PARAMETER DEMOGRAFI DAN PENGGUNAAN RUANG VERTIKAL LUTUNG JAWA (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) DI RESORT TAMANJAYA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
RIFQI RAHMAT HIDAYATULLAH
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Parameter Demografi dan Penggunaan Ruang Vertikal Lutung Jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) di Resort Tamanjaya Taman Nasional Ujung Kulon adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2015 Rifqi Rahmat Hidayatullah NIM E34100090
ABSTRAK RIFQI RAHMAT HIDAYATULLAH. Parameter Demografi dan Penggunaan Ruang Vertikal Lutung Jawa (Trachipythecus auratusGeoffroy 1812) di Resort Tamanjaya Taman Nasional Ujung Kulon. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA. Parameter demografi lutung jawa di Resort Tamanjaya Taman Nasional Ujung Kulon belum diketahui. Parameter demografi merupakan komponen penting untuk mempelajari populasi. Tujuan penelitian ini yaitu menduga parameter demografi dan mengidentifikasi penggunaan ruang vertikal lutung jawa. Metode yang digunakan untuk parameter demografi adalah metode terkonsentrasi. Metode continious recording digunakan untuk analisis penggunaan ruang, dan metode petak digunakan dalam analisis vegetasi. Hasil menunjukan terdapat 17 individu lutung jawa yang berada pada 3 kelompok, dengan komposisi 5 anak, 4 muda, 3 jantan dewasa dan 5 betina dewasa. Sex ratio 3 kelompok adalah 1:1.6. Angka kelahiran yaitu 0.29. Kematian tertinggi terjadi pada kelas umur muda menuju dewasa yaitu 0.66 dari muda menuju dewasa. Lutung jawa di Resort Tamanjaya menggunakan strata B dan C. Kata kunci: lutung jawa, parameter demografi, penggunaan ruang vertikal. ABSTRACT RIFQI RAHMAT HIDAYATULLAH. Demography Parameter and Use Spatial Vertical of Ebony Leaf Monkey (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) in Tamanjaya ResortUjung Kulon National Park. Supervised by YANTO SANTOSA. Demography parameter of ebony leaf monkey at Tamanjaya Resort of Ujung Kulon National Park wasn’t knew. Demography parameter was important component to the studied of population. The purposed of this study was to estimated demography parameter and indentification of used spatial vertical. The method used of demography parameter was consentration count method. The continuous recording method used for the analysis of the used of space, and method used in the analysis vegetation was plot method. Result of the study showed there were 17 individual of 3 grups, with composision 5 childerns, 4 juvenliles, 3 adult males and 5 adult females. Sex ratio from 3 groups were 1:1.6. Birthrate were 0.29. The highest mortality occured from juvenile to adult was 0.66. Ebony leaf monkey in Tamanjaya Resort used B and C level. Keywords: demography parameter, ebony leaf monkey, use spatial vertical
PARAMETER DEMOGRAFI DAN PENGGUNAAN RUANG VERTIKAL LUTUNG (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) DI RESORT TAMANJAYA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
RIFQI RAHMAT HIDAYATULLAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Parameter Demografi dan Penggunaan Ruang Lutung Vertikal Lutung Jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) di Resort Tamanjaya Taman Nasional Ujung Kulon Nama : Rifqi Rahmat Hidayatullah NIM : E34100090
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA Pembimbing
Diketahui oleh:
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Parameter Demografi dan Penggunaan Ruang Vertikal Lutung Jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) di Resort Tamanjaya Taman Nasional Ujung Kulon berhasil dilaksanakan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan arahan selama penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang telah mengijinkan dan membantu penulis sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang telah memberikan do’a dan biaya selama menempuh pendidikan. Tak lupa ucapan terima kasih kepada keluarga besar DKSHE, Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) ”Tarsius”, Nepenthes rafflesiana 47 (KSHE 47), Keluarga Mahasiswa Banten (KMB)-SeBogor, Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor, Keluarga Besar Mahasiswa Banten-Indonesia. Seluruh sahabat-sahabat atas bantuan dan do’anya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015 Rifqi Rahmat Hidayatullah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Alat dan Bahan
2
Jenis Data
3
Metode Pengumpulan Data
3
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
7
Parameter Demografi
7
Penggunaan Ruang Vertikal
9
Kondisi Biotik Habitat
12
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
13
DAFTAR TABEL 1
2
Populasi lutung jawa (Trachypithecus auratus) Potensi pakan lutung jawa di Resort Tamanjaya
7 12
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Peta lokasi penelitian Pembagian ruang pada tajuk pohon Bentuk dan ukuran petak ganda Piramida umur lutung di Resort Tamanjaya Frekuensi aktivitas makan berdasarkan ruang tajuk Frekuensi aktivitas istirahat berdasarkan ruang tajuk Frekuensi aktivitas sosial berdasarkan ruang tajuk Frekuensi aktivitas berpindah berdasarkan ruang tajuk
2 4 5 8 10 9 12 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Hasil Analisis vegetasi pada tingkat pancang Hasil Analisis vegetasi pada tingkat tiang Hasil Analisis vegetasi pada tingkat pohon Hasil Posisi koordinat lutung jawa kelompok I, II dan III
18 20 21 23
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Lutung jawa (Trachypithecus auratus) merupakan salah satu primata endemik di pulau jawa. Lutung jawa merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang mengalami kelangkaan. Malone (2003) mencatat adanya perdagangan lutung jawa di Pulau Jawa dan Bali. Pada bulan April 2008 sedikitnya 2500 individu lutung jawa setiap tahunnya diperdagangakan secara ilegal di Pulau Jawa, Bali dan Lombok (Gusti 2008). Lutung jawa tercatat dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.733/Kpts-II/1999, tentang penetapan lutung jawa sebagai satwa yang dilindungi. CITES memasukan lutung jawa dalam daftar Appendix II. IUCN menentapkan bahwa lutung jawa termasuk dalam status rentan (Vulnerable), karena diindikasikan populasinya menurun 30% sepanjang 30 tahun (3 generasi) dan beresiko punah jika tidak dilakukan penanganan (IUCN 2014). Taman Nasional Ujung Kulon adalah kawasan konservasi yang merupakan habitat lutung jawa. Lutung jawa adalah salah satu dari 5 primata yang ada di TNUK. Lutung jawa di TNUK berada di wilayah Gunung Honje termasuk Resort Tamanjaya dan di Semenanjung Ujung Kulon. Status populasi lutung jawa di Resort Tamanjaya belum diketahui. Menurut Santosa (1990) salah satu data dasar terpenting yang harus diteliti menyangkut populasi adalah data parameter demografi. Parameter demografi merupakan data dasar dan komponen penting dalam mempelajari perkembangan populasi (Santosa 1990). Parameter demografi terdiri dari ukuran populasi, angka kelahiran (natalitas), angka kematian (mortalitas), sex ratio dan struktur umur yang merupakan sifat khas dalam populasi (Odum 1971). Selain itu parameter demografi adalah faktor yang berpengaruh terhadap dinamika populasi. Selanjutnya Santosa (1990) menyebutkan bahwa penggunaan ruang merupakan seluruh interaksi antara satwa dan habitatnya, sedangkan penggunaan ruang vertikal merupakan interaksi satwa dengan habitatnya berdasarkan ketinggian dan ruang tajuk. Pentingnya data parameter demografi dan penggunaan ruang vertikal dalam pengelolaan kawasan, maka penelitian menyangkut parameter demografi dan penggunaan ruang vertikal lutung jawa penting juga dilakukan di kawasan Resort Tamanjaya, Taman Nasional Ujung Kulon. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk: 1. Menduga parameter demografi lutung jawa yang terdiri atas ukuran populasi, struktur umur, sex ratio, angka kelahiran (natalitas) dan angka kematian (mortalitas). 2. Mengidentifikasi penggunaan ruang vertikal lutung jawa.
