EVALUASI ATAS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 TAHUN 2009-2011 (STUDI KASUS PERUM PERUMNAS) Muhammad Akbar Reza BINUS UNIVERSITY, 081331538204,
[email protected]
Fany Inasius, SE., MM., MBA., BKP Dosen Pembimbing ABSTRAK Perum Perumnas adalah perusahaan BUMN yang dibentuk sebagai solusi pemerintah dalam menyediakan perumahan yang layak bagi masyarakat menengah, beberapa produknya adalah rusunawa dan rusunami. Setiap perusahaan yang memiliki penghasilan biasanya berkaitan dengan Pajak Penghasilan. Dalam Pajak Penghasilan, Perum Perumnas memiliki penerapan Pajak Penghasilan pasal 23. Untuk itu akan dilakukan evaluasi mengenai penerapan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh Perum Perumnas dan difokuskan pada PPh pasal 23. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ketaatan dan ketepatan Perum Perumnas dalam Penerapan Pajak Penghasilannya. Untuk mengetahui apakah penerapannya sudah sesuai atau belum sesuai perlu dilakukan observasi, wawancara, dokumentasi, dan reperformance terhadap proses-proses yang terkait penerapan Pajak Penghasilannya. Evaluasi yang dilakukan adalah atas (1) Tarif dan pencatatan, (2) kelengkapan data, (3) penyetoran dan pelaporan. Kemudian akan dilakukan pemeriksaan dengan mencocokkan bukti pemotongan dengan daftar bukti pemotongan pada SPT dan mengecek ketaatan penyetoran dan pelaporan berdasarkan SPT dan SSPnya. Lalu kesalahan yang ditemukan ini akan dievaluasi dan akan diketahui juga dampak atau akibat dari kekeliruan tersebut terhadap perusahaan. Kesalahan yang sering ditemukan adalah mengenai tarif dan pencatatan. Kesalahan tersebut biasanya terjadi saat masa transisi dari peraturan lama ke peraturan yang baru. Kata Kunci Evaluasi, Pajak Penghasilan Pasal 23 ABSTRACT Perum Perumnas is a state owned company which was formed as the solution to the government to provide adequate housing for the middle people, some products are Rusunawa and rusunami. Any company that has revenues are usually related to income tax. In Income Tax, Perumnas has applicability Income Tax Article 23. Therefore will be evaluated on the application made by the Perumnas Income Tax and focused on Income Tax Article 23. This was conducted to determine compliance and accuracy Income Tax Application at Perumnas. To find out if their application is appropriate or not appropriate is need to do observations, interviews, documentation, and reperformance over the processes related to the application of Income Tax. Evaluation is doing by (1) rate and the recording, (2) provision of data, (3) Deposit and reporting. Then be examined by comparing the evidence with the list of deductions on tax returns and withholding evidence of compliance with the deposit check and reporting based on SPT and the SSP. Then the error found will be evaluated and will also note the impact or effect of these errors for the company. Mistakes are often found on the rate and recording. The error usually occurs when the transition from the old rules to the new rules. Keyword Evaluation, Income Tax Article 23
PENDAHULUAN Menurut (Suandy,2010), “Dilihat dari sudut pandang ekonomi, pajak adalah pemindahan suatu sumber daya dari sektor perusahaan (privat) ke sektor publik. Karena suatu keputusan bisnis juga dipengaruhi oleh pajak, maka akan mempengaruhi daya beli dari sektor perusahaan (privat). Agar tidak terjadi gangguan yang serius terhadap jalannya perusahaan, pemenuhan kewajiban perpajakan harus dikelola dengan baik.” Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1 pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang–Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar– besarnya kemakmuran rakyat. Pajak dipungut dari pihak-pihak yang disebut dengan Wajib Pajak. Wajib Pajak itu sendiri sebagaimana telah diatur pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1 adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan perpajakan. Dalam penerapannya ada perbedaan kepentingan antara Wajib Pajak dengan pemerintah. Sebagai pihak yang membayar pajak, Wajib Pajak berusaha untuk membayar pajak serendah–rendahnya, karena dengan membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Sementara itu pihak pemerintah membutuhkan pemasukan dari pajak dengan tujuan seperti yang disebutkan di atas. Karena perbedaan kepentingan itulah yang membuat Wajib Pajak cenderung melakukan pengurangan pembayaran jumlah pajak, baik penerapan secara legal ataupun ilegal. Di dalam pajak tersebut, terdapat pajak yang disebut dengan PajakPenghasilan (PPh). Pajak Penghasilan (PPh) adalah suatu pajak yang mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila meperoleh atau menerima penghasilan. Menurut (Gunadi ,2009), “PPh akan berhubungan langsung dengan penghasilan dan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (kena pajak) dan pengurang penghasilan lainnya.” Objek yang ingin penulis teliti dan analisa sebagai subjek Pajak Penghasilan adalah Perusahaan Perum Perumnas adalah salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam menyediakan perumahan yang layak bagi masyarakat menengah kebawah. Perusahaan banyak melakukan transaksi pemotongan pajak atas Pajak Penghasilan Pasal 23. Atas pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 akan dilakukan evaluasi atas pemotongan yang dilakukan oleh perusahaan, seperti penggunaan tarif dan penghitungnnya. Pada hasil atau kesimpulan akhir yang akan didapat dari penelitian ini yaitu berupa kesimpulan yang menyatakan apakah penerapan Pajak Penghasilan (PPh) yang dilakukan pada Perum Perumnas sudah dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Untuk itulah penulis memilih “EVALUASI ATAS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 TAHUN 2009-2011 (STUDI KASUS PERUM PERUMNAS)” sebagai yopik dari artikel ini. Kajian pustaka penelitian ini ada dua yaitu: 1. Evaluasi Pehitungan, Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada PT. BANK CNT TBK Tahun 2008-2010 (_____,2011). 2. Evaluasi Pehitungan, Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada PT. Angkasa Pura II ( Persero) Tahun 2007-2009 (_____,2010). Masalah yang ditemukan dalam kedua penelitian tersebut adalah kesalahan pemotongan, telat lapor dan setor. Metode yang digunakan adalah menghitung atau mengevaluasi berdasarkan data yang didapat dari laporan keuangannya. Hasil penelitiannya adalah berupa penghitungan denda atas kesalahan yang dilakukan dan dampaknya terhadap perusahaan. Dalam penelitian yang penulis lakukan sekarang masalah yang ditemukan lebih bervariasi. Metode penelitian ini sama-sama menggunakan metode kualitatif, namun data yang dipakai untuk evaluasi tidak lagi diambil berdasarkan laporan keuangan tetapi berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 Tahun 2009-2011 milik PERUM PERUMNAS. Hasil penelitian memiliki kesamaan, seperti dampak yang diterima oleh perusahaan atas kesalahan yang dilakukan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, apakah Perum Perumnas telah melakukan penerapan Pajak Penghasilan pasal 23 dengan benar, melakukan pelaporan dan penyetoran tepat waktu. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui penerapan Pajak Penghasilan di Perum Perumnas sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2.
