EVALUASI AIR KELAPA HIJAU SEBAGAI RUMEN MODIFIER TERHADAP FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM DOMBA
ANGELINA SHERLY MANURUNG
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Air Kelapa Hijau sebagai Rumen Modifier terhadap Fermentabilitas dan Kecernaan in vitro Ransum Domba adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2017 Angelina Sherly Manurung NIM D2412005
ABSTRAK ANGELINA SHERLY MANURUNG. Evaluasi Air Kelapa Hijau sebagai Rumen Modifier terhadap Fermentabilitas dan Kecernaan in vitro Ransum Domba. Dibimbing oleh ANITA SARDIANA TJAKRADIDJAJA dan DIDID DIAPARI.
Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh prebiotik air kelapa hijau sebagai agen rumen modifier terhadap fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum domba. Perlakuan terdiri dari R0 = ransum kontrol (rumput lapang dan konsentrat, rasio 30%:70% BK, PK 18.24%, TDN 63.10%), R1 = R0 + 5% air kelapa hijau (AKH), R2 = R0 + 10% AKH, R3 = R0 + 15% AKH; AKH ditambahkan berdasarkan bobot ransum. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 kelompok berupa cairan rumen domba yang diambil dari tempat pemotongan hewan. Peubah yang diukur adalah konsentrasi NH3 dan VFA total, sintesis protein mikroba, degradabilitas bahan kering dan bahan organik (DBK dan DBO) dan koefisien cerna bahan kering dan bahan organik (KCBK dan KCBO). Hasil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada konsentrasi NH3 dan VFA total, sintesis protein mikroba, DBK dan DBO serta KCBK dan KCBO dengan penambahan prebiotik air kelapa hijau sebagai rumen modifier sampai dengan taraf 15% dalam ransum. Perlakuan penambahan prebiotik air kelapa hijau sebagai rumen modifier dengan taraf 5%, 10% dan 15% ke dalam ransum domba tidak mempengaruhi fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum domba. Kata kunci: air kelapa hijau, fermentabilitas, kecernaan, prebiotik, rumen modifier
ABSTRACT ANGELINA SHERLY MANURUNG. Evaluation of Green Coconut Water as a Rumen Modifier on Fermentability and in vitro Digestibiliy of Lamb Ration. Supervised by ANITA SARDIANA TJAKRADIDJAJA and DIDID DIAPARI.
This experiment was aimed at evaluating the effect of green coconut water’s prebiotic as rumen modifier’s agent on in vitro fermentability and digestibility of lamb ration. The treatments consisted of R0 = control ration (field grass and concentrate, ratio 30%:70% DM, 18.24% CP, 63.10% TDN); R1 = R0 + 5% green coconut water (GCW); R2 = R0 + 10% GCW and R3 = R0 + 15% GCW; GCW added based on ration weight. The experimental design was randomized block design with 4 blocks; the block was rumen fluid of lamb slaughtered in slaughter house. Variables measured were NH3 and total VFA concentrations, microbial protein synthesis, dry and organic matter degradability and digestibility. The result showed that there were no significant difference on NH3 and total VFA concentrations, microbial protein synthesis, dry matter and organic matter degradability and dry matter and organic matter digestibility with supplementation of green coconut water’s prebiotic as a rumen modifier in ration. Supplementation 5%, 10% and 15% of green coconut water’s prebiotic as a rumen modifier did not affect in vitro fermentability and digestibility of lamb ration. Keywords: digestibility, fermentability, green coconut water, prebiotic, rumen modifier
EVALUASI AIR KELAPA HIJAU SEBAGAI RUMEN MODIFIER TERHADAP FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM DOMBA
ANGELINA SHERLY MANURUNG
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
7
PRAKATA Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai November 2016 ini ialah rumen modifier, dengan judul Evaluasi Air Kelapa Hijau sebagai Rumen Modifier terhadap Fermentabilitas dan Kecernaan in vitro Ransum Domba. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.
Bogor, Maret 2017
Angelina Sherly Manurung
9
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 METODE 2 Alat 2 Bahan 2 Waktu dan Lokasi Penelitian 2 Prosedur Penelitian 2 Pembuatan Ransum Domba 2 Pengambilan Cairan Rumen 3 Pembuatan Larutan McDougall 3 Pencernaan Fermentatif 4 Pengukuran Konsentrasi NH3 4 Pengukuran Konsentrasi VFA Total 4 Pengukuran Sintesis Protein Mikroba 5 Pengukuran Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik 5 Pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik 6 Rancangan dan Analisis Data 6 Perlakuan 6 Rancangan Percobaan 7 Peubah yang diamati 7 Analisis Data 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Karakteristik Air Kelapa Hjau sebagai Prebiotik 7 Komposisi Ransum 8 Fermentabilitas in vitro Ransum Domba yang Diberi Prebiotik Air Kelapa Hijau sebagai Rumen Modifier 10 Konsentrasi NH3 10 Konsentrasi VFA Total 11 Sintesis Protein Mikroba 12 Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik 13 Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Domba yang Diberi Prebiotik Air Kelapa Hijau sebagai Rumen Modifier 14 SIMPULAN DAN SARAN 16 DAFTAR PUSTAKA 16 LAMPIRAN 19 RIWAYAT HIDUP 21 UCAPAN TERIMA KASIH 21
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Komposisi dan kandungan nutrien ransum percobaan Hasil analisis proksimat air kelapa hijau Hasil analisis proksimat ransum percobaan Kandungan PK, SK dan TDN ransum percobaan dengan perlakuan penambahan prebiotik air kelapa hijau Konsentrasi NH3 dalam cairan rumen domba Konsentrasi VFA total dalam cairan rumen domba Sintesis protein mikroba dalam cairan rumen domba Degradabilitas bahan kering dan bahan organik ransum percobaan Koefisien cerna bahan kering dan bahan organik ransum percobaan
3 8 9
9 10 11 12 13 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Analisis ragam (ANOVA) konsentrasi NH3 dalam cairan rumen domba Analisis ragam (ANOVA) konsentrasi VFA total dalam cairan rumen domba Analisis ragam (ANOVA) sintesis protein mikroba dalam cairan rumen domba Analisis ragam (ANOVA) degradabilitas bahan kering ransum percobaan Analisis ragam (ANOVA) degradabilitas bahan organik ransum percobaan Analisis ragam (ANOVA) koefisien cerna bahan kering ransum percobaan Analisis ragam (ANOVA) koefisien cerna bahan organik ransum percobaan
19 19 19 19 19 20 20
1
PENDAHULUAN Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dikonsumsi dan dicerna di dalam tubuh ternak tanpa mengganggu kesehatannya. Penyediaan pakan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan nutrien ternak, diperlukan untuk menunjang konsumsi, pertumbuhan dan produksi yang optimal. Pada ternak ruminansia, penyediaan pakan harus dapat memenuhi kebutuhan ternak, memelihara kondisi rumen agar aktivitas fermentasi dapat berjalan dengan optimal dan menyediakan nutrien bagi populasi mikroba di rumen. Kecukupan nutrien bagi mikroba rumen akan mendukung pertumbuhan dan aktivitasnya dalam mencerna pakan di rumen. Salah satu masalah yang dihadapi peternak ruminansia adalah masalah penyediaan pakan yang berkelanjutan baik dari segi kuantitatif dan kualitatif. Hal ini disebabkan kuantitas dan kualitas pakan di daerah tropis yang fluktuatif dan dipengaruhi oleh musim. Kualitas pakan ternak di Indonesia pada umumnya masih tergolong rendah, oleh karena itu perlu penambahan bahan yang dapat meningkatkan kualitas pakan ataupun teknologi pengolahan pakan untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas pakan ternak. Salah satu contohnya adalah dengan penambahan pakan aditif untuk meningkatkan kualitas pakan dengan meningkatkan daya gunanya. Pemberian pakan aditif dapat berupa prebiotik yang merupakan sumber nutrien bagi mikroorgansime. Prebiotik dapat digunakan untuk memanipulasi kondisi rumen atau sebagai agen rumen modifier dengan merangsang pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang menguntungkan dalam saluran pencernaan inang. Komponen utama prebiotik adalah oligosakarida yang secara alami terkandung dalam tanaman (Haryati 2011). Kelapa hijau merupakan tanaman tropis yang mudah diperoleh sepanjang tahun dengan harga relatif murah. Air kelapa hijau mengandung glukosa, fruktosa dan sukrosa, sejumlah asam amino (lisin, leusin, sistein, fenilalanin, tirosin, histidin dan triptofan), asam palmitat dan oleat, sejumlah mineral (Fe, Zn, dan Mn), asam organik yang berlimpah yaitu tartarat, sitrat dan malat, juga mengandung vitamin B1, B2 dan vitamin C (Awua et al. 2012). Air kelapa hijau belum banyak dimanfaatkan sebagai prebiotik, sementara jumlahnya cukup banyak dan mengandung gula-gula sederhana, berbagai macam mineral dan vitamin yang dibutuhkan ternak. Wijanarko (2014) menyebutkan bahwa air kelapa bermanfaat sebagai sumber elektrolit (Cl, Ca, K, Mg dan Na) dan sangat baik dalam memperbaiki fungsi pencernaan. Widayati et al. (2002) melaporkan bahwa bakteri Streptococcus sp. telah diisolasi dari air kelapa varietas rubescent dan mampu menggunakan gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) dari air kelapa sebagai sumber energi dan mengkonversinya menjadi asam laktat. Menurut Sahoo dan Jena (2012) bakteri Selenomonas ruminatum dapat menggunakan asam laktat sebagai sumber energi. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa gula yang terdapat dalam air kelapa seperti sukrosa yang merupakan oligosakarida dapat berfungsi sebagai prebiotik. Hal ini dapat memperlihatkan manfaat air kelapa hijau dalam memacu pertumbuhan bakteri Streptococcus sp. atau sebagai prebiotik. Hasil yang sama juga diharapkan terjadi di dalam cairan rumen dimana sukrosa dalam air kelapa hijau dapat digunakan untuk menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas bakteri Streptococcus sp. dan bakteri lainnya agar kondisi di dalam rumen cukup kondusif untuk
2
pertumbuhan bakteri rumen dan proses fermentasi pakan serta penggunaan produk fermentasinya. Penggunaan air kelapa hijau sebagai imbuhan pakan berbentuk prebiotik pada domba diharapkan memberikan pengaruh pada kondisi rumen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh air kelapa hijau pada berbagai taraf penggunaan dalam ransum sebagai agen rumen modifier terhadap fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum domba.
METODE Alat Peralatan yang digunakan adalah alat-alat percobaan fermentasi dan kecernaan in vitro yang terdiri dari tabung fermentor, penutup karet berventilasi, neraca analitik, shaker waterbath, waterbath, tabung gas CO2, oven 105 ⁰C, tanur 900 ⁰C, kertas saring Whatman No. 41, cawan Conway, alat-alat destilasi dan alatalat titrasi.
Bahan Bahan-bahan yang digunakan antara lain cairan rumen domba dari tempat pemotongan hewan (TPH) Ciampea, Bogor. Rumput lapang, konsentrat, air kelapa hijau (dari pedagang kelapa di Bogor), larutan McDougall, pepsin HCl 0.2%, HgCl2 jenuh, Na2CO3 jenuh, H2SO4 0.005 N, asam borat berindikator merah metil dan hijau bromokresol, HCl 0.5 N, H2SO4 15%, NaOH 0.5 N, dan indikator penolpthalein 0.1%.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2016 hingga bulan November 2016 di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Prosedur Penelitian Pembuatan Ransum Domba Penelitian ini menggunakan cairan rumen yang diambil dari domba potong dengan umur dibawah lima bulan, oleh sebab itu ransum yang dibuat adalah ransum untuk domba balibu (bawah lima bulan). Menurut NRC (2007), kebutuhan zat makanan domba dalam masa pertumbuhan dengan bobot badan 10 kg, pbb 100 g/hari berdasarkan bahan kering 500 g dan kebutuhan 5% dari bobot badan adalah TDN 400 g, PK 127 g, Ca 4 g dan P 1.9 g. Ransum terdiri dari 30% hijauan dan 70% konsentrat. Komposisi dan kandungan nutrien ransum percobaan yang disusun
3
berdasarkan kebutuhan zat makanan domba muda menurut NRC 2007 tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum percobaan Uraian Komposisi bahan pakan Rumput lapang Jagung halus Dedak halus Bungkil kedelai Bungkil kelapa Tepung ikan CaCO3 Garam Premix Kandungan nutrien TDN PK LK Ca P
Persentase (% BK) 30 14 7 15 30 0.5 1.5 1 1 69.47 18.58 5.34 0.89 0.53
Pengambilan Cairan Rumen Cairan rumen diambil dari tempat pemotongan hewan (TPH) di Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Pengambilan cairan rumen dilakukan dengan menyediakan air panas dengan suhu 39 ⁰C dalam sebuah termos. Isi rumen diambil dan disaring menggunakan kain penyaring kemudian dimasukkan ke dalam termos yang sudah dikosongkan dari air panas. Cairan rumen dalam termos segera dibawa ke laboratorium lalu dilakukan percobaan fementasi secara in vitro. Pengambilan cairan rumen dilakukan sebanyak 4 kali atau dari 4 ekor domba sebagai kelompok. Pembuatan Larutan McDougall Sebanyak 1 liter air destilasi dimasukkan ke dalam labu takar, kemudian ditambahkan bahan-bahan berikut: NaHCO3 (9.8 g); Na2HPO4.7H2O (4.6325 g); KCl (0.57 g); NaCl (0.47 g); MgSO4.7H2O (0.12 g); CaCl2.2H2O (0.04 g). CaCl2.2H2O ditambahkan paling akhir setelah semua bahan lainnya larut dengan sempurna. Leher labu dicuci dengan air destilasi hingga permukaan air mencapai tanda tera. Bahan-bahan tersebut dicampurkan dengan dialiri gas CO2 perlahanlahan agar pH turun hingga mencapai pH 6.8 kurang lebih 3 jam, pH lalu dicek pada suhu 39 ⁰C, jika pH 6.8 belum tercapai maka larutan akan dialiri lagi dengan gas CO2. Pengocokan gas CO2 juga dilakukan untuk mengkondisikan larutan menjadi anaerob.
4
Pencernaan Fermentatif Fermentasi pakan in vitro berdasarkan metode Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979). Sebanyak 1 g sampel, 12 ml larutan buffer McDougall (suhu 39 ⁰C dan pH 6.5 - 6.8) dan 8 ml cairan rumen segar (suhu 39 ⁰C) dimasukkan ke dalam tabung fermentor polyetilen (kapasitas 50 ml) yang digunakan dalam metode Sutardi (1979). Selanjutnya tabung dikocok dan dialiri gas CO2 selama 30 detik. Tabung fementor ditutup dengan penutup karet berventilasi lalu dimasukkan ke dalam shaker waterbath dengan suhu 39 ⁰C untuk menciptakan suasana yang menyerupai kondisi di dalam rumen dan diinkubasi selama 4 jam untuk sampel NH3 dan VFA total serta inkubasi selama 24 jam untuk sampel KCBK dan KCBO. Proses fermentasi dihentikan dengan membuka penutup karet berventilasi dan meneteskan larutan HgCl2 jenuh sebanyak 2 tetes. Seluruh isi tabung fermentor disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk memperoleh supernatan yang digunakan untuk analisis konsentrasi NH3 dan VFA total, sedangkan residunya digunakan untuk analisis degradasi bahan kering dan bahan organik (DBK dan DBO). Pengukuran Konsentrasi NH3 Pengukuran konsentrasi NH3 dengan metode Mikrodifusi Conway (Department of Dairy Science 1969). Sebelum digunakan, bibir cawan Conway dan tutupnya diolesi dengan vaselin. Sebanyak 1 ml supernatan hasil fermentasi dengan inkubasi selama 4 jam diambil dan ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Sebanyak 1 ml larutan Na2CO3 jenuh ditempatkan pada salah satu ujung lainnya, bersebelahan dengan supernatan. Supernatan dan larutan Na2CO3 tidak boleh bercampur saat cawan Conway masih dalam kondisi terbuka. Larutan asam borat berindikator merah metil dan hijau bromokresol sebanyak 1 ml ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway ditutup rapat hingga kedap udara, kemudian digoyang-goyangkan dan dimiringkan untuk mencampur larutan Na2CO3 jenuh dengan supernatan hingga merata. Cawan Conway dibiarkan dalam suhu ruang selama 24 jam. Setelah 24 jam, cawan Conway dibuka dan asam borat berindikator dititrasi dengan larutan H2SO4 0.005 N sampai tejadi perubahan warna dari biru menjadi merah muda. Konsentrasi NH3 dihitung dengan rumus: NH3 (mM) =
Volume H2 SO4 (ml) × N H2 SO4 × 1000 Bobot Sampel (g) × % BK Sampel
Pengukuran Konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) total Pengukuran konsentrasi VFA total dengan metode Destilasi Uap (Department of Dairy Science 1969). Alat destilasi dipersiapkan dengan mendidihkan air dan mengalirkan air ke kondensor atau pendingin. Sebanyak 5 ml sampel supernatan (sama dengan sampel untuk analisa NH3) diambil dan dimasukkan ke dalam tabung destilasi yang dipanaskan dengan uap air. Sebanyak 1 ml H2SO4 15% ditambahkan ke dalam tabung berisi supernatan lalu ditutup dengan rapat. Uap air panas akan mendorong VFA melewati tabung pendingin terkondensasi dan ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0.5 N. Cairan ditampung sampai jumlah desilat mencapai volume sekitar 250 ml lalu ditetesi dengan indikator phenolptalein sebanyak 2 tetes dan dititrasi dengan larutan HCl 0.5 N. Titrasi dihentikan ketika
5
terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi bening atau tidak berwarna. Konsentrasi VFA total dapat dihitung dengan rumus: 1000 5 ml) VFA (mM) = Bobot Sampel (g) × % BK Sampel (a-b) × NHCl ×
Keterangan:
a = Volume titrasi blanko (ml) b = Volume titrasi sampel (ml)
Pengukuran Sintesis Protein Mikroba Perhitungan sintesis protein mikroba menggunakan metode Lowry et al. (1951). Cairan rumen 20 ml didestilasi menggunakan magnetic stirrer (400 rpm selama 45 detik). Hal ini bertujuan untuk memisahkan bakteri dengan sampel. Sampel disentrifugasi pada 408 gravitasi selama 5 menit untuk menurunkan populasi protozoa dan menghilangkan sisa partikel pakan yang disebut dengan aliquot. Aliquot (Cairan rumen yang telah disentrifugasi pada 408 gravitasi, dengan penurunan jumlah populasi protozoa yang juga terpisah dari partikel pakan) diambil sebanyak 10 ml dan ditambah dengan 2.5 ml trichloro acetic acid (TCA) 64.5% pada masing-masing sampel. Sampel disentrifugasi kembali pada 15000 rpm selama 20 menit menghasilkan endapan dan supernatan. Endapan disentrifugasi kembali menghasilkan supernatan dan endapan. Endapan diambil dan ditambah dengan 30 ml larutan NaOH 0.25 N lalu dipanaskan pada suhu 100 ⁰C selama 10 menit. Larutan didinginkan kemudian diambil sebanyak 1 ml dari masing-masing sampel untuk analisis protein mikroba. Ada beberapa pereaksi yang dibutuhkan yaitu pereaksi 1 terdiri dari Na2CO3 2% dalam larutan NaOH 0.1 N, pereaksi 2 terdiri dari CuSO4 0.5% dalam larutan Na K Tartrat 1%, pereaksi 3 terdiri dari campuran 50 ml pereaksi 1 dan dengan 1 ml pereaksi 2, pereaksi 4 terdiri dari Folin Ciocalteu (Pereaksi Fenol) yang dilarutkan dengan aquades 1:1 sebelum digunakan dan pereaksi 5 yang terdiri dari larutan protein standar 0.25 mg ml-1 larutan BSA (Bovine Serum Albumin). Kurva standar dibuat dengan memasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 0 (blanko), 0.1, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1.0 ml protein standar lalu ditambah air sampai volume total masing-masing 4 ml. Sebanyak 1 ml dari masing-masing sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambah air sampai volume 4 ml. Pereaksi 3 sebanyak 5.5 ml ditambahkan ke dalam masing-masing tabung baik standar maupun sampel, dicampur merata dan dibiarkan selama 10 - 15 menit pada suhu ruang. Selanjutnya, 0.5 ml pereaksi 4 ditambahkan ke dalam masing-masing tabung, dihomogenkan dengan vortex, lalu didiamkan selama 30 menit sampai warna terbentuk. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 650 nm. Pengukuran Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik Pengukuran degradabilitas bahan kering dan bahan organik menggunakan metode Tiley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979). Setelah inkubasi selama 4 jam, residu yang diperoleh dikeringkan menggunakan oven 105 ⁰C selama 24 jam untuk mengetahui bobot BK residu. Hasil pengeringan sampel residu ditimbang kemudian diabukan di dalam tanur 600 ⁰C selama 6 jam. Hal ini dilakukan untuk memperoleh bobot abu dan bobot BO sampel residu, sebagai
6
blanko digunakan residu asal fermentasi tanpa sampel, sedangkan BK dan BO sampel diperoleh dari penguapan oven 105 ⁰C dan pengabuan tanur 600 ⁰C pada bahan pakan percobaan yang mendapatkan perlakuan sama, tetapi tidak difermentasikan. Tingkat degradasi bahan kering (DBK) dan degradasi bahan organik (DBO) dihitung dengan rumus sebagai berikut: % DBK =
BK awal (g) - (BK residu (g) - BK blanko (g)) × 100% BK awal (g)
% DBO =
BO awal (g) - (BO residu (g) - BO blanko (g)) × 100% BO awal (g)
Keterangan
: BK = Bobot Kering BO = Bobot Organik
Pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik Pengukuran koefisien cerna bahan kering dan bahan organik (KCBK dan KCBO) menggunakan metode Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979). Proses fermentasi yang dilakukan sama seperti proses fermentasi untuk mengukur fermentabilitas, hanya proses inkubasi dilakukan selama 24 jam. Setelah inkubasi selama 24 jam, proses fermentasi dihentikan dengan menambahkan larutan HgCl2 jenuh sebanyak 2 tetes. Selanjutnya, tabung fermentor disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, supernatan lalu dibuang. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 20 ml larutan pepsin-HCl 0.2%. Campuran tersebut kemudian diinkubasi selama 24 jam (suhu 39 ⁰C), sisa pencernaan disaring menggunakan kertas saring Whatman no. 41 (yang sudah diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa vakum. Residu yang diperoleh kemudian dikeringkan di dalam oven 105 ⁰C selama 24 jam untuk mengetahui bobot BK residu. Setelah ditimbang, sampel residu kemudian dimasukkan ke dalam tanur selama 6 jam pada suhu 600 ⁰C untuk mengetahui bobot abu dan bobot BO sampel residu. Penentuan BK, abu dan BO dari blanko dan bahan yang tidak difermentasi dilakukan dengan prosedur yang sama seperti untuk DBK dan DBO. Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) dihitung dengan rumus: KCBK (%) =
BK Sampel (g) - (BK Residu (g) - BK Blanko (g)) x 100% BK Sampel (g)
KCBO (%) =
BO Sampel (g) - (BO Residu (g) - BO Blanko (g)) x 100% BO Sampel (g) Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan Perlakuan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: R0: Ransum kontrol (rumput lapang dan konsentrat, rasio 30% : 70% bahan kering, PK 18.24%, TDN 63.10%)
7
R1: R0 + 5% air kelapa hijau (5 ml air kelapa hijau per 100 g ransum) R2: R0 + 10% air kelapa hijau (10 ml air kelapa hijau per 100 g ransum) R3: R0 + 15% air kelapa hijau (15 ml air kelapa hijau per 100 g ransum) Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 kelompok. Pengelompokan dilakukan berdasarkan pengambilan cairan rumen yang berasal dari individu domba yang berbeda. Persamaan matematik dari rancangan percobaan adalah sebagai berikut: Yij = μ + αi + βj + ɛij Keterangan: Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j μ : rataan umum αi : pengaruh perlakuan (level penambahan air kelapa hijau) ke-i, i= kontrol, kontrol + 5% air kelapa hijau, kontrol + 10% air kelapa hijau, dan kontrol + 15% air kelapa hijau βj : pengaruh kelompok (cairan rumen) ke-j ɛij : pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i terhadap kelompok ke-j Peubah yang Diamati Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah konsentrasi NH3, konsentrasi VFA, sintesis protein mikroba, degradabilitas bahan kering dan bahan organik dan koefisien cerna bahan kering dan bahan organik. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) (Steel dan Torrie 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Air Kelapa sebagai Prebiotik Definisi prebiotik berdasarkan pernyataan Haryati (2011) adalah suatu bahan makanan yang dapat menstimulasi pertumbuhan atau aktivitas mikroba menguntungkan di dalam saluran pencernaan inang. Penambahan prebiotik mampu mendukung pertumbuhan mikroba tertentu yang dapat menghasilkan enzim untuk memetabolisme prebiotik tersebut (Nuraida et al. 2011). Beberapa syarat suatu bahan dapat digolongkan sebagai prebiotik menurut Senditya et al. (2014) yaitu dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri yang aktif melakukan metabolisme dan mengubah mikroflora saluran pencernaan menjadi komponen yang menguntungkan kesehatan inang. Bahan yang digunakan sebagai prebiotik pada penelitian ini adalah air kelapa hijau. Air kelapa hijau mengandung gula-gula sederhana seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan sebagai prebiotik (Awua et al. 2012). Manfaat air kelapa sebagai prebiotik telah dibuktikan oleh Pranayanti dan Sutrisno (2015) tentang pembuatan minuman probiotik air kelapa muda dimana air
8
kelapa muda dapat digunakan sebagai prebiotik dan kandungan sukrosa di dalam air kelapa muda tersebut dapat digunakan sebagai sumber energi yang dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri asam laktat Lactobacillus casei strain Shirota. Tabel 2 menunjukkan hasil analisis proksimat air kelapa hijau dan air kelapa muda. Tabel 2 Hasil analisis proksimat air kelapa Komponen Energi dari Lemak Energi total Kadar air Bahan kering Kadar abu Lemak total Protein Karbohidrat total
Unit
Air kelapa hijau
Air kelapa muda
Kkal 100 g-1 Kkal 100 g-1 % % % BK % BK % BK % BK
0.00 24.20 93.67 6.33 4.42 0.00 0.00 95.58
0.00 19.36 94.86 5.14 5.84 0.00 0.00 94.16
Hasil analisis Laboratorium PT. Saraswanti Indo Genetech (SIG), Bogor (2016).
Komposisi zat makanan tersebut menunjukkan bahwa komponen tebesar dari air kelapa hijau adalah air, diikuti dengan karbohidrat kemudian abu. Energi yang berasal dari karbohidrat dalam air kelapa hijau sebesar 24.20 Kkal 100 g-1. Air kelapa hijau tidak mengandung lemak dan protein. Energi yang ada di dalam air kelapa hijau hanya berasal dari karbohidrat. Dengan demikian, air kelapa hijau merupakan sumber energi dari karbohidrat yang dapat digunakan oleh bakteri asam laktat atau sebagai prebiotik. Kadar air dalam air kelapa hijau dan air kelapa muda tidak jauh berbeda, air kelapa hijau memiliki kadar air sebesar 93.67% dan air kelapa muda sebesar 94.86%. Perbedaan komposisi zat makanan dalam air kelapa hijau dan kelapa muda terdapat pada kandungan energinya. Kandungan energi air kelapa hijau sebesar 24.20 Kkal 100 g-1, jumlah ini lebih besar daripada air kelapa muda yang mengandung energi total sebesar 19.36 Kkal 100 g-1. Hal ini disebabkan oleh kandungan karbohidrat total dalam air kelapa hijau lebih tinggi daripada air kelapa muda. Air kelapa hijau mengandung karbohidrat sebesar 95.58% BK sedangkan air kelapa muda sebesar 94.16% BK. Komposisi Ransum Ransum yang digunakan adalah campuran rumput lapang dan konsentrat dengan rasio penggunaan 30%:70% BK. Hasil analisis proksimat ransum percobaan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa ransum percobaan memiliki kandungan PK 18.24% dan TDN 63.10%. Jumlah PK dan TDN ransum percobaan berdasarkan analisis proksimat berbeda dengan perhitungan berdasarkan data sekunder (Tabel 1). Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah zat makanan yang terkandung di dalam bahan pakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan kandungan nutrisi dari tanaman yaitu iklim mikro (cahaya, suhu, kelembaban, curah hujan), kesuburan tanah, umur pemotongan, pemupukan dan pengolahan tanah. Hasil percobaan Purbowati et al. (2007) pada domba lokal jantan penggemukan menunjukkan bahwa pakan komplit dengan kandungan PK 15.09%
9
dan TDN 58.60% relatif efisien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak domba dengan bobot badan awal 12.76 kg. Berdasarkan analisis proksimat, ransum percobaan ini sudah dapat memenuhi kebutuhan nutrisi (TDN dan PK) domba lokal penggemukan dengan umur di bawah 5 bulan dan bobot badan 10 kg dengan pertambahan bobot badan 100 g/hari. Penambahan air kelapa hijau ke dalam ransum percobaan menyebabkan perubahan pada TDN ransum. Tabel 4 menunjukkan data TDN dan rasionya dengan PK dan SK ransum percobaan dengan penambahan prebiotik air kelapa hijau sebagai rumen modifier. Tabel 3 Hasil analisis proksimat ransum percobaan Kandungan nutriena
Persentase (% BK)
Bahan kering Abu Protein kasar Serat kasar Lemak kasar Beta-N TDNb
100 12.06 18.24 18.66 2.89 48.15 63.10
a
Hasil analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (2016); b Perhitungan nilai TDN berdasarkan Hartadi et al. (1980): TDN (%) = 37.937 - 1.018 (SK) - 4.886 (LK) + 0.173 (BETN) + 1.042 (PK) + 0.015 (SK)2 - 0.058 (LK)2 + 0.008 (SK) (BETN) + 0.119 (LK) (BETN) + 0.038 (LK) (PK) + 0.003 (LK)2 (PK).
Tabel 4 Kandungan PK, SK dan TDN ransum percobaan dengan penambahan prebiotik air kelapa hijau Peubah (% BK) PK SK TDNa
R0 18.24 18.66 63.10
R1 18.24 18.66 67.37
R2 18.24 18.66 71.64
R3 18.24 18.66 75.91
a
Perhitungan nilai TDN berdasarkan Hartadi et al. (1980): TDN (%) = 22.822 - 1.440 (SK) - 2.875 (LK) + 0.655 (BETN) + 0.863 (PK) + 0.020 (SK) 2 - 0.078 (LK)2 + 0.018 (SK) (BETN) + 0.045 (LK) (BETN) - 0.085 (LK) (PK) + 0.020 (LK) 2 (PK); R0 = Ransum kontrol mengandung rumput lapang dan konsentrat (30%:70% bahan kering, TDN 63.10%, PK 18.24%), R1 = R0 + 5% air kelapa hijau, R2 = R0 + 10% air kelapa hijau, R3 = R0 + 15% air kelapa hijau.
Penambahan air kelapa hijau tidak mengubah jumlah protein, lemak dan serat kasar ransum, tetapi meningkatkan jumlah energi ransum. Tambahan energi (TDN) dari air kelapa hijau dengan kadar serat 0% BK, lemak 0% BK, protein 0% BK dan karbohidrat total 95.58% BK (Tabel 2) pada taraf perlakuan 5% (R1), 10% (R2), dan 15% (R3) masing-masing sebesar 4.27% BK, 8.54% BK dan 12.81% BK. Total kandungan energi ransum pada taraf perlakuan 5% (R1), 10% (R2) dan 15% (R3) berturut-turut sebesar 67.37% BK, 71.64% BK dan 75.91% BK (Tabel 4). Hal ini dapat disimpulkan bahwa kandungan energi ransum dengan penambahan prebiotik air kelapa hijau tidak jauh berbeda dari ransum kontrol (R0) yang kandungan energinya sebesar 63.10% BK.
10
Fermentabilitas in vitro Ransum Domba yang Diberi Prebiotik Air Kelapa Hijau sebagai Rumen Modifier Konsentrasi NH3 Amonia (NH3) merupakan produk degradasi protein pakan dan penting untuk sintesis protein mikroba. Konsentrasi amonia menunjukkan adanya perombakan protein pakan di dalam rumen dan sintesis protein mikroba. Pertumbuhan dan sintesis protein mikroba dipengaruhi oleh konsentrasi amonia karena 60% - 80% N bakteri berasal dari N-amonia (Kim et al. 2014). Rataan konsentrasi amonia cairan rumen dengan perlakuan pemberian air kelapa hijau dalam percobaan ini berkisar antara 7.51 - 11.03 mM (Tabel 5). Nilai ini masih termasuk dalam kisaran normal konsentrasi amonia dalam cairan rumen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba rumen yaitu 4 - 12 mM menurut Sutardi (1979). Tabel 5 Konsentrasi NH3 dalam cairan rumen domba Perlakuan R0 R1 R2 R3
Konsentrasi NH3 (mM) 10.20 ± 3.28 8.28 ± 1.78 7.51 ± 1.23 11.03 ± 3.06
R0 = Ransum kontrol mengandung rumput lapang dan konsentrat (30%:70% bahan kering, TDN 63.10%, PK 18.24%), R1 = R0 + 5% air kelapa hijau, R2 = R0 + 10% air kelapa hijau, R3 = R0 + 15% air kelapa hijau.
Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan prebiotik air kelapa hijau tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi amonia karena ransum yang digunakan terdiri dari komposisi bahan pakan yang sama dengan kandungan PK yang tetap meskipun dengan penambahan air kelapa hijau. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian prebiotik air kelapa hijau sebagai rumen modifier sampai dengan taraf 15% dalam ransum belum dapat menstimulasi bakteri rumen untuk meningkatkan penggunaan protein dari bahan makanan. Konsentrasi amonia dipengaruhi oleh kelompok yaitu cairan rumen (P<0.05), karena diambil dari individu domba yang berbeda dan pada waktu yang berbeda, kondisi ini dapat diperkirakan bahwa domba berasal dari tempat yang berbeda mengonsumsi pakan yang berbeda sehingga populasi dan aktivitas mikroba di dalam cairan rumen juga berbeda. Aktivitas bakteri yang mempengaruhi konsentrasi amonia adalah bakteri proteolitik. Protein pakan yang masuk ke dalam rumen ternak ruminansia sebagian akan dipecah oleh enzim proteolitik mikroba rumen dan dikonversi menjadi amonia (Krisnan et al. 2009). Konsentrasi VFA Total Volatile Fatty Acid (VFA) terdiri dari asetat, propionat, butirat, valerat dan format yang merupakan produk hasil fermentasi karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia (McDonald et al. 2011). Tersedianya karbohidrat dalam jumlah yang cukup sangat diperlukan mikroba, dimana karbohidrat akan difermentasi menghasilkan VFA yang digunakan sebagai sumber energi pada ternak ruminansia
11
(Aji et al. 2013). VFA berperan sebagai sumber energi bagi ternak dan sumber karbon untuk sintesis protein mikroba (Amri dan Yurleni 2014). Data konsentrasi VFA total disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Konsentrasi VFA total dalam cairan rumen domba Perlakuan R0 R1 R2 R3
Konsentrasi VFA total (mM) 121.75 ± 12.79 117.32 ± 5.86 124.36 ± 13.14 135.26 ± 12.77
R0 = Ransum kontrol mengandung rumput lapang dan konsentrat (30%:70% bahan kering, TDN 63.10%, PK 18.24%), R1 = R0 + 5% air kelapa hijau, R2 = R0 + 10% air kelapa hijau, R3 = R0 + 15% air kelapa hijau.
Pengelompokan berdasarkan cairan rumen dan perlakuan pemberian prebiotik air kelapa hijau tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi VFA total. Pengaruh kelompok tidak berbeda nyata diduga karena populasi dan aktivitas bakteri amilolitik dan selulolitik di dalam cairan rumen dalam jumlah yang relatif sama sehingga VFA total yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Tabel 6 menunjukkan bahwa ransum kontrol (R0) menghasilkan taraf konsentrasi VFA total yang relatif sama dengan ransum dengan penambahan air kelapa hijau 5% (R1), 10% (R2) dan 15% (R3) karena komposisi bahan pakan ransum yang digunakan sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Krisnan et al. (2009) bahwa jenis karbohidrat dan bentuk fisik bahan pakan dalam ransum percobaan relatif sama menghasilkan pola fermentasi yang sama sehingga VFA total yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Rataan konsentrasi VFA total dengan perlakuan penambahan air kelapa hijau berkisar antara 117.32 - 135.26 mM. Kisaran konsentrasi VFA normal dalam cairan rumen yaitu 70 - 150 mM (McDonald et al. 2011). Menurut Suharyono (2010), konsentrasi VFA yang mendukung pertumbuhan mikroba antara 80 - 160 mM. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian air kelapa hijau sampai taraf 15% dalam ransum baik untuk aktivitas fermentasi pakan, namun belum dapat memberikan pengaruh prebiotik yang optimal sebagai rumen modifier terhadap aktivitas mikroba rumen. Sintesis Protein Mikroba Ternak ruminansia memenuhi kebutuhan protein dan asam amino dari protein pakan yang lolos dari degradasi rumen dan protein sel mikroba. Mikroba rumen menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen untuk pembentukan sel mikroba apabila tersedia karbohidrat (sumber kerangka karbon dan energi) yang mudah difermentasi (Hindratiningrum et al. 2009). Ketersedian amonia yang tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber karbon dan energi yang cukup untuk metabolisme mikroba menyebabkan rendahnya sintesis protein mikroba (Bata dan Hidayat 2010). Tabel 7 menunjukkan data sintesis protein mikroba.
12
Tabel 7 Sintesis protein mikroba dalam cairan rumen domba Perlakuan R0 R1 R2 R3
Sintesis protein mikroba (mg N g-1 BO tercerna) 69.60 ± 10.68 75.39 ± 28.58 72.90 ± 26.54 59.12 ± 26.10
R0 = Ransum kontrol mengandung rumput lapang dan konsentrat (30%:70% bahan kering, TDN 63.10%, PK 18.24%), R1 = R0 + 5% air kelapa hijau, R2 = R0 + 10% air kelapa hijau, R3 = R0 + 15% air kelapa hijau.
Sintesis protein mikroba yang dihasilkan sangat nyata dipengaruhi kelompok yaitu cairan rumen (P<0.01) namun tidak dipengaruhi oleh penambahan air kelapa hijau. Sintesis protein mikroba berbeda nyata dengan pengelompokan berdasarkan cairan rumen diduga karena terdapat perbedaan diantara aktivitas bakteri dalam cairan rumen. Penambahan prebiotik air kelapa hijau ke dalam ransum percobaan menghasilkan sintesis protein mikroba yang tidak berbeda nyata. Hal ini sejalan dengan konsentrasi amonia dan VFA sebagai prekursor untuk sintesis protein mikroba yang juga tidak berbeda nyata dengan penambahan prebiotik air kelapa hijau. Konsentrasi VFA dan amonia berhubungan erat terhadap sintesis protein mikroba, amonia merupakan sumber nitrogen utama dan VFA merupakan sumber kerangka karbon dan energi untuk pembentukan protein sel mikroba. Jetana et al. (2000) mengatakan bahwa penggunan protein di dalam rumen tidak efisien apabila tidak tersedia energi yang cukup untuk proses metabolismenya, dengan demikian sinkronisasi yang tepat antara produksi energi dan pelepasan NNH3 diperlukan untuk sintesis protein mikroba. Meskipun demikian, baik VFA maupun NH3 yang dihasilkan masih termasuk dalam kisaran konsentrasi VFA dan NH3 yang baik untuk sintesis protein mikroba seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemberiaan prebiotik air kelapa hijau sampai taraf 15% belum optimal untuk meningkatkan sintesis protein mikroba. Sumber energi yang dibutuhkan untuk sintesis protein mikroba adalah dalam bentuk ATP yang dihasilkan dari VFA dan VFA adalah sumber energi untuk ternak ruminansia, VFA yang dapat digunakan untuk sintesis protein mikroba hanya VFA berantai cabang seperti isobutirat, isovalerat, valerat dan 2 metilbutirat (Anggraeny et al. 2015). Konsentrasi VFA dalam percobaan ini dalam bentuk VFA total, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti konsentrasi VFA berantai cabang yang dihasilkan melalui fermentasi pakan. Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik Degradabilitas bahan kering (DBK) dan bahan organik (DBO) menunjukkan tingkat kemudahan nutrien yang terkandung dalam suatu bahan pakan untuk didegradasi oleh mikroba rumen (Tanuwiria et al. 2010). Data DBK dan DBO disajikan dalam Tabel 8. Berdasarkan uji stastistik, DBK dan DBO sangat dipengaruhi oleh kelompok (P<0.01) yaitu cairan rumen, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik air kelapa hijau sebagai rumen modifier (Tabel 8).
13
Tabel 8 Degradabilitas bahan kering dan bahan organik ransum percobaan Perlakuan R0 R1 R2 R3
Peubah DBK (%) 28.80 ± 6.99 29.51 ± 7.67 28.03 ± 5.84 28.24 ± 4.26
DBO (%) 22.12 ± 5.23 22.53 ± 4.82 21.06 ± 3.36 21.63 ± 2.76
R0 = Ransum kontrol mengandung rumput lapang dan konsentrat (30%:70% bahan kering, TDN 63.10%, PK 18.24%), R1 = R0 + 5% air kelapa hijau, R2 = R0 + 10% air kelapa hijau, R3 = R0 + 15% air kelapa hijau.
Pengaruh kelompok yaitu cairan rumen yang sangat nyata pada DBK dan DBO ransum diduga karena adanya populasi atau aktivitas bakteri yang berbeda dalam masing-masing cairan rumen. Meskipun populasi dan aktivitas bakteri amilolitik dan selulolitik diduga relatif sama sehingga menghasilkan konsentrasi VFA yang tidak berbeda nyata, nilai degradabilitas ransum yang sangat berbeda nyata dengan pengelompokan berdasarkan cairan rumen diduga karena adanya perbedaan populasi atau aktivitas bakteri rumen yang lain seperti proteolitik. Penambahan prebiotik air kelapa hijau yang tidak berpengaruh pada DBK dan DBO ransum percobaan diduga karena ransum terdiri dari komposisi bahan pakan yang sama dengan kandungan nutrien yang relatif sama. Selain itu, degradabilitas ransum yang tidak berbeda nyata diduga karena pemberian prebiotik air kelapa hijau sebagai rumen modifier sampai dengan taraf 15% belum optimal meningkatkan populasi dan aktivitas mikroba rumen untuk mendegradasi pakan. Nilai DBO lebih rendah dari DBK karena BO merupakan komponen dari BK. Wahyuni et al. (2014) yang menyebutkan bahwa apabila pada bahan yang sama kandungan BK meningkat, maka akan meningkatkan kandungan BO karena BO merupakan bagian dari BK. Rataan DBK dan DBO ransum percobaan berdasarkan perlakuan yaitu 28.03% - 29.51% dan 21.06% - 22.53% lebih rendah dari hasil penelitian Wahyuni (2008) yang memperoleh hasil DBK dan DBO ransum komplit dengan berbagai kombinasi rumput lapang, konsentrat dan suplemen kaya nutrien (SKN) berturutturut berkisar antara 42.52% - 49.45% dan 39.03% - 46.88%. Degradabilitas ransum percobaan rendah karena komposisi terbesar ransum terdiri dari bahan pakan yang kandungan seratnya cukup tinggi yaitu rumput lapang dan bungkil kelapa dengan persentase masing-masing 30% di dalam ransum. Kandungan serat kasar rumput lapang dan bungkil kelapa yang digunakan tidak diketahui dengan pasti karena tidak dilakukan analisis proksimat pada masing-masing bahan pakan, namun dalam penelitian Wahyuni (2008), rumput lapang yang digunakan mengandung serat kasar 33.47% BK. Hartadi et al. (1987) menyatakan bahwa serat kasar dalam bungkil kelapa yaitu 12.10% BK. Kandungan serat kasar yang cukup tinggi dalam bahan pakan dengan persentase yang paling besar di dalam ransum menyebabkan tingginya serat kasar ransum. Kondisi tersebut menghasilkan degradabilitas ransum yang rendah, diduga karena bakteri selulolitik dalam cairan rumen domba dengan umur dibawah lima bulan belum mampu mencerna serat kasar yang tinggi.
14
Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Domba yang Diberi Prebiotik Air Kelapa Hijau sebagai Rumen Modifier Kecernaan merupakan tanda awal tersedianya berbagai macam nutrien dari suatu bahan pakan tertentu bagi ternak yang mengonsumsinya. Menentukan kecernaan berguna untuk memperoleh nilai bahan pakan karena hanya makanan yang dapat dicerna yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh (Rayhan et al. 2013). Data koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO) ditunjukkan pada Tabel 9. Berdasarkan hasil sidik ragam didapatkan bahwa nilai KCBK dan KCBO ransum percobaan dipengaruhi sangat nyata (P<0.01) oleh kelompok yaitu cairan rumen, namun perlakuan prebiotik air kelapa hijau tidak berpengaruh nyata terhadap KCBK dan KCBO. Perbedaan kelompok yaitu cairan rumen sangat nyata mempengaruhi KCBK dan KCBO sejalan dengan DBK dan DBO diduga karena adanya perbedaan aktivitas bakteri dalam cairan rumen seperti proteolitik. KCBK dan KCBO yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan meningkatnya level pemberian prebiotik air kelapa hijau (Tabel 9). Hal ini diduga karena komposisi bahan pakan dan kandungan nutrien ransum relatif sama dan penggunaan prebiotik air kelapa hijau sebagai rumen modifier sampai dengan taraf 15% dalam ransum belum dapat meningkatkan populasi dan aktivitas bakteri rumen untuk mendegradasi pakan. Nilai DBK dan DBO berhubungan dengan KCBK dan KCBO. Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai KCBK dan KCBO tidak berbeda nyata dengan penambahan prebiotik air kelapa hijau, sejalan dengan DBK dan DBO yang juga tidak berbeda nyata. Tabel 9 Koefisien cerna bahan kering dan bahan organik ransum percobaan Perlakuan R0 R1 R2 R3
Peubah KCBK (%) 44.54 ± 6.92 44.54 ± 6.64 45.25 ± 7.04 45.37 ± 7.22
KCBO (%) 41.69 ± 5.36 41.68 ± 5.11 42.13 ± 5.39 42.02 ± 5.90
R0 = Ransum kontrol mengandung rumput lapang dan konsentrat (30%:70% bahan kering, TDN 63.10%, PK 18.24%), R1 = R0 + 5% air kelapa hijau, R2 = R0 + 10% air kelapa hijau, R3 = R0 + 15% air kelapa hijau.
Kecernaan ransum percobaan rendah karena ransum mengandung serat kasar tinggi sementara rumen domba dengan umur dibawah lima bulan belum berkembang dengan baik sehingga belum mampu mencerna serat kasar yang tinggi. Hal tersebut sejalan dengan degradabilitas ransum yang juga rendah karena tingginya kandungan serat kasar dalam ransum. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering pada percobaan in vitro antara lain mikroba rumen, kualitas cairan rumen, kandungan lignin bahan pakan, pengontrolan pH rumen, temperatur shaker waterbath, kondisi fisik bahan pakan dan kandungan nutrien bahan pakan (Nurlaili et al. 2013). Aktivitas mikroba rumen mempengaruhi kecernaan bahan makanan karena mikroba yang melakukan proses fermentasi pakan, sementara itu
15
aktivitas mikroba rumen ditentukan oleh zat-zat makanan yang terkandung di dalam bahan pakan tersebut (Wahyuni et al. 2014).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perlakuan penambahan prebiotik air kelapa hijau sebagai rumen modifier dengan taraf 5%, 10% dan 15% ke dalam ransum domba dengan PK 18.24% dan TDN 63.10% tidak mempengaruhi fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum domba. Saran Penggunaan prebiotik air kelapa hijau perlu ditingkatkan tarafnya lebih dari 15% untuk mendapatkan efek yang nyata di dalam fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum domba.
DAFTAR PUSTAKA Aji DP, Utami S, Suparwi. 2013. Fermentasi kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) menggunakan Aspergillus niger pengaruhnya terhadap kadar VFA dan NNH3 secara in vitro. JIP. 1(3):774-780. Amri U, Yurleni. 2014. Efektivitas pemberian pakan yang mengandung minyak ikan dan olahannya terhadap fermentasi rumen secara in vitro. JIIP. 17(1):2230. Anggraeny YN, Soetanto H, Kusmartono, Hartutik. 2015. Sinkronisasi suplai protein dan energi dalam rumen untuk meningkatkan efisiensi pakan berkualitas rendah. Wartazoa. 25(3):107-116. Awua AK, Edna DD, Rebecca A. 2012. Potential bacterial health risk to consumers of fresh coconut (Cocos nucifera L.) water. Food Nutr Sci. 3:1136-1143. Bata M, Hidayat N. 2010. Penambahan molases untuk meningkatkan kualitas amoniasi jerami padi dan pengaruhnya terhadap produk fermentasi rumen secara in vitro. Agripet. 10(2):27-33. Department of Dairy Science. 1969. General Laboratory Procedure. Madison (USA): University of Wisconsin. Hartadi HS, Reksohadiprodjo S, Tillman AD. 1980. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr. Haryati T. 2011. Probiotik dan prebiotik sebagai pakan imbuhan nonruminansia. Wartazoa. 21(3):125-132. Hindratiningrum, Bata M, Suparwi. 2009. Produksi protein mikroba dan neraca nitrogen sapi local jantan yang diberi jerami padi amoniasi. Anim Product. 11(2):116-121.
16
Jetana T, Abdullah N, Halim RA, Jalaludin S, Ho YW. 2000. Effects of energy and protein supplementation on microbial-N synthesis and allantoin excretion in sheep fed guinea grass. Anim Feed Sci and Tech. 84:167-181. Kim JN, Henriksen ED, Cann IKO, Mackie RI. 2014. Nitrogen utilization and metabolism in Ruminococcus albus 8. Appl Environ Microb. 80(10):3095-3102. Krisnan R, Haryanto B, Wiryawan KG. 2009. Pengaruh kombinasi penggunaan probiotik mikroba rumen dengan suplemen katalitik dalam pakan terhadap kecernaan dan karakterisitik rumen domba. JITV. 14(4):262-269. Lowry OH, Rosebrough NJ, Farr AL, Randall RJ. 1951. Protein measurement with the folin phenol reagent. J Biol Chem. 193:265-275. McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA, Sinclair LA, Wilkinson RG. 2011. Animal Nutrition. 7th Ed. Harlow (UK): Pierson Education Ltd. [NRC] National Research Council. 2007. Nutrient requirements of small ruminants, sheep, goats, cervids and new world camelids. Animal Nutrition Series. Washington DC (USA): National Academy Pr. Nuraida L, Mardiana NR, Faridah DN, Hana. 2011. Metabolisme prebiotik oleh kandidat probiotik isolat ASI sebagai dasar pengembangan produk sinbiotik. JTIP. 22(2):156-163. Nurlaili F, Suparwi, Sutardi TR. 2013. Fermentasi kulit singkong (Manihot utilissima Pohl) menggunakan Aspergillus niger pengaruhnya terhadap kecernaan bahan kering (KBK) dan kecernaan bahan organik (KBO) secara invitro. JIP. 1(3):856-864. Pranayanti IAP, Sutrisno A. 2015. Pembuatan minuman probiotik air kelapa muda (Cocos nucifera L.) dengan starter Lactobacillus casei strain Shirota. JPA. 3(2):763-772. Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budhi SPS, Lestariana W. 2007. Pengaruh pakan komplit dengan kadar protein dan energi yang berbeda pada penggemukan domba lokal jantan secara feedlot terhadap konversi pakan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. hlm 394-401. Rayhan M, Suryapratama W, Sutardi TR. 2013. Fermentasi ampas tebu (bagasse) menggunakan Phanerochaete chrysosporium sebagai upaya meningkatkan kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik secara in vitro. JIP. 1(2):583-589. Sahoo A, Jena B. 2012. Organic acids as rumen modifiers [ulasan]. IJSR. 3(11):2262-2266. Senditya M, Hadi MS, Estiasih T, Saparianti E. 2014. Efek prebiotik dan sinbiotik simplisia daun cincau hitam (Mesona palustris BL) secara in vivo: Kajian Pustaka. JPA. 2(3):141-151. Steel RGD, JH Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-2. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Suharyono. 2010. Pengembangan suplelmen pakan untuk ternak ruminansia dan pengenalannya kepada peternak. Iptek nuklir: Bunga rantai presentasi ilmiah jabatan peneliti. ISSN 2087-8079. hlm 1-39. Sutardi T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produtivitas ternak. Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan. Bogor (ID): LPP IPB.
17
Tanuwiria UH, Budinuryanto DC, Darodjah S, Putranto WS. 2010. Karakterisitik kimiawi Zn-organik dan Cu-organik hasil bioproses Saccharomyces cerevisiae dan Monolia sitophila. J Ilmu Ternak. 10(2):73-78. Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crops. J Brit Grassland Soc. 18:104-111. Wahyuni DS. 2008. Fermentabilitas dan Degradabilitas in vitro serta produksi biomassa mikroba ransum komplit kombinasi rumput lapang, konsentrat dan suplemen kaya nutrient [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wahyuni IMD, Muktiani A, Christianto A. 2014. Penentuan dosis tanin dan saponin untuk defaunasi dan peningkatan fermentabilitas pakan. JITP. 3(3):133-140. Widayati E, Sutarno, Setiyaningsih R. 2002. Seleksi isolat bakteri untuk fermentasi asam laktat dari air kelapa varietas rubescent (Cocos nucifera L., var. rubescent). BioSMART. 4(2):32-35. Wijanarko J. 2014. Inspirasi Hidup Sehat. Jakarta (ID): HHK Media.
18
Lampiran 1 Analisis ragam (ANOVA) konsentrasi NH3 dalam cairan rumen domba SK Kelompok Perlakuan Galat Total
db 3 3 9 15
JK 50.55 32.14 37.87 120.56
KT 16.85 10.71 4.21 8.04
Fhit 4.00 2.55
F 0.05 3.86 3.86
F 0.01 6.99 6.99
* ns
** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata P(0.05); ns tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 2. Analisis ragam (ANOVA) konsentrasi VFA total dalam cairan rumen domba SK Kelompok Perlakuan Galat Total
db 3 3 9 15
JK 725.04 699.31 1224.35 2648.69
KT 241.68 233.10 136.04 176.58
Fhit 1.78 1.71
F 0.05 3.86 3.86
F 0.01 6.99 6.99
ns ns
** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata P(0.05); ns tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 3. Analisis ragam (ANOVA) sintesis protein mikroba dalam cairan rumen domba SK Kelompok Perlakuan Galat Total
db 3 3 9 15
JK 6886.11 586.57 2107.02 9579.70
KT 2295.37 195.52 234.11 638.65
Fhit 9.80 0.84
F 0.05 3.86 3.86
F 0.01 6.99 6.99
** ns
** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata P(0.05); ns tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 4. Analisis ragam (ANOVA) degradabilitas bahan kering ransum percobaan SK Kelompok Perlakuan Galat Total
db 3 3 9 15
JK 455.95 5.30 78.16 539.41
KT 151.98 1.77 8.68
Fhit 17.50 0.20
F 0.05 3.86 3.86
F 0.01 6.99 6.99
** ns
** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata P(0.05); ns tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 5. Analisis ragam (ANOVA) degradabilitas bahan organik ransum percobaan SK Kelompok Perlakuan Galat Total
db 3 3 9 15
JK 187.81 4.47 60.36 252.64
KT 62.60 1.49 6.71 16.84
Fhit 9.33 0.22
F 0.05 3.86 3.86
F 0.01 6.99 6.99
** ns
** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata P(0.05); ns tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
19
Lampiran 6. Analisis ragam (ANOVA) koefisien cerna bahan kering ransum percobaan SK Kelompok Perlakuan Galat Total
db 3 3 9 15
JK 632.74 2.37 20.16 655.27
KT 210.91 0.79 2.24 43.68
Fhit 94.17 0.35
F 0.05 3.86 3.86
F 0.01 6.99 6.99
** Ns
** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata P(0.05); ns tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 7. Analisis ragam (ANOVA) koefisien cerna bahan organik ransum percobaan SK Kelompok Perlakuan Galat Total
db 3 3 9 15
JK 422.11 0.64 12.42 435.17
KT 140.70 0.21 1.38
Fhit 101.96 0.15
F 0.05 3.86 3.86
F 0.01 6.99 6.99
** ns
** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata P(0.05); ns tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 02 April 1995 di Pematangsiantar, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Bernard Manurung dan Ibu Duma Tampubolon. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD SWASTA ADVENT Pematangsiantar pada tahun 2000 - 2006. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP SWASTA MARS Pematangsiantar pada tahun 2006-2009 dan pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Swasta MARS Pematangsiantar pada tahun 2009 - 2012. Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2012 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Penulis merupakan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2013-2015. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) 2012 - 2015, Organisasi Mahasiswa Daerah IKANMASS 2012 - 2014, Vokal Grup Mahasiswa Peternakan (D’Los Fapetos Junior) 2013 - 2014, Klub SEAASS-Net (South East Asia Animal Science Student Networking) 2015 - 2016. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan: Masa Perkenalan Fakultas Peternakan 2014, Student Seminar and Conference 2014, dan Natal Civa IPB 2015.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kepada Tuhan karena atas berkat dan karunia-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Anita S Tjakradidjaja MRurSc dan Bapak Dr Ir Didid Diapari MSi selaku pembimbing yang telah memberikan banyak saran, motivasi, kesabaran dan dukungan baik dalam bentuk ide maupun materi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Asep Tata Permana MSc selaku dosen pembahas seminar, Bapak M Baihaqi SPt MSc dan Ibu Dr Ir Dwierra Evvyernie A MS MSc selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan saran untuk penulisan skripsi. Terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi selaku pemberi beasiswa. Terimakasih juga disampaikan kepada Ibu Dian, Kak Irene Marianta atas bantuan selama penelitian di laboratorium. Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar INTP 49 (Centaurus) khususnya rekan penelitian M Indra Nugraha, teman seperjuangan di laboratorium yaitu Lina Febriana, Elin O’neal dan Iin D Wahyuni, Markistiandi, Patrecia Sondang, Rizka Shaby, dan yang lainnya atas bantuan, perhatian dan dukungannya kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi. Terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Skripsi ini didedikasikan sebagai ungkapan terimakasih kepada Bapak Bernard Manurung dan Mama Duma Tampubolon, Abang Amos Manurung, Kakak Hanna Manurung dan Melisa Manurung, Adek Agus Manurung dan keluarga besar atas segala doa, dukungan, semangat, perhatian dan kasih sayangnya.