2
Manfaat Penelitian Hasil penelitian menunjukan angka kelahiran sebesar 0.29, untuk menambah angka kelahiran perlu dipertimbangkan penambahan betina dewasa. Lutung jawa sering ditemukan di pohon kondang (Ficus variegata) bisa menjadi pertimbangan untuk program ekowisata.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian parameter demografi dan penggunaan ruang vertikal lutung jawa (Trachypitecus auratus) bertempat di Resort Tamanjaya, SPTN III, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari, Maret dan Agustus 2014.
Gambar 1 peta lokasi penelitian Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kamera 26x optical zoom wide, binokuler, Global Positioning System (GPS),pengukur waktu, tallysheet, peta citra landsat kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, pita meter, Arc GIS, tali rapia, meteran, dan hagameter. Bahan yang digunakan adalah alat tulis, sedangkan objek penelitian adalah lutung jawa.
3
Jenis Data Data primer yang diambil adalah parameter demografi yang terdiri dari ukuran populasi, natalitas, mortalitas, sex ratio dan struktur umur. Data penggunaan ruang vertikal adalah hubungan aktivitas lutung jawa berdasarkan kelas umur dengan ruang vertikal, sedangkan data sekunder berupa studi literatur yang dapat mendukung data primer. Metode Pengambilan Data Parameter demografi Metode yang digunakan dalam penelitian paramater demografi adalah metode terkonsentrasi (consentration count). Lokasi-lokasi tersebut adalah blok cibiuk, blok cilimus dan blok ciburuluk. Lokasi pengamatan ditentukan berdasarkan hasil observasi lapang dan wawancara terhadap masyarakat mitra polhut. a. Ukuran populasi Pengambilan data ukuran populasi dilakukan pada 3 titik pengamatan.Pengamatan atau penghitungan ukuran populasi disatu titik dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pagi (06.00-10.00), siang (10.00-14.00) dan sore (14.0018.00) dan sebanyak 3 kali ulangan. b. Natalitas Nilai natalitas yang diukur dilapangan adalah nilai natalitas kasar, di hitung dengan cara menghitung jumlah anak yang ditemukan dilokasi pengamatan. Pengambilan data natalitas bersamaan dengan pengambilan data ukuran populasi (Santosa 1990). c. Mortalitas Mortalitas dinyatakan dalam laju kematian kasar, yaitu perbandingan antara jumlah kematian dengan jumlah populasi (Santosa 1990). d. Struktur umur Perbedaan struktur umur yang digunakan dalam identifikasi lapang berdasarkan Napier dan Napier (1967), Grazimek (1972), Lekagul dan McNeely (1977), MacDonald (1984) diacu dalam Dewi (2005) yang terbagi atas: Anak
:
Muda
:
Dewasa :
berumur 0-4 tahun, ukuran badan kecil, masih dipelihara oleh induk sampai mencapai usia kematangan seksual dan sangat tergantung pada induk. berumur 4-8 tahun, ukuran badan sedang, sudah mencapai kematangan sexsual sampai mencapai usia reproduksi optimum. Untuk jantan skrotum mulai terlihat dan sering memisahkan diri dari kelompok dan untuk betina kelenjar susu masih kecil, sering berada dalam kelompok. berumur 8-20 tahun, ukuran tubuh besar usia reproduktif optimum sampai usia tertua. Untuk jantan ukuran tubuh lebih besar dari betina sedangkan untuk betina sering dekat dengan individu anak (aktif dalam memelihara anak). Penghitungan sex ratio hanya
4
dilakukan pada kelas umur dewasa, karena untuk kelas umur muda dan anak sulit dilakukan. Pola penggunaan ruang vertikal Aktivitas lutung jawa dibedakan menjadi aktivitas berpindah, makan, istirahat dan sosial (Rahmat 2013), berdasarkan struktur umur anak, muda, jantan dewasa dan betina dewasa.Penggunaan ruang lutung dibagi berdasarkan strata tajuk. Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005) penggunaan strata tajuk pohon yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Strata A : yaitu pepohonan dengan ketinggian lebih dari 30 meter 2. Strata B : yaitu pepohonan dengan ketinggian 18-30 meter 3. Strata C : yaitu pepohonan dengan ketinggian 4-18 meter 4. Strata D : yaitu lapisan perdu san semak dengan tinggi 1-4 meter 5. Strata E : yaitu lapisan tumbuhan penutup tanah yang mempunyai tinggi 01 meter. Menurut Putri (2009) ruang pada tajuk pohon dibagi atas ruang A1, AII, AIII,B1, BII, BIII, CI, CII dan CIII 2 (Gambar 2).
Gambar 2 Pembagian ruang pada tajuk pohon Data Vegetasi Tujuan pengambilan data vegetasi adalah untuk mengetahui karakteristik vegetasi wilyah studi. Data yang diambil dalam penelitian adalah tingkat pancang, tiang dan pohon. Metode yang digunakan adalah metode petak (Indriyanto 2006). Ukuran yang digunakan dalam petak yaitu 20mx20m. Penempatan ke 30 petak contoh disebar ke habitat lutung yang menjadi titik pengamatan. Karena menurut Gotelli dan Ellison (2004) diacu dalam Hidayat (2013) bahwa untuk mengatasi permasalah penentuan jumlah contoh, banyaknya contoh minimal adalah 10 ulangan, baik secara snapshot maupun trajectory.Pengambilan data pancang berukuran 5mx5m, tiang berukuran 10mx10m dan pohon berukuran 20mx20m. Petak contoh yang dibuat adalah 30 petak (Gambar 3).
5
(a)
(b)
Gambar 3 (a) Bentuk dan ukuran petak ganda untuk pengamatan vegetasi pada tiap lokasi habitat Lutung; (b) petak ukur untuk pancang (A), tiang (B), dan pohon (C). Analisis Data Parameter demografi Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus berikut : 1. Ukuran populasi Ukuran populasi adalah suatu ukuran yang memberikan informasi mengenai jumlah total individu satwaliar dalam suatu kawasan tertentu (Santosa 1993). Ukuran populasi lutung jawa di Resort Tamanjaya TNUK ditentukan dari hasil pengamatan. 2. Seks rasio Sex ratio adalah suatu perbandingan antara jumlah jantan potensial reproduksi terhadap banyaknya betina yang potensial reproduksi (Santosa 1993). Seks rasio dihitung dengan persamaan:
Keterangan: S = Seks rasio global J = Jumlah jantan dalam populasi B = Jumlah betina dalam populasi 3. Natalitas Natalitas atau angka kelahiran adalah suatu perbandingan antara jumlah total kelahiran dan jumlah total induk (potensial untuk reproduksi) yang terlihat pada akhir periode kelahiran (Santosa 1993).Natalitas dihitung dengan persamaan:
6
Mortalitas Nilai mortalitas diperoleh dengan pendekatan peluang hidup (Hidayat 2013). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui nilai peluang hidup dan mortalitas adalah sebagai berikut: Peluan hidup setiap kelas umur (ax) 4.
Keterangan: N(x,t) Mi
= jumlah populasi kelas umur x pada waktu ke-t. Mortalitas setiap kelas umur (Mi) =1-ax
Data vegetasi Data vegetasi di dihitung, sehingga dapat diperoleh gambaran, jumlah jenis, tingkat kerapatan, komposisi dan dominansisuatu jenis vegetasi pada suatu komunitas. Persamaan yang digunakan adalah menurut (Soerianegara et al.1998) adalah: Kerapatan
=
Kerapatan Relatif (KR)
=
Dominansi
=
Dominansi Relatif (DR)
=
Frekuensi
=
Frekuensi Relatif (FR)
=
INP pancang INP tiang dan pohon
`
× 100%
×100%
×100%
= KR+FR = KR + DR + FR.
Penggunaan ruang vertikal Penggunaan ruang vertikal dianalisis secara verbal. Analisis penggunaan ruang vertikal mencakup penggunaan ruang yang berkaitan dengan hubungan aktivitas lutung jawa dengan ruang tajuk yang terdiri dari ruang AI,AII,AIII, BI,BII,BII dan CI,CII dan CIII.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) secara administratif berada di Kecamatan Sumur dan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. TNUK memiliki luas 122.956 ha. Secara geografis TNUK terletak pada 102º02’32”-105º37’37” BT dan 06º30’43”-06º52’17” LS. TNUK ditetapkan oleh pemerintah sebagai taman nasional memalui SK. Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992 pada tanggal 26 Februari 1992. Pada tanggal 1 Februari UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) menetapkan TNUK sebagai situs wariasan dunia (world heritage site) dalam surat keputusan nomor: SC/Eco/5867/.2.409. Berdasarkan SK Dirjen PHKA nomor: SK.100/IV/-SET/2001, TNUK memiliki 8 zonasi kawasan yang terdiri dari zona zona inti darat dan laut, zona rimba, zona bahari, zona pemanfaatan darat dan laut, zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi dan zona khusus. Kawasan TNUK meliputi Semenanjung Ujung Kulon, Gunung Honje, Pulau Panaitan, Pulau Peucang dan Kepulauan Handeuleum (Yulian et al. 2015). Parameter Demografi Ukuran populasi Total individu lutung jawa di Resort Tamanjaya berjumlah 17 ekor yang terdiri atas tiga kelompok. Komposisi kelas umur lutung jawa di Resort Tamanjaya terdiri dari 5 ekor anak, 4 ekor muda, 3 ekor jantan dewasa dan 5 ekor betina dewasa (Tabel 1). Tabel 1 Populasi lutung jawa (T. auratus) di Resort Tamanjaya Kelas umur Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Total Anak 2 2 1 5 Muda 2 2 0 4 Jantan dewasa 1 1 1 3 Betina dewasa 2 1 2 5 Total 7 6 4 17 Pada kelompok 1 dan kelompok 2 jumlah individu anak berjumlah 2 ekor sedangkan jumlah individu anak pada kelompok 3 hanya 1 ekor. Penyebab perbedaan ini diduga oleh keberhasilan betina dewasa sebagai penghasil individu baru dan keberhasilan pengasuhan anak pada setiap kelompok dan keberadaan predator (Yusril 1999). Pada kelas umur muda kelompok 2 dan kelompok 3 memilik 2 individu muda sedangkan pada kelompok 3 tidak terlihat keberadaan individu muda. Pada kelompok 3 diduga merupakan kelompok baru atau individu muda sudah matang dan beranjak dewasa, dalam proses perebutan status sosial individu muda yang matang harus bersaing dengan individu jantan dewasa untuk memperebutkan status sosial, namun kalah atau mati dalam perkelahian (Yusril
8
1999). Ukuran kelompok lutung jawa di Resort Tamanjaya terdiri dari 4-7 ekor dalam satu kelompok. Menurut Sugardijo et al .(1997) diacu dalam Tobing (1999) di TNGHS lutung jawa berkelompok berkisar 2-10 ekor.Menurut Maryanto et al.(2008) lutung jawa hidup berkelompok satu atau dua ekor, akan tetapi ditemukan pula yang berkelompok hingga 5 ekor. Menurut Medway (1970) individu anggota koloni lutung jawa antara 6 – 23 ekor. Menurut Jolly (1985); Napier dan Napier (1985) diacu dalam Tobing (1999) bahwa jumlah individu pada setiap kelompok dipengaruhi oleh kelimpahan pakan dan keberadaan predator. Struktur umur Populasi lutung jawa di Resort Tamanjaya dikategorikan baik, karena jumlah individu anak lebih banyak dari muda dan dewasa (1.25:1:0.66) (Gambar 4).
Gambar 4 Piramida umur lutung di Resort Tamanjaya Hal ini menyebabkan populasi mengalami peningkatan (progresif population). Hal sama ditemukan di TNGP, menurut Ikbal (2001) lutung jawa di TNGP dalam keadaan baik karena berstatus progresif population. Hal berbeda ditemukan di beberapa tempat, menurut Febryanti (2008) di blok ireng-ireng Taman Nasional Bromo Tengger Semeru struktur umurnya mengalami penurunan. Hal berbeda ditemukan di TWA Gunung Pancar bahwa struktur umur lutung jawa di area tersebut tidak beraturan (Sulistyadi 2013). Hal ini terjadi karena perbedaan jumlah individu pada setiap kelas umur. Sex ratio Sex ratio populasi lutung jawa di Resort Tamanjaya adalah 1:1.6. Resort Tamanjaya merupakan hutan pegunungan. Menurut Sutaradu et al. (2013) di area JRSCA (Java Rhino Study Conservastion Area) TNUK dan merupakan hutan hujan dataran rendah, sex ratio lutung jawa di area tersebut lebih kecil yaitu 1:1.25. Hal ini terjadi karena jumlah jantan dewasa di area JRSCA lebih sedikit dari pada di Resort Tamanjaya. Lutung jawa di Resort Tamanjaya adalah satwa poligami, hal ini sesuai dengan penelitian Cannon and Vos (2009) serta Hendratmoko (2009) bahwa lutung jawa merupakan satwa poligami. Menurut Kool (1993) Sex ratio lutung jawa di Cagar Alam Pananjung Panggandaran adalah 1:7, namun pada tahun 2014 sex ratio berubah menjadi 1:2.87 (Puji 2014.
9
Sex ratio lutung jawa di Taman Wisata Alam Gunung Pancar adalah 1:3.5 (Sulistyadi 2013). Natalitas Nilai natalitas lutung jawa di Resort Tamanjaya adalah 0.29. Nilai dugaan natalitas di Resort Tamanjaya berbeda dengan nilai dugaan natalitas di area JRSCA. Menurut Sotaradu et al.(2013) nilai dugaan natalitas lutung jawa di area JRSCA adalah 0.26. Nilai dugaan lutung jawa di area JRSCA lebih kecil dari pada nilai dugaan natalitas di Resort Tamanjaya. Hal ini disebabkan karena populasi di area JRSCA dalam keadaan terganggu (Sotaradu et al.2013). Nilai dugaan natalitas lutung jawa di TWA Gunung Pancar lebih kecil dari nilai dugaan di Resort Tamanjaya dan di area JRSCA yaitu 0.15. Penyebabnya adalah kerusakan habitat (Sulistyadi 2013). Mortalitas Nilai peluang hidup lutung jawa di Resort Tamanjaya dari anak menuju muda adalah 0.08. Sedangkan pada kelas umur muda menuju dewasa yaitu 0.66. Mortalitas pada kelas umur anak menuju muda adalah 0.02, dan pada kelas umur muda menuju dewasa adalah 0.34. Menurut Yusril (1999) kematian pada kelas umur muda lebih banyak disebabkan oleh persaingan dalam memperebutkan status sosial dalam kelompok, persaingan untuk mendapatkan makanan, air dan ruang. Sedangkan kematian pada kelas umur anak umumnya disebabkan oleh kecelakaan atau dimangsa predator (Priyono 1998). Hasil penelitian ini sama dengan dengan hasil penelitian primata lain yaitu surili (Presbytis comata) di Taman Nasional Gunung Ceremai (Rahmat 2013) dan surili di Kawasan UGI Gunung Salak yang menyatakan bahwa angka mortalitas tertinggi terjadi pada tingkat muda menuju dewasa (Siahaan 2002). Penggunaan Ruang Vertikal Proporsi penggunaan strata pohon Proporsi penggunaan strata B oleh lutung jawa pada kelompok 1 sebesar 88.24% dan strata C sebesar 11.76%. Proporsi penggunaan strata B pada kelompok 2 yaitu 76.92% dan strata C 23.08%, sedangkan kelompok 3 proporsi penggunaan strata B sebesar 80 % dan strata C sebesar 20%. Hal ini selaras dengan pendapat Tobing (1999) bahwa pada umumnya penggunaan ketinggian oleh lutung jawa sering pada ketinggian sedang yaitu strata B dan C (15-20 meter). Namun dibeberapa tempat seperti JRSCA, menurut Sotaradu et al.(2013) proporsi pengunaan strata pohon di area JRSCA TNUK hanya menggunakan strata B dalam aktivitasnya. Hasil yang sama ditemukan di Cagar Alam Pananjung Pangandaran bahwa lutung jawa menggunakan ruang rata-rata pada ketinggian 18.2 m/strata B (Puji 2014). Lutung jawa di Taman Wisata Alam Gunung Pancar dominan berada pada strata C dalam melakukan aktivitasnya (Sulistyadi 2013). Lutung jawa di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru beraktivitas pada strata C (Febriyanti 2008). Menurut Tobing (1999) Penggunaan ketinggian oleh primata sangat tergantung dengan sumber pakan dan kesesuaian sarana dalam melakukan
10
aktivitas. Namun pada umumnya penggunaan ketinggian sering pada ketinggian sedang. Aktivitas makan Lutung jawa di Resort Tamanjaya menggunakan ruang BI, BII, BIII, CI, CII dan CIII dalam melakukan aktivitas makan, ruang tersebut pada umumnya berada pada ujung cabang, hal ini sesuai dengan pernyataan Kurland (1973) diacu dalam Sugiharto (1992) bahwa primata banyak melakukan aktivitas makan pada ujung cabang.Frekuensi terbanyak berada pada ruang BII dan CII yang digunakan oleh semua individu dan yang terbanyak untuk ruang BII digunakan oleh jantan dewasa sedangkan untuk CII yang terbanyak digunakan oleh individu anak. (Gambar 5). 2
1
0 AI
AII
AIII
Anak
BI
Muda
BII
BIII
Betina dewasa
CI
CII
CIII
Jantan dewasa
Gambar 5 Frekuensi aktivitas makan berdasarkan ruang tajuk Kelas umur anak makan sebanyak empat kali, muda tiga kali, betina dewasa empat kali dan jantan dewasa sebanyak enam kali. Menurut Ikbal (2001) tingginya frekuensi makan jantan dewasa dikarenakan ukuran tubuhnya yang relatif besar dan untuk mengimbangi energi yang dikeluarkan untuk memimpin pergerakan kelompok. Sedangkan menurut Santosa (1993) individu dengan status sosial lebih tinggi akan lebih bebas mendapatkan pakan. Aktivitas istirahat Pada aktivitas istirahat ruang yang digunakan oleh semua kelas umur adalah ruang BII dan BIII. Aktivitas istirahat kelas umur anak menggunakan ruang BI dengan frekuensi satu kali, BII dengan frekuensi dua kali dan BIII dengan frekuensi tiga kali. Individu muda dalam melakukan aktivitas istirahat menempati ruang AI, AIII, BI dan BIII dengan frekuensi masing-masing satu kali, ruang AII dan BII dengan frekuensi dua kali. Aktivitas istirahat betina dewasa menggunakan ruang AI dan BIII dengan frekuensi dua kali, ruang BII, CII dan CIII masingmasing satu kali. Sedangkan jantan dewasa menggunakan ruang AII dan CII dengan frekuensi masing-masing dua kali, ruang BII sebanyak empat kali dan CII satu kali (Gambar 5).
11
4 3 2 1 0 AI
AII
AIII
Anak
BI
Muda
BII
BIII
CI
Betina dewasa
CII
CIII
Jantan dewasa
Gambar 6 Frekuensi aktivitas istirahat berdasarkan ruang tajuk Aktivitas istirahat yang digunakan oleh kelas umur anak berada pada ruang B baik BI, BII dan BIII, karena pada ruang ini dahan pohon banyak yang lurus horizontal. Individu muda cenderung menjauhi kelompok dan berinstirahat pada ruang A dan B baik AI, AII, AIII, BI, BIII dan BIII. Aktivitas istirahat kelas umur jantan dewasa lebih banyak dibandingkan pada kelas umur lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santosa (1993) dan Seth and seth (1984) diacu dalam Shofa (2010) bahwa jantan dewasa akan lebih banyak beristirahat dibandingkan individu anak, muda, dan betina dewasa. Hal ini terjadi karena perbedaan status sosial. Aktivitas sosial Aktivitas sosial anak menggunakan ruang BIII dengan frekuensi dua kali dan CII tiga kali. Kelas umur muda menggunakan ruang AI sebanyak dua kali. Betina dewasa menggunakan ruang AII dan BI masing–masing satu kali dan jantan dewasa menggunakan ruang AI, BII dan CI masing-masing satu kali (Gambar 6). 3
2
1
0 AI
AII Anak
AIII Muda
BI
BII
BIII
Betina dewasa
CI
CII
CIII
Jantan dewasa
Gambar 7 Frekuensi aktivitas sosial berdasarkan ruang tajuk Aktivitas sosial pada kelas umur anak menggunakan ruang BIII dan CII. Aktivitas individu anak yang paling banyak terlihat adalah aktivitas sosial, hal ini sesuai dengan pernyataan Devore dan Eimnl (1984) dalam Dewi (2005) bahwa kelas umur anak banyak menghabiskan waktu untuk bermain, karena aktivitas
12
bermain adalah aktivitas terpenting untuk anak. Ruang BIII terkait dengan aktivitas bermain sedangkan ruang CII terkait dengan aktivitas makan.Aktivitas sosial kelas umur muda paling sedikit menggunakan ruang AI, karena menurut Santosa (1993) individu muda lebih cenderung melakukan aktivitas berpindah dan makan. Aktivitas berpindah Lutung jawa dalam melakukan aktivitas berpindah terlihat disemua ruang. Aktivitas berpindah kelas umur anak terlihat pada ruang BII dan CIII dengan frekuensi satu kali, BIII tiga kali, CII dua kali. Aktivitas berpindah kelas umur muda terlihat menggunakan ruang AI, BII dan BIII dengan frekuensi dua kali, AII tiga kali, sedangkan AII, BI, BIII dan CII satu kali. Aktivitas berpindah betina dewasa terlihat menggunakan ruang AII, BIII, CII dan CIII sebanyak dua kali dan BIII sebanyak satu kali. Aktivitas berpindah jantan dewasa terlihat menggunakan ruang AII sebanyak empat kali, BII, CII dan CIII sebanyak tiga kali dan BIII dua kali (Gambar 8). 4 3 2 1 0 AI
AII Anak
AIII Muda
BI
BII
BIII
Betina dewasa
CI
CII
CIII
Jantan dewasa
Gambar 8 Frekuensi aktivitas berpindah berdasarkan ruang tajuk Aktivitas berpindah sering dilakukan karena kewaspadaan terhadap gerakan yang masih tinggi, hal ini terjadi karena lutung jawa di Resort Tamanjaya jarang melakukan kontak dengan manusia. Hal yang samapun terjadi di CA Pananjung Pangandaran, menurut Puji (2013) aktivitas yang sering dijumpai pada lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran adalah berpindah. Terlihat pada gambar bahwa lutung jawa lebih banyak menggunakan ruang tajuk B. Penggunaan ruang B karena ruang tersebut cenderung tertutup dan banyak percabangan untuk menghindari predator serta memudahkan pergerakan (Dewi 2005). Kondisi Biotik Habitat Lutung Jawa di Resort Tamanjaya Pohon yang mendominasi dari hasil analisis adalah kodang (Ficus variegata) dengan INP 46.88 %, kihiyang (Albizzia procera) dengan INP 42.68% dan laban (Vitex pubescens) dengan INP 15.93%. Tingkat tiang yang mendominasi adalah kondang (Ficus variegata) dengan INP 100.40%, dahu (Dracontomelon dao) dengan INP 21.90% dan haringhin (Vitis quadricoruta) dengan INP 13.92%. Tingkat pancang yang mendominasi yaitu kijahe (Croton
13
argyratus) dengan INP 13.86%, heucit (Baccaurea javanica) dengan INP 12.65% dan teureup (Artocarpus elastica) dengan INP 11.86% Resort Tamanjaya memiliki 18 jenis potensi pakan. 5 jenis yaitu kondang, gadog, ceuri, dahu dan kedongdong hutan terlihat dimakan pada saat pengamatan. Selain yang terlihat ternyata menurut Puji (2004) lutung jawa di Pananjung Pangandaran memakan jenis salam, laban huni dan cayur. Menurut Sulistiyadi (2013) lutung jawa di Pangandaran memakan jenis carelang, kodang, salam, ceuri, cangcaratan, beunying, darowak, dahu, jati, sulangkar, laban, katapang, huni dan cayur. Menurut Sulistyadi (2013) lutung jawa di Taman Wisata Alam Gunung Pancar memakan jenis gadong, kondang, dan cayur. Menurut Shofa (2014) lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul, Jawa Barat memakan jenis leungsir, dan menurut Ikbal (2001) lutung jawa di Pos Selabintana, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat memakan jenis kondang (Tabel 2). Tabel 2 Potensi pakan lutung jawa di Resort Tamanjaya No Nama lokal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Cayurbcd Hunibd Katapangd Labanbd Sulangkard Kedongdong Hutana Jatid Dahuad Darowakd Beunyingd Cangcaratand Burahold Ceuriad Salambd Gadogac Leungsire Kondangacdf Carelanagd
Nama ilmiah Pterospermum javanicum Antidesma bunius Terminalia catappa Vitex pubescens Leea indica Spondias pinnnata Tectona grandis Dracontomelon dao Microcos tomentosa Ficus fistulosa Neonauchea calycina Stelochocarpus burahol Garcinia dioica Syzygium polyanthum Bischofia javanica Pometia pinnata Ficus variegata Pterospermum diversifolium
Bagian yang dimakan Daun Daun dan buah Daun Daun dan bunga Buah Daun dan buah Daun Daun dan bunga Buah Buah Bunga Bunga Buah dan bunga Daun Daun Daun Daun dan buah Daun
a f
berdasarkan pengamatan, bPuji (2014), cSulistyadi (2013), dHendratmoko (2013), eShofa (2014), Ikbal (2001).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Populasi lutung jawa di Resort Tamanjaya diperkirakan akan lestari, karena struktur populasinya bersifat progressive population. 2. Strata B dan strata C adalah strata yang digunakan lutung jawa di Resort Tamanjaya. Aktivitas makan lutung jawa banyak menggunakan ruang B dan
14
C karena pada ruang ini terdapat pakan lutung jawa. Aktivitas istirahat menggunakan ruang A, B dan C kecuali CI. Aktivitas sosial menggunakan ruang A kecuali ruang AIII, ruang B kecuali BI dan ruang C kecuali ruang CIII. Aktivitas berpindah menggunakan semua ruang. Saran Perlu dilakukan survey monitoring kondisi parameter demografi supaya diketahui model pertumbuhan populasinya. Selain itu diperlukan studi interaksi antara lutung jawa dengan predator, hal ini terkait dengan angka kematian lutung jawa. DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Cannon. 2009. Trachypitecus auratus Javan Langur. [internet]. [diunduh 2014 April 4]. Tersedia pada http://animaldiversity.ummz.edu. Dewi SJT. 2005. Pendugaan Parameter Demografi dan Penyebaran Populasi Lutung Hitam (Trachypithecus auratus Reichenbach, 1862) di Kawasan Uncal Geothermal of Indonesia, LTD. Gunung Salak-Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Febriyanti MS. 2008. Studi Karakteristik Cover Lutung Jawa (Trachypithecus auratusGeoffroy 1812) di Blok Ireng-Ireng Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gusti. 2008. 2500 Ekor Lutung diperdagangkan Secara Ilegal. Universitas Gajah Mada. [internet]. [diunduh 2014 Oktober 4]. Tersedia pada http://ugm.ac.id. Hendratmoko. 2009. Studi Kohabitasi Monyet Ekor Panjang dengan Lutung Jawa di Cagar Alam Pangandaran Jawa Barat. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hidayat R. 2013. Pendugaan Paramenter Demografi dan Pola Penggunaan Ruang Surili (Presbytis comata) di Taman Nasional Gunung Ciremai. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ikbal NW. 2001. Aktivitas Harian Lutung Jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) di Post Selabintana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara. IUCN.2014. The IUCN Red List of Threated Species: Trachypithecus auratus.[internet].[diunduh pada 4 Desember 2014] tersedia pada http://www.iucnredlist.org Yulian LS, Surahman Dwi WM, Rahmat RH, Fauzi A. 2015. Laporan Praktikum Kerja Lapang Profesi (PKLP) Mahasiswa Program Sarjana di Taman Nasional Ujung Kulon. Bogor (ID). Institut Pertaninan Bogor. Kool KM. 1993. Behavioural ecology of the silver leaf monkey, Trachypithecus auratus sondaicus, in The Pangandaran Nature Reserve, West Java, Indonesia [abstract]. Primate Eye (44):19-20.
15
Malone MN, Fuentes A, Purnama AR, Putra IMWA. 2003. Displaced hylobatids: biological, cultural, and economic aspects of the primate trade in Jawa and Bali, Indonesia. Trop Biodiv.8(1): 41- 49. Odum EP. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. WH Freeman and Co. San Francisco (US). 574 p. Tropics with special emphasis on South East Asia School. Priyono A. 1998. Penentuan ukuran populasi optimal monyet ekor panjang (Macaca fascicularis Raffles) dalam penangkaran dengan sistem pemeliharaan di alam bebas: Studi kasus di PT. Musi Hutan Persada. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Puji LN. 2014. Studi Populasi dan Habitat Lutung (Trachypitecus auratus sondaica) di Cagar Alam Pananjung Pangadaran Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Putri AS. 2009. Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rowe N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Primate. Charlestown, Rhode Island (US): Pogonias Press. Santosa Y. 1990. Perilaku Satwaliar.Bogor (ID): Laboratorium Ekologi Satwa Liar. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Santosa Y. 1993. Strategi Kuantitatif untuk Pendugaan Beberapa Parameter Demografi dan Kuota Pemanenan Populasi Satwa Liar berdasarkan Pendekatan Ekologi Perilaku: Studi Kasus terhadap Populasi Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Siahaan AD. 2002. Pendugaan Parameter Demografi Populasi Surili (Presbytis aygula Linnaeus 1758) di Kawasan Unocal Geothermal Indonesia Gunung Salak.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sugiharto G. 1992. Studi Perilaku Makan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Tinjil. [Skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor. Shofa I. 2014. Potensi Pakan dan Perilaku Makan Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) di Cagar Alam Dungus Iwul Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sulistyadi E. 2013. Perilaku Lutung (Trachypithecus auratu Geoffroy 1812) pada Fragmen Habitat Terisolasi di TWA Gunung Pancar. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Surya RA. 2010. Penentuan Ukuran Populasi Minimal Lestari MEV berdasarkan Parameter Demografi.[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sotaradu C, Eka P, Haristyaningrum D, Ekanasti I, Irvan, Desiawati D. 2013. Laporan Praktikum Kerja Lapang Profesi (PKLP) Mahasiswa Program Sarjana di Taman Nasional Ujung Kulon. Bogor (ID). Institut Pertaninan Bogor. Soerianegara I, Indrawan A. 1998.Ekologi Hutan Indonesia.Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soerianegara I, Indrawan A. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
16