Untuk mengkoreksi kesalahan yang ditemukan dalam penerapan pajak Penghasilan Perum Perumnas. Atas tujuan tersebut, diharapkan penelitian ini tidak hanya berguna untuk penulis, tapi juhga untuk perusahaan dan pembaca artikel ini.
METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer, karena jenis penelitian ini kualitatif. Yang dimaksud dengan data primer adalah, Pengumpulan data yang didapat dari melakuakan tinjauan langsung ke tempat yang diteliti dengan seperti melakukan wawancara, observasi, dokumentasi dan juga reperformance. Metode pengumpulan data yang dipakai meliputi: a. Metode Kepustakaan (Library Research) Metode penelitian ini biasanya dilakukan dengan cara membeli, membaca atau meminjam buku yang berhubungan erat dengan tema skripsi yang dibuat, seperti buku Undang-Undang perpajakan terutama Pajak Penghasilan 23 yang merupakan tema dari penelitian ini. b. Metode Studi Lapangan (Field Research) Metode ini dilakukan dengan cara mendatangi langsung Perum Perumnas dan melakukan beberapa hal seperti : 1. Observasi Penulis melakukan pengamatan secara langsung dan mencatat aktivitas Perum Perumnas yang berhubungan dengan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh). 2. Wawancara Melakukan tanya jawab antara penulis dengan pihak-pihak yang terkait guna mendapatkan informasi mengenai penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Perum Perumnas dan juga informasi-informasi pendukung terkait dengan penelitian ini. 3. Dokumentasi Mengumpulkan dokumen-dokumen terkait mengenai laporan pajak yang harus disetor kepada kas Negara seperti: SPT PPh Masa; SSP PPh; Bukti pemotongan; Laporan keuangan. 4. Reperformance Seluruh pelaksaan penelitian yang dilakukan kembali atas segala kesalahan-kesalahan yang ada, dan juga memberikan pendapat atau saran kepada pihak perusahaan. Yang dilakukan oleh penulis adalah saat penelitian yaitu melakukan perhitungan kembali atas jumlah penjualan yang diterima (berdasarkan dari dokumen yang dimiliki dan diberikan perusahaan), besarnya pajak yang disetorkan atau dilaporkan. Prosedur penelitian ini awalnya dilakukan dengan melakukan identifikasi dari data yang didapat lalu kemudian dilakukan evaluasi atas kesalahan yang ditemukan. Proses identifikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut. Dalam mengidentifikasi jenis pengenaan pajak yang ada dalam Perum Perumnas ini, penulis mengacu pada Surat Pembertitahuan (SPT) Masa , daftar bukti potong SPT Masa, dan bukti potong setiap perusahaan sebelum dijadikan dalam satu daftar bukti potong oleh Perum Perumnas setiap bulannya, jadi data yang disajikan dalam subbab ini masih merupakan data awal dari perusahaan dan belum mengalami evaluasi. Lalu akan dilihat juga Surat Setoran Pajak (SPP) nya atas kepatuhan penyetoran dan pelaporan perusahan Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengevaluasian penerapan perpajakan PPh Pasal 23 Perum Perumnas : 1. Membuat perincian atas jenis-jenis pengenaan PPh Pasal 23 di Perum Perumnas dari Surat Pemberitahuan (SPT) Masa nya; 2. Membandingkan daftar bukti potong yang tertera dengan bukti potong setiap perusahaan, dan kemudian membandingkannya dengan yang dilaporkan dalam SPT Masa dan yang dipotong pada SSP (Surat Pemberitahuan); 3. Menganalisis tarif pajak yang dikenakan setiap transaksinya, apakah sudah sesuai dengan UU pajak yang berlaku; 4. Menganalisis waktu penyetoran & pelaporan. Mulai dari tanggal, bulan dan tahun yang tertera pada SPT itu apakah juga sudah sesuai dengan UU pajak yang berlaku; 5. Mengevaluasi akibat atau dampak dari masalah yang terjadi.
Dari data-data yang diterima oleh penulis, secara umum transaksi dari pada Perum Perumnas banyak yang berhubungan dengan jasa manajemen, jasa konsultan dan beberapa jasa lainnya. Seperti yang disebutkan sebelumnya, jika dari hasil identifikasi ditemukan adanya kesalahan, maka akan dilakukan evaluasi. Penulis akan membahas mengenai evaluasi penerapan Pajak Penghasilan Pasal 23 dimulai dari tahun 2009 dan secara bertahap akan sampai pada tahun 2011. Dalam evaluasi ini penulis membahas sejauh mana penerapan Pajak Penghasilan 23 Perum Perumnas sudah sesuai atau belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam evaluasi ini akan disebutkan juga dampak atau akibat dari kelalaian yang dilakukan perusahaaan, seperti jenis pengenaan sanksi yang akan didapat oleh perusahaan. Evaluasi yang dilakukan ada tiga, yaitu: 1. Tarif pemotongan dan pencatatan; Evaluasi dilakukan berdasarkan penggunaan tarif yang digunakan perusahaan dalam penerapan pajak penghasilannya, dalam pencatatan di evaluasi atas pengelompokkan pajak yang dicatat oleh perusahaan. 2. Kelengkapan data; Evaluasi pada kelengkapan data dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian, seperti saat akan dilakukan evaluasi atas suatu transaksi dalam Surat Peberitahuan, namun terkadang tidak dapat ditemukan bukti pemotongan yang dilakukan perusahaan. 3. Penyetoran dan pelaporan. Penyetoran dan peaporan di evaluasi berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) dan Surat Setoran Pajak (SSP).
HASIL DAN BAHASAN Evaluasi Penerapan Pajak Penghassilan (PPh) Pasal 23 Perum Perumnas Tahun 2009 Evaluasi dimulai dari tahun 2009 ini, dengan memeriksa atau membandingkan Surat Pemberitahuan (SPT) dan Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23. 1. Tarif pemotongan dan pencatatan Terhitung sejak 1 Januari 2009, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 mengalami perubahan tarif. Dasar hukum perubahan tarif itu diatur dalam peraturan UU Nomor 36 Tahun 2008 dan 244/PMK.03/2008. Pada tahun ini penulis menemukan beberapa transaksi dalam daftar bukti potong yang masih menggunakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23 yang lama dan kesalahan penghitungan. Hal ini dapat dilihat pada: a. Januari 2009 Dalam bulan ini ditemukan beberapa kekeliruan: 1) Terdapat jenis pemotongan pajak terhadap jasa. Namun tarif yang digunakan tidak menggunkan tarif baru sebagaimana telah ditetapkan dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 dan 244/PMK.03/2008 yang mulai digunakan mulai 1 Januari 2009 sebesar 2% (dua persen) bukan 4,5% (empat koma lima persen) yang merupakan tarif pajak yang lama. Sebelum Evaluasi Jasa 41.884.817 4,5% 1.888.817 Jasa 17.500.000 4,5% 787.500 Jasa 37.000.000 4,5% 1.665.000 Jasa 316.323.000 2% 6.326.460 Total Pemotongan 10.663.777 Setelah Evaluasi Jasa 41.884.817 2% 837.696 Jasa 17.500.000 2% 350.000 Jasa 37.000.000 2% 740.000 Jasa 316.323.000 2% 6.326.460 Total Pemotongan 8.254.156 Selisih 2.409.621 Karena kesalahan dalam menggunakan tarif dan pengelompokan objek Pajak Penghasilan, Perum Perumnas mengalami kelebihan potong sebesar Rp. 2.409.621. Seharusnya sejak 1 Januari 2009 perusahaan sudah menggunakan tarif terbaru yang diatur UU Nomor 36 Tahun 2008 dan 244/PMK.03/2008, jadi tidak mengalami lebih potong.
2) Dalam bulan Januari ini juga ditemukan pemotongan atas Jasa konstruksi, jika Perum Perumnas menggunakan tarif lama, maka seharusnya 4,5% (empat koma lima persen). Namun dalam pemotongan ini dikenakan tarif sebesar 3% (tiga persen). Pengenaan tarif 3% (tiga persen) terhadapa jasa konstruksi merupakan tarif dari PPh Pasal 4 ayat (2) atau final. Jadi, kesalahan pada bulan ini tidak hanya pada penggunaan tarifnya saja, tetapi juga pada pelaporannya. Seperti yang disebutkan diatas bahwa ada penggunaan tarif dari PPh Pasal 4 ayat (2) atau final, sebaiknya perusahaan melaporkan jasa kontstruksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Hal ini terjadi karena Perum Perumnas masih mengalami kebingunan dalam pengenaan pajak penghasilan atas jasa konstruksi ini karena masa transisi karena adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2009 yang merupakan Penyempurnaan dari PP nomor 51 Tahun 2008. Karena itu Perum Perumnas mengalami lebih potong sebesar Rp. 267.390.875 b. Februari 2009 Pada bulan ini kembali ditemukan kekeliruan dalam penggunaan tarif. Perusahaan kembali menggunakan tarif lama atas pemotongan jasa sebesar 4,5% (empat koma lima persen). Seharusnya perusahaan sudah menggunakan tarif baru yaitu 2% (dua persen). Yang dilaporkan perusahaan (sebelum evaluasi) Jasa 145.500.000 4,5% 6.547.000 Jasa 6.000.000 4,5% 270.000 Jasa 68.250.000 4,5% 3.071.250 Total PPh di potong 9.888.750 Setelah Evaluasi: Jasa 145.500.000 2% 2.910.000 Jasa 6.000.000 2% 120.000 Jasa 68.250.000 2% 1.365.000 Total PPh di potong 4.395.000 Selisih 5.493.750 Dalam evaluasi tersebut diketahui bahwa perusahaan mengalami lebih potong sebesar Rp. 5.493.750, hal ini terjadi dikarenakan kesalahan penggunaan tarif, karena seharusnya sejak 1 juanuari 2009 sudah menggunakan tarif terbaru yang diatur UU Nomor 36 Tahun 2008 dan 244/PMK.03/2008. c. Maret 2009 Dalam bulan ini juga ditemukan beberapa kekeliruan dalam penerapan tarif di Perum Perumnas: 1) Tarif yang digunakan sebagai pemotong pada transaksi sewa sebesar 1,5% (satu koma lima persen), sedangkan dalam tarif yang baru, tarif pemotongan atas sewa adalah 2% (dua persen). Sebelum Evaluasi Sewa 3.000.000 1,5% 45.000 Sewa 93.818.182 1,5% 1.407.273 Sewa 45.600.000 1,5% 684.000 Total PPh yang dipotong 2.136.273 Setelah Evaluasi Sewa 3.000.000 2% 60.000 Sewa 93.818.182 2% 1.876.363 Sewa 45.600.000 2% 912.000 Total PPh yang dipotong 2.848.363 Selisih (712.090) Karena kesalah penggunaan tarif, maka Perum Perumnas terkena kurang potong sebesar Rp. 712.090, karena kurang potong inilah perusahaan dapat dikenakan sanksi berupa: • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (2a) • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (3) • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (5) • UU KUP No. 28 tahun 2007 Pasal 9 ayat (2a) • UU KUP No. 28Tahun 2007 Pasal 13 Ayat (3) huruf b • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 13A • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 14
• •
UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 38 UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 39 Huruf (i)
Tabel 1 Pengenaan Sanksi Pajak Bulan Maret 2009 PPh Kurang Potong Kurang Potong Tarif Sanksi Sanksi + Sanksi
Rp712.090
2%
Rp14.242
Rp726.332
50%
Rp356.045
Rp1.068.135
100%
Rp712.090
Rp1.424.180
150%
Rp1.068.135
Rp1.780.225
200%
Rp1.424.180
Rp2.136.270
1 x kurang potong
Rp712.090
Rp1.424.180
2 x kurang potong
Rp1.424.180
Rp2.136.270
3 x kurang potong
Rp2.136.270
Rp2.848.360
4 x kurang potong
Rp2.848.360
Rp3.560.450
2) Pada saat melakukan pemotongan kepada perusahaan ber NPWP 01.001.614.5.051.000 atas jasa konstruksi, Perum Perumnas menggunakan tarif yang sesuai dengan tarif pajak baru sebesar 2% (dua persen). Dan saat melakukan pemotongan atas jasa konstruksi pada perusahaan yang memiliki NPWP 01.001.616.0.051.000, Perum Perumnas mengenakan tarif pemotongan sebesar 4% (empat persen). d. April 2009 Berikut ini adalah beberapa kekeliruan yang ditemukan pada bulan april: 1) Jasa konstruksi menggunakan tarif 3% (tiga persen) yang merupakan tarif dari Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) tapi dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 23. Jasa konstruksi dengan nilai objek pajak Rp. 13.864.712.018, Tarif 3%, dan PPh yang dipotong Rp. 415.941.360 bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23. 2) Dalam daftar bukti pemotongan ada Wajib Pajak dengan NPWP 05.372.414.2.432.000 dikenakan tarif 5%, dalam bukti pemotongannya ditemukan bahwa Wajib Pajak tersebut dikenai PPh Pasal 21. Jadi jasa dengan nilai objek pajak sebesar Rp. 10.000.000, tarif 5%, dan PPh yang dipotong sebesar Rp. 500.000 bukan merupakan objek pajak PPh 23. 3) Tarif jasa atas pemotongan terhadap Wajib Pajak ber NPWP 01.322.123.9.002.000 adalah 1,5% (satu koma lima persen) seharusnya sudah menggunakan tarif baru sebesar 2% (dua persen). Dalam evaluasi, dengan mengganti jasa yang menggunakan tarif 1,5% (satu koma lima) menjadi 2% (dua persen), kemudian setelah Jasa konstruksi dihilangkan dan jasa yang merupakan PPh 21 tersebut juga dihilangkan maka perhitungan jasa pada bulan april: Sebelum Evaluasi Jasa konstruksi 13.864.712.018 3% 415.941.360 Jasa 187.636.364 1,5% 2.814.545 Jasa 15.818.182 2% 316.364 Jasa 10.000.000 5% 500.000 Total Pemotongan 419.572.269 Setelah Evaluasi: Jasa 187.636.364 2% 3.752.727 Jasa 15.818.182 2% 316.364 Total Pemotongan 4.069.091 Selisih 415.503.178 Setelah dilakukan evaluasi pada bulan ini, ditemukan bahwa Perum Perumnas mengalami lebih potong sebesar Rp. 415.503.178. Namun mengalami kurang
potong atas jasa karena kesalahn penggunaan tarif. Dari nilai objek potong sebesar Rp. 187.636.364, tarif 1,5%, dan pemotongan PPh sebesar 2.814.545 menjadi nilai objek pajak sebesar 187.636.364, tarif 2%, dan PPh yang dipotong 3.752.727. sehingga ada selisih kurang potong sebesar Rp. 938.182. 2.814.545 - 3.752.727 = (938.182) Atas kurang potong tersebut Perum Perumnas bisa dikenakan sanksi sebagai berikut: • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (2a) • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (3) • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (5) • UU KUP No. 28 tahun 2007 Pasal 9 ayat (2a) • UU KUP No. 28Tahun 2007 Pasal 13 Ayat (3) huruf b • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 13A • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 14 • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 38 • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 39 Huruf (i) Tabel 2 Pengenaan Sanksi Pajak Bulan April 2009 Kurang Tarif sanksi Sanksi potong
Rp938.182
PPh kurang potong + sanksi
2%
Rp18.764
Rp956.946
50%
Rp469.091
Rp1.407.273
100%
Rp938.182
Rp1.876.364
150%
Rp1.407.273
Rp2.345.455
200%
Rp1.876.364
Rp2.814.546
1 x kurang potong
Rp938.182
Rp1.876.364
2 x kurang potong
Rp1.876.364
Rp2.814.546
3 x kurang potong
Rp2.814.546
Rp3.752.728
4 x kurang potong
Rp3.752.728
Rp4.690.910
4) Adanya perbedaan jumlah PPh Pasal 23 yang dipotong pada Lembar Surat Pemberitahuan Masa dengan Daftar Bukti Pemotongan: Jumlah PPh yang dipotong dalam SPT 475.659.019 Jumlah PPh yang dipotong dalam daftar bukti 475.158.519 Selisih 500.500 Dalam hal ini walaupun ada selisih Rp. 500.500, namun yang dibayarkan oleh Perum Perumnas yang tertera dalam Surat Setoran Pajak adalah yang disebutkan dalam SPT sebesar Rp. 475.659.019. e. Mei 2009 Pada bulan mei ini terdapat kekeliruan dalam tarif, ada pemotongan yang diakui sebagai jasa oleh Perum Perumnas dengan nilai objek pajak Rp. 3.337.500.000 dengan PPh yang dipotong sebesar Rp. 500.625.000. Setelah dilakukan perhitungan ternyata tarif yang digunakan adalah 15% (lima belas persen). Dalam Perum Perumnas ini biasanya tarif 15% biasanya dikenakan dari pembayaran bunga atas cicilan hutang. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ada kesalahan dalam pencatatan, bahwa transaksi itu merupakan memang atas pembayaran cicilan hutang. Tetapi karena kurang ketelitian sehingga terjadi kekeliruan dalam pencatatannya. Untuk itu akan dilakukan evaluasi atas kesalahan tersebut Sebelum evaluasi Jasa 3.337.500.000 15% 500.625.000 Setelah Evaluasi Bunga 3.337.500.000 15% 500.625.000
Kesalahan yang dilakukan mengakibatkan lebih potong pada pemotongan atas jasa sebesar Rp. 500.625.000 dan kurang potong pada pemotongan atas bunga sebesar Rp. 500.625.000. Karena kurang potong ini perusahaan bisa dikenakan sanksi berupa: • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (2a) • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (3) • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (5) • UU KUP No. 28 tahun 2007 Pasal 9 ayat (2a) • UU KUP No. 28Tahun 2007 Pasal 13 Ayat (3) huruf b • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 13A • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 14 • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 38 • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 39 Huruf (i) Tabel 3 Pengenaan Sanksi Pajak Bulan Mei 2009 Kurang Tarif sanksi Sanksi potong
Rp500.625.000
f.
2%
Rp10.012.500
PPh kurang potong + sanksi Rp510.637.500
50%
Rp250.312.500
Rp750.937.500
100%
Rp500.625.000
Rp1.001.250.000
150%
Rp750.937.500
Rp1.251.562.500
200%
Rp1.001.250.000
Rp1.501.875.000
1 x kurang potong
Rp500.625.000
Rp1.001.250.000
2 x kurang potong
Rp1.001.250.000
Rp1.501.875.000
3 x kurang potong
Rp1.501.875.000
Rp2.002.500.000
4 x kurang potong
Rp2.002.500.000
Rp2.503.125.000
Juni 2009 Kesalahan yang terjadi pada bulan ini adalah salah perhitungan di dalam daftar bukti pemotongan. Objek pajak sebesar Rp. 187.636.364 di kenakan pemotongan atas sewa dengan tarif sebesar 2% seharusnya PPh yang dipotong adalah sebesar Rp. 3.752.727, namun yang tertera dalam daftar bukti potong adalah sebesar Rp. 2.814.545. Dalam hal ini, penulis belum ditemukan adanya pembetulan yang dilakukan perusahaan. Sebelum evaluasi Jasa 187.636.364 2% 2.814.545 Evaluasi Jasa 187.636.364 2% 3.752.727 Selisih (938.182) Dalam SPT pun ditemukan kesalahan penempatan antara jasa dan sewa yang posisinya terbalik. Kekeliruan ini bisa terjadi karena kurang teliti dalam pengisian SPT nya. Hal ini menyebabkan perusahaan terkena kurang potong sebesar Rp.938.182 dan bisa dikenakan sanksi: • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (2a) • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (3) • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (5) • UU KUP No. 28 tahun 2007 Pasal 9 ayat (2a) • UU KUP No. 28Tahun 2007 Pasal 13 Ayat (3) huruf b • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 13A • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 14 • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 38 • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 39 Huruf (i)
Kurang potong
Rp938.182
Tabel 4 Pengenaan Sanksi Pajak Bulan Juni 2009 PPh kurang potong Tarif sanksi Sanksi + sanksi 2%
Rp18.764
Rp956.946
50%
Rp469.091
Rp1.407.273
100%
Rp938.182
Rp1.876.364
150%
Rp1.407.273
Rp2.345.455
200%
Rp1.876.364
Rp2.814.546
Rp938.182
Rp1.876.364
1 x kurang potong
g.
2.
3.
2 x kurang potong
Rp1.876.364
Rp2.814.546
3 x kurang potong
Rp2.814.546
Rp3.752.728
4 x kurang potong
Rp3.752.728
Rp4.690.910
September 2009 Pada bulan ini terdapat kesalahan penggolongan pemotongan Pajak Penghasilan. Jasa konstruksi yang menggunakan tarif pemotongan PPh nya sebesar 3% (tiga persen) yang digunakan untuk pemotongan pada Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2). Jasa konstruksi dengan nilai objek pajak Rp. 12.874.375.445 dan PPh yang di potong sebesar Rp. 386.231.263. Karena kesalahan penggolongan tersebut, Perum Perumnas mengalami lebih potong sebesar Rp. 386.231.263. Penulis kembali menggunakan daftar bukti potong dan bukti potong perperusahaan atau Wajib Pajak untuk mencocokkan apakah ada kesalahan dalam pencatatannya. Dalam tahun 2009 ini juga ditemukan kesalahan dalam pencatatan, nama perusahaan dan NPWP yang tertera dalam bukti pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dengan yang tertera dalam daftar bukti potongnya tidak sama, hal itu terjadi saat bulan november. Dalam daftar bukti potong, perusahaan dengan NPWP 02.504.291.2.016.000 disebutkan melakukan transakasi dengan jumlah objek pajak sebesar Rp. 67.945.205 dan PPh yang di potong sebesar Rp. 10.191.780. Tetapi dalam bukti potong berbeda dengan yang tertulis dalam daftar bukti potong, dalam bukti potong itu perusahaan melakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dengan perusahaan ber NPWP 01.336.752.9-054.000. Kelengkapan Data Dalam evaluasi ini, penulis juga menemukan beberapa masalah lagi selain dari penggunaan tarif pemotongan ataupun pencatatan. Hal itu adalah mengenai ketersediaan data atau administratif perusahaan. a. Pada bulan Juli tidak ditemukan Surat Pemberitahuan (SPT), Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan, dan Surat Setoran Pajak (SSP) meskipun di dalam arsip ada transaksi pemotongan Pajak Penghasilan Pada bulan Juli ini. b. Dalam bulan Agustus, pada daftar bukti Transaksi Pemotongan Pajak Penghasilan disebutkan ada pemotongan yang dilakukan perusahaan pada tanggal 1 Juli 2009 yang dilaporkan pada bulan Agustus dengan NPWP 01.336.752.9.054.000. Tetapi bukti transaksi pemotongan itu tidak dapat ditemukan. c. Pada bulan Desember dalam Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan ada transaksi pemotongan dengan perusahaan ber NPWP 01.336.752.9-054.000. Namun bukti transaksi pemotongan tidak ditemukan. Penyetoran dan Pelaporan Jatuh tempo penyetoran dan pelaporan Surat Pemberitahuan sudah diatur dalam, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 184/PMK.03/2007 yang berlaku mulai 1 Januari 2008 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, Dan Tata Cara Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak dan disebutkan dalam Pasal 2 ayat (6) yang menjelaskan bahwa PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dan mengenai pelaporan dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (1) yang menjelasakan bahwa Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak tersendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh atau Pemungut PPN, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (11), ayat (12), ayat (13), dan ayat (15)
wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Peraturan ini berlaku mulai 1 Januari 2008. Penyetoran dan pelaporan PT. PP diperiksa berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Surat Setoran Pajak (SSP). Berikut ini adalah tabel perincian Penyetoran dan Pelaporan yang dilakukan oleh PT.PP selama tahun 2009:
Tabel 5 Daftar Penyetoran dan Pelaporan Perum Perumnas Tahun 2009 Bulan PPh dipotong Penyetoran Pelaporan Januari 278.054.652 3/2/2009 9/2/2009 Februari 9.888.750 3/3/2009 4/3/2009 Maret 20.393.297 3/4/2009 7/4/2009 April 475.659.019 4/5/2009 11/5/2009 Mei 507.953.000 4/6/2009 10/6/2009 Juni 11.464.438 6/7/2009 10/7/2009 Juli Agustus 922.797.647 1/9/2009 8/9/2009 September 411.683.634 1/10/2009 8/10/2009 Oktober 69.645.115 2/11/2009 6/11/2009 November 25.060.134 2/12/2009 8/12/2009 Desember 513.278.961 4/1/2010 8/1/2010
Keterangan Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu
Dalam hal pemotongan dan pelaporan, Perum Perumnas sudah mematuhi peraturan yang berlaku sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 184/PMK.03/2007 pada Pasal 2 ayat(6) dan Pasal 7 ayat (1). Mereka tidak melakukan keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan Surat Pemberitahuan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Dengan tidak adanya keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ini maka Perum Perumnas akan terhindar dari sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) berdasarkan dari Ketentuan Umum Perpajakan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 7 ayat (1). Tapi sangat disayangkan bahwa data untuk bulan Juli tidak ditemukan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ataupun Surat Setoran Pajak (SSP) nya. Evaluasi Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Perum Perumnas Tahun 2010 Evaluasi masuk ke tahun 2010, penulis kembali membahas mengenai penerapan yang dilakukan Perum Perumnas apakah sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau belum sesuai. 1. Tarif Pemotongan dan Pencatatan Pada tahun 2010 ini penulis tidak menemukan adanya kesalahan dalam penggunaan tarif pemotongan yang dilakukan Perum Perumnas. Tahun ini Perum Perumnas melakukan pemotongan pajak sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 dan 244/PMK.03/2008. Hal ini menunjukkan bahwa Perum Perumnas sudah memahami dan menjalankan peraturan pengenaan tarif dengan baik. Tapi masih ada kesalahan dalam penggolongan objek pajak PPh pasal 23 seperti pada: a. Februari 2010 Perusahaan melakuan jasa konsultan dengan nilai obyek pajak sebesar 51.020.408 dan PPh yang dipotong sebesar Rp. 1.020.408. Pemotongan ini ternyata dilakukan atas Wajib Pajak Orang Pribadi yang seharusnya merupakan objek pemotongan PPh pasal 21. Jasa Konsultan Jasa konsultan 51.020.408 2% 1.020.408 Atas Kesalahan ini, perusahaan mengalami lebih potong sebesar Rp. 1.020.408 b. Maret 2010 Pada bukan ini juga ditemukan kesalahan penggolongan objek pemotongan PPh pasal 23 atas jasa konsultan, seharusnya pemotongan tersebut masuk kedalam objek pemotongan PPh pasal 21, karena transaksi dilakukan dengan Wajib Pajak Orang Pribadi. Jasa konsultan 51.020.408 2% 1.020.408 c. Agustus 2010 Bulan ini kembali ditemukan kesalahan penggolongan objek pemotongan PPh Pasal 23. Perusahaan melakukan transaksi dengan Jasa Aktuaris yang merupakan
Wajib Pajak Orang Pribadi. Seharusnya transaksi ini masuk ke dalam Pemotongan PPh Pasal 21. Jasa Aktuaris 37.500.000 2% 750.000 Karena kesalahan ini, perusahaan mengalami lebh potong pada bulan ini sebesar Rp. 750.000. Dalam pencatatan, masih ada kesalahan dalam nama dan NPWP dari Wajib Pajak. Seperti yang terjadi pada bulan maret, perusahaan dalam Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan 23 mencantumkan Wajib Pajak dengan NPWP 01.585.723.8-086.000 suatu Yayasan kesejahteraan karyawan pada tanggal 4 Maret 2010 sebagai pihak yang dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Bunga dengan tarif sebesar 15%. Namun setelah dilakukan pemeriksaan dengan membandingkan bukti potong yang ada, Perum Perumnas melakukan kesalahan pencatatan dalam daftar bukti pemotongan pajaknya. Seharusnya yang dicatat adalah Wajib Pajak dengan NPWP 01.310.668.7-091.000, yaitu suatu Bank. 2. Kelengkapan Data Dari segi kelengkapan data seperti bukti-bukti pemotongan yang terjadi pada tahun 2011 pada Perum Perumnas ini tidak lengkap seluruhnya. Hal ini terlihat dibawah ini: a. Februari 2010 Pada bulan ini, terdapat pemotongan yang tercantum pada Daftar Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dengan WP ber NPWP 01.322.123.9-002.000 pada tanggal 25 februari 2010 atas sewa dengan tarif 2% dan PPh yang dipotong sebsear Rp. 2.814.545. Tapi bukti transaksi pemotongannya tidak dapat ditemukan. Walau begitu penulis bisa mengatakan sebagai pemotongan pajak atas sewa karena ini adalah satu-satunya pemotongan atas sewa pada buan februari ini. Jadi mudah untuk mencocokannya. b. Maret 2010 Pada bulan ini ada dua pemotongan atas sewa pada tanggal yang sama yaitu 9 Maret 2010 dengan Wajib Pajak ber NPWP 01.322.123.9-002.000 dengan tarif 2% dan PPh yang dipotong Rp. 938.181. dan Rp. 1.876.363. Namun bukti transaksi pemotongan tidak ditemukan. c. Mei 2010 Bulan ini ditemukan kembali pemotongan dalam Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan yang tidak ditemukan Bukti Pemotongannya. Yaitu pada tanggal 4 Mei 2010 dengan NPWP 01.322.123.9-002.000 atas sewa dengan tarif 2% dan PPh yang dipotong 4.581.818. d. Juli 2010 Pada bulan ini ada pemotongan atas sewa yang tercantum dalam Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan yang tidak ditemukan Bukti pemotongannya pada tanggal yang sama. Wajib Pajak dengan NPWP 01.322.123.9-002.000 yang terjadi pada tanggal yang sama 15 Juli 2010 terkena pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas sewa dengan tarif 2% dan Pajak Penghasilan (PPh) yang dipotong sebesar Rp. 1.745.454 dan Rp. 1.876.363. e. Agustus 2010 Bulan ini kembali ditemukan Bukti Pemotongan atas sewa dengan Wajib Pajak ber NPWP 01.322.123.9-002.000 dengan tarif sebesar 2% dan Pajak Penghasilan (PPh) yang dipotong sebesar 4.952.727 pada tanggal 2 Agustus 2010. 3. Penyetoran dan Pelaporan Penentuan tanggal jatuh tempo Penyetoran Surat Pemberitahuan (SPT) yang diatur sebelumnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 yang berlaku mulai 1 Januari 2008, kini telah diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 yang berlaku tanggal 1 April 2010. Dalam peraturan baru ini, pasal 2 ayat (6) tidak mengalami perubahan jatuh tempo Penyetoran, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Sedangkan untuk pelaporan tetap diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (11), dan ayat (12) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Berikut ini penulis sampaikan tanggal Penyetoran dan Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Perum Perumnas dalam 1 tahun.
Tabel 6 Daftar Penyetoran dan Pelaporan Perum Perumnas Tahun 2010 Bulan PPh dipotong Penyetoran Pelaporan Keterangan Januari 308.222.201 1/2/2010 15/2/2010 Tepat Waktu Februari 179.564.772 1/3/2010 5/3/2010 Tepat Waktu
Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
835.855.219 62.694.950 30.510.987 434.636.665 245.241.868 12.248.617 166.639.529 978.000 4.126.806 306.552.272
6/4/2010 3/5/2010 1/6/2010 1/7/2010 1/8/2010 1/9/2010 7/10/2010 3/11/2010 1/12/2010 3/1/2011
8/4/2010 6/5/2010 10/6/2010 7/7/2010 9/8/2010 6/9/2010 11/10/2010 5/11/2010 6/12/2010 11/1/2011
Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu Tepat Waktu
Dalam tahun ini Perum Perumnas terhindar dari dari sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) berdasarkan dari Ketentuan Umum Perpajakan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 7 ayat (1). Berdasarkan tabel ini Perum Perumnas mentaati dan mematuhi peraturan peraturan yang ada dalam Penyetoran dan Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) nya, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 yang berlaku mulai 1 Januari 2008 dan peraturan terbaru Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 yang berlaku tanggal 1 April 2010. Evaluasi Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Perum Perumnas Tahun 2011 Ini adalah tahun ke 3 (tiga) dan merupakan tahun terakhir dari evaluasi atas Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 23. Dalam tahun ini penulis kembali melakukan evaluasi Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dilakukan oleh Perum Perumnas apakah sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau belum sesuai. 1. Tarif Pemotongan dan Pencatatan Tahun ini ditemukan adanya kekeliruan-kekeliruan pada bulan: a. Maret 2011 Pada bulam ini terdapat kekeliruan dalam penggolongan objek pemotongan PPh Pasal 23. Perusahaan melakukan pemotongan pajak jasa aktuaris, namun pemotongan pajak tersebut dilakukan dengan Wajib Pajak Orang Pribadi. Karena itu seharusnya masuk kedalam pemotongan objek Pajak Penghasilan pasal 21. Rinciannya adalah sebagai berikut, Jasa aktuaris 60.000.000 2% 1.200.000 Karena kesalahan penggolongan ini perusahaan mengalami lebih potong sebesar Rp. 1.200.000. b. April 2011 Pada bulan ini perusahaan juga mengalami kesalahan dalam penggolongan objek pemotongan PPh Pasal 23, transaksi atas jasa perantara dan atau keagenan dilakukan dengan Wajib Pajak Orang Pribadi. Maka seharusnya transaksi tersebut masuk ke dalam Objek Pemotongan PPh Pasal 21. Rinciannya sebagai berikut, Jasa keagenan dan/ perantara 25.000.000 2% 500.000 Jasa keagenan dan/ perantara 50.000.000 2% 1.000.000 1.500.000 Karena kekeliruan dalam penggolongan objek pemotongan PPh Pasal 23, maka perusahaan mengalami lebih potong sebesar Rp.1.500.000. c. Juni 2011 Dalam bulan Juni ini penulis menemukan Bukti Pemotongan yang menyatakan bahwa perusahaan melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas suatu transaksi dengan Bank ber NPWP 01.061.173.9-051.000 namun tidak dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) maupun dalam Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23. Jenis Pemotongan Pajak tersebut adalah Jasa Lain berupa Perantara dan/atau keagenan dengan nilai objek pajak sebesar Rp. 80.000.000 tarif 2% (dua persen) dan PPh yang dipotong sebesar Rp. 1.600.000. Berikut adalah perhitungan selisih yang harus dibayar oleh perusahaan Sebelum Evaluasi Jasa Manajemen 50.000.000 2% 1.000.000 Jasa Manajemen 315.000.000 2% 6.300.000 Jasa Manajemen 47.272.727 2% 945.454 Total Pemotongan 8.245.454
Setelah Dilakukan Evaluasi Jasa Manajemen 50.000.000 2% 1.000.000 Jasa Manajemen 315.000.000 2% 6.300.000 Jasa Manajemen 47.272.727 2% 945.454 Jasa Lain 80.000.000 2% 1.600.000 Total Pemotongan 9.845.454 Selisih (1.600.000) Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa Perum Perumnas melakukan kurang potong sebesar Rp. 1.600.000. Oleh sebab itu perusahaan bisa dikenakan sanksi berupa: • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (2a) • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (3) • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (5) • UU KUP No. 28 tahun 2007 Pasal 9 ayat (2a) • UU KUP No. 28Tahun 2007 Pasal 13 Ayat (3) huruf b • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 13A • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 14 • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 38 • UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 39 Huruf (i) Tabel 7 Pengenaan Sanksi Pajak Bulan Juni 2011 Kurang potong
Rp1.600.000
Tarif sanksi
Sanksi
PPh kurang potong + sanksi
2%
Rp32.000
Rp1.632.000
50%
Rp800.000
Rp2.400.000
100%
Rp1.600.000
Rp3.200.000
150%
Rp2.400.000
Rp4.000.000
Rp3.200.000
Rp4.800.000
1 x kurang potong
200%
Rp1.600.000
Rp3.200.000
2 x kurang potong
Rp3.200.000
Rp4.800.000
3 x kurang potong
Rp4.800.000
Rp6.400.000
4 x kurang potong
Rp6.400.000
Rp8.000.000
Dari segi pencatatan, penulis menemukan kekeliruan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa bulan Mei. Pada bulan Mei ini penulis menemukan 2 (dua) buah SPT yang berjenis SPT Normal dan memiliki nominal Jumlah pemotongannya berbeda Rp. 5.542.066 dan Rp. 7.500.000. Sebaiknya perusahaan melakukan perbaikan atau pembetulan terhadap SPTnya dan menjelaskan bahwa salah satu SPT tersebut merupakan SPT Pembetulan. 2. Kelengkapan Data Terkait dengan kelengkapan ketersediaan data dalam menunjang pemeriksaan, penulis tidak menemukan beberapa data yang terkait. Data yang tidak ditemukan itu sebagai berikut: a. Juni 2011 Bukti pemotongan atas Wajib Pajak ber NPWP 02.490.622.4-063.000 dengan nilai objek pajak sebesar RP. 47.272.727 dengan tarif 2% (dua persen) dan dengan PPh yang dipotong sebesar Rp. 945.454 tidak ditemukan. b. September 2011 Pada bulan ini juga penulis tidak menemukan adanya Surat Pemberitahuan (SPT) Masa, Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 dan Surat Setoran Pajak (SSP) sebagai bukti pendukung bahwa ada transaksi pemotongan, penyetoran dan pelaporan pada bulan ini. 3. Penyetoran dan Pelaporan Dalam tahun 2011 ini, perusahaan tidak melakukan keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan. Namun pada bulan September penulis tidak dapat menemukan bukti pendukung berupa Surat Pemberitahuan (SPT) ataupun Surat Setoran Pajak (SSP) yang menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan penyetoran dan pelaporan pada bulan ini.
Tabel 8 Daftar Penyetoran dan Pelaporan Perum Perumnas Tahun 2011 Bulan PPh dipotong Penyetoran Pelaporan Keterangan Januari 3.327.180 1/2/2011 14/2/2011 Tepat Waktu Februari 4.679.500 1/3/2011 10/3/2011 Tepat Waktu Maret 46.827.272 1/4/2011 18/4/2011 Tepat Waktu April 5.127.272 3/5/2011 5/5/2011 Tepat Waktu Mei 7.500.000 9/6/2011 13/6/2011 Tepat Waktu Juni 8.245.454 1/7/2011 14/7/2011 Tepat Waktu Juli 24.525.453 1/8/2011 9/8/2011 Tepat Waktu Agustus 3.339.000 1/9/2011 13/9/2011 Tepat Waktu September Oktober 8.853.357 3/11/2011 5/11/2011 Tepat Waktu November 10.336.363 1/12/2011 12/12/2011 Tepat Waktu Desember 76.192.000 3/1/2012 11/1/2012 Tepat Waktu Dapat dilihat bahwa perusahaan mentaati peraturan yang ada, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 yang berlaku tanggal 1 April 2010. Dalam peraturan baru ini, pasal 2 ayat (6) tidak mengalami perubahan jatuh tempo Penyetoran, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Sedangkan untuk pelaporan tetap diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (11), dan ayat (12) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Tapi sangat disayangkan bahwa pada bulan September tidak dapat ditemukan bukti-bukti pendukung perusahaan melakukan penyetoran dan pelaporan, seperti Surat Pemberitahuan (SPT), dan Surat Setoran Pajak (SSP).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan kepada hasil pemeriksaan dan evaluasi atas penerapan Pajak Penghasilan pasal 23 di Perum Perumnas, penulis mendapat beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Pada tahun 2009 Perum Perumnas belum sepenuhnya mengaplikasikan tarif baru yang diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 dan 244/PMK.03/2008 yang mulai berlaku sejak 1 Januari. Sehingga beberapa kali membuat perusahaan mengalami lebih atau kurang potong. 2. Di tahun 2009 Perum Perumnas masih bingung dalam mengaplikasikan peraturan baru Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008, menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Jasa Konstruksi. Terlihat dari beberapa kali Jasa konstruksi dengan menggunakan tarif Pasal 4 ayat (2) dilaporkan dalam Pemotongan PPh Pasal 23. 3. Tahun 2010 dan 2011, Perum Perumnas sudah benar-benar menggunakan tarif pemotongan PPh pasal 23 dengan benar, dan tidak ada pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang dicatat dalam pemotongan Pajak penghasilan Pasal 23. 4. Perum Perumnas sudah menggunakan e-SPT sehingga dapat meminimalisir terjadinya kesalahan pencatatan, terutama penggunaan tarif. 5. Kurangnya ketelitian membuat perusahaan mengalami kesalahan dalam pencatatan di tahun 2009, 2010, dan 2011. Mulai dari kesalahan pencatatan nama dan NPWP dalam daftar bukti pemotongan yang berbeda dengan bukti pemotongan, hingga 2 (dua) pencatatan pada SPT dalam bulan yang sama. 6. Dalam data yang ditemukan, ada beberapa transaksi yang keliru pengelompokkan objek pemotongan Pajak Penghasilannya. Ada beberapa pemotongan yang seharusnya masuk ke dalam Pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21, tetapi masuk ke dalam pemotongan Pajak Penghasilan pasal 23. Hal ini membuat Perum Perumnas mengalami lebih potong. 7. Kekeliruan yang dilakukan pada Maret, April, Mei, Juni pada Tahun 2009, dan juni 2011 membuat Perum Perumnas bisa dikenakan sanksi karena kurang potong. 8. Beberapa arsip data yang dibutuhkan tidak tersedia, seperti SPT dan SSP pada bulan Juli 2009 dan september 2011 untuk membuktikan bahwa perusahaan melakukan pelaporan dan penyetoran. Beberapa bukti pemotongan juga tidak dapat ditemukan.
9.
Dari seluruh bukti penyetoran dan pelaporan yang ditemukan oleh penulis dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, Perum Perumnas benar-benar telah menjalankan peraturan dengan baik sebagai mana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 yang berlaku mulai 1 Januari 2008, dan kini telah diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 yang berlaku tanggal 1 April 2010.
Saran Berdasarkan kepada hasil evaluasi dan simpulan tersebut. Penulis ingin menyampaikan beberapa saran kepada Perum Perumnas sebagai berikut: 1. Sebaiknya Perum Perumnas melakukan perbaikan dalam pengarsipan nya. Misalnya memisahkan antara SPT dan SSP yang asli dengan yang di foto copy pada file arsip yang berbeda agar tidak bingung saat pemeriksaan. 2. Pada saat meminjamkan data arsip, Perum Perumnas sebaiknya melakukan pencatatan, mulai dari identitas peminjam, apa yang dipinjam, tujuan peminjaman, hingga jangka waktu peminjaman data. Hal ini dilakukan agar perusahaan bisa terhindar dari kehilangan data-data yang berguna jika sewaktu-waktu dibutuhkan atau dilakukan pemerikasaan pajak oleh kantor pajak. 3. Lebih memahami peraturan-peraturan terkait mengenai pengelompokkan objek pemotongan Pajak Penghasilan, agar Objek Pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) tidak masuk lagi kedalam pelaporan Pajak Penghasilan pasl 23. 4. Sebaiknya perusahaan melakukan pelatihan dan penyuluhan setiap ada update mengenai perpajakan . Misalnya memberikan penyuluhan saat ada transisi perpajakan yang terjadi karena perubahan peraturan pajak yang lama ke peraturan pajak yang baru kepada petugas pajak dan staf keuangannya, agar tidak terjadi keslahan penerapan perpajakan. 5. Menambah tenaga kerja yang benar-benar memahami bidang perpajakan dalam divisi keuangan agar pekerjaan tidak menumpuk pada satu orang. Hal ini untuk mengurangi kesalahan dalam penerapan perpajakannya. 6. Dalam melakukan penerapan perpajakan, sebaiknya dilakukan pengecekan ulang untuk menghindari kesalahan-kesalahan pencatatan, kesalahan penggunaan tarif dan pengelompokkan objek pajaknya. 7. Perusahaan diharapkan dapat terus melakukan penyetoran dan pelaporan yang tepat waktu agar tetap terhindar dari sanksi berupa bunga sebesar 2% karena terlambat melakukan penyetoran dan terlambat melaporkan sebesar Rp. 100.000.
REFERENSI Gunadi. (2009). Akuntansi pajak. Jakarta: PT Grasindo. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, Dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak, Serta tata Cara Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2009 tentang Penyempurnaan Dari Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008. Republik Indonesia, Undang-Undang Perpajakan Nomor 27 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Suandy, E. (2010). Perencanaan pajak edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
RIWAYAT PENULIS Muhammad Akbar Reza lahir di kota Jakarta pada 12 Januari 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di BINUS University dalam bidang studi Akuntansi peminatan Perpajakan pada tahun 2012. Penulis saat ini belum bekerja dan tidak aktif kegiatan berorganisasi.