisis kualitas visual lanskap dilakukan dengan metode SBE (Scenic Beauty Estimation). Metode ini digunakan untuk menilai keindahan kawasan di sekitar objek dan atraksi wisata maupun jalur wisata yang akan dikembangkan hasil dari analisis potensi objek dan atraksi wisata melalui presentasi dalam foto-foto berwarna, dimana foto-foto tersebut merupakan pemandangan yang diambil dari kawasan daerah penyangga TNUK yang dianggap mewakili kondisi tapak dari objek dan atraksi wisata hasil analisis daerah rencana pengembangan ekowisata. Tahapan penilaian analisis kualitas visual lanskap terlihat pada Gambar 4. Penilaian kualitas visual lanskap melalui kuesioner (accidental sampling) ini dengan melibatkan responden sebanyak 30 orang dari mahasiswa Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor yang memiliki latar belakang pengetahuan tentang lanskap melalui kegiatan akademis. Metode SBE mengukur preferensi masyarakat dengan penilaian melalui sistem rating terhadap slide foto dengan menggunakan kuisioner. Penilaian manusia terhadap pemandangan melalui foto sama baiknya dengan menilai pemandangan secara langsung (Kaplan 1988).
19
Survai (Ground check)
Pengambilan foto
Seleksi foto
Penilaian Oleh Responden
Kuisioner SBE
Menghitung Nilai SBE
Gambar 4 Diagram Analisis Kualitas Visual Lanskap Daerah Penyangga TNUK Foto lanskap yang telah ditetapkan sebagai objek penilaian sebanyak 14 foto yang mewakili karakter lanskap objek dan atrksi wisata yang ditampilkan satu persatu dengan durasi maksimal 8 detik dengan secara spontan. Menurut Daniel dan Boster (1976) bahwa penilaian image dilakukan secara spontan akan membuat responden lebih bersikap jujur dalam menilai dan dengan durasi maksimal waktu 8 detik dianggap cukup untuk memperoleh penilaian secara spontan oleh responden. Data yang terkumpul diolah menggunakan teknik analisis SBE (Scenic Beauty Estimation). Analisis SBE didasarkan pada nilai rata-rata z (sebaran normal) untuk setiap lanskap dengan perhitungan sebagai berikut: SBEx = (ZLx – ZLs) x 100 Keterangan: SBEx = Nilai SBE pemandangan ke-x ZLx = Nilai rata-rata z pemandangan ke-x ZLs = Nilai rata-rata z pemandangan standar Kualitas estetika dikelompokkan ke dalam 3 kategori, meliputi estetika tinggi, sedang, dan rendah dengan cara dikelompokkan foto-foto berdasarkan rangking atau skala penilaian dari 1 sampai 10. Bila suatu lanskap dinilai oleh responden dengan nilai dominan 5–6. Maka nilai z lanskap tersebut akan mendekati nol dan diasumsikan memiliki nilai estetika lanskap antara tinggi dan rendah atau bisa disebut estetika normal. Lanskap dengan nilai z mendekati nol dapat digunakan untuk menduga kualitas estetika lanskap lain secara relatif terhadap titik tengah skala penilaian atau lanskap dengan estetika pemandangan sedang. Kriteria sedang adalah lanskap dengan nilai -20<SBE<20. Kriteria tinggi adalah lanskap dengan nilai SBE >20. Sedangkan kriteria rendah adalah lanskap dengan nilai SBE <20 (Daniel dan Boster 1976).
20
Gambar 5 Tahap Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK (Sumber: Gold 1980)
21
Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK) Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai. Pemanfaatan kawasan ekowisata merupakan kawasan yang diharapkan terjaga kondisi lingkungannya secara berkelanjutan. Penggunaan lahan dan objek lingkungan tertentu yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kapasitas lingkungan akan menimbulkan kerusakan pada kawasan itu sendiri. Menurut Odum (1971) bahwa daya dukung (carrying capacity) merupakan pembatasan penggunaan dari suatu areal yang memiliki beberapa faktor alam dan lingkungan. Daya dukung kawasan diharapkan dapat menjaga keseimbangan ekologis, sosial dan ekonomi. Daya Dukung Kawasan (DDK) untuk kegiatan wisata adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di dalam kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan terhadap alam dan manusia. Penilaian daya dukung kawasan daerah penyangga TNUK dilakukan di setiap area objek wisata yang rencanakan. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya dukung kawasan wisata mengacu pada formulasi rumus dari Yulianda (2007) yaitu: DDK = K x Lp / Lt x Wt / Wp Dimana: DDK = Daya dukung kawasan K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu Wt = Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh pengunjung lainnya. Tabel 5 Potensi Ekologi Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan (Lt) Jenis Kegiatan Selam Snorkling Wisata Mangrove Rekreasi Pantai Wisata Olahraga
∑Pengunjung (K) 2 1 1
Unit Area (Lt) 1000 m2 250 m2 250 m2
1 1
50 m2 50 m2
Sumber: Yulianda (2007)
Keterangan Setiap 2 orang dalam 100 x 10 m Setiap 1 orang dalam 50 m x 5 m Dihitung panjang track setiap orang sepanjang 50 m 1 orang setiap 50 panjang pantai 1 orang setiap 50 m panjang pantai
Daya Dukung Kawasan direncanakan sesuai dengan karakteritik sumberdaya dan peruntukkannya. Oleh karena itu, diperlukan informasi tentang kondisi sumberdaya agar kelestariannya tetap dapat dipertahankan.
22
Tabel 6 Kriteria Daya Dukung Wisata Alam Jenis Penggunaan Berkemah Mendaki
Satuan Pengunjung (Orang/Kel) 1-5 1-5
Area
Keterangan
16 m2 20 m2
Pada lokasi bumi perkemahan Panjang jalan trail = jumlah pendaki yang dapat ditampung
Rekreasi sambil 1 10 m2 menikmati alam terbuka Rekreasi 1 25 m2 pantai/berenang Memancing 1 10 m2 Photo hunting 1 1 ha Menyelam 2 0, 25 ha Snorkling 1 10 m2 Semedi/ziarah 1-5 4 m2 Bersampan 1-4 1 sampan Berselancar 1 100 m2 Sumber: Arifin dan Mundandar (2005) dalam Ilham (2010)
Menurut Yulianda (2007) waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah waktu areal dibuka dalam satu har dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (Tabel 7). Tabel 7 Prediksi Waktu yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata Kegiatan Selam Snorkling Berenang Berperahu Berjemur Rekreasi pantai Olahraga air Memancing Wisata Mangrove Wisata lamun dan ekosistem lainnya Wisata Satwa Sumber: Yulianda (2007)
Waktu yang dibutuhkan (Wp) - Jam 2 3 2 1 2 3 2 3 2 2 2
Total Waktu 1 Hari l (Wt) - Jam 8 6 4 8 4 6 4 6 8 4 4
Perencanaan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK Perencanaan lanskap ekowisata daerah penyangga TNUK meliputi tapak, organisasi ruang, aspek visual, sirkulasi dan struktur dalam lanskap. Rencana lanskap ekowisata merupakan tahap menyusun hasil analisis dan sintesis pada suatu tapak. Pengembangan konsep perencanaan dalam bentuk rencana pengembangan kawasan ekowisata, rencana ruang dan sirkulasi, aktivitas dan fasilitas ekowisata di daerah penyangga kawasan TNUK berupa rencana tapak (site plan).
23
Rencana Pengembangan Zona Kawasan Ekowisata Rencana pengembangan zona kawasan ekowisata berdasarkan zona potensial hasil analisis meliputi aspek ekologis, aspek potensi wisata dan aspek sosial ekonomi masyarakat yang digambarkan oleh situasi pemanfaatan ruang eksisting di dalam kawasan penelitian. Peta-peta tematik tersebut kemudian digambungkan dengan cara tumpang susun (overlay). Hasil akhir berupa zona potensial kawasan untuk pengembangan dan penataan wisata. Rencana pengembangan zona kawasan ekowisata daerah penyangga kawasan TNUK meliputi: 1. Zona pengembangan ekowisata atraktif, merupakan zona sangat sesuai untuk pengembangan kawasan ekowisata. Seluruh aspek bernilai sangat potensial (SP) atau potensial (P). 2. Zona pengembangan ekowisata semi atraktif, merupakan zona kurang potensial untuk pengembangan kawasan ekowisata. Aspek bernilai kurang potensial (KP). 3. Zona pengembangan ekowisata tidak atraktif merupakan zona tidak potensial untuk pengembangan kawasan ekowisata. Namun memilki ekosistem hutan dan kegiatan pertanian yang tidak memiliki dan tidak termasuk dalam klasifikasi tidak potensial untuk pengembangan ekowisata. Rencana Ruang dan Rencana Sirkulasi Ekowisata 1. Rencana Ruang Konsep ruang ekowisata daerah penyangga TNUK dibuat dengan ilustrasi yang menggambarkan pola jenis dan pola ruang berdasarkan zona pengembangan ekowisata. Rencana ruang meliputi ruang wisata utama, ruang penunjang, dan ruang penerima. Menurut Gunn (1994) ruang menjadi wadah untuk melakukan aktivitas dimana aktivitas yang dilakukan disesuaikan dengan fungsi yang akan dikembangkan pada ruang tersebut. 2. Rencana Sirkulasi . Rencana sirkulasi ekowisata daerah penyangga TNUK digambarkan dengan membuat jalur wisata yang menghubungkan antar kelompok aktivitas ekowisata dan antara kegiatan ekowisata dengan kegiatan wisata lainnya di dalam kawasan (Gunn 1994). Pembuatan sirkulasi wisata dengan melakukan tracking area menggunakan alat GPS (Global Positioning System) dan memanfaatkan jalan eksisting. Rencana Aktivitas dan Fasilitas Ekowisata Rencana aktivitas ekowisata daerah penyangga TNUK direncanakan berdasarkan kondisi fisik ekologis, potensi objek dan atraksi wisata dan kualitas visual lanskap hasil analisis pada kawasan pengembangan ekowisata. Rencana fasilitas wisata disesuaikan dengan kebutuhan terhadap jenis aktivitas ekowisata yang akan dikembangkan.
24
4 KONDISI UMUM WILAYAH Letak Geografi dan Administrasi Wilayah Lokasi penelitian terletak di desa-desa daerah penyangga kawasan TNUK yang berbatasan langsung dengan kawasan. Letak geografis berada pada koordinat 105°29'02" BT sampai dengan 105°41'26" BT, dan -6°37'56" LS sampai dengan -06°51'29" LS. Secara administrasi daerah penyangga kawasan TNUK termasuk wilayah Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang terdiri atas 19 desa yang mencakup ke dalam 2 kecamatan, meliputi Kecamatan Sumur sebanyak 7 desa dan Kecamatan Cimanggu sebanyak 12 desa dengan luas 518.27 Km2 (51.827 Ha) yang meliputi luas 258.54 Km2 (25.854 Ha) di Kecamatan Sumur adalah 259.73 Km2 (25.973 Ha) di Kecamatan Cimanggu dengan batas sebagai berikut: Sebelah utara : Kecamatan Cigeulis Sebelah selatan : Laut Samudra Hindia Sebelah timur : Kecamatan Cibaliung dan Kecamatan Cibitung Sebelah Barat : Laut Selat Sunda Dari sebanyak 19 desa, fokus penelitian di 15 desa penyangga yang berbatasan langsung dengan Kawasan TNUK. Tabel 8 Administrasi Desa-Desa Penyangga Kawasan TNUK Luas Desa No Nama Desa Ha % I. Kecamatan Cimanggu 1. Tangkilsari 800 3,52 2. Cimanggu 1.200 5,38 3. Cijaralang 3.600 11,0 4. Waringinkurung 1.250 5,51 5. Ciburial 1.213 5,34 6. Padasuka 1.537 6,77 7. Mangkualam 1.300 5,73 8. Kramatjaya 1.815 8,00 9. Tugu 1.521 11,01 10. Batuhideung 1.690 7,45 11. Cibadak 1.518 6,61 12. Rancapinang 1.549 6,82 II. Kecamatan Sumur 1. Sumberjaya 323 1,42 2. Kertajaya 420 1,85 3. Kertamukti 626 2,76 4. Tunggaljaya 466 2,05 5. Cigorondong 466 2,05 6. Tamanjaya 675 2,97 7. Ujungjaya 844 3,72 Sumber: Monografi Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan Sumur (2014)
Keterangan Berbatasan langsung Berbatasan langsung Tidak berbatasan Berbatasan langsung Tidak berbatasan Berbatasan langsung Berbatasan langsung Berbatasan langsung Berbatasan langsung Tidak berbatasan Berbatasan langsung Berbatasan langsung Tidak berbatasan Berbatasan langsung Berbatasan langsung Berbatasan langsung Berbatasan langsung Berbatasan langsung Berbatasan langsung
25
Kondisi Fisik Wilayah Topografi dan Kemiringan Lahan Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu masing-masing terletak pada ketinggian 9 m dpl dan 100 dpl. Bentuk topografi seluruh desa di Kecamatan Sumur datar. Sedangkan sebagian besar desa di Kecamatan Cimanggu mempunyai bentuk topografi berbukit-bukit. Berdasarkan letak geografisnya, desa-desa di Kecamatan Sumur dikategorikan sebagai desa pantai karena wilayahnya berbatasan dengan garis pantai/laut dengan corak kehidupan sebagian masyarakatnya tergantung pada potensi laut. Sedangkan sebagian besar desa-desa di Kecamatan Cimanggu dikategorikan sebagai desa bukan pantai karena wilayahnya tidak berbatasan dengan garis pantai dan hanya dua desa yang dikategorikan sebagai desa pantai yaitu Desa Rancapinang dan Desa Tangkilsari.
Gambar 6 Peta Ketinggian Kawasan TNUK (Sumber: Laporan Kajian KSN TNUK Tahun 2013) Klimatologi Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon beriklim tropik laut, dan menurut Schmidt & Ferguson (1951) dalam BTNUK (2014) termasuk klasifikasi iklim tipe B dengan Q = 20,4. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3249 mm dengan temperatur 25–300C dan kelembaban 80–90 persen. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai April bersamaan dengan terjadinya musim angin barat laut, dengan curah hujan tiap bulan rata-rata mencapai lebih dari 200 mm, dan curah hujan tertinggi pada bulan Desember mencapai lebih dari 400 mm. Musim
26
kemarau terjadi pada Mei – September dengan curah hujan normal tiap bulan ratarata tidak melebihi 100 mm. Iklim wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu pada umumnya sama dengan iklim di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon termasuk iklim tropika laut. Menurut SCHMIDT & FERGUSON termasuk dalam iklim tipe B, dengan curah hujan 100–4000 mm, temperatur 15–3000C dan kelembaban udara 80–90 persen. Perbedaan musim kemarau dan musim hujan sangat tegas dengan musim kering selama 4–6 bulan. Selama musim kering areal persawahan dan kebun masyarakat menjadi kering dan tidak dapat ditanami. Namun sungai-sungai masih tetap berair dengan debit yang sangat kecil.
Gambar 7 Peta Curah Hujan TNUK (Sumber: RTRW Kab. Pandeglang 2011–2031) Geologi Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang meliputi Pegunungan Honje, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan termasuk pegunungan tersier muda yang menutupi strata pratersier dari dangkalan Sunda pada zaman tersier. Selama masa Pleistosen deretan Pegunungan Honje diperkirakan telah membentuk ujung selatan dari deretan pegunungan Bukit Barisan di Sumatera yang kemudian terpisah setelah terlipatnya Kubah Selat Sunda. Bagian Tengah dan Timur Semenanjung Ujung Kulon terdiri formasi batu kapur miosen yang tertutupi oleh endapan aluvial di bagian utara dan endapan pasir di bagian selatan. Berdasarkan peta geologi Kawasan Strategis Nasional TNUK tanah di wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu terdiri dari tipe-tipe aluvial di bagian pantai, formasi bojongmanik, formasi cimampang dan batu gamping terumbu mendominasi di Kecamatan Cimanggu.
27
Jenis Tanah dan Tata Guna Lahan Menurut Hommel 1987) dalam BTNUK (2014) bahan induk tanah di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon berasal dari batuan vulkanik seperti batuan lava merah, marl, tuff, batuan pasir dan konglomerat. Jenis tanah yang paling luas penyebarannya di sebagian Gunung Honje yang dekat dengan desa-desa di sekitar kawasan TNUK adalah jenis tanah kompleks alluvial, podsolik, latosol dan regoso. Adapun jenis tanah dapat dilihat pada peta geologi Kawasan TNUK pada Gambar 8.
Gambar 8 Peta Jenis Tanah Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (Sumber: Laporan Kajian KSN TNUK 2013) Tata guna lahan di wilayah Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu terbagi atas pemukiman seluas 456,10 Ha, lahan sawah seluas 251,56 Ha, hutan lahan kering seluas 130,14 Ha, hutan lahan basah seluas 1,38 Ha, semak belukar/tegalan seluas 13.622,6 Ha dan lahan rawa seluas 0,310 Ha. Tabel 9 Penggunaan Lahan Daerah Penyangga TNUK No 1.
Jenis Tata Guna Lahan Pemukiman Sawah 2. Hutan Lahan kering Hutan Lahan Basah 3 Semak belukar, tanah kosong, kebun campuran 4 Rawa Sumber: RTRW Kabupaten Pandeglang 2011–2031
Luas (Ha) 456,10 251,56 130,14 1,38 13.622,6 0,310
28
Kondisi Umum Sosial dan Ekonomi Kependudukan Berdasarkan data Monografi Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan Sumur (2014) total jumlah penduduk di daerah penyangga Taman Nasional Ujung Kulon yang terbagi dalam 2 (dua) kecamatan tersebut adalah 50.535 jiwa. Terdiri dari jumlah penduduk di Kecamatan Sumur adalah 23,616 jiwa yang terbagi dalam6,298 KK. Sedangkan jumlah penduduk di Kecamatan Cimanggu adalah 26,919 jiwa yang terbagi dalam 11,084 KK. Tabel 10 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013 Nama Desa No Kecamatan Cimanggu 1. Tangkilsari
Penduduk Laki – laki Perempuan
Jumlah
Jumlah KK
1,050
650
1,700
1,016
1,031
1,108
2,139
862
791 989
1,268 978
2,059 1,967
898 864
2.
Cimanggu
3. 4.
Cijaralang Waringinkurung
5.
Ciburial
2,504
1,065
3,569
1,281
6.
Padasuka
1,613
1,027
2,640
1,094
7.
Mangkualam
887
883
1,760
724
8.
Kramatjaya
1,090
800
1,890
895
9.
Tugu
743
798
1,541
508
10.
Batuhideung
1,294
1,311
2,605
1,075
11.
Cibadak
1,142
1,087
2,229
1,000
12.
Rancapinang
1,458
1,362
2,820
1,056
Kecamatan Sumur 1. Sumberjaya
2,147
2,007
4,154
1,005
2.
Kertajaya
2,024
2,008
4,032
708
3.
Kertamukti
1,691
1,451
3,142
998
4.
Tunggaljaya
1,554
1,584
3,238
1,071
5.
Cigorondong
1,256
1,218
2,474
804
6.
Tamanjaya
1,334
1,430
2,774
747
7. Ujungjaya 1,964 1,938 3,902 Sumber: Monografi Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan Sumur (2014)
965
Mata Pencahrian Secara umum mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sumur mayoritas adalah petani. Sedangkan yang lainnya adalah nelayan, pegawai negeri dan buruh. Sama halnya dengan penduduk di Kecamatan Cimanggu mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan sisanya sebagai buruh, pedagang, PNS, dan nelayan.
29
Selain mata pencaharian utama, untuk menambah penghasilan beberapa penduduk mempunyai mata pencaharian sampingan antara lain sebagai guide, porter ataupun membuka usaha home industri. Usaha home industri di dua wilayah kecamatan ini cukup bervariasi. Ada beberapa penduduk yang memiliki usaha home industri antara lain di Kecamatan Sumur terdapat usaha home industri pembuatan emping/keceprek dan kelapa kopra. Sedangkan di Desa Cimanggu terdapat usaha home industri yang dikelola oleh beberapa kelompok masyarakat antara lain usaha pembuatan kerajinan anyaman, perkakas rumah tangga, pembuatan aneka keripik dan gula aren. Selain usaha industri rumah tangga ada beberapa penduduk yang membuka usaha dibidang jasa seperti usaha home stay, usaha jasa penggilingan padi, bengkel motor, usaha foto copy, ojeg, menjahit serta rental komputer. Sumber pendapatan masyarakat setempat juga berasal dari menjual hasil pertanian berupa kelapa, melinjo, cengkeh dan tanaman buah-buahan. Aktivitas lain yaitu mengambil madu odeng di hutan, yang biasanya dilakukan pada musim kemarsu (Juni sampai September). Aktivitas ini biasanya dilakukan penduduk yang tinggal di pinggir hutan seperti di Desa Ujung Jaya dan Taman Jaya. Sarana dan Prasarana a. Jalan dan Sarana Transportasi Jalan yang terdapat di dalam desa-desa daerah penyangga umumnya masih jalan tanah. Namun untuk jalan propinsi dan otonom biasanya telah diaspal dan diperkeras. Berdasarkan data BPS Kabupaten Pandeglang tahun 2006, panjang jalan provinsi dan otonom yang telah diaspal di Kecamatan Sumur mencapai 17.167 Km. Jalan tersebut mencakup sebagian jalan utama di Desa Sumberjaya, Desa Kertajaya, Desa Kertamukti, Desa Tunggaljaya, Desa Cigorondong hingga ke Desa Tamanjaya meskipun sebagian jalan telah mengalami kerusakan yang parah. Kecamatan Cimanggu, panjang jalan provinsi dan otonom yang telah diaspal mencapai 25.250 Km. Saat ini untuk Kecamatan Cimanggu panjang jalan yang telah diaspal telah mencakup sebagian jalan di Desa Padasuka, Desa Cimanggu, Desa Waringinkurung, Desa Ciburial, dan Desa Cijalarang. Jumlah sarana tranportasi yang terdapat di Kecamatan Sumur dan Cimanggu masih sangat terbatas. Belum meratanya akses angkutan umum di dua kecamatan tersebut membuat aksesibilitas dan ketersediaan transportasi umum masih terbatas. b. Sarana Peribadatan Fasilitas peribadatan di dua kecamatan ini cukup memadai. Di Kecamatan Sumur terdapat 61 mesjid, 21 musholla dan 5 pondok pesantren. Sedangkan di Kecamatan Cimanggu terdapat 49 buah masjid dan 47 buah mushola dan 17 pondok pesantren yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk. c. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan yang ada di daerah penyangga TNUK meliputi di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu. Jumlah sarana pendidikan (sekolah) yang ada di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu secara lengkap disajikan pada Tabel 11.
30
Tabel 11 Sarana Pendidikan Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu Jumlah (buah) Kecamatan Kecamatan Sumur Cimanggu 1 TK/RA 9 14 2 SD/MI 15 30 3 SLTP/MTS 3 3 4 SLTA /SMK 1 2 Sumber: Monografi Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu (2014) No
Sarana Pendidikan
d. Sarana Kesehatan Kesehatan penduduk di suatu daerah dapat menggambarkan pola kehidupan di daerah tersebut. Bila pola kehidupan sehat yang diterapkan maka tingkat kesehatan penduduk pun akan tinggi. Namun selain pengaruh pola kehidupan, ketersediaan sarana kesehatan beserta tenaga medis juga menjadi faktor penting lainnya dalam menentukan kesehatan para penduduk. Jumlah sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Sumur dan Cimanggu secara lengkap disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Sarana Kesehatan Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu Jumlah (buah) Kecamatan Sumur Kecamatan Cimanggu 1 Puskesmas umum 1 3 2 Puskesmas pembantu 3 Posyandu 30 60 Sumber: Monografi Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu (2014) No
Sarana Kesehatan
e. Sarana Air Bersih Sarana air bersih di desa-desa yang terdapat di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu jumlahnya masih sangat terbatas. Ketersediaan sarana air bersih hanya terdapat di beberapa desa. Umumnya sarana air bersih masyarakat di kedua kecamatan ini berupa sumur, mesin pompa tangan maupun pompa listrik. Namun masih ada sebagian masyarakat yang memanfaatkan air sungai sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti mandi, mencuci bahkan air minum. Hampir di seluruh desa di Kecamatan Sumur, masih ada sebagian masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai sumber air minumnya. Sedangkan di Kecamatan Cimanggu, tercatat hanya ada 1 (satu) desa yaitu Desa Cijaralang yang masih mengambil air di sungai untuk memenuhi kebutuhan air minumnya. Aksessibilitas Kecamatan Sumur terletak kurang lebih ±106 Km dari kota Pandeglang. Sedangkan Kecamatan Cimanggu terletak ±100 Km dari kota Kabupaten Pandeglang. Untuk mencapai kedua daerah kecamatan tersebut, dapat digunakan sarana transportasi darat dengan rute perjalanan sebagai berikut : 1. Jakarta – Cilegon – Labuan – Kecamatan Cimanggu – Kecamatan Sumur 2. Jakarta – Serang – Pandeglang – Labuan – Kecamatan Cimanggu – Kecamatan Sumur 3. Bogor – Rangkasbitung – Pandeglang – Labuan, dengan jarak ±160 Km
31
Bogor, Serang, Pandeglang ±6 jam
Labuan
Kecamatan Cimanggu ± 2 jam
Kecamatan Sumur ± 1 jam
Gambar 9 Skema Jalur Aksesibilitas Daerah Penyangga TNUK
Gambar 10 Peta Aksesibilitas Taman Nasional Ujung Kulon (Sumber: Balai TNUK 2015) Kepariwisataan Berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional Tahun 2010–2025 yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2011 membagi wilayah Indonesia ke dalam 88 kawasan strategis pariwisata nasional atau KSPN dimana KSN Taman Nasional Ujung Kulon termasuk dalam KSPN Ujung Kulon – Tanjung Lesung dan sekitarnya. Wilayah nasional dibagi ke dalam 50 destinasi pariwisata nasional yang dijabarkan ke dalam 222 kawasan pengembangan pariwisata nasional atau KPPN di 50 destinasi pariwisata nasional terdapat 88 kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) secara lebih rinci, pembagian KPPN dan DPN serta KSPN dapat dilihat pada peta. Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon memiliki potensi objek wisata yang sangat beragam. Kawasan ini memiliki pesona alam yang indah dengan berbagai flora dan fauna di hutan hujan tropisnya, pemandangan alam dan pantai serta
32
keindahan pulau-pulau di sekitarnya seperti pulau umang, badul dan pulau oar yang terdapat di sekitar kawasan. Selain itu, berbagai kesenian, tradisi dan corak kehidupan masyarakat lokal juga merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin melihat keunikan kehidupan sosial budaya masyarakatnya. Tabel 13 Potensi Jenis Kunjungan Wisatawan ke TNUK Tahun 2014 Jenis Kunjungan / Jumlah (Orang) No
Pengunjung
1.
Dalam Negeri
2.
Luar Negeri Jumlah
Jumlah
Lainlain*)
Penelitian
Rekreasi
Berkemah
Pendidikan
165
4.028
62
192
2.268
6.715
17
1.100
11
0
76
1.155
182
5.128
73
192
2.344
7.870
Sumber: Balai TNUK (2015) *) lain-lain: ziarah, shooting film dan atau kegiatan selain yang tercantum pada kolom
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Pemanfaatan Ruang Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang menggariskan bahwa pelaksanaan pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sehingga pemanfaatan ruang berlangsung sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Analisis pemanfaatan ruang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi pemanfaatan ruang eksisting dan situasi pemanfaatan ruang. Kondisi Pemanfaatan Ruang Eksisting Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang bahwa pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pemanfaatan ruang eksisting menggambarkan potensi sumberdaya alam yang dimiliki serta pemanfaatannya. Pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran, fungsi dan karakter kegiatan manusia atau kegiatan alam. Wujud pola pemanfaatan ruang diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, industri, pertanian, pedesaan dan perkotaan.
33
Tabel 14 Pemanfaatan Ruang Eksisting Desa Penyangga TNUK No
Desa
Klasifikasi Pemanfaatan Ruang (Ha) Pemukiman Sawah Semak Hutan belukar Lahan Basah
Kecamatan Sumur 1 Ujung Jaya 44,50 2 Taman Jaya 25,98 3 Cigorondong 36,15 4 Tunggal Jaya 13,51 5 Kertamukti 23,27 6 Kertajaya 37,38 7 Sumberjaya 16,74 Kecamatan Cimanggu 8 Tangkilsari 22,63 9 Cimanggu 16,45 10 Waringinkurung 10,03 11 Cijaralang 5,16 12 Ciburial 17,67 13 Padasuka 21,38 14 Mangkualam 32,82 15 Kramatjaya 5,91 16 Tugu 20,09 17 Batuhideung 24,01 18 Cibadak 22,95 19 Rancapinang 55,51 Total luas 452,44 Sumber: Hasil analisis data (2015)
Hutan Lahan Kering
Kebun Campuran
219,313 84,64 202,38 132,29 147,20 153,53 79,37
47,84 5,52 54,14 40,53 388,32 360,30
71,01 -
56,41 17,18 3,39 0,71 8,61 80,26 23,91
206,55 225,91 340,49 190,43 300,12 329,79 480,93
258,10 82,35 15,72 75,20 118,00 101,62 162,19 58,27 193,53 283,55 59,84 308,64 2.738,08
205,18 321,08 23,53 90,45 89,89 79,42 1036,72 605,91 141,48 793,22 225,51 10,08 4.522,09
71,01
128,00 0,16 273,69 382,36 163,15 33,42 1.172,34
281,06 363,08 215,56 447,72 517,60 689,81 838,89 180,08 449,58 113,02 610,46 131,16 9118,09
Berdasarkan hasil analisis peta tutupan lahan (lancover) daerah penyangga TNUK diklasifikasikan menjadi 6 jenis meliputi pemukiman, sawah, semak belukar, hutan lahan basah, hutan lahan kering dan kebun campuran (Tabel 14). Selain itu pemanfaatan ruang di daerah penyangga TNUK terdapat badan air berupa sungai dengan luas sebesar 1337,71 Ha yang melintasi dua wilayah Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan Sumur. Berdasarkan Tabel 14 tipe pemanfaatan ruang daerah penyangga TNUK didominasi kebun campuran 9118,09 Ha dan semak belukar seluas 4522,09 Ha. Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa pola pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukkan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan untuk budi daya. Konsep pola pemanfaatan ruang wilayah menunjukkan bentuk hubungan antara berbagai aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial–budaya, ekonomi, teknologi, informasi, fungsi lindung, budidaya, estetika lingkungan, dimensi ruang dan waktu secara utuh membentuk tata ruang. Kondisi pemanfaatan ruang eksisting seperti pemukiman, sawah, dan hutan akan terus mengalami perubahan. Oleh karenanya perlu adanya penataan ruang. Penataan ruang yang dilakukan meliputi pengendalian pemanfaatan ruang, evaluasi pemanfaatan ruang dan arahan pengembangan pemanfaatan ruang. Arahan pemanfaatan ruang yang dikembangkan harus berdasarkan kondisi sumberdaya alam. Sedangkan pemanfaatan ruang daerah penyangga merupakan zona penyangga taman nasional di batasi guna mendukung fungsi konservasi
34
Kawasan. Kawasan penyangga merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi atau daerah inti, dimana penggunaan lahannya sangat terbatas untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan bagi kawasan yang dilindungi dan sekaligus bermanfaat bagi kawasan pedesaan disekitarnya (MacKinnon et al 1986). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya, zona penyangga (buffer zone) adalah wilayah yang berada diluar kawasan suaka alam, baik sebagai kawasan hutan, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan, dan mampu menjaga keutuhan kawasan suaka.
Gambar 11 Peta Pemanfaatan Ruang Eksisting Daerah Penyangga TNUK Situasi Pemanfaatan Ruang Proses pembangunan berkelanjutan perlu dikembangkan pola pemanfaatan ruang yang menyerasikan tata guna lahan, air serta sumberdaya alam lainnya dalam satu kesatuan lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi dan berkesinambungan. Alokasi pemanfaatan ruang perlu dikelola berdasarkan pola terpadu melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial budaya (Sugandhy 1999) dalam (Rauf 2008). Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan proses penataan ruang yang selaras antara pemanfaatan eksisting dengan rencana penggunaan lahan. Nilai situasi pemanfaatan ruang dihasilkan dari menghitung kondisi pemanfaatan eksisting dan tata guna lahan yang telah direncanakan sehingga diketahui situasi pemanfaatan antara kondisi eksisting dan perencanaannya. Pemanfaatan ruang merupakan suatu ketentuan dasar dalam melakukan pemanfaatan lahan sesuai dengan berbagai pertimbangan, komponen dan kriteria dalam menghasilkan
35
output pemanfaatan lahan yang optimal. Dalam pemanfaatan ruang perlu dikelola serta direncanakan fungsi dan penggunaannya sesuai dengan karakteristik lahan dan sesuai dengan rencana fungsi kawasan sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tabel 15 Situasi Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pola Pemanfaatan Ruang Pemukiman Sawah irigasi Sawah tadah hujan Hutan Hutan basah Semak belukar Ladang/kebun campuran Total
Sumber Keterangan
Luas Penggunaan Ruang Berdasarkan RTRW 2011-2031 (Ha)
Luas Pemanfaatan Ruang Tahun 2014 (Ha)
Luas Penyimpangan Pemanfaatan Ruang Berdasarkan Rencana (Ha)
456,13 1.281,82
452,44
3,69
2.738,08
(-2486,53)
1.233,76 1.302,65
1.171,49
131,16
71,1
(-69,72)
3.831,79
4.522,09
(-690,3)
11.173,79
9.118,09
2.055,7
1,38
18073,29 18073,29 : Hasil analisis data (2015) : (-) Pemanfaatan ruang tidak sesuai rencana
Berdasarkan hasil analisis tumpang susun (overlay) antara peta RTRW Kabupaten Pandeglang Tahun 2011–2031 dan peta tutupan lahan (lancover), jenis pemanfaatan ruang yang masih sesuai dengan perencanaan yaitu pemukiman masih lebih besar dari peta pemanfaatan eksisting dengan luas selisih sebesar 3,69 Ha, hutan lahan kering denga luas selisih 131,16 Ha dan jenis pemanfaatan ruang kebun campuran dengan luas selisih 2055,07 Ha. Sedangkan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan perencanaan penggunaan lahan meliputi jenis pemanfaatan lahan sawah dengan luas selisih sebesar 2486,53 Ha, hutan lahan basah dengan luas selisih sebesar 69,72 Ha, semak belukar dengan luas selisih sebesar 690,03 Ha pemanfaatan ruang eksisting lebih besar dari pada peta rencana penggunaan lahan (landuse). Perluasan pemanfaatan ruang eksisting terjadi pada lahan sawah. Berdasarkan pengamatan di lapang perluasan areal lahan sawah sebagian besar tersebar di Kecamatan Sumur. Hal ini didukung dengan adanya perluasan pembangunan infrastruktur irigasi. Ekpresi pola pemanfaatan ruang umumnya digambarkan dalam berbagai bentuk peta. Peta penggunaan lahan (landuse map) dan peta penutupan lahan (land cover map) adalah bentuk deskripsi terbaik di dalam menggambarkan pola pemanfaatan ruang (Rustiadi et al 2011). Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang merupakan proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang mencakup proses penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Rencana tata ruang berisi rencana struktur ruang dan rencana pola pemanfaatan ruang.
36
Gambar 12 Peta Situasi Pemanfaatan Ruang Daerah Penyangga TNUK Analisis Objek dan Atraksi Wisata dan Kualitas Visual Lanskap 1. Potensi Objek dan Atraksi Wisata Daerah penyangga TNUK memiliki potensi objek dan atraksi wisata yang beragam. Keberagaman jenis potensi objek dan atraksi wisata tersebut terbentuk oleh bentukan lanskap alami dan buatan dari kehidupan masyarakat sekitarnya. Keanekaragama hayati menjadi salah satu yang membentuk daya tarik wisata dengan berkolaborasi aktivitas konservasi Kawasan TNUK dan kehidupan masyarakat sekitarnya. Penilaian potensi objek dan atraksi wisata daerah penyangga TNUK dilakukan terhadap masing-masing desa lokasi penelitian yang memiliki potensi untuk pengembangan objek dan atraksi wisata. Potensi objek dan atraksi wisata yang dinilai objek berbentuk darat, pantai dan hutan yang meliputi unsur keindahan alam, variasi sub objek dalam jalur dan jenis kegiatan wisata. Kondisi potensi objek wisata dinilai scara skoring berdasarkan banyaknya objek yang tersedia dengan dikalikan bobot nilai pada kriteria standar objek dan daya tarik wisata yang digunakan sebagai metode penilaian. Tujuan penilaian objek dan atraksi wisata untuk mengetahui potensi objek dan atraksi wisata yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik pengembangan ekowisata di daerah penyangga kawasan TNUK. Hasil penilaian objek dan atraksi wisata di kawasan penyangga TNUK dapat dilihat pada Tabel 16.
37
Tabel 16 Potensi Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK No. Desa Skor Kec. Sumur 1. Ujung Jaya 135 2. Taman Jaya 180 3. Cigorondong 105 4. Tunggal Jaya 150 5. Kertamukti 135 6. Kertajaya 135 Kec. Cimanggu 7. Tangkilsari 60 8. Cimanggu 30 9. Waringinkurung 30 10. Padasuka 60 11. Mangkualam 105 12. Kramatjaya 90 13. Tugu 75 14. Cibadak 150 15. Rancapinang 135 Sumber: Hasil analisis data (2015) Keterangan: SP = Sangat potensi (≥130 – >180) P = Potensial (≥80 – <130) KP = Kurang potensi (30 – <80)
Kelas Nilai
Klasifikasi
3 1 4 2 3 3
SP SP P SP SP SP
7 8 8 7 4 5 6 2 3
KP KP KP KP P P KP SP SP
Berdasarkan hasil analisis data lapang secara keseluruhan potensi objek dan daya tarik wisata yang dimiliki berupa keindahan pemandangan, obyek wisata pantai, ekosistem hutan, aktivitas pertanian dan sosial budaya, pola pemukiman tradisional, penakaran flora dan fauna serta unsur penunjang lainnya yang menunjukkan daerah penyangga kawasan TNUK layak untuk dikembangkan untuk kegiatan ekowisata dengan kegiatan utamanya adalah berupa (education, tracking, camping, animal watching dan bird watching). Hasil analisis potensi objek dan atraksi wisata yang dilakukan di masing-masing desa menunjukkan kawasan penyangga TNUK yang berbatasan langsung dengan kawasan sebagian besar memiliki potensi objek dan atraksi wisata yang sangat potensial. Potensi objek dan atraksi wisata yang termasuk kategori sangat potensial (SP) terdapat di 7 desa, kategori potensial (P) sebanyak 3 desa dan kategori kurang potensial (KP) di 5 desa penyangga dari 15 tempat fokus pelaksanaan penelitian (Tabel 16). Potensi objek dan atraksi wisata yang termasuk dalam kategori SP terdapat pada desa yang memiliki objek dan atrkasi wisata beragam dan memenuhi semua unsur pada kategori penilaian yaitu unsur keindahan alam, variasi objek wisata dan jenis kegiatan wisata. Pengembangan objek dan atraksi wisata pada area yang memiliki kategori sangat potensial dengan dilakukan pemeliharaan lingkungan dan peningkatan ketersediaan fasilitas umum. Kawasan yang yang termasuk kategori P dapat ditingkatkan melalui pengembangan objek dan atraksi wisata dengan menambah fasilitas penunjang yang belum tersedia. Sementara kawasan yang termasuk dalam kategori kurang potensial harus dilakukan peningkatan kualitas keindahan alam, variasi objek wisata dan pengembangan jenis kegiatan wisata. Keanekaragaman flora dan fauna dan ekosistemnya serta keragaman budaya merupakan potensi dan dapat dijadikan salah satu dasar pembangunan
38
berkelanjutan dengan cara memanfaatkan jasa lingkungan melalui ekowisata (Supyan, 2011).
Gambar 13 Peta Potensi Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK 2. Potensi Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata Kelayakan objek dan atraksi wisata berkaitan dengan ketersediaan fasilitas yang menunjang kegiatan wisata pada suatu area atau tapak. Penilaian berdasarkan pada enam kriteria penilaian hasil modifikasi Mackinnon (1986). Penilaian kelayakan objek dan atraksi daerah penyangga TNUK hanya terdapat pada 12 desa yang memiliki potensi objek dan atraksi wisata dari sebanyak 15 desa yang menjadi fokus lokasi penelitian. Daerah penyangga kawasan TNUK merupakan salah satu kawasan konservasi di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yang mempunyai keanekaragaman hayati dan pesona keindahan alam yang sangat menarik perpaduan dari lanskap alami, semi alami dan binaan berupa pantai, pulau, pemandangan hutan, pertanian dan sosial budaya masyarakat lokal. Kelayakan kawasan objek dan atraksi wisata yang akan dikembangkan berkaitan erat dengan segala aspek daya tarik wisata yang memperkuat keinginan untuk melakukan kegiatan wisata seperti yang dinyatakan oleh Gunn (1994) bahwa alasan sebuah wisata yang dikembangkan untuk area wisata karena terdapat atraksi sebagai komponen dan suplay, atraksi dapat berbentuk ekosistem landmark, atau satwa. Menurut Suwena dan Widyatmaja (2010) daerah tujuan wisata (DTW) merupakan tempat dimana segala kegiatan pariwisata bisa dilakukan dengan tersedianya segala fasilitas dan atraksi untuk wisata.
39
Tabel 17 Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata Daerah Penyangga TNUK No 1
Desa Ujung Jaya
Potensi objek wisata
I 20
II 50
Parameter III IV 75 10
V 30
VI 15
N
P
K
Pantai 200 KP S3 tanjung lame Taman Jaya 1 Sumber air 20 100 100 10 15 15 260 P panas 2 Kampung 40 50 100 20 60 60 330 SP S1 2 nelayan 3 Dramaga 40 100 100 30 60 60 390 SP 4 Desa wisata 40 100 100 30 60 60 390 SP Pantai 40 100 50 10 45 60 305 SP S3 3 Cigorondong Tunggal Jaya Camping 30 75 75 10 60 30 280 P S3 4 ground Kertamukti 1 Desa wisata 40 50 100 30 60 60 340 SP S1 2 Pantai keusik 40 75 50 10 45 60 280 P 5 panjang 1 Pantai 40 100 50 20 60 60 330 SP daplangu 2 Pulau mangir 30 100 75 10 30 15 260 P Kerta Jaya S1 3 Pulau oar 30 100 75 10 30 15 260 P 6 4 Pulau sumur 30 100 75 10 30 15 260 P 5 Pulau umang 30 75 75 30 60 45 315 SP 6 Penakaran 40 75 100 30 60 60 365 SP flora & fauna Camping 40 100 75 10 45 60 330 SP S3 7 Padasuka ground Penakaran 20 75 100 20 60 15 290 P S3 8 Mangku alam rusa 1 Ziarah 10 100 75 20 60 15 280 P gunung tilu 9 Kramat Jaya 2 Ziarah 30 100 75 10 15 15 245 P S1 jumblangan 3 Air terjun 10 100 75 10 45 15 255 P cimahpar Camping 40 75 75 10 60 30 290 P S3 10 Tugu ground 1 Goa 40 100 75 10 60 15 300 P Cibadak S2 2 Air terjun 30 100 75 10 45 15 275 P 11 cikawung 40 50 75 10 30 30 235 P S3 12 Rancapinang 1 Puncak 2 Goa cegog 10 100 75 10 30 15 240 P Sumber: Hasil analisis data lapang (2015) Keterangan : I = Letak dari jalan utama, II = Estetika dan keaslian, III = Atraksi, IV = Pasilitas pendukung, V = Ketersediaan air bersih, VI = Transportasi dan aksesibilitas N = Nilai, P = Potensi, K = Klasifikasi, SP = Sangat potensial, P = Potensial, KP = Kurang potensial S1 = Sangat sesuai, S2 = Sesuai, S3 = Kurang sesuai
Tabel 15 menunjukkan potensi kelayakan objek wisata yang terdapat di 12 desa penyangga TNUK dominasi memiliki klasifikasi sangat potensial (SP) dan Potensial (P). Kelas SP sebanyak 9 objek dan atrkasi wisata yang terdapat di 5 desa. Kategori kelas P sebanyak 14 objek dan atraksi wisata tersebar di 11 desa.
40
Sementara yang termasuk kategori kurang potensial (KP) sebanyak 1 objek dan atraksi wisata terletak di Desa Ujung Jaya Kecamatan Sumur. Kategori SP dipengaruhi oleh semua komponen penilaian memiliki bobot yang tinggi seperti letak dari jalan utama, estetika dan keaslian serta aksesibilitas. Kategori P didominasi pengaruh rendahnya bobot nilai pada parameter aksesibilitas, fasilitas pendukung dan atraksi. Sedangkan kategori KP memiliki bobot nilai rendah terhadap semua parameter yang dinilai.
Gambar 14 Peta Kelayakan Kawasan Wisata Daerah Penyangga TNUK Klasifikasi kelas kesesuaian sangat sesuai (S1) sebanyak 4 desa terdiri desa Taman Jaya, Desa Kertamukti, Desa Kerta Jaya dan Desa Kramat Jaya. Klasifikasi kategori sesuai (S2) terdapat hanya 1 desa yaitu Desa Cibadak. Sedangkan klasifikasi kurang sesuai (S3) sebanyak 7 desa yakni Desa Ujung Jaya, Desa Cigorondong, Desa Tunggal Jaya, Desa Padasuka, Desa Mangkualam, Desa Tugu dan Rancapinang. Desa-desa yang memiliki kategori kurang sesuai (S3) dikarenakan memiliki objek dan atraksi wisata yang kurang. Pengembangan desa yang memiliki kategori kurang sesuai dapat ditingkatkan melalui peningkatan jumlah objek dan atraksi wisata yang beragam beserta aspek pendukungnya seperti peningkatan aksesibilitas, kualitas atraksi dan fasilitas wisata. Dari peta potensi objek dan atraksi wisata ditabulasikan tentang deskripsi masing-masing objek dan atraksi wisata yang terdapat di sekitar daerah penyangga TNUK dapat dilihat di Tabel 18.
41
Tabel 18 Potensi Objek dan Atraksi wisata Daerah Penyangga TNUK No
Lokasi
Objek
Atraksi
1.
Ds. Mangkualam
Penakaran rusa
Memberi pakan
2.
Ds.Padasuka
Camping groaund
Padang rumput, tajuk pohon
3.
Ds. Tugu
Camping ground
Padang rumput , tajuk vegetasi, air sungai
4.
Ds. Cibadak
Goa
Kampung goa
5.
Ds. Cibadak
Air terjun cikaung
Air, mendaki
6
Ds. Kramat Jaya
Ziarah gunung tilu
Religius
Foto
42
Lanjutan Tabel 18 No
Lokasi
Objek
Atraksi
7.
Ds. Kramat Jaya
Ziarah jumblangan
Religius
8.
Ds. Kramat Jaya
Air terjun cimahpar
Keindahan hutan, tajuk vegetasi
9.
Ds. Rancapinang
Goa cegog
Pemandangan pantai dan vegetasi
10
Ds. Rancapinang
Puncak
Mendaki, pemandangan pantai
11.
Ds.Kerta Jaya
Penakaran florafauna endemik
Kupu-kupu dan angrek
12.
Ds. Kerta Jaya
Pulau umang
Keindahan pantai, sunset
Foto
43
Lanjutan Tabel 18 No
Lokasi
Objek
Atraksi
13.
Ds.Kerta Jaya
Pulau sumur
Keindahan bawah laut, diving
14.
Ds. Kerta Jaya
Pulau oar
Snorkling, Skubadiving, jetsky
15.
Ds.Kerta Jaya
Pulau mangir
Keindahan pantai pasir putih, Sunset, Snoking
16.
Ds. Kerta Jaya
Pantai daplangu
Keindahan pemandangan lepas pantai
17.
Ds. Kertamukti
Pantai keusik panjang
Pemandangan lepas pantai, pantai karang
18
Ds. Kertamukti
Desa ciwisata
Kerajinan memehat patung badak, seni budaya dan agrowisata
Foto
44
Lanjutan Tabel 18 No
Lokasi
Objek
Atraksi
19
Ds. Tunggal Jaya
Camping ground
Kesejukan, perkampungan tradisional, pengamatan satwa
20
Ds.Cigorondong
Pantai
Keindahan pantai, mancing
21
Ds. Taman Jaya
Kampung. wisata pani’is
Transplanstans i karang, seni budaya, Jasa ekowisataa
22
Ds. Taman Jaya
Dramaga
Pemandangan lepas pantai, sunset
23
Ds. Taman Jaya
Kampung nelayan
Arsitektur dan pola pemukiman nelayan bugis dan jawa
24
Ds. Taman Jaya
Sumber air panas
Pemandian air panas, vegetasi
Foto
45
Lanjutan Tabel 18 Foto
No
Lokasi
Objek
Atraksi
25
Ds. Ujung Jaya
Pantai tanjung lame
Keindahan pantai, mangrove, tambak ikan, pemukiman tradisional
Sumber: Data lapang (2015)
3. Analisis Kualitas Visual Lanskap Daerah penyangga kawasan TNUK merupakan perbatasan antara kawasan konservasi dan kawasan umum. Kondisi lokasi tersebut memunculkan bentuk keragaman lanskap yang unik. Keragaman lanskap yang unik hasil dari keterpaduan pembentukan lanskap alami dan lanskap buatan. Potensi lanskap yang terdapat di daerah penyangga kawasan TNUK meliputi jenis hutan alami, lahan sawah semak, belukar, perkebunan, pantai dan arsitektur pemukiman. penilaian potensi lanskap berdasarkan jenis objek unggulan atau jenis lanskap yang mendominasi pada atraksi dan objek wisata meliputi objek wisata pantai, objek wisata pertanian dan objek wisata berbasis alam. Penilaian kualitas visual lanskap bertujuan untuk mengetahui dominasi tipe pemandangan alam di sekitar objek dan atraksi wisata yang diminati melalui responden. Penilaian kualitas visual lanskap dengan menilai sebanyak 14 foto yang diambil dari pemandangan lanskap yang mewakili pemandangan sekitar objek wisata desa fokus lokasi penelitian. 80
73.74510531
70
65.94980059
61.11468866
58.78088196
60
72.39699669
50 45.32318613 40
34.26555751 32.67391875 30.46518833
30 20
18.2013212
35.3391342
42.43125456 40.61908564
22.27973181
10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Gambar 15 Hasil SBE Kualitas Visual Lanskap Daerah Penyangga TNUK
46
Berdasarkan Gambar 15 menunjukkan bahwa lanskap objek dan atraksi wisata di daerah penyangga kawasan TNUK dominasi memiliki nilai kualitas visual lanskap termasuk kategori tinggi. Rata-rata berada pada nilai SBE >20. Sedangkan lanskap yang termasuk kriteria rendah adalah lanskap dengan nilai SBE<20 hanya terdapat 1 foto lanskap (Lanskap 2). Berdasarkan penilaian responden dengan metode SBE sebanyak 14 lanskap tidak terdapat lanskap memiliki kriteria rendah dengan nilai -20<SBE<20 atau lanskap dinilai oleh responden dengan nilai dominan pada rating penilaian angka 5 – 6. Tipe pemandangan lanskap yang memliliki nilai tertinggi merupakan pemandangan alami dan semi alami berupa lanskap pantai dan pemandangan formasi hutan. Berikut pemandangan lanskap yang memiliki nilai tertinggi dan lanskap kategori rendah:
(a) Lanskap nilai tertinggi 8 (73,74)
(b) Lanskap nilai terendah 2 (18,20)
Lanskap yang memiliki nilai SBE yang tinggi cenderung bentukan lanskap alami dan pemandangan semi alami. Hal tersebut terlihat pada foto lanskap yang terpilih sebagai lanskap yang dominan disukai responden. Sedangkan lanskap yang memiliki nilai SBE yang rendah cenderung pada dominan lanskap binaan hasil bentukan dan kegiatan manusia. Hal ini didukung hasil penelitian Rahmafitria (2004) dalam Budiyono, D (2014) menyatakan bahwa penyebab suatu objek lanskap memperoleh nilai tinggi adalah penampakan visual yang tinggi karena habitat yang masih alami dan beragamnya biota yang hadir di habitat tersebut. Daniel dan Boster (1976) menyatakan bahwa lanskap yang memiliki nilai pendugaan estetika tertinggi merupakan lanskap yang paling disukai atau indah. Karakteristik tersebut menunjukkan kualitas estetika lanskap yang diinginkan sesuai persepsi dipengaruhi oleh form lanskap daerah penyangga TNUK. Sementara itu Kaplan (1988) dalam Budiyono, D (2014) berpendapat bahwa preferensi visual berbeda-beda antara setiap individu, tetapi preferensi visual lingkungan alami lebih disukai dari pada struktur buatan manusia.
47
Tabel 19 Luas Potensi Kualitas Visual Lanskap Daerah Penyangga TNUK No Potensi Kualitas Visual Lanskap 1 Tertinggi 2 Terendah Sumber: Hasil analisis data lapang (2015)
Luas (Ha) 830,97 3190,94
Tabel 19 menunjukkan luas kawasan kualitas visual daerah penyangga TNUK dengan nilai SBE tertinggi seluas 830,97 Ha sebagian besar berada di seluruh desa di Kecamatan Sumur. Tingginya kualitas visual lanskap dipengaruhi oleh pemandangan lepas pantai dan bentukan lanskap alami. Berdasarkan kondisi tersebut kawasan daerah penyangga memiliki potensi lanskap yang indah untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata dengan pemanfaatan good view. Sedangkan luas kualitas visual dengan nilai SBE rendah seluas 452 lanskap tersebut merupakan bentukan lanskap semak belukar dan pemukiman perlu dilakukan pengembangan pemanfaatan ruang yang bersifat lebih alami dan bersifat ekologis.
Gambar 16 Peta Potensi Kualitas Visual Lanskap Daerah Penyangga TNUK Analisis Daya Dukung Kawasan Ekowisata Daerah Penyangga TNUK Wagar dalam Dougles (1975) mendefinisikan kualitas wisata merupakan tingkat yang normal dari suatu area agar wisatawan dapat merasakan kenyamanan dari aspek pskologis dan kesegaran dari aspek fisik jasmani. Maka, dalam pelaksanaan kegiatan wisata perlu dilakukan pengaturan mengenai daya dukung kawasan untuk menjamin kualitas dan keberlanjutan suatu area yang di manfaatkan sebagai kegiatan wisata. Hasil daya dukung kawasan meningkat
48
seiring berdasarkan luas kawasan yang dimanfaatkan dan lamanya waktu yang disediakan bagi pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata pada kawasan wisata tersebut dan berbanding terbalik dengan luasan area yang dibutuhkan bagi pengunjung untuk melakukan kegiatan agar area tersebut tidak terganggu oleh pengunjung lainnya. Berdasarkan rencana pengembangan kawasan wisata untuk aktifitas wisata maka diperoleh nilai daya dukung kawasan per aktivitas wisata pada masing -masing desa yang dimanfaatkan sebagai area rencana kegiatan wisata. Tabel 20 Daya Dukung Kawasan Wisata di Daerah Penyangga TNUK Aktivitas
No 1
Desa Ujung Jaya
2
Taman Jaya
1 2
3
Cigorondong
4
Tunggal Jaya Kertamukti
5
6
Kerta Jaya
1 2
1 2 3
7 8 9 10
Padasuka Mangku alam Kramat Jaya Tugu
11
Cibadak
12
Rancapinang
1 2 1 2
Menikmati pemandangan Kampung wisata Rekreasi Pantai, Fhoto Hunting Rekreasi Pantai Berkemah Desa wisata Rekreasi pantai dan photo hunting Snorkling Rekreasi pantai Fhoto hunting Snorkkling Menikmati pemandangan Wisata Satwa Berkemah Wisata Satwa Ziarah Berkemah Adventure Tourism Menikmati Pemandangan Menikmati pemandangan Adventure Tourism
Lp (m2) 4130
Lt (m2) 100
Wp (Jam) 2
Wt (Jam) 6
DDK
K 1 4
13278
100
2
4
1062
1
6291
50
3
6
251
1
2193
50
3
6
87
5 4 1
9254 26137 2741
50 100 50
20 2 3
24 4 4
925 2090 54
1 1
12162 1524
250 50
3 3
6 4
97 134
1 1
16816 2731
250 100
3 2
6 6
1382 81
1 5 1 4 5 1
7229 6841 7729 953 5285 2531
100 50 100 100 50 200
2 20 2 2 20 3
4 24 4 4 24 6
144 684 154 76 528 25
1
6147
100
2
6
184
1
3791
100
2
6
113
1
4634
200
3
6
46
Total Daya Dukung Kawasan Wisata Daerah Penyangga TNUK
Sumber: Analisis data lapang (2015)
124
8.241
Tabel 20 menunjukkan kondisi masing-masing desa dalam menerima wisatawan. Kondisi sumber daya yang rentan di Desa Taman Jaya, Cigorondong, Kertamukti dan Cibadak dengan jenis desa wisata, wisata pantai dan berkemah merupakan jenis wisata yang memiliki daya dukung yang tinggi. Kondisi
49
demikian perlunya pengawasan dan pembatasan rotasi wisatawan ke dalam area pengunjung agar tidak melebihi kapasitas ekologi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Penerapan fasilitas pendukung yang ramah lingkungan dan pemberian pemahaman kepada pengunjung menjadi agenda prioritas dalam merencanakan fasilitas wisata serta fasilitas ruang pendukung dan ruang transisi. Zona Potensial Rencana Pengembangan Kawasan Ekowisata Rencana zona pengembangan ekowisata dengan melalui penerapan zonasi berdasarkan tingkat potensi ketersediaan objek dan atraksi wisata dan tingkat kesesuaian kelayakan pengembangan objek dan atraksi wisata dan kualitas visual lanskap. Zona pengembangan kawasan ekowisata dapat berupa pembagian zona pengembangan ekowisata daerah penyangga TNUK menjadi sub zonasi pengembangan berdasarkan potensi objek dan atraksi wisata dan juga berdasarkan pertimbangan potensi situasi pemanfaatan ruang oleh masyarakat di setiap desa. Rencana zona pengembangan ekowisata daerah penyangga TNUK dibagi menjadi beberapa zona, sebagai berikut: 1. Zona pengembangan ekowisata atraktif Zona pengembangan ekowisata atraktif yaitu, zona pengembangan kawasan lanskap ekowisata yang diperuntukkan umum atau public service area. Dalam zona pengembangan ekowisata atraktif terdiri dari ruang penerimaan, ruang transisi, ruang pendukung dan wisata. Zona wisata yang dimanfaatkan adalah area yang digunakan pengunjung dalam aktivitas wisata dan rekreasi dengan karakteristik kawasan yang potensial, aman dan terjangkau berbagai aspek pendukung untuk dimanfaatkan secara optimal seperti wisata budaya, desa wisata, wisata religi dan rekreasi pantai terbatas. Pengembangan zona ekowisata atraktif pada desa yang memiliki kategori sangat potensial dan sangat sesuai untuk kelayakan pengembangan objek dan atraksi wisata. 2. Zona pengembangan ekowisata semi atraktif Zona pengembangan ekowisata semi atraktif, merupakan zona yang berfungsi menyangga kawasan khususnya badan air dari pengaruh aktivitas fisik di sekitarnya. Zona penyangga merupakan zona peralihan dari zona atraktif kepada zona tidak atraktif. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan adalah memancing, berperahu, hunting, penakaran hewan dan tumbuhan serta menikmati keindahan pemandangan alam maupun pantai dan vegetasi hutan. Pengembangan zona ekowisata semi atraktif pada desa yang memiliki tingkat kelayakan dengan kategori sesuai. 3. Zona pengembangan ekowisata tidak atraktif Zona pengembangan ekowisata tidak atraktif merupakan zona yang tidak potensial untuk kegiatan wisata karena memiliki tingkat potensi objek dan atraksi wisata yang rendah. Karakter kawasan ini mengarah pada aktivitas-aktivitas sosial budaya masyarakat dengan mempelajari kehidupan masyarakat lokal. Zona pengembangan tidak atraktif sekaligus juga merupakan sebagai area pemenuhan akomodasai wisatawan seperti penginapan dan kuliner. Pengembangan zona ini pada daerah yang memiliki kurang potensial tingkat ketersediaan objek dan atraksi wisata dan memiliki tingkat kesesuaian kategori kurang sesuai.
50
Gambar 17 Peta Zona Potensial Rencana Pengembangan Kawasan Ekowisata Daerah Penyangga TNUK Konsep Rencana Pengembangan Kawasan Ekowisata Daerah Penyangga TNUK Konsep rencana pengembangan kawasan ekowisata daerah penyangga TNUK dibuat berdasarkan zonasi potensi objek dan atraksi wisata dan mempertimbangkan aspek pemanfaatan ruang. Pengembangan kawasan ekowisata daerah penyangga TNUK ditujukkan untuk menjaga keberlanjutan kawasan sehingga dapat terus menjadi tempat bagi aktivitas ekowisata di dalamnya. Konsep rencana pengembangan lanskap wisata daerah penyangga TNUK terdiri atas pengembangan wisata akuatik dan pengembangan wisata terestrial. Pengembangan wisata akuatik meliputi objek dan atraksi wisata hutan pantai, pantai berpasir, budidaya terumbu karang, wisata keindahan pulau, kampung dan pelabuhan nelayan dan pantai berbatu. Pengembangan wisata terestrial meliputi obyek dan atraksi wisata sungai, goa, wisata religi, perkemahan, air terjun dan agrowisata. Program pengembangan objek dan atraksi wisata bertujuan untuk mendukung kelestarian alam dan budaya yang akan dikembangkan. Konsep pengembangan dan keberlanjutan lingkungan pantai daerah penyangga TNUK ialah pemberdayaan terhadap kehidupan masyarakat pesisir yang menjadi wadah wisata utama dengan meminimalisasi dampak wisata bagi lingkungan pesisir dan pengelolaan lingkungan kawasan pantai sebagai satu kesatuan yang utuh antara darat dan laut sehingga dapat terus mewadahi aktivitas wisata di dalamnya. Konsep ini diterapkan melalui penerapan sempadan pantai dalam pengembangan wisata dan pengembangan fasilitas wisata yang terpadu dengan kehidupan masyarakat sekitar dan peningkatan kesadaran kepada masyarakat lokal serta pemberdayaan sumberdaya pariwisata lokal.
51
Konsep pengembangan aktivitas wisata teresterial dengan penggalian potensi wisata yang dimiliki untuk dapat terus menampilkan objek dan atraksi wisata yang menarik bagi wisatawan dengan menggali potensi karakter lanskap dan budaya lokal sebagai penguat daya tarik wisata. Perwujudan konsep pengembangan dan keberlanjutan wisata bagi lingkungan pantai dan darat wisata yaitu melalui perencanaan terpadu jalur wisata pantai dan darat dengan menampilkan sumber daya pantai dan kehidupan masyarakatnya. Rencana pengembangan wisata meliputi jenis wisata, aktivitas dan fasilitas. Adapun uraian rencana pengembangan lanskap ekowisata daerah penyangga TNUK terdapat pada Tabel 21. Tabel 21 Rencana Pengembangan Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK Pengembangan Zona Wisata
Jenis wisata
Agrowisata Atraktif Wisata budaya Wisata religi Wisata belanja
Semi Atraktif
Rekreasi alam Wisata pantai
Tidak Atraktif
Pendidikan dan penelitian Wisata visual
Sumber: Analisis data lapang (2015)
Aktivitas Menikmati keindahan pemandangan pertanian dan pedesaan Belajar bertani tradisional Desa wisata Budaya pola perkampungan tradisional atraksi seni tradisional Wisata kerajinan lokal Ziarah Mengunjungi situs bersejarah Kuliner makanan khas lokal Oleh-oleh kerajinan lokal Bersampan Berperahu Berenang, photo hunting rekreasi pantai terbatas Pendidikan sosial budaya dan sejarah Menikmati pemandangan hutan dan photo hunting
Fasilitas Menara pandang, shelter dan jalur tracking Area percontohan pertanian Home stay, MCK umum dan shelter Jalur tracking kampung, tempat istirahat, Sanggar budaya Galeri kerajinan Fasilitas ibadah, tempat istirahat, jalur tracking objek wisata Pusat toko kerajinan dan makanan khas galeri kerajinan shelter, kursi dan vegetasi Area dan fasilitas lengkap berperahu Area terbuka, menara pandang dan kursi Tracking deck, Papan interpretasi, shelter dan tempat istirahat Menara pandang dan shelter
Untuk menjaga kawasan wisata berkelanjutan terdapat program pengembangan ekowisata untuk menggambarkan setiap unit lanskap berupa karakter lanskap kawasan objek dan atraksi wisata yang berada di kawasan wisata utama daerah penyangga TNUK serta usaha penataan lanskapnya. Penataan lanskap pada tiap objek dan atraksi wisata ditujukkan untuk melindungi aspek ekologis dan melestarikan budaya lokal. Program yang ditawarkan pada pengembangan objek dan atraksi wisata utama penyangga TNUK. dapat secara teknis dan sosial. Secara teknis ditujukkan untuk mempertahankan aspek ekologis,
52
seperti pembangunan fasilitas wisata yang ramah lingkungan, seperti track, boardwalk, dermaga, shelter, viewing deck, dan tangga dengan menggunakan material alami dan disesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Secara sosial ditujukkan untuk pelestarian nilai-nilai budaya lokal dengan menggunakan model arsitektur. Program pengembangan didasarkan pada objek dan atraksi wisata yang mendukung ruang wisata yaitu objek dan atraksi wisata pada ruang wisata akuatik serta objek dan atraksi wisata pada ruang wisata terestrial. Program pengembangan untuk objek wisata pada ruang wisata akuatik dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Program Pengembangan Kawasan Ekowisata Daerah Penyangga TNUK No
Jenis Wisata
1.
Agrowisata
2
Wisata Budaya
Program Pengembangan Menjadikan kawasan persawahan dan perladangan daerah penyangga TNUK sebagai kawasan wisata agro dan pendidikan pertanian dengan mengembangkan potensi pertanian masyarakat berbasis kearifan lokal. Pengembangan fasilitas pertanian untuk mendukung kegiatan wisata pertanian pedesaan. Penataan kawasan dengan minimalisasi fasilitas wisata agar tidak mengganggu aktivitas petani. Pengembangan fasilitas yang digunakan oleh wisatawan berupa jalur eksisting dan shelter tempat beristirahat para petani sekaligus digunakan sebagai shelter bagi wisatawan untuk beristirahat dan menikmati suasana persawahan dan perladangan. Pembuatan leaflet yang memuat informasi mengenai lokasi dan sekaligus sebagai pedoman kegiatan wisata di area objek wisata pertanian dan pedesaan. Perkampungan yang ada di lokasi sebagian besar merupakan perkampungan pesisir dan pegunungan. Program pengembangan pada wisata budaya terpusat pada area pemukiman. Pengembangan atraksi wisata dengan menampilkan budaya sosial dan kehidupan masyarakat nelayan. Penataan bangunan pemukiman masyarakat dengan sanitasi yanglebih baik agar tidak mencemari kawasan pesisir. Pembuatan fasilitas darmaga, lokasi penambatan perahu. Penataan kawasan yang lebih ekologis dan konservatif. Pembuatan leaflet mengenai atraksi wisata yang dapat ditemui dan dilakukan oleh pengunjung pada obyek wisata kawasan pesisir.
53
Lanjutan Tabel 22 No
Jenis Wisata
3.
Wisata Religi
4.
Wisata Belanja
5.
Rekreasi Alam
6.
Wisata Pantai
Program Pengembangan Meningkatkan peran tempat ziarah sebagai tempatt peribadatan dan tempat bersejarah sehingga nilaii tempat ziarah tetap dipertahankan kelestariannya. Penataan eksisting kawasan objek dan atraksii wisata dengan menggali potensi kearifan budaya. Pengembangan fasilitas wisata berupa viewdeck, tracking deck dan fasilitas umum. Meningkatkan peran serta masyarakat lokall sebagaii pendamping wisatawan. Meningkatkan peran serta masyarakat mengembangkan ekonomi lokal. Pembangunan infrastruktur ekonomi berbasis potensi wisata. Mengembangkan potensi produk-produk berbasis kearifan lokal Penataan garis sempadan sungai dan muara dengan buffer zone. Pengembangan wisata bersifat edukatif berupa penghijauan di area wisata darat dan transplanting terumbu karang untuk pengembangan di area wisata akuatik Penataan badan air seperti sungai, rawa dan muara pantai dengan penanaman pohon dan pembuatan jalur hijau badan air. Pengembangan kawasan pemukiman ramah lingkungan dengan penerapan konsep zero waste bagi pemukiman padat Menjadikan kawasan pantai sebagai lokasi belajar dan berekreasi Penataan fasilitas berupa shelter dan tempat duduk yang nyaman untuk menikmati suasana pantai berpasir dan menikmati pemandangan dan menjadikan lokasi tersebut dari objek wisata akuatik lainnya. Menjadikan kawasan hutan pantai sebagai kawasan hutan alami yang menampilkan keunikan dan keaslian hutan pantai berbasis tanaman pantai lokal. Peletakan fasilitas berupa papan interpretasi yang dapat mengakomodasikan kebutuhan pengunjung terhadap informasi mengenai objek wisata pantai dan pembuatan boardwalk dan observationdeck agar aktivitas pengunjung tidak menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hutan pantai. Pembuatan dramaga-dramaga kecil.
54
Lanjutan Tabel 22 No Jenis Wisata
7.
Program Pengembangan Menjadikan kawasan hutan sebagai kawasan hutan alami yang menampilkan keunikan dan keaslian hutan pantai dengan tetap mempertahankan Pendidikan dan ekosistem dan formasi vegetasi yang membentuk Penelitilan serta hutan. wisata visual Peletakan fasilitas berupa papan interpretasi yang dapat mengakomodasikan kebutuhan pengunjung terhadap informasi mengenai hutan dan pembuatan boardwalk dan observationdeck agar aktivitas pengunjung tidak menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hutan. Pengembangan fasilitas yang mendukung kegiatan menikmati pemandangan berupa menara pandang dan papan informasi untuk mendukung kegiatan wisata.
Sumber: Hasil Analisis (2015)
Konsep Ruang dan Sirkulasi Ekowisata 1. Konsep Ruang Ekowisata Konsep ruang adalah penjabaran secara lebih detail berdasarkan objek prioritas. Konsep ruang ekowisata daerah penyangga TNUK dikembangkan sesuai kondisi eksisting. Pengembangan ruang diarahkan untuk menjaga keberlanjutan daerah penyangga kawasan TNUK sesuai karakter ekologisnya, baik kelestarian lingkungan dan ekosistem objek dan atraksi ekowisata. Konsep ruang ekowisata dikembangkan berdasarkan kebutuhan ruang untuk kegiatan wisata. Ruang wisata dibagi menjadi dua meliputi ruang penunjang dan ruang wisata utama. Ruang penunjang menghubungkan antara ruang pengembangan objek dan atraksi wisata di dalam ruang wisata utama. Ruang penunjang terdiri dari ruang penerimaan, ruang transisi dan ruang pendukung. Sedangkan ruang utama merupakan ruang yang mengakomodasi seluruh aktivitas wisata dan untuk masuk ke dalam ruang utama tersebut harus melalui ruang penunjang. Ruang wisata utama merupakan pusat aktivitas pengunjung dengan intensitas penggunaan ruang yang tinggi. Ruang wisata utama tidak membutuhkan terlalu banyak modifikasi sumberdaya untuk mendukung aktivitas wisata yang direncanakan. Ruang wisata utama daerah penyangga TNUK meliputi ruang teresterial dan akuatik. Masing-masing jenis ruang terdapat aktivitas dan fasilitas sesuai dengan tema dan tujuan dari ruang wisata yang dikembangkan, konsep ruang wisata utama daerah penyangga TNUK terdiri dari ruang wisata teresterial dan akuatik. a. Ruang wisata teresterial Ruang wisata teresterial meliputi ruang lanskap semi alami dan binaan. Tema ruang wisata teresterial dengan menampilkan jenis flora fauna lokal, formasi hutan dan sosial budaya kehidupan masyarakat sekitar. Pengembangan ruang tereterial bertujuan untuk mengakomodasi pengunjung untuk menikmati keindahan alam dan lingkungan binaan beserta kondisi sosial budaya masyarakatnya. Pengembangan ruang lanskap alami berfungsi untuk menjaga dan mendukung kegiatan konservasi
55
diperbatasan kawasan TNUK serta melestarikan flora fauna endemik yang ada di lokasi penelitian. Pengembangan lanskap binaan bertujuan untuk memelihara dan menguatkan budaya dan benda atau kawasan yang memiliki nilai sejarah dan budaya di sekitar masyarakat. b. Ruang wisata akuatik Ruang wisata utama daerah penyangga TNUK sebagian besar adalah ruang akuatik yang menggambarkan lanskap pantai dan kehidupan masyarakat yang bercorak pesisir. Ruang akuatik yang dapat dikembangkan berupa ruang lanskap alami, semi alami dan buatan. Pengembangan ruang akuatik bertujuan untuk mengajak pengunjung menikmati keindahan alam dan pemandangan bentukan formasi pemandangan hutan dan pantai. Pengembangan ruang akuatik berfungsi untuk melestarikan lingkungan semi alami dan binaan serta pemberdayaan ekonomi masyarakat guna mendukung kegiatan konservasi lingkungan dan budaya. 2. Konsep Sirkulasi Ekowisata Konsep sirkulasi berperan menggambarkan pergerakan yang direncanakan dalam kawasan wisata. Konsep sirkulasi dengan memudahkan aksesibilitas pengunjung dalam melakukan kegiatan wisata. Pengembangan sirkulasi wisata diarahkan sesuai dengan konsep ruang eksisting dan sebagai penunjang potensi menikmati objek dan atraksi wisata sehingga meningkatkan efesiensi waktu dan pengeluaran akomodasi pengunjung yang berdampak langsung dengan peningkatan keuntungan ekonomi bagi masyarakat lokal. Menurut Simonds (1983), dalam touring system perlu mempertimbangkan: 1. Jarak dan waktu tempuh merupakan fungsi dari area, sedangkan area merupakan fungsi dari ruang (space). Jarak tempuh dan area merupakan satu kesatuan yang utuh. 2. Keutuhan menggambarkan keharmonisan dan kesatuan (unity) dari elemen-elemen, sehingga elemen-elemen tersebut tidak terpilah-pilah. 3. Sekuen menggambarkan urutan terhadap objek yang mempunyai persepsi kontinuitas dan merupakan pengorganisasian dari elemen-elemen pada suatu ruang.
Ruang Penunjang (ruang penerimaan ruang pendukung Ruang Utama (ruang wisata akuatik)
Ases antar ruang Akses masuk Ruang transisi
Ruang transisi
Ruang Utama (ruang wisata teresterial)
Gambar 18 Konsep Ruang dan Sirkulasi Wisata Daerah Penyangga TNUK
56
Rencana Ruang Ekowisata Berdasarkan konsep yang dikembangkan terhadap pengembangan kegiatan ekowisata daerah penyangga TNUK, ruang wisata yang direncanakan untuk kegiatan wisata terbagi menjadi dua bagian meliputi ruang penunjang dan ruang wisata utama. Masing-masing ruang terbagi ke dalam sub bagian berikut: 1) Ruang Penunjang Ruang penunjang meliputi ruang penerimaan (Entrance), ruang transisi dan ruang pendukung. Ruang penerimaan adalah jalan masuk sebagai area penerimaan berfungsi sebagai pusat informasi bagi wisatawan yang masuk ke area wisata. Jenis aktivitas dan fasilitas pada area ini seperti papan informasi wisata dan tempat parkir. Ruang transisi merupakan ruang peralihan dari ruang teresterial menuju ruang akuatik dan sebaliknya. Ruang transisi berfungsi menghubungkan darat dengan laut sebagai satu kesatuan ekosistem. Pengembangan ruang transisi bertujuan untuk mengontrol aktivitas pengunjung maupun akuatik sehingga kawasan pesisir dapat terjaga dengan lingkungan yang lestari dengan dilengkapi parkir dan ruang istirahat beserta fasilitasnya. Pengembangan ruang transisi terdapat pada sepanjang desa di Kecamatan Sumur dan satu desa di Kecamatan Cimanggu yaitu Desa Rancapinang yang secara kewilayahan memiliki pesisir. Ruang pendukung merupakan alokasi ruang disetiap desa sebagai tempat istirahat wisatawan yang bersifat ecoarea dengan dilengkapi aktivitas dan fasilitas pelayanan seperti rest area, rumah makan, home stay, pusat souvenir hasil kerajinan maupun makanan khas lokal dan ruang penyediaan jasa atribut wisata untuk mendukung wisatawan lebih mudah melakukan aktivitas wisata. Alokasi ruang ini direncanakan pada desa yang memiliki potensi objek dan atraksi wisata dengan kategori kurang potensi (KP). Rencana ruang penunjang memanfaatkan jalan utama dan pemukiman. 2) Ruang wisata utama Ruang wisata utama direncanakan berdasarkan potensi jenis sumber daya objek dan atraksi wisata. Ruang wisata utama terdiri dari ruang wisata teresterial dan ruang akuatik. Komponen ruang wisata utama terdiri dari: a. Ecoculture Tourism Ruang Ecoculture Tourism merupakan ruang wisata yang mengakomodasikan kegiatan sosial budaya yang terdapat ditapak. Aktifitas ekowisata terdiri dari wisata religi, desa wisata, kampung nelayan, kawasan pesisir sebagai pemanfaatan ecoculture tourism dengan didukung kearifan lokal yang ada meliputi adat istiadat bangunan dan pola perkampungan. Berdasarkan potensi objek dan atraksi wisata yang ada di lapangan rencana ruang ini terdapat di desa Taman Jaya, Desa Kertamukti Kecamatan Sumur dengan potensi objek dan atraksi wisata berupa desa wisata dan kampung nelayan adat bugis. Sedangkan wisata religi terdapat di desa Kramat Jaya. b. Agroedutourism Ruang Agroedutourism merupakan ruang yang mengalokasikan kegiatan untuk agrowisata dan wisata pendidikan. Wisata edukasi meliputi kegiatan berkemah menikmati pesisir pantai, sungai, hamparan sawah dan ladang wisatawan dapat menikmati suasana pertanian dan
57
pedesaan serta pengenalan jenis hewan dan tumbuhan endemik serta aktifitas pertanian tradisional sebagai objek dan daya tarik wisata pendidikan. Potensi ruang yang diperuntukan untuk agroedutourism terdapat pada semua desa penyangga TNUK. c. Ecobahari Tourism Ruang Ecobahari Tourism merupakan alokasi ruang yang menekankan kegiatan objek wisata berbasis alam dan pantai seperti goa, air terjun menikmati keindahan hutan dan rekreasi pantai seperti memancing, berjemur, bersampan, berenang, photo hunting dan menikmati keindahan pemandangan dengan dilengkapi fasilitas tracking deck, pengamatan satwa burung dan viewingdeck. Potensi rencana ruang ini terdapat di sepanjang garis pantai di Kecamatan Sumur. Sedangkan wisata alam terdapat Kecamatan Cimanggu meliputi Desa Cibadak, Desa Kramat Jaya, Desa Padasuka. Rencana Sirkulasi Wisata Rencana sirkulasi merupakan sistem sirkulasi dalam kawasan pengembangan lanskap ekowisata daerah penyangga TNUK terbagi menjadi tiga meliputi sirkulasi primer, sekunder dan tersier. a. Sirkulasi primer adalah jalur sirkulasi utama yang terdapat pada ruang penunjang yaitu menghubungkan antara ruang penerimaan dengan ruang transisi dan ruang pendukung. b. Sirkulasi sekunder adalah jalur sirkulasi yang menghubungkan antara ruang transisi atau ruang pendukung dengan ruang wisata umum. c. Sirkulasi tersier adalah jalur alami di dalam objek atau atraksi wisata. Sirkulasi tersier berupa boardwalk dan tracking primitif yang dilengkapi dengan area untuk tempat melepaskan lelah (stop area). Pengembangan sirkulasi wisata daerah penyangga TNUK diarahkan pada pemanfaatan jalur eksisting menuju objek dan atraksi wisata dengan mengoptimalkan pembangunan fasilitas informasi dan jalur interprestasi suatu objek wisata. Selain itu pengembangan sirkulasi wisata juga harus memperhatikan area berbahaya dan pemanfaatan jalur evakuasi stunami atau peringatan bahaya lainnya. Kawasan pengembangan lanskap ekowisata daerah penyangga TNUK dapat diakses melalui dua arah, yaitu melalui jalur utara dari Carita dan Panimbang arah pantai tanjung lesung melewati Kecamatan Cigeulis dan dari arah timur (dari arah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak melewati Kecamatan Bayah, Malingping, Cikeusik dan Cibaliung. Pemilihan pintu masuk ke dalam kawasan wisata berdasarkan potensi aksessibilitas menuju kawasan.
58
Gambar 19 Peta Sirkulasi Ekowisata Daerah Penyangga TNUK Rencana Aktivitas dan Fasilitas Pengembangan rencana aktivitas dan fasilitas kawasan ekowisata daerah penyangga TNUK disesuaikan dengan kondisi alokasi ruang yang direncanaan. Aktivitas direncanakan berdasarkan fungsi dan tujuan ruang berdasaran potensi sumberdaya yang direncanakan. Sedangkan fasilitas wisata berfungsi sebagai pendukung jenis aktivitas wisata yang diprogramkan. Pengembangan aktivitas di lokasi penelitian dibedakan menjadi aktivitas wisata, aktivitas kehidupan masyarakat dan aktivitas perlindungan sumber daya alam dan lingkungan. Klasifiasi pengembangan aktivitas berdasaran kondisi potensi eksisting dan konsep dari tujuan pengembangan ekowisata tersebut. Fasilitas yang direncanakan yang dapat dikembangkan di lokasi penelitian berdasarkan pada peluang aktivitas wisata dengan memanfaatkan ekosistem sumber daya wisata dan sosial budaya lokal. Fasilitas wisata pesisir yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan pengunjung dan kehidupan masyarakat agar kegiatan wisata dapat berjalan dengan nyaman, namun aktivitas keseharian masyarakat juga dapat tetap berjalan dengan baik.
59
Tabel 23 Rencana Aktivitas dan Fasilitas Kawasan Ekowisata Daerah Penyangga TNUK Ruang Wisata
Ruang Penunjang
Sub Ruang
Ruang Penerimaan
Ruang Transisi
Ruang Pendukung
Ruang Wisata Utama
Ruang Ecoculture Tourism Agroedutourism
Ecobahari Tourism
Fungsi
Aktivitas
Fasilitas
Area penerimaan, pelayanan pusat, informasi wisata dan pintu masuk wisata Perlindungan kawasan, menghubungkan ruang wisata utama dengan kawasan TNUK serta menghubungkan darat dengan laut sebagai kesatuan ekosistem Memfasilitasi mempermudah wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata
Retribusi, pembelian tiket paket wisata dan parkir
Area parkir, papan pusat informasi, pos jaga dan gerbang masuk Jalur sirkulasi, Menara pandang, shelter, bangku, papan interpretasi, vegetasi
Wisata belanja, menginap, persiapan untuk perjalanan wisata dan istirahat
Rest area, rumah makan, home stay, pusat souvenir, toko jasa atribut wisata
Mengakomodir kegiatan wisata budaya dan seni adat Ruang yang mengalokasikan kegiatan untuk agrowisata dan wisata pendidikan
Wisata religi, desa wisata, kampung nelayan dan wisata seni adat budaya lokal Mengamati pemandangan pertanian dan pedesaan, aktivitas pertanian tradisional, pola perkampungan tradisional, berkemah, pengamatan flora dan fauna endemik Menikmati keindahan hutan dan rekreasi pantai meliputi memancing, berjemur, bersampan, berenang, photo hunting, dan menikmati pemandangan pantai
Jalur tracking, area pakir, tempat peristirahatan
Alokasi ruang yang menekankan kegiatan objek dan atraksi wisata berbasis alam dan pantai
Sumber: Analisis data lapang (2015)
Tracking, fotografi, bird watching, menikmati dan melihat pemandangan, interpretasi, merenung, memancing, dan pengamatan satwa
Jalur sirkulasi, menara pandang, shelter, papan interpretasi
Viewing deck, menara pandang, tracking deck, shelter dan papan interpretasi
Rencana Lanskap Ekowisata Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis diarakan untuk mendapat tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan. Perencanaan berorentasi kepada kepentingan masa depan terutama untuk mendapatkan suatu bentuk social good dan hanya dikategorikan sebagai pengelolaan (Nurisyah
60
2000). Rencana lanskap Ekowisata daerah penyangga TNUK berdasarkan hasil analisis sumber daya wisata yang tersedia dan konsep pengembangan yang dibuat serta memperhatikan dengan jenis aktivitas masyarakat sebagai bagian dari rencana lanskap wisata. Perencanaan lanskap ekowisata daerah penyangga TNUK meliputi tapak, organisasi ruang, aspek visual, sirkulasi dan struktur dalam lanskap. Rencana lanskap ekowisata daerah penyangga TNUK berupa gambar rencanan lanskap (site plan). Pada gambar tersebut menunjukkan letak fasilitas dan aktivitas wisata pada tapak kawasan. Berdasarkan karakter lanskap dan konsep yang telah dikembangkan dari zona potensial pengembangan wisata, ruang kawasan wisata terbagi menjadi ruang wisata teresterial dan ruang wisata akuatik. Berdasarkan potensi sumber daya wisata, pengembangan jenis ekowisata meliputi ekowisata budaya, ekowisata pendidikan dan pertanian, dan ekowisata pantai. Sedangkan untuk mengakomodasi pengunjung direncanakan ruang penunjang yang meliputi ruang penerimaan, ruang transisi dan ruang pendukung. Pengembangan rencana lanskap untuk kegiatan wisata dikelompokan meliputi wisata pantai, wisata budaya dan wisata alam. Rencana lanskap wisata di daerah penyangga TNUK yang akan dikembangkan terdiri dari: 1. Penataan lanskap di sekitar kawasan TNUK diarahkan untuk kegiatan masyarakat yang sesuai dengan karakter lanskap dan fungsi zonasi kawasan. 2. Penerapan pengembangan fasilitas dan bahan bangunan yang ramah lingkungan bagi kawasan pesisir untuk mencegah kerusakan ekosistem pantai. 3. Mengembangkan usaha penginapan (home stay) konsep desain rumah berbasis alam. 4. Mengembangkan usaha lokal yang berbasis budaya dan kerajinan guna melestarikan kearifan lokal dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal. 5. Konservasi dan penataan area atau objek yang bernilai sejarah dan budaya. 6. Menata kawasan pantai menjadi ruang publik masyarakat sekitar 7. Menyediakan fasilitas pelayanan informasi wisata dengan menyediakan brosur, leaflet dan booklet. 8. Meningkatkan peran serta kegiatan masyarakat lokal dalam penyediaan fasilitas dan paket wisata. 9. Mempertahankan kondisi eksisting dalam penataan lanskap.
Gambar 20 Peta Site Plan Rencana Lanskap Ekowisata Daerah Penyangga TNUK
61
62
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian dapat memberikan rekomendasi pengembangan daerah penyangga kawasan TNUK menjadi kawasan ekowisata terpadu dengan kegiatan wisata alam di dalam kawasan TNUK dengan memperhatikan jenis kegiatan ekowisata berdasarkan pola pemanfaatan ruang, potensi objek dan atraksi wisata serta daya dukungnya. Beberapa hasil kajian analisis menunjukkan daerah penyangga kawasan TNUK merupakan daerah perbatasan antara area umum dan kawasan konservasi yang memiliki dinamika pemanfaatan ruang yang kompleks. Pemanfaatan ruang eksisting (lancover) desa penyangga TNUK didominasi lahan perkebunan berupa kebun campuran seluas 9118,09 Ha. Situasi pemanfaatan ruang daerah penyangga TNUK yang melebihi luasan perencanaan pemanfaatan ruang yang digambarkan pada peta landuse RTRW Kabupaten Pandeglang tahun 2011-2031 meliputi lahan sawah seluas 2.486,52 Ha, hutan lahan kering seluas 716, 24 Ha, hutan lahan basah seluas 69,09 Ha, semak belukar seluas 9.100,59 Ha. Sedangkan pemanfaatan ruang yang masih belum melebihi luasan perencanaan pemanfaatan ruang yaitu pemukiman seluas 3,65 Ha. Daerah penyangga TNUK yang merupakan bagian dari ekosistem kawasan TNUK mempunyai potensi objek dan atraksi wisata yang dapat dikembangkan menjadi kawasan ekowisata dengan objek dan daya tarik wisata berupa agrowisata, wisata budaya, religi dan wisata bahari. Klasifikasi desa yang memiliki potensi objek dan atraksi wisata yaitu kategori sangat potensial sebanyak 7 desa dengan luas 6098 Ha, kategori potensial sebanyak 3 desa seluas 3581 Ha dan kategori kurang potensial sebanyak 5 desa dengan luas 6308 Ha. Daya dukung kawasan rencana diperuntukkan kegiatan wisata daerah penyangga TNUK yang direncanakan sebagai blok pemanfaatan sebesar 8.241 orang/hari. Sementara jumlah pengunjung tahunan wisatawan pada tahun 2014 yang berkunjung ke kawasan TNUK sebesar 7.870 orang/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas daya dukung belum terlampaui dibandingkan dengan rata-rata kunjungan wisata sekitar daerah tersebut. Berdasarkan hasil analisis potensi dan kesesuaian tapak untuk pengembangan wisata menghasilkan rencana zona pengembangan yang meliputi zona atraktif, semi atraktif dan tidak atraktif. Ruang wisata yang direncanakan meliputi ruang wisata akuatik dan ruang wisata terestrial dan ruang penunjang yang meliputi ruang penerimaan, ruang transisi dan ruang pendukung serta rencana lanskap berupa site plan. Saran 1. Menyelaraskan kegiatan masyarakat dengan rencana tata ruang terutama potensi pemanfaatan ruang yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Pandeglang. 2. Meningkatkan kordinasi pengelolaan dan pengembangan objek dan atraksi wisata antara pemerintah Kabupaten Pandeglang dengan Balai Taman Nasional Ujung Kulon.
63
3. Mempertegas konsep konkrit Perda No. 2 tahun 2013 tentang Pengelolaan Daerah Penyangga TNUK mengenai rencana pengelolaan jangka pendek, jangka menengah dan pengelolaan jangka panjang. 4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menunjang kegiatan perencanaan wisata dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan. 5. Peningkatan pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan wisata. 6. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan ruang daerah penyangga Taman Nasional Ujung Kulon yang dibatasi oleh undang-undang.
DAFTAR PUSATAKA
Asadi A, Kohan MFZ. 2011. The Role of Entrepreneurship on Ecotourism Development. International Conference on Sociality and Economics Development. Singapore. Barnes JJ, Burges, and D Pearce. 1992. Wildlife Tourism. Di dalam: Swanson TM, and EB Barbier. Edition. Economics For The Wilds. Wildlife, Wildlands, Diversity and Development. London: Earthscan pub.Ltd. hlm 136 – 169. [BTNUK] Balai Taman Nasional Ujung Kulon. 2015. Statistik Balai Taman Nasional Ujung Kulon. Provinsi Banten (ID): Balai Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten. [BTNUK] Balai Taman Nasional Ujung Kulon. 2015. Laporan Kajian Kawasan Strategis Nasional TNUK. Provinsi Banten (ID): Balai Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten. Budiyono D. 2014. Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Pesisir Lalong Kota Luwuk, Sulawesi Tengah. [Tesis]. Arsitektur Lanskap. Institut Pertanian Bogor. Buckley, Ralf. 2010. Conservation Tourism. CABI. Oxfordshire. United Kindom. Daniel TC, RS Booster. 1976. Measuring Landscape Aesthetics: The Scenic Beauty Estimation Methode. USDA Forest Service Research Paper Rm167 : 66 hlm. [Ditjen PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2002. Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam. Bogor (ID): Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Douglass RW.1975. Forest Recreation. Second Edition. Pergamon Press Inc. New York. Eagles PFJ. 2002. Trends in Park Tourism: Economics, Finance and Management. Journal of Sustainable Tourism. 10 : 132153.
64
Ekayani M, Nuva. 2013. Economic of Ecotourism (Book chapter, p: 192213). Opportunities and Challenges of Ecotourism in ASEAN Countries. Jungmin Publishing Co. 278pp. Seoul (KR). Ekayani M, Nuva, Yasmin RK, Shaffitri LR, Tampubolon BI. 2014. Taman Nasional Untuk Siapa? Tantangan Membangun Wisata Alam Berbasis Masyarakat di Taman nasional Gunung halimun Salak. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. 1(1). ISSN: 2355-6226. Bogor (ID). Fillion FL, Foley JP and Jacquemot AJ. 1992. The economics of global ecotourism. Paper presented at the Fourth World Congress on National Parks and Protected Areas, Caracas, Venezuela. Gold SM. 1980. Recreation Planning and Design. New York: Mc Graw Hill Book. Gunn CA. 1994. Tourism Planning Basic Concepts, Cases. Third edition. London : tylord Francis Ltd.460 p. Gurung, Hum Bahadur. 2010. Trends in protected areas. CRC for Sustainable Tourism Pty Ltd. Gold Coast, Queensland, Australia. Hartanti A. 2008. Perencanaan Ekowisata di Zona Penyangga Taman Nasional Ujung Kulon Banten [skripsi]. Bogor. (ID): Institut Pertanian Bogor. Ilham TW. 2010. Perencanaan Lanskap Wisata Pesisir Yang Berkelanjutan. Jawa Timur.[Tesis]. Arsitektur Lanskap. Institut Pertanian Bogor. Inskeep E. 1991. Tourism Planning. An Integrated and Sustainable Development Approach. VNR Tourism and Commercial Recreation Series. New York: Van Nostrand Reinhold. Jacobs P. 1995. The Landscape Of Tourism. Di dalam: Tourism Development and Landscape Changes. Prosiding The 32th International Ftecteadederationof Landscape Architects World Congress. Bangkok. 21 – 24 Oktober 1995. Bangkok: Thai Association Of Landscape Architects. Kaplan S. 1988. Where Cognition and Affect Meet: A Theoretical Analysis of Preference. P 56 – 63. In Jack L. N, ed. Environmental Aesthetics. Cambridge University Press. New York. Rauf A. 2008. Pengembangan Terpadu Pemanfaatan Ruang Kepulauan Tanakeke Berbasisi Daya Dukung. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Romani S. 2006. Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Serta Alternatif Perencanaannya di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi. [Skrkipsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Mackinnon JK, Mackinno G, Child, dan J Thorsell. 1986. Pengelolaan kawasan yang dilindungi di daerah tropika (terjemah) Gajah Mada Universitu press. Yogyakarta. Mackinnon JK, Mackinnon G, Child, dan J Thorsell. 1993. Pengelolaan kawasan yang dilindungi di daerah tropika (terjemah) Gajah Mada Universitu press. Yogyakarta. 328 hal. Mayer M. 2014. Can Nature–Based Tourism Benefits Compensate for The Costs of National Park? A Study of The Bavarian Forest National Park, Germany. Journal of Sustainable Tourism. 22(4): 561583.
65
McNeely JA, JW Thorsel and H Ceballos–Lascurain. 1992. Guidelines: Development of National Parks and Protected Areas for Tourism. Madrid: World Tourism Organization And Paris: United Nation Environment Programe. Muta’ali, Lutfi. 2012. Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah. Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Mittermeier RA, Gil P, and Mittermeier C. 1998. Megadiversity–Earth’s Biologically Wealthiest Nations. Conservation International and CEMEX, Washington, DC. Nurisyah S, Sunatmo, Sasmintohadi, Bahar A. 2003. Pedoman Pengembangan Wisata Bahari Berbasis Masyarakat di Kawasan Konservasi Laut. Direktorat Jendral Pesisir. Jakarta. Odum EP. 1971. Fundamental of Ecology: Third Edition. Philadepia: W.B Saunders Co.374p. Oktadiyani P. 2006. Alternatif Strategi Pengelolaan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat.[Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Pegas FV, Castley JG. 2014. Ecotourism as a Conservation Tool and its Adoption by Private Protected Areas in Brazil. Journal of Sustainable Tourism. 22(4): 604625. Pemerintah Kecamatan Sumur. 2014. Monografi Kecamatan Sumur. Kabupaten Pandeglang (ID): Kecamatan Sumur. Pemerintah Kecamatan Sumur. 2014. Monografi Kecamatan Sumur. Kabupaten Pandeglang (ID): Kecamatan Sumur. Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang No. 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Daerah Penyangga TNUK. Preece N and van Oosterzee P. 1995. Two Way Track–Biodiversity Conservation and Ecotourism: An Investigation of Linkages, Mutual Benefits and Future Opportunities. Biodiversity Series, Paper No. 5 Department of Environment, Sport and Territories, Canberra, Australia. Rustiadi E, Saeful Hakim S, R Panuju D. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah; Edisi kedua, Yayasan Pustaka Obor: Jakarta. Simonds JO. 1983 Landscape Architects. New York: McGraw-Hill Book Co.332p. Supyan. 2011. Pengembangan Daerah Konservasi Sebagai Tujuan Wisata. 5: Jurnal Mitra Bahari. Suwena KI dan Widyatmaja Ngr Gst I. 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Udayana University Press Bali. Turnbull, Colin. 1973. The Mountain People. Jonathan Cape, London Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Seminar Sains FPIK IPB. Bogor. Yoeti OA. 2008. Ekonomi pariwisata: Introduksi, informasi, dan implementasi. Jakarta (ID) : Kompas. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Tata Ruang. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
66
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Vinodan A, Manalel J. 2011. Local Economic Benefits of Ecotourism : A Case Study on Parambikulan Tiger Reserve in Kerala, India. South Asian Journal of Tourism and Heritage. 4(2): 93109. Widada. 2008. Mendukung Pengelolaan Taman Nasional yang Efektif Melalui Pengembangan Masyarakat Sadar Konservasi yang Sejahtera. Ditjen PHKA – JICA. Jakarta.
LAMPIRAN
Keindahan Alam a. Pandangan lepas dalam objek b. Variasi pandangan dalam objek c. Pandangan lingkungan objek d. Pandangan lepas menuju objek e. Keserasian warna dan bangunan dalam objek Variasi Sub objek dalam jalur a. Sumber air panas b. Goa c. Air terjun d. Flora dan fauna e. Kesenian Tradisionai f. Adat Istiadat Jenis Kegiatan Wisata a. Tracking b. Mendaki c. Mancing d. Rafting e. Camping f. Pendidikan g. Religius h. Hunting Jumlah Nliai Bobot 3 Skor
1.
3.
2.
Unsur/Sub Unsur
No
0
0
20 0 0 1 0 1 1 0 1
60
180
15 1 0 0 0 0 1 0 1
45
135
1 0 1 0 1 0
1
1
0 0 0 1 0 0
0
0
20
1
1
10
Taman Jaya 20 1
Ujung Jaya 20 1
105
35
15 0 0 1 0 0 0 0 1
0 0 0 0 0 0
-
0
1
0
1
20 1
Cigorondong
150
50
20 1 1 0 0 1 1 1 0
0 0 0 1 0 0
10
0
1
0
1
Tunggal jaya 20 1
Lampiran 1 Penilaian Objek dan Atraksi Wisata
135
45
15 0 0 1 0 0 1 0 1
135
45
15 0 0 1 0 0 1 0 1
0 0 0 1 0 0
10
10 0 0 0 0 1 0
0
1
0
1
Kerta jaya 20 1
0
1
0
1
Kertamukti 20 1
60
30
10
10 1 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 1 20
0 0 0 0 0 0
-
0
0
0
0
30
10
0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 1 0 0
0
0
0
0
Lokasi/Desa Cimanggu Waringin -Kurung 0 0
0 0 0 0 0 0
-
0
1
0
1
Tangksari 20 1
60
20
10 0 0 0 0 1 0 0 0
0 0 0 0 0 0
-
0
0
0
0
10 1
Padasuka
105
35
10 0 0 0 0 0 1 0 0
0 0 0 1 0 0
10
0
1
0
0
Mangku alam 15 1
90
30
10 0 0 0 0 0 0 1 0
0 0 1 0 0 0
10
0
0
0
0
Kramat Jaya 10 1
75
25
15 0 0 0 0 1 0 0 0
0 0 0 0 0 0
-
0
0
0
0
10 1
Tugu
150
50
10 1 0 0 0 0 0 0 0
0 1 1 0 1 0
20
0
1
0
1
20 1
Cibadak
135
45
15 0 1 1 0 0 0 0 1
0 1 0 0 0 0
10
0
1
0
1
20 1
Rancapinang
67
68
Lampiran 2 Hasil Nilai SBE Analisis Kualitas Visual Lanskap
L-1
F
CF
CP
CP bener
z
L-2
F
CF
CP
CP bener
z
1
0
30
1
-
-
1
1
30
1
-
-
2
0
30
1
0,9833333
2,1280452
2
0
29
0,966667
0,983333
2,128045
3
1
30
1
0,9833333
2,1280452
3
1
29
0,966667
0,983333
2,128045
4
2
29
0,9666667
0,9666667
1,8339146
4
4
28
0,933333
0,933333
1,501086
5
5
27
0,9
0,9
1,2815516
5
4
24
0,8
0,8
0,841621
6
3
22
0,7333333
0,7333333
0,6229257
6
7
20
0,666667
0,666667
0,430727
7
4
19
0,6333333
0,6333333
0,3406948
7
8
13
0,433333
0,433333
-0,16789
8
10
15
0,5
0,5
0
8
3
5
0,166667
0,166667
-0,96742
9
3
5
0,1666667
0,0166667
-2,1280452
9
1
2
0,066667
0,016667
-2,12805
10
2
2
0,0666667
0,0166667
-2,1280452
10
1
1
0,033333
0,016667
-2,12805
total
1,638119
30
L3
F
CF
total
4,0790868
z
0,4532319
z
0,182013
SBE
45,323186
SBE
18,20132
CP
30
CP bener
z
L-4
-
-
1
0
30
F
CF
CP
CP bener
z
1
-
-
1
0,983333
2,128045
1
0
30
1
2
0
30
1
0,9833333
2,1280452
2
0
30
3
1
30
1
0,9833333
2,1280452
3
1
30
1
0,983333
2,128045
4
1
29
0,9666667
0,9666667
1,8339146
4
1
29
0,966667
0,966667
1,833915
5
1
28
0,9333333
0,9333333
1,5010859
5
2
28
0,933333
0,933333
1,501086
6
3
27
0,9
0,9
1,2815516
6
4
26
0,866667
0,866667
1,110772
7
11
24
0,8
0,8
0,8416212
7
14
22
0,733333
0,733333
0,622926
8
9
13
0,4333333
0,4333333
-0,167894
8
6
8
0,266667
0,016667
-2,12805
9
4
4
0,1333333
0,0166667
-2,1280452
9
2
2
0,066667
0,016667
-2,12805
0
0
0
0,0166667
-2,1280452
10
0
0
0
0,016667
-2,12805
10
30
total
5,2902794
total
2,940653
z
0,5878088
z
0,326739
SBE
58,780882
SBE
32,67392
30
69
Lanjutan Lampiran 2 L-5
F
CF
CP
CP bener
z
L-6
F 0
CF 30
CP 1
CP bener -
z -
1
0
30
1
-
-
1
2
1
30
1
0,983333
2,128045
2
0
30
1
0,966667
1,833915
3
1
29
0,966667
0,983333
2,128045
3
1
30
1
0,966667
1,833915
4
2
28
0,933333
0,933333
1,501086
4
1
29
0,966667
0,966667
1,833915
5
2
26
0,866667
0,866667
1,110772
5
1
28
0,933333
0,933333
1,501086
6
6
24
0,8
0,8
0,841621
6
3
27
0,9
0,9
1,281552
7
10
18
0,6
0,6
0,253347
7
7
24
0,8
0,8
0,841621
8
5
8
0,266667
0,266667
-0,62293
8
9
17
0,566667
0,016667
-2,12805
6
8
0,266667
0,016667
-2,12805
2
2
0,066667
0,016667
-2,12805
total
2,741867
9
3
3
0,1
0,016667
-2,12805
9
10
0
0
0
0,016667
-2,12805
10
30
total z
0,342656
z
0,304652
SBE
34,26556
SBE
30,46519
L-7
F
CF
1
0
30
1
-
2
0
30
1
0,983333
2,128045
3
0
30
1
0,983333
2,128045
4
1
29
0,966667
0,966667
1,833915
5
1
28
0,933333
0,933333
1,501086
6
2
27
0,9
0,9
1,281552
7
11
25
0,833333
0,833333
8
12
14
0,466667
9
2
2
10
0
0
29
CP
30
3,0839
CP bener
z
L-8
F
CF
-
1
0
30
2
0
3
CP
CP bener
z
1
-
-
30
1
0,983333
2,128045
1
30
1
0,983333
2,128045
4
0
29
0,966667
0,966667
1,833915
5
0
29
0,966667
0,966667
1,833915
6
4
29
0,966667
0,966667
1,833915
0,967422
7
8
25
0,833333
0,833333
0,967422
0,466667
-0,08365
8
11
17
0,566667
0,566667
0,167894
0,066667
0,016667
-2,12805
9
6
6
0,2
0,016667
-2,12805
0
0,016667
-2,12805
10
0
0
0
0,016667
-2,12805
total
5,500322
total
6,637059
z
0,611147
z
0,737451
SBE
61,11469
SBE
73,74511
30
70
Lanjutan Lampiran 2 L-9
F
CF
1
0
30
2
0
3
CP
CP bener
z
L-10
F
CF
1
-
-
1
0
30
30
1
0,966667
1,833915
2
0
1
30
1
0,966667
1,833915
3
4
0
29
0,966667
0,966667
1,833915
5
0
20
0,666667
0,666667
0,430727
6
7
29
0,966667
0,966667
1,833915
7
13
22
0,733333
0,733333
8
8
9
0,3
9
1
1
10
0
0
CP bener
z
1
-
-
30
1
0,966667
1,833915
1
30
1
0,966667
1,833915
4
0
29
0,966667
0,966667
1,833915
5
1
29
0,966667
0,966667
1,833915
6
5
28
0,933333
0,933333
1,501086
0,622926
7
12
23
0,766667
0,766667
0,727913
0,016667
-2,12805
8
10
11
0,366667
0,016667
-2,12805
0,033333
0,016667
-2,12805
9
1
1
0,033333
0,016667
-2,12805
0
0,016667
-2,12805
10
0
0
0
0,016667
-2,12805
total
2,005176
total
3,180522
z
0,222797
z
0,353391
SBE
22,27973
SBE
35,33913
30
L-11
F
CF
CP
CP
30
CP bener
z
L-12
F
CF
CP
CP bener
z
1
0
30
1
-
-
1
0
30
1
-
-
2
1
30
1
0,983333
2,128045
2
0
30
1
0,983333
2,128045
3
0
29
0,966667
0,966667
1,833915
3
1
30
1
0,983333
2,128045
4
0
29
0,966667
0,966667
1,833915
4
1
29
0,966667
0,966667
1,833915
5
0
29
0,966667
0,966667
1,833915
5
0
28
0,933333
0,933333
1,501086
6
4
29
0,966667
0,966667
1,833915
6
2
28
0,933333
0,933333
1,501086
7
26
0,866667
0,866667
1,110772
7
6
25
0,833333
0,833333
0,967422
7
8
11
19
0,633333
0,633333
0,340695
8
10
19
0,633333
0,016667
-2,12805
9
8
8
0,266667
0,016667
-2,12805
9
7
9
0,3
0,016667
-2,12805
10
0
0
0
0,016667
-2,12805
10
2
2
0,066667
0,016667
-2,12805
total
3,818813
z
0,424313
SBE
42,43125
30
total
6,51573
z
0,72397
SBE
72,397
30
71
Lanjutan Lampiran 2
L-13
F
CF
CP
CP bener
L-14
z
F
CF
CP
CP bener
z
0
30
1,034483
-
-
1
0
30
1,034483
-
-
1
2
0
30
1,034483
0,983333
2,128045
2
1
30
1,034483
0,983333
2,128045
3
2
30
1,034483
0,983333
2,128045
3
1
29
1
0,983333
2,128045
4
2
28
0,965517
0,965517
1,818646
4
0
28
0,965517
0,965517
1,818646
1
28
0,965517
0,965517
1,818646
5
0
26
0,896552
0,896552
1,262145
5
6
10
26
0,896552
0,896552
1,262145
6
3
27
0,931034
0,931034
1,48354
7
10
16
0,551724
0,551724
0,130019
7
11
24
0,827586
0,827586
0,94467
8
5
6
0,206897
0,206897
-0,81724
8
10
13
0,448276
0,448276
-0,13002
9
1
1
0,034483
0,016667
-2,12805
9
2
3
0,103448
0,016667
-2,12805
10
0
0
0
0,016667
-2,12805
10
1
1
0,034483
0,016667
-2,12805
total
3,655718
total
5,935482
z SBE
0,406191 40,61909
z SBE
0,659498 65,9498
30
30
72
Lampiran 3 Foto Penilaian SBE Analisis Kualitas Visual Lanskap
Lanskap 1
Lanskap 2
Lanskap 3
Lanskap 4
Lanskap 5
Lanskap 6
73
Lanjutan lampiran 3
Lanskap 7
Lanskap 8
Lanskap 9
Lanskap 10
Lanskap 11
Lanskap 12
7
Lanjutan lampiran 3
Lanskap 13
Lanskap 14
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kecamatan Cikeusik Kabupaten Pandeglang pada tanggal 14 Maret 1987 merupakan putra kedua dari dua bersaudara pasangan Kadani dan Tarkisah. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Agronomi (sekarang agroteknologi) Fakutas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) Serang–Banten masuk pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke jenjang magister pada Program Studi Arsitektur Lanskap Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan menempuh jalur mandiri. Selama menempuh pendidikan sarjana penulis aktif diberbagai organisasi intra dan ekstra kampus. Penulis tercatat aktif sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Serang dan berprofesi sebagai jurnalis di media Koran Harian Radar Banten dan aktif sebagai Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Serang tahun 2011/2012. Selama mengikuti program pendidikan magister penulis aktif sebagai pengurus organisasi mahasiswa daerah (OMDA) Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) Bogor dan pernah bekerja sebagai Konsultan AMDAL di PT Reka Cipta Transportindo. Karya ilmiah ini telah diterbitkan di jurnal nasional akreditasi LIPI pada “Majalah Ilmiah Globe” Badan Informasi Geospasial Volume 17 No. 2 Desember 2015 dengan judul Analisis Potensi Lanskap Ekowisata di Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten.