PEMBUATAN KECAP ASIN DARI KORO BENGUK (Mucuna pruriens) (KAJIAN KONSENTRASI GARAM DAN WAKTU FERMENTASI MOROMI) Making Salty Soy Sauce of Koro Benguk (Mucuna Pruriens) (Study of Salt Concentration of Salt Solution and Time of Maromi’s Fermentation) Eka Yaniar Putri Nur Hidayah1*, Wignyanto2, Arie Febrianto Mulyadi2 1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB 2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB *email korespondensi:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi garam dan waktu fermentasi moromi kecap asin koro benguk yang terbaik secara organoleptik dan mengetahui preferensi konsumen terhadap kecap asin koro benguk dari hasil perlakuan terbaik. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan menggunakan dua faktor yaitu konsentrasi garam (17%; 20%; dan 23%) dan lama fermentasi moromi (2; 3; dan 4 minggu). Hasil perlakuan terbaik berdasarkan uji Friedman adalah pada konsentrasi garam 17% dan lama fermentasi moromi 4 minggu, dengan nilai NP sebesar 1,000; memiliki tingkat kesukaan warna sebesar 5,40 (menyukai); aroma sebesar 4,30 (agak menyukai); rasa sebesar 4,55 (agak menyukai); dan kekentalan sebesar 5,05 (menyukai). Adapun kandungan protein yang didapatkan sebesar 7,14%; serta padatan terlarut sebesar 27 brix. Preferensi konsumen terhadap perlakuan terbaik didapatkan hasil bahwa produk kecap asin koro benguk dapat diterima konsumen. Kata Kunci: Fermentasi Moromi, Kecap, Konsentrasi Garam, Koro Benguk ABSTRACT The objctives this research wereto know the salt concentration and time of moromi fermentation of soy sauce of koro benguk at the best result conducted from organoleptic and to consumer preference towards soy sauce of koro benguk from the best treatment results. The research was conducted using a Random Design Method with two factors, which is the timeof moromi fermentation (2; 3; and 4 weeks) and salt concentration (17%; 20%; and 23%). The best treatment based on test results Friedman was on the salt concentration of 17% and moromi fermentation 4 weeks, with NP value of 1,000; had favorite color of 5.40 level (like); flavor of 4.30 (rather like); taste of 4,55 (rather like); and viscosity of 5,05 (like). Protein of 7, 14%; and dissolved solids 27 brix. Consumer preference towards the best treatment result obtained that soy sauce of koro benguk acceptable to consumers. jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj Keyword :Koro Benguk, Moromi's fermentation, Salt concentration, Soy sauce.
PENDAHULUAN Koro benguk (Mucuna pruriens) merupakan salah satu jenis kacang-kacangan lokal yang memiliki beragam varietas dan bisa digunakan sebagai bahan baku pengganti kedelai dalam pembuatan tempe. Koro benguk juga dapat diolah menjadi bahan baku pembuatan kecap sebagai alternatif pengganti kedelai. Kecap adalah cairan hasil fermentasi bahan nabati atau hewani berprotein tinggi di dalam larutan garam. Kecap berwarna coklat tua, berbau khas, rasa asin dan dapat mempersedap rasa masakan. Salah satu faktor penentu kualitas produk kecap adalah hasil akhir fermentasi moromi, karena selama proses fermentasi terjadi perubahan mikrobiologis dan biokimiawi yang berpengaruh terhadap kualitas produk akhir fermentasi (Grahita, 2008). Menurut Koswara (1997) dalam Purwoko dan Handajani (2007), pada prinsipnya pembuatan kecap secara fermentasi berkaitan dengan penguraian protein, lemak, dan karbohidrat menjadi asam amino, asam lemak, dan monosakarida.Lama waktu fermentasi moromi kecap bervariasi, yaituselama 3 minggu hingga 1 tahun (Isnawan, 2003).Fermentasi kecap semakin lamaakanberpengaruh pada kualitas dan efektifitas pembuatan kecap (Kurniawan, 2008). Penentuan konsentrasi garam dalam fermentasi moromi juga akan menentukan kualitas kecap.Penambahan garam pada kecapumumnya adalah 20%-23%. Konsentrasi garam biasanya digunakan sebesar 17%-19%, dan berbahaya jika digunakan pada konsentrasi dibawah 16%, karena akan menyebabkan pembusukan dan bakteri fermentasi (asam laktat) belum mampu tumbuh (Steinkraus, 1983 dalam Grahita, 2008).Namun konsentrasi garam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian mikroorganisme yang seharusnya hidup selama fermentasi moromi. Oleh sebab itu, kadar garam dan waktu fermentasi moromi yang tepat perlu diperhatikan. Pada penelitian ini, kecap asin dibuat tanpa penambahan bumbu, sehingga dapat diketahui perbedaan organoleptik kecap asin dengan waktu fermentasi yang berbeda.Hal tersebut bertujuan agar dapat diperoleh kecap asin dengan organoleptik yang disukai oleh konsumen.Oleh sebab itu preferensi konsumen perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah konsumen menyukai produk tersebut atau tidak. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan untuk pembuatan kecap asin koro benguk adalah panci, kompor, wadah perendam, wadah fermentasi, alat pengaduk, baskom, timbangan digital (Denver Instrument M-310), gelas ukur, pisau, botol, dandang, kain saring, plastik dan corong. Peralatan yang digunakan untuk analisa adalah labu Kjeldahl (Buchi), erlenmeyer, destilator, refraktometer (Atago). Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah koro benguk dan garam.Bahan tambahan yang digunakan untuk pembuatan tempe koro benguk adalah tepung terigu dan ragi tempe.Bahan yang digunakan untuk analisakadar protein diantaranya K2SO4, HgO, H2SO4, batu didih, H2BO3, metil merah, HCl,metilen blue, NaOH, larutan asam borat. Rancangan Percobaan Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan menggunakan 2 faktor yaitu: Faktor 1 adalah lama waktu fermentasi dengan tiga level,yaitu T1=2 minggu, T2=3 minggu, dan T3=4 minggu. Faktor 2 adalah konsentrasi garam dengan tiga level, yaitu P1 =17%, P2 =20%, dan P3 =23% b/b. Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Tempe Koro Benguk Koro benguk dicuci sampai bersih, lalu direbus selama 2 jam. Setelah itu dikupas dari kulitnya dan dibelah bijinya, kemudian dicuci sampai bersih lalu direndam selama 48 jam dengan perbandingan koro benguk dengan air 1:2. Selama perendaman 48 jam, biji koro benguk tersebut dicuci setiap 4-8 jam sekali dengan mencuci sebanyak 3 kali setiap pergantian air. Setelah 48 jam koro benguk dicuci lalu dikukus selama 1 jam mulai dari air mendidih. Kemudian ditiriskan dan didinginkan. Setelah dingin koro benguk tersebut ditambahkan ragi tempe 1% (b/b) dan tepung terigu 5%(b/b). Tepung terigu yang digunakan disangrai terlebih dahulu, bertujuan untuk mematikan jasa renik. Penambahan tepung terigu ini digunakan sebagai bahan penambah kandungan gizi dan sebagai media pertumbuhan kapang. Lalu
diinokulasi 4 hari untuk menjadi tempe koro benguk. Pembuatan Kecap Asin Koro Benguk Pembuatan kecap asin koro benguk dilakukan dengan cara tempe koro benguk yang sudah jadi ditimbang 200 g, lalu dirajang dan dijemur hingga kadar airnya dibawah 40%. Setelah tempe koro benguk kering, tempe koro benguk tersebut dimasukkan ke dalam wadah kaca lalu difermentasi dalam larutan garam selama 2, 3, dan 4 minggu. Wadah tersebut ditutup dengan kain saring, dan dijemur selama 3-4 jam setiap hari dibawah panas matahari.Air yang digunakan sebanyak 400% (v/b) dan konsentrasi garam 17%, 20%, dan 23% (b/b). Setelah difermentasi selama 2, 3, dan 4 minggu didapatkan filtrat kecap yang kemudian diencerkan terlebih dahulu sebelum dimasak. Perbandingan antara filtrat dengan air yaitu 1:1,5. Kemudian dimasak selama 30 menit. Setelah dimasak lalu disaring dan dikemas. Uji Organoleptik Kecap Asin Koro Benguk Uji organoleptikkecap asin koro benguk dilakukan dengan parameter organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, dan kekentalan, menggunakan 20 orang panelis. Data yang diperoleh berupa hasil uji organoleptik diolah menggunakan metode hedonic scale scoring dinyatakan dalam skor 1 (sangat tidak menyukai), 2 (tidak menyukai), 3 (agak tidak menyukai), 4 (netral), 5 (agak menyukai), 6 (menyukai), 7 (sangat menyukai) (Soekarto, 1985). Analisis Data Data hasil organoleptik kecap asin koro benguk akan dianalisa menggunakan uji Friedman. Jika uji Friedman menunjukkan beda nyata, maka dilakukan uji lanjut jumlah rangking Friedman. Setelah itu untuk mengetahui perlakuan terbaik dari data hasil organoleptik kecap asin koro benguk dilakukan analisa pemilihan perlakuan terbaik dengan metode indeks efektivitas (de Garmo et al, 1984). Hasil perlakuan terbaik selanjutnya akan dianalisa kadar protein dengan metode Kjeldah (Andarwulan dkk, 2011), padatan terlarut dengan alat refraktometer (AOAC, 1995), dan preferensi konsumen menggunakan preference testyang dilakukan terhadap 20 orang panelis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Kecap Asin Koro Benguk Karakteristik awal koro benguk sebelum dilakukan pengolahan diketahui ukuran koro benguk sebesar ujung kelingking dengan bentuk mendekati persegi dengan warna kulit putih bercak-bercak hitam, hitam, dan putih bersih. Biji koro benguk mengandung asam sianida (HCN) yang bersifat racun, sehingga perlu dilakukan perendeman dengan air bersih selama 48 jam dengan pergantian air setiap 4-8 jam sekali dengan pencucian 3 kali. Hasil Organoleptik Kecap Asin Koro Benguk a. Warna Hasil uji Friedman terhadap kesukaan warna kecap asin koro benguk dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel
2.
Skor rerata penilaian panelis terhadap warna kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi Perlakuan Rerata Notasi Lama Skor Konsentrasi *) Fermentasi Warna Garam (%) (minggu) 17 2 4,30 a 20 2 4,40 a 23 2 4,35 a 17 3 4,55 a 20 3 4,65 a 23 3 4,50 a 17 4 5,40 bc 20 4 5,20 bc 23 4 5,15 bc *)Keterangan: notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata Tabel 2 menunjukkan perbedaan untuk beberapa perlakuan. Perlakuan dengan konsentrasi garam 17%, 20%, dan 23% pada lama fermentasi 4 minggu berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan waktu fermentasi moromi yang semakin lama akan membuat warna kecap semakin gelap. Grafik rerata nilai kesukaan panelis pada warna kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi tersaji pada Gambar 1.
Tabel 3.Skor rerata penilaian panelis terhadap rasa kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi Perlakuan Rerata Notasi Lama Skor Konsentrasi *) Fermentasi Rasa Garam (%) (minggu) 3,05 a 17 2 Gambar 1. Grafik rerata nilai kesukaan panelis pada warna kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi Gambar 1 menunjukkan semakin lama waktu fermentasi moromi maka warna kecap semakin disukai oleh konsumen. Hal tersebut dapat dilihat pada perlakuan lama waktu fermentasi 4 minggu yang menunjukkan nilai skor tertinggi yaitu 5,40; 5,20; dan 5,15. Selama fermentasi moromi, warna larutan kecap akan berubah yang disebabkan oleh warna yang terbentuk sebagai hasil reaksi browning antara gula reduksi dengan gugus amino dari protein (Astawan dan Astawan, 1991 dalam Septiani dkk, 2004). Menurut Dedin, dkk (2006), pembentukan warna kecap terjadi selama fermentasi moromi dan proses pemasakan. Pada proses pemasakan terjadi pembentukan warna coklat yang disebabkan terjadinya reaksi pencoklatan nonenzimatis, yaitu reaksi Mailard dan karamelisasi. Dijelaskan oleh Harrison and Dake (2005) dalam Sulistyawati (2012), bahwa pada reaksi Maillard gugus karbonat dari glukosa bereaksi dengan nukleofilik gugus amino dari protein yang menghasilkan warna khas (coklat). Gambar 1 juga menunjukkan bahwa warna kecap dengan konsentrasi garam yang semakin tinggi tidak disukai oleh konsumen.Namun, pada kecap minggu ke dua dan tiga dengan konsentrasi garam 17% terjadi penurunan karena endapan yang dihasilkan sedikit, sehingga warna yang dihasilkan kurang gelap.Larutan garamberfungsi untuk mengekstrak senyawasenyawa nitrogenterlarut yang ada dalam bahan terfermentasikapang ke dalam larutan garam (Septiani dkk, 2004). b. Rasa Hasil uji Friedman terhadap kesukaan warna kecap asin koro benguk dapat dilihat pada Tabel 3.
20 23 17 20 23 17 20 23
2 2 3 3 3 4 4 4
3,00 3,40 3,45 4,15 4,25 4,55 4,05 4,10
a a a b b b bc bc
*)Keterangan: notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata Tabel 3 menunjukkan konsentrasi larutan garam dan lama waktu fermentasi moromi mempengaruhi rasa kecap asin koro benguk. Perlakuan dengan konsentrasi garam 20% dan 23% pada lama fermentasi 4 minggu menunjukkan beda nyata. Hal ini disebabkan waktu fermentasi moromi yang semakin lama akan membuat rasa kecap semakin gurih. Menurut Winarno (1997) dalam Cahyo (2013), rasa suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, temperatur, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Grafik rerata nilai kesukaan panelis pada rasa kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi tersaji pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik rerata nilai kesukaan panelis pada rasa kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi
Gambar 2 menunjukkan semakin lama waktu fermentasi moromi maka rasa kecap semakin disukai konsumen.Menurut Rosida, dkk (2010), ekstrak moromi dalam pembuatan kecap mengandung peptida atau protein nabati yang telah terakumulasi dengan asamasam lemak dan gula sebagai hasil dari aktifitas kapang Aspergillus sp yang memberi cita rasa sedap pada kecap. Menurut Sokhib (1986) dalam Septiani dkk (2004), selama fermentasi moromi Pediococcus halophillusdan Lactobacillus delbrueckii memfermentasi gulasederhana dan asam amino menjadi asam laktat,asam asetat, dan asam suksinat.Asam laktat danasam suksinat merupakan komponen yangmenyebabkan rasa sedap pada kecap. Gambar 2menunjukkan nilai optimum konsumen terhadap konsentrasi larutan garam 17% terdapat pada lama waktu fermentasi 4 minggu, pada konsentrasi larutan garam 20% dan 23% nilai optimum konsumen terdapat pada minggu ke 3. Larutan garam berfungsi untuk mengekstrak senyawa-senyawa nitrogen terlarut yang ada dalam kedelai terfermentasi kapang ke dalam larutan garam.Dengan demikian kecap yang dihasilkan mempunyai rasa dan aroma yang baik (Septiani dkk, 2004). c. Aroma Hasil uji Friedman terhadap kesukaan warna kecap asin koro benguk dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.Skor rerata penilaian panelis terhadap aroma kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi Perlakuan Rerata Notasi Lama Skor Konsentrasi *) Fermentasi Aroma Garam (%) (minggu) 17 2 3,35 a 20 2 3,25 a 23 2 3,75 a 17 3 3,45 a 20 3 3,90 a 23 3 4,25 a 17 4 4,30 bc 20 4 4,15 bc 23 4 3,40 bc *)Keterangan: notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata
Tabel 4 menunjukkan konsentrasi larutan garam dan lama waktu fermentasi moromi mempengaruhi aroma kecap asin koro benguk.Menurut Soekarto (1995) dalam Sukardi (2008), aroma merupakan gabungan antara rasa dan bau (flavour).Perlakuan dengan konsentrasi garam 17%, 20%, dan 23% menunjukkan beda nyata. Hal ini disebabkan waktu fermentasi moromi yang semakin lama akan membuat aroma kecap semakin sedap. Gambar grafik rerata nilai kesukaan panelis pada aroma kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasitersaji pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik rerata nilai kesukaan panelis pada aroma kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi Gambar 3 menunjukkan semakin lama waktu fermentasi moromi maka aroma yang dihasilkan semakin disukai oleh konsumen.Hal ini disebabkan pada waktu fermentasi moromi akan tumbuh jenis-jenis bakteri dan khamir yang menghasilkan senyawa yang menyebabkan kecap koro benguk berbau khas. Perombakan ini merupakan lanjutan pemecahan komponenkomponen oleh enzim yang ada pada mikroba untuk membentuk senyawasenyawa organik.Selama fermentasi moromi, bakteri dan khamir menjadi aktif sehingga menghasilkan gula serta asam organik yang menimbulkan cita rasa dan aroma pada kecap(Yulinery dan Napitupulu, 1993).Namun, terjadi penurunan pada perlakuan konsentrasi larutan garam 23% selama 4 minggu. Pada perlakuan ini didapatkan skor sebesar 3,40. Hal ini disebabkan senyawa alkohol dan aromatik yang dihasilkan oleh khamir selama fermentasi moromi belum tumbuh.
Gambar 3 juga menunjukkan semakin tinggi konsentrasi garam maka aroma kecap semakin disukai oleh konsumen.Namun, pada perlakuan konsentrasi garam 20% selama 2 minggu bakteri dan khamir yang dibutuhkan belum mampu tumbuh, sehingga aroma yang dihasilkan kurang disukai oleh konsumen. Pada perlakuan konsentrasi larutan garam 23% selama 4 minggu juga terjadi penurunan. d. Kekentalan Hasil uji Friedman terhadap kesukaan warna kecap asin koro benguk dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Skor rerata penilaian panelis terhadap kekentalan kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi Perlakuan Rerata Notasi Lama Skor Konsentrasi *) Fermentasi Kekentalan Garam (%) (minggu) 17 2 3,90 a 20 2 3,25 a 23 2 3,10 a 17 3 4,35 b 20 3 4,55 b 23 3 4,35 bc 17 4 5,05 c 20 4 4,65 c 23 4 5,00 c *)Keterangan: notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata Tabel 5 menunjukkan konsentrasi larutan garam dan lama waktu fermentasi mempengaruhi kekentalan kecap asin koro benguk. Perlakuan dengan konsentrasi garam 23% pada lama fermentasi 3 minggu menunjukkan beda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa lama fermentasimempengaruhi kekentalan kecap yang dihasilkan. Dari Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa konsentrasi garam memberikan pengaruh nyata.Gambar grafik rerata nilai kesukaan panelis pada aroma kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi tersaji pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik rerata nilai kesukaan panelis pada kekentalan kecap asin koro benguk pada berbagai perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi Gambar 4 menunjukkan semakin lama waktu fermentasi moromi maka tingkat kekentalan kecap semakin disukai oleh konsumen dengan skor 5,05; 4,65; dan 5,00. Kecap asin memiliki tekstur yang lebih encer daripada kecap manis. Tingkat kekentalan kecap manis dan asin dipengaruhi oleh banyaknya gula kelapa yang ditambahkan pada waktu proses pemasakan. Gula yang ditambahkan pada kecap asin lebih sedikit daripada kecap manis. Namun, kecap koro benguk ini tidak ditambahkan bumbu dan gula pada waktu pemasakan, sehingga dihasilkan kecap asin dengan tekstur yang encer. Perlakuan Terbaik Perlakuan terbaik dipilih dengan membandingkan nilai produk setiap perlakuan dari parameter organoleptik. Perlakuan dengan nilai produk tertinggi merupakan perlakuan terbaik. Tabel 6. Pembobotan Parameter
Bobot
Warna Rasa Aroma Kekentalan
0,29 0,33 0,22 0,17
Nilai Terbaik 5,40 4,55 4,30 5,05
Nilai Terburuk 4,30 3,00 3,25 3,10
Selisih 1,10 1,55 1,05 1,95
Berdasarkan hasil perhitungan pembobotan untuk masing-masing parameter didapatkan nilai bobot yaitu rasa (0,33), warna (0,29), aroma (0,22), dan kekentalan (0,17). Data tersebut menunjukkan bahwa rasa menjadi faktor utama dalam menentukan keputusan konsumen. Menurut Winarno (2004), rasa suatu makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan daya terima konsumen terhadap suatu produk.
Nilai terbaik dan terburuk pada parameter mewakili tingkat kesukaan panelis. Pada aroma nilai terbaik sebesar 4,30 diartikan netral dan nilai terburuk adalah 3,25 diartikan agak tidak menyukai. Pada warna didapatkan nilai terbaik sebesar 5,40 diartikan agak menyukai dan nilai terburuk sebesar 4,30 diartikan netral. Pada rasa didapatkan nilai terbaik sebesar 4,55 diartikan netral dan nilai terburuk sebesar 3,00 diartikan agak tidak menyukai. Pada kekentalan didapatkan nilai terbaik sebesar 5,05 diartikan agak menyukai dan nilai terburuk adalah 3,10 diartikan agak tidak menyukai. Pemilihan perlakuan terbaik bedasarkan parameter organoleptik perlakuan T3P1 dengan konsentrasi larutan garam 17% dan lama waktu fermentasi 4 minggu mempunyai nilai produk paling tinggi yaitu sebesar 1,000. Perbandingan dengan Syarat Mutu Kecap Dari perlakuan terbaik hasil uji organoleptik yang dilakukan oleh 20 orang panelis agak terlatih, selanjutnya dilakukan uji kimia yang meliputikadar protein dan padatan terlarut. Hasil perlakuan terbaik diperoleh dengan perlakuan T3P1 yaitupembuatan kecap asin koro benguk dengan konsentrasi garam 17% dan lama waktu fermentasi 4 minggu. Perbandingan hasil uji laboratorium dengan SNI dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perbandingan dengan mutu kecap Hasil Uji Parameter SNI Laboratorium 1. Keadaan a. Bau Khas Khas b. Rasa Khas Khas 2. Protein 7,14 % Min.2, (N x 6,25) 5 3. Padatan 27 brix terlarut Min 10 Tabel 8 menunjukkan perbandingan mutu kecap dengan kecap asin koro benguk.Keadaan bau dan rasa dari kecap asin koro benguk adalah normal khas.Hal ini sesuai dengan syarat mutu kecap yaitu normal khas. Kadar protein yang dihasilkan dari perlakuan terbaik (T3P1) yaitu sebesar 7,14%, dimana telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam SNI untuk kecap yaitu minimum 2,5%.Kandungan protein pada kecap asin ini didapatkan dari aktifitas enzim
yang dihasilkan kapang.Enzim ini bertugas untuk memecah protein yang komplek menjadi protein yang lebih sederhana. Proses fermentasi dalam larutan garam, enzim yang dihasilkan pada proses fermentasi kapang masih bersifat aktif (Rahayu dkk, 2005). Menurut Sutiyani dkk (2012), cara pengolahan kecap terutama saat pemasakan sangat berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh, jika proses pengolahan kurang sempurna akan menyebabkan rusaknya protein saat pemasakan. Padatan terlarut pada kecap asin koro benguk dengan konsentrasi larutan garam 17% dan lama waktu fermentasi 4 minggu didapatkan hasil sebesar 27brix, sedangkan pada syarat mutu kecap padatan terlarut minimal 10brix. Hal ini dapat diartikan bahwa padatan terlarut dari kecap asin koro benguk memenuhi syarat mutu. Menurut Risvan (2007) dalam Kusumadewi (2011), padatan terlarut adalah zat terlarut lain selain sukrosa, misalnya garam-garam klorida; serta sulfat dari kalium, natrium, dan kalsium merespon dirinya sebagai brix dan dihitung setara dengan sukrosa, sehingga dapat dikatakan bahwa padatan terlarut tidak mungkin lebih kecil dari nilai total gula. Preferensi Konsumen Setelah diperoleh perlakuan terbaik yaitu kecap asin koro benguk dengan konsentrasi larutan garam 17% dan lama waktu fermentasi 4 minggu, kemudian dilakukan uji penerimaan (preference test) terhadap 20 orang panelis. Menurut Winarno (1987) dalam Muchtadi (1994), salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk menguji apakah suatu formula makanan tambahan dapat diterima atau tidak adalah kriteria penerimaan.Kriteria penerimaan terdiri dari jumlah persentase responden yang menolak harus kurang dari 25%. Dari hasil uji preferensi konsumen, didapatkan jumlah responden yang menyukai kecap asin koro benguk dengan konsentrasi larutan garam 17% dan lama waktu fermentasi 4 minggu (memberikan nilai 5, 6, dan 7).Penilaian diberikan pada 4 aspek yaitu warna, aroma, rasa, dan kekentalan.Berdasarkan persentase kesukaan dapat dilihat bahwa responden menyukai seluruh atribut kecap asin koro benguk yang diujikan. Pada atribut warna responden yang menyukai sebanyak 19 orang, aroma 16 orang, rasa 16 orang, kekentalan 15 orang.
KESIMPULAN Didapatkan perlakuan terbaik secara organoleptik pada kecap asin koro benguk dengan konsentrasi larutan garam 17% dan lama waktu fermentasi 4 minggu memiliki tingkat kesukaan warna sebesar 5,40 (menyukai), aroma sebesar 4,30 (agak menyukai), rasa sebesar 4,55 (agak menyukai), dan kekentalan sebesar 5,05 (menyukai). Sedangkan pada uji kimia dari perlakuan terbaik didapatkan kadar protein sebesar 7,14%, sedangkan standar mutu dari kecap min 2,5%. Memiliki padatan terlarut sebesar 27 brix, sedangkan standar mutu dari kecap min 10 brix. Preferensi konsumen terhadap perlakuan terbaik kecap asin koro benguk didapatkan hasil bahwa produk tersebut diterima oleh konsumen dengan persentase kesukaan warna sebesar 95%, aroma 80%, rasa 80%, dan kekentalan 75%. DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta. AOAC, 1995.Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists. AOAC Inc. Washington D.C. Cahyo, L.A.2013. Karakteristik Organoleptik Biskuit dengan Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.).Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Isnawan, H. H. 2003. Perubahan Mutu Kecap Produksi Skala Rumah Tangga Selama Tiga Bulan Penyimpanan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.Volume XIV.Nomor 3. Kurniawan, R. 2008. Pengaruh Kosentrasi Larutan Garam dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Kecap Ikan Lele. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Itenas Bandung. Jurnal Teknik kimia Vol.2, No.2:134. Kusumadewi, M. 2011. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Kecap Manis Komersial Indonesia.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muchtadi.1994. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Purwoko, T. dan Handajani, N.S. 2007.Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Maromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus.Biodiversitas.Volume 8.Nomor 2. Rahayu, A., Suranto, dan T. Purwoko. 2005. Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala) Terfermentasi Aspergillus oryzae. Bioteknologi.Volume 2.Nomor 1.
de Garmo, E.D., W.G. Sullivan and Canada. 1984. Engineer Economy. Machmilon Publishing Company. New York.
Rosida, D. F., & CH, W. (2013).Karakteristik Moromi dan Kecap Manis Serta Kajian Aktivitas Antioksidannya.Rekapangan, 4(2).
Dedin, F.R., Wijaya C.H., Apriyantono. dan Zakaria, F.R. 2006. Karakteristik Melanoidin Kecap Manis dan Peranannya Sebagai Antioksidan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.Volume XVII.Nomor 3.
Septiani, Y., T. Purwoko. dan Artini, P. 2004. Kadar Karbohidrat, Lemak, dan Protein pada Kecap dari Tempe. Jurnal Bioteknologi. Volume 1.Nomor 2.
Grahita, A. W. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Maromi Terhadap Kualitas Filtrat Sebagai Bahan Baku Kecap. Skripsi.Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Sukardi, S., Wignyanto, W., & Purwaningsih, I. (2012).Tempeh Inoculum Application Test of Rhizopus oryzae with Rice and
Cassava Flour as Substrate at Sanan Tempeh Industries–Kodya Malang. Jurnal Teknologi Pertanian, 9(3). Sutiyani, S., Wignyanto, W., & Sukardi, S. (2012).Pemanfaatan Limbah Cair (Whey) Industri Tahu Menjadi Nata de Soya dan Kecap Berdasarkan Perbandingan Nilai Ekonomi Produksi. Jurnal Teknologi Pertanian, 4(2). Wignyanto, W., & Kumalaningsih, S. (2013).Low Tannins and HCN of Lindur Fruit Flour Products as an Alternative Food.Jurnal Teknologi Pertanian, 13(3). Winarno, F.G. 2004.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. Yulinery T. dan R. N. R. Napitupulu.1993.Pemanfaatan Koro Benguk (Mucuna pruriens) sebagai Bahan Dasar Pembuatan Kecap dan Tauco. Balitbang Mikrobiologi. Puslitbang Biologi. LIPI.