DAYA HIDUP MIKROORGANISME RUMEN DAN KECERNAAN IN VITRO RANSUM YANG MENGANDUNG KARA BENGUK (Mucuna pruriens)
SINDI FATHONAH HALIMAH
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Hidup Mikroorganisme Rumen dan Kecernaan in Vitro Ransum yang Mengandung Kara Benguk (Mucuna pruriens) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Sindi Fathonah Halimah NIM D24100067
ABSTRAK SINDI FATHONAH HALIMAH. Daya Hidup Mikroorganisme Rumen dan Kecernaan in Vitro Ransum yang Mengandung Kara Benguk (Mucuna pruriens). Dibimbing oleh DWIERRA EVVYERNIE A dan DIDID DIAPARI. Kara benguk (Mucuna pruriens) merupakan salah satu jenis tanaman leguminosa yang memiliki potensi sebagai kandidat growth promotor alami di dalam usaha penggemukan ternak pedaging. Penelitian ini bertujuan mempelajari keamanan pemberian kara benguk di dalam ransum secara in vitro dengan mengamati mikroorganisme rumen dan kecernaan di dalam rumen. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 9 perlakuan berupa P0= H + K; P1= P0 + 4% EKB; P2= P0 + 8% EKB; P3= P0 + 12% EKB; P4= P0 + 16% EKB; P5= P0 + 4% TKB; P6= P0 + 8% TKB; P7= P0 + 12% TKB, P8= P0 + 16% TKB, H=hijauan, K=konsentrat, EKB=ekstrak kara benguk, dan TKB=tempe kara benguk, serta 3 periode pengambilan cairan rumen sebagai kelompok. Analisis sidik ragam (analysis of variance), uji kontras, polinomial ortogonal, dan uji jarak duncan digunakan untuk analisis data. Parameter yang diuji yaitu populasi protozoa, bakteri total, bakteri selulolitik, NH3, VFA, KCBK, dan KCBO. Hasil yang diperoleh menunjukkan pemberian kara benguk di dalam ransum menurunkan populasi protozoa (P<0.05) namun tidak berpengaruh terhadap bakteri total, bakteri selulolitik, NH3, VFA, KCBK dan KCBO, sehingga pemberian kara benguk baik dalam bentuk ekstrak maupun tempe cukup aman diberikan pada ternak. Kata kunci: ekstrak, in vitro, kara benguk, Mucuna pruriens, tempe
ABSTRACT SINDI FATHONAH HALIMAH. Viability of Rumen Microorganism and in Vitro Digestibility of Diet which Contain Velvet Bean (Mucuna pruriens). Supervised by DWIERRA EVVYERNIE A dan DIDID DIAPARI. Velvet bean (Mucuna pruriens) is one of leguminose plant that has potential as natural growth promotor in feedlot industry. This research aimed to study the safety of addition velvet bean in diet with observation rumen microorganism and in vitro digestibility. The experimental design was used randomized block design with 9 treatment such as P0= H + K; P1= P0 + 4% EKB; P2= P0 + 8% EKB; P3= P0 + 12% EKB; P4= P0 + 16% EKB; P5= P0 + 4% TKB; P6= P0 + 8% TKB; P7= P0 + 12% TKB, P8= P0 + 16% TKB, H=forage, K=concentrate, EKB= velvet bean extract, and TKB= velvet bean tempeh, and also 3 periods of rumen fluid collection as a group. ANOVA (analysis of variance), contrast test, polynomial orthogonal test, and duncan test were used to analyze the data. Variables on this research were protozoa, total bacteria, cellulolytic bacteria, NH3, VFA, dry and organic matter digestibilities. The results showed that the addition of velvet bean in diet was decreasing population of protozoa (P<0.05) but it was not effecting the total bacteria, cellulolytic bacteria, NH3, VFA, dry and organic matter digestibilities, so it was concluded that the using of velvet bean was safe for to catttle. Keyword: extract, in vitro, Mucuna pruriens, tempeh, velvet bean
DAYA HIDUP MIKROORGANISME RUMEN DAN KECERNAAN IN VITRO RANSUM YANG MENGANDUNG KARA BENGUK (Mucuna pruriens)
SINDI FATHONAH HALIMAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar, dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Daya Hidup Mikroorganisme Rumen dan Kecernaan in Vitro Ransum yang Mengandung Kara Benguk (Mucuna pruriens)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2014. Karya ini pernah diseminarkan pada tanggal 8 Februari 2014 di Sapporo, Japan dengan judul “Potential of Velvet Bean (Mucuna pruriens) as Defaunation Agent to Reduce Methane Production”. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skipsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2014 Sindi Fathonah Halimah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
MATERI DAN METODE
1
Materi
1
Metode
2
Waktu dan Lokasi Penelitian
5
Rancangan Percobaan
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Daya Hidup Mikroorganisme Rumen
7
Fermentabilitas In Vitro
9
Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik SIMPULAN DAN SARAN
10 11
Simpulan
11
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
16
UCAPAN TERIMA KASIH
16
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Kandungan Ransum Kontrol Penelitian Susunan Ransum Kontrol Penelitian Komposisi Kimia dan Fitokimia Kara Benguk Populasi Protozoa, Bakteri Total, dan Bakteri Selulolitik Konsentrasi NH3 Dan VFA Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO)
2 2 6 7 9 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Analisis Ragam dan Kontras Polinomial Populasi Protozoa 2 Hasil Uji Jarak Duncan Kelompok Cairan Rumen pada Populasi Protozoa 3 Hasil Analisis Ragam Populasi Bakteri Total 4 Hasil Analisis Ragam Populasi Bakteri Selulolitik 5 Hasil Analisis Ragam Konsentrasi NH3 6 Hasil Analisis Ragam Konsentrasi VFA 7 Hasil Analisis Ragam KCBK 8 Hasil Uji Jarak Duncan Kelompok Cairan Rumen pada KCBK 9 Hasil Analisis Ragam KCBO 10 Hasil Uji Jarak Duncan Kelompok Cairan Rumen pada KCBO
14 14 14 14 15 15 15 15 15 16
1
PENDAHULUAN Kara benguk (Mucuna pruriens) merupakan salah satu jenis tanaman leguminosa yang dapat tumbuh di tanah kering atau kurang subur. Kara benguk memiliki kandungan gizi yang cukup baik, harganya murah, dan diproduksi secara lokal, sehingga tidak terpengaruh oleh biaya masuk impor. Produksinya pun cukup banyak ditemukan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun kacang kara benguk belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Hal ini menyebabkan kara benguk memiliki potensi untuk dijadikan pakan ternak. Kara benguk memiliki kandungan protein yang cukup tinggi berkisar 28.4%33.8%, mengandung flavonoid yang berperan sebagai anti oksidan, serta mengandung vitamin B1 dan B2 (Rokhmah 2008). Selain itu, kara benguk memiliki kandungan L-Dopa sekitar 3-7% (Haryoto 2002), L-Dopa merupakan asam amino metabolik prekusor dopamin (Bethea 2011). L-Dopa yang dikonsumsi akan dikonversi menjadi dopamin untuk mendukung produksi dari kelenjar pituitary yang melepaskan hormon pertumbuhan (growth hormone). Hormon pertumbuhan tersebut digunakan untuk memacu pertumbuhan otot daging, sehingga kemungkinan kara benguk akan lebih sesuai jika diberikan dalam ransum penggemukan ternak. Mekanisme kerja dari senyawa ini belum diketahui secara jelas, sehingga diperlukan banyak penelitian mengenai hal tersebut. Kelebihan dari kara benguk tidak lepas dari kekurangan yang dimilikinya. Adanya kandungan tanin, saponin, dan HCN yang terdapat pada kara benguk, disinyalir dapat berpengaruh pada pencernaan ternak. Saponin dapat membunuh protozoa karena sifat saponin yang dapat berikatan dengan kolesterol yang merupakan komponen dari membran protozoa (Suharti et al. 2009). Tanin juga dapat menonaktifkan enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen, disamping itu dapat mengakibatkan keracunan bagi mikroba rumen (Wiryawan 2000). Suciati (2012) menyatakan bahwa HCN merupakan senyawa toksik yang dapat berbahaya bila dikonsumsi, namun dengan adanya pengolahan seperti ekstrak dan tempe diharapkan mengurangi efek tersebut. Efek positif dan negatif yang dimiliki oleh kara benguk menjadikan kara benguk perlu diteliti secara in vitro terlebih dahulu sebelum diberikan langsung terhadap ternak. Efek positif dari kara benguk dapat dijadikan referensi untuk menggunakan kara benguk sebagai sumber protein nabati dan growth promotor alami. Efek negatif yang terkandung pada kara benguk menjadi sebuah acuan taraf dan batas aman yang dapat diberikan pada ternak. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti daya hidup mikroorganisme rumen dan kecernaan in vitro ransum yang mengandung kara benguk (Mucuna pruriens).
MATERI DAN METODE Materi Bahan-bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak kara benguk, tempe kara benguk, rumput gajah, konsentrat, cairan rumen, media agar
2
brain heart infussion (BHI) dan larutan TBFS (tryphan blue formalin salin). Kandungan ransum kontrol dan susunan ransum yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Alat utama yang digunakan terdiri atas tabung fermentor, cawan conway, seperangkat alat destilasi, counting chamber, mikroskop, dan shaker water bath. Bahan
Ransum Kontrol
Tabel 1 Kandungan Ransum Kontrol Penelitian Bahan Abu Protein Serat Lemak Beta-N TDN Kering Kasar Kasar Kasar ----------------------------------------%--------------------------------------89.67 13.44 16.48 12.84 3.59 53.65 66.83
Hasil analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2013)
Tabel 2 Susunan Ransum Kontrol Penelitian Bahan Makanan Jumlah Penggunaan (%) R0 40.0 7.2 1.2 3.0 6.6 4.8 23.3 1.2 1.7 2.4 3.0 2.4 1.2
Rumput Gajah Molases Palm Meal Dedak Gaplek Copra Onggok Soy Bean Meal Mineral Mix Jagung Corn Gluten Feed Fish Meal Wafer Giling Susunan ransum berasal dari PT. Karya Anugrah Rumpin
Metode Pembuatan Ekstrak Kara Benguk Ekstrak kara benguk didapatkan dari kara benguk yang telah dibuat menjadi tepung terlebih dahulu. Kara benguk digeprek lalu dikeringkan di dalam oven 60oC selama 24 jam. Kara benguk yang telah di oven dikuliti hingga biji dan kulitnya terpisah. Kara benguk tersebut kemudian digiling sehingga didapatkan tepung kara benguk. Tepung biji kara benguk sebanyak 800 g ditimbang dan dibagi menjadi empat bagian yang masing-masing bagian 200 g. Tepung kara benguk yang telah ditimbang, direbus dengan 2 L air pada suhu 96oC selama 15 menit. Setelah 15 menit, air rebusan tepung kara benguk disaring. Ampas tepung yang telah disaring,
3
direbus dan disaring kembali, begitulah seterusnya hingga 3 kali perebusan. Air hasil penyaringan kemudian dievaporasi hingga terbentuk ekstrak kara benguk. Pembuatan Tempe Kara Benguk Tempe kara benguk didapatkan dengan cara fermentasi menggunakan ragi tempe atau Rhizopus oligosporus. Kara benguk pertama-tama dicuci terlebih dahulu, lalu direbus sampai matang. Kara benguk yang telah matang, kemudian dikupas kulitnya. Setelah biji dan kulitnya terpisah, kara benguk direndam selama dua hari dengan mengganti air rendaman setiap harinya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kadar HCN yang ada di dalam kara benguk. Sesudah itu, dikukus selama 30 menit lalu ditiriskan. Kara benguk yang telah dingin ditambahkan ragi tempe (Rhizopus oligosporus) lalu diaduk hingga rata. Kara benguk yang telah diberi ragi dapat langsung dibungkus dengan menggunakan daun pisang dan didiamkan selama 2 hari. Tempe kara benguk yang telah jadi, dibuat tepung agar memudahkan dalam jalannya proses in vitro. Pembuatan tepung tempe kara benguk dimulai dengan pengeringan di dalam oven 60°C selama 24 jam. Setelah kering, tempe tersebut dapat langsung digiling untuk menjadi tepung tempe benguk. Pengambilan Cairan Rumen Cairan rumen yang digunakan pada penelitian ini diambil dari RPH (rumah pemotongan hewan) Bubulak. Proses pengambilan cairan rumen dimulai dari persiapan termos yang akan dipakai sebagai wadah untuk cairan rumen. Termos yang akan digunakan untuk cairan rumen diisi dengan air panas terlebih dahulu sehingga suhunya mencapai 39°C kemudian ditutup. Setelah cairan rumen tersedia, air panas yang ada di dalam termos dibuang dan dapat langsung diisi oleh cairan rumen. Cairan rumen diambil dengan cara isi rumen diperas dengan menggunakan kain kasa dan cairan rumen tersebut dimasukkan kedalam termos hangat yang sebelumnya telah dibuang air panasnya. Prosedur Fermentasi In Vitro Prosedur fermentasi in vitro dilakukan dengan metode Tilley dan Terry (1963). Ransum perlakuan sebanyak 0.5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung fermentor yang ditambahkan 40 ml larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen. Sampel diinkubasi selama 4 jam untuk diambil supernatannya sebagai bahan analisis konsentrasi ammonia (NH3), VFA total, serta analisis populasi bakteri total dan protozoa. Prosedur Analisis Konsentrasi Ammonia (NH3) Analisis ammonia dilakukan dengan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science University of Wisconsin 1969). Asam borat berindikator diletakkan di bagian tengah cawan, sedangkan cairan supernatan sampel serta Na2CO3 diletakkan pada bagian samping cawan masing-masing sebanyak 1 ml. Setelah cawan ditutup rapat, sampel diinkubasi selama 24 jam untuk kemudian dititrasi dengan H2SO4 sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah.
4
Prosedur Analisis konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) Pengukuran VFA dilakukan dengan metode Teknik Destilasi Uap (General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science University of Wisconsin 1969). Pengukuran VFA dimulai dari cairan supernatan sebanyak 5 ml dan H2SO4 sebanyak 1 ml dimasukan ke dalam tabung destilasi. Tabung erlenmeyer yang telah berisi 5 ml NaOH 0.5 N diletakan pada bagian bawah kondensor untuk menampung 300 ml cairan hasil destilasi. Setelah cairan destilasi terisi sebanyak 300 ml, cairan Pp atau phenoptalien ditambahkan sebanyak 2 tetes sebagai indikator, lalu dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai terjadi perubahan warna dari merah jambu menjadi putih bening. Prosedur Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Organik Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik dilakukan dengan metode Tilley dan Terry (1963) yang menggunakan residu supernatan dari hasil fermentasi. Pengukuran kecernaan bahan kering diawali dengan penimbangan kertas Whatman 41 dan cawan porselen yang akan digunakan. Selanjutnya, hasil fermentasi berupa cairan supernatan disaring dengan kertas Whatman 41. Residu yang tidak tersaring oleh kertas Whatman 41 disimpan pada cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan yang berisi residu tersebut dimasukan kedalam oven pada temperatur 105°C. Setelah dikeluarkan dari oven, cawan tersebut didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang beratnya untuk menghitung kecernaan bahan kering. Selanjutnya cawan porselen yang telah diketahui beratnya dimasukkan ke dalam tanur listrik pada suhu 600°C selama 4-6 jam. Setelah itu, cawan tersebut ditimbang maka diperoleh data abu sampel yang digunakan untuk pengukuran kecernaan bahan organik. Prosedur Pengujian Populasi Bakteri Total dan Selulolitik Populasi bakteri total dihitung berdasarkan metode Ogimoto dan Imai (1981) dengan pencacah koloni bakteri hidup. Prinsip perhitungannya adalah cairan rumen diencerkan secara serial lalu dibiakkan dalam media agar BHI. Pengenceran yang dilakukan sebanyak tiga kali, diantaranya 10-2, 10-3, 10-4. Bakteri yang ditumbuhkan di dalam agar BHI diinkubasi selama 24 jam untuk kemudian dihitung jumlah koloninya. Populasi bakteri selulolitik tidak jauh berbeda dengan cara perhitungan populasi bakteri total, populasi bakteri selulolitik dihitung dengan metode pencacah koloni bakteri hidup. Perbedaannya hanya terletak pada media biakan yang digunakan untuk perhitungan bakteri selulolitik digunakan media selulo. Prosedur Pengujian Populasi protozoa Populasi protozoa rumen dihitung berdasarkan metode Ogimoto dan Imai (1981) dengan teknik pewarnaan menggunakan larutan tryphan blue formalin salin (TBFS). Tahapan perhitungan populasi protozoa yaitu sampel cairan rumen yang baru diambil diencerkan dengan larutan TBFS. Kemudian campuran tersebut diambil dengan pipet 1-2 tetes, lalu ditempatkan dalam ruang hitung (counting chamber) secara hati-hati. Selanjutnya populasi protozoa dapat langsung dihitung di bawah mikroskop.
5
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, dan Laboratorium Biofarmaka. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Juli hingga September 2013.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak kelompok (RAK) dengan 9 perlakuan berupa ekstrak dan tempe kara benguk (EKB dan TKB) dengan berbagai konsentrasi serta 3 periode pengambilan cairan rumen sebagai kelompok. Data selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam (analysis of variance) dan apabila berbeda nyata dianalisis dengan uji kontras polinomial dan uji jarak duncan. Perlakuan yang digunakan diantaranya sebagai berikut; P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
= H 40%+ K 60% = H 40%+ K 57.6%+ EKB 2.4% (4% dari konsentrat) = H 40%+ K 55.2%+ EKB 4.8% (8% dari konsentrat) = H 40%+ K 52.8%+ EKB 7.2% (12% dari konsentrat) = H 40%+ K 50.4%+ EKB 9.6% (16% dari konsentrat) = H 40%+ K 57.6%+ TKB 2.4% (4% dari konsentrat) = H 40%+ K 55.2%+ TKB 4.8% (8% dari konsentrat) = H 40%+ K 52.8%+ TKB 7.2% (12% dari konsentrat) = H 40%+ K 50.4%+ TKB 9.6% (16% dari konsentrat)
H= hijauan, K= konsentrat, EKB= ekstrak kara benguk, dan TKB= tempe kara benguk
Model matematika yang digunakan: Yij = μ + βi + τj + εij Keterangan: Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i, kelompok ke-j μ = rataan umum βi = pengaruh perlakuan ransum ke-i τj = pengaruh kelompok ke-j εij = error (galat) perlakuan ke-i, kelompok ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis proksimat dan fitokimia kara benguk, ekstrak kara benguk, dan tempe kara benguk dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa kara benguk memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak dan tempe. Hal ini dikarenakan adanya bagian yang terbuang pada proses pembuatan ekstrak maupun tempe kara benguk. Ekstrak kara benguk dibuat dengan mengekstraksi air perasan dari tepung kara benguk, sedangkan ampasnya tidak digunakan sehingga protein yang terdapat di dalam ampas pun ikut terbuang dan menyebabkan protein yang terdapat di dalam ekstrak kara benguk berkurang.
6
Penurunan kadar protein pada tempe juga diduga karena adanya bagian yang terbuang dari kara benguk. Kara benguk yang dibuat tempe sebelumnya dikupas terlebih dahulu kulitnya sehingga protein yang terdapat pada kulit kara benguk ikut terbuang dan mengakibatkan protein ekstrak juga berkurang. Tabel 3 Komposisi kimia dan fitokimia kara benguk No Komponen Kara Ekstrak Kara Tempe Kara Benguk Benguk Benguk ----------------------- % ------------------------1 Analisis Proksimat * Bahan Kering 93.28 92.64 90.67 Abu 4.48 7.30 1.58 Protein Kasar 26.49 19.48 23.86 Lemak Kasar 1.92 2.70 8.83 Serat Kasar 7.35 0.94 1.17 BETA-N 59.76 69.58 64.56 2 Analisis Fitokimia** Alkaloid +++ ++ Flavonoid ++++ ++ Phenol Hidrokuinon ++ +++ ++ Steroid + Triterpenoid + + +++ Tanin ++++ +++ ++ Saponin +++ +++ * : Hasil analisis di Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2013); **: Hasil analisis di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, IPB (2013). (++++) : Positif sangat kuat; (+++) : Positif kuat; (++) : Positif; (+) : Positif lemah; (-) : Tidak ada kandungan
Analisis fitokimia dilakukan untuk melihat zat aktif yang terkandung di dalam kara benguk, ekstrak kara benguk, dan tempe kara benguk. Cara perhitungannya secara kualitatif yaitu semakin banyak nilai plus (+) maka zat aktif yang terkandung semakin tinggi. Kara benguk memiliki kandungan fitokimia berupa alkaloid, flavonoid, phenol hidrokuinon, steroid, triterpenoid, tanin, dan saponin. Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa kara benguk mengandung tanin dan saponin yang cukup tinggi. Kara benguk mengandung tanin positif sangat kuat (++++), ektrak kara benguk mengandung tanin positif kuat (+++), dan tempe kara benguk mengandung tanin positif (++). Tanin dalam pakan dapat menghambat mikroba untuk mendegradasi protein. Senyawa tersebut banyak ditemukan pada tanaman yang mengandung protein tinggi karena tanin diperlukan oleh tanaman tersebut sebagai sarana proteksi dari serangan mikroba, ternak ataupun insekta (Januarti 2009). Saponin yang terkandung pada kara benguk dan ekstrak kara benguk positif kuat (+++) sedangkan pada tempe kara benguk tidak terdapat kandungan saponin. Hal ini diduga karena saponin ikut terdegradasi oleh kapang pada saat proses fermentasi tempe, sehingga saponin yang ada pada tempe menjadi hilang.
7
Daya Hidup Mikroorganisme Rumen Protozoa Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ransum yang diberi perlakuan kara benguk, baik dalam bentuk ekstrak, maupun tempe menurunkan populasi protozoa (P<0.05) dibandingkan dengan ransum tanpa kara benguk. Penurunan populasi protozoa yang terjadi pada perlakuan ekstrak kara benguk diduga akibat adanya senyawa aktif seperti saponin. Hal ini ditunjang oleh hasil pada Tabel 3 yang menunjukkan bahwa ekstrak kara benguk mengandung saponin positif kuat (+++). Suharti et al. (2009) menyatakan bahwa saponin dapat berikatan dengan kolesterol yang merupakan komponen dari membran protozoa, sterol akan membentuk ikatan dengan saponin yang akan mempengaruhi tegangan permukaan membran protozoa. Tegangan pada dinding sel protozoa akan meningkat dan akhirnya cairan dari luar sel masuk ke dalam sel protozoa yang mengakibatkan pecahnya dinding sel sehingga protozoa mengalami kematian atau lisis. Penurunan populasi protozoa juga terjadi pada perlakuan tempe kara benguk. Hal ini diduga karena tempe merupakan produk fermentasi yang dalam proses pembuatannya melibatkan bakteri, sehingga jumlah bakteri dalam rumen meningkat ketika ditambahkan tempe kara benguk. Jumlah bakteri yang meningkat menyebabkan populasi protozoa menurun karena adanya persaingan dalam memperebutkan sumber makanan. Tabel 4 Populasi protozoa, bakteri total, dan bakteri selulolitik Perlakuan Protozoa Bakteri Total Bakteri Selulolitik -1 ----------------------------log sel ml -----------------------------P0 5.55 ± 0.09a 8.25 ± 1.01 8.17 ± 0.55 P1 5.35 ± 0.25b 8.06 ± 0.73 9.00 ± 1.24 P2 5.18 ± 0.17b 7.86 ± 0.45 8.02 ± 0.59 P3 5.06 ± 0.15b 7.63 ± 0.32 7.71 ± 0.30 P4 4.90 ± 0.30b 7.43 ± 0.46 6.95 ± 0.87 P5 5.10 ± 0.35b 7.57 ± 0.39 7.82 ± 0.68 P6 5.24 ± 028b 7.49 ± 0.02 8.00 ± 0.39 P7 5.19 ± 0.11b 7.81 ± 0.06 7.59 ± 0.76 P8 5.19 ± 0.26b 8.02 ± 0.54 8.32 ± 0.21 Rata-rata 5.20 ± 0.22 7.79 ± 0.44 7.95 ± 0.62 P0= H 40%+ K 60%; P1= H 40%+ K 57.6%+ EKB 2.4% (4% dari konsentrat); P2= H 40%+ K 55.2%+ EKB 4.8% (8% dari konsentrat); P3= H 40%+ K 52.8%+ EKB 7.2% (12% dari konsentrat); P4= H 40%+ K 50.4%+ EKB 9.6% (16% dari konsentrat); P5= H 40%+ K 57.6%+ TKB 2.4% (4% dari konsentrat); P6= H 40%+ K 55.2%+ TKB 4.8% (8% dari konsentrat); P7= H 40%+ K 52.8%+ TKB 7.2% (12% dari konsentrat), P8= H 40%+ K 50.4%+ TKB 9.6% (16% dari konsentrat). Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)
Hasil analisis kontras menunjukkan bahwa ransum yang diberikan ekstrak maupun ransum yang diberikan tempe memiliki pengaruh yang sama dalam menurunkan populasi protozoa. Hasil pengujian polinomial menunjukkan bahwa ransum yang diberi perlakuan ekstrak berpengaruh secara linier menurunkan populasi protozoa (P<0.01). Persamaan regresi linier yang didapat yaitu y= -0.146x + 5.4888. Persamaan tersebut memiliki arti yaitu populasi protozoa mengalami penurunan sebesar 0.146 setiap peningkatan satu satuan level ekstak kara benguk.
8
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kelompok cairan rumen sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap populasi protozoa. Analisis duncan memperlihatkan cairan rumen kelompok 1 memiliki populasi protozoa paling tinggi dibandingkan cairan rumen kelompok 2 dan 3. Hasil analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Cairan rumen kelompok 2 dan 3 memiliki populasi protozoa yang tidak begitu berbeda. Sugoro dan Yunianto (2006) menyatakan bahwa jumlah dan proporsi protozoa rumen dipengaruhi oleh frekuensi dan tipe pakan. Protozoa merupakan salah satu mikroorganisme yang memiliki populasi cukup banyak di dalam rumen. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa populasi protozoa di dalam rumen sebesar 1 juta ml-1 atau 106 ml-1cairan rumen. Populasi protozoa dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Bakteri Total Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kelompok dan perlakuan kara benguk yang ditambahkan dalam ransum tidak berpengaruh terhadap populasi bakteri total. Hal ini dapat diartikan bahwa zat aktif yang ada pada kara benguk seperti tanin dan saponin tidak dapat megganggu populasi bakteri total. Tanin tidak mempengaruhi populasi bakteri total, diduga karena tanin yang ada pada kara benguk masih dalam konsentrasi rendah untuk dapat mematikan bakteri total dengan jumlah yang banyak. Saponin yang ada pada kara benguk pun tidak mempengaruhi bakteri total, diduga karena bakteri merupakan sel prokariotik. Utami (2012) menyatakan bahwa saponin dapat berikatan dengan kolesterol pada organisme yang memiliki membran sel eukariotik tetapi tidak pada sel prokariotik, sehingga saponin hanya mempengaruhi populasi protozoa yang memiliki sel eukariotik, tanpa menghambat bakteri. Hal ini dapat disimpulkan bahwa penambahan kara benguk dalam ransum tidak mengganggu kestabilan populasi bakteri total rumen dalam mendegradasi pakan. Degradasi pakan yang terjadi dalam rumen akan menghasilkan gas seperti karbondioksida (CO2) dan metan (CH4). Degradasi tersebut sangat tergantung pada populasi bakteri yang terdapat dalam rumen (Januarti 2009). Setyadi (2013) menyatakan bahwa perhitungan populasi bakteri total dilakukan untuk melihat aktivitas seluruh bakteri yang ada dalam rumen. Populasi bakteri total pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Bakteri Selulolitik Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan kara benguk di dalam ransum baik ekstrak maupun tempe tidak berpengaruh terhadap populasi bakteri selulolitik. Penyebab hal tersebut diduga karena konsentrasi zat aktif yang ada pada kara benguk tidak terlalu tinggi untuk dapat mematikan populasi bakteri selulolitik dalam jumlah yang banyak. Senyawa aktif tersebut tidak mengganggu bakteri selulolitik dalam mendegradasi selulosa menjadi senyawa sederhana. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian kara benguk di dalam ransum baik dalam bentuk ekstrak maupun tempe dengan level 4%, 8%, 12%, dan 16% cukup aman bagi bakteri selulolitik dalam mendegradasi serat pakan. Perlakuan kelompok cairan rumen tidak memiliki pengaruh terhadap populasi bakteri selulolitik. Bakteri selulolitik yang terdapat pada tiga kelompok cairan rumen memiliki populasi yang sama. Populasi bakteri selulolitik ditampilkan pada Tabel 4.
9
Fermentabilitas In Vitro Fermentabilitas ransum dapat diukur dengan menggunakan pengukuran konsentrasi amonia (NH3) dan volatile fatty acid (VFA). Konsentrasi NH3 dan VFA dapat dilihat pada Tabel 5. Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Tabel 5 Konsentrasi NH3 dan VFA Konsentrasi NH3 Konsentrasi VFA --------------------- mM ------------------------11.26±1.29 136.88±37.69 10.50±0.68 164.76±22.35 11.54±0.81 134.90±14.09 10.54±1.23 113.76±17.67 10.81±0.64 111.73±36.55 10.76±0.82 111.78±54.11 10.49±0.99 152.07±27.64 9.82±0.54 126.40±25.24 10.05±0.80 130.78±37.82 10.64±0.87 131.45±30.35
P0= H 40%+ K 60%; P1= H 40%+ K 57.6%+ EKB 2.4% (4% dari konsentrat); P2= H 40%+ K 55.2%+ EKB 4.8% (8% dari konsentrat); P3= H 40%+ K 52.8%+ EKB 7.2% (12% dari konsentrat); P4= H 40%+ K 50.4%+ EKB 9.6% (16% dari konsentrat); P5= H 40%+ K 57.6%+ TKB 2.4% (4% dari konsentrat); P6= H 40%+ K 55.2%+ TKB 4.8% (8% dari konsentrat); P7= H 40%+ K 52.8%+ TKB 7.2% (12% dari konsentrat), P8= H 40%+ K 50.4%+ TKB 9.6% (16% dari konsentrat)
Konsentrasi NH3 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan kara benguk di dalam ransum tidak berpengaruh terhadap konsentrasi NH3. Hal ini diduga karena protein yang terdapat di dalam ekstrak maupun tempe kara benguk tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap ketersediaan amonia di dalam rumen. Perlakuan kelompok cairan rumen yang diuji pada penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap konsentrasi amonia. Konsentrasi NH3 yang didapatkan pada penelitian ini berada pada selang 9.82-11.53 mM. Hasil konsentrasi NH3 dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi NH3 yang didapatkan masih berada pada kisaran normal, McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 yang sesuai di dalam rumen berada diantara 5–17.65 mM. Amonia tersebut akan digunakan oleh mikroba untuk mensintesis protein tubuhnya (Fajri 2008), kemudian protein mikroba akan digunakan oleh ruminansia untuk memenuhi kebutuhan protein. Konsentrasi VFA Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ransum yang diberikan kara benguk tidak berpengaruh terhadap konsentrasi VFA. Hal ini dikarenakan karbohidrat yang ada pada ekstrak dan tempe kara benguk tidak memberikan sumbangsi yang cukup besar terhadap VFA yang dihasilkan. Kelompok cairan rumen pada penelitian ini tidak memiliki pengaruh terhadap konsentrasi VFA. VFA (volatile fatty acid) atau sering disebut dengan asam lemak terbang merupakan salah satu produk fermentasi
10
karbohidrat di dalam rumen yang menjadi sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Konsentrasi VFA yang didapatkan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 5. Hasil konsentrasi VFA yang didapatkan pada penelitian ini berada pada selang 111.73-164.76 mM. Hasil tersebut menunjukkan bahwa VFA pada penelitian ini berada pada kisaran normal seperti yang dijelaskan Sutardi (1979), produksi VFA yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri yang optimal berada pada kisaran 80-160 mM.
Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik Nilai koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO) menggambarkan nilai efisiensi kandungan zat makanan dalam ransum untuk dimanfaatkan oleh tubuh. Kecernaan pakan diartikan sebagai bagian pakan yang diserap oleh tubuh hewan. Koefisien cerna bahan kering dan bahan organik dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) Perlakuan KCBK KCBO ----------------------- % ---------------------------71.54±6.51 70.14±5.63 P0 P1 73.68±5.77 67.80±6.31 P2 68.69±7.68 67.45±8.11 P3 71.97±7.78 71.07±8.17 P4 65.46±9.25 64.49±9.70 P5 73.44±5.33 71.34±4.76 P6 68.70±3.66 67.26±3.17 P7 70.25±1.51 69.82±1.77 P8 67.12±5.31 66.64±5.38 Rata-rata 70.09±5.87 68.45±5.89 P0= H 40%+ K 60%; P1= H 40%+ K 57.6%+ EKB 2.4% (4% dari konsentrat); P2= H 40%+ K 55.2%+ EKB 4.8% (8% dari konsentrat); P3= H 40%+ K 52.8%+ EKB 7.2% (12% dari konsentrat); P4= H 40%+ K 50.4%+ EKB 9.6% (16% dari konsentrat); P5= H 40%+ K 57.6%+ TKB 2.4% (4% dari konsentrat); P6= H 40%+ K 55.2%+ TKB 4.8% (8% dari konsentrat); P7= H 40%+ K 52.8%+ TKB 7.2% (12% dari konsentrat), P8= H 40%+ K 50.4%+ TKB 9.6% (16% dari konsentrat)
Kecernaan Bahan Kering Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan kara benguk di dalam ransum tidak berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering. Hal ini dikarenakan kandungan serat pada ransum yang di tambahkan kara benguk tidak berpengaruh terhadap kestabilan bakteri selulolitik dalam mendegradasi serat, sehingga kecernaan pada ransum tersebut tidak terganggu. Perlakuan kelompok cairan rumen sapi sangat berpengaruh (P<0.01) terhadap kecernaan bahan kering. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kelompok cairan rumen memiliki kecernaan bahan kering yang berbeda-beda. Cairan rumen yang memiliki kecernaan paling tinggi terdapat pada kelompok 3, sedangkan cairan rumen yang paling kecil nilai
11
kecernaannya terdapat pada kelompok cairan rumen 1. Kelompok cairan rumen 2 memiliki kecernaan yang tidak berbeda dengan kelompok 1 maupun kelompok 3. Hasil ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai KCBK yang didapatkan cukup tinggi yakni berada pada kisaran 65.46% sampai 73.70%. Putri (2006) menyatakan semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan maka semakin banyak zat gizi yang diserap tubuh dan semakin baik kualitas pakan tersebut. Dengan demikian, ransum pada penelitian ini dapat dikatagorikan sebagai ransum dengan kualitas yang baik karena memiliki kecernaan yang cukup tinggi. Kecernaan Bahan Organik Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kara benguk baik ekstrak maupun tempe di dalam ransum tidak berpengaruh terhadap kecernaan bahan organik. Penyebab hal tersebut dikarenakan serat pada ransum tidak berpengaruh terhadap bakteri selulolitik, sehingga kecernaan bahan organikpun tidak ikut terganggu. Amalia (2012) menyatakan bahwa kecernaan bahan organik dipengaruhi oleh serat kasar yang ada pada ransum, apabila kandungan serat kasar semakin tinggi maka bahan organik yang tercerna semakin rendah karena pencernaan serat kasar tergantung pada mikroba rumen. Perlakuan kelompok cairan rumen berpengaruh (P<0.01) terhadap kecernaan bahan organik. Kelompok cairan rumen 3 memiliki nilai KCBO yang lebih tinggi dibandingkan kelompok 1 dan 2. Perbedaan yang sangat nyata pada perlakuan kelompok menunjukkan bahwa cairan rumen sapi yang berbeda memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya kecernaan bahan organik. Perbedaan cairan rumen sapi, akan menyebabkan kemampuan bakteri yang berbeda-beda dalam mencerna bahan organik. Nilai kecernaan bahan organik tidak begitu berbeda jauh dengan nilai kecernaan bahan kering. Nilai kecernaan bahan organik pada penelitian ini berada pada kisaran 64.49% hingga 71.34%. Semakin tinggi suatu nilai kecernaan bahan organik, semakin tinggi pula bahan organik yang akan diserap oleh tubuh. Kecernaan in vitro baik kecernaan bahan kering maupun kecernaan bahan organik dipengaruhi oleh pencampuran ransum, cairan rumen, pH, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel, dan larutan penyangga (Amalia 2012).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian kara benguk (Mucuna pruriens) cukup aman diberikan pada ternak baik dalam bentuk ekstrak maupun tempe dengan level 4%, 8%, 12%, maupun 16% karena perubahan yang terjadi hanya penurunan populasi protozoa yang masih bisa ditoleransi di dalam rumen. Pemberian ekstrak kara benguk menurunkan populasi protozoa sebesar 0.146 setiap peningkatan satu satuan level. Pemberian ekstrak maupun tempe kara benguk tidak mempengaruhi populasi bakteri total, populasi bakteri selulolitik, konsentrasi NH3, konsentrasi VFA, koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO).
12
Saran Penelitian lebih lanjut diperlukan dalam pengujian penambahan kara benguk di dalam ransum dengan berbagai pengolahan terhadap kecernaan dan parameter lainnya secara in vitro maupun in vivo, serta perlu dikaji lebih dalam tentang manfaat kara benguk terhadap ternak.
DAFTAR PUSTAKA Amalia S. 2012. Pengaruh level penggunaan cassabio dalam konsentrat terhadap fermentabilitas dan kecernaan ransum ruminansia (in vitro) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bethea A. 2011. L Tyrosine vs L Dopa. http://www.livestrong.com/article/544393 -l-tyrosine-vs-l-dopa/. [4 oktober 2013] Department of Dairy Science. 1969. General Laboratory Procedures. Madison (US): University of Wisconsin. Fajri F. 2008. Kajian fermentabilitas dan kecernaan in vitro kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) yang difermentasi dengan Aspergillus niger [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Haryoto. 2002. Tempe Benguk. Yogyakata (ID): Kanisius Pr. Januarti R. 2009. Total produksi gas dan degradasi berbagai hijauan tropis pada media rumen domba yang diberi pakan mengandung saponin dan tanin [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. McDonald P, Edward R, Greenhalgh J. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. New York (US): Ashford Colour Pr. Ogimito K, Imai S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Tokyo (JP): Japan Scientific Societies Pr. Putri HA. 2006. Fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum yang diberi urea molasses multinutrient block atau suplemen pakan multinutrien. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rokhmah. 2008. Kajian kadar asam fitat dan kadar protein selama pembuatan tempe kara benguk (Mucuna pruriens) dengan variasi pengecilan ukuran dan lama fermentasi. [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Setyadi F. 2013. Penambahan adsorben kapur dan zeolit pada biomineral cairan rumen terhadap populasi bakteri dan protozoa rumen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suciati, A. 2012. Pengaruh lama perendaman dan fermentasi terhadap kandungan HCN pada tempe kacang koro (Canavalia ensiformis l) [skripsi]. Makasar (ID): Universitas Hasanuddin. Sugoro I, Yunianto I. 2006. Pertumbuhan protozoa dalam cairan rumen kerbau yang disuplementasi tanin secara in vitro. J Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 2(2): 48-57. Suharti S, Astuti DA, Wina E. 2009. Nutrient digestibility and beef cattle performance fed by lerak (Sapindus rarak) meal in concentrate ration. JITV 14(3): 200-207.
13
Sutardi T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Prosiding seminar penelitian dan penunjang peternakan. Bogor (ID): LPP Deptan 2: 91-103. Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crops. British (GB): J British Grassland Soc. 18: 104-111. Utami DM. 2012. Respon penambahan tepung daun kembang sepatu dan ampas teh terhadap populasi mikroba rumen dan produksi gas metan in vitro. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wiryawan KG. 2000. Uji bakteri toleran tanin dan pengaruh inokulasinya terhadap mikroba rumen ternak kambing berpakan kaliandra (Calliandra calothyrsus). Med Pet. 23(2): 53-60.
14
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Analisis Ragam dan Kontras Polinomial Populasi Protozoa SK DB JK KT F hitung F 0.05 F 0.01 Ket Total 26 1.77 0.07 Perlakuan 8 0.79 0.1 3.66 2.59 3.89 S P0 vs P1-P8 1 0.42 0.42 15.56 4.50 8.53 SS P1-P4 vs P5-P8 1 0.02 0.02 0.77 4.50 8.53 TS Ekstrak linier 1 0.32 0.32 11.83 4.50 8.53 SS Ekstrak kuadratik 1 0.00 0.00 0.00 4.50 8.53 TS Ekstrak kubik 1 0.00 0.01 0.05 4.50 8.53 TS Tempe linier 1 0.01 0.01 0.29 4.50 8.53 TS Tempe kubik 1 0.01 0.01 0.50 4.50 8.53 TS Tempe kuadratik 1 0.01 0.01 0.27 4.50 8.53 TS Kelompok 2 0.55 0.27 10.16 3.63 6.22 SS Galat 16 0.43 0.03 S= signifikan; SS= sangat signifikan; TS= tidak signifikan
Lampiran 2 Hasil Uji Jarak Duncan Kelompok Cairan Rumen pada Populasi Protozoa Superskrip Kelompok A B 1 5.40 2 5.14 3 5.06 Huruf kapital menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0.01)
Lampiran 3 Hasil Analisis Ragam Populasi Bakteri Total SK DB JK KT F hitung F 0.05 Total 26 6.95 0.27 Perlakuan 8 1.92 0.24 0.95 2.59 Kelompok 2 0.98 0.49 1.93 3.63 Galat 16 4.05 0.25
F 0.01
Ket
3.89 6.22
TS TS
F 0.01
Ket
3.89 6.22
TS TS
S= signifikan; SS= sangat signifikan; TS= tidak signifikan
Lampiran 4 Hasil Analisis Ragam Populasi Bakteri Selulolitik SK DB JK KT F hitung F 0.05 Total 26 16.09 0.62 Perlakuan 8 7.50 0.94 2.13 2.59 Kelompok 2 1.55 0.77 1.76 3.63 Galat 16 7.04 0.44 S= signifikan; SS= sangat signifikan; TS= tidak signifikan
15
Lampiran 5 Hasil Analisis Ragam Konsentrasi NH3 SK DB JK KT F hitung Total 26 21.52 0.83 Perlakuan 8 6.93 0.87 1.00 Kelompok 2 0.66 0.33 0.38 Galat 16 13.93 0.87
F 0.05
F 0.01
Ket
2.59 3.63
3.89 6.22
TS TS
S= signifikan; SS= sangat signifikan; TS= tidak signifikan
Lampiran 6 Hasil Analisis Ragam Konsentrasi VFA SK DB JK KT F hitung Total 26 27126.73 1043.34 Perlakuan 8 8072.51 1009.06 1.05 Kelompok 2 3724.29 1862.14 1.94 Galat 16 15329.93 958.12
F 0.05 F 0.01 Ket 2.59 3.63
3.89 6.22
TS TS
S= signifikan; SS= sangat signifikan; TS= tidak signifikan
Lampiran 7 Hasil Analisis Ragam KCBK SK DB JK KT F hitung F 0.05 F 0.01 Ket Total 26 897.74 34.53 Perlakuan 8 191.57 23.95 0.91 2.59 3.89 TS Kelompok 2 285.04 142.52 5.42 3.63 6.22 S Galat 16 421.14 26.32 S= signifikan; SS= sangat signifikan; TS= tidak signifikan
Lampiran 8 Hasil Uji Jarak Duncan Kelompok Cairan Rumen pada KCBK Kelompok Superskrip A b 1 66.41 2 69.56 69.56 3 74.31 Huruf non kapital menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)
Lampiran 9 Hasil Analisis Ragam KCBO SK DB JK KT F hitung F 0.05 F 0.01 Ket Total 26 851.34 32.74 Perlakuan 8 125.21 15.65 0.65 2.59 3.89 TS Kelompok 2 339.13 169.57 7.01 3.63 6.22 SS Galat 16 387.00 24.19 S= signifikan; SS= sangat signifikan; TS= tidak signifikan
Lampiran 10 Hasil Uji Jarak Duncan Kelompok Cairan Rumen pada KCBO Kelompok Superskrip A B 1 64.86 2 67.21 3 73.27 Huruf kapital menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0.01)
16
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 bulan Mei tahun 1992 dan diberi nama Sindi Fathonah Halimah. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Nana Mahdi dan Ibu Wiwi Mulyawati. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Kota Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi Undangan Talenta Mandiri (UTM) IPB dan diterima di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif sebagai staf biro Kewirausahaan BEM Fakultas Peternakan tahun 2011-2012, Ketua Departemen Bisnis dan Kemitraan BEM Fakultas Peternakan tahun 2012-2013, dan aktif di berbagai kepanitian di bawah naungan BEM Fakultas Peternakan. Penulis merupakan penerima beasiswa penunjang prestasi akademik (PPA) tahun 2012-2014. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan berhasil lolos didanai oleh Direktorat Pendidikan Tinggi pada tahun 2012 dan 2013, selain itu penulis pernah berkesempatan menjadi Presentator Karya Ilmiah dalam acara “Hokkaido Indonesian Student Association Scientific Meeting”, Hokkaido University, Sapporo, Japan pada tahun 2014.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunianya hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada BOPTN selaku pemberi dana pada penelitian ini yang diketuai oleh Dr Ir Didid Diapari, MSi. Terima kasih pula saya ucapkan kepada Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS, MSc dan Dr Ir Didid Diapari, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, dan Dr Iwan Prihantoro, SPt, MSi selaku dosen pembahas sekaligus panitia seminar pada tanggal 22 April 2014. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Yani dan Ibu Dian selaku teknisi laboratorium Mikrobiologi Nutrisi dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah yang telah membantu selama pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Dr Ir Tuti Suryati, Msi selaku dosen penguji sidang serta Dr Sri Suharti, SPt, Msi selaku panitia dan dosen penguji sidang. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ayah, Ibu, Teteh Windi, Mas Firin, Yanto, Awe, Eka, Kakak Sici, Kakak Alam, Kakak Ardi, Kakak Acho serta sahabat seperjuangan INTP 47 (D.Net) atas segala dukungan, bantuan, dan kekuatan yang telah diberikan. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan yang lebih baik. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.