Tobing IS. 1999. Pengaruh Perbedaan Kualitas Habitat Terhadap Perilaku dan Populasi Primata di Kawasan Cikaniki, Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat.[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Utami MIR. 2010. Studi Tipologi Wilayah Jelajah Kelompok Lutung (Trachypithecus auratus, Geoffrey 1812) di Taman Nasioanl Bromo Tengger Semeru. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yusril. 1999. Pendugaan Beberapa Parameter Demografi Populasi Beruk (Macaca nemestrina Linnaeus, 1766) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada Provinsi Dati I Sumatera Selatan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
17
Lampiran 1 Vegetasi pada tingkat pancang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama lokal Huni Laban Ceuri Kalak Gadog Darowak Kijahe Peuris Leungsir Kanyere Cayur Carelang Kokoleceran Dahu Bungur Beunying Kedongdong hutan Cangcaratan Teureup Cangkudu Lame Heucit
Nama latin Antidesma bunius Vitex pubescens Garcinia dioica Saccopetalum horsfieldii Bischofia javanica Microcos tomentosa Croton argyratus Aporosa aurita Pometia pinnata Bridelia minutiflora Pterospermum javanicum Pterospermum difersifolia Vatica bantemensis Dracontomelondao Lagerstroemina speciosa Ficus fistulosa Spondias pinnata Neonauchea calycina Artocarpus elastica Morinda citrifolia Alstonia angustiloba Baccaurea javanica
Famili Phyllanthaceae Verbenaceae Gluciaceae Annonaceae Rubiaceae Malvaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Sapindaceae Euphorbiaceae Sterculiaceae Stercullaceae Dipterocarpaceae Annacardiaceae Lythraceae Moraceae Anacardiaceae Kuliacea Moraceae Rubiaceae Apocynaceae Euphorbiaceae
K(ind/ha) 6,67 9,33 9,33 14,67 14,67 5,33 13,33 16 4 2,67 6,67 2,67 1,33 12 2,67 2,67 2,67 9,33 5,33 5,33 2,67 24
KR (%) 2,53 3,55 3,55 5,59 5,59 2,03 5,08 6,10 1,52 1,01 2,53 1,01 0,50 4,57 1,01 1,01 1,01 3,55 2,03 2,03 1,01 9,13706
F 0,01 0,02 0,02 0,33 0,33 0,17 0,67 0,33 0,33 0,17 0,67 0,03 0,03 0,13 0,07 0,03 0,03 0,01 0,75 0,01 0,03 0,26666667
FR(%) 1,31 2,63 2,63 4,40 4,40 2,20 8,80 4,40 4,40 2,20 8,80 0,43 0,43 1,75 0,88 0,43 0,43 1,31 9,90 1,31 0,43 3,5165
INP(%) 3,85 6,20 6,20 9,98 9,98 4,22 13,87 10,49 5,91 3,21 11,32 1,45 0,94 6,32 1,90 1,45 1,45 4,88 11,92 3,34 1,45 12,6535394
18
Lampiran 2 Vegetasi pada tingkat pancang (lanjutan) 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Sempur Jengkol Gombong Kopi Sulangkar Kilayu Kicantung Kacembang Padali Tangkil Kondang Kembang Mareme Ki teja Ki pura Katapang Salam Kikacang Huru Burahol Carulang Kirengas
Dillenia obovata Pithecolobium lobatum Gigantochloa verticillata Lachnastoma denciflora Leea indica Erioglobosum rubiginosum Goniothalamus macrophyllus Embelia ribes Radermachera gigantea Gnetum gnemon Ficus variegata Michelia velutina Glochidion arborescens Machilus rimosa Ficus infectoria Terminalia catappa Syzygium polyanthum Diospyros macrophylla Actininodaphn procea Stelochocarpus burahol Spatholobius ferrugineus Giuta rengas
Dilleniaceae Leguminosae Poaceae Rubiaceae Vitaceae Appindaceae Annonaceae Moraceae Bignoniaceae Gnetaceae Moraceae Magnoliaceae Fagaceae Lauraceae Moraceae Combretaceae Myrtaceae Ebenaceae Lauraceae Annonaceae Fabaaceae Anacardiaceae
2,67 5,33 2,67 10,67 1,33 13,33 1,33 6,67 2,67 1,33 4 2,67 2,67 1,33 4 2,67 14,67 1,33 2,67 2,67 1,33 1,33 262,66
1,01 2,03 1,01 4,07 0,50 5,08 0,50 2,53 1,01 0,51 1,52 1,02 1,02 0,51 1,52 1,0 5,59 0,50 1,0 1,01 0,50 0,50 100
0,07 0,07 0,07 0,27 0,03 0,17 0,03 0,01 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,17 0,17 0,33 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 7,59
0,88 0,88 0,88 3,51 0,43 2,20 0,43 1,31 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 2,20 2,20 4,40 2,20 2,20 2,20 2,20 2,20 100
1,90 2,90 1,90 7,58 0,94 7,28 0,94 3,85 1,45 0,94 1,97 1,45 1,45 0,94 1,97 3,21 9,98 2,70 3,21 3,21 2,70 2,70 200
19
Lampiran 3 Vegetasi pada tingkat Tiang No Nama lokal 1 Dahu
Nama latin Dracontomelondao
Famili Annacardiaceae
K(ind/ha) 0,67
KR (%) 6,25
F 0,07
FR(%) 6,25
D(m2/ha) 3,15
DR(%) 0,92
INP(%) 13,42
2
Gadog
Bischofia javanica
Rubiaceae
0,33
3,12
0,03
3,12
1,40
0,41
6,67
3
Ceuri
Garcinia dioica
Gluciaceae
0,33
3,12
0,03
3,12
1,28
0,38
6,62
4
Salam
Syzygium polyanthum
Myrtaceae
0,67
6,25
0,07
6,25
2,24
0,65
13,15
5
Kondang
Ficus variegata
Moraceae
1
9,38
0,07
6,25
289,45
84,78
100,40
6
Laban
Vitex pubescens
Verbenaceae
0,67
6,25
0,07
6,25
2,81
0,82
13,32
7
Bungur
Lagerstroema speciosa
Lythraceae
0,33
3,12
0,03
3,12
1,28
0,38
6,62
8
Kokoleceran Vatica bantemensis
Dipeterocarpaceae
0,33
3,12
0,03
3,12
1,28
0,38
6,62
9
Dahu
Dracontomelon dao
Anacardiaceae
0,67
6,25
0,13
12,5
10,78
3,15
21,90
10
Tereup
Artocarpus elatica
Moraceae
0,33
3,12
0,03
3,12
1,99
0,59
6,83
11
Purut
Parartocarpus venenosa
Moraceae
0,33
3,12
0,03
3,12
1,61
0,48
6,72
12
Peuris
Aporosa aurita
Euphorbiaceae
0,67
6,25
0,07
6,25
2,37
0,70
13,20
13
Jawar
Actinorhytis calapparia
Arecaceae
0,33
3,12
0,03
3,12
0,91
0,27
6,51
14
Lompong
Colocasia esculenta
Araceae
0,33
3,12
0,03
3,12
1,03
0,30
6,55
20
Lampiran 4 Vegetasi pada tingkat Tiang (lanjutan) 15
Rengas
Gluta renghas
Anacardiaceae
0,67
6,25
0,03
3,12
2,13
0,62
10,00
16
Haringhin
Cassia timoriensis
Fabaceae
0,67
6,25
0,06
6,25
4,85
1,42
13,92
17
Cangcaratan Neonauchea calycina
Kuliacea
0,33
3,12
0,03
3,12
2,31
0,38
6,62
18
Marenga
Macaranga triloba
Euphorbiaceae
0,33
3,12
0,03
3,12
1,28
0,38
6,62
19
Jengkol
Pithecolobium lobatum
Leguminosae
0,33
3,12
0,0
3,12
2,87
0,84
7,09
20
Tangkil
Gnetum gnemon
Gnetaceae
0,33
3,12
0,03
3,12
1,40
0,41
6,67
21
Kijahe
Croton argyratus
Euphorbiaceae
0,33
3,12
0,03
3,12
1,28
0,38
6,62
22
Heucit
Baccaurea javanica
Euphorbiaceae
0,33
3,12
0,03
3,12
0,87
0,25
6,50
23
Gompong
Gigantochloa verticillata
Poaceae
0,33
3,12
0,03
3,12
2,87
0,83
7,09
10,67
100
1,07
100
341,42
100
300
K (ind/ha)
KR (%)
F
2,17 0,09 2,17
5,34 0,20 5,34
0,4 0,03 0,07
Lampiran 5 Analisis Vegetasi pada tingkat Pohon No 1 2 3
Nama lokal
Nama latin
Famili
Kondang Bihbul Padali
Ficus variegata Vitex glabrata Radermachera gigantea
Moraceae Verbenaceae Bignoniaceae
FR (%) D (m2/ha) 13,33 1,11 2,22
164,12 2,59 11,87
DR (%)
INP (%)
28,20 0,44 2,03
46,89 1,77 9,61
21
Lampiran 6 Analisis Vegetasi pada tingkat Pohon (lanjutan) 4
Teureup
Artocarpus elastica
Moraceae
0,08
0,20
0,03
1,11
17,91
3,08
4,40
5
Leuleus
Calamus asperrimus
Arecaceae
2,17
5,34
0,03
1,11
2,40
0,41
6,88
6
Cangcaratan
Neonauchea calycina
Kuliacea
0,08
0,20
0,07
2,22
2,63
0,45
2,89
7
Sempur
Dillenia obovata
Dilleniaceae
2,17
5,34
0,01
3,33
11,22
1,92
10,61
8 9
Ceuri Salam
Garcinia dioica Syzygium polyanthum
Gluciaceae Myrtaceae
0,09 2,17
0,20 5,34
0,03 0,07
1,11 2,22
2,87 21,87
0,50 3,75
1,80 11,32
10
Lame
Alstonia angustiloba
Apocynaceae
0,09
0,20
0,03
1,11
1,69
0,29
1,60
11 12
Katulampa Darowak
Elaeocarpus glabra Microcos tomentosa
Elaeagnaceae Malvaceae
2,17 0,09
5,34 0,20
0,033 0,03
1,11 1,11
10,52 2,20
1,80 0,38
8,27 1,70
13 14
Kihiyang Bungur
Albizzia procera Lagerstroemia speciosa
Leguminosae Lythraceae
0,09 2,17
0,20 5,34
0,63 0,13
21,11 4,44
124,33 13,27
21,37 2,28
42,69 12,08
16 17
Pangsar Jati
Ficus callosa Tectona grandis
Moraceae Lamiaceae
2,17 0,09
5,34 0,20
0,03 0,03
1,11 1,11
3,62 2,40
0,62 0,41
7,09 1,73
18
Kisereh
Cinnamomum partthenoxylon
Lauraceae
2,17
5,34
0,03
1,11
0,98
0,17
6,62
19
Jengkol
Pithecolobium lobatum
Leguminisae
0,09
0,20
0,03
1,11
1,61
0,28
1,60
20
Huru
Actinodaphn sphaerocarpa
Lauraceae
2,17
5,34
0,03
1,11
2,40
0,41
6,88
21
Kijahe
Croton argyratus
Euphoriaceae
0,09
0,20
0,03
1,11
1,61
0,28
1,60
22
Lampiran 7 Analisis Vegetasi pada tingkat Pohon (lanjutan) 22
Huni
Antidesma bunius
Phyllanthaceae
2,17
5,34
0,03
1,11
7,97
1,37
7,82
23
Teureup
Artocarpus elastica
Moraceae
0,09
0,20
0,03
1,11
1,99
0,34
1,65
24
Kadu
Durio zibethinus
Bombacaceae
2,17
5,34
0,03
1,11
1,99
0,34
6,80
25
Peuteuy
Parkia speciosa
Fabaceae
0,09
0,20
0,07
2,22
4,51
0,78
3,20
26
Mahoni
Sweitenia macrophylla
Meliaceae
2,17
5,34
0,03
1,11
1,40
0,24
6,70
27
Rangdu
Cieba petandara
Bombacaceae
0,09
0,20
0,07
2,22
42,92
7,38
9,80
28
Nangka
Artocarpus integra
Moraceae
2,17
5,34
0,03
1,11
1,33
0,22
6,70
29
Asahan
Terracera Indica
Fabaceae
0,09
0,20
0,03
1,11
1,99
0,34
1,65
30
Kanyere
Bridelia mononica
Euphoriaceae
2,17
5,34
0,03
1,11
5,10
0,88
7,33
31
Haremeng
Cratoxylon clandestinum
Dipeterocarpaceae
2,17
5,34
0,03
1,11
10,64
1,82
8,30
32
Dahu
DracontomelonDao
Annacardiaceae
0,09
0,20
0,01
3,33
5,55
0,95
4,50
33
Gadog
Bischofia javanica
Rubiaceae
2,17
5,34
0,01
3,33
24,54
4,21
12,90
34
Tongtolok
Sterculia campanulata
Trerculiaceae
0,09
0,20
0,1
3,33
10,41
1,79
5,32
35
Kedongdong hutan
Spondias pinnnata
Anacardiaceae
2,17
5,34
0,03
1,11
6,54
1,12
7,59
36
Leungsir
Pometia pinnata
Sapindaceae
0,09
0,20
0,067
22,22
19,55
3,37
57,89
23
Lampiran 8 Analisis Vegetasi pada tingkat Pohon (lanjutan) 37
Laban
Vitex pubescens
Verbenaceae
0,09
0,20
0,03
10
33,34
5,73
15,93
40,05
100
3
100
581,93
100
300
Lampiran 9 kordinat kelompok lutung jawa Kordinat Kelompok I II III
S 06o47’06,5 06o46’46.2 06o45’21.7
E 105o31’24,3 105o 31’ 34,2 105o31’17,2
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 22 April 1992 dari ayah Supyani dan ibu Isun Sunti’ah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1998 di SD Negeri Tamanjaya 1 dan lulus pada tahun 2004, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 2 Sumur. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 4 Pandeglang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian BKulon” yang dibimbing oleh Prof Dr Ir Yanto Santosa,
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 22 April 1992 dari ayah Supyani dan ibu Isun Sunti’ah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1998 di SD Negeri Tamanjaya 1 dan lulus pada tahun 2004, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 2 Sumur. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 4 Pandeglang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur USMI. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di organisasi intra kampus Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM). Pada tahun 2012 penulis ikut kegiatan Rafflesia di Cagar Alam Tangkuban Perahu. Pada tahun yang sama Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di hutan lindung Sancang Barat – Kamojang Jawa Barat. Pada tahun 2013 penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) pada bulan Februari-Maret 2014 di Balai Taman Nasional Ujung Kulon. Penulis juga aktif di beberapa organisasi extra kampus seperti Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) se-IPB periode 2011-2012 sebagai Wakil Ketua Komisariat IPB. Pada tahun yang sama penulis menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Kecamatan Sumur periode 2012-2013. Pada tahun 2013 penulis dipercaya untuk menjadi Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) SeBogor periode 2013-2014. Penulis juga merupakan anggota Fron Revolusi Selamatkan Banten dan anggota Majelis Mahasiswa Banten pada tahun 2014. Pada tahun yang sama penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor Komisariat Fakultas Kehutanan sebagai Ketua Umum periode 2014-2015. Pada bulan September 2014 penulis resmi menjadi kader bela negara Tentara Nasional Indonesia. Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, Penulis menyusun skripsi yang berjudul “Parameter Demografi dan Penggunaan Ruang Vertikal Lutung Jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1821) di Resort Tamanjaya, Taman Nasional Ujung Kulon” yang dibimbing oleh Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA.