INTENSITAS KOMUNIKASI PETANI DAERAH PENYANGGA KAWASAN TAMAN NASIONAL DALAM MELAKUKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR SECARA BERKELANJUTAN (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat)
MOHAMAD IHSAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat) adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
Mohamad Ihsan NRP. P054050111
3
ABSTRACT MOHAMAD IHSAN: Farmer Intensity of Communication In Buffer Zone Area of National Park Sustainability of Land And Water Conservation (Case in Four Gunung Gede Pangrango National Park of West Java Province) Supervised by SUMARDJO And SUTISNA RIYANTO. The aims of this study are to analysis farmer characteristic factors, environment factor and farmer intensity of communication that influence farmers behavior in sustainability land and waters conservation in buffer zone of Gunung Gede Pangrango National Park of conservation area. This research was done in four villages in buffer zone conservation area of Gunung Gede Pangrango National Park of West Java Province. It start since May until August 2007 with total sample are 120 respondents. Collecting primier data was done by observation and reinterview. In other that secondary data was collecting by documents and reports from the relevant institution. To analysis data were used SPSS program. Results of this research show that ages characteristic factors, experience level, and belonging mass media are real influence and significant into communication intensity. Environmental factors is real influence and significant into communication intensity. Beside that, environment factors in farmer business of technology variable of conservation, farmer business organization, and social culture value are real influence and significant into farmer behavior of knowledge aspect and action in sustainability land and waters conservation. Intensity of farmers communication is real influence and significant into farmers behavior (like knowledge, affective, and action) in buffer zone are of conservation area of Gunung Gede Pangrango National Park in sustainability land and waters conservation. Key words: Intensity of Communication, Buffer Zone Area, Sustainability of Land And Water Conservation
4
RINGKASAN MOHAMAD IHSAN. Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh SUMARDJO dan SUTISNA RIYANTO. Taman nasional (TN) merupakan aset nasional dan internasional yang memiliki nilai manfaat penting bagi kehidupan umat manusia, Karena itu International Union For The Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memberikan kriteria penetapannya yang berfungsi sebagai upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya lestari. Menyadari pentingnya peranan taman nasional dan daerah penyangga maka diduga faktor karakteristik petani, faktor lingkungan dan intensitas komunikasi sangat mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Penelitian ini bertujuan: Menganalisis faktor karakteristik petani, faktor lingkungan dan intensitas komunikasi petani yang mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Penelitian ini dilakukan di Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Provinsi Jawa Barat pada bulan Mei sampai Agustus 2007. Jumlah Sampel 120 responden. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengamatan, wawancara, diskusi mendalam dan terarah sedangkan data sekunder diproleh melalui dokumen dan dari laporan instansi terkait. Faktor karakteristik petani pada variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, keikursertaan dalam kelompok, luas lahan garapan dan status kepemilikan lahan berpengaruh secara nyata terhadap intensitas komunikasi petani, sedangkan pada faktor lingkungan variabel teknologi usahatani konservasi, permodalan usahatani, keberadaan lembaga sosial dan organisasi sosial memberikan pengaruh nyata terhadap intensitas komunikasi petani. Kepemilikan media massa, tingkat pendapatan, dan permodalan usahatani konservasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas komunikasi petani. Faktor karakteristik petani pada variabel tingkat pendidikan dan status kepemilikan lahan berpengaruh nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan, Pada faktor lingkungan semua variabel berpengaruh nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Faktor intensitas komunikasi petani pada variabel intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional, intensitas komunikasi dengan media massa dan intensitas komunikasi dengan penyuluhan memberikan pengaruh yang nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Kata kunci: Intensitas Komunikasi, Daerah Penyangga dan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan
5
©Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya ilmiah dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
6
INTENSITAS KOMUNIKASI PETANI DAERAH PENYANGGA KAWASAN TAMAN NASIONAL DALAM MELAKUKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR SECARA BERKELANJUTAN (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat)
MOHAMAD IHSAN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
7
Judul Kawasan
: Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga
Nama
Taman Nasional Dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat) : Mohamad Ihsan
Nrp
: P054050111
Program Studi
: Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP)
Disetujui: Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Ketua
Ir. Sutisna Riyanto, MS Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 12 November 2008 Lulus…………………………….....
Tanggal
8
Penguji Luar Komisi: Dr.Ir. Amiruddin Saleh, MS
9
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas hidayah dan ridlho-Nya penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan judul: “Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Dalam Melakukan Konservasi Tanah Dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat) Taman nasional (TN) merupakan aset nasional dan internasional yang memiliki nilai manfaat penting bagi kehidupan umat manusia yang berfungsi sebagai perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan taman nasional dan daerah penyangga secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat yang terkait menjadi suatu keharusan dengan menerapkan berbagai metode dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, salah satunya adalah menerapkan teknologi konservasi tanah dan air dalam melakukan usaha pertanian demi keberlangsungan dan keberlanjutan sumberdaya alam secara lestari. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan dan kemajuan dalam segala bidang, tidak terkecuali dalam dunia pertanian. Kemajuan tersebut sangat memungkinkan untuk mempercepat proses penyebaran dan adopsi teknologi konservasi lahan, tanah dan air di masyarakat. Maksud dan tujuan penulisan tesis ini, agar menjadi salah satu referensi dalam implementasi program-program pemanfaatan dan pengelolaan kawasan taman nasional dan daerah penyangga di sekitar pada umumnya dan pada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) khususnya. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS dan Bapak Ir. Sutisna Riyanto, MS. Sebagai Komisi Pembimbing dan atas bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan tugas akhir (tesis) ini, ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis dalam menerima dan menimba ilmu pengetahuan serta bapak Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh, MS. Yang telah bersedia untuk menjadi penguji luar komisi dan bimbingannya selama menempuh pendidikan pada program studi Komunikasi
10
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.(SPs. IPB). Ucapan terima kasih juga yang tak terkira disampaikan kepada para guru dan dosen saya serta para sahabat karib saya, terutama saudara-saudaraku Muhammad Sukri Nasution, Bang Arman, Kang Ahmad Fahir, Muhammad Badri, Muhammad Alif, Kang Firmanto, Kang Haris, Mbak Selly, Mbak Fitri, Mbak Dian, Mbak Erni, dan teman-teman KMP khususnya angkatan 2005 yang telah membantu demi kelancaran proses perkuliahan dan penyelesaian penulisan tesis ini. Saudara-saudaraku yang terhimpun dalam keluarga besar mahasiswa Asal Nusa Tenggara Barat (NTB) antara lain Bang Hilman, Bang Ichin, Ustadz Aspar, Bang Basri, dan Pak Siraj. Rekan-rekan yang namanya yang tidak bisa saya sebut satu-persatu di sini. Serta ucapan terima kasih untuk staf Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dan masyarakat di lokasi penelitian yang telah membantu dalam pengumpulan data dan informasi yang penulis butuhkan. Akhirnya, Ucapan terima kasihpun tercurah kepada Kanda Muhammad Yusuf Halim sekeluarga, Paman Arifin, S.Ag sekeluarga di Kendari, Paman Drs. Alimudin sekelurga di Padang, Kanda Zakiuddin Usman S.Ag sekelurga, Ayunda Suhartini Halil, Adik-adikku tersayang Maksumhadi Kusuma, Sumiatun Hasanah dan Nurtijah Handayani. Serta terutama sekali hormat dan rasa bangga kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda H. Muhammad Halil Kasim Azhari (alm) yang dipanggil oleh Sang Khaliq di saat penyelesaian tugas akhir ini dan Ibunda Sumiati yang mata air kasihnya selalu mengalir serasa tak pernah kering. Hanya ucapan terima kasih yang tidak terhingga penulis panjatkan Terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), PT. Newmont Nusa Tenggara dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) yang telah memberikan
dana pendidikan dan
penelitian dalam penyelesaian tesis ini. Tentu saja, masih banyak kekurangan disana sini. Penulis sangat membuka kedua tangan untuk masukan-masukan dan kritikan-kritikan dari berbagai pihak demi perbaikan di masa depan. Semoga karya tulis (tesis) ini memberikan manfaat kepada pengembangan Ilmu Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Bogor, Februari 2009 Penulis
11
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak ketiga dari enam bersaudara, lahir di Dasan Baru Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tanggal 03 April 1981, dari pasangan Bapak H. Muhammad Halil Kasim Azhari (alm) dan Ibu Sumiati. Pada tahun 1999 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Kendari (MAN 1 Kota Kendari), lulus Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dengan konsentrasi Ilmu Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP) Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo (Unhalu) tahun 2004. Tahun 2005 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) pada Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dengan Biaya sendiri, Pada tahun 2002 sampai tahun 2004 penulis sempat mengabdikan diri sebagai Tenaga Honorer Daerah pada kantor Walikota Kendari, pada tahun 2005 pernah bekerja pada Asuransi Jiwa Bringin Life PT. Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera dan pada tahun 2008 sampai sekarang bekerja pada PT. Enviro Protek Selama mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) penulis juga aktif pada kegiatan pelatihan dan seminar-seminar baik tingkat regional maupun nasional, dan aktif pada organisasi kemahasiswaan Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (Forum Wacana KMP) dan Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana NTB (Forum Wacana NTB).
12
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1.2 Rumusan Permasalahan ....................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.4 Kegunaan Penelitian..............................................................................
1 1 5 7 7
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2.1 Karakteristik Petani .............................................................................. 2.2 Faktor lingkungan yang mempengaruhi usahatani konservasi Tanah dan Air........................................................................................ 2.3 Komunikasi .......................................................................................... 2.4 Intensitas Komunikasi .......................................................................... 2.5 Pengaruh Lingkungan Terhadap Intensitas Komunikasi ..................... 2.6 Perilaku Petani (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) ........................... 2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani ............................. 2.8 Hubungan antara Faktor Karakteristik dan Faktor Lingkungan .......... 2.9 Pengaruh Karakteristik Petani dan Intensitas Komunikasi dengan Aspek Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan ........................................... 2.10 Taman Nasional dan Pengelolaannya .................................................. 2.11 Konservasi Tanah dan Air secara Berkelanjutan ................................. 2.12 Pembangunan Berkelanjutan................................................................ 2.13 Kerangka Berpikir dan Hipotesis .........................................................
9 9
III METODE PENELITIAN ........................................................................ 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 3.2 Desain Penelitian................................................................................... 3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................. 3.4 Data dan Instrumen ............................................................................... 3.5 Validitas dan Reliabilitas ...................................................................... 3.6 Pengolahan dan Analisis Data............................................................... 3.7 Definisi Operasional .............................................................................
53 53 53 54 54 55 57 58
14 17 18 21 27 30 31 32 33 34 46 48
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................................... 63 4.1 Sejarah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ............................... 63 4.2 Wilayah Penelitian ................................................................................. 70 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 73 5.1 Karakteristik Petani ................................................................................ 73 5.2 Faktor Lingkungan dalam melakukan Konservasi Tanah dan Air......... 80 5.3 Intensitas Komunikasi Petani dalam melakukan Konservasi
13
Tanah dan Air......................................................................................... 5.4 Perilaku Petani dalam melakukan Konservasi Tanah dan Air ............... 5.4.1 Pengetahuan Petani Tentang Konservasi Tanah dan Air ..... ........ 5.4.2 Sikap Petani Tentang Konservasi Tanah Dan Air................ ........ 5.4.3 Tindakan Petani Tentang Konservasi Tanah dan Air .......... ........ 5.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Petani daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air ............... ......... 5.5.1 Pengaruh Karakteristik Petani Terhadap Intensitas Komunikasi Petani .......................................................................................... 5.5.2 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Intensitas Komunikasi Petani .......................................................................................... 5.6 Pengaruh Karakteristik Petani Terhadap Perilaku Petani Dalam Melakukan Konservasi Tanah Dan Air ................................................. 5.7 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Perilaku Petani dalam melakukan Konservasi Tanah dan Air .................................................. 5.8 Pengaruh intensitas Komunikasi Petani Terhadap Perilaku Petani dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air ......................................
85 89 89 90 90
91 92 98 101 105 109
VI SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 113 6.1 Simpulan .............................................................................................. 113 6.2 Saran..................................................................................................... 114 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 115 LAMPIRAN .................................................................................................... 120
14
DAFTAR TABEL Nomor
Teks
Halaman
1 Sebaran nilai reliabilitas pada setiap faktor ................................................ 57 2 Sebaran wilayah dan jumlah penduduk di daerah sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango(TNGP) ................................................ 67 3 Sebaran luas lahan daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) .............................................................. 68 4 Jumlah pengunjung Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo (TNGP) untuk tujuan penelitian, pendidikan, rekreasi dan tujuan lainnya .............. 69 5 Sebaran responden berdasarkan golongan umur ......................................... 73 6 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan formal........................ 74 7 Sebaran responden berdasarkan pengalaman berusahatani......................... 75 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat kepemilikan media massa........... 76 9 Sebaran responden berdasarkan keikutsertaan dalam kelompok ................ 77 10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan .................................. 78 11 Sebaran responden berdasarkan luas lahan garapan .................................. 79 12 Sebaran responden berdasarkan pada status lahan ..................................... 79 13 Sebaran nilai rataan dan tingkat penilaian petani responden terhadap faktor lingkungan ........................................................................ 80 14 Sebaran nilai rataan dan tingkat penilaian intensitas komunikasi petani .......................................................................................................... 85 15 Sebaran nilai rataan dan tingkat penilaian perilaku petani......................... 89 16 Nilai koefisien regresi faktor karakteristik petani yang mempengaruhi Intensitas komunikasi petani .................................... ......
92
17 Nilai koefisien regresi faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku intensitas komunikasi petani. .......................................................... 98 18 Nilai koefisien regresi karakteristik yang mempengaruhi perilaku petani ............................................................................................ 102 19 Nilai koefesien regresi faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku petani ............................................................................................ 106 20 Nilai koefesien regresi faktor intensitas komunikasi petani lingkungan yang mempengaruhi perilaku petani ..................................... 109
15
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
Halaman
1 Model kerangka berpikir penelitian Intensitas komunikasi petani di daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukakan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ................................................ 50 2 Model konseptual hipotesis pertama ............................................................ 51 3 Model konseptual hipotesis kedua ............................................................... 51 4 Model konseptual hipotesis ketiga ............................................................... 52 5 Struktur organisai balai Taman Nasional Gunung gede Pangrango (TNGP)....................................................................................... 65
16
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman 1 Peta dan lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo (TNGP) dan Lokasi penelitian ............................................................ 120 2. Hasil uji validitas dan realibilitas ........................................................ 121 3 Hasil analisis statistik .......................................................................... 127 4 Aktifitas kelompok tani, gerakan penghijuan, kondisi lahan pertanian dan aktifitas ekonomi petani di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ....................................... 149 5 Kuesioner Penelitian ........................................................................... 153
17
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Degradasi lahan menjadi permasalahan dunia yang penting di abad 21, karena berdampak terhadap penurunan produktivitas pertanian, kerusakan lingkungan, berpengaruh kepada keamanan pangan dan kualitas hidup serta terjadinya penurunan kualitas tanah (Eswaran dan Reich, 2001). Adanya lahan kritis merupakan salah satu gambaran terjadinya degradasi lahan yang pada umumnya disebabkan oleh adanya kegiatan manusia yang secara langsung merusak daya dukung tanah atau lahan seperti pemanfaatan lereng bukit untuk lahan pertanian yang tidak sesuai dengan dengan kemampuan dan peruntukannya, tidak menerapkan teknologi konservasi, bahkan dapat juga berubah fungsi menjadi areal pemukiman. Selanjutnya salah satu kegiatan yang juga dapat menambah jumlah lahan kritis yaitu Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian yang disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Kerusakan sumberdaya alam merupakan cerminan tindakan manusia dalam memanfaatkannya. Pada dasarnya manusia adalah makhluk ekonomi, yaitu ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya. Alam sebetulnya sudah menyediakan sumberdayanya untuk mencukupi kebutuhan manusia. Namun demikian, manusia banyak yang berpikir pendek dan sempit sehingga langsung menguras sumberdaya alam sebanyakbanyaknya tanpa memperhatikan kelestariannya. Akibat tindakan tersebut adalah terjadinya bencana di mana-mana. Bencana alam terjadi di samping karena rusaknya sumberdaya alam juga makin diperparah dengan perubahan iklim yang terjadi. Banjir dan kekeringan sudah terjadi sejak dulu, akan tetapi akhir-akhir ini frekuensi kejadiannya makin sering dan makin meluas. Keseimbangan alam telah terganggu dan alam berusaha mencari keseimbangannya yang baru. Bencana
18
banjir, kekeringan, dan tanah longsor merupakan contoh terganggunya keseimbangan alam dan merupakan reaksi alam untuk mencapai keseimbangan atas aksi yang dilakukan manusia. Pembangunan
pertanian
berkelanjutan
(agricultural
sustainable
development) merupakan strategi pembangunan jangka panjang untuk memenuhi permintaan pangan, serat dan komodititas lainnya termasuk jasa lingkungan. Mengingat sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang menampung sebagian besar angkatan kerja, maka sektor pertanian juga merupakan sumber pendapatan dari sebagian besar penduduk Indonesia. Peranannya yang besar tersebut secara langsung maupun tidak, memiliki dampak yang besar terhadap sumber daya alam khususnya sumber daya lahan, mengingat aktivitas pertanian memerlukan lahan persatuan nilai output yang lebih besar dibanding dengan aktivitas lainnya, Dengan demikian, kapasitas produksi sektor pertanian akan ditentukan oleh jenis, jumlah dan mutu dari sumber daya alam yang dimiliki. Uffortd dan Giri (2003) dalam (Siahaan, 2006) menyatakan bahwa setiap pembangunan tidak terlepas dari adanya dampak yang merugikan, khususnya kepada lingkungan, berupa pencemaran, berkurangnya sumber daya alam secara tidak terkendali, rusaknya keragaman hayati (bio diversity), terjadinya berbagai ragam penyakit, banjir dan bencana-bencana alam yang bertabiat dari kerusakan lingkungan. Begitu banyaknya pengorbanan yang diminta oleh pembangunan pada sendi-sendi, khususnya nilai-nilai sosial budaya. Begitu sulitnya memulai dari mana kita melangkah untuk bergerak dan hal-hal apa yang sesungguhnya lebih layak dicapai oleh pembangunan. Taman nasional (TN) merupakan aset nasional dan internasional yang memiliki nilai manfaat penting bagi kehidupan umat manusia. International Union For The Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN, 1994) dalam (Sarbi. LM, 2006) memberikan kriteria penetapannya yang berfungsi sebagai upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari. Undangundang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya juga memberikan panduan dalam pengelolaan taman nasional yang didasarkan pada sistem zonasi (zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona lainnya).
19
Pemanfaatan jasa lingkungan hutan di kawasan taman nasional dapat dilakukan berdasarkan prinsip kelestarian, efisiensi, dan keadilan. Prinsip kelestarian menekankan bahwa pemanfaatan harus dapat mendorong terwujudnya kelestarian lingkungan, bukan justru merusak lingkungan. Prinsip efisiensi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan, dengan memperhitungkan nilai jasa lingkungan dalam kegiatan ekonomi melalui pembayaran jasa lingkungan. Sedangkan jasa lingkungan secara adil dilakukan untuk terjadinya distribusi manfaat dan biaya pemanfaatan jasa lingkungan secara adil, melalui penerapan sistem imbal jasa dari penerima manfaat kepada penyedia jasa lingkungan dan juga dari pencemar kepada penyedia jasa lngkungan. (Sarbi. M.L, 2006). Fungsi taman nasional yang merupakan salah satu bentuk kawasan pelestarian alam, menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber dayaalam hayati dan ekosistemnya. Secara lebih khusus, misi konservasi kawasan taman nasional meliputi: 1) terjaganya seluruh potensi yang dimiliki, terutama bagi sumber plasma nutfah, 2) Terjaganya kondisi alamiah contoh-contoh ekosistem pada tingkat kestabilan yang dinamis, 3) termanfaatkannya potensi kawasan secara lestari untuk dapat meningkatkan perekonomian daerah maupun nasional. Pembangunan taman nasional mempunyai arti yang sangat luas dan strategis ditinjau dari aspek konservasi dan pengembangan wilayah (Sarbi. M.L, 2006) kerena taman nasional merupakan: (1) sumber plasma nutfah, (2). Penunjang keseimbangan ekosistem, (3) sarana latihan, pendidikan dan penelitian, (4). Sarana wisata/rekreasi dan (5) sistem penunjang pengembangan wilayah setempat. Sebagai salah satu kawasan pelestarian alam, fungsi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ini adalah : 1. Perlindungan proses ekologi sistem penyangga kehidupan seperti pengaturan tata air, pengaturan iklim mikro, pengaturan erosi, menjaga keseimbangan ekologi antar spesies, penyaring udara keruh, pemberi suasana indah dan sejuk dan lain-lain.
20
2. Pengawetan keanekaragaman flora dan fauna, tipe ekosistem dan potensi ekologi lainya yang dimiliki sebagai potensi yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pendidikan, ilmu penngetahuan, penelitian, ekonomi dan sosial budaya masyarakat. 3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam dan ekosistemnya bagi kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan,
penelitian, penunjang
budidaya dan pariwisata alam. Unsur-unsur sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem. Pembangunan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan upaya yang menyeluruh dan terpadu untuk meningkatkan peran kawasan dan sumberdaya alam hayati bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan. Dalam konsep pembangunan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya telah ditetapkan kebijaksanaan pembangunan terpadu (Integrated Conservation Development Programe) dimana dalam merumuskan pembangunan konservasi dipadukan kepentingan dan manfaat dari seluruh unsur terkait, termasuk unsur masyarakat, khususnya masyarakat sekitar kawasan atau yang sering dikenal sebagai daerah penyangga (Buffer Zone). Menyadari pentingnya peranan daerah penyangga, baik sebagai unsur pengaman maupun unsur potensi keberhasilan pembangunan konservasi itu sendiri, maka perlu dipikirkan secara khusus dan konsepsional kebijaksanaan untuk pengembangan daerah penyangga (Buffer Zone). Pengembangan daerah penyangga tidak terlepas dari aspek sosial ekonomi masyarakat sekitarnya, sebab kelestarian kawasan konservasi dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat sekitarnya terhadap kawasan tersebut. Oleh sebab itu pembentukan dan pengembangan daerah penyangga harus pula digali dari aspek sosial ekonomi masyarakat sekitarnya, terutama dalam hal penerapan kaidah-kaidah konservasi dalam pembangunan. Selanjutnya dalam pembangunan tidak hanya melihat hasil suatu pembangunan akan tetapi proses dalam pencapaian tujuan. Proses dalam suatu
21
pembangunan akan dilihat juga dari aspek-aspek permasalahan yang ada dimasyarakat. Dalam hal ini tinjauan komunikasi berperan dalam pengambilan keputusan suatu proses pembangunan. Karena komunikasi mempengaruhi hubungan-hubungan sosial serta proses-proses yang berlangsung di dalamnya. Proses komunikasi yang terjadi dipengaruhi beberapa faktor ketepatan sumber maupun penerima, yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial dan budaya sumber dan penerima (Berlo,1960). Pembangunan dan komunikasi erat sekali hubungannya, dimana komunikasi dan informasi yang disalurkan lewat media khususnya media massa dapat memberi pengaruh terhadap pembangunan. Selain itu media massa dapat juga memotivasi dan menggerakkan warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan (Jahi, 1988). Dalam komunikasi dapat terjadi suatu proses interaksi (model interaksional) manusia sebagai suatu makhluk sosial yang bersifat aktif dimana perilaku yang terbentuk dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain. Semakin majunya peradaban dalam masyarakat, semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam mengkomunikasikan hal-hal baru dalam pembangunan yang mungkin masuk dalam sistem sosial masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan pola pikir masyarakat tidak akan bermakna jika tidak disebarluaskan dan dikomunikasikan kepada masyarakat luas yang menjadi sasaran teknologi tersebut dalam pembangunan. 1.2. Rumusan Permasalahan Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai hilangnya potensi ketahanan dan keberlanjutan ekologi serta potensi ketahanan dan keberlanjutan sosial. Adapun ketahanan dan keberlanjutan ekologi mengacu kepada ketersediaan daya dukung tanah, air, udara, dan keanekaragaman kehidupan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Sedangkan, ketahanan sosial mengacu kepada daya dukung kelembagaan sosial, baik pada aspek politik, ekonomi, dan budaya. Dengan demikian pengelolaan lingkungan hidup harus mengacu kepada upaya penguatan ketahanan dan keberlanjutan ekologi dan sosial. Keberlanjutan
lingkungan
dengan
menerapkan
konservasi
atau
diversifikasi pemanfaatan sumber daya alam diindikasikasikan ke dalam terjaganya keberlanjutan fungsi-fungsi ekologis, tidak melebihi ambang batas
22
baku mutu lingkungan yang berlaku, nasional dan lokal (tidak menimbulkan pencemaran udara, air, tanah), terjaganya keanekaragaman hayati (genetik, spesies, dan ekosistem). Menurut Suripin (2004) salah satu penyebab semakin banyaknya tindakan dan perbuatan kita yang belum bersahabat dengan alam, sehingga alampun kurang bersahabat dengan kita salah satunya adalah disebabkan kurangnya informasi tentang pentingnya konservasi tanah dan konservasi sumberdaya alam pada umumnya. Ekploitasi sumberdaya alam tanah, hutan dan air telah mengakibatkan semakin bertambahnya lahan kritis. Dampaknya akan mengubah tata air (siklus hidrologi) seperti banjir, kekeringan, serta meningkatkan laju erosi, dan sedimentasi. Untuk mengatasi proses erosi dan sedimentasi itu diperlukan teknik konservasi lahan, tanah dan air. Pengelolaan sumberdaya alam yang senantiasa memperhatikan kaidah konservasi (lahan, tanah dan air) merupakan solusi yang harus dijalankan oleh seluruh eleman masyarakat (stakeholder) dalam penggunaan setiap sumberdaya alam yang ada, baik yang ada di hulu maupun di hilir secara konprehensif. Untuk mensinergikan semua elemen tersebut dalam menjalankan program dan pengembangan kawasan taman nasional dan daerah penyangga harus didukung dengan sistem kordinasi dan komunikasi yang efektif. Salah satunya adalah melalui interaksi dan intensitas komunikasi yang efektif diantara seluruh pengguna sumberdaya alam yang ada, sehingga akan ada perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam melakukan usahataninya yang bermakna bagi konservasi tanah dan air. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: 1. Seberapa jauh pengaruh karakteristik petani dan faktor lingkungan terhadap intensitas komunikasi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)? 2. Seberapa jauh pengaruh karakteristik petani dan faktor lingkungan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara
23
berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)?. 3. Seberapa jauh faktor intensitas komunikasi mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air seacara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)?. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti pengaruh antara variabelvariabel karakteristik petani, faktor lingkungan, intensitas komunikasi dan perilaku petani (pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan) daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo (TNGP) dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh faktor karakteristik petani dan faktor lingkungan terhadap intensitas komunikasi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). 2. Menganalisis pengaruh faktor karakteristik petani dan faktor lingkungan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). 3. Menganalisis pengaruh faktor intensitas komunikasi terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).
1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan menambah perbendaharaan wawasan dan pemahaman tentang komunikasi pembangunan pertanian dan pedesaan khususnya yang menyangkut tentang penerapan teknologi konservasi tanah, lahan dan air, bagi praktisi di bidang pertanian, konservasi lahan dan air, pengembang, pengambil kebijakan, mahasiswa yang menempuh studi yang relevan, serta bagi masyarakat pada umumnya. Disamping itu, dapat dijadikan sebagai bahan
24
informasi dan kajian bagi segenap pihak yang tertarik dengan masalah komunikasi dan pembangunan pertanian terutama pembangunan di bidang pelestarian alam dan terkhusus bagi pengelolaan kawasan taman nasional. Adapun penelitian diharapkan dapat memberikan kegunaan: 1.
Memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman karakteristik petani, faktor lingkungan, dan intenstitas komunikasi pengaruhnya terhadap perilaku petani daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan.
2.
Secara akademis diharapkan dapat menghasilkan kerangka dasar yang mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi suatu teori, guna menambah referensi tentang komunikasi pembangunan pertanian dan pedesaan dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan
3.
Sebagai tambahan informasi kepada para pengambil kebijakan dalam merumuskan dan mendesain model kebijakan komunikasi pembangunan pertanian yang efektif khususnya bagi petani yang berada di daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).
4.
Sebagai tambahan informasi bagi penelitian selanjutnya tentang pengaruh perilaku komunikasi petani terhadap perilaku petani daerah penyangga kawasan konservasi taman nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).
25
BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Petani Karakteristik petani merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Karakteristik tersebut
terbentuk
oleh faktor-faktor
biologis
dan
faktor
sosiopsikologis. Faktor biologis mencakup genetik, sistem syaraf dan sistem hormonal. Menurut Sampson (Rakhmat, 2001) faktor sosiopsikologis terdiri dari komponen-komponen kongnitif (intelektual) yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, aspek konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan aspek afektif (faktor emosional) Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa peubah-peubah yang penting dalam mengkaji masyarakat lokal diantaranya adalah peubah karakteristik individu. Karakteristik individu merupakan sifat atau ciri yang dimiliki seseoang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkunganya. Menurut Bettinghaus (Wahyudi, 2004) demografis merupakan salah satu peubah yang sering digunakan untuk melihat kemampuan komunikasi seseorang dan juga kemampuan untuk memilih media. Sehubungan dengan perilaku komunikasi dan adopsi inovasi, ada beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi yang berhubungan dengan perilaku komunikasi antara lain karakteristik demografi seperti umur, pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan. Berdasarkan tinjauan diatas, karakteristik petani merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat individual yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan seseorang termasuk dalam perilaku komunikasi dan perilaku pelestarian hutan (Wahyudi, 2004). 2.1.1. Umur Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan cara berpikir. Pada umumnya petani yang berumur muda dan keadaannya sehat mempunyai kemampuan fisik yang lebih besar dibanding dengan petani yang berumur tua, petani muda juga lebih mudah untuk menerima hal-hal yang dianjurkan penyuluh. Hal ini disebabkan karena petani yang berumur muda umumnya lebih dinamis serta berani menanggung resiko yang mungkin timbul.
26
Umur petani turut menentukan kecepatan dalam menyerap teknologi, menurut Feaster (Akib, 2002) ada suatu kecenderungan bahwa perbedaan umur akan menyebabkan terjadinya perbedaan sikap terhadap inovasi. Sementara menurut Rakhmat (2001) kelompok orang tua melahirkan pola perilaku yang pasti berbeda dengan kelompok anak-anak muda. Kemampuan mental tumbuh lebih cepat pada masa anak-anak sampai dengan puberitas dan agak lambat sampai awal dua puluhan serta merosot perlahan-lahan sampai tahun-tahun terakhir. 2.1.2. Tingkat Pendidikan Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani, mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat mengadopsi teknologi, sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah agak sulit untuk menerima teknologi dengan cepat (Soekartawi, 1988). Selanjutnya Jahi (1988) dalam rangkumannya mengenai pendapat ilmuwan menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Seorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi umumnya lebih menyadari kebutuhan akan informasi, sehingga menggunakan lebih banyak jenis informasi dan lebih terbuka terhadap media massa. Hal ini didukung dengan pandangan Rakhmat (2001) yang menduga bahwa orang yang berpendidikan rendah jarang membaca surat kabar, tetapi sering menonton televisi. 2.1.3. Pengalaman Berusahatani Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi, karena pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal dan selalu bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi oleh seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Secara psikologis seluruh pemikiran manusia, kepribadian, dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indera. Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku tetapi disebabkan oleh penyebab masa lalu (Rakhmat, 2001). Menurut hasil penelitian Yusmasari (2003) dalam (Wahyudi, 2004) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pengalaman yang
27
berkaitan dengan hutan terhadap perilaku komunikasi masyarakat terutama pada keterdedahan terhadap saluran interpersonal. 2.1.4. Kepemilikan Media Massa Menurut Akib (2002) bahwa peranan utama yang dilakukan oleh media massa adalah membantu memperkenalkan perubahan sosial. Media massa dapat dimanfaatkan untuk merangsang pengambilan keputusan, memperkenalkan usaha modernisasi serta meenyampaikan program pembangunan nasional. Selanjutnya diperkuat oleh Rogers (Akib, 2002) media massa akan berperan efektif dalam menambah pengetahuan sedangkan komunikasi interpersonal umumnya lebih efekif dalam mengubah sikap petani. 2.1.5. Keikutsertaan dalam Kelompok Menurut Mardikanto (1993) dalam Setiana (2005) yang dimaksud kelompok adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling pengaruh-mempengaruhi serta saling memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong. Selanjutnya menurut Gerungan dalam Setiana (2005) kelompok adalah satu kesatuan sosial yang terdiri dua atau lebih orang-orang yang mengadakan interaksi secara intensif dan teratur sehingga di antara mereka terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu yang khas bagi kesatuan tersebut. Selanjutnya dijelaskan bahwa salah satu ciri terpenting dalam kelompok adalah kesatuan sosial yang memiliki kepentingan dan tujuan bersama. Tujuan bersama hanya dapat tercapai apabila ada pola interaksi yang mantap dan masing-masing individu memiliki perannya masingmasing dan menjalankan peran tersebut. Departemen Pertanian RI dalam Setiana (2005) memberikan batasan bahwa kelompok tani adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa pria dan wanita mapun petani taruna atau pemuda yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani. Menurut Soekanto (2002) didalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang paling penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat
28
hubungan-hubungan. Reaksi tersebutlah yang meyebabkan tindakan seseorangan menjadi bertambah luas. Selanjutnya dijelaskan bahwa didalam memberikan reaksi tersebut ada suatu kecenderungan manusia untuk memberikan keserasian dengan tindakan-tindakan orang lain. Maka lahirlah dua hasrat atau keinginan dari individu tersebut. Kedua keinginan tersebut yaitu: Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya (yaitu masyarakat) dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekitarnya. Untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut, manusia
menggunakan
pikiran,
perasaan,
dan
kehendaknya.
Sehingga
menimbulkan kelompok-kelompok sosial atau social group di dalam kehidupan manusia. Kelompok-kelompok sosial tersebut merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal-balik pengaruh-mempengaruhi dan juga suatu kesatuan untuk saling tolong menolong. Selanjutnta menurut Asir. dkk (Arifin. 2001) peranan kelembagaan merupakan penentu kondisi permasalahan suatu daerah aliran sungai (DAS) apakah masih
dalam kondisi normal atau telah mengalami perubahan. Dan
berdampak negatif terhadap pelestarian sumber daya hutan, tanah dan air. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya adalah faktor fisik (berkaitan dengan tingkat kelestarian) dan fakor sosial ekonomi dapat dilihat secara visual dilapangan banyak penduduk yang sangat menggantungkan kehidupan terhadap lahan. 2.1.6. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan petani yang relatif rendah akibat dari sistem pertanian bercocok subsisten, sehingga petani tidak mempunyai modal yang cukup untuk meningkatkan teknik pertaniannya. Bahkan untuk mempertahankan produksi subsistennya juga tak mampu. Petani tidak mampu membeli sarana produksi sehingga salah satu bagian dari tindakan konservasi tanah dan air tidak mampu dilakukan walaupun petani telah meyadari bahwa tindakan tersebut adalah sangat penting untuk kelestarian pertaniannya. Kondisi ini menyebabkan produktifitas lahan makin lama makin menurun yang akhirnya lahan tersebut akan ditinggalkan dan kemudian akan mencari lahan baru yang lebih baik untuk dibuka untuk
29
menjadi lahan pertanian baru, hal ini menyebabkan terjadinya padang alang-alang yang luasnya jutaan hektar. Lionberger dan Gwin (1982) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kedudukan pada masyarakat pertanian lebih reaktif terhadap sesuatu gagasan dan cara-cara baru. Temuan di India misalnya menunjukkan bahwa penghasilan atau pendapatan berkorelasi rendah dengan indeks keterdedahan terhadap tiga media massa, yaitu; Radio, Film dan surat kabar. Hasil penelitian Wardhani (1994) memaparkan bahwa penghasilan atau pendapatan berhubungan dengan pengadaan dan pemanfaatan sumber informasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Soekartawi (1988) yang menyatakan bahwa petani yang berpenghasilan rendah lambat untuk melakukan difusi inovasi, sebaliknya petani yang berpenghasilan tinggi mampu untuk melakukan percobaan dan perubahan. 2.1.7. Luas Lahan Garapan Soekartawi (1988) mengemukakan bahwa ukuran usahatani selalu berhubungan positif dengan adopsi inovasi. Banyak teknologi baru memerlukan skala operasi yang besar dan sumberdaya ekonomi yang tinggi untuk keperluan adopsi inovasi tesebut. Penggunaan teknologi pertanian yang lebih baik akan menghasilkan manfaat ekonomi yang memungkinkan perluasan usahatani selanjutnya. Menurut hasil penelitian Shiddieqy (2001) dalamI (Wahyudi, 2004) mendapatkan bahwa luas
lahan garapan berhubungan dengan perilaku
komunikasi anggota kelompok tani dalam kekosmopolitan dan akses jaringan komunikasi lokal serta partisipasi sosial. 2.1.8. Status Kepemilikan Tanah Status kepemilikan tanah kebanyakan petani penggarap. Lahan yang dipekerjakan bukan miliknya sehingga untuk melakukkan konservasi tanah dan air hanya sekedar menanam tanaman tahunan karena tidak ada jaminan bahwa petani tersebut akan menikmati hasil jerih payahnya. Status pemilikan atas tanah milik petani sendiri akan menyebabkan adanya rasa lebih bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian pada lahannya. Keadaan ini harus didukung oleh tingkat
30
pengetahuan tentang pengolahan pertanian yang sesuai dengan kondisi lahan, ini agar dapat meningkatkan produktivitasnya. Menurut Soekartawi (1988) telah dikenal baik bahwa pemilik-pemilik tanah mempunyai pengawasan yang lebih lengkap atas pelaksanaan usahataninya, bila dibandingkan dengan para penyewa. Para pemilik dapat membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi sesuai dengan keinginannya tetapi penyewa harus sering mendapatkan persetujuan dari para pemilik tanah sebelum mencoba atau mempergunakan teknologi baru yang ia praktekkan. Konsekuensi tingkat adopsi biasanya lebih tinggi untuk pemilik usahatani daripada orang-orang yang menyewa. Tetapi perbedaan-perbedaan antara para pemilik mungkin sangat bervariasi secara lokal ataupun regional karena perbedaan-perbedaan dalam pengaturan penyewaan dan kebebasan yang menyetujui paara penyewa dalam pengambilan keputusan. 2.2. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Usahatani Konservasi Menurut Sumahadi (1993) Usahatani konservasi pada hakekatnya merupakan pendekatan usahatani terpadu yang menekankan pengembangan kombinasi teknik budidaya/usahatani lahan kering dengan teknik konservasi tanah (vegetatif, sipil teknik dan kimiawi) secara efektif untuk menjamin pemanfaatan lahan, air, vegetasi secara lestari dan menguntungkan. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi usahatani konservasi baik secara pisik maupun sosial yaitu: 2.2.1. Teknologi Usahatani Konservasi Menurut Saragih (1993) Pada dasarnya usaha konservasi merupakan suatu paket teknologi usahatani yang bertujuan di samping meningkatkan produksi dan pendapatan petani juga melestarikan sumberdaya tanah dan air pada DAS-DAS kritis. Namun penyebaran teknologi tersebut masih relatif lambat, yang antara lain disebabkan (1) besarnya modal yang diperlukan untuk penerapannya (khususnya untuk investasi bangunan konservasi), (2) kurangnya tenaga penyuluh untuk mengkomunikasikan teknologi tersebut kepada petani, (3) masih lemahnya kemampuan pemahaman petani untuk menerapakan teknologi usahatani konservasi sesuai yang diintroduksikan, (4) keragaman komoditas yang
31
diusahakan di DAS-DAS kritis, dan (5) terbatasnya sarana/prasarana pendukung penerapan teknologi konservasi. Hal tersebut mensyaratkan bahwa teknologi usahatani konservasi yang ada sekarang masih belum memadai, hingga perlu diupayakan penemuanpnemuan teknologi usahatani konservasi yang lebih sesuai, baik melalui kegiatan: (1) penelitian komponen-komponen teknologi yang dapat mendukung paket teknologi usahatani konservasi, maupun (2) penelitian pengembangan teknologi yang sudah ada guna memodifikasi teknologi tersebut sesuai dengan kondisi agrofisik dan sosial ekonomi wilayah setempat. Kegiatan pencarian teknologi usahatani konservasi yang lebih sesuai di atas memang mutlak diperlukan, tetapi umumnya memerlukan waktu yang relatif lama. 2.2.2. Permodalan Usahatani Konservasi Seperti sudah diketahui secara luas bahwa keterbatasan modal petani merupakan kendala penting pengembangan usahatani konservasi. Untuk mengatasi hal tersebut petani perlu diberikan kredit usahatani konservasi. Menurut Saragih (1993) masalahnya adalah bagaimana mekanisme pengadaan dana kredit dan lembaga keuangan yang bagaimana yang tepat untuk menyalurkan kredit tersebut. Selanjutnya Saragih (1993) mengatakan bahwa untuk itu perlu dikemukakan ciri-ciri yang melekat pada kredit usahatani konservasi, yaitu: (1) kredit usahatani konservasi diperlukan oleh masyarakat pedesaan yang mengusahakan lahan pertanian marjinal dan berisiko tinggi, (2) kredit usahatani konservasi hanya dapat menjadi kegiatan yang produktif bagi lembaga keuangan, apabila lembaga yang mengelolanya berorientasi pedesaan, mengetahui seluk beluk pedesaan, mengenal perilaku petani dan berkepentingan dalam memajukan derajat hidup petani, (3) kredit usahatani konservasi memerlukan tenaga keuangan yang selalu dapat berhubungan dengan instansi pemerintah baik karena status pemilikkan, hubungan kerja maupun hubungan pembinaan, (4) kredit usahatani konservasi memerlukan lembaga keuangan yang selalu siap melayani petani, dengan kata lain lembaga keuangan tersebut harus mampu menjangkau dan dijangkau petani.
32
Atas dasar keterangan diatas, maka lembaga-lembaga yang mungkin dapat dikembangkan
untuk menjadi lembaga keuangan pedesaan yang menangani
kredit usahatani konservasi adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Lembaga Dana dan Keuangan Pedasaan (LDKP) dan Koperasi dimana lembaga tersebut baik karena status kepemilikan maupun motivasi pendirian ditujukan untuk melayani masyarakat miskin di pedesaan. 2.2.3. Lembaga Sosial Dalam rangka pengelolaan kawasan taman nasional dan daerah aliran sungai kritis sudah sering didengar istilah keterpaduan. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pengelolaan kawasan taman nasional dan DAS yang merupakan satu kesatuan kegiatan, dimana di dalamnya terlihat berbagai unsur kelembagaan
formal
baik
instansi
pemerintah
maupun
nonpemerintah.
Selanjutnya perlu diingat bahwa kemampuan aparat unsur kelembagaan tersebut (khsusnya pada tingkat daerah) baik dari segi kuantitas maupun kualitas masih sangat terbatas. Oleh karena itu keterpaduan antar lembaga hanya akan efektif apabila tuntunan kuantitas dan kualitas aparat unsur kelembagaan dapat ditingkatkan, baik melalui pendidikan/latihan, pembinaan informal maupun tambahan jumlah aparat. 2.2.4. Organisasi Usahatani Konservasi Sudah banyak kegiatan pengelolaan DAS terpadu dan bersifat lintas sektoral yang pernah dilaksanakan selama ini. Namun sistem organisasi yang dibuat masih bersifat kegiatan proyek yang ditentukan dari pusat dan struktur organisasinnyapun terbentang dari pusat sampai kedaerah. Masalah klasik yang selalu timbul adalah sistem organisasi yang dibuat melalui kegiatan proyek tersebut ternyata tidak melembaga, khususnya pada tingkat daerah di mana pelembagaan sangat diharapkan. Hal ini antara lain disebabkan (1) kurangnya keterlibatan instansi didaerah dalam perencanaan proyek, (2) tidak adanya kebebasan pemerintah daerah untuk memodifikasi organisasi proyek pada tingkat daerah hingga sesuai dengan kondisi daerahnya, (3) kurang jelasnya pembagian fungsi dan tanggung jawab antar instansi di daerah dan (4) terbatasnya kuantitas dan kualitas aparat instansi di daerah.
33
2.2.5. Nilai Sosial Budaya Nilai sosial budaya adalah suatu kesadaran dan emosi yang relatif lama hilangnya terhadap suatu obyek, gagasan atau orang, dan salah satu cirinya bahwa nilai itu merupakan unsur penting yang tidak dapat diremehkan oleh masyarakat penganutnya. Nilai sosial dijunjung tinggi oleh banyak orang karena berdasarkan konsensus masyarakat nilai itu menyangkut kesejahteraan bersama. Nilai itu merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku manusia (Sujarwo, 2004). Selanjutnya Padmowihardjo (Sujarwo, 2004) mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat, nilai sosial berfungsi: (1) sebagai alat untuk menetapkan harta sosial suatu masyarakat, (2) mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku, (3) sebagai penentu dalam memenuhi peranan sosial manusia, (4) dan sebagai alat solidaritas di kalangan anggota masyarakat. Dimyati (Sujarwo, 2004) menambahkan lagi bahwa pola sikap dan perilaku seseorang anggota masyarakat banyak dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain adalah lingkungan alam, faktor keturunan, lingkungan sosial, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan. 2.3. Komunikasi Menurut Laswell (Effendy, 2001) memberikan definisi komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan effek tertentu. Paradigma Laswell menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yaitu S-M-C-R—E (Source, message, channel, receiver dan efec). Definisi ini menunjukan bahwa yang dijadikan obyek komunikasi bukan saja pempampaian informasi tetapi juga pembentukan pendapat umum dan sikap publik yang sangat memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial. Definisi khusus Havland menyatakan bahwa komunikasi adalah proses merubah sikap perilaku orang lain. Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimuli (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain. Komunikasi juga merupakan
34
proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka dan lain-lain. Komunikasi merupakan sebuah proses sosial di masyarakat, proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai kehidupan bersama. Semakin majunya peradaban dalam masyarakat, semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam mengkomunikasikan hal-hal baru yang mungkin masuk dalam sistem sosial masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan pola pikir masyarakat tidak akan bermakna jika tidak disebarluaskan dan dikomunuikasikan. Hal-hal baru itu kita kenal sebagai inovasi. Suatu inovasi yang bergerak positif kearah perubahan pada tatanan masyarakat perlu disebarluaskan hingga dapat diserap oleh masyarakat dan dijadikan perilaku. Proses penyebaran dan penyerapan ini disebut difusi. Menurut Berlo (1960) model SMCR merujuk pada perspektif psikologis dalam peristiwa komuniksi meliputi: sumber (source), pesan (message), saluran (channel ), dan penerima (receiver) Model komunikasi Berlo (1960) berbeda dari model linear lainnya yang menekankan pada proses komunikasi diadik, Berlo lebih menekankan pada peran sumber (source) dan penerima (receiver) sebagai peubah penting dalam proses komunikasi. Model ini melintasi sekat pengkategorisasian bentuk komunikasi yang tidak membataskan diri pada komunikasi massa, namun juga pada komunikasi interpersonal dan bersifat merangsang penelitian 2.4. Intensitas Komunikasi Intensitas komunikasi merupakan tingkat kedalaman penyampaian pesan dari individu sebagai anggota keluarga kepada yang lainnya (Djamarah, 2004). Intensitas komunikasi mencakup aspek-aspek seperti: kejujuran, keterbukaan, pengertian, percaya, yang mutlak diantara kedua belah pihak dan dukungan, Intensitas komunikasi dapat diukur dari apap-apa dan siapa yang dibicarakan, pikiran, perasaan, objek tertentu, orang lain atau dirinya sendiri. Conner (1993) dalam (Tubbs dan Moss, 2000) mengemukakan bahwa kebanyakan orang yang disurvey belakangan ini menunjukkan bahwa kehidupan tampaknya berubah dengan kecepatan yang lebih besar daripada yang pernah terjadi selama ini. Ketegangan yang ditimbulkan oleh banyaknya tugas dalam
35
waktu yang teramat sempit, ikut berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas komunikasi modern masa kini. Selanjutnya dijelaskan bahwa model ini memperkenalkan unsur-unsur yang berperan dalam semua komunikasi insani. Komunikasi ini merupakan salah satu bentuk paling sederhana. Bila jumlah komunikator bertambah, jenis atau jumlah gangguan berubah, atau pesan yang disampaikan makin beraneka ragam, maka masalah komukasi menjaddi semakin rumit. Menurut Mulyana (2004) Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal, segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Selanjutnya dikatakan komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk nonverbal (nonkata-kata) tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya sistem simbol yang sama. Perilaku adalah segala tindakan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (Depdiknas, 2001). Perilaku juga merupakan hasil interaksi antara faktor personal berupa instink individu dengan lingkungan psikologinya (Rakhmat, 2001). Berlo (1960) menyatakan bahwa perilaku komunikasi seseorang akan menjadi kebiasaan perilakunya. perilaku seseorang terbentuk karena adanya stimulus yang sering menimpannya dan respon terhadap stimulus baik secara verbal maupun nonverbal. Sementara itu menurut kamus besar komunikasi. Istilah perilaku komunikasi (Communication behavior) berarti tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok atau khalayak, ketika terlibat dalam proses komunikasi. Manusia sebagai makhluk yang berakal dan aktif akan selalu berusaha untuk mencari kebutuhan yang sesuai dengan dirinya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Freud (Gerungan, 1996) bahwa jiwa manusia bukan merupakan sesuatu yang abstrak konsisten dan statis, melainkan sesuatu yang dinamis dalam ruang, waktu dan menyatakan diri sebagai keseluruhan jiwa raga yang aktif serta kebutuhan seseorang akan informasi akan mampu menggerakan secara aktif usaha melakukan pencarian terhadap sumber informasi.
36
Intensitas komunikasi merupakan bagian dari perilaku komunikasi, dapat didefinisikan sebagai tindakan atau respon seseoranng terhadap sumber dan pesan bila di tinjau dari pengertian model komunikasi linier. Pendekatan komunikasi interpersonal, komunikasi ditekankan pada konsep saling berbagi pengalaman (The sharring of experience) maka tindakan atau respon seseorang terjadi dalam kapasitasnya sebagai pelaku komunikasi (Tubbs dan Moss, 2001). Halim (1992) menyatakan bahwa efektifitas komunikasi tatap muka didapatkan dari berbagai peluang individu untuk menyampaikan pesan dan mendapatkan umpan balik secara personal. Menurut Rakhmat (2001) Komunikasi interpersonal dapat dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan, komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Bentuk komunikasi interpersonal memiliki kelebihan sendiri. Sejalan dengan itu Havelock (Halim, 1992) mengemukakan bahwa pada komunikasi tatap muka dapat mengatasi keterbatasan-keterbatasan dalam menangkap dan memahami materi pesan, juga dapat membangkitkan minat, dan menyentuh tahap persuasi. Pada kebanyakan orang, perilaku komunikasinya dapat diamati melalui kebiasaan
berkomunikasi.
Mengamati
perilaku
komunikasi,
seyogyanya
dipertimbangkan bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan penalaran sendiri. Menurut Devito (1997) tujuan dasar komunikasi antar manusia ialah mengenal diri sendiri dan orang lain serta membina hubungan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Memperkuat pendapat ini, Schramm (1982) menyatakan
bahwa
setiap
komunikator
maupun
penerima
mempunyai
seperangkat tujuan dan penalaran sendiri-sendiri dan perlu mendapatkan penjelasan yang lebih sistematis dari pada yang dilakukan, selain itu perilaku komunikasi dapat dideskripsikan dalam porsi yang dapat dipertimbangkan yaitu sebagian sebagai permainan perilaku alat, dan sebagian lagi sebagai perilaku egosentris. Rakhmat (2001) menyatakan bahwa sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu sistem masyarakat, struktur kelompok dan organisasi, karakteristik populasi, adalah faktor-faktor sosial yang menata perilaku manusia. Perilaku manusia merupakan hasil interaksi yang menarik antara komunikan individual dengan
37
keumuman situsional. Adapun Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan bahwa peubah dalam perilaku komunikasi adalah partisipasi sosial, hubungan dengan sistem
sosial,
kontak
dengan
agen
pembaharu,
kekosmopolitan,
keterbukaan/keterdedahan terhadap media massa, komunikasi interpersonal, lebih aktif dalam mencari informasi, pengetahuan tentang informasi, keterbukaan kepemimpinan dan memiliki hubungan yang tinggi antar sistem. Ithiel de sola pool (1958) dalam (Onong. U. E, 2005) mengatakan bahwa Cara-cara komunikasi modern jarang sekali mengganti cara-cara yang sudah ada sebelumnya. Televisi tidak menyisihkan radio, radio tidak mematikan buku, penemuan percetakan tidak menghentikan kita menulis surat dengan tinta dan pena, dan guru-guru yang mengajar menulis dan membaca tidak membuat orangorang menjadi kurang terlibat dalam percakapan. Setiap cara baru berkomunikasi tertempatkan diatas yang lama. Mungkin saja ia mengambil alih fungsi tertentu, tetapi fungsi lainnya tertahan oleh cara yang terdahulu. Jadi, dalam sistem komunikasi di masyarakat yang sudah sangat maju. Terdapat interaksi yang rumit antara sistem media massa yang modern dan jaringan tradisional komunikasi mulut ke mulut yang bersifat pribadi. Masyarakat modern bukanlah masyarakat massa yang tanpa kepribadian, kehilangan norma dan nilai, serta bebas dari kelompok-kelompok primer. Ia dalah sistem yang merupakan
jalinan
yang
perkumpulan-perkumpulan,
terperinci
secara
kelompok-kelompok
teliti
dari
ethis,
kelurga-keluarga,
organisasi-organisasi
politik dan kelompok-kelompok persahabatan. 2.5. Pengaruh Lingkungan Terhadap Intensitas Komunikasi Menurut Thoha (2004) bahwa komunikasi itu sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor, antaranya orang yang berkomunikasi, motivasinya, latar belakang pendidikannya, prasangka-prasangka pribadinya. Adapun sifat dari informasi yang datang sangat dipengaruhi oleh jumlah besar sedikitnya informasi yang diterima, cara penyajian, dan pemahaman informasi dan proses umpan balik. Kita agaknya harus mengakui bahwa memang lingkungan fisik tempat orang hidup mempengaruhi perilaku mereka, termasuk perilaku komunikasi. Lingkungan fisik ini meliputi letak geografis di bumi, lanskap, iklim, musim, cuaca, suhu udara, cahaya, jenis dan lokasi bangunan, rancangan arsitektur,
38
ukuran dan model furnitur, warna hingga ke jarak antarpribadi saat berkomunikasi (Mulyana, 2004). Asumsi ini sejalan dengan rumusan Lewin bahwa perilaku (behavior) adalah sebagai fungsi dari orang (person) dan lingkungan (environment). Dengan rumus sederhana: B = f (P,E). Dalam rumus Lewin, Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Gudykunst dan Kim memasukan unsur lingkungan (environment influences) dalam model komunikasi antarbudaya atau tepatnya komunikasi dengan orang asing. Selanjutnya
Mulyana
(2004)
menambahkan
dalam
pandangannya,
lingkungan yang mempengaruhi manusia terdiri dari lingkungan pisik, lingkungan waktu, dan lingkungan sosial (secara implisit lingkungan psikologis kita sebagai individu). Ketiganya saling mempengaruhi secara timbal-balik. Pekerjaan suatu komunitas dan cara mereka berinteraksi akan dipengaruhi oleh geografi tempat komunitas itu tinggal, apakah di pegunungan atau di dataran rendah, apakah dipantai atau dipedalaman. Budaya orang yang tinggal di pantai akan lebih cepat berubah karena pengaruh luar (kedatangan orang dari seberang laut) daripada orang yang tinggal di pedalaman. Mereka mungkin akan berbicara lebih keras dengan sesamanya karena suara meraka harus mengatasi suara angin dan ombak. 2.5.1. Intensitas Komunikasi Dengan Sesama Petani Komunikasi antarpribadi didefinisikan sebagai pengiriman pesan di antara dua atau lebih individu (Liliweri, 2002). Ada pakar yang menyoroti komunikasi antarpribadi dalam konteks a dyadic (relasi dua orang). Dijelaskan bahwa meskipun terdapat kumpulan 3 orang atau lebih, dyads tetap penting karena dalam kelompok tiga individu (A,B,C) akan tetap muncul dyads antara A-B: A-C; dan B-C. Jadi, akan terbentuk 3 macam dyads dan demikian seterusnya apabila anggota kelompok semakin bertambah (Devito, 1997). Ditegaskan lebih lanjut bahwa komunikasi antarpribadi yang efektif meliputi banyak unsur tetapi hubungan antarpribadilah yang paling penting. Hubungan antarpribadi terdiri atas tiga faktor yaitu saling percaya, sikap suportif, dan sikap terbuka. Selain itu, konsep diri yang meliputi persepsi pribadi, self image,dan self esteem, menyusul rasa empati, dan simpati merupakan pula faktor yang cukup menonjol dalam komunikasi antarpribadi (Rahmat, 2001).
39
Frekuensi
dan
intensitas
komunikasi
dengan
sesama
masyarakat
merupakan bagian dari komunikasi interpersonal yang berupa perilaku tatap muka. Perilaku ini pada dasarnya sudah mencakup perilaku mencari dan menyampaikan
informasi
secara
bersamaan.
Pada
situasi
komunikasi
interpersonal, proses umpan balik sangat berkaitan dengan selang waktu yang mungkin ada dan mungkin tidak ada. Saluran komunikasi interpersonal yang disampaikan secara tatap muka memiliki beberapa keunggulan, antara lain: 1) bersifat langsung, pribadi dan manusiawi, 2) teknik penyampaian fleksibel dan lebih rinci, 3) keterlibatan khalayak tinggi dan 4) umpan balik dapat langsung diproleh sehingga tingkat pemahaman pesan akan lebih tinggi. Sebaliknya, keterbatasan media interpersonal adalah keterbatas cakupan khalayak (DeVito, 1997). Intensitas komunikasi dengan sesama petani merupakan bagian dari komunikasi interpersonal yang dapat berupa perilaku membicarakan informasi. Perilaku ini pada dasarnya sudah mencakup perilaku mencari dan menyampaikan informasi secara bersamaan. Pada situasi komunikasi interpersonal, dikenal umpan balik yang bercirikan kedua aspek mencari dan menyampaikan informasi. Menurut Gonzales (Jahi, 1988) pada komunikasi tatap muka umpan balik umumnya lebih segera. Di pihak lain, umpan balik memerlukan waktu jika partisipan-partisipan dalam suatu situasi komunikasi satu sama lain terpisah oleh suatu jarak. Kebutuhan seseorang akan informasi mampu menggerakkannya untuk secara aktif melakukan pencaharian informasi. Paling tidak pada proses pencarian sampai dengan perolehan informasi tersebut. Yang bersangkutan telah memberikan berbagai informasi yang dimilikinya yang berkaitan dengan kebutuhannya akan informasi tersebut. Mempertegas hal ini Soekanto (2001) menjelaskan bahwa arti penting komunikasi dapat memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik badaniah atau sikap), perasan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut, selanjutnya orang tersebut memberikan reaksi terhadap perasaan tersebut. Pikiran, perasaan yang akan disampaikan kepada orang lain.
40
Perilaku komunikasi khususnya intensitas komunikasi dengan sesama petani dalam rangka mencari dan menyebarkan informasi dipengaruhi oleh faktor situsional. (Halim, 1992) mengungkapkan bahwa komunikasi, kognisi, sikap, dan perilaku dapat dijelaskan secara lebih baik melalui pendekatan peubah situsional, khususnya mengenai kapan dan bagaimana orang berkomunikasi tentang masalah khusus yang situsional seperti tentang manfaat dan usaha pelestarian alam. 2.5.2. Intensitas Komunikasi dengan Pengelola Taman Nasioanl Intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional penting diketahui, karena hal ini akan berkaitan dengan aktivitas pencarian maupun penyampaian informasi oleh anggota kelompok. Intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional dimaksudkan sebagai interaksi anggota dengan individu atau kelompok lain yang mempunyai keterkaitan pembinaan dengan anggota yang bersangkutan seperti penyuluh lapangan dan tokoh masyarakat lainnya. Menurut Soekanto (2001) kontak merupakan tahap pertama dari tejadinya interkasi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok, yang hanya mungkin terjadi apabila dipenuhinya dua syarat, yaitu: a) adanya kontak sosial (Social contact) dan b) adanya komunikasi. Komunikasi yang terjadi pada saat intensitas komunikasi dengan pembina tidak hanya bersifat verbal, melainkan juga nonverbal. Komunikasi nonverbal menurut Devito (1997) memiliki tingkat kepercayaan antara 60 sampai 65 persen dari mana yang dikomunikasikan. Selain tersebut tingkat pemahaman komunikan terhadap pesan yang disampaikan komunikator (pembina) tergantung kepada persepsi tentang pesan verbal dan noverbal yang disampaikan, karena persepsi merupakan inti komunikasi (Mulyana, 2001). Menurut Gonzales (Jahi, 1988) riset jaringan sosial telah menunjukkan bagaimana hubungan diantara individu-individu yang memiliki banyak persamaan dan perbedaan memperlancar aliran informasi dan inovasi dari orang-orang yang lebih banyak berhubungan dengan kelompok-kelompok yang berbeda, cenderung mempelajari topik-topik tertentu lebih dulu daripada yang lain.
41
2.5.3. Intensitas Komunikasi dengan Media Massa Menurut Onong U. E (2004) Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media communication). Hal ini berbeda dengan pendapat ahli psikologi sosial yang menyatakan bahwa komunikasi massa tidak selalu dengan menggunkan media massa. Sedangkan menurut Saverin dan Tankard (2004) yang dimaksud komunikasi masa adalah sebagian keterampilan, sebagian seni, dan sebagian ilmu. Keterampilan dalam pengertian bahwa ia meliputi teknik-teknik fundamental tertentu
yang
dapat
dipelajari
seperti
memfokuskan
kamera
televisi,
mengoperasikan tape recorder, atau mencatat ketika berwawancara. Seni dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis skrip untuk program televisi, mengembangkan tata letak yang ektetis untuk iklan majalah, atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita. Dan ilmu dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikukuhkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik). Intensitas komunikasi dengan media massa bagian dari usaha mencari dan menyebarkan informasi di mana individu atau masyarakat mendapatkan informasi melalui media massa baik media cetak, maupun media elektronik. Intensitas komunikasi dengan media massa juga merupakan keterdedahan masyarakat terhadap media. Menurut Shore (Halim, 1992) keterdedahan adalah mendengarkan, melihat, membaca atau secara lebih umum mengalami dengan sedikitnya jumlah perhatian minimal pada pesan media. Menurut Donald K. Robert (Rakhmat, 2004) menyatakan bahwa efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa. Karena fokusnya pesan, maka efek haruslah berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa. Selanjutnya Rogers (1966) menyatakan bahwa keterdedahan seseorang terhadap media-media massa mempunyai korelasi yang sangat tinggi antara satu dengan lainnya. Sehingga dapat dibuat suatu indeks keterdedahan pada media massa. Setiap indikator keterdedahan pada media massa paling tidak
42
didikotomikan ke dalam: (1) Sedikitnya pernah terdedah (minimalnya membaca surat kabar dalam seminggu) dan (2) Tidak terdedah. 2.5.4. Intensitas Penyuluhan Menurut Syahyuti (2006) Penyuluhan pertanian (agricultural extenstion) diartikan sebagai suatu sistem pendidikan luar sekolah untuk para petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu, sanggup, dan berswasembada memperbaiki kesejahteraan hidupnya sendiri serta masyarakatnya. Tujuan penyuluhan pertanian adalah mengembangkan petani dan keluarganya secara bertahap agar memiliki kemampuan intelektual yang semakin meningkat, perbendaharaan informasi yang memadai, serta mampu pula memecahkan serta memutuskan sesuatu yang terbaik untuk dirinya dan keluarganya. Seluruh aktivitas penyuluhan berpedoman pada asas pokoknya yaitu ”menolong petani agar ia mampu menolong dirinya sendiri” Selanjutnya dijelaskan bahwa ada tiga hal yang menjadi obyek untuk diubah dalam kegiatan penyuluhan, yaitu pengetahuan (aspek kognitif), sikap (aspek afektif) dan keterampilan (aspek psikomotorik). Perubahan perilaku adalah tujuan akhir dari seluruh rangkaian kegiatan, yaitu bertambahnya perbendaharaan informasi, tumbuhnya keterampilan, serta timbulnya sikap mental dan motivasi yang lebih kuat sesuai dengan yang dikehendaki. Khusus untuk penyuluhan dibidang pertanian, maka hal yang pokok yang dibicarakan adalah pencampuran pengetahuan dan keputusan sehingga faktorfaktor tanah, air, iklim, dan kapital dapat didayagunakan secara optimal. penyuluhan pertanian memformulasikan pengetahuan, dan mengajar petani untuk menjadi manajer di dalam usahanya sendiri (competent decision makers). Karena itulah, penyuluhan berperan penting dalam pembangunan pertanian. Ia menjadi bagian dari sistem, yakni sebagai aktor yang mempengaruhi petani dalam membuat keputusan. Untuk menambah tingkat pengetahuan dan keterampilan seorang petani dan keluarganya, maka peranan penyuluh mempunyai andil yang besar. Penyuluhan pertanian merupakan agen pembangunan pertanian, penyuluh pertanian memiliki berbagai peran antara lain sebagai guru, penasehat,
43
penganalisis, organisatoris, pembimbing petani, dinamisator, teknisi dan jembatan penghubung antar lembaga penelitian dengan petani. Menurut Slamet (Akib, 2002) menyebutkan penyuluhan pertanian sebagai ujung tombak pembangunan pertanian. Setidak-tidaknya bila dilihat dalam jajaran pemerintah yang menangani pertanian. Penyuluhan pertanian membawakan peranan yang penting dalam pembentukan sikap positif sehingga petani selanjutnya akan lebih giat dalam mengadopsi teknologi. 2.6. Perilaku Petani (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) 2.6.1. Pengetahuan Menurut Kilbler (Zahid, 1997) Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik atau umum, ingatan mengenai metode atau proses, ingatan mengenai pola, susunan atau keadaan. Selanjutnya Lahlry (Severin dan Tankard, 2005) memberikan definisi persepsi sebagai proses yang kita gunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris. Data sensoriks sampai kepada kita melalui lima indra kita. dan hasil penelitian telah mengidentifikasi dua jenis pengaruh dalam persepsi, yaitu pengaruh struktural dan pengaruh fungsional Selanjutnya Berelson dan Steiner (1994) dalam menyatakan bahwa persepsi
merupakan
proses
yang
konpleks
di
mana
orang
memilih,
mengorganisasikan, dan menginterpretasikan respon terhadap suatu rangsangan kedalam situasi masyarakat dunia yang penuh arti dan logis. Bennett, dkk (1989). menyatakan bahwa persepsi merupakan aktivitas aktif yang melibatkan pembelajaran tingkah laku yang melibatkan aktivitas kognitif. Persepsi juga meliputi juga aktivitas pembuatan inferensi. Didalam bentuk-bentuk persepsi, sebuah rangsangan ditentukan sebagai salah satu kategori khusus berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Akhirnya dapat ditarik pengertian bahwa inferensiinferensi ini tidak selalu benar. 2.6.2. Sikap Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan, seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya (Van den Ban dan Hawkins, 1999). Sikap juga adalah
44
kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan denagan obyek sikap. Hal ini sejalan dengan pernyataan Meyrs (Sarwono, 2002) bahwa sikap adalah sesuatu atau seseorang yang ditunjukkan dalam kepercayaan, perasaan atau perilaku seseorang. Konsep sikap yang telah dideskripsikan oleh Goldon Allport (Severin dan Tankard, 2005) mungkin adalah yang paling istimewa atau penting dalam psikologi sosial Amerika komtemporer. Allport menyebutkan bahwa istilah itu muncul untuk menggantikan istilah-istilah samar dalam psikologi seperti naluri, adat istiadat, tekanan sosial, dan sentimen. Menurut Krech dkk. (Severin dan Tankard, 2005) sebuah sistem evaluasi positif atau negatif yang awet, perasaan-perasaan emosional, dan tendensi tindakan pro atau kontra terhadap sebuah obyek sosial. Allpot menambahkan bahwa sikap adalah kesiapan mental dan sistem syaraf, yang diorganisasikan melalui pengalaman, menimbulkan pengaruh langsung atau dinamis pada responsrespon seseorang terhadap semua obyek dan situasi terkait. lebih lanjt lagi Murphy dan Newcomb (Severin dan Tankard, 2005) menyebutkan bahwa sikap pada dasarnya adalah suatu cara pandang terhadap sesuatu. Mar’at (1981) meyebutkan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertenttu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut, selanjutnya memberikan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik dan buruk, positif negatif, menyenangkan tidak menyenangkan, setuju tidak setuju kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi tehadap obyek sikap. Sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar (Sarwono, 2002) pengalaman yang dimaksud adalah tentang obyek yang menjadi respon evaluasi dari sikap. Proses belajar dalam pengalaman adalah sebagai peningkatan pengetahuan individu terhadap obyek sikap. Proses belajar tersebut didapat melalu interaksi dengan pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama serta pengaruh faktor emosional (Azwar, 2003).
45
2.6.3. Tindakan Menurut Pouson (Mahmud, 1997). Konsep perilaku merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam psikologi modern, sikap merupakan mental kesediaan yang terorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh atas sesuatu yang dinamis terhadap respon seseorang, obyek dan situasi yang saling berhubungan. Dengan demikian sikap adalah kecenderungan seseorang dalam menjawab atau merespon orang lain, suatu ide atau keadaan dalam cara tertentu. Sikap merupakan suatu yang abstrak, tak terlihat tidak terdengar, dan tidak tersentuh. Sikap hanya dapat diduga melalui apa yang dikatakan atau dilakukan seseorang. Cara ini menurut para psikologis disebut hypothctical construrs. Selanjutnya menurut Heubert Kelmen (Mahmud, 1997) syarat-syarat perubahan perilaku yang menentukan kepermanenan suatu perubahan adalah: a) Kerelaan. Seorang merubah perilakunya hanya ia berharap dapat menerima reaksi yang menyenangkan dari orang lain atau karena ia berharap dapat terhindar dari hukuman. b) Identifikasi. Seseorang mungkin mengubah perilakunya terhadap ide-ide baru karena menemukan kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain atau sesuatu kelompok yang mengemukakan ide tersebut. Petani yang bekerjasama dengan sesuatu kelompok diskusi mungkin menerima banyak ide kelompok tersebut karena ia menikmati hubungan yang ada dengan anggota-anggota kelompok tersebut dan karena dia menemukan kepuasan beroganisasi. Pemeliharaan hubungan tergantung apakah hubungan tersebut memuaskan masing-masing pihak. Walaupun perilaku dapat dikendalikan, hal ini bergantung pada hubungan antara orang yang mengarah dan orang atau kelompok yang diidentifikasikan. Jika hubungan ini berakhir dengan memuaskan maka perilaku dapat dirubah. c) Internalisasi. Perubahan perilaku akan berlanjut meskipun hubungan dengan orang lain berubah. Saat petani menginternalisasikan sesuatu perilaku yang diubah melalui pengaruh penyuluhan dia tidak akan mengubahnya kembali jika ia tidak berhenti memberikan respek terhadap penyuluh walaupun telah meninggalkan daerah tersebut.
46
Perilaku merupakan suatu tidakan nyata (action) yang dapat dilihat atau diamati (Rogers dan Shoemaker,1989). Perilaku tersebut terjadi akibat adanya proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai pada penentuan sikap atau bertindak, dan hal ini dapat dilihat dengan menggunakan panca indera. Pola perilaku seseorang bisa saja berbeda satu sama lain, tetapi proses terjadinya adalah mendasar bagi semua individu, yakni dapat terjadi karena disebabkan, digerakkan, dan ditujukkan pada sasaran. Kast dan Rosenzweig (Suparta, 2001). Hal ini berarti bahwa perilaku itu tidak bisa secara spontan dan tanpa tujuan, melainkan harus ada sasaran baik ekplisit maupun inplisit 2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menurut para ahli perilaku individu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Suparta (2001) menyatakan bahwa dalam pendekatan interaksionis perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Hasil penelitinya menunjukan bahwa kondisi situsional luar mempengaruhi sikap dalam dan selanjutnya sikap ini dapat mempengruhi perilaku terbuka. Perilaku dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat didalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar (faktor eksternal) proses interaksi itu sendiri terjadi pada kesadaran atau pengetahuan seseorang (Sarwono, 2002). Menurut Rukminto (2001) dalam (Setiana, 2005) merencanakan perubahan perilaku pada individu atau pada sekelompok masyarakat melalui intervensi komunitas tidak mudah. Pada kenyataan di lapangan, ada beberapa kendala yang sering ditemui, kendala tersebut meliputi kendala yang bersal dari kepribadian individu dan kendala yang berasal dari sistem sosial yang berkembang dilingkungan kelompok masyarakat tersebut. Kendala individu antara lain adalah kestabilan, kebiasaan, hal-hal utama yang diyakini, seleksi ingatan dan persepsi, ketergantungan, superego, rasa tidak percaya, serta rasa tidak aman. Kendala sistem sosial antara lain meliputi kesepakatan terhadap norma tertentu, kesatuan dan kepatuhan terhadap sistem dan budaya, hal-hal yang bersifat sakral, kelompok kepentingan, penolakan terhadap ’orang luar yang’ datang ke dalam komunitas tersebut.
47
2.8. Hubungan antara Faktor Karakteristik dan Faktor Lingkungan Menurut Sunyoto (2004) dinyatakan bahwa ada hubungan timbal balik antara pola perilaku sosial dan kondisi lingkungan. Pola perilaku sosial dipengaruhi oleh karakteristik dan kualitas lingkungan, dan sebaliknya pola perilaku sosial juga mempengaruhi karakteristik dan kualitas lingkungan. Pernyataan tersebut dapat dijelaskan dengan keterangan sebagai berikut. Manusia, dalam upaya memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup dasarnya (teruma sandang, pangan, dan papan), tidak dapat dilepaskan dari lingkungan. Secara umum, lingkungan alam dapat dipilah ke dalam dua kategori: lingkungan fisik (the physical environment) dan lingkungan biologis (the biological environment). Lingkungan fisik, antara lain, mencakup tanah, topografi, cuaca dan sumbersumber alam (mineral dan minyak). Di samping itu, juga termasuk dalam kategori tersebut adalah apa yang lazim disebut dengan istilah natural physical-agencies (seperti angin, air yang bergerak), dan natural physical forces (seperti gravitasi dan radiasi). Tanah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan papan, melainkan juga sebagai tempat sandaran hidup untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sudah banyak bukti memperlihatkan kecenderungan bahwa daerah-daerah yang tanahnya tergolong tandus dan tidak subur, tidak banyak dihuni manusia karena tidak dapat memproduksi pangan. Sebaliknya daerahdaerah yang tanahnya subur cenderung dipadati manusia. Berbagai macam tanaman tumbuh subur dan hasilnya sangat memuaskan. Karena itu, didaerahdaerah semacam itu berkembang sistem pertanian. Manusia melakukan budidaya tanaman, mengarahkan segala macam kemampuan dan keterampilan yang dimiliki untuk melipatgandakan hasil produksinya. Lahirlah kemudian institusi pertanian yang dilengkapi dengan organisasi-organisasi sosial yang sistem kerjanya amat berbeda dengan organisasi-organisasi sosial yang tumbuh atau berkembang di daerah-daerah tandus. Sunyoto (2004) selanjutnya menambahkan bahwa sedangkan dalam hubungannya dengan topografi, bahwa daerah yang berbukit-bukit (pegunungan) atau daerah-daerah yang berawa-rawa tidak banyak dihuni manusia. Sebaliknya, banyak daerah datar yang menjadi tempat konsentrasi pemukiman manusia.
48
Kebanyakan kota juga tumbuh di daerah-daerah semacam itu, terutama karena memiliki kemudahan akses pada dunia luar. Memang ada pula kota di daerah pegungnan, tetapi jumlahnya tidak begitu banyak dan biasanya juga lamban perkembangannya. Topografi seperti itu juga mempengaruhi sikap dan tindakan sosial. Bentuk perkampungan di daerah pegunungan biasanya tersebar (scattered). Banyak rumah tangga yang terisolasi satu sama lain. Maka mudah dimengerti apabila kemudian interaksi sosial yang terjalin diantara sesama anggota masyarakat kurang intense. Meskipun tidak berarti terjadi antagonisme (sikap permusuhan). Mereka melakukan kontak dengan tetangganya hanya tatkala ada kebutuhan tertentu yang tidak dapat dikerjakan sendiri, dan selebihnya semua masalah diusahakan untuk diselesaikan di antara anggota keluarganya sendiri. Dibeberapa daerah bahkan terbentuk the individualistic family, yang hanya mementingkan kecukupan anggota keluarganya sendiri. Faktor berikutnya yang juga berpengaruh terhadap kehiddupan manusia adalah cuaca. Cuaca adalah kondisi yang antara lain ditentukan oleh temperatur, curah hujan dan arah angin. Cuaca sangat sulit dimodifikasi atau diubah, manusia hanya dapat menyesuaikan diri terhadapnya. Manusia membangun berbagai bentuk rumah dan ruangan tempat kerja yang sesuai dengan keadaan cuaca. Yang tampak kemudian adalah perbedaan arsitektur rumah di daerah-daerah bercuaca panas dengan yang terdapat di daerah-daerah bercuaca dingin. Bentuk-bentuk penyesuaian tersebut kemudian mempengaruhi ritme interaksi sosial yang terjalin diantara para penghuninya. 2.9.
Pengaruh Karakteristik Petani (Pengetahuan,Sikap, dan Tindakan)
terhadap
Perilaku
Petani
Manusia adalah makhluk sosial, dari proses sosial manusia memproleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya. Terdapat tiga komponen yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu komponen afektif, komponen kongnitif dan komponen konatif. Komponen afektif merupakan aspek emosional. Komponen kongnitif merupakan aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak (Rakhmat, 2001).
49
Komponen afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Komponen afektif terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi. Selanjutnya Rakhmat (2001) merangkum tentang komponen dari pada sikap yaitu: (1) sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai, (2) sikap mempuyai daya dorong atau motivasi, (3) sikap relatif lebiih menetap, (4) sikap mengandung aspek evaluatif dan 5) sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar, sehingga sikap dapat diperteguh atau diubah. Komponen konatif adalah aspek volisional yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis tidak direncanakan sehingga kebiasaan dapat memberikan pola perilaku yang dapat diramalkan. Adapun kemauan adalah tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan (Rakhmat, 2001). 2.10. Taman Nasional dan Pengelolaannya Taman Nasional (TN) merupakan aset nasional dan internasional yang memiliki nilai manfaat penting bagi kehidupan umat manusia, IUCN (international union for the conservation of nature and natural resources,1994) dalam (Sarbi, 2006) memberikan kriteria penetapannya yang berfungsi sebagai upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari. Undang-undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya juga memberikan panduan dalam pengelolaan taman nasional yang didasarkan pada sistem zonasi (zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona lainya). Selanjutnya Taman Nasional menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 menjelaskan juga tentang konservasi sumberdaya alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestaria alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang diamnfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam. Fungsi taman nasional adalah: (1) sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, (2) sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuh dan satwa, (3) sebagai kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam hayati dan eksistemnya.
50
Salah satu fungsi dari sebuah taman nasional dan kawasan konservasi adalah sebagai pengatur tata air atau fungsi hidrologis, apakah itu sebagai reservoir atau sebagai areal penangkapan air yang ada di hulu. Hal itu sangat tegas sebagaimana fungsinya dalam siklus air yang terjadi di bumi ini. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) merupakan kawasan pengatur air bagi kawasan di sekitarnya yang meliputi Cianjur, Sukabumi, Bogor, Jakarta, Karawang, dan daerah lainnya di sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) termasuk di dalamnya daerah hilir dari sungai-sungai yang bagian hulunya berada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ini mengalir 60 sungai dari arah hulu yang kemudian menjadi 4 aliran DAS. Melihat fungsinya yang sangat besar bagi wilayah sekitarnya, dimana wilayah-wilayah tersebut bergantung pada kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ini, seperti halnya sumber air bagi kegiatan kehidupan termasuk kegiatan perekonomian seperti pertanian, perikanan, dan air untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Selain itu air yang bersumber dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) diolah menjadi air mineral. Perusahaan-perusahaan pengolah air mineral tersebut baik yang ada di Jawa Barat, Banten dan Jakarta, hampir semua sumber airnya berasal dari mata air-mata air di sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Karena fungsinya yang sangat vital dalam keberlanjutan sumberdaya dan stok. Maka areal taman nasional harus terjaga kelestariannya demi kepentingan dan kebutuhan masa depan. Dan salah satu metode untuk menjaga kelestariannya yaitu menerapkan teknik dan konsep konservasi dalam melakukan usaha pertanian di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). 2.11. Konservasi Tanah dan Air secara Berkelanjutan Konservasi berasal dari bahasa inggris ”to converse” yang diartikan sebagai melestarikan pemanfaatan. Bila ini dikaitkan dengan potensi alam yang dapat diperbaharui, dibina untuk dapat menguatkan fungsi produktivitas dan kualitasnya maka akan sangat tepat. Misalnya konservasi flora dan fauna, konservasi alam, konservasi tanah dan air (Yulianto, 2001) selanjutnya Menurut Sismomartono (1989). Konservasi diartikan sebagai perlindungan, perbaikan, dan
51
pemakaian sumberdaya alam menurut prinsip-prinsip yang akan menjamin keuntungan ekonomi atau sosial yang tinggi secara lestari. Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah,sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan keadaan topografi lapangan menentukan kemampuan tanah untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan (Arsyad, 2000). Dikatakan selanjutnya bahwa konservasi tanah tidaklah berarti penundaan atau pelarangan pengunaan tanah, tetapi menyesuaikan jenis penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar tanah dapat berfungsi secara lestari. Konservasi tanah berhubungan erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air, dan usaha untuk mengkonservasi tanah juga merupakan konservasi air. Salah satu tujuan konservasi tanah adalah meminimumkan erosi pada suatu lahan. Laju erosi yang masih lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan merupakan masalah yang bila tidak ditanggulangi akan menjebak petani kembali ke dalam siklus yang saling memiskinkan. Tindakan konservasi tanah merupakan cara untuk melestarikan sumberdaya alam. Konservasi tanah dan air merupakan hal yang esensial untuk melanjutkan produktivitas lahan pada pertanian tanaman semusim, terutama pada lahan-lahan berbukit yang mempunyai kemiringan lereng curam. Tanpa tindakan konservasi tanah akan terjadi erosi yang serius, menghasilkan lahan-lahan yang terdegradasi, sehingga produktivitas lahan menurun, aliran permukaan meningkat dan disisi lain akan menimbulkan masalah sedimentasi (Meyer, 1981). Konservasi air adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian se-efisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu, konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali, berbagai
52
tindakan konservasi tanah merupakan juga tindakan konservasi air (Arsyad, 2000). Upaya memperbaiki produktivitas lahan kering dan lahan-lahan marginal sebenarnya telah dilakukan pemerintah sejak lama melalui reboisasi dan penghijauan, akan tetapi upaya tersebut masih jauh dari berhasil. Pada dasarnya usahatani konservasi merupakan suatu paket teknologi usahatani yang bertujuan meningkatkan produksi dan pendapatan petani, serta melestarikan sumberdaya tanah dan air (Saragih, 1996), akan tetapi penyerapan teknologi tersebut masih relatif lambat yang disebabkan karena: (1) besarnya modal yang diperlukan untuk penerapannya (khususnya untuk investasi bangunan konservasi); (2) kurangnya tenaga penyuluh untuk mengkomunikasikan teknologi tersebut kepada petani; (3) masih lemahnya kemampuan dan pemahaman petani untuk menerapkan teknologi usahatani konservasi sesuai yang diintroduksikan; (4) keragaman komoditas yang diusahakan di DAS-DAS kritis; dan (5) terbatasnya sarana-prasarana pendukung penerapan teknologi usahatani konservasi. Konservasi bertujuan untuk; (1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi; (2) memperbaiki tanah yang rusak, dan (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat digunakan secara lestari. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air yang pada prinsipnya adalah penggunaan air se-efisien mungkin, dan melakukan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Sehingga setiap tindakan konservasi terhadap tanah juga merupakan konservasi terhadap air. Dalam usaha konservasi tanah dan air, ada tiga cara pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu (1) metode vegetatif; (2) metode mekanik; dan (3) metode kimia. Tiap-tiap metode ini mempunyai kelebihan masing-masing. Dalam tulisan ini, akan ditekankan pada metode vegetatif dan kimia, sedangkan metode mekanik akan dibahas lebih khusus pada bangunan konservasi. 2.11.1. Metode Vegetatif Konservasi Tanah dan Air Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan
53
maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering dipadukan dengan tindakan konservasi tanah dan air secara pengelolaan (Sinukaban, 1989). Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat: (1) memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, (2) penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi, (3) disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi. Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani (Hamilton, 1997). Metode vegetatif merupakan metode yang menggunakan tanaman dan sisa-sisa tanaman yang bertujuan untuk: (1) melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan; (2) melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan tanah; (3) menurunkan kecepatan aliran dengan meningkatkan tahanan hidrolik pada saluran sehingga akan sangat mengurangi daya rusak dan abrasi dari aliran. Jika kecepatan aliran dapat dikurangi, maka sedimen dapat diendapkan; dan (3) memperbaiki kapasitas infiltrasi dan penahanan air yang langsung mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Teknik pengelolaan tanah dan tanaman yang termasuk dalam metode vegetatif ini adalah: (a) Penanaman tanaman penutup tanah, (b) Penanaman dalam strip (strip cropping), (c) Pergiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah (Conservation rotation), (d) Pemanfaatan sisa tanaman (crop residue management), dan (e) Tanaman lorong (Alley cropping) . Tanaman Penutup Tanah Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang khusus ditanam untuk mengurangi daya rusak butir hujan dan aliran permukaan sehingga dapat melindungi tanah dari ancaman kerusakan karena erosi, menambah bahan organik tanah dan melakukan transpirasi yang mengurangi kadar air tanah yang berlebihan. Tanaman yang digunakan sebagai penutup tanah harus memenuhi syaratsyarat: (1) mudah diperbanyak, terutama dengan biji; (2) mempunyai sistem
54
perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi yang berlebihan terhadap tanaman pokok tetapi malah mampu menekan pertumbuhan gulma; (3) pertumbuhannya cepat dan banyak menghasilkan daun dan toleran terhadap pemangkasan; (4) tahan terhadap serangan hama dan penyakit dan kekeringan; (5) sesuai dengan fungsinya untuk reklamasi tanah. Tanaman penutup tanah yang paling banyak digunakan adalah dari jenis Leguminosa, karena dapat menambah nitrogen tanah dan perakarannya tidak menyebabkan kompetisi yang berat terhadap tanaman pokok. Secara umum, tanaman penutup tanah dapat digolongkan dalam: 1) Tanaman penutup tanah rendah; jenis rumput-rumputan dan tanaman merambat atau menjalar. Jenis ini dapat digunakan pada pola tanam rapat, barisan dan juga untuk penggunaan perlindungan khusus seperti tebing, talud terras, dinding saluran draenase dan irigasi. 2) Tanaman penutup tanah sedang; berupa semak. Umumnya digunakan pada pola pertanaman teratur diantara barisan tanaman utama, barisan pagar, sebagai sumber mulsa atau pupuk hijau diluar tanaman utama. 3) Tanaman penutup tanah tinggi; jenis pohon-pohonan. Tanaman ini digunakan pada pertanaman teratur diantara barisan tanaman utama dan di dalam barisan, digunakan untuk reboisasi dan sebagai cover tebing. 4) Tumbuhan rendah alami. Umumnya diterapkan pada perkebunan terutama perkebunan karet. 5) Tanaman atau rumput pengganggu yang tidak disukai. Strip Cropping Merupakan suatu sistem bertanam dimana beberapa jenis tanaman ditanam dalam strip-strip yang berselang-seling pada sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Ada tiga tipe strip cropping, yaitu: (a) strip cropping menurut kontur dengan urutan pergiliran tanaman yang tepat; (b) strip cropping lapangan yang terdiri atas strip tanaman yang lebarnya seragam yang disusun melintang arah lereng; (c) strip cropping berpenyangga yang terdiri atas strip rumput atau leguminosa yang dibuat di antara strip tanaman pokok menurut kontur.
55
Strip cropping umumnya diterapkan pada tanah-tanah dengan klasifikasi kemampuan tanah kelas II-IV, dengan kelerengan 6-15%. Lebar strip antara 20-50 m tergantung dari curah hujan, sifat tanah, topografi dan jenis tanaman yang digunakan. Pergiliran Tanaman Pergiliran tanaman adalah sistem penanaman berbagai tanaman secara bergilir dalam urutan waktu tertentu pada satu bidang tanah. Pergiliran merupakan suatu cara yang penting dalam sistem konservasi tanah dan mempunyai peranan mengurangi atau menghindarkan terhadap bahaya erosi dan penting artinya dalam meningkatkan produksi tanaman. Pada tanah-tanah berlereng, pergiliran sangat efektif untuk pencegahan erosi. Pergiliran tanaman dapat memperbaiki sifat fisika dan kesuburan tanah jika sisa atau potongan tanaman gilir dijadikan mulsa atau dibenamkan, sehingga mempertinggi kemampuan tanah menahan dan menyerap air, mempertinggi stabilitas agregat dan kapasitas infiltrasi tanah Pergiliran tanaman dengan menggilirkan antara tanaman pangan dan tanaman penutup tanah/pupuk hijau adalah salah satu cara penting dalam konservasi tanah. Pergiliran tanaman mempengaruhi lamanya pergantian penutupan tanah oleh tajuk tanaman. Selain berfungsi sebagai pencegahan erosi, pergiliran tanaman memberikan keuntungan-keuntungan lain seperti: 1. Pemberantasan hama penyakit, menekan populasi hama dan penyakit karena memutuskan si klus hidup hama dan penyakit atau mengurangi sumber makanan dan tempat hidupnya 2.
Pemberantasan gulma, penanaman satu jenis tanaman tertentu terus menerus akan meningkatkan pertumbuhan jenis-jenis gulma tertentu
3. Mempertahankan dan memperbaiki sifat-sifat fisik dan kesuburan tanah, jika sisa tanaman pergiliran dijadikan mulsa atau dibenamkan dalam tanah akan mempertinggi kemampuan tanah menahan dan menyerap air, mempertinggi stabilitas agregat dan kapasitas infiltrasi tanah dan tanaman tersebut adalah tanaman leguminosa akan menambah kandungan nitrogen tanah, dan akan memelihara keseimbangan unsur hara karena absorpsi unsur dari kedalaman yang berbeda
56
Pemanfaatan sisa tanaman (Crop residue management) Penggunaan sisa tanaman untuk konservasi tanah dapat dalam bentuk mulsa atau pupuk hijau. Mulsa mengurangi erosi dengan cara meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan mengurangi daya kuras aliran permukaan. Mulsa sebagai sumber energi akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh mulsa selain mengurangi erosi juga mempengaruhi suhu tanah dan aerasi. Suhu tanah maksimum pada kedalaman 5 cm turun 6-12oC, dan pada kedalaman 10 cm turun 4-6oC, sedangkan suhu minimum rata-rata naik 1oC. Dengan menurunnya suhu maksimum, maka kecepatan perombakan bahan organik akan menurun, hal ini penting karena menurunnya kadar bahan organik dapat mempengaruhi laju erosi. Pemanfaatan sisa-sisa panen sebagai sebagai pupuk juga telah dilakukan sebagian petani di beberapa daerah sejak jaman dulu.
Sisa-sisa panen yang
dibiarkan atau ditinggalkan di lahan pertanian mempunyai banyak fungsi dalam menunjang usaha tani, diantaranya adalah sebagai mulsa yang dapat menghindarkan
pengrusakan
permukaan
tanah
oleh
energi
hujan,
mempertahankan kelembaban tanah mengurangi penguapan, sisa panen lambat laun akan terdekomposisi terjadi mineralisasi yaitu perubahan bentuk organik menjadi anorganik sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia untuk tanaman, disamping itu asam-asam organik yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai bahan pembenah tanah atau soil conditioner. Tanaman Lorong (Alley cropping) Tanaman lorong adalah suatu bentuk usahatani agroforestry dimana tanaman semusim atau pangan ditanam di antara lorong-lorong yang ada di antara barisan pagar tanaman pohonan. Pertanaman lorong sangat tepat dilakukan baik pada lahan usaha tani yang datar maupun berlereng. Pada lahan berlereng, barisan tanaman harus ditanam menurut kontur agar dapat mencegah erosi. Efektivitas tanaman lorong sangat ditentukan oleh jenis tanaman yang digunakan, jarak tanam dan kemiringan. Tanaman lorong mampu menahan
57
kehilangan tanah sampai dengan 93% dan kehilangan air hingga 83% dibandingkan dengan pertanaman semusim. Selain itu efektivitasnya didukung karena terbentuknya terras alami yang mencapai ketinggian 25-30 cm pada dasar tanaman pagar. 2.11.2. Metode Mekanik Konservasi Tanah dan Air Metode mekanik adalah semua perlakuan fissik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan pembangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. (Arsyad, 2000). Metode mekanik dalam konservasi tanah berfungsi; (a) memperlambat aliran permukaan, (b) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengaaan kekuatan yang tidak merusak, (c) memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah, dan (d) penyedian air bagi tanaman. Termasuk ke dalam metode mekanik adalah; (1) pengolahan tanah (tillage), (2) pengolahan tanah menurut kontur (countur cultivation), (3) guludan dan guludan bersaluran menurut kontur, (4) terras, (5) dam penghambat (chek dam), waaduk, (balong) (farm pond), rorak, tanggul, dan (6) perbaikan drainase dan irigasi Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan kebudayaan yang tertua dalam pertanian dan tetap diperlukan dalam pertanian modern. Pengolahan tanah bagaimana yang tepat untuk kelestarian sumberdaya tanah? (Arsyad, 2000) mendefinisikan pengolahan tanah sebagai setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat pesemaian, tempat bertanam, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa tanaman, dan memberantas gulma. Soepardi (1979) mengatakan mengolah tanah adalah untuk menciptakan sifat olah yang baik, dan sifat ini mencerminkan keadaan fisik tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Cara pengolahan tanah sangat mempengaruhi struktur tanah alami yang baik yang terbentuk karena penetrasi akar atau fauna tauna, apabila pengolahan tanah terlalu intensif maka struktur tanah akan rusak. Kebiasaan petani yang mengolah tanah secara berlebihan dimana tanah diolah
58
sampai bersih permukaannya merupakan salah satu contoh pengolahan yang keliru karena kondisi seperti ini mengakibatkan surface sealing yaitu butir tanah terdispersi oleh butir hujan, menyumbat pori-pori tanah sehingga terbentuk surface crusting. Untuk mengatasi pengaruh buruk pengolahan tanah, maka dianjurkan beberapa cara pengolahan tanah konservasi yang dapat memperkecil terjadinya erosi. Cara yang dimaksud adalah: 1. Tanpa olah tanah (TOT), tanah yang akan ditanami tidak diolah dan sisasisa tanaman sebelumnya dibiarkan tersebar di permukaan, yang akan melindungi tanah dari ancaman erosi selama masa yang sangat rawan yaitu pada saat pertumbuhan awal tanaman. Penanaman dilakukan dengan tugal. Gulma diberantas dengan menggunakan herbisida. 2. Pengolahan tanah minimal, tidak semua permukaan tanah diolah, hanya barisan tanaman saja yang diolah dan sebagian sisa-sisa tanaman dibiarkan pada permukaan tanah. 3. Pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah dilakukan memotong lereng sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur juga
yang
memungkinkan
penyerapan
air
dan
menghindarkan
pengangkutan tanah. Sebagian dari praktek pengolahan tanah seperti ini sebenarnya sudah ada sejak dulu dan telah dilakukan oleh petani di beberapa daerah di Indonesia. Petani mungkin menganggapnya sebagai tradisi nenek moyangnya yang perlu dipertahankan. Walaupun saat itu belum ada penyuluh pertanian ataupun literatur tentang konservasi tanah, tetapi para petani telah menerapkan cara bertani yang berasaskan konservasi tanah. Mengolah tanah secara konservasi telah dilakukan oleh orang jaman dulu dengan tujuan untuk mendapatkan hasil dari usahataninya guna memenuhi kebutuhan hidup jangka pendek, dan mungkin belum terpikirkan oleh mereka untuk melestarikan sumberdaya tanah. Pengolahan Tanah Menurut Kontur Pada pengolahan tanah menurut kontur maka pembajakan dilakukan meurut kontur atau memotong lorong, sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan
59
tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah meurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur juga, yaitu barisan tananaman dibuat sejalan dengan arah garis kontur. Keuntungan utama pengolahan menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan menghindarkan pengangkutan tanah. Oleh karena itu, terutama di daerah beriklim kering, pengolahan menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi air. Guludan dan Guludan Bersaluran Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong arah lereng. Tinggi tumpukan tanah dibuat sekitar 25-30 cm dengan lebar sekitar 25 sampai 30 cm. Jarak antara guludan tergantungpada kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah dan erosivitas hujan. Untuk tanah yang kepekaan erosinya rendah guludan dapat diterapkan pada tanah dengan kemiringan sampai 6 persen. Guludan bersaluran juga dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong lereng. Pada guludan yang bersaluran, di sebelah atas lereng dari guludan dibuat saluran yang memanjang mengikuti guludan. Ukuran guludan bersaluran sama seperti guludan biasa, sedangkan kedalaman saluran adalah 25 sampai 30 cm, lebar permukaan 30 cm. Pada metode ini guludan diperkuat dengan menanam rumput, perdu atau pohonan yang tidak begitu tinggi dan rindang. Guludan bersaluran dapat dibuat pada tanah dengan lereng sampai 12 persen. Terras Terras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian maka erosi berkurang. Terdapat dua tipe terras yaitu (a) terras tangga atau terras bangku (bencch terrace) dan (b) terras berdasar lebar (broadbase terrace). Terras bangku atau tangga. Terras tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi suatu deretan bentuk tangga atau bangku. Terras bangku dapat dibuat pada tanah berlereng dua persen sampai jauh lebih lebar. Terras tangga dapat datar atau miring ke dalam . terras
60
bangku
berlereng
ke
dalam
dipergunakan
untuk
tanah-tanah
yang
permealibilitasnya rendah, dengan tujuan agar air tidak segera terinfiltrasi tidak mengalir keluar melalui talud. Terras berdasar lebar. Terras berdasar lebar merupakan suatu saluran yang permukaannya lebar atau galengan yang dibuat memotong lereng pada tanah-tanah yang berombak dan bergelombang. Berdasarkan fungsi utamanya terras berdasar lebar ada dua macam yaitu terras berlereng dan terras datar. Terras berdasar lebar dapat di gunakan pada tanah berlereng antara 2 sampai 8 persen yaitu tanah-tanah klas II dan III. Waduk, Dam Penghambat, Rorak dan Tanggul Konservasi tanah, seperti telah dikemukakan sebelumnya, juga tergantung pada pengendalian air yang mengalir secara berlebihan di atas permukaan tanah. Dam penghambat (check dam), balong/waduk, rorak dan tanggul merupakan bangunan-bangunan yang dapat dipergunakan sebagai metode mekanik dalam konservasi tanah dan air. Bangunan tersebut selain mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan juga memaksa air masuk kedalam tanah yang kan menambah atau mengganti aair tanah dan air bawah tanah. Air yang tertampung dalam waduk atau balong dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti irigasi, ternak, perikanan dan lebutuhan manusia sendiri. Drainase dan Irigasi Pembangunan fasilitas-fasilitas drainase dan irigasi adalah usaha-usaha pengaturan air sehingga tanah lebih dapat memenuhi kebutuhan manusia. Usahausaha ini sesuai dangan dasar konservasi tanah
yaitu memperlakukan setiap
bidang tanah sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan untuk dapat dipergunakan dalam produksi dan tidak terjadi kerusakan tanah. Jones, (Arsyad, 2000). Drainase berarti keadaan dan cara keluarnya air lebih (excess water). Air lebih adalah air yang tidak dapat dipegang atau ditahan oleh butir-butir tanah dan memenuhi atau menjenuhi pori-pori tanah. Dalam arti keadaan air lebih, drainase menunjukkan frekuensi dan lamanya tanah bebas dari air lebih, dan mencerminkan kecepatan air lebih keluar dari tanah. Sebagai contoh, pada tanah
61
berdrainasebaik, air lebih segera keluar dari tanah tetapi tidak terlalu cepat, pada tanah berdrainase buruk air lebih tidak segera keluar akan tetapi tetap menjenuhi tanah pada daerah perakaran untuk waktu yang lama sehingga akar tidak dapat mengambil oksigen, sedangkan pada tanah berdrainase berlebihan (excessively drained) semua air keluar dari tanah dengan cepat sehingga tanaman menderita kekurangan air. Irigasi berarti pemberian air kepada tanah untuk memenuhi kebutuhan air bagi pertumbuhan tanaman. Pekerjaan irigasi meliputi penampungan dan pengambilan air dari sumbernya, pengaliran air melaluio saluran atau pipa ke tanah, dan pembuangan air yang berlebihan. Tujuan irigasi adalah memberikan tambahan air terhadap air hujan, dan memberikan air kepada tanaman dalam jumlah yang cukup dan pada waktu diperlukan. Selain dari kegunaan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, air irigasi mempunyai kegunaan lain, seprti; (a) mempermudah pengolahan tanah, (b) mengatur suhu tanah dan iklim mikro, (c) membersihkan tanah dari kadar garam atau asam yang terlalu tinggi, (d) membersihkan kotoran-kotoran dari selokan(sanitasi), (e) menggenangi tanah untuk memberantas tumbuhan pengganggu dan hama/penyakit tanaman. (Arsyad, 2000). 2.11.3. Metode Kimia Konservasi Tanah dan Air Metode kimia dalam konservasi tanah dan air adalah dengan penggunaan preparat kimia sintetis atau alami. Awal tahun 1950 telah dikembangkan preparat kimia yang digunakan untuk pembentukan struktur tanah yang stabil. Preparat kimia tersebut secara umum disebut Soil Conditioner. Sarief (1985) dalam Suripin (2004) mengemukakan bahwa usaha pemantapan tanah yang bertujuan untuk sifat fisik tanah dengan menggunakan preparat-preparat kimia baik secara buatan atau alami, telah dikemukakan pertama kali pada simposium di Philadelpia pada tahun 1951. Pada saat itu diperkenalkan krilium sebagai bahan pemantap tanah pertama oleh perusahaan Amerika Serikat. Krilium adalah senyawa garam natrium dari polycrylonitrile. Salah satu usaha pertama dalam penggunaan senyawa kimia tersebut dilakukan oleh Bavel pada tahun 1950 yang menyatakan bahwa senyawa organik tertentu dapat memperbaiki stabilitas agregat terhadap pengaruh merusak air hujan secara efektif, akan tetapi penggunaannya terlalu mahal bila digunakan
62
secara luas (Suripin, 2004). Bahan yang digunakan adalah campuran dimethyl dichlorosilane yang dinamai MSC. Bahan kimia ini merupakan cairan yang mudah menguap, dimana gas yang terbentuk bercampur dengan air tanah. Senyawa yang terbentuk menyebabkan agregat tanah menjadi stabil. PAM direaksikan dengan air dengan perbandingan volume tertentu, dicampurkan dengan tanah dengan cara menyemprotkan emulsi tersebut ke permukaan tanah yang kemudian diratakan dengan cangkul dan digaru. Pengaruh soil conditioner ini dalam perbaikan struktur tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: berat molekul PAM, lengas tanah dan konsentrasi emulsi. Soil conditioner yang paling murah adalah Emulsi bitumen. Reaksi bahan ini dipengaruhi oleh modus bahan aktif bergerak ke arah titik pertemuan antara butir-butir liat. Emulsi bitumen yang belum dirombak menyebabkan tanah bersifat lebih hidrophobik, yang sangat bermanfaat bagi pembentukan agregat tanah yang mudah mengeras dan mengurangi penguapan air jika dicampurkan pada kedalaman 5-8 cm dari permukaan tanah. Untuk membuat tanah menjadi lebih hidrophilik maka bagian aktif (karboksil) harus diberikan asam kuat melalui sulfonasi atau penggunaan pengemulsi yang mengandung asam sulfonik sehingga gugus aktif mengandung –HSO3-. 2.12. Pembangunan Berkelanjutan Menurut komisi Brundtland (Soerjani dkk, 2006) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah ”pembangunan yang mencukupi kebutuhan generasi sekarang tanpa berkompromi (mengurangi) kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi aspirasi dan mencukupi kebutuhan mereka sendiri” di samping itu kemudian muncul berbagai batasan tentang pembangunan yang terdukung dan berkelanjutan itu. Word Consevation Society (WCS), IUCN bersama UNEP dan WWP yang antara lain menekankan makna pembangunan pada perbaikan social-ekonomi, pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam serta perhatian pada daya dukung dan keanekaragamannya dalam jangka panjang. International Institute for Sustainable development (IISD) di Naitoba (Kanada) pimpinan Dr. Arthur Hanson merumuskan: “Sustainable development means conducting business in a way which meet the need of the enterprice and its
63
stakehorders today while protecting, sustaining, and enhanding the human and natural resourses needed tomorrow” (Soerjani, 2006). Selanjutnya pembangunan baru dikatakan sustainable apabila pemanfaatan sumberdaya alam dilaksankan sehemat mungkin, seefisien dan seefektif mungkin. Di samping itu perlu diupayakan nilai tambah sumberdaya alam itu melalui rekayasa teknologi jasa, budaya dan seni. Andaikata kita memerlukan sumberdaya alam sebesar 17-18%, kalau hal itu direkayasa dengan memberikan nilai tambah, tabungan kita cukup besar, sehingga sisa yang dikonsumsi masih cukup untuk merehabilitasi atau memulihkan sumber daya alam yang kita pergunakan. Syahyuti (2006) meberikan makna secara umum tentang pembangunan yang berkelanjutan
yaitu “upaya menciptakan suatu kondisi, berbagai
kemungkinan, dan peluang bagi tiap anggota atau kelompok masyarakat dari tiap lapisan sosial, ekonomi dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap alam”. Selanjutnya dikatakan pembangunan berkelanjutan terdapat tiga aspek penting yang membangunnya yaitu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pembangunan sosial yang berkelanjutan dan pengelolaan kualitas lingkungan hidup yang berkelanjutan. Emil Salim (Syahyuti, 2006) memberikan definisi pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dalam pembangunan. Pembangunan berkelanjutan menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia untuk meningkatkan hidupnya di satu sisi, dengan pemeliharaan sumberdaya alam dan ekosistem di sisi lainnya. Jadi pertumbuhan ekonomi tetap berjalan, namun bersama-sama dengan proteksi terhadap kualitas lingkungan. Satu sama lain harus saling bersinergi. Agar lingkungan tetap terjaga, maka manusia jangan mengambil lebih dari apa yang dia berikan ke alam. Selanjutnya Suripin (2004) mengemukakan bahwa konsep pembangunan yang berkelanjutan menjadikan konservasi sumberdaya alam sebagai pusat perhatian. Hampir semua dari kita setuju konsep dasar konservasi adalah ”Jangan membuang-buang sumberdaya alam”.
64
2.13. Kerangka Berpikir dan Hipotesis 2.13.1. Kerangka Berpikir Tanah dan air merupakan sumberdaya alam karunia Tuhan. Manusia diberikan mandat untuk memeliharanya, bukan dengan tidak menjamahnya tetapi mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam tersebut berdasarkan azas kelestarian untuk mencapai kemakmuran yang dapat memenuhi kebutuhan sekarang dan generasi yang akan datang. Hal ini sesuai dengan inti dari pembangunan berkelanjutan, yang adalah isu pokok seluruh permasalahan pembangunan, yaitu pembangunan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, kelestarian produksi terhadap konsumsi dan penanggulangan kemiskinan. Sebagai suatu bangsa yang mendapat karunia, maka bangsa Indonesia mempunyai kewajiban untuk memanfaatkan sumber daya alam berdasarkan asas kelestarian untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, kesejahteraan masyarakat dan negara. Disamping kesadaran masyarakat/petani untuk melakukan konservasi tanah dan air, perlu adanya kaidah-kaidah konservasi tanah yang diwujudkan dalam suatu kebijakan pemerintah yang secara operasional dapat diterapkan di lapangan. Apabila pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan lahan tidak diimbangi dengan pemanfaatan yang baik dan benar menurut kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, maka hal ini akan mengancam kehidupan manusia untuk masa yang akan datang Menurut School (Sahaka, 1998) mengemukakan bahwa pada umumnya pembangunan Agraria itu di pandang sebagai tujuan utama dari perkembangan pedesaan. Faktor-faktor yang penting yang berpengaruh menentukan dalam realisasi tujuan itu adalah: (a) Perbandingan manusia dengan tanah, luas lahan yang tersedia bagi seorang petani untuk keperluan pertanian, (b) Kepadatan dan pertambahan penduduk, (c) Perkembangan industri dan urbanisai, (d) Sistem kebudayaan yang cocok, (e). Struktur sosial yang cocok, (f) Struktur agraria yang baik, (g) Penggunaan metode dan teknik yang baru, jenis tanaman baru, pendek kata penerapan gagasan baru (inovasi baru), (h) Adanya fasilitas informasi dan
65
komunikasi yang baik, (i) Faktor infrastruktur agraria yang baik, jalan, pasar, dan sistem kredit. Konservasi sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) adalah pengelolaan sumber daya alam yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya, dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya. Hal ini dimaksudkan untuk terwujudnya kelestarian sumber daya alam serta kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan petani dan kehidupan manusia. Dalam kontek pembangunan berkelanjutan maka upaya konservasi tanah dan air perlu dimaknai dengan pemanfaatan sumber daya alam, tanah dan air yang bertanggung jawab dengan prinsip akan menjamin persediaan sumber daya alam tersebut agar tidak akan habis. Menurut Arifin (2001) bahwa umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan di luar usahatani, jarak kejalan (pasar), faktor kelembagaan, status kepemilikkan lahan, keanggotaan dalam suatu organisasi dan akses dalam bantuan teknis dapat mempengaruhi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Selanjutnya ada beberapa yang dapat mempengaruhi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air yang bersifat internal/karakteristik petani yaitu umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, kepemilikan media massa, keikutsertaan dalam kelompok, pendapatan, luas lahan serta status kepemilikan lahan dan
faktor lingkungan yang bersifat eksternal yang dapat
mempengaruhi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu faktor pisik dan faktor sosial diantaranya: Tersedianya teknologi usahatani konservasi, tersedianya permodalan usahatani konservasi, lembaga sosial, adanya organisasi usahatani konservasi dan nilai sosial budaya. yang tidak kalah pentingnya adanya interaksi dan intensitas komunikasi yang efektif antara pelaku pembangunan (stakeholder) yang bermakna konservasi seperti intensitas komunikasi sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional, intensitas komunikasi dengan media massa dan intensitas penyuluhan serta yang terakhir adalah perilaku petani itu sendiri yang terdiri dari aspek pengetahuan, sikap dan
66
tindakan yang memadai sehingga usahatani yang bermakna konservasi tanah dan air dapat dipahami yang selanjutnya dapat diterapkan dalam usahataninya. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka berpikir penelitian ini secara skematis disajikan pada Gambar 1. Karakteristik Petani (X1 ) (X1 .1) Umur (X1 .2) Tingkat Pendidikan (X1 .3) Pengalaman berusahatani (X1 .4) kepemilikkan Media massa (X1 .5) Keikutsertaan dalam kelompok (X1 .6) Pendapatan
Intensitas Komunikasi (Y1 ) (Y
(X1 .7) Luas lahan garapan (X1 .8) Status kepemilikan lahan
(Y
(Y Faktor Lingkungan (X2 ) (X
(X
(X (X
(X
2.1) Teknologi Usahatani konservasi ) Permodalan
2.2
(Y
1.1)
Intensitas
komunikasi dengan sesama petani ) Intensitas
1.2
komunikasi dengan pengelola TNGP ) Intensitas
1.3
komunikasi dengan media massa/ keterpaan media massa ) Intensitas
Perilaku Petani Dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan (Y2 ) (Y
2.1)
Pengetahuan (Y ) Sikap
2.2
(Y
Tindakan
1.4
Penyuluhan
Usahatani konservasi ) Lembaga Sosial
2.3 2.4)
2.3)
Organisasi
Usahatani konservasi ) Nilai sosial budaya
2.5
Gambar 1. Model kerangka berpikir penelitian Intensitas komunikasi petani di daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
67
2.13.2. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Intensitas komunikasi petani (Y1 ) daerah penyangga kawasan taman nasional secara signifikan dipengaruhi oleh karakteristik petani (X1 ) dan faktor lingkungan (X2 ). Adapun model konseptual hipotesis pertama disajikan pada Gambar 2. Karakteristik Petani (X1 ) Intensitas Komunikasi (Y1 ) Faktor Lingkungan (X2 )
Gambar 2. Model konseptual hipotesis kedua 2. Faktor karakteristik petani (X1 ) daerah penyangga kawasan taman nasional dan faktor lingkungan (X2 ) secara signifikan mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Adapun model konseptual hipotesis kedua disajikan pada Gambar 3. Karakteristik Petani (X1 )
Faktor Lingkungan (X2 )
Perilaku Petani (Y2 )
Gambar 3. Model konseptual hipotesis pertama
68
3. Perilaku petani daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan (Y2 ) secara signifikan dipengaruhi oleh intensitas komunikasi (Y1 ). Adapun model konseptual hipotesis ketiga disajikan pada Gambar 4.
Intensitas Komunikasi (Y1 )
Perilaku Petani (Y2 )
Gambar 4 Model konseptual hipotesis ketiga
69
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive yaitu di Desa Sukatani Kecamatan Pacet, Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas, Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur, dan Desa Lemah Duhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa lokasi tersebut: (1) Merupakan daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango
(TNGP)
yang
menjadi
perhatian
pemerintah
dalam
melaksanakan pelestarian alam dalam bentuk beberapa program yang telah berjalan selama ini, (2) Telah terjadi konversi lahan pada kawasan taman nasional menjadi lahan pertanian, (3) Keadaan ekonomi masyarakat kawasan penyangga masih ada yang menggantungkan terhadap sumber daya hutan (taman nasional), serta (4) Desa ini telah ditunjuk menjadi percontohan Desa Model Konservasi dengan telah diterapkannya nilai-nilai usahatani yang bermakna konservasi. Penelitian ini berlangsung selama empat bulan yaitu dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2007. 3.2. Desain Penelitian Penelitian ini menguraikan fakta-fakta dan informasi yang diperoleh di lapangan, baik langsung maupun tidak langsung dan membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti, menguji hipotesa dan membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang dipecahkan, penelitian ini dilaksanakan dengan metode yang bersifat deskriptif korelasional. Selain mendeskripsikan kondisi yang ada, penelitian ini juga berupaya menjelaskan hubungan dan pengaruh variabel yang diamati. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Variabel yang diamati adalah karakteristik petani (X1 ), faktor lingkungan (X2 ), Intensitas
70
Komunikasi (Y1 ) dan perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan (Y2 ). 3.3. Populasi dan sampel Populasi sasaran (target population) yang diteliti adalah kepala keluarga (KK) petani di Desa Sukatani, Desa Sindangjaya, Desa Cikanyere, dan Desa Lemah Duhur yang berada di daerah penyangga kawasan taman nasional yang melakukan usahatani yang bermakna konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Penentuan populasi dan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive Sampling yaitu penunjukan langsung desa yang jadikan lokasi penelitian. Sampel pada penelitian ini yaitu anggota kelompok tani yang mendapat pembinaan langsung dan tidak langsung dari pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dan lembaga lain yang terkait. Sampel pada penelitian berjumlah 120 kepala keluarga. Kepala keluarga dipilih dengan asumsi bahwa kegiatan usaha pertanian yang bermakna konservasi tanah dan air dilakukan oleh kepala keluarga serta anggota keluarganya. 3.4. Data dan Instrumen Data yang di kumpulkan adalah data primer dan data sekunder, data primer dikumpulkan secara langsung dari responden menggunakan kuesioner, meliputi data karakteristik petani, faktor lingkungan, intensitas komunikasi dan perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Indikator karakteristik petani meliputi: umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, kepemilikan media massa, keikutsertaan dalam kelompok, pendapatan, luas lahan garapan serta status kepemilikan lahan, faktor lingkungan meliputi: Teknologi usahatani konservasi, permodalan usahatani konservasi, lembaga sosial, organisasi usahatani konservasi, dan nilai sosial budaya, perilaku komunikasi meliputi intensitas komunikasi sesama petani, intensitas komunikasi dengan pembina dan intensitas komunikasi dengan media massa (keterpaan media massa), intensitas penyuluhan serta perilaku petani (pengetahuan, sikap dan tindakan) di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede
71
Pangrango (TNGP) dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Baik secara vegetatif/biologis, mekanik dan kimiawi. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. 2. Wawancara terbuka, yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan responden untuk mendapatkan data yang belum terungkap dalam koesioner. 3. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan secara langsung pada obyek penelitian untuk menguji kebenaran jawaban responden. 4. Mencatat data sekunder yang dibutuhkan dari tata usaha dan pelayanan teknis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). 3.5. Validitas dan Reliabilitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Nazir, 1988). Untuk mempoleh validitas instrumen diusahakan dengan cara: (1) Menyesuaikan daftar pertanyaan dengan judul penelitian, (2) Memperhatikan saran para ahli, dan (3) Berpatokan kepada teori yang ada. Secara rinci pengukuran validitas yang digunakan adalah (1) Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang diukur, (2) Melakukan uji coba alat pengukuran pada sejumlah responden, (3) Menyiapkan tabel tabulasi jawaban dan (4) Menghitung nilai korelasi antar data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan teknik korelasi produk moment. Menurut Arikunto (1982) reliabilitas menunjukkan keterpercayaan suatu alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Lebih lanjut dikatakan suatu instrumen dikatakan baik bila instrumen tersebut tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Hal yang senada dikatakan oleh Sellfiz dalam Black dan Champion (1976) keterandalan suatu instrumen berkaitan dengan kemampuan alat ukur untuk mengukur gejala secara konsisten, teliti dan sebagai alat ukur yang tepat dalam mengukur gejala yang sama.
72
Untuk mencapai reliabilitas alat ukur yang maksimal telah dilakukan penyempurnaan instrumen melalui pengujian terhadap 20 responden dengan menggunakan rumus Alpha (Arikunto, 1982) sebagai berikut:
r 11
Dimana: r11
k ∑σb2 = [ --------][1- ---------] (k-1) σt 2
=
Koefisien reliabilitas instrumen
k
=
banyaknya butir pertanyaan setiap kelompok variabel
∑σ b2
=
Jumlah varian butir
σ t2
=
varian total
Reliabilitas instrumen adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode alpha cronbach diukur berdasarkan skala alpha cronbach 0 sampai 1. Jika skala itu dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan rank yang sama. Menurut Trinton (2005) kisaran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Nilai alpha cronbach 0,00 – 0,20 artinya kurang reliabel 2. Nilai alpha cronbach 0,21 – 0,40 artinya agak reliabel 3. Nilai alpha cronbach 0,41 – 0,60 artinya cukup reliabel 4. Nilai alpha cronbach 0,61 – 0,80 artinya reliabel 5. Nilai alpha cronbach 0,81 – 1,00 artinya sangat reliabel. Berdasarkan hasil uji reliabilitas kuesioner pada penelitian ini dengan menggunakan metode alpha cronbach menunjukan hasil yang sangat beragam dari setiap variabel pengamatan. Hasil uji reliabilitas pada penelitian ini menunjukan angka yang reliabel sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1 dibawah ini.
73
Tabel 1. Sebaran Nilai Reliabilitas Pada Setiap Faktor No 1 2 3
Peubah Faktor Lingkungan (X2) Intensitas Komunikasi (Y1) Perilaku Petani (Y2)
alpha cronbach 0,8375 0,9659 0,8077
Keterangan Sangat reliabel Sangat reliabel Reliabel
3.8. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan menggunakan program SPSS 13.0 for Windows. Selanjutnya analisis data dilakukan dengan menggunakan motode statistik yang relevan, yaitu: 1) Statistik deskriptif, digunakan untuk melihat gambaran data responden berdasarkan data karakteristik petani, faktor lingkungan, intensitas komunikasi petani, dan perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Selain itu digambarkan juga bagaimana data yang berbentuk kuantitatif dijelaskan secara kualitatif. 2) Distribusi frekuensi, digunakan untuk mengetahui penyebaran data yang dikelompokkan menjadi beberapa kategori melalui prosedur persentil. 3) Analisis keeratan hubungan serta pengaruh antar variabel: karakteristik petani, faktor lingkungan, intensitas komunikasi petani, dan perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan Selanjutnya karakteristik petani, faktor lingkungan dan intensitas komunikasi petani serta perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi dan persentase. Untuk mengetahui pengaruh antar peubah dilakukan analisis pengaruh dengan Analisis Regresi berganda. Persamaan regresi yang dihasilkan berupa taksiran (estimasi) dari hasil pengamatan. Oleh karena itu, biasanya digunakan simbol Ŷ (Y dengan topi) yang menunjukkan hasil taksiran tersebut dan membedakannya dengan Y (Y tanpa topi) sebagai hasil pengamatan populasi. Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh antar variabel karakteristik petani, faktor lingkungan, intensitas komunikasi petani terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan sebagai variabel terikat dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Analisis Regresi Linier
74
Berganda (Multiple linear Regression). Formulasi analisis regresi linear berganda yang digunakan adalah:
Y = a + b1 x1 + b2 x2 + ............. + bn xn +e
Keterangan: Ỷ = pendugaan nilai peubah tak bebas a = intersep b = koefisien regresi ke i, i = 1, 2, ..,n x = peubah bebas ke i, i = 1, 2, ..., n n = banyaknya peubah (data) yang terukur e = error (pengganggu) Selain itu, dalam aplikasi SPSS dikenal adanya istilah “koefisien korelasi” (r). Harga koefisien korelasi digunakan untuk pengecekan awal apakah benar ada kecenderungan hubungan dan pengaruh yang erat antara variabel bebas dan terikat, dan bagaimana bentuk kecenderungan hubungan tersebut. Selanjutnya, untuk pengujian signifikansi pada masing-masing hubungan dan pengaruh dalam regresi dilakukan melalui uji t. Kita dapat menarik kesimpulan harga regresi tersebut melalui perbandingan nilai t hitung dengan t tabel pada taraf signifikasi tertentu. Untuk pengujian terhadap Multiple linear Regression dapat digunakan uji F 3.9. Definisi Operasional Dalam upaya menyamakan persepsi terhadap konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa pengertian operasional. Adapun yang dimaksudkan dengan pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.9.1. Karakteristik Petani (X1 ) Karakteristik petani adalah karakteristik yang melekat pada responden penelitian yang dapat mempengaruh segala aktivitas yang bekaitan dengan intensitas komunikasi dan usahatani konservasi tanah dan air yang meliputi:
75
1. X1.1. Umur adalah usia responden pada saat penelitian dilaksanakan yang dihitung dengan skala rasio dari hari kelahiran dan dibulatkan ke ulang tahun yang terdekat yang dinyatakan dengan tahun. 2. X1.2. Tingkat pendidikan adalah jumlah tahun dalam keikutsertaan petani dalam proses belajar formal yang dilakukan secara sadar untuk mengembangkan kepribadian, pengetahuan dan kemampuan individu yang diselenggarakan
melalui pendidikan formal. Tingkat
pendidikan ini diukur dengan skala rasio
berdasarkan
lamanya
(tahun) individu menempuh pendidikan pada saat penelitian ini dilaksanakan. 3. X1.3. Pengalaman berusahatani yaitu lama responden dan lama bekerja sebagai petani dalam melakukan usahatani, yang diukur dengan skala rasio dalam satuan tahun. 4. X1.4. Kepemilikan media massa yaitu saluran komunikasi yang dimiliki oleh petani dalam memproleh informasi tentang konservasi tanah dan air yang meliputi media cetak dan elektronik dan media tradisional. Pengukurannya berdasarkan jumlah saluran komunikasi yang dimiliki oleh petani, diukur dengan skala rasio. 5. X1.5. Keikutsertaan dalam kelompok yaitu lamanya petani dalam suatu organisasi atau lembaga yang dapat melakukan kerjasama antar lembaga/bentuk institusi yang mewadahi terjadinya kerjasama antara petani dalam penyelesaian kegiatan ekonomi dan sosial dan diukur dengan skala rasio. 6. X1.6. Pendapatan petani yaitu besar nilai rupiah dari penghasilan yang diperoleh dari penerimaan keluarga petani baik dari usahatani maupun dari luar usahatani dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan perbulan.
Pendapatan
diukur
dengan
satuan
rupiah
(Rp)
menggunakan skala rasio. 7. X1.7. Luas lahan garapan petani adalah tanah untuk pertanian yang dikuasai/digarap/dimiliki oleh setiap pelaku utama pertanian dan diukur dengan skala rasio dalam satuan hektar (ha).
76
8. X1.8. Status kepemilikkan lahan adalah hubungan hukum antar petani dengan lahan garapannya, yang terdiri dari hak milik, sewa, dan garapan/pinjam. 3.9.2. Faktor Lingkungan yang mempengaruhi intensitas komunikasi dan perilaku petani dalam melakukan usahatani Konservasi Tanah dan Air (X2 ) Faktor lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor luar (karakteristik yang tidak melekat pada diri responden) yang dapat mempengaruhi petani dalam melakukan intensitas komunikasi dan melakukan usahatani konservasi tanah dan air secara berkelanjutan, adapun faktor lingkungan yaitu: 1. X2.1. Teknologi usahatani konservasi yaitu suatu paket teknologi usahatani untuk
meningkatkan
produksi,
pendapatan
dan
kelestarian
sumberdaya alam 2. X2.2. Permodalan usahatani konservasi yaitu lembaga keuangan pedesaan atau sejenisnya yang dapat memberikan peminjaman biaya atau kredit untuk petani dalam melakukan usahatani konservasi 3. X2.3. Lembaga sosial yaitu suatu wadah atau organisasi masyarakat lembaga formal maupun lembaga non formal
baik
yang dapat
mendukung kelancaran usahatani konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan konservasi taman nasional 4. X2.4. Organisasi usahatani konservasi yaitu suatu wadah atau organisasi yang terlibat langsung baik secara struktural maupun secara operasional dalam perencanaan pembangunan yang bermakna konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan konservasi taman nasional. 5. X2.5. Nilai sosial budaya yaitu norma dari suatu budaya yang oleh anggotanya sangat dihargai dan dihormati dengan penuh kesadaran dan kepatuhan oleh setiap anggotanya.
77
3.9. 3. Intensitas Komunikasi Petani (Y1 ): Intensitas komunikasi adalah aktivitas responden dalam mencari atau menerima informasi melalui saluran interpersonal, media cetak dan media elektronik. Dinyatakan dengan responden mencari dan menerima informasi, kemudian dikategorikan ke dalam tingkat intensitas rendah, sedang dan tinggi, adapun yang termasuk dalam faktor intensitas komunikasi petani yaitu: 1. Y1.1.
Intensitas komunikasi petani dengan sesama petani yaitu frekuensi responden dalam mencari dan menerima informasi antar sesama petani tentang usahatani konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan taman nasional antara sesama petani
2. Y1.2. Intensitas komunikasi petani dengan pengelola taman nasional yaitu frekuensi responden dalam mencari dan menerima informasi tentang usahatani konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga taman nasional melalui kontak personal dengan pembina/pengelola, petugas/pegawai taman nasional dan lembaga swadaya lainnya. 3. Y1.3. Intensitas komunikasi petani dengan media massa (keterdedahan media massa) yaitu frekuensi dan aktivitas responden dalam memproleh informasi tentang usahatani koservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan taman nasional melalui media massa baik media cetak (majalah, koran, brosur) dan media elektronik (televisi, internet dan radio) untuk memproleh informasi tentang usahatani konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. 4. Y1.4. Intensitas penyuluhan yaitu jumlah dan frekuensi kegiatan penyuluhan yang diikuti oleh responden dalam satu tahun terakhir pada saat penelitian dilaksanakan.
78
3.9.4. Perilaku Petani dalam Melakukan Usahatani Konservasi Tanah dan Air di daerah penyangga kawasan taman nasional (Y2.) Perilaku petani yang dimaksud dalam definisi operasional penelitian ini adalah segala bentuk pemahaman, pengetahuan, sikap dan tindakan tentang usahatani konservasi tanah dan air yang meliputi: 1.
Y2.1. Pengetahuan petani tentang teknik konservasi tanah dan air secara berkelanjutan yaitu, proses terbentuknya kesadaran petani terhadap pengolahan lahan yang bermakna konservasi tanah dan air. Pengetahuan petani tentang konservasi tanah dan air diukur dari pengetahuan dan pengalaman petani terhadap teknik konservasi dengan indikator keberhasilan sebagai berikut.
a)
Indikator
teknik/fisik
meliputi
teknik
vegetatif/biologi dan teknik kimia, b). Indikator sosial budaya yang meliputi perubahan kelembagaan, kebiasaan/tradisi, nilai dan kualitas hidup petani yang diukur dengan menggunakan skor. 2.
Y2.2. Sikap petani tentang teknik konservasi tanah dan air yaitu, merupakan reaksi atau tanggapan petani tentang konservasi yang berkecenderungan untuk bersikap setuju, netral, dan tidak setuju, terhadap teknik konservasi tanah dan air. Pengukuranya dengan menggunakan skor dari pernyataan yang ditelusuri melalui
jawaban
petani
yang
mencerminkan
tingkat
pengetahuan terhadap teknik konservasi tanah dan air. 3.
Y2.3. Tindakan adalah wujud respons petani berupa aktivitas yang dilakukan oleh petani dalam mengolah lahan yang bermakna konservasi tanah dan air. Tindakan konservasi petani diukur dari wujud tindakan yang dilakukan sehari-hari sesuai dengan teknik-teknik
konservasi
baik
secara
vegetatif/biologis,
teknik/fisik dan kimia. Pengukuranya menggunakan skor dari pertanyaan-pertanyaan yang ditelusuri melalui jawaban petani yang mencerminkan tingkat pengetahuan terhadap tindakan konservasi tanah dan air.
79
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangarango (TNGP) mempunyai arti penting dalam sejarah konservasi dan penelitian botani di Indonesia, karena kawasan inilah yang pertama kali ditetapkan sebagai cagar alam di Indonesia. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kalinya diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Keadaan alamnya yang khas dan unik, menjadikan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub-montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana. Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi seperti Jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan Puspa (Schima walliichii). Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga Eidelweis (Anaphalis
javanica),
Violet
(Viola
pilosa),
dan
Cantigi
(Vaccinium
varingiaefolium). Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) yaitu Owa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata comata), dan Lutung Budeng (Trachypithecus auratus auratus); dan satwa langka lainnya seperti Macan Tutul (Panthera pardus melas), Landak Jawa (Hystrix brachyura brachyura), Kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan Musang Tenggorokan Kuning (Martes flavigula). Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP) terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa jenis di antaranya burung langka yaitu Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan Burung Hantu (Otus angelinae). Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995.
80
Sejarah dan legenda yang merupakan kepercayaan masyarakat setempat yaitu tentang keberadaan Eyang Suryakencana dan Prabu Siliwangi di Gunung Gede. Masyarakat percaya bahwa roh Eyang Suryakencana dan Prabu Siliwangi akan tetap menjaga Gunung Gede agar tidak meletus. Pada saat tertentu, banyak orang yang masuk ke goa-goa sekitar Gunung Gede untuk semedhi atau bertapa maupun melakukan upacara religius. 4.1.1. Letak dan Luas Secara geografis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) terletak antara 106051’- 107002 BT dan 6041’- 6051 LS. Secara administrasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango termasuk dalam wilayah tiga kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Berdasarkan sejarahnya, kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan penggabungan dari beberapa jenis kawasan konservasi yang telah ditetapkan sejak zaman penjajahan Belanda. Berdasarkan tahun penetapannya, kawasan-kawasan tersebut adalah Cagar Alam Cibodas seluas 240 ha yang ditetapkan pada tahun 1889, dan diperluas menjadi 1.040 ha pada tahun 1925, Cagar Alam Cimungkat seluas 56 ha yang ditetapkan pada tahun 1919, Taman Wisata Situgunung seluas 100 ha yang ditetapkan pada tahun 1957, Cagar Alam Gunung Gede Pangrango seluas 14.000 ha yang ditetapkan pada tahun 1978 berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980, kawasan ini diumumkan sebagai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango mencakup wilayah seluas 15.196 ha. Batas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan daerah sekitarnya adalah sebagai berikut: I. Di sebelah Utara;
Berbatasan dengan Desa Tangkil, Pancawati, Cileungsi, Tapos, Sukagalih, Cibodas, Gunung Putri, Taman Wisata Telaga Patenggang dan Taman Wisata Jember.
II. Di sebelah Timur; Berbatasan dengan KPH Cianjur, Desa Nyalindung, dan Desa Suka Mulya.
81
III. Di Sebelah Selatan; Berbatasan dengan Desa Kebon kacang, Sukalarang, Cisarua, Goalpara, Cikahuripan, Kadudampit dan KPH Sukabumi. IV. Di sebelah Barat;
Berbatasan dengan KPH Sukabumi dan Desa-desa Cikembang, Pawenang, Cicurug II, Bodogol, dan Cinagara.
4.1.2. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dikepalai oleh seorang kepala balai. kepala balai taman nasional perlu memiliki kemampuan di bidang managerial, komunikasi, negosiasi dan koordinasi dari berbagai aspek kegiatan teknis, politis dan hubungan kelembagaan antar kepentingan taman nasional dengan wilayah interaksi di sekitarnya untuk mendukung pengelolaan kawasan taman nasional dan sekitarnya secara aktif dan maksimal. Kepala balai ini membawahi tiga seksi konservasi wilayah, yaitu seksi konservasi wilayah I Bogor, seksi konservasi wilayah II Cianjur dan Sukabumi. Masing-masing kepala seksi konservasi wilayah membawahi 4 Resort pemangkuan hutan. Organisasi pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango disajikan pada pada Gambar 5 Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Kepala Taman Nasional
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Konsorsium
Kepala Seksi
Kepala Seksi Wilayah
Kelompok Fungsional
Resort
Gambar 5. Struktur organisai balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)
82
Untuk mendukung efektivitas pengelolaan kawasan Taman Nasional Gunung
Gede
Pangrango
diperlukan
kelembagaan
organisasi
yang
memperhatikan nilai konservasi kawasan secara lokal, nasional dan internasional, potensi biofisik dan ekologi kawasan serta sosial ekonomi budaya masyarakat sekitarnya. 4.1.3. Kelembagaan Pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pengelolaan taman nasional yang berkelanjutan memerlukan kelembagaan yang kuat baik menyangkut hubungan internal dan eksternal, untuk memperkuat kapasitas kelembagaan perlu meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi lain, baik dengan organisasi pemerintah maupun nonpemerintah, dari dalam maupun di luar negeri serta masyarakat luas dengan mengembangkan suatu sistem
kemitraan.
Kemitraan
mengandung
makna
kebersamaan
dalam
melaksanakan setiap kegiatan dan komunikasi yang dibangun dengan baik agar kegiatan tidak saling tumpang tindih atau saling mengganggu dalam pelaksanaannya di lokasi taman nasional dan sekitarnya. Kerjasama tersebut dilaksanakan dalam berbagai bentuk antara lain pembangunan sarana dan prasarana, bidang penelitian, pembinaan daerah penyangga dan lain-lain. Selain itu juga diperlukan koordinasi dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi pengelolaan agar tujuan yang diharapkan dari kegiatan koordinasi ini adalah terwujudnya kerjasama dan koordinasi yang baik antara pengelola kawasan dengan pihak lain serta untuk mendukung keberhasilan pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) secara permanen dan berkelanjutan. 4.1.4. Kependudukan Taman Nasional termasuk ke dalam tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Jumlah wilayah kecamatan dan desa yang terletak di sekitar kawasan adalah sebagai berikut; Empat kecamatan (17 desa) di Kabupaten Bogor, Enam kecamatan (26 desa) di Kabupaten Sukabumi dan tiga Kecamatan (18 desa) di Kabupaten Cianjur. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 2.
83
Tabel 2. Sebaran wilayah dan jumlah penduduk di daerah sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Jumlah Jumlah Jumlah Penduduk (Jiwa) No Kabupaten Kecamatan Desa Laki-laki Perempuan 1 Bogor 4 17 1.604.407 1.474.647 2 Sukabumi 6 26 1.119.274 188.459 3 Cianjur 3 18 1.036.651 1.004.480 Sumber: Sarbi. ML, 2006 Luas wilayah di sekitar Taman Nasional yang termasuk Kabupaten Bogor adalah 129,40 km2, jumlah penduduk pada tahun 2003 adalah 3.079.054 jiwa. Yang terdiri atas laki-laki sebanyak 1.604.407 jiwa dan perempuan 1.474.647 jiwa. Luas wilayah di sekitar wilayah Taman Nasional yang termasuk wilayah Kabupaten Sukabumi adalah 201,54 km2 dengan jumlah penduduknya pada tahun 2003 sebanyak 1.307.733 jiwa, yang terdiri atas laki-laki sebanyak 1.119.274 jiwa dan perempuan 188.459 jiwa, dengan kepadatan penduduk 686,18 jiwa/ km2. dan pertumbuhan penduduk 1,13% pertahun serta luas wilayah taman nasional yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Cianjur adalah 92,42 km2, jumlah penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2003 adalah sebanyak 2.041.131 jiwa, yang terdiri atas 1.036.651 laki-laki dan perempuan sebanyak 1.004.480, dengan kepadatan penduduk 685,53 jiwa/km2 dan pertumbuhan penduduk 1,57%. (Sarbi, ML, 2006) 4.1.5. Perekonomian Masyarakat Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Pola usaha penduduk di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) adalah bertani, pegawai negeri, TNI, POLRI, pedagang dan tukang, nampaknya keahlian yang dimiliki sebagian besar penduduk tersebut adalah petani. Dari kenyataan banyaknya penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian, menunjukkan bahwa lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting sebagai sarana prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di lain pihak luas pemilikan lahan di wilayah tersebut yang relatif sempit. Dengan kondisi yang demikian itu maka usaha-usaha peningkatan pendapatan sumber ekonomi alternatif sangat diharapkan oleh masyarakat guna mengurangi
84
ketergantungan pada sumberdaya alam yang ada di daerah penyangga kawasan taman nasional teruma oleh masyarakat yang memiliki kegiatan di dalam kawasan taman nasional seperti pencari kayu bakar, pencari satwa liar untuk dijual belikan dan usaha-usaha-lainnya. 4.1.6. Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Pola penggunaan lahan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) sangat beragam, mulai dari penggunaan untuk pemukiman dan pekarangan, persawahan, pertanian dan ladang, hutan dan penggunaan lainnya. Untuk lebih rinci penggunaan daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sebaran luas lahan daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Luas Penggunaan Daerah Penyangga (ha) No Tata Guna Lahan Cianjur Sukabumi Bogor 1 Pemukiman dan pekarangan 1.509.258 1.000.505 765.164 2 Sawah 1.876.776 4.358.377 2.237.238 3 Pertanian dan Ladang 2.473.304 4.797.208 3.358.214 4 Hutan negara dan Perkebunan 1.636.335 7.111.740 956.620 5 Lain-lain 1.504.552 753.942 13.324.149 Sumber : Data TNGP, 1995 Berdasarkan Tabel 3 di atas maka dapat dijelaskan bahwa penggunaan lahan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)
sangat
beragam
pada
setiap
daerah
dalam
penggunaan
dan
peruntukkannya. Pada daerah Kabupaten Cianjur penggunaannya yang paling dominan adalah untuk pertanian dan ladang. Sedangkan daerah Kabupaten Sukabumi adalah yang paling dominan adalah untuk hutan negara dan perkebunan dan pada daerah Kabupaten Bogor masih didominasi penggunaannya pada pertanian dan ladang sedangkan selebihnya diperuntukkan untuk pemukiman dan pekarangan serta untuk penggunaan lainnya. 4.1.7. Pengguna Potensial Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Taman nasional sebagai sumberdaya alam yang memiliki potensial yang relatif masih alami dan masih utuh memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan sebagai tujuan berbagai kepentingan seperti tujuan penelitian, pendidikan, rekreasi
85
dan tujuan lainnya. Dengan semakin tingginya tingkat interaksi masyarakat dengan dunia luar maka diharapkan terjadinya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang potensi yang dimiliki oleh taman nasional yang perlu mendapat perhatian lebih serius sehingga kelestariannya dapat terjaga secara lestari. Adapun jumlah dan tujuan pengunjung datang ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dapat disajiakan pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah pengunjung Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) untuk tujuan penelitian, pendidikan, rekreasi dan tujuan lainnya. Tujuan kunjungan Tahun Jumlah Penelitian Pendidikan Rekreasi Lain-lain 2000 780 6.278 23.387 4.733 35.178 2001 819 6.591 24.551 4.969 36.930 2002 626 5.036 18.759 3.797 28.128 2003 845 6.804 25.345 5.129 38.123 2004 934 7.517 28.183 5.667 42.301 2005 128 624 26.383 12.839 39.974 Jumlah 4.132 32.850 146.608 37.174 220.724 Persentase 0,02 0,15 0,66 0,17 100.00 Sumber: Data Pengunjung TNGP (Sarbi. LM, 2006). Berdasarkan Tabel 4 di atas terlihat bahwa jumlah pengunjung yang datang ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) sangat beragam. Data di atas menunjukkan bahwa tujuan rekreasi merupakan jumlah pengunjung yang paling banyak, berikutnya adalah tujuan lain seperti pendakian dan perkemahan yang terakhir adalah dengan tujuan pendidikan dan penelitian. Tingginya jumlah pengunjung yang datang ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) maka proses interaksi dan komunikasi tidak bisa terhindarkan antara sesama pengunjung, pengelola taman nasional dan masyarakat setempat. 4.1.8. Kebijakan tentang Pariwisata Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Berdasarkan pada kondisi umum kawasan, kebijakan pengelolaan, landasan hukum, serta pengalaman empiris para pihak maka arah kebijakan ke depan adalah membangun sistem pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) yang kolaboratif berbasiskan masyarakat dengan visi ”Terwujudnya kelestarian ekosistem Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
86
yang
dapat
memberikan
manfaat
optimal
kepada
masyarakat
secara
berkelanjutan” Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan misi sebagai berikut: (1) memantapkan pengelolaan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) sebagai kawasan konservasi, perlindungan dan pengaturan tata ruang, (2) memantapkan sistem pengelolaan TNGP kolaboratif berbasiskan masyarakat, (3) mendorong reformasi kebijakan sistem pengelolaan TNGP kolaboratif pada tingkat pusat, daerah dan desa, (4) meningkatkan
kebersamaan,
kemitraan
dan
sinergitas
para
pihak,
(5)
meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dan mengembangkan kearifan masyarakat dalam sistem pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) kolaboratif, (6) mengembangkan secara optimal fungsi dan manfaat Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) berdasarkan prinsip kelestarian, keadilan dan kebersamaan, (7) memantapkan perlindungan dan pengamanan hutan berbasiskan masyarakat dan penegakan hukum dan (8) mengembangkan sistem informasi dan promosi. 4.2. Wilayah Penelitian 4.2.1. Letak dan Luas Penelitian dilaksanakan di beberapa desa yang berdekatan dan berbatasan langsung dan tidak langsung dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang menjadi daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yaitu: Desa Sukatani Kecamatan Pacet, Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas, Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur, dan Desa Lemah Duhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Sukatani kecamatan Pacet dan Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur dan Desa Lemah Duhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur merupakan salah satu desa model konservasi yang berada pada daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Yang memiliki tipologi desa yaitu dataran tinggi. Desa Sukatani, desa
87
Sindangjaya, Desa Lamah Duhur memiliki curah hujan 3000 mm, jumlah Bulan Hujan yaitu 6 bulan, suhu rata-rata harian berkisar antara 12- 24° C dan memiliki bentang wilayah berada di lereng gunung dan memiliki ketinggian 1350 meter dari permukaan laut (dpl) dan Desa Cikanyere memiliki bentang wilayah berada di ketinggian 700 meter dari permukaan laut dengan curah hujan 3000 mm dengan suhu udara 23-25oC. 4.2.2. Pendidikan Jumlah penduduk di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dalam wilayah Kabupaten Sukabumi yang belum sekolah atau tidak tamat sekolah menunjukkan angka yang paling tinggi (42,27 %) dibandingkan tingkat pendidikan di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Kabupaten Sukabumi juga memiliki penduduk yang tamat sekolah Dasar (SD) paling banyak di bandingkan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Persentase tertinggi untuk tamat pendidikan sekolah dasar (SD) tamat SLTP, SLTA dimiliki oleh Kabupaten Cianjur (48,24%) sedangkan kabupaten Bogor memiliki persentase lebih tingg penduduk yang tamat Akademik/Universitas (Sarbi. LM. 2006). 4.2.3. Sosial, Budaya dan Antropologi Penduduk yang bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi yang ada di sekitar kawasan penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) mayoritas berasal dari etnik Sunda. Agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk setempat adalah agama Islam. Upacara-upacara adat yang dijumpai kadang-kadang hanya dilaksanakan dalam upacara perkawinan. Namun demikian, karena upacara seperti ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka hanya penduduk yang memiliki kemampuan yang dapat melaksanakannya. Upacara benih desa yang dulu sering dilaksanakan setiap selesai panen sekarang sudah ditinggalkan. Perayaan-perayaan yang biasa dilaksanakan adalah perayaan hari-hari besar agama seperti Isra Mi’raj, Nuzul Qur’an, idul Fitri, Idul Adha dan lain-lain sebagainya serta perayaan hari-hari besar nasional seperti hari kemerdekaan Republik Indonesia.
88
4.2.2. Jenis Tanah Terdapat enam jenis tanah di daerah penelitian, yaitu Andosol Distrik, Latosol Kambik distrik, Podsolik Argilik, Kambisol Distrik, Regosol Distrik, dan Regosol Eutrik, Andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan serta sedikit silikat, alumina atau hidroxida-besi, jenis tanah ini tersebar di daerah volkan (Rachim dan Suwardi, 2002 dalam Sarbi, 2006). Latosol merupakan tanah yang dihasilkan dari proses latosolisasi. Dalam proses pembentukan latosol, basa-basa cepat dibebaskan, bahan organik cepat terdekomposisi, pelarutan silikat dirangsang, dan pelarutan besi, aluminium dan mangan dihambat. Proses latosolisasi menyebabkan latosol kaya akan seskuioksida dan miskin silikal. Podsolik terbentuk akibat proses podsolisasi. Podsolisasi merupakan proses pencucian unsur kecuali silikat. Tanah yang terbentuk memiliki lapisan atas yang pucat karena semua unsur tercuci kecuali silikat yang sebagian besar dalam bentuk kuarsa. Kambisol memiliki horison penciri kambik yaitu horison penimbunan liat dan seskuioksida tetapi belum memenuhi sebagai horison argilik atau spodik. Regosol adalah tanah yang memiliki kadar fraksi pasir 60% atau lebih pada kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan tanah mineral. Tanah ini tidak mempunyai horison diagnostik atau horison apapun selain horison A okrik, horison H Histik atau sulfurik. 4.2.3 Hidrologi Merujuk Peta Hidro-geologi Indonesia Skala 1:250.000 (Direktorat Geologi Tata Lingkungan dalam Sarbi, LM. 2006) sebagian besar kawasan Taman Nasional Gunung Gede dan sekitarnya merupakan akuifer daerah air tanah langka, dan sebagian kecil merupakan akuifer produktif sedang sebaran yang luas. Akuifer produktif ini memiliki keterusan yang sangat beragam. Umumnya air tanah tidak tertekan dengan debit air kurang dari 5 liter/detik. Daerah yang paling produktif kandungan sumber air tanahnya adalah daerah kaki Gunung Gede.
89
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Petani Karakteristik petani merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Karakteristik tersebut
terbentuk
oleh faktor-faktor
biologis
dan
faktor
sosiopsikologis. Adapun karakteristik petani yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, kepemilikan media massa, keikutsertaan dalam kelompok, tingkat pendapatan, luas lahan garapan serta status kepemilikan lahan, penjelasan lebih rinci dan detail dalam kaitannya dengan intensitas komunikasi petani dan perilaku petani daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di sajikan dibawah ini. 5.1.1. Umur Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa manusia dapat beraktivitas secara maksimal pada kisaran umur 15-55 tahun (umur produktif) sedangkan umur di bawah 15 tahun disebut umur belum produktif dan di atas 55 tahun adalah umur tidak produktif pada kegiatan tertentu. Usia yang lanjut menurut Lionberger (1960), akan cenderung melakukan usahataninya secara tradisional dan mereka pada umumnya sangat selektif dalam bertindak untuk menggunakan teknologi. Ditinjau dari segi usia, rata-rata petani responden termasuk kedalam usia produktif (43 tahun) usia responden yang paling tua yaitu 75 tahun dan yang paling muda yaitu 19 tahun. Secara terperinci penggolongan umur responden disajikan pada pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran responden berdasarkan golongan umur Golongan Umur Produktif (15 -55) Non Produktif (> 55) Jumlah
Jumlah Responden (Jiwa) 99 21 120
Persentase (%) 82,5 17,5 100,0
90
Tabel 5 menunjukkan sebagian besar (82,5%) umur petani responden berada pada kisaran golongan produktif (15-55 tahun). Golongan umur produktif merupakan modal dan potensi yang sangat penting dalam berusahatani yang bermakna konservasi tanah dan air di daerah penyangga kawasan taman nasional karena berusahatani yang bermakna konservasi tanah dan air membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar dan selebihnya responden berada pada golongan umur (17,5%) tergolong non produktif. 5.1.2. Tingkat Pendidikan Pendidikan yang cukup dan memadai yang dimiliki oleh seorang petani diharapkan mampu memahami tentang kemampuan dan ketersedian sumberdaya alam yang ada disekelilingnya (lingkungan sekitarnya) yang dapat mendukung kelangsungan hidupnya, baik terhadap sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable) dan yang tidak dapat diperbahrui (non-renewable). Tingkat pendidikan petani responden yang tertinggi adalah Sekolah Tingkat Lanjutan Atas (SLTA) dan tingkat pendidikan terendah adalah Sekolah Rakyat (SR). Adapun sebaran tingkat pendidikan petani responden secara terperinci disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan formal Tingkat Pendidikan Formal Rendah (Tidak Tamat-Tamat SD) Sedang (Tidak Tamat-Tamat SLTP-SLTA) Jumlah
Jumlah Responden (Jiwa) 100 20 120
Persentase (%) 83,3 16,7 100,0
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar (83,3%) tingkat pendidikan petani responden hanya sampai tamat SD. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia (SDM) di daerah penelitian dapat dikategorikan pada tingkat pendidikan yang (rendah) dengan kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang rendah tersebut. Maka diharapkan upaya-upaya yang strategis guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para petani dalam berusahatani. Dengan tingkat pengetahuan yang memadai diharapkan petani peka dan tanggap terhadap hal-hal baru dalam berusahatani yang bermakna konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Soehardjo dan Patong (dalam Setiani. dkk,1996) bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap cara
91
berpikir dalam melakukan usahatani. Semakin tinggi tingkat pendidikan, akan semakin responsif terhadap teknologi inovasi. 5.1.3. Pengalaman Berusahatani Pengalaman berusahatani responden yang dimaksud adalah lama menetap dan bekerja sebagai petani di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Pengalaman berusahatani dihitung dalam satuan waktu (tahun), petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama biasanya memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam berusahatani dibandingkan dengan petani pemula. Pengalaman petani respoden dalam berusahatani yang paling lama adalah 50 tahun dan yang memiliki pengalaman yang paling rendah adalah 3 tahun. Jika dirata-ratakan pengalaman petani responden maka dapat dikatakan tinggi dengan pengalaman rata-rata selama 20 tahun. Sebaran pengalaman berusahatani responden secara rinci dapat disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Sebaran responden berdasarkan pengalaman berusahatani Pengalaman Berusahatani (Tahun) Rendah (< 9 ) Sedang (10-19) Tinggi (> 20) Jumlah
Jumlah Responden (Jiwa) 21 45 54 120
Persentase (%) 17,5 37,5 45,0 100,0
Tabel 7 menunjukan bahwa sebagian besar (45,0%) petani responden memiliki pengalaman berusahatani yang cukup tinggi. Tingkat pengalaman petani memiliki hubungan dengan tingkat penerapan teknologi. Semakin tinggi tingkat pengalaman seseorang dalam berusahatani maka semakin tinggi tingkat keberanian dalam mengambil keputusan dalam menerapkan ide-ide atau hal baru (inovasi) sebagaiamana yang kemukakan oleh Soekarwati (1996) bahwa petani yang memiliki pengalaman dalam berusahatani yang tinggi ada kecenderungan lebih progres terhadap hal baru. Serta sebagian dari responden masing-masing memiliki pengalaman pada tingkatan yang sedang (37,5%) dan tingkatan rendah (17,5%).
92
5.1.4. Kepemilikan Media Massa Media massa memiliki peran dan fungsi yang sangat besar dalam menyampaikan dan penerimaan pesan-pesan pembangunan (penyebaran informasi dan inovasi) di masyarakat. Tanpa disadari bahwa sebagian besar apa yang kita dapatkan dan pahami sekarang ini banyak dipengaruhi oleh peran media massa. Seiring kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi maka media massa memiliki peran yang sangat vital dalam pembangunan, dengan kemajuan tersebut maka diharapakan setiap ide-ide atau hal-hal baru (inovasi) dapat disampaikan kepada masyarakat secara cepat, tepat dan aktual serta berimbang. Selanjutnya
ketersedian
dan
kepemilikan
media
massa
sangat
mempengaruhi tingkat frekuensi dan dan jumlah informasi yang diterima oleh masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan. Kepemilikan media massa petani respoden sangat beragam, ada yang memiliki satu alat media massa dan yang terbanyak lebih dari tiga jenis media massa. Untuk mengetahui sebaran tingkat kepemilikan media massa oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Sebaran responden berdasarkan tingkat kepemilikan media massa. Kepemilikan Media Massa Rendah (Memiliki 1 media massa) Sedang (Memiliki 2-3 media massa) Tinggi (Memiliki >3 media massa) Jumlah
Jumlah Responen (Jiwa) 59 58 3 120
Persentase (%) 49,2 48,3 2,5 100,0
Tabel 8 menunjukan bahwa sebagian besar (49,2%) petani responden berada pada tingkat rendah dalam hal kepemilikan media massa dengan hanya memiliki satu alat media massa, dengan kondisi yang demikian maka pihak-pihak yang terkait harus mampu melakukan terobosan-terobosan baru dalam menyampaikan pesan-pesan pembangunan dengan tetap memperhatikan kepada kesiapan masyarakat dalam menerima informasi, tidak hanya tergantung pada informasi media massa. Dengan semakin banyak metode yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan tentang konservasi tanah dan air maka diharapkan semakin meningkat pengetahuan petani dalam melakukan usahataninya.
93
5.1.5. Keikutsertaan Dalam Kelompok Keikutsertaan dalam kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu terhimpunnya petani dalam kelompok usahatani berdasarkan jenis komoditas yang dibudidayakan atau diusahakan, terhimpun dalam kelompok-kelompok yang dapat menunjang dan meningkatkan usahataninya, terlebih lagi yang terhimpun dalam kelompok usahatani yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian alam dan lingkungan secara umum. Untuk mengetahui sebaran responden berdasarkan keikutsertaan dalam kelompok dapat disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran responden berdasarkan keikutsertaan dalam kelompok Keikutsertaan Dalam Kelompok Aktif dalam Kelompok Tani Tidak aktif dalam kelompok tani Jumlah
Jumlah Responden (Jiwa) 91 29 120
Persentase (%) 75,8 24,2 100,0
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian (75,8%) petani responden terhimpun dan aktif dalam kelompok tani, yang mana sebagian dari kelompok ini adalah kelompok tani yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap kelestarian alam terutama kepada kelestarian dan keberlanjutan daerah penyangga kawasan taman nasional. Dengan semakin banyaknya kelompok tani yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian alam ini di harapkan akan semakin meningkatnya tingkat penerapan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air secara berkelanjutan dalam melaksanakan budidaya pertaniannya. Serta sebagian responden (24,2%) tidak terhimpun dalam kelompok tani. 5.1.6. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan petani seringkali dijadikan indikator dan parameter dalam keberhasilan dan kesuksesan berusahatani. Tingkat pendapatan seorang petani dapat diukur dari berapa besar penghasilan dan pendapatan yang didapat dalam setiap panen dari berusahataninya. Pendapatan petani responden yang tertinggi adalah sebesar Rp. 2.000.000 perbulan dan terendah adalah sebesar Rp. 4.00.000 perbulan. Pendapatan rata-rata responden perbulan adalah sebesar Rp.701.000. Sebaran tingkat pendapatan petani responden dapat disajikan pada Tabel 10.
94
Tabel 10. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan petani Tingkat Pendapatan (Rp) Rendah (< 670.000) Sedang (671.000-1.020.000) Tinggi (>1.021.000) Jumlah
Jumlah Responden (Jiwa) 62 41 17 120
Presentase (%) 51,7 34,2 14,1 100,0
Tabel 10 menunjukan bahwa tingkat pendapatan petani responden sebagian besar (51,7%) berada pada tingkatan rendah, sedangkan selebihnya berada pada tingkat pendapatan sedang (34,2%) dan pada tingkat pendapatan tinggi (14,1%). Tingkat pendapatan petani dibawah rata-rata sangat sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sehingga dengan kondisi pendapatan dan penghasilan yang rendah tersebut petani sulit untuk dapat mengadopsi teknologi dalam berusahatani. Petani yang memiliki penghasilan dan pendapatan yang cukup dan memadai diharapkan dapat menginvestasikan sebagian pendapatannya untuk usaha pertanian yang bermakna konservasi. Karena usahatani konservasi tanah dan air membutuhkan modal dan investasi yang lebih besar dibandingkan dengan usahatani lainnya. 5.1.7. Luas Lahan Garapan Sumberdaya lahan yang semakin menyempit serta kemungkinan kejenuhan produktivitas tanaman merupakan salah satu kendala dalam memantapkan usahatani yang berkelanjutan guna mencapai ketahanan dan swasembada pangan yang selama ini diimpikan oleh para petani dan pemerintah. Seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat telah mendorong petani untuk membuka dan mengusahakan lahan di sekitar kawasan taman nasional untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanah merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam proses produksi di bidang pertanian. Petani yang memiliki lahan yang relatif lebih luas akan lebih berani mengambil keputusan dan aktivitas yang dapat meningkatkan produksi pertaniannya dibandingkan petani yang memiliki lahan yang relatif sempit. Luas lahan petani responden yang paling luas adalah 7,00 ha dan yang terendah adalah 0,05 ha. Distribusi luasan lahan yang dimiliki oleh petani di daerah penyangga kawasan taman nasional berdasarkan kondisi luasan lahan disajikan pada Tabel 11.
95
Tabel 11. Sebaran responden berdasarkan luas lahan garapan Luas Lahan (ha) Sempit (0,05 -0,900) Sedang (1,00-2,00) Luas (>3,00) Jumlah
Jumlah Responden (Jiwa) 71 38 11 120
Presentase (%) 59,2 31,7 9,1 100,0
Tabel 11 menunjukkan bahwa luasan lahan yang dimiliki oleh petani responden sebagian besar (59,2%) berada pada kategori memiliki lahan yang sempit dengan kisaran luasan lahan antara 0,25- 0,900 ha. Dengan kondisi ini maka petani sangat sulit untuk menerapkan nilai-nilai konservasi dalam bertani. Sedangkan yang masuk kategori memiliki lahan sedang sebanyak (31,7%) dengan kisaran lahan yang dimiliki antara 1,00 - 2,00 ha dan sisanya berada pada kategori tinggi hanya (9,1%) dengan luasan lebih dari 3,00 ha. 5.1.8. Status Kepemilikan Lahan Lahan dalam kegiatan pertanian merupakan faktor penting dalam produksi dan budidaya pertanian. Menurut Keesing dalam (Sumitro, 2003) Bahwa klasifikasi petani berorientasi pada kepemilikan lahan, yaitu sebagai tuan tanah/pemilik tanah, petani penyewa, penyakap, dan buruh tani. Berarti dalam budidaya pertanian status pemilikan tanah dapat dibedakan: (1) pemilik, (2) penyakap/bagi hasil, (3) Penyewa, (4) Kombinasi pemilik, penyewa, penyakap dan (5) buruh tani. Status dan kepemilikan tanah dan luas penguasaan tanah garapan ini akan mempengaruhi konsep dan pola pertanian daerah penyangga kawasan taman nasional. Untuk mengetahui sebaran status lahan petani responden dapat disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran responden berdasarkan pada status lahan Status Lahan (ha) Milik Sendiri Milik sendiri dan Milik TNGP Penggarap dan Sewa Jumlah
Jumlah Responden (Jiwa) 52 26 42 120
Presentase (%) 43,3 21,7 35,0 100,0
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar (43,3%) petani responden memiliki lahan dengan status milik sendiri, dengan status lahan yang jelas maka
96
petani memiliki kewenangan yang penuh terhadap keputusan dalam mengadopsi suatu teknologi. Selanjutnya dengan status kepemilikan lahan sebagai penggarap dan sewa sebanyak (35,0%) dengan besarnya nilai presentase yang berstatus sebagai penggarap dan penyewa maka petani tersebut harus memiliki manajemen yang bagus dalam mengelola lahan terlebih terhadap penerapan nilai-nilai konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Serta dengan status milik sendiri dan milik Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) sebesar (21,7%) maka upaya untuk tetap menjaga dan menerapkan nilai-nilai konservasi dalam melakukan usahataninya menjadi penting dan menjadi suatu keharusan demi keberlanjutan sumberdaya tersebut dimasa yang akan datang. 5.2. Faktor Lingkungan dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Faktor lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor yang mendukung usahatani yang bermakna konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP), adapun faktor lingkungan yang dimaksud yaitu Teknologi usahatani konservasi (X2.1), permodalan usahatani konservasi (X2.2), lembaga sosial (X2.3), organisasi usahatani konservasi (X2.4) dan nilai sosial budaya (X2.5). Adapun item-item dan rataan dalam persen (%) masing masing dari setiap variabel faktor luar dapat dilihat pada lampiran terakhir penelitian ini. Adapun penjelasan dan uraian dari setiap faktor-faktor tersebut dapat disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran nilai rataan (%) dan tingkat penilaian petani responden terhadap faktor lingkungan (X2) Rataan (%) Tingkat Penilaian Faktor Lingkungan (X2 ) 88,4 Tinggi Teknologi usahatani konservasi (X2.1) Permodalan Usahatani Konservasi (X2.2)
65,4
Sedang
Lembaga Sosial (X2.3)
81,0
Tinggi
Organisasi Usahatani Konservasi (X2.4)
86,4
Tinggi
64,5 Sedang Nilai sosial budaya (X2.5) Keterangan: Selang 0-100. 0-25% = Sangat rendah, 26-50%= Rendah, 51-75% = Sedang dan 76 -100% =Tinggi
97
Berdasarkan Tabel 13 maka dapat dilihat sejauhmana tingkat dan sebaran nilai (%) serta sebaran rata-rata skor peritem. Dari setiap variabel yang termasuk kedalam faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air di daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, untuk lebih jelasnya dapat disajikan pada uraian di bawah ini. 5.2.1. Teknologi Usahatani Konservasi Dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan, maka pengelolaan lahan, tanah dan air harus menerapkan suatu teknologi yang berwawasan konservasi. Keberadaan teknologi yang berwawasan konservasi di kawasan yang memiliki tingkat kemiringan yang tinggi menjadi suatu keharusan untuk diterapkan oleh petani dan masyarakat yang berada di kawasan tersebut guna menjaga kelestarian sumberdaya alam yang ada dan mampu meningkatkan kesejahteraan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sinukaban (1994) suatu teknologi pengelolaan lahan yang dapat mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan bilamana memiliki ciri seperti, dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan sesuai dengan kondisi biofisik lahan dan dapat diterima oleh pasar, tidak mengakibatkan degradasi lahan, tanah dan air karena laju erosi kecil, dan teknologi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat. Adapun keberadaan teknologi yang ada dan yang banyak diterapkan oleh petani di daerah penyangga kawasan taman nasional dalam rangka mendukung pertanian yang berkelanjutan yaitu metode vegetatif/biologis dan mekanik serta sebagian ada yang menerapkan metode kimiawi. Berdasarkan Tabel 13 tingkat keberadaan teknologi usahatani konservasi di daerah penyangga kawasan taman nasional termasuk kedalam tingkat penilaian tinggi (88,4%). hal ini disebabkan kondisi topografi dan kontur lahan pertanian yang ada dengan kondisi kemiringan lahan yang tinggi yang sangat rentan terjadi longsor dan bencana lainnya. Dengan demikian maka untuk bisa menjaga kondisi lahan tetap baik maka petani banyak menerapkan kaidah-kaidah konservasi dalam berusahatani baik dalam bentuk penerapan metode vegetasi atau biologis, metode mekanik dan kimiawi seperti Penanaman tanaman penutup tanah, penanaman
98
menurut kontur, melakukan pergiliran tanaman, penanaman rumput pada pematang lahan, Penggunaan sisa-sisa tanaman, membuat teras-teras pada lahannya. Tingginya pengetahuan dan keberadaan teknologi usahatani konservasi tidak terlepas dari banyaknya pihak yang terlibat dalam mengkampanyekan upaya-upaya rehabilitasi lahan di daerah penyangga kawasan konservasi taman nasional dan adanya program yang melibatkan petani di kawasan tersebut seperti program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) dan Rehabilitasi hutan dan lahan partisipatif (RHLP). 5.2.2. Permodalan Usahatani Konservasi Modal merupakan unsur yang sangat penting dalam melakukan usahatani, petani yang memiliki modal yang besar sangat mendukung untuk pengadaan sarana dan prasarana (sarana produksi). Pada dasarnya Setiap aktivitas ekonomi produksi oleh petani sangat dipengaruhi oleh kesiapan unsur-unsur produksi salah satunya adalah modal awal yang harus disiapkan oleh petani untuk melakukan usahataninya. Permodalan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber modal yang digunakan oleh petani dalam menyiapkan sarana produksi pertanian, biaya tenaga kerja, biaya transportasi pengangutan hasil dari lokasi sampai tempat tujuan. Berdasarkan Tabel 13 bahwa sebagian besar petani yang ada di daerah penyangga kawasan konservasi taman nasional adalah petani memiliki tingkat permodalan uhasatani pada tingkat penilaian sedang (65,4%). Hal ini disebabkan karena sebagian besar petani responden mendapatkan sumber permodalan dalam berusahatani merupakan modal sendiri dan dari tengkulak. Namun ada juga yang mendapatkan atau peminjaman modal usahatani dari pemerintah dalam bentuk program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPKP), Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Merupakan proyek pengembangan kecamatan yang nilainya sangat kecil dibandingkan dari kebutuhan petani. 5.2.3. Lembaga Sosial Lembaga sosial yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang memiliki kepedulian terhadap keberlanjutan sumberdaya alam dan kelestarian alam baik lembaga yang terkait langsung dengan pengelolaan kawasan taman nasional dan
99
sekitarnya maupun lembaga yang memiliki kepedulian terhadap kondisi sosial masyarakat setempat. Baik yang bersifat langsung dan tidak langsung dalam memberikan manfaat bagi kelestarian alam dan keberlanjutan masyarakat sekitar kawasan taman nasional. Berdasarkan Tabel 13 bahwa kebaradaan lembaga sosial yang memiliki kepedulian terhadap keberlanjutan kawasan taman nasional dan sekitarnya termasuk dalam tingkat penilaian tinggi (81,0%). Hal ini disebabkan karena taman nasional merupakan salah satu taman nasional yang memiliki sumberdaya alam yang khas dan sangat kaya serta merupakan daeran penyangga dan penyerap beberapa daerah aliran sungai (DAS) sekitarnya. Dengan keberadaannya yang sangat vital maka beberapa lembaga dan organisasi non pemerintah baik yang berskala lokal, nasional dan internasional telah mengambil peran dan andil dalam pelestarian sumberadaya alam. Ada beberapa lembaga yang terlibat langsung diantaranya yang bertarap internasional seperti Environmental Service Program (ESP.USAID), RCS, adapun lembaga lokal seperti Pemuda peduli DAS, Amerta, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) yang mana lembaga ini lebih menekankan kepada pemahaman kepada masyarakat tentang pemetaan wilayah dan sistem zonasi dalam suatu kawasan. Sehingga masyarakat memiliki pemahaman tentang daerah yang boleh dikelola dan daerah mana yang tidak boleh dikelola. 5.2.4. Organisasi Usahatani Konservasi Berdasarkan Tabel 13 maka dapat dikategorikan bahwa organisasi usahatani konservasi pada lokasi penelitian berada pada kategori tingkat penilaian tinggi (86,4%). Daerah ini berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) sehingga menjadi perhatian pemerintah dalam melaksanakan berbagai program yang berkaitan dengan pelestarian alam dan rehabilitasi hutan dan lahan contohnya adalah program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) dan Rehabilitasi Hutan Lahan Partisipatif (RHLP) yang mana dari beberapa desa yang dijadikan percontohan tersebut akan dijadikan sebagai Desa Model Konservasi. Untuk mempercepat program ini maka pemerintah membentuk kelompokkelompok tani guna mempermudah dalam koordinasi. Ada beberapa kelompok
100
yang yang menjadi binaan dari pihak pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) untuk desa-desa yang ada disekitar kawasan taman nasional diantaranya kelompok tani Puspa Lestari yang berada di Desa Sukatani dan Sindang Jaya, Alam Lestari, Tunas Mekar, dan Intisari yang berda di Desa Cikanyere kecamatan Suka Resmi dan kelompok Barokah yang berada di Desa Lemah Duhur. Kelompok ini juga mendapat pembinaan dari beberapa lembaga pemerintah dan nonpemerintah serta dari pihak perguruan tinggi seperti dari Dinas Pertanian, Dinas Perhutanan dan konservasi tanah (PKT), Institut Pertanian Bogor (IPB), Environmental Service Program (ESP USAID), JPKP. Dan lembaga lain. Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan dapat berupa worshop, PRA, TOT, sekolah lapangan dan pameran. 5.2.5. Nilai Sosial Budaya Keterlibatan masyarakat dan petani di daerah penyangga kawasan dalam pengelolaan kawasan taman nasional dan sekitarnya akan menjadi kunci kesuksesan dari setiap program yang dicanangkan oleh pemerintah dan pengelola taman nasional serta lembaga-lembaga lainnya. Tanpa melibatkan masyarakat dan petani sekitar kawasan taman nasional akan mengalami kesulitan yang berarti. Pelibatan petani daerah penyangga kawasan taman nasional dari setiap program diharapkan adanya rasa kepemilikan bersama dari masyarakat dan petani setempat terhadap taman nasional sehingga ada rasa tanggung jawab untuk menjaga keberlansungan dan kelanjutan daripada sumberdaya alam tersebut. Nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang dimaksud adalah pandangan dan nilai-nilai serta adat istiadat yang menyangkut tentang pola hubungan antara masyarakat dengan alamnya, aturan-aturan adat menyangkut pengelolaan sumberdaya alam sekitarnya (kearifan lokal). Berdasarkan Tabel 13 nilai sosial budaya petani responden termasuk pada tingkat penilaian sedang (64,5%). Hal ini disebabkan adanya pergeseran nilai-nilai, dan menurunya kepercayaan tentang kekuatan ghaib atau sakralisasi dalam masyarakat. Contohnya pemahaman masyarakat sebelumnya bahwa pohon yang besar selalu diidentikkan dengan kondisi yang angker, dijaga oleh makhluk halus atau jin sehingga tidak ada yang berani mendekat atau menebangnya. Namun sekarang pemahaman seperti itu sudah berkurang.
101
Namun masih ada kepercayaan dan keyakinan masyarakat bahwa kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) adalah tempat semayamnya roh Eyang Suryakencana dan Prabu Siliwangi sehingga diyakini barang siapa yang merusak hutan dan dan berburu binatang di sekitarnya bahwa umurnya tidak panjang lagi. Serta ada beberapa aturan-aturan lokal atau nilai yang masih dipegang oleh masyarakat misalnya bagi yang menebang pohon di diwajibkan menanam pohon kembali. Maka di masyarakat ada motto yang berkembang yaitu ”Leweng Ijo, Masyarakat Ngejo, Leweng Rusak, Urang Bransak” artinya ”Hutan hijau, Masyarakat sejahtera, Hutan rusak kita sengsara” 5.3. Intensitas Komunikasi Petani dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Intensitas komunikasi yang dimaksud disini yaitu proses, frekuensi dan intensitas komunikasi yang terjadi antara para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam menjalankan usahatani yang bermakna konservasi tanah dan air di daerah penyangga kawasan konservasi taman nasional sehingga keberadaan sumberdaya tersebut tetap terjaga. Adapun variabel-variabel yang ingin dilihat pada intensitas komunikasi kaitannya dengan perilaku petani (Pengetahuan, sikap dan tindakan) dalam melakukan usatani konservasi tanah dan air secara berkelanjutan yaitu: Intensitas komunikasi sesama petani (Y1.1), Intensitas komunikasi
dengan
pengelola
(Y1.2),
Intensitas
komuniaksi
dengan
media/keterdedahan media massa (Y1.3) dan intensitas komunikasi dengan penyuluhan (Y1.4). Untuk mengetahui skor rata-rata dari setiap item pertanyaan pervariabel dengan tingkat penilaian (%) dari masing-masing variabel disajikan pada pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran nilai rataan (%) dan tingkat penilaian intensitas komunikasi Rataan Tingkat Intensitas Komunikasi (Y1) (%) penilaian Intensitas Komunikasi sesama Petani (Y1.1) 89.7 Tinggi Intensitas Komunikasi dengan Pengelola (Y1.2) 84.0 Tinggi Keterdedahan Media Massa (Y1.3) 87.1 Tinggi Intensitas Penyuluhan (Y1.4) 91.8 Tinggi Keterangan: Selang 0-100. 0-25% = Sangat rendah, 26-50% = Rendah, 51-75% = Sedang dan 76 -100% =Tinggi
102
5.3.1. Intensitas komunikasi Sesama Petani Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimuli dalam bentuk kata-kata dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain. Komunikasi juga merupakan proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka dan lain-lain. Selanjutnya dikatakan komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk nonverbal (nonkata-kata) tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya sistem simbol yang sama. Berdasarkan Tabel 14 bahwa tingkat penilaian terhadap intensitas komunikasi sesama petani termasuk dalam tingkat penilaian tinggi (89,7%). Tingginya angka persentase dari intensitas komunikasi sesama petani ini disebabkan karena sebagian besar petani responden adalah anggota kelompok tani yang aktif, dimana kelompok tani ini memiliki program dan jadwal rutin yang dalam setiap minggunya mengadakan pertemuan dan sekolah lapang di masingmasing areal percontohan. Didalam pertemuan ini mereka mendiskusikan tentang perkembangan usahataninya dan usaha diluar kegiatan usahatani mereka, seperti pada kelompok tani Puspa Lestari bahwa setiap hari jum’at mereka melakukan pertemuan di areal budidaya tanaman hias dan budidaya jamur milik kelompok tani tersebut. Dalam pertemuan tersebut kadang didampingi oleh beberapa tenaga pembimbing baik dari pemerintah maupun lembaga non pemerintah (LSM). 5.3.2. Intensitas Komunikasi dengan Pengelola Taman Nasional Berdasarkan Tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa intensitas komunikasi petani dengan pengelola kaitanya perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan masuk kategori
penilaian tinggi (84,0%).
Tingginya nilai persentase dan tingkat penilaian disebabkan karena keempat lokasi tersebut merupakan desa binaan dari pengelola kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan beberapa dinas di lingkup pemerintahan Kabupaten Cianjur dan pemerintahan Kabupaten Bogor diantaranya Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah (PKT)
dan beberapa
lembaga non pemerintah seperti dari Environmental Service Program (ESP
103
USAID), RCS, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) dan Amerta yang terlibat langsung dalam pembinaan petani di daerah penyangga kawasan taman nasional Dengan semakin banyaknya lembaga pemerintahan dan non pemerintahan yang terlibat dalam pembinaan kelompok tani yang ada di daerah penyangga kawasan taman nasional maka intensitas interaksi dan proses komunikasi petani dengan pengelola taman nasional dan lembaga lainnya semakin intens dan tinggi. Dari beberapa lembaga yang terlibat langsung dengan kelompok tani tersebut mereka masing-masing memiliki program dan orientasi yang terprogram dan terpadu. Misalnya Jaringan Kerja Pemetaan Patisipatif (JKPP) memberikan bimbingan dan pengarahan pada bagaimana teknik pemetaan lahan dan kawasan, Environmental Service Program (ESP) merupakan lembaga yang selalu mendamping dan mengarahkan kepada masyarakat tentang bagaimana cara pengelolaan dan manajemen sumberdaya alam terutama sumber daya air dan perluasan akses air bersih dan sanitasi kepada masyarakat. Semua program tersebut mengarahkan kepada petani untuk menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan sumberdaya alam yang ada termasuk didalamnya adalah kaidah-kaidah konservasi dalam berusahatani. Dengan semakin banyaknya lembaga yang terlibat maka untuk menjaga agar tidak terjadi tumpang tindih dalam melaksanakan program maka koordinasi dan pola komunikasi yang baik menjadi hal yang penting, salah satu bentuknya adalah pengelolaan secara partisipatif dan kolaborasi. 5.3.3. Intensitas Komunikasi dengan Media Massa (Keterdedahan Media) Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada khalayak. Media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indera terutama mata dan telinga, pesan-pesan yang diterima oleh panca indera selanjutnya diproses dalam pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikap terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan. Adapun yang dimaksud media massa dalam penelitian adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada penerima atau khalayak dengan menggunakan alat-alat berkomunikasi mekanis seperti surat kabar, brosur,
104
leflet, film, radio, televisi dan internet. Intensitas komunikasi dengan media atau keterdedahan media yang maksud adalah pengaruh dari beberapa media yang tanpa disadari telah dapat merubah pola dan perilaku masyarakat atau petani di daerah penyangga kawasan taman nasional dalam berusahatani baik yang menyangkut tentang pertanian secara umum maupun teknik pertanian yang bermakna konservasi tanah dan air serta terhadap pelestarian alam sekitarnya. Berdasarkan Tabel 14 bahwa kondisi intensitas komunikasi terhadap media atau keterdedahan media termasuk kedalam kategori penilaian tinggi (87,1%). Tingginya tingkat intensitas komunikasi dengan media tidak terlepas dari banyaknya lembaga yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap keberlangsungan sumberdaya alam tersebut, masing-masing lembaga tersebut memiliki media untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan misalnya dalam bentuk folder, leflet ataupun dalam bentuk siaran radio. Adapun media yang paling banyak digunakan adalah media televisi, radio dan folder. 5.3.5. Intensitas Penyuluhan Penyuluhan merupakan salah satu instrumen yang terpenting dalam pembangunan pertanian. Penyuluhan pertanian telah banyak merubah pola dan perilaku masyarakat dan petani dalam menerapkan inovasi dan teknologi pertanian. Tujuan dari pada penyuluhan ini adalah membantu para petani untuk mau dan mampu merubah pola pikir dan tindakan kearah yang lebih maju dan mandiri dalam berusahatani sehingga mampu dalam menghadapi persaingan bebas. Adapun yang dimaksud dengan intensitas penyuluhan dalam penelitian adalah seberapa banyak intensitas dan frekuensi serta interaksi dengan penyuluh pertanian dan kehutanan terkait dengan pola usahatani di daerah penyangga kawasan konservasi taman nasional. Berdasarkan Tabel 14 bahwa tingkat intensitas penyuluhan petani di daerah penyangga kawasan konservasi taman nasional termasuk kedalam kategori penilaian tinggi (91,8%). Tingginya tingkat intensitas penyuluhan di daerah ini disebabkan karena keempat desa tersebut merupakan contoh desa model konservasi dan merupakan daerah penyangga kawasan taman nasional yang perlu mendapat perhatian secara serius dan maksimal guna terjaga kelestariannya.
105
5.4. Perilaku Petani dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Faktor perilaku petani (Y2) yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu unsur-unsur yang membentuk perilaku diantaranya: Pengetahuan (Y2.1), Sikap (Y2.2) dan unsur tindakan (Y2.3). Ketiga unsur ini merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Bahwa pengetahuan dapat mempengaruhi sikap dan tindakan seseorang. Untuk mengetahui lebih jelas dan detail tentang tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan petani di daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Sebaran nilai rataan (%) dan tingkat penilaian perilaku petani Perilaku Petani (Y2) Rataan (%) Tingkat penilaian Pengetahuan Petani (Y2.1) 87,3 Tinggi Sikap Petani (Y2.2) 90,5 Tinggi Tindakan Petani (Y2..3) 82,3 Tinggi Keterangan: Selang 0-100. 0-25% = Sangat rendah, 26-50%= Rendah, 51-75% = Sedang dan 76 -100% =Tinggi 5.4.1. Pengetahuan Petani Tentang Konservasi Tanah dan Air Berdasarkan Tabel 15 bahwa tingkat pengetahuan petani tentang konservasi tanah dan air secara berkelanjutan termasuk ke dalam kategori penilaian tinggi (87,3%). Hal ini disebabkan karena sebagian besar petani yang berada di daerah penyangga kawasan taman nasional memiliki lahan pada tingkat kemiringan yang sangat tinggi, dan sebagian petani tersebut memahami dan mengerti tentang berusahatani konservasi (konservasi tanah dan air secara berkelanjutan). Namun masih ada juga petani yang kurang memahami tentang usahatani konservasi tetapi tanpa disadari mereka telah menerapkan nilai-nilai usahatani konservasi (konservasi tanah dan air). Misalnya dengan melakukan dan pembuatan teras-teras pada lahan mereka, pergiliran tanaman, dan penanaman pepohonan dibatas lahan-lahan mereka. Tingginya pemahaman petani tentang usahatani konservasi baik dalam bentuk dan metode vegetasi atau biologis dan mekanik disebabkan banyaknya lembaga pemerintah dan non pemerintah yang melakukan pembinaan terhadap petani-petani di daerah penyangga kawasan taman nasional yang secara tidak langsung telah mempengaruhi pola
106
usahataninya, dan disebabkan pula ada sebagian dari lahan petani tersebut adalah kawasan konservasi eks program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
Perum
Perhutani
sehingga
petani
tersebut
sebelumnya
telah
mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana berusahatani yang baik dengan tetap menjaga kelestarian daerah dan alam sekitarnya. 5.4.2. Sikap Petani dalam Konservasi Tanah dan Air Pada dasarnya sebagian petani yang berada di daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) setuju dan sepakat bahwa kawasan taman nasional dan sekitarnya merupakan aset dan sumberdaya yang harus dijaga kelestarian dan keberlangsungannya karena kawasan taman nasional dan masyarakat sekitarnya tidak bisa dipisah satu dengan yang lainnya. Berdasarkan Tabel 15 bahwa sikap petani di daerah penyangga kawasan taman nasional masuk dalam kategori tinggi (90,5%). Tingginya angka persentase disebabkan karena masyarakat dan petani di daerah penyangga kawasan taman nasional beranggapan betapa besar nilai dan manfaat dari keberadaan taman tersebut baik secara ekonnomi maupun secara sosial lainnya seperti tersedianya sumber mata air dari kawasan sepanjang musim untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk kebutuhan usahataninya. Sikap petani tersebut juga dipengaruhi oleh informasi bahwa di beberapa daerah yang alamnya sudah rusak selalu mendatangkan bencana yang bukan hanya merusak lahan pertaniannya melainkan harta dan jiwa masyarakat yang ada di daerah tersebut. Adanya pemahaman semacam ini telah menggugah petani di daerah penyangga kawasan taman nasional untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kelestarian alam dan melakukan usahatani yang ramah lingkungan dengan menerapkan konsep konservasi baik secara vegetatif atau biologis, mekanik, dan kimiawi. Dan mereka sepakat untuk tetap mengaja kelestarian kawasan taman nasional dan sekitarnya. 5.4.3. Tindakan Petani dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Berdasarkan Tabel 15 bahwa tingkat tindakan petani melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan konservasi taman nasional termasuk kedalam kategori penilaian tinggi (82,3%).
107
Tingginya tingkat keterampilan dan tindakan petani tentang konservasi tanah dan air di sebabkan karena kondisi lahan memiliki tingkat kemiringan yang tinggi, daerah yang berbatasan langsung dengan kawasan taman nasional serta ditetapkan daerah tersebut sebagi desa model konservasi. Dengan kondisi lahan yang tingkat kemiringan yang tinggi menjadi suatu keharusan oleh petani untuk menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air dalam berusahatani seperti pembuatan teras-teras pada bidang lahannya, penanaman pepohonan, pembuatan drainase serta tindakan konservasi lainnya. Tingginya tingkat tindakan petani tentang konservasi tanah dan air di lokasi penelitian disebabkan oleh semakin baiknya dan meningkatnya pengetahuan petani tentang berusahatani yang dapat meningkatkan produktifitas usahataninya melalui penerapan teknik pertanian yang ramah lingkungan dan berdaya saing tinggi misalnya diterapkannya sistem pertanian kehutan (sistem agroforestri), sistem pertanian tumpang sari, pergiliran tanaman, penggunaan sisasisa tanaman sebagai bahan pupuk organik, pengapuran untuk menstabilkan tingkat PH lahan, dan sebagainnya. 5.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Komuniasi Petani dan Perilaku Petani dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Dalam penelitian ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku petani (pengetahuan, sikap dan tindakan) dalam melakukan konservasi tanah dan air di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Adapun faktor yang dimaksud yaitu faktor karakteristik petani (X1), faktor lingkungan (X2) dan faktor intensitas komunikasi petani (Y1). Sebelum mengetahui sejauhmana pengaruh dari masing-masing variabel ini terhadap perilaku petani, maka sebelumnya akan diuji seberapa jauh pengaruh faktor karakteristik (X1) terhadap faktor intensitas komunikasi petani (Y1) dan pengaruh faktor lingkungan (X2) terhadap faktor intensitas komunikasi petani (Y1). Untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing faktor terhadap perilaku petani tentang konservasi tanah dan air, dapat dijelaskan di bawah ini.
108
5.5.1. Pengaruh Karakteristik Petani terhadap Intensitas Komunikasi Petani Faktor yang diuji adalah faktor karakteristik petani (X1) dan intensitas komunikasi petani (Y1). Yang termasuk faktor karakteristik yaitu umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, kepemilikan media massa, keikutsertaan dalam kelompok, pendapatan, luas lahan garapan dan status kepemilikan lahan dan yang termasuk faktor intensitas komunikasi yaitu intensitas komunikasi sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional, intensitas komunikasi dengan media massa dan intensitas penyuluhan. Untuk mengetahui sebaran nilai koefisien regresi dan pengaruh dari masing-masing variabel dapat disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai koefisien regresi faktor karakteristik petani (X1) yang mempengaruhi intensitas komunikasi petani (Y1) (Y1) Y1.1 Co.β
Sig.
-1,70
X1.2
X1
Y1
Y1.2
Y1.3
Y1.4
Co.β
Sig.
Co.β
Sig.
Co.β
Sig.
Co.β
Sig.
0,092
-1,185
0,238
-2,376
-2,021
0,932
0,164
2,415
2,101
4,385
X1.3
-2,949
-3,041
0,184
-0,988
-0,616
0,001 ** 0,625
0,000 * 0,855
X1.4
0,004 ** 0,325
0,017 * 0,003 ** 0,514
0,046 * 0,142
0,086
1,401
0,019 * 0,038 * 0,001 ** 0,539
0,928
0,355
X1.5
-2,482
-2,097
0,085
-1,988
0,829
1,087
1,440
0,153
1,842
0,049 * 0,068
-0,217
1,692
0,038 * 0,279
-1,739
X1.6
0,015 * 0,093
1,262
0,209
X1.7
2,134
1,760
0,081
1,906
0,059
2,088
0,859
4,412
4,137
0,000 **
4,922
0,000 **
4,544
0,039 * 0,000 **
-0,178
X1.8
0,035 * 0,000 **
2,607
0,010 *
X
1.1
-0,654
-3,403
1,479 -3,291 -0,490
Ket. ** Signifikan pada α = 0,01 * Signifikan α = 0,05 (X1) = Faktor Karakteristik Petani (X1.1) = Umur (X1.2 ) =Tingkat pendidikan (X1.3) = Pengalaman berusahatani (X1.4) = Kepemilikan Media Massa (X1. 5) =Keikutsertaan dalam Kelompok (X1.6) =Tingkat Pendapatan
(X1.7) =Luas lahan garapan (X1.8) =Status kepemilikan lahan (Y1) = Intensitas Komunikasi Petani (Y1.1) = Intensitas Komunikasi Sesama Petani (Y1.2) = Intensitas Komunikasi dengan pengelola (Y1.3) = Keterpaan Media Massa (Y1.4) = Intensitas Penyuluhan
Berdasarkan hasil uji statistik antara faktor karakteristik petani terhadap intensitas komunikasi petani menunjukkan pengaruh yang berbeda-beda pada
109
setiap variabel dari kedua faktor tersebut. Hasil analisis statistik berdasarkan pengujian pervariabel menunjukkan bahwa pada faktor karakteristik petani menunjukkan sebagian besar (6 variabel) memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensitas komunikasi petani yaitu variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam kelompok, luas lahan garapan dan status kepemilikan lahan. Adapun variabel kepemilikan media massa dan tingkat pendapatan tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensitas komunikasi petani. Untuk lebih rinci dan detail nilai koefisien regresi dan tingkat pengaruh karakteristik petani terhadap intensitas komunikasi petani kaitannya dengan usahatani konservasi tanah dan air, maka akan dijelaskan berikut ini: Berdasarkan Tabel 16 bahwa faktor karakteristik petani pada variabel umur menunjukkan nilai koefisien regresi negatif pada masing-masing variabel intensitas komunikasi petani namun jika diuji secara langsung dengan intensitas komunikasi petani menunjukkan nilai regresi positif. Nilai negatif artinya semakin bertambah
umur
seseorang
maka
semakin
menurun
tingkat
intensitas
berkomunikasinya. Baik intensitas komunikasi sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional, intensitas komunikasi dengan media massa serta intensitas penyuluhan. Umur berkaitan erat dengan faktor tenaga sehingga petani yang memiliki umur tua tidak memungkinkan untuk meningkatkan intensitas komunikasi sampai intensitas mengikuti penyuluhan secara rutin. Variabel umur petani memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensitas komunikasi dengan media massa dan intensitas penyuluhan. Sedangkan pada variabel intensitas komunikasi sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Berdasarkan Tabel 16 bahwa tingkat pendidikan petani responden memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensitas komunikasi petani pada variabel intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional dan intensitas komunikasi dengan media massa (keterdedahan media massa) dan tingkat pendidikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensitas komunikasi sesama petani dan intensitas penyuluhan.
110
Tingkat pendidikan petani responden memiliki nilai koefesien regresi yang positif pada setiap variabel intensitas komunikasi petani. Angka positif artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat intensitas komunikasi dengan sesama petani, dengan pengelola taman nasional, dengan media massa serta intensitas penyuluhan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Jahi (1988) bahwa seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi umumnya lebih menyadari kebutuhan akan informasi, sehingga menggunakan lebih banyak jenis informasi dan lebih terbuka terhadap media massa. Faktor karakteristik petani pada variabel pengalaman berusahatani menunjukkan nilai koefisien regresi bernilai negatif dengan nilai koefisien regresi masing-masing yaitu terhadap intensitas komunikasi dengan sesama petani (2,949), intensitas komunikasi dengan pengelola (-3,041), intensitas komunikasi dengan media (-3,403) intensitas penyuluhan, (-3,291) namun pada pengujian antara variabel tingkat pengalaman dengan intensitas komunikasi petani menunjukkan nilai koefisien regresi yang positif. Nilai negatif artinya semakin lama dan tinggi tingkat pengalaman seseorang dalam berusahatani maka semakin rendah tingkat intensitas komunikasi. Karena petani yang telah memiliki pengalaman yang lama dan tinggi mereka memiliki keterbatasan waktu yang dimiliki sehingga berpengaruh dalam melakukan interaksi dan intensitas komunikasi sesama petani, dengan pengelolaan taman nasional, dengan media massa serta intensitas mengikuti penyuluhan. Variabel pengalaman berusahatani memberikan pengaruh secara signifikan terhadap setiap variabel intensitas komunikasi petani. Kepemilikan media massa tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap intensitas komunikasi petani baik pada setiap variabel intensitas komunikasi petani. Variabel kepemilikan media massa sebagian besar menunjukkan nilai koefisien regresi negatif namun pada uji antara kepemilikan media massa dengan intensitas komunikasi petani sendiri menunjukan nilai koefisien regresi yang postif. Nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel yaitu: intensitas komunikasi sesama petani (-0,988), intensitas komunikasi dengan pengelola (-0,654), intensitas komunikasi dengan media (-0,616) serta intensitas
111
penyuluhan (-0,490). artinya semakin tinggi tingkat kepemilikan media massa maka semakin menurun tingkat intensitas komunikasi sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional, dan intensitas penyuluhan. Kepemilikan media massa yang semakin tinggi dan banyak dapat menyebabkan seseorang memiliki perhatian kepada seseorang semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena semakin banyak media massa yang dimiliki oleh seseorang maka semakin banyak informasi yang didapat oleh media massa tersebut dan bahkan dapat menimbulkan kelebihan informasi (overload) dan semakin banyak media massa yang dimiliki seseorang maka semakin sedikit waktu yang ada untuk berinteraksi sesama petani, pengelola taman nasional serta intensitas mengikuti penyuluhan, kelebihan informasi dapat menimbulkan reaksireaksi negatif dalam berkomunikasi sebagaimana yang sebutkan oleh Millar dalam Thoha (2004) bahwa kelebihan informasi (overload) hal ini merupakan suatu keadaan bahwa besarnya jumlah informasi yang diterima akan banyak mempengaruhi jalannya komunikasi. Muatan informasi yang berlebihan ini lebih condong menimbulkan reaksi-reaksi yang negatif terhadap komunikasi. Bahkan Millar dalam (Thoha, 2004) menyebutkan bahwa ada tujuh reaksi terhadap kelebihan muatan informasi. Berdasarkan Tabel 16 bahwa Keikutsertaan dalam kelompok memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensitas komunikasi petani. Baik pada variabel intensitas komunikasi sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional dan inntensitas penyuluhan. Namun pada variabel keikutsertaan dalam kelompok tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensitas keterpaan media massa. Keikutsertaan dalam kelompok memiliki nilai koefisien regresi yang negatif pada setiap variabel, nilai negatif artinya semakin banyak keikutsertaannya dalam kelompok atau organisasi maka semakin menurun intensitas komunikasi petani yang terjadi diantara kelompok tani tersebut yang menyangkut tentang usahataninya. Semakin banyak organisasi atau kelompok yang diikuti maka intensitas komunikasi dengan sesama petani, dengan pengelola taman nasional, dengan media massa serta intennsitas penyuluhan semakin menurun. Hal ini di sebabkan karena waktu yang tersedia tidak cukup untuk melakukan interaksi dan
112
komunikasi yang banyak dengan anggota kelompok taninya serta adanya perbedaan minat dan masalah yang dihadapi dari kelompok atau organisasi yang berbeda. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Tubbs dan Moss (2001) Sebenarnya, kebanyakan orang setidaknya pernah menjadi anggota suatu kelompok yang bertujuan mencari pemecahan masalah tertentu. Dan selanjutnya dikatakan bahwa setiap kelompok terdiri dari beberapa orang dengan gagasan, keahlian, dan minat yang berbeda-beda. Masalah yang dihadapi kelompokkelompok tersebut juga berlainan. Setiap kelompok mempunyai masalah yang harus diselesaikan dan harus menentukan cara pemecahan terbaik-idealnya dengan memanfaatkan sumber daya yang berasal dari semua anggotanya. Berdasarkan Tabel 16 bahwa tingkat pendapatan petani tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap intensitas komunikasi petani. Namun tingkat pendapatan memberikan nilai koefisien regresi yang poisitif pada masing-masing variabel intensitas komunikasi petani yaitu intensitas komunikasi dengan sesama petani dengan nilai koefisien regresi (1,692), intensitas komunikasi dengan pengelola (1087), intensitas komunikasi dengan media massa (1,440) serta intensitas penyuluhan (1,842). Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan petani maka semakin meningkat intensitas komunikasi dengan sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola, intensitas komunikasi dengan media serta intensitas penyuluhan. Hal ini disebabkan karena petani yang memiliki pendapatan yang tinggi memiliki waktu yang tersedia untuk berinteraksi sesama petani, dengan pengelola taman nasional, dengan media massa serta intensitas penyuluhan karena perhatiannya tidak lagi terfokus pada kegiatan usahataninya. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa luasan lahan garapan yang dimiliki petani berpengaruh secara signifikan terhadap intensitas komunikasi petani. Luas lahan garapan petani memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensitas komunikasi dengan sesama petani dan intensitas penyuluhan yang diikuti namun tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional dan terhadap intensitas komunikasi dengan media massa.
113
Luas lahan garapan petani memiliki nilai koefisien regresi yang positif terhadap setiap variabel intensitas komunikasi. Namun jika diuji luasan lahan garapan dengan intensitas komunikasi petani itu sendiri menunjukan nilai yang negatif. Nilai positif artinya semakin luas lahan garapan seorang petani maka semakin tinggi dan semakin meningkat intensitas komunikasi yang terjadi baik intensitas komunikasi dengan sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional, intensitas komunikasi dengan media massa serta intensitas penyuluhan hal tersebut disebabkan karena semakin luas lahan garapannya maka semakin banyak membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelolanya sehingga proses interaksi dan intensitas komunikasi yang terjalin dapat
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan manajemen
pengelolaan usahatani yang tepat. Berdasarkan Tabel 16 di atas bahwa karakteristik petani pada variabel status kepemilikan lahan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensitas komunikasi petani pada setiap variabel yaitu intensitas komunikasi dengan sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasiona, intensitas komunikasi dengan media massa serta intensitas penyuluhan. status kepemilikan lahan menunujukkan nilai koefisien regresi yang positif pada setiap variabel. Artinya status kepemilikan lahan sangat mempengaruhi pola dan intensitas komunikasi petani. Semakin jelas status kepemilikan atas lahan garapan misalnya milik sendiri, sewa atau penggarap dan seterusnya maka semakin meningkat intensitas komunikasi petani tersebut. Status milik sendiri yang diolah dalam berusahatani sangat mempengaruhi pola dan intensitas komunikasi dan menurunnya tingkat intensitas komunikasinya dengan sesama petani maupun dengan yang lainnya berkaitan tentang berusahatani yang bermakna konservasi tanah dan air. Berdasarkan hasil analisis statistik pada Tabel 16 di atas tentang faktor karakteristik petani yang mempengaruhi intensitas komunikasi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air dapat ditulis persamaan dan model regresi antara faktor karakteristik petani (X1) dan intensitas komunikasi petani (Y1) sebagai berikut:
114
Y1 = α + b1X1.1 + b2X1.2 + b3X1.3 + b4X1.4 + b5X1.5 + b6X1.6 + b7X1.7 + b8X1.8 Y1 = 2,046 + 3,402X1.1 + 0,112X1.2 + 3,923X1.3 + 2,657X1.4 – 4,783X1.5 + 2,478X1.6 – 3,330X1.7 + 6,393X1.8 Berdasarkan persamaan dan model regresi antara faktor karakteristik petani terhadap intensitas komunikasi petani diatas didapat bahwa nilai konstanta sebesar 2.046 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai dari faktor karakteristik petani (X1) maka nilai pengaruhnya intensitas komunikasi petani (Y1) adalah 2,046. 5.5.2. Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Intensitas Komunikasi Petani Adapun
faktor
lingkungan
yang
dapat
mempengaruh
intensitas
komunikasi petani di daerah penyangga kawasan taman nasional yaitu teknologi usahatani konservasi, permodalan usahatani konservasi, lembaga sosial, organisasi usahatani konservasi dan nilai sosial budaya masyarakat. Sementara intensitas komunikasi petani yang dimaksud yaitu intensitas komunikasi dengan sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola, intensitas komunikasi dengan media massa/keterdedahan media massa serta intensitas penyuluhan. Untuk mengetahui
tingkat
pengaruh
dari
masing-masing
faktor
serta
tingkat
signifikannya dari masing-masing faktor dapat disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Nilai koefisien regresi faktor lingkungan yang mempengaruhi intensitas komunikasi petani (Y1.1) Co.β Sig. -1,978 0,050
(Y1) (Y1.2) (Y1.3) Co.β Sig. Co.β Sig. -1,855 0,066 -1,678 0,096
-2,441
-1,855
0,066
-1,891
0,061
(Y1.4) Co.β Sig. -2,396 0,018 * -1,757 0,082
0,413
0,680
1,941
0,055
1,539
0,127
9,005 0,000 0,000 5,264 0,000 ** ** ** 3,457 3,339 0,001 0,001 2,853 0,005 ** ** ** Ket. ** Signifikan pada α = 0,01 * Signifikan α = 0,05
5,662
0,000 ** 0.001 **
X2
2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X
1,612
0,016 * 0,110
7,287
X2.1) = Teknologi Konservasi (X2.2) = Permodalan Usahatani Konservasi (X2.3) = Lembaga Sosial (X2.4) = Organisasi Usahaytani konservasi (X2.5) = Nilai Sosial budaya
3.397
(Y1) Co.β Sig. 3,009 0,003 ** 0,598 0,529 3,774 0,000 ** 2,427 0,017 * 0,092 1,698
(Y1.1) = Intensitas Komunikasi Sesama Petani (Y1.2) = Intensitas Komunikasi dengan pengelola (Y1.3) = Keterpaan Media Massa (Y1.4) = Intensitas Penyuluhan
115
Berdasarkan hasil uji analisis statistik pengaruh faktor lingkungan (X2) terhadap intensitas komunikasi petani (Y2) menunjukkan bahwa sebagian besar variabel faktor lingkungan memberikan pengaruh secara signifikan dan nilai positif terhadap intensitas komunikasi petani pada masing-masing variabel. faktor lingkungan pada variabel teknologi konservasi hanya memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensitas penyuluhan dan pada intensitas komunikasi petani pada uji analisis secara bersama. Variabel permodalan usahatani konservasi memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensitas komunikasi sesama petani. Adapun variabel lembaga sosial tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensitas komunikasi sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional, dintensitas komunikasi dengan media massa serta intensitas penyuluhan namun memberikan pengaruh secara signifikan pada uji analisis secara bersama terhadap intensitas komunikasi petani. Sedangkan variabel organisasi usahatani konservasi dan nilai sosial budaya memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensitas komunikasi petani pada masingmasing variabel. Adapun faktor lingkungan yang memberikan pengaruh secara positif dan secara signifikan terhadap intensitas komunnikasi petani pada masingmasing variabel dapat dijelaskan sebagai berikut: Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa variabel teknologi pada faktor lingkungan
memberikan
pengaruh
secara
signifikan
terhadap
intensitas
komunikasi petani. Faktor lingkungan pada variabel teknologi menunjukkan pengaruh positif terhadap intensitas komunikasi petani. Variabel teknologi konservasi memiliki nilai koefisien regresi negatif pada masing-masing variabel intensitas komunikasi petani yaitu intensitas komunikasi sesama petani (-1,978), intensitas komunikasi dengan pengelola (-1,855), intensitas komunikasi dengan media massa (-1,678) serta intensitas penyuluhan (-2,396). Artinya semakin banyak jenis teknologi usahatani konservasi yang ditawarkan kepada para petani atau masyarakat di daerah penyangga kawasan taman nasional maka semakin rendah intensitas komunikasi dengan sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola, intensitas komunikasi dengan media massa/keterdedahan media massa serta intensitas penyuluhan yag diikutinya.
116
Faktor
lingkungan pada aspek permodalan
usahatani
konservasi
memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensitas komunikasi petani pada variabel intensitas komunikasi sesama petani dan tidak memberikan pengaruh secara signifikan pada variabel lainya. Permodalan usahatani konservasi memberikan nilai koefisien regresi yang negatif terhadap intensitas komunikasi petani dengan kontribusi nilai masing-masing yaitu, intensitas komunikasi sesama petani dengan nilai koefisien regresi (-2,441), intensitas komunikasi dengan pengelola (-1,855), intensitas komunikasi dengan media massa (-1,891) serta intensitas penyuluhan (-1,757) Artinya semakin banyak modal yang digunakan oleh petani di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dalam berusahatani maka semakin menurun tingkat intensitas komunikasi dengan sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional, intensitas komunikasi dengan media massa serta intensitas penyuluhan. Faktor lingkungan pada aspek lembaga sosial memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensitas komunikasi petani pada masing-masing variabel. Variabel lembaga sosial pada faktor lingkungan menunjukkan nilai koefisien regresi yang positif. Adapun nilai koefisien regresi pada masing-masing variabel intensitas komunikasi petani yaitu: intensitas komunikasi dengan sesama petani (1,612), intensitas komunikasi dengan pengelola (0,413), intensitas komunikasi dengan media massa (1,941) dan intensitas penyuluhan (1,539). Artinya keberadaan lembaga sosial berpengaruh terhadap positif pada pola interaksi dan intensitas komunikasi petani di daerah penyangga kawasan taman nasional dan semakin banyak lembaga sosial yang memiliki kepedulian dan perhatian kepada petani maka semakin meningkat intensitas komunikasi petani yang terjalin dan terbentuk. Dalam melakukan uhasatani keberadaan organisasi atau kelompok tani dirasakan sangat penting. Karena dengan adanya organisasi atau kelompok tersebut para anggotanya dapat melakukan diskusi atau tukar pandangan sesama anggota dalam memecahkan suatu masalah yang mereka sedang hadapi. Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa keberadaan organisasi usahatani konservasi
memberikan
pengaruh
secara
signifikan
terhadap
intensitas
komunikasi petani pada masing-masing variabel. Keberadaan organisasi usahatani
117
menunjukkan nilai koefisien regresi positif pada masing-masng variabel. Nilai positif artinya semakin banyak organisasi yang ada maka semakin bertambah dan meningkat intensitas komunikasi petani yang terjadi dan terjalin kaitannya dengan uapaya melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Nilai sosial budaya pada faktor lingkungan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap intensitas komunikasi petani pada masing-masing variabel. Variabel nilai sosial budaya menunjukkan nilai koefisien regresi yang positif pada masing-masing variabel. Dengan nilai koefesien regresi masing-masing variabel yaitu intesitas komunikasi sesama petani (3,457), intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional (3,339), intensitas komunikasi dengan media massa (2,853) serta intensitas penyuluhan (3,397). Artinya semakin banyak peran-peran, nilai-nilai dan norma budaya tentang hubungan alam sekitarnya pada masyarakat maka semakin tinggi pula intensitas komunikasi yang terbentuk. Namun jika diuji secara bersama antara variabel nilai sosial budaya terhadap intensitas komunikasi petani maka didapat nilai koefisen regresi bernilai negatif. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 17 di atas tentang faktor lingkungan yang mempengaruhi intensitas komunikasi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air dapat ditulis persamaan dan model regresinya sebagai berikut: Y1 = α + b1 X2.1 + b2X2.2 + b3X2.3 + b4X2.4 + b5X2.5 Y1 = 1,486 + 0,264X2.1 – 2,184X2.2 + 0,154X2.3 + 9,056 b4X2.4– 7,006X2.5 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai konstanta dari faktor lingkungan terhadap intensitas komunikasi petani yaitu 1,488. artinya apabila pada faktor lingkungan tidak terjadi kenaikan nilai maka pengaruhnya terhadap intensitas komunikasi petani sebesar 1,488. 5.6. Pengaruh Karakteristik Petani terhadap Perilaku Petani dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Adapun faktor karakteristik yang dapat mempengaruh perilaku petani (pengetahuan, sikap, dan tidakan) dalam melakukan konservasi tanah dan air di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) yaitu: umur, tingkat pendidikan, pengalaman dalam berusahatani, kepemilikan media massa, keikutsertaan dalam kelompok, tingkat pendapatan, luas lahan serta
118
status kepemilikan lahan. Dari masing-masing faktor tersebut diuji pengaruh dengan melihat nilai koefisien regresi dan korelasi dari masing-masing faktor satu persatu untuk mengetahui tngkat pengaruh dan signifikansinya. Untuk mengetahui tingkat pengaruh dan signifikansinya antara faktor karakteristik petani dengan perilaku petani (pengetahuan, sikap dan tindakan) di sajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Nilai koefisien regresi faktor karakteristik yang mempengaruhi perilaku petani (X1 ) (X1.1) (X1.2 ) (X1.3) (X1.4) (X1.5) (X1.6) (X1.7) (X1.8)
(Y2.1) Co.β -0,006 0,867 0,403 -0,240 -0,565 0,975 0,270 2,402
Sig. 0,996 0,388 0,687 0,811 0,573 0,332 0,788 0,018*
(Y2) (Y2.2)
Co.β 0,620 1,190 1,885 -1,768 -0,309 1,806 -0,294 0,702
Sig. 0,537 0,236 0,062 0,080 0,758 0,074 0,769 0,484
(Y2.3) Co.β Sig. -1,595 0,114 5,687 0,000** -0,429 0,669 0,622 0,535 -0,191 0,849 0,475 0,636 -0,844 0,401 5,296 0,000**
(Y2) Co.β Sig. -0,457 0,649 3,613 0,000** 0,894 0,373 -0,665 0,508 -0,537 0,592 1,560 0,122 -0,388 0,698 4,001 0,000**
Ket. ** Signifikan pada α = 0,01 * Signifikan α = 0,05 (X1.1) = Umur (X1.2 ) =Tingkat pendidikan (X1.3) =Pengalaman berusahatani (X1.4) =Kepemilikan Media Massa (X1. ) =Keikutsertaan dalam Kelompok (X1.6) =Tingkat Pendapatan
(X1.7) =Luas lahan garapan (X1.8) =Status kepemilikan lahan (Y2) = Perilaku Petani (Y2.1) = Pengetahuan Petani (Y2.2) = Sikap Petani (Y2.3) = Tindakan Petani
Dari pengujian secara statistik dihasilkan bahwa faktor karakteristik petani (X1) hanya beberapa variabel yang memberikan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani baik pada aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek tindakan dalam melakukan usahatani konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Hasil uji analisis hanya variabel tingkat pendidikan dan status kepemilikan lahan yang menunjukkan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani. Berdasarkan Tabel 18 bahwa faktor karakteristik petani memiliki pengaruh dan nilai koefisien regresi yang beragam terhadap perilaku petani daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) pada setiap aspek yaitu aspek pengetahuan, sikap dan tindakan dalam melakukan konservasi tanah dan air. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan dibawah ini. Faktor karakteristik petani pada variabel umur menunjukan pengaruh yang tidak signifikan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Nilai koefisien regresi pada variabel umur petani menunjukan nilai negatif
119
terhadap faktor perilaku petani pada variabel pengetahuan dan tindakan. Namun memiliki nilai koefisien yang positif pada variabel sikap. Dengan sebaran nilai koefisien regresi masing-masing yaitu tingkat pengetahuan (-0,006) dan tindakan (0,-1,595) serta sikap petani (0,620). Artinya semakin tinggi atau bertambahnya umur seorang petani maka tidak dibarengi dan diikuti meningkatnya pengetahuan dan tindakan petani tentang konservasi tanah dan air, namun bertambahnya umur petani maka semakin meningkat pengaruhnya pada sikap dan kepeduliannya terhadap konsep dan metode berusahatani yang bermakna konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Berdasarkan Tabel 18 bahwa tingkat pendidikan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Nilai koefisien regresi pada setiap aspek menunjukkan nilai positif yaitu: aspek pengetahuan (0,867), aspek sikap (1,190) serta pada aspek tindakan (5,687). Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka akan memberikan pengaruh pada semakin meningkat dan tinggi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pada variabel pengalaman berusahatani memberikan pengaruh tidak signifikan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Nilai koefisien regresi masing-masing yaitu pada aspek pengetahuan (0,403), aspek sikap (-0,768) serta pada aspek tindakan (-0,429). Artinya semakin tinggi pengalaman dalam berusahatani maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan tidak dibarengi dengan meningkatnya sikap petani dan tindakan petani terhadap nilai-nilai konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Faktor kepemilikan media massa memberikan pengaruh yang secara tidak signifikan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Dengan sebaran nilai koefisien regresi masing-masing yaitu pengetahuan (-0,240), sikap (-1,768) dan tindakan (0,622). Artinya semakin meningkat jumlah kepemilikan jenis media massa oleh petani maka semakin menurun tingkat pengetahuan, sikap petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara
120
berkelanjutan namun semakin meningkat tindakan petani dalam melakuklan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Karakteristik petani pada variabel keikutsertaan dalam kelompok tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Dengan sebaran nilai koefisien regresi masing-masing yaitu pengetahuan (-0,565), sikap (-0,309) dan tindakan (0,191). Artinya meningkatnya tingkat keaktifan dan keikutsertaan dalam kelompok ternyata tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan petan, sikap petani dan tindakan petani tentang konservasi tanah dan air di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Tingkat pendapatan petani menunjukkan pengaruh tidak secara signifikan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Dengan sebaran nilai masing-masing koefisien regresi yaitu pengetahuan (0,975), sikap (1,806) dan tindakan (0,475). Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan petani maka semakin tinggi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan petani tentang konservasi tanah dan air, dengan asumsi bahwa petani tersebut dapat menginvestasikan sebagian dari pendapatannya untuk usahatani yang bermakna konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Selanjutnya pada karakteristik petani dari variabel luas lmenunjukkan pengaruh tidak signifikan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan pada masing-masing variabel. Variabel luas lahan garapan memiliki nilai koefisien regresi yang positif dan pada variabel sikap dan tindakan petani memiliki nilai koefisien regresi yang negati. artinya semakin luas lahan garapan maka semakin meningkat perilaku petani pada variabel pengetahuan namun tidak diikuti oleh meningkatnya sikap dan tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan taman nasional Gunung Gede Pangrango. Terakhir pada karakteristik petani yaitu pada variabel status kepemilikan lahan garapan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani pada aspek pengetahuan dan tindakan petani namun tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap petani dalam melakukan konservasi tanah dan air
121
secara berkelanjutan. Variabel status kepemilikan lahan memiliki nilai koefisien regresi terhadap pengetahuan petani, sikap petani dan tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Berdasarkan hasil analisis statistik pada Tabel 18 di atas tentang faktor karakteristik petani yang mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air dapat ditulis persamaan dan model regresinya sebagai berikut persamaannya: Y2 = α + b1X1.1 + b2X1.2 + b3X1.3 + b4X1.4 + b5X1.5 + b6X1.6 + b7X1.7 + b8X1.8 Y2 = 2,328 – 1,339X1.1 + 6,808X1.2 + 1,415X1.3 – 1,408X1.4 – 8,765X1.5 + 2,267X1.6 – 5,370X1.7 + 7,262X1.8 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai konstanta dari faktor karakteristik terhadap perilaku petani yaitu 2,328 artinya apabila pada faktor karakteristik petani tidak terjadi kenaikan nilai maka pengaruhnya terhadap periliku petani sebesar 2,328 5.7. Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Perilaku Petani dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Pembahasan berikut ini adalah ingin melihat sejauh mana pengaruh lingkungan terhadap perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) petani di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Adapun faktor lingkungan yang dimaksud pada penelitian ini yaitu teknologi usahatani konservasi, permodalan usahatani konservasi, lembaga sosial, organisasi usahatani konservasi dan nilai sosial budaya dan faktor perilaku petani yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. untuk mengetahui tingkat pengaruh dari masing-masing faktor disajikan pada Tabel 19.
122
Tabel 19. Nilai koefesien regresi faktor lingkungan (X2) yang mempengaruhi perilaku petani (Y2) (Y2) (X2)
2.1) (X2.2) (X2.3) (X2.4) (X2.5)
(X
Co.β 2,259
(Y2.1) Sig. 0,026*
Co.β 1,082
-1,086
0,280
5,800
(Y2.2)
(Y2.3)
(Y2)
Sig. 0,282
Co.β 15,356
Sig. 0,000**
Co.β 6,824
Sig. 0,000**
-1,209
0,229
-1,803
0,074
-1,758
0.081
0,000**
2,579
0,011*
-1,887
0,062
3,511
0,001**
3,084
0,003**
1,896
0,061
-0,738
0,462
2,227
0,028*
-3,848
0,000**
0,002**
3,038
0,003**
-2,457
0,016*
-3,122
Ket. ** Signifikan pada α = 0,01 * Signifikan α = 0,05 (Y2) = Perilaku Petani (X2.1) = Teknologi Konservasi (X2.2) = Permodalan Usahatani Konservasi (X2.3) = Lembaga Sosial (X2.4) = Organisasi Usahatani konservasi (X2.5) = Nilai Sosial budaya
(Y2.1) = Pengetahuan (Y2.2) = Sikap Petani (Y2.3) = Tindakan Petani
Berdasarkan hasil pengujian statistik bahwa sebagian besar faktor lingkungan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani pada masing-masing aspek (pengetahuan, sikap dan tindakan) dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Sedang sebaran nilai koefisien regresinya sangat beragam pada masing-masing aspek. Sebagian besar variabel faktor lingkungan memiliki nilai koefisien regresi positif. Untuk mengetahui tingkatan pengaruh dan signifikan dari masing-masing faktor diuraikan dibawah ini: Bahwa keberadaan teknologi usahatani konservasi berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. variabel teknologi konservasi memberikan pengaruh secara signifikan pada aspek pengetahuan dan tindakan pada perilaku petani, namun tidak keberadaan teknologi konservasi tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap aspek sikap dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Adapun sebaran nilai koefisien regresi variabel teknologi konservasi masing-masing aspek yaitu pengetahuan (2,259), sikap (1,082) dan tindakan (15,356). Artinya semakin banyak dan tinggi keberadaan teknologi konservasi di daerah tersebut maka semakin meningkat dan tinggi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan petani tentang konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangarango(TNGP).
123
Faktor lingkungan pada variabel permodalan usahatani konservasi tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani pada masing masing aspek (pengetahuan, sikap dan tindakan). Variabel permodalan usahatani konservasi memiliki nilai koefisien regresi negatif pada masing-masing aspek pada perilaku petani. Adapun sebaran nilai koefisien regresi perilaku petani yaitu aspek pengetahuan (-1,086) aspek sikap (-2,209) dan tindakan (-1,803). Nilai negatif artinya semakin tinggi tingkat permodalan yang dibutuhkan dalam usahatani konservasi tanah dan air maka semakin menurun tingkat perilaku petani baik pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Modal dalam berusahatani konservasi tanah dan air memang membutuhkan modal yang lebih di bandingkan dengan usahatani lainnya. Dengan demikian maka semakin banyak modal yang dibutuhkan maka keinginan petani untuk melakukan dan menerapakan nilai-nilai usahatani konservasi tanah dan air semakin menurun. Keberadaan lembaga sosial di daerah penelitian menunjukkan adanya perubahan pada pola dan perilaku petani dalam melakukan usahataninya hal ini bisa kita lihat dengan tingginya tingkat penerapan teknologi pertanian yang bermakna konservasi tanah dan air. Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa keberadaan lembaga sosial memberikan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani pada aspek pengetahuan dan aspek sikap namun tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Adapun sebaran nilai koefisien regresi pada tiap variabel yaitu pengetahuan (5,800), sikap (2,579) sedangkan pada aspek tindakan memberikan nilai koefisien regresi bernilai negatif (-1,887). Hal ini memberikan makna bahwa semakin tinggi tingkat keterlibatan lembaga sosial terhadap petani dalam melakukan usahataninya maka semakin tinggi tingkat pengetahuan, sikap namun tidak diikuti meningkatnya tindakan petani dalam berusahatani yang bermakna konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Faktor lingkungan pada variabel Organisasi usahatani konservasi menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku petani pada aspek pengetahuan namun tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada aspek sikap
124
dan tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Dengan sebaran nilai koefisien regresi masing-masing yaitu pengetahuan (3,084), sikap (1,896) dan tindakan (-0,738). Artinya semakin banyak organisasi usahatani konservasi yang ada maka semakin meningkat pengetahuan petani dan sikap petani namun tidak dibarengi dengan meningkatnya tindakan petani dalam melakukan usahatani konservasi tanah dan air di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa faktor lingkungan pada variabel nilai sosial budaya menunjukkan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani pada masing-masing aspek yaitu aspek pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Namun pada variabel pengetahuan dan sikap memiliki sebaran nilai koefisien regresi negatif yaitu: pengetahuan (-3,848), sikap (-3,122) dan tindakan menunjukkan nilai koefisien yang positif (3,038) Artinya semakin tinggi peran-peran dan nilai-nilai sosial budaya didalam masyarakat yang menyangkut tentang hubungan dengan alam sekitarnya maka tidak diikuti dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan sikap petani namun semakin tinggi tingkat tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dana air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Berdasarkan hasil analisis tentang faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan dapat ditulis persamaan dan model regresinya sebagai berikut: Y2 = α + b1X2.1 + b2X2.2 + b3X2.3 + b4X2.4 + b5X2.5 Y2 = 1,485 + 0,403X2.1 - 4,877X2.2 + 9,660X2.3 + 5,586X2.4 - 6,814X2.5 Hasil analisis antara faktor lingkungan terhadap faktor perilaku petani menunjukkan nilai konstanta sebesar 1,485. konstanta sebesar 1,485 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai dari variabel faktor lingkungan (X2) maka nilai tingkat perilaku petani (Y2) adalah 1,485. Koefisien regresi sebesar 0,403 dan seterusnya menyatakan bahwa setiap penambahan (karena tanda + ) dan pengurangan (karena tanda - ) satu skor atau nilai perilaku petani akan memberikan peningkatan skor sebesar 0,403 dan seterusnya pada masing-masing variabel.
125
5.8. Pengaruh Intensitas Komunikasi terhadap Perilaku Petani dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Dalam penyelenggaraan manajemen pembangunan pertanian kedepan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di daerah penyangga kawasan konservasi taman nasional maka seluruh pemangku kepentingan (stakehorlder) harus memiliki peran dan andil yang jelas yang diatur dalam suatu aturan yang formal. Sehingga dengan peran-peran yang jelas tersebut tidak terjadi tumpang tindih dalam menjalankan suatu program. Untuk memaksimalkan
Peran ini
membutuhkan seperangkat pranata dan sistem komunikasi dan koordinasi kepada seluruh pemangku kepentingan dalam mengoptimalkan dan mengefektifkan peran dan fungsi tersebut. Maka komunikasi memiliki peran yang sangat strategis dalam menyampaikan pesan-pesan dan informasi yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan taman nasional dan di daerah penyangga. Terutama pola dan model komunikasi petani sekitarnya. Selanjutnya hal yang ingin dianalis dan dikaji dalam penelitian ini adalah sejauhmana kontribusi dan pengaruh intensitas komunikasi petani terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan petani di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Untuk mengetahui seberapa jauh kontribusi dan pengaruhnya pada masing-masing variabel dapat disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Nilai koefesien regresi intensitas komunikasi petani (Y1) yang mempengaruhi perilaku petani (Y2) (Y2) (Y1)
(Y2.1)
(Y2.2) Co.β Sig. 0,867 0,388 0,499 0,619
(Y2.3) Co.β Sig. 0,859 0,392 2,954 0,004**
(Y2)
(Y1.1) (Y1.2)
Co.β 1,505 0,985
(Y1.3)
4,502
0,000**
1,022
0,309
4,701
0,000**
5,102
0,000**
(Y1.4)
-4,471
0,000**
-1,490
0,139
-5,027
0,000**
-5,480
0,000**
Sig. 0,135 0,327
Co.β
Sig.
1,568 2,262
0,120 0,026*
Keterangan: ** Signifikan pada α = 0,01 * Signifikan α = 0,05 (Y1) = Intensitas Komunikasi (Y2) = Perilaku Petani (Y1.1) = Intensitas Komunikasi Sesama Petani (Y2.1) = Pengetahuan Petani (Y1.2)=Intensitas Komunikasi dengan pengelola TNGP (Y2.2) = Sikap Petani (Y1.3) = Keterpaan Media Massa (Y2.3) = Tindakan Petani (Y1.4) = Intensitas Penyuluhan
Berdasarkan hasil analisis dan uji statistik bahwa faktor intensitas komunikasi petani (Y1) memberikan pengaruh
yang berbeda-beda terhadap
126
perilaku petani pada masing-masing variabel. Adapun variabel yang memberikan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani yaitu intesitas komunikasi dengan pengelola taman nasional terhadap aspek tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dan air, intensitas komunikasi dengan media massa memberikan pengaruh yang sinifikan terhadap perilaku petani pada aspek pengetahuan dan tindakan petani, dan intensitas penyuluhan memberikan pengaruh secara signifikan pada perilaku petani pada aspek pengetahuan dan sikap petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Adapun sebaran nilai koefisien regresi dari faktor intensitas komunikasi petani sebagian besar memiliki nilai positif hanya pada variabel intensitas penyuluhan yang memiliki nilai koefisien regresi yang negatif pada setiap aspek perilaku petani, untuk lebih jelasnya dapat diuraikan di bawah ini: Berdasarkan Tabel 20 diatas bahwa faktor intensitas komunikasi petani pada variabel intensitas komunikasi sesama petani memberikan pengaruh secara tidak signifikan terhadap perilaku petani pada masing-masing aspek (pengetahuan, sikap dan tindakan). Namun variabel ini memberikan nilai koefisien regresi yang positif dengan sebaran
pada aspek pengetahuan (1,505), sikap (0,867) dan
tindakan (0,859). Nilai positif artinya semakin tinggi tingkat intensitas komunikasi sesama petani maka semakin meningkat tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional memberikan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani hanya pada aspek tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Namun tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada aspek pengetahuan dan sikap petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Adapun sebaran nilai koefisien regresi pada masing-masing aspek yaitu pengetahuan (0,985), sikap (0,499) dan tindakan (2,954). Artinya semakin tinggi intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional maka semakin tinggi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan petani tentang konservasi tanah dan air secara berkelanjutan.
127
Berdasarkan Tabel 20 di atas bahwa intensitas komunikasi petani pada variabel intensitas komunikasi dengan media massa/keterdedahan media massa memberikan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani pada aspek pengetahuan dan aspek tindakan. Namun tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap sikap petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Nilai koefisien regresi dari ketiga aspek yaitu pengetahuan (4,502), sikap (1,022) dan tindakan (4,701). Artinya semakin tinggi intensitas komunikasi dengan media massa/keterpaan dengan media massa maka semakin tinggi tingkat pengetahuan, tindakan petani namun tidak diikuti dengan meningkatnya sikap petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan konservasi Taman Naasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Sebagaimana yang dikatakan oleh Krech dalam (Mulyana, 2002) yang menyatakan ”bahwa sesuatu pesan yang seringkali diulang-ulang akan lebih menarik perhatian dari seseorang bila dibandingkan dengan pesan lainnya yang kurang diungkapkan” Selanjut yang ingin dianalisis dari faktor intensitas komunikasi petani dengan perilaku petani yaitu antara intensitas penyuluhan terhadap perilaku petani pada masing-masing aspek (pengetahuan, sikap dan tindakan) petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Berdasarkan Tabel 18 bahwa variabel intensitas penyuluhan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap perilaku petani pada aspek pengetahuan dan tindakan petani dan intensitas penyuluhan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aspek sikap petani dalam melakukan konservai tanah dan air secara berkelanjutan. Adapun sebaran nilai koefisien regresi faktor intensitas komunikasi petani terhadap perilaku petani pada masing-masing aspek yaitu aspek pengetahuan (4,471) sikap (-1,490) dan tindakan (-5,027). Nilai negatif artinya semakin tinggi tingkat intensitas penyuluhan yang diikuti oleh seorang petani maka tidak dibarengi dengan meningkatnya pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena intensitas penyuluhan yang diikuti tidak banyak membahas tentang usahatani konservasi melainkan usaha lainnya. Hal ini bisa disebabkan oleh banyaknya informasi yang diterima mengakibatkan titik jenuh para petani dan
128
terjadinya kelebihan informasi yang dapat memberikan efek yang negatif terhadap perilaku seseorang. Sebagaimana yang dikatakan oleh Millar dalam (Thoha, 2004) bahwa kelebihan informasi (overload) hal ini merupakan suatu keadaan bahwa besarnya jumlah informasi yang diterima akan banyak mempengaruhi jalannya komunikasi. Muatan informasi yang berlebihan ini lebih condong menimbulkan reaksi-reaksi yang negatif terhadap komunikasi. Berdasarkan Tabel 20 maka dapat dilihat juga nilai koefisien regresi dan pengaruh masing-masing variabel yang uji antara faktor intensitas komunikasi petani dengan perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. berdasarkan nilai koefisien regresi dalam Tabel 20 antara faktor intensitas komunikasi petani terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air dapat ditulis persamaan dan model regresinya sebagai berikut: Y2 = α + b1Y1.1 + b2Y1.2 + b3Y1.3 + b4Y1.4 Y2 = 2,592 + 0,106Y1.1 + 0,148Y1.2 + 0,857Y1.3 - 1,036Y1.4 Berdasarkan Tabel 20 hanya pada variabel intensitas komunikasi sesama petani yang tidak memberikan pengaruh yang signifikan sedangkan variabel intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional, intensitas komunikasi dengan media massa/keterdedahan media massa dan intensitas penyuluhan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).
129
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Faktor karakteristik petani dan faktor lingkungan secara simultan berpengaruh nyata terhadap intensitas komunikasi petani. Namun secara parsial faktor karakteristik petani hanya aspek tingkat pendidikan dan status lahan, serta pada faktor lingkungan aspek teknologi konservasi, lembaga sosial, dan organisasi usahatani konservasi yang berpengaruh secara nyata dan positif terhadap intensitas komunikasi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Adapun yang berpengaruh positif pada karakteristik petani yaitu umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, kepemilikan media massa, tingkat pendapatan, serta status kepemilikan lahan sedangkan pada faktor lingkungan yaitu teknologi konservasi, lembaga sosial, dan organisasi usahatani konservasi. 2) Faktor karakteristik dan faktor lingkungan secara simultan berpengaruh secara nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Namun secara parsial pada faktor karakteristik petani hanya aspek tingkat pendidikan dan status kepemilikan lahan, serta pada faktor lingkungan semua aspek (teknologi konservasi, permodalan usahatani konservasi, lembaga sosial, organisasi usahatani konservasi dan nilai sosial budaya) berpengaruh secara nyata dan positif terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Adapun yang berpengaruh positif pada faktor karakterisik petani yaitu tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, tingkat pendapatan, dan status kepemilikan lahan sedangkan yang pada faktor lingkungan yaitu teknologi konservasi, lembaga sosial dan organisasi usahatani konservasi.
130
3) Faktor intensitas komunikasi petani secara simultan berpengaruh secara nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Namun secara parsial pada faktor intensitas komunikasi petani, aspek intensitas komunikasi dengan pengelola TNGP, intensitas komunikasi dengan media massa serta intensitas penyuluhan yang berpengaruh secara nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Adapun faktor intensitas komunikasi petani yang berpengaruh positif yaitu intensitas komunikasi sesama petani, intensitas komunikasi dengan pengelola TNGP, dan intensitas dengan media massa sedangkan intensitas penyuluhan berpengaruh nyata namun bersifat negatif. 6.2. Saran 1) Adanya berbagai upaya peningkatan komunikasi yang lebih baik dan berkesinambungan dengan media yang dapat diatur, perlu diarahkan oleh pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangarango (TNGP) dan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk keberlanjutan, menjaga dan memelihara sumberdaya alam yang sangat berharga tersebut (taman nasional dan daerah sekitarnya) sehingga fungsi sebagai daerah penyangga, penyedia jasa lingkungan, laboratorium ilmu pengetahuan tetap terjaga kelestariannya. 2) Untuk memaksimalkan keberhasilan dan keberlanjutan beberapa program untuk menjaga keberlanjutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) yang salah satunya program Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif
(RHLP)
maka
dipandang
perlu
untuk
senantiasa
memperhatikan faktor karakteristik petani dan faktor lingkungan serta intensitas komunikasi dengan semua pemangku kepentingan (stakeholder) dengan memanfaatkan beberapa media massa (baik cetak maupun elektronik).
131
DAFTAR PUSTAKA Akib, T. 2002. Perkebunan Kakao Rakyat (Aspek Ekonomi dan Kesejahteraan). Magister Akuntasi STIE TRI DHARMA: Bandung. Arifin, B. 2001. Intensifikasi dan Degradasi Lahan Ditingkat Petani, Jurnal Sosio Ekonomi. Nomor 7. Desember 2001. Arikunto, S. 1982. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta: Jakarta. Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press: Bogor. Azwar, S. 2003. Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannya. Edisi. Ke-2. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Berlo, D.K. 1960. The Process of Communication, An Introduction to Theory and Practice. Hold, Reinhart and Winston Inc: New York. Depdiknas, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ke- 3. Balai Pustaka: Jakarta. DeVito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Edisi Kelima. Hunter College of the City University of New York. Alih Bahasa: Ir. Agus Maulana MSM, Proofreader Dr. Lyndon Saputra. Professional Books: Jakarta. Effendi, O.U. 2005. Komunikasi dan Modernisasi. Saduran Himpunan Karya: Carl I. Hovland, Charles H. Cooley, Wilbur Scramm, Bernard Berelson, Joseph Klapper, Ithiel De Sola Pool, Majid Tehranian, Alex Inkeles, Robert M. Maciveer, dan Charles H. Page, Gerhard Maleetzke. Cetakan ke-VII. Mandar Maju: Bandung. Effendi, O.U. 2001. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya: Bandung. Eswaran, H.R. Lal and P.F. Reich. 2001. land degradation: an overview. Responses to land degradation. Proc.2nd. international conference on land degradation and deterfication, khon kaen. Thailand. Oxford Press: New Delhi, India. Gerungan.1996. Psikologi Sosial. Eresco: Bandung Hamundu, Mahmud. 1997. Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian. Warna Indonesia: Jakarta. Hamilton, L.S. dan P.N.King, 1997. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika (Tropical Forested Watersheds). Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
132
Halim, N.R. 1992. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Perilaku Komunikasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam KUD Dan Pemanfaatan Kredit Pedesaaan Di kabupaten Cianjur Jawa Barat. (Tesis) Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor. Jahi, Amri. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di NegaraNegara Dunia Ketiga.Gramedia: Jakarta. Liliweri, A. 2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. LKIS: Yogyakarta. Lionberger, H.F. and P.H. Gwin 1982. Communication Strategies. A Guide for Agricultural Change Agents. Ilionis: The Interstate Printers & Publishers Mar’at. 1981. Sikap Manusia, Perubahan dan Serta Pengukurannya. Ghalia: Jakarta. Meyer. 1981. Modelling Conservation Practices, Ed.RPC. Morgan, Soil Conservtion Probleem and Prospects. John Willeey and Sons: New York. Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi Efektif, Suatu Pendekatan Lintasbudaya. Rosdakarya: Bandung. Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Rosdakarya: Bandung. Mulyana, Dadan. 2002. Pengaruh Terpaan Informasi Kesehatan di Televisi Terhadap Sikap Hidup Sehat Keluarga. Mediator Jurnal Komunikasi. Volume 3 Nomor 2. Universitas Islam Bandung: Bandung Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta. Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Rosdakarya: Bandung. Rogers, E. 1989. Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. Terjemahan Dasmar Nurdin. LP3ES: Jakarta. Rogers, E. 1985. Komunikasi dan Pembangunan. Dasmar Nurdin, penterjemah; Rogers, E.M, 1976. Terjemahan dari Communication and Development. LP3ES: Jakarta Rogers, E. M. dan Shoemaker F.F. 1971. Communication Of Innovation : A Cross Cultural Approch Sec. Ed. University Press: New York.
133
Sarbi, ML. 2006. Master Plan Pariwisata Alam Tingkat Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. PT. Sarbi Moerhani Lestari: Bogor. Saragih, B. 1993. Pemantapan Perangkat Kelembagaan Sosial Ekonomi. Suatu Upaya Penanggulangan Kemiskinan Di DAS Kritis. Prosisding Kongres II Dan Seminar Nasional MKTI: Yogyakarta. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Penjelasan konsep, Istilah, dan Indikator serta Variabel”. Penerbit PT. Bina Rena Pariwara: Jakarta Selatan. Setiana, Lucie. 2005. Teknik Penyuluhan daan Pemberdayaan Masyarakat. Ghalia Indonesia; Ciawi. Soerjani. M, Yuwono A dan Fardiaz D. 2006. Lingkungan Hidup (The Living Environment), pendidikan, pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Diterbitkan oleh Yayasan Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan (IPPL): Jakarta. Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Penerbit Andi: Yogyakarta. Severin, J.W. dan Tankard. Jr.J.W. 2005. Teori Komunikasi, Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa. Kencana: Jakarta. Sahaka, S. 1998. Kajian Tentang Tingkat Keberhasilan Transmigrasi di Kabupaten Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Tesis Program Pascasarjana Universitas Brawijaya: Malang. Sarwono. 2002. Psikologi Sosial. Individu Dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Balai Pustaka: Jakarta. Scrhramm, W. 1982. Men, Women, Massages And Media. Understanding Human Communication. Harper And Row Publishers: New York. Siahaan, N.H.T. 2006. Hukum Lingkungan. Penerbit Pancuran Alam: Jakarta Setiani, C. Dkk. 1996. Peranan Kelembagaan Sosial Ekonomi Dalam Implentasi Teknologi Usahatani Konservasi di Daerah Aliran Sungai Jratunseluna Bagian Hulu. Prosiding Kongres ke-II dan Seminar Nasional MKTI di Jogyakarta, 1993. Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. April 1996: Bogor Siagian, S.P. 2002. Manajemen Sumberdaya Manusia. Bumi Aksara: Jakarta.
134
Sinukaban, N. 1989. Manual Inti tentang Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi. Dit. Pendayagunaan Lingkungan Pemukiman. Dep. Transmigrasi Rep. Indonesia. Sismomartono, D. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press: Bogor. Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. IPB: Bogor. Soekanto, S. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia Press: Jakarta. Sujarwo, 2004. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Masyarakat Sekitar Hutan dalam Pelestarian Hutan. (Kasus di Hutan Diklat Tabo-tabo kabupaten Pangkep, Propinsi Sulawesi Selatan). Tesis. Sekolah pascasarjan IPB: Bogor. Sumahadi, 1993. Usahatani dan Pemanfaatan Perangkat Kelembagaan Sosial Ekonomi. Suatu Upaya Penanggulangan Kemiskinan di DAS Kritis. Prosiding Kongres ke-II dan Seminar Nasional MKTI di Jogyakarta, 1993. Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. April 1996: Bogor. Suryawati.1993. Hubungan karekteristik peneliti dan Penyuluh pertanian tanaman Pangan dengan Persepsi Mereka Tentang Kendala Komunikasi peneliti dan Penyuluh di Sulawesi Selatan (tesis) SPs. IPB: Bogor. Suparta, N. 2001. Perilaku Agribisnis Dan Kebutuhan Penyuluhan Peternak Ayam Ras Pedaging (Desertasi) Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Susanto, AS. 1985. Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Sosial. Binacipta: Jakarta. Thoha, Miftah. 2004. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Divisi Buku Perguruan Tinggi PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta. TNGP, 1995. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 1995-2020. Buku II. Cibodas: Cianjur. Tubbs, S.L , Moss, S. 2000. Human Communication. Konteks-konteks komunikasi. Alih bahasa Deddy Mulyana dan Gembirasari. Cetakan ke 2. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. Triton, P.B. 2005. SPSS 13.0 Terapan. Riset Statistik Parametrik. Andi Offset: Yokyakarta.
135
Usman, Sunyoto. 2004. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Cetakan III. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Van Den Ban AW, Hawkins H.S. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius: Yogyakarta. Wahyudi, S. 2004. Perilaku Komunikasi Anggota Masyarakat Sekitar Hutan Terhadap Pelestarian Hutan (Kasus di Hutan Diklat Bukit Suliga Kabupaten Rokan Hulu,Riau. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor. Walgito, B. 2002. Psikologi Sosial. Suatu Pengantar, Edisi Ke-3 Yogyakarta Wardhani, A.C. 1994. Hubungan Karekteristik Demografis dan Motivasi Kognitif Peternak dengan Penggunaan Sumber-Sumber Informasi Tentang Ayam Buras di Desa Cisontrol, Kabupaten Ciamis. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Yulianto, B.L. 2001. Otonomi Sumberdaya Hutan. Prosiding Reguler U. FKKM. Bandar Lampung 23-25 Januari 2001. Zahid, A. 1997. Hubungan Karakteristik Peternak Sapi Perah Dengan Sikap dan Perilaku Aktual Dalam Pengelolaan Limbah Peternak (Tesis) Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor.
136
LAMPIRAN
137
Lampiran 1. Peta dan lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo (TNGP) dan Lokasi penelitian
Sukaresmi X
Tapos Cimande
X X
Peta dan Lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dan lokasi Penelitian (kode X)
138
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas dan Reliabilitas Variabel X2 (Faktor Lingkungan) R E L I A B I L I T Y A)
A N A L Y S I S
-
S C A L E
(A L P H
Item-total Statistics
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
58.7895 58.7368 59.1579 59.1579 58.7368 58.8421 58.8947 58.8947 58.7368 58.8421 58.6842 58.6316 58.6316 58.7368 58.6316 60.6316 60.6316 58.7895 58.6316 58.8421 58.6842 58.8421 58.7368
12.7310 13.8713 12.8070 17.4737 14.5380 16.2515 12.4327 12.4327 14.2047 12.8070 14.5614 15.4678 15.4678 14.5380 15.4678 15.4678 15.4678 13.7310 15.4678 11.8070 14.5614 12.8070 13.5380
Corrected ItemTotal Correlation .6945 .6374 .5222 -.5291 .3454 -.2840 .8872 .8872 .4896 .6197 .4876 .0000 .0000 .3454 .0000 .0000 .0000 .5750 .0000 .7530 .4876 .8290 .7889
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
.8375
19.0
N of Items = 23
Alpha if Item Deleted .8152 .8228 .8266 .8790 .8331 .8606 .8057 .8057 .8281 .8194 .8301 .8393 .8393 .8331 .8393 .8393 .8393 .8236 .8393 .8100 .8301 .8104 .8173
139
2. Validitas dan Reliabilitas Variabel Y1 (Intensitas Perilaku Komunikasi) R E L I A B I L I T Y A)
A N A L Y S I S
-
S C A L E
(A L P H
Item-total Statistics
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00027
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
69.9500 70.0000 70.0000 69.9500 69.8000 69.9000 70.5500 69.8500 70.3500 70.0500 69.8500 69.8000 69.8500 69.9000 69.9500 70.0000 69.9500 69.9000 69.9500 70.5000 70.7500 69.9000 69.9500 69.7500 69.9500 69.9500 69.9000
90.0500 92.3158 86.6316 90.0500 95.9579 90.9368 87.5237 92.9763 93.9237 85.7342 94.0289 93.8526 92.9763 91.5684 90.0500 86.6316 90.0500 90.9368 90.0500 96.3684 94.8289 90.9368 90.0500 96.9342 88.6816 90.0500 90.9368
Corrected ItemTotal Correlation .9582 .6408 .9210 .9582 .3771 .9226 .5315 .7383 .2375 .9774 .4276 .7343 .7383 .8390 .9582 .9210 .9582 .9226 .9582 .2221 .4355 .9226 .9582 .3048 .7679 .9582 .9226
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
.9659
20.0
N of Items = 27
Alpha if Item Deleted .9629 .9651 .9627 .9629 .9665 .9633 .9699 .9646 .9712 .9621 .9666 .9649 .9646 .9638 .9629 .9627 .9629 .9633 .9629 .9676 .9663 .9633 .9629 .9668 .9642 .9629 .9633
140
3. Validitas dan Reliabilitas Variabel Y2 (Faktor Perilaku Petani Dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air) R E L I A B I L I T Y A)
Scale Mean if Item Deleted VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00027 VAR00028 VAR00029 VAR00030 VAR00031 VAR00032 VAR00033 VAR00034 VAR00035 VAR00036 VAR00037 VAR00038 VAR00039 VAR00040 VAR00041 VAR00042 VAR00043 VAR00044 VAR00045
113.5000 113.6500 113.3000 113.8000 113.3500 114.2000 113.7500 113.7500 113.3500 113.5000 113.5500 113.5500 113.4500 113.5500 113.5000 113.5500 113.5000 113.9500 114.1500 113.3500 114.0000 113.8000 113.4500 113.7000 113.4500 113.2500 113.3500 113.3000 113.2500 113.8500 113.7000 113.8500 113.3000 114.0500 113.5000 114.0500 113.9000 113.9000 113.2500 113.5500 113.5500 113.8000 113.7500 113.5500 113.4500
A N A L Y S I S
-
S C A L E
Item-total Statistics Scale Corrected Variance Itemif Item Total Deleted Correlation 53.5263 55.3974 56.6421 51.3263 57.5026 52.4842 53.4605 56.4079 56.6605 53.6316 54.9974 53.4184 54.4711 54.7868 55.6316 51.2079 55.6316 52.0500 53.3974 56.4500 52.3158 54.6947 55.5237 55.0632 57.2079 56.5132 54.7658 57.9053 57.7763 53.7132 52.9579 56.1342 56.9579 55.2079 58.4737 52.3658 57.6737 54.0947 57.4605 55.9447 59.4184 50.9053 55.3553 55.5237 54.0500
.5202 .2196 .1272 .6582 -.0560 .4106 .3957 .0858 .0964 .4026 .2278 .5128 .4053 .3175 .2101 .6871 .1606 .4608 .3447 .1348 .6259 .3200 .2425 .2627 -.0117 .2270 .4475 -.1438 -.1471 .3217 .5498 .1299 .0589 .2584 -.1687 .3656 -.0796 .3457 -.0543 .1560 -.3091 .5440 .1784 .2143 .4713
(A L P H
Alpha if Item Deleted .7971 .8054 .8072 .7901 .8130 .7985 .7996 .8093 .8080 .7995 .8054 .7970 .8006 .8026 .8056 .7893 .8076 .7964 .8013 .8072 .7929 .8025 .8048 .8042 .8112 .8059 .8006 .8119 .8107 .8022 .7955 .8079 .8084 .8043 .8181 .8006 .8133 .8014 .8095 .8072 .8198 .7924 .8072 .8055 .7988
141
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
20.0
N of Items = 45
.8077
3.1. Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan Petani (Y2.1) tentang Konservasi Tanah dan Air sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango R E L I A B I L I T Y A)
Statistics for SCALE
A N A L Y S I S
Mean 39.2500
Variance 10.0921
-
S C A L E
Std Dev 3.1768
(A L P H
N of Variables 15
Item-total Statistics
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
36.5500 36.7000 36.3500 36.8500 36.4000 37.2500 36.8000 36.8000 36.4000 36.5500 36.6000 36.6000 36.5000 36.6000 36.5500
8.2605 9.3789 9.8184 8.1342 9.9368 8.4079 9.2211 9.7474 9.2000 8.1553 8.7789 8.9895 8.7895 9.5158 8.8921
Corrected ItemTotal Correlation .5959 .1448 .0928 .4689 -.0273 .2752 .1376 .0264 .3410 .4936 .2783 .2941 .4196 .1116 .3491
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
.6437
20.0
N of Items = 15
Alpha if Item Deleted .5805 .6442 .6454 .5909 .6662 .6283 .6491 .6606 .6210 .5880 .6250 .6230 .6075 .6481 .6157
142
3.2. Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap Petani (Y2.2) tentang Konservasi Tanah dan Air sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango R E L I A B I L I T Y A) Statistics for SCALE
A N A L Y S I S
Mean 39.1000
Variance 8.6211
-
S C A L E
Std Dev 2.9362
(A L P H
N of Variables 15
Item-total Statistics
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
36.4500 36.4000 36.8500 37.0500 36.2500 36.9000 36.7000 36.3500 36.6000 36.3500 36.1500 36.2500 36.2000 36.1500 36.7500
6.3658 8.3579 6.6605 7.1026 8.3026 6.7263 7.9053 8.1342 7.8316 8.4500 8.1342 7.6711 8.6947 8.6605 6.8289
Corrected ItemTotal Correlation .6448 -.0191 .3914 .2863 .0873 .5974 .1639 .1142 .1833 -.0102 .3425 .4020 -.0928 -.0680 .3828
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
.6050
20.0
N of Items = 15
Alpha if Item Deleted .5004 .6354 .5531 .5794 .6076 .5199 .6001 .6062 .5971 .6238 .5867 .5689 .6239 .6165 .5561
143
3.3. Validitas dan Reliabilitas Variabel Keterampilan Petani(Y2.3) tentang Konservasi Tanah dan Air sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango R E L I A B I L I T Y A) Statistics for SCALE
A N A L Y S I S
Mean 37.8500
Variance 8.3447
-
S C A L E
Std Dev 2.8887
(A L P H
N of Variables 15
Item-total Statistics
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
35.3500 35.5000 34.9500 35.7000 35.1500 35.7000 35.5500 35.5500 34.9000 35.2000 35.2000 35.4500 35.4000 35.2000 35.1000
6.4500 7.4211 8.7868 7.2737 8.6605 5.5895 8.2605 6.2605 8.5158 7.6421 9.7474 6.0500 7.7263 6.9053 7.4632
Corrected ItemTotal Correlation .6262 .2566 -.2942 .3150 -.1910 .5451 -.0506 .6149 -.1694 .1712 -.5374 .4655 .0751 .4666 .2819
Reliability Coefficients N of Cases = Alpha =
.5230
20.0
N of Items = 15
Alpha if Item Deleted .4077 .4919 .5651 .4800 .5864 .3813 .5489 .3984 .5431 .5088 .6315 .4178 .5326 .4482 .4891
144
Lampiran 3. Hasil Analisis Statistik Pengaruh Karakteristik (X1) terhadap Intensitas Komunikasi Petani sesama Petani (Y1.1) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X1.8, X1.4, X1.6, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y1.1 Model Summary
Model 1
R.549a
R Square .301
Adjusted R Square .250
Std. Error of the Estimate .34107
a. Predictors: (Constant), X1.8, X1.4, X1.6, X1.5, X1.3, X1. 7, X1.2, X1.1
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 5.518 12.796 18.314
df
8 110 118
Mean Square .690
F 5.930
Sig. .000a
.116
a. b. Predictors: (Constant), X1.8, X1.4, X1.6, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1 Dependent Variable: Y1.1 Coefficientsa
Model 1
(Constant) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8
Unstandardized Coefficients B Std. Error 2.807 .404 -.154 8.160E-02 -.144 -.065 -.125 7.725E-02 9.123E-02 .248
a. Dependent Variable: Y1.1
.091 .058 .049 .066 .050 .046 .043 .056
Standardized Coefficients Beta -.150 .116 -.257 -.082 -.205 .138 .179 .354
t 6.954 -1.701 1.401 -2.949 -.988 -2.482 1.692 2.134 4.412
Sig. .000 .092 .164 .004 .325 .015 .093 .035 .000
145
Pengaruh Karakteristik (X1) terhadap Intensitas Komunikasi Petani dengan Pengelola TNGP (Y1.2) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y1.2 Model Summary
Model 1
R.533a
R Square .284
Adjusted R Square .232
Std. Error of the Estimate .36002
a. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1. 7, X1.2, X1.1
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 5.705 14.387 20.092
df
8 111 119
Mean Square .713
F 5.502
Sig. .000a
.130
a. b. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1 Dependent Variable: Y1.2
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8
Unstandardized Coefficients B 2.442 Std. Error .425 -.113 .148 -.157 -.045 -.112 5.149E-02 7.938E-02 .245
a. Dependent Variable: Y1.2
.096 .061 .052 .069 .053 .047 .045 .059
Standardized Coefficients Beta -.105 .202 -.266 -.055 -.174 .089 .149 .335
t 5.745 -1.185 2.415 -3.041 -.654 -2.097 1.087 1.760 4.137
Sig. .000 .238 .017 .003 .514 .038 .279 .081 .000
146
Pengaruh Karakteristik (X1) terhadap Intensitas komunikasi Petani dengan Media Massa(Y1.3) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y1.3
Model Summary
Model 1
R.571a R Square .326
Adjusted R Square .277
Std. Error of the Estimate .29248
a. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1. 7, X1.2, X1.1 ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 4.587 9.495 14.083
df
8 111 119
Mean Square .573
F 6.703
Sig. .000a
.086
a. b. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1 Dependent Variable: Y1.3
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8
Unstandardized Coefficients B 2.682 Std. Error .345 -.185 .105 -.143 -.035 -.075 5.544E-02 6.982E-02 .237
a. Dependent Variable: Y1.3
.078 .050 .042 .056 .043 .038 .037 .048
Standardized Coefficients Beta -.205 .170 -.289 -.050 -.140 .114 .156 .387
t 7.765 -2.376 2.101 -3.403 -.616 -1.739 1.440 1.906 4.922
Sig. .000 .019 .038 .001 .539 .085 .153 .059 .000
147
Pengaruh Karakteristik (X1) terhadap Intensitas penyuluhan (Y1.4) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y1.4 Model Summary
Model 1
R.553a
R Square .306
Adjusted R Square .256
Std. Error of the Estimate .30982
a. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1. 7, X1.2, X1.1
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 4.705 10.655 15.360
df
8 111 119
Mean Square .588
F 6.127
Sig. .000a
.096
a. b. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1 Dependent Variable: Y1.4
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8
Unstandardized Coefficients B 2.810 Std. Error .366 -.166 7.825E-02 -.146 -.029 -.091 7.512E-02 8.102E-02 .231
a. Dependent Variable: Y1.4
.082 .053 .044 .059 .046 .041 .039 .051
Standardized Coefficients Beta -.177 .122 -.284 -.040 -.163 .148 .173 .362
t 7.679 -2.021 1.479 -3.291 -.490 -1.988 1.842 2.088 4.544
Sig. .000 .046 .142 .001 .625 .049 .068 .039 .000
148
Pengaruh Karakteristik (X1) terhadap Intensitas komunikasi Petani (Y1) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y1 Model Summary
Model 1
R.485a
R Square .235
Adjusted R Square .180
Std. Error of the Estimate .14915
a. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1. 7, X1.2, X1.1
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .758 2.469 3.227
df
8 111 119
Mean Square .095
F 4.259
Sig. .000a
.022
a. b. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1 Dependent Variable: Y1
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8
Unstandardized Coefficients B 2.046 Std. Error .176 3.402E-03 .112 3.923E-03 2.657E-02 -.005 2.478E-02 -.003 6.393E-02
a. Dependent Variable: Y1
.040 .025 .021 .029 .022 .020 .019 .025
Standardized Coefficients Beta .008 .379 .017 .080 -.019 .107 -.016 .218
t 11.617 .086 4.385 .184 .928 -.217 1.262 -.178 2.607
Sig. .000 .932 .000 .855 .355 .829 .209 .859 .010
149
Pengaruh Faktor Lingkkungan (X2) terhadap Intensitas Komunikasi Sesama Petani (Y1.1) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y1.1 Model Summary
Model 1
R.699a
R Square .488
Adjusted R Square .466
Std. Error of the Estimate .28794
a. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 8.945 9.368 18.314
df
5 113 118
Mean Square 1.789
F 21.580
Sig. .000a
t 3.665 -1.978 -2.441 1.612 7.287 3.457
Sig. .000 .050 .016 .110 .000 .001
.083
a. b. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3 Dependent Variable: Y1.1 Coefficientsa
Model 1
(Constant) X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5
Unstandardized Coefficients B .442 1.620 Std. Error
Standardized Coefficients Beta
.173 .082 .081 .074 .081
-.148 -.181 .127 .561 .281
-.341 -.201 .130 .538 .281
a. Dependent Variable: Y1.1
150
Pengaruh Faktor Lingkungan (X2) terhadap Intensitas Komunikasi dengan Pengelolaan TNGP (Y1.2) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y1.2
Model Summary
Model 1
R.735a R Square .540
Adjusted R Square .519
Std. Error of the Estimate .28488
a. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3 ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 10.840 9.252 20.092
df
5 114 119
Mean Square 2.168
F 26.712
Sig. .000a
t 2.927 -1.855 -1.855 .413 9.005 3.339
Sig. .004 .066 .066 .680 .000 .001
.081
a. b. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3 Dependent Variable: Y1.2
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5
Unstandardized Coefficients B 1.274 Std. Error .435 -.317 -.149 3.290E-02 .654 .268
a. Dependent Variable: Y1.2
.171 .080 .080 .073 .080
Standardized Coefficients Beta -.131 -.130 .031 .659 .256
151
Pengaruh Faktor Lingkungan (X2) terhadap Intensitas Komunikasi dengan Media Massa (Y1.3) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y1.3 Model Summary
Model 1
R.610a
R Square .372
Adjusted R Square .344
Std. Error of the Estimate .27863
a. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 5.232 8.851 14.083
df
5 114 119
Mean Square 1.046
F 13.478
Sig. .000a
t 4.181 -1.678 -1.891 1.941 5.264 2.853
Sig. .000 .096 .061 .055 .000 .005
.078
a. b. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3 Dependent Variable: Y1.3
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5
Unstandardized Coefficients B 1.780 Std. Error .426 -.280 -.149 .151 .374 .224
a. Dependent Variable: Y1.3
.167 .079 .078 .071 .079
Standardized Coefficients Beta -.139 -.155 .169 .450 .256
152
Pengaruh Faktor Lingkungan (X2) terhadap Intensitas penyuluhan Pertanian (Y1.4) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y1.4 Model Summary
Model 1
R.634a
R Square .402
Adjusted R Square .375
Std. Error of the Estimate .28393
a. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 6.170 9.190 15.360
df
5 114 119
Mean Square 1.234
F 15.306
Sig. .000a
t 4.827 -2.396 -1.757 1.539 5.662 3.397
Sig. .000 .018 .082 .127 .000 .001
.081
a. b. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3 Dependent Variable: Y1.4 Coefficientsa
Model 1
(Constant) X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5
Unstandardized Coefficients B .434 2.094 Std. Error
Standardized Coefficients Beta
.170 .080 .079 .072 .080
-.194 -.141 .131 .472 .297
-.408 -.141 .122 .410 .272
a. Dependent Variable: Y1.4
153
Pengaruh Faktor Lingkungan ( X2) terhadap Intensitas Komunikasi petani (Y1) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y1 Model Summary
Model 1
R.493a
R Square .243
Adjusted R Square .209
Std. Error of the Estimate .14642
a. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .783 2.444 3.227
df
5 114 119
Mean Square .157
F 7.306
Sig. .000a
.021
a. b. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3 Dependent Variable: Y1 Coefficientsa
Model 1
(Constant) X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5
Unstandardized Coefficients B .224 1.486 Std. Error
Standardized Coefficients Beta
.088 .041 .041 .037 .041
.273 -.048 .361 .228 -.167
.264 -.022 .154 9.056E-02 -.070
a. Dependent Variable: Y1
t 6.642 3.009 -.529 3.774 2.427 -1.698
Sig. .000 .003 .598 .000 .017 .092
154
Pengaruh Karakteristik Petani (X1) terhadap Pengetahuan Petani tentang Konservasi Tanah dan Air (Y2.1) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2.1 Model Summary
Model 1
R.265a
R Square .070
Adjusted R Square .003
Std. Error of the Estimate .16919
a. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1. 7, X1.2, X1.1
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .241 3.177 3.418
df
8 111 119
Mean Square .030
F 1.052
Sig. .402a
.029
a. b. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1 Dependent Variable: Y2.1
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8
Unstandardized Coefficients B 2.409 Std. Error .200 .000 2.505E-02 9.782E-03 -.008 -.014 2.171E-02 5.718E-03 6.681E-02
a. Dependent Variable: Y2.1
.045 .029 .024 .032 .025 .022 .021 .028
Standardized Coefficients Beta -.001 .083 .040 -.023 -.053 .091 .026 .222
t 12.056 -.006 .867 .403 -.240 -.565 .975 .270 2.402
Sig. .000 .996 .388 .687 .811 .573 .332 .788 .018
155
Pengaruh Karakteristik Petani (X1) terhadap Sikap Petani Tentang Konservasi Tanah Entered/Removed dan Air (Y2.2)b Variables
Model 1
Variables Entered X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2.2 Model Summary
Model 1
R.293a
R Square .086
Adjusted R Square .020
Std. Error of the Estimate .15692
a. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1. 7, X1.2, X1.1
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .258 2.733 2.991
df
8 111 119
Mean Square .032
F 1.308
Sig. .247a
.025
a. b. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1 Dependent Variable: Y2.2
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8
Unstandardized Coefficients B 2.532 Std. Error .185 2.584E-02 3.189E-02 4.240E-02 -.053 -.007 3.730E-02 -.006 1.812E-02
a. Dependent Variable: Y2.2
.042 .027 .022 .030 .023 .021 .020 .026
Standardized Coefficients Beta .062 .112 .187 -.167 -.029 .167 -.028 .064
t 13.662 .620 1.190 1.885 -1.768 -.309 1.806 -.294 .702
Sig. .000 .537 .236 .062 .080 .758 .074 .769 .484
156
Pengaruh Karakteristik Petani (X1) terhadap Tindakan Petani tentang konservasi Tanah dan Air secara berkelanjutan (Y2.3) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2.3 Model Summary
Model 1
R.633a
R Square .401
Adjusted R Square .358
Std. Error of the Estimate .15221
a. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1. 7, X1.2, X1.1
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 1.721 2.572 4.293
df
8 111 119
Mean Square .215
F 9.286
Sig. .000a
.023
a. b. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1 Dependent Variable: Y2.3
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8
Unstandardized Coefficients B 2.039 Std. Error .180 -.064 .148 -.009 1.817E-02 -.004 9.506E-03 -.016 .133
a. Dependent Variable: Y2.3
.040 .026 .022 .029 .023 .020 .019 .025
Standardized Coefficients Beta -.130 .435 -.034 .047 -.015 .036 -.065 .392
t 11.346 -1.595 5.687 -.429 .622 -.191 .475 -.844 5.296
Sig. .000 .114 .000 .669 .535 .849 .636 .401 .000
157
Pengaruh Karakteristik petani (X1) terhadap Perilaku Petani (Y2) dalam melakukan Konservasi Tanah dan air secara Berkelanjutan Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2 Model Summary
Model 1
R.491a
R Square .241
Adjusted R Square .187
Std. Error of the Estimate .11038
a. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1. 7, X1.2, X1.1
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .430 1.352 1.782
df
8 111 119
Mean Square .054
F 4.412
Sig. .000a
.012
a. b. Predictors: (Constant), X1.8, X1.6, X1.4, X1.5, X1.3, X1.7, X1.2, X1.1 Dependent Variable: Y2
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8
Unstandardized Coefficients B 2.328 Std. Error .130 -.013 6.808E-02 1.415E-02 -.014 -.009 2.267E-02 -.005 7.262E-02
a. Dependent Variable: Y2
.029 .019 .016 .021 .016 .015 .014 .018
Standardized Coefficients Beta -.042 .311 .081 -.057 -.046 .131 -.034 .334
t 17.863 -.457 3.613 .894 -.665 -.537 1.560 -.388 4.001
Sig. .000 .649 .000 .373 .508 .592 .122 .698 .000
158
Pengaruh Faktor Lingkungan (X2) terhadap Pengetahuan Petani tentang Konservasi Tanah dan Air (Y2.1) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2.1 Model Summary
Model 1
R.562a
R Square .316
Adjusted R Square .286
Std. Error of the Estimate .14321
a. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 1.080 2.338 3.418
df
5 114 119
Mean Square .216
F 10.533
Sig. .000a
t 8.029 2.259 -1.086 5.800 3.084 -3.848
Sig. .000 .026 .280 .000 .003 .000
.021
a. b. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3 Dependent Variable: Y2.1 Coefficientsa
Model 1
(Constant) X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5
Unstandardized Coefficients B .219 1.757 Std. Error
Standardized Coefficients Beta
.086 .040 .040 .037 .040
.195 -.093 .527 .275 -.360
.194 -.044 .232 .113 -.155
a. Dependent Variable: Y2.1
159
Pengaruh Faktor Lingkungan (X2) terhadap sikap (Y2.2) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2.2
Model Summary
Model 1
R.336a R Square .113
Adjusted R Square .074
Std. Error of the Estimate .15256
a. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3 ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .338 2.653 2.991
df
5 114 119
Mean Square .068
F 2.902
Sig. .017a
.023
a. b. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3 Dependent Variable: Y2.2
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5
Unstandardized Coefficients B 2.474 Std. Error .233 9.896E-02 -.052 .110 7.371E-02 -.134
a. Dependent Variable: Y2.2
.091 .043 .043 .039 .043
Standardized Coefficients Beta .106 -.118 .267 .192 -.333
t 10.613 1.082 -1.209 2.579 1.896 -3.122
Sig. .000 .282 .229 .011 .061 .002
160
Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Tindakan (Y2.3) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2.3 Model Summary
Model 1
R.859a
R Square .738
Adjusted R Square .726
Std. Error of the Estimate .09939
a. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 3.167 1.126 4.293
df
5 114 119
Mean Square .633
F 64.119
Sig. .000a
t 1.479 15.356 -1.803 -1.887 -.738 3.038
Sig. .142 .000 .074 .062 .462 .003
.010
a. b. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3 Dependent Variable: Y2.3
Coefficientsa
Model 1
(Constant) X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5
Unstandardized Coefficients B.225 Std. Error .152 .915 -.051 -.052 -.019 8.510E-02
a. Dependent Variable: Y2.3
.060 .028 .028 .025 .028
Standardized Coefficients Beta .821 -.096 -.106 -.041 .176
161
Pengaruh faktor Lingkungan (X2) terhadap Perilaku petani (Y2) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2 Model Summary
Model 1
R.618a
R Square .382
Adjusted R Square .355
Std. Error of the Estimate .09842
a. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .683 1.104 1.787
df
5 114 119
Mean Square .137
F 14.108
Sig. .000a
t 9.876 6.824 -1.758 3.511 2.227 -2.457
Sig. .000 .000 .081 .001 .028 .016
.010
a. b. Predictors: (Constant), X2.5, X2.2, X2.1, X2.4, X2.3 Dependent Variable: Y2 Coefficientsa
Model 1
(Constant) X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5
Unstandardized Coefficients B .150 1.485 Std. Error
Standardized Coefficients Beta
.059 .028 .028 .025 .028
.560 -.143 .303 .189 -.218
.403 -.049 9.660E-02 5.586E-02 -.068
a. Dependent Variable: Y2
162
Pengaruh Faktor Intensitas Kom. (Y1) Terhadap Pengetahuan (Y2.1) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2.1 Model Summary
Model 1
R.417a
R Square .174
Adjusted R Square .145
Std. Error of the Estimate .15735
a. Predictors: (Constant), Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .596 2.823 3.418
df
4 114 118
Mean Square .149
F 6.016
Sig. .000a
.025
a. b. Predictors: (Constant), Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3 Dependent Variable: Y2.1
Coefficientsa
Model 1
(Constant) Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4
Unstandardized Coefficients B 2.533 Std. Error .117 .146 9.237E-02 1.084 -1.212
a. Dependent Variable: Y2.1
.097 .094 .241 .271
Standardized Coefficients Beta .337 .224 2.196 -2.565
t 21.685 1.505 .985 4.502 -4.471
Sig. .000 .135 .327 .000 .000
163
PengaruhVariables Faktor Intensitas Kom b(Y1) terhadap Sikap (Y2.2). Entered/Removed
Model 1
Variables Entered Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2.2 Model Summary
Model 1
R.166a
R Square .028
Adjusted R Square -.007
Std. Error of the Estimate .15967
a. Predictors: (Constant), Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .082 2.906 2.989
df
4 114 118
Mean Square .021
F.807
Sig. .523a
.025
a. b. Predictors: (Constant), Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3 Dependent Variable: Y2.2
Coefficientsa
Model 1
(Constant) Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4
Unstandardized Coefficients B 2.877 Std. Error .119 8.510E-02 4.749E-02 .250 -.410
a. Dependent Variable: Y2.2
.098 .095 .244 .275
Standardized Coefficients Beta .211 .123 .541 -.928
t 24.270 .867 .499 1.022 -1.490
Sig. .000 .388 .619 .309 .139
164
Pengaruh Faktor Intensitas Kom. (Y1) terhadap tindakan (Y2.3) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2.3 Model Summary
Model 1
R.478a
R Square .229
Adjusted R Square .202
Std. Error of the Estimate .17033
a. Predictors: (Constant), Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .982 3.308 4.289
df
4 114 118
Mean Square .245
F 8.460
Sig. .000a
.029
a. b. Predictors: (Constant), Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3 Dependent Variable: Y2.3
Coefficientsa
Model 1
(Constant) Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4
Unstandardized Coefficients B 2.369 Std. Error .126 8.996E-02 .300 1.225 -1.475
a. Dependent Variable: Y2.3
.105 .102 .261 .293
Standardized Coefficients Beta .186 .649 2.215 -2.788
t 18.737 .859 2.954 4.701 -5.027
Sig. .000 .392 .004 .000 .000
165
Pengaruh Faktor Intensitas Kom. (Y1) terhadap Perilaku Petani (Y2) Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3a
Variables Removed
Method Enter
.
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Y2 Model Summary
Model 1
R.479a
R Square .229
Adjusted R Square .202
Std. Error of the Estimate .10978
a. Predictors: (Constant), Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .409 1.374 1.782
df
4 114 118
Mean Square .102
F 8.476
Sig. .000a
.012
a. b. Predictors: (Constant), Y1.4, Y1.1, Y1.2, Y1.3 Dependent Variable: Y2
Coefficientsa
Model 1
(Constant) Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4
Unstandardized Coefficients B 2.592 Std. Error .081 .106 .148 .857 -1.036
a. Dependent Variable: Y2
.067 .065 .168 .189
Standardized Coefficients Beta .339 .497 2.404 -3.038
t 31.810 1.568 2.262 5.102 -5.480
Sig. .000 .120 .026 .000 .000
166
Lampiran 4. Kondisi Lahan Pertanian, Aktifitas Kelompok Tani, Gerakan Peghijauan Dan Aktifitas Ekonomi Petani Di Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Provinsi Jawa Barat.
Diskusi Kelompok yang dilakukan secara Rutin oleh kelompok Puspa Lestari Desa Suka Tani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat
Aktifitas Kelompok Tani Puspa Lestari di kebun percobaan Budidaya Tanaman hias (sebagai aktifitas ekonomi alternatif) Desa Sukatani kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat
Foto Anggota Kelokmpok Tani Puspa Lestari Desa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat.
Pemukiman Masyarakat dengan Latar Belakang Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)
Gerakan Penghijauan Yang Dilakukan oleh salah Satu Organisasi Non Pemerintah (ESPUSAID)
Pemukiman masyarakat di Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrang(TNGP)
167
Pemanfaatan Sumber daya Air Oleh Masyarakat Sekitar di Desa Lemah Duhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor
Kegiatan Praktek Lapangan Pada Kegiatan Lokakarya dan Pelatihan Pemetaan Partisipatif yang di selenggarakan oleh JPPK (Jaringan Pemetaan Partisipatif)
Kondisi lahan pertanian di Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cinajur
Teknologi konservasi pemanfaatan cek dam buatan
Lokasi gerakan Rehabilitas Hutan Lahan Partisipatif Di Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Yang ada Daerah Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.
Pembuatan terasiring pada lahan yang memiliki tingkat kemiringan yang tinggi
168
Contoh penerapan agroforestry pada salah satu lahan petani didesa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur
Kegiatan Budidaya Lebah Madu (Ekonomi alternatif) oleh kelompok Tani Tunas di desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur
Penyuluhan yang dilakukan secara rutin oleh tenaga pendamping (LSM. Anumerta) pada kelompok tani Puspa Lestari Di Desa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cinjur
Salah satu contoh kebun rehabilitas berkelanjutan Di Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur
Kegiatan rutinan petani dalam melakukan pembibitan salah satu komoditas (Tanaman Brokoli)
Peresmian Desa Model Konservasi dan Gerakan Rehabilitasi Lahan Partisipatif (RHLP) oleh Menteri Kehutan Di Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat
169
Kondisi lahan pertanian yang ada Di Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas kabupaten Cianjur yang berda di darah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Panrango (TNGP)
Kondisi lahan pertanian di Desa sindang Jaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat
Peserta Lokakarya dan pelatihan pemetaan Partisipasif yang diselenggarakan oleh Jaringan Pemetaan partisipatif (JPP)
Salah satu areal kebun masyarakat yang telah berhasil menerapkan nilai-nilai konservasi dalam beruasahatani
Lokasi dan kebun belajar RHLP berkelanjutan dii Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kab. Cianjur.
Salah Satu Papan Larangan untuk merusak tanaman di lahan percontohan RHLP di sekitar kawasan TNGP.
170
KUESIONER PENELITIAN
INTENSITAS KOMUNIKASI PETANI DAERAH PENYANGGA KAWASAN TAMAN NASIONAL DALAM MELAKUKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR SECARA BERKELANJUTAN (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Provinsi Jawa Barat)
Enumerator Tanggal Wawancara Nomor Responden
: .............................................. : .............................................. : ……………………………..
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
171
Kepada Yth: Bapak/Ibu/ Saudara(i) Di – Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP). Dalam rangka penelitian tesis saya tentang ”Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Dalam Melakukan Konservasi Tanah Dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Provinsi Jawa Barat)” maka dalam kesempatan ini saya berharap Bapak/Ibu/Saudara bersedia memberikan pendapat secara jujur tentang intensitas komunikasi dan perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Melalui pertanyaan-pertanyaan berikut ini, peneliti akan menjaga kerahasian setiap pendapat sumber. Terima kasih atas waktu dan perhatiannya. Hormat saya Peneliti PETUNJUK PENGISIAN Di bawah ini terdapat sejumlah pertanyaan yang diajukan. Bapak/Ibu, Saudara (i) dapat menjawab dengan cara memilih salah satu jawaban yang tersedia, Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan kondisi anda. Untuk kepentingan data responden, mohon diisi: 1). Nama : ............................................... 2). Jenis Kelamin : L/P * pilih salah satu 3). Pekerjaan utama : ............................................... 4). Pekerjaan sampingan : .............................................. 5). Alamat : ............................................... RT......./RW........................... Desa............., Kec................. Kabupaten.............................. 1. Karakteristik Petani (X1 ): 1. Umur : .................tahun. 2. Pendidikan formal terakhir bapak/ibu/saudara? 1). Tidak Lulus SD 5). D-I/ II/ III 2). SD 6). S-I, S-2, S-3 3). SLTP 4). SLTA 3. Sudah berapa lama Bapak/Ibu/saudara melakukan usahatani ? 1) Kurang dari 5 tahun 2) Antara 6 – 10 tahun 3) Antara 11– 20 tahun 4) Lebih dari 20 tahun 4. Apakah Bapak/Ibu memiliki Media Massa (cetak dan elektronik)? 1). Ya 2). Tidak
172
5. Jika Ya, Media Massa apa saja yang bapak/ibu saudara miliki? 1). Televisi 4). Internet 2). Radio 5). Koran 3). Majalah 6).Dan lain-lain..................... 6. Apakah Bapak/Ibu/saudara pernah bergabung dalam sebuah kelompok/organisasi yang mendukung usahatani yang bermakna konservasi tanah dan air secara berkelanjutan? 1). Lembaga Pemerintah 2). Lembaga Swadaya Masyarakat 3). Lembaga lainnya, sebutkan ............................ 7. Berapakah pendapatan Bapak/Ibu/saudara dari pekerjaan utama dari usahatani (dalam rupiah/bulan); Rp ......................./bln 8. Pendapatan sampingan Bapak/Ibu/saudara. Perbulan : Rp. ..................../bln 9. Berapa luas lahan yang Bapak /Ibu/saudara garap saat ini? ........... ha 10. Luas lahan dan status kepemilikkan lahan yang Bapak/Ibu/saudara garap? Jenis lahan Luas lahan (ha) dan status kepemilikkan Hak milik Sewa Bagi hasil Sawah .......................... .................... ...................... Tegalan .......................... .................... ...................... Semak-semak .......................... .................... ...................... Kebun ......................... .................... ...................... Dll.... ......................... .................... ...................... II. Faktor Lingkungan yang mempengaruhi usahatani Konservasi Tanah dan Air Secara berkelanjutan di Daerah penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (X2 ): 11. Apa yang Bapak/Ibu/saudara ketahui tentang taman nasional? 3). Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan system zonasi yang diamanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan , menunjang budaya, pariwisata dan rekreasi. 2) Taman nasional adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan. 1) Taman nasional adalah suatu kawasan yang terdiri dari berbagai tumbuhan yang setiap orang berhak untuk memanfaatkan secara bebas dan maksimal tanpa ikatan dan aturan yang ketat. 12. Apakah Bapak/Ibu/saudara sepakat bahwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) merupakan Aset negara yang sangat berharga, yang perlu di jaga kelestariannya? 3). Sepakat 2). Ragu-ragu 1). Tidak sepakat 13. Jika sekapat, usaha apa saja yang bapak/ibu/saudara pernah lakukan untuk menjaga kelestariannya? 3). Menjaga dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab 2). Memelihara lingkungan sekitar taman nasional 1). Usaha lainnya, sebutkan ....................
173
14. Apakah Bapak/Ibu/saudara sepakat bahwa salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian taman nasional adalah dengan cara melakukan usahatani yang bermakna konservasi tanah dan air. 3). Sepakat 2). Ragu – ragu 1). Tidak sepakat 15. Apakah Bapak/Ibu pernah menerima informasi tentang usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional? 3). Pernah 2). Ragu -ragu 1). Tidak pernah 16. Jika Ya, dari mana saja sumber informasi tersebut? Sumber informasi Topik Frekuensi Keterangan 1) Kepala desa ................ ................. ................. 2) Penyuluh ................ ................ ................. 3) LSM ................ ................ ................ 4) Tokoh masyarakat ................ ................ ................ 5) Teman/tetangga ................ ................ ................ 6) Lainnya......... ................ ................. ................ 3). Pemerintah (TNGP, Departemen kehutanan, kepala desa 2). Lembaga non pemerintah 1). Tokoh adat/tokoh masyarakat, tetangga dan teman 17. Topik apa saja yang bapak/ibu/saudara sampaikan? 3). Mengenai pertanian konservasi 2). Pertanian lainnya 1). Usaha diluar pertanian 18. Berapa kali (frekuensi) bapak/ibu/saudara dalam mencari informasi tentang usahatani konservasi? 3). Rutin ( setiap minggu) 2). Kadang-kadang (setiap tiga bulan sekali) 1). Tidak rutin (setahun sekali) 19. Tentang teknologi konservasi apa saja yang bapak/ibu/saudara cari? 3). Metode vegetatif 2). Metode mekanik 1). Metode kimia 20. Dari manakah Bapak/ibu/saudara mendapatkan informasi atau Sumber informasi tentang usahatani Konservai tanah dan air secara berkelanjutan? 3). Pemerintah 2). Lembaga non pemerintah 1). Tokoh masyarakat, teman, tetangga dan mandiri 21. Keuntungan yang bapak/ibu/saudara dapat dari Usahatani Konservasi Tanah dan Air? 1) Meningkatkan penghasilan dalam bertani konservasi 2) Kurang memberikan peningkatan penghasilan 3) Tidak mendapatkan keuntungan
174
22. Apakah bapak/ibu/saudara pernah mendengarkan tentang teknologi usahatani konservasi tanah dan air? Jenis teknologi Sumber Keuntun informa gan si *) Metode 1. Penanaman tanaman penutup tanah ............. .............. Vegetatif/ 2. Penanaman menurut kontur ............ .............. Biologis 3. Melakukan pergiliran tanaman ............ .............. 4. Penanaman rumput pada saluran ............ .............. drainase dan irigasi ............ ............. 5. Penggunaan sisa-sisa tanaman ............ ............. 6. Penanaman tanaman predator/musuh alami Metode 7. Pengolahan tanah menurut kontur ............ ............. mekanik (memotong lereng) ............ ............. 8. Pembuatan galengan dan saluran ............ ............ menurut kontur (memotong lereng) ............ .............. 9. Pembuatan teras ............ ............. 10. Pembuatan saluran drainase dan ............ ............. irigasi 11. Pemeliharaan saluran drainase dan irigasi Ket * Pilihaan dibawah ini: 1) Kepala desa 4).Tokoh masyarakat 2) Penyuluh/pengelola taman nasional 5).Teman/tetangga 3) LSM 6). Lainnya, sebutkan............ 22. Apakah di tempat Bapak/Ibu/saudara usahatani konservasi tanah dan air banyak diterapkan oleh para petani? 3) Ya 2). Ragu-ragu 1). Tidak 23. Apakah usahatani konservasi tanah dan air membutuhkan biaya yang besar? 3). Banyak 2). Sedang 3). Sedikit 20. Jika usahatani konservasi tanah dan air membutuhkan biaya besar, dari manakah sumber pembiayaannya? Jenis usahatani konservasi Sumb Besar Jangk er biaya a biaya (Rp) bulan/ * tahun Metode 1. Penanaman tanaman penutup tanah ........... ........... ........ vegetatif 2. Penanaman menurut kontur ..... ...... ........ 3. Melakukan pergiliran tanaman ........... ........... ........ 4.Penanaman rumput pada saluran .... ..... ....... drainase dan irigasi ........... ........... ....... 5 .Penggunaan sisa-sisa tanaman ... ..... ....... 6. Penanaman tanaman predator/musuh ........... ....... alami Metode 1.Pengolahan tanah menurut kontur ........... ........... ........ mekanik (memotong lereng) ... .... ....... 2.Pembuatan galengan dan saluran ........... ........... .......
175
menurut kontur (memotong lereng) ... ... ....... 3.Pembuatan teras ........... ........... ........ 4.Pembuatan saluran drainase dan irigasi .. ... ........ 5.Pemeliharaan saluran drainase dan ........... ........... ........ irigasi Keterangan. * pilihan sumber biaya ddibawah ini: 1). Bank Pemerintah 2). Bank swasta 3). Bank Perkreditan Rakyat (BPR), 4). Lembaga Dana dan Keuangan Pedasaan (LDKP) 5). Koperasi Unit Desa 6). Sumber lainnya, sebutkan....................... 24. Metode konservasi yang mana saja yang bapak/ibu/saudara kenal? 3). Vegetatif 2). Mekanik 3). Kimia 25. Bapak/ibu /saudara mengetahui tentang teknologi konservasi dari sumber informasinya? 3). Pemerintah 2). Lembaga non pemerintah 1). Sendiri/ tokoh masyarakat 26. Berapa besaran biaya setiap usahatani konservasi yang bapak/ibu/saudara ketahui? 3). Banyak 2). Sedang 1). Sedikit 27. Jika banyak, dari mana bapak/ibu/saudara mendapatkan modal tersebut? Dan apabila ada lembaga keuangan yang memberi pinjaman. Berapa jangka waktunya? 3). Panjang ( setahun) 2). Sedang 1). rendah 28. Apakah Bapak/Ibu/saudara didalam melaksanakan usahatani konservasi tanah dan air terdapat lembaga sosial yang mewadahinya? 3). Tersedia 2). Ragu-ragu 1). Tidak tersedia 29. Jika tersedia, lembaga sosial yang mana saja? Jenis lembaga Keaktifan Manfaat 1). Lembaga pemerintahan 2). Kelompok tani 3). Lembaga swadaya Masyarakat 4). Lembaga Kepemudaan 5). Lembaga lainnya, sebutkan.....
................................... ................................... ................................... ................................... ...................................
.......................... ......................... ......................... ......................... .........................
30. Jika tersedia apakah bapak/ibu/saudara memiliki keaktifan di dalamnya? 3). Aktif 2). Kurang aktif 1). Tidak aktif 31. Manfaat apa saja yang bapak/ibu/saudara dapatkan dari lembaga tersebut? 3). Bermanfaat 2). kurang bermanfaat 1). Tidak bermanfaat 32. Apakah Bapak/ibu/saudara dalam melakukan usahatani konservasi tanah dan air sangat di pengaruhi oleh nilai sosial budaya masyarakat setempat? 3). Dipengaruhi 2). Ragu-ragu 1). Tidak dipengaruhi
176
33. Jika dalam melakukan usahatani konservasi dipengaruhi oleh nilai sosial buduya, pengaruh apa saja? Variabel Parameter Dipenga ruhi Ya/tidak Nilai sosial 1) Pandangan tentang makna hidup ................. budaya 2) Pandangan tentang karya ................ 3) Pandangan tentang hubungan antar sesama ................ dengan lingkungan ............... 4) Ketaatan pada aturan lokal ............... 3). Pandangan tentang makna hidup dan ketaatn pada aturan lokal 2). Pandangan tentang hubungan sesama dengan lingkungan 1). Pandangan tentang hubungan yang dinamis. III. Intensitas Komunikasi Petani (Y1 ): Intensitas komunikasi adalah aktivitas responden dalam mencari atau menerima informasi melalui saluran interpersonal, media cetak dan media elektronik: 34. Apakah Bapak/Ibu pernah mencari informasi tentang manfaat dan kegunaan usahatani konservasi tanah dan air di sekitar taman nasional? 1). Pernah 2). Ragu-ragu 3). Tidak pernah 35.Jika pernah, kepada siapa Bapak/Ibu mencari informasi Sumber Informasi Ya/Tidak Frek (kali) 1. Kepala Desa ....................... ...................... 2. Penyuluh ....................... ...................... 3. Karang Taruna ....................... ...................... 4. LSM ....................... ..................... 5. Tokoh Masyarakat ....................... ..................... 6. Teman/Tetangga ....................... ..................... 7. Lainnya..................... ....................... ..................... 3). Pemerintah 2). Lsm 1). Tokoh masyarakat 36. Jika ya berapa kali (frekuensi) dalam mencari informasi dalam sebulan terakhir? 3). Sering 2). Pernah 1). Tidak pernah 37. Informasi apa saja yang Bapak/Ibu/saudara cari? 3). Tentang usahatani konservasi tanah dan air 2). Informasi usahatani lainnya 1). Informasi di luar pertanian 38. Jika tidak pernah, apakah yang menyebabkan Bapak/Ibu/saudara tidak mencari informasi tentang usahatani konservasi tanah dan air di sekitar taman nasioanl? 3). Ketersedian waktu yang tidak cukup 2). Tidak tersedia lembaga yang menyedia informasi yang lengkap 1). Tidak membutuhkan informasi tentang konservasi tanah dan air 39. Apakah Bapak/Ibu pernah menyampaikan informasi tentang manfaat dan kegunaan dari pada usahatani konservasi tanah dan air di sekitar taman nasional?
177
1). Pernah 2). Ragu-ragu 3). Tidak pernah 40. Jika pernah, Kepada Siapa saja Bapak/Ibu menyampaikan informasi tentang manfaat dan kegunaan usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional? 41. Metode konservasi yang manakah yang bapak/ibu/saudara sampaikan? Usahatani konservasi Disamp Topik Frekuensi Kegunaan aikan Metode vegetatif .............. .......... .............. ................. Metode mekanik
.............. ..........
..............
.................
3). Vegetatif 2). Mekanik 1). Kimiawi 42. Dari ketiga metode tersebut kepada siapa saja bapak/ibu/saudara sampaikan? 3). Pemerintah . Lsm/organisasi non pemerintah 1). Tokoh masyarakat 43. Topik apa saja yang bapak/ibu sampaikan tentang teknologi konservasi?. 3). Usahatani konservasi 2). Usahatani lainnya 1). Usaha diluar pertanian 44. Apakah bapak/ibu/saudara melakukan dengan rutin? 3). Rutin 2). Sering 1). Tidak rutin 45. Kegunaan apa saja yang bapak/ibu/saudara dapatkan? 3). Kelestarian alam dan bebas banjir 2). Meningkatkan pendapatan 1). Tidak diketahui 46. Apakah Bapak/Ibu pernah mengakses, mendengar dan melihat siaran yang berkaitan dengan usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional? 1). Pernah 2). Ragu-ragu 3). Tidak pernah 47. Jika pernah, Berapa banyak Bapak/Ibu menyaksikannya dalam satu tahun terakhir? Media elektronik Ya/tidak Topik Frek (kali) Televisi .............. .................................. ................. Internet ............... .................................. ................. Radio ............... ................................... ................. 48. Jenis Siaran dan informasi apa yang bapak/Ibu saksikan? Manakah sumber informasi yang paling mudah didapat/akses 3). Elektronik dan cetak 2). Elektronik 1). Cetak 49. Apakah Bapak/Ibu pernah membaca informasi melalui media cetak yang berkaitan dengan usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional? 3). Pernah 2). Ragu-ragu 1). Tidak pernah
178
50. Jika pernah, media cetak apa saja yang Bapak/Ibu baca tentang usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional? Media cetak Ya /tidak Topik Frek(kali) 3.Majalah,Koran,Tabloid ........ .......................... ............. 2.Brosur, Folder ........ ...... ............ 1.lainnya, sebutkan ......... ......................... ........... 51. Apakah Bapak/Ibu dalam melakukan usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional pernah mendapatkan penyuluhan secara khusus? 3). Pernah 2). Ragu-ragu 1). Tidak pernah 52. Jika pernah, dari lembaga mana saja yang melakukan penyuluhan tentang pentingnya usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional? 3) Dinas Pertanian, Pegawai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) 2). Lembaga swasta 1). Lembaga lainnya, sebutkan ................. 53. Apakah Bapak/ibu mengikuti kegiatan penyuluhan secara rutin dan berapa kali dalam setahun terakhir? Kegiatan penyuluhan Ya frekuensi (kali/thn) Rutin ................ ............... .............. Tidak rutin ................ ............... .............. 54. Apakah Bapak/Ibu dalam melakukan usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional mendapat pembinaan secara khusus dari lembaga pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 3). Ya 2). Ragu-ragu 1). Tidak
Perilaku Petani dalam Melakukan Usahatani Konservasi Tanah dan air di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunug Gede Pangrango (Y2.): Y2.1. Daftar Pertanyaan Pengetahuan Petani Tentang Teknik Konservasi Tanah Dan Air Dan Kriteria Skala Penilaian No
1
2
Deskripsi pengetahuan petani tentang teknik konservasi tanah dan air secara berkelanjutan Pengetahuan petani tentang konservasi tanah dan air dengan penerapan metode vegetasi/ biologi
Pengetahuan petani tentang konservasi tanah dan air dengan penerapan metode mekanik
Item pertanyaan pengetahuan petani tentang teknik konservasi tanah dan air 12. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang penanaman tanaman penutup tanah (tanaman jenis leguminosa, semak, rumput, kayu-kayuan dan lain-lain). 13. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang penanaman menurut kontur (tanaman ditanam dalam strip-strip yang berselang seling dan disusun memotong lereng). 14. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang pergiliran tanaman dalam berusahatani konservasi (tanaman semusim/palwija). 15. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang manfaat penanaman rumput pada saluran drainase dan irigasi. 16. Apakah bapak/ibu mengetahui manfaat dan keguanaan dari pada sisa-sisa tanaman dalam berusahatani sebagai pupuk organik. 17. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang penanaman tanaman predator/musuh alami dalam berusahatani yang ramah lingkungan. 18. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang pengolahan tanah menurut kontur (pembajakan atau pengolahan dengan memotong lereng sehingga terbentuk tumpukan tanah). 19. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang teknik pembuatan galengan dan saluran menurut kontur (memotong lereng). 20. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang pembuatan teras (pengolahan berbentuk deretan tanah berbentuk bangku dan tangga). 21. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang manfaat dari pada
Pengetah u-an tinggi
Pilihan jawaban petani Pengetahuan Pengetahuan sedang Rendah
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
2
3
Total
Pengetahuan petani tentang konservasi tanah dan air yang berhubungan dengan indikator sosial budaya
pembuatan saluran drainase dan irigasi. 22. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang manfaat dari pada pemeliharaan saluran drainase dan irigasi. 12 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang adanya perubahan kelembagaan masyarakat (lembaga pemerintah, sosial dan lainnya). 13 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang perubahan tradisi di masyarakat (pandangan tentang lingkungan sekitar, sesama, sosial dan norma/aturan lokal). 14 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang perubahan nilai di masyarakat (pandangan tentang lingkungan sekitar, sesama, sosial dan norma/aturan lokal). 15 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang adanya perubahan kualitas hidup di masyarakat. Total Skala
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
3) Tahu
2) Kurang tahu
1) Tidak tahu
Skala 3545
Skala 26 -36
Skala 15-25
Y2.2. Daftar Pertannyaan Sikap Petani Terhadap Teknik Konservasi Tanah Dan Air Dan Kriteria Penilaiannya No Pilihan jawaban responden dan skala penilaiannya Deskripsi sikap petani dan kriteria skala item pertanyaan Sikap positif Sikap netral Sikap negatif 1 Apakah bapak/ibu setuju bahwa penanaman tanaman penutup sebagai penguat teras 3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju atau petakkan sawah akan mengurangi erosi 2 Apakah bapak/ibu setuju bahwa penanaman tanaman menurut kontur pada tanah yang 3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju berlereng akan mengurangi aliran permukaan tanah atau erosi tanah 3 Apakah bapak/ibu setuju bahwa melakukan pergiliran tanaman pada tanaman pangan 3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju akan mengurangi serangan hama dan penyakit 4 Apakah bapak/ibu setuju bahwa penanaman rumput pada pematang saluran drainase 3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju dan irigasi akan mengurangi pendangkalan pada dasar drainase dan irigasi
3
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Ttl
Apakah bapak/ibu setuju bahwa penggunaan sisa-sisa tanaman sebagai pupuk akan dapat menyuburkan tanah dan mengurangi pencemaran bahan kimia Apakah bapak/ibu setuju bahwa penanaman tanaman predator sebagai musuh alami dapat mencegah serangan hama dan penyakit Apakah bapak/ibu setuju bahwa dalam mengolah tanah berlereng sebaiknya dilakukan menurut kontur atau menyilang lereng Apakah bapak/ibu setuju bahwa dalam pengolahan lahan yang berlereng perlu dibuatkan dam penghambat (chek dam) untuk menjaga ketersedian air Apakah bapak/ibu setuju bahwa pada tanah berlereng, pembuatan galengan atau saluran pembuangan air harus menurut kontur Apakah bapak/ibu setuju bahwa pembuatan teras pada tanah yang berbukit merupakan cara yang dapat mengurangi aliran permukaan atau erosi Apakah bapak/ibu setuju bahwa agar saluran drainase dan irigasi dapat berumur panjang harus dijaga dan dan dipelihara Apakah bapak/ibu setuju bahwa kelembagaan yang mengatur kegiatan yang berwawasan konservasi perlu di rubah ke arah yang lebih baik Apakah bapak/ibu setuju baahwa kebiasaan dan tradisi masyarakat yang merusak lingkungan perlu dirubah atau dikurangi Apakah bapak/ibu setuju bahwa masyarakat yang memiliki kpedulian terhadap lingkungan harus dihargai dan dicontoh Apakah bapak/ibu setuju bahwa masyarakat yang selalu menjaga kelestarian lingkungan dapat terhindar dari bencana alam Total skala
3) Setuju
2) Ragu-ragu
1) Tidak setuju
3) Setuju
2) Ragu-ragu
1) Tidak setuju
3) Setuju
2) Ragu-ragu
1) Tidak setuju
3) Setuju
2) Ragu-ragu
1) Tidak setuju
3) Setuju
2) Ragu-ragu
1) Tidak setuju
3) Setuju
2) Ragu-ragu
1) Tidak setuju
3) Setuju
2) Ragu-ragu
1) Tidak setuju
3) Setuju
2) Ragu-ragu
1) Tidak setuju
3) Setuju
2) Ragu-ragu
1) Tidak setuju
3) Setuju
2) Ragu-ragu
1) Tidak setuju
3) Setuju
2) Ragu-ragu
1) Tidak setuju
Skala35-45
Skala 26-36
Skala 15- 25
Y2.3. Daftar Pertannyaan Tindakan Petani Tentang Teknik Konservasi Tanah Dan Air Dan Kriteria Skala Penilaiannya. No Deskripsi tindakan Pilihan jawaban petani Item pertanyaan tindakan petani tentang teknik petani tentang teknik Tindakan Tindakan sedang Tindakan konservasi tana dan air konservasi tanah dan air tinggi rendah
4
1
dan kriteria penilaiannya Petani selalu melakukan tindakan konservasi tanah dan air dengan teknik vegetasi/biologi
1. Apakah bapak/ibu selalu melakukan penanaman tanaman penutup (tanaman jenis leguminosa, semak, 2. 3.
4.
5. 6.
2
Petani selalu melakukan tindakan konservasi tanah dan air dengan teknik mekanik
7.
8. 9.
10.
11.
rumput, kayu-kayuan dan lain-lain). Apakah bapak/ibu selalu melakukan penanaman menurut kontur (tanaman ditanam dalam strip-strip yang berselangseling dan disusun memotong lereng). Apakah bapak/ibu selalu melakukan pergiliran tanaman dalam berusahatani konservasi (tanaman semusim/palwija). Apakah bapak/ibu selalu melakukan penanaman rumput pada saluran drainase dan irigasi sebagai penahan erosi dan longsor. Apakah bapak/ibu selalu menggunakan sisa-sisa tanaman dalam berusahatani sebagai pupuk organik. Apakah bapak/ibu selalu melakukan penanaman tanaman predator/musuh alami dalam berusahatani yang ramah lingkungan. Apakah bapak/ibu selalu melakukan pengolahan tanah menurut kontur (pembajakan atau pengolahan dengan memotong lereng sehingga terbentuk tumpukan tanah). Apakah bapak/ibu selalu melakukan pembuatan galengan dan saluran menurut kontur (memotong lereng). Apakah bapak/ibu selalu melakukan pembuatan teras (pengolahan berbentuk deretan tanah berbentuk bangku dan tangga). Apakah bapak/ibu selalu melakukan pembuatan saluran drainase dan irigasi dalam pengolahan lahan. Apakah bapak/ibu selalu melakukan pemeliharaan saluran
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
5
3
Ttl
Petani selalu melakukan tindakan konservasi tanah dan air dengan indikator sosial budaya
drainase dan irigasi pada lahan usahataninya. 12. Apakah bapak/ibu selalu berperan dalam perubahan kelembagaan di masyarakat (lembaga pemerintah, sosial dan lainnya). 13. Apakah bapak/ibu selalu melakukan perubahan tradisi di masyarakat (pandangan tentang lingkungan sekitar, sesama, sosial dan norma/aturan lokal). 14. Apakah bapak/ibu selalu melakukan perubahan nilai di masyarakat (pandangan tentang lingkungan sekitar, sesama, sosial dan norma/aturan lokal). 15. Apakah bapak/ibu selalu melakukan suatu perubahan ke kualitas hidup yang lebih baik di masyarakat.
Total Skala
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
3).Selalu
2) Kadang-kadang
1) Tidak pernah
Skala35-45 Skala 26-36
Skala 15-25